perspektif sistem pendidikan menurut faktor pendukung
Post on 24-Jun-2015
7.140 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PERSPEKTIF SISTEM PENDIDIKAN MENURUT FAKTOR PENDUKUNGNYA: SEKOLAH, KEPALA SEKOLAH, SISWA, GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN, KURIKULUM DAN
EVALUASI, DANA, SARANA DAN PRASARANA
MAKALAH
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan: Fakta, Kebijakan, Teori dan Filsafat diampu oleh Prof. Dr. H. Achmad Sanusi dan Dr. Yosal Iriantara
OlehDenny Kodrat
NPM: 4103810413007
PROGRAM DOKTOR ILMU PENDIDIKAN/MANAJEMEN PENDIDIKANPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA2013
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 1
PERSPEKTIF SISTEM PENDIDIKAN MENURUT FAKTOR PENDUKUNGNYA: SEKOLAH, KEPALA SEKOLAH, SISWA, GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN, KURIKULUM DAN EVALUASI,
DANA, SARANA DAN PRASARANA
“If you want an education, join the revolution” (Ernesto Che Guevara, dalam Walker,1981:120)
Pendahuluan
Pendidikan (education) tidaklah dibatasi oleh sekadar pergi ke sekolah, duduk di ruang kelas,
mendengarkan, menyimak dan melakukan instruksi guru di dalam kelas. Pendidikan tidak
dapat dipersempit dengan mengikuti pendidikan formal dari level sekolah dasar, sekolah
menengah pertama, sekolah menengah atas hingga pendidikan tinggi. Pendidikan tidak bisa
diukur oleh berapa banyak ijasah formal yang dimiliki. Pendidikan sejatinya merupakan
bagian dari naluri manusia. Dia ada setua peradaban manusia. Oleh karenanya, mengutip
bahasa Prof. Achmad Sanusi, bahwa pendidikan sebagai upaya untuk mengajari manusia
berpikir (higher order thinking skills) (Sanusi, 2013), oleh karenanya tidaklah keliru saat
Indonesia dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
selain menyelenggaran pendidikan formal, juga mengakui keberadaan pendidikan non-
formal dan informal. Ini berarti, pemaknaan mengenai pendidikan tidaklah harus
dipersempit dengan hanya mendirikan pusat-pusat pendidikan formal yang barangkali
hanya menyentuh 50 persen penduduk Indonesia, tetapi juga bagaimana pemerintah dan
masyarakat mengembangkan dan memantapkan pendidikan non-formal dan informal,
untuk mencapai tujuan pendidikan yang diamanatkan dalam Undang Undang Dasar 1945,
yaitu untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karenanya tidaklah keliru
saat Che Guevara mengatakan, “If you want an education, join the revolution” (Jika anda
ingin pendidikan, maka bergabunglah dalam revolusi), ungkapan ini dapat dimaknai sebagai
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 2
pembentukan diri manusia, dimana kondisi revolusi, perang yang penuh dengan
ketidakstabilan, akan mampu “memaksa” manusia untuk menghadirkan potensi-potensi
dirinya, salah satunya adalah berpikir: memikirkan dunia yang lebih baik pasca revolusi,
memikirkan menjadi insan yang berguna pasca revolusi, yang hal tersebut bisa jadi sulit
dihadirkan dalam kondisi-kondisi yang nyaman, aman, damai seperti yang tengah dialami
Indonesia saat ini.
Driyarkara (1980) menyebutkan bahwa pendidikan adalah memanusiakan manusia
muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf mendidik. Sementara itu, Crow and Crow
(1960) menyebut pendidikan sebagai modern educational theory and practice not only are
aimed at preparation for future living but also are operative in determining the pattern of
present, day-by-day attitude and behavior. Sedangkan Fattah (2008) mengidentifikasi
pendidikan menjadi:
a. Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga
bermanfaat untuk kepentingan hidup.
b. Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam
memilih isi (materi), strategi dan teknik penilaiannya yang sesuai.
c. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkugan keluarga, sekolah dan masyarakat
(formal, non formal dan informal)
Upaya yang ditempuh oleh pemerintah guna mencapai tujuan pendidikan nasional
sebagaimana yang menjadi program rencana strategis Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (sebelumnya Kementerian Pendidikan Nasional) tahun 2010-2014, yaitu
dengan menggulirkan visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan “Terselenggaranya
layanan prima pendidikan nasional untuk membentuk insan Indonesia cerdas
komprehensif” (Kemdiknas, 2010). Pertanyaan sederhananya adalah apakah visi ini dapat
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 3
tercapai dengan ukuran-ukuran yang sudah ditetapkan dalam rencana strategis
Kementerian Pendidikan dan Budaya ini? Kemudian apakah seiring terus bergesernya
pendidikan dari pola status quo (birokratis/top down) menuju pelibatan masyarakat atau
yang dikenal dengan Manajemen berbasis Sekolah (School based Management) untuk
mewujudkan learning community pemerintah tidak gagap dengan menghadirkan rencana
program yang memadai untuk perwujudan MBS yang ideal? Dalam konteks pendidikan
formal, apakah sistem pendukung mikro pendidikan, seperti sekolah, kepala sekolah, siswa,
guru dan tenaga kependidikan, kurikulum dan evaluasi, dana, sarana dan prasarana memiliki
semangat yang sama untuk mendukung pola pendidikan yang bergeser dari status quo
menuju MBS ini? Di saat negara-negara tetangga di Asia Tenggara, sebut saja Singapura atau
tetangga kita di belahan timur, seperti Australia, Jepang, Korea, atau belahan Eropa seperti
Inggris, Swedia, Finladia, Jerman dan negara-negara di Amerika, seperti AS sendiri, sudah
mulai jauh meninggalkan Indonesia, dengan menghadirkan atau beranjak ke pola
pendidikan yang melibat ICT (Information Communication Technology) (Mulyasa, 2012).
Mengacu pada 3 (tiga) pertanyaan di atas inilah, makalah ini akan membahas
seputar perspektif sistem pendidikan (formal) menurut faktor pendukungnya seperti
sekolah, kepala sekolah, siswa, guru dan tenaga kependidikan, kurikulum dan evaluasi,
dana, sarana dan prasarana, yang ditinjau secara fakta, kebijakan, teori dan filsafat.
Tinjauan Fakta: Faktor Pendukung Sistem Pendidikan
Berikut akan dibahas beberapa tinjauan fakta pendukung sistem pendidikan: (a). sekolah;
(b). kepala sekolah; (c). siswa; (d). guru dan tenaga kependidikan; (e). kurikulum dan sistem
evaluasi; (f). dana (g). sarana dan prasarana.
A. Sekolah
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 4
Sekolah merupakan institusi yang bagian dari mikro pendidikan dimana interaksi
guru dan siswa terjadi, direncanakan, diadministrasikan, dijalankan dan dievaluasi. Tidak
hanya mengharuskan adanya bentuk bangunan fisik, ruang kelas, laboratorium, WC, kantin
dan lapangan olahraga yang memadai, namun lebih jauh dari itu, sekolah merupakan
representasi sistem pendidikan yang dapat diobservasi dan diukur (observable and
measurable). Itu karena proses pendidikan yang meliputi input-proses-output terjadi di
sekolah. Proses interaksi antara peserta didik dengan unsur-unsur yang memengaruhi
proses belajar seperti kurikulum, guru, tenaga kependidikan, materi ajar, hingga proses
belajar mengajar, berada di sekolah.
Dua sekolah Menengah Atas yang saya hadirkan dalam makalah ini merupakan
sekolah tempat saya mengajar. Pertama, SMA Taruna Bakti Bandung, berlokasi di Jalan.
Laksamana Laut R. E. Martadinata 52. Berlokasi di pusat kota dengan gedung bertingkat
lima. Cukup representatif untuk proses pembelajaran. Sekolah Menengah Atas menempati
lantai tiga dan empat, meliputi 30 ruang kelas, 10 WC, 5 Laboratorium, 3 ruang pengendali
administrasi dan perpustakaan, aula, indoor gym serta 2 ruang guru. Untuk fasilitas olahraga
berada di jalan Suci, dekat pasar Cihaurgeulis, Bandung.
Kedua, SMA Negeri Jatinangor. Sekolah ini terbilang baru didirikan pertengahan
tahun 1994 (Unit Gedung Baru). Memiliki 35 ruang kelas, laboratorium IPA dan Bahasa,
perpustakaan, ruang guru, ruang para wakasek, 4 WC, masjid dan kantin. Lokasinya cukup
strategis, dekat dengan kampus Universitas Padjajaran, Universitas Winaya Mukti, ITB
kampus Jatinangor, IPDN. Kawasan ini dulunya disebut sebagai kawasan pendidikan dan
menjadi etalase kota Sumedang. Kedua sekolah ini memenuhi standar nasional pendidikan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, sebagaimana di ubah oleh Peraturan Pemerintah no. 32 tahun 2013.
