pembagian jenis kata menurut tatabahasa tradisional
Post on 17-Jan-2016
137 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Pembagian Jenis Kata Menurut Tatabahasa Tradisional
Kesepuluh jenis kata yang biasa dibaca dalam tatabahasa tradisional adalah
sebagai berikut:
A. Kata Benda atau Nomina
Kata benda adalah nama dari semua benda dan segala yang dibendakan.
Selanjutnya kata-kata benda, menurut wujudnya, dibagi atas:
1. Kata benda konkrit, dan
2. Kata benda abstrak.
Kata-kata benda konkrit adalah nama dari benda-benda yang dapat ditangkap
dengan pancaindera, sedangkan kata benda abstrak adalah nama-nama benda
yang tidak dapat ditangkap dengan pancaindera. Kata benda konkrit selanjutnya
dibagi lagi atas:
1. Nama diri
2. Nama zat dan lain sebagainya.
Dalam persoalan kata benda, bahasa-bahasa Barat, khususnya bahasa Yunani-
Latin, mempunyai ciri-ciri yang khusus untuk menunjukkan bahwa kata tersebut
adalah kata benda. Ciri-ciri itu meliputi:
1. Perubahan bentuk berdasarkan fungsi kata itu dalam sebuah kalimat ( Casus ).
2. Perubahan bentuk berdasarkan jumlah dari kata benda itu ( Numerus ). Bahasa
Latin mengenal dua numeri: Singularis dan Pluralis atau Tunggal dan Jamak,
sedangkan bahasa-bahasa Yunani dan Sansekerta mengenal tiga numeri:
Singularis, Dualis dan Pluralis.
3. Jenis kata dari kata benda itu (genus atau gender).
Semua ciri itu tidak bisa diterapkan dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
tidak menganal akan adanya casus, tidak mengenal akan adanya numerus juga
tidak mengenal genus . Kita tidak perlu merasa bahwa bahasa Indonesia
kekurangan sesuatu atau miskin akan sesuatu bentuk atau konsep. Tiap bahasa
memiliki sifat-sifat yang khas. Sistem bahasa Indonesia dalam dirinya sendiri
cukup sempurna untuk mengungkapkan segala sesuatunya sebagai pendukung
kebudayaan bangsa Indonesia . Untuk itu perlu kita menggali (bukan meniru-
niru) ciri-ciri yang masih tersembunyi dalam struktur bahasa ini, untuk dijadikan
ciri kata bendanya. (Lihat Kata Benda pada Pembagian Jenis Kata Baru)
B. Kata Kerja atau Verba
Kata kerja adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku. Bila suatu
kata kerja menghendaki adanya suatu pelengkap maka disebut kata kerja
transitif , seperti memukul, menangkap, melihat, mendapat, dan sebagainya.
Sebaliknya, bila kata kerja tersebut tidak memerlukan suatu objek maka
disebut kata kerja intransitif , seperti menangis, meninggal, berjalan, berdiri dan
sebagainya.
Kata-kata dalam bahasa Yunani, Latin, Sansekerta jelas bias ditentukan sebagai
kata kerja karena mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu bentuk verbal-finit . Bentuk
verbal-finit adalah bentuk yang khusus yang hanya bias diambil oleh sebuah
kata kerja. Bentuk finit (yang sudah dibatasi) dari suatu kata kerja tergantung
dari beberapa hal berikut, yang sekaligus mengharuskan kita memakai bentuk-
bentuk yang sesuai dengan itu, yaitu:
1. Berdasarkan persona (orang: I, II, III/tunggal dan jamak)
2. Berdasarkan ragamnya (pasif-aktif).
3. Berdasarkan kalanya ( tempus, tense ).
4. Berdasarkan cara ( modus : indikatif, impertaif, desideratif dan sebagainya).
Perubahan bentuk kata kerja berdasarkan keempat hal di atas
disebut konjugasi . Sedangkan perubahan, baik pada kata-kata benda (deklinasi)
maupun pada kata-kata kerja (konjugasi) bersama-sama disebut fleksi . Itulah
sebabnya bahasa-bahasa Barat disebut juga bahasa-bahasa Fleksi.
Di samping perubahan bentuk-bentuk tersebut, bentuk-bentuk in-finitnya
menunjukkan cirri-ciri khusus, yang sekaligus menjadi tanda pengenal bahwa
kata tersebut adalah kata kerja. Misalnya semua kata yang berakhiran –are, -ere,
-ere,dan ire- adalah kata kerja. Jadi jika kita menemukan kata seperti amare,
cantare, delere, regere, dormire, dan lain-lain kita akan dapat memastikan
bahwa kata-kata itu adalah kata kerja, walaupun kita tidak mengetahui artinya.
Dengan demikian kata aegrotare yang berarti sakit dalam bahasa Latin akan
langsung kita golongkan dalam kata kerja, tanpa melihat artinya. Tetapi
bagaimana dengan kata sakit dalam bahasa Indonesia ?
Oleh karena itu, kita harus mencari ciri-ciri untuk mejadi pegangan kata kerja
dalam bahasa Indonesia. (Lihat Kata Kerja pada Pembagian Jenis Kata Baru)
C. Kata Sifat atau Adjektif
Menurut Aristoteles, kata sifat adalah kata yang menyatakan sifat atau hal
keadaan dari suatu benda: tinggi, rendah, lama, baru, dan sebagainya.
Adjektif dalam bahasa-bahasa Barat selalu harus selaras dengan kata benda
yang diikuti dalam tiga hal, yaitu:
1. dalam casus nya;
2. dalam jumlahnya (numerus);
3. dan dalam jenis kata (genus).
Adjektif selanjutnya dapat mengambil bentuk-bentuk yang istimewa bila
ditempatkan dalam tingkat-tingkat perbandingan (gradus comparationis), untuk
membandingkan suatu keadaan dengan keadaan yang lain. Taraf-taraf
perbandingan itu adalah:
1. Tingkat biasa atau gradus positivus.
2. Tingkat lebih atau gradus comparativus.
3. Tingkat paling atau gradus superlativus.
Selain dari ketiga tingkat perbandingan ini masih ada satu hal yang lain yaitu:
keadaan yang sangat tinggi derajatnya, tetapi dengan tidak mengadakan
perbandingan dengan urutan-urutan keadaan yang lain. Derajat semacam ini
disebutelatif, misalnya:
- Yang terpenting, ialah memilih kawan-kawan yang dapat dipercaya.
- Gunung itu terlalu tinggi.
Kedudukan jenis kata ini jelas dalam bahasa-bahasa Barat. Kata-kata ini bias
dikenal segera karena bentuknya yang khusus yang diambil berdasarkan kata
benda yang diikutinya (dalam hal genus, numerus, dan casus) maupun
berdasarkan tingkat-tingkat perbandingannya.
Apakah bahasa Indonesia juga memiliki ciri-ciri khusus untuk menentukan bahwa
suatu kata adalah kata sifat? (Lihat Kata Sifat pada Pembagian Jenis Kata Baru)
D. Kata Ganti atau Pronomina
Yang termasuk dalam jenis kata ini adalah segala kata yang dipakai untuk
menggantikan kata benda atau yang dibendakan. Pembagian Tradisional
menggolongkan kata-kata ini ke dalam suatu jenis kata tersendiri. Ketentuan ini
tidak dapat dipertahankan dari segi structural, karena kata-kata ini sama
strukturnya dengan kata-kata benda lainnya. Oleh karena itu dalam usaha
mengadakan pembagian jenis kata yang baru kita akan menempatkannya dalam
suatu posisi yang lain dari biasa.
