peran tokoh nayantaka dalam pertunjukan ...lib.unnes.ac.id/35113/1/2501412156_optimized.pdfasal...
Post on 29-Nov-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
“PERAN TOKOH NAYANTAKA DALAM PERTUNJUKAN
TARI KEBO IJO DI KABUPATEN PEMALANG”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Seni Tari
Oleh:
Danu Mahendra
2501412156
PENDIDIKAN SENI DRAMA TARI DAN MUSIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian
Skripsi
Semarang, 26 Juli 2019
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Malarsih, M.Sn Usrek Tani Utina, S.Pd, M.A.
NIP. 196106171988032001 NIP. 198003112005012002
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi berjudul “Peran Tokoh Nayantaka Dalam Bentuk Pertunjukan Tari Kebo
Ijo Di Kabupaten Pemalang” karya Danu Mahendra NIM 2501412156 ini telah
dipertahankan dalam Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Sendratasik, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang pada tanggal 8 Agustus 2019 dan
disahkan oleh Panitia ujian.
Semarang, 8 Agustus 2019
Panitia
Ketua, Sekretaris,
Dr. Hendi Pratama S.Pd., M.A. Abdul Rachman, S.Pd., M.Pd.
NIP. 198505282010121006 NIP. 198001202006041002
Penguji I, Penguji II,
Moh. Hasan Bisri, S.Sn., M.Sn Usrek Tani Utina, S.Pd, M.A.
NIP. 196601091998021001 NIP. 196106171988032001
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya :
Nama : Danu Mahendra
NIM : 2501412156
Program Studi : Pendidikan Seni Tari
Menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi berjudul Peran Tokoh Nayantaka
Dalam Bentuk Pertunjukan Tari Kebo Ijo Di Kabupaten Pemalang benar-benar
hasil karya saya sendiri bukan jiplakan dari karya tulis orang lain atau pengutipan
dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku baik
sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang atau pihak lain yang terdapat
dalam skripsi ini telah dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Atas
penyataan ini, saya secara pribadi siap menanggung resiko sanksi hukum yang
dijatuhkan apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam
karya ini.
Semarang, 27 Juli 2019
Danu Mahendra
v
2501412156
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Berbuatlah baik kepada semua orang tetapi jangan pernah meminta kebaikan
dari orang, karena apa yang kita lakukan pasti kembali ke kita. (Danu
Mahendra)
Persembahan
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Bapak, Ibu dan Keluarga tercinta, Bapak Jumanto dan Ibu Retno
Budiarsih terimakasih atas do’a yang tiada henti dipanjatkan,
dukungan materi yang bekerja keras banting tulang setiap hari,
semoga saya bias membuat kalian bahagia dan bangga.
2. Seluruh keluarga besar SENDRATASIK dan almamater UNNES
3. Untuk teman-teman seni tari angkatan 2012 Bayi Wingi Sore
4. Seluruh keluarga besar Sanggar Seni Kaloka Pemalang
vi
SARI
Sari, Danu Mahendra. 2019. Peran Tokoh Nayantaka Dalam Pertunjukan Tari
Kebo Ijo Di Kabupaten Pemalang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari
dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing
I: Dr. Malarsih, M.Sn. Pembimbing II: Usrek Tani Utina S.Pd. M.A.
Kata Kunci: Peran, Nayantaka, Pertunjukan Dan Tari Kebo Ijo
Peran Nayantaka pada pertunjukan tari kebo Ijo merupakan salah satu tokoh
penting yang ada pada Tari Kebo Ijo, karena tokoh Nayantaka merupakan tokoh
yang istimewa, sebab tokoh Nayantaka tidak selalu muncul pada pertunjukan tari
Kebo Ijo. Tokoh Nayantaka muncul pada acara-acara tertentu, tetapi sekali
munculnya tokoh Nayantaka pada pertunjukan tari Kebo Ijo sangat berperan
penting karena tokoh Nayantaka mampu mengalahkan tokoh Kebondanu. Pada tari
Kebo Ijo terdapat tiga tokoh dalam pertunjukan tari Kebo Ijo yaitu tokoh
Nayantaka, tokoh Kebondanu dan tokoh Kebo Ijo. Tari Kebo Ijo adalah tarian yang
menceritakan tentang cerita legenda asal mula dukuh Kebo Ijo, tarian yang
memiliki bentuk pertunjukan tari dan alur cerita yang menarik, jumlah penari yang
banyak dan gerakan tari yang menyerupai hewan kerbau. Tujuan penelitian ini
mengetahui dan mendeskripsikan peran nayantaka pada pertunjukan Tari Kebo Ijo
di Kabupaten Pemalang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian kualitatif. Lokasi penelitian terletak di jalan Dr. Cipto Mangunkusumo
Kelurahan Bojongbata, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang, tepatnya di
Sanggar Seni Kaloka. Subyek penelitian ini diantaranya pencipta Tari Kebo Ijo
Bapak Bayu Kusuma Listyanto dan para penari Tari Kebo Ijo di Kabupaten
Pemalang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui
reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran Nayantaka meliputi tiga hal
yaitu peran meliputi norma-norma, peran yang dilakukan Nayantaka dan peran
perilaku Nayantaka. Bentuk pertunjukan Tari Kebo Ijo terbagi menjadi dua yaitu
struktur pertunjukan dan unsur pendukung pertunjukan. Struktur pertunjukan
terbagi menjadi tiga yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian penutup, sedangkan
unsur pendukung pertunjukan meliputi pelaku Tari Kebo Ijo berusia 17-35 tahun,
gerak Tari Kebo Ijo terdapat 7 gerakan, musik Kebo Ijo terdiri dari musik internal
dan eksternal, tata rias wajah Tari Kebo Ijo menggunakan tata rias fantasi hewan
kerbau, Nayantaka tata rias putra alus dan Kebondanu putra gagah, dan tata rias
busana Tari Kebo Ijo yang identik dengan warna hijau, merah dan emas.
Saran bagi pelaku Tari Kebo Ijo diharapkan terus berlatih mengenai teknik
gerak dasar Tari Kebo ijo untuk meningkatkan kualitas gerak saat menari. Penari
tari Kebo Ijo diharapkan dapat menguasai Tari Kebo Ijo. Sanggar Seni Kaloka
diharapkan dapat terus mempertahankan eksistensi Tari Kebo Ijo agar tetap
berkembang. Bagi Pemerintah Kabupaten Pemalang penari Kebo Ijo hendaknya
vii
memberikan Surat Keputusan dari Bupati Kabupaten Pemalang mengenai
keberadaan Tari Kebo Ijo.
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
rahmatnya akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran
Tokoh Nayantaka Dalam Pertunjukan Tari Kebo Ijo Di Kabupaten Pemalang”.
Skripsi disusun dalam rangka untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di
Universitas Negeri Semarang. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan
skripsi dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak.
Sehubungan dengan itu, peneliti mengucapkan terimakasih dengan segala
kerendahan hati kepada yang terhormat,
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan kesempatan peneliti untuk menyelesaikan studi Strata Satu di
Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan fasilitas yang dibutuhkan dan ijin
penelitian.
3. Dr. Udi Utomo, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik
yang telah menerima peneliti sebagai mahasiswa prodi Pendidikan Seni Tari.
4. Dr. Malarsih, M.Sn., dosen pembimbing I dan Ibu Usrek Tani Utina S.Pd, M.A.,
dosen pembimbing II yang telah mengarahkan, memberi saran, dan masukan
dengan sabar dalam penelitian skripsi ini.
viii
5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik yang telah
membimbing dan memberikan ilmu selama peneliti menempuh pendidikan di
Universitas Negeri Semarang.
6. Bapak Bayu Kusuma Listyanto S.Sn., pencipta tari Kebo Ijo yang telah
memberikan informasi demi kelancaran skripsi ini.
Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan menjadi amal baik dan
senantiasa mendapatkan pahala dari Allah SWT, dan semoga apa yang diuraikan
dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan para pembaca
umumnya.
Semarang, 27 juli 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................................. ii
PENGESAHAN KELULUSAN..................................................................................... iii
PERNYATAAN ............................................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................................ v
SARI ............................................................................................................................... vi
PRAKATA....................................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................... xii
DAFTAR BAGAN ……………………………………………………………………. xiii
DAFTAR TABEL…………………………………….……………………………….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah ........................................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................................
1.4.1 Manfaat Teoritis ……………………………………………………………….
1.4.2 Manfaat Prakti …………………………………………………………………
4
4
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR............................. 7
2.1 Kajian Pustaka…….. ................................................................................................. 7
x
2.2 Landasan Teoretis …………...................................................................................... 25
2.2.1 Teori Peran……..… ............................................................................................ 26
2.2.2 Teori Bentuk……................................................................................................. 28
2.3 Kerangka Berfikir……………................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................... 39
3.1 Pendekatan Penelitin .................................................................................................. 39
3.2 Data dan Sumber Data................................................................................................ 40
3.2.1 Data Primer …...................................................................................................... 40
3.2.2 Data Sekunder....................................................................................................... 41
3.3 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................................... 41
3.3.1 Observasi ………. ............................................................................................... 42
3.3.2 Wawancara ........................................................................................................... 43
3.3.3 Dokumentasi ……………………….................................................................... 45
3.4 Teknik Keabsahan Data ........................................................................................... 46
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................................... 49
3.5.1 Reduksi Data ........................................................................................................ 50
3.5.2 Penyajian Data...................................................................................................... 50
3.5.3 Kasimpulan……………....................................................................................... 51
BAB IV HASIL DAN PENELITIAN ........................................................................... 52
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................................... 52
4.1.1 Lokasi Dan Keadaan Alam……………............................................................... 52
4.1.2 Kondisi Fisik Wilayah........................................................................................... 53
4.1.3 Kependudukan……………………….….............................................................. 54
xi
4.1.4 Mata Pencaharian Kelurahan Bojongbata……………………………………..... 55
4.2 Potensi Seni di Kota Pemalang ...................................................... ...........................
4.3 Sejarah Dan Gambaran Umum Sanggar Seni Kaloka………………………………
56
57
4.4 Sinopsis Dan Sejarah Penciptaan Tari Kebo Ijo......................................................... 58
4.5 Bentuk Tari Kebo Ijo…………………………………………………...................... 61
4.5.1 Struktur Pertunjukan Tari Kebo Ijo…………………………………..................
4.5.1.1 Bagian Awal…………………………………………………………………….
4.5.1.2 Bagian Inti………………………………………………………………………
4.5.1.3 Bagian Penutup…………………………………………………………………
61
62
63
64
4.5.2 Unsur-unsur Pendukung Pertunjukan...………………………………............... 64
4.5.2.1 Gerak Tari Kebo Ijo ………………………………………………………….... 64
4.5.2.2 Iringan Tari Kebo Ijo .......................................................................................... 85
4.5.2.3 Tata Rias Wajah Tari Kebo Ijo............................................................................ 92
4.5.2.4 Tata Rias Busana Tari Kebo Ijo..………………................................................ 96
4.5.2.5 Tempat Pentas…………………......................................................................... 102
4.5.2.6 Tata Lampu Dan Tata Suara............................................................................... 102
4.5.2.7 Pelaku Tari Kebo Ijo ………………………. ………………………................ 103
4.6 Peran Nayantaka Pada Pertunjukan Tari Kebo Ijo...................................................
4.7 Faktor Munculnya Peran Nayantaka Pada Pertunjukan Tari Kebo Ijo……………...
106
111
BAB V PENUTUP.......................................................................................................... 113
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 113
5.2 Saran .......................................................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 116
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Sanggar Seni Kaloka….................................................................. .