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 5
B. Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan pemimpin (leader) dari satuan pendidikan. Dia yang
memiliki wewenang dan bertanggung jawab dalam proses mikro pendidikan. Mulyasa
(2013) menyebut beberapa fungsi kepala sekolah sebagai educator, manajer, administrator,
supervisor, leader, innovator dan motivator. Ada beberapa kualifikasi yang dipersyaratkan
untuk menjadi kepala sekolah sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dan dikembangkan oleh BSNP, yaitu diantaranya harus
menjadi guru di satuan pendidikan, memiliki kualifikasi akademik, berpengalaman 5 tahun
sebagai guru. Biasanya, dinas pendidikan kota/kabupaten menambahkan beberapa syarat
tambahan seperti pernah menjabat sebagai pernah menjabat sebagai wakil kepala sekolah.
Dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, maka posisi kepala sekolah sangat strategis. Dia sangat
berhubungan erat dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim
budaya sekolah dan menurunnya perilaku nakal peserta didik (Supriadi, 1998; Mulyasa,
2013).
Fakta mengenai kepala sekolah di sekolah negeri sedkiti berbeda dengan sekolah
swasta. Di sekolah negeri, bupati yang memilih kepala sekolah sesuai dengan acuan
perundang-undangan dan seleksi yang dilakukan secara ketat. Kepala sekolah dapat diganti
bila sudah menjabat selama dua periode (atau 8 tahun). Biasanya kepala sekolah terkena
sistem mutasi, dimana dia bisa berpindah-pindah unit kerja yang dia pimpin. Satu kepala
sekolah diganti oleh kepala sekolah lain, jarang diisi oleh kepala sekolah dari guru di sekolah
tersebut. Berbeda dengan sekolah negeri, di sekolah swasta, yayasan yang memiliki
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 6
wewenang untuk memilih dan menetapkan kepala sekolah yang berasal dari guru-guru
tetap yang mengajar di sekolah tersebut.
C. Siswa
Siswa/peserta didik merupakan anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia melalui jalur,
jenjang dan jenis pendidikan. Beberapa sekolah di tingkat SMP dan SMA menerapkan sistem
rekrutmen berdasarkan nilai ujian nasional dan prestasi. Sekolah lain menerapkan
rekrutmen dengan tes tertulis. Paradigma ingin mendapatkan input terbaik menjadi dasar
pertimbangan sekolah dalam menerima siswanya.
Sekolah mengharapkan dengan mendapatkan input siswa yang terbaik, dilihat dari
prestasi akademik di sekolah sebelumnya atau dilihat dari aspek kepribadian, maka mereka
akan mudah menghasilkan keluaran yang optimal. Meminjam istilah sistem informasi GIGO
(Gold in, Gold out). Paradigma inilah yang mengakibatkan munculnya wacana uji
keperawanan bagi siswi di sekolah tertentu. Dengan uji keperawanan ini diharapkan sekolah
dapat menyaring siswi-siswi nakal (baca: tidak perawan). Begitupula tes wawancara yang
dilakukan oleh sekolah-sekolah berstandar internasional dulu.
Tes ini meliputi wawancara terhadap siswa dan orang tua, yang akhirnya menyaring
strata sosial keluarga peserta didik. Yang terkategori mampu bisa langsung melenggang
untuk belajar di sekolah internasional, yang berkategori tidak mampu, harus balik kanan
mencari sekolah non internasional.
D. Guru dan Tenaga Kependidikan
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 7
Sumber daya manusia (SDM) yang menjadi ujung tombak di mikro pendidikan adalah
guru dan tenaga kependidikan. Guru, menurut Undang Undang No. 14 Tahun 2004 tentang
Guru dan Dosen, adalah tenaga pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.
Sementara itu, tenaga kependidikan, sebagaimana Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, seperti tenaga administrasi,
tenaga laboratorium, tenaga perpustakaan.
Dengan disahkannya Undang-undang mengenai Guru dan Dosen, serta dengan
adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur standar nasional pendidikan, maka secara
faktual hampir 90 persen, guru dan tenaga kependidikan sudah memenuhi kualifikasi
minimal yang disyaratkan oleh aturan perundang-undangan tersebut. Bahkan sudah hampir
80 persen guru sudah menikmati tunjangan profesinya dari mulai tahun 2008 hingga
sekarang.
Namun bergulirnya tunjangan profesi yang sudah menginjak tahun kelima ini tidak
luput dari kritikan masyarakat. Salah satu isu yang mengemuka adalah belum cukup
dirasakan pengaruh tunjangan profesi terhadap profesionalisme (baca: kualitas pelayanan
belajar) guru. Setidaknya hal ini menjadi satu otokritik bagi para pendidik bahwa tunjangan
profesi ini seharusnya dijadikan pemicu (trigger) semakin primanya pelayanan pembelajaran
baik secara didaktik-metodik hingga terciptanya kualitas lulusan yang memadai.
