nr (1)
Post on 13-Dec-2014
71 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut data dari World Health Organization (WHO) bahwa di Indonesia berada pada
urutan keempat menurut banyaknya jumlah pendertita gastritis setelah AmerikaSerikat,
Inggris dan Bangldesh dengan jumlah 430 juta penderita gastritis (Depkes RI, 2004). Di
negara-negara Asia, Indonesia berada pada urutan ketiga setelah negara India dan Thailand
yaitu berjumlah 123 ribu penderita.Sedangkan di Indonesia sendiri kota yang penduduknya
paling banyak menderita penyakit gastritis adalalah kota Jakarta, yaitu 25 ribu penduduk.
Pemicu penyakit gastritis di Jakarta yaitu dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang padat dan
berpotensi gila kerja sehingga mengakibatkan makan menjadi tidak teratur. (Profil Dinkes,
2004).
Di Indonesia angka kejadian gastritis cukup tinggi. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan RI angka kejadian gastritis tertinggi di Indonesia mencapai 91,6%
yaitu di Kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%,
Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,5%, Aceh 31,7%, dan Pontianak 31,2%. Hal
tersebut disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat (Rial, 2010).
Gastritis adalah peradangan pada mukosa gaster yang diakibatkan oleh ketidakmampuan
gaster menerima suatu zat atau makanan, yang mana penyakit ini digolongkan sebagai suatu
infeksi pada saluran pencernaan. ( Price, Sylvia, A, 1995 ).
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakaturan diet (pola makan), misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan
makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol,
aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi. ( Smeltzer, 2001 : 1062)
Faktor yang berperan pada kejadian gastritis dan tukak lambung dengan gejala khas
dispepsia diantaranya adalah pola makan atau kebiasaan makan dan sekresi asam lambung
(Djojoningrat 2001).
Pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam
dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri
khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. (Soegeng Santosa dan Anne Lies Ranti,
2004:89).
Pola makan sehat mengandung dua makna, yaitu jenis makanan yang sehat dan
keteraturan pola makannya. Makanan yang sehat yaitu makanan yang di dalamnya
terkandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Adapun pola makan yang sehat adalah
kebiasaan yang baik, yaitu kesesuaian antara jumlah dengan kebutuhan tubuh, beragam
jenisnya sehingga mencukupi kebutuhan zat gizi esensial tubuh, dan jadwal makan yang
teratur (Khomsan 2002). Sedangkan pola makan tidak sehat merupakan suatu kebiasaan
yang tidak sesuai dengan pola makan yang seharusnya, sehingga nutrisi yang diperlukan
oleh tubuh tidak terpenuhi baik dilihat dari jenis asupannya maupun jadwal makannya.
Kebiasaan makan sangat berkaitan dengan produksi asam lambung. Asam lambung
berfungsi untuk mencerna makanan yang masuk ke dalam lambung dengan jadwal yang
teratur. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur.
Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi
tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi asam lambung
terkontrol. Kebiasaan makan tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi.
Jika hal ini berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat
mengiritasi dinding mukosa pada lambung sehingga timbul gastritis. (Nadesul 2005).
Berdasarkan studi pendahuluan pada 11 orang mahasiswa A’2012 Fakultas Keperawatan
Unpad ditemukan bahwa 7 dari 11 mahasiswa mengalami gastritis.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan tema
gambaran pola makan mahasiswa A’2012 Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
terhadap penyakit gastritis.
1.2 Rumusan Masalah
Memperhatikan latar belakang diatas, penulis merumuskan maslah penelitian sebagai berikut:
Bagaimana gambaran pola makan mahasiswa A 2012?
Bagaimana pengaruh pola makan terhadap timbulnya penyakit gastritis di A 2012?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola makan mahasiswa A’2012
Fakultas Keperawatan 2012 terhadap penyakit gastritis.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi institusi
mengenai gambaran pola makan terhadap penyakit gastritis.
1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi data acuan bagi perawat dalam pemberian
asuhan keperawatan terhadap penderita gastritis.
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar untuk penelitian
selanjunya tentang gastritis.
1.5 Definisi Istilah
1.5.1 Pola Makan
Kebiasaan makan atau pola makan adalah suatu perilaku yang berhubungan
dengan makan dan makanan seperti tata krama, frekuensi makan seseorang, pola
makanan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam anggota keluarga,
preferensi terhadap makanan, dan cara pemilihan bahan pangan (Suhardjo 1989).
