mata kuliah / materi kuliah -...
Post on 08-Mar-2019
255 Views
Preview:
TRANSCRIPT
EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PRAKTEK PENYAKAPAN DAN BAGI HASIL OLEH
PETANI GUREM Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP.
Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas Brawijaya Email : tatiek.fp@ub.ac.id
DESKRIPSI MODUL
Modul ini mencoba memaparkan salah satu realitas dalam
praktek usahatani berskala kecil yang lazim dilakukan oleh
petani gurem di negara-negara sedang berkembang, tak
terkecuali di Indonesia.Praktek bagi hasil atau
sharecropping muncul sebagai akibat dari kelangkaan
sumberdaya lahan dan distribusi pemilikan lahan yang tidak
seimbang antar strata sosial di pedesaan.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Kompetensi dasar yang harus dikuasai mahasiswa setelah:
1. Membaca modul dan pustaka yang disarankan
2. Mengerjakan tugas terstruktur mandiri
3. Melaksanakan tutorial online
adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep pemilikan lahan dan akses
sumberdaya lahan pertanian dalam kaitannya dengan
praktek bagi hasil dalam produksi pertanian
2. Menganalisis dampak penerapan praktek bagi hasil
dalam produksi pertanian
3. Menganalisis perilaku petani dalam praktek bagi hasil
4. Menjelaskan alternatif solusi untuk mereduksi
dampak negatif praktek penyakapan dan bagi hasil
dalam produksi pertanian
9
SELF-PR
OP
AG
ATIN
G EN
TREP
REN
EUR
IAL ED
UC
ATIO
N
DEV
ELOP
MEN
T (SPEED
)
Page 2 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
MATERI PEMBELAJARAN
9.1. Petani gurem sebagai Penyakap
Sharecropping atau bagi hasil adalah salah satu bentuk penyakapan
di mana sewa lahan atau biaya pemakaian lahan diwujudkan dalam
persentase output fisik total yang diperoleh selama musim tanam
tertentu. Proporsi bagi hasil umumnya tetap dengan kata lain, besarnya
nilai absolut pemakaian lahan bervariasi sesuai dengan hasil panen yang
diperoleh per musim tanam. Terdapat berbagai tipe penyakapan
berdasarkan sewa musiman baik dalam bentuk tunai maupun natura atau
bentuk lainnya. Akses atas sistem bagi hasil juga dapat ditinjau dari:
a. hukum tanah adat
b. pemilikan lahan bebas
c. pemakaian tenaga kerja pertanian upahan
Sharecropping banyak dijumpai di berbagai belahan dunia terutama
di Asia Selatan dan Tenggara. Sistem bagi hasil melibatkan interaksi
antar rumahtangga berdasarkan penguasaan lahan dan sumberdaya lain.
Bentuk interaksi yang paling kompleks terdiri dari kontrak multi strata
antar rumahtangga, meliputi: penggunaan lahan, kredit, pinjaman untuk
konsumsi, harga input, akses terhadap pasar, dan sebagainya. Dalam
seluruh kasus yang ada karakter interaksi yang terjadi menggeser
penekanan analisis pengambilan keputusan rumahtangga secara
individual ke bentuk analisis yang lebih interaktif.
Ekonom neoklasik cenderung memandang sistem sakap sebagai
suatu konsep teoritis yang menarik untuk dikaji, sementara para ekonom
Marxian memandang sistem sakap ini sebagai salah satu bentuk
eksploitasi pemilik lahan terhadap buruh tani dan atau petani gurem.
Ekonom neoklasik memandang usahatani bagi hasil sebagai puzzle
karena ketidakmampuan analisis ekonomi yang sudah ada untuk
menjelaskan aspek tertentu dari sistem sakap sebagai suatu institusi,
antara lain:
a. tuduhan bahwa sistem ini kurang efisien dan tidak terbuka terhadap
informasi
b. adanya koeksistensi historis antara sharecropping di lokasi yang sama
Page 3 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
dengan penyakapan tunai dan pertanian kapitalis
c. sistem bagi hasil yang berlaku antara pemilik lahan dan penyakap
seringkali tidak dapat dijelaskan hanya dengan kriteria optimisasi
Sudut pandang yang menyatakan bahwa penyakapan merupakan
salah satu bentuk eksploitasi menyandarkan rasionalisasi mereka pada
fakta adanya pemusatan kekuatan ekonomi dari kelompok pemilik lahan
dan kuatnya kontrol kelompok ini atas petani penyakap dan tunakisma.
Hubungan antara kedua sudut pandang di atas terletak pada konsep
keterkaitan pasar input yang mencerminkan tidak adanya kebebasan
antar pasar input yang berbeda ketika berbagai transaksi seperti tanah,
tenaga kerja, pinjaman konsumsi dan biaya input dikaitkan dengan
kontrak penyakapan tunggal.
