lp mencintai fix word 2003
Post on 02-Feb-2016
255 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN DICINTAI
A. PENGERTIAN
Kebutuhan dasar manusia adalah hal-hal seperti makanan, air, keamanan,
cinta dan mencintai yang merupakan hal yang paling penting untuk bertahan
hidup dan kesehatan.walaupun setiap orang punya sifat tambahan, kebutuhan
yang unik, setiap orang mempunyai kebutuhan dasar manusia yang sama.
Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi menentukan tingkat kesehatan dan
posisi pada rentang sehat-sakit.
Kebutuhan dasar mencintai dan dicintai sangat sulit untuk didefinisikan,
karna cangkupan maknanya yang terlalu luas dan tak terbatas. Cinta berhubungan
dengan emosi, bukan dengan intelektual seseorang. Perasaan lebih berperan
dalam cinta daripada proses intelektual. Walaupun demikian cinta dapat diartikan
sebagai keadaan untuk saling mengerti secara dalam dan menerima sepenuh hati.
Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dasar yang menggambarkan emosi
seseorang. Kebutuhan ini merupakan suatu dorongan di mana seseorang
berkeinginan untuk menjalin hubungan yang bermakna secara efektif atau
hubungan emosional dengan orang lain. Dorongan ini akan menekan seseorang
sedemikian rupa, sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin untuk
mendapatkan pemenuhan kebutuhan akan cinta kasih dan perasaan memiliki.
Kebutuhan akan mencintai dan dicintai ini sangat besar pengaruhnya terhadap
kepribadian seseorang terutama untuk seorang anak. Cinta berhubungan dengan
emosi, bukan dengan intelektual. Perasaan lebih berperan dalam cinta daripada
proses intelektual. Walaupun demikian, cinta dapat diartikan sebagai keadaan
untuk saling mengerti secara dalam dan menerima sepenuh hati. Setiap individu,
termasuk klien yang dirawat oleh perawat, memerlukan terpenuhinya kebutuhan
mencintai dan dicintai.Klien merupakan individu yang berada dalam kondisi
ketidakberdayaan karena sakit yang dialaminya.Pada kondisi ini diperlukan
sentuhan perawat yang dapat memberikan kedamaian dan kenyamanan.Oleh
karena itu, setiap perawat harus memiliki pemahaman yang benar mengenai
konsep dalam pemenuhan kebutuhan mencintai dan dicintai.
Pengertian tentang cinta dikemukakan juga oleh Dr. Sarlito W.Sarwono.
Dikatakannya bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu keterikatan, keintiman, dan
kemesraan. Yang dimaksud dengan keterikatan padalah adanya perasaan untuk
hanya bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi dengan orang lain
kecuali dengan dia. Unsur yang kedua adalah keintiman, yaitu adanya kebiasaan-
kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa antara anda dengan dia
sudah tidak ada jarak lagi. Panggilan-panggilan formal seperti bapak, ibu, saudara
digantikan dengan sekedar memanggil nama atau sebutan sayang dan sebagainya.
Makan minum dari satu piring-cangkir tanpa rasa risi, pinjam meminjam baju,
saling memakai uang tanpa merasa berhutang, tidak saling menyimpan rahasia
dan lain-lainnya. Unsur yang ketiga adalah kemesraan, yaitu adanya rasa ingin
membelai atau dibelai, rasa kangen kalu jauh atau lama tidak bertemu, adanya
ucapan-ucapan yang mengungkapkan rasa saying, dan seterusnya.
Konsep mencintai dan dicintai yang harus diketahui perawat
Ada beberapa konsep tentang mencintai dan dicintai yang harus dipahami
oleh setiap perawat, diantaranya yaitu :
1. Cinta adalah dukungan
Konsep ini memberikan makna bagi perawat bahwa klien yang dirawat
membutuhkan adanya dukungan terhadap kesembuhannya.Dukungan yang
diberikan perawat dapat dilakukan melalui intervensi keperawatan, misalnya
denga memberikan motivasi untuk membangkitkan semangat hidupnya.Selain
dukungan perawat, klien juga sangat membutuhkan dukungan keluarga, dalam
hal ini perawat dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator yang
memfasilitasi klien dengan keluarganya. Selain itu, perawat perlu melibatkan
peran serta keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap klien.
2. Cinta adalah ketulusan
Konsep ini memeberikan landasan bagi perawat bahwa perawat harus
tulus dan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.Ketulusan ini diwujudkan dengan sikap perawat yang tidak
membeda-bedaka dalam melayani seluruh pasien/kliennya.
3. Cinta adalah perhatian
Konsep ini selaras dengan hakikat keperawatan yaitu care, yang artinya
keperawatn merupakan profesi yang memiliki perhatian dan kepedulian yang
tinggi terhadap manusia. Klien yang dirawat akan diberikan asuhan
keperawatan dengan penuh perhatian. Bentuk dari perhatian perawat adalah
salah satunya yaitu kehadiran perawat sebagai helper.
Menurut Sheila L. Videbeck menyatakan bahwa perubahan pervasive emosi
individu, yang ditandai dengan depresi, mania, serta isolasi diri. Menurut Stuart
Laraia dalam Psikiatric Nursing, menyatakan bahwa
keadaan emosional yang memanjang yang mempengaruhi seluruh kepribadian
individu dan fungsi kehidupannya.
