membawa sedikit uap air. sifat periode ini 2 · angin muson barat dan muson timur. bulan november...
Post on 27-Mar-2019
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di
Kota Semarang (km2)
(Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010)
4.1.2 Iklim
Berdasarkan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang
tahun 2010-2015, Kota Semarang seperti
kondisi umum di Indonesia, mempunyai
iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh
angin muson barat dan muson timur. Bulan
November hingga Mei angin bertiup dari
arah Utara Barat Laut (NW) menciptakan
musim hujan dengan membawa banyak uap
air dan hujan. Sifat periode ini adalah curah
hujan tinggi dan kelembaban relatif tinggi.
Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan
turun di periode ini. Bulan Juni hingga
Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara
(SE) menciptakan musim kemarau, karena
membawa sedikit uap air. Sifat periode ini
adalah curah hujan dan kelembaban lebih
rendah.
Curah hujan di Kota Semarang
mempunyai sebaran yang tidak merata
sepanjang tahun, dengan total curah hujan
rata-rata 2180 mm per tahun. Suhu rata-rata
bulanan yang diukur di Stasiun Klimatologi
Semarang berubah-ubah berkisar antara
26.5°C hingga 28.5 °C. Kelembaban relatif
bulanan rata-rata berubah-ubah dari
minimum 71% pada bulan September ke
maksimum 83% pada bulan Januari. Radiasi
sinar matahari yang sampai hingga
permukaan Kota Semarang bervariasi dari
50% pada bulan Januari sampai 87% pada
bulan September (Gambar 2 & 3).
4.1.3 Hidrologi
Kondisi Hidrologi potensi air di Kota
Semarang bersumber pada sungai-sungai
yang mengalir di Kota Semarang antara lain
Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali
Banjirkanal Timur, Kali Babon, Kali
Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan
lain sebagainya. Kali Garang yang bermata
air di Gunung Ungaran, alur sungainya
memanjang ke arah utara hingga mencapai
Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto,
bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali
Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama
pembentuk kota bawah yang mengalir
membelah lembah-lembah Gunung Ungaran
mengikuti alur yang berbelok-belok dengan
aliran yang cukup deras. Debit Kali Garang
merupakan 53.0 % dari debit total, kali Kreo
34.7 % dan Kali Kripik 12.3 %. Oleh karena
Gambar 2 Grafik suhu dan RH bulanan Kota Semarang Gambar 3 Grafik CH dan radiasi matahari bulanan Kota Semarang
(Sumber: BMKG Kota Semarang tahun 1990-2007)
9
Kali Garang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air minum warga Kota Semarang,
maka langkah-langkah untuk menjaga
kelestariannya juga terus dilakukan (Bapeda
2010).
4.1.4 Permasalahan Kota Semarang
Permasalahan di Kota Semarang tak jauh
berbeda dengan permasalahan kota-kota
besar lain di Indonesia. Masalah perkotaan
yang umum menurut Sundari (2005) antara
lain masalah yang berkaitan dengan :
a. Perusakan alam, meliputi pencemaran air
sungai di dalam kota dan penyempitan
ruang hijau
b. Perusakan nilai historis kota
c. Prioritas diberikan pada kendaraan
bermotor, bukan pejalan kaki
d. Konsenstrasi di pusat kota, pertumbuhan
yang cepat di pinggir kota, pemangunan
yang tidak beraturan and menyebar serta
memperpanjang jarak tempuh
Kota Semarang memiliki posisi
geostrategis karena berada pada jalur lalu
lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan
koridor pembangunan Jawa Tengah. Salah
satu permasalahan lingkungan yang sangat
menonjol antara lain adalah terjadinya alih
fungsi lahan dari tegalan menjadi lahan
terbangun untuk kawasan permukiman,
terutama lereng-lereng perbukitan antara 8-
15% bahkan di beberapa tempat pada lereng
sekitar 25%. Adanya tekanan penduduk
terhadap kebutuhan lahan baik untuk
kegiatan pertanian, perumahan, industri,
rekreasi, maupun kegiatan lain akan
menyebabkan perubahan penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan yang
paling besar pengaruhnya terhadap
kelestarian sumberdaya air adalah perubahan
dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya
seperti, pertanian, perumahan ataupun
industri. Sekitar 1200 Ha lahan di Semarang
bawah (Pantura Semarang) berada di bawah
permukaan air laut (Semarang Barat Utara,
Semarang Barat, Genuk) sehingga rob dan
banjir sangat sering terjadi di wilayah ini .
