perlindungan hukum terhadap pemberian hak...
Post on 07-Sep-2021
33 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
T E S I S
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN HAK PATEN ATAS MESIN PEMANEN PADI MEREK CHANDUE (Legal Protection Against Granting Patent Rights Over Rice Harvester
Machine Brand Chandue)
DISUSUN DAN DIAJUKAN OLEH
DIPTARINA P3600210062
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN HAK PATEN ATAS MESIN PEMANEN PADI MEREK CHANDUE
(Legal Protection Against Granting Patent Rights Over Rice Harvester Machine Brand Chandue)
DISUSUN DAN DIAJUKAN OLEH
DIPTARINA
P3600210062
Menyetujui Komisi Penasihat
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Prof. Dr. Abdullah Marlang,S.H.,M.H. Dr. Oky Deviany Burhamzah,S.H.,M.H.
Nip. 19430414977021001 Nip. 19650906199022001
MENGETAHUI Ketua Program Studi Magister Kenotariatan
Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si
Nip. 196006211986012001
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Nama : DIPTARINA
NIM : P3600210062
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul
“ Perlindungan Hukum Terhadap Pemberian Hak Paten Atas Mesin Pemanen
Padi Merek Chandue ”, adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang
bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan
dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya diatas tidak benar,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan
tesis dan gelar saya yang telah diperoleh dari tesis tersebut.
Makassar, 4 Januari 2013
Yang membuat pernyataan,
Diptarina
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah melimpahkan rahmat hidayah dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Perlindungan Hukum
Terhadap Pemberian Hak Paten Atas Mesin Pemanen Padi Merek Chandue”,
sebagai salah satu syarat guna menempuh ujian akhir dan meraih gelar
Magister Kenotariatan Universitas Hasanuddin Makassar.
Diharapkan dengan pembahasan yang terdapat pada tesis ini dapat
memberikan kontribusi pemikiran terkait dengan masalah hukum Hak
Kekayaan Intelektual, khususnya mengenai Indikasi Asal yang terdaftar
sebagai merek di negara lain.
Dengan segala hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada bapak Prof. Dr. Abdullah Marlang,S.H.,M.H, selaku pembimbing
utama dan ibu Dr. Oky Deviany, S.H., M.H, selaku pembimbing pendamping
atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan dalam penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturussi, Sp.B., Sp.Bo, selaku Rektor
Universitas Hasanuddin beserta seluruh pembantu Rektor Universitas
Hasanuddin.
v
2. Bapak Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.H., DFM, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin, serta seluruh Pembantu Dekan
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si, selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Hasanuddin, beserta staf pengelola
Magister Kenotariatan Universitas Hasanuddin.
4. Bapak, Prof. Dr. Juajir Sumardi, S.H., M.H, bapak Dr. Hasbir
Paserangi, S.H., M.H, dan Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si,
selaku Tim Penguji.
5. Para Guru Besar dan Dosen Pengajar pada Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Hasanuddin.
6. Teman-teman mahasiswa angkatan 2010 Magister Kenotariatan
Universitas Hasanuddin, khususnya Dewi Chyntiawati, Adistya
Baramuli, Bulqis Muchlis, Ikerana Runtulalo, Novy, Annas Marwing,
Irsan Haerudin, Muhammad Hasyim, dan teman-teman yang tidak ku
sebut satu persatu.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Dengan rasa hormat dan cinta kasih penulis secara khusus
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua
penulis yaitu Ayahanda H. Zainuddin Manza dan Ibunda Hj. Mariani Ibrahim,
kakakku dr.Irmayanti dan adikku Muhammad Aidil, atas restu dan doa serta
segala dukungan moral dan materiil yang tak terbatas.
vi
Semoga budi baik dan segala yang diberikan dibalas setimpal oleh
Tuhan Yang Maha Esa.
Makassar, 10 April 2013
Diptarina
vii
ABSTRAK
DIPTARINA. “Perlindungan Hukum Terhadap Pemberian Hak Paten Atas Mesin Pemanen Padi Merek Chandue” (dibimbing oleh Abdullah Marlang dan Oky Deviany Burhamzah).
Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap hak paten atas mesin pemanen padi merek Chandue.; 2) mengetahui dan memahami sejauh mana perlindungan hukum terhadap keabsahan seritifikat paten sederhana milik Paisal Chandue berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS. Jo Putusan Mahkamah Agung No.28 K / Pdt.Sus / 2013.
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pihak-pihak yang terkait, yakni CV Chandue Tanindo, Pengadilan Negeri Pinrang, dan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Dari populasi tersebut sampel ditetapkan dengan Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data dengan studi dokumen dan wawancara. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif analitis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Pelaksanaan perlindungan paten terhadap mesin pemanen padi merek Chandue belum berjalan secara efektif. Belum efektifnya pelaksanaan perlindungan hak Paten mesin pemanen padi merek Chandue tersebut, dengan adanya pelanggaran terhadap hak eksklusif dari penemu sehingga belum memberikan kontribusi ekonomi bagi Paisal sebagai penemu dikarenakan kurang optimalnya sosialisasi terkait sudah didaftarkannya paten dan merek mesin pemanen padi merek Chandue serta lemahnya peran serta pemerintah dan aparat penegak hukum dalam rangka pelaksanaaan perlindungan hukum mesin pemanen padi merek Chandue setelah pendaftaran. 2) Perlindungan hukum terhadap keabsahan sertifikat paten sederhana milik Paisal berdasarkan Putusan Putusan Pengadilan Niaga Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS Jo Putusan Mahkamah Agung No. No.28 K/Pdt.Sus/2013 adalah Putusan Mahkamah Agung No. No.28 K/Pdt.Sus/2013 menguatkan Putusan Pengadilan Niaga Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS. dengan menolak permohonan penggugat sudah tepat dalam menerapkan hukum dengan berdasarkan pertimbangan bahwa Putusan Pengadilan Niaga Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang sehingga permohonan kasasi dari para penggugat tersebut harus ditolak, sehingga Hak Paten milik tergugat Paisal tidak dibatalkan dan masih berlaku sampai saat ini.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Hak Paten, Mesin Pemanen Padi, Merek Chandue.
viii
ABSTRACT
Diptarina. Legal Protection towards Granting Patent Rights of Rice Harvester Machine of Chandue Brand (supervised by Abdullah Marlang and Oky Deviany Burhamzah)
This research aims to 1) what extent the implementation legal protection to patent rights on rice harvester machine of Chandue brand, 2) to what extend the legal protection towards simple patent certificate validity of Paisal Chandue based on the Verdict of Makassar Commercial Court No. 01 / Pdt Niaga / 2009 / PN. MKS Jo the Verdict of Supreme Court No.28 K / Pdt.Sus / 2013.
The populations in this research are related parties, i.e. CV Chandue Tanindo, Pinrang District Court, and the Directorate General of Intellectual Property Ministry of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia. Samples of the population defined by purposive sampling. Data collection techniques to the study of documents and interviews. Data were analyzed by descriptive analytical.
The result indicated that 1) the implementation of patent protection towards paddy harvester machine of Chandue brand has not been effectively put into effect. The paddy harvester machine does not to contribute to economy of the inventor (Paisal) due to ineffectiveness of the implementation of the protection of the patent rifghts, and the less optimal socialization related to patents and trademark registration of the rice reapers and the protection of violation of the exclusive rights to inventor. The role of government and law enforcement officers to the implementation of legal protection of legal protection of Chandue brand after registration is weak; 2) Legal protection of validity of simple patent certificate of Paisal’s right by verdict of the Commercial Court Decision No. 01 / Pdt Niaga / 2009 / PN. MKS Jo the Verdict of Supreme Court No.28 K / Pdt.Sus / 2013 strengthen No. 01 / Pdt Niaga / 2009 / PN. MKS by rejected plaintiff’s claim is correct in applying the law based on the consideration that the Commercial Court Decision No. 01 / Pdt. Niaga / 2009 / PN. MKS in this case is not contrary to law or legislations so that the plaintiff’s appeal should be rejected, so that the Patent rights of Paisal is not cancelled and is still applicable today.
Keywords : Protection Law, Patent, Paddy Harvesters Machine, Chandue Brand.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Paten …………………………………. 10
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Paten……………………… 10
2. Ketentuan Hukum Yang Terkait Dengan Paten …………… 14
3. Permohonan Paten …………………………………………… 18
4. Skema Pendaftaran Paten …………………………………... 23
5. Hak dan Kewajiban Pemegang Paten ……………………… 24
6. Pembatalan Paten…………………………………………….. 25
7. Penyelesain Sengketa Paten………………………………… 29
B. Tinjauan Tentang Merek ......................................................... 30
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Merek ............................... 32
2. Fungsi Merek ..................................................................... 36
3. Permohonan Pendaftaran Merek ……………………………. 38
4. Skema Pendaftaran Merek …………………………………… 39
x
5. Penyelesaian Sengketa Merek ……………………………… 40
C. Gambaran Umum Tentang Mesin Pemanen Padi Chandue ........ 40
D. Teori Perlindungan Hukum ………………………………………. 46
E. Kerangka Pikir ……………………………………………………….. 49
F. Definisi Operasional ………………………………………………… 50
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian ............................................................................ 51
B. Lokasi Penelitian ........................................................................ 51
C. Populasi dan Sampel ................................................................... 52
D. Jenis dan Sumber Data …………………………………………….. 52
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 53
F. Analisis Data …………………………………………………………. 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Paten Atas
Mesin Pemanen Padi Merek Chandue …………………...……… 55
1. Subtansi Hukum …………………… ................................. … 60
2. Hak Ekonomi………… ..................................................... … 71
3. Sosialisasi ……………………………………………………… 74
4. Peran Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum…………. 77
B. Perlindungan Hukum Terhadap Keabsahan Sertifikat Paten
Sederhana Milik Paisal Chandue Berdasarkan Putusan
Pengadilan Niaga Makassar No.01/Pdt Niaga/PN.Mks Jo
Putusan Mahkamah Agung No.28 K/Pdt.Sus/2013 …………….. 85
1. Kasus Posisi …………………………………………………. 85
2. Analisis Kasus : …………………………………………….. 92
a. Novelty……………………………………………………… 92
b. Patent Cooperation Treaty (PCT) ……………………… 101
c. Sistem Pendaftaran First to File………………………… 106
xi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………….. 111
B. Saran …………………………………………………………………. 113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam tatanan ekonomi global, Hak Kekayaan Intelektual
(selanjutnya disebut HKI). dipandang sebagai masalah perdagangan
yang mencakup interaksi dari 3 (tiga) aspek utama, yaitu kekayaan
intelektual, komersialisasi dan perlindungan hukum. Artinya HKI
menjadi penting ketika ada karya intelektual yang akan dikomersialkan
sehingga pemilik karya intelektual tersebut membutuhkan perlindungan
hukum formal untuk melindungi kepentingan mereka dalam
memperoleh manfaat dari komersialisasi karya intelektual mereka
tersebut.
HKI adalah perlindungan hukum yang berupa hak yang
diberikan oleh negara secara eksklusif terhadap karya-karya yang
lahir dari suatu proses kreatif pencipta atau penemunya. Sebagai
sebuah negara yang masih mengejar ketertinggalan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menjadi pertanyaan yang mendasar
dimana kira-kira posisi teknologi ini dalam percaturan Hak Kekayaan
Intelektual yang sudah menjadi cetak biru negara-negara maju.
Negara yang menguasai dunia adalah negara yang menguasai
teknologi. Amerika serikat, Jerman, Perancis, Rusia dan Cina
merupakan contoh negara yang sangat maju dalam bidang teknologi
sehingga mereka mampu memberi pengaruh bagi negara lain.
2
Tudingan kepada Cina sebagai negara utama penjiplak kekayaan
intelektual negara lain di era 90-an menjadi catatan penting, karena
saat itu dengan mudahnya Cina mendompleng produk luar negeri
untuk diproduksi massal tanpa harus meminta izin dari negara
asalnya.1
Hak Kekayaan Intelektual melindungi usaha intelektual yang
bersifat kreatif berdasarkan pendaftaran. Secara umum, pendaftaran
merupakan salah satu syarat kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh
seseorang. Prinsip ini mendasari semua undang-undang HKI di
seluruh dunia dan membawa konsekuensi bahwa pemilik kekayaan
intelektual yang tidak melakukan pendaftaran tidak dapat menuntut
seseorang yang dianggap telah menggunakan kekayaannya secara
melawan hukum.
Pasal 6 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 menyebutkan,
“Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik Paten atau pihak
lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam
Daftar Umum Paten.”
Pemegang Paten memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan
Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya membuat, menggunakan, menjual, mengimpor,
menyewakan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau
1 Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.11
3
diserahkan produk yang diberi paten sebagaimana diatur dalam Pasal
16 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Hak Kekayaan Intelektual adalah hak hukum yang bersifat
eksklusif yang dimiliki oleh para pencipta/penemu sebagai hasil
aktivitas intelektual dan kreativitas yang bersifat khas dan baru. Karya-
karya intelektual tersebut dapat berupa hasil karya cipta di bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra, serta hasil penemuan (invensi) di
bidang teknologi.2
Setiap orang yang mendapat persetujuan dari Direktorat HKI
maka mendapat hak eksklusif atau monopoli selama 10 tahun.
Pemegang hak ekslusif ini mempunyai hak memberi izin atau
melarang orang lain untuk membuat, menjual, mengimpor,
mengekspor atau mengedarkan barang yang telah diberikan hak
tersebut. Jangka waktu perlindungan ini berlaku pada paten sederhana
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Paten.
Meskipun dengan tegas Pasal Pasal 16 Undang-undang Nomor
14 Tahun 2001 tentang Paten mengatur larangan kepada pihak lain
yang tanpa persetujuannya membuat, menggunakan, menjual,
mengimpor, menyewakan, atau menyediakan untuk dijual atau
disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Paten. Masih terdapat kecenderungan
2 Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HKI (Hak Kekayaan Intelektual) Yang Benar:
Membahas Secara Runtut Dan Detail Tentang Tata Cara Mengurus Hak Kekayaan Intelektual. (Cet. 1, Jakarta, Pustaka Yustisia, 2010), hal.16
4
Pemegang Paten tidak mendapatkan hak eksklusif atas Paten yang
dimilkinya. Hal ini disebabkan masih banyaknya pelanggaran atas hak
eksklusif tersebut berupa penciplakan dan pembajakan suatu produk
yang telah memiliki sertifikat paten.
Berangkat dari asumsi bahwa mengapa pada umumnya
masyarakat petani lebih banyak memiliki traktor pembajak sawah dan
pada saat musim panen, masyarakat petani tidak mempunyai
peralatan yang memadai untuk melakukan pemotongan padi.
Masyarakat petani masih mengandalkan sistem pemanenan padi
dengan menggunakan alat konvensional yaitu sabit, padahal dengan
menggunakan sabit sepenuhnya dilakukan dengan tenaga manusia
dan memakan waktu yang lama. Hal ini terbukti dengan terkadang ada
lahan siap panen yang tidak sempat dipanen tepat pada waktunya
yang akhirnya akan menurunkan kualitas padi. Dalam hal
pengoperasian, peralatan konvensional yang menggunakan sabit tidak
praktis.3
Sebagaimana telah kita ketahui dengan perkembangan
teknologi yang ada, bahwa ada beberapa peralatan-peralatan
pertanian seperti; traktor tangan untuk membajak dan juga peralatan
untuk memanen padi dengan menggunakan sistem memotong seperti
Reapper. Pada alat tersebut terdapat banyak kelemahan antara lain;
biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan mesin mahal karena mesin
3 Sertifikat Hak Paten Sederhana No. ID 0 000 656 S, Deskripsi hal. 1
5
tersebut menggunakan sistem transmisi roda gigi, dimana dalam
pabrikasi dibutuhkan biaya yang lebih untuk membuat mesin tersebut.
Selain itu, dalam sistem transmisi roda gigi juga lebih rumit dan kurang
fleksibel. Dengan demikian Paisal sebagai inventor telah menemukan
suatu peralatan/mesin pemanen padi yang sesuai dan dapat
mengatasi masalah yang terjadi sebelumnya.4
Sebagai gambaran tersebut diatas, mesin pemanen padi
Chandue adalah mesin yang dapat berjalan atau beroperasi pada
sawah yang berlumpur dan atau berair sehingga petani dapat
memanen padi (gabah) dengan bersih. Invensi ini berhubungan
dengan suatu peralatan/mesin pemanen padi, khususnya suatu
peralatan yang dapat menyisir/merontokkan padi tanpa sebelumnya
batang padi dipotong.
Salah satu kasus penciplakan karya produk lokal Sulawesi
Selatan adalah produksi mesin pemanen padi merek Chandue milik
CV Chandue Tanindo Pinrang, oleh bengkel Makmur di Jalan Ahmad
Yani Nomor 122 Kelurahan Rijang Pittu Kecamatan Maritengae Sidrap
dan bengkel Mutiara di Jalan Pattimura Nomor 10 A Kecamatan
Watang Sawitto Pinrang. Kegiatan produksi tersebut disebut illegal
karena CV Chandue Tanindo Pinrang adalah pemilik Hak Paten
Sederhana Nomor ID 0 000 656 S yang dilindungi oleh negara
berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
4 Ibid. hal.2
6
Kasus penciplakan tersebut melalui proses hukum di pengadilan yaitu
dikeluarkannya ;
Putusan Mahkamah Agung No. 980 K / Pid.Sus / 2008 dengan
isi Terdakwa Muhammad Nur Harti sebagai pemilik bengkel Mutiara
terbukti secara sah dan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana
dengan sengaja dan tanpa Hak melanggar Hak Pemegang Paten
Sederhana. Yang selanjutnya dilakukan Eksekusi barang milik
terdakwa Muhammad Nur Harti.
Hak paten yang diperoleh CV Chandue Tanindo atas mesin
pemanen padi tersebut, diberikan oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi
Manusia Republik Indonesia, berupa hak Paten Sederhana yang
berlaku dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun, terhitung mulai
tanggal 28 Maret 2005 sampai tanggal 27 Maret 2015.
Meski telah mendapatkan perlindungan hukum berupa Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten dan Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, namun kenyataannya saudara
Muh.Nur Harti menggugat Paisal atas tuntutan pembatalan sertifikat
paten sederhana dengan No. ID 0 000 656 S milik Paisal. Muh. Nur
Harti menganggap sertifikat paten sederhana milik Paisal tidak sah
karena mesin pemanen padi merek Chandue tidak memenuhi unsur-
unsur sebagai invensi. Hal ini tercantum dalam ;
Putusan Pengadilan Niaga Makassar No. 01 / Pdt Niaga / 2009
/ PN. MKS tentang pembatalan Hak Paten Sederhana Nomor ID 0 000
7
656 S milik Paisal Chandue yang digugat oleh pemohon Muhammad
Nur Harti dinyatakan gugatan seluruhnya ditolak.
