pelaksanaan pembinaan narapidana di rumah...

Post on 05-Feb-2018

234 Views

Category:

Documents

3 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI RUMAH TAHANAN

NEGARA KELAS I TANJUNGPINANG

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

NOFRIANSYAH

NIM : 100563201038

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016

1

PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI RUMAH TAHANAN

NEGARA KELAS I TANJUNGPINANG

NOFRIANSYAH

Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik

Universitas Maritim Raja Ali Haji

A B S T R A K

Rumah tahanan juga melakukan sistem pembinaan terhadap para pelanggar

hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai

reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan antara Warga Binaan

Pemasyarakatan dengan masyarakat. Pembinaan terhadap tahanan dimulai sejak yang

bersangkutan ditahan rumah tahanan negara (rutan) sebagai tersangka atau terdakwa

untuk kepentingan penyelidikan penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Namun permasalahan yang terjadi saat ini adalah masih ada narapidana yang berada

di rumah tahanan sering keluar masuk dengan kasus yang sama, sehingga dapat

diasumsikan pembinaan yang selama ini diberikan tidak efektif.

Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengetahui Pelaksanaan

Pembinaan Narapidana Oleh Pegawai Rumah Tahanan Negara Kelas I

Tanjungpinang. Penelitian ini menggunakan konsep menurut Adi Sudjatno (2004 :

18-21) ruang lingkup pembinaan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman

Republik Indonesia Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan

Narapidana Dalam pembahasan skripsi ini menggunakan penelitian deskriptif

kualitatif. Informan dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik Purposive

sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis data deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa pada Bab IV diapat disimpulkan

bahwa Pembinaan Narapidana Oleh Pegawai Rumah Tahanan Negara Kelas I

Tanjungpinang sudah dilaksanakan dengan baik karena ke dua pembinaan baik

pembinaan kepribadian dan pembinaan keterampilan sudah diberikan kepada warga

binaan dan sejauh ini sudah mampu memberikan manfaat kepada warga binaan.

Pembinaan kepribadian diketahui bahwa warga binaan yang berada di Rutan

diberikan pembinaan keagamaan. Kemudian Pembinaan kesadaran hukum sudah

dilakukan oleh pihak Rutan dengan cara sosialisasi dan penyuluhan. Pembinaan

sudah dilakukan dengan berbagai cara agar warga binaan mampu diterima

masyarakat. Tidak hanya itu Pembinaan kemandirian juga sudah dilakukan dengan

memberikan keterampilan agar warga binaan mampu lebih mandiri.

Kata Kunci : Pembinaan, Warga Binaan.

2

A B S T R A C T

The House of the custody system also performs coaching against the violators of

law and as an embodiment of Justice that aims to achieve social reintegration or

return to unity relationship between Assisted Residents with Community

Correctional. Construction of prisoners began in question being held prisoner home

country (rutan) as a suspect or accused for the purpose of prosecution and

investigation of examination in the Court of session. But problems occurred at this

time is there are still prisoners who are on home detention often comes out with the

same case, so that the construction can be assumed for this given ineffective.

The purpose of this research is essentially to know Implementation Coaching

Inmates By employees of State Prisoners Home class I Tanjungpinang. This research

uses the concept according to Adi Sudjatno (2004:18-21) the scope of the

construction based on the decision of the Minister of Justice of the Republic of

Indonesia number: m. 02-22 in 1990 about Patterns of coaching Inmates In this

thesis discussion using qualitative descriptive study. Informants in this study is taken

using a Purposive sampling technique. Data analysis techniques used in this

research is descriptive qualitative data analysis techniques.

Based on the results of research and analysis on chapter IV diapat concluded

that the construction of the Inmates By employees of State Prisoners Home class I

Tanjungpinang was implemented properly. Coaching personality in mind that

assisted the citizens who are in Prison are given coaching. Then the construction of

the legal awareness of the Rutan has done by means of dissemination and outreach.

The construction was done in many different ways so that citizens in our capable

community accepted. Not only is it the construction of independence has also been

done by providing skills in order to be assisted are capable of more independent

citizens.

Keywords: Construction, Building Residents.

3

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemilu dianggap sebagai bentuk

Negara Republik Indonesia adalah

Negara hukum dimana dalam

melaksanakan tindakan apapun harus

dilandasi dengan hukum atau harus

dapat dipertanggungjawabkan secara

hukum. Sebagai Negara hukum, dapat

diartikan bahwa barang siapa yang

berada di wilayah Republik Indonesia

yang melanggar peraturan atau norma-

norma hukum yang berlaku akan

mendapatkan sanksi dari Pemerintah.

Sanksi adalah berupa hukuman atau

perbuatan pelanggaran yang dilakukan

setimpal dengan perbuatannya tersebut.

Seseorang yang melanggar hukum akan

diadili terlebih dahulu melalui sidang

Pengadilan Negeri, setelah terbukti

bersalah baru ia dimasukkan ke Rumah

Tahanan atau lebih dikenal dengan

Lembaga Pemasyarakatan. Rumah

tahanan merupakan wadah atau tempat

bagi orang-orang yang melanggar

hukum tersebut menjalani hukumannya.

Dalam sistem hukum pidana

Indonesia dikenal istilah Rumah

Tahanan Negara (Rutan) dan Lembaga

Pemasyarakatan (Lapas). Dengan kata

lain, Rutan adalah bagian dari

Direktorat Jendral Pemasyarakatan.

