nilai budaya khalayak digital dalam komentar...
Post on 26-Nov-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
NILAI BUDAYA KHALAYAK DIGITAL DALAM
KOMENTAR PADA KONTEN DAKWAH DI INSTAGRAM
HANAN_ATTAKI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos)
Oleh:
Surya Handika Rakhmat
NIM: 11150510000209
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020M / 1441 H
iii
NILAI BUDAYA KHALAYAK DIGITAL DALAM
KOMENTAR PADA KONTEN DAKWAH DI INSTAGRAM
HANAN_ATTAKI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh:
Surya Handika Rakhmat
NIM: 11150510000209
Pembimbing
Dr. Rulli Nasrullah, M.Si
NIP. 197503182008011008
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAHUN 2020 M/ 1441 H
v
ABSTRAK
Surya Handika Rakhmat
“Nilai Budaya Khalayak Digital dalam Komentar pada
Konten Dakwah di Instagram hanan_attaki”
Interaksi kini tidak lagi semata bertatap muka, terdapat
bentuk interaksi tatap layar yang hadir karena media sosial.
Melalui jaringan internet pengguna media sosial dapat
berkomunikasi tanpa ada batasan ruang dan waktu. Pendakwah
Hanan Attaki salah satu pemanfaat media sosial untuk
menyebarluaskan dakwah melalui media audio dan visual. Di
dalam akun media sosialnya, terjadi interaksi antar sesama
penikmat kontennya. Interaksi di kolom komentar itu kemudian
membentuk sebuah realitas baru dan nilai-nilai budaya di ruang
siber.
Berdasarkan konteks di atas, maka tujuan penulisan ini
adalah untuk menjawab pertanyaan mayor dan minor. Penelitian
ini dilakukan untuk melihat praktik nilai budaya dan nilai-nilai
budaya yang muncul dalam komentar pada konten dakwah di
Instagram hanan_attaki.
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan
pendekatan etnografi virtual dengan analisis media siber. Analisis
media siber digunakan untuk meneliti media sosial dengan ruang
lingkup makro dan mikro.
Praktik nilai budaya khalayak digital terbagi dalam empat
level analisis. Level-level dalam analisis media siber adalah ruang
media di mana dalam penelitian ini merupakan media sosial
Instagram, lalu level dokumen media adalah konten-konten
dakwah yang diunggah Hanan Attaki. Pada level objek media
menunjukkan adanya interaksi antar sesama warganet di kolom
komentar Instagram hanan_attaki. Sedangkan level pengalaman
media, mayoritas akun pengguna yang berinteraksi di kolom
komentar adalah akun beridentitas dengan persentase 92% dan 8%
untuk pengguna anonim. Berbagai komentar di Instagram
hanan_attaki menimbulkan nilai-nilai budaya, di antaranya nilai
personal, nilai spiritual, nilai moral, dan nilai perdamaian.
Kata kunci: Hanan Attaki, Instagram, Dakwah, Warganet, Nilai
Budaya
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Rabb al-Alamin, segala puja dan puji serta
syukur kepada Allah yang telah melimpahkan nikmat yang tak
terhingga. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
Nabi terakhir sang pembawa cahaya Islam, Nabi Muhammad Saw
serta kepada keluarga, para sahabat, dan seluruh pengikutnya
hingga akhir zaman. Semoga kelak kita mendapat syafaat beliau,
Aamiin.
Sebagai makhluk sosial, penulis menyadari bahwa kita
sangat membutuhkan orang lain dalam segala hal, salah satunya
dalam penyelesaian skripsi ini. Maka, dalam pengantar ini penulis
sembahkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam membantu penulis baik berupa materil maupun moril, yaitu
kepada:
1. Kepada ibu, ibu, ibu, dan ayah tersayang yang telah
menumbuh kembangkan penulis hingga sekarang ini.
Teruntuk ibu Kurniasih dan bapak Rahmat, tidak
terhitung berapa banyak kasih sayang yang kau
berikan sampai penulis tidak dapat membalasnya.
Semoga dengan selesainya studi ini merupakan bakti
kepada orang tua sekaligus menjadi kebanggaan
bahwa satu-satunya anak ibu kini telah dewasa.
2. Bapak Suprapto selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi.
3. Ibu Armawati Arbi dan Bapak Edi selaku Ketua dan
Sekertaris Jurusan KPI.
vii
4. Bapak Ismet selaku dosen pembimbing akademik,
walaupun jarang bertemu tetapi tetap terima kasih.
5. Bapak Dr. Rulli Nasrullah, M.Si selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya
yang berharga untuk membimbing penulis yang masih
bodoh ini. Terima kasih untuk tidak terlalu serius dan
menyelipkan candaan ketika bimbingan.
6. Seluruh dosen KPI yang telah memberikan
perkuliahan di kelas dengan kesungguhan hati
sehingga memberikan penerangan batin untuk nalar
penulis.
7. Para pustakawan Perpustakan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Perpustakaan Utama UIN
Jakarta, dan Perpustakaan Nasional. Terima kasih telah
mengizinkan penulis memakai koleksi dan tempatnya.
8. Narasumber penelitian Ustaz Hanan Attaki dan Bang
Hasyim yang telah menjembatani penulis kepada
narasumber serta para warganet yang sudi menjadi
informan.
9. Sahabat dekat penulis selama kuliah di UIN Jakarta,
Wildan, Zaka, dan Misbah yang telah bersedia
mendengarkan keluh kesah, memberi masukan, dan
menjadi teman diskusi selama kuliah di UIN Jakarta.
10. Kawan-kawan seperjuangan KPI angkatan 2015,
khususnya KPI E walaupun sudah lama tidak kumpul
bareng, sedikit banyaknya telah mewarnai lembaran
putih penulis di kampus.
viii
11. Kawan-kawan seperSMK-an penulis yang katanya
pria kualitas unggulan, Bagas, Fahmi, Feri, Ghovin,
Wahyu, Itsing, Titok, Wuwuh, Yolanda, dan lainnya
dengannya penulis menghabiskan masa remaja.
12. Kawan-kawan seperjurnalisan di Komunitas JTV KPI,
Bang Asa, Bang Tirai, Bang Ridho, Kak Sandra, Bang
Reksa, Bang Rofi, Bang Aldi, Badru, Bayu, Anam,
Baiti, Iffah, Dandi, Hafiz, Goni, Vain dan lainnya yang
banyak memberikan penulis pengalaman berharga
tentang ribetnya mengorganisir sebuah liputan.
13. Kawan-kawan seperkomunikasian di Ikatan
Mahasiswa Komunikasi UIN Jakarta, Bang Erik, Bang
Ojan, Cees, Imah, Aji, Desi, dan lainnya yang telah
mengajarkan keorganisasian. Ditunggu undangan
main bulu tangkisnya lagi.
14. Kawan-kawan sepertulisan di Forum Lingkar Pena,
khususnya Jurnalistik angkatan 13, Kak Abi, Kak
Marini, Kak Hamdan, Kak Syifa, Hafiz, Izzah, Safitri,
dan lainya yang telah mengenalkan kepenulisan
jurnalistik dan memberikan banyak pengalaman ketika
awal-awal perkuliahan.
15. Rekan-rekan Berita UIN, Pak Nanang, Pak Herman,
Adit, dan lainnya yang telah memberikan pengalaman
untuk liputan di lingkungan UIN Jakarta dan memberi
kesempatan bertemu dengan orang-orang besar.
16. Kawan-kawan KKN Bakti Semar, Hisyam, Sudar,
Naufal, Rino, Abdi, Zaenal, Lutfi, Aliyah, Dewi, Inaas,
ix
Esnida, Laela, Nida, Lee, Jayanti, Vetty, Novita, Dan
Anita yang dengan mereka penulis berjuang
menyejahterakan Desa Karya Mekar selama satu
bulan. Waktu memang tidak dapat mengulang kembali
momen tersebut, tetapi percayalah kenangan itu masih
ada di laptopku kawan.
17. Rekan-rekan sepermagangan di Asofa Tour dan
Liputan6.com, Ibu Fatmawati, Bang Is, Mas Jeko, dan
lainnya yang telah memberikan kesempatan untuk
belajar kerja dan dikerjain serta banyak sekali
memberikan masukkan mengenai penulisan berita.
Kapan lagi di kantor Liputan6.com bisa main PS4.
18. Kawan-kawan sepekerjaan di Hubb Asia, Bang Novan,
Bang Dimas, Bang Hasyim, Bang Fikul, dan lainnya
yang tanpa disadari membantu penulis ketika dalam
masa paceklik, baik materil maupun iman.
Akhir kata penulis juga menyatakan terima kasih
skepada Seluruh pihak yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebut
satu persatu karena keterbatasan penulis dalam mengingat
dan menulisnya.
Tangerang Selatan, 22 Februari 2020
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ............................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .......................................................................... vi
DAFTAR ISI.......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 7
D. Tinjauan Kajian Terdahulu .................................................... 8
E. Metodologi Penelitian .............................................................. 9
F. Pedoman Penulisan ................................................................ 16
G. Sistematika Penulisan ........................................................ 16
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................ 19
A. Media Sosial Sebagai Medium Dakwah ............................... 19
B. Interaksi dan CMC ................................................................ 38
C. Nilai-nilai Dalam Komunikasi Antarbudaya ...................... 53
BAB III GAMBARAN UMUM ........................................................ 61
A. Biografi Ustaz Hanan Attaki ................................................. 61
B. Media Sosial Hanan Attaki ................................................... 62
C. Realitas Objektif E-Dakwah Instagram Hanan Attaki ...... 64
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ............................. 67
1. Ruang media ........................................................................... 68
2. Dokumen media ..................................................................... 74
xi
3. Objek Media ........................................................................... 84
4. Pengalaman Media ................................................................. 95
BAB V PEMBAHASAN .................................................................. 105
A. Praktik Nilai Budaya Khalayak Digital pada materi dakwah
bertema akhlak di akun Instagram @hanan_attaki ................. 105
B. Nilai-Nilai Budaya Khalayak Digital pada materi dakwah
bertema akhlak di akun Instagram @hanan_attaki ................. 118
C. Interpretasi ........................................................................... 119
BAB VI PENUTUP .......................................................................... 125
A. Kesimpulan ........................................................................... 125
B. Saran ..................................................................................... 127
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 129
LAMPIRAN...................................................................................... 133
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Halaman profil IG Hanan Attaki ...................................... 63
Gambar 4.1 Pintu gerbang menuju realitas Instagram ......................... 69
Gambar 4.2 Halaman muka aplikasi Instagram ................................... 70
Gambar 4.3 Pengguna dapat menulis caption ...................................... 71
Gambar 4.4 Privasi akun Instagram ..................................................... 72
Gambar 4.5 Instagram Stories .............................................................. 74
Gambar 4.6 Unggahan akun @hanan_attaki ....................................... 76
Gambar 4.7 Ilustrasi dari video dakwah Hanan Attaki ........................ 77
Gambar 4.8 Keluku konten dakwah “Pengendalian Diri” ................... 79
Gambar 4.9 Ilustrasi yang menggambarkan seseorang yang marah .... 80
Gambar 4.10 Ilustrasi seorang yang bermunajat .................................. 81
Gambar 4.11 Keluku konten “Berbakti Kepada Orang Tua” .............. 81
Gambar 4.12 Ilustrasi kasih sayang orang tua ..................................... 83
Gambar 4.13 Ilustrasi rindu dengan ibu ............................................... 83
Gambar 4.14 Komentar kontra ............................................................ 86
Gambar 4.15 Komentar Pro ................................................................. 86
Gambar 4.16 Komentar yang memicu perdebatan ............................... 87
Gambar 4.17 Komentar sentimen negatif ............................................ 87
Gambar 4.18 Komentar yang mempermasalahkan gaya berdakwah ... 88
Gambar 4.19 Komentar promosi usaha ................................................ 89
Gambar 4.20 Komentar yang menengahi perdebatan .......................... 89
Gambar 4.21 Komentar Pro ................................................................. 90
Gambar 4.22 Komentar yang keluar dari topik .................................... 91
Gambar 4.23 Pertanyaan netizen yang keluar dari topik ..................... 91
Gambar 4.24 Komentar sentimen negatif ............................................ 92
Gambar 4.25 Komentar kontra yang belum mendapatkan penjelasan
dari @hanan_attaki .............................................................................. 93
Gambar 4.26 Komentar pro ................................................................. 93
Gambar 4.27 Akun penyebar hoaks ..................................................... 94
Gambar 4.28 Komentar yang salah kaprah tentang Ustaz Hanan ........ 94
Gambar 4.29 Budaya baru di media sosial .......................................... 94
Gambar 4.30 Akun yang sudah tidak aktif .......................................... 97
Gambar 4.31 Akun yang menggunakan privasi ................................... 99
Gambar 4.32 Akun palsu ................................................................... 101
Gambar 5.1 Tombol respon berupa like, comment, dan share ........... 108
Gambar 5.2 Interaksi antar warganet di kolom komentar .................. 109
xiii
Gambar 5.3 Komentar penyebar ujaran kebencian ............................ 111
Gambar 5.4 Komentar yang menyebut Ustaz Hanan sebagai motivator
........................................................................................................... 111
Gambar 5.5 Akun yang sudah tidak aktif .......................................... 112
Gambar 5.6 Akun yang dikunci ......................................................... 113
Gambar 5.7 Akun palsu yang menyebarkan ujaran kebencian .......... 114
Gambar 5.8 Profil akun yang kontra .................................................. 116
Gambar 5.9 Tanggapan dari pemilik akun yang kontra (informan 2)
terhadap Ustaz Hanan ........................................................................ 117
Gambar 5.10 Tanggapan akun yang pro terhadap Ustaz Hanan ........ 117
Gambar 5.11 Nilai spiritual yang ada di kolom komentar ................. 123
Gambar 5.12 Warganet mempunyai peran aktif di media sosial ....... 124
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Jumlah akun berdasarkan keberpihakannya ....................... 85
Grafik 4.2 Jumlah akun berdasarkan keberpihakkannya ..................... 90
Grafik 4.3 Jumlah akun berdasarkan keberpihakkannya ..................... 92
Grafik 4.4 Identitas akun netizen di kolom komentar konten
“Sesungguhnya Perbuatan Kita Tergantung Niat” .............................. 96
Grafik 4.5 Jumlah akun beridentitas berdasarkan jenis komentar ....... 98
Grafik 4.6 Jumlah akun anonim berdasarkan jenis komentar .............. 98
Grafik 4.7 Jumlah akun beridentas dan anonim di kolom komentar ... 99
Grafik 4.8 Jumlah akun beridentitas berdasarkan jenis komentar ..... 100
Grafik 4.9 Jumlah akun anonim berdasarkan jenis komentar ............ 101
Grafik 4.10 Jumlah akun berdasarkan identitasnya ........................... 102
Grafik 4.11 Identitas akun anonim berdasarkan jenis komentar ........ 103
Grafik 4.12 Identitas akun beridentitas berdasarkan jenis komentar . 103
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dekade lalu, televisi masih menjadi medium favorit bagi
masyarakat untuk mencari informasi maupun hiburan.
Seseorang dapat memilih jam berapa mereka mengkonsumsi
informasi dari televisi. Atau khalayak bisa menentukan malam
ini ingin mencari hiburan di kanal mana. Sarana media
konvensional itu dapat dinikmati di rumah atau di warung kopi
pinggir jalan. Namun, konten yang disajikan masih dibatasi
geografis. Seseorang perlu membayar lebih untuk mengakses
informasi dari luar negeri.
Kini, masyarakat dihadapkan pada sebuah pilihan media
baru. Media yang mulai mengguncang popularitas televisi.
Tidak sebatas mengkonsumsi informasi semata, tetapi
pengguna media baru dapat memproduksi sendiri informasi
maupun hiburan untuknya. Media baru tersebut pun dapat
menjangkau berbagai lapisan masyarakat di seluruh dunia.
Anything anywhere. Untuk menikmatinya pun, tidak perlu
ruang khusus, cukup bermodalkan gawai dan akses internet
seseorang bisa mengakses media sosial. Bahkan, sambil
mengendarai kendaraan pun dapat mengaksesnya.
Selain itu, media sosial tidak hanya digunakan untuk
keperluan komunikasi semata. Orang-orang mulai
menggunakannya sebagai alat politik, mengais rezeki,
aktualisasi diri, mencari kekasih, hingga kemungkinan tidak
terbatas lainnya. Tidak hanya untuk hal positif, media sosial
2
kerap kali digunakan dengan buruk oleh sebagian orang, misal
perundungan, penipuan, penyebaran hoaks, hingga
pencemaran nama baik.
Nilai lebih media sosial dibandingkan televisi atau media
konvensional lainnya adalah komunikasi yang tidak lagi
searah. Pengguna tidak hanya dicekoki oleh konten-konten
dari produsen, melainkan dapat merespon dan memberikan
komentar atas konten tersebut. Komunikasi antar sesama
pengguna kemudian membentuk sebuah realitas dan budaya
baru seiring dengan interaksi yang intens.
Banyak ragam media sosial yang bertebaran di internet.
Salah satu yang populer di Indonesia adalah Instagram.
Platform yang berfokus pada berbagi foto, video, komentar,
dan kemampuan untuk menyukai foto tersebut muncul di
internet pada 2010 silam yang dibuat oleh Kevin Systorm dan
Mike Krieger. Namun, pada 2012 lalu Instagram diakuisisi
oleh Facebook senilai 1 miliar dolar AS.1
Pengguna media sosial Instagram di Indonesia tidak
sedikit. Menurut data yang dihimpun oleh perusahaan analis
media sosial, NapoleonCat, jumlah pengguna Instagram aktif
di Indonesia per November 2019 sebanyak 61 juta.2 Jumlah
sebanyak itu di dominasi oleh pengguna dengan rentang usia
18-24 tahun dengan total persentase 37,3% atau sekitar 23 juta
pengguna. Sedangkan untuk posisi kedua dan seterusnya diisi
1 Diakses di https://about.fb.com/news/2012/04/facebook-to-acquire-
instagram/, pada 12 Februari 2020 2 Diakses di https://kumparan.com/kumparantech/jumlah-pengguna-
instagram-di-indonesia-capai-61-juta-1sVVLzdQO0T, pada 12 Februari 2020
3
oleh rentang usia 25-34 tahun (33,9%), 35-44 tahun (11,4%),
13-17 tahun (10,6%), di atas 65 tahun (1,6%), dan 55-64 tahun
(1,1%). Dari catatan tersebut, dapat dikatakan media sosial
khususnya Instagram sangat digandrungi oleh anak muda.
Oleh karena itu, para pembuat konten mesti jeli melihat
potensi dari Instagram.
Melihat besarnya peluang tersebut, para dai pun perlu
melebarkan sayap dakwahnya ke media sosial. Karena ruang
gerak dai tidak melulu harus di masjid, langgar-langgar,
ataupun pesantren saja.3 Salah satunya dilakukan oleh Hanan
Attaki. Sebagai dai sekaligus warganet, ia menggunakan
identitas atau nama pengguna @hanan_attaki sebagai identitas
dirinya di media sosial. Akun @hanan_attaki tercatat
memiliki 7,7 juta pengikut di Instagram.4 Banyaknya jumlah
pengikut akun tersebut menunjukkan bahwa pengaruhnya di
media sosial cukup besar. Konten yang dipublikasikan di
akunnya mencakup aktivitas sehari-hari, renungan, potongan
ceramah yang Ustaz Hanan lakukan, hingga poster yang berisi
jadwal kajiannya. Salah satu konten yang paling menonjol
dalam publikasinya adalah video dengan tagar
#1minutebooster. Video yang berisi pesan dakwah singkat
berdurasi satu menit yang menjadi ciri khas dakwahnya di
media sosial.
3 Fazlul Rahman, Matinya Sang Dai: Otonomisasi Pesan-Pesan
Keagamaan di duniamaya (Tangerang Selatan: LSIP, 2011), h. 65 4 Diakses di https://www.instagram.com/hanan_attaki, pada 17
September 2019 dan dapat berubah sewaktu-waktu
4
Hanan Attaki gemar memberikan konten singkat bertema
akhlak dengan menggunakan bahasa sesantai mungkin karena
melihat segmentasi pengikutnya yang sebagian besar anak
muda. Seperti, berbakti kepada orang tua, berbaik sangka,
kebaikan di balik sabar, dan lain sebagainya. Ustaz Hanan
mengunggah konten 2-5 kali setiap seminggu. Rata-rata
konten yang diunggahnya mendapat respon berupa like
sebanyak 100 hingga 200 ribu dari warganet. Sedangkan,
jumlah komentarnya berkisar antara 500 hingga 1.000 setiap
unggahannya.
Melihat angka tersebut, menunjukkan bahwa khalayak
digital memiliki kecenderungan yang tinggi dalam bermedia
sosial. Selain itu, mereka pun dapat dengan bebas memilih
konten apa yang hendak diikuti dan dinikmati. Keberadaan
media sosial pun tidak hanya memudahkan, tetapi warganet
bisa ikut terlibat dalam setiap kontennya, sehingga
menimbulkan interaksi dan diskusi di ruang siber. Hal itu
menjadikan komunikasi yang berjalan tidak lagi searah seperti
media konvensional, tetapi menjadi dua arah bahkan banyak
arah.
Interaksi dan komunikasi tidak hanya sebatas komentar
saja, melainkan warganet dapat dengan bebas menyampaikan
pendapat, menyanggah isi konten, menuliskan
pengetahuannya, bahkan dapat memprovokasi dan
menyebarkan ujaran kebencian. Dengan begitu, khalayak
digital dan pembuat konten sama-sama bersifat aktif dalam
mengkonsumsi dan memproduksi informasi. Berbeda dengan
5
posisi khalayak media konvensional yang cenderung bersifat
pasif.
