metode sinektik
Post on 08-Apr-2018
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
8/7/2019 metode sinektik
1/34
PPPEEENNNEEERRRAAAPPPAAANNN MMMOOODDDEEELLL SSSIIINNNEEEKKKTTTIIIKKK
DDDAAALLLAAAMMM MMMEEENNNIIINNNGGGKKKAAATTTKKKAAANNN KKKRRREEEAAATTTIIIVVVIIITTTAAASSS MMMEEENNNUUULLLIIISSS
(Studi Kuasi Eksperimen dalam Pembelajaran Menulis
pada Siswa Kelas I SMPN di Kota Palembang)
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan pada tantangan
yang sangat krusial, berkaitan dengan penyiapan dan pengembangan sumber daya
manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam masyarakat global, yang
diwarnai oleh ketatnya kompetisi dan revolusi informasi sebagai dampak dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi pribadi-
pribadi anggota masyarakat yang mandiri. Pribadi yang mandiri adalah pribadi yang
secara mandiri mampu berpikir, menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru,
melihat permasalahan serta menemukan cara pemecahan baru yang bernalar dan lebih
dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan dapat dimaknai sebagai
proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu
hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar
dimana individu itu berada (Sagala, 2005:3), melainkan juga mampu melakukan
perubahan dan menciptakan sesuatu yang baru. Kemandirian ini terbentuk melalui
1
-
8/7/2019 metode sinektik
2/34
kemampuan berpikir nalar dan kemampuan berpikir kreatif yang mewujudkan
kreativitas. Sumber daya manusia seperti itu sungguh diperlukan oleh bangsa kita
dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis, menjunjung
tinggi supremasi hukum, egalitarian, dan religius.
Suatu pendekatan baru yang menarik dalam mengembangkan kreativitas telah
dirancang oleh Gordon dengan nama sinektik. Model sinektik ini merupakan strategi
pengajaran yang baik sekali untuk mengembangkan kemampuan kreatif dalam
menulis (Joyce dan Weil, 1980:182).
Dalam proses pengajaran bahasa, pengembangan dimensi kreativitas sangat
penting dan dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan berbahasa. Kreativitas
merupakan hal yang penting dan menjadi salah satu ciri manusia yang berkualitas.
Munandar (1992:46) mengatakan bahwa kreativitaslah yang memungkinkan manusia
meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk mencapai hal itu, perlulah sikap dan perilaku
kreatif dipupuk sejak dini.
Hasil-hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengajaran beberapa bidang
studi dengan model sinektik cukup berhasil. Hasil-hasil penelitian tersebut antara
lain: (1) hasil penelitian yang dilakukan Heavilin di Indiana (1982) menunjukkan
bahwa perkuliahan English 104 (komposisi) yang berorientasi sinektik lebih berhasil
meningkatkan sikap positif terhadap mata kuliah 104 daripada sebelumnya; (2) hasil
penelitian yang dilakukan oleh Dodd di Maine (1988) menunjukkan bahwa para guru
yang diajar melalui program pelatihan yang berbasis sinektik meningkat
kemampuannya khususnya dalam perilaku kognitif (pelatihan dilakukan selama 8
2
-
8/7/2019 metode sinektik
3/34
bulan terhadap 12 guru); (3) hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad
Mulyadiprana (1997:81) menunjukkan bahwa penerapan model sinektik dalam
mengembangkan kreativitas siswa terbukti secara menyakinkan lebih efektif daripada
model pembelajaran konvensional, baik dalam mengembangkan keterampilan
berpikir maupun dalam meningkatkan prestasi belajar.
Model pembelajaran sinektik ini tampaknya belum banyak diterapkan dalam
ilmu-ilmu sosial (termasuk dalam pembelajaran bahasa Indonesia). Oleh karena itu,
model pembelajaran sinektik ini perlu dicoba untuk diuji efektivitasnya dalam
meningkatkan kreativitas menulis pada siswa kelas I SMP. Apakah penerapan model
pembelajaran sinektik dapat meningkatkan prestasi siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan ruang lingkup masalah seperti yang telah dituangkan di atas, maka
masalah pokok penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. Apakah model sinektik
yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan menulis?
Pertanyaan itu dirinci lagi seperti berikut.
1) Seberapa besar tingkat keterlibatan atau aktivitas siswa kelas I SMP Negeri 13Palembang dalam proses belajar mengajar menulis dengan menggunakan model
sinektik?
2) Aspek-aspek manakah yang dapat ditingkatkan dengan penerapan modelsinektik?
3) Aspek-aspek manakah yang berpengaruh terhadap peningkatan kreativitas siswadalam menulis?
3
-
8/7/2019 metode sinektik
4/34
4) Dalam proses belajar mengajar menulis, model pembelajaran manakah yang lebihefektif meningkatkan kreativitas siswa, model sinektik atau model konvensional?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Mengkaji seberapa besar tingkat keterlibatan atau aktivitas siswa kelas I SMPNegeri 13 dalam proses belajar mengajar menulis dengan menggunakan model
sinektik.
2) Mengkaji aspek-aspek yang dapat ditingkatkan dengan penerapan model sinektik.3) Mengkaji aspek-aspek yang berpengaruh terhadap peningkatan kreativitas siswa
dalam menulis.
4) Menguji efektivitas model pembelajaran di antara model pembelajaran sinektikdan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kreativitas menulis
siswa kelas I SMP Negeri 13 Palembang.
1.4 Asumsi Penelitian
Penelitian ini didasarkan atas sejumlah asumsi sebagai berikut:
1) Setiap siswa memiliki kemampuan menulis dan kemampuan berpikir kreatif
dengan tingkat yang berbeda-beda.
2) Kemampuan menulis merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai siswa.
3) Kemampuan menulis dapat dipelajari dan dilatih.
4) Kemampuan menulis dapat diukur melalui tes.
4
-
8/7/2019 metode sinektik
5/34
5) Kreativitas menulis siswa dapat ditingkatkan.
1.5 Hipotesis Penelitian
Untuk menguji hipotesis kerja (Hi) penelitian ini diperlukan beberapa asumsi
yang harus dipenuhi. Hi diterima jikalau: (1) tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kemampuan awal kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen, (2) ada
perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal dengan prestasi hasil belajar
dalam kelompok eksperimen, (3) ada perbedaan yang signifikan antara prestasi hasil
belajar kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, (4) perubahan skor dalam
kelompok eksperimen menunjukkan peningkatan.
