pengunaan batu kapur, bata ringan, kaca, asphalt concrete binder course (ac-bc), aspal buton, dan...
Post on 02-Aug-2015
742 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
PENGUNAAN BATU KAPUR, BATA RINGAN, KACA, ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE (AC-BC), ASPAL
BUTON, DAN RIGID PAVEMENT ATAU PERKERASAN KAKU PADA KONSTRUKSI
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi pada Program Studi Magister (S-2) Teknik Sipil Univertsitas Tadulako
DISUSUN OLEH :
DIAN WAHYUNI WEROKILA
F 112 14 006
MAGISTER TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2014
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat TuhanYang Maha Esa, atas anugerah dan limpahan berkat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, yang merupakan salah
satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Program
Studi Pascasarjana (S2) Universitas Tadulako. Makalah ini berjudul :
“PENGUNAAN BATU KAPUR, BATA RINGAN, KACA, ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE (AC-BC), ASPAL BUTON, DAN RIGID PAVEMENT ATAU
PERKERASAN KAKU PADA KONSTRUKSI ”
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan baik secara moril
maupun materil, petunjuk dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Andi Arham Adam, ST., M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister
Teknik Sipil Universitas Tadulako dan selaku dosen mata kuliah Teknologi Bahan
Konstruksi.
2. Bapak Gidion Turuallo, ST., M.Sc., Ph.D. selaku dosen mata kuliah Teknologi Bahan
Konstruksi.
Dalam penyusunan makalah ini, tentu saja penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan serta kekeliruan. Semua ini penulis sadari sebagai salah satu keterbatasan
kemampuan penulis, olehnya penulis harapkan saran dan kritik yang konstruktif untuk
membantu untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Palu, Desember 2014 Penulis Dian Wahyuni Werokila F 112 14 006
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………..... i
KATA PENGANTAR ………………………….…..………………................…......... ii
DAFTAR ISI ……………………………………...……………………........................ iii
DAFTAR GAMBAR ..………………………………………………....…..............….. vi
DAFTAR TABEL ..………………….………………………………..................…….. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …….………………………………..................……........ 1
B. Rumusan Masalah …….………………………………..................…….... 1
C. Tujuan Penulisan…….………………………………..................……....... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Batu Kapur
1. Pengertian Batu Kapur…….………………..................…............…..... 5
2. Jenis-jenis Kapur…….………………..................…............….............. 5
3. Sifat-Sifat Kapur…….………………..................…............….............. 6
4. Proses Pembuatan Kapur…….………………..................…............….. 6
5. Proses Pembuatan Batu Kapur (Gamping) untuk Bahan Baku Industri 10
6. Manfaat Batu Kapur…….………………..................…............…........ 13
7. Efek Samping kapur …….………………..................…............…........ 15
B. Bata Ringan
1. Pengertian Bata Ringan.………………..................…............….............. 16
2. Spesifikasi Bata Ringan………………..................…............….............. 18
3. Perbedaan antara Bata Merah, Batako dan Bata Ringan ...................... 19
4. Jenis-jenis Bata Ringan………………..................…............….............. 22
5. Proses Pembuatan Bata/Beton Ringan………………...........…............... 23
6. Manfaat Bata Ringan………………..................…............…................ 26
iv
C. Kaca
1. Pengertian Kaca….………………………………..................…….... 28
2. Sejarah dan Perkembangan Kaca.................................................... 28
3. Sifat Kaca….………………………………..................……............. 29
4. Pembuatan Kaca….………………………………..................….…... 31
5. Jenis-jenis kaca….………………………………..................……...... 33
6. Aplikasi Kaca Pada Bangunan......................................................... 35
7. Struktur Kaca................................................................................. ....... 37
8. Studi Kasus dan Analisis Kaca......................................................... 40
D. Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC)
1. Konstruksi Perkerasan Jalan ................................................................... 45
2. Spesifikasi Campuran Beton Aspal ........................................................ 47
3 Spesifikasi Aspal..................................................................................... 51
4. Karakteristik Campuran Aspal Beton (AC-BC) ...................................... 53
5. Rencana Campuran Aspal Beton (AC-BC) .............................................. 55
E. Aspal Buton
1. Pengertian Asbuton................................................................................... 58
2. Lokasi Sumber Daya Asbuton................................................................... 58
3. Kondisi Geologi........................................................................................ 59
4. Jenis-jenis Asbuton................................................................................ 62
5. Prinsip Kerja Asbuton.......................................................................... 64
6. Penggunaan Asbuton............................................................................ 65
7. Keunggulan Asbuton.............................................................................. 66
8. Kelemahan Asbuton............................................................................... 67
9. Manfaat Asbuton Sebagai Bahan Campuran Beraspal.............................. 67
10. Kelebihan penggunaan Asbuton secara teknik...........................................68
11. Kelebihan penggunaan Asbuton secara financial......................................69
v
F. Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku
1. Definisi Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku..................................... 71
2. Sejarah Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku..................................... 71
3. Jenis – Jenis Perkerasan Beton Semen.................................................. 73
4. Komponen Konstruksi Perkerasan Kaku............................................. 74
5. Perencanaan Perkerasan Kaku............................................................. 75
6. Metode Pelaksanaan Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku................ 83
7. Kelebihan dan Kekurangan Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku...... 86
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 87
DAFTAR PUSTAKA ………………….…...…………………………...……............... 90
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Tungku Pendam (Tungku Batch)
Gambar 2 : Api di Bagian Atas Tungku pada Temperatur 9000ºC
Gambar 3: Penambangan Batu Gamping untuk Bahan Baku Industri
Gambar 4 :Tampak Atas Tobong Pembakaran Batu Gamping
Gambar 5 : Tampak Samping Tobong Pembakaran Batu Gamping
Gambar 6 : Tobong Pembakaran Batu Gamping
Gambar 7 : Proses Pendinginan
Gambar 8 : Timbunan Kapur setelah Proses Pendinginan.
Gambar 9 : Bata Merah
Gambar 11 : Batako
Gambar 12 : Oven Autoclaved
Gambar 13 : Skema Proses Pembuatan Beton/Bata Ringan system Aerasi dengan Oven
Autoclaved
Gamabr 14 : glassbowing method
Gambar 15 : Kaca yang ditarik
Gambar 16 : Kaca yang dituang
Gambar 17 : Kaca yang diapung
Gambar 18 : Tipe dan Ukuran Kaca
Gambar 19 : Cermin
Gambar 20 : Aplikasi kaca sebagai skylight
Gambar 21 : Aplikasi kaca sebagai lantai
Gambar 22 : Aplikasi kaca sebagai dinding
Gambar 23: Beban yang diterima lebih kecil dari beban maksimum yang mampu ditahan
kolom. Cenderung kembali ke bentuk semula
Gambar 24 : Beban yang diterima sama dengan beban maksimum yang mampu ditahan
kolom. Disebut juga neutral equilibrium.
Gambar 25 : Beban yang diterima lebih besar dari beban maksimum yang mampu ditahan
kolom.
Gambar 26 : Grafik hubungan beban dengan tinggi kolom
Halaman
vii
Gambar 27 : Grid dan Plat
Gambar 28 : Exterior View
Gambar 29 : Glass wall bridge
Gambar 30 : Bukaan pada dinding kaca
Gambar 31 : Interior
Gambar 32 : Kaca sebagai penguat
Gambar 33 : Struktur Perkerasan Lentur
Gambar 34. Zona sebaran endapan Aspal di Pulau Buton
Gambar 35: Aspal (hitam) berada pada batuan induk batugamping (Tobing, 2004).
Gambar 36 : Peta geologi Daerah Lembar Buton
Gambar 37 : Asbuton Butir
Gambar 38: Tipikal struktur perkerasan beton semen
Gambar 39 : Macam – macam Perkerasan Beton Semen
Gambar 40 : Penyebaran Beban dari Lapisan Perkerasan ke Subgrade
Gambar 41 : Skema Potongan Melintang Konstruksi Perkerasan Kaku
Gambar 42 : Sambungan Pada Konstruksi Perkerasan Kaku
Gambar 43 : Posisi Beban Roda Lalu Lintas Kritis
Gambar 44 : Metode pelaksanaan Perkerasan Kaku
Halaman
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 . Hasil Uji Kuat Tekan Beton/Bata Ringan
Tabel 2 . Hasil Uji Ketahanan Api
Tabel 3. Hasil Uji Tingkat Absorbsi Suara
Tabel 4. Bahan Pewarna Kaca
Tabel 5. Presentase bahan baku kaca
Tabel 6. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal
Tabel 7. Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal
Tabel 8. Spesifikasi Gradasi Bahan Pengisi (Filler)
Tabel 9. Gradasi Campuran Agregat AC-BC
Tabel 10. Sifat Campuran Agregat AC-BC
Tabel 11. Jenis Asbuton Butir yang telah diproduksi
Tabel 12.. Koefisien Distribusi Lajur Rencana
Tabel 13. Faktor Keamanan
Tabel 14. Jumlah Pengulangan Beban yang Diijinkan
Tabel 15. Koefisien Gesekan antara Pelat Beton dengan Lapis Pondasi
Halaman
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan peningkatan mobilitas penduduk yang sangat tinggi
dewasa ini mendorong terjadinya inovasi-inovasi di bidang konstruksi serta diperlukan
peningkatan baik kuantitas maupun kualitas yang memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pengunaan Batu Kapur, Bata Ringan, Kaca, Asphalt Concrete Binder Course (AC-
BC), Aspal Buton, dan Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku dalam bidang konstruksi,
sebagai wujud perkembangan teknologi dan peningkatan mobilitas penduduk yang sangat
tinggi dewasa ini sehingga diharapkan memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari segi
kuantitas maupun kualitas konstruksi.
Pada awalnya manusia hanya memanfaatkan apa yang ada di alam sebagai sarana dan
prasarana ataupun infrastruktur dalam kehidupannya. Kemudian memanfaatkan apa yang ada
di alam sebagai bahan-bahan untuk membuat infrastruktur seperti halnya batu, tanah dan
kayu. Setelah ditemukan bahan bahan tambang yang dapat digunakan untuk membuat alat
atau benda yang menunjang sebuah bangunan seperti halnya barang logam dan mengolah
bahan bahan alam seperti mengolah batuan kapur, pasir dan tanah. Dalam perkembangannya,
manusia membuat bahan bahan bangunan dari hasil industri atau buatan manusia yang bahan-
bahannya bakunya diambil dari alam.
Pada makalah ini akan dibahas tentang pengunaan Batu Kapur, Bata Ringan, Kaca,
Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC), Aspal Buton, dan Rigid Pavement atau
Perkerasan Kaku dalam bidang konstruksi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Batu Kapur
a. Apa yang dimaksud dengan batu kapur?
2
b. Apa saja jenis-jenis batu kapur?
c. Apa saja sifat-sifat batu kapur?
d. Bagaimana proses pembuatan kapur ?
e. Apa saja manfaat kapur dalam suatu konstruksi?
f. Apakah efek samping dari penggunaan batu kapur?
2. Bata Ringan
a. Apa yang dimaksud dengan bata ringan?
b. Apakah perbedaan bata merah, batako dan bata ringan?
c. Apa saja jenis-jenis bata ringan?
d. Bagaimana proses pembuatan bata ringan?
e. Apakah manfaat bata ringan?
3. Kaca
a. Sampai sejauh mana kaca bisa digunakan untuk mendukung aspek firmitas sebuah
ruangan, bukan hanya sebatas sebuah atau dua buah ruangan saja.
b. Apakah bisa sebuah bangunan terbuat dari kaca dengan pemakaian elemen lain
secara struktural seminimal mungkin , atau bahkan tidak sama sekali?.
4. Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC)
a. Apakah yang dimaksud dengan Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC)?
b. Bagaimana spesifikasi campuran beton aspal?
c. Bagaimana karakteristik campuran aspal beton (AC-BC)?
d. Berapa proporsi campuran aspal beton (AC-BC) di lapangan yang sesuai dengan
spesifikasi teknik Bina Marga?
5. Aspal Buton
a. Apa yang dimaksud dengan Asbuton?
b. Dimana lokasi sumber daya asbuton?
c. Bagaimana Kondisi kondisi geologi daerah penghasil aspal buton?
d. Apa saja jenis-jenis asbuton?
e. Bagaimana prinsip kerja asbuton?
f. Bagaimana penggunaan asbuton?
g. Apa saja keunggulan menggunakan asbuton?
h. Apa saja kelemahan menggunakan asbuton?
3
i. Apa manfaat asbuton sebagai bahan campuran beraspal?
j. Apa kelebihan penggunaan asbuton secara teknik?
k. Apa kelebihan penggunaan asbuton secara financial?
6. Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku
a. Apa yang dimaksud dengan Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku?
b. Bagaimana Sejarah Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku?
c. Apa saja jenis – Jenis Perkerasan Beton Semen?
d. Apa saja komponen Konstruksi Perkerasan Kaku?
e. Bagaimana merencanaan Perkerasan Kaku?
f. Bagaimana metode Pelaksanaan Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku?
g. Apa Kelebihan dan Kekurangan Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Batu Kapur
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan batu kapur
b. Untuk mengetahui jenis-jenis batu kapur
c. Untuk mengetahui sifat-sifat batu kapur
d. Untuk mengetahui proses pembuatan kapur
e. Untuk mengetahui manfaat batu kapur dalam suatu konstruksi
f. Untuk mengetahui Efek samping dari pengunaan batu kapur
2. Bata Ringan
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bata ringan
b. Untuk mengetahui perbedaan bata merah, batako dan bata ringan
c. Untuk mengetahui jenis-jenis bata ringan
d. Untuk mengetahui proses pembuatan bata ringan
e. Untuk mengetahui manfaat bata ringan
3. Kaca
a. Untuk mengetahui sampai sejauh mana kaca bisa digunakan untuk mendukung aspek
firmitas sebuah ruangan, bukan hanya sebatas sebuah atau dua buah ruangan saja.
4
b. Untuk mengetahui apakah bisa sebuah bangunan yang terbuat dari kaca menggunakan
elemen lain secara struktural seminimal mungkin , atau bahkan tidak sama sekali.
4. Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC)
a. Untuk mengetahui apa itu Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC)
b. Untuk mengetahui spesifikasi campuran beton aspal
c. Untuk mengetahui karakteristik campuran aspal beton (AC-BC)
d. Untuk mengetahui proporsi campuran aspal beton (AC-BC) di lapangan yang sesuai
dengan spesifikasi teknik Bina Marga
5. Aspal Buton
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Asbuton
b. Untuk mengetahui dimana lokasi sumber daya penghasil asbuton
c. Untuk mengetahui kondisi kondisi geologi daerah penghasil aspal buton
d. Untuk mengetahui jenis-jenis asbuton
e. Untuk mengetahui prinsip kerja asbuton
f. Untuk mengetahui penggunaan asbuton
g. Untuk mengetahui keunggulan menggunakan asbuton
h. Untuk mengetahui kelemahan menggunakan asbuton
i. Untuk mengetahui manfaat asbuton sebagai bahan campuran beraspal
j. Untuk mengetahui kelebihan penggunaan asbuton secara teknik
k. Untuk mengetahui kelebihan penggunaan asbuton secara financial
6. Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan rigid pavement atau perkerasan kaku
b. Untuk mengetahui sejarah Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku
c. Untuk mengetahui jenis – jenis perkerasan beton semen
d. Untuk mengetahui komponen konstruksi perkerasan kaku
e. Untuk mengetahui perencanaan perkerasan kaku
f. Untuk mengetahui metode pelaksanaan Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku
g. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku
5
BAB II PEMBAHASAN
B. Batu Kapur
1. Pengertian Batu Kapur
Batu kapur merupakan bahan bangunan yang penting dikenal sejak zaman Mesir
Kuno. Batu kapur ini lebih bersifat sebagai pengikat apabila dicampur dengan bahan yang
lain dengan perbandingan tertentu, sebagai contoh kapur dicampur dengan pasir dan
Portland Cement (PC), kapur dicampur dengan semen merah dan pasir.
Kapur (lime) merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh
sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian. Secara umum kapur bersifat hidrolik,
berat jenis rata-rata 1 kg/cm3, tidak menunjukkan pelapukan dan dapat terbawa arus.
Secara fisik kapur merupakan sebuah benda putih dan halus. Bahan dasar kapur adalah
batu kapur. Susunan kimia maupun sifat bahan dasar yang mengandung kapur ini berbeda
dari satu ke tempat yang lain. Bahkan dalam satu tempat pun belum tentu sama.
Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik,
secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi
secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput,
foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang.
2. Jenis-jenis Kapur
1) Kapur tohor (quick lime)
Kapur tohor adalah hasil pembakaran batu kapur alam yang komposisinya sebagian
besar merupakan kalsium karbonat (CaCO3) pada temperature diatas 900 derajat.
Celsius terjadi proses calsinasi dengan pelepasan gas CO2 hingga tersisa padatan CaO
atau bisa juga disebut quick lime. Sumber utama dari calcite ini adalah organisme laut.
CaCO3 (batu kapur) —> CaO (kapur tohor) + CO2
2) Kapur Udara
Kapur udara yaitu kapur padam yang di aduk dengan air setelah beberapa waktu
campuran tersebut dapat mengeras di udara karena pengikatan karbon dioksida.