Kata-kata ganti menurut sifat dan fungsinya dapat dibedakan atas:
1. Kata Ganti Orang atau Pronomina Personalia
Kata Ganti Orang dalam bahasa Indonesia adalah:
Tunggal Jamak
Orang I : aku kami, kita
Orang II : engkau kamu
Orang III : dia mereka
a. Untuk orang I
Untuk orang pertama tunggal, guna menyatakan kerendahan diri dipakai kata-
kata hamba, sahaya (Sansekerta: pengiring, pengikut), patik, abdi. Sebaliknya
intuk mengungkapkan suasana yang agung atau mulia maka kata kamiyag
sebenarnya digunakan untuk orang pertama jamak dapat dipakai pula untuk
menggantikan orang pertama tunggal. Ini disebut pluralis majestatis.
b. Untuk orang II
Untuk orang kedua tunggal dipakai paduka (Sansekerta: sepatu), tuan, Yang
Mulia, saudara, ibu, bapak, dan lain-lain. Semuanya itu dipakai untuk
menyatakan bahwa orang yang kita hadapi jauh lebih tinggi kedudukannya
daripada kita. Kata kamu yang sebenarnya merupakan kata ganti orang kedua
jamak dipakai pula sebagai pluralis majestatis untuk menggantikan orang kedua
tunggal. Tetapi pada masa sekarang ini nilai keagungan itu sudah tidak terasa
lagi, karena terlalu sering dipakai.
c. Untuk orang III
Untuk orang ketiga dipergunakan juga kaata-kata beliau, sedang bagi yang telah
meninggal dipakai kata mendiang, almarhum atau almarhumah.
2. Kata Ganti Kepunyaan atau Pronomina Posesif
Kata ganti kepunyaan adalah segala kata yang menggantikan kata ganti orang
dalam kedudukan sebagai pemilik: -ku, -mu, -nya, kami, kamu, mereka.
Sebenarnya pembagian ini dalam bahasa Indonesia tidak diperlukan sebab yang
disebut kata ganti kepunyaan itu sama saja dengan kata ganti orang dalam
fungsinya sebagai pemilik. Dalam fungsinya sebagai pemilik ini, kata-kata
tersebut mengambil bentuk-bentuk ringkas dan dirangkaikan saja di belakang
kata-kata yang diterangkannya.
bajuku = baju aku
bajumu = baju engkau
bajunya = baju n + ia
Bentuk-bentuk ringkas ini yang diletakkan di belakang sebuah kata
disebut enklitis . Bentuk enklitis ini dipakai juga untuk menunjukkan fungsi kata
ganti orang, bila kata ganti orang itu menduduki jabatan obyek atau mengikuti
suatu kata depan:
padaku, padamu, padanya, bagiku, bagimu, baginya, dan lain-lain.
Apabila bentuk-bentuk ringkas itu dirangkaikan di depan sebuah kata
disebut proklitis , misalnya kupukul, kaupukul.
Di atas telah disinggung bahwa apa yang dinamakan kata ganti kepunyaan itu
dalam bahasa Indonesia tidak pelu ada. Bahwa dalam bahasa Yunani-Latin
terdapat konsepsi ini, hal itu sejalan dengan struktur bahasa-bahasa tersebut.
Sebagai contoh, kata saya dalam bahasa Latin adalah ego dengan mengambil
bermacam-macam bentuk sesuai dengan fungsinya dalam kalimat: ego, mei,
mihi, me; tetapi dalam fungsinya sebagai pemilik terdapat bentuk meus, yang
akan mengambil semua bentuk sebagai kata-kata sifat sesuai dengan kata
benda yang diikutinya: meus, mei, meo, dan lain-lain. Jadi kata meus memiliki
deklinasi tersendiri. Bahasa Indonesia tidak demikian. Dalam segala hal
kata saya, misalnya, tetapi tidak berubah: saya berjalan, abang memukul saya,
ia memberi sebuah buku kepada saya, ia mengambil buku saya, dan sebagainya.
Kata saya dalam buku saya tidak mengurangi pengertian kita bahwa kata itu
adalah pengganti orang dengan fungsi sebagai pemilik sesuatu.
3. Kata Ganti Penunjuk atau Pronomina Demonstratif
Kata Ganti Penunjuk adalah kata-kata yang menunjuk dimana terdapat suatu
benda. Dalam masyarakat bahasa Melayu Lama, atau lebih dahulu lagi,
seharusnya orang mengenal tiga macam kata ganti penunjuk:
1. Menunjuk sesuatu di tempat pembicara : ini
2. Menunjuk sesuatu di tempat lawan bicara : itu
3. Menunjuk sesuatu di tempat orang ketiga : *ana.
enunjukan benda pada tempat orang ketiga pada waktu sekarang disamakan
saja dengan penunjukan pada tempat orang kedua yaitu dengan
mempergunakan kata itu. Berdasarkan perbandingan dengan beberapa bahasa
Daerah, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kata *ana untuk menunjukkan
benda pada tempat orang ketiga harus ada pada jaman dahulu, seperti pada
bahasa Jawa misalnya, ketiga bentuk itu masih ada: iki, iku, ika. Penunjukan
pada tempat orang ketiga dalam bahasa Indonesia lama kelamaan mundur atau
kurang dipergunakan, akhirnya hilang sama sekali dari perbendaharaan bahasa
Indonesia. Walaupun demikian kita masih menemukan residu dalam pemakaian
sehari-hari, seperti: sana, sini, situ.
4. Kata Ganti Penghubung atau Pronomina Relatif
Kata Ganti Penghubung ialah kata yang menghubungkan anak kalimat dengan
suatu kata benda yang terdapat dalam induk kalimat. Fungsi kata ganti
penghubung antara lain:
1. Menggantikan kata benda yang terdapat dalam induk kalimat.
2. Menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat.
Kata Ganti Penghubung dalam bahasa Indonesia yang umum diterima
adalah yang. Dalam sejarah pertumbuhan bahasa Indonesia kata yang mula-
mula tidak mempunyai fungsi relatif seperti sekarang. Dahulu yang hanya
berfungsi sebagaipenentu atau penunjuk. Lambat laun fungsi-fungsi itu
menghilang dan nyaris tidak dirasakan lagi. Walaupun demikian masih terdapat
residu-residu dungsi tersebut dalam pemakaian kita sehari-hari:
Yang buta dipimpin
Yang lumpuh diusung
Ia berkata kepada sekalian yang hadir
Yang besar harus memberi contoh kepada yang kecil.
Kata yang sebenarnya terbentuk dari kata ia (sebagai penunjuk) dan ng sebagai
penentu. Ia sebenarnya adalah kata ganti orang ketiga tunggal yang juga
dipergunakan sebagai penunjuk, serta unsure ng itu biasa dipergunakan dalam
bahasa Indonesia Purba dengan fungsi penentu. Dengan demikian
fungsi yang sejak dari awal perkembangannya hingga sekarang dapat diurutkan
sebagai berikut:
1. Sebagai penunjuk
2. Sebagai penentu (penekan)
3. Sebagai penghubung dan pengganti
Selain kata yang, terdapat lagi satu kata ganti penghubung yang lain, yang
benar-benar bersifat Indonesia asli, terutama bila menggantikan suatu
keterangan atau tempat, yaitu kata tempat. Karena pengarug bahasa-bahasa
Barat, orang sering lupa akan kata ganti penghubung ini, serta menterjemahkan
ungkapan-ungkapan asli dengan kata-kata yang sebenarnya tidak sesuai dengan
selera bahasa Indonesia, misalnya:
Rumah di mana kami tinggal
Lemari di dalam mana saya menyimpan buku
Kalimat-kalimat di atas akan terasa lebih baik bila dikatakan:
Rumah tempat kami tinggal
Lemari tempat saya menyimpan buku
Jadi, kita tidak perlu mengikatkan diri kepada konstruksi-konstruksi asing yang
tidak sesuai dengan jalan bahasa Indonesia. Fungsi kata tempat sebagai
penghubung tampak jelas dari contoh-contoh di atas. Di samping itu kita tidak
perlu terikat kepada satu konstruksi, tetapi bias mencari variasi-variasi lain
tetapi yang asli Indonesia.