1.6 Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya salah pengertian tentang konsep-konsep yang akan
dikaji dalam penelitian ini, maka perlu adanya penjelasan beberapa istilah seperti
yang dituangkan di bawah ini.
1)Model Sinektik dapat dipahami sebagai strategi mempertemukan berbagai macamunsur, dengan menggunakan kiasan untuk memperoleh satu pandangan baru
(Gordon,1980:168).
2)Model kuasi kuasi eksperimen didefinisikan sebagai model pembelajaran yangditerapkan pada kelas eksperimen, yang di dalamnya ditandai dengan kegiatan-
kegiatan: penyajian materi pelajaran dalam bentuk permasalahan untuk
dipecahkan sendiri oleh siswa, bimbingan guru berupa jawaban-jawaban singkat
5
-
8/7/2019 metode sinektik
6/34
atau pertanyaan-pertanyaan pengarah sedemikian rupa sehingga siswa dapat
menemukan cara untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
3)Model Konvensional didefinisikan sebagai model pembelajaran yang diterapkanpada kelas kontrol/pembanding, yang di dalamnya ditandai dengan penyajian
pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari,
dilanjutkan dengan pemberian informasi oleh guru, pemberian ilustrasi atau
contoh soal oleh guru, diskusi dan tanya jawab sampai akhirnya guru merasa apa
yang telah diajarkannya dapat dimengerti oleh siswa.
4)Kreativitas dapat dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk melahirkansesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda
dengan apa yang telah ada sebelumnya (Supriadi,1994:7). Kreatifitas juga
didefinisikan sebagai kemampuan umum untuk mencipta sesuatu yang baru,
sebagai kemampuan untuk memberi gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan
dalam pemecahan masalah, atau kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan
baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Dengan kata lain kreativitas
merupakan proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan
tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis,
kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasilnya.
5)Kemampuan Menulis adalah kemampuan siswa dalam menulis karangan dengan
memperhatikan aspek kebahasaan yang tercermin dalam penggunaan kata,
kalimat, dan mekanika penulisan.
1.7 Manfaat Penelitian
6
-
8/7/2019 metode sinektik
7/34
Hasil penelitian ini akan berupa temuan empiris dari penerapan model
sinektik dalam meningkatkan kreativitas menulis dalam konteks pembelajaran
menulis di SMP. Temuan tersebut dipandang penting untuk dua kegunaan: teoretis
dan praktis. Untuk kegunaan teoretis diharapkan dapat memberi sumbangan
konseptual pada pendidikan bahasa, khususnya dalam pembelajaran menulis di SMP.
Penerapan konsep tersebut diharapkan dapat memberdayakan Konsep Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA). Secara konseptual temuan tersebut akan menjadi khazanah
keilmuan yang dapat dirujuk oleh para peneliti, pengambil kebijakan, para guru
bahasa Indonesia, atau siapa saja yang menaruh minat pada perkembangan inovasi di
bidang pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran menulis melalui
model sinektik.
Temuan untuk kegunaan praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan
substansial, khususnya kepada para guru, berupa produk program dan proses
penyusunannya. Guru-guru, baik secara perseorangan maupun kelompok, dapat
menerapkan, menguji, dan mengembangkan lebih lanjut dalam upaya menolong
siswa tumbuh menjadi anggota masyarakat yang literat.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bernuansa kuantitatif dengan menggunakan rancangan kuasi
eksperimen. Desain yang digunakan adalah The Matching Only Pretest-Postest
Control Group (Fraenkel & Wallen, 1993:243).
7
-
8/7/2019 metode sinektik
8/34
3. LANDASAN TEORI
3.1. Penerapan Model Sinektik dalam Meningkatkan Kreativitas Menulis
3.1.1 Hakikat Model
Pada hakekatnya kata model memiliki definisi yang berbeda-beda sesuai
dengan bidang ilmu atau pengetahuan yang mengadopsinya. Salah satu definisi
model seperti yang dikemukakan Dilworth (1992:74) berikut, A model is an abstract
representation of some real world process, system, subsystem. Model are used in all
aspect of life. Model are useful in depicting alternatives and in analysing their
performance. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa model
merupakan representasi abstrak dari proses, sistem, atau subsistem yang konkret.
Model digunakan dalam seluruh aspek kehidupan. Model bermanfaat dalam
mendeskripsikan pilihan-pilihan dan dalam menganalisis tampilan-tampilan pilihan
tersebut.
3.1.2 Model Pembelajaran Sinektik
Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun (2000:135) semua model mengajar
mengandung unsur model berikut: (1) orientasi model, (2) urutan kegiatan (syntax),
sistem sosial (social system), (4) prinsip reaksi (principle of reaction), (5) sistem
penunjang (support system), dan (6) dampak instruksional dan penyerta (instructional
and nurturant effect). Dalam hal ini model pembelajaran sinektik juga harus
mencakup semua unsur tersebut.
8
-
8/7/2019 metode sinektik
9/34
1. Orientasi Model
Istilah sinektik berasal dari bahasa Yunani yang berarti penggabungan unsur-
unsur atau gagasan-gagasan yang berbeda-beda yang tampaknya tidak relevan.
Menurut William J.J. Gordon (1980:168), sinektik berarti strategi mempertemukan
berbagai macam unsur, dengan menggunakan kiasan untuk memperoleh satu
pandangan baru. Selanjutnya Model Sinektik yang ditemukan dan dirancang oleh
William JJ Gordon ini berorientasi meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
ekspresi kreatif, empati dan wawasan dalam hubungan sosial.
2. Rangkaian Kegiatan
Unsur kegiatan atau sintaksis merujuk pada rincian atau tahapan kegiatan
model sehingga fase-fase kegiatan model tersebut teridentifikasi dengan jelas. Unsur
kedua pembangun model sinektik ini adalah proses belajar mengajar sebagai struktur
model pembelajaran.
Ada dua strategi dari model pembelajaran sinektik, yaitu strategi
pembelajaran untuk menciptakan sesuatu yang baru (creating something new) dan
strategi pembelajaran untuk melazimkan terhadap sesuatu yang masih asing (making
the strange familiar). Kedua strategi dari model pembelajaran sinektik dapat dilihat
pada tabel berikut.
