pengembangan model pembelajaran learning …digilib.unila.ac.id/59315/3/tesis tanpa bab...
Post on 27-Oct-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLEBERBANTUAN ANIMASI UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR REFLEKTIF SISWA
(Tesis)
OlehAGIL ISMA MAULA
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDARLAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLEBERBANTUAN ANIMASI UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR REFLEKTIF SISWA
Oleh
Agil Isma Maula
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untukmenghasilkan model pembelajaran learning cycle berbantuan animasi yang valid,praktis dan efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif siswa.Tahapan pengembangan ini dimulai dari studi pendahuluan, pengembangan modelpembelajaran, validasi, uji coba lapangan awal, dan uji lapangan. Populasipenelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs GUPPI Natar Lampung Selatantahun pelajaran 2019/2020. Data penelitian diperoleh melalui observasi,wawancara, angket, dan tes keterampilan berpikir reflektif. Teknik analisis datayang digunakan adalah statistik deskriptif dan Uji-t. Hasil penelitian menunjukkanbahwa model pembelajaran learning cycle berbantuan animasi yangdikembangkan memiliki kriteria valid dan praktis. Selanjutnya rata-rata skor N-Gain keterampilan berpikir reflektif siswa setelah mengikuti model pembelajaranlearning cycle berbantuan animasi lebih tinggi dari rata-rata skor N-Gainketerampilan berpikir reflektif siswa yang mengikuti model pembelajarankonvensional, sehingga model pembelajaran learning cycle berbantuan animasiefektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif siswa.
Kata kunci: learning cycle, berpikir reflektif, animasi
ABSTRACT
DEVELOPMENT OF LEARNING CYCLE MODEL ASSISTED BYANIMATION TO IMPROVE STUDENT REFLECTIVE THINKING
By
Agil Isma Maula
This research is a development research which aims to produce learning cyclemodel assited by animation that is that is valid, practical and effective to improvestudents' reflektif thinking skills. This stage of development starts from thepreliminary study, the development of learning models, validation, initial fieldtrials, and field trials. The population of this research was all students of gradeVIII of MTs GUPPI Natar Lampung Selatan in academic year of 2019/2020. Theresearch data was obtained through observation, interviews, questionnaires, andtests of reflective thinking skills. The data analysis technique used is descriptivestatistics and t-test. The results showed that learning cycle model assisted byanimation developed has valid and practical criteria. Furthermore, the average N-Gain score of students’ reflective thinking skills after using learning cycle modelassisted by animation has was more than the average N-Gain score of students'reflective thinking skills who follow conventional learning models, so that thedevelopment of learning cycle model assisted by animation is effective to improvestudents' reflective thinking skills.
Kata kunci: learning cycle, reflective thinking, animation.
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLEBERBANTUAN ANIMASI UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR REFLEKTIF SISWA
Oleh
Agil Isma Maula
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Magister Pendidikan MatematikaFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDARLAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 6 April 1990. Penulis
merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Miskan Maesur, M.Pd.I dan Ibu
Machmudatus Sholichah.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Nawa Kartika
Ngawi pada tahun 1996, pendidikan dasar di SD Negeri Sidoharjo Kabupaten
Semarang pada tahun 2002, pendidikan menengah pertama di MTs Negeri Poso
Kota Kabupaten Poso pada tahun 2005, pendidikan menengah atas di MA Negeri
Ngawi pada tahun 2008, dan program sarjana Pendidikan Matematika di
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2012. Penulis
pernah menajdi guru di MI Karangasem dan SMK Al-Huda Susukan Kab.
Semarang pada tahun 2012-2015. Guru di SMA Bahrul Ulum Mambaiyyah dan
Kepala Madrasah di MTs Sains Bahrul Ulum Lampung Selatan pada tahun 2015-
2018. Pada tahun 2017 penulis diterima sebagai mahasiswa Magister Pendidikan
Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.
MOTTO
Niat, berdoa, dan berusahaSelanjutnya, Allah yang menentukan
Persembahan
Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah atas Rahmat Allah SWTKupersembahkan karya ini kepada:
Abah Miskan Maesur, M.Pd.I dan Ibu Machmudatus Sholichah, Bapak KH.Ir. Ahmad Chubaib Suraiya dan Ibu Ulfa Mahfudloh, M.Pd.I, orang tua yang
telah membesarkan, mendidik, memberikan semangat dan selalumendoakan yang terbaik untuk keberhasilan dan kebahagiaan putranya
Khuzniyyatus Sa`adah, S.Pd.Si, M.Pd istriku yang telah sabar bersamadalam berjuang, bermimpi, dan mewujudkan semua cita-cita
Adik-adik Siti Irma Yusyniyyah, S.Si dan M. Ikmal Waffa yang telahmemberikan doa dan dukungannya
Anak-anak Sholih dan sholihah M. Mihron Ar Rhaze dan Kamila RofiahAdely yang sangat kami cintai
Seluruh keluarga besar Magister Pendidikan Matematika 2017 yang terusmemberikan doanya, terima kasih
Para pendidik yang telah mengajar dan mendidik dengan penuhkesabaran.
Semua sahabat-sahabat yang begitu tulus menyayangi dengan segalakekuranganku
Almamater Universitas Lampung tercinta
i
SANWACANA
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Alhamdulillahirobbil‘alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan tesis ini terselesaikan
sebagaimana yang diharapkan. Sholawat serta salam selalu tercurah atas manusia
yang akhlaknya paling mulia, yang telah membawa perubahan luar biasa, menjadi
uswatun hasanah, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.
Penyusunan tesis ini disadari sepenuhnya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan,
dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Almarhum Abah Miskan Maesur, M.Pd.I., Ibu Mahmudatus Sholihah, Bapak
KH. Ir. Ahmad Chubaib Suraiya dan Ibu Ulfa Mahfudloh, M.Pd.I yang selalu
memberikan dukungan, motivasi, semangat dan kekuatan doa untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus
Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
membimbing, memberikan sumbangan pemikiran, kritik, saran, motivasi, dan
semangat selama penyusunan tesis sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
ii
3. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan sumbangan
pemikiran, perhatian, kritik, saran, memotivasi, dan semangat selama
penyusunan tesis sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
4. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Penguji I dan Ketua Program Studi
Magister Pendidikan Matematika yang telah memberikan masukan, saran
serta kemudahan dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah
memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Pendidikan Matematika di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan.
7. Bapak Dr. Undang Rosidin, M.Pd., Ibu Dr. Nurhanurawati, M.Pd., dan Ibu
Dr. Rahmy Zulmaulida, M.Pd., selaku validator ahli pengembangan
pembelajaran, media dan ahli materi terhadap perangkat pembelajaran dan
instrumen tes, yang telah memberikan penilaian dan sarannya.
8. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan dan
kemudahan dalam menyelesaikan tesis ini.
9. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D., selaku Direktur Program Pasca
Sarjana Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah
memberikan bantuan dan kemudahan dalam menyelesaikan tesis ini.
iii
10. Bapak Kasim Bakri, S.Pd.I selaku Kepala Madrasah GUPPI Natar Lampung
Selatan beserta Wakil, staf, dan karyawan yang telah memberikan kemudahan
selama penelitian.
11. Ibu Siti Wahyuni, S.Pd., dan Bapak Agus Purwantoro, S.Pd., selaku guru
mitra yang telah banyak membantu dalam penelitian.
12. Seluruh siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyyah GUPPI Natar Lampung
Selatan Tahun Pelajaran 2019/2020, atas perhatian dan kerjasama yang telah
terjalin.
13. Khuzniyyatus Sa`adah, S.Pd.Si, M.Pd., istri yang selalu menemani dalam
proses belajar dan hidup, tak pernah lelah memberi semangat, semoga cita-
cita kita tercapai.
14. Siti Irma Yusyniyyah, S.Si., dan M. Ikmal Waffa, terimakasih telah
memberikan dorongan dan doa yang tulus bagi kami.
15. Muhammad Mihron Ar Rhaze dan Kamila Rofi`ah Adely, anak-anak baik
yang selalu menjadi semangat dan motivasi terbesar dalam menyelesaikan
studi ini.
16. Teman-teman angkatan 2017 Magister Pendidikan Matematika: Diah,
Rahayu, Amoy, Dessy, Monice, dan Aulia selamat kalian telah menginspirasi
kami. Sinta, Rosmaya, Ima, Indri, Nilam, Sari, Desi, Ziah, Vera, Puji, Cahya,
Mentari, Intan, Maya, Mbak Prapti, Mbak Dara, Mbak Erma, Mbak Yani, dan
kelompok “LANANGAN” Wisnu, Mas Yopi, Mas Oby, Pak Lukman, Mas
Putra, Mas Tunggal, Mas Sulis, terimakasih atas dukungan, motivasi, doa,
bantuan, serta kebersamaannya selama ini.
iv
17. Almamater Universitas Lampung tercinta yang akan saya rindukan
selamanya.
18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan kepada
penulis mendapat balasan pahala dari Allah SWT, mudah-mudahantesis ini
bermanfaat. Aamiin ya Robbal ‘Alamin.
Bandar Lampung, Oktober 2019Penulis
Agil Isma Maula
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1A. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 9C. Rumusan Masalah .............................................................................. 10D. Tujuan Penelitian................................................................................ 10E. Manfaat Penelitian.............................................................................. 11F. Spesifikasi Produk yang Dihasilkan................................................... 12G. Asumsi Pengembangan ...................................................................... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 14A. Kemampuan Berpikir Reflektif .......................................................... 14B. Model Pembelajaran Learning Cycle ................................................. 18C. Media Animasi ................................................................................... 29D. Kerangka Berpikir .............................................................................. 30E. Hipoteses Penelitian ........................................................................... 34
III. METODE PENELITIAN..................................................................... 35A. Jenis Penelitian................................................................................... 35B. Prosedur Pengembangan .................................................................... 35
1. Penelitian Pendahuluan dan Pengumpulan Data ........................... 372. Perencanaan Penelitian .................................................................. 383. Pengembangan Desain Produk Awal ............................................ 394. Tahapan Uji Lapangan Awal......................................................... 405. Revisi Hasil Uji Coba.................................................................... 406. Uji Coba Lapangan........................................................................ 41
C. Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian ............................................... 411. Subjek Studi Pendahuluan ............................................................ 412. Subjek Validasi ............................................................................. 423. Subjek Uji Coba Lapangan Awal .................................................. 424. Subjek Uji Coba Lapangan............................................................ 42
vi
D. Instrumen Penelitian .......................................................................... 421. Instrumen Nontes .......................................................................... 422. Instrumen Tes ................................................................................ 47
E. Teknik Analisis Data ......................................................................... 531. Analisis Data Studi Pendahuluan ................................................. 532. Analisis Data Validasi .................................................................. 543. Analisis Data Tingkat Kepraktisan ............................................... 554. Analisis Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle
berbantuan animasi untuk Meningkatkan KeterampilanBerpikir Reflektif Siswa ................................................................ 56
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 62A. Hasil Penelitian .................................................................................. 62
1. Hasil Studi Pendahuluan................................................................ 632. Hasil Penyusunan Pengembangan Model learning cycle
berbantuan animasi ........................................................................ 653. Hasil Validasi Ahli ........................................................................ 714. Hasil Revisi Validasi Ahli ............................................................. 775. Uji Lapangan Awal........................................................................ 806. Hasil Uji Lapangan Awal .............................................................. 827. Uji Coba Lapangan........................................................................ 83
B. Pembahasan........................................................................................ 87
V. SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 97A. Simpulan ............................................................................................ 97B. Saran...................................................................................................` 98
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ................... 18Tabel 2.2 Siklus Belajar Learning cycle 7e (dimodifikasi berdasarkan
Einsenkraft) ................................................................................... 27Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Validasi Pengembangan Model..................... 43Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Validasi Soal Pretest Posttest ....................... 44Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Validasi Silabus............................................. 44Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Validasi RPP ................................................. 45Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Media Animasi Ahli Materi .......................... 45Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Media Animasi Ahli Media........................... 46Tabel 3.7 Kisi-kisi Instrumen Tanggapan Guru ............................................ 46Tabel 3.8 Kisi-kisi Instrumen Respon Siswa ................................................ 47Tabel 3.9 Pedoman Pemberian Skor Berpikir Reflektif Siswa ..................... 48Tabel 3.10 Hasil Validitas Tes Keterampilan Berpikir Reflektif Matematis .. 49Tabel 3.11 Kriteria Koefisien Reliabilitas....................................................... 50Tabel 3.12 Hasil Tingkat Kesukaran Butir Soal.............................................. 51Tabel 3.13 Interpretasi Nilai Daya Pembeda................................................... 52Tabel 3.14 Hasil Daya Pembeda Butir Soal .................................................... 53Tabel 3.15 Interpretasi Kriteria Penilaian Validitas Instrumen....................... 54Tabel 3.16 Kriteria Kepraktisan Analisis Rata-rata ........................................ 55Tabel 3.17 Hasil Uji Normalitas Keterampilan Berpikir Reflektif ................. 57Tabel 3.18 Hasil Uji Homogenitas Keterampilan Berpikir Reflektif.............. 59Tabel 3.19 Interpretasi Nilai Gain (g) ............................................................. 61Tabel 4.1 Hasil Pengembangan Model Pembelajaran................................... 65Tabel 4.2 Penilaian Validasi Pengembangan Model oleh Ahli..................... 72Tabel 4.3 Rangkuman Uji Q-chohran ........................................................... 72Tabel 4.4 Penilaian Validasi Silabus Pembelajaran oleh Ahli ...................... 73Tabel 4.5 Rangkuman Uji Q-chohran ........................................................... 73Tabel 4.6 Penilaian Validasi RPP Pembelajaran oleh Ahli........................... 74Tabel 4.7 Rangkuman Uji Q-chohran ........................................................... 74Tabel 4.8 Penilaian Media Animasi Pembelajaran oleh Ahli Materi............ 75Tabel 4.9 Rangkuman Uji Q-chohran ........................................................... 75Tabel 4.10 Penilaian Media Animasi Pembelajaran oleh Ahli Media ............ 75Tabel 4.11 Rangkuman Uji Q-chohran ........................................................... 76Tabel 4.12 Penilaian Validasi Instrumen Tes Keterampilan Berpikir