Rumah Tahanan (disingkat Rutan)

adalah tempat untuk melakukan

pembinaan terhadap narapidana dan

anak didik pemasyarakatan di

Indonesia. Sebelum dikenal istilah

Rutan di Indonesia, tempat tersebut

disebut dengan istilah penjara. Rumah

Tahanan merupakan Unit Pelaksana

Teknis di bawah Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan Kementerian Hukum

dan Hak Asasi Manusia. Penghuni

Rutan adalah Warga Binaan

Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang

statusnya masih tahanan, maksudnya

orang tersebut masih berada dalam

proses peradilan dan belum ditentukan

bersalah atau tidak oleh hakim.

Sedangkan Rumah Tahanan Negara

(disingkat Rutan) adalah tempat

tersangka atau terdakwa ditahan selama

proses penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaan di sidang pengadilan di

Indonesia. Rumah Tahanan Negara

merupakan unit pelaksana teknis di

bawah Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia. Rutan didirikan pada

setiap ibukota kabupaten atau kota, dan

apabila perlu dapat dibentuk pula

Cabang Rutan. Di dalam Rutan,

ditempatkan tahanan yang masih dalam

proses penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaan di Pengadilan Negeri,

Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah

Agung.

Meski berbeda pada prinsipnya,

Rutan dan Lapas memiliki beberapa

persamaan. Kesamaan antara Rutan

dengan Lapas di antaranya, baik Rutan

maupun Lapas merupakan Unit

Pelaksana Teknis di bawah Direktorat

Jenderal Pemasyarakatan Departemen

Hukum dan Hak Asasi Manusia (lihat

pasal 2 ayat [1] PP No. 58 Tahun 1999).

Selain itu, penempatan penghuni Rutan

maupun Lapas sama-sama berdasarkan

penggolongan umur, jenis kelamin, dan

jenis tindak pidana/kejahatan (lihat

pasal 12 UU No. 12 Tahun 1995 dan

pasal 7 PP No. 58 Tahun 1999).

Berdasarkan Keputusan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia

Tentang Organisasi Dan Tata Kerja

Rumah Tahanan Negara Dan Rumah

4

Penyimpanan Benda Sitaan Negara,

Rutan diklasifikasikan dalam 3 (tiga)

Kelas yaitu : Rutan Klas I; Rutan Klas

IIA; Rutan Klas IIB. Rutan Kelas I

(satu) terdiri dari : Seksi Pelayanan

Tahanan; Seksi Pengelolaan Rutan;

Kesatuan Pengamanan Rutan; Urusan

Tata Usaha. Rumah Tahanan Negara

Klas I mempunyai fungsi sebagai

tempat penahanan dan perawatan bagi

tersangka/terdakwa untuk kepentingan

penyidikan, penuntutan dan

pemeriksaaan disidang pengadilan dan

juga berfungsi sebagai tempat

pembinaan bagi terpidana.

Dengan demikian maka sebagai

tugas pokok Rutan adalah

melaksanakan perawatan tahanan baik

fisik maupun mentalnya didalam

mempersiapkan mereka menghadapi

proses peradilan dengan berpedoman

kepada azas Praduga Tak Bersalah serta

aspek perlindungan dan hak asasi

seseorang dalam keseimbangan dengan

kepentingan umum dengan mengacu

kepada ketentuan-ketentuan yang

berlaku dalam kerangka penegakkan

hukum. Kemudian RUTAN Kelas II

(dua) A terdiri dari : Seksi Pelayanan

Tahanan; Seksi Pengelolaan Rutan;

Kesatuan Pengamanan Rutan; Rutan

Kelas II (dua) B terdiri dari : Sub Seksi

Pelayanan Tahanan; Sub Seksi

Pengelolaan Rutan; dan Kesatuan

Pengamanan Rutan.

Rumah tahanan juga melakukan

sistem pembinaan terhadap para

pelanggar hukum dan sebagai suatu

pengejawantahan keadilan yang

bertujuan untuk mencapai reintegrasi

sosial atau pulihnya kesatuan hubungan

antara Warga Binaan Pemasyarakatan

dengan masyarakat. Dalam

perkembangan selanjutnya Sistem

Pemasyarakatan mulai dilaksanakan

sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan. Undang-

Undang Pemasyarakatan itu

menguatkan usaha-usaha untuk

mewujudkan suatu sistem

Pemasyarakatan yang merupakan

tatanan pembinaan bagi Warga Binaan

Pemasyarakatan.

Arah tujuan pembinaan disamping

rehabilitasi, reintegrasi juga untuk

melindungi masyarakat dari

kemungkinan dilakukannya tindak

pidana. Hal- hal tersebut antara lain

ditegaskan bahwa: “Bagi Negara

Indonesia yang berdasarkan Pancasila,

pemikiran-pemikiran baru mengenai

fungsi pemidanaan yang tidak lagi

sekedar penjeraan, tetapi merupakan

suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi

sosial warga binaan pemasyarakatan

telah melahirkan suatu system

pembinaan yang sejak lebih dari tiga

puluh tahun yang lalu dikenal dan

dinamakan Sistem Pemasyarakatan.

Pembinaan terhadap tahanan

dimulai sejak yang bersangkutan

ditahan rumah tahanan negara (rutan)

sebagai tersangka atau terdakwa untuk

kepentingan penyelidikan penuntutan

dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Pembinaan para tahanan dalam wujud

perawatan tahanan, yaitu proses

pelayanan tahanan yang termasuk di

dalamnya program-program perawatan

rohani maupun jasmani. Tujuan

Pembinaan adalah pemasyarakatan,

yang dibagi dalam tiga hal yaitu :

1. Diharapkan setelah keluar dari

Rutan tidak lagi melakukan

tindak pidana.