9
-
8/7/2019 metode sinektik
10/34
Tabel 3.1 Strategi Sinektik I: Menciptakan Sesuatu yang Baru
Tahap Pertama:
Mendeskripsikan kondisi nyata pada
saat itu
Guru mengharapkan siswa mampu
mendeskripsikan situasi atau topik
sebagaimana yang dilihat pada saat itu
Tahap Kedua:
Analogi langsung
Siswa mengajukan analogi langsung,
memilih salah satu, dan menjelaskan
lebih lanjut
Tahap Ketiga:
Analogi langsung
Siswa melakukan analogi sebagaimana
yang mereka pilih pada tahap kedua
Tahap Keempat:
Konflik kempaan
Siswa membuat deskripsi sesuai tahap
I dan II, dan mengembangkan konflik
kempaan, dan memilih salah satu
Tahap Kelima:
Analogi langsung
Siswa mengembangkan dan
Menyeleksi analogi langsung lainnya
berdasarkan kempaan
Tahap Keenam:
Ujicoba terhadap tugas semula
Guru meminta siswa meninjau kem-
bali tugas semula dan menggunakan
analogi terakhir dan atau memasukkan
pengalaman sinektik
10
-
8/7/2019 metode sinektik
11/34
Tabel 3.2 Strategi Sinektik II: Melazimkan Sesuatu yang Asing
Tahap Pertama:
Input Substantif
Guru memberi informasi topik baru
Tahap Kedua:
Analogi Langsung
Guru mengajukan analogi langsung
dan meminta siswa mendeskripsikan
analogi tersebut
Tahap Ketiga:
Analogi Personal
Guru meminta siswa membuat analogi
personal
Tahap Keempat:
Membandingkan Analogi
Siswa mengidentifikasi dan
Menjelaskan butir-butir yang sama di
antara materi sedang dibahas dan
analogi langsung
Tahap Kelima:
Menjelaskan berbagai perbedaan
Siswa menjelaskan analogi-analogi
yang salah atau berbeda
Tahap Keenam:
Eksplorasi
Siswa menjelaskan kembali topik
semula menurut bahasanya sendiri
Tahap Ketujuh:
Memunculkan Analogi Baru
11
-
8/7/2019 metode sinektik
12/34
Siswa memberikan analoginya sendiri
dan menjelaskan mana yang sama atau
berbeda
Berdasarkan dua strategi di atas, penelitian ini menggunakan strategi kedua.
Alasannya, strategi ini baik sekali untuk mengembangkan kemampuan kreatif dalam
menulis.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial menandakan hubungan yang terjalin antara guru dan siswa,
termasuk norma atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan untuk
pelaksanaan model. Model ini menuntut agar antara guru dan siswa terdapat
hubungan yang kooperatif di mana guru menjalankan dwifungsi sebagai
pemrakarsa dan pengontrol aktivitas siswa pada setiap tahap. Selain itu guru
menjadi fasilitator bagi kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar.
4. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi bermakna sikap dan perilaku guru untuk menanggapi dan merespon
bagaimana siswa memproses informasi, menggunakannya sesuai pertanyaan yang
diajukan oleh guru. Tugas penting yang diemban guru pada tahap ini adalah
menangkap kesiapan siswa menerima informasi baru dan aktivitas mental baru untuk
dipahami dan diterapkan.
12
-
8/7/2019 metode sinektik
13/34
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Analisis Pascaperlakuan
4.1.1 Perbedaan Kemampuan Menulis Siswa SMPN 13 Palembang Sebelum
dan Sesudah Penerapan Model Sinektik
Secara umum kemampuan menulis siswa sebelum model sinektik
diberlakukan termasuk dalam kategori sedang yaitu 61,74%. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya motivasi guru untuk melatih siswa menulis. Kegiatan menulis atau
mengarang biasanya diminta guru dilakukan siswa setelah libur sekolah. Tema cerita
seputar kegiatan liburan. Tulisan atau karangan siswa secara substansi tidak
menyentuh aspek kognitif apalagi aspek afektif.
Setelah model pembelajaran model sinektik diberlakukan, keterampilan
menulis siswa meningkat menjadi 75,41%. Ini berarti bahwa kemampuan menulis
siswa termasuk dalam kategori baik.
Taraf signifikansi antara kemampuan awal (prates) dan kemampuan akhir
(pascates) siswa SMPN 13 Palembang tergolong baik. Artinya, kemampuan awal
siswa baik maka kemampuan akhir dalam menulis tergolong baik pula. Hal ini
terbukti dengan didapatkannya nilai signifikansi prates-pascates kemampuan menulis
yang lebih kecil dari batas nilai signifikansi 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
rata-rata nilai prates-pascates berbeda secara signifikan.
Secara teoretis, hubungan antara hasil prates dan pascates menunjukkan
tingkat signifikansi yang tinggi karena proses pembelajaran yang menggunakan
13
-
8/7/2019 metode sinektik
14/34
model sinektik sangat mendukung kebermaknaan hubungan tersebut. Tahap-tahap
pembelajaran diawali dengan membaca cerpen Sampah Bulan Desember dan
dilanjutkan dengan tujuh tahap sinektik yang dirangkaikan dengan kolaborasi
sehingga memunculkan satu model baru yang diberi nama sinekborasi.
4.1.2.Perbedaan Kemampuan Menulis Siswa di Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Perbedaan kemampuan menulis siswa kelas 1 SMPN 13 Palembang antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah signifikan. Temuan ini
berdasarkan hasil uji-t yang menunjukkan adanya perbedaan kemampuan menulis
antara kelas yang menerapkan model sinektik dengan kelas yang menerapkan model
pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model
sinektik dapat mengembangkan keterampilan menulis siswa.
Perbedaan kemampuan menulis tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil
pengukuran kemampuan awal siswa terhadap menulis, yakni rata-rata 61,74 menjadi
75,41 setelah perlakuan model sinektik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
kemampuan menulis sebelum perlakuan model sinektik rendah, sedangkan
kemampuan menulis setelah perlakuan model sinektik meningkat. Meningkatnya
kemampuan menulis siswa menunjukkan bahwa model sinektik yang didasari oleh
model berpikir induktif berkualitas. Hal ini sejalan dengan temuan Joyce, dkk. (1996)
bahwa model tersebut meningkatkan kualitas menulis siswa.