Kompleksitas praktek penyakapan perlu dicermati mengingat
secara teoritis teoritis seringkali dilakukan berbagai simplifikasi, sehingga
kompleksitas realitas praktek penyakapan ini tidak sepenuhnya dapat
diinformasikan:
1. Dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun konsep sharecropping
melibatkan transaksi simultan antar dua pasar input yakni pasar lahan
dan tenaga kerja
2. Kontrak sharecropping memiliki ruang lingkup yang luas dan mungkin
mencakup pinjaman untuk konsumsi, kredit produksi, layanan jasa
dari anggota keluarga penyakap terhadap pemilik lahan, perjanjian
untuk menanggung biaya input bersama, dll
3. Sharecropping tidak selalu mencerminkan perbedaan kelas yang jelas
antara pemilik lahan dengan penyakap atau tunakisma
Komponen analisis sharecropping dan keterkaitan pasar faktor produksi
meliputi:
1. Model mikroekonomi sharecropping dalam lingkungan yang kompetitif
2. Rasionalisasi konsep sharecropping dalam dimensi aversi resiko, teori
bargaining dan imperfeksi pasar
3. Analisis keterkaitan pasar faktor produksi
4. Pertanyaaan seputar eksploitasi dalam sharecropping
5. Implikasi kebijakan yang dapat diperoleh dari kajian ekonomi
Page 4 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
sharecropping
6. Beberapa perspektif yang lebih luas
9.2. Analisis Ekonomi Sharecropping
Ada dua model utama analisis ekonomi sharecropping dengan asumsi
kompetitif. Model pertama adalah model Marshallian yang
mengemukakan sudut pandang ekonomi ditinjau dari perilaku produksi
penyakap, model kedua adalah model Cheung yang menggambarkan
perilaku produksi dari sudut pandang pemilik lahan.
1. Model Penyakap
Dalam pendekatan ini penyakap berusaha memaksimumkan profit dalam
pasar kompetitif terhadap sistem bagi hasil tertentu. S adalah output
yang merupakan bagian pemilik lahan. (1-S) adalah output yang
merupakan bagian penyakap. Jadi bila bagi hasil 60% - 40 % maka nilai
S = 0,60 dan 1-S = 0,40. TVP adalah respon total output pertanian
terhadap input tenaga kerja, namun karena penyakap hanya menerima
(1-S) maka respon output yang relevan secara ekonomi adalah (1-S)TVP.
Y2
Y1
B
E
A
TVP
TC
C
D (1-S) TVP
0
L1 L2Input tenaga kerja L
To
tal
Ou
tpu
t Y
(R
p)
Page 5 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 8.1. Model Sharecropping (Penyakapan)
Pada tingkat upah pasar kompetitif yang mencerminkan opportunity
cost waktu keluarga penyakap, posisi maksimasi profit dapat ditetapkan
pada titik A yaitu pada level penggunaan tenaga kerja sebesar L1.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 8.1 dengan teknologi yang tersedia
penggunaan tenaga kerja sebesar L1 hanya akan memberikan total
keuntungan sebesar EC dan output sebesar Y1 yang lebih rendah dari BD
dan Y2 yang seharusnya diperoleh bila menggunakan tenaga kerja
optimal sebesar L2 pada saat TVP maksimum. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa dalam sistem bagi hasil petani penyakap tidak
menggunakan tenaga kerja (sarana produksi) secara optimal sehingga
usahatani bagi hasil tidak efisien.
Kesimpulan yang sama juga dapat dijelaskan dengan menggunakan
pendekatan nilai marginal produksi (MVP) sebagaimana disajikan pada
Gambar 8.2. Petani penyakap hanya akan bersedia beroperasi pada titik
A dengan tenagakerja sebesar L1, dimana upah (w) adalah sama dengan
(1-S) MVP yang merupakan kurva nilai marginal produksi petani
penyakap. Akibat penggunaan tenaga kerja yang tidak optimal tersebut,
maka terjadi kehilangan output sebesar AEB yang seharusnya dapat
diperoleh jika usahatani dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja
sebesar L2.
Model ini menujukkan bahwa petani memperoleh pendapatan
(akumulasi MVP) sebesar OGAL1, lebih besar dari area 0FAL1 yang
seharusnya dia peroleh sebagai upah tenaga kerja yang dicurahkan pada
usahatani. Pemilik lahan, disisi lain hanya memperoleh sebesar GHEA,
dan kehilangan pendapatan sebesar FGA yang dialihkan kepada petani
penyakap sebagai surplus atas nilai tenagakerja yang digunakannya.
Adanya surplus pendapatan yang diperoleh petani penyakap
menunjukkan bahwa pasar tidak efisien dan titik keseimbangan tidak
stabil. Pada pasar persaingan sempurna, pendapatan lebih yang dimiliki
petani penyakap akan mengundang pendatang baru (new entrant) untuk
memasuki pasar bagi hasil.
