paper fisio
Post on 08-Apr-2016
90 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PAPER FISIOLOGI VETERINER II
PENGARUH KERJA DAN LATIHAN TERHADAP OTOT
KELOMPOK 3:
Edo Leonardo 1209005034 Radhita Andriani 1209005060
Hidayatul Azizah 1209005041 Grace Sophia J Manik 1209005031
Putu Chyntia N M 1209005030 RAC Noorputri AS 1209005067
Bianca Violanda J 1209005069 Ni Made Riska A 1209005010
A.A NGR Indra V N 1209005011 Ade Vinda M S 1209005038
Yusuf Riska A 1209005062 Franky L.H.R Andung 1209005035
Putu Andre W 1209005097 Maria Magdalena D.R.W 1209005057
Michele Chandra 1209005102 Rina Noviyati Ndun 0909005032
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan bimbingan dan pertolonganNya paper kami dapat diselesaikan dengan
baik.
Selain untuk memenuhi tugas, kami membuat paper ini agar paper ini dapat
dijadikan referensi bagi orang lain. Terutama bagi mahasiswa di Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana.
Segala kritik dan saran kami harapkan demi kepentingan tulisan ini. Tak lupa
juga kami mengucapkan terimakasih atas perhatiannya.
Denpasar, 17 Mei 2013
Hormat kami,
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER.........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................3
1.3. Tujuan.........................................................................................................3
1.4. Manfaat.......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4
2.1. Kekuatan Otot............................................................................................4
2.2. Ketahanan Otot...........................................................................................9
2.3. Mekanisme Kerja Otot...............................................................................10
2.4. Sifat Kerja Otot..........................................................................................13
2.5. Kerja Otot Rangka......................................................................................14
2.6. Serabut Otot Kontraksi Cepat dan Kontraksi Lambat................................15
2.7. Gangguan pada Otot...................................................................................17
2.8. Pengaruh Latihan pada Sistem Kardiovaskuler.........................................18
BAB III PENUTUP......................................................................................................19
3.1. Kesimpulan.................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................20
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengaruh kerja dan latihan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
dalam ukuran dan kekuatan otot, efisiensi, serta ketahanan dalam melakukan
kerja. Saat ini banyak orang, khususnya laki-laki yang melakukan
pembentukan otot sehingga tubuhnya terlihat atletis. Otot dapat terbentuk dan
berkembang baik bila seseorang melakukan olahraga yang rutin dan teratur.
Pada umumnya, otot pria lebih besar dibandingkan pada wanita. Ini
disebabkan karena ukuran rata-rata otot seseorang terutama ditentukan oleh
hereditas ditambah kadar sekresi testosterone, yang pada pria, akan
menyebabkan otot yang lebih besar daripada wanita.
Olahraga merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Dianggap
kebutuhan karena manusia adalah mahluk yang bergerak. Manusia dalam
melakukan aktifitasnya tidak pernah terlepas dari proses gerak, sebab tidak
ada kehidupan tanpa adanya gerakan. Olahraga sendiri bersifat universal.
Dengan kata lain olahraga dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat
tidak memandang suku, ras, agama, latar belakang pendidikan, status ekonomi
maupun gender. Baik laki-laki maupun wanita dapat melakukan aktifitas olah-
raga tanpa pengecualian. Pencapaian prestasi olahraga memiliki beberapa
komponen penting yang perlu menjadi perhatian. Komponen tersebut adalah
kapasitas kerja kardiovaskuler, pulmonal, performa otot, fleksibilitas, agilitas,
dan bebe-rapa aspek psikologi dan sosial. Performa otot sendiri terdiri dari
kekuatan otot, daya tahan otot, dan makroskopik otot.
Otot sebagai salah satu komponen yang dapat menghasilkan gerakan
melalui kontraksinya membutuhkan suatu kekuatan untuk menghasilkan
performance yang tinggi. Kerja otot yang maksimal dapat meningkatkan
kemampuan kerja seseorang yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi
1
individu dalam berolahraga. Performa otot yang tinggi tersebut ditentukan
oleh kekuatan dan daya tahan otot.
Sesuai aktivitasnya, perubahan adaptif jangka panjang dapat terjadi
pada serat otot yang memungkinkan untuk berespon secara lebih efisien
terhadap berbagai jenis kebutuhan pada otot. Otot skeletal memiliki plastisitas
yang tinggi. Ada dua jenis perubahan yang bisa diinduksi di serat otot, yaitu
perubahan dalam kapasitas sintesis ATP dan perubahan diameternya
(Sherwood L. 2010). Latihan ketahanan akan meningkatkan potensi oksidatif
otot, sedangkan latihan kekuatan (resistance) meningkatkan diameter
myofibrilar otot (Whiting. 2008).
Kekuatan otot adalah kemampuan maksimal dari otot untuk
berkontraksi. Kekuatan otot ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin,
ukuran cross sectional otot, jenis serabut otot, tipe kontraksi otot, ketersedian
energi dalam aliran darah, hubungan antara panjang dan tegangan otot pada
waktu kontraksi dan recruitmen motor unit (footnote).