5. Kata Ganti Penanya atau Pronomina Interogatif
Kata Ganti Penanya adalah kata yang menanyakan tentang benda, orang atau
sesuatu keadaan. Kata Ganti Penanya dalam bahasa Indonesia adalah:
1. Apa : untuk menanyakan benda
2. Siapa : (si + apa) untuk menanyakan orang
3. Mana : untuk menanyakan pilihan seseorang atau beberapa hal atau barang.
Kata-kata Ganti Penanya di atas dapat dipakai lagi dengan bermacam-macam
penggabungan dengan kata-kata depan, seperti:
dengan apa dengan siapa dari mana
untuk apa untuk siapa ke mana
buat apa k kepada siapa
Selain dari kata-kata tersebut ada pula kata-kata ganti penanya yang lain bukan
menanyakan orang atau benda tetapi menanyakan keadaan, perihal dan
sebagainya:
mengapa bagaimana
berapa kenapa (pengaruh bahasa Jawa)
6. Kata Ganti Tak Tentu atau Pronomina Indeterminatif
Kata Ganti Tak Tentu adalah kata-kata yang menggantikan atau menunjukkan
benda atau orang dalam keadaanyang tidak tentu atau umum, misalnya:
masing-masing siapa-siapa seseorang
sesuatu barang para
salah (salah satu…)
Kata barang dalam bahasa Melayu Lama masih mempunyai peranan yang cukup
penting karena masih sering digunakan:
Barang siapa melanggar peraturan harus ditindak tegas
Barang apa yang dikerjakannya pasti berhasil
Berilah aku barang sedikit.
E. Kata Bilangan atau Numeralia
Kata Bilangan adalah kata yang menyatakan jumlah benda atau jumlah
kumpulan atau urutan tempat dari nama-nama benda.
Menurut sifatnya kata bilangan dapat dibagi atas:
1. Kata Bilangan Utama (Numeralia Caedinalia): satu, dua, tiga, empat, seratus,
seribu, dan sebagainya.
2. Kata Bilangan Tingkat (Numeralia Ordinalis): pertama, kedua, ketiga, kelima,
kesepuluh, keseratus, dan sebagainya.
3. Kata Bilangan Tak Tentu: beberapa, segala, semua, tiap-tiap dan sebagainya.
4. Kata Bilangan Kumpulan: kedua, kesepuluh, dan sebagainya; bertiga, berdua,
bersepuluh.
Catatan :
a. Dari segi morfologi tidak ada perbedaan antara kata bilangan tingkat dan kata
bilangan kumpulan yang memakai prefiks ke-. Tetapi dalam distribusi kalimat
nampaklah perbedaan struktur keduanya, yaitu kata bilangan tingkat tempatnya
selalu mengikuti kata benda sedangkan kata bilangan kumpulan selalu
mendahului kata benda.
Kata bilangan tingkat Kata bilangan kumpulan
bangku yang kedua kedua bangku itu
permainan kesepuluh kesepuluh permainan itu
soal yang ketiga ketiga soal itu
b. Mengenai kata bilangan utama, perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
1. Kata-kata delapan, sembilan, bukanlah kata bilangan utama asli, tetapi
merupakan kata jadian yang kini sudah tidak dirasakan lagi.
Kata-kata tersebut berasal dari:
Delapan > dua alapan (= dua ambilan, yaitu dua diambil dari sepuluh).
Sembilan > sa ambilan (= diambil satu dari sepuluh)
2. Orang-orang Nusantara dahulu mengenal bilangan yang paling tinggi hanya
sampai ribuan. Akibat adanya kontak dengan negeri-negeri lain, terutama India,
mereka menerima bilangan yang lebih tinggi dari ribuan. Karena perkenalan
mereka dengan orang-orang India, mereka memasukkan kata-kata laksa,
keti, dan juta. Tetapi pada mulanya dalam bahasa Sansekerta kata-kata itu
mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi yaitu:
Laksa : Sansekerta : 100.000
Keti : Sansekerta : 10.000.000
Bagi orang-orang Nusantara waktu itu, bilangan itu terlalu samar-samar,
sedangkan di pihak lain mereka memerlukan istilah untuk bilangan genap
sesudah seribu; karena itu laksa diturunkan nilanya menjadi 10.000,
sedangkan ketiditurunkan menjadi 100.000.
3. Bilangan yang lebih dari satu juta biasanya dipinjam dari istilah-istilah Barat.
Namun ada dua sistem yang biasa digunakan yaitu system Perancis dan
Amerika, yang diikuti Indonesia , dan sistim Inggris dan Jerman.
4. Kata bilangan biasanya ditulis dengan angka Arab, dan dalam hal tertentu
dipergunakan juga angka Romawi.
KATA BANTU BILANGAN
Dalam menyebut berapa jumlah suatu barang, dalam bahasa Indonesia tidak
saja dipakai kata bilanganm tetapis elalu dipakai suatu kata yang
menerangkan sifat atau macam barang itu. Kata-kata semacam itu disebut kata
bantu bilangan.
Di antara kata-kata bantu bilangan yang selalu atau sering dipakai dalam bahasa
Indonesia adalah:
Orang : untuk manusia.
Ekor : untuk binatang.
Buah : untuk buah-buahan, dan macam-macam benda atau hal yang lain pada
umumnya.
Batang : untuk barang-barang yang bulat panjang bentuknya seperti pohon,
rokok dan lain-lain.
Bentuk : untuk barang-barang yang dapat dibengkokkan atau dilenturkan seperti
cincin, mata kail, gelang dan sebagainya.
Belah : untuk barang-barang yang mempunyai pasangan seperti mata, telinga,
dan sebagainya.
Bidang : untuk barang-barang yang luas dan rata seperti tanah.
Helai : untuk kertas, daun, baju, kain, dan lain-lain.
Bilah : untuk barang-barang tajam seperti pisau, pedang, keris, dan sebagainya.
Utas : untuk barang-barang yang panjang seperti tali, benang, rantai, dan
sebagainya.
Potong : untuk bagian-bagian atau potongan dari suatu barang.
Butir : untuk benda-benda yang bundar kecil bentuknya seperti telur, intan,
beras, dan sebagainya.
Tangkai : untuk bunga.
Pucuk : untuk surat , meriam, senapan.
Carik : untuk sobekan-sobekan kertas, kain, dan sebagainya.
Rumpun : untuk tumbuh-tumbuhan yang tumbuhnya berkelompok seperti tebu,
bambu, dan sebagainya.
Keping : untuk barang-barang yang tipis seperti papan, mata uang.
Biji : untuk barang-barang yang kecil seperti mata, kerikil, dan sebagainya.
Kuntum : untuk bunga.
Patah : untuk kata.
Kaki : untuk bunga, payung.
Laras : untuk bedil, senapan.