14
-
8/7/2019 metode sinektik
15/34
4.1.3 Keefektifan Model Pembelajaran Sinektik
Untuk mengukur keefektifan sinektik di kelompok kuasi eksperimen
digunakan dua bentuk pengujian yaitu uji-t dan uji gain. Berdasarkan analisis data
pada Bab IV dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran sinektik efektif
digunakan di kelompok kuasi eksperimen. Keefektifan model tersebut sejalan dengan
temuan Joyce, dkk. (2000:138) bahwa latihan yang dilakukan secara mandiri yang
merupakan kontribusi dari model berpikir induktif sebagai fondasi penyusunan model
sinektik dapat meningkatkan keefektifan. Kesimpulan tersebut didukung pula oleh
pembahasan tentang kualitas proses pembelajaran sinektik.
Uji-t merupakan pengukuran pertama yang dilakukan untuk mengidentifikasi
keefektifan model sinektik yaitu dengan membuktikan tingkat signifikansi perbedaan
antara kemampuan menulis kelas kuasi eksperimen dengan kelas kontrol. Hasil yang
diperoleh dari pengukuran tersebut adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara
kemampuan akhir menulis siswa kelas 1 SMPN 13 Palembang di kelas kuasi
eksperimen (model pembelajaran sinektik) dan kelas kontrol (model pembelajaran
konvensional). Berdasarkan uji-t didapatkan bahwa gain skor total keterampilan
menulis kelompok eksperimen (13,29) lebih tinggi dari pada kelompok kontrol
(9,09). Berdasarkan uji lebih lanjut ditemukan perbedaan ini signifikan sampai
tingkat kepercayaan 95% (yaitu dengan nilai t = 3,345 dan taraf signifikansi 0,001)
dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa model sinektik lebih efektif dibandingkan
model konvensional untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa. (Hasil
selengkapnya untuk uji-t disajikan pada lampiran)
15
-
8/7/2019 metode sinektik
16/34
Sementara itu, pengukuran lainnya untuk mengidentifikasi keefektifan model
sinektik adalah uji gain. Berdasarkan uji gain dapat disimpulkan bahwa model
sinektik efektif. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan atau pengembangan
kemampuan menulis setelah diukur dengan gain yang membandingkan selisih antara
prates dan pascates.
Kedua pengukuran di atas diperkuat pula oleh kualitas pembelajaran menulis
dengan model sinektik sehingga tingkat keefektifan model tersebut memiliki tingkat
validasi yang tinggi. Berdasarkan hasil observasi terhadap tahap-tahap pembelajaran
di kelas kuasi eksperimen menunjukkan bahwa kualitas PBM di kelas tersebut baik
karena model pembelajaran yang diberlakukan di kelas tersebut diinformasikan
kepada siswa, data informasi dinilai dan dikaji oleh siswa, hasil interpretasi data
disusun menjadi tulisan atau karangan, didukung oleh komponen pembelajaran dan
suasana kelas yang demokratis.
5. Simpulan
Berdasarkan hasil temuan, pembahasan, dan analisis data, dapat diambil
simpulan sebagai berikut.
5.1. Simpulan Umum
Pelaksanaan pembelajaran menulis berdasarkan model sinektik dirancang
berdasarkan model personal, yaitu suatu model pembelajaran yang menekankan
kepada proses mengembangkan kepribadian individu siswa dengan memperhatikan
kehidupan emosional. Model sinektik sendiri memfasilitasi siswa mengembangkan
16
-
8/7/2019 metode sinektik
17/34
tiga aspek utama yang dimiliki siswa yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor secara
serempak.
Model pembelajaran ini terdiri atas 7 tahap yaitu input substantif, analogi
langsung, analogi personal, membandingkan analogi, menjelaskan berbagai
perbedaan, eksplorasi, dan memunculkan analogi baru.
Pembelajaran bahasa untuk mengembangkan keterampilan menulis
dilaksanakan dengan tahap-tahap berikut.
1) Input substantif: guru membagikan bacaan kepada siswa.
2) Analogi langsung: guru menjelaskan tentang bacaan kepada siswa.
3) Analogi personal: siswa membuat karangan sendiri berdasarkan bacaan.
4) Membandingkan analogi: siswa diskusi dengan teman dengan cara kelompok.
5) Menjelaskan berbagai perbedaan: siswa mengadakan diskusi kelas.
6) Eksplorasi: siswa diskusi dengan teman dengan cara kelompok.
7) Memunculkan analogi baru: siswa memberikan karangan yang sudah direvisi.
Berdasarkan hasil analisis proses belajar model sinektik dan penilaiannya,
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1) Pertemuan I
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa sikap siswa pada
umumnya positif. Mereka senang ketika diberitahu bahwa karangannya akan dinilai
dan dipajang bagi yang mendapat penilaian yang baik. Pembagian cerpen kepada
siswa disambut dengan antusias. Siswa segera membaca cerpen yang diberikan guru
dan mendengarkan penjelasan-penjelasan yang diberikan guru selanjutnya.
17
-
8/7/2019 metode sinektik
18/34
2) Pertemuan II
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa siswa mulai menulis
gagasan-gagasan di kertas buram sambil berdiskusi dengan teman sebangkunya dan
sekali-kali bertanya pada guru tentang apa yang belum dipahaminya.
3) Pertemuan III
Hasil observasi mengidentifikasikan bahwa siswa mulai mengembangkan
gagasan-gagasan di kertas buram menjadi beberapa kalimat. Beberapa siswa
mengaku kesulitan untuk mengembangkan kerangka karangannya. Namun setelah
gurunya membantu dengan memberikan kalimat pertama pada lembar karangannya,
mereka mulai berkonsentrasi.
4) Pertemuan IV
Hasil observasi mengidentifikasikan bahwa siswa sudah dapat
mengembangkan beberapa kalimat menjadi karangan. Mereka tidak takut
karangannya akan dinilai, dan senang pula bisa membaca karangan teman-temannya.
Mereka rata-rata menginginkan karangannya di pajang di kelasnya.
