laporan perekonomian daerah istimewa yogyakarta laporan perekonomian daerah istimewa yogyakarta...
Post on 13-Mar-2018
260 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LaporLaporLaporLaporLaporan Pan Pan Pan Pan PerekonomianerekonomianerekonomianerekonomianerekonomianDaerDaerDaerDaerDaerah Istimewah Istimewah Istimewah Istimewah Istimewa a a a a YYYYYogyogyogyogyogyakartaakartaakartaakartaakarta
20072007200720072007
YYYYYOGYOGYOGYOGYOGYAKARAKARAKARAKARAKARTTTTTAAAAA
VISI BANK INDONESIA
“Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan
stabil.”
MISI BANK INDONESIA
“Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter
dan pengembangan stabilitas keuangan untuk pembangunan jangka panjang yang
berkesinambungan.”
NILAI STRATEGIS BANK INDONESIA
“Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan
atau berprilaku, yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas dan
Kebersamaan.”
VISI KANTOR BANK INDONESIA
“Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran
dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan.”
MISI KANTOR BANK INDONESIA
“Berperan aktif dalam dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan
pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran dan pengawasan bank serta
memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya”
...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakanekonomi daerah, yang didukung dengan penyediaan informasiberdasarkan hasil kajian yang akurat ...
(Salah satu dari lima tugas pokok Kantor Bank Indonesia)
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Tim Ekonomi Moneter
BANK INDONESIA YOGYAKARTA
Jl. P. Senopati No.4-6, Yogyakarta
Telp.0274-377755 Fax.0274-371707
Dari kiri ke kanan:
ENDANG SEDYADI, Pemimpin Bank Indonesia Yogyakarta
BRAMONO SIDIK, Pengawas Bank Madya
AMERIZA M. MOESA, Peneliti Ekonomi Madya
PRANOTO, Deputi Pemimpin Bank Indonesia Yogyakarta
Pimpinan Bank Indonesia Pimpinan Bank Indonesia Pimpinan Bank Indonesia Pimpinan Bank Indonesia Pimpinan Bank Indonesia YYYYYogyogyogyogyogyakartaakartaakartaakartaakartaPPPPPer 31 Desember 2007er 31 Desember 2007er 31 Desember 2007er 31 Desember 2007er 31 Desember 2007
TJAHJO OETOMO K., Pemimpin Bank Indonesia Yogyakarta
(Sejak 23 April 2008)
Keterangan Tanda-tanda, Periode Laporan dan Sumber Data
Angka sementara *
Angka sangat sementara **
Angka belum tersedia ...
Angka tidak ada - -
Nol atau lebih kecil -
Dolar Amerika Serikat $ (dolar)
Periode laporan adalah 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2007.
Sumber data adalah Bank Indonesia Yogyakarta, kecuali dinyatakan lain.
viiKata Pengantar
Kata PengantarKata PengantarKata PengantarKata PengantarKata PengantarPuji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi Robbi karena atas rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyusun dan menerbitkan kembali publikasi cetak tahunan yang berjudul
“Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007”. Laporan tahunan ini diterbitkan
untuk melengkapi diseminasi informasi tentang perkembangan perekonomian Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), yang selama ini telah kami lakukan secara triwulanan.
Penyusunan dan penerbitan laporan ini merupakan salah satu wujud akuntabilitas dan
pelaksanaan tugas Bank Indonesia di daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004. Secara lebih khusus, penerbitan laporan ini sejalan dengan salah satu
sasaran strategis Kantor Bank Indonesia, yaitu: “Mengoptimalkan hasil kajian dan penyediaan
informasi ekonomi di wilayah kerja”.
Selain dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan internal stakeholders melalui pemberian
informasi kepada Kantor Pusat Bank Indonesia sebagai dasar pengambilan kebijakan, penerbitan
laporan ini juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan external stakeholders di wilayah Provinsi
DIY khususnya dan seluruh masyarakat pada umumnya, akan informasi tentang perkembangan
ekonomi DIY secara komprehensif. Buku ini mencoba untuk menghimpun dan menjabarkan
perkembangan beberapa indikator perekonomian di DIY, antara lain: pertumbuhan ekonomi,
perkembangan harga (inflasi), ketenagakerjaan, perbankan dan sistem pembayaran serta
keuangan pemerintah daerah. Selain itu, disajikan pula beberapa boks dalam upaya memberikan
informasi terkait yang lebih spesifik dan beberapa hasil penelitian dan survei yang dilakukan
oleh Bank Indonesia Yogyakarta.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada instansi/pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi.
Mengingat laporan ini merupakan perwujudan akuntabilitas dan upaya meningkatkan kepuasan
stakeholders, disadari bahwa laporan ini masih terdapat kekurangan disana-sini sehingga
diperlukan masukan dari seluruh pembaca untuk menyempurnakan laporan ini. Semoga Tuhan
Yang Maha Pemurah senantiasa melimpahkan ridho-Nya dan memberikan kemudahan kepada
kita semua dalam mengupayakan hasil kerja yang lebih baik.
Yogyakarta, Mei 2008
BANK INDONESIA YOGYAKARTA
Tjahjo Oetomo K.Pemimpin
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
viii
Daftar Isi
Daftar Isi
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................. xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................. 1
BAB 1 KONDISI MAKROEKONOMI............................................................................... 5
1. Pertumbuhan Ekonomi .................................................................................. 5
1.1. PDRB Sisi Permintaan ............................................................................. 5
- Konsumsi Rumah Tangga ...................................................................... 6
- Konsumsi Pemerintah ........................................................................... 7
- Investasi (PMTB) ................................................................................... 7
- Lainnya ................................................................................................ 8
1.2. PDRB Sisi Penawaran .............................................................................. 8
- Sektor Pertanian................................................................................... 9
- Sektor Penggalian ................................................................................ 10
- Sektor Industri Pengolahan ................................................................... 10
- Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih .......................................................... 11
- Sektor Bangunan .................................................................................. 11
- Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran .............................................. 11
- Sektor Pengangkutan dan Komunikasi .................................................. 12
- Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan .............................. 12
- Sektor Jasa-jasa .................................................................................... 12
2. Investasi ........................................................................................................ 13
2.1. Penanaman Modal Dalam Negeri ........................................................... 13
2.2. Penanaman Modal Asing........................................................................ 14
2.3. Potensi dan Peluang Investasi ................................................................. 15
3. Perdagangan Internasional ............................................................................ 17
3.1. Ekspor .................................................................................................... 17
3.2. Impor ..................................................................................................... 18
4. Ketenagakerjaan ........................................................................................... 20
4.1. Tenaga Kerja di Dalam Negeri ................................................................ 20
4.2. Tenaga Kerja di Luar Negeri ................................................................... 23
4.3. Upah Minimum Provinsi .......................................................................... 25
4.4. Pemutusan Hubungan Kerja .................................................................... 26
4.5. Transmigrasi ........................................................................................... 27
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
ix
Daftar Isi
Daftar Isi
5. Pendidikan dan Pariwisata ............................................................................. 27
5.1 Pendidikan ............................................................................................. 27
5.2 Pariwisata .............................................................................................. 28
Boks:
1. Pola Konsumsi Penduduk ............................................................................... 30
2. PDRB Perkapita ............................................................................................. 31
3. Indeks Pembangunan Manusia ...................................................................... 32
4. Distribusi Pendapatan .................................................................................... 33
5. Pusat Pembenihan Yogyakarta ....................................................................... 34
6. Survei Penumpang Pesawat Udara ................................................................ 41
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI ................................................................................. 43
1. Inflasi Tahunan dan Bulanan .......................................................................... 43
2. Inflasi Menurut Kelompok Barang .................................................................. 47
3. Inflasi Menurut Komoditas ............................................................................. 48
4. Inflasi Kota-kota di Pulau Jawa ...................................................................... 50
Boks:
1. Jalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadap
Inflasi Kota Yogyakarta .................................................................................. 51
2. Pengaruh Suku Bunga Kebijakan terhadap
Perbankan dan Inflasi di DIY .......................................................................... 54
3. Model Proyeksi Inflasi Kota Yogyakarta .......................................................... 57
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN .......................................................................... 61
1. Gambaran Umum.......................................................................................... 61
1.1. Perkembangan Kelembagaan ................................................................. 61
1.2. Perkembangan Kinerja ........................................................................... 62
2. Bank Umum .................................................................................................. 68
2.1. Kelembagaan ......................................................................................... 68
2.2. Aset dan Aktiva Produktif ....................................................................... 68
2.3. Penghimpunan Dana .............................................................................. 69
2.4. Penyaluran Kredit dan Kualitas Kredit ..................................................... 70
- Undisbursed Loans ................................................................................ 73
- Penyaluran Kredit UMKM ..................................................................... 73
- Penyaluran Kredit Properti .................................................................... 74
2.5. Fungsi Intermediasi, Likuiditas dan Profitabilitas ...................................... 76
2.6. Peningkatan Kompetensi Karyawan ........................................................ 78
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
x
Daftar Isi
Daftar Isi
3. Bank Perkreditan Rakyat ................................................................................ 78
3.1. Kelembagaan ......................................................................................... 78
3.2. Aset ....................................................................................................... 79
3.3. Penghimpunan Dana .............................................................................. 79
3.4. Penyaluran Kredit dan Kualitas Kredit ..................................................... 80
3.5. Fungsi Intermediasi ................................................................................. 82
4. Perbankan Syariah......................................................................................... 83
4.1. Kelembagaan ......................................................................................... 83
4.2. Aset ....................................................................................................... 83
4.3. Penghimpunan Dana .............................................................................. 83
4.4. Penyaluran Pembiayaan dan Kualitas Pembiayaan .................................. 84
4.5. Fungsi Intermediasi ................................................................................. 85
Boks:
1. Pembiayaan UMKM Sektor Pertanian ............................................................ 86
2. Refleksi Satu Tahun Restrukturisasi Kredit Paska Gempa................................. 91
3. Survei Persepsi Masyarakat Non Muslim terhadap Perbankan Syariah di DIY . 95
4. Survei Identifikasi Sumber Pembiayaan Alternatif Non Bank ........................... 99
BAB 4 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN .......................................................... 101
1. Sistem Pembayaran Tunai .............................................................................. 101
1.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow) ................ 101
1.2. Penukaran Uang .................................................................................... 102
1.3. Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) ................................................ 103
1.4. Temuan Uang Palsu ................................................................................ 104
2. Sistem Pembayaran Non Tunai ...................................................................... 104
1.1. Transaksi Kliring ..................................................................................... 104
1.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) ............. 105
Boks:
1. Peningkatan Permintaan Uang Kecil Menjelang Lebaran ............................... 107
BAB 5 KEUANGAN PEMERINTAH .................................................................................. 109
1. Gambaran Umum.......................................................................................... 109
2. Pendapatan Pemerintah ................................................................................ 110
3. Belanja Pemerintah ....................................................................................... 113
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
xi
Daftar Isi
Daftar Isi
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN ................................................................................ 115
1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi ..................................................... 115
2. Prospek Perbankan ........................................................................................ 117
3. Prospek Keuangan Pemerintah ...................................................................... 118
LAMPIRAN:
1. Sejarah Singkat Bank Indonesia Yogyakarta ................................................... 123
2. Peta Strategi Bank Indonesia Yogyakarta ....................................................... 124
3. Struktur Organisasi Bank Indonesia Yogyakarta .............................................. 125
4. Hasil Survei Ekspektasi Konsumen ................................................................. 126
5. Indeks Hasil Properti Residensial .................................................................... 127
6. Indeks Riil Penjualan Eceran .......................................................................... 128
7. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha ............................................... 129
8. PDRB DIY Menurut Sektor atas Dasar Harga Berlaku ...................................... 130
9. PDRB DIY Menurut Sektor atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 .................. 131
10. Volume Ekspor Nonmigas Utama Menurut Komoditas .................................... 132
11. Volume Ekspor Nonmigas Menurut Negara Tujuan ......................................... 133
12. Volume Ekspor Menurut Pelabuhan Muat ...................................................... 134
13. Volume Impor Nonmigas Utama Menurut Komoditas ..................................... 135
14. Volume Impor Nonmigas Menurut Negara Asal .............................................. 136
15. Indikator Perbankan DIY ................................................................................ 137
16. Indikator Bank Umum DIY ............................................................................. 139
17. Indikator Bank Umum - Kota Yogyakarta ....................................................... 141
18. Indikator Bank Umum - Kabupaten Sleman.................................................... 142
19. Indikator Bank Umum - Kabupaten Bantul ..................................................... 143
20. Indikator Bank Umum - Kabupaten Kulonprogo ............................................. 144
21. Indikator Bank Umum - Kabupaten Gunungkidul ............................................ 145
22. Indikator Bank Perkreditan Rakyat DIY ........................................................... 146
23. Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kota Yogyakarta ..................................... 147
24. Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Sleman ................................. 148
25. Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Bantul ................................... 149
26. Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Kulonprogo ........................... 150
27. Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Gunungkidul ......................... 151
28. Realisasi APDB Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2007 ........... 152
29. Rencana APDB Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2008 ........... 153
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
xii
Daftar Tabel
Daftar Tabel
Tabel 1.1. PDRB Sisi Permintaan..................................................................................... 5
Tabel 1.2. Jumlah Kendaraan Bermotor yang Terdaftar ................................................... 6
Tabel 1.3. PDRB Sisi Penawaran ..................................................................................... 8
Tabel 1.4. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri
Menurut Sektor Ekonomi ............................................................................... 13
Tabel 1.5. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri
Menurut Kabupaten/Kota .............................................................................. 14
Tabel 1.6. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing
Menurut Sektor Ekonomi ............................................................................... 15
Tabel 1.7. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing
Menurut Kabupaten/Kota .............................................................................. 15
Tabel 1.8. Peluang Investasi Beberapa Proyek/Komoditas Potensial ................................. 16
Tabel 1.9. Nilai Ekspor Nonmigas Utama Menurut Komoditas ........................................ 17
Tabel 1.10. Nilai Ekspor Nonmigas Menurut Negara Tujuan ............................................. 17
Tabel 1.11. Nilai Ekspor Menurut Pelabuhan Muat ........................................................... 18
Tabel 1.12. Nilai Impor Nonmigas Utama Menurut Komoditas .......................................... 19
Tabel 1.13. Nilai Impor Nonmigas Menurut Negara Asal .................................................. 19
Tabel 1.14. Indikator Ketenagakerjaan ............................................................................ 20
Tabel 1.15. Angkatan Kerja ............................................................................................. 20
Tabel 1.16. Penduduk yang Bekerja ................................................................................. 21
Tabel 1.17. Pengangguran ............................................................................................... 22
Tabel 1.18. Pencari Kerja ................................................................................................. 23
Tabel 1.19. Tenaga Kerja Indonesia Asal DIY ................................................................... 24
Tabel 1.20. Kasus Pemutusan Hubungan Kerja ................................................................. 26
Tabel 1.21. Perguruan Tinggi dan Sederajat ..................................................................... 28
Tabel 1.22. Indikator Pariwisata ....................................................................................... 29
Tabel 2.1. Inflasi Bulanan ............................................................................................... 43
Tabel 2.2. Sumbangan Komponen Inflasi ....................................................................... 46
Tabel 2.3. Perubahan Harga Kelompok Barang .............................................................. 48
Tabel 2.4. Perubahan Harga Komoditas Tertinggi dan Terendah ..................................... 49
Tabel 2.5. Komoditas Pemberi Andil Terbesar terhadap Inflasi ........................................ 49
Tabel 3.1. Jaringan Kantor Bank ..................................................................................... 61
Tabel 3.2. Aset Perbankan ............................................................................................. 62
Tabel 3.3. Dana Pihak Ketiga Perbankan ....................................................................... 64
Tabel 3.4. Kredit Perbankan ........................................................................................... 65
Tabel 3.5. Loan to Deposit Ratio Perbankan ................................................................... 67
Tabel 3.6. Aset dan Aktiva Produktif Bank Umum .......................................................... 69
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
xiii
Daftar Tabel
Daftar Tabel
Tabel 3.7. Dana Pihak Ketiga Bank Umum .................................................................... 70
Tabel 3.8. Kredit Bank Umum ........................................................................................ 71
Tabel 3.9. Kredit UMKM Bank Umum ............................................................................ 74
Tabel 3.10. Kredit Properti Bank Umum ........................................................................... 75
Tabel 3.11. Rasio Keuangan Bank Umum ......................................................................... 77
Tabel 3.12. Jumlah dan Biaya Tenaga Kerja Bank Umum ................................................. 78
Tabel 3.13. Aset Bank Perkreditan Rakyat ........................................................................ 79
Tabel 3.14. Dana Pihak Ketiga Bank Perkreditan Rakyat .................................................. 80
Tabel 3.15. Kredit Bank Perkreditan Rakyat ...................................................................... 81
Tabel 3.16. Loan to Deposit Ratio Bank Perkreditan Rakyat .............................................. 82
Tabel 3.17. Indikator Perbankan Syariah .......................................................................... 84
Tabel 4.1. Indikator Sistem Pembayaran Tunai ............................................................... 101
Tabel 4.2. Penukaran Uang Pecahan Kecil ..................................................................... 102
Tabel 4.3. Pemberian Tanda Tidak Berharga .................................................................. 103
Tabel 4.4. Temuan Uang Palsu yang Dilaporkan ............................................................. 104
Tabel 4.5. Indikator Sistem Pembayaran Non Tunai ........................................................ 105
Tabel 5.1. APDB ............................................................................................................ 109
Tabel 5.2. Pendapatan Pemerintah ................................................................................ 111
Tabel 5.3. Belanja Pemerintah ....................................................................................... 113
Tabel 6.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi .................................................. 115
Tabel 6.2. Perkiraan Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran ................................................ 116
Tabel 6.3. Prospek Perbankan ........................................................................................ 118
Tabel 6.4. Rencana APBD 2008 ...................................................................................... 119
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
xiv
Daftar Grafik
Daftar Grafik
Grafik 1.1. Pertumbuhan PDRB ....................................................................................... 5
Grafik 1.2. Komposisi PDRB Sisi Permintaan .................................................................... 6
Grafik 1.3. Komposisi PDRB Sisi Penawaran .................................................................... 9
Grafik 1.4. Produktivitas Tenaga Kerja ............................................................................ 23
Grafik 1.5. Upah Minimum Provinsi ................................................................................. 25
Grafik 1.6. UMP Beberapa Kab/Kota di Jawa Tengah ...................................................... 26
Grafik 1.7. Transmigran Berdasarkan Tempat Tujuan ....................................................... 27
Grafik 1.8. Wisatawan Mancanegara .............................................................................. 28
Grafik 2.1. Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional ............................................................. 43
Grafik 2.2. Andil Komponen Inflasi .................................................................................. 46
Grafik 2.3. Disagregasi Inflasi .......................................................................................... 47
Grafik 2.4. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia ............................................. 47
Grafik 2.5. Andil Kelompok Barang ................................................................................. 47
Grafik 2.6. Perubahan Harga Kelompok Barang .............................................................. 48
Grafik 2.7. Perubahan Harga Beberapa Komoditas Bahan Makanan ................................ 48
Grafik 2.8. Inflasi Kota-Kota di Pulau Jawa ...................................................................... 50
Grafik 3.1. Indikator Perbankan ...................................................................................... 63
Grafik 3.2. Non Performing Loan Perbankan ................................................................... 66
Grafik 3.3. Dana Pihak Ketiga dan BI Rate ...................................................................... 67
Grafik 3.4. Pertumbuhan Kredit Perbankan ..................................................................... 67
Grafik 3.5. Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan dan Kredit Perbankan ..................... 68
Grafik 3.6. Penyebaran Jaringan Kantor Bank Umum....................................................... 68
Grafik 3.7. Jaringan Kantor dan Karyawan Bank Umum .................................................. 68
Grafik 3.8. Undisbursed Loans ......................................................................................... 73
Grafik 3.9. Net Interest Margin ....................................................................................... 77
Grafik 3.10.Biaya Pendidikan dan Latihan Karyawan Bank Umum .................................... 78
Grafik 3.11.Penyebaran Jaringan Kantor BPR .................................................................... 79
Grafik 3.12.Indikator Perbankan Syariah .......................................................................... 83
Grafik 4.1. Aliran Kas dan PTTB ...................................................................................... 101
Grafik 4.2. Transaksi Kliring ............................................................................................. 105
Grafik 4.3. Transaksi BI-RTGS .......................................................................................... 105
Grafik 5.1. Proporsi PAD dan Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Pemerintah ........ 112
Grafik 5.2. Belanja Modal ............................................................................................... 114
1Ringkasan Eksekutif
Ringkasan EksekutifRingkasan EksekutifRingkasan EksekutifRingkasan EksekutifRingkasan Eksekutif
KONDISI PEREKONOMIAN TAHUN 2007
Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2007
mengalami perbaikan dibanding kondisi tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari
laju pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan nilai riil Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang mencapai 4,20%, atau lebih tinggi dibandingkan laju
pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya sebesar 3,69%. Selain output yang tumbuh
lebih cepat, perkembangan harga barang dan jasa secara umum juga relatif terkendali
dengan tingkat inflasi yang relatif rendah. Dari sisi produktivitas tenaga kerja terdapat
perbaikan, yakni naik dari Rp10,35 juta per orang pada tahun 2006 menjadi Rp10,68
juta per orang pada tahun 2007. Namun demikian, indikator tingkat pengangguran
terbuka menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan, yakni terjadi
peningkatan dari 5,32% pada tahun 2006 menjadi 5,41% pada tahun 2007.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi DIY pada tahun laporan didorong
oleh kegiatan investasi dan konsumsi baik konsumsi masyarakat (rumah tangga)
maupun konsumsi pemerintah. Sementara itu dari sisi penawaran, tiga sektor unggulan
menjadi faktor penunjang pertumbuhan ekonomi DIY yaitu: (1) sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran; (2) sektor Pengangkutan dan Komunikasi dan (3) sektor Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan. Secara umum, membaiknya kinerja perekonomian
DIY tahun 2007 terutama didukung oleh kondisi makroekonomi nasional yang relatif
stabil, tingkat suku bunga yang cenderung menurun dan daya beli masyarakat yang
relatif meningkat serta industri pariwisata dan pendidikan yang kembali pulih setelah
sempat terpuruk sebagai akibat terjadinya Gempa Bumi Mei 2006.
Tingkat inflasi Kota Yogyakarta yang dihitung berdasarkan Indeks Harga
Konsumen (IHK) selama tahun 2007 yang tercatat sebesar 7,99%, lebih rendah
dibandingkan inflasi tahun 2005 dan tahun 2006 masing-masing sebesar 14,98%
dan 10,40%. Dilihat dari penyebabnya, inflasi Kota Yogyakarta tahun laporan terutama
didorong oleh faktor permintaan yang diindikasikan oleh andil inflasi inti (core inflation)
yang dominan dibandingkan dengan dua komponen inflasi lainnya (volatile foods
dan administered price). Sementara itu, kenaikan harga lima komoditas/jasa yang
memberikan andil terbesar terhadap inflasi Kota Yogyakarta adalah (1) akademi/
perguruan tinggi, (2) minyak goreng, (3) nasi, (4) tukang bukan mandor dan (5)
bawang merah.
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
2 Ringksan Eksekutif
Membaiknya kinerja perekonomian DIY pada tahun laporan juga diikuti
dengan peningkatan kinerja perbankan. Aset perbankan DIY meningkat sebesar
15,55%. Membaiknya kinerja perbankan ini juga tercermin dari penurunan tingkat
risiko yang dihadapi perbankan DIY, yakni penurunan risiko pasar (market risk) yang
tercermin dari peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) bersamaan dengan
kecenderungan penurunan suku bunga acuan (BI rate), dan penurunan risiko kredit
(credit risk) tercemin dari peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR). Hanya risiko
likuiditas yang mengalami peningkatan sebagaimana yang tercermin dari
meningkatnya komposisi Giro dan Tabungan dalam DPK, namun peningkatan ini
memang diarahkan oleh pihak perbankan antara lain untuk mengurangi biaya dana
(cost of funds). Upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko ini adalah dengan
cara memperpanjang rata-rata mengendap Giro dan Tabungan melalui berbagai macam
penawaran hadiah kepada nasabah bank.
Disamping itu, peningkatan aktivitas ekonomi DIY juga disertai dengan
peningkatan aliran dana yang masuk ke DIY. Hal ini terlihat dari penigkatan komposisi
net incoming transfer yang lebih besar dibanding peningkatan net outgoing transfer
dalam transaksi non tunai Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Kinerja pemerintah daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi juga
cukup baik tercermin dari peningkatan realisasi Belanja Modal yang meningkat sebesar
25,55% atau mencapai Rp588.432 juta. Namun hal ini belum optimal karena
pangsanya mengalami sedikit penurunan dari 13,53% (2006) menjadi 12,79% (2007).
PROSPEK PEREKONOMIAN TAHUN 2008
Kondisi perekonomian DIY yang kondusif pada tahun 2007 diprakirakan akan
menjadi sentimen positif bagi perekonomian tahun 2008, namun sentimen positif ini
diprakirakan sedikit terganggu dengan adanya gejolak perekonomian global yang
diprakirakan akan diwarnai oleh perkembangan harga komoditas dunia yang
cenderung meningkat, terutama harga minyak mentah, emas dan bahan makanan.
Dengan mempertimbangkan hal ini, laju pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2008
diprakirakan berada pada kisaran 4,00%-4,50%.
Faktor risiko ekonomi di atas juga diprakirakan akan mempengaruhi
perkembangan harga di Kota Yogyakarta yang diukur oleh inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK) yang diprakirakan akan cenderungan meningkat dibanding tahun
sebelumnya. Dengan asumsi ini, inflasi Kota Yogyakarta tahun 2008 diprakirakan
lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya atau pada kisaran 9,0%-10,0%, dengan
estimasi titik sebesar 9,37%. Angka ini lebih tinggi dibanding dengan prediksi inflasi
nasional yang berkisar antara 6,0%-6,5%.
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
3Ringkasan Eksekutif
Sementara itu, indikator kinerja perbankan yaitu Aset, DPK dan Kredit
diprakirakan akan meningkat masing-masing sebesar 13,44%, 11,78% dan 18,00%.
Prediksi terjadinya peningkatan Aset terutama didukung oleh adanya rencana
pembukaan beberapa Kantor Cabang Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
Syariah di provinsi DIY. Peningkatan DPK dipengaruhi oleh faktor peningkatan
pendapatan secara nominal masyarakat dengan adanya penetapan Upah Minimun
Provinsi (UMP) tahun 2008 yang meningkat. Sedangkan disisi kredit, peningkatan
dimungkinkan karena adanya relaksasi kebijakan Bank Indonesia terkait dengan
rencana revisi perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) terutama untuk
Kredit Usaha Kecil (KUK).
Dari sisi fiskal, prospek perekonomian DIY tahun 2008 didukung oleh rencana
Belanja Pemerintah yang secara total akan meningkat sebesar 24,09% jika
dibandingkan dengan realisasi Belanja Pemerintah tahun sebelumnya atau meningkat
10,39% jika dibandingkan dengan rencana Belanja Pemerintah tahun sebelumnya.
Berdasarkan data gabungan dari Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi
DIY, jumlah Belanja Pemerintah untuk tahun anggaran 2008 tercatat sebesar Rp4.982
miliar, sedangkan jumlah Pendapatan Daerah tercatat sebesar Rp4.746 miliar.
Halaman ini sengaja dikosongkan.
5Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Bab 1:Bab 1:Bab 1:Bab 1:Bab 1:KKKKKondisi Makroekonomiondisi Makroekonomiondisi Makroekonomiondisi Makroekonomiondisi Makroekonomi
PERTUMBUHAN EKONOMI
Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2007
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun 2006, sebagaimana
tercermin dari peningkatan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari
Rp17.535 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp18.272 miliar pada tahun laporan,
atau tumbuh 4,20%. Ditinjau dari sisi permintaan, akselerasi pertumbuhan tersebut
terutama didorong oleh investasi dan konsumsi baik konsumsi pemerintah maupun
konsumsi rumah tangga. Ekspansi pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh
pertumbuhan di sisi penawaran. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor
Pengangkutan dan Komunikasi, serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan yang merupakan tiga sektor dominan penopang pertumbuhan ekonomi
tumbuh lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan
perekonomian DIY berkembang menuju kondisi yang lebih baik meskipun masih
dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang bersumber baik dari sisi global
maupun domestik. Dari sisi eksternal, lonjakan harga minyak mentah dunia tidak
terlalu berdampak pada stabilitas makroekonomi Indonesia. Dari sisi internal,
terciptanya stabilitas makroekonomi di dalam negeri, penurunan suku bunga BI
Rate, pemulihan pasca gempa, serta perbaikan daya beli masyarakat memberikan
landasan yang kokoh dan kondusif bagi penguatan pertumbuhan ekonomi di DIY
pada tahun 2007 (lihat Grafik 1.1).
PDRB Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama
didorong oleh investasi dan konsumsi baik konsumsi pemerintah maupun konsumsi
4.274.50 4.58
5.13
4.64
3.71
4.20
3.00
3.500
4.00
4.500
5.00
5.500
6.00
6.500
0
4,000
8,000
12,000
16,000
20,000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
%
Sumber : BPS Propinsi DIY
Miliar Rp
Grafik 1.1Pertumbuhan PDRB
PDRB Harga Konstan Pertumbuhan PDB Nasional
Pertumbuhan PDRB DIY
Miliar Rp
Nilai Pangsa2 Ptumb2 Andil2 Nilai* Pangsa Ptumb² Andil2
1 Konsumsi Rumahtangga 7,746 7,849 7,960 45.39 1.41 0.66 8,132 44.51 2.16 0.63
2 Konsumsi Pemerintah 2,882 3,058 3,291 18.77 7.60 1.38 3,538 19.36 7.51 1.47
3 Investasi3 4,659 4,972 5,404 30.82 8.70 2.56 5,553 30.39 2.76 2.64
4 Lainnya 859 1,032 880 5.02 -14.73 -0.90 1,049 5.74 19.20 -0.85
16,146 16,911 17,535 100.00 3.69 3.69 18,272 100.00 4.20 4.20Keterangan:
1) PDRB Harga Konstan Tahun 2000.2) %.3) Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).
Sumber: BPS Provinsi DIY.
2004 2005
PDRB Sisi Permintaan1Tabel 1.1
PDRB
No Jenis Penggunaan2006* 2007**
6 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
masyarakat. Hal ini tercermin dari nilai komponen Investasi yang meningkat dari
Rp5.404 menjadi Rp5.553 miliar, dengan andil terhadap angka pertumbuhan sebesar
2,64% pada tahun laporan. Peningkatan daya beli masyarakat seiring dengan
peningkatan pendapatan mampu mendorong peningkatan konsumsi masyarakat.
Peningkatan kinerja perekonomian juga disebabkan oleh meningkatnya
pertumbuhan kinerja komponen Lainnya, Konsumsi Pemerintah dan Konsumsi
Rumah Tangga dibandingkan tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar
19,20%, 7,51% dan 2,16% pada tahun laporan.
Sementara itu, komposisi sisi Permintaan PDRB DIY tahun 2007 tidak
mengalami banyak perubahan, yakni pangsa terbesar komponen Konsumsi Rumah
Tangga sebesar 44,51%, diikuti komponen Investasi sebesar 30,39%, komponen
Konsumsi Pemerintah sebesar 19,36% dan komponen Lainnya sebesar 5,74%.
Konsumsi Rumah Tangga
Pada tahun 2007 nilai riil Konsumsi Rumah Tangga tercatat sebesar Rp8.132
miliar, atau tumbuh 2,16%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan yang
terjadi pada tahun 2006 yang hanya sebesar 1,41%. Peningkatan pertumbuhan
komponen Konsumsi Rumah Tangga diprakirakan karena terjadinya peningkatan
daya beli masyarakat seiring dengan peningkatan pendapatan setelah terpuruk
pada paruh terakhir tahun 2006 akibat gempa bumi tanggal 27 Mei lalu.
Meningkatnya pertumbuhan konsumsi ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen
yang menunjukkan bahwa nilai Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami
peningkatan dari 77,58 pada tahun 2006 menjadi 77,67 pada tahun 2007. Kondisi
ini terespon juga oleh perkembangan Indeks Penjualan Eceran selama tahun
laporan yang memperlihatkan level yang cenderung meningkat, yaitu dari 98,56
pada tahun 2006 menjadi 103,79 pada tahun 2007.
Salah satu indikator peningkatan Konsumsi Rumah Tangga tercermin dari
meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor baik mobil maupun sepeda motor
yang cukup signifikan selama tahun 2007 (lihat Tabel 1.2). Namun, kenaikan
pertumbuhan komponen Konsumsi Rumah Tangga tidak dikuti oleh kenaikan
Konsumsi Rumahtangga
45%
Konsumsi Pemerintah
19%
PMTDB (Investasi)30%
Lainnya6%
Grafik 1.2Komposisi PDRB Sisi Permintaan
Sumber: BPS Provinsi DIY
Nilai Ptumb1 Nilai Ptumb1
1. Mobil 122.811 133.060 139.370 4,74 149.727 7,43 a. Mobil Penumpang 78.812 82.705 84.786,00 2,52 89.958,00 6,10 b. Mobil Beban 34.031 35.670 36.830,00 3,25 38.537,00 4,63 c. Mobil Bus 9.968 14.685 17.754,00 20,90 21.232,00 19,592. Sepeda motor 755.101 843.077 917.711,00 8,85 1.012.319,00 10,31
Keterangan:
1) %
Sumber: Polda Provinsi DIY.
2007
Tabel 1.2Jumlah Kendaraan Bermotor Yang Terdaftar
Unit
Uraian 2004 20052006
7Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
andil dan pangsa komponen tersebut terhadap total Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) DIY. Sementara itu, pangsa Konsumsi Rumah Tangga terhadap total
(PDRB) DIY pada tahun laporan tercatat sebesar 44,51%, lebih rendah dibandingkan
periode sebelumnya yang mencapai 45,39%.
Konsumsi Pemerintah
Pada tahun laporan nilai riil Konsumsi Pemerintah tercatat sebesar Rp3.538
miliar, atau tumbuh 7,51%, sedikit lebih rendah dibanding dengan kenaikan yang
terjadi pada tahun 2006 yang mengalami pertumbuhan 7,60%. Meskipun memiliki
pertumbuhan yang sedikit menurun namun komponen Konsumsi Pemerintah
memiliki andil dan pangsa yang lebih tinggi dibanding periode sebelumnya. Relatif
tingginya andil terhadap pertumbuhan dan pangsa terhadap total PDRB DIY yaitu
masing-masing sebesar 1,47% dan 19,36% menunjukkan bahwa peran Konsumsi
Pemerintah cukup dominan dalam perekonomian DIY. Jika ditinjau dari
peruntukannya, dalam beberapa tahun terakhir sebagian besar Konsumsi
Pemerintah dihabiskan untuk Belanja Pegawai dan untuk membiayai program
tanggap darurat pasca gempa Mei 2006, sedangkan sisanya untuk Belanja Barang.
Investasi (PMTB)
Nilai riil Investasi di DIY pada tahun 2007 yang diukur oleh nilai riil
Pembentukkan Modal Tetap Bruto (PMTB) tercatat sebesar Rp5.553 miliar, atau
tumbuh 2,76%, lebih rendah dibanding tahun 2006 yang mencapai 8,70%.
Meskipun pertumbuhannya cenderung melambat, komponen Investasi masih
memberikan andil yang cukup tinggi terhadap total pertumbuhan ekonomi DIY
yakni sebesar 2,64%, meningkat dibanding periode sebelumnya sebesar 2,56%.
Sektor ini merupakan sektor dominan penopang pertumbuhan ekonomi dari sisi
permintaan. Jenis investasi pada tahun 2007 nampaknya didominasi oleh investasi
pada sektor Bangunan atau proyek pembangunan/konstruksi yang didanai oleh
Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) maupun proyek konstruksi
properti yang dilakukan oleh pihak swasta. Hal ini tercermin dari kinerja sektor
Bangunan yang tumbuh tercepat dibandingkan dengan sektor lainnya, hingga
mencapai 8,08% pada tahun laporan.
Membaiknya kinerja investasi ini menunjukkan bahwa sektor swasta telah
melakukan penyesuaian terhadap pengaruh dampak gempa bumi tanggal 27
Mei 2006. Prospek kinerja investasi khususnya investasi swasta diprakirakan akan
lebih baik, mengingat suku bunga simpanan perbankan sudah menunjukkan
penurunan sebagai respon perkembangan suku bunga BI (BI Rate) yang cenderung
menurun dan pada akhirnya suku bunga kredit diharapkan akan turun.
8 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Lainnya
Pertumbuhan komponen Lainnya, termasuk di dalamnya ekspor-impor,
perdagangan antar wilayah dan perubahan stok, mengalami peningkatan yang
cukup signifikan selama tahun laporan, sebagaimana tercermin dari nilai angka
pertumbuhan yang mencapai 19,20%, atau nilai riil komponen ini meningkat dari
Rp880 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp1.049 miliar pada tahun laporan. Dalam
komponen ini, perdagangan antar wilayah diukur berdasarkan jembatan timbang
yang terdapat di dua wilayah, yaitu di Kulonprogo dan Sleman. Sementara itu,
andil Komponen Lainnya juga lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya,
yaitu dari -0.90% pada tahun 2006 menjadi -0.85% pada tahun laporan. Kondisi
ini diduga terutama disebabkan oleh meningkatnya aktivitas ekonomi (mobilitas
barang dan jasa) pada tahun laporan karena kembali pulihnya perekonomian DIY
setelah terpuruk pada paruh terakhir tahun 2006 akibat gempa bumi tanggal 27
Mei 2006 lalu.
PDRB Sisi Penawaran
Di sisi penawaran, percepatan perekonomian tahun 2007 terjadi pada
hampir semua sektor ekonomi, kecuali sektor Pertanian, Bangunan dan Jasa-jasa.
Dibandingkan dengan periode sebelumnya, tidak ada sektor yang mengalami
kontraksi pada tahun laporan. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor
Pengangkutan dan Komunikasi, serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan merupakan tiga sektor dominan yang tumbuh lebih cepat dibanding
dengan periode sebelumnya, yaitu mampu tumbuh masing-masing 5,57%, 6,07%
dan 4,71%. Demikian juga sektor Bangunan, meskipun pada tahun laporan tumbuh
melambat namun masih tumbuh pada level yang tinggi yaitu sebesar 8,08%.
Sektor-sektor inilah yang mampu mendongkrak perekonomian DIY hingga
diprakirakan tumbuh mencapai 4,20% pada tahun laporan.
Miliar Rp
Nilai Pangsa2 Ptumb2 Andil2 Nilai* Pangsa Ptumb² Andil2
1 Pertanian 3,053 3,186 3,307 18.86 3.81 0.72 3,407 18.65 3.02 0.572 Penggalian 120 122 126 0.72 3.00 0.02 132 0.72 4.76 0.033 Industri Pengolahan 2,401 2,463 2,481 14.15 0.72 0.11 2,510 13.74 1.17 0.174 Listrik, Gas & Air Bersih 145 153 152 0.87 -0.84 -0.01 163 0.89 7.24 0.065 Bangunan 1,284 1,395 1,580 9.01 13.28 1.10 1,708 9.35 8.08 0.736 Perdagangan, Hotel & Restoran 3,279 3,445 3,570 20.36 3.63 0.74 3,769 20.63 5.57 1.137 Pengangkutan & Komunikasi 1,582 1,673 1,762 10.05 5.30 0.52 1,869 10.23 6.07 0.618 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 1,501 1,623 1,592 9.08 -1.92 -0.18 1,667 9.12 4.71 0.439 Jasa-jasa 2,781 2,850 2,965 16.91 4.04 0.68 3,047 16.68 2.77 0.47
16,146 16,911 17,535 100.00 3.69 3.69 18,272 100.00 4.20 4.20Keterangan:
1) PDRB Harga Konstan Tahun 2000.2) %.
Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah
Tabel 1.3
PDRB Sisi Penawaran1
2007**
PDRB
No Jenis Penggunaan 20042006*
2005
9Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Komposisi berdasarkan sektor ekonomi tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya kontribusi kelompok
sektor Tersier (sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Pengangkutan dan
Komunikasi, sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan sektor Jasa-
jasa) masih tetap mendominasi terhadap pembentukan PDRB DIY tahun 2007
yakni 56,66%. Selanjutnya diikuti kelompok sektor Sekunder (sektor Industri
Pengolahan, sektor Listrik, Gas dan Air Bersih dan sektor Bangunan) sebesar 23,98%
dan kelompok sektor Primer (sektor Pertanian dan sektor Pertambangan dan
Penggalian) sebesar 19,37%.
Sektor Pertanian
Pada tahun laporan, sektor Pertanian tumbuh melambat menjadi 3,02%
dibanding dengan periode sebelumnya yang tumbuh hingga mencapai 3,80%.
Hal ini karena terjadinya jeda musim pada tahun 2007 sehingga memperlambat
musim tanam untuk beberapa komoditas tanaman pangan sebagai akibatnya
terjadi penurunan produksi untuk beberapa komoditas, seperti: padi ladang (-
6,60%), kedelai (-23,49%), kacang tanah (-14,61%), dan ubi kayu (-3,91%).
Sementara itu, kegiatan perhutanan dan perikanan juga mengalami kontraksi,
yaitu masing-masing sebesar 0,18% dan 3,91%. Namun demikian, kegiatan
holtikultura, khususnya pada tanaman jagung dan peternakan mengalami
peningkatan pada tahun laporan, yaitu masing-masing tumbuh 3,94% dan 7,82%.
Selain itu, penyempitan lahan pertanian karena konversi lahan produktif
ke non pertanian juga diprakirakan sebagai penyebab melambatnya pertumbuhan
kinerja sektor pertanian pada tahun laporan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2005
luas lahan sawah tercatat 57.762 ha, kemudian turun menjadi 57.661 ha pada
tahun 2006. Sedangkan luas lahan non sawah meningkat dari 260.818 ha pada
tahun 2005 menjadi 260.919 ha pada tahun 2006. Kondisi ini juga diperkuat
dengan pemberian kredit/pembiayaan pada sektor pertanian yang cenderung
menurun dibanding dengan periode sebelumnya, yaitu dari Rp262,63 miliar pada
tahun 2006 menjadi Rp242,08 miliar pada tahun 2007.
Dengan kondisi tersebut di atas, andil sektor Pertanian mengalami
penurunan dari 0,72% pada tahun 2006 menjadi 0,57% pada tahun laporan.
Sementara itu, pangsa sektor Pertanian dalam pembentukan PDRB DIY juga
mengalami sedikit penurunan dibanding dengan periode sebelumya, yakni dari
18,86% menjadi 18,57% pada tahun laporan.
Meskipun demikian, tingkat kesejahteraan petani relatif baik, tercermin
dari Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) yang meningkat dari 126,84 pada tahun 2006
menjadi 132,26 pada tahun 2007, atau tumbuh sebesar 4,28%. Hal ini karena
Pertanian19%
Penggalian1%
Industri Pengolahan
14%
Listrik, Gas & Air Bersih1%
Bangunan9%
Perdagangan, Hotel & Restoran
20%
Pengangkutan & Komunikasi
10%
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
9%
Jasa-jasa17%
Grafik 1.3Komposisi PDRB Sisi Penawaran
10 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
kenaikan indeks harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani relatif lebih
tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh
rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian.
Sektor Penggalian
Nilai tambah sektor Penggalian pada tahun laporan tercatat sebesar Rp132
miliar, atau tumbuh sebesar 4,76% dibandingkan tahun sebelumnya. Laju
pertumbuhan sektor ini pada tahun laporan lebih cepat dari laju pertumbuhan
tahun sebelumnya yang sebesar 3,00%. Sedangkan perannya terhadap
pembentukan PDRB DIY sangat kecil, yakni dengan pangsa yang relatif sama
dengan tahun sebelumnya yakni 0,72% dan andil terhadap laju pertumbuhan
yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 0,02% menjadi
0,03% pada tahun laporan.
Peningkatan laju pertumbuhan sektor Penggalian seiring dengan
percepatan kinerja sektor Bangunan pada tahun laporan. Hal ini karena naiknya
permintaan bahan galian Golongan C, seperti pasir dan batu yang banyak digunakan
untuk sektor Bangunan baik untuk membangunan rumah/perumahan maupun
membangun infrastruktur umum seperti jalan dan jembatan.
Sektor Industri Pengolahan
Nilai tambah riil sektor Industri Pengolahan pada tahun laporan tercatat
sebesar Rp2.510 miliar. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, perkembangan
kinerja sektor Industri Pengolahan pada tahun laporan mengalami percepatan.
Angka pertumbuhan sektor ini meningkat dari 0,72% pada tahun 2006 menjadi
1,17% pada tahun laporan. Sementara itu, pangsa sektor ini mengalami sedikit
penurunan yaitu dari 14,15% pada tahun 2006 menjadi 13,74% pada tahun laporan
sedangkan andil sektor ini terhadap pertumbuhan meningkat dari 0,11% menjadi
0,17% dalam kurun waktu yang sama. Kenaikan ini didukung oleh pertumbuhan
positif industri makanan, minuman dan tembakau (ISIC 31), industri kertas dan
barang cetakan (ISIC 34), serta industri pupuk, kimia dan barang dari karet (ISIC
35). Peningkatan produksi industri makanan terkait dengan meningkatnya
kunjungan wisatawan ke Kota Yogyakarta baik untuk dikonsumsi langsung maupun
untuk dijadikan buah tangan. Hal ini sejalan dengan peningkatan permintaan
terhadap penggunaan jasa transportasi udara maupun transportasi darat, tercermin
dari jumlah penumpang pesawat dan kereta yang cenderung meningkat dari
4.327.639 orang pada tahun 2006 menjadi 4.387.804 orang pada tahun 2007.
Adapun pertumbuhan industri barang cetakan didorong oleh permintaan barang
cetakan untuk kegiatan pendidikan.
11Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
Pada tahun laporan nilai tambah sektor Listrik, Gas dan Air Bersih tercatat
sebesar Rp163 miliar, atau naik sebesar 7,24% dibanding tahun 2006 yang hanya
sebesar Rp152 miliar. Peningkatan ini disebabkan oleh kembali normalnya jaringan
listrik dan saluran air dan meningkatnya konsumsi energi listrik dan air seiring
dengan meningkatnya aktivitas ekonomi. Hal ini juga didukung oleh informasi
data dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) DIY yang menyebutkan bahwa kapasitas
daya yang masuk DIY (supply) sebesar 616 MVA sementara beban puncak sebesar
292,3 MVA sehingga kebutuhan masyarakat terhadap listrik masih dapat terpenuhi.
Dengan kondisi tersebut di atas, andil sektor ini terhadap angka
pertumbuhan DIY meningkat dari -0,01% menjadi 0,06% pada tahun laporan
dan kontribusinya terhadap total PDRB DIY juga mengalami sedikit peningkatan
dari 0,87% menjadi 0,89% pada tahun 2007.
Sektor Bangunan
Sektor Bangunan tumbuh sebesar 8,08% dan menjadi sektor yang
mengalami pertumbuhan tercepat pada tahun laporan. Nilai tambah sektor ini
pada tahun laporan tercatat sebesar Rp1.708 miliar, lebih besar dibandingkan
dengan tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp1.580 miliar. Hal ini antara lain
disebabkan oleh masih berlangsungnya proses rekonstruksi baik oleh pemerintah,
rumah tangga, maupun lembaga swadaya masyarakat pada paruh pertama tahun
2007. Sebagai ilustrasi, rincian realisasi pemanfaatan dana Anggaran Belanja dan
Pendapatan Negara (APBN) 2007 untuk rehabilitasi dan rekonstruksi rumah pasca
gempa bumi di Provinsi DIY sampai dengan April 2007, yaitu DIPA APBN 2006
sebesar Rp1.694 miliar, DIPA APBN 2007 sebesar Rp1.701 miliar, Sisa DIPA APBN
2006 sebesar Rp16 miliar dan realisasi DIPA 2007 sebesar Rp479 miliar. Sementara
itu, pangsa sektor Bangunan mengalami percepatan dari 9,01% menjadi 9,35%
pada tahun 2007.
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya dan sesuai dengan karakteristik
Yogyakarta sebagai kota wisata dan budaya, kinerja sektor Perdagangan, Hotel
dan Restoran pada tahun laporan tercatat sebagai sektor pemberi andil terbesar
terhadap pertumbuhan ekonomi DIY 2007 yakni 1,13%, atau meningkat dibanding
tahun sebelumnya sebesar 0,74%. Demikian halnya dengan laju pertumbuhan,
terjadi percepatan dari 3,63% menjadi 5,57% pada tahun laporan. Nilai tambah
sektor ini tercatat sebesar Rp3.769 miliar pada tahun 2007.
Percepatan pertumbuhan pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
terutama disebabkan oleh meningkatnya aktivitas perdagangan dan hotel. Kondisi
ini didukung oleh kembali pulihnya sebagian besar pasar tradisional dan
12 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
meningkatnya daya beli dari masyarakat seiring dengan peningkatan pendapatan.
Fasilitas hotel yang sudah dibenahi dan suasana Yogyakarta yang semakin kondusif
telah menyebabkan permintaan untuk hotel dan fasilitas pertemuan semakin
meningkat pada tahun 2007. Kondisi ini juga diperkuat dengan pemberian kredit/
pembiayaan pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang meningkat dari
Rp1.908 juta pada tahun 2006 menjadi Rp2.094 juta pada tahun 2007.
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Nilai tambah sektor Pengangkutan dan Komunikasi tercatat sebesar
Rp1.869 miliar pada tahun laporan, lebih tinggi dibanding dengan tahun
sebelumnya yang sebesar Rp1.762 miliar. Demikian halnya dengan laju
pertumbuhan, terjadi percepatan dari 5,30% menjadi 6,07% pada tahun 2007.
Sementara itu, pangsa sektor ini juga meningkat dari 10,05% menjadi 10,23%
dan andil terhadap pertumbuhan naik dari 0,52 menjadi 0,61% pada tahun laporan.
Hal ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya mobilitas barang dan jasa serta
penumpang baik untuk transportasi darat maupun transportasi udara pada tahun
2007 sebagai akibat meningkatnya aktivitas ekonomi dan meningkatnya daya
beli masyarakat. Sebagai ilustrasi, jumlah penumpang kereta tercatat sebanyak
1.831.387 orang pada tahun 2007 yang meningkat dibandingkan periode
sebelumnya yang hanya sebanyak 1.787.380 orang. Sementara itu, jumlah
kedatangan penumpang pesawat juga mengalami peningkatan dibanding dengan
periode sebelumnya, yaitu dari 1.240.583 orang pada tahun 2006 menjadi
1.257.824 orang pada tahun 2007.
Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Nilai tambah sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan pada
tahun laporan tercatat sebesar Rp1.667 miliar, atau tumbuh sebesar 4,71%
dibanding dengan tahun sebelumnya sebesar Rp1.592 miliar sehingga andil sektor
ini terhadap pertumbuhan ekonomi DIY meningkat dari -0,18% menjadi 0,43%
pada tahun 2007. Membaiknya kinerja sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan antara lain disebabkan oleh meningkatnya subsektor Keuangan,
khususnya pada kontribusi Perbankan sebesar 15,5% dan subsektor Sewa Bangunan
sebesar 6,4% sebagai akibat masih berlangsungnya proses rekonstruksi sebagian
bangunan bisnis dan residensial baik oleh pemerintah, rumah tangga maupun
lembaga swadaya masyarakat.
Sektor Jasa-jasa
Pertumbuhan sektor Jasa-jasa mengalami perlambatan yaitu dari 4,04%
pada tahun 2006 menjadi 2,77% pada tahun 2007. Hal ini terutama disebabkan
oleh melambatnya pertumbuhan Belanja Pegawai dari sekitar 3,54% pada tahun
13Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
2006 menjadi sekitar 3,08% pada tahun 2007 sebagai faktor koreksi. Ini terutama
disebabkan terjadi kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 15% pada
tahun 2006 sedangkan pada tahun 2007 tidak ada kebijakan kenaikan gaji.
Dengan kondisi tersebut di atas, pangsa sektor ini terhadap pembentukan
PDRB DIY menurun dari 16,91% menjadi 16,68% pada tahun laporan dengan
andil yang juga menurun dari 0,68% menjadi 0,47% pada tahun laporan.
INVESTASI
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, perkembangan investasi di
wilayah Provinsi DIY menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Kondisi ini
tercermin dari nilai riil Investasi yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah Provinsi maupun tingkat kabupaten/
kota untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, misalnya penyederhanaan
prosedur birokrasi, perbaikan/pengembangan infrastruktur dan sistem informasi
serta promosi investasi daerah yang lebih intensif melalui Investment Promotion
Agency (IPA), serta membuat pelayanan satu atap agar minat investor untuk
menanamkan investasinya di wilayah ini semakin besar.
