pengujian sifat fisik kimia protein
Post on 01-Feb-2016
27 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PENGUJIAN SIFAT FISIK KIMIA PROTEIN
Biokimia Perairan
Muhammad Kemal Pratama (230210140045)
Kelompok 2, Kelas Ilmu Kelautan
ABSTRAK
Protein merupakan salah satu makromolekul penting selain karbohidrat dan lemak yang
tentu saja sangat dibutuhkan bagi seluruh makhluk hidup dan sangat penting bagi tubuh karena
berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur.
Protein juga merupakan makromolekul yang tersusun dari asam amino yang diikat dengan
ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein bersifat amfoter yaitu dapat
direaksikan dengan larutan basa dan asam. Larutan asam dan basa yang digunakan adalah NH3,
CH3COOOH, H2SO4, NaOH. Praktikum ini pada dasarnya bertujuan untuk mengamati dan
memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada protein setelah adanya perlakuan dengan
penambahan asam, basa, dan pemanasan. Protein dapat mengalami denaturasi, denaturasi
adalah berubahanya struktur protein tanpa perubahan ikatan peptida. Denaturasi dapat terjadi
dikarenakan perubahan pH dan pemanasan. Setelah mengalami denaturasi, protein dapat
mengalami koagulasi yaitu rusaknya protein yang ditandai dengan adanya gumpalan.
Penambahan asam kuat dan basa kuat memberikan denaturasi yang lebih kuat dibanding
penambahan asam lemah dan basa lemah.
Kata kunci : Protein, denaturasi, koagulasi, ninhidrin.
PENDAHULUAN
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari energi. Manusia membutuhkan energi untuk
melakukan kegiatan dan aktivitas sehari-hari, energi tersebut dapat diperoleh dari berbagai
macam bahan makanan. Secara umum, bahan makanan tersebut mengandung karbohidrat,
protein, dan lemak. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh
karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan
pengatur. Protein memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia.
Protein merupakan polimer yang tersusun dari monomer-monomer asam amino. Suatu asam
amino terdiri dari gugus amina, gugus karboksil, atom H dan gugus R yang semuanya terikat
pada atom karbon. Strukturnya yang mengandung N, di samping C, H, O, S dan kadang kadang
P, Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein) (Winarno, 1992). Pada protein
terdapat empat struktur yaitu, struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur
kuartener. Pada protein, gugus karboksil α asam amino terikat pada gugus amino α asam amino
lain dengan ikatan peptide secra kovalen membentuk rantai polipeptida. Ikatan peptida sangat
stabil dan hidrolisis kimia memerlukan kondisi yang sangat ekstrim. Banyak asam amino
berikatan melalui ikatan peptida membentuk rantai polipeptida yang tidak bercabang
(Sudarmadji, 1996). Sifat fisika protein merupakan senyawa makromolekul dengan berat
molekul yang besar. Sedangkan sifat kimia protein yaitu sangat reaktif karena memiliki sifat
amfoter yakni dapat bersifat asam atau basa, atau dapat bereaksi dengan asam atau basa, atau
dapat member dan menerima proton secara bersamaan. Kemudian, protein memiliki kekuatan
mengikat on (binding of ion) dan kekuatan mengikat molekul air (hydration of protein)
(Lehninger, 1982).
Protein terdapat dalam sistem hidup semua organisme baik organisme tingkat rendah
maupun organisme tingkat tinggi. Protein berfungsi sebagai katalisator, sebagai pengangkut
dan penyimpan molekul seperti oksigen dan sebagai transmitor gerakan syaraf dan
mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan. Selain itu fungsi protein adalah sebagai
bahan bakar atau energi karena mengandung karbon, maka dapat digunakan oleh tubuh sebagai
bahan bakar. Protein akan dibakar manakala keperluan tubuh akan energi tidak diterpenuhi
oleh lemak dan karbohidrat; Sebagai zat pengatur yaitu mengatur berbagai proses tubuh baik
secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai bahan pembentuk zat-zat yang mengatur
berbagai proses tubuh; dan sebagai zat pembangun yaitu untuk membantu membangun sel-sel
yang rusak maupun yang tidak rusak. Kebutuhan protein meningkat sesuai dengan
pertambahan umur.
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara
lain:
a) Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
b) Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
c) Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
Denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya ikatan
hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang memutuskan molekul protein. Akibat dari suatu
denaturasi adalah hilangnya banyak sifat-sifat biologis suatu protein. Salah satu penyebab
denaturasi protein adalah perubahan temperatur perubahan pH, penambahan asam/basa.