Reflektif Siswa .............................................................................. 76Tabel 4.13 Rangkuman Uji Q-chohran ........................................................... 77
viii
Tabel 4.14 Rekapitulasi Angket Tanggapan Guru terhadap Model................ 81Tabel 4.15 Rekapitulasi Angket Respon Siswa terhadap Model .................... 82Tabel 4.16 Hasil Uji-t Skor Awal Keterampilan Berpikir Reflektif Siswa..... 85Tabel 4.17 Hasil Uji-t Skor Akhir Keterampilan Berpikir Reflektif Siswa .... 86Tabel 4.18 Hasil Indeks Gain Keterampilan Berpikir Reflektif Siswa........... 87
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Langkah-langkah Prosedur Pengembangan ........................... 36Gambar 4.1 Tampilan awal salam pembuka .............................................. 68Gambar 4.2 Salah satu gambar yang berhubungan dengan materi ............ 68Gambar 4.3 Tampilan Pembuka Media Animasi ....................................... 69Gambar 4.4 Tampilan Isi Menu Media Animasi........................................ 69Gambar 4.5 Tampilan Penutup atau Keluar Media.................................... 70Gambar 4.6 Contoh Revisi Ahli Model Pembelajaran............................... 78Gambar 4.7 Contoh Revisi Ahli Materi terhadap media animasi .............. 78Gambar 4.8 Contoh Revisi Ahli Media terhadap media animasi............... 79Gambar 4.9 Contoh Revisi Ahli Soal Tes Keterampilan Berpikir
Reflektif .................................................................................. 80Gambar 4.10 Video Pembuktian Teorema Pythagoras ................................ 89Gambar 4.11 Contoh Demonstrasi Awal ..................................................... 92Gambar 4.12 Proses Animasi Tahap Tiga Pembelajaran ............................. 93Gambar 4.13 Video Animasi Pembuktian Konsep Teorema Pythagoras .... 94Gambar 4.14 Contoh Latihan Soal Pada Media Animasi ............................ 95
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. PRODUK PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARANA.1 Model Pembelajaran Learning Cycle berbantuan animasi ............ 105A.2 Silabus ........................................................................................... 138A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ................................... 143
B. INSTRUMEN PENELITIANB.1 Pedoman Penskoran Tes Keterampilan Berpikir Reflektif............ 156B.2 Soal Pretest Berpikir Reflektif ..................................................... 157B.3 Kunci Jawaban Soal Pretest Berpikir Reflektif ............................ 158B.4 Pedoman Penskoran Tes Keterampilan Berpikir Reflektif............ 162B.5 Soal Posttest Berpikir Reflektif..................................................... 163B.6 Kunci Jawaban Soal Posttest Berpikir Reflektif ........................... 164B.7 Angket Kepraktisan Model Pembelajaran learning cycle
berbantuan animasi untuk Guru..................................................... 168B.8 Angket Kepraktisan Model Pembelajaran learning cycle
berbantuan animasi untuk Siswa ................................................... 170
C. ANALISIS DATAC.1 Analisis Validitas Tes Berpikir Reflektif ...................................... 172C.2 Analisis Reliabilitas Tes Berpikir Reflektif .................................. 173C.3 Analisis Tingkat Kesukaran Tes Berpikir Reflektif ...................... 174C.4 Analisis Daya Pembeda Tes Berpikir Reflektif............................. 175C.5 Data Pretest dan Posttest Keterampilan Berpikir Reflektif
Kelas Eksperimen .......................................................................... 176C.6 Data Pretest dan Posttest Keterampilan Berpikir Reflektif
Kelas Kontrol................................................................................. 177C.7 Uji Normalitas Data Pretestdan Posttest Keterampilan
Berpikir Reflektif........................................................................... 178C.8 Uji Homogenitas Data Pretest dan Posttest Keterampilan
Berpikir Reflektif........................................................................... 179C.9 Uji T Data Pretest dan Posttest Keterampilan Berpikir Reflektif
Matematis ...................................................................................... 180C.10 Deskripsi N-Gain Keterampilan Berpikir Reflektif Kelas
Eksperimen dan Kontrol ................................................................ 181
xi
C.11 Analisis Validasi Model Pembelajaran Learning Cycleberbantuan Animasi Oleh Ahli Pengembangan ModelPembelajaran ................................................................................. 184
C.12 Analisis Validasi Perangkat Model Pembelajaran Learning Cycleberbantuan Animasi Oleh Ahli Materi .......................................... 187
C.13 Analisis Validasi Media Animasi Model Pembelajaran LearningCycle berbantuan Animasi Oleh Ahli Materi ................................ 193
C.14 Analisis Validasi Media Animasi Model Pembelajaran LearningCycle berbantuan Animasi Oleh Ahli Media................................. 196
C.15 Analisis Angket Tanggapan Guru Terhadap Model PembelajaranLearning Cycle berbantuan Animasi ............................................. 199
C.16 Analisis Angket Respon Siswa Terhadap Model PembelajaranLearning Cycle berbantuan Animasi ............................................. 201
D. LEMBAR PENILAIAN AHLID.1 Lembar Penilaian Ahli Pengembangan Model Pembelajaran ....... 204D.2 Lembar Penilaian Instrumen Tes Keterampilan Berpikir
Reflektif Oleh Ahli Materi ........................................................... 211D.3 Lembar Penilaian Media Animasi Oleh Ahli Media ..................... 218D.4 Lembar Penilaian Media Animasi Oleh Ahli Materi .................... 228D.5 Lembar Penilaian RPP Oleh Ahli Materi ...................................... 238D.6 Lembar Penilaian Silabus Oleh Ahli Materi ................................. 248D.7 Angket Kepraktisan Model Pembelajaran oleh Guru.................... 258D.8 Angket Kepraktisan Model Pembelajaran oleh Siswa .................. 260D.9 Surat Izin Penelitian ...................................................................... 261D.10 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ........................ 262
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian dari kemajuan sebuah negara. Pemerintah dengan
kecakapan abad 21 terus berinovasi dalam menyempurnakan sistem pendidikan
agar menghasilkan generasi yang mampu bersaing. Kecakapan tersebut telah
disesuaikan dengan perubahan-perubahan kebutuhan masyarakat saat ini.
Pendidikan abad 21 merupakan integrasi dari pengetahuan, keterampilan dan
sikap serta penguasaan dalam TIK sebagai tujuan pembelajaran. Pemerintah
menunjang pencapaian tujuan pendidikan nasional dengan tenaga pendidik yang
berkualitas serta berbagai fasilitas pendidikan yang mendukung keterlaksanaan
pembelajaran secara merata. Prasetyo (2017: 3) menjelaskan bahwa tenaga
pendidik abad 21 perlu mempersiapkan pembelajaran yang didukung oleh
teknologi agar proses belajar mengajar menjadi lebih efektif. Diharapkan dengan
penggunaan teknologi dalam proses belajar mengajar akan menciptakan hubungan
pengetahuan dengan suatu pengalaman.
Dalam pembelajaran matematika, seorang guru tidak hanya sekedar
menyampaikan materi yang dilanjutkan dengan pemberian latihan dan berakhir
pada tes. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru untuk
menciptakan suatu pembelajaran yang efektif. Kenyataan yang terjadi di lapangan,
2
bahwa pendidikan di Indonesia dapat dikatakan belum maksimal. Pernyataan
tersebut diperkuat berdasarkan data yang diperoleh dari World Education Ranking
(OECD: 2015), bahwa Indonesia menempati urutan ke 62 dari total 70 negara
dengan peringkat tertinggi diduduki oleh Singapura, Jepang, Estonia, dan Chinese
Taipei. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian Indonesia masih sangat rendah
dibandingkan dengan negara-negara lain. Peringkat tersebut berhubungan dengan
Program for International Student Assessment (PISA). PISA sendiri merupakan
program yang dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan sistem pendidikan di
berbagai negara.
Meskipun demikian, Nizam (2016: 8) memaparkan bahwa sejak tahun 2000,
pendidikan Indonesia telah berkembang cukup pesat di seluruh aspek
keterampilan yang diujikan dalam PISA (sains, matematika dan membaca),
terutama peningkatan capaian 2012-2015. Walaupun jika dilihat dari pencapaian
secara umum Indonesia masih di bawah rerata OECD. Hal ini menunjukkan
bahwa program pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan telah
mengalami perubahan yang signifikan. Jika peningkatan ini terus menerus
dipertahankan, maka pada tahun 2030 mampu menyamai standar OECD. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah Indonesia berupaya untuk melakukan
perbaikan sistem pendidikan. Perbaikan sistem pendidikan dilakukan pemerintah
agar tujuan pembelajaran yang sesuai dengan standar OECD dapat tercapai,
diantaranya dengan menambahkan beberapa soal Higher Order Thinking Skills
(HOTS) dalam Ujian Nasional (UN). Pemerintah mengharapkan dengan adanya
soal model HOTS dalam UN dapat mendorong siswa melakukan pemikiran
tingkat tinggi sehingga tidak terpaku pada satu pola jawaban yang dihasilkan dari
3
proses hafalan. Namun, penambahan soal HOTS tersebut menyebabkan siswa
merasa kesulitan dalam mengerjakan soal UN. Hal ini tentunya berpengaruh pada
hasil nilai rata-rata UN.
Berdasarkan laporan hasil Ujian Nasional (UN) pada Pusat Penilaian Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Puspendik, 2018), menunjukkan
bahwa rata-rata nilai untuk mata pelajaran matematika masih yang terendah jika
dibandingkan dengan tiga mata pelajaran lain (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
dan IPA). Walaupun nilai tertinggi yang dicapai beberapa siswa sangat
memuaskan, tetapi nilai rata-rata yang dicapai siswa SMP/MTs masih sangat
rendah dengan masuk dalam kategori D. Hasil nilai mata pelajaran matematika
menjadi yang paling rendah dibanding pelajaran lain ini terjadi menyeluruh pada
semua tempat di Indonesia. Hal ini disebabkan karena siswa kurang biasa
mengerjakan soal-soal yang memiliki level HOTS.
Kurangnya pembiasaan anak dalam berpikir tingkat tinggi adalah penghambat
terbesar dari rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang
memerlukan berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu, perlu variasi dalam
pemberian soal dengan level yang lebih tinggi dalam pembelajaran. HOTS tak
sekedar model soal, tapi juga mencakup model pengajaran. Model pembelajaran
harus mencakup kemampuan berpikir, contoh, atau pengaplikasian pemikiran dan
diadaptasikan dengan kebutuhan siswa yang berbeda-beda. King dkk (1998)
mengemukakan bahwa HOTS merupakan perpaduan empat hal, yakni
kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis dan kreatif,
kemampuan beragumen, serta kemampuan mengambil keputusan. Sedangkan
4
Krulik & Milou (2003) menjelaskan bahwa berpikir tingkat tinggi meliputi kritis,
logis, berpikir reflektif, metakognisi, dan berpikir kreatif. Di dalam proses
berpikir tingkat tinggi salah satu proses berpikir yang diperlukan yaitu
kemampuan menganalisis dengan mengidentifikasi apa yang sudah diketahui,
membuat sintesis, melakukan evaluasi hingga menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Jenis kemampuan ini adalah kemampuan berpikir reflektif.
Berkaitan dengan kemampuan berpikir reflektif, Noer (2010: 5) berpendapat
bahwa berpikir reflektif merupakan suatu proses yang membutuhkan keterampilan
yang secara mental memberi pengalaman dalam memecahkan masalah,
mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, memodifikasi pemahaman dalam
rangka memecahkan masalah, dan menerapkan hasil yang diperoleh dalam situasi
lain. Dewey (Fisher, 2001: 2) menjelaskan bahwa berpikir reflektif merupakan
pertimbangan yang cermat secara terus menerus dan aktif dari suatu keyakinan
atau suatu bentuk pengetahuan mengingat alasan-alasan yang mendukungnya dan
membuat kesimpulan lebih lanjut sesuai kecenderungannya. Berdasarkan
penjelasan tersebut maka perlu adanya perhatian guru tentang bagaimana
mengembangkan kemampuan berpikir reflektif siswa. Siswa seharusnya
mendapatkan banyak kesempatan untuk dapat berlatih menggunakan kemampuan
berpikir reflektif dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika sehingga
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa akan lebih mudah tercapai.
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada beberapa guru anggota MGMP
matematika KKM I Lampung Selatan dengan menggunakan angket dan
wawancara, diketahuai bahwa sebagian besar siswa masih kesulitan dalam
5
mengerjakan soal-soal berpikir tingkat tinggi. Siswa masih terbiasa untuk
mengerjakan soal yang sifatnya hafalan. Selain itu, berdasarkan hasil observasi
yang dilaksanakan pada bulan November 2018 di MTs GUPPI Natar juga
diketahui bahwa kemampuan berpikir reflektif siswa belum optimal. Soal
kemampuan berpikir reflektif yang diberikan pada pra penelitian adalah mengenai
persamaan kuadrat yang disusun berdasarkan indikator kemampuan berpikir
reflektif. Soal yang diberikan tersebut merupakan soal yang penyelesaiannya
harus menghubungkan materi atau konsep yang pernah dipelajari sebelumnya,
diantaranya adalah luas persegi panjang, keliling persegi panjang, dan teorema
Pythagoras. Berdasarkan hasil pengerjaan siswa, terdapat 4% siswa berada pada
kategori sangat tinggi, 15% siswa berada pada kategori tinggi, 58% siswa berada
pada kategori sedang, dan 23% siswa pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa masih terdapat siswa dengan kemampuan berpikir reflektif yang rendah.
Hal ini juga diperkuat oleh wawancara siswa yang menyatakan bahwa mereka
jarang mengulang materi pelajaran yang telah diajarkan.
Untuk menguatkan hasil wawancara dengan siswa, dilakukan juga wawancara
kepada beberapa guru matematika di MTs GUPPI Natar. Hasil wawancara
memperlihatkan bahwa model pembelajaran yang dikembangkan belum
memberikan siswa ruang untuk aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran yang
terjadi sampai saat ini dirasa belum meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar.
Siswa masih terpaku dengan apa yang disampaikan guru tanpa ada rasa ingin
menggali informasi yang lebih jauh. Pemberian soal kepada siswa juga tergolong
dalam kategori mudah. Pada kenyataannya, model pembelajaran tersebut masih
terus terjadi hingga saat ini. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa
6
pembelajaran yang terjadi merupakan pembelajaran yang monoton dan
membosankan.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas maka dibutuhkan suatu solusi untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Untuk membangun kemampuan
berpikir reflektif siswa perlu diberikan model pembelajaran yang tepat seperti
kegiatan pembelajaran yang menjadikan siswa mendapatkan pengalaman untuk
menggunakan pengetahuan terdahulu, kegiatan yang melibatkan siswa dalam
pembelajaran secara lebih aktif, dan memberikan pembelajaran yang menggiring
pada pengembangan pengetahuan yang dimilikinya. Adanya aktivitas yang
melibatkan siswa secara aktif akan menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan
membekas pada siswa, sehingga proses dalam membangun suatu konsep untuk
merencanakan solusi dalam menyelesaikan permasalahan akan menjadi lebih
mudah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ghanizadeh (2016: 104)
menyatakan bahwa“reflective thinking contribute to academic achievement”. Hal
tersebut berarti berpikir reflektif memiliki kontribusi untuk meningkatkan prestasi
akademik siswa. Oleh karena itu perlu dikembangkan model yang dapat
memberikan ruang siswa untuk berperan aktif serta mengembangkan
kemampuannya dalam pembelajaran. Salah satunya dengan menggunakan model
pembelajaran learning cycle.
