lapsus tb paru
Post on 26-Jan-2016
267 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
`
LAPORAN KASUS
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TUBERKULOSIS PARU DENGAN HEMOPTOE
Oleh:
Yuni Ariani S.Ked
NPM: 15710105
Pembimbing :
dr. Dwiraras , Sp.P
KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO
TAHUN 2015
1
`
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-
Nya sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Tuberkulosis Paru Dengan Hemoptoe.”
Penyusunan laporan kasus ini merupakan kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Sidoarjo, sekaligus sebagai salah satu persyaratan dan
merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan Pendidikan Dokter Muda di bidang
Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya/RSUD Sidoarjo. Ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan arahan dan saran dalam penyusunan referat ini khususnya kepada :
1. dr. Johannes V. Lucida, Sp.PD. FINASIM, selaku kepala SMF Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Sidoarjo.
2. dr. Dwiraras Sp.P , selaku Pembimbing Laporan Kasus dan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Sidoarjo.
3. Para Perawat dan staf RSUD Sidoarjo yang telah membantu untuk
menyelesaikan Laporan Kasus ini.
4. Seluruh teman sejawat Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya / RSUD Sidoarjo.
Saya menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan.
Akhirnya, saya berharap semoga Laporan Kasus ini bermanfaat.
Sidoarjo, Juli 2015
Penyusun
2
`
DAFTAR ISI
COVER …………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………
BAB I LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Penderita ……………………………..................................
1.2 Anamnesis …………….......…………………………………………
1.3 Pemeriksaan Fisik …...........................………………………………
1.4 Pemeriksaan Penunjang …………......………………………………
1.5 Probem Liat ........................................................................................
1.6 Diagnosis …………………………………………………….............
1.7 Planning ……………………………………………………………...
1.8 Prognosis …………………………………………………………......
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Paru ………………………………………………………..
2.2 Fisiologi Paru………………………………………………………..
2.3 Definisi ………………………………....…………………………..
2.4 Kuman Mycobacterium tuberculosis
2.5 Cara Penularan
2.6 Patogenesis …………………….....……………..…………………..
2.7 Diagnosis ……………………………………………………………
3
`
2.8 Pengobatan …………………………………………………………
2.9 Evaluasi …………………………………………………………….
2.10 Komplikasi …………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
4
`
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Penderita
Nama Penderita : Tn TS
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Satpam
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Alamat : Simokidul 7B , Simoketawang Waru Sidoarjo
Tanggal MRS : 26 Juli 2015
Tanggal Pemeriksaan : 29 Juli 2015
Tanggal KRS : -
No.Rekam Medik : 1737145
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien dan keluarga pasien
A. Keluhan Utama :
Batuk darah
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Batuk
Pasien MRS di IGD tanggal 26 Juli 2015 pukul 02.20 dengan keluhan
batuk darah berwarna merah segar disertai dahak. Batuk dirasakan kurang
lebih 1 bulan yang lalu . Dalam sehari pasien mengeluh batuk darah
sampai 2-3 kali dengan sekali keluar darah kira kira 1 sendok makan.
Sekitar 3 bulan yang lalu pasien pernah mengalami batuk disertai bercak
bercak darah sempat periksa ke dokter umum, dokter menduga ada
5
`
infeksi paru paru dan menyarankan pengobatan namun pasien kembali
tidak memperdulikan hanya minum obat seperlunya saja.
Sesak Nafas
Sesak nafas, hanya muncul saat batuk. Sebelumnya tidak ada riwayat
sesak yang muncul ketika beraktifitas maupun beristirahat.
Demam
Demam sering hilang timbul, mulai dirasakan sejak 2 hari sebelum MRS.
Demam sering muncul saat sore maupun malam hari.
Keringat dingin
Pasien juga merasakan muncul keringat dingin, terutama malam hari.
Keringat dingin ini muncul bersamaan dengan demam.
Anoreksia
Akhir – akhir ini pasien juga merasa badannya lemas, pusing, mual,
muntah serta nafsu makan yang menurun. Sehingga pasien mengalami
penurunan berat badan
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita batuk lama seperti ini, juga tidak pernah
mengonsumsi obat merah selama 6 bulan sebelumnya.
Riwayat diabetes mellitus dan darah hipertensi disangkal oleh pasien.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama seperti ini.
E. Riwayat Pengobatan
Pernah berobat ke dokter umum sebelumnya, diberi obat batuk, pasien
lupa namanya, namun batuknya tidak berkurang.