Pola interaksi itulah yang dinamakan Computer Mediated
Communications (CMC). Menurut Sherry Turkle seperti
dikutip oleh Nasrullah internet telah menghubungkan miliaran
individu dari belahan bumi mana pun dalam ruang baru.5
Mereka yang berinteraksi bisa jadi belum pernah bertemu
secara nyata tetapi komunikasi yang terjalin sangat intens.
Interaksi di ruang siber itu kemudian membentuk budaya yang
sarat akan nilai-nilai. Di mana nilai merupakan sebuah unsur
penting dalam kebudayaan, nilai membimbing manusia untuk
menentukan apakah sesuatu itu boleh atau tidak boleh
dilakukan.6
Interaksi yang terjadi dalam dunia siber pada
kenyataannya terjadi melalui medium teks. Teks dalam
bentuknya yang beragam juga melibatkan simbol (icons) yang
menjadi medium pengguna untuk menyampaikan emosinya.
Berbeda dengan di kehidupan nyata, di mana ekspresi wajah
atau intonasi suara menjadi penentu dalam penyampaian dan
penerimaan pesan, di dunia siber ekspresi dan intonasi
terwakilkan oleh teks.7 Internet kini menjadi ruang maya di
5 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya: Di Era Budaya Siber
(Jakarta: Kencana, 2012), h. 101 6 Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya,
(Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 50 7 Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia) (Jakarta:
Kencana, 2014), h. 81
6
mana para individu bekerja sama dan berinteraksi sampai pada
pelibatan terhadap emosi secara virtual.
Untuk mengetahui realitas tersebut, dibutuhkan sebuah
metode penelitian yang bisa menjangkau ruang siber. Salah
satu metode yang ditawarkan untuk menyingkap realitas
virtual adalah etnografi virtual. Etnografi virtual merupakan
metode etnografi yang dilakukan untuk melihat dan
mengungkap realitas baik yang tampak maupun tidak, dari
komunikasi termediasi komputer di antara entitas komunitas
virtual di internet. Metode ini digunakan secara kualitatif
untuk memahami apa yang terjadi pada komunitas virtual.8
Namun, melakukan etnografi virtual tidak sebatas melihat
realitas sosio-siber yang ada di ruang online. Ada realitas yang
terhubung antara daring dan luring yang tidak bisa dipisahkan
menjadi realitas yang berbeda.
Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis menjadikan dakwah dan perilaku warganet sebagai
penelitian untuk skripsi yang berjudul: “Nilai Budaya
Khalayak Digital dalam Komentar pada Konten Dakwah
di Instagram hanan_attaki”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Mengingat Ustaz Hanan telah banyak mengunggah
konten dakwahnya di Instagram, maka penulis membatasi
8 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2017), h.9
7
penelitian ini pada tiga konten dakwah yang bertema
akhlak sepanjang bulan Ramadhan 2019.
2. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas masalah yang akan diteliti, maka
penulis menyusun rumusan masalah berdasarkan
pertanyaan makro dan mikro.
a. Bagaimana praktik nilai budaya khalayak digital
pada konten dakwah bertema akhlak di akun
Instagram @hanan_attaki ditinjau dari empat level
metode Analisis Media Siber (AMS)?
b. Apa saja nilai-nilai budaya yang tampak di dalam
komentar pada konten dakwah bertema akhlak?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan
penelitian ini adalah:
a. Mengetahui praktik nilai budaya khalayak digital
pada konten dakwah bertema akhlak di akun
Instagram @hanan_attaki ditinjau dari empat level
metode Analisis Media Siber (AMS).
b. Mengetahui nilai-nilai budaya yang tampak di dalam
komentar pada konten dakwah bertema akhlak.
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini ditinjau dari segi
akademis dan praktis adalah:
a. Manfaat Akademis
8
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya kajian ilmu budaya dan media, terutama
budaya siber untuk berdakwah bagi mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah
Dan Ilmu Komunikasi.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan bagi akademisi dan praktisi komunikasi,
terlebih mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam untuk
mengetahui bagaimana praktik nilai budaya khalayak
digital di media sosial.
D. Tinjauan Kajian Terdahulu
Sebelum melakukan penelitian, penulis melakukan riset
di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
agar tidak terjadi kesamaan yang signifikan dalam hal judul
maupun isi dari penelitian, dalam pencarian penulis
menemukan judul yang hampir serupa dengan yang akan
diteliti, judul skripsi tersebut adalah:
1. Analisis Etnografi Virtual Meme Islami di Instagram
Memecomic.Islam. Oleh Ryan Alamsyah mahasiswa
S1 Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam,
9
Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Persamaan dengan
skripsi ini yaitu membahas dengan menggunakan
metode etnografi virtual dan perbedaannya penelitian
terdapat pada objek kajian di mana penelitian tersebut
meneliti akun Memecomic.Islam sedangkan penulis
meneliti akun @hanan_attaki.
2. Analisis isi pesan dakwah Ustadz Hanan attaki dalam
akun youtube pemuda hijrah. Oleh Anis Fitriani
mahasiswa S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam,
Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Perbedaannya terletak
pada analisa yang digunakan, pada penelitian ini
menggunakan analisis isi, sedangkan penulis
menggunakan analisis etnografi virtual.
3. Dakwah di Media Sosial (Etnografi Virtual Pada
Fanpage Facebook KH. Abdullah Gymnastiar). Oleh
Rizki Hakiki mahasiswa S1 Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Persamaan dengan skripsi ini yaitu membahas
mengenai dakwah dengan media baru.
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma merupakan serangkaian keyakinan dasar
yang membimbing tindakan. Paradigma meliputi tiga
elemen, yaitu epistemologi untuk mengetahui bagaimana
10
realitas, ontologi untuk mengetahui hakikat realitas dan
metodologi yang memfokuskan pada bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan tentang realitas tersebut.9
Paradigma lah yang akan menjadi petunjuk bagi peneliti
untuk menggunakan landasan dan teori apa dalam
penelitiannya.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan paradigma
kritis atau di dalam studi etnografi disebut etnografi kritis.
Paradigma ini mengatakan bahwa ideologi dalam sebuah
budaya yang secara tidak sadar hadir di antara relasi yang
terjadi di antara entitas.
Media sosial termasuk fenomena yang terjadi di
ruang siber, seperti Instagram yang dapat
diidentifikasikan sebagai sumber yang memiliki kekuatan
sebagai kontrol sosial dan dikendalikan oleh elite sosial,
budaya, dan politik. Melalui media siber, nilai-nilai,
keyakinan, dan pendapat dapat disebarluaskan.10 Berbeda
dengan paradigma interpretif yang hanya
menggambarkan kontruksi dari teks di media, dalam
paradigma kritis peneliti sampai pada menyingkap di
balik teks serta nilai-nilai apa yang akan dicapai oleh
pembuat teks.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah
kualitatif deskriptif. Dengan pendekatan ini, penulis
9 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual, h. 64 10 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual, h. 67
11
mendeskripsikan fenomena melalui pengumpulan data
yang dalam penelitian ini adalah konten dakwah bertema
akhlak di akun Instagram @hanan_attaki.
Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang
menghasilkan data deskriptif tentang kata-kata lisan
maupun tertulis dan tingkah laku yang diamati dari objek
yang diteliti.11 Instrumen kunci dalam penelitian kualitatif
adalah peneliti itu sendiri. Peneliti lah yang melakukan
observasi, membuat catatan, dan melakukan wawancara.
3. Metode Penelitian
Metode etnografi virtual digunakan oleh penulis
dalam penelitian ini. Etnografi virtual digunakan sebagai
upaya investigasi atas penggunaan internet yang memiliki
makna bagi kehidupan sosial masyarakat. Dengan metode
penelitian ini peneliti mencoba merekam bagaimana
budaya, interaksi, maupun struktur yang membentuk
realitas sosial terjadi di ruang siber.12
Pada tataran ini, media sosial dipahami sebagai
budaya itu sendiri maupun sebuah artefak budaya.13
Melihat konteks dalam penelitian ini, media sosial
Instagram dapat dipahami sebagai sebuah artefak budaya
yang membentuk atau terbentuk dari budaya itu sendiri.
11 Zikri Fachrul Nurhadi, Teori-Teori Komunikasi, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2015), h. 171 12 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual, h. xii 13 Nunung Prajarto, 2018, “Netizen dan Infotainment: Studi Etnografi
Virtual pada Akun Instagram @lambe_turah”, Jurnal Ilmu Komunikasi Vol.
15, No. 1 (2018): h. 37
12
Metode ini juga memungkinkan peneliti untuk terlibat
bersama objek kajiannya dalam rentang waktu yang
ditentukan, bahkan secara berkala tanpa harus
membenamkan diri dalam jangka waktu yang lama.
4. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun subjek dalam penelitian ini adalah akun
Instagram @hanan_attaki. sedangkan objeknya adalah
khalayak digital dalam konten dakwah bertema akhlak.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai
dari September 2019 hingga Februari 2020. Penelitian ini
dilakukan berdasarkan observasi awal media sosial
Instagram pada akun @hanan_attaki. Penulis pun
melakukan wawancara dengan Hanan Attaki di hotel
Allium Tangerang pada November 2019. Selain itu,
penulis juga melakukan wawancara secara daring melalui
direct message Instagram pada Februari 2020.
6. Teknik Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data
dengan melakukan tangkapan layar pada isi konten
dan kolom komentar akun Instagram @hanan_attaki.
Selain itu, penulis juga mengumpulkan data dari
buku, artikel, dan dokumen yang relevan dengan
materi yang diteliti.
b. Observasi Partisipan
13
Teknik observasi partisipan dalam metode
etnografi virtual dilakukan dengan dua cara, yaitu
secara daring dan luring. Secara daring, seorang
etnografer virtual harus terjun ke dalam komunitas
dunia maya dan turut aktif dalam dinamika media
siber. Sedangkan, secara luring etnografer virtual
mencoba memahami karakter individu atau
kelompok ketika berada di dunia nyata, apakah
kebiasaan yang dilakukan di dunia maya berkaitan
atau memengaruhi kebiasaan yang dilakukan di dunia
siber atau sebaliknya.14
Observasi yang dilakukan penulis adalah dengan
cara menjadi follower akun @hanan_attaki dan
memperoleh informasi berdasarkan obervasi yang
bersifat partisipatif.
c. Wawancara
Penulis turut mengumpulkan data melalui teknik
wawancara yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi yang lebih mendalam. Dalam penelitian ini
penulis melakukan wawancara kepada Hanan Attaki
selaku pemilik akun dan beberapa warganet yang
aktif dalam menganggapi konten dakwah bertema
akhlak.
7. Teknik Analisa Data
14 Moch. Choirul Arif, Etnografi Virtual Sebuah Tawaran Metodologi
Kajian Media Berbasis Virtual, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 2 No. 2, (2012):
174
14
Terdapat sebuah metode analisis untuk membantu
proses penelitian etnografi virtual, yaitu teknik Analisis
Media Siber (AMS) yang dikemukakan oleh Rulli
Nasrullah. Metode AMS merupakan perpaduan dan
sekaligus memandu proses menganalisis etnografi virtual.
Dalam menganalisis media siber, peneliti harus
melihat unit analisis pada level mikro maupun makro. Di
level mikro peneliti menguraikan bagaimana struktur
perangkat media siber, tautan yang ada, dan hal-hal yang
dapat dilihat di permukaan. Pada level mikro
digambarkan dalam ruang media dan dokumen media.
Sedangkan level makro melihat konteks dan apa yang
menyebabkan teks tersebut muncul, seperti komentar
yang muncul di media sosial pasti memiliki alasan atau
ada sesuatu yang mendorongnya menuliskan hal itu. Pada
level makro digambarkan dalam objek media dan
pengalaman media.15
Berikut penjelasan dan panduan singkat teknik
Analisis Media Siber yang digunakan baik dalam
mengumpulkan data maupun menganalisisnya:
Tabel 1.1
Analisis Media Siber
Level Objek
Ruang media (media
space)
Struktur perangkat media dan
penampilan muka
15 Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), h.203.
15
Dokumen media
(media archive)
Isi dan aspek pemaknaan teks
atau grafis
Objek media (media
object)
Interaksi yang terjadi di
media siber
Pengalaman
(experiental stories)
Motif, efek, manfaat, maupun
realitas yang terhubung
secara offline dan online
a. Level Ruang Media
Level ini mengungkapkan bagaimana struktur yang
ada dari medium di internet. Medium ini merupakan
lokasi atau tempat terjadinya budaya dan komunitas
berinteraksi. Pada level ini, peneliti menempatkan diri
sebagai pengamat dan partisipan. Misal, peneliti harus
turut membuat akun dan menguraikan bagaimana
prosedurnya, cara mengunggah konten, dan lain
sebagainya.
b. Level Dokumen Media
Pada level ini peneliti melihat bagaimana teks
diproduksi dan disebarluaskan melalui internet. Level
ini menjawab faktor apa (what) yang menjadi artefak
budaya dalam penelitian etnografi virtual. Teks tidak
sekadar merepresentasikan pendapat atau opini
warganet, tetapi juga menunjukkan ideologi, latar
belakang sosial, pandangan politik, keunikan budaya,
hingga mewakili identitas dari khalayak digital.
c. Level Objek Media
16
Jika pada level dokumen media peneliti fokus pada
teks dari produser, maka di level ini peneliti melihat
bagaimana teks tersebut direspon sehingga
memunculkan interaksi di dalamnya.
d. Level Pengalaman
Level pengalaman mengungkap realitas di balik
teks yang diunggah atau dikreasikan dan melihat
bagaimana motivasi serta efeknya. Di level ini peneliti
dapat menghubungkan realitas yang terjadi di dunia
virtual dengan realitas yang ada di dunia nyata.
F. Pedoman Penulisan
Pedoman dalam penelitian ini mengacu kepada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi) yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dibuat untuk mempermudah
pemahaman mengenai penelitian ini. Sistematika penulisan
dibagi menjadi enam bab yang terdiri dari beberapa subbab,
yaitu sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan langkah awal atau pendahuluan
yang menguraikan argumentasi ini mengenai
latarbelakang masalah, batasan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
17
penelitian yang digunakan, tinjauan pustaka, dan
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini memuat kajian teori yang menunjang dan
mempunyai hubugan dengan permasalah yang
diangkat dalam penelitian ini.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini membahas gambaran umum dari pemilik
akun Instagram @hanan_attaki.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bab ini berisi temuan data yang diperoleh dari hasil
observasi baik di dunia virtual maupun wawancara
langsung.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil
penelitian yang dilakukan, yaitu analisis data
praktik nilai budaya khalayak digital dan nilai-nilai
budaya yang terbentuk dalam kolom komentar di
akun Instagram @hanan_attaki. Bab ini juga
mengaitkan latar belakang, teori, dan rumusan
masalah dari penelitian.
BAB VI PENUTUP
Bab ini penulis menarik kesimpulan dari
pembahasan keseluruhan bab dan hasil penelitian
yang telah dilakukan, kemudian juga menambahkan
saran serta menambahkan daftar pustaka yang
digunakan untuk rujukan penelitian.
18
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Media Sosial Sebagai Medium Dakwah
1. Media Sosial
Seiring dengan perkembangan zaman, digitalisasi
tidak mungkin dipungkiri. Dunia dengan mudah dijangkau
dalam waktu sepersekian detik dalam genggaman, yang
dibutuhkan hanya jari jemari yang pandai menari. Salah
satu hasil daripada pesatnya perkembangan tersebut ialah
media sosial. Sebuah media baru yang mulai menggantikan
gaya sosialisasi masyarakat, dari tatap muka ke tatap layar.
Namun, proses komunikasi tersebut hanya bisa terjadi
dengan bantuan jaringan internet sebagai penghubungnya.
Dunia yang tercipta dari aktivitas di media sosial dikenal
dengan dunia siber. Di dalamnya masyarakat dapat dengan
mudah saling berkomunikasi, berpartisipasi, berbagi, dan
membentuk sebuah jaringan di dunia virtual tanpa halangan
tempat dan waktu.
Untuk mendapatkan definisi yang lebih matang
mengenai media sosial, berikut ini beberapa definisi media
sosial yang berasal dari berbagai literatur penelitian:16
a. Menurut Mandibergh, media sosial adalah
media yang mewadahi kerjasama di antara
16 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), h. 11
20
pengguna yang menghasilkan konten (user
generated content).
b. Menurut Shirky, media sosial dan perangkat
lunak sosial merupakan alat untuk
meningkatkan kemampuan pengguna untuk
berbagi (to share), bekerja sama (to-
cooperate) di antara pengguna dan
melakukan tindakan secara kolektif yang
semuanya berada di luar kerangka
institusional maupun organisasi.
c. Boyd menjelaskan media sosial sebagai
kumpulan perangkat lunak yang
memungkinkan individu maupun
komunitas untuk berkumpul, berbagi,
berkomunikasi, dan dalam kasus tertentu
saling berkolaborasi atau bermain. Media
sosial memiliki kekuatan pada user
generated content di mana konten
dihasilkan oleh pengguna bukan oleh editor
sebagaimana di institusi media massa.
d. Menurut Van Dijk, media sosial adalah
platform media yang memfokuskan pada
eksistensi pengguna yang memfasilitasi
mereka dalam beraktivitas maupun
berkolaborasi. Karena itu, media sosial
dapat dilihat sebagai medium online yang
21
menguatkan hubungan antar pengguna
sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial.
e. Meike dan Young mengartikan kata media
sosial sebagai konvergensi antara
komunikasi personal dalam arti saling
berbagi di antara individu (to be share one-
to-one) dan media publik untuk berbagi
kepada siapa saja tanpa ada kekhususan
individu.
Dari berbagai definisi di atas, penulis mengambil
kesimpulan bahwa media sosial adalah sebuah ruang
(dunia virtual) yang digunakan untuk berbagi, berinteraksi
dengan pengguna lain, dan sebagai tempat membentuk
citra identitas diri.
Komunikasi melalui media online berbeda dengan
komunikasi satu arah (televisi, radio, maupun surat kabar)
yang telah dilakukan sebelumnya. Masyarakat online tidak
hanya membaca sebuah pesan, namun dapat meresponnya
saat itu juga, sehingga hal tersebut membawa perubahan
sosial dari cara manusia berkomunikasi. Untuk memahami
bagaimana media sosial dapat mengakibatkan perubahan
sosial, penting untuk memahami proses yang
mendasarinya, di antaranya adalah17:
a. Bergabung dengan suatu kelompok secara virtual.
17 Luh Suryatni, “Komunikasi Media Sosial dan Nilai-Nilai Budaya
Pancasila”, Jurnal Sistem Informasi Universitas Suryadarma, Vol. 5, No. 1,
(2018), h. 121
22
b. Mendapat pesan dan updates mengenai kegiatan
kelompok.
c. Membaca, memberi komentar atau posting mengenai
suatu berita atau informasi
d. Menerima atau mengirim pesan pribadi kepada ketua
maupun anggota kelompok.
e. Membaca dan ikut serta pada pembicaraan transparan
yang dapat diketahui semua anggota.
f. Mengintai di dalam grup yaitu membaca informasi di
dalam grup tanpa membuat anggota lain sadar bahwa
ia adalah anggota dalam grup tersebut.
g. Berinteraksi dengan orang lain tanpa mempedulikan
batasan sosial maupun lokasi.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, media
sosial digunakan untuk bersosialisasi satu sama lain dan
dilakukan secara daring, sehingga memungkinkan
seseorang untuk terhubung dengan pengguna lain tanpa
batasan tempat dan waktu. Menurut jenisnya, media sosial
dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu18:
1) Social Networks, media sosial untuk
bersosialisasi dan berinteraksi (Facebook,
Myspace, Linked In, Instagram, dll).
2) Discuss, media sosial yang memfasilitasi
sekelompok orang untuk melakukan obrolan
18 Suharto, “Media Sosial Sebagai Medium Komunikasi Dakwah”,
Jurnal Al-Mishbah, Vol. 13 No. 2, (2017), h. 237-238
23
dan diskusi (Google Talk, Yahoo! M, Skype,
dll).
3) Share, media sosial yang memfasilitasi untuk
saling berbagi file, video, musik (YouTube,
Slideshare, Flickr, dll).
4) Publish (Wordpress, Wikipedia, Blogspot, dll).
5) Social game, media sosial berupa gim yang
dapat dilakukan atau dimainkan bersama-sama
(koongregate, doof, pogo, dll).
6) MMO (kartrider, warcraft, neopets, conan, dll).
7) Virtual Words (habbo, imvu, starday, dll).
8) Livecast (y! Live, blog tv, livecastr, dll).
9) Livestream (socializr, friendsfreed,
socialthings!, dll).
10) Micro blog (twitter, plurk, pownce, tweetpeek,
dll).
Selain itu, media sosial pun memiliki karakteristik
khusus yang tidak dimiliki oleh media lainnya. Adapun
karakteristik media sosial dikutip dari Nasrullah di
antaranya adalah:19
a. Jaringan
Jaringan adalah sebuah teknologi
komputer yang berguna untuk
menghubungkan antara satu komputer
19 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi, h. 16-34
24
dengan komputer lainnya. Koneksi seperti
jaringan diperlukan agar terjadi komunikasi
antar pengguna komputer yang saling
terhubung. Akan, tetapi kata jaringan telah
berkembang dari sebatas istilah dalam
teknologi komputer menjadi istilah yang
dapat digunakan dalam kajian budaya
maupun sosial.
Karakter dari media sosial adalah untuk
membentuk jaringan di antara
penggunanya. Walaupun pada
kenyataannya antar pengguna bisa saja
sudah saling kenal ataupun tidak di dunia
nyata, dengan munculnya media sosial telah
membentuk medium para netizen untuk
saling terhubung.
b. Informasi
Berbeda dengan media siber lainnya,
pengguna media sosial dapat
merepresentasikan identitasnya,
memproduksi konten, dan melakukan
interaksi sesuai dengan informasi yang ada.
