persepsi siswa sma/ma terhadap lingkungan belajar …
Post on 16-Oct-2021
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERSEPSI SISWA SMA/MA TERHADAP LINGKUNGAN
BELAJAR DI LABORATORIUM KIMIA SEKOLAH KOTA
TANGERANG SELATAN
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Srajana Pendidikan
Oleh:
Muhamad Yusup Sartono
1113016200004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi yang berjudul Persepsi Siswa SMA/MA terhadap Lingkungan Belajar
Laboratorium Kimia Sekolah di Kota Tangerang Selatan disusun oleh
Muhamad Yusup Sartono, NIM 1113016200004, Program Studi Pendidikan
Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui
bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan
pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 16 Juli 2020
Yang Mengesahkan
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Kimia
Burhanudin Milama, M. Pd
NIP. 19770201 200801 1 011
Pembimbing I
Nanda Saridewi, M.Si
NIP. 19841021 200912 2 004
Pembimbing II
Salamah Agung, Ph.D
NIP. 19790624 200604 2 002
ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
iv
ABSTRAK
Muhamad Yusup Sartono (1113016200004), “Persepsi Siswa
SMA/MA terhadap Lingkungan Belajar laboratorium Kimia Sekolah di
Kota Tangerang Selatan”.
Kimia merupakan ilmu yang didalamnya terdapat dua hal yang tidak dapat
terpisahkan, yaitu sebagai proses dan sebagai produk, kimia sebagai produk
merupakan kegiatan yang dilakukan di lingkungan laboratorium. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap lingkungan
belajar laboratorium kimia di sekolah mereka, penelitian didapat menggunakan
kuesioner science learning environment inventory (SLEI) yang diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia, dengan 5 alternatif jawaban yaitu Sangat sering,
Sering, Jarang, Kadang-kadang, dan Tidak Pernah. Sampel pada penelitian ini
didapat pada 6 sekolah yaitu MAN 1 Tangerang Selatan, SMAN 1 Tangerang
Selatan, SMAN 3 Tangerang Selatan, SMAN 4 Tangerang Selatan, SMAN 8
Tangerang Selatan, SMAN 9 Tangerang Selatan yang berjumlah 424 siswa.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan teknik
pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa persepsi siswa dalam keadaan baik terhadap lingkungan
belajar laboratorium kimia mereka, dari 5 dimensi yang diujikan didalam
instrumen yakni student cohesiveness, open-endedness, integration, rule clarity
dan material environtment, hanya pada dimensi open-endedness yang
menghasilkan banyaknya dominasi jawaban tidak pernah, jarang, dan kadang-
kadang.
Kata Kunci : Laboratorium, science learning environment inventory (SLEI),
Lingkungan Belajar
v
ABSTRACK
Muhamad Yusup Sartono (1113016200004), "SMA / MA Students'
Perception on the Learning Environment of School Chemistry laboratories in
South Tangerang City ".
Chemistry is a science in which there are two inseparable things, namely
as a process and as a product, chemistry as a product is an activity carried out in
a laboratory environment. This research was conducted to find out how students'
perceptions of the chemistry laboratory learning environment in their school, the
research was obtained using a science learning environment inventory (SLEI)
questionnaire which was translated into Indonesian, with 5 alternative answers
namely Very often, Frequently, Rarely, Sometimes, and Never. Samples in this
study were obtained at 6 schools, namely MAN 1 South Tangerang, SMAN 1
South Tangerang, SMAN 3 South Tangerang, SMAN 4 South Tangerang, SMAN 8
South Tangerang, SMAN 9 South Tangerang, totaling 424 students. The research
method used is descriptive analysis method and sampling technique using simple
random sampling. The results of this study indicate that students' perceptions are
good for their chemistry laboratory learning environment, from the 5 dimensions
tested in the instrument namely student cohesiveness, open-endedness,
integration, rule clarity and material environment, only in the open-endedness
dimension that produces a lot of dominance answers never, rarely, and
sometimes.
Keyword: Laboratory, science learning environment inventory (SLEI).
Learning Environment
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Swt., Tuhan pemberi kasih dan
kemudahan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
penyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat dan salam senantiasa untuk
Muhammad saw. yang telah menggulung tikar jahiliah menjadi bentangan
permadani peradaban.
Skripsi ini adalah tugas akhir yang harus dikerjakan untuk memenuhi salah
satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi
Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir, sebab belajar
sejatinya sesuatu yang tidak terbatas.
Skripsi ini terselesaikan dengan penuh dinamika; disertai tawa-tangis, juga
penyesalan karena menunda. Tapi, Allah Swt., begitu baik dengan mengirimkan
banyak pihak yang telah membantu, memberikan dukungan, menyemangati, dan
senantiasa menyuntikan energi positif pada penulis dari semenjak menjadi
mahasiswa hingga mengiringi menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, tanpa
mengurangi rasa hormat, pada kesempatan ini secara tulus dari lubuk hati yang
paling dalam, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Burhanudin Milama, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Nanda Saridewi, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik selama
perkuliahan sekaligus pembimbing I yang telah memberikan bimbingan,
waktu, saran, motivasi dan perhatiannya kepada penulis dengan sangat baik
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Salamah Agung, Ph.D., selaku pembimbing II yang juga telah banyak
berperan penting dalam memberikan waktu, saran, motivasi dan perhatiannya
vii
serta membimbing penulis dengan sangat baik sampai terselesaikannya
skripsi ini.
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPA, khususnya dosen Program Studi
Pendidikan Kimia FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
6. Orang tua yang saya sayangi dan saya cintai, Imam Sartono dan Ibunda Sri
Sumiyati, yang selalu memberikan kasih sayang luar biasa, do’a, semangat,
bantuan moril maupun materil, dan kesabaran tanpa batas kepada penulis.
7. Teman-teman Program Studi Pendidikan Kimia angkatan 2013 yang saling
memberikan motivasi.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu
hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan,
untuk itu sangat diharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penulis agar lebih baik lagi. Semoga skripsi ini memberikan
manfaat khususnya bagi mahasiswa sebagai calon guru dan umumnya bagi
seluruh kalangan demi meningkatkan mutu pendidikan guna melahirkan manusia
yang berkualitas. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Juni 2020
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI....................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
ABSTRACK ........................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ................................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENELITIAN YANG
RELEVAN .............................................................................................................. 8
A. Persepsi
1. Pengertian Persepsi ................................................................................. 8
2. Jenis Persepsi .......................................................................................... 9
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ........................................ 10
4. Proses Terjadinya Persepsi ................................................................... 14
B. Laboratorium ............................................................................................. 16
ix
1. Pengertian Laboratorium ...................................................................... 16
5. Fungsi Laboratorium ............................................................................ 17
6. Lingkungan Belajar Laboratorium Kimia ............................................ 18
7. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 20
8. Kerangka Berpikir ................................................................................ 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 23
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 23
B. Metode dan Desain Penelitian ................................................................... 23
C. Populasi dan Sampel ................................................................................. 24
D. Instrumen Penelitian .................................................................................. 24
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 30
A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 30
B. Pembahasan ............................................................................................... 38
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 45
A. Kesimpulan ................................................................................................ 45
B. Saran ................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46
LAMPIRAN .......................................................................................................... 51
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Deskripsi Instrumen Science Laboratory Environment Inventory (SLEI)
................................................................................................................................ 24
Tabel 3.2 Skor Jawaban Kueioner ......................................................................... 27
Tabel 4.1 Nilai Frekuensi Jawaban Siswa Dimensi Student Cohesiveness ........... 30
Tabel 4.2 Nilai Frekuensi Jawaban Siswa Dimensi Open-endedness.................... 31
Tabel 4.3 Nilai Frekuensi Jawaban Siswa Dimensi Integration ............................ 33
Tabel 4.4 Nilai Frekuensi Jawaban Siswa Dimensi Rule Clarity .......................... 35
Tabel 4.5 Nilai Frekuensi Jawaban Siswa Dimensi Material Inveronment ........... 36
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ......................................................................... 50
Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian Sekolah .............................................. 56
Lampiran 3. Instrumen Penelitian ........................................................................ 62
Lampiran 4. Validasi 1 Instrumen ........................................................................ 64
Lampiran 5. Validasi 2 Instrumen ........................................................................ 68
Lampiran 6. Uji Referensi .................................................................................... 73
Lampiran 7. Tabulasai Data Hasil Penelitian ....................................................... 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sains sering disebut juga sebagai Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang
mempunyai makna pengetahuan mengenai alam, objek alam, serta gejala-
gejala alam (Wonorahardjo, 2010, hal. 11). Secara khas ilmu ini diperoleh
secara empiris, yakni melalui observasi dan eksperimen sehingga sains
bersifat ilmu pasti (Samatowa, 2011,hal. 1). Sains atau IPA sudah menjadi
ilmu yang telah diterapkan sejak awal pendidikan, didalamnya bukan hanya
berupa kumpulan pengetahuan tetapi juga mencakup metode keterampilan
untuk menemukan dan menerapkan pengetahuan ilmiah. Hal ini diungkapkan
oleh (Rustaman, 2003, hal. 88) ilmu sains secara khusus dalam
pembelajarannya tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan saja, tetapi
mengandung empat hal, yaitu: konten atau produk, proses atau metode, sikap
dan teknologi. maka dari itu keempat hal tersebut harus terlibat secara
keseluruhan, tidak hanya belajar produk saja, tetapi juga harus belajar aspek
proses, sikap, dan teknologi agar dapat benar-benar memahami sains secara
utuh.
IPA memiliki banyak cabang ilmu dasar, salah satunya adalah kimia.
Kimia merupakan ilmu yang didalamnya mempelajari tentang sifat zat,
reaksi, serta perubahan materinya (Oxtoby, 2001, hal. 4). Sebagai bagian dari
ilmu sains, kimia memiliki karakteristik melakukan eksperimen untuk
memperoleh pengetahuan, konsep, dan fakta melalui pengumpulan data,
pengamatan dan percobaan (Yunita, 2013, hal. 3). Oleh karena itu kimia juga
berorientasi kepada observasi dan eksperimen, hal ini didukung oleh Mulyasa
(2006, hal. 132-133) bahwa ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang
berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) dan kimia sebagai proses
yaitu kerja ilmiah. Dalam praktiknya kimia sebagai produk terwujud melalui
2
pembelajaran yang dilakukan di kelas dengan didalamnya belajar berupa
teori-teori, hukum-hukum, serta fakta-fakta, sedangkan kimia sebagai proses
dilakukan di laboratorium dengan didalamnya berupa eksperimen-eksperimen
kerja ilmiah.
Lingkungan laboratorium merupakan tempat yang sangat penting
dalam pembelajaran kimia karena dapat mencakup tiga ranah sekaligus yakni
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Galloway & Bretz, 2015).
Laboratorium membuat pembelajaran lebih bermakna, karena siswa bertindak
langsung dalam melakukan pengamatan atas percobaannya (Hofstein &
Lunetta, 2004). Melalui kegiatan di laboratorium siswa dapat menemukan
konsep, fakta dan pengetahuan yang didapat melalui eksperimen-eksperimen
yang dilakukan (Brittland, 2015). Melalui kegiatan di laboratorium akan
terjadi interaksi satu sama lain dan dapat mendorong sikap siswa seperti
motivasi, rasa ingin tahu, dan bekerja sama (Hofstein, 2004; Kelli, 2016;
Niels, 2016). Dengan praktikum peserta didik dilatih untuk mengembangkan
keterampilan dasar melakukan eksperimen. Seperti melakukan observasi
dengan cermat, mengukur secara akurat dengan alat ukur, menangani dan
menggunakan alat secara aman, merancang, melakukan dan
menginterpretasikan eksperimen. Oleh sebab itu kegiatan di laboratorium
dapat menjadi lingkungan tepat untuk belajar pendekatan ilmiah (Emda,
2014).
Pentingnya laboratorium juga didukung berdasarkan Peraturan
Pemerintah No.19 Tahun 2005 pada bab VII pasal 42 ayat 2 mencantumkan
bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan
ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidikan, ruang tata
usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, tempat
berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang
tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan. Maka dari peraturan ini tidaklah pantas setiap
3
satuan pendidikan untuk tidak melaksanakan kegiatan di lingkungan
laboratorium.
Dengan diberlakukannya kurikulum 2013 juga memberikan
dukungan kuat bahwa proses belajar di lingkungan laboratorium merupakan
kepentingan yang tidak dapat dipisahkan. Seperti yang diketahui bahwa
Kurikulum 2013 menekankan bahwa siswa tidak hanya dituntut untuk
membuktikan, tetapi dituntut juga agar menemukan konsep. Implementasi
kurikulum 2013, yakni mengedepankan pembelajaran berbasis sains atau
yang biasa disebut juga pendekatan sainstifik. Menurut Rusman (2017, hal.
422) Pendekatan sainstifik adalah pembelajaran yang menekankan pada
aktivitas peserta didik melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar,
mencoba, dan membuat jejaring pada kegiatan pembelajaran di sekolah, oleh
sebab peserta didik tidak bergantung informasi searah dari guru saja
melainkan dari berbagi informasi sehingga kondisi pembelajaran yang
diharapkan tercipta dan mendorong peserta didik untuk mencari tahu dari
berbagai sumber observasi bukan diberitahu.
