laporan praktikum
Post on 25-Dec-2015
721 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PERCOBAAN II
KEADAAN PADAT
KEADAAN PADAT SISTEM KRISTAL DAN MASSA JENIS
I. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Memperlihatkan bagaimana besaran-besaran struktur kristal dapat
dihubungkan denganbesaran-besaran yang dapat diukur seperti massa jenis
dan volume molar.
2. Memperkenalkan kepada praktikan berbagai macam kristal.
II. Dasar Teori
Struktur kristal adalah suatu susunan khas atom-atom dalam suatu kristal.
Suatu struktur kristal dibangun oleh sel unit, sekumpulan atom yang tersusun
secara khusus, yang secara periodik berulang dalam tiga dimensi dalam suatu kisi.
Spasi antar sel unit dalam segala arah disebut parameter kisi (Parker, 2010).
Sistem kristal terbagi atas 7 jenis yaitu :
1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan
sistem kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak
lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ )
tegak lurus satu sama lain (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu
a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
Tetaoidal
Gyroida
Diploida
Hextetrahedral
Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold,
pyrite, galena, halite, Fluorite (Pellant, 1992).
2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu
kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan
panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih
pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak
sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90. Hal
ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus
satu sama lain (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3,
dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
Piramid
Bipiramid
Bisfenoid
Trapezohedral
Ditetragonal Piramid
Skalenohedral
Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, 1992).
3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus
terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk
sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama.
Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya
lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini,
sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik
garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut
40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7:
Hexagonal Piramid
Hexagonal Bipramid
Dihexagonal Piramid
Dihexagonal Bipiramid
Trigonal Bipiramid
Ditrigonal Bipiramid
Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, 1977).
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain
yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam
sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama.
Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang
terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik
sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a =
b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan
sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α
= β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak
lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
kristal Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3,
dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan
sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
Trigonal piramid
Trigonal Trapezohedral
Ditrigonal Piramid
Ditrigonal Skalenohedral
Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline
dan cinabar (Mondadori, 1977).
5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri
kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak
ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya
saling tegak lurus (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak
ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
Bisfenoid
Piramid
Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah
stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, 1992).
6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu
yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap
sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu
tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling
panjang dan sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak
ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling
tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya
tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
Sfenoid
Doma
Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,
malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, 1992).
7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak
saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β
≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan
yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚
terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
Pedial
Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite,
anorthite, labradorite, kaolinite,microcline dan anortoclase (Pellant, 1992).
III. ALAT DAN BAHAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini sebagai berikut;
1. Alata. Gelas kimia 50 mL
b. Gelas ukur 10 mL
c. Neraca digital
d. Pipet tetes
2. Bahana. Logam zincb. Logam magnesiumc. LogamAluminiumd. Batukapur (CaCo3)e. LogamTembaga (uanglogam)f. LogamBesi (paku)g. Batangkarbongrafikh. Kacai. Aquades
.
IV. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai
berikut :
a. Untuk Logam Aluminium
1. Menimbang potongan logam aluminium , dengan menggunakan neraca
digital dan kemudian mencatat massanya.
2. Memasukkan 10 ml air kedalam gelas ukur.
3. Menentukan volume logam tersebut dengan cara memasukkannya ke dalam
gelas ukur yang berisi air dan menghitung pertambahan volume air yang
terjadi.
b. Untuk Paku ( logan besi )
1. Menimbang potongan Paku, dengan menggunakan neraca digital dan
kemudian mencatat massanya.
2. Memasukkan 40 ml air kedalam gelas ukur.
3. Menentukan volume potongan logam tersebut dengan cara memasukkannya
ke dalam gelas ukur yang berisi air dan menghitung pertambahan volume air
yang terjadi.
c. Untuk logam zink.
1. Menimbang potongan logam zink, dengan menggunakan neraca digital dan
kemudian mencatat massanya.
2. Memasukkan 10 ml air kedalam gelas ukur.
3. Menentukan volume potongan-potongan logam tersebut dengan cara
memasukkannya ke dalam gelas ukur yang berisi air dan menghitung
pertambahan volume air yang terjadi.
d. Untuk karbonat (CaCO3)
1. Menimbang potongan karbonat , dengan menggunakan neraca digital dan
kemudian mencatat massanya.
