parisada hindhu dharma dan tantangan ke depan filememerlukan sikap kehati-hatian untuk mengontrol...
Post on 20-Jun-2019
239 Views
Preview:
TRANSCRIPT
0
PARISADA HINDHU DHARMA
DAN TANTANGAN KE DEPAN
OLEH:
SULANDJARI
Hasil penelitian ini disampaikan sebagai acara Diskusi Bulanan di Pusat Kajian Bali
Pada Tanggal 19 November 2015
1
Daftar Isi
Halaman
Pendahuluan ........................................................................................................ 1
Parisada Dalam Dinamika Kehidupan KeagamaanKekinian .............................. 1 – 9
Aspek Pendidikan : Akademis Umum dan Keagamaan ........................................ 9 – 19
Parisada dan Dinamika Sosial Ekonomi dan Budaya ........................................... 19 – 28
Kesimpulan ............................................................................................................ 28
2
PARISADA HINDU DHARMA DAN TANTANGAN KE DEPAN
Pendahuluan
Sebagai majelis tertinggi umat Hindu di Indonesia, Parisada Hindu Dharma mengemban tugas
sebagai pembuat kebijakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan spiritual dan
praktek kehidupan beragama. Lembaga ini menjadi pedoman dalam mengatur, memupuk dan
mengembangkan kehidupan umat Hindu di Bali menurut ajaran-ajaran sastranya. Untuk
merealisasikan tugas dan tujuannya,Parisada antara lain mengadakan pertemuan-pertemuan
untuk mendapatkan masukan-masukan tentang sarana dan prasarana yang mendukung untuk
pembinaan kehidupan umat.
Di tengah arus globalisasi yang terjadi dewasa ini yang ditandai oleh proses modernisasi
yang merambah ke berbagai bidang seperti sosial, budaya dan ekonomi , berdampak pada cara
berpikir, mental dan moral umat dalam menyikapi spirit keagamaannya dalam praktek
kehidupannya. Bagi parisada tentu saja ini merupakan tantangan yang harus dihadapi . Di tengah
masyarakat yang serba pluralistik yang bergerak terus ke arah perkembangan secara vertikal,
memerlukan sikap kehati-hatian untuk mengontrol diri dari derasnya desakan pengaruh
keduniawian yang serba materialistis. Keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan
penyimpangan dan pelanggran terhadap aturan ,etika dan norma hubungan antar manusia,
manusia dengan alam/lingkungan serta manusia dengan Tuhannya. Di sisi lain dinamika
mobilitas vertical pada masyarakat sekarang ini harus diantisipasi dengan antara lain
peningkatan kualitas pendidikan, kesejahteraan dan keimanan. Untuk itu parisada merealisasi
program-program kerja yang dirancang sesuai dengan dinamisasi kehidupan yang melingkupi
umat Hindu di wilayah Indonesia.Relevansi dan kompetensi beberapa bidang yang saling terkait
dalam satu sistem lembaga umat Hindu,parisada yang dimunculkan, untuk menjawab tantangan
pada masa kini dan masa depan. Dalam perjalanan sejarahnya
Parisada Dalam Dinamika Kehidupan Keagamaan Kekinian
Kitab suci Veda menjadi sumber Anggaran Dasar dan Ketetapan Mahasabha X PHDI Tahun
2011 tentang Ketetapan Dalam Bidang Keagamaan. Veda adalah sumber dari dharma yang
3
menuntun manusia dalam menjalani kehidupan yang berdasar pada cinta kasih kepada sesama,
lingkungan termasuk NKRI, Pancasila dan UUD 1945. Proses Globalisasi yang ditandai dengan
modernisasi di era yang serba canggih teknologi ini di satu sisi membawa kesejahteraan bagi
kehidupan secara phisik/material manusia, namun di sisi lain mengakibatkan dekadensi moral
spiritual manusia.( Frederik Lambertus Bakker : 287-288 ). Orientasi individualis dan
materialistis menjadi tolak ukur dalam langkah interaksi sosial antar manusia , dan
lingkungannya. Dalam pandangan Veda kondisi ini merupakan masa kegelapan bagi hidup
manusia, yang ditandai dengan timbulnya permasalahan-permasalahan yang pada gilirannya
akan mengakibatkan bencana. Kesadaran untuk meningkatkan bakti dan sradha ke hadapan
Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, menjadi cara untuk mencegah segala bencana
yang mengancam itu. Jelaslah bahwa salah satu program pokok parisada adalah pembinaan umat
dalam konteks kehidupan beragama yang bersumber dari kitab suci Veda , yang selain dharma
didalamnya juga terdapat ajaran tentang widhi tattwa atma, karmaphala, dan moksa.
Untuk memperluas pemahaman ajaran Veda di kalangat umat, parisada merealisasi kebijakan
antara lain mengadakan penyuluhan atau darmawacana sampai ke desa-desa . Mencetak buku
tuntunan pelajaran agama di sekolah-sekolah, serta mengadakan pesamuan agung yang
membahas tentang pedewasan, pengabenan dan sesebelan. Di tingkat lokal terjadi bentuk
percampuran atau sinkretisme dalam praktek keagamaan antara ajaran Veda dan adat istiadat
setempat. Dalam pelaksanaan kehidupan beragama, harus diseleksi mana adat yang
memperlancar dan mana yang menghambat pelaksanaan agama. Selama adat dapat menegakkan
pelaksanaan ajaran agama, akan dipertahankan dan diarahkan sesuai dengan desa kala patra.
Bahkan banjar sebagai lembaga adat pusat segala aktivitas anggota masyarakat bisa difungsikan
sebagai asrama, pusat kegiatan yang terkait dengan pembelajaran agama. Jadi agama itu
ditradisikan untuk dipelajari dan dipahami, dan bukannya agama yang dikuasai oleh adat.
Dengan demikian tidak perlu dikontraskan antara Lontar dan Weda ( Wawancara dengan Idha
Pandita Mpu Yoga Dhaksa Paramitha, pada tanggal 2 November 2015). Jadi keterkaitan antara
adat dan agama bisa digambarkan dalam 5 komponen yang membentuk satu kesatuan yakni:
1. Deva mata : Tuhan
2. Desa mata : tradisi
3. Deha mata : ibu / ayah
4
4. Wedha mata : Wedha
5. Bumi mata : tempat tinggal ( Idha Pandita Mpu Yoga, ibid., ). Ini terkait dengan
konsep Padmabuana Nusantara,yang menyatakan bahwa Tuhan itu ada di mana-mana.
Pernyataan itu mengandung makna yang bersifat politik agama, yang pada dasarnya
mengandung pengakuan bahwa agama Hindu adalah agama universal yang bisa diterima di
setiap tempat yang berbeda. Meskipun demikian tradisi sebagai bagian dari kehidupan
keagamaan harus bisa menyelaraskan diri dengan budaya dunia yang dikuasai oleh kemajuan
iptek dan modernisasi. Jika tidak , akan banyak ditinggal oleh umatnya. Karena dalam konteks
pemikiran yang modernis, tetap berpegang teguh kepada adat/ tradisi dianggap sebagai kuno,
dan tidak menarik lagi. Tugas juru pengarah dalam seka teruna teruni, sebagai pembawa berita
undangan untuk medelokan misalnya, tidak jarang dirasakan sebagai beban tersendiri, karena
ini akan memakan waktu , ketika mereka harus mendatangi masing-masing rumah anggota seka.
Untuk mengatasi hal itu, tugas pengarah bisa diperingan dengan menggunakan handphone (
Wawancara dengan I Nyoman Subawa, Kelihan Banjar Dukuh Kesiman Petilan pada tanggal 4
November 2015 ). Meskipun demikian penyelarasan , juga harus diberengi dengan sikap selektif
dalam menentukan kriteria agar tidak bertentangan dengan dasar adat dan budaya Hindu. Terkait
dengan hal ini Parisada mengeluarkan ketentuan yang menghimbau penggunaan sarana upacara
yang dianggap melenceng dari pemahaman terhadap konsep budaya Bali dalam masalah
lingkungan. Dalam upacara Piodalan di pura atau di sanggah misalnya sebaiknya tidak
menggunakan iringan gong dari tape recorder. Atau menggantikan sarana tertentu seperti ceper
dengan bahan dari plastik. Jelaslah bahwa dalam mengemban tugasnya sebagai Pembina umat
beragama , parisada menempuh langkah yang berprinsip pada kesatuan dan persatuan bangsa
yang sejalan dengan pembinaan kehidupan beragama ( Warta Hindu Dharma, 1986 : 25 ).
Dalam perjalanan sejarah parisada selama 41 tahun ( 1959 – 2011 )memperlihatkan
kebijakan yang pada dasarnya menyelaraskan ajaran Veda dengan adat setempat. Sebagai
Pembina umat , lembaga agama Hindu ini menjalankan fungsinya untuk mengatur segala aspek
sosial budaya, politik dan ekonomi umat. Jelasnya semua aspek tersebut selalu terkait dengan
agama Hindu. Peningkatan spiritual keagamaan dengan mengamalkan dan pembangunan
mental kepedulian terhadap lingkungan menjadi titik pangkal aplikasi program atau kebijakan
parisada. Oleh karena Agama Hiindu di Bali terkait erat dengan adat atau tradisi lokal, maka
5
sosialisasi dan realisasi program atau kebijakan dari PHDI Pusat ke daerah- daerah perlu
ditindak lanjuti oleh desa pekraman. Hal ini bisa dimengerti, mengingat bendesa adat yang
berhubungan langsung dengan masayarakat di daerah/ desa (Wawancara dengan Nyoman
Subawa, Kelihan Banjar Dukuh Kesiman Petilan, pada tanggal 4 November 2015 ) . Pengurus
parisada pusat yang terdiri dari organ sabha pandita atau para sulinggih ( pendeta ), dan welaka
( kaum intelaktual yang mendalami agama Hindu )atau dewan pakar, dan pengurus harian yang
merupakan organ pelaksana mengawali kinerjanya dengan menyelenggarakan bberapa
Pesamuan Agung dan Maha Sabha. Melalui Pesamuan Agung 25 Januari 1994, Bhisama Maha
Sabha 29 Oktober 2002, dan 28 Oktober 2003 dicapai kesepakatan masing-masing dalam
masalah kesucian pura , sosialisasi catur warna dan sadhaka.