Informasi menjadi komoditas yang
dikonsumsi dan dipertukarkan oleh
pengguna media sosial. Dari kegiatan
tersebut maka antar pengguna media sosial
telah membentuk sebuah jaringan yang
25
secara sadar maupun tidak telah menjadi
institusi masyarakat berjejaring.
c. Arsip
Segala interaksi maupun informasi
yang tersebar di media sosial akan
tersimpan dan bisa diakses kapan saja.
Misalnya, setiap konten yang diunggah di
Instagram mulai dari gambar, data pribadi
pengguna, lokasi yang pernah dikunjungi,
hingga dengan siapa saja pengguna
berinteraksi dapat diketahui melalui media
sosialnya. Kekuatan ini yang menjadikan
media sosial tidak hanya membentuk
jaringan antar pengguna, tetapi juga
memiliki arsip untuk diakses dengan
mudah.
d. Interaksi
Pada media sosial, interaksi yang terjadi
biasanya dilakukan pada kolom komentar
yang tersedia pada konten yang telah
disebar. Jenis interaksinya pun beragam,
bisa dengan teks tulisan, simbol emoticons,
atau tanda lainnya seperti ‘Like’ di
Instagram.
e. Simulasi Sosial
Pengguna media sosial seakan masuk
ke dalam sebuah dunia simulasi yang
26
menyerupai dunia nyata. Terdapat identitas,
interaksi, dan aktivitas yang membuat
pengguna larut ke dalamnya. Seperti kata
Jean Baudrillard dengan konsep simulacra,
bahwa realitas semu seakan lebih nyata
daripada realitas yang sesungguhnya.
f. Konten Oleh Pengguna
Karakteristik berikutnya adalah user
generated content atau konten oleh
pengguna. Pengguna media sosial
memproduksi konten mereka sendiri, tidak
hanya sekadar mengkonsumsi konten.
Kehadiran media sosial ini memungkinkan
terjadinya produksi dan sirkulasi konten
yang bersifat massa atau dari pengguna.
g. Penyebaran
Penyebaran merupakan ciri khas dari
media sosial bahwa pengguna di media
sosial itu aktif dalam menyebarkan konten
bahkan mengembangkannya. Jenis
penyebarannya pun terbagi menjadi dua,
pertama penyebaran melalui konten dan
penyebaran melalui perangkat.
Penyebaran melalui konten tidak hanya
sekadar konten yang telah dihasilkan,
namun dapat berkembang melalui data
tambahan, revisi, komentar, dan lain
27
sebagainya. Sedangkat penyebaran melalui
perangkat terlihat dari media sosial yang
memfasilitasi dengan fitur ‘share’ baik ke
media yang sejenis maupun berbeda.
2. Dakwah Melalui Internet
Sejatinya dakwah dapat dilakukan di mana saja dan
kapan saja, karena dakwah merupakan suatu keharusan
bagi setiap insan. Perintah untuk berdakwah pun telah
dijelaskan oleh Allah SWT., dalam kitab suci Al-Qur’an.
Misalnya dalam QS. Ali Imran ayat 104.
ة يدعون إلى ال ويأمرون خير ولتكن منكم أم
ىك هم المفلحون ولبالمعروف وينهون عن المنكر وأ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.
Nabi Muhammad SAW pun telah bersabda kepada
umatnya terkait keharusan berdakwah: “Sampaikanlah
walau hanya satu ayat”.20 Sabda Nabi ini memiliki makna
bahwa seluruh umat Islam senantiasa harus menyampaikan
ilmu yang dimilikinya kepada orang lain, kapan pun dan di
mana pun mereka berada. Hal tersebut sebagai bentuk
tanggung jawab pribadi muslim dalam menjalani
kehidupan di muka bumi.
20 Yhouga Ariesta, Sampaikan Ilmu Dariku Walau Satu Ayat, diakses di
http://muslim.or.id, pada 7 Juli 2019
28
Dalam aktivitas dakwah yang dilakukan, terdapat
sejumlah komponen yang harus ada di setiap kegiatan
dakwah di antara lain21:
a. Da’i
Dai merupakan orang yang melaksanakan dakwah baik
secara lisan, tulisan, maupun perbuatan. Dalam
pelaksanaannya da’i dapat berupa individu perseorangan,
kelompok, atau berbentuk organisasi. Pada dasarnya semua
pribadi muslim berperan secara otomatis sebagai juru
dakwah atau komunikator dakwah. Hal itu sesuai dengan
hadis Nabi yaitu “sampaikanlah walau satu ayat”. Maka,
komunikator dakwah dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu setiap muslim yang dewasa (mukallaf), dan seseorang
yang mengambil keahlian khusus (mutakhasis) dalam
bidang agama Islam.
b. Mad’u
Setiap tujuan pasti mempunyai sasaran, begitu pula
dengan dakwah. Seseorang atau sekolompok orang yang
menjadi sasaran dakwah dinamakan mad’u. Terdapat tiga
golongan mad’u, pertama, golongan cendikiawan yang
cinta kebenaran dan dapat berpikir secara kritis serta cepat
menangkap persoalan. Kedua, golongan awam, orang yang
belum bisa berpikir secara kritis dan mendalam serta belum
dapat menangkap pengertian yang tinggi. Terakhir,
21 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), h. 14
29
golongan yang berbeda dari sebelumnya, mereka senang
membahas sesuatu tetapi tidak sanggup mendalami secara
menyeluruh.
c. Materi/pesan dakwah
Isi yang disampaikan ketika berdakwah dapat meliputi
berbagai persoalan. Secara umum, pesan dakwah dapat
dikelompokkan menjadi tiga, pertama pesan akidah,
meliputi enam rukun iman. Kedua, pesan syariah meliputi
ibadah, rukun Islam, dan mu’amalah. Terakhir, pesan
akhlak meliputi cara berperilaku kepada Allah, kepada
keluarga, diri sendiri, tetangga, dan lainnya.
d. Media dakwah
Media merupakan sarana yang dipakai untuk
menyampaikan ajaran Islam. Hamzah Ya’qub membagi
media dakwah menjadi lima; lisan, tulisan,
lukisan/karikatur, audio visual, dan akhlak.22
e. Efek dakwah
Efek dalam ilmu komunikasi merupakan umpan balik
yang terjadi akibat interaksi antara komunikator dan
komunikan. Efek dakwah meliputi tataran kognitif, afektif,
dan behavioral. Efek kognitif yaitu terjadi jika ada
perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan
dipersepsi komunikan. Apabila terjadi perubahan pada apa
yang dirasakan, disenangi, dan dibenci komunikan, maka
22 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, h. 20.
30
hal itu disebut efek afektif. Sedangkan, efek behavioral
merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, misalnya
tindakan, kegiatan, maupun kebiasaan dalam berperilaku.
f. Metode dakwah
Metode dakwah adalah cara-cara atau pendekatan yang
ditempuh dai untuk menyampaikan pesan dakwah. Secara
terperinci, metode dakwah dalam Al-Qur’an terdapat pada
surat an-Nahl ayat 125;
وعظة الحسنة ادع إلى سبيل رب ك بالحكمة ولم
ك هو أعلم بمن ضل عن وجادلهم بالتي هي أحسن إن رب
بيله وهو أعلم بالمهتدين س
Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.
Dari kutipan ayat di atas, terdapat tiga metode yang
menjadi dasar dakwah yaitu; hikmah, mauidhah hasanah,
dan mujadalah. Hikmah berarti berdakwah dengan
memerhatikan situasi dan kondisi mad’u dengan
menitikberatkan pada kemampuan mereka. Mauidhah
hasanah adalah berdakwah dengan memberikan nasihat-
nasihat dengan kasih sayang sehingga dapat menyentuh
hati manusia. Sementara mujadalah merupakan cara
31
bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang baik
dengan tidak memberikan tekanan serta menjelekkan
sasaran dakwah.
Pada era industri 4.0 saat ini, peluang penyebaran
dakwah semakin tinggi dengan adanya sarana internet.
Pesan-pesan dakwah dapat dikirim sepersekian detik ke
berbagai lapisan masyarakat di seluruh Indonesia, bahkan
dunia.23 Maka, para da’i puh dituntut untuk beradaptasi
dengan teknologi agar dakwah yang dilakukan semakin
efektif dan meluas.
Dakwah yang dilakukan dapat berjalan secara efektif
dan efisien apabila terlebih dahulu mengidentifikasi dan
mengantisipasi masalah-masalah yang muncul dengan
pengenalan objek secara tepat. Untuk menyampaikan
dakwah, seorang juru dakwah (da’i) dapat menggunakan
berbagai macam media, baik tradisional maupun modern.
Hal tersebut akan mempermudah bagi dai untuk
menyampaikan dakwah dan juga agar mudah dipahami
sasaran dakwah (mad’u).24
Dengan demikian, internet merupakan salah satu
media yang sangat tepat untuk menjadi medium dakwah di
era digital ini. Mengingat jumlah pengguna internet di
Indonesia yang terus berkembang pesat, bahkan internet
sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat informasi.
23 Fathul Wahid, E-Dakwah: Dakwah Melalui Internet, (Yogyakarta:
Gava Media, 2004), h. 30 24 Pardianto, “Meneguhkan Dakwah Melalui New Media”, Jurnal
Komunikasi Islam, Vol. 3, No. 1, (2013), h. 31
32
Internet sebagai sumber informasi memungkinkan semua
orang untuk terus belajar seumur hidup, kapan pun dan di
mana pun, serta untuk keperluan apa pun termasuk
penyebaran dakwah Islam.
Internet apabila digunakan sebagai sarana untuk
berdakwah mempunyai berbagai keunggulan yang dapat
mempermudah proses dakwah, di antaranya25:
1) Tidak terhalang oleh ruang dan waktu. Internet
dapat diakses kapan pun dan siapa pun di
berbagai penjuru dunia sehingga materi
dakwah yang telah dimasukkan di internet
dapat diakses semua orang kapan pun yang
mereka inginkan.
2) Dakwah menjadi lebih variatif. Selain secara
tulisan, materi dakwah dapat disampaikan
dalam multimedia, seperti gambar, audio,
maupun video sehingga mad’u lebih tertarik.
3) Jumlah pengguna internet yang kian
meningkat. Pertumbuhan pengguna internet
yang terus meningkat menjadi angin segar bagi
para dai yang akan berdakwah di media baru,
karena sasaran dakwahnya pun semakin
bertambah.
4) Hemat biaya dan energi. Dengan
menyebarkannya melalui internet, para
25 Pardianto, “Meneguhkan Dakwah Melalui New Media”, h. 33
33
penerima dakwah tidak perlu susah payah
untuk mendatangi narasumber dan membeli
buku untuk menjawab permasalahan yang
dihadapi. Sehingga membantu saudara kita
agar tidak mengeluarkan biaya dan tenaga
ekstra guna memperoleh informasi islami yang
mereka cari.
Selain kelebihan yang telah disebutkan sebelumnya,
dakwah melalui internet masih ada sejumlah kekurangan-
kekurangan yang lazim ditemui, di antaranya26:
1) Untuk beberapa kalangan masyarakat, internet
adalah media komunikasi yang relatif mahal,
karena untuk menikmatinya seseorang harus
mempunyai gadget dan membayar tarif untuk
berlalu lintas di internet.
2) Secara psikologis berdakwah melalui internet
menghilangkan tali silaturahmi secara fisik.
Dengan model komunikasi jarak jauh, unsur
kehadiran komunikator dan komunikan secara
jasmani tidak terjadi.
3) Sulit mengetahui terjadi perubahan di bidang
perilaku di kalangan mad’u, karena sifat mad’u
yang tersebar dan terpencar.
3. Khalayak Baru
26 Prihananto, “Internet Sebagai Dakwah Alternatif pada Masyarakat
Informasi”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 4, (2001), h. 8
34
Pengguna internet terus bertambah dari waktu ke
waktu seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi
informasi. Internet kini tidak lagi dimonopoli oleh
penduduk metropolitan, tetapi sudah mulai merambah ke
pedesaan. Selain itu, harga gawai yang kian merosot
membuat masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi dapat
memilikinya. Bahkan, kini internet sudah menjadi
kebutuhan pokok masyarakat di samping sandang, pangan,
dan papan.
Dilansir dari Katadata, dalam lima tahun terakhir
jumlah pengguna internet di dunia mengalami
pertumbuhan yang signifikan.27 Data We Are Social dan
Hootsuite mencatat empat miliar penduduk di berbagai
belahan dunia telah terkoneksi dengan internet. Jumlah
tersebut meningkat pesat sejak 2014 yang hanya 2,4 miliar
orang. Negara Indonesia sendiri merupakan pengguna
internet terbesar kelima di dunia. Dari keseluruhan
penduduk yaitu 268,2 juta orang sebagiannya telah
mengakses internet yaitu sebanyak 150 juta. Di mana
sebanyak 150 juta orang merupakan pengguna media sosial
aktif dan pengguna media sosial mobile sebesar 130 miliar
orang. Dalam durasi mengakses media, pengguna di
Indonesia menghabiskan rata-rata 3 jam 26 menit untuk
mengakses media sosial.
27 Diakses di https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/07/23/4-
miliar-penduduk-bumi-telah-terkoneksi-internet, pada 17 Juni 2019
35
Sehubungan dengan hal itu, pengungkapan diri telah
menjadi kultur baru yang muncul bersamaan dengan media
sosial itu sendiri. Instagram misalnya, sadar atau tidak,
netizen sering menuliskan kondisi yang tengah berlaku
disertai dengan gambar atau video yang mendukungnya,
dalam bahasa kulturnya "update status". Netizen
sepertinya telah memiliki kultur pengungkapan diri melalui
jejaring sosial tersebut, mulai dari bangun tidur sampai
tidur kembali.28
Term khalayak baru digunakan untuk melihat khalayak
dari media yang digunakannya. Berbeda dengan khalayak
luring atau warga (citizen) yang tidak terhubung ke
jaringan internet dan cenderung bersifat pasif, khalayak
baru (netizen) secara aktif berkomunikasi dan berinteraksi
dengan pengguna lain dalam jaringan internet. Dengan kata
lain, warganet adalah orang yang memutuskan untuk
mencurahkan waktu dan upaya membentuk jaringan, tidak
hanya online untuk sesaat saja29.
Khalayak di internet pun tidak lagi pasif, tidak
tersentral, dan terisolasi, tetapi berperan aktif dalam
produksi konten, di samping mereka menjadi konsumen
atas informasi yang beredar dan mendistribusikannya ke
pengguna lain. Perputaran antara konsumen-produsen ini
28 Tine Agustin Wulandari, “Internet Dalam Kajian Komunikasi
Antarbudaya”, Jurnal Common, Vol. 1, No. 1, (2017), h. 5 29 Indra Gamayanto, Florentina Esti Nilawati, dan Suharnawi,
“Pengembangan dan Implementasi dari Wise Netizen (E-Comment) di
Indonesia”, Jurnal Teckno.com, Vol. 16, No. 1, (2017), h. 81
36
tidak bisa ditemui dalam praktik media tradisional, bahkan
kehadiran media sosial bersamaan dengan internet turut
melibatkan khalayak sampai dalam penciptaan bahasa baru
yang bersifat global.
Terkait dengan identitas produser-konsumer, perlu
kiranya untuk melihat bagaimana posisi ini menjadi sangat
penting dilihat sebagai salah satu karakter yang muncul
karena kehadiran media sosial. Istilah seperti prosumer
atau produsage menunjukkan bagaimana khalayak tidak
lagi dipandang sebagai consumers atau user, tetapi dalam
berbagai konteks khalayak bisa dilihat sebagai producers.30
Seperti dicontohkan oleh Casaero dengan kehadiran blog,
bahwa medium ini memberikan kontrol sepenuhnya
kepada khalayak untuk mengkreasikan konten. Sarana blog
juga digunakan penggunanya untuk saling berinteraksi
dengan bloggers lain. Relasi yang terjalin merupakan
hubungan yang terbangun di dunia virtual dan terjadi
selama 24 jam secara terus menerus. Bahkan, pada media
sosial pengguna diberi keluasan dalam mengunggah teks,
foto, musik, dan melaporkan sebuah peristiwa secara
internasional di tengah dan masih berlangsung.
Media sosial pada dasarnya merupakan medium yang
memungkinkan keterlibatan pengguna dalam berinteraksi
dengan pengguna lain. Beberapa fasilitas komunikasi di
media sosial bahkan telah menyediakan wadah bagi
30 Rulli Nasrullah, Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi, hal. 96
37
pengguna untuk berinteraksi, seperti pada kolom komentar.
Tidak hanya berbentuk teks, namun penyedia layanan
sosial media, seperti Instagram, menyediakan tombol likes
sebagai representasi kesukaan pengguna atau bentuk
kesetujuan atas konten yang dibangun, serta berbagai
macam simbol lainnya yang dapat digunakan.
Terkait dengan karakteristik pengunjung di media
siber, White & Le Cornu membagi para pengguna internet
sebagai pengunjung (visitors) dan bisa sebagai penetap
(residents).31
Sebagai pengunjung, pengguna menyambangi situs-
situs tertentu karena dilandasi minat mereka, tergantung
sepenuhnya pada kemauan pengguna. Sementara di sisi
lain sebagai penetap, pengguna dengan sadar
menghabiskan waktu mereka untuk melakukan interaksi
sosial dan bukan sekadar untuk mengumpulkan informasi
semata, melainkan keberadaan pengguna itu bisa diketahui.
Sejalan dengan hal tersebut, Hine seperti dikutip
Nasrullah membagi tipe pengguna dalam konteks grup
diskusi daring menjadi web surfer, active newsgroup
participants, dan lukers.32 Keberadaan pengintai (lukers)
merupakan persoalan tersendiri untuk melihat jejak
pengguna dalam komunikasi termediasi komputer. Dalam
suatu grup diskusi, lukers ini hanya sekadar melihat,
31 Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), (Jakarta:
Kencana, 2014), h. 66 32 Rulli Nasrullah, Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi, hal. 72
38
membaca satu atau dua isi yang dipublikasikan, dan tidak
meninggalkan jejak atau pesan sekalipun dalam diskusi
tersebut. Dengan kata lain, ia tidak berinteraksi dengan
pengguna lain. Artinya, secara kuantitas lukers ada, namun
tidak jika dilihat secara kebermaknaan. Istilah populer yang
tersebar adalah silent reader.
Khalayak baru di media baru punya kuasa penuh dalam
membangun sebuah realitas, mulai dari citra diri, interaksi,
regulasi, struktur, cara berkomunikasi bahkan bahasa
dalam berkomunikasi. Teknologi sepertinya terlampau
jauh memberikan ruang bagi khalayak untuk mengkonstruk
dirinya di dunia virtual. Bahkan khalayak baru tidak perlu
menunjukkan identitas dan keberadaan diri ketika mereka
berselancar di dunia maya.
B. Interaksi dan CMC
1. Interaksi
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan
dukungan dan persahabatan untuk memenuhi hajat
hidupnya. Kerjasama antarmanusia diperlukan guna
mendukung keberlangsungan hidup di bumi. Oleh karena
itu, manusia sengaja berinteraksi dengan orang lain untuk
mewujudkan hal tersebut. Tanpa adanya interaksi sosial,
maka tidak akan dikenal adanya kehidupan masyarakat.
Karena masyarakat hakikatnya tersusun dari hubungan
antarindividu dengan maksud dan tujuan untuk hidup
sejahtera.
39
Berbicara mengenai interaksi sosial, menurut
Murdiyatmoko dan Handayani interaksi sosial adalah
hubungan antarmanusia yang menghasilkan suatu proses
pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan
tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan
struktur sosial. Sementara, Maryati dan Suryawati
menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kontak atau
hubungan timbal balik atau interstimulus dan respon
antarindividu, antarkelompok atau antarindividu dengan
kelompok.33
Dalam kajian interaksionis simbolik, George Hebert
Mead menekankan pada bahasa yang merupakan sistem
simbol dan kata-kata merupakan simbol karena digunakan
untuk memaknai berbagai hal. Dengan kata lain, simbol
atau teks digunakan sebagai representasi dari pesan yang
dikomunikasikan kepada publik. Misalnya, smartphone
dimiliki tidak hanya sebagai alat komunikasi tetapi
digunakan juga untuk menunjukkan status sosial. Menurut
Mead, makna atas simbol tidak diciptakan semata oleh
individu tetapi terdapat proses pembelajaran atas makna
dan simbol selama terjadinya interaksi sosial.34
Charon menegaskan bahwa simbol adalah objek sosial
yang digunakan untuk merepresentasikan sesuatu yang
memang telah disepakati bisa direpresentasikan dengan
33 Shiefti Dyah Alyusi, Media Sosial: Interaksi, Identitas, dan Modal
Sosial (Jakarta: Kencana, 2016), h. 36 34 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber,
(Jakarta: Kencana, 2012), h. 91
40
simbol tersebut. Individu, sebagai produsen sekaligus
konsumen, tidak hanya merespons simbol secara pasif
tetapi juga aktif untuk menciptakan kembali dunia tempat
dia bertindak berdasarkan realitas yang datang. Sementara
itu, D. Miller, sebagaimana dikutip Ritzer dan Goodman,
menjelaskan lima fungsi dari simbol; pertama, simbol
memungkinkan seseorang untuk berhubungan dengan
dunia materi dan dunia sosial, karena dengan simbol
mereka bisa memberi nama, kategori, dan mengingat objek
yang ditemui; kedua, simbol meningkatkan kemampuan
orang untuk memecahkan masalah; ketiga, simbol
meningkatkan kemampuan berpikir; keempat, simbol
meningkatkan kemampuan seseorang untuk memecahkan
masalah; kelima, penggunaan simbol memungkinkan aktor
melampaui waktu, ruang, dan bahkan pribadi mereka
sendiri.35
Interaksi merupakan sebuah konsep yang dapat
digunakan untuk membedakan antara media baru, dengan
sistem digital, dan media tradisional, sistem analog.