F. Kata Keterangan atau Adverbia
Kata-kata Keterangan atau adverbia adalah kata –kata yang memberi
keterangan tentang:
1. Kata Kerja
2. Kata Sifat
3. Kata Keterangan
4. Kata Bilangan
5. Seluruh Kalimat
Kata keterangan secara tradisional dapat dibagi-bagi lagi atas beberapa macam
berdasarkan artinya atau lebih baik berdasarkan fungsinya dalam kalimat, yaitu:
1. Kata Keterangan Kualitatif (Adverbium Kualitatif)
Adalah Kata Keterangan yang menerangkan atau menjelaskan suasana atau
situasi dari suatu perbuatan.
Contoh: Ia berjalan perlahan-perlahan
Ia menyanyi dengan nyaring
Biasanya Kata Keterangan ini dinyatakan dengan mempergunakan kata
depan dengan + Kata Sifat. Jadi sudah tampak di sini bahwa Kata Keterangan itu
bukan merupakan suatu jenis kata tetapi adalah suatu fungsi atau jabatan dari
suatu kata atau kelompok kata dalam sebuah kalimat.
2. Kata Keterangan Waktu (Adverbium Temporal)
Adalah keterangan yang menunjukkan atau menjelaskan berlangsungnya suatu
peristiwa dalam suatu bidang waktu:sekarang, nanti, kemarin, kemudian,
sesudah itu, lusa, sebelum, minggu depan, bulan depan, dan lain-lain.
Kata-kata seperti: sudah, telah, akan, sedang, tidak termasuk dalam keterangan
waktu, sebab kata-kata tersebut tidak menunjukkan suatu bidang waktu
berlangsungnya suatu tindakan, tetapi menunjukkan berlangsungnya suatu
peristiwa secara obyektif.
3. Kata Keterangan Tempat (Adverbium Lokatif)
Segala macam kata ini memberi penjelasan atas berlangsungnya suatu peristiwa
atau perbuatan dalam suatu ruang, seperti: di sini, di situ, di sana, ke mari, ke
sana, di rumah, di Bandung, dari Jakarta dan sebagainya.
Dari contoh-contoh di atas tyang secara konvensional dianggap Kata Keterangan
Tempat, jelas tampak bahwa golongan kata ini pun bukan suatu jenis kata, tetapi
merupakan suatu kelompok kata yang menduduki suatu fungsi tertentu dalam
kalimat. Keterangan Tempat yang dimaksudkan dalam Tatabahasa-tatabahasa
lama terdiri dari dua bagian yaitu kata depan (di, ke, dari) dan kata benda atau
kata ganti penunjuk.
4. Kata Keterangan Cara (Keterangan Modalitas)
Adalah kata-kata yang menjelaskan suatu peristiwa karena tanggapan si
pembicara atas berlangsungnya peristiwa tersebut. Dalam hal ini subyektivitas
lebih ditonjolkan. Keterangan ini menunjukkan sikap pembicara, bagaimana cara
ia melihat persoalan tersebut. Pernyataan sikap pembicara atau tanggapan
pembicara atas berlangsungnya peristiwa tersebut dapat berupa:
a. Kepastian : memang, niscaya, pasti, sungguh, tentu, tidak, bukannya, bukan.
b. Pengakuan : ya, benar, betul, malahan, sebenarnya.
c. Kesangsian : agaknya, barangkali, entah, mungkin, rasanya, rupanya, dan lain-
lain.
d. Keinginan : moga-moga, mudah-mudahan.
f. Ajakan : baik, mari, hendaknya, kiranya.
g. Larangan : jangan.
h. Keheranan : masakan, mustahil, mana boleh.
Catatan: Kata tidak menyatakan kepastian dengan mengingkarkan sesuatu,
begitu juga kata bukan. kata tidak dipakai untuk menyatakan ingkaran biasa,
ingkaran pada perbuatan, keadaan, hal atau segenap kalimat,
sedangkan bukanmenyatakan suatu pertentangan dan menyangkal bagian dari
suatu kalimat.
5. Kata Keterangan Aspek
Bila kata Keterangan Modalitas memberi penjelasan tentang tanggapan
pembicara atas suatu peristiwa, maka Keterangan Aspek menjelaskan
berlangsungnya suatu peristiwa secara obyektif, bahwa suatu peristiwa terjadi
dengan sendirinya tanpa suatu pengaruh atau pandangan dari pembicara.
Keterangan Aspek dapat dibagi-bagi lagi, antara lain:
1. Aspek Inkoatif: menunjukkan suatu peristiwa pada proses permulaan
berlangsungnya. Contoh: Saya punberangkatlah.
2. Aspek Duratif: keterangan aspek yang menunjukkan bahwa suatu peristiwa
tengah berlangsung: sedang, sementara.
3. Aspek Perfektif: menyatakan bahwa suatu peristiwa telah mencapai titik
penyelesaian: sudah, telah.
4. Aspek Momental: menyatakan suatu peristiwa yang terjadi pada suatu saat
yang singkat.
5. Aspek Repetitif: menyatakan bahwa suatu perbuatan terjadi berulang-ulang.
Contoh: Ia memukul-mukul anak itu. Dalam kata ‘memukul-mukul ‘ terkandung
aspek repetitif, yaitu perbuatan memukul itu terjadi berulang-ulang.
6. Aspek Frekuentatif: menunjukkan bahwa suatu peristiwa sering terjadi. Contoh:
Dia sering ke mari.
7. Aspek Habituatif: menyatakan bahwa perbuatan itu terjadi karena suatu
kebiasaan. Contoh: Ia biasa membaca koran di bawah pohon itu.
Catatan: Tidak ada keharusan bahwa keterangan aspek itu dinyatakan dengan
jelas oleh suatu kata keterangan. Suatu kata kerja misalnya, dengan sendirinya
sudah mengandung suatu aspek tertentu, atau hubungan kalimat tertentu akan
menghasilkan suatu aspek tertentu pula.
6. Kata Keterangan Derajat (Keterangan Kuantitatif)
Adalah keterangan yang menjelaskan derajat berlangsungnya suatu peristiwa
atau jumlah dan banyaknya suatu tindakan dikerjakan: amat, hampir, kira-kira,
sedikit, cukup, hanya, satu kali, dua kali, dan seterusnya.
7. Kata Keterangan Alat (Keterangan Instrumental)
Adalah keterangan yang menjelaskan dengan alat apakah suatu proses itu
berlangsung. Keterangan semacam ini biasanya dinyatakan oleh
kata dengan + kata benda.
Ia memukul anjing itu dengan tongkat.
Anak itu meraih buah dengan galah.
8. Keterangan Kesertaan (Keterangan Komitatif)
Adalah keterangan yang menyatakan pengikutsertaan seseorang dalam suatu
perbuatan atau tindakan.
Saya pergi ke pasar bersama ibu.
9. Keterangan Syarat (Keterangan Kondisional)
Adalah keterangan yang menerangkan terjadinya suatu proses di bawah syarat-
syarat tertentu yang harus dipenuhi:jikalau, seandainya, jika, dan sebagainya.
10. Keterangan Perlawanan (Keterangan Konsesif)
Adalah keterangan yang membantah sesuatu peristiwa yang telah dikatakan
terlebih dahulu. Keterangan ini biasanya didahului oleh kata-kata meskipun,
sungguhpun, biarpun, biar, meski, jika…sekalipun, biar… sekalipun.
11. Keterangan Sebab (Keterangan Kausal)
Adalah keterangan yang memberi keterangan mengapa sesuatu peristiwa dapat
berlangsung. Kata-kata yang mnunjukkan keterangan sebab adalah: sebab,
karena, oleh karena, oleh sebab, oleh karena itu, oleh karenanya, dan
sebagainya.