5

2. Agar menjadi manusia yang

berguna, berperan aktif dan

kreatif dalam membangun

bangsa dan negaranya.

3. Mampu mendekatkan diri

kepada Tuhan Yang Maha Esa

dan mendapatkan kebahagiaan

dunia dan akhirat.

Narapidana pada waktu masuk

Rumah tahanan merasa dalam

keadaan tidak harmonis dengan

masyarakat sekitarnya, mempunyai

hubungan yang negatif dengan

beberapa unsur dari masyarakat,

sejak itu narapidana lalu mengalami

pembinaan yang tidak lepas dari

unsur-unsur lain dalam masyarakat

yang bersangkutan tersebut,

sehingga pada akhirnya narapidana

dengan masyarakat sekelilingnya

merupakan suatu keutuhan dan

keserasian keharmonisan hidup dan

kehidupan, tersembuhlah dari segi-

segi yang merugikan atau negatif.

Berikut pembinaan yang dilakukan

di rumah tanahan :

Table 1.1

Pembinaan rumah tahanan

No Tahun Pembinaan

1 2015 Pembinaan

kesadaran

beragama/

ketaqwaan

kepada Tuhan

Yang Maha

Esa

2 2015 Pembinaan

kemampuan

intelektual;

3 2015 Pembinaan

kesadaran

hukum

4 2016 Ketrampilan

untuk

mendukung

usaha-usaha

mandiri,

misalnya

kerajinan

tangan,

industri rumah

tangga

Sumber : Sumber : Rutan Kelas I

Tanjungpinang, 2016

Jika dilihat dari tabel diatas selama

tahun 2015 dan tahun 2016 sudah ada 4

pembinaan yang dilakukan secara rutin

di Rutan Kelas 1 Tanjungpinang.

Tegasnya Pemasyarakatan adalah

prosesnya kehidupan negatif antara

narapidana dengan unsur-unsur dari

masyarakat yang mengalami

pembinaan-pembinaan, mengalami

perubahan-perubahan, menjurus dan

menjelma sembuh menjadi kehidupan

yang positif antara narapidana dengan

unsur dari masyarakat. Dalam proses ini

para petugas Pemasyarakatan yang

merupakan salah satu unsur

menjalankan peranan penting, ialah

sebagai pendorong atau motor, penjurus

dan pengatur agar proses tersebut dapat

berjalan dengan lancar sehingga

mencapai tujuannya dengan cepat dan

tepat. Karena Pemasyarakatan itu

merupakan proses yang berlaku secara

evolusi, maka hendaknya disalurkan

tahap demi tahap guna menghindarkan

kegagalan dan akibat-akibat yang tidak

diinginkan.

Setelah tahanan bebas karena telah

menjalani hukuman dengan suatu

proses pembinaan maka sangat

diharapkan bahwa narapidana tersebut

tidak akan kembali lagi ke Rumah

Tahanan, akan tetapi nyatanya masih

ada juga di antara mereka yang

mengulangi perbuatan yang melanggar

6

hukum serupa yang disebut residivis.

Hal tersebut disebabkan pembinaan

narapidana di Indonesia belum

dilakukan lewat tahapan self realisation

process, yaitu suatu proses yang

memperhatikan dengan seksama

pengalamanpengalaman, nilai-nilai

pengharapan dan cita-cita narapidana,

termasuk di dalamnya latar belakang

budaya, kelembagaannya dan kondisi

dari mana ia berasal.

Namun permasalahan yang terjadi

saat ini adalah masih ada narapidana

yang berada di rumah tahanan sering

keluar masuk dengan kasus yang sama,

sehingga dapat diasumsikan pembinaan

yang selama ini diberikan tidak efektif.

Berikut data narapidana yang terdata

keluar masuk dengan tindak kejahatan

yang sama.

Tabel I.2

Jumlah Tahanan di Rutan Kelas I

Tanjungpinang

N

o

Bulan Jumla

h

Keluar

Jumlah

Kembal

i Masuk

1 Novembe

r 2015

8 orang 2 orang

2 Desember

2015

11

orang

3 orang

3 Januari

2016

15

orang

5 orang

Sumber : Rutan Kelas I

Tanjungpinang, 2016

Jika dilihat dari tabel diatas maka

diketahui bahwa setiap bulannya Rutan

akan mengeluarkan narapidana yang

telah menyelesaikan masa tahanannya,

tetapi tidak sedikit dari mereka setelah

dikeluarkan tidak menunggu waktu

yang lama akan kembali masuk dengan

permasalahan yang sama. Dengan

alasan serta latar belakang demikian,

peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul

”PELAKSANAAN PEMBINAAN

NARAPIDANA OLEH PEGAWAI

RUMAH TAHANAN NEGARA

KELAS I TANJUNGPINANG”

B. Perumusan Masalah

Pembinaan sangat penting

dilakukan kepada narapidana. Hal ini

untuk meningkatkan kualitas warga

binaan pemasyarakatan agar menyadari

kesalahan, memperbaiki diri dan tidak

lagi mengulangi tindakan pidana

sehingga dapat diterima kembali oleh

lingkungan masyarakat, serta agar dapat

aktif berperan dalam pembangunan dan

dapat hidup secara wajar sebagai warga

yang baik dan bertanggungjawab.