Daya tahan otot adalah kemampuan otot untuk mengulangi kontraksi
dalam jumlah tertentu. Daya tahan otot sendiri dipengaruhi oleh sistem energi
yang digunakan oleh otot tersebut. Secara umum serabut otot terbagi atas
serabut otot cepat dan serabut otot lambat. Kedua serabut otot tersebut dikenal
dengan nama slow twicht muscle dan fast twicht muscle. Pada otot tipe slow
twitch (tipe 1) ketahanan terhadap kelelahan tinggi sehingga otot tersebut
relatif memiliki daya tahan yang lebih baik. Sedangkan otot tipe fast twicth
(tipe 2) memiliki ketahanan terhadap kelelahan rendah sehingga relatif lebih
lemah.
Pada suatu latihan kekuatan otot, peningkatan kekuatan otot awalnya
disebabkan oleh perbaikan kontrol sistem saraf motorik seperti penyelarasan
rekrutmen motor unit, penurunan penghambatan autogen Golgi tendon organ,
koaktivasi otot agonis dan antagonis serta frekuensi impuls motorik yang
2
menuju motor unit. Perubahan struktur dapat terjadi sebagai akibat latihan
kekuatan, baik di neuromuscular junction maupun di serat otot.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa pengaruh kerja dan latihan terhadap otot?
1.2.2. Apa yang dimaksud dengan kekuatan otot dengan ketahanan otot?
1.2.3. Bagaimana pengaruh latihan yang berlebihan pada otot?
1.2.4. Apa manfaat yang dapat dirasakan jika secara rutin dan teratur
melakukan olahraga (latihan terhadap otot)?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui pengaruh kerja dan latihan terhadap otot.
1.3.2. Untuk mengetahui kekuatan otot dengan ketahanan otot.
1.3.3. Untuk mengetahui pengaruh latihan yang berlebihan pada otot.
1.3.4. Untuk mengetahui manfaat yang dapat dirasakan jika secara rutin dan
teratur melakukan olahraga (latihan terhadap otot).
1.4. Manfaat
1.4.1. Melalui paper ini diharapkan kalangan mahasiswa Universitas
Udayana, khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih
mengenai fisiologi otot, khususnya yang berkaitan dengan pengaruh
kerja dan latihan terhadap otot.
1.4.2. Hasil tugas ini dapat menjadi arsip yang dapat membantu untuk
mengerjakan tugas yang berhubungan dengan materi kuliah Fisiologi
Veteriner II khususnya mengenai fisiologi otot.
1.5.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah istilah umum yang mempunyai pengertian yang
bermacam-macam, antara lain; kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup
otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara
dinamis maupun statis. Kekuatan otot dapat juga berarti kekuatan maksimal otot
yang ditunjang oleh cross-sectional otot yang merupakan kemampuan otot untuk
menahan beban maksimal pada aksis sendi. Otot skeletal manusia dewasa secara
keseluruhan dapat menghasilkan kekuatan otot kurang lebih 22000 kg. Otot
dalam berkontraksi dan menghasilkan tegangan memerlukan suatu tenaga/
kekuatan. Kekuatan otot selain dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor biomekanik, faktor
neuromuscular, faktor metabolisme dan faktor psikologis (Lesmana. 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan otot:
1. Usia dan jenis kelamin
Kekuatan otot mulai timbul sejak lahir sampai dewasa dan terus
meningkat terutama pada usia 20 sampai 30-an dan secara gradual menurun
seiring dengan peningkatan usia. Pada umumnya, pria lebih kuat
dibandingkan dengan wanita. Kekuatan otot pria muda hampir sama
dengan wanita muda sampai menjelang usia puber, setelah itu pria akan
mengalami peningkatan kekuatan otot yang signifikan dibanding wanita,
dan perbedaan terbesar timbul selama usia pertengahan (antara usia 30
sampai 50). Peningkatan kekuatan ini berkaitan dengan peningkatan massa
otot setelah puber, karena setelah masa puber massa otot pria 50% lebih
besar dibandingkan dengan massa otot wanita (Lesmana. 2012).
2. Ukuran cross sectional otot.
Semakin besar diameter otot maka akan semakin kuat. Suatu hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara
4
fisiologis cross sectional area dan tegangan maksimal pada otot ketika
dilakukan stimulasi elektrik. “Kekuatan otot skeletal manusia dapat
menghasilkan kekuatan kurang lebih 3-8 kg/cm2 pada cross sectional area
tanpa memperhatikan jenis kelamin”. Namun variabilitas cross sectional
area pada suatu otot akan berbeda setiap saat karena pengaruh latihan dan
inaktifitas (Lesmana. 2012).
3. Hubungan antara panjang dan tegangan otot pada waktu kontraksi.
Otot menghasilkan tegangan yang tinggi pada saat terjadi sedikit
perubahan panjang otot ketika berkontraksi. “Tenaga kontraktil otot yang
terbesar adalah ketika otot dalam keadaan ekstensi penuh karena pada saat
full ekstensi, otot dalam keadaan 1/3 kali lebih panjang daripada saat
istirahat“. Tenaga pada otot dapat terus berkurang ketika otot berkontraksi
(memendek). Ketika otot dalam kontraksi penuh maka tenaga kontraktil
yang dihasilkan dapat berkurang sampai nol. Dan yang harus menjadi
catatan adalah selama pemanjangan otot tenaga kontraktil tidak
menghasilkan proporsi yang sama (Lesmana. 2012).
4. Recruitmen motor unit.
Peningkatan recruitment motor unit akan meningkatkan kekuatan otot.