B. TANDA DAN GEJALA
1. Depresi
a. Gejala Emosional dari Depresi :
Data subjektif
Batasan karakteristik :
1) Mengungkapkan rasa tidak diberikan kasih sayang atau kurangnya
kasih sayang
2) Mengungkapkan kesedihan
3) Mengungkapkan perasaan bersalah
4) Mengungkapkan tidak ada harapan
5) Mengungkapkan keinginan bunuh diri
b. Gejala Fisik dari Depresi :
Data objektif
Batasan karakteristik :
1) Gangguan tidur
1) Kelesuan fisik
2) Hilangnya nafsu makan
3) Penyakit fisik yang ringan
4) Retardasi (perlambatan gerakan) motorik
5) Gangguan seksual atau libido menurun
6) Hilangnya kekuatan fisik
7) Hilangnya konsentrasi saat berbicara
8) Terlihat murung
9) Sering melamun
10) Kreatifitas dan produktifitas menurun.
2. Mania
a. Gejala Emosional dari Mania :
Data subjektif
Batasan karakteristik :
1) Mengungkapkan perasaan tidak berharga dan tidak berguna
2) Mengungkapkan kesedihan yang mendalam karena kehilangan
kasih sayang
3) Mengungkapkan perasaan cemas
4) Mengungkapkan keputusasaan
5) Mengungkapkan adanya keinginan untuk bunuh diri
b. Gejala Fisik dari Mania :
Data Objektif
Batasan karakteristik :
1) Gangguan tidur
2) Kelesuan fisik
3) Hilangnya nafsu makan
4) Memperlihatkan sikap banyak bicara
5) Banyak pikiran dan cepat berpindah topiknya tetapi tidak dapat
memusatkan pada satu topik
6) Menunujukkan kegembiraan yang berlebihan, tetapi sebenarnya
pasien penuh dengan kebencian dan rasa permusuhan terutama
terhadap lingkungannya
7) Hilangnya kekuatan
8) Nutrisi tidak adekuat
9) Hilangnya konsentrasi
10) Kreatifitas dan produktifitas menurun
11) Hiperaktif
12) BB menurun
13) Bicara bertele-tele.
3. Resiko Kesepian (Isolasi Sosial)
a. Gejala emosional dari kesepian (isolasi sosial) :
Data subjektif
Batasan karakteristik :
1) Mengungkapkan perasaan kesendirian yang disebabkan oleh orang
lain
2) Mengungkapkan perasaan berbeda dari orang lain
3) Mengungkapkan perasaan penolakan
4) Minat yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan
5) Tujuan hidup yang tidak adekuat
6) Ketidakmampuan memenuhi harapan orang lain
7) Merasa tidak aman dalam bermasyarakat
8) Mengungkapkan nilai yang tidak erterima bagi kelompok budaya
dominan.
b. Gejala fisik dari kesepian (isolasi diri) :
Data objektif
Batasan karakteristik :
1) Ketiadaan orang terdekat yang memberi dukungan (keluarga,
teman, dan keompok)
2) Perilaku yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan
3) Afek tumpul
4) Adanya cacat fisik atau mental
5) Termasuk golongan budaya non-dominan
6) Penyakit
7) Tindakan tidak terarah
8) Tidak ada ontak mata
9) Asyik dengan pikiran sendiri
10) Menunjukan sikap bermusuhan
11) Afek sedih
12) Memilih untuk sendiri
13) Tidak komunikatif
14) Menarik diri
C. PATOFISIOLOGI
Alam perasaan adalah kekuatan atau perasaan hati yang mempengaruhi
seseorang dalam jangka waktu yang lama setiap orang hendaknya berada dalam
afek yang tidak stabil tapi tidak berarti orang tersebut tidak pernah sedih, kecewa,
takut, cemas, marah dan sayang emosi ini terjadi sebagai kasih sayang seseorang
terhadap rangsangan yang diterimanya dan lingkungannya baik internal maupun
eksternal. Reaksi ini bervariasi dalam rentang dari reaksi adaptif sampai
maladaptif.
Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif
Responsif Reaksi
kehilangan
yang wajar
Supresi Reaksi
kehilangan
yang
memanjang
Mania atau
Depresi
1. Depresi
a. Reaksi Emosi Adaptif
Merupakan reaksi emosi yang umum dari seseorang terhadap rangsangan
yang diterima dan berlangsung singkat. Ada 3 macam reaksi adaptif :
1) Respon emosi yang responsif
Keadaan individu yang terbuka mau mempengaruhi dan menyadari
perasaannya sendiri dapat beradaptasi dengan dunia internal dan
eksternal
1) Reaksi kehilangan yang wajar
Reaksi yang dialami setiap orang mempengaruhi keadaannya seperti :
(a) Bersedih
(b) Berhenti melakukan kegiatan sehari–hari
(c) Takut pada diri sendiri
(d) Berlangsung tidak lama.
2) Supresi
Supresi merupakan tahap awal dari respon maladaptif, individu
menyangkal perasaannya dan menekan atau menginternalisasi semua
aspek perasaan terhadap lingkungan. Kadang – kadang supresi
diperlukan untuk mekanisme pertahanan sementara sebagai reaksi
awal terhadap suatu tragedi. Tahap awal respon maladaptif seperti
individu menyangkal perasaannya dan menekan atau menginternalisasi
aspek perasaan terhadap lingkungan
b. Reaksi Emosi Maladaptif
Merupakan reaksi emosi yang sudah merupakan gangguan respon ini
dapat dibagi 2 tingkatan yaitu :
1) Reaksi kehilangan yang memanjang
Reaksi kehilangan yang memanjang akan mengganggu fungsi individu
secara efektif. Gejala yang terlihat adalah bermusuhan, kesedihan yang
berlebihan, tidak mampu mengekpresikan perasaannya, dan rendah
diri. Supresi memanjang kemudian mengganggu fungsi kehidupan
individu.