Konsekuensi dari penolakan gugatan pembatalan hak paten
sederhana tersebut adalah sertifikat paten sederhana milik Paisal
masih berlaku sampai berakhir jangka waktu perlindungan, sedangkan
jika gugatan pembatalan itu diterima maka otomatis sertifikat paten
milik Paisal akan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis
tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih lanjut dan yang menjadi
rumusan masalah adalah sebagai berikut :
B. Rumusan Masalah
1. Sejauh mana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap hak
paten atas mesin pemanen padi merek Chandue?
2. Sejauh mana perlindungan hukum terhadap keabsahan seritifikat
paten sederhana mesin pemanen padi merek Chandue
berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Makassar No.01 /
Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS. Jo Putusan Mahkamah Agung No.28 K
/ Pdt.Sus / 2013 ?
8
C. Tujuan Masalah
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami sejauh mana pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap hak paten atas mesin pemanen padi
merek Chandue.
2. Untuk mengetahui dan memahami sejauh mana perlindungan
hukum terhadap keabsahan seritifikat paten sederhana mesin
pemanen padi merek Chandue berdasarkan Putusan Pengadilan
Niaga Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS Jo Putusan
Mahkamah Agung No.28 K / Pdt.Sus / 2013.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat secara teoritis
Dalam penelitian ini, penulis berharap hasilnya mampu
memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu
hukum, khususnya hukum ekonomi dan teknologi dalam kaitannya
dengan hukum hak kekayaan intelektual mengenai keabsahan
terhadap mesin pemanen padi merek Chandue, serta guna
menambah literatur dan bahan-bahan informasi ilmiah.
2. Manfaat secara praktis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
sangat berharga bagi berbagai pihak baik akademisi, praktisi
9
hukum dan anggota masyarakat yang memerlukan informasi
hukum dan atau pihak-pihak terkait dengan perlindungan hukum
mesin pemanen padi merek Chandue di Kabupaten Pinrang.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Hak Paten
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Perlindungan Paten
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang tentang Paten menyebutkan,
paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.5
Beberapa peristilahan yang terkait dengan Hak Paten perlu
lebih dahulu kita mengerti bahwa agar dapat lebih memahami
pembahasan Paten dengan baik dan benar. Paten adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada Inventor atas hasil
Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Invensi
(penemuan) adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu
kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat
berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses. Inventor (penemu) adalah seorang yang secara
sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama
5 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
11
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan Invensi. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai
pemilik Paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik
Paten atau pihak lain yang menerima hak tersebut dari pemilik Paten
atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar
dalam Daftar Umum Paten.
Hak paten adalah salah satu bagian dari Hak Kekayaan Industri
sehingga ruang lingkup Hak Paten berkaitan dengan teknologi Industri.
Sebagaimana kita ketahui, teknologi merupakan penemuan yang
bersifat praktis yang berasal dari kajian ilmu pengetahuan. Dengan
kata lain, hasil-hasil ilmu pengetahuan pada akhirnya berperan besar
dalam memberikan ilham bagi penemuan berbagai macam teknologi
yang bersifat praktis dan langsung bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dalam Hukum HKI, perlindungan hukum terhadap hasil-hasil ilmu
pengetahuan maupun hasil-hasil teknologi secara berbeda. Hasil-hasil
ilmu pengetahuan dimasukkan ke dalam Hak Cipta, sedangkan hasil-
hasil teknologi dimasukkan ke dalam Hak Kekayaan Industri.
Hasil-hasil ilmu pengetahuan, umumnya berwujud tulisan ilmiah
baru, digolongkan sebagai hasil ciptaan sedangkan Ilmuwannya
disebut pencipta. Sebaliknya, pihak yang berhasil menemukan
teknologi baru disebut Penemu (Inventor), sedangkan hasil
teknologinya disebut penemuan (Invensi). Dalam Undang-Undang
Paten baru (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001), istilah
12
Penemuan diubah menjadi Invensi, dengan alasan istilah Invensi
berasal dari Invention yang secara khusus dipergunakan dengan
kaitannya dengan Paten. Istilah Invensi jauh lebih tepat dibandingkan
Penemuan sebab kata Penemuan memiliki aneka pengertian, misalnya
menemukan benda yang tercecer, sedangkan istilah Invensi dalam
kaitannya dengan Paten adalah hasil serangkaian kegiatan sehingga
tercipta sesuatu yang baru atau tadinya belum ada.
Berbeda dengan Hak Cipta yang melindungi sebuah karya,
Paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada
Hak Cipta, seseorang lain berhak membuat karya lain yang fungsinya
sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki
Hak Cipta. Adapun pada Paten, seseorang tidak berhak untuk
membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah
ide yang sudah dipatenkan.6
Lingkup perlindungan paten mencerminkan luasnya monopoly
patent right yang diberikan oleh hukum, dibatasi oleh kepentingan
teknologi dan kepentingan ekonomi yang tercakup dalam klaim
spesifikasi. Ruang lingkup perlindungan paten dari sudut pandang
ekonomi berhubungan dengan masalah persaingan. Persaingan yang
dimaksud adalah :7
6 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 60 7 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian
Hukum terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hal.270-271
13
1. Persaingan pada saat aplikasi paten berdasarkan firs to file,
berarti apabila pemohon pertama telah diberi paten, maka
tertutup kemungkinan pemilik penemuan yang mirip untuk
memperoleh paten, meskipun ia telah menghabiskan biaya dan
waktu yang tidak sedikit. Demikan pula dengan berlakunya hak
prioritas, apabila terdapat permohonan paten dari negara lain
yang menggunakan hak prioritas berdasarkan Paris Convention,
maka pemilik penemuan yang mirip dari dalam negeri akan
tersisihkan dengan berlandaskan filing date. Apabila dilakukan
modifikasi terhadap penemuannya, harus diperhatikan apakah
modfifikasi tersebut tidak melanggar klaim invensi yang telah
dilindungi paten. Jika spesifikasi klaim terlalu luas, maka akan
memperkecil persaingan serta mematikan kesempatan
penemuan-penemuan yang mirip dan modifikasinya untuk
memperoleh paten. Jika klaim terlalu sempit, maka akan
membatasi pemilik paten dalam melaksanakan hak ekslusif
paten.
2. Persaingan dalam pelaksanaan paten pada skala ekonomi
nasional dan internasional. Hal ini akan berhadapan dengan
hukum antitrust yang mengatur tentang persaingan pada era
perdagangan bebas. Dari sudut pandang kepentingan teknologi,
apabila perlindungan terlalu luas, maka tidak akan terjadi
pengembangan teknologi karena modifikasi sebesar apapun
14
akan dikualifikasi sebagai pelanggaran. Sebaliknya, bila
perlindungan diberikan terlalu sempit, maka akan merugikan
pihak patentee, yakni akan muncul banyak penemuan dengan
teknologi yang mirip-mirip dan bisa memperoleh paten lebih
mudah.
2. Ketentuan Hukum Yang Terkait Dengan Paten
a. Konvensi Internasional Mengenai Paten
Beberapa konvensi internasional yang mengenai perlindungan
atas desain industri yang ada pada saat itu antara lain ; The Paris
Convention for The Protection of Industrial Property of 1883, Patent
Cooperation Treaty 1970, Konvensi Strasbourg 1971, Konvensi
Budapest 1977, dan Konvensi Paten Eropa 1973.8
Konvensi mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual yang
cukup berpengaruh pada saat itu adalah Paris Convention atau yang
sering disebut dengan Konvensi Paris. Konvensi ini disetujui pada
tanggal 20 Maret 1883 di Brussels9 dan mengalami beberapa
perubahan, sampai dengan perubahan terakhir di Stockholm pada
tahun 1979.
Yang menjadi objek perlindungan hak milik perindustrian
menurut Konvensi ini adalah : Patent, utility models (model dan
rancang bangun), industrial design (desain industri), trade mark (
8 OK. Saidin, 2006, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 308 9 Rachmadi Usman, Hukum Hak Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: Alumni, 2003, hal. 413
15
merek dagang), trade names (nama niaga/dagang), indication of
source or appellation of orgin (indikasi dan sebutan asal).
Adapun tujuan pembentukan Paris Convention ini adalah suatu
uniform untuk melindungi hak-hak penemu atas karya-karya cipta di
bidang milik perindustrian.10 Pengaturan dan perlindungan hak milik
perindustrian yang diberikan oleh Konvensi Paris didasarkan pada
prinsip National Treatment atau Assimilation.11
Prinsip ini memberikan perlindungan hukum yang sama
terhadap hak milik perindustrian warga negara lain yang menjadi
peserta atau pihak dalam Konvensi Paris sama seperti melindungi
warga negaranya sendiri dalam masalah paten. Prinsip ini diatur dalam
Pasal 2 dan Pasal 3 Konvensi Paris.12
Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan
Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris
Convention for the Protection of Industrial Property (Konvensi Paris
untuk Perlindungan Kekayaan Industri) atau negara yang ikut
menandatangani Agreement Establishing the World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia atau WTO) untuk memperoleh pengakuan bahwa tangggal
penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara
tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama
10 Ibid, hal. 9 11 OK. Saidin, Op.Cit, hal 308 12 Ibid. hal. 309
16
pengajuan permohonan Paten dilakukan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan berdasarkan Konvensi Paris tersebut.
Ketetuan tentang hak prioritas tersebut telah ditetapkan pada
Pasal 29 Undang-undang Paten, dimana permintaan paten yang
menggunakan hak prioritas harus diajukan dalam waktu 12 bulan
terhitung sejak tanggal permintaan paten yang pertama kali di Negara
manapun yang juga ikut serta salam konvensi Paris.
Selain konvensi tersebut, juga terdapat sebuah Perjanjian Kerja
Sama Paten yang dikenal dengan nama Patent Cooperation Treaty
selanjutnya disebut PCT 1970 yang ditandatangani pada tanggal 19
Juni 1970 di Washington.
Tujuan permohonan internasional paten adalah agar paten
tersebut mendapat perlindungan di beberapa Negara. Untuk itu si
pemohon harus mengajukannya di setiap Negara dimana perlindungan
itu dikehendaki. Dengan demikian setiap kantor paten nasional
masing-masing Negara harus melaksanakan penelitian terhadap
permohonan paten tersebut. Sistem ini tentu banyak memerlukan
pekerjaan, waktu dan biaya yang diperlukan. Pemecahan masalah
inilah yang merupakan tujuan PCT.13
Untuk itu PCT mengadakan sistem permohonan internasional
dan publikasi internasional, pemeriksaan permulaan internasional atas
13 Ibid. hal. 311
17
setiap permohonan paten yang lebih berdaya guna, hemat dan
sederhana, jika perlindungan itu dikehendaki secara internasional.14
Perjanjian kerja sama paten (PCT) ini memungkinkan suatu hak
paten yang telah diperoleh di suatu negara dapat dilindungi di berbagai
negara lainnya sekaligus. Untuk itu, setiap warga negara dari negara
peserta konvensi ini dapat mengajukan permohonan hak paten
internasional melalui direktorat jenderal di negaranya. Dalam konvensi
ini dimungkinkan juga untuk meminta hak prioritasnya berdasarkan
Konvensi Paris.
b. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Paten
Perlindungan hukum terhadap Hak Paten di Indonesia saat ini
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten yang merupakan hasil pembaruan lebih lanjut dari Undang-
Undang Paten lama yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 dan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989. Selain itu, Hak Paten di dunia
juga dilindungi berdasarkan beberapa perjanjian internasional baik
yang sudah diratifikasi maupun yang belum diratifikasi oleh negara
kita. Jika sudah diratifikasi, maka konsekuensinya negara kita harus
tunduk pada perjanjian internasional tersebut. Pengaturan Paten
secara global diperlukan untuk memperlancar perdagangan dunia.
Agar hak paten tidak dilanggar sewenang-wenang perlu
adanya upaya penegakan hukum yang serius dan ditunjang oleh
14 Ibid.
18
perangkat hukum yang kuat. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Di dalam
undang-undang ini diuraikan ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan paten seperti hak dan kewajiban yang dimiliki oleh seorang
pemegang paten, cara-cara memperoleh lisensi paten, berakhirnya
lisensi paten, ketentuan tentang royalti, dan lain-lain. Perlindungan
hukum terhadap hasil invensi di bidang teknologi, diharapkan dapat
merangsang inventor untuk lebih kreatif dan inovatif dalam
menemukan berbagai invensi di bidang teknologi dan sekaligus
memudahkan alih teknologi dalam rangka menunjang pembangunan
dan pengembangan di bidang teknologi.
3. Permohonan Paten
Dalam Pasal 10 Undang-undang Paten disebutkan yang berhak
memperoleh paten adalah inventor atau yang menerima lebih lanjut
hak inventor yang bersangkutan. Selanjutnya dalam Pasal 22
disebutkan, permohonan diajukan dengan membayar biaya kepada
direktorat jendral Hak kekayaan Intelektual.
Proses pengajuan permintaan paten melibatkan pemeriksaan
administratif dan pemeriksaan subtantif. Dalam pemeriksaan
administratif, yang dinilai hanyalah kelengkapan persyaratan
administrasinya, sedangkan pemeriksaan subtantif yang dinilai adalah
isi dari penemuan tersebut.15. Untuk mengajukan suatu permohonan
15 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 77
19
paten, pertama-tama harus menyerahkan ke Dirjen HKI formulir
permohonan paten yang telah diisi lengkap sebanyak 4 (empat)
rangkap. beikut lampiran bukti identitas para inventor disertai
Deskripsi, Klaim, dan Abstrak dari invensi yang akan diajukan
patennya. Apabila persyaratan minimum sudah lengkap dan biaya
permohonan paten sebesar Rp. 575.000-, (lima ratus tujuh puluh lima
ribu rupiah) sudah dibayar, barulah Dirjen HKI akan menetapkan
Tanggal Penerimaan ( filling date ) bagi permohonan tersebut. 16
Tahapan berikutnya adalah pemeriksaan formalitas. Jika ada
syarat-syarat formalitas pendukung yang belum lengkap seperti Surat
Kuasa apabila permohonan diajukan melalui konsultan HKI terdaftar,
atau Surat Pernyataan Pengalihan Hak apabila pemohon paten adalah
pihak lain menerima hak atas invensi yang diajukan dari para
inventornya, maka Dirjen HKI akan minta waktu kepada pemohon
untuk melengkapinya selama tiga bulan, yang dapat diperpanjang
sekali lagi selama dua bulan. 17
Setelah tahapan Pemeriksaan Formalitas berlanjut ke tahapann
berikutnya, yaitu Pengumuman (Publication), yang akan dilaksanakan
oleh Dirjen HKI setelah 18 (delapan belas) bulan, sejak Tanggal
Penerimaan dari Pemohonan Paten terkait dengan lama masa
pengumuman enam bulan sejak mulai diumumkan.
16 Prayudi Setiadaharma, Mari Mengenal HKI, Jakarta, Goodfaith Production, 2010,
hal.147 17 Ibid. hal. 148
20
Setelah enam bulan masa publikasi rampung, barulah
permohonan paten bisa berlanjut ke tahap selanjutnya yang
merupakan tahap terakhir yaitu Pemeriksaan Subtantif. Di tahap ini
setiap permohonan akan diperiksa oleh pejabat fungsional pemeriksa
paten di Dirjen HKI untuk memastikan apakah persyaratan-persyaratan
baru, inventif, dan dapat diterapkan secara industry dapat dipenuhi
oleh invensi yang sedang dimintakan paten tersebut.
Namun perlu juga diperhatikan bahwa tidak setiap invensi dapat
diberikan paten, hal ini dijabarkan pada Pasal 7 Undang-undang Paten
bahwa Paten tidak diberikan untuk invensi tentang :
a. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan
atau pelaksanaan bertentangan dengan peraturan
perundang-perundangan yang berlaku, moralitas, agama,
ketertiban umum, atau kesusilaan.
b. Metode pemeriksaan, perawatan, pengibatan, dan/atau
pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau
hewan
c. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan
matematik atau
d. Semua makhluk hidup kecuali jasad renik
e. Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman
atau hewan, kecuali proses non biologis atau proses mikro
biologis.
21
Dari ketentuan di atas terlihat bahwa paten tidak begitu saja
diberikan oleh Negara, melainkan inventor harus mengajukan
permohonan kepada Negara.
Syarat pemberian paten harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut : 18
a. Invensi yang baru
b. Mengandung langkah inventif
c. Dapat diterapkan di bidang industri.
Dengan demikian semakin jelas, bahwa untuk mendapatkan
paten, wajib melakukan pendaftaran invensinya jika ingin dilindungi
oleh Undang-undang Paten. Apabila segala persyaratan yang
ditentukan sudah dipenuhi maka kepada pihak yang melakukan
pendaftaran paten akan diberikan hak khusus.
Pendaftaran paten menganut sistem konstitutif, artinya bahwa
orang yang pertama kali mendaftarkan penemuan dianggap sebagai
penemu. Oleh karena itu kepada setiap penemu yang telah selesai
penemuannya hendaknya sesegera mungkin mendaftarkan
penemuannya. Hal ini untuk mengantisipasi adanya orang lain yang
menyabotase penemuan itu dengan cara mendaftarkannya sebagai
penemuan miliknya sendiri. Apabila hal ini terjadi maka untuk dapat
mengembalikan paten penemuan itu kepada penemu yang
sebenarnya, maka penemu yang sebenarnya harus dapat
18 Achmad Fauzan, Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelekual, Bandung, Yrama, 2004, hal. 121
22
membuktikan bahwa penemuan itu memang benar-benar miliknya.
Proses pembuktian ini sulit serta memakan waktu dan biaya. Untuk
menghindari terjadinya hal semacam itu, maka penemu harus
sesegera mungkin mendaftarkan penemuannya.
Oleh karena itu, pendaftaran adalah mutlak. Keuntungan lain
yang diperoleh jika invensi didaftarkan, bagi pihak yang merasa
haknya dilanggar dapat menggugat pelanggar paten.19
19 Pasal 117-128 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
23
4. Skema Pendaftaran Paten 20
20 http://dgip.go.id//skema-pendaftaran-paten. diakses tanggal 23 Maret 2013.
24
5. Hak dan Kewajiban Pemegang Paten
Hak yang dimiliki oleh pemegang paten :21
a. Pemegang paten memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan
paten yang dimiliknya, dan melarang orang lain yang tanpa
persetujuannnya;
b. Dalam hal paten produk; membut, menjual, mengimport,
menyewa, menyerahkan memakai, menyediakan untuk dijual
atau disewakan atau diserahkan produk yng diberi paten.
c. Dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang
diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya
sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.
d. Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain
berdasarkan perjanjian lisensi.
e. Pemegang paten berhak menggugat ganti rugi melalui
Pengadilan Negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1 diatas.
f. Pemegang paten berhak menuntut orang yang dengan sengaja
dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan
melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam
butir 1 diatas.
21 Hadi Setia Tunggal, Tanya Jawab Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta; Harvarindo. 2012. hal. 19
25
Pemegang paten berkewajiban membuat produk atau
menggunakan proses yang diberi paten. Untuk mengelola
kelangsungan berlakunya paten dan pencatatan lisensi pemegang
paten atau penerima lisesnsi suatu paten wajib membayar biaya
tahunan sesuai dengan pasal 18 Undang-undang Paten.