Sebagaimana diatur di dalam Perda
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang
Tahun 2000 - 2010 telah ditetapkan kawasan
yang berfungsi lindung dan kawasan yang
berfungsi budidaya sebagian besar terletak
di wilayah bagian Selatan. Kawasan lindung
setempat adalah kawasan sempadan pantai,
sempadan sungai, sempadan waduk, dan
sempadan mata air. Kawasan lindung rawan
bencana merupakan kawasan yang
mempunyai kerentanan bencana longsor dan
gerakan tanah. Kegiatan budidaya
dikembangkan dalam alokasi pengembangan
fungsi budidaya. Pada Penyusunan Revisi
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Semarang Tahun 2010-2030 ditetapkan
bahwa kota Semarang yang terdiri dari 10
Bagian Wilayah Kota (BWK) disetiap BWK
harus ada titik-titik pusat lingkungan yang
bertujuan untuk menjaga dan mengawasi
kegiatan pembangunan di tiap-tiap BWK
agar tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan (Gambar 4 & 5).
10
Gambar 4 Peta pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) Semarang (Sumber: Bapeda 2010).
11
Gambar 5 Peta rencana struktur tata ruang Kota Semarang (Sumber: Bapeda 2010).
12
4.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan
Kebutuhan Oksigen Kota Semarang
4.2.1 Ruang Terbuka Hijau
Penentuan luas Ruang Terbuka Hijau
(RTH) berdasarkan kebutuhan oksigen di
Kota Semarang sangat bergantung pada
kondisi RTH di Kota Semarang saat ini dan
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)
Kota Semarang. Sesuai dengan RUTRK
Kota Semarang tahun 2010 ditetapkan
bahwa saat ini RTH di Kota Semarang
sebesar ±15621 Ha (42%) terdiri dari RTH
privat ±3737 Ha (10%) dan RTH publik
±11884 Ha (32%). Penataan dan alokasi
RTH di Kota Semarang ditujukan untuk
menjaga keserasian dan keseimbangan
ekosistem lingkungan, perlindungan tata air,
menciptakan keseimbangan antara
lingkungan alam dan lingkungan binaan
yang berguna untuk kepentingan
masyarakat, meningkatkan keserasian
lingkungan perkotaan, serta sebagai sarana
pengaman lingkungan perkotaan yang aman,
nyaman, segar, indah, dan bersih.
RTH di Kota Semarang terdiri dari
taman kota, taman lingkungan perumahan
dan perkantoran, hutan lindung, cagar alam,
pemakaman umum, lapangan olah raga,
lahan pertanian, sempadan sungai, sempadan
rawa, sempadan pantai, lapangan udara,
kawasan dan jalur hijau. RTH Kawasan
hutan konservasi merupakan RTH yang
mendominasi di wilayah Kota Semarang
(Gambar 6), yaitu sebagai berikut:
a. Kecamatan Tembalang 806 Ha
b. Kecamatan Mijen 5115 Ha
c. Kecamatan Banyumanik 960 Ha
d. Kecamatan Ngaliyan 976 Ha
e. Kecamatan Gunungpati 5214 Ha
Kota Semarang memiliki luas wilayah
sebesar 373.70 km2 atau 37370 Ha.
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri
No. 14 Tahun 1988, standar RTH yang
didasarkan atas persentase luas area dan
jumlah penduduk suatu wilayah yaitu 40-
60% dari total wilayah harus dihijaukan.
Pada tahun 2010 persentase luas RTH Kota
Semarang mencapai 42%, nilai ini berada
dalam kisaran nilai yang ditetapkan. Akan
tetapi dalam penyebarannya, RTH Kota
Semarang hanya terpusat di wilayah
Semarang atas yang secara topografis
merupakan daerah dataran tinggi dan
kawasan konservasi, sedangkan wilayah
Semarang bawah yang merupakan pusat
kota dan daerah pantai utara Jawa memiliki
luasan RTH yang kecil (Gambar 7).
Gambar 6 Peta lokasi wilayah konservasi Kota Semarang(Sumber: RIWRD 2001).