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien ada riwayat merokok sejak SMP.
6
`
1.3 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 29 Juli 2015 di Ruang Mawar Merah.
a. Keadaan Umum : Baik
b.Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda Vital : TD : 120/70 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 36 °C
d. Kepala
Bentuk : Bulat, simetris
Rambut : Warna hitam
Mata :Konjungtiva anemis, sklera anikterik, lensa keruh,
pupil isokor, reflek cahaya (+/+), tidak ada edema
pada daerah palpebra pada kedua mata
Hidung :Tidak ada sekret, tidak ada bau, tidak ada
perdarahan
Telinga :Tidak ada sekret, tidak ada bau, tidak ada
perdarahan
Mulut : Tidak sianosis , tidak ada gusi berdarah
e. Leher
Inspeksi : Simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB leher
Tidak ditemukan pembesaran JVP
f. Jantung dan Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi :
Iktus cordis : tak tampak
Pulsasi jantung : tak tampak
Palpasi :
Iktus cordis : teraba ICS V MCL sinistra
Pulsasi jantung : tak teraba
Suara yang teraba : tidak ada
7
`
Getaran (thrill) : tidak ada
Perkusi :
Tidak dilakukan
Auskultasi :
Suara 1 : tunggal regular
Suara 2 : tunggal regular
Murmur (-)
Gallop (-)
g. Paru
Inspeksi : simetris kanan kiri , tidak ada pelebaran antar ICS
Palpasi : fremitus raba normal , fremitus vokal normal
Perkusi : normal Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Rh: Wh:
h. Abdomen
Inspeksi : Flat (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Tympani (+) metorismus (-) ascites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) pembesaran organ (-)
i. Ektremitas
Superior : Akral hangat + / +
Edema - / -
Inferior : Akral hangat + / +
Edema - / -
8
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
- -
- -
- -
+ +
+ +
- -
Vesikuler +
Vesikuler +
Vesikuler +
`
1.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
Hasil laboratorium pada tanggal 26 – 27 Juli 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Pemeriksaan tanggal
26 Juli 2015
Darah Lengkap
WBC (Leukosit)
RBC (Eritroit)
HGB (Hemoglobin)
HCT (Hematokrit)
PLT (Trombosit)
MCV
MCH
MCHC
RDW-SD
RDW-CV
PDW
MPV
P-LCR
PCT
EO%
BASO%
NEUT %
LYMPH%
MONO%
EO#
BASO#
MONO#
NEUT#
10,63
5,03
13,9
41,5
253
82.5
27,6
33,5
46,1
15.4
10,5
9,5
21,3
0,24
2,0
0.2
82,6
11,1
4,1
0.21
0.02
0,44
8,78
4.8 - 10.8 10ˆ3/uL
4.2 - 6.1 10ˆ6/uL
12 - 18 g/dl
37 - 52 %
150 - 450 10ˆ3/uL
79 - 99 fl
27 - 31 pg
33 - 37 g/dL
35 - 47 fl
11.5 - 14.5 %
9 - 17 fl
9 - 13 fl
13 - 43 %
0.150 – 0.400 %
0 – 1 %
0 – 1 %
50 - 70%
25 - 40%
2 - 8 %
10ˆ3/uL
10ˆ3/uL
10ˆ3/uL
2 - 7.7 10ˆ3/Ul
9
`
LYMPH# 1.18 0.8 - 4 10ˆ3/Ul
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu
BUN
Kreatinin
Pemeriksaan Tanggal
27 Juli 2015
Gula darah puasa
Gula darah 2JPP
Albumin
Globulin
Bilirubin direct
Bilirubin total
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
106
13,9
0,9
87
98
3.9
3.2
0.29
0.44
13
12
139
4,1
107
<140 mg/dL
6 - 23 mg/dl
0.7 - 1.2 mg/dl
74-109 mg/dl
< 140 mg/dl
3.97 – 4.94 g/dL
2 – 3.6 g/dL
< 0.3 mg/dL
< 1.2 mg/dL
< 40 U/L
< 41U/L
137 - 145 mmol/L
3.6 - 5 mmol/L
98 - 107 mmol/L
MIKROBIOLOGI
BTA A
BTA B
BTA C
+1
+1
+1
Negatif
Negatif
Negatif
b. Hasil foto thorax
Hasil rontgen thorax PA tanggal 26 Juli 2015
10
`
1.5 Problem list
Batuk darah
Sesak nafas
Demam
Keringat dingin malam hari +
Badan lemas, dan nafsu makan menurun , berat badan menurun : +
Mual muntah +
Pemeriksaan fisik :
KU : cukup
Kesadaran : composmentis
Pada pemeriksaan thorax :
Simetris
Perkusi Auskultasi : Rh:
Pada rontgen thorax : infiltrat di kedua apex paru , sinus phrenicocostalis
kanan sedikit tumpul dan kanan tajam .
