menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum...
Post on 08-Apr-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 101
menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernah
mengalaminya. Namun apa yang dilihatnya membuat Ma’ Angga lebih
tenang menghadapinya, prinsipnya tidak ada hal yang dilakukan sia-
sia, semua ada ukurannya masing-masing.
‘tuhan tidak mungkin kasi kita beban, jadi saya itu saya pegang, sakit pasti, tapi itumi, bagaimana k jelaskan itu. Pokoknya itu hari saya pasrahkan semua sama tuhan. Pas selesai saya melahirkan itu hari, ternyata mudahji, yah, mungkin karena cepat keluar, sakit sekali iyya, tapi saya tahan, karena kalo kita tidak tahan, bisa-bisa kita celaka’
Bagi Ma’ Angga, pasrah pada Tuhan adalah salah satu kunci
bagi mereka yang menjalani persalinan. Dan baginya cepatnya proses
persalinan akan memungkinkan bagi dirinya untuk tidak terlalu
merasakan sakit yang berlebihan. Ada pahaman dari ibu-ibu yang saya
wawancarai bahwa cepatnya proses persalinan yang dilakukan akan
memungkinkan bagi mereka untuk tidak terlalu merasakan sakit.
Masa-masa tegang disaat menjelang persalinan, khususnya
pada saat persalinan pertama kali bagi ibu-ibu yang saya wawancarai
dijalaninya dengan perasaan suka cita. Pada tahapan ini, adanya
pengetahuan akan berlangsungnya persalinan itu dilakukan kegiatan-
kegiatan yang setidaknya bisa mengalihkan persaan takut ataupun
tegang tersebut. Barulah setelah persalinan itu akan berlangsung
maka mereka akan mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan.
2. Terbentuknya Persepsi di Balik Kianak Kalena
Terbentuknya sebuah persepsi sebagaimana yang dijelaskan
oleh Jalaluddin Rakhmat bahwa persepsi muncul akibat adanya
pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 102
maka apa yang menjadi persepsi tentang persalinan dimana Ma’
Angga menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja
adalah tentunya melewati apa yang disebut sebagai pengalaman
tentang apa yang dialaminya. Pengalaman yang dialami seseorang
disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative dalam artian
tidak ada pihak yang dirugikan maka pada dasarnya hal tersebut akan
bernegosiasi dengan pengetahuan lainnya.
Dari pengalaman yang dialami selama Ma’ Angga berada di
Lembang Ballopasange dan tidak terkecuali di kampung halamannya
sendiri, kebiasaan melahirkan sendiri tidaklah sebagaimana apa yang
ditakutkan oleh orang pada umumnya. Pengalaman yang dilihatnya
dari orang tuanya ataupun oleh tetangganya menunjukkan hal yang
sangat berbeda. Ia menjelaskan bahwa di setiap pengalamannya
menunggui tetangganya atau keluarganya yang melahirkan sendiri ia
belum pernah mendengar rintihan yang begitu kerasnya yang bisa jadi
rintihan tersebut sebagai ekspresi dari rasa sakit. Begitupun halnya
dengan persoalan pendarahan yang diakibatkan oleh persalinan, ia
sama sekali belum menemukan kasus dimana seorang ibu meninggal
ataupun sakit karena diakibatkan pendarahan yang berlebihan. Ia
mengatakan bahwa dari setiap yang dilihatnya, sebagaian besar
persalinan yang dilakukan berjalan mudah dan tidak memakan waktu
yang banyak. Apa yang dilami oleh Ma’ Angga dijadikannnya sebagai
bagian pengetahuan yang perlahan membentuk pengetahuannya
tentang bagaimana menyikapi persalinan itu.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 103
Hal ini sejalan juga dengan apa yang dinyatakan oleh Ma’ Rian,
selama ia hidup di Lembang Ballopasange, baik yang disaksikannya
sendiri ataupun yang didengarnya menunjukkan bahwa kianak kalena
itu menimbulkan rasa sakit sebagaimana yang dipahami oleh orang
pada umumnya. Dari kisah yang dinyatakan oleh Ma’ Rian, rata-rata
bagi para ibu yang kianak kalena membahasakan bahwa proses
tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Rasa sakit memang ada tapi
diibaratkan sebgai goresan pisau saja.
Ada begitu banyak medium pengetahuan yang membentuk
orang perorang dewasa ini. Namun apa yang tersampaiakan (dalam
hal ini pengetahuan) diartikan berbeda dengan sang penerima pesan.
Salah satu medium dalam menyampaikan resiko persalinan yang
dilakukan secara tidak benar atau diluar prosedural adalah bidan atau
tenaga kesehatan profesional lainnya. Resiko pendarahan, infeksi
bahkan kematian adalah penyampaian yang rutin disampaikan oleh
bidan Ina beserta bidan lainnya disaat melakukan sosialisai kesehatan
ibu dan anak namun masih ada saja warga yang tetap memilih untuk
kianak kalena atau dibantu oleh to’mappakianak. Bagi mereka adalah
hal yang hanya menjadi wacana tanpa dialami sepenuhnya akan tidak
terlalu berdampak dalam praktik mereka. Pada titik ini mereka memiliki
pengetahuan sendiri dalam menyikapi persoalan hidup mereka tidak
terkecuali dengan persoalan persalinan mereka.
Ma’ Kaso’ misalnya selama ia muda sampai dengan hidupnya
saat ini, ia belum menemukan kenyataan dimana terjadi kematian yang
diakibatkan oleh persalinan yang dilakukan sendiri. Dari
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 104
pengalamannya selama menemani orang tuanya dalam membantu
persalinan para ibu di Lembang Ballopasange ia sangat jarang melihat
kesakitan yang berarti. Ia menyatakan bahwa mereka yang hidupnya
‘termanjakan’ oleh kehidupan kota yang membuat mereka tidak bisa
seperti mereka. Keseharian Ma’ Kaso’ dan sebagian besar ibu-ibu
yang ada di Lembang Ballopasange untuk bekerja mengangkat batu
dan pasir di sungai terasa cukup berat dibandingkan mengeluarkan
seorang bayi dari Rahim mereka. Dalam konteks ini ada kondisi
dimana mereka bisa memperbandingkan kondisi kehidupan keseharian
mereka dengan proses persalinan itu sendiri. Menurut Ma’ Kaso’,
keseluruhan proses persalinan hanya membutuhkan waktu sekitar
sejam atau dua jam yang meliputi persiapan hingga pemotongan tali
pusar selebihnya adalah rasa bahagia karena mendapatkan reseki dari
tuhan berupa seorang bayi dibandingkan keseharian mereka yang
harus banting tulang mencari batu di sungai.
‘Mungkin mereka yang hidup di kota yang hanya menonton
televisi akan merasa takut kalo mau melahirkan, apalagi kalo sudah
sering nonton film atau sinetron yang menampilkan orang melahirkan,
pasti dia takut nanti’, ungkap Ma’ Kaso’. Apa yang diungkap oleh Ma’
Kaso’ ini adalah cerminan bagaimana pengetahuan yang terbentuk
pada diri seseorang untuk lebih resisten akan kondisi kesehatan
mereka terlebih disaat menyangkut persoalan hidup mati seseorang.
Bagi Ma’ kaso dan sebagaian besar ibu-ibu yang hidupnya bekerja di
sawah, sungai atau di kebun kopi mereka, hal-hal yang menyangkut
kematian pada saat persalinan tidaklah tercerap secara merata dalam
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 105
bagian pengetahuan mereka. Pada dasarnya mereka lebih
mengutamakan untuk bagaimana menjalani kehidupan mereka
sebagaimana adanya. Segala hal yang dianggapnya sebagai
penghalang mereka untuk beraktivitas dijauhkan dalam alam pikir
mereka.
Pencerapan pengetahuan tidaklah selalu sama antara orang
perorang, apa yang disampaiakan oleh Ma’ Kaso’ diatas sebagai
contoh bagaimana pengetahuan yang dimiliki seseorang berdampak
pada pilihan tindakan yang akan dijalaninya. Bagi Ma’ Kaso’ yang
kesehariannya bergelut dengan sawah, sungai ataupun kebun kopi
meskipun tidak dipungkiri juga memiliki pengetahuan medis
sebagaimana yang dianjurkan oleh tenaga medis profesional masih
menjadi pengetahuan yang diwariskan dari orang tuanya dalam
menyikapi persoalan persalinannya. Apa yang dilaminya selama hidup
lebih menjadi hal yang dominan dalam menentukan pilihannya dalam
persoalan persalinan yang dilakukannya dibandingkan dengan
melakukan apa yang ‘diharuskan’ oleh tenaga media profesional.
Praktik-praktik persalinan yang dialaminya lebih dirasakan oleh Ma’
Kaso sebagai suatu hal yang lebih mudah dibandingkan harus
melakukan lagi sesuatu hal yang sama sekali baru bagi dirinya.
Sampai disini saya melihat bahwa kebiasaan yang pada mestinya
membuat kemudahan dan sama sekali tidak menggangu aktivitas
sosial menjadi alasan yang turut membentuk persepsi mereka.
Ketakutan dengan sendirinya menurut Ma’ Kaso’ akan hilang
dengan sendirinya disaat dijalaninya sebagai suatu hal yang biasa-
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 106
biasa saja. Saya melihatnya bahwa dengan aktivitas yang terbilang
padat menjadi pengalih dari rasa takut dalam menghadapi persalinan
yang akan dilakukan. Ma’ Kaso’ menjelaskan bahwa ketakutan untuk
menghadapi persalinan itu terletak dalam pikiran, selama pikiran tidak
selalu bertumpu pada persoalan yang membebani tindakan-tindakan
nantinya secara perlahan akan hilang dengan sendirinya.
Saya teringat akan apa yang dikatakan oleh Pak Rian di teras
rumahnya. Saat itu ia berkisah tentang dirinya yang diwaktu muda dulu
selalu ingin menguji kehebatan setiap orang yang datang di
kampungnya. Oleh karena itu ia selalu memasang persaan curiga
disaat ia berjumpa dengan orang yang dianggapnya baru. Hal itu
kemudian terbawa disaat ia merantau di Kota Makassar yang akhirnya
membuat dirinya sakit karena terlalu memforsir pikirannya akan
sesuatu hal yang belum tentu menimpa dirinya. Menurutnya perasaan
takut itu akan selalu ada pada setiap orang namun tidak semestinya itu
dijadikan beban dalam pikiran. Sekaitan dengan hal ini, Pak Rian
selalu menanamkan kepada istri dan anak-anaknya bahwa menjalani
hidup adalah sesuai dengan tuhan minta, apa yang dikatakan oleh
tuhan itulah yang benar. Pemaknaan akan apa yang disampaikan oleh
perbincangan saya dengan Pak Rian sehubungan dengan proses
persalinan dalam kaitannya dengan rasa sakit adalah pengetahuan
yang berlebihan akan sesuatu akan membentuk pikiran seseorang
dalam menafsirkan sesuatu hal. Pikiran yang berlebihan tentang rasa
sakit pada saat terjadinya persalinan adalah hal yang lumrah terjadi
sebagaimana yang diungkapkan oleh Ma’ Kaso’ yang mengibaratkan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 107
proses tersebut kurang lebih sama dengan orang yang mengelurakan
hajat.