12. Keterangan Akibat (Keterangan Konsekuetif)
Adalah keterangan yang menjelaskan akibat yang terjadi karena suatu peristiwa
atau pebuatan. Akibat adalah hasil dari suatu perbuatan yang tidak diharapkan
atau yang tidak dengan sengaja dicapai, tetapi terjadi dalam hubungan sebab-
akibat. Keterangan ini biasanya didahului oleh kata-kata: sehingga, oleh karena
itu, oleh sebab itu, dan lain-lain.
13. Keterangan Tujuan (Keterangan Final)
Adalah keterangan yang menerangkan hasil atau tujuan dari suatu
proses. Tujuan itu pada hakekatnya adalah suatu akibat, tetapi akibat yang
sengaja dicapai atau memang dikehendaki demikian. Kata-kata yang
menyatakan keterangan tujuan adalah: supaya, agar, agar supaya, hendak,
untuk, guna, buat.
14. Keterangan Perbandingan (Keterangan Komparatif)
Adalah keterangan yang menjelaskan suatu perbuatan dengan mengadakan
perbandingan suatu proses dengan proses lain, suatu keadaan dengan keadaan
yang lain. Kata-kata yang dipakai untuk menyatakan perbandingan itu
adalah:sebagai, seperti, seakan-akan, laksana, umpama, bagaikan.
15. Keterangan Perwatasan
Adalah keterangan yang memberi penjelasan dalam hal-hal mana saja suatu
proses berlangsung, dan mana yang tidak:kecuali, hanya.
G. Kata Sambung atau Konjuksi
Kata Sambung adalah kata yang menghubungkan kata-kata, bagian-bagian
kalimat, atau menghubungkan kalimat-kalimat. Cara atau sifat menghubungkan
kata-kata atau kalimat-kalimat itu dapat berlangsung dengan berbagai cara:
1. Menyatakan gabungan: dan, lagi pula, serta.
2. Menyatakan pertentangan: tetapi, akan tetapi, melainkan.
3. Menyatakan waktu: apabila, ketika, bila, bilamana, demi, sambil, sebelum,
sedang, sejak, selama, semenjak, sementara, seraya, setelah, tatkala, waktu.
4. Menyatakan tujuan: supaya, agar.
5. Menyatakan sebab: sebab, karena, karena itu, sebab itu.
6. Menyatakan akibat: sehingga, sampai.
7. Menyatakan syarat: jika, andaikata, asal, asalkan, jikalau, sekiranya,
seandainya.
8. Menyatakan pilihan: atau… atau…, …maupun, baik… baik…, entah… entah….
9. Menyatakan bandingan: seperti, bagai, bagaikan, seakan-akan.
10.Menyatakan tingkat: semakin… semakin…, kian… kian….
11.Menyatakan perlawanan: meskipun, biarpun.
12.Pengantar kalimat: maka, adapun, akan.
13.Menyatakan penjelas: yakni, umpama, yaitu.
14.Sebagai penetap sesuatu: bahwa.
H. Kata Depan atau Preposisi
Kata Depan menurut definisi tradisional adalah kata yang merangkaikan kata-
kata atau bagian-bagian kalimat.
Kata-kata Depan yang terpenting dalam bahasa Indonesia ialah:
1. Di, Ke, Dari: ketiga macam kata depan ini dipergunakan untuk merangkaikan
kata-kata yang menyatakan tempat atau sesuatu yang dianggap tempat.
2. Pada: bagi kata-kata yang menyatakan orang, nama orang atau nama binatang,
nama waktu atau kiasan dipergunakan kata pada untuk menggantikan di, atau
kata-kata depan lain yang digabungkan dengan padaseperti daripada, kepada.
3. Selain daripada itu terdapat Kata Depan yang lain, seperti: di mana, di sini, di
situ, akan, oleh, dalam, atas, demi, guna, untuk, buat, berkat, terhadap, antara,
tentang, hingga, dan lain-lain. Di samping itu ada beberapa Kata Kerja yang
dipakai pula sebagai kata depan, yaitu: menurut, menghadap, mendapatkan,
melalui, menuju, menjelang, sampai.
Ada beberapa Kata Depan yang menduduki bermacam-macam fungsi yang
istimewa, yang perlu kita beri perhatian, antara lain:
1. Akan
Kata Depan akan dapat menduduki beberapa macam fungsi:
a. Pengantar obyek
Contoh: Ia tidak tahu akan hal itu.
Aku lupa akan semua kejadian itu.
b. Untuk menyatakan kejadian di masa yang akan datang.
Contoh: Saya akan pergi ke Surabaya .
c. Sebagai penguat atau penekan; dalam hal ini dapat berfungsi sebagai
penentu.
Contoh: Akan hal itu kita perundingkan kelak.
2. Dengan
Kata Depan dengan dapat menduduki beberapa macam fungsi, antara lain:
a. Untuk menyatakan alat (instrumental).
Contoh: Ia memukul anjing itu dengan tongkat.
b. Menyatakan hubungan kesertaan (komitatif).
Contoh: Ia berangkat ke sekolah dengan teman-temannya.
c. Membentuk adverbial kualitatif.
Contoh: Perkara itu diselidiki dengan cermat.
d. Dipakai untuk menyatakan keterangan komparatif.
Contoh: Adik sama tinggi dengan Ali.
3. Atas
Arti dan fungsi:
a. Membentuk keterangan tempat, dalam hal ini sama artinya dengan di atas .
Contoh: Kami menerima tanggung jawab itu di atas pundak kami.
b. Menghubungkan Kata Benda atau Kata Kerja dengan keterangan.
Contoh: Kami mengucapkan terimakasih atas kerja samanya.
c. Dipakai di depan beberapa kata dengan arti dengan atau demi .
Contoh: atas nama atas kehendak
atas desakan atas kemauan
4. Antara
Arti dan fungsi:
a. Sebagai penunjuk jarak.
Contoh: Jarak antara Surabaya dan Jakarta .
b. Sebagai penunjuk tempat, dalam hal ini sama artinya dengan di antara .
Contoh: Antara murid-murid itu, mana yang terpandai?
c. Dapat pula berarti kira-kira.
Contoh: Antara lima enam pekan ia meninggalkan pelajarannya.
I. Kata Sandang atau Artikel
Kata Sandang itu tidak mengandung suatu arti, tetapi memiliki fungsi. Dalam
bagian mengenai kata ganti penghubungsudah dibicarakan pula tentang yang,
yang pada mulanya hanya mengandung fungsi penentu . Itulah fingsi pertama
dari Kata-kata Sandang.
Adapun fungsi Kata Sandang seluruhnya dapat disusun sebagai berikut:
1. Menentukan kata benda.
2. Menstubstansikan suatu kata: yang besar, yang jangkung, dan sebagainya.
Kata-kata Sandang yang umum dalam bahasa Indonesia adalah yang, itu, nya,
si, sang, hang, dang . Kata-kata sang, hang dan dang banyak digunakan dalam
kesusastraan lama; sekarang amat jarang digunakan lagi, kecuali sang , yang
kadang-kadang digunakan untuk mengagungkan, kadang untuk menyatakan
ejekan atau ironi.
J. Kata Seru atau Interjeksi
Oleh semua ahli tatabahasa, Kata Seru dianggap sebagai kata yang paling tua
dalam kehidupan bahasa. Umat manusia tidak sekaligus mengenal sistem
bahasa seperti saat ini. Dari awal mula perkembangan umat manusia, sedikit
demi sedikit diciptakan sistem-sistem bunyi untuk komunikasi antar anggota
masyarakat. Dan bentuk yang paling tua yang diciptakan untuk mengadakan
hubungan atau komunikas itu adalah kata seru.
