pelaksanaan bantuan keuangan kepada partai politik
Post on 13-Jan-2017
241 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA
PARTAI POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KOTA SALATIGA
TESIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum
Minat Utama Hukum dan Kebijakan Publik
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum
Oleh: WIDY HARGUS KISTYANTO
S. 310907027
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13
TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI
DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA
Disusun Oleh: WIDY HARGUS KISTYANTO
NIM. S. 310907027
Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing I
Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS. NIP. 130 345 735
..................................
....................
Pembimbing II Prof. Dr. Supanto, SH., M.Hum. NIP. 131 568 794
.................................. ....................
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS. NIP. 130 345 735
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13
TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI
DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA
Disusun Oleh: WIDY HARGUS KISTYANTO
NIM. S. 310907027
Telah Disetujui Oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH.,M.Hum NIP.195712131985032991
..................................
....................
Sekretaris
Dr. I Gusti Ayu, SH., MM NIP. 197210082005012001
..................................
....................
Anggota Penguji
1. Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS.
NIP. 194405051969021001
2. Prof. Dr. Supanto, SH., M.Hum.
NIP. 196011071986011001
.................................. ..................................
.................... ....................
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS. NIP. 194405051969021001
..................................
....................
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
Direktur Program Pasca Sarjana
Prof. Drs. Suranto, Msc, PhD. NIP. 195708201985031004
.................................. ....................
PERNYATAAN
Nama : WIDY HARGUS KISTYANTO
NIM : S. 310907027
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul
PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK
MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13
TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI
POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI DI DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA, adalah benar – benar karya saya
sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut diatas tidak
benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan
tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Maret 2011
Yang membuat pernyataan,
WIDY HARGUS KISTYANTO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi banyak berkat dan rahmat-Nya, sehingga tesis yang berjudul
“Pelaksanaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Menurut Peraturan
Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Salatiga” ini dapat terselesaikan dengan baik
Dalam penulisan tesis ini dapat berjalan lancar, penulis banyak
memperoleh bantuan, dorongan, informasi dan bimbingan dari berbagai pihak,
sehingga pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan
mendalam dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. dr. Much Syamsulhadi, Sp.KJ (K)., selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Drs. Suranto, Msc, PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Moh. Jamin, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Prof. Dr. H. Setiono, S.H, M.S selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
Pembimbing I yang telah tulus dan ikhlas memberikan masukan dan
mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.
5. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah mendukung dan memberikan dorongan sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
6. Prof. Dr. Supanto, S.H, M.Hum selaku pembimbing II yang banyak
memberikan arahan masukan, motifasi berharga bagi penulis dalam
menyelesaikan penulisan tesis.
7. Bapak/Ibu para Dosen pada Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca
Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Kedua Orang Tuaku dan Adik-Adikku tercinta yang senantiasa selalu
mendoakan dan memberikan dorogan kepada penulis untuk menyelesaikan
penulisan tesis.
9. Istriku tercinta yang selalu sabar dan motifator terbaikku.
10. Rekan-Rekan di Sekretariat Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca
Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan
bantuan teknis dan administrasi selama penulis mengenyam pendidikan.
11. Semua pihak yang telah berperan dalam penyelesaian studi ini, yang tidak
mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik, saran dan masukan yang
membangun, sehingga tesis ini dapat mendekati sempurna. Demikian mudah-
mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan petunjuk dan
bimbingan kepada kita semua.
Surakarta, Maret 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
.........................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING.................................................
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI .................................................
PERNYATAAN................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
DAFTAR BAGAN............................................................................................
DAFTAR TABEL..............................................................................................
ABSTRAK.........................................................................................................
ABSTRACT.......................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah.........................................................................
B. Perumusan Masalah...............................................................................
C. Tujuan Peneltian....................................................................................
D. Manfaat Penelitian.................................................................................
BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan
Teori.......................................................................................
1. Kebijakan Publik dalam Kehidupan Politik.....................................
i
ii
iii
iv
v
vii
x
xi
xii
xiii
1
8
8
9
10
10
16
29
29
31
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
2. Bekerjanya Hukum Dalam Hubungan Dengan Partai
Politik...............................................................................................
3. Partai Politik Sebagai Pilar Demokrasi ...........................................
a. Pengertian Partai Politik............................................................
b. Jenis Partai
Politik......................................................................
c. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik..................................
d. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Setelah
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik..............................................................................
B. Kerangka Berfikir..................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian......................................................................................
B. Lokasi Penelitian...................................................................................
C. Sumber Data..........................................................................................
D. Teknik Pengumpulan Data....................................................................
E. Teknis Analisis Data.............................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Kota Salatiga dan Pemilu Legislatif Tahun
2004 ................................................................................................
35
36
40
42
42
43
44
45
45
50
55
55
61
62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
a. Gambaran Umum Kota Salatiga................................................
b. Pemilu legislatif Tahun 2004 di Kota Salatiga..........................
2. Laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai
Politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga
nomor 13 tahun 2007 tentang bantuan keuangan kepada Partai
Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang
berlaku.....................................................................
a. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik..............................
b. Permasalahan yang ditemui di lapangan, mengapa laporan
pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai Politik
di Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang
berlaku...............................................................
3. Langkah yang ditempuh Pemerintah Kota Salatiga untuk
mengatasi keterlambatan penyerahan Laporan Keuangan.......
B. PEMBAHASAN
1. Laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai
Politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga
nomor 13 tahun 2007 tentang bantuan keuangan kepada Partai Politik
yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku...................................................................................................
.
2. Tindakan yang seharusnya diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga
dalam mengatasi keterlambatan penyerahan laporan keuangan dari
partai politik penerima
bantuan..............................................................
64
69
72
74
75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................
B. Implikasi...........................................................................................
C. Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.
Bagan 2.
Bagan 3.
Teori Berlakunya Hukum...................................................................
Kerangka Berfikir...............................................................................
Model Analisa Interaktif.....................................................................
19
39
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Tabel II.
Tabel III.
Tabel IV.
Tabel V.
Tabel VI.
Tabel VII.
Besaran Bantuan Keuangan Yang Diterima ......................................
Jumlah RT dan RW di Wilayah Kota Salatiga...................................
DPT Pemilu Legislatif 2004...............................................................
Perolehan suara dan Perolehan Kursi pada Pemilu Legislatif Tahun
2004 di Kota Salatiga..........................................................................
Susunan Keanggotaan Tim Penelitian dan Pemeriksaan Persyaratan
Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan Bantuan
Keuangan............................................................................................
Besaran Bantuan Keuangan kepada Partai politik Tahun 2007.........
Data Tanggal Penyerahan Laporan Bantuan Keuangan kepada
Partai Politik.......................................................................................
6
48
51
53
57
58
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
ABSTRAK Widy Hargus K, S S. 310907027, 2010. “Pelaksanaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga” Tesis : Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan tidak dapat terlaksananya laporan pertanggung jawaban oleh partai politik di Kota Salatiga dan tindakan apa yang diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam mengatasi hal tersebut.
Penelitian ini termasuk penelitian hukum sosiologis (empiris) atau non doktrinal dengan mendasarkan pada konsep hukum ke-5. Mengenai bentuk penelitian yang digunakan adalah diagnostik dengan analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pembahasan dengan menggunakan teori bekerjanya hukum, maka dapat disimpulkan bahwa laporan penggunaan bantuan keuangan partai politik di Kota Salatiga tidak dapat berjalan sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga, dimana laporan pertanggung jawaban oleh partai politik yang seharusnya telah diserahkan kepada Walikota Salatiga pada 4 (empat) bulan setelah tahun anggaran berakhir, ternyata tidak dapat terlaksana. Faktor penentu dari terlambatnya penyerahan laporan pertanggung jawaban oleh partai politik tersebut adalah sosialisasi Peraturan Daerah, waktu penyerahan bantuan keuangan, pemahaman Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007, administrasi Partai Politik, sanksi tegas mengatur keterlambatan penyerahan laporan keuangan, Status pegawai sekretriat partai politik. Hasil Kajian implementasi hukumnya sebagai berikut: Dari aspek Substansi hukum, Peraturan Daerah tersebut tidak mengatur adanya sanksi administratif maupun sanksi pidana berkaitan dengan keterlambatan penyerahan laporan pertanggung jawaban oleh partai politik sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1). Peraturan Daerah adalah produk bersama antara Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif yang notabene juga bertindak sebagai penerima bantuan, sedikit banyak ada unsur kesengajaan agar kondisi Peraturan Perundang-undangan tersebut demikian sebagaimana kelemahan yang melekat pada Peraturan Daerah tersebut. Dari Aspek Struktur Hukum, Kapasitas individu anggota Partai Politik penerima bantuan yang sekaligus merupakan anggota Legislatif menyebabkan Pemerintah Kota Salatiga hanya berharap pada niat baik partai politik penerima bantuan untuk secara sadar memenuhi kewajiban administratifnya, Faktor Budaya Politik, demokrasi ditakdirkan untuk bersifat illusive dan impossible. Illusive sebab elit sebenarnya hanya bertanggungjawab di antara mereka sendiri, tidak pernah langsung kepada rakyat yang diwakilinya (apalagi kepada Pemerintah, Penulis). Impossible sebab elit, sekali terpilih mewakili rakyat melalui Pemilu, dapat dengan mudah mengatasnamakan kepentingan pribadi (personal interest) sebagai kehendak rakyat (the will of the people). Sekalipun demikian, sistem perwakilan tetap dianggap sebagai alternatif terbaik, sebab menjamin terbentuknya representative government.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
ABSTRACT
Hargus Widy K, S S. 310907027, 2010. "Implementation of Financial Assistance To the Political Parties Law of Town Salatiga by No. 13 of 2007 concerning Financial Aid To Political Parties Get The Seat In the House of Representatives of the Regional Municipality of Salatiga" Thesis: Graduate Program Sebelas Maret University Surakarta. This study aimed to find out what factors can really cause no accountability reports by political parties in the city of Salatiga and what action is taken by the City of Salatiga in overcoming it. This study included legal research sociological (empirical) or non-doctrinal by basing on the legal concept of the 5th. Regarding the form of diagnostic research is to analyze data using qualitative analysis. Based on the results of research, analysis and discussion by using the theory of working of the law, it can be concluded that the report on the use of financial aid a political party in the city of Salatiga can not be run in accordance with Local Rule Salatiga No. 13 of 2007 concerning Financial Aid To Political Parties Get a Seat On The Board Regional Representatives Salatiga, where accountability reports by political parties that should have been submitted to the mayor of Salatiga in 4 (four) months after the fiscal year ended, it was not possible. Determinants of delay in submission of accountability reports by the political party is to socialize the regional regulation, time of delivery of financial aid, understanding local regulation Salatiga No. 13 of 2007, the administration of political parties, strict sanctions set late submission of financial reports, personnel status sekretriat political party. Assessed by the implementation of the law as follows: From the aspect of legal substance, local regulation is no set of administrative sanctions and criminal penalties relating to late submission of accountability reports by political parties as stipulated in Article 8 paragraph (1). Local Regulations are joint products between the Executive and Legislative Institutions which incidentally also acts as a recipient of aid, to some extent there is element of premeditation for conditions such legislation such as the inherent weakness in the regional regulation. From Aspects of Legal Structure, Capacity individual members of Political Parties as well as beneficiaries who are members of the Legislative cause Salatiga City Government only hope on the good intentions of political party beneficiaries to consciously fulfill administrative obligations, Cultural Factors Politics, democracy was destined to be illusive and impossible. Illusive actually only responsible for the elite among their own, never directly to the people they represent (let alone to the Government, Author).Impossible because the elite, once chosen to represent the people through elections, can easily behalf of private interests (personal interest) as the will of the people (the earnest of the people). Even so, the system still regarded as the representative best alternative, for ensuring the establishment of representative government
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan adalah alternatif terbaik yang dapat dilaksanakan oleh
suatu negara di dalam meningkatkan taraf hidup serta mewujudkan
kesejahteraan masyarakatnya. Demikian juga bangsa Indonesia yang sejak
mencantumkan Pembangunan Lima Tahun Pertama pada tanggal 1 April
1969 sampai sekarang tidak pernah berhenti melaksanakan program-program
pembanguan demi untuk mewujudkan tujuan nasionalnya. Tujuan Nasional
Bangsa Indonesia yang secara tegas tercantum pada Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 pada Alinea IV, yaitu melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan
ketertiban umum, mencardaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia seperti yang secara jelas
tersebut diatas yaitu Mencerdaskan kehidupan bangsa, diantaranya
mencerdaskan masyarakat di bidang kehidupan berpolitik. Politik pada
umumnya dapat dikatakan “bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem
politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari
sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu”1.
Peran masyarakat dalam hal politik dan pemerintahan di Indonesia
dapat kita lihat dengan adanya pemilihan umum secara langsung, umum,
bebas rahasia. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil
rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang
1 Miriam Budihardjo, Demokrasi di Indonesia, Demokrasi Parlementer & Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hlm.8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
demokratis, kuat, memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan
tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 22E yaitu :
(1) Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil setiap lima tahun sekali.
(2) Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPRD, Presiden
dan Wakil Presiden, dan DPD.
(3) Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah
partai politik.
(4) Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.
(5) Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilu yang bersifat nasional,
tetap dan mandiri.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang Pemilu diatur dengan UU.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 22E ayat
(1) UUD 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil (luber jurdil). Pengertian azas Pemilu adalah :
1) Langsung yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk
memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati
nuraninya, tanpa perantara.
2) Umum yaitu pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi
persyaratan sesuai dengan undang-undang ini berhak mengikuti Pemilu.
Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan
yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi
berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan,
pekerjaan, dan status sosial.
3) Bebas yaitu setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan
haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat
memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
4) Rahasia yaitu dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa
pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan
apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat
diketahui oleh orang lain kepada siapapun suara diberikan.
5) Jujur yaitu dalam penyelenggaraan Pemilu, setiap penyelenggara Pemilu,
aparat pemerintah, peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu,
pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6) Adil yaitu dalam penyelenggaraan Pemilu, setiap pemilih dan peserta
Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak
manapun.
Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2003 menyatakan bahwa
“Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/ Kota adalah Partai Politik”. Sedangkan partai politik menurut
Pasal 1 UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik adalah organisasi
politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara RI secara sukarela atas
dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan
anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui Pemilu. Partai politik
menurut Pasal 1 Ayat (10) UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu anggota
DPR, DPD, DPRD peserta Pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi
persyaratan sebagai peserta Pemilu.
Syarat sebagai peserta Pemilu dari partai politik diatur dalam Pasal 7
ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Partai politik dapat menjadi
peserta Pemilu apabila memenuhi syarat :
a. Diakui keberadaannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2002 tentang Partai Politik;
b. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga) dari
seluruh jumlah provinsi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
c. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga) dari
jumlah kabupaten/ kota di provinsi sebagaimana dimaksud dalam huruf b;
d. Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau sekurang-
kurangnya 1/1.000 (seperseribu) dari jumlah penduduk pada setiap
kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud dalam huruf c yang
dibuktikan dengan kartu tanda anggota partai politik;
e. Pengurus sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c harus
mempunyai kantor tetap;
f. Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU.
Kehadiran Partai Politik dalam sistem pemerintahan yang demokratis
tidak dapat dihindari. Kemerdekaan seseorang untuk berserikat, berkumpul
dan menyuarakan pendapatnya diidentikan dengan kehadiran partai politik
dalam suatu pemerintahan yang demokratis. Dalam mempertahankan
demokrasi kehidupan berpolitik masyarakat yang terwakilkan dalam partai
politik, maka pemerintah di dalam Pasal 17 ayat (4) Undang- Undang Nomor
31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, memberikan bantuan keuangan kepada
partai politik, yang dalam pelaksanaanya didasarkan kepada Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik.
