motivasi
Post on 13-Jun-2015
3.576 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Rangkuman Bab 12 “Motivasi”
Dari buku Manajemen, Karangan Hani Handoko
Disusun oleh:
Nama : Agus Supriyadi
NPM : 0914000204
Mata Kuliah : Azas – Azas Manajemen
Dosen : Sunarno, SH, M.Sc
Ringkasan Materi
Efektifitas manajer dapat ditentukan melalui kemampuan mereka untuk memotivasi,
mempengaruhi, mengarahkan, dan berkomunikasi dengan para bawahan. Para manajer tidak
dapat mengarahkan bawahannya begitu saja tapi melalui motivasi.
Motivasi merupakan kegiatan yang berakibat, menyalurkan, dan memelihara perilaku
manusia. Motigvasi adalah subyek yang membingungkan karena motifnya tidak dapatdiamati
secara lansung, tapi dapat disimpulkan dari perilaku individu. Manajer perlu memahami jenis –
jenis perilaku tertentu agar dapat mempengaruhi karyawan bekerja sesuai keinginan organisasi,
karena organisasi dapat mencapai tujuannya melalui orang lain (karyawan).
Faktor yang berpengaruh (selain motivasi) terhadap prestasi seseorang adalah kemepuan
individu dan kesadaran perilaku yang dilakukan untuk mencapai prestasi yang tinggi (persepsi
kemampuan). 3 faktor tersebut saling berkaitan, jika salah satunya bernilai rendah akan
berpengaruh pada tingkat prestasi.
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut motifavi, antara lain kebutuhan, desakan,
dorongan, dll. Istilah motivasi diartikan keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan
untuk mewujudkan perbuatan demi kepuasan dirinya. Berikut ini adalah beberapa
pengembangan berbagai teori dan konsep motivasi.
1.1 Berbagai pandangan tentang Motivasi dalam Organisasi
Pandangan manajer yang berbeda tentang masing - masing model dalah penentu
keberhasilan dalam mengelola karyawan. Berikut adalah perbandingan 3 teori / model.
Model Tradisional (F. Taylor dan aliran manajemen)
Manajer menetukan bagaimana pekerjaan – pekerjaan yang harus dilakukan dan
menggunakan insentif sebagai motivator. Pandangan ini menganggap bahwa para pekerja malas
dan hanya dapat dimotivasi dengan uang. Tapi dalam beberapa kasus konsep ini cukup karena
sejalan dengan efisiensi meningkat, kebutuhan karyawan dapat dipangkas. PHK menjadi biasa
dan pekerja akan mencari jaminan kerja daripada kenaikan gaji yang kecil dan sementara.
Model Hubungan Manusiawi (Elton Mayo)
Kontak sosial antara karyawandengan pekerjaannya sangat penting. Pengulangan
rutinitas adalah salah satu dari beberapafaktor pengurang motivasi. Elton Mayo percaya bahwa
manajer dapat memotivasi bawahannya melalui pemenuhan kebutuhan sosial mereka dan
membuat mereka berguna. Sebagai hasil, karyawan diberi kebebasan sendiri dalam
pekerjaannya. Perhatian lebih tentang perhatian manajer dan operasi organisasi ditujukan pada
kelompok – kelompok kerja organisasi informal.
Model Sumber Daya Manusia (Mc. Gregor & Maslow)
Para peneliti, seperti Argyris dan Linkert mengkritiki model hubungan mnusiawi dan
mengemukakan pendekatan yang lebih bervariasi. Model ini berisi bahwa karyawan termotivasi
oleh banyak faktor, tidak hanya uang dan kepuasan tapi kebutuhan berprestasi dan memperoleh
pekerjaan yang baik. Alasannya adalah banyak orang dimotivasi untuk melakukan pekerjaan
secara baik dan mereka tidak otomatis menilai bahwa pekerjaan itu menyenangkan dan juga
karyawan menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi. Jadi, para karyawan bisa diberi
tanggung jawab yang lebih besar untuk membuat keputusan dan pelaksanaan tugas – tugas.
Manajer dapat menggunakan model SDM dan hubungan manusia bersamaan. Saat
dengan bawahan, manajer cenderung menggunakan model hubungan manusiawi.
1.2 Teori – teori Motivasi
Teori – teori petunjuk, teori ini berdasarkan pengalaman mencoba bagaimana cara
memotivasi karyawan.