4.2 Gerak Srisig tokoh Nayantaka ........................................................
4.3 Gerak Ereg-eregan tokoh Nayantaka .............................................
4.4 Gerak Ulap-ulap tokoh Nayantaka .................................................
4.5 Gerak Besut tokoh Nayantaka.........................................................
53
65
66
67
68
4.6 Gerak Ngglebag Kambeng Kebondanu…....................................... 72
4.7 Formasi Kebondanu dan Kebo Ijo................................................... 73
4.8 Gerak Jalan Kebo……………………............................................ 74
4.9 Ereg-eregan....................................................................................... 75
4.10 Perangan 1 …………………........................................................... 76
4.11 Perangan 2 ……............................................................................ 78
4.12 Nglebag Serang…........................................................................... 79
4.13 Loncat Kebo…................................................................................ 80
4.14 Tata Rias Kebo Ijo …….................................................................. 93
4.15 Tata Rias Kebodanu........................................................................ 94
4.16 Tata Rias Nayantaka………………………….............................. 95
4.17 Busana Tari Kebo Ijo……………………….................................. 97
4.18 Busana Tari (Tokoh Kebondanu)…………................................... 99
4.19 Busana Tari (Tokoh Nayantaka)…………..................................... 100
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
2.1 Model Kerangka Berpikir ……………............................................... 37
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Bojongbata ............................................ 54
4.2 Mata Pencaharian Kelurahan Bojongbata.......................................... 55
4.3 Daftar Nama Penari Tari Kebo Ijo Tahun 2013-2014….....………… 104
4.4 Daftar Nama Penari Tari Kebo Ijo Tahun 2015-2016……………… 105
4.5 Daftar Nama Penari Tari Kebo Ijo Tahun 2017-2018……………… 106
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Surat Keputusan Pembimbing Dosen Skripsi........................................ 127
2 Surat Izin Penelitian .............................................................................. 128
3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian................................ 129
4 Biodata Peneliti. ....................................................................................
5 Biodata Narasumber..............................................................................
6 Instrumen Penelitian .............................................................................
130
131
132
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keberadaan tari di tengah masyarakat tentunya tidak lepas dari masyarakat
pendukungnya. Tari tradisional yang berkembang di istana biasa disebut tari klasik,
tari yang hidup di kalangan masyarakat pedesaan disebut tari kerakyatan, maupun
tari yang berkembang di masyarakat perkotaan sering mendapat label pop, atau tari
modern/tari kreasi baru (Hadi 2005:13).
Kesenian kabupaten pemalang sangat beragam diantaranya kesenian sintren,
kesenian silakupang, kesenian blandong dan kesenian yang sedang berkembang di
kabupaten pemalang yaitu kesenian Kebo Ijo. Kesenian Kebo Ijo diciptakan dengan
tujuan sebuah misi politik dan membawa nama kontingen kecamatan petarukan
untuk parade kesenian daerah kab. Pemalang Seiring berkembangnya kebutuhan
kesenian di kabupten Pemalang maka sang koreografer Bayu Kusuma Listyanto
S.Sn mengemas kembali kesenian Kebo Ijo menjadi sebuah jenis tari kreasi.
Kesenian Kebo Ijo atau yang sekarang lebih dikenal dengan Tari Kebo Ijo.
Asal mulanya merupakan sebuah nama dukuh di kecamatan Petarukan, yang
menceritakan asal usul dukuh kebo ijo. Ada cerita rakyat tentang nama dukuh Kebo
Ijo yang menceritakan seorang prajurit bernama Kebondanu yang memiliki
kekuatan bayangan dirinya berwujud manusia berkepala kerbau dengan badan
berwarna hijau. Tari Kebo Ijo muncul pertama kali di kecamatan Petarukan, yang
2
mempunyai gerak ciri khas yaitu menyerupai seekor kerbau, dan menggunakan tata
rias fantasi hewan kerbau.
Versi kedua menyebutkan Kebo Ijo hidup pada masa kerajaan Mataram.
Tarian Kebo Ijo menceritakan pada masa Mataram sekitar tahun 1400 ada perajurit
Mataram yang iri dengan sesama prajurit lainnya lantaran tidak diberangkatkan ke
Batavia untuk memerangi VOC Belanda yang bernama Kebo Ndanu. Kemudian
Kebo Ndanu menghimpun kekuatan dan menguasai hutan Siraung yang sekarang
berada diwilayah eks Karesidenan Pekalongan, yakni dari Batang sampai Brebes
dihutan itulah prajurit-prajurit itu menjadi begal dan mengganggu setiap perjalanan,
baik menuju maupun dari kerajaan Mataram.
Setiap aksinya, prajurit tersebut berwujud manusia berkepala kerbau dengan
badan berwarna hijau mereka dipimpin oleh Kebondanu. Tari Kebo Ijo muncul
pertama kali di kecamatan Petarukan, yang mempunyai gerak ciri khas yaitu
menyerupai seekor kerbau, dan menggunakan tata rias fantasi hewan kerbau. Dalam
pertunjukkan tari Kebo Ijo dulu hanya diperankan dua tokoh yaitu Kebondanu dan
pasukan kebo. Tetapi sekarang muncul tokoh yang bernama Nayantaka dalam
pertunjukkan tari Kebo Ijo.
Tokoh Nayantaka muncul karena sang pencipta tari ingin menampilkan
sebuah alur cerita. Tokoh Nayantaka pada pertunjukan tari Kebo Ijo diceritakan
sebagai tokoh yang bersifat baik. Kemunculan tokoh Nayantaka menjadi sesuatu
yang baru pada pertujukan tari Kebo Ijo dan mendapat respon positif dari penonton.
Tokoh Nayantaka berperan sebagai kesatria yang mampu membunuh Kebondanu
dengan kekuatan yang dimilikinya.
3
Peran Nanyantaka dalam pertunjukan tari Kebo Ijo, merupakan tokoh yang
berhasil mengalahkan Kebondanu beserta pasukannya. Tokoh Nanyantaka masih
keturunan Adipati Lumajang yang dibuang kemudian ditemukan oleh seorang kyai
yang bernama Ki Dongkol lalu dibesarkan disebuah padepokan untuk mengalahkan
pasukan Kebo Ijo, Nanyantaka bersenjata Gada Wesi Kuning. Tokoh Nayantaka
pada tari Kebo Ijo digambarkan sebagai seorang ksatria yang baik, dapat dilihat dari
tata busana dan tata riasnya.
Tokoh Nayantaka berperan sebagai tokoh yang baik dilihat dari segi tata rias
wajah yang menggunakan tata rias putra alus sebagai penggambaran tokoh yang
baik. Pemilihan warna tata rias menggunakan warna-warna lembut seperti coklat,
coklat tua dan hitam. Pemilihan tata busana disesuaikan dengan karakter tokoh
Nayantaka yang berperan sebagai seorang kesatria yang baik dan disesuaikan
dengan asal tokoh Nayantaka. Pemilihan warna busana pada tokoh Nayantaka yaitu
warna hitam dan putih. Warna hitam untuk menggambarkan ketegasan dan
kewibawaan tokoh Nayantaka. Warna putih melambangkan kesucian serta sifat
religious tokoh Nayantaka karena dibesarkan di sebuah padepokan Randujajar.
Kemunculan tokoh Nayantaka pada pertunjukan dalam tari Kebo Ijo,
sehingga banyak pertanyaan yang perlu diungkap pada tari Kebo Ijo mengalami
berbagai hal dengan faktor-faktor yang mendorong terjadi perkembangan pada
bentuk pertunjukan tari Kebo Ijo dengan munculnya tokoh Nanyantaka, sehingga
hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang Peran
Tokoh Nanyantaka Dalam Pertunjukan Tari Kebo Ijo di Kabupaten Pemalang.
4
1.2 Rumusan Masalah
Latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Peran Nayantaka dan Bentuk pertunjukan tari kebo ijo di Kabupaten
Pemalang?
2. Faktor-faktor munculnya tokoh Nayantaka pada pertunjukan tari Kebo Ijo di
kabupaten Pemalang?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah yang dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui Peran Nayantaka dan Bentuk Pertunjukan Tari Kebo Ijo Di
Kabupaten Pemalang;
2. Mengetahui Faktor-faktor munculnya tokoh Nayantaka dalam pertunjukan tari
kebo ijo di kabupaten Pemalang.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberi manfaat. Adapun manfaat yang dapat
diambil dari hasil penelitian ini berupa manfaat secara teoritis maupun praktis.
Manfaat penelitian adalah sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis
1. Untuk melengkapi penelitian yang sudah ada, khususnya berkaitan dengan kajian
peran tokoh nayantaka dalam pertunjukan tari kebo Ijo di Kabupaten Pemalang
2. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai peran tokoh
nayantaka dalam pertunjukan tari Kebo Ijo di Kabupaten Pemalang
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti
5
Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
kajian peran tokoh nayantaka dalam pertunjukan tari Kebo Ijo di Kabupaten
Pemalang
2. Bagi pelaku kesenian
Manfaat penelitian bagi pelaku kesenian adalah dapat lebih bersemangat
untuk berlatih, dan memberi dorongan motivasi agar dapat mengembangkan tarian
Kebo Ijo sesuai dengan kebutuhan kesenian sehingga tetap diminati masyarakat.
3. Bagi perguruan tinggi unnes
Sebagai sumbangsih pemikiran bagi lembaga tinggi Universitas Negeri
Semarang.
4. Bagi pemerintah
Bagi pemerintah penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan berupa
informasi atau dokumentasi kepada Pemerintah Kabupaten Pemalang untuk
mengupayakan pelestarian dan pengembangan Tari Kebo Ijo di Kabupaten
Pemalang
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi bertujuan untuk memberikan gambaran serta
mempermudah pembaca dalam mengetahui garis-garis besar dari skripsi yang
berisi :
1.5.1 Bagian awal skripsi
Bagian awal skripsi meliputi halaman judul, halaman pegesahan, surat
pernyataan, kata pengantar, sari, daftar isi, daftar bagan dan tabel, daftar gambar,
daftar lampiran.
6
1.5.2 Bagian skripsi terdiri dari 5 bab, yaitu :
BAB 1 : Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustakan dan Landasan Teori
Pada bab ini berisi tentang Tinjauan pustaka, Lantasan teori, teori peran,
teori bentuk, dan kerangka berfikir.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang pendekatan penelitian, lokasi dan sasaran penelitian,
teknik pengumpulan data dan teknik keabsahan data.
BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan tentang gambaran
umum lokasi penelitian, bentuk pertunjukan dan peran nayantaka dalam
pertunjukan tari Kebo Ijo di Kabupaten Pemalang.
BAB V : Penutup
Bagian penutup berisikan simpulan dan saran.
1.5.3 Bagian akhir skripsi
Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Kajian Pustaka
Peneliti menggunakan buku referensi sebagai landasan teoretis untuk
membahas rumusan masalah yang diungkapkan dalam penelitian Peran Tokoh
Nayantaka Dalam Pertunjukan Tari Kebo Ijo Di Kabupaten Pemalang. Buku yang
digunakan oleh peneliti adalah Buku lain yang dijadikan sumber landasan teori
penulis adalah buku yang berjudul Elemen-Elemen Dasar Komposisi Tari oleh La
Meri terjemahan Soedarsono. Buku terbitan 1986 ini memuat bahasan tentang
sebuah penjelasan tentang beberapa elemen komposisi tari. Bagian-bagian elemen
komposisi tari yang dijabarkan dalam buku adalah pola-pola garis dasar, elemen-
elemen dasar, tari dan frase musik, dinamika dan kekuatan, sumber-sumber tema,
pemilihan gerak, penggunaan gerak, dan perlengkapan-perlengkapan tari seperti
kostum, penampilan, tata panggung, dan tata lampu. Elemen-elemen tersebut
merupakan komponen yang dibutuhkan untuk menciptakan sebuah tarian.
Beberapa elemen yang dibahas dalam buku Soedarsono inilah dijadikan sebagai
landasan untuk menganalisis masalah yang dikaji oleh peneliti.
Buku Koreografi Bentuk-Teknik-Isi karangan Sumandiyo Hadi diterbitkan
pada tahun 2011 digunakan peneliti sebagai landasan teori untuk mengungkapkan
bentuk/wujud tari menggunakan pendekatan estetis koreografis. Buku Sumandiyo
membahas tentang konsep gerak-ruang-waktu sebagai elemen dasar koreografis.
Konsep gerak dalam tari adalah dasar ekspresi, oleh sebab itu ‘gerak’ dipahami
sebagai ekspresi dari semua pengalaman emosional. Pengalaman emosional
8
diekspresikan lewat medium gerakan-gerakan yang sudah dipolakan menjadi
bentuk yang dapat dikomunikasikan secara langsung lewat perasaan. Konsep ruang
dalam tari dipahami sebagai wujud tiga dimensi yang di dalamnya bagi seorang
penari dapat menciptakan apa yang disebut ‘imaji dinamis’, yaitu memungkinkan
bagian-bagian komponen tubuh penari membawa banyak kemungkinan untuk
menjajagi keruangan. Konsep waktu dalam tari dipahami sebagai faktor
pengorganisir dalam setiap kegiatan. Tari ketika gerakan berlangsung berarti ada
sebuah satuan waktu yang dibagi-bagi sesuai dengan tujuannya, sehingga menjadi
struktur waktu atau ritmis yang harmonis.