Adanya model pembinaan bagi

narapidana di dalam Rutan tidak

terlepas dari sebuah dinamika yang

bertujuan untuk lebih banyak

memberikan bekal bagi Warga Binaan

Pemasyarakatan dalam menyongsong

kehidupan setelah selesai menjalani

masa hukuman (bebas). Selanjutnya

pembinaan diharapkan agar mereka

mampu memperbaiki diri dan tidak

mengulangi tindak pidana yang pernah

dilakukannya. Kegiatan di dalam Rutan

bukan sekedar untuk menghukum atau

menjaga warga binaan tetapi mencakup

proses pembinaan agar warga binaan

menyadari kesalahan dan memperbaiki

diri serta tidak mengulangi tindak

pidana yang pernah dilakukan. Dengan

demikian fungsi Pemidanaan tidak lagi

sekedar penjeraan tetapi juga

merupakan suatu proses rehabilitasi dan

reintegrasi sosial warga binaan yang

ada di dalam Rutan. Berdasarkan

identifikasi permasalahan maka dalam

7

penelitian ini mencoba menarik

perumusan masalah sebagai berikut :

“Bagaimana Pelaksanaan Pembinaan

Narapidana Oleh Pegawai Rumah

Tahanan Negara Kelas I

Tanjungpinang?”.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui Pelaksanaan Pembinaan

Narapidana Oleh Pegawai Rumah

Tahanan Negara Kelas I Tanjungpinang

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Secara Akademis

yaitu hasil penelitian ini dapat

dijadikan suatu penelitian

selanjutnya yang berhubungan

dengan pembinaan dan untuk

penerapan ilmu pengetahuan

yang telah dipelajari, khususnya

dalam bidang Ilmu adminstrasi

Negara

b. Kegunaan Secara Praktis yaitu

hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan sumbangan

pikiran dan informasi bagi pihak

pemerintah terkait dalam

Pelaksanaan Pembinaan

Narapidana Oleh Pegawai

Rumah Tahanan Negara Kelas I

Tanjungpinang

D. Konsep Operasional

Penelitian ini mengambil

batasan penelitian yaitu dengan

mengacu pada konsep Menurut Austin

Ranney (Rusli Karim : 2006 : 13) ada

delapan kriteria pokok bagi pemilu

yang demokratis.

a. Hak pilih umum. Pemilu disebut

demokratis apabila semua warga

negara dewasa dapat menikmati

hak pilih pasif ataupun aktif.

Hak pilih aktif adalah hak untuk

memilih wakilnya yang akan

duduk dalam badan-badan

perwakilan rakyat. Hak pilih

pasif (hak dipilih) adalah hak

untuk dipilih menjadi anggota

badan-badan perwakilan rakyat.

Meskipun diadakan pembatasan,

hal tersebut harus ditentukan

secara demokratis, yaitu melalui

undang-undang.

b. Kebebasan nominasi. Melalui

organisasi masing-masing

keompok rakyat membina,

menyeleksi, dan menominasikan

calon-calon yang mereka nilai

mampu menerjemahkan

kebijakan organisasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan

negara. Jadi, di dalam

kebebasan berorganisasi itu

secara implisit terkandung pula

prinsip kebebasan

menominasikan calon wakil

rakyat. Sebab hanya dengan

cara itulah pilihan-pilihan yang

signifikan dapat dijamin dalam

proses pemilihan umum.

c. Persamaan hak kampanye.

Program kerja dan calon-calon

unggulan tidak akan bermakna

apa-apa jika tidak diketahui oleh

pemilih. Oleh karena itu,

kampanye menjadi penting

dalam proses pemilu. Melalui

proses tersebut massa pemilih

diperkenalkan dengan para

calon dan program kerja para

kontestan pemilu.

d. Kebebasan dalam memberikan

suara. Pemberi suara harus

terbebas dari berbagai hambatan

fisik dan mental dalam

menentukan pilihannya. Harus

ada jaminan bahwa pilihan

seseorang dilindungi

kerahasiaannya dari pihak mana

pun, terutama dari penguasa.

8

e. Kejujuran dalam penghitungan

suara. Kecurangan dalam

penghitungan suara dapat

menggagalkan upaya

penjelmaan rakyat ke dalam

badan perwakilan rakyat.

Keberadaan lembaga pemantau

independen pemilu dapat

menopang perwujudan prinsip

kejujuran dalam penghitungan

suara.

E. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan

peneliti adalah penelitian deskriktif.

Pendekatan penelitian yang digunakan

peneliti adalah pendekatan kualitatif.

Penelitian ini untuk memperoleh

gambaran yang jelas mengenai Proses

Pemilu di Lembaga Pemasyarakatan

Klas IIA Tanjungpinang.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah analisis secara

kualitatif dengan menggunakan model

analisis interaktif. Miles dan Huberman

dalam Sugiyono (2003:246),

mengemukakan bahwa “ aktivitas

dalam analisis data kualitatif dilakukan

secara interaktif dan berlangsung secara

terus-menurus sampai tuntas, sehingga

datanya sudah jenuh”.

II. LANDASAN TEORI

A. Pembinaan

Kerangka teoritis adalah

serangkaian asumsi, konsep, definisi

untuk menerangkan fenomena sosial

secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antar konsep.

Penelitian ilmiah merupakan suatu

bentuk penelitian dengan cara berpikir

dan bertindak secara sistematis. Sebab

itu kajiannya perlu didukung oleh suatu

landasan teori yang dipilih dari literatur

maupun berbagai referensi sebagai

kerangka dasar teoritik yang

menghubungkan konsep-konsep yang

hendak diteliti, sehingga dapat

menerangkan dan memecahkan gejala

sosial yang dihadapi. Sehubungan

dengan hal ini, berikut ini penulis akan

menguraikan secara teoritik variabel

yang akan diteliti dalam penelitian ini.