Digunakan terutama untuk bahan pengikat dalam adukan bangunan.
6
Proses “slaking” adalah reaksi CaO dengan air, sebagai berikut :
CaO +H2O → Ca(OH)2
Hasilnya dapat berupa serbuk halus (proses kering) atau berupa “slurry’ dalam air
(proses basah). Proses kering yang paling sederhana adalah dengan menyirami lapisan
bongkah-bongkah kapur tohor setebal 15-20 cm di atas lantai. Pencampuran air
dengan kapur tohor sebaiknya dilakukan dengan disertai membalik-balikan bongkah-
bongkah tersebut dan dilakukan penyiraman ulang. Bongkahan itu akan pecah
menjadi serbuk kapur padam
3) Kapur hidrolis
Kapur hidrolis merupakan kapur padam yang diaduk dengan air, setelah beberapa
waktu campuran dapat mengeras, baik di dalam air maupun di udara.
3. Sifat-Sifat Kapur
Kapur mempunyai sifat plastik yang baik, dalam arti tidak getas.
Dapat mengeras dengan cepat sehingga memberi kekuatan pengikat
Mudah dikerjakan tanpa melalui proses pabrik
Menghasilkan rekatan yang bagus untuk mortar/plesteran. Sebagai bahan pengikat,
kapur dapat mengeras dengan mudah dan cepat, sehingga memberikan kekuatan
pengikat kepada dinding.
Mudah dikerjakan, tanpa harus melalui proses pabrik.
4. Proses Pembuatan Kapur
Pembuatan kapur merupakan proses pembakaran batu kapur yang mengandung
kalsium karbonat (Ca.CO3) dengan suhu ± 980Celsius, hingga karbon dioksidanya keluar.
Akibat dari pemanasan dan keluarnya karbon dioksida tersebut maka unsur Ca.O atau
kapurnya saja yang tertinggal. Proses kimia dari pemanasan Ca.CO3, menjadi kapur dapat
ditulis sebagai berikut :
7
1. Proses dengan menggunakan Tungku Pendam (Tungku Batch)
Gambar 1 : Tungku Pendam (Tungku Batch)
Tungku pendam sistem berkala berbentuk silinder yang terpendam dalam tanah
dengan sedikit bagian terbuka untuk pelaksanaan proses pembakaran adalah penampang
tungku pendam berkapasitas 60 ton batu kapur. Dinding tungku pendam dibuat dari
susunan batu kuarsa (batu gongsol) atau jenis batu kali tertentu.
Pemasukan bahan bakar dilakukan dari bukaan pada dinding yang berhubungan
dengan bukaan tempat juru bakar melakukan tugasnya memasukkan bahan bakar. Bahan
bakar masuk ke dalam rongga di dalam tungku yang dibuat dari susunan batu kapur yang
akan dibakar.
Penyusunan batu kapur di dalam tungku pendam merupakan langkah penting
untuk terlaksananya proses pembakaran yang efisien dan merata ke seluruh umpan batu
kapur yang akan dibakar sehingga seluruhnya terkalsinasi menjadi kapur tohor.
Untuk tungku berisi 100 ton batu kapur memerlukan 50 ton kayu pinus yang baik
(10 truk) untuk pembakaran selama 9-10 hari. Untuk mengurangi konsumsi kayu dapat
digunakan batu bara halus tanpa melakukan modifikasi tungku. Untuk itu hanya
diperlukan peralatan tambahan yaitu blower dan meja pengumpan batu bara.
Semakin ke atas, batu kapur yang disusun semakin kecil ukurannya dan susunan
dibuat semakin ke tengah dan akhirnya bertemu pada ketinggian ± 1/3 tinggi umpan dari
dasar tungku atau 1- 2 m. Terbentuklah sebuah rongga berbentuk setengah bola.Lubang
pengapian dari luar tungku tembus ke dalam rongga ini. Karena bentuk yang demikian
8
mengakibatkan terciptanya turbulensi yang tinggi dalam rongga pembakaran ini, setelah
suhu meningkat. Kondisi ini cukup ideal untuk proses pembakaran batu bara halus.
Dengan penambahan batu bara penggunaan kayu dapat berkurang paling sedikit
setengahnya dan setiap ton batu bara dapat menggantikan 8-10 ton kayu bakar.
Kemudian di permukaan tumpukan batu kapur tersebut ditutup dengan batu kapur kecil-
kecil berukuran 2- 3 cm setebal 5 cm guna menahan laju panas yang keluar. Selanjutnya
proses pembakaran dapat dimulai.
Pembakaran dimulai dengan api kecil menggunakan kayu bakar untuk
mengeringkan batu kapur. Api dapat dibesarkan setelah batu kapur hampir kering
sehingga uap air tidak terlalu banyak. Banyaknya uap air akan mengganggu draft
(tarikan) sehingga pembakaran kurang lancar, banyak menghasilkan jelaga yang
mengganggu proses pembakaran selanjutnya.
Jika unggun batu kapur sudah hampir kering, draft sudah cukup kuat, api dapat
semakin dibesarkan. Setelah api besar dan stabil, batubara halus dapat dimasukkan.
Ukuran butir batu bara halus adalah 30 mesh dan cara pemasukannya adalah dengan
mengalirkannya ke dalam pipa yang ditiup blower.
Setiap pemasukan satu ton batubara dapat mengurangi penggunaan kayu bakar
sebanyak 8 - 9 ton.Kecepatan pemasukan batubara antara 40 - 60 kg/jam. Kayu bakar
juga terus ditambahkan sehingga api dari kayu dan batu bara berimbang dan dicapai
efisiensi pembakaran yang maksimum.
Karena pemasukan batu bara secara terus menerus tanpa henti maka peningkatan
suhu juga terus menerus sehingga waktu pembakaran dengan kombinasi batubara kayu
ini lebih singkat dibanding pembakaran dengan kayu yaitu sekitar 2/3-nya. Untuk
perbandingan, dibawah ini adalah hasil pembakaran 36 ton batu kapur.
Pembakaran dihentikan setelah seluruh muatan batu kapur telah terkalsinasi.Hal
ini dapat diketahui dengan mengukur suhu sekitar 5 cm di bawah permukaan batu
kapur.Setelah temperatur bertahan 2 - 3 jam pada 900°C atau lebih maka batu kapur telah
terkalsinasi.
Dapat juga dilihat dari penurunan permukaan batu kapur di dalam tungku. Setelah
terkalsinasi volume produk CaO menyusut sehingga permukaan batu kapur menurun 40-
9
80 cm, tergantung kapasitas tungku dan sifat batu kapur yang dibakar.Trayek suhu
pembakaran kapur dengan kombinasi batu bara-kayu terlihat dalam gambar.
Gambar 2 : Api di Bagian Atas Tungku pada Temperatur 9000ºC
2. Zona Pendinginan
Setelah proses pembakaran selesai maka mulailah pendinginan kapur tohor di
dalam tungku. Pendinginan ini tidak boleh terlalu lama sebab dapat mengakibatkan
hancurnya kapur tohor yang bersifat higroskopis akan mempunyai kesempatan untuk
menyerap air dari udara bebas.
Pengeluaran Hasil Pembakaran.Untuk menghindari pengotoran dari abu batubara,
maka pada waktu pengeluaran abu batu bara yang berukuran sangat halus yang terdapat
didasar tungku harus segera dipisahkan dari kapur tohor yang masih berbentuk bongkah-
bongkah. Ini dilakukan pada saat temparatur mulai menurun ± 400 C.
10
5. Proses Pembuatan Batu Kapur (Gamping) untuk Bahan Baku Industri
1. Penambangan
Gambar 3 : Penambangan Batu Gamping untuk Bahan Baku Industri
Batu gamping untuk bahan baku umumnya dipecah dengan ukuran tidak
terlalu besar, supaya mempermudah proses pembakaran selanjutnya.
2. Pembakaran
Usaha pembakaran batu gamping hampir seluruhnya dikerjakan oleh pengrajin
tobong kapur tradisional dikawasan dekat sumber kapur mentah dan umumnya dekat
dengan kawasan hutan, Industri pembakaran kapur termasuk industri yang padat
energi karena 60‐65% biaya produksinya merupakan biaya energi. Memecah batu
gamping dengan ukuran lebih kecil artinya memperluas permukaan batu gamping
sehingga panas akan lebi cepat tersebar dan batu gamping menjadi matang (istilah
pada industri pembuatan kapur).
11
Gambar 4 : Tampak Atas Tobong Pembakaran Batu Gamping
Gambar 5 : Tampak Samping Tobong Pembakaran Batu Gamping
12
Bentuk tobong pembakaran batu gamping menjadi kapur bahan bangunan sangat beragam
pada tiap daerah. Di Kabupaten Blora, pada Desa Ngampel, bentuk tobong merupakan galian
tanah dengan bentuk lingkaran kemudian bahan baku dimasukkan ke dalam galian tersebut,
dan dibakar dengan menggunaka bahan bakar dari kayu.
Gambar 6 : Tobong Pembakaran Batu Gamping
3. Pendinginan
Batu gamping yang telah “matang” disiram dengan air. Batu gamping yang semula
keras menjadi bubuk kapur. Pada industri pembuatan kapur, produsen melayani bentuk
batu kapur yang berupa bubuk (yang sudah disiram) ada juga yang masih berbentuk
bongkahan (sudah dibakar).
13
Gambar 7 : Proses Pendinginan
Gambar 8 : Timbunan Kapur setelah Proses Pendinginan.
6. Manfaat Batu Kapur
Adapun pemanfaatan dari kapur diantaranya adalah :
1. Stabilisasi Tanah Ekspansif dengan penambahan kapur pada pekerjaan timbunan.
14
Besarnya nilai CBR sebagai bentuk stabilitas dari tanah yang ditambahkan kapur
padam adri 3%, 6%, 9% dan 12% sebagai material timbunan. CBR maksimum
sebesar 12,5% pada saat kadar kapur optimum 6%.
2. Penambahan Kapur Untuk Perbaikan Karakteristik Tanah Tulakan Sebagai
Pozolan Alam Untuk Pengganti Semen Sebagai Bahan Baku Beton
Tanah Tulakan mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan dalam
pembentukan semen konvensional, yaitu senyawa-senyawa oksida seperti CaO,
SiO2, Al2O3, dan Fe2O3, maka tanah Tulakan dapat difungsikan sebagai
pengganti tanah liat yang digunakan pada pembuatan semen konvensional.
Kebutuhan kandungan CaO yang masih sedikit pada tanah Tulakan dapat dicukupi
dengan penambahan batu kapur. Komposisi Tanah Tulakan dengan tambahan
kapur pada campuran adalah ( 10% kapur + tanah Tulakan 0% ; 5% ; 10% ; 15% ;
20%) dari jumlah semen yang digunakan
3. Bahan Penyusun Bata Ringan AAC
Bata ringan AAC adalah beton selular dimana gelembung udara yang ada
disebabkan oleh reaksi kimia, adonan AAC umumnya terdiri dari pasir kwarsa,
semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan alumunium pasta sebagai bahan
pengembang (pengisi udara secara kimiawi).
Saat pencampuran pasir kwarsa, semen, kapur, gypsum, air, dan alumunium pasta,
terjadi reaksi kimia. Bubuk alumunium bereaksi dengan kalsium hidroksida yang
ada di dalam pasir kwarsa dan air sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini
membentuk gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi.
Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua kali lebih
besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan atau pembusaan,
hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung digantikan oleh udara. Rongga-
rongga udara yang terbentuk ini yang membuat beton ini menjadi ringan.
4. Sebagai Bahan pengisi pada beton aspal AC-WC
Penggunaan persentase kapur sebesar 0%, 25%, 50%, dan 75% terhadap berat
filler. Kadar aspal optimum yang diperoleh pada kondisi kadar kapur 0% yaitu
sebesar 5,640%, dan pada kondisi kadar kapur 25% kadar aspal optimum
meningkat sebesar 6,322%. Selanjutnya pada kondisi kadar kapur 50% meningkat
15
lagi menjadi sebesar 6,613%. Sedangkan pada kondisi kadar kapur 75% tidak
dapat ditetapkan nilai KAO. Penggunaan kapur dibatasi hanya sampai 50% untuk
penelitian ini, karena variasi kapur yang lebih besar tidak bisa ditetapkan kadar
aspal optimum dari parameter marshall. Kualitas campuran dengan menggunakan
kapur sebagai bahan pengisi lebih baik. Penambahan kadar kapur dapat
meningkatkan nilai stabilitas dari kadar kapur 0% ke kadar kapur 25% sebesar
11,53% dan dari kadar kapur 0% ke kadar kapur 50% mengalami peningkatan
hanya sebesar 4,73%.
7. Efek Samping kapur
Karena reaksi yang dahsyat dari kapur dengan air, kapur menyebabkan iritasi
parah ketika terhirup atau dalam kontak dengan kulit lembab ataumata. Menghirup zat
ini bisa menyebabkan batuk, bersin, sesak napas.
Kemudian dapat berkembang menjadi luka bakar dengan perforasiseptum
hidung, sakit perut, mual dan muntah. Meskipun kapur tidak dianggap sebagai bahaya
kebakaran, namun reaksinya dengan air dapat melepaskan panas yang cukup untuk
menyalakan bahan mudah terbakar.
16
B. Bata Ringan
1. Pengertian Bata Ringan
Batako/bata tergolong suatu komposit dengan matriks adalah perekat (semen) dan
pengisinya (filler) adalah agregat ( batu kecil atau pasir). Pada batako/bata proses
penguatan ikatan antara agregat dari proses hidratasi semen, dalam proses reaksi tersebut
akan terbentuk Calcium Silikat ( CS fasa), Calsium aluminat ( CA fasa) dan Calcium
Alumina Silikat ( CAS fasa). Proses penguatan atau pengerasan pada beton sangat
tergantung pada perbandingan ( ratio berat) air : styrofoam, normalnya bervariasi dari 0,8
– 1,2. Batako dikualifikasikan menjadi dua golongan yaitu batako normal dan batako
ringan. Batako normal tergolong batako yang memiliki densitas sekitar 2200 – 2400 kg /
m3 dan kekuatannya tergantung komposisi campuran beton ( mix design). Sedangkan
untuk beton ringan adalah suatu Batako yang memiliki densitas < 1800 kg / m3, begitu
juga kekuatannya biasanya disesuaikan pada penggunaan dan pencampuran bahan
bakunya ( mix design).
Jenis dari Batako ringan ada dua golongan yaitu : Batako ringan berpori (aerated
concrete) dan Batako ringan non aerated. Batako ringan berpori (aerated) adalah beton
yang dibuat sehingga strukturnya banyak terdapat pori – pori, beton semacam ini
diproduksi dengan bahan baku dari campuran semen, pasir, gypsum, CaCO3dan katalis
almunium. Dengan adanya katalis Al selama terjadi reaksi Hidratasi semen akan
menimbulkan panas (reaksi eksotermal) sehingga timbul gelembung – gelembung H2O,
CO2dari reaksi tersebut. Akhirnya gelembung tersebut akan menimbulkan jejak pori
dalam badan beton yang sudah mengeras. Semakin banyak gas yang dihasilkan akan
semakin banyak pori – pori terbentuk dan Batako akan semakin ringan. Berbeda dengan
Batako Non Aerated, pada beton ini agar menjadi ringan dalam pembuatannya
ditambahkan agregat ringan. Banyak kemungkinan agregat ringan yang digunakan antara
lain adalah batu apung (Pumice), perlit, serat sintesis / alami, slag baja, dan lain – lain.
Pembuatan Batako ringan berpori (aerated concrete) tentunya jauh lebih mahal karena
menggunakan bahan – bahan kimia tambahan, dan mekanisme pengontrolan reaksi cukup
sulit.
17
Bata ringan atau sering disebut hebel atau celcon dibuat dengan menggunakan
mesin pabrik. Bata ini cukup ringan, halus dan memilki tingkat kerataan yang baik. Bata
ringan ini diciptakan agar dapat memperingan beban struktur dari sebuah bangunan
konstruksi, mempercepat pelaksanaan, serta meminimalisasi sisa material yang terjadi
pada saat proses pemasangan dinding berlangsung. Kemudian pertanyaan yang beredar
dimasyarakat tentunya adalah apakah bata ringan sudah bisa menggantikan bata merah
baik tinjauan dari harga, kekuatan, kemudahan mendapatkannya, motode pemasangan dan
lain-lain. Agar lebih dalam, mari kita bedah satu-satu agar kita bisa mengetahui kelebihan
dan kelemahan masing-masing.
Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan daripada
beton pada umumnya. Tidak seperti beton biasa, berat beton ringan dapat diatur sesuai
kebutuhan. Pada umumnya berat beton ringan berkisar antara 600 – 1600 kg/m3. Karena
itu keunggulan beton ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan pada
proyek bangunan tinggi (high rise building) akan dapat secara signifikan mengurangi berat
sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi (Rumah
Prefab, 2013).
Rumah Prefab (2013) menambahkan pula tentang perbedaan beton biasa dengan
beton/bata ringan yakni :
1. Berat jenis beton biasa mencapai 2400 kg/m3 sedangkan beton/bata ringan berkisar
abtara 600-1600 kg/m3
2. Adanya penambahan bahan seperti adonan untuk membuat beton/bata ringan
mengembang yakni aluminium pasta sekitar 5-6% penambahan
3. Curring process yang cepat pada beton/bata ringan dengan teknologi steam 11 bar di
dalam autoclave yang hanya 11 jam sedangkan beton biasa membutuhkan umur hingga
28 hari.
