peraturan menteri komunikasi dan informatika … penetapan... · alat telekomunikasi adalah setiap...
Post on 26-May-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2019
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN PENETAPAN BALAI UJI DALAM NEGERI DAN
PENGAKUAN BALAI UJI LUAR NEGERI UNTUK KEPERLUAN SERTIFIKASI
ALAT DAN/ATAU PERANGKAT TELEKOMUNIKASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan dalam Pasal 74 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52
Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi
mengamanatkan bahwa pelaksanaan pengujian alat dan
perangkat telekomunikasi dilakukan oleh Balai Uji yang
ditetapkan oleh Menteri;
b. bahwa sesuai ketentuan Pasal 58 huruf b Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun
2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
secara Elektronik Bidang Komunikasi dan Informatika
menyebutkan bahwa Laporan Hasil Uji (LHU) atau Test
Report diterbitkan oleh Balai Uji Luar Negeri yang diakui
oleh Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos
dan Informatika;
c. bahwa sesuai ketentuan dalam Pasal 26 Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Ketentuan Operasional
Sertifikasi Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi
mengamanatkan pelaksanaan penetapan Balai Uji Dalam
- 2 -
Negeri dan Pengakuan Balai Uji Luar Negeri yang
ditetapkan dan diakui oleh Direktur Jenderal;
d. bahwa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
Nomor 15 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penetapan Balai Uji Dalam Negeri dan Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor 16 Tahun 2012
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengakuan Balai Uji
Negara Asing diperuntukkan sebatas untuk Mutual
Recognition Agreement/Perjanjian Saling Pengakuan,
sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu diganti dan perlu
dilakukan simplifikasi;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika tentang Tata Cara Pelaksanaan Penetapan
Balai Uji Dalam Negeri dan Pengakuan Balai Uji Luar
Negeri Untuk Keperluan Sertifikasi Alat dan/atau
Perangkat Telekomunikasi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 80 tahun 2015 tentang
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5749);
- 3 -
5. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
6. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-
DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pengawasan Barang dan/atau Jasa;
7. Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun
2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
secara Elektronik Bidang Komunikasi dan Informatika
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
1041);
8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6
Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1019);
9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 16
Tahun 2018 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat
Telekomunikasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 1801);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENETAPAN BALAI UJI
DALAM NEGERI DAN PENGAKUAN BALAI UJI LUAR NEGERI
UNTUK KEPERLUAN SERTIFIKASI ALAT DAN/ATAU
PERANGKAT TELEKOMUNIKASI.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang
digunakan dalam bertelekomunikasi.
2. Perangkat Telekomunikasi adalah sekelompok alat
telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
- 4 -
3. Balai Uji adalah laboratorium milik negara atau
laboratorium milik swasta yang terakreditasi dan
berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia atau
luar negeri.
4. Pemohon adalah Balai Uji yang mengajukan permohonan
penetapan Balai Uji Dalam Negeri atau pengakuan Balai
Uji Luar Negeri, perpanjangan sertifikat penetapan Balai
Uji Dalam Negeri dan pengakuan Balai Uji Luar Negeri,
atau penambahan ruang lingkup pengujian.
5. Balai Uji Dalam Negeri adalah lembaga uji atau
laboratorium pengujian Alat dan/atau Perangkat
Telekomunikasi milik negara atau milik swasta yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
6. Balai Uji Luar Negeri adalah lembaga uji atau
laboratorium pengujian Alat dan/atau Perangkat
Telekomunikasi yang terakreditasi dan berkedudukan di
luar negeri dan diakui oleh Direktur Jenderal.
7. Perjanjian Saling Pengakuan (Mutual Recognition
Agreement) yang selanjutnya disingkat MRA adalah
kesepakatan antara dua negara atau lebih untuk saling
mengakui atau menerima beberapa atau keseluruhan
hasil-hasil pengujian.