1) Depresi
Depresi merupakan respon emosi yang maladaptif berat dan dapat
dikenal melalui intensitas, rembetan terus – menerus, dan pengaruhnya
terhadap fungsi sosial dan fisik individu. Gangguan alam perasaan
kesal dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi sosial dan fungsi
fisik yang hebat dan menetap pada individu yang bersangkutan.
Tingkat Depresi
1. Depresi Ringan
Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses pikir
komunikasi sosial dan rasa tidak nyaman.
2. Depresi Sedang
a) Afek : murung, cemas, kesal, marah, menangis
b) Proses pikir : perasaan sempit, berfikir lambat, berkurangnya
komunikasi verbal komunikasi non verbal meningkat.
c) Pola komunikasi : bicara lambat, berkurang komunikasi verbal,
komunikasi non verbal meningkat
d) Partisipasi sosial : menarik diri tak mau bekerja atau sekolah,
mudah tersinggung
3. Depresi Berat
a) Gangguan afek : pandangan kosong, perasaan hampa, murung,
inisiatif berkurang
b) Gangguan proses pikir
c) Sensasi somatik dan aktivitas motorik : diam dalam waktu lama,
tiba-tiba hiperaktif, kurang merawat diri, tak mau makan dan
minum, menarik diri, tidak peduli dengan lingkungan
2. Mania
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor genetik : dikaitkan dengan faktor keturunan
2) Teori agresi berbalik diri diawali dengan proses kehilangan ambivalen
menjadi tidak mampu mengekspresikan marah menjadi marah pada
diri sendiri.
3) Kehilangan objek
Pada masa anak jika terjadi kehilangan kemudian trauma selanjutnya
faktor predisposisi terjadi gangguan pada masa remaja. Jika terjadi
kehilangan kemudian trauma, faktor predisposisi terjadi gangguan.
4) Model kognitif
Gangguan proses pikir, gangguan penilaian terhadap lingkungan dan
masa depan.
5) Model biokimia
Cathecdamin meningkat.
6) Psikososial, perkembangan ego terganggu, memberi jalan untuk
menghukum superego.
b. Faktor Presipitasi
1) Faktor biologis
Perubahan fisiologis, obat-obatan, penyakit fisik, ketidakseimbangan
metabolisme.
2) Faktor psikologi
Putus asa atau kehilangan cita-cita, fungsi tubuh, harga diri.
2) Faktor sosial budaya
Kehilangan peran, perceraian, pekerjaan, peristiwa besar dalam hidup.
(Stuart and Sundeen : 229)
Prilaku Dan Mekanisme Koping
Tingkah laku mania merupakan mekanisme pertahanan terhadap depresi yang
diakibatkan dari kurang ekeftifnya koping dalam menghadapi kehilangan
(Regresi, Supresi, Denial, Disosiasi).
Prilaku yang berhubungan dengan mania :
a. Afektif
Gembira berlebihan (euphoria), harga diri tinggi, tidak latan konflik.
a. Kognitif
Ambisi, mudah terpenaruh, mudah beralih perhatian, flight of ideas
b. Fisik
Dehidrasi, nutrisi yang tidak adekuat, berkurangnya kebutuhan tidur,
BB menurun.
c. Tingkah laku
Agresif, hiperaktif, aktivitas motorik tinggi, kurang bertanggung
jawab, royal, kurang merawat diri, tingkah laku seksual berlebihan,
bicara bertele-tele.
3. Kesepian
a. Faktor Predisposisi
Berbagai faktor bisa menimbulkan respon sosial yang maladaptif.
Walaupun banyak penelitian telah dilakukan pada gangguan yang
memengaruhi hubungan interpersonal, belum ada suatu kesimpulan yang
spesifik tentang penyebab gangguan ini. Mungkin disebabkan oleh
kombinasi dari berbagai faktor yang meliputi :
1. Faktor Perkembangan
Perkembangan manusia mencakup perubahan dan kestabilan berbagai
aspek dalam dirinya, mencakup perkembangan fisik, kognitif dan
psikososial (perubahan dan stabilitas pada kepribadian dan relasi
sosial). Bila tugas perkembangan tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah sosial.
2. Faktor Biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif.
Penurunan aktivitas neorotransmitter akan mengakibatkan perubahan
mood dan gangguan kecemasan. Neurotransmitter yang
mempengaruhi pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
a) Dopamin
Fungsi dopamin sebagai pengaturan mood dan motivasi, sehingga
apabila dopamin menurun pasien akan mengalami penurunan
mood dan motivasi.
b) Norepineprin
Norepineprin yang kurang dapat mempengaruhi kehilangan
memori, menarik diri dari masyarakat dan depresi.
c) Serotonin
Pasien dengan menarik diri atau isolasi sosial, serotonin cenderung
menurun sehingga biasanya dijumpai tanda tanda seperti lemah,
lesu dan malas melakukan aktivitas.
d) Asetokolin
Apabila terjadi penurunan asetokolin pada pasien dengan isolasi
sosial cenderung untuk menunjukkan tanda-tanda seperti malas,
lemah dan lesu.
3. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan
sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
Contohnya orang yang mengalami kecacatan diasingkan dari
lingkungan.
4. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial (Fitria, 2010, hlm. 34).
b. Faktor presipitasi (pencetus)
Faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya mencakup
peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan, yang
memenuhi kemampuan individu berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas. Faktor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua
kategori yaitu sebagai berikut:
1) Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya
stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti.
2) Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
D. POHON MASALAH
Proses terjadinya masalah
Keterangan:
Klien yang mengalami gangguan perasaan biasanya diawali dari persepsinya
yang negative terhadap stressor. Klien menganggap masalah sebagai sesuatu
yang 100% buruk.Tidak ada hikmah dan kebaikan dibalik semua masalah
yang diterimanya. Kondisi ini diperburuk dengan tidak adanya dukungan yang
adekuat seperti dari keluarga, sahabat, ibu, tetangga, terutama keyakinannya
kepada sang Maha Kuasa. Muncullah fase akumulasi stressor dimana stressor
yang lain turut memperburuk keadaan klien. Klien akan merasa tidak berdaya
dan akhirnya ada niat untuk mencederai diri dan mengakhiri hidup. Hal ini
menjadi pemicu munculnya depresi, mania dan mengisolasi diri yang akan
menjadi internal stressor.
Negative perception to problem
Stressor
Potential self destruction
Helplessness depretion
Accumulation of stressor
Maladaptive coping
1. Depresi
Koping keluarga tak efektif
Koping individu tak efektif
Harga diri rendah
Depresi
Resiko tinggi terjadi kekerasan
yang diarahkan pada diri sendiri
2. Mania
3. Resiko Kesepian ( Isolasi Sosial )
Gangguan alam perasaan: mania Core problem
Inefektif Koping Individu
Inefektif Koping Keluarga
Harga Diri Rendah Kronis
Isolasi Sosial
Malas Beraktivitas
Perubahan presepsi sensori
(Halusinasi)
Defisit Perawatan Diri
Resiko Mencederai Diri, Keluarga dan
Orang ain
Kerusakan interaksi sosial
Peristiwa terhadap penyiksaan orang lain dan diri sendiri
Rasa bermusuhanKekurangan volume cairan
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan diagnostik tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan kebutuhan
mencintai dan dicintai.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Depresi
Menurut Tomb, 2003, semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi,
dan beberapa memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus
bergantung pada diagnosis, berat penyakit, umur pasien, respon terhadap
terapi sebelumnya.
a. Terapi Psikologik
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati,
pengertian dan optimistik. Bantu pasien mengidentifikasi dan
mengekspresikan hal-hal yang membuatnya prihatin dan melontarkannya.
Identifikasi faktor pencetus dan bantulah untuk mengoreksinya. Bantulah
memecahkan masalah eksternal (misal : pekerjaan, lingkungan sekitar
tempat tinggal. Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda dekompensasi
yang akan datang. Temui pasien sesering mungkin (mula-mula 1-3 kali
per hari) dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau untuk
selamanya. Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi
kemarahan anda (melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak
masuk akal, dll).
b. Terapi Kognitif
Perilaku dapat sangat bermanfaat pada pasien depresi sedang dan ringan.
Diyakini oleh sebagian orang sebagai “ketidakberdayaan yang dipelajari”,
depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan keterampilan dan
memberikan pengalaman-pengalaman sukses. Dari perspektif kognitif,
pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran
negative dan harapan-harapan negative. Terapi ini mencegah kekambuhan.
Latihan fisik (berlari, berenang) dapat memperbaiki depresi.
c. Terapi farmakologi
1) Litium karbonat, sebuah obat antimatik, adalah obat pilihan untuk
klien yang menderita gangguan bipolar.
2) Pengobatan antipsikotik digunakan untuk klien yang menderita
hiperaktivitas hebat dan untuk menangani perilaku manik.
3) Antikonvulsan kadang-kadang diberikan karena keefektifan dalam
antimanik.
4) Pengobatan antiansietas, misalnya klonazepam (klonopin) dan
lotazepam (Antivan), kadang-kadang digunakan untuk klien yang
menderita episode panik akut dan untuk klien yang sulit ditangani.
5) Selsctive serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) berguna untuk
menangani depresi, terutama karena obat tersebut lebih sedikit
memiliki efek antikolinergik yang merugikan, lebih sedikit toksisitas
jantung, dan reaksi lebih cepat daripada antidepresan trisiklik dan
inhibitor oksidase monoamin (MAO).
6) Trisiklik dan inhibitor MAO, generasi pertama antidepresan, jarang
digunakan sejak adanya SSRI dan SSRIs atipikal.
7) Antipsikotik kadang-kadang digunakan untuk menangani gangguan
tidur dan ansietas sedang.
8) Dokter dapat memprogramkan, terapi elektrokonvulsif (ECP) jika
terdapat depsresi hebat, klien sangat ingin mealkukan bunuh diri, atau
jika klien tidak berespon terhadap protokol pengobatan antidepresan.
Tiga fase penatalaksanaan farmakologis yang digambarkan dalam panel
pedolaman depresi adalah fase akut, fase lanjut, dan fase pemeliharaan.
Dalam fase akut gejalanya ditangan, dosis obat dsisesuaikan untuk
mencegah efek yang merugikan, dan klien diberikan penyuluhan. Pada
fase lanjut klien dimonitor pada dosis efektif untuk mencegah terjadinya
kambuh. Pada fase pemeliharaan, seorang klien yang berisiko kambuh
seringkali tetap diberi obat bahkan selama waktu remisi. Untuk klien yang
dianggap tidak berisiko tinggi mengalami kambuh, pengobatan
dihentikan.
2. Mania
Untuk penatalaksannan pada episode mania di prioritaskan pada tehnik
pencegahan dan penangan secara cepat :
a. Pengembangan dan peningkatan tentang respon maladaptive dan koping
yang efektif.
b. Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat
c. Pemberian obat antimanik.