18
Gambar 9 : Dinding Bangunan Dari Pasangan Bata Ringan (Hebel/Celcon)
Ukuran pada umumnya adalah: panjang 60 cm, tinggi 20 cm dengan ketebalan
antara 8 cm -10 cm. Campuran atau komposisi bahannya terdiri dari pasir kwarsa, semen,
kapur, sedikit gypsum, air, dan alumunium pasta sebagai bahan pengembang (pengisi
udara secara kimiawi). Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan mengembang
selama 7-8 jam. Untuk pemasangan pada dinding seluas 1 m2, kira-kira membutuhkan 8
buah bata ringan.
Pemasangan bata ringan ini cukup mudah, bisa langsung diberi acian tanpa harus
diplester terlebih dahulu dengan menggunakan semen khusus. Semen khusus hanya perlu
diberi campuran air. Namun pemasangan bata ringan juga dapat menggunakan pasir dan
semen seperti pemasangan pada batako, bata press dan bata merah.
2. Spesifikasi Bata Ringan:
Berat jenis kering : 520 kg/m3
Berat jenis normal : 650 kg/m3
Kuat tekan : > 4,0 N/mm2
Konduktifitas termis : 0,14 W/mK
Tebal spesi : 3 mm
Ketahanan terhadap api : 4 jam
Jumlah (kebutuhan) bata ringan per 1 m2 : 8 – 9 buah tanpa construction waste.
19
3. Perbedaan antara Bata Merah, Batako dan Bata Ringan
1. Bata Merah
Gambar 10 : Bata Merah
Kelebihan Bata Merah :
a. Tidak memerlukan keahlian khusus untuk memasang.
b. Ukurannya yang kecil memudahkan untuk pengangkutan.
c. Mudah untuk membentuk bidang kecil
d. Murah harganya
e. Mudah mendapatkannya
f. Perekatnya tidak perlu yang khusus.
g. Tahan Panas, sehingga dapat menjadi perlindungan terhadap api.
Kekurangan Bata Merah :
a. Sulit untuk membuat pasangan bata yang rapi
b. Menyerap panas pada musim panas dan menyerap dingin pada musim dingin,
sehingga suhu ruangan tidak dapat dikondisikan atau tidak stabil.
20
c. Cenderung lebih boros dalam penggunaan material perekatnya.
d. Kualitas yang kurang beragam dan juga ukuran yang jarang sama membuat waste-nya
dapat lebih banyak.
e. Karena sulit mendapatkan pasangan yang cukup rapi, maka dibutuhkan pelsteran yang
cukup tebal untuk menghasilkan dinding yang cukup rata.
f. Waktu pemasangan lebih lama dibandingkan bahan dinding lainnya.
g. Berat, sehingga membebani struktur yang menopangnya.
h. Bata merah menimbulkan beban yang cukup besar pada struktur bangunan.
2. Batako
Gambar 11 : Batako
Kelebihan Batako
a. Pembuatan mudah dan ukuran dapat dibuat sama.
b. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos pemasangan juga lebih hemat.
c. Khusus jenis yang berlubang, dapat berfungsi sebagai isolasi udara.
d. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester.
21
e. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan potongan.
f. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air.
g. Kedap air sehingga sangat kecil kemungkinan terjadinya rembesan air.
h. Pemasangan lebih cepat.
Kekurangan Batako :
a. Mudah terjadi retak rambut pada dinding.
b. Mudah dilubangi dan mudah pecah karena terdapat lubang pada bagian sisi dalamnya.
c. Kurang baik untuk insulasi panas dan suara.
3. Bata Ringan
Gambar 3. Bata/Beton Ringan
Kelebihan Bata Ringan :
a. Memiliki ukuran dan kualitas yang seragam sehingga dapat menghasilkan dinding
yang rapi.
b. Tidak memerlukan siar yang tebal sehingga menghemat penggunaan perekat.
c. Lebih ringan dari pada bata biasa sehingga memperkecil beban struktur.
22
d. Pengangkutannya lebih mudah dilakukan.
e. Pelaksanaannya lebih cepat daripada pemakaian bata biasa.
f. Tidak diperlukan plesteran yang tebal, umumnya ditentukan hanya 2,5 cm saja.
g. Kedap air, sehingga kecil kemungkinan terjadinya rembesan air.
h. Mempunyai kekedapan suara yang baik.
i. Kuat tekan yang tinggi.
j. Mempunyai ketahanan yang baik terhadap gempa bumi.
Kekurangan Bata Ringan :
a. Karena ukurannya yang besar, untuk ukuran tanggung, membuang sisa cukup banyak.
b. Perekatnya khusus. Umumnya adalah semen instan, yang saat ini sudah tersedia di
lapangan.
c. Diperlukan keahlian khusus untuk memasangnya, karena jika tidak dampaknya sangat
kelihatan.
d. Jika terkena air, maka untuk menjadi benar-benar kering dibutuhkan waktu yang lebih
lama dari bata biasa.
e. Harga relatif lebih mahal daripada bata merah.
f. Agak susah mendapatkannya, hanya toko material besar yang menjual bata ringan ini.
g. Penjualannya pun dalam volume (m3) yang besar.
4. Jenis-jenis Bata Ringan
Beton atau Bata ringan sendiri juga terbagi dua jenis yakni Bata Ringan Autoclaved
Aerated Concrete (AAC) dan Cellular Lightweight Concrete (CLC). Perbedaan spesifik
23
keduanya adalah terletak pada proses curing dan pengeringan. AAC dicuring dan
dikeringkan dengan oven autoclaved (Gambar 12).
Gambar 12 : Oven Autoclaved
Sedangkan CLC dikeringkan dengan system alami. Karena itu pula, CLC juga sering disebut
Non Autoclaved Aerated Concrete (NAAC) (Wikipedia, 2014).
5. Proses Pembuatan Bata/Beton Ringan
Gambar 13 : Skema Proses Pembuatan Beton/Bata Ringan system Aerasi dengan Oven
Autoclaved
24
Rincian proses pembuatannya sebagai berikut :
Dibuat mix design untuk komposisi terhadap mutu bata/beton ringan tertentu. Campurannya
terdiri dari Semen, Pasir, Kapur, Air dan Bahan pengembang yang biasanya digunakan adalah
Aluminimu pasta. Komposisi yang lain juga melibatkan penambahan sedikit komponen
gypsum). Tak jauh berbeda dengan proses mix pada beton, namun yang khas adalah
penambahan bahan pengembang Aluminium Pasta. Aluminium pasta selain menjadi bahan
pengembang juga berfungsi sebagai bahan pengeras. Aluminum pasta ditambahkan sekitar 5-
8% tergantung kekerasan yang diinginkan. Saat proses pengerasan terjadi, adonan bata ringan
kemudian dipotong sesuai ukuran pemesanan. Adonan beton aerasi yang masih mentah ini,
kemudian dimasukkan ke autoclave chamber atau diberi uap panas dan diberi tekanan tinggi.
Suhu di dalam autoclave chamber sekitar 183 derajat celsius. Hal ini dilakukan sebagai
proses pengeringan atau pematangan. Proses ini berlangsung kurang lebih 11-12 jam.
Tabel 1 : Hasil Uji Kuat Tekan Beton/Bata Ringan
No. Kode Ukuran
cm
Berat
kg
Tekanan
hancur
ton
Tegangan
hancur
(kg/m2)
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
B1
B1
B2
B3
B5
C1
C1
C2
C4
C3
10 x 10 0,649
0,604
0,639
0,641
0,603
0,588
0,559
0,584
0,587
0,603
3,3
3,6
3,7
2,9
2,8
3,6
3,7
3,9
3,1
2,9
33,00
36,00
37,00
29,00
28,00
36,00
37,00
39,00
31,00
29,00
Catatan : Pengujian mengacu pada SNI 03-1974-1990
25
Contoh Dilaksanakan di Laboraturium Rekayasa Bahan Jurusan Teknik Fisika FTI-ITS.
Berdasarkan pengujian yang dilaksanakan pada tanggal 14 s/d 17 Mei 2013 dengan Standar
Pengujian SNI : 03-1736-2000
Tabel 2 : Hasil Uji Ketahanan Api
Sampel Uji
Temperatur
Pembakaran
(°C)
Lama
Pembakaran
(jam)
Kondisi Sample Uji
1 700
3
5
- Bentuk struktur tetap kuat dan
warna tidak berubah.
- Bentuk struktur tetap kuat dan
warna tidak berubah.
2 800
3
5
- Bentuk struktur tetap kuat dan
warna pada beberapa titik berubah
kecoklatan.
- Bentuk struktur tetap kuat dan
warna pada beberapa titik
bertambah kecoklatan.
3 900
3
5
- Bentuk struktur tetap kuat dan
warna berubah menjadi kecoklatan
pada semua permukaan.
- Bentuk struktur pada tepi mulai
retak (tidak rapuh) dan warna
menjadi lebih kecoklatan.
Keterangan:
• Pembakaran temperature 900°C selama 300 menit struktur mulai sedikit retak pada tepi
(tidak rapuh) dan warna berubah menjadi kecoklatan hitam pada seluruh permukaan.
26
• Memenuhi persyaratan tingkat ketahanan api (TKA) : 120/180/240, Tipe-A & Tipe-B,
SNI 03-1736-2000.
Dilaksanakan di Laboraturium Rekayasa Aqustik & Fisika Bangunan Jurusan Teknik Fisika
FTI-ITS. Nilai rata-rata Transmission Loss (TL) 42,27 dB dan Sound Transmission Class
(STC) 36,00 dB untuk range frekwensi 125 Hz - 4 kHz dengan perubahan 16 step.
Berdasarkan pengujian yang dilaksanakan pada tanggal 14 s/d 17 Mei 2013 dengan Standar
Pengujian ASTM E90.
Tabel 3. Hasil Uji Tingkat Absorbsi Suara
Sampel Ketebalan
sampel (cm)
Range
Frekuensi (Hz)
Transmission
Loss TL
rata-rata (dB)
Sound
Transmission
Class STC (dB)
1 10 125-4.000 43.2 35
2 10 125-4.000 42.2 36
3 10 125-4.000 41.4 37
Keterangan:
• Hasil Transmission loss (TL) rata-rata 42,27 dB dan Sound Transmission Class (STC)
36,0 dB
6. Manfaat Bata Ringan
1. Ketahanan terhadap api jika terjadi kebakaran dalam suhu tertentu.
2. Kekuatan yang lebih baik dari material lain
3. Penyerapan suara yang lebih baik sehingga dapat dijadikan sebagai material dinding
yang kedap terhadap suara.
4. Berat jenis yang lebih ringan, memungkinkan terjadinya pengurangan dimensi pondasi
dalam proses perencanaan struktur bangunan
27
5. Karena lebih ringan, maka proses pengangkutannya lebih efisien
6. Model yang presisi membuat beton ringan mudah membentuk dinding yang lurus, siku
dan pemasangan yang lebih cepat
7. Bata ringan juga mengurangi pemakaian campuran baik pekerjaan pasangan dindingnya
maupun plesteran serta acian dinding
28
C. KACA
1. Pengertian Kaca
Kaca adalah bahan yang tidak padat, karena molekul-molekulnya tersusun
acak seperti halnya zat cair, namun kohesinya membuat bentuknya menjadi stabil.
Karena susunannya acak seperti zat cair itulah maka kaca terlihat transparan.
2. Sejarah dan Perkembangan Kaca
Kaca pertama kali di temukan secara tidak sengaja di daerah Syria pada 5000
SM, dengan melelehnya batuan yang digunakan untuk memasak dan kemudian
mengeras menjadi opaque (tidak tranparan).
Sekitar 3500 SM. Bahan dasar kaca mulai digunakan sebagai bahan yang
memberi efek pada vas dan pot. Para pedagang yang mengetahui ini mulai
menyebarkan informasi ini sepanjang perjalanan mereka.
Pada 1600 SM mulai dibuat vas yang terbuat dari kaca. Juga ditemukan bukti-
bukti pembuatan kaca di daerah Yunani dan Cina.
1500 SM, pengrajin Mesir menemukan cara untuk membuat pot kaca dengan
cetakan. Terbukti dengan ditemukannya 3 buah vas dengan ukiran nama pharaoh
Thoutmosis III (1504-1450 SM), yang membawa pengrajin kaca dari misi militernya
di Cina. Sampai abad ke-9 SM kerajinan kaca mulai berkembang di daerah
Mesopotania dan seterusnya sampai ke Italia. Cara pembutan kaca yang tertulis
pertama dibuat pada tahun 650 SM,dengan ukiran di atas lempengan batu yang
tersimpan di perpustakaan raja Assyria Ashurbanipal (669-626 SM).
Antara 27 SM sampai 14 M, ditemukan cara baru dalam mengolah kaca :
glassbowing. Alat yang digunakan berupa pipa logam sempit sebagai alat untuk
meniup. Lalu bangsa Roma mulai menggunakan alat cetakan untuk membentuk kaca.
29
Pada tahun 100 M, bangsa Roma menjadi yang pertama menggunakan kaca
dalam arsitektur, dengan ditemukannya clear glass. Digunakan di bangunan-bangunan
penting Roma dan vila-vila mewah.
Sekitar tahun 1000 M, bangsa eropa yang mulai kesulitan mencari bahan kaca
mulai menggunakan bahan dasar lain, yaitu potash.
Pada abad ke 11, jerman menciptakan metode membuat kaca lembaran (glass
sheets). Pada abad 13, bangsa venesia mulai memproduksi kaca dalam bentuk
lembaran.
Pada akhir abad 19, mulai berdiri bangunan yang menggunakan kaca sebagai
bungkus luar rangka bangunan, dan menjadi hal yang sangat baru karena pada zaman
tersebut bangunan biasanya menggunakan bata untuk dindingnya.
3. Sifat Kaca
Kaca biasanya merupakan material yang tembus pandang, namun dalam
pemakaian dapat dibuat buram (sedikit tembus pandang) atau tidak tembus pandang
sama sekali. Dapat juga digabungkan dengan warna yang dimasukkan pada saat
keadaan cair.
Gamabr 14 : glassbowing method
30
Karena sifat tembus pandangnya, kaca meneruskan cahaya yang berarti kaca
meneruskan panas matahari. Hal ini sangat berpengaruh terutama di daerah tropis
seperti Indonesia di mana masyarakatnya memilih menghindari panas. Kaca
merupakan bahan yang tahan akan zat-zat kimia, Karena itu banyak digunakan
tabung/bejana kimia yang terbuat dari kaca. Sifat kaca yang lain adalah
kemampuannya untuk memantulkan cahaya dan bayangan disekelilingnya, dan tidak
menghantarkan listrik. Kaca dapat dibentuk pada suhu diatas 1200C (cair).Pada saat
keadaan cair, material kaca sangat mudah dibentuk, dan pada saat dingin dan menjadi
padat dapat diukir seperti batu.Kaca memiliki sifat rapuh dan mudah pecah, namun
masih memiliki sifat elastis (kembali ke bentuk semula setelah lendutan akibat beban).
Penggunaan kaca pada bangunan akan menimbulkan kesan-kesan tertentu.
Pada bangunan bertingkat banyak, kaca pada façade-nya akan memberikan kesan
mewah dan megah. Untuk bangunan rumah tinggal dan bertingkat rendah
pengguanaan kaca bisa membawa kesan modern, mewawh, dan bersih.Pengguanaan
kaca pada bangunan juga bisa menggambarkan ringan, terbuka, dan jujur.
Tabel 4. Bahan Pewarna Kaca
31
4. Pembuatan Kaca
Bahan baku pembuat kaca yang utama adalah pasir kuarsa dan soda. Tetapi
ada bahan-bahan lain yang digunakan untuk memperkuat ataupun penambahan sifat-
sifat lainnya.
Tabel 5. Presentase bahan baku kaca
Kaca yang biasa dalam bentuk lembaran bisa dibentuk dengan beberapa metode :
1. Kaca yang Ditarik
Untuk mengguanakan metode ini, kaca haru dicairkan
terlebih dahulu, kaca yang udah dalam keadaan cair
akan ditekan hingga keluar dari pinggir wadah. Kaca
yang keluar terebut akan di taik oleh rol-rol yang
saling berhadapan, dimana jarak antara rol tersebut
adalah ketebalan kaca yang dihasilkan. Metode ini
adalah metode pembuatan kaca yang paling murah.
Gambar 15 : Kaca yang ditarik
32
2. Kaca yang dituang
Gambar 16 : Kaca yang dituang
Metode ini memerlukan wadah yang biasanya terbuat dari besi. Wadah
tersebut berukuran panjang 600 - 700 mm dan lebar 400 mm. Kaca cair dituang ke
dalam wadah ini. Tebal kaca yang dihasilkan tergantung pada tinggi wadah yang
dipakai.
3. Kaca yang diapung
Gambar 17 : Kaca yang diapung
Metode ini bekerja dengan cara mengapungkan cairan kaca di atas cairan
timah. Tebal kaca dihasilkan tergantung pada jumlah cairan kaca yang dituang ke
atas cairan timah tersebut. Kaca yang dihasilkan dengan metode ini memiliki mutu
yang tinggi. Untuk metode ini, kaca yang dihasilkan bisa mencapai ukuran 3 m x 7
m dengan tebal 3 mm – 21 mm.