8. Surat Pemberitahuan Pembayaran yang selanjutnya
disingkat SP2 adalah surat pemberitahuan untuk
membayar biaya penerbitan sertifikat penetapan Balai Uji
Dalam Negeri.
9. Identitas Login Balai Uji yang selanjutnya disebut user ID
adalah identitas Pemohon penetapan, perpanjangan,
dan/atau penambahan ruang lingkup Balai Uji Dalam
Negeri yang digunakan untuk masuk ke dalam sistem
dalam jaringan (online).
10. Laporan Hasil Uji (LHU) atau Test Report adalah laporan
hasil pengujian alat dan/atau perangkat telekomunikasi
yang dikeluarkan oleh Balai Uji yang dibandingkan
dengan parameter teknis.
- 5 -
11. Mitra MRA (MRA Partner) adalah negara lain yang
melakukan perjanjian saling pengakuan dengan
Indonesia.
12. Lembaga Akreditasi adalah badan akreditasi yang
berkedudukan dalam wilayah hukum negara dimana
Balai Uji berlokasi.
13. Komite Akreditasi Nasional yang selanjutnya disingkat
KAN adalah lembaga nonstruktural yang bertugas dan
bertanggung jawab di bidang akreditasi lembaga penilaian
kesesuaian.
14. Direktur Jenderal adalah Direktorat Jenderal Sumber
Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.
15. Direktur adalah Direktur Standardisasi Perangkat Pos
dan Informatika.
16. Badan Penetap Mitra MRA adalah lembaga yang
berwenang untuk menetapkan Balai Uji Luar Negeri di
dalam wilayah hukumnya dan melakukan perjanjian
saling pengakuan dengan Direktur Jenderal.
17. Lembaga Sertifikasi adalah Direktorat Standardisasi
Perangkat Pos dan Informatika, Direktorat Jenderal
Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.
18. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang Standardisasi Alat dan/atau
Perangkat Telekomunikasi.
Pasal 2
(1) Setiap Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang
diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan, dan/atau
digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib
memenuhi Persyaratan Teknis.
(2) Pemenuhan persyaratan teknis pada Alat dan/atau
Perangkat Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuktikan dengan Sertifikat melalui proses
Sertifikasi.
(3) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan berdasarkan Laporan Hasil Uji (LHU) atau test
report yang diterbitkan oleh Balai Uji.
- 6 -
Pasal 3
(1) Balai Uji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Balai Uji Dalam Negeri; dan
b. Balai Uji Luar Negeri.
(2) Balai Uji Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(3) Balai Uji Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b diakui oleh Direktur Jenderal.
BAB II
PENETAPAN BALAI UJI DALAM NEGERI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Penetapan Balai Uji Dalam Negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) diberikan sesuai dengan ruang
lingkup dalam persyaratan teknis yang seluruh atau
sebagiannya telah terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC
17025.
(2) Balai Uji Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam
pada ayat (1) dapat mengajukan penambahan ruang
lingkup penentapan.
(3) Untuk penambahan ruang lingkup penentapan dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun sejak ditetapkan, Balai Uji
Dalam Negeri yang telah ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan akreditasi
berdasarkan SNI ISO/IEC 17025 untuk seluruh ruang
lingkup yang ditetapkan Direktur Jenderal.
(4) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, Balai Uji
Dalam Negeri belum mendapatkan seluruh ruang lingkup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka penetapan
Balai Uji Dalam Negeri akan dievaluasi kembali.
Bagian Kedua
Tata Cara Penetapan Balai Uji Dalam Negeri
Pasal 5
Untuk dapat ditetapkan sebagai Balai Uji Dalam Negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a harus
- 7 -
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berada di wilayah dan berbadan hukum Indonesia;
b. telah diakreditasi oleh KAN sebagai laboratorium penguji;
c. memiliki kemampuan dan sumber-sumber keuangan yang
cukup untuk biaya operasional; dan
d. memiliki keahlian, kemampuan, kompetensi teknis, dan
peralatan dalam melakukan pengujian perangkat sesuai
dengan regulasi teknis yang ditetapkan.