Catur Warna merupakan ajaran Agama Hindu yang menyatakan tentang pembagian tugas
dan kewajiban masyarakat atas “ guru “ dan “kama “ yang terlepas dari kasta atau wangsa.
Bishama tentang catur warna ini menjadi pedoman yang wajib dipatuhi oleh seluruh umat
Hindu. Untuk itu ditugaskan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat
untuk mensosialisasikan bhisama tentang Catur warna lini kepada seluruh umat Hindu di
Indonesia, lengkap dengan penjelasan di lampirnnya.
Mengenai pengaturan tentang fungsi dan kedudukan sadhaka ( pandita, sulinggih ), pada
dasarnya mengandung pemahaman terhadap Brahmana Dwiyati yang sudah di diksa dan
memiliki kemampuan lahir batin sebagai sang katrini katon. Kepadanya orang bisa
mendapatkan pengayoman dan pencerahan hidup. Apapun sebutan gelarnya sadhaka difugsikan
sebagai pemimpin upacara agama di tempat-tempat pemujaan yang bersifat umum, dan upacara
panca yajna dimanapun diselenggarakan. Di sini ditekankan bahwa umat baik secara pribadi,
maupun kelompok secara bebas berhak memilih pendeta atau sulinggih untuk muput upacara
yajna ( Wawancara dengan Ida Pandhita Mpu Yoga Dhaksa Paramitha, pada tanggal 2
November 2015 ).
Beberapa ketetapan mahasabha dan pasamuan agung lainnya untuk dikemukakan di sini
adalah tahun 1971 menetapkan Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional, dan pembahasan
tentang Keluarga Berencana dari sudut agama Hindu. Selain itu juga ditetapkan tentang
pendidikan tenaga pendeta, penggunaan bahasa daerah dalam melakukan penyuluhan-
penyuluhan agama, serta mengusulkan kepada pemerintah untuk memperbanyak pengangaktan
6
guru agama Hindu .Selanjutnya mereka dikirim ke daerah-daerah luar Bali, yakni ke daerah
transmigrasi di Lampung, Sulawesi,dan beberapa daerah Nusa Tenggara turut memperluas
perkembangan agama Hindu di luar Bali. Sementara itu penyuluhan di daerah-daerah
transmigrasi di bidang upacara dan ajaran-ajaran agama, telah memperkokoh keyakinan
beragama bagi umat Hindu. Hari raya keagamaan lainnya yang ditetapkan sebagai hari libur
pemerintah adalah Hari Raya Galungan dan Kuningan, Saraswati dan Pagerwesi. Suatu
ketetapan yang penting lainnya adalah ketika pada tahun 1986 ( mahasabha V ) adalah
dilakukannya perubahan terhadap AD dan ART Parisada, dengan memasukkan Pancasila
sebagai satu-satunya azas dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Penyederhanaan dalam upacara keagamaan juga menjadi ketetapan penting dalam mahasabha
yang sama . Dan hal itu sudah terrealisasi hingga sekarang. Upacara ngaben misalnya , dulu
diadakan dengan besar-besaran , sehingga tentu saja memerlukan dana yang tidak sedikit. Untuk
itu parisada menetapkan bahwa upacara itu bisa dilaksanakan secara sederhana dan biaya
murah. Yang penting adalah sarana upacara lengkap , serta proses upacara berjalan dengan
benar. Sekarang ketetapan itu justru ditindak lanjuti sebagai trend kebajikan sosial keagamaan
yang dilakukan oleh berbagai pihak, seprti pemerintah daerah, dan keluarga-keluarga triwangsa
yakni yang disebut ngaben massal. Dari segi pandangan keagamaan, ini merupakan dharma
yang dibenarkan oleh ajaran agama. Buakan saja ngaben tetapi juga potong gigi missal , sebagai
suatu ajang untuk berdharma kepada orang lain yang mmerlukannya. Ini merupakan kemajuan
positif bagi kehidupan beragama umat yang menunjukkan kepedulian dan cinta kasih kepada
sesamanya,
Agama Hindu mengajarkan agar manusia / umatnya mampu hidup sesuai dengan desa kala patra.
Modernisasi mengakibatkanperubahan sosia masyarakat yang terkadang menghilangkan jati
diri sebagai umat Hindu. Disinilah letak pentingnya peran parisada untuk menyampaikan
pencerahan-pencerahan hidup keagamaan , melalui dharmawacana di siaran-siaran televisi dan
pngiriman tenaga penyuluhan atau bimbingan agama ke desa-desa. Penyuluhan ini pada
adasarnya menganjurkan umat untuk hidup sederhana, dan meningkatkan spirit solidaritas atau
gotong royong . Banten upacara piodalan di pura-pura yang memakan biaya besar,
disederhanakan dengan ketentuan dari parisada yang menetapkan bahwa gebogan dibuat setinggi
tidak lebih dari 1m.. Tidak perlu banyak yang penting bahan upacaranya cukup memenuhi syarat
7
, sehingga tidak mengurangi makna keagamaan. Kemudahan ini tentu saja meingankan beban
umat dalam melaksanakan upacara keagamaannya. Juga hal ini menjadi salah satu upaya untuk
menghindari adanya kekhwatiran bahwa agama Hindu akan dirasakan sangat memberatkan oleh
umatnya ( Wawancara dengan I Made Karim, Bendesa Pekraman Kesiman, pada tanggal 5
November 2015 ). Hal ini menandai adanya perkembangan pemikiran yang berpendapat bahwa
tradisi dalam tataran tertentu bisa dilaksanakan secara fleksibel, menyesuaikan dengan dinamika
perkembangan lingkungan secara luas. Akan tetapi fleksibilitas tradisi , tetap harus diikuti
dengan pemahaman yang dilakukan secara mendalam dan berkelanjutan terhadap sumber dari
ajaran-ajaran Agama Hindu yang terdapat dalam kitab suci Veda. Realisasi dari pemikiran
tersebut adalah bahwa ajaran –ajaran dalam Veda harus disebar luaskan kepada seluruh umat,
tanpa kecuali., karena ajaran agama sebenaranya adalah milik seluruh umat. Oleh karenanya
pendidikan agama formal perlu diberikan sejak dini di semua tingkat sekolah., sebab ajaran
agama merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah dan universal . Itu artinya bahwa
semua umat memiliki hak yang sama untuk mempelajari, dan menguasai pengetahuan itu dengan
optimal. Dengan demikian ketika agama dibawa ke dalam kehidupan nyata untuk keselamatan
dan kesejahteraan umat manusia, maka otoritas dan kewenngan untuk memfasilitasinya boleh
dipercayakan kepada siapa saja, sepanjang memilki kemampuan dan karakter seperti yang
dinyatakan dalam ajaran agama. Dalam agama Hindu di Bali, apa yang dimaksud dengan
konsep kasta, perlu dimaknai dengan pikiran yang bijak ( Wawancara dengan Ida Pandita Mpu
Yoga Dhaksa Paramitha pada tanggal 2 November 2015 ).
Pendidikan agama Hindu pada daarnya memiliki tujuan utama yakni selain membentukmanusia
berbudi pekrti luhur,yang dapat mengendalikan diri di tengah arus modernisasi, juga mampu
memanfaatkan ilmu yang diperoleh sesuai dengan ajaran agama yang dipahaminya. Dalam
tahap menuntut ilmu, latihan untuk mengendalikan hawa nafsu dan mengatasi segala pkiran yang
menyesatkan menjadi dasar kemampuan yang harus dipelajari dan dikuasai, karena hawa nafsu
merupakan musuh terbesar bagi manusia.. Terkait dengan hal itu, PHDI atau Parisada
merumuskan tujuan pendidikan agama Hindu sebagai berikut;
1. Mennamkan ajaran agama Hindu menjadi keyakinan dari landasan segenap kegiatan
umat Hindu dalam semua kehidupannya.
8
2. Ajaran agama Hindu mengarahkan pertumbuhan tata kemasyarakatan umat Hindu hingga
serasi dengan Pancasila dasar negara RI.
3. .Menyerasikan dan menyeimbangkan pelksanaan bagian-bagian ajaran agama Hindu,
yakni antara tattwa,susila dan upacara.
4. Untuk mengembangkan hidup rukun antar umat beragama ( Wahana, 2007 : 12-13 ).
Terkait dengan pendidikan agama di setiap jenjang sekolah, parisada berketatapan akan turut
menyusun kurikulum dengan bantuan para rochaniawan Hindu, dan organisasi yang bernafaskan
agama Hindu.. Selain membantu parisada dalm menyususn kurikulum, organisasi ini juga dapat
membantu parisada untuk melakukan pembinaan umat ke daerah-daerah dengan pola yang
terprogram, jelas, efektif dan efisien dengan melibatkan seluruh komponen umat yang ada. Salah
satu upaya dari para tokoh umat yang bekerjasama engan parisada dalam pembinaan umat,
adalah merintis pendirian Hindu Centre, yang direalisasikan dengan beririnya Institut Hindu
Dharma ( IHD ). Pada tanggal 3 Oktober 1963., yang 30 tahun kemudian ditingkatkan statusnya
menjadi Universitas Hindu Indonesia ( UNHI ) ( Hasil- Hasil MAHASABHA X , 2011 :127
)Seiring dengan intensitas pendidikan agama kepada umat, maka masalah hak dan kedudukan
wanita semakin banyak mendapat perhatian. Kepada mereka diharapkan diberi hak yang sama
dengan kaum pria , dalam masalah adat , seperti keinginan untuk memilih jodoh sesuai dengan
pilihannya sendiri. Yang penting adalah bahwa dengan kesadaran, umat bisa memilih dan
membuang aspek-aspek dalam pelaksanaan ajaran agama yang sudah tidak sesuai dengan
kemajuan jaman. Untuk itu parisada Bali telah menetapkan Undang undang tahun 1964 yang
memberikan kebebasan bagi setiap pria dan wanita dewasa yang saling mencintai untuk
melangsungkan perkawinan tanpa melihat pada perbedaan kasta ( Frederik Lambertus Bakker,
1993; Op.Cit : 166-167 ). Untuk menyebar luaskan ajaran agama kepada semua lapisan
masyarakat , maka pelajaran agama ditetapkan diberikan kepada siswa dari tingkat Sekolah
Dasar sampai ke jenjang Perguruan Tinggi.. Hal ini memperlihatkan bahwa agama Hindu di Bali
sudah menjadi semakin terbuka, semua orang tanpa kecuali dapat membaca dan mempelajari
berbgai buku tentang agama yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Yang jelas dapat dilihat adalah
kebijakan lembaga pemerintah atau swasta yang tidak lagi mengaitkan “kasta” dalam perekrutan
pegawai, atau pemberian jabatan misalnya, karena itu keputusan lebih ditekankan kepada mereka
yang memiliki dasar pendidikan sesuai dengan bidang keahlian yang diperlukan pemerintah.
