perlindungan hukum bagi mahasiswa dalam melakukan transaksi elektronik...
Post on 04-Jun-2020
29 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MAHASISWA DALAM MELAKUKAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK
(Studi Deskriptif Empirik pada Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Lampung)
(Skripsi)
Oleh
Silvia Ulfa
1342011163
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Silvia Ulfa
ABSTRAK
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MAHASISWA DALAM MELAKUKAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK
(Studi Deskriptif Empirik pada Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Lampung)
Oleh
Silvia Ulfa
Perkembangan teknologi elektronik telah mempengaruhi aspek kehidupan dan
kegiatan masyarakat. Muncul media elektronik membantu dalam memudahkan
kegiatan perdagangan. Keinginan masyarakat yang serba cepat, ekonomis dan
praktis menjadikan transaksi elektronik melalui internet sebagai pilihan yang
diminati. Kegiatan Transaksi elektronik tersebut diatur dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penelitian ini adalah penelitian empiris dengan tipe penelitian eksplanatori.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan empiris. Data yang
digunakan adalah data primer. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka,
kuisioner, dan wawancara. Pengolahan data melalui tahap pemeriksaan,
penandaan serta sistematisasi data. Data yang diperoleh ditafsirkan secara
kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 90% mahasiswa melakukan
transaksi elektronik, umumnya transaksi elektronik menggunakan Smartphone,
Personal Computer maupun Tablet. Kelebihan transaksi elektronik bagi
konsumen antara lain: menghemat waktu; efektif dan efisien; serta harga lebih
rendah. Kekurangan transaksi elektronik bagi konsumen: biaya pengiriman yang
cukup tinggi; barang tidak sesuai; dan rawan penipuan. Kelebihan dan kekurangan
transaksi elektronik bagi pelaku usaha. Kelebihan bagi pelaku usaha yaitu: biaya
modal rendah; pemasaran wilayah lebih luas; serta efektif dan efisien.
Kekurangan bagi pelaku usaha antara lain: rentan terjadi penipuan; sistem
keamanan yang kurang; serta rawan plagiat. Upaya mahasiswa dalam
penyelesaian sengketa perkara transaksi elektronik, yaitu melalui alternatif
penyelesaian sengketa (non-litigasi), berupa negosiasi, atau konsiliasi dengan
berdasar kepada permasalahan yang terjadi.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Mahasiswa, Transaksi Elektronik
Silvia Ulfa
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MAHASISWA DALAM MELAKUKAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK
(Studi Deskriptif Empirik pada Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Lampung)
Oleh
SILVIA ULFA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Silvia Ulfa. Penulis dilahirkan di Bandar
Lampung pada tanggal 08 April 1995 dan merupakan anak
ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Yurizal, S.H.,
M.M.Pd. dan Ibu Yulinar Mursyit, S.Pd.
Riwayat Pendidikan Penulis diawali dengan Pendidikan di Taman Kanak-Kanak
Amalia Tanjung Senang Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2001,
Pendidikan Dasar di Sekolah Dasar Negeri 2 Rawa Laut Bandar Lampung yang
diselesaikan pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama ditempuh di SMP
Negeri 1 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2010, dan menyelesaikan
pendidikan di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bandar Lampung pada
tahun 2013.
Pada Tahun 2013 penulis melanjutkan Pendidikan di Universitas Lampung
sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Paralel.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan pada
Fakultas Hukum Universitas Lampung yaitu dalam HIMA Perdata.
MOTO
Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah
memudahkannya mendapat jalan ke syurga
( H.R Muslim)
“When everybody said that you can’t do just believe that you can do”
(Silvia Ulfa)
PERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan
skripsiku ini kepada:
Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Yurizal, S.H., M.M.Pd. dan Ibu Yulinar
Mursyit, S.Pd. yang telah tulus dan ikhlas mendidik, membimbing, dan selalu
berdoa dalam setiap sujudnya untuk masa depan terbaik bagi anak-anaknya;
Kakakku Frenki Harditama, S.E., Ak., Titiek Suci Ramadhani, S.E. dan
Abangku Tedi Fanizar, S.H., yang selalu sabar menemani serta
menyemangatiku dan selalu mendukung agar terus menjadi manusia yang
lebih baik lagi.
Silvia Ulfa
SANWACANA
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi
Mahasiswa Dalam Melakukan Transaksi Elektronik (Studi Deskriptif
Empirik pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung)” sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Bagian Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk
pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Armen Yasir, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H, M.H dan Ibu Rohaini, S.H, M.H, Ph.D selaku Ketua
dan Sekretaris Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
Silvia Ulfa
3. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I atas
kesabaran dan kesediaan meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya,
mencurahkan segenap pemikirannya untuk membimbing, memberikan saran
dan masukan, motivasi dan mengarahkan Penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan;
4. Ibu Dewi Septiana, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktunya, dengan kesabaran mencurahkan segenap
pemikirannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik, serta
mengarahkan Penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;
5. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H selaku Dosen Pembahas I yang telah
memberikan kritik, saran dan masukan yang sangat membangun dalam
penulisan skripsi ini;
6. Ibu Selvia Oktaviana, S.H., M.H selaku Dosen Pembahas II yang telah
memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun dalam penulisan
skripsi ini;
7. Ibu Martha Riananda, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik, yang telah
membantu Penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya
Bapak/Ibu Dosen Bagian Hukum Keperdataan yang dengan penuh ketulusan
dan dedikasi memberikan ilmu yang bermanfaat bagi Penulis selama
menyelesaikan studi;
Silvia Ulfa
9. Melisa Rahmaini, S.H. dan Ega Marisa, S.H. yang selalu ada untukku dan
menemani hari-hariku serta senantiasa memberikan semangat dan
dukungannya. Semoga persahabatan kita untuk selamanya;
10. Sahabat-sahabatku Niken Mailiani Putri, Anindya Sekarini, S.Pd, Rendy
Kurniawan, Danyel Darmansyah yang selalu ada untukku dan menghiburku
serta memberi semangat dan dukungannya.
11. Sahabat-sahabatku Amelia Ullfa HN, S.H., Dea Fanawa, S.H., Anissa Putri,
S.E., Terima kasih banyak untuk waktu dan kebersamaannya selama ini;
12. Team Santuy yang gak santuy, Stovia Saras; Sandy Nauval; Agus Setiawan
S.H., Indra Setiawan S.H., Terima kasih selalu menemani dan member
semangat selama akhir perskripsian ini;
13. Teman Seperjuangan Skripsi Perdata, Dea Cinthia, Heni Aprilia, Landoria,
Fazar Eprye, Bangkit, Yona, Aisyah, Devita, Merio, Adha Arafat, Terima
Kasih teman-teman atas kebaikannya selama ini memberi semangat serta
berbagi info-info bermanfaat;
14. Teman-teman KKN dan warga Desa Bangun Rejo, Kecamatan Punduh Pidada
Kabupaten Pesawaran. terima kasih untuk kebersamaannya selama 60 hari;
15. Teman-teman Jurusan Perdata dan seluruh teman-teman Fakultas Hukum
angkatan 2013, terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan masa
perkuliahan ini;
16. Keluarga Besar HIMA PERDATA yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Terima kasih untuk pengalaman dan kebersamaannya selama ini;
Silvia Ulfa
17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah
diberikan kepada Penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya khususnya bagi Penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan
ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 2018
Penulis,
Silvia Ulfa
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
MOTO .............................................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
SANWACANA ...............................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8
A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum ............................ 8
1. Pengertian Perlindungan Hukum .............................................. 8
B. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum terhadap
Konsumen...................................................................................... 11
1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ............................ 11
2. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen .................................... 14
C. Tinjauan Umum tentang Media Elektronik ................................... 15
1. Pengertian Media Elektronik ..................................................... 15
2. Jenis-Jenis Media Elektronik .................................................... 16
D. Tinjauan Umum tentang Transaksi Elektronik ............................. 17
1. Pengertian Transaksi Elektronik ............................................... 17
2. Bukti Dalam Transaksi Elektronik ............................................ 19
3. Prinsip-Prinsip Transaksi Elektronik Berdasarkan
UU No. 11 Tahun 2008 .............................................................. 20
E. Tinjauan Umum Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Tentang
Transaksi Elektronik ..................................................................... 24
1. Kerugian Yang Timbul Dalam Transaksi Elektronik ............. 24
2. Penyelesaian Sengketa yang Timbul Dalam Transaksi
Elektronik ................................................................................ 28
F. Kerangka Pikir............................................................................... 32
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 34
A. Pendekatan Masalah ........................................................................ 34
B. Jenis Penelitian ................................................................................ 35
C. Tipe Penelitian ................................................................................. 35
D. Data dan Sumber Data ..................................................................... 36
E. Populasi dan Sampel ........................................................................36
F. Teknik Pengambilan Sampel ............................................................37
G. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 38
H. Metode Pengolahan Data ................................................................. 40
I. Analisis Data ..................................................................................... 40
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 42
A. Penggunaan Media Elektronik oleh Mahasiswa dalam
Melakukan Transaksi Elektronik ................................................... 42
B. Kelebihan dan Kekurangan Transaksi Elektronik .......................... 50
1. Kelebihan dan Kekurangan Transaksi Elektronik bagi
Konsumen................................................................................ 50
2. Kelebihan dan Kekurangan Transaksi Elektronik bagi
Pelaku Usaha ........................................................................... 53
C. Upaya Mahasiswa dalam Penyelesaian Sengketa Perkara
Transaksi Elektronik ...................................................................... 57
V. PENUTUP .................................................................................................. 72
A. Kesimpulan ...................................................................................... 72
B. Saran ................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi di berbagai bidang, khususnya bidang informatika
memudahkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain, misalnya dalam
hubungan hukum. Perkembangan teknologi elektronik yang sangat pesat telah
mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan dan kegiatan masyarakat.