Penanaman Modal Dalam Negeri
Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di DIY secara kumulatif
sampai dengan tahun laporan mengalami penurunan sebesar 16,01%, yaitu dari
Rp2.145 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp1.802 miliar pada tahun 2007. Kondisi
ini sejalan dengan jumlah rencana PMDN yang telah disetujui oleh Pemerintah
Provinsi DIY yang sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun 2006, yaitu
tercatat sebesar Rp2.459 miliar pada tahun laporan. Penurunan jumlah PMDN
Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 59,980 27,573 59,980 27,573 59,474 27,573 59,474 27,572
a. Pertanian 57,224 26,423 57,224 26,423 57,224 26,423 57,224 26,422 b. Kehutanan - - - - - - - - c. Perikanan 1,500 400 1,500 400 1,500 400 1,500 400
2 Pertambangan 1,256 750 1,256 750 750 750 750 750 3 Industri 875,787 1,179,023 875,787 1,180,680 883,496 1,176,353 867,249 831,682
a. Makanan 124,902 415,856 124,902 416,092 124,902 416,092 114,900 72,747 b. Tekstil 336,536 632,443 336,536 632,443 337,661 630,931 341,661 630,931 c. Kayu - - - - - - - - d. Kertas 218 444 218 444 218 444 218 444 e. Kimia dan farmasi 7,592 232 7,592 232 32,042 232 32,042 232 f. Mineral bukan logam - - - - - - - - g. Logam dasar 2,832 1,548 2,832 1,548 2,832 1,548 2,832 1,548 h. Barang-barang logam 17,828 14,279 17,828 14,279 17,828 14,279 17,828 14,279 i. Lain-lain 385,879 114,223 385,879 115,643 368,014 112,827 357,768 111,502
4 Konstruksi 13,000 - 13,000 - 13,000 - 13,000 - 5 Perhotelan 735,356 885,846 636,256 733,286 609,256 643,773 631,006 657,385 6 Pengangkutan 44,869 34,737 44,869 34,740 42,529 34,630 42,529 34,630 7 Perumahan dan Perkantoran - - - - - - - - 8 Jasa lainnya 196,664 274,788 838,745 274,788 889,930 262,551 845,350 250,264
1,925,655 2,401,967 2,468,637 2,251,067 2,497,685 2,144,879 2,458,608 1,801,533 Sumber: Bapeda Provinsi DIY.
Sektor2004 2005
Total
Tabel 1.4Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri
Menurut Sektor EkonomiJuta Rp
2006 2007No
14 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
yang disetujui tersebut sejalan dengan pertumbuhan Investasi yang diukur dari
PMTB, yang cenderung melambat pada tahun laporan.
Sementara itu, persentase realisasi PMDN dari rencana pada tahun laporan
cenderung menurun dibanding dengan periode sebelumnya, yaitu dari 85,87%
pada tahun 2006 menjadi 73,27% pada tahun 2007.
Ditinjau dari aspek sektornya, sektor Industri masih menduduki pangsa
tertinggi, yaitu 46,17%, meskipun dengan persentase yang cenderung menurun
dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 54,84%. Selanjutnya, disusul sektor
Perhotelan 36,49%, Jasa Lainnya 13,89%, Pengangkutan 1,92%, dan Pertanian/
Kehutanan/Perikanan 1,53%. Penyumbang utama pada sektor Industri didominasi
oleh Industri Tekstil 35,02% dan Industri Makanan 4,04%.
Berdasarkan persebaran wilayahnya, baik rencana maupun realisasi PMDN
pada tahun laporan terkonsentrasi di Kota Yogyakarta dengan nilai masing-masing
sebesar Rp1.111 miliar dan Rp745 miliar. Rencana dan realisasi PMDN di Kabupaten
Sleman masing-masing tercatat sebesar Rp922 miliar dan Rp922 miliar. Selanjutnya,
dikuti oleh Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Bantul, dan terakhir Kabupaten
Gunungkidul.
Penanaman Modal Asing
Jumlah realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) pada tahun 2007 tercatat
sebesar Rp880 miliar, menurun 53,17% dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp1.880 miliar. Sementara itu, akumulasi rencana PMA
yang disetujui oleh Pemerintah Provinsi DIY pada tahun 2007 mengalami penurunan
sebesar 59,34%, yaitu dari Rp3.508 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp880 miliar
pada tahun laporan. Hal ini diduga karena besarnya investasi pada bidang usaha
yang diminati oleh investor asing, seperti jasa, industri logam, dan pengangkutan
cenderung menurun. Meskipun demikian, persentase realisasi PMA dari rencana
pada tahun laporan mengalami peningkatan dibanding dengan periode
sebelumnya, yaitu dari 53,58% pada tahun 2006 menjadi 61,70% pada tahun
Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi1 Bantul 108,751 85,460 108,751 85,463 108,751 86,952 112,751 86,952 2 Sleman 1,073,652 1,100,401 974,552 949,498 921,810 921,970 921,810 921,970 3 Gunungkidul 71,894 19,586 67,004 19,586 91,454 19,586 58,379 19,586 4 Kulonprogo 255,112 28,559 255,112 28,559 255,112 28,559 255,112 28,559 5 Yogyakarta 416,246 1,167,960 1,063,218 1,167,960 1,120,558 1,087,812 1,110,556 744,466
1,925,655 2,401,967 2,468,637 2,251,067 2,497,685 2,144,879 2,458,608 1,801,533 Sumber: Bapeda Provinsi DIY.
Total
Menurut Kabupaten/KotaJuta Rp
2004 2005 2006 2007No
Tabel 1.5Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri
Kabupaten/Kota
15Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
2007. Ditinjau dari sektornya, sektor Perhotelan menduduki pangsa tertinggi yaitu
57,14%, disusul sektor Jasa Lainnya 38,61%, dan sektor Industri 4,25%.
Penyebaran PMA tertinggi di Kabupaten Sleman dengan realisasi sebesar
Rp514 miliar dari rencana sebesar Rp920 miliar, selanjutnya diikuti oleh Kota
Yogyakarta dengan realisasi sebesar Rp319 miliar, Kabupaten Gunungkidul sebesar
Rp43 miliar, dan Kabupaten Bantul sebesar Rp4 miliar sedangkan Kabupaten
Kulonprogo nihil pada tahun laporan.
Potensi dan Peluang Investasi
Peningkatan daya saing nasional di pasar global merupakan tujuan akhir
penerapan kebijakan sektor industri dan perdagangan serta bidang investasi. Salah
satu upaya mengoptimalkan pengunaan sumber daya yang tersedia untuk
pengembangan otonomi khususnya di daerah adalah penerapan kebijakan
Otonomi Daerah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah dan Keppres No.29 Tahun 2004 pelayanan satu atap
di bawah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 119,798 33,745 119,798 33,745 125,648 26,853 - -
a. Pertanian 106,929 33,070 106,929 33,070 106,929 26,178 - - b. Kehutanan - - - - 1,800 - - - c. Perikanan 12,869 675 12,869 675 12,869 675 - -
2 Pertambangan - - - - 4,050 - - - 3 Industri 488,434 150,828 634,926 295,278 730,647 314,999 45,509 37,429
a. Makanan - - - - - - 19,146 19,146 b. Tekstil 27,308 19,357 27,308 19,357 72,578 34,534 4,200 6,108 c. Kayu - - - - - - - - d. Kertas - - - - - - - - e. Kimia dan farmasi - - - - - - - - f. Mineral bukan logam - - - - - - - - g. Logam dasar 24,571 9,715 24,571 9,715 24,571 9,715 15,571 6,681 h. Barang-barang logam 2,070 - 2,070 - 2,070 - - - i. Lain-lain 434,485 121,756 580,977 266,206 631,428 270,750 6,592 5,494
4 Konstruksi 26,550 - - - - - - - 5 Perhotelan 516,046 350,734 672,593 503,294 699,774 521,370 711,165 502,973 6 Pengangkutan 7,950 982 7,950 982 5,700 982 219 - 7 Perumahan dan Perkantoran - - 26,550 - - - - - 8 Jasa lainnya 1,254,711 982,980 1,607,422 1,010,375 1,946,542 1,015,583 669,561 339,825
2,413,490 1,519,270 3,069,239 1,843,675 3,508,311 1,879,788 1,426,454 880,227 Sumber: Bapeda Provinsi DIY.
Tabel 1.6Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing
Menurut Sektor EkonomiJuta Rp
No2007
Total
Sektor2004 2005 2006
Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi1 Bantul 78,482 59,898 80,732 59,898 98,057 75,076 8,500 4,179 2 Sleman 591,398 151,976 1,230,522 448,986 1,612,947 484,283 919,786 514,112 3 Gunungkidul 97,329 31,265 106,817 40,753 106,817 24,861 55,864 42,564 4 Kulonprogo - - - - 6,291 - - - 5 Yogyakarta 1,646,281 1,276,131 1,651,167 1,294,038 1,684,198 1,295,568 449,954 319,371
2,413,490 1,519,270 3,069,239 1,843,675 3,508,311 1,879,788 1,426,454 880,227 Sumber: Bapeda Provinsi DIY.
2004 2005 2006 2007
Tabel 1.7Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing
Total
Menurut Kabupaten/KotaJuta Rp
No Kabupaten/Kota
16 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Kebijakan dan strategi pengembangan investasi yang telah dilakukan DIY
untuk mengatasi berbagai permasalahan mendasar seperti prosedur birokrasi yang
berbelit-belit, ekonomi biaya tinggi, ketidakpastian hukum dan paket kebijakan
investasi serta kebijakan sektoral yang tumpang tindih antara pemerintah pusat
dan daerah. Permasalahan tersebut secara bertahap mulai berhasil diatasi oleh
Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di DIY.
Upaya promosi yan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DIY adalah
pencanangan slogan “Jogja Invest”, yang diarahkan untuk meningkatkan daya
tarik berinvestasi di DIY di mata para investor baik domestik maupun asing. Upaya
ini cukup beralasan karena DIY memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:
1. Stabilitas politik dan keamanan yang terbaik dibandingkan dengan provinsi
lainnya di Indonesia;
2. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sebagaimana tercermin dari besarnya
persentase masyarakat terdidik, tersedianya tenaga kerja terampil dan angka
rasio melek komputer (computer literate ratio) yang tertinggi di Indonesia;
3. Lokasi DIY yang strategis dan terhubung dengan provinsi lainnya dan bahkan
dengan negara tetangga;
4. Biaya produksi yang rendah dan tingkat upah yang cukup kompetitif; dan
5. Sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang kegiatan investasi.
Dalam Tabel 1.8 disajikan beberapa proyek/komoditas yang memiliki
potensi dan peluang untuk investasi di DIY, berdasarkan informasi dari Pemerintah
Provinsi DIY.
Gunungkidul Kulonprogo- Konferensi dan pameran. - Wisata pedesaan. - - - Pantai Glagah.- - Volcano center. - Waduk Sermo.
- - Puncak Suroloyo.- - Sendangsono.
- Kebun buah Magunan. - Taman air Ancol.- Wisata budaya interaktif. - Taman safari prasejarah. - Goa Kiskendo.
- Wisata pedesaan. - Taman safari prasejarah. - Pantai Congot- Sekolah Pra-TK. - Kawasan kampus.-
- - - Terakota dan keramik. - Kerajinan batu. - Batik.- Anyaman serat alam.
- Furnitur.- Furnitur.- - - -
- -- Peternakan kambing.
- Garmen. - Komponen elektronik. - Pembangkit listrik. - Kawasan industri.- Kawasan industri. - Tegel dan batu gamping. - Pembangkit listrik.- Pembangkit listrik. -
- - Jalan toll. - - - Pelabuhan ikan.- Gudang kargo. - Terminal tipe A.
- -
- Terminal bongkar muat.- Jalan lingkar luar.
Sumber: Bapeda Provinsi DIY.
Pembangunan Double Tracks lintasan KA
Jalan toll.
Pengelolaan kelapa, cabe, teh dan empon-empon.
Budidaya dan industri sutra.
Budidaya dan industri mendong.
Pasir besi, semen, marmer, emas, batubara, barit, andesit, batu mulia, mangan, arang, briket.
Industri
Pengembangan pasar seni Gabusan.
Tabel 1.8Peluang Investasi Beberapa Proyek/Komoditas Potensial
Pariwisata
Pendidikan
Kerajinan
Pertanian
Infrastruktur
Lembaga Pendidikan Keterampilan.
Cor logam untuk perlengkapan pintu dan jendela.
Kawasan industri Piyungan.
Kompetisi design produk kerajinan.
Produk pertanian kualitas tinggi (asparagus, brokoli, jamur, rebung dlsb).
Tanaman obat
Budidaya bawang merah dan cabe merah
Bus Rapid Transit
Kabupaten/KotaSektor
Kawasan hutan riset Wanagama.
Pengelolaan pantai Parangtritis, Pandansimo, Gua Cerme. Pengembangan pantai
Sepanjang, Wediombo, Siung, Sadeng, Tepus dan Baron.
Pengembangan SDM sektor pariwisata.
Pengembangan Gembira Loka.
Yogyakarta Sleman Bantul
17Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Ekspor
Nilai ekspor DIY yang seluruhnya merupakan komoditas nonmigas,
mengalami pertumbuhan negatif sebesar -9,32% pada tahun 2007 sehingga
tercatat sebesar $125,56 juta. Penyumbang penurunan nilai nominal ekspor
terutama bersumber dari penurunan ekspor Pakaian Jadi Tekstil sebesar $9,83
juta, diikuti oleh penurunan ekspor Mebel Kayu $6,20 juta, ekspor Sarung Tangan
Kulit (STK) turun $2,85 juta, ekspor Lampu turun $2,1 juta, dan ekspor Produk
Tekstil Lainnya turun $1,26 juta.
Nilai Pangsa1 Ptumb1 Nilai Pangsa1 Ptumb1
1 Mebel Kayu 37,593 42,639 32,305 23.33 -24.24 26,104 20.79 -19.202 Pakaian Jadi tekstil 25,009 45,322 44,233 31.94 -2.40 34,406 27.40 -22.223 Kulit disamak 9,730 6,007 4,896 3.54 -18.50 7,116 5.67 45.34 4 Sarung Tangan Kulit (STK) 9,174 8,457 13,409 9.68 58.56 10,560 8.41 -21.255 Lampu 5,500 5,453 5,086 3.67 -6.73 2,988 2.38 -41.256 Produk tekstil lainnya 5,259 2,340 1,583 1.14 -32.35 321 0.26 -79.737 Tekstil 4,370 3,453 2,004 1.45 -41.96 1,632 1.30 -18.568 Kerajinan kayu 4,060 4,706 5,612 4.05 19.25 4,848 3.86 -13.619 Minyak Atsiri Daun Cengkeh 1,913 1,225 2,037 1.47 66.29 3,580 2.85 75.7510 Kerajinan Pandan 1,675 2,946 1,063 0.77 -63.92 700 0.56 -34.1911 STK Sintetis 1,600 3,087 1,923 1.39 -37.71 6,687 5.33 247.7412 Kerajinan Tanah Liat 1,521 1,014 1,190 0.86 17.36 1,818 1.45 52.7713 Kerajinan Batu 1,381 2,537 2,604 1.88 2.64 3,137 2.50 20.47 14 Jamur dalam Kaleng 574 13 26 0.02 99.38 - - -100.0015 Kerajinan Perak 531 992 1,092 0.79 10.08 1,304 1.04 19.41 16 Kerajinan Eceng Gondok 491 423 643 0.46 52.01 1,164 0.93 81.03 17 STK Kombinasi Poliurethane 1 67 318 0.23 374.63 629 0.50 97.64 18 Kerajinan Kertas 765 2,735 3,604 2.60 31.77 4,554 3.63 26.36 19 Papan Kemas 2,486 1,498 2,483 1.79 65.75 2,217 1.77 -10.7120 Kerajinan Kulit 720 1,712 2,024 1.46 18.22 1,803 1.44 -10.9221 Kerajinan Kaca 307 721 757 0.55 4.99 391 0.31 -48.4122 Kerajinan Rotan 374 484 1,326 0.96 173.97 356 0.28 -73.14
Sub Total 115,035 137,833 130,218 94.04 -5.52 116,314 92.63 -10.687,236 5,638 8,255 5.96 46.42 9,248 7.37 12.03
122,271 143,471 138,473 100.00 -3.48 125,562 100.00 -9.32Keterangan:
1) %
Sumber : Dinas Perindagkop Provinsi DIY
Tabel 1.9Nilai Ekspor Non Migas Utama Menurut Komoditas
Ribu US$
20052004
Komoditas LainnyaTotal
2006 2007*No Komoditas
2006 2007Nilai Pangsa1 Ptumb1 Nilai Pangsa1 Ptumb1
1. Amerika Serikat 48,564.07 68,220.01 69,474.08 50.17 1.84 55,289.77 44.03 -20.42 2. Perancis 8,442.30 11,962.03 8,014.17 5.79 -33.00 7,435.18 5.92 -7.22 3. Spanyol 5,057.29 6,961.99 6,102.25 4.41 -12.35 5,223.50 4.16 -14.40 4. Italia 9,144.11 6,582.66 5,173.88 3.74 -21.40 5,205.49 4.15 0.61 5. Belanda 4,283.25 5,880.54 4,455.96 3.22 -24.23 3,540.36 2.82 -20.55 6. Jepang 4,189.52 5,767.16 6,238.75 4.51 8.18 6,068.11 4.83 -2.74 7. Hongkong 3,537.81 572.23 3,649.52 2.64 537.78 4,204.62 3.35 15.21 8. Jerman 4,806.50 4,041.51 4,301.26 3.11 6.43 2,837.67 2.26 -34.03 9. Inggris 1,674.80 3,853.69 4,528.79 3.27 17.52 3,817.38 3.04 -15.7110. Australia 4,634.34 3,774.72 3,216.16 2.32 -14.80 4,600.62 3.66 43.0511. Belgia 2,931.23 3,364.25 2,002.20 1.45 -40.49 2,469.78 1.97 23.3512. Philipina 1,395.66 2,338.54 2,503.54 1.81 7.06 1,859.08 1.48 -25.7413. Singapura 1,927.22 1,749.00 2,333.27 1.69 33.41 2,132.87 1.70 -8.5914. Kanada 1,088.35 1,183.11 1,842.89 1.33 55.77 1,475.51 1.18 -19.9315. Malaysia 1,379.56 1,092.36 884.96 0.64 -18.99 696.51 0.55 -21.2916. Denmark 892.93 942.86 447.86 0.32 -52.50 1,141.12 0.91 154.8017. Uni Emirat Arab 2,162.69 832.92 586.62 0.42 -29.57 759.52 0.60 29.4718. Afrika Selatan 972.14 772.37 773.78 0.56 0.18 700.90 0.56 -9.4219. Yunani 1,015.63 734.76 752.34 0.54 2.39 513.37 0.41 -31.7620. Korea Selatan 1,114.51 566.14 762.94 0.55 34.76 2,414.12 1.92 216.4221. Taiwan 466.95 467.40 262.59 0.19 -43.82 131.87 0.11 -49.7822. India 3,198.74 387.29 496.07 0.36 28.09 460.29 0.37 -7.21
Sub-Total 112,880 132,048 128,804 93.02 -2.46 112,978 89.98 -12.29 Negara lainnya 9,391.79 11,423.78 9,668.69 6.98 -15.36 12,584 10.02 30.15
Total 122,271 143,471.32 138,473 100.00 (3.48) 125,561 100.00 -9.32Keterangan:1) %
Sumber: Disperindagkop Provinsi DIY
2005
Tabel 1.10Nilai Ekspor Nonmigas Menurut Negara Tujuan
Ribu US$
Negara 2004
18 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Sedangkan pangsa terbesar terhadap total nilai ekspor DIY adalah ekspor
Pakaian Jadi Tekstil yang mencapai 27,40% dengan nilai sebesar $34,41 juta.
Sumbangan ekspor kedua terbesar berasal dari ekspor Mebel Kayu yang tercatat
sebesar $26,10 juta dengan pangsa 20,79%. Lonjakan nilai ekspor terjadi pada
komoditas Sarung Tangan Kulit Sintetis dari $1,92 juta pada tahun 2006 menjadi
$6,69 juta pada tahun 2007. Sementara itu, pangsa ekspor Komoditas Lainnya
relatif kecil (Tabel 1.9).
Berdasarkan negara tujuan, ekspor DIY pada tahun 2007 sebagian besar
ditujukan ke negara Amerika Serikat ($55,29 juta), Perancis ($7,44 juta), Jepang
($6,07 juta), Spanyol ($5,22 juta), Italia ($5,21 juta), Australia ($4,60 juta), Hongkong
($4,20 juta), dan Belanda ($3,54 juta). Nilai ekspor ke Amerika Serikat memiliki
pangsa sebesar 44,03% dari total nilai eskpor DIY.
Pada tahun laporan 64,39% dari nilai ekpor DIY dilakukan melalui
pelabuhan muat Tanjung Emas, Semarang, dengan nilai sebesar $80,86 juta,
sedangkan ekspor yang melalui Bandara Adisutjipto hanya tercatat sebesar $3,21
juta atau dengan pangsa 2,56%. Ekspor melalui Bandara Adisutjipto mengalami
peningkatan sebesar 6,10% dibanding tahun 2006, hal ini merupakan dampak
internasionalisasi Bandara Adisutjipto yang berlaku sejak tahun 2005.
Impor
Perkembangan impor DIY sejalan dengan perkembangan ekspor, yaitu
mengalami pertumbuhan negatif sebesar 28,40% pada tahun 2007 sehingga
tercatat sebesar $42,62 juta. Penurunan nilai impor tersebut terutama disebabkan
oleh menurunnya nilai impor komoditas Bahan Baku Susu yang tercatat sebesar
$3,65 juta dan komoditas Tekstil sebesar $4,57 juta. Lonjakan nilai impor terjadi
2006 2007Nilai Pangsa1 Ptumb1 Nilai Pangsa1 Ptumb1
1. Tanjung Emas 79,549 100,754 93,625 67.61 -7.08 80,855 64.39 -13.64 2. Tanjung Priok 19,087 25,366 21,531 15.55 -15.12 23,500 18.72 9.15 3. Sukarno Hatta 15,452 12,901 14,806 10.69 14.77 12,134 9.66 -18.05 4. Adisutjipto 2,383 2,515 3,024 2.18 20.25 3,209 2.56 6.10 5. Tanjung Perak 2,788 1,225 3,128 2.26 155.45 3,797 3.02 21.39 6. Juanda 329 381 2,177 1.57 471.16 1,834 1.46 -15.75 7. Ngurah Rai 2,431 107 55 0.04 -48.82 154 0.12 180.25 8. Kantor Pos Yogyakarta 148 107 49 0.04 -54.32 14 0.01 -71.23 9. Halim Perdanakusuma 3 82 15 0.01 -81.13 6 0.00 -61.3110. Benoa 0 21 12 0.01 -44.13 53 0.04 356.1111. Adisumarmo 98 13 51 0.04 285.98 6 0.00 -87.6312. Batu Ampar - - - - - - - - 13. Tanjung Pinang - - - - - - - - 14. A. Yani 4 - - - - - - - 15. Batam - - - - - - - - 16. Tanjung Uban - - - - - - - - 17. Belawan - - - - - - - - 18. Sekupang - - - - - - - - 19. Lainnya - - - - - - - -
Total 122,271 143,471 138,473 100.00 -3.48 125,562 100.00 (9.32) Keterangan:1) %
Sumber: Disperindagkop Provinsi DIY
Nama Pelabuhan 2004 2005
Tabel 1.11Nilai Ekspor Menurut Pelabuhan Muat
Ribu US$
19Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
pada komoditas Polyester dari $2.000 juta pada tahun 2006 menjadi $3,36 juta
pada tahun 2007 dan komoditas Mesin dari $6,9 juta pada tahun 2006 menjadi
$23,50 juta. Selama tahun 2007, negara yang mendominasi impor DIY, yaitu RRC
dengan nilai sebesar $25,78 juta, Korea Selatan $3,89 juta, dan New Zealand
$3,40 juta.
2006 2007Nilai Pangsa1 Ptumb1 Nilai Pangsa1 Ptumb1
1. Obat Penyamak Kulit 1,102 5,304 606 1.02 -88.58 274 0.64 -54.81 2. Bahan Baku Plastik 171 0 - - -100.00 - - -100.00 3. Bahan Baku Susu 10,916 4,227 38,953 65.43 821.56 3,655 8.58 -90.62 4. Kapas 3,814 4,491 3,857 6.48 -14.12 3,727 8.74 -3.37 5. Benang Nylon - - - - -100.00 - - - 6. Asesoris 18,878 3,946 1,793 3.01 -54.57 1,317 3.09 -26.53 7. Tekstil 3,490 16,104 7,311 12.28 -54.60 4,575 10.73 -37.42 8. Polyester - - 2 0.00 0.00 3,360 7.88 161,438.46 9. Peralatan Tiang Pancang - - - - 0.00 - - - 10. Elektronik - - - - 0.00 - - - 11. Pewarna susu - - - - 0.00 - - - 12. Mesin Tekstil - - - - 0.00 - - - 13. Mesin 2,211 2,207 6,928 11.64 213.86 23,508 55.15 239.32 14. Bahan Baku Kulit - - - - - 391 0.92 - 15. Mesin Percetakan - - - - - - - - 16. Mesin Kayu - - - - - - - - 17. Peralatan Mesin - - - - - - - - 18. Kulit Disamak 80 - - - - 1,470 3.45 - 19. Lampu 4 - - - - - - - 20. Power Suply 3 - - - - - - - 21. Audio Digital 70 - - - - - - - 22. Bijih Titanium - 2 - - - - - -
Sub-Total 40,739 36,281 59,449 99.87 63.86 42,277 99.19 -28.89 Komoditas lainnya 2 0 80 0.13 -208.41 346 0.81 332.50
Total 40,741 36,281 59,529 100.00 64.08 42,623 100.00 -28.40Keterangan:1) %
Sumber: Disperindagkop Provinsi DIY
Komoditas 2004 2005
Tabel 1.12Nilai Impor Nonmigas Utama Menurut Komoditas
Ribu US$
2006 2007Nilai Pangsa1 Ptumb1 Nilai Pangsa1 Ptumb1
1. Jerman 419 273 147 0.25 -46.15 206 0.48 39.71 2. Italia 472 331 289 0.49 -12.57 217 0.51 -25.02 3. Jepang 953 1,223 151 0.25 -87.66 1,245 2.92 724.50 4. Singapura 384 4,701 2,060 3.46 -56.18 216 0.51 -89.50 5. Hongkong 8,951 7,536 1,129 1.90 -85.02 908 2.13 -19.59 6. Australia 5,294 1,345 10,926 18.35 712.60 2,154 5.05 -80.29 7. Belgia 58 - 163 0.27 - 33 0.08 -79.88 8. Korea Selatan 3,030 236 3,290 5.53 1,296.27 3,889 9.12 18.19 9. RRC 4,574 7,072 8,579 14.41 21.32 25,779 60.48 200.4710. Amerika Serikat 3,681 2,785 4,025 6.76 44.53 1,568 3.68 -61.0411. Taiwan 7,285 6,962 2,450 4.12 -64.81 2,459 5.77 0.3712. New Zealand 3,391 1,269 - - -100.00 3,598 8.44 - 13. Belanda 132 1,897 1,979 3.33 4.33 - - - 14. Austria - - - - - - - 15. Ireland 640 601 1,212 2.04 101.72 - - - 16. Uni Emirat Arab 853 - 2,422 4.07 - - - - 17. Canada 135 - - - - - - - 18. Argentina 413 - - - - - - - 19. Denmark - 21 1,376 2.31 6,362.02 - - - 20. Finlandia - 10 65 0.11 559.85 - - - 21. Philipina - 1 - - - 6 0.01 - 22. Norwegia - 8 - - - - - -
Sub-Total 40,666 36,270 40,264 67.64 11.01 42,277 99.19 5.00 Negara lainnya 75 11 19,265 32.36 4,662.40 346 0.81 -98.20
Total 40,741 36,281 59,529 100 64.08 42,623 100 -28.40Keterangan:1) %
Sumber: Disperindagkop Provinsi DIY
Nama Negara 2004 2005
Tabel 1.13Nilai Impor Nonmigas Menurut Negara Asal
Ribu US$
20 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
KETENAGAKERJAAN
Tenaga Kerja di Dalam Negeri
Pertumbuhan ekonomi DIY yang mengalami peningkatan pada tahun 2007
ternyata tidak diiringi oleh penyerapan jumlah tenaga kerja yang lebih tinggi
sehingga mengakibatkan angka penggangguran juga semakin meningkat.
Data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi DIY
menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di DIY pada tahun 2007 mencapai
1.808.159 orang, naik 1,08% jika dibandingkan dengan tahun 2006 yang tercatat
sebanyak 1.788.794 orang. Jumlah angkatan kerja yang telah bekerja mengalami
peningkatan sebesar 0,99%, dari 1.693.646 orang menjadi 1.710.401 orang.
Sedangkan yang sedang mencari kerja (menganggur) mengalami peningkatan
yang lebih besar yaitu sebesar 2,74% dari 95.148 orang menjadi 97.758 orang.
Angka pertumbuhan pengangguran yang lebih besar jika dibandingkan dengan
pertumbuhan penduduk yang bekerja mengakibatkan rasio pengangguran terbuka
meningkat, yakni dari 5,32% pada tahun 2006 menjadi 5,41% pada tahun laporan.
Angkatan kerja tersebut tersebar di 5 wilayah dengan porsi terbesar pada
Kabupaten Sleman yakni sebesar 26,52% atau sebanyak 479.532 orang. Porsi
terbesar ini sesuai dengan jumlah penduduk DIY yang terkonsentrasi di Kabupaten
Sleman. Namun demikian, pertumbuhan angkatan kerja tertinggi dialami oleh
Orang
Jumlah Ptumb1 Jumlah Ptumb1
1 Penduduk 3,211,323 3,246,283 3,286,077 1.23 3,326,879 1.24
2 Angkatan Kerja 1,755,016 1,770,899 1,788,794 1.01 1,808,159 1.08
a. Bekerja 1,663,616 1,678,181 1,693,646 0.92 1,710,401 0.99
b. Menganggur (Mencari Kerja) 91,400 92,718 95,148 2.62 97,758 2.74
3 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 5.21 5.24 5.32 5.41 Keterangan:
1) %.Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY
Indikator KetenagakerjaanTabel 1.14
No Uraian 20042006
20052007
Orang
Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1
1. Bantul 436.964 440.464 455.751 25,48 3,47 461.190 25,51 1,19
2. Gunungkidul 460.452 466.230 462.881 25,88 -0,72 470.713 26,03 1,69
3. Kulonprogo 227.615 229.196 230.538 12,89 0,59 231.876 12,82 0,58
4. Sleman 463.220 468.852 474.129 26,51 1,13 479.532 26,52 1,14
5. Yogyakarta 166.765 166.157 165.496 9,25 -0,40 164.848 9,12 -0,39
1.755.016 1.770.899 1.788.795 100,00 1,01 1.808.159 100,00 1,08Keterangan:
1) %.
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY
Angkatan Kerja
Total
Tabel 1.15
No Kabupaten/Kota 20042006 2007
2005
21Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Kabupaten Gunungkidul sebesar 1,69% dari 455.751 orang pada tahun 2006
menjadi 461.190 orang pada tahun 2007.
Komposisi tenaga kerja di DIY belum mengalami perubahan yang berarti,
yakni sektor Pertanian sebagai penyerap tenaga kerja terbesar. Pada tahun 2007
sektor Pertanian mampu menyerap tenaga kerja sebesar 38,32% sesuai dengan
karakteristiknya yang padat karya (labour intensive). Namun, meskipun menyerap
hampir separuh dari tenaga kerja di DIY, pangsa sektor ini semakin menurun dari
tahun ke tahun. Selain pangsanya menurun, tenaga kerja di sektor ini juga
mengalami pertumbuhan negatif yaitu sebesar -1,24%. Penurunan penyerapan
tenaga kerja di sektor Pertanian selain terkait dengan penurunan minat masyarakat
DIY untuk bekerja di sektor Pertanian karena dianggap kurang menjanjikan, juga
disebabkan oleh penurunan luas lahan sawah dari tahun ke tahun. Penyusutan
lahan sawah ini juga terkait dengan banyaknya minat penduduk luar DIY untuk
bertempat tinggal di DIY karena alasan sekolah maupun menikmati masa pensiun
sehingga menyebabkan proses konversi lahan pertanian menjadi lahan perumahan
yang semakin cepat.
Selanjutnya, berkurangnya tenaga kerja di sektor Pertanian beralih ke
sektor Perdagangan dan sektor Jasa, yang masing-masing mengalami pertumbuhan
positif sebesar 2,18% dan 4,88%. Peralihan ini erat kaitannya dengan karakteristik
Kota Yogyakarta sebagai Kota Pelajar dan Kota Pariwisata.
Jumlah pengangguran di DIY pada tahun 2007 tercatat sebanyak 97.758
orang, atau meningkat sebesar 2,74% jika dibandingkan dengan tahun 2006
yang tercatat sebanyak 95.148 orang. Peningkatan pengangguran ini antara lain
disebabkan terjadinya penurunan investasi di DIY yang diakibatkan sempitnya
lahan DIY sehingga investor lebih memilih untuk melakukan investasi di daerah
perbatasan DIY-Jawa Tengah agar dapat memanfaatkan fasilitas infrastruktur
Provinsi DIY namun dengan biaya perolehan lahan yang lebih murah.
Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1
1.663.616 1.678.181 1.693.646 100,00 0,92 1.710.401 100,00 0,991 Bantul 412.058 415.164 424.910 25,09 2,35 432.675 25,55 1,83
2 Gunungkidul 444.350 448.887 448.364 26,47 -0,12 454.527 26,84 1,37
3 Kulonprogo 213.689 214.316 214.754 12,68 0,20 215.198 12,71 0,21
4 Sleman 435.975 442.261 448.192 26,46 1,34 454.204 26,82 1,34
5 Yogyakarta 157.544 157.553 157.426 9,30 -0,08 153.797 9,08 -2,31
1.663.616 1.678.181 1.693.646 100,00 0,92 1.710.401 100,00 0,991 Pertanian 674.619 665.472 657.199 38,80 -1,24 649.047 38,32 -1,24
2 Industri Pengolahan 69.928 63.438 58.438 3,45 -7,88 53.850 3,18 -7,85
3 Perdagangan 235.417 251.200 258.365 15,25 2,85 263.991 15,59 2,18
4 Jasa 529.574 546.140 572.695 33,81 4,86 600.636 35,46 4,88
5 Angkutan 19.885 19.152 18.396 1,09 -3,95 17.689 1,04 -3,84
6 Lainnya 134.193 132.779 128.553 7,59 -3,18 125.188 7,39 -2,62Keterangan:
1) %.
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY
Per Wilayah
Per Sektor
Penduduk yang Bekerja
20052007
Tabel 1.16
No Uraian 20042006
22 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Peningkatan pengangguran ini terutama terjadi pada Kota Yogyakarta
yakni sebesar 36,94% atau 11.051 orang. Pengangguran ini diduga berasal dari
para lulusan baru (fresh graduate) penduduk Kota Yogyakarta ataupun pendatang
yang mencoba mengadu nasib di Kota Yogyakarta. Di sisi lain, angka penurunan
pengangguran tertinggi terjadi pada Kabupaten Bantul yaitu sebesar -7,54% namun
di Kabupaten Bantul pangsa terhadap jumlah pengangguran masih yang tertinggi
di DIY (32,41%). Masih tingginya jumlah pengangguran tersebut diduga karena
masih terjadinya dampak lanjutan dari gempa tektonik 27 Mei 2006 yang
mengakibatkan kerusakan tempat tinggal maupun tempat usaha yang cukup parah.
Hal ini medorong masyarakat Kabupaten Bantul untuk lebih berkonsentrasi
melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi dibandingkan untuk melakukan kembali
rutinitas pekerjaannya. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang dananya berasal
dari dana bantuan pemerintah, swasta maupun lembaga donor internasional yang
diperkirakan selesai pada tahun 2008 juga membawa kekhawatiran tersendiri
kepada masyarakat, terutama yang bekerja pada sektor Konstruksi karena akan
kehilangan pekerjaannya.
Jika ditinjau berdasarkan tingkat pendidikan, pengangguran lulusan SLTA
masih memiliki porsi tertinggi terhadap jumlah pengangguran di DIY yakni sebesar
62,11% atau 62.247 orang dan sekaligus mengalami peningkatan tertinggi, yakni
sebesar 5,33%. Hal ini disebabkan lulusan SLTA belum memiliki keahlian/
keterampilan yang secara spesifik siap pakai di dunia kerja. Sedangkan penurunan
angka pengangguran tertinggi dialami oleh tingkat pendidikan Tidak Tamat SD/
lulusan SD yaitu turun 29,36%. Pertumbuhan negatif pengangguran tersebut
diperkirakan telah diserap/bekerja baik pada sektor formal maupun sektor informal.
Hal ini juga menggambarkan bahwa angkatan kerja di DIY didominasi oleh tenaga
kerja berlatar belakang pendidikan rendah yang selanjutnya mempengaruhi tingkat
Orang
Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1
91.400 92.718 95.148 100,00 2,62 97.758 100,00 2,741 Bantul 24.906 25.300 30.841 32,41 21,90 28.515 32,41 -7,54
2 Gunungkidul 16.102 17.343 14.516 15,26 -16,30 16.186 15,26 11,50
3 Kulonprogo 13.926 14.880 15.784 16,59 6,08 16.678 16,59 5,664 Sleman 27.245 26.591 25.937 27,26 -2,46 25.328 27,26 -2,35
5 Yogyakarta 9.221 8.604 8.070 8,48 -6,21 11.051 8,48 36,94
91.400 92.718 95.148 100,00 2,62 97.758 100,00 2,741 Tidak Tamat SD/SD 4.214 3.285 2.507 2,63 -23,68 1.771 2,63 -29,36
2 SLTP 15.470 14.696 14.501 15,24 -1,33 14.323 15,24 -1,23
3 SLTA 53.362 56.102 59.099 62,11 5,34 62.247 62,11 5,33
4 Diploma 5.135 5.135 5.098 5,36 -0,72 5.030 5,36 -1,335 Perguruan Tinggi 13.219 13.500 13.943 14,65 3,28 14.387 14,65 3,18
Keterangan:
1) %.
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY
2007
Per Wilayah
Tingkat Pendidikan
PengangguranTabel 1.17
No Uraian 20042006
2005
23Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
produktivitas. Apabila diukur dengan menggunakan nilai riil PDRB (juta Rp) per
jumlah tenaga kerja, tingkat produktivitas tenaga kerja tidak banyak mengalami
perubahan yaitu meningkat tipis dari Rp10,35 juta per orang pada tahun 2006
menjadi Rp10,68 juta per orang pada tahun 2007.
Pencari kerja di DIY yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (berdasarkan pendaftaran kartu kuning) pada tahun 2007 tercatat
sebanyak 87.324 orang, atau turun 18,49% jika dibandingkan dengan tahun 2006
yang tercatat sebanyak 107.129 orang. Penurunan jumlah pencari kerja yang
medaftarkan kartu kuning ini antara lain karena diduga para pencari kerja telah
memperoleh pekerjaan di sektor informal atau melakukan kegiatan wirausaha.
Pencari kerja di DIY didominasi oleh pencari kerja berlatar belakang
pendidikan tinggi, yaitu S1 dan lulusan program diploma (baik D1, D2 maupun
D3)/ Sarjana Muda yang memiliki pangsa masing-masing sebesar 41,60% dan
15,41%. Sedangkan pencari kerja lulusan SLTA memiliki pangsa kedua terbesar
yaitu sebesar 38,98.
Berdasarkan tingkat pendidikannya, pertumbuhan negatif dialami oleh
semua tingkat pendidikan, kecuali S2 yang justru meningkat 21,91% atau dari
598 orang pada tahun 2006 menjadi 729 orang pada tahun 2007.
Tenaga Kerja di Luar Negeri
Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan salah satu isu penting
di Indonesia, termasuk di DIY. Pada tahun 2007 pengiriman TKI yang berasal dari
DIY mengalami penurunan sebesar 19,79% dari 2.446 orang pada tahun 2006
menjadi 1.962 orang pada tahun 2007.
Berdasarkan wilayah, penurunan TKI terutama terjadi pada TKI yang berasal
dari Kabupaten Sleman yaitu sebesar 32,28%. Hal ini terkait dengan kebijakan
Pemerintah Kabupaten Sleman yang melarang pemberangkatan TKI dari
Kabupaten Sleman ke luar negeri untuk bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga
8.65 8.97
9.31 9.71
10.08 10.35
10.68
-
2
4
6
8
10
12
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Juta Rp
Grafik 1.4Produktivitas Tenaga Kerja
Orang
Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1
1 Tidak Tamat SD 5 5 12 0,01 140,00 12 0,01 0,002 SD 274 837 742 0,69 -11,35 376 0,43 -49,333 SLTP 2.833 4.774 4.010 3,74 -16,00 2.386 2,73 -40,504 SLTA 36.589 53.233 43.526 40,63 -18,23 34.039 38,98 -21,805 D1, D2, D3/Sarjana Muda 9.606 19.721 17.283 16,13 -12,36 13.455 15,41 -22,15
6 S1 30.670 46.523 40.958 38,23 -11,96 36.327 41,60 -11,317 S2 485 770 598 0,56 -22,34 729 0,83 21,91
80.462 125.863 107.129 100,00 -14,88 87.324 100,00 -18,49Keterangan:
1) %.
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY
20052007
Pencari Kerja
Total
Tabel 1.18
No Tingkat Pendidikan 20042006
24 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
(PRT). Pemberangkatan TKI asal Kabupaten Sleman diarahkan untuk TKI yang
akan bekerja di sektor formal saja. Wilayah lainnya juga mengalami pertumbuhan
negatif dengan penurunan terkecil pada Kabupaten Gunungkidul sebesar 1,89%.
Sedangkan Kota Yogyakarta justru mengalami peningkatan sebesar 5,56%.
Jika ditinjau berdasarkan negara tujuan, penurunan jumlah TKI tertinggi
pada tahun 2007 tercatat pada negara tujuan Malaysia yaitu sebanyak 322 orang.
Penurunan ini disebabkan melambatnya kinerja perusahaan pengguna jasa TKI di
Malaysia yang kebanyakan merupakan perusahaan kayu lapis yang menghadapi
hambatan supply bahan baku sebagai dampak isu illegal logging.
Namun demikian, Malaysia masih negara menjadi tujuan utama
pengiriman TKI dari DIY, meskipun beberapa tahun belakangan terakhir banyak
penertiban dokumen yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia yang mengakibatkan
pemulangan TKI kembali ke negara asal. Letak Malaysia yang dapat dijangkau
dengan penerbangan langsung dari DIY dan minimnya kendala bahasa, masih
menyebabkan Malaysia menjadi negara tujuan favorit TKI asal DIY. Di sisi lain,
pengiriman TKI ke Taiwan justru meningkat sebesar 6,90% terkait dengan
pengembangan sektor Pertanian di Taiwan.
Penurunan jumlah pengiriman TKI asal DIY diduga juga disebabkan oleh
ekspos kasus kekerasan terhadap TKI di sejumlah media massa dan kurangnya
minat pencari kerja untuk menjadi bekerja di luar negeri terkait dengan kendala
finansial dalam mempersiapkan dokumen pemberangkatan.
Orang
Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1
2.888 3.039 2.446 100,00 -19,51 1.962 100,00 -19,791 Bantul 709 265 223 9,12 -15,85 206 10,50 -7,622 Gunungkidul 48 127 53 2,17 -58,27 52 2,65 -1,893 Kulonprogo 1.362 1.579 1.590 65,00 0,70 1.284 65,44 -19,254 Sleman 218 704 508 20,77 -27,84 344 17,53 -32,285 Kota Yogyakarta 551 364 72 2,94 -80,22 76 3,87 5,56
2.888 3.039 2.446 100,00 -19,51 1.962 100,00 -19,791 Malaysia 2.841 2.804 2.193 89,66 -21,79 1.871 95,36 -14,682 Singapura 5 45 131 5,36 191,11 6 0,31 -95,423 Hongkong 7 16 19 0,78 18,75 2 0,10 -89,474 Korea 26 144 28 1,14 -80,56 19 0,97 -32,145 Arab Saudi - 9 10 0,41 11,11 6 0,31 -40,006 Amerika Serikat 4 12 36 1,47 200,00 17 0,87 -52,787 Taiwan - 8 29 1,19 262,50 31 1,58 6,908 Lainnya 5 1 - - -100,00 10 0,51 -
Keterangan :
1) %
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY
Negara Tujuan
Tabel 1.19
No Uraian 20042006 2007
Tenaga Kerja Indonesia Asal DIY
Wilayah
2005
25Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Upah Minimum Provinsi
Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY untuk tahun 2007 ditetapkan sebesar
Rp586.000,00 atau mengalami peningkatan sebesar Rp86.000,00 (17,20%) dari
tahun 2006 sebesar Rp500.000,00. UMP DIY tahun 2008 ditetapkan sebesar
Rp586.000,00. UMP DIY ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DIY No.171/KEP/
2007 tertanggal 12 November 2007 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi
Tahun 2008. Angka UMP tersebut berada di bawah hasil survei Kebutuhan Hidup
Layak (KHL)/Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) sebesar Rp687.132,00.
Formulasi penetapan UMP DIY didasarkan atas 6 (enam) faktor, yaitu (1)
Rata-rata hasil survei KHL yang dilakukan oleh Disnakertrans Kabupaten/Kota
bersama-sama dengan Serikat Pekerja Kabupaten/Kota serta Dewan Pengupahan
Provinsi DIY, (2) Pertumbuhan Ekonomi dan tingkat inflasi DIY, (3) Upah minimum
pada daerah perbatasan DIY, (4) Produktivitas DIY dan (5) Kemampuan Perusahaan.
UMP merupakan upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok,
termasuk tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi pekerja berstatus tetap, tidak
tetap, harian lepas dan masa percobaan, serta hanya berlaku bagi pekerja yang
mempunyai masa kerja kurang dari 1 tahun. Bagi para pekerja dengan masa
kerja 1 tahun atau lebih, peninjauan besarnya upah pekerja dilakukan melalui
kesepakatan tertulis antara pekerja, buruh, atau serikat pekerja dengan pengusaha
secara bipartit. Bagi pengusaha yang telah memberikan upah lebih tinggi dari
UMP dilarang mengurangi atau menurunkan upahnya.
Bagi pengusaha yang belum mampu melaksanakan ketentuan baru
tersebut harus mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan UMP kepada
Gubernur DIY melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY
paling lambat 10 hari sebelum keputusan diberlakukan secara definitif mulai 1
Januari 2008.
Perusahaan yang melaksanakan UMP pada tahun 2007 tercatat sebanyak
1.337 perusahaan atau 40,36% dari jumlah keseluruhan perusahaan di DIY yang
berjumlah 3.313 perusahaan. Wilayah Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang
perusahaannya paling banyak tidak melaksanakan UMP, yaitu hanya sebanyak
70 perusahan (4,69%) dari perusahaan yang ada sebanyak 504 perusahaan.
Banyaknya perusahaan yang tidak melaksanakan UMP ini terkait dengan
kemampuan perusahaan di DIY yang kebanyakan merupakan usaha mikro dan
usaha kecil.
322 360 365
400
460 500
586
257
322 355 399
674 657 687
-
100
200
300
400
500
600
700
800
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Ribu Rp
Grafik 1.5Upah Minimum Provinsi
Upah Minimum Propinsi KHM/KHL
26 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Jika dibandingkan dengan daerah perbatasannya, UMP DIY mengalami
kenaikan tertinggi jika dibandingkan dengan kenaikan UMP di Jawa Tengah.
Daerah-daerah yang mengalami peningkatan UMP hampir sama dengan kenaikan
UMP DIY adalah Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Sukoharjo masing-masing
sebesar 17,00% dan 16,82%. Namun jika dilihat berdasarkan nominalnya, UMP
DIY berada di bawah 19 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Wilayah yang memiliki
UMP lebih tinggi dan letaknya dekat secara geografis dengan DIY adalah Kota
Semarang (Rp716 ribu), Kabupaten Semarang (Rp672 ribu), Kota Surakarta (Rp674
ribu), Kabupaten Sukoharjo (Rp643 ribu), Kabupaten Klaten (Rp607 ribu) dan
Kabupaten Magelang (Rp610 ribu).
Pemutusan Hubungan Kerja
Disnakertrans Provinsi DIY mencatat kasus Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) yang dilaporkan pada tahun 2007 sebanyak 131 kasus. Laporan ini terdiri
dari PHK yang diselesaikan secara bipartit (proses musyawarah mufakat antara
pengusaha dengan karyawan, yang biasanya diakhiri dengan status pengunduran
diri karyawan dan pemberian kompensasi-kompensasi yang telah disepakati)
maupun secara tripartit (penyelesaian hubungan industrial melalui pengadilan).
Perusahaan dan karyawan lebih memilih jalur bipartit karena penyelesaiannya
lebih cepat.
Jumlah kasus PHK ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan
sebesar 84,51% (60 kasus) jika dibandingkan dengan tahun 2006 yang tercatat
sebanyak 71 kasus. Hal ini diduga disebabkan karena penutupan beberapa industri
sebagai implikasi kenaikan BBM pada tahun 2005 yang diperparah dengan gempa
tektonik pada tahun 2006. Selain itu persaingan usaha internasional dengan China
dan Taiwan juga turut menyebabkan penutupan beberapa industri di DIY.
650
595
570
590
550
500
540
520
540
500
500
716
672
622
674
643
585
607
570
610
555
586
400 450 500 550 600 650 700 750
Kota Semarang
Kab Semarang
Kab Boyolali
Kota Surakarta
Kab Sukoharjo
Kab Wonogiri
Kab Klaten
Kota Magelang
Kab Magelang
Kab Purworejo
DI Yogyakarta
Ribu Rp
Grafik 1.6UMP Beberapa Kab/Kota di Jawa Tengah
2008 2007
Jumlah Kasus
Jumlah Pangsa2 Ptumb2 Jumlah Pangsa2 Ptumb2
1 Bantul 9 - 22 30,99 0,00 7 5,34 0,002 Gunungkidul 3 47 14 19,72 -70,21 2 1,53 -85,713 Kulonprogo 10 1 4 5,63 300,00 20 15,27 400,004 Sleman 14 39 19 26,76 -51,28 22 16,79 15,795 Kota Yogyakarta 15 69 12 16,90 -82,61 80 61,07 566,67
51 156 71 100,00 -54,49 131 100,00 84,51 Keterangan :
1) Termasuk pengunduran diri dan penyelesaian hubungan industrial
2) %
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY
Kasus Pemutusan Hubungan Kerja
Total
Tabel 1.20
No Kabupaten/Kota 20042006 2007 1
2005
27Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Peningkatan kasus PHK ini terutama terjadi di Kota Yogyakarta sebanyak
68 kasus, Kabupaten Kulonprogo sebanyak 16 kasus dan Kabupaten Sleman
sebanyak 3 kasus. Sedangkan pada Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul
justru mengalami penurunan masing-masing sebesar 15 kasus dan 12 kasus.
Transmigrasi
Selain bekerja di DIY dan di luar negeri, ternyata banyak Kepala Keluarga
yang berminat untuk menjadi transmigran. Jumlah pendaftar transmigran pada
tahun 2007 yang tercatat pada Disnakertrans Provinsi DIY mencapai 896 KK.
Pendaftar transmigran sebagian besar berasal dari Kabupaten Bantul dan Kabupaten
Gunungkidul, masing-masing sebanyak 348 KK dan 325 KK. Sedangkan wilayah
lainnya masing-masing Kota Yogyakarta sebanyak 85 KK, Kabupaten Sleman
sebanyak 78 KK dan Kabupaten Gunungkidul sebanyak 60 KK.
Daerah yang paling banyak diminati adalah Sumatera dengan jumlah
pendaftar sebanyak 548 KK, disusul oleh Kalimantan sebanyak 313 KK, Sulawesi
26 KK dan daerah lainnya sebanyak 9 KK.
Pada tahun 2007, target penempatan transmigran dari DIY sebanyak 320
KK dan mampu terealisasi sebesar 90,16% dengan pemberangkatan 289 KK atau
957 jiwa. Pemberangkatan transmigran terbanyak berasal dari Kabupaten
Kulonprogo sebanyak 68 KK atau 222 jiwa, diikuti oleh Kabupaten Bantul sebanyak
64 KK atau 205 jiwa, Kabupaten Gunungkidul sebanyak 55 KK atau 171 jiwa,
Kabupaten Sleman sebanyak 52 KK atau 222 jiwa dan Kota Yogyakarta sebanyak
50 KK atau 173 jiwa.
PENDIDIKAN DAN PARIWISATA
Pendidikan
DIY disebut sebagai Kota Pelajar atau Kota Pendidikan karena DIY
merupakan daerah tujuan sekolah bagi para pelajar di seluruh Indonesia, bahkan
dari mancanegara. Animo tersebut terutama untuk pelajar yang akan mengikuti
pendidikan di Perguruan Tinggi. Kualitas pendidikan di DIY yang baik, biaya hidup
yang murah, lingkungan yang cukup kondusif, dan ragam program studi yang
semakin berkembang menjadi alasan pemilihan DIY sebagai tujuan pendidikan
terutama untuk tingkat perguruan tinggi.
Industri Pendidikan Tinggi di DIY terutama ditunjang oleh jumlah Perguruan
Tinggi Swasta (PTS) yang mencakup Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi
3040
229 226
23
4738
115
77
36
80 4
131
9
0
50
100
150
200
250
Yogyakarta Sleman Bantul Kulonprogo Gunungkidul
KK
Grafik 1.7Transmigran Berdasarkan Tempat Tujuan
Sumatera Kalimantan Sulawesi Lainnya
28 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
dan Politeknik. Dari 140 lembaga perguruan tinggi, sebanyak 128 lembaga
merupakan PTS dan 12 lainnya merupakan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Jumlah
ini mengalami sedikit peningkatan dibandingkan 3 periode sebelumnya. Sementara
itu, jika dilihat dari jumlah mahasiswa, pada tahun 2007 juga mengalami
peningkatan jumlah mahasiswa sebanyak 18.676 orang (8,61%) dari 216.940
orang pada tahun 2006 menjadi 235.616 orang pada tahun laporan. Peningkatan
ini dialami baik oleh PTS maupun PTN. Jumlah mahasiswa PTS mengalami
peningkatan sebanyak 18.090 orang (13,83%) sedangkan jumlah mahasiswa PTN
juga terjadi peningkatan sebanyak 586 orang (0,68%).