6. Pembatalan Paten
Paten tidak bersifat mutlak. Ia dapat dibatalkan, jika pemegang
paten tidak memenuhi kewajiban biaya tahunan dalam jangka waktu
yang tidak ditentukan.22 Selain itu pemegang paten sendiri dapat
mengajukan permohonan agar patennya dibatalkan. Namun dalam hal
paten telah dilisensikan, pembatalan hanya dapat dilakukan jika telah
disetujui oleh penerima lisensi.
Pembatalan juga dapat dilakukan berdasarkan gugatan
apabila23 :
1. Paten tersebut sebenarnya tidak dapat diberikan berdsarakan
Pasal 2, yakni syarat dapatnya invensi diberi paten; Pasal 6, yakni
persyaratan untuk paten sederhana; atau alasan Pasal 7 yakni
berkenaan dengan invensi yang tidak dapat diberikan paten;
2. Paten tersebut sama dengan paten yang lain yang telah
diberikan kepada pihak lain;
22 Pasal 88 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten 23 Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIP’s, Bandung, PT.Alumni, 2011, hal.144
26
3. dalam hal lisensi wajib, pemberiannya ternyata tidak mampu
mencegah berlangsungnya pelaksanaan paten yang merugikan
kepentingan masyarakat dalam jangka waktu tertentu.
6. Penyelesaian Sengketa Paten
Dalam Undang-undang Paten No.14 Tahun 2001, penyelesaian
sengketa paten dapat dilakukan melalui proses penyelesaian sengketa
diluar pengadilan, disamping proses penyelesaian sengketa melalui
pengadilan. Proses pengadilan dalam menyelesaikan sengketa pada
umumnya akan memakan waktu yang lama dan biaya yang besar.
Mengingat sengketa paten berkaitan erat dengan masalah
perekonomian dan perdagangan yang harus tetap berjalan,
penyelesaian sengketa paten dapat dilakukan melalui Arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa, selain relatif lebih cepat, biayanya pun
ringan. Demikian pula dalam Undang-undang Paten, penyelesaian
perdata di bidang paten tidak dilakukan di Pengadilan Negeri, tetapi di
Pengadilan Niaga.24
Jika suatu Paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang
berhak berdasarkan Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12 UU No.14 Tahun
2001, maka pihak yang berhak atas paten tersebut dapat menggugat
kepada Pengadilan Niaga. Pemegang paten atau penerima lisensi
berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga
terhadap siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
24 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 290
27
perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 16 UU no.14 Tahun 2001.
Gugatan ganti rugi hanya dapat diterima apabila produk atau proses itu
terbukti dibuat dengan menggunakan Invensi yang telah diberi paten. Isi
putusan Pengadilan Niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum
disampaikan kepada Ditjen HKI paling lama 14 hari sejak tanggal
putusan diucapkan untuk kemudian dicatat dan diumumkan.
Pasal 120
1. Gugatan didaftarkan kepada Pengadilan Niaga dengan membayar gugatan.
2. Dalam waktu paling lama (14) hari setelah pendaftaran gugatan, Pengadilan Niaga menetapkan hari sidang.
3. Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam waktu paling lama 60 hari sejak pendaftaran gugatan.
7. Ketentuan Pidana Dalam Paten
Mengenai ketentuan pidana terhadap pelanggaran hak paten ini
diatur dalam pasal-pasal :
Pasal 130
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/denda paling banyak Rp. 500.000.000-,
Ancaman pidana menurut pasal ini adalah pidana kumulatif.
Artinya si pelaku tidak hanya diancam membayar denda saja tetapi
juga secara bersamaan harus menjalani pidana penjara. jadi bukan
bersifat alternative. Misalnya si pelaku tidk boleh memilih hanya mau
bayar denda saja atau penjara saja.
28
Pasal 131
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten sederhana dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/denda paling banyak Rp. 500.000.000-,
B. Tinjauan Tentang Merek
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Merek
Pasal 1 butir 1 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
selanjutnya disebut UUM memberikan definisi merek sebagai suatu
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang dan jasa. Sedangkan Pasal 1 butir 2 nya mengartikan merek
dagang sebagai suatu merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
barang-barang sejenisnya.
Selain menurut batasan yuridis beberapa pakar hukum juga
memberikan pendapatnya tentang pengertian merek, yaitu:
1. R. Soekardono25, memberikan pengertian bahwa merek adalah
sebuah tanda dengan mana dipribadikan sebuah barang
25 R. Soekardono, “Hukum Dagang Indonesia,” dalam O.K. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual: (Inttellectual Property Rights),(Cet. 7, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 344
29
tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau
menjamin kualitas barang dalam perbandingan dengan barang-
barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-
orang atau badan-badan perusahaan lain.
2. OK. Saidin26, memberikan pengertian merek bahwa merek
adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang
atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan
seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan
barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh
orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai
jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.
Dari beberapa pengertian merek di atas, diketahui bahwa pada
pokoknya pengertian merek menunjuk kepada tanda dan tanda
tersebut sengaja dibuat untuk kepentingan perdagangan. Tampak
terdapat hubungan erat antara tanda dengan produk yang
diperdagangkan, yaitu sebagai tanda pengenal produk yang berfungsi
untuk membedakan antara produk yang satu dengan yang lain.27
Ruang lingkup merek meliputi merek dagang dan merek jasa.
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
26 Ibid. hal. 345 27 Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2008, hal. 15
30
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
barang-barang sejenis lainnya contoh: jamu sido muncul, kacang dua
kelinci, teh botol sosro. Sedangkan merek jasa adalah merek yang
digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya contoh: BNI Taplus,
Tabungan Britama. Walaupun dalam UU Merek digunakan istilah
merek digunakan istilah merek dagang dan merek jasa, sebenarnya
yang dimaksudkan dengan merek dagang adalah merek barang,
karena merek yang digunakan pada barang dan digunakan sebagai
lawan dari merek jasa.28
Disamping merek dagang dan merek jasa, juga dikenal adanya
merek kolektif. Merek kolektif dapat berasal dari suatu badan usaha
tertentu yang memiliki produk perdagangan yang berupa barang dan
jasa. Contoh merek kolektif jenis ini misalnya merek Esia yang dimiliki
perusahaan Bakrie Telecom yang digunakan untuk produk barang
(Telepon Esia) dan produk jasa (kartu perdana dan kartu isi ulang),
merek kolektif juga dapat berasal dari dua atau lebih badan usaha
yang bekerja sama untuk memiliki merek yang sama, contohnya
adalah undian Tabungan Simpeda yang dikelola oleh semua Bank
28 Ahmadi Miru, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek, Ed. 1-2, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 11
31
Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia, dimana masing-masing
BPD adalah badan usaha yang mandiri dan terpisah.29
Para pemilik merek yang telah terdaftar akan mendapatkan hak
merek, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik
merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk dalam jangka
waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan
lisensi atau izin kepada pihak lain. Berdasarkan hak merek tersebut,
para pemilik merek akan mendapatkan perlindungan hukum sehingga
dapat mengembangkan usahanya dengan tenang tanpa takut
mereknya diklaim oleh pihak lain. Pemberian lisensi merek kepada
pihak lain dapat mendatangkan penghasilan berupa pembayaran
royalti. Pemberian lisensi merek berbeda dengan pemberian waralaba
(franchise). Jika dalam pemberian lisensi merek, pemilik merek hanya
meminjamkan mereknya kepada pihak lain, maka dalam bisnis
waralaba yang dipinjamkan oleh pemilik waralaba tidak hanya
mereknya, tetapi juga proses produksi hingga tata cara pelayanan
kepada para konsumen. Dengan demikian, pemilik waralaba,
disamping memberikan lisensi merek, juga dapat memberikan lisensi
paten, lisensi rahasia dagang, dan lisensi hak cipta. Sebagai contoh
adalah waralaba jaringan Hard Rock Cafe, dimana di dalamnya ada
kegiatan penyajian makanan, pertunjukan musik, dan pameran foto-
foto selebritis. Sehinggga dapat disimpulkan, kegiatan waralaba selalu
29 Iswi Hariyani, Op.Cit., hal.88
32
diikuti dengan pemberian satu atau beberapa macam lisensi di bidang
HKI.30
2. Ketentuan Hukum Yang Terkait Dengan Merek
Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek
Pertimbangan untuk menjaga persaingan usaha yang sehat
dalam era perdagangan global dan sejalan dengan konvensi-konvensi
internasional yang telah diratifikasi Indonesia, Undang-Undang No.19
Tahun 1992 Tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No.14 Tahun 1997 Tentang Merek, dinyatakan tidak
berlaku lagi dan diubah dengan Undang-undang Merek yang baru
yaitu Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek yang berlaku
pada tanggal 1 Agustus 2001. Undang-undang Merek 2001 ini disusun
sebagai manifestasi atas konvensi-konvensi internasional yang telah
diratifikasi di Indonesia. Agreement Establishing the World Trade
Organization 1994 merupakan perjanjian perdagangan multilateral.
Pada dasarnya bertujuan menciptakan perdagangan bebas, perlakuan
yang sama, mencipatakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
guna mewujudkan kesejahteraan manusia.31
Perubahan ini diperlukan mengingat kemajuan teknologi yang
cukup pesat dan perkembangan dalam dunia usaha serta tuntutan
untuk meningkatkan pelayanan terhadapa masyarakat. Perubahan
30 Ibid. 31 Julius Rizaldi, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan
Curang, Bandung, Alumni, 2009 , hal.48
33
Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek ada yang bersifat
penyempurnaan dan pengaturan baru yaitu :32
1. Proses pendaftaran merek;
2. Pengumuman Permohonan yang dilakukan setelah
pemeriksaan subtantif;
3. Penolakan Permohonan yang terlebih dahulu diberitahukan
kepada pemohon;
4. Keputusan Komisi Banding yang tidak bersifat final;
5. Pengadilan Niaga;
6. Penetapan Sementara;
7. Perlindungan Indikasi Geografis.
3. Fungsi Merek
Dengan menyimak rumusan pengertian merek yang disebutkan
di atas, merek berfungsi sebagai pembeda dari produk barang atau
jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum dengan produk
barang atau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum lain.
Barang atau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum
tersebut merupakan barang atau jasa yang sejenis, sehingga perlu
diberi tanda pengenal untuk membedakannya. Sejenis maksudnya
adalah bahwa barang atau jasa yang diperdagangkan tersebut harus
termasuk dalam kelas barang atau jasa yang sama pula, seperti
tembakau, barang-barang keperluan pokok, korek api yang termasuk
32 Ibid.
34
dalam kelas barang yang sejenis, atau angkutan, pengemasan dan
penyimpanan barang-barang, pengaturan perjalanan yang termasuk
dalam kelas jasa yang sejenis.33
Menurut P.D.D. Dermawan, fungsi merek itu ada tiga, yaitu:34
1. Fungsi indikator sumber, artinya merek berfungsi untuk
menunjukkan bahwa suatu produk bersumber secara sah pada
suatu unit usaha dan karenanya juga berfungsi untuk
memberikan indikasi bahwa produk itu dibuat secara
profesional;
2. Fungsi indikator kualitas, artinya merek berfungsi sebagai
jaminan kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk-
produk bergengsi;
3. Fungsi sugestif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi
kolektor produk tersebut.
Tiga fungsi merek tersebut, menyebabkan perlindungan hukum
terhadap merek menjadi begitu sangat bermakna. Sesuai dengan
fungsi merek, sebagai tanda pembeda, maka seyogianya antara merek
yang dimiliki seseorang tidak boleh sama dengan merek yang dimiliki
orang lain. Persamaan itu tidak saja sama secara keseluruhan, tetapi
memiliki persamaan secara prinsip. Sama secara keseluruhan berarti
merek tersebut secara totalitas ditiru. Yang dimaksud dengan
persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh
33 Rachmadi Usman, Op.Cit., hal.322 34 OK. Saidin, Op.Cit., hal.359
35
adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan
merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan
baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penelitian, atau
kombinasi antara unsur-unsur atau pun persamaan bunyi ucapan yang
terdapat dalam merek-merek tersebut.35
Merek mempunyai peran yang sangat penting, karena merek
dapat berfungsi sebagai tanda pengenal untuk membedakan produk
perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lain yang
sejenis serta menghubungkan produk dengan produsen/pedagangnya
sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan.
Merek juga berfungsi sebagai sarana promosi dagang, dimana merek
merupakan simbol pengusaha untuk memperluas pasar produk
dagangnya serta untuk menarik minat konsumen untuk membeli,
sebagai jaminan atas mutu produk karena melalui merek konsumen
dapat mengetahui akan mutu produk yang dibelinya, dan juga sebagai
asal produk dimana merek merupakan tanda pengenal asal produk
yang menghubungkan produk dengan produsen atau dengan
daerah/Negara asalnya36.
35 Ibid.
36 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 120.
36
4. Permohonan Pendaftaran Merek
1. Permohonan pendaftaran merek diajukan dengan cara mengisi
formulir yang telah disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia
dan diketik rangkap 4 (empat);
2. Pemohon wajib melampirkan:
a. surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang
ditandatangani oleh pemohon (bukan kuasanya), yang
menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah
miliknya;
b. surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran
diajukan melalui kuasa;
c. salinan resmi akte pendirian badan hukum atau fotokopinya
yang dilegalisir oleh notaris, apabila pemohon badan hukum;
d. 24 lembar etiket merek (4 lembar dilekatkan pada formulir)
yang dicetak di atas kertas;
e. bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam bahasa
Indonesia, apabila permohonan diajukan menggunakan hak
prioritas;
f. fotokopi kartu tanda penduduk pemohon;
g. bukti pembayaran biaya permohonan.
Selanjutnya dalam Pasal 7 Undang-undang Merek disebutkan
permohonan pendaftaran merek diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia kepada direktur jendral dengan mencantumkan :
37
a. Tanggal, bulan dan tahun
b. Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon
c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan
diajukan melalui kuasa
d. Warna–warni apabila merek yang dimohonkan
pendaftarannya menggunakan unsur warna-warni
e. Nama dan Negara tanggal permintaan merek yang pertama
kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.
Dalam Pasal 5 Undang-undang Merek disebutkan, merek tidak
dapat didaftarkan apabila merek tersebut mengandung salah satu
unsur dibawah ini :
a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, moralitas, keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban
umum
b. tidak memiliki daya pembeda
c. telah menjadi milik umum
d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau
jasa yang dimohonkan pendaftarnya
Merek terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu
perlindungan ini dapat diperpanjang kembali.37
37 Pasal 28 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
38
Tidak semua permohonan perpanjangan perlindungan merek
harus disetujui, melainkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Permohonan perpanjangan disetujui apabila dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :38
1. Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang
atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek
tersebut.
2. barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a
masih diproduksi dan diperdagangkan.
38 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 55
39
5. Skema Pendaftaran Merek39
39 http://dgip.go.id//skema-pendaftaran-merek.diakses Tanggal 23 Maret 2013.
40
6. Penyelesaian Sengketa
Selanjutnya, mengingat Merek merupakan bagian dari kegiatan
perekonomian/dunia usaha, penyelesaian sengketa Merek
memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga
sehingga diharapkan sengketa Merek dapat diselesaikan dalam waktu
yang relatif cepat. Sejalan dengan itu, harus pula diatur hukum acara
khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa Merek seperti juga
bidang hak kekayaan intelektual lainnya dalam Pasal 76 Undang-
undang Merek diatur :
Penyelesaian Sengketa
Pasal 76
(1) Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa: a. gugatan ganti rugi, dan/atau b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan
penggunaan Merek tersebut. (2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
Pengadilan Niaga.
C. Gambaran Umum tentang Mesin Pemanen Padi Merek Chandue
Invensi ini berhubungan dengan suatu peralatan/mesin
pemanen padi. Khususnya suatu peralatan yang dapat menyisir/
merontokkan padi tanpa sebelumnya batang padi dipotong. Lebih
khusus lagi invensi ini berkaitan dengan peralatan mesin pemanen
41
padi yang dioperasikan dengan transmisi sabuk diantara puli-puli untuk
mengatur gerakan dari roda bagian kiri dan roda bagian kanan yang
terpisah satu sama lainnya diatur oleh kopling penekan dan pelepas
pada sabuk penggerak diantara puli-puli dan juga operasi pemutaran
gelebek yang berputar berlawanan arah dengan putaran arah motor
penggerak sebagai suplai daya peralatan pemanen padi sesuai
dengan invensi ini.40
Invensi ini terdiri dari ; glebek yang berbentuk slinder rotari,
penutup pelindung, kerangka atas dan kerangka bawah yang saling
menunjang untuk menempatkan bagian-bagian dari peralatan tersebut
dicirikan antara lain sekurang-kurangnya 2 buah kopling yaitu pada
bagian kiri dan kanan pengemudi kopling yang berfungsi sebagai
penekan dan pelepas sabuk penggerak diantara puli spanner dan jika
sabuk hubungan puli ditekan oleh puli spanner maka roda akan maju,
sedangkan bilamana sabuk hubungan puli ditekan oleh sabuk maka
roda akan mundur.41
Spesifikasi Stripper Padi Merk CHANDUE :42
1. Nama Mesin : Chandue DP 6000
2. Tenaga : 17 HP Engine Bensin
3. Bobot : 260 kg
40 Sertifikat Hak Paten Sederhana No. ID 0 000 656 S, Deskripsi hal. 1. 41 Sertifikat Hak Paten Sederhana No. ID 0 000 656 S, Abstrak hal.10.
42http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id/buku-alat-dan-mesin-panen-dan-perontokan-padi-di-indonesia.
42
4. Dimensi :
- Panjang (rata-rata) : 2800 mm
- Lebar : 2000 mm
- Tinggi : 1500 mm
5. Kapasitas lapang : 1 hektar per hari
6. Kecepatan di lapangan: 4,0 km/jam
7. Kecepatan mundur : 4,0 km/jam
8. Kemampuan berputar : 360 derajat
9. Konsumsi bahan bakar : 2,75 s/d 3 liter per jam
10.Jumlah operator : 4 orang
11.Susut Tercecer : 2,9%
12. Harga : Rp. 30 juta,-
Gambar prinsip kerja :43
43 Ibid.
43
Mekanisme kerja mesin pemanen padi merek Chandue adalah
melakukan panen padi dengan cara menyisir tegakan tanaman padi
yang siap panen, mengambil butiran padi dari malainya dan
meninggalkan tegakan jerami di lapangan. Dibelakang suatu drum
rotor penyisir padi yang berputar searah jarum jam terdapat bok
penampung hasil yang mudah dilepas atau dibongkar muat dengan
cari menarik kebelakang atau mendorong kedepan mirip bentuk laci.44
Tujuan dari Alat Pemanen Padi Chandue ini untuk
mempercepat proses pemanenan padi dengan meningkatkan
efesiensi, produktivitas, kualitas, nilai tambah dan daya saing dalam
meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan petani dengan
bantuan berupa alat pemanen padi (traktor tangan) dengan sistem sisir
yang di produksi oleh Paisal Chandue di Kabupaten Pinrang.