Fakta lain adalah tidak meratanya sebaran tenaga pendidik. Guru masih
terkonsentrasi di sekolah-sekolah pusat, belum merata ke pinggiran (sub-urban). Ini dapat
dilihat dari jumlah mengajar yang belum ideal (setara dengan 24 jam pelajaran tatap muka).
Sehingga satu guru harus mengajar di beberapa sekolah untuk memenuhi kekurangan jam
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 8
mengajarnya, termasuk mengajar mata pelajaran yang tidak linear dengan kualifikasi
akademiknya.
E. Kurikulum dan Sistem Evaluasi
Proses pembelajaran di sekolah berada di domain proses. Siswa dan guru dalam
proses silaturahmi akademiknya dipandu oleh kurikulum yang dirancang oleh pusat.
Indonesia saat awal-awal kemerdekaan hingga sekarang sudah pernah menerapkan
kurikulum dengan berbagai model dan asumsi-asumsinya termasuk di dalamnya sistem
evaluasi—yang mulai diperkenalkan dalam kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004 lalu.
Saat ini, dengan semangat otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, desain kurikulum
yang diterapkan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini
digulirkan mulai tahun 2008, kemudian akhir tahun 2012, kementerian pendidikan dan
kebudayaan menggulirkan kurikulum 2013 dengan beberapa perubahan asumsi-asumsinya.
Bila dalam KTSP sebelumnya guru merancang sistem penilaian untuk melihat
sejauhmana proses pembelajaran mencapai tujuan kurikulumnya, maka dalam kurikulum
2013 ini, pemerintah pusat sudah menetapkan sistem penilaiannya. Guru tinggal
melaksanakan sistem penilaiannya tersebut. Evaluasi nasional atas proses pembelajaran
selama satu tahun dievaluasi oleh pemerintah pusat dengan nama Ujian Nasional.
Mencermati besarnya kewenangan yang dimiliki oleh pusat dalam menetapkan
struktur mata pelajaran hingga penetapan kompetensi inti dan dasar, kemudian sisa muatan
lokal ditetapkan oleh pemerintahan provinsi, maka KTSP yang awalnya untuk mengapresiasi
multikulturalisme dan kearifan budaya lokal di setiap sekolah, nampaknya menjadi sedikit
terlihat. KTSP yang pada awalnya dibuat untuk menonjolkan keunggulan masing-masing
sekolah dengan karakteristiknya yang beragam, nampaknya menjadi KTSP copy-paste,
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 9
dimana kurikulum di satu satuan pendidikan menjadi sama dengan kurikulum di satuan
pendidikan yang lain yang notabene memiliki karakterisktik siswa dan masyarakat yang
berbeda.
F. Dana
Proses pendidikan di level mikro, sebagaimana di level makro dan messo,
mengharuskan adanya ketersediaan dana, sebagai pembiayaan pendidikan. Dana bisa
berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan daerah, serta memungkinkan pula
berasal dari masyarakat. Untuk sekolah-sekolah swasta, subsidi pemerintah bisa dikatakan
minim, dengan kata lain, pembiayaan penyelenggaraan pendidikan dibebankan kepada
masyarakat. Subsidi dari pemerintah untuk sekolah swasta terbatas kepada pemberian
tunjangan profesi, tunjangan daerah bagi guru non pns, serta bantuan operasional sekolah
dan pengadaan buku-buku paket. Sedangkan bagi sekolah-sekolah negeri, khususnya di
sekolah dasar (SD dan SMP), pembiayaan secara seratus persen sudah dibebankan kepada
APBN dan APBD, baik dengan Bantuan Operasional Sekolah, DAK hingga bantuan block
grant. Sedangkan di tingkat menengah (SMA/SMK) masyarakat masih berperan untuk
membantu pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.
Sebagai bagian transparansi dan akuntabilitas pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan, maka sekolah membuat anggaran penerimaan dan belanja sekolah yang
disesuaikan dengan program kerja. Besaran dana ditentukan bersama-sama komite sekolah
sebagai perwakilan masyarakat. Idealnya, besarnya penerimaan dan belanja sekolah ini
disosialisasikan kepada warga sekolah, khususnya guru dan tenaga kependidikan. Namun
besaran penerimaan dan belanja sekolah ini hanya diketahui oleh pihak-pihak tertentu
dalam sekolah, tidak begitu banyak melibatkan guru dan tenaga pendidikan. Demikian pula
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 10
dalam pengevaluasian program sekolah. Permasalahan dana seringkali tidak dijadikan
bagian evaluasi secara terbuka. Sehingga, open management tidak berlaku dalam masalah
dana.
G. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pembelajaran seperti bangunan sekolah, ruang kelas, ruang
laboratorium, ruang komputer, lapangan olahraga, kantin, tempat beribadah, kursi, meja,
papan tulis dan fasilitas-fasilitas pendukung pembelajaran lainnya sangatlah penting dalam
sistem pendidikan. Sarana pendidikan yang nyaman, aman, bersih dan kondusif akan
berpengaruh dalam kualitas pembelajaran. Lengkapnya fasilitas-fasilitas yang mendukung
proses pembelajaran seperti komputer, proyektor, sound system, bahkan dengan adanya
ruang multi media seperti bioskop, akan menjadi nilai tambah bagi proses pembelajaran.
Motivasi siswa untuk belajar semakin kuat.
Pemerintah Kabupaten Sumedang menggulirkan program sekolah sehat untuk
mengatasi sekolah-sekolah yang terkesan kumuh, tidak bersih dan tidak kondusif. Beberapa
sekolah dengan sarana dan prasarana yang sudah baik dengan perawatan yang terjaga
secara rutin karena ditunjang oleh petugas kebersihan yang memadai, dapat menjalankan
program sehat. Namun bagi sekolah-sekolah dengan bangunan yang sudah tua, tidak
terawat dan minim dana pemeliharaan, sulit untuk berpartisipasi aktif dalam program ini.
Terkecuali pemerintah membantu sekolah mengganti semua sarana dengan yang lebih baik.
Tinjauan Kebijakan: Faktor Pendukung Sistem Pendidikan
Perubahan besar politik pasca reformasi yaitu otonomi daerah, sedikit banyak
mengubah wajah pendidikan Indonesia. Sistem pendidikan nasional yang sebelumnya lebih
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 11
ke top down policy, yang terkesan birokratik, sekarang ditarik ke arah yang lebih humanis.
Masyarakat dilibatkan dalam sistem pendidikan. Muncullah kebijakan manajemen berbasis
sekolah (MBS) sebagai respon dari kompleksitas masalah sosial dan pendidikan. Salah satu
terobosan dalam kebijakan pendidikan nasional adalah dengan dibuatnya Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003. Dengan keberadaan undang-undang ini, Indonesia memiliki peta dan
arah untuk pencapaian tujuan pendidikan yang termaktub dalam pembukaan konstitusi.
Dengan kata lain, negeri ini memiliki landasan yuridis formal untuk mengukur pencapaian
tujuan pendidikan nasional tersebut.
Terobosan berikutnya dalam pendidikan nasional adalah dengan dibuatnya Undang-
Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dijabarkan oleh Peraturan Pemerintah
No.7 Tahun 2008 tentang guru. Kemunculan Undang-Undang yang mengatur tentang guru
dan dosen ini berarti pendidik diakui profesinya secara hukum, setelah sekian lama
dibiarkan tanpa kekuatan yuridis. Prof. M. Surya, dalam berbagai kesempatan,
mengungkapkan, sebelum adanya undang-undang guru dan dosen ini, bahwa guru
dikalahkan oleh binatang langka. Keberadaan binatang langka diakui oleh negara dengan
adanya undang-undang yang mengatur masalah tersebut, sedangkan guru dibiarkan tanpa
dasar hukum, tidak diakui eksistensinya. Benar-benar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Terobosan berikutnya dalam dunia pendidikan adalah saat diterbitkannya Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, yang kemudian ditata
dalam Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2013. Standar nasional pendidikan ini ditujukan
untuk menyamakan kualitas minimal pendidikan di seluruh wilayah hukum Republik
Indonesia dari Sabang hingga Merauke, sebagai respons dari tidak meratanya kualitas
pendidikan disebakan sebaran dan jumlah penduduk yang sangat luas.
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 12
Peraturan Pemerintah mengenai standar pendidikan nasional inilah yang mengatur
delapan standar yaitu:
1. standar isi;
2. standar proses;
3. standar kompetensi lulusan;
4. standar pendidik dan tenaga kependidikan;
5. standar sarana dan prasarana;
6. standar pengelolaan;
7. standar pembiayaan; dan
8. standar penilaian pendidikan.
Dengan terbitnya PP yang mengatur tentang standar nasional pendidikan ini diharapkan
mampu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, sehingga tujuan pendidikan nasional
yang diamanatkan dalam konstitusi bisa tercapai di seluruh wilayah hukum Republik
Indonesia.
Menyelaraskan dengan perkembangan jaman, globalisasi dan untuk percepatan
pembangunan, pemerintah membuat kebijakan MBS. Ciri MBS adalah pelibatan masyarakat
dalam pendidikan. Dewan sekolah di bentuk di tingkat messo pendidikan. Komite sekolah
didirikan di level mikro pendidikan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan.
Pelibatan masyarakat dalam pendidikan untuk mendorong terwujudnya masyarakat sekolah
dan masyarakat belajar (learning community) sehingga sekolah tidak menjadi menara
gading, institusi yang tidak up to date, tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat.