bermunculan media elektronik yang membantu masyarakat untuk memudahkan
melakukan kegiatan perdagangan.
Salah satu dari media elektronik itu adalah internet, yang dahulu hanya digunakan
untuk mencari informasi dan mengirim data, saat ini menjadi media transaksi
elektronik. Di bidang perdagangan misalnya, semakin banyak mengandalkan
perdagangan elektronik/electronic commerce (e-commerce) sebagai media
transaksi.1
Penggunaan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan mulai dikenal
beberapa tahun belakangan ini dengan cepat meluas, terutama di negara-negara
maju. Perdagangan lewat internet ini berkembang pula dengan sistem bisnis
virtual, seperti virtual store dan virtual company dimana pelaku bisnis
menjalankan bisnis dan perdagangan melalui media internet dan tidak lagi
1 Abdul Halim Barkatullah, Syahrida, Sengketa Transaksi E-Commerce Internasional,
FH Unlam Press, Banjarmasin, 2010, hlm.1
2
mengandalkan basis perusahaan yang konvensional nyata.2 Perkembangan bisnis
melalui internet ini dapat berkembang cepat dengan adanya dukungan dari sarana
penyelesaian yang tersedia, seperti sistem pengiriman yang cepat dan dapat
dipercaya, cara pembayaran yang aman, dan terutama dukungan perangkat hukum
yang ada.
Transaksi elektronik melalui media elektronik khususnya melalui media internet
telah banyak dipilih oleh masyarakat di berbagai negara tidak terkecuali di
Indonesia. Alasan hadirnya transaksi elektronik melalui media internet karena
tidak membuang banyak waktu dan tenaga, cukup duduk di depan komputer
ataupun laptop bahkan telepon genggam (hand phone) kita dapat melakukan
transaksi elektronik. Keinginan masyarakat yang serba cepat, ekonomis dan
praktis menjadikan transaksi elektronik melalui internet sebagai pilihan yang
paling banyak diminati saat ini.
Beberapa tahun belakangan, terjadi pergeseran yang sangat besar di dunia
internet. Dengan adanya akses pengguna internet yang semakin mudah dan lancar,
kini lebih banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan telepon pintar
(smartphone) daripada Personal Computer (PC) untuk mengakses segala
informasi yang ada di dunia maya. Dengan adanya hal tersebut menimbulkan
berbagai macam aplikasi muncul untuk memudahkan pengguna dalam berbelanja
secara online. Selain itu, tidak sedikit pengguna media elektronik memanfaatkan
smartphone dalam mengisi waktu luang khususnya pada mahasiswa, maka
smartphone telah menjadi sumber informasi dan panduan yang luar biasa dalam
2 Asril Sitompul, Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di
Cyberspace), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. xiii
3
mencari informasi, menemukan informasi dan dalam melakukan transaksi
elektronik.
Kegiatan Transaksi elektronik tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disingkat
UU ITE), menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi yang
berarti adanya suatu hubungan hukum yaitu hubungan yang menimbulkan akibat
hukum antara dua pihak atau lebih yang dilakukan dengan menggunakan sarana
komputer, jaringan komputer dan atau media elektronik lainnya.3
Pengaturan mengenai perjanjian di Indonesia hanya mengatur pada perjanjian jual
beli, hal tersebut diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang menyebutkan mengenai syarat sah suatu perjanjian yang mengikat para
pihak. Perjanjian dianggap sah apabila memenuhi syarat subyektif dan syarat
obyektif. Pemenuhan atas syarat tersebut berakibat pada perjanjian yang telah
dibuat menjadi sah. Perjanjian juga mengikat bagi para pihak mengenai hak dan
kewajiban, sehingga pemenuhan syarat sahnya suatu perjanjian mutlak untuk
dipenuhi.
Perjanjian dalam perdagangan elektronik dengan perjanjian biasa tidaklah berbeda
jauh, yang membedakan hanya pada bentuk dan berlakunya. Media dalam
perjanjian biasa yang digunakan adalah tinta dan kertas serta dibuat berdasarkan
kesepakatan para pihak. Setelah dibuat dan disepakati maka perjanjian tersebut
3 Jurnal Hukum,Vol. XIX, No. 19, Oktober 2010, Tinjauan Tentang Dasar Hukum
Transaksi Elektronik Di Indonesia, hlm. 63 diakses pada tanggal 5 Maret 2017
4
mengikat setelah ditandatangani, Sedangkan, dalam perdagangan elektronik
perjanjian menggunakan media elektronik yang ada hanya form atau blanko
klausul perjanjian yang dibuat salah satu pihak yang ditulis dan ditampilkan
dalam media elektronik (halaman web), kemudian pihak yang lain cukup menekan
tombol yang disediakan untuk setuju mengikatkan diri terhadap perjanjian
tersebut.
Transaksi Elektronik pada prinsipnya mengutamakan kemudahan, salah satu
kelebihan transaksi elektronik ini yaitu, efisiensi waktu, tanpa harus bertatap
muka pelanggan bisa membeli barang yang diinginkan. Demikian pula dengan
mahasiswa Universitas Lampung yang berminat menggunakan jasa online shop
sebagai cara belanja ini, yang dapat diakses kapanpun dan dimana saja.
Namun transaksi ini juga mempunyai kelemahan, perihal penyerahan barang
konsumen harus menunggu dahulu dikarenakan menggunakan sistem pengiriman.
Lamanya penyerahan tergantung kepada jauh dekatnya lokasi konsumen. Dengan
demikian transaksi jual beli melalui internet ini dilakukan tanpa tatap muka antara
para pihak. Mereka mendasari transaksi tersebut karena rasa kepercayaan satu
sama lain, sehingga perjanjian jual beli yang terjadi di antara para pihak pun
dilakukan secara elektronik dengan mengakses halaman web yang disediakan,
berisi klausul atau perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama (penjual), dan pihak
yang lain (pembeli) hanya tinggal menekan tombol yang disediakan sebagai tanda
persetujuan atas isi perjanjian yang telah ada, tanpa perlu membubuhkan tanda
tangan seperti perjanjian pada umumnya, tetapi menggunakan tanda tangan
elektronik atau digital signature.
