penentuan formulasi daging ayam dan dangke … · nilai thiobarbituric-acid dan kualitas...
Post on 06-May-2019
256 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
PENENTUAN FORMULASI DAGING AYAM DAN DANGKE
TERBAIK DALAM PEMBUATAN NUGGET BERDASARKAN
NILAI THIOBARBITURIC-ACID DAN KUALITAS
ORGANOLEPTIK
SKRIPSI
OLEH:
AYU ANGGA RENY
I111 12 280
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
PENENTUAN FORMULASI DAGING AYAM DAN DANGKE
TERBAIK DALAM PEMBUATAN NUGGET BERDASARKAN
NILAI THIOBARBITURIC-ACID DAN KUALITAS
ORGANOLEPTIK
OLEH:
AYU ANGGA RENY
I111 12 280
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana
pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ayu Angga Reny
NIM : I111 12 280
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil
dan Pembahasan, tidak asli alias plagiasi maka saya bersedia membatalkan dan
dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, Mei 2016
Ayu Angga Reny
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul
“Penentuan Formulasi Daging Ayam dan Dangke Terbaik dalam Pembuatan
Nugget berdasarkan Nilai Thiobarbituric-Acid dan Kualitas Organoleptik”
Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
hanturkan dengan penuh rasa hormat kepada :
1. Ibu Dr. Wahniyathi Hatta, S.Pt., M.Si selaku Pembimbing Utama dan bapak Prof.
Dr. Ir. H. Effendi Abustam, M.Sc. selaku Pembimbing Anggota, atas segala bantuan
dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan saran sejak awal
penulisan skripsi hingga selesai.
2. Ayahanda tercinta Anca, SE dan ibunda Nuraeni terima kasih atas segala doa,
motivasi, dan kasih sayang serta materi yang diberikan kepada penulis.
3. Kedua saudara(i) saya Dwi Aras Pancarany dan Muh. Restu Imam Madaniah yang
senantiasa membantu dan memberikan motivasi untuk selalu lebih semangat.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik
sekaligus Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin atas nasehat yang
diberikan kepada penulis selama perkuliahan.
5. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin atas bantuan dan waktu untuk melegalisir semua
persuratan yang dibutuhkan penulis.
6. Bapak Dr. Muhammad Ichsan A. Dagong, S.Pt., M.Si., bapak Dr. Hikmah M. Ali,
S.Pt., M.Si., dan ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt., M.P selaku dosen pembahas, terima
vi
kasih atas waktu luang untuk memberi saran yang membangun dalam penulisan
skripsi ini.
7. Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt., M.P dan ibu Endah Murpi Ningrum, S.Pt., M.P
selaku panitia seminar usulan penelitian dan seminar hasil, terima kasih atas waktu
dan partisipasinya dalam pelaksanaan seminar penulis.
8. Seluruh dosen dan staf pengurus Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
9. Kak Syamsuddin, S.Pt. dan Kak Haikal, S.Pt., terima kasih atas bantuan dan
bimbingannya di laboratorium selama penelitian.
10. Muh. Nur Ichwan Husain, Rahmat Burhan dan Agus Maulana, terima kasih atas
bantuannya selama penelitian.
11. Teman-teman Solandeven 2011, FM 2012, Larva 2013, dan teman-teman 2014 atas
partisipasinya dalam uji organoleptik.
12. Teman angkatan, teman sekelas, teman seperjuangan dan saudara saya dari orang tua
yang berbeda SOLKARS terima kasih atas motivasi dan dukungannya.
13. Saudari Emma Rizqal Maftuhah dan Zulfa Nurdin serta teman posko KKN Gel. 90
khususnya teman posko Kaballangang dan teman Kec. Duampanua, Kab. Pinrang,
terima kasih atas motivasi yang diberikan.
14. Saudari Susanti Dahlan, terima kasih atas bantuan dan dukungan yang diberikan
kepada penulis.
15. Teman sekolah DuPaTu terima kasih doa dan dukungannya.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, terima kasih atas
bantunnya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan
dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Makassar, Mei 2016
Ayu Angga Reny
vii
ABSTRAK
Ayu Angga Reny (I111 12 280). Penentuan Formulasi Daging Ayam dan
Dangke Terbaik dalam Pembuatan Nugget berdasarkan Nilai Thiobarbituric-Acid dan
Kualitas Organoleptik. Dibawah bimbingan Wahniyathi Hatta selaku pembimbing
utama dan Effendi Abustam selaku pembimbing anggota.
Seiring perkembangan zaman, olahan dangke semakin variatif dan sekarang ini
dangke telah diolah menjadi nugget. Nugget adalah produk olahan daging yang dibuat
dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan segi empat dan dilapisi dengan
tepung berbumbu (battered atau braded). Nugget dangke yang dikenal oleh masyarakat di
kabupaten Enrekang berupa dangke yang dipotong-potong berbentuk segi empat lalu
dibaluri dengan telur dan tepung roti. Berdasarkan hal tersebut, penelitian dilakukan
untuk mengkaji pengembangan dangke dalam bentuk produk olahan nugget. Penelitian
bertujuan mengetahui pengaruh perbedaan formulasi daging ayam dan dangke terhadap
nilai Thiobarbituric-Acid dan kualitas organoleptik nugget, serta menentukan persentase
level dangke yang terbaik dalam pembuatan nugget. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) untuk uji TBA dan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) untuk uji organoleptik dengan lima ulangan. Perlakuan penelitian adalah
perbandingan persentase daging ayam dan dangke dalam formulasi bahan nugget, yaitu
100%:0%; 75%:25%; 50%:50%; 25%:75% dan 0%:100%.. Adapun parameter yang
diukur meliputi nilai TBA (Thiobarbituric-acid) dan kualitas organoleptik (kekenyalan,
warna, aroma, rasa dan kesukaan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi
daging ayam dan dangke, lama penyimpanan, serta interaksi antara formulasi daging
ayam dan dangke dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
Thiobarbituric-Acid nugget. Semakin tinggi persentase daging ayam dalam formulasi
nugget, maka semakin tinggi kualitas tekstur, warna, aroma daging, aroma susu, rasa dan
tingkat kesukaan nugget. Level penggunaan dangke terbaik dalam formulasi bahan
nugget adalah 50%.
Kata Kunci: Nugget, daging ayam, dangke, Thiobarbituric-Acid, organoleptik.
viii
ABSTRACT
Ayu Angga Reny (I111 12 280). Determine The Best Formulation of Chicken
Meat and Dangke to Making Nugget by Thiobarbituric-Acid value and Organoleptic
Quality. Under the guidance of Wahniyathi Hatta as Main Supervisor and Effendi
Abustam as Second Supervisor.
A long with the times, processed dangke was increasingly varied and now dangke
has been processed into nugget. Nugget is a product that made from ground meat that
molded in the form of rectangular pieces and coated with seasoned flour (battered or
braded). Nugget dangke who known by people in the district Enrekang as dangke that
cuted in rectangular pieces and coated with egg and bread crumb. Based on that, the
research was conducted to study the development of dangke in form of processed nugget.