Motor unit adalah unit fungsional dari sistem neuromuscular yang terdiri
dari anterior motor neuron (terdiri dari axon, dendrit dan cell body) dan
serabut otot (terdiri dari slow twitch fiber dan fast twitch fiber). Kontraksi
otot dengan tenaga kecil akan mengaktifkan sedikit motor unit, tetapi
kontraksi dengan tenaga besar akan mengaktifkan banyak motor unit.
Tidak semua motor unit pada serabut otot aktif pada saat yang sama. Hal
itu berarti pada kontrol neural fast twitch fiber dan slow twitch fiber akan
memodulasi secara selektif jenis serabut yang akan digunakan sesuai
dengan karakteristiknya. Jenis latihan akan mempengaruhi motor unit yang
aktif, pada resistance exercise atau latihan untuk meningkatkan kekuatan
otot akan mengaktifkan fast twitch fiber sedangkan pada latihan untuk
5
meningkatkan endu-rance akan mengaktifkan slow twitch fiber (Lesmana.
2012).
5. Tipe kontraksi otot.
Otot mengeluarkan tenaga paling besar ketika kontraksi eksentrik
(memanjang) melawan tahanan. Dan otot juga mengeluarkan tenaga lebih
sedikit ketika kontraksi isometrik serta mengeluarkan tenaga yang paling
sedikit ketika kontraksi konsentrik (memendek) melawan beban (Lesmana.
2012).
6. Jenis serabut otot.
Karakteristik tipe serabut otot memiliki peranan pada sifat kontraktil
otot seperti kekuatan, endurance, power, kecepatan dan ketahanan terhadap
kelelahan/ fatigue. Tipe serabut II A dan B (fast twitch fiber) memiliki
kemampuan untuk menghasilkan sejumlah tegangan tetapi sangat cepat
mengalami kelelahan/ fatigue. Tipe I (slow twitch fiber) menghasilkan
sedikit tegangan dan dilakukan lebih lambat dibandingkan dengan tipe
serabut II tetapi lebih tahan terhadap kelelahan/ fatigue (Lesmana. 2012).
7. Ketersediaan energi dan aliran darah.
Otot membutuhkan sumber energi yang adequat untuk berkontraksi,
menghasilkan tegangan, dan mencegah kelelahan/ fatigue. Tipe serabut otot
yang predominan dan suplai darah yang adequat, serta transport oksigen
dan nutrisi ke otot, akan mempengaruhi hasil tegangan otot dan
kemampuan untuk melawan kelelahan/ fatigue (Lesmana. 2012).
8. Kecepatan kontraksi.
Torsi yang besar dihasilkan pada kecepatan yang lebih rendah.
Kecepatan berarti rata-rata gerakan dalam arah tertentu. Kecepatan
pemendekan atau pemanjangan otot secara substansial akan mempengaruhi
tegangan otot yang terjadi selama kontraksi. Penurunan tegangan kontraksi
terjadi ketika peningkatan kecepatan, saat pemen-dekan otot merupakan
dasar penjelasan jumlah links yang terbentuk perunit waktu antara filamen
6
aktin dan miosin. Pada kecepatan lambat, jumlah maksimum cross-bridge
dapat terbentuk. Semakin cepat filamen aktin dan miosin slide terhadap
satu dengan yang lain, semakin kecil jumlah links yang terbentuk antara
filamen-filamen dalam satu unit waktu dan semakin kecil tegangan yang
terjadi. Kecepatan kontraksi berbanding terbalik dengan besar beban pada
otot atau dengan kata lain berarti semakin cepat kontraksi maka tegangan
yang dihasilkan semakin kecil (Lesmana. 2012).
9. Motivasi.
Motivasi yang tinggi akan mempengaruhi kemampuan untuk
menghasilkan kekuatan yang maksimal. Oleh karena itu Testi harus mau
melakukan usaha yang maksimal agar menghasilkan kekuatan maksimal
(Lesmana. 2012).
Perubahan sistem neuromuscular dalam peningkatan kekuatan otot
a. Hypertropi
Kapasitas kekuatan otot secara langsung berhubungan dengan fisiologi
cross sectional area pada serabut otot. Dengan desain latihan yang spesifik
dapat meningkatkan kekuatan otot, dan ukuran serabut otot skeletal yang
disebut hypertropi. Faktor yang berperan pada hypertropi meliputi;
peningkatan jumlah protein pada serabut otot, peningkatan kepadatan kapiler,
perubahan biokimia pada serabut otot. Walaupun masih dalam tanda tanya,
diduga bahwa kekuatan otot juga dapat ditingkatkan dengan resistance
exercise yang menyebabkan terjadinya hyperplasia yaitu peningkatan jumlah
serabut otot. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh gerak longitudinal serabut
otot. Hal ini belum bisa dipastikan karena gerak serabut otot tersebut baru
dilakukan penelitian pada binatang (Lesmana. 2012).
b. Recruitmen
Faktor lain yang penting yang mempengaruhi kapasitas otot untuk
meningkatkan kekuatan otot adalah peningkatan jumlah recruitmen motor
7
unit. Banyaknya jumlah motor unit yang aktif akan menghasilkan kekuatan
otot yang besar (Lesmana. 2012).
c. Perubahan pada jaringan nonkon-traktil
Program latihan yang didesain untuk meningkatkan kekuatan otot
dapat juga meningkatkan kekuatan pada jaringan non-kontraktil seperti;
tulang, tendon dan ligamen (Lesmana. 2012).