3. Resiko Kesepian (Isolasi Sosial)
Metode Psikososial
Menurut Hawari (2001, hlm. 90-97) ada beberapa terapi untuk pasien
dengan gangguan resiko kesepian (isolasi social), diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita baru dapat diberikan apabila penderita dengan
terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai
realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.
b. Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak bergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi
beban bagi keluarga dan masyarakat
c. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap pasien gangguan jiwa banyak mempunyai
manfaat, diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih cepat
hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaknya lebih cepat teratasi,
dan lebih cepat dalam beradaptasi dengan lingkungan. Terapi keagamaan
yang dimaksud adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti
sembahyang, berdoa, shalat, ceramah keagamaan, dan kajian kitab suci.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Depresi
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan masalah
klien. Menurut Keliat faktor-faktor yang perlu dikaji pada klien dengan
gangguan alam perasaan depresi dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pengumpulan data
Menurut Keliat pengumpulan data yang dilakukan pada klien dengan
halusinasi dengar antara lain :
- Identitas klien dan penanggung
- Alasan dirawat (saat masuk rumah sakit dan saat pengkajian)
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
- Faktor presipitasi atau faktor pencetus
- Aspek fisik atau biologis
- Aspek psikososial
- Status mental
- Kebutuhan persiapan pulang
- Mekanisme koping
- Masalah psikososial dan lingkungan
- Aspek medik
Beberapa data yang kita kumpulkan pada klien dengan gangguan alam
perasaan depresi, diantaranya:
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor Genetik
Dikaitkan dengan faktor keturunan
b) Teori Agresi Berbalik pada Diri
Diawali dengan proses kehilangan → terjadi ambivalensi terhadap
objek yang hilang → tidak mampu mengekspresikan kemarahan →
marah pada diri sendiri
c) Kehilangan Objek
Pada masa kanak–kanak jika terjadi kehilangan → trauma → faktor
predisposisi terjadi gangguan pada masa remaja jika terjadi kehilangan
d) Model Kognitif
Depresi terjadi karena gangguan proses pikir → penilaian negatif
terhadap diri, lingkungan dan masa depan
e) Teori Belajar Ketidakberdayaan
Keadaan prilaku dan ciri kepribadian seseorang yang percaya bahkan
dirinya kehilangan kontrol terhadap lingkungan. Ditandai : tampak
pasif, tidak mampu menyatakan keinginan, opini negatif tentang diri.
2. Faktor Presipitasi
a) Putus atau kehilangan hubungan
Kehilangan pada kehidupan dewasa → faktor predisposisi terjadi
gangguan kehilangan nyata atau samar-samar.
Kehilangan orang yang dicintai
Kehilangan fungsi tubuh
Kehilangan harga diri
b) Kejadian besar dalam kehidupan
Peristiwa tak menyenangkan
Pengalaman negatif dari peristiwa kehidupan → depresi
c) Perubahan peran
Peran sosial yang menimbulkan stressor : bertetangga, pekerjaan,
perkawinan, pengangguran, pensiunan.
d) Sumber koping tidak adekuat
Sosial ekonomi, pekerjaan, posisi sosial, pendidikan
Keluarga → kurang dukungan
Hubungan interpersonal isolasi diri atau sosial
e) Perubahan Fisiologik
Gangguan alam perasaan terjadi sebagai respon terhadap perubahan
fisik oleh karena :
Obat-obatan
Penyakit fisik (infeksi, virus, tumor) → timbul nyeri sehingga
membatasi fungsi individu berinteraksi → depresi
3. Perilaku
Prilaku yang berhubungan dengan depresi :
a) Afektif
Marah, anxietas, apatis, perasaan dendam, perasaan bersalah, putus
asa, kesepian, harga diri rendah, kesedihan.
b) Fisik
Nyeri perut, anorexia, nyeri dada, konstipasi, pusing, insomnia,
perubahan menstruasi, berat badan menurun.
c) Kognitif
Ambivalen, bingung, konsentrasi berkurang motivasi menurun,
menyalahkan diri, ide merusak diri, pesimis, ragu–ragu.
d) Prilaku
Agitasi, ketergantungan, isolasi sosial, menarik diri.
4. Mekanisme Koping
Reaksi berduka yang tertunda mencerminkan penggunaan eksagregasi dari
mekanisme pertahanan penyangkal (denial) dan supresi yang berlebihan
dalam upayanya untuk menghindari distress hebat yang berhubungan
dengan berduka. Depresi adalah suatu perasaan berduka abortif yang
menggunakan mekanisme represi, supresi, denial dan disosiasi.
b. Masalah Keperawatan
Masalah-masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan
alam perasaan depresi :
- Resiko tinggi terhadap kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri
- Kerusakan interaksi sosial : menarik diri
- Gangguan pola tidur
- Gangguan alam perasaan : depresi
- Gangguan konsep diri : harga diri rendah
- Gangguan citra tubuh
2. Mania
Terdiri dari pengumpulan data dan perumusan masalah klien.
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien dan penanggung
2) Alasan dirawat
3) Riwayat penyakit
4) Faktor predisposisi, presipitasi
5) Aspek fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang,
mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan.
6) Aspek medik
b. Masalah keperawatan
1) Menurut Keliat, Anna :
Resiko tinggi terhadap cedera
Resiko tinggi terhadap kekerasan, langsung kepada diri sendiri
atau orang lain
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Perubahan proses pikir
Perubahan sensori persepsi
Kerusakan interaksi sosial
Gangguan pola tidur.
2) Menurut standar asuhan keperawatan jiwa :
Potensi terjadi cidera diri, orang lain dan lingkungan
Gangguan istirahat tidur
Potensial melukai diri sendiri dan orang lain
Gangguan asuhan mandiri
Gangguan komunikasi verbal
Potensial gangguan nutrisi dari keturunan
Potensial terjadi kelelahan berlebihan
3) Menurut pedoman perawatan psikiatri
Klien nampak hiperaktif, gaduh, gelisah, gembira terus menerus,
tidak pernah merasa takut
Arus pikir cepat, pikiran mudah dialihkan, perhatian mudah
terganggu, banyak bicara, flight of idea, cenderung
membanggakan diri, bicara dengan suara keras.