Menurut Tatabahasa Tradisional kata seru diklasifikasikan sebagai suatu jenis
kata. Bila melihat wujud dan fungsinya, maka ketetapak tersebut kurang dapat
diterima. Interjeksi sekaligus mengungkapkan semua perasaan dan maksud
seseorang, berarti interjeksi sudah termasuk dalam bidang sintaksis. Atau
dengan kata lain apa yang dinamakan kata seru itu bukanlah kata melainkan
semacam kalimat.
Bermacam-macam interjeksi yang dikenal hingga sekarang dalam kehidupan
masyarakat bahasa Indonesia adalah:
1. Interjeksi asli: yah, wah, ah, hai, o, oh, cih, nah, dan lain-lain.
2. Interjeksi yang berasal dari kata-kata biasa. Yang dimaksud dengan interjeksi
ini adalah kata-kata benda atau kata-kata lain yang digunakan atau biasa
digunakan sebagai kata seru: celaka, masa, kasihan, dan lain-lain.
3. Interjeksi yang berasal dari ungkapan-ungkapan, baik ungkapan Indonesia asli
maupun ungkapan asing: ya ampun, Insya Allah, Astaghfirullah, dan lain-lain.
Pembagian Jenis Kata Baru
Bila kita memperhatikan pembagian jenis kata menurut tatabahasa tradisional
tampaklah bahwa ada kekacauan dalam penggolongan jenis kata itu. Kekacauan
itu terjadi karena tidak tegas diadakan perbedaan antara jenis kata dan fungsi
kata. Kita lihat misalnya kata-kata seperti: di, ke, pada, dengan,
dari, dimasukkan dalam kata depan, tetapi di tempat lain gabungan kata-kata itu
dengan suatu kata benda dijadikan kata keterangan. Begitu pula kata perangkai
dimasukkan dalam satu jenis kata tetapi di pihak lain dimasukkan pula dalam
kata keterangan.
Kata ganti dalam segala strukturnya tidak banyak berbeda dengan kata benda,
karena memang kata-kata itu hanya menggantikan kata-kata benda dalam
keadaan tertentu. Kata seru, seperti ternyata dalam batasan yang diberi oleh
berbagai tatabahasa, telah menunjukkan bahwa bidang geraknya
adalah kalimat, jadi tidak bias disebut begitu saja sebagai suatu jenis kata. Apa
yang disebut kata seru itu sudah sebulat-bulatnya merupakan kalimat, atau lebih
tegas miniaturnya kalimat, karena bentuk tersebut sudah disertai dengan
intonasi yang selengkap-lengkapnya seperti pada jenis-jenis kalimat lainnya.
Pendeknya penggolongan dengan cara kerja Aristoteles tidak dapat diterima
begitu saja. Harus diadakan penyempurnaan atau sama sekali merubah cara
kerja tersebut. Pada abad ke-16, seorang ahli tatabahasa Spanyol, Sanches de
las Brozas, telah mengajukan suatu pembagian jenis kata yang lebih rasional
dan struktural atas: nomen, verbum, dan particular. Tetapi pada abad ke-19 ahli-
ahli tatabahasa barat lainnya kembali lagi ke dalam alam pikiran Yunani-Latin,
dan mengajukan 10 jenis kata seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Dengan adanya perkembangan Linguistik Modern, persoalan di atas sekali lagi
timbul dalam pembahasan-pembahasan mereka. Ahli-ahli Linguistik Modern
berusaha mencari suatu kaidah untuk menggolong-golongkan jenis kata yang
lebih struktural. Walaupun belum terdapat suatu ketentuan yang diterima oleh
segenap ahli-ahli Linguistik Modern, namun dasar yang digunakan untuk
mengadakan penggolongan baru, dapat memberi keyakinan bahwa dasar itu
lebih seragam dan rasional.
Untuk sementara, berdasarkan struktur morfologisnya, kata-kata dapat dibagi
atas empat jenis kata yaitu:
1. Kata Benda atau Nomina
Untuk menentukan apakah suatu kata masuk ke dalam kategori kata benda atau
tidak keta mempergunakan dua prosedur:
Melihat dari segi bentuk
Melihat dari segi kelompok kata (frase)
a. Bentuk
Segala kata yang mengandung morfem terikat (imbuhan): ke-an, pe-an, pe-, -an,
ke-, kita calonkan sebagai kata benda:perumahan, perbuatan kecantikan, pelari,
jembatan, kehendak, dan lain-lain. Tetapi di samping itu harus diingat bahwa
ada sejumlah besar kata yang tidak dapat ditentukan masuk kata benda
berdasarkan bentuknya, walaupun kita tahu bahwa itu adalah kata benda,
seperti meja, kursi, rumah, pohon, kayu, dan lain-lain. Tetapi kedua macam kata
ini, baik yang berimbuhan maupun tidak, akan bertemu dalam prosedur
selanjutnya.
b. Kelompok Kata
Kedua macam kata benda itu (baik yang berimbuhan maupun yang tidak
berimbuhan) dapat mengandung suatu ciri struktural yang sama yaitu
dapat diperluas dengan yang + Kata Sifat.
Contoh: perumahan yang baru
pelari yang cepat
meja yang besar
Jadi dilihat dari struktur bahasa Indonesia segala kata yang digolongkan dalam
kata benda haruslah mengandung ciri-ciri itu, dan dengan sendirinya ciri-ciri itu
akan menjadi dasar untuk memberi batasan terhadap kata benda. Dengan cara
ini setiap orang dapat menetapkan sendiri tanpa suatu kesulitan apakah suatu
kata itu benda atau tidak.
Batasan: Segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas
dengan yang + kata sifat adalah kata benda.
c. Transposisi
Suatu kata yang asalanya dari suatu jenis kata, dapat dipindahkan jenisnya ke
jenis kata yan lain. Pemindahan itu dapat terjadi karena ditambahkan imbuhan-
imbuhan atau partikel, atau kadang-kadang terjadi dengan tidak menambahkan
imbuhan. Kata lari, sebenarnya merupakan kara kerja, tetapi dengan
menambahkan prefiks pe-, kita dapat memindahkan jenis katanya menjadi kata
benda: pelari. Dengan partikel-partikel, misalnya: si kecil,
berat nya, sang jenaka, dan lain-lain. Sebaliknya ada kata-kata benda yang
dapat ditransposisikan menjadi kata kerja,
misalnya: kopi menjadi mengopi,lubang menjadi melubangi, dan sebagainya.
d. Sub-Golongan Kata Benda
Karena kata-kata ganti adalah kata-kata yang menduduki tempat-tempat kata
benda dalam hubungan atau posisi tertentu, serta strukturnya sama dengan
kata benda, maka kata-kata ganti, yang oleh pembagian Tradisional diberi jenis
tersendiri, sebaiknya dimasukkan dalam jenis kata benda, dan diperlakukan
sebagai suatu sub-golongan dari kata benda.
Mengapa harus menjadi sub-golongan, dan bukan langsung menjadi kata benda?
Karena kata-kata tersebut mempunyai ciri-ciri tersendiri dan jumlahnya pun
terbatas. Dengan melalui substitusi, kata-kata itu menduduki segala macam
fungsi yang dapat diduduki oleh suatu kata benda.