Latihan Kekuatan Otot – Hipertrofi Otot
Ukuran rata-rata otot seseorang terutama ditentukan oleh hereditas
ditambah kadar sekresi testosterone, yang pada pria, akan menyebabkan otot
yang lebih besar daripada wanita. Akan tetapi dengan latihan otot dapat
mengalami hipertrofi, sekitar 30-60%. Kebanyakan hipertrofi disebabkan oleh
peningkatan diameter serabut otot daripada oleh peningkatan jumlah serabut,
walapun tidak hal ini tidak sepenuhnya benar karena beberapa serabut otot yang
sangat membesar diyakini memisah di tengah, di seluruh panjang otot untuk
membentuk serabut-serabut yang seluruhnya baru, sehingga sedikit
meningkatkan jumlah serabutnya (Guyton AC. 2007).
Pada suatu latihan kekuatan otot, peningkatan kekuatan otot awalnya
disebabkan oleh perbaikan kontrol sistem saraf motorik seperti penyelarasan
rekrutmen motor unit, penurunan penghambatan autogen Golgi tendon organ,
koaktivasi otot agonis dan antagonis serta frekuensi impuls motorik yang menuju
motor unit. Perubahan struktur dapat terjadi sebagai akibat latihan kekuatan,
baik di neuromuscular junction maupun di serat otot.
Perubahan yang terjadi di dalam serabut otot yang hipertrofi itu sendiri
meliputi:
1. Peningkatan jumlah miofibril, filamen aktin dan miosin, sarkoplasma, serta
jaringan penunjang lainnya; sebanding dengan derajat hipertrofi.
2. Peningkatan enzim-enzim mitokondria sampai dengan 120%.
8
3. Peningkatan komponen sistem metabolisme fosfagen, termasuk ATP dan
fosfokreatin sebanyak 60-80%.
4. Peningkatan cadangan glikogen sebanyak 50%.
5. Peningkatan cadangan trigliserida (lemak) sebanyak 75-100%.
Akibat semua perubahan ini, kemampuan sistem metabolik aerob dan
anaerob meningkat, terutama meningkatkan kecepatan oksidasi maksimum dan
efisiensi sistem metabolisme oksidatif sebanyak 45% (Guyton AC. 2007).
2.2. Ketahanan Otot
Daya tahan otot adalah kemampuan otot untuk mengulangi kontraksi
dalam jumlah tertentu. Daya tahan otot sendiri dipengaruhi oleh sistem energi
yang digunakan oleh otot tersebut. Secara umum serabut otot terbagi atas serabut
otot cepat dan serabut otot lambat. Kedua serabut otot tersebut dikenal dengan
nama slow twicht muscle dan fast twicht muscle. Pada otot tipe slow twitch (tipe
1) ketahanan terhadap kelelahan tinggi sehingga otot tersebut relatif memiliki
daya tahan yang lebih baik. Sedangkan otot tipe fast twicth (tipe 2) memiliki
ketahanan terhadap kelelahan rendah sehingga relatif lebih lemah (Lesmana.
2012).
Dalam melakukan fungsinya otot tidak hanya memiliki kekuatan untuk
dapat bergerak. Gerak akan menjadi fungsional bila gerakan tersebut dapat
dilakukan berulang ulang. Kapasitas untuk dapat terus melakukan pengu-langan
aktifitas otot, seperti ketika melakukan push up dan sit up secara terus menerus
dikenal dengan istilah daya tahan otot (Lesmana. 2012).
Daya tahan otot dapat ditingkatkan melalui peningkatan kekuatan otot,
juga dapat ditingkatkan dengan perubahan pada lokal metabolisme dan fungsi
sirkulasi. Sesuai dengan serabut otot, maka serabut otot tipe 1 atau serabut slow
twicht yang lebih banyak memiliki aliran darah dan berwarna merah memiliki
daya tahan otot yang lebih baik.
9
Latihan Daya Tahan
Akibat latihan daya tahan, otot juga akan mengalami sedikit hipertrofi
namun adaptasi terbesar terjadi pada proses biokimiawi di dalam otot.
Mitokondria otot meningkat jumlahnya, disertai peningkatan jumlah dan aktivitas
enzim oksidatif yang ditunjang oleh perubahan struktur lain yang menunjang
peningkatan kerja otot seperti peningkatan mikrosirkulasi otot. Penelitian
selanjutnya memperlihatkan bahwa otot yang terlatih daya tahannya (endurance-
trained) dapat lebih efektif menggunakan trigliserida, glukosa dan asam lemak
bebas sebagai sumber energi sedemikian rupa sehingga sumber energi utama otot
tersebut pada waktu exercise berubah dari karbohidrat menjadi lemak (Guyton
AC. 2007).
2.3. Mekanisme Kerja Otot
Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu perubahan dalam
keadaan yang relatif dari filamen-filamen aktin dan myosin. Selama kontraksi
otot, filamen-filamen tipis aktin terikat pada dua garis yang bergerak ke Pita A,
meskipun filamen tersebut tidak bertambah banyak.Namun, gerakan pergeseran
itu mengakibatkan perubahan dalam penampilan sarkomer, yaitu penghapusan
sebagian atau seluruhnya garis H. selain itu filamen myosin letaknya menjadi
sangat dekat dengan garis-garis Z dan pita-pita A serta lebar sarkomer menjadi
berkurang sehingga kontraksi terjadi. Kontraksi berlangsung pada interaksi
antara aktin miosin untuk membentuk komplek aktin-miosin.