5
Penggunaan elektronik melalui internet juga dapat mempengaruhi tingkat
kebutuhan mahasiswa dalam kehidupannya. Kewajiban sebagai mahasiswa ialah
belajar dan menuntut ilmu. Perubahan lingkungan sosial juga tatanan kehidupan,
mahasiswa mengubah pola hidupnya. Berbagai cara dilakukan mahasiswa untuk
tetap eksis di lingkungannya mulai dari pemilihan cara belajar, memilih teman,
cara berpenampilan, cara memilih hiburan hingga cara mengekspresikan
kreativitas. Mahasiswa mengekspresikan dirinya dengan mencari informasi terkait
dengan tatanan kehidupannya dengan menggunakan teknologi internet.
Perkembangan teknologi membawa banyak perubahan dalam gaya hidup
mahasiswa. Internet mengenalkan berbagai informasi mulai dari jejaring sosial,
berita, video, foto hingga berbelanja.
Berbagai kesempatan di lingkungan sosial mahasiswa Universitas Lampung
sering kali memperbincangkan mengenai berbelanja melalui media elektronik.
Berbelanja melalui media elektronik menjadi topik perbincangan untuk menjalin
komunikasi antara mahasiswa satu dengan yang lainnya. Perbincangan seputar
berbelanja melalui media elektronik untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa
memberikan keingintahuan penulis lebih mendalam mengenai penggunaan media
elektronik oleh Mahasiswa Universitas Lampung dalam melakukan transaksi
elektronik maupun kelebihan dan kelemahan transaksi elektronik ini dalam
memenuhi kebutuhan serta upaya Mahasiswa Universitas Lampung dalam
penyelesaian sengketa perkara transaksi elektronik. Karena, konsumen tidak dapat
melihat dan menyentuh secara langsung barang yang ingin dibelinya namun hanya
melihat melalui foto yang dipajang oleh penjual di internet.
6
Konsumen yang mengalami kerugian akibat melakukan transaksi elektronik
seperti tidak sesuainya barang yang sampai di tangan konsumen dengan foto
barang tersebut di internet. Sehingga konsumen yang merasa dirugikan dan
bingung mengenai bagaimana upaya hukum yang harus ditempuh untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Pelanggaran terhadap hak-hak konsumen
khususnya di dalam transaksi elektronik perlu diatasi dengan peraturan
perundang-undangan guna meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta
meningkatkan kesadaran, kepedulian, kemampuan, pengetahuan,dan kemandirian
konsumen untuk melindungi haknya, serta menumbuh kembangkan sikap pelaku
usaha yang bertanggung jawab.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul:
“Perlindungan Hukum Bagi Mahasiswa Dalam Melakukan Transaksi
Elektronik (Studi Deskriptif Empirik pada Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan memperhatikan pokok-pokok pikiran di atas,
maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah penggunaan media elektronik oleh mahasiswa dalam
melakukan transaksi elektronik?
2. Apakah kelebihan dan kekurangan transaksi elektronik?
3. Bagaimanakah upaya mahasiswa dalam penyelesaian sengketa perkara
transaksi elektronik?
7
C. Tujuan Penelitian
Adapun berdasarkan rumusan masalah, penulisan skripsi ini mempunyai tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penggunaan media elektronik oleh mahasiswa dalam
melakukan transaksi elektronik.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan transaksi elektronik.
3. Untuk mengetahui upaya mahasiswa dalam penyelesaian sengketa perkara
transaksi elektronik.
D. Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai upaya pengembangan ilmu
pengetahuan,ilmu dibidang Hukum Keperdataan khususnya tentang hal yang
berhubungan dengan transaksi melalui media elektronik.
2. Secara Praktis
a) Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi
Penulis khususnya pemahaman pada bidang ilmu pengetahuan Hukum
Telematika dan Perikatan.
b) Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi
mahasiswa Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
c) Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana Fakultas Hukum
Universitas Lampung
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan Hukum adalah segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh
setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan
pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-
hak asasi yang ada sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak-hak Asasi Manusia.
Perlindungan Hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk
mewujudkan tujuan-tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum. Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh hukum
atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum.4
Perlindungan hukum berkorelasi secara signifikan dengan kepastian hukum,
artinya sesuatu dirasakan adanya perlindungan apabila ada kepastian tentang
norma hukumnya dan kepastian bahwa norma hukum tersebut dapat ditegakkan.
Hal ini sesuai dengan asas perlindungan hukum yang menghendaki adanya
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara para pihak yang berhubungan.
4 Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen,
Lampung, 2007. hlm. 31.
9
Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini
hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum,
terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh
manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta
lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban
untuk melakukan suatu tindakan hukum.5
Beberapa ahli hukum banyak juga yang mengeluarkan pendapat mengenai definisi
dari perlindungan hukum itu sendiri, diantaranya:6
1. Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan Perlindungan Hukum adalah
memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain
dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
2. Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum adalah
perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak
asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum
dari kesewenangan.
3. Menurut Philipus M. Hadjon Perlindungan Hukum adalah Sebagai kumpulan
peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.
Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan
terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya hak-hak tersebut.
5 Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Surakarta, Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004, hlm. 3 6 http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ diakses
pada tanggal 10 Agustus 2017 pukul. 20.32 wib.
10
4. Menurut Muktie, A. Fadjar Perlindungan Hukum adalah penyempitan arti dari
perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja.
Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan
kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum
dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai
subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu
tindakan hukum.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Sedangkan yang
dimaksud dengan hukum adalah peraturan yang mengikat dibuat oleh Pemerintah
untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat mengenai peristiwa tertentu dengan
pertimbangan keputusan ditetapkan oleh hakim.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek
hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka
penegakan peraturan hukum. Secara Konseptual, perlindungan hukum yang
diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan
dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada
Pancasila dan prinsip negara hukum yang berdasarkan Pancasila.
Perlindungan hukum merupakan bentuk perlindungan yang utama karena
berdasarkan pemikiran bahwa hukum sebagai sarana yang dapat mengakomodasi
kepentingan dan hak konsumen secara komprehensif, disamping itu hukum juga
11
memiliki kekuatan memaksa yang diakui sehingga dapat dilaksanakan secara
permanen.7
Perlindungan hukum dapat disimpulkan yaitu suatu perlindungan yang diberikan
kepada subyek hukum bertujuan untuk mengusahakan keadilan, pengamanan, dan
pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada
berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.
B. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum terhadap Konsumen
1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang
memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga
mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun batasan
mengenai hukum perlindungan konsumen, yaitu :
“Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi
konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk
(barang dan/atau jasa) konsumen antara penyedia dan penggunaannya dalam
kehidupan bermasyarakat”.8
Arti perlindungan konsumen menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum
7 Ibid., hlm. 30
8 A.Z Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar, Diadit Media.
Jakarta, 2007, Hlm 22.
12
merupakan unsur yang utama karena didalamnya ada korelasi positif antara
kepastian hukum dengan perlindungan konsumen.
Kepastian hukum merupakan variabel yang akan mempengaruhi pemberian
perlindungan terhadap konsumen. Apabila kepastian hukum dapat tercapai, maka
perlindungan hukum juga akan dapat diberikan. Kepastian hukum meliputi segala
upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya
atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela
hakhaknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan
konsumen tersebut.