Sejalan dengan itu, BPPN dan World Bank memuat kajian yang diadopsi oleh
Kementerian Pendidikan Nasional (dikutip dalam Mulyasa, 2012:64-70) yang memuaat
strategi implementasi MBS sebagai berikut:
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 13
Aspek Jangka Pendek (thn ke-1 – ke-3)
Jangka Menengah (thn ke 4-ke-6)
Jangka Panjang (thn ke-7-ke10)
A. Ketenagaan:1. Kepala Sekolah
Sejumlah kepala sekolah dipilih dari semua kategori sekolah untuk mengikuti pelatihan tentang prinsip-prinsip MBS dan pengelolaan keuangan dengan prinsip MBS
Kepala sekolah menerima pelatihan bagi yang belum dan pelatihan lanjutan bagi yang sudah.Kepala sekolah memiliki keluasaan dalam mengatur sekolah, antara lain dalam mengatur dana, mengisi kurikulum lokal, kurikulum sekolah
Ada kewenangan yang luas bagi kepala sekolah dalam rangka kebijakan nasional.Pemilihan kepala sekolah dilakukan oleh dewan sekolah dengan mempertimbangkan kompetensinya, keterampilannya, pengalaman kepemimpinan, kemampuan dalam menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dan bersifat proaktif
2. Guru SD: seleksi dan pengangkatan di TK I, sedangkan penempatan di TK II.SMP: Seleksi di pusat, pengangkatan dan penempatan di TK.I
SD: Seleksi di TK-I. Pengangkatan dan penentuan di TK.IISMP: Seleksi di TK.I. pengangkatan dan penempatan di TK.II.Pemilihan guru baik SD maupun SMP didasarkan pada kompetensi.Diberlakukan insentif dan disintensif terhadap sekolah yang memiliki kelebihan guru dan kekurangan guru.Guru memperoleh insentif sesuai dengan prestasinya.Guru wajibmenguasai prinsip-prinsip MBS
Seleksi pengangkatan dan penempatan di Dati II.Pemilihan berdasarkan kompetensi.Penempatan guru sesuai dengan kebutuhan sekolah.Diberlakukan sistem insentif dan disinsentif.Guru memperoleh insentif sesuai dengan prestasinya.Guru wajibmenguasai prinsip-prinsip MBS
3. Pengawas/pimpinanDan staf dinas
Pelatihan tentang prinsip-prinsip MBS.Profesionalisasi pengawas, pimpinan staf dinas
Pelatihan lanjutanProfesionalisasi pengawas, pejabat dan staf dinas
Profesionalisasi pengawas/pimpinan dan staf
B. Keuangan1. DIK
Teta p Penentuan alokasi berdasarkan alokasi pusat
Diberikan dalam block grant
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 14
2. DIP TetapBlock grantBantuan pemerintah untuk swasta disesuaikan dengan kemampuan pemerintah
Block grantSekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola anggaranPengelolaan akan diikuti pengawasan yang intensif
Block grantSekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola anggaranPengelolaan akan diikuti pengawasan yang intensif
3. Dana dari orang tua/masyarakat
Tetap seperti sekarang, yaitu masih ada orang tua yang wajib membayar sekolah
Ada kesepakatan antara orang tua dan sekolah
Ada kesepakatan antara orang tua, dewan sekolah dan sekolah
C. Kurikulum1. Materi
Kurikulum lokal 20%, pusat 80%
Kurikulum inti 80%, kurikulum lokal 20%
Kurikulum inti (SKL)Kurikulum elektif
2. Pengujian Kisi-kisi dan soal dari pusat
Kisi-kisi dibuat di pusat, soal di TK-1
Guideline SKL di pusat, soal di TK-1
D. Sarana dan prasarana Identifikasi dan tataulang sarana dan prasaranaPengadaan sarana dan prasarana di Tk-II
Pengadaan sarana dan prasarana di sekolah
Pengadaan sarana dan prasarana di sekolah
E. Partisipasi Masyarakat Sosialisasi prinsip-prinsip MBS memalui media massa
Bentuk partisipasi masyarakat masih berbentuk BP3
Bentuk komite/dewan sekolah, dengan tugas memilih kepala sekolah, mengorganisasi sumbangan dari orang tua dan masyarakat, mengawasi pengelolaan keuanganMembantu dan mengawasi proses belajar mengajar
Tinjauan Teori: Faktor Pendukung Sistem Pendidikan
Dalam satu kesempatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. M. Nuh
mengatakan bahwa pendidikan adalah satu-satunya senjata untuk memerangi kemiskinan
dan keterbelakangan peradaban. Artinya, sistem pendidikan dibuat untuk mengarahkan
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 15
warga negara menjadi warga negara yang berdaya, produktif. Pendidikan sebagai human
investment yang membawa manusia kepada nilai-nilai luhurnya: berperadaban tinggi dan
mampu berpikir tinggi.
