pembentukan soft skill itu tidak instan,€¦ · kaum pelajar dan generasi muda lainnya untuk lebih...
Post on 08-Jul-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
Pembentukan soft skill itu tidak instan,
butuh dilatih dan dikembangkan,
kadang sebagian orang mungkin tidak
dapat membaca apa yang mereka
miliki kalau belum mencobanya. Adanya majalah ini sebagai bentuk
apresiasi untuk seluruh teman-teman PPI
Tunisia yang sudah berjuang untuk
mencoba menemukan, dan melatih
bakat-bakat terpendam yang dimiliki
dalam segi menulis, juga berfikir kritis.
Serba-serbi Tunisia menjadi rekapan dari
rentetan kisah yang terdapat di bumi
kita menuntut ilmu ini, juga menjadi
wadah untuk kita mengenang serta
mengingat jasa-jasa para ulama yang
ada di Tunisia.
Juga sebagai bentuk terimakasih
kepada segenap jajaran pengurus
Persatuan Pelajar Indoneisa (PPI) Tunisia,
yang selalu saling mendukung disegala
kegiatan yang dilaksanakan, sehingga
terciptalah rangkaian kisah, cerita, suka,
duka selama menjalani satu periode
kepengurusan ini.
Harapan akan selalu berkembangnya
minat seluruh mahasiswa-mahasiswi
untuk terus mencoba menulis dan
berkarya, akan menjadi harapan
Bangsa dan Negara. Karena masih
banyak hal yang harus dianalisa, masih
banyak kisah yang harus dicurahkan,
masih banyak karya yang harus
dituangkan
Terus berkarya.
Terus mencoba.
Salam Literasi.
Dari redaksi
Ketua Redaksi : Ilma Silmi Nufus
Tim Redaksi : Fadel Muhammad Assegaf
M. Dzaki Dhiya Ulhaq
Hilmy Dzulfiqar Rusydi
Ahmad Lukman Fahmi
Muhammad Haidar
M. Nizammudin Qisty
Ahmad Rosyad Maulana
Irfan Nusantara Putera
Layout : M. Khozinul Asror
3
Sekapur Sirih Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala puji milik Allah Yang Maha Esa, yang menjadikan umat manusia sebagai
komunitas makhluk sosial berhubungan antara satu dengan lainnya, dimana kita semua
diberi anugrah akal sebagai media yang menuntun kita antara yang baik dan yang
buruk.
Shalawat serta salam kita mohon sanjungkan kepada Nabi akhir zaman Rasulallah SAW.
Yang telah membawa risalah Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam beserta keluarga
dan para shahabatnya.
Islam kaya akan Literasi ilmu pengetahuan sebagaimana abad awal kemunculan islam
adalah saksi sejarah dimana para ilmuan dan cendekiawan lahir dari kalangan Ulama
dan Generasi Emas Islam. Berbagai fan ilmu berkembang pesat. Membaca merupakan
sarat mutlak menemukan informasi dan edukasi sebagaimana para ilmuan terdahulu
selalu aktif membaca warisan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Mereka tidak
membatasi serta memilah satu dengan yang lainnya, baik peradaban persia, romawi,
mesir dsb, merupakan satu kesatuan formulasi wawasan mereka.
Semakin berkembangnya teknologi seiring dengan lajunya zaman dan masa yang tidak
dapat kita review telah banyak memberikan isyarat dan ajakan kepada kita khususnya
kaum pelajar dan generasi muda lainnya untuk lebih sadar dan membuka mata akan
kemajuan yang ada. Cara sederhana yakni budaya membaca membaca kini mulai luntur
selaras dengan semakin tergerusnya media cetak .
Dengan hadirnya majalah (digital/ ini) adalah salah satu tawaran media untuk
keberlangsungan Literasi kaum milenial terutama untuk menambah pustaka referensi
dan merupakan kesempatan untuk menumbuhkan kembali minat baca para pemuda, di
desain secara cerdas menarik majalah ini mempunyai beberapa keunggulan tersendiri,
maka kami pun sangat menyambutnya denga suka cita dan berterimakasih kepada
seluruh tim redaksi yang bertugas.
Sebagai penutup dalam sekapur sirih ini, kami kutip gubahan motto tentang urgentnya
membaca, tentu motto dari Al Quran dan Hadits sudah sangat familiar bagi kita. Sebagai
nasehat dan pengingat kami pribadi ada satu ungkapan لمااا نقرأاالنعقلرمااتيقماال ت ( Kenapa
kita membaca sebab membaca bisa memberikan kita kehidupan lagi ), YAH... selain
membaca merupakan jendela dunia, bagi para pejuang literasi (tokoh-tokoh penulis)
karya mereka akan selalu bermanfaat dan dikenang meskipun setelah kepergian
penulis itu sendiri menghadap Ilahi.
Wassalamu’alaikum wr. Wb
Fauzan Amirudin
4
DAFTAR ISI
Islam di Negeri Ibnu Khaldun 8
Mahasiswa Asal Bandung
Selesaikan Program Magister
dengan Predikat Camlaude di
Universitas Zaitunah Tunis
6
ZAITUNAH DAN TANGGUNG JAWAB INTELEKTUAL
MAHASISWA INDONESIA
13
Gak Ada Manfaatnya Ikut Organisasi?!
17
6
Mahasiswa Asal Bandung
Selesaikan Program
Magister dengan Predikat
Camlaude di Universitas
Zaitunah Tunis
Baru-baru ini mahasiswa Indonesia
kembali raih predikat Camlaude pada
sidang tesis di Universitas Zaitunah
Tunis.
Labib El Muna merupakan mahasiswa
asli Kota Bandung yang
menyelesaikan program magisternya
di jurusan Hadharah Islamiah atau
Sejarah Peradaban Islam dengan
predikat Camlaude berdasarkan judul
tesisnya “Kedudukan Mimpi dalam Pemikiran Islam” di Universitas Zaitunah pada
Senin, 9 Maret 2020.
Labib menginjakkan kakinya di Tunisia sejak Oktober 2013 dan menduduki bangku
kuliah dengan memilih jurusan Hadharah Islamiah atau Sejarah Peradaban Islam
saat tahun keduanya menjadi pelajar kampus Hadharah Islamiah di Universitas
Zaitunah, Tunis.
Alasannya memilih bumi Ibnu Khaldun, yakni dengan melihat bahwa Tunisia
merupakan salah satu negara yang memiliki perhatian yang baik dalam bidang
pendidikan, baik pendidikan umum atau pendidikan agama. Dan menurutnya
dengan masih sedikitnya mahasiswa indonesia yang menuntun ilmu di bumi Ibnu
Khaldun ini membuatnya memiliki peluang untuk berinteraksi dan berkomunikasi
lebih intens dengan guru-guru dan teman-teman asli Tunis.
Saat ini Labib telah usai menyelesaikan studinya di Kampus Hadharah Islamiah
dengan predikat yang amat baik.
“Seolah mengangkat beban yang berat dalam kurun waktu tertentu,lalu sampai
pada tujuan yang dituju dan dapat meletakkan beban itu pada tempatnya. Yang
INFO UTAMA
7
pasti sangat lega.” Ujarnya menanggapi bagaimana perasaannya telah sampai
pada titik ini.
❖ Apa motivasi terbesarnya bisa sampai pada titik ini?
“Ibu saya yang merupakan satu-satunya orang tua yang masih ada sampai saat ini,
juga ayah saya yang sampai akhir hayatnya selalu semangat untuk memberikan
pendidikan terbaik untuk anak-anaknya. Hasil dari tesis saya persembahkan untuk
mereka.” Tutur Labib.