The study aims to determine the effect of different formulations of chicken meat and
dangke againts Thiobarbituric-Acid value and organoleptic qualities nuggets, as well as
determining the percentage the best level of dangke in making nuggets. This study was
conducted experimentally using Complete Randomized Design of Factorial (CRDF) for
the TBA test and Complete Randomized Design (CRD) for the organoleptic test with five
replications. Treatment study is a comparison of the percentage of chicken meat and
dangke in formulations the materials of nugget, i.e. 100% : 0%; 75% : 25%; 50% : 50%;
25% : 75% and 0% : 100%. The parameters measured include the value of TBA
(Thiobarbituric-Acid) and organoleptic qualities (elasticity, color, smell, taste and
favorites). The results showed that the formulation of chicken meat and dangke, duration
of storage, as well as the interaction beetwen the formulation of chicken meat and dangke
with the length of storage did not significantly affect the value of Thiobarbituric-Acid
nugget. The best level of using dangke in formulations nugget is 50%.
Keyword : Nugget, chicken, dangke, Thiobarbituric-Acid, organoleptic.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Dangke ...................................................................................................... 3
Nugget ...................................................................................................... 4
Disversifikasi Produk Nugget................................................................... 6
Oksidasi Lemak pada Produk Pangan ...................................................... 9
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 11
Materi Penelitian ...................................................................................... 11
Rancangan Penelitian ............................................................................... 12
Prosedur Pembuatan Nugget Ayam Dangke ............................................ 12
Parameter yang Diukur ............................................................................. 13
Nilai TBA (Thiobarbituric-Acid) ............................................................. 13
Kualitas Organoleptik ............................................................................... 13
Analisis Data ............................................................................................ 14
Halaman
x
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai TBA (Thiobarbituric-Acid) ............................................................. 16
Kekenyalan ............................................................................................... 18
Warna ...................................................................................................... 19
Aroma Daging .......................................................................................... 20
Aroma Susu .............................................................................................. 21
Rasa ......................................................................................................... 22
Kesukaan ................................................................................................. 24
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .............................................................................................. 26
Saran ........................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27
LAMPIRAN ..................................................................................................... 30
xi
DAFTAR TABEL
No.
Teks
1. Komposisi zat gizi susu sapi per 100 gram .......................................................... 4 2. Komposisi nilai gizi dangke yang berasal dari Enrekang ............................ 4
3. Syarat mutu nugget ayam................................................................................. 6
4. Formulasi bahan dasar nugget ........................................................................ 11
5. Pengujian kualitas organoletik terhadap nugget ............................................ 14
6. Nilai rata-rata TBA (mg malonaldehida/kg) nugget dengan berbagai
formulasi daging ayam dan dangke sebelum dan setelah penyimpanan
selama 14 hari pada refrigerator .......................................................................... 16
7. Rerata skor uji kekenyalan nugget dengan berbagai formulasi daging
ayam dan dangke ................................................................................................. 18
8. Rerata skor uji warna nugget dengan berbagai formulasi daging ayam
dan dangke ......................................................................................................... 19
9. Rerata skor uji aroma daging nugget dengan berbagai formulasi daging
ayam dan dangke ................................................................................................. 21
10. Rerata skor uji aroma susu nugget dengan berbagai formulasi daging
ayam dan dangke ................................................................................................. 22
11. Rerata skor uji rasa nugget dengan berbagai formulasi daging ayam
dan dangke .......................................................................................................... 23
12. Rerata skor uji kesukaan nugget dengan berbagai formulasi daging
ayam dan dangke ................................................................................................. 24
Halaman
xii
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
1. Diagram alir pembuatan nugget ..................................................................... 12
2. Diagram alir penentuan nilai TBA ................................................................ 13
3. Grafik kualitas organoleptik nugget dengan berbagai formulasi daging
ayam dan dangke ................................................................................................ 25
Halaman
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
1. Hasil uji Nilai TBA Nugget dengan SPSS ............................................................ 30 2. Hasil uji Kekenyalan Nugget dengan SPSS .................................................... 31
3. Hasil uji Warna Nugget dengan SPSS ............................................................. 31
4. Hasil uji Aroma Daging dari Nugget dengan SPSS .............................................. 32
5. Hasil uji Aroma Susu dari Nugget dengan SPSS .................................................. 32
6. Hasil uji Rasa Nugget dengan SPSS ..................................................................... 33
7. Hasil uji Kesukaan Nugget dengan SPSS ............................................................. 33
8. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ......................................................................... 34
...................................................................................................................... 47
Halaman
1
PENDAHULUAN
Susu sebagai bahan pangan dengan tingkat protein yang tinggi, rentan
mengalami kerusakan akibat pertumbuhan mikroorganisme maupun proses
kimiawi, misalnya oksidasi. Berbagai pengolahan dibutuhkan untuk
meningkatkan daya simpan susu. Susu dapat diolah dalam berbagai bentuk
produk, seperti susu bubuk, yogurt, keju, kefir, dangke, dan lain-lain. Dangke
merupakan makanan khas Enrekang yang dibuat dari susu yang dipanaskan
kemudian diberi tambahan getah pepaya untuk memisahkan protein susu. Dangke
memiliki tekstur menyerupai tahu namun memiliki cita rasa gurih seperti keju.
Hal ini menyebabkan dangke sering disebut “Keju Enrekang”. Dangke dapat
dikonsumsi secara langsung dengan tambahan garam dan dapat pula digoreng atau
dibakar.
Seiring perkembangan zaman olahan dangke semakin variatif dan
sekarang ini dangke telah diolah menjadi nugget. Nugget dangke yang dikenal
oleh masyarakat di kabupaten Enrekang berupa dangke yang dipotong-potong
berbentuk segi empat lalu dibaluri dengan telur dan tepung roti. Pada hakikatnya
nugget tidak hanya dapat dibuat dari daging baik ayam, sapi atau ikan, tetapi juga
dapat menggunakan bahan lain seperti kombinasi daging ayam dan dangke untuk
menambah cita rasa serta meningkatkan daya simpan produk. Kedua bahan
tersebut juga mengandung zat gizi yang tinggi sehingga dapat memberi varian
baru dalam produk olahan hasil ternak.
Nugget adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging giling yang
dicetak dalam bentuk potongan segi empat dan dilapisi dengan tepung berbumbu
2
(battered atau braded). Nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam atau ikan.
Nugget mengandung zat gizi yang cukup tinggi, yang terdiri dari protein, lemak,
karbohidrat, air, dan kandungan lainnya yang sangat baik bagi tubuh. Nugget yang
umum dikenal dimasyarakat berupa nugget ayam atau disebut juga Chickhen
Nugget. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini akan dilakukan untuk meneliti
kemungkinan pengembangan dangke dalam bentuk produk olahan nugget.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan formulasi
daging ayam dan dangke terhadap nilai TBA (Thiobarbituric-Acid) dan kualitas
organoleptik nugget, serta menentukan persentase level dangke yang terbaik
dalam pembuatan nugget. Penelitian ini diharapkan memberi gambaran kepada
masyarakat mengenai produk olahan dangke, juga dapat meningkatkan nilai gizi
produk, serta memberi varian baru dalam produk pengolahan hasil ternak
sehingga lebih bervariasi dan lebih diminati.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Dangke
Susu adalah hasil ternak berupa cairan berwarna putih yang disekresikan
oleh kelenjar mamae (ambing) pada mamalia. Susu juga merupakan bahan pangan
yang bernutrisi tinggi karena mengandung zat gizi berupa protein, lemak, kalsium,
vitamin, air dan zat gizi lainnya. Susu sangat baik dikonsumsi untuk menunjang
keseimbangan tubuh seperti pemenuhan kalsium tulang dan gigi serta menunjang
sistem hormonal (Widodo, 2003).
Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia masih sangat rendah
dibanding dengan negara lain seperti, Malaysia, Amerika, Jepang dan negara maju
lainnya. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hingga tahun 2009
tepatnya bulan Januari hingga Mei tingkat impor susu terus mengalami
peningkatan yaitu mencapai 90.147 ton. Hal ini selayaknya mendapat perhatian
dari pemerintah untuk memberi kepercayaan kepada peternak lokal untuk ikut
andil dalam pemenuhan kebutuhan susu dalam negeri dengan lebih meningkatkan
kualitas dari susu lokal sehingga lebih diminati (Widodo, 2003).
Susu sapi merupakan bahan pangan yang berasal dari ternak sapi perah
terdiri dari berbagai nutrisi antara lain air, protein, lemak, laktosa, mineral, dan
vitamin-vitamin. Air susu sapi mengandung unsur-unsur gizi yang sangat baik
bagi pertumbuhan dan kesehatan. Komposisi unsur-unsur gizi tersebut sangat
beragam tergantung beberapa faktor, seperti faktor keturunan, jenis hewan, pakan
yang meliputi jumlah dan komposisi pakan yang diberikan, iklim, lokasi, prosedur
4
pemerahan, serta umur sapi (Muharastri, 2008). Komposisi zat gizi disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi zat gizi susu sapi per 100 gram
Kandungan gizi Komposisi
Energy (kkl) 61
Protein (g) 3,2
Lemak (g) 3,5
Karbohidrat (g) 4,3
Kalsium (mg) 143
Fosfor (mg) 60
Besi (mg) 1,7
Vitamin A (µg) 39
Vitamin B1 (mg) 0,03
Vitamin C (mg) 1
Air (g) 88,3 Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI,2005).
Dangke merupakan salah satu produk olahan susu khas Indonesia yang
diolah di berbagai kecamatan di Kabupaten Enrekang, seperti Baraka, Anggeraja,
dan Alla. Marzoeki, et al. (1978) menyebutkan bahwa cirri fisik dari dangke
dengan kualitas yang baik adalah berwarna putih dan bersifat elastis. Dangke
merupakan produk olahan susu sapi atau kerbau, sejenis keju lunak yang dihasilkan tanpa
proses fermentasi dan menjadi makanan khas di kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Jumlah susu yang diolah menjadi dangke di daerah tersebut sekitar 6.000 liter per hari.
Dangke dijadikan lauk tradisional yang merupakan produk indegeneus bagi masyarakat
kabupaten Enrekang (Baba, 2012). Pada Tabel 2 disajikan komposisi nilai gizi dangke.
Tabel 2. Komposisi nilai gizi dangke yang berasal dari Enrekang
Kandungan gizi Komposisi ( % )
Kadar a i r 49,3 - 62,4
Kadar protein 15,7 - 33,0
Kadar lemak 8,8 - 21,6
Kadar abu 1,9 - 2,4 Sumber : Hatta dkk. (2013).
5
Nugget
Nugget merupakan salah satu jenis produk beku siap saji yaitu produkyang
telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian
dibekukan. Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan
selama satu menit pada suhu 150oC. Ketika digoreng nugget beku setengah
matang akan berubah menjadi kekuning-kuningan dan kering. Tekstur nugget
tergantung dari bahan dasarnya. Nugget pertama kali dipopulerkan di Amerika
Serikat dan cocok sekali dengan kondisi masyarakat yang sangat sibuk, sehingga
jenis makanan ini banyak diminati (Nurzainah dan Namida, 2005). Produk nugget
yang telah dimasak (digoreng), dibekukan sebelum dikemas dan didistribusikan
dalam kondisi beku sehingga tidak terjadi kerusakan produk karena pertumbuhan
mikroba (Syamri, 2011).
Bahan utama nugget yang beredar di pasaran sekarang ini adalah daging
ayam. Daging ayam merupakan salah satu produk yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan gizi protein yang mengandung asam amino yang
lengkap. Bahan-bahan tambahan dalam pembuatan nugget, antara lain garam, es
batu, dan bumbu-bumbu. Garam (NaCl) adalah senyawa garam yang berwarna
putih dan berbentuk kristal padat yang berfungsi sebagai penyedap rasa yang
tertua (Astawan dan Astawan, 1998).
Garam khususnya garam dapur (NaCl) merupakan komponen bahan
makanan yang penting. Makanan yang mengandung kurang dari 0,35 natrium
akan terasa hambar sehingga tidak disenangi. Air es penting dalam pembuatan
nugget untuk mempertahankan suhu adonan agar tetap dingin. Adonan nugget
6
yang panas cenderung merusak protein, sehingga tekstur rusak. Es juga berfungsi
untuk mempertahankan stabilitas emulsi dan kelembaban adonan nugget sehingga
adonan tidak kering selama pencetakan maupun selama perebusan (Wibowo,
1995).
Bumbu-bumbu memberi rasa, bau dan aroma pada masakan, serta
berfungsi sebagai bahan pengawet. Penggunaan bumbu yang tepat pada suatu
masakan menghasilkan makanan yang baik, enak dan menggugah selera makan.
Bumbu dalam pembuatan nugget terdiri dari beberapa rempah-rempahseperti
bawang merah, bawang putih, merica (lada) dan penyedap rasa. Bumbu ini
berfungsi untuk menambah rasa nugget sehingga nugget yang dihasilkan akan
disukai penelis (Alamsyah, 2008).
Definisi nugget ayam menurut Badan Standarisasi Nasional (2002) yaitu
produk olahan ayam yang dicetak, dimasak, dibuat dari campuran daging ayam giling
yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan
tambahan makanan yang diizinkan. Persyaratan mutu nugget ayam disajikan pada Tabel
3.
Tabel 3. Syarat mutu nugget ayam
JenisUji Persyaratan
Keadaan
Aroma Normal, sesuai label
Rasa Normal, sesuai label
Tekstur Normal
Air %, b/b Maks.60
Protein %, b/b Min.12
Lemak %, b/b Maks.20
Karbohidrat %, b/b Maks.25
Kalsium mg/l00g Maks.30
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2002).
Diversifikasi produk nugget
7
Diversifikasi produk olahan bertujuan meningkatkan konsumsi dengan
cara menganekaragamkan olahan tersebut menjadi beberapa macam produk.
Diharapkan usaha inidapat menarik minat orang untuk gemar mengkonsumsi
suatu bahan tertentu. Dengan diversifikasi olahan maka bau dan rasa dapat
disesuaikan dengan selera. Selain itu, diversifikasi merupakan usaha untuk
memberikan nilai tambah pada suatu bahan sehingga akan meningkatkan harga
jual yang pada akhirnya dapat memberikan pendapatan para pengolah (Rahardi,
1995). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memperoleh produk
diversivikasi produk nugget yang dapat diterima masyarakat dengan
memperhatikan berbagai macam penilaian, misalnya kandungan gizi, kualitas
organoleptik, dan lain-lain. Berikut ini adalah beberapa contoh diversifikasi
produk nugget, yaitu:
Nugget Formulasi Ikan Tongkol Dan Jamur Tiram Putih
Pembuatan nugget dengan formulasi ikan tongkol dan jamur tiram putih
merupakan inovasi baru dalam pembuatan bahan makanan. Kandungan gizi tinggi
serta tekstur daging yang padat dan lembut dari ikan tongkol serta tekstur jamur
tiram putih yang baik dan memiliki tekstur yang mirip dengan daging ayam
menjadi alasan utama dalam pemilihan bahan tersebut (Hakim dkk., 2014).