Pengaturan perlindungan konsumen dapat dilakukan dengan:
a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
keterbukaaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum;
b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh
pelaku usaha;
c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;
d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu
dan menyesatkan;
e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan
konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lain.9
Tujuan dibentuknya perlindungan konsumen meliputi atau mencakup aktivitas-
aktivitas penciptaan dan penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen, yaitu :
9Erman Rajagukguk dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung,
2000. Hlm. 7
13
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastianhukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
keselamatan konsumen.10
Pada awalnya hukum yang digunakan untuk mengatasi masalah di bidang
perlindungan konsumen adalah hukum umum atau hukum yang penerbitannya
tidak khusus ditujukan untuk perlindungan konsumen hal ini dikarenakan hukum
umum memiliki segi-segi positif namun tidak terlepas dari terdapat pula segi-segi
negatifnya. Adapun segi positif dari penggunaan hukum umum antara lain:11
1) Dapat menanggulangi hubungan-hubungan hukum dan masalah-masalah yang
berkaitan dengan konsumen dan penyedia produk konsumen;
10
Wahyu Sasongko, Op. Cit., hlm. 40 11
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008. Hlm. 5
14
2) Kedudukan konsumen dan penyedia pokok konsumen adalah sama di depan
hukum.
Sedangkan sisi negatifnya adalah :
1) Pengertian dan istilah yang digunakan di dalam peraturan perundang-
undangan yang ada tidak selalu sesuai dengan kebutuhan konsumen dan
perlindungan konsumen;
2) Kedudukan hukum yang sama antara konsumen dan penyedia produk
konsumen (pelaku usaha) menjadi tidak berarti apa-apa karena posisi
konsumen tidak seimbang, lemah dalam pendidikan, ekonomis dan daya
tawar, dibandingkan dengan pelaku usaha penyedia produk konsumen.
3) Prosedur dan biaya pencarian keadilannya belum mudah, cepat, dan biaya
murah sebagaimana dikehendaki peraturan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Pemerintah Indonesia bergerak dalam rangka memberikan perlindungan hukum
terhadap konsumen dengan mengeluarkan peraturan yang mengakomodasi hak-
hak dan kewajiban para pihak sebagai bentuk adanya kepastian hukum yang
dalam praktiknya membutuhkan kesepakatan para pihak yaitu dengan
mengeluarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan
peraturan khusus yang mengatur tentang perlindungan konsumen dan pelaku
usaha secara seimbang. Keberadaan Undang-undang Perlindungan Konsumen
15
menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen
melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
Adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum
lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang dan merekapun dapat
menggugat atau menuntut apabila ternyata hak-haknya telah dirugikan atau
dilanggar oleh pelaku usaha.12
C. Tinjauan Umum tentang Media Elektronik
1. Pengertian Media Elektronik
Media elektronik adalah media yang menggunakan elektronik atau energi
elektromekanik sebagai pengguna akhir untuk mengakses kontennya. Istilah ini
merupakan kontras dari media statis (terutama media cetak), yang meskipun
sering dihasilkan secara elektronis tetapi tidak membutuhkan elektronik untuk
diakses oleh pengguna akhir. Sumber media elektronik yang familierbagi
pengguna umum antara lain adalah rekaman video, rekaman audio, presentasi
multimedia, dan konten daring.
Media elektronik dapat berbentuk analog maupun digital, walaupun media
barupada umumnya berbentuk digital. Media elektronik adalah informasi atau
data yang dibuat, disebarkan, dan diakses dengan menggunakan suatu bentuk
elektronik, energi elektromekanikal, atau alat lain yang digunakan dalam
komunikasi elektronik. Yang termasuk ke dalam media elektronik antara lain
12
Ibid., hlm. 7
16
televisi, radio, komputer, handphone, dan alat lain yang mengirim dan menerima
informasi dengan menggunakan elektronik.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), media elektronik
adalah sarana media massa yang menggunakan alat-alat elektronik modern,
seperti radio, televisi, komputer, handphone, dll.
2. Jenis-Jenis Media Elektronik
Beberapa jenis media elektronik yang banyak digunakan di Indonesia, antara lain:
a. Televisi
TV atau televisi berasal dari bahasa Yunani yaitu tele yang berarti jauh dan
bahasa Latin yaitu viso yang berarti penglihatan. Jadi, TV bisa diartikan
sebagai suatu alat komunikasi jarak jauh yang menggunakan media visual atau
penglihatan.
b. Radio
Radio adalah transmisi sinyal dengan cara modulasi dan radiasi
elektromagnetik baik lewat udara atau ruangan hampa udara.
c. Telepon seluler atau handphone
Telepon seluler atau handphone adalah alat komunikasi modern tanpa kabel
atau wireless sehingga mudah dibawa kemana-mana. Fungsinya hampir sama
dengan telepon konvensional yang ada di rumah, hanya saja telepon seluler
bisa digunakan untuk mengirim dan menerima pesan singkat melalui layanan
short messaging service (SMS). Beberapa jenis telepon seluler ada yang
disertai berbagai fitur lain seperti bluetooth, kabel data, dan internet yang
semakin memudahkan pertukaran informasi.
17
d. Komputer/laptop
Komputer berasal dari kata computare yang berarti menghitung. Komputer
adalah mesin yang dapat memanipulasi, menyimpan, dan mengolah data
sesuai dengan prosedur dan instruksi yang diberikan. Komputer dan laptop
sebenarnya sama dari segi fungsi hanya saja laptop terkesan lebih canggih dan
praktis, karena sifatnya yang mobile dan harganya yang lebih mahal.
e. Smartphone dan tablet komputer
Smartphone memiliki fungsi dasar yang sama seperti telepon seluler biasa,
yaitu sebagai alat komunikasi dengan fitur telepon dan pesan singkat, hanya
saja smartphone atau telepon pintar ini lebih canggih karena adanya fitur-fitur
tambahan yang tidak dimiliki telepon seluler biasa. Sedangkan tablet
komputer adalah komputer portabel lengkap yang bersifat mobile dengan layar
sentuh sebagai piranti input yang menggunakan stylus, pena digital, atau ujung
jari, tidak seperti komputer biasa yang menggunakan keyboard atau mouse.
D. Tinjauan Umum tentang Transaksi Elektronik
1. Pengertian Transaksi Elektronik
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 UUITE bahwa transaksi
elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi
menggunakan sarana elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun
privat sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) UUITE. Pada pembahasan berikutnya
materinya dibatasi transaksi elektronik dalam lingkup hukum privat. Di dalam
transaksi elektronik antara pihak-pihak hanya mengandalkan itikad baik, karena
18
memang transaksi elektronik dikenal di dunia maya yang tidak saling
mempertemukan antara pihak-pihak yang bertransaksi sesuai dengan Pasal 17 ayat
(2) UUITE yang menentukan bahwa para pihak yang melakukan Transaksi
Elektronik wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
Jual beli adalah perjanjian, yang berarti perjanjian sebagaimana dimaksud oleh
Pasal 1313 KUH Perdata adalah "suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih". Subekti
mengartikan perjanjian adalah "suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada
seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal".13
Perjanjian jual beli agar mempunyai kekuatan mengikat terhadap kedua belah
pihak, maka harus dibuat memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. Syarat
sahnya perjanjian yang dimaksud adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal
1320 KUH Perdata.
Perkataan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya” sebagaimana Pasal 1338 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata di atas, mengandung maksud bahwa buku III menganut
asas kebebasan berkontrak, maksudnya bahwa: “Setiap orang boleh mengadakan
perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam undang-undang.
Walaupun berlaku asas ini, kebebasan berkontrak tersebut dibatasi oleh tiga hal,
13
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2004, hlm.1
19
yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan
dan ketertiban umum”.14
Perjanjian jika dibuat memenuhi syarat sahnya perjanjian, maka perjanjian
tersebut mengikat kedua belah pihak sejak tercapainya kata sepakat mengenai hal-
hal yang pokok, demikian halnya dengan perjanjian jual beli sesuai dengan
ketentuan Pasal 1458 KUH Perdata.
Menghindari kemungkinan terjadinya sengketa akibat peralihan hak atas tanah,
peralihan hak atas tanah perlu dibuat dalam bentuk perjanjian. Hal ini secara tegas
diatur dalam Pasal 1338 alinea pertama KUH Perdata. Hal tersebut di atas berarti
bahwa para pihak dalam membuat perjanjian harus didasarkan atas kemauan yang
bebas sebagai perwujudan dari asas kebebasan berkontrak.