Menurut Sudjatno (2004 : 18-21) ruang

lingkup pembinaan berdasarkan

Keputusan Menteri Kehakiman

Republik Indonesia Nomor: M.02-

PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola

Pembinaan Narapidana dapat dibagi ke

dalam 2 (dua) bidang yakni:

a. Pembinaan Kepribadian.

Pembinaan kepribadian sendiri

merupakan pembinaan yang

penting untuk merubah watak

dan mental dari narapidana agar

menjadi pribadi yang lebih baik

lagi dari sebelumnya.

Pembinaan kepribadian

diarahkan pada pembinaan

mental dan watak agar Warga

Binaan Pemasyarakatan menjadi

manusia seutuhnya, bertakwa,

dan bertanggung jawab kepada

diri sendiri, keluarga, dan

masyarakat. Apabila dicermati

pembinaan kepribadian amatlah

penting karena berkaitan erat

dengan perubahan pada watak

dan mental dari narapidana

sendiri, pembinaan ini yang

nantinya banyak berpengaruh

terhadap perubahan dari dalam

diri narapidana tersebut apakah

nantinya dapat menjadi warga

binaan yang sesuai dengan

tujuan dari pemasyarakatan itu

sendiri. Pembinaan kepribadian

sendiri tidaklah mudah, karena

untuk mempengaruhi bahkan

mengubah watak atau mental

seseorang itu sulit perlu adanya

pedoman dan cara-cara tertentu

9

yang dilakukan oleh petugas

agar dapat mengubah sedikit

demi sedikit kepribadian dari

narapidana. Pembinaan

kepribadian ini diharapkan

dapat membentuk watak dan

mental yang baru bagi

narapidana agar menjadi

manusia yang baru yang dapat

bertanggung jawab atas

kejahatan yang pernah mereka

lakukan dan untuk menghindari

untuk melakukan kejahatan lagi.

Oleh karena itu pembinaan

kepribadian amatlah penting

untuk membangun watak dan

mental baru bagi narapidana

agar menjadi lebih baik lagi.

b. Pembinaan kemandirian.

Pembinaan dalam bidang

kemandirian dilakukan dengan

tujuan setelah narapidana keluar

dari Rumah Tahanan, mereka

dapat mandiri dengan bekerja

pada orang lain atau membuka

usaha sendiri, sehingga mereka

dapat berguna di tengah-tengah

masyarakat. Meskipun harus

diakui bahwa pembinaan itu

membutuhkan waktu yang lama

serta proses yang tidak cepat,

namun seiring dengan

berjalannya masa tahanan

narapidana dapat menjalani

proses dengan baik dan bisa

kembali berbaur di dalam

masyarakat. Pembinaan

keterampilan sebagai salah satu

program pembinaan

dikategorikan ke dalam ruang

lingkup pembinaan narapidana

adalah untuk membuat

narapidana dapat bergaul

dengan narapidana lain selama

menjalani keterampilan dan juga

sebagai bekal narapidana dalam

proses reintegrasi dengan

masyarakat. Pembinaan

keterampilan sebagai salah satu

program pembinaan narapidana

akan dapat terlaksana secara

maksimal dengan menjalin

kerjasama melalui pihak ketiga

baik dengan instansi pemerintah

maupun pihak swasta yang

dapat memberikan bimbingan

keterampilan yang bermanfaat

di masyarakat apabila kelak

telah habis masa hukumannya di

Rumah Tahanan. Pembinaan

kemampuan intelektual bagi

para narapidana di Rumah

Tahanan belum dilaksanakan

secara maksimal. Dimana belum

semua narapidana yang

memenuhi persyaratan untuk

pendidikan KF, Paket A dan

Paket B tersebut diikutkan

program pembinaan. Sedangkan

masalah pembinaan agama,

narapidana mengikuti

pembinaan ini dengan baik,

meskipun tidak semuanya. Yang

mengikuti kegiatan pembinaan

dengan tekun terbukti dapat

merubah sikap dan perilakunya

kearah yang lebih baik.

Sebagaimana Madjid (2000: 4)

menjelaskan bahwa rasa tawakal

yang tinggi adalah mereka

menginsafi dan mengakui

keterbatasan diri sendiri setelah

usaha yang optimal dan untuk

menerima kenyataan bahwa

tidak semua persoalan dapat

dikuasai dan diatasi tanpa

bantuan Tuhan Yang Maha

Kuasa. Mereka, dengan bekal

tawakal yang memadai, tidak

lagi mengulang kejahatan yang

pernah dilakukan sebelumnya,

berperilaku sesuai dengan

10

norma-norma yang ada di

masyarakat, sekaligus

diharapkan dapat memiliki

bekal keterampilan untuk

menjalani kehidupan seperti

masyarakat kebanyakan. Upaya

pembinaan keterampilan kerja

dilaksanakan oleh dua petugas

Rumah Tahanan. Hasil

pengamatan penulis

menunjukkan bahwa kegiatan

tersebut kurang efektif, terlihat

misalnya tidak semua anggota

kelompok melakukan kegiatan

secara rutin, aparat Pembina

juga jarang memantau kegiatan

para narapidana.

Penyebab belum efektifnya

keterampilan kerja karena

pengorganisasian pekerjaannya belum

dilakukan. Menurut Sahardjo (dalam

Panjaitan, 2007: 13-14) bahwa mata

rantai yang harus jelas diperhatikan

oleh para pembina maupun pemerintah,

yaitu bagaimana pembina itu mampu

menghasilkan narapidana yang tetap

mempunyai mata pencarian setelah

keluar dari penjara. Sedangkan upaya

pembinaan kemandirian narapidana

belum mancakup aspek-aspek

kemandirian yang sesuai dengan

tuntutan dinamika kebutuhan kerja.