Pasal 6
(1) Permohonan penetapan Balai Uji Dalam Negeri diajukan
oleh Pemohon kepada Direktur Jenderal dapat melalui
sistem daring (online).
(2) Sistem daring (online) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan untuk permohonan:
a. penetapan Balai Uji Dalam Negeri baru;
b. penetapan Balai Uji Dalam Negeri perpanjangan;
dan/atau
c. penambahan ruang lingkup pengujian Balai Uji Dalam
Negeri.
Pasal 7
(1) Untuk mengajukan permohonan penetapan Balai Uji
Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) terlebih dahulu harus memiliki user ID.
(2) User ID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
melalui pengajuan permohonan melalui daring pada e-
Lab di laman resmi Direktorat Jenderal
(3) Untuk memperoleh user ID, Pemohon harus menyetujui
pakta integritas.
(4) Pengajuan permohonan penetapan untuk memperoleh
user ID sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
hanya 1 (satu) kali.
(5) Pengajuan permohonan untuk memperoleh user ID
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diverifikasi oleh tim
yang dibentuk oleh Direktur Jenderal.
- 8 -
(6) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), pengajuan user ID dapat disetujui atau ditolak.
(7) Persetujuan atau penolakan pengajuan permohonan user
ID sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan
secara daring (online) dalam bentuk surat elektronik.
Pasal 8
Permohonan penetapan Balai Uji Dalam Negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diajukan oleh Pemohon
dengan mengisi formulir permohonan sesuai format yang
tercantum dalam Lampiran I dan mengunggah hasil pindai
(scan) persyaratan sebagai berikut:
a. salinan bukti sebagai badan hukum Indonesia dan
salinan bukti organisasi induk sebagai badan hukum
Indonesia untuk Balai Uji Dalam Negeri yang merupakan
laboratorium di bawah organisasi induk tertentu;
b. salinan sertifikat akreditasi SNI ISO/IEC 17025 yang
mencantumkan ruang lingkup akreditasi yang diterbitkan
oleh KAN;
c. struktur organisasi dan daftar riwayat hidup personil
laboratorium yang sesuai ketentuan SNI ISO/IEC 17025;
d. surat pernyataan mengenai fasilitas dan metode
pengujian yang digunakan dalam melaksanakan
pengujian Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi
terhadap spesifikasi persyaratan teknis dan/atau
standar;
e. contoh salinan Laporan Hasil Uji (LHU) atau Test Report
yang telah diterbitkan; dan
f. daftar periksa (checklist) persyaratan kompetensi teknis
dengan menggunakan format tercantum dalam Lampiran
I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 9
(1) Setiap permohonan penetapan Balai Uji Dalam Negeri
dilakukan evaluasi oleh tim yang dibentuk oleh Direktur
Jenderal.
- 9 -
(2) Evaluasi yang dilaksanakan oleh tim sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan
b. meninjau langsung ke sarana pengujian yang dimiliki
oleh Balai Uji untuk melihat kesesuaian dengan SNI
ISO/IEC 17025.
(3) Evaluasi yang dilaksanakan oleh tim sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
format tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 10
(1) Hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh tim sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dilaporkan kepada Direktur
Jenderal.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Direktur Jenderal dapat menyetujui atau menolak
permohonan penetapan Balai Uji Dalam Negeri dalam
jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung
sejak dilaporkannya hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal permohonan ditolak, Direktur Jenderal
menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasan
penolakan.
Pasal 11
(1) Setiap persetujuan atas permohonan penetapan Balai Uji
Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(2), diterbitkan SP2.
(2) Pemohon wajib membayar biaya penetapan Balai Uji
Dalam Negeri paling lama 5 (lima) hari kerja sejak SP2
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dan
menyampaikan bukti bayar dengan mengunggah hasil
pindai (scan) ke e-Lab di laman resmi Direktorat Jenderal.