Khumaidi (1994) menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat dua faktor utama
yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor intrinsik (berasal dari
dalam diri manusia) dan faktor ekstrinsik (berasal dari luar manusia). Faktor intrinsik
yang mempengaruhi kebiasaan makan antara lain asosiasi emosional, keadaan jasmani,
keadaan kejiwaan, dan penilaian terhadap makanan, sedangkan faktor ekstrinsik antara
lain lingkungan sosial, alam, budaya, agama, dan ekonomi.
1.5.2 Gastritis
Gastritis adalah peradangan pada mukosa gaster yang merupakan akibat
ketidakmampuan gaster menerima suatu zat atau makanan, yang mana penyakit ini
digolongkan sebagai suatu infeksi pada saluran pencernaan. ( Price, Sylvia, A, 1995 ).
1.5.3 Mahasiswa Baru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi mahasiswa adalah orang yang
belajar di perguruan tinggi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pola Makan
Kebiasaan makan atau pola makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan
makan dan makanan seperti tata krama, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang
dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam anggota keluarga, preferensi terhadap
makanan, dan cara pemilihan bahan pangan (Suhardjo 1989).
Khumaidi (1994) menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat dua faktor utama yang
mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor intrinsik (berasal dari dalam diri
manusia) dan faktor ekstrinsik (berasal dari luar manusia). Faktor intrinsik yang
mempengaruhi kebiasaan makan antara lain asosiasi emosional, keadaan jasmani, keadaan
kejiwaan, dan penilaian terhadap makanan, sedangkan faktor ekstrinsik antara lain
lingkungan sosial, alam, budaya, agama, dan ekonomi.
Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) menyatakan bahwa terdapat tiga
faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan. Pertama, karakter individu, seperti:
umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi, dan kesehatan. Kedua,
karakter makanan, seperti: rasa, rupa, tekstur, harga, tipe makanan, bentuk, dan kombinasi
makanan. Ketiga, karakter lingkungan seperti musim, pekerjaan, mobilitas, dan tingkat
sosial masyarakat.
Pola makan sehat mengandung dua makna, yaitu jenis makanan yang sehat dan pola
makannya. Makanan yang sehat yaitu makanan yang di dalamnya terkandung zat-zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh. Adapun pola makan yang sehat adalah kebiasaan yang baik,
yaitu sesuai jumlahnya dengan yang dibutuhkan tubuh, beragam jenisnya sehingga
mencukupi kebutuhan zat gizi esensial tubuh, dan jadwal makan yang teratur (Khomsan
2002).
Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pola makan adalah kebiasaan
makan, frekuensi dan keteraturan makan serta asupan makanan pada setiap individu setiap
hari sehingga membentuk suatu pola.
Sesuatu yang tidak dilakukan secara teratur memiliki dampak, begitu pun dengan pola
makan yang tidak teratur akan menyebabkan beberapa gangguan, misalnya gangguan pada
saluran gastrointestinal, diantaranya :
1. Gastritis yaitu peradangan pada gaster atau lambung.Seperti hasil penilitian (sulastri,
dkk.2012). Menyatakan bahwa keteraturan waktu makan, jenis makanan yang di
konsumsi dan jumlah asupan makanan. Hal itu dapat mempengaruhi kekambuhan
gastritis.
Penjadwalan makanan yang lebih teratur lebih sedikit kekambuhanya daripada
penjadwalan makanan yang kurang teratur. Jenis makanan seperti makanan pedas, asam
dan makanan yang mengandung soda (sayur, kol, nangka) serta makanan yang
mengandung kafein dapat meningkatkan asam lambung sehingga sering kekambuhanya.
Jumlah asupan makanan juga mempengaruhi kekambuhan gastritis jumlah makanan
yang mencukupi lebih jarang dari pada makanan yang tidak mencukupi.
2. Diare
Diare yaitu BAB lebih dari satu kali. Diare bisa disebabkan oleh makanan yang basi,
beracun, dan seseorang yang alergi terhadap makanan tertentu.
3. Typoid
Typoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya
turunannya yaitu Salmonella Typhi. Penyakit ini salah satu ditularkan oleh alat atau
makanan yang terkontaminasi bakter Salmonella typhi.
4. Konstipasi
Beberapa penyebab konstipasi yaitu intake makanan yang kurang sehat dan minum yang
kurang serta kurangnya aktivitas.
Penyakit yang paling sering timbul akibat tidak teraturnya pola makan adalah gastritis.