Tidak punya pandangan ke dalam diri, tidak tidur.
Kebersihan diri turun.
3. Resiko Kesepian ( Isolasi Sosial)
a. Pengumpulan data (Keliat, 2010).
1) Identitas klien dan penanggung
2) Alasan dirawat
3) Riwayat penyakit
4) Faktor predisposisi, presipitasi
5) Aspek fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang,
mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan.
6) Aspek medik
b. Masalah keperawatan
1. Untuk umum :
b) Kaji presepsi pasien dan sistem pendukung yang aktual
c) Tentukan factor resiko terhdap kesepian (misalnya, kurang energy
yang dibutuhkan untuk interaksi social, keterampilan komunikasi
yang buruk)
d) Bandingkan kinginan pasen untuk ingin mendapatkan kunjungan
dan interaksi social dengan kunjungan dan interaksi social actual
e) Pantau respon pasien terhadap kunjungan keluarga dan teman
f) Fasilitas kunjungan NIC :
(1) Tentukan pilihan keluarga untuk waktu kunjungan dan
sediakan informasi
(2) Tentukan kebutuhan klien terhdap kunjungan dari keluarga dan
teman yang lebih sering
g) Kaji hubungan keluarga saat ini dan dimasa lalu
2. Untuk bayi dan anak-anak
a) Kaji sikap malu dan harga diri rendah, terutama diantara remaja
b) Diskusikan engan orang tua kemungkinan memperoleh hewan
peliharaan
3. Untuk Lansia
Kaji keterbatasan fungsi yang dapat engganggu interaksi social
a) Kaji aanya depresi,rujuk ke professional kesehatan jiwa sesui
kebutuhan
b) Kaji adanya perubahan status mental
c) Dorong partisipasi dalam klompok aktivitas fisik
d) Atur agar klien mendapat layanan pembagian makanan harian
dipusat komunitas khusus lansia.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Depresi
a) Resiko tinggi terjadi kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri
berhubungan dengan depresi yang ditandai dengan ide bunuh diri.
b) Depresi berhubungan dengan harga diri rendah ditandai dengan perasaan
tak berhjarga tidak ada harapan, murung dan merasa kosong.
2. Mania
a) Resiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perubahan ekskresi natrium sekunder
b) Resiko tinggi terhadap penyiksaan orang lain berhubungan dengan
gangguan alam perasaan mania, ditandai dengan kerusakan indra realitas,
cedera, penilaian dan hiperaktif.
c) Gangguan perasaan mania berhubungan dengan kerusakan interaksi sosial
ditandai dengan rasa bermusuhan, terlalu percaya diri, atau manipulasi
orang lain. Carpenito,(2000).
3. Resiko Kesepian ( Isolasi Sosial)
a. Deprivasi kasih sayang berhubungan dengan
1) Kematian pasangan,
2) Perceraian,
b. Deprivasi katetik (hambatan interaksi sosial) berhubungan dengan tidak
ada teman bicara
Isolasi fisik (gangguan citra tubuh) berhubungan dengan
1) Penyakit infeksius,
2) Obesitas, kanker,
3) Kecacatan fisik,
4) Kecacatan emosional (depresi, paranoia,dan fobia)
Isolasi sosial berhubungan dengan ditolak oleh kelompok sebaya
Faktor yang berhubungan
1) Perubahan status mental
2) Gangguan penampilan fisik
3) Gangguan kondisi kesehatan
4) Faktor yang berperan terhadap tidak adanya hubungan personal yang
tidak memuaskan (misal, dalam menyelesaikan tugas perkembangan)
5) Minat atau ketertarikan yang belum mantap
6) Ketidakmampuan menjalani hubungan yang memuaskan
7) Sumber personal yang tidak adekuat
8) Perilaku sosial yang tidak diterima
9) Nilai sosial yang tidak diterima
H. RENCANA KEPERAWATAN
1. Depresi
Diagnosa : Resiko tinggi terhadap kekerasan
No
Tujuan Umum :
Klien tidak menunjukkan prilaku kekerasan pada diri sendiri.
Tujuan Khusus Rasionalisasi Tindakan
1 Klien dapat
membina
hubungan saling
percaya dengan
perawat
- Dengan membina
hubungan saling
percaya sebagai
dasar interaksi
terapeutik perawat
dengan klien.
· - Beri salam dan panggil nama
klien, sebut nama perawat
sambil berjabat tangan, jelaskan
kontrak yang dibuat klien, beri
rasa aman dan empati, dan
lakukan kontak singkat tapi
sering
2 Klien dapat
mengidentifikasi
tanda-tanda
perilaku depresi
-Dengan
mengungkapkan
penyebab perasaan
sedih klien maka
beban psikologis
klien berkurang
-Dengan
mendengarkan
setiap ungkapan
klien secara baik
maka klien akan
merasa ada orang
· - Beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
dan bantu klien mengungkapkan
penyebab rasa sedihnya
· - Dengar setiap ungkapan klien
secara baik (empati).
yang
memperhatikan.
3 Klien
mampu mengenali
dan
mengekspresikan
emosinya
-Dengan
mendorong klien
menggunakan
prilaku yang
konstruktif
diharapkan
nantinya bisa
menanggulangi
suatu kejadian
-Dapat
meningkatkan
pemahaman klien
tentang cara
berespon terhadap
suatu masalah dan
mencegah dampak
yang tidak
diinginkan.
· - Dorong dan berikan alternatif
klien untuk menggunakan cara
baru yang lebih konstruktif
dalam berespon dalam suatu
kejadian
- Diskusikan bersama klien cara
berespon terhadap perasaan
sedih yang dialami.