Bantuan keuangan adalah bantuan yang berbentuk uang yang diberikan
oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah kepada partai politik yang
mendapatkan kursi lembaga perwakilan rakyat. Bantuan keuangan diberikan
untuk membantu kegiatan dan kelancaran administrasi dan/atau sekretariat
partai politik yang mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat
berdasarkan hasil Pemilihan Umum Tahun 2004.
Penggunaan bantuan keuangan kepada partai politik sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik ditujukan untuk membantu kegiatan dan kelancaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
administrasi dan/atau sekretariat partai politik di antaranya diatur dalam
Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2006:
1. Honorarium
2. Uang lembur
3. Administrasi umum
4. Langganan daya dan jasa
5. Pos dan giro
6. Pemeliharaan gedung
7. Pemeliharaan data dan arsip
8. Biaya perjalanan
9. Komputer
10. Mesin tik
11. Maubiler kantor
Pemerintah Kota Salatiga berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai politik, yang kemudian
dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005
tentang pedoman pengajuan, penyerahan dan laporan penggunaan bantuan
keuangan kepada partai politik yang dirubah dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 25 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan,
Penyerahan dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik, pemerintah Kota Salatiga merealisasikan pemberian bantuan keuangan
partai politik melalui Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007
tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Partai Politik yang mendapatkan kursi menurut perolehan suara dan
besaran bantuan keuangan yang diterima, berdasarkan hasil Pemilihan Umum
Tahun 2004 di Kota Salatiga, adalah:
Tabel I Besaran Bantuan Keuangan Yang Diterima
No Nama Partai Politik Jumlah Perolehan
Kursi
Jumlah Perolehan
Bantuan
1
2
3
4
5
6
7
8
Partai Golongan Karya
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
Partai Amanat Nasional
Partai Demokrat
Partai Kebangkitan Bangsa
Partai Keadilan Sejahtera
Partai Damai Sejahtera
6 Kursi
4 Kursi
4 Kursi
4 Kursi
2 Kursi
2 Kursi
2 Kursi
1 Kursi
Rp. 124..800.000,-
Rp. 83.200.000,-
Rp. 83.200.000,-
Rp. 83.200.000,-
Rp. 41.600.000,-
Rp. 41.600.000,-
Rp. 41.600.000,-
Rp. 20.800.000,-
TOTAL 25 Kursi Rp. 520.000.000,-
Sumber : Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Salatiga Tahun 2007
Bantuan keuangan kepada partai politik sesuai dengan Peraturan
Daerah Nomor 13 Tahun 2007 terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:
1. Tahap Permohonan, Penelitian dan Pemeriksaan;
2. Tahap Pencairan Bantuan;
3. Tahap Laporan Penggunaan.
Laporan Penggunaan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13
Tahun 2007 adalah disampaikan kepada Walikota Salatiga melalui Kepala
Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga, setelah diaudit oleh Badan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Pemeriksa Keuangan. Laporan Bantuan Keuangan tersebut diserahkan
selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Dalam pelaksanaannya penyerahan Laporan Pertanggungjawaban
Bantuan Keuangan kepada Partai Politik tahun 2007 di Kota Salatiga, sampai
dengan 4 (empat) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran 2007 (bulan Mei
Tahun 2008) hanya ada 1 (satu) Partai Politik yang menyerahkan Laporan
Penggunaan Bantuan Keuangan kepada Walikota Salatiga melalui Kepala
Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga.
Akibat yang ditimbulkan dari tidak tepat waktunya partai politik Kota
Salatiga melakukan pelaporan atas bantuan keuangan yang telah diterimanya
antara lain:
1. Tidak terciptanya tertib administrasi keuangan dari partai politik, yang
berimbas pada terganggunya pertanggung jawaban keuangan daerah;
2. Sesuai dengan keputusan hasil rapat yang ditetapkan oleh Tim Penelitian
dan Pemeriksaan Bantuan Keuangan Partai Politik Kota Salatiga, bahwa
bantuan keuangan kepada partai politik Kota Salatiga belum dapat
dicairkan, apabila laporan pertanggung jawaban penggunaan bantuan
keuangan partai politik pada tahun anggaran yang lampau, belum
diserahkan. Sehingga berakibat pada belum dapat terlaksananya bantuan
keuangan kepada partai politik Kota Salatiga Tahun Anggaran 2008,
Berangkat dari kenyataan diatas, dapat dilihat bahwa Peraturan Daerah
Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 khususnya yang berkaitan dengan laporan
pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada partai politik belum dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian yaitu:
1. Mengapa laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada partai
politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor
13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang
Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga
tidak dapat dilaksanakan?
2. Tindakan apa yang seharusnya diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga
dalam mengatasi keterlambatan penyerahan laporan keuangan tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitan merupakan sasaran yang hendak dicapai sebagai pemecahan
masalah yang dihadapi sekaligus untuk memenuhi kebutuhan perorangan.
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas tujuan penelitian
ini adalah:
1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui faktor apa yang menyebabkan tidak dapat terlaksananya
laporan pertanggung jawaban oleh partai politik di Kota Salatiga.
b. Tindakan apa yang diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam
mengatasi hal tersebut.
2. Tujuan Subyektif
a. Memperoleh data yang lengkap guna penyusunan tesis untuk
melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar Magister dalam
Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kebijakan Publik di
Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai penerapan
teori-teori dan peraturan hukum yang ada selama menempuh studi
untuk mengatasi permasalahan hukum yang ada di masyarakat.
c. Membantu penulis memperkaya pengetahuan dalam menganalisis
suatu penyusunan produk hukum, khususnya yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kota Salatiga
D. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan baik
secara praktis maupun teoritis yang diambil dari hasil penelitian. Adapun
manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
faktor-faktor yang menghambat terlaksananya laporan pertanggung
jawaban dari partai politik Kota Salatiga kepada Walikota Salatiga melalui
Kepala Kantor Kesbang dan Linmas, sesuai dengan Peraturan Daerah Kota
Salatiga Nomor 13 Tahun 2007.
2. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan
di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum kebijakan publik
pada khususnya.
b. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran dan wacana bagi penegak hukum dalm mengambil
kebijakan dalam hal bantuan keuangan kepada partai politik.
c. Semakin memperkaya konsep-konsep dan teori-teori tentang bantuan
keuangan kepada partai politik.
d. Dapat dipakai sebagai respon terhadap penelitian sejenis untuk tahap
berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. LANDASAN TEORI
1. Kebijakan Publik dalam Kehidupan Politik
Mark N.Hagopian memberi batasan yang sangat lengkap mengenai
partai politik sebagai suatu organisasi yang dibentuk untuk memengaruhi
bentuk dan karakter kebijakan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan
kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung
atau partisipasi rakyat dalam pemilihan umum2.
Pengertian politik menurut Joyce Mitchell, adalah pengambilan
keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat
seluruhnya3. Karl W.Deutsch memberi batasan terhadap politik sebagai
pengambilan keputusan melalui sarana umum (politics is the making of
decisions by publics means). Menurut Deutsch, keputusan yang dimaksud
adalah keputusan mengenai tindakan umum atau nilai-nilai (public goods),
yaitu mengenai apa yang dilakukan dan siapa yang mendapat apa, dalam
arti politik terutama menyangkut kegiatan pemerintah4. Dalam bagian lain
Harold Laswell mendefenisikan politik sebagai siapa mendapat apa, kapan
dan bagaimana5.
Di lain pihak, Max Weber memberi defenisi tentang politik sebagai
persaingan untuk membagi kekuasaan atau persaingan untuk memengaruhi
pembagian kekuasaan antar negara maupun antar kelompok dalam negara.
Atas dasar itu, Weber membagi negara atas tiga aspek yaitu struktur yang
mempunyai fungsi berbeda, kekuasaan untuk menggunakan paksaan yang
2 Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, PT Tiara Wacana Yogya, Jogjakarta, 1996, hlm.XV 3 Efriza, Ilmu Politik Dari Ilmu Sampai Sistem Pemerintahan, Alfabeta, Bandung, 2008, hlm. 10 4 Op.Cit. 5 Op.Cit. hlm.11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
dimonopoli oleh negara dan kewenangan untuk menggunakan paksaan
fisik6.
Dari beberapa defenisi di atas tersirat jelas bahwa politik berkenaan
dengan interaksi dalam ruang lingkup sistem politik untuk menentukan
atau mengambil kebijakan mengenai persoalan kenegaraan atau
pemerintahan. Konsep-konsep pokok dalam politik adalah negara (state),
pemerintahan (government), kekuasaan/wewenang (power/authority),
pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy/beleid),
pembagian (distribution), alokasi (allocation), kelembagaan masyarakat
(organization of society), kegiatan dan tingkah laku politik (political
activity and behavior). Keseluruhan konsep di atas terakomodir dalam
sistem politik yang oleh David Easton didefenisikan sebagai keseluruhan
dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara
otoritatif untuk dan atas nama masyarakat7.
Peran politik sebagai mekanisme dan sarana pengambilan keputusan
dan penentuan kebijakan publik sangatlah besar. Dengan kalimat berbeda,
melalui politik, kebijakan publik diproses sedemikian rupa agar memiliki
kadar legitimasi, derajat kontrol dan refresentasi (mewakili aspirasi
mayoritas publik) yang kuat. Dalam kaitannya dengan derajat kontrol,
maka salah satu dari empat tipe sistim pertanggungjawaban
(pertanggungjawaban birokrasi, pertanggungjawaban legal,
pertanggungjawaban profesional dan pertanggungjawaban politis) menurut
Kumorotomo adalah pertanggungjawaban politis yang menuntut adanya
daya tanggap (responsiveness) yang tinggi terhadap kepentingan publik
sebagai karakteristik dari sistem pertanggungjawaban politik8.
Di antara beberapa konsep di atas, dinamika kepemerintahan
didominir oleh peran pengambilan keputusan dan alokasi serta distribusi
6 Op.Cit. hlm.26 7 Op.Cit. hlm 10-11 8 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 155.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kebijakan. Hal ini berkenaan dengan indikator keberhasilan atau kegagalan
sebuah pemerintahan dalam mengemban mandat rakyat yang dipercayakan
melalui mekanisme penentuan personil pemerintahan, entah melalui cara-
cara demokratis atau non demokratis.
Dalam pelaksanaan pemerintahan, suatu kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah atau suatu perbuatan atau peristiwa tidak akan mempunyai arti
atau manfaat apabila tidak diimplementasikan. Hal ini disebabkan karena
implementasi terhadap kebijakan masih bersifat abstrak ke dalam realita
nyata. Kebijakan yang dimaksud adalah berkaitan dengan kebijakan
publik. Dengan kata lain, kebijakan berusaha menimbulkan hasil
(outcome) yang dapat dinikmati terutama oleh kelompok sasaran atau
target group.9
Anderson menjelaskan bahwa implikasi dari pengertian kebijakan
publik itu meliputi :
a. Kebijakan dengan tujuan dan merupakan tindakan yang
berorientasi pada tujuan pokoknya.
b. Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan
pejabat pemerintah.
c. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah,
jadi bukan merupakan maksud pemerintah untuk melakukan
sesuatu.
d. Kebijakan publik bersifat positif dalam arti merupakan bentuk
tindakan pemerintah mengenai suatu masalah.
e. Kebijakan pemerintah yang positif selalu didasarkan atas Peraturan
Perundang-undangan.10
9 Joko Widodo. Good Governance Telaan Dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya, 2001, hlm.192 10 Anderson dikutip dari BambangSunggono, Hukum dan Kebijakan Publik, Insan Cendekia,
Jakarta, 1997, hlm 23.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Keputusan kebijakan dasar biasanya dalam bentuk peraturan
perundang-undangan, namun dapat pula berbentuk perintah atau keputusan
eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan adalah
mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi dengan menyebutkan
secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara
untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya. Proses ini
berlangsung setelah melalui tahap tertentu, yaitu tahapan pengesahan
undang-undang dan output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan
oleh Badan pelaksanaan. Hubungan antara peraturan yang dikeluarkan
dengan institusi pemerintah sangat dekat. Suatu kebijakan tidak akan
menjadi peraturan kecuali jika diformulasi, implementasi & di “enforced”
oleh lembaga pemerintah. Lembaga pemerintah disini tidak hanya lembaga
eksekutif dan yudikatif, tetapi juga lembaga legislatif.
Dalam kelompok hukum negara, terdapat tiga lembaga yang
biasanya terlibat yaitu Pemerintah (Birokrasi), Parlemen dan Pengadilan11,
sehingga tidak jarang dalam pembentukan kebijakan yang nantinya akan
menjadi embrio suatu peraturan terdapat unsur-unsur politik di dalamnya.
Masyarakat harus patuh, karena dalam Peraturan tersebut terdapat
Legitimasi Politik dan berhak memaksakan berlakunya peraturan tersebut.
Secara teoritis, pemerintah seharusnya merupakan institusi yang
paling berperan besar dalam pembuatan suatu keputusan, hal ini
dikarenakan oleh beberapa alasan yaitu : (1) Pemerintah menguasai
informasi yang paling banyak dan memiliki akses paling luas dan paling
besar untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam proses
pembuatan hukum; (2) Pemerintah juga yang paling tahu mengapa, untuk
siapa, berapa, kapan, di mana dan bagaimana hukum itu dibuat; (3) Dalam
organisasi pemerintahan terdapat banyak ahli yang memungkinkan proses
pembuatan hukum itu dapat dengan mudah dikerjakan; (4) Pemerintah
juga memiliki persediaan dana atau anggaran yang paling banyak untuk
11 Efriza. Op.Cit. Hlm. 142
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
membiayai segala sesuatu yang berkenaan dengan kegiatan penelitian dan
perancangan suatu undang-undang; (5) Di samping itu, para anggota
parlemen sendiri yang terdiri dari para politisi, memang tidak
dipersyaratkan harus memiliki kualifikasi teknis sebagai perancang
undang-undang, yang dapat menyebabkan perannya sebagai wakil rakyat
dan fungsi parlemen sendiri sebagai lembaga perwakilan rakyat terjebak
dalam segala ”All Stuff” teknalitas perancang pasal-pasal undang-undang
dengan mengabaikan fungsi politiknya sebagai lembaga pengawas dan
pengimbang terhadap kekuasaan pemerintah12.
Memperhatikan pendapat di atas, implementasi dapat dikatakan
sebagai suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang di dalamnya
termasuk manusia, dana, kemampuan organisasional, baik oleh pemerintah
maupun swasta (individu atau kelompok) untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan. 13Meskipun di dalam
realitanya terdapat faktor-faktor politik yang memengaruhinya.
Jadi, agar implementasi suatu kebijakan dapat terwujud perlu
persiapan yang matang. Sebaliknya bagaimanapun baiknya persiapan dan
perencanaan implementasi kebijakan, namun kalau tidak dirumuskan
dengan baik, maka apa yang terjadi tujuan kebijakan juga akan dapat
diwujudkan. Jadi, apabila menghendaki suatu kebijakan dapat
diimplementasikan dengan baik, harus dipersiapkan dan direncanakan
dengan baik sejak tahap perumusannya atau pembuatan kebijakan publik
sampai kepada antisipasi terhadap kebijakan tersebut diimplentasikan.
Thomas R. Dye menjelaskan bahwa “kebijakan publik adalah apapun
yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”14.