Menurut Wena (2011: 170) siklus belajar (learning cycle) merupakan salah satu
model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivisme, sehingga proses belajar
mengajar menggiring siswa untuk dapat membangun pengetahuannya secara
mandiri. Fitriani dkk (2016: 514) menjelaskan bahwa model learning cycle ini
7
merupakan suatu rancangan pembelajaran yang terdiri dari fase-fase atau tahapan-
tahapan yang diorganisasikan dan menekankan pentingnya siswa membangun
sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan proses belajar mengajar. Awalnya
learning cycle terdiri dari 3 tahapan (learning cycle 3e), kemudian dikembangkan
menjadi 5 tahapan (learning cycle 5e), dan dikembangkan lagi menjadi 7 tahapan
(learning cycle 7e). Diungkapkan oleh Einsenkraft (2003: 57) menjelaskan bahwa
7 tahapan tersebut adalah Elicit (memunculkan pemahaman awal siswa),
Engagement (melibatkan), Explore (menjelajahi), Explaination (menjelaskan),
Elaboration (menguraikan), Evaluation (menilai), dan Extend (memperluas).
Model pembelajaran ini penting diterapkan dalam pembelajaran karena lebih
menekankan pada kapasitas siswa dalam proses saintifik untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman belajar yang bermakna berbasis kontruktivis. Siswa
sendiri yang mengkonstruk pengetahuan melalui pengalaman yang dimiliki.
Sebagaimana belajar tidak hanya menghafal materi, namun lebih kepada proses
mengkontruksi pengetahuan melalui pengalaman (Sanjaya, 2008: 246). Dalam
proses memberikan pengalaman, pembelajaran matematika tidak lepas dari semua
komponen pendukung proses pembelajaran di kelas yaitu siswa, guru dan media
pembelajaran. Berperannya ketiga komponen tersebut memungkinkan tercapainya
pembelajaran yang efektif di dalam kelas.
Media pembelajaran sangat baik dalam memberikan pengaruh terhadap siswa.
Media yang diterapkan dalam pembelajaran bisa bermacam-macam diantaranya
media alat peraga, media audio, media visual, maupun audio visual. Kedudukan
media pembelajaran dalam pembelajaran matematika sebagai salah satu upaya
8
untuk mempertinggi proses interaksi guru dengan siswa dan interaksi siswa
dengan lingkungan belajar matematika. Fungsi media pembelajaran adalah
sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang
dipergunakan guru. Media pembelajaran yang interaktif memiliki potensi besar
untuk merangsang siswa supaya dapat merespons positif materi pembelajaran
yang disampaikan.
Banyak perangkat komputer yang menawarkan kemudahan dalam
mengembangkan multimedia pembelajaran, diantaranya Microsoft Powerpoint,
Swishmax, Adobe flash, Macromedia, dan lain sebagainya. Program seperti ini
sudah semestinya digunakan oleh para guru matematika sehingga guru tidak
sekedar menggunakan metode ceramah (konvensional) yang selama ini digunakan
dalam pembelajaran. Media tersebut dapat memberikan animasi yang menarik,
simbol-simbol yang jelas maupun gambar secara lebih nyata, sehingga siswa
menjadi lebih tertarik dalam mengikuti pembelajaran.
Perpaduan antara media pembelajaran dan model pembelajaran yang sesuai akan
memberikan suatu pengalaman yang baik terhadap siswa. Banyak manfaat yang
akan diperoleh seperti memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
verbalistis, dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka, mengatasi
keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, kejadian atau peristiwa yang terjadi di
masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto
maupun secara verbal, menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi
yang lebih langsung antara peserta didik dengan lingkungan dan kenyataan, dan
9
memungkinkan peserta didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan
minatnya.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tentang pembelajaran learning cycle,
menunjukkan bahwa pembelajaran learning cycle dapat menciptakan suasana
belajar yang berpusat pada siswa dimana setiap kelompok akan dibawa pada
tahap-tahap pembelajaran yang sistematis. Kolaborasi antara model pembelajaran
dengan bantuan media animasi juga akan memberikan motivasi pada siswa karena
memberikan pengalaman baru siswa dalam belajar. Beberapa hal tersebut
mengarahkan guru pada kualitas pembelajaran efektif dalam meningkatkan
kemampuan berpikir reflektif, sehingga peneliti ingin mengembangan suatu
model pembelajaran dengan model learning cycle berbantuan media animasi
berorientasi pada keterampilan berpikir reflektif siswa pada siswa SMP kelas
VIII.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah
sebagai berikut.
1. Mayoritas siswa belum mampu mencapai hasil belajar yang maksimal dalam
mata pelajaran matematika.
2. Kualitas pembelajaran di Kabupaten Lampung Selatan yang masih rendah
dilihat dari hasil laporan observasi.
3. Keterampailan berpikir reflektif siswa masih rendah terhadap mata pelajaran
matematika.
10
4. Pemberian soal yang membutuhkan proses berpikir tingkat tinggi jarang
diberikan oleh guru dalam pembelajaran.
5. Model pembelajaran yang diterapkan guru pada tingkat SMP masih jarang
menggunakan model yang berbasis konstruktivis.
6. Kurangnya pemanfaatan media sebagai alat peraga atau alat bantu
pembelajaran.
7. Perkembangan teknologi dan perkembangan sistem pendidikan menuntut
adanya penggunaan media inovatif. Namun belum banyak guru yang
memanfaatkannya dalam proses pembelajaran.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut.
1. Bagaimana produk pengembangan model pembelajaran learning cycle
berbantuan animasi untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif
siswa?
2. Bagaimana efektivitas pengembangan model pembelajaran learning cycle
berbantuan animasi untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif
siswa?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
11
1. Menghasilkan produk model pembelajaran learning cycle berbantuan animasi
untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif siswa
2. Mengetahui efektivitas pengembangan model pembelajaran learning cycle
berbantuan animasi dalam meningkatkan keterampilan berpikir reflektif siswa
E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian pengembangan model pembelajaran ini diharapkan dapat
memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
khususnya dalam pengembangan inovasi pembelajaran sehingga penelitian ini
dapat dijadikan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
yang baik untuk sekolah yang bersangkutan atau sekolah lain sebagai upaya
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
b. Bagi siswa, sebagai pengalaman baru dalam pembelajaran matematika dan
memperkuat skema yang telah ada serta memotivasi siswa dalam
meningkatkan hasil belajarnya.
c. Bagi guru, sebagai alternatif model pembelajaran matematika SMP berbasis
student centered, memotivasi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam
12
mengembangkan model pembelajaran sehingga dapat menciptakan
pembelajaran matematika menjadi pembelajaran yang menyenangkan.
d. Bagi peneliti, sebagai suatu pengalaman berharga secara langsung dan
memotivasi untuk penelitian yang lebih mendalam dalam mengembangkan
model pembelajaran learning cycle atau model pembelajaran lainnya.
F. Spesifikasi Produk yang Dihasilkan
Model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran learning cycle dengan berbantuan media animasi. Adapun
spesifikasi produk yang dikembangkan adalah model pembelajaran learning cycle
menggunakan pendekatan konstruktivisme yang dibantu dengan media animasi
dalam pembelajarannya dengan beberapa perangkat pendukung pembelajaran.
Perangkat pendukungnya antara lain, RPP, media animasi, dan soal tes
kemampuan berpikir reflektif yang disesuaikan dengan model pembelajaran
learning cycle.
G. Asumsi Pengembangan
Asumsi dari pengembangan model pembelajaran dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Guru mampu menggunakan produk pengembangan berupa model learning
cycle berbantuan animasi dan perangkat pendukung model pembelajaran.
2. Pengembangan model pembelajaran learning cycle ini mudah untuk
dilaksanakan karena memanfaatkan media yang menyenangkan.
13
3. Pembelajaran model learning cycle ini menekankan adanya keaktifan siswa
dalam memperoleh pengetahuan.
4. Keterampilan berpikir reflektif siswa mengalami peningkatan setelah
mendapatkan model pembelajaran learning cycle yang telah dikembangkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemampuan Berpikir Reflektif
John Dewey merupakan salah seorang ahli teori pendidikan yang pertama dan
berpengaruh dalam perkembangan proses dan produk dari berpikir reflektif.
Dewey memulai eksplorasinya tentang berpikir reflektif dengan mendiskusikan
proses mental tertentu yaitu menfokuskan dan mengendalikan pikiran. Ia
mengatakan bahwa dalam hal ini proses yang dilakukan bukan sekedar suatu
urutan dari gagasan-gagasan, tetapi proses sedemikian hingga masing-masing ide
mengacu pada ide terdahulu untuk menentukan langkah berikutnya. Semua
langkah yang berurutan saling terhubung. Mereka tumbuh satu sama lain, dan
berperan untuk suatu keberlanjutan perubahan menuju suatu akhir yang bersifat
umum.
Seiring berkembangnya tentang berpikir reflektif oleh Dewey, banyak ahli yang
mendukung dan mendefinisikan aspek berpikir reflektif. Diantaranya menurut
King & Kitchener (1993: 29) bahwa,
Reflective thinking is fundamental ability that connects learning across many
majors. The issues of how individuals can know, what they can know, and
how they can approach ill-structured problem solving are not the domain of
the study of English or rhetoric or philosophy or any other discipline; they
are common to the humanities and social sciences as well as the sciences.
Problems across many disciplines require reflective thinking.
15
Berpikir reflektif adalah kemampuan mendasar yang menghubungkan pelajaran
yang satu dengan yang lainnya. Isu-isu tentang bagaimana individu dapat
mengetahui, apa yang dapat mereka ketahui dan bagaimana mereka dapat
mendekati pemecahan masalah yang tidak terstruktur, umumnya berpikir reflektif
menghubungkan ilmu sosial dan ilmu pengetahuan awal. Sedang menurut Schaaf,
Baartman, Prins (2013: 231) bahwa,
Reflective thinking require cognitive and affective activities in which students
explore their experiences in order to lead to new understandings. It is
assumed that reflective thinking includes thinking activities, attributing,
concluding, and planning.
Maknanya bahwa berpikir reflektif membutuhkan aktivitas kognitif dan afektif
dimana siswa mengeksplorasi pengalaman mereka untuk menghasilkan
pemahaman baru. Diasumsikan bahwa pemikiran reflektif mencakup aktivitas
berpikir seperti mendeskripsikan, menyusun, menalar, menganalisis,
mengevaluasi, menghubungkan, menyimpulkan, dan merencanakan. Sedangkan
menurut Arends & Kilcher (2010: 244) “reflective thinking is looking within
disposition to be metacognitive: thinking that is about one‟s own thinking and
particular disposition to actively monitor, regulate, and evaluate one‟s thinking”.
Pendapat ini bermakna bahwa berpikir reflektif merupakan proses mengingkat,
mencocokan, dan mengevaluasi pemikiran akan sesuatu. Sejalan dengan pendapat
yang diutarakan Rudd (Jado, 2015: 93) “an important role of reflective is to act as
a means of promoting the thinker during problem solving situations because is
provides an opportunity to step back and think of the best strategies to achieve
goals”. Pendapat ini bermakna bahwa peran kemampuan berpikir reflektif adalah
memberi kesempatan untuk melangkah mundur atau mengingat dan memikirkan
strategi terbaik untuk mencapai tujuan dalam memecahkan masalah.
16
Maulana (2017: 10) menjelaskan bahwa berpikir reflektif melibatkan
pengkomunikasian solusi dengan penuh pertimbangan, membuat makna tentang
jawaban atau argumen yang masuk akal, menentukan alternatif untuk menjelaskan
konsep atau memecahkan persoalan, dan atau membangkitkan perluasan untuk
studi selanjutnya. Ariestyan dkk (2016: 96) mengutarakan bahwa kemampuan
berpikir reflektif didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk menghubungkan
pengetahuan yang diperolehnya dengan pengetahuan lamanya sehingga diperoleh
suatu kesimpulan untuk menyelesaikan permasalahan yang baru. Sehingga
kemampuan berpikir sangat tepat dalam menyelesaikan soal matematika. Untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan berpikir reflektif siswa, maka seorang
pendidik harus melakukan serangkaian aktivitas yang bisa membuat siswa
menunjukkan kemampuan berpikir reflektif siswa. Salah satu aktivitas tersebut
adalah menyelesaikan masalah matematika termasuk masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
Sejalan dengan hal tersebut Fuady (2014: 112) berpendapat bahwa berpikir
reflektif penting bagi anak untuk memecahkan masalah matematika. Proses
berpikir reflektif tidak tergantung pada pengetahuan siswa saja, tapi proses
bagaimana memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Jika siswa dapat menemukan cara untuk memecahkan
masalah yang dihadapi sehingga dapat mencapai tujuannya maka siswa tersebut
telah melakukan proses berpikir reflektif. Untuk itu siswa perlu dilatih untuk bisa
berfikir reflektif dengan baik.
17
Surbeck dkk (Noer, 2010: 39) mengutarakan bahwa kemampuan berpikir reflektif
adalah kemampuan mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, menerapkan
pengetahuan yang dimiliki dalam situasi yang lain, memodifikasi pemahaman
berdasarkan informasi dan pengalaman-pengalaman baru yang meliputi tiga
fase/tingkat seperti berikut ini.
1. Reacting (berpikir reflektif untuk aksi): bereaksi dengan pemahaman pribadi
terhadap peristiwa, situasi, atau masalah matematis dengan berfokus pada
sifat alami situasi.
2. Elaborating (berpikir reflektif untuk evaluasi): melakukan analisis dan
klarifikasi pengalaman individual, serta makna dan informasi-informasi untuk
mengevaluasi apa yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan
pengalaman yang lain, seperti mengacu pada suatu prinsip umum maupun
suatu teori.
3. Contemplating (berpikir reflektif untuk inkuiri kritis): mengutamakan
pengertian pribadi yang mendalam. Dalam hal ini fokus terhadap suatu
tingkatan pribadi dalam proses-proses seperti menguraikan,
menginformasikan, mempertimbangkan dan merekonstruksi situasi atau
masalah.
Adapun indikator berpikir reflektif menurut Nindiasari (2011: 254) adalah (a)
menginterpretasi suatu kasus berdasarkan konsep matematika yang terlibat; (b)
mengindentifikasikan konsep atau rumus matematika yang terlibat dalam soal
matematika yang tidak sederhana; (c) mengevaluasi/memeriksa kebenaran suatu
argumen berdasarkan konsep/sifat yang digunakan; (d) menarik analogi dari dua
kasus serupa; (e) menganalisis dan mengklarifikasi pertanyaan dan jawaban; (f)
18
Mengeneralisasi dan menganalisis generalisasi; (g) membedakan antara data yang
relevan dan yang tidak relevan; (h) memecahkan masalah matematis.
Berdasarkan pendapat dan uraian yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan
bahwa berpikir reflektif merupakan proses mengingat pengetahuan yang telah
dimiliki, menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki,
mempertimbangkan alasan, meyimpulkan solusi dari masalah, dan mengevaluasi
kebenaran dari kesimpulan. Berpikir reflektif pada penelitian ini meliputi tiga fase
yaitu : Reacting, Comparing, dan Contemplating.
Indikator kemampuan reflektif yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan
pada pendapat Noer (2010) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis
No Indikator Umum Indikator
1 Reacting
Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap
peristiwa/situasi/masalah.