Ada beberapa hal yang diprakirakan menjadi pendorong faktor
peningkatan ini. Pertama, adanya peningkatan/perbaikan mutu pendidikan baik
yang dilakukan oleh PTN maupun PTN melalui pemberian beasiswa. Kedua,
dibukanya beberapa program studi baru di PTS yang diminati oleh calon mahasiswa.
Ketiga, kembali pulihnya perekonomian DIY seiring dengan peningkatan
pendapatan masyarakat sehingga mendorong minat masyarakat untuk melanjutkan
tingkat pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Pariwisata
Perkembangan industri pariwisata di DIY pada tahun 2007 meningkat
cukup signifikan, sebagaimana tercermin dari perkembangan beberapa
indikatornya. Peningkatan ini dipengaruhi oleh kondisi fasilitas hotel yang semakin
baik dan suasana Kota Yogyakarta yang semakin kondusif sehingga permintaan
hotel, khususnya hotel bintang dan fasilitas pertemuan semakin meningkat pada
tahun laporan
Jumlah Pangsa2Jumlah Pangsa2 Ptumb2
Jumlah Pangsa2Jumlah Pangsa2 Ptumb2
A Perguruan Tinggi Negeri 11 100.00 86,168 100.00 3.29 12 100.00 86,754 100.00 0.681 Bantul 2 18.18 1,925 2.23 0.00 2 16.67 2,011 2.32 4.472 Gunungkidul - - - - - - - - - - 3 Kulonprogo - - - - - - - - - - 4 Sleman 8 72.73 82,882 96.19 3.42 8 66.67 84,587 97.50 2.065 Kota Yogyakarta 1 9.09 1,361 1.58 -0.07 2 16.67 156 0.18 -88.54B Perguruan Tinggi Swasta 127 100.00 130,772 100.00 -19.31 128 100.00 148,862 100.00 13.831 Bantul 20 15.75 18,793 14.37 0.22 23 17.97 21,961 14.75 16.862 Gunungkidul 2 1.57 200 0.15 -1.48 2 1.56 911 0.61 355.503 Kulonprogo 2 1.57 1,282 0.98 -0.08 2 1.56 2,193 1.47 71.064 Sleman 44 34.65 65,597 50.16 -21.90 43 33.59 73,357 49.28 11.835 Kota Yogyakarta 59 46.46 44,900 34.33 -22.36 58 45.31 50,440 33.88 12.34C Total 138 100.00 216,940 100.00 -11.63 140 100.00 235,616 100.00 8.611 Bantul 22 15.94 20,718 9.55 0.20 25 17.86 23,972 10.17 15.712 Gunungkidul 2 1.45 200 0.09 -1.48 2 1.43 911 0.39 355.503 Kulonprogo 2 1.45 1,282 0.59 -0.08 2 1.43 2,193 0.93 71.064 Sleman 52 37.68 148,479 68.44 -9.54 51 36.43 157,944 67.03 6.375 Kota Yogyakarta 60 43.48 46,261 21.32 -21.85 60 42.86 50,596 21.47 9.37
Keterangan :1) Meliputi Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi dan Politeknik2) %
Sumber : Dinas Pendidikan DIY
No Lembaga Mahasiswa2007
Tabel 1.21
Perguruan Tinggi dan Sederajat1
2006Lembaga MahasiswaKabupaten/Kota
Grafik 1.8Wisatawan Mancanegara
24.0
40
16.8
58
7.87
1
7.47
3
5.54
7
5.37
0
15.7
26
10.6
69
4.47
5
4.23
6
5.39
0
5.31
0
28.1
39
13.3
77
5.30
6 8.24
1
5.32
4
6.33
2
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Belanda Jepang Jerman Perancis Malaysia Amerika
Orang
2005 2006 2007
29Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Akomodasi di DIY pada tahun 2007 digunakan oleh 1.249.421 wisatawan,
naik 36,57% dari tahun 2006 yang tercatat sebanyak 914.827 wisatawan.
Peningkatan penggunaan akomodasi di DIY terjadi baik pada wisatawan domestik
maupun wisatawan mancanegara. Wisatawan domestik mengalami peningkatan
sebesar 36,99% dari 836.682 wisatawan menjadi 1.146.197 wisatawan.
Sedangkan wisatawan mancanegara mengalami peningkatan sebesar 32,09%
dari 78.145 wisatawan menjadi 103.224 wisatawan. Berdasarkan golongan hotel,
peningkatan penggunaan akomodasi terutama dirasakan oleh Hotel Melati, yaitu
sebesar 65,17%, sedangkan pada Hotel Bintang meningkat sebesar 18,98%.
Meskipun jumlah wisatawan yang menggunakan akomodasi mengalami
peningkatan, namun rata-rata lama menginap tamu domestik dan mancanegara
justru mengalami sedikit penurunan, dari 1,78 malam per wisatawan pada tahun
2006 menjadi 1,74 malam per wisatawan pada tahun 2007. Penurunan rata-rata
lama menginap dialami baik pada Hotel Melati maupun Hotel Bintang.
Sedangkan tingkat penghunian kamar (occupancy rate) untuk Hotel Melati
mengalami penurunan, dari 21,63% pada tahun 2006 menjadi 18,80% pada
tahun 2007. Sementara itu, untuk Hotel Bintang mengalami peningkatan, dari
47,30% pada tahun 2006 menjadi 57,75% pada tahun 2007.
Orang
Jumlah Pangsa1 Ptumb1 Jumlah Pangsa1 Ptumb1
I Penggunaan Akomodasi 1.792.000 1.850.683 914.827 100,00 -50,57 1.249.421 100,00 36,571 449.142 439.362 348.483 38,09 -20,68 575.585 46,07 65,17
a. Domestik 440.754 428.147 337.991 36,95 -21,06 558.304 44,69 65,18b. Mancanegara 8.388 11.215 10.492 1,15 -6,45 17.281 1,38 64,71
2 1.342.858 1.411.321 566.344 61,91 -59,87 673.836 53,93 18,98a. Domestik 1.247.845 1.319.048 498.691 54,51 -62,19 587.893 47,05 17,89b. Mancanegara 95.013 92.273 67.653 7,40 -26,68 85.943 6,88 27,04
II Banyaknya Malam Menginap 2.895.723 3.987.528 1.631.290 100,00 -59,09 2.172.816 100,00 33,201 661.954 731.340 677.106 41,51 -7,42 1.072.197 49,35 58,35
a. Domestik 643.501 706.443 655.703 40,20 -7,18 1.044.028 48,05 59,22b. Mancanegara 18.454 24.897 21.404 1,31 -14,03 28.168 1,30 31,60
2 2.233.768 3.256.188 954.184 58,49 -70,70 1.100.620 50,65 15,35a. Domestik 2.058.944 3.033.810 797.906 48,91 -73,70 934.750 43,02 17,15b. Mancanegara 174.824 222.378 156.278 9,58 -29,72 165.870 7,63 6,14
III Lama Tinggal Wisatawan 1,62 2,15 1,78 1,74 1 1,47 1,66 1,94 1,86
a. Domestik 1,46 1,65 1,94 1,87 b. Mancanegara 2,20 2,22 2,04 1,63
2 1,66 2,31 1,68 1,63 a. Domestik 1,65 2,30 1,60 1,59 b. Mancanegara 1,84 2,41 2,31 1,93
IV Tingkat Hunian Kamar1 Hotel Melati 21,23 19,14 21,63 18,80 2 Hotel Bintang 55,51 52,71 47,30 57,75
Keterangan :
1) %
Sumber : Statistik Pariwisata Jogja 2007, Baparda DIY
Tabel 1.22Indikator Pariwisata
UraianNo 20052006 2007
2004
Hotel Melati
Hotel Bintang
Hotel Melati
Hotel Bintang
Hotel Melati
Hotel Bintang
30 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:PPPPPola Kola Kola Kola Kola Konsumsi Ponsumsi Ponsumsi Ponsumsi Ponsumsi Pendudukendudukendudukendudukenduduk
Pola konsumsi penduduk dapat menunjukkan
tingkat kesejahteraan penduduk. Hukum Engel
menyatakan bahwa dengan meningkatnya tingkat
pendapatan penduduk maka porsi makanan akan
semakin berkurang. Mengacu pada hukum Engel
tersebut, pola konsumsi yang diperoleh dari data
Susenas dikategorikan menjadi pengeluaran
makanan dan non makanan. Pola konsumsi
rumahtangga menurut kabupaten/kota dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Selama tahun 2000-2006 terdapat pergeseran
yang cukup signifikan porsi makanan pada
rumahtangga di Provinsi DIY yakni dari 60,11% pada
tahun 2000 menjadi 44,92% pada tahun 2006.
Akibatnya konsumsi non makanan bergeser dari
39,89% pada tahun 2000 menjadi 55,08% pada
tahun 2006, sehingga saat ini kondisi tersebut
berbalik dimana porsi non makanan telah
melampaui konsumsi makanan.
Jika dilihat menurut kabupaten/kota, pola
pergeseran yang sama juga terjadi dengan tingkat
kecepatan yang berbeda. Kabupaten Sleman,
Bantul, Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta tercatat
mengalami pengurangan porsi makanan relatif
cepat dengan tingkat perubahan mencapai diatas
10 poin selama enam tahun. Sedangkan Kabupaten
Gunungkidul tercatat mengalami perubahan paling
lambat. Kondisi ini terkait dengan tingkat
perubahan perkapita yang relatif lebih lambat di
kabupaten ini dibandingkan dengan daerah lainnya.
Selanjutnya jika dicermati pola konsumsi
kabupaten/kota tahun 2006, terlihat bahwa porsi
konsumsi non makanan di Kota Yogyakarta,
Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman telah
lebih tinggi dari konsumsi makanan. Kondisi ini
mengisyaratkan bahwa secara ekonomi ketiga
daerah ini lebih sejahtera dibandingkan kabupaten
lainnya. Selanjutnya dominasi pola konsumsi
penduduk di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul
dan Kabupaten Sleman berdampak besar pada pola
konsumsi penduduk Provinsi DIY secara agregat
sehingga cenderung menunjukkan makin besarnya
porsi konsumsi non makanan dalam konsumsi
rumahtangga.
Sumber: BPS Provinsi DIY.
1 Kulonprogo 67,61 32,39 53,26 46,74 -14,352 Bantul 62,51 37,49 49,44 50,56 -13,073 Gunungkidul 65,59 34,41 55,87 44,13 -9,724 Sleman 59,62 40,38 40,57 59,43 -19,055 Yogyakarta 50,59 49,41 40,17 59,83 -10,42
60,11 39,89 44,92 55,08 -15,19 Sumber : BPS Propinsi DIY
Pola Konsumsi Masyarakat
Kabupaten/Kota2000 2006
MakananNon
MakananMakanan
DIY
Perubahan Persentase Makanan
Non Makanan
No
31Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:PDRB PPDRB PPDRB PPDRB PPDRB Perkapitaerkapitaerkapitaerkapitaerkapita
PDRB perkapita penduduk DIY tahun 2007
diperkirakan Rp 9,52 juta perkapita per tahun,
meningkat sekitar 9,70% dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yang sebesar Rp 8,68 juta
perkapita per tahun. Meskipun pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2007 lebih cepat, kenaikan
PDRB perkapita atas dasar harga berlaku tahun 2007
relatif lebih lambat dibandingkan dengan tahun
2006. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor
inflasi yang hanya mencapai 7,99% pada tahun
2007. Dalam lima tahun terakhir terlihat secara
nominal nilai PDRB perkapita mampu tumbuh rata-
rata di atas 10%. Secara agregat kondisi ini
menunjukkan perbaikan tingkat kesejahteraan
penduduk karena diharapkan kenaikan ini juga
dinikmati oleh masyarakat melalui balas jasa yang
diterima oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki
oleh rumah tangga. Namun tetap harus diperhatikan
besarnya laju inflasi sebagai faktor koreksi dari
kenaikan angka nominal PDRB perkapita.
Meskipun secara nominal terjadi perlambatan
pertumbuhan PDRB perkapita, namun secara riil
terjadi percepatan pertumbuhan PDRB perkapita.
Pada tahun 2007 PDRB perkapita atas dasar harga
konstan 2000 tercatat Rp 5,32 juta atau tumbuh
2,81% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Angka pertumbuhan ini lebih besar daripada
pertumbuhan pada tahun 2005 yang sebesar
2,31%. Percepatan pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2007 diperkirakan menjadi faktor pendorong
PDRB perkapita riil setelah tahun sebelumnya
indikator ini hanya tumbuh cukup kecil seiring
dengan menurunnya kinerja ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari
pertumbuhan penduduk tahun ini di Provinsi DIY
memungkinkan PDRB per kapita atas dasar harga
konstan mengalami pertumbuhan sebesar 2,81%
pada tahun 2007. Dengan asumsi distribusi
pendapatan cenderung membaik maka dapat
diartikan tingkat kesejahteraan penduduk
mengalami peningkatan pada tahun 2007, karena
ada kelebihan kenaikan barang dan jasa yang dapat
didistribusikan.
Sumber: BPS Provinsi DIY.
Rupiah
2001 4.440.949 2,84 4.811.770 11,43 2002 4.577.395 3,07 5.460.784 13,49 2003 4.721.866 3,16 6.029.262 10,41 2004 4.895.780 3,68 6.677.834 10,76
2005* 5.057.608 3,31 7.604.663 13,88 2006** 5.174.605 2,31 8.680.516 14,15
2007*** 5.320.261 2,81 9.520.272 9,70 Keterangan :
*) Angka sementara
Sumber : BPS Propinsi DIY
**) Angka sangat-sangat Sementara
PDRB Perkapita
**) Angka sangat sementara
Perubahan (%)
Perubahan (%)
TahunPDRB Perkapita
(Ad. Harga Konstan 2000)
PDRB Perkapita (Ad. Harga
Berlaku)
32 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Indeks PIndeks PIndeks PIndeks PIndeks Pembangunan Manusiaembangunan Manusiaembangunan Manusiaembangunan Manusiaembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
merupakan indeks komposit yang menggambarkan
pencapaian kualitas pembangunan manusia. Indeks
ini mewakili komponen yang diperlukan manusia
untuk dapat hidup secara lebih berkualitas, yakni
aspek kesehatan, pendidikan dan aspek ekonomi.
Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan
manusia suatu wilayah melalui pengukuran
penduduk yang sehat dan berumur panjang,
berpendidikan dan berketrampilan, serta memiliki
pendapatan yang memungkinkan untuk hidup
layak.
Nilai IPM tahun 2006 tercatat sebesar 73,71
meningkat dibandingkan indeks pada tahun
sebelumnya yang sebesar 73,57. Dengan
pencapaian ini, posisi pembangunan manusia di
Provinsi DIY masuk dalam kategori kelompok
‘menengah atas’, yakni nilai IPM yang berkisar
antara 66 hingga 79. Kenaikan indeks IPM dialami
oleh seluruh komponen, yakni indeks harapan hidup
meningkat dari 79,83 pada tahun 2005 menjadi
80,00 pada tahun 2006. Demikian pula indeks
pendidikan meningkat dari 76,47 menjadi 76,69
selama periode yang sama. Adapun indeks
pendapatan yang mewakili daya beli penduduk
meningkat dari 64,41 pada tahun 2005 menjadi
64,43 pada tahun 2006.
No Indikator 1999 2002 2004 2005 2006
I Nilai Indikator1 Angka Harapan Hidup (tahun) 70,9 72,4 72,6 72,9 73,02 Angka Melek Huruf (%) 85,5 85,9 85,8 86,7 86,73 Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 7,9 8,1 8,2 8,4 8,54 Konsumsi riil perkapita (Rp.000) 597,8 611,3 636,7 638,7 638,8II Indeks1 Angka Harapan Hidup 76,5 79 79,33 79,83 80,002 Pendidikan 74,56 75,27 75,42 76,47 76,693 Konsumsi riil perkapita 54,95 58,07 63,94 64,41 64,43
68,67 70,78 72,9 73,57 73,71- 1,90 2,71 2,16 0,76
Sumber : BPS Propinsi DIY
Indeks Pembangunan Manusia
Reduction ShortfallIPM
Secara umum, pencapaian kualitas
pembangunan manusia tahun 2006 sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan tahun 2005 yang
tercermin dari nilai reduction shortfall pada tahun
2006 yang lebih kecil dibandingkan tahun 2005.
Tekanan cukup besar pada daya beli penduduk pada
tahun 2006 sebagai dampak gempa bumi 27 Mei
diduga berpengaruh pada upaya penduduk untuk
memperbaiki kualitas hidup mereka.
Sumber: BPS Provinsi DIY.
33Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Distribusi PDistribusi PDistribusi PDistribusi PDistribusi Pendapatanendapatanendapatanendapatanendapatan
Tujuan pembangunan di samping
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan
pendapatan perkapita penduduk, juga harus
memperhatikan proses distribusi nilai tambah yang
terbentuk dalam kegiatan ekonomi di suatu
wilayah. Untuk melihat ketimpangan pendapatan
penduduk, salah satu indikator yang sering dipakai
adalah koefisien Gini. Nilai koefisien ini berkisar
antara 0 hingga 1. Semakin mendekati satu maka
dikatakan tingkat ketimpangan pendapatan
penduduk makin melebar atau sebaliknya. Menurut
Oshima nilai koefisien Gini dibagi menjadi tiga
tingkatan. Nilai koefisien yang kurang dari 0,3
masuk dalam kategori ketimpangan yang rendah,
nilai antara 0,30 hingga 0,5 masuk dalam kategori
moderat dan lebih besar dari 0,5 dikatakan berada
dalam ketimpangan yang tinggi.
Nilai koefisien Gini penduduk DIY pada tahun
2006 tercatat sebesar 0,369, lebih rendah
dibandingkan dengan tahun 2005 yang sebesar
0,387. Kondisi ini mengisyaratkan terjadinya
penurunan ketimpangan secara relatif dari tahun
sebelumnya. Meskipun terjadi penurunan secara
relatif, namun nilai Gini ini masih masuk dalam
kategori ‘moderat’, sehingga tidak terjadi penurunan
ketimpangan yang signifikan dari tahun 2005 ke
tahun 2006. Kebijakan ke depan tetap diperlukan
upaya menciptakan peluang atau akses yang
berimbang bagi penduduk untuk memperoleh
pendapatan dari usaha-usaha ekonomi yang ada.
Ukuran lain yang juga dapat mengukur tingkat
ketimpangan pendapatan penduduk adalah Kriteria
Bank Dunia. Metode ini membagi penduduk
menjadi tiga kelompok pendapatan yakni
kelompok 40% berpendapatan terendah, 40%
berpendapatan menengah dan 20% berpendapatan
tertinggi.
Berdasarkan kriteria Bank Dunia, tingkat
ketimpangan diukur dengan besarnya bagian
pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk
yang berpendapatan terendah dengan batasan
sebagai berikut:
- Tingkat ketimpangan rendah jika 40%
penduduk berpendapatan terendah menerima
lebih dari 17% jumlah pendapatan
- Tingkat ketimpangan moderat jika 40%
penduduk berpendapatan terendah menerima
antara 12 hingga 17% jumlah pendapatan
- Tingkat ketimpangan tinggi jika 40% penduduk
berpendapatan terendah menerima kurang 12%
jumlah pendapatan
Dari tabel diatas terlihat bahwa terjadi
peningkatan persentase pendapatan yang dinikmati
oleh kelompok 40% penduduk berpendapatan
terendah, yakni dari 16,59% pada tahun 2005
menjadi 17,43% pada tahun 2006. Kenyataan ini
menunjukkan terjadi penurunan tingkat
ketimpangan pendapatan selama tahun 2005-2006.
Menurut kriteria World Bank status ketimpangan
pendapatan Provinsi DIY membaik dari ketimpangan
moderat menjadi ketimpangan rendah. Kondisi ini
konsisten dengan kecenderungan nilai koefisien Gini
yang cenderung menurun, meskipun membaiknya
distribusi pendapatan menurut berdasarkan nilai
koefisien Gini masih dalam kategori ketimpangan
moderat.
Sumber: BPS Provinsi DIY.
No Uraian 2003 2004 2005 2006
1 40 % Terendah 19,59 18,14 16,59 17,432 40 % Menengah 35,66 34,53 35,01 34,783 20 % Tertinggi 44,75 47,33 48,39 47,794 Gini 0,344 0,373 0,387 0,369
Sumber : BPS Propinsi DIY
Indikator Distribusi Pendapatan
34 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Latar Belakang
Benih/bibit merupakan cetak biru dalam
pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang
berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan, dan
terdesentralisasi. Oleh sebab itu, ketersediaan benih/
bibit bermutu dari varietas/jenis unggul sangat
strategis karena menjadi tumpuan utama dalam
pencapaian keberhasilan usaha tani.
Industri benih/bibit sebagai salah satu subsistem
dalam sistem agribisnis bersifat profit oriented,
dengan dunia usaha sebagai pemegang peran
utama dan Pemerintah sebagai fasilitator.
Dalam pengembangan industri benih/bibit,
masih sangat dibutuhkan peran Pemerintah untuk
mengupayakan kondisi yang menguntungkan
(favorable), mulai dari pelestarian dan pengelolaan
plasma nutfah sebagai materi genetik varietas/jenis
unggul, pengembangan varietas unggul, produksi
benih/bibit dan sertifikasi, hingga pengawasan mutu
benih/bibit.
Perubahan fungsi lahan ke arah penggunaan
di luar pertanian saat ini terjadi dengan laju yang
sangat signifikan, yakni 200-300 ha per tahun.
Pergeseran tersebut justru sebagian besar terjadi
pada daerah pertanian subur. Di samping itu, terjadi
fragmentasi lahan pertanian secara terus-menerus
akibat peralihan kepemilikan melalui proses
pewarisan, hibah atau sebab lain, sehingga luas
kepemilikan lahan (land endowment) semakin
sempit. Di sisi lain, posisi Yogyakarta secara
geografis sangat strategis, merupakan titik hubung
antar daerah yang setiap kali memungkinkan
pertemuan para pebisnis dan pelaku agribisnis.
Yogyakarta juga dikenal sebagai penyedia sumber
daya manusia berkualitas, dengan banyaknya
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Pusat Pembenihan YogyakartaPusat Pembenihan YogyakartaPusat Pembenihan YogyakartaPusat Pembenihan YogyakartaPusat Pembenihan Yogyakarta
institusi pendidikan bereputasi baik. Sementara itu,
keberadaan Yogyakarta sebagai salah satu sentra
produksi dan perdagangan benih/bibit merupakan
kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Dengan
tumpuan cita Yogyakarta sebagai Pusat
Pertumbuhan, muncul gagasan tentang Pusat
Pembenihan Yogyakarta (Jogja Seed Center).
Penumbuhan Jogja Seed Center (JSC) adalah
bagian dari program pengembangan agribisnis di
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gagasan ini
cukup realistis, mengingat saat ini di DIY terdapat
sejumlah pelaku usaha yang bergerak dalam bidang
perbenihan/perbibitan di samping kekuatan
kelembagaan perbenihan/perbibitan yang ada
(Pemerintah, swasta, dan pihak-pihak yang
committed dengan pengembangan perbenihan/
perbibitan).
Akan tetapi, kuantitas dan konsistensi
produksi benih/bibit belum terjaga, laju adopsi benih/
bibit varietas unggul masih lambat, mutu benih/bibit
belum memenuhi standar, pengendalian mutu
belum berjalan efektif, merupakan faktor-faktor
penghambat yang mesti dipecahkan dalam
aktualisasi gagasan JSC. Hal itu diperburuk dengan
sejumlah kebijakan Pemerintah yang mengait
bidang perbenihan/perbibitan yang tidak selalu
menguntungkan bagi dunia usaha khususnya dalam
hal perlindungan hak cipta atas varietas tanaman.
Persepsi tentang Jogja Seed Centre
Dalam kesempatan curah pendapat yang
diselenggarakan pada 8 September 2004 di Dinas
Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
berkembang dua pola pemikiran menyangkut
gagasan Jagya Seed Center, yaitu: 1) Yogyakarta
memiliki Seed Center, dan 2) Yogyakarta sebagai
35Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Seed Center. Kedua gagasan di atas akan
berimplikasi pada penumbuhan industri benih/bibit
yang secara umum bersifat high technology (padat
teknologi) dan high investment diawali dengan hal-
hal berikut:
· Tumbuhnya penangkar dan/atau rintisan industri
benih/bibit.
· Tumbuhnya kelembagaan perbenihan/perbibitan
(Pemerintah - UPTD Perbenihan) dan swasta
(MPPI, Asbenindo)
· Terjalinnya kemitraan inti-plasma di bidang
perbenihan/perbibitan
· Tumbuhnya pusat pengolahan dan transaksi
benih/bibit.
Yogyakarta Memiliki Seed Center
Menurut konsep yang pertama, Provinsi DIY
diusahakan untuk memiliki Pusat Perbenihan.
Indikator dari terwujudnya konsep ini adalah
kenyataan bahwa seluruh petani di DIY tidak
mengalami kesulitan untuk mendapatkan benih/
bibit serta informasi tentang perbenihan/perbibitan
dan ketersediaan benih/bibit. Pusat Perbenihan
memiliki fungsi melakukan analisis dan evaluasi
masalah perbenihan/perbibitan guna mengatasi
atau menghindari carry over dan feedback inhibition,
setidaknya pada tingkat produsen benih/bibit; suatu
kondisi di mana kuantitas benih/bibit yang
diproduksi lebih besar daripada daya serap pasar.
Selain itu, Pusat Perbenihan juga memberi
pelayanan berupa alih teknologi usaha tani, pasca
panen dan penyiapan benih/bibit, menjalin kerja
sama dengan penghubung, pedagang besar, serta
pengecer benih/bibit. Dalam menjalankan
fungsinya, Pusat Perbenihan bertindak proaktif,
tidak menunggu pelanggan (customer) datang,
melainkan langsung mendefinisikan kebutuhan
mereka, serta aktif memperlengkapi diri dalam
rangka memenuhi standar service excellence
(pelayanan prima). Lingkup kerja Pusat Perbenihan
semacam ini adalah pelayanan internal DIY.
Yogyakarta sebagai Seed Center
Berdasarkan persepsi ini, lahan yang masih
tersedia akan diprioritaskan untuk usaha tani
(farming) yang diarahkan pada produksi benih/bibit
berkualitas (benih Bina), yakni benih/bibit dengan
kualitas tersertifikasi (certified quality). Yogyakarta
akan berposisi sebagai pemasok kebutuhan benih/
bibit untuk skala nasional hingga intemasional.
Untuk mengimplementasi gagasan
Yogyakarta sebagai Pusat Perbenihan, secara
sistematis mesti dilakukan upaya-upaya sebagai
berikut:
1. Peningkatan mutu sumber daya manusia
2. Adopsi dan penerapan teknologi tinggi
perbenihan/perbibitan
3. Investasi baru berisiko tinggi (high risk
investment)
4. Penciptaan peluang pasar dan positioning produk
perbenihan/perbibitan dengan prinsip 7 tepat
(tepat dalam hal jumlah, waktu, harga, lokasi,
jenis/breed/varietas, mutu, dan pelayanan).
Pasar nasional (antar Provinsi) bisa dirintis melalui
kerja sama dengan Direktorat lingkup pertanian.
5. Memiliki kapasitas penyangga (buffer Capacity)
untuk mengatasi carry over.
6. Penaptaan brand name dan trade mark produk
benih/bibit. Sebagai contoh, bibit kambing
Peranakan Ettawa (PE) asal Kaligesing
(Purworejo) mengalami degradasi citra sebagai
kambing bibit unggul. Ini menjadi momentum
yang sangat tepat untuk me-launching bibit
kambing PE produks Samigaluh (Kulonprogo),
yang ternyata lebih potensial untuk
dikembangkan di kabupaten tersebut
dibandingkan dengan sapi perah ataupun sapi
potong.
7. Seiring dengan makin meningkatnya popularitas
pertanian organik (organic farming), JSC
hendaknya mampu meluncurkan produk benih/
bibit untuk pertanian organik, yang tidak rakus
36 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
pupuk, tahan penyakit hingga tidak
membutuhkan asupan pestisida kimiawi. Dimulai
dari hulu perbenihan/perbibitan, kiranya
frekuensi gugatan (klaim) terhadap produk
pertanian ekspor dari Indonesia karena alasan
tidak ramah lingkungan akan menurun.
Kondisi dan Permasalahan Perbenihan/
Perbibitan
Aktualisasi gagasan Jogja Seed Center harus
mempertimbangkan kondisi serta sejumlah masalah
terkait perbenihan/perbibitan, antara lain:
1. Dalam hal plasma nutfah, Indonesia cukup kaya
dalam hal keragaman hayati, namun sangat
lemah dalam pengelolaannya dan masih
tergolong miskin dalam hal kepemilikan plasma
nutfah bemilai ekonomi tinggi. Pengelolaan
plasma nutfah yang ada seyogyanya dilakukan
oleh lembaga yang kuat langsung di bawah
Presiden.
2. Penemuan varietas baru di Indonesia termasuk
lambat karena hampir seluruh kegiatan
pemuliaan ditangani Pemerintah. Peraturan
perundangan terkait dengan pelepasan varietas
kiranya perlu ditinjau kembali.
3. Rendahnya nilai komersial dan rekapitalisasi
usaha yang bergerak di bidang perbenihan/
perbibitan sehingga animo pelaku usaha untuk
menekuni industri perbenihan/perbibitan masih
rendah.
4. Pengendalian dan pengawasan mutu belum
berjalan efektif. Sertifikasi benih/bibit sebagai
suatu mekanisme pengendalian mutu dipandang
terlalu mahal dan kontraproduktif terhadap
upaya efisiensi produksi dan daya saing produk.
Sebagaimana dalam industri barang dan jasa
pada umumnya, telah mulai dilakukan pula
penerapan manajemen mutu (quality
management principles) dalam proses produksi
benih/bibit dengan melibatkan sertifikasi dari
institusi independen yang terakreditasi menurut
standar internasional. Dengan mekanisme
terakhir ini, produsen benih/bibit yang telah
memperoleh sertifikat sistem mutu dapat
mencantumkan logo jaminan mutu dalam setiap
kemasan produk. Kedua mekanisme tersebut
memiliki landasan ilmiah yang kuat serta dapat
menjadi alat efektif dalam pengendalian mutu.
Namun demikian, penerapan keduanya masih
perlu diperkuat sebelum dapat memberikan hasil
yang diharapkan.
5. Kebijakan Pemerintah yang mengait masalah
perbenihan/perbibitan tidak selalu selaras
dengan keinginan dunia usaha. Selama tiga
puluh tahun terakhir telah banyak diterbitkan
kebijakan dan peraturan perbenihan/perbibitan
oleh Pemerintah. Beberapa peraturan dipandang
terlalu ketat, tidak fleksibel, dan sulit
diimplementasi. Sebagai contoh, proses sertifikasi
benih kedele membutuhkan rejim waktu
tertentu yang memungkinkan benih mengalami
penurunan daya tumbuh sebelum siap
dipasarkan.
6. Adopsi varietas unggul oleh pelaku usaha
agribisnis tergolong lambat, pada umumnya
disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan
benih/bibit dan belum terciptanya sistem
informasi yang baik di antara produsen dan
pengguna benih/bibit.
Tantangan, Peluang dan Peran Pihak
Terkait
1. Tantangan dan Peluang
a. Lahan di DIY memiliki variabilitas yang tinggi
dalam hal kesamaan dan daya dukung
terhadap tanaman. Di satu sisi, hal ini
merupakan tantangan yang cukup
menyulitkan bagi peningkatan produktivitas.
Di lain pihak, bisa diciptakan peluang untuk
37Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
menghasilkan benih/bibit untuk berbagai
sifat dan daya dukung lahan.
b. Saat ini banyak beredar sertifikat palsu yang
menunjukkan buruknya mekanisme
pengawasan mutu benih/bibit. Perlu
diciptakan fungsi pelacakan benih/bibit
untuk mengawasi perjalanan benih/bibit dari
pemulia atau produsen benih/bibit hingga
pengguna akhir (end user).
c. Luas lahan untuk kehutanan makin sempit,
penjarahan tanaman hutan makin banyak,
sementara benih/bibit di sumber-sumber
benih/bibit makin sedikit. Benih/bibit untuk
tanaman hutan memiliki daur produksi yang
panjang, mencapai sepertiga dari daur
biologisnya. Secara praktis, diperlukan waktu
sedikitnya 18 tahun (untuk tanaman pinus)
hingga 45 tahun (misalnya tanaman jati)
untuk dapat dihasilkan benih/bibit
berkualitas. Perlu dikembangkan model
perbenihan/perbibitan tanaman hutan yang
tentunya berbeda dari model-model untuk
tanaman pangan, hortikultura, peternakan
ataupun perikanan. Saat ini tengah
dikembangkan benih/bibit jati genjah yang
bisa dipanen pada umur 30 tahun (umur
panen jati pada umumnya 50 tahun).
d. Masyarakat cenderung menyukai produk-
produk instan, termasuk benih/bibit tanaman
hutan, seperti benih jatimas asal Thailand,
yang merupakan hasil pengembangan
dergan teknik kultur jaringan. Namun
demikian, uji multilokasi belum dilakukan
sebagaimana mestinya. Benih-benih lokal
justru lebih sesuai dengan kondisi tanah, dan
dimungkinkan memiliki daya serap serta
akseptabilitas di kalangan petani.
e. Untuk kebutuhan benih/bibit petani yang
berkecenderungan selalu meningkat,
pemenuhannya dari segi kualitas belum
memuaskan. Di lain pihak, benih eks impor
seakan membanjiri pasar benih lokal.
2. Peran Masyarakat dan Petani
Masyarakat petani merupakan ujung tombak
dalam implementasi gagasan JSC. Melalui sosialisasi
yang efektif, petani akan makin menyadari arti
penting benih/bibit berkualitas sebagai input
agribisnis yang amat menentukan. Petani didorong
untuk mentransformasi jenis usahatani dari orientasi
produksi konsumsi ke arah produksi input. Insentif
yang diperoleh petani berupa meningkatnya nilai
tukar komoditas pertanian (farmer’s exchange value)
yang menjanjikan peningkatan pendapatan usaha
tani. Sebagai pusat perbenihan/perbibitan, masalah-
masalah yang terkait dengan ketersediaan benih/
bibit pada saat dibutuhkan petani tidak akan terjadi
lagi. Misalnya, di Kulonprogo, di kalangan petani
sayuran, benih/bibit impor amat dominan
penetrasinya. Pada saatnya nanti, DIY adalah
penghasil benih/bibit, bukan konsumen benih/bibit,
sehingga masalah akan bergeser ke arah penciptaan
peluang pasar, positioning produk benih/bibit ke
pasar nasional maupun global.
3. Peran Swasta
Swasta atau pebisnis dipastikan menjadi
pelaku-pelaku utama bisnis perbenihan/perbibitan.
Menggagas JSC berarti menggagas sebuah gerakan
masyarakat berorientasi bisnis untuk
memberdayakan diri dengan dukungan fasiftasi dan
kebijakan Pemerintah. JSC dari sudut pandang
swasta adalah sebuah solusi dari potensi yang
hingga saat ini justru mengalami kebuntuan
aktualisasi : banyak tumbuh penangkar, luas lahan
masih memadai untuk produksi benih/bibit, namun
pemasaran penuh ketidakpastian. Ide JSC
diharapkan mampu menjelmakan Yogyakarta
menjadi pusat produksi benih/bibit, pusat
perdagangan benih/bibit, serta pusat informasi
perbenihan/perbibitan. Tabel di bawah ini merinci
kebutuhan benih beberapa komoditas tanaman
38 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
pangan utama di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Akan tetapi, petani padi menggunakan hanya 20-
30% benih berkualitas dari angka kebutuhan,
sementara untuk benih palawija (jagung, kedele,
kacang tanah) bahkan kurang dari 5%. Jika diingat
bahwa produksi benih DIY jauh lebih besar
dibanding angka kebutuhan, maka penetrasi pasar
ke Provinsi lain menjadi alternatif yang paling baik
untuk dipilih, di samping petani DIY perlu diberi
informasi yang memadai tentang urgensi
penggunaan serta ketersediaan benih berkualitas
DIY. Jelas, peran swasta yang sedemikian
membutuhkan wadah berupa jejaring informasi dan
jejaring kerja yang bisa diciptakan dalam konteks
JSC.
4. Peran Lembaga Terkait
Perguruan tinggi amat berperan dalam
pewujudan JSC dengan sumber daya manusia yang
handal dan berkeahlian, laboratorium serta
perangkat analisis yang memadai, dan akses
teknologi yang amat bagus. Perguruan tinggi kiranya
bisa menyediakan jasa konsultasi dan
pendampingan dalam kerangka penumbuhan serta
operasionalisasi JSC nantinya.
Perangkat Kebijakan Pemerintah
Dalam rangka akselerasi perwujudan gagasan
JSC, beberapa hal terkait dengan kebijakan
Pemerintah bidang perbenihan/perbibitan
dipandang amat penting, antara lain:
a. Dalam rangka pelestarian dan pengkayaan
plasma nutfah perlu dilakukan pengelolaan
secara intensif oleh Pemerintah. Untuk itu perlu
dibentuk lembaga khusus untuk mengelola
plasma nutfah di tingkat nasional dan daerah
yang didukung oleh pemangku kepentingan
(stakeholders) perbenihan/perbibitan yang
tergabung dalam MPPI.
b. Kebijakan yang kondusif untuk memacu
partisipasi swasta dalam penemuan varietas
unggul, seperti penerapan Undang-Undang
Perlindungan Varietas Tanaman, kebijakan
investasi yang memberikan insentif bagi pelaku
pemuliaan.
c. Kebijakan investasi yang kondusif untuk
memacu partisipasi swasta dalam produksi
benih/bibit, seperti tax holiday, regulasi impor
dan ekspor benih/bibit yang menguntungkan
bagi dunia usaha, serta kemudahan akses ke
sumber-sumber permodalan.
d. Penguatan kebijakan, kelembagaan, dan
sumber daya manusia dalam proses sertifikasi
dan pengendalian mutu benih/bibit. Untuk itu
diperlukan penegakan produk hukum dalam
bidang perbenihan/perbibitan.
e. Perlu pemilahan tegas antara peran Pemerintah
dan swasta dalam pengembangan industri
perbenihan/perbibitan. Peran swasta lebih
difokuskan pada varietas-varietas komersial,
sedangkan peran Pemerintah lebih dominan
pada varietas-varietas yang belum komersial.
f. Perlu adanya integrasi antara program
pengembangan agribisnis dengan
pengembargan industri perbenihan/perbibitan.
Perlu dibangun jaringan informasi pasar yang
mudah diakses oleh produsen dan konsumen
benih/bibit.
Program/Kegiatan, dan Aksi
Program dan aksi untuk mewujudkan
Yogyakarta sebagai Pusat Perbenihan atau
penumbuhan Pusat Perbenihan di Provinsi DIY,
antara lain sebagai berikut:
1 Padi 4.208,61 302 Jagung 2.875,72 403 Kedele 1.457,80 404 Kacang Tanah 2.306,56 405 Kacang Hijau 22,55 25
Sumber : Dinas Pertanian Propinsi DIY
No Komoditas Kebutuhan Benih (ton) Penggunaan (kg/ha)
Kebutuhan Benih DIY Tahun 2004
39Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
1. Analisis potensi wilayah untuk perbenihan dan
perbibitan.
2. Studi kelayakan usaha bisnis perbenihan/
pembibitan dan kelayakan pasar benih/bibit.
3. Pembangunan database dan sistem informasi
perbenihan/perbibitan off-line info center,
display, maupun on-line.
4. Peningkatan kualitas sumber daya manusia
perbenihan/perbibitan (pemulia dan analis benih/
bibit).
5. Koordinasi reguler antara pelaku usaha
perbenihan/perbibitan, Pemerintah, perguruan
tinggi dan sumber-sumber teknologi lainrrya
6. Penguatan plasma nutfah DIY.
7. Penelitian perbenihan/perbibitan.
8. Kampanye penggunaan benih/bibit berkualitas
9. Akselerasi adopsi teknologi bidang perbenihan/
perbibitan (on-farm dan off-farm).
10 Pewirausahaan pelaku usaha perbenihan/
perbibitan, termasuk UPTD yang bergerak di
bidang perbenihan/perbibitan dan peluangnya
untuk ditingkatkan menjadi BUMD.
11. Pembangunan unit-unit pengolahan benih/bibit
berskala komersial.
12. Pembangunan gudang-gudang penyangga
(buffer storage) untuk mencegah carry-over.
13. Identifikasi lokasi untuk sumber benih/bibit
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
kehutanan, peternakan, dan perikanan.
14. Penggalakan investasi bidang perbenihan/
perbibitan.
Penutup
Satu hal yang layak diperhitungkan adalah
menyangkut implikasi transformasi dari gagasan JSC.
Mengingat petani menjadi ujung tombak atau
pelaku utama dalam sistem perbenihan/perbibitan,
maka mereka yang sebelumnya merupakan
penghasil produk pertanian harus mengubah peran
dalam sistem agribisnis, yakni sebagai penghasil
input. Perubahan ini pada tingkat lapang bukanlah
persoalan sederhana. Karenanya, perlu dilakukan
berbagai studi kelayakan teknis dan kelayakan pasar
untuk menjustifikasi pelaksanaan peralihan profesi.
Tentu saja, pada tahap awal peralihan profesi
tersebut, perlu disiapkan paket-paket subsidi sampai
dengan para petani benih/bibit mencapai settlement
(kemapanan) usaha.
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi DIY.
40 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
Peran pariwisata dalam pengembangan
ekonomi DIY tidak diragukan lagi, karena output
sektor ini mempunyai efek multiplier yang sangat
besar bagi sektor-sektor lainnya. Sebagai daerah
yang sedikit sumber daya alam, membuat
Yogyakarta menkonsentrasikan diri dalam
pengembangan sektor tersier dalam hal ini sektor
yang lebih didominasi oleh peran Jasa. Upaya
perbaikan terus menerus terhadap kinerja sektor
pariwisata terus dilakukan, diantaranya pada tahun
2007 Badan Pariwisata Daerah (Baparda) Provinsi
DIY melakukan survei terkait dengan passenger exit.
Dari hasil survei di lapangan, secara garis besar
dapat diketahui beberapa permasalahan yang
dihadapi pariwisata Yogyakarta sebagai berikut:
1. Kondisi tranportasi masih menjadi keluhan
utama para responden baik wisman maupun
wisnus.
2. Promosi untuk wisman, khususnya melalui
website masih minim dan kurang mengena,
mengingat sebagian besar sumber informasi
wisman tentang wisman adalah melalui internet.
3. Yogyakarta masih merupakan tujuan yang
“murah meriah”, terutama bagi responden
wisman sehingga berdampak pada prestige dan
tingkat pembelanjaan yang masih relatif rendah.
4. Minimnya penerbangan internasional langsung
ke Jogja, membuat waktu tempuh wisman ke
Yogyakarta menjadi lama dan relatif lebih mahal.
5. Pengurusan visa bagi sebagian responden
wisman masih terlalu lama dan berbelit-belit.
6. Kondisi keamanan dalam lingkup kecil
(kehilangan barang, pemaksaan oleh pengasong
& guide, kecelakaan lalu lintas) masih sering
dikeluhkan, terutama oleh responden wisman.
7. Penyebaran brosur dan promosi masih
menggunakan bahasa inggris dan mata uang
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:SurvSurvSurvSurvSurvei Pei Pei Pei Pei Penumpang Penumpang Penumpang Penumpang Penumpang Pesaesaesaesaesawwwwwat Udarat Udarat Udarat Udarat Udaraaaaa
selalu dalam US$, belum menggunakan bahasa
spesifik sesuai target pasar berikut dengan mata
uang setempat. Misal : bahasa Belanda dengan
mata uang Euro, bahasa Jepang dengan mata
uang Yen.
8. Keberadaan polisi pariwisata dan aparat
keamanan masih dirasakan di beberapa titik
tertentu saja, dan belum menyeluruh di destinasi
wisata.
Berdasarkan kesimpulan hasil survei exit
passenger tahun anggaran 2007 tersebut, diperoleh
beberapa pokok strategi yang meliputi peran
stakeholder, pengembangan produk, dan
pengembangan promosi dan komunikasi.
Peningkatan peran stakeholder
pariwisata DIY dalam peningkatan
kuantitas dan kualitas DIY sebagai
destinasi wisata.
1. Pemerintah Daerah di Provinsi DIY dan instansi
terkait:
a. Koordirlasi pemasaran antar instansi yang
terkait dengan sektor pariwisata secara
terpadu.
b. Sikap proaktif dari pemerintah daerah dan
instansi terkait yang optimal agar dapat
dilakukan pengambilan kebij akan strategis
sehingga meningkatkan efisiensi kerja dalam
koordinasi promosi pariwisata Jogja.
2. Dinas Imigrasi (Departemen hukum dan HAM):
a. Masa berlaku visa, khususnya visa on arrival
sebaiknya diperpanjang masa berlakunya
dari 30 hari menjadi 60 hari.
b. Jika memungkinkan visa on arrival dirubah
menjadi bebas visa sehingga memudahkan
wisatawan untuk berkunjung.
41Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
c. Birokrasi pengurusan visa harus dipersingkat
dan ticlak memakan waktu agar tidak
menjadi faktor penghambat berkunjungnya
wisatawan ke Indonesia pada umumnya dan
Yogyakarta pada khususnya.
3. Maskapai penerbangan dan PT Angkasa Pura I
a. Kesediaan maskapai penerbangan untuk
membuka rute penerbangan internasional
langsung ke Jogja, karena akan menghemat
waktu dan biaya bagi wisatawan yang
datang melalui Singapura.
b. Koordinasi dam peran serta maskapai,
operator bandara dengan semua pihak untuk
meningkatkan kunjungan wisman ke
Yogyakarta dengan berbagai upaya agar
memenuhi standar minimum penumpang
pesawat sehingga penerbangan Internasional
langsung dari/ke Yogyakarta tidak
menimbulkan kerugian bagi maskapai
penerbangan.
c. Standar keamanan juga harus ditingkatkan
dalam rangka memberikan citra dan
kepercayaan terhadap tingkat keselamatan
transpostasi udara Indonesia.
4. Biro Perjalanan Wisata (ASITA):
a. Biro perjalanan wisata diharapkan dapat
mengemas potensi-potensi wisata yang ada
dengan lebih spesifik, karena sebagian besar
wisnus masih menggunakan jasa biro
perjalanan hanya sebatas pembelian tiket
transportasi (terutama tiket pesawat udara).
b. Perlu perhatian khusus untuk pasar wisata
pendidikan, kuliner, klub motor, event musik,
hash house harriers (kelompok lari),
parachuters, klub pecinta alam baik dari
dalam maupun luar negeri sehingga
menciptakan daya tarik yang lebih.
c. Biro perjalanan juga dapat mengemas paket-
paket wisata yang ditujukan bagi para
pelajar dari luar negeri yang sedang
melakukan kegiatan akademis yang ingin
memanfaatkan waktu liburan mereka untuk
berwisata.
5. Hotel dan Restoran (PHRI):
a. Peningkatan sarana akomodasi non bintang
sebagai salah satu pilihan yang menurut
sebagian responden termasuk value for
money.
b. Pihak hotel dan restoran harus lebih proaktif
dalam membaca dan memanfaatkan
peluang pasar dengan usaha produktif untuk
melayani wisatawan yang berkunjung ke
Jogja. Termasuk segmen-segmen wisatawan
khusus seperti para expatriate.
6. Pengelola Objek dan Daya Tarik Wisata:
a. Penyedia atraksi wisata DIY harus
meningkatkan inovasi dengan memperkaya
atraksi wisata yang dipertunjukkan sehingga
dapat semakin menarik minatwisatawan baik
mancanegara maupun domestik selain ke
tempat-tempat yang sudah secara tradisional
dikunjungi oleh wisatawan seperti Malioboro,
Keraton, dan Candi Prambanan.
b. Pengelolaan museum yang lebih profesional
dan menarik yang banyak terdapat DIY
sebagai salah satu potensi yang masih
mempunyai tingkat kunjungan relatif rendah.
c. Peningkatan profesionalitas kerja dalam
berhubungan dengan wisatawan sehingga
dalam jangka panjang wisatawan akan
mengenal Yogyakarta sebagai salah satu
destinasi dengan objek dengan pelayanan
yang memuaskan.
7. Transportasi (DLLAJR, SATLANTAS POLRI):
a. Perbaikan sistem transportasi secara
menyeluruh untuk meningkatkan tingkat
keamanan dan kenyamanan berlalu lintas
karena transportasi menempati urutan ketiga
bagi responden wisman maupun responden
wisnus.
42 Bab 1 - Kondisi Makroekonomi
b. Peningkatan kesadaran tertib berlalu lintas
bagi masyarakat.
c. Menekan angka pungutan tidak resmi di
jalan raya.
d. Perbaikan jalan dan rambu-rambu lalu lintas.
8. Pelaku Bisnis (KADIN):
a. Agresif dalam mengantisipasi kunjungan
wisatawan ke Yogyakarta bukan hanya
dengan memberikan diskon semata.
b. Menjalin hubungan dengan pihak lain dalam
hal pemasaran dan permodalan.
c. Mengoptimalkan fungsi asosiasi untuk
menyalurkan aspirasi.
9. Pemandu Wisata (HPI):
a. Peningkatan tingkat pengetahuan dan
penguasaan materi yang menentukan
kemampuan dan kualitas dari seorang
pemandu.
b. Penguasaan hal-hal yang kecil sebagai
tambahan informasi yang berharga bagi para
wisatawan.
c. Sikap yang sopan dan profesional serta tidak
memaksa akan meningkatkan nilai dari
pemandu itu sendiri.
10. Aparat Keamanan (POLRI):
a. Keamanan sebagai salah satu faktor
terpenting atas kelangsungan pariwisata
harus diatur secara sistematis dengan arahan
dan tugas yang jelas sehingga keamanan
dalam wilayah Yogyakarta akan selalu aman
dan terkendali tanpa menghilangkan faktor
kenyamanan.
b. Optimalisasi keberadaan Polisi Pariwisata
sebagai satu realisasi dari upaya untuk
mewujudkan hal diatas, dengan pengarahan
yang jelas tentang tugas dan wewenangnya
sehingga dalam tugas di lapangan tidak
terjadi kerancuan sehingga dapat maksimal
dalam melayani masyarakat dan wisatawan.
Pengembangan produk wisata yang
disesuaikan dengan permintaan pasar-
pasar utama wisatawan DIY
1. Pengembangan produk wisata Yogyakarta harus
bervariasi disesuaikan dengan minat wisatawan
agar dapat mendorong kunjungan ulang dan
memperpanjang lama tinggal wisatawan.
2. Variasi produk tidak hanya sekedar keragaman
produk wisata namun juga variasi dari segi
kualitas karena Yogyakarta masih tergolong
sebagai destinasi yang murah meriah.
3. Memperluas segmen pasar wisatawan dengan
penyediaan objek dan daya tank wisata yang
lebih berkelas dan berkualitas agar dapat
mendatangkan nilai ekonomis yang lebih besar
Yogyakarta mempunyai sisi negatif sebagai
destinasi yang murah sehingga kurang
mempunyai prestige bagi segmen wisatawan
menengah keatas sehingga perutaran uang yang
masuk ke Yogyakarta terbatas dari penjualan
dengan nilai yang kurang besar.
Pengembangan promosi dan komunikasi
pemasaran pariwisata sesuai sasaran
pasar.
1. Optimalisasi promosi melalui internet sebagai
sumber informasi dan panduan utama wisman
dalam melakukan wisata ke Jogja (Baparda DIY,
Pemda).
2. Pemilihan bahasa sesuai dengan negara asal
para wisatawan dan juga pemilihan satuan mata
uang bagi media promosi wisata yang harus
disesuaikan dengan pasar wisatawan (ASITA,
Maskapai Penerbangan).
3. Peningkatan pengetahuan bagi masyarakat
Yogyakarta sendiri tentang pengetahuan
pariwisata Jogja, karena sebagian besar
wisatawan nusantara menjadikan saudara/
teman sebagai sumber informasi tentang Jogja
(Baparda DIY, Humas Pemda).
43Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Bab 2:Bab 2:Bab 2:Bab 2:Bab 2:PPPPPerkembangan Inflasierkembangan Inflasierkembangan Inflasierkembangan Inflasierkembangan Inflasi
INFLASI TAHUNAN DAN BULANAN
Sebagaimana telah diperkirakan sebelumnya, perkembangan harga-harga
barang dan jasa secara umum di Kota Yogyakarta pada tahun 2007 relatif
terkendali sebagaimana tercermin dari realisasi penurunan Indeks Harga Konsumen
(IHK) selama tahun 2007 yang mencapai sebesar 7,99% (yoy), tidak jauh berbeda
dengan angka proyeksi sebesar 7,00% – 9,00%. Angka inflasi ini lebih rendah
dari inflasi tahun 2006 yaitu 10,41% dan inflasi tahun 2005 sebesar 14,98%. Jika
dibandingkan dengan inflasi nasional, laju inflasi Kota Yogyakarta tersebut relatif
tinggi karena inflasi Nasional 2007 hanya mencapai 6,59%. Nampaknya pengaruh
kenaikan harga BBM pada tanggal 1 Oktober 2005 mulai berangsur menghilang.