Hakim dkk. (2014) menyatakan bahwa formulasi ikan tongkol dan jamur
tiram putih memberikan pengaruh nyata terhadap protein nugget dengan protein
tertinggi pada perlakuan T1 dengan formulasi 70% ikan tongkol dan 30% jamur
tiram putih. Karena perbandingan persentase ikan tongkol lebih besar
dibandingkan dengan jamur tiram putih maka sumber protein pada ikan tongkol
8
menurun, sedangkan sumber protein dari jamur tiram putih meningkat dan
berpengaruh terhadap nugget yang dihasilkan. Adapun kualitas nugget formulasi
ikan tongkol dan jamur tiram putih terbaik menurut daya terima masyarakat pada
perlakuan T3 dengan formulasi 50% ikan tongkol dan 50 % jamur tiram putih.
Formulasi Nugget Tahu Pury (Nugget Tapury)
Tepung pury merupakan tepung yang dibuat dengan bahan dasar pupaulat
sutera (Bombyx mori) . Pada penelitian Rifqy (2011), nugget tahu pury (Tapury)
dibuat dalam 6 taraf yang diuji mutu hedonik sehingga didapatkan formulasi F2
(70% tepung puri : 30% tahu) menjadi formulasi terpilih. Hasil analisis air,
protein, karbohidrat dan seng menunjukan adanya perbedaan yang nyata antara
nugget kontrol dan tapury. Adapun hasil analisis daya cerna protein menunjukan
bahwa nugget tapury memiliki daya cerna protein sebesar 85%. Asam lemak
esensial yang terkandung pada nugget tapury adalah asam linolenat yang berbeda
nyata dengan kontrol. Nugget tapury masih memenuhi persyaratan produk yang
aman dikonsumsi dengan nilai TPC maksimal 104.
Nugget Itik Afkir
Itik afkir merupakan itik pejantan yang sudah tua dan atau itik petelur
yang sudah tidak produktif. Ciri daging itik afkir adalah tekstur liat, lemak tinggi,
sehingga tidak disukai dan nilai jual rendah. Untuk itu diperlukan proses
pengolahan menjadi produk akseptabel, dan sehat. Dalam bentuk nugget, daging
itik afkir lebih mudah/praktis untuk dikonsumsi. Namun, kadar lemak dan
pengaruh penggorengan menyebabkan lemak semakin tinggi. Akibatnya nugget
9
mudah teroksidasi menghasilkan bau rancid dan radikal bebas yang tidak aman.
Oleh karena dilakukan curing daging itik afkir dalam ekstrak kunyit sebagai
sumber antioksidan dan penambahan brokoli, sekaligus sebagai sumber serat
pangan, sehingga dihasilkan nugget fungsional. Dalam penelitian Wariyah dkk
(2014) menyatakan bahwa curing daging itik afkir dapat menghasilkan nugget
yang disukai, warna cerah dan kadar serat tinggi. Nugget fungsional memiliki
kadar serat 15,09+0,02, sedangkan nugget itik afkir kadar serat 13,15+0,63.
Nugget itik afkir berpotensi lebih mudah tengik dibandingkan nugget itik
fungsional. Hal ini dikarenakan ekstrak kunyit memiliki aktivitas antioksidasi
untuk menangkap radikal bebas DPPH yang dinyatakan sebagai persentase
Radical Scavenging Activity (RSA).Artinya bahwa penting artinya menggunakan
ekstrak kunyit pada pembuatan nugget itik afkir untuk menghambat oksidasi
lemak itik afkir yang tinggi.
Oksidasi Lemak pada Produk Pangan
Ketengikan atau rancidity merupakan perubahan bau maupun rasa yang
sering dijumpai padabahan makanan maupun makanan yang mengandung minyak
dan lemak. Ketengikan merupakan kerusakan/ perubahan bau dan rasa dalam
lemak / bahan pangan berlemak yang dapat disebabkan oleh 4 faktor, yaitu: 1).
absorbsi bau oleh lemak, 2). aksi enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak,
3). aksi mikroba, dan 4). oksidasi oleh atmosfer atau kombinasi dari dua atau lebih
dari penyebab di atas (Hamilton, 1983).
Faktor-faktor yang mempercepat oksidasi dapat dibagi menjadi 4 kelas,
yaitu:1). radiasi, misalnya oleh panas atau cahaya, 2). bahan pengoksidasi,
10
misalnya peroksida, ozon, asam nitrat, 3). katalis metal, khususnya garam mineral
dari beberapa jenis logam berat, dan 4). sistem oksidasi, misalnya adanya katalis
organik yang labil terhadap panas (Ketaren, 1986).
Keempat faktor tersebut menyebabkan hidrogen terlepas dari ikatan dan
terbentuklah radikal alkil, sejenis radikal bebas. Radikal itu berikatan dengan
oksigen membentuk radikal peroksi yang nantinya melahirkan hidroperoksida
setelah bereaksi dengan asam lemak tak jenuh. Senyawa-senyawa yang dapat larut
dalam lemak sangat rentan terhadap proses oksidasi. Hidroperoksida asam lemak
yang terbentuk bersifat labil dan mudah pecah mengakibatkan putusnya gugus
OOH dan rantai C-C sehingga dihasilkan senyawa hidrokarbon, aldehid, dan
keton yang menyebabkan perubahan warna, rasa, dan aroma minyak, bahkan
perubahan struktur kimia. Gejala timbulnya ketengikan oleh proses oksidasi
lemak dimulai dengan timbulnya flavour, flatness, dan oiliness. Kemudian
perubahan rasa dan aroma. Setelah ituberubah menjadi bau apek dan tahap
terakhir menjadi tengik (Ketaren, 1986).
Ada pula ketengikan hidrolisis yang disebabkan oleh air dalam minyak
maupun udara bebas. Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi
gliserol dan asam lemak. Reaksi itu dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim.
Proses hidrolisis mudah terjadi pada minyak yang berasal dari bahan dengan kadar
air tinggi (Yahya, 2015).
11
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Daging dan Telur,
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Makassar. Waktu pelaksanaan penelitian
adalah dari bulan Januari sampai Februari 2016.
Materi Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah food processor, wajan,
kompor gas, loyang, pengaduk, timbangan analitik, waring blender, labu destilasi, alat
destilasi, tabung reaksi, spektrofotometer, magnetic stirrer, erlenmeyer dan lemari es.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah dangke dari kabupaten
Enrekang, daging ayam, tepung tapioka, es batu, telur kocok, garam, bawang merah,
bawang putih, lada, plastik makanan, aluminium foil, aquades, HCL, asam asetat dan
bubuk TBA (Thiobarbiturie-acid). Bahan yang digunakan sebagai pelapis terdiri dari
tepung terigu dan tepung roti. Formulasi bahan dasar yang digunakan dalam pengolahan
nugget disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4.Formulasi bahan dasar nugget
Jenis bahan Berat (gram)
Bahan dasar (daging ayam dan dangke) 73
Tepung tapioka 10
Es batu 2
Telur kocok 8
Garam 2
Bawang merah
Bawang putih
2
2
Lada 1
Total 100
Rancangan Penelitian
12
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) untuk
uji TBA dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk uji organoleptik dengan lima
ulangan. Perlakuan penelitian adalah perbandingan persentase daging ayam dan dangke
dalam formulasi bahan nugget yang disusun sebagai berikut :
A1 = Daging ayam 100% : Dangke 0%
A2 = Daging ayam 75% : Dangke 25%
A3 =Daging ayam 50% : Dangke 50%
A4 =Daging ayam 25% : Dangke 75%
A5 = Daging ayam 0% : Dangke100%
Prosedur Pembuatan Nugget
Proses pembuatan nugget ini kurang lebih sama dengan proses pembuatan
nugget pada umumnya. Perbedaannya adalah dalam hal bahan utama yang digunakan
selain daging ayam juga ditambahkan dangke. Diagram Alir pembuatan nugget disajikan
pada Gambar 1.