Page 6 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
H
G
Fw A B w'
C
L1 L2 D0input tenaga kerja L
MVP pemilik
(1-S)MVP
penyakap
Nil
ai P
rod
uk
Mar
gin
al (
Rp
)
Gambar 8.2. Produk Marginal Tenaga Kerja dalam Model Penyakapan
Hsiao, (1975) mengatakan bahwa ketidakefisienan yang terjadi
pada sistem bagihasil ini dapat diatasi dengan saling tawar antara pemilik
lahan dengan petani penyakap agar usahatani dapat dioperasikan pada
penggunaan tenaga kerja L2 yang dapat memberikan TVP maksimum
pada usahatani. Pada titik ini pemilik lahan akan memperoleh tambahan
pendapatan sebesar AEB dan sebagai imbalannya pemilik lahan
memberikan pendapatan kepada penyakap sebesar tambahan ABC
hingga total pendapatan petani sebesar 0FBL2, setara dengan nilai
penggunaan tenaga kerja yang dicurahkan petani, w.L2.
2. Model Petani Pemilik Lahan
Dalam model ini diasumsikan bahwa petani pemilik lahan berusaha
memaksimumkan keuntungan yang dapat diperolehnya. Sesuai dengan
kapasitasnya, petani pemilik bebas menentukan jumlah dan luas lahan
yang akan digunakan atau distribusikan kepada petani penyakap berikut
sewa/perbandingan bagi hasil lahan yang dimilikinya. Satu-satunya
Page 7 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
kendala yang membatasi kebebasan petani pemilik adalah upah pasar
yang berlaku. Petani pemilik tentu harus mempertimbangkan nilai yang
dapat diperoleh oleh petani penyakap yakni setidaknya sama dengan nilai
tenagakerja yang dicurahkan untuk mengusahakan usahatani yang
disepakati.
Sebagai petani yang berusaha untuk memaksimumkan keuntungan,
petani pemilik seyogyanya harus dapat menentukan jumlah pendapatan
yang dapat diperoleh petani penyakap hingga usahatani dapat
dioperasikan pada tingkat penggunaan tenagakerja sebesar L2 pada
gambar 8.1 atau 8.2. Apabila usahatani dioperasikan pada L2 maka
petani pemilik akan memperoleh pendapatan sebesar GHEA, yakni
sebesar pendapatan yang dapat diperoleh jika petani pemilik
mengusahakan lahannya sendiri dengan menggunakan tenagakerja
upahan dikurangi FGA yang menjadi surplus bagihasil yang diperoleh oleh
petani penyakap. Hal ini akan dapat berhasil dengan asumsi bahwa
petani pemilik mampu menentukan kapasitas dan jumlah petani
penyakap, persentase bagihasil, dan mengatur penggunaan input tenaga
kerja petani penyakap. Asumsi tersebut dirasakan kurang sesuai sebab:
1. Seakan-akan menempatkan petani pemilik menjadi pengusaha
monopolis yang sepenuhnya dapat mengatur perilaku kerja petani
penyakap (Jaynes, 1982)
2. Nampaknya petani pemilik tidak cukup mampu menggunakan
sistem persentase bagihasil untuk mengupayakan pemanfaatan
lahan yang efisien, sebab sistem bagihasil lebih ditentukan oleh
budaya dan kompetisi di antara petani pemilik untuk memperoleh
petani penyakap.
3. Asumsi ketiga yang mengatakan bahwa petani pemilik mampu
mengatur tingkat penggunaan tenaga kerja petani penyakap sangat
diragukan.
Namun demikian, usahatani sistem sakap dapat lebih memberikan
kepuasan daripada mengusahakan lahan usahatani dengan menggunakan
tenagakerja upahan. Setidaknya petani penyakap bekerja dengan
motivasi yang lebih baik dibandingkan buruh tani yang diupah. Selain
Page 8 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
itu, fluktuasi penggunaan tenaga kerja pada sektor pertanian
menyebabkan sistem bagi hasil lebih menjamin ketersediaan tenaga kerja
dibandingkan teanga kerja upahan yang pada musim sibuk sulit
diperoleh. Selanjutnya, sistem bagihasil juga lebih efisien dalam
penggunaan input terutama apabila biaya produksi menjadi tanggungan
bersama antara pemilik dan penyakap.
3. Resiko, biaya informasi, dan pasar tidak sempurna.
Sejauh ini dapat dikatakan bahwa tidak satupun model sistem
bagihasil yang telah dibahas dapat memberikan penjelasan yang
memuaskan atas kehadiran institusi dalam sistem usahatani. Jika tidak
terdapat perbedaan tingkat pendapatan antara usahatani dengan sistem
sewa dengan usahatani yang menggunakan tenaga kerja upahan,
mengapa petani pemilik lebih tertarik untuk mengikat kontrak sistem
sakap dibandingkan dengan pendapatan sewa yang tergantung pada hasil
panen?