Keunggulan dari mesin alat pemanen padi ini adalah :45
1. Konstruksi sederhana dan suku cadang mudah diperoleh
2. Mudah dalam pengoperasian dan perawatannya
3. Dapat beroperasi pada lahan tergenang dan berlumpur
4. Dapat memanen padi pada kondisi rebah
5. Dapat berjalan di pematangan sawah
6. Pembasmi hama secara cepat
Mesin Chandue telah diuji oleh 2 Balai, yaitu :46
44 Ibid. 45 Ibid.
44
a. Keterangan Hasil Pengujian (test report) No.
LB.620/B4.BPMA/001/STRIP.TP/2007
b. Laporan Studi kelayakan Pengembangan Mesin Chandue Balai
Besar Pengembangan Mekanisme Pertanian Badan Litbang
Departemen Pertanian RI Tahun 2005
D. Teori Perlindungan Hukum
Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrument untuk
mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban subyek hukum, agar
masing-masing subyek hukum dapat menjalankan kewajibannya
dengan baik dan mendapatkan haknya secara wajar. Disamping itu,
hukum juga berfungsi sebagai instrument perlindungan bagi subyek
hukum.47
Perlindungan hukum Menurut Philipus M. Hadjon merupakan
Perlindungan akan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak
asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum dalam negara hukum
dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di negara
tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan, sehingga
dapat dikatakan bahwa hukum berfungsi sebagai perlindungan atas
46 Ibid. 47 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011,
hal.265
45
kepentingan manusia. Perlindungan hukum ini juga dapat dibedakan
atas dua macam yaitu:48
1. Perlindungan hukum preventif, dimana kepada rakyat diberi
kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya
sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang
definitif.
2. Perlindungan hukum represif, dimana lebih ditujukan dalam
menyelesaikan sengketa.
Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia adalah prinsip
pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia
yang bersumber dari pancasila dan prinsip negara hukum yang
berdasarkan pancasila. Adapun elemen-elemen dan ciri-ciri negara
hukum pancasila adalah:49
1. Keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat
berdasarkan asas kerukunan.
2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-
kekuasaan negara.
3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan
peradilan merupakan cara terakhir.
4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Berdasarkan elemen-elemen tersebut, perlindungan bagi rakyat
terhadap pemerintah diarahkan kepada:
48 http://fauzieyusufhasibuan.wordpress.com 49 Ibid.
46
1. Usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa atau
sedapat mungkin mengurangi terjadinya sengketa, dalam
hubungan ini sarana perlindungan hukum preventif patut
diutamakan dari pada sarana perlindungan repsesif.
2. Usaha-usaha untuk menyelesaikan sengketa antara
pemerintah dengan rakyat, atau antara satu negara dengan
negara lain secara musyawarah.
3. Penyelesaian sengketa melalui peradilan merupakan jalan
terakhir, peradilan hendaklah merupakan ultimatum remedium
dan peradilan bukan forum konfrontasi sehingga peradilan
harus mencerminkan suasana damai dan tentram terutama
melalui hubungan acaranya.
Salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum
adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat.
Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut
harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum. Sehingga
dalam penulisan ini, perlindungan hukum diberi batasan sebagai suatu
upaya yang dilakukan di bidang hukum dengan maksud dan tujuan
memberikan jaminan perlindungan HKI terhadap hak pemegang paten
demi mewujudkan kepastian hukum.
Terkait dengan masalah perlindungan Hak Paten, negara telah
memberikan perlindungan secara ekslusif melalui Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Di Indonesia pengaturan
47
perlindungan hak paten, hanya diberikan kepada invensi yang terdaftar
artinya perlindungan melalui sistem pendaftaran. Dengan demikian
maka pemilik atau pemegang hak paten akan mendapatkan
perlindungan setelah melalui pendaftaran.
Teori lain yang sejalan dengan konsepsi perlindungan HKI
adalah teori yang dikemukakan Robert M. Sherwood yakni Reward
Theory. Reward Theory yang memiliki makna yang sangat mendalam
berupa pengakuan terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan
oleh seseorang, sehingga kepada penemu harus diberikan
penghargaan sebagai imbalan atas upaya-upaya kreatifnya dalam
menemukan kary karya intelektual tersebut50.
Reward Theory ini sejalan dengan prinsip yang menyatakan
bahwa penemu yang telah mengeluarkan waktu, biaya, serta tenaga
dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali
apa yang telah dikeluarkannya tersebut, yang dikenal dengan
Recovery Theory.51
Salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum
adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat.
Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut
harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.
50 Nico Kansil, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Milik Intelektual, Makalah pada
Seminar Nasional Kejahatan Hak Milik Intelektual, Undip Semarang, tanggal 27 April 1993. 51 Ibid.
48
Ajaran prioritas baku yang mengajarkan adanya tiga dasar
hukum, dimana tiga dasar hukum merupakan tujuan hukum yaitu;
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Pada
perkembangannya dalam kenyataan dimasyarakat tiga dasar hukum
yang merupakan tujuan hukum tersebut sering kali terjadi benturan.
Hal ini Gustav Radbruch mengajarkan ajaran prioritas baku, dimana
prioritas utama adalah keadilan, ke dua kemanfaatan, dan terakhir
kepastian hukum.52
Dalam ajaran Prioritas Kasuistis, tujuan hukum mencakupi
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dengan urutan prioritas
secara proporsional sesuai dengan kasus yang dihadapi. Pilihan
prioritas yang sudah dibakukan dapat saja bertentangan dengan
kebutuhan hukum dalam kasus-kasus tertentu, sebab ada kalanya
dalam suatu kasus, keadilan yang diprioritaskan dari pada
kemanfaatan dan kepastian, tetapi adakalanya tidak mesti demikian
atau dapat terjadi untuk kasus-kasus lain, kemanfaatan yang
diprioritaskan dari pada keadilan dan kepastian, bahkan pada kasus
lain dapat terjadi kepastian yang harus diprioritaskan dari pada
keadilan dan kemanfaatan.53
52 Achmad Ali, Vol 1, Pemahaman Awal, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicilia Jurisprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta, Kencana, 2009, Hal.288. 53 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Bogor, Ghalia Indonesia, 2008, Hal.68.
49
E. KERANGKA PIKIR
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN HAK PATEN ATAS MESIN PEMANEN PADI MEREK CHANDUE
1. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten
2. Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
Perlindungan hukum terhadap keabsahan seritifikat paten sederhana milik Paisal Chandue berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS Jo Putusan Mahkamah Agung No.28 K/Pdt.Sus/2013 : 1.Kasus Posisi 2.Analisis Kasus : a. Novelty b. Patent Cooperation Treaty c. Sistem pendaftaran First to File
Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap hak paten atas mesin pemanen padi merek Chandue :
1. Subtansi Hukum 2. Hak Ekonomi 3. Sosialisasi 4. Peran Pemerintah dan aparat
penegak hukum
Perlindungan dan Kepastian Hukum Terhadap Hak Paten Mesin Pemanen Padi Merek Chandue
50
F. Definisi Operasional Variabel :
Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-
konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka perlu
diuraikan pengertian-pengertian konsep yang dipakai, yaitu sebagai
berikut :
- Substansi hukum yang dimaksud adalah aturan hukum
terkait dengan perlindungan hukum terhadap mesin
Chandue meliputi Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001
tentang Paten dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek.
- Hak ekonomi adalah hak bagi Penemu untuk mendapatkan
manfaat ekonomi atas invensi suatu produk dalam jangka
waktu tertentu.
- Aparat penegak hukum di Indonesia yaitu Pejabat
Polisi Negara dan Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri
maupun Mahkamah Agung.
- Kekhususan adalah menunjukkan ciri dan kualitas tertentu
pada produk, yang tidak terdapat pada produk lain, dalam
hal ini mesin pemanen padi merek Chandue.
- Chandue adalah nama atau merek mesin pemanen padi
yang berasal dari Kabupaten Pinrang.
51
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka
tipe penelitian ini adalah tipe penelitian empiris , yaitu suatu penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti dan menelaah fakta yang
ada, sejalan dengan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak
kekayaan intelektual sebagai acuan untuk memecahkan masalah.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di CV Chandue Kabupaten Pinrang
Sulawesi Selatan, kantor Pengadilan Negeri Pinrang Sulawesi
Selatan, kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi
Selatan dan kantor Direktoral Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia di Kabupaten
Tangerang Provinsi Banten .
Dipilihnya lokasi penelitian di Kabupaten Pinrang, karena
didasarkan pada pertimbangan Kabupaten Pinrang merupakan daerah
pembuatan mesin pemanen padi. Dipilihnya lokasi kantor Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM
Republik Indonesia, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Sulawesi Selatan karena didasarkan pada pertimbangan bahwa
dikantor tersebut memiliki data dan informasi yang menunjang terkait
dengan keabsahan hak paten yang dimiliki oleh Paisal.
52
C. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah karyawan CV Chandue Tanindo,
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan
HAM Republik Indonesia serta kantor Pengadilan Negeri Pinrang.
Sampel penelitian ditetapkan dengan Purposive Sampling. berarti
teknik pengambilan sampel secara sengaja yang ditentukan langsung
oleh penulis, yaitu menetapkan dari Populasi tersebut yang terdiri atas:
a. 1 (satu) orang Pihak CV Chandue Tanindo ( Direktur CV
Chandue Tanindo )
b. 2 (dua) orang Pihak Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia (
Kepala Sub Direktorat Desain Industri )
c. 1 (satu) orang Pihak Pengadilan Negeri Pinrang ( Panitera
Muda Pidana )
d. 1 (satu) orang Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
e. 1 (satu) orang Pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Sulawesi Selatan ( Kepala Bidang Industri Logam, Mesin, dan
Tekstil )
D. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan sebagai dasar untuk
menunjang hasil penelitian adalah:
a. Data Primer
53
Adalah bahan-bahan hukum yang terkait yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
b. Data Sekunder
Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu :
1. Buku-buku Hak Kekayaan Intelektual
2. Makalah dan Artikel, meliputi makalah tentang Paten.
3. Situs-situs web internet tentang Hak Kekayaan Intelektual.
4. Yurisprudensi
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan studi
dokumen.
1. Wawancara langsung terhadap Karyawan CV Chandue
Tanindo, Pihak Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia bagian Sub
Direktorat Desain Industri, Panitera Muda Pidana Pengadilan
Negeri Pinrang, Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
dan Kepala Bidang Industri Logam, Mesin, dan Tekstil.
2. Studi dokumen pada putusan Pengadilan Niaga dan putusan
Mahkamah Agung untuk memperoleh data sekunder.
54
F. Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder,
dianalisis secara kualitatif yaitu suatu analisis yang ditujukan terhadap
data sesuai dengan landasan bahan-bahan hukum tertulis untuk
memahami fakta atau gejala yang benar-benar berlaku, kemudian
disajikan secara deskriptif yaitu menguraikan, menggambarkan, dan
menjelaskan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya
dengan penelitian ini.
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap hak paten atas
mesin pemanen padi merek Chandue.
Setiap penemuan di bidang teknologi pada dasarnya dapat
diberi paten. Untuk mendapatkan paten maka sebuah penemuan
harus didaftarkan di Kantor Paten. Dengan telah didaftarkannya
penemuan itu maka akan diberikan perlindungan hukum terhadap
penemuan tersebut dari pelanggaran oleh orang lain yang tidak
berhak. Namun tidak semua penemu mempunyai kesadaran untuk
mendaftarkan penemuannya. Hal ini banyak disebabkan karena
ketidaktahuan penemu bahwa dengan tidak didaftarkannya
penemuannya, maka perlindungan hukum yang diberikan kepada
penemuannya tidak bisa maksimal. Dalam arti bahwa terhadap orang
yang melanggar penemuan tersebut tidak akan dapat diberikan
hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Karena ia dapat saja
berkelit bahwa dia tidak tahu bahwa penemuan itu adalah milik orang
lain, karena penemuan itu tidak mempunyai paten.
Setelah sebuah penemuan didaftarkan, maka kepada
penemuan tersebut diberi nomor register paten yang dimuat di dalam
Daftar Paten. Dengan telah didaftarkannya panemuan di dalam Daftar
Paten ini maka kepada penemu diberikan perlindungan yang maksimal
56
kepada penemu. Dalam arti apabila terjadi pelanggaran paten
terhadap penemuan tersebut maka kepada pelakunya dapat diberikan
sanksi yang tegas sebagaimana di atur di dalam UU No. 14 Tahun.
2001.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai perlindungan hak
kekayaan intelektual atas mesin pemanen padi merek Chandue yang
lebih spesifik dari analisis kasus penelitian ini yaitu pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap hak paten sederhana mesin pemanen
padi merek Chandue di Kabupaten Pinrang, maka terlebih dahulu
penulis akan menganalisis dalam konteks perlindungan hukum.
Perlindungan hukum didefinisikan sebagai suatu upaya untuk
melindungi kepentingan individu atas kedudukannya sebagai manusia,
yang mempunyai hak untuk menikmati martabatnya dengan
memberikan kewenangan padanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut. Perlindungan hukum juga diartikan sebagai
upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat
memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang
bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum tersebut. Dengan
demikian perlindungan hak paten sebagai suatu perlindungan hukum
yang lebih khusus bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum
kepada inventor atas suatu invensinya.
Dalam kaitannya dengan pengertian tersebut maka dalam
analisis kasus ini dapat diuraikan bahwa perlindungan hak paten
57
sederhana terhadap mesin pemanen padi merek Chandue yang
diberikan kepada Paisal, merupakan suatu upaya untuk melindungi
kepentingan inventor yang secara hukum mempunyai hak untuk
menikmati hak eksklusif yang diberikan oleh Negara sebagai orang
yang telah menemukan mesin pemanen padi sistem sisir dengan
segenap pengorbanan pikiran, waktu, kreatifitas seni yang tinggi.
Sehingga dengan hak tersebut Paisal sebagai inventor memiliki
wewenang untuk bertindak membela kepentingannya tersebut. Apabila
ada pihak lain yang melanggar haknya ataupun merugikannya secara
melawan hukum dengan menggunakan paten tersebut tanpa izin dari
Paisal, dalam hal ini sesuai ketentuan undang-undang tentang Paten
akan diberi sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran.
Oleh karena itu, pendaftaran adalah mutlak. Keuntungan lain
yang diperoleh jika invensi didaftarkan, bagi pihak yang merasa
haknya dilanggar dapat menggugat pelanggar paten.54
Perlindungan hak paten sederhana dalam analisis kasus ini
apabila dilihat dalam konteks perlindungan hukum dapat diuraikan
penggolongannya menurut jenis perlindungan hukum, yaitu
1. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan
untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran terhadap suatu
invensi yang terdaftar. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-
54 Pasal 117-128 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
58
undangan dengan maksud untuk mencegah pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha, serta memberikan rambu-rambu atau
batasan-batasan kepada pelaku usaha dalam melakukan
kewajibannya. Perlindungan hukum preventif dalam hal perlindungan
hukum mesin pemanen padi merek Chandue adalah Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten dan Undang-undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek yang telah dibuat sebelumnya oleh
pemerintah, dengan maksud untuk mengantisipasi terjadinya
pelanggaran-pelanggaran yang merugikan penemunya.
2. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir
berupa tanggung jawab subjek hukum, denda, penjara, dan hukuman
tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau pelaku
usaha melakukan pelanggaran, atau penggunaan suatu desain tanpa
izin dari penemunya. Menurut Phillipus M. Hadjon tentang teori
perlindungan hukum bahwa perlindungan hukum represif (pemaksaan)
adalah perlindungan hukum yang memiliki tujuan yaitu menyelesaikan
sengketa. Suatu perlindungan hukum yang berbentuk bertujuan untuk
menyelesaikan terjadinya sengketa termasuk di dalam penangannanya
di lembaga peradilan.
Dalam hal perlindungan hukum mesin pemanen padi merek
Chandue tersebut, maka yang dimaksud sebagai perlindungan hukum
represif adalah tindakan pasca terjadinya sengketa atau pelanggaran,
59
yaitu upaya hukum setelah terjadinya pelanggaran hak paten mesin
pemanen padi merek Chandue. Jika terjadi pelanggaran maka pelaku
pelanggaran tersebut akan diproses secara hukum, dan apabila
terbukti melakukan pelanggaran akan dijatuhi hukuman sesuai dengan
ketentuan Undang-undang tentang Paten.
Dilihat dari dua macam perlindungan hukum di atas, studi kasus
dalam penelitian ini secara spesifik tergolong sebagai perlindungan
hukum represif. Hal ini dikarenakan penelitian ini diarahkan untuk
mencapai jenis perlindungan hukum represif, dimana pada
kenyataannya telah banyak ditemukan penciplakan mesin pemanen
padi merek Chandue tanpa izin dari penemunya, serta pelanggaran-
pelanggaran lainnya yang justru membutuhkan perlindungan hukum
untuk melindungi hak-hak Faisal sebagai inventor yang banyak
dilanggar hak patennya. Perlindungan hukum represif yang ingin
dicapai nantinya merupakan langkah perlindungan hukum yang
berpijak pada Undang-undang tentang Paten dan Undang-undang
tentang Merek sebagai perlindungan hukum preventif di bidang paten
dan merek. Hukum memberikan perlindungan terhadap pelanggaran
yang dilakukan orang lain yang tidak berhak dan tidak
bertanggungjawab melalui sanksi yang tegas, baik sanksi perdata
berupa ganti rugi, penghentian perbuatan pelanggaran dan penyitaan
barang hasil pelanggaran untuk dimusnahkan, sanksi pidana berupa
hukum penjara dan/atau denda perampasan barang yang digunakan
60
melakukan kejahatan untuk dimusnahkan dan juga dimungkinkan
sanksi administratif berupa pembekuan/pencabutan SIUP,
pembayaran pajak/bea masuk yang tidak lunas.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 980 K / Pid.Sus /
2008 dengan isi Terdakwa Muhammad Nur Harti terbukti secara sah
dan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja
dan tanpa Hak melanggar Hak Pemegang Paten Sederhana. Majelis
Hakim memberi sanksi kepada Terdakwa dengan pidana penjara
selama 6 (enam) bulan dan selanjutnya dilakukan Eksekusi barang
bukti milik terdakwa Muhammad Nur Harti berupa 1 (satu) unit alat
pemanen padi warna biru Merek Mutiara dirampas untuk dimusnahkan
dan 1 (satu) unit alat pemanen padi Merek Chandue dan 1 (satu)
exemplar Sertifikat Paten Sederhana Nomor ID 0000 656 S atas nama
Faisal, dikembalikan kepada Faisal.