13
Gambar 7 Peta penggunaan lahan di Kota Semarang (Sumber: Citra Landsat 11 Mei 2010 path/row 120/65)
4.2.2 Kebutuhan Oksigen
Segala aktivitas kehidupan membutuhkan
oksigen (O2). Manusia, hewan ternak dan
kendaraan bermotor merupakan konsumen
oksigen dalam jumlah yang sangat besar.
Konsumsi oksigen oleh manusia dan hewan
ternak yaitu untuk proses metabolisme dan
pembakaran zat-zat makanan dalam tubuh,
sedangkan kendaraan bermotor
mengkonsumsi oksigen untuk proses
pembakaran bahan bakarnya.
A. Kebutuhan Oksigen oleh Penduduk Kota
Semarang
Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik Kota Semarang Tahun 1990-2010,
tahun 1990 jumlah penduduk Kota Semarang
sebanyak 1146931 jiwa dan tahun 2010
mencapai 1527433 jiwa dengan rata-rata
persentase pertambahan penduduk 1.6% per
tahun. Pertambahan jumlah penduduk yang
paling pesat terjadi antara tahu 1994-1995
dengan persentase pertambahan penduduk
4.7%.
Rumus bunga berganda, dapat digunakan
untuk memprediksi jumlah penduduk Kota
Semarang pada tahun yang akan datang yaitu
sesuai dengan target penelitian ini, dari tahun
2015 sampai 2025. Serta dengan asumsi
bahwa kebutuhan oksigen perhari tiap orang
adalah sama yaitu sebesar 600 liter/hari atau
0.864 kg/hari maka dapat dihitung kebutuhan
oksigen penduduk Kota Semarang.
Berdasarkan data proyeksi jumlah kebutuhan
Tabel 4 Proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan penduduk Kota
Semarang tahun 1985-2025
Tahun Jumlah Penduduk Kebutuhan Oksigen Kebutuhan Oksigen
(Jiwa) (liter/hari) (kg/hari)
1985 1096271 0.66 x 109
0.95 x 106
1990 1146931 0.69 x 109
0.99 x 106
1995 1232931 0.74 x 109
1.07 x 106
2000 1309667 0.79 x 109
1.13 x 106
2005 1419478 0.85 x 109
1.23 x 106
2010 1527433 0.92 x 109
1.32 x 106
2015 1635237 0.98 x 109
1.41 x 106
2020 1750649 1.05 x 109
1.51 x 106
2025 1874207 1.12 x 109
1.62 x 106
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1985-2010 dan hasil perhitungan)
14
oksigen yang dibutuhkan penduduk Kota
Semarang dari tahun 1985 sampai 2025
(Tabel 4), jumlah penduduk Kota Semarang
cenderung mengalami tren peningkatan yang
relatif konstan yaitu 1.6 % per tahun atau 8 %
per lima tahun sehingga kebutuhan oksigen
penduduk Kota Semarang turut mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
B. Kebutuhan Oksigen oleh Kendaraan
Bermotor Kota Semarang
Konsumen terbesar oksigen selain manusia
adalah kendaraan bermotor sehingga penting
juga untuk diperhitungkan. Besarnya
kebutuhan oksigen oleh kendaraan bermotor
per hari dapat ditentukan dari jumlah
konsumsi bahan bakar (bensin dan solar) per
hari. Kota Semarang yang tergolong kota
besar mempunyai konsumsi BBM total per
tahun sekitar 115477 kiloliter (Handajani
2009)
Prinsip kerja kendaraan bermotor adalah
pengapian, proses pembakaran bahan
bakarnya menggunakan oksigen. Untuk
menghitung kebutuhan oksigen oleh
kendaraan bermotor maka perlu diketahui
jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang
ada di Kota Semarang. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik Kota Semarang Tahun
1990-2010, jenis kendaraan bermotor di Kota
Semarang dibedakan menjadi empat jenis,
yaitu: kendaraan bus, kendaraan beban (truk) ,
kendaraan penumpang (mobil dinas, mobil
pribadi, taksi, mikrolet) dan sepeda motor
(Tabel 5). Jumlah kendaraan bermotor Kota
Semarang mengalami peningkatan yang
sangat besar dari tahun ke tahun yaitu sebesar
lebih dari 10% per tahun.