Teori kebutuhan, berisi alasan penyebab – penyebab perilaku. Teori yang sangat terkenal
diantaranya: hierarki kebutuhan dari psikolog (Abraham H. Maslow), teori motivasi
pemeliharaan (Frederick Herzberg), dan teori dari David McCleland.
Teori – teori proses, berkenaan dengan bagaimana perilaku dimulai dan dijalankan. Teori
– teori yang termasuk kategori ini adalah teori pengharapan, pembentukan perilaku, teori Porter-
Lawler dan teori keadilan.
1.3 Teori – teori Isi
Teori- teori berikut memperhatikan tentang penyebab perilaku terjadi dan berhenti.
Jawabannya berpusat pada:
Kebutuhan, motif- motif yang mendorong, menekan, memacudan menguatkan karyawan
melakukan kegiatan.
Hubungan karyawan dengan faktor eksternal (insentif) yang menyarankan, mendorong
dan mempengaruhi mereka untuk bekerja.
Teori isi mementingkan pengertian terhadap faktor – faktor internal individu, kebutuhan,
yang menyebabkan mereka berperilaku tertentu untuk memenuhi kebutuhannya. Faktor eksternal
(kebijakan, gaji, kondisi kerja,dll.) berguna untuk mendapatkan perilaku positif karyawan dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi.
Hierarki Kebutuhan dari Maslow
Maslow mendasarkan konsep hierarki kebutuhan pada dua prinsip, yaitu, Kebutuhan –
kebutuhan manusiadapat disusun dalam suatu hierarkidari yang terendah sampai yang tertinggi.
Dan suatu kebutuhan yang telah terpenuhi berhenti menjadi motivator utama pelaku1.
Menurut Maslow, manusia akan memenuhi kebutuhan yang paling mendesak dan
berdasarkan pengalaman orang itu pada suatu hierarki. Yang pertama adalah kebutuhan
fisiologis, lalu kebutuhan terhadap rasa aman dan nyaman. Jika kedua – duanya terpenuhi, maka
proses ini berjalan terus sampai terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri. Manajemen dapat
memberi insentif untuk memotivasi hubungan kerja sama, wibawa pribadi, tanggung jawab
terhadap prestasi.
Proses diatas menunjukkan bahwa kebutuhan saling tergantung. Kebutuhan tertentu yang
telah terpenuhi tidak lagi menjadi motivator utama tapi digantikan kebutuhan yang lain,
meskipun begitu kebutuhan yang telah terpenuhi tidak akan hilang begitu saja tapi sedikit
mempengaruhi perilaku. Hierarki (teori Maslow) dapat digunakan dalam manajemen motivasi,
1 Abraham H. Maslow, Motivation and Personality, Harper & Row, New York 1954.
karena konsepnya relatif dan bukan penjelasan mutlak tentang semua perilaku manusia, hal ini
nisa dgunakan sebagai pedoman manajer.
Kegunaan teori ini adalah memperjelas dan memperkirakan perilaku induvidu atau
kelompok dengan melihat kebutuhan terhadap motivasi mereka. Kemudian, jika kebutuhan telah
terpenuhi faktor tersebut berhenti menjadi motivator dari perilaku tapi dapat berguna dalam
keadaan tertentu seperti disingkirkan, diancam, atau dibuang.
Teori Motivasi - Pemeliharaan dari Herzberg
Karyawan baru cenderung memusatkan perhatiannya pada pemuasan tingkat kebutuhan
lebih rendah dalam pekerjaan pertama mereka.. Setelah terpenuhi mereka akan berusaha
memenuhi tingkat yang lebih tinggi. Beberapa percobaan motivasi telah dilakukan yang
menunjukkan pentingnya kebutuhan yang lebih tinggi sebagai motivasi, salah satunya adalah
Frederick Herzberg dkk. Dari “Psychological Service Pittsburg”.2
Berdasarkan risetnya, lebih dari dua ratus insinyur dan akuntan diwawancarai. Herzberg
menemukan dua kelompok faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, mendorong prestasi dan
semangat kerja serta ketidakpuasan kerja yang berpengaruh negatif. Mereka membedakan dua
hal, yaitu motivator (pengaruhnya meningkatkan prestasi) dan faktor – faktor pemeliharaan
(mencegah menurunnya efisiensi, faktor ini tidak dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja atau
menurunnya produktivitas) Perbaikan dapat dilakukan untuk menghilangkan ketidakpuasan
kerja, tapi tidak dapat digunakan sebagai sumber kepuasan kerja.