Pentingnya laboratorium kimia juga ditujukan dengan adanya banyak
penelitian yang berkelanjutan dengan tujuan agar terefleksikan kondisi yang
sebenarnya sehingga dilakukan perbaikan-perbaikan. Rahmiyati (2008)
melakukan Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan keefektifan
pemanfaatan laboratorium kimia dilihat dari kelengkapan sarana prasarana
laboratorium, kemampuan guru dan teknis pengelolaan laboratorium. Sami
(2013) juga melakukan penelitian serupa menganalisis daya dukung fasilitas
laboratorium, intensitas penggunaan laboratorium, penggunaan alat dan
bahan serta efektivitas penjabaran standar laboratorium kimia. Nuha (2015)
melakukan penelitian tentang kontribusi laboratorium terhadap pembelajaran
kimia melihat dari kondisi laboratorium, ketersediaan alat dan bahan,
intensitas penggunaan laboratorium. Adriani (2016) menganalisis manajemen
laboratorium perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
tentang laboratorium. Sari (2018) mendeskripsikan profil manajemen dan
4
penggunaan laboratorium pada pembelajaran kimia, meliputi kelengkapan
dan penataan alat bahan praktikum, manajemen administrasi dan efektivitas
penggunaan laboratorium kimia. Handayani (2018) Penelitian bertujuan
menganalisis tingkat pemanfaatan laboratorium Kimia berdasarkan Frekuensi
pelaksanaan praktikum.
Berdasarkan hasil penelitian diatas para peneliti menggambarkan
kondisi laboratorium masih secara teknis, seperti sarana prasarana
laboratorium, manajemen laboratorium, serta efektivitas penggunaan
laboratorium berdasarkan kemampuan guru dan frekuensi penggunaan
laboratorium. Hasil tersebut merupakan evaluasi yang dapat digunakan untuk
perbaikan secara teknis agar kebutuhan yang diperlukan tercukupi sehingga
tercapai kegiatan di laboratorium yang efektif. Namun masih terdapat aspek
yang belum tersentuh secara komprehensif dalam menunjang keberhasilan
belajar di laboratorium, salah satu aspek tersebut adalah persepsi siswa,
persepsi siswa digunakan untuk melihat kondisi sebenarnya yang mereka
alami selama di laboratorium.
Persepsi siswa merupakan aspek yang penting dalam melihat
kesuksesan dalam proses belajar, karena dalam belajar mengajar siswa yang
mengalami dan merasakan. Dalam hal ini maka dari Fraser dkk (1993)
mengembangkan instrumen yang didalamnya terdapat lima dimensi yang
penting dalam pembelajaran lingkungan laboratorium. Dimensi ini mengukur
bagaimana semua siswa saling mengenal, bekerja sama dan saling
mendukung satu sama lain (Student Cohesiveness). Dimensi keterbukaan
kesempatan para siswa untuk merancang penelitian mereka sendiri dan
mengejar kepentingan individu untuk meningkatkan konstruksi pengetahuan
ilmu pengetahuan pribadi mereka (Open-Endedness). Dimensi integrasi
mencirikan bagaimana aktivitas laboratorium dihubungkan dengan materi
teoretis yang diajarkan didalam kelas (Integration). Aturan kejelasan
bagaimana struktur diimplementasikan di laboratorium (Rule Clarity).
Dimensi yang mengacu tentang kecukupan materi dan peralatan laboratorium
5
mereka (Material Environment). Semua dimensi pembelajaran ini didalam
laboratorium bersifat khusus dan umum di tingkat sekolah.
Insrumen tersebut dikenal dengan nama science laboratory
environment invetory (SLEI), sebuah instrumen yang dikembangkan Khusus
untuk mengevaluasi lingkungan pembelajaran di laboratorium. SLEI pertama
kali dikembangkan di Australia dan diuji di lapangan dan divalidasi di enam
negara yaitu Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Israel, Nigeria, dan Australia
dengan sampel lebih dari 5447 siswa di 269 Kelas. Selain itu Instrumen ini
juga diadaptasi di Singapura untuk mempelajari 1592 siswa kelas 10 kimia
dan juga divalidasi di Brunei Darussalam dengan kelas 644 Mahasiswa
kimia. Di Korea, digunakan dengan diterjemahkan ke bahasa Korea dan
kuesioner disebarkan ke 439 sekolah (Kwok, 2015).
Instrumen ini sudah digunakan di berbagai negara untuk
mengevaluasi lingkungan laboratorium, baik kimia, biologi, dan lain-lain, di
Indonesia sendiri belum ada yang melakukan penelitian dengan
menggunakan instrumen ini, khususnya kota Tangerang selatan. Berdasarkan
hasil observasi penelitian tentang laboratorium kimia di sekolah kota
Tangerang Selatan masih sedikit sedikit sekali, hanya terdapat 1 penelitian
saja yang berkaitan dengan laboratorium kimia, terlebih lagi dari 12 SMA
Negeri di Kota Tangerang Selatan hanya 5 SMA Negeri yang telah memiliki
laboratorium kimia secara khusus, sedangkan 7 SMA negeri masih dalam
bentuk Laboratorium IPA (fisika, kimia, biologi) (Purbandi, 2019). dari latar
belakang masalah yang sudah dipaparkan, maka penulis tertarik meneliti
bagaimana persepsi siswa terhadap lingkungan laboratorium kimia. Oleh
karena itu, penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul skripsi
“Persepsi Siswa SMA/MA Terhadap Lingkungan Belajar di
Laboratorium Kimia Sekolah Kota Tangerang Selatan”
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut.
1. Penelitian tentang evaluasi lingkungan laboratorium kimia sekolah masih
sedikit dilakukan, khususnya di kota Tangerang Selatan.
2. Dari beberapa penelitian evaluasi laboratorium aspek yang belum
tersentuh secara komprehensif dalam menunjang keberhasilan belajar di
laboratorium.
3. Beberapa sekolah di Tangerang Selatan terdapat sekolah yang memiliki
laboratorium kimia secara khusus.
C. Pembatasan Masalah
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melakukan pembatasan
untuk menghindari meluasnya masalah sebagai berikut :
1. Pengambilan sampel dilakukan hanya di sekolah negeri pada wilayah
Kota Tangerang Selatan.
2. Instrumen yang digunakan hanya Menggunakan science learning
environment inventory (SLEI).
3. Sampel yang digunakan adalah siswa IPA kelas XI pada sekolah
menengah atas tahun ajaran 2017/2018.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian diatas maka yang menjadi rumusan masalah
dari penelitian ini adalah Bagaimanakah persepsi siswa Tentang lingkungan
laboratorium kimia di kota Tangerang Selatan.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa
terhadap lingkungan laboratorium kimia di kota Tangerang Selatan.
7
F. Manfaat Penelitian
Berdsarkan dari hasil penelitian ini maka diharapkan akan bermanfaat
baik secara langsung maupun tidak langsung, adapun manfaat penelitian ini
sebagai berikut:
1. Bagi sekolah, dapat memberikan informasi tentang kondisi lingkungan
laboratorium kimia sehingga dapat dimaksimalkan dan dilakukan
perbaikan jika diperlukan untuk memudahkan siswa ketika kegiatan
laboratorium berlangsung.
2. Guru kimia, dapat memberikan informasi tentang bagaimana siswa
melakukan kegiatan laboratorium yang beritegrasi antara teori dikelas
dengan praktikum, sehingga dapat dijadikan evaluasi antara proses belajar
teori dan praktik.
3. Laboran, dapat memberikan informasi tentang tata tertib dan keselamatan
ketika kegiatan praktikum berlangsung, sehingga dapat dijadikan evaluasi
untuk dilakukan perbaikan.
8
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENELITIAN
YANG RELEVAN
A. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Secara etimologi persepsi berasal dari kata perception yang diambil
dalam bahasa latin perceptio, artinya kemampuan untuk melihat,
mendengar, atau memahami melalui indra (Oxford Dictionary, 2018).
Dalam kamus psikologi persepsi diartikan sebagai proses untuk mengingat
atau mengidentifikasi sesuatu berdasarkan apa yang diamatinya melalui
indra (Drever, 1988, hal. 338)
Menurut beberapa ahli Persepsi adalah kemampuan manusia
mengenali lingkungan berdasarkan rangsangan-rangsangan yang diproses
melalui sistem indra, baik penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan dan penciuman (Mutmainah & Fauzi, 1999, hal. 70; Rivai, 2007,
hal. 359; Sabri, 1993, hal. 45; Thoha, 2015, hal. 142). Selain itu menurut
Sarwono (2013, hal. 39) persepsi adalah kemampuan untuk membeda-
bedakan, mengelompokkan, memfokuskan. Persepsi adalah sebuah cara
seseorang menafsirkan dan menyimpulkan suatu obyek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang didapat dari hasil pengalamannya. (Rakhmat,
2001, hal. 51)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan
cara pandang seseorang menafsirkan terhadap sesuatu informasi,
berdasarkan apa yang telah dialaminya melalui rangsangan-rangsangan
indra yang dimilikinya, sehingga seseorang dapat membedakan,
mengelompokkan atau memfokuskan.
9
2. Jenis Persepsi
Sunaryo (2004, hal. 94) berpendapat persepsi dibagi menjadi dua
jenis, yaitu: External Perception adalah persepsi yang terjadi karena
disebabkan rasangan yang berasal dari luar individu. Sedangkan, Self
Perception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang
berasal dari dalam diri individu.
Lebih kompleks lagi menurut Mulyana (2010, hal. 184-191)
persepsi terdiri dari dua macam yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan
fisik) dan Persepsi terhadap manusia.
1. Persepsi terhadap Objek (lingkungan fisik)
Persepsi terhadap objek adalah persepsi ketika seseorang
melihat melalui lambang-lambang fisik, menanggapi sifat-sifat luar,
dan bersifat statis. Peristiwa melihat lambang-lambang fisik terjadi
ketika seseorang menyaksikan bagaimana tongkat lurus yang
dimasukan ke dalam air tampak bengkok. Hal serupa juga terjadi
ketika menanggapi sifat-sifat dari luar, warna biru langit yang
romantis disebabkan molekul-molekul udara yang lebih banyak
menyebarkan gelombang cahaya pendek. Kondisi ini merupakan
pandangan seseorang terhadap benda, tidak jarang ilusi menjadi faktor
yang mengecoh terhadap persepsi. Namun persepsi ini bersifat statis,
artinya seseorang akan terus melakukan kesalahan persepsi apabila
tanpa adanya pengetahuan dari penelitian yang telah dilakukan, seperti
contoh langit biru yang telah dijelaskan diatas.
2. Persepsi terhadap Manusia
Persepsi terhadap manusia sering juga disebut persepsi sosial.
Persepsi ini lebih kompleks dan rumit karena manusi bersifat dinamis,
dalam sistemnya manusia mempersepsi manusia lain terhadap
bersamaan, sehingga persepsi bersifat interaktif, persepsi si A akan
mempengaruhi si B, persepsi si B juga akan mempengaruhi persepsi si
10
B Pada dasarnya Persepsi terhadap manusia dilakukan melalui proses
menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif, harapan, dan
sebagainya), sifat dari persepsi ini dinamis, artinya dapat berubah dari
waktu ke waktu, ini semua tidak terlepas dari kejadian-kejadian dan
pengalaman dalam lingkungan disekitarnya.
Robbins (2002, hal. 14) menambahkan bahwa persepsi dibagi menjadi
dua yaitu persepsi positif dan persepsi positif.
1. Persepsi Positif
Persepsi positif merupakan sebuah cara penilaian dari seorang
invdividu terhadap sesuatu objek atau informasi yang dinilai secara
positif, sesuai dengan yang diharapkan oleh individu yang
dipersepsikan, atau munculnya sebuha kepuasan individu terhadap
objek yang dipersepsikan.
2. Persepsi Negatif
Persepsi negatif merupakan sebuah cara penilaian seseorang
terhadap suatu objek atau informasi dengan cara negatif penilainnya,
munculnya persepsi negatif ini disebabkan ketidakpuasan terhadap
sesuatu atau tidak adanya pengalaman terhadap objek atau informasi
yang dipersepsikan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut David Krech dan Richard S. Crutchfield dalam Rakhmat,
(2001, hal. 55-57) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi, yaitu:
1. Faktor Fungsional
Faktor ini menjelaskan bahwa yang menentukan persepsi
bukan berdasarkan jenis atau bentuk stimulus yang didapat, melainkan
karakteristik dari setiap orang yang akan menentukan pengaruh
terhadap persepsinya. Karakteristik ini merupakan kebutuhan, kesiapan
11
mental, suasana emosional dan latar belakang budaya/pengalaman
masa lalu.
2. Faktor Struktural
Faktor struktural berasal dari sifat stimulus fisik dan efek-efek
saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. faktor ini tidak
hanya melihat bagian-bagiannya lalu menghimpunnya menjadi sebuah
persepsi, tetapi dalam prosesnya terjadi sebagai sebuah keseluruhan,
sehingga kita harus melihat dalam konteksnya, dalam lingkungannya,
dalam masalah yang dihadapinya.
Sedangkan Thoha (2015, hal. 149-157) membagi dua faktor yang
dapat mempengaruhi persepsi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor internal
Didalam faktor internal ini dibagi menjadi tiga faktor yang dapat
mempengaruhi, antara lain: Proses belajar (learning), motivasi, dan
kepribadian.
a. Proses belajar
Faktor ini menjelaskan pengaruh dari proses pemahaman atau
belajar (learning) akan menyelaraskan kejiwaannya terhadap apa
yang dipelajarinya. Seperti misalnya setiap anak muslim sejak
kecil telah diajarkan oleh orang tuanya bahwa daging babi itu
haram dimakan, maka sepanjang hidupnya anak tersebut akan
mempunyai persepsi bahwa binatang itu perlu dijauhi.
b. Motivasi
Faktor motivasi ini tidak terlepas dari pada faktor proses belajar
yang didapatnya, keduanya tidak dapat dipisahkan karena memilik
dampak yang sangat penting dalam mempengaruhi persepsi.