- 10 -
(3) Dalam hal Pemohon tidak melakukan pembayaran biaya
penetapan Balai Uji Dalam Negeri dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) persetujuan atas
permohonan penetapan Balai Uji Dalam Negeri dan SP2
dinyatakan batal.
Pasal 12
(1) Direktur Jenderal menerbitkan Sertifikat penetapan Balai
Uji Dalam Negeri dengan format Sertifikat tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Sertifikat penetapan Balai Uji Dalam Negeri diterbitkan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah SP2 dilunasi.
Pasal 13
(1) Sertifikat penetapan Balai Uji Dalam Negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) berlaku selama 3 (tiga)
tahun atau selama masa laku akreditasi yang diberikan
oleh KAN.
(2) Setelah masa laku Sertifikat penetapan Balai Uji Dalam
Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir,
Sertifikat penetapan Balai Uji Dalam Negeri dapat
diperpanjang.
(3) Permohonan perpanjangan penetapan Balai Uji Dalam
Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan
paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum masa laku
Sertifikat penetapan Balai Uji Dalam Negeri berakhir.
(4) Perpanjangan Sertifikat penetapan Balai Uji Dalam Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan kepada
Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan
sebagai berikut:
a. surat permohonan perpanjangan Sertifikat
Penetapan Balai Uji Dalam Negeri dengan format
surat permohonan tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini;
- 11 -
b. salinan sertifikat akreditasi SNI ISO/IEC 17025;
c. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
dalam hal terdapat perubahan.
(5) Pemohon membayar biaya perpanjangan penetapan Balai
Uji Dalam Negeri yang besarannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Permohonan perpanjangan Sertifikat penetapan Balai Uji
Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dievaluasi oleh tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal.
(7) Direktur Jenderal menerbitkan Sertifikat penetapan Balai
Uji Dalam Negeri untuk permohonan yang disetujui.
(8) Dalam hal permohonan perpanjangan ditolak, Direktur
Jenderal menerbitkan surat penolakan dengan disertai
alasan penolakan.
Pasal 14
(1) Balai Uji Dalam Negeri yang telah mendapatkan Sertifikat
Penetapan Balai Uji Dalam Negeri dimasukkan ke e-Lab di
laman resmi Direktorat Jenderal.
(2) Balai Uji Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat mengumumkan status penetapan dan ruang
lingkup pengujian ke dalam laman resmi miliknya.
Pasal 15
(1) Permohonan penambahan ruang lingkup pengujian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c
dilakukan dengan memenuhi persyaratan Balai Uji Dalam
Negeri:
a. memiliki kemampuan pengujian; dan/atau
b. telah mendapatkan akreditasi dari KAN; atau
c. telah menerapkan SNI ISO/IEC 17025 berdasarkan
penilaian tim yang dibentuk Direktur Jenderal.
(2) Penambahan ruang lingkup pengujian dapat diajukan
oleh Balai Uji Dalam Negeri yang telah ditetapkan sebelum
masa laku Sertifikat penetapannya berakhir.
- 12 -
Pasal 16
(1) Permohonan penambahan ruang lingkup pengujian
diajukan dengan mengisi formulir permohonan
penambahan ruang lingkup pengujian sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I dan mengunggah hasil pindai
(scan) persyaratan sebagai berikut:
a. surat pernyataan mengenai fasilitas pengujian dan
instruksi kerja yang digunakan untuk menguji Alat
dan/atau Perangkat Telekomunikasi terhadap
persyaratan teknis, standar dan/atau spesifikasi dari
ruang lingkup yang akan ditambahkan;
b. sampel salinan laporan hasil uji dari ruang lingkup
yang akan ditambahkan yang telah diterbitkan; dan
c. daftar periksa (checklist) persyaratan kompetensi
teknis untuk ruang lingkup yang akan ditambahkan
dengan menggunakan format tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
(2) Permohonan penambahan ruang lingkup pengujian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 tidak dikenakan
biaya tambahan.