2.2 Gastritis
Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik
difus, atau lokal. Dua jenis gastritis yang palingsering terjadi adalah gastritis superfisialis
akut dan gastritis atrofik kronik ( Sylvia A. Price dkk, 2000, hlm.376 )
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan sub mukosa lambung. Gastritis
merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik karena diagnosisnya
sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi ( Hirlan, 2006, hlm.
337 ).
Dalam Uripi (2004) dikemukakan bahwa ada beberapa faktor pencetus yang
mempengaruhi angka kejadian gastritis, diantaranya faktor makanan (penyimpangan cara
makan, jenis makanan, dan jeda waktu makan, serta jenis makanan yang dikonsumsi), obat-
obatan, dan faktor psikologis. Faktor tingginya angka gastritis di Indonesia salah satunya
dipengaruhi oleh ketaatan penderita gastritis itu sendiri untuk mematuhi ‘aturan pembatasan’
makanan yang dapat masuk ke lambungnya.
Infeksi bakteri seperti H. pylori (paling sering), H. heilmanii, Streptococci,
Staphylococci, Proteus species, Clostridium species, E. coli, Tuberculosis, dan
secondary syphilis (Andersen, 2007)
Kebiasaan makan yang salah
Kebiasaan makan sangat berkaitan dengan produksi asam lambung. Asam lambung
berfungsi untuk mencerna makanan yang masuk ke dalam lambung dengan jadwal yang
teratur. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur.
Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi
tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi asam
lambung terkontrol. Kebiasaan makan tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk
beradaptasi. Jika hal ini berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan
sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung sehingga timbul gastritis dan
dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan
mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas
terbakar.
Selain jenis-jenis makanan yang dikonsumsi, ketidakteraturan makan seperti kebiasaan
makan buruk, tergesa-gesa, dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan gastritis.
Pada tahun 2012, Sulastri dan tim melakukan penelitian tentang pola makan penderita
gastritis di wilayah kerja Puskesmas Kampar Kiri Hulu Riau dengan jumlah sampel 53
orang. Tujuannya adalah untuk melihat pola makan penderita gastritis dengan variabel
kontrol jumlah makanan, jenis makanan, jadwal makan, yang dihubungkan dengan
angka kejadian gastritis melalui metode deskriptif cross sectional . Hasilnya diketahui
bahwa 30% penderita gastritis jarang dengan kuantitas makanan baik, 24,2% dengan
kuantitas makanan kurang, sedangkan untuk kuantitas makanan baik dengan frekuensi
kekambuhan sering (70%) dan 75,8% kuantitas makan kurang. Kesimpulan penelitian
ini adalah jumlah makanan mempengaruhi frekuensi kekambuhan gastritis.
Pada penelitian yang dilakukan Ririn Fitri dan tim tentang pola makan penderita
gastritis pada mahasiswa jurusan Kesejahteraan Keluarga di Universitas Negeri Padang,
didapatkan bahwa dari 22 jenis makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi penderita
gastritis, hanya 17 jenis yang dikonsumsi oleh sebagaian besar dari mereka, sedangkan
dari 50 jenis makanan yang tidak dianjurkan, 44 jenis makanan dikonsumsi oleh
sebagian besar responden. Selain itu juga diperoleh bahwa 87,2 % responden jarang dan
tidak pernah mengkonsumsi makanan yang dianjurkan, dan sebanyak 53,8 % responden
mengkonsumsi makanan yang tidak dianjurkan dengan frekuensi selalu dan sering.
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian-penelitian bahwa mahasiswa yang
mempunyai gastritis memliki pola makan yang kurang baik dan tidak teratur, serta
kurang mengontrol makanan yang dikonsumsinya sehingga kekambuhan gastritis
rentan terjadi.
Faktor psikis, emosi, dan stres
Bukan merupakan fakta baru bahwa gastritis merupakan penyakit saluran cerna atas
yang paling banyak diderita, terutama orang dengan tingkat aktivitas padat dan tingkat
stres tinggi. Terutama pada mahasiswa yang memiliki beban stres cukup besar karena
aktivitas dan faktor-faktor lainnya.
Obat-obat tertentu seperti obat anti nyeri atau anti infkamasi seperti non stereonoid
antiinflamatory drugs (NSAIDs) bersifat mengiritasi mukosa lambung (Gelfand, 1999)
Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen penting alkali
untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung
sehingga menimbulkan respons peradangan mukosa (Mukherjee, 2009).
Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke lambung (Wehbi,
2009).
Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan
mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang dapat menimbulkan
respons peradangan pada mukosa lambung (Wehbi, 2009).