33
5.Jenis-jenis kaca
Kaca memiliki jenis yang beragam. Jenis-jenis kaca yang ada dipasaran adalah
sebagai berikut:
Kaca structural adalah kaca yang dipakai sebagai material permukaan horizontal
maupun vertical seperti dinding, partisi, dan bidang-bidang sempit. Ketebalan kaca structural
bermacam-macam mulai dari 6,35 mm – 31,75 mm. Metode pemasangan untuk di dalam dan
diluar bangunan juga berbeda. Kaca structural tidak dikombinasikan dengan material kayu
melainkan harus dengan bahan masonry, karena harus yang tahan air.
Cermin / mirror terbuat dari kaca yang diberi lapisan reflektif yang terbuat dari
lapisan logam tipis perak, emas, perunggu, atau krom. Lapisan logam tersebut bisa dibuat
semi transparan atau opaque, bisa terlindung lapisan tambahan ataupun tidak. Cermin tersedia
dengan berbagai macam ukuran sampai 1,829 m x 3,658 m. ukuran yang lebih besar bisa
diperoleh dengan memesan khusus.
Gambar 18 : Tipe dan Ukuran Kaca
34
Gambar 19: Cermin
Alarm glass merupakan kaca yang dilengkapi dengan kabel tipis, yang merupakan
bagian dari rangkaian elektrik yang akan mengaktifkan alarm bila kaca dirusak. Anti-
reflective glass merupakan kaca yang meredam sifat refleksi cahayanya, namun masih
transparan. Body-tinted glass adalah kaca yang berwarna. Pemasukan zat kimia terjadi pada
saat pelelehan kaca.
Electro-chromatic glass adalah kaca yang dapat diatur agar menjadi lebih gelap atau
tidak, dengan tergantung pada voltase yang dihasilkan oleh cahaya matahari. Bila matahari
terik, kaca ini akan berubah menjadi lebih gelap. Fire resistant glass adalah kaca tahan api,
jenis ini ada dua macam, heat transmitting dan fire insulating.
Float glass adalah kaca standar yang berupa lembaran, laminated glass adalah kaca
untuk pengamanan. Terdiri dari dua atau lembar kaca yang digabungkan.Low emission glass
adalah kaca yang tidak tembus suhu dari luar dan mempertahankan suhu dalam ruang.
Patterned glass adalah kaca yang memiliki ukiran.Ukiran tersebut berasal dari
cetakan pada saat kaca dipress.Reflective glass adlah kaca yang memantulkan cahaya dan
bayangan yang lebih jelas.Self cleaning glass adalah kaca yang permukaan luarnya dilapisi
photocatalytic, sehingga debu dan kotoran yang menempel akan langsung bersih bila terken
air hujan.
Tempered glass adalah kaca yang diperkuat dengan cara memanaskan kaca sampai
titik hampir melebur. Lalu kedua permukaannya didinginkan secara tepat dengan aliran
udara. Dengan demikian bagian permukaan kaca akan berada dalam keadaan tekan (state of
9
35
comression), dan bagian dalam kaca akan berada dalam keadaan tarik (state of tension).
Temperes glass mampu menahan beban 4-5 kali kaca biasa.Tempered glass memiliki
perbedaan dengan kaca biasa.Tempered glas memiliki perbedaan dengan kaca biasa pada saat
menerima beban yang melebihi kekuatannya. Kaca biasa akan lebih cepat pecah,
sedangkanTempered glass akan mengalami perubahan bentuk terlebih dahulu seperti
bengkok, melendut, atau terpelintir. Tempered glass memiliki tebal 6,35 mm – 31,75 mm dan
ukurannya mencapai 1,829 x 3,685 m.
6. Aplikasi Kaca Pada Bangunan
1.Plafon Kaca
Penggunaan kaca pada plafond dan langit – langit biasanya bertujuan untuk
memasukkan sebanyak mungkin cahaya alami ke dalam ruangan, sebagai penerangan
alami. Dalam bidang aritektur biasa disebut skylight.
Skylight adalah ventilasi cahaya atau jendela transparan yang ditempatkan
pada bagiana atas bangunan. Fungsinya untuk meningkatkan intensitas cahaya dan
untuk menghadirkan pemandangan langit ke rumah.
Kaca sudah banayak diaplikasikan menjadi atap skylight. Namun masih jarang
yang mengguakan sebagai plafond atasnya, karena kaca dinilai sebagai material yang
mudah mencederai. Kaca yang digunakan sebagai plafond harus memiliki tebal
minimal 12 mm – 20 mm (kaca tempered).
Pengaplikasian kaca sebagai bahan atap maupun plafond biasanya
mengguankan rangka kotak-kotak dengan ukuran tidak lebih dari 1 m (kaca tempered
20 mm dengan ukuran 1 m x 1 m mampu menahan beban 200 kg). Lalu pada bagian
tepinya dipasang bracket tambahan agar menjadi lebih kaku dan tidak bergerak-gerak.
Gambar 20 : Aplikasi kaca sebagai skylight
36
2. Lantai Kaca
Gambar 21 : Aplikasi kaca sebagai lantai
Pemakaian kaca untuk lantai dapat memberikan kesan mewah dan elegan.
Biasanya digunakan kaca laminate-double. Kaca ini merupakan gabungan kaca
dengan tebal 8 mm. kaca laminate-double ini membutuhkan jarak perkuatan 60 cm.
3. Dinding Kaca
Kaca yang digunakan untuk dinding bisa dua macam, kaca bening dan kaca
cermin. Kaca cermin akan memberikan efek pantul yang lebih sehingga memberikan
kesan luas. Penggunaan dinding kaca ini biasanya 120 cm x 240 cm dan lebih kecil
dari itu.
Pengguanaan kaca sebagai dinding lebih berfungsi sebagai pembatas ruangan,
bukan sebagai structural. Bila sebagai structural, kaca harus ditambah dengan rangka
tambahan dan ukuran tiap kacanya pasti lebih kecil dari 120 cm x 240 cm dan
ketebalannya lebih dari 8 mm.
Gambar 22 : Aplikasi kaca sebagai dinding
37
7. Struktur Kaca
Pada sub-sub bab ini akan dijelaskan mengenai struktur secara umum. Bukan
struktur kaca. Struktur pada bangunan adalah sistem penyaluran beban yang berasal dari
bangunan tersebut menuju ke tanah. Kaitannya dengan gaya, aliran, dan penyalurannya
sangatlah erat, dan hanya hal ini yang termasuk abstrak dalam struktur karena ilmu
struktur adalah ilmu pasti. Struktur merupakan sesuatu yang terbangun seingga hal yang
berkaitan harus memiliki perhitungan yang tepat.
Struktur pada bangunan merupakan satu kesatuan. Elemen-elemen yang
menyusunnya saling berkaitan dan saling menopang. Apabila aliran beban tidak terjadi
pada salah satu elemen yang sama dalam struktur tersebut (kolom atau balok), elemen
tersebut berarti tidak termasuk di dalam struktur bangunan.
1. Kolom
Kolom adalah elemen yang paling umum dikaitkan dengan penahan beban
vertical. Kolom biasa dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan ukuran panjangnya. Kolom
pendek memiliki kekurangan mudah hancur (crush). Kolom panjang/tinggi memiliki
kekurangan mudah menekuk, karena kekurangan sifat stabil.
Kolom secara umum mendapatkan beban yang sejajar dengan garis axis-
nya.Walaupun kolom mampu menahan beban dari horizontal, peran utamanya
tetaplah beban vertical.
Gambar 23: Beban yang diterima
lebih kecil dari beban maksimum
yang mampu ditahan kolom.
Cenderung kembali ke bentuk
semula
Gambar 24 : Beban yang
diterima sama dengan beban
maksimum yang mampu ditahan
kolom. Disebut juga neutral
equilibrium.
38
Masalah yang paling sering ditemukan adalah buckling. Terdapat 3 jenis atau urutan
terjadinya buckling. Pada jenis yang pertama, kolom memiliki kecenderungan untuk kembali
ke bentuk semula atau bisa disebut masih memiliki kekuatan untuk mengangkat beban sampai
bentuknya kembali ke bentuk semula (gambar 23). Pada jenis yang kedua, kolom berada pada
kondisi stabil, namun bentuknya sudah berubah. Pada kondisi ini, kolom mendapat beban
maksimal yang mampu ditahannya (gambar 24). sedangkan jenis buckling yang ketiga terjadi
ketika kolom menerima beban lebih dari kekuatan makimalnya, ia tidak mampu lagi
mempertahankan bentuknya sehingga kolom tersebut retak/patah/hancur (gambar 26).
2. Dinding
Dinding adalah bagian struktur yang membentuk permukaan padat sebagai elemen
struktur, dinding mampu menahan beban vertical maupun horizontal, yang searah dengan
arah perpanjangannya.
Gambar 25 : Beban yang
diterima lebih besar dari beban
maksimum yang mampu ditahan
kolom.
Gambar 26 : Grafik hubungan beban dengan tinggi kolom
39
3. Lantai
Lantai disebut juga struktur plat dan grid, karena lantai dan atap dibuat degan lebih tipis
tetapi memiliki jangkauan area yang meluas. Plat dan grid ini bisa ditopang secara
menyeluruh pada sisinya (dengan tembok), atau dibeberapa titik tertentu (dengan kolom).
Plat (gambar 27 a) biasanya terbuat dari material yang homogeny untuk mencakup area
tertentu. System grid (gambar 27 b) meneyerupai system plat, perbedaannya ada pada elemen
yang menyusunnya.Pada system grid elemen-elemen pola tertentu sehingga ada celah-celah
yang terbentuk.
Efek yang terjadi pada sistem plat dan grid pada saat menerima beban hamper sama.
Namun aliran gaya yang terjadi untuk mempertahankan bentuknya (gaya reaksi berbeda).
Gambar 27
40
8. Studi Kasus dan Analisis Kaca
Gambar 28 : Exterior View
Bangunan ini berupa rumah tinggal peristirahatan untuk seorang software designer,
Don Cooksey. Ia menginginkan view ke arah pantai dan laut, yang ia anggap sebuah karya
seni. Maka dari itu, Alex Cunningham membuat sebuah bangunan yang banyak
menggunakan elemen kaca agar tidak menghalangi pemandangan yang diinginkan.
Alex Cunningham menggabungkan elemen kaca ke dalam struktur beton sebagai
pengisinya. Kaca-kaca tersebut berfungsi sebagai pengisi dinding, jendela, dan juga dinding
dan jendela sekaligus. Tidak ada kaca yang berfungsi menahan beban lebih dari beban angin.
Pengaplikasian kaca pada bangunan ini tergolong cukup beresiko karena bangunan ini
berada di tepi laut dan tebing. Kaca yang menjadi dinding akan mengalami gaya lateral yang
cukup besar karena datangnya angin dari laut dan dari bawah tebing. Walaupun beresiko,
kaca yang digunakan tidak dilengkapi dengan penguat yang bila dilihat begitu saja terasa
sangat kurang. Dinding kacanya sangat polos tanpa ada bracing atau rangka yang
41
mengelilingi tiap modul kacanya. Hal itu merupakan keputusan arsitek yang menginginkan
pemandangan yang tak terhalang.
Alternatif untuk mengurangi resiko bisa menggunakan kaca dengan modul yang lebih
kecil, dan menggunakan spider sebagai sambungan tiap modulnya.
Gambar 29 : Glass wall bridge
Gambar 30 : Bukaan pada dinding kaca
42
Sambungan jenis spider memungkinkan adanya toleransi geser dan getar yang lebih
besar antar elemen yang disambungnya. Dengan penggunaan spider, kaca yang mengalami
gaya dorong oleh angin tidak akan melendut terlalu besar. Gaya akan diterima oleh
sambungan akan lebih besar dari pada kaca sehingga resiko kaca pecah akan lebih
diminimalkan. Terlebih dengan menggunakan modul kaca yang kecil, lendutan akan sangat
minimal, dan jumlah spider yang cukup banyak akan mampu menahan beban angin yang
lebih besar.
Untuk memperkecil resiko, dinding kaca dibuat juga sebagai jendela, agar angin yang
datang dari arah laut bisa lewat tanpa ‘menabrak’ kaca seluruhnya. Persambungan antar kaca
pada bagian dinding dan jendela ini menggunakan spider, termasuk pada sambungan kaca
dan betonnya.
Bila dilakukan pergantian material sebagian dari dinding atau kolom dibangunan ini
dengan kaca blok, efeknya akan berbeda. Dinding atau kolom yang tetap menggunakan beton
dimensi tebalnya akan bertambah. Sementara kaca yang digunakan akan bertambah tebal.
Selain itu penggunaan kaca blok akan mengurangi kesan ‘bersih’ yang sebelumnya tercipta
tanpa kaca blok.
Untuk bagian lain dari bangunan, seperti ruang duduk utama yang juga menghadap
laut, dinding kacanya tidak berfungsi sebagai jendela. Sehingga kaca akan ditabrak oleh
angin laut tanpa diteruskan sebagaian.
Gambar 31 : Interior
43
Resiko kaca pecah akan lebih besar pada bagian ini, terlebih lagi karena tetap tidak
digunakannya bracing atau rangka pada kacanya. Sambungan antar kacanya difix dengan
sealant sehingga kaca yang bersambung terus ini menjadi satu kesatuan. Bentuk ruangan
yang agak melingkar akan memperkuat dinding kaca ini. Sambungan antar kaca yang tidak
saling sejajar akan saling menahan gaya lateral satu sama lainnya agar tidak roboh karena
gaya angin, tanpa menggunakan kolom kaca penguat.
Gambar 32 : Kaca sebagai penguat
Dengan tidak menggunakan kolom kaca penguat, sambungan antar kaca akan sangat
berpengaruh dalam menjaga bentuk. Efek dari dorongan beban angin akan berbeda untuk tiap
modul kaca karena arah hadapnya yang berbeda. Kaca yang melendut di satu sisi akan
mendorong kaca di sebelahnya dan efeknya akan terus berulang sampai kaca yang paling
ujung bertemu dengan kolom atau dinding beton yang daya tahan terhadap bebannya lebih
tinggi.
Walaupun efek berulangnya kecil, sealant sebagai sambungan antar kaca akan
mengalami penurunan kualitas karena seringnya ditarik ataupun ditekan.
Bangunan ini menonjolkan pemandangan ke arah laut dengan sudut pandang yang
lebar. Karena itu digunakan kaca sebagai pengisi facadenya. Kaca yang digunakan sama
sekali bukan untuk menahan beban vertikal seperti layaknya dinding beton. Kaca di sini
44
hanya sebagai pengisi antar struktur kolom dan dinding beton yang ada. Kaca tersebut
sebagian besar menahan beban horizontal yag berupa angin.
Dengan niat mempertahankan kesan polos, kaca blok tidak digunakan sebagai dinding
penahan beban, melainkan menggunakan beton. Penggunaan kaca yang tidak mampu
menahan beban membuat dimensi struktur beton membesar.
45
D. ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE (AC-BC)
1. Konstruksi Perkerasan Jalan Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran
agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material
pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian
diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan
berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika semen aspal, maka pencampuran
umumnya antara 145-155°C, sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran
ini dikenal dengan hotmix. (Silvia Sukirman, 2003).
Material utama penyusun suatu campuran aspal sebenarnya hanya dua macam,
yaitu agregat dan aspal. Namun dalam pemakaiannya aspal dan agregat bisa menjadi
bermacam-macam, tergantung kepada metode dan kepentingan yang dituju pada
penyusunan suatu perkerasan.
Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah adalah AC-WC (Asphalt
Concrete - Wearing Course) / Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah salah satu dari tiga
macam campuran lapis aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC dan AC-Base. Ketiga jenis
Laston tersebut merupakan konsep spesifikasi campuran beraspal yang telah
disempurnakan oleh Bina Marga bersama-sama dengan Pusat Litbang Jalan. Dalam
perencanaan spesifikasi baru tersebut menggunakan pendekatan kepadatan mutlak.
Konstruksi perkerasan jalan berdasarkan bahan pengikatnya dapat dibedakan atas :
1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan
aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan
menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan
semen (Portland cement) sebagai bahan pengikat.
3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan kaku yang
dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di atas
perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.
46
Untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan, maka perencanaan
dan pelaksanaan konstruksi perkerasan lentur jalan haruslah mencakup:
1. Perencanaan tebal masing-masing lapisan perkerasan.
Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas yang akan dipikulnya,
keadaan lingkungan, jenis lapisan yang dipilih, dapatlah ditentukan tebal masing-masing
lapisan berdasarkan beberapa metoda yang ada.
2. Analisa campuran bahan.
Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat yang tersedia, direncanakanlah
suatu susunan campuran tertentu sehingga terpenuhi spesifikasi dari jenis lapisan yang
dipilih.
3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan
Perencanaan tebal perkerasan yang baik, susunan campuran yang memenuhi syarat
belumlah dapat menjamin dihasilkannya lapisan perkerasan yang memenuhi apa yang
diinginkan jika tidak dilakukan pengawasan pelaksanaan yang cermat mulai dari tahap
penyiapan lokasi dan material sampai tahap pencampuran atau penghamparan dan
akhirnya pada tahap pemadatan dan pemeliharaan.