Pasal 17
Persetujuan permohonan penambahan ruang lingkup
pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
diterbitkan dalam bentuk surat persetujuan dengan format
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketiga
Permohonan Pengakuan kepada Badan Penetap Mitra MRA
Pasal 18
(1) Balai Uji Dalam Negeri yang telah mendapatkan Sertifikat
penetapan Balai Uji Dalam Negeri dapat mengajukan
permohonan pengakuan kepada Mitra MRA sesuai ruang
lingkup persyaratan teknis Mitra MRA melalui Direktur
Jenderal.
- 13 -
(2) Direktur Jenderal mengajukan permohonan kepada
Badan Penetap Mitra MRA berdasarkan permohonan Balai
Uji Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengakuan Balai Uji Dalam Negeri oleh Mitra MRA
dilakukan sesuai dengan persyaratan Badan Penetap
Mitra MRA.
BAB III
PENGAKUAN BALAI UJI LUAR NEGERI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 19
Pengakuan Balai Uji Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (3) dapat dilakukan dengan cara:
a. pengakuan tanpa melalui MRA
b. pengakuan melalui MRA
Bagian Kedua
Pengakuan Tanpa Melalui MRA
Pasal 20
(1) Direktur Jenderal dapat menerima Laporan Hasil Uji
(LHU) atau Test Report yang dikeluarkan oleh Balai Uji
Luar Negeri dengan cara pengakuan tanpa melalui MRA.
(2) Balai Uji Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki kemampuan dalam melakukan pengujian
alat dan/atau perangkat telekomunikasi sesuai
persyaratan teknis yang ditetapkan di Indonesia atau
yang setara, dibuktikan dengan melampirkan sampel
laporan hasil uji;
b. memiliki sertifikat akreditasi sebagai Balai Pengujian
alat dan/atau perangkat telekomunikasi berdasarkan
ISO/IEC 17025 yang terakreditasi oleh Lembaga
Akreditasi penandatangan Asia-Pacific Accreditation
Cooperation-Mutual Recognition Agreement (APAC-
MRA), dan/atau International Laboratory Accreditation
- 14 -
Cooperation-Mutual Recognition Arrangement (ILAC-
MRA), dan/atau yang diakui dalam skema
International Electrotechnical Committee System of
Conformity Assessment Schemes for Electrotechnical
Equipment and Components (IECEE) Certification Body
Testing Laboratories (CBTLs) dengan ruang lingkup
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
c. memiliki kemampuan menerbitkan salinan lunak (soft
copy) Laporan Hasil Uji (LHU) atau Test Report yang
ditandai dengan tanda tangan digital (digital
signature).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengakuan Balai Uji
Luar Negeri dan daftar Balai Uji sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal.
(4) Direktur Jenderal dapat melakukan evaluasi terhadap
Balai Uji Luar Negeri yang diakui sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam jangka waktu setiap 6 (enam) bulan
atau apabila dipandang perlu oleh Direktur Jenderal.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pengakuan Balai Uji Luar Negeri
Tanpa Melalui MRA
Pasal 21
Permohonan pengakuan Balai Uji Luar Negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) diajukan oleh Pemohon
dengan mengirimkan surat permohonan pengakuan Balai Uji
Luar Negeri, dengan melampirkan hasil pindai (scan)
persyaratan sebagai berikut:
a. salinan bukti sebagai badan hukum di negara asal
laboratorium;
b. salinan sertifikat akreditasi ISO/IEC 17025 yang
mencantumkan ruang lingkup akreditasi yang diterbitkan
oleh Lembaga Akreditasi;
- 15 -
c. struktur organisasi dan daftar riwayat hidup personil
laboratorium yang sesuai ketentuan ISO/IEC 17025;
d. surat pernyataan mengenai fasilitas dan metode
pengujian yang digunakan dalam melaksanakan
pengujian Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi
terhadap spesifikasi persyaratan teknis dan/atau
standar;
e. contoh salinan Laporan Hasil Uji (LHU) atau Test Report
yang telah diterbitkan
Pasal 22
(1) Balai Uji Luar Negeri yang telah diakui ditetapkan dengan
surat keputusan Direktur Jenderal.