2. Memasukkan 10 ml air kedalam gelas ukur.
3. Menentukan volume potongan batu kapur tersebut dengan cara
memasukkannya ke dalam gelas ukur yang berisi air dan menghitung
pertambahan volume air yang terjadi.
e. Karbon
1. Menimbang potongan batu kapur, dengan menggunakan neraca digital dan
kemudian mencatat massanya.
2. Memasukkan 10 ml air kedalam gelas ukur.
3. Menentukan volume batang karbon tersebut dengan cara memasukkannya
ke dalam gelas ukur yang berisi air dan menghitung pertambahan volume
air yang terjadi.
f. kaca
1. Menimbang potongan (kaca), dengan menggunakan neraca digital dan
kemudian mencatat massanya.
2. Memasukkan 10 ml air kedalam gelas ukur.
3. Menentukan volume kaca tersebut dengan cara memasukkannya ke dalam
gelas ukur yang berisi air dan menghitung pertambahan volume air yang
terjadi.
g. tembaga (uang logam )
1. Menimbang tembaga (uang logam), dengan menggunakan neraca digital
dan kemudian mencatat massanya.
2. Memasukkan 10 ml air kedalam gelas ukur.
3. Menentukan volume uang logam tersebut dengan cara memasukkannya ke
dalam gelas ukur yang berisi air dan menghitung pertambahan volume air
yang terjadi.
h. magnesium
1. Menimbang logam magnesium, dengan menggunakan neraca digital dan
kemudian mencatat massanya.
2. Memasukkan 10 ml air kedalam gelas ukur.
3. Menentukan volume magnesium tersebut dengan cara memasukkannya ke
dalam gelas ukur yang berisi air dan menghitung pertambahan volume air
yang terjadi.
V. HASIL PENGAMATAN
A. TabelPengamatan
No Nama zat Volume Massa Massa jenis (gram cm-3)
Hasil
perhitungan
teoritis
Hasil
pengamatan
Berdasarkan
Vμs
1. Aluminium 0,5 ml 0,13 gr 0,26 gr cm-3 0,025 cm-3
2. Besi 1 ml 5,70 gr 5,70 gr cm-3 0,071 cm-3
3. Magnesium 1 ml 0,39 gr 0,39 gr cm-3 0,974 cm-3
4. Tembaga 1 ml 4,18 gr 4,18 gr cm-3 0,035 cm-3
5. Karbon grafit 1 ml 1,09 gr 1,09 gr cm-3 1,278 cm-3
6. zink 2 ml 6,75 gr 3,375 gr cm-
3
1,477 cm-3
7. CaCO3 3 ml 1,91 gr 0,637 gr cm-
3
8, 14r cm-3
8. Kaca 3 ml 3,16 gr 1,05 gr cm-3 4,12 cm-3
VI. Perhitugan
A. Massa jenis percobaan
a. Alumunium
b. Karbon
c. Kaca
d. Tembaga
e. Besi
f. CaCO3
g. Magnesium
h. Zink
B. Perhitungan volume unit sel
1. Alumunium
2. Besi
3. Tembaga
4. kaca
= 130,18 (1 + 0,0(-0,5) – (0)2– (0)2–(-0,5)2)12
= 130,18 (1 + 0 – (0,25)12
= 130,18 (0,75)12
= 130,18 (0,031676352)
= 4,12 cm3
5. Magnesium
= 53,248 (1 + 0,0(-0,5) – (0)2– (0)2–(-0,5)2)12
= 53,248 (1 + 0 – (0,25)12
= 53,248 (0,75)12
= 53,248 (0,031676352)
= 1,68 cm3
6. CaCO3
= 257,25 (1 + 0,0(-0,5) – (0)2– (0)2–(-0,5)2)12
= 257,25 (1 + 0 – (0,25)12
= 257,25 (0,75)12
= 257,25 (0,031676352)
= 8,14 cm3
7. Karbon grafit
= 40,61 (1 + 0,0(-0,5) – (0)2– (0)2–(-0,5)2)12
= 40,61 (1 + 0 – (0,25)12
= 40,61 (0,75)12
= 40,61 (0,031676352)
= 1,28 cm3
8. Zink
=
= 35,13 (1 + 0,0(-0,5) – (0)2– (0)2–(-0,5)2)12
= 35,13 (1 + 0 – (0,25)12
= 35,13 (0,75)12
= 35,13 (0,031676352)
= 1,11 cm3
VII. Pembahasan
Struktur kristal adalah suatu susunan khas atom-atom dalam suatu kristal.