Misalnya saja, suatu masyarakat miskin, orang-orang yang banyak
membutuhkan makanan maka dalam setiap pembicaraannya,
12
penyebutan, atau penciuman mengenai sesuatu jenis makanan
maka akan merangsang perhatian dan minat orang-orang tersebut.
c. Kepribadian
Faktor kepribadian ini erat kaitannya dengan proses belajar dan
motivasi yang dimiliki seseorang. Sekelompok manajer-manajer
senior akan berbeda persepsinya dengan manajer-manajer muda.
Manajer senior barang kali akan menganggap produktivitas akan
meningkat dengang mendengarkan lagu-lagu keroncong, dan
manajer muda akan cenderung mempunyai persepsi dengan lagu-
lagu pop.
2. Faktor eksternal
Faktor-faktor dari eksternal ini terbagi menjadi enam bagian
antara lain: intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan, gerakan,
dan hal-hal baru yang familier
a. Intensitas
Prinsip dari faktor intensitas adalah semakin banyak
stimulus dari luar yang didapatkan semakin besar pula hal-hal yang
dipahami. Suara keras, bau tajam, sinar yang terang akan lebih
diketahui dibanding dengan suara yang lemah, bau yang tidak
tajam, dan sinar yang redup.
b. Ukuran
Faktor ini menyatakan bahwa semakin besar ukuran obyek
yang diterima, maka semakin besar tingkat pemahaman yang
didapat. Iklan dalam bentuk yang besar tentu akan lebih menarik
perhatian dibanding iklan dalam bentuk kecil. Bentuk ukuran ini
akan dapat mempengaruhi persepsi seseorang disebabkan obyek
besar akan mudah diamati dan menyebabkan seseorang tertarik
perhatiannya sehingga membentuk persepsinya.
c. Keberlawanan
13
Prinsip dari faktor Keberlawanan ini adalah ketika stimuli
luar datang tidak sesuai dengan latar belakangnya atau
sekelilingnya atau sangkaan orang banyak, maka akan cepat
menarik banyak perhatian. seorang pekerja mesin pabrik yang
bekerja setiap hari dengan suara mesin yang memekakkan telinga,
akan cepat mengetahui ketidakberesan ketika salah satu mesin
tidak bekerja. Dengan latar belakang suara yang dikenali pekerja
tersebut dapat mengenali salah satu mesin pabrik yang tidak
bekerja.
d. Pengulangan
Pengulangan ini dalam prinsipnya bahwa stimulus yang
diulang-ulang akan cepat memberikan perhatian yang lebih besar
dibandingkan dengan yang hanya sekali diulang. Prinsip ini dipakai
dalam dunia periklanan, papan reklame dipasang dengan lampu-
lampu yang menyala berulang-ulang dengan tujuan akan
memberikan perhatian yang besar. Pengulangan ini akan
memberikan daya tarik dari luar yang bisa mempengaruhi persepsi
seseorang.
e. Gerakan
Gerakan atau moving dalam prinsipnya, objek yang diam
akan cenderung menurunkan perhatian dibanding dengan gerakan
objek yang bergerak. Gerakan sesuatu objek yang menarik perhatian
akan menimbulkan suatu persepsi. Dosen yang hanya membaca
bahan-bahan kuliahnya dengan duduk di kursi barangkali tidak akan
menarik perhatian mahasiswa.
f. Baru dan familier
Prinsip ini menyatakan situasi yang baru maupun sudah
dikenal dapat digunakan sebagai penarik perhatian. contoh dari
prinsip ini adalah pergantian pekerjaan. Seorang yang setiap
14
minggunya diganti-ganti pekerjaannya, maka barangkali akan
merasa bosan, tetapi akan diperoleh bertambahnya perhatian
sehingga terbiasa dengan pekerjaan baru tersebut.
4. Proses Terjadinya Persepsi
Persepsi mengikuti suatu interaksi rumit yang melibatkan
setidaknya tiga komponen utama (Desmita, 2010, hal. 120), yaitu:
1) Seleksi
Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap
stimulus. Dalam proses ini, struktur kognitif yang telah ada dalam
kepala akan menyeleksi, membedakan data yang masuk dan memilih
data mana yang relevan sesuai dengan kepentingan dirinya. Jadi,
seleksi perseptual ini tidak hanya bergantung pada determinan-
determinan utama dari perhatian―seperti: intensitas (intensity),
kualitas (quality), kesegeraan (suddenness), kebaruan (novelty),
gerakan (movement), dan kesesuaian (congruity) dengan muatan
kesadaran yang telah ada―melainkan juga bergantung pada minat,
kebutuhan-kebutuhan dan nilai yang dianut.
Seleksi merupakan proses dengan cara membedakan,
menyeleksi data oleh indera terhadap stimulus yang sesuai dengan
kepetingan dirianya. Adapun seleksi yang dilakukan tidak hanya
bergantung pada perhatian determinan yang utama, seperti kualitas,
kebaruan, gerakan dan kesesuaian, akan tetapi minat dan kebutuhan-
kebutuhan yang dianut menjadi hal yang bergantung.
2) Penyusunan
Dalam proses terjadinya persepsi individu akan melakukan
organisasi, menata menyederhanakan dan mereduksi kedalam sebuah
pola. Menurut teori gestalt, secara alami suatu individu mempunyai
kecenderungan melakukan sebuah penyederhanaan didalam objek-
objek perseptual yang didapatnya. Adapun prinsip dalam penyusunan
ini didasarkan pada prinsip kemiripan (similarity), prinsip kedekatan
15
(proximity), prinsip ketertutupan atau kelengkapan (closure), prinsip
searah (direction), dan lain-lain.
3) Penafsiran
Pada proses ini seuatu individu melakukan proses
menerjemahkan sebuah informasi atau stimulus kedalam bentuk
tingkah laku. Dalam prosesnya stimulus yang datang sejak lama
dikaitkan dengan stimulus yang datang kemudian didalam kognitifnya
dikaitkan sehngga tercipta sebuah reaksi.
Toha (2015, hal. 145-147) menjelaskan dalam prosesnya, persepsi
merupakan suatu hal yang kompleks dan interaktif, ada tiga bagian yang
menjelaskan urutan proses terbentuknya persepsi.
1. Stimulus atau situasi yang hadir
Awal muncul persepsi, ketika seseorang dihadapkan dengan
situasi tertentu atau suatu stimulus. Situasi bisa berupa apa saja yang
dapat dirasakan oleh indra tubuh, dapat berupa stimulus, lingkungan,
ataupun kondisi fisik yang menyeluruh.
2. Registrasi
Setelah mendapatkan informasi dari situasi dan stimulus, maka
mulailah tahap selanjutnya mendaftar semua informasi yang terdengar
atau yang terlihat dari penginderaan dan pensarafan.
3. Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang
amat penting. Dalam prosesnya interpretasi tergantung dari proses
belajar pendalaman (learning), motivasi, dan kepribadian. Setiap
orang akan berbeda proses belajar pendalaman, motivasi dan
kepribadian seseorang akan berbeda, oleh karena itu interpretasi
seseorang akan berbeda satu sama lain.
4. Umpan balik
16
Dalam tahap terakhir ini persepsi seseorang telah terbentuk
tersendiri. Misalnya saja seorang karyawan yang melihat atasannya
ketika sedang melaporkan hasil kerjanya, kemudian mendapat umpan
balik berupa raut wajah dengan kedua alisnya keatas, bibirnya
mengatup rapat, matanya tidak berkedip, dan suaranya bergumam,
maka karyawan tersebut akan mempersepsikan tidak membawa
kepuasan bagi atasannya.
B. Laboratorium
1. Pengertian Laboratorium
Dalam beberapa kamus kata laboratorium memiliki arti sebagai
berikut: menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007, hal. 621),
Laboratorium merupakan tempat atau kamar yang dilengkapi dengan
peralatan untuk mengadakan percobaan (penyelidikan dan sebagainya).
sedangkan, Kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Laboratorium
adalah ruangan atau bangunan yang digunakan penelitian ilmiah,
eksperimen, pengujian, dll. Dalam kamus Cambridge Advanced Leaner’s
Dictionary, Laboratorium adalah sebuah ruangan yang didalamnya
terdapat peralatan ilmiah yang digunakan untuk tes ilmiah atau sebuah
tempat mengajar ilmu pengetahuan atau ruangan yang berisi bahan-bahan
kimia atau obat-obatan farmasi.
Sedangkan secara istilah laboratorium diartikan sebagai berikut:
Laboratorium adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun
pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratroium adalah sebuah ruangan atau
tempat yang dijadikan tempat untuk menguji teoritis, pembuktian
penelitian, pengaplikasian teori, yang menggunakan alat dan bahan kimia
sebagai sarana dan prasarana pendukungnya (Depdiknas, 2002: 26). Selain
itu, didalam Peraturan MenPAN nomor 3 tahun 2010, laboratorium
merupakan tempat pendukung pada lembaga akademik pendidikan yang
didalamnya menggunakan metode keilmuan, baik bersifat terbuka maupun
tertutup, bersifat bergerak, yang dikelola sistematis untuk dilakukan
17
kegiatan seperti pengujian teoritis, pengukuran kalibrasi, dan tempat
memproduksi dalam skala terbatas.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa laboratorium
adalah sebuah ruangan tertutup atau terbuka yang berfungsi sebagai alat
penunjang lembaga pendidikan atau sebagai tempat pembuatan obat-
obatan dan bahan-bahan kimia yang dialamnya kegiatan berupa
mengaplikasikan teori kelimuan, pengujian teoritis, pengujian pembuktian
penelitian dan sebagainya.
5. Fungsi Laboratorium
Menurut Zulfiani dkk (2009, hal. 166) fungsi sebuah laboratorium
adalah sebuah tempat untuk melakukan praktikum, tempat peragaan,
tempat museum kecil, dan tempat yang dijadikan untuk menyelesaikan
masalah yang digunakan oleh peserta didik. Sedangkan menurut Sofyan
dkk (2006, hal. 83) Laboratorium merupakan tempat yang bersifat
manipulative dan prosedural, yang mana manipulative berarti keterampilan
dalam menggunakan peralatan, sedangkan prosedural keterampilan dalam
mengerjakan sesuai dengan sistematis. Selain itu, fungsi laboratorium
menurut Mastika dkk (2014) adalah untuk mengembangkan konsep-
konsep ilmiah, serta meningkatkan pemahaman ilmiah dan keterampilan
ilmiah
Decaprio (2013, hal. 17-19) laboratorium sebagai tempat kegiatan
riset penelitian, percobaan, pengamatan, dan pengujian memiliki banyak
fungsi diantaranya adalah:
1. Tempat untuk menyeimbangkan teori dan praktik dan menyatukan
keduanya.
2. Memberikan siswa keterampilan kerja ilmiah.
3. Memberikan keberanian bagi para siswa untuk mencari tahu hakikat
kebenaran ilmiah.
4. Menambah keterampilan dan keahlian dalam menggunakan alat atau
bahan yang terdapat di dalam laboratorium.
18
5. Menumbuhkan rasa ingin tahu bagi para siswa untuk mencari jawaban
dai permasalahan yang mereka dapat.
6. Memupuk rasa percaya diri terhadap apa yang mereka dapatkan ketika
praktikum berlangsung.
7. Sebagai sumber belajar untuk memecahkan masalah
8. Menjadi sarana belajar bagi siswa untuk memahami sesuatu yang
abstrak menjadi sesuatu yang konkret.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan fungsi laboratorium
mencakup tiga aspek penting dalam pendidikan yakni kognitif, afektif dan
psikomotorik. Laboratorium berfungsi kognitif untuk membuktikan atau
mengaplikasikan teori, fungsi afektif melatih bekerja sama, kejujuran dan
rasa bertanggung jawab, fungsi psikomotorik melatih keterampilan
menggunakan dan memanfaatkan alat dan bahan.
6. Lingkungan Belajar Laboratorium Kimia
Lingkungan belajar merupakan salah satu faktor eksternal yang
mempengaruhi pencapaian keberhasilan belajar. Lingkungan yang tepat
akan memudahkan siswa dalam belajar dan mendapatkan hasil yang lebih
baik. Menurut Purwanto (1995, hal. 72) lingkungan (environment)
diartikan semua kondisi yang dapat mempengaruhi tingkah laku,
pertumbuhan, perkembangan atau proses kehidupan seseorang dengan
cara-cara tertentu. Belajar merupakan hasil interaksi dengan lingkungan
sehingga terbentuk perubahan perilaku. (Slameto, 2013, hal. 2).
Kimia merupakan ilmu yang mempelajari tentang zat atau materi,
serta perubahan dari zat atau materi tersebut Chang (2005, hal. 3).
Menurut Mulyasa (2006, hal. 132-133) kimia terdapat dua hal yang tidak
dapat dipisahkan yaitu kimia sebagai produk (fakta, konsep, prinsip,
hukum, dan teori) dan kimia sebagai proses yaitu kerja ilmiah. Dua hal ini
yang mendasar bahwa pelajaran kimia mempunyai dua lingkungan belajar,
pada kimia sebagai produk pembelajaran di laksanakan di kelas dimana
siswa belajar teori-teori, sedangkan kimia sebagai proses pembelajaran
19
dilaksanakan di laboratorium dimana siswa membuktikan teori-teori yang
telah dipelajari dikelas.
Laboratorium merupakan lingkungan belajar yang sangat penting
dalam pelajaran kimia, Decaprio (2013, hal. 21) mengungkapkan
9. Lingkungan belajar laboratorium dapat membuat aktif siswa karena
didalamnya berupa kegiatan-kegiatan ilmiah.