Salah satu alasan yang dapat diterima adalah masuknya variabel
resiko dalam analisis yang dilakukan. Pada sistem sewa permanen,
seluruh resiko berada di pundak petani penyewa, sebaliknya jika pemilik
mengusahakan lahannya dengan menggunakan tenaga kerja upahan
maka resiko menjadi tanggungan pemilik lahan. Apabila baik petani
pemilik maupun penyakap adalah petani yang risk-averse, maka pilihan
bagi hasil, yang juga berarti bagi resiko, menjadi pilihan yang paling
aman bagi kedua belah pihak. Dengan demikian salah satu jawaban
mengapa pilihan pola usahatani jatuh pada institusi usahatani bagi hasil
adalah upaya petani untuk menekan faktor ketidak pastian dan resiko.
Solusi Cheung terhadap efisiensi usahatani bagi hasil, menunjukkan
bahwa dalam pasar persaingan sempurna terdapat suatu kombinasi
sistem sewa tunai dan atau mengusahakan sendiri dengan tingkat resiko
yang sama seperti yang diperoleh apabila menggunakan sistem sakap.
Lebih jauh dikatakan bahwa kombinasi sistem usahatani tersebut dapat
memberikan pembagian pendapatan yang seimbang antara petani
pemilik dan penyakap (Newbery dan Stiglitz, 1979).
Dengan demikian dapat dilihat bahwa faktor ketidak pastian dan
Page 9 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
respon terhadap risk-aversion tidak dengan sendirinya menjadi jawaban
atas teka-teki sistem bagihasil. Informasi yang tidak sempurna pada
gilirannya menyebabkan peran pasar menjadi tidak sempurna untuk
menjelaskan sistem usahatani bagi hasil. Beberapa alasan spesifik yang
dapat menjelaskan kehadiran sistem bagi hasil tersebut diantaranya
adalah:
Ketidak-sempurnaan Pasar tenaga kerja. Pada kenyataannya baik
petani penyakap maupun pemilik tidak pernah menghadapi pasar
persaingan sempurna sebagaimana yang diasumsikan oleh Marshalian
dan Cheung. Bagi petani penyakap, penawaran tenaga kerja mereka
hanya bersifat parsial, tidak menentu, dan mencari pekerjaan jelas
membutuhkan biaya. Sebagaimana diketahui kebutuhan tenaga kerja
disektor pertanian tidak merata sepanjang tahun sehingga tidak ada
jaminan pekerjaan yang dapat memberikan upah tetap untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sepanjang tahun. Bagi
petani pemilik, mencari tenaga kerja upahan dengan jumlah, dan
kemampuan yang memadai pada waktu yang tepat seringkali menjadi
kendala tersendiri. Permasalahan ini menjadi teratasi dengan sistem
sakap.
Ketidak hadiran atau ketidak sempurnaan pasar. Ketidak sempurnaan
pasar seringkali sangat berperan bagi eksistensi sistem bagihasil.
Sebagai misal, lembaga perkreditan formal segan berhubungan
dengan petani kecil dengan tingkat ketidak pastian yang tinggi. Dilain
sisi, petani gurem seringkali tidak memilik informasi yang lengkap
tentang lembaga perkreditan formal sehinga hubungan kerjasama
anatar kedua pihak ini jarang dapat terjadi. Sistem sakap, sesuai
dengan kelebihannya yakni pembagian resiko dapat mengatasi hal ini.
Problem insentif dan pengawasan. Alasan lain yang menyebabkan
timbulnya sistem sakap ini adalah bahwa sistem ini dapat memberikan
insentif yang memadai bagi petani penyakap untuk bekerja dengan
baik, memberikan jaminan penggunaan jumlah dan kualitas
penggunaan tenaga kerja dan sarana produksi yang efektif, serta
menghindari kegagalan pinjaman. Hal ini sering dikaitkan dengan
Page 10 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
masalah “moral hazard”.
Berbagai penjelasan mengenai kelebihan sistem bagihasil yang
diuraikan diatas oleh Stiglitz (1986) dikelompokkan kedalam
argumentasi „ketidak-sempurnaan Informasi‟. Sistem bagihasil
kemudian dikatakan sebagai suatu tatanan dalam mengatur proses
produksi yang dapat menyediakan informasi yang secara lokal lebih
lengkap. Namun demikian analisis mengenai sistem bagi hasil rasanya
belum lengkap jika aspek keterpaduan pasar belum dimasukkan
kedalamnya.