Suatu struktur kristal dibangun oleh sel unit, sekumpulan atom yang tersusun
secara khusus, yang secara periodik berulang dalam tiga dimensi dalam suatu kisi.
Spasi antar sel unit dalam segala arah disebut parameter kisi (Parker, 2010).
Praktikum ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana besaran-besaran
struktur kristal dapat dihubungkan dengan besaran-besaran yang dapat diukur
seperti massa jenis dan volume molar serta memperkenalkan kepada praktikan
berbagai macam sistem Kristal. Adapun bahan yang digunakan yaitu logam Zink,
logam Aluminium, Besi (paku) dan air (H2O) (Staf Pengajar Kimia Fisik 1,
2013).
Dalam percobaan ini kami melakukan pengamatan terhadap logam
aluminium,logam zink, paku, karbon grafit, kaca, batu kapur, logam tembaga dan
batang karbon .
1. Pada aluminium
Pada perlakuan ini pertama-tama menimbang massa dari aluminium dan
diperoleh massanya yaitu 1,09 gram. Kemudian memasukkan air kedalam gelas
ukur dengan volume 10 ml. Setelah itu memasukkan aluminium kedalam gelas
ukur yang telah berisi air dan menghitung pertambahan volume pada gelas ukur.
Nilai dari pertambahan volume tersebut merupakan volume dari aluminium
tersebut dan diperoleh volume dari aluminium tersebut yaitu 1 ml (Staf Pengajar
Kimia Fisik 1, 2013).
Adapun nilai yang diperoleh pada volume unit selnya sebesar 65,943 cm3 dan
nilai massa jenis setelah dilakukan perhitungan teoritis sebesar 0,025 gram/cm3
sedangkan pada hasil percobaan yang di peroleh sebesar 0,025 gram/cm3. Hal ini
menyatakan bahwa tidak terjadi perbedaan antara hasil perhitungan teoritis
dengan hasil dari percobaan yang diperoleh setelah melakukan percobaan. Hal ini
dikarenakan kurangnya ketelitian atau pemahaman yang dilakukan praktikan (Staf
Pengajar, 2013).
Aluminium tergolong dalam sistem kristal kubik. Pada sistem ini nilai panjang
sisi unit selnya yaitu 4.04 dan besar sudut sisi unit selnya adalah α = β = γ = 90o.
dan berikut ini gambar sistem Kristal kubik.
2. Pada Paku
Pada perlakuan ini pertama-tama menimbang massa dari Paku dan diperoleh
massanya yaitu 5,70 gram. Kemudian memasukkan air kedalam gelas ukur
dengan volume 40 ml. Setelah itu memasukkan Paku kedalam gelas ukur yang
telah berisi air dan menghitung pertambahan volume pada gelas ukur. Nilai dari
pertambahan volume tersebut merupakan volume dari Paku tersebut dan diperoleh
volume dari besi tersebut yaitu 1 ml (Staf Pengajar Kimia Fisik 1, 2013).
Adapun nilai yang diperoleh pada volume unit selnya sebesar 23,39 cm3 dan
nilai massa jenis setelah dilakukan perhitungan teoritis sebesar 0,08 gram/cm3
sedangkan pada hasil percobaan yang di peroleh sebesar 0,071 gram/cm3. Hal ini
menyatakan bahwa terjadi perbedaan yang tidak jauh antara hasil perhitungan
teoritis dengan hasil dari percobaan yang diperoleh setelah melakukan percobaan.
Hal ini dikarenakan kurangnya ketelitian atau pemahaman yang dilakukan
praktikan (Staf Pengajar, 2013).