Kekeluargaan yang amat berkesan selama berada di tunis pun membuatnya
semangat dalam mencapai apa yang ia tuju. Menurutnya “Hasil tidak akan
mengkhianati usaha”
“Guru saya Syeikh Sholah pernah berkata bahwa, kita hidup harus memiliki dua
sayap agar kita bisa terbang. Satu sayap untuk menyelamatkan kita di dunia satu
sayap lainnya untuk menyelamatkan kita di akhirat. Juga ada guru saya yang
mengutip dari perkataan ulama besar Qadhi ‘Iyad yaitu barang siapa yang sedikit
ilmu pengetahuannya, maka akan banyak ingkarnya, dn barang siapa yang banyak
dan dalam ilmu pengetahuannya maka akan sedikit keingkarannya.” Jelas Labib
mengenai pesan yang disampaikan oleh guru-gurunya yang memotivasinya untuk
terus belajar dan mendalami ilmu islam.
❖ Pesan untuk adik-adik yang sedang berjuang menempuh pendidikan?
“Untuk memotivasi diri itu ada dua hal ; seakan kita mengejar sesuatu atau seakan
kita dikejar sesuatu. Pastikan semuanya tetap ada, dan fase kalian di Tunis saat ini
adalah fase kalian lari untuk menggapai mimpi kalian, tetap semangat untuk
bergerak mengejar apa yang kalian tuju.” Pesan Labib untuk seluruh adik-adiknya
yang sedang berjuang dan menuntut ilmu.
Usai menyelesaikan studinya di tanah yang memiliki banyak sejarah ini ia berharap
akan terus berjuang menempuh jenjang pendidikan selanjutnya. Menurutnya ia
akan terus bermimpi menggapai sesuatu, karena baginya “orang-orang seperti kita
akan mati ketika tidak bermimpi” kalimat yang ia kutip dari Adera Hirata.
8
Kesan pertama kita saat
mendengar nama negara yang
berada di Timur Tengah pasti
terbayang tentang wajah
penduduknya yang indah, berhidung
mancung, bulu matanya lentik, kulit
putih bersinar, laki-laki yang
berjubah, perempuan berbusana rapi,
gunung berbatuan, dan ada untanya
sebagai maskot negeri berpadang
pasir. Tapi tidak dengan Tunisia.
Letaknya yang berseberangan
dengan Eropa, membuat gaya hidup
penduduknya lebih condong seperti
penduduk Eropa. Mulai dari
pakaiannya, makanannya, bahkan
wajah asli warga Tunisia lebih mirip
seperti bule Eropa. Persis seperti yang
pernah dikatakan Kyai Zahid sebelum
saya bertolak ke Tunisia “Zam, wajah
mereka itu perpaduan antara Arab
dan Eropa. Jadi kamu harus bisa jaga
mata.” Kira-kira begitu pesannya.
Mungkin Tunisia bukan negeri
yang masyhur ditelinga warga
Indonesia. Tidak seperti Mesir, Arab
Saudi, dan lain sebagainya. Tunisia
sering disebut juga dengan “Negeri
Ibnu Khaldun” konon dahulu tokoh
yang bergelar “Bapak Sosiologi” itu
pernah mengenyam masa belajar di
Tunisia. Meski jasadnya tidak
disemayamkan di sini, tetapi namanya
begitu melekat dengan negeri ini
sehingga dibuatlah patung yang
menyerupainya sebagai salah satu
monumen di Tunisia.
Selain itu, kebanyakan warga
Indonesia juga masih asing
mendengar salah satu nama institut
perguruan tinggi yang berada di
Tunisia, yaitu Az-Zaitunah. Tidak
Penulis : M. Nizamuddin Qisty
SEPENGGAL ALKISAH
9
seperti Al-Azhar di Mesir, Ummul
Qura di Mekkah, Universitas Islam
Madinah di Madinah, dan lain
sebagainya. Padahal, lembaga
pendidikan Islam yang pertama kali
didirikan dibumi Afrika adalah
Universitas Az-Zaitunah ini. Tapi kita
tidak sedang membahas Universitas
Az-Zaitunah, ini hanya sekelumit
bukti bahwa Tunisia dan segala yang
ada di dalamnya, belum banyak kita
ketahui. Padahal, masih banyak
keistimewaan yang tersembunyi. Nah,
penasaran dengan Tunisia dan segala
misterinya? Mari kita ungkap
bersama.
Seperti yang saya utarakan
diawal paragraf, bahwa Tunisia tidak
seperti kebanyakan negeri Timur
Tengah lainnya. Memang belum lama
saya singgah, tapi karena memiliki
perbedaan yang mencolok, tidak
butuh waktu lama bagi saya untuk
mengenal sedikit banyak tentang
Tunisia. Tunisia pernah dijajah oleh
negara-negara Eropa, salah satunya
Prancis. Mengapa demikian? Menurut
sejarah, karena menjadi pusat
peradaban dan perkembangan ilmu
pengetahuan, Tunisia menjadi salah
satu target musuh-musuh Islam.
Sehingga saat terjadi penjarahan,
banyak manuskrip ilmu pengetahuan
yang hilang. Dari nama-nama
ilmuwan dunia yang terkenal sampai
hari ini sebut saja Ibnu Khaldun,
Syaikh Muhammad Thohir Bin ‘Asyur,
Asy-Sya’bi, dan sebagainya, kita bisa
tahu bahwa Tunisia pernah menjadi
kiblat ilmu pengetahuan didunia
sampai para penjajah
menghancurkannya. Bahkan, dari
sinilah cikal bakal Universitas terkenal
dunia seperti Al-Qarawiyyun di
Maroqo, dan Al-Azhar di Mesir.
Pada tahun 1956 Tunisia
berhasil memproklamirkan
kemerdekaannya. Sebagai presiden
pertama Bourguiba. Ternyata tidak
lebih tua dari negara kita ya. Selain
itu, Tunisia punya hubungan yang
cukup baik dengan Indonesia. Negara
kita punya andil dalam kemerdekaan
Tunisia. Hubungan diplomatik ini
dibangun pada awal bahkan sebelum
tahun 1956. Ketika Bourguiba datang
berkunjung ke Jakarta pada tahun
1951. Kedua negara ini juga
merupakan anggota Organisasi
Kerjasama Islam dan Gerakan Non-
Blok.
Sebagai negara Islam, Tunisia sedikit
berbeda dari kebanyakan negara
Islam lainnya, sebut saja seperti Arab
Saudi, Yaman, dan lain sebagainya.
Secara kasat mata, Tunisia lebih
terlihat seperti Indonesia, negara
yang multi-agama. Sedikit sekali
penduduknya yang berpakai-pakaian
khas seorang muslim. Seperti jubah,
kopiah, dan serban. Bahkan, kain
sarung disini bukan pakaian yang
lazim dipakai untuk shalat. Hanya
segelintir orang saja yang
mengenakan pakaian khas muslim.
Seperti Syaikh dan bangsawan.
Seperti yang saya katakan diawal,
10
gaya hidup penduduk Tunisia lebih
condong seperti orang Barat, setelan
jas menjadi pakaian harian. Sampai
saya pernah menemukan tukang
bangunan disini pun mengenakan jas.
Luar biasa.
Saya sempat merasa minder
saat berpergian mengenakan jubah.
Bagaimana tidak? yang saya kenakan
ini adalah baju khas Timur Tengah,
tapi penduduk aslinya malah
meninggalkannya. Memang eksistensi
menjadi seorang muslim bukan hanya
soal pakaian saja, tapi lebih kepada
bagaimana mengaplikasikan nilai-
nilai agama dalam segala tindak rupa.
