makalah pkn
Post on 17-Feb-2016
9 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH PPKn
Penggunaan Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan & Minuman Sebuah Persoalan Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Disusun Oleh :
Diah Rizki Permata Sari NIM : 21030114140201
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
I. Pendahuluan
Pangan pada hakikatnya merupakan kebutuhan dasar yang penting untuk kehidupan
manusia dan yang paling hakiki untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada
umumnya dalam mengolah pangan diberikan beberapa perlakuan dalam berbagai cara
antara lain dengan penambahan bahan tambahan dengan tujuan untuk memperpanjang
umur simpan, memperbaiki tekstur, kelezatan atau kenampakan.
Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang cukup pesat,
diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat.
Berkembangnya produk pangan awet saat ini, hanya mungkin terjadi karena semakin
tingginya kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan awet.
Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja
maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan
konsumen.
Munculnya masalah keamanan pangan salah satu penyebabnya adalah adanya bahan
kimia berbahaya yang masuk kedalam tubuh manusia yang berasal dari bahan tambahan
dan kontaminan. Penggunaan bahan tambahan pangan yang baik dan sesuai dengan
ketentuan, menjadi harapan para konsumen.
Sejak pertengahan abad ke-20, peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya
bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi
bahan tambahan pangan sintetis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih
murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong
meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan konsumsi
bahan tersebut bagi setiap individu.
Kita hidup dalam masyarakat harus sadar akan gizi dan sadar untuk menjadi
konsumen yang baik. Dewasa ini, masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek apakah
bahan pangan memberikan cita rasa enak, apakah masyarakat mau menikmati pangan
yang disajikan, tetapi lebih dari itu masyarakat telah tertarik pada hal-hal apakah bahan
pangan itu baik untuk dikonsumsi dan komponen apa saja yang terdapat di dalamnya.
Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu
diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak
penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Penyimpangan
dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda
sebagai penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang
lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi,
lebih bermutu, bergizi, dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan
keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient)
merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional, termasuk penggunaan bahan
tambahan pangan.
Pada umumnya dalam pengelolaan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan
produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan yang tersaji harus tersedia
dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak, warna dan konsistensinya baik
serta awet. Untuk mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada
proses pembuatannya dilakukan penambahan “Bahan Tambahan Pangan (BTP)” yang
disebut zat aktif kimia ( food additive ) (Widyaningsih, 2006). BTP ditambahkan untuk
memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat. BTP pada
umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji sesuai dengan kaidah-
kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai aturan yang
diperlukan untuk mengatur pemakaian BTP secara optimal.
Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan bahan pangan sifatnya
adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar, oleh
karena itu sangat penting bahwa populasi mikroba dari bahan pangan yang akan
diawetkan harus dipertahankan seminimum mungkin dengan cara penanganan dan
pengolahan secara higienis. Jumlah bahan pengawet yang ditambahkan akan
mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroba yang normal untuk suatu jangka
waktu tertentu, tetapi akan kurang efektif jika dicampurkan ke dalam bahan-bahan pangan
membusuk dan terkontaminasi secara berlebihan. Disamping itu bahan kimia berbahaya
yang bukan ditujukan untuk makanan, justru ditambahkan kedalam makanan. Hal ini
tentu saja akan sangat membahayakan konsumen.
Adapun bahan kimia berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan, justru
ditambahkan kedalam makanan adalah formalin, boraks, rhodamin B, methanil yellow.
Diantara beberapa jenis bahan kimia berbahaya tersebut yang paling sering digunakan
secara bebas di masyarakat adalah formalin dan boraks.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh BPOM pada tahun 2005 bahwa baha makanan
yang menduduki peringkat teratas mengandung formalin dan boraks adalah ikan laut, mie
basah, tahu dan bakso. Hasil penelitian BPOM yang dimulai pada minggu keempat
November 2009 sampai akhir januari 2010 untuk mengetahui makanan yang paling
banyak mengandung boraks dan formalin dengan uji sampling terhadap jajanan anak
sekolah dienam ibu kota propinsi di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Serang, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya antara lain 30 SD di Jakarta, 31 SD di Serang, 26
SD di Bandung, 10 SD di Semarang, 24 SD di Yogyakarta, dan 33 SD di Surabaya,
sekitar lima jenis jajanan mengandung bahan kimia berbahaya. Kelima jajan itu berupa
sirup, saus, kerupuk, bakso, dan mi. Kandungan berbahaya diantaranya kerupuk gendar
yang mengandung rhodamin B, saus yang mengandung methanil yellow, bakso
mengandung boraks, dan mie yang mengandung formalin.