Pembinaan kemandirian bagi

narapidana mestinya mencakup

peningkatan kemampuan menyadari

permasalahan yang dihadapi,

mengetahui potensi dan kelemahan

yang melekat pada dirinya, dan

menentukan pilihan terhadap berbagai

alternatif yang ada dengan

memperhitungkan kesempatan dan

ancaman yang ada.

Program pembinaan narapidana tidak

sepenuhnya mengikuti aturan yang

sesuai dengan apa yang termuat dalam

Undang-undang No 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan, Peraturan

Pemerintah, Keputusan Menteri Hukum

Dan Hak Asasi Manusia maupun surat–

surat edaran. Dalam pelaksanaan

pembinaan narapidana ada beberapa

faktor penghambat dan pendukung. Hal

yang menyebabkan ketimpangan

tersebut ada faktor internal dan

eksternal. Faktor internalnya yaitu:

tidak ada kemampuan pemimpin dalam

mendorong motivasi kerja bawahan,

kurangnya pemahaman petugas

terhadap peraturan-peraturan tentang

tata cara pelaksanaan hak warga binaan,

peraturan perundang-undangan yang

berlaku cenderung berubah dalam

jangka waktu yang tidak terlalu lama,

sikap acuh Wali Pemasyarakatan,

pembebanan biaya proses pengusulan

kepada narapidana, rasa putus asa dari

narapidana, sistem kepemimpinan

tertutup, narapidana melakukan

pelanggaran tata tertib. Faktor

eksternalnya yaitu: Sulitnya

mendapatkan surat keterangan dari

Jaksa, letak keluarga narapidana yang

jauh dari Rumah Tahanan, keluarga

korban tidak menandatangani surat

perdamaian dan menyatakan menolak

narapidana untuk kembali ke tengah

masyarakat di tempat tinggal saat

peristiwa pidana berlangsung.

Rumah Tahanan

RUTAN merupakan tempat menahan

tersangka atau terdakwa untuk

sementara waktu sebelum keluarnya

putusan pengadilan yang berkekuatan

hukum tetap. Sementara, LAPAS

merupakan tempat untuk melaksanakan

pembinaan Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan. Berdasarkan

penjelasan singkat di atas, seorang

narapidana harus ditempatkan di dalam

LAPAS untuk mendapatkan

pembinaan, tetapi pada kenyataannya

karena keterbatasan kapasitas RUTAN

11

di Indonesia membuat fungsi LAPAS

berubah menjadi RUTAN. Beberapa

LAPAS yang seharusnya menjadi

tempat membina narapidana tersebut

digunakan untuk menahan tersangka

atau terdakwa. Perubahan fungsi ini

didasarkan pada Surat Keputusan

Menteri Kehakiman No

M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang

Penetapan Lembaga Pemasyarakatan

Tertentu sebagai Rumah Tahanan

Negara. Pada Lampiran Surat

Keputusan Menteri Kehakiman tersebut

terdapat daftar LAPAS yang juga dapat

menjadi RUTAN. Berkaitan dengan

pertanyaan “seorang terpidana yang

seharusnya berada dalam LAPAS boleh

ditempatkan di rumah tahanan”, pada

Pasal 2 Keputusan Menteri Kehakiman

Republik Indonesia No.: M.01-

PK.02.01 Tahun 1991 tentang

Pemindahan Narapidana Anak Didik

dan Tahanan disebutkan: Pemindahan

narapidana, anak didik dan tahanan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

dapat dilakukan: a. Di dalam suatu

wilayah hukum Kantor Wilayah

Departemen Kehakiman, atau b. antar

wilayah hukum Kantor Wilayah

Departemen Kehakiman. Berdasarkan

penjelasan pasal-pasal tersebut di atas,

maka seorang Narapidana yang sudah

berada di LAPAS tidak dapat

dipindahkan ke RUTAN, karena sesuai

dengan fungsinya LAPAS yaitu tempat

untuk melakukan pembinaan

narapidana. Kalaupun narapidana harus

dipindahkan, maka narapidana tersebut

hanya dapat dipindahkan ke LAPAS

wilayah lain dan bukan ke RUTAN,

sesuai dengan Pasal 2 Keputusan

Menteri Kehakiman Republik Indonesia

No.: M.01- PK.02.01 Tahun 1991

tentang Pemindahan Narapidana Anak

Didik dan Tahanan. Fungsi RUTAN

bukanlah untuk membina narapidana,

tetapi untuk menahan sementara

seorang tersangka atau terdakwa.

Ilmu administrasi Negara memiliki

ruang lingkup penelitian yaitu

Pembangunan, Pelayanan, dan

Pemberdayaan. Pembinaan narapidana

merupakan salah satu penelitian

administrasi Negara dimana pembinaan

ini adalah bentuk pelayanan yang

diberikan pemerintah kepada

narapidana agar dapat kembali ke

masyarakat, kemudian pembinaan juga

merupakan salah satu bentuk

pemberdayaan yang dilakukan kepada

narapidana agar setelah keluar dari

tempat pembinaan atau rumah tahanan

maka narapidana tetap bisa mandiri dan

berdaya guna.