2 Comparing Membandingkan reaksi dengan pengalaman yang
lain, seperti mengacu pada suatu prinsip umum,
suatu teori
3 Contemplating Mengutamakan pembangunan pemahaman diri
yang mendalam terhadap permasalahan, seperti
mengutamakan isu-isu pembelajaran, metode-
metode latihan, tujuan selanjutnya, sikap, etika,
memfokuskan diri dalam proses menguraikan,
menginformasikan, mempertentangkan, dan
merekonstruksi situasi-situasi.
Diambil dari Noer (2010)
B. Model Pembelajaran Learning Cycle
Joyce (Trianto, 2007: 5) mendefinisikan model pembelajaran sebagai berikut,
“Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai
19
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di
dalamnya buku-buku, film, komputer dan lain-lain”. Sedangkan menurut
Soekamto dan Winataputra (1995: 7) model pembelajaran adalah “kerangka
konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan melaksanakan aktivitas belajar mengajar”.
Trianto (2007: 5) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah
“kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”.
Dalam suatu model pembelajaran haruslah memuat petunjuk-petunjuk khusus
(langkah pembelajaran) yang harus dilakukan oleh pendidik dalam melaksanakan
aktivitas pembelajaran, seperti yang dikemukakan oleh Joyce, dkk (2009: 104)
menyatakan bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus
memiliki unsur-unsur berikut:
1. Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang
menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata, yang
menggambarkan bagaimana praktik model tersebut dari awal hingga akhir
pembelajaran.
2. Sistem sosial (the social system) yang menunjukan peran dan hubungan guru
dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah
20
bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru
berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai
sumber ilmu pengetahuan.
3. Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru
memperlakukan siswa dan bagaimana pula guru merespon apa yang dilakukan
siswanya.
4. Sistem pendukung (support system) yang menunjukan segala sarana, bahan dan
alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.
5. Dampak Instruksional dan dampak pengiring (instructional effect and
nurturent effect). Dampak instruksional yaitu mencapai tujuan pemahaman
pada hakekat konsep, strategi pembentukan konsep, konsep spesifik, dan
keterampilan penalaran induktif. Sedangkan dampak pengiring yaitu ketika
siswa menyadari akan pilihan konsep, akan bersikap toleran pada
ketidaktentuan, serta peka terhadap penalaran secara logis dalam komunikasi
sehari-hari.
Setiap model pembelajaran memiliki pendekatan atau teori yang melatar
belakangi model pembelajaran tersebut, salah satunya adalah teori belajar
konstruktivisme yang dikembangkan oleh Piaget. Menurut Sumarsih (2009: 55)
bahwa konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan).
Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dari
kenyataan yang terjadi melalui aktivitas seseorang. Teori belajar konstruktivistik
biasanya dimulai dari karakteristik manusia masa depan yang diharapkan,
konstruksi pengetahuan, dan proses belajar menurut teori konstruktivistik.
21
Konsekuensinya pembelajaran harus mampu memberikan pengalaman nyata bagi
siswa. Sehingga model pembelajarannya dilakukan secara natural. Penekanan
teori ini bukan pada membangun kualitas kognitif, tetapi lebih pada proses untuk
menemukan teori yang dibangun dari realitas lapangan.
Rangkuti (2014: 65) menjelaskan bahwa pembelajaran yang bersifat konstruktif
adalah pembelajaran yang diciptakan oleh guru dengan berpegang bahwa guru
tidak menstransfer pengetahuan kepada siswanya, melainkan siswa memperoleh
pengetahuan dengan didasari oleh penalaran, sehingga siswa paham dengan apa
yang dipelajarinya. Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan itu tidak
dapat ditransmisi langsung oleh guru ke dalam pikiran siswa, melainkan proses
perubahan ini memelukan konstruksi aktif siswa. Untuk mengkonstruksi makna
baru, siswa harus mempunyai pengalaman mengadakan kegiatan mengamati,
menebak, berbuat dan mencoba.
Kunandar (2007: 307) menjelaskan bahwa pendekatan konstruktivisme
mempunyai beberapa langkah-langkah. Langkah-langkah pembelajaran
matematika dengan pendekatan konstruktivisme meliputi beberapa hal berikut.
1. Mencari dan menggunakan pertanyaan serta membiarkan siswa
mengemukakan gagasan untuk menuntun keseluruhan pembelajaran.
2. Mumbuhkan jiwa kepemimpinan, kerjasama, pemikiran, pengalaman dan
aktivitas siswa sebagai hasil dari proses belajar.
3. Mengusahakan agar siswa mengemukakan pemikiran atas suatu peristiwa dan
situasi serta mendorong siswa agar mereka memprediksi akibat-akibatnya.
22
4. Menyediakan waktu yang cukup untuk berefleksi, menganalisis, dan
menggunakan semua gagasan yang dikemukakan seluruh siswa.
5. Mendorong siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti
nyata untuk mendukung gagasan-gagasan, dan reformulasi gagasan.
6. Menggunakan masalah yang diidentifikasi oleh siswa sesuai minatnya dan
dampak yang ditimbulkannya serta melibatkan siswa dalam mencari jawaban
yang ada dalam keadaan nyata dengan sumber-sumber lokal (manusia atau
benda) sebagai informasi asli yang dapat digunakan dalam pemecahan
masalah.
7. Memperluas belajar seputar jam pelajaran, lingkungan sekolah, dan
menekankan kesadaran karier terutama yang berhubungan dengan sains dan
teknologi.
Menurut prinsip kontruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Fungsi
mediator dan fasilitator adalah (1) menyediakan pengalaman belajar yang
memungkinkan siswa bertanggungjawab dalam membuat rancangan, proses, dan
penelitian; (2) menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang
keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-
gagasannya serta mengkomunikasikan ide mereka; (3) guru memonitor dan
mengevaluasi kesimpulan siswa (Suparno, 2010: 70).
Berdasarkan definisi dan deskripsi oleh para ahli tentang model pembelajaran dan
teori belajar, dapat memberikan gambaran bahwa model pembelajaran adalah
suatu kerangka konseptual yang disusun secara sistematis dalam
23
mengorganisasikan pembelajaran untuk membantu pendidik dalam hal
merencanakan aktivitas belajar mengajar sehingga siswa dapat mengkonstruk
pengetahuan dan dapat mencapai tujuan belajar tertentu. Hal ini menjadi selaras
jika dikaitkan dengan model pembelajaran learning cycle yang berorientasi pada
siswa dan menggunakan pendekatan konstruktivisme.
Wena (2009: 170) menjelaskan bahwa learning cycle merupakan suatu model
pembelajaran yang pertama kali diperkenalkan oleh Robert Karplus dalam Science
Curriculum Improvement Study (SCIS). Model learning cycle merupakan model
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Model learning cycle
ini termasuk dalam kategori teori belajar konstruktivisme, yang mana guru tidak
sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi siswa harus membangun
pengetahuannya sendiri. Learning cycle merupakan rangkaian tahap-tahap
kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan
berperanan aktif.
Model learning cycle pada awalnya hanya memiliki tiga fase yaitu eksplorasi
(exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep
(concept application). Dalam pembelajaran model learning cycle, pembelajaran
lebih menekankan pada proses penemuan konsep yang menggunakan struktur
inkuiri. Hal ini didukung oleh pendapat Marek (2008: 63) yang menyatakan
bahwa. “The learning cycle is a way to structure inquiry in school science and
occurs in several sequential phases. A learning cycle moves children through a
scientific investigation by having them first explore materials, then construct a
24
concept, and finally apply or extend the concept to other situations”.
Pembelajaran learning cycle yang merupakan bagian dari inquiry approach yang
prinsipnya mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang
dipelajari.
Learning cycle yang pada awalnya mempunyai tiga fase pembelajaran
berkembangan pada zaman reformasi kurikulum pada akhir 1950 dan awal 1960.
Pada tahun 1980-an Bybee dkk, melalui BSCS (Biological Science Curriculum
Study) mengembangkan learning cycle 3e menjadi learning cycle dengan 5 tahap,
yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration (extend), dan evaluation.
Perkembangan ini dilakukan dengan menambahkan fase engage diawal
pembelajaran yang bertujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa dan fase
evaluate ditambahkan diakhir pembelajaran yang bertujuan untuk menilai
pemahaman siswa, sedangkan fase pemahaman konsep dan aplikasi konsep
diganti dengan istilah baru yaitu explain dan elaborate (Bybee dkk, 2006: 8).
Lebih lanjut, Bybee, dkk mengemukakan bahwa learning cycle merupakan
strategi pembelajaran yang berfokus pada siswa sehingga siswa sendiri yang
mengkonstruk pengetahuannya kemudian siswa tersebut saling berbagi
penetahuan yang telah dikonstruk. Pada masing-masing tahap mengandung
beberapa unsur penting dan mempunyai ciri-ciri pokok tertentu, implikasi
tertentu, implikasi peran dan fungsi yang berbeda-beda dari setiap tahap bagi
seorang fasilitator (guru) dalam menyelenggarakan kegiatan proses belajar
mengajar. Salah satu kelebihan dari model learning cycle 5E adalah dapat
mengembangkan potensi masing-masing individu karena dapat memfasilitasi
25
perubahan konseptual peserta didik (Hikmawati, 2015: 26), karena mereka
diwajibkan untuk melakukan analisis pada fase explore, penerapan konsep pada
situasi yang baru pada fase elaboration, dan evaluasi untuk setiap pembelajaran
yang dilakukan. Dengan demikian kemampuan berpikir reflektif pada beberapa
indikator dapat meningkat.
Pada tahun 2003 Einsenkraft mengembangkan Learning cycle 5E menjadi 7
tahapan. Perubahan yang terjadi pada tahapan Learning cycle 5E menjadi
Learning cycle 7E terjadi pada fase Engage jadi dua tahapan yaitu Elicit dan
Engage, sedangkan pada tahapan Elaborate dan Evaluate berubah menjadi tiga
tahap yaitu menjadi Elaborate, Evaluate dan Extend. Aktivitas siswa belajar
dalam Learning cycle 7E dapat memberikan keuntungan kepada siswa
diantaranya dapat meningkatkan ketertarikan siswa dalam belajar. Learning cycle
7E juga dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan baru oleh dirinya
sendiri.
Menurut Polyiem (2011: 262) siswa yang belajar dengan menggunakan Learning
cycle 7E menunjukkan peningkatan prestasi belajar yang signifikan. Nuhoglu dan
Yalcin (2006: 28) mengungkapkan “The learning cycle is a well established
inductive approach to learning science”. Model Learning cycle menekankan pada
model pembelajaran yang berorientasi ke hakikat sains yaitu sebagai produk,
proses, dan alat untuk mengembangkan sikap ilmiah.
Penelitian yang dilakukan Insani (2017) menunjukkan bahwa dengan penerapan
model learning cycle dapat membangkitkan suasana belajar dalam kelas dan siswa
menjadi memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Keterlibatan siswa dalam proses
26
pembelajaran seperti memberikan ruang untuk siswa dapat mengeksplor
kemampuan berpikir mereka masing-masing.
Menurut Fajaroh dan Dasna (2007) pada model pembelajaran learning cycle 7E
guru mengarahkan siswa untuk terlibat aktif selama pembelajaran berlangsung,
siswa tidak hanya sekedar menerima informasi dari guru saja tetapi menekankan
pada partisipasi dan aktivitas belajar siswa untuk mencari dan memahami konsep
secara mandiri serta berusaha mengaplikasikan konsep tersebut sehingga
pembelajaran matematika yang dialami akan lebih bermakna bagi siswa. Ketujuh
fase pada pembelajaran learning cycle 7e (Einsenkraft, 2003: 58) dapat dipahami
dalam Tabel 2.2.
Walaupun terdapat istilah yang berbeda-beda dalam penyebutan nama setiap tahap
dalam model learning cycle ini, namun pada umumnya memiliki tujuan yang
sama, seperti pendapat Wilder & Shuttleworth (2005: 37) yang menyatakan
bahwa model learning cycle mengarahkan siswa melalui serangkaian
pembelajaran dimana mereka terlibat dalam satu topik, mengeksplorasi topik
tersebut, diberi penjelasan untuk pengalaman mereka, menguraikan pembelajaran
mereka, dan adanya evaluasi. Sehingga berdasarkan tahapan-tahapan dalam model
pembelajaran bersiklus seperti dipaparkan di atas, diharapkan siswa tidak hanya
mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan
memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari.
Pandangan ini menggambarkan bahwa perkembangan intelektual adalah suatu
proses dimana siswa secara aktif membangun pemahamannya dari hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya. Siswa secara aktif membangun
27
pemahamannya dengan terus menerus melakukan akomodasi dan asimilasi
terhadap informasi-informasi baru yang diterima.
Tabel 2.2 Siklus Belajar Learning cycle 7e (dimodifikasi berdasarkan
Einsenkraft)
Fase
Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Elicit Menyelidiki/Mengan
alisis pengetahuan
awal yang dimiliki
siswa
Membangkitkan
keingintahuan
Mengajukan
pertanyaan
Menggali
pengetahuan siswa
Mengingat kembali
materi yang telah
dimilikinya
Menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh guru
berdasarkan pengetahuan
yang telah didapatnya
Engage Mendemonstrasikan
fenomena yang
terjadi dalam
kehidupan sehari-
hari,
Saling bertukar
informasi dan
pengalaman dengan
mengajukan
pertanyaan
Guru melakukan
demonstrasi atau
bersama siswa
mendiskusikan
fenomena yang sering
terjadi dalam
kehidupan sehari-hari
namun masih
berkaitan dengan
materi yang akan
dibahas
Memberikan
pertanyaan kepada
siswa mengenai apa
yang didemonstrasi-
kan
Memperhati-kan guru
ketika sedang melakukan
demonstrasi
Memberikan
pendapatnya mengenai
pertanyaan yang diajukan
guru dan demonstrasi
yang telah dilakukan
Explore
Memberikan
kesempatan kepada
siswa untuk :
Melakukan
penyelidikan
Mengumpulkan
informasi
Menyelesaikan
masalah
Mengkonstruksi
model dari
permasalahan yang
diberikan
Sebagai fasilitator
Mendorong siswa
untuk aktif
bekerjasama dalam
kelompok
Mengajukan
pertanyaan pengarah
Memberikan waktu
kepada siswa untuk
menyelesaikan
masalah
Membimbing siswa
untuk menyiapkan
laporan
Berpikir
Melakukan eksplorasi
berupa eksperimen
Menguji prediksi dan
hipotesis Hipotesis (jika
ada)
Diskusi kelompok
Mengumpul-kan data
yang autentik
Menjawab permasalahan
28
Fase
Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Explain Menganalisis dan
menjelasakan
(presentasi) apa yang
telah didapat pada
fase explore
Berdiskusi
Membandingkan
Mengklarifik -asi dan
menganalisis
kesalahan
Mendorong siswa
untuk
mempresentasi-kan
hasil diskusi
kelompok (laporan
eksperimen)
Menggunakan informasi
yang beragam dan
berdiskusi untuk
mendapat penjelasan
Mendengarkan
penjelasan teman secara
kritis
Mengajukan pendapat
mengenai penjelasan
kelompok lain yang
sedang menyajikan hasil.