9.3. Pasar Terkoneksi
Istilah interlocked factor market digunakan untuk menjelaskan
penetapan simultan transaksi pada lebih dari satu pasar. Dalam berbagai
kasus dapat ditunjukkan adanya keterkaitan antara pasar dalam
menentukan transaksi, misalnya harga pada suatu pasar mempengaruhi
harga di pasar yang lainnya.
Sebagaimana telah dijelaskan berbagai potensi terjadinya kerjasama
dalam sistem bagi hasil meliputi:
a. Akses terhadap lahan melalui sistem sewa bagihasil
b. Tenaga kerja pada usahatani penyakap
c. Pasokan tenagakerja oleh rumah tangga petani penyakap baik
pada lahan petani pemilik ataupun pada kegiatan lainnya
(termasuk kegiatan rumahtangga)
d. Sistem kredit dalam bentuk bahan pangan yang diberikan
petani pemilik kepada penyakap
e. Sistem kredit produksi dari petani pemilik kepada penyakap
f. Penjualan atau pembagian biaya produksi usahatani antara
petani pemilik kepada penyakap
g. Pengadaan atau penjualan bahan pangan oleh petani pemilik
kepada penyakap
h. Pemasaran hasil produksi yang dilakukan oleh petani pemilik
baik itu bagian dari pemilik atau sebahagian dari milik
penyakap.
i. Kemungkinan pengadaan kebutuhan barang dan jasa lainnya
seperti , perumahan hingga pengadaan air oleh petani pemilik
Page 11 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
kepada penyakap.
Sistem keterpaduan pasar melahirkan dua interpretasi yang saling
bertentangan, dengan berbagai variasi diantaranya. Neoklasik melihat
bahwa berbagai aspek diatas pada dasarnya dapat meningkatkan
efisiensi pengelolaan usahatani dan memacu adopsi teknologi pertanian
oleh petani penyakap. Dari sudut pandang ini, keterpaduan pasar
(interlocking of markets) adalah salah satu cara yang dapat dilakukan
oleh petani pemilik untuk mengatasi ketidak-efisienan pasar yang
terfragmentasi dan tidak lengkap. Mereka dapat melakukan ini dengan
cara menginternalisasi penolakan terhadap eksternalitas pasar tidak
sempurna seperti risk-aversion, semangat kerja yang rendah, tunggakan
kredit, dan lain sebagainya. Dengan melakukan berbagai hal tersebut,
petani pemilik kemudian dapat meningkatkan sosial welfare dengan
meningkatkan produktifitas usahatani. Beberapa upaya yang dapat
dilakukan dalam mencapai keterpaduan tersebut diantaranya adalah:
a. Mengkaitkan sistem bagihasil dengan pinjaman konsumtif . Hal
ini dapat dilakukan oleh petani pemilik untuk memacu petani
penyakap bekerja lebih giat.
b. Memadukan sistem bagihasil dengan pinjaman produksi untuk
meyakinkan petani pemilik bahwa penggunaan investasi sesuai
dengan yang diinginkan oleh petani pemilik.
c. Mengkaitkan sistem bagihasil dengan penggunaan sarana
produksi atau biaya produksi dapat merangsang petani
penyakap untuk mengadopsi teknologi dan menggunakan input
yang efisien
d. Mengkaitkan sistem bagihasil dengan jasa tenaga kerja pada
usahatani tuan tanah, dengan pengadaan bahan pangan pada
harga yang pasti kepada petani penyakap, atau melakukan
pemasaran atas hasil pertanian yang diperoleh adalah berbagai
mekanisme yang dapat digunakan oleh petani pemilik untuk
menyediakan sanksi atau insentif bagi tenaga kerja keluarga
petani penyakap agar mau bekerja lebih giat.
Page 12 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
9.4. Sistem bagi hasil sebagai suatu eksploitasi
Anggapan lainnya yang mengatakan bahwa sistem bagihasil dan
pasar yang terpadu adalah bukti praktek eksploitasi tidak dengan
sendirinya menolak pernyataan bahwa sistem ini dapat memberikan
output yang lebih tinggi. Namun bukan ini inti permasalahannya.
Pertanyaan yang perlu dijawab adalah siapakah yang menikmati
kesejahteraan sosial yang lebih tinggi akibat penerapan sistem tersebut?
Nampaknya peningkatan kesejahteraan hanya dinikmati petani pemilik
lahan, sementara petani penyakap tetap bertahan pada level subsisten.
Berbagai instrumen yang didiskusikan terdahulu merupakan upaya untuk
meningkatkan efisiensi usahatani. Di sisi lain permasalahan sentral
dalam sistem usahatani bagihasil adalah transfer surplus dari petani
penggarap kepada petani pemilik lahan.