Ada kecendrungan bahwa tidak adanya pengalaman dalam
keterlibatan langsung dalam proses persalinan akan membuat
pengetahuan akan hal itu tidak dimiliki sama sekali. Keterbatasan
pengalaman ini kemudian mengarahkan pada satu pengetahuan saja
yang menjadi rujukan untuk menilai sesuatu hal. Bisa jadi kemudian
adanya pengalaman dalam menyaksikan persalinan sendiripun bisa
mengakibatkan persaan traumatic yang begitu mendalam. Tidak
adanya kebiasaan untuk melihat darah misalnya adalah suatu hal yang
bisa jadi turut membentuk perasaan traumatic itu muncul. Namun
sebagaimana yang terjelaskan diatas bahwa dalam keseharian mereka
di Lembang Ballopasange untuk persoalan kerasnya hidup adalah hal
yang menjadi biasa bagi mereka yang akhirnya membentuk kebiasaan
bagi mereka untuk hidup sebagaimana adanya.
Darah ataupun luka bagi informan yang saya wawancarai
adalah hal yang lumrah terjadi terlebih pada saat persalinan
berlangsung. Pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya selama
ini turut membentuk tindakan yang akan dilakukan. Disini saya melihat
begitu kompleksnya pengetahuan mereka dalam menyikapi setiap
persoalan yang dialaminya dan bagaimana ia harus memperlakukan
dirinya disaat diperhadapkan dengan kondisi tersebut. Adalah hal yang
menurut saya terbentuk berdasarkan interpretasi mereka terhadap
alam fisik dan budaya yang melingkupinya. Apa yang dilakukan
misalnya pada saat pendarahan terjadi disaat persalinan adalah
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 108
dengan mengikat tangan atau jempol mereka adalah suatu mekanisme
tersendiri bagi mereka dalam melakukan penetrasi terhadap apa yang
dialaminya meskipun secara medis hal tersebut tidaklah logis. Namun
dalam kenyataannya sepanjang pengalaman mereka hal tersebut
ampuh dalam menetralisir pendarahan yang terjadi di saat persalinan.
Hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa pada kenyataannya pendarahan
yang terjadi di saat persalinan adalah suatu hal yang wajar terjadi dan
hal itulah yang selalu dipegang oleh Ma’ Rian, Ma’ Angga, Ma’ Kaso’
dan Ma Roni.
Parsudi Suparlan19 menyatakan kebudayaan lahir dari hasil dari
interpretasi seseorang yang kemudian menjadi kebiasaan dan dijalani
sebagaimana adanya. Dalam konteks ini persalinan yang terjadi
merupakan hal yang alami dan wajar terjadi pada diri seorang
perempuan. Ma’ Rian baranggapan bahwa itulah kodrat perempuan
yang tidak dimiliki oleh seorang lelaki dan hal tersebut adalah hal yang
pastinya dilewati oleh seorang perempuan yang memiliki suami.
Adapun kemudian resiko akan terjadinya pendarahan, kontraksi atau
kematian sekalipun, dianggapnya sebagai resiko yang menjadi bagian
kesempurnaannya sebagai seorang perempuan.
Keadaan sakit pada saat persalinan kemudian diilustrasikan
sebagai sebuah hal yang pada dasarnya nyata adanya. Penyikapan
dalam memaknai sakit diartikulasikan sejauhmana kondisi tersebut
mempengaruhi aktivitas sosial yang dilakukan. Dipahami bahwa dalam
proses persalinan yang berlangsung di pelayanan kesehatan
19ibid
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 109
semisalnya di rumah bersalin ataupun di puskesmas membutuhkan
waktu yang cukup lama dimana dalam keadaan seperti itulah waktu
yang dianggapnya bernilai ekonomis dan sosial tersita oleh karena
harus menunggu persalinan yang pada kenyataannya tidaklah
diketahui kapan akan terjadi. Bagi Ma’ Roni misalnya, berdasarkan
pengalamannya melahirkan dua kali layanan kesehatan membuatnya
merasa terganggu aktivitasnya yang secara psikologis membuatnya
merasa ‘kebebasannya’ terkungkung. Aktivitas yang dilakukannya
selama di pelayanan kesehatan cukup dibatasi oleh karena adanya
anjuran bidan untuk tidak terlalu melakukan aktivitas yang dirasa tidak
perlu untuk dilakukan. Akhirnya ia hanya tinggal tidur bermalasan-
malasan selama beberapa hari menunggu waktu ‘eksekusi’
persalinannya. Padahal menurutnya setelah membandingkannya
dengan kelahiran anaknya yang dilahirkan sendiri persoalan sakit
disaat persalinan tidaklah sebagaimana mestinya yang dibayangkan
oleh banyak orang. Justru dalam kondisi demikian Ma’ Roni
merasakan bisa lebih berkonsentrasi penuh dan tidak perlu lagi
merasakan kebebasanya untuk melakukan aktivitas terpenjara.
Dalam kenyataan seperti ini saya melihat kecendrungan bahwa
bukan hanya rasa sakit atas keluarnya bayi dari vagina pada saat
persalinan yang menjadi salah satu indikator dalam mempersepsikan
rasa sakit, namun ada kondisi dimana waktu yang seharusnya
dilakukan untuk beraktivitas ‘terbuang’ hanya karena harus menunggu
pra dan pasca persalinan. Dalam proses menunggu itulah kemudian
yang dirasa sebagai kondisi dimana ia pada dasarnya tidak merasakan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 110
sakit namun membuatnya menjadi seperti orang sakit. Dalam konteks
seperti ini, sakit menjadi penilaian sosial bukan sebagai kenyataan
individual atau persoalan biologis semata. Kondisi sakit kemudian
dinyatakan oleh orang perorang disaat mereka tidak mampu
menjalankan apa yang menjadi perannya dalam masyarakat.
Sore hari pasca Ma’ Rian melahirkan sudah turun kembali ke
sungai untuk mencuci kain yang digunakannya pada saat persalinan.
Apa yang nampak dari raut wajahnya sebagai bentuk kesakitan atau
kelelahan setelah melahirkan tidaklah terlalu tampak. Saya tidak habis
pikir bagaimana kuatnya mereka ini yang sudah susah payah
mengeluarkan seorang bayi dari lubang yang begitu kecilnya namun
tidak sedikitpun memperlihatkan perasaan sakit di wajahnya. Saya
kemudian merangkai dari apa yang saya dapatkan dari hasil
wawancara yang saya lakukan yang menyatakan bahwa persalinan
tidaklah sebagaimana orang umum memahaminya. Bagi mereka
melahirkan tidak lebih hanyalah persoalan dimana mereka harus
jongkok, duduk atau terlentang dan sedikit tenaga untuk mendorong
bayinya untuk keluar dari vagina mereka. Saya teringat pada apa yang
dikatakan oleh bidan Ina bahwa bagi perempuan yang memiliki pinggul
besar dan aktivitas keseharian mereka yang cukup aktif akan
memungkinkan mereka lebih mudah untuk melahirkan. Dalam konteks
seperti yang dikatakan oleh bidan Ina ini menjadi jelas disaat saya
menyaksikan bahwa dalam aktivitas keseharian mereka
memungkinkan adanya kemudahan dalam persalinan mereka. Adalah
tindakan-tindakan atau prilaku yang dilakukan yang secara tidak
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 111
disadari membuat kondisi dimana mereka memiliki kemampuan yang
berbeda dalam menjalani proses persalinan dibandingkan bagi mereka
yang hidup di daerah perkotaan yang memungkinkan mereka tidak
atau jarang melakukan aktivitas sehari-hari sebagaimana di Lembang
Ballopasange.
Merasa lebih mudah untuk melahirkan adalah jawaban yang
saya rasa mumpuni untuk menjelaskan kenapa kemudian mereka
menyatakan proses persalinan tersebut adalah hal yang biasa-biasa
saja. Dari keempat perempuan yang saya jadikan informan kunci
dalam menjelaskan kianak kalena mengatakan bawa selama ia
bersalin sendiri tanpa dibantu oleh bidan ataupun to’mappakianak rata-
rata mereka melaluinya dalam waktu yang cukup cepat. Dari proses
menunggu kontraksi sampai dengan persalinan terjadi hingga
pemotongan ari-ari dan keluarnya plasenta mereka pada umumnya
mengatakan hanya membutuhkan waktu satu atau dua jam saja. Untuk
proses keluarnya bayi dari lubang vagina, menurut mereka hanya
membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit saja. Hal ini dimungkinkan
terjadi sebagaimana yang saya gambarkan pada bab sebelumnya
bahwa adanya kemampuan mereka untuk mengetahui tanda-tanda
waktu persalinan mereka dan tentunya adanya pengetahuan dan
pengalaman mereka dalam membantu dorongan kepada bayi untuk
mencari jalan keluarnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ma’ Kaso’,
rata-rata anak yang dilahirkannya hanya butuh waktu lebih kurang 30
menit dan seingatnya ia hanya membutuhkan tiga atau lima kali
dorongan saja dan bayinyapun keluar. Adalah hal yang selalu
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 112
diibaratkan oleh mereka sekaitan proses persalinan mereka yaitu
adanya kecendrungan untuk menjelaskan mengeluarkan bayi dalam
perut tersebut sebagaimana layaknya mengeluarkan hajat. Mereka
menganalogikan seperti ini bahwa orang yang tidak bisa membedakan
kapan waktunya hajat tersebut dikeluarkan mereka akan berlama-lama
jongkok namun ketika ia bisa membaca tanda kapan waktunya
mendorong, proses itu akan mudah dengan sendirinya. Ma’ Kaso’
menjelaskan hal ini, ‘kalo kita mau buang air lebih mudah keluarnya itu
kalo kita sudah rasa yang mau keluar itu sudah ada di ‘pintu’
dibandingkan kalo masih ada di tengah-tengah, kita rasa itu bayi
bergerak di dalam dan bagaimana kepalanya sundul-sundul kita punya
‘anu’, ungkapnya sambil tertawa terbahak memperlihatkan giginya
yang nampak kuat mengakar.
Hal yang berbeda disaat saya berada di puskesmas Malimbong,
sekitar pukul 13.45, seorang ibu muda dibawa oleh suami dan orang
tuanya dengan mengendari sebuah truk. Ibu muda ini akan melahirkan
anak pertamanya. Sambil memapah kandungannya nampak lelah di
wajahnya ibu muda ini memasuki ruang persalinan. Setelah dilakukan
pemeriksaan menurut bidan masih dalam pembukaan satu dan itu
berarti harus menunggu sampai pembukaan terakhir. Ibu muda inipun
akhirnya dianjurkan untuk berbaring di tempat tidur sambil istirahat.
Sampai malam menjemput belum ada tanda yang secara signifikan
akan terjadinya proses persalinan meskipun sesekali sang ibu muda
berteriak kesakitan. Menurut sang suami, ia dan istrinya terlebih
mertuanya pada dasarnya tidak ingin membawa istrinya ke puskesmas
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 113
namun atas desakan keluarga dan kebetulan keluarga yang
menyarankan adalah salah satu tenaga medis di puskesmas yang
memiliki jabatan structural yang cukup tinggi akhirnya ia membawa
istrinya ke puskesmas. Menurutnya, ia tadinya bersama istri akan
menjalani proses kelahiran anak pertamanya dibantu oleh bidan atau
to’mappakianak di rumahnya.