Elaborate Mengembangkan apa
yang siswa dapat
pada fase explore
sehingga dapat
menemukan istilah
umum, definisi dan
konsep dari materi
yang dipelajari
Membantu siswa
untuk membuat suatu
keputusan sehingga
dapat menyimpulkan
mengenai istilah
umum, definisi,dan
konsep materi yang
dipelajari
Berdiskusi mengenai
kesimpulan mengenai
materi yang dipelajari
sehingga sampai
menemukan istilah
umum, definisi, dan
konsep
Evaluate Melakukan penilaian
terhadap aspek
pengetahauan dan
keterampilan
Memberikan soal
yang rutin kepada
siswa
Menganjurkan siswa
untuk menggunakan
konsep yang telah
mereka dapatkan
untuk menyelesai-
kan soal
Menggunakan konsep
dan pengetahuan yang
telah diperoleh untuk
menyelesaikan soal rutin
Extend Memecahkan
masalah
Aktivitas berpikir:
menggunakan
konsep yang telah
didapat sebelumnya
Membimbing siswa
untuk menggunakan
konsep yang telah
didapat pada situasi
baru sebagai aplikasi
konsep yang
dipelajari baik dari
suatu konsep ke
konsep lain, bidang
ilmu lain maupun ke
dalam kehidupan
sehari-hari.
Menggunakan konsep
yang telah didapat siswa
ke dalam situasi baru
sebagai aplikasi konsep
yang dipelajari baik dari
suatu konsep ke konsep
lain, bidang ilmu lain
maupun kedalam
kehidupan sehari-hari.
(Einsenkraft, 2003: 58)
29
C. Media Animasi
Karlsson (2012: 35) menjelaskan bahwa media animasi adalah sebuah alat yang
dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik tentang konsep
ilmiah. Media animasi dapat dijadikan perangkat ajar atau bantuan dalam
mempersiapkan pembelajaran. Dengan diintegrasikan menjadi multimedia, yang
didalamnya terkandung komponen-komponen seperti audio, video, animasi, teks,
grafik, dan gambar. Media pendidikan ini dapat menciptakan presentasi yang
dinamis dan interaktif sehingga mempermudah materi-materi pelajaran atau
tahapan proses pekerjaan yang tidak dapat dihadirkan secara langsung.
Ada banyak softwere yang dapat digunakan dalam membuat multimedia animasi,
diantaranya yaitu Power Point, Adobe flash, Adobe Image Ready, dan
Dreamweaver. Dalam penelitian ini, media animasi yang digunakan adalah
berbasis Adobe flash CS6 yaitu aplikasi yang digunakan untuk melakukan desain
dan membangun perangkat presentasi, publikasi, atau aplikasi lainnya yang
membutuhkan ketersediaan sarana interaksi dengan penggunanya. Proyek yang
dibuat dengan flash bisa terdiri dari teks, gambar, animasi sederhana, atau efek-
efek khusus lainnya. Adobe Flash CS6 memiliki beberapa keunggulan seperti
pengaturan navigasi yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan power point,
dapat ditampilkan diberbagai media, adanya actionscript sehingga dapat
memperkecil ukuran file, dan dapat membuat animasi bergerak sesuai dengan
selera imajinasi.
Animasi dari adobe flash CS 6 ini akan diintegrasikan dengan model learning
cycle. Dalam setiap tahap-tahap pembelajarannya akan dibantu dengan animasi
30
adobe flash ini. Adobe flash CS 6 mempunyai kemampuan dan fasilitas untuk
membuat desain animasi objek secara mudah dan menyenangkan. Siswa dapat
melihat contoh dan masalah secara lebih nyata, sehingga dapat membuka
pemikiran siswa secara terbuka.
Penelitian yang dilakukan Istiqlal (2013) menunjukkan bahwa penggunaan media
animasi adobe flash dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan hasil
belajar matematika pada siswa SMA materi logika. Sehingga secara keseluruhan
fungsi media sangat dibutuhkan guna memudahkan siswa dalam mempelajari
suatu materi. Keberadaan flash memudahkan siswa dalam menampilkan informasi
dalam berbagai bentuk baik visual sedangkan keterlibatan siswa dengan media
animasi menjadikan informasi yang dipelajari mengkondisikan dirinya terlibat
secara kinestetik. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Gilakjani dkk. (2012: 110)
bahwa 50% siswa memilih belajar secara visual. Pembelajaran dengan
menampilkan gambar dan kata-kata menjadikan siswa lebih termotivasi dan
berhasil mencapai nilai belajar yang lebih baik (Kim & Gilman, 2008: 124).
D. Kerangka Berpikir
Kemampuan berpikir reflektif merupakan aspek yang penting dalam pembelajaran
matematika. Berkembangnya kemampuan berpikir reflektif siswa akan
memudahkan siswa dalam memahami dan mengimplementasikan suatu
permasalahan matematika selanjutnya. Siswa dengan keterampilan berpikir
reflektif yang baik akan mampu mendeskripsikan, mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan membuat kesimpulan dari suatu permasalahan matematika.
31
Selain itu, siswa akan berani ketika dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan
dengan matematika.
Masalah yang sering terjadi dalam pembelajaran matematika yaitu lemahnya
kemampuan pemahaman konsep siswa. Faktor penyebabnya adalah siswa masih
menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit akibatnya banyak siswa
yang tidak menyukai matematika. Selain itu, pembelajaran yang diterapkan di
kelas masih lebih berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif, hanya
mendengarkan, dan menerima materi yang dijelaskan oleh guru.
Kurang terlibatnya siswa dalam proses pembelajaran menyebabkan beberapa
permasalahan pada saat pembelajaran matematika seperti (1) cara berpikir siswa
cenderung terbatas pada cara-cara yang diberikan guru, (2) siswa ragu dalam
menjawab pertanyaan guru dengan ide/gagasannya sendiri, (3) siswa mudah
menyerah ketika diberikan soal yang berbeda dengan contoh soal yang diberikan
guru, (4) siswa kurang aktif dalam mencari informasi, ide/gagasan ketika
menyelesaikan soal. Permasalahan-permasalahan tersebut berdampak pada
rendahnya keterampilan berpikir reflektif siswa, sehingga perlu adanya
pengembangan model pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan yang
tepat.
Dalam mengembangkan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan
berpikir reflektif siswa, perlu diciptakan lingkungan belajar yang memusatkan
siswa sebagai pusat kegiatan dalam proses pembelajaran. Teori belajar
konstruktivis dapat memberikan kesempatan untuk siswa lebih aktif dalam
pembelajaran. Siswa lebih ditekankan untuk aktif dalam pembelajaran dan
32
menggali informasinya secara mandiri. Model pembelajaran learning cycle
merupakan model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivis. Pembelajaran
learning cycle merupakan pembelajaran yang memerlukan kegiatan penyelidikan
sebagai bagian dari kerja ilmiah yang melibatkan keterampilan proses dan
dilandasi sikap ilmiah. Siswa belajar untuk menyelidiki masalah, menemukan
informasi melalui panca indra, dan kegiatan yang melibatkan lingkungan sekitar.
Model pembelajaran learning cycle menggunakan sistem pengelompokkan atau
tim kecil dengan tahapan yang sistematis sehingga sangat membantu dalam
pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Model pembelajaran learning cycle memiliki tahapan-tahapan satu siklus yang
terstruktur. Tahap-tahap tersebut meliputi elicit dan engage yaitu pada tahap ini
guru berusaha menimbulkan atau mendatangkan pengetahuan awal siswa,
memfokuskan perhatian siswa, membangkitkan minat, dan motivasi siswa
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mendemonstrasikan kejadian
fenomena sehari-hari yang menarik dan berkaitan dengan materi yang akan
dibahas. Pada tahap selanjutnya pembelajaran meliputi lima fase yaitu explore,
explain, elaborate, evaluate, dan extend. Siswa diajak untuk diskusi dalam
kelompok, mempresentasikan, menerapkan pengetahuan, evaluasi dan
mengaplikasikan hubungan antar konsep yang dipelajari. Pada tahap penutup guru
akan memberi kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari.
Dengan siswa dilibatkan secara aktif dalam tahap-tahap pembelajaran, menjadikan
siswa lebih terasah dalam berpikir dan dapat mengembangkan keterampilan
berpikir reflektif dengan baik. Siswa diajak untuk bereaksi terhadap peristiwa,
33
situasi, dan masalah matematis yang berfokus pada sifat alami situasi. Pada tahap
selanjutnya siswa diberi waktu untuk menganalisis, mengklarifikasi, dan
mengevaluasi terhadap beberapa reaksi yang telah dipaparkan sebelumnya. Dari
hasil pembandingan terhadap reaksi-reaksi siswa yangsitimbulkan, maka siswa
dapat berpikir lebih dalam sehingga mampu mentransfer pengetahuan ke dalam
kehidupan sehari-hari atau dapat menghubungkan konsep ke konteks yang
berbeda.
Untuk memudahkan langkah-langkah pembelajaran learning cycle yang
berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif, maka diperlukan bantuan yang
sesuai dengan tahapan-tahapan pembelajaran learning cycle yaitu dengan media
animasi adobe flash CS 6 yang telah dirancang sesuai dengan tahapan-tahapan
pembelajaran. Animasi yang dirancang berupa teks, gambar, animasi sederhana,
atau efek-efek khusus lainnya. Penggunaan media animasi adobe flash CS 6 dapat
memberikan pengalaman baru bagi siswa, sehingga siswa akan lebih antusias
dalam proses pembelajaran. Tentunya dengan media animasi akan membantu
siswa dalam memahami dan menguasai materi dalam mendorong siswa beripikir
reflektif dengan menampilkan animasi yang mengarah pada persoalan pola tingkat
tinggi.
Penelitian ini mengembangkan sebuah model pembelajaran learning cycle dengan
berbantuan media animasi adobe flash CS 6 dalam proses pembelajaran di kelas.
Media animasi dirancang sesuai dengan kebutuhan tahap-tahap pada pembelajaran
learning cycle. Model pembelajaran learning cycle matematika ini dikemas secara
baik dan menarik dengan tampilan animasi-animasi yang bisa memancing
34
pemikiran anak, sehingga ini menjadi sejalan dengan upaya meningkatkan
kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Hipotesis Umum
Pengembangan model learning cycle berbantuan animasi memenuhi kriteria valid,
praktis, dan efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir reflektif siswa.
2. Hipotesis Khusus
a. Hasil pengembangan model learning cycle berbantuan animasi memenuhi
kriteria valid
b. Hasil pengembangan model learning cycle berbantuan animasi memenuhi
kriteria praktis
c. Hasil pengembangan model learning cycle berbantuan animasi efektif
meningkatkan keterampilan berpikir reflektif siswa.
d. Hasil pengembangan model learning cycle berbantuan animasi menghasilkan
model pembelajaran yang lebih efektif dibandingkan dengan model learning
cycle biasa.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan Research and Development
(R&D), yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji
keefektifan produk tesebut. Menurut Gay (1981: 10) penelitian pengembangan
adalah suatu usaha untuk mengembangkan suatu produk yang efektif berupa
materi pelajaran, media dan strategi pembelajaran untuk digunakan dikelompok
belajar. Penelitian pengembangan bukan untuk menguji teori. Dengan kata lain
penelitian pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk
mengembangkan atau memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam
pendidikan dan pembelajaran. Pengembangan yang akan dilakukan pada
penelitian ini adalah pengembangan model pembelajaran learning cycle
berbantuan animasi untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif siswa.
B. Prosedur Pengembangan
Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan mengacu pada prosedur R&D dari
Gall dan Borg (2003), yang memuat 10 langkah pelaksanaan strategi penelitian
dan pengembangan, yaitu :
1. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data).
2. Planning (perencanaan).
36
3. Develop preliminary form of product (pengembangan desain produk awal).
4. Preliminary field testing (uji coba lapangan awal).
5. Main product revision (revisi hasil uji coba lapangan awal).
6. Main field testing (uji coba lapangan).
7. Operasional product revision (revisi produk hasil uji coba lapangan).
8. Operasional field testing (uji pelaksanaan lapangan).
9. Final product revision (penyempurnaan dan produk akhir).
10. Dissemination and implementation (disseminasi dan implementasi)
Langkah-langkah prosedur pengmebangan dapat dilihat pada Gambar 3.1.
.
Gambar 3.1 Langkah-langkah Prosedur Pengembangan
Pada prosedur pengembangan di atas terdiri dari sepuluh langkah pengembangan.
Namun, penerapan langkah-langkah pengembangannya disesuaikan dengan
kebutuhan peneliti. Maka langkah-langkah tersebut disederhanakan menjadi enam
langkah penelitian. Hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu, tenaga dan
Research and
information
collecting
Planning Develop
preliminary form
of product
Preliminary
field testing
Main product
revision
Main field
testing
Operasional
product
revision
Operasional
field testing
Final product
revision
Dissemination
and
implementation
37
biaya yang dimiliki oleh peneliti. Penjelasan mengenai langkah penelitian dan
pengembangan di atas sebagai berikut.
1. Penelitian Pendahuluan dan Pengumpulan Data (Research and
information collecting).
Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan penelitian pendahuluan
(prasurvei) berupa analisis kebutuhan dan studi literatur. Analisis kebutuhan
dilakukan untuk mencari tahu masalah pembelajaran apa yang dihadapi guru dan
siswa. Observasi tersebut dilakukan dengan wawancara dan penyebaran angket
yang dilakukan pada guru matematika anggota MGMP KKM MTsN 1 Lampung
Selatan, guru matematika MTs GUPPI Natar dan pemberian soal siswa kelas VIII
MTs GUPPI Natar.
Dari hasil observasi dan wawancara diperoleh bahwa permasalahan yang dihadapi
siswa adalah sebagai berikut: (1) siswa kesulitan dalam menentukan strategi yang
digunakan dalam menjawab soal matematika; (2) siswa masih kesulitan dalam
mengidentifikasi masalah kontekstual kedalam bentuk model matematika; (3)
siswa kesulitan dalam memberikan alasan jawaban dari suatu persoalan
matematika; (4) siswa kesulitan dalam mengerjakan soal yang memerlukan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dari hasil wawancara dengan siswa, diperoleh
informasi bahwa masalah tersebut terjadi karena kurangnya pemberian soal
dengan berpikir tingkat tinggi serta motivasi belajar matematika siswa yang
rendah.
Guru mata pelajaran matematika MTs GUPPI Natar membenarkan masalah-
masalah yang dihadapi siswa tersebut, diantaranya siswa masih kesulitan dalam
38
mengidentifikasi masalah kontekstual kedalam bentuk model matematika, siswa
kesulitan dalam menentukan strategi yang digunakan dalam menjawab soal
matematika, siswa kesulitan dalam memberikan alasan jawaban dari suatu
persoalan matematika, siswa kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran
matematika, dan siswa kesulitan dalam mengerjakan soal yang memerlukan
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kemudian peneliti melakukan identifikasi lebih lanjut pada pembelajaran di MTs
GUPPI Natar. Pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan pembelajaran
konvensional dengan guru sebagai pusat pembelajaran (teacher centered). Untuk
mengoptimalkan pembelajaran, maka peneliti mengembangkan model
pembelajaran learning cycle dengan bantuan media animasi yang bertujuan untuk
mengatasi masalah pada kemampuan berpikir reflektif siswa.