Selain buku-buku literatur yang diambil sebagai bahan landasan teoritis
peneliti juga mencari beberapa penelitian sejenis yang terkait dengan kajian peran
dan bentuk pertunjukan. Diantaranya peneliti Shara Marsita Mirdamiwati (skripsi
2014) dengan judul Peran Sanggar Seni Kaloka Terhadap Perkembangan Tari
Slendang Pemalang di Kelurahan Pelutan Kecamatan Pemalang Kabupaten
Pemalang. Berdasarkan hasil penelitian yang memfokuskan pada peran Sanggar
Seni Kaloka terhadap perkembangan Tari Selendang Pemalang diKabuoaten
Pemalang yang merupakan salah satu Sanggar seni yang berasal dari Kabupaten
Pemalang, peran yang dilakukan oleh Sanggar seni Kaloka yang menyebarluaskan,
melestarikan dan mempertahankan tari Selendang Pemalang melalui kegiatan-
kegiatannya yaitu, kegiatan pelatihan, penciptaan, pelestarian, dan pementasan.
Penelitian lain yang terkait adalah Ikha Sulis Setyaningrum (jurnal 2015)
dengan judul Peran Sanggar Puring Sari Dalam Melestarikan Tari Kretek di Desa
Barongan Kecamatan Kota Kabupaten Kudus. Berdasarkan hasil penelitian dapat
9
disimpulkan bahwa Tari Kretek Merupakan tari yang berasal dari Kabupaten
Kudus, pada tahun 1986 Tari Kretek disahkan menjadi tari khas Kabupaten Kudus
oleh Bupati Kudus yaitu Bapak Hartono. Bentuk penyajian Tari Kretek termasuk
jenis tari kreasi dengan tema aktivitas kehidupan manusia yang bekerja dipabrik
rokok yang pada akhirnya menjadi salah satu kesenian ciri khas daerah Kudus.
Peran yang dilakukan oleh Sanggar Puring Sari dalam melestarikan Tari Kretek
adalah dengan penciptaan, mengembangkan, dan penyebarluaskan kepada
masyarakat Kabupaten Kudus.luaskan kepada masyarakat Kabupaten Kudus.
Sanggar Puring Sari melestarikan Tari Kretek melalui kegiatan pelatihan, da
pementasa
Penelitian lain yang terkait adalah Kania Rizki Salsabila (jurnal 2014)
dengan judul Peran Sanggar Tari Kaloka Terhadap Perkembangan Tari Di Kota
Pekalongan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penelitian
menyimpulkan bahwa peran Sanggar Tari Kaloka terhadap perkembangan tari di
Kota Pekalongan melalui kegiatan penggarapan, pelatihan, dan pementasan tari.
Berdasarkan aktivitas sanggar yang meliputi kegiatan penggarapan, pelatihan, dan
pementassan tari oleh Sanggar Tari Kaloka, maka dapat dilihat peran sanggar
terhadap perkembangan tari secara kualitatif dan kuantitatif. Perkembangan secara
kualitatif yang dilakukan Sanggar Tari Kaloka dapat dilihat dari usaha sanggar
dalam mengembangkan tari yang sudah ada dengan kreativitas secara terus-
menerus agar lebih baik melalui kegiatan penggarapan tari, sedangkan
perkembangan secara kuantitatif yang dilakukan Sanggar Tari Kaloka dapat dilahat
10
dari kegiatan pelatihan dan pementasan tari yang merupakan usaha penyebaran tari
melalui proses kegiatan-kegiatan tari agar lebih luas dan dikenal oleh masyarakat.
Penelitian lain yang terkait adalah Yuli Setianingsih (jurnal 2014) dengan
judul Peran Olah Tubuh Untuk Meningkatkan Keterampilan Gerak Dalam Tari
Pada Anak-Anak SMP Negeri 01 Karangkobar. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa proses pelatihan tari di SMP Negeri 01 Karangkobar dibagi
menjadi 2 tahap dalam 2 semester, terdiri dari semester 1 guru hanya memberikan
dan memperkenalkan beberapa gerakan, kemudian siswanya menirukan gerakan
yang diajarkan. Pada semester 2 guru memberikan sebuah pembelajaran tari secara
penuh dalam satu tarian. Proses se belum pelatihan pembelajaran tari biasanya
dimulai dengan guru mengistruksikan kepada siswanya untuk melakukan proses
pemanasan terlebih dahulu, tetapi karena kurangnya pengawasan dan kesadaran
dari para siswa untuk melakukan pemanasan, maka siswa cenderung asik bermain
endiri daripada melakukan pemanasan, sehingga tubuh mereka belum siap untuk
menerima respon gerak dari luar. Karena kuragnya kesadaran untuk melakukan
pemanasan maka sangat berpengaruh terhadap gerak yang mereka bawakan
sehingga dapat mempengaruhi hasil akhir prestasi yang kurang dari KKM. Manfaat
melakukkan latihan olah tubuh dan mempermudah kemampuan penguasaan
ketrampilan gerak dalam sebuah tarian. Manfaat yang lain adalah dapat
meningkatkan kemampuan otot-otot yang ada didalam tubuh dan dapat
meningkatkan kualitas gerak dalam tari.
Penelitian lain yang terkait adalah Randoyo (jurnal 2012) dengan judul
Peran Semar Dalam Pertunjukan Wayang Kulit Jawa Gaya Surakarta.
11
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Semar dalam pertunjukan
wayang kulit purwa gaya Surakarta versi lakon Mahabarata mempunyai makna
yang penting. Semar berperan sebagai abdi/pemomong para ksatria yang akan
menumbuhkan biji keutamaan yang menjaga keharmonisan, keselarasan, dan
keseimbangan perjalanan hubungan antara manusia, alam semesta para dewa.
Semar dalam kebiasaan biasa dapat berlaku tokoh yang kemunculannya disertai
oleh peristiwa gara-gara yaitukeadaan yang serba kacau dan bingung serta keadaan
alam yang terguncang oleh karena ulah sebagian tokoh dunia yang ingin merusak
suasana alam. Dengan kehadiran Semar, lakon kembali normal dan menuju akhir
yang baik.
Artikel yang ditulis oleh Erna, Agus, dan Triyanto (2018) yang dimuat
dalam jurnal Catharsis volume (7)(1) hal 11-22 dengan judul : “Forms of Show
Kuda Lumping Ronggo Budoyo in The Village of Lematang Jaya, Lahat, South
Sumatera”. Hasil penelitian Bentuk Pertunjukan Ronggo Budoyo Kuda Lumping
di Desa Lematang Jaya terdiri dari Tari Pegon kecil, Tari Buta, Tari Pegon remaja,
Kucingan dan Pegon dewasa. Pertunjukan Kuda Lumping biasanya diadakan untuk
memperingati hari jadi Indonesia, pernikahan, khitanan atau acara desa lainnya.
Persiapan dimulai dengan latihan satu kali rutinitas begitu persiapan dilakukan di
acara itu lokasi termasuk peralatan gamelan, tata rias, penari, dan persembahan.
Kinerja dari pertunjukan kuda lumping akan dijaga dan dipantau oleh pengurus
Kuda Lumping yang dibantu oleh seluruh anggota Ronggo Budoyo
Penelitian lain yang terkait adalah Ahmad Damhuri, Darmawati, Indrayuda
(jurnal 2013) yang dimuat dalam jurnal Seni Tari volume (2)(1) hal 1-8 dengan
12
judul Peranan Penari Perempuan Dan Laki-Laki Dalam Pertunjukan Tari Tauh.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penelitian menyimpulkan bahwa
Peran penari perempuan dan laki-laki dalam tari tauh sangat penting, tanpa adanya
penari perempuan dan Laki-laki tari Tauh tidak dapat ditampilkan dan
dipertunjukan, Oleh karena itu tari Tauh ini tidak dapat ditarikan oleh penari
perempuan saja, begitu juga sebaliknya tari Tauh juga tidak dapat ditampilkan oleh
penari laki-laki saja. Masing-masing penari dalam tari Tauh saling bergantung satu
sama lain, karena tari Tauh berperan sebagai ajang tempat mencari jodoh atau
pasangan hidup, maka dari itu antara penari perempuan dan laki-laki tidak dapat
ditinggalkan satu sama lain, Penari perempuan berperan sebagai pendamping bagi
laki-laki di dalam tari Tauh,Adapun penari laki-laki berperan sebagai pemimpin
dan pengendali dalam tari Tauh, sebab penari laki-laki sangat agresif dalam
bergerak, yang mana gerak yang dilakukan oleh penari lakilaki melambangkan
kegesitan laki-laki untuk menggoda perempuan.
Penelitian lain yang terkait adalah Yaya Mulya Mantri (jurnal 2014) yang
dimuat dalam jurnal Seni Tari volume (3) hal 135-140 dengan judul Peran Pemuda
Dalam Pelestarian Seni Tradisional Benjang Guna Meningkatkan Ketahanan
Budaya Daerah. Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, penelitian ini
merangkum tiga kesim pulan yaitu: Pertama, peran pemuda dalam pelestarian seni
tradisional Benjang yang terbagi dalam lima peran yaitu: peran pewarisan, peran
pemilik, peran pelaku, peran inovatif, dan peran edukatif. Kedua, pemuda
menghadapi tiga kendala dalam pelestarian seni tradisional Benjang, yaitu kendala
dalam mengembangkan seni tradisional Benjang, kurang nya keterlibatan dari
13
berbagai pihak, dan masuknya budaya asing secara masif. Ketiga, meningkatnya
kesa daran dan identitas budaya lokal, perubahan tanpa menyal ahi orisinalitas
budaya daerah, dan menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan
budaya daerah.
Artikel yang ditulis oleh Hera (2014) yang dimuat dalam jurnal Gelar
volume (12)(2) hal 209-219 dengan judul : “Perubahan Bentuk Pertunjukan Tari
Sembah Dalam Konteks Pariwisata di Kabupaten Muara Enim Sumatera”. Pada
artikel ini menjelaskan tentang Perubahan Bentuk Pertunjukan Tari Sembah dalam
Konteks Pariwisata. Hasil penelitian ini Tari Sembah Tahun 1965 tari Sembah
berfungsi sebagai tari adat perkawinan sebagai penyambutan pihak besan dari
pengantin pria. Seiring dengan perkembangan zaman Tari Sembah beralih fungsi
sebagai tari sambut. Tamu dengan disuguhkan tepak berisi sekapur sirih diakhir
pertunjukan,dan di dalam tepak tersebut, berisi peralatan sekapur sirih sebagai
lambang rasa hormat dan persaudaraan kepada tamu kehormatan. Tepak adalah
kotak kayu berbentuk persegi panjang yang dihiasi dengan ukiran sebagai peralatan
menginang. Faktor eksternal perubahan fungsi Tari Sembah dari tahun 1965 hingga
2002 di pengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi semakin canggih,
pengaruh budaya asing, politik, pariwisata, dan perekonomian seniman, masyarakat
dan karya itu sendiri. Faktor internal dilatarbelakangi oleh masyarakat pendukung
kebudayaan dan dorongan manusia untuk menyesuaikan diri.
Artikel yang ditulis oleh Kartikasari (2014) yang dimuat dalam jurnal
Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa volume (4)(1) hal 8-13 dengan
judul: “Bentuk, Makna, dan Fungsi Pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri
14
Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo”.
Permasalahan dalam artikel ini yaitu: bagaimana bentuk penyajian, makna
simbolok, dan fungsi dari pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tribudoyo di Desa
Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Hasil penelitian yaitu
pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan
Kaligesing, Kabupaten Purworejo terbagi dalam tiga tahap yaitu (1) Pra
pertunjukan, meliputi: (a) membuat perencanaan acara, (b) membersihkan lapangan
untuk pertunjukan kuda lumping, (c) menyiapkan sesaji, (d) nyekar ke pepundhen,
(e) obong menyan, (2) bentuk pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo,
meliputi: tari kreasi, tari jaipong, tari gobyok, tari mataraman, tari jaranan versi
Bali, kesurupan atau, dan (3) Pasca pertunjukan ditutup dengan tarian yang
ditarikan oleh sesepuh grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo.
Artikel yang ditulis oleh Sudarma (2012) yang dimuat dalam jurnal Mudra
volume (32)(1) hal 21-29 dengan judul : Pertunjukan Tari Babuang Pada Piodalan
Bhatara Dalem Pingit Di Desa Pengotan Kabupaten Bangli. Hasil artikel Tarian
Babuang dalam ritual Piodalan Bhatara Dalem Pingit memiliki berbagai fungsi,
yaitu fungsi keagamaan, fungsi estetika, dan fungsi penyatuan sosial. Fungsi
keagamaan, tarian Babuang sebagai bentuk persembahan untuk meningkatkan
sraddhà (keimanan) dan bhakti (ketaquaan) kehadapan leluhur yang berstana di
Gunung Airawang (Gunung Abang) dan manifestasi Tuhan yang beristana di Pura
Tuluk Biu. Fungsi estetika, tarian Babuang memiliki nilai kesucian (úivam),
kebenaran (satyam) dan keseimbangan atau harmoni (sundaram). Sebaliknya,
fungsi penyatuan sosial, tarian Babuang menunjukkan rasa kebersamaan
15
(solidaritas) dan kesadaran akan kesatuan penyungsung pura yang ditunjukkan
mereka mengikuti dengan baik prosesi pementasan tarian tersebut hingga selesai.