4 Klien dapat
mengidentifikasi
akibat dari
perilaku depresi
- Klien dapat
mengetahui
gambaran akibat
dari prilakunya
dalam mengatasi
masalah dan
mengetahui cara
yang lebih
konstruktif dalam
berespon.
- Bicarakan akibat yang
ditimbulkan dari cara yang
dilakukan klien dalam
mengatasi masalahnya dan
bersama klien menyimpulkan
akibat dari cara yang telah
digunakan
5 Klien mendapat
dukungan
keluarga dalam
penggunaan
perilaku yang
konstruktif dan
dalam berinteraksi
dengan orang lain.
-Untuk
meningkatkan
kerjasama dalam
merawat klien
- Agar keluarga
memiliki
pengetahuan yang
cukup di dalam
merawat klien
- Meningkatkan
motivasi dan
pengetahuan
keluarga dalam
merawat klien.
· - Bina hubungan saling percaya
dengan keluarga
- Identifikasi kemampuan
keluarga dalam merawat klien
dan jelaskan peran serta
keluarga dalam merawat klien
- Dorong klien untuk
meningkatkan komunikasi
dengan klien dan cara-cara
melakukan pendekatan pada
klien.
6 Klien mau
mencari bantuan
pada saat timbul
dorongan yang
dapat
membahayakan
dirinya
-Untuk
menentukan
intervensi dalam
mencegah tindakan
klien yang
merugikan dirinya
sendiri dan orang
lain
-Mencegah
terjadinya tindakan
yang dapat
mencederai klien.
· - Tanyakan pada klien apakah
pernah mencoba untuk
mencederai diri sendiri atau
orang lain
- Ciptakan lingkungan yang
aman bagi klien dengan
menyingkirkan benda – benda
yang dapat membahayakan
dirinya dan lingkungan
7 Klien dan
keluarga
- Agar klien dan
keluarga
· - Jelaskan jenis obat yang
didapat oleh klien pada klien
mengetahui dan
dapat
menggunakan
obat dengan benar
dan tepat.
mengetahui obat
yang didapat dan
tidak salah dalam
meminumnya
- Agar pengobatan
efektif dan
mencegah
kesalahan minum
obat
dan keluarga dan cara
minumnya
- Diskusikan tentang manfaat
minum obat, keteraturan minum
obat dan prinsip yang benar
dalam minum obat
Diagnosa : Depresi berhubungan dengan harga diri rendah
No
Tujuan Umum :
Klien dapat mengembangkan cara-cara adaptif dalam berespon terhadap
perasaan sedih yang dialami
Tujuan Khusus Rasionalisasi Tindakan
1 Klien dapat
membina
hubungan saling
percaya
- Hubungan saling
percaya dapat
meningkatkan dan
membuat klien
terbuka pada klien
-Dapat mengurangi
beban perasaan
klien
-Dengan
memperhatikan
kebutuhannya,
klien akan merasa
· - Bina hubungan saling
percaya : beri salam, panggil
nama klien, berjabat tangan
dengan klien, jelaskan kontrak
yang dibuat dengan klien rasa
aman dan empati
- Dorong dan beri kesempatan
klien untuk mengungkapkan
perasaannya
- Perhatikan kebutuhan klien
masih ada yang
mau peduli
terhadapnya.
2 Klien mampu
mengungkapkan
hal-hal positif
dalam dirinya.
- Klien mengetahui
kelebihan dan
kekurangannya
- Identifikasi hal-
hal positif dalam
diri klien dapat
meningkatkan
harga diri klien
-Diharapkan
dengan mengubah
sifat yang negatif
dalam diri klien
sehingga dapat
meningkatkan
harga dirinya dan
mencegah dampak
yang tidak
diinginkan
-Dengan penguatan
yang positif dapat
meningkatkan
harga diri klien dan
klien merasa
dihargai atas
keberhasilannya.
· - Diskusikan hal positif dan
negatif dalam diri klien
- Bantu klien
mengidentifikasikan hal-hal
positif dalam dirinya
- Diskusikan tentang rencana-
rencana untuk mengubah hal-hal
dalam diri klien yang bersifat
negatif
- Berikan pujian dan penguatan
positif bila klien berhasil
melakukannya.
3 Klien dapat
mengikuti
-Memberikan
kesempatan klien
- Kaji dan diskusikan aktivitas
yang tepat untuk klien
aktivitas terapi
dan tugas-tugas
sesuai
kemampuannya.
untuk ikut
merumuskan
sesuatu yang dapat
meningkatkan
harga diri klien
- Aktivitas yang
sesuai dengan
kemampuan klien
dapat
meningkatkan
kemungkinan
untuk berhasil
-Dapat
meningkatkan
motivasi klien
untuk
melaksanakan
tugasnya
- Kesuksesan klien
dalam melakukan
aktivitas dapat
meningkatkan
harga diri klien
- Beri aktivitas yang sesuai
dengan kemampuan klien
- Beri dorongan dan dukungan
bila klien menghadapi rasa takut
terhadap kegagalan dalam
mengikuti terapi dan
melaksanakan tugasnya
- Beri pengakuan atas kerja
keras dan penguatan positif
terhadap uasaha yang
dilakukannya.
2. Mania
Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : Klien akan mengkonsumsi makanan dan diantaranya
makanan kecil untuk memenuhi anjuran harian.
Intervensi Rasional
1. - Mengikuti atau berjalan bersama
klien selama makanan diberikan.