Suatu stimulus tunggal (yang menimbulkan potensial aksi) bila dikenakan
pada suatu serabut otot, akan menghasilkan suatu kontraksi otot tunggal pada
serabut otot tersebut. Bila potensial aksi kedua diberikan setelah otot mencapai
relaksasi penuh, maka akan terjadi kontraksi tunggal kedua dengan kekuatan
sama dengan kontraksi pertama. Namun bila potensial aksi kedua itu diberikan
belum mencapai relaksasi penuh, maka akan terjadi kontraksi tambahan pada
puncak kontraksi pertama kondisi ini dinamakan penjumlahan kontraksi. Bila
10
suatu otot diberi stimulus dengan sangat cepat namun diantara dua stimuli masih
ada sedikit relaksasi, maka akan terjadi tetanus tidak sempurna. Bila tidak ada
kesempatan otot untuk relaksasi diantara dua stimuli, maka akan terjadi kontraksi
dengan kekuatan maksimum yang disebut tetanus sempurna.
Sliding Filament Theory
Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan
difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (l955) mengemukkan teori kontraksi otot
yang disebut model sliding filaments. Model ini menyatakan bahwa kontraksi
didasarkan adanya dua set filamen di dalam sel otot kontraktil yang berupa
filament aktin dan filamen miosin.. Rangsangan yang diterima oleh asetilkolin
menyebabkan aktomiosin mengerut (kontraksi). Kontraksi ini memerlukan
energi.
Pada waktu kontraksi, filamen aktin meluncur di antara miosin ke dalam
zona H (zona H adalah bagian terang di antara 2 pita gelap). Dengan demikian
serabut otot menjadi memendek yang tetap panjangnya ialah ban A (pita gelap),
sedangkan ban I (pita terang) dan zona H bertambah pendek waktu kontraksi.
Ujung miosin dapat mengikat ATP dan menghidrolisisnya menjadi ADP.
Beberapa energi dilepaskan dengan cara memotong pemindahan ATP ke miosin
yang berubah bentuk ke konfigurasi energi tinggi. Miosin yang berenergi tinggi
ini kemudian mengikatkan diri dengan kedudukan khusus pada aktin membentuk
jembatan silang. Kemudian simpanan energi miosin dilepaskan, dan ujung
miosin lalu beristirahat dengan energi rendah, pada saat inilah terjadi relaksasi.
Relaksasi ini mengubah sudut perlekatan ujung myosin menjadi miosin ekor.
Ikatan antara miosin energi rendah dan aktin terpecah ketika molekul baru ATP
bergabung dengan ujung miosin. Kemudian siklus tadi berulang Iagi.
Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu perubahan dalam
keadaan yang relatif dari filamenfilamen aktin dan myosin. Selama kontraksi
otot, filamen-filamen tipis aktin terikat pada dua garis yang bergerak ke Pita A,
11
meskipun filamen tersebut tidak bertambah banyak.Namun, gerakan pergeseran
itu mengakibatkan perubahan dalam penampilan sarkomer, yaitu penghapusan
sebagian atau seluruhnya garis H. selain itu filamen myosin letaknya menjadi
sangat dekat dengan garis-garis Z dan pita-pita A serta lebar sarkomer menjadi
berkurang sehingga kontraksi terjadi. Kontraksi berlangsung pada interaksi
antara aktin miosin untuk membentuk komplek aktin-miosin.
Cross Bridge Hyphothesis
Suatu filamen tebal tersusun atas molekul-molekul myosin yang
merupakan suatu molekul besar seperti batang tipis (lebih kurang 200 nm) yang
tersusun atas 2 spiral peptida yang saling berpilin. Setiap molekul myosin pada
salah satu ujungnya memiliki 2 bulatan (kepala) yang panjangnya 20nm dan
lebar 2nm bagian ini disebut jembatan silang (cross bridge) myosin yang
menonjol keluar filamen tebal.
Hidrolisis ATP dapat dikaitkan dengan model pergeseran-filamen. Pada
mulanya, kita mengasumsikan jika cross-bridges miosin memiliki letak yang
konstan tanpa berpindah-pindah, maka model ini tak dapat dibenarkan.
Sebaliknya, cross-bridges itu harus berulangkali terputus dan terkait kembali
pada posisi lain namun masih di daerah sepanjang filamen dengan arah menuju
disk Z.