Artikel yang ditulis oleh Alfianingrum (2016) yang dimuat dalam jurnal Seni
Tari dengan judul : Bentuk Pertunjukan Kesenian Barongan Wahyu Budaya Di
Dukuh Karang Rejo Desa Loram Kulon Kecamatan Jati Kabupaten Kudus.
Penelitian ini mengkaji Bentuk Pertunjukan Kesenian Barongan Wahyu Budaya.
Hasil penelitian ini bentuk pertunjukan Kesenian Barongan Wahyu Budaya
memiliki tiga tahap penyajian yaitu: 1) tahap pra tontonan, dimulai dari iringan
musik yang mulai ditabuh sebagai pertanda pertunjukan akan segera dimulai, 2)
tahap pementasan, dimulai dari adegan sesembahan kemudian dilanjutkan pada
pertunjukan inti yaitu adegan Barongan, dilanjutkan dengan adegan Jaran Kepang
dan penutup, 3) arak-arakan, dilaksanakan setelah acara inti selesai sekitar pukul
13:00 dan dimulai dari tempat awal pertunjukan kemudian rute selanjutnya adalah
mengelilingi desa dengan tujuan akhir di rumah Bapak RT/RW.
Artikel yang ditulis oleh Hardiyanti (2016) yang dimuat dalam jurnal Seni
Tari dengan judul : Bentuk Pertunjukan Kesenian Sintren Dangdut Sebagai Upaya
Pelestarian Seni Tradisi Pada Grup Putra Kelana Di Kelurahan Pasar Batang
Kabupaten Brebes. Hasil penelitian kesenian Sintren Dangdut yaitu adanya lakon,
gerak, pelaku, iringan, rias, busana, tata pentas, properti, penonton, dan urutan
pertunjukan. Pelaku pada pertunjukan Sintren Dangdut meliputi pemeran Sintren
Dangdut, pawing, bodhor, kemladang, sinden, pemusik, penyanyi dangdut,
pembawa acara. Perlengkapan pertunjukan berupa kurungan, kain penutup
kurungan, layah/anglo, dupa, arang, sesaji, dan do’a. Urutan pertunjukan dibagi
16
menjadi tiga bagian yaitu: bagian awal, bagian pertunjukan, dan akhir pertunjukan.
Musik dangdut masuk dalam pertengahan pertunjukan menjadi selingan dan diakhir
pertunjukan sebagai penutup pertunjukan. Upaya pelestarian seni tradisi Sintren
Dangdut berupa perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Bentuk
pertunjukan kesenian Sintren Dangdut terdapat faktor-faktor yang menunjang
termasuk faktor pendukung dan penghambat. Jadi bentuk pertunjukan kesenian
tradisional Sintren Dangdut diharapkan bias dikembangkan lagi dan memajukan
kesenian tradisional terutama Kesenian Sintren Dangdut yang ada di Kabupaten
Brebes.
Artikel yang ditulis oleh Yustika (2017) yang dimuat dalam jurnal Seni Tari
volume (6)(1) dengan judul : Bentuk Penyajian Tari Bedana Di Sanggar Siakh
Budaya Desa Terbaya Kecamatan Kotaagung Kabupaten Tanggamus Lampung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Bentuk Penyajian Tari
Bedana. Hasil penelitian ini mendeskripsikan Bentuk Penyajian Tari Bedana Di
Sanggar Siakh Budaya Desa Terbaya Kecamatan Kotaagung Kabupaten
Tanggamus meliputi gerak, tema, iringan, tata rias, tata busana, pola lantai, dan
tempat pertunjukan. Tari Bedana diiringi dengan alat musik seperti rebana,
ketipung, gambus dan gong, dan diiringi syair Bedana dan Penayuhan. Tema dari
Tari Bedana ini adalah pergaulan yaitu Tari Bedana ini tidak diperbolehkan
bersentuhan dengan pasangannya karena bukan muhrim.
Artikel yang ditulis oleh Junanda, Ahmad, dan Hartati (2006) yang dimuat
dalam jurnal Ilmiah Unsyiah volume (1)(4) hal 247-251 dengan judul : Bentuk
Penyajian Tari Ramphak di Sanggar Ramphoe Banda Aceh. Artikel ini bertujuan
17
untuk mendeskripsikan bentuk penyajian Tari Ramphak di sanggar Rampoe Banda
Aceh. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu Bentuk penyajian Tari Ramphak di
sanggar Rampoe Banda Aceh sama seperti bentuk penyajian tari pada umumnya,
yaitu salah satu tarian yang terdiri dari gerak, iringan musik, tata busana, dan tata
rias. Tari ini adalah salah satu tari berkelompok karena ditarikan lebih dari dua
orang secara bersama-sama. Tari Ramphak ini adalah tari yang terdiri dari
kumpulan beberapa tari tradisional yang ada di Aceh, yaitu tari saman, laweut,
seudati, dan ratoh duek. Dilihat dari gerakan, tari ini memiliki 31 gerakan (15 gerak
wanita, 15 gerak pria, dan satu gerak bersama) yaitu dari gerak ragam 1 sampai
dengan gerak ragam 17. Secara keseluruhan gerak tari Ramphak menggambarkan
cuplikan dari beberapa tari tradisional yang ada di Aceh. Pola lantai dalam
pertunjukan seni tari akan lebih indah jika terdapat dalam setiap gerakan yang akan
ditarikan. Pola lantai yang terbentuk dalam tari dapat memberi kesan dan kekuatan
yang berbeda-beda pada setiap geraknya.
Artikel yang ditulis oleh Istiqomah (2017) yang dimuat dalam jurnal Seni
Tari volume (6)(1) hal 1-13 dengan judul : Bentuk Pertunjukan Jaran Kepang
Papat Di Dusun Mantran Wetan Desa Girirejo Kecamatan Ngablak Kabupaten
Magelang. Artikel ini mengkaji bentuk pertunjukan yang terkandung didalam
pertunjukan Jaran Kepang Papat di Dusun Mantran Wetan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bentuk pertunjukan pada kesenian Jaran Kepang Papat dapat
dilihat melalui elemen-elemen pertunjukan yaitu lakon, pemain atau pelaku, gerak,
musik, tata rias, tata busana, tempat pementasan, properti, sesaji, dan penonton.
Persamaan artikel Bentuk Pertunjukan Jaran Kepang Papat Di Dusun Mantran
18
Wetan Desa Girirejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang dengan penelitian
yang pkeneliti lakukan yaitu sama-sama mengkaji Bentuk. Perbedaanya terletak
pada obyek materialnya yaitu artikel mengkaji Bentuk Pertunjukan sedangkan
peneliti mengkaji Bentuk dan Fungsi Tari. Peneliti mengambil tentang bentuk dari
artikel Bentuk Pertunjukan Jaran Kepang Papat Di Dusun Mantran Wetan Desa
Girirejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.
Artikel yang ditulis oleh Gupita (2012) yang dimuat dalam jurnal Seni Tari
volume (1)(1) hal 1-11 dengan judul : Bentuk Pertunjukan Kesenian Jamilin Di
Desa Jatimulya Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal. Artikel ini bertujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan: Bentuk dan Urutan Pertunjukan Kesenian
Jamilin di Desa Jatimulya Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal. Hasil penelitian
penelitian menunjukkan bahwa bentuk pertunjukan kesenian Jamilin di Desa
Jatimulya Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal meliputi pelaku, gerak, iringan,
tata rias dan tata busana, tata pentas, tata suara, tata lampu dan properti serta urutan
penyajian pertunjukan kesenian Jamilin yang dimulai dari orgen tunggal lagu
Tegalan untuk menarik perhatian dan mengajak orang-orang berkumpul agar dapat
menyaksikan pertunjukan inti dari kesenian Jamilin, kemudian tari Jamilin, lawak,
permainan akrobat dan sulap.
Artikel yang ditulis oleh Isnaini (2015) yang dimuat dalam jurnal Harmonia
volume (5)(1) hal 1-10 dengan judul : Bentuk Penyajian dan Fungsi Seni Barong
Singo Birowo di Dukuh Wonorejopasir Demak. Permasalahan yang dikaji dalam
artikel ini adalah tentang bentuk penyajian dan fungsi seni Barong Singo Birowo di
Dukuh Wonorejopasir Desa Timbulsloko Kecamatan Sayung Kabupaten Demak.
19
Hasil penelitian ini Seni Barong Singo Birowo memiliki fungsi sebagai hiburan
untuk masyarakat, sebagai presentasi estetis atau tontonan, dan sebagai hiburan
pribadi bagi masing-masing anggota atau pemain seni Barong Singo Birowo.
Artikel yang ditulis oleh Wahyudiarto (2006) yang dimuat dalam jurnal
Harmonia volume (7)(3) 1-11 dengan judul : Makna Tari Canthangbalung Dalam
Upacara Gunungan di Keraton Surakarta. Hasil artikel Seni Tari Canthangbalung,
sebagai bagian dari upacara ritual, pemaknaanya tidak sekedar untuk tujuan estetis
yang dinikmati sebagai seni pertunjukan. Canthangbalung merupakan simbol atau
alat untuk berhubungan dengan raja yang merupakan pengejawentalan dewa,
hubungan ini dalam pandangan Jawa merupakan simbol dari jumbuhing kawula
gusti atau manunggaling kawula gusti, guna mencapai suatu keadaan yang tata
tentrem karta raharja.
Artikel yang ditulis oleh Cahyono (2006) yang dimuat dalam jurnal
Harmonia volume (7)(3) hal 1-11 dengan judul : Seni Pertunjukan Arak-arakan
dalam Upacara Tradisional Dugdheran di Kota Semarang. Hasil penelitian
Pertunjukan arak-arakan dalam upacara ritual dugdheran memiliki makna yang
signifikan dalam kehidupan sosial budaya. Makna simbolik dalam upacara ritual
dugdheran merupakan tradisi masyarakat kota Semarang yang diselenggarakan
setiap setahun sekali sebagai tanda dimulainya bulan puasa atau bulan Ramadhan.
Penelitian lain yang terkait adalah Misselia Nofitri (jurnal 2015) yang dimuat
dalam jurnal Ekspresi Seni volume (17)(1) hal 1-164 dengan judul Bentuk
Penyajian Tari Piring Di Daerah Guguak Pariangan Kabupaten Tanah Datar.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk penyajiannya, tari
20
piring Guguak Pariangan merefleksikan kehidupan masyarakat agraris. Hal ini
tergambar dari gerakan-gerakan tari yang sebagai aktifitas agricultural yang
kemudian diolah menjadi bentuk gerakan tari.
Penelitian lain yang terkait adalah Ni Wayan Trisna Anjasuari, Ketut
Sumadi, I Ketut Arta Widana (jurnal 2017) yang dimuat dalam jurnal Seni volume
(1)(1) hal 1-6 dengan judul Pertunjukan Tari Barong Sebagai Atraksi Wisata Di
Desa Pakraman Kedewatan Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Tari Barong sebagai salah satu seni
budaya masyarakat Bali, terkait dengan ritual/upacara, pertunjukan Tari Barong
yang dipentaskan oleh Sanggar Niti Suargi di Desa Pakraman Kedewatan adalah
merupakan sebuah tiruan (profane). Bentuk pertunjukan Tari Barong sebagai
atraksi wisata dalam penelitian ini dikaji adalah suatu bentuk pertunjukan yang
dikemas berdasarkan bentuk tempat (stage) pertunjukan, tabuh (gambelan), bentuk
upacara (ritual), dan lakon atau cerita pertunjukan Tari Barong.
Penelitian lain yang terkait Yudhi Panji Pratama (jurnal 2017) yang dimuat
dalam jurnal Seni Pertunjukan volume (1)(1) hal 1-85 dengan judul Pemeranan
Tokoh Kardiman Dalam Lakon Senja Dengan Dua Kematian Karya Kirdjomulyo.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pemeranan merupakan
unsur penting dalam seni teater, istilah pemeranan disebut juga dengan seni peran
atau seni akting. Seorang pemeran dikenal dengan sebutan aktor, aktris, pemain,
tokoh, dan sebagainya. Aktor merupakan unsurinti dalam seni peran dan seni teater
pada umumnya. Namun perlu diingat, dalam berperan tidak semua actor berhasil
dalam membawakan karakter yang iaperankan.