11
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
+ +
+ +
- -
Vesikuler ↓↓
Vesikuler (-)
Vesikuler (-)
`
Laboratorium : Leukosit 10,63 Hemoglobin 13,9 Albumin 3,9
1.6 Diagnosis
Tuberkulosis Paru + Hemoptoe
1.7 Planning
Planning Terapi
Inf. RL (+) aminophyline 14 tpm
Inj Ceftadizin 3 x 1 g
Inj Kalnex 3 x 1 g
Inj Pepsol 2 x 30 mg
Inj Solvinex 3 x 1 amp
Inj Vit K 3 x 1 mg
PO Codein 3 x 10 mg
PO Ondansetron 3 x 8 mg
Planning monitoring
Evaluasi vital sign ( Tekanan darah, RR, nadi, dan suhu) dan
keadaan pasien.
Evaluasi efek samping obat
Planning edukasi
Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai penyakitnya.
Menjelaskan mengenai lama dan tahapan pengobatan.
Menjelaskan mengenai efek samping obat.
Menjelaskan komplikasi dari penyakit ini.
Menjelaskan pencegahan penularan terhadap orang sekitar.
I.8 Prognosis
Dubia ad bonam
12
`
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Paru
13
`
Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam
kantong yang dibentuk oleh pleura perietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-paru
sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di dalam air, dan berada dalam
rongga thorax.
Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul dan menjorok
keatas kira-kira 2,5 cm di atas clavikula. Fasies kostalis yang berbentuk konveks
berhubungan dengan dinding dada sedangkan fasies mediastinalis yang berbentuk
konkaf membentuk pericardium. Pada pertengahan permukaan paru kiri terdapat
hilus pulmonalis yaitu lekukan di mana bronkus, pembuluh darah, dan saraf
masuk ke paru-paru membentuk radiks pulmonalis.
a. Apeks pulmo
Berbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang melebar melewati apartura
torasis superior 2,5-4 cm di atas ujung iga pertama.
b. Basis pulmo
Pada paru-paru kanan, bagian yang berada di atas permukaan cembung
diafragma akan lebih menonjol ke atas daripada paru-paru bagian kiri,
maka basis paru kanan lebih kontak daripada paru-paru kiri.
c. Insisura atau fisura14
`
Dengan adanya fisura atau takik yang ada pada permukaan, paru-paru
dapat dibagi menjadi beberapa lobus. Letak insisura dan lobus dapat
digunakan untuk menentukan diagnosis.
Pada paru-paru kiri terdapat insisura yaitu insisura obliges. Insisura ini
membagi paru-paru kiri atas menjadi tiga lobus yaitu lobus superior,
medius, dan lobus inferior yang terbagi menjadi beberapa segmen.
Paru-paru kanan memiliki dua insisura yaitu insisura obligue dan insisura
interlobularis sekunder. Pada paru kanan hanya terdapat dua lobus yaitu
lobus superior dan lobus inferior yang juga terbagi menjadi beberapa
segmen.
2.2 Fisiologi Paru
Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan
membuang karbondioksida ke lingkungan. Dalam mengambil nafas ke dalam
tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan,
yaitu:
Respirasi / Pernapasan Dada
15
`
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang
rusuk.Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk
sehingga rongga dada membesar.
2. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot
antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil.
Otot-otot yang digunakan ketika bernapas yaitu:
a. Otot yang digunakan saat inspirasi
Kontraksi diafragma
Kontraksi otot eksternal
Kontraksi otot aksesori, seperti sternocleidomastoid, serratus
anterior, pectoralis minor, dan otot scalens.
b. Otot yang digunakan saat ekspirasi
Otot internal interkostal dan transversus thoracis.
Otot abdominal, termasuk oblique internal dan eksternal, tranversus
abdominis dan otot rectus abdominis, dapat membantu otot internal
interkostal saat ekspirasi .
2.3 Definisi
Tuberkulosis paru merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (kadang-kadang oleh M. bovis dan africanum).