Denaturasi dapat bersifat reversibel, jika suatu protein hanya dikenai kondisi denaturasi yang
lembut seperti perubahan pH. Jika protein dikembangkan kelingkungan alamnya, hal ini untuk
memperoleh kembali struktur lebih tingginya yang alamiah dalam suatu proses yang disebut
denaturasi. Denaturasi umumnya sangat lambat atau tidak terjadi sama sekali. Denaturasi dapat
terjadi karena beberapa hal yaitu karena pengaruh pH, panas, pelarut, logam berat, garam,
kekuatan ion, terlarut, dan radiasi.
Praktikum bertujuan untuk mengetahui dan memahami perubahan sifat-sifat protein karena
berbagai perlakuan dengan penambahan asam, basa dan pemanasan. Selain itu juga agar
memahami ikatan peptida pada protein, sifat koagulan protein baik yang amfoter maupun
reversible. Hal ini harus dipahami karena dalam kelautan yang tentunya mempelajari mengenai
biota laut. Biota laut banyak mengandung protein, sehingga praktikum ini dapat menjelaskan
bagaimana ciri-ciri protein yang mengalami denaturasi dan apa saja yang menyebabkannya.
METODOLOGI
Praktikum Biokimia mengenai “Pengujian Sifat Fisik Kimia Protein” berlangsung pada hari
Selasa, 3 November 2015 bertempat di Laboratorium Aquakultur, Gedung Dekanat Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjajaran.
Dalam pelaksanaan praktikum ini digunakan alat-alat dan bahan yaitu cawan petri, cawan
petri ini digunakan sebagai tempat perlakuan objek praktikum atau tempat terjadinya reaksi.
Alat kedua adalah beaker glass, digunakan sebagai wadah untuk menyimpan larutan serta
bahan praktikum lain. Alat ketiga adalah pH meter yang digunakan sebagau alat pengukur asam
dan basa serta menampilkan nilai pHnya. Alat keempat adalah tabung reaksi sebagai tempat
mereaksikan objek praktikum. Alat kelima adalah waterbath sebagai pemanas dengan media
air. Terakhir, alat keenam adalah mortar sebagai penumbuk atau peremuk sampel praktikum.
Selanjutnya bahan yang digunakan adalah NH3, NaOH, H2SO4, CH3COOH, telur ayam
mentah, ikan (bagian daging, tulang dan kulit) serta pereaksi ninhidrin. Prosedur dari praktikum
kali ini akan dijelaskan dalam bentuk diagram alir berikut ini.
Disiapkan 5 ml atau 5 g sampel di dalam tabung reaksi
Diukur pH sampel
Ditambahkan 1, 3, 5 ml asam atau basa (sesuai perlakuan) pada sampel
Dipanaskan sampel diatas water bath
Diukur pH sampel setelah perlakuan
Ditambahkan pereaksi ninhidrin
Amati perubahan-perubahan yang tampak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan kali ini menggunakan prinsip denaturasi protein dengan perlakuan penambahan
asam, basa, dan pemanasan. Setelah melakukan percobaan didapat hasil yaitu berupa tabel
dibawah ini.
Tabel 1. Hasil praktikum Pengujian Sifat Fisik Kimia Protein laboratorium Aquakultur
(sumber : data pribadi)
Protein adalah senyawa yang bersifat amfoter yaitu dapat bereaksi dengan asam maupun
basa. Protein mengandung gugusan amina dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantainya
sehingga bila ditambahkan asam atau basa akan mengalami denaturasi. Protein akan
mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH isoelektris yaitu pH dimana protein
memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi
(Poedjiadi, 1994).
Kelompok saya (Kelompok 2) menggunakan daging ikan sebagai sampelnya. Kondisi
daging saat itu adalah berbau amis, warna coklat pucat, dan kenyal. Hasil kami menunjukkan
jika pada sampel daging setelah penambahan asam basa kuat sudah terlihat mengalami
denaturasi dengan ditandai terjadinya perubahan warna karena rusaknya struktur dan tekstur
daging yang mengakibatkan penggumpalan dengan pH akhir sampel penambahan asam kuat
adalah 1 dan pH akhir sampel penambahan basa kuat adalah 14. Sedangkan pada penambahan
asam basa lemah belum terlihat perubahan apapun hanya perubahan pH dengan pH akhir
sampel penambahan asam lemah adalah 2 dan pH akhir sampel penambahan basa lemah adalah
11. Untuk melihat denaturasi yang lebih kuat, dilakukan pemanasan. Pada penambahan basa
kuat setelah pemanasan warna sampel menjadi kecoklatan namun masih terlihat gumpalan,
baunya pun menjadi sangat menyengat. Lalu pada yang ditambahkan basa lemah, warnanya
menggelap, tekstur terlihat tetap tidak ada perubahan dan bau sangat menyengat. Pada yang
ditambahkan asam kuat, setelah pemanasan larutan sampel menjadi keruh, dan tidak berbau.
