morus australis
Post on 14-Jan-2016
274 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Morus
Morus merupakan salah satu genus dari famili Moraceae. Tumbuhan ini
terdiri dari sekitar 15 spesies (Samuel, 1987), tumbuh baik di daerah beriklim
sedang dan subtropis di wilayah Asia, Afrika, dan Amerika, sebagian besar
spesies ini (9 spesies) berasal dari Asia (wilayah Cina). Menurut Heyne (1987) di
Indonesia terdapat 2 spesies Morus yaitu M. alba dan M. macraura, tapi dewasa
ini beberapa spesies Morus lainnya juga ditanam di Indonesia seperti M. australis,
M. nigra, M. multicaulis, dan M. cathayana.
Tumbuhan Morus dimanfaatkan oleh masyarakat terutama daunnya
sebagai pakan ulat sutera. Pemanfaatan lain dari tumbuhan Morus ini antara lain
adalah buahnya dapat dikonsumsi serta kayunya digunakan sebagai bangunan dan
mebel (Heyne, 1987).
2.2 Tinjauan Botani Morus australis
M. australis merupakan tumbuhan asli dari cina namun sekarang telah
dibudidayakan di berbagai tempat baik di daerah dengan iklim subtropis maupun
tropis. Terutama banyak dibudidayakan di daerah Pulau Jawa. Tumbuhan murbei
jenis M. australis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut, ujung rantingnya yang
masih muda dan tangkai daunnya sedikit merah, batangnya berwarna coklat
keputihan, pertumbuhan batang lurus, ukuran daun besar, mempunyai daun
-
5
dengan bangun atau bentuk jantung, ujung meruncing, pangkal daun berlekuk, dan
tepi daun bergerigi membulat, serta produksi daunnya tinggi (Guntoro, 1994).
Daun Murbei jenis M. australis ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Daun murbei jenis M. australis
Kedudukan tumbuhan M. australis dalam urutan taksonomi tumbuhan
diperlihatkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Urutan Taksonomi Tumbuhan M. australis
Kingdom Plantae (Tumbuhan) Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas Dilleniidae
Ordo Urticales
Famili Moraceae (suku nangka-nangkaan) Genus Morus
Spesies Morus australis Sumber : www.en.wikipedia.org/wiki/morus_(plant)
-
6
2.3 Kajian Aktivitas Biologi Morus
Tumbuhan genus Morus ini telah banyak digunakan dalam pengobatan
tradisional Cina yakni sebagai antiflogistik, diuretik, ekspektoran, dan
antidiabetes (Nomura, 1988 dan Chen dkk., 1995). Masyarakat Indonesia telah
menggunakan daun muda M. alba sebagai sayur untuk menambah produksi air
susu ibu, sedangkan ekstrak daun dapat pula membersihkan darah dan dianjurkan
agar diminum secara teratur untuk pengobatan bisul dan gangguan kulit (Heyne,
1987).
2.4 Kajian Fitokimia Morus
Berdasarkan penelusuran literatur terhadap kajian fitokimia tumbuhan
Morus, menunjukan bahwa kandungan metabolit sekunder dari tumbuhan ini
adalah senyawa turunan fenol, terutama dari kelompok stilben, 2-arilbenzofuran,
flavonoid dan adduct Diels alder (Venkataraman, 1972; Nomura, 1988; Syah dkk.,
2000). Selain itu kelompok turunan fenol lainnya yang telah dilaporkan pada
genus ini adalah santon dan kumarin.
2.4.1 Senyawa Stilben
Berdasarkan penelusuran literatur senyawa stilben yang dilaporkan dari
tumbuhan Morus yaitu oksiresverarol-2-O-B-D-glukopiranosida (1) yang berhasil
diisolasi dari M. australis (Zhang dkk., 2007b) serta Mulberosida A (2) yang
berhasil diisolasi dari kulit akar M. australis (Zhang dkk., 2007b). Struktur
senyawa stilben dari Morus ditunjukkan pada Gambar 2.2.