Makanan atau minuman yang merangsang lambung
Kebanyakan orang menyukai makanan yang diolah dengan cara di goreng, makanan
pedas, berbau tajam, dan sedikit banyak mengandung gas karena rasanya. Makanan-
makanan tersebut sulit dihindari karena merupakan makanan sehari-hari dan
mengundang selera makan. Makanan tersebut lambat dicerna dan menimbulkan
peningkatan tekanan di lambung yang pada akhirnya membuat katup antara lambung
dengan kerongkongan (lower esophageal sphincter/LES) melemah sehingga asam
lambung dan gas akan naik ke kerongkongan. Lamanya pengosongan lambung
berhubungan dengan tukak lambung. Sebaliknya, konsumsi lemak dalam jumlah yang
cukup dapat menekan sekresi asam lambung dengan cara memperlambat pengosongan
lambung dan menstimulasi aliran getah pankreas serta empedu. Dengan demikian lemak
turut memfasilitasi proses pencernaan agar berlangsung lebih optimal (Ettinger 2000).
Menurut Almatsier (2005) makanan yang baik untuk dianjurkan kepada penderita
gastritis adalah makanan yang bertekstur lunak, makana yang diolah dengan cara
direbus, dan makanan yang mengandung sedikit lemak. Sedangkan makanan yang tidak
dianjurkan untuk dikonsumsi penderita gastritis adalah makanan yang sulit dicerna,
makanan yang diolah dengan cara digoreng, makanan dan minuman bergas dan
beralkohol, serta bumbu yang berbau tajam.
Minuman beralkohol dan kafein
Minum kopi, teh, atau minuman lain yang mengandung kafein juga dapat
mengendurkan LES. Menurut Shinya (2007), teh mengandung tanin yang mudah
teroksidasi menjadi asam tanat. Asam tanat memiliki efek negatif pada mukosa lambung
sehingga menyebabkan masalah pada lambung misalnya tukak lambung. Minum teh
dalam kondisi perut kosong dapat menimbulkan tekanan berlebih pada lambung.
Ekskresi asam lambung yang berlebihan
Muntah kronis
Tertelan racun
Autoimun
(Isselbacher, dkk. 1999)
Pola makan merupakan faktor utama dari penyebab gastritis. Ketika kita tidak mampu
mengatur pola makan kita, maka gas
Tanda gejala yang tibul pada penyakit gastritis adalah :
Dapat terjadi ulserasi superfisial dan mengarah pada hemoragi
Rasa tak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan anoreksia.
Mungkin terjadi muntah dan cegukan.
Beberapa pasien menunjukkan asimtomatik.
Dapat terjadi kolik, dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi
malah mencapai usus.
Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu makan mungkin akan
hilang selama 2 sampai 3 hari.
(Smeltzer, Suzane. 2001: 188)
Gastritis dapat diklasifikasi menjadi beberapa bentuk, yaitu :
1. Gastritis gastropati. Keluhan umum pada gastropati antara lain : nyeri pada ulu hati, mual,
muntah, diare.
2. Gastritis spesifik. Keluhan umum pada gastritis spesifik antara lain : nyeri pada ulu hati
(anoreksia).
3. Gastritis kronis. Diartikan sebagai keadaan terdapatnya perubahan inflamatori yang
kronik pada mukosa lambung sehingga akhirnya terjadi atrofi mukosa dan metaplasia
epitel.
Gastritis akut biasanya mereda bila agen-agen penyebabnya dapat dihilangkan.
Intervensi medis yang dilakukan apabila keluhan tetap tidak hilang dengan menghindari
agen penyebab adalah dengan terapi farmakologis, meliputi terapi cairan dan terapi obat
(Wehbi, 2008).
1. Terapi cairan, hal ini diberikan pada fase akut untuk hidrasi pascamuntah yang
berlebihan.
2. Terapi obat
Prinsip pemberian terapi adalah sebagai berikut :
a. Tidak ada obat spesifik untuk menyembuhkan kecuali pada infeksi H. pylori
b. Pemberian terapi sesuai dengan faktor penyebab yang diketahui, seperti pada tuberkulosis
maka akan mendapatkan OAT (obat anti tuberkulosa) yang disesuaikan dengan protokol
pemberian dari Depkes RI.
c. Pemberian obat farmakologis disesuaikan dengan kondisi dan toleransi pasien. Obat-obat
farmakologis antara lain :
Antasida. Digunakan utnuk profilaksis secara umum. Antasida mengandung alumunium
dan magnesium yang dapat membantu penurunan keluhan gastritis dengan menetralkan
asam lambung.