Itulah yang nampak di Tunisia.
Meskipun tidak terlihat keislamannya
dari luar, ternyata Islam telah
mengalir dalam darah mereka. Saya
bisa tahu setelah menyaksikan
dengan mata kepala saya sendiri
beragam peristiwa yang seakan-akan
menampar saya setelah sempat
berpikir buruk tentang Tunisia.
Pertama, keadaan masjid saat
melaksanakan shalat berjama’ah lima
waktu selalu ramai orang
berdatangan. Menjadi sebuah alamat
bahwa umat Islam disini masih
memilik gairah yang luar biasa dalam
rangka mempererat ukhuwah
Islamiyah. Sebagaimana kita ketahui
bersama bahwa Islam akan sulit
dihancurkan jika barisan shalatnya
rapat sebagai lambang umat Islam
yang kuat. Tak sampai disitu, usai
melaksanakan shalat wajib
berjama’ah mereka tidak
meninggalkan shalat sunnah
setelahnya. Disinilah saya banyak
menyaksikan tanda kebesaran Tuhan.
Peristiwa yang biasa nampak di
media, kini benar-benar berada
didepan mata. Ya.. orang cacat yang
tak mampu berjalan, tertatih untuk
sampai ke masjid melaju pelan diatas
kursi roda. Ada yang matanya buta,
meraba jalan dengan tongkat
perlahan menghampiri sumber suara
azan. Ada juga menderita gangguan
jiwa, tapi tak membuatnya lupa jalan
menuju rumah penciptanya. Bahkan,
sesekali saya mendengar dia berteriak
seolah sedang dilanda amarah. Tapi
yang keluar dari lisannya adalah
kalamullah. Maasya Allah. Melihat
keadaan mereka, hati terasa seakan
mau keluar dari tempatnya.
Bagaimana tidak? Mereka dengan
keterbatasannya masih mau dan
sanggup shalat berjama’ah di masjid.
Sedangkan kita, yang dikaruniai
tubuh sempurna malah enggan dan
bosan mampir ke rumah Tuhan
sekedar “ngopi sambil berbincang
seputar keluhan.”
11
Kedua, gema Islam di Tunisia
memang tidak semegah dan
semewah di Indonesia. Disini tidak
ada semacam tabligh akbar yang
digelar di tanah lapang, dihadiri
jama’ah ribuan orang serta
mengundang ustadz kondang.
Majelis ilmu disini hanya berupa
halaqah kecil disudut-sudut masjid.
Biasanya dilaksanakan usai shalat
fardu. Dengan beragam cabang ilmu
pengetahuan, dari mulai ilmu Al-
Qur’an, ilmu Hadits, Fiqih, Tasawuf
dan lain sebagainya dengan guru
yang berbeda. Tahukah? Guru-guru
atau yang biasa dijuluki dengan gelar
Syaikh, mereka mengajar tanpa
dibayar sama sekali. Pernah sesekali
saya bersama teman-teman dari
Indonesia berinisiatif untuk kolektif
sejumlah uang sebagai tanda
terimakasih saja dari seorang murid
untuk gurunya. Namun, sebelum
dikumpulkan saya diberitahu oleh
senior agar mengurungkan perbuatan
itu. Saya dan teman-teman
bertanyatanya, mengapa? Bukankah
ini sebuah kebaikan?. Setelah tahu
alasannya saya dan teman-teman
terkejut luar biasa. “Kalau kalian
berikan uang kepada Syaikh, itu
bukanlah sebuah kemuliaan baginya,
tapi menjadi bentuk penghinaan bagi
ilmu yang disampaikannya.” Begitu
kira-kira penuturan senior kepada
saya dan teman-teman lainnya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu
pengetahuan tak ternilai harganya.
Dari perlakuan para Syaikh, menjadi
sebuah petunjuk bagi saya bahwa
wajar dahulu bumi Tunisia pernah
menjadi pusat peradaban ilmu
pengetahuan. Sebab, begitu
agungnya adab mereka terhadap
ilmu pengetahuan. Terlebih lagi ilmu
agama, yang menjadi alat untuk
sampai ke negeri akhirat. Mereka
tidak menjadikannya sebagai sumber
penghidupan didunia. Saking
mahalnya, mereka menolak nominal
uang yang terbilang. Dari situlah
muncul ruh sebuah amal yang
menjadikannya hidup dan melahirkan
keberkahan bukan hanya bagi Syaikh,
namun juga untuk para pencari ilmu,
yaitu keikhlasan.
Ketiga, berbeda negara, tentu
berbeda juga budayanya. Tidak
seperti di Indonesia, seperti yang kita
ketahui bersama bahwa setiap kali
ada hari-hari besar Islam, masyarakat
Indonesia berbondong-bondong
mengadakan acara yang bersifat
seremonial seperti Isra’ Mi’raj, Maulid
Nabi, dan lain sebagainya. Tapi tidak
dengan Tunisia, hari-hari besar Islam
berlalu begitu saja seperti hari-hari
lainnya. Suasananya tidak seramai
seperti di Indonesia. Kecuali, saat hari
kelahiran Nabi Muhammad shallahu
‘alaihi wasallam. Masyarakat Tunisia
begitu antusias merayakan hari
kelahiran nabinya. Sejak pagi buta
mereka datang memenuhi masjid
Zaitunah, sebagai lambang
kebanggaan warga Tunisia. Sebab,
masjid itu merupakan bekas
peninggalan para pendahulu terlihat
12
dari arsitektur bangunannya yang
masih orisinil dan banyak sejarah
yang terkubur disana. Konon, hari
perayaan maulid nabi disini lebih
ramai daripada suasana saat hari raya
‘Idul Fitri. Begitu luar biasa kecintaan
warga Tunisia kepada Sang Nabi.
Bukan hanya itu, kecintaan mereka
kepada Nabi Muhammad juga terlihat
dari adat kebiasaan mereka dalam
bershalawat dan kegigihan mereka
dalam menghafal AlQur’an. Bukan
karena mereka bangsa Arab, karena
tidak semua bangsa Arab dapat
membaca AlQur’an dengan baik dan
benar. Ini menjadi bukti bahwa Al-
Qur’an benar-benar mukjizat. Saya
sungguh malu saat sedang shalat
berjama’ah dan Imam membaca
potongan ayat Al-Qur’an kemudian
ketika salah, hampir semua jama’ah
membenarkannya dan hanya saya
saja yang diam karena belum hafal.
Sungguh, tak pernah mengira bahwa
anak-anak muda di Tunisia,
berpakaian layaknya preman kota,
tapi ada Al-Qur’an dikepalanya.
Dalam kurun waktu kurang
lebih 4 bulan, seperti inilah yang saya
temui. Saya belajar banyak dari sini.
Bukan hanya tentang bagaimana
memahami ilmu pengetahuan yang
termaktub, tapi juga tentang
bagaimana menjalani hidup. Benarlah
kalau orang bilang “Don’t jugde the
book by the cover” karena hidup
bukan bagaimana menilai, tapi
bagaimana menyikapi. Disisi lain, saya
teringat ungkapan Kyai Zahid tentang
keadaan Islam dan Muslim saat ini.
“Kamu akan menemukan Islam di
negara non-Muslim tapi sedikit
muslim, dan kamu akan menemukan
banyak muslim di negara Muslim, tapi
sedikit Islam.” Saat pertama kali
mendengarnya, sulit bagi saya untuk
memahaminya. Tapi setelah saya
benar-benar mengalaminya, barulah
saya mengerti. Kira-kira seperti itulah
keadaan Islam dan Muslim saat ini.