-
7
HO O-glu
OH
OH
(1)
glu-O OH
OH
O-glu
(2)
Gambar 2.2 Struktur senyawa stilben dari Morus
2.4.2 Senyawa 2-arilbenzofuran
Senyawa 2-arilbenzofuran merupakan senyawa yang dominan ditemukan
pada genus Morus. Senyawa 2-arilbenzofuran yang telah dilaporkan pada
tumbuhan Morus yaitu senyawa mulberofuran D (3) (Luo dkk., 1995),
sanggenofuran A (4) (Shi dkk., 2001a) yang berhasil diisolasi dari kulit akar M.
australis. Serta senyawa austrafuran A (5) yang berhasil diisolasi dari ranting M.
australis (Zhang dkk., 2007b). Struktur senyawa 2-arilbenzofuran dari Morus
ditunjukkan pada Gambar 2.3.
OH
OHHO
(3)
O
OH
OCH3HO
(4)
O
O
OOH
OH
H3CO
HO
OCH3
HOH2C
(5)
O
Gambar 2.3 Struktur senyawa 2-arilbenzofuran dari Morus
-
8
2.4.3 Senyawa Flavonoid
Senyawa flavonoid yang telah berhasil diisolasi dari genus ini dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa kerangka yaitu calkon, flavan, flavanon,
flavon, flavanol, dan flavonol.
a. Calkon
Berdasarkan literatur hanya ada dua senyawa calkon yang dilaporkan dari
tumbuhan Morus yaitu isolikuiritigenin (6) dan isobavacalkon (7) yang berhasil
diisolasi dari kulit akar M. cathayana (Fukai dkk., 1996). Gambar struktur
senyawa calkon dari Morus dapat dilihat pada Gambar 2.4.
OOH
HO
OH
(6)
OOH
HO
OH
(7)
Gambar 2.4 Struktur senyawa calkon dari Morus
b. Flavan
Senyawa flavan dari Morus (ditunjukkan pada Gambar 2.5) baru
dilaporkan diisolasi dari bagian daun M. alba. Senyawa tersebut yaitu prenilflavan
1 (8) dan prenilflavan 2 (9) (Doi dkk., 2001).
-
9
OHO
HO OCH3
(8)
OH3CO
HO OH
(9)
Gambar 2.5 Struktur senyawa flavan dari Morus
c. Flavanon
Senyawa flavanon dari genus Morus yang telah dilaporkan yaitu senyawa
7,2,4-trihidroksi-2(s)-flavanon (10) dan sanggenol A (11) yang berhasil diisolasi
dari kulit akar M. cathayana yang berasal dari cina (Fukai dkk., 1996). Selain itu,
ditemukan kelompok flavanon yang berhasil diisolasi dari genus Morus yaitu
kelompok dimerflavanon yang ditunjukkan oleh senyawa australon B (12) yang
berhasil diisolasi dari kulit akar M. australis (Ko dkk., 1999). Gambar struktur
senyawa flavanon dapat dilihat pada Gambar 2.6.
O
OHHO
O
HO
(10)
O
OHHO
O
HO
(11)OH
Gambar 2.6 Struktur senyawa flavanon dari Morus
-
10
OO
O
OH O
OH
OO
OH O
OH
(12)
Gambar 2.6 Struktur senyawa flavanon dari Morus (lanjutan)
d. Flavon
Senyawa kelompok flavon yang telah dilaporkan dari Morus yaitu kwanon
C (13) dan australon A (14) (Ko dkk., 1997), morusin (15) (Shi dkk., 2001a), serta
morusinol (16) (Nomura dkk., 1983d ) yang diisolasi dari kulit akar M. australis.