Sampai jam pukul 22.00 belum ada tanda-tanda yang
menunjukkan adanya proses kelahiran dalam waktu dekat. Bidan Ina
mengatakan bahwa kondisi si ibu cukup lemah untuk melakukan
pancingan kepada bayinya untuk keluar yang memungkinkan
terjadinya pembukaan cepat. Inilah menurut bidan Ina perlunya untuk
melakukan kegiatan olahraga semisal jalan kaki disaat menjelang
kelahiran bayi agar napas dan fisik bisa kuat. Akhirnya kurang lebih
pukul 23.00 bidan Ina mengatakan sudah waktunya sang ibu untuk
melahirkan. Sayangnya pada saat itu laki-laki tidak bisa ikut masuk
dalam ruang persalinan sehingga saya hanya bisa mendengar
bagaimana bidan Ina membimbing pasiennya untuk melakukan
dorongan agar sang bayi keluar. Hanya bidan bantu saja yang keluar
masuk pintu mengambil kaos tangan dan gunting yang nampak. ‘ya,
sedikit lagi, ambil napas baru dorongi lagi le’, begitu yang terdengar
dari balik ruang persalinan. Jam di HP saat itu sudah menunjukkan
00.45 namun belum ada suara bayi yang terdengar menangis barulah
sekitar pukul 01.35 suara rintihan keras terdengar dan rengekan
bayipun menyeruak diantara suara bidan Ina dan bidan bantu lainnya.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 114
Apa yang dikisahkan diatas adalah sebentuk pengalaman
melahirkan yang menggambarkan bagaimana persalinan tersebut
membentuk pemahaman bahwa pengalaman seseorang dengan
sendirinya akan membentuk sebuah persepsi yang besar
kemungkinannya akan berbeda antara satu dengan lainnya.
Pengalaman beserta segenap pengetahuan yang berada
dibelakangnya kemudian mengarahkan pada pilihan-pilihan untuk
melakukan tindakan yang bisa jadi antara satu individu dengan individu
lainnya menampakkan hal yang berbeda pada tataran praksisnya.
Persalinan kemudian oleh beberapa ibu-ibu di Lembang
Ballopasange dipersepsikan sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja.
Sebagai sebuah lingkaran hidup yang akan dijalani oleh setiap
perempuan yang berkeluarga. Pahaman bahwa segala hal yang akan
mencari jalannya sendiri sebagaimana yang dikisahkan oleh Pak
Dasman menjadi telaah yang cukup baik dalam menjelaskan
bagaimana persalinan dipersepsikan sebagai suatu hal yang biasa-
biasa saja. Menurutnya kehidupan adalah batasnya, semua memiliki
takdirnya sendiri. Bahwa seorang bayi yang ada dalam perut sudah
ditakdirkan akan keluar pada waktunya entah itu nantinya keluar dalam
waktu yang secara umum dipahami atau tidak. Dalam proses
keluarnyapun ada yang dibantu dan ada yang akan keluar sendiri. Dari
sini saya melihat bagaimana takdir menjadi pegangan kuat bagi ibu-ibu
di Lembang Ballopasange dimana melalui pemahaman takdir
tersebutlah mereka menjadikannya setiap yang ada berjalan
sebagaimana adanya.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 115
Sampai pada paragraf ini, adanya persepsi yang menyatakan
bahwa persalinan sebagai suatu hal yang ‘biasa-biasa saja’
memberikan kesan bagaimana para ibu-ibu yang ada di Lembang
Ballopasange melakukan interpretasi terhadap pengalaman dan
pengetahuan yang membentuknya. Menyangkut pengalaman dan
pengetahuan, saya sedikit akan menyinggung apa yang dikatakan oleh
Darmawan Salman20 (2012 : 138) bahwa proses kehidupan berjalan
pada dua aras pengetahuan yaitu pertama, aras pengetahuan yang
berlandaskan pada pengetahuan ilmiah dan kedua adalah
pengetahuan ekpresensial yang hidup dalam keseharian masyarakat
pendukungnya. Apa yang tergambar dalam proses kianak kalena
menampakkan kedua hal yang dimaksudkan oleh Darmawan Salman
ini, pengetahuan ilmiah kemudian mendapatkan tempatnya dalam
kebiasaan para ibu-ibu di Lembang Ballopasange untuk memeriksakan
kehamilannya di posyandu dalam dalam kondisi tertentu penerapan
praktik tradisional masih juga di praktikkan. Melalui pengetahuan
eksprensial ini, apa yang disebut sebagai tradisi menampakkan
wajahnya. Apa yang menjadi tradisi kemudian dimaknai oleh
masyarakat sebagai pengetahuan-pengetahuan yang memberikan
kontribusi terhadap praktik-praktik yang dilakukan tidak terkecuali
dalam hal persalinan.
Bisa dikatakan bahwa tidak ada praktik yang dilakukan dalam
ruang sosial lepas dari pengetahuan. Menempatkan kebudayaan
20Darmawan Salman dalam bukunya Sosiologi Desa : Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas menjelaskan bahwa ada dua jenis pengetahuan yang teraplikasi dalam terdorongnya revolusi senyap pada berbagai tipe desa. Jenis pengetahuan pertama adalah pengetahuan ilmiah yang gerasal dari luar desa dan jenis penegetahuan yang kedua adalah penegtahuan ekprensial yang berkembang dalam komunitas itu sendiri. Pengetahuan ini terapresiasi kembali setelah pemikiran postmoderenisme semakin berpengaruh, mempromosikan narasi kecil dan mendekontruksi narasi besar yang disajikan oleh modernisasi.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 116
sebagai proses maka memandang sebuah tindakan atau praktik
dengan pengetahuan yang terlibat didalamnya tentu adalah hal yang
tidak bisa terpisah satu sama lain. Parsudi Suparlan (2003 : 19)
Sebagai pengetahuan, kebudayaan dinyatakan sebagai suatu satuan
ide yang ada dalam kepala manusia dan bukan suatu gejala (yang
terdiri atas kelakuan dan hasil kelakuan manusia). Sebagai satuan ide,
kebudayaan terdiri atas serangkaian nilai-nilai, norma-norma yang
berisikan larangan-larangan untuk melakukan suatu tindakan dalam
menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam, serta
berisi serangkaian konsep-konsep dan model-model pengetahuan
mengenai berbagai tindakan dan tingkah laku yang seharusnya
diwujudkan oleh pendukungnya dalam menghadapi suatu lingkungan
sosial, kebudayaan, dan alam. Jadi nilai-nilai tersebut dalam
penggunaannya adalah selektif sesuai dengan lingkungan yang
dihadapi oleh pendukungnya.
Dalam konteks kekinian dimana setiap orang terhubung satu
sama lain, disaat orang perorang dimungkinkan untuk mendapatkan
pengetahuan tidak saja pada satu sumber pengetahuan maka bisa jadi
apa yang menjadi kebiasaan yang diwariskan dari penganut
kebudayaan sebelumnya menjadi hilang atau pada titik tertentu
kebudayaan tersebut berada pada proses dimana berlangsungnya apa
yang disebutkan sebagai proses asimilsasi atau akulturasi.
Kebudayaan kemudian mendapatkan wajahnya dalam sebuah
kontekstualisasi ruang dan waktu yang senantiasa berdinamika dalam
pemenuhan kebutuhan penganutnya. Sebagai suatu hal yang
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 117
diwariskan kebudayaan kemudian tidak bisa lagi dipahami sebagai
suatu hal yang berdiri dengan sendirinya yang serta merta
mengharuskan orang perorang didalamnya menerima apa yang
diwariskan tersebut sebagaimana adanya. Kebudayaan dalam hal ini
harus dilihat sebagai sebuah proses belajar dimana didalamnya
menurutkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki pelaku-pelaku
yang terlibat di dalamnya.
Kianak kalena adalah sebentuk tindakan yang oleh sebagian
ibu-ibu di Lembang Ballopasange masih dipraktikkan dalam proses
persalinan mereka. Bagi mereka praktik tersebut diakuinya sebagai
sebuah hal yang diwariskan secara turun menurun dari orang-orang
tua mereka sebelumnya. Sebagai sebuah hal yang diwariskan, kianak
kalena serta merta tidaklah kemudian bisa dikatakan sebagai suatu hal
yang secara alamiah ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Lembang Ballopasange melainkan ia melalui proses belajar.
Menempatkannya sebagai proses belajar, kianak kalena tentunya tidak
bisa dilihat sebagai suatu hal yang secara formal diberikan oleh orang
tua mereka sebagaimana pendidikan formal yang ada sekarang
melainkan melalui sebuah pengalaman yang dilalui secara bersama.
Kebiasaan ini diwariskan berdasarkan apa yang mereka lihat, alami,
resapi pada saat orang tua atau tetangga-tetangga mereka melakukan
persalinan.
Dalam penerapannya, kianak kalena untuk konteks sekarang
dimana begitu banyaknya pilihan tentang siapa yang akan menjadi
penolong persalinan tidaklah menjadi sebuah keharusan untuk
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 118
dilakukan. Bagi ibu-ibu di Lembang Ballopasange mempergunakan
seluruh apa yang ada saat ini dalam rangka menjamin keselamatan
dirinya dan bayinya adalah hal yang mutlak untuk dilakukan. Hal yang
menarik adalah adanya kecendrungan bahwa kianak kalena
menunjukkan bagaimana praktik ini dijalankan masih mendapatkan
legitimasinya dalam masyarakat. Kianak kalena dipandang sebagai
suatu hal yang tidak melanggar aturan-aturan yang berlaku di
Lembang Ballopasange. Adalah kebiasaan ini dianggap sebagai
kewajaran ditengah menggencarnya pengetahuan-pengetahuan medis
moderen yang bisa dikatakan sedikit ingin menggeruskan apa yang
menjadi kebiasaan mereka.
Berbicara menyangkut kebiasaan yang diwariskan ini dengan
memakai apa yang dikatakan oleh Koenjaraninggrat sebagai proses
belajar maka hal yang ingin saya tunjukkan dalam pembahasan ini
adalah bagaimana proses belajar tersebut terjadi dalam keseharian
mereka. Ma’ Roni misalnya, ia bukanlah penduduk asli di Lembang
Ballopasange, secara kesukuan, ia merupakan perempuan yang
dilahirkan dalam suku bugis yang merupakan salah satu suku besar
yang ada di Sulawesi Selatan. Ia pada dasarnya juga pernah
mendengar apa yang menjadi kebiasaan ibu-ibu di Lembang
Ballopasange dalam urusan persalinan mereka. Hal tersebut
didengarnya dari orang-orang tua mereka dulu di kampungnya di tanah
bugis yang juga memparaktikkan hal tersebut namun seiring
berjalannya waktu dengan masuknya kebiasaan mempercayakan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 119
proses persalinan kepada dukun dan bidan maka lambat laun
kebiasaan tersebut menghilang.