3. Lingkungan belajar laboratorium dapat mengembangkan keterampilan
proses, keterampilan motorik dan keterampilan ilmiah.
4. Lingkungan belajar laboratorium dapat membuat siswa mandiri aktif
dalam memahami dan mencari keterangan lebih tentang materi yang
dipelajarinya.
Yunita (2009, hal. 20) juga menambahkan bahwa lingkungan
belajar laboratorium memiliki peran sebagai berikut:
1. Membangun pemahaman konsep
2. Membuktikan kebenaran konsep
3. Menumbukan keterampilan proses
4. Meningkatkan motivasi
5. Melatih kemampuan psikomotrik
Dalam pembelajaran kimia tidak hanya kognitif saja yang
dikembangkan dalam belajarnya tetapi afektif dan psikomortik juga
dikembangkan. Hal tersebut agar peserta didik tidak hanya terampil dalam
menggunakan alat-alat di laboratorium tetapi juga pemahaman tentang
konsep-konsep kimia dapat dimengerti. Oleh karena itu Laboratorium
kimia merupakan sarana untuk mengaplikasikan teori-teori kimia yang
telah dipelajari dari kelas kemudian melalui percobaan-percobaan
sederhana dapat membantu peserta didik untuk lebih memahami materi
yang telah didapat dari kelas.
Laboratorium memiliki arti penting bagi siswa, mereka akan
mendapatkan ilmu dan pemahaman yang baru melalui pengalaman yang
20
telah dilakukan selama dilingkungan laboratorium. Selain itu bagi siswa
lingkungan laboratorium merupakan tempat untuk menguji sebuah teori
yang telah mereka pelajari sebelumnya, teori yang masih bersifat abstrak
menjadi sesuatu yang konkret, dengan itu maka siswa akan tumbuh sikap
positif menjadi termotivasi dan tumbuh rasa ingin tahu.
7. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan Joaquin De Juan & dkk yang berjudul
“Student perceptions of the cell biology laboratory learning
environment in four undergraduate science courses in Spain” yang
dipublikasikan pada februari tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa (1) siswa menilai secara positif lingkungan belajar yang diberikan
untuk praktik biologi, (2) adaptasi instrumen SLEI dalam bahasa Spanyol
adalah instrumen yang valid dan dapat diandalkan untuk mengevaluasi
kepuasan siswa, aktivitas laboratorium, tingkat kerjasama antara siswa dan
guru, dan isi organisasi teoritis dan praktis dan (3) kuesioner mendeteksi
perbedaan persepsi lingkungan belajar berdasarkan jenis kelamin dan
program yang diteliti.
Penelitian yang dilakukan oleh Iyad Dkeidek & dkk yang berjudul
“Assessment of the laboratory learning environment in an inquiry-oriented
chemistry laboratory in Arab and Jewish high schools in Israel” yang
dipublikasikan November 2009. Hasil penelitian perbandingan statistik
kelompok penyelidikan Arab dan Yahudi menunjukkan perbedaan yang
signifikan dalam persepsi actual dan preffered. Dari bagian penelitian
kualitatif, kami menemukan bahwa para guru dan siswa dari sektor Arab
dan Yahudi secara statistik serupa dalam kategori selama tahap
penyelidikan, namun secara statistik berbeda selama fase pra-penyelidikan
laboratorium. Dari wawancara dengan guru dan siswa, terdapat perbedaan
dalam hubungan siswa-guru antara kedua sektor tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Ping Wai KWOK yang berjudul
“Science laboratory learning environments in junior secondary schools”
21
dipublikasikan pada april 2015. Hasil penelitian menunjukkan
dimensi (1) student cohesiveness menunjukkan bahwa situasi yang
digambarkan dalam item berlangsung cukup sering, (2) untuk dimensi
open-endedness mendapat skor yang terendah dari semua dimensi di SLEI,
siswa tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan dasar laboratorium
untuk melakukan pekerjaan penyelidikan terbuka, (3) dimensi Integartion
menunjukkan hasil tingkat integrasi antara aktivitas laboratorium dan kelas
teori berada pada kategori "Kadang-kadang" atau "Seringkali", (4) dimensi
rule clarity berada pada kategori "Sering" daripada "Kadang-kadang". (5)
dimensi Material Environment menunjukkan peralatan dan material
laboratorium dinilai memadai lebih dekat ke "Sering" daripada "Kadang-
kadang" di lingkungan yang sebenarnya dan yang disukai. Siswa
mengharapkan lingkungan yang lebih baik daripada yang mereka miliki
saat ini.
8. Kerangka Berpikir
Mata pelajaran kimia sebagai bagian dari sains sangat erat
kaitannya dengan proses dan produk. Oleh karena itu, pembelajaran dan
evaluasi mata pelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu
kimia baik sebagai proses maupun produk. Praktikum dalam pelajaran
kimia berfungsi memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk
lebih memahami secara langsung teori-teori pelajaran yang disampaikan
oleh pengajar. Pada pembelajaran kimia siswa tidak hanya dituntut untuk
sekedar mendengarkan teori-teori yang diberikan oleh pengajar namun
juga untuk dapat menerapkannya secara langsung pada kegiatan
praktikum. Mata pelajaran kimia merupakan hubungan timbal balik antara
pelajaran teori, pengetahuan dan pengalaman, sedangkan kegiatan praktik
dapat dikatakan sebagai penghubung antara ketiga faktor tersebut.
Laboratorium menjadi salah satu sumber pembelajaran kimia yang
sangat diperlukan untuk memberikan pengalaman nyata pada siswa,
22
sebagai salah satu faktor pendukung pembelajaran. Keberadaan
laboratorium kimia di sekolah menengah sudah merupakan suatu
keharusan pada pendidikan sains modern. Pemanfaatan laboratorium kimia
yang efektif akan dapat meningkatkan keberhasilan kegiatan pembelajaran
kimia (Sri, 2008). Oleh sebab itu perlunya dilakukan penelitian terhadap
pengalaman siswa yang telah belajar di laboratorium, pengalaman siswa
menjadi lebih penting dalam mengetahui bagaimana sebenarnya kondisi
lingkungan belajar laboratorium mereka.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen
yang dikembangakan oleh Fraser, McRobbie dan Giddings (1993) yang
disebut juga Science Laboratory Environment Inventory (SLEI), instrumen
ini merupakan instrumen yang dikembangkan khusus untuk menilai
lingkungan kelas laboratorium sains. Didalam instrumen SLEI, terdapat
lima dimensi yang diukur untuk laboratorium. Dimensi ini adalah (1)
student cohesiveness yakni mengukur sejauh mana siswa tahu, membantu
dan saling mendukung satu sama lain., (2) open-endedness yakni
mengukur sejauh mana kegiatan laboratorium menekankan pendekatan
eksperimen yang terbuka dan berbeda. (3) Integration yakni mengukur
luasnya kegiatan laboratorium yang terintegrasi dengan teori yang
diajarkan dikelas., (4) Rule Clarity yakni mengukur sejauh mana kegiatan
di laboratorium dipandu oleh aturan-aturan, dan (5) Material Environment
yakni mengukur alat dan bahan yang terdapat di laboratorium.
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14 November 2017 sampai
dengan 23 januari tahun 2018. Tempat penelitian dilaksanakan di 6 (Lima)
sekolah SMA/MA Negeri di Kota Tangerang Selatan yaitu: Sekolah MAN 1
Tangerang Selatan, Sekolah SMAN 1 Tangerang Selatan, Sekolah SMAN 3
Tangerang Selatan, SMAN 4 Tangerang Selatan, Sekolah SMAN 8
Tangerang Selatan, Sekolah SMAN 9 Tangerang Selatan.
B. Metode dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Survei sedangkan metodenya yaitu
deskriptif analitis. Menurut Sugiyono (2013, hal 11) metode survei adalah
Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan angket sebagai alat
penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang
dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,
sehingga ditemukan kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel,
sosiologis maupun psikologis.
Metode survei deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2013, hal.
206). Dalam penelitian ini data dan informasi dikumpulkan dari responden
dengan menggunakan kuesioner. Setelah data diperoleh kemudian hasilnya
akan di paparkan secara deskriptif dan pada akhir penelitian akan dianalisis
gambaran tentang fakta-fakta, sifat dan hubungan antar gejala dengan
penelitian penjelasan.
Survei dilakukan dengan melakukan pengamatan untuk mendapatkan
keterangan-keterangan yang jelas terhadap suatu masalah tertentu dalam
24
suatu penelitian. Penelitian dilakukan secara meluas dan berusaha mencari
hasil yang segera dapat digunakan untuk suatu tindakan yang sifatnya
deskriptif yaitu melukiskan hal-hal yang mengandung fakta yang fungsinya
merumuskan dan melukiskan apa yang terjadi.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian (Arikunto,
2010: 173) Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA/MA
Negeri Kota Tangerang Selatan. Jumlah SMA Negeri yang diambil di
kota Tangerang Selatan Sebanyak 5, sedangkan MA Negeri sebanyak 1.
Adapun jumlah seluruh siswa seluruhnya sebanyak penentuan kelas XI
dan sebagai populasi 1079 dan sampel dalam penelitian ini adalah
berdasarkan pertimbangan bahwa kelas XI dianggap lebih
berpengalaman dalam kegiatan laboratorium.
2. Sampel
Arikunto (2010: 174) menjelaskan, sampel merupakan sebagian
atau wakil populasi yang diteliti. Teknik Sampel yang diambil dalam
penelitian ini menggunakan Teknik simple random sampling, yaitu teknik
yang digunakan untuk memperoleh sampel secara random (acak) tanpa
memperhatikan strata dalam populasi (sugiyono, 2012, hal. 120), Dari
hasil pengambilan sampel diperoleh 424 siswa.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
yang diadaptasi kedalam bahasa Indonesia dari kuesioner yang dikembangkan
oleh Fraser, Mrobbie, dan Giddings (1993), instrumen ini terdiri dari 35
pertanyaan, dengan memiliki 5 dimensi yakni, student cohesiveness, (2) open-
endedness (3) Integration (4) Rule Clarity (5) Material Environment. Setiap
pernyataan dari instrumen memiliki alternatif jawaban, Sangat Sering (SS),
Sering (S), kadang-kadang (KK), Jarang (J), Tidak Pernah (TP).
25
Tabel 3.1 Deskripsi Instrumen Science Laboratory Environment
Inventory (SLEI)
SKALA DESKRIPSI ITEM
1. Student
Cohesiveness
Untuk melihat
pengetahuan siswa,
membantu dan
mendukung satu sama
lain.
1. Siswa di kelas
laboratorium ini bergaul
dengan baik sebagai satu
kelompok. (1)
2. Siswa memiliki sedikit
kesempatan untuk
mengenal satu sama lain
pada saat dilaboratorium.
(6)
3. Anggota kelompok saling
membantu satu sama lain
didalam laboratorium. (11)
4. Siswa di kelas
laboratorium ini saling
mengenal dengan baik.
(16)
5. Siswa saling bergantung
satu sama lain untuk
mendapatkan bantuan
pada saat dilaboratorium.
(21)
6. Butuh waktu lama untuk
mengenal semua orang
dengan nama depannya
pada saat di laboratorium.
(26)
7. Siswa bekerja sama dalam
setiap sesi laboratorium.
(31)
2. Open-
Endness
Melihat sejauh mana
kegiatan laboratorium
menggunakan
pendekatan eksperimen
yang terbuka dan
berbeda.
1. Ada kesempatan bagi
siswa untuk mengejar
kepentingan sains mereka
sendiri di dalam
laboratorium. (2)
2. Di laboratorium ini, kita
diharuskan merancang
eksperimen kita sendiri
untuk memecahkan
masalah yang diberikan.
(7)
3. Dalam sesi laboratorium
26
kami, siswa yang berbeda
mengumpulkan data yang
berbeda untuk
permasalahan yang sama.
(12)
4. Siswa diperbolehkan
melakukan praktikum
lebih dari biasanya dan
membuat eksperimen
sendiri. (17)
5. Dalam sesi laboratorium,
siswa yang berbeda
melakukan eksperimen
yang berbeda. (22)
6. Siswa memutuskan cara
mereka sendiri selama
percobaan berlangsung.
(32)
3. Integration
Melihat sejauh mana
pengintegrasian
kegiatan laboratorium
dengan teori dikelas.
1. Pembelajaran yang kita
lakukan dikelas tidak
berhubungan apa yang
dilakukan di laboratorium.
(3)
2. Pada saat praktikum,
materi tidak terkait dengan
materi yang sedang
dipelajari dikelas. (8)
3. Tugas kelas kami
berhubungan dengan
kegiatan didalam
laboratorium. (13)
4. Kami menggunakan teori
yang telah dipelajari
dikelas untuk melakukan
praktikum di laboratorium.
(18)
5. Topik yang dibahas dalam
kelas sangat berbeda topik
yang dibahas dalam sesi
laboratorium. (23)
6. Apa yang kita lakukan di
sesi laboratorium
membantu kita memahami
teori yang dibahas di
kelas. (28)
7. Praktikum di laboratorium
27
tidak terkait dengan
pembelajaran di kelas.
(33)
4. Rule Clarity
Melihat sejauh mana
peraturan yang berjalan
selama kegiatan
laboratorium.
1. Kelas laboratorium kami
memiliki aturan yang jelas
untuk membimbing
aktivitas siswa. (4)
2. Kelas laboratorium ini
agak informal dan sedikit
peraturan yang diterapkan.