9
Dengan demikian jabatan di dalam birokrasi pemerintahan/kepengurusan, bisa diraih dengan
hasil usaha sendiri yakni melalaui pendidikan.
Dalam rangka pembinaan umat untuk berkehidupan beragama, ,mempelajari Veda merupakan
bagian tersendiri dari ajaran agama Hindu yang bersumber dari kitab suci Veda yang
menggunakan bahasa Sansekerta. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi umat untuk memahami
isi kitab suci. Untuk membantu memudahkan pemahaman tersebut, maka akan dibentuk
lembaga/ badan atau yang sejenis tentang Pusat Pengkajian Veda ( Vedic Centre ). Lembaga
inilah yang secara khusus bertugas mengkaji dan mempelajari Veda dan bekerjasama dengan
berbagai lembaga kajian Veda..( Hasil-hasil Mahasabha X, Loc.cit., ). Penekanan parisada pada
Veda sebagai inti ajaran agama Hindu di Bali membuktikan bahwa lembaga itu menempatkan
agama Hindu di Bali sebagai agama universal yang berlaku sama di Lampung ( Sumatera ), Jawa
dan Kalimantan atau bahkan di bagian dunia manapun. Hal ini bisa dikaitkan dengan konsepsi
Padma Bhuwana yakni dasar pendirian pura yang ada di Sembilan penjurusebagai symbol bahwa
Tuhan ada di mana-mana, tidak ada dibagian alam semesta ini tanpa kehadiran Nya. Jadi Tuhan
ditempatkan di seluruh penjuru. Analog dengan konsepsi itu maka Padma Bhuwana Nusantara
merupakan penetapan Sembilan pura di Sembilan arah Nusantara. . Padma Bhuwana Nusantara
diharapkan menjadi media yang menjabarkan konsep-konsep Hindu tentang kehidupan yang
ideal di seluruh nusantara.. Oleh karenanya yang menjadi kiblat agama Hindu bukan saja di Bali
( Besakih ), tetapi tidak tertutup kemungkinan di daerah lain di Indonesia ( Wawancara dengan I
Wayan Yudha, Kaling Banjar Dukuh Kesiman Petilan pada tanggal 5 November 2015). Yang
penting untuk dikemukakan tentang Ketetapan Keagamaan dalam Lokasabha III PHDI Bali, I996
adalah:
1. Meningkatkan kualitas pemahaman umat Hindu terhadap ajaran agamanya, melalui
lingkungan keluarga, masyarakat,dan sekolah untuk mengimbangi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.Kegiatan juga dilakukan melalui dharmawacana, dharma tula,
dharma gita, dharma canti, dharma yatra Dn dharma sadana. Disamping itu juga dilkukan
pembinaan tentang agama Hindu terhadap usaha umat dalam menyelenggarakan kursus
atau pendidikan agama Hindu.
2. Meningkatkan, merumuskan pendidikan calon pendeta dan pemangku..
10
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas mimbar agama Hindu melalui media komunikasi
antara lain media cetak, elektronik dan seni pertunjukan.
4. Mningkatkan penghayatan dan pengmalan tata susila agama Hindu, terutama dalam
menunjang program penegakan disiplin nasional.
5. Meningkatkan penghayatan dan pengamalan ajaran Tri hita kirana dalam menunjang
program pelestarian lingkungan hidup.
6. Meningkatkan pemahaman terhadap keduduka, arti, fungsi serta kesucian Pura sesuai
dengan Bhisama Parisada Hindu Dharma Indonesia.
7. Memberikan pembinaan moral spiritual kepad yayasan, orgnisasi, lembaga,badan,
pasraman, warga demi terpeliharanya hubungan aspiratif yang dinamis untuk
kesejahteraan umat Hindu.
8. Memberikan pengayoman, pembinaan, dan pengebangan aturan tentang cara melakukan
Dewa Sraya di pura-pura.
9. Meningkatkan koordinasi, pembinaan, dan pengembangan terhadap berbagai usaha
penerbitan buku-buku agama Hindu.
10. Mengantisipsi artikel, buku-buku, siaran yang melecehkan agama Hindu.( IGst.Ngr.Oka
Pemecutan, 2007 : 221-222 )
Dengan demikian ketetapan tentang keagamaan di atas menyiratkan suatu tujuan utama yakni
diseminasi, internalisasi, implementasi nilai-nilai dan memiliki ketahanan dan kualitas spiritual.
Aspek Pendidikan : Akademis Umum dan Keagamaan
Ruang lingkup dari aspek pendidikan di sisni mencakup tidak saja pendidikan umum atau
secara formal di sekolah, tetapi juga meliputi semua lingkungan sosialnya, seperti lingkungan
keluarga, masyarakat dan budaya. Pada akhirnya program parisada dalam bidang pendidikan
bertujuan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul baik karakter
maupun kompetensi. Konsep ini diimplementasikan dengan pengembangan sistem pendidikan
yang berlandaskan nilai-nilai Hindu dan memperkuat kearifan budaya lokal, serta membangun
generasi muda Hindu sebagai sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. Dikaitkan
dengan pendidikan formal, maka setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, sedapat
mungkin dijiwai oleh ajaran falsafah agama, serta untuk meningkatkan perbaikan budi pekerti
dan memperkuat keyakinan beragama. Jadi intinya dalam setiap proses belajar mengajar harus
11
dilandasi oleh nilai dan falsafah agama Hindu Bali, ajaran dalam kitab suci Veda yang
implementasinya diakomodasikan dengan budaya lokal. Meskipun demikian pemahaman
terhadap kasta atau yang disebut sebagai catur warna, yang kemudian terkait dengan masalah
persamaan hak dan derajad manusia dalam menjalankan tugas dan kewajibnnya sebagai anggota
masyarakat, masih memerlukan pejuangan untuk mencapai kesepakatan. Keturunan atau
kemampuan yang menentukan status sosial seseorang dalam menjalankan fungsinya di
masayarakat? Keduanya hingga sekarang masih berjalan bersamaan sebagai bentuk pemikiran
maupun implementasi dari kinerja parisada dan lembaga yang terkait dengannya.
Program umum dari pengurus harian pusat dan daerah periode tahun 2012-2016 di bidang
pendidikan yang mencerminkan kebijakan meningkatkan kualitas pendidikan akademis secara
umum, yang berbasis pada nilai –nilai ajaran agama Hindu, sehingga menghasilkan tenaga
intelektual Hindu yang berwawasan luas dan beriman. Butir-butir kebijakan itu adalah sebagai
berikut:
1.Penyebarluasan sistem pendidikan yang berlndaskan nilai-nilai Hindu Dharma, seperti,
Pasraman dan Widyalaya. Hal ini direalisasikan dengan berkoordinasi dengan
pemerintah provinsi , kabupaten, kota mengenai pengangkatan guru agama Hindu
sesuai dengan UU No.20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional.
2. Penyebarluasan sistem pendidikan bagi calon rochaniawan Hindu Dharma Indonesia,
dengan cara mengadakan koordinasi dengan Menteri Agama RI berkenaan dengan
Peraturan Menteri Agama sebagai tindak lanjut atas Peaturan Pemerintah no.55 tahun
2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
3.Penyebarluasan dan memberkan dorongan bagi pendirian Pusat Kajian dan
Pengembangan Hindu. Program ini direlisir dengan cara mendorong berdirinya
lembaga pendidikan keagamaan Hindu ( pasraman ), dan lembaga pendidikan umum
bernuansa Hindu ( widyalaya ).
4. Mendorong umat dan masyarakat Hindu Dharma Indonesia proaktif terlibat dalam
gerakanpelayanan di bidang pendidikan.Untuk itu PHDI berusaha mendorong
berdirinya Program Studi Rochaniawan Hindu di Perguruan Tinggi Hindu, dan
berkoordinasi dengan lembaga itu untuk memberikan beasiswa kepada umat yang
12
kurang mampu. Ini membuktikan bahwa parisada memiliki komitmen yang tinggi
untuk memajukan dan mnyebarluaskan pendidikan di kalangan umat.
5. Mendorong agar umat Hindu Dharma Indonesia mengutamakan pendidikan bagi putera
puterinya , dalam rangka membangun sumber daya manusia yang berkualitas dan
unggul dalam karakter dan kompetensi. Kemudian parisada menerbitkan pedoman
pendirian dan pelaksanaan Pusat Kajian dan Pengembangan Hindu , serta mendorong
berdirinya Pusat Kajian dan Pengembangan Hindu yang representatife dan memenuhi
standar.
6. Mendorong agar umat dan masyarakat Hindu Dharma Indonesia proaktif terlibat dalam
penghargaan, penghormatan dan penguatan kearifan buadaya lokal. Untuk itu dilakukan
upaya memasyarakatkan budaya Hindu untuk membangun jati diri Hindu dengan
bahasa daerah dan seni keagamaan yang benafaskan Hindu, dan mendorong serta
memfasilitasi kegiatan pesantian ( Hasil- Hasil Mahasabha X, 2011 : 133-134 ).