Beberapa penelitian tentang penggunaan bahan tambahan pangan dilakukan di kota
Semarang. Dimana kami melakukan wawancara terhadap para penjual bakso dan melihat
beberapa cara pembuatan bakso secara langsung dan kami juga menguji bakso dari
narasumber dengan menggunakan kunyit untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan
boraks pada bakso yang mereka jual.
Bahan tambahan pangan yang paling sering di gunakan untuk bakso adalah boraks.
Hasil penelitian terhadap bakso dikota Medan dari 10 sampel bakso menunjukkan bahwa
80% dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks dan kadar boraks yang di
dapat dalam bakso antara 0,08% - 0,29%. Penelitian yang serupa dilakukan oleh terhadap
makanan jajanan bakso yang beredar di pasar di wilayah kodya Semarang menunjukkan
bahwa dari 33 sampel, 22 (66,66%) sampel positif/mengandung boraks dan 11 (33,33%)
sampel negatif/tidak mengadung boraks. Juliana (2005) melakukan penelitian terhadap
21 sampel bakso bermerek yang diperoleh dari 12 swalayan di Kota Semarang, hasil
penelitian menunjukkan 28,6% sampel bakso sapi bermerek mengandung boraks. Kadar
boraks tertinggi (0,345ppm) terdapat pada sampel produk bakso sapi WR yang terdapat
di swalayan K. Produk bakso sapi yang mengandung boraks sebagian besar (66,7%)
berasal dari produksi lokal. Kondisi fisik bakso sapi sebagian besar memiliki warna,
tekstur, bau dan rasa yang baik.
II. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari wawancara yang dilakukan dan penelitian yang dilakukan, maka
perlu dilakukan penelusuran ke rumah salah satu narasumber tanpa sepengetahuannya.
Dari penelusuran tersebut diketahui bahwa narasumber tersebut telah menambahkan
boraks terhadap baksonya tanpa mengetahui jumlah yang penggunakan boraks tersebut
yang dapat mempercepat kerusakan sel-sel yang ada pada tubuh manusia yang
menyebabkan kesehatan yang semakin memburuk.
Keselamatan dan kesehatan masyarakat harus dilindungi terhadap pangan yang tidak
memenuhi syarat dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi, peredaran dan
perdagangan pangan yang tidak benar. Cara produksi dan peredaran pangan yang tidak
benar dapat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Penjaminan pangan
yang bermutu dan aman merupakan tanggung jawab pemerintah, industri pangan dan
konsumen, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Dan hal ini berkaitan dengan Sila ke- 2 yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan
beradab”, dimana para penjual bakso yang melakukan hal yang merugikan bagi orang
banyak itu telah mendapatkan keuntungan hanya untuk dirinya sendiri sedangkan para
konsumen mendapat kerugian yaitu kerugian pada kesehatan mereka. Dan juga para
penjual yang melakukan hal-hal merugikan tersebut telah melanggar adab yang ada
Indonesia.
III. Pembahasan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut Permenkes 722, 1988 adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien
khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pegepakan, pengemasan, penyimpanan,
atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan
(langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut Permenkes 722, 1988 adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien
khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pegepakan, pengemasan, penyimpanan,
atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan
(langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut.
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :
Dimaksudakan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan
Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang
tidak memenuhi persyaratan
Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas
yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat
ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu
ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya
(daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen.
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan
ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh Depertemen
Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1168/MenKes/Per/X/1999.
Menurut Depkes RI (2004), pada dasarnya pesyaratan bahan tambahan pangan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksikologi
2. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan dalam
penggunaanya.
3. Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika perlu sesuai
dengan perkembangan teknologi dan hasil evaluasi toksikologi.
4. Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah ditetapkan.
5. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika maksud
penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara ekonomis dan teknis.
6. Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu dengan maksud
tertentu dan kondisi tertentu serta dengan kadar serendah mungkin tetapi masih
berfungi seperti yang dikehendaki.
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.
Secara khusus tujuan penggunaan BTP dalam pangan adalah untuk:
1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau
mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan enak dimulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik.
4. Meningkatkan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.
BTP dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintesis kimia. Bahan yang berasal
dari alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artifisial atau sintetik mempunyai
risiko terhadap kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya. Produsen pangan skala
rumah tangga atau industri kecil memakai Bahan tambahan yang dinyatakan berbahaya
bagi kesehatan karena alasan biaya. Tidak jarang, produk pangan ditambahkan zat yang
bukan untuk makanan tapi untuk industri lain, misalnya untuk tekstil, dan cat. Badan
POM (Pengawas Obat dan Makanan) menemukan banyak produk-produk yang
mengandung formalin. Formalin bersifat desinfektan, pembunuh hama, dan sering
dipakai untuk mengaetkan mayat. Pewarna tekstil seperti Rhodamin B sering pula
ditemukan pada kerupuk dan terasi. Mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin
atau Rhodamin dapat menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh dan kanker.
Dapat kita ketahui banyak jenis BTP yang dapat digunakan secara legal. Namun pada
kenyataannya masih banyak para produsen makanan yang menggunakan bahan additive
terlarang pada makanan terutama makanan kecil.
Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut
PerMenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :
1. Natrium tetraborat (boraks)
2. Formalin (formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
4. Kloramfenikol (chlorampenicol)
5. Kalium klorat (pottasium clorate)
6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)
7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)
8. P-Phenetil Karbamida (p-Phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)
Sedangkan menurut Menteri Kesehatan RI nomor 1168/Menkes/PER/X/1999, selain
bahan tambahan diatas masih ada tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B
(Pewarna merah, methanyl yellow (pewarna kuning), Dulsin (pemanis sintetis) dan
kalsium bromat (pengeras). Asam borat atau Boraks (boric acid) merupakan zat pengawet
berbahaya yang tidak dizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks
adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu dan tekanan
normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Boraks adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B). Boraks merupakan
anti septik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak digunakan sebagai bahan anti jamur,
pengawet kayu, dan antiseptik pada kosmetik13. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.
722/ MenKes/Per/IX/88 boraks dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang untuk
digunakan dalam pembuatan makanan. Dalam makanan boraks akan terserap oleh darah
dan disimpan dalam hati. Karena tidak mudah larut dalam air boraks bersifat kumulatif.
Dari hasil percobaan dengan tikus menunjukkan bahwa boraks bersifat karsinogenik.
Selain itu boraks juga dapat menyebabkan gangguan pada bayi, gangguan proses
reproduksi, menimbulkan iritasi pada lambung, dan menyebabkan gangguan pada ginjal,
hati, dan testis.
Boraks umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel,
sebagai pengawet kayu, dan pembasmi kecoa. Boraks ini sering disalah gunakan untuk
dicampurkan dalam pembuatan baso, tahu, ikan asin, mie dll.
Boraks bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf
pusat, ginjal dan hati. Jika tertelan dapat menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau
ginjal. Kalau digunakan berulang-ulang serta kumulatif akan tertimbun dalam otak, hati
dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang sistem saraf pusat dan
menimbulkan gejala kerusakan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut, iritasi kulit
dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang akibatnya koma, bahkan
kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem sirkulasi darah.
Sebagian dari para penjual bakso menggunakan bahan BTP berupa Boraks. Karena
dengan menggunakan boraks bakso yang akan dijual memiliki tekstur yang terlihat lebih
menarik .
Berikut adalah ciri- ciri dari bakso yang menggunakan boraks :
1. Tekstur bakso yang terasa tak wajar.
2. Bakso boraks juga memiliki tekstur kenyal dan cenderung keras dan teskturnya
berbeda dengan bakso yang dibuat dari daging sapi murni.