21
Penelitian lain yang terkait Andri Dwi Wahyu Wiranata, Abraham Nurcahyo
(jurnal 2017) yang dimuat dalam jurnal Seni volume (8)(1) hal 1-13 dengan judul
Peranan Gemblak Dalam Kehidupan Sosial Tokoh Warok Ponorogo. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Warok dikenal sebagai pemimpin di
lingkungannya, sebab Warok memiliki kekuatan yang lebih dan dianggap bisa
dijadikan sebuah panutan oleh masyarakatnya. Pada kehidupan sosial Warok
Ponorogo, Gemblak berperan sebagai pendamping dan pelayan Waroknya. Dia
bertugas melayani dan menyiapkan semua kebutuhan yang dibutuhkan oleh Warok,
maka peranan seorang istri dalam kehidupan seorang Warok bisa digantikan oleh
Gemblak .
Penelitian lain yang terkait Riska Fitriani, Darmawati , Herlinda Mansyur
(jurnal 2017) yang dimuat dalam jurnal Seni volume (8)(1) hal 1-5 dengan judul
Bentuk Penyajian Tari Saputangan Dalam Bedindang Pada Acara Bimbang Adat
Di Kota Manna Kabupaten Bengkulu Selatan. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa Tari Saputangan adalah jenis tari tradisional yang sifatnya
menyampaikankan kegembiraan berdasarkan kisah perjalanan cinta seorang bujang
dan gadis yang berfungsi sebagai hiburan. Tari ini diwariskan secara turun temurun
dan menempuh perjalanan sejarah yang panjang. Tari Saputangan ini ditampilkan
pada acara perkawinan. Tari Saputangan di sajikan dalam bentuk tarian yang
diiringi dengan musik. Dalam tari Saputangan terdapat alat musik rabana dan biola.
Pertunjukan tari Saputangan dilaksanakan pada malam hari, sekitar jam 20.00 WIB.
Jumlah penari terdiri dari 2 orang atau 4 orang laki-laki. Kostum yang di pakai
adalah tuguak (peci hitam), kain sarung, kemeja/jas.
22
Penelitian lain yang terkait Djarot Heru Santosa (jurnal 2013) yang dimuat
dalam jurnal Seni volume (3)(3) hal 227-334 dengan judul Seni Dolalak Purworejo
Jawa Tengah: Peran Perempuan Dan Pengaruh Islam Dalam Seni Pertunjukan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kesenian tari Dolalak pada
awalnya di tarikan oleh penari laki-laki, tetapi dalam perkembangnya, tari Dolalak
ditarikan oleh penari perempuan. Hampir disetiap grup kesenian tari Dolalak di
Purworejo, semua penarinya perempuan, salah satu kelompok yang masih
mempertahankan penari lakilaki adalah di Desa Kaliharjo, Kaligesing juga
memiliki kelompok penari-penari perempuan sebagai penari utamanya.
Penelitian lain yang terkait Rini (jurnal 2015) yang dimuat dalam jurnal Seni
volume (4)(1) hal 103-110 dengan judul Tata Rias Tokoh Dewi Sinta Dalam
Pertunjukan Sendratari Ramayana di Prambanan. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa bentuk tata rias dan makna tatarias tokoh Dewi Sinta di
Prambanan secara keseluruhan penmpilan mengkuti pakem dan dapat meninjolkan
peran diatas panggung sebagai tokoh Dewi Sinta yang memiliki karakter lemah
embut, bijaksana, tenang, dan suci dapat dilihat dari bentuk dan warna-warna yang
digunakan. Bentuk dan makna busana secara keseluruhan dari terbentuk sendra tari
Ramayana di Prambanan mengikuti tradisi pakem Surakarta berwarna hitam untuk
busana bagian atas dan busana bagian bawah menggunakan kain Batik Parang
Klithik Makna busana dapat dilihat dari warna yang digunakan yaitu warna hitam
dan keemasan yang memiliki makna sebagai karakter yang tenang, rendah hati,
elegan dan kemakmuran.
23
Penelitian lain yang terkait Dewi Novianah (jurnal 2015) yang dimuat dalam
jurnal Pendidikan Sejarah volume (3)(3) hal 1-15 dengan judul Peran Ludruk
“Budhi Wijaya” Dalam Mendukung Program Pembangunan Di Jombang Tahun
1987-1998. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peran ludruk
“Budhi Wijaya” dalam mendukung program pembangunan di Jombang mengalami
kesuksesan besar. Ludruk “Budhi Wijaya” yang awalnya terbentuk karena
perpecahan dalam tubuh kelompok ludruk “Budi Jaya”, tidak menyurutkan niat
ludruk “Budhi Wijaya” untuk terus tetap bekarya dan menghibur masyarakat.
Artikel yang ditulis oleh Sudarma (2012) yang dimuat dalam jurnal Mudra
volume (32)(1) hal 21-29 dengan judul : Pertunjukan Tari Babuang Pada Piodalan
Bhatara Dalem Pingit Di Desa Pengotan Kabupaten Bangli. Hasil artikel Tarian
Babuang dalam ritual Piodalan Bhatara Dalem Pingit memiliki berbagai fungsi,
yaitu fungsi keagamaan, fungsi estetika, dan fungsi penyatuan sosial. Fungsi
keagamaan, tarian Babuang sebagai bentuk persembahan untuk meningkatkan
sraddhà (keimanan) dan bhakti (ketaquaan) kehadapan leluhur yang berstana di
Gunung Airawang (Gunung Abang) dan manifestasi Tuhan yang beristana di Pura
Tuluk Biu. Fungsi estetika, tarian Babuang memiliki nilai kesucian (úivam),
kebenaran (satyam) dan keseimbangan atau harmoni (sundaram). Sebaliknya,
fungsi penyatuan sosial, tarian Babuang menunjukkan rasa kebersamaan
(solidaritas) dan kesadaran akan kesatuan penyungsung pura yang ditunjukkan
mereka mengikuti dengan baik prosesi pementasan tarian tersebut hingga selesai.
Penelitian lain yang terkait Feliska J. Thomas, Yohanis F. La Kahija (jurnal
2018) yang dimuat dalam jurnal Empati volume (7)(4) hal 269-278 dengan judul
24
Pengalaman Menjadi Pemeran Tokoh Dewi Shinta Dalam Sendratari Ramayana
Prambanan: Sebuah Interpretative Phenomenological Anaysis. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa Berdasarkan pembahasan yang telah
dilakukan, meskipun nilai yang disoroti oleh ketiga subjek berbeda satu sama lain
tetapi ketiga subjek menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai pedoman dalam
menjalankan perannya sebagai istri dan dasar dalam melakukan setiap kegiatan
pada kesehariannya. Kemudian pada subjek RD dan MM meyakini bahwa proses
berperan Dewi Shinta memberikan dampak berupa perubahan sikap dan perilaku
yang disebabkan oleh proses penghayatan peran Dewi Shinta. Namun hal tersebut
tidak dirasakan oleh subjek HS dikarenakan keyakinan diri bahwa setiap individu
memiliki karakter masing-masing dan menganggap Dewi Shinta hanyalah seorang
tokoh dalam cerita Ramayana yang diperankan olehnya sehingga subjek HS hanya
merasakan karakter Dewi Shinta pada saat pertunjukan saja. HS dalam kehidupan
seharihari atau pada saat setelah selesai berperan Dewi Shinta, HS akan kembali
menjadi HS yang memiliki karakter berbeda dari tokoh Dewi Shinta itu sendiri.
Penelitian lain yang terkait Wiwin Indiarti, Abdul Munir (jurnal 2018) yang
dimuat dalam jurnal Seni volume (17)(1) hal 1-138 dengan judul Peran Dan Relasi
Gender Masyarakat Using Dalam Lakon Barong Kemiren-Banyuwangi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Analisis struktural cerita
menunjukkan bahwa pertunjukan Barong Kemiren terbagi dalam 4 lakon yang
walaupun ditampilkan secara berurutan, tetapi tidak saling berkaitan secara
langsung dan masing-masing memiliki alur yang sudah pakem dan tidak dikenal
adanya skenario tertulis. Tokoh-tokoh yang ada dalam pertunjukan Barong
25
Kemiren adalah manusia, raksasa, binatang jadi-jadian dan jin. Tokoh-tokoh yang
terdiri dari berbagai macam mahluk tersebut menyiratkan pandangan dunia
masyarakat adat Using Kemiren yang menganggap semuanya sebagai sesama
mahluk Tuhan yang harus saling menghormati dan tidak boleh abai.
Persamaan pada penelitian yang terdahulu adalah pada kajian penelitian
yaitu mengkaji tentang peran serta bentuk pertunjukan seni dan tari. Perbedaan dari
kedua peneliti pada bagian obyek yang dikaji.
2.2 Landasan Teoretis
Landasan teoretis ini berfungsi menguraikan teori-teori yang diungkapkan
para ahli dari berbagai sumber yang mendukung penelitian. Masing-masing teori
digunakan sebagai pedoman identifikasi objek penelitian yang dituju. Kerangka
teoretis ini diuraikan beberapa teori mengenai peran termasuk di dalamnya adalah
teori peran dan bentuk pertunjukan. Kedua teori ini menjadi pijakan dalam
penelitian.
2.2.1 Teori Peran
Peran bermakna sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan
yang terutama. Peran menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono
Soekamto, sebagai berikut peran adalah suatu konsep perihal yang dapat dilakukan
individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-
norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat,
peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
26
Peran merupakan pengertian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian
dalam penunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai
hubungan dua variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat (Rahadinta
2011:8). Peran adalah satu set yang bersambung yaitu perilaku, hak, dan kewajiban
seperti yang dikonseptualisasikan oleh pelaku dalam situasi sosial. Hal ini terus
menerus mengubah perilaku yang diharapkan dan mugkin memiliki individu yang
diberikan kepada status sosial atau posisi sosial (Soekamto dalam Rahardinta
2011:7).
Peran adalah pola kelakuan yang dikaitkan dengan status atau kedudukan.
Status dan peran individu maupun kelompok sosial senantiasa muncul dalam
berbagai bentuk perilak. Unsur-unsur pokok dari suatu perana adalah : (1) peran
yang diharapkan masyarakat, (2) peranan sebagaimana dianggap oleh masing-
masing individu dan, (3) peranan yang dijalankan didalam kenyataan (Soekamto
dalam Malarsih 2007: 3).
Jadi definisi peran adalah perilaku atau hal yang dilakukan seorang atau
sekelompok orang atau suatu organisasi dalam mengembangkan atau menunjang
usaha dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan atau diukur sesuai dengan apa yang
diharapkan. Sehingga dapat dilihat sejauh mana usaha organisasi atau seseorang
atau sekelompok orang dalam pencapaian tujuan yang diharapkan sendiri.
Menurut (Abu Ahmadi 2007: 106) Peran adalah satu kompleks pengharapan
manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi
tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.
27
Peran Nayantaka dalam pertunjukan Tari Kebo Ijo digambarkan sebagai
seorang kesatria yang mampu mengalahkan tokoh kebondanu. Tokoh Nayantaka
pada tari Kebo Ijo memiliki sifat Protagonis atau tokoh baik yang dapat dilihat pada
tata rias dan busana yang digunakan dalam pementasan tari Kebo Ijo. Pemilihan
warna pada tata rias dan busana tokoh Nayantaka cenderung warna-warna lembut
seperti coklat, coklat tua putih dan hitam. Tata rias wajah tokoh Nayantaka
menggunakan rias putra alus untuk menggambarkan karakter seorang tokoh yang
memiliki sifat baik, sedangkan pada busana yang dipakai Nayantaka memilih warna
putih dan hitam, warna putih menggambarkan kesaktian dan kesucian seorang
tokoh Nayantaka yang mempunyai sifat religus karena dibesarkan di lingkungan
pesantren dan di asuh oleh seorang Kyai bernama Ki Dongkol. Nayantaka diajarkan
nilai-nilai kebaikan oleh gurunya supaya kelak menjadi orang yang berguna. Warna
hitam menggambarkan ketegasan seorang Nayantaka, walau memiliki sifat yang
baik, lemah lembut serta religious tetapi juga ada sisi ketegasan sebagai seorang
kesatria.