Jelaslah bahwa sasaran pendidikan yang ingin dicapai adalah tenaga intelektual muda
yang energik, aktif dan memperlihatkan jati dirinya sebagai insan yang berbudaya Bali dan
bernafaskan Hindu.
Pendidikan seperti yang digagas oleh parisada sebenarnya sudah diawali sejak tahun
1920an oleh golongan intelektual Hindu yang tergabung dalam kelompok Surya Kanta yang
banyak mengalih bahasakan lontar, agar dapat dipahami dengan lebih mudah oleh umat secara
luas ( Ni Putu Diantari,1990 : 67 ). Sistem pendidikan formal harus dimaknai dengan pemikiran
atau gagasan-gagasan yang bersifat kemanusiaan,yakni untuk peningkatan taraf hidup jasmani
dan rohani manusia dengan lingkungannya. Termasuk di dalamnya adalah nilai-nilai tentang
kualitas hidup manusia yang menempatkan darma sebagai nilai paling luhur dalam kehidupan
manusia. Dengan kata lain prinsip keturunan bukanlah menjadi dasar dari pembangunan sumber
daya manusia yang unggul dan berkualitas dalam karakter dan kompetensinya Pada waktu itu ide
yang merupakan penyeimbang antara gagasan yang feudal dan modernis semakin banyak
mendapat perhatian, terutama di kalangan umat terpelajar. Kelompok ini adalah pemuda-pemuda
yang meneruskan studinya ke kota-kota di Jawa pada sekitar tahun 1950. Pada waktu liburan
para mahasiswa ini biasanya pulang ke Bali, bertemu dan mendiskusikan gagasan-gagasan
13
mereka tentang pembaharuan dan perubahan tentang pelaksanaan agama dan adat. Perihal itu
menjadi tema pokok dalam konferensi pertma yang diadakan setelah para pemuda pelajar
/mahasiswa itu pada tahun 1955 bergabung ke dalam suatu organisasi Angkatan Muda Hindu
Bali , Kumara Bavana ( I Gst.Ngr.Oka.Pemecutan,2007 : 3 ). Saat inilah yang kemudian menjadi
embrio bagi lahirnya Majelis Agama Hindu di Bali , dengan nama Parisada Hindu Darma Bali
pada tahun 1959. .Pendidikan karakter yang bersifat humanistis yang bermuara pada kearifan
budaya lokal ( Bali ), bisa diikuti oleh siapa saja tanpa dibatasi oleh garis keturunan seseorang.
Sebagai contoh penghargaan dan penghormatan kepada orang lain yang berlatar belakang agama
dan status sosial yang berbeda, merupakan karakter darma yang unggul dibanding dengan sikap
antipati kepada setiap perbedaan. Sebaliknya pandangan negatif dan sikap anti pati terhadap
perilaku penyimpangan kehidupan seksual misalnya, menjadi symbol dari kegagalan
pembangunan karakter, yang menjadi salah satu aspek penting dalam program pendidikan dari
parisada, karena karena yang diperlukan bagi mereka adalah bantuan, bukannya hukuman.
Sebagai bentuk implementasi dari program bidang pendidikan setelah terbentuknya
parisada tahun 1959, adalah dibangunnya Sekolah dari tingkat SD sampai dengan Sekolah
Pendidikan Guru Tingkat Atas di Denpasar Kegiatan ini dilakukan atas kerjasama parisada
dengan Yayasan Dwijendra. Sesuai dengan program kerja tentang pendidikan yang ditetapkan
Parisada tentang penyebar luasan sistem pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai Hindu
Dharma, penyebarlauasan sistem pendidikan bagi calon rochaniawan Hindu Dharma, dan
penyebar luasan dan dorongan terhadap pendirian Pusat Kajian , maka pada tahun 1963 didirikan
sebuah perguruan tinggi agama di Denpasar yakni Institut Hindu Dharma ( IHD ). Pembukaan
dari gedung ini dilakukan bertepatan dengan Hari Suci Umat Hindu, yakni Purnama Sasih Kapat.
Berdirinya IHD dilator belakang oleh tujuan ingin mencetak kader-kader intelektual Hindu yang
dapat mengatasi persoalan keumatan dalam bermasyarakat dan bernegara. Implementasinya
adalah mendidik pemimpin-pemimpin agama yang berpengetahuan luas,bermoral, dan terampil
dalam rangka berpatisipsi dalam menyukseskan pembangunan nasional, bik fisik maupun mental
spiritual seperti ang kemudian dituntut oleh tridharma perguruan tinggi, dengan pola ilmiah
pokoknya agama dan kebudayaan sebagaimana dituangkan dalam statuta IHD. Berkembangnya
IHD menyebabkan tumbuhnya para generasi muda Hindu di luar Bali untuk dapat menikmati
pendidikan tinggi agama Hindu di Bali. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia,
14
misalnya Toraja, Kahariyangan,Jawa dan Batak ( Prof.Dr.I.B.Mantra, Biografi Seorang
Budayawan 1928-1995 : 302-304 ).
Tahun 1993 IHD secara resmi menjadi UNHI ( Universitas Hindu Indonesia ), berdasar pada
tuntutan Undang- Undang sistem pendidikan nasional yang mengacu pada peningkatan dan
perluasan ilmu serta kehidupan kemanusiaan dalam rangka mengemban pembangunan bangsa.
Jadi UNHI tetap konsisten dengan ide awalnya IHD, yakni agama dan kebudayaan yang
berfungsi sebagai pola ilmiah pokok. IHD merupakan satu-satunya perguruan tinggi agama
Hindu yang menjadi kebanggaan umat Hindu telah dilebur menjadi universitas umum. Lebih
lanjut UNHI adalah merupakan lembaga pendidikan tinggi yang bersifat umum dengan cara
khusus atau nilai tambahnya agama Hindu. Kelahiran UNHI bertepatan waktunya dengan arus
globalisasi dunia, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dn kebangkitan umat Hindu Indonesia.
Universitas ini memiliki tujuh fakultas , tiga diantaranya adalah fakultas baru, sedangkan empat
lainnya adalah fakultas yang sudah ada semasih bernama IHD. Tiga fakultas yang baru itu adalah
Fakultas Ekonomi dengan Program Studi Manajemen Pariwisata dan Akuntasi Perhotelan.
Fakultas Tehnik Program Studi Teknik Sipil Pengairan, dan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Program Studi Biologi Kelautan. Sementara itu yang empat lainnya adalah
Fakultas Ilmu Agama dengan Program Studi Ilmu Agama Hindu, Fakultas Ilmu Agama dengan
Program Studi Pendidikan Agama Hindu, Fakultas Hukum Agama dengan Program Studi
Hukum Adat Hindu, dan Fakultas Sastra dan Filsafat Program Studi Filsafat Agama Hindu.
Di Bali disamping Universitas Hindu Indonesia terdapat pula Akademi Pendidikan Guru
Agama Hindu Negeri Denpasar ( APGAHN ) yang diresmikan pada tanggal 25 Mei 1993. Salah
satu alasan dari dibukanya pendidikan akademis ini adalah bahwa saat itu pengangkatan guru
agama masih mengalami hambatan, mengingat persyaratan penerimaan tamatan tenaga guru
minimal lulusan diploma.. Jadi APGAHN diharapkan mampu mencetak generasi penerus yang
kuat terhdap pengaruh budaya asing, serta menjadi tenaga guru yang berkualitas dan sigap
sebagai penyuluh untuk membina umat ( Ibid., : 308 ).
Secara umum bisa dikatakan bahwa parisada berperan besar dalam mengembangkan
pendidikan yang bernafaskan agama Hindu . Sarana dan prasarana yang telah dibentuk,berhasil
dibina dan dikembangkan seperti dibukanya pesantian.Di dalam pesantian diajarkan dan dibina
kekawin dan mekidung yang berkaitan dengan upacara dewa yadnya dan manusa yadnya. Untuk
15
itu dibentuklah perwakilan-perwakilan sampai di tingkat desa, dengan seorang kepala desa
sebaga[ pembinanya.Selain itu juga diadakan lomba-lomba kekawin dan mekidung di tingkat
kecamatan., kabupaten dan propinsi. Yang pesrtanya terdiri dari kelompok anak-anak Sekolah
Dasar, SMP dan tingkat SMA. Juga untuk umum pada tingkat anak-anak dan remaja. Kegiatan
ini oleh parisada dimaksudkan sebagai usaha untuk memupuk dan meningkatkan kesadaran umat
beragama umat Hindu.
Kegiatan lomba membaca kekawin dan mekidung ini juga dibarengi dengan pengiriman
tenaga penyuluh sampai ke tingkat desa-desa termasuk daerah transmigrasi yng berada di
Lampung, Sulawesi. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk memantapkan dan mendorong umat
Hindu dalam mengimplementasikan ajaran agama Hindu pada saat merayakan hari raya tertentu
dan kehidupan sehari-harinya.
Kegiatan lomba sebagai salah satu cara mendidik umat dalam mengimplementasikan ajaran
agama , diikuti oleh penerbitan dan penyebaran buku-buku buku dan majalah agama Hindu ,
seperti Warta Hindu Dharma. Mengikuti perkembangan iptek pada dasawarsa ini , parisada juga
mengupayakan suatu cara untuk mempermudah transformasi informasi tentang pelajaran yang
berkaitan dengan agama Hindu, melalui apa yang disebut sebagai pustaka digital. Dengan sistem
menghimpun informs lewat internet ini, orang tidak terlalu terikat dengan waktu dan tempat
untuk mendapakan informasi. Adapun judul buku-buku itu adalah :
1. Catur Weda dan Upanisad
2. Bhagavad Gita
3. Tuntunan Dasar Agama Hindu
4. Dharma Wacana
5. Usada
6. Renungan
7. Kidung
8. Pancaran Bhagawan
9. Kumpulan Ceritera Anak-anak
10. Tempat Suci, Sejarah dan Filosofisnya
11. Hari Raya dan Filosofisnya
16
Dua judul yang lainnya berupa rekaman video, yakni : Tradisi Hindu dan Sejarah Majapahit.