Bakteri ini disebut pula basil aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif
terhadap panas dan sinar UV.
2.4 Bakteri Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus
berukuransekitar 0,4 x 3 µm .
16
`
Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam
Gambar di atas adalah Mycobacterium tuberculosis yang dilihat dengan pewarnaan
tahan asam dan berwarna merah. Sebagian besar bakteri ini terdiriatas asam
lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah yangmenyebabkan
kuman mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut
pula sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA) .
2.5 Cara Penularan
Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA
(+). Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam
droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi
individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
2.6 Patogenesis
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
tuberculosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke alveolus dan
menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman tuberculosis berhasil berkembang biak
dengan cara membelah diri di paru yang mengakibatkan radang dalam
paru. Saluran limfe akan membawa kuman ke kelenjar limfe disekitar hilus paru,
dan ini disebut kompleks primer. Waktu terjadinya infeksi sampai 17
`
pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi
dapat dibuktikan dengan terjadi perubahan reaksi tuberkulin dari
negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung
kuman yangmasuk dan be sa rnya r e spon daya t ahan t ubuh
( imun i t a s s e lu l e r ) . Pada umumnya respon daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman tuberculosis. Meskipun demikian, ada
beberapa kuman menetapsebagai kuman persisten atau dormant (tidur).
Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
kuman. Akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi pasien
tuberkulosis. Masa inkubasi mulai dari seseorang terinfeksi sampai menjadi sakit,
membutuhkan waktu sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah
kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitasatau efusi pleura.
2.7 Diagnosis
Diagnosis Tuberkulosis paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis,
dilanjutkan de ng an peme r ik sa an f i s i k , pe me r ik sa an l abo ra t o r i um
dan pemer ik saan r ad io log i s .
Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada atau
tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama
adalah ba tu k t e ru s me ne rus da n be rdaha k s e l am a 3 mi ng gu a t au
l eb ih . Ge j a l a tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak
nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat
badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan dan demam / meriang lebih dari sebulan.
Pemeriksaan fisik pertama pada keadaan umum pasien mungkin
ditemukan k o n j u n g t i v a m a t a a t a u k u l i t y a n g p u c a t k a r e n a
18
`
a n e m i a , s u h u d e m a m (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada
kasus-kasus diniatau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru
lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bila
TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga paru yang sakit akan
terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan suara pekak, auskultasi
memberikan suara yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam
penampilan klinis TB sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan
didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.
Pemeriksaan radiologis merupakan cara yang praktis un tuk
me ne mukan l e s i TB . Da l am bebe rap a ha l peme r ik saan i n i l e b ih
memberikan keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier yang pada
pemeriksaan sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB umumnya di daerah
apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai
tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologinya berupa bercak-bercak seperti awandan dengan batas-batas
yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat
berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut tuberkuloma. Pada kalsifikasi
bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padatdengan densitas tinggi.
Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luasdengan penciutan yang dapat
terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran
tuberkulosa milier terlihat berupa bercak- bercak halus yang umumnya tersebar merata
pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering
didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis-garis
fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan emfisema .
Se ba ga ima na ga mb a r TB pa ru ya ng su da h l an ju t :
19
`
Pada Foto Rontgen Dada
Pemeriksaan bakteriologis
Sputum : Ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan
dahak SPS (Sewaktu – Pagi - Sewaktu) BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang
positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau
pemeriksaan spesimen SPS diulang.
1). Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita
didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik
spektrum luas (misalnya Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak
ada perubahan, namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan
dahak SPS.
1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis
BTA positif.
2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto
rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
20
`
Darah : saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah
leukosit yang sedikit meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit
masihdi bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat.
Tes Tuberkulin : Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk
membantu menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita).
Sedangkan pada dewasa tes tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah
seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi Mycobacterium
tuberculosis atau Mycobacterium patogen lainnya . Penyuntikan Tes Tuberkulin
Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam:
a). Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan
no sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol.
b). Indurasi 6-9mm : Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di
sini peran antibodihumoral masih menonjol.
c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan low grade sensitivity. Di sini
peran kedua antibodi seimbang.
d). Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di
sini peran antibodi seluler paling menonjol. Biasanya hampir seluruh
penderita TB paru memberikan reaksi mantoux yang positif (99,8%).
2.8 Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip sebagai berikut :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat , dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal, penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap ( OAT KDT) sangat
dianjurkan.