(9)
3. Siswa diminta mengikuti
peraturan tertentu di
laboratorium. (14)
4. Ada cara yang ditetapkan
untuk keselamatan kerja di
laboratorium ini. (19)
5. Ada beberapa peraturan
tetap yang harus diikuti
para siswa pada saat sesi
di laboratorium. (24)
6. Guru/instrukur
memberikan arahan
pencegahan kecelakaan
sebelum sesi laboratorium
dimulai. (29)
7. di laboratorium ini
peraturan dijalankan
dengan jelas daripada
peraturan dikelas lainnya.
(34)
5. Material
Environment
Melihat keadaan
laboratorium serta
peralatan dan bahan-
bahan yang memadai.
1. Laboratorium ramai saat
kita melakukan
eksperimen. (5)
2. Peralatan dan bahan yang
dibutuhkan siswa untuk
kegiatan laboratorium
sudah tersedia. (10)
3. Siswa malu melihat
dengan kondisi
penampilan laboratorium.
(15)
4. Peralatan laboratorium
dalam keadaan kurang
berfungsi. (20)
5. Laboratoriumnya panas
28
dan pengap. (25)
6. Laboratorium adalah
tempat yang menarik
untuk belajar. (30)
7. Laboratorium memiliki
ruang yang cukup untuk
melakukan praktikum
secara individu maupun
kelompok. (35)
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah selesai dikumpulkan selanjutnya dilakukan
pengolahan Data, Teknik pengolahan data dilakukan agar data yang
terkumpul dapat dipahami dengan baik dan benar, adapun dalam pengolahan
data kuesioner menurut Teguh (2005, hal. 171-175) terdapat beberapa
langkah yaitu:
a. Editing
Data yang telah diperoleh berupa daftar pernyataan, pada kegiatan
ini peneliti memeriksa data dengan cara mengumpulkan dan melakukan
koreksi pada hasil kuesioner. koreksi yang dilakukan untuk memilah
dengan cermat kondisi pernyataan seperti kelengkapan dan kejelasan
pengisian jawaban.
b. Scoring
Tahap ini memberikan skor jawaban para responden yang telah
didapat dalam penelitian, setiap pernyataan diberi skor dengan ketentuan
sebagai berikut:
3.2 Tabel skor jawaban kuesioner
Alternatif Jawaban Skor
Positif Negatif
Sangat Sering (SS) 5 1
Sering (S) 4 2
29
Kadang-kadang (KK) 3 3
Jarang (J) 2 4
Tidak Pernah 1 5
c. Tabulating
Pada tahap ini data pernyataan yang telah di edit dan diberi skor
disusun kedalam bentuk tabel sehingga data yang diperoleh dapat
diketahui maknanya. Adapun isi dalam tabel berupa mean, median,
frekuensi, dan simpangan baku.
Teknik analisis data merupakan kegiatan setelah tahap pengumpulan
data diselesaikan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis deskriptif, analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan
untuk mendeskripsikan data penelitian sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan atau generalisasi (Sugiyono, 2008, hal. 207).
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini didapatkan dari kuesioner Science Learning
Environment Inventory (SLEI) (Fraser, Mcrobbie, dan Giddings, 1993) yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kuesioner terdiri dari 5 dimensi
dengan masing-masing terdapat 6-7 butir pernyataan. Dimensi student
cohevsiveness, dimensi open-endedness, dimensi integration, dimensi rule
clarity, dan dimensi material environment. Jumlah semua pernyataan terdapat
35 dengan 5 alternatif jawaban yang terdiri dari Sangat Sering (SS), Sering (S),
Jarang (J), Kadang-kadang (KK), Tidak Pernah (TP). Kuesioner dibagikan
kepada 424 siswa dari 6 sekolah menengah negeri di Tangerang Selatan
diantaranya adalah MAN 1 Tangerang Selatan, SMAN 1 Tangerang Selatan,
SMAN 3 Tangerang Selatan SMAN 4 Tangerang Selatan, SMAN 8 Tangerang
Selatan, SMAN 9 Tangerang Selatan. berikut ini dapat dilihat hasil jawaban
siswa pada masing-masing dimensi:
1. Dimensi Student Cohesiveness
Berdasarkan hasil penelitian persepsi siswa terhadap lingkungan
belajar di laboratorium kimia pada dimensi Student Cohesiveness, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
31
Tabel 4.1 Nilai Frekuensi Jawaban Siswa Dimensi Student
Cohesiveness
No Dimensi No Butir Pernyataan Frekuensi
SS S J KK TP
1
Student
Cohesiveness
1. Siswa di kelas
laboratorium ini bergaul
dengan baik sebagai satu
kelompok
154 222 42 6 -
2
6*. Siswa memiliki sedikit
kesempatan untuk mengenal
satu sama lain pada saat di
laboratorium
36 87 100 115 86
3
11. Anggota kelompok saling
membantu satu sama lain
didalam laboratorium
146 204 67 7 -
4
16. Siswa di kelas
laboratorium ini saling
mengenal dengan baik
142 233 39 9 1
5
21. Siswa saling bergantung
satu sama lain untuk
mendapatkan bantuan pada
saat di laboratorium
47 171 155 43 8
6
26*. Butuh waktu lama untuk
mengenal semua orang
dengan nama depannya pada
saat di laboratorium
2 21 58 143 200
7
31. Siswa bekerja sama
dalam setiap sesi
laboratorium
126 226 61 10 1
*pernyataan negatif
32
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat terdapat 7 pernyataan diantaranya 5
pernyataan positif pada butir nomor 1, 11, 16, 21, dan 31 sedangkan
pernyataan negatif pada butir pernyataan nomor 6 dan 26. Dalam dimensi
ini terdapat dua inti yaitu pada pernyataan 11, 21, 31 merupakan
pernyataan berisi tentang kerja sama, sedangkan 1, 6, 16, 26 merupakan
berkaitan dengan mengenal satu sama lain. Secara umum persepsi siswa
terhadap dimensi student cohesivenees berada pada jawaban sering dan
sangat sering.
2. Dimensi Open-endedness
Berdasarkan hasil penelitian persepsi siswa terhadap lingkungan
belajar di laboratorium kimia pada dimensi Open-endedness, dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 4. 2 Nilai Frekuensi Jawaban Siswa Dimensi Open-endedness
No Dimensi No Butir Pernyataan Frekuensi
SS S J KK TP
1
Open-
endedness
2. Ada kesempatan bagi
siswa untuk mengejar
kepentingan sains mereka
sendiri di dalam
laboratorium
66 239 102 15 2
2
7. Di laboratorium ini, kita
diharuskan merancang
eksperimen kita sendiri
untuk memecahkan
masalah yang diberikan
25 74 130 105 90
3
12. Dalam sesi
laboratorium kami, siswa
yang berbeda
78 168 132 37 9
33
mengumpulkan data y2ang
berbeda untuk
permasalahan yang sama
4
17. Siswa diperbolehkan
melakukan praktikum
lebih dari biasanya dan
membuat eksperimen
sendiri
6 17 94 150 157
5
22. Dalam sesi
laboratorium, siswa yang
berbeda melakukan
eksperimen yang berbeda
9 52 122 142 99
6
32. Siswa memutuskan
cara mereka sendiri selama
percobaan berlangsung
9 34 140 129 112
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat secara umum persepsi siswa terhadap
dimensi Open-Endedness menjawab kadang-kadang dan tidak pernah,
hanya terdapat dua butir pernyataan dengan jawaban sering yaitu
pernyataan 3 dan 12. Pernyataan 7, 17, 22, 32 merupakan pernyataan yang
menunjukkan agar siswa secara mandiri menemukan cara mereka sendiri
untuk praktikum, sedangkan 3 dan 12 pernyataan yang berkaitan tentang
kesempatan mereka mengejar kepentingan sains mereka sendiri
3. Dimensi Integration
Berdasarkan hasil penelitian persepsi siswa terhadap lingkungan
belajar di laboratorium kimia pada dimensi Integration, dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 4.3 Nilai Frekuensi Jawaban Siswa Dimensi Integration
34
No Dimensi No Butir Pernyataan Frekuensi
SS S J KK TP
1
Integration
3*. Pembelajaran yang
kita lakukan dikelas tidak
berhubungan apa yang
dilakukan di laboratorium
6 17 82 118 201
2
8*. Pada saat praktikum,
materi tidak terkait dengan
materi yang sedang
dipelajari dikelas
4 10 38 99 273
3
13. Tugas kelas kami
berhubungan dengan
kegiatan di dalam
laboratorium
134 208 67 14 1
4
18. Kami menggunakan
teori yang telah dipelajari
dikelas untuk melakukan
praktikum di laboratorium
148 211 50 13 2
5
23*. Topik yang dibahas
dalam kelas sangat
berbeda topik yang
dibahas dalam sesi
laboratorium
6 21 96 168 133
6
28. Apa yang kita lakukan
di sesi laboratorium
membantu kita memahami
teori yang dibahas di kelas
154 188 70 11 1
7
33*. Praktikum di
laboratorium tidak terkait
dengan pembelajaran di
3 14 51 118 238
35
kelas
*pernyataan negatif
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat terdapat 7 pernyataan dengan 4
pernyataan negatif pada 3, 8, 23 dan 33, sedangkan pernyataan positif 13,
18 ,dan 28. Secara umum persepsi siswa terhadap teori yang dipelajari
berintegrasi dengan baik terhadap praktikum yang mereka lakukan. Jumlah
terbesar frekuensi menjawab siswa pada jawaban sering dan sangat sering,
sedangkan pada pernyataan negatif jumlah frekuensi jawaban siswa pada
kadang-kadang dan tidak pernah.
4. Dimensi Rule Clarity
Berdasarkan hasil penelitian persepsi siswa terhadap lingkungan
belajar di laboratorium kimia pada dimensi Rule Clarity, dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 4.4 Nilai Frekuensi Jawaban Siswa Dimensi rule clarity
No Dimensi No Butir Pernyataan Frekuensi
SS S J KK TP
1
Rule
Clarity
4. Kelas laboratorium kami
memiliki aturan yang jelas
untuk membimbing
165 203 39 15 2
2
9*. Kelas laboratorium ini
agak informal dan sedikit
peraturan yang diterapkan
7 26 99 163 129
3
14. Siswa diminta
mengikuti peraturan
tertentu di laboratorium
215 180 27 1 1
4
19. Ada cara yang
ditetapkan untuk
keselamatan kerja di
164 187 48 24 1
36
laboratorium ini
5
24. Ada beberapa peraturan
tetap yang harus diikuti
para siswa pada saat sesi di
laboratorium
150 219 43 9 3
6
29. Guru/instrukur
memberikan arahan
pencegahan kecelakaan
sebelum sesi laboratorium
dimulai
187 166 51 16 4
7
34. di laboratorium ini
peraturan dijalankan
dengan jelas daripada
peraturan dikelas lainnya
50 175 148 38 13
*pernyataan negatif
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat 7 pernyataan terdiri dari 1 pernyataan
negatif pada buti 9, secara umum persepsi siswa terhadap aturan di
lingkungan laboratorium mereka berjalan baik, dapat dibuktikan pada tabel
jumlah frekuensi jawaban siswa pada sering dan sangat sering, sedangkan
pada pernyataan negatif nomor 9 jawaban siswa lebih banyak menjawab
kadang-kadang atau tidak pernah.
5. Dimensi Material Environment
Berdasarkan hasil penelitian persepsi siswa terhadap lingkungan
belajar di laboratorium kimia pada dimensi Material Environment, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1 Nilai Frekuensi Jawaban Siswa Dimensi Material
Environment
37
No Dimensi No Butir Pernyataan Frekuensi
SS S J KK TP
1
Material
Environment
5. Laboratorium ramai
saat kita melakukan
eksperimen
108 159 118 33 6
2
10. Peralatan dan
bahan yang
dibutuhkan siswa
untuk kegiatan
laboratorium sudah
tersedia
151 173 64 35 1
3
15*. Siswa malu
melihat dengan
kondisi penampilan
laboratorium
13 35 120 113 143
4
20*. Peralatan
laboratorium dalam
keadaan kurang
berfungsi
9 45 139 161 70
5 25*. Laboratoriumnya
panas dan pengap 42 65 110 77 130
6
30. Laboratorium
adalah tempat yang
menarik untuk belajar
147 161 82 27 7
7
35. Laboratorium
memiliki ruang yang
cukup untuk
melakukan praktikum
secara individu
maupun kelompok
122 189 67 43 3
38
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat secara umum persepsi siswa terhadap
dimensi material environment berada pada jawaban sering dan sangat
sering, dari 7 pernyataan terdapat 3 pernyataan negatif pada butir 15, 20,
25. Pada dimensi ini terdapat dua inti yaitu tentang bagaimana kondisi
laboratorium (5, 15, 25, 30, 35) dan ketersediaan alat-alat dan bahan (10,
20).