(w.w.w.parisada.org. ).
Desiminasi ilmu pengetahuan yang bernafaskan agama Hindu yang dilakukan oleh
parisida bukan saja dilakukan dengan perpustakaan digital dan koleksi video, tetapi juga lewat
acara Bedah Buku yang berjudul Hindu Agama Terbesar di Dunia Acara ini diselenggarakan
oleh PHDI Bekasi dan Banjar di Jakarta, 17 April 2004. Inti isi dari buku ini adalah berupa
pengalaman-pengalaman dari beberapa orang yang baru menganut agama Hindu yang mendapat
berbagai kelebihan dibanding agama yang mereka anut sebelumnya. Berikut ini adalah pokok-
pokok pikiran yang dipaparkan dalam diskusi yang terjadi pada waktu acara Bedah Buku
berlangsung. Kebangkitan Hindu harus diawali dari adanya kesadaran yang menytakan bahwa
Hindu merupakan agama yang luhur, sehingga penting untuk ditekuni dan lebih diperdalam..
Dengan demikian setiap bentuk implementasi ajaran agama Hindu oleh umatnya, akan mewarnai
di setiap peradaban. Hal ini terbukti bahwa hanya peradaban Hindu yang hingga saat ini msih
bertahan.Pendapat lain mengingatkan terhadap pentingnya kebanggaan menjadi pemeluk Hindu,
sambil menyatakan bahwa sekarang ini perlu suntikan moral bagi jati diri umat yang saat ini
sudah mengalami goncangan , karena ketidak berdayaan dalam menghadapi agresivitas
lingkungan. Pelajaran penting yang bisa dipetik dari hasil diskusi ini adalah menjadi pemeluk
Hindu tidak harus merasa berkecil hati, tetapi justru sebaliknya merasa memiliki kepercayaan
diri karena terbukti peradaban Hindu memiliki ketahanan yang lebih besar dibanding yang
lainnya, di dalam menghadapi gerusan perubahan di sekitarnya.
Kebijakan parisada dalam mendesiminasi ilmu pengetahuan tanpa harus ketinggalan dengan
kemajuan teknologi , tercakup dalam ketetapan dari Pasamuan Agung Parisada Hindu Dharma
tahun 2002, bidang Penerangan dan Pendidikan
1. Pembentukan pusat pengolahan dan penyimpanan data pada Sekretaris Jenderal Parisada,
berupa: pusat informasi parisada, perpustakaan induk dan operator homepage.
2. Pengaktifan kembali penerbitan dan pendistribusian ke daerah-daerah majalah dan
bulletin Hindu sebagai media komunikasi umat dengan ditambah program pertemuan
antar pimpinan redaksi media sejenis sebagai ajang diskusi berbagai materi , isu dan
masalah actual yang berkembang atau yang dihadapi umat sehari-hari
17
3. Peningkatan kualitas dan kuantitas penyiaran dharma wacana, dharma tula dan dharma
gita melalui media elektronik , termasuk memberi peran yang lebih besar kepada
organisasi atau individu lainya nng berminat,bersedia dan mampu mengajukan program
alternatif yang lebih menarik
4. Pendirian lembaga Penerbitan Parisada ( Parisada Publishing House )
5. Membangun dan mengoperasikan radio swasta yang bernafaskan Hindu.
6. Pelaksanaan program pengiriman dharma duta ke berbagai daerah yang dinilai strategis
untuk dikunjungi., baik atas inisiatif parisada, maupun atas permintaan umat setempat.
7. Pendataan jumlah dan pemantuan aktiitas guru agama Hindu pada semua tingkat
pendidikan, mengupayakan status jabatan mereka dan upaya menciptakan berbagai
insentif konpensasi tambahan sebagai pendorong semangat pengabdian mereka.
8. Pendataan jumlah lembaga pendidikan agama Hindu pada semua tingkat pendidikan ,
mengupayakan pembangunan sekolah baru , dan penyempurnaan yang sudah ada serta
peningkatan status akademis dan peningkatan kualitas sistem maupun menejemen
pengajarannya.
9. Memulai program pendalaman shrada pada semua tingkatan usia dan kelompok sosial di
lingkungan umat secara periodic seperti: pasraman akhir minggu bagi murid TK dan SD,
kemah remaja bagi murid-murid sekolah lanjtan, sedangkan forum diskusi agama / tapa
brata/ yoga semadi bagi mahasiswa dan pemuda serta tirta yatra bagi para orang tuanya.
10. Menurunkan semua literatur dan koleksi buku , maupun data yang tersedia di
perpustakaan Parisada Pusat ke daerah dalam rangka pembangunan prpustakaan daerah
yang lengkap dan menjadi sumber pengetahuan bagi umat di seluruh wilayah di
Indonesia .
11. Membuka pelatihan umum kepada kelompok remaja , mahasiswa mapun pemuda , untuk
memperkuat keyakinan , mental dan semangat mereka sebelum bepergian ke wilayah lain
dalam rangka melanjutkan sekolah, menjalankan tugas maupun bekerja.
12. Mengadakan pelatihan atau kursus singkat tentang dharma wacana dan dharma duta,
tidak saja bagi pengurus parisada , melainkan juga kepada pinandita / pemangku dan
serati banten ser talon pinandita/ pemangku dan calon serati banten dan umat Hindu Yang
berminat ( www.okanila.brinkster.net/phdi ).
18
Implementasi dari ketetapan /kebijakan parisada untuk meningkatkan kualitas SDM yang
dimulai sejak usia SD, melalui pendidikan formal dan umum, khususnya yang berazaskan agama
Hindu, nampaknya telah memotivasi pemikiran kritis di kalangan anak didiknya. Berikut ini
beberapa bentuk pemikiran kritis dari mahasiswa IHDN Denpasar Bali. Yang pertama adalah
,mengenai kebiasaan konvoi dalam menyambut Tahun Baru. Gagasan ini pada dasarnya
menyatakan keberatannya jika konvoi dianggap sebagai kebiasaan , atau bahkan keharusan yang
dilakukan masyarakat dalam menyambut Tahun Baru di Bali. Bunyi iring-iringan deru knalpot
dan klakson sepeda motor sesungguhnya mengganggu kenyamanan dan ketertiban di jalan
umum yang dilaluinya.Memang sebagai jalan umum, siapa saja boleh melewatinya Meskipun
demikian prinsip kebersamaan dan toleransi terhadap orang lain harus diperhatikan pula. Timbul
kemungkinan terjadi ketersinggungan dan ketegangan antar kelompok pengendara yang saling
berpapasan. Belum lagi jika ada pemuda Bali melakukan kebiasaan metuakan ( minum tuak ) di
pinggir jalan. Dalam keadaan mabuk orang tidak bisa berpikir jernih, sehingga membuka
peluang tersulut keributan yang sering membahayakan pengguna jalan lain.Disinilah letak
pentingnya peran polisi untuk bertindak tegas terhadap konvoi yang bertindak berlebihan , agar
terjaga rasa aman dan nyaman bersama ( Wawancara dengan I Wayan Yudha, Kaling Banjar
Dukuh Kesiman pada tanggal 5 November 2015 ). Pemikiran ini menyiratkan adanya rasa
kepedulian terhadap lingkungannya. Rasa emphati terhadap kondisi sesamanya menjadi suntikan
moral yang humanistis, di tengah gerusan arus globalisasi yang cenderung menjauh dari nilai
etika kemanusiaan.
Pemikiran yang memperhatikan sisi kemanusiaan juga terlihat dari tanggapan terhadap wacana
dari pemerintah, yang akan menghapus bahasa Bali /bahasa Daerah dari kurikulum tahun ajaran
2013. Sangat disayangkan bahwa bahasa Daerah yang merupakan warisan budaya leluhur akan
dihapuskan, walau akan digabungkan ke dalam pelajaran seni budaya. Lantas apa dampak dari
kebijakan itu? Yang jelas dikhawatirkan akan terjadi banyak pengangguran di kalangan guru
pengajar bahasa Bali. Lagipula dengan menghapus bahasa Bali , akan memperlemah budaya Bali
sebagai daya tarik bagi wisatawan., karena bahasa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
budaya.Masalahnya adalah bahwa menarik atau tidak, berhasil dan tidaknya pengajaran bahasa
Bali , akan sangat tergantung pada SDM yang cerdas, kreatif dan inovatif. Hal ini membuktikan
adanya pemikiran yang masih perduli terhadap masa depan guru ( bahasa Bali ) dan wisata
19
budaya Bali. Gagasan ini cukup kritis dalam menyikapi segala kebijakan yang dianggap
merugikan pihak lain.
Keresahan dalam menyikapi gejala sosial yang terjadi di lingkungannya, juga terlihat dari
kekhawatiran terhadap kesucian pura karena pariwisata. Eksploitasi besar-besaran terhadap pura
untuk kepentingan pariwisata, mengakibatkan tempat yang seharusnya dijaga kesuciannya itu
menjadi leteh ( kotor ) .Wisatawan diperbolehkan memasuki pura dengan bebas demi
mendapatkan dollar. Lalu bagaimana cara mengatasinya.? Diberikan penjelasan tentang aturan
yang berlaku di pura-pura. Selanjutnya di perlukan peran instansi terkait , seperti lembaga desa
adat, dan para pengempon pura agar lebih tegas dalam melaksanakan dan mengawasi aturan
yang berlaku di pura.Banyaknya pujian terhadap keunikan dan keindahan pariwisata di Bali,
membuat terlena berbagai pihak sehingga seolah melupakan fungsi keagamaan pura yang suci.
Oleh karenanya diperlukan peran aktif dari berbagai pihak , seperti pemerintah, pelaku
pariwisata, masyarakat, pemimpin desa adat, dan pengempon pura untuk menjaga warisan
leluhur yang suci itu. ( Bali Post, 2012 : 17 ; Wawancara dengan I Made Karim, Bendesa
Pekraman Kesiman 5 November 2015 ).