2.Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat , lakukan pengawasan
langsung (DOT = Direcly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat ( PMO)
21
`
3. Pengobatan TB ada 2 tahap yaitu tahanp intensif dan lanjutan . Pada tahap
intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan secara intensif ini diberikan
secara tepat maka biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian pasien BTA positif menjadi negatif dalam 2 bulan. Pada tahap
lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang
lama. Tahap ini sangat penting karena untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Jenis dan sifat OAT :
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia :
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Indonesia :
Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Kategori 2 :2(HRZE)S /(HRZE) / 5(HR)3E3 disamping kedua kategori
ini disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten ( MDR TB ) terdiri
dari obat lini 2 yaitu kanamycin, capreomisin, levofloksasin, ethionamide,
sikloserin dan PAS serta OAT lini 1 yaitu pirazinamid dan etambutol
Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap ( OAT KDT ). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 22
`
2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien dalam satu masa
pengobatan . KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB :
Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektivitas obat dan mengurangi efek samping
Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda mengurangi kesalahan penulisan resep .
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Panduan OAT lini pertama dan peruntukannya.
Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3) , diberikan pada pasien baru :
Pasien baru TB paru dan BTA positif
Pasien TB paru BTA negatif foto thorax positif
Pasien TB extra paru
Kategori 2 ( 2HRZES/HRZE/5H3R3E3) , diberikan pada pasien BTA
positif yang telah diobati sebelumnya :
Pasien kambuh
Pasien gagal pengobatan
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat ( default)
23
`
OAT sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang , diberikan selama 1 bulan ( 28 hari).
Efek samping OAT dan penatalaksanaannya
24
`
2.9 Evaluasi pengobatan
Klinis : biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2
minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis
hendaknya terdapat perbaikan keluhan - keluhan p a s i e n s e p e r t i b a t u k
b e r k u r a n g , b a t u k d a r a h h i l a n g , n a f s u m a k a n bertambah, berat badan
meningkat dll.
Bakteriologis : biasanya setelah 2 - 3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi
negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan.
WHO menganjurkan kontrol sputum BTA langsung d i l a k u k a n p a d a
a k h i r b u l a n k e - 2 , 4 d a n 6 . P e m e r i k s a a n r e s i s t e n s i dilakukan
pada pasien baru yang BTA nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal
terapi bagi pasien yang mendapatkan pengobatan ulang (retreatment). Bila sudah
negatif, sputum BTA tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturut-
turut. Bila BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan),
maka pasien yang sebelumnya telah sembuh mulai kambuh lagi.
Radiologis: bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada
akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul
kasus kambuh. Jika keluhan pasien tidak berkurang (misalnya tetap
batuk-batuk), dengan pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan T B
25
`
p a r u n y a a t a u a d a k a h p e n y a k i t l a i n y a n g m e n y e r t a i n y a .
K a r e n a perubahan gambar radiologis tidak secepat perubahan
bakteriologis,evalusi foto dilakukan setiap 3 bulan sekali.
2.10 Komplikasi Tb
Komplikasi TB paru antara lain dapat timbul pleuritis, efusi
pleura, empiema,laringitis. Sedangkan komplikasi lanjut dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, cor
pulmonal,amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas.
26
`
DAFTAR PUSTAKA
1. Helmia Hasan, M. Jusuf, Winariani. Slamet H, dkk. Tuberkulosis Paru &
Efusi Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan kelima. Hal. 9-30,
115-125. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr.
Soetomo. 2013.
2. Hood Alsagaff, Abdul Mukty, Dkk. Tuberkulosis Paru & Efusi Pleura.
Dasar-dasar Penyakit Paru. Cetakan kelima. Hal. 73-109, 143-154.
Surabaya: Airlangga University Press. 2008.
3. Justinus frans, Manase Lulu, Soedarsono. Tuberkulosis Paru. Panduan
Diagnosis dan Terapi Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr. Soetomo. Edisi
ketiga. Hal. 10-14. Surabaya: RSU dr. Soetomo. 2005.
4. Anna Ujainah. Terapi Oksigen. EIMED PAPDI Kegawat daruratan
Penyakit Dalam. Cetakan kedua. Hal.183-191. Jakarta: Interna
Publishing. 2012.
5. WHO. Treatment of Tuberculosis Guidelines, 4th ed. WHO. 2009.
6. WHO. TB. A Clinical Manual for South East Asia. WHO. 1997.
27
top related