Sementara itu Anderson berpendapat bahwa kebijakan merupakan arah
12 Efriza, Op.Cit. hlm. 142 13 Joko Widodo,op.cit., hlm 193. 14 Thomas R Dye, Understanding Publik Policy. Second Edition dikutip dari Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Buku Kita, Jakarta, 2007, hlm 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seseorang aktor
atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.15
Kebijaksanaan (policy) tidak ada pendapat yang tunggal, tetapi
menurut konsep demokrasi modern kebijaksanaan negara tidaklah hanya
berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat,
tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk
diisikan dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan negara. Seperti kebijaksanaan
negara harus selalu berorientasi pada kepentingan publik. Kebanyakan
warga negara menaruh harapan banyak agar mereka selalu memberikan
pelayanan sebaik-baiknya, sebagai abdi masyarakat yang selalu
memperhatikan kepentingan publik dengan semangat kepublikan (the
spirit of publicness).
Dalam hubungannya dengan hal di atas, Kumorotomo melihat
adanya dua sisi normatif yang melekat dalam tindakan atau keputusan para
pejabat negara, yaitu :
a. Aspek lazim (pervasive aspect), yaitu cara-cara di mana kebijakan dan
praktek pelaksanaan tugas mendukung sikap-sikap dan titik tinjauan
yang memungkinkan tanggung jawab atas kinerja (answerability of
performance), memperhitungkan kepentingan banyak pihak, pejabat-
pejabat atasan, mandat legislatif dan akhirnya kesejahteraan publik.
b. Aspek terbatas (limited aspect), yaitu cara-cara di mana
pertanggungjawaban moral untuk kebijakan-kebijakan yang masuk
akal itu sendiri dilaksanakan, antara lain penjelasan mengenai siapa
yang bertanggungjawab atas segi-segi pekerjaan, motivasional,
developmental dan fungsi-fungsi disiplin dalam organisasi.
Lebih lanjut Kumorotomo menjelaskan bahwa jika norma yang
melekat pada pejabat negara itu dibedakan menurut ruang lingkup
organisatoris maka mereka harus menaati kaidah-kaidahnya secara internal
15 James Anderson, Public Policy Making, Second Edition, dikutip dari Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Buku Kita, Jakarta, 2007, hlm 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
maupun eksternal. Sebagai bagian dari organisasi publik, mereka wajib
menaati aturan main yang terdapat di dalamnya, dan sebagai anggota
masyarakat, mereka wajib mengusahakan kesejahteraan untuk bagian
terbesar masyarakat16.
Dari perspektif moralisme legal, Kumorotomo melihat adanya dua
konsep tuntutan yang menyangkut tindakan manusia, yaitu sisi moralis
dan sisi legal. Bagi Kumorotomo, urusan-urusan publik akan dapat
mencapai tujuannya apabila konsep moralisme legal mendasari tindakan
dan keputusan yang diambil oleh para pejabat. Pejabat hendaknya
berangkat dari asumsi bahwa hukum dan aturan senantiasa terlambat jika
dibandingkan dengan berkembangnya masalah-masalah baru dalam
kehidupan masyarakat modern. Karena itu, mereka harus siap untuk
mengambil yurisprudensi baru dan kebijakan-kebijakan taktis berdasarkan
cita-cita kebaikan masyarakat17.
2. Bekerjanya Hukum Dalam Hubungannya Dengan Partai Politik
Menurut Miriam Budiardjo partai politik adalah suatu kelompok
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai
serta cita-cita yang sama dan mempunyai tujuan untuk memeroleh
kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka18.
Dengan demikian, dari defenisi di atas menjadi sangat jelas bahwa
muara akhir atau tujuan tertinggi partai politik adalah melaksanakan
kebijakan-kebijakan melalui sarana kekuasaan politik yang telah
diperolehnya, di mana sarana kekuasaan tersebut dilaksanakan di atas
legalitas aturan-aturan hukum yang telah disepakati bersama dan
karenanya bersifat absah. 16 Kumorotomo, Op. Cit. Hlm 139. 17 Op. Cit. Hlm 158-159. 18 Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka utama, Jakarta, 1994. Hlm. 198-200.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Budiardjo lebih lanjut menjelaskan bahwa melalui aspirasi yang
diterimanya dari para konstituennya, partai politik menyampaikan kepada
pemerintah dalam bentuk tuntutan untuk pada gilirannya dikonversi
menjadi kebijakan umum. Proses merumuskan kepentingan (interest
articulation) harus memerhatikan pula aneka aspirasi lain yang variatif,
dikombinasikan atau digabung (interest aggregation) sehingga menjadi
sebuah kebijakan publik yang merupakan hasil optimal yang relatif
refresentatif mewakili kepentingan umum secara luas. Dalam menjalankan
kedua fungsi di atas, partai politik sering disebut sebagai perantara
(broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas). Kadang-
kadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak
sebagai alat pendengar, sedangkan bagi masyarakat sebagai alat pengeras
suara19.
Meskipun demikian menurut Budiardjo, tidak dapat disangkal bahwa
ada kalanya partai politik mengutamakan kepentingan partai di atas
kepentingan nasional. Loyalitas yang diajarkan adalah loyalitas kepada
partai, melebihi loyalitas terhadap negara20.
Di dalam Pembukaan maupun pasal-pasal dalam Batang Tubuh
UUD 1945 memang tidak disebutkan secara eksplisit bahwa Indonesia
adalah negara hukum, meskipun di dalam penjelasannya dikatakan bahwa
negara kita berdasarkan atas hukum (rehcstaat). Akan tetapi
sesungguhnya, gagasan utama dan aturan-aturan dasar yang melandasi
terebentuknya Republik Indonesia adalah sesuai dengan cita-cita negara
hukum.
Hal ini sejalan dengan pernyataan dalam penjelasan umum UUD
1945 bahwa untuk menyelidiki hukum dasar (droit Constitutionelle) suatu
negara tidak cukup dengan menyelidiki pasal-pasal undang-undang
dasarnya (loi constitutionelle), tetapi harus menyelidiki juga bagaimana
19 Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Op. Cit. Hlm. 201. 20 Op.Cit. Hlm.202
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen hintergrund)
dari Undang-undang Dasar itu.
Suatu peraturan yang dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi
harapan-harapan yang hendaknya dilakukan oleh subyek hukum sebagai
pemegang peran. Namun bekerjanya harapan itu tidak ditentukan hanya
oleh kehadiran peraturannya sendiri, melainkan juga oleh beberapa faktor
lain. Faktor yang ikut menentukan bagaimana respon yang akan diberikan
oleh pemegang peran, antara lain sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya,
aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan seluruh kekuatan sosial,
politik dan lain-lainnya yang bekerja atas diri pemegang peranan itu.
Perubahan-perubahan itupun juga disebabkab oleh berbagai reaksi yang
ditimbulkan oleh pemegang peran terhadap pembuat undang-undang dan
birokrasi.
Sistem hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit
masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai
dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada
dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. Karena
kebijakan dalam bidang hukum akan berimplikasi kepada masalah politik
yang syarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain. Untuk
memahami bagaimana fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami terlebih
dahulu bidang pekerjaan hukum.
Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum adalah
pelaksanaan suatu kebijakan atau suatu komitmen yang bersangkutan
dengan lima faktor pokok yaitu :
a. Faktor hukumnya sendiri
b. Faktor penegak hukum
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
d. Faktor masyarakat yakni lingkungan di mana hukum berlaku atau
diterapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
e. Faktor budaya, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan
esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari efektivitas
penegakan hukum21.
Adapun pengaruh kekuatan-kekuatan sosial dalam bekerjanya hukum
ini, secara jelas Robert B. Seidman menggambarkannya dalam bagan
berikut ini 22.
Gambar 1.
Berlakunya Hukum
21Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 1983, hlm 8 22 William J Chambliss & Robert B.Seidman, Law Order and Power, dikutip dari EsmiWarassih. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT Suryandaru Utama, , Semarang, 2005 hlm.12
Pembuat Undang-Undang
Penerapan Sanksi
Norma Peran yg dimainkan
Umpan Balik
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
Pemegang Peran
Umpan Balik
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
Penegakan hukum
Umpan Balik
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Bagan di atas mengambarkan pengaruh-pengaruh kekuatan sosial
bekerja dalam tahapan pembuatan undang-undang. Kekuatan sosial itu
akan terus berusaha masuk dan mempengaruhi tiap proses legislasi secara
efektif dan efesien. Peraturan perundangan yang dihasilkan itu bakal
menimbulkan hasil yang diinginkan, tetapi efeknya sangat tergantung pada
kekuatan sosial yang melingkupinya. Termasuk kompleks tatanan lain
yang telah dibicarakan dan dari arah panah-panah, tersebut, diketahui
bahwa hasil akhir dari pekerjaan tatanan dalam masyarakat tidak bisa
hanya dimonopoli oleh hukum. Tingkah laku rakyat tidak hanya
ditentukan oleh hukum, melainkan juga oleh kekuatan sosial lainnya yang
tidak lain berarti kedua tatanan yang lain. Melihat permasalahan dalam
gambaran yang diberikan oleh Chambliss dan Seidman tersebut, memberi
perspektif dalam pemahaman hukum23. Bagan itu diuraikan di dalam dalil-
dalil sebagai berikut :
a. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang
pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak.
b. Bagaimana seorang pemegang peranan itu akan bertindak sebagai
suatu respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-
peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari
lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan
sosial, politik dan lainnya mengenai dirinya.
c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai
respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-
peraturan yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksi, keseluruhan
kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang
mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari
para pemegang peranan.
d. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak
merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku, 23 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan kelima, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial,
politik, ideologi, dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta
umpan-umpan balik yang datang dari pemegang peranan serta
birokrasi.
Untuk melihat bekerjanya hukum sebagai suatu pranata di dalam
masyarakat, maka perlu dimasukkan satu faktor yang menjadi perantara
yang memungkinkan terjadinya penerapan dari norma-norma hukum itu.
Dalam kehidupan masyarakat, maka regenerasi atau penerapan hukum itu
hanya dapat terjadi melalui manusia sebagai perantaranya. Masuknya
faktor manusia ke dalam pembicaraan tentang hukum, khususnya di dalam
hubungan dengan bekerjanya hukum itu, membawa kepada penglihatan
mengenai hukum sebagai karya manusia di dalam masyarakat, maka tidak
dapat membatasi masuknya pembicaraan mengenai faktor-faktor yang
memberikan beban pengaruhnya (impact) terhadap hukum, yang meliputi :
a. Pembuatan Hukum
Apabila hukum itu dilihat sebagai karya manusia maka
pembicaraannya juga sudah harus dimulai sejak dari pembuat hukum.
Jika masalah pembuatan hukum itu hendak dilihat dalam hubungan
dengan bekerjanya hukum sebagai suatu lembaga sosial, maka
pembuatan hukum itu dilihat sebagai fungsi masyarakatnya. Di dalam
hubungan dengan masyarakat, pembuatan hukum merupakan
pencerminan dari model masyarakatnya. Menurut Chamblis dan
Seidman, ada (dua) model masyarakat24, yaitu:
(1) Model masyarakat yang berdasarkan pada basis kesepakatan
akan nilai-nilai (value consesnsus). Masyarakat yang demikian
itu akan sedikit sekali mengenal adanya konflik-konflik atau
ketegangan di dalamnya sebagai akibat dari adanya kesepakatan
24 Satjipto Rahardjo,. Hukum Dan Masyarakat, Bandung, Angkasa, 1986, hlm 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
mengenai nilai-nilai yang menjadi landasan kehidupannya,
dengan demikian masalah yang dihadapi oleh pembuatan hukum
hanyalah menetapkan nilai-nilai apakah yang berlaku di dalam
masyarakat itu.
(2) Masyarakat dengan model konflik. Dalam hal ini masyarakat
dilihat sebagai suatu perhubungan di mana sebagaian warganya
mengalami tekanan-tekanan oleh sementara warga lainnya.
Perubahan dan konflik-konflik merupakan kejadian yang umum.
Nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat berada dalam
situasi konflik satu sama lain, sehingga ini juga akan tercermin
dalam pembuatan hukumnya,
b. Pelaksanaan Hukum (Hukum Sebagai Suatu Proses)
Hukum tidak dapat bekerja atas kekuatannya sendiri, melainkan
hukum hanya akan dapat berjalan melalui manusia. Manusialah yang
menciptakan hukum, tetapi juga untuk pelaksanaan hukum yang telah
dibuat itu masih diperlukan adanya beberapa langkah yang
memungkinkan ketentuan hukum dapat dijalankan. Pertama, harus
ada pengangkatan pejabat sebagaimana ditentukan dalam peraturan
hukum. Kedua, harus ada orang-orang yang melakukan perbuatan
hukum. Ketiga, orang-orang tersebut mengetahui adanya peratuarn
tentang keharusan bagi mereka untuk menghadapi pegawai yang telah
ditentukan untuk mencatatkan peristiwa hukum tersebut25,
c. Hukum dan Nilai-Nilai di dalam Masyarakat
Hukum menetapkan pola hubungan antar manusia dan
merumuskan nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat ke dalam
bagan-bagan. Dalam masyarakat ada norma-norma yang disebut
sebagai norma yang tertinggi atau norma dasar. Norma ini adalah
yang paling menonjol. Seperti halnya dengan norma, maka nilai itu
25 Op Cit; hlm 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
diartikan sebagai suatu dalam sistem itu. Substansi juga berarti
produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem
hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru
yang mereka susun. Substansi juga mencakup living law (hukum yang
hidup), dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang
atau law in the books. Komponen substansi yaitu sebagai output dari
system hukum yang berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan
yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur26.
Pemikiran dan pendapat ini sedikit banyak menjadi penentu jalannya
proses hukum. Jadi, dengan kata lain, kultur hukum adalah suasana pikiran
sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,
dihindari atau disalahgunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum
itu sendiri tidak akan berdaya sama sekali. Komponen kultur yaitu terdiri
dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum
yaitu kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan
yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum
seluruh warga masyarakat27.
Kesimpulannya ketiga komponen yang terkandung dalam sistem
hukum itu adalah :
a. Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin.
b. Substansi hukum adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh
mesin itu.
c. Kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan
untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta memutuskan
bagaimana mesin itu digunakan28.
26 Esmi Warasih, op.cit, hlm 30 27 ibid 28 Esmi Warasih, op.cit, hlm 81-82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Paul dan Dias mengajukan 5 syarat yang harus dipenuhi untuk
mengefektifkan sistem hukum, yaitu:
a. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan
dipahami.
b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi
aturan-aturan hukum yang bersangkutan.
c. Efesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum.
d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah
dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan
juga harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa.
e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga
masyarakat bahwa berdaya kemampuan yang efektif29.
Sistem hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit
masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai
dengan kepentingan kelompok mereka. Kebijakan dalam diskriminasi
terhadap kelompok lain. Pemahaman terhadap fungsi hukum itu, tidak
lepas dari pengertian pekerjaan hukum. Sedikitnya ada 4 bidang pekerjaan
yang dilakukan oleh hukum, yaitu :
a. Merumuskan hubungan-hubungan di antara anggota masyarakat
dengan menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang
dan yang boleh dilakukan.
b. Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh
melakukan kekuasaan atau siapa berikut prosedurnya.
c. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.
d. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara
mengatur kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat dengan
29 Clarence J Dias, Research on Legal Services And Proverty, its Relevance to the Design of Legal Services Program in Developing Country, dikutip dari Esmi Warassih, op.cit, hlm 105-106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang
boleh dilakukan.
Implementasi hukum yang hendak diwujudkan sesuai pendapat Lon L.