Yang ditambahkan asam lemah warnanya juga menjadi keruh dan berbau cuka. Selanjutnya,
penambahan ninhidrin setelah pemanasan tidak ada perubahan yang berarti. Dibuktikan jika
penambahan asam basa kuat memberikan denaturasi lebih kuat.
Selanjutnya sampel tulang dengan kondisi awalnya adalah berwarna putih, berbau amis, dan
tekstur keras, tulang dengan penambahan asam lemah, menunjukkan tak ada perubahan warna,
terjadi sedikit reaksi pembentukan gelembung dan berbau cuka dengan pH akhir sampel
penambahan asam lemah adalah 3. Pada penambahan basa lemah hanya terlihat perubahan bau
menjadi sedikit amis dengan pH akhir sampel penambahan basa lemah adalah 9. Dengan
penambahan asam kuat tak mengalami perubahan warna namun terjadi reaksi pembentukan
gelembung dan tidak berbau dengan pH akhir sampel penambahan asam kuat adalah 1.
Selanjutnya adalah pemanasan, pada yang ditambahkan asam lemah, gelembung hilang dan
warnanya menjadi putih keruh menunjukkan terjadinya perubahan lalu pada yang ditambahkan
basa lemah, setelah pemanasan warnanya menjadi keruh dan terdapat endapan dan juga baunya
hilang. Dan untuk yang ditambahkan basa kuat, setelah pemanasan warnanya menjadi
kecoklatan dan terbentuk endapan dan juga baunya hilang dengan pH akhir sampel
penambahan basa kuat adalah 13. Selanjutnya, penambahan ninhidrin seperti pada sebelumnya
jika setelah pemanasan tidak ada perubahan yang berarti. Disimpulkan penambahan asam dan
basa kuat memberikan denaturasi yang kuat namun pemanasan memberikan denaturasi yang
lebih kuat.
Pada sampel kulit dengan kondisi awalnya yaitu berbau amis, bertekstur kenyal, dan
berwarna putih keabuan, setelah penambahan asam kuat menunjukkan perubahan yaitu
terbentuk cairan ungu transparan, kulit menjadi berwarna abu namun, baunya tetap amis
dengan pH akhir sampel penambahan asam kuat adalah 1. Pada penambahan asam lemah,
terlihat kulitnya menjadi lebih pucat dan terbentuk cairan keruh yang menggumpal dengan pH
akhir sampel penambahan asam lemah adalah 3. Pada penambahan basa kuat dan basa lemah,
perubahan yang terjadi tidak menonjol hanya baunya yang menjadi lebih menyengat dan
warnanya menjadi putih pucat dengan pH akhir sampel penambahan basa kuat adalah 14 dan
pH akhir sampel penambahan basa lemah adalah 10. Setelah pemanasan ada perubahan pada
sampel penambahan asam kuat yang warnanya menjadi ungu tua, pada sampel penambahan
basa kuat warnanya menjadi kemerahan dan baunya tidak menyengat, dan pada sampel
penambahan basa lemah warnanya menjadi keruh dan terbentuk 2 lapisan cairan. Secara
keseluruhan pada bagian pemanasan terjadi perubahan yang menunjukkan tanda dari
denaturasi protein. Pada saat uji ninhidrin sampel penambahan asam kuat, asam lemah, basa
lemah tidak menunjukkan perubahan. Namun pada sampel penambahan basa kuat setelah uji
ninhidrin terjadi perubahan yaitu cairannya menjadi homogen dan berwarna putih kekuningan.
Hal tersebut mungkin terjadi karena basa kuat yang dimasukkan tidak sesuai kadarnya. Dapat
dipastikan bahwa sampel-sampel sudah terputus ikatan peptidanya karena setelah di uji
ninhidrin tidak ada yang mengalami perubahan.