Penghambat H2. Agen ini mempunyai mekanisme sebagai penghambat reseptor
histamin. Histamin dipercaya mempunyai peran penting dalam sekresi asam lambung.
Penghambat H2 secara efektif akan menekan pengeluaran asam lambung dan stimulasi
pengeluaran asam oleh makanan dari sistem saraf. Beberapa obat dari agen ini meliputi
Cimetiin, Ranitidin, Famotidin, dan Nizatidin. Cimetidin sangat efektif bila diberikan
melalui intravena, sedangkan Ranitidin lebih efektif bila digunakan per oral pada saat
perut kosong dengan efek menurunkan sekresi produksi asam, mempercepat pengosongan
lambung, dan menyeimbangkan konsentrasi hidrogen.
Penghambat pompa proton. Agen ini menghambat pompa proton seperti enzim, H+,
K+, dan ATP-ase, yang berlokasi di dalam sekretori membran apikal dari sel-sel sekresi
asam lambung (sel parietal). Agen ini mempunyai kemampuan menghambat produksi
asam dengan durasi panjang. Jenis obat agen ini di antaranya adalah Omeprazole.
Antibiotik. Agen ini digunakan pada gastritis dengan infeksi bakteri seperti H. pylori.
Beberapa agen antibiotik yang dianjurkan adalah Amoksisilin oral, Tetrasiklin oral, atau
Metronidazol oral.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya kembali serangan
Gastritis baik akut maupun kronis, menurut Long C, Barbara, 1996, yaitu :
a. Usahakan makan secara teratur.
b. Hindari makanan yang merangsang seperti asam, pedas, maupun makanan yang terlalu
manis.
c. Hindari buah-buahan seperti durian, nenas, dan nangka.
d. Hindari makanan ketan.
e. Hindari sayuran yang rendah serat dan mengandung banyak gas seperti kol.
f. Hindari minuman alkohol dan merokok.
g. Kurangi mengkonsumsi kopi dan teh
h. Tetap lakukan makanan dengan porsi kecil tapi sering (tiap 2 atau 3 jam) dengan makan
roti atau makanan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Shinya H. 2007. The Miracle of Enzyme. Bandung: Penerbit Qanita.
Ettinger S. 2000. Macronutrients: Carbohydrates, Proteins, and Lipids. Di dalam: Mahan LK dan
Escott-stump SE, editor. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy 11th Edition.
Philadelphia: Saunders hlm. 37-73.
Nadesul. 2005. Sakit Lambung, Bagaimana Terjadinya. [terhubung berkala].
http://www.kompas.com [5 Januari 2010].
Annisa. 2009. Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Remaja
Perempuan di SMS Plus Al-Azhar Medan [skripsi]. Medan: Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara.
Djojoningrat, D. 2001. Dispepsia Fungsional. Di dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3th Ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Chang, L. 2006. The Rome Criteria for the Functional Gastrointestinal Disorder. World Journal
of Gastroenterology 885-898. Accessed on http://www.medscape.com
Fitri, Ririn., Yusuf, Liswarti., Yuliana. 2013. Deskripsi Pola Makan Penderita Maag pada
Mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri
Padang.
Khotimah, Nurul., Ariani, Yesi. 2011. Sindroma Dispepsia Mahasiswa Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara. Accessed on http://repository.usu.ac.id
Price, Wilson. 2000. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
Sulastri., Siregar, M.A, Siagian, A. 2012. Gambaran Pola Makan Penderita Gastritis di Wilayah
Kerja Puskesmas Kampar Kiri Hulu Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar
Riau.
Susanti, Andri. 2011. Faktor Risiko Dispepsia pada Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Bogor:
Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Baughman, D. C., dan Joann C. H. 2000. Keperawatan medikal bedah buku saku brunner &
suddarth. Jakarta : EGC
Misnadiarly. 2009. Mengenal penyakit organ cerna gastritis (penyakit maag). Jakarta : Pustaka
Populer Obor
Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan gastrointestinal aplikasi asuhan keperawatan medikal bedah.
Jakarta : Salemba Medika
V, Uripi. 2004. Menu untuk Gangguan Pencernaan dan Hati. Bogor: Puspa Swara
(http://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/1051)
(http://etd.eprints.ums.ac.id.1649712/BAB.1.pdf)
(http://eprints.ac.id/37279/)
(http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/58275)
top related