3. Daya tahannya juga lebih lama dan bentuknya tetap utuh walaupun sudah lebih dari 3
hari.
4. Jika umumnya bakso berwarna abu-abu ataupun coklat, bakso ini warnanya
cenderung lebih bersih.
5. Bakso mengandung boraks memiliki tekstur membal seperti bola jika dilempar ke
bawah.
6. Jika dicium, bakso boraks akan mengeluarkan aroma yang menyengat.
Dengan adanya ciri-ciri pada sebuah bakso maka dapat diketahui bahwa bakso
tersebut mengandung boraks. Dan bakso berborakspun dapat dibuktikan dengan cara
melakukan uji menggunakan kunyit dimana uji boraks dengan menyiapkan perasan
kunyit kemudian sampel sampel bakso yang berbeda dihaluskan terlebih dahulu dan
ditambahkan air. Selanjutnya tisu diolesi air kunyit dan ditambahkan masing-masing
sampel bakso berbeda tersebut. Adanya perubahan warna merah kecoklatan pada tisu
menunjukkan adanya boraks. Kunyit mengandung kurkumin, sedangkan boraks bersifat
basa. Bila boraks dicampur dengan kurkumin akan menghasilkan senyawa baru yang
disebut boro kurkumin berwarna merah kecoklatan.
Dengan hal-hal tersebut para penjual bakso yang menambahkan bakso buatannya
dengan boraks telah melanggar hukum yang ada di Indonesia. Karena boraks merupakan
bahan yang sangat berbahay untuk dikonsumsi.
Bukan hanya melanggar hukum yang ada di Indonesia para penjual bakso
tersebut juga telah melanggar sila ke-2 dimana semua masyarakat Indonesia
menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan hal ini dapat
diketahui bahwa para penjual bakso-bakso yang menggunakan bahan-bahan
kimia yang berbahaya seperti boraks tersebut tidak memiliki rasa peri
kemanusiaan sama sekali karena mereka sama saja seperti membunuh
seseorang secara prlahan-lahan tanpa orang tersebut ketahui. Karena efek
dari bahan kima tersebut akan sangat membahayakan jiwa seseorang dimasa
yang akan datang.
IV. Penutup
Kesimpulan yang saya dapatkan dari penelitian ini adalah dimana para penjual bakso
tidak semuanya membuat baksonya dengan daging sapi murni. Sebagian dari mereka
juga mebuat bakso mereka dengan menambahkan boraks untuk menambah keuntungan
hasil penjualan mereka.
Dengan dampak yang sangat membahayakan kesehatan para konsumen para penjual
bakso tersebut memperdulikan hal tersebut. Apalagi mereka menambahkan bahan
berbahaya tersebut dengan hanya mengira-ngira tanpa memperdulikan resiko yang akan
timbul dikemudian hari. Hal ini dapat dibilang sebagai membunuh seseorang secara
perlahan-lahan tanpa diketahui oleh orang yang mengkonsumsi makanan tersebut. Dan
untuk efek dalam jangka waktu pendek hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada otak
manusia yang akan berakibat fatal pada para konsumen.
Oleh karena itu para pembeli harus lebih jeli lagi dalam membeli makanan atau jajan-
jajanan yang dijual diluar rumah. Dan para pembeli harus berhati-hati lagi agartidak
berdampak pada kesehatan mereka dimasa yang akan datang.
V. Daftar Pustaka
Anonim.2015.https://www.academia.edu/9851177/
BAHAN_TAMBAH_PANGAN_PENGAWETAN_MAKANANAN diakses pada
tanggal 20 Juni 2015.
Anonim.2015. http://food.detik.com/read/2013/04/30/184242/2234475/297/ciri-bakso-
boraks-teksturnya-sangat-kenyal-tidak-basi-sampai-5-hari diakses pada tanggal 20
Juni 2015.
Anonim.2015.http://www.praktikumbiologi.com/2014/02/uji-kandungan-boraks-dalam-makanan.html diakses pada tanggal 1 Mei 2015.
top related