Walau bagaimana pun, Islam bukan
hanya mengajarkan bagaimana
beribadah, tapi juga bagaimana
bermuamalah. Pakaian memang tidak
menjamin keislaman seseorang, tapi
melupakan bagaimana
berpenampilan juga tidak dibenarkan.
Poin besarnya adalah Islam adalah
ajaran yang membuat penganutnya
peduli dan perhatian untuk
membenahi fisik dan batin, bukan
hanya memperhatikan diri sendiri tapi
juga memperbaiki keadaan sekitar
dengan menghidupkan nilai-nilai
islami. Masih banyak misteri yang
belum terkuak disini, butuh waktu
lebih lama bagi saya untuk lebih
dalam menyelami lautan ilmu di negeri
Ibnu Khaldun ini.
13
Oleh Ahmad Lukman Fahmi
ZAITUNAH DAN TANGGUNG JAWAB INTELEKTUAL MAHASISWA INDONESIA
Berbicara mengenai Zaitunah
sama halnya berbicara mengenai
proses pembentukan identitas Tunisia
secara umum. Jika kita tengok
kembali sejarah pembentukan Tunisia
modern pasca masuknya Islam, yang
akan tampak menonjol sebetulnya
adalah peran dan pengaruh institusi
pendidikan Islam Zaitunah yang
cukup besar dalam menentukan
corak identitas masyarakatnya.
Islam masuk ke "Ifriqiyah"
(sebutan Tunisia dahulu) terbilang
cukup awal, pada tahun 27 H/647 M
melalui perintah Khalifah Usman bin
Affan, Islam sudah berhasil
dikenalkan di tanah ini. Sejak itu,
Islam terus dikembangkan. Kota
Kairuwan, salah satu kota di Ifriqiyah
lalu menjadi satu dari empat kota
penting Islam saat itu, disamping
Madinah, Kufah dan Damaskus, yang
semuanya ada di Timur. Kekuasaan
pemerintah Islam juga terus meluas,
semakin ke Barat hingga sampai
Andalusia (sebutan untuk Spanyol
dahulu).
Lalu sekitar abad 1 H atau 2 H,
di Kota Tunis didirikan Masjid yang
dikenal dengan nama "Jami'
Zaitunah". Tak berselang lama, masjid
ini berkembang tak hanya menjadi
pusat peribadatan kaum muslim,
lebih dari itu tempat ini menjadi
pusat intelektual sekaligus pusat
penyebaran Islam terkemuka di Afrika
Utara. Di antara tokoh yang saat itu
yang jadi sosok pionir intelektual
Zaitunah adalah al-Imam Ali bin
Ziyad, salah seorang murid Imam
Malik bin Anas. Dia juga yang
membawa serta mengajarkan kitab
al-Muwatha' Imam Malik di Masjid
Zaitunah, yang lalu menjadi cikal
bakal mazhab fikih mayoritas di
Tunisia.
Posisi Zaitunah sebagai pusat
intelektual umat Islam di Barat (Islam)
semakin diperhitungkan, hal ini
karena gerakan intelektual yang
diprakarsai oleh Zaitunah ini tidak
berhenti sebatas pada pengajaran
dan pembelajaran, tetapi melampaui
JENDELA ILMU
14
itu, berbagai aspek pembaruan
intelektual dilakukan, hingga muncul
nama-nama besar dalam berbagai
bidang keilmuan Islam. Sebut saja
nama-nama seperti al-Imam Sahnun
al-Tanukhi dalam Hukum Islam, Abul
Hasan al-Gabesi dalam Tarbiyah
(Pendidikan), Abi Abdillah al-Maziri
dalam Hadits & Hukum Islam, Ibn
Rachiq Al-Qairuwani dalam Kritik
Sastra, Abdurrahman Ibn Khaldun
dalam Sosiologi dan Filsafat Sejarah,
Ibn Arafah dalam Tafsir dan nama
yang paling dikenal belakangan Ibn
'Asyur dalam Tafsir dan Maqashid
Syariah.
Ibn Khaldun misalnya,
dianggap sebagai tokoh utama
pencetus filsafat sejarah, yaitu suatu
paradigma sejarah yang kritis dalam
menyikapi dan menulis ulang
peristiwa masa lalu. Ia membedakan
antara apa yang ia sebut dengan
"Haqiqat al-Tarikh" (hakikat sejarah)
dengan "al-Ahdats at-Tarikhiah"
(peristiwa sejarah). "Haqiqat al-
Tarikh" adalah dasar utama
dibalik/penyebab munculnya "al-
Ahdats at-Tarikhiah".
Dengan itu, Ibn Khaldun
mengkritik para penulis sejarah
sebelumnya yang dalam kebanyakan
karya mereka, hanya menukil serta
menyalin berita dan peristiwa sejarah
masa lalu tanpa melakukan adanya
penyelidikan dan analisa akan motif-
motif dan dasar-dasar penyebab
peristiwa sejarah tersebut muncul. Itu
artinya para penulis sejarah itu tidak
membedakan dua hal yang Ibn
Khaldun kemukakan tadi. Sehingga
menurutnya, sulit dibedakan dalam
karya-karya sejarah mereka antara
"al-Haqiqah" dengan "al-Khayal"
dalam sejarah.
Melalui bukunya "al-
Muqaddimah" dan "al-Ibar" itu ia
mencetuskan apa yang disebutnya
sebagai "Ilmu al-Imran al-Basyari".
Buku pertama adalah pendahuluan
(sesuai namanya) atas buku kedua.
Dimana dalam buku pertama ia
mengurai sejumlah kerangka
metodologi kritis dalam menganalisa
dan menyelidiki peristiwa sejarah
masa lalu, yang lalu ia tuangkan
dalam bukunya yang kedua untuk
mengkaji historitas bangsa Barbar
dan Afrika Utara.
Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami
15
Kemudian, pada awal abad 20
M muncul tokoh terkemuka yang
juga produk asli Zaitunah, bernama
Tahir Ibn Asyur. Ia menulis karya
monumental berjudul "Maqashid al-
Syariah", karya ini dianggap sebagai
gerbang utama kajian Maqashid
secara lebih baru. Dimana Ibn Asyur
mengkonstruksi ulang beberapa tema
pokok maqashid yang dianggapnya
lebih sesuai dengan perkembangan
zaman. Seperti upayanya meletakkan
tema "Hifdz al-Nasl" sebagai bagian
daripada tema "Hifdz al-Usroh", juga
menjadikan "Maqashid al-'Ailah",
dalam bab sendiri yang terpisah
dengan yang lain, selain itu, dia juga
menambahkan konsep "al-Hurriyah"
(kebebasan) sebagai salah satu
bagian penting dari Maqashid Syariah
yang belum pernah dikaji oleh ulama-
ulama sebelumnya.
Semua itu adalah bagian kecil
topik yang jadi kajian utama bukunya,
yang sepatutnya jika dianggap
sebagai sebuah upaya "Tajdid"
(pembaruan) dalam Maqashid yang,
Ibn Asyur lakukan atas apa yang telah
dikonsepsikan oleh ulama terdahulu,
seperti al-Ghazali, 'Iz al-Din bin Abd
al-Salam dan as-Syatibi.
