makalah demam tifoid
Post on 27-Oct-2015
61 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKALAH
DEMAM TIFOID
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
HELENA ARIYANTI
09000016
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
2013
1. Anatomi
Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak), esofagus
(kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum
mayor (usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus demam tifoid, salmonella typi
berkembang biak di usus halus (intestinum minor). Intestinum minor adalah bagian
dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada
seikum, panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses
pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari : lapisan usus halus,
lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot
memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Gambar 2.1. Anatomi Usus Manusia
Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum
disebut juga usus dua belas jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke
kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selaput
lendir yang membukit yang disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran
empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas (duktus wirsung/duktus pankreatikus).
Dinding duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar,
kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah
yeyenum dengan panjang ± 2 meter dari ileum dengan panjang 4 – 5 m. Lekukan yeyenum
dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium
yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar
dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf
ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk mesenterium. Sambungan antara
yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama
orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis dan pada bagian ini
terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan
dalam asendens tidak masuk kembali ke dalam ileum.
Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel, termasuk banyak leukosit. Disana-sini
terdapat beberapa nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ilium
terdapat kelompok-kelompok nodula itu. Mereka membentuk tumpukan kelenjar peyer dan
dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang panjangnya satu sentimeter sampai beberapa
sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat
peradangan pada demam usus (tifoid). Sel-sel Peyer’s adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam
membran mukosa. Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada yeyenum.
Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui
dua saluran, yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam
permukaan vili usus. Sebuah vili berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot
yang diikat bersama jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh
epitelium.
Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang
di absorbsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam
pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa
perubahan. Fungsi usus halus : Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap
melalui kapiler-kapiler darah dan saluran – saluran limfe. Menyerap protein dalam bentuk
asam amino. Karbohidrat diserap dalam betuk monosakarida. Didalam usus halus terdapat
kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan. Enzim yang
bekerja ialah:
1.Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
2. Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
3. Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.
4. Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida.
5. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida,
Hepar merupakan organ terbesar di dalam tubuh , berwarna coklat kemerahan, beratnya ±1 ½
kg, berperan penting dalam metabolisme dan penetralan obat Kandung Empedu merupakan
organ berbentuk buah pir, letaknya dalam sebuah lobus di sebelah permukaan bawah hati,
berwarna hijau gelap, berfungsi dalam pencernaan dan penyerapan lemak (Syair, H. 2010).
2. Pengertian
Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk.,2005, hal 152).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna
dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran
(Mansjoer, A, 2000, hal 432).
Demam tifoid merupakan penyakti infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam
satu minggu atau lebih desertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran. (Rampengan, 2007).
Dari beberapa pernyataan diatas penulis menyimpulkan bahwa demam tifoid merupakan
penyakit infeksi pada bagian sistem pencernaan terutama pada usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella thypi yang biasanya menimbulkan demam lebih dari satu minggu.
3. Etiologi
Menurut Mansjoer, A (2000, hal:432) demam tifoid disebabkan oleh salmonella typhi,
basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurangnya
empat macam antigen, yaitu antigen O (somatik), H (flagella), Vi, dan protein membran
hialin.
4. Manifestasi klinis
Inkubasi terjadi selama 10 sampai 14 hari. Demam naik secara bertahap, nyeri kepala,
malaise, dan kadang kadang batuk. Gejala abdomen (nyeri, diare, atau konstipasi) jelas
terlihat pada minggu pertama. Sedangkan diare, hepatosplenomengali ringan, dan roseola
(rose spots) (60%) muncul pad minggu kedua. Syok, gangguan ginjal, dan perubahan status
mental, termasuk koma, muncul pada kasus-kasus berat (Davey, P. 2005. Hal 298).
5. Patofisiologis
Menurut Nursalam dkk (2005, hal:153) mekanisme masuknya kuman diawali dengan
infeksi yang terjadi pada saluran pencernaa. basil diserap diusus halus melalui pembuluh
limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain, terutama hati dan
limpa. basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-
organ tersebut akan membesar disertai dengan rasa nyeri diperabaan. Kemudian basil masuk
kembali kedalam darah (bakteriemia) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam
kelenjar limfoid usus halus; sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa
diatas plak nyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perferasi usus. Gejala
demam disebabkan oleh endotoksit, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
oleh kelainan pada usus.)
6. Pemeriksaan penunjang
a. Darah tepi. Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada
permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah
tepi ini sederhana dan mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana, tetapi hasilnya
berguna untuk membantu menentukan penyakitnya dengan cepat ( adakalanya dilakukan
pemeriksaan sumsum tulang / jarang sekali ) bila hal itu dilakukan daerah yang
akan dipungsi, dapat pada tibia perlu di lakukan pembersihan ekstra kemudian kompres
dengan alkohol.
b. Darah untuk kultur ( biakan empedu ) dan widal. Biarkan empedu untuk menemukan
salmonella typhosa dan pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan
diagnosis tifus abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk
dan setiap minggu berikutnya, ( diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur / widal ) :
biarkan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu
pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam feses dan urine, dan mungkin akan
tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu, pemeriksaan yang positif dari contoh
darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negative dari contoh
urine dan feses 2 kali berturut – turut digunakan untuk menentukan bahwa pasien telah benar
sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman ( carier ) (Ngastiah. Hal 238).
7. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer,A (2000, hal:433) penatalaksanaan pada demam tifoid adalah
sebagai berikut:
a. Tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali. Seminggu
kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan berjalan.
b. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandug banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
c. Obat terpilih adalah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis selama 10 hari.
dosis maksimal kloramfenikol 2 g/hari. Kloramfenikol tidak boleh diberikan bila jumlah
leukosit kurang dari 2000/ul. Bila pasien alergi dapat diberikan golongan penisilin atau
kotrimoksazol.
8. Komplikasi
Komplikasi pada demam tifoid pada anak berupa kejang, ensefalopati, perdarahan dan
perforasi usus, peritonitis, koma, diare, dehidrasi, syok septik, miokarditis, pneumonia,
osteomielitis dan anemia. Pada bayi muda, dapat pula terjadi syok dan hipotermia (WHO,
2005, hal;168).
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes
RI, Jakarta
Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.
Nainggolan, R. 2011. Karakteristik Penderita Demam Tifoid. Medan: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Nanda, 2011, Diagnosis Keperawatan, Jakarta : EGC
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Umum
Ramadhan, 2011, Asuhan Keperawatan Demam
Thypoid, http://dhanwaode.wordpress.com/2011/02/01/askep-hemoroid/, di akses
pada tanggal 8 oktober 2012
Ramali, A. 2005. Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.
Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan
Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83.
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Soegijianto, S. 2002. Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: Salemba Medika
Soeparman. (2007). Ilmu Penyakit Dalam Edisi I, Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka FKUI
Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi IV.
Jakarta: Penerbit FK-UI.
Syair, H. 2010. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. http://mutiarasyair-
syairklasik.blogspot.com/2010_10_01_archive.html. Diakses pada tanggal 8 Oktober
2012
WHO. 2009. Thypoid Fever. http://www.WHO.int. diakses pada tanggal 8 Oktober
2012
Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI
top related