5) Pertemuan V
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa siswa memperbaiki
draf karangannya. Sungguh mengharukan, siswa saling membaca draf karangan dan
memberi saran perbaikan secara berpasangan. Awalnya mereka berpasangan dengan
teman sebangkunya, tetapi kemudian terjadi saling intip, bergerak menemui teman
lainnya, berbeda pendapat, dan meminta penjelasan guru.
18
-
8/7/2019 metode sinektik
19/34
6) Pertemuan VI
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa proses pada
pertemuan V terjadi juga pada pertemuan VI yaitu pada waktu kegiatan mengedit
karangan.
7) Pertemuan VII
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa siswa saling
membaca karangan teman dalam kelompok kecil (4-5 orang), kemudian memberikan
umpan balik terhadap tulisan-tulisan tersebut, kemudian dilanjutkan membaca tulisan
setiap kelompok dan memberikan umpan balik terhadap kelompok lain. Dalam tahap
umpan balik ini, guru dapat memanggil siswa dan membicarakan konsep mereka
yang sekarang maupun karangan mereka sebelumnya. Setelah itu, mereka siap untuk
membuat naskah akhir.
8) Pertemuan V
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa siswa pada tahap ini
telah siap untuk menulis naskah, dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk revisi.
Pada tahap ini mereka diminta untuk betul-betul memperhatikan tujuan dari karangan
mereka dan memperhatikan para calon pembaca yang akan membaca tulisan mereka.
Setelah naskah akhir selesai dan direvisi, para siswa bekerja berpasangan-pasangan
untuk menyunting pekerjaan mereka. Tahap ini bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengetahui kesalahan-kesalahan tersebut setidak-
tidaknya mereka menyadari sendiri kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya itu
untuk dijadikan sebagai pengalaman.
19
-
8/7/2019 metode sinektik
20/34
9) Pertemuan IX
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa siswa pada tahap ini
saling membaca draf karangan dan mengedit karangan hasil perbaikannya. Pertama
mereka berpasangan dengan teman sebangkunya, kemudian bergerak menemui
teman-teman lainnya. Siswa juga memperbaiki karangannya sekali lagi dengan
menulisnya pada lembar karangan yang disediakan dan menyimpan karangan jadi
pada map masing-masing.
10) Pertemuan X
Berdasarkan hasil observasi dapat disimpulkan bahwa siswa pada kegiatan
memilih dan memajang karangan, situasi kelas terlihat ramai. Pertama mereka saling
membaca karangan teman dalam kelompok kecil (4-5 orang), kemudian memilih satu
karangan terbaik dikelompoknya. Setiap kelompok ramai mendiskusikan pilihannya
dengan kriteria masing-masing. Dalam diskusi kelas. siswa yang karangannya
diunggulkan diminta membacakan karangan di depan kelas. Siswa yang lain
menilainya. Para siswa tampak terbiasa mengikuti proses pembelajaran seperti itu.
Berikut adalah catatan yang berhubungan dengan kriteria karangan yang baik
menurut siswa yaitu: karangan tersebut baik, setiap kalimat dimulai dengan huruf
besar dan diakhiri dengan tanda baca yang tepat, awal paragraf ditulis agak menjorok
ke dalam, dan dibacanya lancar.
20
-
8/7/2019 metode sinektik
21/34
5.2 SIMPULAN Dalam MENJAWAB PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan hasil analisis dari pengembalian instrumen penelitian pada
penelitian dapat disimpulkan jawaban terhadap pertanyaan penelitian seperti berikut
ini.
1) Untuk pertanyaan apakah proses belajar mengajar dengan menggunakan model
sinektik dapat meningkatkan keterlibatan atau aktivitas siswa kelas I SMPN 13
Palembang dalam keterampilan menulis dapat disimpulkan bahwa model sinektik
dapat meningkatkan keterlibatan atau aktivitas siswa kelas I SMPN 13 Palembang
dalam keterampilan menulis. Hal ini tampak dari data bahwa siswa kelompok
eksperimen yang tadinya dari angket hanya 67,45% yang menjawab YA
mempunyai peningkatan gain keterampilan menulis dengan rata-rata 11,38
dibandingkan dengan kelompok kontrol dari jawaban YA 72,16% hanya
meningkat gainnya sebesar 9,09. Berdasarkan uji lebih lanjut ditemukan bahwa
perbedaan ini signifikan sampai tingkat kepercayaan 95% (yaitu dengan nilai t =
3,345)
2) Untuk pertanyaan mengenai aspek-aspek karangan yang dapat ditingkatkan
melalui penerapan model sinektik dapat dijawab bahwa semua aspek dapat
ditingkatkan, dan terjadi perbedaan signifikan pada aspek-aspek isi karangan dan
pengorganisasian ide dengan nilai t = 3,32 dan 3,30 yang signifikan sampai taraf
95%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengajaran dengan model sinektik dapat
meningkatkan semua aspek, terutama aspek isi karangan dan aspek
pengorganisasian ide. Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa siswa yang belajar
21
-
8/7/2019 metode sinektik
22/34
dengan model sinektik meningkat daya imajinasinya sehingga lebih mampu
mengorganisasi ide dan berimajinasi untuk isi karangan.
3) Untuk pertanyaan aspek-aspek karangan yang berpengaruh terhadap peningkatan
kreativitas siswa dalam menulis setelah menggunakan model pembelajaran
sinektik dapat disimpulkan dari hasil uji berikut. Melalui analisis dengan regresi
sederhana untuk model pertama yang menguji pengaruh aspek Isi Karangan
terhadap peningkatan kreativitas siswa dalam menulis karangan setelah mengikuti
pembelajaran dengan model sinektik, ternyata diperoleh harga koefisien Beta (R
hitung) hanya sebesar -0,017, dengan taraf signifikansi 0,917. Ini berarti
pengaruhnya terhadap peningkatan kreativitas siswa dalam menulis karangan
melalui model pembelajaran sinektik tidak signifikan atau tidak ada. Pengujian
pengaruh Aspek Pengorganisasian Ide terhadap aktivitas siswa diperoleh harga
koefisien sebesar 0.351, dengan taraf signifikansi 0.086. Dalam hal ini
walaupun tidak signifikan sampai taraf 95%, tapi dapat kita katakan bahwa
pengaruhnya dapat dipercaya sampai 91,4%. Pengujian pengaruh Aspek
Pemilihan Kata terhadap diperoleh harga koefisien sebesar -0.091, dengan taraf
signifikansi 0,682 atau tidak terdapat pengaruhnya terhadap aktivitas siswa.