(2) Direktur Jenderal dapat mencabut pengakuan Laporan
Hasil Uji (LHU) atau Test Report Balai Uji Luar Negeri di
suatu negara jika negara tersebut tidak mengakui
Laporan Hasil Uji (LHU) atau Test Report dari Balai Uji
Dalam Negeri.
Bagian Keempat
Pengakuan melalui MRA
Pasal 23
(1) Direktur Jenderal dapat menerima Laporan Hasil Uji
(LHU) atau Test Report yang diterbitkan oleh Balai Uji Luar
Negeri dengan cara pengakuan melalui MRA.
(2) Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan antara Direktur Jenderal dengan pimpinan
Badan Penetap Mitra MRA.
(3) Balai Uji Luar Negeri yang telah diakui sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dicantumkan ke dalam laman
resmi Direktorat Jenderal.
Bagian Kelima
Tata Cara Perjanjian Saling Pengakuan Balai Uji Luar Negeri
(Mutual Recognition Agreement/MRA)
- 16 -
Pasal 24
Pengakuan Balai Uji Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 berlaku kepada Balai Uji Luar Negeri yang telah
melakukan penandatanganan MRA dengan Indonesia.
Pasal 25
Permohonan pengakuan Balai Uji Luar Negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 diajukan dengan mengisi formulir
permohonan pengakuan Balai Uji Luar Negeri dan
melampirkan dokumen persyaratan sebagai berikut:
a. salinan sertifikat penetapan (Certificate of Designation)
dan/atau surat penetapan dari Badan Penetap Mitra MRA
dan ruang lingkup penetapan untuk MRA;
b. salinan sertifikat akreditasi ISO/IEC 17025, yang
mencantumkan ruang lingkup akreditasi yang diterbitkan
oleh Lembaga Akreditasi;
c. contoh salinan Laporan Hasil Uji (LHU) atau Test Report ;
dan
d. ruang lingkup Balai Uji yang diterbitkan oleh Lembaga
Akreditasi.
Pasal 26
(1) Persyaratan permohonan pengakuan Balai Uji Luar Negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 diverifikasi
dengan menggunakan format tercantum dalam Lampiran
II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal dalam
jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja
setelah persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 diterima secara lengkap.
(3) Evaluasi yang dilaksanakan oleh tim sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25; dan
- 17 -
b. meninjau langsung ke sarana pengujian yang
dimiliki oleh Balai Uji.
(4) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), tim dapat meminta klarifikasi kepada:
a. Badan Penetap Mitra MRA; dan/atau
b. Badan Akreditasi Mitra MRA.
Pasal 27
(1) Hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh tim sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dilaporkan kepada
Direktur Jenderal.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Direktur Jenderal dapat menyetujui atau menolak
permohonan pengakuan Balai Uji Luar Negeri.
(3) Persetujuan permohonan pengakuan Balai Uji Luar Negeri
diberikan apabila Balai Uji Luar Negeri memenuhi kriteria
penilaian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(4) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disampaikan dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari kerja terhitung sejak dilaporkannya hasil
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Direktur Jenderal menerbitkan Sertifikat Pengakuan
(Certificate of Recognition) untuk Balai Uji Luar Negeri yang
disetujui dengan format Sertifikat tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
(6) Dalam hal permohonan ditolak, Direktur Jenderal
menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasan
penolakan.
(7) Penerbitan Sertifikat pengakuan Balai Uji Luar Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat
ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerjasama antara
Lembaga Sertifikasi dan Balai Uji Luar Negeri untuk
tujuan validasi Lapora Hasil Uji (LHU) atau Test Report dan
aspek Penilaian Kesesuaian lainnya.
- 18 -
Pasal 28
(1) Sertifikat pengakuan Balai Uji Luar Negeri berlaku selama
3 (tiga) tahun atau selama masa laku penetapan oleh
Badan Penetap Mitra MRA dan dapat diperpanjang.