Dalam kesehariannya yang sudah hampir tujuh tahun berada di
Lembang Ballopasange, Ma’ Roni begitu banyak melihat dan
mendengar kebiasaan masyarakat yang masih menerapkan kianak
kalena sebagai salah satu model persalinan mereka. Apa yang
dilihatnya membuat ia mendapatkan informasi bahwa persalinan
bukanlah suatu hal yang menakutkan atau menyakitkan. Menurutnya
tidak ada hal yang didengarnya bahwa dengan kianak kalena seorang
ibu atau anak yang dilahirkan dalam kondisi yang memprihatinkan
bahkan justru mereka nampak lebih sehat dibandingkan mereka yang
melahirkan di rumah sakit ataupun di puskesmas. Menurutnya
kebiasaan kianak kalena yang dilakukan oleh beberapa ibu-ibu di
Lembang Ballopasange tidaklah kemudian menghilangkan peran
seorang bidan terlebih to’mappakianak. Dari apa yang dilihatnya rata-
rata mereka memanggil bidan atau to’mappakianak dalam proses
persalinan mereka meskipun peran tersebut tidak melibatkan mereka
dalam proses persalinan seutuhnya. Mereka pada dasarnya lebih
mempercayakan mereka untuk melakukan pemotongan tali pusar bayi
mereka. Adalah hal yang masih dipegang oleh mereka bahwa
kebersihan sangat mempengaruhi dalam proses pemotongan tali pusar
seorang bayi. Karena mereka sadar apa yang dilakukan selama proses
persalinan tersebut tidak menutup kemungkinan tangan atau badan
mereka dalam kondisi yang tidak bersih.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 120
Ma’ Angga meskipun bukan penduduk asli Lembang
Ballopasange namun ia merupakan orang Toraja asli, ia adalah
penduduk yang berasal dari Lembang Sangkaropi yang masih berada
di wilayah administrative Kecamatan Sa’dan. Menurutnya kebiasaan
kianak kalena adalah suatu hal yang sudah biasa dalam
kesehariannya. Dalam candanya ia mengatakan bahwa dirinya adalah
salah satu produk kianak kalena dan begitupun halnya dengan
saudara-saudaranya. Di kampung asalnya masih ada beberapa
perempuan yang kianak kalena terutama mereka yang berada jauh
dari puskesmas. Namun bagi mereka yang sudah memiliki pendidikan
dan ekonomi yang cukup telah meninggalkan kebiasaan tersebut dan
lebih mempercayakan proses persalinannya dengan dibantu oleh
bidan. Menurutnya, di kampungnya sudah bisa dijangkau oleh
kendaraan umum dan kondisi jalan disana lumayan baik dibandingkan
dengan jalanan menuju Lembang Ballopasange. Adanya kemudahan
tersebut menurut Ma’ Angga semakin mempermudah untuk
mengakses puskesmas. Disanapun menurut Ma’ Angga jumlah
to’mappakianak terbilang banyak sehingga bagi mereka yang tidak
menyempatkan diri untuk ke puskesmas atau memanggil bidan maka
mereka akan mempercayakan persalinannya pada to’mappakianak.
Sebagai hal yang diwariskan, kianak kalena dalam praktiknya
saat ini tidaklah terlalu dipandang lagi sebagai suatu hal yang
bernuansa mistis. Dulu katanya dalam proses tersebut ada banyak
ritual yang dilakukan dalam rangka mengusir roh-roh jahat yang
memungkinkan terjadinya tidak lancarnya seorang bayi keluar. Ritual
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 121
semisalnya menghamburkan garam atau jeruk disekeliling rumah
adalah suatu hal yang mesti dilakukan untuk menjadi penjaga dari
kemungkinan datangnya bombo yang sangat menyukai wangi bayi.
Menurut Ma’ Rian, bombo yang dikenalnya sebagai mahluk halus
sangat peka penciumannya disaat seseorang akan melahirkan,
makanya dalam setiap proses persalinan mereka diajarkan oleh orang
tua untuk menghamburkan garam di sekitar rumah mereka agar
bombo tidak mendekat.
Bagi mereka apa yang diwariskan oleh orang tua mereka dahulu
bukanlah suatu hal yang mengikat dan harus dijalankan. Menurut
orang tua mereka jika memang seandainya ia tidak merasa kuat untuk
kianak kalena maka panggillah dukun atau dokter, hal ini dikarenakan
bahwa bisa jadi kehidupan sehari-hari mereka sudah berbeda dengan
kehidupan orang tua mereka dulu yang setiap harinya beraktivitas.
Seorang ibu yang saya jumpai dimana dimasa mudanya dulu juga
mempraktikkan kianak kalena menyatakan bahwa kondisi sekarang
sudah berbeda sekarang, anak-anak sudah pintar dan semua yang
dilakukan sudah tidak perlu lagi mengeluarkan tenaga, semisalnya
memasak. Katanya dulu, untuk memasak mereka harus ke hutan untuk
mencari kayu yang tentunya memerlukan banyak tenaga, sekarang
sisa memasang colokan, nasi sudah bisa matang. Sang ibu ini
mengatakan bahwa anaknya yang tinggal di Rantepao sudah pasti
tidak bisa kianak kalena karena ia tidak terlalu banyak bergerak dan
hal itu merupakan hal yang wajib untuk dilakukan agar mempermudah
proses kelahiran bayi nantinya.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 122
Wawancara yang saya lakukan dengan ibu-ibu yang pernah
melahirkan sendiri pada umunya mangatakan bahwa kebiasaan
tersebut menjadi terlembagakan di Lembang Ballopasange karena
mereka menganggapnya bahwa tidaklah ada perubahan yang begitu
berarti apa yang dilakukan oleh orang tua mereka dengan apa yang
dilakukan mereka saat ini. Kebiasaan-kebiasaan untuk tetap
beraktivitas meskipun dalam kondisi hamil masih mereka jalankan.
Begitupun halnya dengan pantangan-pantangan yang dianjurkan
masih tetap dijalankan meskipun dalam konteks tertentu apayang
menjadi pantangan tersebut seringkali diperhadapakan dengan
kenyataan yang mengharuskan mereka untuk tidak melakukannya,
seperti misalnya mengkonsumsi sayuran yang dulunya dipantangkan,
seperti jantung pisang. Dari proses belajar yang berlangsung
menumbuhkan pemahaman bagi mereka bahwa meskipun kehidupan
sosial saat ini menunjukkan adanya perubahan yang cukup signifikan
namun kebiasaan-kebiasaan yang mereka jalani selama ini tidaklah
berubah sama sekali. Bahwa benar dengan masuknya medis moderen
yang pada titik tertentu memiliki pemahaman yang berbeda dengan
pengalaman atau kebiasaan orang tua mereka sebelumnya namun
mereka berkeyakinan bahwa pengetahuan yang masuk tersebut
tidaklah serta merta menghilangkan kebiasaan persalinan orang tua
mereka. Bagi mereka pengetahuan yang dibawa oleh medis moderen
memberikan pemahaman tersendiri dimana pengetahuan tersebut
menambah stok pengetahuan mereka. Menurut mereka selama apa
yang dipahami oleh mereka tersebut dianggapnya sebagai suatu hal
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 123
yang bisa memenuhi harapan-harapan mereka tentang apa yang ingin
dicapainya dengan sendirinya mereka akan menjalankan praktik-
praktik yang berasal dari luar kebiasaan mereka.
Pada umumnya, berdasarkan penjelasan Pak Welli, sebelum
masuknya bidan desa, warga di Lembang Ballopasange masih
terbilang terisolir dari pelayanan kesehatan moderen, masyarakat
hanya mengenal dua model persalinan yaitu dilakukan sendiri dan
dibantu oleh to’mappakianak. Menurut Pak Welli rata-rata ibu-ibu yang
ada di Lembang Ballopasange yang berumur diatas enam puluh tahun
bisa jadi pernah kianak kalena, hal tersebut dilakukan karena mereka
pada umumnya hanya mengenal dua model persalinan tersebut.
Kianak kalena adalah hal yang secara turun menurun dilakukan oleh
warga Lembang Ballopasange sehingga menurutnya menjadi hal yang
biasa bagi masyarakat Lembang Ballopasange jika ada yang kianak
kalena. Menurut Pak Welli bisa dihitung jari katanya ibu-ibu yang hidup
ditahun 80an melahirkan dengan mempercayakan bidan atau dokter.
Kalaupun itu terjadi menurutnya mereka jauh hari sebelumnya telah
berada di Kecamatan Sa’dan atau di Rantepao untuk melakukan
persalinannya dan kalaupun itu terjadi mereka rata-rata bertempat
tinggal disana.
Berkenaan dengan hal ini, Ma’ Rian juga menjelaskan bahwa
apa yang dilakukannya selama ini menyangkut proses kehamilan,
persalinan dan masa nifas didapatkannya melalui apa yang dilihat dari
pengalamannya selama berada di Lembang Ballopasange. Apa yang
dilihat dan didengarnya dijalani sebagaimana ia memaknai proses
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 124
tersebut. Ma’ Rian sendiri mengakui apa yang dialami pada dasarnya
memiliki perbedaan dengan apa yang dilakukan orang tuanya dahulu
karena ia tidak pernah melihat secara langsung bagaimana proses
persalinan yang dilakukan orang tuanya. Ia hanya mendapatkan
penggambaran dari orang tuanya bahwa bagaimana ia harus
menyikapi persalinannya disaat diperhadapkan pada kondisi dimana ia
tidak dibantu oleh siapapun. Ada begitu banyak cerita yang dia
dapatkan dari orang tuanya berkenaan dengan persalinan yang
dilakukan sendiri terutama dalam persoalan bagaimana ia harus
mengenal tanda disaat ia akan melahirkan dan bagaimana ia harus
memposisikan dirinya disaat akan melahirkan. Pengetahuan akan
posisi yang paling aman dan relative mudah disaat melakukan
persalinan yaitu posisi jongkok dengan menekuk lutut di lantai juga
didapatnya adari orang tuanya.
Kebiasaan-kebiasaan masyarakat sekelilingnya yang
memperlihatkan suatu hal yang biasa dan berjalan alamiah
membentuk pemahaman bagi Ma’ Rian bagaimana ia harus menyikapi
proses kehamilannya. Selama ia hidup di Lembang Ballopasange,
melahirkan sendiri bukanlah hal yang dianggap sebagai suatu hal yang
tabu untuk dilakukan. Menurutnya sebagian besar dari apa yang
dilihatnya tatkala ibu-ibu hamil untuk tetap bekerja di sawah ataupun di
sungai perlahan membentuk alam pikirnya bahwa kehamilan bukanlah
hal yang menjadi momok bagi seorang perempuan.
Ma’ Rian dalam membicarakan konteks hari ini dimana adanya
pemahaman bahwa persalinan lebih aman jika dibantu oleh bidan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 125
dibandingkan dengan dibantu oleh to’mappakianak atau dilakukan
sendiri tidaklah serta merta menjadikannya sebagai suatu hal yang
mesti diterima mentah-mentah. Ia beranggapan bahwa pada dasarnya
apa yang diakatakan oleh kalangan medis moderen tersebut tidaklah
salah sepenuhnya dengan melihat keseharian perempuan pada
umumnya saat ini yang tidak lagi sama dengan keseharian orang tua
mereka sebelumnya, terutama bagi mereka yang tidak lagi melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang terlalu menggerakkan anggota badan.