Pengujian pengaruh Aspek Tata Bahasa terhadap diperoleh harga koefisien
sebesar 0,442, dan taraf signifikansi 0,028. Ini berarti terdapat pengaruh aspek
tata bahasa terhadap aktivitas siswa melalui model pembelajaran sinektik.
Pengujian pengaruh Aspek Mekanika Penulisan terhadap diperoleh harga
22
-
8/7/2019 metode sinektik
23/34
koefisien sebesar 0,307, dengan taraf signifikansi 0,018. Dalam hal ini dapat
dikatakan terdapat pengaruh aspek mekanika penulisan terhadap peningkatan
kreativitas siswa dalam menulis karangan melalui model pembelajaran sinektik.
Kesimpulannya bahwa dari kelima aspek karangan yang mampu mempengaruhi
aktivitas atau keterlibatan siswa dalam menulis karangan melalui pembelajaran
dengan menggunakan model sinektik ada dua aspek yang lebih signifikan
memberikan pengaruh yang berarti, yaitu aspektata bahasa dan aspek mekanika
penulisan. Adapun aspek yang lainnya masih belum signifikan sampai tingkat
kepercayaan 95% (Perlu menjadi perhatian bahwa aspek pengorganisasian ide
memberi pengaruh sampai 91%).
4) Untuk pertanyaan apakah model sinektik lebih efektif daripada model
konvensional dalam meningkatkan kreativitas siswa dalam pembelajaran menulis di
SMPN 13 Palembang dapat disimpulkan dari hasil uji t hasil tes instrumen hasil
belajar berkaitan dengan skor total keterampilan menulis siswa dalam menulis
karangan, dimana didapatkan bahwa gain skor total keterampilan menulis kelompok
eksperimen (13,29) lebih tinggi dari pada kelompok kontrol (9,09). Berdasarkan uji
lebih lanjut ditemukan bahwa perbedaan ini signifikan sampai tingkat kepercayaan
95% (yaitu dengan nilai t = 3,345 dan taraf signifikansi 0,001). Dalam hal ini dapat
kita simpulkan bahwa model sinektik lebih efektif dibandingkan model konvensional
untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa. Dari kedua analisis yang dilakukan
tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar menulis dengan
23
-
8/7/2019 metode sinektik
24/34
menggunakan model sinektik mampu memberikan tingkat keefektifan yang lebih
tinggi daripada proses pembelajaran dengan menggunakan model konvensional di
SMP 13 Palembang. Selain itu, berkaitan dengan kualitas pembelajaran menulis dapat
juga disimpulkan:
1) Model sinektik dalam pembelajaran menulis mempunyai keunggulan dalam
mengembangkan dua ranah taksonomi yaitu kognitif dan afektif/emosional.
Model ini tidak hanya mengasah aspek kognitif, tetapi juga menajamkan aspek
afektif/emosional siswa. Artinya model ini mendukung tujuan pembelajaran
menulis berdasarkan kurikulum 1994 yang telah disesuaikan dengan suplemen
GBPP 1999 yakni meningkatkan kemampuan berbahasa, berpikir, bernalar, dan
memperluas wawasan, dan sesuai juga dengan KBK.
2) Model sinektik dalam pembelajaran menulis tidak luput dari kelemahan juga.
Secara umum, model ini menghabiskan waktu cukup lama karena siswa harus
merespons tahap demi tahap sampai tujuh tahap sehingga membuahkan hasil yang
optimal. Secara spesifik, model ini memfasilitasi respons siswa dengan
pertanyaan pemandu sampai tahap terakhir tahap ketujuh yaitu memunculkan
analogi baru sehingga seluruh tahap-tahap sinektik dapat dilakukan oleh siswa.
3) Hasil penilaian pembelajaran menulis dengan menggunakan model sinektik
ditinjau dari tes mengarang dan tes pengetahuan menulis cukup berhasil. Hal
tersebut dilihat dari nilai tes mengarang dan tes pengetahuan menulis yang
mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Aspek kebahasaan siswa dapat
dijelaskan bahwa rata-rata siswa mampu membuat kalimat tunggal dan kalimat
24
-
8/7/2019 metode sinektik
25/34
majemuk. Kemampuan menulis kalimat sudah cukup baik yaitu hadirnya subjek,
predikat, dan objek di tempat yang sesuai.
4. Bentuk tes yang digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran menulis adalah tes
objektif pilihan ganda biasa dengan empat pilihan yang digunakan untuk
mengevaluasi tes pengetahuan menulis siswa dan untuk mengevaluasi tes
mengarang digunakan penilaian hasil karangan yang bersifat analitis yang
meliputi aspek logika dan aspek linguistik. Aspek logika meliputi isi dan
pengorganisasian karangan dan aspek linguistik meliputi pemilihan kata,
pengkalimatan, dan mekanika penulisan. Angket berupa penilaian terhadap diri
sendiri digunakan untuk melengkapi data pada pelaksanaan perlakuan.
5.3. Implikasi
Bertolak dari berbagai temuan yang diperoleh sejak proses hingga hasil akhir
penelitian ini dapat dikemukakan implikasi teoretis dan praktis berikut.
1) Wujud implikasi teoretis dari studi ini adalah pembelajaran bahasa untuk
mengembangkan keterampilan menulis siswa SMP akan efektif bila respons siswa
difasilitasi dengan pertanyaan-pertanyaan pemandu sehingga dapat menggiring
siswa pada pembelajaran menulis yang kreatif di mana siswa mampu berpikir
kreatif dan mampu terlibat secara psikologis dengan tulisan yang sedang
dibuatnya. Dengan cara demikian, tulisan yang dibuatnya bermakna di dalam diri
siswa dan membangkitkan kreativitas. Dalam proses menulis, pengembangan
dimensi kreativitas ini sangat penting dan dapat dilaksanakan dengan berbagai cara
atau metode, salah satu caranya melalui sinektik.