III. GAMBARAN UMUM LOKASI

PENELITIAN

Rumah Tahanan Negara Klas I

Tanjungpinang terletak di Kelurahan

Tanjungpinang Barat Kecamatan

Tanjungpinang Barat Kota

Tanjungpinang Provinsi Kepulauan

Riau. Rumah Tahanan Negara adalah

Unit Pelaksana Teknis dibidang

Penahanan untuk kepentingan

penyidikan dan pemeriksaan disidang

Pengadilan yang berada dibawah dan

tanggung jawab langsung kepada

Kantor Wilayah Kemenkumham.

Rumah Tahanan Negara Klas I

Tanjungpinang dahulunya Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA

Tanjungpinang yang kini berubah

fungsi menjadi RUTAN KLAS I

Tanjungpinang. berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Departemen Hukum

dan HAM RI Nomor :

A.3222.KP.04.04 tanggal 06 Juni 2006

untuk pertama kalinya dengan

pelantikan pejabat Struktural Eselon

IIIb sebagai Kepala Rutan tertanggal 12

juli 2006.

12

Rumah Tahanan Negara Klas I

Tanjungpinang terletak di tengah-

tengah kota dan perkampungan

penduduk yang padat yaitu Jalan

Pemasyarakatan No. 08 Kelurahan

Tanjungpinang Barat, Kecamatan

Tanjungpinang Barat dan masyarakat

menyebut daerah Kampung Jawa.

Pembangunan Rumah Tahanan Negara

Klas I Tanjungpinang tahap awal

dilaksanakan pada zaman Pemerintahan

Portugis dan diselesaikan oleh

Pemerintah Belanda pada tahun 1867.

berdiri di atas tanah seluas 6400 m²

dengan luas bangunan 2100 m². Dengan

berkembangnya kota Tanjungpinang

sebagai daerah tujuan Wisata di

Provinsi Kepulauan Riau, ada wacana

kedepan Rumah Tahanan Negara Klas I

Tanjungpinang untuk dijadikan tempat

Objek Wisata Sejarah, karena Rumah

Tahanan Negara Klas I Tanjungpinang

ini masuk sebagai Benda Cagar Budaya

dengan sebutan “RUMAH JIL

BELANDA” dan dilindungi dengan

UU. No. 5 Th. 1992 tentang Cagar

Budaya. Adapun tempat yang unik yang

akan dijadikan Objek Wisata pihak

Rumah Tahanan Negara Klas I

Tanjungpinang adalah

a. Arsitektur Bangunan Gedung

Penjara dengan ciri khas

bangunan Portugis dan Belanda

yang masih kokoh dan kuat.

b. Adanya Sumur Tua yang

bertingkat – tingkat yang

merupakan Sumur Model

Tempoe Doeloe.

c. Adanya Ruang Straf Sell /

Tutupan Sunyi bagi para

Narapidana yang melanggar

disiplin.

d. Adanya Ruang Sel yang

dijadikan Tempat Hukuman

Gantung pada saat itu.

e. Bentuk Genta / Lonceng Tua

yang masih terjaga

keutuhannya.

Dalam melaksanakan Tugasnya

Rumah Tahanan Negara Klas I

Tanjungpinang mempunyai fungsi:

Melakukan Pelayanan terhadap tahanan

dan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Melakukan Pemeliharaan Keamanan

dan Tata Tertib Rutan. Melakukan

Pengelolaan Rumah Tahanan Negara.

Melakukan Urusan Tata Usaha.

Melakukan hubungan ke instansi luar.

IV. ANALISA DATA DAN

PEMBAHASAN

1. Pembinaan kepribadian

Pembinaan kepribadian

diketahui bahwa warga binaan yang

berada di Rutan diberikan pembinaan

keagamaan. Agama merupakan hal

penting bagi setiap kehidupan karena

Peranan sosial agama sebagai faktor

integratif bagi masyarakat berarti peran

agama dalam menciptakan suatu ikatan

bersama, baik diantara anggota-anggota

beberapa masyarakat maupun dalam

kewajiban-kewajiban sosial yang

membantu mempersatukan mereka. Hal

ini dikarenakan nilai-nilai yang

mendasari sistem-sistem kewajiban

sosial didukung bersama oleh

kelompok-kelompok keagamaan

sehingga agama menjamin adanya

konsensus dalam masyarakat.

Kemudian Pembinaan kesadaran

hukum sudah dilakukan oleh pihak

Rutan dengan cara sosialisasi dan

penyuluhan. Pembinaan warga binaan

mempunyai arti memperlakukan

seseorang yang berstatus warga binaan

untuk dibangun agar bangkit menjadi

seseorang yang baik. Atas dasar

pengertian pembinaan yang demikian

itu, sasaran yang perlu dibina adalah

pribadi dan budi pekerti warga binaan,

yang didorong untuk membangkitkan

13

rasa harga diri pada diri sendiri dan

pada diri orang lain, serta

mengembangkan rasa tanggung jawab

untuk menyesuaikan diri dengan

kehidupan yang tenteram dan sejahtera

dalam masyarakat. Pembinaan sudah

dilakukan dengan berbagai cara agar

warga binaan mampu diterima

masyarakat. Sistem Pemasyarakatan

berasumsi bahwa naarapidana bukan

saja obyek melainkan subyek yang

tidak berbeda dari manusia lainnya

yang sewaktuwaktu dapat melakukan

kesalahan dan kekhilafan yang dapat

dikenakan pidana sehingga tidak harus

diberantas. Yang harus diberantas

adalah faktor-faktor yang dapat

menyebabkan naarapidana berbuat hal-

hal yang bertentangan dengan hukum,

kesusilaan, agama, atau kewajiban-

kewajiban sosial lain yang dapat

dikenakan pidana. Oleh sebab itu

eksistensi pemidanaan diartikan sebagai

upaya untuk menyadarkan naarapidana

agar menyesali perbuatannya, dan

mengembalikannya menjadi warga

masyarakat yang baik, taat kepada

hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai

moral, sosial dan keagamaan sehingga

tercipta kehidupan masyarakat yang

aman, tertib dan damai.