Namun jika mereka masih memiliki aktivitas yang terbilang hampir
sama dengan keseharian orang tua mereka sebelumnya menjadi hal
yang wajar jika beberapa ibu-ibu di Lembang Ballopasange untuk bisa
melahirkan sendiri.
Dalam konteks ini, disaat diperhadapkan pada logika apakah
kianak kalena merupakan suatu hal yang pantas atau tidak pantas
dilakukan oleh para ibu-ibu di Lembang Ballopasange tidaklah menjadi
hal yang tabu. Kianak kalena menjadi suatu hal yang wajar atau biasa
di Lembang Ballopasange, ia menjadi sebagaimana yang dikatakan
oleh Berger21 sebagai proses objektivasi dimana setiap orang yang
berada di dalamnya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
sama dan menjadikan kenyataan tersebut sebagai suatu hal yang
bersifat apa adanya, dimana setiap praktik yang tampak tidak
memerlukan lagi penjelasan akan kebenaran dan keabsahannya.
21ibid
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 126
Penjelasannya kemudian ia menjadi kenyataan atau sebagaimana
Durkheim22 mengatakannya sebagai fakta sosial.
Apa yang saya saksikan selama berada di Lembang
Ballopasange semisal Ma’ Rian yang baru saja melahirkan anaknya
yang dilakukannya sendiri tidaklah menjadi bahan gunjingan dari para
tetangganya. Dari apa yang saya lihat, para tetangga Ma’ Rian justru
melihatnya sebagai suatu hal yang wajar saja untuk dilakukan. Selama
saya berada disana, kianak kalena tidaklah menjadi sebentuk
kebiasaan yang secara sengaja harus dihilangkan dalam praktik
persalinan di Lembang Ballopasange. Para bidan sendiripun dalam
konteks tertentu cukup memahami kebiasaan masyarakat tersebut,
meskipun mereka pada dasarnya menganggap hal tersebut sebagai
suatu hal yang fatal untuk dilakukan.
Saya teringat dengan salah satu bidan di puskesmas
Malimbong menyangkut kebiasaan masyarakat yang masih
menjalankan kebiasaan bersalin orang tua mereka terdahulu. Dalam
pemaparannya, sang bidan mengatakan bahwa kebiasaan tersebut
masih susah untuk diubah dikarenakan hal tersebut dirasa oleh
masyarakat bukanlah sebagai hal yang tabu untuk dilakukan. Suami,
orang tua, keluraga dan tetangga mereka menganggapnya sebagai
suatu hal yang wajar untuk dilakukan. Secara sadar sang bidan
mengakui bahwa dengan adanya pemahaman yang mewajarkan
persalinan sendiri untuk dilakukan menjadikan kebiasaan tersebut bisa
22 Emile Durkheim dalam Koenjraninggrat menyatakan bahwa dalam berpikir dan bertingkah laku manusia dihadapkan pada gejala-gejala atau fakta-fakta sosial yang seolah-olah ada di luar diri para individu yang menjadi warga masyarakat. Fakta sosial itu merupakan entitas yang berdiri sendiri lepas dari fakta-fakta individu
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 127
langgeng dalam keseharian masyarakat tidak terkecuali yang terjadi di
Lembang Ballopasange.
Kianak kalena disaat ditempatkan sebagai bagian dari praktik
persalinan masyarakat di Lembang Ballopasange memungkinkan
terjadinya pemahaman bersama antara para warga masyarakat. Hal ini
mengindikasikan bahwa antara tiap warga masyarakat memahami
praktik tersebut sebagai suatu hal yang pantas untuk dilakukan. Praktik
ini, sebagaimana warga memahaminya sebagai suatu hal yang biasa-
biasa saja dimana pada titik inilah kebudayaan suatu masyarakat
menjadi pengarah bagi keberlangsungan kehidupan sosial mereka.
Mengacu pada kenyataan bahwa kianak kalena sebagai suatu
hal yang telah menjadi bagian dari kehidupan persalinan masyarakat di
Lembang Ballopasange, mengkondisikan sebagian dari
masyarakatnya sebagai bangunan pengetahuan yang dimiliki secara
bersama. Kondisi sakit disaat persalinan diartikan oleh mereka sebagai
sebuah kewajaran dalam sebuah persalinan. Sebuah kondisi dimana
seseorang menafsirkan tentang sakit yang mengarahkan apakah
mereka membutuhkan orang lain sebagai pendamping atau penolong
persalinan mereka. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa
persalinan dianggapnya sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja maka
sangat tidak menutup kemungkinan mereka memang pada dasarnya
tidak menganggapnya sebagai kondisi dimana tubuh mereka
membutuhkan pertolongan. Ma’ Angga dalam menjelaskan kondisinya
disaat melahirkan sebagai suatu hal yang biasa saja terbentuk dari apa
yang dilihatnya selama ini. Pengalamannya dalam menyaksikan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 128
beberapa macam praktik persalinan baik itu dialkukan sendiri ataupun
dibantu oleh bidan menanampakan sebuah pengetahuan bahwasanya
persalinan itu pada dasarnya suatu hal yang bersifat alamiah. Hal ini
dikarenakan dari pengamatannya bahwa selama kandungan seorang
perempuan terbilang sehat saja maka persalinan akan berjalan lancar
dengan sendirinya. Ia beranggapan bahwa dengan
mengkondisikannya demikian maka persalinan akan berjalan dengan
sendirinya.
Sejalan dengan hal ini, Ma’ Kaso’ menjelaskan juga bahwa
meskipun seorang perempuan melakukan persalinan yang dibantu
oleh bidan pada dasarnya sang ibulah yang memiliki peran penting
sepanjang bayi memang berada pada posisi yang baik untuk keluar.
Pengalamannya melihat ibunya membantu persalinan warga di
lembangnya memperlihatkan kondisi dimana ibu yang dibantu tersebut
memiliki peran penuh, ibu Ma’ Kaso’ hanya memberikan arahan saja.
Terkecuali jika bayi yang berada dalam posisi yang tidak dimungkinkan
untuk keluar maka biasanya akan memiliki cerita lain. Menurut Ma’
Kaso’ disitulah pentingnya menjaga kesehatan kandungan disaat
hamil. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ‘sepanjang kandungan baik-
baik saja maka persalinan akan berjalan dengan lancar dan aman saja.
Dan semoga tuhan memberikan berkat’.
Dalam hubungannya dengan pencerapan pengetahuan
berkenaan dengan kesehatan ibu dan anak, ibu-ibu di Lembang
Ballopasange menerimanya melalui sosialisasi-sosialisasi kesehatan
yang dilakukan di saat dilakukannya kegiatan imunisasi di lembang
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 129
mereka. Sosialisasi ini diprakarsai oleh petugas kesehatan Puskesmas
Malimbong dan tidak jarang pula dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Toraja Utara.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Koentjraninggrat bahwa
kebudayaan merupakan proses belajar entah itu medium pembelajaran
melalui kegiatan formal atau non formal. Apa yang termaktub dalam
jagad kebudayaan sebagaimana yang tampak dalam prilaku orang
perorang menunjukkan sebuah rangkaian proses penyebaran dan
penyerapan pengetahuan yang saling berinteraksi satu sama lain.
Apa yang tampak pada saat beberapa kali posyandu yang
diadakan di Lembang Ballopasange, antusiasme terlihat begitu tinggi
dari ibu-ibu yang memeriksakan kehamilannya ataupun imunisasi ke
anak-anak mereka. Namun ada suatu hal yang tidak terlalu saya
dapatkan dalam proses pelaksanaan posyandu tersebut. Harapan
akan terjalinnya komunikasi yang aktif antara pelaksana posyandu
dengan ibu-ibu yang datang tidak terlalu nampak. Mungkin dalam
ukuran saya sebagai orang luar yang membayangkan bahwa dalam
setiap pemeriksaan tidak sekedar menempelkan alat ke perut ataupun
ke dada saja kemudian memberikan suntikan imunisasi namun lebih
dari itu selalu ada penjelasan tentang kondisi kandungan dan apa yang
mesti lakukan.
Wawancara yang saya lakukan dengan bidan Ina menyatakan
bahwa untuk sosialisasi kesehatan khususnya yang berkaitan dengan
kesehatan ibu dan anak biasanya dilakukan tiap enam bulan sekali.
Dalam pertemuan tersebut menurut bidan Ina disampaiakan akan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 130
pentingnya imunisasi pada saat hamil, manfaat dan resiko persalinan,
cara perawatan dan pengobatan bayi yang sakit. Bidan Ina pada
dasarnya menyadari bahwa sosialisasi atau penyuluhan seperti itu
tidaklah akan terlalu banyak berpengaruh pada tataran pengetahuan
masyarakat namun ia merasakan sendiri bahwa melalui kegiatan
tersebut antusiasme para ibu untuk datang memeriksakan kehamilan
atau memberikan imunisasi terbilang sukses.
Lebih lanjut bidan Ina mengatakan bahwa hal yang sepenuhnya
belum terlalu dilakukan sosialisasi pengetahuan yang sifatnya non
formal. Ia mengatakan bahwa komunikasi yang paling baik untuk
dilakukan adalah dengan melakukan komunikasi face to face antara
bidan dengan para ibu-ibu yang diperiksa. Dari komunikasi tersebut
akan terbangun kedekatan emosional yang baik. Hal yang disadari
oleh bidan Ina adalah masih adanya masyarakat yang
mempercayakan persalinan mereka ke dukun lebih dikarenakan pada
ikatan emosional tersebut dan hal tersebut belum begitu kuat
mengakar dalam komunikasi antara para bidan dengan masyarakat.
Untuk menyikapi hal tersebut ia menyarankan kepada teman-
temannya untuk lebih aktif melakukan komunikasi dengan para ibu-ibu
yang datang pada saat posyandu setidaknya memberikan penjelasan
tentang kondisi kehamilan, kesehatan bayi atau balita mereka terutama
pada saat dilakukan pemeriksaan. Hal tersebut akan memungkinkan
terbangunnya percakapan yang lebih akrab menurutnya.
Hal yang tampak senjang memang terlihat disaat pemeriksaan
dilakukan, dari beberapa kali saya melakukan kunjungan, sangat
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 131
jarang saya melihat adanya komunikasi antara bidan dengan ibu yang
diperiksanya. Mereka hanya menyuntik setelah itu memberikan obat
membacakan petunjuk pemakaiannya setelah itu tidak ada lagi
perbincangan. Inilah kemudian yang menjelaskan di setiap posyandu
yang dilakukan para ibu yang datang tidak terlalu dikenal raut
wajahnya oleh sang bidan. Hal yang sangat berbeda dengan apa yang
saya lihat pada saat salah seorang ibu di Lembang Ballopasange di
saat dikunjungi oleh to’mappakianaknya. Kedekatan emosional itu
begitu nampak diantara keduanya. Selalu ada canda dan melalui
canda itulah bergulir hal-hal yang harus dan tidak seharusnya
dilakukan pada saat hamil.