Kepemimpinan (leadership) menjadi kata kunci dalam manajemen pendidikan yang
melibatkan faktor pendukung sekolah, kepala sekolah, siswa, guru dan tenaga kependidikan,
dana, sarana dan prasarana. Kepemimpinan yang efektif akan dapat mensinergiskan
komponen-komponen tersebut sehingga proses pendidikan di level mikro dapat berjalan
secara efektif, efesien dan akuntabel. Dewey (dalam Sanusi, 2013) membandingkan sekolah
dan pendidikan sebagai berikut.
Sekolah PendidikanMengajar BelajarInformasi PengetahuanGenerik Pengetahuan
Kompetensi KualitasLinear Kompleks
Bisa Bekerja KemanusiaanKepemimpinan yang kuat harus hadir dalam manajemen di sekolah, sehingga tidak
saja proses pendidikan yang terjadi di domain proses yang melibatkan faktor guru, tenaga
kependidikan, siswa, sarana dan prasarana, dana, kurikulum, yang tentunya dipengaruhi
pula oleh faktor ekternal seperti kebijakan pemerintah dan masyarakat, bisa sesuai dengan
standar-standar yang telah dibuat oleh pemerintah, melainkan pula sesuai dengan kaidah-
kaidah teori manajemen.
Manajenen adalah proses pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan dan
kerjasama orang lain. Sedangkan organisasi adalah kerangka, struktur atau wadah orang-
orang yang bekerja sama. Dengan demikian, manajemen mencapai tujuan melalui orang lain
yang diwadahi dalam organisasi. Organisasi tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia.
Artinya, setiap organisasi termasuk sekolah adalah organism, yang memiliki unsur-unsur
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 16
kehidupan seperti keberadaan ruh berupa kepemimpinan, keberadaan jiwa berupa kegiatan
manajemen, keberadaan raga atau jasmani berupa bagan organisasi yang dinyatakan dala
bentuk kegiatan administrasi. Ketiga unsur tersebut, yaitu kepemimpinan yang bertindak
sebagai ruh, manajemen sebagai aktivitas jiwa serta administrasi sebagai tata kerja.
Rangkaian antara kepemimpinan, manajemen dan administrasi serta budaya organisasi
dapat digambarkan sbb:
Untuk mewujudkan budaya organisasi yang sehat yang diperkuat oleh
kepemimpinan yang kuat, maka beberapa teori yang disarankan oleh Sanusi (2013) dapat
dilakukan, yaitu pertama penguasaan konsep Strategic Management (SM) dan Balanced
Score Card (BSC). Dalam SM terdapat konsep Total Quality Management (TQM), kajian
SWOT terhadap faktor-faktor internal dan eksternal, kajian tentang kepemimpinan
transformative dan konstruktif, terdapat pula kajian nilai tambah (added values). Dalam BSC
terdapat kajian Blue Ocean Strategy (BOS).
Kedua, melakukan penyesuaian (adjustment) konsep BS dan MS agar sesuai dengan
nilai-nilai lokal dan pendidikan.
Ketiga, mengadaptasi konsep chaos and complexity dengan tidak melupakan enam
sistem nilai yang diantaranya, nilai ketuhanan (teologis) dan need of achievement. Dengan
cara seperti ini, kesemrawutan dalam dunia pendidikan dapat diuraikan dengan baik.
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 17
Administrasi
Kepemimpinan Manajemen
Teori spiral dynamics dapat dilekatkan kepada kepala sekolah agar
kepemimpinannya dapat terrepresentasikan dalam proses pendidikan di level mikro ini.
Berikut gambaran teori spiral dynamic
Untuk menghadirkan pemimpin yang transfomatif, maka seorang pemimpin harus
sudah selesai dengan poin 1 hingga 3. Dia harus memulai dengan poin 4 (logical/rasional)
hingga ke poin 6 (trancendential) hingga terwujudlah diri yang memiliki power, knowledge
freedom, love.
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 18
Tinjauan Filsafat: Faktor Pendukung Sistem Pendidikan
Faktor pendukung sistem pendidikan yang meliputi sekolah, kepala sekolah, guru
dan tenaga kependidikan, siswa, kurikulum, dana, sarana dan prasarana didasarkan atas
filsafat konstruktivisme, positivisme dan liberalisme. Filsafat konstruktivisme dapat terlihat
jelas dalam desain kurikulum 2013, bagaimana teori belajar yang dikembangkan
menggunakan pendekatan filsafat konstruktivisme. Dalam pandangan filsafat ini siswa
diberikan keleluasaan untuk mengkonstruk/membangun pengetahuan sendiri. Ilmu
pengetahuan tidak bisa dipindahkan bila tidak ada keaktifan dari siswa (Maksum, 2010).