Melalui pengamatan dengan sinar X terhadap struktur filamen dan
kondisinya saat proses hidrolisis terjadi, Rayment, Holden, dan Milligan
mengeluarkan postulat bahwa tertutupnya celah aktin akibat rangsangan (berupa
ejeksi ADP) itu berperan besar untuk sebuah perubahan konformasional (yang
menghasilkan hentakan daya miosin) dalam siklus kontraksi otot. Postulat ini
selanjutnya mengarah pada model “perahu dayung” untuk siklus kontraktil yang
telah banyak diterima berbagai pihak. Pada mulanya, ATP muncul dan
mengikatkan diri pada kepala miosin S1 sehingga celah aktin terbuka. Sebagai
akibatnya, kepala S1 melepaskan ikatannya pada aktin. Pada tahap kedua, celah
12
aktin akan menutup kembali bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang
menyebabkan tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu merupakan keadaan
molekul dengan energi tinggi (jelas-jelas memerlukan energi). Pada tahap ketiga,
kepala S1 mengikatkan diri dengan lemah pada suatu monomer aktin yang
posisinya lebih dekat dengan disk Z dibandingkan dengan monomer aktin
sebelumnya. Pada tahap keempat, Kepala S1 melepaskan Pi yang mengakibatkan
tertutupnya celah aktin sehingga afinitas kepala S1 terhadap aktin membesar.
Keadaan itu disebut keadaan transien. Selanjutnya, pada tahap kelima, hentakan-
daya terjadi dan suatu geseran konformasional yang turut menarik ekor kepala S1
tadi terjadi sepanjang 60 Angstrom menuju disk Z. Lalu, pada tahap akhir, ADP
dilepaskan oleh kepala S1 dan siklus berlangsung lengkap.
2.4. Sifat Kerja Otot
Menurut sifat kerjanya, otot terbagi dua :
1. Antagonis
Antagonis adalah cara kerja otot yang kontraksinya menimbulkan
efek gerak berlawanan, contohnya adalah :
a. Ekstensi (meluruskan) dan fleksi (membengkokan),misalnya otot trisep
dan otot bisep.
b. Abduksi (menjauhi badan) dan adduksi (mendekati badan) misalnya
gerak tangan sejajar bahu dan sikap sempurna.
c. Depresi (ke bawah) dan elevasi (ke atas),misalnya gerak kepala
merunduk dan menengadah.
d. Supinasi (menengadah) dan pronasi (menelungkup),misalnya gerak
telapak tangan menengadah dan gerak telapak tangan menelungkup.
2. Sinergis
Sinergis juga adalah otot-otot yang kontraksinya menimbulkan gerak
searah. Contohnya pronator teres dan pronator kuadratus (Aditiyo, 2012).
13
Otot sinergis adalah dua otot atau lebih yang bekerja bersama – sama
dengan tujuan yang sama. Jadi, otot – otot itu berkontraksi bersama dan
berelaksasi bersama. Misalnya, otot – otot antar tulang rusuk yang bekerja
bersama ketika kita menarik napas, atau otot pronator, yaitu otot yang
menyebabkan telapak tangan menengadah atau menelungkup.
Gerakan pada bagian tubuh, umumnya melibatkan kerja otot, tulang,
dan sendi. Apabila otot berkontraksi, maka otot akan menarik tulang yang
dilekatinya sehingga tulang tersebut bergerak pada sendi yang dimilikinya.
Otot yang sedang bekerja akan berkontraksi sehingga otot akan
memendek, mengeras, dan bagian tengahnya menggembung. Karena
memendek, tulang yang dilekati otot tersebut tertarik atau terangkat.
Kontraksi satu macam otot hanya mampu untuk menggerakan tulang ke
satu arah tertentu. Agar tulang dapat kembali ke posisi semula, otot
tersebut harus mengadakan relaksasi. Namun relaksasi otot ini saja tidak
cukup. Tulang harus ditarik ke posisi semula. Oleh karena itu, harus ada
otot lain yang berkon traksi yang merupakan kebalikan dari kerja otot
pertama. Jadi, untuk menggerakan tulang dari satu posisi ke posisi yang
lain, kemudian kembali ke posisi semula, diperlukan paling sedikit dua
macam otot dengan kerja berbeda. Berdasarkan tujuan kerjanya tadi, otot
dibedakan menjadi otot antagonis dan otot sinergis.
2.5. Kerja Otot Rangka
Otot rangka memperlihatkan kemampuan berubah atau plastisitas yang
besar dalam memberi respon terhadap berbagai bentuk perlatihan. Plastisitas ini
berupa adaptasi aktivitas kontraksi yang berbeda akibat bentuk latihan yang
berbeda, yang dalam hal ini adalah latihan kekuatan (strength) dan daya tahan
(endurance). Di tingkat seluler, adaptasi latihan dapat terlihat sebagai akumulasi
sejumlah protein yang penyebab utamanya adalah perubahan ekspresi gen. Di
14
tingkat organ, perbedaan ini tampak sebagai otot rangka yang berbeda
karakteristiknya (Sudarsono. 2006).
Dalam suatu latihan otot, beban kerja diberikan dalam bentuk massa yang
harus dilawan atau dipindahkan oleh gaya kontraksi otot. Dengan memperhatikan
besar beban (resistance/intensity) dan ulangan kontraksi otot (repetitions),
pembebanan terhadap otot dapat diatur. Secara umum, peningkatan kekuatan otot
dapat dicapai dengan latihan beban besar untuk kurang dari 6 kontraksi otot
(higher resistances (high intensity) and lower repetitions) sedangkan daya tahan
otot meningkat pada latihan beban ringan untuk kontraksi otot lebih dari 20 kali
(lower resistances and higher repetitions). Perhatikan bahwa setiap jenis latihan
tersebut merupakan rangsang yang sifatnya spesifik yang akan menghasilkan
suatu bentuk adaptasi otot yang juga bersifat spesifik. Sifat spesifik dari
perangsangan ini juga berlaku khusus pada otot/ kelompok otot yang diaktifkan
sehingga analisis kerja otot, khususnya otot penggerak utama (prime mover) pada
berbagai bentuk latihan harus diperhatikan agar latihan otot dapat mencapai
tujuan (Sudarsono. 2006).