Fuller,30 ukuran mengenai adanya suatu sistem hukum yang baik
didasarkan atas delapan asas yang disebut ”Principles of Legality”, yaitu :
a. Suatu sistem hukum harus mengandung suatu peraturan-peratuarn,
tidak boleh, mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat
ad hoc.
b. Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus diumumkan.
c. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karenanya
apabila ada yang demikian itu wajib ditolak, maka peraturan itu
bilamana dipakai menjadi pedoman tingkah laku, membolehkan
peraturan itu secara berlaku surut berarti akan merusak integritas
peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan
datang.
d. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa
dimengerti.
e. Suatu sistem hukum tidak boleh mengandung peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
f. Perturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi
apa yang dapat dilakukan.
g. Tidak boleh ada kebiasaan untuk merubah peraturan sehingga
menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi.
h. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaannya sehari-hari.
30 Lon L. Fuller, The Morality of Law, dikutip dari Esmi Warassih, op.cit, hlm. 31.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Pembentukan hukum selalu mempertimbangkan dan mencerminkan
model-model masyarakatnya. Pertama, berdasarkan pada basis
kesepakatan akan nilai-nilai (value consensus). Kedua adalah masyarakat
dengan model konflik, masyarakat dengan model tanpa konflik atau
masyarakat dengan kesepakatan nilai-nilai adalah masyarakat dengan
tingkat perkembangan yang sederhana. Sebaliknya masyarakat dengna
landasan konflik nilai-nilai adalah suatu masyarakat yang tingkat
perkembangannya lebih maju dan telah mengalami pembagian kerja secara
lebih lanjut.
Ada dua fungsi yang dapat dijalankan oleh hukm di dalam masyarakat
yaitu, pertama sebagai sarana kontrol sosial dan kedua, sebagai sarana
untuk melakukan social engineering. Proses sosial engineering dengan
hukum ini oleh Chamblis dan Seidman dibayangkan (Efektivitas
menanamkan kekuatan yang menentang unsur-unsur baru) dari
masayarakat dalam proses perkembangan kecepatan menanam unsur-unsur
yang baru. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil
pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru
di masyarakat31
Ada dua fungsi yang dapat dijalankan oleh hukum di dalam
masyarakat yaitu, pertama sebagai sarana kontrol sosial dan kedua, sebagai
sarana untuk melakukan social engineering. Proses social engineering
dengan hukum ini merupakan proses perkembangan kecepatan menanam
unsur-unsur yang baru. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila
berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku
yang baru di masyarakat.
Sistem hukum dapat dikatakan efektif bila perilaku-perilaku manusia
di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh aturan
31 Satjipto Rahardjo, op.cit, hlm. 119-120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
yang berlaku. Dalam hubungan ini Fuller.32 ,mengajukan lima syarat yang
harus dipenuhi dalam rangka untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu :
a. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan
difahami.
b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi
aturan-aturan hukum yang bersangkutan.
c. Efesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum
d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah
dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan
juga harus cukup efektif dalam penyelesain sengketa-sengketa.
e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga
masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu
memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.
Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi hukum antara lain :
a. Hukum/undang-undang dan peraturannya
b. Penegakan hukum (pembentuk hukum maupun penetapan hukum)
c. Sarana/fasilitas pendukung
d. Masyarakat
e. Budaya hukum (legal culture).
Hukum mempunyai pengaruh langsung di dalam mendorong
terjadinya perubahan sosial. Cara-cara memengaruhi masyarakat dengan
sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan social
engineering atau social planning 33. Agar hukum benar-benar dapat
32 Clarence J Dias, Research on Legal Services And Proverty, its Relevance to the Design of Legal Services Program in Developing Country, dikutip dari Esmi Warassih, op.cit, hlm 105-106 33 Soekanto, Soerjono. Perspektif Teoritis Studi hukum Dalam Masyarakat, PT Rajawali, Jakarta, 1993, hlm 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
memengaruhi perlakuan warga masyarakat maka perlu dipahami bahwa
setiap masyarakat yang menghendaki adanya tertib hukum, syarat
utamanya bahwa setiap keputusan yang menimbulkan hukum positif yang
baru harus diberikan oleh yang berwenang dan asas ini merupakan hal
yang mutlak perlu. Apabila syarat tersebut tidak dipegang teguh, berarti
bahwa untuk menimbulkan keputusan itu boleh dilakukan oleh siapapun
juga, maka akan terjadi ketidakpastian hukum.
Dalam masyarakat itu akan terjadi suatu kekusutan hukum dalam arti
para anggota masyarakatnya dan para anggota pelaksanaan dalam
kesatuannya, tidak tahu lagi keputusan siapakah yang seharusnya ditaati
untuk dilaksanakan atau setidak-tidaknya dihormati berlakunya.
Kekusutan itu akan terjadi apabila ada dua lebih keputusan yang satu
dengan yang lainnya saling bertentangan bunyinya.
Pembagian wewenang terutama dalam bidang-bidang yang dapat
menimbulkan keputusan-keputusan hukum harus jelas dan lengkap dan
digambarkan dalam sistem ketatanegaraannya atau lebih luas atas
hukumnya, dalam hal ini yaitu aturan-aturan dan ketentuan-ketentuannya.
Pembagian ini tidak hanya berlaku untuk kewenangan-kewenangan tingkat
terbawah. Dengan adanya pembagian kewenangan yang jelas dan lengkap
ini maka setiap penyalahgunaan wewenang dapat dibatasi, terutama
adanya macam penyalahgunaan wewenang sendiri dan penyalahgunaan
wewenang yang menyerobot kewenangan Badan lain.
Guna menekan terjadinya penyalahgunaan wewenang, maka secara
materiil, bentuk keputusan penguasa yang lebih rendah tidak boleh
mengandung materi yang bertentangan dengan materi yang dimuat di
dalam suatu keputusan penguasa yang lebih tinggi. Apabila ada lebih dari
satu peraturan atau ketetapan ternyata materinya saling bertentangan satu
sama lainnya dan ternyata masing-masing peraturan atau ketetapan
tersebut mempunyai tingkat yang sama, maka yang diperlakukan adalah
peraturan atau ketetapan yang dikeluarkan belakangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
3. Partai Politik Sebagai Pilar Demokrasi
a. Pengertian Partai Politik
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengubah secara
signifikan sistem Ketatanegaraan Indonesia yang mengharuskan
dirubahnya peraturan di bawahnya antara lain Undang-Undang
tentang Partai Politik. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang
Partai Politik yang ditetapkan untuk dapat menggantikan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1999 yang tidak sesuai lagi dengan
perubahan ketatanegaraan dan perkembangan kemasyarakatan. Dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 dicantumkan bahwa
pengertian dari Partai Politik adalah organisasi politik yang dibentuk
oleh sekelompok Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela
atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan
kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan Negara melalui Pemilu.
Menurut Ichlasul Amal, Partai politik merupakan keharusan
dalam kehidupan politik modern yang demokratis. Sebagai suatu
organisasi, partai politik secara ideal dimaksudkan untuk
mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan
tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling
bersaing, serta menyediakan secara maksimal kepemimpinan politik
secara sah (legitimate) dan damai34.
Dalam pengertian modern, partai politik merupakan “suatu
kelompok yang mengajukan calon-calon bagi pejabat publik untuk
dipilih oleh rakyat, sehingga dapat memengaruhi tindakan-tindakan
pemerintahan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, maka
basis ideologi dan kepentingan yang diarahkan untuk memperoleh
kekuasaan. Tanpa elemen tersebut, partai politik tidak akan mampu
mengidentifikasikan dirinya dengan para pendukungnya. Selain itu,
34 Ichlasul Amal, Teori-teori Mutakhir Partai Politik, PT Tiara Wacana, Yogya, 1996, hlm.xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
dari definisi partai politik di atas juga menunjukkan kedudukan partai
politik sebagai:
1) Salah satu wadah atau sarana partisipasi politik rakyat;
2) Perantara antara kekuatan-kekuatan sosial dan kekuatan
pemerintah. 35
Sigmund Neumann sebagaimana dikutif oleh Budiardjo
mengatakan bahwa partai politik adalah organisasi artikulatif yang
terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu
mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan
pemerintahan dan yang bersaing untuk memeroleh dukungan rakyat,
dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang
berbeda36.
Dengan demikian partai politik merupakan perantara yang
menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan
lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengaitkannya dengan
aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas, atau dalam
pandangan Kay Lawson 37diterminilogikan sebagai linkage.
Dalam Negara demokratis, partai politik menyelenggarakan
beberapa fungsi, antara lain fungsi komunikasi politik, artikulasi dan
agregasi kepentingan, rekruitmen/kaderisasi politik, sarana pengatur
konflik (conflict management) serta pendidikan/sosialisasi politik.
Dalam konteks ini partai politik berperan sebagai jembatan antara
mereka yang memerintah (the rulers) dengan masyarakat politik yang
diperintah (the ruled).
35 Fadjar, Mukhtie. Partai Politik dalam Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Institute of Stengthening Transtition Society Studies (In-TRANS Publising) Malang, 2008, hlm.15-17. 36 Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Op. Cit. Hlm. 200 37 Ichlasul Amal, Op.Cit. hlm. Xix.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Sampai dengan saat ini, partai politik diakui sebagai salah satu
pilar utama dari empat pilar dalam mainstream demokrasi modern,
oleh karenanya partai politik memberi pengaruh yang sangat besar
dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan, terlepas
dari kenyataan aktual bahwa terkadang partai politik dalam
prakteknya justru menjadi pihak pertama yang menciderai demokrasi
itu sendiri.
b. Jenis Partai Politik
Berdasarkan tingkat komitmen partai politik terhadap ideologi dan
kepentingan, Amal mengklasifikasikan partai politik kedalam lima
jenis:38
1) Partai Proto
adalah tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkat
perkembangan yang muncul dewasa ini di Eropa Barat dari abad
pertengahan sampai dengan akhir abad ke-19. Ciri paling awal
dari partai porto adalah pembedaan antara anggota dan non-
anggota. Masih belum tampak sebagai partai modern, tapi hanya
merupakan faksi-faksi yang dibentuk berdasarkan ideologi yang
ada dalam masyarakat.
2) Partai Kader
Merupakan perkembangan lebih lanjut dari partai proto, muncul
sebelum diterapkan hak pilih secara luas bagi rakyat, sehingga
sangat tergantung masyarakat kelas menengah ke atas yang
mempunyai hak pilih, keanggotaan yang terbatas, kepemimpinan,
serta pemberi dana. Tingkat organisasi dan ideologi masih rendah.
38 Ichlasul Amal, Teori-teori Mutakhir Partai Politik, dikutip dari: Fadjar, Mukhtie. Partai Politik dalam Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Institute of Stengthening Transtition Society Studies (In-TRANS Publising) Malang, 2008, hlm.17-19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Ideologi yang dianut konservatisme ekstrim atau reformisme
moderat, partai kader tidak perlu organisasi besar yang
memobilisasi massa.
3) Partai Massa
Partai ini muncul setelah terjadi perluasan hak pilih rakyat,
sehingga dianggap sebagai suatu respon politik dan organisasi
bagi perluasan hak pilih. Kalau partai proto dan partai kader
muncul dari dalam parlemen dan memiliki basis pendukung kelas
menengah ke atas dengan tingkat organisasi dan ideologi rendah,
partai massa berdiri di luar parlemen dengan basis massa yang
luas dengan ideologi yang kuat untuk memobilisasi massa
dengan organisasi yang rapi. Tujuan utamanya bukan untuk
sekedar memperoleh kemenangan tetapi juga memberikan
pendidikan politik bagi rakyat/anggota.
4) Partai Diktatorial
Partai ini merupakan suatu tipe dengan partai massa, tetapi
memiliki ideologi yang lebih kaku dan radikal. Kontrol terhadap
anggota dan rekruitman anggota sangat ketat (selektif) karena
dituntut kesetiaan dan komitmen terhadap ideologi.
5) Partai catch-all
Partai ini merupakan gabungan partai massa dan partai kader.
Istilah catch all pertama kali ditemukan dari Otto Kirchheimer
untuk memberikan tipologi pada kecenderungan partai politik di
Eropa Barat Pasca Perang Dunia II. Tujuan utama partai ini adalah
memenangkan pemilihan umum dengan menawarkan program
dan keuntungan bagi anggotanya sebagai ganti ideologi yang
kaku. Aktivitas partai ini erat kaitannya dengan kelompok
kepentingan dan kelompok penekan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
c. Bantuan Keuangan kepada Partai Politik
Bantuan Keuangan adalah bantuan berbentuk uang yang
diberikan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah kepada partai
politik yang mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat.
Bantuan keuangan kepada partai politik diberikan pemerintah
untuk membantu kegiatan dan kelancaran administrasi dan/atau
sekretariat partai politik. Bantuan keuangan tersebut diberikan kepada
partai politik yang mendapatkan kursi di Lembaga Perwakilan
Rakyat/ Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah hasil Pemilihan Umum
Tahun 2004 dan diberikan setiap tahun anggaran. Besarnya bantuan
keuangan kepada partai politik disesuaikan dengan kemampuan
APBD ditetapkan dengan peraturan daerah.
Besarnya bantuan keuangan kepada partai politik untuk setiap
kursi di tingkat kabupaten/kota tidak melebihi bantuan keuangan
yang diberikan kepada partai politik tingkat provinsi didasarkan
pada pertimbangan bahwa volume kegiatan sekretariat partai
politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota tidak sama dengan
kegiatan partai politik tingkat pusat.
1) Tahap Pengajuan
Pengajuan bantuan keuangan di tingkat kabupaten/kota
disampaikan secara tertulis oleh dewan pimpinan daerah partai
politik di tingkat kabupaten/kota atau sebutan lainnya yang sah
kepada bupati/walikota. dengan persyaratan:
a) Pengajuan bantuan keuangan ditandatangani oleh ketua dan
sekretaris atau sebutan lainnya yang sah.
b) Pengajuan bantuan keuangan harus dilengkapi dengan
dokumen pengesahan dari Komisi Pemilihan Umum
Daerah Kabupaten/Kota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
c) Surat keputusan DPP partai politik yang menetapkan susunan
kepengurusan DPC Partai Politik tingkat kabupaten/kota
yang dilegalisir oleh ketua umum dan sekretaris jenderal DPP
partai politik atau sebutan lainnya;
d) Foto copy surat keterangan NPWP yang dilegalisir pejabat
yang berwenang;
e) Surat keterangan autentikasi hasil penetapan perolehan kursi
partai politik di DPRD tingkat kabupaten/kota yang
dilegalisir Ketua atau Sekretaris Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten/Kota.
f) Surat pernyataan partai politik yang menyatakan bersedia
dituntut sesuai peraturan perundangan apabila memberikan
keterangan yang tidak benar yang ditandatangani ketua dan
sekretaris DPC atau sebutan lainnya di atas materai dengan
menggunakan kop surat partai politik.
Penelitian dan pemeriksaan kelengkapan administrasi
pengajuan, penyerahan dan penggunaan bantuan keuangan kepada
partai politik tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh Tim
Penelitian dan Pemeriksanaan Persyaratan Administrasi
Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan Bantuan Keuangan
kepada Partai Politik di tingkat Kabupaten/Kota, yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Bupati/Walikota yang diketuai Kepala
Badan/Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik atau sebutan lainnya
dan anggotanya terdiri dari Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten/Kota dan unsur Sekretariat Daerah.
2) Tahap Penyerahan Bantuan Keuangan
Penyerahan bantuan keuangan kepada partai politik
tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota atau
pejabat yang ditunjuk kepada ketua dan bendahara atau sebutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
lainnya yang sah dengan berita acara serah terima.