1. Subtansi Hukum
Pada saat produk atau benda tersebut diperualbelikan secara
luas dan massal, maka usaha yang telah dilakukan oleh Pencipta atau
Penemu, merupakan kekayaannya/assets. Sehingga karya intelektual
merupakan kekayaan. Kekayaan ini perlu dilindungi dari
penyalahgunaan oleh pihak lain yang tidak beritikad baik. Pada titik
inilah kebutuhan perlindungan hukum muncul dan pengaturan
mengenainya perlu dilakukan.
61
Dalam kegiatan perdagangan dan industri, lahir berbagai
penciptaan, penemuan, dan produksi yang di dalamnya terdapat
unsur-unsur kepentingan individu sebagai hasil dari penemuan/usaha
(endeavors) mereka secara intelektual. Misalnya: Mesin pemanen
padi. Alat ini merupakan teknologi di bidang pertanian, pengembangan
dari teknologi sabit yang jaman dulu digunakan. Kemudian seorang
Penemu menemukan teknologi baru untuk menggabungkan mesin dan
traktor. Penemuan tersebut terbukti sangat berguna mendukung
aktivitas masyarakat dalam kegiatan pertanian, dapat diproduksi dalam
jumlah banyak dan dijual secara luas di masyarakat. Hal ini membawa
manfaat ekonomis bagi produsen dan penjual. Tentu saja manfaat ini
perlu dinikmati juga oleh sang Penemu, yang kemudian dilindungi
melalui hak Paten. Bila penemuan ini dimanfaatkan oleh banyak orang,
maka benda-benda tersebut perlu diberi identitas. Untuk membedakan
produk satu pihak dengan produk pihak lainnya. Identitas tersebut
dilindungi melalui hak Merek. Jika benda tersebut diberi desain yang
memudahkan penggunaannya, maka diberi perlindungan hak Desain
Industri. Selain itu jika ingin mendaftarkan hak Ciptanya bisa juga
dengan membuat sebuah buku petunjuk manual cara pengaplikasian
mesin pemanen padi.
Keberhasilan petani khususnya Kabupaten Pinrang Sulawesi
Selatan adalah salah satu daerah penghasilan beras sehingga lahirlah
anak putra bangsa yang telah berkarya dalam bidang perbengkelan
62
atas nama Paisal yang memiliki Sertifikat Hak Paten No. ID 0 000 656
S dan Sertifikat Merek No.ID M000155401 yang dilindungi oleh
Negara.
Secara yuridis, mesin pemanen padi merek Chandue Ini
dilindungi oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang Merek.
Untuk lebih memberikan perlindungan hukum kepada mesin
pemanen padi merek Chandue ini, pemerintah mengaturnya di dalam
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten dan Undang-
undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang Merek. Di dalam Undang-
Undang ini diatur mengenai hak dan kewajiban serta hal-hal yang
harus dipenuhi dan dipatuhi oleh penemu.
1. Pendaftaran Hak Paten Sederhana
Suatu penemuan dikelompokkan ke dalam paten sederhana
karena cirinya, yaitu penemuan tersebut tidak melalui penelitian dan
pengembangan yang mendalam. Walaupun bentuk, konfigurasi,
konstruksi atau komposisinya sederhana dan sering dikenal dengan
“utility model”, tetapi mempunyai nilai kegunaan praktis sehingga
memiliki nilai ekonomis dan tetap memperoleh perlindungan hukum.
Paten sederhana hanya memiliki satu klaim, pemeriksaan subtantif
langsung dilakukan tanpa permintaan dari pihak penemu. Bila terjadi
63
penolakan terhadap permintaan paten sederhana ini, tidak dapat
dimintakan lisensi wajib dan tidak dikenai biaya tahunan.55
Pendaftaran hak paten dengan Nomor : ID 0 000 656 S dengan
judul invensi yaitu Peralatan Pemanen Padi yang dilakukan oleh Faisal
pada tanggal 28 Maret 2005 atas mesin pemanen padi tersebut,
diberikan oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik
Indonesia, berupa hak Paten Sederhana yang berlaku dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun, terhitung mulai tanggal 28 Maret 2005
sampai tanggal 27 Maret 2015
Perbedaan antara Paten dan Paten Sederhana :56
No
Keterangan
Paten
Paten Sederhana
1. Jumlah Klaim Satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi
Satu invensi
2. Masa Perlindungan
20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan paten
10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan paten
3. Pengumuman permohonan
18 bulan setelah tanggal penerimaan
3 bulan setelah tanggal penerimaan
4. Jangka waktu mengajukan keberatan
6 bulan terhitung sejak diumumkan
3 bulan terhitung sejak diumumkan
5. Yang diperiksa dalam pemeriksaan
Kebaruan, langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri
Kebaruan, dapat diterapkan dalam industri
55 Endang Purwaningsih, Op.Cit, hal 225 56 Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal.21
64
subtantif 6. Lama
pemeriksaan subtantif
36 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pemeriksaaan subtantif
24 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pemeriksaan subtantif
7. Objek paten Produk atau proses Produk atau alat
Menurut penulis pendaftaran paten sederhana yang dilakukan
oleh Paisal kurang tepat karena dari kolom tersebut diatas nampak
jelas perbedaan antara paten dan paten sederhana. Jumlah Klaim
dalam Paten yaitu Satu invensi atau beberapa invensi yang
merupakan satu kesatuan invensi sedangkan dalam Paten Sederhana
jumlah klaimnya hanya satu invensi saja. Jika dihubungkan dengan
klaim yang terdaftar dalam mesin pemanen padi merek Chandue,
klaim yang terdaftar berjumlah 3 (tiga) invensi, yang artinya
pendaftaran paten sederhana yang dilakukan oleh Paisal tidak cocok
karena klaim yang terdapat dalam mesin Chandue berjumlah 3 (tiga)
sedangkan menurut undang-undang paten sederhana hanya
mempunyai 1(satu) invensi saja. Jadi semestinya Paisal memilih
pendaftaran paten untuk invensinya karena mesin Chandue tersebut
memiliki lebih dari 1 (satu) invensi yang merupakan satu kesatuan.
2. Pendaftaran Merek
Merek mempunyai peran yang sangat penting, karena merek
dapat berfungsi sebagai tanda pengenal untuk membedakan produk
65
perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lain yang
sejenis serta menghubungkan produk dengan produsen/pedagangnya
sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan.
Merek juga berfungsi sebagai sarana promosi dagang, dimana merek
merupakan simbol pengusaha untuk memperluas pasar produk
dagangnya serta untuk menarik minat konsumen untuk membeli,
sebagai jaminan atas mutu produk karena melalui merek konsumen
dapat mengetahui akan mutu produk yang dibelinya, dan juga sebagai
asal produk dimana merek merupakan tanda pengenal asal produk
yang menghubungkan produk dengan produsen atau dengan
daerah/Negara asalnya57.
Pendaftaran merek yang dilakukan oleh Paisal pada tanggal 25
Februari 2008 dengan Nomor : IDM000155401 berdasarkan Undang-
undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek dimana perlindungan
Hak Merek diberikan selama 10 tahun sejak tanggal Penerimaan dan
jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.
Penulis berpendapat, langkah Paisal dalam mendaftarkan
merek pada mesin pemanen Chandue ini sudah tepat karena untuk
membedakan mesin yang satu dengan mesin yang lainnya dilihat dari
mereknya. Suatu barang dikenal dari mereknya, mesin pemanen yang
diciptakan oleh Faisal dikenal oleh masyarakat luas karena mesin
tersebut mempunyai nama dan nama itu disebut merek. Chandue 57 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 120.
66
merupakan sebuah merek yang mempunyai gambar, nama dan uraian
warna yaitu merah dan putih.
Selain itu, pendaftaran merek yang dilakukan oleh Paisal
merupakan strategi perlindungan hukum untuk melindungi invensinya
karena jangka waktu perlindungan merek berlangsung selama 10
(sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang. Lain halnya dengan
perlindungan paten yang jangka waktu perlindungannya hanya 10
(sepuluh) tahun tetapi tidak dapat diperpanjang.
Juajir Sumardi, suatu produk bisa dilindungi oleh satu atau
lebih rezim HKI, misalnya mesin chandue selain diberi perlindungan
berupa Paten dan Merek, mesin pemanen Chandue juga sebetulnya
bisa dilindungi dengan Hak Cipta, yaitu berupa buku. Buku yang
dimaksud adalah buku petunjuk manual cara pengaplikasian mesin
pemanen padi merek Chandue.58
Buku merupakan salah satu penemuan terbesar karena buku
merupakan sumber segala informasi ilmu pengetahuan yang kita
inginkan serta mudah disimpan dan dibawa-bawa.
Buku merupakan salah satu perwujudan karya ciptaan tulis.
Buku yang diterbitkan perlu mendapat perlindungan sebagai salah satu
bentuk apresiasi terhadap penciptanya sekalipun dalam praktiknya
apresiasi dalam bentuk finasial lebih menonjol daripada apresiasi
moral.
58 Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Juajir Sumardi, S.H., M.H, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, tanggal 29 Juli 2013.
67
Menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002,
pencipta suatu karya tulis mempunyai sekumpulan hak khusus yang
mendapat perlindungan yang terdiri dari :
1. Hak untuk memperbanyak dalam bentuk buku yang diterbitkan
sendiri atau oleh penerbit berdasarkan suatu perjanjian lisensi;
2. Hak untuk menerjemahkan buku ke dalam bahasa lain;
3. Hak untuk membuat karya pertunjukkan dalam bentuk apapun;
4. Hak untuk membuat karya siaran dan lain sebagainya.
Selain perlindungan hak Cipta, potensi pemberian perlindungan
HKI terhadap mesin Chandue ini sebenarnya juga bisa diberi
perlindungan Desain Industri.
Desain Industri adalah cabang HKI yang melindungi
penampakan luar suatu produk. Hal itu sangatlah wajar karena dasar
dari perlindungan desain industri tersebut yaitu, kepada bentuk dan
nilai estetik dari wujud produknya. 59
Indonesia telah mengatur tentang perlindungan terhadap desain
industri pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain
Industri, yang mulai berlaku pada tahun 2000. Dalam Pasal 1 angka 1
undang-undang tersebut disebutkan, desain industri adalah suatu
kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna,
atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga
dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat 59 Muhammad Djumahana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 114
68
diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri,
atau kerajinan tangan. Sedangkan pendesain adalah seseorang atau
beberapa orang yang menghasilkan desain industri. Sedangkan hak
desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara
kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuan kepada pihak lain
untuk melaksanakannya.
Dalam menyusun dan menerapkan Desain Industri terdapat dua
pendekatan yaitu pendekatan paten dan pendekatan hak cipta.60
Beberapa ciri pendekatan paten telah dimanfaatkan dalam sistem
desain industri, diantaranya :
1. Desain industri yang berhak mendapat perlindungan harus
memiliki kebaruan
2. Hak desain industri itu diberikan oleh Negara setelah melalui
proses pemeriksaan.61
Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru.
Desain Industri dianggap baru apabila pada Tanggal Penerimaan,
Desain Industri tersebut tidak sama dengan "pengungkapan" yang
telah ada sebelumnya. Yang dimaksud "pengungkapan" adalah
pengungkapan melalui media cetak atau elektronik, termasuk
60 Insan Budi Maulana, ABC Desain Industri Teori dan Praktek di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung; 2010, hal. 15 61 Ibid., hal. 19
69
keikutsertaan dalam suatu pameran. Pengungkapan sebelumnya
adalah pengungkapan Desain Industri yang dilakukan sebelum
Tanggal Penerimaan, atau sebelum Tanggal Prioritas apabila
Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas, atau telah diumumkan
atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.62
Berdasarkan hasil wawancara penulis terhadap Heddy
Setiawan, 63 beliau mengatakan salah satu prinsip kebaruan adalah
desain yang sudah ada agak berbeda dengan desain yang sudah ada
sebelumnya. Saat diperiksa secara subtantif baik data internal maupun
eksternal tidak ada data ditemukan data yang sudah ada sebelumnya
yang sama terhadap desain industri tersebut. Lebih lanjut beliau
mengatakan, untuk mengetahui adanya prinsip kebaruan dilihat dari
pemeriksaan subtantif, asal tidak bertentangan dengan Pasal 2 dan
Pasal 4 Undang-undang Desain Industri.
Menurut Wahyu,64 beliau mengatakan bahwa desain itu tidak
menyebutkan merek. Desain merupakan bagian tersendiri begitupun
dengan merek. Lebih lanjut beliau mengemukakan, untuk lebih
memberikan pemahaman kepada para pihak terhadap Undang-undang
Desain Industri dan Peraturan Pelaksanaannya maka haruslah
dilakukan sosialisasi secara terus menerus. Kegiatan ini secara tidak
langsung adalah untuk memberikan perlindungan hukum untuk para 62 Iswi hariyani, Op. cit, hlm. 189 63 Hasil wawancara dengan Heddy Setiawan.,S,H., selaku bagian Hukum Desain Industri Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tanggal 08 Maret 2013. 64 Hasil wawancara dengan Wahyu sebagai Kepala bagian bidang desain industri Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tanggal 08 Maret 2013.
70
pihak. Perlindungan hukum yang diberikan terhadap desain industri
dapat berupa sosialisasi dari Dirjen HKI dan konsultasi para pemohon
dari akademisi atau para pendesain.
Penulis berpendapat bahwa mesin Chandue ini bisa saja
didaftarkan perlindungan desain industrinya sebab desain industri yang
dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri
tersebut tidak sama atau berbeda dengan pengungkapan yang telah
ada sebelumnya, meskipun terdapat kemiripan. Unsur kebaruan pada
mesin Chandue ini bisa saja terpenuhi karena desainnya tidak sama
atau berbeda dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya yang
terdapat pada mesin buatan IRRI meskipun kedua benda ini identik
terdapat kemiripan tetapi dalam hal kreasi berbeda yaitu mesin IRRI
sistem kerjanya masih manual dengan cara didorong sedangkan
mesin Chandue sistem kerjanya dengan cara dikendarai.
Paisal65 menjelaskan bahwa Mesin pemanen padi merek
chandue ini sudah didaftarkan hak paten dan hak mereknya, akan
tetapi hak desain industrinya belum didaftarkan. Beliau mengatakan
untuk mendaftarkan desain industri suatu produk agak susah
pembuktiannya jikalau nanti ada sengketa, karena lemah hukumnya,
harus ada desain penuh, desain yang satu dengan desain yang
lainnya harus benar-benar sama baik dari segi bentuk dan ukuran.
Lebih lanjut beliau mengatakan, beliau selaku inventor yang penting 65 Hasil wawancara dengan Faisal selaku pemilik CV Chandue Tanindo, tanggal 20 Maret 2013.
71
prinsip kerjanya saja yang sama jadi Paisal hanya mendaftarkan hak
patennya saja.
2. Hak ekonomi
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas kreatifitas yang diimiliki terhadap suatu produk yang dihasilkan
dan telah didaftar dalam suatu hak kekayaan intelektual yang memiliki
jangka waktu tertentu. apabila sudah didaftarkan maka, pihak tertentu
yang terdaftar dapat memperoleh manfaat ekonomi dari pendaftaran
tersebut. Dalam jangka waktu tertentu pihak lain dapat menikmati atau
menggunakan hak tersebut apabila telah memperoleh izin dari pihak
yang terdaftar atau pemegang hak tersebut karena perlindungan dan
pengakuan diberikan secara eksklusif oleh Negara kepada pihak
pemegang hak tersebut.
Hak ekonomi yang diatur dalam UU Paten diberikan kepada
pendaftar pertama yang berhasil menemukan invensi baru, dan hak
paten ini bersifat eksklusif. Penghargaan dalam bentuk hak eksklusif
untuk menikmati manfaat ekonomi ini sejalan dengan ”reward theory”7
dan “recovery theory”8 yang dikemukakan Robert M. Sherwood.
Menurut Reward Theory yang dikemukakan Robert M.
Sherwood, pengakuan terhadap karya intelektual yang telah
dihasilkan oleh seseorang atau sekumpulan orang seperti Paisal
selaku penemu mesin pemanen padi merek Chandue, harus diberikan
72
penghargaan sebagai imbalan atas upaya-upaya kreatifnya dalam
menemukan karya-karya intelektual tersebut. Recovery Theory yang
menyatakan bahwa penemu seperti Paisal ini yang telah
mengeluarkan waktu, biaya, serta tenaga dalam menghasilkan karya
intelektualnya harus memperoleh kembali apa yang telah
dikeluarkannya tersebut.
Hal ini dimaksudkan agar para penemu dapat diberi
penghargaan terhadap karya-karya intelektualnya yaitu dengan tidak
melakukan tindakan melanggar hukum seperti memalsukan atau
membajak karya orang lain sebab apa yang telah mereka ciptakan
telah banyak membantu dalam penggunaan sehari-hari dalam aktivitas
masyarakat khususnya dalam kegiatan pertanian.
Paisal mengemukakan,66 setelah diterbitkanya Sertifikat Hak
Paten milik kami oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, hak
Paten Sederhana milik kami diberi waktu oleh Pemerintah selama 10
(sepuluh) tahun terhitung mulai tanggal 28 Maret 2005 sampai tanggal
27 Maret 2015 dan selanjutnya menjadi milik umum. Proses hukum
yang telah kami alami sudah berjalan selama 6 (enam) tahun dengan
menguras tenaga, biaya, pikiran dan sampai sekarang ini
mengharapkan bantuan kepada Pihak Pemerintah, Mahkamah Agung,
Kejaksaan Agung dan Kapolri agar dapat melakukan pemberantasan
66 Berdasarkan hasil wawancaran dengan Faisal selaku pemilik CV Chandue Tanindo, tanggal 17 April 2013.
73
barang bajakan Alat mesin pemanen padi yang di produksi oleh
perusahaan lain tanpa pemberitahuan atau persetujuan dari kami.
Menurut penulis, untuk memutuskan jenis pelindungan Hak
Kekayaan Intelektual apa yang paling tepat diberikan hendaknya
ditinjau dari segi keuntungan ekonominya. Pada tahap ini diperlukan
pengetahuan pemahaman mengenai hukum-hukum perlindungan hak
kekayaan intelektual yang ada. Apakah ide atau invensi tersebut akan
diungkap ke publik melalui pengajuan hak paten, paten sederhana,
desain industri, merek atau akan disimpan sebagai informasi teknologi
atau bisnis yang bersifat rahasia. Keputusan mana yang terbaik untuk
diambil tergantung pada jenis invensi dan sulit tidaknya dilakukan
rekayasa ulang dari invensi tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis
menyimpulkan bahwa pendaftaran mesin pemanen padi merek
Chandue dengan hak paten dan merek sudah tepat dikarenakan
pendaftaran merek atas produk mesin pemanen tersebut melindungi
merek yang telah didaftar sedangkan pendaftaran patennya
melindungi produknya secara keseluruhan. Tetapi pada kenyataanya
dari pendaftaran paten dan merek tersebut, Paisal Chandue belum
merasakan atau memperoleh manfaat ekonomi secara penuh karena
banyaknya pembajakan produk mesin pemanen padi milik Paisal yang
telah diberi sertifikat paten sederhana yang dilakukan oleh Muh.Nur
74
Harti dengan memperbanyak mesin pemanen padi milik Paisal tanpa
izin dan tidak membayar royalty kepada Paisal.