Guru berperan sebagai fasilitator dan tidak boleh hanya semata-mata memberikan ilmu
pengetahuan, melainkan harus membangun ilmu pengetahuan tersebut dalam benak siswa.
Beberapa asumsi yang dikemukakan dalam pandangan konstruktivisme adalah:
(1). siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan;
(2). belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa;
(3). pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara
personal;
(4). pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan
situasi kelas;
(5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi,
dan sumber;
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai
dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 19
skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekadar
tersusun secara hirarkis.
Disamping itu, filsafat positivisme (modernisme) masih mempengaruhi proses sistem
penilaian terhadap siswa. Pengkuantitatifan prestasi siswa, psikomotor siswa dan juga
afektif siswa menjadi arus utama dalam sistem penilaian di negeri ini. Termasuk evaluasi
belajar dalam ujian nasional hanya mengukur aspek-aspek kognitif siswa dengan dibatasi
beberapa mata pelajaran dari puluhan pelajaran yang diajari sejak sekolah dasar, menengah
hingga atas. Pengaruh positivisme yang kentara adalah dengan pembiasaan berpikir ilmiah
dengan tahapan-tahapan yang digariskan dalam pendekatan kuantitatif. Inilah salah satu
dominasi filsafat positivisme dalam sistem pendidikan nasional (Abidin, 2006).
Disamping itu, filsafat neo-liberalisme diam-diam mewarnai paradigma Undang-
Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Beberapa pasal menegaskan
pentingnya sekolah atau penyelenggara pendidikan untuk memperhatikan kebutuhan
masyarakat. Tiga kata akhir ini, “memperhatikan kebutuhan masyarakat” mengisyaratkan
bahwa penyesuaian kualitas lulusan dengan permintaan pasar. Di sinilah filsafat neo-
liberalisme dapat dibaca bahwa kualitas pendidikan yang baik adalah kualitas yang
memenuhi keinginan penggunanya, sehingga output pendidikan, outcome dan effect sangat
bergantung pada mekanisme keinginan pasar (Maksum, 2010), daya serap tenaga kerja yang
bisa jadi menafikan atau tidak memprioritaskan tujuan sejati dari pendidikan nasional itu
sendiri. Di samping itu, upaya membangun jiwa enterpreneurship siswa nampak tidak
terakomodasi dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, begitupula dalam aturan
mengenai perguruan tinggi. Ini berakar dari filsafat neo-liberalisme yang diadopsi oleh
pemerintah.
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 20
Kesimpulan
Visi yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa tercapai bila
manajemen yang dilakukan khususnya di level mikro pendidikan mampu menghadirkan
kepemimpinan yang kuat (strong leadership) dan transformatif. Begitupula dengan
kompleksitas permasalahan yang dialami oleh pendidikan saat ini, dimana Indonesia tengah
digiring dalam model pendidikan MBS, yang mana masyarakat turut dilibatkan, maka upaya
untuk penyiapan masyarakat yang berpikir, menganggap pendidikan sebagai human
investment/capital. Dengan munculnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya
pendidikan sebagai sebuah investasi penting untuk mewujudkan peradaban, maka
masyarakat dapat berperan aktif dalam mengawasi dan membantu proses penyelenggaraan
pendidikan baik di level messo dan mikro. Wallahu’alam bishawwab
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 21
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2006. Filsafat Manusia: Memahami Manusia melalui Filsafat. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Crown, LLD, Crow. I960. An Introduction to Education in Educational Administration. New York: Oxford University Press
Driyarkara. 1980. Tentang Pendidikan. Jakarta: Yayasan Kanisius
Fattah, Nanang. 2008. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya
Kemendiknas. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014. Jakarta: Kemdiknas
Maksum, Ali. 2010. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Postmodernisme. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Grup
Mulyasa, Enco. 2012. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
________. 2013. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Sanusi, Achmad. 2013. Kepemimpinan Pendidikan: Strategi Pembaruan, Semangat Pengabdian, Manajemen Modern. Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia
Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana diubah dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas PP No. 19 Tahun 2005
Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2004 Tentang Guru dan Dosen
Walker, Jim. 1981. The End of Dialogue: Paulo Freire on Politics and Education. Dalam Robert MacKie (Editor), Literacy and Revolution: the Pedagogy of Paulo Freire. New York: Continuum
|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 22
top related