Penurunan laju inflasi tahunan Kota Yogyakarta pada tahun 2007 juga
tercermin pada perkembangan inflasi bulanan pada tahun 2007 yang secara rata-
rata tercatat 0,64%, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006 yang secara
rata-rata tercatat 0,83% dan rata-rata inflasi bulanan tahun 2005 sebesar 1,18%.
Pola musiman inflasi 2007 agak berbeda dengan inflasi 2006. Pada tahun
2006 tingginya inflasi didorong oleh inflasi bulan Januari yang dipicu oleh cepatnya
kenaikan harga makanan sebagai akibat meningkatnya permintaan sehubungan
dengan adanya perayaan hari raya keagamaan. Di tahun 2007, inflasi didorong
oleh inflasi pada bulan Agustus 2007 sebesar 1,40% (mtm), yang disumbang oleh
kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga terutama subkelompok Jasa Pendidikan
yang seluruh komoditasnya, kecuali SLTP, menduduki 5 besar komoditas
penyumbang terbesar pembentukan inflasi bulan Agustus 2007. Besarnya pengaruh
ini merupakan faktor musiman, dimana pada bulan Agustus 2007 bertepatan
dengan dimulainya tahun ajaran baru dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga
% (mtm)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des1 Bahan Makanan 2.76 0.92 -0.26 -0.97 0.00 -1.40 2.52 1.47 2.11 2.67 1.46 1.38
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 0.30 0.71 0.99 0.18 0.46 0.93 0.25 0.39 0.12 0.85 1.35 0.57
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 0.93 0.43 0.82 0.04 0.04 0.42 0.72 0.35 0.59 0.83 0.64 0.18
4 Sandang -0.05 1.48 0.07 0.58 -0.55 -0.24 1.16 0.59 1.12 1.91 2.85 0.08
5 Kesehatan 0.37 -0.15 0.76 0.99 -0.47 0.23 0.16 0.31 0.65 0.34 0.89 0.21
6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga -0.02 0.39 -0.07 -0.05 0.03 0.01 0.08 9.02 1.78 0.00 1.01 0.07
7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 0.38 0.03 0.23 0.49 0.14 0.35 0.01 0.00 0.67 0.60 -0.10 0.14
0.88 0.54 0.43 0.02 0.07 0.09 0.78 1.40 0.95 1.09 1.01 0.47Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.
IV-2007
Inflasi BulananTabel 2.1
III-2007
UMUM
No KelompokII-2007I-2007
(1)
1
3
5
7
9
(2)
-
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2005 2006 2007
% (mtm)% (yoy)
Grafik 2.1Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional
Nasional (mtm) Kota Yogyakarta (mtm)
Nasional (yoy) Kota Yogyakarta (yoy)
44 Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Perguruan Tinggi. Selain itu, pada bulan Agustus juga terjadi kenaikan harga
makanan terkait dengan persiapan masyarakat dalam menyambut bulan suci
Ramadhan tercermin dari andil kelompok Bahan Makanan sebesar 0,28% yang
menduduki peringkat 2 di bulan ini.
Pada awal tahun 2007, inflasi tercatat 0,88% (mtm) didorong oleh
kelompok Bahan Makanan yang mengalami kenaikan harga sebesar 2,76% (mtm)
dengan sumbangan sebesar 0,52%. Hal ini disebabkan oleh tingginya harga beras
sebagai dampak makin berkurangnya stok sebagai implikasi mundurnya musim
tanam. Andil komoditas Beras pada pembentukan bulan ini tercatat sebesar 0,14%.
Memasuki bulan Februari 2007 tekanan inflasi Kota Yogyakarta melemah
ditandai dengan turunnya angka inflasi bulanan menjadi 0,54%, yang masih
disumbang oleh kelompok Bahan Makanan sebesar 0,18% dengan perubahan
harga sebesar 0,92%. Pada bulan Maret 2007, tekanan harga semakin melemah
dicerminkan dari penurunan angka inflasi menjadi sebesar 0,43% (mtm), didorong
oleh penurunan harga kelompok Bahan Makanan sebesar 0,26% dengan kontribusi
negatif sebesar -0,05%. Penurunan harga ini dipicu oleh kontribusi negatif Beras
sebesar -0,24% bertepatan dengan tibanya masa panen.
Selanjutnya tekanan inflasi Kota Yogyakarta semakin melemah ditandai
dengan inflasi April 2007 tercatat 0,02% (mtm) yang didorong oleh kelompok
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan dengan sumbangan sebesar 0,07%. Namun
kondisi ini tidak bertahan lama, karena meskipun peningkatannya kecil, pada
bulan Mei 2007 tekanan inflasi Kota Yogyakarta meningkat dengan peningkatan
angka inflasi bulanan menjadi 0,07% (mtm). Tekanan ini semakin menguat pada
bulan Juni 2007 dicerminkan dari angka inflasi sebesar 0,09% (mtm). Kelompok
yang memberikan kontribusi terbesar adalah kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok & Tembakau dengan sumbangan sebesar 0,19%.
Inflasi Juli 2007 semakin melonjak dengan angka inflasi sebesar 0,78%
(mtm) didorong oleh kelompok Bahan Makanan dengan sumbangan sebesar 0,47%
dengan kenaikan harga sebesar 2,52% (mtm), diikuti oleh kelompok Perumahan,
Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar dan kelompok Sandang dengan sumbangan masing-
masing sebesar 0,18% dan 0,06% serta dengan perubahan harga masing-masing
sebesar 0,72% dan 1,16%.
Komoditas penyumbang pembentukan inflasi bulan Juli adalah Tarif Air
Minum PAM dengan andil sebesar 0,16%. Kenaikan harga Tarif Air Minum PAM
merupakan pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri dimana tarif dasar air
harus ditinjau setiap dua tahun. Untuk Kota Yogyakarta, sebenarnya itu dilakukan
45Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
tahun 2006 lalu, tetapi ditunda karena gempa. Tarif baru dikenakan untuk kategori
sosial, rumah tangga, instansi pemerintah, niaga, dan industri.
Pada bulan September, tekanan harga sedikit melemah dicerminkan dari
angka inflasi sebesar 0,95% (mtm). Kelompok yang memberikan kontribusi terbesar
adalah kelompok Bahan Makanan dengan sumbangan sebesar 0,40% dengan
kenaikan harga mencapai 2,11% (mtm), diikuti oleh kelompok Pendidikan, Rekreasi
& Olahraga dengan sumbangan sebesar 0,19%. Kenaikan harga bahan makanan
didorong oleh kenaikan harga Pisang sebesar 14,79% dengan sumbangan 0,05%.
Pada bulan puasa, komoditas ini memang banyak diminati masyarakat, terutama
masyarakat muslim, karena banyak diolah sebagai makanan pembuka puasa.
Sedangkan kenaikan harga kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga didorong
oleh peningkatan harga biaya Sekolah Dasar dengan andil sebesar 0,08%.
Memasuki bulan Oktober 2007, tekanan inflasi Kota Yogyakarta
meningkat, ditandai dengan peningkatan angka inflasi bulanan menjadi 1,09%
(mtm). Inflasi Oktober 2007 masih didorong oleh kelompok yang sama dengan
periode September 2007, yaitu kelompok Bahan Makanan dan kelompok
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar dengan sumbangan masing-masing
sebesar 0,51% dan 0,20%.
Komoditas penyumbang pembentukan inflasi bulan Oktober 2007 adalah
Mie dengan andil sebesar 0,19% (mtm) yang disebabkan oleh kelangkaan minyak
tanah sebagai salah satu bahan pendukung pembuatan Mie. Kultur masyarakat
dalam menggunakan minyak tanah ternyata sulit dirubah, meskipun pemerintah
telah memberikan subsidi kompor gas sebagai minyak tanah. Selain perubahan
kultur masyarakat, masih terdapat kendala lain yang menyebabkan program
konversi minyak tanah ini belum berjalan dengan baik, antara lain pendataan
calon penerima, distribusi kompor gas tidak tepat sasaran hingga kerusakan paket
kompor gas. Belum berjalannya program ini justru telah diikuti dengan pengurangan
pasokan minyak tanah, sebagai tindak lanjut program konversi minyak tanah.
Dengan demikian, minyak tanah DIY menjadi langka sehingga menyebabkan
kenaikan harga yang selanjutnya membawa implikasi kenaikan harga komoditas
lain.
Inflasi Kota Yogyakarta pada bulan selanjutnya, November 2007, sedikit
melemah, dengan penurunan angka inflasi bulanan menjadi 1,01% (mtm).
Kelompok Bahan Makanan masih mendominasi pembentukan inflasi bulan
November 2007 dengan andil sebesar 0,28% (mtm). Sedangkan komoditas
penyebab tingginya angka inflasi bulan ini adalah Nasi dengan andil sebesar 0,15%.
46 Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Pada bulan penutup tahun 2007, tekanan harga barang dan jasa di Kota
Yogyakarta semakin melemah, tercermin dari angka inflasi bulanan yang turun
menjadi 0,47% (mtm). Kelompok Bahan Makanan masih memberikan kontribusi
terbesar dengan andil sebesar 0,27%, yang merupakan andil subkelompok Padi-
padian, Umbi-umbian sebesar 0,22% dan didorong oleh besarnya kontribusi
komoditas Beras sebesar 0,13% (mtm). Gagal panen atau puso yang terjadi hingga
pertengahan 2007, diduga mempengaruhi kenaikan harga beras pada Desember
2007. Berdasarkan data Dinas Pertanian Provinsi DIY, pada periode Januari-Agustus
2007 luas tanaman padi puso mencapai 365 hektar, dan sekitar 36% diantaranya
terjadi di daerah lumbung padi, seperti Sleman dan Bantul. Meskipun luas padi
puso hanya 0,42% dari total luas panen 83.000 hektar, jumlah kehilangan produksi
padi DIY cukup banyak. Dengan tingkat produktivitas lima ton per hektar (2006)
maka jumlah produksi padi yang hilang mencapai 1.780 ton. Namun demikian,
dengan Operasi Stabilisasi Harga Beras (OSHB) yang secara rutin dilakukan oleh
Perum Bulog, tekanan harga pada Beras relatif kecil, hanya 2,95% (mtm).
Tekanan inflasi Kota Yogyakarta pada tahun 2007 terutama didorong oleh
faktor permintaan yang tercermin dalam dominasi inflasi inti (core inflation) dalam
pembentukan inflasi, yakni mencapai 5,38%. Jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, dominasi core Inflation pada pembentukan inflasi mengalami
penurunan, dimana pada tahun 2006 memiliki andil 7,44%. Penurunan ini karena
masih minimnya pengaruh imported inflation terhadap inflasi Kota Yogyakarta.
Selain itu, tekanan imported inflation secara nasional juga teredam oleh relatif
stabilnya nilai tukar rupiah. Penurunan ini juga dipengaruhi oleh relatif stabilnya
ekspektasi inflasi masyarakat serta faktor interaksi permintaan dan penawaran.
-
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007
%
Grafik 2.2Andil Komponen Inflasi
Core Adm Volatile
%
Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil2004 6,84 4,77 8,49 1,27 5,94 0,91 6,95
2005 9,44 6,57 14,96 2,28 40,33 6,13 14,98
2006 11,23 7,44 16,23 2,47 2,68 0,50 10,40
2007 8,07 5,38 12,90 2,07 3,18 0,55 7,99 Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.
Volatile FoodsIntiInflasi IHK
Tabel 2.2Sumbangan Komponen Inflasi
TahunAdministered Price
47Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Besarnya andil core inflation disebabkan oleh besarnya andil Akademi/
Perguruan Tinggi sebesar 0,78%. Hal ini sesuai dengan karakteristik Kota
Yogyakarta sebagai Kota Pelajar yang banyak diminati oleh calon mahasiswa
baik dari DIY maupun luar DIY sebagai tempat belajar. Selain itu Tukang Bukan
Mandor juga memberikan andil besar yakni 0,37%. Andil Tukang Bukan Mandor
ini seiring dengan masih berjalannya pembangunan rumah maupun tempat usaha
sebagai upaya rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa.
Sedangkan sumbangan inflasi komoditas makanan (volatile foods) tercatat
sebesar 2,07%, turun dari andil volatile foods pada tahun 2006 sebesar 2,47%.
Andil volatile foods didorong oleh andil Minyak Goreng sebesar 0,47% yang
mengalami kenaikan harga sebesar 49,42%. Kenaikan harga komoditas ini
disebabkan penemuan Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan bio fuel mengakibatkan
ekspor CPO lebih menguntungkan jika dibandingkan sebagai bahan produksi
Minyak Goreng. Sehingga produksi Minyak Goreng menjadi terbatas yang
selanjutnya membawa implikasi terhadap kenaikan harga minyak goreng yang
pada triwulan II-2007 mencapai Rp10.000,00 per liter. Kondisi tersebut terjadi
hampir di seluruh daerah di Indonesia. Selain itu, Bawang Merah juga memberikan
andil yang besar sebesar 0,30%. Curah hujan yang tidak menentu sepanjang
tahun 2007 akibat anomali musim menyebabkan komoditas ini cepat membusuk
sehingga jumlah stoknya menurun.
Pada tahun 2007 inflasi komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah
(administered prices) memberikan sumbangan sebesar 0,55%, sedikit mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan sumbangannya pada tahun 2006 sebesar
0,50% dan pada tahun 2005 sebesar 6,13%. Tingginya andil administered price
inflation pada tahun 2005 diakibatkan kenaikan BBM. Sedangkan pada tahun
laporan, sumbangan komponen ini disebabkan oleh Tarip Air Minum PAM sebesar
0,17% dengan kenaikan harga sebesar 39,26% sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya.
INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG
Kelompok barang dan jasa yang memberikan andil terbesar terhadap
pembentukan inflasi Kota Yogyakarta pada tahun 2007 adalah kelompok Bahan
Makanan yang mencapai 2,62%, selanjutnya diikuti oleh kelompok Makanan
Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau sebesar 1,49%, kelompok Perumahan, Air,
Listrik, Gas & Bahan Bakar sebesar 1,46% dan kelompok Pendidikan, Rekreasi &
Olahraga sebesar 1,36%. Sedangkan sumbangan kelompok Sandang, kelompok
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
2005 2006 2007
% (yoy)
Grafik 2.3Disagregasi Inflasi
IHK Core Administered Price Volatile Foods
0
20
40
60
80
100
120
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Jan-
07
Feb-
07
Mar
-07
Apr
-07
May
-07
Jun-
07
Jul-0
7
Aug
-07
Sep-
07
Oct
-07
Nov
-07
Dec
-07
Grafik 2.4Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia
Emas ($/OZ) Minyak (USD/Barrel)
Bahan Makanan, 2.62
Makanan Jadi, Minuman, Ro
kok & Tembakau, 1.49
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan
Bakar, 1.46
Sandang, 0.49
Kesehatan, 0.28
Pendidikan, Rekreasi &
Olahraga, 1.36
Transpor, Komunikasi & Jasa
Keuangan, 0.41
Grafik 2.5Andil Kelompok Barang
48 Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan dan kelompok Kesehatan memiliki
sumbangan di bawah 1,00% yaitu masing-masing sebesar 0,49%, 0,41% dan
0,28%.
Apabila dilihat dari peningkatan harganya, peningkatan harga tertinggi
dialami oleh kelompok Bahan Makanan yang mencapai 13,31% (yoy), namun
lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan harga kelompok ini pada
tahun 2006 sebesar 15,61% (yoy). Penurunan ini karena pengaruh kenaikan harga
BBM pada tahun 2005 berangsur menghilang. Kelompok lain yang mengalami
kenaikan harga mencapai dua digit adalah kelompok Pendidikan, Rekreasi &
Olahraga sebesar 12,58% (yoy). Sedangkan kelompok lainnya mengalami
peningkatan harga di bawah 10,00%, dengan peningkatan harga terendah pada
kelompok Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan sebesar 2,99% (yoy).
Kelompok Kesehatan yang pada tahun 2006 mengalami peningkatan harga tertinggi
yaitu sebesar 16,09% (yoy), pada tahun 2007 hanya mengalami peningkatan
harga sebesar 4,36%. Kelompok lainnya yaitu kelompok Perumahan, Air, Listrik,
Gas & Bahan Bakar, kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau dan
kelompok Sandang masing-masing mengalami peningkatan harga sebesar 6,18%
(yoy), 7,33% dan 9,33%.
INFLASI MENURUT KOMODITAS
Berdasarkan komoditas, beberapa komoditas yang mengalami laju
peningkatan harga yang sangat cepat pada tahun 2007 dialami oleh komoditas
makanan (volatile foods), yaitu Bawang Merah, Kol Putih/Kubis dan Kelapa dengan
peningkatan harga masing-masing mencapai 150,45% (yoy), 84,14% (yoy) dan
81,01% (yoy). Selain mengalami peningkatan harga tertinggi, Bawang Merah
juga memberikan andil ke-5 dalam pembentukan inflasi Kota Yogyakarta sebesar
0,30%.
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
Jan/
07
Feb/
07
Mar
/07
Apr
/07
May
/07
Jun/
07
Jul/0
7
Aug
/07
Sep/
07
Oct
/07
No
v/07
Dec
/07
Rp/Kg
Grafik 2.7Perkembangan Harga Beberapa Komoditas Bahan Makanan
Beras Minyak Goreng Curah Daging Ayam Ras
Telur Ayam Ras Susu Bubuk Bawang Merah
%
Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil1 Bahan Makanan 8,57 1,55 14,11 2,53 15,61 2,93 13,31 2,62 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 5,72 1,16 12,73 2,53 13,84 2,84 7,33 1,49 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 6,61 1,68 12,74 3,18 6,68 1,61 6,18 1,46
4 Sandang 6,59 0,37 7,97 0,42 8,04 0,41 9,33 0,49 5 Kesehatan 6,46 0,43 8,88 0,55 16,09 1,06 4,36 0,28 6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 10,58 1,09 10,87 1,08 15,36 1,59 12,58 1,36
7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 5,12 0,71 32,40 5,14 1,50 0,22 2,99 0,41 6,95 14,98 10,40 7,99 6,40 17,11 6,60 6,59
Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.
Inflasi IHK Nasional
No Kelompok2004
Inflasi IHK Kota Yogyakarta
2005
Tabel 2.3Perubahan Harga Kelompok Barang
20072006
Grafik 2.6Perubahan Harga Kelompok Barang
15,61
13,84
6,68
8,04
16,09
15,36
1,50
13,31
7,33
6,18
9,33
4,36
12,58
2,99
- 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman,Rokok & Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas& Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi &Olahraga
Transpor, Komunikasi &Jasa Keuangan
% (yoy)
2006 2007
49Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Komoditas yang memberikan andil tertinggi dalam pembentukan inflasi
Kota Yogyakarta adalah Akademi/Perguruan Tinggi dengan andil sebesar 0,78%,
diikuti oleh Minyak Goreng, Nasi dan Tukang Bukan Mandor masing-masing
sebesar 0,47%, 0,45% dan 0,37%.
%
Komoditas Inflasi Andil Komoditas Inflasi Andil
1 Bawang Merah 150.45 0.30 1 Bawang Putih -40.76 -0.13
2 Kol Putih/Kubis 84.14 0.06 2 Wortel -39.15 -0.08
3 Kelapa 81.01 0.22 3 Cabe Merah -22.66 -0.09
4 Mie Kering Instan 49.82 0.27 4 Labu Siam/Jipang -22.51 -0.01
5 Minyak Goreng 49.42 0.47 5 Kentang -18.79 -0.03
6 Telur Puyuh 43.33 0.04 6 Ketimun -14.08 -0.01
7 Tomat Sayur 42.20 0.03 7 Daun Singkong -11.64 0.00
8 Tepung Terigu 40.27 0.02 8 Ketela Pohon -11.11 0.00
9 Pemeliharaan/Service 40.25 0.15 9 Telepon Seluler -9.25 -0.02
10 Pasir 40.05 0.21 10 Televisi Berwarna -9.22 -0.03
11 Tarip Air Minum PAM 39.26 0.17 11 Emping Mentah -6.56 0.00
12 Bayam 35.72 0.06 12 Semangka -6.46 -0.01
13 Daun Melinjo 33.05 0.01 13 Batu Bata/Batu Tela -4.95 -0.01
14 Terong Panjang 30.75 0.02 14 Sabun Wajah -4.32 0.00
15 Tarip Gunting Rambut Wanita 30.44 0.03 15 Bandeng -4.27 0.00
16 Susu untuk Bayi 29.98 0.04 16 Kulkas/Lemari Es -3.84 -0.01
17 Daun Bawang 29.90 0.01 17 Personal Komputer/Desktop -3.31 -0.01
18 Emas Perhiasan 25.95 0.29 18 Lele -3.24 -0.01
19 Telur Itik 25.32 0.01 19 Disket -2.51 0.00
20 Susu untuk Balita 25.23 0.10 20 CD-Tape-Rec-Radio -2.49 0.00Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.
Tabel 2.4Perubahan Harga Komoditas Tertinggi dan Terendah
RankingPeningkatan Harga Tertinggi Penurunan Harga Terendah
Ranking
Kelompok Komoditas Andil Inflasi
Minyak Goreng 0.47 49.42
Bawang Merah 0.30 150.45
Mie Kering Instan 0.27 49.82
Kelapa 0.22 81.01
Daging Ayam Ras 0.15 12.04
Telur Ayam Ras 0.13 18.36
Susu Bubuk 0.11 22.34
Beras 0.11 2.26
Susu untuk Balita 0.10 25.23
Pisang 0.08 23.06
Jeruk 0.08 16.50
Nasi 0.45 11.71
Mie 0.23 9.49
Rokok Kretek Filter 0.14 7.74
Soto 0.12 11.90
Tukang Bukan Mandor 0.37 20.55
Kontrak Rumah 0.28 4.21
Pasir 0.21 40.05
Tarip Air Minum PAM 0.17 39.26
Semen 0.11 22.85
Sandang Emas Perhiasan 0.29 25.95
Kesehatan Sabun Mandi 0.06 22.55
Akademi/Perguruan Tinggi 0.78 21.49
SLTA 0.26 13.24
Sekolah Dasar 0.14 21.63
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Pemeliharaan/Service 0.15 40.25 Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
Tabel 2.5Komoditas Pemberi Andil Terbesar terhadap Inflasi
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
Bahan Makanan
50 Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Meskipun pada tahun 2007 perkembangan harga secara umum diwarnai
oleh tekanan inflasi yang cukup kuat, yaitu 268 komoditas dari 327 komoditas
yang disurvei mengalami peningkatan harga, namun masih terdapat 36 komoditas
yang mengalami penurunan harga, sedangkan 36 komoditas lainnya tidak
mengalami perubahan harga. Penurunan harga tertinggi pada tahun 2007 dialami
oleh Bawang Putih yaitu sebesar 40,76% (yoy), diikuti oleh Wortel sebesar 39,15%
(yoy), Cabe Merah sebesar 22,66% (yoy) dan Labu Siam/Jipang sebesar 22,51%
(yoy). Tabel 2.4 menyajikan masing-masing dua puluh komoditas yang mencatat
peningkatan harga dan penurunan harga tertinggi selama tahun laporan.
INFLASI KOTA-KOTA DI PULAU JAWA
Pada tahun 2007 Kota Yogyakarta tercatat memiliki angka inflasi kedua
tertinggi di antara kota-kota di Pulau Jawa lainnya, setelah Kota Tegal dengan
angka inflasi sebesar 8,89% (yoy). Kota di Pulau Jawa yang mengalami inflasi
tertinggi lainnya adalah Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya dan Kota Jember, masing-
masing sebesar 7,87%, 7,72% dan 7,25%. Sedangkan inflasi terendah terjadi di
Kota Surakarta yang tercatat sebesar 3,28%. Secara umum sebagian besar laju
inflasi kota-kota di Pulau Jawa relatif tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional
2007 yang mencapai 6,59%.
Di tingkat nasional, Kota Yogyakarta berada pada peringkat ke-13 Kota
yang mengalami inflasi tertinggi. Peringkat pertama terdapat pada Kota Banda
Aceh sebesar 11,00% (yoy), berturut-turut diikuti oleh Kota Ternate sebesar 10,43%
(yoy), Kota Jayapura sebesar 10,35% (yoy) dan Kota Manado sebesar 10,13%
(yoy). 41 kota lainnya, dari 45 kota yang masuk dalam perhitungan inflasi nasional,
hanya mengalami inflasi satu digit. Tiga kota di Indonesia yang memiliki inflasi
terendah adalah Kota Pangkal Pinang sebesar 2,64% (yoy), Kota Surakarta sebesar
3,28% dan Kota Lhokseumawe sebesar 4,18%.
Grafik 2.8Inflasi Kota-kota di Pulau Jawa
6,04
7,72
5,25
7,87
6,15
3,28
6,75
8,89
7,99
7,25
6,85
5,93 6,
27
6,31
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jaka
rta
Tasi
kmal
aya
Ban
dung
Cire
bon
Purw
oker
to
Sura
kart
a
Sem
aran
g
Tega
l
Yogy
akar
ta
Jem
ber
Ked
iri
Mal
ang
Sura
baya
Sera
ng
% (yoy)
51Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Jalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadapJalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadapJalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadapJalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadapJalur Distribusi Komoditas Penyumbang Terbesar terhadapInflasi Kota YogyakartaInflasi Kota YogyakartaInflasi Kota YogyakartaInflasi Kota YogyakartaInflasi Kota Yogyakarta
Inflasi sebagai salah satu indikator
perekonomian bermanfaat untuk formulasi
kebijakan ekonomi dalam menjaga stabilitas harga.
Dalam rangka menguji perilaku inflasi dan berbagai
faktor yang mempengaruhinya, tidak cukup
dilakukan studi dengan menggunakan berbagai
model ekonometrika melalui permintaan uang,
melainkan potensi inflasi juga dapat dicermati dari
sisi penawaran. Berkaitan dengan hal tersebut, tidak
saja dari masalah jumlah penyediaan barang dan
jasa, melainkan juga perilaku distribusinya. Nilai
tambah yang tinggi sangat terkait dengan perilaku
dan jalur distribusi dari suatu komoditas dan atau
kebijakan.
Bank Indonesia Yogyakarta melakukan survei
Jalur Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Terbesar
di Kota Yogyakarta (bekerjasama dengan Pusat
Pengembangan Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta) bertujuan untuk
menjelaskan mekanisme distribusi komoditas
penyumbang inflasi terbesar, memberikan informasi
proses penentuan harga dari hulu hingga hilir,
menjelaskan struktur pasar komoditas penyumbang
inflasi, serta memberikan informasi kebijakan yang
menyebabkan shock terhadap harga komoditas
penyumbang inflasi tersebut.
Responden survei adalah pelaku usaha, baik
tingkat hulu hingga hilir, termasuk konsumen yang
terkait dengan berbagai komoditas terpilih.
Penentuan responden dilakukan secara acak,
namun tetap memperhatikan sebaran wilayah
kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta.
Pengambilan sampel dimulai dari kemungkinan jalur
distribusi level paling bawah, yaitu pengecer/ritel
tingkat kampung, yaitu kios/warung.
Komoditas yang menjadi obyek pengamatan
ditentukan berdasarkan informasi dari BPS tentang
komoditas yang menyumbang inflasi cukup besar
di Kota Yogyakarta. Komoditas terdiri dari
kelompok komoditas sektor pertanian (beras, sayur,
cabe, bawang merah), komoditas sektor
peternakan (telur, daging ayam, daging sapi),
komoditas minyak goreng dan mie instan, serta
komoditas gula pasir.
Komoditas Pertanian
Alur distribusi berawal dari petani ke tengkulak
lalu ke kios/pedagang pasar dan terakhir ke warung.
Para petani menjual hasil pertaniannya lewat
tengkulak karena faktor teknis transportasi, waktu
kerja dan keterbatasan jaringan pedagang. Daerah
yang menjadi sentra untuk penyediaan komoditas
pertanian (sayur, cabe, bawang) di DIY antara lain
Bantul, Kulonprogo, Kalasan/Boyolali, Muntilan/
KONSUMEN
KIOS/WARUNG
DISTRIBUTOR BESAR
DISTRIBUTOR/PASAR
PRODUSEN
Gambar 1.1 Alur Penelusuran Nilai Tambah dan Jalur Distribusi
52 Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Magelang dan Wonosobo. Sentra beras di DIY
banyak berasal dari Sleman (Godean dan
sekitarnya), Bantul dan Jawa Tengah bagian selatan
(Sragen dan sekitarnya). Konsumen banyak yang
memilih belanja di warung karena faktor lokasi,
kuantitas pembelian dan kebutuhan yang
mendadak. Pada pasar modern, supplier komoditas
pertanian harus memenuhi kriteria yang sudah
ditetapkan, namun pola kerjasama berlaku jangka
panjang. Penentuan harga pada komoditas
pertanian ditentukan melalui mekanisme pasar,
namun tengkulak memiliki peran sebagai price
makers.
Pasar komoditas pertanian lebih bersifat pasar
persaingan, karena jumlah produsen, tengkulak/
pedagang besar dan pedagang berjumlah banyak.
Nilai tambah terbesar dinikmati oleh para
tengkulak, karena tengkulak lebih banyak
menanggung biaya transportasi dan menanggung
risiko produk yang sangat rentan dari sisi waktu.
Komoditas Peternakan
Komoditas peternakan (daging ayam) memiliki
pola distribusi dari peternak ke pemotongan
dilanjutkan ke pedagang pasar/kios kemudian
warung. Para peternak/pedagang ayam, selain
menjual ayam sudah dalam kondisi terpotong, juga
menjual ayam kondisi hidup. Sementara itu,
komoditas daging sapi memiliki pola distribusi yang
sedikit berbeda, yaitu berawal dari peternak-
pemotongan-pedagang pasar/depo daging. Pada
komoditas ini, jalur distribusi lebih banyak terhenti
pada level pedagang pasar/depo bukan pada
warung. Hal ini lebih disebabkan karakter produk,
dimana konsumen lebih banyak para pengusaha
makanan dan relatif sedikit konsumen akhir yang
berasal dari rumah tangga. Implikasinya, pada level
warung, jarang yang menjual komoditas secara
langsung. Sentra penghasil komoditas peternakan,
untuk produk telur banyak berasal dari Kaliurang,
Kulonprogo dan beberapa daerah di Jawa Tengah.
Sementara untuk sentra ayam potong ada di
Kulonprogo dan Sleman, sedangkan untuk daging
sapi, ternak banyak berasal dari Boyolali &
sekitarnya serta Magelang & sekitarnya. Pada
komoditas telur, para peternak menjual langsung
pada para pedagang pasar/kios, namun tetap ada
para pedagang/tengkulak yang menjadi
intermediator. Mayoritas pengelola pasar modern
menyatakan sudah memiliki supplier tetap untuk
komoditas telur dan daging, sebagai upaya
keterjaminan kualitas produk (quality insurance) dan
kontinuitas penyediaan komoditas perternakan.
Harga ditentukan melalui mekanisme pasar, bahkan
pada produk telur dan daging ayam, posisi peternak
memiliki andil yang cukup besar dalam penentuan
harga. Pada pasar modern, kebijakan harga
dikonfirmasi pada pengelola pasar modern di kantor
pusat, dipengaruhi oleh harga dari pedagang besar
dan hal lain, seperti ekspektasi permintaan, seperti
momentum hari raya keagamaan.
Pasar komoditas peternakan lebih bersifat
pasar persaingan. Hal tersebut didasarkan pada
karakteristik jumlah produsen, jumlah tengkulak/
pedagang besar dan jumlah pedagang yang
kesemuanya dalam jumlah banyak. Nilai tambah
terbesar dinikmati oleh para pedagang pasar/kios
dan posisi kedua pada para tengkulak.
Komoditas Minyak Goreng dan Mie
Instan
Komoditas minyak goreng memiliki pola
distribusi dari pabrikan-distributor/agen, yang
mayoritas berada diluar DIY, yaitu dari Semarang,
Cilacap dan Surabaya, kemudian terdistribusi ke
level toko/pedagang-warung. Hal yang sama terjadi
pada komoditas mie instan, dengan agen terbesar
di DIY bahkan di Indonesia yaitu PT Indomacro. Para
agen/pedagang, selain mendistribusikan pada
pedagang pasar juga memasok pada pasar modern
53Bab 2 - Perkembangan Inflasi
juga pada level toko. Dengan demikian, margin
harga yang dinikmati relatif kecil, khususnya level
toko/pedagang pasar. Harga kedua komoditas ini
sangat dipengaruhi kebijakan harga pada tingkat
agen/distributor utama dan sangat terkait dengan
harga input pada level pabrikan dan dipengaruhi
harga input pasar internasional. Dengan demikian,
penciptaan harga pada komoditas ini menggunakan
mekanisme pasar yang lebih dikendalikan pada
level distributor utama dan atau pabrikan.
Pada komoditas minyak goreng, meskipun
harga sangat dipengaruhi mekanisme pasar, namun
untuk melindungi kepentingan konsumen domestik,
pemerintah juga melakukan intervensi dengan
menerapkan peningkatan pajak ekspor.
Pasar komoditas minyak goreng dan mie
instan lebih bersifat pasar persaingan, terkait
dengan tingkat kompetisi antar produsen serta
variasi produk.
Komoditas Gula Pasir
Komoditas gula pasir memiliki pola distribusi
dari pabrikan-distributor/pedagang besar, kemudian
terdistribusi ke level toko/pedagang-warung.
Meskipun DIY memiliki satu pabrik gula (PT
Madukismo), namun produk gula pasir yang beredar
di DIY juga berasal dari luar, termasuk gula impor.
Harga komoditas ini ditentukan dengan mekanisme
pasar. Harga pada tingkat pabrikan ditentukan
melalui mekanisme lelang tertutup. Harga pada
tingkat kios/pedagang pasar sangat dipengaruhi
oleh harga jual yang diberikan para pedagang besar,
sehingga posisi pedagang besar dalam penentuan
harga cukup besar. Selain itu, penentuan harga
komoditas ini juga terkait dengan karakteristik pasar
produk di tingkat internasional.
Pasar komoditas gula dalam konteks lokal
lebih bersifat pasar oligopoli, karena penguasaan
harga sangat ditentukan oleh peran pedagang besar
yang jumlahnya sedikit. Selain ditentukan dari
keputusan lelang, harga juga ditentukan oleh harga
komoditas yang berasal dari luar DIY, termasuk dari
impor.
Rekomendasi Kebijakan
1. Komunikasi pemangku kepentingan dengan
para pelaku bisnis pada level tersebut sangat
diperlukan, dalam rangka upaya pengendalian
harga barang.
2. Dalam pengambilan kebijakan ekonomi yang
berimplikasi pada harga suatu komoditas, seperti
harga BBM, kampanye bahaya flu burung,
subsidi minyak goreng dan kebijakan lainnya,
diharapkan mencermati aspek ketepatan waktu
sehingga kebijakan efektif dan meminimalkan
dampak pada kondisi pasar.
3. Perlu studi serupa dengan skala sampel yang
lebih luas, dengan pola pelaksanaan yang
kontinyu sehingga ada komplemen informasi
untuk pengendalian harga.
54 Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:PPPPPengaruh Suku Bunga Kengaruh Suku Bunga Kengaruh Suku Bunga Kengaruh Suku Bunga Kengaruh Suku Bunga Kebijakan terhadapebijakan terhadapebijakan terhadapebijakan terhadapebijakan terhadapPPPPPerbankan dan Inflasi di DIYerbankan dan Inflasi di DIYerbankan dan Inflasi di DIYerbankan dan Inflasi di DIYerbankan dan Inflasi di DIY
Latarbelakang Penelitian
Bank Indonesia telah mengimplementasikan
kerangka kerja kebijakan moneter dengan inflation
targeting framework dengan pendekatan jalur suku
bunga atau BI Rate sejak Juli 2005. Pengaturan suku
bunga oleh BI diharapkan dapat mempengaruhi suku
bunga perbankan dan akhirnya berdampak pada
aktivitas sektor riil yang tercermin pada aggregate
demand dan inflasi. Kebijakan suku bunga ini
diduga mempengaruhi perekonomian daerah.
Mempertimbangkan perubahan tersebut maka
Bank Indonesia Yogyakarta melaksanakan studi
untuk mengkaji bagaimana transmisi kebijakan
moneter pada perekonomian daerah khususnya
bagaimana respon suku bunga perbankan,
ekspektasi inflasi dan investasi di DIY terhadap suku
bunga kebijakan moneter di Indonesia.
Tujuan, Variabel dan Data Penelitian
Studi ini bertujuan untuk menganalisis
mekanisme transmisi suku bunga kebijakan
berdasarkan data 26 Bank Umum dan 8 Bank
Perkreditan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta
selama periode 2000 sampai 2007. Data yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan data
runtut waktu bulanan. Ruang lingkup penelitian ini
dibagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu: (1) Bank Umum
dan (2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pada lingkup
Bank Umum, penelitian ini menggunakan 2 (dua)
kelompok sampel yaitu:
1. Untuk mengkaji keterkaitan antar variabel suku
bunga (pricing) pada Bank Umum di DIY maka
digunakan sampel data yang berasal dari Bank
Pembangunan Daerah (BPD) Provinsi DIY.
2. Untuk mengkaji keterkaitan antar variabel
nominal (quantity) pada Bank Umum di DIY
maka digunakan sampel data yang berasal dari
26 Kantor Cabang Bank Umum yang bertindak
sebagai Bank Pelapor (Laporan Bank Umum) di
Provinsi DIY yang telah beroperasi sejak tahun
2000, yaitu: Bank BRI (3 kantor), Bank BBI, Bank
Mandiri, Bank Lippo, Bank BNI (3 kantor), Bank
CIC, Bank BDI, Bank BPD (6 kantor), Bank
Permata, Bank BTN, Bank BCA, Bank BTPN, Bank
BII, Bank Mega, Bank Niaga (2 kantor) dan Bank
Bukopin.
Sedangkan data dari BPR berasal dari 8
(delapan) BPR di Provinsi DIY dengan kriteria
memiliki nilai aset yang relatif besar dan telah
beroperasi sejak tahun 2000. Konsep pemodelan
menggunakan konsep Structural Vector
Autoregression (SVAR) Models yang memiliki
keunggulan penggunaan restriksi berdasarkan teori
ekonomi dalam menganalisis Impulse Response dan
Variance Decomposition serta mempertimbangkan
skema hubungan dan bentuk urutan yang dimiliki
model (ordering).
Berdasarkan model SVAR yang digunakan
dalam penelitian ini, maka variabel yang digunakan
terdiri dari:
1. Variabel suku bunga kebijakan (policy rates)
menggunakan proxy data SBI 1 bulan selama
periode sebelum Inflation Targeting dan data BI
Rate setelah diberlakukannya kerangka
kebijakan meneter Inflation Targeting.
2. Variabel suku bunga simpanan perbankan
(funding) menggunakan proxy data suku bunga
Deposito 1 bulan dan Tabungan perbankan (Bank
55Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Umum dan BPR) di DIY. Data suku bunga
tersebut diperoleh dari laporan masing-masing
bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia
Yogyakarta.
3. Variabel suku bunga kredit perbankan (lending)
menggunakan proxy data suku bunga Kredit
Modal Kerja dan Kredit Konsumsi perbankan di
DIY berdasarkan laporan masing-masing bank
yang disampaikan kepada Bank Indonesia
Yogyakarta.
4. Variabel kuantitas perbankan (quantity)
menggunakan proxy data posisi kredit modal
kerja dan kredit konsumsi perbankan di DIY
berdasarkan laporan masing-masing bank yang
disampaikan kepada Bank Indonesia Yogyakrta.
5. Variabel perkembangan harga (inflation)
menggunakan proxy data Indeks Harga
Konsumen (IHK) Kota Yogyakarta yang diperoleh
dari Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi DIY.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi yang dilaksanakan
selama 6 bulan mulai bulan Juli sampai dengan
Desember 2007 maka disimpulkan:
1. Perubahan suku bunga kebijakan diikuti searah
oleh perubahan suku bunga Bank Umum di DIY,
terutama pada suku bunga deposito. Cepatnya
respon penurunan suku bunga deposito tersebut
diduga terkait dengan upaya Bank Umum dalam
menurunkan cost of fund dalam menyikapi
permasalahan kelebihan likuiditas di Bank
Umum DIY.
2. Meskipun memiliki respon sesuai dengan
ekspektasi rasional, namun perubahan suku
bunga tabungan dan kredit modal kerja
membutuhkan waktu respon yang relatif
panjang (kurang responsif). Bahkan respon suku
bunga kredit konsumsi Bank Umum
menunjukkan hal yang berlawanan dengan
ekspektasi rasional, yaitu shock penurunan suku
bunga kebijakan diikuti oleh kenaikan suku
bunga kredit konsumsi. Hubungan anomali
antara suku bunga kebijakan dengan suku
bunga kredit konsumsi antara lain dipengaruhi
oleh ekspektasi rasional masyarakat yang
menilai bahwa penurunan suku bunga kebijakan
merupakan indikasi membaiknya kondisi
makroekonomi, sehingga meningkatkan
permintaan kredit konsumsi dan selanjutnya
Bank Umum menyikapinya dengan menaikkan
suku bunga kredit konsumsi.
4. Berbeda dengan kondisi pada Bank Umum,
perubahan suku bunga kebijakan tidak terlalu
mempengaruhi pergerakan suku bunga BPR
(deposito, tabungan dan kredit modal kerja),
kecuali pada suku bunga kredit konsumsi BPR
yang merespon pergerakan suku bunga
kebijakan meskipun dampaknya relatif kecil.
5. Tidak berjalannya mekanisme transmisi suku
bunga kebijakan pada BPR terutama dipengaruhi
oleh kondisi BPR yang secara umum masih
mengalami permasalahan kekurangan likuiditas,
sebagaimana tercermin dari angka LDR yang
masih tinggi (rata-rata di atas 100%). Dengan
kondisi ini, penentuan suku bunga di BPR lebih
dipengaruhi oleh tingkat likuiditasnya bukan
pada suku bunga kebijakan BI.
6. Mekanisme pasar pada bisnis perbankan DIY
(Bank Umum dan BPR) secara umum berjalan
cukup efektif, kecuali pada tabungan, dimana
penurunan suku bunga tabungan akan direspon
oleh peningkatan volume tabungan. Anomali
pada tabungan antara lain karena faktor
determinan penanaman dana pada tabungan
lebih didominasi oleh motif transaksi sehingga
keputusan nasabah tidak sensitif terhadap
perubahan suku bunga tabungan.
7. Studi ini memperoleh temuan bahwa secara
tidak langsung suku bunga kebijakan memiliki
pengaruh terhadap inflasi. Mekanisme transmisi
56 Bab 2 - Perkembangan Inflasi
dari suku bunga kebijakan sampai dengan inflasi
terutama berlangsung pada jalur kuantitas (dana
di Bank Umum), baik melalui jalur volume
deposito maupun volume tabungan. Penurunan
suku bunga kebijakan pada gilirannya
mengakibatkan terjadinya penurunan inflasi,
yang nampaknya tidak sejalan dengan standar
teori makroekonomi, dimana penurunan suku
bunga kebijakan seyogyanya akan
meningkatkan tekanan inflasi sebagai dampak
naiknya permintaan agregat. Anomali ini terjadi
antara lain karena kharakteristik perekonomian
DIY didominasi oleh sektor usaha yang bersifat
padat tenaga kerja (labor intensive) sehingga
penurunan suku bunga kebijakan yang diikuti
oleh penurunan suku bunga kredit tidak dapat
langsung mendongkrak kenaikan volume kredit,
yang pada akhirnya tidak memberi tekanan
terhadap inflasi di Kota Yogyakarta.
8. Inovasi penurunan suku bunga kebijakan
memiliki implikasi yang berbeda antara volume
deposito dengan volume tabungan, yaitu volume
deposito turun sedangkan volume tabungan
naik. Hal ini merupakan indikasi terjadinya
shifting dana simpanan di perbankan dari
deposito ke tabungan. Dugaan shifting dana
tersebut dikonfirmasi oleh data share deposito
yang cenderung menurun dari 36,82% pada
akhir tahun 2005 menjadi 33,11% pada triwulan
III tahun 2007. Terjadinya perpindahan dana ini
antara lain dipengaruhi oleh upaya bank untuk
mengurangi porsi deposito yang memiliki cost
of fund yang realatif tinggi dibandingkan dengan
cost of fund tabungan. Di lain pihak, fenomena
shifting dana juga terkait dengan preferensi
nasabah yang lebih cenderung pada tabungan
mengingat suku bunga deposito dirasa semakin
tidak menarik pada saat kecenderungan suku
bunga sedang mengalami penurunan.
57Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Model Proyeksi Inflasi Kota YogyakartaModel Proyeksi Inflasi Kota YogyakartaModel Proyeksi Inflasi Kota YogyakartaModel Proyeksi Inflasi Kota YogyakartaModel Proyeksi Inflasi Kota Yogyakarta
Latarbelakang Penelitian
Dalam Inflation Targetting Framework (ITF),
instrumen kebijakan moneter yang digunakan
adalah suku bunga kebijakan (BI-Rate). Pengaturan
BI-rate diharapkan dapat mempengaruhi suku
bunga perbankan (pasar) yang pada gilirannya
berdampak pada aggregate demand dan inflasi.
Penetapan BI rate ini umumnya akan in-line dengan
proyeksi (target) inflasi (inflation targeting) yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Semakin cepat respon
masyarakat terhadap arah suku bunga kebijakan,
maka diharapkan semakin kecil perbedaan antara
ekspektasi inflasi masyarakat dengan target inflasi
yang ditetapkan Pemerintah. Hal ini dapat juga
diartikan bahwa kebijakan moneter cukup efektif
mempengaruhi ekspektasi masyarakat akan arah
inflasi. Oleh karena itu, ketepatan dalam proyeksi/
penentuan target inflasi merupakan prasyarat yang
sangat penting bagi Bank Indonesia sebelum
memberi masukkan kepada Pemerintah.
Masukan dari berbagai pihak khususnya dari
kantor-kantor Bank Indonesia di daerah terkait
dengan inflasi menjadi sangat krusial, karena Inflasi
daerah memegang peran yang penting mengingat
kontribusinya yang relatif besar bagi inflasi nasional
(daerah 73%, Jakarta 27%). Disamping itu, sebagai
negara kepulauan, pembentukan inflasinya tidak
terlepas dari andil inflasi daerah, dimana inflasi
tersebut umumnya mengikuti “alur spiral”, semakin
banyak kepulaun dan semakin jauh jarak antar
pulau/daerah dengan pusat produksi maka akan
semakin berpotensi menimbulkan tekanan inflasi
(spiral inflation). Dengan kondisi ini, inflasi akan
semakin tinggi jika terjadi gangguan jalur distribusi.
Hal ini terbukti pada penelitian jalur distribusi
komoditas penyumbang terbesar Inflasi Yogyakarta
yang dilakukan Bank Indonesia Yogyakarta (2007)
dimana menunjukkan bahwa jalur distribusi
memegang peranan yang cukup besar dalam
pembentukan inflasi DIY.
Tujuan Penelitian
Dengan kondisi tersebut Bank Indonesia
Yogyakarta berinisiatif melakukan penelitian terkait
dengan karakteristik dan faktor-faktor pembentuk
inflasi Kota Yogyakarta. Penelitian ini diharapkan
memperoleh gambaran terkait faktor-faktor
determinan inflasi kota Yogykarta, melalui pengujian
faktor-faktor yang mempengaruhi Inflasi Yogyakarta
berdasarkan teori Phillips Curve; mencari model
adhoc Inflasi Kelompok Utama Pembentuk Inflasi
Yogyakarta; mencari model adhoc Inflasi Komoditas
Utama Pembentuk Inflasi Yogyakarta; dan mencari
model proyeksi univariate Inflasi Yogyakarta; serta
mencari model proyeksi multivariate Inflasi
Yogyakarta. Selanjutnya tujuan tersebut dikemas
dalam 3 (tiga) bentuk model yakni model umum,
adhoc dan model proyeksi.
Intepretasi Model
Diperoleh 5 model Inflasi Yogyakarta yakni:
(1) model OLS untuk IHK Umum yang berbasis Kurva
Phillips, (2) model inflasi pembentuk inflasi (adhoc),
yakni: (2.a) model IHK Bahan Makanan [ARCH (1)]
dan (2.b) IHK Beras (OLS), (2.c) model univariate
IHK Umum [ARIMA(1,1,1) (1,0,1)4] dan (2.d) model
multivariate IHK Umum [SVAR(1)] yang berbasis
Kurva Phillips.
58 Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Model OLS IHK Umum Berbasis KurvaPhillips
Dalam model OLS untuk IHK Umum Kota
Yogyakarta dipengaruhi oleh Ekpektasi Inflasi (IHKt-
1), Output Gap dan Harga premium. Semua koefisien
variabel bebas menunjukkan nilai yang signifikan.
Namun terdapat satu variabel yang tidak sesuai
dengan teori yakni variabel Output Gap dimana
koefisiennya bertanda negatif. Pergerakan yang
berbeda arah ini, kemungkinan disebabkan oleh
pengaruh karakteristik ekonomi DIY yang sangat
dipengaruhi oleh faktor musiman (panen/liburan).
Ketika musim panen telah tiba, produksi pertanian
melimpah, harga-harga komoditas pertanian
menurun. Sebaliknya, ketika musim tidak panen/
kemarau produksi berkurang maka harga-harga
terdorong naik.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu
sektor dominan pembentuk PDRB DIY selain sektor
Perdagangan Hotel & Restoran dan sektor Jasa-jasa,
juga sektor Pertanian. Ketika kinerja sektor
pertanian mengalami penurunan kinerja, maka
dapat diperkirakan bahwa arah pertumbuhan PDRB
juga akan menurun.
Sedangkan beberapa komoditas sektor
Pertanian ini juga merupakan kelompok
penyumbang inflasi terbesar Kota Yogyakarta
terutama kelompok Bahan Makanan (Subkelompok
Padi-padian-Komoditas beras).
Temuan lain dari model pertama adalah
variabel ekspektasi inflasi (dihkt-1) memiliki nilai
koefisien yang paling besar. Hal ini dapat diartikan
bahwa arah inflasi Yogyakarta banyak ditentukan
oleh ekpektasi masyarakat akan inflasi. Kondisi ini
in-line dengan hasil Survei Ekspektasi Konsumen
Yogyakarta.
Model ARCH IHK Bahan Makanan
Dalam model Inflasi pembentuk Inflasi, IHK
Bahan Makanan diperoleh persamaan ARCH(1),
karena model mengandung autokorelasi,
heterokedastisitas dan terdapat efek ARCH. Dalam
model ini diperoleh hasil overfitting bahwa variabel
harga Premium dan Nilai Tukar mempunyai
pengaruh yang signifikan dan arahnya sesuai dengan
teori.
Model OLS IHK Beras
IHK Beras diperoleh model OLS dengan
variabel bebas Penyaluran Beras oleh Bulog dan
Harga Kerosene. Arah pengaruh masing-masing
variabel sudah sesuai dengan logika. Hasil ini juga
menunjukkan bahwa peran Bulog dalam periode
penelitian dapat mempengaruhi harga beras.
Model ARIMA IHK Umum
Model Univariate Time Series diperoleh model
ARIMA (1,1,1) (1,0,1) 4. Model yang terpilih ini
memiliki root mean square error (RMSE) terkecil
dan telah memenuhi prinsip parsimonious (model
yang paling sederhana).
Model SVAR IHK Umum Berbasis KurvaPhillips
Model Multivariate Time Series diperoleh
model SVAR(1). SVAR ini dikembangkan melalu
persamaan structural Kurva Phillips, dimana variabel
yang dimasukkan dalam model adalah IHK Umum,
Output Gap dan Premium. Variabel Ekpektasi Inflasi
dikeluarkan dari model, karena pergerakan datanya
identik dengan IHK Umum (near singular matrix).
Sehingga orderingnya menjadi Premium, Output Gap
dan IHK Umum. Hasil impulse response ,
menunjukkan bahwa shock variabel premium
direspon oleh variabel IHK cukup signifikan dan
lama. Sedangkan shock Output Gap, kurang
direspon oleh IHK Umum.
59Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Kesimpulan
Secara umum, Hasil analisis menunjukkan
bahwa bentuk umum model Inflasi Yogyakarta
berjalan sesuai teori Philips Curve dimana
dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi, output gap dan
shock harga premium. Selanjutnya, model adhoc
Inflasi pembentuk inflasi Kota Yogyakarta, yakni
inflasi “Kelompok Bahan Makanan” dipengaruhi
oleh nilai tukar Rupiah dan harga premium,
sedangkan model adhoc inflasi “Komoditas Beras”
dipengaruhi oleh penyaluran beras Bulog dan harga
Kerosene. Sementara itu, model proyeksi inflasi
dengan menggunakan univariate time series yang
memiliki Root Mean Square Error (RMSE) terkecil
dan paling parsimony adalah model ARIMA (1,1,1)
(1,0,1)4, sedangkan model multivariate time series
adalah SVAR(1) dengan ordering harga premium,
output gap dan IHK Umum. Secara umum, Inflasi
Yogyakarta didominasi oleh pengaruh ekspektasi
inflasi (t-1) dan shock disisi penawaran khususnya
harga premium.
Halaman ini sengaja dikosongkan.
61Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Bab 3:Bab 3:Bab 3:Bab 3:Bab 3:PPPPPerkembangan Perkembangan Perkembangan Perkembangan Perkembangan Perbankanerbankanerbankanerbankanerbankan
GAMBARAN UMUM
Perkembangan Kelembagaan
Sampai dengan akhir tahun 2007, jumlah jaringan kantor bank, tidak
termasuk kantor kas Bank Perkreditan Rakyat, tercatat sebanyak 865 kantor, atau
mengalami penambahan sebanyak 44 kantor (6,74%) jika dibandingkan dengan
tahun 2006 yang tercatat sebanyak 757 kantor. Peningkatan jumlah jaringan kantor
ini terutama terjadi pada Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank Umum sebanyak
24 kantor. Hal ini merupakan bentuk realisasi komitmen perbankan dalam
memberikan fasilitas kemudahan kepada para nasabahnya dalam melakukan
transaksi perbankan. Jika ditinjau dari jenisnya, jumlah Kantor Pusat Bank Umum
adalah 1 kantor, yaitu Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta, sedangkan Kantor
Wilayah juga masih berjumlah 1 kantor, yaitu Bank Rakyat Indonesia.
Sedangkan pada kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mengalami
penurunan sebanyak 7 kantor. Pengurangan ini merupakan perubahan status kantor
beberapa bank sebagai akibat merger dan konsolidasi. Pada bulan April 2007
Posisi Ptumb1 Posisi Ptumb1
A 596 680 757 12,92 808 6,74 1 Kantor Pusat/Kantor Wilayah 2 2 2 - 2 -
a. Konvensional 2 2 2 - 2 - b. Syariah - - - - - -
2 Kantor Cabang 41 40 41 2,44 42 2,44 a. Konvensional 37 35 36 2,70 36 - b. Syariah 4 5 5 - 6 20,00
3 Kantor Cabang Pembantu 73 98 102 5,48 105 2,94 a. Konvensional 72 94 98 5,56 101 3,06 b. Syariah 1 4 4 - 4 -
4 Kantor Kas 124 127 159 25,81 175 10,06 a. Konvensional 122 124 153 23,77 168 9,80 b. Syariah 2 3 6 150,00 7 16,67
5 Kas Mobil 8 5 5 - 3 (40,00) a. Konvensional 8 5 5 - 3 (40,00) b. Syariah - - - - - -
6 Payment Point 23 24 24 - 33 37,50 a. Konvensional 23 24 24 - 29 20,83 b. Syariah - - - - 4 -
7 Anjungan Tunai Mandiri 325 384 424 12,31 448 5,66 a. Konvensional 324 383 423 12,35 447 5,67 b. Syariah 1 1 1 - 1 -
B Bank Perkreditan Rakyat 65 65 64 (1,54) 57 (10,94)1 Kantor Pusat 65 65 64 (1,54) 57 (10,94)C Total (A + B) 661 745 821 11,50 865 5,36
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
Tabel 3.1Jaringan Kantor Bank
2007No
20062004 2005
Bank Umum
Uraian
62 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
terjadi konsolidasi PT BPR Mataram Kasih, PT BPR Mataram Sewon, PT BPR
Mataram Banguntapan, PT BPR Mataram Gamping, PT BPR Mataram Godean
dan PT BPR Mataram Ngaglik. Konsolidasi yang dilakukan pada bulan Juli ini
menjadi PT BPR Mataram Mitra Manunggal. Selain itu, pada bulan Mei 2007
terjadi merger PT BPR Swadharma Banguntapan, PT BPR Swadharma Mlati dan
PT BPR Swadharma Godean. Dengan merger ini, PT BPR Swadharma Mlati dan
PT BPR Swadharma Godean berubah status menjadi Kantor Cabang, sedangkan
PT BPR Swadharma Banguntapan menjadi Kantor Pusatnya. Di sisi lain, terdapat
pembukaan 3 (tiga) kantor BPR Syariah (BPRS) baru, yaitu PT BPRS Barokah Dana
Sejahtera, PT BPRS Mitra Amal Mulia dan PT BPRS Madina Mandiri Sejahtera
yang masing-masing mulai beroperasi pada tanggal 1 November 2007, 22 November
2007 dan 1 Desember 2007. Tiga BPRS tersebut menambah jumlah kantor pusat
BPR di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.
Jenis kantor lain yang mengalami pertumbuhan pesat adalah Kantor Kas,
dengan jumlah penambahan kantor sebanyak 16 kantor (10,06%). 15 kantor
diantaranya merupakan Kantor Kas Bank Umum Konvensional dan 1 kantor lainnya
merupakan Kantor Kas Bank Umum Syariah.
Perkembangan Kinerja
Kinerja perbankan pada tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup
menggembirakan, seiring dengan kondisi perekonomian yang semakin kondusif.
Peningkatan kinerja tersebut terutama tercermin pada penyaluran kredit yang
mencapai 21,14% (Tabel 3.4), melampaui angka perkiraan yang telah ditetapkan
pada awal tahun 2007 sebesar 19,50%, namun masih berada di bawah pencapaian
kredit Nasional sebesar 26,36%.
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
A Jenis Bank 11.850 13.397 16.407 100,00 22,47 18.959 100,00 15,55 1 Bank Umum 10.944 12.382 15.279 93,13 23,40 17.505 92,33 14,57 2 BPR 907 1.015 1.128 6,87 11,10 1.454 7,67 28,94 B Jenis Usaha Bank 11.850 13.397 16.407 100,00 22,47 18.959 100,00 15,55 1 Konvensional 11.635 13.102 16.030 97,71 22,35 18.431 97,22 14,97 2 Syariah 215 294 376 2,29 27,77 528 2,78 40,27 C Wilayah 11.850 13.397 16.407 100,00 22,47 18.959 100,00 15,55 1 Bantul 681 742 1.006 6,13 35,65 1.121 5,91 11,43 2 Gunungkidul 309 363 460 2,81 26,79 533 2,81 15,75 3 Kulonprogo 408 453 577 3,51 27,41 652 3,44 13,08 4 Sleman 2.175 2.431 3.051 18,59 25,49 3.333 17,58 9,26 5 Yogyakarta 8.276 9.408 11.313 68,95 20,24 13.319 70,25 17,74
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
2006
Tabel 3.2Aset Perbankan
No Uraian2007
2004 2005
63Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Pertumbuhan Aset perbankan sebesar 15,55% juga melampaui perkiraan
sebesar 13,50%, dan berada di bawah pertumbuhan Aset Nasional sebesar
17,32%. Namun di sisi lain dana dari masyarakat yang berhasil dihimpun oleh
Perbankan DIY, Dana Pihak Ketiga (DPK), hanya tumbuh sebesar 11,68%, di
bawah angka perkiraan sebesar 12,50%, dan kembali lagi berada di bawah
peningkatan DPK Perbankan Nasional sebesar 17,40%
Aset perbankan di DIY naik sebesar Rp2.552 miliar, sebesar Rp2.226 miliar
berasal dari peningkatan Aset Bank Umum dan sebesar Rp326 miliar merupakan
peningkatan Aset BPR. Berdasarkan jenis usaha bank, peningkatan Aset perbankan
Konvensional tercatat sebesar Rp2.400 miliar (14,97%) dan perbankan Syariah
sebesar Rp152 miliar (40,27%). Pertumbuhan tinggi aset perbankan Syariah
tersebut menyebabkan pangsa aset perbankan Syariah DIY terhadap total aset
perbankan mengalami peningkatan dari 2,29% pada tahun 2006 menjadi 2,78%
pada tahun 2007. Hal ini didorong oleh penambahan jaringan kantor perbankan
Syariah, baik Bank Umum maupun BPR. Pada Bank Umum, terdapat pembukaan
1 Unit Usaha Syariah (UUS) milik bank lokal, yaitu PT Bank Pembangunan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Sedangkan pada BPR, terdapat pembukaan 3 (tiga) BPRS
baru pada akhir November 2007. Pangsa perbankan Syariah ini diharapkan dapat
terus mengalami peningkatan dan memberikan kontribusi terhadap tercapainya
target nasional pangsa perbankan Syariah sebesar 5%.
Berdasarkan wilayah, angka pertumbuhan Aset terbesar terdapat pada
perbankan di Kota Yogyakarta sebesar 17,74% dari Rp11.313 miliar menjadi
Rp13.319 miliar. Sedangkan pangsa Aset Perbankan DIY terbesar masih terdapat
pada perbankan di Kota Yogyakarta yang menguasai sebesar 70,25% dari total
Aset perbankan DIY. Hal ini lebih disebabkan karena banyaknya bank yang
berkedudukan di Kota Yogyakarta, terutama Bank Umum.
Dari sisi penghimpunan dana masyarakat atau yang biasa disebut sebagai
Dana Pihak Ketiga (DPK), pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp16.450 miliar,
tumbuh 11,68%, berada di bawah angka perkiraan sebesar 12,50%, dan di bawah
pertumbuhan DPK Nasional sebesar 17,40%. Peningkatan gaji PNS, peningkatan
UMP DIY tahun 2006 ke tahun 2007 dan pencairan dana rekonstruksi dan
rehabilitasi yang sebelumnya diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan DPK
ternyata belum mampu merealisasikan hal ini terkait dengan tingginya angka
inflasi dan mulai selesainya proses rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa.
Dana masyarakat tersebut tersimpan di Bank Umum sebesar Rp15.382
miliar dan di BPR sebesar Rp1.067 miliar, dengan pertumbuhan masing-masing
sebesar 10,60% dan 30,00%. Pertumbuhan DPK tinggi yang dialami oleh BPR
Grafik 3.1Indikator Perbankan
2,04 3,40 4,49 5,05
47,30
54,8350,77
55,07
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
2004 2005 2006 2007
Miliar Rp
0
10
20
30
40
50
60
70
80%
Aset Dana Pihak Ketiga Kredit NPLs LDR
64 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
disebabkan beralihnya nasabah penyimpan dari Bank Umum ke BPR terkait dengan
penurunan suku bunga simpanan yang merupakan respon dari penurunan BI Rate
sebagai suku bunga acuan perbankan. Seiring dengan membaiknya prospek
perekonomian, Bank Indonesia secara bertahap menurunkan BI Rate hingga
mencapai 8%, atau turun 175 basis poin dibandingkan dengan akhir tahun 2006.
Penurunan tersebut juga diikuti oleh turunnya suku bunga pasar, termasuk suku
bunga simpanan dan suku bunga kredit.
Berdasarkan jenis usaha bank, simpanan masyarakat ini sebanyak Rp15.995
miliar tersimpan di perbankan Konvensional, sedangkan sebanyak Rp455 miliar
lainnya tersimpan di perbankan Syariah dengan pertumbuhan masing-masing
sebesar 11,06% dan 39,20%.
Berdasarkan jenis simpanannya, DPK tersebut sebesar 49,56% atau
Rp8.153 miliar berbentuk Tabungan, 32,90% berbentuk Deposito, sedangkan
17,54% lainnya berbentuk Giro. Pertumbuhan tertinggi terdapat pada jenis
simpanan berbentuk Tabungan yaitu sebesar 17,62%, diikuti oleh Giro sebesar
11,22% dan Deposito sebesar 4,01%. Sementara itu, stabilnya nilai tukar Rupiah
terhadap mata uang asing pada tahun laporan menyebabkan simpanan dalam
bentuk valuta asing mengalami penurunan sebesar 4,49%, sedangkan simpanan
dalam bentuk Rupiah mengalami peningkatan sebesar 12,59%.
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
A Jenis Bank 10.845 12.190 14.729 100,00 20,83 16.450 100,00 11,68 1 Bank Umum 10.215 11.464 13.908 94,43 21,32 15.382 93,51 10,60 2 BPR 630 726 821 5,57 13,12 1.067 6,49 30,00 B Jenis Usaha Bank 10.845 12.190 14.729 100,00 20,83 16.450 100,00 11,68 1 Konvensional 10.650 11.943 14.402 97,78 20,59 15.995 97,24 11,06 2 Syariah 195 247 327 2,22 32,45 455 2,76 39,20 C Jenis Simpanan 10.845 12.190 14.729 100,00 20,83 16.450 100,00 11,68 1 Giro 1.904 1.848 2.595 17,62 40,39 2.886 17,54 11,22 2 Tabungan 5.588 5.606 6.932 47,06 23,64 8.153 49,56 17,62 3 Deposito 3.353 4.735 5.203 35,32 9,88 5.411 32,90 4,01 D Jenis Valuta 10.845 12.190 14.729 100,00 20,83 16.450 100,00 11,68 1 Rupiah 10.269 11.515 13.948 94,70 21,12 15.704 95,46 12,59 2 Valuta Asing 577 674 781 5,30 15,85 746 4,54 -4,49 E Wilayah 10.845 12.190 14.729 100,00 20,83 16.450 100,00 11,68 1 Bantul 535 601 863 5,86 43,50 978 5,95 13,36 2 Gunungkidul 258 286 390 2,65 36,45 421 2,56 7,95 3 Kulonprogo 345 388 514 3,49 32,46 550 3,34 6,87 4 Sleman 1.985 2.222 2.845 19,32 28,04 3.046 18,51 7,04 5 Yogyakarta 7.723 8.692 10.116 68,68 16,39 11.455 69,64 13,23
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
2006
Tabel 3.3Dana Pihak Ketiga Perbankan
No Uraian2007
2004 2005
65Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Dana masyarakat yang berhasil dihimpun kemudian disalurkan kembali
melalui Kredit sebesar Rp9.059 miliar, tumbuh 21,14% jika dibandingkan dengan
tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp7.478 miliar. Sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya, angka pertumbuhan Kredit pada tahun ini lebih besar dari angka
pertumbuhan tahun 2006 yang tercatat sebesar 11,88% dan lebih tinggi dari
sasaran awal tahun 2007 yang ditetapkan sebesar 19,50%. Penurunan secara
bertahap BI Rate sejak pertengahan tahun 2006 yang selanjutnya direspon oleh
perbankan dengan menurunkan suku bunga kreditnya, mampu mendorong
pertumbuhan Kredit perbankan DIY.
Kredit tersebut sebesar Rp7.989 miliar disalurkan oleh Bank Umum dan
sebesar Rp1.070 miliar disalurkan oleh BPR. Berdasarkan jenis usaha, penyaluran
kredit perbankan Konvensional dan perbankan Syariah masing-masing sebesar
Rp8.584 miliar dan Rp474 miliar dan tumbuh masing-masing sebesar 21,55% dan
14,13%.
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
I Kredit 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 A Jenis Bank 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 1 Bank Umum 4.438 5.852 6.616 88,48 13,07 7.989 88,19 20,74 2 BPR 692 832 861 11,52 3,49 1.070 11,81 24,23 B Jenis Usaha Bank 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 1 Konvensional 4.943 6.380 7.062 94,44 10,70 8.584 94,77 21,55 2 Syariah 187 304 415 5,56 36,44 474 5,23 14,13 C Jenis Penggunaan 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 1 Modal Kerja 2.184 2.667 2.974 39,77 11,52 3.723 41,10 25,18 2 Investasi 644 872 1.120 14,97 28,34 1.219 13,46 8,88 3 Konsumsi 2.301 3.145 3.384 45,25 7,61 4.116 45,44 21,64 D Jenis Valuta 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 1 Rupiah 4.903 6.394 7.240 96,82 13,24 8.672 95,73 19,78 2 Valuta Asing 227 290 238 3,18 -18,11 386 4,27 62,50 E Wilayah 5.130 6.684 7.478 100,00 11,88 9.059 100,00 21,14 1 Bantul 482 571 599 8,01 4,83 722 7,97 20,65 2 Gunungkidul 258 314 368 4,92 17,08 444 4,90 20,79 3 Kulonprogo 283 361 400 5,35 10,95 484 5,34 20,90 4 Sleman 1.063 1.333 1.498 20,03 12,38 1.767 19,50 17,94 5 Yogyakarta 3.044 4.105 4.613 61,69 12,38 5.642 62,28 22,29 II Non Performing LoansA Jenis Bank 105 227 336 100,00 47,57 457 100,00 36,25 1 Bank Umum 62 155 246 73,29 58,70 373 81,61 51,72 2 BPR 42 72 90 26,71 23,73 84 18,39 -6,19 B Jenis Usaha Bank 105 227 336 100,00 47,57 457 100,00 36,25 1 Konvensional 102 218 328 97,61 50,24 446 97,60 36,24 2 Syariah 2 9 8 2,39 -14,66 11 2,40 37,01 C Wilayah 105 227 336 100,00 47,57 457 100,00 36,25 1 Bantul 24 32 40 11,77 21,79 29 6,42 -25,70 2 Gunungkidul 3 5 9 2,79 97,59 11 2,30 12,63 3 Kulonprogo 5 13 13 3,88 0,55 10 2,12 -25,71 4 Sleman 22 55 57 17,03 4,81 285 62,40 399,32 5 Yogyakarta 50 123 217 64,53 76,40 122 26,76 -43,49 III Rasio NPLs (%)A Jenis Bank 2,04 3,40 4,49 5,05 1 Bank Umum 1,40 2,65 3,72 4,67 2 BPR 6,11 8,70 10,41 7,86 B Jenis Usaha Bank 2,04 3,40 4,49 5,05 1 Konvensional 2,07 3,42 4,64 5,20 2 Syariah 1,15 3,08 1,93 2,31 C Wilayah 2,04 3,40 4,49 5,05 1 Bantul 4,88 5,68 6,60 4,06 2 Gunungkidul 1,22 1,51 2,55 2,37 3 Kulonprogo 1,83 3,59 3,25 2,00 4 Sleman 2,11 4,09 3,81 16,15 5 Yogyakarta 1,65 2,99 4,69 2,17
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
2006
Tabel 3.4Kredit Perbankan
No Uraian2007
2004 2005
66 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Konsumsi yang masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia
mempengaruhi alokasi Kredit yang disalurkan, yakni memperoleh sebanyak
45,44% dari total Kredit perbankan DIY atau sebesar Rp4.116 miliar. Sedangkan
Kredit Modal Kerja memperoleh 41,10% atau Rp3.723 miliar dan Kredit Investasi
memperoleh porsi terkecil yaitu sebesar 13,46% atau Rp1.219 miliar.
Berdasarkan wilayah, pertumbuhan Kredit di seluruh wilayah mencapai
angka di atas 20,00%, kecuali Kabupaten Sleman yang mengalami pertumbuhan
sebesar 17,94%, sedangkan pertumbuhan tertinggi terjadi pada perbankan di
Kota Yogyakarta yaitu sebesar 22,29%.
Namun demikian, pertumbuhan Kredit perbankan tersebut tidak dibarengi
dengan perbaikan kualitas Kredit yang tercermin dari peningkatan angka rasio
Non Performing Loans- Gross (NPLs) yang naik 0,56% dari 4,49% pada tahun
2006 menjadi 5,05% pada tahun laporan. Meskipun berada di atas 5,00%, namun
angka NPLs tersebut masih wajar karena merupakan NPLs – Gross atau belum
dikurangi dengan cadangan yang telah dibentuk oleh perbankan dalam rangka
meminimalisir risiko kegagalan kredit.
Rasio NPLs Bank Umum tercatat sebesar 4,67%, naik 0,95% dari tahun
2006 sebesar 3,72%, sebaliknya rasio NPLs BPR tercatat sebesar 7,86%, turun
2,55% dari tahun 2006 sebesar 10,41%. Berdasarkan jenis usaha bank, rasio
NPLs perbankan Konvensional tercatat 5,20% naik 0,56% dari tahun 2006 sebesar
4,64%, dan rasio Non Performing Financing (NPF) perbankan Syariah naik sebesar
0,39% dari 1,93% menjadi 2,31%. Dilihat dari wilayahnya, rasio NPLs tertinggi
tercatat pada perbankan di Kabupaten Sleman sebesar 16,15% yang mengalami
peningkatan drastis sebesar 12,34% dari tahun 2006 sebesar 3,81%.
Angka pertumbuhan Kredit yang lebih besar jika dibandingkan dengan
angka pertumbuhan DPK, selanjutnya menyebabkan peningkatan angka Loan to
Deposit Ratio (LDR) sebesar 4,30% dari 50,77% pada tahun 2006 menjadi 55,07%
pada tahun laporan. Peningkatan LDR tersebut mencerminkan peningkatan fungsi
perbankan sebagai lembaga intermediasi sekaligus sebagai agent of development.
Namun demikian, LDR perbankan DIY tersebut masih berada di bawah LDR
perbankan Nasional yang tercatat sebesar 66,85%. Nampaknya perbankan DIY
harus lebih giat mendorong pertumbuhan kreditnya dalam rangka mendukung
harapan peningkatan LDR Nasional menjadi 70,00%.
Secara rinci, LDR BPR tercatat sebesar 100,26%, jauh diatas LDR Bank
Umum yang tercatat sebesar 51,93%. Berdasarkan jenis usaha bank, Financing to
Deposit Ratio (FDR) perbankan Syariah tercatat sebesar 104,28% sedangkan
Grafik 3.2Non Performing Loan Perbankan
-
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2004 2005 2006 2007
Miliar Rp
-
1
2
3
4
5
6
7%
Nominal Rasio
67Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
perbankan Konvensional sebesar 53,67%. Perbankan di Kabupaten Gunungkidul
masih tercatat memiliki angka LDR tertinggi yakni sebesar 105,36%, diikuti oleh
Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Bantul yakni masing-masing sebesar
88,04% dan 73,83%.
Stabilitas makroekonomi yang relatif terjaga namun disertai kinerja di
sektor mikro yang masih belum bergerak secara cukup optimal menyebabkan
ruang gerak untuk meningkatkan peran perbankan terbatas. Insentif untuk
mendorong agar sektor riil bergerak perlu terus diberikan, baik yang berasal dari
Bank Indonesia maupun Pemerintah. Namun demikian, kondisi internal dan
eksternal yang kurang menguntungkan menyebabkan akselerasi pertumbuhan
perekonomian belum sesuai harapan yang pada giirannya juga berdampak pada
kegiatan perbankan. Dalam tahun 2007, risiko kredit perbankan secara agregat
meningkat. Salah satu indikator peningkatan tingkat risiko tercermin pada NPLss
Gross bank yang berada di ambang batas aman sebesar 5,00%.
Risiko Pasar perbankan DIY yang dapat dilihat dari pertumbuhan DPK
ternyata tetap terjaga. Meskipun suku bunga acuan menurun sebesar 175 poin
sepanjang tahun 2007 yang kemudian diikuti oleh penurunan suku bunga
simpanan, namun DPK perbankan tetap mengalami pertumbuhan.
Risiko Likuiditas perbankan DIY yang tercermin dari komposisi DPK
dibedakan berdasarkan jangka waktunya serta penyaluran Kreditnya, menunjukkan
peningkatan namun diiringi dengan perbaikan Risk Control System. Komposisi
%
A Jenis Bank 47,30 54,83 50,77 55,07 1 Bank Umum 43,45 51,04 47,57 51,93 2 BPR 109,79 114,69 104,93 100,26 B Jenis Usaha Bank 47,30 54,83 50,77 55,07 1 Konvensional 46,41 53,42 49,04 53,67 2 Syariah 95,89 123,47 127,19 104,28 C Wilayah 47,30 54,83 50,77 55,07 1 Bantul 90,15 94,97 69,38 73,83 2 Gunungkidul 99,92 109,73 94,15 105,36 3 Kulonprogo 82,12 92,92 77,82 88,04 4 Sleman 53,55 59,99 52,65 58,01 5 Yogyakarta 39,41 47,23 45,60 49,25
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
2007
Tabel 3.5Loan to Deposit Ratio Perbankan
No Uraian 200620052004
Grafik 3.3Dana Pihak Ketiga Perbankan dan BI Rate
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
I II III IV I II III IV
2005 2006 2007
Miliar Rp
-
2
4
6
8
10
12
14%
DPK BI Rate
Grafik 3.4Pertumbuhan Kredit Perbankan
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV
2005 2006 2007
Miliar Rp
YoY YtD
68 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
dana jangka pendek (Giro dan Tabungan) meningkat, sedangkan dana jangka
panjang (Deposito) menurun namun penyaluran Kredit yang juga memiliki jangka
waktu panjang mengalami peningkatan yang lebih besar. Peningkatan komposisi
simpanan jangka pendek ini sengaja dilakukan oleh perbankan karena untuk
menurunkan cost of fund, dimana suku bunga Giro dan Tabungan lebih rendah
dibandingkan dengan suku bunga Deposito. Langkah ini terlihat dari promosi secara
gencar oleh perbankan yang menawarkan banyak hadiah dalam produk tabungan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, fungsi intermediasi
perbankan terus mengalami peningkatan. Peningkatan fungsi intermediasi ini
dicerminkan dari pertumbuhan kredit, dimana penyalurannya terus meningkat,
meskipun dalam akselerasi sedikit melambat.
BANK UMUM
Kelembagaan
Sampai dengan akhir tahun laporan, jaringan kantor Bank Umum masih
terkonsentrasi di wilayah Kota Yogyakarta dengan pangsa 74,89% dari total
keseluruhan kantor Bank Umum. Peringkat kedua diduduki oleh Kabupaten Sleman
dengan pangsa sebesar 13,35%. Sedangkan kabupaten lainnya yaitu Kabupaten
Bantul, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Gunungkidul memiliki pangsa
masing-masing sebesar 4,13%, 3,92% dan 3,71%.
Sementara itu penyerapan tenaga kerja di Bank Umum pada tahun 2007
mengalami peningkatan sebesar 2,19% lebih rendah dari angka pertumbuhan
tahun sebelumnya sebesar 6,30%, atau dari sebanyak 4.339 orang karyawan
menjadi sebanyak 4.434 orang karyawan.
Aset dan Aktiva Produktif
Aset Bank Umum sampai dengan akhir tahun 2007 tercatat sebesar
Rp17.505 miliar dengan pertumbuhan sebesar 14,57% dari tahun 2006 yang
tercatat sebesar Rp14.923 miliar. Aset Bank Umum secara Nasional tumbuh sebesar
17,28%. Berdasarkan jenis usaha, Bank Umum Konvensional memiliki Aset sebesar
Rp17.010 miliar dan Bank Umum Syariah sebesar Rp494 miliar, dengan
pertumbuhan masing-masing sebesar 13,99% dan 38,96%.
Berdasarkan wilayah, pertumbuhan Aset tertinggi dialami oleh Bank Umum
di Kota Yogyakarta sebesar 17,39% dan Kabupaten Gunungkidul sebesar 13,71%.
Sedangkan Aset di wilayah lainnya hanya tumbuh di bawah 10,00%, dengan
peningkatan terkecil pada Bank Umum di Kabupaten Kulonprogo sebesar 5,23%.
Grafik 3.4Komposisi Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perbankan
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2005 2006 2007
Miliar Rp
Giro+Tab Deposito Kredit
Grafik 3.6Penyebaran Jaringan Kantor Bank Umum
Sleman13,347%
Yogyakarta74,894%
Bantul4,131% Kulonprogo
3,919%
Gunungkidul3,708%
Grafik 3.7Jaringan Kantor dan Karyawan Bank Umum
595 680 757 808
3.8824.082
4.339 4434
0
1000
2000
3000
4000
5000
2004 2005 2006 2007
Kantor/Karyawan
Jaringan Kantor Karyawan
69Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Penyaluran dana Bank Umum yang lebih dikenal dengan istilah Aktiva
Produktif pada tahun laporan tercatat sebesar Rp9.368 miliar, naik 21,25% dari
tahun 2006 sebesar Rp7.948 miliar. Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh
peningkatan penyaluran kredit yang diberikan sebesar Rp1.372 miliar (20,74%),
diikuti oleh Penempatan pada Bank Indonesia sebesar Rp264 miliar (23,11%).
Sedangkan komponen Aktiva Produktif lainnya yaitu Penempatan pada Bank Lain
dan Surat Berharga & Tagihan Lainnya mengalami peningkatan masing-masing
sebesar Rp45 miliar (27,42%) dan Rp9 miliar (31,29%). Sedangkan Bank Garansi
masih menunjukkan angka nihil seperti tahun-tahun sebelumnya.
Ditinjau dari komposisi portofolio Aktiva Produktif, Kredit yang diberikan
masih mendominasi Aktiva Produktif Bank Umum dengan pangsa sebesar 82,89%,
angka ini terus mengalami penurunan dari tahun 2006 yang tercatat sebesar 83,24%
dan tahun 2005 sebesar 90,03%. Sedangkan pangsa Penempatan pada Bank
Indonesia naik dari 14,36% menjadi 14,58%.
Peningkatan pangsa Penempatan pada Bank Indonesia terutama pada
penempatan dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia masih menjadi salah satu
pilihan investasi dana bank yang menarik karena memiliki tingkat risiko yang
rendah bahkan zero risk.
Penghimpunan Dana
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh Bank Umum pada tahun
2007 mencapai Rp15.382 miliar atau tumbuh sebesar 10,60% dari periode
sebelumnya sebesar Rp13.908 miliar. Pertumbuhan DPK pada tahun 2007 ini
kembali lagi kepada titik normal setelah pada tahun 2006 mengalami peningkatan
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
I Aset 10.944 12.382 15.279 100,00 23,40 17.505 100,00 14,57 A Jenis Usaha Bank 10.944 12.382 15.279 100,00 23,40 17.505 100,00 14,57 1 Konvensional 10.742 12.105 14.923 97,67 23,29 17.010 97,18 13,99 2 Syariah 202 277 356 2,33 28,39 494 2,82 38,96 B Wilayah 10.944 12.382 15.279 100,00 23,40 17.505 100,00 14,57 1 Bantul 469 519 754 4,94 45,38 802 4,58 6,38 2 Gunungkidul 283 330 412 2,70 24,91 468 2,68 13,71 3 Kulonprogo 314 343 461 3,02 34,54 485 2,77 5,23 4 Sleman 1.642 1.846 2.446 16,01 32,47 2.594 14,82 6,06 5 Yogyakarta 8.236 9.344 11.206 73,34 19,93 13.155 75,15 17,39 II Aktiva Produktif 5.103 6.500 7.948 100,00 22,29 9.638 100,00 21,25 1 Kredit yang Diberikan 4.438 5.852 6.616 83,24 13,07 7.989 82,89 20,74 2 Penempatan pada Bank Indonesia (SBI) 482 446 1.141 14,36 155,73 1.405 14,58 23,11 3 Surat Berharga dan Tagihan Lainnya 26 34 28 0,35 -18,86 36 0,38 31,29 4 Penempatan pada bank lain 158 168 163 2,05 -2,76 208 2,16 27,42 5 Bank Garansi - - - - - - - -
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
20062004 2005
Tabel 3.6Aset dan Aktiva Produktif Bank Umum
No Uraian2007
70 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
yang pesat sebesar 21,32%, yang merupakan implikasi dicairkannya dana
rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa 27 Mei 2006 yang bersumber baik dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) maupun APBN Perubahan.
Dana yang dihimpun oleh Bank Umum tersebut tersimpan di Bank Umum
Konvensional sebesar Rp14.952 miliar dan Bank Umum Syariah sebesar Rp430
miliar dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 9,97% dan 38,00%.
Berdasarkan jenis simpanan, DPK Bank Umum tersebut sebesar 50,71% atau
Rp7.800 miliar disimpan dalam bentuk Tabungan, 30,53% atau Rp4.697 miliar
berupa Deposito dan 18,76% lainnya atau Rp2.886 miliar berupa Giro. Angka
pertumbuhan tertinggi dialami oleh simpanan dalam bentuk Tabungan yaitu sebesar
16,56%, sesuai dengan promosi yang gencar dari Bank Umum yang menawarkan
berbagai macam hadiah menarik bagi para penabungnya.
Berdasarkan wilayah, pertumbuhan DPK Bank Umum tertinggi dialami
oleh Kota Yogyakarta sebesar 12,81%, sedangkan wilayah lainnya mengalami
pertumbuhan DPK kurang dari 10,00%. Pertumbuhan tinggi ini terkait dengan
lokasi kantor Bank Umum yang masih terkonsentrasi di wilayah ini.
Penyaluran Kredit dan Kualitas Kredit
Pertumbuhan Kredit Bank Umum di DIY pada tahun 2007 mengalami
percepatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana peningkatan
kredit pada tahun laporan tercatat sebesar 20,74% sedangkan pada tahun 2006
sebesar 13,07%. Penyaluran Kredit Bank Umum selama tahun 2007 mencapai
Rp7.989 miliar, naik dari tahun 2006 sebesar Rp6.616 miliar.
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
A Jenis Simpanan 10.215 11.464 13.908 100,00 21,32 15.382 100,00 10,60 1 Giro 1.904 1.848 2.595 18,66 40,39 2.886 18,76 11,22 2 Tabungan 5.397 5.395 6.692 48,12 24,04 7.800 50,71 16,56 3 Deposito 2.914 4.221 4.621 33,23 9,49 4.697 30,53 1,63 B Jenis Usaha 10.215 11.464 13.908 100,00 21,32 15.382 100,00 10,60 1 Konvensional 10.031 11.231 13.596 97,76 21,06 14.952 97,20 9,97 2 Syariah 185 233 312 2,24 33,85 430 2,80 38,00 C Jenis Valuta 10.215 11.464 13.908 100,00 21,32 15.382 100,00 10,60 1 Rupiah 9.639 10.790 13.127 94,38 21,66 14.636 95,15 11,50 2 Valuta Asing 577 674 781 5,62 15,85 746 4,85 -4,49 D Wilayah 10.215 11.464 13.908 100,00 21,32 15.382 100,00 10,60 1 Bantul 397 440 679 4,88 54,48 733 4,77 7,93 2 Gunungkidul 244 269 368 2,65 36,60 388 2,52 5,29 3 Kulonprogo 289 316 434 3,12 37,36 444 2,89 2,30 4 Sleman 1.592 1.787 2.379 17,11 33,13 2.483 16,14 4,35 5 Yogyakarta 7.694 8.652 10.047 72,24 16,13 11.335 73,69 12,81
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Tabel 3.7Dana Pihak Ketiga Bank Umum
No20072006
2004 2005Uraian
71Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Pertumbuhan penyaluran Kredit Bank Umum terutama didorong oleh
pertumbuhan Kredit Bank Umum Konvensional sebesar 21,27% menjadi Rp7.539
miliar dan Pembiayaan Bank Umum Syariah sebesar 12,49% menjadi Rp449 miliar.
Bila dilihat dari jenis penggunaannya, Kredit Konsumsi masih mendominasi
total penyaluran Kredit Bank Umum dengan pangsa 45,05% atau sebesar Rp3.599
miliar, selanjutnya diikuti oleh Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi masing-
masing sebesar 40,78% atau sebesar Rp3.258 miliar dan 14,17% atau sebesar
Rp1.132 miliar. Pertumbuhan terbesar dialami oleh Kredit Modal Kerja yaitu sebesar
25,48%, diikuti oleh Kredit Konsumsi sebesar 21,70% dan Kredit Investasi sebesar
6,47%.
Jika ditinjau secara sektoral, sektor ekonomi yang mendapat kue terbesar
Kredit Bank Umum masih dinikmati oleh sektor Lain-lain (termasuk di dalamnya
adalah kredit konsumsi untuk perumahan, kendaraan bermotor, dll) sebesar 46,02%
atau Rp3.677 miliar, diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel & Restoran sebesar
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
A Jenis Usaha Bank 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 1 Konvensional 4.260 5.560 6.217 93,96 11,81 7.539 94,38 21,27 2 Syariah 178 291 399 6,04 37,01 449 5,62 12,49 B Jenis Penggunaan 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 1 Modal Kerja 1.810 2.252 2.596 39,24 15,29 3.258 40,78 25,48 2 Investasi 627 848 1.063 16,07 25,46 1.132 14,17 6,47 3 Konsumsi 2.001 2.752 2.957 44,69 7,43 3.599 45,05 21,70 C Jenis Valuta 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 1 Rupiah 4.211 5.561 6.379 96,41 14,70 7.602 95,16 19,18 2 Valuta Asing 227 290 238 3,59 (18,11) 386 4,84 62,50 D Sektor Ekonomi 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 1 Pertanian 173 176 207 3,12 17,57 242 3,03 17,14 2 Pertambangan 8 22 21 0,32 (3,04) 6 0,07 (72,14) 3 Perindustrian 494 573 597 9,02 4,14 676 8,47 13,30 4 Listrik, Gas dan Air 1 1 1 0,02 3,58 1 0,02 (4,40) 5 Konstruksi 151 183 234 3,54 27,80 219 2,74 (6,72) 6 Perdagangan, Restoran & Hotel 1.098 1.389 1.666 25,18 19,93 2.094 26,22 25,73 7 Pengangkutan, Pergudangan 87 86 78 1,17 (9,62) 82 1,02 5,07 8 Jasa-jasa Dunia Usaha 270 476 605 9,14 26,92 826 10,34 36,55 9 Jasa-jasa Sosial Masyarakat 117 139 187 2,82 34,92 166 2,08 (11,25) 10 Lain-lain 2.041 2.807 3.021 45,66 7,64 3.677 46,02 21,70 E Wilayah 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 1 Bantul 324 398 422 6,38 6,20 506 6,34 19,82 2 Gunungkidul 235 285 330 4,99 16,02 397 4,98 20,42 3 Kulonprogo 207 263 309 4,66 17,27 345 4,32 11,92 4 Sleman 664 856 1.031 15,58 20,45 1.229 15,39 19,30 5 Yogyakarta 3.009 4.051 4.525 68,39 11,70 5.510 68,98 21,78 F Non Performing Loans1 Jenis Usaha Bank 62 155 246 100,00 58,70 373 100,00 51,72
a. Konvensional 61 147 239 97,14 62,90 363 97,37 52,08 b. Syariah 1 8 7 2,86 (15,35) 10 2,63 39,33
2 Wilayah 62 155 246 100,00 58,70 373 100,00 51,72 a. Bantul 5 6 6 2,35 (3,11) 4 1,19 (23,35) b. Gunungkidul 2 4 7 2,65 72,70 7 1,95 11,58 c. Kulonprogo 2 8 8 3,31 0,49 5 1,21 (44,78) d. Sleman 8 17 18 7,44 4,81 244 65,40 1.232,75 e. Yogyakarta 45 120 207 84,23 73,17 113 30,25 (45,51)
G Non Performing Loans (%)1 Jenis Usaha Bank 1,40 2,65 3,72 4,67
a. Konvensional 1,43 2,64 3,84 4,82 b. Syariah 0,82 2,85 1,76 2,18
2 Wilayah 1,40 2,65 3,72 4,67 a. Bantul 1,47 1,50 1,37 0,88 b. Gunungkidul 1,06 1,33 1,98 1,83 c. Kulonprogo 1,19 3,08 2,64 1,30 d. Sleman 1,15 2,04 1,78 19,85 e. Yogyakarta 1,49 2,95 4,58 2,05
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
200620052004
Tabel 3.8Kredit Bank Umum
No Uraian2007
72 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
26,22% atau Rp2.094 miliar dan sektor Jasa-jasa Dunia Usaha sebesar 10,34%
atau Rp826 miliar. Sedangkan 7 sektor lainnya hanya mendapatkan porsi masing-
masing kurang dari 10,00%.
Angka pertumbuhan tertinggi dialami oleh sektor Jasa-jasa Dunia Usaha
(real estate dan lainnya) sebesar 36,55%, diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel
& Restoran sebesar 25,73%. Sektor Pertanian, sektor Perindustrian dan sektor
Pengangkutan & Pergudangan masing-masing tumbuh sebesar 17,14%, 13,30%
dan 5,07%. Sedangkan sektor lainnya mengalami pertumbuhan negatif, dengan
pertumbuhan negatif terbesar terdapat pada sektor Pertambangan sebesar -
72,14%. Nampaknya beberapa demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat terkait
dengan isu perusakan lingkungan yang diakibatkan oleh sektor Pertambangan,
menjadikan Bank Umum di DIY lebih hati-hati dalam menyalurkan kreditnya kepada
sektor ini.
Bank Umum yang menyalurkan Kredit terbesar terdapat pada Bank Umum
di Kota Yogyakarta dengan pangsa 68,98% atau sebesar Rp5.510 miliar, kemudian
diikuti oleh Kabupaten Sleman sebesar Rp1.229 miliar (15,39%). Sedangkan Bank
Umum di wilayah lain hanya menyalurkan Kredit sebesar kurang dari 10,00% dari
total Kredit di DIY.
Kualitas Kredit Bank Umum di DIY pada tahun 2006 belum menunjukkan
perbaikan, tercermin dari rasio NPLs (rasio perbandingan antara Kredit bermasalah
dengan total Kredit) yang menunjukkan kecenderungan peningkatan sejak periode
sebelumnya, yaitu naik 1,07% dari 2,65% pada tahun 2005, 3,72% pada tahun
2006 dan menjadi 4,67% pada tahun 2007. Namun demikian, rasio NPLs ini
masih berada di batas aman sebesar 5,00%.
Berdasarkan jenis usaha, rasio NPLs Bank Umum Konvensional naik dari
3,84% menjadi 4,82% dan rasio NPF Bank Umum Syariah naik dari 1,76% menjadi
2,18%. Dilihat dari aspek kewilayahan, rasio NPLs tertinggi berada pada Bank
Umum di Kabupaten Sleman dengan rasio NPLs sebesar 19,85%, sedangkan
wilayah lainnya berada di bawah 2,50%.
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan nominal NPLs didorong oleh
peningkatan nominal NPLs Kredit Modal Kerja yang naik dari 3,91% menjadi
8,14%. Besarnya NPLs Kredit Modal Kerja diperkirakan disebabkan terganggunya
cash flow dunia usaha terkait dengan mundurnya pembayaran yang diakibatkan
oleh lambatnya pengiriman barang sehubungan dengan terhentinya kegiatan usaha
sementara waktu karena terkonsentrasinya perhatian masyarakat pada rekonstruksi
dan rehabilitasi pasca gempa.
73Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
NPLs Kredit Investasi mengalami perbaikan, dari 7,06% pada tahun 2006
menjadi 5,37% pada tahun 2007. Meskipun mengalami perbaikan, namun rasio
NPLs ini masih di atas batas aman. Tingginya rasio NPLs Kredit Investasi antara
lain disebabkan risk profile yang lebih tinggi karena jangka waktunya yang cukup
panjang dan dipengaruhi oleh daya saing produk.
Sedangkan NPLs Kredit Konsumsi juga mengalami penurunan dari 2,35%
menjadi 1,31%. Terjaganya rasio NPLs Kredit Konsumsi antara lain disebabkan
oleh jaminan pembayaran kredit ini lebih terjaga, baik dalam bentuk jaminan
barang maupun jaminan kepastian pembayaran dari penghasilan debitur.
Secara sektoral, sektor ekonomi yang memiliki rasio NPLs di atas 5,00%
adalah sektor Konstruksi, sektor Pertambangan dan sektor Perindustrian. Tingginya
NPLs di tiga sektor ini dikarenakan tingginya risk profile sektor-sektor tersebut jika
dibandingkan dengan sektor lainnya. Selain itu, sektor-sektor ini adalah sektor
yang banyak terkena imbas dari gempa tektonik 27 Mei 2006.
Undisbursed Loans
Pada tahun 2007, fasilitas pinjaman kepada nasabah yang belum ditarik
(Undisbursed Loans/UL) sebesar Rp610 miliar tumbuh sebesar 11,25%. Di sisi lain,
total plafon Kredit yang mencerminkan penawaran Kredit tumbuh lebih tinggi
yaitu sebesar 26,14% dari Rp7.497 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp9.457 miliar
pada tahun laporan.
Rasio perbandingan antara UL dengan total plafon Kredit Bank Umum
yang mengalami penurunan sejak tahun 2000 hingga tahun 2005, kemudian
mengalami peningkatan pada tahun 2006, kini kembali mengalami penurunan
menjadi 6,45%. Meskipun demikian, permintaan nasabah dan penawaran Kredit
oleh Bank Umum di DIY masih dapat dikatakan seimbang.
Penyaluran Kredit UMKM
Penyaluran Kredit Bank Umum kepada sektor Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) sampai dengan akhir tahun 2007 tercatat sebesar Rp6.927
miliar dengan pertumbuhan sebesar 19,86%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan
angka pertumbuhan tahun 2006 sebesar 14,25%, namun lebih rendah dari
pertumbuhan kredit UMKM Nasional sebesar 22,50%. Namun, peningkatan ini
tidak diikuti dengan peningkatan pangsa Kredit UMKM, yang mengalami
penurunan, dimana pada tahun 2005 tercatat sebesar 86,45%, tahun 2006 sebesar
87,35%, dan pada tahun 2007 hanya sebesar 86,71%. Meskipun demikian, kredit
UMKM masih mendominasi penyaluran Kredit Bank Umum, menunjukkan
komitmen Bank Umum dalam mendukung pembiayaan UMKM telah direalisasikan
Grafik 3.8Undisbursed Loans
456 404 549 610
5140
6564
7497
9.457
8,86
6,15
7,32
6,45
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
2004 2005 2006 2007
Miliar Rp
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10%
Undisbursed Loan (UL) Plafon Kredit Proporsi Total UL thd Total Plafon Kredit
74 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
dengan baik sejalan dengan himbauan Bank Indonesia yang diwujudkan antara
lain dengan himbauan untuk mencantumkan rencana pembiayaan UMKM dalam
business plan-nya.
Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit sektor UMKM masih didominasi
oleh kegiatan Konsumsi, yaitu sebesar 51,77% atau Rp3.586 miliar. Sedangkan
porsi untuk Modal Kerja dan Investasi masing-masing sebesar 37,77% dan 10,47%
dengan nilai masing-masing sebesar Rp2.616 miliar dan Rp725 miliar. Sementara
itu, ditinjau dari sektor ekonomi, sektor yang paling banyak dibiayai adalah sektor
Lain-lain sebesar Rp3.664 miliar atau 52,89% dari total Kredit kepada sektor
UMKM, dimana sebagian besar dari sektor Lain-lain termasuk dalam kegiatan
Konsumsi, kemudian diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar
Rp1.907 miliar (27,52%).
Peningkatan penyaluran Kredit UMKM ini diikuti dengan penurunan NPLs
Kredit UMKM dari 3,03% pada tahun 2006 menjadi 2,26% pada tahun 2007.
NPLs tertinggi justru terdapat pada Kredit kepada Usaha Menengah dengan NPLs
sebesar 3,16%, diikuti oleh Usaha Kecil dan Usaha Mikro masing-masing sebesar
2,77% dan 1,29%.
Penyaluran Kredit Properti
Penyaluran Kredit Properti Bank Umum pada tahun 2007 tercatat sebesar
Rp1.319 miliar, mengalami peningkatan sebesar 16,45%, namun lebih lambat
jika dibandingkan dengan peningkatan pada tahun 2006 yang tercatat sebesar
33,78%. Pangsa Kredit Properti pun mengalami penurunan, dari 17,12% pada
tahun 2006 menjadi 16,51% pada tahun 2007.
Miliar Rp
Mi K M Total Pangsa1 Ptumb1 Mi K M Total Pangsa1 Ptumb1
A 3.800 5.059 2.454 1.934 1.391 5.779 100,00 14,25 2.848 2.269 1.811 6.927 100,00 19,86 1 Modal Kerja 1.344 1.790 429 806 902 2.137 36,97 19,38 503 949 1.164 2.616 37,77 22,43 2 Investasi 467 536 215 231 240 686 11,86 27,88 199 253 273 725 10,47 5,74
3 Konsumsi 1.989 2.732 1.811 898 248 2.957 51,16 8,21 2.146 1.067 374 3.586 51,77 21,28 B Sektor Ekonomi 3.800 5.059 2.454 1.934 1.391 5.779 100,00 14,25 2.848 2.269 1.811 6.927 100,00 19,86 1 Pertanian 168 172 94 40 33 167 2,90 -2,50 113 45 40 198 2,86 18,51 2 Pertambangan 8 22 0 3 17 21 0,36 -3,04 0 1 4 6 0,08 -72,14
3 Perindustrian 264 280 26 80 207 313 5,41 11,70 31 98 221 350 5,06 12,00 4 Listrik, Gas dan Air 1 1 0 1 1 1 0,02 3,58 0 1 - 1 0,02 -4,40
5 Konstruksi 54 66 1 29 71 102 1,76 52,91 1 25 58 84 1,21 -17,45 6 Perdagangan, Restoran & Hotel 908 1.245 340 599 609 1.547 26,77 24,29 380 698 830 1.907 27,52 23,23
7 Pengangkutan, Pergudangan 81 73 5 28 34 66 1,15 -9,62 4 30 29 63 0,91 -5,42 8 Jasa-jasa Dunia Usaha 207 314 104 223 99 427 7,38 35,72 86 271 181 537 7,76 25,95
9 Jasa-jasa Sosial Masyarakat 80 98 9 33 72 114 1,98 16,09 9 33 74 117 1,68 2,24
10 Lain-lain 2.029 2.787 1.875 898 248 3.021 52,27 8,41 2.224 1.067 374 3.664 52,89 21,28 C Non Performing Loans1 Nominal 58 106 40 71 64 175 65,14 37 63 57 157 -10,64 2 Rasio (%) 1,52 2,10 1,63 3,66 4,64 3,03 1,29 2,77 3,16 2,26
D Total Kredit 4.438 5.852E Persentase thd Total Kredit 85,62 86,45 37,10 29,24 21,02 87,35 35,65 28,40 22,66 86,71
Keterangan: 1) %. Mi = Kredit Usaha Mikro (0-50 juta) K = Kredit Usaha Kecil (50-500 juta) M = Kredit Usaha Menengah (500 juta - 5 miliar)Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Jenis Penggunaan
2007
7.989
2006
6.616
2004
Tabel 3.9Kredit UMKM Bank Umum
No Uraian 2005
75Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Kredit Properti Bank Umum tersebut sebesar 93,92% atau Rp1.239 miliar
diberikan kepada Konsumen dan sebesar 6,08% atau Rp80 miliar diberikan kepada
Pengembang dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 29,75% dan -54,93%.
Pertumbuhan negatif yang dialami oleh Kredit kepada Pengembang
tersebut merupakan faktor koreksi setelah pada tahun 2006 tumbuh sebesar
45,97%. Porsi penggunaan Kredit kepada Pengembang berubah pada tahun
laporan, dimana sebelumnya Kredit untuk tujuan investasi mendominasi
penyalurannya, namun pada tahun 2007 justru Kredit Modal Kerja yang
mendominasi dengan pangsa sebesar 85,61% atau Rp69 miliar. Sedangkan untuk
membiayai keperluan investasi hanya sebesar Rp12 miliar. Pengadaan barang-
barang modal memang bersifat memiliki jangka waktu yang lama, sehingga
perkembangannya juga akan memakan waktu lama.
Sedangkan Kredit Properti kepada Konsumen sebagian besar dialokasikan
untuk kepemilikan rumah di atas tipe 70, yaitu sebesar Rp617 miliar (49,76%).
Sedangkan untuk pembelian atau perbaikan rumah yang termasuk tipe sederhana,
sangat sederhana maupun kapling siap bangun (di bawah tipe 70) tercatat sebesar
Rp585 miliar (47,24%) dan pemilikan rumah dan toko (ruko) atau rumah dan
kantor (rukan) hanya sebesar Rp37 miliar (3,00%). Peningkatan penyaluran Kredit
Properti kepada Konsumen sebesar 29,75% menunjukkan bahwa trauma
masyarakat untuk tinggal DIY karena gempa, mulai berangsur menghilang.
Kualitas Kredit Properti Bank Umum pada tahun 2007 menunjukkan
perbaikan, dimana rasio NPLs total Kredit Properti yang pada tahun 2006 tercatat
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
A 72 122 178 100,00 45,97 80 100,00 -54,93 1 Modal Kerja 49 53 59 33,11 11,48 69 85,61 16,54 2 Investasi 24 69 119 66,89 72,37 12 14,39 -90,31 B 453 725 955 100,00 31,73 1.239 100,00 29,75 1 Kredit Rumah & Apartemen s.d Tipe 70 152 266 442 46,30 66,18 585 47,24 32,40 2 Kredit Rumah & Apartemen > Tipe 70 295 443 495 51,80 11,54 617 49,76 24,64 3 Kredit Ruko & Rukan 6 15 18 1,91 17,97 37 3,00 104,17 C Total Kredit Properti 525 847 1.133 17,12 33,78 1.319 16,51 16,45 D Total Kredit 4.438 5.852 6.616 100,00 13,07 7.989 100,00 20,74 E1 Kredit Properti kepada Pengembang 1 2 17 100,00 978,93 12 100,00 -29,68
a. Modal Kerja 1 1 6 34,10 368,71 3 24,34 -49,81 b. Investasi - 0 11 65,90 - 9 75,66 -19,26
2 Kredit Properti kepada Konsumen 4 6 51 100,00 690,49 28 100,00 -44,44 a. Kredit Rumah & Apartemen s.d Tipe 70 1 2 23 44,59 1.152,97 13 46,23 -42,40 b. Kredit Rumah & Apartemen > Tipe 70 2 5 27 53,69 490,50 14 49,75 -48,51 c. Kredit Ruko & Rukan - - 1 1,72 - 1 4,02 -
3 Total Kredit Properti 5 8 68 27,61 748,28 40 10,80 -40,68 4 Total Kredit 62 155 246 100,00 58,70 373 100,00 51,72 F1 Kredit Properti kepada Pengembang 1,85 1,32 9,73 15,17
a. Modal Kerja 2,76 2,38 10,02 4,31 b. Investasi - 0,50 9,58 79,81
2 Kredit Properti kepada Konsumen 0,83 0,88 5,30 2,27 a. Kredit Rumah & Apartemen s.d Tipe 70 0,93 0,68 5,10 2,22 b. Kredit Rumah & Apartemen > Tipe 70 0,79 1,04 5,49 2,27 c. Kredit Ruko & Rukan - - 4,79 3,04
3 Total Kredit Properti 0,97 0,95 5,99 3,05 4 Total Kredit 1,40 2,65 3,72 4,67
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
200620052004
Rasio Non Performing Loans
Tabel 3.10Kredit Properti Bank Umum
No Uraian
Non Performing Loans
Kredit Properti kepada Konsumen
Kredit Properti kepada Pengembang
2007
76 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
sebesar 5,99%, pada tahun laporan turun menjadi 3,05%. Perbaikan NPLs Kredit
Properti tersebut terutama didorong oleh perbaikan NPLs Kredit Properti kepada
Konsumen yang mengalami penurunan dari 5,30% pada tahun 2006 menjadi
2,27% pada tahun 2007. Perbaikan ini dialami oleh semua komponennya, yaitu
NPLs Kredit Rumah dan Apartemen di bawah tipe 70 turun dari 5,10% menjadi
2,22%, NPLs Kredit Rumah dan Apartemen di atas tipe 70 turun dari 5,49%
menjadi 2,27% dan Kredit Ruko & Rukan turun dari 4,79% menjadi 3,04%.