Penyerahan bantuan dilaksanakan dengan persyaratan administrasi:
a) Surat keterangan bank yang menyatakan memiliki nomor
rekening bank atas nama DPC partai politik;
b) Surat tanda terima uang bantuan yang dibuat dalam bentuk
kwitansi ditandatangani di atas materai oleh Ketua dan
Bendahara DPC partai politik dengan menggunakan kop surat
dan cap stempel partai politik;
c) Berita acara serah terima dibuat dalam rangkap 4 (empat) yang
tandatangani oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Kabupaten/Kota atau sebutan lainnya sebagai pihak pertama
dan oleh Ketua dan Bendahara DPC partai politik atau sebutan
lainnya sebagai pihak kedua;
3) Tahap Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan
Laporan penggunaan bantuan keuangan kepada partai
politik tingkat kabupaten/kota disampaikan kepada
bupati/walikota melalui Kepala Badan/Kantor Kesatuan Bangsa
dan Politik atau sebutan lainnya paling lambat 4 (empat) bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran. Setelah diaudit oleh Badan
Pemeriksa Keuangan39 dan tembusannya disampaikan kepada
Gubernur dan Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
d. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Setelah Ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
merupakan produk bersama antara lembaga Legislatif dan Eksekutif
menggantikan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002. Perubahan ini
39 Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan, Penyerahan dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
juga berimbas pada mekanisme dan besaran Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik, jika dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun
2002 diatur bahwa besaran bantuan keuangan diberikan berdasarkan
kursi yang diperoleh di lembaga legislatif, maka Undang Undang
Nomor 2 Tahun 2008 diatur bahwa besaran bantuan keuangan
didasarkan kepada jumlah suara yang diperoleh pada Pemilu
Legislatif Tahun 2009. Pelaksanaan bantuan keuangan kepada partai
politik kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik.
B. KERANGKA BERFIKIR
Pada salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia seperti yang secara
jelas tersebut di atas yaitu Mencerdaskan kehidupan bangsa, yang di antaranya
mencerdaskan masyarakat di bidang Politik. Peran masyarakat dalam hal
politik dan pemerintahan di Indonesia dapat kita lihat dengan adanya
Pemilihan Umum secara Langsung, Umum, Bebas Rahasia. Pemilu
diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah,
serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, memeroleh
dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
Kehadiran partai politik dalam sistem pemerintahan yang demokratis
tidak dapat dihindari. Kemerdekaan seseorang untuk berserikat, berkumpul
dan menyuarakan pendapatnya diidentikan dengan kehadiran partai politik
dalam suatu pemerintahan yang demokratis. Dalam mempertahankan
demokrasi kehidupan berpolitik masyarakat yang terwakilkan dalam partai
politik, maka pemerintah di dalam Pasal 17 ayat (4) Undang- Undang Nomor
31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, memberikan bantuan keuangan kepada
partai politik, yang dalam pelaksanaanya didasarkan kepada Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Bantuan keuangan adalah bantuan yang berbentuk uang yang diberikan
oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah kepada partai politik yang
mendapatkan kursi Lembaga Perwakilan Rakyat. Bantuan Keuangan diberikan
untuk membantu kegiatan dan kelancaran administrasi dan/atau sekretariat
partai politik yang mendapatkan kursi di Lembaga Perwakilan Rakyat
berdasarkan hasil Pemilihan Umum Tahun 2004.
Pemerintah Kota Salatiga merealisasikan dasar pemberian Bantuan
Keuangan Partai Politik melalui Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13
Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang
Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga.
Bantuan keuangan kepada partai politik sesuai dengan Peraturan Daerah
Nomor 13 Tahun 2007 terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:
1. Tahap permohonan, Penelitian dan Pemeriksaan;
2. Tahap pencairan bantuan;
3. Tahap Laporan Penggunaan.
Tahap Laporan Penggunaan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor
13 Tahun 2007 adalah disampaikan kepada Walikota Salatiga melalui Kepala
Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga, selambat-lambatnya 4 (empat)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Dalam pelaksanaannya penyerahan Laporan Pertanggungjawaban
Bantuan Keuangan kepada partai politik tahun 2007 di Kota Salatiga, sampai
dengan 4 (empat) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran 2007 (bulan Mei
Tahun 2008) hanya ada 1 (satu) Partai Politik yang menyerahkan Laporan
Penggunaan Bantuan Keuangan kepada Partai Politik kepada Walikota
Salatiga melalui Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga.
Berangkat dari kenyataan di atas, dapat dilihat bahwa Peraturan
Daerah Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 khususnya yang berkaitan dengan
laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada partai politik tidak
dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Faktor-faktor penghambat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
penyerahan laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada partai
politik tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya dapat dilihat dari beberapa
sudut pandang, yaitu:
1. Peraturan perundang-undangannya khususnya Peraturan Daerah Kota
Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 dalam hubungannya dengan penegak
hukum (norma) dan Partai politik sebagai obyek, serta adanya pengaruh
kekuatan personal dan sosial di dalam pembuatannya.
2. Pemegang peranan, yaitu partai politik dalam pemahaman dan ketaatan
terhadap penegakan hukumnya, adanya pengaruh kekuatan personal dan
sosial di dalamnya.
3. Penegak hukum, dalam hal ini yaitu Pemerintah Kota Salatiga dalam
pelaksanaan Bantuan Keuangan kepada partai politik antara lain dalam
penerapan sanksi dan adanya pengaruh kekuatan personal dan sosial di
dalam penegakan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007.
4. Penerapan sanksi apabila terjadi pelanggaran dalam penegakan Peraturan
Daerah Nomor 13 Tahun 2007 dari Pemerintah Kota Salatiga kepada
partai politik penerima bantuan sebagai pemegang peran.
5. Umpan balik (flash back) dari Pemerintah Kota Salatiga sebagai pelaksana
dan partai politik penerima bantuan sebagai pemegang peran, terhadap
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Kebebasan Berpolitik Warga Negara
Partai Politik
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
PP No.29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik
Peraturan Daerah Kota Salatiga No.13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan
Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga.
Umpan Balik
Umpan Balik
Peran yg dimainkan Norma
Pemerintah Kota Salatiga Partai Politik penerima Bantuan Keuangan
Penerapan Sanksi
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian untuk menyusun tesis ini
termasuk jenis penelitian hukum sosiologis (non doktrinal), sedangkan dilihat
dari sifatnya termasuk penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian untuk
memberikan data seteliti mungkin dengan mendiskripsikan Pelaksanaan
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan
Keuangan kepada Partai Politik.
Dalam mempelajari hukum, tentunya tidak boleh lepas dari lima konsep
hukum yang menurut Soetandyo Wignjosoebroto sebagaimana yang
dikembangkan oleh Setiono40 adalah sebagai berikut:
1. Asas Kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berskala universal
(yang menurut bahasa Setiono disebut dengan hukum alam)
2. Norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan.
3. Apa yang diputuskan hakim.
4. Pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai variabel sosial
yang empirik.
5. Manifestasi makna-makna simbolik perilaku sosial sebagai tampak dalam
interaksi mereka .
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan konsep hukum ke Lima yaitu
manifestasi makna-makna simbolik perilaku sosial sebagai tampak dalam
interaksi mereka (yang menurut bahasa Setiono disebut sebagai hukum yang
ada dalam benak manusia) 40 Setiono, Metodologi Penelitian hukum, Program Pasca Sarjana UNS, Surakarta, 2005, hlm 20-21.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Penelitian non doktrinal adalah penelitian atas hukum yang tidak di
konsepsikan dan dikembangkan sebagai rules tetapi sebagai reguralitas yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau dalam alam pengalaman. Di sini
hukum adalah tingkah laku atau aksi-aksi dan interaksi manusia secara aktual
dan potensial akan terpola, sebagai realita sosial yang terjadi dalam
pengalaman indrawi dan empiris.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memeroleh gambaran secara
mendalam tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007
tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dianggap sesuai untuk mengkaji
permasalahan dalam penelitian ini, karena hal-hal yang diamati terkait
langsung dengan permasalahan aktual yang dihadapi saat ini.
Kirk & Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam pengetahuan yang secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam
peristilahannya41. Menurut Lexy. J. Moleong42, kata-kata dan tindakan orang-
orang yang diamati atau diwawancarai menurut sumber data utama. Moleong
menyatakan bahwa metode kualitatif ini digunakan karena beberapa
pertimbangan. Pertama menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara
langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden; ketiga, metode ini
lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman
pengaruh bersama dan terhadap pola- pola nilai yang dihadapi.
41 Jarome Kirk & Marc L Miller, Reability and Validity in Qualitative Research, dikutip dari Lexy J. Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.4. 42 Lexy J. Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.112.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanaka di Kota Salatiga yaitu Badan Kesatuan Bangsa
Politik dan Perlindungan Masyarakat serta Sekretariat Dewan Pimpinan
Daerah Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Daerah di
Kota Salatiga. Untuk memeroleh data selengkapnya mengenai bantuan
keuangan partai politik Kota Salatiga.
C. Sumber Data
Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan sumber data yang dapat
memberikan data yang dibutuhkan, baik berupa sumber lisan maupun tulisan.
Sumber data dalam penelitian ini meliputi:
a. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh dari penelitian lapangan berupa
keterangan dan penjelasan yang diberikan para responden/nara sumber,
antara lain: Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Salatiga, Ketua
Partai Politik penerima Bantuan Keuangan Partai Politik.
b. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari bahan kepustakaan antara lain:
1) Bahan-bahan hukum primer Merupakan bahan-bahan hukum yang
mengikat dan terdiri dari :
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005;
c) Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 &
Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2006;
d) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang
bantuan keuangan kepada partai politik;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2) Bahan Hukum Sekunder
Merupakan bahan-bahan yang ada hubungannya dengan bahan hukum
primer dan dapat membantu masyarakat memahami bahan hukum
primer, yang terdiri dari buku-buku hukum, berbagai macam peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan dan
dokumen lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
3) Bahan Hukum Tertier
Merupakan bahan pelengkap yang berfungsi membantu dalam
memahami bahan hukum primer maupun sekunder yang meliputi
kamus Hukum atau Ensiklopedia Hukum.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan penelitian lapangan, yakni teknik pengumpulan data dengan cara
peneliti mengadakan pengamatan secara langsung pada sasaran yang diteliti
dan melakukan pencatatan secara sistimatik.
a. Wawancara, yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data dengan
menanyakan secara langsung/tatap muka dengan para pihak yang
dipandang perlu (responden), atau seorang ahli yang berwenang dalam
suatu masalah. Wawancara dapat dipandang sebagai percakapan dengan
maksud tertentu43. Dalam wawancara ini penulis melakukan wawancara
mendalam dengan kuisoner terbuka, yaitu kepada Kepala Badan
Kesbagpol dan Linmas dan Pimpinan Partai Politik penerima Bantuan
Keuangan. Subyek penelitian diberikan pertanyaan yang telah disiapkan
sehingga tidak terbatas dalam memberikan jawabannya dan dapat
memberikan keterangan secara bebas.
43 Lexy J. Moleong, op.cit, hlm.186
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
b. Studi dokumentasi pustaka sebagai sumber utama adalah diambil dari
buku-buku hukum dan lain-lain serta bahan-bahan yang berhubungan
dengan permasalahan dalam tesis.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah
karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna
dalam memecahkan masalah penelitian. Menurut Bogdan & Biklen44
menyatakan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian data.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah kasus-kasus yang terjadi dalam
rangka pengumpulan laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada
partai politik menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 13 Tahun 2007.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif,
yaitu pemilihan data yang menghasilkan data deskriptif. Data deskriptif adalah
apa yang dinyatakan informan secara lisan maupun tulisan dan juga perilaku
nyata diamati dan dipelajari secara utuh. Model analisis ini, ada tiga
komponen yaitu :
Gambar 3.
Model Analisi Interaktif
44 Robert C Bogdan & Sari Knopp Biklen, Qualitative Research and Education:An Introduction to Theory and Methods, dikutip dari Lexy J. Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.248
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan
Penyajian Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Kota Salatiga dan Pemilu Legislatif Tahun 2004.
a. Gambaran Umum Kota Salatiga
Salatiga adalah salah satu Kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Kota ini berbatasan sepenuhnya dengan atau dikelilingi Kabupaten
Semarang. Salatiga terletak 49 km sebelah selatan Kota Semarang atau
52 km sebelah utara Kota Surakarta dan berada di jalan negara yang
menghubungan Semarang-Surakarta. Salatiga terdiri atas 4 kecamatan,
yakni Argomulyo, Tingkir, Sidomukti dan Sidorejo serta 22
Kelurahan. Kota Salatiga terletak di lereng timur Gunung Merbabu,
membuat Kota ini berudara cukup sejuk.
Terdapat beberapa sumber yang dijadikan rujukan untuk
mengungkap asal-usul Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita
rakyat, prasasti maupun penelitian dan kajian ilmiah dari berbagai
lembaga peneliti, terutama dari kalangan perguruan tinggi lokal seperti
yang pernah dilakukan UKSW Salatiga. Dari beberapa sumber tersebut
Prasasti Plumpungan-lah yang terutama dijadikan rujukan utama
dalam menentukan asal-usul Kota Salatiga sekarang.
Berdasarkan isi prasasti tersebut, Hari Jadi Kota Salatiga
dibakukan yakni tanggal 24 Juli 750 yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Tingkat II Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 1995 tentang Hari
Jadi Kota Salatiga. Prasasti Plumpungan, cikal bakal lahirnya Salatiga,
tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170 cm,
lebar 10 cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut
Prasasti Plumpungan. Berdasarkan tulisan pada prasasti yang terletak
di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
maka Salatiga didirikan sejak tahun 750 Masehi, pada waktu itu
Salatiga merupakan wilayah Perdikan. Perdikan artinya suatu daerah
dalam wilayah kerajaan tertentu. Daerah ini dibebaskan dari segala
kewajiban pajak atau upeti karena daerah tersebut memiliki
kekhususan dan jasa besar tertentu bagi kerajaan induk, daerah tersebut
harus digunakan sesuai dengan kekhususan yang dimiliki. Wilayah
kerajaan yang diberi status menjadi perdikan diberikan oleh Raja
Bhanu yang meliputi Salatiga dan sekitarnya.
Menurut sejarahnya, di dalam Prasasti Plumpungan berisi
ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swa
tantra bagi Desa Hampra. Pada zamannya, penetapan ketentuan
Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang sangat
monumental, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra.
Penetapan prasasti merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra
secara resmi sebagai daerah perdikan atau swa tantra. Desa Hampra
tempat prasasti itu berada, kini masuk wilayah administrasi Kota
Salatiga. Dengan demikian, daerah Hampra yang diberi status sebagai
daerah perdikan yang bebas pajak pada zaman pembuatan prasasti itu
adalah juga merupakan daerah Salatiga sebagaimana dikenal sekarang
ini. Konon, para pakar telah memastikan bahwa penulisan Prasasti
Plumpungan dilakukan oleh seorang Citralekha (Penulis) disertai
para Pendeta (Resi). Raja Bhanu yang disebut-sebut dalam prasasti
tersebut adalah seorang raja besar pada zamannya yang banyak
memerhatikan nasib rakyatnya. Isi Prasasti Plumpungan ditulis dalam
Bahasa Jawa Kuna dan Bahasa Sansekerta. Tulisannya ditatah
sedemikian rupa dalam petak persegi empat bergaris ganda yang
menjorok ke dalam dan keluar pada setiap sudutnya. Dengan demikian,
pemberian tanah perdikan merupakan peristiwa yang sangat istimewa
dan langka, karena hanya diberikan kepada desa-desa yang benar-
benar berjasa kepada raja. Untuk mengabadikan peristiwa itulah maka
raja menulis dalam Prasasti Plumpungan Shrir Astu Swasti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Prajabhyah, yang artinya: "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat
Sekalian". Ditulis pada hari Jumat, tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi.