Lantas bagaimana pendidikan yang berdasar pada nilai luhur Hindu itu
diimplementasikan dalam era yang serba rationalistis dan materialistis ini? Oleh karena
implikasinya adalah penurunan kualitas moral, maka yang lebih banyak disasar adalah
pendidikan tentang budi pekerti yang bertujuan untuk memahami tata susila, yang pada dasarnya
mengarahkan tingkah laku seseorang pada hal-hal yang bermoral. Ini sejalan dengan pendidikan
dalam pandangan Hindu yang bertujuan untuk memperoleh pencerahan rohani , mengembangkan
budi pekerti yang luhur, kecerdasan, nilai-nilai kemanusiaan, kreativitas dan ketrampilan. Dalam
pandangan agama Hindu imu pengetahuan merupakan persembahan yang lebih bernilai daripada
persembahan berupa materi . Menempuh pendidikan dengan disiplin yang tinggi menurut ajaran
Hindu merupakan proses pengembangan atau kecerdasan dan moralitas , untuk mencapai tingkat
kehidupan yang lebih tinggi. ( IGusti Ayu Suryani, 2007 : 5-7 ).
Pendidikan sebagai realisasi konsep Saraswati tidak hanya bersifat ritual saja, tetapi juga
harus dipraktekkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tuntutan
perkembangan kehidupan. Awal atau dasar pendidikan secara informaldilakukan pada masa
kanak-kanak dalam keluarga, sampai pada usia sekolah dilakukan pendidikan formal di sekolah
20
dan dalam pegaulan seseorang dalam masyarakat. Perkembangan kehidupan intelektual sampai
saat ini sangat berpengaruh dalam dinamika kehidupan manusia, tetapi cenderung bersifat
phisisk material dan instan, yang lebih condong untuk kepentingan sesaat.Kondisi seperti ini
sangat mendominasi bidng kehidupan manusia, sehingga dikhawatirkan akan menjadi model
pembenaran dari budaya hidup secara menyeluruh. Menurut Parisada hal itu perlu diimbangi
dengan membangun pusat-pusat pendidikan khas Hindu , misalnya pasraman yang diharapkan
dapat memberikan pendidikan yang cenderung besifat natural dan berjangka panjang. Semantara
itu pendidikan dalam keluarga menjadi dasar dan utama, guna membangun insan yang siap
menjadi generasi penerus Hindu. Hal itu perlu dimaknai dengan kesadaran secara kolektif yang
perlu digelorakan dan diprogramkan oleh parisada secara sistematis dan sistemik.
Parisada dalam Dinamika Sosial Ekonomi dan Budaya
Komponen-komponen sabagai hasil ketetapan program kerja parisada dalam masalah sosial
ekonomi dan budaya, antara lain meliputi Ekonomi dan kesejahteraan, lingkungan hidup,
kesehatan dan kemanusiaan. Dalam masyarakat modern,perhatian kepada masalah sosial menjadi
sangatlah urgen. Terkait dengan masalah itu ,maka modernisasi agama mutlak diperlukan , jika
tidak maka agama Hindu tidak akan berkembang. Bentuk implementasi dari konsepsi itu adalah
realisasi terhadap ajaran cinta kasih yang tidak hanya dalam tataran keluarga dan desa pekraman,
tetapi dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat secara modern dan luas. ( Biografi
Seorang Budayawan 1928-1995, 1998 : 320-321 ) . Program parisada dalam bidang ekonomi
dan kesejahteraan meliputi :
1. Penyebarluasan nilai-nilai Hindu Dharma tentang ekonomi dan kesejahteraan.
2. Mendorong dan memfasilitasi gerakan dan upaya kemandirian ekonomi umat.
3. Mendorong dan memfasilitasi gerakan dan kesadaran pentingnya ketahanan ekonomi
bagi umat Hindu.
Ketiga point di atas, direlisasikan antara lain dengan cara mengoptimalkan peran Badan
Dharma Dana Nasional, sambil mendorong berdirinya lembaga-lembaga ekonomi ( koperasi
dan perseroan terbatas ), serta manfasilitasi terbangunnya jaringan antar pengusaha Hindu di
bebagai daerah ( Hasil-hasil Mahasabha X, op.cit : 133 ).
21
Beberapa rancangan implementasi di atas direalisasikan ke dalam bentuk penyerahan
dana punia, pengurusan aset parisada yang kurang produktif, dan pembentukan lembaga-
lembaga yang bersifat ekonomis dan mampu memberikan kesejahteraan kepada umat. Untuk
menggalang dana parisada melaksanakan program pengumpulan dana punia secara nasional
melalui “punia seribu” yang dilaksanakan setiap tahun melalui berbagai jaringan
pengumpulan dana . Kemudian membentuk Hindu Incorporated yang menyatukan semua
potensi ekonomi dan kegiatan usaha, dengan kewajiban menyisihkan hasil usaha dan
kerjasama yang diperoleh kepada parisada maupun Lembaga Artha Parisada. Selain itu
parisada juga mengupayakan produk Peraturan Daerah ( Perda ) bagi daerah yang
memungkinkan terutama di daerah Bali yang mengatur tentang kebijakan fikaldaerah ( pajak
atau retribusi ) mengenai pungutan terhadap pelaku pariwisata, yang digunakan untuk
melakukan konservasi dan pengembangan budaya serta agama Hindu ( admin, diposting 19
Dec 2002 ). Kenyataannya dana punia yang merupakan bhisama parisada, belum berjalan
sesuai harapan, karena capaian targetnya masih rendah. Hal ini tentu saja harus diteliti dan
dikaji secara bijak oleh lembaga Litbang Parisadha dan bekerjasama dengan lembaga
pendidikan Hindu, yakni tentang segala perkara yang terkait dengan pelaksanaan bhisama
tersebut, baik menyangkut sistem penyelenggaraannya, realisasinya sendiri, subyek
penyelenggara,obyek sasaran kegiatanya secara komprehensif, dan selanjutnya diadakan
pembenahan sesuai rekomendasi perbaikan terhadap hal tersebut ( Hasil-hasil
MAHASABHA X., op.cit : 151 )
Penyuluhan yang dilakukan parisada ke desa-desa, disamping bertujuan untuk
memantapkan ajaran –ajaran agama Hindu, juga menekankan dan memotivasi untuk hidup
sederhana sambil terus meningkatkan azas gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat ,
sesuai dengan program pemerintah. Untuk memperingan beban biaya bagi masyarakat dalam
menjalankan upacara, baik adat maupun kegamaan, disosialisasikan cara penyederhanaan
banten. Banten yang besar dan tinggi yang biayanya cukup besar , pada waktu upacara
piodalan di sanggah/pura dihimbau untuk diperkecil sehingga mengurangi pembiayaan.
Tidak perlu banyak, yang penting dasar bahan upakaranya terpenuhi dan pelaksanaan
upacaranya berlangsung khidmat. Penyederhanaan banten yang sering dibuat secara besar-
besaran, bukan berarti akan menurunkan kualitas ajaran agama Hindu, tetapi justru secara
sosial ekonomis telah meringankan beban hidup umatnya. Realisasi lebih lanjut untuk
22
meringankan beban biaya dalam melaksanakan upacara piodalan misalnya, dilakukan secara
gotong royong dengan pembagian tugas antara pria dan wanita secara proporsional. Kaum
pria mengerjakan penjor, dan wanitanya menyiapkan banten. Hal ini juga dilakukan dalam
upacara-upacara adat/agama lainnya, seperti perkawinan, ngaben dan potong gigi (
Wawancara dengan I Made Karim, Bendesa Pekraman Kesiman pada tanggal 5 November
2015 Kesiman). Sebagai bentuk realisasi dari azas gotong royong, parisadha melalui IHDN
menyerahkan dana punia kepada umat Hindu di Gunung Kidul .
Sebagai tindak lanjut tentang pengurusan aset –aset parisadha yang berfungsi sebagai
modal penting bagi operasional parisadha, hingga kini masih dalam proses pengurusannya.
Aset tersebut adalah P.T Dharma Hita Laksana, sedangkan aset lain yang berada di bawah
wewenang parisadha adalah P.T Dharma Bhakti Mukti ( P.T Mabhakti ),dan Yayasan
Pendidikan Widyakerthi . Terdapat dua buah yayasan yang menjadi aset parisadha, yang
sampai sekarang belum dilakukan pengurusan dan penyelamatannya, yakni Yayasan Dharma
Usadha, Yayasan Hindu Dharma dan RS Dharma Sentana ( www.parisadha.org ). Pada
tanggal 4 November 2007 Parisadha se Bali mendesak PHDI Pusat untuk usut asetnya.
Tentang aset parisadha yang berupa R.S Dharma Sentana statusnya belum jelas karena
sertifikatnya belum selesai. Berkenaan dengan hal itu ketua PHDI Jembrana Kt.Semaraguna
bersama Ketua Forum Penyelamat Aset Parisadha Jembrana ( FPAPJ ), A.A Gede Agung
dan LSM menyatakan agar pembangunan di tanah aset PHDI untuk sementara
diberhentikan. Jalan keluar /akses menuju dan dari R.S Dharma Sentana yang dibangun di
atas tanah aset PHDI/parisadha harus diaudit. Hasil penukaran tanah aset parisadha yang kini
dijadikan Kantor Camat Jembrana seluas 30 are disarankan untuk membeli R.S Dharma
Sentana. Sebagai gantinya parisadha diberi tempat di sebelah timur Pura Jagatnatha, namun
statusnya hanya sebagai hak guna pakai. Ketua LSM Forum Kota I.B Haryantha
mengusulkan bahwa jika pemerintah kabupaten Jembrana menginginkan tanah seluas 30 are
itu untuk kepentingan pelayanan umum, hendaknya ditukar guling dengan aset pemerintah
kabupaten. Lebih lanjut dinyatakan bahwa parisadha hendaknya berpikir panjang, jangan
instan, oleh karenannya parisadha harus bertanggung jawab terhadap penjualan aset
parisadha. Demikian pula para bendesa adat , sulinggih dan tokoh-tokoh pendiri PHDI serta
penggagas awal tentang pengadaan tanah itu diundang untuk berkumpul dalam paruman di
23
Jembrana agar mendapat kejelasan tentang arah kebijakan umat Hindu ( w.w.w.okanila
brinkster.net/phdi ).