Jika eksploitasi menjadi tujuan utama dari pemilik lahan maka hal
ini dapat saja dilakukan dengan meningkatkan share yang mereka
peroleh tanpa harus memusatkan pasar kebutuhan petani penyakap di
tangan tuan tanah. Namun ditinjau dari logika efisiensi, peningkatan
share bagi petani pemilik akan menurunkan penggunaan tenaga kerja
oleh petani penggarap yang berahir pada operasi usahatani yang tidak
optimal dan total nilai penerimaan (TVP) yang tidak maksimum.
Argumen utama mengenai pandangan eksploitasi dalam aspek
pemusatan pasar (interlocked market) disajikan dalam Bhaduri (1973;
1983; 1986). Salah satu kesimpulan yang dikemukakan oleh Bhaduri
adalah bahwa sistem pasar yang buruk akan menyebabkan keluaran
produksi tidak kompetitif sehingga kesejahteraan petani dari konsep
keterpaduan pasar tidak dapat diperbandingkan. Dengan demikian tidak
dapat dibuktikan bahwa keterpaduan pasar lebih efisien. Lagi pula
tekanan atas penyakap melalui kontrak terpadu semacam ini dapat
diartikan bahwa:
a. penyakap bukan partisipan tetap dalam perdagangan mereka
hanya partisipan yang dipaksa bertransaksi
b. fungsi jual beli dalam pasar pada harga ekuilibrium tidak jelas,
Page 13 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
sebab yang terjadi adalah salah satu pihak memperoleh
keuntungan dari kerugian pihak yang lain
c. apa yang efisien dari sudut pandang pemilik lahan tidak
berimbang dengan efisiensi sosial keluaran pasar yang
kompetitif
9.5. Hal-hal penting lainnya dalam pasar pertanian
terkoneksi
Hubungan sosial yang muncul dalam transaksi pasar pertanian
terpadu umumnya memberikan gambaran adanya kontrol satu pihak
atas pihak yang lain sebagai berikut:
a. Petani pemilik seringkali berperan sebagai kreditor dalam sistem bagi
hasil dan kontrak pinjaman konsumtif
b. Majikan dan atau pemberi pinjaman dalam kontrak kerja dan pinjaman
konsumsi seringkali menetapkan batasan situasi tenagakerja yang
menjadi andalan pekerja dan keluarganya
c. Pedagang pengumpul dan atau pemberi pinjaman dalam kontrak
penjualan hasil panen dan pinjaman konsumsi memperoleh jaminan
berupa output pertanian dan ini berlangsung hampir sepanjang tahun
d. Pemilik toko barang-barang konsumsi dan atau pemberi pinjaman
terlibat dalam hubungan segitiga antara pemilik lahan dan pekerjanya.
Seringkali pemilik lahan berperan sebagai agen bagi pemilik toko
untuk memberikan pinjaman konsumtif tersebut.
Dalam banyak kasus kreditor merupakan jantung dari kontrol nilai
transaksi lahan, tenaga kerja dan pasar output. Keterpaduan pasar tidak
selalu didasarkan atas mekanisme ini. Sejumlah pola berkembang dari
keterkaitan kontrak penjualan eksklusif di mana petani gurem, penyakap
atau pemilik terikat dalam sistem bagi hasil dengan nilai input dan harga
output yang tetap. Dalam kasus semacam ini terdapat kontrol aktivitas
produksi dan kendali informasi atas motivasi keterkaitan pasar
kontraktual.
9.6. Aspek Kebijakan
Konklusi kebijakan yang dapat ditarik dari teori bagi hasil ini sangat
Page 14 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
tergantung pada posisi :
a. Efisiensi atau inefisiensi organisasi produksi pertanian
b. Dampak distribusi pendapatan antara pemilik lahan dan penyakap
Karena pada umumnya bagi hasil dikonotasikan sebagai ketidaksetaraan
distribusi pendapatan antara pemilik lahan dan petani penyakap sebagian
besar aspek kebijakan dipusatkan pada topik ini.
1. Land Reform
Reformasi agraria merupakan istrumen dasar kebijakan yang diturunkan
dari inefisiensi teoritis pengambilan keputusan dalam sistem bagi hasil
dan dampaknya terhadap distribusi income. Tujuan land reform secara
umum adalah untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan
kesetaraan. Kebijakan reformasi agraria berbeda dengan jenis kebijakan
lain di mana pemerintah berupaya menciptakan iklim perekonomian yang
kondusif untuk memfasilitasi peningkatan kesejahteraan petani gurem.