(2) Permohonan perpanjangan pengakuan Balai Uji Luar
Negeri harus diajukan 3 (tiga) bulan sebelum masa
berlaku Sertifikat pengakuan berakhir.
(3) Perpanjangan pengakuan Balai Uji Luar Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada
Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a. surat permohonan perpanjangan sertifikat
pengakuan;
b. salinan sertifikat pengakuan Balai Uji Luar Negeri;
c. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
dalam hal terdapat perubahan;
(4) Permohonan perpanjangan Sertifikat pengakuan Balai Uji
Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dievaluasi oleh tim.
(5) Direktur Jenderal menerbitkan Sertifikat perpanjangan
pengakuan Balai Uji Luar Negeri untuk permohonan yang
disetujui.
(6) Dalam hal permohonan perpanjangan ditolak, Direktorat
Jenderal menerbitkan surat penolakan dengan disertai
alasan penolakan.
Pasal 29
Lembaga Sertifikasi tidak dapat menerima Laporan Hasil Uji
(LHU) atau Test Report Balai Uji Luar Negeri apabila masa laku
Sertifikat pengakuan Balai Uji Luar Negeri atau selama masa
laku penetapan oleh Badan Penetap Mitra MRA telah berakhir.
- 19 -
Bagian Keenam
Pengumuman Pengakuan Balai Uji Luar Negeri
Pasal 30
(1) Balai Uji Luar Negeri yang telah diakui oleh Direktur
Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
diumumkan ke dalam laman resmi Direktorat Jenderal.
(2) Balai Uji Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat mengumumkan status pengakuan ruang lingkup
pengujian ke dalam laman resmi miliknya.
BAB IV
KEWAJIBAN BALAI UJI DALAM NEGERI DAN BALAI UJI
LUAR NEGERI YANG TELAH DITETAPKAN DAN DIAKUI
Bagian Kesatu
Kewajiban Balai Uji Dalam Negeri
Pasal 31
Balai Uji yang telah mendapat Sertifikat penetapan Balai Uji
Dalam Negeri dari Direktur Jenderal wajib:
a. melaksanakan status akreditasi yang diberikan oleh KAN;
b. menjamin bahwa pengujian Alat dan/atau Perangkat
Telekomunikasi dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
c. melaporkan kepada Direktur Jenderal mengenai:
1. perubahan status hukum, usaha, organisasi, atau
akreditasi;
2. perubahan tempat kedudukan; dan
3. perubahan yang dapat mempengaruhi
kesinambungan penilaian kesesuaian dengan setiap
kriteria yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal,
dan/atau oleh Badan Penetap Mitra MRA jika lingkup
akreditasinya mencakup persyaratan teknis Mitra
MRA.
Pasal 32
(1) Direktur Jenderal dapat melakukan evaluasi penetapan
Balai Uji Dalam Negeri 1 (satu) kali pada tahun kedua
penetapan.
- 20 -
(2) Evaluasi juga dapat dilakukan berdasarkan laporan,
dalam hal terdapat:
a. perubahan status hukum, usaha, organisasi, atau
akreditasi;
b. perubahan tempat kedudukan;
c. penurunan kualitas dan fasilitas pengujian; atau
d. perubahan lainnya yang mempengaruhi
kesinambungan pemenuhan penilaian kesesuaian
persyaratan dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Selama evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan terhadap sebagian atau seluruh ruang
lingkup dalam Sertifikat penetapan Balai Uji Dalam Negeri
dapat ditangguhkan.