Tokoh Nayantaka awal kemunculanya karena sang pencipta ingin
menampilkan sebuah alur cerita lengkap. Tokoh nayantaka dalam cerita sebagai
tokoh yang mampu mengalahkan Kebondanu. Selain faktor pencipta tari ingin
menampilkan tokoh nayantaka muncul, pencipta tari juga ingin adanya
pembaharuan pada tari Kebo Ijo maka dari itu, tokoh Nayantaka muncul. Sebab
pada awalnya tari Kebo Ijo merupakan kesenian kebo ijo yang diciptakan untuk
mengikuti parade seni budaya kabupaten Pemalang. Setelah itu kesenian Kebo Ijo
dikembangkan lagi menjadi sebuah tari tradisi kreasi baru di Kabupaten Pemalang.
28
Faktor lain yang mempengaruhi tokoh Nayantaka muncul yaitu faktor durasi
pementasan. Faktor durasi pementasan mempengaruhi pertunjukan tari Kebo Ijo,
durasi pementasan dengan waktu yang lama menampilkan sebuah alur cerita dan
ada tiga tokoh dalam pertunjukan tari Kebo Ijo yaitu tokoh Nayantaka, tokoh
Kebondanu dan Pasukan Kebo. Durasi pementasan yang singkat bisa
mempengaruhi pertunjukan tari kebo ijo yang hanya muncul dua tokoh yaitu tokoh
Kebondanu dan Pasukan Kebo.
2.2.2 Teori Bentuk
Bentuk merupakan kenyataan yang nampak secara konkrit (berarti dapat
dipersepsi dengan mata atau telinga) maupun kenyataan yang tidak tampak secara
konkrit (abstrak), yang hanya bisa dibayangkan seperti suatu yang bisa diceritakan
atau dibaca dalam buku (Djelantik 1999:19). Hawkins (dalam Rusliana 2012:34)
menjelaskan bentuk dapat digambarkan sebagai organisasi dari hasil kekuatan
internal tari, dan bentuk dalam seni sebagai bentuk organik, dan bentuk organik
adalah hubungan elemen-elemen materi obyektif yang utuh. Bentuk menurut Hadi
adalah wujud yang diartikan sebagai hasil dari berbagai elemen tari yaitu gerak,
ruang, dan waktu dimana secara bersama-sama elemen-elemen itu mencapai
vitalitas estetis (Hadi 2007:24).
Bentuk (wadah) yang dimaksud adalah bentuk fisik, yaitu bentuk yang dapat
diamati, sebagai saran untuk menuangkan isi mengenai nilai-nilai atau pengalaman
jiwa yang wigati (Humardani dalam Prihatini 2007:27). Tasman beranggapan
bentuk adalah suatu obyek pisik yang tampak oleh indra penglihatan, tetapi bentuk
pisik yang tampil sempurna mempunyai kekuatan berlanjut mampu menyinarkan
29
sesuatu dari dalam suatu isi yang non pisik atau makna. Dalam kesenian, faktor
bentuk sangat penting karena bentuk merupakan wadah isi/makna sebagai tujuan
pokok masalah keindahan dalam estetika. Bentuk tari dapat dilihat dari keseluruhan
penyajian tari, yang mencakup paduan antara elemen tari (gerak, ruang, waktu)
maupun berbagai unsur pendukung penyajian tari (Tasman 2008:49).
Seni pertunjukan menurut Cahyono (2006) memiliki tiga fase. Pertama, seni
pertunjukan diamati melalui bentuk yang disajikan. Kedua seni pertunjukan
dipandang dari segi makna yang tersimpan di dalam aspek-aspek penunjang wujud
penyajiannya. Ketiga, seni pertunjukan dilihat dari segi fungsi yang dibawakannya
bagi komponen-komponen yang terlibat di dalamnya. Bentuk, makna, dan fungsi
saling berhubungan serta merupakan rangkaian yang memperkuat kehendak atau
harapan para pendukungnya. Menurut Kusmiyati dalam Cahyono seni pertunjukan
dapat dilihat dan didengar melalui bentuk fisik yang disajikan.
Bentuk pertunjukan tari adalah segala sesuatu yang dipertunjukan atau
ditampilkan dari awal sampai akhir untuk dapat dinikmati atau dilihat. Didalamnya
mengandung unsur nilai-nilai keindahan yang disampaikan oleh pencipta kepada
penikmat. Bentuk pertunjukan tari terbentuk dari unsur-unsur pendukung atau
pelengkap sajian tari meliputi elemen-elemen pelaku, gerak, iringan, tata busana,
tata rias, tempat pentas, tata lampu, dan tata suara (Jazuli 2008:7).
1) Gerak
Kehadiran gerak dalam tari merupakan media baku yang digunakan sebagai
alat komunikasi untuk menyampaikan pesan seniman. Gerak tubuh menjadi media
yang sangat elementer untuk mengekspresikan jiwa (Maryono 2012:54). Suatu
30
gerak mengandung tenaga yang melibatkan ruang dan waktu. Artinya gejala yang
menimbulkan gerak adalah tenaga, bergerak berarti memerlukan ruang dan
membutuhkan waktu ketika proses gerak berlangsung. Oleh, karena itu, gerak
adalah pertanda kehidupan. Reaksi manuisa terhadap kehidupan, situasi dan
kondisi, serta hubungannya dengan manusia lainnya terungkap melalui gerak
(Jazuli 2008:8).
Gerak dihasilkan oleh tubuh melalui gerakan kepala, tangan, dan kaki. Gerak
terbentuk oleh unsur-unsur pembentuknya. Menurut Widyastutieningrum dan
Wahyudiarto (2014:35-36) unsur-unsur gerak yang dimaksud yaitu ruang, tenaga
dan waktu. Ketiganya merupakan elemen-elemen dasar dari gerak.
Gerak sebagai media ungkap seni pertunjukan merupakan salah satu di
antara pilar penyangga wujud seni pertunjukan yang terlihat sedemikian kuat
terangkat. Gerak berdampingan dengan suara atau bunyi-bunyian merupakan cara-
cara yang dipergunakan untuk mengutarakan berbagai perasaan dan pikiran yang
paling awal dikenali oleh manusia (Hermien 2000:76).
2) Iringan
Iringan merupakan aspek penting dalam sebuah tarian. Iringan berfungsi untuk
memberi kesan agar suasana pertunjukan lebih menarik. Iringan atau musik dalam
pertunjukan tari Kebo Ijo juga merupakan patner yang tidak dapat dipisahkan. Jenis
hubungan musik dengan tari menurut Hidajat (2005:53) setidaknya ada tiga macam,
yaitu:
31
2.1 Musik sebagai iringan atau patner gerak adalah memberikan dasar irama pada
gerak dan kesesuaian dengan gerak. Jenis musik sebagai iringan menekankan pada
aspek cerita atau lakon disampaikan secara kronologis.
2.2 Musik sebagai penegasan gerak artinya musik tertentu berfungsi sebagai
penumpu gerak, dan musik yang lain sebagai memberi tekanan terhadap gerakan
sehingga lebih bersifat teknis terhadap gerakan.
2.3 Musik sebagai ilustrasi adalah musik untuk memberikan suasana koreografi
sehingga peritiwa yang digambarkan mampu terbangun dalam persepsi penonton.
Biasanya digunakan pada koreografi yang berstruktur dramatari.
Prihatini (2007:34) dalam bukunya menyatakan bahwa musik sebagai
ungkapan seni memiliki unsur dasar, yaitu suara. Di dalam musik, nada, irama,
melodi, syair, merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ritme dalam
musik merupakan pengulangan bunyi-bunyi yang dilakukan dengan pola tertentu
dalam sebuah lagu. Pengulangan bunyian ini menimbulkan keindahan sehingga
membuat iringan enak didengar. Melodi merupakan tinggi rendahnya nada dalam
iringan tari. Melodi merupakan pergantian bunyi dengan penekanan berbeda,
intonasi, dan durasi yang menjadi suatu kesatuan agak iringan lebih enak didengar.
Dinamika merupakan keras lembutnya suara yang dihasilkan sehingga dapat
menunjukkan perasaan suasana riang, sedih, atau datar. Suasana riang dapat
digambarkan dengan musik yang keras. Suasana sedih dapat digambarkan dengan
musik yang lirih. Dapat disimpulkan bahwa musik dan tari sangat berhubungan erat.
Musik dapat berfungsi sebagai iringan tari, pemberi suasana, dan penekanan
terhadap gerak untuk mendukung pertunjukan tari.
32
3) Tata Rias Wajah
Bagi penari, rias merupakan hal yang sangat penting. Fungsi rias antara lain
untuk mengubah karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang sedang dibawakan,
untuk memperkuat ekspresi, dan untuk menambah daya tarik penampilan. Tata rias
panggung berbeda dengan rias untuk sehari-hari (Jazuli 2008:23). Kategori rias
dapat dibagi menjadi tiga yaitu rias korektif, rias karakter, dan rias fantasi. Rias
korektif adalah rias yang bersifat menutupi kekurangan yang ada pada wajah dan
menonjolkan hal yang menarik dari wajah tanpa mengubah karakter orang tersebut.
Biasanya rias korektif terlihat lebih sederhana dan natural. Rias karakter adalah tata
rias mengubah penampilan wajah seseorang dengan membentuk karakter/watak
tertentu dalam hal umur, sifat, wajah sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Rias
fantasi adalah rias yang mengubah penampilan wajah dengan wujud rekaan dari
imajinasi tentang sosok tertentu seperti body painting, binatang, tumbuhan, dan
tokoh legenda.
Tata rias dan tata busana tari merupakan kelengkapan pertunjukan yang
mendukung sebuah sajian tari menjadi estetis yang tidak mengganggu gerakan atau
teknik tari. Tata rias disesuaikan dengan tema dan konsep pertunjukan yang akan
dilaksanakan, sehingga dapat memunculkan nilai estetis tarian tersebut sesuai
dengan harapan sipencipta tarinya (Sumandiyo, 2007:79-80).
Tata rias dapat berfungsi sebagai sebagai penegas garis wajah agar ketika
penari tampil di panggung dengan jarak yang cukup jauh dengan penonton
diharapkan dapat memberi bayangan pada lekuk wajah pada mata, alis, hidung, dan
bibir sehingga terlihat lebih menonjol. Selain itu tata rias juga berfungsi untuk
33
membentuk karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang sedang dimainkan.
Penggunaan rias wajah digunakan warna gelap dan terang. Warna gelap merupakan
warna bayangan, memberi kesan menyamarkan, mengurangi, mencekungkan
biasanya warna coklat dan semua warna yang dicamupr dengan warna hitam.
Warna terang memberi kesan menonjolkan, mengembungkan, meninggikan, dan
melebarkan. Warna tersebut adalah warna putih, silver, dan warna lain yang terang.
4) Tata Busana
Penataan busana merupakan sebuah pengetahuan yang memberikan
pemahaman tentang cara-cara untuk merencanakan visualisasi gagasan yang
dibutuhkan untuk pemahaman sangat kompleks, terutama dalam mewujudkan
karakteristik peran yang diinginkan (Hidajat 2005:63). Suatu penataan busana dapat
dikatakan berhasil dalam menunjang penyajian tari bila busana tersebut mampu
memberikan bobot nilai yang sama dengan unsur-unsur pendukung tari lainnya.
Menurut Jazuli, pada dasarnya busana berfungsi untuk mendukung tema atau isi
materi seni yang disajikan, dan untuk memperjelas peran-peran dalam suatu sajian
seni pertunjukan (Jazuli 2014:83).
Busana tari bukan hanya sekadar menutup bagian tubuh, melainkan juga harus
dapat mendukung desain ruang pada saat penari sedang menari. Bentuk-bentuk
pada busana tari juga biasa digunakan sebagai identitas daerah dan darimana asal
tari tersebut (Jazuli 2008:20). Maryono (2012:61) menyatakan bahwa bentuk atau
mode busana dalam pertunjukan tari dapat memiliki warna yang sangat bermakna
sebagai simbol-simbol dalam pertunjukan. Jenis-jenis simbolis bentuk dan warna
34
busana para penari dimaksudkan mempunyai peranan sebagai 1) identitas peran, 2)
karakteristik peran, dan 3) ekspresi estetis.
5) Tempat Pentas
Ruang pentas pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu pentas prosenium
dan panggung terbuka. Pentas prosenium adalah dimana penonton hanya bisa
melihat pertunjukan dari satusisi saja, sedangkan panggung terbuka lebih banyak
digunakan untuk pemanggungan tontonan tari tradisi dengan jarak penonton lebih
dekat sehingga menghasilkan suasana yang lebih akrab (Widyastutieningrum dan
Wahyudiarto 2014:51).
Panggung merupakan tempat atau lokasi yang digunakan untuk menyajikan
suatu tarian. Keberadaan panggung mutlak diperlukan, karena tanpa panggung
penari tidak bisa menari yang berarti tidak akan dapat diselenggarakan pertunjukan
tari (Maryono 2012:67). Lathief mengungkapkan pentas merupakan bagian dari
panggung, suatu tempat yang ditinggikan agar penonton dapat jelas melihat.