Perbaikan rasio NPLs ini memberikan sinyalemen bahwa dampak gempa yang
mempengaruhi kemampuan membayar telah berangsur menghilang sehingga
NPLs Kredit Konsumen mengalami perbaikan yang berarti dan berada di dalam
batas aman sebesar 5%.
Di sisi lain, rasio NPLs Kredit Properti kepada Pengembang tercatat sebesar
15,17%, terutama didorong oleh Kredit untuk tujuan Investasi, dengan rasio NPLs
sebesar 79,81%, sebaliknya Kredit Modal Kerja hanya sebesar 4,31%.
Memburuknya kualitas Kredit kepada Pengembang dengan tujuan investasi ini
merupakan dampak gempa yang baru dirasakan akibatnya oleh pengembang.
Pasca gempa, Pengembang mengalami kesulitan cash flow karena banyaknya
pembatalan yang dilakukan oleh konsumen dan penarikan modal oleh investor
luar. Di sisi lain, pengembang juga memiliki kewajiban untuk memperbaiki rumah-
rumah yang rusak akibat gempa.
Fungsi Intermediasi, Likuiditas dan Profitabilitas
Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum pada tahun 2007 naik dari
47,57% menjadi 55,07%, namun masih lebih rendah dari LDR Bank Umum yang
secara nasional tercatat sebesar 69,20%.
Jika ditinjau dari jenis usaha bank, peningkatan LDR Bank Umum didorong
oleh peningkatan LDR Bank Umum Konvensional yang naik dari 45,73% menjadi
53,67%, sebaliknya Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Umum Syariah turun
dari 128,08% menjadi 104,28%. Berdasarkan wilayah, semua wilayah di DIY
mengalami peningkatan LDR, dimana peningkatan tertinggi terdapat pada
Kabupaten Kulonprogo dari 71,09% menjadi 88,04%, diikuti oleh Kabupaten
Gunungkidul dari 89,67% menjadi 105,36%, Kabupaten Sleman dari 43,31%
menjadi 58,01%, Kabupaten Bantul dari 62,18% menjadi 73,83% dan Kota
Yogyakarta dari 45,03% menjadi 49,25%.
Likuiditas Bank Umum yang terdiri dari Kas, Giro dan Tabungan pada
bank lain pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp532 miliar atau turun sebesar 1,39%
dari tahun 2006 sebesar Rp540 miliar. Peningkatan ini terutama disebabkan posisi
77Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Kas Bank Umum di DIY yang turun dari Rp537 miliar pada tahun 2006 menjadi
Rp530 miliar. Sedangkan Giro pada bank lain turun dari Rp3 miliar menjadi Rp2
miliar, dan Tabungan pada bank lain tercatat sebesar Rp1 miliar. Rasio Likuiditas
Bank Umum yang merupakan perbandingan antara Alat Likuid dengan Pendanaan
tercatat mengalami penurunan dari 3,84% pada tahun 2006 menjadi 3,38% pada
tahun 2007.
Profitabilitas Bank Umum pada tahun laporan naik 4,37% menjadi Rp153
miliar setelah sebelumnya berada pada posisi Rp146 miliar, sehingga rasio
perbandingan antara Laba yang diperoleh dengan Aset atau lebih dikenal dengan
rasio Return On Asset (ROA) turun dari 0,96% pada tahun 2006 menjadi 0,87%
pada tahun 2007. Sedangkan rasio Net Interest Margin (NIM), yang merupakan
perbandingan antara Pendapatan Bunga dengan Biaya Bunga mengalami
peningkatan dari 141,93% pada periode sebelumnya menjadi 263,17% pada
tahun 2007.
Sementara itu, efisiensi Bank Umum DIY yang tercermin dari rasio antara
Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO)
mengalami penurunan dari 117,80% pada tahun 2006 menjadi 86,58% pada
tahun 2007.
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
A Aset 10.944 12.382 15.279 100,00 23,40 17.505 100,00 14,57 B Pendanaan 10.293 11.546 14.056 100,00 21,74 15.761 100,00 12,13 1 Dana Pihak Ketiga 10.215 11.464 13.908 98,94 21,32 15.382 97,60 10,60 2 Kewajiban kepada bank lain 51 31 77 0,55 145,92 170 1,08 120,37 3 Pinjaman yang Diterima & Setoran Jaminan 21 42 65 0,46 54,58 205 1,30 214,06 4 Surat Berharga yang Diterbitkan 6 8 6 0,04 -30,08 3 0,02 -41,65 C Aktiva Produktif 5.103 6.500 7.948 100,00 22,29 9.638 100,00 21,25 1 Kredit yang Diberikan 4.438 5.852 6.616 83,24 13,07 7.989 82,89 20,74 2 Penempatan pada Bank Indonesia (SBI) 482 446 1.141 14,36 155,73 1.405 14,58 23,11 3 Surat Berharga dan Tagihan Lainnya 26 34 28 0,35 -18,86 36 0,38 31,29 4 Penempatan pada bank lain 158 168 163 2,05 -2,76 208 2,16 27,42 5 Bank Garansi - - - 0,00 - - 0,00 - D Alat Likuid 311 389 540 100,00 38,70 532 100,00 -1,39 1 Kas 309 386 537 99,49 39,05 530 99,57 -1,32 2 Giro pada bank lain 2 3 3 0,51 -6,87 2 0,43 -16,39 3 Tabungan pada bank lain - - - 0,00 - 1 0,20 - E Laba / Rugi 163 159 146 100,00 -7,77 153 100,00 4,37 1 Pendapatan Operasional 886 1.092 1.259 15,27 762 -39,50 2 Pendapatan Bunga 753 947 1.102 16,43 710 -35,62 3 Beban Operasional 917 1.088 1.483 36,25 659 -55,54 4 Beban Bunga 435 541 777 43,45 270 -65,28 F Aktiva Produktif/Total Aset (%) = (C)/(A) 46,63 52,50 52,02 55,06 G Rasio Likuiditas (%) = (D)/(B) 3,02 3,37 3,84 3,38 H Rasio Rentabilitas (%) = (E)/(A) 1,49 1,28 0,96 0,87 I Rasio Net Interest Margin (%) = (E.2)/(E.4) 173,12 174,87 141,93 263,17 J Rasio BOPO (%) = (E.1)/(E.3) 103,51 99,67 117,80 86,58 K LDR (%)1 Jenis Usaha Bank 43,45 51,04 47,57 55,07
a. Konvensional 42,47 49,51 45,73 53,67 b. Syariah 96,33 125,12 128,08 104,28
2 Wilayah 43,45 51,04 47,57 55,07 a. Bantul 81,54 90,45 62,18 73,83 b. Gunungkidul 96,33 105,58 89,67 105,36 c. Kulonprogo 71,81 83,28 71,09 88,04 d. Sleman 41,69 47,87 43,31 58,01 e. Yogyakarta 39,10 46,82 45,03 49,25
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Tabel 3.11Rasio Keuangan Bank Umum
No Uraian2006
2004 20052007
Grafik 3.9Net Interest Margin
173,12 174,87
141,93
263,17
0
200
400
600
800
1.000
1.200
2004 2005 2006 2007
Miliar Rp
0
50
100
150
200
250
300%
Net Interest Income Net Interest Expense Rasio NIM
78 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Peningkatan Kompetensi Karyawan
Komitmen Bank Umum dalam meningkatkan kompetensi karyawan masih
menunjukkan peningkatan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Biaya Pendidikan
dan Pelatihan bagi karyawan Bank Umum yang mencapai 4.434 orang tercatat
sebesar Rp10 miliar, naik 53,52% dari tahun 2006 yang hanya tercatat sebesar
Rp6 miliar. Dengan demikian, rasio Biaya Pendidikan dan Pelatihan terhadap total
Biaya Tenaga Kerja naik dari 2,18% menjadi 5,92%. Biaya Tenaga Kerja yang
terdiri dari gaji, honorarium dan biaya tenaga kerja lainnya pada tahun 2007
tercatat sebesar Rp162 miliar.
Jika dilihat dari rata-rata biaya Tenaga Kerja per Karyawan, pada tahun
2007 terjadi penurunan sebesar -44,71% dari Rp66 juta per orang per tahun menjadi
Rp36 juta per orang per tahun. Di sisi lain, angka pertumbuhan biaya Pendidikan
dan Pelatihan per Karyawan justru mengalami pertumbuhan sebesar 50,23%,
dari Rp1,4 juta per orang per tahun pada tahun 2006 menjadi Rp2,2 juta per orang
per tahun pada tahun 2007.
Komitmen untuk peningkatan kompetensi karyawan ini hendaknya
senantiasa menjadi prioritas perbankan demi terciptanya sumber daya manusia
yang handal dan pada gilirannya dapat ikut serta menciptakan sistem perbankan
yang sehat.
BANK PERKREDITAN RAKYAT
Kelembagaan
Sampai dengan posisi akhir tahun 2007, jumlah Bank Perkredita Rakyat
(BPR) yang beroperasi di wilayah DIY secara nominal berkurang sebanyak 4 BPR
dari 64 BPR pada tahun 2006 menjadi 60 BPR pada tahun laporan. Perubahan
tersebut sebagai akibat adanya pembukaan BPR baru, proses merger dan proses
konsolidasi sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Posisi Ptumb1 Posisi Ptumb1
1 Jumlah Karyawan (orang) 3.882 4.082 4.339 6,30 4.434 2,19
2 Biaya Tenaga Kerja (Miliar Rp) 207 239 286 19,64 162 -43,50
3 Biaya Pendidikan dan Pelatihan (Miliar Rp) 3 6 6 4,67 10 53,52
4 Biaya Tenaga Kerja per Karyawan (Juta Rp) 53,302 58,622 65,982 12,56 0,036 -99,94
5 Biaya Pendidikan per Karyawan (Juta Rp) 0,869 1,459 1,437 -1,53 0,002 -99,85
6 Rasio Biaya Pendidikan thd Biaya Tenaga Kerja (%) 1,63 2,49 2,18 5,92 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Tabel 3.12Jumlah dan Biaya Tenaga Kerja Bank Umum
No Uraian2006
2004 20052007
Grafik 3.10Biaya Pendidikan dan Latihan Karyawan Bank Umum
1,60
2,492,18
5,92
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
2004 2005 2006 2007
Juta Rp
0
1
2
3
4
5
6
7%
Biaya Diklat per Karyawan Rasio Biaya Diklat terhadap Biaya Tenaga Kerja
79Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Dilihat dari penyebaran jaringan kantor BPR, sampai saat ini masih
terkonsentrasi di Kabupaten Sleman sebesar 53,55% dari total jaringan kantor
BPR, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bantul sebesar 27,10%. Sedangkan Kota
Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Gunungkidul masing-masing
sebesar 9,03%, 6,45% dan 3,87%.
Aset
Sampai dengan akhir tahun 2007, Aset BPR DIY tercatat sebesar Rp1.454
miliar, tumbuh 28,94% dari tahun sebelumnya sebesar Rp1.128 miliar. Angka
pertumbuhan Aset BPR di DIY ini melampaui angka pertumbuhan Aset BPR secara
nasional yaitu sebesar 20,38%.
Peningkatan Aset BPR ini didorong oleh pertumbuhan Aset BPR
Konvensional sebesar 28,30% dari Rp1.107 miliar menjadi Rp1.420 miliar dan
pertumbuhan Aset BPR Syariah sebesar 62,89% dari Rp21 miliar menjadi Rp34
miliar, sebagai akibat dari prmbukaan 3 BPR Syariah baru. Berdasarkan wilayah,
pertumbuhan tertinggi dialami oleh BPR yang berkedudukan di Kota Yogyakarta
yaitu sebesar 53,91% menjadi Rp164 miliar, diikuti oleh Kabupaten Kulonprogo
sebesar 44,39% menjadi Rp167 miliar. Sedangkan Kabupaten lainnya yaitu
Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman tumbuh
masing-masing sebesar 33,07%, 26,57% dan 22,22% menjadi sebesar Rp65 miliar,
Rp319 miliar dan Rp739 miliar.
Penghimpunan Dana
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) BPR di DIY pada tahun 2007
mencapai sebesar Rp1.067 miliar, naik 30,00% jika dibandingkan dengan tahun
2006 sebesar Rp821 miliar. Peningkatan DPK BPR ini merupakan shifting dari DPK
Bank Umum di DIY, karena suku bunga simpanan yang ditawarkan oleh BPR lebih
tinggi jika dibandingkan dengan suku bunga Bank Umum.
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
A Jenis Usaha Bank 907 1.015 1.128 100,00 11,10 1.454 100,00 28,94 1 Konvensional 893 998 1.107 98,18 10,98 1.420 97,70 28,30 2 Syariah 14 17 21 1,82 17,94 34 2,30 62,89 B Wilayah 907 1.015 1.128 100,00 11,10 1.454 100,00 28,94 1 Bantul 212 223 252 22,34 13,01 319 21,93 26,57 2 Gunungkidul 26 33 48 4,30 45,46 65 4,44 33,07 3 Kulonprogo 94 110 116 10,25 5,20 167 11,48 44,39 4 Sleman 533 585 605 53,63 3,44 739 50,84 22,22 5 Yogyakarta 41 64 107 9,47 66,39 164 11,31 53,91
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
200520042006
Tabel 3.13Aset Bank Perkreditan Rakyat
No Uraian2007
Grafik 3.11Penyebaran Jaringan Kantor BPR
Yogyakarta9%
Sleman54%
Bantul27%
Gunungkidul4%
Kulonprogo6%
80 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Penghimpunan dana masyarakat tersebut disimpan di BPR Konvensional
sebesar 97,71% atau Rp1.043 miliar dan sisanya disimpan di BPR Syariah sebesar
Rp24 miliar.
Deposito sebagai simpanan berjangka masih menjadi preferensi nasabah
BPR yakni sebesar Rp715 miliar (66,95%), sedangkan Tabungan hanya sebesar
Rp353 miliar (33,05%), dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 22,93%
dan 47,16%. Berdasarkan wilayah, Kabupaten Sleman berhasil menghimpun dana
masyarakat sebesar Rp563 miliar atau 52,72% dari total DPK BPR sesuai dengan
konsentrasi jaringan kantornya, diikuti oleh Kabupaten Bantul sebesar Rp245 miliar
(22,96%). Sedangkan Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten
Gunungkidul memiliki pangsa di bawah 10,00% yaitu masing-masing sebesar
Rp120 miliar (11,23%), Rp106 miliar (9,92%) dan Rp34 miliar (3,17%).
Penyaluran Kredit dan Kualitas Kredit
Hingga akhir tahun 2007, BPR di wilayah DIY telah menyalurkan Kredit
sebesar Rp1.070 miliar, tumbuh 24,23% dari tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar Rp861 miliar. Pencapaian ini berada di atas pertumbuhan Kredit BPR secara
nasional yang tercatat sebesar 21,19% pada tahun 2007. Kredit BPR tersebut
sebesar 97,67% atau Rp1.045 miliar disalurkan melalui BPR Konvensional dan
2,33% lainnya atau sebesar Rp25 miliar disalurkan melalui BPR Syariah.
Berdasarkan tujuan penggunaannya, sebagaimana fenomena yang terjadi
pada Perbankan DIY secara umum dan Bank Umum, pangsa terbesar penyaluran
Kredit BPR dimiliki oleh Kredit Konsumsi yaitu sebesar 48,39% atau Rp518 miliar,
diikuti oleh Kredit Modal Kerja sebesar 43,50% atau Rp465 miliar. Sedangkan
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
A Jenis Usaha 630 726 821 100,00 13,12 1.067 100,00 30,00 1 Konvensional 619 712 806 98,19 13,21 1.043 97,71 29,37 2 Syariah 11 14 15 1,81 8,62 24 2,29 64,29 B Jenis Simpanan 630 726 821 100,00 13,12 1.067 100,00 30,00 1 Tabungan 191 211 240 29,20 13,40 353 33,05 47,16 2 Deposito 439 514 581 70,80 13,01 715 66,95 22,93 C Wilayah 630 726 821 100,00 13,12 1.067 100,00 30,00 1 Bantul 138 162 184 22,36 13,61 245 22,96 33,49 2 Gunungkidul 15 17 22 2,71 34,10 34 3,17 51,82 3 Kulonprogo 56 72 80 9,80 11,10 106 9,92 31,54 4 Sleman 393 435 466 56,75 7,10 563 52,72 20,78 5 Yogyakarta 28 40 69 8,37 71,45 120 11,23 74,36
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
Tabel 3.14Dana Pihak Ketiga Bank Perkreditan Rakyat
No20072006
2004 2005Uraian
81Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Kredit Investasi hanya memiliki pangsa sebesar 8,12% atau Rp87 miliar dari total
Kredit BPR, namun memiliki angka pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 54,31%.
Persentase alokasi Kredit yang disalurkan BPR kepada sektor-sektor usaha
tidak mengalami perubahan dari tahun-tahun sebelumnya, dimana sektor Lain-
lain mendapat porsi terbesar yaitu 51,55% dengan nilai Rp552 miliar, kemudian
diikuti oleh Sektor Perdagangan dengan nilai Rp351 miliar (32,79%) dan sektor
Jasa-jasa dengan nilai Rp123 miliar (11,51%) dan angka pertumbuhan masing-
masing sebesar 22,05%, 26,26% dan 25,98%.
Kredit BPR terutama disalurkan oleh BPR di Kabupaten Sleman sebesar
Rp537 miliar (50,22%), diikuti oleh Kabupaten Bantul sebesar Rp216 miliar
(20,20%), dan Kabupaten Kulonprogo sebesar Rp139 miliar (12,97%).
Kualitas Kredit BPR pada tahun 2007 mengalami perbaikan, tercermin
dari penurunan rasio NPLss menjadi sebesar 7,86% yang pada tahun 2006 tercatat
sebesar 10,41%. Perbaikan ini merupakan hasil dari upaya BPR untuk melakukan
penagihan secara intensif.
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
A Jenis Usaha Bank 692 832 861 100,00 3,49 1.070 100,00 24,23 1 Konvensional 682 819 845 98,13 3,17 1.045 97,67 23,65 2 Syariah 9 13 16 1,87 23,71 25 2,33 54,69 B Jenis Penggunaan 692 832 861 100,00 3,49 1.070 100,00 24,23 1 Modal Kerja 375 415 378 43,88 -8,97 465 43,50 23,16 2 Investasi 17 25 56 6,53 126,27 87 8,12 54,31 3 Konsumsi 300 392 427 49,59 8,89 518 48,39 21,21 C Sektor 692 832 861 100,00 3,49 1.070 100,00 24,23 1 Pertanian 15 17 18 2,07 4,81 23 2,19 31,23 2 Industri 12 13 16 1,85 23,66 21 1,97 31,76 3 Perdagangan 282 305 278 32,26 -9,00 351 32,79 26,26 4 Jasa-jasa 73 95 98 11,34 3,33 123 11,51 25,98 5 Lain-lain 310 402 452 52,47 12,31 552 51,55 22,05 D Wilayah 692 832 861 100,00 3,49 1.070 100,00 24,23 1 Bantul 158 173 176 20,46 1,68 216 20,20 22,63 2 Gunungkidul 23 29 37 4,35 27,33 46 4,34 24,10 3 Kulonprogo 76 98 92 10,66 -6,07 139 12,97 51,11 4 Sleman 399 477 467 54,27 -2,08 537 50,22 14,95 5 Yogyakarta 35 54 88 10,26 62,37 131 12,28 48,60 F Non Performing Loans1 Jenis Usaha Bank 42 72 90 84
a. Konvensional 42 71 89 83 b. Syariah 1 1 1 1
2 Wilayah 42 72 90 84 a. Bantul 19 26 34 25 b. Gunung Kidul 1 1 3 3 c. Kulon Progo 3 5 5 5 d. Sleman 15 37 39 41 e. Yogyakarta 5 3 9 9
G Non Performing Loans (%)1 Jenis Usaha Bank 6,11 8,70 10,41 7,86
a. Konvensional 6,09 8,71 10,49 7,93 b. Syariah 7,36 8,24 6,04 4,69
2 Wilayah 6,11 8,70 10,41 7,86 a. Bantul 11,86 15,27 19,13 11,53 b. Gunungkidul 2,81 3,25 7,55 7,00 c. Kulonprogo 3,58 4,96 5,31 3,73 d. Sleman 3,72 7,76 8,31 7,68 e. Yogyakarta 15,20 5,74 10,60 7,21
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
20062004 2005
Tabel 3.15Kredit Bank Perkreditan Rakyat
No Uraian2007
82 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Penurunan rasio NPLss ini didorong oleh penurunan rasio BPR Konvensional
dari 10,49% pada tahun 2006 menjadi 7,93% pada tahun 2007, sedangkan rasio
NPF BPR Syariah turun dari 6,04% pada tahun 2006 menjadi 4,69% pada tahun
2007. Jika dirinci berdasarkan wilayah, Kabupaten Bantul masih memiliki rasio
NPLs tertinggi yaitu sebesar 11,53%, diikuti oleh Kabupaten Sleman dan Kota
Yogyakarta masing-masing sebesar 7,68% dan 7,21%.
Fungsi Intermediasi
Dalam kurun waktu 1 tahun, rasio Lending to Deposit Ratio (LDR) BPR
turun sebesar 4,66% dari 104,93% pada tahun 2006 menjadi 100,26% pada
tahun 2007. Hal ini disebabkan pertumbuhan Kredit lebih tinggi jika dibandingkan
dengan pertumbuhan DPK-nya, sebagai akibat shifting dana masyarakat dari Bank
Umum ke BPR sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Penurunan ini terutama
disebabkan oleh turunnya FDR BPR Syariah sebesar 6,34% dari 108,48% menjadi
102,14% dan LDR BPR Konvensional turun sebesar 4,64% dari 104,86% pada
tahun sebelumnya menjadi 100,22%.
Berdasarkan lokasi kantor BPR, rata-rata LDR BPR berada di atas 90%,
kecuali Kabupaten Bantul sebesar 88,18%. LDR BPR tertinggi terdapat pada BPR
di wilayah Kabupaten Gunungkidul sebesar 137,47%.
%
A Jenis Usaha Bank 109,88 114,69 104,93 100,26 1 Konvensional 110,16 115,07 104,86 100,22 2 Syariah 88,32 95,25 108,48 102,14 B Wilayah 109,88 114,69 104,93 100,26 1 Bantul 86,97 93,24 95,99 88,18 2 Gunungkidul 62,53 56,46 168,18 137,47 3 Kulonprogo 74,04 74,09 114,10 131,08 4 Sleman 98,44 91,11 100,34 95,51 5 Yogyakarta 81,77 73,66 128,58 109,59
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
Tabel 3.16Loan to Deposit Ratio Bank Perkreditan Rakyat
No Uraian 2005 20062004 2007
83Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH
Kelembagaan
Jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha Syariah pada tahun 2007
mengalami penambahan sebanyak 4 bank, yaitu 1 Bank Umum Syariah (BUS)
dan 3 BPR Syariah (BPRS). Penambahan dari Bank Umum tersebut merupakan
pembukaan Unit Usaha Syariah milik PT Bank Pembangunan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Sedangkan penambahan BPRS tersebut adalah PT BPRS Barokah Dana
Sejahtera, PT BPRS Mitra Amal Mulia dan PT BPRS Madina Mandiri Sejahtera.
Dengan demikian, pembukaan 3 BPR Syariah tersebut melengkapi 3 BPRS Syariah
yang telah ada sebelumnya yaitu BPRS Margirizki Bahagia, BPRS Bangun Drajat
Warga dan BPRS Dana Hidayatullah. Sedangkan Bank Umum lain yang telah
melakukan kegiatan perbankan syariah tercatat sebanyak 5 bank yang merupakan
Kantor Cabang, yaitu Bank Negara Indonesia Syariah, Bank Rakyat Indonesia
Syariah, Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Tabungan
Negara.
Aset
Aset perbankan Syariah DIY mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan, tercermin dari pertumbuhan Aset sebesar 40,27% dari Rp376
miliar menjadi Rp528 miliar, dimana Aset Bank Umum Syariah naik sebesar 38,96%
dari Rp356 miliar menjadi Rp494 miliar, sedangkan BPR Syariah naik sebesar 62,89%
dari Rp21 miliar menjadi Rp34 miliar.
Pertumbuhan tinggi aset perbankan Syariah tersebut menyebabkan pangsa
aset perbankan Syariah DIY terhadap total aset perbankan mengalami peningkatan
dari 2,29% pada tahun 2006 menjadi 2,78% pada tahun 2007. Pangsa perbankan
Syariah ini diharapkan dapat terus mengalami peningkatan dan memberikan
kontribusi terhadap tercapainya target nasional pangsa perbankan Syariah sebesar
5%.
Penghimpunan Dana
Seiring dengan pertumbuhan Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil
dihimpun oleh perbankan Syariah pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar
39,20% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dari Rp327 miliar
menjadi Rp455 miliar, sebesar 94,63% atau Rp430 miliar disimpan di BUS,
sedangkan sebesar 5,37% atau Rp24 miliar disimpan di BPR Syariah.
Grafik 3.12Indikator Perbankan Syariah
1,15 3,08 1,93 2,31
95,89
123,47127,19
104,28
-
100
200
300
400
500
600
2004 2005 2006 2007
Miliar Rp
-10
10
30
50
70
90
110
130
150%
Aset Dana Pihak Ketiga Pembiayaan NPF FDR
84 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Berdasarkan jenis simpanan, dana masyarakat tersebut sebagian besar
disimpan dalam bentuk Tabungan (52,48%) atau sebesar Rp239 miliar dengan
pertumbuhan 37,58%, Deposito (40,70%) atau sebesar Rp185 miliar dengan
pertumbuhan 51,69% dan Giro (6,82%) atau sebesar Rp31 miliar dengan angka
pertumbuhan negatif yaitu -0,65%.
Penyaluran Pembiayaan dan Kualitas Pembiayaan
Sampai dengan akhir tahun 2007, Pembiayaan yang telah disalurkan oleh
perbankan Syariah mengalami peningkatan sebesar 14,13% dari Rp415 miliar
pada tahun 2006 menjadi Rp474 miliar pada tahun 2007. Meskipun mengalami
pertumbuhan, namun pertumbuhan ini lebih lambat jika dibandingkan dengan
pertumbuhan pada tahun 2006 sebesar 36,44% dan tahun 2005 sebesar 62,69%.
Perlambatan ini disebabkan karena pelunasan pembiayaan yang belum jatuh tempo
karena debitur mengalihkan pinjamannya ke Perbankan Konvensional. Hal ini
terjadi karena pembiayaan pada Perbankan Syariah menganut pada sistem margin,
atau pada Perbankan Konvensional dikenal dengan fixed rate, yang disepakati
pada awal perjanjian. Penurunan BI Rate sebagai suku bunga acuan, direspon
perbankan dengan menurunkan suku bunganya, termasuk suku bunga kredit.
Dengan demikian, suku bunga Perbankan Konvensional menjadi lebih murah yang
selanjutnya menyebabkan pergeseran pembiayaan Perbankan Syariah kepada
Perbankan konvensional.
Miliar Rp
Posisi Pangsa1 Ptumb1 Posisi Pangsa1 Ptumb1
I Aset 215 294 376 100,00 27,77 528 100,00 40,27 1 BU Syariah 202 277 356 94,53 28,39 494 93,65 38,96 2 BPR Syariah 14 17 21 5,47 17,94 34 6,35 62,89 II Penghimpunan Dana (Deposit) 195 247 327 100,00 32,45 455 100,00 39,20 A Jenis Bank 195 247 327 100,00 32,45 455 100,00 39,20 1 BU Syariah 185 233 312 95,45 33,85 430 94,63 38,00 2 BPR Syariah 11 14 15 4,55 8,62 24 5,37 64,29 B Jenis Simpanan 195 247 327 100,00 32,45 455 100,00 39,20 1 Giro 5 16 31 9,56 99,90 31 6,82 -0,65 2 Tabungan 89 115 173 53,10 51,06 239 52,48 37,58 3 Deposito 101 116 122 37,35 4,99 185 40,70 51,69 C Jenis Valuta 195 247 327 100,00 32,45 455 100,00 39,20 1 Rupiah 195 243 323 98,75 32,81 448 98,58 38,95 2 Valuta Asing 1 4 4 1,25 9,15 6 1,42 58,58 III Penyaluran Dana (Financing) 187 304 415 100,00 36,44 474 100,00 14,13 A Jenis Bank 187 304 415 100,00 36,44 474 100,00 14,13 1 BU Syariah 178 291 399 96,12 37,01 449 94,74 12,49 2 BPR Syariah 9 13 16 3,88 23,71 25 5,26 54,69 B Jenis Penggunaan 187 304 415 100,00 36,44 474 100,00 14,13 1 Modal Kerja 44 81 106 25,54 31,12 148 31,21 39,49 2 Investasi 31 42 87 20,99 106,63 83 17,46 -5,10 3 Konsumsi 113 181 222 53,47 22,48 243 51,33 9,56 IV RasioA Non Performing Financing (NPF) 2 9 8 100,00 -14,66 11 100,00 37,01 1 BU Syariah 1 8 7 87,85 -15,35 10 89,34 39,33 2 BPR Syariah 1 1 1 12,15 -9,31 1 10,66 20,18 B Rasio Non Performing Financing 1,15 3,08 1,93 2,31 1 BU Syariah 0,82 2,85 1,76 2,18 2 BPR Syariah 7,36 8,24 6,04 4,69 C Financing to Deposit Ratio (FDR)1 95,89 123,47 127,19 104,28 1 BU Syariah 96,33 125,12 128,08 104,40 2 BPR Syariah 88,32 95,25 108,48 102,14 V Jumlah Bank Syariah 6 7 8 12 1 BU Syariah 4 5 5 6 2 BPR Syariah 2 2 3 6
Keterangan:1) %.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Syariah dan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah
20062004 2005
Tabel 3.17Indikator Perbankan Syariah
No Uraian2007
85Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Pembiayaan perbankan Syariah berdasarkan jenis bank berasal dari
pembiayaan Bank Umum Syariah sebesar Rp449 miliar, tumbuh 12,49% dari tahun
2006 sebesar Rp399 miliar, dan BPR Syariah sebesar Rp25 miliar yang tumbuh
54,69% dari Rp16 miliar.
Pembiayaan dengan tujuan Konsumsi masih menjadi primadona
penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah, dengan pangsa 51,33% atau sebesar
Rp243 miliar, kemudian diikuti dengan Pembiayaan untuk kegiatan Modal Kerja
dengan pangsa 31,21% atau sebesar Rp148 miliar, dan terakhir adalah pembiayaan
untuk kegiatan Investasi dengan pangsa 17,46% atau sebesar Rp83 miliar.
Kualitas penyaluran dana Perbankan Syariah pada tahun 2007 mengalami
penurunan, dibuktikan dengan naiknya rasio Pembiayaan Non Lancar (Non
Performing Financing) dari 1,93% menjadi 2,31%. Rasio NPF Bank Umum Syariah
tercatat sebesar 2,18%, naik dari tahun 2006 sebesar 1,76%. Sedangkan yang
menggembirakan, rasio NPF BPR Syariah pada tahun 2007 berhasil ditekan sehingga
berada di bawah 5,00%, yakni 4,69%, turun dari tahun 2006 sebesar 6,04%.
Fungsi Intermediasi
Pertumbuhan penghimpunan dana perbankan Syariah yang lebih besar
dari pertumbuhan pembiayaannya, mendorong penurunan rasio Financing to
Deposit Ratio (FDR) dari 127,19% pada tahun 2006 menjadi 104,28% pada tahun
laporan. Jika dirinci berdasarkan jenis bank, FDR masing-masing jenis bank
mengalami penurunan yang cukup signifikan. FDR BUS turun dari 128,08% pada
tahun 2006 menjadi 104,40% pada tahun 2007. Sedangkan FDR BPR Syariah
turun dari 108,48% pada tahun 2006 menjadi 102,14% pada tahun 2007. Meskipun
mengalami penurunan, rasio FDR Perbankan Syariah masih berada di atas 100,00%,
menunjukkan dana milik Perbankan Syariah selain DPK juga disalurkan dalam
bentuk pembiayaan, yang juga berarti merupakan realisasi komitmen Perbankan
Syariah dalam menggerakkan perekonomian DIY.
86 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Kebijakan
Secara umum kebijakan Pemerintah maupun
Bank Indonesia yang terkait dengan pengembangan
UMKM cukup banyak, namun belum
terkomunikasikan secara baik sehingga
implementasi dari kebijakan tersebut kurang
optimal.
Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan
oleh Bank Indonesia terkait dengan UMKM
diantaranya adalah:
1. Berperan dalam penyediaan pendanaan secara
tak langsung melalui penerbitan SUP No. 005
dan penyaluran kembali kredit eks KLBI
(relending) kepada BUMN Koordinator (PT PNM,
BTN dan BRI).
2. Penerbitan dan penyempurnaan pengaturan
kepada perbankan dalam rangka mendukung
penyaluran kredit kepada UMKM.
3. PBI No. 3/2/PBI/2001 perihal Pemberian Kredit
Usaha Kecil (KUK). BI menganjurkan bank untuk
menyalurkan kredit Usaha Kecil.
4. PBI No. 7/39/PBI/2005 perihal Pemberian
Bantuan Teknis dalam pengembangan UMKM.
5. PBI No. 6/25/PBI/2004 dan SE-BI No. 6/44/DPNP
perihal Rencana Bisnis Bank Umum.
6. PBI No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimal
Pemberian Kredit Bank Umum.
7. PBI No. 7/45/PBI/2005 mengenai Perlakuan
Khusus terhadap Bank Umum Pasca Bencana
Nasional.
8. PBI No. 7/8/PBI/2005 mengenai Sistem Informasi
Debitur.
9. PBI No. 8/3/PBI/2006 tentang Perubahan
Penghitungan ATMR.
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:PPPPPembiaembiaembiaembiaembiayyyyyaan UMKM Sektor Paan UMKM Sektor Paan UMKM Sektor Paan UMKM Sektor Paan UMKM Sektor Pertanianertanianertanianertanianertanian
10. PBI No. 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007
tentang Perubahan Kedua PBI No. 8/2/PBI/2006
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Produktif.
Terkait dengan ketentuan yang terakhir,
bahwa ketentuan ini merupakan ketentuan relaksasi
yang memberi kelonggaran penilaian kualitas
linkage program dengan BPR. Dalam ketentuan
sebelumnya penilaian kualitas linkage program
dengan BPR tidak diatur secara khusus. Persisnya
kriteria lama tunggakan pokok/bunga untuk kategori
kurang lancar dan macet diubah dari 5 hari menjadi
30 hari.
Menetapkan bahwa kredit usaha kecil dan
menengah dapat ditetapkan kualitasnya hanya
berdasarkan ketepatan pembayaran pokok/bunga
dengan batasan plafond kredit yang dikaitkan
dengan penilaian atas Risk Control System kredit
dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan masing-
masing bank. Dalam ketentuan sebelumnya kredit
usaha menengah belum dapat ditetapkan
kualitasnya hanya berdasarkan ketepatan
pembayaran pokok/bunga.
Adanya penambahan item agunan yang
dapat digunakan sebagai pengurang pembentukan
PPAP: dari semula 4 item menjadi 6 item dengan
tambahan Resi Gudang dan mesin.
Selanjutnya SE 8/3/DPNP yang memberikan
bobot ATMR terhadap kredit KUK sebesar 85%, KPR
40% dan pegawai/pensiunan 50% apabila syarat
yang ditetapkan dipenuhi. Sebelumnya kredit
tersebut dibobot 100%, kecuali apabila dijamin
pemerintah/BUMN maka dibobot 0%.
87Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Resi Gudang
Ada satu item dalam ketentuan di atas yang
memberi angin segar bagi sektor pertanian. Dengan
diperhitungkannya Resi Gudang sebagai pengurang
pembentukan PPAP hingga sebesar 70%,
diharapkan akan mendorong industri perbankan
untuk membiayai sektor Pertanian, karena bank bisa
memanfaatkan Resi Gudang sebagai menjadi
agunan kredit.
Dasar hukum keberadaan Resi Gudang juga
sangat kuat, diantaranya UU No.9 Tahun 2006 :
Sistem Resi Gudang dan PP No.36 tgl 22 Juni 2007
terkait dengan barang-barang yang dapat disimpan
di gudang. Sehingga, sangat optimis implementasi
PBI No.9/6/2007 dapat terlaksana, tinggal menunggu
kesiapan SDM perbankan dalam memahami
karakteristik usaha pertanian.
Secara ringkas, Resi Gudang merupakan
tanda bukti yang dikeluarkan perusahaan
pergudangan. Resi Gudang ini bisa dijadikan agunan
untuk memperoleh kredit dengan jangka waktu
palin lama 1 tahun (tergantung komoditinya). Cara
memperolehnya :
• Setelah panen, petani bisa menyerahkan hasil
panennya ke perusahaan pergudangan yang
berhak mengeluarkan Resi Gudang. Petani nanti
memperoleh Resi Gudang sebagai tanda bukti.
• Resi Gudang ini mencantumkan kuantitas dan
kualitas barang yang disimpan.
• Ini bisa diajukan ke bank sebagai agunan.
• Bank bisa memberikan kredit atau pembiayaan
sampai 70% dari nilai agunan, tergantung jenis
dan kualitas barangnya.
Pola pembiayaan yang mirip dengan
mekanisme pembiayaan dengan agunan Resi
Gudang tersebut sebenarnya sudah banyak
dilakukan oleh beberapa bank nasional.
Pembiayaan Bank Syariah untuk Produk
Sektor Pertanian
Selain itu, masih banyak pola pembiayaan
perbankan untuk produk-produk sektor pertanian,
diantaranya adalah pembiayaan melalui perbankan
syariah.
1. Bai’ Salam (Up front financing)
Salam adalah akad jual beli muslam fiih
(barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman
oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya
dilakukan segera sebelum muslam fiih diterima
sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Piutang salam
harus diselesaikan dalam bentuk penyerahan barang
bukan penerimaan dalam bentuk uang tunai.
Hutang salam adalah modal usaha salam yang
diterima oleh bank sebagai penjual dari pembeli.
Harus diketahui karakteristiknya secara umum yang
meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan
kuantitasnya.
Barang yang diterima harus sesuai dengan
karakteristik yang telah disepakati antara pembeli
dan penjual. Jika barang pesanan yang diterima
bank salah atau cacat maka penjual (supplier) harus
bertanggung jawab atas kelalaiannya. Apabila nilai
pasarnya lebih rendah daripada nilai akad maka
bank mengakui sebagai kerugian salam. Apabila
nilai pasarnya lebih tinggi daripada nilai akad maka
bank tidak mengakui sebagai keuntungan salam.
Pemesananbarangnasabahdan bayar tunai
NASABAH /PENJUAL
PEMBELI
BANK
Negosiasipesanan dengan
kriteria
Kirimdokumen
Kirim pesanan
BayarPemesanan
barangnasabahdan bayar tunai
NASABAH /PENJUAL
PEMBELI
BANK
Negosiasipesanan dengan
kriteria
Kirimdokumen
Kirim pesanan
Bayar
88 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Bank sebagai pembeli dapat meminta jaminan
untuk menghindari risiko yang merugikan. Barang
pesanan yang disepakati antara penjual dan
pembeli harus diketahui karakterisktiknya secara
umum jenis, macam, kualitas dan kuantitasnya.
Apabila barang yang dikirim tidak sesuai
karakteristiknya maka penjual harus bertanggung
jawab.
Hutang salam merupakan kewajiban bank
yang harus diselesaikan dalam bentuk penyerahan
barang bukan pembayaran dalam bentuk uang
tunai . Spesifikasi dan harga barang harus disepakati
di awal akad dan harga barang tidak dapat berubah
selama jangka waktu akad.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau
penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank
bertindak sebagai penjual kemudian memesan
kepada pihak lain untuk menyediakan barang
pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut
salam paralel.
Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:
akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari
akad pertama antara bank dan pembeli akhir dan
akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
2. Muzaraah
Pembiayaan ini melibatkan tiga pihak yakni
Bank, Pemilik Lahan dan Petani. Pembiayaan ini,
dana berasal dari Bank, sedangkan benih dan lahan
dari pemilik, serta benih dan ketrampilan dari petani.
3. Musaqah
Sama halnya dengan pembiayaan Muzaraah,
Pembiayaan ini juga melibatkan tiga pihak yakni
Bank, Pemilik Lahan dan Petani. Dimana dana
berasal dari Bank, sedangkan benih dan lahan dari
pemilik, serta ketrampilan dari petani.
Namun sejauh ini pembiayaan Muzaraah dan
Musaqah belum ada yang mengajukan, sehingga
aturan dari Bank Indonesia belum dikeluarkan.
Seandainya ada petani yang menginginkan
pembiayaan seperti ini untuk sementara bisa dibiayai
melalui mekanisme pembiayaan Mudharabah atau
Musyarakah.
4. Mudharabah Mutlaqah (Bagi hasil)
Pembiayaan mudharabah adalah akad
kerjasama usaha antara bank sebagai pemilik dana
(shahibul maal) dan nasabah sebagai pengelola
dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha
dengan nisbah pembagian hasil (keuntungan atau
kerugian) menurut kesepakatan dimuka.
Pembiayaan mudharabah dapat diberikan dalam
bentuk kas dan atau non-kas yang dilakukan secara
bertahap atau sekaligus. Pengembalian pembiayaan
mudharabah dapat dilakukan bersamaan dengan
distribusi bagi hasil atau pada saat diakhiri-nya akad
mudharabah.
Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan
dengan menggunakan dua metode, yaitu bagi laba
(profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue
sharing). Bagi laba dihitung dari pendapatan setelah
dikurangi beban yang berkaitan dengan
pengelolaan dana mudharabah. Sedangkan bagi
pendapatan, dihitung dari total pendapatan
pengelolaan mudharabah.
Dalam hal terjadi kerugian dalam usaha
pengelola dana (mudharib),bank sebagai pemilik
dana (shahibul maal) akan menanggung semua
kerugian sepanjang kerugian tersebut bukan
disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pengelola
dana (mudharib).
Bank (Modal 100%)
Nasabah(Ketrampilan/ Keahli
an)
Perjanjian/ Akad bagi
hasil
Proyek/ Usaha
PembagianKeuntungan
MODAL
Nisbahx%
Nisbahy%
Bank (Modal 100%)
Nasabah(Ketrampilan/ Keahli
an)
Perjanjian/ Akad bagi
hasil
Proyek/ Usaha
PembagianKeuntungan
MODAL
Nisbahx%
Nisbahy%
89Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Kelalaian atau kesalahan pengelola dana,
antara lain, ditunjukkan oleh tidak dipenuhinya
persyaratan yang ditentukan di dalam akad, tidak
terdapat kondisi force majeur dan/atau yang telah
ditentukan di dalam akad atau hasil putusan dari
badan arbitrase atau pengadilan.
Pada prinsipnya pembiayaan mudharabah
tidak mensyaratkan jaminan, kecuali dalam hal
pengelola dana tidak memenuhi syarat yang
ditetapkan. Pencairan jaminan dapat dilakukan
apabila pengelola terbukti melakukan pelanggaran
kesepakatan.
Persyaratan Mudharabah: modal berupa uang
tunai atau barang yang dapat dinilai dengan uang.
Jumlah modal harus jelas, nyata dan bisa dilihat,
harus diserahkan kepada pelaksana dan keuntungan
harus jelas pembagian keuntungannya dan
sebaiknya berbentuk nisbah.
5. Mudharabah Muqayyadah (Bagi hasil)
Pembiayaan mudharabah (muqayyadah)
adalah akad kerjasama usaha antara nasabah
pemilik dana (shahibul maal) dan nasabah
pengelola dana (mudharib) dimana pihak bank
bertindak sebagai perantara pembiayaan. Pemilik
dana menetapkan pelaksanaan kegiatan dengan
syarat-sayarat tertentu berupa jenis usaha, tempat,
waktu maupun tatacara pelaksanaannya. Nisbah
pembagian hasil (keuntungan atau kerugian)
menurut kesepakatan dimuka.
Syarat-syarat lainnya mengacu kepada
Pembiayaan mudharabah. Bank dalam kegiatan ini
bertindak sebatas perantara/penghubung antar
pemilik dana dan pengelola. Oleh sebab itu
memiliki tanggung jawab yang terbatas. Apabila
bank sebagai chanelling agent maka dibukukan
dalam laporan perubahan dana investasi terikat.
Apabila sebagai executing agent maka dibukukan
sebesar porsi risiko yang ditangung bank. Sebagai
agen/perantara pembiayaan bank dapat meminta
fee sebagai imbalan.
6. Musyarakah (Perkongsian)
Musyarakah adalah akad kerjasama yang
terjadi diantara para pemilik modal (mitra
musyarakah) untuk menggabungkan modal dan
melakukan usaha secara bersama dalam suatu
kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai
dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal.
Musyarakah dapat berupa musyarakah
permanen maupun musyarakah menurun.
Musyarakah permanen adalah musyarakah yang
jumlah modalnya tetap sampai akhir masa
musyarakah. Sedangkan di dalam musyarakah
menurun, jumlah modalnya secara berangsur
menurun karena dibeli oleh mitra musyarakah.
Nasabah(Mudharib)
Bank Perantara
Nasabah(Shahibul
Maal)
Proyek/ Usaha
PembagianKeuntungan
Nisbahx%
Nisbahy%
Perjanjian/ Akad bagi
hasilNasabah
(Mudharib)
Bank Perantara
Nasabah(Shahibul
Maal)
Proyek/ Usaha
PembagianKeuntungan
Nisbahx%
Nisbahy%
Perjanjian/ Akad bagi
hasil
Keuntungan
Bagi hasil keuntungan sesuaikesepakatan nisbah)/ kerugiansesuai porsi kontribusi modal
NASABAH parsial: asset
valueBANK
parsial: asset value
Proyek/ Usaha
Keuntungan
Bagi hasil keuntungan sesuaikesepakatan nisbah)/ kerugiansesuai porsi kontribusi modal
NASABAH parsial: asset
valueBANK
parsial: asset value
Proyek/ Usaha
90 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Keuntungan atau pendapatan musyarakah
dibagi di antara mitra musyarakah berdasarkan
kesepakatan awal sedangkan kerugian musyarakah
dibagi diantara mitra musyarakah secara
proporsional berdasarkan modal yang disetorkan.
Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam
bentuk kas, setara kas, atau aktiva non-kas,
termasuk aktiva tidak berwujud seperti lisensi dan
hak paten yang sesuai dengan syariah.
Dalam pembiayaan musyarakah setiap mitra
tidak dapat menjamin modal mitra lainnya, maka
setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk
menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan
yang di sengaja. Kelalaian atau kesalahan pengelola
dana, antara lain, ditunjukkan oleh tidak
dipenuhinya persyaratan sesuai akad; tidak terdapat
kondisi force majeur dan/atau yang telah ditentukan
di dalam akad; atau hasil putusan dari badan
arbitrase atau pengadilan
91Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Peristiwa bencana alam yang melanda
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan
daerah sekitarnya di Provinsi Jawa Tengah telah
memberikan dampak yang mengganggu
perekonomian Indonesia, khususnya di daerah yang
terkena bencana dimaksud. Nasabah debitur yang
terkena dampak bencana tersebut diperkirakan
akan mengalami kesulitan dalam melunasi
kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit.
Upaya antisipasi yang telah dilakukan oleh
Bank Indonesia adalah memberikan bantuan
kemanusian baik dalam bentuk Charity (tahap
tanggap darurat) maupun Community Development
(pengembangan komunitas). Disamping itu, dari sisi
kebijakan Bank Indonesia telah mengeluarkan
kebijakan perlakuan khusus terhadap kredit Bank
berupa kelonggaran dalam penetapan kualitas
penyediaan dana dan kredit, serta penyediaan dana
dan pemberian kredit baru kepada debitur yang
terkena dampak bencana alam dimaksud melalui
dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI)
relending yaitu dana angsuran KLBI yang belum
jatuh tempo dan Eks Relending.
Terkait dengan Charity Bank Indonesia
Yogyakarta sampai dengan 31 Maret 2007 telah
menyalurkan dana sebesar Rp7.195.940.325,00.
Dana tersebut bersumber dari partisipasi Pegawai
dan Anggota Dewan Gubernur. Sementara itu
terkait dengan Community Development, Bank
Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Daerah
(PEMDA) Kabupaten Bantul, Ikatan Sarjana
EKonomi (ISEI) DIY dan salah satu NGO
mengembangan Program Desa Kita di Dusun
Manding, Desa Sabdodadi, Kec. Bantul, Kabupaten
Bantul, yang dilaksanakan kurang lebih 2 tahun,
yaitu mencakup Pembangunan Infrastruktur Fisik,
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:Refleksi Satu Refleksi Satu Refleksi Satu Refleksi Satu Refleksi Satu TTTTTahun Restrukturisasi Kredit Pahun Restrukturisasi Kredit Pahun Restrukturisasi Kredit Pahun Restrukturisasi Kredit Pahun Restrukturisasi Kredit Paska Gempaaska Gempaaska Gempaaska Gempaaska Gempa
Peningkatan sumber daya dan kualitas hidup
manusia dan Penyediaan sarana dan prasarana
pendukung.
Selain itu, sebagai perwujudan rasa
kepedulian dan turut membantu pemulihan
kehidupan sosial dan ekonomi di daerah yang
terkena bencana gempa, Bank Indonesia dan
Kementrian Negara Perumahan Rakyat telah
menandatangani Nota Kesepahaman tentang Kredit
Pembangunan/Perbaikan Rumah Sederhana Secara
Swadaya untuk Daerah Gempa di Provinsi DIY dan
Jawa Tengah pada tanggal 23 Agustus 2006,
dengan jumlah dana yang siap disalurkan adalah
sebesar Rp239 miliar bersumber dari dana KLBI
relending. Penyaluran dana KLBI relending untuk
korban gempa di DIY sampai dengan 4 Juni 2007
sebanyak 1.310 debitur dengan nilai sebesar
Rp36,76 miliar.
Selanjutnya, berkaitan dengan bencana alam
yang terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Jawa Tengah, Bank Indonesia juga memberikan
insentif berupa kebijakan di bidang perbankan.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No. 8/10/PBI/2006 tanggal 7 Juni 2006
tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit Bank
Pasca Bencana Alam di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Daerah Sekitarnya di Provinsi Jawa
Tengah.
Masyarakat perbankan DIY juga peduli
terhadap dampak gempa di Provinsi DIY dengan
melakukan berbagai upaya untuk meringankan
beban masyarakat antara lain dengan cara
melaksanakan tanggung jawab social (Corporate
Social Responsibility) dengan aktivitas CSR antara
lain ikut membantu pembangunan lebih dari 15
gedung sekolah, lebih dari 200 ruangan kelas,
92 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
beberapa unit rumah, bantuan program pendidikan
berupa pemberian computer, beasiswa maupun
pelatihan bagi guru, pembangunan beberapa rumah
peribadatan, renovasi pasar maupun bantuan
pemberian dana dan bentuk natura lainnya. Upaya
yang telah dilakukan oleh perbankan tentu saja
bukan merupakan penyelesaian masalah secara
tuntas karena disadari bantuan tersebut sangatlah
kecil apabila dibandingkan dengan kerugian dan
penderitaan yang dirasakan masyarakat DIY
terutama di wilayah bencana. Namun demikian
perbankan bersama-sama dengan seluruh elemen
masyarakat lainnya sangat peduli dan
berkepentingan atas pulihnya kondisi perekonomian
masyarakat DIY.
Perkembangan Restrukturisasi Kredit/
Pembiayaan Paska Gempa
Untuk mempercepat pemulihan kondisi
perekonomian didaerah tersebut, Bank Indonesia
menganjurkan perbankan DIY untuk
memberlakukan debitur korban gempa sesuai PBI
No.8/10/PBI/2006. Peraturan ini memungkinkan
bank (Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Perbankan) dapat melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Penilaian kualitas kredit dan penyediaan dana
lain untuk Bank Umum bagi nasabah dengan
lokasi proyek dan lokasi usaha didaerah tersebut
sampai dengan Rp 5 milyar hanya dinilai
berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/
atau bunga. Hal ini berbeda dengan ketentuan
normal yang mengharuskan penentuan kualitas
kredit dan penyediaan dana lain dengan jumlah
diatas Rp500 juta dinilai berdasarkan prospek
usaha, kondisi keuangan, dan ketepatan
pembayaran (3 pilar).
b. Restrukturisasi kredit bagi Bank Umum dan
BPR yang dilakukan untuk debitur yang terkena
dampak bencana alam tersebut langsung
dikategorikan dengan kualitas Lancar selama
3 tahun sejak ketentuan ini berlaku. Dalam
ketentuan yang berlaku untuk kondisi normal,
kualitas kredit yang direstrukturisasi harus
digolongkan Kurang Lancar dan kemudian dapat
menjadi kualitas Lancar apabila tidak terdapat
tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga
dari debitur setelah 3 kali periode pembayaran
terakhir untuk Bank Umum atau setelah periode
6 bulan untuk BPR. Kredit yang dapat
direstrukturisasi berdasarkan ketentuan ini tidak
dibatasi jumlah nominalnya.
c. Bank Umum dan BPR diperkenankan
memberikan kredit baru kepada debitur di
daerah tersebut meskipun kredit awalnya telah
bermasalah dengan adanya bencana alam
tersebut.
d. Kebijakan di atas berlaku juga bagi Bank
Umum konvensional yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah,
Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dan
BPR berdasarkan Prinsip Syariah untuk
penyediaan dana yang mencakup pembiayaan
(mudharabah atau musyarakah), piutang
(murabahah, salam, atau istishna), sewa (ijarah),
pinjaman (qardh) dan penyediaan dana lain.
e. Kebijakan tersebut diatas didasarkan kepada
pendekatan pemulihan ekonomi di daerah
bencana alam, dengan demikian debitur yang
terkena bencana maupun yang tidak terkena
bencana tetap dapat menikmati insentif tersebut.