Teori motivasi memiliki hubungan dengan teori hierarki kebutuhan Maslow. Motivator –
motivator berhubungan dengan aktualisasi diri dan penghargaan, faktor – fakor pemeliharaan
berhubungan dengan kebutuhan yang lebih rendah.
Jadi, penemuan Herzberg menyatakan bahwa manajer perlu memahami faktor – faktor
untuk memotivasi karyawan. Faktor pemeliharaan dapat menghilangkan ketidakpuasan kerja,
tapi tidak dapat memotivasi bawahan. Motivator dapat memotivasi karyawan untuk
melaksanakan keinginan manajer.
2 Frederick Herzberg, Berbard Mausner & Barbara Snyderman, The Motivation ti Work, John Wiley & Sons, New York, 1958.
(gambar 1: hierarki kebutuhan Maslow, dalam teori dan penerapan sebagai motivasi manajerial)
Kebutuhan aktualisasi diri dan pemenuhan diri
Teoritis: penggunaan potensi diri, pertumbuhan, pengembangan diri.
Terapan: menyelesaikan tugas yang bersifat menantang, pekerjaan kreatif dan pengembangan ketrampilan.
Kebutuhan harga diri
Teoritis: status, kedudukan, kepercayaan diri, pengakuan, reputasi, prestasi, penghargaan
Terapan: kekuasaan, ego, promosi, hadiah, status, pengakuan, jabatan.
Kebutuhan sosial
Teoritis: cinta, persahabatan, perasaan dimiliki dan diterima, kekeluargaan, sosialisasi
Terapan: kelompok – kelompok kerja formal dan informal, acara – acara peringatan, kegiatan yang disponsori perusahaan .
Kebutuhan keamanan dan rasa aman
Teoritis: perlindungan dan stabilitas
Terapan: pengembangan karyawan, kondisi kerja yang aman, serikat kerja, tabungan, pesangon, asuransi, jaminan pensiun.
Kebutuhan fisiologis
Teoritis: makan, minum, rumah, seks, istirahat
Terapan: ruang istirahat, berhenti makan siang, udara bersih, air minum, libur, cuti, balas jasa, jaminan sosial.
Teori Prestasi dari McClelland
David McClelland mengemukakan bahwa terdapat kaitan positif antara kebutuhan
berprestasi dengan suksesnya pelaksanaan3. Para usahawan, ilmuwan dan professional
mempunyai tingkat motivasi prestasi di atas rata – rata, Pengusaha mengukur laba sebagai
ukuran sederhana seberapa baik pekerjaan yang telah dilakukannya.
McClelland juga menemukan bahwa kebutuhan prestasi dapat dikembangkan pada orang
dewasa. Orang – orang yang berorientasi prestasi memiliki beberapa karakter yang dapat
dikembangkan, antara lain:
1. Mengambil resiko yang layak sebagai fungsi ketrampilan, bukan kesempatan; menyukai
tantangan; tanggung jawab pribadi atas hasil yang dicapai.
2. Cenderung menetapkan tujuan – tujuan prestasi yang layak dan resiko yang sudah
diperhitungkan. Salah satu alasan perusahaan berpindah ke program management by
office karena korelasi positif antara penetapan tujuan dan tingkat prestasi.
3. Mempunyai kebutuhan umpan balik tentang pekerjaan yang telah dicapai.
4. Mempunyai ketrampilan dalam rencana jangka panjang dan kemampuan – kemampuan
organisasional.
Manajer dapat mengembangkan manajemen berdasarkan teori prestasi McClelland untuk
meningkatkan prestasi kerja karyawan, karena dapat diajarkan melalui berbagai bentuk latihan.
1.4 Teori – teori Proses
Berkenaan dengan bagaimana perilaku timbul dan dilaksanakan, berikut adalah beberapa
pembahasan teori proses.
Teori Pengharapan
Berhubungan dengan motivasi, dimana individu diperkirakan akan menjadi pelaksana
dengan prestasi tinggi bila mereka memperhatikan:
Kemungkinan tainggi bahwa usaha – usaha yang dilakukan berprestasi tinggi
Kemungkinan bahwa prestasi tinggi akan mengarah pada hasil – hasil menguntungkan
3 David McClelland, The Achieving Society ,Van Nostrand, New York, 1961
Hasil tersebut akan menjadi keadaaan penyeimbang, penarik efektif badi mereka
Teori pengharapan menyatakan perilaku kerja karyawan dapat dijelaskan dengan realita,
para karyawan menentukan dulu apa perilaku mereka yang dapat dijalankan dan nilai – nilai
alternatif.