25
-
8/7/2019 metode sinektik
26/34
Model sinektik ini mendukung pembelajaran menulis yang selama ini
diterapkan di berbagai jenjang pendidikan. Adalah hal yang sia-sia mengharapkan
siswa mampu menulis secara kreatif tanpa melibatkan perasaan dan pikiran siswa
dalam proses penulisan karena hal ini merupakan syarat penting pengembangan
kreativitas itu sendiri. Dengan demikian, pembelajaran dan pendidikan tidak hanya
mengeksploitasi siswa untuk menguasai tujuan pembelajaran semata tetapi proses
pembelajaran dan pendidikan dapat mencuat ke permukaan sesuai dengan tujuan
kurikulum 1994 dan kurikulum yang berbasis kompetensi.
2) Implikasi Praktis. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan
pembelajaran menulis di seluruh jenjang pendidikan. Sudah saatnya bagi guru-
guru untuk menjadi agen pembaharuan (innovator) dalam pembelajaran menulis
sehingga pembelajaran menulis mampu mengembangkan keterampilan berbahasa
siswa. Untuk siswa sekolah menengah pertama, materi ajar yang dibutuhkan
adalah bacaan yang mudah dipahami, mengandung kegiatan sehari-hari dan yang
dapat membangkitkan kreativitas siswa dalam menulis sehingga mereka dapat
merespons dengan menggunakan tahap-tahap yang berhubungan dengan itu seperti
tahap-tahap sinektik.
Untuk jenjang perguruan tinggi, bentuk pertanyaan pemandu harus lebih
disederhanakan lagi sedangkan bacaan sebagai materi ajar dapat menyeleksi bacaan-
bacaan yang tepat dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi.
26
-
8/7/2019 metode sinektik
27/34
5.4 Saran
Meningkatnya kemampuan menulis siswa dengan mengimplementasikan
model sinektik dalam pembelajaran bahasa membuktikan bahwa model tersebut
disamping mempunyai kelebihan juga mempunyai kelemahan-kelemahan yang sudah
pasti tidak dapat dihindari.
Harapan yang ingin dicapai dengan mencuatnya model pembelajaran menulis
ini adalah terciptanya masyarakat literat yang bermoral baik sejak dini yaitu
tumbuhnya minat baca dan meningkatnya kesadaran pentingnya mengekspresikan
hasil bacaan ke dalam kegiatan menulis. Kegiatan tulis-menulis inilah yang menjadi
cikal bakal munculnya penulis-penulis andal dan bermoral baik yang dapat
mengkomunikasikan ilmu di bidangnya masing-masing. Dengan demikian, secara
makro masyarakat Indonesia mampu mengemukakan ilmu di bidangnya baik secara
lisan maupun tulisan.
Untuk mewujudkan harapan di atas, berikut ini dikemukakan saran untuk
penerapan model dan penelitian lanjutan.
1) Saran untuk Penerapan Model
Bila ditinjau dari keunggulan model pembelajaran menulis yang berbasis
sinektik maka perlu diupayakan penyebarluasan penerapan model di berbagai jenjang
pendidikan. Para pembuat kurikulum, penyusun buku ajar, pekerja bahasa dan sastra
(penulis ilmiah dan cerita), pemilik stasiun TV, dan guru dapat mempelajari model
tersebut berawal dari asumsi-asumsi, landasan teoretis model, dan langkah-langkah
pembelajaran.
27
-
8/7/2019 metode sinektik
28/34
Bagi pembuat kurikulum, tujuan pembelajaran bahasa khususnya menulis
berdasarkan kurikulum 1994 yang telah disesuaikan dengan suplemen GBPP 1999
dan KBK sudah sangat jelas untuk dipahami. Sayangnya, implementasi KBK untuk
pembelajaran bahasa khususnya menulis belum terakomodir dengan baik sehingga
kurikulum yang telah dirancang dengan baik tersebut baru sebatas wacana karena
materi pokok pembelajaran bahasa khususnya menulis masih dalam taraf abstraksi
sehingga para guru di lapangan menghadapi kesulitan menerjemahkan sinyal-sinyal
yang secara eksplisit tertuang dengan jelas di dalam kurikulum. Untuk itu, tujuan
pembelajaran bahasa khususnya menulis yang sudah sesuai dengan harapan yaitu
mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam
berbagai ragam tulisan maka perlu ditambahkan ke dalam kurikulum tersebut sebuah
pernyataan yang disertai dengan penjelasan pembelajaran menulis yang kreatif
dengan berorientasi pada sinektik yang melibatkan dua ranah taksonomi sehingga
terwujud aspek kognitif dan afektif/emosional yang terasah tajam dan seimbang.
Bagi penyusun buku ajar, mengingat karya sastra khususnya cerpen hanya
mendapat porsi yang sedikit dalam buku ajar bahasa Indonesia, cerita-cerita yang
ditampilkan dalam buku ajar untuk SMP khususnya diupayakan cerita-cerita yang
dialognya bersifat alamiah, sesuai dengan usia mereka, alur ceritanya yang akrab
dengan keseharian mereka, dan yang dapat membangkitkan kreativitas menulis
mereka. Dengan demikian, para penyusun buku turut mendukung tujuan
pembelajaran bahasa khususnya menulis berdasarkan kurikulum 1994 dan KBK yaitu
mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam
28
-
8/7/2019 metode sinektik
29/34
berbagai ragam tulisan siswa. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, penyusun buku
dapat menjadikan pedoman berikut ini sebagai panduan menyusun pertanyaan untuk
cerita-cerita yang sudah diadopsi dari berbagai sumber.
a. Aspek kognitif mencakup tahap penggambaran, penafsiran, penyimpulan, dan
perenungan.
b. Aspek afektif/emosional mencakup intrapersonal/hubungan diri sendiri,
interpersonal/orang lain, lingkungan, dan si alamat.
Bagi para pekerja bahasa, sastra, dan penulis cerita anak. Berdasarkan hasil
penelitian ini diharapkan buku-buku bahasa dan sastra yang layak dikonsumsi oleh
siswa SMP sesuai dengan latar belakang keseharian siswa, dialog-dialog sesuai
dengan usia mereka, alur cerita sesuai dengan tahap perkembangan kognitif dan
emosi mereka, dan juga yang dapat membangkitkan kreativitas siswa dalam menulis.