Adapun pertimbangan bagi debitur yang tidak
terkena bencana untuk diberikan insentif adalah
karena debitur yang bersangkutan juga
mengalami kesulitan usaha karena adanya
kesulitan yang dialami produsen dan konsumen.
Namun pelaksanaan dari peraturan tersebut
terdapat beberapa kendala. Dari sisi perbankan,
kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
93Bab 3 - Perkembangan Perbankan
ini tidak diikuti oleh ketentuan yang terkait dengan
perlakuan pajak untuk kredit/pembiayaan debitur
korban gempa. Hal ini penting bagi perbankan,
karena debitur yang telah direstrukturisasi tersebut
kolektibilitasnya menjadi lancar selama 3 tahun dan
bank mencatat adanya pendapatan bunga yang
masuk (meskipun pada kenyataannya tidak ada
aliran dana karena kondisinya macet), oleh karena
pendapatan tersebut diakhir tahun otomatis akan
dikenai pajak.
Sementara itu, disisi UMKM, sebagaimana
yang diketahui banyak UMKM yang mengeluhkan
bahwa perbankan belum sepenuhnya
melaksanakan PBI tersebut dan bahkan beberapa
bank telah melakukan penyitaan jaminan.
Meskipun pengertian perbankan oleh UMKM tidak
hanya mencakup perbankan sesuai ketentuan
berlaku (Bank Umum & BPR) tapi juga non bank.
Kendala yang dihadapi UMKM ini ditindaklanjuti
oleh Bank Indonesia Yogyakarta melakukan
penelitian terkait sejauh mana pelaksanaan atas
peraturan dimaksud di lapangan termasuk kendala
yang dihadapi oleh masing-masing bank di wilayah
kerja Bank Indonesia Yogyakarta. Penelitian ini telah
dilakukan untuk data sampai dengan Desember
2006 dan sampai ini dilanjutkan kembali
penelitiannya sampai Juni 2007. Adapun hasil
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Debitur perbankan yang menjadi korban
gempa di DIY mencapai 31.447 debitur (60,35%
debitur Bank Umum dan 39,65% BPR) dan yang
telah direstrukturisasi sebanyak 16.340 debitur
(72,73% debitur Bank Umum dan 27,27% debitur
BPR). Hasil dari restrukturisasi tersebut terdapat
74,82% telah menjadi performing, 9,26% masih
non performing dan sisanya telah lunas. Sedangkan
bentuk restrukturisasi yang paling banyak dipilih
adalah rescheduling 80,60%, kemudian diikuti oleh
restructuring 11,64% dan sisanya reconditioning.
Bentuk dari penyelamatan kredit dapat
berupa: (a) Penjadualan kembali (rescheduling),
yaitu perubahan syarat kredit yang hanya
menyangkut jadual pembayaran dan atau jangka
waktunya. (b) Persyaratan kembali (reconditioning),
yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat
kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadual
pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan
lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan
maksimum saldo kredit. (c) Penataan kembali
(restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit
yang menyangkut (penambahan dana bank dan/
atau ; konversi seluruh atau sebagian tunggakan
bunga menjadi pokok kredit baru, dan/ atau;
konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi
penyertaan dalam perusahaan, yang dapat disertai
dengan penjadualan kembali dan/atau persyaratan
kembali.
18,977 11,884
12,470
4,456
Bank Umum BPR
Debitur Korban Gempa Yang Telah Direstrukturisasi
Korban Gempa Telah Dilakukan Restrukturisasi
Kondisi Debitur Setelah Direstrukturisasi
Performing Loan, 74.82%
Lunas, 15.93%
Non Performing Loan, 9.26%
94 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Dengan demikian masih terdapat 15.107
debutur yang belum diputuskan untuk
direstrukturisasi. Dalam action plan perbankan
dalam tahun ini terdapat 3.020 debitur (19,27%
untuk debitur Bank Umum dan 80,73% debitur BPR)
yang direncanakan akan direstrukturisasi tahun
2007. Sedangkan yang telah diidentifikasi untuk
tidak direstrukturisasi dalam tahun ini terdapat 3.577
debitur (15,63% debitur Bank Umum dan 84,37%
debitur BPR). Alasan utama tidak akan
direstrukturisasi diantaranya karena terkait dengan
ketidakinginan debitur untuk direstrukturisasi
19,88%, terkait dengan agunan dan kondisi usaha
yang tidak mungkin direstrukturisasi 15,28%, terkait
dengan karakter yang kurang bagus 9,70%,
kolektibilitas debitur non performing sebelum gempa
terjadi 3,29%, hapus buku 1,11%, debitur
meninggal dunia 0,25% dan sisanya 50,49%
dengan alasan lain-lain.
Alasan Tidak Direstrukturisasi
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Agunan &kondisiUsaha
Karakter Tidak pingindirestruk
Bermasalahsebelumgempa
Hapus Buku Meninggaldunia
Lain-lain
95Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:SurvSurvSurvSurvSurvei Pei Pei Pei Pei Persepsi Masyersepsi Masyersepsi Masyersepsi Masyersepsi Masyarararararakat Non Muslim terhadapakat Non Muslim terhadapakat Non Muslim terhadapakat Non Muslim terhadapakat Non Muslim terhadapPPPPPerbankan Syerbankan Syerbankan Syerbankan Syerbankan Syariah di DIYariah di DIYariah di DIYariah di DIYariah di DIY
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia
dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan
kecenderungan yang melambat, sehingga target
pencapaian porsi aset terhadap perbankan nasional
belum tercapai. Hingga Juni 2007 total aset
perbankan syariah di Indonesia mencapai Rp 29,2
trilyun atau sekitar 1,65% dari aset perbankan
nasional (Investor, Oktober 2007). Fenomena
tersebut jika dikaitkan dengan tingginya penduduk
Muslim di Indonesia menjadi sangat ironis. Jumlah
penduduk Muslim di negeri ini hingga Juli 2007
diperkirakan mencapai 200 juta jiwa, dan mencapai
urutan pertama negara terbesar penduduk
Muslimnya. Di atas kertas tentu orang
memperkirakan bahwa Indonesia cukup potensial
dalam pengembangan ekonomi, keuangan, dan
perbankan Islam. Tetapi sayang peluang ini masih
sebatas potensi. Hingga kini berbagai produk syariah
(Islam) belum digarap secara maksimal, bahkan
Indonesia tertinggal dibandingkan dengan negara-
nagara yang potensi pasarnya di bawahnya, sebut
saja Malaysia dan Singapura.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan
suatu provinsi dengan penduduk Muslim lebih dari
90% dari sekitar 3,15 juta jiwa. Meski demikian
pencapaian pasar perbankan syariah di DIY relatif
lebih ringgi dibandingkan angka rata-rata nasional,
dimana pangsa asetnya per Agustus 2007 mencapai
2,58%. Lambatnya perkembangan perbankan
syariah dibandingkan dengan target ini diduga
disebabkan oleh beberapa hal, seperti kurangnya
jaringan perbankan syariah, kurangnya pemahaman
masyarakat tentang perbankan syariah dan
kurangnya keunggulan yang mampu ditawarkan
oleh perbankan syariah, disamping aspek regulasi
dan peran pemerintah. Nasabah perbankan syariah
juga ditemukan sebagian besar merupakan
masyarakat mengambang (floating mass), yang
selalu memandang bank syariah sebagai bank
alternatif perbankan konvensional. Kelompok
masyarakat ini menggunakan jasa perbankan
syariah dengan pertimbangan rasional dan
membandingkan dengan bank lain termasuk
dengan bank konvensional. Di sisi lain, penggunakan
istilah-istilah berbahasa Arab dalam produk maupun
proses yang ada di perbankan hingga dewasa ini
masih melekat di banyak perbankan syariah di negeri
ini. Banyak terma-terma yang dalam perbankan
konvensional telah mengalami perubahan dalam
perbankan syariah, seperti istilah pembiayaan
digunakan untuk menggantikan istilah kredit, istilah
kafalah untuk menggantikan istilah penjaminan
atau garansi, dan sebagainya.
Dari latar belakang inilah maka Bank
Indonesia Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat
Pengkajian & Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI)
– Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan
survei persepsi masyarakat non-muslim terhadap
perbankan syariah dan preferensi mereka terhadap
penggunaan jasa perbankan syariah di masa kini
dan mendatang.
Survei ini bertujuan (1) memperoleh informasi
awal mengenai persepsi masyarakat non-muslim di
DIY terhadap bank syariah, (2) mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi masyarakat non-muslim
dalam memilih produk perbankan, dan (3)
mengetahui preferensi masyarakat non-muslim
terhadap perbankan syariah.
96 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Survei ini ditentukan dengan pendekatan
purposive sampling, yaitu dipilih sejumlah 100
individu dan 20 lembaga dengan distribusi sebagai
berikut: nasabah (15 responden), bukan nasabah
(85 responden), institusi pendidikan (10 responden)
dan rumah sakit, asosiasi & lembaga lainnya (10
responden).
Data yang terkumpul dianalisis dengan
metode deskriptif analisis content, yaitu dengan
mengelaborasi suatu variabel yang mengungkap
jawaban atas pertanyaan bagaimana, mengapa
dan apakah kejadian yang mengikutinya. Analisis
ditekankan pada distribusi frekuensi yang dilengkapi
dengan pendekatan grafis dan statistik deskriptif.
Diharapkan dengan analisis ini diperoleh gambaran
secara umum mengenai peta persepsi dan preferensi
responden mengenai perbankan syariah.
Kesimpulan
1. Sebagian besar masyarakat non-muslim
menganggap bahwa bunga bank tidak
dipermasalahkan (dibolehkan) oleh setiap
agama. Hanya sebagian kecil (25%) masyarakat
non-muslim menganggap bahwa bunga tidak
dilarang oleh agama.
2. Informasi tentang perbankan syariah bagi
masyarakat non-muslim merupakan hal yang
relatif baru. Rata-rata masyarakat non-muslim
mendengarkan informasi tentang bank syariah
kurang dari dua tahun. Hal ini dimungkinkan
terkait dengan kebijakan Bank Indonesia baru
memberlakukan kebijakan dibolehkannya gerai
syariah (office channeling) dua tahun lalu.
Dengan kebijakan ini maka informasi dan
layanan perbankan syariah dapat dilayani oleh
bank konvensional yang satu induk.
3. Sebagian besar masyarakat non-muslim
menganggap bank syariah berbeda dengan bank
konvensional, karena penerapan prinsip tanpa
bunga, penerapan prinsip bagi hasil dan lebih
adil dalam transaksi. Hal ini mengesankan
bahwa produk-produk perbankan syariah yang
berbasis bagi-hasil, seperti mudharabah, lebih
dikenal daripada produk lainnya.
4. Secara umum, masyarakat non-muslim memiliki
pemahaman dan kesan bahwa bahwa bank
syariah hanyalah diperuntukan bagi orang Islam.
Keinginan untuk mencoba menggunakan bank
syariah terkendala oleh persepsi sekaligus
kurangnya sosialisasi oleh perbankan syariah itu
sendiri.
5. Pertimbangan utama masyarakat non-muslim
memilih suatu bank adalah (1) kemudahan akses
(2) kemudahan prosedur (3) fasilitas (4) reputasi
dan (5) kualitas layanan. Tingginya manfaat
finansial (bunga) yang ditawarkan bank adalah
juga dipertimbangkan namun hal ini bukanlah
hal utama yang menjadi bahan pertimbangan.
6. Sebagian besar masyarakat non-muslim pernah
mendengar adanya bank syariah DIY, namun
sebagian besar mereka belum berminat untuk
menggunakan jasa bank syariah.
7. Faktor utama yang mendorong rendahnya
minat terhadap bank syariah adalah (1)
kurangnya informasi tentang bank syariah (2)
layanan bank (konvensional) selama ini cukup
memuaskan dan (3) faktor kenyamanan dengan
lingkungan sosial nasabah.
8. Kurangnya informasi mengenai bank syariah
terkait dengan dominannya peran media cetak
dan elektronik nasional di daerah (DIY) yang
kurang banyak dimanfaatkan oleh perbankan
syariah (DIY) sebagai media iklan dan sosialisasi.
Disamping itu, sosialisasi pada tingkat lokal juga
belum banyak menyentuh masyarakat non-
muslim.
9. Bagi masyarakat non-muslim yang
menggunakan bank syariah, pertimbangan
utama mereka adalah sama dengan ketika
memilih bank konvensional. (1) kemudahan
97Bab 3 - Perkembangan Perbankan
prosedur (2) kemudahan akses (3) kelengkapan
fasilitas (4) keinginan uji coba serta (5) kualitas
layanan. Faktor manfaat/laba yang ditawarkan
bank adalah penting namun bukanlah hal
utama. Pelayanan dan prosedur yang nyaman
serta akses mudah yang diberikan oleh bank
syariah mampu menjadi daya pikat bagi
masyarakat non muslim.
10. Bagi masyarakat non-muslim, aspek syariah
Islam di bank syariah belum mampu dipandang
sebagai hal yang mampu membedakan antara
bank syariah dan bank konvensional
11. Sebenarnya, layanan yang diberikan oleh bank
syariah selama ini cukup kompetitif dan
memuaskan. Namun, karena kurangnya
jaringan kantor dan akses terhadap perbankan
syariah maka hal ini memposisikan bank syariah
menjadi belum banyak diminati oleh masyarakat
non-muslim.
12. Penggunaan istilah berbahasa Arab di perbankan
syariah masih dirasa kurang nyaman dan dinilai
mengurangi minat masyarakat untuk mengenali
lebih jauh terhadap bank syariah.
Rekomendasi
1. Perlu diperbanyak forum sosialisasi dan promosi
produk dan jasa perbankan syariah. Perbankan
syariah perlu merencanakan dan meningkatkan
anggaran untuk iklan dan sosialisasi yang lebih
besar pada tahun-tahun ke depan.
2. Media cetak dan elektronik berskala nasional
perlu dimanfaatkan untuk sosialisasi. Media lokal
dapat dipergunakan untuk diperkuat sosialasi
berskala nasional
3. Perlu ada penekanan dalam sosialisasi bahwa
perbankan syariah tidak hanya melayani orang
Islam, namun masyarakat semua lapisan.
Segmentasi perbankan syariah bukan hanya
orang Islam, namun siapa-pun yang cocok
terhadap prinsip dan mekanisme keuangan
syariah yang ada di perbankan syariah.
Sosialisasi terhadap prinsip dan mekanisme inilah
yang diperlukan dilakukan secara masif dan
universal.
4. Industri perbankan syariah pelu meningkatkan
akses dan jariangannya, baik melalui
penambahan jaringan kantor maupun melalui
pembukaan gerai syariah (office channeling).
5. Bahasa komunikasi perbankan syariah perlu
dikemas secara dengan mengakomodir aspek
budaya lokal, meminimisir eksklusifitas.
Penggunaan istilah-istilah berbahasa Arab perlu
lagi dipertimbangkan, tanpa menghilangkan
esensi prinsip kesyariahaan yang diterapkan.
6. Kepatuhan syariah di perbankan tidak selalu
harus diwujudkan dalam suatu hal yang visual,
seperti istilah atau penampilan, namun perlu
diwujudkan dalam bentuk produk, mekanisme
dan layanan yang diberikan ke nasabah.
98 Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:SurvSurvSurvSurvSurvei Identifikasi Sumber Pei Identifikasi Sumber Pei Identifikasi Sumber Pei Identifikasi Sumber Pei Identifikasi Sumber Pembiaembiaembiaembiaembiayyyyyaan aan aan aan aan AlternatifAlternatifAlternatifAlternatifAlternatifNon BankNon BankNon BankNon BankNon Bank
Peranan perbankan sangat diperlukan untuk
meningkatkan volume usaha sektor riil yang
selanjutnya dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Perbankan adalah salah satu sektor
kunci yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi,
yaitu menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan
dana kepada pihak yang membutuhkan dana.
Fungsi intermediasi adalah salah satu fungsi
yang penting dalam perbankan, diindikasikan
dengan Loan to Deposits Ratio (LDR), merupakan
perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun
dari masyarakat. Asumsinya jika LDR tinggi, berarti
banyak kredit yang terserap di masyarakat yang
selanjutnya akan meningkatkan perkembangan
sektor riil.
Namun LDR Perbankan di DIY masih berkisar
pada angka 55%, berada di bawah target nasional
sebesar 60%. Hal ini diduga akan mempengaruhi
volume usaha sektor riil yang selanjutnya dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi dan akan
menurunkan kesejahteraan masyarakat. Namun
dalam kenyataannya, pertumbuhan sektor riil di DIY
tetap menunjukkan angka + 8%, yang
menunjukkan kondisi asimetris. Ditengarai ada
peran yang cukup signifikan dari sumber
pembiayaan alternatif selain bank. Temuan ini
ditunjukkan pula oleh survei Bank Indonesia
Yogyakarta pada tahun 2005 menyatakan bahwa
masalah utama rendahnya LDR adalah karena minat
konsumen untuk meminjam di bank rendah yang
disebabkan adanya alternatif meminjam. Selain itu
memunculkan dugaan adanya masalah dalam
penyaluran kredit dari sektor perbankan, sehingga
debitur beralih ke sumber pembiayaan lain.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bank
Indonesia bekerjasama dengan Pusat
Pengembangan Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan
melakukan survei mengenai peta pembiayaan
alternatif non-Bank di DIY serta motif pelaku
ekonomi dalam memilih lembaga pembiyaan
tersebut.
Tujuan dari survei ini adalah (1) memperoleh
gambaran mengenai peta pembiayaan alternatif
non-bank; (2) memperoleh gambaran motif nasabah
memilih lembaga/sumber pembiayaan alternatif
bukan bank; (3) memperoleh gambaran mengenai
kapitalisasi dan penyaluran dana yang dilakukan
lembaga keuangan bukan bank.
Responden survei terdiri dari 100 responden
dari pelaku usaha dan 58 lembaga pembiayaan
bukan bank. Pelaku usaha meliputi kelompok
pedagang eceran berdasar Klasifikasi Lapangan
Usaha Industri (KLUI) yaitu bahan konstruksi, suku
cadang & kendaraan, peralatan tumah tangga,
kerajinan, seni & mainan anak, makanan, minuman
& tembakau, pakaian & perlengkapannya, bahan
kimia, bahan bakar, dan peralatan alat tulis.
Sedangkan lembaga keuangan bukan bank
meliputi Leasing, BMT dan Koperasi.
Kesimpulan
1. Sumber pembiayaan alternatif non-bank di DIY
meliputi Kerabat & Rekanan (43%), BUMN
(19%), Koperasi (15%), Leasing (15%), Supplier
(6%). Hal ini menunjukkan, bahwa sumber
pembiayaan alternatif bukan bank yang paling
99Bab 3 - Perkembangan Perbankan
dominan digunakan oleh responden adalah
kerabat/rekanan.
2. Motif nasabah memilih lembaga/sumber
pembiayaan alternatif bukan bank adalah
prosedur yang mudah, pelayanan yang diberikan
memuaskan, waktu pencairan cepat, waktu
pengembalian & jumlah dana fleksibel, lokasi
yang dekat, dan agunan yang mudah dipenuhi
yaitu sertifikat dan BPKB.
3. Motif responden menggunakan modal sendiri
sebagai sumber pembiayaannya adalah karena
simpanan yang dimiliki cukup untuk membiayai
usaha responden, prosedur meminjam ke
lembaga keuangan rumit, tidak memiliki
agunan, lokasi jauh, rasa tentram karena tidak
memiliki utang dan tingkat bunga yang tinggi.
4. Keluhan yang disampaikan oleh nasabah
mengenai lembaga keuangan bukan bank
adalah tingkat bunga yang tinggi, prosedur yang
sulit, masalah agunan dan pelayanan.
5. Sumber pembiayaan lembaga keuangan bukan
bank berasal dari modal sendiri, bank, nasabah,
anggota dan lainnya.
6. Intermediasi lembaga bukan bank terlihat dari
Pembiayaan Yang Digulirkan (PYD) oleh LKM
(Koperasi dan BMT) dan Leasing. Nilainya PYD
2007 cukup tinggi yaitu 90,2%, bandingkan
dengan LDR Bank Umum yang mencapai
51,53%. Hal ini mengindikasikan adanya
substitusi antara perbankan (Bank Umum
khususnya) dengan lembaga pembiayaan
alternatif. Pada saat LDR Bank Umum rendah,
PYD lembaga pembiayaan alternatif kebetulan
menunjukkan angka yang tinggi, namun masih
perlu dibuktikan dengan uji statistik yang
memadai.
7. Pembiayaan yang diberikan sebagian besar
untuk kegiatan produktif, kemudian untuk
konsumtif. Adapun nasabah yang melakukan
pinjaman didominasi oleh wanita. Besarnya
pinjaman relatif kecil dan jangka waktu
pengembalian relatif singkat.
8. Untuk menghadapi persaingan usaha, strategi
yang dilakukan dengan cara meningkatkan
pelayanan, ekspansi cabang, promosi dan
selebihnya adalah fokus pada keunggulan,
segmentasi pasar, dan peningkatan sumber daya
manusia.
Halaman ini sengaja dikosongkan.
101Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Bab 4:Bab 4:Bab 4:Bab 4:Bab 4:PPPPPerkembangan Sistem Perkembangan Sistem Perkembangan Sistem Perkembangan Sistem Perkembangan Sistem Pembaembaembaembaembayyyyyarararararananananan
SISTEM PEMBAYARAN TUNAI
Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)
Pada tahun 2007, perkembangan transaksi tunai antara perbankan dan
Bank Indonesia Yogyakarta dibandingkan dengan transaksi tahun 2006 mengalami
penurunan baik dari sisi uang masuk maupun uang keluar. Rata-rata inflow per
bulan pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp416 miliar per bulan, turun 52,77%
dari posisi tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp880 miliar per bulan. Sedangkan
rata-rata outflow pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp229 miliar per bulan,
mengalami penurunan yang lebih drastis sebesar 67,59% dari tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp706 miliar per bulan. Karena rata-rata inflow lebih besar
jika dibandingkan dengan rata-rata outflownya, maka pada tahun 2007 terjadi
net inflow sebesar Rp187 miliar per bulan, naik 7,46% dari net inflow pada tahun
2006 sebesar Rp174 miliar per bulan.
Kondisi penurunan aliran uang tersebut, baik inflow maupun outflow,
disebabkan telah diberlakukannya metode Setoran dan Penarikan yang baru di
Bank Indonesia Yogyakarta. Sebelumnya setoran oleh Bank Umum ke Bank
Indonesia boleh dilakukan untuk semua pecahan tanpa melihat tingkat
kelusuhannya, namun sekarang hanya boleh dilakukan untuk uang lusuh saja.
Sementara itu, untuk penarikan hanya dilakukan antar sesama perbankan saja
yang teknis pelaksanaanya diatur oleh focus group, yang sebelumnya penarikannya
hanya dilakukan di Bank Indonesia.
Selain itu yang menarik adalah pada triwulan II-2007 terjadi net outflow
sebesar Rp35 miliar, yang disebabkan oleh pencairan dana APBN maupun APBD
Miliar Rp
Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV Total
1 Posisi Kas 1,255 1,274 104 825 429 524 807 807 674.36
2 Rata-rata Inflow/Bulan 1,999 931 880 518 104 473 568 416 -52.77
3 Rata-rata Outflow/Bulan 1,308 645 706 82 138 317 377 229 -67.59
4 Net Flow (2)-(3) 691 286 174 436 (35) 155 190 187 7.46Keterangan:
1) %.
20042007
Tabel 4.1Indikator Sistem Pembayaran Tunai
No Uraian Ptumb1
(2006-07)2005 2006
-200
0
200
400
600
800
1,000
0
250
500
750
1,000
1,250
I-05 II-05 III-05 IV-05 I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07
Net
Inflo
w/P
TTB
(Mili
ar R
p)
Inflo
w/O
utflo
w (
Mili
ar R
p)
Grafik 4.1Aliran Kas dan PTTB
Aliran Masuk Aliran Keluar Net Aliran Masuk PTTB
102 Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
yang akan dialokasikan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa dari
Pemerintah Pusat telah dicairkan kepada kelompok masyarakat.
Sedangkan posisi kas di Bank Indonesia Yogyakarta yang merupakan posisi
pada akhir laporan, mengalami peningkatan sebesar 674,36% atau naik dari
Rp104 miliar menjadi Rp807 miliar. Peningkatan posisi kas ini merupakan antisipasi
Bank Indonesia Yogyakarta dalam menghadapi peningkatan kebutuhan uang kartal
masyarakat dalam liburan panjang akhir tahun, serta dalam rangka pencairan
dana program rekonstruksi.
Penukaran Uang
Penukaran uang pecahan kecil maupun uang tidak layak edar di loket
Bank Indonesia Yogyakarta selama tahun 2007 tercatat sebesar Rp166 miliar,
atau tumbuh sebesar 10,47% jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp150 miliar. Peningkatan kegiatan penukaran uang di loket
Bank Indonesia Yogyakarta didorong oleh peningkatan penukaran uang kertas
sebesar 11,79% dari Rp147 miliar menjadi Rp165 miliar, sebaliknya penukaran
uang logam turun sebesar -49,75% dari Rp3 miliar menjadi Rp2 miliar. Peningkatan
penukaran uang kertas ini terutama terjadi pada triwulan III-2007 yang merupakan
fenomena yang biasa terjadi pada saat menjelang hari Raya Idul Fitri. Biasanya
pada saat itu animo masyarakat untuk memperoleh uang asil Hasil Cetak Sempurna
(HCS) meningkat disebabkan kebiasaan masyarakat berbagi rejeki kepada sanak
saudaranya.
Jika dilihat dari denominasi uang, pertumbuhan tertinggi kegiatan
penukaran uang terdapat pada uang kertas pecahan Rp10.000 yaitu sebesar 28,54%
diikuti oleh uang kertas pecahan Rp5.000 yaitu sebesar 11,41%, sedangkan uang
kertas pecahan Rp1.000 mengalami penurunan sebesar 36,89%. Hal ini terkait
Juta Rp
Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV Total
87,094 108,771 147,255 39,146 32,629 43,022 49,822 164,619 11.79
1 10.000 30,709 40,949 69,825 18,874 20,121 24,834 25,922 89,751 28.54
2 5.000 35,128 47,901 53,829 16,699 10,491 14,619 18,166 59,974 11.41
3 1.000 21,257 19,921 23,601 3,573 2,018 3,569 5,735 14,895 -36.89
3,288 4,064 3,243 341 311 605 373 1,630 -49.75
1 1.000 357 1,225 429 18 - - - 18 -95.80
2 500 2,120 1,921 1,192 15 - 271 204 489 -59.01
3 200 128 571 838 227 208 230 137 802 -4.24
4 100 684 346 785 82 103 104 32 321 -59.11
90,382 112,835 150,498 39,487 32,940 43,627 50,195 166,249 10.47Keterangan:
1) %.
2006
Total
Pecahan
Uang Kertas
Uang Logam
Tabel 4.2Penukaran Uang Pecahan Kecil
2004 Ptumb1
(2006-07)
20072005
103Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
dengan pembatasan penukaran uang pecahan Rp1.000 per orang terutama pada
saat-saat permintaan masyarakat meningkat sebagai salah satu upaya pemerataan
pemenuhan kebutuhan masyakarat.
Kegiatan penukaran uang pecahan kecil dan uang tidak layak edar
senantiasa diupayakan baik dari sisi kualitas maupun dari sisi kuantitas oleh Bank
Indonesia Yogyakarta melalui kas keliling (kas mobil) dan kerjasama dengan 2
(dua) Perusahaan Penukar Uang Pecahan Kecil (PPUPK) yaitu PT Trans Dana
Pratama dan PT Kelola Jasa Artha . PPUPK ini melayani penukaran uang di semua
wilayah di DIY pada pasar-pasar tradisional dan pusat perbelanjaan dengan jadwal
waktu tertentu.
Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB)
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal
yang layak edar, Bank Indonesia Yogyakarta secara rutin melakukan penyortiran
dan peracikan menggunakan Mesin Sortir Uang Kertas (MSUK) dan Mesin Racik
Uang Kertas (MRUK). Uang yang termasuk dalam kategori tidak layak edar dicatat
sebagai Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) yang untuk selanjutnya
dimusnahkan.
Jumlah PTTB atas uang lusuh dan uang yang ditarik dari peredaran pada
tahun 2007 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yaitu sebesar -58,64%, yaitu dari sebesar Rp3.207 miliar menjadi sebesar Rp1.327
miliar. Penurunan ini merupakan salah bentuk respon Bank Indonesia Yogyakarta
untuk menjaga kecukupan uang kartal yang siap diedarkan kepada masyarakat.
Berdasarkan denominasi, penurunan pemusnahan uang atau PTTB terbesar
adalah untuk pecahan Rp50.000 yaitu sebesar -68,51%, diikuti oleh pecahan
Rp100 sebesar -55,99% dan Rp20.000 sebesar -50,91%. Sedangkan pecahan
lainnya mengalami penurunan kurang dari 50,00%.
Juta Rp
Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV Total
100,000 546,665 457,216 703,059 158,112 52,741 42,459 126,230 379,542 -46.02
50,000 2,173,320 2,152,358 1,907,751 310,999 104,897 86,979 97,841 600,716 -68.51
20,000 352,780 295,117 306,930 51,304 33,734 31,619 34,018 150,675 -50.91
10,000 156,553 146,127 153,716 34,041 24,418 23,327 26,971 108,757 -29.25
5,000 113,950 112,041 100,074 21,330 14,013 11,601 15,954 62,898 -37.15
1,000 42,165 44,876 35,266 10,045 5,000 3,006 5,757 23,808 -32.49
500 563 310 165 42 21 27 17 107 -35.25
100 96 65 20 4 3 1 1 9 -55.99
Total 3,386,091 3,208,110 3,206,981 585,876 234,826 199,020 306,789 1,326,511 -58.64Keterangan:
1) %.
Tabel 4.3Pemberian Tanda Tidak Berharga
2004 Ptumb1
(2006-07)
2007Pecahan 2005 2006
104 Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Temuan Uang Palsu
Selama tahun 2006, laporan temuan uang palsu ke Bank Indonesia
Yogyakarta mengalami peningkatan di sisi nominalnya, namun turun jika dilihat
dari jumlah lembarnya. Uang palsu yang dilaporkan adalah sebanyak 188 lembar,
turun 38,76% dari tahun 2006 yang tercatat sebanyak 307 lembar. Sedangkan
secara nominal, uang palsu yang dilaporkan adalah sebesar Rp12.450.000,00,
naik 2,89% dari tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp12.100.000,00.
Hal ini disebabkan pecahan uang yang banyak dipalsu adalah pecahan
besar, yaitu pecahan Rp100.000 tahun emisi 2004 dan tahun emisi 1999 masing-
masing sebesar 69 lembar dan 31 lembar serta pecahan Rp50.000 tahun emisi
1999 sebanyak 30 lembar.
Kecanggihan teknologi yang semakin berkembang dewasa ini rupanya
telah digunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab dengan membuat
uang palsu. Namun demikian, Bank Indonesia telah melakukan upaya prefentif
dengan menambahkan security feature setiap mencetak uang dengan emisi baru.
Upaya lainnya dilakukan dengan memberikan sosialisasi secara berkala kepada
masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah. Dengan demikian, diharapkan
ruang gerak para pemalsu uang semakin terbatas.
SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI
Transaksi Kliring
Pada tahun 2007 penyelesaian rata-rata transaksi harian melalui kliring di
pada tahun 2007 kembali mengalami penurunan, baik dilihat dari sisi rata-rata
warkat per hari maupun rata-rata nominal per hari. Rata-rata warkat kliring per
hari pada tahun 2007 tercatat sebanyak 1.545 warkat per hari, turun 41,41% dari
Lembar
Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV Total
100,000 2004 - 35 64 3 7 22 37 69
100,000 1999 37 29 23 1 9 10 11 31
50,000 1999 51 20 21 5 13 4 8 30
50,000 1995 150 - - - - - - -
50,000 1993 1 4 1 - 2 4 1 7
20,000 1998 5 6 32 1 1 3 1 6
20,000 1992 - - - - 1 1 2 4
10,000 1998 1 7 165 - 3 6 5 14
10,000 1992 - 4 1 - 12 11 2 25
5,000 1992 - 3 - - - 1 1 2
13,910,000 7,845,000 12,100,000 670,000 2,540,000 3,855,000 5,385,000 12,450,000 2.89Keterangan:
1) Termasuk uang palsu yang dilaporkan kepada Poltabes Kota Yogyakarta
yang terdiri dari 3 lembar Rp100.000,- dan 150 lembar Rp50.000.
2) %.
Tabel 4.4Temuan Uang Palsu yang Dilaporkan
Tahun Emisi
Ptumb2
(2006-07)
Total (Rp)
2007Pecahan 20041 2005 2006
105Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
tahun 2006 yang tercatat sebanyak 2.637 warkat per hari. Sedangkan rata-rata
nominal kliring pada tahun 2007 sebesar Rp28 miliar per hari, turun 22,97% dari
tahun 2006 sebesar Rp37 miliar per hari.
Penurunan transaksi kliring diduga karena bergesernya preferensi
masyarakat dalam memilih sistem pembayaran non tunai, yang cenderung lebih
memilih ke Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), karena transaksi
dapat lebih cepat, meskipun membawa konsekuensi biaya transaksi yang lebih
mahal. Namun biaya penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS ini sudah mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan pada saat pertama kalinya BI-RTGS
diluncurkan.
Demikian juga dengan rata-rata kliring yang ditolak, pada tahun 2007
mengalami penurunan, masing-masing sebesar 26,30% untuk rata-rata warkat
ditolak per hari, yaitu dari 23 lembar per hari pada tahun 2006 menjadi 17 lembar
per hari pada tahun 2007, dan sebesar 29,29% untuk rata-rata nominal ditolak
per hari, yaitu dari Rp0,49 miliar per hari pada tahun 2006 menjadi Rp0,35 miliar
per hari pada tahun 2007.
Sejumlah alasan dapat melatarbelakangi penolakan kliring, antara lain
tidak dipenuhinya syarat-syarat administrasi bank penerima pada fisik warkat.
Alasan lainnya adalah rekening tutup dan saldo tidak cukup yang selanjutnya
akan diadministrasikan oleh Bank Indonesia pada Tata Usaha Cek Kosong (TUCK)
dan Tata Usaha Daftar Hitam (TUDH).
Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, aktivitas sistem pembayaran
non tunai pada Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) melalui
Bank Indonesia Yogyakarta pada tahun 2007 mengalami peningkatan, baik dari
Miliar Rp
Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV Total
1 Rata-rata Warkat Kliring/Hari (lembar) 3,375 3,693 2,637 1,551 1,496 1,576 1,559 1,545 -41.41
2 Rata-rata Warkat Ditolak/Hari (lembar) 24 30 23 25 15 13 14 17 -26.30
3 Rasio (2)/(1) dalam % 0.71 0.80 0.87 1.61 0.99 0.84 0.92 1.09
4 Rata-rata Nominal Kliring/Hari 44 50 37 28 25 28 32 28 -22.97
5 Rata-rata Nominal Ditolak/Hari 2.289 0.502 0.494 0.461 0.241 0.343 0.352 0.349 -29.29
6 Rasio (5)/(4) dalam % 5.18 1.00 1.35 1.64 0.96 1.22 1.11 1.23
1 Rata-rata Warkat Keluar/Bulan (lembar) 2,418 2,447 2,476 2,103 2,113 2,575 3,141 2,483 0.30
2 Rata-rata Warkat Masuk/Bulan (lembar) 1,631 2,038 2,623 2,782 2,887 3,490 3,865 3,256 24.13
3 Rata-rata Incoming Transfer/Bulan 3,053 2,687 4,316 6,202 5,419 6,134 6,028 5,946 37.77
4 Rata-rata Outgoing Transfer/Bulan 2,248 2,527 3,418 2,804 3,259 3,849 4,365 3,569 4.44
5 Net Transfer (3)-(4) 805 160 898 3,398 2,160 2,285 1,663 2,376 164.57Keterangan:
1) %.
RTGS
20042007
2005 2006
Tabel 4.5Indikator Sistem Pembayaran Non Tunai
No Uraian Ptumb1
(2006-07)
KLIRING
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
5,000
25
35
45
55
65
75
I-05 II-05 III-05 IV-05 I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07
LembarMiliar Rp
Grafik 4.2 Transaksi Kliring
Nominal Kliring Warkat Kliring
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
I-05 II-05 III-05 IV-05 I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07
LembarMiliar Rp
Grafik 4.3 Transaksi BI-RTGS
Nominal Incoming Transfer Nominal Outgoing Transfer
Warkat Incoming Transfer Warkat Outgoing Transfer
106 Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
sisi nominal maupun warkat. Peningkatan ini dicerminkan melalui rata-rata transfer
masuk dan keluar yang merupakan transaksi antara wilayah DIY dan luar DIY.
Dalam hal ini, laporan transaksi sudah mengeluarkan transaksi antar bank yang
sama-sama berada di wilayah DIY.
Dari sisi nominal, rata-rata transfer masuk (incoming transfer) per bulan
naik 37,77% dari Rp4.316 miliar per bulan pada tahun 2006 menjadi Rp5.946
miliar per bulan pada tahun 2007. Sedangkan rata-rata transfer keluar (outgoing
transfer) per bulan naik 4,44% dari Rp3.418 miliar per bulan pada tahun 2006
menjadi Rp3.569 miliar per bulan pada tahun 2007. Dengan demikian maka
transfer masuk bersih (net-incoming transfer) ke sistem perbankan di wilayah DIY
mengalami peningkatan drastis sebesar 164,57% dari Rp898 miliar menjadi Rp2.376
miliar.
Di sisi warkat, rata-rata warkat masuk per bulan naik 24,13% dari 2.623
warkat per bulan pada tahun 2006 menjadi 3.256 warkat per bulan, sedangkan
rata-rata warkat keluar per bulan naik 0,30% dari 2.476 warkat per bulan pada
tahun 2006 menjadi 2.483 warkat per bulan pada tahun 2007.
Peningkatan aktivitas BI-RTGS pada tahun 2007 terutama pada transfer
masuk disebabkan masih adanya pencairan dana rekonstruksi maupun rehabilitasi
baik dari pemerintah pusat maupun lembaga donor dan meningkatnya animo
masyarakat dalam menggunakan alat transfer yang lebih cepat karena penyelesaian
yang seketika sekaligus aman karena risiko settlement-nya kecil. Dua hal ini
merupakan prasyarat penting dalam penyelesaian transaksi pembayaran dalam
mendukung kegiatan ekonomi yang bergerak cepat.
Peningkatan aktivitas BI-RTGS ini dapat dikatakan sebagai peningkatan
kepercayaan masyarakat terhadap sistem pembayaran non tunai, sejalan dengan
upaya Bank Indonesia untuk mendorong masyarakat lebih banyak melakukan
transaksi non tunai (less cash society). Peningkatan penggunaan transaksi non
tunai juga dapat dijadikan sebagai cerminan kemajuan suatu daerah, terutama
dalam menilai efisiensi dan intensitas aktivitas perekonomian.
107Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Boks:Boks:Boks:Boks:Boks:PPPPPeningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Permintaan Uang Kermintaan Uang Kermintaan Uang Kermintaan Uang Kermintaan Uang Kecil Menjelang Lebarecil Menjelang Lebarecil Menjelang Lebarecil Menjelang Lebarecil Menjelang Lebarananananan
Sudah menjadi kebiasaan masyarakat
Indonesia terutama bagi mereka yang merayakan
Lebaran, untuk membagi rezeki baik dalam bentuk
zakat, infak dan shodaqoh. Pembagian rezeki ini
ditujukan bagi mereka yang berhak
mendapatkannya. Namun demikian, bagi-bagi
rezeki ini juga banyak dilakukan orang dengan
tujuan memberi sanak saudara terutama yang masih
anak-anak atau yang belum menikah dalam bentuk
‘salam tempel’. Salam tempel ini hanya bertujuan
untuk pemanis bagi perayaan Lebaran, sehingga
biasanya diberikan dalam pecahan kecil (di bawah
Rp20.000) berupa uang baru atau yang lebih dikenal
dengan istilah uang dengan kualitas Hasil Cetakan
Sempurna (HCS). Kebiasaan ini kemudian
menjadikan instansi, perusahaan swasta maupun
pemberi kerja lainnya juga memberikan Tunjangan
Hari Raya (THR) dalam bentuk pecahan kecil dengan
kualitas HCS. Kondisi ini kemudian menjadikan
kegiatan penukaran uang pecahan kecil menjadi
meningkat sejak awal bulan puasa hingga
mendekati Lebaran.
Berdasarkan catatan Kantor Bank Indonesia
Yogyakarta, sejak 13 September 2007 yang
merupakan awal puasa, kegiatan penukaran uang
pecahan kecil (denominasi Rp20.000,00 ke bawah)
mengalami lonjakan yang cukup signifikan.
Kegiatan penukaran uang pecahan kecil
selama bulan puasa (13 September sampai dengan
11 Oktober 2007) tercatat sebesar Rp49 miliar.
Jika dibandingkan dengan kondisi normal,
kegiatan penukaran uang pecahan kecil mengalami
peningkatan sebesar 867,24% dari Rp388 juta per
hari pada kondisi normal menjadi Rp4 miliar per
hari selama bulan puasa. Transaksi tertinggi terjadi
pada 4 Oktober 2007 sebesar Rp7 miliar, sedangkan
transaksi terendah terjadi pada 13 September 2007
sebesar Rp1 miliar.
Berdasarkan denominasi, permintaan HCS
tertinggi terjadi pada denominasi Rp1.000 dimana
selama bulan puasa penukarannya tercatat
sebanyak 5.123 ribu lembar atau dengan rata-rata
harian sebanyak 394 ribu lembar, naik 838,28%
dari rata-rata harian pada kondisi normal yaitu
sebanyak 42 ribu lembar.
Melihat animo masyarakat untuk menukarkan
uang pecahan kecil yang diperkirakan akan semakin
meningkat hingga saat lebaran, Kantor Bank
Indonesia Yogyakarta menetapkan kebijakan
sebagai berikut : (1) Terhitung tanggal 1 hingga
tanggal 11 Oktober 2007, kegiatan pelayanan
penukaran uang pecahan kecil dilaksanakan oleh
(Juta Rupiah)
20,000 10,000 5,000 1,000 500 200 100 1 13 Sep 2007 420 310 310 102 12 4 3 1,161 2 17 Sep 2007 420 410 400 127 10 4 3 1,374 3 20 Sep 2007 820 810 660 212 20 9 4 2,535 4 24 Sep 2007 1,000 850 810 275 20 8 4 2,967 5 27 Sep 2007 1,820 1,850 1,970 678 40 16 8 6,382 6 1 Okt 2007 720 1,420 1,105 341 15 12 3 3,616 7 2 Okt 2007 720 760 805 301 15 12 3 2,616 8 3 Okt 2007 820 810 805 331 15 12 3 2,796 9 4 Okt 2007 1,620 2,460 1,955 636 65 37 8 6,781 10 8 Okt 2007 1,200 1,860 1,500 520 - 100 - 5,180 11 9 Okt 2007 1,200 1,200 1,200 520 15 12 3 4,150 12 10 Okt 2007 1,200 1,200 1,200 480 - - - 4,080 13 11 Okt 2007 1,200 1,860 1,490 600 - - - 5,150
13,160 15,800 14,210 5,123 227 226 42 48,788 1,012 1,215 1,093 394 17 17 3 3,753
120 110 110 42 - 4 2 388
743.59 1,004.90 893.71 838.28 - 334.62 61.54 867.24 Keterangan :
1) Rata-rata per hari pada bulan Puasa dibandingkan dengan rata-rata per hari dalam kondisi normal
Kondisi NormalRata-rata per hari
Peningkatan (%)1)
T o t a l
Kegiatan Penukaran Uang Pecahan Kecil
No Tanggal Denominasi
Jumlah
Penukaran Uang Pecahan Kecil
1142
63186671
5150
-
100
200
300
400
500
600
700
800
13 S
ep 0
7
17 S
ep 0
7
20 S
ep 0
7
24 S
ep 0
7
27 S
ep 0
7
1 O
kt 0
7
2 O
kt 0
7
3 O
kt 0
7
4 O
kt 0
7
8 O
kt 0
7
9 O
kt 0
7
10 O
kt 0
7
11 O
kt 0
7
Ribu Lembar
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000Juta Rupiah
Total 20,000 10,000 5,000 1,000
108 Bab 4 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Yogyakarta setiap hari Senin sampai
dengan hari Kamis, bertempat di loket belakang
Bank Indonesia Yogyakarta; (2) Jumlah penukaran
akan dibatasi, yaitu 1 orang hanya dapat
menukarkan maksimal 3 pak untuk denominasi
Rp1000,00. Jumlah maksimum penukaran ini
ditambah menjadi 4 pak pada tanggal 9 Oktober
2007, dan 5 pak pada tanggal 10 dan 11 Oktober
2007; dan (3) Pelayanan Penukaran Uang Rusak
dan Emisi Lama ditiadakan, dan dilayani kembali
mulai tanggal 22 Oktober 2007.
109Bab 5 - Keuangan Pemerintah
Bab 5:Bab 5:Bab 5:Bab 5:Bab 5:KKKKKeuangan Peuangan Peuangan Peuangan Peuangan Pemerintahemerintahemerintahemerintahemerintah
GAMBARAN UMUM
Berdasarkan data gabungan rencana dan realisasi Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk tahun 2007,
kinerja keuangan Pemerintah Daerah (sebelum dilakukan audit) dilihat dari sisi
penerimaan pencapaiannya cukup baik, namun terlihat belum optimal pada sisi
pengeluarannya. Pos Pendapatan mampu terealisasi sebesar Rp4.599 miliar atau
113,28% dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp4.060 miliar. Sedangkan pos
Belanja hanya terealisasi sebesar Rp4.015 miliar atau 88,96% dari anggaran yang
telah ditetapkan sebesar Rp4.513 miliar. Dengan demikian, terjadi surplus anggaran
sebesar Rp584 miliar, dimana sebelumnya direncanakan defisit sebesar Rp453
miliar.
Juta Rupiah
A PENDAPATAN 4.059.835 4.599.054 113,28
1 Pendapatan Asli Daerah 723.441 849.512 117,43
2 Pendapatan Transfer 3.268.617 3.317.511 101,50
3 Lain-lain Pendapatan Yang Sah 67.777 432.030 637,43
B BELANJA 4.512.956 4.014.820 88,96
1 Belanja Operasi 3.482.539 3.141.061 90,19
a. Belanja Pegawai 2.362.523 2.153.758 91,16
b. Belanja Barang 751.293 639.877 85,17
c. Belanja Bunga 1.220 1.176 96,35
d. Belanja Subsidi 8.227 8.218 99,89
e. Belanja Hibah 1.230 1.230 100,00
f. Belanja Bantuan Sosial 254.513 234.110 91,98
g. Belanja Bantuan Keuangan 103.532 102.692 99,19
2 Belanja Modal 696.610 588.432 84,47
3 Belanja Tidak Terduga 85.653 41.540 48,50
4 Transfer 248.155 243.787 98,24
C SURPLUS/DEFISIT (453.121) 584.234 -128,94
D PEMBIAYAAN 540.992 556.421 102,85
1 Penerimaan Daerah 607.084 613.187 101,01
2 Pengeluaran Daerah 66.092 56.765 85,89
1) Sebelum AuditSumber : BPKD Prov. DIY
Tabel 5.1APDB
Keterangan :
U r a i a nNo RAPBD 20071 Realisasi APBD
% Realisasi thd RAPBD
110 Bab 5 - Keuangan Pemerintah
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Berdasarkan wilayah, realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi, Kabupaten
dan Kota mencapai di atas 100%. Realisasi Pendapatan tertinggi terdapat pada
Pemerintah Provinsi sebesar 143,40% atau Rp1.307 miliar di atas anggaran yang
telah ditetapkan sebesar Rp912 miliar. Sedangkan realisasi Pendapatan terendah
terdapat pada Pemerintah Kabupaten Kulonprogo dengan realisasi sebesar
103,10%, atau Rp522 miliar dari anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp507
miliar.
Di sisi pengeluaran, Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki persentase
realisasi terendah, yaitu sebesar 83,64% atau Rp571 miliar dari anggaran yang
telah ditetapkan sebesar Rp683 miliar. Sedangkan persentase realisasi tertinggi
dialami oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebesar 98,43%, kemudian
berturut-turut diikuti oleh Pemerintah Kabupaten Kulonprogo sebesar 91,64%,
Kabupaten Bantul 89,89%, Pemerintah Provinsi 89,48% dan Pemerintah Kabupaten
Sleman dengan realisasi sebesar 83,86%.
Dengan demikian, di semua wilayah terjadi surplus anggaran, dimana
berdasarkan APBD yang telah ditetapkan pada semua wilayah justru diperkirakan
mengalami defisit anggaran. Surplus tertinggi terdapat pada Pemerintah Provinsi
sebesar Rp329 miliar, diikuti oleh Pemerintah Kabupaten Bantul Rp83 miliar,
Pemerintah Kabupaten Sleman Rp71 miliar, Pemerintah Kota Yogyakarta Rp44
miliar, Pemerintah Kabupaten Kulonprogo Rp30 miliar dan Pemerintah Kabupaten
Gunungkidul Rp27 miliar.
PENDAPATAN PEMERINTAH
Realisasi penerimaan/pendapatan 6 pemerintah daerah di Provinsi DIY
pada tahun 2007 mencapai 117,43%, didorong oleh peningkatan jumlah
kendaraan bermotor yang terdaftar di DIY dan sisa alokasi bantuan rekonstruksi
dan rehabilitasi pasca gempa. Pendapatan Daerah tersebut terdiri dari realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp850 miliar, Pendapatan Transfer Rp3.318 miliar
dan Lain-lain Pendapatan yang Sah sebesar Rp432 miliar.
PAD DIY terdiri dari Pajak Daerah sebesar Rp559 miliar, Retribusi Daerah
sebesar Rp155 miliar, Lain-lain PAD sebesar Rp100 miliar dan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan sebesar Rp35 miliar. Persentase realisasi APBD
tertinggi terdapat pada pos Lain-lain PAD sebesar 174,38%, diikuti Pajak Daerah
sebesar 115,08%, Retribusi Daerah sebesar 107,21% dan selanjutnya realisasi
terkecil terdapat pada pos Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
sebesar 99,26%.
111Bab 5 - Keuangan Pemerintah
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Namun demikian, porsi realisasi Pendapatan terbesar terdapat pada Pajak
Daerah yaitu sebesar 65,76%, yang sebagian besar merupakan Pajak Pemilikan
Kendaraan Bermotor. Sebagaimana diketahui bahwa jumlah kendaraan di DIY
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, bahkan DIY dikatakan sebagai
“Daerah Sejuta Motor”. Pajak Daerah dari kendaraan bermotor ini diperkirakan
terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah mahasiswa yang
memilih melakukan studi di DIY.
Berdasarkan wilayah, persentase realisasi PAD tertinggi terdapat pada
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebesar 129,92% atau Rp29 miliar dari
anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp22 miliar, sedangkan wilayah lainnya
yang memiliki persentase realisasi PAD diatas 100,00%, dengan persentase realisasi
terendah terdapat pada Kabupaten Kulonprogo sebesar 108,47% atau Rp38 miliar
dari anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp35 miliar.
Juta Rupiah
A Pendapatan Asli Daerah 723.441 849.512 117,43
1 Pajak Daerah 485.417 558.634 115,08
2 Restribusi Daerah 144.949 155.406 107,21
3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 35.719 35.454 99,26
4 Lain - lain Pendapatan Asli Daerah 57.357 100.018 174,38
B Pendapatan Transfer 3.268.617 3.317.511 101,50
1 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 3.104.673 3.123.852 100,62
a Dana Bagi Hasil Pajak 223.335 233.917 104,74
b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 1.014 795 78,44
c Dana Alokasi Umum 2.704.390 2.713.168 100,32
d Dana Alokasi Khusus 175.934 175.972 100,02
2 Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 39.000 45.211 115,92
a Dana Otonomi Khusus 13.500 12.150 90,00
b Dana Penyesuaian 25.500 33.061 129,65
3 Transfer Pemerintah Provinsi 124.944 148.449 118,81
a Penciptaan Bagi Hasil Pajak 110.344 123.850 112,24
b Penciptaan Bagi Hasil Lainnya 14.600 24.600 168,49
C Lain-lain Pendapatan Yang Sah 67.777 432.030 637,43
a Pendapatan Hibah 15.836 358.484 2.263,66
b Pendapatan Lainnya 51.940 73.547 141,60
4.059.835 4.599.054 113,28
1) Sebelum AuditKeterangan :
Sumber : BPKD Prov. DIY
Tabel 5.2
Jumlah
Pendapatan Pemerintah
No U r a i a n RAPBD 20071 Realisasi APBD
% Realisasi thd RAPBD
112 Bab 5 - Keuangan Pemerintah
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Selanjutnya realisasi Pendapatan Transfer pada tahun 2007 sebesar
Rp3.318 miliar terbentuk dari Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan
sebesar Rp3.124 miliar (100,62% dari anggaran sebesar Rp3.105 miliar), Transfer
Pemerintah Pusat – Lainnya sebesar Rp45 miliar (115,92% dari anggaran sebesar
Rp39 miliar) dan Transfer Pemerintah Provinsi sebesar Rp148 miliar (118,81% dari
anggaran sebesar Rp125 miliar).