Memperhatikan uraian sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa dalam
transaksi elektronik khususnya hukum privat dasar yang digunakan adalah aturan-
aturan dalam KUH Perdata terutama Buku III tentang Perikatan. Pada perikatan
ini menganut asas kebebasan berkontrak, maksudnya pihak-pihak diberi
kebebasan dalam membuat perjanjian atau transaksi asalkan tidak bertentangan
dengan undang-undang, ketertiban umum maupun kesusilaan.
2. Bukti Dalam Transaksi Elektronik
Membahas mengenai transaksi elektronik tidak lepas dari membahas mengenai
alat bukti, karena dalam transaksi elektronik belum secara keseluruhannya dapat
digunakan sebagai alat bukti sah terjadinya hubungan hukum para pihak.
14
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.
84
20
Perihal alat bukti sah, diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata, yang menentukan
sebagai berikut:
Alat pembuktian meliputi:
a. bukti tertulis;
b. bukti saksi;
c. persangkaan;
d. pengakuan;
e. sumpah.
3. Prinsip – Prinsip Transaksi Elektronik Berdasarkan UU No. 11 Tahun
2008
UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE menerangkan bahwa prinsip-prinsip
transaksi elektronik tidak diatur secara jelas tetapi dalam beberapa pasal dalam
undang-undang ini secara tersirat mengatur mengenai prinsip-prinsip kontrak
dalam suatu transaksi elektronik.
a. Prinsip kepastian hukum
Dalam pasal 18 ayat (1) UU ITE disebutkan bahwa : “ Transaksi elektronik
yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak” Suatu
transaksi elektronik mengikat pihak-pihak yang saling terkait di dalamnya,
artinya suatu kontrak elektronik merupakan undang-undang bagi para pihak
yang membuatnya. Apabila ada salah satu pihak yang melanggar kontrak
elektronik tersebut maka pihak yang lain dapat mengajukan gugatan terhadap
pihak yang melanggar kontrak tersebut.
21
b. Prinsip itikad baik
Sama halnya seperti dalam KUHPerdata dalam UU ITE juga ada diatur
mengenai prinsip itikad baik dalam melakukan kontrak elektronik. Hal ini
diatur dalam Pasal 17 ayat (2) UU ITE, Pasal ini menyatakan : “para pihak
yang melakukan transaksi elektronik wajib beritikad baik dalam melakukan
interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik selama transaksi berlangsung”.
Prinsip itikad baik berarti para pihak yang bertransaksi tidak bertujuan untuk
secara sengaja mengakibatkan kerugian kepada pihak lainnya tanpa
sepengetahuan pihak lain tersebut. Seperti telah disinggung sebelumnya dalam
prinsip itikad baik dalam suatu kontrak elektronik menurut KUHPerdata,
bahwa para pihak yang membuat kontrak haruslah mempunyai itikad baik
dalam melaksanakan kontrak elektronik tersebut, sebab dalam suatu kontrak
elektronik para pihak dapat membuat suatu kontrak tanpa harus bertemu
terlebih dahulu, hanya melalui perantaraan media elektronik.
Kontrak elektronik para pihak tidak boleh mempunyai niatan yang buruk,
pihak penawar harus jujur mengenai produknya dan produk yang diperjanjikan
tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
norma kepatutan maupun norma kesusilaan. Dalam suatu transaksi atau
kontrak elektronik dilarang adanya tindakan yang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen. Hal ini diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, apabila
22
hal ini terjadi maka pihak atau orang yang melakukannya dapat dikenai pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau dikenai denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat
(2) UU ITE dan bilamana pihak yang menerima penawaran tidak memiliki
itikad baik dalam melaksanakan suatu kontrak, pihak penawar dapat
mengajukan gugatan.
c. Prinsip Konsensualisme dalam UU ITE dalam Pasal 20 diatur mengenai kapan
suatu transaksi elektronik dikatakan terjadi. Pasal 20 ayat (1) UU ITE
menyatakan :
” Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui
penerima” Pasal 20 ayat (2) UU ITE menyatakan : ” Persetujuan atas
penawaran transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik”.
Dari Pasal ini dapat dilihat bahwa dalam UU ITE juga diatur mengenai prinsip
konsensualisme dalam melakukan kontrak elektronik, dengan penerapan yang
berbeda dengan kontrak konvensional, dimana dalam kontrak elektronik
kesepakatan terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim oleh pengirim
diterima dan disetujui oleh penerima, dan persetujuan akan kesepakatan
tersebut harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik,
misalnya dengan mengirimkan e-mail konfirmasi.
23
d. Prinsip keterbukaan atau transparansi mengenai prinsip keterbukaan atau
transparansi dalam suatu kontrak elektronik dalam UU ITE diatur dalam Pasal
9 yang menyatakan : ” Pelaku usaha yang menawarkan produk melaui sistem
elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan
dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan” Dengan
adanya prinsip ini maka suatu perusahaan atau pihak yang menawarkan
produk harus terbuka atas produk yang dikeluarkan dan isi kontrak yang
dibuat ini tidak boleh mengandung unsur yang merugikan konsumen, bila hal
ini dilakukan maka perusahaan atau pihak penawar tersebut dapat dikenai
sanksi pidana sesuai Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
e. Prinsip kebebasan kontrak yang terbatas
Para pihak dalam melakukan kontrak dengan cara apa saja, dalam hal kontrak
elektronik dibuat dengan menggunakan media elektronik dalam hal ini
internet. Para pihak juga bebas membuat kontrak tentang apa saja, dan
perjanjian atau kontrak tersebut akan mengikat kepada para pihak
sebagaimana halnya undang – undang. Ini juga berlaku dalam kontrak
elektronik hanya saja dalam kontrak elektronik ada barang – barang tertentu
yang tidak boleh diperjualbelikan, seperti misalnya hewan. Ada juga barang –
barang yang tidak dapat diperjualbelikan melalui transaksi elektronik, seperti
tanah. Karena disyaratkan bahwa jual beli tanah harus dituangkan dalam akta,
yaitu akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dari sini tampak adanya
prinsip kebebasan kontrak yang terbatas.
24
Pasal yang menjadi dasar hukum prinsip kebebasan berkontrak yang terbatas
ini adalah Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19 UU ITE. Bunyi dari Pasal 18 ayat (1)
UU ITE ini adalah : ” Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak
elektronik mengikat para pihak” Pasal 19 menyatakan bahwa : ” Para pihak
yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik
yang disepakati” Dari kedua pasal ini diberikan kebebasan kepada para pihak
untuk dapat melakukan transaksi elektronik ke dalam kontrak elektronik
dengan bentuk apa saja tetapi kontrak elektronik tau transaksi elektronik
tersebut juga dibatasi, dimana para pihak harus menggunakan sistem
elektronik yang telah disepakati.
E. Tinjauan Umum Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Tentang
Transaksi Elektronik
1. Kerugian Yang Timbul Dalam Transaksi Elektronik
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 18 ayat (1) UUITE bahwa Transaksi
Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak,
yang berarti bahwa apabila salah satu pihak tidak memenuhi kesepakatan yang
terjadi dalam transaksi elektronik tersebut yang berakibat timbulnya kerugian,
maka pihak yang dirugikan akibat transaksi elektronik berhak untuk mengajukan
gugatan ganti kerugian.
Perihal gugatan ganti kerugian pada umumnya terjadi karena adanya ingkar janji
atau wanprestasi dan karena adanya perbuatan melanggar hukum atau
onrechtmatigedaad. Gugatan ganti rugi atas dasar “wanprestasi artinya tidak
25
memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan”.15
Gugatan atas
dasar wanprestasi diawali dengan tidak dipenuhinya suatu kewajiban yang timbul
dari suatu perjanjian. Ganti rugi yang didasarkan atas suatu perjanjian, di mana
salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban yang didasarkan atas perjanjian dapat
dikatakan ingkar janji atau wanprestasi
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak
mengikat pada saat kedua belah pihak mencapai kata sepakat mengenai hal-hal
pokok yang dijanjikan. Dengan tercapainya kata sepakat maka untuk tahap
berikutnya yaitu pelaksanaan perjanjian tersebut.