Disamping itu tak dapat dilupakan sistim pemeliharaan yang terencana dan tepat
selama umur pelayanan, termasuk di dalamnya sistim drainase jalan tersebut.
Penggunaan beton aspal sebagai permukaan jalan umumnya digunakan pada kondisi
jalan yang harus menahan lalu lintas berat. Lapisan beton aspal mempunyai fungsi sebagai
berikut :
1. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan
beban roda selama masa pelayanan.
2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan
dibawahnya dan melemahkan lapisan – lapisan tersebut.
3. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem
kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
4. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan
lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.
47
Lapis Pondasi Bawah
Lapis Pondasi Atas
AC-BC
AC-WC
Menurut spesifikasi baru campuran beraspal Kementerian Pekerjaan Umum 2010,
Laston(AC) terdiri dari tiga macam campuran, AC Lapis Aus (AC-WC), AC Lapis Antara
(AC-BC), dan AC Lapis Pondasi (AC-Base).
Beton Aspal Lapis Aus adalah merupakan lapisan paling atas dari struktur perkerasan
yang berhubungan langsung dengan roda kendaraan, mempunyai tekstur yang lebih halus
dibandingkan dengan Beton Aspal Lapis Antara. Disamping sebagai pendukung lalu lintas,
lapisan ini mempunyai fungsi utama sebagai pelindung konstruksi dibawahnya dari kerusakan
akibat pengaruh air dan cuaca, sebagai lapisan aus dan menyediakan permukaan jalan yang
rata dan tidak licin (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI
Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010).
Gambar 33 : Struktur Perkerasan Lentur
2. Spesifikasi Campuran Beton Aspal
Secara umum bahan penyusun beton aspal terdiri dari agregat kasar, agregat halus,
bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Dimana bahan-bahan tersebut sebelum
digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang akan dipergunakan sebagai material
campuran perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat yang
telah ditetapkan oleh badan yang berwenang.
Untuk menentukan agregat yang baik maka agregat dapat diklasifikasikan dan
diidentifikasikan menurut ukuran, bentuk butiran, tektur permukaan, dan kelekatannya
terhadap aspal. Namun demikian, pemilihan suatu agregat untuk material perkerasan jalan
tidak hanya dilihat dari karakteristik agregatnya saja. Akan tetapi, pemilihan agregat untuk
material perkerasan berhubungan erat pula dengan ketersediaan agregat, kemudahan
mendapatkannya, harga dan jenis gradasi yang digunakan.
48
Agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat.
Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu sekitar 90-95%
agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% berdasarkan persentase volume. Dengan
demikian, daya dukung, keawetan, dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat
agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain (Sukirman Silvia,2003).
1 Agregat Kasar
1) Fraksi agregat kasar untuk rancangan adalah yang tertahan saringan No. 8
(2,36 mm) terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan haruslah bersih, keras, awet
dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi
ketentuan yang diberikan dalam Tabel 2.1
2) Fraksi agregat kasar harus batu pecah dan harus disiapkan dalam ukuran nominal.
Ukuran maksimum (maximum size) agregat adalah satu saringan yang lebih besar
dari ukuran nominal maksimum (nominal maximumsize). Ukuran nominal
maksimum adalah satu saringan yang lebih kecil dari saringan pertama (teratas)
dengan bahan tertahan kurang dari 10 %.
3) Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan dalam tabel
2.1.
Tabel 6. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal
Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat
SNI 03-3407-2008 Maks. 12 %
Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-2008 Maks. 40 %
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)
Partikel Pipih dan Lonjong(**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200 Maks.1 % (Sumber: Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI
Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010)
49
Catatan:
(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah
satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua
atau lebih.
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5.
2. Agregat Halus
Agregat halus adalah yang lolos saringan No.8 (2,36 mm), yang harus memenuhi
persyaratan agregat halus sebagai berikut :
1) Agregat halus dari sumber bahan manapun harus terdiri dari pasir atau
pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No. 8 (2,36 mm)
sesuai SNI 03-6819-2002.
2) Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung atau
bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah halus harus diperoleh dari batu
yang memenuhi ketentuan mutu. Agar dapat memenuhi persyaratan yang
ditentukan batu pecah harus diproduksi dari batu yang bersih.
3) Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke
instalasi pencampuran aspal dengan menggunakan pemasok penampung dingin
(Cold bin Feeds) yang terpisah sedemikian rupa sehingga rasio agregat pecah
halus dan pasir dapat dikontrol dengan baik.
4) Agregat halus harus mempunyai ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada tabel
berikut ini :
50
Tabel 7. Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal
Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min
Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 50 %
Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %
(Sumber : Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010)
3 Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi (filler) merupakan bahan campuran yang mengisi ruang antara
agregat halus dan kasar yang akan meningkatkan kepadatan. Fungsi filler dalam
campuran adalah :
Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran meningkat dan
jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga akan berkurang.
Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang akan membalut
dan mengikat agregat halus untuk membentuk mortar.
Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan
kestabilan.
Dalam perkembangan selanjutnya, terbukti bahwa filler tidak hanya mengganti
fungsi bitumen mengisi rongga, tetapi juga memperkuat campuran. Filler juga
berpengaruh terhadap nilai kadar aspal optimum melalui luas permukaan dari partikel
mineralnya. Penggunaan jenis dan proporsi filler juga mempengaruhi kualitas dari
campuran beraspal.
Bahan pengisi yang digunakan terdiri atas debu batu kapur (limestone dust), kapur
padam (hydrated lime), semen atau abu terbang. Bahan pengisi yang ditambahkan ini
harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan penyaringan sesuai
SNI 03–1968– 1990 harus mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (75 micron)
tidak kurang dari 75 % terhadap beratnya.
51
Tabel 8. Spesifikasi Gradasi Bahan Pengisi (Filler)
Sifat-sifat Metoda Pengujian Persyaratan
Berat butiran yang lolos ayakan 75 mikron SNI 03-4142-1996 ≥ 75 %
(Sumber: Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010)
3 Spesifikasi Aspal
Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau
coklat tua,pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Hydrocarbon
adalah bahan dasar utama dari aspal yang umum disebut bitumen, sehingga aspal sering
juga disebut bitumen. Bitumen merupakan zat perekat (cementitious) berwarna hitam atau
gelap yang dapat diperoleh di alam ataupun sebagai hasil produksi, dan mengandung
senyawa hidrokarbon. Aspal dapat diperoleh di alam dan juga diperoleh dari salah satu
hasil proses destilasi minyak bumi. Aspal bersifat termoplastis yaitu akan mencair jika
dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur
turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran
perkerasan jalan. (Sukirman Silvia, 2003).
Aspal minyak yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan merupakan
proses hasil residu dari destilasi minyak bumi, sering disebut dengan aspal semen. Aspal
semen bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan
kedap air dan tahan terhadap pengaruh cuaca dan reaksi kimia yang lain.
Secara garis besar komposisi kimiawi aspal terdiri dari asphaltenes, resins dan
oils. Asphaltenes terutama terdiri dari senyawa hidrokarbon, merupakan material
berwarna hitam atau coklat tua yang menyebar di dalam larutan yang disebut maltenes.
Maltenes merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan
yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau
berkurang selama masa pelayanan jalan, sedangkanoils yang berwarna lebih muda
merupakan media dari resins dan asphaltene. Pengerasan aspal dapat terjadi karena
oksidasi, penguapan dan perubahan kimiawi lainnya. Reaksi kimiawi dapat mengubah
resins menjadi asphaltenes dan oils menjadi resins.
Sifat aspal akan berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan
rapuh dan akhirnya daya adhesinya terhadap partikel agregat akan berkurang. Perubahan
52
ini dapat diatasi/dikurangi jika sifat-sifat aspal dikuasai dan dilakukan langkah-langkah
yang baik dalam proses pelaksanaan. Adapun fungsi dari aspal yang digunakan pada
konstruksi perkerasan jalan adalah :
1) Sebagai bahan pengikat, memberikan daya lekat yang kuat antara aspal dan agregat
ataupun antar aspal.
2) Sebagai bahan pengisi dan penutup antara rongga – rongga agregat dari pengaruh air
(kedap air) berarti mempunyai sifat plastis dan dengan tingkat kekentalan yang cukup.
Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan didaerah bercuaca panas atau lalu
lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen penetrasi tinggi digunakan untuk
daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah.
Sifat Kimia aspal
- Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik dan
aromatik yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul
- Selain atom karbon juga terdapat atom nitrogen, oksigen, belerang dan beberapa atom
lain.
- Secara kuantitatif, 80% massal aspal adalah massa karbon, 10% Hidrogen, 6%
belerang sisanya oksigen dan nitrogen
- Aspal merupakan bahan yang kompleks dan secara kimia bbelum terakarakterisasi
dengan baik
- Sebagian besar senyawa karbon diaspal adalah senyawa polar
- Karena kepolarannya, molekul satu dengan lainnya dapat membentuk jejaring seperti
polimer
- Sifat adhesi aspal terhadap agregat sangat ditentukan oleh kepolaran molekulnya.
Fungsi Aspal Sebagai Material Perkerasan Jalan
- Sebagai bahan pengikat : memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antar sesama aspal
- Bahan Pengisi : mengisi rongga antar butir agregat dan pori – pori yang ada di dalam
butir agregat
53
Dimana Aspal harus memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, pada saat
pelaksanaan mempunyai tingkat kekentalan tertentu. Penggunaan aspal pada perkerasan
terbagi dua yaitu :
1. Prahampar (AC, HRS dan lain – lain yang di buat di AMP)
2. Pascahampar (Penetrasi macadam atau pelaburan : burtu dan burda)
6. Karakteristik Campuran Aspal Beton (AC-BC)
Campuran dari aspal dan agregat yang direncanakan harus dapat memenuhi
karakteristik tertentu agar dapat bertahan pada kondisi beban lalulintas dan iklim sehingga
dapat menghasilkan suatu perkerasan yang kuat, aman dan nyaman
(Sukirman Silvia,2003 ). Maka setiap campuran beton aspal (AC) harus memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Stabilitas (Ketahanan)
Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa
terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan
stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani.
Stabilitas suatu campuran dapat diperoleh dari adanya sifat interlocking agregat dalam
campuran ataupun dengan menggunakan aspal berpenetrasi rendah
Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan
berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan
jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu
mempunyai nilai stabilitas yang tinggi (Sukirman Silvia,2003 ).
2. Durabilitas atau keawetan
Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi
beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan
permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh iklim, seperti udara, air, atau
perubahan temperatur. Campuran harus tahan terhadap air dan perubahan sifat aspal
karena penguapan dan oksidasi. Durabilitas dapat ditingkatkan dengan cara membuat
campuran yang padat dan kedap air, yang dapat diperoleh dari penggunaan agregat
bergradasi rapat (dense graded) dan kadar aspal yang tinggi.
54
Durabilitas beton aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal,
banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran. Selimut aspal
yang tebal akan membungkus agregat secara baik, beton aspal akan lebih kedap air,
sehingga kemampuannya menahan keausan semakin baik. Tetapi semakin tebal selimut
aspal, maka semakin mudah terjadi bleeding yang mengakibatkan jalan semakin licin
(Sukirman Silvia,2003 ).
3. Kelenturan atau fleksibilitas
Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan
diri akibat penurunan (konsolidasi / settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah
dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat berat sendiri tanah timbunan yang
dibuat diatas tanah asli. Fleksibilitas dapat ditingkatkan dengan mempergunakan agregat
bergradasi terbuka dengan kadar aspal yang tinggi (Sukirman Silvia,2003 ).
4. Kedap Air
Kedap air (impermeabilitas) adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat
dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat
mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan film/selimut aspal
dari permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah beton aspal dipadatkan dapat
menjadi indikator kekedapan air campuran. Tingkat impermeabilitas beton aspal
berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya (Sukirman Silvia,2003 ).
5. Kekesatan / Tahanan Geser
Kekesatan / tahanan geser (skid resistance)adalah kemampuan permukaan beton
aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga
kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Faktor– faktor yang mempengaruhi kekesatan
jalan yaitu :Kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir
atau bentuk butir gradasi agregat, kepadatan campuran tebal film aspal dan ukuran
maksimum butir agregat ikut menentukan kekesatan permukaan. Dalam hal ini agregat
yang digunakan tidak saja harus mempunyai permukaan yang kasar, tetapi juga
mempunyai daya tahan untuk permukaannya tidak mudah menjadi licin akibat repetisi
kendaraan (Sukirman Silvia,2003 ).
55
6. Ketahanan
Ketahanan terhadap kelelahan, yaitu lapisan campuran beraspal harus mampu
menahan beban berulang dari beban lalu lintas tanpa terjadi kelelahan retak dan alur
(rutting) selama umur rencana (Sukirman Silvia,2003 ).
7. Workability
Mudah dilaksanakan (workability)adalah kemampuan campuran beton aspal untuk
mudah dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat kemudahan dalam pelaksanaan,
menentukan tingkat efisiensi pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemudahan
dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viscositas aspal, kepekaan aspal
terhadap perubahan temperatur, gradasi dan kondisi agregat (Sukirman Silvia,2003 ).
Workability dapat terjadi jika viskositas campuran pada suhu pencampuran dan
pemadatan yang cukup rendah.
5. Rencana Campuran Aspal Beton (AC-BC)
Proporsi campuran aspal beton (AC-BC) yang bisa digunakan di lapangan sesuai
spesifikasi teknik Bina Marga 2010 adalah sebagai berikut :
- Batu Pecah 3/4" = 33 %
- Batu Pecah 3/8" = 28 %
- Abu Batu (Dust) = 28 %
- Pasir = 10 %
- Semen = 1 %
- Aspal = 5,79 %
56
1.Gradasi Campuran Agregat AC-BC
Tabel 9. Gradasi Campuran Agregat AC-BC
No. Saringan Bukaan (mm) Total Gradasi Spesifikasi
Gradasi Kasar
1” 25,000 100,00 100
3/4” 19,00 99,92 90 - 100
1/2" 12,500 84,91 71 - 90
3/8” 9,500 70,89 58 - 80
No.4 4,750 40,80 37 - 56
No.8 2,360 29,52 23 – 34,6
No. 16 1,180 20,42 15 – 22,3
No.30 0,600 13,52 10 – 16,7
No. 50 0,300 7,29 7 – 13,7
No.100 0,150 4,51 5 - 11
No.200 0,075 2,90 4 - 8
57
2. Sifat Campuran Agregat AC-BC
Tabel 10. Sifat Campuran Agregat AC-BC
No Kadar
Aspal
(%)
Absorsi
Aspal
(%)
Berat Isi
Campuran
(gr/cm3)
VMA
(%)
VIM (%) VFB
(%)
Stabili
tas
(kg)
Flow
(mm)
MQ
(kg/
mm)
1 5,79 0,39 2,315 17,46 4,47 74,5
7
1078,
5
3,56 319,
68
Spek.
Marshall
Maks.
1,2
- Min 15 3-5 Min.
65
Min.
800
Min.
3
Min.
250
Marshall & PRD
1 5 0,39 2,366 4,62
2 5,5 0,39 2,369 3,82 Stabilitas Perendaman =
95,50 %
3 6 0,39 2,363 3,33 Min. 90%
4 6,5 0,39 2,371 2,34
Min. 2
Komposisi Campuran dan Sifat Campuran AC-BC yang akan digunakan dilapangan terlebih
dahulu dilakukan rancangan campuran (Job Mix Formula), agar keseragaman campuran dan
sifat – sifat campuran sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah disepakati.
Sebaiknya sebelum campuran digunakan dilapangan dianjurkan untuk mengadakan
percobaan campuran (trial mix) di AMP atau pun dilapangan guna menyesuaikan penggunaan
campuran dengan metode pelaksanaan dilapangan.
58
E. ASPAL BUTON
1. Pengertian Asbuton
Aspal batu buton atau biasa disebut asbuton ditemukan tahun 1924 di Pulau Buton,
Sulawesi Tenggara. Asbuton mulai digunakan dalam pengaspalan jalan sejak tahun 1926.
Berdasarkan data yang ada, asbuton memiliki deposit sekitar 677 juta ton atau setara
dengan 170 juta ton aspal minyak. Asbuton merupakan deposit aspal alam terbesar di
dunia.
Terdapat dua jenis unsur utama dalam Asbuton, yaitu aspal (bitumen) dan mineral.
Pemanfaatan unsur ini dalam pekerjaan pengaspalan akan mempengaruhi kinerja
perkerasan aspal yang direncanakan.
Terjadi pasang surut penggunaan Asbuton seiring dengan kebutuhan akan bahan
aspal dan perkembangan teknologi. Asbuton pernah diproduksi mencapai 500.000
ton/tahun. Pada tahub delapan puluhan produksi Asbuton mengalami titik nadir.
Sedangkan pada periode sembilan puluhan, Asbuton yang dihasilkan tidak optimal akibat
kegagalan konstruksi yang disebabkan oleh penggunaan teknologi yang tidak tepat.
Namun demikian, sesuai dengan Renstra Departemen Pekerjaan Umum 2005-2009,
Asbuton dipatok sebanyak 556.000 ton untuk digunakan pada pemeliharaan jalan nasional.