Sementara itu dalam bidang lingkungan hidup, parisada menetapkan beberapa kebijakan
yakni:
1. Penyebarluasan nilai-nilai Hindu Dharma tentang keserasian dan keharmonisan hidup
dengan lingkungan ( Tri Hita Karana ).
2. Mendorong agar umat dan masyarakat Hindu Dharma Indonesia proaktif terlibat
dalam gerakan peghargaan,penghormatan dan pelestarian lingkungan.
3. Penyebarluasan konsepsi tentang pembangunan dan pengembangan model
Masyarakat Berbasis Nilai-nilai Hindu Dharma.
Beberapa kebijakan di atas diimplementasikan dengan cara manerbitkan pedoman
pengelolaan lingkungan hidup menurut ajaran Hindu, serta aktif dalam kampanye penyelamatan
dan pelestarian lingkungan hidup. Disamping itu juga dilakukan usaha untuk mendorong
pelaksanaan program-program berupa aksi penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup, dan
membangun kesadaran akan pentingnya keselarasan antara manusia dan lingkungan, serta
mengembangkan pola pemukiman yang mengutamakan keselarasan berdasar ajaran Hindu (
Hasil-Hasil Mahasabha X,2011, log.cit : 134-135 ) .
Pada dasarnya Trihita Karana mengandung filsafat keselarasan yakni hubungan antara
manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alam lingkungannya.
Keselarasan itu sesuai dengan ajaran Hindu yang merupakan tujuan hidup sebagai orang Bali,
yang terdapat dalam Kitab Suci Veda/Wedha. Dinyatkan bahwa tujuan agama adalah untuk
mencapai kesejahteraan jasmani dan kebahagiaan hidup rohani secara selaras dan seimbang.
Ketiga unsur dalam ajaran itu yang mencakup Sang Hyang Widhi sebagai super natural power,
Bhuwana yang merupakan makrokosmos, dan Manusia yang merupakan mikrokosmos,
ketiganya tidak dapat dipisahkan dalam tata hidup masyarakat Bali bahkan selalu diterapkan dan
dilaksanakan sebagai suatu kebulatan yang erat melekat pada setiap aspek kehidupan yang
harmonis , dinami dan produktif. Dalam masyarakat adat implementasi dari ketiga unsure
tersebut adalah menekankan kepada dimensi hubungan tingkah laku dalam keluarga, antar
keluarga, banjar sampai pada desa adat.Etika tingkah laku dimaksudkan memiliki npersamaan
24
hak dan kewajiban di depan aturan adat. Salah satu contohnya adalah prinsip saguluk sagilik
salulung sabayantaka ( I Made Ardana Putra, 2001: 11,14 ). Dengan demikian nilai
keseimbangan dengan lingkungan alamnya, menjadi dasar yang sangat menentukan praktek
kehidupan masyarakat Bali, misalnya dapat dilihat pada pola menetapnya yang menggunakan
konsep tri mandala yang diselaraskan dengan payung ajaran tri hita karana. Konsepsi ajaran ini
pada dasarnya mengandung unsur-unsur selalu ingin menyesuaikan diri dan berusaha menjalin
hubungan dengan elemen alam dengan kehidupan di sekelilingnya. Kemudian selalu ingin
menciptakan suasana kedamaian dan ketentraman antar sesama makhluk dan juga terhadap alam
dimana manusia hidup sebagai salah satu elemen dari alam semesta, dan juga secara vertikal ke
atas ( I Made Ardana Putra,2001., op.cit : 14 ). Dampak negatif dari perkembangan pariwisata
yang sangat potensial dalam mengganggu keselarasan ketiga unsur manusia , alam dan Tuhan
harus disikapi dengan bijaksana. Pariwisata dan investor yang mampu meningkatkan potensi dan
kekuatan ekonomi masyarakat, dan mengasah pengalaman serta kemampuan masyarakat dengan
orientasi pasarnya,sering menimbulkan sikap anti, gangguan bahkan pemusuhan. Mereka yang
masih setia berpijak pada aturan yang didasari pada ajaran agama Hindu mengenai lingkungan,
yang fokus pada perimbangan dan keselarasan, menganggap bahwa pelaku bisnis pariwisata
terkadang terlalu memihak pada kepentingan pasar daripada memelihara kelestarian lingkungan.
Anggapan itu didasari adanya kekhawatiran bahwa kerusakan atau terganggunya lingkungan
akan mengakibatkan gangguan kesehatan serta masalah sosial atau kemanusiaan dalam
masyarakat. Ajaran seperti yadnya dan tat twam asi mampu mengarahkan kinerja manusia untuk
kesejahteraan sosial masyarakat. Kemajuan ipteks yang luar biasa, menjadikan mnusia bukan
saja mampu menaklukkan alam dan beberapa menguasai alam secara berlebihan. Sesuatu yang
biasanya tidak akan dilakukan oleh manusia dengan alasan tabu dan melanggar prinsip-prinsip
kemanusiaan, maka sekarang lingkungan termasuk alam dapat ditaklukkan oleh manusia. Hal ini
berakibat pada terjadinya krisis global yang pada gilirannya akan merugikan eksistensi
kehidupan manusia itu sendiri. Perubahan iklim yang ekstrim yang mengakibatkan banjir di
Jakarta atau tanah longsor yang membawa korban jiwa di beberapa daerah lainnya,menunjukkan
betapa manusia dan lingkungan alam tidak bersahabat lagi,yang bisa mengakibatkan gangguan
kejiwaan manusia yang terus didera oleh rasa ketakutan kepada kemarahan alam ( Mohammad
Takdir Ilahi,2013 : 6 ).
25
Di sisi lain pariwisata yang disikapi dengan tindakan-tindakan positif , akan
membimbing masyarakat kearah mobilitas vertikal. Masyarakat Kuta yang sebelum
berkembangnya pariwisata , lebih banyak menekuni bentuk mta pencaharian sebagai nelayan
telah mengadaptasi dengan lingkungan setempat yang berbasis pada sektor pariwisata.
Masyarakat nelayan itu banyak beralih profesi sebagai pedagang acung, pemandu wisata,
membuka restaurant, membuat rumah penginapan, dan lain sebagainya. Sementara itu
masyarakat di kelurahan Tanjung Benoa yang dulunya lebih banyak berprofesi sebagai petani ,
sekarang beralih kepada mata pencaharian lain, seperti : pengusaha home stay, pegawai hotel,
sopir, restaurant, toko pakaian, dan lain sebagainya.
Mengenai masalah kesehatan yang terkait dengan kondisi sosial kemanusiaan dalam
masyarakat, parisadha menerapkan beberapa kebijakan sebagai landasan program kerja sebagai
berikut:
1. Konsepsi nilai-nilai Hindu Dharma tentang perilaku dan budaya hidup bersih dan
sehat dalam semua tatanan.
2. Mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan derajad kesehatan umat secara
mandiri.
3. Pentingnya umat Hindu Dharma Indonesi peduli dan melayani sesama.
Sebagai bentuk implementasi dari beberapa poin di atas adalah menerbitkan pedoman pe
rilaku hidup bersih dan sehat ( PHBS )menurut ajaran agama Hindu. Aturan yang menjadi
pedoman itu kemudian diaktualisasikan dengan cara mengkampanyekan secara aktif tentang
pembudidayaan perilaku hidup bersih dan sehat ( PHBS ). Untuk itu parisadha mendorong
berdirinya lembaga-lembaga sosial kemanusiaan yang berupa : klinik,rumah sakit,panti asuhan,
panti wredha, dan lain sebagainya. Disamping itu parisadha juga mendorong lembaga
keagamaan Hindu agar aktif membantu mengatasi bencana alam, baik saat maupun pasca
bencana ( Hasil-Hasil MAHASABHA X., log.cit : 137 ).
Karya-karya atau usaha yang dapat meringankan kehidupan bahkan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, berbentuk pendirian rumah sakit, klinik serta lembaga sosial lainnya.
Yayasan Dharma Usadha Rsi Markandeya yang berada di bawah Parisada Hindu Dharma Pusat,
membangun beberapa rumah sakit di Bali, seperti RS Dharma Yadnya di Denpasar.Jika umat
26
yang datang berobat bisa menunjukkan surat keterangan tidak mampu, maka biaya pelayanan
kesehatannya menpapat potongan sebesar 25 %. Gagasan untuk memberikan keringanan
pelayanan kesehtan ini didasari pada kesadaran Parisadha untuk menyampaikan secara adil dan
merata dana punia, kepada umat yang kurang mampu. Sekaligus ini merupakan pertanda adanya
pengaruh perkembangan kualitas agama Hindu di dalam menghadapi perubahan sosial yang
terjadi dalam msyarakat. Usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat umat Hindu
khususnya, juga dilakukan lewat pendirian BKIA dan poliklinik ( I Made Gosa,1986 : 67-68 ).
Kepedulian parisadha terhadap kejadian berupa bencana alam atau musibah lainnya,
terlihat dari usaha proaktifnya untuk membantu memulihkan keamanan dan ketertiban di
lamung, khususnya di wilayah desa Bali Nuraga yang sempat dilanda kerusuhan akibat konflik
antara warga Bali dengan tetangga desanya yang dihuni oleh mayoritas warga Lampung. PHDI
Pusat dan Ketua Bali Corruption Watch yang diakili oleh Putu Wirata Dwikora, Frans Bambang
Siswanta serta Cahya Wirawan Hadi ( penasehat dan ketua Inti Bali ), dan beberapa tokoh
masyarakat lainnya, menyumbangkan uang sejumlah 600 juta rupiah kepada tiga desa yang
terkait f (www.news.detik.com/read/2012). Disamping itu parisadha juga gubernur Bali berperan
aktif menghimbau kepada 300 orang warga Bali Nuraga agar bersedia dievakusi , sebelum
konflik pecah, namun mereka gagal meyakinkan warga karena sebagian besar dari mereka lebih
suka bertahan di tempat mereka sendiri ( www.merdeka.com ).