Pengetahuan berkenaan dengan perawatan kehamilan, cara
bersalin, mengurangi pendarahan, pemotongan ari-ari adalah
sekumpulan pengetahuan yang didapatkan oleh para ibu-ibu dalam
beragam cara. Ma’ angga misalnya mendapatkan pengetahuan
tersebut dari orang tua, teman, tetangga dan nurse di malaisia.
Menurutnya pengetahuan yang didapatnya tersebut tidaklah didaptnya
secara formal melainkan dari pengalamannya melihat dan
perbincangan yang dilakukannya. Di saat duduk di bangku sekolah Ma’
Angga begitu banyak mendapatkan pengetahuan dari teman-temannya
terutama dalam persoalan haid, begitupun halnya melalui komunikasi
yang dilakukannya dengan teman-teman ataupun tetangganya pada
saat melakukan aktivitas sehari-harinya di sungai untuk mencari batu
dan pasir, ataukah pada saat ia berkumpul dengan para ibu-ibu di
posyandu. Dari perbincangan tersebutlah Ma’ angga memiliki banyak
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 132
pengetahuan yang menjadi stock pengetahuannya yang dalam kondisi
tertentu akan dipergunakannya. Hal yang samapun dinyatakan oleh
Ma’ Roni, keberaniannya untuk melahirkan sendirpun didapatnya dari
pengalamannya bergaul dengan tetangganya. Ia menyadari bahwa di
sekitar tempat ia berada masih ada yang melakukan proses persalinan
sendiri dan oleh masyarakat sekitarnyapun tidak ada yang mentabukan
hal tersebut.
Penyebaran pengetahuan menyangkut kesehatan ibu dan anak
dalam keseharian masyarakat di Lembang Ballopasange dari
pengamatan yang saya lakukan mendapatkan kendala di saat masih
adanya pahaman bahwa seseorang yang terbilang belia terlebih jika
belum memiliki pengalaman akan pa yang disampaiakan akan
termentahkan dengan sendirinya. Hal inipun dirasakan oleh saalah
satu bidan yang bertugas untuk melakukan pelayanan posyandu.
Menurutnya masyarakat yang pada umumnya memiliki umur dan
pengalaman melahirkan tidaklah serta merta menerima apa yang ia
sarankan. Kalaupun perkataannya disampaikan kepada masyarakat
dan itu dirasakannya memiliki manfaat langsung masyarakat akan
melaksanakannya namun jika hal tersebut tidak memiliki dampak
langsung maka dengan serta merta mereka tidak lakukan. Hal yang
paling jelas nampak menurut bidan Lita (nama telah disamarkan oleh
penulis) adalah anjuran untuk menghabiskan tablet penambah darah.
Rata-rata para ibu-ibu memahami bahwa disaat hamil tablet tersebut
memiliki manfaat namun karena tablet tersebut begitu banyak
sehingga mereka pada umumnya tidak menghabiskan tablet tersebut.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 133
Hal lain adalah anjuran untuk tidak terlalu berkativitas berat di saat
hamil semisalnya menghentikan pekerjaan mengambil batu di sungai
namun mereka tetap melakukannya karena hal tersebut tidaklah
memiliki dampak yang nyata bagi mereka.
Namun dalam kondisi demikian masyarakat memiliki mekanisme
sendiri dalam menyikapi persoalan-persoalan kesehatannya dan hal ini
tidak terlalu dipahami oleh petugas kesehatan. Dalam persoalan
pemberian tablet penambah darah misalnya, menurut Ma’ Kaso’
mereka punya cara sendiri yaitu dengan mengkonsumsi sayuran dan
buah-buahan dan hal tersebut didapatkannya dari orang tua mereka.
Bagi mereka adalah hal yang dipraktikkan dalam persoalan kesehatan
mereka tidaklah harus berseberangan dengan kebiasaan mereka.
‘orang tua saya pernah bilang, kalo ada pengganti dari obat dan itu
tidak sama gunanya kenapa tidak cari penggantinya saja, misalnya
makan sayur supaya sehat kenapa mau cari lagi obat’, ungkap Ma’
Angga.
B. PROSES KIANAK KALENA DI LEMBANG BALLOPASANGE
Adalah kenyataan yang saya temukan di lapangan menunjukkan
bahwa kianak kalena sebagai pilihan melalui rangkaian pemahaman yang
dilalui bukan saja pada proses persalinan itu semata. Rangkaian
pemahaman itu berupa pemahaman yang melalui tiga proses yaitu proses
pra persalinan, persalinan dan pasca persalinan. Tiga proses ini
merupakan rangkaian praktik yang satu sama lain menjalin keterhubungan
yang memposisikan kenyataan bahwa kianak kalena bukanlah semata
sebagai kegiatan yang dikategorikan sebagai instigtif, melainkan jauh dari
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 134
itu ia merupakan sebuah rangkaian kebudayaan masyarakat Lembang
Ballopasange.
1. Proses Pra Persalinan
Dalam proses pra persalinan ini hal yang saya dapatkan di
lapangan menunjukkan begitu kompleksnya kianak kalena yang
dipraktikkan oleh sebagian ibu-ibu di Lembang Ballopasange. Ada tiga
hal yang menjadi sorotan pengkajian saya yaitu a) hal-hal yang
dilakukan dimasa hamil, b) proses pengambilan keputusan tentang
penolong persalinan dan c) hal-hal yang dilakukan menjelang
persalinan.
a. Masa Hamil
Data yang saya dapatkan di lapangan menyatakan bahwa
adanya keberanian para ibu-ibu untuk mempraktikkan kianak
kalena disebabkan oleh adanya ‘penjagaan’ akan harapan untuk
mendapatkan kondisi keselamatan baik disaat masa hamil,
persalinan sampai dengan pasca persalinan. Sebagai proses maka
kehamilan kemudian mendapat rentetan awal dari perwujudan
harapan tersebut. Bagi informan yang saya wawancarai, kehamilan
tidaklah diposisikan sebagai gejala biologis semata. Namun lebih
daripada itu kebiasaan-kebiasaan yang dijalani selama proses
kehamilan merupakan tindakan yang sarat dengan bagaimana
seorang perempuan memaknai kehamilan itu sendiri.
Kehamilan dengan memakai kacamata kita sebagai orang
luar dipandang sebagai suatu hal yang memerlukan perhatian yang
bisa dikatakan ekstra. Bagi kita, pada umumnya memperlakukan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 135
seorang perempuan yang tengah hamil adalah sebuah proses
‘penjagaan’ kehamilan itu sendiri dimana menempatkan kehamilan
tersebut akan senantiasa membatasi aktivitas keseharian. Namun
apa yang terpampang dalam keseharian ibu-ibu hamil yang ada di
Lembang Ballopasange memperlihatkan hal lain yang begitu jauh
dari perkiraan tersebut. Bagi kita, yang hidup di perkotaan misalnya
melakukan pekerjaan yang berat-berat semisal mengangkat air,
mencuci dan pekerjaan-pekerjaan berat lainnya sebisa mungkin
dibatasi. Apa yang kemudian terlihat adalah bagi perempuan yang
bekerja di kantoran misalnya mendapatkan waktu cuti hamil.
Perlakuan berbeda ini adalah sebagai wujud dari penafsiran
tentang kehamilan itu sendiri yang tentunya sarat dengan
kebiasaan dan pengetahuan yang dimiliki. Tidak saja bagi ibu
hamil di Lembang Ballopasange namun dalam lingkup keluarga
sendiripun semisalnya suami tidaklah terlalu kuatir disaat sang istri
yang tengah hamil untuk tetap menjalankan aktivitas-aktivitas
keseharian mereka.
Hal ini menampik akan adanya persepsi yang berlaku umum
akan kondisi hamil itu sendiri. Bagi mereka, kehamilan seorang
perempuan yang telah memiliki suami adalah sebuah kenyataan
yang sifatnya kodrat. Pemahaman akan kodrat tersebut
mengarahkan mereka secara sadar menerimanya sebagai
konsekuensi logis dari jenis kelamin yang diembannya. Dari
penuturan beberapa informan yang menggambarakn akan
kehamilan mereka terpampang sebuah jurang pisah yang cukup
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 136
dalam antara pemahaman kita secara umum. Mereka yang saya
wawancara secara umum menjelaskan bahwasanya kehamilan
tersebut sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja. Tidak ada suatu
hal yang mengharuskan mereka dalam proses kehamilan mereka
untuk tidak melakukan aktivitas keseharian mereka. Dari
perbincangan saya dengan beberapa informan, mereka
menyatakana bahwasanya kehamilan yang dialami oleh mereka,
dalam kadar tertentu memang menanpilkan praktik-praktik yang
pada dasarnya sama dengan kebanyakan orang dimana setiap
orang yang mengalaminya akan keselamatan dan kesehatan
kandungan mereka, namun dalam proses menjaga kesehatan dan
keselamatan kandungan mereka tidaklah mengharuskan mereka
untuk menghentikan aktivitas keseharian mereka.
Dalam bagian ini, saya akan memperlihatkan temuan saya
dilapangan bagaimana ibu-ibu yang saya wawancarai menjalani
proses pra persalinan mereka. Saya memulainya dengan
bagaimana para ibu-ibu ini mengetahui tengah berada pada
kondisi yang dinamakan sebagai hamil.
• Berhentinya Haid Sebagai Tanda Kehamilan
Memahami proses kehamilan di Lembang Ballopasange
memposisikan saya pada kondisi bagaimana mereka
memaknai kehamilan mereka. Bagi informan yang saya
wawancarai, dalam menjelaskan kehamilan mereka, ada
beberapa tanda yang memposisikan mereka dalam kondisi
’hamil’. Sebagai langkah awal, ada baiknya saya memaparkan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 137
apa yang dikatakan oleh Mansjoer berkenaan dengan gejala
kehamilan. Ia menyatakan bahwa terdapat beberapa gejala
kehamilan tidak pasti di antaranya amenore (tidak terdapat
haid), nausea (enek) dengan/atau tanpa vomitus (muntah)
yang sering terjadi pagi hari pada bulan-bulan pertama
kehamilan disebut juga morning sickness, mengidam atau
menginginkan makanan atau minuman tertentu, konstipasi,
sering kencing, mungkin pingsan dan mudah lelah dan kadang
terjadi anoreksia (tidak ada nafsu makan). Selain itu terdapat
pula beberapa tanda lainnya seperti munculnya pigmentasi
kulit terjadi kira-kira minggu ke-12 atau lebih dan timbul di pipi,
hidung dan dahi, leukore, epulis (hipertrofi papilla gingiva)
sering terjadi pada trimester pertama kehamilan, payudara
menjadi tegang dan membesar, pembesaran abdomen, suhu
basal meningkat, perubahan organ-organ dalam pelvic missal
Tanda Chadwick, Tanda Hegar, Tanda Piskscek dan Tanda
Braxton-Hicks dan tes kehamilan (Mansjoer, 1999: 253). Lebih
lanjut ia mengatakan bahwa selain tanda tidak pasti, juga
terdapat tanda-tanda pasti dari adanya suatu kehamilan. Di
antara tanda pasti itu adalah pada pemeriksaan palpasi
dirasakan bagian janin dan adanya gerakan janin, pada
auskultasi terdengar Bunyi Jantung Janin (BJJ), terlihat
gambaran janin dengan menggunakan untrasonografi (USG)
dan tampak kerangka janin pada pemeriksaan radiologis
terhadap janin (Mansjoer, 1999: 254).