Menurut teori pengharapan Victor Vroom, orang dimotivasi untuk bekerja bila mereka
mengharapkan usaha – usaha yang ditingkatkan akan berdampak pada balas jasa tertentu dan
menilai balas jasa sebagai hasil dari usaha – usaha mereka4. Jadi, pandangan manajer
menghasilkan rumus
motivasi=[ pengharapanbahwapeningkatan usahaakan mengarah
pada peningkatan balas jasa ]×[ penilaianindividuterhadap balas jasasebagai hasil usahanya ]
Teori ini memiliki kesulitan dalam prakteknya. Tapi penemua – penemuan sejenisnya
menunjukkan konsistensi dalam pengaruh hubungan sebab akibat antara pengharapan, prestasi
dan penghargaan ekstrinsik seperti gaji atau kenaikan jabatan.
Pembentukan Perilaku
B. F. Skinner mengemukakan pendapat lain terhadap motivasi mempengaruhi dan
merubah perilaku kerja yaitu teori pembentukan perilaku5. Sering disebut behavior modification,
positive reinforcement, dan Skinnerian conditioning. Pendekatan ini berdasarkan hukum
penagruh, yang menyatakan perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan cenderung diulang,
sedangkan perilaku yang konsekuensinya mendapat hukuman cenderung tidak diulang. Maka
perilaku individu di masa depan dapat dipelajari dari pengalaman waktu lampau.
(gambar 2. Proses pembentukan perilaku secara sederhana.)
4 Victor H. Vroom, Work and Motivation, John Wiley, New York, 1964.5 B. F. Skinner, About Behaviorism, Knopf, new York, 1974; dan B. F. Skinner, Beyond Freedom and Dignity, Knopf, New York, 1971
Ruangan (stimulus) tanggapan konsekuensi – kosekuensi
Tanggapan di waktu yang akan datang
Berdasarkan gambar, penyebab dari konsekuensi tertentu adalah perilaku individu
terhadap situasi tertentu. Jika konsekuensi itu positif, individu akan memberi tanggapan positif
juga. Tapi bila konsekuensi itu negatif, individu akan merubah perilakunya untuk menghindari
akibat negatif.
Jika manajer ingin merubah perilaku bawahan dia harus merubah konsekuensi dari
perilaku tersebut. Penelitian membuktiakan penghargaan atas perilaku positif daripada hukuman
bagi perilaku yang tidak diinginkan.
Ada empat teknik untuk mempengaruhi perilaku bawahan:
1. Penguatan positif (penguat primer atau sekunder, seperti minuman atau makanan untuk
memuaskan kebutuhan biologis dan penghargaan, kenaikan pangkat, promosi, dll)
2. Penguatan negatif (individu akan mempelejari perilakum yang membawa konsekuensi
buruk dan berusaha menghindarinya di masa datang.)
3. Pemadaman (dilakukan dengan penghilangan penguatan)
4. Hukuman (bagaimana manajer mengubah perilaku bawahan yang kurang tepat dengan
memberi konsekuensi negatif)
W. Clay Hammer mengidentifikasikan enam pedoman penggunaan teknik – teknik
pembentukan perilaku atau learning theory, yaitu:
1. Jangan memberikan penghargaan yang sama pada semua orang.
2. Kegagalan memberi tanggapan dapat merubah perilaku.
3. Beritahu karyawan apa yang harus diperbuat untuk mendapatkan penghargaan.
4. Beritahu karyawan tentang apa yang dilakukan secara salah.
5. Jangan memberi hukuman didepan karyawan lain.
6. Bertindak adil 6.
6 W. Clay Hammer, “Reinforcement theory Contingency Management Organization Settings”, dalam Henry L. Tosi dan W. Clay Hammer, Organizational Behavior and Management: A Contingency Approach, Wiley, New York, 1977
Teori Powter – Lawler
Model ini adalah model pengharapan dari motivasi dengan versi orientasi masa depan
dan menekankan antisipasi hasil. Para manajer tergantung pada harapan yang akan datang, dan
bukan pengalaman masa lalu. Berdasarkan probabilitas usaha – pengharapan yang dijalankan,
prestasi dicapai, penghargaan diterima, kepuasan terjadi, dan mengarahkan usaha dimasa depan.