Oleh karena yang dilakukan
Ibn Asyur di atas kemudian
menginspirasi ulama selanjutnya
dalam melakukan rekonstruksi serupa
atas kajian maqashid, seperti yang
dilakukan oleh Yusuf Qardlawi
misalnya, dimana dia menambahkan
tema baru, "takwin al-usroh al-
solihah" (perencanaan keluarga ideal)
sebagai bagian penting dari tema-
tema besar maqashid, dengan asumsi
bahwa prinsip "hifdz al-nasl" yang
bersifat individual dan partikular akan
lebih mudah diupayakan dalam
kerangka program "takwin al-usroh
al-solihah" tadi, jadi Qardlawi
berusaha mengupayakan sebuab
teori yang lebih umum dari sekedar
"hifdz al-nasl" yang dikonsep ulama
klasik.
Dua nama di atas sekedar
contoh untuk mengatakan, bahwa
peran intelektual Zaitunah sejak
dahulu tidaklah sederhana dalam
mewarnai corak keagamaan
masyarakat Tunisia, dan dunia Islam
(Barat). Tak berlebihan jika kemudian
dikatakan bahwa peran Zaitunah dari
aspek sosial keagamaan sangat
signifikan dalam membentuk
identitas Islam masyarakat Afrika
Utara secara umum. Masyarakat Islam
yang lalu dikenal lebih progresif,
berpikiran terbuka dan penuh
toleransi.
Saat ini, Institusi Pendidikan
Islam Zaitunah yang bermetamorfosa
menjadi Universitas Zaitunah memiliki
sejumlah tokoh penerus perjuangan
16
intelektual tokoh-tokoh sebelumnya.
Sebut saja semisal Abdul Madjid an-
Najjar dalam Filsafat Islam &
Peradaban, Muhammad Mestiri
dalam Teologi Islam (Ilmu Kalam),
Ahmeidah Nifr dalam Tafsir, Nuruddin
al-Khadimi dalam Maqashid, Burhan
Nefati dalam Ushul Fikih, Mohamed
an-Nasir al-Za'airi dalam Hadits,
Mohamed Shetiwi dalam Ushul Fikih,
Ilyas Dardur dalam Ekonomi Islam
dan lain sebagainya.
Hampir semua tokoh penerus
yang disebut di atas memiliki karya
tulis sesuai bidang mereka. Yang
tentu saja, berlandaskan paham
Ahlussunnah wal Jamaah al-Asy'ariah
sebagai paham resmi Zaitunah dari
dulu hingga saat ini. Aktifitas mereka
juga tidak hanya mengajar keilmuan
di Kampus, melainkan aktif di
berbagai lembaga penelitian maupun
instansi ilmiah-intelektual di luar
kampus, seperti "al-Majma' al-Tunisi li
Baitil Hikmah", "Markaz Maqashid
Syariah", "Mu'minun bila Hudud" dan
lembaga-lembaga penelitian kampus
lainnya.
Sementara itu, sejumlah
mahasiswa Indonesia yang
menempuh studi di Universitas
Zaitunah dan tergabung dalam
organisasi Persatuan Pelajar
Indonesia di Tunisia, menempuh
berbagai macam program studi.
Mereka inilah yang (seharusnya) kelak
mewarisi tradisi intelektual Zaitunah,
mengingat kondisi mereka yang
memungkinkan untuk menyerap
samudera keilmuan Zaitunah.
Dengan demikian, mereka
memiliki tanggung jawab intelektual
yang sebetulnya tidak sederhana.
Tanggung jawab untuk mampu
menerjemahkan pikiran-pikiran
cemerlang Ibn Khaldun, Ibn Asyur
dan lainnya di era kontemporer, yang
tentu dipadukan dengan pikiran-
pikiran penerus mereka, dalam
konteks keindonesiaan. Seperti halnya
ide tentang "al-Tahadhur" yang ditulis
oleh Abdul Majid al-Najjar demi
mencapai apa yang dicita-citakannya
sebagai kebangkitan Islam,
"Insaniyatul Fikr al-Islami" atau
Humanisasi Pemikiran Islam melalui
proyek Tajdid Ilmu Kalam yang
digaungkan Mohamed Mestiri, atau
"al-Qira'ah al-Mu'ashirah lil Quran"
yang diinisiasi oleh Ahmeidah Nifr,
dan lain sebagainya.
Dan tanggung jawab itu,
penulis kira tidak akan mampu
diemban dengan baik tanpa
kesungguhan dalam proses belajar,
tidak cukup dengan sekedar
berangkat-pergi ke kampus, tanpa
membaca, berdikusi dan menulis.
Tunis, 5 April 2020
17
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendirian
sebagaimana ia saling membutuhkan satu sama lain sehingga sering disebut al
insan madaniyun bitthob'i, wajar saja ketika seorang manusia hidup disebuah
komunitas atau perkumpulan.
Semakin banyak manusia itu berkumpul semakin berdinamika, maka akan timbul
berbagai macam permasalahan sehingga dibutuhkan sebuah wadah untuk
menjaga kerukunan, menaungi dan mengatasi berbagai macam permasalahan
yang ada, serta mencapai tujuan yang mulai.
Sebagai contoh adalah mahasiswa, yang sering disebut sebagai agen perubahan.
Kita banyak menemukan sekumpulan mahasiswa khususnya di Luar Negri yang
akhirnya mendirikan sebuah organisasi atau perkumpulan dikenal sebagai
organisasi Persatuan Pelajar Indonesia (PPI), sehingga mahasiwa dapat terorganisir
secara baik dan mendatangkan banyak manfaat baik itu untuk individu maupun
sosial.
Dapat kita artikan bahwa Organisasi adalah sebuah wadah atau tempat
berkumpulnya sekelompok orang untuk bekerjasama secara rasional, sistematis,
terkendali dan terpimpin, untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada.
Umumnya sebuah organisasi memiliki struktur yang terdiri dari ketua, sekretaris,
bendahara, dan berbagai divisi sesuai kebutuhan organisasi tersebut, klo kita lihat
organisasi PPI Tunisia terdiri dari 5 elemen:
Gak Ada Manfaatnya Ikut Organisasi?! Penulis : Muhammad Haidar
18
1. Pelindung organisasi
Adalah Bapak Duta Besar Republik Indonesia yang ditunjuk langsung oleh
Presiden Indonesia sebagai kepala perwakilan di sebuah Negara.
2. Penasehat organisasi
Merupakan para mahasiswa yang sudah lebih dahulu tinggal di negara ini selama
beberapa tahun yang senantiasa membimbing dan memberi arahan demi
kebaikan organisasi
3. Majelis Perwakilan Anggota
Bertindak sebagai fungsi legislatif yang menjaga arah organisasi sesuai dengan rel
AD/ART. Elemen ini baru ada di PPI Tunisia 2 tahun terakhir, dan ini merupakan
terobosan baru yang dilandasi kesadaran akan pentingnya sistem pengontrolan
dan pengawalan jalannya roda organisasi.
4. Badan Pengurus Harian
Berfungsi sebagai dewan eksekutif yang menjalankan roda organisasi dengan
berbagai tugas dan program yang telah dirancang sebelumnya, dipimpin oleh
seorang ketua yang dipilih setiap tahunnya, dibantu oleh wakil ketua, sekretaris,
bendahara, dan berbagai divisi yang bergerak diberbagai bidang
5. Anggota
Mempunyai hak dan kewajiban, ikut menyukseskan jalannya roda organisasi, saling
bantu dan bahu-membahu serta berperan aktif dalam berbagai kegiatan, baik itu
akademik, sosial, olahraga, dll.