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 138
Bagi ibu-ibu yang saya wawancara di Lembang
Ballopasange, berkenaan dengan pengetahuan mereka
tentang masa dimana mereka hamil ditandai dengan
berhentinya mereka haid. Perhitungan tentang haid oleh ibu-
ibu di Lembang Ballopasange membuat saya cukup terkesima.
Bagi mereka mengetahui kapan waktunya haid adalah sesuatu
pengtahuan yang didapatnya dari orang tua mereka. ‘kita
sebagai suami istri pastinya seringkali melakukan hubungan
dengan suami, jadi mengetahui penaggalan itu harus diketahui
karena itu tanda dari badan kita, jadi saya tau itu kalo saya
hamil’, ungkap Ma’ Kaso’.
Secara jeli Ma’ Kaso’ menghitung kebiasaan haidnya,
biasanya ia haid di awal bulan sekitar tanggal tiga atau lima, di
saat tanggal itu ia tidak menemukan dirinya haid ia akan bisa
memastikan dirinya akan hamil. Dengan mengetahui hal
tersebut ia tidak akan melakukan apa-apa yang dijadikan
pantangan bagi seorang ibu hamil. Mengetahui kehamilan
mereka adalah cara dimana bagaimana ia akan
memperlakukan dirinya dimana secara perhitungan kalender
itu pula ia bisa memprediksikan kapan ia akan melahirkan
kelak. Bagi ma’ Kaso’, disaat ia tidak menemukan dirinya
mengalami haid biasanya dibarengi dengan sedikit rasa
demam dan adanya kecendrungan untuk merasa mual-mual.
Biasanya hal itu terjadi disaat sebualn terlambatnya ia
mendapatkan masa haid. Dari kisahnya pada saat pertama kali
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 139
mengalami kondisi hamil, dikarenakan belum memiliki
pengalaman hamil sama sekali, mual-mual yang dirasakannya
dia hubungkan dengan kondisi tubuhnya yang sudah sebulan
tidak haid. Menurutnya, dari pengetahuan yang didapatnya dari
orang tua, keluarga dan teman-temannya ia kemudian
menyatakan dirinya telah hamil kepada suaminya. Bagi Ma’
Kaso’, mual-mual yang dirasakan tidaklah serta merta
mengkondisikan dirinya sebagaimana pahaman orang-orang
pada umumnya yang mengharuskan ia melakukan sesuatu hal
yang diluar batas. Perasaan mual-mual tersebut tidak
membawanya pada kondisi sebagaimana yang dikatakan oleh
orang pada umumnya sebagai ‘mengidam’. Bagi kita,
sebagaimana pandangan umumnya, mengidam senantiasa
diidentikkan sebagai salah satu proses dimana seseorang
melakukan aktivitas diluar dari kebiasaan.
Menurut Ma’ Kaso’, ada kemungkinan ia mengalami
masa mengidam tersebut karena pada saat kehamilan
pertamanya ada banyak kegiatan yang ingin dilakukannya
yang menurutnya tidak biasanya ia lakukan. Adanya kenyataan
tersebut terkadang Ma’ Kasolebih memilih untuk
menghilangkan perasaan tersebut dengan melakukan aktivitas
yang dirasanya bisa menghilangkan perasaan tersebut. Hal
yang secara umum dirasakan pada saat mual-mual tersebut
adalah mengkonsumsi makanan yang memiliki rasa kecut,
namun karena disaat kehamilan pertamanya sangat jarang
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 140
buah yang tumbuh maka keinginan tersebut diurungkannya.
Menurutnya akan menyiksa diri sendiri dikala perasaan
tersebut harus dipenuhi tatkala keinginan tersebut susah untuk
dipenuhi.
Bagi Ma’ Rian sendiri keuntungan mengetahui masa haid
ia bisa menghitung bagaimana ia bisa memprediksikan apakah
hasil hubungan suami istri mereka membuahkan hasil atau
tidak. Dalam pandangan seperti ini, masa subur seorang
perempuan bisa diketahui. Ma’ Rian menjelaskan bahwa
dengan kebiasaan haidnya di pertengahan bulan maka untuk
membatasi kehamilannya ia biasanya melakukan hubungan
suami istri menjelang lima hari sebelum dan sesudah haid, jika
hubungan suami istri dilakukannya diluar dari hitungan tersebut
maka besar kemungkinan ia akan hamil karena dimasa diluar
hitungan tersebut perempuan pada umumnya terbilang subur
untuk menerima ‘telur’ dari sang suami.
Terlambat datang bulan (haid) sebagai salah satu
pertanda yang paling menguatkan para ibu di Lembang
Ballopasange untuk menyatakan dirinya hamil. Untuk
memastikannya di bulan kedua setelah masa tidak datangnya
haid tersebut ia akan memeriksakan dirinya di dukun atau pada
saat diadakannya posyandu di lembangnya. Namun secara
umum, hal yang meastikan bahwa mereka hamil adalah tidak
haidnya mereka dalam satu bulan. ‘saya dan sebagian besar
ibu-ibu disini, selalu berdasar sama haid, kalo kami tidak haid
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 141
itu artinya kami sudah hamil’, ucap Ma’ Angga memberikan
penjelasan. Ma’ Angga dalam menjelaskan dirinya dalam
kondisi hamil, selain berdasarkan pada berhentinya masa haid,
ia juga biasanya membaca dari bagian tubuhnya terutama
bagian kakinya. Dari apa pengetahuan yang didaptkan dari
orang tua dan keluarganya, biasanya seorang ibu hamil jika
haidnya berhentinya dan diikuti adanya pembengkakan kaki
maka bisa dibilang perempuan tersebut sedang hamil. Melalui
pengetahuan yang dimilikinya itu, Ma’ Angga dikala ia tidak
menemukan dirinya haid maka biasanya untuk memastikan
dirinya sedang hamil ia akan melihat kakinya.
Disaat ada gejala-gejala kehamilan mereka di awal-awal
bulan setelah tidak mendapatkan haid, fenomena semisal mual
atau muntah-muntah adalah fenomena tubuh yang seringkali
mengikuti masa kehamilan. Namun berbeda dengan pahaman
umum bahwa di masa-masa tersebut perempuan
menginginkan hal yang macam-macam (ngidam) tidaklah
terlalu dijadikan beban oleh para ibu-ibu di Lembang
Ballopasange. Ngidam bagi mereka adalah bawaan janin
dalam perut namun tidak serta merta mengarahkan mereka
harus berprilaku sebagaimana yang dipahami secara umum
bahwa harus berbuat yang diluar batas kemampuan mereka.
Ma’ Angga mengungkapkan bahwa pada saat ia hamil pertama
banyak hal yang diinginkannya semisal menyuruh suami untuk
memasak, namun itu tidak dilakukan karena hal tersebut
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 142
tidaklah mungkin dilakukan oleh sang suami. ‘kita harus
melatih diri pada saat hamil, kapan kita selalu menuruti
kemauan janin dalam perut janin itu nantinya akan berbuat
semaunya dan manja’.
Bagi Ma’ Roni mengidam adalah kondisi dimana ia
sangat susah mengkondisikan dirinya untuk tidak melakukan
apa yang diinginkan janinnya. Menurutnya, pada saat
kehamilan keduanya, mengkonsumsi makanan instan
dirasanya sebagai kondisi dimana ia mengalami masa ngidam.
Sebagai konsekuensi dari ngidam itu, selama hamil ia lebih
sering mengkonsumsi mie instan yang membuat perutnya
terkadang penuh sesak oleh air seduhan mie instannya. Dalam
rangka menghilangkan kebiasaan ngidam tersebut ia lebih
memutuskan untuk memperbanyak bergaul di tetangganya
sehingga perasaan untuk mengkonsumsi makanan instan
tersebut hilang.
Menyikapi setiap hal yang mereka rasa akan mempersulit
diri mereka sendiri merupakan jawaban menyangkut
kesanggupan mereka menjalani kehidupan mereka, tak
terkecuali dalam hal ngidam ini. Disaat mereka menyadari
bahwa hal tersebut akan mengganggu aktivitas mereka
mereka akan senantiasa untuk menghindari hal tersebut
dengan jalan mengalihkan perhatian mereka yaitu melakukan
aktivitas-aktivitas keseharian mereka.
• Tetap Beraktivitas Dimasa Hamil
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 143
Pada suatu pagi saya menemukan Ma’ Kaso’
menjungjung sebuah ember di kepalanya. Tubuhnya yang
kurus semakin nampak manakala ia terlihat mencoba untuk
menyeimbangkan ember yang berada diatas kepalanya. Bagi
saya adalah hal yang lumrah seorang perempuan melakukan
kegiatan tersebut, namun hal yang tidak lumrah di saat
perempuan tersebut tengah hamil dan harus melakukan
kegiatan berat seperti menjunjung ember diatas kepala. Ma’
Kaso’ tengah hamil empat bulan meskipun perutnya belum
menampakkan bentuk ‘kebesarannya’. Yah, hanya terlihat
sedikit membuncit ibarat seseorang yang telah habis
melakukan hajatan makan siang.
Kebiasaan untuk bekerja di masa hamil bagi ibu-ibu di
Lembang Ballopasange adalah suatu hal yang lumrah untuk
dilakukan. Bagi suami dan keluargapun tidaklah
‘memperdulikan’ disaat istri mereka masih tetap melakukan
aktivitas disaat hamil. Menyaksikan beberapa ibu yang sedang
hamil mencuci di sungai membuat saya sedikit miris. Sama
sekali jauh dari bayangan saya akan apa yang seharusnya
untuk memperlakukan janin yang berada di dalam perut
seorang perempuan. Memperbandingkannya dengan apa yang
terdengar atau terlihat di tempat saya berasal (Makassar)
adalah sebuah realitas yang sangat kontras dimata saya.
Bagi Ma’ Kaso menggerakkan tubuh disaat hamil akan
semakin mempermudah persalinan seorang perempuan,
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 144
semakin banyak aktivitas yang dilakukan disaat hamil seorang
perempuan akan lebih mudah dan otot mereka akan kuat. ‘di
televisi-televisi itu kan ada senam-senam buat ibu hamil itu,
karena kita tidak biasa senam-senam begitu kan lebih bagus
bekerja, mencari uang sambil bergerakkan tidak rugi kita, kalo
mau senam siapa yang mau ajar kita?’, cerita Ma’ Kaso disela
kesibukannya memotong batang-batang padi dengan
menggunakan anai-anai di tengannya.
Anjuran untuk tidak terlalu melakukan aktivitas berat oleh
bidan atau petugas-petugas kesehatan tidaklah terlalu
‘dipedulikan’ oleh para ibu-ibu di Lembang Ballopasange. Hal
itu dirasa juga oleh para petugas-petugas kesehatan yang
seringkali melakukan kegiatan posyandu tiap tanggal 16.