2. Pembinaan Kemandirian

Pembinaan kemandirian juga

sudah dilakukan dengan memberikan

keterampilan agar warga binaan mampu

lebih mandiri. Penerapan program

pembinaan yang dilakukan dalam

Rumah Tahanan Pelaksanaan

pembinaan melalui pelatihan

keterampilan tersebut tidak dapat

menarik minat warga binaan yang ada

secara keseluruhan, hal ini dikarenakan

pelatihan keterampilan yang disediakan

serta pendekatan dan strategi yang

digunakan dalam proses pembelajaran

ini belum sesuai dengan kebutuhan

seluruh warga binaan, dan keterampilan

yang diberikan tidak sesuai dengan

bakat tetapi disesuaikan dengan

kebutuhan mereka saat keluar dari

Rutan. Pembinaan dalam bidang

kemandirian dilakukan dengan tujuan

setelah narapidana keluar dari Lembaga

Pemasyarakatan, mereka dapat mandiri

dengan bekerja pada orang lain atau

membuka usaha sendiri, sehingga

mereka dapat berguna di tengah-tengah

masyarakat.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

analisa pada Bab IV diapat disimpulkan

bahwa Pembinaan Narapidana Oleh

Pegawai Rumah Tahanan Negara Kelas

I Tanjungpinang sudah dilaksanakan

dengan baik karena ke dua pembinaan

baik pembinaan kepribadian dan

pembinaan keterampilan sudah

diberikan kepada warga binaan dan

sejauh ini sudah mampu memberikan

manfaat kepada warga binaan.

B. Saran

Adapun saran yang dapat

disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Seharusnya program-program

pembinaan juga harus dilakukan

sesuai dengan kebutuhan

narapidana seperti keterampilan

yang dapat diaplikasikan

langsung dan mudah untuk

dilaksanakan.

2. Program pembinaan juga

sebaiknya melihat kesiapan

warga binaan agar hasilnya

lebih optimal, hal ini dalam arti

bahwa pembinaan yang

diberikan sebaiknya melihat

betul-betul apa yang dibutuhkan

seperti pembinaan keagamaan,

kesadaran hukum agar mereka

tidak berbuat hal yang sama di

kemudian hari.

14

3. Perlu adanya pembinaan yang

dilakukan secara instensif

sebelum para warga binaan

keluar seperti mengembalikan

kembali rasa kepercayaan diri

mereka agar mampu kembali ke

masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur

Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Badudu, J.S. 2001. Kamus Umum

Bahasa Indonesia. Jakarta :

Pustaka Sinar

Madjid, Nurcholish. 2000. Islam

Doktrin dan Peradaban: Sebuah

Telaah Kritis tentang Masalah

Keimanan, Kemanusiaan, dan

Kemodernan. Jakarta: Yayasan

Wakaf Paramadina

Moleong, L.J. 2011. Metodologi

Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.

Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Panjaitan dan Samuel Kikilaitety, 2007,

Pidana Penjara Mau Kemana: CV.

Indhill Co : Jakarta

Pambudi, Himawan S. Dkk. 2003.

Politik Pemberdayaan: Jalan

Mewujudkan. Otonomi Desa,

Yogyakarta, LAPPERA Pustaka

Utama

Panjaitan, Petrus Irwan dan Samuel

Kikilaitety, 2007, Pidana Penjara

Mau Kemana, Jakarta: Indhill Co.

Ramlan. 2001. Morfologi: Suatu

Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta:

CV Karyo.

Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya

Manusia dan Produktivitas Kerja.

Bandung: CV. Mandar Maju.

Seeker, Karen,R. Ramelan. 2001.

Pembinaan Untuk Meningkatkan

Kinerja Karyawan. Jakarta : PPM

Siagian, Sondang. P. 2008. Manajemen

Sumber Daya Manusia. Bandung:

Aksara baru

Sudirman, Didin. 1997. Reposisi dan

Revitalisasi Pemasyarakatan

Dalam Sistem Peradilan Pidana

Di Indonesia. Pusat Pengkajian

dan Pengembangan Kebijakan

Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia RI.

Sujatno, Adi 2004. Sistem

Pemasyarakatan Indonesia

(Membangun Manusia Mandiri).

Direktorat Jendral

Pemasyarakatan Departemen

Kehakiman dan HAM RI Jakarta.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian

Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Thoha, Miftah 2007. Kepemimpinan

dalam Manajemen. Edisi 12,

Jakarta : PT. Raja. Grafindo

Persada.

Winardi. 2004. Manajemen Perilaku

Organisasi, Jakarta : Pranada

Media.

Sumber lain :

15

Anton Setiawan. 2009 , Pelaksanaan

Pembinaan Menurut Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1995

Tentang Pemasyarakatan (Studi

Di Rumah tahananKlas Ii A

Binjai) . TESIS. Program Studi

Ilmu Hukum pada Sekolah

Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara

Zunaidi, Muhammad. Kehidupan Sosial

Ekonomi Pedagang di Pasar

Tradisional Pasca Relokasi dan

Pembangunan Pasar Modern.

Jurnal Vol. 3. No. 1 April 2013.

top related