Meski kita berorganisasi tapi jangan lupa juga dengan tujuan utama kita sebagai
mahasiswa, yaitu belajar sebagai bekal untuk menjadi agen perubahan di
masyarakat kelak, lantas timbul pertanyaan:
19
Mengapa harus berorganisasi disaat tugas utama seorang mahasiswa adalah
belajar?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat berbagai macam manfaat ketika
kita ikut serta aktif dalam organisasi, karena belajar saja itu tidak cukup untuk
menjadi bekal di kehidupan nanti:
1. Melatih jiwa kepemimpinan
Setiap orang yang diberi amanah maka ia harus menjalankan amanah itu sebaik
mungkin, dibutuhkan jiwa kepemimpinan agar sebuah organisasi dapat berjalan
dengan baik, begitu pula dalam belajar dan kehidupan pribadi.
2. Belajar mengatur waktu
Seseorang yang berorganisasi tentunya dia mempunyai banyak kegiatan, sehingga
ia dituntut untuk dapat mengatur waktu dan membaginya, antara organisasi,
kuliah, dan kehidupan pribadi, ini menjadi bekal penting bagi seorang mahasiswa
agar dapat hidup lebih teratur dan menghargai waktu.
3. Problem Solving dan Manajemen Konflik
Jika seseorang semakin terbiasa mengatasi masalah dan konflik maka ia akan
mudah menghadapi permasalahan dan konflik yang ia dapati kelak, hal itu
menjadi media pendewasaan dan kebijaksanaan yang sangat efektif
4. Memperluas jaringan
Dalam organisasi pasti kita banyak bertemu dan bergaul dengan orang lain,
sehingga akan mempunyai banyak jaringan yang secara otomatis mendatangkan
banyak manfaat yang didapatkan, namun jangan dimaknai bahwa hanya
mengambil manfaatnya saja, yang terpenting adalah tidak saling merugikan satu
sama lain.
20
5. Belajar melihat realitas sosial
Dalam organisasi kita terlatih berinteraksi dengan berbagai macam tipe orang,
status sosial, yang tentunya akan memperluas pengalaman, pengetahuan dan
pemahaman baru tentang karakteristik orang pada umumnya.
Semoga dengan uraian singkat ini dapat membuka kesadaran kita akan
pentingnya organisasi, tapi jangan sampai terlena juga ya, dan jangan pula
menjadikan organisasi sebagai penghambat belajar dan kegiatan akademik kita.
Semua ini akan menjadi bekal yang bermanfaat untuk kehidupan pasca
mahasiswa.
Setiap masing-masing kegiatan ada masanya, jadi jangan dicampur aduk.
Tidak baik belajar sambil main, organisasi, atau tidur. Jangan juga organisasi
sambil main, tidur, atau belajar. Dan gak bisa juga tidur sambil main, belajar, atau
organisasi.
22
Oleh: MIMI
Tahu tidak,
Aku dulu acuh,
Aku tak mau memperkeruh,
Hingga suatu hari,
Aku tau apa itu rasa sepi,
Sama sama tak peduli,
Membuat nya tak ingin menghampiri,
Bahkan tak ingin kembali,
Baru kurasakan..
Ada hal yg harus ku anggap,
Membuatnya ada,
Dan berhenti acuh pada satu kata banyak maknaa,
Yg biasa disebut cinta,
Aku hnya tak ingin banyak bicara
Menginginkannya berjalan sesuai keadaan,
Tapi hati tak satu pendapat ,
Hingga bersama bukanlah waktu yg tepat,
Apa yg bisa dijalani?
Bila hati tak satu lagi,
Kamu lelah..
Dan aku?
Aku Menyerah.
BAHASA KALBU
23
Karya : Ilma Silmi
Lautan terbentang luas
Membatasi rindu yang kian membuas
Kutatap bayangmu dengan lekat
Berharap waktu dengan cepat menyingkat
Dulu tangan ini kau basuh
Kini wajahmu kian lusuh
Dulu raga ini kau timang
Kini tubuhmu hanya tulang belulang
Permataku, tahukah kamu?
Jika mampu aku menembus waktu
Tak ingin ku kerap jadi benalu
Memberi luka di hari-harimu
Membuat awan cerahmu kian sendu
Malaikatku,
Bisakah aku memberhentikan waktu?
Memperbanyak detikku dengan senyummu?
Mempererat dekapku denganmu?
Di setiap menit dan detikku berlalu
24
Ibu...
Dengarkah engkau jeritku?
Jerit melengking karena rindu
Jerit rindu yang kian membelenggu
Aku rindu. Rindu...
Pantaskah aku untuk merindumu?
Ibu...
Kan kusimpan lautan rindu dalam kalbu
Sampai pisah kan berubah jadi temu
Hanya untukmu
Ya, kau bidadariku.
25
Oleh : Ahmad Rosyad Maulana
KENAPA WHY
SELALU ALWAYS? Hawa panas yang terus berhembus
tiada henti, berpadu dengan teriknya sinar
matahari semakin membuatku tak karuan
dalam menghadapi pekerjaan ini.
Namaku Izzudin, aku adalah remaja 20
tahun yang bekerja sebagai penjual koran
keliling, yang setiap hari harus berkeliling
dari satu jalan ke jalan lain dari satu bus ke
bus lain, begitulah keseharianku di kala
orang-orang seumuranku sedang sibuk
menuntut ilmu di bangku kuliah.
Terkadang aku merasa iri melihat
remaja seumuranku sedang berkumpul di
depan kampus mereka untuk berdiskusi
tentang mata kuliah mereka, bersanda
gurau bersama teman-temannya, atau
hanya untuk sekedar makan siang. Hal
yang seperti itulah yang selalu membuatku
teringat akan masa kemarin, masa yang
aku anggap bahagia, masa yang selalu aku
anggap paling ceria. Namun
sesungguhnya masa itulah yang paling
mengecewakan dalam hidupku.
Dan di hari ini, ketika aku beristirahat
di sebuah musholla tanpa kusadari pikirku
pun melayang ke masa kemarin, ya masa
laluku yang paling mengecewakan, masa
SMA-ku, Karena prestasiku, aku dapat
masuk SMA favorit di kotaku.
Pagi itu seperti biasa kelasku selalu
ramai oleh canda gurauku dan teman-
teman hingga candaan itupun berhenti
ketika datang suara amarah dari depan
kelas “Diam!!! Tak sadarkah kalian
bahwa guru kalian sedang berada di
dalam kelas?” Dan... ya tak salah lagi, itu
adalah teriakan Bu Rini guru
matematikaku, guru termuda di kelas
ini yang baru tiga bulan mengajar,
namun sudah sangat prustasi karena
tingkah laku kami.
Seringkali beliau memarahi kami,
seringkali pula kami mengabaikannya,
melawannya, bahkan menertawakannya
seperti kejadian di pagi itu. Ketika dia
sudah meluapkan amarahnya, suasana
kelas berubah menjadi sunyi. Namun,
selang beberapa detik suasana riuhpun
kembali terjadi, hingga Bu Rini menjadi
sangat marah sampai mengeluarkan
kalimat bernada sarkasme “Sekarang
terserah kalian! Rasakan saja nanti
akibatnya!” kelas pun kembali sunyi lalu
Bu Rini mengambil spidol dan menulis
beberapa materi di papan tulis sebelum
memulai penjelasan. Namun, ketika ia
menjelaskan hanya beberapa siswa saja
yang memperhatikan karena sebagian
besar dari para siswa sedang tertidur
pulas, begitulah keadaan kami jika tidak
berisik seperti di pasar maka kami akan
tertidur pulas seperti di atas kasur.