Selain itu, ditemukan juga senyawa yang termasuk kelompok oksipinoflavon pada
tumbuhan Morus, senyawa tersebut adalah siklomorusin (17) yang diisolasi dari
kulit akar M. australis (Shi dkk., 2001a). Struktur senyawa flavon dari Morus
dapat dilihat pada Gambar 2.7.
-
11
O
OH O
HO OH
HO
(13)
OO
HO OH
OH O
(14)
O
OH O
HO OH
O
(15)
O
OH O
OH
O
OH
OH
(16)
O
OH O
OH
O
O
(17)
Gambar 2.7 Struktur senyawa flavon dari Morus
e. Flavanol
Berdasarkan penelusuran literatur senyawa flavanol yang dilaporkan dari
tumbuhan Morus yaitu kuersetin (18), terlihat pada Gambar 2.8 yang berhasil
diisolasi dari kulit akar M. australis (Ko dkk., 1997).
-
12
O
OH O
OH
OH
HO
(18)
OH
Gambar 2.8 Struktur senyawa flavanol dari Morus
f. Flavonol
Senyawa kelompok flavonol yang telah dilaporkan dari Morus,
ditunjukkan pada Gambar 2.9, yaitu sanggenol B (19) yang diisolasi dari kulit
akar M. cathayana, morin (20) diisolasi dari kayu batang M. alba dan M.
bombycis (Venkataraman dkk., 1972).
O
OH
HO
OH O
OH
(19)
O
OH
OOH
HO
HO OH
(20)
Gambar 2.9 Struktur senyawa flavonol dari Morus
2.4.4 Senyawa Adduct Diels Alder
Senyawa adduct Diels Alder merupakan senyawa hasil sikloadisi
intermolekul dari gugus prenil dari suatu dehidroprenilfenol sebagai diena dengan
ikatan ,-tak jenuh suatu calkon sebagai dienofil seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.10.
-
13
O
OHHO
OOH
HO
OOH
HO
OHHO
Calkon
dehidroprenilfenol
O
OOH
HO
OHHOO
HO
OH
OH
HO
OH
3"
4"
5"
Kuwanon G(adduct Diels Alder)
Gambar 2.10 Reaksi pembentukan senyawa adduct Diels Alder (Nomura dkk., 1998)
Berdasarkan literatur senyawa adduct Diels Alder dari tumbuhan Morus
yang telah dilaporkan antara lain australisin C (21), mulberofuran E (22) yang
diisolasi dari kulit batang M. australis (Zhang dkk., 2007c), mulberofuran J (23)
diisolasi dari akar M. australis (Nomura dkk., 1982b). Senyawa Calkomorusin
(24), mulberofuran G (25), mulberofuran F (26), mongolisin C (27), australisin B
(28), dan mulberofuran Q (29), dan australisin A (30) berhasil diisolasi dari kulit
batang M. australis (Zhang dkk., 2007c). Senyawa Kwanon G (31) berhasil
diisolasi dari kulit akar M. australis (Nomura dkk., 1983d). Struktur senyawa
adduct Diels Alder ditunjukkan pada Gambar 2.11.
HO
OH
O
HO OH
OH
OH
HO
(21)
O
Gambar 2.11 Struktur senyawa adduct Diels Alder
-
14
OH
OH
HOO
OHHO
OH
(22)
O
OH
OH
HO O
OHHO
OH
(23)
O
OH
OH
HO O
OHHO
OH
(24)
HO
O
O OHO
HO
OH
OH
OH
(25)
O O OHO
HO
OH
OH
OH
(26)
O
Gambar 2.11 Struktur senyawa adduct Diels Alder (lanjutan)
-
15
OH
OH
HO O
OHHO
O OH
(27)
O
OH
OH
HO O
OHHO
O OH
(28)
O
OHO
OHO
O
HO OH
O OH
(29)
O
OH
OHO
O
OH
O O
OH
OH
OH
(30)
OHO
OH O
O
HO
OH
OHHO
OHHO
(31)
Gambar 2.11 Struktur senyawa adduct Diels Alder (lanjutan)
-
16
2.4.5 Senyawa Kumarin
Beberapa senyawa kelompok kumarin telah dilaporkan diisolasi dari
Morus. Senyawa-senyawa tersebut yaitu cicoriin (32), skopolin (33), dan
mulberosida B (34) yang diisolasi dari M. australis (Zhang dkk., 2007b). Senyawa
umbeliferon (35) yang diisolasi dari bagian daun M. alba (Alkofahi dkk., 1996),
dari kulit akar M. cathayana (Fukai dkk., 1996), dari kayu batang M. macroura
(Soekamto, 2003a), dan dari kulit akar M. mongolica (Sun dkk., 1989). Senyawa
skopoletin (36) berhasil diisolasi daun M. alba (Alkofahi dkk., 1996), serta dari
kulit akar M. cathayana (Fukai dkk., 1996) dan M. mongolica (Sun dkk., 1989).