B. Pembahasan
Kegiatan di laboratorium merupakan kegiatan yang sangat penting
dilakukan karena pembelajaran sains lebih menekankan pada kemampuan
dasar kerja ilmiah, menurut Rustaman (2007, hal. 15 ) hakikat sains adalah
produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah, maka penting untuk dilihat
langsung bagaimana persepsi siswa mengalami langsung kegiatan tersebut,
seperti yang dikemuakan Rakhmat (2001, hal. 51) bahwa persepsi merupakan
pengalaman atau peristiwa yang telah dialami sehingga dapat menyimpulkan
informasi, dari sudut pandang ini maka dapat dilakukan bagaimana secara
keseluruhan bagaimana lingkungan belajar mereka ketika di dalam
laboratorium. Fraser, Mcrobbie, dan giddings (1993) mengembangkan
instrumen untuk memudahkan mengukur persepsi siswa terhadap lingkungan
laboratorium, terdapat 5 dimensi yakni, student cohesiveness, (2) open-
endedness (3) Integration (4) Rule Clarity (5) Material Environment. Dari 5
dimensi ini merupakan cukup untuk mengetahui seluruh kegiatan yang
dilakukan ketika didalam lingkungan laboratorium.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persepsi siswa terhadap
lingkungan laboratorium kimia dalam keadaan beragam, untuk setiap aspek
dimensi dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Student Cohesiveness
Student cohesiveness merupakan dimensi yang membahas apa
yang siswa ketahui tentang bantuan dan dukungan yang mereka dapat
terhadap satu sama lain. kegiatan di laboratorium merupakan kegiatan
yang dilakukan berkelompok-kelompok, seperti diketahui disekolah
39
siswa dibagi menjadi beberapa grup, dengan grup tersebut mereka
melakukan pekerjaan dengan saling bekerja sama. Menurut Decaprio
(2013:19) bahwa laboratorium merupakan sarana bagi siswa tidak hanya
untuk mengembangkan ranah kognitif dan psikomotorik tetapi juga ranah
afektif. oleh karena itu kegiatan ini menciptakan sebuah interaksi dan
komunikasi satu sama lain agar mereka dapat menyelesaikan tugas
mereka.
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.1 frekuensi jawaban
siswa dapat diuraikan sebagai berikut. Pada pernyataan 1, 6*, 16, 26*
merupakan pernyataan yang berkaitan tentang mereka mengenal dengan
satu sama lain. Pada setiap pernyataan jumlah frekuensi jawaban
terbanyak pernyataan 1 sering (222), pernyataan 16 sering (233),
sedangkan pernyataan negatif 6* kadang-kadang (115), pernyataan 26*
tidak pernah (200), hasil ini menunjukkan bahwa siswa sudah mengenal
dan bergaul dengan baik satu sama lain. Sedangkan pada perrnyataan 11,
21, dan 31 merupakan pernyataan yang berkaitan dengan mereka saling
bekerja sama, jawaban terbanyak pada pernyataan masing-masing adalah
pernyataan 11 sering (204), pernyataan 21 sering (171), pernyataan 31
sering (221). Hal ini menujukan mereka saling sering bekerja sama
dengan baik didalam laboratorium. Hal ini terjadi disebabkan sampel
peneliti merupakan kelas 11 SMA, sehingga mereka sudah mengenal satu
sama lain selama 1 tahun mereka belajar.
Dari hasil penelitian menunjukkan dimensi student coheisveness
dalam keadaan baik, ini merupakan hasil yang positif. menurut Perry &
Miller (2019) kegiatan bekerja sama antar sesama siswa dapat
mempengaruhi performa belajar mereka, semakin positif interaksi
mereka semakin bagus performa belajar mereka. Begitu juga dengan
Dornyei (1994) dalam penelitiannya mereka mengklaim bahwa dalam
grup kohesi merupakan aspek yang penting dalam lingkungan belajar
40
dikarenakan dapat menumbuhkan motivasi dan kepercayaan diri dalam
belajar.
2. Open-endedness
Open endedness merupakan dimensi yang menggambarkan
melihat sejauh mana siswa diberikan kebebasan dalam mengembangkan
eksperimen mereka sendiri. Dalam permendikbud No. 65 tahun 2013
dimensi open-endedness memiliki kesesuaian prinsip dengan kurikulum
2013 yaitu siswa adalah pusat pembelajaran dimana siswa tidak
diberitahu melainkan mencari tahu, oleh karena itu siswa dituntut untuk
memecahkan masalah sendiri dengan kemampuan mereka sendiri. Selain
itu menurut penelitian Rahman (2011) pembelajaran opendended di
laboratorium meningkatkan inovasi dan kreatifitas mereka dalam
menyelesaikan pemecehan masalah.
Berdasarkan dari hasil penelitian pada Tabel 4.2, Pada pernyataan
7, 17, 22, dan 32 merupakan pernyataan yang berkaitan dengan agar
siswa secara mandiri menemukan cara mereka sendiri untuk praktikum,
jumlah terbesar frekuensi jawaban siswa masing-masing adalah 7 jarang
(130), 17 tidak pernah (157), 22 kadang-kadang (142), 32 jarang (140).
Hasil ini menunjukkan jawaban siswa berada pada jarang dan kadang-
kadang, jika dilihat pada tabel jawaban sering dan sering sangat kecil
sekali dibanding dengan jawaban jarang dan kadang-kadang.
Nilai rendah ini juga sama terjadi pada kasus di Hongkong,
Taiwan, Korea and Singapore (Kwok 2015; Tsai, 2003s; Lee & Fraser
2002; Wong & Fraser 1996). Nilai terendah didapatkan dikarenakan
sistem belajar di laboratorium masih secara tradisional menerapkan
model (cook-book) model ini memiliki prosedur langkah-langkah
percobaan pada sebuah modul yang harus diikuti oleh siswa ketika
melakukan praktikum, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan
eksperimen terbuka untuk mendapatkan hasil yang telah ditentukan.
41
Selain itu juga tidak memungkinkan untuk melakukan percobaan terbuka
karena siswa belum memiliki kemampuan dasar dan pengetahuan
pekerjaan laboratorium.
3. Integration
Integration merupakan dimensi untuk melihat sejauh mana
pengintegrasian teori yang telah dipelajari di kelas dengan kegiatan
laboratorium. Laboratorium adalah tempat yang dirancang untuk
pengajaran pengetahuan yang telah didapat diruang kelas yang masih
belum dipahami atau abstrak berupa teori-teori. Akan lebih baik apabila
siswa membuktikan sendiri melalui kegiatan di laboratorium. Sehingga
proses ini akan lebih dipahami oleh siswa dikarenakan peserta didik akan
secara aktif membangun pengetahuannya melalui itu. Dengan demikian
laboratorium akan sangat berfungsi sebagai tempat belajar. Menurut
Mulyasa (2006, hak. 132-133) bahwa ada dua hal yang berkaitan dengan
kimia yang tidak dapat dipisahkan, yaitu kimia sebagai produk
(pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan
teori) dan kimia sebagai proses yaitu kerja ilmiah.
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.3 terdapat 7 pernyataan
yang terdiri 3 pernyataan positif dan 4 pernyataan negatif. Pada
pernyataan positif rata-rata jumlah terbesar frekuensi jawaban siswa pada
sering dan sangat sering, sedangkan pada pernyataan negatif rata-rata
jumlah terbesar frekuensi jawaban siswa pada kadang-kadang dan tidak
pernah. Hasil tersebut menunjukkan integrasi kimia terhadap
laborartorium berjalan dengan baik. Pengintrasian teori dan praktik
merupakan hal yang penting dilakukan, Menurut Decaprio (2013:17)
bahwa laboratorium merupakan tempat menyeimbangkan antara teori dan
praktik, teori adalah pijakan (dasar) sedangkan praktik akan menguatkan
argumentasi teori, keduanya harus saling berkaitan. Pengintegrasian ini
juga penting agar terjadi kesinambungan dan koneksi apa yang telah
42
dipelajari siswa dikelas dengan apa yang telah dipelajari di lingkungan
laboratorium.
4. Rule Clarity
Rule clarity merupakan dimensi untuk melihat sejauh mana
peraturan yang berjalan selama kegiatan laboaratorium. Pada dimensi
rule clarity ini penting selain untuk mengatur tata tertib para siswa,
laboratorium sebagai tempat eksperimen merupakan tempat yang juga
rentan untuk terjadi sebuah kecelakaan. Didalamnya juga terdapat bahan-
bahan berbahaya serta mudah bereaksi. Maka dengan aturan yang jelas
ini diharapkan tidak terjadi kecelakaan baik bersifat administratif
maupun kecelakaan bersifat fisik. Oleh karena itu peraturan menjadi alat
agar tercipta kondisi yang aman didalam laboratorium. Menurut
Decaprio (2013: 73) secara garis besar kecelakaan di laboratorium dapat
bersumber dari beberapa alasan pokok yakni: 1. Kurangnya pengetahuan
dan pemahaman tetantang penggunaan bahan-bahan selama proses
berlangsung. 2. Kurang jelasnya petunjuk kegiatan laboratoirum, 3.
Kurangnya bimbingan dan pengawasan, 4. Para pengguna laboratoium
tidak mengikuti petunjuk dan aturan.
Dari hasil penelitian pada tabel 4.4 diketahui terdapat 7
pernyataan dengan 1 pernyataan negatif, persepsi siswa terhadap dimensi
rule claritiy rata-rata jumlah terbanyak frekuensi jawaban siswa ada pada
sangat sering dan sering, sedangkan pada pernyataan negatif pada butir 9
frekuensi siswa terbanyak jawaban siswa pada kadang-kadang, hal ini
menunjukkan peraturan yang diterapkan dan kejelasan didalam
lingkungan laboratorium berjalan dengan baik. Menurut Kwok (2015)
dalam penelitiannya terdapat korelasi antara dimensi open-endedned
dengan rule clarity, menurutnya jika open-endedness diterapkan maka
berarti rule clarity menjadi lebih longgar sehingga memungkinkan siswa
untuk menerapkan kebebasan metode dalam praktikumnya. Namun
dalam hal ini cukup beresiko dikarenakan sedikitnya tata tertib dapat
43
meningkatkan risiko kecekalakaan, oleh karena itu guru umumnya
cenderung agak ketat dalam menegakkan peraturan keselamatan untuk
mengantisipasi dari kecelakaan laboratorium.
5. Material Environment
Dimensi Material Environment merupakan dimensi untuk melihat
bagaimana persepsi siswa terhadap keadaan laboratorium serta peralatan
dan bahan-bahan menunjang jalannya praktikum. Laboratorium
merupakan salah satu sarana pembelajaran pembuktian teori yang masih
bersifat abstrak, maka dari itu kondisi, bahan-bahan, serta peralatan
dalam laboratorium harus terjaga dengan baik agar mendukung
peningkatan kualitas pembelajaran. Seperti yang diungkapkan Decaprio
(2013) bekerja dilabortorium bukan tidaklah sama dengan bekerja pada
tempat lain, karena di dalam laboratorium adalah tempat dilakukannya
riset yang berupa eskperimen, pengukuran, ataupun pelatihan ilmiah.
Umumnya laboratorium dirancang untuk melakukan kegiatan-kegaitan
tersebut secara terkendali.
Dari hasil penelitian pada Tabel 4.5 terdapat 4 pernyataan positif
dan 3 pernyataan negatif, pada dimensi ini terdapat dua inti yaitu tentang
kondisi ruangan lingkungan laboratorium dan alat dan bahan
laboratorium. jika diuraikan kondisi laboratorium tergambar pada
beberapa pernyataan berikut, pernyatan 5 dengan jumlah jawaban
terbanyak sering (159), pernyataan 15* jumlah jawaban terbanyak tidak
pernah (143), pernyataan 25* jumlah jawaban terbanyak tidak pernah
(130), pernyataan 30 jumlah jawaban terbanyak (161) sering dan 35
jumlah pernyataan terbanyak sering (189). Hasil ini menunjukkan kondisi
laboratorium dalam keadaan baik, laboratorium dalam keadaan tidak
panas dan pengap serta terdapat ruang yang cukup untuk melakukan
eksperimen.
Sedangkan pada alat dan bahan di laboratorium tergambar pada
pernyataan 10 dengan jumlah jawaban terbanyak sering (173) dan 20*
jumlah jawaban terbanyak kadang-kadang (161). Hasil ini menunjukkan
44
kondisi alat dan bahan yang dibutuhkan siswa tersedia dan berfungsi
dengan baik. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Purbandi (2019) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa presentase
kesiapan alat dan bahan laboratorium di SMA Negeri Se-Kota Tangerang
Selatan sebesar 83,66% dalam keadaan siap. Selain itu menurut Katcha
& Wushishi (2015) dalam penelitiannya bahwa kelengkapan peralatan
yang memadai di laboratorium dapat meningkatkan keaktifan siswa
berpartisipasi terlibat langsung dalam praktikum, sedangkan Geleta
(2016) dalam penelitiannya menemukan terdapat pengaruh antara
kelengkapan dan kesiapan peralatan laboratorium terhadap prestasi
belajar, semakin rendah kelengkapan dan kesiapan peralatan
laboratorium semakin rendah prestasi belajar.
45
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh
kesmpulan:
1. Persepsi siswa terhadap lingkungan belajar laboratorium berdasarkan
pada setiap dimensi berada dalam kondisi baik.
2. Hasil kuesioner pada seluruh dimensi tertinggi pada dimensi student
cohesveness.
3. Hasil kuesioner pada seluruh dimensi hasil terendah diperoleh pada
dimensi opend-endeness dengan banyaknya jumlah jawaban tidak
pernah, jarang, dan kadang-kadang.
B. Saran
1. Pada hasil penelitian hasil dimensi open-endedness berada dalam hasil
terendah dari dimensi lainnya, kepada pihak guru untuk mencoba
memberikan metode yang tepat ketika berada di laboratorium agar
eksperimen proses belajar menjadi student center.
2. Kepada pihak sekolah agar lebih mempertahankan kondisi belajar
laboratorium saat ini agar lebih tercipta suasana belajar yang berkualitas
dan bagus.
3. Peneliti lanjutan, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
rujukan bagi penelitian berikutnya mengenai laboratorium kimia di
sekolah.
46
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, N. (2016). Laboratorium Sebagai Sarana Pembelajaran Kimia dalam
Meningkatkan Pengetahuan dan Ketrampilan Kerja Ilmiah. Jurnal Zarah,
4(1), 1–8. https://ojs.umrah.ac.id/index.php/zarah/article/view/135/138
Brittland K, DeKorver, & Marcy. (2015). General Chemistry Students Goals for
Chemistry Laboratory Coursework. Journal of Chemical Education, 92(12),
2031–2037. https://doi.org/10.1021/acs.jchemed.5b00463
Chang, R. (2005). kimia Dasar Konsep-konsep Inti (Ketiga). Erlangga.