3. Sosialisasi
Soerjono Soekanto, efektif atau tidaknya suatu hukum
ditentukan oleh 5 (lima) faktor. Pertama; faktor hukumnya sendiri
(undang-undang). Kedua; faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak
yang membentuk maupun menerapkan hukum. Ketiga; faktor sarana
atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Keempat; faktor
masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan. Kelima; faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya,
cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam
pergaulan hidup.67
Relevan dengan yang dikemukakan Soerjono Soekanto
tersebut, Romli Atmasasmita mengatakan faktor-faktor yang
menghambat efektivitas penegakan hukum tidak hanya terletak pada
sikap mental aparatur penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan
penasihat hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi
hukum yang sering diabaikan.68
Sosialisasi atau promosi adalah kegiatan yang dilakukan untuk
memperkenalkan diri dan mendiskusikan manfaat-manfaat yang
67 Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008, hal. 8 68 Romli Atmasasmita. Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum. Bandung: Mandar Maju. 2001, hal. 55
75
diperoleh dari suatu produk. Walaupun sosialisai sering dihubungkan
dengan penjualan, tetapi kenyataannya sosialisai mempunyai arti yang
luas. Sosialisasi dapat diartikan sebagai setiap aktivitas yang ditujukan
untuk memberitahukan, membujuk atau mempengaruhi masyarakat
untuk menggunakan produk dan jasa yang dihasilkan
Pengadaan sosialisasi atau publikasi terhadap suatu produk
Hak Kekayaan Intelektual, diharapkan dapat berguna untuk
memperkenalkan hasil kreatifitas suatu inventor agar produk yang
dihasilkan dapat dikenal oleh masyarakat luas. Adapun sosialisasi
yang pernah dilakukan oleh Faisal yaitu sekitar tahun 1997 mesin
pemanen padi merek Chandue disosialisasikan di kabupaten Pinrang
dan Kabupaten Sidrap bersamaan dengan Stripper buatan IRRI. Hal
ini terbukti dengan adanya bukti foto demonstrasi pemakaian Stripper.
Pada foto tersebut dapat dilihat dua alat Stripper yaitu Stripper hasil
buatan IRRI dan Stripper hasil buatan Faisal yang sama-sama
didemonstrasikan pemakaiannya dihadapan masyarakat. Sosialisasi
dilakukan dengan cara demonstrasi di beberapa sawah. Bahkan
sebelum Stripper buatan IRRI didatangkan di Indonesia pada tahun
1997, yaitu sekitar tahun 1992/1993 mesin pemanen padi sistim
menyisir temuan Faisal telah diperagakan di depan Gubernur Sulawesi
Selatan H.Z.B Palaguna yang pada saat itu menjabat sebagai
Gubernur.
76
Penulis berpendapat, jika dihubungkan dengan Pasal 4 ayat (1)
huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten yang
menyebutkan suatu invensi tidak dianggap telah diumumkan jika
dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal
Penerimaan, invensi tersebut telah digunakan di Indonesia oleh
inventor dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan
pengembangan, maka dalam kasus ini mesin pemanen padi merek
Chandue sudah melampaui batas pengumuman yaitu 6 (enam) bulan
setelah dipublikasikan lalu didaftarkan. Semestinya dari awal pada
tahun 1992 sejak pertama kali Faisal mensosialisasikan mesin
Chandue tersebut dihadapan Gubernur Sulawesi Selatan, Faisal
langsung mendaftarkan hasil karya nya tersebut. Tetapi atas saran dari
Gubernur Palaguna yang mengatakan bahwa jangan dulu terlalu di
ekspos di masyarakat karena mesin pemanen padinya belum
sempurna yang membuat Faisal tidak langsung mendaftarkan hasil
karyanya. Selanjutnya penulis berpendapat, mungkin karena
kurangnya fasilitas dan minimnya prasarana di tempat tinggal Faisal
yang jauh dari pusat kota yang menyebabkan proses penyempurnaan
mesin pemanen padi dalam melakukan eksperimen dan uji coba
berlangsung agak lama.
Disamping itu pada tahun 2005 di Jakarta telah diadakan
Lokakarya Hasil Litbang Mekanisasi Pertanian, Paisal Chandue hadir
sebagai pemakalah yang didampingi oleh Kepala Dinas Pertanian dan
77
Peternakan Kabupaten Pinrang Ir.H.Amir Mangopo,MP. Salah satu
peserta bertanya yaitu Bapak Ir.koes Sulistiadji dengan mengatakan
bahwa “Kami ini bingung di pertanian, apakah saudara Paisal Chanude
yang meniru hasil ciptaan IRRI atau IRRI yang meniru hasil ciptaan
saudara Paisal?” Pernyataan tersebut langsung ditanggapi oleh
Kepala Balai Mekanisasi Pertanian RI yaitu Bapak Dr. Trip
Alihamsyah,Msc dan mengatakan bahwa “Kita jangan berpikiran
bahwa siapa yang ditiru siapa yang meniru. Justru kita harus berfikir
jernih bahwa bisa saja didua tempat yang berbeda antara Indonesia
dan Filipina, ada dua orang yang eksperimen secara bersamaan suatu
prinsip yang sama yaitu sistem menyisir. Pertanyaannya kemudian
adalah siapakah yang berhasil hari ini, dan itu kita saksikan bersama
pada hari ini bahwa saudara Paisal Chandue-lah yang berhasil dan
kita harus hargai itu.”69
4. Peran Pemerintah Dan Aparat Penegak Hukum
Pada umumnya peran institusi hukum dalam hal ini tidak hanya
terbatas dalam hal memberikan perlindungan hukum, namun juga
dalam hal memberikan pelayanan, motivasi, pemahaman hukum dan
membantu dalam penyelesaian sengketa-sengketa dan perkara-
perkara yang timbul akibat dari konflik yang terjadi di lapangan.
Peran pemerintah dan aparat penegak hukum merupakan faktor
penentu didalam melakukan upaya-upaya dalam rangka menuntut 69 Putusan Pengadilan Niaga Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS
78
hak-hak baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi yang
seharusnya diperoleh paska pendaftaran. Mengingat banyaknya
pelanggaran terhadap hak ekonomi penemu yang berupa hak untuk
memperbanyak, serta hak untuk memperoleh royalti dari penggunaan
hak paten mesin pemanen padi merek Chandue tersebut.
Lebih lanjut Paisal Chandue menguraikan bentuk pelanggaran
terhadap hak paten mesin pemanen padi merek Chandue yang telah
dilakukan oleh Muh.Nur Harti yaitu:
1. Sekitar tahun 2005, terdakwa Muh.Nur Harti telah memproduksi
dan menjual alat pemanen padi yang sama di produksi oleh Paisal
Chandue sebanyak kurang lebih 20 (dua puluh) unit kepada
masyarakat tanpa seijin Paisal selaku pemegang hak paten
sederhana terhadap alat pemanen tersebut dengan harga antara
Rp. 13.500.000,- (tiga belah juta lima ratus ribu rupiah) sampai
dengan harga Rp. 17.000.000,- (tujuh belas juta rupiah). 70
2. Di sisi lain, terdapat pula temuan penyidik Polres Pinrang mengenai
adanya pemasaran produk dari bengkel Mutiara milik terdakwa
Muh.Nur Harti khususnya di daerah Pinrang dan Sidrap sebanyak
103 unit mesin alat pemanen padi sistem sisir yang mana telah
menjadi hak paten dari Paisal.71
Dapat dilihat bahwa kasus tersebut telah menggambarkan
bahwa banyaknya pelanggaran terhadap hak ekonomi penemunya
70 Putusan Mahkamah Agung No.980 K/Pid.Sus/2008 hal 3. 71 Putusan Mahkamah Agung No.322 K/Pdt.Sus/2011 Tahun 2013 hal 2.
79
yang berupa hak untuk memperbanyak, serta hak untuk memperoleh
royalti dari penggunaan hak paten mesin pemanen padi merek
Chandue tersebut.
Sangat perlu perhatian Pemerintah untuk memberikan peran
sertanya dalam perlindungan hukum khususnya Hak Paten yang
dimiliki oleh Inventor Mesin Alat Pemanen Padi Chandue dengan
sistem menyisir agar mesin alat pemenen padi milik Faisal Chandue
yang telah dipatenkan dapat dihargai dan lindungi, mengingat Bengkel
Makmur yang betempat tinggal di Jalan Ahmad Yani No. 122 Kel.
Rijang Pintu Pangkajene Kab. Sidrap dan Bengkel Mutiara Jalan.
Pattimura No. 10. A Kec. Watang Sawitto Kab. Pinrang pada
kenyataannya telah memproduksi sekian banyak alat pemanen padi
yang telah Paisal patenkan. Sehubungan dengan hal tersebut, agar
kiranya pemerintah memberikan sanksi karena kegiatan yang
dimilikinya adalah merupakan perbuatan pelanggaran dengan
membuat suatu barang illegal.
Berdasarkan kajian normatif apabila ditemukan adanya
pelanggaran hak paten atau tindakan yang merugikan atas hak paten
yang dimilikinya sebagaimana diuraikan diatas maka Pemegang Hak
Paten dalam rangka untuk mempertahankan kepemilikan haknya dan
menuntut hak-hak yang seharusnya diperoleh dari pendaftaran
tersebut, dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa
hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 16 angka 1
80
huruf a Undang-undang Paten. Gugatan tersebut dapat berupa: (a)
tuntutan ganti rugi sejumlah uang kepada pihak yang telah melakukan
pelanggaran terhadap desain kapal; dan/atau (b) penghentian semua
perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 16 selain sanksi perdata
pelanggaran tersebut juga dapat dikenakan Sanksi Pidana. Sanksi
pidana tercantum dalam Pasal 131 Undang-Undang No 14 Tahun
2001 tentang Paten yang berbunyi :
Pasal 131
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten Sederhana dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/ atau denda paling banyak RP. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Sesuai ketentuan sanksi pidana yang tercantum dalam Pasal
131 Undang-Undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten, maka dasar
tuntutan gugatan yang dilakukan oleh penggugat Paisal kepada
tergugat Muh.Nur Harti yaitu Menghukum tergugat untuk membayar
ganti kerugian dan atau konpensasi kerugian kepada penggugat yaitu :
Kerugian langsung berupa hilangnya keuntungan royalty yang
seharusnya diperoleh penggugat sebesar Rp.412.000.000,- (empat
ratus dua belas juta rupiah) ;72
Kerugian secara tidak langsung adalah berupa buramnya potret
paten dan prospek pengembangan usaha penggugat di sektor itu,
72 Ibid., hal.6
81
baik sekarang maupun dimasa datang atau setidak-tidaknya
penggugat sebagai pengguna invensi telah mengalami stagnasi
secara serius sebagai akibat dari adanya kompetisi secara tidak
sehat/illegal dari tergugat sehingga patut dan berdasar hukum
diminta pertanggungjawaban dalam bentuk konpensasi kerugian
sebesar Rp.3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).73
Firdaus, Kasus mesin Chandue ini sudah lama terjadi, dimulai
dengan adanya gugat menggugat antara Paisal dan Nur Harti. Paisal
menggugat Nur Harti dengan tuntutan pembajakan mesin pemanen
padi milik Paisal yang telah diberi sertifikat Paten, lalu Nur Harti
menggugat balik Paisal atas tuntutan pembatalan seritifikat paten yang
dimiliki oleh Paisal.74
Penulis menambahkan, kasus ini bermula dengan adanya
tuntutan ke pengadilan negeri Pinrang tentang penciplakan mesin
pemanen padi milik Paisal yang telah bersertifikat paten terhadap
Muh.Nur Harti selaku pihak yang telah melangggar hak paten milik
Paisal. Dari proses pengadilan yang berjalan mulai dari tahun 2006
pada Pengadilan Negeri Pinrang yang kemudian dimenangkan oleh
Paisal yang amar putusannya menyebutkan bahwa Muh.Nur Harti
terbukti bersalah melakukan tindak pidana membuat, menggunakan,
menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan atau menyediakan
73 Ibid., hal.7 74 Hasil wawancara dengan Firdaus,S.H. selaku Panitera Muda Pidana. Tanggal 26 Maret 2013.
82
untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten,
kemudian pada tahun 2007 merasa tidak terima isi putusan pengadilan
tersebut, Muh.Nur Harti melakukan banding di Pengadilan Tinggi
Makassar dengan dikeluarkannya putusan Pengadilan Tinggi
Makassar No.125/PID/2007/PT.Mks yang amar putusannya menerima
permintaan banding dari Muh.Nur Harti dan membatalkan putusan
Pengadilan Negeri Pinrang No.151/Pid.B/2006/PN.Pinrang , dan
selanjutnya Paisal mengajukan permohonan Kasasi di Mahkamah
Agung pada tahun 2008 yang kemudian dikeluarkan putusan
Mahkamah Agung No.980 K/Pid.Sus/2008 dimana majelis hakim
mengabulkan permohonan kasasi tersebut.
Setelah kemenangan berpihak pada Paisal tidak lantas
membuat Muh.Nur Harti berputus asa. Muh.Nur Harti kemudian
mengajukan tuntutan baru ke Pengadilan Niaga Makassar atas dasar
keabsahan sertifikat paten sederhana milik Paisal. Muh.Nur Harti
sebagai penggugat mengajukan gugatan pembatalan sertifikat paten
sederhana No. ID 000 656 S milik Paisal karena menurut penggugat
sertifikat paten sederhana milik tergugat Paisal tidak sah karena Paisal
hanya mencontoh mesin luar negeri yang didatangkan di Indonesia
sehingga mesin buatan Paisal bukanlah suatu temuan yang baru. Tapi
lagi-lagi dewi fortuna masih berpihak pada Paisal, gugatan yang
diajukan oleh Muh.Nur Harti ditolak oleh majelis hakim dengan
83
dikeluarkannya putusan No.01/Pdt.Niaga/2009/PN.Mks pada tahun
2009.
Putusan Pengadilan Negeri Pinrang
No.151/PID.B/2006/PN.PINRANG tanggal 19 Desember 2006 Jo
Putusan Mahkamah Agung No.980 K/Pid.Sus/2008 tanggal 19
November 2008 dimana inti amar putusannya menegaskan bahwa
tergugat Muh. Nur Harti terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak melanggar
hak pemegang paten sederhana dan karena itu menghukum tergugat
Muh.Nur Harti tersebut dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan.
Putusan Mahkamah Agung yang sudah mempunyai kekuatan
hukum tetap tersebut diatas, mengandung kekuatan hukum yang
mengikat rupanya belum bisa terlaksana. Setelah putusan Putusan
Mahkamah Agung No.980 K/Pid.Sus/2008 ditetapkan, kemudian
menyusul Putusan Mahkamah Agung No.322 K/Pdt.Sus/2011 yang
menyatakan menolak permohonan kasasi dari penggugat Paisal
Chandue.
Menurut Majelis Hakim, gugatan penggugat masih bersifat
premature, karena gugatan pembatalan sertifikat hak paten sederhana
No. ID 000 656 S yang tergugat Muh.Nur Harti ajukan kepada
Pengadilan Niaga Makassar masih dalam pemeriksaan di tingkat
Kasasi, sehingga keabsahan hak paten yang dimiliki oleh Paisal belum
berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, gugatan ganti rugi
84
terhadap kerugian atas perolehan royalty yang seharusnya diperoleh
oleh Paisal dalam pelaksanaan invensi tersebut belum layak untuk
diajukan. Hal ini sesuai dengan amar putusan Putusan Mahkamah
Agung No.322 K/Pdt.Sus/2011 Tahun 2013 yang menyatakan gugatan
penggugat tidak dapat diterima karena gugatan masih bersifat
premature mengingat putusan Mahkamah Agung tentang Putusan
No.01/Pdt.Niaga/2009/PN.Mks. tentang pembatalan hak paten ketika
perkara diputus masih belum ditetapkan, sehingga gugatan dinyatakan
tidak dapat diterima.
Paska putusan Mahkamah Agung yang menjatuhkan pidana
kepada Muh.Nur Harti selaku tergugat, tergugat masih tetap
memproduksi serta berkelanjutan melanggar hak paten penggugat.
Penulis berpendapat seharusnya majelis hakim lebih realistik terhadap
kepentingan tergugat Paisal yang mendapat perlakuan sewenang-
wenang. Dalam konteks ini majelis hakim seharusnya memberikan
rasa keadilan sebagai bentuk penghargaan terhadap karya seseorang
yang telah dipatenkan.
85
B. Perlindungan hukum terhadap keabsahan seritifikat paten
sederhana milik Paisal Chandue berdasarkan Putusan
Pengadilan Niaga Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS
Jo Putusan Mahkamah Agung No. 28 K / Pdt.Sus / 2013.
1. Gambaran Umum Tentang Posisi Kasus:
Gugatan pembatalan hak paten sederhana Nomor ID 0 000 656
S atas nama Paisal Bin Paddoca dan Pemerintah Republik Indonesia
cq Menteri Hukum dan HAM cq Dirjen HAKI cq Direktur Paten,
dilakukan oleh Muhammad Nurharti, M Yusuf, H Pawelloi, Herman,
Rustam, Saharuddin, Bahri, Herman, Jasman, Muliadi, Ruslan, Fahri,
Lapodding. Gugatan tertanggal 9 April 2009 itu, didaftarkan melalui
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Makassar pada 20 April 2009 dan
teregister dengan Nomor 01/Pdt.Niaga/2009/PN.Mks.
Dalam gugatan tersebut disebutkan, bahwa para pemohon
adalah pimpinan bengkel yang memproduksi alat mekanisasi pertanian
(Alsitan), yang telah dibina dan dididik oleh Departemen Perindustrian
dan Perdagangan cq Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi
Sulawesi Selatan sekitar 10 tahun yang lalu untuk mekanisme
pertanian berupa hidro tiller, reapper, dryer, grass copper, power
thresher, corn sheller, stripper, dan beberapa alat mekanisme
pertanian lainnya.
86
Disebutkan khusus untuk stripper (alat pemanen padi),
diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1994 di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui kerjasama antara Departemen Teknik Pertanian
pada IPB dengan International Rice Research Institute (IRRI).
Lembaga tersebut telah mengembangkan rekayasa teknologi stripper
setelah mendapat mandat dari Reynold Engineering Limited sebagai
pemilik dan pemegang hak paten stripper, dengan syarat bahwa IRRI
boleh membuat dan mengembangkan modifikasi stripper dalam skala
kecil untuk kepentingan petani diseluruh dunia dengan catatan bahwa
stripper tidak boleh dipatenkan bahwa IRRI telah mengembangkan dua
tipe modifikasi stripper yaitu:
a. Stripper SG 800 (Stripper Gatherer 800) yang mempunyai rotor
selebar 800 milimeter.
b. Stripper ST 600 (Stripper Trhresher) dengan lebar rotor 600
milimeter.