Interaksi bagi Graham seperti dikutip oleh Nasrullah
merupakan salah satu cara yang berjalan di antara
pengguna dan mesin dengan memungkinkan para
pengguna maupun perangkat saling terhubung secara
interaktif. Bagi Graham, teknologi telah memediasi –
Graham menyebutnya dengan istilah ‘remediated’, segala
35 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, h. 92
41
aktivitas manusia. Perbedaan wilayah, misalnya, tidak lagi
menjadi kendala bagi dua orang untuk melakukan
komunikasi secara langsung. 36
Selanjutnya, Gane dan Beer memberikan sudut
pandang unukt melihat bagaimana interaksi terjadi di
media siber yang bisa bermakna, yaitu: (1) suatu struktur
yang dibangun dari perangkat keras maupun perangkat
lunak dari berbagai sistem media; (2) human agency,
melibatkan manusia dan adanya desain maupun perangkat
sebagai variabel yang bebas digunakan; (3) konsep untuk
menjelaskan tentang komunikasi yang terjadi antara
pengguna yang termediasi oleh media baru dan
memberikan kemungkinan baru yang selama ini ada dalam
proses komunikasi interpersonal; dan (4) bisa diartikan
sebagai konsep yang menghapuskan sekat-sekat, sebagai
contoh antara pemerintah dan warga negara.37
Interaksi dalam bingkai komunikasi interpersonal
selalu berada di dalam konteks yang relatif utuh. Dalam
bingkai komunikasi interpersonal tersebut ada empat tipe
konteks yang bekerja di dalam komunikasi langsung
interpersonal. Pertama, relationship contexts yang
mencakup harapan yang bersifat mutual di dalam
keanggotaan kelompok. Kedua, episode context yang
merupakan sebuah kejadian atau peristiwa. Di dalam
36 Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), h. 76 37 Rulli Nasrullah, Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi, h. 81
42
bingkai komunikasi interpersonal, semua partisipan
komunikasi berada di dalam kejadian bersama. Ketiga,
self-concept context yang mencakup pengertian dan
kepekaan seseorang terhadap gambaran dan citra diri yang
diajak berkomunikasi. Keempat, archetype context yang
merupakan gambaran umum terhadap kebenaran.38
Dengan mencermati hal-hal tersebut, komunikasi
berbasis komputer, seperti situs jejaring sosial, tidak
sepenuhnya berjalan sesuai bingkai komunikasi langsung
secara interpersonal. Tetapi pula, komunikasi berbasis
komputer melalui situs jejaring sosial itu, juga tidak
sepenuhnya meninggalkan semua aspek kontekstual di
dalam bingkai komunikasi langsung interpersonal ini.
Terdapat beberapa tipe yang selaras dengan jejaring sosial
siber seperti relationship context dan self-concept context.
Terkait dengan jenis-jenis interaksi, Thompson
membedakannya menjadi tiga bagian, yaitu: Face-to-face
interaction atau interaksi tatap muka, mediated interaction
atau interaksi yang dimediasi, dan mediated quasi-
interaction atau kuasi-interaksi yang dimediasi.39 Tabel
berikut ini menjelaskan tiga jenis interaksi yang dimaksud
oleh Thompson.
38 Basuki Agus Suparno, dkk., “Computer Mediated Communication
Situs Jejaring Sosial dan Indentitas Diri Remaja”, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.
10, No. 1, (2012), h. 87-88 39 David Holmes, Teori Komunikasi: Media, Teknologi, dan Masyarakat,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 288
43
Tabel 2.1
Paradigma instrumental/mediasi John B. Thompson
Jenis Interaksi Kualitas
Interaksi face-to-face
(kehadiran terwujud
secara bersama-sama)
- Dialogis
- Kehadiran bersama
- Tingkat tinggi atas
informasi kontekstual
(bahasa tubuh, sikap,
gerak, ekspresi deictic: di
sini, ini)
- Bersifat timbal-balik
- Spesifisitas interpersonal
Interaksi termediasi
(medium teknis,
misalnya menulis,
menelpon)
- Dialogis
- Diperluas/tidak saling
hadir
- Langsung terbatas atas
informasi kontekstual (kop
surat, tanda tangan,
tanggal dilakukannya
komunikasi)
- Bersifat timbal-balik
Spesifisitas
interpersonal kuasi-
interaksi termediasi
(buku, surat kabar,
radio, TV)
- Monologis
- Diperluas
- Diproduksi untuk berbagai
penerima tak terbatas oleh
44
sejumlah kecil produsen
media
- Pengirim dan penerima
pesan masih bisa
membentuk ikatan
2. Komunikasi Termediasi Komputer (CMC)
Salah satu aspek yang muncul dari perkembangan
media baru dan semakin eksisnya ruang siber yang
memertemukan individu dan sekelompok individu dalam
ruang virtual adalah komunikasi termediasi komputer
(Computer-mediated Communications). Komputer,
smartphone, atau perangkat lainnya yang terkoneksi
dengan internet pada dasarnya tidak sekadar menjadi media
yang memfasilitasi proses distribusi dan sirkulasi pesan,
namun sebagai medium layaknya aspek serta lingkungan
dalam komunikasi tatap muka. Hanya saja, komunikasi
yang terjadi di media siber lebih banyak tergantung pada
teks, baik teks dalam pengertian harfiah maupun sebagai
simbol, ikon, atau penanda lain yang merepresentasikan
pesan.
Teknologi komunikasi meningkatkan partisipan dalam
hal kesadaran akan aktivitas komunikasi, seperti
pembuatan keputusan dan diskusi. Kehadiran internet
memberikan banyak kemudahan untuk mendapatkan
informasi yang sangat berguna. Melalui internet, seseorang
45
dapat berdiskusi dengan beberapa teman dalam waktu yang
bersamaan tanpa batasan jarak. Dikatakan Van Dijk, orang
dapat mengompensasikan hilangnya tanda-tanda dalam
imaji, suara, dan data dengan menggunakan tanda-tanda
tekstual sehingga orang dapat fokus lebih pada isi dari teks
dengan membaca surel, orang akan lebih santai dalam
percakapan yang informal.40
Menurut December, bahwa CMC atau computer
mediated communication merupakan proses komunikasi
manusia melalui komputer yang melibatkan khalayak,
tersituasi dalam konteks tertentu, di mana proses itu
memanfaatkan media untuk tujuan tertentu. Cantoni dan
Tardini mendefinisikan CMC dengan lebih ringkas, yaitu
sebagai interaksi antar-individu yang terjadi melalui
komputer.41 Andrew F. Wood dan Matthew J. Smith
mengatakan bahwa CMC merupakan sebuah integrasi
teknologi komputer dengan kehidupan sehari-hari. Di
dalamnya seringkali terjadi adanya batas-batas yang samar
antara bentuk komunikasi yang bermediasi dan bentuk
komunikasi yang imediasi.42
Definisi yang lebih lengkap dikemukakan oleh
Strangelove, yaitu:
40 Dian Budiargo, Berkomunikasi Ala Net Generation, (Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2015), h. 52 41 Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia) h. 79 42 Basuki Agus Suparno, dkk., “Computer Mediated Communication
Situs Jejaring Sosial dan Indentitas Diri Remaja”, (Jurnal Ilmu Komunikasi,
Vol. 10, No. 1, Januari-April 2012), h. 90
46
The internet is not about technology, it is not about
information, it is not about communication-people
talking with each other, people exchange e-mail,
people doing the low ASCII dance. The internet is mass
participation in fully bidirectional, uncensored mass
communication. Communication is the basis, the
foundation... The internet is a community of chronic
communicators. 43
Jadi, menurut Strangelove internet bukanlah sekadar
teknologi, bukan tentang informasi, ataupun tentang
komunikasi di mana orang-orang berbicara satu sama lain,
melalui surel misalnya. Internet melibatkan partisipasi
massa yang memiliki dua fungsi secara penuh, komunikasi
massa, yang tidak disensor. Komunikasi merupakan
dasarnya, fondasi... internet adalah komunitas dari
komunikator-komunikator yang tidak pernah hilang.
Holmes mengatakan bahwa setiap individu mengalami
peningkatan dalam berinteraksi dengan layar komputer,
membangun relasi face-to-screen dibandingkan face-to-
face. Di luar tubuh kita sendiri, dunia berisi dengan benda-
benda yang juga teranimasi, suatu animasi yang mungkin
bersaing dengan manusia. Sherry Turkle dalam bukunya
The Second Self (1995) menyatakan bahwa internet telah
menghubungkan miliaran individu dari belahan bumi mana
pun dalam ruang baru yang berimplikasi pada cara berpikir
selama ini bahkan terhadap konsepsi identitas diri.44
43 Diakses di www.december.com/cmc/mag/1998/may/chenault.html,
pada 5 September 2019 44 Holmes, Teori Komunikasi: Media Teknologi, dan Masyarakat, h. 5
47
CMC memungkinkan pemilihan dan pembentukan
kesan yang lebih menguntungkan user. Dalam interaksi
CMC, informasi yang diberikan oleh pengguna tentang
dirinya adalah informasi selektif yang sudah melalui
proses penyaringan. Siapa pun yang terlibat dalam
percakapan memiliki kebebasan dan mengontrol hal-hal
apa saja yang ingin mereka tampilkan. CMC membuka
peluang untuk selektif self-presentation, idealisasi dan
pertukaran sesuai yang diinginkan.45
Holmes pun menegaskan bahwa ada empat poin
penting mengenai perspektif CMC, yaitu 1) memfokuskan
pada keunikan komunikasi yang terjadi di dunia siber; 2)
lebih mengkhususkan diri pada term “interaksi” dibanding
“integrasi”, yang lebih mengangkat beragam bentuk
interaksi individu dibandingkan semua konteks serta ritual
sosial di mana interaksi tersebut memiliki makna; 3) tidak
seperti media studies, beberapa pembahasan CMC
mengungkap bagaimana faktor-faktor eksternal
memengaruhi kegiatan komunikasi. Dengan menganalisis
broadcast, kenyataannya sangat sedikit yang
mengeksplorasi bagaimana faktor-faktor eksternal
tersebut memengaruhi konten media sementara konten
media itu sendiri dinilai dari bagaimana ia merefleksikan
segala sesuatunya di luar media atau realitas non-media;
4) perspektif ini memfokuskan pada integrasi informasi di
45 Natalia Widiasari, “Facebook Sebagai Komunikasi Yang Dimediasi
Komputer”,(Jurnal Interact, Vol. 5, No. 2, (2016), h. 73
48
mana komunikasi yang terjadi melalui medium komputer
berdasarkan pada proses informasi yang dapat dijumpai
dalam beragam bentuk. 46
Interaksi yang terjadi secara simultan di dunia virtual
akan membentuk cyber society seperti yang dikatakan oleh
Mead, bahwa setiap interaksi akan membentuk society.
Namun, yang membedakan dengan interaksi tatap muka
ialah bentuk society yang berkembang dari proses CMC
ini. Dapat dikatakan cyber society ini sifatnya tidaklah
sekuat atau sesolid yang berasal dari interaksi face-to-face,
atau dapat dikatakan sebagai pseudo-community
(komunitas semu). 47
Budaya siber atau cyberculture secara sederhana
melihat bagaimana budaya itu berada di ruang siber.
Media sosial dinilai menjadi tempat di mana interaksi
budaya terjadi, tidak peduli dari etnis dan ras manapun
semua dapat bergabung di satu wadah. Di tempat inilah
budaya siber berada dan melalui media sosial pula artefak
budaya siber berkembang. Dengan demikian, melihat
budaya siber dan media sosial harus diawali dengan
sebuah konsep atau sudut pandang bahwa media sosial
merupakan produk dari budaya dan sekaligus sebagai
produser dari budaya itu sendiri.48
46 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, h. 94 47 Dian Budiargo, Berkomunikasi Ala Net Generation, h. 176 48 Rulli Nasrullah, Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi, h. 74
49
Mary Cross mendeskripsikan budaya siber dengan
kalimat “We are already experiencing the cultural effect
of the digital revolution that is underway”.49 Disadari atau
tidak, kehidupa manusia telah terkungkung oleh teknologi
dan media baru. Kehadiran media baru, menurut Cross,
membawa masyarakat pada tsunami informasi. Ada
banyak macam media online yang dapat diakses
masyarakat. Di Indonesia saja menurut Dewan Pers ada
sekitar 47 ribu media siber di seluruh Indonesia.50
Informasi itu akhirnya berevolusi menjadi barang
komoditas yang menguntungkan. Lalu, revolusi telah
menyeret masyarakat untuk bergantung pada mobile
device. Segalanya dapat diakses dengan genggaman
tangan, tidak hanya komunikasi semata tetapi akses
informasi, transportasi, keuangan, bahkan ajang eksistensi
diri.
CMC terjadi dalam ruang baku cyberspace yang
merupakan sebuah metafora untuk menggambarkan
medan non-fisik yang dibuat oleh sistem komputer.
Seperti ruang fisik, dunia maya berisi file, pesan, grafis,
dan sebagainya, serta berbagai mode transportasi dan
pengiriman. Perbedaan gerak yang terjadi dalam dunia
maya adalah tidak memerlukan pergerakan fisik selain
menekan tombol pada keyboard atau menggerakkan
49 Mary Cross, Bloggerati, Twitterati: How Blogs and Twitter are
Transforming Popular Culture, (California: Praeger, 2011), h. 23 50 Diakses di https://www.amsi.or.id/dari-47-ribu-baru-2-700-media-
online-terverifikasi-dewan-pers/, pada 12 September 2019
50
mouse. Meskipun terdapat perbedaan di antara real world
dan dunia siber, namun Benedikt menyatakan dua dunia
tersebut sudah overlapping dalam kehidupan manusia.
Sehingga dapat dikatakan bahwa sejak penggunaan ruang
siber sebagai ruang berkomunikasi, maka CMC sudah
memasuki era sebagai perilaku komuniaksi yang tak
terelakan (inevitable).51
Berkaitan dengan hal tersebut, Marc Smith
memberikan empat aspek penting dalam mengenali
interaksi virtual52:
1. Virtual interactions is aspatial. Bahwa jarak tidak
memengaruhi proses komunikasi dan interaksi.
Interaksi tidak mesti terjadi dalam waktu dan tempat
yang sama antara sender dan receiver layaknya
komunikasi tatap muka. Sehingga konten dan
lingkungan dalam dunia siber selalu “hidup” dan ada
kapan pun.
2. Virtual interaction via system is predominantly
asynchronous. Interaksi yang terjadi di media siber
bisa dikondisikan sesuai dengan jadwal yang
diinginkan pengguna saat terkoneksi dalam jaringan.
Contohnya, media sosial Instagram kerap kali
digunakan penggunanya untuk mengirimkan status
51 Edwi Arief Sosiawan dan Rudi Wibowo, “Model dan Pola Computer
Mediated Communication Pengguna Remaja Instagram dan Pembentukan
Budaya Visual”, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 16, No. 2, (2018), h. 148 52 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, h. 95
51
berupa teks. Status tersebut dapat dikomentari oleh
pengguna lain maupun pemilik akun itu sendiri. Inilah
interaksi di media siber yang tidak memerlukan
kesamaan waktu dan bisa melibatkan pengguna yang
berada di lokasi mana pun.
3. CMC is acorporeal because it is primarily a text-only
medium. Interaksi yang terjadi melalui jaringan
komputer pada dasarnya diwakili dengan teks. Teks
dalam bentuknya yang beragam dan juga melibatkan
simbol (icons) menjadi medium yang digunakan
pengguna dalam berkomunikasi. Berbeda dengan
komunikasi tatap muka yang mengandalkan ekspresi
wajah atau intonasi suara sebagai penentu dalam
penyampaian dan penerimaan pesan, di dunia siber hal
tersebut diwakili oleh teks. Efek dari CMC yang
asyncronous dan acorporeal ini juga mampu
melakukan komunikasi dengan melibatkan jumlah
individu yang besar, sedangkan hal ini juga bisa
dilakukan melalui konferensi telepon.
4. CMC is astigmatic. Bahwa interaksi yang terjadi
cenderung mengabaikan stigma terhadap individu
tertentu, sebab komunikasi berdasarkan teks ini sangat
sedikit bisa menampilkan gambaran visual tentang
status seseorang dibandingkan apabila bertatap muka
secara langsung. Di media siber interaksi yang terjadi
tidak menyaratkan adanya kesamaan status atau
tingkat pengetahuan (astigmatic). Status sosial,
52
pangkat, jabatan, dan sebagainya yang berlaku di
masyarakat luring tidak berlaku di media siber. Satu-
satunya “kelas” yang ada yaitu apa yang disebut
dengan administrator, namun itu pun hanya bersifat
teknis dan pengatur lingkungan komunikasi yang
secara teknis pula ditentukan oleh pengguna lain.
Salah satu efek atau konsekuensi dari interaksi di
media siber itu adalah teks yang secara visual menjadi
satu-satunya sarana komunikasi. Bahasa (teks) di media
siber yang dalam pandangan Crystal bahasa internet atau
internet language merupakan medium keempat setelah
bahasa tulis (writing), bahasa bicara (speaking), dan
bahasa tanda (signing). Atau bagaimana pengeruh
teknologi pada akhirnya memunculkan apa yang disebut
dengan ikon emosi (emoticon).53 Ikon-ikon emoticon
muncul sebagai simbol dari emosi pengguna dengan
modifikasi dari simbol-simbol keseharian menjadi bahasa
komputerj mulai dari ikon yang sederhana, seperti :) untuk
menandakan bahagia sampai pada (T_T) untuk
menunjukkan sedang menangis. Tidak hanya itu, beragam
faktor juga bisa memunculkan inovasi baru, misalnya
adanya modifikasi emoticon di Jepang dengan nama
Kaomoji.
53 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi, h. 82
53
Membincangkan teks di media siber, ada dua term
yang dapat digunakan, yaitu netspeak dan netlingo.
Netspeak terjadi tatkala para pengguna melakukan
interaksi langsung (syncronous) seperti yang terjadi pada
online chat atau instant messaging. Fasilitas Facebook
Chat, misalnya, digunakan sebagai medium untuk
melakukan obrolan (chat) secara langsung dengan mediasi
teks yang mewakili bahasa bicara. Sedangkan netlingo
sebagai penulisan teks yang seolah-olah sedang berbicara.
Teks yang ditulis di media siber menjadi bahasa yang
seolah-olah mewakili ungkapan ketika berbicara. Oleh
karena itu, setiap kata atau kalimat yang ditulis dalam
media siber seolah-olah adalah ucapan atau suara berserta
intonasinya dalam percakapan keseharian.54
C. Nilai-nilai Dalam Komunikasi Antarbudaya
1. Nilai
Berbagai pendapat ihwal nilai ini telah dikemukakan oleh
para ahli, salah satunya seorang filsuf Jerman-Amerika, Hans
Jonas yang berkata bahwa nilai adalah the addressee of a yes,
“Sesuatu yang ditujukan dengan kata ‘ya’ kita.” lawrence
Ross, mengartikan nilai sebagai “ideal directive” atau “done
ideal” yang merupakan sesuatu yang menjadi penggerak
manusia ke arah pemenuhan hasratnya.55
54 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi, h. 83 55 Alex Sobur, Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 323
54
Dalam perspektif komunikasi, pertanyaan yang kerap
mengemuka adalah sebagai “makhluk bernilai”, standar nilai
apa yang bisa dipertimbangkan untuk memulai perilaku
komunikasi agar bisa mewujudkan kehidupan umat
manusia.56
Sementara itu, para filsuf mengartikan nilai sebagai esensi-
esensi yang dikenal oleh intuisi dan termuat dalam semacam
alam hierarkis, begitu kata Plato. Aristoteles rupanya
menganggap nilai bukan sebagai esensi, melainkan minat dan
kepentingan. Nietzsche menganggap nilai-nilai dibangun
maupun ditentukan oleh penilaian baik dan buruk. Nilai
tumbuh dalam keadaan amarah dan kekuasaan tetapi mampu
menciptakan perubahan. Sartre berpandangan bahwa nilai
merupakan rekaan manusia dalam situasi kehidupannya. Nilai
bukan esensi dan tidak dapat dibenarkan secara rasional.57
2. Komunikasi Antarbudaya
Pembicaraan tentang komunikasi antarbudaya tak dapat
dielakkan dari pengertian kebudayaan. Komunikasi dan
kebudayaan tidak sekadar dua kata tetapi dua konsep yang
tidak dapat dipisahkan. Willian B. Hart menekankan bahwa
studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi
56 Alex Sobur, Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi,
h. 325 57 Alex Sobur, Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi,
h. 327
55
yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap
komunikasi.58
Istilah antarbudaya pertama kali diperkenalkan oleh
seorang antropolog yang bernama Edward T. Hall (1959)
dalam bukunya The Silent Language. Hall dalam buku
tersebut menerangkan tentang keberadaan konsep-konsep
unsur kebudayaan, misalnya sistem ekonomi, religi, sistem
pengetahuan sebagaimana apa adanya.59
Joseph A. Devito mengartikan komunikasi antarbudaya
merupakan bentuk komunikasi antara orang-orang yang
berbeda kultur seperti perbedaan kepercayaan, nilai, dan cara
berperilaku. Di mana hal tersebut dapat memengaruhi aspek
dan pengalaman kita dalam berkomunikasi.60
Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larr
A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultural
Communication, A Reader– komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan,
misalnya antar suku bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas
sosial.61
Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya
sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang
berbeda kebudayaannya. Ia menulis, “intercultural
58 Alo Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), h. 8 59 Alo Liliweri, Gatra-gatra Komunikasi Antrabudaya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), h. 1 60 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, (Penerjemah: Agus
Mulyana), (Pamulang: Karisma Publishing Group, 2011), h. 535 61 Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, h. 10
56
communcaion generally refers to face-to-face interaction
among people of diverse culture.”62 Sedangkan, Hamid
Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai
human flow across national boundaries.63 Misalnya, ketika
mahasiswa terlibat dalam konferensi internasional dari
berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain.
Komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
- Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam
pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema
(penyampaian tema melalui simbol) yang sedang
dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai
makna, tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan
makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
- Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung dari
persetujuan antar-subjek yang terlibat dalam komunikasi,
sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam
pemberian makna yang sama; dan
- Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak
terprogram, namun bermanfaat karena mempunyai
pengaruh terhadap perilaku kita. menunjukkan fungsi
sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri
dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan
berbagai cara.64
62 Fred E. Jandt, Intercultural Communication: An Introduction,
(London: Sage Publication, 1998), h. 36 63 Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016) h. 329 64 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, h. 36-42
57
3. Nilai-nilai Dalam Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarindividu, termasuk komunikasi
antarbudaya, yang efektif sangat ditentukan oleh pemahaman
individu tentang makna, terutama meletakkan makna tersebut
dalam nilai kebudayaan yang siap diterima. Nilai merupakan
sebuah unsur penting dalam kebudayaan, nilai membimbing
manusia untuk menentukan apakah sesuatu itu boleh atau
tidak boleh dilakukan. Dengan kata lain, nilai merupakan
sesuatu yang abstrak tentang tujuan budaya yang akan kita
bangun bersama melalui bahasa, simbol, dan pesan-pesan
verbal maupun nonverbal.65
Nilai cenderung menjadi dasar bagi seseorang untuk
membuat suatu keputusan, bahkan menjadi dasar baginya
untuk menilai suatu tindakan yang dilakukannya terhadap
orang lain. Alo Liliweri merangkum pengertian nilai menurut
para ahli, di antaranya66:
1) Menurut G.R. Leslie, R.F. Larson, H.L. Gorman
nilai adalah konsepsi kelompok terhadap hal-hal
apa yang secara relatif mereka inginkan.
2) Menurut Young dan Mack nilai merupakan
asumsi yang kita sadari terhadap sebagian besar
dari apa yang dianggap benar dan penting.
65 Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya,
(Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 50 66 Alo Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan, (Bandung: Nusamedia,
2014), h. 56
58
3) Menurut Peter Worsley nilai adalah konsepsi
umum tentang hal yang baik, gagasan tentang
jenis tujuan bahwa orang harus mengejar tujuan
itu sepanjang hidup, sebagian besar kegiatan yang
meskipun berbeda-beda namun tetap mengejar
tujuan yang sama.
4) Menurut H.M. Johnson nilai merupakan standar
umum yang dapat dianggap sebagai norma-norma
yang lebih tinggi.
5) Menurut Michael Haralambos nilai adalah
keyakinan bahwa sesuatu itu baik dan bermanfaat,
atau apa yang berharga dan layak diperjuangkan.
Setiap kebudayaan harus memiliki nilai-nilai dasar yang
merupakan sistem kepercayaan dan pandangan hidup
seseorang. Nilai dapat dianggap sebagai bagian yang
tersembunyi dari kebudayaan. Jika kebudayaan diibaratkan
seperti gunung es, maka nilai merupakan bagian bawah
permukaan.67
Tanpa disadari, lingkungan dan masyarakat telah
mengajarkan dan mengenalkan prinsip-prinsip kehidupan
yang terkandung dalam nilai-nilai. Ada beberapa tipe nilai, di
antaranya68:
a. Nilai pribadi
Nilai pribadi atau nilai personal merupakan nilai
absolut atau nilai relatif dan nilai etis. Nilai ini
67 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, h. 137 68 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, h. 57-71
59
dijadikan sebagai asumsi yang bisa menjadi dasar
bagi sebuah tindakan etis.
b. Nilai keluarga
Nilai keluarga merupakan nilai yang berada pada
unit paling kecil dari suatu masyarakat, yakni hanya
mencakup bapak, ibu, dan anak-anak yang masing-
masing memainkan peran meraka untuk saling
memberikan kasih sayang dan perlindungan.
Sekurangnya ada sepuluh esensi nilai keluarga, yaitu
belonging, fleksibilitas, respek, kejujuran,
pengampunan, kedermawanan, rasa ingin tahu,
komunikasi, tanggung jawab, dan tradisi.
c. Nilai material
Nilai material adalah nilai yang dibutuhkan
sehari-hari dari lingkungan seperti komoditas, dan
lain-lain. Nilai material juga dapat didefinisikan
sebagai kecenderungan untuk menempatkan harta
dan akuisisi harta sebagai pusat perhatian dalam diri
seseorang. Jadi, nilai ini melihat harta sebagai sarana
untuk mencapai kebahagiaan, juga sebagai indikator
untuk menentukan kesuksesan diri sendiri maupun
orang lain.
d. Nilai spiritual
Nilai spiritual merupakan nilai yang bersifat
non-materi seperti kejujuran, kebenaran, kebaikan,
keindahan, dan sebagainya. Nilai ini biasanya berasal
dari kitab suci (agama).
60
e. Nilai sosial-budaya
Nilai ini merupakan nilai yang berlaku dalam
masyarakat. Nilai ini dapat berubah seiring
berjalannya waktu, sehingga bisa sesuai pada zaman
tertentu namun tidak sesuai pada zaman lainnya.
f. Nilai moral
Nilai moral adalah standar terhadap sesuatu yang
baik atau jahat. Standar tersebutlah yang mengatur
perilaku individu yang disebut moral. Moral individu
dapat berasal dari masyarakat, pemerintah, agama,
orang tua, bahkan diri sendiri.
61
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Biografi Ustaz Hanan Attaki
Tengku Hanan Attaki merupakan seorang dai terkenal
di kalangan milenial yang lahir di Aceh pada 31 Desember
1981. Ia memiliki enam orang saudara di mana Ustaz
Hanan merupakan anak kelima. Sejak masih kecil, Hanan
telah dekat dengan Al-Qur’an. Setelah menyelesaikan
pendidikan di Pondok Pesantren Ruhul Islam Banda Aceh,
beliau mendapat beasiswa untuk meneruskan jenjang
kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Di Al-Azhar, Ustaz Hanan kuliah di Fakultas
Ushuluddin dengan mengambil jurusan Tafsir Al-Qur’an.
Semasa kuliah, beliau bergabung dengan kelompok studi
Al-Qur’an dan ilmu Islam serta menjadi pemimpin redaksi
dari buletin Salsabila. Untuk mencukupi kebutuhan hidup
selama kuliah, Ustaz Hanan mencoba berbagai bisnis mulai
dari katering, berjualan bakso, hingga menjadi ‘joki’ Hajar
Aswad saat musim haji dengan modal nekat.
Di Mesir pula Ustaz Hanan bertemu dengan jodohnya
yang bernama Haneen Akira. Mereka menikah di saat
sama-sama menempuh pendidikan di Al Azhar. Dari
pernikahannya itulah, mereka dikaruniai tiga orang anak
yang bernama Maryam, Aisyah, dan Yahya.69
69 Wink, 18 Januari 2018. Artikel: Profil dan Biografi Ustadz Hanan
Attaki –Pendiri Pemuda Hijrah. Biografiku.com, diakses pada 17 Juli 2019
62
Pada 2004 Ustaz Hanan menamatkan kuliahnya di
Mesir dan mendapat gelar Lc (License). Tahun 2005, ia
sempat terpilih sebagai qari terbaik Fajar TV, Kairo dan
mengisi acara tilawah di kanal Fajar TV dan Iqro Tv.
Setelah itu, beliau dan istri kembali ke Indonesia dan
tinggal di Kota Bandung. Di kota kembang itu, Ustaz
Hanan bekerja sebagai pengajar SQT Habiburrahman dan
Jendela Hati, serta menjadi direktur Rumah Quran Salman
di Institut Teknologi Bandung.
Pada Maret 2015, Hanan Attaki mendirikan Gerakan
Pemuda Hijrah yang dikenal dengan sebutan Shift, hingga
gerakan ini menjadi media dakwahnya. Selain menjadi
pendiri Shift dan mengajar di berbagai tempat, beliau kerap
mengisi kajian keislaman di Masjid Trans Studio Bandung.
Jamaah yang berdatangan mayoritas adalah kaum pemuda
sebab kajian yang ia bawakan menarik dan mudah
dimengerti.
B. Media Sosial Hanan Attaki
Media sosial yang kerap digunakan Ustaz Hanan untuk
mempromosikan jadwal kajiannya ialah Instagram.
Tercatat, Ustaz Hanan mulai aktif menggunakan Instagram
sejak 18 Oktober 2015. Pengaruh Ustaz Hanan di media
sosial cukup besar. Hal itu ditunjukkan dari jumlah
pengikutnya di Instagram yang pada saat penulis
mengaksesnya berjumlah 7,7 juta, jauh meninggalkan
jumlah followers ustaz lain seperti, Felix Siauw
63
@felixsiauw dengan 4,2 juta dan ustaz Abdullah
Gymnastiar @aagym dengan 4,8 juta.
Dengan jumlah tersebut, satu kali post di Instagram
rata-rata mendapat jumlah likes sebanyak 100-200 ribu.
Hingga saat ini, telah ada 718 konten pada akunnya yang
berisikan tentang aktivitas sehari-hari, jadwal kajiannya,
ataupun isu terkini.70
Pada setiap kontennya, @hanan_attaki kerap kali
menyertakan tagar #pemudahijrah yang merupakan simbol
gerakan Shift bentukannya. Selain itu, terdapat pula
potongan video berisi pesan dakwah yang diberi tagar
#1MinuteBooster.
Selain Instagram, beliau juga mempunyai kanal
YouTube yang dibentuk pada Mei 2017 lalu. Berbeda
70 Diakses di www.instagram.com/hanan_attaki, pada 17 September 2019
Gambar 3.1
Halaman profil IG Hanan Attaki
Sumber: http://instagram.com/hanan_attaki
64
dengan media sosial Instagram, video yang ada di kanal
YouTube Ustaz Hanan lebih menjawab persoalan sehari-
hari terlebih anak muda. Kanal YouTube Ustaz Hanan pun
telah memiliki 560 ribu subscriber.
C. Realitas Objektif E-Dakwah Instagram Hanan Attaki
Selama bulan Ramadhan tahun 2019 (6 Mei – 5 Juni)
Hanan Attaki telah mengunggah 20 konten baik gambar
maupun video. Berikut ini hasil temuan penulis dari konten
yang diunggahnya tersebut.71
71 Data ini diakses pada 2 Desember 2019 dan dapat berubah sewaktu-waktu
65
Ustaz Hanan Attaki mengunggah konten yang
bervariasi, baik yang mempunyai pesan dakwah maupun
hanya berupa aktivitas sehari-harinya, ucapan berduka, dan
ajakan untuk berinfak. Konten yang berisi pesan dakwah
merupakan konten yang menuliskan nilai-nilai islami dan
mengajak netizen untuk berperilaku sesuai tuntunan Islam.
Dari data tersebut, penulis membatasi penelitian ini
berupa konten yang mempunyai pesan dakwah mengenai
akhlak, yaitu:
1. Sesungguhnya Perbuatan Kita Tergantung Niat
Konten ini diunggah pada 13 Mei 2019
berdurasi satu menit. Video ini mendapat
respon sebanyak 207.435 likes dan 1.181
komentar, serta telah dilihat oleh 900.702
viewers. Konten ini berisi video narasi dakwah
Ustaz Hanan tentang segala sesuatunya harus
diniatkan kepada Allah.
2. Pengendalian Diri
Konten ini diunggah pada 22 Mei 2019 dan
mendapatkan jumlah viewers sebanyak
274.464 kali serta 270 komentar. Video ini
berisi pesan dakwah tentang kesabaran ketika
66
dizalimi orang. Penyampaian dakwah dalam
konten ini berupa analogi yang dekat dengan
kehidupan sehari-hari.
3. Kunci Sukses
Konten ini diunggah pada 30 Mei 2019 dan
mendapat jumlah komentar sebanyak 523
interaksi dan dilihat oleh 330.031 kali. Konten
ini berisi video mengenai akhlak seseorang
kepada orang tuanya. Video ini diselingi
ilustrasi guna memperkuat pesan yang hendak
disampaikan.
67
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Riset dalam penelitian ini memfokuskan pada interaksi
khalayak yang terbentuk di media sosial Instagram Hanan Attaki
dalam menanggapi konten-konten dakwah yang diunggahnya
selama bulan Ramadhan 2019. Interaksi terjadi antar sesama
warganet maupun interaksi warganet dengan pemilik akun, Hanan
Attaki.
Salah satu konten dakwah yang kerap diunggah oleh Hanan
Attaki adalah video dengan tagar #1minutebooster. Konten
tersebut berisi potongan video satu menit berisi pesan dakwah
yang memiliki beragam tema.
Berbeda dengan khalayak media konvensional, di media
daring khalayak lebih interaktif, karena ia bukan lagi menjadi
konsumen tetapi dapat menjadi produsen informasi. Melalui media
sosial, seperti Instagram, pengguna dan interaksi yang terjadi di
antara pengguna juga menghasilkan dimensi lain seperti budaya.
Untuk menganalisis interaksi yang terbentuk di media
sosial Hanan Attaki, penulis menggunakan metode Analisis Media
Siber (AMS) yang dikembangkan oleh Rulli Nasrullah dalam
bukunya “Etnografi Virtual”. Metode analisis ini terbagi menjadi
empat level, yakni ruang media (media space), dokumen media
(media archive), objek media (media object), dan pengalaman
(experimental storiesi). Selanjutnya penulis akan menganalisis
fenomena ini berdasarkan levelnya masing-masing.
68
1. Ruang media
Level ini mengungkapkan bagaimana struktur media
sosial Instagram, mulai dari prosedur membuat akun,
mempublikasikan gambar/video, mengatur setelan profil
di Instagram, dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan
data pada level ini, penulis menggunakan pendekatan
etnografi virtual. Metode ini memosisikan peneliti bukan
hanya sebagai pengamat, melainkan juga ikut terjun
langsung ke lapangan, yaitu dengan memiliki akun dan
terlibat dalam fenomena yang diteliti.
Untuk dapat mengakses Instagram, seseorang harus
membuka laman www.instagram.com atau dapat
mengunduh aplikasinya di toko penyedia aplikasi. Setelah
mengaksesnya, setiap pengguna harus membuat akun
terlebih dahulu agar dapat menikmati fitur-fitur yang ada
di Instagram, seperti mengunggah teks, mengikuti suatu
akun, mendapat feed dari akun yang diikuti, explore, dan
lainnya.
a. Cara membuat akun
Untuk dapat menikmati fitur yang ada di Instagram,
pengguna membutuhkan sebuah akun. Berikut ini tata
cara membuat akun Instagram.
69
1) Buka laman www.instagram.com atau
membukanya melalui aplikasi.
2) Untuk membuat akun Instagram pengguna
diberikan opsi untuk membuat akun melalui
Facebook, alamat surel, atau nomer telepon.
3) Setelah itu, pengguna dapat mengisi nama
lengkap dan password yang akan
digunakan. Kemudian membuat username
yang akan dipakai untuk login
4) Jika telah selesai, pengguna baru dapat
memasang foto profil atau melewatinya dan
memasangnya di lain waktu.72
Akun Instagram dapat dibuat oleh siapa pun, baik
individu, komunitas, maupun instansi, baik ditujukan
72 Diakses di https://help.instagram.com/1642053262784201
pada 24 September 2019
Gambar 4.2
Pintu gerbang menuju realitas Instagram Sumber: instagram.com
70
untuk komersil ataupun tidak. Selain digunakan untuk
eksistensi diri, sharing, dan komunikasi, Instagram juga
bisa digunakan sebagai media bisnis yang cukup
menjanjikan di era sekarang.
Adapun Hanan Attaki menggunakan akunnya untuk
berbagi aktivitas kesehariannya dan memperluas jaringan
dakwahnya.
b. Cara mengunggah konten
Jika ingin membagikan sesuatu baik berupa teks,
gambar, maupun video, pengguna harus mengunggah
kontennya terlebih dahulu. Berikut ini langkah-langkah
mengunggah konten ke akun Instagram.
1) Buka laman atau aplikasi Instagram, klik
tombol plus di bagian bawah, sayangnya untuk
versi web tidak bisa hanya versi aplikasi yang
dapat posting konten.
Gambar 4.3
Halaman muka
aplikasi Instagram Sumber: instagram.com
71
2) Pilih konten apa yang akan diunggah, bisa dari
galeri gawai, ataupun merekamnya secara
langsung. Pengguna juga dapat mengatur
ukuran konten sebelum lanjut ke tahap
berikutnya. Klik Next jika sudah selesai.
3) Terdapat berbagai macam filter yang telah
disediakan Instagram untuk mempercantik
gambar/video yang akan diunggah. Jika telah
selesai mengatur, klik Next.
4) Pada tahap selanjutnya, pengguna dapat
menuliskan caption berupa keterangan gambar
ataupun teks lainnya yang diinginkan. Selain
itu, pengguna juga dapat menandai seseorang
dan menambahkan lokasi pada unggahannya.
Gambar 4.4
Pengguna dapat menulis caption Sumber: instagram.com
72
5) Jika semua telah siap, maka klik Share yang
ada di bagian kanan atas. Maka konten siap
tampil di halaman pengguna.
Pada pengaturan lanjutan, jika pengguna tidak ingin
unggahannya dikomentari oleh pengguna lain, maka
terdapat fitur menonaktifkan komentar pada konten
yang dibuat. Akun Ustaz Hanan mengaktifkan akses
komentar pada tiap konten yang diunggahnya. Maka
dari itu, interaksi antara Hanan Attaki dan warganet
maupun interaksi antarpengguna dapat terjadi di ruang
siber. Selain interaksi, diskusi pun dapat lahir di kolom
komentar akun Instagram Hanan Attaki. Konten pada
akun Ustaz Hanan mendapat berbagai respon dari
warganet. Respon tersebut akan dibahas secara
mendalam di level objek media.
Selain dapat mengatur privasi komentar, pengguna
juga dapat mengelola privasi pada akunnya sendiri.
Gambar 4.5
Privasi akun Instagram Sumber: instagram.com/fathradhia
73
Apakah akunnya dapat terlihat untuk umum atau tidak.
Jika akun tersebut berstatus private, maka hanya
pengikutnya saja yang telah disetujui untuk melihat
konten-konten miliknya.
Siapa pun di media sosial dapat melaporkan sebuah
konten apabila isinya melanggar ketentuan dari
penyedia media sosial, seperti Instagram. Sebuah
unggahan di Instagram dapat dilaporkan kepada pihak
pengelola sehingga akun tersebut dihapus.
c. Pesan langsung
Untuk berkirim pesan secara langsung kepada
pengguna lain tanpa khawatir pesan tersebut dibaca
oleh orang lain, Instagram menyediakan fitur Direct
Message. Ikon untuk mengirim pesan langsung
ditandai dengan bentuk pesawat kertas di pojok
sebelah kanan atas.
d. Fitur Stories
Sama halnya dengan unggahan yang telah
disebutkan sebelumnya, namun fitur stories dari
Instagram ini akan hilang dalam 24 jam setelah
diunggah. Namun, jika pengguna ingin terus
menampilkan stories pada akunnya, pengguna bisa
74
menempatkannya pada highlight sehingga akan terus
muncul di bagian bawah profil.
Fitur ini bukanlah khas dari Instagram, aplikasi lain
telah mengadopsi fitur serupa dan kini menjadi tren
tersendiri di kalangan pengguna media sosial. Sejauh
pengamatan penulis, bahkan pengguna Instagram lebih
sering mengunggah stories dibandingkan kiriman yang
biasa karena lebih praktis dan simpel.
2. Dokumen media
Level ini digunakan untuk melihat bagaimana isi
sebuah teks digambarkan serta apa makna yang
terkandung dalam teks tersebut. Teks yang dibangun oleh
media mengandung suatu makna tertentu, karena media
Gambar 4.6
Instagram Stories Sumber: instagram.com/handikasr
75
tidak dapat terlepas dari ideologi yang
melatarbelakanginya. Media dianggap memiliki peran
penting untuk menanamkan ideologi. Bahkan representasi
media dipercaya mampu memberikan pengaruh kuat
terhadap individu.
Teks tidak hanya dapat mewakili pendapat ataupun
pengguna media, ia juga dapat merepresentasikan
ideologi, latar belakang sosial, pandangan politik, hingga
identitasnya. Maka pada level ini penulis mengungkap
bagaimana Hanan Attaki mempublikasikan sebuah tanda
baik berupa kata, gambar, maupun video. Konten-konten
yang terdapat di Instagram Hanan Attaki dapat
dikategorikan menjadi:
1. Aktivitas sehari-hari, memuat kegiatan sehari-
hari Hanan Attaki lazimnya media sosial
digunakan.
2. Jadwal kajian, memuat informasi kajian Ustaz
Hanan Attaki mendatang.
3. Kata mutiara atau nasihat, memuat nasihat-
nasihat yang dilontarkan Ustaz Hanan Attaki.
4. Video kemanusiaan, memuat video-video
tentang kondisi umat muslim yang ada di
Palestina.
5. Meme, memuat grafis atau video candaan yang
biasanya menyindir para tunaasmara (jomblo).
76
6. Konten bertagar #1MinuteBooster, memuat
konten dakwah dan ceramah Ustaz Hanan
Attaki berdurasi satu menit.