Untuk pekerja bahasa, sastra dan penulis cerita di media cetak, harapan-harapan di
atas sudah terakomodir dengan baik. Sayangnya, ditemukan oknum pekerja bahasa,
sastra dan penulis cerita anak dan remaja untuk media elektronik (televisi) lebih
mementingkan nilai komersial yang mengeruk keuntungan besar ketimbang nilai-
nilai agama, moral dan budaya. Hal ini terindikasi dengan adanya cerita anak dan
remaja dengan latar cerita dan alur cerita yang banyak menyimpang dari norma-
norma tersebut sehingga meracuni moral anak dan remaja, misal: film yang berjudul
Buruan Cium Gue yang sempat ditayangkan di bioskop di Indonesia. Sia-sialah
usaha pemerintah melalui Depdiknas dengan KBKnya bila cerita-cerita anak dan
29
-
8/7/2019 metode sinektik
30/34
remaja dalam media elektronik berseberangan dengan cerita-cerita anak dan remaja
dalam media cetak.
Bila ditilik dari perspektif kepentingan, rekomendasi untuk pekerja bahasa,
sastra dan penulis cerita anak dan remaja di media elektronik berhubungan dengan
para pemilik stasiun televisi swasta. Bahwa untuk kepentingan perkembangan moral
anak, pemilik stasiun televisi perlu mempertimbangkan tayangan-tayangan cerita
anak dan remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Sudah saatnya
membangun Indonesia yang terpuruk dan krisis moral lewat media elektronik karena
media tersebut pada kenyataannya lebih disenangi dan diakrabi oleh anak dan remaja.
Bagi para guru, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan
pembelajaran bahasa yang mampu meningkatkan keterampilan menulis siswa
disamping mencerdaskan moral mereka. Guru dapat menyeleksi buku-buku bahasa
dan sastra anak dan remaja dari berbagai sumber sebagai bahan ajar dengan
mengutamakan latar cerita dan alur cerita yang sesuai dengan keseharian siswa, dan
yang dapat memancing kreativitas siswa dalam menulis.
2) Saran untuk Penelitian Lanjutan
Model sinektik dan kolaborasi merupakan gabungan dua metode yang berbeda
yang membutuhkan banyak waktu dalam penerapannya. Gabungan dua metode ini
dinamakan Sinekborasi. Dalam rangka mengembangkan keterampilan menulis
siswa, para peneliti yang berminat menekuni masalah peningkatan keterampilan
berbahasa khususnya menulis dapat mengembangkan penelitian ini dengan metode
30
-
8/7/2019 metode sinektik
31/34
penelitian tindakan kelas yang bernuansa kualitatif karena tes mengarang dan tes
pengetahuan menulis dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu penelitian yang
menganalisis aspek kebahasaan dan aspek substansi berupa respons siswa itu sendiri
(kognitf dan afektif/emosional).
Penelitian replikasi (perluasan) yang menyangkut variabel penelitian dan
subjek penelitian baik pada tingkat pendidikan yang sama maupun sekolah menengah
atas atau pendidikan tinggi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
komparatif.
Penelitian dengan latar eksperimen semu pun masih dapat diujicobakan
dengan sedikit modifikasi. Untuk tingkat SMA, tahap-tahap dalam sinektik dan
kolaborasi dapat ditingkatkan melalui pertanyaan-pertanyaan pemandu yang dapat
mengiring siswa menulis secara kreatif. Begitu juga penelitian yang sama dapat
dilakukan pada mahasiswa.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah penelitian terhadap variabel yang
berbeda untuk menciptakan suatu model pembelajaran bahasa khususnya menulis.
Model ini dapat juga meningkatkan keterampilan berbahasa lainnya seperti
keterampilan membaca, berbicara, dan menyimak dengan tidak menghilangkan salah
satu perangkat dari sinektik dan kolaborasi yang diangkat di dalam penelitian ini
31
-
8/7/2019 metode sinektik
32/34
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, S., Arsjad, M.G., dan Riwan, S.H., (1988). Pembinaan Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Akhadiah, M.K., S. (1998). Pengembangan Kemampuan Bernalar, Kreativitas, dan
Budaya tulis Melalui Jalur Pendidikan dalam Rangka Peningkatan Sumber
Daya Manusia. Bahasa Menjelang Tahun 2002: Risalah Kongres Bahasa
Indonesia VI. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Alderson, J.C., Alan B. [ed.]. (1992). Evaluating Second Language Education.
Cambridge: Cambridge University.
Alwasilah, A.C. (1999). Respon Penulis Terhadap Koreksi Pembaca: Studi Kasus
Tulisan Mahasiswa Pascasarjana IKIP Bandung. Bandung: Lembaga
Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia.
Alwasilah, A.C. (2001). Membangun Kota Berbudaya Literat. Artikel dalam Media
Indonesia. Jakarta, Sabtu 6 Januari 2001.
Alwi, H., Dardjowidjoyo, S., Lapoliwa, H., dan Moeliono, A.M. (1998). Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Baynham, M. (1995). Literacy Practices: Investigation Literacy in Social Context.
New York: Longman Group Limited.
Dahlan, M. D. (1990). Model-model Mengajar. Bandung: Diponegoro.
32
-
8/7/2019 metode sinektik
33/34
-
8/7/2019 metode sinektik
34/34
Joyce, B. dan Weil, M. (1996). Models of Teaching. Second Edition. Englewood New
Jersey: Prentice-Hall,Inc.
Joyce, B. dan Weil, M. dan Calhoun, E. (2000). Models of Teaching. Boston-London:
Allyn and Bacon.
Munandar, S.C.U. (1985). Pengembangan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: Gramedia.
Munandar, S.C.U. (1992). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak. Jakarta:
Gramedia.
Munandar, S.C.U. (1992). Mengembangkan Anak Berbakat. Jakarta: Depdikbud.
Munandar, S.C.U. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan
Potensi Kreativitas dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Sagala, S. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Supriadi, D. (1994). Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK.
Bandung: Alfabeta.
Tilaar, H.A.R. (1999). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam
Perspektif Abad 21. Magelang: Tera Indonesia.
Wilkinson, A (1983). Assesing Language Development: The Credition Project.
dalam Learning to Write First Language. London and Newyork: Longman.
top related