Berdasarkan data proyeksi jumlah
kebutuhan oksigen yang dibutuhkan
kendaraan bermotor di Kota Semarang dari
tahun 1990 sampai 2025 dapat diketahui
bahwa pertambahan jumlah kendaraan
bermotor yang sangat besar dari tahun ke
Tabel 5 Proyeksi jumlah kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 1990-
2025
Tahun Bus Kendaraan Beban Kendaraan Penumpang Sepeda Motor
1990 240 902 10950 48109
1995 769 1217 19090 74580
2000 244 904 22353 82490
2005 530 732 22190 93073
2010 443 913 46784 119019
2015 804 948 75609 154207
2020 1457 983 122195 199798
2025 2644 1021 197484 258869
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2010 dan hasil perhitungan)
Tabel 6 Proyeksi kebutuhan oksigen kendaraan bermotor di Kota Semarang tahun 1990-2025
Tahun
Kebutuhan Oksigen Kendaaraan (kg/hari) Total
(kg/hari) Kendaraan
Penumpang
Kendaraan
Bus
Kendaraan
beban
Sepeda
Motor
1990 553550 25229 75855 145922 0.80 x 106
1995 965047 80837 102345 226212 1.37 x 106
2000 1130000 25649 76023 250205 1.48 x 106
2005 1121760 55714 61558 282304 1.52 x 106
2010 2365048 46568 76780 361002 2.85 x 106
2015 3822241 84468 79683 467733 4.45 x 106
2020 6177265 153212 82697 606018 7.02 x 106
2025 9983305 277905 85824 785188 11.13 x 106
15
tahun menyebabkan kebutuhan oksigen yang
dibutuhkan juga turut meningka. Tahun 1990
kebutuhan oksigen kendaraan bermotor
sebesar 0.80 x 106 kg/hari dan pada tahun
2010 meningkat lebih dari tiga kali lipat
menjadi 2.85 x 106 kg/hari, sedangkan
prediksi di tahun 2025 meningkat sangat
drastis hingga mencapai 11.13 x 106
kg/hari
(Tabel 6).
C. Kebutuhan Oksigen oleh Hewan Ternak
Kota Semarang
Populasi hewan ternak di Kota Semarang
yang bersumber dari Badan Pusat Statistik
Kota Semarang pada tahun 2010 adalah
sebagai berikut: populasi kerbau dan sapi
sebesar 2951 ekor, populasi kuda nol,
populasi kambing dan domba sebesar 27783
ekor, populasi unggas sebesar 1309801 ekor.
Jumlah hewan ternak Kota Semarang pada
tahun yang akan datang (2015, 2020 dan
2025) diprediksi dengan rumus bunga
berganda (Tabel 7) .
Berdasarkan data jumlah hewan ternak
tersebut dan dengan menggunakan data hasil
penelitian yang telah ada mengenai besarnya
konsumsi oksigen hewan ternak maka dapat
dihitung jumlah kebutuhan oksigen hewan
ternak di Kota Semarang. Jumlah hewan
ternak Kota Semarang cenderung mengalami
tren peningkatan yaitu 3.2% per tahun
sehingga kebutuhan oksigen penduduk Kota
Semarang turut mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun (Tabel 8).
Tabel 7 Proyeksi jumlah hewan ternak berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 1990-2025
Tahun Kerbau dan Sapi Kuda Kambing dan Domba Unggas
1990 11470 164 30076 782591
1995 10132 186 27355 2169933
2000 10674 203 32439 5108257
2005 5965 79 20239 787463
2010 2951 0 27783 1309801
2015 2278 0 28428 2602752
2020 1758 0 29088 5172020
2025 1357 0 29764 10277504
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2007 dan hasil perhitungan)
Tabel 8 Proyeksi kebutuhan oksigen hewan ternak Kota Semarang tahun 1990-2025
Tahun
Kebutuhan Oksigen Ternak (kg/hari) Total
(kg/hari) Kerbau dan Sapi Kuda
Kambing dan
Domba Unggas
1990 19523 304 9441 130724 0.16 x 106
1995 17245 345 8587 362466 0.39 x 106
2000 18168 377 10183 853283 0.88 x 106
2005 10153 147 6353 131538 0.15 x 106
2010 5023 0 8722 218789 0.23 x 106
2015 3877 0 8924 434764 0.45 x 106
2020 2992 0 9131 863934 0.88 x 106
2025 2309 0 9343 1716754 1.73 x 106
16
4.2.3 Kebutuhan Luas RTH
Menentukan kebutuhan luas RTH
berdasarkan kebutuhan oksigen suatu kota
dapat digunakan pendekatan metode Gerarkis
(1974) yang memperhitungkan kebutuhan
ruang terbuka hijau dari tiga konsumen
oksigen utama yaitu manusia, kendaraan
bermotor dan hewan ternak. Hasil
perhitungan luas ruang terbuka hijau yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen Kota Semarang disajikan dalam
Tabel 9.