2. - Berikan klien makanan tinggi
protein, tinggi kalori, mengandung
zat-zat gizi dan minuman-minuman
yang dapat dikonsumsi sambil jalan
3. Pertahankan cataan yang akurat
mengenai jumlah masukan, haluaran
dan kalori
4. - Kolaborasi dengan ahli gizi,
tentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan
5. - Berikan suplemen vitamin dan
mineral sesuai program terapi
pengobatan
1. - Kehadiran individu yang
dipercayai dapat memeberikan rasa
aman dan menurunkan agitasi
2. - Karena keadaan hiperaktif, klien
mengalimi kesukaran duduk agak
lama untuk makan.
- Kemungkinanya adalah lebih besar
bahwa ia akan mengkonsumsi
makanan dan minuman yang dapat
dibawa-bawa dan dimakan dengan
hanya sedikit usaha.
3. - Informasi ini dibutuhkan untuk
membuat suatu pengkajian nutrisi
yang akurat dan untuk
mempertahankan keamanan klien
4. - Untuk menentukan pemberian
nutrisi yang adekuat sesuai dengan
kebutuhan klien dan untuk
5. meningkatkan status nutrisi.
Diagnosa : Risiko tinggi terhadap cedera
Tujuan : Klien tidak akan terlalu lama memperlihatkan pergerakan
yang mengakibatkan potensial cidera selama 24 jam dengan
pemberian obat-obat penenang
Intervensi Rasional
1. - Singkirkan benda-benda dan zat-zat 1. - Rasionalitas klien rusak dan pasien
yang berbahaya dari lingkungan
sekitar klien.
2. - Berikan jadwal kegiatan yang
terstruktur yang mencakup
menentukan waktu istirahat tersebut.
3. - Kurangi stimulus lingkungan,
berikan linkungan pribadi jika
memungkinkan sinar lampu yang
lembut, tingkat kebisingan yang
rendah
4. - Batasi aktifitas-aktifitas
kelompok. Bantu klien mencoba
untuk menetapkan satu atau dua
hubungan yang akrab
5. - Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain untuk pemberian obat penenang
dapat saja secara tidak hati-hati
membahayakan dirinya
2. - Jadwal yang terstruktur memberikan
rasa aman untuk klien dalam
3 keadaan hiperaktif, klien sangat
mudah bingung, dan berespon
terhadap stimulus yang sangat
sedikitpun secara berlebihan
4. - Kemampuan klien untuk
berinteraksi dengan orang lain rusak.
Pasien merasa lebih aman dengan
hubungan satu per satu yang tetap
setiap saat.
5. - Untuk menghilangkan agitasi dan
hiperaktifitas dengan segera.
Diagnosa : Kerusakan interaksi sosial.
Tujuan : Menurunkan resiko menganiaya diri sendiri dan orang lain
Intervensi Rasional
1. - Alihkan perilaku aniaya dengan
menyalurkan fisik secara rasa
permusuhan klien
2.
2. - Jika klien tidak tenang dengan cara
1. - Latihan fisik adalah suatu cara
yang aman dan efektif untuk
menghilangkan ketegangan yang
terpendam
2. - Kegiatan ini dapat bermanfaat
“menghentikannya” dengan suara
keras dll gunakan pembatas mekanik
sesuai kebutuhan
3. - Pertahankan dan perlihatkan sikap
yang menenangkan untuk klien
4. - Apa bila klien diikat observasi
setiap 15 menit (atau menurut
kebijakan institusi)
untuk mencegah klien menganiaya
diri sendiri atau orang lain
3. - Ansietas merupakan hal yang
menular dan dapat ditransmisikan
dari staf kepada klien
4.
- Memastikan sirkulasi keekstermitas
tidak membahayakan dan
meminimalkan resiko cedera pada
klien
3. Resiko Kesepian (Isolasi Sosial)
NO. INTERVENSI
1. Identifiksi faktor penyebab dan
penunjang
2. Kurangi atau singkirkan faktor
penyebab atau penunjang
3. Tingkatkan interaksi social a. Bantu individu yang mengalami
proses kehilangan ketika ia melalui
proses berduknya
b. Validasi kenormalan berduka
c. Beri dorongan individu untuk
membicarakan perasaan
kesepiannya dan mengapa
perasaan tersebut ada
d. Kerahkan sistem pendukung
tetangga dan temna-teman individu
e. Bicarakan pentingnya kualitas
social ketimbang besarnya jumlah
interaksi
f. Rujuk pada penyuluhan
keterampilan social
g. Tawarkan umpan balik tentang
bagaimana individu menawarkan
diri pada orang lain
4. Kurangi hambatan kontak sosial a. Tentukan ketersediaan transportasi
dalam komunitas ( umum, yang
berhubungan dengan tempat
ibadah dan volunter)
b. Tentukan apakah individu harus
diajarkan bagaimana mengubah
transportasi
c. Identifikasi aktivitas yang
membantu mempertahankan
individu agar tetap sibuk terutama
selama periode tingggi resiko
kesepian
d. Bantu mengembangkan alternative
komunikasi pada individu dengan
gangguan kemampuan sensoris
(misal, memasang telepon dengan
amplifien kemudian lihat hambatan
komunikasi)
e. Bantu penatalaksanaan masalah
estetika
DAFTAR PUSTAKA
A.Aziz Alimuh H.2009.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika
Carpenito, Lynda Jual &Moyet.2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
13.Jakarta:EGC
Hawari, Dadang. 2001. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Nanda Internasional.2012.Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014.Jakarta:EGC
Stuart, G. W., dan Sundeen, S. J. 1995. Principles and Practice of Physiciatric Nursing. St. Lois : Mosby Year Book. Inc.S.
Denpasar, ………………….2015
Mengetahui Mahasiswa
Pembimbing Praktik
(............................................................) (Ni Nym. Diah Vitri Pradnyaningrum)
NIP. NIM. P07120214029
Mengetahui
Pembimbing Akademik
(.................................................................................)
NIP.
top related