Hal ini dapat dipahami mengingat reformasi agraria berkaitan dengan
status kepemilikan. Oleh karena itu kebijakan reformasi agraria sangat
dipengaruhi oleh struktur politis suatu negara. Land reform bukanlah
proses pergeseran harga marginal relatif ataupun akses terhadap
sumberdaya, namun melibatkan perubahan dalam skala besar yang
mencakup seluruh struktur kepemilikan tanah di suatu negara. Alasan
inilah yang menyebabkan land reform terbukti merupakan proposisi yang
sulit dan sangat jarang terjadi kecuali dalam gerakan revolusioner. Land
reform secara parsial dalam lingkup terbatas tidak pernah berhasil
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengalaman land reform yang
ada selama ini membuktikan adanya akselerasi transisi pertanian gurem
ke arah pertanian kapitalis atau pertanian keluarga yang bersifat
komersial.
2. Kontrol Hukum atas Sistem Bagi Hasil dan Tingkat Bunga
Kebijakan ini merupakan intervensi pemerintah yang didesain jika pilihan
land reform tidak memungkinkan sementara di lain pihak petani
penyakap memerlukan proteksi. Bukti atas pengaruh ini tidak dapat
dibedakan satu sama lain namun gambaran umum yang diperoleh tidak
Page 15 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
terlepas dari konteks keterpaduan pasar faktor produksi. Jika bagian hasil
yang diperoleh oleh pemilik lahan dijadikan sebagai pedoman penetapan
kebijakan maka tingkat bunga pinjaman petani dapat digunakan untuk
menggantikan surplus yang dambil oleh penyakap, namun jika diambil
sebagai patokan tingkat bunga maka variasi biaya tenaga kerja atau
input lainnya dapat digunakan untuk menetralkan kontrol ini.
3. Program Kredit Subsidi
Pilihan alternatif, biaya rendah dan kredit untuk petani penyakap adalah
cara lain untuk meningkatkan taraf hidup petani penyakap. Hal ini juga
berlaku untuk kebijakan target input dan perangkat kebijakan lainnya.
Masalah yang muncul dalam penerapan kebijakan ini adalah tingginya
biaya administrasi, resiko tunggakan kredit, dan sulitnya kontrol dalam
menyalurkan sarana produksi. Kebijakan-kebijakan tersebut mungkin
memiliki beberapa efek positip pada rumahtangga petani gurem tetapi
hal ini tidak dapat merubah persepsi bahwa sistem bagi hasil merupakan
kendala bagi upaya-upaya peningkatan kesejahteraan petani.
Kesimpulan mengenai respon kebijakan terhadap ketidaksetaraan
kekuatan ekonomi pemilik lahan dalam sistem bagi hasil secara tidak
langsung menyarankan land reform sebagai satu-satunya kebijakan yang
mampu memfasilitasi upaya peningkatan taraf hidup petani gurem
(Braverman dan Srinivasan, 1981). Reformasi tanah yang bersifat
parsial hanya akan mengukuhkan kekuatan pemilik lahan melalui
mekanisme keterpaduan pasar di mana pemilik lahan berperan sekaligus
sebagai majikan, dan pemberi pinjaman.
9.7.Jangkauan Perspektif
Analisis bagi hasil yang dibahas dalam bab ini lebih menekankan
pada sejumlah pengujian model dan relevansi interaksi antar
rumahtangga dengan lingkungan ekonomi yang lebih luas. Hal ini karena
setiap keputusan yang diambil oleh petani penyakap tidak pernah
terlepas dari perspektif pasar yang lebih luas. Kesadaran atas pengaruh
hubungan sosial di sektor pertanian terhadap produksi usahatani dan
penggunaan sarana produksi sebenarnya sudah semakin mendapat
Page 16 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
tempat dalam tulisan para ekonom neoklasik.
Seperti beberapa model ekonomi rumahtangga lainnya, teori
usahatani bagi hasil ini juga tidak menjelaskan dampak dari bentuk
produksi terhadap hubungan kekerabatan dalam keluarga petani
khususnya dengan peranan wanita. Tampaknya kehadiran sistem
bagihasil serta pemasaran yang terpusat pada petani pemilik memberikan
beban yang lebih berat kepada kaum wnita. Hal ini khusnya disebabkan
oleh ketidak-mampuan rumahtangga petani penyakap untuk
memperbaiki taraf hidup keluarganya.
9.8. Ringkasan Materi
1. Modul ini membahas analisis mikroekonomi pada usahatani bagi hasil
2. Sistem sakap bagi hasil meliputi interaksi antara rumahtangga yang
memiliki akses berbeda terhadap lahan dan sumberdaya lainnya.
3. “Model penyakap” mengilustrasikan fenomena kekuasaan petani
penyakap untuk mengambil keputusan atas penggunaan sarana
produksi dengan kendala bagian bagi hasil yang dapat dia peroleh.
Dalam asumsi pasar sempurna petani penyakap akan mengusahakan
lahan usahatani di bawah kapasitas optimum.
4. Model „pemilik lahan‟ memberikan kekuasaan pengambilan keputusan
atas penggunaan sumberdaya pada petani pemilik. Dengan model ini
petani pemilik akan berupaya menontrol penyakap agar beroperasi
pada titik optimum.