Besi tergolong dalam sistem kristal kubik. Pada sistem ini nilai panjang sisi
unit selnya yaitu 2,86 dan besar sudut sisi unit selnya adalah α = β = γ = 90o. dan
berikut ini gambar sistem Kristal kubik.
3. Pada CaCO3
Pada perlakuan ini pertama-tama menimbang massa dari CaCO3 dan diperoleh
massanya yaitu 1,91 gram. Kemudian memasukkan air kedalam gelas ukur
dengan volume 10 ml. Setelah itu memasukkan CaCO3 kedalam gelas ukur yang
telah berisi air dan menghitung pertambahan volume pada gelas ukur. Nilai dari
pertambahan volume tersebut merupakan volume dari CaCO3 tersebut dan
diperoleh volume dari CaCO3 tersebut yaitu 3 ml (Staf Pengajar Kimia Fisik 1,
2013).
Adapun nilai yang diperoleh pada volume unit selnya sebesar 8,14 cm3 dan
nilai massa jenis setelah dilakukan perhitungan teoritis sebesar 0,047 gram/cm3
sedangkan pada hasil percobaan yang di peroleh sebesar 0,203 gram/cm3. Hal ini
menyatakan bahwa terjadi perbedaan yang sangat jauh antara hasil perhitungan
teoritis dengan hasil dari percobaan yang diperoleh setelah melakukan percobaan.
Hal ini dikarenakan kurangnya ketelitian atau pemahaman yang dilakukan
praktikan (Staf Pengajar, 2013).
Bentuk sistem kristal pada batu kapur (CaCO3) kalsit adalah rombohedral
sedangkan pada (CaCO3) aragonit adalah ortorombik. Pada sistem kristal pada
batu kapur (CaCO3) kalsit nilai panjang sisi unit selnya yaitu 6,36 dan besar sudut
sisi unit selnya adalah α = 46o6’, β = 46o6’ dan γ = 266o8. Dan berikut ini
gambar sistem Kristal ortorombik.
4. Pada Logam Zink
Pada perlakuan ini pertama-tama menimbang massa dari logam zink dan
diperoleh massanya yaitu 3,16 gram. Kemudian memasukkan air kedalam gelas
ukur dengan volume 10 ml. Setelah itu memasukkan logam zink kedalam gelas
ukur yang telah berisi air dan menghitung pertambahan volume pada gelas ukur.
Nilai dari pertambahan volume tersebut merupakan volume dari logam tersebut
dan diperoleh volume dari zink tersebut yaitu 1 ml (Staf Pengajar Kimia Fisik 1,
2013).
Adapun nilai yang diperoleh pada volume unit selnya sebesar 1,11 cm3 dan
nilai massa jenis setelah dilakukan perhitungan teoritis sebesar 0,047 gram/cm3
sedangkan pada hasil percobaan yang di peroleh sebesar 1,50 gram/cm3. Hal ini
menyatakan bahwa terjadi perbedaan yang sangat jauh antara hasil perhitungan
teoritis dengan hasil dari percobaan yang diperoleh setelah melakukan percobaan.
Hal ini dikarenakan kurangnya ketelitian atau pemahaman yang dilakukan
praktikan (Staf Pengajar, 2013).
Bentuk sistem kristal pada logam zink adalah kubik. Pada sistem ini nilai
panjang sisi unit selnya yaitu a = b = 2,6665, c = 4,947 dan besar sudut sisi unit
selnya adalah α = β = γ = 90o. dan berikut ini gambar sistem Kristal kubik.
5. Pada Tembaga
Pada perlakuan ini pertama-tama menimbang massa dari tembaga dan diperoleh
massanya yaitu 4,10 gram. Kemudian memasukkan air kedalam gelas ukur
dengan volume 10 ml. Setelah itu memasukkan tembaga kedalam gelas ukur yang
telah berisi air dan menghitung pertambahan volume pada gelas ukur. Nilai dari
pertambahan volume tersebut merupakan volume dari tembaga tersebut dan
diperoleh volume dari tembaga tersebut yaitu 1 ml (Staf Pengajar Kimia Fisik 1,
2013).