Gambar 1.Diagram alir pembuatan nugget.
Daging ayam, dangke, es batu dan garam digiling dengan food prosessor
ditambah tepung tapioka, telur kocok, bawang putih, bawang merah dan lada
Digiling selama 2 menit
Dituang ke dalam loyang dan dikukus selama 30 menit
Dipotong berbentuk segiempat sesuai selera
Dibaluri dengan tepung roti
Dikemas dengan aluminium foil dan plastik
Dicelupkan ke dalam adonan terigu
13
Parameter yang diukur
Parameter yang diukur meliputi nilai TBA (Thiobarbituric-acid) dan kualitas
organoleptik (kekenyalan, warna, aroma, rasa dan kesukaan).
Uji TBA ( Thiobarbituric-acid)
Penentuan bilangan TBA dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-14 berdasarkan
metode Tarladgis (1960) dalam Apriyantono (1989). Diagram alir penentuan nilai TBA
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir penentuan nilai TBA.
Kualitas Organoleptik
Pengujian kualitas organoleptik dilakukan oleh 10 panelis dari mahasiswa
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Pengukuran dilakukan pada hari ke-0.
Parameter yang diuji meliputi tekstur, warna, aroma, rasa dan kesukaan. Sebelum
pengujian dilakukan nugget terlebih dahulu digoreng dengan minyak mendidih (170°C)
10 gram produk + 50 ml aquades dimasukkan ke dalam waring blender dan dihancurkan selama 2 menit
Dipindahkan ke labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml aquades
Ditambahkan 2,5 ml HCl 4 M sampai pH 1,5 dan ditambahkan batu didih
Didestilasi selama 10 menit hingga diperoleh 50 ml destilat
5 ml destilat dipipet ke dalam tabung reaksi bertutup dan ditambahkan 5 ml pereaksi TBA
lalu tutup dan dicampur merata lalu dipanaskan selama 30 menit dalam air mendidih
Tabung reaksi didinginkan selama 10 menit dan diukur absorbansinya
Blanko dibuat menggunakan 5 ml aquades dan 5 ml pereaksi
Bilangan TBA dihitung dan dinyatakan dalam satuan mg malonaldehid per kg sampel
14
selama 1 menit. Deskripsi dan nilai skor untuk setiap parameter organoleptik disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Deskripsi dan nilai skor organoletik nugget
Skor Kekenyalan Warna Aroma
susu
Aroma
daging Rasa Kesukaan
5 Sangat
kenyal
Sangat
kuning
Sangat
beraroma
susu
Sangat
beraroma
daging
Sangat
gurih Sangat suka
4 Kenyal Kuning Beraroma
susu
Beraroma
daging Gurih Suka
3 Agak kenyal Agak
kuning
Agak
beraroma
susu
Agak
beraroma
daging
Agak
gurih Agak suka
2 Agak tidak
kenyal
Agak
keputihan
Agak
tidak
beraroma
susu
Agak
tidak
beraroma
daging
Agak
tidak
gurih
Agak tidak
suka
1 Tidak kenyal Putih
Tidak
beraroma
susu
Tidak
beraroma
daging
Tidak
gurih Tidak suka
Analisis data
Nilai TBA yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap
Faktorial (RALF), model matematikanya sebagai berikut:
Keterangan:
Yijk = nilai parameter perlakuan ke-j dan perlakuan ke-k pada ulangan ke-i
µ = nilai tengah umum
αj = pengaruh perlakuan ke-j
βk = pengaruh perlakuan ke-k
(αj + βk) = interaksi perlakuan ke-j dan perlakuan ke-k
εijk = pengaruh galat dari satuan ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i
Data kualitas organoleptik yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL), model matematikanya sebagai berikut :
Yijk = µ + αj + βk + (αj + βk) + εijk
15
Keterangan:
Yij = nilai parameter taraf ke-i pada ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum
αi = pengaruh perlakuan pada taraf ke-i
Eij = pengaruh galat dari satuan ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i
Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan
dilanjutkan dengan uji Duncan (Gaspersz, 1991).
Yij= µ + αi+ εij
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai TBA (Thiobarbituric-acid)
Uji TBA adalah suatu uji untuk mengukur tingkat ketengikan berbagai
bahan. Semakin tinggi nilai TBA maka semakin tinggi pula tingkat ketengikan
atau proses oksidasi yang terjadi (Ketaren, 1986). Berdasarkan hasil penelitian,
nilai rata-rata TBA nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke
sebelum dan setelah disimpan selama 14 hari dalam refrigerator disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata TBA (mg malonaldehida/kg) nugget dengan berbagai
formulasi daging ayam dan dangke sebelum dan setelah disimpan
selama 14 hari dalam refrigerator.
Lama
Penyimpanan
(hari)
Perbandingan Daging Ayam dan Dangke (%) Rata-
rata (100:0) (75:25) (50:50) (25:75) (0:100)
0 1,24 1,32 1,48 1,30 1,34 1,34
14 1,49 1,28 1,36 1,38 1,35 1,37
Rata-rata 1,36 1,30 1,42 1,34 1,34
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke
tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai TBA nugget. Perbedaan
persentase daging ayam dan dangke dalam formulasi sebagai bahan utama
pembuatan nugget tidak mempengaruhi nilai TBA produk. Daging ayam
merupakan produk hewani dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup
tinggi sehingga lebih mudah mengalami reaksi oksidasi. Sedangkan dangke
merupakan salah satu produk olahan susu dengan kandungan asam lemak jenuh,
namun dangke telah mengalami proses pemanasan sehingga memicu mudahnya
17
terjadi reaksi oksidasi. Hal ini diduga menyebabkan nilai TBA yang dihasilkan
cenderung sama pada berbagai formulasi.
Salma (2010) menyatakan bahwa umumnya asam lemak tak jenuh banyak
terkandung dalam produk nabati seperti, minyak kelapa, minyak sawit, serta pada
beberapa produk hewani seperti, daging ayam. Asam lemak tak jenuh bersifat
lebih reaktif daripada asam lemak jenuh. Lemak jenuh hanya memiliki ikatan
tunggal diantara karbon-karbon penyusunnya, sedangkan lemak tak jenuh
memiliki satu atau lebih ikatan ganda yang lebih mudah teroksidasi dan
membentuk radikal bebas. Adapun asam lemak jenuh, umumnya terkandung
dalam mentega, susu, dan lain-lain. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil namun
dapat pula mengalami reaksi oksidasi yang cepat akibat pengaruh lingkungan dan
pemanasan. Ketaren (1986) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempercepat
oksidasi dapat dibagi menjadi 4 kelas, yaitu:1). radiasi, misalnya oleh panas atau
cahaya, 2). bahan pengoksidasi, misalnya peroksida, ozon, asam nitrat, 3). katalis
metal, khususnya garam mineral dari beberapa jenis logam berat, dan 4). sistem
oksidasi, misalnya adanya katalis organik yang labil terhadap panas.
Analisis ragam menunjukan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh
nyata (P>0,05) terhadap nilai TBA. Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai TBA nugget
dengan formulasi daging ayam dan dangke yang berbeda cenderung mengalami
peningkatan setelah penyimpanan selama 14 hari namun tidak signifikan. Hal ini
diduga dipengaruhi oleh lama penyimpanan terlalu singkat. Sanger (2010)
menyatakan bahwa semakin lama penyimpanan suatu bahan maka semakin besar
18
nilai TBA, hal ini disebabkan karena terurainya lipida menjadi peroksida-
peroksida dan selanjutnya menjadi aldehid, keton dan alkohol.