Studi literatur dilakukan dengan mengkaji teori-teori dan hasil penelitian yang
relevan sesuai dengan penelitian dan pengembangan yang akan dilakukan. Tahap
ini mencakup kegiatan mengkaji literatur, khususnya teori dan konsep yang
relevan dengan masalah yang diteliti. Dari kajian teori, dipilih salah satu model
pembelajaran yang efektif untuk pembelajaran matematika yaitu model
pembelajaran learning cycle berbantuan animasi untuk meningkatkan kemampuan
berpikir reflektif siswa.
2. Perencanaan Penelitian (Planning)
Berdasarkan hasil studi pustaka dan survei lapangan, kemudian dilakukan
perencanaan terhadap model pembelajaran yang akan dikembangkan.
39
Perencanaan dalam penelitian R&D ini meliputi: merumuskan tujuan penelitian,
memperkirakan hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian, merumuskan
kualifikasi peneliti dan bentuk partisipasinya dalam penelitian. Rencana penelitian
meliputi kemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan
tujuan yang hendak dicapai pada penelitian tersebut, desain atau langkah-langkah
penelitian, dan kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas. Pada tahap
perencanaan, dilakukan perencanaan penyusunan model learning cycle, berupa
buku model, Silabus, RPP, serta alat untuk memfasilitasi pengembangan learning
cycle berupa media animasi adobe flash CS 6. Tahap selanjutnya menentukan
kelas eksperimen dan kelas kontrol, kemudian menentukan ahli materi, ahli
media, ahli pendidikan untuk pengembangan model.
3. Pengembangan Desain Produk Awal ( Develop Preliminary of Product)
Tahapan ini meliputi: (1) membuat desain produk yang akan dikembangkan; (2)
menentukan sarana dan prasarana yang dibutuhkan selama penelitian; (3)
menentukan tahap-tahap pengujian desain di lapangan. Produk yang
dikembangkan pada penelitian ini adalah pembelajaran model learning cycle
dengan media animasi yang berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif siswa.
Desain pengembangan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan desain
pengembangan pembelajaran ADDIE yang merupakan singkatan dari analysis,
design, development, implementation, dan evaluation. Setelah menyelesaikan
produk pengembangan learning cycle, kemudian dilakukan validasi oleh ahli
pendidikan untuk pengembangan model learning cycle dan validasi oleh ahli
materi serta ahli media untuk perangkat yang digunakan dalam memfasilitasi
40
pengembangan learning cycle, sehingga akan diperoleh desain produk awal yang
pada tahap selanjutnya bisa diuji lapangan awal.
4. Uji Lapangan Awal (Preliminary Field Testing)
Tahap berikutnya adalah uji coba lapangan awal. Produk model pembelajaran
yang telah dianalisis dan direvisi serta mendapat validasi dari ahli materi, ahli
desain pembelajaran, dan ahli media, kemudian diujicobakan di lapangan. Produk
pengembangan model pembelajaran learning cycle berbantuan animasi
diujicobakan kepada siswa kelas VIII C yang berbeda dengan kelas penelitian.
Selanjutnya peneliti memberikan angket kepraktisan model pembelajaran kepada
seluruh siswa dalam kelas uji coba dan guru mata pelajaran matematika yaitu
pengujian soal pretest dan posttest dilakukan di kelas IX A MTs GUPPI Natar.
5. Revisi Hasil Uji Coba (Main Product Revision)
Pada tahapan ini dilakukan perbaikan dari hasil uji coba lapangan awal. Perbaikan
mengacu pada hasil analisis kualitas soal dilihat dari tingkat validitas, reliabilitas,
daya beda, dan tingkat kesukaran. Perbaikan juga dilakukan pada pengembangan
model learning cycle dan desain media animasi yang digunakan dalam
pengembangan model learning cycle dengan melihat hasil angket siswa dan guru
matematika untuk menyempurnakan pengembangan model learning cycle
berbantuan media animasi yang digunakan dalam pengembangan model learning
cycle.
41
6. Uji Coba Lapangan (Main Field Testing)
Tahap ini berkaitan dengan uji produk secara lebih luas, yang meliputi: (1)
menguji efektivitas desain produk; (2) uji efisiensi desain; (3) hasil uji lapangan.
Efektivitas produk pengembangan adalah desain yang efektif baik dari sisi
substansi maupun metodologi. Data terkait penggunan produk dikumpulkan untuk
melihat efektivitas dan efisiensi produk.
Sebelum melakukan uji lapangan, terlebih dahulu siswa pada kelas eksperimen
dan kontrol diberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai
materi yang akan dipelajari. Kemudian produk pengembangan diimplementasikan
pada kelas eksperimen. Setelah itu diakhir pertemuan siswa pada kedua kelas
diberikan posttest untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran learning
cycle berbantuan animasi yang telah dikembangkan dalam meningkatkan
keterampilan berpikir reflektif siswa.
C. Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTs GUPPI Natar pada tahun pelajaran 2019/2020.
Subjek dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap berikut.
1. Subjek Studi Pendahuluan
Pada studi pendahuluan dilakukan beberapa langkah sebagai analisis kebutuhan
berupa observasi, wawancara, dan analisis tingkat kesulitan soal. Subjek pada saat
observasi adalah siswa kelas VIII MTs GUPPI Natar, subjek pada saat wawancara
adalah dua orang guru yang mengajar matematika di kelas VIII MTs GUPPI
42
Natar, sedangkan untuk analisis tingkat kesulitan soal adalah siswa kelas VIII
MTs GUPPI Natar.
2. Subjek Validasi
Subjek validasi pengembangan model pembelajaran learning cycle berbantuan
animasi dalam penelitian ini adalah tiga orang ahli yaitu dosen FKIP Universitas
Lampung Dr. Undang Rosidin, M.Pd., Dr. Nurhanurawati, M.Pd., serta dosen
IAIN lhokseumawe Dr. Rahmy Zulmaulida, M.Pd. yang sekaligus menilai tiga
aspek yaitu desain model pembelajaran, materi, dan media.
3. Subjek Uji Coba Lapangan Awal
Subjek uji coba lapangan awal untuk model pembelajaran learning cycle adalah
siswa kelas VIII C yang belum menempuh materi teorema pythagoras dan seorang
guru mata pelajaran matematika kelas VIII yaitu ibu Siti Wahyuni, S.Pd.
4. Subjek Uji Coba Lapangan
Subjek uji coba penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII A yang selanjutnya
disebut kelas eksperimen dan seluruh siswa kelas VIII B yang disebut kelas
kontrol dengan masing-masing kelas berujumlah 30 siswa. Kelas eksperimen
yaitu kelas yang belajar dengan model pembelajaran learning cycle berbantuan
animasi sedangkan kelas kontrol yaitu kelas yang belajar dengan model
konvensional yaitu model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan
saintifik yang mengacu pada kurikulum 2013.
43
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis instrumen,
yaitu nontes dan tes. Instrumen - instrumen tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut.
1. Instrumen Nontes
Instrumen nontes ini terdiri dari beberapa bentuk yang disesuaikan dengan
langkah-langkah dalam penelitian pengembangan. Terdapat dua jenis instrumen
nontes yang digunakan yaitu pedoman wawancara dan angket. Pedoman
wawancara digunakan saat studi pendahuluan, sedangakan instrumen angket
digunakan pada beberapa tahapan penelitian.
a. Angket Validasi Pengembangan Model Pembelajaran Learning Cycle
berbantuan Animasi
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui isi rancangan dari pengembangan
model pembelajaran learning cycle berbantuan animasi. Instrumen ini berupa
pernyataan yang diberikan kepada ahli pendidikan untuk dinilai dengan skala
likert empat pilihan jawaban yaitu 1 sangat kurang; 2 kurang; 3 baik; 4 sangat
baik, serta dilengkapi saran dari ahli desain pembelajaran. Kisi-kisi instrumen
untuk validasi model pembelajaran terdapat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Validasi Pengembangan Model
Indikator Butir Angket
Teori pendukung 1,2,3
Struktur Model pembelajaran 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11
Hasil belajar yang diinginkan 12
44
b. Angket Validasi Soal Pretest Posttest
Instrumen untuk memvalidasi soal pretest dan posttest diserahkan kepada ahli
materi. Instrumen yang diberikan berupa skala likert dengan empat pilihan
jawaban yaitu Sangat Baik (SB), Baik (B), Kurang (K), Sangat Kurang (K), serta
dilengkapi dengan komentar dan saran. Kisi-kisi instrumen untuk validasi soal
pretest posttest terdapat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Validasi Soal Pretest Posttest
Kriteria Butir Angket
Kesesuaian Teknik Penilaian 1,2
Kelengkapan instrumen 3,4
Kesesuaian isi 5,6
Konstruksi soal 7,8,9,10
Kebahasaan 11,12,13
c. Angket Validasi Silabus dan RPP
Instrumen untuk memvalidasi silabus dan RPP diserahkan kepada ahli materi.
Instrumen yang diberikan berupa skala likert dengan empat pilihan jawaban yaitu
Sangat Baik (SB), Baik (B), Kurang (K), Sangat Kurang (K), serta dilengkapi
dengan komentar dan saran dari ahli materi. Kisi-kisi yang menjadi penilaian dari
angket validasi silabus terdapat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Validasi Silabus
Indikator Butir Angket
Isi yang disajikan 1,2,3, 4, 5
Bahasa 6, 7
Waktu 8,9,10
45
RPP yang akan digunakan dalam pelaksanaan model pembelajaran learning cycle
berbantuan animasi yang dikembangkan memiliki Kriteria penilaian angket
validasi RPP seperti dijelaskan pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Validasi RPP
Indikator Butir Angket
Kesesuaian teknik penilaian 1,2, 3,4
Kesesuaian isi 5,6,7
Kontruksi soal 8,9,10
Bahasa 11, 12
d. Angket Validasi Media Animasi
Instrumen untuk memvalidasi media animasi diserahkan kepada ahli materi dan
ahli media. Untuk ahli materi Instrumen yang diberikan berupa skala likert dengan
empat pilihan jawaban yaitu Sangat Baik (SB), Baik (B), Kurang (K), Sangat
Kurang (K), serta dilengkapi engan komentar dan saran dari ahli. Kriteria yang
menjadi penilaian dari ahli materi seperti pada Tabel 3.5 .
Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Media Animasi Ahli Materi
Kriteria Indikator Nomor Soal
Aspek Kelayakan Isi Kesesuaian Materi dengan KD 1, 2, 3,
Keakuratan Materi 4, 5, 6, 7, 8
Mendorong Keingintahuan 9
Aspek Kelayakan Penyajian Teknik penyajian 10, 11
Kelengkapan Penyajian 12, 13, 14
Penyajian Pembelajaran 15, 16
Koherensi dan Keruntutan
Berpikir
17, 18
Penilaian learning cycle Karakteristik Pembelajaran
learning cycle
19, 20, 21,
22, 23, 24, 25
46
Untuk ahli media instrumen yang diberikan memiliki kriteria yang menjadi
penilaian dari ahli media seperti pada Tabel 3.6
Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Media Animasi Ahli Media
Kriteria Indikator Nomor Soal
Aspek Kelayakan
Kegrafikan
Desain Isi LKPD 1, 2, 3, 4, 5,
6, 7, 8, 9
Aspek Kelayakan Bahasa Lugas 10, 11, 12
Komunikatif 13, 14
Kesesuaian dengan kaidah bahasa 15, 16
Penggunaan istilah, simbol,
maupun lambang
17,18
e. Angket Tanggapan guru Matematika
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui tanggapan guru matematika mengenai
model pembelajaran learning cycle berbantuan animasi yang dikembangkan.
Instrumen yang diberikan berupa pernyataan skala likert dengan empat pilihan
jawaban yaitu 1 tidak setuju;2 kurang setuju);3 setuju ;4 sangat setuju, serta
dilengkapi dengan saran dari guru. Kisi-kisi instrumen angket tanggapan guru
matematika terhadap pengembangan pembelajaran learning cycle berbantuan
animasi terdapat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Kisi-kisi Instrumen Tanggapan Guru
Indikator Butir Angket
Aspek petunjuk penggunaan RPP 1,2,3, 4
Ketercapaian kompetensi dan tujuan
pembelajaran
5, 6, 7, 8
Respon siswa 9,10, 11
Tingkat kesulitan dalam
mengimplementasikan
12, 13, 14, 15, 16
47
f. Angket Respon Siswa
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui respon siswa mengenai model
pembelajaran learning cycle berbantuan animasi yang dilaksanakan dalam
pembelajaran. Kisi-kisi angket respon siswa terhadap model pembelajaran yang
dikembangkan terdapat pada Tabel 3.8
Tabel 3.8 Kisi-kisi Instrumen Respon Siswa
Indikator Butir Angket
Pendahuluan 1,2
Inti 3, 4, 5, 6, 7
Penutup 8
2. Instrumen Tes
Instrumen ini berupa tes kemampuan berpikir reflektif matematis. Penilaian hasil
tes dilakukan sesuai dengan pedoman penilaian indikator berpikir reflektif dengan
indikator yaitu reacting, comparing, dan contemplating yang diambil dari Noer
(2010) seperti pada Tabel 3.9. Sebelum diberikan di awal dan akhir pembelajaran,
instrumen ini diujicobakan terlebih dulu pada kelas IX yang telah menempuh
materi teorema pythagoras untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran, dan daya pembeda soal.
a. Uji Validitas
Pengujian validitas isi dilakukan dengan membandingkan antara isi yang
terkandung dalam tes kemampuan keterampilan berpikir reflektif dengan indikator
pembelajaran yang telah ditentukan. Tes yang dikategorikan valid adalah yang
telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur serta
didasarkan pada penilaian guru. Teknik yang digunakaan untuk menguji validitas
48
empiris ini dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment
(Widoyoko, 2012:137).
Tabel. 3.9 Pedoman Pemberian Skor Berpikir Reflektif Siswa
No Indikator Keterangan Skor
1 reacting Tidak menjawab 0
Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi
masalah dengan cara langsung menjawab, tetapi
jawaban salah
1
Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi
masalah dengan cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh
situasi, kemudian menjawab permasalahan, tetapi tidak
selesai
2
Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi
masalah dengan cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh
situasi, kemudian menjawab permasalahan, tetapi
jawaban salah
3
Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi
masalah dengan cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh
situasi, kemudian menjawab permasalahan dan jawaban
benar
4
2 comparing Tidak menjawab
Tidak melakukan evaluasi terhadap tindakan dan apa
yang diyakini
1
Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini dengan
cara membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum
atau teori tetapi tidak memberi alasan mengapa memilih
tindakan tersebut
2
Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini dengan
cara membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum
atau teori, memberi alasan mengapa memilih tindakan
tersebut dan jawaban salah
3
Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini dengan
cara membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum
atau teori, memberi alasan mengapa memilih tindakan
tersebut dan jawaban benar
3 contemplating Penjelasan dari permasalahan tidak ada. 0
Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan
situasi masalah yang dihadapi tetapi jawaban salah
1
Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan
situasi masalah yang dihadapi dan jawaban benar
2
Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan
situasi masalah yang dihadapi, mempertentangkan
jawaban dengan jawaban lainnya
3
Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan
situasi masalah yang dihadapi, mempertentangkan
jawaban dengan jawaban lainnya, kemudian
merekonstruksi situasi-situasi
4
49
∑ (∑ )(∑ )
√( ∑ (∑ ) )( ∑ (∑ ) )
Keterangan:
= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
n = Jumlah siswa
∑ = Jumlah skor siswa pada setiap butir soal
∑ = Total skor siswa
∑ = Jumlah hasil perkalian skor siswa pada setiap butir soal dengan total
skor siswa
Distribusi (Tabel r) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n - 2)
Kaidah keputusan : Jika > berarti valid, sebaliknya
jika < berarti tidak valid
Penafsiran harga korelasi dilakukan dengan membandingkan dengan harga
= 0,4132. Tabel 3.10 menyajikan hasil validitas instrumen tes keterampilan
berpikir reflektif matematis. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran
C.1 halaman 172.