Senyawa eskulin (37) diisolasi dari kulit akar M. cathayana (Jia dkk., 1996).
Struktur senyawa kumarin dari Morus ditunjukkan pada Gambar 2.12.
O O
HO
Glu-O
(32)
O O
H3CO
Glu-O
(33)
O O
glu
HO
OH
(34)
O OHO
(35)
O OHO
(36)H3CO
O OHO
(37)Glu-O
Gambar 2.12 Struktur senyawa kumarin dari Morus
2.4.6 Senyawa Non Fenolik
Selain senyawa fenolik, pada tumbuhan Morus juga ditemukan senyawa
non fenolik seperti steroid dan triterpenoid. Senyawa steroid yang telah ditemukan
pada tumbuhan Morus diantaranya adalah -sitosterol (38) yang diisolasi dari
daun M. alba (Alkofahi dkk., 1996), kulit akar M. cathayana (Jia dkk., 1996),
-
17
daun M. Insignis (Basnet dkk., 1993), kulit akar M. macroura (Hakim dkk., 1995),
akar M. multicaulis (Ferrari dkk., 1998), dan M. nigra (El-Tawil dkk., 1980).
Stigmasterol (39) merupakan sterol yang diisolasi dari daun M. alba (Alkofahi
dkk., 1996). Daukosterol (40) juga merupakan sterol yang diisolasi dari daun M.
alba (Alkofahi dkk., 1996), kulit akar M. cathayana (Jia dkk., 1996), dan daun M.
cinsignis (Basnet dkk., 1993). Struktur senyawa steroid dari Morus ditunjukkan
pada Gambar 2.13.
H
HO
H H
(38)HO
(39)
H
Glu-O(40)
Gambar 2.13 Struktur senyawa steroid dari Morus
Senyawa triterpenoid yang telah dilaporkan dari Morus diantaranya adalah
asam betulinat (41) yang diisolasi dari kulit akar M. australis (Ko dkk., 1997) dan
M. macroura (Hakim dkk., 1995). -amirin (42) diisolasi dari daun M. alba
(Alkofahi dkk., 1996), daun M. nigra (El-Tawil dkk., 1980), kulit akar M.
australis (Ko dkk., 1997), asam ursolat (43) dan 3B-m-metoksibenzoiloksiurs-12-
-
18
en-28-oat (44) diisolasi dari kulit akar M. australis (Ko dkk., 1997). Struktur
senyawa triterpenoid dari Morus ditunjukkan pada Gambar 2.14.
HO
H
COOH
(41)HO
H
H
(42)
COOH
HO
(43)
H
COOH
O
(44)
H
O
H3CO
Gambar 2.14 Struktur senyawa triterpenoid dari Morus
2.5 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit, dimana tubuh penderitanya tidak
bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Pada
tubuh yang sehat pankreas melepas hormon insulin yang bertugas mengangkut
gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi.