Disamping itu, sekitar 550.000 km jalan-jalan provinsi, kabupaten, dan kota serta jalan
lainnya berpeluang untuk menerapkan Asbuton dalam lapisan aspalnya.
2. Lokasi Sumber Daya Asbuton
Lokasi sumber daya aspal terletak di Pulau Buton, secara administratif termasuk ke
dalam Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. (Gambar 1). Sumber daya aspal
alam di Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan satu-satunya endapan aspal
alam di Indonesia. Aspal alam di Pulau Buton ini telah diketahui sejak awal abad ke-20.
Penyelidikan pertama kali dilakukan oleh Elbert tahun 1909. Kemudian tahun 1922-1930
oleh Departemen Tambang Pemerintahan Belanda di Hindia Timur. Pada Tahun 1926
59
aspal Buton dikerjakan oleh N.V. Meijnbouwen Cultuur Maatscappij Boeton sampai
terjadinya perang Pasific atas dasar kerja borongan untuk pemerintah sampai tahun 1954.
Sejak itu, pengusahaan aspal dikelola oleh Bagian Butas, Kementrian Pekerjaan
Umum. Tahun 1962 didirikan Perusahaan Aspal Negara (PAN) sesuai dengan PP No.195
Tahun 1961 yang mengusahakan aspal alam lebih lanjut. Kemudian, berdasarkan PP No.3
Tahun 1984, PAN dialihkan menjadi PT. Sarana Karya. Endapan aspal pada beberapa lokasi
lapangan di Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton terdapat pada batuan induk yang berupa
batugamping dan napal (Gambar 2 dan 4). Aspal Buton dapat untuk penggunaan langsung
pada pembuatan pelapis jalan. Sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia yang sangat
tinggi, memberikan peluang untuk memanfaatkan aspal untuk diolah menghasilkan minyak.
Sehingga potensi nilai tambah yang dihasilkan dapat lebih optimal dibandingkan untuk
penggunaan langsung. Selain sumber daya aspal, batuan induk berupa batugamping yang
akan ikut tergali dalam penambangan berpeluang untuk diusahakan sebagai by product.
Gambar 34. Zona sebaran endapan Aspal di Pulau Buton
3. Kondisi Geologi
Secara regional daerah kegiatan termasuk bagian dari Anjungan Tukang Besi – Buton.
Pada Trias Akhir hingga Jura Akhir berturut-turut diendapkan batuan sedimen Formasi
60
Winto, Formasi Ogena dan Formasi Rumu. Selanjutnya antara Kapur Akhir hingga Paleosen
diendapkan sedimen laut dalam Formasi Tobelo tidak selaras diatas Formasi-Formasi yang
lebih tua. Pada Zaman Tersier kedalam cekungan Miosen diendapkan batuan sedimen dari
Anggota Batugamping Formasi Tondo dan Formasi Sampolakosa. Kedua Formasi ini diduga
menjemari dan berumur Miosen. Pada Akhir Tersier diendapkan Formasi Sampolakosa dalam
lingkungan pengendapan neritik batial.
Sedimentasi cekungan Tersier di daerah ini diakhiri dengan diendapkannya Formasi
Wapulaka dan Aluvium pada Zaman Kuarter (Gambar 34). Peristiwa tektonik yang terjadi
pada anjungan Buton – Tukangbesi setidaknya terjadi sebanyak tiga kali. Ketiganya turut
berperan dalam pembentukan tatanan stratigrafi dan struktur di daerah ini. Struktur geologi
yang berkembang terdiri dari antiklin, sinklin, sesar anjak, sesar normal dan sesar geser
mendatar. Sesar-sesar utama yang terjadi umumnya mempunyai arah sejajar dengan arah
memanjangnya tubuh batuan Pra Tersier dan sumbu cekungan sedimen Miosen. Kegiatan
tektonik pada Plio-Plistosen mengakibatkan terlipatnya kembali batuan yang lebih tua (Pra
Pliosen) dan menggiatkan kembali sesar-sesar yang telah terbentuk sebelumnya (Sikumbang
dkk, 1995).
Gambar 35 : Aspal (hitam) berada pada batuan induk batugamping (Tobing, 2004)
Daerah penambangan Kabungka merupakan zona antiklinal yang disebut Winto
Antiklinal, di bagian atas telah terkikis atau tererosi. Pada umumnya aspal buton ditemukan
di puncak atau lereng antiklinal tersebut. Batuan penyusun Daerah Kabungka terdiri dari lima
lapisan, yaitu lapisan Winto berumur Trias Atas; lapisan Ogene berumur Yura Bawah, lapisan
61
Tobelo berumur Kapur, lapisan Tondo berumur Neogen Bawah, lapisan Sampolakosa
berumur Neogen Atas.
Dari kelima lapisan ini, aspal hanya didapatkan pada batuan gamping dan napal Sampolakosa
yang mempunyai kadar bitumen lebih tinggi karena batuan tersebut mempunyai banyak pori.
Gambar 36 : Peta geologi Daerah Lembar Buton
Mekanisme terjadinya aspal alam hinga kini belum diketahui dengan pasti, beberapa teori
cara terbentuknya aspal alam, antara lain menurut Abdul Rosyid, 1996 sebagai berikut :
a. Cara aliran (overflow) terjadi dalam tiga bentuk :
Spring, cairan aspal yang terbentuk dalam bumi muncul ke permukaan melalui celah,
rekahan dan patahan.
Lake, aspal cair mengalir ke permukaan bumi melalui celah atau patahan kemudian
mengendap dalam cekungan.
Seepage, aspal yang terdapat dalam batuan, kemudian mengalir ke bagian yang lebih
rendah disebabkan tekanan material di sekitarnya atau karena panas matahari.
b. Impregnasi aspal dalam batuan (impregnating rock), aspal yang cair mengalir dan masuk
pada pori-pori batuan yang dilaluinya, sehingga bersatu dengan batuan di mana aspal itu
mengalir.
62
c. Filling vein, aspal yang cair mengalir melalui patahan dan akhirnya mengisi patahan
tersebut hingga berbentuk seperti urat (vein).
Berdasarkan pengamatan dan pendapat beberapa pakar, terjadinya aspal yang berada di
daerah Kabungka diperkirakan merupakan hasil dari impregnasi aspal cair ke dalam batuan di
sekelilingnya atau yang dilaluinya. Impregnasi tersebut berkisar antara 1% sampai 40%.
Batuan yang berkadar bitumen antara 10% hingga 40% pada umumnya membentuk sheet
structure, yaitu lapisan aspal dengan ketebalan kecil menyebar luas ke seluruh batuan
sampingnya (country rock) namun belum diketahui hubungan lapisan aspal yang terdapat
pada masing-masing lapangan. Terjadinya aspal di Buton Selatan dibatasi zone patahan
sepanjang bagian timur sisi Lawele graben, sedangkan lainnya mengarah ke timur laut – barat
daya. Patahan juga ditemukan di timur graben Lawele dan pegunungan Lawele (patahan
Kamaru dan patahan Ondola).
4. Jenis-jenis Asbuton
Jenis Asbuton yang telah diproduksi secara fabrikasi dan manual dalam tahun-tahun
belakangan ini adalah:
1. Asbuton Butir
Jenis Asbuton berdasarkan besar butir dan kadar aspal yang dikandungnya dapat
dibedakan seperti tertera pada tabel 1.1.
Gambar 37 : Asbuton Butir
63
Tabel 11. Jenis Asbuton Butir yang telah diproduksi
2. Asbuton Murni Full Ekstraksi
Asbuton jenis ini merupakan bitumen murni hasil ekstraksi asbuton menggunakan
beberapa cara, antara lain dengan bahan pelarut atau cara lain seperti menggunakan
teknologi air panas. Asbuton murni hasil ekstraksi dapat digunakan langsung sebagai
pengganti aspal keras atau sebagai bahan aditif yang akan memperbaiki karakteristik
aspal keras. Mineral asbuton merupakan limbah dari proses ekstraksi. Selain dapat
dimanfaatkan sebagai filter dapat juga digunakna sebagai bahan stabilisasi tanah.
3. Asbuton Pra Campur (pre-blended)
Asbuton pra campur (pre-blended) merupakan gabungan antara Asbuton butir hasil
refine Asbuton dengan kadar bitumen 60% sampai 90% dengan aspal minyak pen 60
dalam komposisi tertentu. Asbuton jenis ini dapat dikatakan sebagai aspal minyak yang
dimodifikasi, sehingga dalam campuran dapat langsung digunakan untuk dicampur
dengan agregat.
64
5. Prinsip Kerja Asbuton
Pada pekerjaan pengaspalan, secara garis besar pemasokan Asbuton ke dalam lapisan
beraspal dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
• Dicampur dengan agregat dan aspal menggunakan unit pencampur aspal mekanis,
yaitu Asphalt Mixing Plant (AMP) untuk menghasilkan campuran yang sifatnya panas
atau memakai alat semi mekanis seperti beton molen atau paddle mixer untuk
campuran dingin. Langkah berikutnya adalah menghamparkannya menggunakan cara
mekanis (finisher), sedangkan untuk campuran dingin digunakan cara manual,
selanjutnya dipadatkan menggunakan alat pemadat baku, sehingga diperoleh
kepadatan yang disyaratkan dalam spesifikasi.
• Ditebarkan di atas lapis agregat pada pekerjaan lapis penetrasi macadam dengan satu
atau dua lapis. Setelah itu dipadatkan menggunakan pemadatbaku, sehingga diperoleh
kepadatan sesuai spesifikasi.
Asbuton di dalam lapisan beraspal akan berfungsi sebagai berikut:
• Bahan tambah yang akan meningkatkan kemampuan lapisan beraspal saat beban lalu
lintas bertambah. Umumnya Asbuton yang digunakan adalah jenis butir dengan
penetrasi bitumen rendah;
• Pengganti aspal keras. Asbuton yang umumya digunakan adalah jenis murni hasil
ekstraksi atau Asbuton butir jenis LGA pada pekerjaan lapis macadam;
65
• Bahan tambah dan pengganti (substitusi) sebagian dari aspal keras yang digunakan.
Asbuton yang umumnya dipakai adalah jenis butir dengan penetrasi bitumen tinggi,
seperti LGA atau jenis pra campur.
6. Penggunaan Asbuton
Pada dasarnya Asbuton dapat digunakan pada setiap jenis lapisan beraspal. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kekakuan dengan batas fleksibilitas yang cukup untuk
menahan beban lalu lintas tanpa mengalami kerusakan di luar rencana. Oleh karena itu,
penggunaan Asbuton pada pekerjaan pengaspalan adalah sebagai berikut:
• Campuran beraspal panas digunakan untuk lapis aus, antara, dan pondasi.
• Campuran beraspal hangat digunakan untuk lapis aus, antara, dan pondasi.
• Campuran beraspal dingin digunakan untuk lapis antara aus dan pondasi.
• Lapis tipis Asbuton pasir.
• Lapis tipis Asbuton.
• Lapis penetrasi macadam Asbuton.
Berdasarkan hasil penelitian skala laboratorium dan skala uji coba lapangan, diperoleh fakta
bahwa campuran beraspal yang menggunakan Asbuton memiliki sifat teknik yang lebih
tinggi daripada campuran tanpa Asbuton. Namun, untuk setiap tipe campuran sebaiknya
dibedakan peruntukannya sesuai dengan kondisi lalu lintas dan lingkungan.
Untuk campuran panas dengan Asbuton butir atau aspal yang dimodifikasi Asbuton (Asbuton
pra-campur atau semi ekstraksi ) atau bitumen modifikasi (Asbuton murni atau full ekstraksi),
sebaiknya digunakan untuk jalan dengan beban lalu lintas berat dan padat, yaitu untuk lalu
lintas rencana > 10 juta ESA atau LHR > 2000 kendaraan dan jumlah kendaraan truk lebih
dari 15%. Terutama untuk ruas-ruas jalan yang memiliki temperatur lapangan maksimum di
atas 60 ºC seperti jalan nasional. Sedangkan untuk campuran hangat dengan Asbuton butir
sebaiknya digunakan untuk jalan yang melayani lalu lintas berat, yaitu untuk lalu lintas
rencana 1 sampai 10 juta ESA atau LHR < 2000 kendaraan dan jumlah truk maksimum 15%
seperti jalan nasional dan provinsi.
66
Adapun payung hukum untuk penggunaan Asbuton adalah sebagai berikut:
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 35/PRT/M/2006
• SK Dirjen Bina Marga
• Spesifikasi
• Pedoman teknis
• Manual
• Petunjuk pelaksanaan
• Petunjuk teknis
7. Keunggulan Asbuton
Deposit Asbuton dalam jumlah besar dapat menjamin pasokan kebutuhan akan aspal. Dari
pengujian yang telah dilakukan, didapat hasil campuran beraspal yang ditambah asbuton
menghasilkan campuran beraspal yang bermutu baik dengan kecenderungan sebagai berikut:
• Stabilitas Marshall campuran beraspal yang lebih tinggi
• Stabilitas dinamis campuran beraspal yang lebih tinggi
• Meningkatkan umur konstruksi (dari hasil uji fatigue)
• Lebih tahan terhadap perubahan temperatur
• Nilai modulus yang meningkat
Kecenderungan tersebut terjadi karena Asbuton mengandung bahan aromatik dan resin yang
tinggi, sehingga di dalam campuran Asbuton mempunyai:
• Daya lekat yang lebih tinggi (anti stripping)
• Kelenturan yang tinggi (fatigue life tinggi)
Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, penentu kebijakan memberikan pernyataan bahwa
Asbuton:
• Cocok digunakan untuk lokasi temperatur tinggi (tropis)
• Cocok digunakan untuk heavy loaded highway.
67
Namun, dalam penerapan kebijakan penggunaan asbuton untuk peningkatan kualitas
campuran beraspal untuk perkerasan harus ditunjang pengendalian mutu yang ketat. Hal ini
disebabkan karena dari beberapa kasus diperoleh data bahwa pelaksana lapangan kurang
memahami pengaruh penggunaan asbuton dalam campuran beraspal.
Kebijakan pemerintah tentang peningkatan penggunaan Asbuton akan berdampak pada
menurunnya impor aspal keras. Hal ini akan berimbas pada kondisi pasar Asbuton, sehingga
menjadi lebih stabil. Keadaan tersebut akan terwujud dengan jalan mengoptimalkan tahap
produksi dan menjaga kestabilan mutu, sehingga kepercayaan pengguna Asbuton juga akan
meningkat. Kondisi ini dapat mengatrol nilai ekonomis dari sebuah produk, bahkan
perekonomian negara secara keseluruhan.
8. Kelemahan Asbuton
Meskipun telah melewati proses fabrikasi, Asbuton masih memiliki beberapa titik kelemahan
sebagai berikut:
• Inkonsistensi kualitas produksi Asbuton
• Kandungan bitumen
• Penetrasi bitumen
• Kadar air Asbuton
• Belum terjaminnya ketersediaan Asbuton pada saat pelaksanaan di lapangan.
• Ketidaksesuaian kemampuan supply oleh pabrik pengolah Asbuton dengan demand
proyek pengguna yang ditunjang oleh kebijakan Ditjen Bina Marga.
• Biaya transportasi pengiriman ke pengguna yang relatif mahal.
• Pola kerjasama antara produsen dan konsumen yang belum menemukan titik
harmonis.
• Pembagian wilayah kerja pemasaran dari produsen.
• Harga yang wajar, dengan perincian analisa biaya terhadap:
• Harga bahan baku Asbuton
• Biaya transportasi
• Biaya pengolahan asbuton butir
68
Selain kelemahan yang sudah disebutkan sebelumnya, pada beberapa kasus dijumpai
kekurangpahaman pengguna Asbuton terhadap teknologi yang akan diterapkan. Disamping
permasalahan tersebut, quality control dan quality assurance memang belum
diimplementasikan secara optimal. Hal ini mengakitbatkan Asbuton di dalam lapisan beraspal
”dituduh” sebagai penyebab kerusakan dini.
9. Manfaat Asbuton Sebagai Bahan Campuran Beraspal
Asbuton memiliki kelebihan, yaitu: kandungan Nitrogen dan Parameter Maltene yang
relatif tinggi serta kandungan mineral kapur dan silika. Pengaruh dari sifat tersebut maka
secara teknik apabila Asbuton digunakan sebagai bahan campuran beraspal, maka
campuran beraspal tersebut akan meningkat sifat tekniknya. Sejalan dengan naiknya
karakteristik campuran beraspal terbut, maka secara finansial pun untuk wilayah-wilayah
tertentu kemungkinan akan lebih ekonomis. Hal tersebut sangat tergantung terhadap harga
aspal keras pada suatu wilayah.
Di bawah ini diuraikan kelebihan secara teknik penggunaan Asbuton sebagai bahan
campuran beraspal panas dan diuraikan contoh penggunaan Asbuton sebagai bahan
campuran beraspal panas di daerah Jawa Barat yang mana secara finansial masih
kompetitif (cukup ekonomis) bila dibandingkan dengan harga campuran beraspal yang
tanpa menggunakan Asbuton.