Berdasarkan penjelasan Guru Besar IPB Prof DR Ir Hadi K
Purwadinata, status hukum stripper SG 800 dan ST 600 adalah hasil
rekayasa teknologi dari IRRI di Philipina. Sementara stripper adalah
ciptaan Silsoe Research Institute (SRI) Eropa, dan telah dipatenkan
dengan nomor GB.9816213.4 oleh Shelbourne Reynolds Engineering
Limited dan Improvement in Crop Stripper Tooting nomor
GB.9816271.5 tanggal 24 Juni 1998.
87
Pengakuan senada juga disampaikan Mr Martin Gummert dari
International Research Fellow Post Harvest Development Operation
Management International Rice Research Institute yang diketahui oleh
Terry Brian Jacobsen sebagai Head Operation Management
International Rice Research Institute dalam suratnya tertanggal 13
September 2006 yang dibuat dan diketahui oleh Notaris Public
Walfrido E Gloria di Laguna Philipina yang intinya menerangkan
bahwa, “International Rice Research Institute (IRRI) telah mengadakan
riset terhadap sistem pengembangan mesin pengupas dari tahun 1991
sampai dengan 1998. Mesin yang dikembangkan adalah Stripper SG
800 (Stripper Gatherer 800) yang mempunyai rotor selebar 800
milimeter, dan Stripper ST 600 (Stripper Trhresher) dengan lebar rotor
600 milimeter. Desain mesin ini adalah dimiliki oleh IRRI.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten diatur bahwa, paten adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya bidang teknologi untuk waktu paling lama 10 (sepuluh)
tahun. Dalam penjelasan pasal tersebut diatur bahwa, invensi adalah
ide inventor yang dituangkan dalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik di bidang teknologi yang dapat berupa produk
atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau
proses.
88
Sementara dalam penjelasan Pasal 3 Angka 3 Undang-Undang
Paten dijelaskan bahwa, investor adalah seorang yang secara sendiri
atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide
yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan intervensi.
Menurut para penggugat, yang dikuatkan oleh pemeriksaan
penyidik Polres Pinrang terhadap stripper yang diklaim oleh Paisal Bin
Paddoca, sama dan sebangun dengan stripper buatan/milik IRRI yang
ada di kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan,
sehingga yang bersangkutan tidak termasuk dalam kategori sebagai
inventor. Bahkan dalam surat gugatan disebutkan, Paisal adalah
seorang plagiator yang mencontoh barang jadi yang dilihat dan
dipinjam serta dijadikan sebagai acuan dalam membuat stripper yang
kemudian diakui sebagai hasil temuannya. Akibat klaim tersebut, para
penggugat mengaku mengalami kerugian materil dan non materil
senilai Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Menurut Paisal selaku tergugat, dalam ketentuan Undang-
Undang Paten diatur bahwa yang berhak mengajukan gugatan
terhadap suatu paten sederhana adalah pemegang paten yang dipakai
oleh pihak lain yang tidak berhak. Dengan demikian, para penggugat
dianggap tidak mempunyai hak dan kewenangan untuk mengajukan
gugatan tersebut.
89
Selain itu, Paisal juga menolak jika alat pemanen padi sistem
menyisir hasil temuannya, atau lebih dikenal dengan Mesin Chandue,
mulai ditemukan pada 1988. Saat itu, Paisal telah memproduksi mesin
pertanian yaitu alat perontok padi (power treshert) dan terlibat
langsung dalam upah jasa panen. Dalam bahasa daerah setempat,
mesin tersebut lebih dikenal dengan “Maddros”. Sementara ide untuk
membuat mesin Chandue, berawal saat dirinya berjalan di pematang
sawah sambil mengayungkan tangan. Tiba-tiba buah padi tersangkut
di telapak tangannya.
Saat itulah, Paisal mengaku mulai memikirkan untuk membuat
alat pemanen padi dengan sistem menyisir. Analogi lain yang
digunakan oleh Paisal adalah, sisir kutu yang sering digunakan kaum
perempuan. Saat menggunakan sisir kutu, maka kutu akan
terperangkap pada sisir. Sementara rambut akan tetap melekat pada
batok kepala.
Ide Paisal tersebut berhasil diwujudkan pada tahun 1993. Saat
itu mesin Chandue diperagakan di depan Gubernur Sulawesi Selatan
HZB Palaguna di Jalan Poros Jampue. Menurut Kepada Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Pinrang H Saggaaf, saat itu gubernur
menyarankan agar Paisal melakukan uji coba kehandalan mesin
tersebut sebelum diperkenalkan secara luas kepada masyarakat.
Pengenalan alat pemanen padi sistem menyisir buatan Paisal pada
1993 tersebut membuktikan, mesin Chandue sudah ada sebelum alat
90
serupa buatan IRRI diperkenalkan di Indonesia pada 1994, dan khusus
di Pinrang pada 1997.
Pengakuan Paisal terhadap mesin Chandue juga diperkuat
dengan adanya dukungan dari Departemen Pertanian Republik
Indonesia saat diterbitkannya Keterangan Hasil Pengujian (Test
Report) Nomor LB.620/B4.BPMA/001/Strip.TP/V/07. Bahkan hingga
saat ini, Balai Pengujian Mutu dan Alat Mesin Pertanian (BPMA)
sedang melakukan proses penyusunan rancangan Standar Nasional
Indonesia untuk mesin Chandue.
Dalam pembelaannya, Paisal Bin Paddoca mengatakan bahwa
klaim alat pemanen padi sistem menyisir (stripper) hasil ciptaan Silsoe
Research Institute telah terdaftar dalam hak paten nomor
GB.9816213.4 dan GB.9816217.5 tertanggal 24 Juli 1998 adalah tidak
benar. Disebutkan bahwa sesunggunya nomor GB.9816213.4 dan
GB.9816217.5 hanya nomor register (sandi 21), dan tanggal 24 Juli
1998 adalah tanggal permohonan (sandi 22).
Diketahui ada beberapa sandi atau kode yang berlaku dalam
hak paten yaitu:
1. Sandi (21) : Menunjukkan paten itu berlaku di negara mana.
2. Sandi (19) : Menunjukkan instansi yang menerbitkan paten.
3. Sandi (54) : Menunjukkan judul penemuan/invensi.
4. Sandi (21) : Menunjukkan nomor registrasi permohonan paten.
91
5. Sandi (22) : Menunjukkan tanggal permohonan.
6. Sandi (43) : Menunjukkan tanggal pengumuman permohonan.
7. Sandi (56) : Menunjukkan dokumen pembanding.
8. Sandi (57) : Menunjukkan bagian abstrak.
9. Sandi (71) : Menunjukkan nama dan alamat pemohon.
10. Sandi (72) : Menunjukkan nama penemu/inventor.
11. Sandi (74) : Menunjukkan nama dan alamat konsultan.
12. Sandi (45) : Menunjukkan tanggal diberikannya paten.
13. Sandi (11) : Menunjukkan nomor paten.
Dalam amar putusan majelis hakim Pengadilan Negeri
Makassar disebutkan, dalam ketentuan Pasal 26, 27, dan 28 Undang-
Undang Paten diatur tentang kewajiban hukum bagi inventor asing dan
tata cara permohonan inventor asing atas invensinya. Berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 27 tersebut diketahui, stripper yang
dikembangkan IRRI dan paten stripper atas nama Reynold
Engineering Limited tidak terdaftar di Indonesia, sehingga menurut
hukum tidak ada kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap
invensi tersebut.
Sementara dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang tersebut
diatur bahwa, permohonan dengan menggunakan hak prioritas
sebagaimana diatur dalam Paris Convention for the Protection of
Industrial Property harus diajukan paling lama 12 (dua belas) bulan
terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan paten yang pertama
92
kali diterima di negara manapun yang juga ikut serta dalam konvensi
tersebut atau menjadi anggota Agreement Establishing the World
Trade Organization.
Dengan beberapa alasan tersebut, maka Majelis Hakim yang
diketuai oleh Yulman, Anggota Majelis Zainuri dan Kemal Tampubolon
menyatakan menolak gugatan pokok para penggugat karena tidak
beralasan hukum. Dengan demikian, hak paten sederhana Nomor ID 0
000 656 S atas alat pemanen padi sistem menyisir hasil temuannya,
atau lebih dikenal dengan Mesin Chandue atas nama Paisal Bin
Paddoca tidak dicabut hingga saat ini.
2. ANALISIS KASUS :
Dalam melakukan analisis kesesuaian putusan dengan hukum,
penulis akan memaparkan dan menganalisis Putusan Pengadilan
Niaga Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS Jo Putusan
Mahkamah Agung No. 28 K / Pdt.Sus / 2013.
a. Unsur Novelty
Berdasarkan dakwaan dari M.Nur Harti sebagai penggugat,
yaitu Pasal 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2001 tentang Paten.
“Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung
langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.”
93
Pasal ini bermakna bahwa Paisal tidak memenuhi syarat
materiil dalam mengajukan permohonan penerbitan Hak Paten
Sederhana kepada Tergugat II (Dirjen HKI) karena Paisal sebagai
subyek paten bukan seorang inventor sebagaimana diatur dalam Pasal
1 undang-undang Paten. Demikan halnya invensi yang diakui sebagai
hasil temuannya bukan merupakan invensi yang baru dan telah
menjadi milik umum yaitu hanya barang lama yang sudah
dipergunakan di Eropa sejak awal tahun 1990 dan diperkenalkan di
Indonesia pada tahun 1994 oleh IRRI.
Pertimbangan hakim menyatakan lain karena adanya fakta
hukum yang terbukti dalam perkara ini yaitu Stripper buatan tergugat
Paisal telah lebih dahulu dibuat menjadi invensi sebelum datangnya
stripper IRRI di Kabupaten Pinrang :
a. Pada tahun 1993 tergugat I telah memperkenalkan Stripper
buatan tergugat I dan mendemonstrasikan pemakaian di
hadapan Gubernur Sul-Sel.
b. Pada tahun 1997 tergugat I bersama dengan Atiami sama-
sama mendemonstrasikan Stripper, pihak Atiami
mendemonstrasikan buatan IRRI.
94
Dari data-data yang penulis temukan dari hasil wawancara
maupun dari website terdapat perbedaan antara Stripper buatan IRRI
dan mesin buatan Paisal, yaitu :
Spesifikasi Stripper IRRI SG 800 :75
1. Nama Mesin : IRRI SG 800
2. Tenaga : 11-13 HP Engine Bensin
3. Bobot : 240 kg
4. Dimensi :
- Panjang : 2600 mm
- Lebar : 1900 mm
- Tinggi : 1300 mm
5. Kapasitas lapang : 1 hektar per hari
6. Kecepatan di lapangan: 4,3 km/jam
7. Kecepatan mundur : 3,5 km/jam
8. Jumlah operator : 4 orang
75http://jurnalskripsitesis.wordpress.com/Buku_alat_dan_mesin_pemanen_padi_di_Indonesia.pdf. diakses pada tanggal 21 Agustus 2013.
95
Spesifikasi Stripper Padi Merk CHANDUE : 76
1. Nama Mesin : Chandue DP 6000
2. Tenaga : 17 HP Engine Bensin
3. Bobot : 260 kg
4. Dimensi :
- Panjang (rata-rata) : 2800 mm
- Lebar : 2000 mm
- Tinggi : 1500 mm
5. Kapasitas lapang : 1 hektar per hari
6. Kecepatan di lapangan: 4,0 km/jam
7. Kecepatan mundur : 4,0 km/jam
8. Kemampuan berputar : 360 derajat
9. Konsumsi bahan bakar : 2,75 s/d 3 liter per jam
10.Jumlah operator : 4 orang
11.Susut Tercecer : 2,9%
Mesin Chandue merupakan hasil modifikasi dari stripper IRRI
yaitu dari Walking type menjadi Riding type. Menurut penulis, Paisal
76 Ibid.,
96
tidak menjiplak secara keseluruhan dari mesin IRRI tersebut melainkan
memodifikasi dari mesin buatannya dengan mesin IRRI. Dilihat dari
prinsip kerjanya Stripper IRRI masih menggunakan walking type
artinya petani membajak sawah dengan mendorong mesin tersebut
dengan berjalan kaki, sedangkan mesin Chandue prinsip kerjanya
yaitu riding type artinya petani duduk di atas mesin layaknya
menggunakan motor dalam membajak sawah.
Menurut Ahmad77 menyatakan mesin IRRI ini masih tersimpan
di Disperindag dengan kondisi yang sudah lapuk karena mesin ini
terbuat dari tripleks. Mesin ini menggunakan glebek berbentuk gerigi
dan menggunakan metal sebagai sisir. Sedangkan mesin Chandue
terbuat dari pelat/baja dan menggunakan glebek berbentuk slinder
rotary dan dipasang sisir karet.
Lebih lanjut Ahmad78 mengatakan mesin IRRI bentuknya lebih
kecil dari pada mesin Chandue. Mesin IRRI cara kerjanya dengan cara
didorong, kalau mesin Chandue cara kerjanya diduduki karena dia
punya tempat duduk di atas mesin. Jadi perbedaan mendasar yang
membedakan mesin IRRI dengan mesin Chandue ini adalah kursi
yang terdapat pada mesin Chandue, sedangkan buatan IRRI tidak
terdapat kursi.
77 Hasil wawancara dengan Ahmad sebagai Kepala Bidang Industri Logam, Mesin, dan Tekstil pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan tanggal 17 Oktober 2013. 78 Ibid.,
97
Selanjutnya dari data yang penulis temukan terdapat beberapa
keunggulan mesin Chandue buatan Paisal dari stripper IRRI adalah
mesin Chandue dapat beroperasi pada lahan sawah yang berlumpur
dalam dan berair melimpah, sedangkan mesin IRRI tidak dapat
beroperasi pada lahan yang berlumpur dan berair melimpah,
melainkan hanya mampu beroperasi di lahan sawah pasang surut
yang berlumpur dangkal dengan genangan air kurang dari 5 cm,
kemudian waktu panen yang diperlukan pada mesin IRRI yaitu lebih
dari 4 hari, sedangkan pada mesin Chandue waktu panen dapat
diselesaikan hanya dalam sehari. Dalam hal ini dapat dikatakan mesin
buatan Paisal lebih unggul daripada mesin buatan IRRI.
Penulis berpendapat unsur kebaruan yang terdapat pada mesin
pemanen padi merek Chandue ini sudah terpenuhi karena dari
penelusuran prior art nya ditemukan perbedaan dari ide yang
sebelumnya, dengan kata lain tidak serupa dengan yang sudah ada
sebelumnya. Kemudian, unsur dapat diterapkan dalam bidang industri
telah terpenuhi pada mesin Chandue yang merupakan alat teknologi di
bidang pertanian.
Dilihat dari unsur Novelty yang terdapat dalam mesin IRRI
ataupun mesin Chandue, penulis menyimpulkan:
- Mesin IRRI menggunakan glebek berbentuk gerigi dan
menggunakan metal sebagai sisir, sedangkan mesin Chandue
98
menggugakan glebek berbentuk slinder roteri dan dipasang
karet sisir, nampak perbedaan yaitu mesin IRRI sisirnya terbuat
dari metal sedangkan mesin Chandue sisirnya terbuat dari
karet.
- Mesin IRRI terbuat dari triplek, sedangkan mesin Chandue
terbuat dari pelat atau baja.
- Sistem kerja Mesin IRRI masih menggunakan sistem Walking
type, sedangkan mesin Chandue sistem kerjanya menggunakan
Riding type.
Penulis berpendapat unsur kebaruan yang terdapat pada mesin
pemanen padi merek Chandue ini sudah terpenuhi karena dari
penelusuran prior art nya ditemukan perbedaan dari ide yang
sebelumnya, dengan kata lain tidak serupa dengan yang sudah ada
sebelumnya. Kemudian, unsur dapat diterapkan dalam bidang industri
telah terpenuhi pada mesin Chandue yang merupakan alat teknologi di
bidang pertanian.
Dengan melihat beberapa perbedaan tersebut, mesin Chandue
buatan Paisal menurut penulis telah memenuhi syarat Novelty /
kebaruan dan berbeda dengan prior-Art nya terdahulu yaitu Stripper
IRRI.
Selanjutnya,karena mesin pemanen padi merek Chandue ini
terdaftar sebagai Paten Sederhana maka unsur-unsurnya berupa
novelty dan unsur dapat diterapkan dalam industri saja, sedangkan
99
mengandung langkah inventif tidak termasuk dalam unsur Paten
Sederhana.
Selanjutnya dalam tuntutan penggugat yaitu :
1. UU NO.14 Tahun 2001 tentang Paten, bab VI Pasal 88 s/d
Jo Pasal 2 s/d Pasal 7 ;
2. Pasal 266 KUH Pidana tentang menempatkan keterangan
palsu dalam Akta Outentik ;
Berdasarkan tuntutan penggugat yang tercantum dalam UU
No.14 Tahun 2001 tentang Paten, bab VI Pasal 88 s/d Jo Pasal 2 s/d
Pasal 7 ; penulis berpendapat bahwa pasal yang diajukannya itu salah.
Pasal 88 Undang-Undang Paten adalah mengenai pembatalan paten
batal demi hukum.
Pasal 88
Paten dinyatakan batal demi hukum apabila pemegang
paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan
dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang
ini.
Menurut penulis Pasal 88 Undang-Undang Paten tersebut
mengenai kewajiban Paisal sebagai inventor membayar biaya tahunan
jadi tidak ada hubungan dengan yang didakwakan. Jadi sebaiknya
tuntutan dari penggugat tersebut langsung ke inti permasalahan saja
berdasarkan Pasal 91 Undang-Undang Paten yaitu batal berdasarkan
100
gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga kepada pemegang paten
melalui Pengadilan Niaga.
Pasal 91 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 menyatakan
bahwa seseorang yang dapat mengajukan gugatan pembatalan
sertifikat paten adalah pihak-pihak yang berkepentingan yaitu Paisal
sebagai pemegang sertifikat paten dan IRRI sebagai penemu mesin
stripper. Sedangkan Nur Harti sebagai pihak ketiga yang telah
melangggar hak paten milik Paisal. Namun dalam konteks ini pihak
IRRI tidak mengajukan gugatan terhadap Faisal karena telah menjiplak
hasil dari invensinya. Melainkan Paisal mendapat anjuran dari IRRI,
IPB melalui tim peneliti Development of Stripping dan anjuran dari
Disperindang Sul-Sel untuk membuat dan mengembangkan Stripper
untuk digunakan oleh petani. Namun penulis sependapat dengan
pertimbangan hakim yang menyatakan gugatan dapat dilakukan oleh
pihak ketiga kepada pemegang Paten melalui Pengadilan Niaga.
Menurut Pasal 92, jika gugatan pembatalan paten didasarkan
atas gugatan pihak ketiga, hanya mengenai satu atau beberapa klaim
atau bagian dari klaim, pembatalannya dilakukan hanya terhadap klaim
yang pembatalannya digugat. Artinya tidak serta merta seluruh invensi
yang dilindungi paten dibatalkan oleh Pengadilan Niaga, hanya
terbatas pada klaim yang pembatalannya digugat oleh pihak ketiga.