Pada masa kolonial, Salatiga tercatat sebagai tempat
ditandatanganinya perjanjian antara Pangeran Sambernyawa atau
Raden Mas Said (kelak menjadi KGPAA Mangkunegara I) di satu
pihak dan Kasunanan Surakarta serta VOC di pihak lain. Perjanjian ini
menjadi dasar hukum berdirinya Kadipaten Mangkunegaran. Pada
zaman penjajahan Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota
Salatiga, berdasarkan Staatsblad 1917 No. 266 maka mulai 1 Juli 1917
didirikan Stadsgemeente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa.
Karena dukungan faktor geografis, udara sejuk dan letak yang sangat
strategis maka Salatiga cukup dikenal keindahannya di masa
penjajahan Belanda, bahkan sempat kota ini memeroleh julukan "Kota
Salatiga sebagai yang Terindah di wilayah Jawa Tengah".
Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga adalah bekas
stadsgemeente yang dibentuk berdasarkan Staatsblad 1929 No. 393
yang kemudian dicabut dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah-daerah Kecil Dalam Lingkungan
Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pada tahun 1992
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992 tentang
Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan
Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang, Kota Salatiga dimekarkan
menjadi 4 Kecamatan dan berangsur-angsur dimekarkan pula beberapa
Kelurahan dan perubahan status atas beberapa Desa hingga akhirnya
menjadi 22 Kelurahan dengan antara lain mengambil sebagian
wilayah Kabupaten Semarang.
Kota Salatiga terletak antara 00.17’ dan 007.17’23” Lintang
Selatan dan antara 110.27’.56,81” dan 110.32’4,64” Bujur Timur dan
berada di cekungan kaki gunung Merbabu dan gunung-gunung kecil
lain, di antaranya : Gajah Mungkur, Telomoyo dan Payung Rong. Luas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Kota Salatiga tercatat 5.678,110 hektar atau 56.781 km2. Luas yang
ada, terdiri dari 798,932 hektar (14,07 persen) lahan sawah, 4.680,195
hektar (82,43 persen) merupakan lahan kering dan 198,983 hektar (3,5
persen) merupakan lahan lainnya. Secara administratif Kota Salatiga
terbagi menjadi 4 kecamatan, 22 kelurahan, 198 Rukun Warga dan
1023 Rukun Tetangga.
Tabel II
Jumlah RT dan RW di Wilayah Kota Salatiga
Nama Daerah Luas (ha) Jumlah
RW
Jumlah
RT
Kecamatan Sidorejo 1.624.720 59 292
Kelurahan Blotongan
Kelurahan Sidorejo Lor
Kelurahan Salatiga
Kelurahan Bugel
Kelurahan Kauman Kidul
Kelurahan Pulutan
423.800
271.600
202.000
294.370
195.850
237.100
15
14
12
6
7
5
67
87
77
20
22
19
Kecamatan Tingkir 1.054.850 48 272
Kelurahan Kutowinangun
Kelurahan Gendongan
Kelurahan Sidorejo Kidul
Kelurahan Kalibening
Kelurahan Tingkir Lor
Kelurahan Tingkir Tengah
293.750
68.900
277.500
77.599
177.300
137.801
14
5
8
3
8
10
146
38
28
9
23
28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Kecamatan Argomulyo 1.852.690 55 245
Kelurahan Noborejo
Kelurahan Ledok
Kelurahan Tegalrejo
Kelurahan Kumpulrejo
Kelurahan Randuacir
Kelurahan Cebongan
332.200
187.330
188.430
629.030
377.600
138.100
10
13
9
10
7
6
33
63
54
42
31
22
Kecamatan Sidomukti 1.145.850 36 214
Kelurahan Kecandran
Kelurahan Dukuh
Kelurahan Mangunsari
Kelurahan Kalicacing
399.200
377.150
290.770
78.730
6
9
14
7
23
66
86
39
Sumber: Salatiga Dalam Angka Tahun 2009
Penduduk Kota Salatiga pada Tahun 2008, sejumlah 167.033
jiwa, dengan rasio jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan
lebih besar dari jumlah penduduk laki-laki, ditunjukkan oleh rasio jenis
kelamin (Rasio Jumlah Penduduk Laki-laki terhadap jumlah penduduk
perempuan) sebesar 97,69. Penduduk Kota Salatiga belum sepenuhnya
tersebar pada seluruh wilayah Kota Salatiga. Pada umumnya penduduk
lebih padat berada pada wilayah kota. Rata-rata kepadatan jumlah
penduduk Kota Salatiga tercatat sebesar 2.703 jiwa setiap kilometer
persegi.
Guna mendukung administrasi dan pelayanan kepada
masyarakat, Kota Salatiga pada tahun 2008 mempunyai 3.941 orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Pegawai negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Salatiga, yang
mempunyai latar belakang pendidikan mulai dari lulusan Sekolah
Dasar sampai dengan yang berpendidikan Magister (S2) dan Doktor
(S3) yang tersebar di 30 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
b. Pemilu Legislatif Tahun 2004 Kota Salatiga
Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2004 sebagai suatu sarana
untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang dilaksanakan serentak di seluruh Wilayah
Kedaulatan Negara Republik Indonesia pada tanggal 5 April 2004.
Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2004 merupakan sejarah
baru dalam Pemilihan Umum, yaitu untuk memilih Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah serta memilih Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung. Pemilhan Umum dilaksanakan berdasarkan asas Langsung,
Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Masyarakat Kota Salatiga
dalam momen Pemilihan Umum ini, diberi kebebasan untuk memilih
wakil yang akan duduk mewakili aspirasi mereka di Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa
Tengah pada umumnya dan di kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota Salatiga pada khususnya.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, Pasal 13
telah menetapkan bahwa yang berhak memilih adalah Warga Negara
Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah berusia 17
tahun atau sudah pernah kawin. Juga diatur pada Pasal 57 tentang
domisili pemilih yang tidak boleh terdapat hak pilih ganda.
Berdasarkan hal tersebut maka KPU Kota Salatiga bekerjasama
dengan BPS Kota Salatiga, menyusun Daftar Pemilih Sementara yang
kemudian dijadikan Daftar Pemilih Tetap Kota Salatiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Tabel III
DPT Pemilu Legislatif 2004
No KECAMATAN KELURAHAN JUMLAH
PEMILIH
KET
1 ARGOMULYO NOBOREJO
CEBONGAN
RANDUACIR
LEDOK
TEGALREJO
KUMPULREJO
3.247
3.040
3.061
6.367
6.117
4425
26.317
2 TINGKIR SIDOREJO KIDUL
KUTOWINANGUN
TINGKIR TENGAH
TINGKIR LOR
KALIBENING
GENDONGAN
2.917
14.641
2.809
2.754
1.140
4.360
28.621
3 SIDOMUKTI MANGUNSARI
KECANDRAN
DUKUH
KALICACING
11.210
3.106
6.778
5.358
26.452
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
4 SIDOREJO KAUMAN KIDUL
PULUTAN
BLOTONGAN
SIDOREJO LOR
SALATIGA
BUGEL
1.977
3.106
7.238
12.966
12.689
1.689
39.665
Sumber : BPS Kota Salatiga Tahun 2004
Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 678 Tahun 2003 Tanggal 7
Desember 2003 tentang Partai Politik Peserta Pemilu 2004, Keputusan
KPU Nomor 679 Tahun 2003 Tanggal 8 Desember 2003 tentang
Penetapan Nomor Urut Partai Politik sebagai peserta Pemilu 2004 dan
Keputusan KPU Kota Salatiga Nomor 270/033/I/2004, dan tidak
terdapatnya calon yang diajukan oleh Partai Buruh Sosial Demokrat
sehingga Partai Politik tersebut bukan peserta Pemilu 2004, maka
untuk pesta demokrasi di Salatiga hanya diikuti oleh 23 Partai Politik
dengan 254 calon anggota Legislator.
Jumlah Penduduk pada Pemilu 2004 di Kota Salatiga mencapai
kurang lebih 160 ribu jiwa maka Jumlah kursi yang diperebutkan
berjumlah 25 kursi dan dibagi menjadi 4 (empat) Daerah Pemilihan
yaitu:
1) Daerah Pemilihan I Kec Argomulyo Jumlah Kursi 6
2) Daerah Pemilihan II Kec Tingkir Jumlah Kursi 6
3) Daerah Pemilihan III Kec Sidomukti Jumlah Kursi 5
4) Daerah Pemilihan IV Kec Sidorejo Jumlah Kursi 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Pemungutan Suara dilaksanakan serentak di 496 TPS pada
tanggal 5 April 2004, dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 13.00
waktu setempat yang memberikan hasil sebagai berikut:
Tabel IV
Perolehan suara dan perolehan kursi pada Pemilu Legislatif
Tahun 2004 di Kota Salatiga adalah
No Partai Politik Perolehan Suara
Perolehan Kursi
Nama Anggota Terpilih
1. P Nasional Indonesia Marhaenisme
735 - -
2. P. Buruh Sosial Demokrat
- - -
3. P. Bulan Bintang 1.199 - -
4. P. Merdeka 85 - -
5. P. Persatuan Pembangunan
85 - -
6. P.Persatuan Demokrasi Kebangsaan
2.851 - -
7. P. Perhimpunan Indonesia Baru
3.132 - -
8. P. Nasional Banteng Kemerdekaan
2.151 - -
9. P. Demokrat 7.027 2 - Arief Budiyanto
- Suparmo Imam Affandi
10. P. Keadilan dan Persatuan Indonesia
12.686 4 - E Kurniasih, SH, M.Si
- Sugiyanto
- Drs. Kasmun Saparaus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
- H Toto Suprapto
11. P. Penegak Demokrasi
570 - -
12. P. Persatuan Nahdatul Ummah Indonesia
259 - -
13. P. Amanat Nasional
5.866 2 - Kustadi Danuri
- Ahmadi, SH
14. P. Karya Perduli Bangsa
896 - -
15. P. Kebangkitan Bangsa
7.446 2 - Hj. Sri Yuliani
- Muh Haris, SH
16. P. Keadilan Sejahtera
7.362 4 - Budi Santosa, SE
- Assadullah M, S.Pd
- M. Fathurahman, SE
- Ahmad Suhada, SE, MM
17. P. Bintang Reformasi
167 - -
18. P. Demokrasi Indonesia Perjuangan
16.319 4 - Yohanes Haryanto
- Suniprat
- Milhous Teddy Sulistyo, SE
- Sri Utami Djatmiko
19. P. Damai Sejahtera
5.198 1 - Tony FR Wakkum
20. P. Golongan Karya
21.252 6 - Sutrisno Supriyantoro
- Sarwono, SE
- Kemat, S.Sos
- Ning Indarti Totok S
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Sumber: Laporan KPUD Kota Salatiga Tahun 2004
2. Laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai
Politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga
nomor 13 tahun 2007 tentang bantuan keuangan kepada Partai
Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
a. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik
Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik adalah bantuan yang
berbentuk uang yang diberikan oleh pemerintah dan atau pemerintah
daerah kepada partai politik yang mendapatkan kursi di Lembaga
Perwakilan Rakyat. Dasar hukum pemberian bantuan keuangan
tersebut adalah Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi
Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga. Peraturan
tersebut mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan kepada
Partai Politik serta dengan mengingat Peraturan Menteri Dalam
- Drs. Fadholi
- Rosa Darwanti, SH, M.Si
21. P. Patriot Pancasila
680 - -
22. P. Sarikat Indonesia
141 - -
23. P. Persatuan Daerah
334 - -
24. P. Pelopor 446 - -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Negeri Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan,
Penyerahan dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan Kepada
Partai Politik sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri nomor 25 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 Tentang
Pedoman Pengajuan, Penyerahan dan Laporan Penggunaan Bantuan
Keuangan Kepada Partai Politik.
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 tahun 2007 tersebut
terdiri dari 8 (delapan) Bab dan 11 (sebelas) Pasal. Dalam Pemberian
Bantuan Keuangan kepada Partai Politik Kota Salatiga dibagi menjadi
3 (tiga) tahap, yaitu
1) Persiapan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1), pengajuan bantuan
keuangan disampaikan secara tertulis oleh dewan pimpinan partai
politik kepada walikota yang ditandatangani oleh ketua dan
sekretaris dewan pimpinan partai politik dengan menggunakan kop
surat dan cap stempel partai politik.
Untuk meneliti dan memeriksa kelengkapan persyaratan
pengajuan bantuan keuangan dari partai politik, Pemerintah Kota
Salatiga sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) membentuk Tim Penelitian
dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan
dan Penggunaan Bantuan Keuangan. Tim tersebut diketuai oleh
Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga yang
anggotanya terdiri dari Ketua KPUD Kota Salatiga dan unsur
Sekretariat Daerah, sesuai dengan Pasal 5, ayat (2). Tim Penelitian
dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan
dan Penggunaan Bantuan Keuangan dibentuk berdasarkan
Keputusan Walikota Salatiga Nomor 210-05/293/2007 tanggal 6
Desember 2007.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Susunan keanggotaan Tim Penelitian dan Pemeriksaan
Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan
Bantuan Keuangan:
TABEL V Susunan Keanggotaan Tim Penelitian Dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan Dan
Penggunaan Bantuan Keuangan
NO. JABATAN DALAM DINAS KEDUDUKAN DALAM TIM
1. Asisten Tata Praja Sekda Kota Salatiga Ketua I
2. Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga
Ketua II
3. Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga Sekretaris
4. Kepala DPKD Kota Salatiga Anggota
5. Kepala Bagian Hukum Setda Kota Salatiga Anggota
6. Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kota Salatiga
Anggota
7. Kepala Bagian Administrasi Keuangan Setda Kota Salatiga
Anggota
Sumber: Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga Tahun 2007
Tim ini mempunyai tugas :
a) Meneliti dan memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi
pengajuan, penyerahan dan laporan penggunaan bantuan
keuangan kepada Partai Politik;
b) Menandatangani berita acara penelitian dan persyaratan
administrasi pengajuan, penyerahan dan laporan penggunaan
bantuan keuangan kepada Partai Politik.
c) Melaporkan hasilnya dan bertanggung jawab kepada
Walikota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
2) Pencairan Dana Bantuan
Hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, ayat (1) dituangkan dalam bentuk Berita Acara
Pemeriksaan. Setelah dinyatakan lengkap dan dituangkan dalam
Berita Acara Pemeriksaan, Pemerintah Kota Salatiga melalui
Kepala Kantor Kesbang dan linmas Kota Salatiga memberikan
bantuan keuangan tersebut berdasarkan perolehan jumlah kursi di
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga, dengan jumlah
Rp. 20.800.000,- per kursi.