Decaprio, R. (2013). Tips Mengelola Laboratorium Sekolah. Diva Press.
Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pengembangan Sistem Pendidikan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. PT. Remaja
Rosdakarya.
Dohn, N. B., Fago, A., Overgaard, J., Madsen, P. T., & Malte, H. (2016).
Students’ motivation toward laboratory work in physiology teaching. Adv
Physiol Educ, 40, 313–318.
https://journals.physiology.org/doi/pdf/10.1152/advan.00029.2016
Drever, J. (1988). Kamus Psikologi. Bina Aksara.
Emda, A. (2014). Laboratorium Sebagai Sarana Pembelajaran Kimia dalam
Meningkatkan Pengetahuan dan Ketrampilan Kerja Ilmiah. 2(2), 218–229.
Fraser, B. J., McRobbie, C. J., & Giddings, G. J. (1993). Development and cross-
national validation of a laboratory classroom environment instrument for
senior high school science. Science Education, 77(1), 1–24.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1002/sce.3730770102
Galloway, K. R., & Bretz, S. L. (2015). Development of an Assessment Tool To
Measure Students’ Meaningful Learning in the Undergraduate Chemistry
Laboratory. Journal of Chemical Education, 92(7), 1149–1158.
47
https://doi.org/10.1021/ed500881y
Handayani, M. (2018). Pemanfaatan Sarana Laboratorium di SMA yang telah dan
belum Melaksanakan Kurikulum 2013. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan,
3(2), 117–131.
http://jurnaldikbud.kemdikbud.go.id/index.php/jpnk/article/download/658/44
9
Hofstein, A. (2004). The laboratory in chemistry education: Thirty years of
experience with developments, implementation, and researchNo Title. 5(3),
247–264.
http://www.chem.uoi.gr/cerp/2004_October/pdf/06HofsteinInvited.pdf
Katcha, M. ., & Wushishi, D. . (2015). Effects of laboratory equipment on
secondary schoolstudents’ performance and attitude change to
biologylearning in federal capital territory, Abuja, Nigeria. Journal of
Education Research and Behavioral Sciences, 4(9), 250–256.
http://apexjournal.org/jerbs/archive/2015/Sep/fulltext/Katcha and
Wushishi.pdf
Kejela Geleta, T. (2016). The upshot of availability and utilization of Science
laboratory inputs on students’ academic achievement in high school Biology,
Chemistry and Physics in Ilu Abba Bora Zone, Southwestern Ethiopia.
www.ijsrp.org
Kelly, perry & miller, philip. (2019). The impact of group cohesion on key
success measures in higher education. Journal of Further and Higher
Education.
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/0309877X.2019.1594727?src
=recsys&journalCode=cjfh20
Kwok, P. W. (2015). Science laboratory learning environments in junior
secondary schools. Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching,
16(9). https://www.ied.edu.hk/apfslt/download/v16_issue1_files/kwokpw.pdf
48
Luh Sami Asih ., Wayan Muderawan, I. W. karyasa. (2013). Analisis Standar
Laboratorium Kimia dan Efektivitasnya terhadap Capaian Kompetensi
Adaptif di SMK Negeri 2 Negara. 3(2). http://oldpasca.undiksha.ac.id/e-
journal/index.php/jurnal_ipa/article/view/802
Lunetta, A. H. V. N. (2004). The laboratory in science education: Foundation for
the 21st century. 28-54, 88. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/The
laboratory in science education: Foundation for the 21st century. Science
Education
Mastika, N., Adnyana, B. P., & Setiawan, G. N. A. (2014). Analisis Standarisasi
Laboratorium Biologi dalam Proses Pembelajaran di Sma Negeri Kota
Denpasar. 4. http://pasca.undiksha.ac.id/e-
journal/index.php/jurnal_ipa/article/download/1077/825
Mulyana, D. (2010). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2006). Kurikulum tingkat satuan pendidikan : sebuah panduan
praktis. Remaja Rosda Karya.
Mutmainah, N., & Fauzi. (1999). Psikologi Komunikasi. Universitas Terbuka.
Nuha, D. F., Haryono, & Mulyani, dan B. (2015). Kontribusi Laboratorium
terhadap Pembelajaran Kimia SMA. Jurnal Pendidikan Kimia, 4(1).
https://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia/article/view/5166/3652#
Nuryani Y. Rustaman, D. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. UPI.
Oxtoby, D. W. (2001). Prinsip-prinsip Kimia Modern (4th ed.). Erlangga.
Perception. (2018). in oxforddictionaries.com.
https://en.oxforddictionaries.com/definition/perception
Purbandi, tri bagus. (2019). Analisis Kesipan Laboratorium Kimia dalam
Mendukung Implementasi Kurikulum 2013 pada Kelas XI di SMA Negeri SE-
KOTA Tangerang Selatan.
Purwanto, M. N. (1995). Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. Remaja Rosda
49
Karya.
R, K., Galloway, Malakpa, Z., & Bretz, S. L. (2016). Investigating Affective
Experiences in the Undergraduate Chemistry Laboratory: Students’
Perceptions of Control and Responsibility. Journal of Chemical Education,
93(2), 227–238. https://doi.org/10.1021/acs.jchemed.5b00737
Rahman, N. A., Kofli, N. T., Takriff, M. S., & Abdullah, S. R. S. (2011). Learning
Environments and Ecosystems in Engineering Education Session
Comparative Study between Open Ended Laboratory and Traditional
Laboratory. IEEE EDUCON Education Engineering.
https://www.researchgate.net/publication/224238603_Comparative_study_be
tween_open_ended_laboratory_and_traditional_laboratory
Rahmiyati, S. (2008). Keefektifan Pemanfaatan Laboratorium di Madrasah
Aliyah Yogyakarta. 1.
http://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/viewFile/1420/1208
Rakhmat, J. (2001). Psikolgi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya.
Rivai, V. (2007). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (2nd ed.). PT. Raja
Grafindo Persada.
Robbins, S. P. (2002). Prinsip-prinsip prilaku organisasi. Erlangga.
Rusman. (2017). Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
PendidikanNo Title. Prenada Media Group.
Sabri, A. (1993). Pengantar Psikologi Umum & Perkembangan. Pedoman ilmu
Jaya.
Samatowa, U. (2011). Pembelajaran IPA di sekolah dasar. Indeks.
Sari, Dayana, D., & Farida, I. (2018). Analisis Profil Manajemen Laboratorium
dalam Pembelajaran Kimia di SMA Wilayah Sumedang. Jurnal Tadris
Kimiya, 3(1), 73–82. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/tadris-
kimiya/article/view/2593/pdf
50
Sarwono, S. W. (2013). Pengantar Psikologi Umum. Rajawali Press.
Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. PT. Rineka
Cipta.
Sofyan, A., Feronika, T., & Milama, B. (2006). Evaluasi Pembelajaran IPA
Berbasis Kompetensi. UIN Jakarta Press.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatn. EGC.
Teguh, M. (2005). Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi. Raja
Grafindo Persada.
Thoha, M. (2015). Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Rajawali
Press.
Tsai, C.-C. (2003). Taiwanese science students’ and teachers’ perceptions of the
laboratory learning environments: exploring epistemological gaps.
International Journal of Science Education, 25(7), 847–860.
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09500690305031
Wonorahardjo, S. (2010). Dasar-dasar Sains : Menciptakan Masyarakat Sadar
Sains. PT. Indeks.
Yunita. (2009). Panduan Pengelolaan Laboratorium Kimia. CV. Insan Mandiri.
Yunita. (2013). Panduan Pengelolaan Laboratorium Kimia. CV. Insan Mandiri.
Zulfiani, Fernika, T., & Suartini, K. (2009). Strategi Pembelajaran Sains.
Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
52
53
54
55
56
57
Lampiran 2. Surat Keterangan penelitian Sekolah
58
59
60
61
62
63
Lampiran 3. Instrumen Penelitian
64
65
Lampiran 4. Validasi 1 Instrumen
66
67
68
69
Lampiran 5. Validasi 2 Instrumen
70
71
72
73
74
Lampiran 6. Uji referensi
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama : Muhamad Yusup Sartono
NIM : 1113016200004
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Kimia
Judul Skripsi : Persepsi Siswa SMA/MA terhadap
Lingkungan Belajar Laboratorium Kimia di
Kota Tangerang Selatan
Pembimbing I : Nanda Saridewi, M.Si
Pembimbing II : Salamah Agung, Ph.D
N
No. Referensi
Paraf
Pembimbing
I II
BAB I
1. Wonorahardjo, S. (2010). Dasar-dasar Sains :
Menciptakan Masyarakat Sadar Sains. PT. Indeks...hal 11
2. Samatowa, U. (2011). Pembelajaran IPA di sekolah dasar.
Indeks..hal 1
3.
Rusman. (2017). Belajar dan Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses PendidikanNo Title. Prenada Media
Group.... hal 88
4. Oxtoby, D. W. (2001). Prinsip-prinsip Kimia Modern (4th
75
ed.). Erlangga.... hal 4
5. Yunita. (2009). Panduan Pengelolaan Laboratorium
Kimia. CV. Insan Mandiri. hal 3
6.
Mulyasa, E. (2006). Kurikulum tingkat satuan
pendidikan : sebuah panduan praktis. Remaja Rosda
Karya. Hal.. 132-133
7.
Galloway, K. R., & Bretz, S. L. (2015). Development of
an Assessment Tool To Measure Students’ Meaningful
Learning in the Undergraduate Chemistry Laboratory.
Journal of Chemical Education, 92(7), 1149–1158.
8.
Hofstein, A. (2004). The laboratory in chemistry
education: Thirty years of experience with developments,
implementation, and researchNo Title. 5(3), 247–264.
9.
Brittland K, DeKorver, & Marcy. (2015). General
Chemistry Students Goals for Chemistry Laboratory
Coursework. Journal of Chemical Education, 92(12),
2031–2037.
10.
Hofstein, A. (2004). The laboratory in chemistry
education: Thirty years of experience with developments,
implementation, and researchNo Title. 5(3), 247–264.
11.
R, K., Galloway, Malakpa, Z., & Bretz, S. L. (2016).
Investigating Affective Experiences in the Undergraduate
Chemistry Laboratory: Students’ Perceptions of Control
and Responsibility. Journal of Chemical Education, 93(2),
227–238.
12. Lunetta, A. H. V. N. (2004). The laboratory in science
education: Foundation for the 21st century. 28-54, 88.
13.
Emda, A. (2014). Laboratorium Sebagai Sarana
Pembelajaran Kimia dalam Meningkatkan Pengetahuan
dan Ketrampilan Kerja Ilmiah. 2(2), 218–229.
76
14.
Rusman. (2017). Belajar dan Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses PendidikanNo Title. Prenada Media
Group. hal..422
15. Rahmiyati, S. (2008). Keefektifan Pemanfaatan
Laboratorium di Madrasah Aliyah Yogyakarta.
16
Luh Sami Asih ., Wayan Muderawan, I. W. karyasa.
(2013). Analisis Standar Laboratorium Kimia dan
Efektivitasnya terhadap Capaian Kompetensi Adaptif di
SMK Negeri 2 Negara. 3(2).
17
Nuha, D. F., Haryono, & Mulyani, dan B. (2015).
Kontribusi Laboratorium terhadap Pembelajaran Kimia
SMA. Jurnal Pendidikan Kimia, 4(1).
18
Adriani, N. (2016). Laboratorium Sebagai Sarana
Pembelajaran Kimia dalam Meningkatkan Pengetahuan
dan Ketrampilan Kerja Ilmiah. Jurnal Zarah, 4(1), 1–8.
19
Sari, Dayana, D., & Farida, I. (2018). Analisis Profil
Manajemen Laboratorium dalam Pembelajaran Kimia di
SMA Wilayah Sumedang. Jurnal Tadris Kimiya, 3(1), 73–
82.
20
Handayani, M. (2018). Pemanfaatan Sarana Laboratorium
di SMA yang telah dan belum Melaksanakan Kurikulum
2013. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 3(2), 117–131.
21
Fraser, B. J., McRobbie, C. J., & Giddings, G. J. (1993).
Development and cross-national validation of a laboratory
classroom environment instrument for senior high school
science. Science Education, 77(1), 1–24.
22
Kwok, P. W. (2015). Science laboratory learning
environments in junior secondary schools. Asia-Pacific
Forum on Science Learning and Teaching, 16(9).
BAB II
77
1. Perception. (2018). in oxforddictionaries.com.
https://en.oxforddictionaries.com/definition/perception
2. Drever, J. (1988). Kamus Psikologi. Bina Aksara. hal 388
3. Mutmainah, N., & Fauzi. (1999). Psikologi Komunikasi.
Universitas Terbuka. hal 70
4. Rivai, V. (2007). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi
(2nd ed.). PT. Raja Grafindo Persada. hal 359
5. Sabri, A. (1993). Pengantar Psikologi Umum &
Perkembangan. Pedoman ilmu Jaya. hal 45
6. Thoha, M. (2015). Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan
Aplikasinya. Rajawali Press 142
7. Rakhmat, J. (2001). Psikolgi Komunikasi. PT. Remaja
Rosdakarya. hal 51
8. Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatn. EGC hal
94
9. Mulyana, D. (2010). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.
PT. Rosdakarya. hal 184-191
10. Robbins, S. P. (2002). Prinsip-prinsip prilaku organisasi.
Erlangga. hal 14
11. Rakhmat, J. (2001). Psikolgi Komunikasi. PT. Remaja
Rosdakarya.hal 55-57
12. Thoha, M. (2015). Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan
Aplikasinya. Rajawali Press.hal 149-157
13. Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
PT. Remaja Rosdakarya. 120
14. Thoha, M. (2015). Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan
Aplikasinya. Rajawali Press.Toha 145-147
15. Kbbi hal 621
16. Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pengembangan
Sistem Pendidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
78
dan Menengah. hal 6
17.