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme dari distribusi gula
oleh tubuh. Penderita diabetes tidak bisa memproduksi hormon insulin dalam
jumlah yang cukup, atau tubuh tidak mampu menggunakan hormon insulin secara
efektif, sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah. Kelebihan gula yang
kronis di dalam darah (hiperglikemia) menjadi racun bagi tubuh (Sustrani dkk.,
2006).
-
19
Gejala umum diabetes mellitus ini sangat bervariasi. Biasanya gejala
diabetes mellitus baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaringan atau
pemeriksaan untuk penyakit selain diabetes. Bisa juga gejala diabetes timbul
secara mendadak. Umumnya gejala yang dirasakan penderita diabetes mellitus
adalah sering buang air kecil terutama pada malam hari (poliuria), sering merasa
haus (polidipsia), dan sering merasa lapar (polifagia).
Diabetes terdiri dari dua jenis yang masing-masing dapat diobati dengan
cara tersendiri, yaitu:
a. Diabetes mellitus tipe I (Diabetes mellitus yang tergantung pada insulin)
Pada tipe I, sel pankreas yang yang menghasilkan insulin mengalami
kerusakan. Akibatnya, sel-sel pada pankreas tidak dapat mensekresi insulin atau
jika dapat mensekresi insulin, hanya dalam jumlah kecil. Kerusakan pada sel-sel
disebabkan oleh peradangan pada pankreas (pankreatitis) yang dapat disebabkan
oleh infeksi virus atau akibat endapan-endapan besi dalam pankreas
(hemokromatosis). Akibat sel-sel tidak dapat membentuk insulin maka penderita
tipe I ini selalu bergantung pada insulin.
Tipe ini paling banyak menyerang orang muda di bawah umur 30 tahun.
Namun kadang-kadang tipe ini juga menyerang segala umur. Biasanya penderita
tipe I ini tampak kurus (Wijayakusuma, 2004).
b. Diabetes mellitus tipe II (Diabetes mellitus yang tidak tergantung pada
insulin)
Pada tipe II, sel-sel pankreas tidak rusak, walaupun mungkin hanya terdapat
sedikit yang normal sehingga masih bisa mensekresi insulin, tetapi dalam jumlah
-
20
kecil sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Biasanya penderita
tipe ini adalah orang dewasa gemuk di atas umur 40 tahun, tetepi kadang-kadang
menyerang segala umur. Tipe II merupakan kondisi yang diwariskan (diturunkan).
Biasanya penderita memiliki anggota keluarga yang juga terkena diabetes.
Pengobatan tipe II ini kebanyakan dilakukan dengan pola makan khusus dan
berolahraga (Wijayakusuma, 2004).
2.6 Teknik Pemisahan dan Analisis Metabolit Sekunder
2.6.1 Ekstraksi
Metode ekstraksi yang dipilih untuk digunakan dalam suatu penelitian
fitokimia tentu sangat bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan
tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang akan diisolasi. Ekstraksi
merupakan suatu proses pemisahan senyawa dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai (Kristanti dkk., 2008).
Ekstraksi terdiri dari ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi
padat-cair jika senyawa yang diekstraksi terdapat di dalam campurannya yang
berbentuk padat. Proses ini paling banyak ditemui di dalam usaha untuk
mengisolasi suatu substansi yang terkandung di dalam suatu bahan alam (Kristanti
dkk., 2008). Teknik ekstraksi padat-cair yang umum digunakan seperti maserasi,
perkolasi, dan ekstraksi kontinyu. Tetapi pada penelitian ini teknik isolasi yang
digunakan adalah maserasi. Maserasi merupakan metode perendaman sampel
dengan pelarut organik, umumnya digunakan pelarut organik dengan molekul
-
21
relatif kecil dan perlakuan pada temperatur ruangan, akan memudahkan pelarut
terdistribusi ke dalam sel tumbuhan.
Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam, karena
dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi kontak sampel dan pelarut
yang cukup lama, dan dengan terdistribusinya pelarut organik yang terus menerus
ke dalam sel tumbuhan mengakibatkan perbedaan tekanan antara di dalam dan di
luar sel sehingga pemecahan dinding dan membran sel dan metabolit sekunder
yang berada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik, dan ekstraksi
senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan.
Metode maserasi ini sangat menguntungkan karena pengaruh suhu dapat
dihindari, suhu yang tinggi kemungkinan akan mengakibatkan terdegradasinya
senyawa-senyawa metabolit sekunder .
Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan memberikan
efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam
dalam pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang cukup lama dengan sampel
(Djarwis, 2004). Salah satu kekurangan dari metode ini adalah membutuhkan
waktu yang lama untuk mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan
baik senyawa yang akan diisolasi dan harus mempunyai titik didih yang tinggi
pula sehingga tidak mudah menguap (Manjang, 2004).
Perkolasi merupakan contoh lain metode ekstraksi padat-cair selain maserasi.
Perkolasi adalah suatu metode yang dilakukan dengan melewatkan pelarut secara
perlahan-lahan sehingga pelarut tersebut bisa menembus sampel bahan yang
biasanya ditampung dalam suatu bahan kertas yang agak tebal dan berpori dan
-
22
berbentuk seperti kantong atau sampel ditampung dalam kantong yang terbuat
dari kertas saring (Kristanti dkk., 2008).
Ekstraksi cair-cair jika senyawa yang diekstraksi terdapat di dalam
campurannya yang berbentuk cair. Metode corong pisah merupakan salah satu
contoh dari ekstraksi cair-cair.
2.6.2 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu metode fisik untuk pemisahan yang
didasarkan atas perbedaan afinitas senyawa-senyawa yang sedang dianalisis
terhadap dua fasa yaitu fasa stasioner (fasa diam) dan fasa mobil (fasa gerak). Jadi
campuran senyawa-senyawa dapat mengalami adsorpsi dan desorpsi oleh fasa
diam secara berturut-turut sehingga secara berurutan fasa gerak juga akan
melarutkan senyawa-senyawa tersebut dan proses pemisahan dapat terjadi atau
pemisahan dapat juga terjadi karena campuran senyawa memiliki kelarutan yang
berbeda di antara dua fasa tersebut (Kristanti dkk., 2008).
a. Kromatografi lapis tipis (KLT)
Fenomena yang terjadi pada KLT adalah berdasar pada prinsip adsorpsi.
setelah sampel ditotolkan di atas fasa diam, senyawa-senyawa dalam sampel akan
terelusi dengan kecepatan yang sangat bergantung pada sifat senyawa-senyawa
tersebut (kemampuan terikat pada fasa diam dan kemampuan larut dalam fasa
gerak), sifat fasa diam (kekuatan elektrostatis yang menarik senyawa di atas fasa
diam) dan sifat fasa gerak (kemampuan melarutkan senyawa).
-
23
Pada KLT secara umum senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran rendah
akan terelusi lebih cepat daripada senyawa-senyawa polar karena senyawa polar
akan terikat lebih kuat pada bahan silika yang mengandung silanol (SiOH2) yang
pada dasarnya memiliki afinitas yang kuat terhadap senyawa polar. Karena
prosesnya yang mudah dan cepat, KLT banyak digunakan untuk melihat
kemurnian suatu senyawa organik. Selain itu, KLT juga dapat menampakkan
jumlah senyawa-senyawa dalam campuran sampel (menurut noda yang muncul).
KLT juga merupakan suatu cara yang umum dilakukan untuk memilih pelarut
yang sesuai sebelum dilakukan pemisahan menggunakan kromatografi kolom
(Kristanti dkk., 2008).
b. Kromatografi vakum cair
Kromatografi vakum cair merupakan salah satu kromatografi kolom khusus
yang biasanya juga menggunakan silika gel sebagai adsorben (biasanya silika gel
G60, 63-200 m). Cara mempersiapkan kolom adalah sebagai berikut, pada
kolom kromatografi vakum cair, kolom dikemas kering dalam keadaan vakum
agar diperoleh kerapatan adsorben yang maksimum. Vakum dihentikan, pelarut
yang paling non polar yang akan dipakai dituang ke permukaan adsorben
kemudian divakum lagi. kolom dihisap sampai kering dan siap dipakai jika kolom
tidak retak atau turunnya eluen sudah rata dengan kolom.