Akun Instagram @hanan_attaki dibuat untuk
memperluas jaringan dakwah dan menyasar pengguna
media sosial yang rata-rata kalangan milenial.
Karena ini merupakan akun pribadi Ustaz Hanan
Attaki, maka kontennya pun tidak melulu ceramah, tetapi
diselingi dengan aktivitas kesehariannya layaknya
penggunaan media sosial pada umumnya.
Pada bab sebelumnya, penulis membatasi konten
dakwah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu
konten dakwah dengan tagar #1minutebooster mengenai
Gambar 4.7
Unggahan akun @hanan_attaki Sumber: instagram.com/hanan_attaki
77
akhlak selama bulan Ramadhan 2019. Dalam level ini
penulis akan mengumpulkan data dan
menggambarkannya lebih detail.
a. Sesungguhnya Perbuatan Kita Tergantung Niat
Takarir: Lifehacks dari hadist “Sesungguhnya
perbuatan kita tergantung niat..” Kalo pengen
sesuatu, libatin Allah dalam niat. Harus ada
KARENA ALLAH NYA. Kalo selalu bisa gitu,
Allah bakal mudahin segala keinginan kita itu
terwujud. Art by @riokewo_art #hananattaki
#lifehacks #1minutebooster #pemudahijrah.73
Video berdurasi 55 detik ini memberikan pesan
dakwah bahwa sesuatu yang akan dikerjakan harus
diniatkan karena Allah semata. Karena perilaku tersebut
merupakan salah satu akhlak manusia kepada Allah.
Sementara, ilustrasi yang dimunculkan dalam konten ini,
73 Diakses di https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/ pada 30
Januari 2020
Gambar 4.8
Ilustrasi dari video dakwah Hanan Attaki Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
78
tidak berkaitan dengan isi materi yang disampaikan.
Melainkan, proses penggambaran ilustrasi dari potret
Hanan Attaki yang dianimasikan melalui aplikasi
penyunting gambar. Berikut ini merupakan narasi
dakwahnya.
Kita kalau kepengen sesuatu libatin Allah dalam
kepengenan kita, dalam niat kita tuh. Harus ada
karena Allah-nya, pengen nikah kenapa? Saya ingin
masuk surganya gak sendiri. Pengen nikah kenapa?
Saya pengen tahajudnya tuh ada yang bangunin,
walaupun dia akhirnya tidur lagi. Yang penting ada
yang bangunin. Pengen kuliah ngambil jurusan a, b,
c gak apa-apa gak harus semuanya jurusan agama
kan? Ada ilmu syariat ada ilmu science dan dua-
duanya tuh bisa jadi ilmu dunia bisa jadi ilmu
akhirat. Karena ilmu akhirat itu bukan ilmu agama,
ilmu dunia itu bukan ilmu science, ilmu dunia
akhirat itu tergantung niatnya buat apa. Orang
belajar science kalau niatnya untuk suatu kebaikan
itu ilmu akhirat loh. Makanya libatkan Allah dalam
niat kita. saya belajar desain karena saya ingin
dakwah melalui desain. Saya belajar fotografi
karena saya ingin dakwah lewat visual.74
b. Pengendalian Diri
74 Diakses di https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/ pada 30
Januari 2020
79
Takarir: Nonton Kajian Spesial Ramadan Ust.
Hannan Attaki di #bukanonton @bukalapak
#BaikituMudah #Bukalapak #1minutebooster
#hananattaki.75
Pada konten kali ini, tampak salah satu merk dari toko
daring asal Indonesia secara eksplisit. Video ini berdurasi
59 detik yang diambil dari potongan Kajian Spesial
Ramadan. Pada konten kali ini, disisipkan takarir di
bagian bawah agar memperjelas materi yang
disampaikan. Visual yang ditampilkan berisi ilustrasi
yang mendukung narasi. Berikut ini merupakan narasi
dakwahnya.
Ketika kita ramai diomelin orang di jalan, dimaki,
dicela, segala macem, kalau kita diam? Kita didoain
oleh malaikat, dan Allah menjatuhkan kasih
sayangnya kepada kita, selama kita berdiri dalam
keadaan sabar. Dan itu gak satu malaikat yang
dateng, dikerumunin, kaya gula yang dikerumunin
semut. Tapi begitu kepancing, itu langsung pada
pergi. Begitu juga dengan orang yang ngomel.
Orang yang ngomel itu seperti bangkai yang
didatangi lalat. Begitu dia istighfar, lalat itu
langsung pergi. Makanya ketika kita dalam kondisi
didzolimi, itu kesempatan kita untuk dapat kebaikan
dari Allah, malaikat, karena malaikat mendoakan.
75 Diakses di https://www.instagram.com/p/BxvrHsNFgY3/ pada 30
Januari 2020
Gambar 4.9
Keluku konten dakwah “Pengendalian Diri” Sumber: https://www.instagram.com/p/BxvrHsNFgY3/
80
Salah satu kunci dalam penyampaian dakwah di era
digital ini adalah kesesuaian narasi dengan gambar atau
ilustrasi yang ada. Pada konten video “Pengendalian Diri”
ditampilkan beberapa footages yang mendukung narasi
yang disampaikan Ustaz Hanan. Seperti, seorang bos
yang sedang memarahi bawahannya dimunculkan dengan
teknik pengambilan gambar over the shoulder76 dengan
menonjolkan ekspresi bos dan tumpukkan kertas yang
dilemparkan. Lalu, dalam menggambarkan objek yang
sedang introspeksi diri, ditampilkan seseorang yang
sedang bermunajat di sebuah tempat ibadah dengan
76 Pengambilan gambar di mana kamera berada di belakang bahu salah
satu pelaku dan bahu pelaku tampak atau kelihatan dalam frame
Gambar 4.10
Ilustrasi yang menggambarkan seseorang yang marah Sumber: https://www.instagram.com/p/BxvrHsNFgY3/
81
pengambilan silhouette77 dan ray of light78 yang
menyinari objek untuk menampilkan kesan dramatis.
c. Kunci Kebahagiaan
Takarir: Berbakti kpd orang tua, kunci sukses.
Nonton Kajian Spesial Ramadan Ust. Hannan
Attaki di #bukanonton @bukalapak
#BaikituMudah #Bukalapak #1minutebooster
#hananattaki.79
77 Gambar manusia, binatang, pemandangan, atau benda lain dalam
bentuk padat dan biasanya hanya terdiri dari satu warna, yaitu hitam 78 Sinar atau pancaran yang menerobos sebuah elemen seperti celah
dedaunan, pohon, awan, dan sebagainya 79 Diakses di https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/ pada 30
Januari 2020
Gambar 4.11
Ilustrasi seorang yang bermunajat Sumber: https://www.instagram.com/p/BxvrHsNFgY3/
Gambar 4.12
Keluku konten “Berbakti Kepada Orang Tua” Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
82
Masih sama dengan konten sebelumnya, tampak merk
toko daring yang merupakan sponsor dari Kajian Spesial
Ramadan Ustaz Hanan Attaki. Konten ini berdurasi 59
detik dan diselingi dengan ilustrasi yang menguatkan
narasi ceramah tentang bakti kepada orang tua. Berikut
merupakan narasi dakwahnya.
Sehingga kalau kita merasa bahwa pekerjaan kita
mulai banyak masalah, usaha-usaha kita mulai
merugi, kalau kita punya masalah di kantor kita
datang kepada ayah dan ibu kita. Karena di sana lah
Allah titipkan kebahagiaan kita di dunia dan di
akhirat, umur dan rezeki apapun masalah kita
datang dulu ke orang tua sebelum kita mengevaluasi
hal-hal yang lain. Hal pertama yang harus kita
evaluasi adalah bagaimana hubungan kita dengan
orang tua. Sudah berapa lama kita gak datang ke
orang tua kita, udah berapa lama kita tidak telfon
orang tua kita, termasuk masalah jodoh sekalipun.
Kalau orang tua kita belum meridhoinya, atau orang
tua kita meminta jatah waktu, maka niatkan itu
sebagai bentuk mungkin bakti kita kepada orang tua
yang terakhir, sebelum hati kita terbagi dengan
orang yang kita cintai.80
Sama seperti konten sebelumnya, pada konten ini
ditampilkan ilustrasi untuk memperkuat narasi yang
disampaikan. Tema “Kunci Kebahagiaan” ini berisi
tentang akhlak berbakti kepada orang tua yang sering kali
dilupakan karena kesibukkan.
80 Diakses di https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/ pada 30
Januari 2020
83
Ilustrasi yang mendukung ditampilkan seperti
pengambilan gambar seorang ibu yang sedang memeluk
anaknya, dengan menonjolkan emosi sang ibu.
Kemudian, terdapat ilustrasi seseorang yang sedang
menelpon tetapi kamera melakukan close-up kepada
smartphone yang menunjukkan kondisi menelpon kontak
bertuliskan “ibu” untuk lebih memperjelas makna.
Gambar 4.13
Ilustrasi kasih sayang orang tua Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
Gambar 4.14
Ilustrasi rindu dengan ibu
Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
84
3. Objek Media
Pada level ini peneliti melihat bagaimana aktivitas dan
interaksi pengguna atau antarpengguna, baik dalam unit
makro maupun mikro. Data didapat dari teks yang ada di
media siber maupun konteks yang terkandung dalam teks
tersebut.
Untuk mengetahui nilai-nilai budaya yang terkandung
dalam interaksi di akun Instagram @hanan_attaki, maka
penulis akan mengkategorikan akun berdasarkan
keberpihakannya terhadap konten, yaitu pro, kontra, dan
netral. Kategori pro ditunjukkan oleh teks yang
mendukung atau setuju dengan isi konten yang disajikan.
Sebaliknya, kategori kontra ditandai dengan teks yang
tidak mendukung atau menyanggah isi konten atau
bahkan mengandung sentimen negatif.
Kategori netral dimaksudkan bahwa komentar yang
ada tidak bisa dikategorikan mendukung maupun
menolak, atau komentar yang tampil justru tidak
berkaitan dengan topik (out of topic). Kategori ini juga
memasukkan kaun yang hanya memberikan tanda emoji
dan hanya menandai (tag) kepada akun lain di kolom
komentar.
a. Sesungguhnya Perbuatan Kita Tergantung Niat
85
Dari penelusuran penulis, terdapat 1,181 komentar dari
1051 akun pada konten tersebut. Berdasarkan tanggapan
dalam kolom komentar, penulis menemukan 96 akun
yang pro, 78 akun kontra, dan 877 akun netral. Jika
dipresentasikan maka akun pro sebanyak 9,13%, akun
kontra sebanyak 7,42%, dan akun netral berjumlah
83,45%.81
Komentar yang pro atau sependapat dengan konten
tersebut ditunjukkan dengan akun yang melayangkan
terima kasih atas konten yang disampaikan ataupun
berupa pertanyaan berkenaan dengan topik.
81 Data ini diakses pada 2 Desember 2019, data dapat berubah sewaktu-
waktu
Pro
Kontra
Netral
Grafik 4.1
Jumlah akun berdasarkan keberpihakannya
86
Sedangkan komentar yang kontra lebih menjurus
kepada status keharaman visual atau ilustrasi yang
ditampilkan, bukan terhadap isi konten yang disajikan.
Netizen yang mempunyai sentimen negatif kerap kali
meragukan Ustaz Hanan sebagai seorang ustaz,
melainkan menyebutnya hanya seorang motivator. Selain
itu, ada juga yang menyebutnya sebagai Ruwaibidhah.82
82 Disebutkan dalam hadis “Akan tiba pada manusia tahun-tahun
penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur
dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah
dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang “Ruwaibidhah” berbicara. Ada
yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh
yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. Hakim) dikutip dari
Gambar 4.16
Komentar Pro Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
Gambar 4.15
Komentar kontra
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
87
Bahkan Ustaz Hanan kerap bersinggungan pendapat
dengan penganut Manhaj Salafi, sehingga memicu adu
argumen di kolom komentar walaupun sering keluar dari
topik yang dibahas pada konten.
https://www.hidayatullah.com/kajian/oase-
iman/read/2018/06/06/143802/fitnah-zaman-ruwaibidhah.html, diakses
pada 22 Januari 2020
Gambar 4.18
Komentar sentimen negatif
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
Gambar 4.17
Komentar yang memicu perdebatan
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
88
Selain itu, terdapat beberapa netizen yang
mempermasalahkan gayanya dalam berdakwah yang
lebih menyasar kepada anak muda. Mereka menyinggung
cara dakwah Ustaz Hanan dengan menggunakan sarana
Disc Jockey (DJ) beberapa waktu silam.
Ada pun komentar netral yang muncul berusaha
menengahi perdebatan tanpa menjelekkan kedua belah
pihak.
Gambar 4.19
Komentar yang mempermasalahkan gaya berdakwah
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
89
Akan tetapi, terdapat pula komentar netral yang malah
jauh dari topik atau isi konten (out of topic). Ciri komentar
ini lazim ditemukan di kolom komentar, yaitu berupa
akun yang mempromosikan usahanya.
b. Pengendalian Diri
Video berdurasi satu menit ini telah dilihat sebanyak
274.464 kali.83 Terdapat 270 komentar dari 260 akun pada
konten tersebut. Penulis menemukan sangat sedikit sekali
komentar yang kontra jika dibandingkan dengan konten
sebelumnya. Berdasarkan tanggapan dalam kolom
komentar, penulis menemukan 25 akun yang pro, 3 akun
kontra, dan 232 akun netral. Jika dipresentasikan maka
akun pro sebanyak 9,62%, akun kontra sebanyak 1,16%,
dan 89.22% akun netral.
83 Data diakses pada 2 Desember 2019
Gambar 4.21
Komentar yang menengahi perdebatan
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
Gambar 4.20
Komentar promosi usaha
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
90
Teks pada komentar yang pro berupa apresiasi atas
konten dakwah yang disampaikan dan merasa konten
tersebut bertalian langsung dengan hidupnya.
Komentar netral pada konten ini lebih kepada
pembahasan di luar topik. Hal tersebut bertepatan dengan
demonstrasi penolakkan hasil hitung KPU, yaitu pada 21-
22 Mei 2019, sehingga memengaruhi interaksi pada
kolom komentar.
Grafik 4.2
Jumlah akun berdasarkan keberpihakkannya
Pro Kontra Netral
Gambar 4.22
Komentar Pro
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxvrHsNFgY3/
91
Terdapat warganet yang melayangkan pertanyaan pada
konten kali ini. Namun, masih jauh dari topik yang
dibahas dan tidak ada respon dari Ustaz Hanan melainkan
netizen yang lain yang meresponnya.
Gambar 4.23
Komentar yang keluar dari topik Sumber: https://www.instagram.com/p/BxvrHsNFgY3/
Gambar 4.24
Pertanyaan netizen yang keluar dari topik
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxvrHsNFgY3/
92
Sementara, komentar kontra kali ini tidak terlalu
signifikan. Hanya umpatan-umpatan yang tidak jelas
arahnya ke mana dan masih terkait dengan peristiwa
demonstrasi tersebut.
c. Kunci Kebahagiaan
Pada konten yang berdurasi satu menit ini, terdapat
523 komentar yang berasal dari 505 akun. Berdasarkan
teks-teks dari kolom komentar, terdapat 47 akun pro, 6
akun kontra, dan 452 akun netral.
Gambar 4.25
Komentar sentimen negatif
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxvrHsNFgY3/
Grafik 4.3
Jumlah akun berdasarkan keberpihakkannya
Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
Pro Kontra Netral
93
Jika dihitung berdasarkan persentase, maka akun pro
sebanyak 9,31% dan akun netral sebanyak 89,5%,
sedangkan akun kontra sebanyak 1,19%.
Sejauh penelusuran penulis, sangat sedikit tanggapan
kontra yang terdapat dalam konten ini. Komentar kontra
hanya terkait topik yang masih membutuhkan penjelasan
sehingga menimbulkan pertanyaan. Sayangnya,
pertanyaan tersebut tidak ada yang direspon oleh Ustaz
Hanan.
Komentar yang mendukung konten ini diindikasikan
dengan banyaknya netizen yang berbagi pengalaman
sesuai dengan topik yang diangkat.
Komentar netral dari warganet pada pembahasan kali
ini terdapat konten yang mengandung hoaks, karena
belum pasti kebenarannya dan diragukan sumbernya.
Gambar 4.26
Komentar kontra yang belum mendapatkan penjelasan
dari @hanan_attaki
Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
Gambar 4.27
Komentar pro
Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
94
Selain itu, ada warganet yang mengira bahwa Ustaz
Hanan merupakan seorang perempuan dari suaranya.
Media sosial juga kerap membentuk budaya baru
akibat intensitas interaksi di media sosial, yaitu budaya
meminta follow back kepada akun yang diikutinya.
Gambar 4.28
Akun penyebar hoaks
Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
Gambar 4.29
Komentar yang salah kaprah tentang Ustaz Hanan
Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
Gambar 4.30
Budaya baru di media sosial
Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
95
4. Pengalaman Media
Level ini merupakan gambaran secara makro tentang
bagaimana masyarakat atau anggota komunitas di dunia
offline. Level ini dibutuhkan untuk melihat apakah
budaya yang muncul di dunia maya selaras kaitannya
dengan dunia nyata. Untuk mengetahuinya, penulis
mencoba melihat identitas warganet dari identitas dan
ideologi yang ditampilkan melalui akun dan
unggahannya. Penulis berpijak pada pendapat dari
Christine Hine yang mengatakan “There is no strict,
principled distinction between the internet on one hand,
and everyday life on the other”. Menurut Hine, identitas
yang ditampilkan seseorang pada dunia online tidak
terpisah dari apa yang dipikirkan dan dialaminya dalam
realitas yang sesungguhnya.
Maka pada level ini penulis melihat realitas luring
dengan melakukan penelusuran terhadap akun-akun yang
terlibat dalam interaksi di kolom komentar. Pada level ini
penulis juga melihat bagaimana khalayak
menginterpretasikan sebuah unggahan dan bagaimana ia
menanggapinya.
a. Sesungguhnya Perbuatan Kita Tergantung Niat
Penulis belum menemukan sebuah aplikasi atau
website yang dapat memverifikasi keaslian suatu akun
Instagram. Pihak Instagram sendiri memang
menyediakan sebuah tanda khusus untuk menandakan
bahwa sebuah akun tersebut adalah asli atau resmi, tetapi
96
hanya untuk public figure atau instansi tertentu. Penulis
menentukan akun yang beridentitas berdasarkan nama
akun yang kemungkinan besar adalah nama asli pemilik,
foto profil yang dipasang, dan unggahan yang
ditampilkan. Penulis menentukan kriteria ini
berlandaskan pada jurnal etnografi virtual yang berjudul
“Perundungan Siber (Cyber-Bullying) di Status Facebook
Divisi Humas Mabes Polri” oleh Rulli Nasrullah.
Dalam konten “Sesungguhnya Perbuatan Kita
Tergantung Niat” terdapat 1.181 komentar dari 1.051
akun yang terlibat dalam interaksi di kolom komentar.
Setelah dilakukan penelusuran, kemudian penulis
membagi akun-akun tersebut berdasarkan identitasnya.
Terdapat 967 (92%) akun beridentitas dan 84 (8%) akun
anonim.
Dari 84 akun anonim, terdapat 5 akun yang sama sekali
tidak memiliki informasi apapun, baik nama pemilik, foto
Akun beridentitas Akun anonim
Grafik 4.4
Identitas akun netizen di kolom komentar konten
“Sesungguhnya Perbuatan Kita Tergantung Niat”
97
profil, maupun konten yang telah diunggahnya. Bahkan,
ada pula akun yang telah dihapus atau berganti username
sehingga tidak dapat ditemukan lagi.
Mayoritas akun anonim merupakan akun yang
menggunakan nama samaran atau nama komunitas, tidak
menunjukkan foto profil pemilik akun sehingga penulis
tidak dapat mengidentifikasi identitas asli pemilik akun.
Namun, akun-akun tersebut masih memiliki konten-
konten yang diunggah sehingga dapat diketahui informasi
lain dari pemilik akun, seperti aliran yang dianut,
kecenderungan politik, hobi, hingga lokasi tempat
pemilik akun.
Akun akun yang beridentitas maupun anonim tersebar
pada komentar pro, kontra, dan netral. dalam komentar
pro terdapat 13 (15,48%) akun anonim. Dalam komentar
kontra terdapat 41 (48,81%) akun anonim, sedangkan
pada komentar netral terdapat 30 (36,71%) akun anonim.
Gambar 4.31
Akun yang sudah tidak aktif
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
98
Sedangkan akun yang beridentitas dalam komentar pro
berjumlah 83 (8,61%) akun, di dalam komentar kontra
sebanyak 37 (3,83%) akun dan dalam komentar netral
berjumlah 847 (87,56%) akun beridentitas.
b. Pengendalian Diri
Pada konten ini terdapat 260 akun yang merespon di
kolom komentar. Dari akun-akun tersebut, penulis
menemukan 236 akun beridentitas dan 24 akun anonim.
Pro Kontra Netral
Grafik 4.6
Jumlah akun anonim berdasarkan jenis komentar
Pro Kontra Netral
Grafik 4.5
Jumlah akun beridentitas berdasarkan jenis komentar
99
Mayoritas akun anonim adalah akun yang
mengatasnamakan komunitas atau brand tertentu
sehingga penulis kesulitan mengidentifikasikan identitas
asli pemilik akun. Beberapa akun bahkan memberikan
privasi untuk akunnya sehingga akun yang belum
mengikutinya tidak bisa melihat konten yang telah
diunggahnya.