Tabel VI Besaran Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik
Kota Salatiga Tahun 2007
No Nama
Parpol
Jumlah
Kursi
Jumlah Bantuan Tanggal Penyerahan
Bantuan
1 PKS 4 Kursi Rp. 83.200.000,- 17 Desember 2007
2 Golkar 6 Kursi Rp.124.800.000,- 14 Desember 2007
3 PKPI 4 Kursi Rp. 83.200.000,- 14 Desember 2007
4 PKB 2 Kursi Rp. 41.600.000,- 17 Desember 2007
5 PAN 2 Kursi Rp. 41.600.000,- 17 Desember 2007
6 PDIP 4 Kursi Rp. 83.200.000,- 17 Desember 2007
7 Demokrat 2 Kursi Rp. 41.600.000,- 17 Desember 2007
8 PDS 1 Kursi Rp. 20.800.000,- 17 Desember 2007
Sumber: Kantor Kesbang dan Linmas Tahun 2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
3) Pelaporan
Demi menjaga tertib adminitrasi dalam penggunaan Anggaran
Daerah, maka seuai dengan Pasal 8, ayat (1), setiap Partai Politik
penerima bantuan keuangan diwajibkan membuat Laporan
Penggunaan Bantuan Keuangan dan melaporkan kepada Walikota
Salatiga, selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah tahun
anggaran berakhir. Dalam kenyataannya, sampai dengan tanggal 1
Mei 2008, baru terdapat 1 (satu) Partai Politik saja yang telah
menyampaikan laporannya.
Tabel VII Data Tanggal Penyerahan
Laporan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Tahun 2007 Kota Salatiga
No Nama Parpol Tanggal Penyerahan
Laporan
Keterangan
1 PKS 15 November 2008 Terlambat
2 Golkar 3 November 2008 Terlambat
3 PKPI 7 April 2008 Tidak terlambat
4 PKB 13 September 2008 Terlambat
5 PAN 22 November 2008 Terlambat
6 PDIP 25 Juli 2008 Terlambat
7 Demokrat 17 Juli 2008 Terlambat
8 PDS 24 Juli 2008 Terlambat
Sumber: Kantor Kesbang dan Linmas Tahun 2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
b. Permasalahan yang ditemui di lapangan, mengapa laporan
pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai Politik
di Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan hasil wawancara dengan mantan Kepala Kantor
Kesbang dan Linmas Kota Salatiga (Bapak Husodo Wiyatmo, SH,
M.Hum), perilaku anggota partai politik dalam konteks bantuan
kepada partai politik sekurang-kurangnya disebabkan oleh empat hal
yaitu : Pertama, adanya asumsi bahwa anggota partai politik
penerima bantuan yang nota bene sekaligus merupakan anggota
legislatif, posisinya adalah sejajar dengan pemerintah daerah
(Pemerintah Kota Salatiga), oleh karenanya bukan sesuatu hal yang
urgensif bila harus dilakukan percepatan pemenuhan kewajiban
administratifnya , mereka (anggota partai politik) berkeyakinan
bahwa pemerintah kota tidak akan secara gegabah mendesak, karena
bargaining politic dan barganing position yang relatif berimbang
terutama dalam formulasi kebijakan yang konsesinya cenderung lebih
dominan mengarah kepada kepentingan lembaga eksekutif pada suatu
masa tertentu, di samping ketimpangan power yang cenderung
mengarah ke lembaga legislatif (Legislative Heavy) sebagai dampak
dari konfigurasi kekuatan politik pendukung pemerintah daerah di
Lembaga DPRD. Kedua, kelemahan dalam formulasi peraturan
daerah yang tidak secara eksplisit mencantumkan punishment
terhadap pihak yang tidak taat asas (kontra prestasi). Ketiga,
Peraturan Daerah adalah produk bersama antara Lembaga Eksekutif
dan Lembaga Legislatif, sehingga sedikit banyak ada unsur
kesengajaan agar kondisi peraturan perundang-undangan tersebut
demikian sebagaimana kelemahan yang melekat pada peraturan
daerah tersebut. Keempat, formulasi kebijakan yang resultannya
antara lain seperti peraturan daerah, biasanya dibuat secara tergesa-
gesa untuk memenuhi target atau desakan tertentu sekedar untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
memenuhi aspek formalitas dan kelengkapan administratif semata
tanpa didahului dengan kajian yang mendalam atas dampak yuridis
dan administratifnya di masa yang akan datang, termasuk kondisi
yang dialami peraturan daerah tentang bantuan partai politik tersebut.
Wawancara yang dilakukan terhadap 8 (delapan) Ketua dan
anggota sekretariat partai politik penerima bantuan keuangan
dilaksanakan dalam beberapa tahap dengan kesimpulan hasil
wawancara sebagai berikut:
a. Meskipun Pemerintah Kota Salatiga pernah memberikan buku
panduan tentang tata cara pelaporan, tetapi Pemerintah Kota
Salatiga bertindak pasif dan belum pernah melakukan sosialisasi
berkaitan dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun
2007 sebagaimana layaknya proses pemberlakuan suatu
perundang-undangan;
b. Sangat terlambatnya penyerahan bantuan keuangan Tahun
Anggaran 2007 karena menunggu ditetapkannya Peraturan Daerah
Nomor 13 Tahun 2007. Penyerahan bantuan baru dilaksanakan
mulai bulan Desember 2007, sedangkan partai politik harus
menyusun laporan pertanggung jawaban dari bulan Januari 2007.
Keadaan ini tidak menjadi masalah terhadap kegiatan belanja partai
politik yang mempunyai dana talangan besar tetapi partai politik
yang tidak mempunyai dana talangan besar akan kesulitan dalam
melaporkan keuangan pada bulan sebelum menerima bantuan.
c. Kurangnya pemahaman tentang Peraturan Daerah Kota Salatiga
Nomor 13 Tahun 2007 karena belum pernah disosialisasikan
kepada mereka.
d. Kurang terselenggaranya tata administrasi keuangan yang baik di
lingkungan internal Sekretariat Partai Politik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
e. Partai politik merasa nyaman untuk pada gilirannya mengabaikan
laporan pertanggungjawaban karena tidak adanya sanksi tegas yang
mengatur apabila terjadi keterlambatan penyerahan laporan
keuangan;
f. Para pekerja pada sekretariat partai politik sebagian besar bukanlah
pekerja tetap, tetapi hanya merupakan pekerjaan sampingan. Jadi
proses pembuatan laporan hanya dilaksanakan pada saat senggang
saja.
3. Langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Kota Salatiga untuk
mengatasi keterlambatan penyerahan Laporan Keuangan.
Pemerintah Kota Salatiga tentu tidak tinggal diam dalam menghadapi
permasalahan keterlambatan penyampaian laporan pertanggung jawaban
tersebut. Pemerintah Kota Salatiga melalui Tim Penelitian dan
Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan
Penggunaan Bantuan Keuangan, telah mengadakan beberapa kali rapat
untuk meminimalisir sekaligus mencari solusi atas keterlambatan tersebut.
Melalui beberapa rapat tersebut, telah tercetus keputusan bersama Tim
Penelitian dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan,
Penyerahan dan Penggunaan Bantuan Keuangan bahwa harus ada sanksi
yang bisa membuat partai politik mempunyai niat dan kemauan untuk
membuat laporan tersebut. Dalam rapat tim tersebut diputuskan bahwa
dalam pengajuan bantuan keuangan oleh partai politik, selain memenuhi
persyaratan yang tersebut dalam Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor
13 Tahun 2007, Tim Penelitian dan Pemeriksaan Bantuan Keuangan
tersebut juga mensyaratkan untuk melampirkan Laporan
Pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan tahun sebelumnya.
Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, maka Tim bisa menunda bantuan untuk
partai politik tersebut, yang diharapkan dapat membuat partai politik
tersebut memenuhi kewajibannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Pemerintah Kota Salatiga melalui Tim Penelitian dan Pemeriksaan
Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan
Bantuan Keuangan memilih dalam menyelesaikan masalah ini supaya
memberikan sanksi administratif dengan memberikan syarat tambahan
dalam pengajuan bantuan tahun berikutnya (2008) yaitu partai politik
dalam pengajuan permohonan pencairan, harus sudah menyampaikan
laporan pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan tahun
sebelumnya (2007). Selain itu, dengan tidak bermaksud untuk memersulit
pencairan bantuan keuangan partai politik, di masa yang akan datang,
Pemerintah Kota Salatiga perlu memperketat prosedural pencairan
termasuk ketegasan untuk meminta Partai Politik agar memenuhi segala
persyaratan administrasi yang diperlukan sebelum, selama dan pasca
pencairan bantuan, ini sekaligus untuk memerkuat komitmen dan good
will partai politik dalam rangka perwujudan anggaran yang berbasis
kinerja, transparansi penggunaan dan pertanggungjawanban serta untuk
kepentingan evaluasi dan pelaporan serta penyusunan rencana program
untuk Tahun Anggaran berikutnya. Mengingat bahwa bantuan keuangan
kepada partai politik secara eksplisit oleh peraturan perundang-undangan
yang ada ditujukan bagi kepentingan kesekretariatan partai politik, maka
diperlukan pula pengawasan yang ketat agar dana yang diberikan dapat
dimanfaatkan secara optimal dan proporsional. Penulis berkeyakinan
bahwa apabila terwujud konsistensi penggunaan dan tercipta budaya taat
asas maka tidak hanya aspek pertanggungjawaban secara administratif saja
yang dapat dipenuhi tetapi sekaligus mencegah konflik internal antar
anggota partai politik karena persoalan anggaran sebagaimana yang pernah
terjadi pada para pengurus salah satu partai politik di Kota Salatiga
beberapa tahun sebelumnya, di mana persoalan tersebut dengan terpaksa
harus diselesaikan di tingkat Pengadilan Negeri Kota Salatiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
B. PEMBAHASAN
1. Laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai Politik di
Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga nomor 13 tahun
2007 tentang bantuan keuangan kepada Partai Politik yang mendapatkan
kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga tidak dapat
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pada analisis dan pembahasan ini, peneliti dalam menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi tidak terlaksananya Laporan Penggunaan
Bantuan Keuangan kepada Partai Politik di Kota Salatiga menurut
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 mengacu pada
faktor-faktor yang memengaruhi berlakunya hukum, yaitu:
1. Dari Aspek Struktur Hukum (Legal Substance)
Kapasitas individu anggota partai politik penerima bantuan yang
sekaligus merupakan anggota Legislatif menyebabkan Pemerintah
Kota Salatiga hanya berharap pada niat baik (good will) mereka (Partai
Politik) untuk secara sadar memenuhi kewajiban administratifnya,
dengan demikian tidaklah mustahil para pemegang kedudukan dan
peranan timbul konflik (status conflict dan conflict of roles) dan
adanya kesenjangan antara peranan yang seharusnya dengan peranan
yang sebenarnya dilakukan, maka akan terjadi kesenjangan peranan
(role-distance), sehingga hampir mustahil bagi Pemerintah Daerah
Kota Salatiga untuk menggunakan suatu instrument atau otoritas
tertentu untuk melakukan pressure terhadap partai politik agar
menunaikan kewajiban administratifnya.
2. Dari Aspek Substansi Hukum
a. Pemberian Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik diberikan
kepada Partai Politik di Kota Salatiga telah diatur dalam Peraturan
Daerah Nomor 13 Tahun 2007. Peraturan Daerah tersebut
mengatur mulai dari tata cara pengajuan, pemberian bantuan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pembentukan Tim Penelitian dan pemeriksaan, penyerahan sampai
dengan penyusunan laporan penggunaan anggaran. Dalam hal
penyusunan laporan penggunaan anggaran, meskipun Peraturan
Daerah tersebut telah mengatur tata cara penyampaian laporan,
sampai dengan pemeriksaan laporan, tetapi tidak mengatur adanya
sanksi administratif maupun sanksi pidana berkaitan dengan
keterlambatan pelaporan penggunaan Bantuan keuangan
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1).
b. Peraturan Daerah adalah produk bersama antara lembaga eksekutif
dan lembaga legislatif yang notabene juga bertindak sebagai
penerima bantuan, sehingga sedikit banyak ada unsur kesengajaan
agar kondisi peraturan perundang-undangan tersebut demikian
sebagaimana kelemahan yang melekat pada Peraturan Daerah
Nomor 13 Tahun 2007 tersebut.
c. Formulasi kebijakan yang resultannya antara lain seperti peraturan
daerah, biasanya dibuat secara tergesa-gesa untuk memenuhi target
atau desakan tertentu sekedar untuk memenuhi aspek formalitas
dan kelengkapan administratif semata tanpa didahului dengan
kajian yang mendalam atas dampak yuridis dan administratifnya di
masa yang akan datang, termasuk kondisi yang dialami Peraturan
Daerah tentang Bantuan partai Politik tersebut.
d. Belum pernah ada sosialisasi dari Pemerintah Kota Salatiga
(meskipun demikian, bagi Penulis, dalam konteks ini, sosialisasi
hanyalah pemenuhan aspek prosedural semata, seharusnya tanpa
sosialisasipun, obyek penerima bantuan sudah harus sangat
memahami tentang kehendak Peraturan Daerah tersebut karena
penerima bantuan (anggota Partai Politik) sekaligus merupakan
formulator dan legalisator/Legislator atas Peraturan Daerah
tersebut dalam kapasitas institusionalnya sebagai anggota
Legislatif / anggota DPRD);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
3. Faktor Budaya Politik
Mungkin tidaklah berlebihan tatkala Riswanda Imawan dalam
Budiardjo dan Ambong mengatakan bahwa apabila diingat, demokrasi
ditakdirkan untuk bersifat illusive dan impossible. Illusive sebab elit
sebenarnya hanya bertanggungjawab di antara mereka sendiri, tidak
pernah langsung kepada rakyat yang diwakilinya (apalagi kepada
Pemerintah, Penulis). Impossible sebab elit, sekali terpilih mewakili
rakyat melalui Pemilu, dapat dengan mudah mengatasnamakan
kepentingan pribadi (personal interest) sebagai kehendak rakyat (the
will of the people). Sekalipun demikian, bagi Imawan, sistem
perwakilan tetap dianggap sebagai alternatif terbaik, sebab menjamin
terbentuknya representative government45. Pendapat Imawan di atas
adalah representasi dari keluhan dan keresahan dari kacamata
akademisi / ahli ilmu politik pada umumnya tentang kondisi demokrasi
perwakilan jika tidak ingin dikatakan sebagai kegelisahan dan frustrasi
intelektual karena hingga saat ini belum juga usai pengembaraan
intelektual para akademi untuk segera menemukan formula sistem
politik ideal yang sempurna tanpa aib politis pula. Menjadi aksioma
bahwa puncak peradaban politik dan sistem politik (pemerintahan)
umat manusia adalah “Demokrasi”, artinya bisa ditebak, sekalipun
manusia (terutama para ahli), tiada berputus asa berkontemplasi dalam
laboratorium ilmu politiknya untuk mencari alternatif sistem politik
yang ideal, tetapi upaya itu ibarat menegakkan benang basah, mencari
jarum mini di padang belantara Gurun Gobi yang maha luas atau
mengharapkan kucing bertanduk, mungkin juga seperti pungguk
merindukan candra. Ilustrasi di atas bukanlah bermaksud membangun
pesimisme dan skeptisisme tetapi lebih sebagai deskripsi teoritis
bahwa realitas kondisi obyektif yang kerapkali dijumpai yang
terejawantah melalui perilaku politik elit adalah sebuah keniscayaan
45 Miriam Budiharjo dan Ibrahim Ambong, Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik, hlm.74-75.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
sejarah, dan karenanya boleh jadi permissif dan inklusif dalam relung
budaya politik manapun, terlepas dari berbagai variasi aktual yang
ditemui karena kontribusi faktor-faktor ikutan lainnya.
Menurut Almond dan Verba dalam bukunya Comparative Political
Cuture sebagaimana dikutip Arbi Sanit46, merumuskan bahwa secara
statis, unsur budaya politik terdiri dari sistem kepercayaan empirik,
simbol-simbol dan nilai-nilai yang menentukan situasi bagi
pelaksanaan tingkah laku politik. Keyakinan, simbol dan nilai tersebut
membangun makna serta kerangka pikir bagi seseorang untuk
melakukan tindakan politik tertentu.