Banyak tempat yang dapat dipergunakan sebagai pentas arena. Panggung arena
dapat dibuat di dalam maupun di luar gedung. Berbagai variasi bentuk pentas arena
dapat dibuat menyesuaikan dengan keadaan arena (Lathief 1986:1).
Ruang pentas tradisional di Jawa sangat kaya ragam dan mempunyai nilai
kesejarahan serta nilai filosofi tentang makna hidup yang selaras. Ruang tersebut
adalah keraton, pendhopo, tobong (sebuah komunitas panggung yang mementaskan
ketoprak, wayang wong, atau ludruk), serta beberapa tempat lainnya yang berkaitan
dengan ritual upacara sakral atau bersih desa (Martono 2012:47). Keindahan
35
pertunjukan diperlihatkan melalui panggung arena terbuka. Keindahan alam di
sekitar pedesaan memberi kesan natural dan alami.
6) Tata Lampu Dan Tata Suara
Sarana dan prasarana tidak kalah pentingnya dengan nilai pertunjukan itu
sendiri. Sarana dan prasarana yang ideal bagi sebuah pertunjukan tari adalah bila
gedung pertunjukan telah dilengkapi dengan peralatan yang menunjang
penyelenggaraan pertunjukan, khususnya tata lampu dan tata suara. tata lampu dan
tata suara sebagai unsur pelengkap sajian tari berfungsi membantu kesuksesan
pergelaran (Jazuli 2008:29). Tata suara sama pentingnya dengan tata cahaya.
Peralatan yang digunakan dalam pementasan biasanya adalah mikrofon, sound
system, mixer, dan alat pengeras suara lainnya. Dengan menggunakan alat pengeras
suara maka dapat menarik penonton untuk menyaksikan pertunjukan.
Tata cahaya menurut peralatan dibedakan menjadi dua yaitu tata cahaya
modern dan tata cahaya tradisional. Tata cahaya modern yaitu peralatan cahaya
yang menggunakan peralatan listrik. Sedangkan tata cahaya tradisional adalah
cahaya yang menggunakan peralatan sumber sinar dari alam, seperti obor, api
minyak kelapa, atau cahaya rembulan (Hidajat 2005:74). Tata lampu/cahaya
memiliki peranan penting karena tata sinar sebagai penerangan panggung agar
panggung tidak gelap. Lebih dari itu, fungsi penataan lampu dapat diatur untuk
menunjang suasana tarian atau menguatkan aksen-aksen pada gerak tari.
Penerangan dengan cahaya yang terang menimbulkan kesan hangat. Penerangan
dengan cahaya redup menimbulkan kesan sedih dan sendu.
36
7) Pelaku
Pelaku seni berperan membantu dalam sebuah pertunjukan. Pelaku seni yaitu
penari atau pemusik. Keindahan dari pelaku seni dapat dilihat melalui postur tubuh
dan jenis kelamin. Jenis kelamin dan postur tubuh penari harus disesuaikan dengan
karakter atau tokohnya, misalnya apakah harus jenis kelamin wanita atau laki-laki,
maupun postur tubuh gemuk, kurus, pendek, dan tinggi (Hadi 2011:92). Penari
wanita memberikan kesan feminim, sedangkan penari laki-laki memberikan kesan
maskulin.
Seni pertunjukan, manusia atau pemeran tari adalah unsur yang terpenting yang
berfungsi sebagai media utama seni pertunjukan. Manusia atau pelaku merupakan
objek terpenting dan yang utama dalam sebuah pertunjukan. Unsur pelaku adalah
yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang merupakan satu sajian atau satu
rangkaian dalam pertunjukan, diantaranya: jumlah, umur atau usia, status, dan jenis
kelamin (Jazuli 2011:202).
Pelaku adalah penyaji dalam pertunjukan, baik yang terlibat langsung maupun
tidak langsung untuk menyajikan bentuk pertunjukan. Beberapa pertunjukan ada
yang hanya melibatkan pelaku laki-laki, pelaku perempuan, dan menampilkan
pelaku laki-laki bersamaan dengan pelaku wanita. Pelaku pertunjukan dilihat dari
umur dan usia dapat bervariasi, misalnya anak-anak, remaja atau orang dewasa
(Kusumastuti 2012:3). Para pelaku tari Kebo Ijo berjumlah sedikitnya 6 orang yang
terbagi menjadi satu orang tokoh Nayantaka, satu orang tokoh Kebondanu dan
empat orang pasukan Kebo Ijo dan maksimal tidak terbatas untuk prajurit Kebo Ijo.
37
2.2.3 Kerangka Berfikir
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir
(Sumber : Danu Mahendra, 25 Juli 2019)
Peran Nayantaka
Unsur Pendukung Pertunjukan
1. Gerak
2. Iringan
3. Tata Rias Wajah
4. Tata Busana
5. Tempat Pentas
6. Tata Lampu / Tata Suara
7. Pelaku
Peran Tokoh Nayantaka Dalam Pertunjukan tari kebo ijo
di kabupaten pemalang
Struktur Pertunjukan
1. Bagian Awal
2. Bagian Inti Sajian
3. Bagian Penutup
Tari Kebo Ijo
Bentuk
38
Tari Kebo Ijo merupakan salah satu tari kreasi baru yang ada di kabupaten
Pemalang dan termasuk kedalam tari tradisional kerakyatan yang tumbuh dan
berkembang di kalangan masyarakat. Tari Kebo Ijo memiliki alur cerita dan pada
tari Kebo Ijo ada tiga tokoh yang memerankanya yaitu tokoh Nayantaka, tokoh
Kebondanu dan tokoh Kebo Ijo. Tokoh Nayantaka diceritakan sebagai tokoh yang
baik sedangkan tokoh Kebondanu sebagai tokoh yang jahat dan pasukan Kebo Ijo
juga jahat. Peran Nayantaka pada tari Kebo Ijo merupakan tokoh penting karena
mampu mengalahkan tokoh kebondanu. Pada kerangka berfikir Peneliti mengkaji
tentang Peran Nayantaka dan Bentuk Pertunjukan, peran Nayantaka yang dikaji
meliputi peran Nayantaka dalam norma-norma, peran yang dilakukan Nayantaka
dan peran perilaku Nayantaka.
Bentuk pertunjukan tari Kebo Ijo di kabupaten Pemalang yang terbagi
menjadi dua bagian yaitu struktur pertunjukan dan unsur pendukung pertunjukan.
Struktur pertunjukan terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian awal, bagian inti dan
bagian penutup. Unsur pendukung pertunjukan terbagi menjadi tujuh yaitu gerak,
gerak yang akan dibahas oleh peneliti yaitu Gerakan tokoh Nayantaka, tokoh
Kebondanu, dan tokoh pasukan Kebo Ijo, iringan, tata rias wajah, tata rias wajah
yang akan dibahas yaitu tata rias tokoh Nayantaka, tokoh Kebondanu, dan tokoh
Kebo Ijo, tata rias busana, tata rias busana yang akan dibahas yaitu busan tokoh
Nayantaka, tokoh Kebondanu, dan tokoh Kebo Ijo,tempat pentas, tata lampu dan
tata suara serta pelaku. Jadi setelah keseluruhan dikaji dan dibahas maka dapat
disimpulkan dan akan mendapat kesimpulan tentang Peran Tokoh Nayantaka
Dalam Pertunjukan Tari Kebo Ijo Di Kabupaten Pemalang.
38
113
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Simpulan berdasarkan hasil penelitian Peran Tokoh Nayantaka Dalam
Pertunjukan Tari kebo Ijo Di Kabupaten Pemalang meliputi aspek bentuk dan
peran. Aspek bentuk terdiri dari struktur pertunjukan dan elemen pendukung
pertunjukan, sedangkan aspek satunya yaitu peran.
Stuktur pertunjukan tari Kebo Ijo terbagi atas tiga bagian yaitu bagian awal,
bagian inti, dan bagian akhir. bagian pembuka berupa masuknya tokoh kebondanu
ke panggung, inti sajian berupa pertunjukan Tarian Kebo Ijo dan perang antar
tokoh, bagian penutup adalah keluarnya semua penari Tari Kebo Ijo mengelilingi
Penonton
Elemen pertunjukan tari Kebo Ijo meliputi gerak, iringan nusik, tata rias
wajah, tata rias busana, tempat pentas, tata lampu dan tata suara serta pelaku. Dilihat
dari gerak tari Kebo Ijo meliputi gerak Ngglebag Kambeng, Formasi Kebo, gerak
Jalan Kebo, gerak Ereg-eregan, gerak Perangan, gerak Nglebeg Serang, dan gerak
Loncat Kebo. Memunculkan kesan dinamis, lincah, kuat, dan tegas. Kesan tersebut
muncul karena tempo dalam sajian tari menggunakan tenaga yang besar. Kesan
lincah timbul saat tempo yang digunakan cepat. Kesan dinamis timbul pada pola
lantai atau perpindahan tempat penari. Musik atau iringan tari Kebo Ijo terdiri dari
music internl dan eksternal. Penggunaan rias dan busana menjadi aspek pendukung
penampilan tari Kebo Ijo agar terlihat menarik dan tidak monoton serta
penggambarkan seorang tokoh atau karakter. Pemilihan tata
113
114
rias wajah di sesuaikan dengan karakter tokoh, tokoh Kebondanu menggunakan tata
rias putra gagah untuk menggambarkan watak yang keras dan bringas serta jahat.
Sedangkan tata rias wajah tokoh Nayantaka menggunakan tata rias putra alus untuk
menggambarkan tokoh baik. Dan tata rias wajah penari Kebo Ijo menggunakan tata
rias fantasi hewan kerbau. Tata rias busana juga disesuaikan dengan masing-masing
karakter tokoh, busana menimbulkan kesan tersendiri. Warna hitam memberi kesan
bijaksana dan berwibawa. Warna merah memberi kesan berani dan agresif. Selain
tempat pentas tari Kebo Ijo berupa arena maupan diatas panggung. Penggunaan tata
lampu dan tata suara sangat sederhana. Pelaku tari Kebo Ijo bervariasi dari remaja
sampai dewasa yaitu berusia sekitar 17-35 tahun .
Peran tokoh Nayantaka dalam pertunjukan tari Kebo Ijo yaitu sebagai tokoh
yang mampu mengalahkan seorang tokoh Kebondanu yang jahat. Tokoh
Nayantaka di gambarkan sebagai seorang kesatria yang baik dan memiliki sifat
bijaksana serta berwibawa. Terlihat dari tata rias yang menggunakan tata rias putra
alus untuk memberi kesan karakter tokoh baik, pemilihan warna pada tata rias juga
menggunakan warna-warna lembut seperti coklat, coklat tua serta hitam.
Sedangkan tata rias busana tokoh Nayantaka cendurung menggunakan warna
hitam dan putih, warna hitam memberi kesan tegas sedangkan warna putih memberi
kesan bersih dan suci. Faktor munculnya tokoh Nayantaka yaitu durasi pementasan
serta permintaan dari pelaku penanggap dan sesuai dengan kebutuhan pertunjukan.
5.2 Saran
Saran yang ingin disampaikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian
yaitu dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
115
Bagi pelaku tari Kebo Ijo Penari hendaknya lebih banyak melakukan
latihan-latihan rutin mengenai teknik dasar gerak tari Jawa dan gerak tari Kebo Ijo
agar dapat meningkatkan kualitas gerak saat menari.
Bagi Sanggar Seni Kaloka hendaknya dapat meningkatkan kualitas penari
kebo ijo dan melakukan latihan rutin supaya kemampuan penari dapat meningkat.
Selain itu sanggar seni kaloka dapat selalu memperbaharui para penari dengan yang
lebih muda untuk pembibitan agar ada penerus setelahnya dengan cara mengajak
anak-anak dan remaja mengikuti latihan tari.
Bagi masyarakat kelurahan Bojongbata diharapkan mau mengapresiasi
adanya potensi seni didaerahnya. Sikap ini dapat ditunjukkan dengan sikap mau
menonton dan mempelajari tari tersebut. Khususnya untuk para generasi muda yang
ada di kelurahan Bojongbata.
Bagi Pemerintah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang
hendaknya lebih mengembangkan dan memperhatikan potensi kesenian daerah atau
Tari yang ada di Kabupaten Pemalang khususnya Sanggar Seni kaloka dengan
mengadakan pentas budaya yang rutin dilakukan setiap tahunnya untuk dikenalkan
kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah terkait dapat melibatkan lembaga-
lembaga seni yang ada dalam berbagai kegiatan seni baik tingkat kabupaten,
nasional, maupun internasional sebagai wujud apresiasi positif bagi kemajuan
kesenian daerah di Kabupaten Pemalang.