Adapun nilai yang diperoleh pada volume unit selnya sebesar 47,04 cm3 dan
nilai massa jenis pada percobaan yang di peroleh sebesar 0,061 gram/cm3.
6. Pada kaca
Pada perlakuan ini pertama-tama menimbang massa dari kaca dan diperoleh
massanya yaitu 3,16 gram. Kemudian memasukkan air kedalam gelas ukur
dengan volume 10 ml. Setelah itu memasukkan kepingan kaca kedalam gelas ukur
yang telah berisi air dan menghitung pertambahan volume pada gelas ukur. Nilai
dari pertambahan volume tersebut merupakan volume dari kaca tersebut dan
diperoleh volume dari kaca tersebut yaitu 1 ml (Staf Pengajar Kimia Fisik 1,
2013).
Adapun nilai yang diperoleh pada volume unit selnya sebesar 4,12 cm3 dan
nilai massa jenis pada percobaan yang di peroleh sebesar 0,402 gram/cm3.
7. Pada karbon
Pada perlakuan ini pertama-tama menimbang massa dari karbon dan diperoleh
massanya yaitu 1,09 gram. Kemudian memasukkan air kedalam gelas ukur
dengan volume 10 ml. Setelah itu memasukkan karbon kedalam gelas ukur yang
telah berisi air dan menghitung pertambahan volume pada gelas ukur. Nilai dari
pertambahan volume tersebut merupakan volume dari karbon tersebut dan
diperoleh volume dari karbon tersebut yaitu 1 ml (Staf Pengajar Kimia Fisik 1,
2013).
Adapun nilai yang diperoleh pada volume unit selnya sebesar 1,28 cm3 dan
nilai massa jenis pada percobaan yang di peroleh sebesar 1,30 gram/cm3.
8. Pada magnesium
Pada perlakuan ini pertama-tama menimbang massa dari logam magnesium dan
diperoleh massanya yaitu 3,16 gram. Kemudian memasukkan air kedalam gelas
ukur dengan volume 10 ml. Setelah itu memasukkan logam magnesium kedalam
gelas ukur yang telah berisi air dan menghitung pertambahan volume pada gelas
ukur. Nilai dari pertambahan volume tersebut merupakan volume dari magnesium
tersebut dan diperoleh volume dari tembaga tersebut yaitu 1 ml (Staf Pengajar
Kimia Fisik 1, 2013).
Adapun nilai yang diperoleh pada volume unit selnya sebesar 1,68 cm3 dan
nilai massa jenis pada percobaan yang di peroleh sebesar 0,988 gram/cm3.
Hubungan antara massa jenis (ρ) hasil perhitungan teoritis dan volume unit
sel (Vμs) dapat ditunjukan melalui persamaan ρ = m / Vμs dengan m sebagai
massa. Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa massa jenis berbanding
terbalik dengan volume unit sel. Semakin besar volume unit sel semakin kecil
massa jenisnya.
VIII. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Besaran besaran yang digunakan pada percobaan ini adalah volume molar
(Vm), Volume unit sel (Vμs) dan massa jenis (ρ).
2. 2. Jenis jenis sistem kristal :
a. Kubik
b. Heksagonal
c. Tetragonal
d. Orthorombik
e. Rombohedral
f. Monoklin
g. Triklin
3. Hubungan antara massa jenis (ρ) hasil perhitungan teoritis dan volume
unit sel (Vμs) dapat ditunjukan melalui persamaan ρ = m / Vμs dengan m
sebagai massa. Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa massa jenis
berbanding terbalik dengan volume unit sel. Semakin besar volume unit
sel semakin kecil massa jenisnya
DAFTAR PUSTAKA
Mondadori, Arlondo. (1977). Simons & Schuster’s Guide to Rocks and Minerals.
Milan: Simons & Schuster’s Inc
Parker.S.P. (1988). Physical Chemistry. Jakarta: Erlangga
Pellant, Chris. (1992). Rocks and Minerals. London: Dorling Kindersley
Staf Pengajar Kimia Fisik1 (2013). Penuntun Praktikum Kimia Fisik 1. Palu:
Universitas Tadulako
top related