Pelaksanaan perjanjian, timbul pada saat perjanjian tersebut mengikat kedua belah
pihak, yaitu sejak saat tercapainya kata sepakat mengenai hal-hal yang pokok
antara kedua belah pihak yang disebut dengan konsensus..16
Dengan tercapainya
kata sepakat, maka menimbulkan suatu kewajiban secara timbal balik yang
disebut juga dengan prestasi. Prestasi diartikan oleh Abdulkadir Muhammad
sebagai “kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan”.17
Prestasi merupakan kewajiban, yang berarti kewajiban yang harus dipenuhi oleh
para pihak yang membuat perjanjian sebagai pelaksanaan dari perjanjian tersebut.
Kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian menurut Pasal 1234 KUH Perdata
yang menentukan bahwa “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,
untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Hal ini berarti bahwa
wujud prestasi dalam suatu perjanjian adalah untuk memberikan atau
menyerahkan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Dalam hubungannya asuransi
15 Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hlm. 20.
16
Subekti, Op. cit., hlm. 23.
17
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 17.
26
bentuk prestasinya berupa berbuat sesuatu, yaitu melakukan perbuatan yang tidak
sesuai yang telah diperjanjikan bersama.
Dengan demikian seseorang yang wanprestasi memberikan hak kepada pihak lain
yang dirugikannya untuk menggugat ganti kerugian. Mengenai bentuk ganti
kerugian, Pasal 1246 KUH Perdata menentukan bahwa “Biaya, rugi dan bunga
yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan penggantiannya, terdirilah pada
umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat
dinikmatinya,…”.
Gugatan ganti kerugian atas dasar perbuatan melanggar hukum, diawali pada
mulanya perbuatan melawan hukum hanya ditujukan pada perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku saja. Namun
setelah tahun 1919, yang dipelopori oleh Pengadilan Tertinggi di Negeri Belanda
(putusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919). Istilah “onrechtmatige daad“
ditafsirkan secara luas, sehingga meliputi pula suatu perbuatan yang bertentangan
dengan kesusilaan atau dengan yang dianggap pantas dalam pergaulan hidup
masyarakat.
Berdasarkan Arrest Hoge Raad 1919, suatu perbuatan melawan hukum, jika :
1. melanggar hak orang lain;
2. bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pelaku;
3. bertentangan dengan kesusilaan;
4. bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam lalu-lintas masyarakat
terhadap diri atau barang orang lain.
27
Gugatan ganti rugi atas dasar perbuatan melanggar hukum diatur dalam Pasal
1365 KUH Perdata, yang menentukan: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut”. Pasal 1365 KUH
Perdata tersebut, di dalamnya terkandung unsur-unsur :
a. Perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad);
b. Harus ada kesalahan;
c. Harus ada kerugian yang ditimbulkan;
d. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.18
Apabila memperhatikan uraian di atas menunjukkan bahwa pelaku usaha jika
melakukan perbuatan yang memenuhi keseluruhan unsur pasal 1365 KUH
Perdata, maka dapat dimintakan pertanggungjawaban berupa ganti rugi. Perihal
ganti rugi dalam perbuatan melanggar hukum, menurut yurisprudensi “kerugian
yang timbul karena perbuatan melanggar hukum, ketentuannya sama dengan
ketentuan kerugian yang timbul karena wanprestasi dalam perjanjian. Ketentuan
tersebut diperlakukan secara analogi”19
. Kerugian atas dasar wanprestasi
bentuknya berupa biaya, rugi dan bunga sesuai dengan pasal 1246 KUH Perdata,
sebagaimana yang telah dikutip di atas.
18
Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hlm. 142. 19
Ibid.
28
2. Penyelesaian Sengketa yang Timbul Dalam Transaksi Elektronik
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (2), (3), (4) dan ayat (5) UU ITE
menentukan sebagai berikut:
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi
Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi
Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas
Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang
berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi
Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada
asas Hukum Perdata Internasional
Memperhatikan uraian sebagaimana pasal 18 UUITE di atas dapat dijelaskan
bahwa jika dalam transaksi elektronik timbul suatu sengketa maka instansi yang
menyelesaikannya tergantung pada keinginan para pihak, di mana para pihak
memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi
Elektronik internasional yang dibuatnya, apabila para pihak tidak melakukan
pilihan hukum maka, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata
Internasional.
29
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan umum telah mengetahui yaitu
memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit, sehingga penyelesaian
sengketa alternatif banyak menjadi pilihan di antaranya melalui arbitrase,
sehingga dalam pembahasan berikutnya materi penyelesaian secara arbitrase.
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan
umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh
para pihak yang bersengketa (Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999). Perihal
arbitrase, terdapat tiga hal yang dapat dikemukakan dari definisi perjanjian
arbitrase, di antaranya:
a. perjanjian arbitrase merupakan salah satu bentuk perjanjian;
b. perjanjian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis;
c. perjanjian-perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk
menyelesaikan sengketa yang dilaksanakan di luar peradilan umum.
Penyelesaian perkara perdata melalui lembaga peradilan tidak cukup hanya pada
lembaga peradilan dalam arti Pengadilan Negeri saja, karena jika dengan putusan
peradilan tingkat pertama tersebut terdapat pihak yang merasa dirugikan, dapat
mengajukan upaya hukum pada peradilan yang lebih tinggi yaitu upaya banding
pada Pengadilan Tinggi. Jika putusan Pengadilan Tinggi tersebut mengakibatkan
salah satu pihak merasa keberatan karena dirugikan, maka dapat mengajukan
upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung, dan demikian juga jika salah satu
pihak merasa keberatan terhadap putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi,
dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali pada Mahkamah Agung.
Penyelesaian melalui jalur lembaga peradilan, selain memakan waktu cukup lama
yang dilanjutkan dengan banyaknya tenaga dan biaya yang dikeluarkan oleh
30
pihak-pihak berperkara. Penyelesaian melalui jalur hukum, pada prinsipnya yang
digunakan sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan adalah hukum
nasional negara Indonesia. Kondisi yang demikian tentunya kurang
menguntungkan bagi pihak-pihak yang bersengeka di mana salah satu pihaknya
adalah dari negara asing. Inilah yang merupakan salah satu kendala yang muncul
dalam kaitannya dengan dunia perdagangan, karena menurutnya kurang adanya
perlindungan dan kepastian hukum khususnya bagi negara yang sedang
berkembang sebagaimana di Indonesia.
Melihat kondisi sebagaimana di atas, penyelesaian melalui lembaga arbitrase
mempunyai kelebihan-kelebihan jika dibandingkan dengan penyelesaian melalui
jalur peradilan umum. Kelebihan tersebut di antaranya adalah:
a. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;
b. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal proseduran dan
administrasi;
c. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempu-nyai
pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah
yang disengketakan, jujur dan adil;
d. para pihak dapat memilih hukum apa yang akan diterapkan untuk
menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase;
e. putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan
melalui tatacara (prosedur) yang sederhana saja ataupun lang-sung dapat
dilaksanakan.20
20
Penjelasan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase.
31
Arbitrase merupakan salah satu alternatif diantara sekian banyak alternatif forum
penyelesaian sengketa dagang. Arbitrase termasuk dalam model penyelesaian
sengketa yang bersifat non litigasi(out of court dispute settlement). Selain
arbitrase, terdapat pula berbagai alternatif penyelesaian sengketa dagang secara
non litigasi, antara lain meliputi: negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan lain
sebagainya. Di antara berbagai model penyelesaian sengketa non litigasi tersebut,
maka arbitrase yang memiliki ciri tersendiri yang tergolong unik. Di satu pihak,
arbitrase termasuk sebagai model non litigasi, oleh karena menyangkut
penyelesaian sengketa dagang di luar lembaga peradilan atas dasar kesukarelaan
para pihak. Para pihak yang bersengketa memiliki otonomi luas (party autonomie)
dalam dan menentukan forum, aturan, prosedur, arbitrase, dan lain sebagainya
yang dianggap sesuai dengan kehendak bersama para pihak. Termasuk adanya
prinsip “private and confidential” yang merupakan ciri yang paling litigasi.