Akun beridentitas Akun anonim
Grafik 4.7
Jumlah akun beridentas dan anonim di kolom komentar
Gambar 4.32
Akun yang menggunakan privasi
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxvrHsNFgY3/
100
Dari 24 akun anonim, terdapat 13 akun yang membuka
akunnya dan memunculkan sedikit identitasnya melalui
foto dan video yang diunggahnya, sehingga penulis masih
bisa mendapatkan informasi lain seperti, aliran yang
dianut, kecenderungan politik, hobi, dan lokasi pemilik
akun, serta akun-akun yang diikuti maupun yang
mengikutinya.
Akun-akun yang beridentitas maupun anonim tersebar
di dalam komentar pro, kontra, dan netral. Adapun akun
beridentitas dalam komentar pro sebanyak 23 (9,75%)
akun dan dalam komentar netral 3 (1,27%) akun, dan pada
komentar netral sebanyak 210 (210%) akun.
Sedangkan akun anonim dalam komentar pro sebanyak
2 (8,3%) akun dan dalam komentar netral berjumlah 22
(91,7%) akun. Sementara pada komentar kontra tidak ada
sama sekali.
Pro Kontra Netral
Grafik 4.8
Jumlah akun beridentitas berdasarkan jenis komentar
101
c. Kunci Bahagia
Dalam konten ini terdapat 505 akun yang terlibat
dalam interaksi di kolom komentar. Setelah melakukan
penelusuran, penulis menemukan 466 akun beridentitas
dan 39 akun anonim pada kolom komentar. Mayoritas
akun anonim menggunakan nama komunitas atau brand
dan tidak menyertakan identitas pemilik akun. Foto profil
dan unggahannya pun tidak menunjukkan identitas
pemilik akun. Dari 39 (7,72%) akun anonim terdapat 4
akun yang sama sekali tidak memiliki informasi, sehingga
akun tersebut teridentifikasi palsu.
Pro Kontra Netral
Grafik 4.9
Jumlah akun anonim berdasarkan jenis komentar
Gambar 4.33
Akun palsu
Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
102
Dari hasil penelusuran, jumlah akun yang
menggunakan identitas berjumlah 466 (92,28%) akun.
Mayoritas akun-akun tersebut menggunakan nama asli
pengguna, namun mereka mengunci akunnya dengan
memberikan privasi. Sehingga tidak bisa melihat apa
yang diunggah kecuali mendapat persetujuan dari pemilik
akun.
Realitas yang ada pada pengalaman media
menunjukkan bahwa terdapat 7 (17,95%) akun anonim
pada komentar pro, 1 (2,56%) akun anonim pada
komentar kontra, dan 31 (79,49%) akun anonim pada
komentar netral.
Akun beridentitas Akun anonim
Grafik 4.10
Jumlah akun berdasarkan identitasnya
103
Sementara itu, dari 466 akun beridentitas terdapat 40
akun di komentar pro, 5 akun pada komentar kontra, dan
421 akun di komentar netral.
Pro Kontra Netral
Grafik 4.11
Identitas akun anonim berdasarkan jenis komentar
Pro Kontra Netral
Grafik 4.12
Identitas akun beridentitas berdasarkan jenis
komentar
104
105
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam menganalisis temuan ini, penulis tidak hanya
memosisikan diri sebagai pengamat, tetapi turut serta menjadi
pengguna Instagram dan mengikuti akun @hanan_attaki. Pada
bab ini penulis akan menjawab pertanyaan yang telah
dirumuskan dalam rumusan masalah, yaitu melihat bagaimana
praktik nilai budaya khalayak digital melalui empat level, yakni
level ruang media, dokumen media, objek media, dan
pengalaman media. Selain itu, penulis juga menganalisis apa saja
nilai-nilai budaya khalayak digital yang tampak di kolom
komentar konten dakwah bertemakan akhlak.
A. Praktik Nilai Budaya Khalayak Digital pada materi
dakwah bertema akhlak di akun Instagram
@hanan_attaki
1. Ruang Media
Berdasarkan data yang penulis temukan, Ustaz Hanan
Attaki memiliki akun Instagram pribadi. Dibuktikan dengan
ikon centang biru pada nama akunnya yang menandakan
bahwa akun tersebut resmi. Akun ini dibuat untuk
memperluas jaringan dakwahnya yang rata-rata memakai
Instagram.
Ustaz Hanan tidak mengunci akses ke akunnya, sehingga
warganet yang belum mengikuti akunnya maupun yang tidak
memiliki akun pun dapat mengakses konten-konten yang
telah diunggahnya.
106
Namun, warganet harus memiliki akun Instagram apabila
ingin mengunggah kiriman atau berinteraksi baik melalui
tombol like, maupun berkomentar.
Pengguna yang sudah memiliki akun dapat dengan bebas
melihat konten yang telah diunggah akun @hanan_attaki
meskipun belum mengikuti akunnya. Tidak hanya itu,
mereka juga dapat berinteraksi melalui tombol like maupun
berkomentar, mengirim pesan pribadi, dan membagikan
konten ke media sosial lainnya. Oleh karena itu, warganet
yang berinteraksi di akun Instagram @hanan_attaki tidak
semuanya mengikuti akun tersebut.
Jika warganet telah mengikuti akun @hanan_attaki, maka
setiap kiriman baru yang dipublikasikan Ustaz Hanan akan
tampil di timeline. Sehingga ia akan lebih mudah
mendapatkan konten-konten dari akun @hanan_attaki.
Namun, warganet lain yang tidak mengikutinya tetap bisa
melihat konten dari Ustaz Hanan melalui kolom pencarian
maupun langsung mengunjungi akun @hanan_attaki.
Pengguna yang mengikuti akun @hanan_attaki pasti
memiliki tujuan dan alasan tertentu. Kemungkinan besar
karena mereka suka dengan gaya berdakwah Ustaz Hanan
dan ingin terus up-to-date tentang jadwal kajiannya. Salah
satu narasumber yang penulis wawancarai mengaku bahwa
ia mengikuti akun Instagram @hanan_attaki karena
penyampaiannya yang baik.
107
Karena suaranya enak didengar terus materinya juga
kekinian banget, penyampaiannya enak tidak menggebu-
gebu.84
Selain membuka privasi pada akunnya, Ustaz Hanan juga
membuka akses untuk warganet berkomentar di tiap
unggahannya. Oleh karena itu memungkinkan terjadinya
interaksi antara Ustaz Hanan dengan pengikutnya di ruang
siber. Tidak hanya interaksi, diskusi pun kerap kali terbentuk
di kolom komentar. Keterbukaan privasi inilah yang
memungkinkan interaksi di dunia siber dapat terjadi di akun
Instagram @hanan_attaki.
2. Dokumen Media
Berdasarkan hasil temuan data, akun @hanan_attaki
menyebarkan dakwah yang dikemas dalam video ataupun
gambar dengan disertai takarir. Ustaz Hanan selalu
menyisipkan tagar #1minutebooster pada konten
dakwahnya. Mayoritas konten dakwah yang diunggahnya
berasal dari ceramah yang telah dilakukannya secara luring.
Namun, terkadang Ustaz Hanan membuat sendiri video satu
menit jika dirasa mendesak.
Akun @hanan_attaki dikelola oleh Ustaz Hanan pribadi
namun, untuk penyediaan konten dakwah #1minutebooster
dibuat oleh tim Shift, komunitas pegiat hijrah bentukan
Ustaz Hanan. Dalam mengunggah kontennya, Ustaz Hanan
84 Wawancara dengan salah satu warganet via direct message Instagram
pada 3 Februari 2020
108
tidak memiliki jadwal khusus. Apabila ada konten atau
permasalahan yang perlu dibahas maka Ustaz Hanan akan
membuat kontennya. Rata-rata dalam seminggu akun
@hanan_attaki mengunggah 1-3 konten.
Tergantung apa yang lagi happening atau bisa dibilang
random sih. Biasanya sore atau malam, mengikuti golden
hour media sosial.85
3. Objek Media
Berdasarkan hasil temuan data, penulis menemukan
adanya komunikasi dan interaksi di akun Instagram
@hanan_attaki. Komunikasi terjadi ketika Ustaz Hanan
(komunikator) melalui akun pribadinya mengunggah konten
dakwah (pesan) dalam bentuk gambar atau video, konten
tersebut kemudian dikonsumsi oleh pengunjung akunnya
(komunikan).
Adapun interaksi berlangsung ketika pengunjung
memberikan respon pada konten yang diunggah. Respon
tersebut dapat berupa like, membagikan konten, maupun
berkomentar di kolom komentar.
85 Wawancara dengan Hanan Attaki di hotel Allium Tangerang pada 17
November 2019
Gambar 5.34
Tombol respon berupa like, comment, dan share
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
109
Interaksi juga tampak dalam percakapan antar warganet
yang mengunjungi konten di kolom komentar. Percakapan
terjadi ketika ada pengunjung yang berkomentar, kemudian
warganet lainnya merespon komentar tersebut. Respon dari
warganet dapat berupa persetujuan, adapula respon
ketidaksetujuan yang bahkan bisa menjurus kepada ujaran
kebencian.
Adapun akun @hanan_attaki cenderung jarang
menanggapi respon dari warganet. Bahkan dalam konten
yang penulis teliti, Ustaz Hanan tidak pernah sekali pun
Gambar 5.35
Interaksi antar warganet di kolom komentar
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
110
menanggapi komentar dari warganet. Hal ini karena
kesibukkan yang dijalani Ustaz Hanan sebagai pendakwah.
Interaksi antar sesama warganet tidak hanya terjadi
melalui komentar, ada juga yang memberi tanggapan berupa
like.Tombol like dalam media sosial merupakan aparat
teknologi di ruang siber. Ekspresi like dapat mewakili
perasaan yang mengikuti situasi status yang sedang
dipublikasikan oleh sang pemilih akun media sosial.86
Meskipun secara denotasi ikon like bermakna suka, namun
ada banyak alasan mengapa seseorang memilih untuk
menekan tombol like pada suatu konten, maknanya dapat
beragam dan hanya diketahui oleh sang pengklik tersebut.
Dengan demikian setiap warganet yang mengklik like di
konten akun @hanan_attaki sebetulnya dapat memaknai
tujuannya sendiri. Boleh jadi karena sang pengunjung
menyukai atau menyutujui konten, sebagai bentuk apresiasi,
menyukai audio atau visual yang disajikan, dan lain
sebagainya.
Dari ketiga konten yang penulis teliti, mayoritas kolom
komentarnya berisi komentar netral yang meninggalkan
jejak berupa emoji saja dan atau hanya menandai akun teman
mereka. Penandaan akun warganet lain pada kolom
komentar bermaksud untuk memberi notifikasi kepada yang
bersangkutan akan konten tersebut meskipun ia tidak
mengikuti akunnya.
86 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber,
(Jakarta: Kencana, 2012), h. 104
111
Sedangkan mayoritas komentar yang kontra pada kolom
komentar berisi ketidaksukaan mereka pada gaya berdakwah
Ustaz Hanan. Ketidaksukaan tersebut mencuat lantaran
Ustaz Hanan kerap menggandeng anak muda dari kalangan
DJ, skateboarders, bikers, dan lainnya ketika tur kajiannya
di bulan puasa yang berjudul “Ngabuburide”. Sehingga,
mereka lebih suka menyebut Ustaz Hanan sebagai motivator
saja bukan pendakwah.
Tidak sedikit akun yang mengkritik gaya berdakwah
Ustaz Hanan dengan ungkapan yang kurang baik, bahkan
lebih condong kepada ujaran kebencian, misalnya:
Selain ujaran-ujaran tersebut, ada realitas lain yang
tampak dalam kolom komentar, seperti penggunaan bahasa
khusus di media siber yang tidak lazim diucapkan dalam
percakapan langsung, misalnya Follback dong (follow back),
Gambar 5.37
Komentar yang menyebut Ustaz Hanan sebagai motivator Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
Gambar 5.36
Komentar penyebar ujaran kebencian
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
112
penggunaan ‘Wkwkwk’ sebagai ganti teks tertawa, Repost
yaitu kegiatan mengunggah ulang konten untuk
dipublikasikan di akun pribadi, LOL (Laugh Out Loud), dan
lainnya. Istilah tersebut mencuat dari para pengguna internet
karena interaksinya di ruang siber dan menjadi elemen lazim
dan dapat dipahami oleh khalayak digital.
4. Pengalaman Media
Terkait dengan penggunaan identitas akun di Instagram,
dalam penelitian ini penulis menemukan bahwa terdapat dua
jenis akun yang digunakan oleh warganet, yaitu akun
beridentitas asli dan akun anonim.
Pada konten berjudul “Sesungguhnya Perbuatan Kita
Tergantung Niat”, penulis menemukan terdapat 967 akun
beridentitas dan 84 akun anonim. Dalam mengidentifikasi
akun anonim, penulis menganalisa dari tampilan profilnya
yang tidak menunjukkan identitas asli pemilik akun. Seperti,
nama asli, foto profil, konten yang diunggah, keterangan
yang terdapat diprofil, dan akun yang diikuti maupun yang
mengikutinya. Bahkan ada pula akun yang telah dihapus atau
berganti username sehingga tidak dapat ditemukan lagi.
Gambar 5.38
Akun yang sudah tidak aktif
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
113
Dari 84 akun anonim, terdapat 5 akun yang sama sekali
tidak memiliki informasi apapun, baik nama pemilik akun,
foto profil, maupun konten yang telah diunggahnya.
Sehingga teridentifikasikan bahwa akun tersebut adalah
akun palsu yang sengaja diciptakan hanya untuk
berkomentar, baik positif maupun negatif.
Sedangkan dalam konten berjudul “Pengendalian Diri”,
penulis menemukan 236 akun beridentitas dan 24 akun
anonim. Hampir setengah dari akun anonim mengunci akun
mereka.
Dari 24 akun anonim, terdapat 13 akun yang membuka
privasi akunnya, sehingga penulis masih dapat
mengidentifikasikan aliran yang dianutnya, kecenderungan
politik, hobi, dan lokasi pemilik akun, serta akun-akun yang
diikuti maupun yang mengikutinya.
Gambar 5.39
Akun yang dikunci
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxvrHsNFgY3/
114
Pada konten yang berjudul “Kunci Kebahagiaan”, penulis
menemukan 466 akun beridentitas dan 39 akun anonim di
kolom komentar. Setelah melakukan penelusuran, penulis
mendapati 5 akun yang sama sekali tidak memiliki rincian
informasi dari 39 akun anonim yang ada. Mayoritas akun
anonim yang ada menggunakan nama komunitas atau merk
dagang tetapi tidak mencantumkan identitas pemilik.
Berdasarkan jumlah yang telah dikemukakan, mayoritas
akun yang berinteraksi di akun Instagram @hanan_attaki
adalah akun yang memiliki identitas. Akun beridentitas dan
anonim tersebut tersebar di komentar pro, kontra, dan netral.
Namun, pada komentar kontra lah akun anonim kerap kali
menggunakan ujaran-ujaran kebencian dan ketidaksukaan
kepada gaya berdakwah Ustaz Hanan. Bahkan ada pula akun
palsu yang teridentifikasi sengaja dibuat untuk menyebarkan
hal tersebut.
Media siber memungkinkan siapapun untuk mengakses
dan membuat akun dengan mudah. Seseorang bisa saja
membuat akun menggunakan identitas orang lain bahkan
Gambar 5.40
Akun palsu yang menyebarkan ujaran kebencian
Sumber: https://www.instagram.com/p/BxaNWTelzKv/
115
palsu. Mereka memanfaatkan celah media sosial yang
memiliki kekurangan dalam memverifikasi data. Oleh
karena anonimitas tersebut, menyebarkan kritik,
ketidaksukaan, bahkan ujaran kebencian menjadi mudah
dilakukan jika dibandingkan di dunia nyata. Maknanya,
ruang siber memungkinkan seseorang membangun citra diri
yang palsu sehingga pengguna internet lainnya tidak
mengetahui identitas diri yang sebenarnya.
Dari ketiga konten yang penulis teliti mayoritas pengguna
yang ikut berkomentar merupakan akun beridentitas, yaitu
sebanyak 92% sementara akun anonim sebanyak 8%.
Fenomena munculnya akun-akun anonim dalam interaksi
di kolom komentar menurut Tim Jordan sebagai tiga elemen
dasar kekuatan individu di dunia siber, yaitu identity fluidity,
renovated hierarchies, dan information as reality. Identity
fluidity merupakan sebuah proses pembentukan identitas
secara daring, identitas tersebut tidak harus sama dengan
dunia nyata. Sedangkan identitas di dunia nyata yang
dibentuk ulang menjadi identitas baru di ruang siber
dinamakan renovated hierarchies. Lalu, dari keduanya lah
muncul informational space, yaitu informasi yang
menggambarkan realita yang hanya berlaku di dunia maya.87
Mengenai keberpihakkan akun dalam penelitian ini,
realitas yagn muncul di media siber tidak jauh berbeda
dengan realitas sesungguhnya. Setelah menelusuri identitas
87 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Media Siber, h. 109
116
akun, penulis menemukan kesesuaian komentar dengan
kecenderungan akun. Identitas offline akun seseorang dapat
dilihat melalui aktivitas mengikuti akun tertentu dan konten
yang sering diunggahnya. Misalnya, mayoritas akun yang
kontra terhadap Ustaz Hanan tidak hanya ditunjukkan
melalui komentarnya, tetapi dari kecenderungannya
mengikuti akun-akun bertema manhaj salafi.
Untuk memperkuat temuan ini, penulis mewawancara
beberapa informan yang ikut berkomentar di Instagram
Ustaz Hanan. Dalam komentarnya, ia menyatakan
ketidaksetujuan karena perbedaan pandangan antara dirinya
dengan Ustaz Hanan.
Gambar 5.41
Profil akun yang kontra
Sumber: https://www.instagram.com/ummuhurairah_97
117
Begitu pun dengan informan yang menyatakan
persetujuannya di kolom komentar. Ia pun merasa ceramah
yang disampaikan Ustaz Hanan memiliki talian dengan
hidupnya.
Realitas lain yang penulis temukan adalah rata-rata akun
yang berkomentar dengan ucapan yang kurang baik tidak
menampilkan identitas asli pemilik akun dan mengunci
akunnya, sehingga penulis kesulitan untuk mencari dan
Gambar 5.42
Tanggapan dari pemilik akun yang kontra (informan 2) terhadap
Ustaz Hanan
Sumber: wawancara via direct message Instagram pada 03 Februari 2020
Gambar 5.43
Tanggapan akun yang pro terhadap Ustaz Hanan
Sumber: Wawancara via direct message Instagram pada 02 Februari 2020
118
menghubunginya. Meskipun ada yang membuka akunnya,
mereka tidak memberikan jawaban atas pertanyaan yang
penulis ajukan. Sedangkan, warganet yang menampilkan
identitas aslinya rata-rata berkomentar dengan santun dan
bersedia diwawancara.
B. Nilai-Nilai Budaya Khalayak Digital pada materi
dakwah bertema akhlak di akun Instagram
@hanan_attaki
Sebuah nilai menunjukkan pedoman umum kepada
perilaku manusia, nilai tersebut yang menjadi dasar
pertimbangan seseorang dalam memandang sesuatu, seperti
kebenaran, kerja sama, perdamaian, kejujuran, tanggung
jawab, solidaritas, toleransi, dan penghormatan. Disadari
atau tidak, sesungguhnya khalayak digital (warganet)
menunjukkan nilai-nilai budaya saat berinteraksi dengan
pengguna lain. Nilai tersebut dicerminkan dalam teks-teks
yang diketik dalam kolom komentar.
Adapun yang dimaksud budaya dalam penelitian ini
adalah praktik sosial dari interaksi dan komunikasi
antarpengguna yang muncul di ruang virtual. Budaya
tersebut diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi melalui
jaringan internet serta jaringan yang terbentuk di antara
pengguna.
Dalam pembahasan ini, penulis mencoba menemukan
nilai budaya apa yang warganet tampilkan dan muncul di
kolom komentar. Beberapa nilai budaya yang muncul
adalah:
119
1. Nilai personal
Warganet kerap kali merundung Ustaz Hanan melalui
nilai personal, misalnya memanggilnya bukan sebagai ustaz
tetapi sebagai motivator belaka.
2. Nilai spiritual
Nilai yang menunjukkan proses hijrah dari warganet yang
dilontarkan di kolom komentar. Mereka memberikan
testimoni akan dampak positif dari ceramah Ustaz Hanan.
3. Nilai moral
Warganet yang tidak setuju dengan Ustaz Hanan sering
mengkritik dengan menggunakan kata-kata yang tidak patut,
bahkan cenderung kepada ujaran kebencian.
4. Nilai perdamaian
Nilai perdamaian muncul ketika terdapat pihak yang
mencoba mengengahi perbedaan pendapat antarpengguna
dalam diskusi.
C. Interpretasi
Setiap media sosial memiliki karakteristik masing-
masing, begitupun dengan Instagram. Instagram merupakan
media baru yang digunakan warganet untuk membagikan
momen-momen berharga maupun pemikirannya melalui
audio dan visual. Dengan menjangkau berbagai lapisan
masyarakat membuat penyebaran konten yang diproduksi
lebih efektif dibanding media konvensional. Interaksi yang
terjadi di media sosial pun dapat lebih intens karena cepatnya
perpindahan informasi di ruang siber. Oleh karena itu, Ustaz
120
Hanan menggunakan kesempatan tersebut untuk
memperluas jaringan dakwahnya melalui Instagram.
Namun, tidak semua pengguna internet dapat berinteraksi
dengan bebas di ruang siber. Warganet memerlukan akun
sebagai identitas diri di dalam dunia virtual. Tidak sampai di
sana, warganet yang mempunyai akun pun harus melihat
apakah akun yang ingin diajak berinteraksi membuka
akunnya atau tidak. Privasi memang merupakan keniscayaan
di ruang siber. Jika akun tersebut terbuka untuk publik maka
warganet lainnya dapat berinteraksi dengan bebas, tetapi jika
tidak, maka warganet harus “permisi” terlebih dahulu
dengan pemilik akun. Pada akun @hanan_attaki, Ustaz
Hanan membuka akunnya kepada publik sehingga dapat
terjadi proses interaksi pada tiap konten yang telah
diunggahnya.