Masalah kesehatan dan kemanusiaan juga menjadi fokus perhatian parisadha terutama
mengenai peranan dan fungsi organisasi kepemudaan, kewanitaan dalam rangka
mengembangkan generasi muda serta menyikapi pengaruh budaya luar akibat arus globalisasi di
setiap aspek kehidupan, termasuk plaksanaan agama Hindu di kalangan remaja. Hal ini ditempuh
melalui pembinaan terhadap pemuda- pemudi , denga cara menyediakan biaya insentif di bidang
kesenian, olah raga dan kebudayaan. Beberapa hal yang menjadi program binaan parisadha
adalah:
1. Pelaksanaan seminar tentang perkawinan Hindu, hukum waris, persamaan
gender,dan aspek budaya Hindu lainnya untuk disosialisasikan ke berbagai daerah.
2. Pelaksanaan lomba dan ketrampilan mengembangkan budaya Hindu,baik dari segi
tarian dan musik sampai kepada Utawa Dharma Githa.
27
3. Pembentukan lembaga konseling remaja, khususnya yang ada di luar Bali maupun
yang akan keluar Bali, sehingga tetap terjaga dalam lingkungan Hindu dan tidak
mudah terpengaruh oleh lingkungan non Hindu
4. Mengembangkan dan mensosialisasikan pendirian Pnti Penitipan Anak, Panti
Asuhan, Pnti Anak Yatim Piatu, Panti Anak Terlantar, Rumah Jompo, Program
Orang Tua Asuh dan lembaga sosial lainnya.
5. Melaksanakan forum komunikasi antar sampradaya untuk membiasakan umat Hindu
terhadap kegiatan saudara se-Dharma dengan warna yang berbeda-beda. Mengenai
pendekatan terhadap beberapa umat Hindu di daerah di luar Bali, parisadha
menyatakan bahwa toleransi terhadap mereka , termasuk beberapa sekte yang ada
dalam agama Hindu tetap harus dijaga dengan dasar pada pengembangan budaya
lokal, bahkan termasuk kepada umat yang berbeda keyakinan.
6. Memperjuangkan agar parisadha diberi wewenang sebagai Lembaga Pencatat
Perkawinan untuk agama Hindu.Atau minimal mendorong berdirinya lembaga
penasehat perkawinan dan perceraian bagi umat Hindu , sehingga tidak ada lagi kasus
umat Hindu yang terpaksa kawin dengan menggunakan status agama lain hanya
karena terbentur peraturan atau ketiadaan petugas pencatat perkawinan Hindu.
7. Mendorong pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Hindu.
8. Mensosialisasikan pemahaman catur varna pada semua umat Hindu maupun umat
beragama lainnya sesuai dengan kitab suci Weda, sehingga tidak lagi umat yang
merasa malu menyandang status beragama Hindu.
9. Melaksanakan pelestarian lingkungan sesuai dengan ajaran Tri Hita Kirana (
http://www.iloveblue.com ).
Masih berhubungan dengan masalah kesehatan yang terkait dengan kemanusiaan, maka
Parisadha menyampaikan gagasan tentang konsepsi nilai-nilai Hindu Dharma tentang perilaku
dan budaya hidup bersih dan sehat dalam semua tatanan. Hal ini diimplementasikan melalui
pedoman perilaku hidup bersih dan sehat menurut ajaran Hindu. Kemudian mengupayakan
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan umat secara mandiri, yang dilakukan dengan
cara mendorong berdirinya lembaga-lembaga sosial kemanusiaan, klinik, rumah sakit, panti
asuhan, panti wredha. Lebih lanjut dinyatakan akan pentingnya umat Hindu Dharma Indonesia
28
peduli dan melayani sesamanya, yang direalisir dengan cara mendorong lembaga keagamaan
Hindu agar aktif dalam membantu bencana alam baik saat bencana , maupun pasca bencana (
Hasil-Hasil Mahasabha X : 135 ).
Dalam kaitannya dengan masalah sosial budaya, parisada juga mengoptimalkan
kinerjanya kepada masalah wanita, pemuda dan anak,serta bidang hukum termasuk HAM ( hak
azasi mnusia ), demikian pula masalah ipteks. Dalam bidang wanita, pemuda dan anak disusun
kebijakan untuk menyebarluaskan konsepsi posisi dan optimalisasi peran wanita dalam
membangun peradaban. Konsepsi ini dijabarkan dengan cara optimalisasi kedudukan dan peran
wanita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta optimalisasi kedudukan
dan peran pemuda dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan benegara/. Sementara dalam
masalah pemuda dicoba untuk meningkatkan peran sentral pemuda dalam pembangunan,
termasuk mental spiritual agar dalam menghadapi arus globalisasi tidak mudah dikonversi.
Sementara itu anak sebagai aset keluarga dan pembangunan perlu mendapat perlindungan dalam
hak dan posisinya serta mendorong pemerintah melaksanakan wajib belajar 12 tahun.
Dalam bidang hukum dan HAM, parisada menekankan pada penyebarluasan konsepsi
nilai-nilai Hindu Dharma dalam penyusunan kebijakan dan perundang-undangan dan
pengambilan keputusan dalam mengelola negara . Ini dibarengi dengan usaha untuk mendorong
agar umat Hindu di Indonesia berani memperjuangkan hak pribadinya sebagai warga negara,
serta menyebarluaskan semangat kesamaan hak dan kewajiban warga negara. Kebijakan itu
diimplementasikan mellui empat pilar kebangsaan: Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhineka
Tunggal Ika , serta mendorong umat dalam proses politik dengan landasan agama Hindu. Selain
itu umat diharapkan aktif dalam memberikan kajian akademis berdasarkan ajaran Hindu ,
melalukan upaya hukum berupa Judicial Review atas UU dan peraturan perundang-undangan .
Kemudian membangun kesadaran umat terhadap hak-haknya , termasuk hak untuk memeluk
agama Hindu yang diyakininya sebagai hak yang asasi, dan bebas dari tekananan.
Sementara itu dalam masalah ipteks , maka penyebarluasan tentang penghargaan ,
penghormatan dalam memanfaatkan kemajuan sains dan teknologi yang sesuai dengan nilai-nilai
dharma, menjadi prioritas utama. Disamping itu pengembangan konsepsi dan pemikiran-
pemikiran lain bagi kemajuan umat Hindu dan Hindu Dharma di Indonesia. Semua itu
diimplementasikan dengan membangun kesadaran umat dalam memanfaatkan berbagai
29
penemuan terkait dengan perkembangan ipteks, dan itu hanya ditujukan untuk membangun
kehidupan yang lebih bagus berdasar ajaran Hindu. Disamping itu dipandang perlu menyusun
pedoman aplikasi teknologi yang terkait dengan moral, etika dan keselamatan umat manusia (
Hasil-Hasil MAHASABHA X Parisada Hindu Dharma Indonesia., log.cit : 135-137 ).
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa melalui perjalanan sejarahnya yang panjang
parisada sebagai lembaga tertinggi umat Hindu,sudah berusaha membuat kebijakan-kebijakan
sekaligus menimplementasikannya , sebagai bentuk antisipasi terhadap tantangan karena
modernisasi jaman sebagai pengaruh adanya arus globalisasi. Dibuat regulasi dan
implementasikan langkah-langkah nyata dalam bidang sosial,ekonomi dan budaya, teutama
dalam membangun kesadaran moral maupun spiritual agar tercapai keselarasan dan harmonisasi
hidup umat baik dengan lingkugan , maupun dengan Tuhannya.
30
DAFTAR PUSTAKA
Ardana Putra, I Made. 2001. “Tri Hita Karana” Diantara Teori dan Aplikasi. WAHANA
EDISI NO. 35 TH. XV1 November 2001, hal. 11-14.
Bakker, Frederik Lanbertus. 1993. The Struggle of the Hindu Balinese Intellectuals. Amsterdam:
VU University Press .
Bali Post. 2012
Diantari, Ni Putu. 1990. Gerakan Pembaharuan Hindu : Studi Tentang Perkembangan
Pemikiran Intelektual Hindu Di Bali Tahun 1925-1958 ( Skripsi S1 yang tidak diterbitkan ).
Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar.
Gosa, I Made. 1986. Peranan Parisada Hidu Dharma Dalam Perkembangan Agama Hindu Di
Bali 1958-1985 ( Skripsi S1 yang tidak diterbitkan ). Fakultas Sastra Universitas Udayana
Denpasar.
Hasil-hasil MAHASABHA X. 2011.
Mantra, Prof. Dr. I. 1998. Biografi Seorang Budayawan 1928-1995. PT. UPADA SASTRA.
Pemecutan, I Gst. Ngr. Oka Pemecutan. 2007. Perjalanan Parisada Bali ( Parisada Dharma
Hindu Bali ). Yayasan Kerthi Budaya.
Suryani, I Gusti Ayu. 2007. Pengamalan Pendidikan Budi Pekerti Hindu Pada Jaman
Globalisasi . WAHANA EDISI No.57 TH. XX11 MEI. Hal.4-9.
WAWANCARA
Karim, I Made, Bendesa Pekraman Kesiman
Mpu Yoga Dhaksa Paramitha, Ida Pandhita
Alamat: Griya Agung Atursari Peraupan Peguyangan
Subawa, I Nyoman, Kelihan Banjar Dukuh
Alamat : Banjar Dukuh Kesiman Petilan Denpasar
Yudha, I Wayan, Kepala Lingkungan
Banjar Dukuh Kesiman Petilan Denpasar
31
INTERNET
Okanila.brinkster.net.Lahirnya Parisada
www.news.detik.com.2012 . Redakan Konflik Raja Bali &Ketua Adat Langsung Buat Maklumat
Bersama
www.merdeka.com.2012. Ramadhan Fadilah. Ribuan pengungsi kembali ke Balinuraga.
www.i loveblue.com. Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu
top related