2.6. Serabut Otot Kontraksi Cepat dan Kontraksi Lambat
Pada manusia, semua otot mempunyai persentase yang bervariasi antara
serabut otot kontraksi cepat (otot putih) dan serabut otot kontraksi lambat (otot
merah). Contohnya, otot gastrocnemius.
Tabel 1. Perbedaan serat otot merah dan putih
Otot Merah (Serat
Oksidatif)
Otot Putih (Serat
Glikolitik)
Mioglobin +++++ ++
Diameter Kecil Besar (sekitar 2X serat
15
otot merah)
Kapiler darah Banyak Sedikit
Enzim Fosfagen-
Glikogen
Bekerja lambat Bekerja cepat (sekitar 2-
3X lebih cepat)
Sifat Kontraksi Lambat Cepat
Individu Pelari marathon Pelari sprinter
Pada beberapa orang, jumlah otot merahnya lebih banyak daripada otot
putihnya, sedangkan beberapa lainnya mengalami yang sebaliknya yang mana
keadaan ini dapat menenetukan seberapa jauh kemampuan atletik dari individu
yang berbeda. Latihan atletik tidak dapat mengubah proprosi relatif dari serat
otot merah dan otot putih. Sebaliknya keadaan ini dipengaruhi oleh warisan
genetik yang bisa membantu jenis olahraga apa yang sesuai (Guyton AC. 2007).
Tabel 2. Persentase jumlah otot putih dan otot merah pada otot kuadriseps
pada tipe atlet yang berbeda
Otot Merah Otot Putih
Pelari marathon 82 18
Perenang 74 26
Pria rata-rata 45 55
Atlet angkat berat 45 55
Sprinter 37 63
Pelompat 37 63
Pada pemicu, laki-laki tersebut adalah sprinter, yang berarti memiliki
proporsi otot putih yang lebih besar. Sistem energi yang digunakan pada sprinter
adalah hampir seluruhnya sistem fosfagen yang menggunakan ATP sebagai
16
energi utama (setiap ATP melepaskan 1 gugus fosfatnya, energi yang dilepaskan
sebesar 7300 kalori). ATP hanya bisa mempertahankan daya otot selama 3 detik,
atau pada lari sekitar 50 m (Guyton AC. 2007).
2.7. Gangguan pada Otot
Berikut beberapa gangguan yang sering dialami pada otot :
1. Atrofi Otot, berupa penurunan fungsi otot karena otot mengecil atau karena
kehilangan kemampuan berkontraksi atau lumpuh. Atrophia terjadi karena
tidak digunakannya atau kurangnya latihan fisik. Pada kebanyakan orang,
atrofi otot disebabkan oleh tidak menggunakan otot secara cukup. Orang
yang berpindah-pindah pekerjaan, kondisi medis yang membatasi gerakan
mereka, atau penurunan tingkat aktivitas dapat mengalami gangguan ini.
Selain itu, orang yang terbaring di tempat tidur orang falam jangka waktu
tertentu dapat mengalami penurunan kekuatan otot. Demikian juga dengan
para astronot yang jauh dari gravitasi bumi dapat mengalami gangguan ini.
2. Hipertrofi adalah pembesaran atau pertambahan massa total suatu otot.
Semua hipertrofi adalah akibat dari peningkatan jumlah filamen aktin dan
miosin dalam setiap serat otot, jadi menyebabkan pembesaran masing-
masing serat otot, yang secara sederhana disebut hipertrofi serat. Peristiwa
ini biasanya terjadi sebagai respon terhadap suatu kontraksi otot yang
berlangsung pada kekuatan maksimal atau hampir maksimal.
3. Hernia Abdominal, terjadi apabila dinding otot abdominal sobek dan
menyebabkan usus melorot masuk kerongga perut.
4. Kelelahan Otot, karena kontraksi secara terus-menerus dan bisa terjadi kram
atau kejang-kejang.
5. Stiff (kaku leher), terjadi karena hentakan atau kesalahan gerak sehingga
leher menjadi kaku dan sakit jika digerakkan.
6. Tetanus, merupakan penyakit yang menyebabkan otot menjadi kejang karena
Clostridum tetani (bakteri tetanus) berbentuk basil yang masuk melalui luka.
17
7. Distrofi otot, merupakan penyakit kronis pada otot sejak anak-anak dan
diperkirakan merupakan penyakit genetis (bawaan).
8. Miastenia Gravis, otot berangsur-angsur menjadi lemah dan menyebabkan
kelumpuhan sampai kematian. Penyebabnya belum jelas, kemungkinan
berkaitan dengan penurunan kekebalan tubuh.
2.8. Pengaruh Latihan pada Sistem Kardiovaskuler
Pada latihan, aliran darah (curah jantung) ke otot yang berkerja
meningkat, bahkan bisa mencapai 25 kali lipatnya yang diakibatkan vasodilatasi
intramuskular yang disebabkan pengaruh langsung kenaikan metabolisme otot.
Kenaikan lainnya yang terjadi yaitu kenaikan tekanan darah arteri kira-kira 30%
yang juga akan meningkatkan aliran darah (Guyton AC. 2007).