Hasil perhitungan kebutuhan luas RTH
berdasarkan kebutuhan oksigen menunjukkan
bahwa kebutuhan oksigen oleh manusia,
kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota
Semarang cenderung meningkat setiap
tahunnya. Dalam kurun waktu 20 tahun yaitu
dari tahun 1990 sampai 2010 kebutuhan
oksigen Kota Semarang meningkat lebih dari
dua kali lipat yaitu dari 1.95 x 106 kg/hari
meningkat menjadi 4.40 x 106 kg/hari.
Sehingga luas RTH yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen kota juga
meningkat yaitu pada tahun 1990 sebesar
3855 Ha (10% dari luas Kota Semarang) dan
pada tahun 2010 meningkat menjadi 8695 Ha
(23% dari luas Kota Semarang). Selama 20
tahun tersebut luas ruang terbuka hijau yang
tersedia di Kota Semarang masih cukup besar
dan sanggup memenuhi kebutuhan oksigen
kota Semarang yaitu sebesar 42% dari luas
keseluruhan Kota Semarang .
Berdasarkan hasil prediksi kebutuhan luas
RTH, pada tahun 2015-2025 dapat diketahui
bahwa kebutuhan oksigen oleh manusia,
kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota
Semarang terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Tahun 2015 kebutuhan oksigen
Kota Semarang diperkirakan mencapai 6,31 x
106 kg/hari sehingga luas RTH yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen kota yaitu seluas 12473 Ha atau 33%
dari luas Kota Semarang dan RTH yang
tersedia di Kota Semarang pada tahun tersebut
seluas 15207 Ha atau 41% dari luas kota
Semarang.
Tahun 2020 kebutuhan oksigen Kota
Semarang diperkirakan mencapai 9,41 x 106
kg/hari sehingga luas ruang terbuka yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen kota yaitu seluas 18583 Ha atau 50%
dari luas Kota Semarang dan RTH yang
tersedia di Kota Semarang pada tahun tersebut
seluas 14804 Ha atau 40% dari luas Kota
Semarang. Hal ini menunjukkan bahwa Kota
Semarang sudah tak sanggup memenuhi
kebutuhan oksigen kota. Tahun 2025
kebutuhan oksigen Kota Semarang
diperkirakan akan mencapai 1,45 x 107 kg/hari
sehingga luas ruang terbuka yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan oksigen kota
yaitu seluas 28602 Ha atau 77% dari luas kota
Semarang dan RTH yang tersedia di Kota
Semarang pada tahun tersebut seluas 14412
Ha atau 39% dari luas Kota Semarang.