Analisis ragam menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara formulasi
daging ayam dan dangke dengan lama penyimpanan terhadap nilai TBA nugget.
Pengaruh formulasi daging ayam dan dangke terhadap nilai TBA nugget adalah
cenderung sama pada penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-14.
Kekenyalan
Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya
tekan (Soekarto, 1990). Kekenyalan terbentuk pada proses pemasakan, dimana
protein akan mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang.
Kondisi ini mengakibatkan gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan
selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau
berdekatan (Winarno, 1988). Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor
kekenyalan nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke disajikan
pada Tabel 7.
Tabel 7. Rerata skor uji kekenyalan nugget dengan berbagai formulasi daging
ayam dan dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata
A1 (100 : 0) 3,60a
A2 (75 : 25) 4,00a
A3 (50 : 50) 3,40a
A4 (25 : 75) 2,40b
A5 (0 : 100) 1,40c
Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05); Deskripsi Skor : 1 = tidak kenyal dan 5 = sangat kenyal.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kekenyalan nugget. Pada Tabel 7 terlihat
bahwa level persentase dangke hingga 50% dalam formulasi bahan utama
19
menghasilkan nugget yang memiliki tekstur sama dengan nugget berbahan dasar
100% daging ayam. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa semakin rendah
pensentase daging ayam dalam formulasi bahan utama maka tekstur nugget
semakin lembek. Struktur protein dari daging ayam yang belum mengalami
denaturasi seperti pada dangke yang telah mengalami proses pemanasan diduga
mempengaruhi daya ikat air dan kekenyalan nugget.
Lawrie (1995) menyatakan bahwa pemanasan dengan suhu yang tinggi
akan menyebabkan kerusakan struktur protein (denaturasi) dan menurunkan daya
ikat air. Tekstur produk pangan dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengikat air.
Semakin tinggi daya ikat air suatu bahan maka semakin kenyal produk yang
dihasilkan, begitupun sebaliknya (Prinyawiwatkul et al., 1997). Komariah et al.,
(2005) menambahkan bahwa rendahnya daya ikat air menyebabkan air banyak
keluar selama proses pemasakan sehingga gel yang terbentuk kurang kuat dan
nugget yang dihasilkan kurang kenyal atau cenderung lembek.
Warna
Warna merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan
kualitas atau derajat penerimaan dari suatu bahan pangan. Warna yang menarik
akan meningkatkan derajat penerimaan atau nilai suatu bahan pangan dan
menunjukkan kandungan zat di dalam pangan tersebut. Berdasarkan hasil
penelitian, rata-rata skor warna nugget dengan berbagai formulasi daging ayam
dan dangke disajikan pada Tabel 8.
20
Tabel 8. Rerata skor uji warna nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan
dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata
A1 (100 : 0) 3,00a
A2 (75 : 25) 2,60a
A3 (50 : 50) 2,00b
A4 (25 : 75) 2,00b
A5 (0 : 100) 1,40c
Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05); Deskripsi Skor : 1 = putih dan 5 = sangat kuning.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna nugget. Pada Tabel 8 terlihat bahwa
level persentase dangke hingga 25% dalam formulasi bahan utama menghasilkan
nugget yang memiliki warna sama dengan nugget berbahan dasar 100% daging
ayam. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa semakin rendah persentase daging
ayam dalam formulasi bahan utama maka semakin putih warna nugget. Hal ini
dipengaruhi oleh warna daging ayam segar yaitu putih kekuningan karena adanya
kandungan provitamin A (beta karoten) di dalam lemak daging yang apabila
mengalami proses pemasakan akan semakin berwarna kuning.
Cross (1988) menyatakan bahwa warna daging ayam disebabkan oleh
provitamin A yang terdapat pada lemak daging dan pigmen oksimioglobin.
Provitamin A (beta karoten) merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan
memberi zat warna kuning pada suatu bahan. Adanya beta karoten dalam daging
dan telur ayam, berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah peroksidasi asam
lemak dalam daging. Pigmen oksimioglobin pada daging ayam terbentuk akibat
adanya oksigenasi mioglobin setelah daging terpapar udara.
21
Aroma Daging
Aroma adalah salah satu parameter yang subyektif serta sulit diukur
disebabkan setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda
terhadap suatu bau. Uji bau penting karena dapat secara cepat memberikan hasil
penilaian penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Berdasarkan
hasil penelitian, rata-rata skor aroma daging dari nugget dengan berbagai
formulasi daging ayam dan dangke disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Rerata skor uji aroma daging nugget dengan berbagai formulasi daging
ayam dan dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata
A1 (100 : 0) 4,00a
A2 (75 : 25) 3,60a
A3 (50 : 50) 3,80a
A4 (25 : 75) 2,60b
A5 (0 : 100) 1,40c
Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05); Deskripsi Skor : 1 = tidak beraroma daging dan 5 = sangat beraroma
daging.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma daging dari nugget. Pada Tabel 9
terlihat bahwa level persentase dangke hingga 50% dalam formulasi bahan utama
menghasilkan nugget yang memiliki aroma daging sama dengan nugget berbahan
dasar 100% daging ayam. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa semakin tinggi
pensentase daging ayam dalam formulasi bahan utama maka semakin kuat aroma
daging dari nugget. Hal ini dipengaruhi oleh adanya komponen lemak dalam
daging ayam. Murtidjo (2003) menyatakan bahwa pada hakikatnya, rasa dan
aroma daging ayam sangat erat hubungannya dengan lemak. Selain itu, beberapa
faktor seperti genetik, usia, jenis kelamin, dan pakan juga berpengaruh terhadap
aroma daging ayam.
22
Aroma Susu
Aroma merupakan parameter yang diukur dengan menggunakan indra
pembau (hidung). Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor aroma nugget
dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Rerata skor uji aroma susu nugget dengan berbagai formulasi daging
ayam dan dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata
A1 (100 : 0) 1,20a
A2 (75 : 25) 1,80b
A3 (50 : 50) 2,40c
A4 (25 : 75) 3,20d
A5 (0 : 100) 4,00e
Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05); Deskripsi Skor : 1 = tidak beraroma susu dan 5 = sangat beraroma susu.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma susu dari nugget. Hasil uji lanjut
menunjukkan bahwa semakin tinggi pensentase dangke dalam formulasi bahan
utama maka semakin kuat aroma susu dari nugget. Hal ini disebabkan karena susu
memiliki aroma khas yang dihasilkan dari kandungan senyawa yang beraroma
spesifik dan sebagian bersifat volatil (Suryani, 2013).
Tabel 10 menunjukkan bahwa perbedaan persentase dangke dalam
formulasi bahan utama menyebabkan perbadaan aroma susu yang sangat nyata
pada semua formulasi dan tetap dapat dibedakan oleh para panelis. Jika
dibandingkan dengan uji aroma daging bahkan hingga persentase dangke dalam
formulasi bahan utama mencapai 50%, panelis tidak dapat membedakan aroma
khas susu dan aroma khas daging sehingga nugget cenderung beraroma daging.
Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan asam lemak susu. Sebagaimana
23
dijelaskan oleh Suryani (2013) bahwa aroma susu juga dipengaruhi oleh lemak
susu yang mudah menyerap bau disekitarnya.
Rasa
Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk
pangan. Rasa dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi
dengan komponen rasa yang lain. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor rasa
nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke disajikan pada Tabel
11.