Curah jantung pada pria muda tidak terlatih (23 l/menit) bisa ditingkatkan
menjadi 30 l/menit bila melakukan latihan intensif layaknya pelari maraton. Pada
pelari maraton, curah jantungnya lebih besar sekitar 40% lebih besar daripada
yang dicapai orang tidak terlatih. Hal ini disebabkan terutama karena fakta ruang
jantung membesar 40% atau lebih, sekaligus dengan massa jantungnya. Oleh
karena itu, bukan hanya otot rangka saja yang mengalami hipertrofi selama
latihan atletik, tetapi juga jantung. Akan tetapi, pembesaran jantung dan kenaikan
kapasitas pompa hampir seluruhnya terjadi pada latihan atletik jenis daya tahan,
bukan pada jenis lari cepat pada latihan atletik (Guyton AC. 2007).
18
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kerja dan latihan dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot,
dengan melatih otot secara teratur menyebabkan sel otot membesar (hipertropi)
yang membuatnya lebih efisien dalam memanfaatkan oksigen dan zat lainnya
sehingga mampu menghasilkan energi yang lebih banyak dan optimal serta dapat
bekerja mengulangi kontraksinya berkali-kali lebih banyak dibandingkan dengan
tanpa latihan.
Namun perlu diketahui bahwa latihan yang berlebihan, terutama jika
dilakukan secara tiba-tiba dapat menyebabkan masalah pada otot seperti kram,
kejang otot dan lainnya. Sehingga dalam upaya melatih otot tetaplah harus
disesuaikan dengan kemampuan dan waktu yang tepat.
Latihan otot secara langsung akan menyehatkan seluruh organ tubuh,
karena latihan otot rangka juga akan melatih otot jantung dalam kontraksi
sehingga apabila dilatih dengan baik maka kebutuhan oksigen dan nutrisi di
jaringan akan dengan mudah tercukupi karena jantung menjadi sehat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Aditiyo, Martin. 2012. Mekanisme Gerak dan Sifat Kerja Otot. http://martinaditiyo .blogspot.com/2012/11/mekanisme-gerak-dan-sifat-kerja-otot.html. Diakses tanggal 16 Mei 2013.
Aminudin. 2009. Cedera Otot Pada Olahraga Futsal. Http://mediascastore.com. Diakses pada tanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.
Anonim. 2012. Olahraga Berlebihan Bisa Membahayakan Jantung. http://www.updaterus.com/article/health-and-sex/olahraga-berlebihan-bisa-membahayakan-jantung/. Diakses tanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.
Bawono, M.N. 2008. Adaptasi Latihan Aerobic Terhadap Stress Oksidatif dan Antioksidan. Jurnal Ilmu Keolahragaan. 5(2): 102-110.
Brilin, Andi. 2011. Definisi Otot Rangka dan Pengaruh Latihan Terhadap Kerja Otot Rangka. http://andibrilinunm.blogspot.com/2011/04/definisi-otot-rangka-dan-pengaruh.html. Diakses tanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.
Claudius. 2009. Pengertian Fisiologi Olahraga. http://ikorsportscience.blogspot.com. Diakses padatanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.
Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC, p. 1112-1121.
Lesmana, Syahmirza Indra. 2012. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Beban Terhadap Kekuatan Dan Daya Tahan Otot Biceps Brachialis Ditinjau Dari Perbedaan Gender (Studi Komparasi Pemberian Latihan Beban Metode Delorme dan Metode Oxford Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dan Fisioterapi. Universitas Esa Unggul. Jakarta.
Maidah, Erika Nur. 2012. Mekanisme Kontraksi Otot. http://duniakurika.blogspot .com/2012/07/mekanisme-kontraksi-otot.html?m=1. Diakses tanggal 17 Mei 2013.
Nani. 2009. Kram Otot Pada Olahraga. http://Nani.Kramp-otot-pada-olahraga.html./. Diakses pada tanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.
Pardjiono, 2008. Hipertropi Otot Skelet Pada Olahraga. Jurnal ilmu keolahragaan. 5(2):111-119.
20
Rachman, Taufikkur. 2010. Adaptasi Latihan Olahraga Terhadap Fisiologi Otot Skelet. http://taufikkurrachman.blogspot.com/2010/05/adaptasi-latihan-olahraga -terhadap. Diakses pada tanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.
Sumosarjuno, Sadoso.1996. Sehat dan Bugar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sumosarjuno, Sadoso. 1990. Petunjuk Praktis Kesehatan dan Olahraga 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tjaliek. 1992. Ilmu Faal. Jakarta. Depaetemen Pendidikan dan Kebudayaan.Thibodeau,G.U. and Patton, K.T. 1996. Anthoni’s tex book ofanatomy andphisiology,15Th.Ed. St Louis Mosby year Book inc.
Sudarsono, Nani Cahyani. Pengantar Pengaruh Latihan Terhadap Kerja Otot Rangka. Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Sherwood L. Human Physiology from Cells to System : Muscle Physiology. 7ed. Canada : Books/ Cole Cengage Learning, 2010. P. 279-81.
Whiting WC, Zernicke. Biomechanis of Muskuloskeletal Injury : Tissue Biomechanics and Adaptation. 2nd Ed. United States of America : Sheridan Books, 2008. P.118-21.
21
top related