Tabel 3.10 Hasil Validitas Tes Keterampilan Berpikir Reflektif Matematis
Nomor Soal Keterangan
1a 0,849 Valid
1b 0,755 Valid
1c 0,800 Valid
2a 0,849 Valid
2b 0,785 Valid
2c 0,757 Valid
3a 0,688 Valid
3b 0,803 Valid
3c 0,818 Valid
4a 0,803 Valid
4b 0,807 Valid
b. Reliabilitas
Instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut konsisten dalam hasil
ukurnya sehingga dapat dipercaya, sehingga akan menghasilkan data yang dapat
50
reliabel atau apabila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama
akan menghasilkan data yang sama. Bentuk soal tes yang digunakan pada
penelitian ini adalah soal tes tipe uraian. Menurut Arikunto (2013: 239) untuk
mencari koefisien reliabilitas ( ) soal tipe uraian menggunakan rumus Alpha
yang dirumuskan sebagai berikut:
r11 = (
) (
∑
)
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen
= banyaknya butir soal
∑ = jumlah varians butir
= varians total
Interpretasi koofisien reliabilitas suatu butir soal menurut Arikunto (2013: 319),
diambil dari interpretasi nilai r yang disajikan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Kriteria Koefisien Reliabilitas
Koefisien relibilitas (r11) Kriteria
0,00 ≤r11≤ 0,20 Sangat rendah
0,20 <r11 ≤ 0,40 Rendah
0,40 <r11≤ 0,60 Sedang
0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi
0,80 <r11≤ 1,00 Sangat tinggi
Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas menggunakan bantuan SPSS. Pada
penelitian ini data dikatakan reliabel jika nilai koefisien minimal mencapai 0,6
yaitu bahwa kategori minimal data reliabel adalah sedang. Berdasarkan hasil
perhitungan uji coba instrumen keterampilan berpikir reflektif, diperoleh nilai
koefisien reliabilitas sebesar 0,884. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen yang
diujicobakan memiliki reliabilitas yang sangat tinggi sehingga instrumen tes dapat
51
digunakan. Hasil perhitungan reliabilitas selengkapnya terdapat pada Lampiran
C.2. halaman 173.
c. Tingkat kesukaran
Arikunto (2009: 223) untuk menghitung tingkat kesukaran soal dihitung dengan
rumus sebagai berikut.
Keterangan :
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi indeks kesukaran menurut Arikunto (2009: 225), sebagai berikut :
Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
Hasil perhitungan tingkat kesukaran uji coba soal disajikan pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Hasil Tingkat Kesukaran Butir Soal
Nomor Soal Indeks Tingkat Kesukaran Interpretasi
1a 0,629 Sedang
1b 0,586 Sedang
1c 0,491 Sedang
2a 0,629 Sedang
2b 0,466 Sedang
2c 0,647 Sedang
3a 0,457 Sedang
3b 0,560 Sedang
3c 0,500 Sedang
4a 0,690 Sedang
4b 0,397 Sedang
52
Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal dengan tingkat
kesukaran sedang. Hasil perhitungan tingkat kesukaran selengkapnya terdapat
pada Lampiran C.3. halaman 174.
d. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat
membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan
rendah. untuk menghitung daya beda terlebih dahulu diurutkan dari nilai tertinggi
dan terendah. Berikut perhitungan indeks daya pembeda (DP) soal uraian
digunakan rumus sebagai berikut berdasarkan pendapat Sudijono (2008: 389)
yaitu:
Keterangan:
DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
BA = Rata-rata nilai kelompok atas pada butir soal yang diolah
BB = Rata-rata nilai kelompok bawah pada butir soal yang diolah
JA = Jumlah skor maksimum butir soal yang diolah pada kelompok atas
JB = Jumlah skor maksimum butir soal yang diolah pada kelompok bawah
Adapun interpretasi indeks daya pembeda suatu butir soal menurut Sudijono
(2013: 399) dapat dilihat dalam Tabel 3.13.
Tabel 3.13 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Daya Pembeda Kriteria
Negatif ≤ DP ≤ 0,00 Sangat Buruk
0,01 ≤ DP ≤ 0,20 Buruk
0,21 ≤ DP ≤ 0,40 Cukup
0,41 ≤ DP ≤ 0,70 Baik
0,71 ≤ DP ≤ 1,00 Sangat Baik
53
Kriteria soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi baik
dan sangat baik. Hasil hitung daya beda uji coba soal disajikan pada Tabel 3.14.
Tabel 3.14 Hasil Daya Pembeda Butir Soal
Nomor Soal Nilai Daya Pembeda Interpretasi
1a 0,500 Baik
1b 0,625 Baik
1c 0,438 Baik
2a 0,500 Baik
2b 0,500 Baik
2c 0,438 Baik
3a 0,438 Baik
3b 0,500 Baik
3c 0,531 Baik
4a 0,656 Baik
4b 0,563 Baik
Dengan melihat hasil perhitungan daya pembeda butir soal yang diperoleh, maka
instrumen tes yang sudah diujicobakan telah memenuhi kriteria daya pembeda
soal yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Hasil perhitungan daya
pembeda butir soal selengkapnya terdapat pada Lampiran C.4. halaman 175.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah statistik deskriptif
dan Uji-t. Teknik analisis data dijelaskan berdasarkan jenis instrumen yang
digunakan dalam setiap tahapan penelitian pengembangan yaitu.
1. Analisis Data Studi Pendahuluan
Data studi pendahuluan ini berupa hasil observasi dan wawancara untuk dianalisis
secara deskriptif sebagai latar belakang diperlukannya pengembangan model
54
pembelajaran learning cycle berbantuan animasi. Observasi dilakukan di dalam
kelas VIII MTs GUPPI Lampung Selatan. Wawancara dilakukan pada guru mata
pelajaran matematika yang mengajar kelas VIII. Hasil review berbagai buku teks
serta KI dan KD matematika SMP Kelas VIII juga dianalisis secara deskriptif
sebagai acuan untuk menyusun perangkat pembelajaran.
2. Analisis Data Validasi
Data yang diperoleh dari validasi model pembelajaran, silabus, RPP, media
animasi, dan soal tes keterampilan berpikir reflektif adalah hasil validasi para ahli
melalui angket skala kelayakan. Analisis yang digunakan berupa deskriptif
kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa komentar dan saran dari validator
dideskripsikan secara kualitatif sebagai acuan untuk memperbaiki model
pembelajaran, silabus, RPP, media animasi, dan soal tes keterampilan berpikir
reflektif. Data kuantitatif berupa skor penilaian ahli materi dan ahli media
dideskripsikan secara kuantitatif menggunakan skala likert dengan 4 skala
kemudian dijelaskan secara kualitatif. Skala yang digunakan dalam penelitian
pengembangan ini adalah 4 skala, yaitu.
1) Skor 1 adalah kurang baik.
2) Skor 2 adalah cukup baik.
3) Skor 3 adalah baik.
4) Skor 4 adalah sangat baik.
Berdasarkan data angket validasi yang diperoleh, rumus yang digunakan untuk
menghitung hasil angket dari validator adalah sebagai berikut:
∑
∑
55
Keterangan :
P : Presentase yang dicari
∑ : Jumlah nilai jawaban responden ∑ : Jumlah nilai ideal
Sebagai dasar pengambilan keputusan untuk merevisi produk yang dikembangkan
yaitu menggunakan kriteria penilaian yang dijelaskan pada Tabel 3.15.
Tabel 3.15 Interpretasi Kriteria Penilaian Validitas Instrumen
Persentase (%) Kriteria Validasi
76-100 Valid
56-75 Cukup Valid
40-55 Kurang Valid
0-39 Tidak Valid
Arikunto (2009)
Hasil pertimbangan dari para validator, kemudian dianalisis dengan menggunakan
Q-Chohran. Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat keseragaman
validator dalam memvalidasi. Adapun hipotesis yang akan diujikan adalah:
Ho : Validator memberikan pertimbangan sama atau seragam
H1 : Validator memberikan pertimbangan berbeda atau tidak seraga
Dengan kriteria yang digunakan, jika asymp.sig > α (α = 0,05) maka Ho diterima.
Sedangkan pada kondisi lain maka Ho ditolak.
3. Analisis Data Tingkat Kepraktisan
Untuk memperkuat data hasil penilaian kevalidan atau kelayakan, dilakukan juga
penilaian kepraktisan model pembelajaran yang dikembangkan oleh guru
matematika dan respon siswa berupa angket pengembangan model. Penilaian
berdasarkan data angket yang diperoleh. Kriteria analisis nilai rata-rata yang
digunakan disajikan dalam Tabel 3.16
56
Tabel 3.16 Kriteria Kepraktisan Analisis Rata-rata
Nilai Tingkat Kepraktisan
85-100 Sangat praktis
70-84 Praktis
55-69 Cukup Praktis
50-54 Kurang Praktis
0-49 Tidak Praktis
Arikunto (2013: 115)
Rumus yang digunakan untuk menghitung angket dari siswa adalah sebagai
berikut.
∑
∑
Keterangan:
P : Presentase yang dicari
∑ : Jumlah nilai jawaban responden
∑ : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi
4. Analisis Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle berbantuan
Animasi untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Reflektif Siswa
Data untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran learning cycle berbantuan
animasi dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan tes keterampilan
berpikir reflektif sebelum pembelajaran (pretest) dan setelah pembelajaran
(posttest) pada kelas eksperimen dan kontrol. Data yang diperoleh dari pretest dan
postest dianalisis menggunakan uji statistik. Sebelum melakukan analisis uji
statistik perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui apakah sebaran data responden
berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan
dengan uji Kolmogorov-Smirnov Z (K-S Z) menggunakan software SPSS versi
57
20.0 dengan kriteria pengujian yaitu jika nilai probabilitas (sig) dari Z ≥ 0,05,
maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005).
1) Hipotesis untuk uji normalitas data adalah:
: data berdistribusi normal
: data tidak berdistribusi normal
2) Kriteria pengambilan keputusan:
a. Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka diterima dalam arti data berdistribusi
normal
b. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka ditolak dalam arti data tidak
berdistribusi normal
3) Hasil Perhitungan
Data uji normalitas diperoleh dari hasil pretest dan hasil posttest kelas VIII A
sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B sebagai kelas kontrol. Berikut hasil
uji normalitas sebaran data pretest dan posttest pada Tabel 3.17.
Tabel 3.17 Hasil Uji Normalitas Keterampilan Berpikir Reflektif
Data Kolmogorov-Smirnov
a
Keterangan Statistic Df Sig.
Pretest Kelas Eksperimen 0,11 30 0,20 Sig > 0,05 = normal
Posttest Kelas Eksperimen 0,13 30 0,20 Sig > 0,05 = normal
Pretest Kelas Kontrol 0,11 30 0,20 Sig > 0,05 = normal
Posttest Kelas Kontrol 0,13 30 0,19 Sig > 0,05 = normal
Hasil uji normalitas sebaran data pretest kelas eksperimen dan kontrol
diketahui bahwa data tersebut memiliki Signifikansi yang sama yaitu 0,20.
Dengan demikian, Signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
data pretest kelas eksperimen berdistribusi normal. Hasil perhitungan
58
normalitas sebaran data pretest kelas kontrol diketahui bahwa data tersebut
memiliki Signifikansi = 0,20. Dengan demikian, Signifikansi lebih dari 0,05
maka dapat disimpulkan data pretest kelas kontrol berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas sebaran data posttest kelas eksperimen diketahui bahwa
data tersebut memiliki Signifikansi = 0,20. Dengan demikian, Signifikansi lebih
dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data posttest kelas eksperimen
berdistribusi normal. Hasil perhitungan normalitas sebaran data posttest kelas
kontrol diketahui bahwa data tersebut memiliki Signifikansi = 0,19. Dengan
demikian, Signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan data pretest
kelas kontrol berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas
selengkapnya terdapat pada Lampiran C.7 halaman 178.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas variansi dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
data memiliki variansi yang homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas
variansi maka dilakukan uji Levene. Dalam penelitian ini, uji homogenitas
menggunakan uji Levene dengan software SPSS versi 20.0 dengan kriteria
pengujian adalah jika nilai probabilitas (Sig.) lebih besar dari = 0,05, maka
hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005).
1. Hipotesis untuk uji homogenitas data adalah:
:
(kedua kelompok populasi memiliki varians yang homogen)
:
(kedua kelompok populasi memiliki varians yang tidak homogen)
2. Kriteria pengambilan keputusan:
59
a. Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka diterima dan varian pada tiap
kelompok sama atau homogen.
b. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka ditolak dan dan varian pada tiap
kelompok tidak sama atau tidak homogen.
3. Hasil perhitungan
Data uji homogenitas diperoleh dari hasil pretest dan hasil posttest kelas VIIIA
sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIIB sebagai kelas kontrol. Hasil
perhitungan uji homogenitas data pretest dan posttest digunakan untuk menguji
keterampilan berpikir reflektif siswa. Berikut hasil uji homogenitas sebaran
data pretest dan posttest pada Tabel 3.18.
Tabel 3.18 Hasil Uji Homogenitas Keterampilan Berpikir Reflektif
Data Levene
Statistic df1 df2 Sig. Keterangan
Pretest Kelas Kontrol
dan Eksperimen 0,073 1 58 0,788
Sig > 0,05 =
homogen
Posttest Kelas Kontrol
dan Eksperimen 0,163 1 58 0,688
Sig > 0,05 =
homogen
Hasil uji homogenitas sebaran data pretest kelas kontrol dan kelas ekperimen
diketahui bahwa data tersebut memiliki Signifikansi = 0,788. Dengan
demikian, Signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
pretest kelas kontrol dan kelas ekperimen mempunyai varian pada tiap
kelompok sama atau homogen.
Hasil perhitungan uji homogenitas sebaran data posttest kelas kontrol dan kelas
eksperimen diketahui bahwa data tersebut memiliki Signifikansi = 0,688.