Contoh: Ali pergi ke sekolah Ia pergi ke sekolah
Guru mengajar Ali Guru mengajarnya
2. Kata Kerja atau Verba
a. Bentuk
Segala kata yang mengandung imbuhan me-, ber-, – kan , di-, -i, kita calonkan
menjadi kata kerja. Tetapi di samping itu ada pula sejumlah kata jkerja yang
tidak mengandung unsur-unsur itu, tetapi secara tradisional dalam kata
kerja:tidur, bangun, pergi, datang, terbang, turun, naik, mandi, makan,
minum, dan lain-lain. Nama apa pun yang diberikan kepada jenis kata kerja ini
(ada yang mengatakan kata kerja aus, ada pula yang menamakannya kata kerja
tanggap) tak menjadi soal, karena itu hanya soal nama, walaupun kita harus
kritis dalam memberi nama. Namun untuk sementara soal nama bagii kita hanya
sekedar merupakan etiket pengenal golongan kata itu. Yang paling penting
adalah kita mencari ciri-ciri bagi kedua golongan kata kerja ini, agar kita tidak
berselisih paham mengenai jenis katanya. Di samping ciri-ciri bentuk seperti
yang telah disebut di atas, kedua macam kata kerja itu mempunyai suatu
kesamaan struktur dalam kelompok kata.
b. Kelompok Kata
Segala macam kata yang tersebut di atas, dalam segi kelompok kata
mempunyai suatu kesamaan struktur yaitu dapatdiperluas dengan kelompok
kata dengan + kata sifat, misalnya:
Ia berjalan dengan cepat.
Anak itu tidur dengan nyenyak.
Untuk memberi contoh penerapan prosedur ini, kita bertanya apakah kata buat,
mendengar, tidur, memperbaiki, adalah kata kerja? Berdasarkan ciri di atas
dapat kita katakan, kata-kata mendengar dam memperbaiki adalah kata kerja
berdasarkan bentuknya, yaitu mengandung afiks me- dan –kan. Sedangkan dari
segi kelompok kata (frraseologis) keempat kata itu dapat diperluas
dengan dengan + kata sifat, misalnya:
Buat dengan cepat; buat dengan cermat.
Tidur dengan nyenyak; tidur dengan gelisah.
Batasan: Segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok
kata dengan + kata sifat adalah kata kerja.
c. Transposisi
kata-kata kerja oun dapat dipindahkan jenisnya ke jenis kata lain dengan
pertolongan morfem-morfem terikat, misalnyamenyanyi menjadi penyanyi,
nyanyian; mendengar menjadi pendengar, pendengaran, dan lain-lain. Begitu
pula sebaliknya, kata-kata benda atau kata-kata sifat dapat ditransposisikan
menjadi kata kerja, seperti: besar menjadimembesarkan, tinggi manjadi
meninggikan, dan sebagainya.
3. Kata Sifat atau Adjektif
a. Bentuk
Dari segi bentuk segala kata sifat dalam bahasa Indonesia bisa mengambil
bentuk: se + reduplikasi kata dasar + nya, misalnya:
se-tinggi-tinggi-nya
se-cepat-cepat-nya
b. Kelompok Kata
Segala kata yang sudah dicalonkan dengan prosedur di atas untuk jadi kata
sidat, harus dicocokkan lagi dengan prosedur kelompok kata.
Dari segi kelompok kata, kata-kata sifat dapat diterangkan oleh kata-kata paling,
lebih, sekali, misalnya:
Besar sekali, paling besar, lebih besar
Tinggi sekali, paling tinggi, lebih tinggi
Batasan: Segala kata yang dapat mengambil bentuk se + reduplikasi + nya ,
serta dapat diperluas dengan paling, lebih, sekali, adalah Kata Sifat.
c. Transposisi
Semua kata yang tergolong dalam kata sifat dapat berpindah jenis katanya
dengan bantuan morfem-morfem terikat: pe-, ke-an, me-, – kan dan sebagainya.
Contoh: pembesar, membesarkan, perbesar, pembesaran, kebesaran, dan lain-
lain.
4. Kata Tugas
Jenis kata yang oleh Tatabahasa Tradisional disebut kata depan dan kata
sambung (atau kata penghubung) dimasukkan dalam Kata Tugas.
Bentuk-bentuk kah, tah, lah, pun oleh hampir semua Tatabahasa Indonesia
dimasukkan dalam kategori akhiran. Kekeliruan itu terjadi karena pengaruh
masalah ejaan, yang oleh ejaan Suwandi dirangkaikan dengan kata sebelumnya.
Keempat bentuk itu sebenarnya adalah partikel
penentu atau pengeras. Partikel adalah semacam kata tugas yang mempunyai
bentuk yang khusus yaitu sangat ringkas atau kecil dan mempunyai fungsi-
fungsi tertentu.
a. Bentuk
Dari segi bentuk umumnya kata-kata tugas sukar sekali mengalami perubahan
bentuk. Kata-kata seperti dengan, telah, dan, tetapi dan sebagainya tidak bisa
mengalami perubahan. Tetapi di samping itu ada segolongan kata yang
jumlahnya sangat terbatas, walaupun termasuk kata tugas, dapat mengalami
perubahan bentuk, misalnya kata tidak dansudah dapat berubah
menjadi menidakkan dan menyudahkan.
b. Kelompok Kata
Dari segi kelompok kata, kata-kata tugas hanya memiliki tugas untuk
memperluas atau mengadakan transformasi kalimat. Kata-kata tugas tidak bisa
menfufuki fungsi-fungsi pokok dalam sebuah kalimat. Fungsi-fungsi pokok
seperti Subjek, Predikat, dan Objek diduduki oleh ketiga jenis kata lain.
Suatu ciri lain yang bisa dipakai sebagai pegangan untuk menentukan kata tugas
adalah, jika Kata Benda, Kata Sifat, dan Kata Kerja dapat membentuk kalimat
dengan sepatah kata dari jenis-jenis kata itu, maka kata-kata tugas umummnya
tidak demikian. Debagai suatu tutur yang lengkap kita dapat mengatakan:
Pergi! Tidur! Adik!
Bagus! Kerja! Cepat!
Tetapi kita tidak dapat berbuat seperti itu dengan kata-kata tugas. Kita tidak
bisa membentuk suatu kalimat dengan sepatah kata dari:
Dan! Tetapi! Sesudah!
Supaya! Telah! Sebelum!
Walaupun demikian ada beberapa kata tugas yang dapat bertindak sebagai kata
benda, kata sifat atau kata kerja dalam membentuk suatu kalimat minim,
misalnya:
Sudah! Belum!
Tidak! Bukan!
Dari uraian di atas kita dapat membagi Kata-kata Tugas menjadi dua macam,
yaitu:
1. Kata-kata tugas yang monovalen (bernilai satu), yaitu semata-mata berugas
untuk memperluas kalimat, misalnya: dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari, dan
sebagainya.
2. Kata-kata tugas yang ambivalen (bernilai dua), yaitu di samping berfungsi
sebagai kata tugas yang monovalen, dapat juga bertindak sebagai jenis kata
lain, baik dalam membentuk suatu jalimat minim maupun dalam merubah
bentuknya, misalnya: sudah, tidak, dan lain-lain.
Jadi, fungsi kata tugas adalah merubah kalimat yang minim menjadi kalimat
transformasi.
c. Partikel
Bentuk-bentuk kah, tah, lah, pun oleh hampir semua Tatabahasa Indonesia
dimasukkan dalam kategori akhiran. Kekeliruan itu terjadi karena pengaruh
masalah ejaan, yang oleh ejaan Suwandi dirangkaikan dengan kata sebelumnya.