Tabel 11. Rerata skor uji rasa nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan
dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata
A1 (100 : 0) 3,80a
A2 (75 : 25) 3,80a
A3 (50 : 50) 3,60a
A4 (25 : 75) 3,80a
A5 (0 : 100) 2,80b
Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05); Deskripsi Skor : 1 = tidak gurih dan 5 = sangat gurih.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa nugget. Hasil uji lanjut menunjukkan
bahwa kedua bahan utama memberi kontribusi yang sama terhadap rasa gurih
nugget. Tabel 11 menunjukkan bahwa persentase dangke dalam formulasi bahan
utama pada level 75% menghasilkan nugget dengan rasa gurih yang sama dengan
nugget berbahan dasar 100% daging ayam. Hal ini karena kedua bahan masing-
masing memiliki sumber rasa gurih yaitu pada daging ayam berasal dari
kandungan lemak (marbling) dan pada susu berasal dari asam lemak susu.
Arya (2012) menjelaskan bahwa kandungan lemak (marbling) adalah
lemak yang terdapat diantara serabut otot (intramuscular) yang berpengaruh
24
terhadap cita rasa. Sehingga semakin banyak marbling pada daging maka semakin
gurih cita rasa yang dihasilkan. Sama halnya dengan asam lemak pada susu,
semakin tinggi kadar lemak susu maka semakin gurih rasa susu tersebut. Rasa
juga dipengaruhi oleh tingkat selektif konsumen terhadap komponen lain yang
berkaitan dengan rasa produk. Kartika, dkk. (1988) menyatakan bahwa rasa suatu
bahan makanan merupakan hasil kerjasama indera-indera lain, seperti indera
penglihatan, pembauan, pendengaran, dan perabaan.
Kesukaan
Kesukaan konsumen terhadap suatu bahan pangan menjadi perameter yang
penting disebabkan tingkat kesukaan konsumen akan berpengaruh terhadap nilai
suatu bahan pangan. Kesukaan termasuk penilaian yang subyektif dan dipengaruhi
oleh berbagai parameter lainnya seperti tekstur, aroma, warna dan rasa.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor kesukaan nugget dengan berbagai
formulasi daging ayam dan dangke disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Rerata skor uji kesukaan nugget dengan berbagai formulasi daging
ayam dan dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata
A1 (100 : 0) 4,20a
A2 (75 : 25) 3,80a
A3 (50 : 50) 3,80a
A4 (25 : 75) 3,80a
A5 (0 : 100) 2,40b
Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05); Deskripsi Skala : 1 = tidak suka dan 5 = sangat suka.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan nugget. Dalam penelitian ini,
kesukaan memiliki kaitan dengan rasa (Gambar 3). Pada hasil uji rasa
menunjukan persentase dangke dalam formulasi bahan utama hingga mencapai
25
75% menghasilkan nugget yang memiliki rasa gurih sama dengan nugget
berbahan dasar 100% daging ayam, dan hal ini berpengaruh terhadap kesukaan.
Pada Tabel 12 terlihat bahwa tingkat kesukaan nugget berbahan dasar 100%
daging ayam dan dengan kombinasi antara daging ayam dan dangke lebih tinggi
dibanding dengan nugget berbahan dasar 100% dangke.
Kualitas organoleptik nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan
dangke disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik kualitas organoleptik nugget dengan berbagai formulasi daging ayam
dan dangke.
Menurut Kartika, dkk. (1988) kenampakan juga merupakan visual bahan
makanan yang meliputi ukuran, bentuk, warna, dan kekerasan. Menurut Judge et
al. (1989) daya terima produk daging tergantung pada kualitas aroma dan flavor,
atau kenampakan, keempukan serta tekstur.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
A1 (100:0) A2 (75:25) A3 (50:50) A4 (25:75) A5 (0:100)
skal
a o
rgan
ole
pti
k
kombinasi daging ayam dan dangke (%)
kekenyalan
warna
aroma daging
aroma susu
rasa
kesukaan
26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan, sebagai
berikut :
1. Formulasi daging ayam dan dangke, lama penyimpanan serta interaksi
antara formulasi daging ayam dan dangke dengan lama penyimpanan
menghasilkan nilai TBA (Thiobarbituric-Acid) nugget yang cenderung
sama.
2. Formulasi daging ayam dan dangke menghasilkan kualitas organoleptik
nugget yang berbeda. Semakin tinggi persentase daging ayam dalam
formulasi nugget, maka semakin tinggi kualitas tekstur, warna, aroma
daging, aroma susu, rasa dan tingkat kesukaan nugget.
3. Level penggunaan dangke yang terbaik dalam formulasi nugget adalah
50%.
Saran
Untuk penelitian lanjutan mengenai pembuatan nugget dengan dangke
sebagai bahan utama sebaiknya tetap menambahkan daging ayam dalam formulasi
bahan dan disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai kandungan gizi dari
nugget kombinasi daging ayam dan dangke.
27
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Y. 2008. Nugget. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat cetakan ke-12.Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Ansel, H.C,.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi ke-4.Terjemahan
Farida Ibrahim. UI Pres, Jakarta.
Apriyantono A., D. Fardiaz, N. L.Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB, Bogor.
Arya. 2012. Ilmu Pangan. http://aryaulilalbab-fkm12.web.unair.ac.id. Diakses 23 April
2016
Astawan, M. W. dan M. Astawan, 2007. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat
Guna. Akademi Presindo, Jakarta.
Baba S. 2012. Produksi complete feed berbahan baku local dan murah melalui aplikasi
participatory technology development guna meningkatkan produksi dangke
susu di kabupaten enrekang. Prossiding Insinas, 2012.
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget ayam. SNI 01-6683-2002. BSN, Jakarta.
Chatarina W. dan S. H. C.Dewi. 2014. Pemanfaatan daging itik afkir sebagai
nugget fungsional dengan curing dalam ekstrak kunyit dan penambahan
brokoli. Prosiding Seminar Nasional, 2014.
Cross., H. R. 1988. Carcass Science, Milk Science and Technology. Elsevier
Science. New York.
DeMan, J.M. (1997) Kimia Makrnan. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata.
Penerbtt ITB. Bandung.
Earle, R. L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. PT. Sastra Hudaya,
Jakarta.
Gaspersz V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung.
Grace S. 2010. Oksidasi Lemak Ikan Tongkol Asap yang Direndam dalam Larutan
Ekstrak Daun Sirih. Pacific Journal. Vol 2 (5): 870-873.
Hakim A. R.dan T. Suryani. 2014. Kadar protein dan organoleptik nugget
formulasi ikan tongkol dan jamur tiram putih yang berbeda. Skripsi.
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah,
Surakarta.
28
Hamilton R. J. 1983. The Chemistry of Rancidity in Foods. Applied Science
Publishers, London.
Judge, M. D. Aberle, J. C. Forrest, H. B. Hedrick, and R. A, Markel. 1989.
Principles of Meat Science 2nd. Kendall. Hunt Publishing Company,
Derbeque, Iowa.
Kartika, B., Hastuti P., dan Supartono, W. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press,
Jakarta.
Komariah, N. Ulupi dan E.N. Hedrarti. 2005. Sifat Fisik Daging Sapi dengan
Jamur Tiram Putih sebagai Campuran Bahan Dasar. Fakultas
Peternakan IPB, Bogor.
Lawrie, 2003. Ilmu Daging. (Penerjemah A. Parakkasi dan Yudha A). Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
(Diterjemahkan oleh : A. Parakkasi).