Zulfiani, Fernika, T., & Suartini, K. (2009). Strategi
Pembelajaran Sains. Lembaga Penelitian UIN Jakarta. hal
166
18.
Sofyan, A., Feronika, T., & Milama, B. (2006). Evaluasi
Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. UIN Jakarta
Press hal 83
19.
Mastika, N., Adnyana, B. P., & Setiawan, G. N. A.
(2014). Analisis Standarisasi Laboratorium Biologi dalam
Proses Pembelajaran di Sma Negeri Kota Denpasar.
20. Decaprio, R. (2013). Tips Mengelola Laboratorium
Sekolah. Diva Press. hal 17-19
21. Purwanto, M. N. (1995). Ilmu Pendidikan Teoritis Dan
Praktis. Remaja Rosda Karya. hal 72
22. Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya. PT. Rineka Cipta. hal 2
23. Chang, R. (2005). kimia Dasar Konsep-konsep Inti
(Ketiga). Erlangga. hal 3
24.
Mulyasa, E. (2006). Kurikulum tingkat satuan
pendidikan : sebuah panduan praktis. Remaja Rosda
Karya. hal 132-133
25. Decaprio, R. (2013). Tips Mengelola Laboratorium
Sekolah. Diva Press. hal 21
26. Yunita. (2013). Panduan Pengelolaan Laboratorium
Kimia. CV. Insan Mandiri hal 20
BAB III
1 Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. hal 11
2 Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. hal 206
79
3 Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. hal 173
4 Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. hal 174
5
Fraser, B. J., McRobbie, C. J., & Giddings, G. J. (1993).
Development and cross-national validation of a laboratory
classroom environment instrument for senior high school
science. Science Education, 77(1), 1–24.
6 Teguh, M. (2005). Metodologi Penelitian Ekonomi Teori
dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. hal 171-175
7 Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. hal 207
BAB IV
1 Nuryani Y. Rustaman, D. (2003). Strategi Belajar
Mengajar Biologi. UPI. hal 15
2 Rakhmat, J. (2001). Psikolgi Komunikasi. PT. Remaja
Rosdakarya hal 51
3
Fraser, B. J., McRobbie, C. J., & Giddings, G. J. (1993).
Development and cross-national validation of a laboratory
classroom environment instrument for senior high school
science. Science Education, 77(1), 1–24.
4 Decaprio, R. (2013). Tips Mengelola Laboratorium
Sekolah. Diva Press. hal 19
5
Kelly, perry & miller, philip. (2019). The impact of group
cohesion on key success measures in higher education.
Journal of Further and Higher Education.
6
Tsai, C.-C. (2003). Taiwanese science students’ and
teachers’ perceptions of the laboratory learning
environments: exploring epistemological gaps.
International Journal of Science Education, 25(7), 847–
80
860.
7
Rahman, N. A., Kofli, N. T., Takriff, M. S., & Abdullah,
S. R. S. (2011). Learning Environments and Ecosystems
in Engineering Education Session Comparative Study
between Open Ended Laboratory and Traditional
Laboratory. IEEE EDUCON Education Engineering.
8
Mulyasa, E. (2006). Kurikulum tingkat satuan
pendidikan : sebuah panduan praktis. Remaja Rosda
Karya. 132-133
9 Decaprio, R. (2013). Tips Mengelola Laboratorium
Sekolah. Diva Press hal 17
10 Decaprio, R. (2013). Tips Mengelola Laboratorium
Sekolah. Diva Press hal 73
11
Kwok, P. W. (2015). Science laboratory learning
environments in junior secondary schools. Asia-Pacific
Forum on Science Learning and Teaching, 16(9).
12 Decaprio, R. (2013). Tips Mengelola Laboratorium
Sekolah. Diva Press
13
Purbandi, tri bagus. (2019). Analisis Kesipan
Laboratorium Kimia dalam Mendukung Implementasi
Kurikulum 2013 pada Kelas XI di SMA Negeri SE-KOTA
Tangerang Selatan.
14
Katcha, M. ., & Wushishi, D. . (2015). Effects of
laboratory equipment on secondary schoolstudents’
performance and attitude change to biologylearning in
federal capital territory, Abuja, Nigeria. Journal of
Education Research and Behavioral Sciences, 4(9), 250–
256.
15 Kejela Geleta, T. (2016). The upshot of availability and
utilization of Science laboratory inputs on students’
81
academic achievement in high school Biology, Chemistry
and Physics in Ilu Abba Bora Zone, Southwestern
Ethiopia.
Jakarta, 13 Juli 2020
Mengetahui,
Pembimbing I
Nanda Saridewi, M.Si
NIP. 19841021 200912
Pembimbing II
Salamah Agung, Ph.D
NIP. 19790624 200604
82
Lampiran 7. Tabulasi data Hasil Penelitian
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
Pernyataan1
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
2 6
1
.4 1.4 1.4
3 4
2
9
.9 9.9 11.3
4 2
22
5
2.4 52.4 63.7
5 1
54
3
6.3 36.3 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan2
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 2
.
5 .5 .5
2 1
5
3
.5 3.5 4.0
3 1
02
2
4.1 24.1 28.1
4 2
39
5
6.4 56.4 84.4
99
5 6
6
1
5.6 15.6 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan3
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 2
01
4
7.4 47.4 47.4
2 1
18
2
7.8 27.8 75.2
3 8
2
1
9.3 19.3 94.6
4 1
7
4
.0 4.0 98.6
5 6
1
.4 1.4 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan4
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
100
V
alid
1 2
.
5 .5 .5
2 1
5
3
.5 3.5 4.0
3 3
9
9
.2 9.2 13.2
4 2
03
4
7.9 47.9 61.1
5 1
65
3
8.9 38.9 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan5
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 6
1
.4 1.4 1.4
2 3
3
7
.8 7.8 9.2
3 1
18
2
7.8 27.8 37.0
4 1
59
3
7.5 37.5 74.5
5 1
08
2
5.5 25.5 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
101
Pernyataan6
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 8
6
2
0.3 20.3 20.3
2 1
15
2
7.1 27.1 47.4
3 1
00
2
3.6 23.6 71.0
4 8
7
2
0.5 20.5 91.5
5 3
6
8
.5 8.5 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan7
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 9
0
2
1.2 21.2 21.2
2 1
05
2
4.8 24.8 46.0
3 1
30
3
0.7 30.7 76.7
102
4 7
4
1
7.5 17.5 94.1
5 2
5
5
.9 5.9 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan8
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 2
73
6
4.4 64.4 64.4
2 9
9
2
3.3 23.3 87.7
3 3
8
9
.0 9.0 96.7
4 1
0
2
.4 2.4 99.1
5 4
.
9 .9 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan9
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
103
V
alid
1 1
29
3
0.4 30.4 30.4
2 1
63
3
8.4 38.4 68.9
3 9
9
2
3.3 23.3 92.2
4 2
6
6
.1 6.1 98.3
5 7
1
.7 1.7 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan10
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 1
.
2 .2 .2
2 3
5
8
.3 8.3 8.5
3 6
4
1
5.1 15.1 23.6
4 1
73
4
0.8 40.8 64.4
5 1
51
3
5.6 35.6 100.0
104
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan11
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
2 7
1
.7 1.7 1.7
3 6
7
1
5.8 15.8 17.5
4 2
04
4
8.1 48.1 65.6
5 1
46
3
4.4 34.4 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan12
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 9
2
.1 2.1 2.1
2 3
7
8
.7 8.7 10.8
3 1
32
3
1.1 31.1 42.0
105
4 1
68
3
9.6 39.6 81.6
5 7
8
1
8.4 18.4 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan13
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 1
.
2 .2 .2
2 1
4
3
.3 3.3 3.5
3 6
7
1
5.8 15.8 19.3
4 2
08
4
9.1 49.1 68.4
5 1
34
3
1.6 31.6 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan14
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
106
V
alid
1 1
.
2 .2 .2
2 1
.
2 .2 .5
3 2
7
6
.4 6.4 6.8
4 1
80
4
2.5 42.5 49.3
5 2
15
5
0.7 50.7 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan15
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 1
43
3
3.7 33.7 33.7
2 1
13
2
6.7 26.7 60.4
3 1
20
2
8.3 28.3 88.7
4 3
5
8
.3 8.3 96.9
5 1
3
3
.1 3.1 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
107
Pernyataan16
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 1
.
2 .2 .2
2 9
2
.1 2.1 2.4
3 3
9
9
.2 9.2 11.6
4 2
33
5
5.0 55.0 66.5
5 1
42
3
3.5 33.5 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan17
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 1
57
3
7.0 37.0 37.0
2 1
50
3
5.4 35.4 72.4
108
3 9
4
2
2.2 22.2 94.6
4 1
7
4
.0 4.0 98.6
5 6
1
.4 1.4 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan18
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 2
.
5 .5 .5
2 1
3
3
.1 3.1 3.5
3 5
0
1
1.8 11.8 15.3
4 2
11
4
9.8 49.8 65.1
5 1
48
3
4.9 34.9 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan19
109
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 1
.
2 .2 .2
2 2
4
5
.7 5.7 5.9
3 4
8
1
1.3 11.3 17.2
4 1
87
4
4.1 44.1 61.3
5 1
64
3
8.7 38.7 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan20
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 7
0
1
6.5 16.5 16.5
2 1
61
3
8.0 38.0 54.5
3 1
39
3
2.8 32.8 87.3
4 4
5
1
0.6 10.6 97.9
5 9
2
.1 2.1 100.0
110
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan21
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 8
1
.9 1.9 1.9
2 4
3
1
0.1 10.1 12.0
3 1
55
3
6.6 36.6 48.6
4 1
71
4
0.3 40.3 88.9
5 4
7
1
1.1 11.1 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan22
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 9
9
2
3.3 23.3 23.3
2 1
42
3
3.5 33.5 56.8
111
3 1
22
2
8.8 28.8 85.6
4 5
2
1
2.3 12.3 97.9
5 9
2
.1 2.1 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan23
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 1
33
3
1.4 31.4 31.4
2 1
68
3
9.6 39.6 71.0
3 9
6
2
2.6 22.6 93.6
4 2
1
5
.0 5.0 98.6
5 6
1
.4 1.4 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan24
112
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 3
.
7 .7 .7
2 9
2
.1 2.1 2.8
3 4
3
1
0.1 10.1 13.0
4 2
19
5
1.7 51.7 64.6
5 1
50
3
5.4 35.4 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan25
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 1
30
3
0.7 30.7 30.7
2 7
7
1
8.2 18.2 48.8
3 1
10
2
5.9 25.9 74.8
4 6
5
1
5.3 15.3 90.1
5 4
2
9
.9 9.9 100.0
113
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan26
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 2
00
4
7.2 47.2 47.2
2 1
43
3
3.7 33.7 80.9
3 5
8
1
3.7 13.7 94.6
4 2
1
5
.0 5.0 99.5
5 2
.
5 .5 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan27
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
2 4
.
9 .9 .9
3 3
3
7
.8 7.8 8.7
114
4 1
78
4
2.0 42.0 50.7
5 2
09
4
9.3 49.3 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan28
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 1
.
2 .2 .2
2 1
1
2
.6 2.6 2.8
3 7
0
1
6.5 16.5 19.3
4 1
88
4
4.3 44.3 63.7
5 1
54
3
6.3 36.3 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan29
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
115
V
alid
1 4
.
9 .9 .9
2 1
6
3
.8 3.8 4.7
3 5
1
1
2.0 12.0 16.7
4 1
66
3
9.2 39.2 55.9
5 1
87
4
4.1 44.1 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan30
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 7
1
.7 1.7 1.7
2 2
7
6
.4 6.4 8.0
3 8
2
1
9.3 19.3 27.4
4 1
61
3
8.0 38.0 65.3
5 1
47
3
4.7 34.7 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
116
Pernyataan31
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 1
.
2 .2 .2
2 1
0
2
.4 2.4 2.6
3 6
1
1
4.4 14.4 17.0
4 2
26
5
3.3 53.3 70.3
5 1
26
2
9.7 29.7 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan32
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 1
12
2
6.4 26.4 26.4
2 1
29
3
0.4 30.4 56.8
3 1
40
3
3.0 33.0 89.9
117
4 3
4
8
.0 8.0 97.9
5 9
2
.1 2.1 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan33
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 2
38
5
6.1 56.1 56.1
2 1
18
2
7.8 27.8 84.0
3 5
1
1
2.0 12.0 96.0
4 1
4
3
.3 3.3 99.3
5 3
.
7 .7 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan34
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
118
V
alid
1 1
3
3
.1 3.1 3.1
2 3
8
9
.0 9.0 12.0
3 1
48
3
4.9 34.9 46.9
4 1
75
4
1.3 41.3 88.2
5 5
0
1
1.8 11.8 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
Pernyataan35
F
requency
P
ercent
Vali
d Percent
Cumulativ
e Percent
V
alid
1 3
.
7 .7 .7
2 4
3
1
0.1 10.1 10.8
3 6
7
1
5.8 15.8 26.7
4 1
89
4
4.6 44.6 71.2
5 1
22
2
8.8 28.8 100.0
T
otal
4
24
1
00.0
100.
0
top related