Jam sekolah pun berakhir, kami
pun terbangun dari tidur kami setelah
26
segelintir teman yang tidak tidur
membangunkan kami. Aku menggerutu
dengan sangat kesal, “Ah elah, ngajarin
apa sih nggak jelas, nggak diajarin juga
bisa ini mah!” Lalu teman-temanku pun
tertawa dan saling sahut-menyahut
menyetujui perkataanku. Ya, perkataan
yang akan aku kecewakan di kemudian
hari.
Tak hanya Bu Rini, guru muda
yang kami remehkan ilmunya dan kami
sepelekan nasihatnya, tetapi guru-guru
senior pun kami perlakukan seperti itu,
seperti Pak Tohar guru Bahasa Inggris, Bu
Leli guru Geografi, Pak Dindin guru
Agama dan juga guru-guru lainnya.
Hari demi hari, minggu melewati
mingu, bulan berseling bulan, hingga
tahun demi tahun terus berlalu, aku dan
rekan-rekan pun lulus SMA. Aku lulus
dengan nilai ujian nasional terbesar
kedua tingkat nasional, dan aku sangat
yakin dengan nilai yang kumiliki aku
dapat mudah masuk universitas yang
aku inginkan, dan beasiswa pun akan
berdatangan padaku.
Namun, setelah beberapa kali
mencoba mendaftar dari satu universitas
ke universitas lain, dan hasilnya pun di
luar dugaanku. Tak ada satu pun
universitas yang menerimaku untuk
menjadi seorang mahasiswa di kampus
mereka.
ALLAHU AKBAR... ALLAHU
AKBAR.. buarr, suara adzan
mengingatkanku dari lamunanku,
lamunan di hari kemarin, lamunan masa
laluku yang membuatku kecewa, namun
memberikan pelajaran yang sangat
berharga.
Ketika dulu aku bingung
mengapa tak ada satu pun universitas
yang menerimaku , sekarang aku telah
mengetahui dan menyadari apa
penyebabnya. Ya, tak lain dan tak bukan
hal itu terjadi karena aku tidak
mendapatkan ridho dari guruku, jadi
percuma saja dengan apa yang aku
punya dan apa yang aku lakukan, kerena
Rasulullah pernah bersabda “Ridho
ALLAH ada pada ridho orang tua”, dan
aku tidak mendapatkan ridho dari
guruku karena tingkah lakuku dan
kepongahanku, yang pada dasarnya
guruku adalah orang tuaku pula. Di
dunia ini kita memiliki tiga orang tua,
yaitu orang tua biologis kita, orang tua
yang memberikan ilmu kepada kita, yaitu
guru-guru kita, dan orang tua pasangan
hidup, yaitu mertua.
Dan kini, aku hanyalah seorang
penjual koran keliling, tetapi aku tidak
kecewa pada diriku di hari ini, namun aku
kecewa dengan diriku di hari kemarin
yang sangat sombong, padahal tak
memiliki apapun, yang selalu merasa sok
pintar padahal tak memiliki ilmu dan tak
pernah hormat pada guru.
Maka dari itu untuk orang-orang
yang di luar sana, yang merasa memiliki
kelebihan dalam belajar atau pintar
haruslah diri kita menyeimbangkan ilmu
dan akhlak kita kepada guru, karena jika
hilang salah satunya takkan ada
maknanya ibarat sebuah quotes yang
berbunyi “ Karena Because Tidak
pernah Never
27
Final
Decision Oleh : Sahabat Pena
Aku berlari ke tempat yang menurutku
menjadi tempatku untuk mengadu
kepada Rabb ku. Masjid besar yang
berada di tengah pasar itu, salalu
menjadi tempat ternyaman untukku
menyelamkan diri kala kalut, membagi
kebahagiaan kala senang. Entah apa
yang ada dalam otakku. Yang aku tahu
tidak lagi bisa manusia menjawab dan
meredamkan apa yang jadi masalahku.
Masalah besar ketika otak dan hatimu
tak lagi sejalan untuk menentukan
sesuatu.
***
“Arini, aku berharap ingin menjadi
manusia bermanfaat, memiliki lembaga
pendidikan, usaha yang sukses dan
masih banyak lagi. Bagaimana
menurutmu?” tanya Dafa padaku sore
itu.
Tepat dua tahun yang lalu saat aku
berkenalan dengan laki-laki yang usianya
terpaut tiga tahun lebih tua dari ku. Saat
kami disatukkan dalam berbagai macam
agenda yang diselenggaralan oleh
organisasi kami, disitulah semuanya
dimulai. Ah, tepatnya semuanya kumulai.
Diawali dari sikap baiknya, serta
kepeduliannya kepada sesama
membuatku tertarik untuk meninjau
lebih dalam sebaik apa perangai anak
muda satu ini. Tutur kata yang sopan,
tingkah laku yang selalu menimbulkan
tawa, pola pikir yang lebih dewasa
menurutku. Ya, semua itu ada pada
dirinya, wanita mana yang tidak
mendambakkan sosok seperti itu.
28
Terlebih pemahaman agamanya yang
menurutku sudah memadai dibanding
laki-laki lain seusianya menjadi nilai lebih
untuknya agar lebih kupelajari.
Dua tahun telah berlalu, sering kali kami
bertatap muka, saling berbincang, saling
berbagi pengetahuan, dari pengetahuan
islami sampai info mengenai diri kami
sendiri. Semua itu berlalu dengan penuh
kebahagiaan, penuh canda, tawa, dan tak
semenitpun aku lewati untuk memikirkan
keindahan pada hari-hari ku. Walau
kadang hati kecilku mengatakan
“kebahagiaan seperti ini kah yang kau
harapkan?”.
Ku akui beberapa hal baik ada pada
dirinya, membuat diri ini lupa akan
beberapa kewajiban, keharusan, serta
batasan yang seharusnya lebih
kuperhatikan. Terlebih aku adalah wanita
yang masih belajar, belajar untuk
menjadi sesuai tuntunan Ilahi. Tapi
ternyata laki-laki itu berhasil membuat
kulengah, dan lalai. Benar saja, ia berhasil
masuk. Masuk kedalam fikiranku disetiap
harinya, masuk kedalam hatiku membuat
kacau otak dan hatiku yang terkadang
dipenuhi oleh nya. Dan kala itu aku selalu
berpikir “ketakutan macam apa ini?” “apa
hanya aku yang merasakan?” “Ah, tidak.
Dia pun harus merasakannnya. Tapi
bagaimana kalau dia merasakannya juga?
Aku harus apa?” Ya Rabb..
Yang aku tahu kala kita merasa takut
akan apa yang kita lakukan,bisa jadi
perbuatan itu bukan sepenuhnya dari
kemauan seseorang, tepatnya dengan
bantuan dari syaitan yang Allah utus
untuk menguji tingkat keimanan seorang
hamba.
Yang benar saja ketakutanku menjadi
nyata. Suatu sore Dafa mengirimkan
pesan melalui aplikasi Whatsapp yang
kami miliki , “rin, ketemu yuk, ada yang
ingin ku bahas.”
Pesan singkat yang berhasil membuatku
bingung, pesan yang berhasil membuat
rusuh otak dan hatiku, entah apa yang
akan aku bahas dengannya nanti, yang
pasti membuatku bingung, jawaban
seperti apa yang akan kuberikan jika ia
benar-benar bertanya. Jujur diri ini belum
siap, meski hatiku mengatakan iya, tapi
apakah ini semua sudah sesuai anjuran
Maha Pencipta rasa? Apakah ini semua
benar adanya? Apakah ini semua yang
Rabb ku inginkan dariku? Atau ini hanya
ujian yang Allah beri agar aku bercermin
atas kehidupan yang aku jalani saat ini?