116
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, Rosjid dan Iyus Rusliana. 1979. Seni Tari III. Jakarta: CV Angkasa
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
PT. Rineka Cipta
Azwar, Saifuddin. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Cahyono, Agus. 2006. “Seni Pertunjuka Arak-arakan dalam Upacara Tradisional
Dugheran di Kota Semarang”. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan
Pemikiran Seni. September-Desember 2006. Volume VII Nomor 3.
Semarang: UNNES Press
Djelantik. 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia
Endraswara, Suwaji. 2006.Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
George, Ritzer. 2012. Teori Sosiologi. Terj. Saut Pasaribu, dkk. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hadi, Y. Sumandiyo. 1996. Aspek-Aspek Dasar Koreografi Kelompok. Yogyakarta:
Manthili
_____. 2005. Sosiologi Tari Sebuah Pengenalan Awal. Yogyakarta: Pustaka
_____. 2007. Kajian Tari Teks dan Konteks. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
_____. 2011. Koreografi (Bentuk-Teknik-Isi). Yogyakarta: Cipta Media
Hidajat, Robby. 2005. Wawasan Seni Tari. Malang: Universitas Negeri Malang
Jazuli, M. 2001. Paradigma Seni Pertunjukan. Yogyakarta: Yayasan Lentera
Pertunjukan
_____. 2008. Pendidikan Seni Budaya Suplemen Pembelajaran Seni Tari.
Semarang: UNNES Press
_____. 2014. Manajemen Seni Pertunjukan. Yogyakarta: Graha Ilmu
_____. 2016. Peta Dunia Seni Tari. Sukoharjo: CV. Farishma Indonesia.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Djambata
_____________. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Lathief, Halilintar. 1986. Pentas Sebuah Perkenalan. Yogyakarta: Lagaligo
Yogyakarta
117
Martono, Hendro. 2012. Koreografi Lingkungan Revitalisasi gaya Pemanggungan
dan Gaya Penciptaan Seniman Nusantara. Yogyakarta: Multi Grafindo
Maryono. 2011. Penelitian Kualitatif Seni Pertunjukan. Surakarta: ISI Press Solo
_____. 2012. Analisa Tari. Surakarta: ISI Press Solo
Miles, Mattew B. Dan A. Michael Huberman. 2014. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI Press
Murgiyanto, Sal. 1992. Koreografi. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
_____. 2002. Kritik Tari Bekal dan Kemampuan Dasar. Jakarta: Masyarakat Seni
Pertunjukan
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya
Prihatini, Nanik Sri. 2007. Dolalak Purworejo. Surakarta: ISI Surakarta
Rahayu, Dyah Sri. 2013. Kajian Bentuk Dan fungsi Kesenian lengger Budi Lestari
Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung. Skripsi Universitas Negeri
semarang. (tidak dipublikasikan)
Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2011. Metodologi Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima
Nusantara
Rusliana, Iyus. 2012. Tari Wayang. Bandung: Jurusan Tari STSI Bandung
Sawitri. 2012. Perubahan Bentuk, Fungsi Dan Makna Tari Srimpi Ludiramadu.
Tesis Universitas Sebelas Maret.
Soedarsono. 1986. Elemen-Elemen Dasar Komposisi Tari. Yogyakarta: Lagaligo
Soerjono, Soekanto. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta
Sumaryono. 2011. Antropologi Tari: Dalam Perspektif Indonesia. Yogyakarta:
Badan Penerbit ISI Yogyakarta.
Tasman. 2008. Analisa Gerak dan Karakter. Surakarta: ISI Press Surakarta
118
Ulfa, Nurul Marthiana. 2010. Perubahan Bentuk Penyajian Tari Topeng Endel Di
Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal. Skripsi
Universitas Negeri Semarang. (tidak dipulikasikan)
Widyastutieningrum dan Wahyudiarto. 2014. Pengantar Koreografi. Surakarta: ISI
Press Surakarta
Amalia, N. 2015. Bentuk dan Fungsi Kesenian Tradisional Krangkeng Di Desa
Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang. Jurnal Seni Tari,
4(2), 1–12. Semarang: Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri
Semarang. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/9629
(15 sep. 2018)
Amirudin, Z. A. 1995. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT
Rajagrapindo
Cahyono, A. 2006. Seni Pertunjukan Arak-arakan dalam Upacara Tradisional
Dugdheran di Kota Semarang. Jurnal Harmonia, 7(3), 1–11. Semarang:
Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/741 (15
sep. 2018)
Cahyono, A. 2018. Forms of Show Kuda Lumping Ronggo Budoyo in The Village
of Lematang Jaya, Lahat, South Sumatera. Jurnal Catharsis, 7(1), 11-22.
Semarang : Pendidikan Seni UNiversitas Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/catharsis/article/view/21886 (15
sep. 2018)
Endarini, A. 2017. Pelestarian Kesenian Babalu Di Sanggar Putra Budaya Desa
Proyonanggan Kabupaten Batang. Jurnal Seni Tari, 6(2),1-11. Semarang:
Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/18280 (15 sep.
2018)
Gupita, W. 2012. Bentuk Pertunjukan Kesenian Jamilin Di Desa Jatimulya
Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal. Jurnal Seni Tari, 1(1), 1–11.
Semarang: Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/1806
Hadi, S. 2003. Aspek-aspek dasar koreografi kelompok. Yogyakarta: elkaphi
Hadi, S. 2007. Kajian Tari Teks Dan Konteks. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Negerisemarang.https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/6
64/605 (15 sep. 2018)
119
Irwan H Prasetya. 2010. Ensiklopedia Drama dan Teater Modern. Semarang:
Anekailmu
Isnaini, M. 2016. Bentuk Penyajian dan Fungsi Seni Barong Singo Birowo di
Dukuh Wonorejopasir Demak. Jurnal Seni Tari, 5(1), 1–10. Semarang:
Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/9712 (15 sep.
2018)
Istiqomah, A. 2017. Bentuk Pertunjukan Jaran Kepang Papat Di Dusun Mantran
Wetan Desa Girirejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Jurnal Seni
Tari, 6(1), 1–13. Semarang: Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri
Semarang
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/15510 (15 sep.
2018)
Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Prees
Jazuli, M. 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Semarang: Unesa
University Press
Jazuli, M. 2016. Peta Dunia Seni Tari. Semarang: CV. Farishma Indonesia
Jazuli, M. 2018. The Artistic Response of Bustaman Village Society to Dance
Performance in Tengok Bustaman Tradition. Jurnal Catharsis. 7(1), 1-10.
Semarang: Universitas Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/catharsis/article/view/20528 (15
sep. 2018)
Kamtini, & Tanjung, H., Wardi. 2005. Bermain Melalui Gerak dan Lagu di Taman
Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas
Kartikasari, D. 2014. Bentuk, Makna, dan Fungsi Pertunjukan Kuda Lumping
Turonggo Tri Budoyo di desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten
Purworejo. Jurnal Bahasa dan Sastra Jawa, 4(1), 8-13. Purworejo :
Universitas Muhammadiyah Purworejo
Lincoln, yvonna S & Egon G. Guba. 1985. Naturalistic inquiry. California : Sage
Mawasti, F. B. 2017. Bentuk Dan Perubahan Fungsi Seni Pertunjukan Tari Opak
Abang Desa Pasigitan Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Seni Tari.
Semarang: Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri Semarang
https://files.osf.io/v1/resources/gu6rd/providers/osfstorage/5a6c94e02c4f2
00010ce5055?action=download&version=1&direct (15 sep. 2018)
Moleong, Lexy. 2011. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Nina, S. 1993. Tata Rias Pertunjukan. Surabaya: Bokindo
120
Nurseto, G. 2015. Pembelajaran Seni Tari: Aktif, Inovatif dan Kreatif. Jurnal
Catharsis, 4(2), 115–122. Semarang: Universitas Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/catharsis/article/view/10285 (15
sep. 2018)
Pambudi, F. 2015. Perkembangan Bentuk Topeng Barongan Dalam Ritual
Murwakala Di Kabupaten Blora. Jurnal Catharsis, 4(2), 83–91. Semarang:
Universitas Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/catharsis/article/view/10268 (15
sep. 2018)
Pidgeon, P. 2012. Effects of different weekly frequencies of dance on older adults’
functional performance and physical activity patterns. Jurnal European
Journal Of Sport Exercise Science, 1(1), 14-23 New Zealand : School Of
Sport Recreation AUT University Auckland
https://pdfs.semanticscholar.org/feca/31659717e8ab8c5949f73316dff9b7cf
1996.pdf (15 sep. 2018)
Poerwadarminta W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai
Pustaka
Ratna, Nyoman. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Rohodi, R. T. 2011. Metodelogi Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara
Rosida. 2012. Bentuk Pelarungan Sesaji Dalam Upacara Baritan Di Desa
Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang. Jurnal Seni Tari,
1(1), 1–11. Semarang: Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri
Semarang https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/1808
(15 sep. 2018)
Sarastiti, D. 2012. Bentuk Penyajian Tari Ledhek Barangan. Jurnal Seni Tari, 1(1),
1–12. Semarang: Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/1809 (15 sep.
2018)
Soedarsono, R.M. 1998. Seni Pertunjukan Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Soedarsono, R.M. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Soedarsono, R.M. 2001. Metodologi Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Bandung:
MSPI (Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia)
Sudarma, I. P. 2017. Pertunjukan Tari Babuang Pada Piodalan Bhatara Dalem
Pingit Di Desa Pengotan Kabupaten Bangli. Jurnal Mudra, 32(1), 21-29.
Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar https://jurnal.isi-
dps.ac.id/index.php/mudra/article/view/67 (15 sep. 2018)
121
Sugiyono. 2012. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Supriyanto. 2012. Tari Kelana Alus Sri Suwela Gaya Yogyakarta Perspektif Joged
Mataram. Jurnal Joged, 3(1), 1-16. Yogyakarta : Institut Seni indonesia
Yogyakarta http://journal.isi.ac.id/index.php/joged/article/view/2/2 (15 sep.
2018)
Syafriana, R. 2016. Analisis Bentuk Gerak Tari Geunta Pada Sanggar
Seuulauweuet. Jurnal Ilmiah Unsyiah, 1(2), 126-130. Banda Aceh:
Pendidikan Sendratasik Universitas Syiah Kuala
www.jim.unsyiah.ac.id/sendratasik/article/view/5260 (15 sep. 2018)
Hartanti, T. 2016. Bentuk Penyajian Tari Ramphak di Sanggar Rampoe Banda
Aceh. Jurnal Ilmiah Unsyiah, 1(4), 247-251. Banda Aceh: Pendidikan
Sendratasik Universitas Syiah Kuala
www.jim.unsyiah.ac.id/sendratasik/article/view/5345 (15 sep. 2018)
Hera, T. 2014. Perubahan Bentuk Pertunjukan Tari Sembah Dalam Konteks
Pariwisata di Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan. Jurnal Gelar,
12(2), 209-219. Surakarta : Institut Seni Idonesia Surakarta https://jurnal.isi-
ska.ac.id/index.php/gelar/article/view/1531 (15 sep. 2018)
Vancova, H. 2017. Dance as Prevention of Late Life Functional Decline Among
Nursing Home Residents. Jurnal Southern Gerontological Society, 36(12),
1453-1470. Czech Republic : Third Faculty of Medicine Charles University
In Prague https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26320145 (15 sep. 2018)
Wahyuningsih, E. D. 2014. Pertunjukan Barongan Gembong Kamijoyo Kudus.
Jurnal Seni Tari, 3(2), 1–9. Semarang: Pendidikan Sendratasik Universitas
Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/9605 (15 sep.
2018)
Wendo, R. J. 2014. Fungsi tari Gaya Surakarta Susunan S. Ngaliman. Jurnal
Greget, 13(1), 58-74. Surakarta : Institut Seni Indonesia Surakarta
https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/greget/article/download/537/541 (15
sep. 2018)
Wiyoso, J. 2011. Kolaborasi Antara Jaran Kepang Dengan Campursari: Suatu
Bentuk Perubahan Kesenian Tradisional. Jurnal Harmonia, XI(1), 1–9.
Semarang: Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/1497 (15
sep. 2018)
Yustika, M. 2017. Bentuk Penyajian Tari Bedana Di Sanggar Siakh Budaya Desa
Terbaya Kecamatan Kotaagung Kabupaten Tanggamus Lampung. Jurnal
Seni Tari, 6(1), 1–10. Semarang: Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri
122
Semarang https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/16108
(15 sep. 2018)
top related