Sampel dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau sampel dibuat serbuk
bersama adsorben (impregnasi) dan dimasukkan ke bagian atas kolom, kemudian
dihisap perlahan-lahan. Kolom selanjutnya dielusi dengan pelarut yang sesuai,
dimulai dengan yang paling nonpolar. Kolom dihisap hingga kering pada setiap
-
24
pengumpulan fraksi. Pada kromatografi vakum cair, bagian atas terbuka sehingga
untuk mengotak-atik atau untuk penggantian pelarut mudah dilakukan (Kristanti
dkk., 2008).
c. Kromatografi kolom tekan
Kromatografi kolom tekan merupakan kromatografi kolom yang dimodifikasi
dengan bantuan tekanan gas nitrogen 2 bar/30 psi. Laju aliran eluen dalam
kromatografi kolom tekan ini 50-60 mL/menit. Kelebihan kromatografi kolom
tekan dibandingkan kromatografi kolom gravitasi adalah prosesnya memerlukan
waktu yang relatif lebih cepat. Pemilihan kolom disesuaikan dengan jumlah
cuplikan yang akan dipisahkan. Adsorben yang paling sering digunakan adalah
silika gel G60 ukuran 63-200 m dan silika gel G60 ukuran 40-43 m.
Berbeda halnya dengan kromatografi vakum cair, kromatografi kolom
menggunakan tekanan pada bagian atas kolom untuk meningkatkan laju aliran
(Kristanti dkk., 2008).
2.6.3 Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red Infra Red)
Spektroskopi inframerah didasarkan pada penyerapan panjang gelombang
inframerah. Inframerah pada spektroskopi adalah suatu radiasi elektromagnetik
yang panjang gelombangnya lebih panjang dari cahaya tampak. Rentang bilangan
gelombang IR antara 4000 400 cm-1. Umumnya spektroskopi IR digunakan
untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa
organik. Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya
suatu gugus fungsi spesifik (Riyadi, 2009).
-
25
Dalam penentuan struktur suatu senyawa, spektoskopi IR merupakan
informasi struktur tambahan. Fungsi utama dari spektroskopi IR adalah untuk
mengenal struktur molekul khususnya gugus fungsional beserta lingkungannya.
Prinsip kerja dari spektroskopi IR adalah interaksi antara sinar IR dengan materi
dimana suatu molekul akan bervibrasi apabila sinar pada panjang gelombang IR
terserap.
Sesuai dengan Hukum Hooke yang menyatakan bahwa frekuensi dari
suatu vibrasi berbanding lurus dengan kekuatan ikatan dan berbanding terbalik
dengan massa yang dihubungkan pegas, maka makin kuat ikatannya dan makin
kecil massa kedua atom yang berikatan menandakan frekuensi absorpsi yang
makin tinggi. Frekuensi absorpsi IR dari beberapa gugus fungsi ditunjukkan pada
Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Frekuensi absorpsi IR dari beberapa gugus fungsi
(Aisyah, 2008)
Gugus Daerah Serapan (cm-1) C-H 2900
=C-H 3100 C-H 3300
O-H 3600 N-H 3400 C N 2250 C C 2150 C=O 1715 C=C 1650
C=C (benzen) 1400-1600 C-O 1100
Asam klorida = 1800 cm-1
Ester = 1735 cm-1
Aldehid = 1725 cm-1
Keton = 1715 cm-1
Asam karboksilat = 1710 cm-1
Amida = 1690 cm-1
-
26
2.6.4 Spektroskopi NMR
Spektroskopi resonansi magnet inti (NMR) didasarkan pada pengukuran
absorbsi radiasi elektromagnetik pada daerah frekuensi radio 4-600 MHz atau
panjang gelombang 75-0,5 m, oleh partikel (inti atom) yang berputar di dalam
medan magnet (Hendayana dkk., 1994).