Secara teoritis, model pengarapan ini berjalan sebagai berikut:
1. Nilai penghargaan yang diharapkan karyawan dikombinasikan dengan
2. Presepsi orang tersebut tentang usaha dan kemungkinan pencapaian penghargaan untuk
menyebabkan
3. Suatu tingkat usaha tertentu yang dikombinasikan dengan
4. Kemampuan, sifat – sifat karyawan dan
5. Presepsinya mengenai kegiatan – kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai
6. Tingkat prestasi yang diperlukan untuk menerima penghargaan intrinsik yang terdapat
pada penyelesaian tugas
7. Dan penghargaan ekstrinsik dari manajemen bagi pencapaian prestasi yang diinginkan
8. Presepsi individu tentang ”keadilan” dari penghargaan ekstinsik yang diterima, dan
perasaan yang dihasilkan dari prestasinya, membuahkan
9. Tingkat kepuasan yang dialami oleh karyawan. Pengalaman ini akan diterapkan pada
penilaian individu di masa depan terhadap nilai penghargaan, karenanya dapat
mempengaruhi pencapaian tugas dan kepuasan.
Model ini mempunyai sejumlah implikasi bagaimana manajer seharusnya memotivasi
bawahan. Nadler dan Lawler mengutarakan implikasi model bagi manajer tersebut:
1. Pemberian penhargaan yang sesuai kebutuhan bawahan
2. Penetuan prestasi yang diinginkan
3. Pembuatan tingkat prestasi yang dapat dicapai
4. Penghubungan penghargaan dengan prestasi
5. Analisa faktor – faktor yang bersifat berlawanan dengan efektifitas penghargaan
6. Penetuan penghargaan yang cukup dan memadai
Teori Keadilan
Teori ini membandingkan antara masukan – masukan yang mereka berikan pada
pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan, dan usaha dengan; hasil – hasil
yang mereka terima, seperti membandingkan balas jasa yang diterima karyawan lain dalam
pekerjaan yang sama.
Keyakinan, dasar dari pembandingan, tentang adanya ketidakadilan dalam bentuk
pembayaran, akan mempunyai penagruh pada perilaku dalam kegiatan. Kuncinya adalah ada
atau tidaknya ketidakadilan. Ketidakadilan ini ditanggapi beragam perilaku, misal mogok,
meminta berhenti, penurunan prestasi, dll. Untuk manajer teori keadilan mempunyai implikasi
penghargaan sebagai motivasi harus diberikan secara adil.
(gambar 3. Model Motivasi Porter – Lawler)
Nilai penghargaan
Kemampuan dan sifat
Usaha Prestasi dan pencapaian
Probabilitas usaha –
penghargaan yang
diterima
Presepsi peranan
Penghargaan intrinsik
Penghargaan ekstrinsik
Pencapaian penghargaan
yang adil
kepuasan
1.5 Motivasi Adalah lebih dari Sekedar Teknik – teknik
Manajer dapat membeli waktu karyawan, manajer dapat membeli fisik karyawan, dsb.
Tapi Manajer tidak dapat membeli antusiasme, inisiatif, loyalitas, penyerahan hati, jiwa dan akal
budi karyawan.
Pernyantaan diatas menyataka bahwa motivasi lebih inklusif daripada aplikasi atau cara
tertentu untuk mendorong output. Motivasi adalah pandangan hidup yang dibentuk berdasarkan
kebutuhan, jadi teori motivasi harus dilakukan secara bijaksana.
Manajer yang bisa melihat motivasi sebagai sistem, yang mencakup sifat individu,
pekerjaan, situasi kerja dan hubungan antara insentif, motivasi dan produktivitas.
1.6 Perbandingan dengan buku / teori lain
Untuk menambahkan, menurut Hilgard dan Atkinson, tidak mudah untuk menjelaskan
motivasi sebab :
1. Pernyataan motif antar orang adalah tidak sama, budaya yang berbeda akan menghasilkan
ekspresi motif yang berbeda pula.
2. Motif yang tidak sama dapat diwujudkan dalam berbagai prilaku yang tidak sama.
3. Motif yang tidak sama dapat diekspresikan melalui prilaku yang sama.
4. Motif dapat muncul dalam bentuk-bentuk prilaku yang sulit dijelaskan.
5. Suatu ekspresi prilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.
McClelland menyimpulkan bahwa motif kekuasaan dapat berfifat negatif atau positif.
Motif kekuasaan yang bersifat negatif berkaitan dengan kekuasaan seseorang. Sedangkan motif
kekuasaan yang bersifat positif berkaitan dengan kekuasaan sosial (kekuatan yang dipergunakan
untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan kelompok).