10. Kelebihan penggunaan Asbuton secara teknik
Berdasarkan hasil kajian dilaboratorium, diperoleh bahwa untuk pembuatan
campuran beraspal panas dengan menggunakan Asbuton Butir, Aspal yang imodifikasi
Asbuton dan Bitumen Asbuton modifikasi memiliki kelebihan secara teknik yaitu
sebagaimana ditunjukkan dengan besaran mekanistik, yaitu Modulus Resilien (MR) atau
Modulus Elastisitas (E). Makin banyak penambahan Asbuton (khususnya untuk jenis
Asbuton Butir) maka Modulus Resilien (MR) campuran beraspal makin tinggi. Apabila
membatasi penggunaan Asbuton Butir sehingga Modulus Resilien tidak terlampau tinggi
yang dapat mengakibatkan campuran beraspal mudah patah karena tebal nominalnya
hanya 4 cm (misal untuk ACWC), khususnya untuk lapis tambah (overlay). Untuk itu,
Modulus Resilien campuran beraspal yang menggunakan Asbuton ditetapkan maksimum
2,5 kali Modulus Resilien lapis permukaan beraspal jalan existing (umumnya berkisar
69
antara 1500 MPa). Jadi Modulus Resilien campuran beraspal yang menggunakan Asbuton
maksimum sebesar 3750 MPa. Berdasarkan uraian di atas, maka pada Gambar 5.4
diperoleh bahwa proporsi maksimum masing-masing tipe Asbuton Butir adalah Tipe 5/20
sebanyak 5%, Tipe 15/20 sebanyak 7%, Tipe 15/25 sebanyak 8,5% dan Tipe 20/25
sebanyak 10,5%. Adapun untuk campuran beraspal panas yang menggunakan Aspal yang
dimodifikasi Asbuton atau yang menggunakan Bitumen Asbuton Modifikasi apabila
dibandingkan dengan campuran beraspal panas yang hanya menggunakan Aspal Pen 60,
maka kedua campuran beraspal tersebut memiliki Modulus Resilien (MR) sekitar 1,5 kali
dari Modulus Resilien (MR) campuran beraspal panas yang hanya menggunakan Aspal
Pen 60 (umumnya sebesar 2500 MPa). Untuk seluruh campuran beraspal panas yang
menggunakan Asbuton memiliki ketahanan terhadap terjadinya alur dengan ditunjukkan
dengan nilai Stabilitas Dinamis hasil pengujian dengan alat Wheel Tracking Machine
dengan besaran > 2500 lintasan/mm.
11. Kelebihan penggunaan Asbuton secara finansial
Sesuai kajian teknik tentang kelebihan penggunaan Asbuton sebagai bahan campuran
beraspal sebagaimana diuraikan pada Butir 4.4.1, maka pada Tabel 1.8 di uraikan
perbandingan antara biaya masing-masing jenis campuran beraspal yang menggunakan
Asbuton pada setiap tonnya dengan biaya campuran beraspal panas yang tanpa menggunakan
Asbuton (contoh untuk lokasi Jawa Barat). Pada Tabel 1.8, terlihat bahwa apabila
membandingkan harga pada setiap tonnya maka hanya harga campuran beraspal yang
menggunakan Asbuton Butir Tipe 5/20 yang lebih murah dari pada campuran beraspal yang
tanpa menggunakan Asbuton. Apabila memperhatikan Tabel 1.9, yaitu dengan menggunakan
contoh perhitungan overlay maka ditinjau dari kekuatan maka untuk umur rencana yang sama
(misal 5 tahun) campuran beraspal yang menggunakan Asbuton dapat mereduksi ketebalan
lapis tambah sehingga lebih ekonomis. Besarnya reduksi Aspal Pen 60, Agregat dan biaya
konstruksi untuk masing-masing jenis campuran beraspal panas yang menggunakan Asbuton
adalah berturut-turut sebagai berikut:
1. AC-WC dengan Tipe 5/20: 16,7%; 4,3%; dan 13,5%
2. AC-WC dengan Tipe 15/20: 23,3%; 6,0%; dan 13,4%
70
3. AC-WC dengan Tipe 15/25: 35,4%; 6,8%; dan 14,0%
4. AC-WC dengan Tipe 20/25: 43,8%; 8,4%; dan 13,1%
5. AC-WC dengan Aspal Yang Dimodifikasi Asbuton: 20,0%; 0,3%; dan 8,1%
6. AC-WC dengan Bitumen Asbuton Modifikasi: 100%; 0%; dan 4%
71
F. RIGID PAVEMENT ATAU PERKERASAN KAKU
1. Definisi Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku atau perkerasan beton semen adalah suatu konstruksi
(perkerasan) dengan bahan baku agregat dan menggunakan semen sebagai bahan
ikatnya, ( Aly,2004 ).
Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton semen
yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan
tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan
lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal
sebagaimana terlihat pada Gambar 38.
Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari
pelat beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi
keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama
masa pelayanan. Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan
merupakan bagian utama
yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai
berikut :
- Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
- Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi pelat.
- Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
- Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.
Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan beban
pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-
lapisan di bawahnya.
Bila diperlukan tingkat kenyaman yang tinggi, permukaan perkerasan beton semen
dapat dilapisi dengan lapis campuran beraspal setebal 5 cm.
72
2. Sejarah Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku
Rigid Pavement atau perkerasan kaku sudah sangat lama dikenal di Indonesia. Ia
lebih di kenal pada masyarakat umum dengan nama Jalan Beton. Perkerasan tipe
ini sudah sangat lama di kembangkan di negara – negara maju seperti Amerika, Jepang,
Jerman dll.
Sejarah Pada mulanya plat perkerasan kaku hanya di letakkan di atas tanah tanpa
adanya pertimbangan terhadap jenis tanah dasar dan drainasenya. Ukuran saat itu
hanya 6 – 7 inch. Seiring dengan perkembangan jaman, beban lalu lintas pun
bertambah terutama saat sehabis Perang Dunia ke II, para engineer akhirnya
mulai menyadari tentang pentingnya pengaruh jenis tanah dasar terhadap pengerjaan
perkerasan terutama sangat pengaruh terhadap terjadinya pumping pada perkerasan.
Pumping merupakan proses pengocokan butiran – butiran subgrade atau subbase pada
daerah – daerah sambungan (basah atau kering) akibat gerakan vertikal pelat karena
beban lalu lintas yang mengakibatkan turunnya daya dukung lapisan bawah tersebut.
Gambar 38. Tipikal struktur perkerasan beton semen
73
3. Jenis – Jenis Perkerasan Beton Semen
Pada saat ini dikenal ada 5 jenis perkerasan beton semen yaitu :
A. Perkerasan beton semen tanpa tulangan dengan sambungan ( Jointed
plain concrete pavement ).
B. Perkerasan beton semen bertulang dengan sambungan ( Jointed
reinforced concrete pavement ).
C. Perkerasan beton semen tanpa tulangan ( Continuosly reinforced concrete
pavement ).
D. Perkerasan beton semen prategang ( Prestressed concrete pavement ).
E. Perkerasan beton semen bertulang fiber ( Fiber reinforced concrete
pavement ).
Sumber : Anas Aly, Perkerasan Beton Semen 2004
Gambar 39 : Macam – macam Perkerasan Beton Semen
72
Perkerasan kaku mempunyai sifat yang berbeda dengan perkerasan
lentur. Pada perkerasan kaku daya dukung perkerasan terutama
diperoleh dari pelat beton. Hal ini terkait dengan sifat pelat beton yang
cukup kaku, sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas
dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan – lapisan di
bawahnya.
Sumber : Anas Aly, Perkerasan Beton Semen 2004
Gambar 40 : Penyebaran Beban dari Lapisan Perkerasan ke Subgrade
4. Komponen Konstruksi Perkerasan Kaku
Pada konstruksi perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama adalah
berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi
bawah (subbase berupa cement treated subbase maupun granular subbbase)
berfungsi sebagai konstruksi pendukung atau pelengkap.
73
Bahan Penutup
Dowel,Batang polos,
diminyaki/dicat
Plat beton mutu tinggi
Bounding breaker
Subbase
Tanah dasar
Gambar 41 : Skema Potongan Melintang Konstruksi Perkerasan Kaku
74
Adapun Komponen Konstruksi Perkerasan Beton Semen ( Rigid
Pavement ) adalah sebagai berikut :
1. Tanah Dasar ( Subgrade )
Tanah dasar adalah bagian dari permukaan badan jalan yang dipersiapkan untuk
menerima konstruksi di atasnya yaitu konstruksi perkerasan. Tanah dasar ini berfungsi
sebagai penerima beban lalu lintas yang telah disalurkan / disebarkan oleh konstruksi
perkerasan. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyiapan tanah dasar (subgrade)
adalah lebar, kerataan, kemiringan melintang keseragaman daya dukung dan
keseragaman kepadatan.
Daya dukung atau kapasitas tanah dasar pada konstruksi perkerasan
kaku yang umum digunakan adalah CBR dan modulus reaksi tanah dasar
(k).
Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen),1985
Grafik 2.1. Korelasi Hubungan antara CBR dan Nilai ( k )
75
Pada konstruksi perkerasan kaku fungsi tanah dasar tidak terlalu
menentukan, dalam arti kata bahwa perubahan besarnya daya dukung tanah
dasar tidak berpengaruh terlalu besar pada nilai konstruksi (tebal) perkerasan
kaku.
2. Lapis Pondasi ( Subbase )
Lapis pondasi ini terletak di antara tanah dasar dan pelat beton
semen mutu tinggi. Sebagai bahan subbase dapat digunakan unbound
granular (sirtu) atau bound granural (CTSB, cement treated subbase). Pada
umumnya fungsi lapisan ini tidak terlalu struktural, maksudnya keberadaan
dari lapisan ini tidak untuk menyumbangkan nilai struktur perkerasan beton
semen.
Fungsi utama dari lapisan ini adalah sebagai lantai kerja yang rata dan
uniform. Apabila subbase tidak rata, maka pelat beton juga tidak rata.
Ketidakrataan ini dapat berpotensi sebagai crack inducer.
3. Tulangan
Pada perkerasan beton semen terdpat dua jenis tulangan, yaitu
tulangan pada pelat beton untuk memperkuat pelat beton tersebut dan tulangan
sambungan untuk menyambung kembali bagian – bagian pelat beton yang telah
terputus (diputus). Kedua tulangan tersebut memiliki bentuk, lokasi serta
fungsi yang berbeda satu sama lain. Adapun tulangan tersebut antara lain :
1) Tulangan Pelat
Tulangan pelat pada perkerasan beton semen mempunyai bentuk,
lokasi dan fungsi yang berbeda dengan tulangan pelat pada konstruksi beton yang
lain seperti gedung, balok dan sebagainya. Adapun karakteristik dari tulangan
pelat pada perkerasan beton semen adalah sebagi berikut :
ƒ Bentuk tulangan pada umumnya berupa lembaran atau gulungan. Pada
pelaksanaan di lapangan tulangan yang berbentuk lembaran lebih baik
76
daripada tulangan yang berbentuk gulungan. Kedua bentuk tulangan ini dibuat
oleh pabrik.
ƒ Lokasi tulangan pelat beton terletak ¼ tebal pelat di sebelah atas.ƒFungsi dari
tulangan beton ini yaitu untuk “memegang beton” agar tidak retak (retak beton
tidak terbuka), bukan untuk menahan momen ataupun gaya lintang. Oleh karena
itu tulangan pelat beton tidak mengurangi tebal perkerasan beton semen.
2) Tulangan Sambungan
Tulangan sambungan ada dua macam yaitu tulangan sambungan arah
melintang dan arah memanjang. Sambungan melintang merupakan
sambungan untuk mengakomodir kembang susut ke arah memanjang
pelat. Sedangkan tulangan sambungan memanjang merupakan sambungan untuk
mengakomodir gerakan lenting pelat beton.
Sumber : Anas Aly, Perkerasan Beton Semen 2004
Gambar 42 : Sambungan Pada Konstruksi Perkerasan Kaku
Adapun ciri dan fungsi dari masing – masing tulangan sambungan
adalah sebagai berikut :
™ Tulangan Sambungan Melintang
• Tulangan sambungan melintang disebut juga dowel
• Berfungsi sebagai ‘sliding device’ dan ‘load transfer device’. • Berbentuk polos, bekas potongan rapi dan berukuran besar.
• Satu sisi dari tulangan melekat pada pelat beton, sedangkan satu sisi yang
77
lain tidak lekat pada pelat beton
• Lokasi di tengah tebal pelat dan sejajar dengan sumbu jalan.
™ Tulangan Sambungan Memanjang
• Tulangan sambungan memanjang disebut juga Tie Bar.
• Berfungsi sebagai unsliding devices dan rotation devices. • Berbentuk deformed / ulir dan berbentuk kecil. • Lekat di kedua sisi pelat beton.
• Lokasi di tengah tebal pelat beton dan tegak lurus sumbu jalan. • Luas tulangan memanjang dihitung dengan rumus seperti pada
tulangan melintang.
4. Sambungan atau Joint
Fungsi dari sambungan atau joint adalah mengendalikan atau
mengarahkan retak pelat beton akibat shrinkage (susut) maupun wrapping
(lenting) agar teratur baik bentuk maupun lokasinya sesuai yang kita kehendaki
(sesuai desain). Dengan terkontrolnya retak tersebut, mka retak akan tepat
terjadi pada lokasi yang teratur dimana pada lokasi tersebut telah kita beri
tulangan sambungan.
Pada sambungan melintang terdapat 2 jenis sambungan yaitu sambungan
susut dan sambungan lenting. Sambungan susut diadakan dengan cara
memasang bekisting melintang dan dowel antara pelat pengecoran sebelumnya
dan pengecoran berikutnya. Sedangkan sambungan lenting diadakan dengan cara
memasang bekisting memanjang dan tie bar.
Pada setiap celah sambungan harus diisi dengan joint sealent dari bahan
khusus yang bersifat thermoplastic antara lain rubber aspalt, coal tars ataupun
rubber tars. Sebelum joint sealent dicor/dituang, maka celah harus dibersihkan
terlebih dahulu dari segala kotoran.
5. Bound Breaker di atas Subbase
Bound breaker adalah plastik tipis yang diletakan di atas subbase
agar tidak terjadi bounding antara subbase dengan pelat beton di atasnya. Selain
itu, permukaan subbase juga tidak boleh di - groove atau di - brush.
78
6. Alur Permukaan atau Grooving/Brushing
Agar permukaan tidak licin maka pada permukaan beton dibuat alur-alur
(tekstur) melalui pengaluran/penyikatan (grooving/brushing) sebelum beton
disemprot curing compound, sebelum beton ditutupi wet burlap dan sebelum
beton mengeras. Arah alur bisa memanjang ataupun melintang.
5. Perencanaan Perkerasan Kaku
Banyak metode yang digunakan pada perencanaan perkerasan kaku, antara
lain Technical Note No.48 hal 1 – CCAA ; Metode PCA (Portland Cement
Association-USA). Metode PCA ini banyak diacu oleh beberapa negara lain
di luar Amerika.
Metode PCA memiliki beberapa kelebihan antara lain adalah tidak
memerlukan assessment yang berkaitan dengan iklim seperti kondisi beku
yang tidak ditemui di Indonesia, serta tidak memerlukan parameter
serviceability sehingga relatif lebih mudah.
Sambungan
Melintang
Sambungan
Memanjang
Sumber : Anas Aly, Perkerasan Beton Semen 2004
Gambar 43 : Posisi Beban Roda Lalu Lintas Kritis
Untuk dapat memenuhi fungsi perkerasan dalam memikul beban, maka perkerasan harus:
a. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar sampai batas-batas yang masih
79
mampu dipikul tanah dasar tersebut tanpa menimbulkan perbedaan lendutan/penurunan
yang dapat merusak perkerasan itu sendiri.
b. Direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga mampu mengatasi
pengaruh kembang susut dan penurunan kekuatan tanah dasar serta pengaruh cuaca
dan kondisi lingkungan.
Perkerasan kaku merupakan struktur yang terdiri dari pelat beton semen yang
bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan
tulangan dan terletak di atas lapis pondasi bawah, tanpa atau dengan pengaspalan sebagai
lapis aus (nonstruktural).
Dalam perencanaan perkerasan kaku ada beberapa faktor yang harus diperhatikan,
antara lain:
1. Peranan perkerasan kaku dan intensitas lalu lintas yang akan dilayani.
2. Volume lalu lintas, konfigurasi sumbu dan roda, beban sumbu, ukuran dan tekanan
beban, pertumbuhan lalu lintas, jumlah jalur dan arah lalu lintas.
3. Umur rencana perkerasan kaku ditentukan atas dasar pertimbangan- pertimbangan
peranan perkerasan, pola lalu lintas dan nilai ekonomi perkerasan serta faktor
pengembangan wilayah.
4. Kapasitas perkerasan yang direncanakan harus dipandang sebagai pembatasan.
5. Daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan dan
kekuatan pelat perkerasan.
6. Lapis pondasi bawah meskipun bukan merupakan bagian utama dalam menahan beban,
tetapi merupakan bagian yang tidak bisa diabaikan dengan fungsi sebagai berikut:
- mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar
- mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan pada tepi-tepi pelat
- memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat
- sebagai perkerasan jalan kerja selama pelaksanaan
7. Kekuatan lentur beton (flexural strength) merupakan pencerminan kekuatan yang
paling cocok untuk perencanaan karena tegangan kritis dalam perkerasan beton terjadi
akibat melenturnya perkerasan beton tersebut.