Jenis spektroskopi NMR merupakan cara yang sangat tepat untuk
menentukan struktur suatu senyawa. Prinsip kerja spektroskopi ini adalah dengan
menggunakan perputaran inti muatan yang menghasilkan medan magnet.
a. Spektroskopi 1H NMR (NMR proton)
Spektroskopi NMR proton ini memberikan informasi mengenai susunan
hidrogen dalam molekul. Pada dasarnya spektroskopi NMR proton merupakan
sarana untuk menentukan struktur senyawa organik dengan mengukur momen
magnet atom hidrogennya. Pada kebanyakan senyawa, atom hidrogen terikat pada
gugus yang berlainan (seperti CH2-, -CH3, -CHO,-NH2,-CHOH-) dan spektrum
NMR proton merupakan rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam
keadaan lingkungan yang berlainan tersebut (Harbone, 1987).
Kedudukan relatif (pergeseran kimia) suatu proton berbanding lurus dengan
kerapatan elektron dan medan magnet yang digunakan. Skala pergeseran kimia
biasanya berkisar dari 0 10 ppm, pada hal tertentu dapat sampai 13 ppm.
Rentang pergeseran kimia tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel 2.3.
-
27
Tabel 2.3 Prediksi geseran kimia 1H NMR
Proton Geseran Kimia (ppm)
Proton Geseran Kimia (ppm)
Proton Geseran Kimia (ppm)
R CH3
0.7 1.3 R N H
0.5 4.0 Ar N H
3.0 5.0 R CH2 R
1.2 1.4 R O H
0.5 5.0 Ar O H
4.0 7.0
R3CH
1.4 1.7 R S H
1.0 4.0 R C N HO
5.0 9.0
C C C HR
1.6 2.6 R N C H 2.2 2.9 HO C H
3.2 3.8
C C HRO
2.1 2.4 R S C H 2.0 3.0 C O CRO
H
3.5 4.8
C C HROO
2.1 2.5 I C H
2.0 4.0 O2N C H
4.1 4.3
C C HHOO
2.1 2.5 Br C H
2.7 4.1 F C H
4.2 4.8
C C HN
2.1 3.0 Cl C H
3.1 4.1 R C C H
4.5 6.5
C C HCR
2.1 3.0 RO C H
3.2 3.8 R C H
O
9.0 10
CH
2.3 2.7 H
6.5 8.0 R C O HO
11 12
(Aisyah, 2008)
b. Spektroskopi 13C NMR (NMR karbon)
Sementara spektroskopi 1H NMR memberikan informasi tentang susunan
hidrogen dalam molekul, maka spektroskopi 13C NMR memberikan informasi
tentang kerangka karbon. Isotop 13C terdapat di alam dalam jumlah yang sedikit
(1,1%) sehingga 13C NMR 6000 kali kurang peka daripada NMR proton. NMR
-
28
karbon mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan NMR proton dalam hal
mendiagnosis bangun molekul senyawa organik dan senyawa biokimia. NMR
karbon memberikan informasi mengenai skeleton (susunan atom C) molekul dari
anggotanya. Perubahan kimia 13C pada kebanyakan senyawa organik sekitar 200
ppm, dibandingkan dengan 10-15 ppm untuk perubahan kimia pada NMR proton,
akibatnya puncak pada NMR karbon akan kurang tumpang tindih dibandingkan
pada NMR proton (Hendayana dkk., 1994). Spektrum pada NMR karbon dapat
dimunculkan tanpa adanya pengaruh atom tetangga (decopling).
top related