Jika dihubungkan dengan kasus, kenyataannya si penggugat Nur Harti
menginginkan pembatalan sertifikat paten yang dimiliki oleh Paisal
101
yang artinya seluruh invensi yang dilindungi oleh paten ingin
dibatalkan, bukan berdasarkan bagian klaim yang ingin dibatalkan.
Tuntutan selanjutnya adalah Pasal 266 KUH Pidana tentang
menempatkan keterangan palsu dalam Akta Outentik. Menurut penulis
jika sertifikat paten milik Paisal isinya tidak benar tidaklah mungkin
sertifikat tersebut dikeluarkan oleh Dirjen HKI. Pemberian sertifikat
paten ini tentunya melalui proses pemeriksaan administratif dan
subtantif.
Adapun pemeriksaan administratif meliputi kelengkapan
persyaratan administratif permohonan pendaftaran paten sesuai
dengan Pasal 24 Undang-Undang Paten, sedangkan pemeriksaan
subtantif yaitu pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya aspek
kebaruan pada invensi tersebut. Apabila hasil pemeriksaan subtantif
menunjukkan bahwa invensi yang dimohonkan Paten terdapat
ketidakjelasan atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 s/d Pasal 7, Direktoral Jenderal dapat menolak
permohonan paten tersebut.
b. Permohonan Paten berdasarkan Patent Cooperation Treaty
(PCT)
Pemohon paten dari luar negeri ke Indonesia lebih cenderung
menggunakan fasilitas PCT bila dibandingkan dengan mengajukan
permohonan secara langsung. PCT memiliki kelebihan antara lain
tidak perlu langsung ke Indonesia, tapi cukup melalui biro internasional
102
The World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss,
kemudian pemohon menunjuk Indonesia sebagai salah satu negara
tujuan pendaftaran. Jika pemilik paten cuma meminta perlindungan
paten hanya di satu atau dua negara saja, maka fasilitas itu kurang
tepat karena biayanya relatif lebih mahal. Bagi Indonesia, fasilitas PCT
ini menguntungkan karena akan memacu permintaan paten asing ke
dalam negeri. Indonesia akan mendapat fee dari setiap paten asing
yang meminta perlindungan hukum ke Indonesia.
Jika pemohon menginginkan perlindungan patennya hanya di
satu negara, misalnya Jepang, pemohon bisa saja langsung ke negara
itu. Artinya, perlindungan atas patennya hanya di Jepang. Seperti
contoh seorang mahasiswa S3 Indonesia yang belajar di Jepang,
kemudian menemukan hal yang baru di bidang teknologi, maka dia
bisa saja langsung mendaftarkannya di Jepang, tidak mesti ke
Indonesia.
Konsekuensinya, jelas bila tidak didaftarkan di Indonesia, maka
patennya itu tidak dilindungi di dalam negeri, perlindungan hanya ada
di Jepang.
Perjanjian kerja sama paten (PCT) ini memungkinkan suatu hak
paten yang telah diperoleh di suatu negara dapat dilindungi di berbagai
negara lainnya sekaligus. Untuk itu, setiap warga negara dari negara
peserta konvensi ini dapat mengajukan permohonan hak paten
internasional melalui direktorat jenderal di negaranya. Dalam konvensi
103
ini dimungkinkan juga untuk meminta hak prioritasnya berdasarkan
Konvensi Paris.
IRRI menyatakan,79 Pabrikan lokal diperbolehkan mengadakan
modifikasi dan bebas mempabrikasi atau menggadakan mesin-mesin
desain IRRI, serta menggunakan engine/ motor merek lain, pihak IRRI
hanya memberikan bimbingan dan gambar teknik, akan tetapi tidak
menjamin kualitas mesin hasil produksi pabrikan. IRRI tidak
bertanggungjawab terhadap resiko yang diakibatkan oleh pemilikan
mesin hasil produksi pabrikan ataupun mesin hasil pabrikan yang telah
memperoleh hak paten.
Penulis berpendapat, jelas terlihat pihak IRRI tidak ingin
melibatkan diri dalam proses hukum di Indonesia, pihak IRRI bersifat
open source yang artinya mereka memperbolehkan dan mengijinkan
pabrikan lokal untuk memodifikasi mesin tersebut selama tidak
merugikan kepentingan hukum pihak IRRI. Sehingga pihak IRRI tidak
mengajukan gugatan terhadap Faisal karena telah menjiplak hasil dari
invensinya. Melainkan Faisal mendapat anjuran dari IRRI, IPB melalui
tim peneliti Development of Stripping dan anjuran dari Disperindang
Sul-Sel untuk membuat dan mengembangkan Stripper untuk
digunakan oleh petani.
Dasar pertimbangan hakim pada Putusan Pengadilan Niaga
Makassar No.01/Pdt.Niaga/2009/PN.MKS yang menyatakan Stripper 79 http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id. diakses Tanggal 21 Agustus 2013
104
modifikasi IRRI dan Reynold Enginering Limuted tidak terdaftar sama
sekali di Negara Indonesia dihubungkan dengan ketentuan Pasal 26,
Pasal 27 dan pasal 28 Undang-Undang Paten mengenai permohonan
dengan menggunakan Hak Prioritas ternyata Stripper IRRI tidak
terdaftar di Indonesia. Walaupun stripper IRRI terdaftar di Negara
asalnya yaitu Jerman tetapi dalam hal ini dia tidak menggunakan Hak
Prioritasnya dalam memberikan perlindungan di Negara lain.
Konsekuensinya bila tidak didaftarkan di Indonesia, maka patennya itu
tidak dilindungi di Indonesia, perlindungannya hanya ada di Negara
asalnya Jerman. Permohonan paten di Indonesia tetap mengacu pada
Undang-undang Paten Indonesia, utamanya mengenai syarat-
syaratnya, juga karena pemberian paten di negara lain tidak otomatis
mewajibkan pihak Indonesia untuk memberikan paten pula, tergantung
apakah negara tersebut terdaftar atau ikut serta dalam Konevensi
Paris atau tidak dan apakah Negara tersebut menjalankan prosedur
permohonan paten internasional sesuai dengan Patent Cooperation
Treaty (PCT).
Ketetuan tentang hak prioritas tersebut telah ditetapkan pada
Pasal 29 Undang-undang Paten, dimana permintaan paten yang
menggunakan hak prioritas harus diajukan dalam waktu 12 bulan
terhitung sejak tanggal permintaan paten yang pertama kali di Negara
manapun yang juga ikut serta salam konvesnsi Paris.
105
Oleh karena itu, agar paten tersebut mendapat perlindungan di
beberapa negara, untuk itu pemohon harus mengajukannya di setiap
negara dimana perlindungan itu dikehendaki. Hal ini juga diatur dalam
Pasal 3,Pasal 4 Jo Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 Patent Cooperation
Treaty (PCT) Tahun 1970. Selain itu Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2001 tentang Paten juga mengatur hal ini pada Pasal 109 yaitu :
Pasal 109
(1) Permohonan dapat diajukan melalui Patent Cooperation Treaty (PCT)
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dari beberapa dasar pertimbangan hakim tersebut maka majelis
hakim memutuskan “ Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya”,
yaitu gugatan pembatalan sertifikat paten sederhana milik Paisal
Chandue yang dilakukan Muh.Nur Harti dinyatakan gugur tidak dapat
diterima. Dengan demikian, hak paten sederhana Nomor ID 0 000 656
S atas alat pemanen padi sistem menyisir hasil temuannya, atau lebih
dikenal dengan Mesin Chandue atas nama Faisal Bin Paddoca tidak
dicabut dan masih berlaku hingga saat ini dan belum ada suatu proses
hukum yang meniadakan kekuatan hukum yang melekat didalamnya.
106
c. Sistem pendaftaran First to file
Pendaftaran paten menganut sistem konstitutif, artinya bahwa
orang yang pertama kali mendaftarkan penemuan dianggap sebagai
penemu. Oleh karena itu kepada setiap penemu yang telah selesai
penemuannya hendaknya sesegera mungkin mendaftarkan
penemuannya. Hal ini untuk mengantisipasi adanya orang lain yang
menyabotase penemuan itu dengan cara mendaftarkannya sebagai
penemuan miliknya sendiri. Apabila hal ini terjadi maka untuk dapat
mengembalikan paten penemuan itu kepada penemu yang
sebenarnya, maka penemu yang sebenarnya harus dapat
membuktikan bahwa penemuan itu memang benar-benar miliknya.
Proses pembuktian ini sulit serta memakan waktu dan biaya. Untuk
menghindari terjadinya hal semacam itu, maka penemu harus
sesegera mungkin mendaftarkan penemuannya.
Selain itu HKI juga menganut prinsip keadilan yaitu Prinsip
Keadilan yaitu pencipta sebuah karya yang merupakan hasil dari
kemampuan intelektualnya, wajar bila memperoleh imbalan. Imbalan
tersebut dapat berupa materi maupun bukan materi. Hukum
memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa
suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya
tersebut, yang di sebut hak. Hak yang melekat pada sesorang ini
mewajibkan pihak lain untuk melakukan (Comision) atau tidak
melakukan (Omision) suatu perbuatan.
107
Perlu diketahui bahwa setelah bertahun-tahun kasus ini
berjalan, pada bulan September tahun 2103 perkara kasasi di tingkat
Mahkamah Agung telah putus yaitu dengan dikeluarkannya Putusan
Mahkamah Agung No.28 K/Pdt.Sus/2013.
Dalam amar putusan majelis hakim Mahkamah Agung No.28
K/Pdt.Sus/2013 disebutkan :
- Bahwa tidak terdapat alasan sah untuk tidak memberikan Hak
Paten termohon kasasi atas invensinya karena ternyata di
Indonesia termohon kasasi adalah pihak yang pertama kali
menghasilkan karyanya dan mendemonstrasikannya pada
tahun 1993 pada tahun 1997 invensi stripper hasil termohon
kasasi dibandingkan dengan stripper buatan IRRI, oleh sebab
itu gugatan pembatalan tidak dapat diterima, lagi pula alasan-
alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang
bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan hal mana tidak
dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan dalam tingkat
kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya
berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan
penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku,
adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang atau
108
melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 30 Undang-Undang Mahkamah Agung No.14
Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang No.5 Tahun 2004 dan perubahan terakhir dengan
Undang-Undang No.3 Tahun 2009.
- Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata
putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar
dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan atau
undang-undang sehingga permohonan kasasi yang diajukan
oleh para pemohon kasasi :1.Muhammad Nur Harti, dan kawan-
kawan tersebut harus ditolak.
Dengan beberapa alasan tersebut, maka Majelis Hakim yang
diketuai oleh Valerine, Anggota Majelis yaitu Syamsul Ma’arif dan
Takdir Rahmadi menyatakan menolak Permohonan Kasasi :
1.Muhammad Nur Harti, 2.M.Yusuf, 3.H.Pawelloi,4.Herman, 5.Rustam,
6.Saharuddin, 7.Bahri, 8.Herman, 9.Jasman, 10.Muliadi, 11.Ruslan,
12.Fahri, 13.Lapodding tersebut karena tidak terdapat alasan sah
untuk tidak memberikan Hak Paten termohon kasasi atas invensinya.
Berdasarkan dakwaan-dakwaan yang ditujukan kepada Paisal,
majelis hakim berpendapat lain bahwa alasan-alasan tersebut tidak
dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara seksama
memori kasasi tanggal 30 September 2009 dan 25 Maret 2010 dan
kontra memori kasasi tanggal 26 Oktober 2009 dihubungkan dengan
109
pertimbangan Judex Facti Pengadilan Niaga Makassar ternyata Judex
Facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai
berikut:
Pertimbangan majelis hakim dalam putusan ini yang
menyatakan bahwa tidak terdapat alasan sah untuk tidak memberikan
Hak Paten milik Paisal atas invensinya karena ternyata di Indonesia
termohon kasasi adalah pihak yang pertama kali yang menghasilkan
karyanya dan mendemonstrasikannya pada tahun 1993, dan pada
tahun 1997 invensi stripper buatan Paisal dibandingkan dengan
stripper buatan IRRI, oleh sebab itu pembatalan tidak dapat diterima.
Terhadap pertimbangan tersebut penulis sependapat karena Indonesia
menganut first to file system yang artinya sistem pendaftaran pertama.
Sistem pendaftaran yang berlaku di Indonesia ini didasarkan pada
pendaftar pertama bukan pada penemu pertama. Diketahui yang
menjadi pokok gugatan dari penggugat adalah bahwa Paisal
mencontoh Stripper buatan IRRI dapat dikatakan bahwa Paisal
bukanlah sebagai inventor atau penemu pertama. Dalam hal ini majelis
hakim mengenyampingkan siapa yang menemukan pertama mesin
jenis sisir tersebut tetapi lebih menitikberatkan pada siapa pendaftar
pertama mesin tersebut. Selain itu dikarenakan mesin Stripper IRRI
tidak terdaftar di Indonesia sedangkan sistem HKI yang berlaku di
Indonesia mengatur bahwa pendaftaran melahirkan perlindungan
hukum bersifat teritorial. Artinya, perlindungan hukum hanya berlaku di
110
tempat pendaftaran tersebut dilakukan. Oleh karena Mesin stripper
IRRI tidak didaftarkan di Indonesia dan pihak IRRI tidak menggunakan
hak prioritasnya dalam Patent Cooperation Treaty (PCT) maka Paisal
lah yang berpeluang untuk mendaftarkan pertama kali hasil
kreatifitasnya tersebut.
Berdasarkan analisis diatas maka Putusan Mahkamah Agung
No. No.28 K/Pdt.Sus/2013 yang menguatkan Putusan Pengadilan
Niaga Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS. dengan menolak
permohonan penggugat sudah tepat dalam menerapkan hukum
dengan berdasarkan pertimbangan bahwa Putusan Pengadilan Niaga
Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS dalam perkara ini tidak
bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang sehingga
permohonan kasasi dari para penggugat tersebut harus ditolak,
sehingga Hak Paten milik tergugat Paisal tidak dibatalkan dan masih
sah dan berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perlindungan.
Sehingga Putusan Mahkamah Agung No. No.28 K/Pdt.Sus/2013 dapat
memberikan perlindungan hukum terhadap keabsahan sertifikat paten
sederhana milik Paisal Chandue.
111
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya pada
tesis yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemberian Hak
Paten Atas Mesin Pemanen Padi Merek Chandue” ini, penulis dapat
menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan perlindungan paten terhadap mesin pemanen padi
merek Chandue belum berjalan secara efektif dengan adanya
pelanggaran terhadap hak eksklusif dari Paisal sehingga belum
memberikan kontribusi ekonomi baginya sebagai penemu
dikarenakan kurang optimalnya sosialisasi terkait sudah
didaftarkannya paten dan merek mesin pemanen padi merek
Chandue serta lemahnya peran serta pemerintah dan aparat
penegak hukum dalam rangka pelaksanaaan perlindungan
hukum mesin pemanen padi merek Chandue setelah
pendaftaran.
2. Perlindungan hukum terhadap keabsahan sertifikat paten
sederhana milik Paisal berdasarkan Putusan Putusan
Pengadilan Niaga Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS
Jo Putusan Mahkamah Agung No. No.28 K/Pdt.Sus/2013
adalah Putusan Mahkamah Agung No. No.28 K/Pdt.Sus/2013
menguatkan Putusan Pengadilan Niaga Makassar No.01 /
112
Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS. dengan menolak permohonan
penggugat sudah tepat dalam menerapkan hukum dengan
berdasarkan pertimbangan bahwa Putusan Pengadilan Niaga
Makassar No.01 / Pdt.Niaga / 2009 / PN.MKS dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang
sehingga permohonan kasasi dari para penggugat tersebut
harus ditolak, sehingga Hak Paten milik tergugat Paisal tidak
dibatalkan dan masih berlaku sampai berakhir jangka waktu
perlindungannya.
113
B. SARAN
1. Sebaiknya pemerintah lebih memberikan perlindungan hukum
kepada penemu. Pemerintah harus lebih melakukan
pengawasan dan memperhatikan mengenai perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual lebih serius lagi karena banyak terjadi
penjiplakan terhadap karya intelektual yang telah didaftarkan
dan sangat merugikan bagi penemu. Perlunya peran aktif dari
Pemkab. Pinrang untuk mensosialisasikan secara terus
menerus terkait sudah didaftarkannya hak paten dan hak merek
mesin pemanen padi merek chandue kepada masyarakat dan
pelaku usaha, baik yang ada di dalam negeri maupun
mancanegara, dengan menggunakan media cetak, elektronik
maupun internet. Selain itu, perlunya membentuk tim khusus
yang bertugas untuk menangani segala bentuk pelanggaran
terhadap mesin pemanen padi merek chandue mengingat
jangka waktu perlindungan paten mesin pemanen padi merek
chandue sudah hampir berakhir.
2. Dalam memutus perkara, sebaiknya majelis hakim
memperhatikan segala ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan kasus ini terutama Undang-undang Nomor 14 Tahun
2001 tentang Paten dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
114
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Achmad Ali. 2008. Menguak Tabir Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia.
_________.2009. Pemahaman Awal, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicilia Jurisprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta: Kencana.
Achmad Fauzan. 2004. Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelekual, Bandung: Yrama.
Achmad Zen Umar Purba. 2011. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIP’s, Bandung: Alumni.
Adrian Sutedi. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika.
Ahmadi Miru. 2007. Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek, Jakarta; Raja Grafindo Persada.
Endang Purwaningsih. 2005. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian Hukum terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten. Bogor: Ghalia Indonesia.
Gatot Supramono, 2008, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Jakarta; Rineka Cipta.
Hadi Setia Tunggal, 2012, Tanya Jawab Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta; Harvarindo.
Insan Budi Maulana. 2010. ABC Desain Industri Teori dan Praktek di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakri.
Iswi Hariyani. 2010. Prosedur Mengurus HKI (Hak Kekayaan Intelektual)
Yang Benar: Membahas Secara Runtut Dan Detail Tentang Tata Cara Mengurus Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Pustaka Yustisia.
Julius Rizaldi. 2009. Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan Curang, Bandung, Alumni.
Muhamad Djumhana. 2006. Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: Citra Aditya Bakti.
115
Prayudi Setiadaharma. 2010. Mari Mengenal HKI, Jakarta: Goodfaith Production.
Rachmadi Usman. 2003. Hukum Hak Kekayaan Intellektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: Alumni.
Ridwan HR. 2011. Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
Romli Atmasasmita.2001 Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum. Bandung: Mandar Maju.
Saidin. OK. 2004. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
Soerjono Soekanto. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Makalah :
Nico Kansil, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Milik Intelektual, Makalah pada Seminar Nasional Kejahatan Hak Milik Intelektual, Undip Semarang, tanggal 27 April 1993.
Web/Internet :
http://dgip.go.id http://fauzieyusufhasibuan.wordpress.com http://jurnalskripsitesis.wordpress.com http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id
top related