80
Pada saat ini, jenis perkerasan beton semen yang populer dan banyak digunakan di negara-
negara maju adalah jenis perkerasan beton bertulang menerus. Dalam konstruksinya, plat beton
sering disebut sebagai lapis pondasi karena dimungkinkan masih adanya lapisan aspal beton
pada bagian atasnya yang berfungsi sebagai lapis permukaan.
81
6. Metode Pelaksanaan Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku
Gambar 44 : Metode pelaksanaan Perkerasan Kaku
A. Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku
1. Besaran Rencana
1. Umur Rencana
Pada umumnya umur rencana perkerasan kaku (n) 20 sampai
dengan 40 tahun.
2. Lalu Lintas Rencana
Lalu lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu
82
lintas dan konfigurasi sumbu yang diperoleh berdasarkan data terakhir (≤
2 tahun terakhir). Adapun karakterstik kendaraan yang ditinjau yaitu :
• Jenis kendaraan
Untuk keperluan perencanaan perkerasan kaku hanya kendaraan
niaga yang mempunyai berat total minimum 5 ton yang ditinjau.
• Konfigurasi sumbu ) Sumbu tunggal dengan roda tunggal (STRT)
) Sumbu tunggal dengan roda ganda (STRG)
) Sumbu tandem/ganda dengan roda ganda (SGRG)
Adapun langkah – langkah perhitungan data lalu lintas sebagai
input data untuk perencanaan tebal perkerasan kaku adalah sebagai berikut :
a. Menghitung volume lalu lintas (LHR) yang diperkirakan akan
menggunakan jalan tersebut pada akhir umur rencana.
b. Menghitung jumlah kendaraan niaga (JKN) selama umur rencana
(n) : JSKN = 365 x JSKNH x R
Dimana :
JKNH = Jumlah sumbu kendaraan niaga harian pada saat jalan dibuka
Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985
c. Menghitung prosentase masing – masing kombinasi konfigurasi beban
sumbu terhadap jumlah sumbu kendaraan niaga harian (JSKNH)
d. Menghitung jumlah repetisi kumulatif tiap – tiap kombinasi konfigurasi
beban sumbu pada lajur rencana dengan cara mengalikan JSKN
dengan persentase tiap – tiap kombinasi terhadap JSKNH dan
koefisien distribusi lajur rencana seperti terlihat pada tabel berikut :
83
Peranan Jalan Faktor Keamanan Jalan Tol
Jalan Arteri Jalan Kolektor/Lokal
1,2 1,1 1,0
Tabel 12.. Koefisien Distribusi Lajur Rencana
Jumlah Lajur Kendaraan Niaga
1 lajur
2 lajur
3 lajur
4 lajur
1
0,7
0.5
-
1
0,500
0,475
0,450
Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985
Sebagai besaran rencana beban sumbu untuk setiap konfigurasi
harus dikalikan dengan faktor keamanan (FK) seperti terlihat pada tabel
berikut : Tabel 13. Faktor Keamanan
Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985
3. Kekuatan Tanah Dasar
Kekuatan tanah dasar dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar (k).
Nilai k dapat diperoleh dari hasil korelasi dengan CBR. Nilai CBR
rendaman yang digunakan untuk perencanaan dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus yang diambil dari NAASRA (National
Association of Australian State Road Authority)
Sumber : Djatmiko Soedarmo, Jedy Purnomo, Mekanika Tanah 1, 1997
84
B. Perencanaan Tebal Pelat
Langkah – langkah dalam perencanaan tebal pelat adalah sebagai berikut :
1. Memilih suatu tebal pelat tertentu
2. Untuk setiap kombinasi konfigurasi dan beban sumbu serta suatu harga
k tertentu, maka :
/ Tegangan lentur yang terjadi pada pelat beton ditentukan dengan
menggunakan nomogram korelasi beban sumbu dan harga k (ada 3 nomogram,
untuk sumbu tunggal roda tunggal, sumbu tunggal roda ganda dan sumbu ganda
roda ganda).
/ Perbandingan tegangan dihitung dengan membagi tegangan lentur yang
terjadi pada pelat dengan kuat lentur tarik (MR) beton.
/ Jumlah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan berdasarkan
harga perbandingan tegangan berikut :
Tabel 14. Jumlah Pengulangan Beban yang Diijinkan
Perbandingan
Tegangan
Jumlah pengulangan
Beban yang
Perbandingan
Tegangan
Jumlah Pengulangan
Beban yang diijinkan 0,51
0,52
0,53
0,54
0,55
0,56
0,57
0,58
0,59
0,60
0,61
400.000
300.000
240.000
180.000
130.000
100.000
75.000
57.000
42.000
32.000
24.000
0,69
0,70
0,71
0,72
0,73
0,74
0,75
0,76
0,77
0,78
0,79
2.500
2.000
1.500
1.000
850
650
490
360
270
210
160
Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985
/ Persentase fatigue untuk tiap – tiap kombinasi / beban sumbu
ditentukan dengan membagi jumlah pengulangan beban rencana dengan
jumlah pengulangan beban yang diijinkan.
85
3. Mencari total fatigue dengan menjumlahkan persentase fatigue dari
seluruh kombinasi konfigurasi beban sumbu.
4. Langkah – langkah 1 sampai 3 diulangi hingga didapatkan tebal pelat
terkecil dengan total fatigue yang lebih kecil atau sama dengan 100%.
5. Tebal minimum pelat untuk perkerasan kaku adalah 150 mm.
C. Perencanaan Tulangan
Tujuan dari penulangan yaitu :
¾ Membatasi lebar retakan
¾ Mengurangi jumlah sambungan melintang
¾ Mengurangi biaya pemeliharaan
™ Penulangan Pelat pada Perkerasan Beton Bersambung
Luas penulangan pada perkerasan ini dihitung dengan persamaan:
As = 1200 × F × L × h fs
Keterangan:
As = Luas tulangan yang diperlukan (mm²/m')
F = Koefisien gesek antara pelat dan lapis pondasi
L = Jarak antar sambungan (m)
h = Tebal pelat beton (m)
fs = Tegangan tarik ijin baja (kg/cm²)
Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985
Adapun nilai F dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 15. Koefisien Gesekan antara Pelat Beton dengan Lapis Pondasi
Jenis
Faktor Gesekan
Burtu, Lapen dan konstruksi yang sejenis
Aspal Beton,
Lataston Stabilisasi
kapur Stabilisasi
aspal Stabilisasi
semen Koral
2,2
1,8
1,8
1,8
1,8
1,5
86
Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985
Untuk panjang pelat ≤ 13 m, luas tulangan diambil 0,1% dari luas penampang beton atau
0,14% menurut SNI 1991.
7. Kelebihan dan Kekurangan Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku
Kelebihan Jalan Beton :
a. Dapat menahan beban kendaraan yang berat
b. Tahan terhadap genangan air dan banjir
c. Biaya perawatan lebih murah dibanding jalan aspal
d. Dapat digunakan pada struktur tanah lemah tanpa perbaikan struktur tanahnya terlebih
dahulu
e. Pengadaan material lebih mudah didapat
Kekurangan jalan beton :
a. Kualitas jalan beton sangat bergantung pada proses pelaksanaannya misal
pengeringan yang terlalu cepat dapat menimbulkan keretakan jalan, untuk mengatasi
hal ini dapat menambahkan zat kimia pada campuran beton atau dengan menutup
beton pasca pengecoran dengan kain basah untuk memperlambat proses pengeringan
b. Untuk penggunaan pada jalan rayadengan kapasitas berat kendaraan yang tinggi,
maka biaya konstruksi jalan beton lebih mahal dibanding jalan aspal, namun lebih
murah pada masa perawatan.
c. Kehalusan dan gelombang jalan sangat ditentukan pada saat proses pengecoran
sehingga diperlukan pengawasan yang ketat.
d. Proses perbaikan jalan dengan cara menumpang pada konstruksi jalan beton yang
lama, sehingga menaikan ketinggian elevasi jalan, sehingga terkadang elevasi jalan
lebih tinggi dibanding rumah di sampingnya.
e. Warna beton membuat suasana jalan menjadi keras dan gersang shingga
menimbulkan efek kehati-hatian bagi pengendara di atasnya.
87
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Bata Ringan
Penggunaan bata ringan merupakan hasil dari inovasi atas kompleksnya pembangunan
di masa kini. Kebutuhan akan material yang sangat bermanfaat dan memiliki kelebihan-
kelebihan khusus seperti kuat tekan yang lebih baik dari material lain, ketahanan terhadap
api ketika terjadi kebakaran, daya serap suara yang membuat dinding menjadi kedap suara,
ekonomis serta kemudahan pemakaian menjadi tolok ukur pentingnya keberadaan material
seperti bata ringan. Sangat dibutuhkan inovasi-inovasi yang lebih kreatif lagi ke depan
sehingga industry kontruksi semakin mempermudah proses pembangunan yang ekonomis
dan berkualitas.
2. Batu Kapur
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Batu kapur adalah Batuan sedimen terdiri dari mineral calcite (kalsium karbonat).
Sumber utama dari calcite ini adalah organisme laut.
2. Batu kapur dibagi menjadi 2 macam berdasarkan proses pembetukannya yaitu :
a. Kapur tohor adalah hasil pembakaran batu kapur alam yang komposisinya sebagian
besar merupakan kalsium karbonat (CaCO3) pada temperature diatas 900 derajat.
CaCO3 (batu kapur) —> CaO (kapur tohor) + CO2
b. Kapur padamAdalah kapur keras yang diberi air sehingga bereaksi dan
mengeluarkan panas, hasilnya dapat berupa serbuk halus. Digunakan terutama untuk
bahan pengikat dalam adukan bangunan.
CaO +H2O → Ca(OH)2
3. Proses pembuatan kapur, proses dengan menggunakan Tungku Pendam (Tungku Batch)
Penyusunan batu kapur di dalam tungku pendam merupakan langkah penting untuk
terlaksananya proses pembakaran yang efisien dan merata ke seluruh umpan batu kapur
yang akan dibakar sehingga seluruhnya terkalsinasi menjadi kapur tohor.Pembakaran
dimulai dengan api kecil menggunakan kayu bakar untuk mengeringkan batu kapur. Jika
unggun batu kapur sudah hampir kering, draft sudah cukup kuat, api dapat semakin
88
dibesarkan. Pembakaran dihentikan setelah seluruh muatan batu kapur telah terkalsinasi.
Setelah temperatur bertahan 2 - 3 jam pada 900°C atau lebih maka batu kapur telah
terkalsinasi.
4. Adapun pemanfaatan dari kapur diantaranya adalah :
a. Stabilisasi Tanah Ekspansif dengan penambahan kapur pada pekerjaan timbunan.
b. Penambahan Kapur Untuk Perbaikan Karakteristik Tanah Tulakan Sebagai
Pozolan Alam Untuk Pengganti Semen Sebagai Bahan Baku Beton
c. Bahan Penyusun Bata Ringan AAC
d. Sebagai Bahan pengisi pada beton aspal AC-WC
3. Kaca
Kaca menjadi material yang erat kaitannya dengan estetika. Banyak bangunan yang
menggunakan kaca untuk memperindah tampilannya, sehingga bangunan tersebut terlihat
mencolok. Seiring dengan waktu, kaca berkembang menjadi berbagai macam jenis, sesuai
kebutuhan konsumen. Tetapi kesamaan kaca sejak dulu sampai sekarang adalah sifatnya
yang getas dan anggapan bahwa kaca adalah rapuh dan tidak kuat, sehingga sangat jarang
digunakan untuk penahan beban.
Yang belum diketahui masyarakat adalah kaca memiliki kekuatan yang cukup untuk
dijadikan sebagai elemen struktur bangunan, seperti lantai, balok dan kolom. Aplikasi untuk
elemen struktur tersebut tidak mungkin hanya mengandalkan kaca yang berdiri sendiri. Kaca
harus digabungkan dengan bahan lain untuk menjadi lebih kuat, namun tetap memiliki ciri
dan image kaca pada umumnya. Kaca yang memiliki sifat dasar menyerupai batu atau beton
ini baik digabungkan dengan bahan kawat layaknya tulang pada beton bertulang. Kawat ini
akn membantu kaca, yang dijadikan kolom, balok, atau lantai, dalam menahan gaya tarik.
Kaca memang belum memungkinkan untuk dijadikan material struktur untuk bangunan
bertingkat tinggi, karena resiko yang harus ditanggung cukup besar. Selain itu untuk
menahan beban bangunan bertingkat tinggi, dimensi kaca yang harus digunakan pastilah
sangat besar. Kendala lain dalam penggunaan kaca sebagai struktur adalah biaya. Tempered
glass yang ada di pasaran memiliki harga yang cukup mahal. Bila diperlukan kaca seperti itu
dengan ukuran besar dan solid seperti untuk kolom dan balok, harganya akan menghabiskan
budget yang ada.
89
4. Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC)
1. Beton aspal untuk lapisan antara (AC-Binder Course) adalah lapisan perkerasan
yang terletak dibawah lapisan aus, tidak berhubungan dengan cuaca, tetapi memiliki
stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.
2. Campuran Aspal Beton (AC-BC) yang baik adalah harus memenuhi syarat – syarat :
- Stabilitas Tinggi
- Durabilitas Lama
- Fleksibilitas Cukup
- Tahan Terhadap skid resistance
3. Penggunaan campuran AC-BC dilapangan harus disesuaikan dengan metode
pelaksanaan sehingga ketahanan dari konstruksi aspal dapat bertahan sesuai umur
rencana.
5. Aspal Buton
Dari segi kualitas, produk berupa Buton Granular Asphalt (BGA) memiliki beberapa
kelebihan, seperti :
1. Ketahanan deformasi yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
BGA di dalam campuran beraspal akan memperbaiki mutu aspal minyak sehingga
perkerasan akan menjadi lebih tahan terhadap deformasi akibat beban lalu lintas.
2. Ketahanan terhadap temperatur tinggi, BGA di dalam campuran aspal akan
meningkatkan titik lembek bitumen (sekitar 50 – 60 o C) sehingga campuran akan
lebih tahan terhadap temperatur tropis yang tinggi. Pengembangan BGA dapat
memberikan peningkatan kualitas dan nilai manfaat aspal buton.
6. Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku
1. Rigid Pavement atau perkerasan kaku sudah sangat lama dikenal di Indonesia, yang
lebih dikenal pada masyarakat umum dengan nama Jalan Beton.
2. Perkerasan kaku memiliki kelebihan dan kekurangan yang tentu
menjadi pertimbangan dalam pemilihan konstruksi perkerasan jalan.
3. Perkerasan kaku harus dilaksanakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang
4. telah ditentukan.
90
DAFTAR PUSTAKA
Goritman B., Irwangsa, Kusuma J.H (2011). Studi Kasus Perbandingan Berbagai Bata Ringan Dari Segi Material, Biaya, dan Produktivitas. Jurnal Penelitian. Universitas Kristen Petra. Surabaya
Wikipedia. (2014). Bata Ringan. Diunduh 26 Oktober 2014.
Rumah Prefab. (2013). Beton/Bata Ringan. Diunduh 26 Oktober 2014.
Rumahminimalis21.blogspot.com. (2014). Perbedaan Bata Merah, Batako dan bata Ringan. Diunduh 26 Oktober 2014.
BowlesJoseph. E (1991),” MekanikaTanah ”edisi2, Erlangga, Jakarta.
Bowles, J.E., (1991) : Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknik Tanah (Mekanika Tanah), edisi
kedua,Erlangga,Jakarta
Das.B.M(1991),”MekanikaTanah(Prinsip–prinsipRekayasaGeoteknis)”,jilid1 dan 2,
Erlangga, Jakarta.
DepartemenPermukimandan Prasarana Wilayah, 2002, SpesifikasiCampuran Beraspal Panas,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi,Jakarta
Sukirman, Silvia, 2007, Beton Aspal Campuran Panas, Edisi ke-2,
PenerbitYayasanObor Indonesia, Jakarta
Sukirman, Silvia, 1992, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung.
http://www.direktorimaterial.com/2012/04/lantai-kaca_29.html
http://pekanbaru.tribunnews.com/2012/03/18/tips-desain-dinding-kaca
http://nasional.kompas.com/read/2009/01/14/14284272/Aplikasi.Kaca.pada.Dinding.Rumah
http://kacaatapdankacalantai.blogspot.com/p/skylight.html
http://topdesign72.com/modern-glass-roof-design-ideas-pictures-images/
http://kacaatapdankacalantai.blogspot.com/
http://sigitkusumawijaya.blogspot.com/2008/12/sejarah-lahirnya-arsitektur-modern.html
http://www.oocities.org/sta5_ar530/tugas_kelompok/kelompok5/BAB_I.htm
http://www.kaca.com
Departemen Pekerjaan Umum, 2010. Spesifikasi Teknik 2010--Ditjen Bina Marga, Jakarta.
Ismanto Bambang, 2011. Perancangan Perkerasan dan Bahan. -------
91
----ITB Bandung.
UPTD Pengujian Bahan. 2014. Laporan Pengujian Laboratorium, -
-------Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu.
Dr. Ir. R. Anwar Yamin, MSc , (2013) : Perkerasan Beton Semen, Puslitbang Prasarana
Transportasi Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah.
top related