Dipihak lain, putusan yang telah dihasilkan melalui proses arbitrase bersifat final
dan mengikat (final and binding) sehingga putusannya dimungkinkan untuk
dilaksanakan sebagaimana layaknya sebagai putusan lembaga peradilan
(enforceable). Putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat memberikan
penyelesaian sengketa dagang yang efektif dan efisien kepada pihak yang
bersengketa. Selain dari pada itu, dengan dimungkinkannya pelaksanaan putusan
arbitrase melalui lembaga peradilan memberikan efek kepastian hukum kepada
pihak yang bersengketa.
Memperhatikan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa hakekat perjanjian arbitrase
ialah untuk menyelesaikan suatu permasalahan hubungan keperdataan yang
diusahakan di luar sidang pengadilan (non litigasi). Penyelesaian di luar peradilan
32
umum tersebut untuk menghindari penyelesaian yang memakan waktu, biaya dan
tenaga dan lebih utama adalah dengan penyelesaian secara arbitrase dijamin
kerahasiaan sengketa para pihak.
F. Kerangka Pikir
G. PPKKLL
Transaksi Elektronik
Timbulnya Sengketa dalam
Transaksi Elektronik
Upaya Penyelesaian Sengketa
Pelaku Usaha Mahasiswa
(Konsumen)
Media Elektronik
Litigasi Non Litigasi
33
Keterangan:
Berdasarkan skema di atas, para pihak yaitu Mahasiswa selaku konsumen dan
pelaku usaha melakukan suatu transaksi jual beli menggunakan media elektronik.
Transaksi jual beli yang dilakukan merupakan transaksi elektronik. Transaksi
elektronik yang dilakukan antara Mahasiswa dan Pelaku Usaha diatur dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Kemudian dengan adanya transaksi tersebut sehingga menimbulkan
hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh para pihak
seperti adanya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak, karena
transaksi ini dilakukan dengan online pasti akan menimbulkan suatu kelebihan
dan kekurangan. Dengan adanya berbagai kelebihan dari transaksi online ini tidak
memungkiri pula banyaknya risiko yang timbul dalam transaksi ini karena
dilakukan tanpa ada pertemuan antara para pihaknya. Timbulnya sengketa yang
terjadi dalam transaksi elektronik dapat diselesaikan melalui litigasi maupun non
litigasi.
34
III. METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa, dilakukan
secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Analisa, dapat dilakukan secara
metodologis berarti berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti
berdasarkan tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka
tertentu.21
Tujuan dari penelitian di antaranya mendapatkan pengetahuan tentang
suatu gejala, sehingga dapat merumuskan masalah dan dapat merumuskan
hipotesa, untuk menggambarkan secara lengkap karakteristik suatu keadaan dan
prilaku, memperoleh data mengenai hubungan gejala dengan gejala lainnya, dan
dapat menguji hipotesa yang berhubungan dengan sebab-akibat.22
Berdasarkan
segi fokus kajiannya, penelitian hukum dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu
penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif-empiris atau normatif
terapan, dan penelitian hukum empiris.23
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah
melalui tahap-tahap yang ditentukan sehingga mencapai tujuan penelitian.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
empiris, yaitu pendekatan dengan melakukan penelitian secara langsung untuk
21
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press: Jakarta, 2010, hlm 42. 22
Ibid., hlm 9. 23
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditya Bakti:
Bandung, 2004, hlm 52.
35
mengumpulkan semua informasi yang berhubungan dengan penelitian ini, baik
dengan wawancara dengan pihak terkait, maupun dengan pengamatan secara
seksama terhadap objek penelitian. Sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan
lengkap mengenai mekanisme perlindungan hukum bagi Mahasiswa dalam
melakukan Transaksi Elektronik.24
B. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
empiris. Penelitian hukum empiris adalah mengkaji hukum yang dikonsepkan
sebagai perilaku nyata (actual behavior), sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak
tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat.25
Penelitian hukum empiris adalah perilaku nyata setiap warga sebagai akibat
keberlakuan hukum normatif. Perilaku tersebut dapat diobservasi dengan nyata
dan merupakan bukti apakah warga telah berperilaku sesuai atau tidak sesuai
dengan ketentuan hukum normatif (Kodifikasi atau undang-undang) mengenai
mekanisme perlindungan hukum bagi Mahasiswa dalam melakukan Transaksi
Elektronik.
C. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatori
yaitu penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu,
tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya
mengedarkan kuesioner, test, wawancara dan sebagainya. Penelitian ini juga
24
Ibid. 25
Ibid., Hlm. 54
36
bermaksud untuk menjelaskan pengaruh satu variabel dengan variabel yang lain
yang didukung oleh teori dan dalam mengumpulkan data melalui kuesioner, maka
tipe penelitian ini termasuk tipe penelitian eksplanatori.26
Untuk itu, Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh deskripsi lengkap, jelas, rinci, dan sistematis
mengenai mekanisme perlindungan hukum bagi Mahasiswa dalam melakukan
Transaksi Elektronik.
D. Data dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data
primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui
wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang
kemudian diolah oleh peneliti.27
Data primer diperoleh melalui penelitian
kuantitatif yang menggunakan populasi dan sampel dalam pengumpulan data.
Penelitian ini menggunakan teknik sampling yang diperoleh dengan bantuan
kuisioner dalam pengumpulan data, yang kemudian dianalisis secara statistik, dan
dikembangkan dalam bentuk penyajian data secara kualitatif deskriptif.28
E. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek pengamatan dan/atau objek yang menjadi
penelitian.29
26
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, Bandung:
Alfabeta,2013, hlm. 6. 27
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009) hlm. 106 28
Ibid., hlm 98. 29
Ibid.
37
Berdasarkan pendapat tersebut maka yang menjadi populasi penelitian ini adalah
mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung yang aktif diuraikan dalam
tabel berikut ini:
JUMLAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG S.D. 30 OKTOBER 2017
Angkatan Reguler Non Reguler Mandiri
2013 131 152 -
2014 335 47 115
2015 344 130 -
2016 358 30 270
2017 332 61 126
Jumlah 1500 420 511
Total 2431
Sumber: Akademik Fakultas Hukum Universitas Lampung
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi atau yang
menjadi objek penelitian.30
F. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
Stratifield Random Sampling. Dalam hal ini, dibagi menjadi dua tipe yaitu,
Proportinonal Stratifield Random Sampling dan Nonproportional Stratifield
30
Ibid., hlm. 98
38
Random Sampling. Penelitian ini menggunakan Nonproportional Stratifield
Random Sampling. Sampel dari masing-masing bagian dalam penelitian ini
diambil secara merata pada masing-masing angkatan Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Pada penelitian ini sampel yang diambil ada 5 angkatan
mahasiswa yaitu, 2013, 2014, 2015, 2016 dan 2017 dengan sampel secara merata
di tiap-tiap angkatan mahasiswa berjumlah 100 mahasiswa. Jumlah total
pengambilan sampel di kelima angkatan tersebut berjumlah 500 mahasiswa yang
berperan sebagai responden dalam penelitian ini untuk melengkapi data yang
diperlukan dalam mekanisme perlindungan hukum bagi Mahasiswa dalam
melakukan Transaksi Elektronik.
G. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer. Pengumpulan data primer dilakukan
melalui cara-cara sebagai berikut:
a. Studi Pustaka
Studi Pustaka adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang
berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan
dalam penelitian hukum normatif empiris. Studi kepustakaan dilakukan untuk
memperoleh data sekunder yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi
dokumentasi dengan cara membaca dan mengutip literatur-literatur, mengkaji
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan
hukum bagi Mahasiswa dalam melakukan Transaksi Elektronik.