Dengan demikian, Signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
60
data posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen mempunyai varian pada tiap
kelompok sama atau homogen. Hasil perhitungan uji homogenitas
selengkapnya terdapat pada Lampiran C.8 halaman 179.
c. Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas data, diperoleh bahwa data
skor awal (pretest) dan skor akhir (posttest) kelas kontrol dan eksperimen berasal
dari populasi yang berdistribusi normal. Menurut Sudjana (2005: 243), apabila
data dari kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varian yang sama maka
analisis data dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu
Uji-t dengan hipotesis uji sebagai berikut.
1. Hipotesis data skor awal (pretest)
(tidak ada perbedaan kemampuan awal keterampilan berpikir
reflektif siswa kelas kontrol dengan kelas ekperimen)
(ada perbedaan kemampuan awal keterampilan berpikir reflektif
siswa kelas kontrol dengan kelas ekperimen)
2. Hipotesis data skor akhir (posttest)
(tidak ada perbedaan keterampilan berpikir reflektif siswa yang
menggunakan model pembelajaran learning cycle berbantuan
animasi dengan keterampilan berpikir reflektif siswa yang
menggunakan model pembelajaran konvensional)
(ada perbedaan keterampilan berpikir reflektif siswa yang
menggunakan model pembelajaran learning cycle berbantuan
animasi dengan keterampilan berpikir reflektif siswa yang
menggunakan model pembelajaran konvensional)
61
3. Kriteria pengambilan keputusan:
a. Jika nilai sig > 0,05 maka diterima.
b. Jika nilai sig ≤ 0,05 maka diterima.
Pada data skor akhir (posttest), jika hipotesis nol ditolak maka perlu dianalisis
lanjutan untuk mengetahui apakah keterampilan berpikir reflektif siswa yang
menggunakan model pembelajaran learning cycle berbantuan animasi lebih tinggi
daripada keterampilan berpikir reflektif siswa yang menggunakan model
pembelajaran konvensional. Adapun analisis lanjutan tersebut melihat data sampel
mana yang rata-ratanya lebih tinggi.
Data yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest keterampilan berpikir reflektif
dianalisis untuk mengetahui besarnya peningkatan keterampilan berpikir reflektif
siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran learning cycle
berbantuan animasi dan siswa yang menggunakan model pembelajaran
konvensional). Menurut Melzer besarnya peningkatan dihitung dengan rumus
gain (Noer, 2010), adapun rumus nilai gain yaitu:
g =
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi dari Hake (Noer, 2010) seperti terdapat pada Tabel 3.19.
Tabel 3.19 Interpretasi Nilai Gain (g)
Nilai Gain (g) Kriteria
g > 0,7 Tinggi
0,3 < g ≤ 0,7 Sedang
g ≤ 0,3 Rendah
97
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut.
1. Pengembangan model pembelajaran learning cycle berbantuan animasi untuk
meningkatkan keterampilan berpikir reflektif siswa, dilakukan melalui
analisis studi pendahuluan, pengembangan produk, validasi ahli, uji coba
lapangan awal, dan uji coba lapangan.
2. Model pembelajaran learning cycle berbantuan animasi dikembangkan
dengan menambahkan indikator keterampilan berpikir reflektif dan media
animasi pada tahap-tahap pembelajaran.
3. Produk pengembangan model pembelajaran learning cycle berbantuan
animasi untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif siswa layak
untuk diimplementasikan setelah memenuhi kriteria valid dan praktis.
4. Pengembangan model pembelajaran learning cycle berbantuan animasi untuk
meningkatkan keterampilan berpikir reflektif siswa. Hasil analisis deskriptif
menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata skor N-Gain keterampilan berpikir
reflektif siswa setelah diberikan pengembangan model pembelajaran learning
cycle berbantuan animasi lebih dari rata-rata skor N-Gain keterampilan
berpikir reflektif siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
98
Peningkatan rata-rata skor N-Gain keterampilan berpikir reflektif siswa pada
model pembelajaran learning cycle berbantuan animasi termasuk dalam
kriteria sedang.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, dikemukakan saran-saran sebagai
berikut.
1) Guru dapat menggunakan produk pengembangan model pembelajaran
learning cycle berbantuan animasi sebagai alternatif untuk meningkatkan
keterampilan berpikir reflektif siswa pada materi pokok teorema pythagoras
kelas VIII SMP.
2) Pengembangan model pembelajaran ini hanya terbatas pada materi teorema
pythagoras Kelas VIII SMP untuk memfasilitasi peningkatan keterampilan
berpikir reflektif siswa, maka disarankan kepada pembaca atau peneliti lain
yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai model
pembelajaran learning cycle hendaknya melakukan pengembangan pada
ruang lingkup materi yang berbeda, pada tingkat satuan pendidikan yang
berbeda, atau dalam kemampuan lainnya yang harus dimiliki siswa dalam
pembelajaran matematika.
3) Peneliti atau guru yang ingin menerapkan pengembangan model
pembelajaran learning cycle berbantuan animasi sebaiknya memperhatikan
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengembangan animasi, hal ini
dilakukan agar tidak terjadi kendala saat proses pembelajaran berlangsung.
99
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. I., & Kilcher, A. 2010. Teaching for student learning: Becoming an
accomplished teacher. Taylor & Francis, New York. 456 pp.
Ariestyan, Y., Sunardi., & Kurniati, D. 2016. Proses Berpikir Reflektif Siswa
Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Sistem Persamaan Linear
Dua Avriabel. Jurnal Kadikma, Vol. 7, No. 1, hal. 94-104, April 2016
Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta. 242
hlm.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta,
Jakarta. 413 hlm.
Borg, W.R. dan Gall, M.D. 2003. Educational Research: an Introduction, Seventh
Editions. Boston: Pearson. 984 hlm.
Bybee, R. W., Taylor, J.A., Gardner A., Scotter, P. V., Powell, J.C., Westbrook,
A. & Landes, N. 2006. The bscs 5e instructional model: origins and
effectiveness. Office Of Science Education zkarlsson Penelitian Pendidikan.
PT Remaja Rosdakarya, Bandung. 43 hlm.
Djamarah S. B. 2008. Psikologi Belajar. Rineka Cipta, Jakarta. 259 hlm.
Einsenkraft, A. 2003. Expanding the 5E model. Science Teacher, Washington.
70(6), 56-59.
Fajaroh, F., Dasna, I. W. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar
(Learning cycle). Universitas Negeri Malang, Malang
Fisher, A. 2001. Critical thinking an introduction. Cambridge press syndicate of
the university Cambridge. 302 pp.
Fitriani, S., Sudin, A., & Sujana, A. 2016. Penerapan Model Learning cycle 7E
Pada Materi Sumber Daya Alam Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas IVA SDN 1 Depok Kabupaten Cirebon. Jurnal Pena Ilmiah.
1(1):511-520.
Fuady, A. 2014. Berfikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Matematika. Volume 1 Nomor 2 P-ISSN: 2502-7638; E-
ISSN: 2502-8391 104-112.
100
Gay, L.R. 1981. Educational research: competencies for analysis & application.
OH: Merill, Columbus. 672 pp.
Ghanizadeh, A. 2016. The interplay between reflective thinking, critical thinking,
self-monitoring, and academic achievement in higher education. Higher
Education, The International Journal of Higher Education Research July
ISSN: 0018-1560, 74(1), pp 101–114.
Gilakjani, A.P . 2012. Visual, Auditory, Kinaesthetic Learning Styles and Their
Impacts on English Language Teaching, Journal of Studies in Education. 2
(1), 104-113.
Gilakjani, A.P. 2012. Visual, Auditory, Kinaesthetic Learning Styles and Their
Impacts on English Language Teaching. Journal of Studies in Education,
2(1) 104-113
Hikmawati. 2015. Pembelajaran Fisika dengan Model Siklus Belajar 5E (Engage,
Explore, Explain, Elaborate, Evaluate) Sebagai Upaya Meningkatkan
Kecakapan Hidup Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi, 1(1), 24-
37. http://www.cala.fsu.edu/files/higher_order_thinking_skills.pdf. Diakses
pada 21 januari 2017.
Imaniyah, I., Siswoyono, dan Fauzi, B. 2015. Pengaruh model pembelajaran
learning cycle 7e terhadap hasil belajar fisika siswa SMA. Jurnal Penelitian
dan Pengembangan Pendidikan Fisika, 11: hlm 17 -24.
Insani, S., R. 2017. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri SMA
dengan Model Learning cycle 7E Berorientasi pada Prestasi Belajar,
Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Rasa Ingin Tahu Siswa Kelas X
SMA.(Tesis). Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta
Istiqlal, M. 2013. Pengembangan Multimedia Pembelajaran Matematika Bagi
Siswa Sma Untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Matematika
Pada Materi Logika Matematika. (Tesis). Universitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta
Jado, S. M. A. 2015. The Effect of using Learning Journals on Developing
SelfRegulated Learning and Reflective Thinking among Pre-Service
Teachers in Jordan. Journal of Education and Practice, ISSN 2222-1735
(Paper) ISSN 2222-288X (Online), 6(5). 89-103
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. 2009. Models of Teaching Model-model
Pengajaran. Edisi 8. Terjemahan A. Fuwaid & A. Mirza. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Karlsson, G. 2012. Instructional Technologies In Science Education Students‟
scientific reasoning in collaborative classroom activities. (Dissertation).
Department of applied Information Technology University of Gothenburg,
Göteborg Sweden. 127 pp.
101
Kim, D., & Gilman, D. A. 2008. Effect of Text, Audio, and Graphic Aids in
Multimedia Instruction for Vocabulary Learning. Education Technology &
Society, 11 (3), 114-126
King, F. J., Goodson, L., & Rohani, F. 1998. Higher order thinking skills.
Publication of the Educational Services Program, Now Known as the
Center for Advancement of Learning and Assessment. Obtido de:
Www.Cala.Fsu.Edu. 1–176. Retrieved from
King, M. P., & Kitchener, K.S. 1993. The development of reflective thingking in
the college years : the mixed result. New Direction of Higher Education. 25-
42
Krulik, S & Milou, E. 2014. Teaching Mathematics in Middle School A Practical
Guide. MA: D.C. Keath and Company, Boston.
Kunandar. 2007. Guru Profesional : Implementasi KTSP dan persiapan
menghadapi sertifikasi guru. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 418 hlm.
Laelasari, T. S. dan Nurul I K. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Learning
cycle 7e dalam Kemampuan Representasi Matematis Mahasiswa. Jurnal
Euclid, ISSN 2355-1712, 1(2), pp. 60-136
Marek, E. A. 2008. Why the learning cycle? Journal of Elementary Science
Education, 20, 1, 63-69
Maulana. 2017. Konsep Dasar Matematika dan Pengembangan Kemampuan
Berpikir Kritis - Kreatif. UPI Sumedang Press, Sumedang. 309 hlm.
Mayer, R. E. & Moreno, R. 2002. Animation as an aid multimedia learning.
Educational psychology review, 4(1) pp 86-93
Nindiasari, H. 2011. Pengembangan Bahan Ajar Dan Instrumen Untuk
Meningkatkan Berpikir Reflektif Matematis Berbasis Pendekatan
Metakognitif Pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Seminar
Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Matematika dan
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 –
3. 254 hlm.
Nizam, 2016. Ringkasan Hasil-hasil Asesmen Belajar Dari Hasil UN, PISA,
TIMSS, INAP. Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
https://puspendik.kemdikbud.go.id/seminar/upload/Hasil%20Seminar%20P
uspendik%202016/Nizam-
Hasil%20Penilaian_seminar%20puspendik%202016.pdf. Diakses pada 28
januari 2019.
Noer, S. H. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, Reflektif
(K2R) Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah
(Disertasi). FPMIPA UPI, Bandung.
102
Nuhoglu, H. & Yalcin, N. 2006. The Effectiviness Of The Learning cycle Model
To Increase Students’ Achievement In The Physics Laboratory. Journal Of
Turkish Science Education. 3(2). 28-30.
OECD. PISA 2015 Results (Volume I) 2015. https://www.oecd-
ilibrary.org/education/pisa-2015-results-volume-
i/indonesia_9789264266490-21-en Diakses pada 12 September 2017.
Polyiem, T. 2011. Learning Achievement, Science Process Skill, and Moral
Reasoning of Ninth Grade Student Learn by 7E Learning cycle
Socioscientific Issue-Based Learning. Australian Journal of Basic and
Applied Science, 5(10), 257-264.
Prasetyo, Z. K. 2017. Pembelajaran dan Kompetensi Pendidik Abad 21.
INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter,
Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Mengfhadapi Abad 21. Prosiding
Seminar Nasional Inovasi Pendidikan. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta. 2-8 hlm.
Puspendik. 2018. Laporan Hasil Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2017/2018.
Pusat Penilaian Pendidikan Kemendikbud. Diakses melalui
https://puspendik.kemdikbud.go.id/hasil-un/ pada tanggal 2 Januari 2019
Ramadhani, R. 2016. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika yang
Berorientasi pada Model Problem Based Learning. Jurnal Matematika
Kreatif-Inovatif (KREANO). 7(2) hlm 116-122.
Rangkuti, A. N. 2014. Konstruktivisme dan Pembelajaran Matematika. Jurnal
Darul „Ilmi. 2(2). 61-76.
Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Sanjaya, W. 2008. Kurikulum dan pembelajaran: teori dan praktik
pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kencana
Prenada Media Group, Jakarta. 379 hlm.
Schaaf, M. V. D., Baartman, L., Prins, F., et al. 2013. Feedback dialogues that
stimulate students reflective thinking. Scandinavian Journal of Educational
Research, 57, 227-245, https://doi.org/10.1080/00313831.2011.628693
diakses pada 20 agustus 2018
Soekamto, T. & Winataputra, U. D. 1995. Teori Belajar dan Model – Model
pembelajaran. Ditjen Dikti, Depdiknas. Jakarta.
Sudijono, A. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo, Jakarta. 488
hlm.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika (Cet. VI). Tarsito, Bandung. 301 hlm.
103
Sumarsih. 2009. Implementasi Teori Pembelajaran Konstruktivistik dalam
Pembelajaran Mata Kuliah Dasar-Dasar Bisnis. Jurnal Pendidikan
Akuntansi Indonesia, 8(1) hlm 54 – 62.
Suparno, Paul. 2000. Filsafat Kontruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius. 95 hlm.
Trianto, 2007. Model-model Pembelajaran iInovatif berorientasi kontruktivistik.
Prestasi Pustaka, Jakarta. 170 hlm.
Trihendradi, C. 2005. Step by Step SPSS 17.0 Analisis Data Statistik. Andi Offset,
Yogyakarta. 300 hlm.
Wena, I. M. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan
Konseptual Operasional Cetakan keenam. Bumi Aksara, Jakarta. 262 hlm.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Pustaka Belajar,
Yogyakarta. 254 hlm.
__________. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Bumi Aksara,
Jakarta. 261 hlm.
Wilder, M., & Shuttleworth, P. 2005. Cell inquiry: A 5E learning cycle lesson.
Science Activities: Classroom Projects and Curriculum Ideas. 41(4), 37-43
Yunarti, T. 2009. Fungsi dan Pentingnya Pertanyaan dalam Pembelajaran.
Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika UNY. ISBN : 978-979-1
6353-3-2 174-184
`
top related