Perlu dicermati dari hasil prediksi bahwa
jumlah oksigen yang dibutuhkan kendaraan
bermotor jauh lebih besar dibandingkan yang
dibutuhkan manusia maupun hewan ternak per
hari. Besarnya tingkat kebutuhan oksigen
kendaraan bermotor disebabkan oleh laju
Tabel 9 Proyeksi kebutuhan oksigen, luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen, dan luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun 1990-2025
Tahun
Kebutuhan Oksigen (kg/hari)
Luas RTH yang
dibutuhkan
untuk
memenuhi
kebutuhan
oksigen kota
Luas RTH
yang tersedia
Penduduk Kendaraan
Bermotor
Hewan
Ternak Total (Ha) (%) (Ha) (%)
1990 0.99 x 106 0.80 x 106 0.16 x 106 1.95 x 106 3855 10% 21847 65%
1995 1.07 x 106 1.37 x 106 0.39 x 106 2.83 x 106 5587 15% 21732 58%
2000 1.13 x 106 1.48 x 106 0.88 x 106 3.50 x 106 6905 18% 21469 57%
2005 1.23 x 106 1.52 x 106 0.15 x 106 2.90 x 106 5720 15% 18786 50%
2010 1.32 x 106 2.85 x 106 0.23 x 106 4.40 x 106 8695 23% 15621 42%
2015 1.40 x 106 4.45 x 106 0.45 x 106 6.31 x 106 12473 33% 15207 41%
2020 1.51 x 106 7.02 x 106 0.88 x 106 9.41 x 106 18583 50% 14804 40%
2025 1.62 x 106 11.13 x 106 1.73 x 106 1.45 x 107 28602 77% 14412 39%
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2010 dan hasil perhitungan)
Keterangan: Luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun 2010-2030 berdasarkan RUTRK sebesar 42%
17
pertambahan jumlah kendaraan bermotor
lebih besar dibandingkan laju pertambahan
jumlah penduduk maupun hewan ternak. Laju
pertambahan jumlah kendaraan bermotor per
tahunnya lebih dari 10%, sedangkan laju
pertambahan penduduk sekitar 1.62% per
tahun dan hewan ternak sekitar 3.20%. Jika
hal ini tidak diantisipasi sedini mungkin, maka
dapat mengurangi kenyamanan penduduk kota
dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan
menganggu keseimbangan ekologi kota.
Solusi untuk menganggulangi
permasalahan tersebut yaitu menekan laju
pertambahan jumlah kendaraan bermotor di
Kota Semarang dan penerapan pajak
progresif. Selain itu, upaya lain yang harus
dilakukan adalah mengoptimalkan fungsi
ruang terbuka hijau terutama di lokasi-lokasi
yang padat kegiatan seperti pusat kota. Upaya
pengoptimalan fungsi ruang terbuka hijau
dapat dilakukan melalui pembangunan ruang
terbuka hijau dengan jenis tanaman yang
memiliki produksi oksigen tinggi dan mampu
meredam polutan yang ditimbulkan oleh
kendaraan bermotor. Upaya lain yang dapat
dilakukan yaitu menentukan bentuk dan tipe
ruang terbuka hijau yang sesuai dengan
rencana pengembangan wilayah kota.
4.3 Pengaruh RTH Terhadap Keadaan
Iklim Kota Semarang
Kota Semarang berdasarkan data iklim
selama 17 tahun yaitu dari 1990 hingga 2007,
suhu udara rata-rata cenderung mengalami
peningkatan, sedangkan kelembaban relatif,
curah hujan dan radiasi matahari rata-rata
cenderung mengalami penurunan di setiap
tahunnya. Perubahan kondisi iklim Kota
Semarang ini juga diiringi dengan perubahan
luasan ruang terbuka hijau Kota Semarang
yang semakin menyusut dari tahun ke tahun.
Gambar 8 hingga 11 menunjukkan hubungan
perubahaan luasan RTH Kota Semarang tiap
lima tahunan (1990, 1995, 2000, 2005, dan
2007) dengan kondisi iklim Kota Semarang
selama 17 tahun (1990 hingga 2007).
Variasi jarak antara suhu rata-rata bulanan
maksimum dan minimum dari tahun ke tahun
semakin kecil dan suhu rata-rata bulanan
cenderung mengalami peningkatan dalam
kurun waktu 17 tahun (1990-2007),
Peningkatan suhu udara di Kota Semarang tak
terlepas dari pengurangan luasan ruang
terbuka hijau di Kota Semarang. Pada tahun
1990 luas ruang terbuka hijau di Kota
Semarang seluas 21847 Ha dan menyusut
menjadi 18153 Ha pada tahun 2007
(Gambar 8). Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Effendy (2009)
yang menyebutkan bahwa pada saat laju
transfer panas diasumsikan tetap dan luasan
ruang terbuka hijau berkurang maka nilai
perubahan suhu udara menjadi besar yang
berarti suhu akhir lebih besar dari suhu awal,
sehingga pengurangan ruang terbuka hijau
menyebabkan peningkatan suhu udara.
Gambar 8 Grafik suhu udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).
18
Gambar 9 Grafik kelembaban relatif udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007
(Sumber: BMKG).
Gambar 10 Grafik curah hujan rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).
Gambar 11 Grafik radiasi surya rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).
top related