5. Penjelasan mengenai sistem bagi hasil, telah didekati dari berbagai
aspek seperti faktor ketidak pastian, motivasi tenaga kerja,
pengawasan, kerjasama, dan permasalahan informasi.
6. Petani dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam mengontrol
penggunaan sarana produksi hingga titik yang optimal oleh penyakap
dengan cara memadukan sistem pasar di tangan petani pemilik.
7. Pemaduan pasar oleh petani pemilik diinterprestasikan sebagai respon
dari petani pemilik terhadap ketidak sempurnaan pasar.
8. Disisi lain juga dapat diinterpretasikan bahwa pemusatan pemasaran
ditangan petani pemilik merupakan salah satu cara untuk melakukan
Page 17 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
eksploitasi sumberdaya
9. Berbagai kebijakan dirancang untuk mengangkat permasalahan
ketimpangan penguasaan sumberdaya antara masing-masing pihak,
termasuk diantaranya land-reform, melembagakan sistem bagi hasil
dan suku bunga, serta program kredit khusus yang ditujukan untuk
meningkatkan taraf hidup petani penyakap
10.Analisis sistem sakap bagi hasil memperjelas kesaling-tergantungan
antara pengambilan keputusan oleh petani penyakap dengan
lingkungan ekonomi yang lebih luas.
TUGAS DAN LATIHAN SOAL
1. Diskusikan hipotesis kembar perilaku petani gurem dalam merespon
resiko dan ketidakpastian. Cari contoh-contoh kasus yang relevan
untuk mendukung deskripsi yang akan Anda susun secara
berkelompok
2. Berdasarkan hasil diskusi kelompok Anda, bangun argumentasi yang
relevan tentang implikasi kebijakan yang dapat menjadi solusi
alternatif atas permasalahan tingginya resiko dan ketidakpastian
usahatani.
3. Carilah contoh yang relevan tentang pengaruh preferensi petani
terhadap resiko dengan kelambanan petani dalam mengadopsi suatu
inovasi.
4. Jika kelompok Anda diberikan kesempatan untuk melakukan
penyuluhan, bagaimana rancangan penyuluhan yang dapat menjawab
kebutuhan petani dalam konteks kasus yang telah Anda diskusikan
pada poin 1 dan 2.
REFERENSI
Debertin, D.L., 1996, Agricultural Production Economics, Macmillan Publishing Company, New York
Ellis, Frank., 1989,Peasant Economics: Farm Household and Agrarian
Development. Samuelson, P.A., 1970, A Foundation of Economics Analysis, Atheneum,
New York
RANCANGAN TUGAS
Page 18 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Tujuan Tugas :
Menjelaskan kembali definisi dan memahami konsep teoritis bahan kajian
pada modul.
Uraian Tugas:
1. Obyek garapan: tugas dan latihan soal pada modul 8
2. Batasan tugas:
a. Tugas yang diberikan pada modul 8 adalah tugas kelompok dikumpulkan
dalam waktu satu minggu melalui e-learning
b. Mahasiswa diperkenankan mendiskusikan jawaban tugas dengan
anggota kelompok yang lain
c. Mahasiswa diwajibkan menghimpun seluruh materi perkuliahan baik
print out modul, hand out, catatan kuliah dan tugas-tugas yang
diberikan selama satu semester
d. Menghimpun dan mengelola informasi dalam urutan yang logik dan
mengelola informasi agar dapat menjadi sumber pembelajaran yang baik
adalah salah satu learning skill yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Oleh
karena itu seluruh materi belajar yang telah dihimpun akan dievaluasi
oleh tim dosen sebagai indikator proses belajar Anda.
3. Metodologi dan acuan tugas:
a. Tugas kelompok dalam bentuk paper diketik dengan margin kiri dan
kanan masing-masing 3 cm. Tuliskan nama anggota kelompok, kelas
dan NIM pada halaman cover. Berikan nomor halaman pada lembar
kerja Anda di sudut kanan bawah. Jangan lupa menuliskan keterangan
tugas yang Anda kerjakan dan pengerjaan harus berurutan dari tugas
nomor 1,2 dan seterusnya.
b. Tugas individu dikumpulkan tiap minggu, pengaturan jadual
pengumpulan tugas diumumkan secara online pada e-learning
4. Keluaran tugas: satu dokumen tugas kelompok yang diupload dalam
format PDF dan satu file ppt untuk presentasi kelas yang juga di upload
dalam format PDF.
Kriteria Penilaian:
1. Kejelasan dan kelengkapan penguasaan konsep-konsep utama modul 9.
Page 19 of 19
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
2. Kemampuan mengomunikasikan gagasan kreatif dan partisipasi pada
diskusi online
3. Dinamika kelompok dalam presentasi di kelas yang dipandu oleh asisten
top related