Pada telur dengan penambahan asam lemah, telur mengalami perubahan menjadi adanya
penggumpalan berwarna putih dengan pH akhir sampel penambahan asam lemah adalah 4 dan
penambahan asam kuat lemah terbentuk lapisan 3 fase berwarna putih, kuning, dan merah
maroon dengan pH akhir sampel penambahan asam kuat adalah 1. Warna ini didapatkan dari
larutan H2SO4, dan penambahan basa kuat terjadi penggumpalan berwarna putih dengan pH
akhir sampel penambahan basa kuat adalah 13. Pada penambahan basa lemah terjadi
pembentukan lapisan 3 fase berwarna kuning, putih, dan bening dengan pH akhir sampel
penambahan basa lemah adalah 12. Dari penambahan asam kuat dan lemah terjadi denaturasi
karena menunjukkan perubahan yang signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penambahan asam pada telur menyebabkan denaturasi. Lalu penambahan basa kuat dan basa
lemah juga menyebabkan denaturasi. Langkah selanjutnya adalah pemanasan, pada sampel
yang ditambahkan asam kuat setelah pemanasan adanya lapisan atas berubah warna menjadi
putih bertekstur padat dan lapisan bawah beubah warna menjadi ungu kehitaman. Pada yang
ditambahkan asam lemah, yang awalnya mengalami denaturasi, setelah pemanasan mengalami
denaturasi dengan ditandai perubahan tekstur menjadi mengeras dan ada gumpalan putih telur
di bagian atasnya. Pada yang ditambahkan basa kuat, setelah pemanasan larutan menjadi cair
dan berwarna kuning, pada sampel yang ditambahkan basa lemah terjadi perubahan dari
baunya yang menjadi menyengat, terbentuknya 2 lapisan endapan putih dan lapisan bening
diatasnya. Setelah melakukan penambahan asam basa lemah dan kuat pada telur dan
pemanasan, dipastikan telah mengalami denaturasi karena kesemuanya setelah dilakukan uji
ninhidrin menunjukkan tidak ada perubahan yang terjadi. Untuk telur, penambahan asam dan
basa kuat lebih membuat denaturasi yang kuat dan pemanasan semakin menunjukkan terjadi
denaturasi pada telur.
Pada sampel yang dipanaskan, sampel mengalami perubahan fisik. Pada suhu diatas 50oC
kelarutan akan berkurang (koagulasi) karena pada suhu yang tinggi energi kinetik protein
meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan. Keadaan dimana
protein menggumpal disebut koagulasi. Koagulasi ini hanya terjadi apabila protein berada pada
titik isolistriknya (Poedjiadi, 2005). Terjadinya penggumpalan dan pengerasan pada proses
koagulasi dikarenakan protein menyerap air pada proses tersebut.
Lalu untuk sampel dengan penambahan ninhidrin. Penambahan ninhidrin ini digunakan
untuk mengetahui adanya kandungan asam amino. Jika ninhidrin beraksi dengan asam α amino
pada pH 4-8 akan menghasilkan warna ungu. Dari semua sampel yang ditambahkan pereaksi
ninhidrin, tidak ada yang menunjukkan warna ungu, sehingga dapat disimpulkan didalam
sampel tersebut sudah tidak ada asam α amino. Tidak adanya asam amino ini dikarenakan
sebelumnya sudah melalui proses pemanasan dimana terjadi koagulasi protein yang
mengakibatkan tidak adanya asam α amino. pH juga menjadi faktor yang menyebabkan warna
ungu yang dihasilkan. Penambahan asam dan basa yang telah dilakukan sebelumnya, telah
membuat protein terdenaturasi. Kompleks berwarna ungu yang dihasilkan dari reaksi ninhidrin
dengan hasil reduksinya, yaitu hidridantin dan ammonia.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan diatas adalah bahwa Sampel berupa putih telur, dan ikan
(daging,tulang,kulit) yang mengandung protein akan mengalami denaturasi protein serta
koagulasi yang disebabkan oleh pemanasan dan penambahan asam / basa. Koagulasi protein
menyebabkan tidak adanya asam α amino. Penambahan asam kuat dan basa kuat memberikan
denaturasi yang lebih kuat dibanding penambahan asam lemah dan basa lemah.
Penambahan asam kuat membuat sampel mengalami penurunan pH yang lebih besar
daripada penambahan asam lemah dan penambahan basa kuat membuat sampel mengalami
kenaikan pH lebih besar daripada penambahan basa lemah.
DAFTAR PUSTAKA
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga : Jakarta
Poedjiadi,Anna, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.
Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta.
LAMPIRAN
Gambar 1. Penumbukan sampel dengan
mortar
Gambar 2. Ketika sampel dimasukkan ke
water bath
Gambar 3. Hasil dari penambahan
asam/basa
Gambar 4. Hasil dari pemanasan sampel
Gambar 5. Hasil dari uji ninhidrin
Gambar 6. Pemanasan sampel di water
bath
top related