Dalam meneliti dokumen media, seorang etnografer
virtual perlu menemukan benang merah antara realitas
daring dan luring. Idealnya, untuk mengetahui realitas luring
seorang peneliti melakukan wawancara tatap muka dan
pengamatan langsung latar belakang dan perilaku objek.
Namun, apabila kesulitan untuk melakukan hal tersebut
karena objek yang diteliti terlalu luas dan umum, seorang
etnografer virtual dapat meneliti realitas luring melalui
waawancara secara daring dan menelusuri identitas objek
dengan melihat akun media sosialnya.
Salah satu kritik dari penelitian etnografi virtual adalah
keaslian data. Bagaimana kita dapat mengetahui apakah
121
informan di dunia siber adalah benar dan asli? Atau apakah
data yang diberikan benar dan tidak direkayasa? Mengenai
hal tersebut, kebenaran data dari dunia virtual adalah proses
yang situasional yang berlangsung reflexsive dan
dinegosiasikan, bukan sebuah proses objektifikasi yang akan
dilakukan hanya ketika menganalisis data. Menurut Hine,
pijakan utama bagi seorang etnografer virtual adalah tidak
membawa kriteria eksternal untuk menilai apakah aman
untuk memercayai apa yang informan katakan, tetapi
kunjungi dunia virtual tersebut untuk bisa memahami
bagaimana menilai keaslian informasi yang
disampaikannya.88
Interaksi di ruang siber itu kemudian membentuk budaya
yang sarat akan nilai-nilai. Di antara berbagai nilai budaya
yang tampak di kolom komentar konten dakwah Ustaz
Hanan, nilai moral dan nilai spiritual adalah nilai yang paling
sering muncul daripada nilai yang lainnya.
Nilai moral sering tampak seiring dengan banyaknya
warganet yang mengungkapkan ketidaksukaan terhadap
Ustaz Hanan terkait cara berdakwahnya. Sayangnya, kritik
tersebut seringkali dilontarkan dengan cara yang buruk,
seperti mencaci, memaki, bahkan mendoakan keburukan.
Negara Indonesia memang melindungi masyarakatnya yang
ingin menyatakan pendapatnya. Mereka diberikan
kebebasan berpendapat dan berbicara di muka umum.
88 Moch. Choirul Arif, Etnografi Virtual Sebuah Tawaran Metodologi
Kajian Media Berbasis Virtual, h. 172
122
Namun, semua itu tetaplah harus berpegang kepada norma-
norma yang berlaku. Pemerintah pun telah mengeluarkan
Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) Pasal 28 ayat 2 terkait dengan ujaran kebencian yang
berbasis SARA.
Tidak hanya pemerintah yang melarang, Allah Swt pun
melarang umatnya untuk saling mencela apalagi jika yang
dicela adalah sesama muslim. Larangan tersebut ada di
dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 11:
وم عسى أن يكونوا ق ياأيهاالذين آمنواليسخر قوم من
كن خيرا منهن ول اء من نساء عسى أن ي خيرا منهم ولنس
بئس السم الفسوق بعد تلمزوا أنفسكم ول تنابزوا بالأاقاب
لمون الإيمان ومن لم يتب فأولئك هم الظا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka
(yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka yang
(mengolok-olokkan), dan jangan pula perempuan-
perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain,
(karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan)
lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olokkan).
Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan
janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang
buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Adapun nilai spiritual pada kolom komentar erat
kaitannya dengan proses berubahnya seseorang ke arah yang
lebih positif setelah mendengarkan ceramah Ustaz Hanan.
123
Dakwah Ustaz Hanan memang berfokus kepada
masyarakat muda yang belum teralalu mengenal Islam.
Sehingga perlu pendekatan khusus dalam berdakwah.
Karena teman-teman di ring 3-5 agak anti kalau
mendengar ceramah dengan gaya berpeci, gamis, sorban.
Maka pendekatan dakwah saya lebih ke anak muda yang
gaul untuk menyesuaikan.89
Oleh karena sifatnya yang aktif, khalayak digital
memegang peran yang berbeda dari khalayak biasa. Selain
menjadi konsumen, warganet juga dapat berperan sebagai
produsen informasi yang saling aktif dalm tanya jawab jika
ada pertanyaan dari warganet.
89 Wawancara dengan Hanan Attaki di hotel Allium Tangerang pada 17
November 2020
Gambar 5.44
Salah satu nilai spiritual yang ada di kolom komentar
Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
124
Meskipun interaktif adalah karakteristik dari media
sosial, tetapi semua khalayak digital bersifat aktif. Ada pula
khalayak pasif, yaitu mereka yang hanya memosisikan diri
sebagai konsumen semata, tanpa melibatkan peran lain,
seperti berkomentar dan memberikan like. Misalnya, pada
konten “Kunci Kebahagiaan” telah dilihat oleh 330.031
warganet, tetapi hanya ada 505 akun yang terlibat dalam 523
komentar.
Khalayak pasif juga bisa dikatakan mengkonsumsi
informasi secara mentah-mentah, mudah percaya, dan
mudah terprovokasi dengan konten yang dilihatnya.
Sedangkan khalayak aktif merupakan warganet yang
Gambar 5.45
Warganet yang mempunyai peran aktif di media sosial
Sumber: https://www.instagram.com/p/ByFMOPEFGdT/
125
menanggapi informasi dengan kritis melalui kolom
komentar. Khalayak aktif cenderung mencari tahu kebenaran
informasi yang telah dilihatnya. Media sosial memang
memberikan peluang bagi khalayak digital untuk berperan
aktif, namun penggunanya sendiri lah yang memilih apakah
menjadi khalayak aktif atau pasif.
126
125
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akun Instagram @hanan_attaki merupakan entitas dari
Ustaz Hanan Attaki di Internet. Sejak 2015, Ustaz Hanan
mulai melebarkan sayap dakwahnya di media sosial. Konten
dakwah yang menjadi ciri khasnya ialah video berdurasi satu
menit yang bertema seputar permasalahan anak muda
dengan tagar #1minutebooster. Konten tersebut dibuat untuk
menyesuaikan segmentasi media sosial yang di dominasi
oleh anak muda.
Berdasarkan Analisis Media Siber (AMS), penelitian ini
terbagi menjadi empat level. Pada level ruang media, akun
Instagram @hanan_attaki dibentuk sebagai perluasan
jaringan dakwahnya yang menyasar kepada kaum muda.
Akun @hanan_attaki membuka akunnya untuk publik
sehingga warganet bisa melihat konten yang telah
diunggahnya, memberikan like, dan memberikan komentar.
Hal ini mendorong terjadinya interaksi di media siber, baik
interaksi Ustaz Hanan dengan warganet maupun interaksi
antar sesama warganet.
Pada level dokumen media, Ustaz Hanan
mempublikasikan konten dakwah ke dalam video yang
disertai takarir. Rata-rata video yang diunggahnya berdurasi
satu menit sehingga materi dibuat sepadat mungkin sehingga
pesannya dapat sampai. Di setiap takarir yang dibuat pada
126
konten dakwanya itu, Ustaz Hanan menyematkan tagar
#1minutebooster untuk memudahkan mencari konten
dakwahnya.
Pada level objek medai, penulis menemukan interaksi
antar pengguna internet di kolom komentar akun
@hanan_attaki. Interaksi terjadi ketika warganet
memberikan respon, baik berupa like, share, maupun
komentar. Terdapat tiga jenis komentar, yaitu komentar pro,
kontra, dan netral. Komentar pro berupa dukungan atau
persetujuan kepada konten yang disajikan dan komentar
kontra sebaliknya. Sedangkan komentar netral tidak
keduanya dan cenderung hanya memberikan emoji atau
komentar yang keluar dari topik yang sedang dibahas.
Pada level pengalaman media, penulis menemukan
mayoritas akun pengguna internet yang ikut berinteraksi di
kolom komentar adalah akun beridentitas. Secara persentase
maka akun beridentitas sebanyak 92%, sementara akun
anonim hanya 8%. Mengenai keberpihakkan akun dalam
penelitian ini, realitas yang muncul di media siber tidak jauh
berbeda dengan realitas sesungguhnya. Orang yang
menunjukkan ketidaksetujuan terhadap ceramah Ustaz
Hanan pun menunjukkan hal tersebut melalui identitas akun
Instagramnya.
Komentar-komentar di akun Instagram @hanan_attaki
juga menunjukkan beberapa nilai budaya, di antaranya nilai
personal, nilai moral, nilai spiritual, dan nilai perdamaian.
127
B. Saran
Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat
pesat, media sosial pun menjadi semakin beragam. Warganet
dapat memilih dan memilah sendiri informasi yang
dibutuhkannya. Oleh karena itu, bagi kalangan akademisi
hendaknya melakukan penelitian pada berbagai platform lain
yang berbasis internet. Di mana internet kini telah menjadi
keniscayaan di mata masyarakat, terutama masyarakat yang
haus akan informasi.
Untuk para pendakwah, hendaknya memanfaatkan
fasilitas media sosial untuk memperluas jaringan dakwah.
Namun, sebelum melakukan dakwah di internet hendaknya
melakukan pemetaan warganet dan persiapan materi yang
matang. Karena keterbatasan media sosial dan minat
warganet akan materi yang singkat namun efektif, dibanding
ceramah berdurasi panjang. Serta sempatkan lah membalas
pertanyaan warganet di kolom komentar terutama yang
memang hendak bertanya mengenai konten yang telah
diunggah.
Untuk masyarakat umum, lebih bijak lah menggunakan
internet. Memang di negara ini terdapat kebebasan
berpendapat, tapi harus dapat dipertanggungjawabkan.
Sampaikan lah kritik, aspirasi, dan saran dengan cara yang
baik sesuai dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia.
128
129
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alyusi, Shiefti Dyah. Media Sosial: Interaksi, Identitas, dan
Modal Sosial. Jakarta: Kencana, 2016.
Budiargo, Dian. Berkomunikasi Ala Net Generation. Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2015.
Cross, Mary. Bloggerati, Twitterati: How Blogs and Twitter are
Transforming Popular Culture. California: Praeger, 2011.
Devito, Joseph A. Komunikasi Antarmanusia (Penerjemah: Agus
Mulyana). Pamulang: Karisma Publishing Grup, 2011.
Holmes, David. Teori Komunikasi: Media, Teknologi, dan
Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Ilaihi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010.
Jandt, Fred Edmund. Intercultural Communication: An
Introduction. London: Sage Publication, 1998.
Liliweri, Alo. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya.
Yogyakarta: LkiS, 2007.
___________. Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
___________. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
___________. Pengantar Studi Kebudayaan. Bandung:
Nusamedia, 2014.
Rahman, Fazlul. Matinya Sang Dai: Otonomisasi Pesan-Pesan
Keagamaan di duniamaya. Tangerang Selatan: LSIP,
2011.
Nasrullah, Rulli. Komunikasi Antarbudaya Di Era Budaya Siber.
Jakarta: Kencana, 2012.
______________. Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia).
Jakarta: Kencana, 2014.
______________. Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya,
dan Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2015.
______________. Etnografi Virtual. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2017.
Nurhadi, Zikri Fachrul. Teori-Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2015.
130
Sobur, Alex. Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode
Fenomenologi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014.
Soyomukti, Nurani. Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016.
Wahid, Fathul. E-Dakwah: Dakwah Melalui Internet. Yogyakarta:
Gava Media, 2004.
Jurnal
Arif, Moch. Choirul. “Etnografi Virtual Sebuah Tawaran Metodologi
Kajian Media Berbasis Virtual”. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.
2, No. 2 (2012): 166-179.
Gamayanto, Indra., Florentina Esti Nilawati, dan Suharnawi.
“Pengembangan dan Implementasi dari Wise Netizen (E-
Comment) di Indonesia”. Jurnal Teckno.com, Vol. 16, No. 1
(2017): 80-95.
Pardianto. “Meneguhkan Dakwah Melalui New Media”. Jurnal
Komunikasi Islam, Vol. 3, No. 1 (2013): 22-47 Prajarto, Nunung. “Netizen dan Infotainment: Studi Etnografi Virtual
pada Akun Instagram @lambe_turah”. Jurnal Komunikasi,
Vol. 15, No. 1 (2018): 33-46.
Prihananto. “Internet Sebagai Dakwah Alternatif Pada Masyarakat
Informasi”. Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 4 (2001).
Sosiawan, Edwi Arief., dan Rudi Wibowo. “Model dan Pola Computer
Mediated Communication Pengguna Remaja Instagram dan
Pembentukan Budaya Visual”. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.
16, No. 2 (2018): 147-157.
Suharto. “Media Sosial Sebagai Medium Komunikasi Dakwah”, Jurnal
Al-Mishbah, Vol. 13 No. 2 (2017): 229-244.
Suparno, Basuki Agus., dkk. “Computer Mediated Communication Situs
Jejaring Sosial dan Identitas Diri Remaja”. Jurnal Ilmu
Komunikasi, Vol. 10, No. 1 (2012): 85-102.
Suryatni, Luh. “Komunikasi Media Sosial dan Nilai-Nilai Budaya
Pancasila”, Jurnal Sistem Informasi Universitas Suryadarma,
Vol. 5, No. 1 (2018): 117-133.
Widiasari, Natalia. “Facebook Sebagai Komunikasi Yang Dimediasi”.
Jurnal Interact, Vol. 5, No. 2 (2016): 63-82.
Wulandari, Tine Agustin. “Internet Dalam Kajian Komunikasi
Antarbudaya”. Jurnal Common, Vol. 1, No. 1 (2017): 1-6
Website
Ariesta, Yhouga. Sampaikan Ilmu Dariku Walau Satu Ayat.
http://muslim.or.id, diakses pada 7 Juli 2019.
131
131
Wink. Profil dan Biografi Ustadz Hanan Attaki –Pendiri Pemuda
Hijrah. http://biografiku.com. Diakses pada 17 Juli 2019.
about.fb.com
amsi.com
december.com
instagram.com
hidayatullah.com
katadata.co.id
kumparan.com
132
133
LAMPIRAN
Transkip wawancara dengan Ustaz Hanan Attaki
Narasumber : Hanan Attaki
Waktu : 17 November 2019
Tempat : Hotel Alium Tangerang
Apa sih tujuan dakwah melalui Instagram?
Pasti pertama buat dakwah, karena dakwah saya lebih ke
grassroot, yaitu dakwah ke dalam lingkarang ring 3,4,5. Apa
maksudnya? Ring 1 itu aktivis dakwah, ring 2 itu orang-orang yang
udah suka ngaji, nah ring 3 itu temen-temen yang baru hijrah dan
ada sebagian yang apatis sama islam sholat ya sekadarnya, ring 4
itu dia orang-orang yang haluannya kaya Pemuda Pancasila, FBR,
lebih ke nasionalis, kalau ring 5 itu yang anti islam. Secara
persentase pun kalangan ring 3-5 ada 80% di Instagram, nah itulah
kenapa juga berdakwah di Instagram.
Bagaimana awalnya kenal dengan media sosial Instagram:
Awalnya ketika pulang dari Mesir, gaya dakwahnya ala Mesir,
pakai gamis, peci, sorban, dsb. Tapi ketika saya dapat amanah di
Masjid Alatif, Bandung, kenalanlah dengan pengurus dan DKM
sana. Ngeliat keadaan remajanya seperti apa. Sehingga akhirnya
terpikir bahwa gak bisa nih dakwah ala Mesir karena udah banyak
banget di sana. Temen-temen ring 3-5 juga banyak banget yang
diliat di Bandung. Singkat cerita, salah satu pegiat dakwah, skater,
Kang Inong, nah kang inong itu otak di balik Instagram saya, mulai
dari pemilihan konten, bahasanya, dsb. Jadi, kang inong yang riset,
memberikan arahan hingga sekarang.
Akun @hanan_attaki dikelola siapa?
Dikelola saya sendiri. Kadang ada campur tangan Kang Inong
juga.
134
Apa personal branding yang coba dimunculkan Ustaz Hanan?
Balik lagi kepada pendekatan grassroot, temen ring 3-5. Kalau
mereka dikasih ceramah atau pencerahan dengan gaya pakai peci,
gamis, sorban, takutnya minder duluan. Karena temen-temen ring
3-5 ini agak anti sama yang pakai begituan, keliatannya “aduh alim
banget nih, gua masih kotor”, gitu yah.
Pernah juga ada yang nanya: awalnya kenal Ustaz Hanan
bagaimana? “Waktu itu lagi galau banget, abis diputusin pacar.
Lalu buka-buka Instagram, gak sadar ketiduran, scroll sendiri, gak
sengaja ngeliat video #1minutebooster. Dikirain itu suara
perempuan, eh suaranya Ustaz Hanan. Dari situlah dia mulai suka
dengerin #1minutebooster.”
Bagaimana awal mula konten #1minutebooster?
Awalnya itu kalau dilihat dari keterbatasan Instagram, dia itu kan
gak bisa upload video panjang, terus temen-temen milenial ini kan
senengnya sama video-video pendek, simpel. Awal mulanya bikin
#1minutebooster sebagai campaign dalam pendekatan ke temen-
temen ring 3-5.
Sumber kontennya dari mana?
Sumber kontennya pasti dari riset, saya punya tim riset sendiri, jadi
bukan Kang Inong aja. Jadi yang riset bener-bener anak jalanan,
orang-orang yang nongkrong, ditanya-tanyain ke mereka, masalah
yang lagi happening apa sih? Gitu. Masalah dalam percintaan kah,
hubungan keluarga, itu semua diriset sama tim dan itu dijadikan
bahan sebagai solusi untuk mereka. Bahan #1minutebooster itu
bisa pertama, dari ceramah panjang Ustaz Hanan dipotong jadi satu
menit atau bisa juga bikin konten sendiri dari riset tadi.
Pilihan konten yang akan diunggah?
Tergantung yang lagi happening apa atau bisa dibilang random.
Waktu posting?
Biasanya sore atau malam, mengikuti golden hour media sosial.
135
Transkip wawancara warganet di Instagram @hanan_attaki
Informan 1 (Pro)
Nama akun : @noniaida
Waktu : 2 Februari 2020
Media : Instagram Direct Message
Apa alasannya mengikuti akun @hanan_attaki?
Yaa saya suka dengna isi kajian Ustaz Hanan. Saya gak inget juga
kapan persisnya. Yang jelas sejak saya buka youtube dengar
kajian-kajian gitu. Muncul lah Ustaz Hanan dan pas liat temanya,
sepertinya menarik. Setelah itu saya follow akun Instagramnya dan
nonton kajiannya terus sampe mewek sendiri.
Tema ceramah apa yang paling disukai?
Hampir semua materi saya suka dan relate dengan kehidupan
sehari-hari. jadi saya ga bisa milih materi mana yang saya lebih
suka. Karena semua berhubungan dengan kehidupan kita.
Seberapa sering interaksi atau berkomentar di konten
@hanan_attaki?
Sering sih. Kalau skala 1 sampai 10 mungkin saya ada di skala 8.
Kebanyakan ga bisa berkata hanya bisa beristighfar atau emoticon
nangis.
Sudah pernah datang langsung ke kajiannya Ustaz Hanan?
Belum pernah.
136
Informan 2 (Kontra)
Nama akun : @fikri_aditia02
Waktu : 2-3 Februari 2020
Media : Instagram Direct Message
Bagaimana tanggapan kakak mengenai materi dakwah Ustaz
Hanan di Instagram?
Jujur saja ada perbedaan manhaj di antara Ustaz Hanan dan guru
kami.
Seberapa sering interaksi atau berkomentar di konten
@hanan_attaki? terutama di konten “Sesungguhnya
Perbuatan Kita Tergantung Niat”
Saya baru sekali ini berkomentar di postingan beliau. Saya kurang
setuju dengan apa yang beliau paparkan. Menyatukan sebuah hal
modern yang bertentangan dengan ajaran Islam yang bahkan bisa
merendahkan Islam itu sendiri. Seperti hal yang disekitaran masjid
dibuat live music, skateboard, DJ, dll. Itu bukan ciri Islam yang
sesungguhnya. Mencampur adukkan hal modern dengan Islam
boleh saja, namun jika dipencampurannya dengan hal yang
bertentangan walau niatnya baik, tetap menjadi hal yang salah.
Tau dari mana konten tersebut?
Saya dulu sempat follow mas, namun setelah tau perbedaan
manhaj, saya tidak mengikuti lagi.
Sudah pernah datang langsung ke kajiannya Ustaz Hanan?
137
Tidak, bahkan belum pernah. Alhamdulillah di ustaz lain yang satu
manhaj saja.
Informan 3 (Netral)
Nama akun : @ladyjaye97
Waktu : 3 Februari 2020
Media : Instagram Direct Message
Apa alasannya mengikuti akun @hanan_attaki?
Karena saya melihat ceramahnya enak di dengar yah, tidak
menggebu-gebu, tidak ngegas, dan penyampaiannya pun enak.
Tahu Ustaz Hanan dari mana?
Dari teman yang merekomendasikan.
Konten dengan tema apa yang disukai?
Konten tentang jodoh, syari’at, dan ikhlas.
Seberapa sering interaksi atau berkomentar di konten
@hanan_attaki?
Jarang yah, karena males juga. Saya lebih ke pasif saja menikmati
ceramahnya.
Sudah pernah datang langsung ke kajiannya Ustaz Hanan?
Belum pernah.
138
Lampiran Dokumentasi
Dokumentasi setelah wawancara di Hotel Alium
Tangerang
Halaman profil akun Informan 1
139
Halaman profil akun Informan 2
Halaman profil akun Informan 3
top related