Pada bagian lain Arbi Sanit, berpendapat bahwa budaya politik
dalam artian orientasi politik yang baru antara lain ditandai oleh
tingkah laku politik yang berakar pada keperluan rezim, pemerintah
dan sistem politik akan legitimasi atau berdasar pengakuan
masyarakat. Sungguhpun demikian menurut Sanit, ditinjau dari nilai
dasar Pemilu lainnya, yaitu kesertaan anggota masyarakat dalam
pemerintahan dan penentuan pemimpin oleh masyarakat secara
periodik, memperlihatkan adanya pengukuhan budaya politik yang
sudah mentradisi. Dalam hal ini dapat dikemukakan adanya gejala
formalisme di mana nilai-nilai ideal dipenuhi secara formal, akan
tetapi secara emperis proses pemenuhan nilai ideal tersebut tidaklah
selaras dengan tuntutan nilai itu sendiri47.
Merujuk pada pendapat Arbi Sanit di atas, dapat dikatakan bahwa
di satu pihak para anggota Partai Politik penerima bantuan keuangan
yang sekaligus adalah anggota DPRD yang ikut serta menggodok
rancangan peraturan daerah untuk pada gilirannya diabsahkan sebagai
peraturan daerah secara konseptual telah melahirkan nilai ideal berupa
peraturan daerah, tetapi pada pihak lain, tatkala berkapasitas sebagai
46 Arbi Sanit, Perwakilan Politik Indonesia, hlm.167. 47 Opcit. Hlm. 162-163
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
anggota partai politik yang menjadi obyek penerima bantuan
keuangan, justru tidak menaati ketentuan dan kehendak peraturan yang
dibuatnya sendiri. Dengan kalimat berbeda, dapat dikatakan bahwa
dalam konteks ini, terjadi disparitas ironis antara konseptualisasi ideal
yang diharapkan dengan kondisi obyektif - emperis dalam realitas atau
pada tataran aplikatif.
Berkenaan dengan penumbuhan budaya politik yang berorientasi
kepada kedewasaan politik aparatus politik, Arbi Sanit menambahkan
bahwa hambatan terhadap upaya penciptaan budaya politik
sebagaimana diidealisasikan justru datang dari tiadanya kesadaran dan
rasa tanggung jawab dari para pelaku politik itu sendiri48. Karena itu,
Sanit menawarkan semacam preskripsi atau jalan keluar bahwa
diperlukan upaya penyeimbangan pengaruh antar pembentuk budaya
politik, dalam arti untuk menyebar-luaskan nilai-nilai ideal politik
yang baik, tidak hanya berharap pada kerja pemerintah yang
jangkauannya terbatas, tetapi seluruh komponen pelaku politik harus
dilibatkan secara proaktif dan partisipatif, dan untuk itu, dibutuhkan
kesabaran yang memadai untuk tiba pada kondisi tersebut. Kesabaran
tidaklah identik dengan apatisme, tetapi lebih kepada penantian secara
evolutif dan gradual seraya berikhtiar atau terus berupaya menata
berbagai kelemahan yang ditemui, termasuk upaya reformulasi (legal
and law reform), rekonseptualisasi dan membangun reposisi yang
lebih kuat (bargaining) agar di masa yang akan datang, tidak hanya
terhadap peraturan daerah tertentu tetapi seluruh produk hukum
(Daerah) dapat secara konsisten dilaksanakan sehingga terbangun
budaya rule of law, rule of the game dan law enforcement sekaligus
secara simultan menciptakan interelasi yang simbiotik mutualistik
antara subyek dan obyek kebijakan terutama yang berkenaan dengan
peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian, diperlukan
48 Opcit. Hlm. 172
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
langkah-langkah taktis yang cepat tetapi tepat sebagai solusi atas
permasalahan atau kemelut di seputar proses pertanggungjawaban,
khususnya yang berkenaan dengan bantuan keuangan kepada Partai
Politik.
2. Tindakan yang seharusnya ditempuh oleh Pemerintah Kota Salatiga
untuk mengatasi keterlambatan penyerahan Laporan Keuangan
tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengapa laporan
pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai Politik di Kota
Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
atas, maka dapat diambil langkah yang seharusnya dilakukan oleh para
pihak yang memegang peranan dalam berlakunya Peraturan Daerah
Nomor 13 Tahun 2007 tersebut, antara lain:
a. Dari Aspek Struktur Hukum
Dari aspek ini diharapkan para pihak, baik eksekutif, legislatif dan
partai politik diharuskan untuk bersikap profesional. Eksekutif harus
bersifat selaku eksekutor Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007
yang bebas dari tekanan dan kepentingan, meskipun tekanan tersebut
datangnya dari lembaga Legislatif. Partai Politik penerima bantuan,
diharapkan melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, tanpa
“menyepelekan” aturan yang ada. Demikian juga anggota Legislatif
yang notabene juga selaku wakil dari partai politik penerima bantuan
keuangan, diharapkan dengan profesional dapat memisahkan antara
posisi selaku legislator dan posisi sebagai obyek atau pemegang peran.
b. Dari Aspek Substansi Hukum (Legal Substance)
Langkah Pemerintah Kota Salatiga melalui Tim Penelitian dan
Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan
Penggunaan Bantuan Keuangan memilih dalam menyelesaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
masalah ini supaya memberikan kebijakan berupa sanksi administratif
dengan memberikan syarat tambahan dalam pengajuan bantuan tahun
berikutnya (2008) yaitu Partai Politik dalam pengajuan permohonan
pencairan, harus sudah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban
penggunaan bantuan keuangan tahun sebelumnya (2007) adalah telah
sesuai, hanya alangkah baiknya jika Pemerintah Kota Salatiga mampu
bekerjasama dengan Legislatif untuk merubah Peraturan Daerah Kota
Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tersebut.
c. Dari Aspek Budaya Politik.
Dalam pembahasan di atas diyatakan bahwa demokrasi ditakdirkan
untuk bersifat illusive dan impossible. Illusive sebab elit sebenarnya
hanya bertanggungjawab di antara mereka sendiri, tidak pernah
langsung kepada rakyat yang diwakilinya (apalagi kepada Pemerintah,
Penulis). Impossible sebab elit, sekali terpilih mewakili rakyat melalui
Pemilu, dapat dengan mudah mengatasnamakan kepentingan pribadi
(personal interest) sebagai kehendak rakyat (the will of the people).
Dapat dikatakan bahwa di satu pihak para anggota Partai Politik
penerima bantuan keuangan yang sekaligus adalah anggota DPRD
yang ikut serta menggodok Rancangan Peraturan Daerah untuk pada
gilirannya diabsahkan sebagai Peraturan Daerah secara konseptual
telah melahirkan tata nilai ideal berupa Peraturan Daerah, tetapi pada
pihak lain, tatkala berkapasitas sebagai anggota Partai Politik yang
menjadi obyek penerima bantuan keuangan, justru tidak menaati
ketentuan dan kehendak peraturan yang dibuatnya sendiri.
Berkenaan dengan penumbuhan budaya politik yang berorientasi
kepada kedewasaan politik aparatus politik, Arbi Sanit menambahkan
bahwa hambatan terhadap upaya penciptaan budaya politik
sebagaimana diidealisasikan justru datang dari tiadanya kesadaran dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
rasa tanggung jawab dari para pelaku politik itu sendiri49. Karena itu,
Sanit menawarkan semacam preskripsi atau jalan keluar bahwa
diperlukan upaya penyeimbangan pengaruh antar pembentuk budaya
politik, dalam arti untuk menyebar-luaskan nilai-nilai ideal politik
yang baik, tidak hanya berharap pada kerja Pemerintah yang
jangkauannya terbatas, tetapi seluruh komponen pelaku politik harus
dilibatkan secara proaktif dan partisipatif, dan untuk itu, dibutuhkan
kesabaran yang memadai untuk tiba pada kondisi tersebut. Kesabaran
tidaklah identik dengan apatisme, tetapi lebih kepada penantian secara
evolutif dan gradual seraya berikhtiar atau terus berupaya menata
berbagai kelemahan yang ditemui, termasuk upaya reformulasi (legal
and law reform), rekonseptualisasi dan membangun reposisi yang
lebih kuat (bargaining) agar di masa yang akan datang, tidak hanya
terhadap Peraturan Daerah tertentu tetapi seluruh produk hukum
(Daerah) dapat secara konsisten dilaksanakan sehingga terbangun
budaya rule of law, rule of the game dan law enforcement sekaligus
secara simultan menciptakan interelasi yang simbiotik mutualistik
antara subyek dan obyek kebijakan terutama yang berkenaan dengan
peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian, diperlukan
langkah-langkah taktis yang cepat tetapi tepat sebagai solusi atas
permasalahan atau kemelut di seputar proses pertanggungjawaban,
khususnya yang berkenaan dengan bantuan keuangan kepada Partai
Politik.
49 Opcit. Hlm. 172
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pembahasan dengan memakai
teori bekerjanya hukum dan teori kebijakan publik, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Bantuan keuangan kepada partai politik di Kota Salatiga belum dapat
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007.
Faktor-faktor yang menyebabkan terlambatnya Laporan Pertanggung
Jawaban dari partai politik, mengenai bantuan yang telah diterima
yaitu: belum pernahnya Pemerintah Kota Salatiga melakukan
sosialisasi berkaitan dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13
Tahun 2007,Sangat terlambatnya penyerahan bantuan keuangan Tahun
Anggaran 2007, Kurangnya pemahaman partai politik tentang
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 karena belum
pernah disosialisasikan kepada mereka, kurang terselenggaranya tata
administrasi keuangan yang baik di lingkungan internal Sekretariat
partai politik, tidak adanya sanksi tegas yang mengatur apabila terjadi
keterlambatan penyerahan laporan keuangan, Status para pegawai pada
sekretriat partai politik. Hasil Kajian implementasi hukumnya sebagai
berikut:
a. Dari Aspek Struktur Hukum , Kapasitas individu anggota partai
politik penerima bantuan yang sekaligus merupakan anggota
legislatif menyebabkan Pemerintah Kota Salatiga hanya berharap
pada niat baik (good will) mereka (partai politik) untuk secara
sadar memenuhi kewajiban administratifnya,
b. Dari aspek Substansi hukum, Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun
2007. Peraturan Daerah tersebut tidak mengatur adanya sanksi
administratif maupun sanksi pidana berkaitan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
keterlambatan pelaporan penggunaan bantuan keuangan
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1). Peraturan Daerah
adalah produk bersama antara lembaga eksekutif dan lembaga
legislatif yang notabene juga bertindak sebagai penerima bantuan,
sehingga sedikit banyak ada unsur kesengajaan agar kondisi
peraturan perundang-undangan tersebut demikian sebagaimana
kelemahan yang melekat pada peraturan daerah tersebut. Belum
tersosialisasinya dari Pemerintah Kota Salatiga (meskipun
demikian, bagi Penulis, dalam konteks ini, sosialisasi hanyalah
pemenuhan aspek prosedural semata, seharusnya tanpa
sosialisasipun, obyek penerima bantuan sudah harus sangat
memahami tentang kehendak Peraturan Daerah tersebut karena
penerima bantuan (anggota Partai Politik) sekaligus merupakan
formulator dan legalisator/Legislator atas Peraturan Daerah
tersebut dalam kapasitas institusionalnya sebagai anggota
Legislatif / anggota DPRD);
c. Faktor Budaya Politik, demokrasi ditakdirkan untuk bersifat
illusive dan impossible. Illusive sebab elit sebenarnya hanya
bertanggungjawab di antara mereka sendiri, tidak pernah langsung
kepada rakyat yang diwakilinya (apalagi kepada Pemerintah,
Penulis). Impossible sebab elit, sekali terpilih mewakili rakyat
melalui Pemilu, dapat dengan mudah mengatasnamakan
kepentingan pribadi (personal interest) sebagai kehendak rakyat
(the will of the people). Sekalipun demikian, bagi Imawan, sistem
perwakilan tetap dianggap sebagai alternatif terbaik, sebab
menjamin terbentuknya representative government.
2. Langkah yang seharusnya ditempuh oleh Pemerintah Kota Salatiga
untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memberikan sanksi
administratif, baik dengan memberikan syarat tambahan dalam
pengajuan bantuan tahun berikutnya (2008) yaitu Partai Politik dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
pengajuan permohonan pencairan, harus sudah menyampaikan
Laporan Pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan tahun
sebelumnya (2007), atau dengan sanksi yang lain yang ditambahkan
dalam Perubahan Peraturan Daerah.
B. IMPLIKASI
Tesis ini memiliki implikasi, yaitu tentang hambatan dan kendala
keterlambatan Partai Politik dalam menyampaikan laporan
pertanggungjawaban keuangannya mulai dari tahapan formulasi kebijakan
sampai kepada pelaksanaan dan evaluasinya. Kebijakan publik adalah
salah satu produk hukum pemerintahan yang memiliki pengaruh, baik
secara luas maupun secara terbatas. Meskipun demikian, dari sisi
akuntabilitas pemerintahan, kebijakan publik bukan dilihat dari seberapa
luas jangkauannya tetapi bahwa ia merupakan produk sebuah
pemerintahan yang seyogianya dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat. Manajemen pemerintahan (Daerah) seharusnya senantiasa
merujuk kepada setiap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, memerhatikan kaidah dan norma penyelenggaraan termasuk
dalam hal perumusan kebijakan publik. Mengingat bahwa kebijakan
publik biasanya tidak secara absolut dihasilkan secara tunggal oleh suatu
otoritas terterntu dalam arti bahwa kebijakan tersebut diproduksi secara
kolektif maka ke depan seharussnya ada semacam mekanisme baku antara
lain semacam Standar Operasional Prosedur (SOP), Petunjuk Teknis
(Juknis) ataupun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta Jadwal tetap yang
secara konsisten ditaati oleh semua pemangku kepentingan. Di Samping
itu yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya dilakukan semacam kajian
awal yang bersifat holistik dan komprehensif sebelum merumuskan dan
mengabsahkan sebuah produk kebijakan. Aspek implikasi pada saat
diaplikasikan menjadi fokus perhatian yang tidak boleh diabaikan. Untuk
menghindari konflik kepentingan dan skeptisisme antara Eksekutif dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Legislatif, maka sejak awal ada baiknya melibatkan pihak ketiga yang
memilki tingkat independensi dan obyektivitas yang tidak meragukan
seperti kalangan Ahli (Expert), terutama dari kalangan perguruan tinggi
serta perumusannya sedapat mungkin melibatkan setiap Stakeholders sejak
awal. Perencanaan ini seyogianya secara eksplisit dituangkan dalam
Program Legislasi Daerah (Prolegda) serta secara reguler dan kontinyu
dikaji untuk disesuaikan dengan perkembangan kontemporer dan kondisi
kontekstual yang berkembang sesuai dengan urgensi, kemampuan dan
prioritas kebutuhan daerah.
C. SARAN
Dari Hasil kesimpulan tersebut di atas, maka dapat disampaikan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Salatiga sebagai Leading sector pemberian bantuan
keuangan kepada partai politik, agar dapat mengusulkan perubahan
atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan
Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga, dengan sanksi yang tegas.
Sanksi tersebut dapat berupa sanksi administrasi, seperti penundaan
pencairan Bantuan Keuangan Tahun berikutnya;
2. Pemerintah Kota Salatiga agar bisa lebih proaktif dalam penerapan
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tersebut dengan
mensosialisasikannya kepada partai politik di Kota Salatiga;
3. Diharapkan partai politik bersifat lebih dewasa, dengan memisahkan
antara partai politik sebagai pembuat peraturan dan partai politik
sebagai penerima bantuan (pemegang peran).
top related