Keempat bentuk itu sebenarnya adalah partikel
penentu atau pengeras. Partikel adalah semacam kata tugas yang mempunyai
bentuk yang khusus yaitu sangat ringkas atau kecil dan mempunyai fungsi-
fungsi tertentu.
Perbedaan antara partikel dan sufiks (juga semua afiks) dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Partikel tidak memindahkan jenis kata ( kelas kata) dari kata-kata yang
diikutinya; sebaliknya sufiks (juga semua afiks) memindahkan kelas kata dari
kata yang diikutinya.
Contoh: Pergilah! (pergi tetap kata kerja)
Sudahlah! (sudah tetap kata tugas)
Siapakah dia? (siapa tetap kata ganti tanya)
tetapi
Besar – Besarkan! (kata sifat > kata kerja)
Cangkul – cangkulkan! (kata tugas > kata kerja)
Sudahi pertengkaran itu! (kata kerja > kata tugas)
2. Bidang gerak partikel adalah sintaksis (termasuk frasa dan klausa); sebaliknya
sufiks (juga semua afiks) bergerak dalam bidang morfologi.
Fungsi dan makna partikel-partikel tersebut di atas diperinci sebagai berikut:
1. Partikel kah
Fungsi partikel kah:
a. Memberi tekanan dalam pertanyaan; kata yang dihubungkan dengan kah itu
dipentingkan.
Contoh: Sawah atau ladang kah yang digarapnya?
b. Dapat dipakai pula untuk menyatakan hal yang tak tentu; sebenarnya hal itu
merupakan pertanyaan juga, tetapi pertanyaan yang tidak langsung.
Contoh: Datangkah atau tidak, kami tak tahu.
2. Partikel tah
Fungsi patikel tah ini sama dengan kah , tetapi lebuh terbatas pemakainnya
hanya pada kata tanya saja: apatah, manatah, siapatah. Bentuk-bentuk ini lebih
sering dijumpai dalam Melayu Lama. Dewasa ini kurang dipakai.
Makna pertanyaan dengan mempergunakan
partikel tah adalah meragukan atau kurang tentu
3. Partikel lah
Fungsi partikel lah adalah:
a. Menegaskan predikat, baik dalam kalimat berita, kalimat perintah, maupun
dalam pemintaan atau harapan.
Contoh: Baca lah dengan nyaring!
Datang lah ke sini pukul lima!
b. Mengeraskan suatu keterangan.
Contoh: Apa pun yang akan terjadi, pastilah aku akan datang ke sana.
c. Menekankan subjek; dalam hal ini biasanya ditambah dengan partikel yang.
Contoh: Kamulah yang harus mengerjakan soal itu.
4. Partikel pun
Fungsi dan arti partikel pun adalah:
a. Mengeraskan atau memberi tekanan pada kata yang bersangkutan; dalam hal
ini dapat diartikan dengan juga.
Contoh: Dia pun mengetahui persoalan itu.
b. Dalam penguatan atau pengerasan dapat terkandung arti atau
pengertian perlawanan .
Contoh: Mengorbankan nyawa sekali pun aku rela.
c. Gabungan antara pun + lah dapat mengandung aspek inkoatif.
Contoh: Mereka pun berjalanlah.
Yang dimaksud dengan struktur morfologis adalah bidang bentuk yang memberi
ciri khusus terhadap kata-kata itu.
Bidang bentuk itu meliputi kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata-
kata itu, atau juga kesamaan ciri dan sifat dalam membentuk kelompok katanya.
Dengan demikian kita mempunyai suatu dasar penggolongan yang sama
dikenakan kepada semua kata dalam suatu bahasa.
Tiap-tiap bahasa mempuyai cara khusus untuk kedua segi dalam bidang
morfologi ini.
Kalimat majemuk
adalah kalimat yang mempunyai 2 pola atau lebih.
A. Kalimat Majemuk SetaraPengertian :
Kalimat Majemuk Setara adalah kalimat majemuk yang terdiri atas beberapa kalimat yang setara/sederajat kedudukannya.
Kalimat Majemuk Setara adalah penggabungan dari 2 kalimat / lebih dengan menggunakan kata hubung.Terdiri dari:
1. Kalimat majemuk setara sejalan
Kalimat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat tunggal yang bersamaan situasinya.
Contoh: Umkar pergi ke pasar, Ririn pergi ke sawah sedangkan Sirob pergi ke sekolah.
2. Kalimat majemuk setara berlawanan
Kalimat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat yang isinya menyatakan situasi yang berlawanan.
Contoh:
Danis anak yang rajin, tetapi adiknya pemalas.
3. Kalimat majemuk setara yang menyatakan sebab akibat
kalimat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat tunggal yang isi bagian satu menyatakan sebab akibat dari bagian yang lain
Contoh : Ajiz mendapatkan rangking 1, karena dia anak yang rajin
B.Kalimat Majemuk Bertingkat adalah kalimat yang terjadi dari beberapa kalimat tunggal yang kedudukannya tidak setara/sederajat.
Jenis-jenisnya:
1. Kalimat majemuk hubungan waktuContoh : Aku sedang belajar, ketika ayahku pulang
2. Kalimat majemuk hubungan syarat
Ditandai dengan : jika, seandainya, asalkan,apabila, andaikan
Contoh : Jika aku mendapatkan rangking 1, aku akan mendapatkan laptop baru.
3. . Kalimat majemuk hubungan tujuan
Ditandai dengan : agar, supaya, biar.
Contoh : Danis sengaja tidur siang agar dia bisa bangun pagi buat belajar
4. Kalimat majemuk konsensip
Ditandai dengan : walaupun, meskipun, biarpun, kendatipun, sungguh pun
Contoh : Walaupun Veri sedang sedih, dia selalu tersenyum.
5. Kalimat majemuk hubungan penyebaban
Ditandai dengan : sebab, karena, oleh karena
Contoh : Aku sedang sedih, sebab orang yang aku cintai tidak mencintaiku
6. Kalimat majemuk hubungan perbandingan
Ditandai dengan: ibarat, seperti, bagaikan, laksana, sebagaimana, lebih baik.
Contoh : Dari pada bermain, lebih baik aku belajar.
7. Kalimat majemuk hubungan akibat
Ditadai dengan : sehingga, sampai-sampai, maka
Contoh : Dian begitu berbakat, sehingga dia dapat memenangkan kontes itu.
8. Kalimat majemuk hubungan cara
Ditandai dengan : Dengan
Contoh : Dengan cara menjual koran, dia mendapatkan uang untuk menghidupi keluarganya
9. Kalimat majemuk hubungan sangkalan
Ditandai dengan: seolah-olah, seakan-akan
Contoh : Markus diam saja, seolah-olah tidak terjadi apapun.
10. Kalimat majemuk hubungan kenyataan
Ditandai dengan: padahal, sedangkan
Contoh : Gina terus belajar, padahal dia sedang sakit.
11. Kalimat majemuk hubungan hasil
Ditandai dengan : makannya
Contoh: Doni anak pemalas, makannya nilainya selalu jelek
12. Kalimat majemuk hubungan penjelasan
Ditandai dengan : bahwa
Contoh : Nilai raportnya menunjukan bahwa dia benar-benar siswa yang pandai
13. Majemuk hubungan atributif
Ditandai dengan : yang
Contoh : anak yang sedang berlari itu teman saya
Kalimat Majemuk Campuran Adalah kalimat yang merupakan hubungan antara majemuk setara dan majemuk bertingkat.
Contoh : pekerjaan itu sudah selesai ketika ayah datang dari kantor dan ibu sudah menidurkan adikku.
top related