Mahmud A. R. 2011. Formulasi nugget tahu pury (nugget tapury) sebagai
kudapan alternative tinggi protein. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian, Bogor.
Marzoeki, M. Hafid, Jufri, Amir dan Madjid. 1978. Penelitian Peningkatan Mutu
Dangke. Balai Penelitian Kimia Departemen Perindustrian, Makassar.
Matz, S. A. 1962. Water in Food. The AVI Publishing Company Inc., Westport,
Connecticut.
Muharastri, Y. 2008. Analisis Kepuasan Konsumen Susu UHT Merek Real Good
di Kota Bogor. Skripsi.Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Murtidjo. 2003. Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Nurzainah G dan Namida. 2005. Penggunaan bahan pengisi pada nugget itik air.
http://www.respectori usu.ac.id. Diakses : 01 Desember 2015
Prinyawiwatkul, W., K. H. Mc Wather, L. R. Beuchat and R. D. Philips. 1997.
Optimizing Acceptualy Of Chicken Nuggets Containing Fermented
Cowpea And Peanut Flours. J. Food Sci. 62 (4) : 889- 893.
29
Puspitasari, D. 2008. Kajian Subtitusi Tapioka dengan Rumput Laut (Euchema
Cottoni) pada Pembuatan Bakso. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Rahardi F. 1995. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB
Press, Bogor.
Syamri. 2011. Nugget ayam bukan makanan sampah. www.ilmupangan.blogspot.
com.search.label.daging. Diakses : 01 Desember 2015
Wahniyathi H., M. B. Sudarwanto., I. Sudirman dan R. Malaka. 2013. Survei
Potensi Dangke Susu Sapi Sebagai Alternatif Dangke. JITP Vol. 3 No.
1. Makassar.
Wibowo S. 1995. Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press, Yogyakarta.
Winarno F. G. 1988. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. GramediaPustakaUtama,
Jakarta.
Yahya B. S. 2015. Ketengikan oksidatifhidrolitik dan asam lemak. http://www.ber
bagiilmu.blogspot.com. Diakses : 01 Desember 2015.
30
31
UJI TBA
Lampiran 1. Hasil uji Nilai TBA Nugget dengan SPSS
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:TBA
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .172a 9 .019 1.100 .406
Intercept 54.999 1 54.999 3.172E3 .000
Penyimpanan .009 1 .009 .520 .479
Formulasi .047 4 .012 .685 .611
Formulasi * Penyimpanan .115 4 .029 1.661 .198
Error .347 20 .017
Total 55.518 30
Corrected Total .519 29
a. R Squared = .331 (Adjusted R Squared = .030)
TBA
Formulasi N
Subset
1
Duncana 75% daging ayam 25%
dangke 6 1.2967
25% daging ayam 75%
dangke 6 1.3417
100% dangke 6 1.3483
100% daging ayam 6 1.3633
50% daging ayam 50%
dangke 6 1.4200
Sig. .160
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .017.
32
UJI ORGANOLEPTIK
Lampiran 2. Hasil uji Kekenyalan Nugget dengan SPSS
ANOVA
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
tekstur Between
Group 22.160 4 5.540 23.083 .000
Within
Group 4.800 20 .240
Total 26.960 24
warna
formula
si N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Duncana A5 5 1.4000
A3 5 2.0000
A4 5 2.0000
A2 5 2.6000
A1 5 3.0000
Sig. 1.000 1.000 .083
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
kekenyalan
formula
si N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Duncana A5 5 1.4000
A4 5 2.4000
A3 5 3.4000
A1 5 3.6000
A2 5 4.0000
Sig. 1.000 1.000 .080
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Lampiran 3. Hasil uji Warna Nugget dengan SPSS
ANOVA
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
warna Between
Group 7.600
4 1.900 15.833 .000
Within
Group 2.400 20
.120
Total 10.000 24
33
warna
formula
si N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Duncana A5 5 1.4000
A3 5 2.0000
A4 5 2.0000
A2 5 2.6000
A1 5 3.0000
Sig. 1.000 1.000 .083
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Lampiran 4. Hasil uji Aroma Daging dari Nugget dengan SPSS
ANOVA
aromadaging
formulas
i N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Duncana A5 5 1.4000
A4 5 2.6000
A2 5 3.6000
A3 5 3.8000
A1 5 4.0000
Sig. 1.000 1.000 .216
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Aroma
daging
Between
Group 23.440 4 5.860 26.636 .000
Within
Group 4.400 20 .220
Total 27.840 24
34
Lampiran 5. Hasil uji Aroma Susu dari Nugget dengan SPSS
ANOVA
Lampiran 6. Hasil uji Rasa Nugget dengan SPSS
ANOVA
rasa
formulasi N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Duncana A5 5 2.8000
A3 5 3.6000
A1 5 3.8000
A2 5 3.8000
A4 5 3.8000
Sig. 1.000 .545
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Aroma
susu
Between
Group 24.640 4 6.160 34.222 .000
Within
Group 3.600 20 .180
Total 28.240 24
aromasusu
formula
si N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
Duncana A1 5 1.2000
A2 5 1.8000
A3 5 2.4000
A4 5 3.2000
A5 5 4.0000
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
rasa Between
Group 3.760 4 .940 4.273 .012
Within
Group 4.400 20 .220
Total 8.160 24
35
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Lampiran 7. Hasil uji Kesukaan Nugget dengan SPSS
ANOVA
kesukaan
formula
si N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Duncana A5 5 2.4000
A2 5 3.8000
A3 5 3.8000
A4 5 3.8000
A1 5 4.2000
Sig. 1.000 .231
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
kesukaan Between
Group 9.600 4 2.400 10.909 .000
Within
Group 4.400 20 .220
Total 14.000 24
36
Lampiran 8. Gambar Alat Destilasi
Lampiran 8. Gambar Kegiatan Pembuatan Sampel untuk didestilasi
Lampiran 8. Gambar Sampel Nugget untuk didestilasi
37
Lampiran 8. Uji TBA dengan Spektrofotometer.
Lampiran 8. Destilat setelah penyimpanan 14 hari
38
Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Lampiran 8. Gambar kegiatan Uji Organoleptik
Lampiran 8. Gambar kegiatan Pembuatan Sampel
39
RIWAYAT HIDUP
Ayu Angga Reny, lahir di Polewali pada tanggal 20 Juni
1994, merupakan anak sulung dari 3 bersaudara dari pasangan
Bapak Anca dan Ibu Nuraeni yang berdomisili di Desa Pana,
Kec. Alla, Kab. Enrekang.
Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh
adalah Sekolah Dasar di SDN 113 Pana, Kabupaten
Enrekang, lulus tahun 2006 sebagai siswa berprestasi.
Setelah lulus, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Alla,
Kabupaten Enrekang, lulus tahun 2009 dan kemudian lanjut di Sekolah Menengah Atas di
SMAN 1 Alla, Kabupaten Enrekang, dan lulus pada tahun 2012. Selama mengenyam
pendidikan di Sekolah Menengah Atas, penulis cukup aktif dalam berorganisasi, seperti
OSIS dan English Club. Penulis juga pernah menjadi juara Olimpiade SAINS bidang
Biologi tingkat SMA/Sederajat se-Kabupaten Enrekang.
Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Alla, penulis
diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,
Makasssar. Penulis cukup aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan Produksi Ternak
(HIMAPROTEK) dengan menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum selama periode
kepengurusan 2013-2014. Selain itu, penulis juga menjadi asisten di Laboratorium Ilmu
Ternak Potong dan Labotarorium Managment Ternak Potong Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
top related