‘mereka pada umumnya tidak mau dikasi tau untuk tidak
angkat-angkat batu lagi kalo hamil muda, tapi mereka tetap
lakukan, tapi puji tuhan karena di lembang ini tidak adaji kasus
keguguran dalam tiga tahun terakhir yang tercatat dalam
administrasi kami’, ungkap salah satu bidan Puskesmas
Malimbong.
Adalah kenyataan dalam pandangan medis bahwasanya
usia kandungan di usia muda sangat rentan dengan terjadinya
keguguran. Menurut Bidan Ina, hal ini dimungkinkan terjadi
karena usia janin dalam perut belumlah terlalu kuat sehingga
sangat disarankan bagi seorang ibu yang tengah hamil muda
(usia satu sampai tiga bulan) tidak melakukan aktivitas yang
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 145
berat-berat semisalnya mencuci, mengangkat air atau
memasak sekalipun. Namun apa yang menjadi kenyataan
bahwasanya pandangan tersebut tidaklah membuat sebagian
ibu-ibu yang saya wawancarai melakukan saran tersebut.
Bagi mereka, para ibu-ibu di Lembang Ballopasange
tidaklah terlalu kuatir akan terjadinya sesuatu hal yang bisa jadi
berakibat fatal pada kandungannya semisalnya keguguran. Hal
ini disebabkan bahwa belum ada kisah traumatic yang dialami
oleh mereka disaat melakukan aktivitas disaat hamil muda.
Kalaupun ada kenyataan bahwasanya seorang ibu yang hamil
mengalami keguguran dipahami oleh mereka bahwasanya
kondisi sang ibu memang belum memungkinkan untuk hamil.
Ataukah mereka memahaminya bahwa tuhan memiliki
kehendak lain. Adanya pahaman bahwa melakukan aktivitas
disaat hami dibuangnya jauh-jauh. Justru menurut mereka
bergerak di usia hamil adalah hal yang bermanfaat bagi
kesehatan bayi mereka. Kehamilan bukanlah suatu hal yang
mengharuskan mereka untuk berhenti beraktivitas. Dalam
pandangan mereka anak adalah reski atau berkah yang
tentunya tidaklah harus berdampak pada aktivitas mereka. Ada
anggapan bahwa jika tuhan memberikan berkah berupa anak
yang dikandung maka tuhan tidak akan menjadikan anak itu
sebagai beban. Hal ini saya dapatkan dari beberapa
keterangan dari ibu-ibu di Lembang Ballopasange. Ma’ Rian
misalnya menyatakan bahwa selama ia hamil ia belum pernah
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 146
menjadikan bayi yang dikandungnya sebagai beban. Justru
keberadaan bayi dalam kandungannya tersebut dijadikan
sebagai penyemangat untuk mencari reski sebanyak-
banyaknya. ‘saya bekerja ambil batu atau pasir di sungai, itu
untuk anak saya juga nanti kalau lahir. Anak yang ada dalam
perut saya adalah reski pastinya ia bawa reski juga bagi’,
ungkap Ma’ Rian menjelaskan tentang reski bagi seorang
perempuan yang sedang hamil.
Berkenaan dengan hal ini Ma’ Angga juga menjelaskan
bahwa keberadaan seorang bayi dalam perut adalah sebuah
anugrah dari tuhan yang harus dijaga. Dalam defenisi
‘menjaga’ ini Ma’ Angga tidak serta merta mengahruskan
dirinya untuk bermalas-malasan di rumahnya. Hal yang
memungkinkan anggapan itu karena adanya harapan bahwa
kelak anak yang berada dalam kandungannya akan membawa
berkah bagi setiap aktivitas yang dilakukannya. ‘nda tau
kenapa yah, kalo kita hamil itu reseki itu selalu datang, waktu
saya hamil anak pertama dan kedua saya di malaysia, tawaran
bekerja itu selalu datang, saya biasa dipanggil untuk menjadi
tukang masak bahkan biasa juga dipanggil untuk mencuci
pakaian para pegawai kebun sawit, yah, semua reseki tidak
bisa ditolak’. Kenang Ma’ Angga sewaktu masih merantau di
Malaysia.
Sampai pada pembahasan ini, saya melihat bagaimana
kehamilan dianggap sebagai berkah. Ada keterhubungan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 147
antara reseki dan bayi yang dikandung oleh seorang ibu yang
memungkinkan seorang ibu hamil di Ballopasange tetap
melakukan aktivitas meskipun aktivitas itu bisa jadi dipahami
berbeda oleh kita sebagai orang luar. Pemahaman-
pemahaman berbeda ini terbentuk oleh kebiasaan-kebiasaan
yang ada sebelumnya berlaku di Lembang Ballopasange. Dari
sekian banyak ibu-ibu yang yang saya temui pada dasarnya
menjelaskan hal yang sama. Mereka pada umumnya
menjelaskan bahwa persoalan akan kesehatan bayi yang
dikandung adalah yang maha kuasa mengatur. Oleh karena itu
kehadiran bayi dalam perut tidak bisa dipahami sebagai
kendala untuk tidak melakukan kegiatan terlebih jika kegiatan
tersebut memiliki nilai ekonomis.
Hal lain yang memungkinkan bagi Ma’ Angga, Ma Rian,
Ma’ Roni dan Ma’ Kaso’ untuk tetap bekerja adalah adanya
bawaan bayi yang dirasa aktif dalam perut mereka membuat
mereka untuk selalu beraktivitas. Hal ini dirasa oleh mereka
pada saat usia kandungan sudah masuk umur enam atau tujuh
bulan. Menurut mereka pada saat usia kandungan seperti itu
bayi di dalam perut sudah mulai aktif bergerak, terkadang
menendang atau memukul. Jika hal itu didiamkan maka hal
tersebut akan dirasa sakit oleh karena itu salah satu cara
menghilangkan rasa tersebut maka dilakukanlah aktivitas yang
bisa mengalihkan rasa tersebut. ‘kalo menendang-nendang mi
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 148
bato’ 23 lan tambu’ 24 saya biasanya pergimi kesungai
kumpulkan batu atau pasir, biar tidak dirasa itu tendangan’
kisah Ma’ Angga. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ma’
Angga, Ma’ Rian juga mengungkapkan hal demikian, ‘sakit
juga itu kalo anak di perut memukul atau menendang, biasa
saya itu pergi keluar rumah bantu-bantu bapa ambil pasir, biar
hilang itu rasa tendangannya’.
Kecendrungan lain sehingga mereka tetap beraktivitas
adalah untuk usia kandungan yang terbilang muda (satu
sampai dengan tiga bulan) biasanya bawaan bayi adalah
bermalas-malasan, sehingga membuat ibu hamil bawaannya
akan tidur. Dalam kondisi demikian, ada kecendrungan bahwa
anak nantinya akan menjadi malas atau manja disaat ia besar,
untuk menghindari hal tersebut, maka mereka selalu
memperlakukan dirinya sebagai cerminan akan anak mereka
nantinya. Bagi Ma’ Roni sendiri disebabkan oleh aktivitasnya
yang hanya berada di rumah menjaga dagangannya, untuk
mentaktisi hal tersebut ia selalu berusaha untuk bergerak yaitu
dengan tetap mengerjakan aktivitas kesehariannya sebagai ibu
rumah tangga, semisal mencuci, memasak bahkan
mengangkat air. Menurutnya jika ia di kampung halamannya, ia
pasti sudah dilarang oleh orang tuanya untuk bekerja keras,
tetapi menurut pengalamannya selama berada di Lembang
Ballopasange ia tidak melihat ibu-ibu hamil tinggal diam di
23 Sebutan bayi yang belum memiliki nama bagi bayi yang berjenis kelamin laki-laki, jika perempuan lai’. Biasanya penamaan ini diberikan pada saat bayi telah lahir 24 tambu’ adalah bahasa daerah (toraja) yang berarti perut
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 149
rumah mereka, kalaupun ada, menurutnya bisa dihitung jari
saja.
Apa yang ditampilkan oleh ibu-ibu di Lembang
Ballopasange berkaitan dengan tetap bekerja dimasa
kehamilannya adalah cerminan dari pengharapan mereka
terhadap anak yang dikandungnya kelak. Adanya anggapan
bahwa jika pada saat mereka tidak beraktivitas maka akan
membentuk kepribadian anak nantinya telah dimulai pada saat
mereka hamil. Hal ini memberikan pemaknaan bagaimana
seorang ibu di Lembang Ballopasange mendidik anak-anak
mereka meskipun masih dalam kandungan.Dalam pandangan
seperti ini mereka menisbahkan bahwa apa yang mereka
lakukan disaat hamil akan membetuk kepribadian anak mereka
kelak. Dari kenyataan ini mereka mengasumsikan bahwa
seorang bayi yang masih berada dalam perut akan senantiasa
mengambil contoh dari kebiasaan orang tuanya. Mereka
beranggapan bahwanya seorang bayi dipandang telah lahir
dan akan senantiasa melihat dan mempraktikkan apa yang
dilakukan oleh orang tua mereka.
Dalam menjaga keselamatanjanin mereka dalam rutinitas
mereka, Ma’ Angga, Ma’ Rian, Ma’ Kaso dan Ma’ Roni
memadukan apa yang dianjurkan oleh bidan dengan anjuran-
anjuran kebiasaan yang berlaku dalam keseharian mereka.
Mengkonsumsi obat penambah darah yang diberikan oleh
bidan dilakukan juga meskipun mereka sedikit ‘terbebani’
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 150
dengan rasa pahit dan jumlah obat yang mesti dikonsumsinya.
Mereka beranggapan bahwa mengkonsumsi obat penambah
darah tersebut setidaknya membuat mereka harus menelan pil
pahit yang menurutnya cukup membebani waktu mereka.
namun demi keselamatan dan kesehatan bayinya mereka
tetap mengkonsumsi obat tersebut. Kebiasaan mereka pada
umumnya, mereka tidak menghabiskan obat tersebut.
Biasanya ia lebih memilih mengkonsumsi buah dan sayuran
atau makanan lain yang mereka anggap memiliki fungsi yang
sama dari obat tersebut semisalnya dengan mengkonsumsi
banyak telur. Selain mengkonsumsi obat tersebut dalam
merawat kesehatan kandungannya ia juga melakukan tradisi
mengurut baik itu dilakukan oleh sang ibu hamil ataupun
dengan menggunakan jasa to’mappakianak. Dengan
pengurutan perut ini, sang ibu hamil selain mendapatkan
kebugaran badan juga dipandang bisa menguatkan perut
dalam ‘menampung’ bayi mereka.
Pemijatan perut bagi ibu hamil oleh petugas kesehatan
moderen tidaklah terlalu dianjurkan karena bisa jadi berakibat
fatal terhadap posisi bayi di dalam perut. Namun bagi ibu-ibu di
Lembang Ballopasange yang saya wawancarai tidaklah
menganggapnya demikian. Malah mereka merasa ada
kekuatan lain disaat mereka pernah dipegang oleh
to’mappakkianak. Hal ini saya dapatkan dari keterangan Ma’
Rian dan Ma’ Angga bahwa ada semacam kekuatan yang
top related