Aku ambil air wudhu malam itu,
kubentangkan sajadah dan saat itu
terbungkam mulutku tak mampu
berkata-berata, kuharap tuhanku
senantiasa mendengar kata yang tak lagi
mampu ku ucapkan, cerita yang taklagi
mampu ku sampaikan.
“Ya Rabb, tak tahu rasa apa yang kini
ada, yang ku tahu jika aku takut mungkin
aku telah melakukan kesalahan. Lantas
apakah rasa ini merupakan sebuah
kesalahan?” itu kata hati yang ingin aku
sampaikan pada Nya malam itu.
Usai kutunaikan dua rakaat yang mampu
menenangkan hatiku, ku buka acak
lembaran kalam Allah yang kuharap
dapat kutemui petunjuk untuk diriku.
Malam itu berlalu begitu cepat, kulalui
hari-hariku dengan dipenuhi tanda tanya
dan kebingungan, sedangkan ia yang
29
masih dengan sebelumnya, seolah semua
baik-baik saja.
“Rin, sebaiknya kamu selesaikan tanda
tanyamu itu, aku gak mau kamu
melangkah lebih jauh, untuk hal yang
kamu sendiripun ragu, apakah itu benar
atau tidak. Yakinkan dirimu, sudahi atau
kamu yang akan menanggung rugi.”
Pesan Laila yang senantiasa
mengingatkan ku kala aku melangkah
menuju hal yang salah.
“sebagai hamba kita tidak boleh
bergantung dan terlalu percaya pada
makhluk melebihi ketentuan dan batasan
yang ada. Karena manusia hanya mampu
berencana Allah yang akan menentukan
semuanya. Termasuk hal yang sedang
kamu alami saat ini. Kalau kamu percaya
dan yakin, tapi waktu belum membuat
Allah memberikan izin, kamu bisa apa?
Apa kamu ingin melawan ketentuan-
Nya?” percakapan terakhirku dengan
Laila sore itu.
Jleb. Sontak pernyataan dan pertanyaan
itu membuka mataku saat ini,
membuatku sadar kalau ini belum bisa
untuk ku lanjutkan, begitupun
dengannya. Aku masih terlalu muda
untuk melanjutkan ini semua. Ya,
walaupun ku akui rasa ini benar adanya,
tapi apa boleh buat aku harus memilih
mundur untuk menghindari kemurkaan
yang akan ku dapat. Karena itu bukan
lagi kemurkaan makhluk, melainkan
Pencipta makhluk.
Aku berlari ke tempat yang menurutku
menjadi tempatku untuk mengadu
kepada Rabb ku. Masjid besar yang
berada di tengah pasar itu, salalu
menjadi tempat ternyaman untukku
menyelamkan diri kala kalut, membagi
kebahagiaan kala senang. Entah apa
yang ada dalam otakku. Yang aku tahu
tidak lagi bisa manusia menjawab dan
meredamkan apa yang jadi masalahku.
Masalah besar ketika otak dan hatimu
tak lagi sejalan untuk menentukan
sesuatu.
Kuyakinkan diriku untuk menghentikan
ini semua. Karena untukku memperbaiki
diri lebih penting dari pada
memperjuangkan hal yang tidak Allah
sukai. Untuk apa aku hidup, kalau bukan
kembali pada-Nya?
“Ya Rabb, ku akui rasa ini benar adanya,
yang aku tahu perasaan cinta yanng
benar dan kau ridhoi tak akan
menimbulkan sakit. Jadi kuputuskan
untuk menyudahi semua. Maafkan untuk
semua kesalahanku dan kesalahannya,
senantiasalah bimbing aku dalam
meyakinkan diri untuk menuju dan
menetap dijalan yang Engkau ridhoi.
Sesungguhnya ku percayakan semua
hanya pada Mu.” Pinta ku pada Rabb ku
di masjid agung itu.
****
Tahun itu semuanya berlalu. Ku ucapkan
padanya salam perpisahan, dan untuk
tidak lagi menghubungiku, meskipun
akhirnya aku tahu kalau sebenarnya
rasaku bisa saja berbalas. Tapi aku sudah
memilih untuk putuskan agar semua
berhenti sampai disini. Aku sampaikan
alasanku dan ia menerimanya.
“Itu keputusanmu, dan aku hargai itu.
Aku meyakini hal yang sama denganmu
Rin, maaf atas kesalahan yang pernah
kita buat, mungkin perasaan kamu dan
aku tidak seharusnya ada saat ini. Ini
ujian dan semoga kamu dan aku bisa
30
melewatinya, dan senantiasa mengubah
diri untuk menjadi baik.” Ungkpan
terakhirnya hari itu. Tepat tiga tahun dari
perpisahan kami.
Sudah tiga tahun berlalu sekaran aku
sudah meraih apa yang menjadi
mimpiku. Menjadi public speaker dan
trainer muda yang memiliki beberapa
perusahaan dibidang fashion. Yes i did.
“Rin, siap-siap ya kita akan ketemu
investor hari ini”. Ucapan Tina menejerku
Menunggu sekitar lima belas menit di
restaurant ini membuatku sedikit
penasaran, siapakah investor kali ini.
Kudengar dari menejerku dia adalah pria
yang banyak menginvestasikan hartanya
untuk hal-ha bermanfaat, membangun
beberapa lembaga pendidikan, baik
untuk anak yatim piatu atau pun orang
kurang mampu. Waw, menarik sekali
bukan, menurutku hebat masih ada
orang sepertinya dizaman seperti ini.
Wah, siapa sangka pria tampan yang
sedang berdiri turun dari mobilnya
menggunakan jas biru dongker
dilengkapi dengan dasi merah itu
menuju meja ku.
“Hmm...perangainya tidak asing.”
Batinku.
Benar saja ternyata laki-laki itu adalah
seseorang yang pernah menjadi bagian
ceritaku kala itu, memang sekenario
pencipta tak ada yang pernah tahu dan
bisa menebak kebenarannya.
“Assalamualaikum rin? Gak nyangka ya
kita bisa bertemu sebagai partner kali
ini.” Sapanya pagi ini menjadi awal dari
pertemuan kami. Lagi.
Saat ini usiaku tepat dua puluh empat
tahun, semua berjalan dengan
semestinya, meski banyak kerikil yang
datang menghampiri, ujian-ujian yang
Allah titipkan untuk menjadikanku lebih
dewasa dalam berpikir maupun bersikap.
Tepat pada hari ini pula kisah yang dulu
aku sudahi kembali terbuka. Lebih
tepatnya saat ini Allah izinkan aku untuk
memulai kisahku yang baru, yang
kuharapkan dari-Nya keridhoan.
“bagaimana saksi, sah?”
“sah... alhamdulillah.”
Semarak suara para hadirin
mengucapkan selamat tepat dihari
bahagiaku. Hari yang tak pernah
kubayangkan sebelumnya, bisa
bersanding dengan sosok laki-laki yang
dulu bahkan sempat ku hapus ingatanku
untuk mengingatnya.
Aku percaya semua terjadi sebab
memiliki alasan, yang diakhir selalu bisa
kita ambil hikmahnya. Mungkin saat itu
aku dijauhkan untuk mendekat,
mendekat dengaannya di waktu yang
tepat. Mendekat dengan penciptanya
dahulu sebelum dirinya. Karena sebesar
apapun manusia berkeinginan, ku yakin
hanya Allah lah yang menentukan.
top related