Existence, relatedness, and Growth ( ERG ) Theory ini dikemukakan oleh Clayton
Alderfer 7 seorang ahli dari Yale University. Teori ini juga merupakan penyempurnaan dari teori
7 Clayton P. Alderfer, Existence, Relatedness, and Growth; Human Needs in Organizational Settings, New York: Free Press, 1972.
kebutuhan yang dikemukakan oleh A.H. Maslow. Alderfer mengemukakan bahwa ada 3
kelompok kebutuhan yang utama, yaitu :
1. Kebutuhan akan Keberadaan ( Existence Needs ), berhubungan dengan kebutuhan dasar
termasuk didalamnya Physiological Needs dan Safety Needs dari Maslow.
2. Kebutuhan akan Afiliasi ( Relatedness Needs ), menekankan akan pentingnya hubungan
antar-individu ( Interpersonal relationship ) dan bermasyarakat ( social relationship ).
3. Kebutuhan akan Kemajuan ( Growth Needs ), adalah keinginan intrinsik dalam diri
seseorang untuk maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya.
Teori Claude S. George menyatakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang
berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan bekerjanya, yaitu :
1. upah yang layak
2. kesempatan untuk maju
3. pengakuan sebagai individu
4. keamanan bekerja
5. tempat kerja yang baik
6. penerimaan oleh kelompok
7. perlakuan yang wajar
8. pengakuan atas prestasi
Teori pengukuhan didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan
pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang
selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara
perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua
jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif
diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan
negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan
tanggapan, apabila diikuti oleh situasi yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman selalu
berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan itu diikuti oleh
rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif adalah mendapatkan pujian setelah
seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan ramah oleh manajer.
Menurut McGregor organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam
pengambilan keputusan, dua model yang dia namakan Teori X dan Teori Y dalam buku “The
Human side of Enterprise”. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih
suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas
segalanya. Lebih lanjut menurut asumsi teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada
dasarnya adalah:
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai
diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah
organisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi.
Kelemahan dari asumsi teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang
dinamakan teori Y. Asumsi teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak
malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diungkapkan oleh teori X. Secara keseluruhan teori
Y mengenai manusia adalah:
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan pada orang.
Keduanya bekerja dan bermain merupakan unsur fisik dan mental. Sehingga di antara
keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan
aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan - kebutuhan fisiologi dan keamanan.
4. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
Minat merupakan aspek kognitif dari motivasi, atau merupakan gambaran kognitif yang
memberikan arah pada suatu tindakan (Franken, 1982). Besar kecilnya minat seseorang terhadap
suatu tugas atau pekerjaan, banyak menentukan keberhasilan yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugas tadi, karena motivasi, efisiensi, gerak dan kepuasan kerja, akan didapat
apabila pekerjaan tersebut sesuai dengan lapangan yang diminatinya.
Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi merupakan dorongan
dalam diri seseorang dalam usahanya untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan, namun
dalam penerapannya nanti, penggunaan masing-masing unsur tersebut adalah berbeda untuk
setiap karyawan. Sesuai kebutuhan dan keinginan masing-masing.
Dengan memberikan motivasi yang tepat, maka karyawan akan terdorong untuk berbuat
semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya dan mereka akan meyakini bahwa dengan
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, maka kepentingan -
kepentingan pribadinya akan terpenuhi pula.
DAFTAR PUSTAKA
Maslow, Abraham H, Motivation and Personality, Harper & Row, New York 1954.
Alderfer, Clayton P, Existence, Relatedness, and Growth; Human Needs in
Organizational Settings, New York: Free Press, 1972.
Hammer, W. Clay, “Reinforcement theory Contingency Management Organization
Settings”, Wiley, New York, 1977.
Handoko, Hani, Manajemen edisi 2 ,BP7E – Yogyakarta, Yogyakarta 2003, bab 12,
halaman 251 - 269.
Herzberg, Frederick, Berbard Mausner & Barbara Snyderman, The Motivation to Work,
John Wiley & Sons, New York, 1958.
McClelland, David, The Achieving Society ,Van Nostrand, New York, 1961.
Skinner, B. F, About Behaviorism, Knopf, New York, 1974.
Skinner, B. F. Beyond Freedom and Dignity, Knopf, New York, 1971.
Tosi, Henry L. dan W. Clay Hammer, Organizational Behavior and Management: A
Contingency Approach, Wiley, New York, 1977.
Vroom, Victor H, Work and Motivation, John Wiley, New York, 1964.
.
top related