39
b. Kuisioner
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner ditempuh
karena jumlah sampel penelitian relatif besar, sehingga dengan kuesioner
maka penelitian akan lebih efektif dan efisien. Kuesioner ditujukan pada
responden yaitu Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.
c. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang bersumber langsung dari
beberapa jumlah sampel dalam penelitian ini. Wawancara sebagai data
penunjang terhadap data yang diperoleh, dilakukan secara tatap muka
langsung dengan responden dan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
telah disiapkan sebelumnya.
Daftar pertanyaan tersebut digunakan sebagai pedoman dan dikembangkan
saat wawancara dengan menggunakan pertanyaan terbuka. Wawancara
dilakukan juga dengan: Ardian Ilham dan Antarielya Dewi dan sebagai
konsumen (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung), Desi
Agustina dan Adha Arafat sebagai pelaku usaha (Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung). Wawancara dilakukan dengan mengkaji tentang
mekanisme perlindungan hukum bagi Mahasiswa dalam melakukan Transaksi
Elektronik.
40
H. Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data, diperoleh melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan data
Pemeriksaan data yaitu pembenaran apakah data yang terkumpul melalui
studi pustaka, dan dokumen yang sudah dianggap lengkap, relevan, jelas,
tidak berlebihan, tanpa kesalahan.
b. Penandaan data
Pemberian tanda data yang sudah diperoleh, baik berupa penomoran ataupun
penggunaan tanda atau simbol atau kata tertentu yang menunjukan
golongan/kelompok/klasifikasi data menurut jenis dan sumbernya, dengan
tujuan untuk menyajikan data secara sempurna, memudahkan rekonstruksi
serta analisis data.
c. Sistematisasi data
Mengelompokkan secara sistematis data yang sudah diedit dan diberi tanda
itu menurut klasifikasi data dan urutan masalah bila data itu kualitatif.31
I. Analisis Data
Data primer yang telah dikumpulkan kemudian diolah, selanjutnya bahan tersebut
akan dianalisis dan dibahas secara kualitatif. Analisis kualitatif, yaitu penelitian
yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat.32
31
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Op.Cit., hlm 90-91. 32
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Op. Cit., hlm. 105.
41
Analisis dilakukan dengan menafsirkan data dan hasilnya diuraikan dalam bentuk
kalimat secara teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga
memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis, kemudian ditarik
kesimpulan sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai jawaban dari
permasalahan tentang perlindungan hukum bagi Mahasiswa dalam melakukan
Transaksi Elektronik.
72
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penggunaan media elektronik oleh mahasiswa dalam melakukan transaksi
elektronik dengan menggunakan Smartphone, Personal Computer maupun
Tablet. Produk yang biasa dibeli berupa barang-barang konsumtif. Sebelum
melakukan transaksi elektronik (e-commerce), pembeli melihat daftar atau
katalog barang yang dijual. Pembayaran dalam transaksi elektronik dapat
melalui kartu kredit, transfer antar bank melalui mesin ATM, atau transfer
melalui internet/mobile banking. Penjual melakukan pengiriman barang ke
tempat tujuan pembeli melalui ekspidisi atau jasa pengiriman barang seperti
Pos Indonesia, Tiki Online, JNE, dan ekspidisi lainnya. Jangka waktu
pengiriman barang biasanya sesuai yang tertera dalam kesepakatan antara
pihak penjual dan pembeli. Umumnya, jangka waktu pengiriman sesuai
dengan jarak geografis antara penjual dan pembeli.
2. Kelebihan transaksi elektronik bagi konsumen antara lain: menghemat
waktu; efektif dan efisien; serta harga lebih rendah dibandingkan dengan
harga di pasaran. Sedangkan kekurangan transaksi elektronik bagi
konsumen: biaya pengiriman yang cukup tinggi; barang tidak sesuai dengan
yang digambarkan; dan rawan penipuan, yang sengaja dilakukan oleh
oknum pelaku usaha tertentu. Selain konsumen, adapun kelebihan dan
73
kekurangan transaksi elektronik bagi pelaku usaha. Kelebihan bagi pelaku
usaha yaitu: biaya modal rendah; pemasaran wilayah lebih luas
dibandingkan di pasaran; serta efektif dan efisien. Kekurangan bagi pelaku
usaha antara lain: rentan terjadi penipuan yang dilakukan oleh oknum
sesama pelaku usaha dan konsumen; sistem keamanan yang kurang; serta
rawan plagiat terhadap produk yang dijual.
3. Upaya mahasiswa dalam penyelesaian sengketa perkara transaksi elektronik,
banyak melalui alternatif penyelesaian sengketa (non litigasi) karena nilai
objek yang kecil dibandingkan dengan secara ranah litigasi. Penyelesaian
sengketa non litigasi berupa negosiasi, atau konsiliasi dengan berdasar
kepada permasalahan yang terjadi. Upaya penyelesaian juga dapat berupa
meminta refund kepada pihak pelaku usaha atau pengembalian uang
pembayaran, sesuai dengan kesepakatan antar dua pihak.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti sebagai berikut:
1. Untuk Konsumen dalam melakukan pembelian melalui transaksi
elektronik agar lebih berhati-hati dalam melakukan transasi. Konsumen
harus memastikan toko online tersebut dapat dipercaya, dan bertanya
mengenai risiko-risiko yang terjadi dalam perjanjian.
2. Untuk Pelaku usaha sebelum melakukan proses pengiriman barang,
sebaiknya melakukan pengecekan pada rekening terkait apakah konsumen
telah benar melakukan pembayaran. Hal ini untuk mencegah terjadinya
penipuan yang merugikan pihak pelaku usaha.
74
3. Untuk Pemerintah perlu menambah peraturan guna memberikan
perlindungan hukum bagi pelaku usaha yang dirugikan dengan
permasalahan sistem keamanan media transaksi elektronik.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Amiruddin dan Zainal Asikin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum.
Cet-6. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Barkatullah, Abdul Halim dan Syahrida. 2010. Sengketa Transaksi E-
CommerceInternasional. Banjarmasin: Fakultas Hukum Unlam
H.S, Salim. 2015. Hukum Kontrak. Cet-11. Jakarta: Sinar Grafika
Makarim, Edmon. 2003. Kompilasi Hukum Telematika. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Muhammad, Abdulkadir. 2003. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya
Bakti
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung:
Citra Aditya Bakti
Muhammad, Abdulkadir. 2010. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti
Nasution, A. Z. 2007. Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar.
Jakarta: Diadit Media
Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Rajagukguk, Erman, dkk. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung:
Mandar Maju
Sasongko, Wahyu. 2007. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan
Konsumen. Lampung: Universitas Lampung
Setiono, 2004. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta: Magister Ilmu
Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Sitompul, Asril. 2001. Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah
Hukum di Cyberspace). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Soekanto, Soerjono. 2004. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan, Kuantitatif, Kualitatif Dan
R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta
Subekti, R. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa
Susanto, Happy. 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta:
Visimedia
Zainuddin Ali. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
B. PERATURAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi danTransaksi
Elektronik
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik
C. JURNAL
Jurnal Hukum,Vol. XIX, No. 19, Oktober 2010. Tinjauan Tentang Dasar
Hukum Transaksi Elektronik Di Indonesia. Hlm. 63 diakses pada
tanggal 5 Maret 2017
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya. Vol. XX, No.20.
April 2011. Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui
Internet. Diakses pada tanggal 1 Februari 2018
D. WEBSITE
Esther Dwi Magfirah, Perlindungan Konsumen Dalam E-Commerce.
husnul-chan.blogspot.com diakses pada tanggal 8 Januari 2017
Jusuf Patrianto Tjahjono, Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis yang
Mempunyai Kekuatan Pembuktian yang Sempurna
groups.yahoo.com/group/Notaris_Indonesia
diakses tanggal 25 September 2016
http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/
diakses pada tanggal 10 Agustus 2017 pukul. 20.32 WIB
top related