(4) Direktur Jenderal menerbitkan surat penangguhan ruang
lingkup selama evaluasi ulang sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
Pasal 33
Direktur Jenderal dapat mencabut ruang lingkup dalam
Sertifikat penetapan Balai Uji Dalam Negeri, dalam hal evaluasi
berdasarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)
ditemukenali terdapat:
a. akreditasi Balai Uji Dalam Negeri telah dicabut oleh KAN;
b. Balai Uji Dalam Negeri tidak dapat memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31;
c. Balai Uji Dalam Negeri tidak berfungsi sebagaimana
mestinya; dan/atau
Pasal 34
Ruang lingkup yang ditangguhkan atau dicabut sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dan Pasal 33 dihapus
dari daftar ruang lingkup penetapan Balai Uji Dalam Negeri.
- 21 -
Pasal 35
(1) Balai Uji Dalam Negeri yang ditangguhkan atau dicabut
ruang lingkupnya oleh Direktur Jenderal wajib
menghentikan pengumuman penetapan dalam laman
resminya.
(2) Direktur Jenderal dapat membatalkan penangguhan atau
pencabutan ruang lingkup pengujian apabila Balai Uji
Dalam Negeri telah melakukan perbaikan atas
ketidaksesuaian.
Bagian Kedua
Kewajiban Balai Uji Luar Negeri
Pasal 36
Balai Uji Luar Negeri yang mendapat pengakuan Balai Uji Luar
Negeri dari Direktur Jenderal wajib:
a. melaksanakan status akreditasi yang diberikan oleh
Lembaga Akreditasi;
b. menjamin bahwa pengujian Alat dan/atau Perangkat
Telekomunikasi dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. melaporkan kepada Direktur Jenderal mengenai:
1. perubahan status hukum, usaha, organisasi, atau
akreditasi;
2. perubahan tempat kedudukan; dan
3. perubahan yang dapat mempengaruhi
kesinambungan pengujian dengan setiap kriteria
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 37
(1) Direktur Jenderal dapat melakukan evaluasi dengan
melakukan peninjauan langsung terhadap Balai Uji Luar
Negeri yang telah diakui.
(2) Evaluasi juga dapat dilakukan berdasarkan laporan,
dalam hal terdapat:
a. perubahan status hukum, usaha, organisasi, atau
akreditasi;
b. perubahan tempat kedudukan;
- 22 -
c. penurunan kualitas dan fasilitas pengujian; atau
d. perubahan lainnya pada Balai Uji Luar Negeri yang
mempengaruhi kesinambungan pemenuhan
kesesuaian terhadap persyaratan dalam Peraturan
Menteri ini.
(3) Pengakuan Balai Uji Luar Negeri oleh Direktur Jenderal
pada Balai Uji Luar Negeri ditangguhkan selama evaluasi
ulang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 38
Direktur Jenderal mencabut pengakuan terhadap Balai Uji
Luar Negeri dalam hal:
a. MRA dengan Mitra MRA telah berakhir untuk pengakuan
Balai Uji Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24;
b. akreditasi Balai Uji Luar Negeri telah dicabut oleh
Lembaga Akreditasi;
c. Balai Uji Luar Negeri tidak dapat memenuhi kriteria atau
persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini;
d. Balai Uji Luar Negeri tidak bisa berfungsi sebagaimana
mestinya; dan/atau
e. masa laku Sertifikat penetapan dari Badan Penetap Mitra
MRA berakhir dan tidak diperpanjang.
Pasal 39
(1) Balai Uji Luar Negeri yang ditangguhkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) atau dicabut
pengakuannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
dihapus dari daftar Balai Uji Luar Negeri yang diakui oleh
Direktur Jenderal.
(2) Dalam hal pengakuan terhadap Balai Uji Luar Negeri
ditangguhkan atau dicabut, Balai Uji Luar Negeri yang
telah diakui harus menghentikan pengumuman dalam
laman resmi Balai Uji Luar Negeri yang telah diakui.
- 23 -
BAB V
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 40
Direktorat Jenderal melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.
Pasal 41
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Pejabat Paraf
Direktur Standardisasi
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
REPUBLIK INDONESIA,
RUDIANTARA
Kabag Hukum dan KS
Direktur Standardisasi
Sekditjen SDPPI
Dirjen SDPPI
top related