Realisasi Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan sebesar 86,85%
merupakan Dana Alokasi Umum (DAU), sedangkan sisanya masing-masing adalah
Dana Bagi Hasil Pajak sebesar 7,49%, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 5,63%
dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar 0,03%. Realisasi tertinggi terdapat
pada pos Dana Bagi Hasil Pajak sebesar 104,74% dan terendah terdapat pada
pos Dana Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar 78,44%.
Berdasarkan wilayahnya, pemerintah yang mampu merealisasikan
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan tertinggi adalah
Pemerintah Kabupaten Bantul yaitu sebesar 101,63% atau Rp603 miliar, dan
persentase terendah terdapat pada Pemerintah Provinsi sebesar 98,42% atau Rp481
miliar.
Realisasi Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya terdiri dari Dana Otonomi
Khusus sebesar Rp12 miliar dan Dana Penyesuaian sebesar Rp33 miliar. Transfer
Pemerintah Pusat – Lainnya ini hanya terdapat pada Pemerintah Kabupaten Bantul,
Pemerintah Kabupaten Sleman dan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo yang
terealisasi masing-masing sebesar 126,53%, 100,00% dan 90,00%.
Transfer Pemerintah Provinsi sebesar Rp148 miliar merupakan Pendapatan
Bagi Hasil Pajak sebesar Rp124 miliar dan Pendapatan Bagi Hasil Lainnya sebesar
Rp25 miliar. Pos pendapatan yang hanya terdapat di Pemerintah Kabupaten ini,
mampu direalisasikan oleh Pemerintah Kabupaten Kulonprogo sebesar 133,76%,
diikuti oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebesar 126,04%, Pemerintah
Kabupaten Bantul sebesar 114,75% dan Pemerintah Kabupaten Sleman sebesar
113,00%.
Pos Lain-lain Pendapatan yang Sah sebesar Rp432 miliar terdiri dari
Pendapatan Hibah dan Pendapatan Lainnya masing-masing sebesar Rp358 miliar
dan Rp74 miliar. Semua pemerintah daerah telah merealisasikan pos ini kecuali
Pemerintah Kabupaten Sleman. Realisasi tertinggi terdapat pada Pemerintah Provinsi
sebesar 14.483,89% atau Rp336 miliar, sedangkan realisasi terendah terdapat
pada Pemerintah Kota Yogyakarta sebesar 121,78% atau Rp59 miliar. Tingginya
persentase realisasi Pendapatan yang Sah didorong oleh tingginya realisasi
113Bab 5 - Keuangan Pemerintah
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Pendapatan Hibah, yang merupakan sisa alokasi dana bantuan baik dari
pemerintah, swasta maupun lembaga donor baik nasional maupun internasional
terkait dengan proses rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa.
Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, proporsi PAD dan Dana
perimbangan terhadap total penerimaan relatif hampir sama, walaupun di tahun
2007 keduanya agak menurun. Penurunan tersebut sifatnya relatif, antara lain
dikarenakan pos lain-lain penerimaan yang sah di tahun 2007 ini meningkat cukup
tinggi, yaitu sebesar Rp432 miliar.
BELANJA PEMERINTAH
Belanja Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di DIY pada tahun 2007
tercatat sebesar Rp4.015 miliar atau terealisasi 88,96% dari RAPBD 2007 sebesar
Rp4.513 miliar. Belanja Daerah tersebut mencakup Belanja Operasi sebesar Rp
3.141 miliar (78,24%), Belanja Modal sebesar Rp588 miliar (14,66%), Belanja
Transfer sebesar Rp244 miliar (6,07%) dan Belanja Tidak Terduga sebesar Rp42
miliar (1,03%). Realisasi tertinggi terdapat pada pos Belanja Transfer sebesar
98,24%, diikuti oleh Belanja Operasi sebesar 90,19%, Belanja Modal dan Belanja
Tidak Terduga masing-masing sebesar 84,47% dan 48,50%.
Belanja Operasi didominasi oleh Belanja Pegawai sebesar Rp2.154 miliar
(68,57%), selanjutnya diikuti oleh Belanja Barang sebesar Rp640 miliar (20,37%).
Sedangkan pos belanja lainnya hanya memiliki porsi kurang dari 10,00%, yaitu
Juta Rupiah
A Belanja Operasi 3.482.539 3.141.061 90,19
1 Belanja Pegawai 2.362.523 2.153.758 91,16
2 Belanja Barang 751.293 639.877 85,17
3 Belanja Bunga 1.220 1.176 96,35
4 Belanja Subsidi 8.227 8.218 99,89
5 Belanja Hibah 1.230 1.230 100,00
6 Belanja Bantuan Sosial 254.513 234.110 91,98
7 Belanja Bantuan Keuangan 103.532 102.692 99,19
B Belanja Modal 696.610 588.432 84,47
C Belanja Tidak Terduga 85.653 41.540 48,50
D Transfer 248.155 243.787 98,24
4.512.956 4.014.820 88,96
1) Sebelum AuditKeterangan :
Sumber : BPKD Prov. DIY
Jumlah
Tabel 5.3
No U r a i a n RAPBD 20071 Realisasi APBD
% Realisasi thd RAPBD
Belanja Pemerintah
24,08 19,91 18,47
71,05
79,26
67,92
-
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
2005 2006 2007
%
Grafik 5.1Proporsi PAD dan Dana Perimbangan Terhadap
Pendapatan Pemerintah
PAD Dana Perimbangan
114 Bab 5 - Keuangan Pemerintah
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Belanja Bantuan Sosial Rp234 miliar (7,45%), Belanja Bantuan Keuangan Rp103
miliar (3,27%), Belanja Subsidi Rp8 miliar (0,26%) serta Belanja Bunga dan Belanja
Hibah masing-masing sebesar Rp1 miliar (0,02%).
Pada pos Belanja Operasi, realisasi belanja terbesar pada tahun 2007
berturut-turut terjadi pada Belanja Hibah, Belanja Subsidi dan Belanja Bantuan
Keuangan. Wilayah yang mampu merealisasikan Belanja Operasi tertinggi adalah
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebesar Rp427 miliar atau 101,87% dari
anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp419 miliar. Sedangkan wilayah yang
memiliki persentase realisasi Belanja Operasi terendah adalah Pemerintah Kota
Yogyakarta sebesar Rp479 miliar atau 85,67% dari anggaran yang telah ditetapkan
sebesar Rp559 miliar.
Sementara itu, pada pos Belanja Modal yang merupakan cerminan
berjalannya proyek-proyek Pemerintah belum optimal realisasinya, yaitu sebesar
84,47%. Penyebab utama belum optimalnya realisasi Belanja Modal terutama
adalah karena keterlambatan pengesahan RAPBD 2007 yang baru dilakukan pada
bulan triwulan II-2007 yang menyebabkan pelaksanaan dropping anggaran
terhambat dan proses pengadaan proyek menjadi tertunda, padahal proses
pengadaan proyek membutuhkan waktu yang relatif lama.
Berdasarkan wilayah, Pemerintah Kabupaten Bantul memiliki persentase
realisasi Belanja Modal tertinggi, yaitu sebesar 93,45%, sedangkan persentase
realisasi terendah terdapat pada Pemerintah Kabupaten Sleman yaitu sebesar
71,50%. Besarnya persentase realisasi Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten
Bantul disebabkan karena banyaknya proses pembangunan sebagai bentuk
perbaikan terhadap infrastruktur yang rusak akibat gempa.
Pos Belanja Tidak Terduga pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp42 miliar,
atau terealisasi 48,50% dari anggaran sebesar Rp86 miliar. Realisasi tertinggi pos
ini terdapat pada Pemerintah Provinsi yakni sebesar 80,70%.
13,13 13,53 14,66
90,19
82,76 84,47
-
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
100,0
2005 2006 2007
%
Grafik 5.2Belanja Modal
Proporsi thd Total Belanja Realisasi thd Rencana
115Bab 6 - Prospek Perekonomian
Bab 6:Bab 6:Bab 6:Bab 6:Bab 6:Prospek PProspek PProspek PProspek PProspek Perekonomianerekonomianerekonomianerekonomianerekonomian
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI
Secara umum, dalam kurun waktu lima tahun terakhir perkembangan
ekonomi DIY cukup menggembirakan dengan rata-rata laju pertumbuhan sekitar
4-5% per tahun. Namun, pada tahun 2006 sedikit mengalami perlambatan terutama
dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar minyak dan gas elpiji pada akhir
2005 dan gempa bumi pada paruh terakhir tahun 2006. Sementara itu, laju
perekonomian tahun 2007 tumbuh lebih tinggi dibanding tahun 2006. Percepatan
pertumbuhan pada tahun 2007 terutama disebabkan oleh meningkatnya aktivitas
ekonomi dan meningkatnya daya beli masyarakat karena kembali pulihnya
perekonomian DIY setelah terpuruk akibat gempa bumi. Kondisi perekonomian
yang kondusif pada tahun 2007 diprakirakan menjadi sentimen positif bagi
pertumbuhan ekonomi tahun 2008. Namun, sentimen positif diprakirakan sedikit
terganggu dengan adanya gejolak perekonomian global yang diwarnai oleh
kenaikan harga komoditas dunia.
Dengan berdasarkan asumsi bahwa perekonomian nasional 2008 tumbuh
dengan kisaran 5,7%-6,4%, inflasi nasional berkisar antara 6,0%-6,5%,
perkembangan ekspor yang cenderung menurun, maka pada tahun 2008
diprakirakan perekonomian DIY tumbuh sedikit melambat dibandingkan dengan
tahun 2007. Dari sisi permintaan, diprakirakan masih didorong oleh konsumsi
rumah tangga dan investasi, sedangkan dari sisi penawaran, kinerja sektor-sektor
unggulan yang terkait dengan karakteristik Kota Yogyakarta sebagai kota Jasa
(sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Jasa-jasa dan sektor Pertanian)
diprakirakan masih berperan sebagai motor pertumbuhan.
%
2001 2002 2003 2004 2005 2006* 2007** 2008f
1 Pertumbuhan Ekonomi
a. DIY 4,27 4,50 4,58 5,12 4,74 3,69 4,20 4.0-4.5 b. Nasional 3,80 4,40 4,90 5,10 5,60 5,50 6,30 5.7-6.4
2 Inflasi a. Kota Yogyakarta 12,56 12,01 5,73 6,95 14,98 10,41 7,99 9.0-10.0
b. Nasional 12,55 10,03 5,06 6,40 17,11 6,60 6,59 6.0-6.5Keterangan:
*) Angka sementara, kecuali angka inflasi.
**) Angka sangat sementara, kecuali angka inflasi.
f) Angka perkiraan/proyeksi.
Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.
Tabel 6.1
No IndikatorTahun
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
116 Bab 6 - Prospek Perekonomian
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Laju pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2008 diprakirakan sekitar 4,0%-
4,5%, dengan estimasi titik sebesar 4,09%. Lebih rendah dari laju pertumbuhan
ekonomi Nasional yang diprakirakan mencapai kisaran 5,7%-6,4%. Secara
sektoral, pertumbuhan ekonomi tahun 2008 terutama didorong oleh andil sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran yang diprakirakan mencapai 1,16% dengan
pertumbuhan sebesar 5,61%, diikuti sektor Pertanian andil 0,56% dengan
pertumbuhan 3.61%, sektor Jasa-jasa andil 0,55% dengan pertumbuhan 3,30%,
sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan andil 0,49% dengan
pertumbuhan 5,40%, dan sektor Bangunan andil 0,47% dengan pertumbuhan
5,02%. Dengan estimasi ini, diprakirakan pangsa pembentukan PDRB DIY tidak
banyak mengalami perubahan, dengan pangsa terbesar masih pada sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran 20,93%, diikuti sektor Pertanian 18,45%, sektor
Jasa-jasa 16,55% dan sektor Industri Pengolahan 13,56%.
Sebagai ilustrasi, pada tahun 2008, kenaikan andil sektor Pertanian pada
tahun 2008, diprakirakan karena adanya peningkatan pada kegiatan holtikultura
dan subsektor peternakan selama tahun 2007 yang menjadi sentimen positif di
tahun 2008 serta didukung dengan upaya peningkatan produktivitas pertanian
melalui penggunaan bibit unggul. Selanjutnya, sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran diprakirakan cenderung meningkat, diduga karena adanya rencana
program pariwisata untuk memperpanjang lama menginap menjadi 2,5 hari,
rencana pembukaan kembali jalur penerbangan internasional, serta rencana
pembangunan Koridor Magelang-Sragen oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
yang kemungkinan memberi dampak peningkatan jumlah arus barang dan
penumpang ke Provinsi DIY. Sektor Jasa-jasa diprakirakan juga meningkat pada
tahun 2008. Hal ini diprakirakan karena adanya peningkatan jasa hiburan dan
rekreasi sebagai akibat peningkatan sarana dan prasarana pendukung kegiatan
pariwisata, penyebaran informasi negatif mengenai pergaulan bebas di kalangan
pelajar dan mahasiswa yang sudah mulai menghilang, serta kenaikan jasa
%(yoy)
Nilai1 Ptumb Andil2 Pangsa Nilai1 Ptumb Andil2 Pangsa1 Pertanian 4.35 3,307 3,407 3.02 0.57 18.65 3,510 3.01 0.56 18.452 Penggalian 1.57 126 132 4.76 0.03 0.72 134 1.74 0.01 0.713 Industri Pengolahan 2.60 2,481 2,510 1.17 0.17 13.74 2,579 2.75 0.38 13.564 Listrik, Gas & Air Bersih 5.83 152 163 7.24 0.06 0.89 175 7.52 0.07 0.92
5 Bangunan 8.61 1,580 1,708 8.08 0.73 9.35 1,794 5.02 0.47 9.43
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 5.04 3,570 3,769 5.57 1.13 20.63 3,980 5.61 1.16 20.93
7 Pengangkutan & Komunikasi 5.76 1,762 1,869 6.07 0.61 10.23 1,943 3.93 0.40 10.21
8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 8.17 1,592 1,667 4.71 0.43 9.12 1,757 5.40 0.49 9.24
9 Jasa-jasa 2.49 2,965 3,047 2.77 0.47 16.68 3,148 3.30 0.55 16.55
4.74 17,535 18,272 4.20 4.20 100.00 19,019 4.09 4.09 100.00Keterangan:
1) PDRB Harga Konstan Tahun 2000 (miliar Rp).2) Andil terhadap pertumbuhan tahunan (%).*) Angka sementara.f) Angka perkiraan/proyeksi.
Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah.
Total
20052007**
No Sektor2008f
Tabel 6.2Perkiraan Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran
2006*
117Bab 6 - Prospek Perekonomian
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
pemerintah sebagai kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh
pemerintah. Sementara itu, sektor Pengangkutan dan Komunikasi diprakirakan
cenderung menurun pada tahun 2008. Hal ini diprakirakan karena pengaruh
kenaikan harga minyak dunia. Selain itu, pertumbuhan sektor Bangunan
diprakirakan juga mengalami sedikit penurunan dibanding dengan tahun 2007,
karena pencairan dana rekonstruksi sudah mulai berkurang, sehingga properti
swadaya masyarakat kembali ke posisi normal dan peran properti komersial kembali
lagi menjadi lebih dominan dalam menyokong kinerja sektor Bangunan.
Sementara itu, perkembangan harga yang diukur oleh inflasi IHK
diprakirakan cenderung meningkat dibanding dengan tahun sebelumnya.
Peningkatan ini diduga karena adanya gejolak perekonomian global yang diwarnai
oleh harga komoditas dunia yang tinggi. Kondisi ini diprakirakan akan berpengaruh
pada perkembangan harga minyak dunia pada tahun 2008 yang cenderung lebih
tinggi dibanding tahun sebelumnya, sehingga dapat mendorong peningkatan inflasi
global. Dengan asumsi ini, inflasi DIY tahun 2008 diprakirakan lebih tinggi dibanding
tahun sebelumnya atau pada kisaran 9,0%-10,0%, dengan estimasi titik sebesar
9,37%. Angka ini lebih tinggi dibanding dengan prediksi inflasi nasional yang
berkisar antara 6,0%-6,5%.
Secara umum, peningkatan inflasi DIY diprakirakan didorong oleh
peningkatan diseluruh kelompok barang. Peningkatan terbesar terjadi pada
kelompok Bahan Makanan, karena kenaikan harga minyak dunia memberikan
kemungkinan terjadinya konversi ke komoditas tanaman pangan sebagai bahan
biofuel, yang akhirnya berdampak pada peningkatan harga jual produk pertanian.
PROSPEK PERBANKAN
Pada tahun 2008 kondisi Perbankan DIY diprakirakan cenderung membaik
dibandingkan dengan tahun 2007. Aset Perbankan DIY diprakirakan akan tumbuh
dalam kisaran 12%-15% menjadi kurang lebih Rp21 triliun. Proyeksi ini diperkuat
dengan rencana pembukaan beberapa Bank Umum dan BPRS di wilayah kerja
Kantor Bank Indonesia (KBI) Yogyakarta.
Penghimpunan DPK pada tahun 2008 diprakirakan tumbuh di kisaran
angka 11%-13%. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan daya beli masyarakat
seiring dengan peningkatan pendapatan. Selain itu, masih berlangsungnya
pencairan dana rekonstruksi pasca gempa, adanya peningkatan UMP DIY, serta
gencarnya promosi produk-produk Tabungan dan Deposito juga diprakirakan
menyebabkan peningkatan DPK.
118 Bab 6 - Prospek Perekonomian
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Sementara itu, Kredit Perbankan DIY diprakirakan akan tumbuh sebesar
17%-19%. Hal ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia yang mengeluarkan
paket regulasi perbankan tentang Perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR) untuk Kredit Usaha Kecil (KUK). Kebijakan ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan dan keleluasaan bank dalam menyalurkan kredit,
sehingga diharapkan laju penyaluran kredit tidak menurun.
Proyeksi pertumbuhan Kredit yang lebih besar jika dibandingkan dengan
pertumbuhan DPK, menyebabkan angka LDR diprakirakan mampu mencapai angka
55%-59%. Bank Indonesia pada tahun 2008 akan terus mendorong fungsi
intermediasi Perbankan dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan.
PROSPEK KEUANGAN PEMERINTAH
Untuk tahun 2008, berdasarkan data gabungan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan
Kota, tampak bahwa rencana yang diajukan oleh pemerintah daerah realistis,
karena tidak terlalu berbeda secara signifikan dengan RAPBD 2007 maupun
realisasinya. Jika dibandingkan dengan RAPBD 2007, peningkatan rencana
Pendapatan lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan anggaran belanja,
yaitu 16,90% untuk Pendapatan dan 10,39% untuk Belanja. Sedangkan jika
dibandingkan dengan realisasi RAPBD 2007, justru terjadi sebaliknya, peningkatan
rencana Belanja lebih tinggi jika dibandingkan dengan rencana Pendapatannya,
yaitu 24,09% untuk Belanja dan 3,20% untuk rencana Pendapatan. Hal ini
disebabkan realisasi Pendapatan pada tahun 2007 mengalami lonjakan sebagai
akibat besarnya realisasi Pendapatan Hibah sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya.
%
2004 2005 2006 2007 2008f
1 Aset 10,46 13,05 22,47 15,55 13,44
2 DPK 12,55 12,39 20,83 11,68 11,78
3 Kredit 39,67 30,30 11,88 21,14 18.00*
4 LDR 47,30 54,83 50,77 55,07 57,85
Keterangan:
f) Angka perkiraan/proyeksi.
*) Target BI.
No Indikator
Tabel 6.3Prospek Perbankan
119Bab 6 - Prospek Perekonomian
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Secara gabungan, keuangan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota
pada tahun 2008 diperkirakan mengalami defisit sebesar Rp236 miliar, sebagaimana
yang terjadi pada tahun 2007. Namun perkiraan defisit ini tidak terdapat pada
Pemerintah Kabupaten Bantul dan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul yang
merencanakan surplus masing-masing sebesar Rp216 miliar dan Rp94 miliar.
Sumber Pendapatan RAPBD 2008 yang tercatat sebesar Rp4.746 miliar
sebagian besar diharapkan masih berasal dari Pendapatan Transfer sebesar Rp3.645
miliar yang lebih dari 90,00%nya merupakan Dana Perimbangan. Peningkatan
pos Pendapatan Dana Perimbangan tertinggi terdapat pada Pemerintah Provinsi
yang menganggarkan pos ini sebesar Rp585 miliar.
PAD pada RAPBD 2008 dianggarkan sebesar Rp825 miliar, naik 14,08%
dari RAPBD 2007, namun turun sebesar 2,85% jika dibandingkan dengan realisasi
RAPBD 2007. Pos PAD ini diperkirakan terus meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah kendaraan bermotor di DIY yang pada tahun 2007 tumbuh sekitar 10,00%.
Untuk pos Lain-lain Pendapatan yang Sah pada RAPBD 2008 dianggarkan
sebesar Rp276 miliar, naik tiga kali lipat (306,55%) dari RAPBD 2007 yang tercatat
sebesar Rp68 miliar, namun mengalami penurunan sebesar 36,22% jika
dibandingkan dengan realisasi RAPBD 2007.
Juta Rupiah
Rencana Realisasi
A PENDAPATAN 4.059.835 4.599.054 4.746.035 16,90 3,20
1 Pendapatan Asli Daerah 723.441 849.512 825.329 14,08 -2,85
2 Pendapatan Transfer 3.268.617 3.317.511 3.645.163 11,52 9,88
3 Lain-lain Pendapatan Yang Sah 67.777 432.030 275.543 306,55 -36,22
B BELANJA 4.512.956 4.014.820 4.981.887 10,39 24,09
1 Belanja Operasi 3.482.539 3.141.061 4.644.335 33,36 47,86
a. Belanja Pegawai 2.362.523 2.153.758 2.707.213 14,59 25,70
b. Belanja Barang 751.293 639.877 800.233 6,51 25,06
c. Belanja Bunga 1.220 1.176 98.154 7.943,48 8.247,82
d. Belanja Subsidi 8.227 8.218 83.959 920,48 921,63
e. Belanja Hibah 1.230 1.230 307.603 24.918,51 24.918,51
f. Belanja Bantuan Sosial 254.513 234.110 299.474 17,67 27,92
g. Belanja Bantuan Keuangan 103.532 102.692 347.699 235,84 238,58
2 Belanja Modal 696.610 588.432 295.044 -57,65 -49,86
3 Belanja Tidak Terduga 85.653 41.540 42.508 -50,37 2,33
4 Transfer 248.155 243.787 - -100,00 -100,00
C SURPLUS/DEFISIT (453.121) 584.234 (235.851) -47,95 -140,37
D PEMBIAYAAN 540.992 556.421 664.847 22,89 19,49
1 Penerimaan Daerah 607.084 613.187 745.018 22,72 21,50
2 Pengeluaran Daerah 66.092 56.765 80.171 21,30 41,23
1) Sebelum Audit
Ptumb thd APBD 20071 (%) Nilai
Sumber : BPKD Prov. DIY
Tabel 6.4Rencana APBD 2008
Keterangan :
U r a i a nNo
APBD 20071
Rencana Realisasi
APBD 2008
120 Bab 6 - Prospek Perekonomian
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007
Pengeluaran Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota pada tahun 2008
yang direncanakan sebesar Rp4.981 miliar, sebagian besar dialokasikan untuk
Belanja Operasi sebesar Rp4.644 miliar. Pos Belanja ini naik 33,36% jika
dibandingkan dengan RAPBD 2007 yang tercatat sebesar Rp3.483 miliar, atau
naik 47,86% jika dibandingkan dengan realisasinya. Lebih dari separuh Belanja
Operasi ini ditujukan untuk Belanja Pegawai sebesar Rp2.707 miliar.
Jika dilihat dari peningkatannya, Belanja Hibah dan Belanja Bunga
mengalami peningkatan secara drastis baik dibandingkan dengan RAPBD 2007
maupun realisasinya. Belanja Hibah mengalami peningkatan terkait dengan
perkiraan sisa alokasi dana rekonstruksi dan rehabilitasi yang masih ada. Sedangkan
peningkatan Belanja Bunga didorong oleh pinjaman pemerintah daerah kepada
pemerintah pusat yang digunakan untuk pembangunan sarana daerah. Sebagai
contoh, Pemerintah Provinsi memiliki pinjaman dalam rangka pembangunan
kembali Pasar Beringharjo.
Pada RAPBD 2008, secara gabungan, pos Belanja Modal terlihat mengalami
penurunan yang drastis. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten dan Kota
belum memisahkan rencana Belanja Modal dari kegiatan-kegiatan yang telah
dianggarkan. Belanja Modal sendiri masih termasuk ke dalam Belanja Operasi.
Namun, sebagai ilustrasi rencana peningkatan pos ini dapat dilihat dari Pemerintah
Pemerintah Provinsi yang telah melakukan pemisahan pos. Dari RAPBD 2008,
terlihat Pemerintah Provinsi merencanakan peningkatan sebesar 69,41% jika
dibandingkan dengan RAPBD 2007 atau 98,28% jika dibandingkan dengan
realisasinya. Hal ini memperlihatkan komitmen pemerintah daerah untuk
membangun daerahnya dengan melaksanakan proyek-proyek untuk fasilitas
masyarakat. Namun optimalnya komitmen ini sangat tergantung dengan waktu
pengesahannya, yang akan membawa implikasi kepada pelaksanaannya terkait
dengan pengadaan proyek-proyek pemerintah yang memerlukan waktu lama.
L a m p i r a nL a m p i r a n
Halaman ini sengaja dikosongkan.
123
Lampiran
SejarSejarSejarSejarSejarah Singkat Bank Indonesia ah Singkat Bank Indonesia ah Singkat Bank Indonesia ah Singkat Bank Indonesia ah Singkat Bank Indonesia YYYYYogyogyogyogyogyakartaakartaakartaakartaakarta
Kantor Cabang (KC) “Djokdjakarta” dibuka pada 127 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 1
April 1879, sebagai KC De Javache Bank ke-8. Pendirian KC Djokdjakarta terutama untuk
mengakomodasi usulan sebuah perusahaan yang memiliki kepentingan bisnis di daerah ini yakni
Firma Dorrepaal & Co., Semarang. Usulan tersebut langsung disampaikan kepada President De Javache
Bank ke-7, Mr. N.P. Van den BERG sekitar bulan Agustus-September 1878.
Usulan pendirian KC De Javanche Bank DIY langsung disambut baik oleh Direksi dan Dewan
Komisaris pada saat itu, mengingat volume perdagangan di daerah Yogyakarta sudah cukup besar
yang antara lain tercermin dari jumlah transfer ke Yogyakarta melalui KC Soerakarta yang mencapai
2 s.d. 3,5 juta gulden. Produksi gula per tahun pada tempo itu mencapai 300.000 pikol atau setara
dengan 2.580 ton. Pada tanggal 9 Maret 1942 kegiatan De Javache Bank sempat terhenti bersamaan
dengan dimulainya masa pendudukan tentara Jepang yang selanjutnya disusul dengan penglikuidasian
bank-bank milik Belanda, Inggris dan Cina. Bersamaan dengan itu, Nanpo Kaihatsu Ginko difungsikan
sebagai bank sirkulasi untuk wilayah P. Jawa. Pada tanggal 30 Desember 1948 KC Djokdjakarta mulai
beroperasi kembali namun tak lama kemudian ditutup kembali pada tanggal 30 Juni 1949 bersamaan
dengan masa Agresi Belanda ke-2. Akhirnya baru pada tanggal 22 Maret 1950 KC Djokdjakarta
beroperasi kembali.
Dengan diberlakukannya UU No.11/1953 pada tanggal 1 Juli 1953, De Javache Bank berubah
menjadi Bank Indonesia sehingga seluruh KC De Javache Bank berubah menjadi KC Bank Indonesia,
termasuk KC Yogyakarta. Pada awal masa peralihan KC Yogyakarta dikategorikan sebagai kantor
cabang kelas III dengan wilayah kerja DIY dan Karesidenan Kedu, yang kemudian pada tahun 1980
hanya dibatasi pada wilayah Provinsi DIY. KC Yogyakarta naik status menjadi kantor cabang kelas II
pada tahun 1986. Seiring dengan perkembangan kegiatan operasional yang meningkat, pada tanggal
4 Februari 1993 gedung baru yang bersebelahan dengan gedung lama diresmikan. Selanjutnya sebutan
Kantor Cabang Yogyakarta sejak tanggal 1 Agustus 1996 berubah menjadi Kantor Bank Indonesia
Yogyakarta atau disingkat dengan Bank Indonesia Yogyakarta.
Berikut ini daftar nama-nama pejabat yang telah tercatat sebagai pemimpin Bank Indonesia
Yogyakarta setelah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 hingga saat ini:
Periode Nama Pemimpin Periode Nama Pemimpin 1951 - 1952 C.H. de Veer 1976 - 1979 Isbianto P. 1952 – 1952 J.G.J. Wagener 1979 - 1982 Suparman Wijaya 1952 – 1954 E.A. Olive 1982 - 1983 Sukanto 1954 – 1955 R.W.L. Echter 1983 - 1985 Mohd. Kurdi 1955 – 1958 E. Soekasah S. 1985 - 1987 Aibar Durin
I. Nyoman Moena 1987 - 1993 Sri Hastjarja P. R.R. Wenas 1993 - 1996 Warsono Santoso R. Soewignjo S. 1996 - 1998 Adji Mulawarman Hasan
1964 - 1964 M.P. Hutabarat 1998 - 2000 Achil Ridwan Djajadiningrat 1964 - 1965 Sukiyanto 2000 - 2001 Ny. Hirawati Suhirman 1965 - 1968 R. Kardana H. 2001 - 2004 Amril Arief 1968 - 1968 R. Soetrisno 2004 - 2007 Djarot Sumartono 1968 - 1971 W.T. Lunggono 2007 - 2008 Ny. Endang Sedyadi 1971 - 1976 Soeparto W. April 2008 - Tjahjo Oetomo K.
1958 - 1964
124
LampiranPPPP P e
ta S
tret
a St
ret
a St
ret
a St
ret
a St
r ate
giat
egi
ateg
iat
egi
ateg
iB
ank
Indo
nesi
a B
ank
Indo
nesi
a B
ank
Indo
nesi
a B
ank
Indo
nesi
a B
ank
Indo
nesi
a YYYY Y o
gyog
yog
yog
yog
y aka
rta
akar
taak
arta
akar
taak
arta
Stak
ehol
ders
Eks
tern
al
Keu
anga
nBI
Pros
es
& P
elak
san
aan
Tug
as B
I
SS.5
. M
engo
ptim
alka
n ha
sil
kaji
an d
an p
enye
diaa
n in
form
asi e
kono
mi
di
wil
ayah
ker
ja.(
SS.B
I.3)
Mis
i
Visi
SS.4
. Pe
ngel
olaa
n ke
uang
an s
atua
n ke
rja
seca
ra e
fekt
if d
an
efis
ien.
(SS
.BI.
2)
SS.1
. Te
rsed
iany
ain
form
asi
&
Reko
men
dasi
ekon
omir
egio
nal
dala
m r
angk
a m
endu
kung
ke
bija
kan
Kant
orPu
sat
Bank
In
done
sia
(SS.
BI.3
)
SS.7
. M
enin
gkat
kan
peng
awas
an b
ank
yang
ef
ekti
f. (
SS.B
I.4)
SS.6
. M
enin
gkat
kan
pela
yana
n da
n pr
asar
ana
sist
im p
emba
yara
n. (
SS.B
I.5)
SS.2
Ter
sedi
anya
info
rmas
i&
Re
kom
enda
siun
tuk
men
duku
ngpe
mba
ngun
anek
onom
idi
wil
ayah
kerj
a(S
S.BI
.3)
SS.8
. M
enin
gkat
kan
pem
berd
ayaa
n se
ktor
riil
da
n U
MKM
(SS
.BI.
3&4)
SS.9
. M
enin
gkat
kan
efek
tivi
tas
pela
ksan
aan
Goo
d G
over
nanc
e. (
SS.B
I.6)
SDM
, K
ultu
r &
Man
ajem
enPe
ruba
han
SS.1
0. M
empe
rkua
t in
stit
usi
BI
mel
alui
pen
cipt
aan
sine
rgi
anta
ra
SDM
, In
form
asi,
pen
geta
huan
, da
n ra
ncan
gan
orga
nisa
si d
enga
n st
rate
gi
Bank
Indo
nesi
a.(S
S.BI
.7)
SS.3
Peni
ngka
tan
kese
hata
nsi
stem
perb
anka
nda
nke
lanc
aran
sert
ake
aman
ansi
stem
pem
baya
ran
dala
mra
ngka
men
duku
ngpe
reko
nom
ian
daer
ah(S
S.BI
.4&
5)
16,2
0%
10,3
0% 1
7,7
0%
5,9
0%
11,2
0%
11,3
0%
8,4
0%
8,4
0%
7,0
0%
3,7
0%
125
Lampiran
Stru
ktur
Org
anis
asi
Stru
ktur
Org
anis
asi
Stru
ktur
Org
anis
asi
Stru
ktur
Org
anis
asi
Stru
ktur
Org
anis
asi
Ban
k In
done
sia
Ban
k In
done
sia
Ban
k In
done
sia
Ban
k In
done
sia
Ban
k In
done
sia
YYYY Y ogy
ogy
ogy
ogy
ogy a
kart
aak
arta
akar
taak
arta
akar
ta
Pem
impi
n Ba
nk In
done
sia
(Ny.
End
ang
Sedy
adi/
Tjah
jo O
etom
o)
Tim
Peng
awas
an B
ank
(Bra
mon
o Si
dik)
Tim
Ek
onom
i Mon
eter
(Am
eriz
a M
. Moe
sa)
Dep
uti
Pem
impi
n B
ank
Indo
nesi
a(P
rano
to)
Kel
ompo
kK
ajia
n E
kono
mi
(Dw
i Sus
lam
anto
)
Kel
ompo
kP
embe
rday
aan
Sek
tor R
iil &
UM
KM
(Use
p Su
kary
a)
Sek
siO
pera
sion
al K
as(I
Nyo
man
Dar
ma
Sus
ila)
Sek
siLa
yana
n N
asab
ah &
Pen
yele
ngga
raan
Klir
ing
Sek
siSu
mbe
r D
aya
(Tat
ag E
ko W
ibow
o)
Sek
siS
ekre
tari
at, P
enga
man
an &
P
roto
kol
(Cha
iril
Sya
m)
Kel
ompo
kP
enga
was
an B
ank
I(N
y. E
sti S
asan
ti)
Kel
ompo
kPe
ngaw
asan
Ban
k II
(AY
Eka
Put
ra)
Kel
ompo
kP
enga
was
an B
ank
III
Kel
ompo
kP
enga
was
an B
ank
IV(N
y. U
un Il
yana
)
s.d.
23
Apr
il 20
08se
jak
23 A
pril
2008
Kel
ompo
kS
tatis
tik &
Sur
vei
(Asn
a A
mal
ia)
126
Lampiran
Hasil SurvHasil SurvHasil SurvHasil SurvHasil Survei Ekspektasi Kei Ekspektasi Kei Ekspektasi Kei Ekspektasi Kei Ekspektasi Konsumenonsumenonsumenonsumenonsumen
I II III IV I II III IV1 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 79,58 76,92 68,42 77,58 73,25 74,67 83,92 77,67
2 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 60,17 65,17 55,67 66,83 60,50 64,50 73,67 67,50
3 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 99,00 88,67 81,17 88,33 86,00 84,83 94,17 87,83
Indeks Keyakinan Konsumen
20072006KeteranganNo
I II III IV I II III IV
1 Penghasilan Konsumen 107,50 102,50 99,50 116,00 112,50 119,50 116,00 111,50
2 Ketepatan Waktu untuk Berbelanja Barang Tahan Lama 49,00 44,50 44,00 50,50 42,50 45,50 61,00 45,50
3 Kondisi Jumlah Pengangguran 24,00 48,50 23,50 34,00 26,50 28,50 44,00 45,50
Kondisi Ekonomi Saat Ini Dibandingkan Tahun Lalu
20072006KeteranganNo
I II III IV I II III IV1 Ekspektasi Penghasilan Konsumen 134,50 112,50 131,00 139,00 120,50 135,00 144,50 139,00
2 Ekspektasi Kondisi Ekonomi 98,00 86,50 74,50 86,50 102,50 93,00 92,00 77,00
3 Ekspektasi Jumlah Pengangguran 64,50 47,00 38,00 39,50 35,00 26,50 46,00 47,50
Ekspektasi Konsumen 1 Tahun Yang Akan Datang
20072006KeteranganNo
I II III IV I II III IV1 Inflasi triwulan mendatang 30,00 31,00 29,00 35,50 19,50 25,50 14,50 22,00
2 Inflasi setahun mendatang 26,50 29,50 25,50 35,00 31,00 25,50 15,50 19,00
3 Bahan Makanan 19,50 22,00 17,00 21,00 23,50 24,00 9,50 12,50
4 Bahan Sandang 36,50 61,00 38,00 52,50 43,00 38,00 35,00 42,50
5 Perumahan 39,00 30,00 33,00 19,50 26,00 24,50 31,00 36,00
6 Transportasi dan Komunikasi 38,50 33,50 43,00 37,00 109,00 34,00 25,00 23,50
Ekspektasi Harga
20072006KeteranganNo
I II III IV I II III IV
1 Ketepatan membeli barang 49,00 44,50 44,00 50,50 42,50 45,50 61,00 45,50
2 Barang Sandang 99,00 94,00 104,50 100,50 77,50 72,00 132,50 89,00
3 Pembelian/perbaikan Rumah 33,50 60,00 69,00 60,00 46,00 26,00 45,00 39,00
4 Peralatan Rumah Tangga 33,00 34,50 39,50 35,50 53,00 35,50 41,50 41,00
5 Perabotan Rumah Tangga 37,00 32,50 38,00 44,50 34,50 29,50 43,00 32,00
6 Kendaraan Bermotor 29,50 27,00 28,00 31,00 26,50 15,00 43,50 29,50
7 Rekreasi 92,50 73,00 80,00 85,00 79,00 62,50 108,50 78,00
Rencana Konsumsi dan Rekreasi 1 Tahun Mendatang
20072006KeteranganNo
127
Lampiran
I II III IV I II III IVKecil 139,06 141,29 159,03 179,01 197,66 199,99 207,77 208,01Menengah 128,61 130,06 137,03 144,38 158,17 160,30 166,00 168,93Besar 134,55 134,78 144,46 154,83 169,07 168,84 178,43 176,50Total 134,15 135,45 146,78 159,06 174,53 175,92 183,62 184,10Keterangan :
Kecil s.d. 36 m3
Menengah 36-70 m3
Besar diatas 70 m3
Indeks Harga Properti Residensial
2006 2007Tipe
128
Lampiran
III
IIIIV
III
IIIIV
1 B
ahan
Kon
stru
ksi
18,4
4
24
,49
24
,70
24
,34
37
,45
42,2
3
35,7
2
49,8
5
2 K
enda
raan
& S
uku
Cad
ang
111,
38
98,3
6
98,3
4
98,2
2
118,
84
112,
98
11
2,21
130,
99
3 P
erle
ngka
pan
Rum
ahta
ngga
135,
83
125,
71
11
3,71
114,
64
12
0,08
13
3,40
133,
85
14
4,17
4 B
aran
g K
eraj
inan
& M
aina
n14
5,22
13
4,84
112,
79
12
2,12
123,
50
131,
19
12
9,99
165,
38
5 M
akan
an &
Tem
baka
u77
,76
82,0
1
88,5
9
90,3
2
83,2
5
74
,12
77
,95
54
,33
6 P
akai
an &
Per
leng
kapa
nnya
121,
76
119,
44
11
7,52
117,
42
10
8,88
11
0,39
114,
35
11
6,02
7 F
arm
asi &
Kos
met
ik10
1,82
10
4,23
106,
57
10
5,49
100,
63
107,
93
11
6,21
82,9
4
8 B
ahan
Bak
ar M
inya
k10
1,75
10
0,93
98,3
1
97,5
4
99,9
0
10
1,03
106,
46
12
2,72
9 P
erle
ngka
pan
Tulis
73,6
3
80
,63
81
,94
81
,55
83
,85
83,8
0
86,0
2
67,7
1
Selu
ruh
Bar
ang
98,6
2
96,7
4
94
,72
94,6
3
97
,38
99
,69
101,
42
10
3,79
2007
Ind
eks
Riil
Pen
jual
an E
cera
n
2006
No
Kel
om
po
k B
aran
g
129
Lampiran
(%,S
BT)
PR
PR
PR
PR
PR
PR
PR
PR
1 P
erta
nian
2,97
3,76
2,94
-1,1
8-0
,05
1,41
4,17
-0,6
45,
65-3
,97
3,60
1,33
6,26
3,70
4,64
4,18
2 P
engg
alia
n0,
720,
000,
00-0
,72
0,72
0,72
1,07
0,36
0,72
-0,3
60,
360,
000,
480,
000,
00-0
,72
3 In
dust
ri Pe
ngol
ahan
0,17
-2,9
81,
101,
844,
29-2
,09
0,10
2,56
-2,5
6-2
,12
3,54
2,02
6,04
-0,1
63,
600,
44
4 L
istr
ik, G
as &
Air
Bers
ih0,
420,
420,
42-0
,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
5 B
angu
nan
0,00
3,40
6,81
0,00
0,00
3,40
0,00
6,81
0,00
-6,8
13,
400,
006,
816,
813,
400,
00
6 P
erda
gang
an, H
otel
& R
esto
ran
-1,4
5-4
,50
1,89
-0,3
90,
300,
092,
521,
375,
48-2
,94
4,37
1,34
4,61
2,44
7,36
6,01
7 P
enga
ngku
tan
& K
omun
ikas
i-0
,64
-3,2
91,
331,
52-1
,90
-0,6
02,
52-1
,57
1,57
-2,3
82,
232,
724,
944,
945,
543,
75
8 K
euan
gan,
Per
sew
aan
& J
asa
Peru
saha
an3,
900,
082,
35-1
,73
-1,5
31,
85-3
,09
-0,4
92,
670,
962,
920,
864,
124,
674,
952,
10
9 J
asa-
jasa
0,10
-1,5
7-0
,19
-1,2
0-0
,59
-1,1
20,
00-0
,09
0,75
-0,1
61,
92-0
,06
1,49
1,02
1,78
1,09
Selu
ruh
Sek
tor
6,19
-4,6
816
,65
-2,2
81,
664,
087,
718,
7314
,70
-17,
3622
,76
8,63
35,1
723
,84
31,6
917
,27
Ket
eran
gan:
P =
Per
kira
an
R =
Rea
lisas
i
Rea
lisas
i dan
Per
kira
an K
egia
tan
Du
nia
Usa
ha
IIIII
IVIV
IIIII
I
2007
No
Sekt
or
I
2006
130
Lampiran
Mili
ar R
p
No
Sekt
or
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
1 P
erta
nian
781
948
1.04
21.
188
1.31
81.
997
2.58
82.
771
2.92
03.
108
3.16
83.
635
3.99
14.
520
4.96
3
2 P
engg
alia
n59
9010
210
911
615
817
111
720
624
026
618
319
821
824
7
3 In
dust
ri Pe
ngol
ahan
511
707
793
921
1.01
01.
504
1.87
52.
167
2.40
02.
618
2.83
03.
342
3.58
84.
046
4.44
4
4 L
istr
ik, G
as &
Air
Bers
ih20
2735
4350
7485
100
132
181
232
268
322
337
417
5 B
angu
nan
422
468
565
642
698
750
827
942
1.03
91.
219
1.45
21.
744
2.32
02.
978
3.33
8
6 P
erda
gang
an, H
otel
& R
esto
ran
624
758
880
1.00
71.
148
1.81
52.
189
2.63
22.
807
3.10
83.
515
4.16
24.
867
5.66
86.
363
7 P
enga
ngku
tan
& K
omun
ikas
i46
754
762
970
679
31.
009
1.11
31.
153
1.50
11.
814
1.96
42.
142
2.59
03.
126
3.29
8
8 K
euan
gan,
Per
sew
aan
& J
asa
Peru
saha
an41
647
656
664
370
395
01.
033
1.17
41.
217
1.51
11.
777
2.18
82.
522
2.71
33.
128
9 J
asa-
jasa
835
949
1.09
81.
244
1.39
71.
607
1.88
42.
424
2.75
93.
076
3.49
04.
360
5.02
06.
168
6.50
6
PDR
B4.
136
4.97
05.
710
6.50
47.
234
9.86
411
.763
13.4
8114
.982
16.8
7418
.693
22.0
2425
.419
29.7
7532
.705
Ket
eran
gan:
Sum
ber:
BPS
Pro
pins
i DIY
.
PDR
B D
IY M
enu
rut
Sekt
or
Ata
s D
asar
Har
ga
Ber
laku
131
Lampiran
Mili
ar R
p
No
Sekt
or
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
1 P
erta
nian
2.40
72.
463
2.56
92.
727
2.82
12.
654
2.51
22.
771
2.88
52.
936
2.94
73.
053
3.18
63.
310
3.40
7
2 P
engg
alia
n11
512
413
213
613
911
711
711
711
811
811
912
012
212
313
2
3 In
dust
ri Pe
ngol
ahan
1.65
01.
939
2.05
12.
242
2.26
72.
119
2.19
52.
167
2.20
02.
262
2.32
52.
401
2.46
32.
433
2.51
0
4 L
istr
ik, G
as &
Air
Bers
ih54
6469
7784
8394
100
111
129
135
145
153
150
163
5 B
angu
nan
994
1.06
11.
164
1.25
51.
303
870
899
942
972
1.05
31.
178
1.28
41.
395
1.58
01.
708
6 P
erda
gang
an, H
otel
& R
esto
ran
2.10
42.
278
2.47
72.
693
2.79
82.
494
2.56
02.
632
2.76
52.
915
3.10
03.
279
3.44
53.
638
3.76
9
7 P
enga
ngku
tan
& K
omun
ikas
i88
595
01.
021
1.09
01.
125
1.02
11.
044
1.15
31.
241
1.32
91.
437
1.58
21.
673
1.75
11.
869
8 K
euan
gan,
Per
sew
aan
& J
asa
Peru
saha
an94
01.
005
1.13
21.
232
1.28
51.
188
1.19
71.
174
1.22
71.
315
1.40
91.
501
1.62
31.
511
1.66
7
9 J
asa-
jasa
1.96
72.
121
2.34
92.
517
2.63
62.
295
2.35
12.
424
2.53
72.
632
2.71
02.
781
2.85
03.
042
3.04
7
PDR
B11
.117
12.0
0612
.964
13.9
6714
.458
12.8
4212
.969
13.4
8114
.056
14.6
8915
.361
16.1
4616
.911
17.5
3918
.272
Ket
eran
gan:
Ang
ka 1
993-
1999
mer
upak
an h
asil
back
cast
ing
Sum
ber:
BPS
Pro
pins
i DIY
.
PDR
B D
IY M
enu
rut
Sekt
or
Ata
s D
asar
Har
ga
Ko
nst
an T
ahu
n 2
000
132
Lampiran
Volume : ton
1. Mebel Kayu 15.457 17.760 17.275 21.676 23.015 18.009 14.423
2. Pakaian Jadi tekstil 1.675 1.533 2.017 2.211 4.658 3.685 2.957
3. Kulit disamak 347 347 331 223 853 194 231
4. Sarung Tangan kulit (STK) 49 126 238 179 205 305 241
5. Lampu 721 1.005 1.558 1.847 1.819 1.693 862
6. Produk Tektil lainnya 1.508 1.271 1.404 1.180 271 203 74
7. Tekstil 1.504 - 1.024 497 1.065 560 445
8. Kerajinan kayu 1.401 1.930 1.950 2.245 2.380 2.147 2.499
9. Minyak Atsiri daun cengkeh 334 366 228 564 327 386 548
10. Kerajinan Pandan 794 1.377 695 1.675 2.946 178 88
11. STK Sintetis 77 56 17 53 102 56 196
12. Kerajinan Tanah Liat 2.687 2.261 1.706 1.911 1.299 1.255 1.104
13. Kerajinan Batu 1.031 1.131 1.830 2.750 4.922 5.363 5.385
14. Jamur dalam Kaleng 6.474 3.517 1.944 770 4 24 0
15. Kerajinan Perak 6 32 55 3 41 40 22
16. Kerajinan Eceng Gondok 134 210 222 122 108 171 317
17. STK Kombinasi Poliurethane 3 21 - 0 2 5 16
18. Kerajinan Kertas 221 248 196 341 1.069 1.533 2.130
19. Papan Kemas 962 792 1.058 2.086 1.430 2.346 1.513
20. Kerajinan Kulit 8 64 83 62 88 172 103
21. Kerajinan Kaca 25 58 94 149 324 392 222
22. Kerajinan Rotan 42 107 112 211 172 199 144
Sub-Total 35.462 34.211 34.037 40.753 47.101 38.914 33.520
Komoditas lainnya 1.431 3.021 1.606 1.546 179 2.579 3.098
Total 36.893 37.232 35.643 42.299 47.280 41.494 36.618
Sumber: Dinas Perindagkop Propinsi DIY
Komoditas 2001 2002 2003 2005
Volume Ekspor Nonmigas UtamaMenurut Komoditas
2004 2006 2007
133
Lampiran
Volume : ton
1. Amerika Serikat 10.453 9.384 8.272 8.464 10.934 9.341 7.224
2. Perancis 4.770 4.654 4.541 5.274 6.415 4.685 4.530
3. Spanyol 1.306 1.490 1.910 2.538 3.268 2.917 2.040
4. Italia 1.136 1.525 1.966 2.266 2.013 1.748 2.266
5. Belanda 2.717 2.850 2.270 2.488 3.533 3.329 2.476
6. Jepang 2.281 2.560 1.848 2.745 2.878 2.413 1.925
7. Hongkong 271 800 730 345 572 485 409
8. Jerman 614 805 807 1.360 1.317 1.310 969
9. Inggris 1.739 1.775 1.834 1.675 1.797 1.253 897
10. Australia 3.788 3.705 3.322 4.010 3.742 3.187 3.830
11. Belgia 547 863 847 1.849 1.789 1.347 1.284
12. Philipina 136 196 235 521 1.063 985 667
13. Singapura 506 553 252 646 517 431 356
14. Kanada 564 622 431 336 425 457 257
15. Malaysia 407 383 481 597 671 693 570
16. Denmark 567 615 613 465 438 170 267
17. Uni Emirat Arab 499 765 1.073 921 435 267 749
18. Afrika Selatan 360 346 508 791 563 467 456
19. Yunani 165 51 321 334 299 382 288
20. Korea Selatan 141 184 242 153 179 126 405
21. Taiwan 896 486 314 273 276 165 140
22. India 27 31 27 84 104 240 205
Sub-Total 8.604 8.800 8.665 10.981 10.501 36.395 32.210
Negara lainnya 28.289 28.433 26.978 31.318 36.780 5.099 4.408
Total 36.893 37.232 35.643 42.299 47.280 41.494 36.618
Sumber: Dinas Perindagkop Propinsi DIY
2001 2002 2003 2004 2005
Volume Ekspor Non-MigasMenurut Negara Tujuan
20072006Negara
134
Lampiran
Volume : ton
1. Tanjung Emas 33.686 34.249 32.521 38.912 42.923 38.540 33.267
2. Tanjung Priok 764 1.155 1.142 2.012 2.985 1.665 2.214
3. Sukarno Hatta 451 515 887 536 605 721 454
4. Adisutjipto 130 108 54 177 352 214 86
5. Tanjung Perak 1.660 875 653 474 354 283 527
6. Juanda 2 41 35 16 8 40 26
7. Ngurah Rai 169 256 300 149 10 4 14
8. Kantor Pos Yogyakarta 0 0 43 2 22 7 0
9. Halim Perdanakusuma 0 0 0 0 11 13 1
10. Benoa - - - 0 7 3 27
11. Adisumarmo 2 32 0 5 3 3 2
12. Batu Ampar - 2 1 - - - -
13. Tanjung Pinang 28 - - - - - -
14. A. Yani - - - 16 - - -
15. Batam - - 5 - - - -
16. Tanjung Uban 1 - 1 - - - -
17. Belawan - - - - - - -
18. Sekupang - - - - - - -
Total 36.895 37.232 35.643 42.299 47.280 41.494 36.618
Sumber: Dinas Perindagkop Propinsi DIY
Menurut Pelabuhan Muat
Nama Pelabuhan 2001 2002 2003 2004 20062005
Volume Ekspor
2007
135
Lampiran
Volume : ton
1. Obat Penyamak Kulit 304 321 358 413 469 257 108
2. Bahan Baku Plastik - - 0 93 0 - -
3. Bahan Baku Susu 633 1.872 2.710 17.101 1.679 1.716 1.389
4. Kapas 3.140 2.509 3.142 2.197 3.010 2.678 2.481
5. Benang Nylon - 231 - - - 1 -
6. Asesoris - 358 - 2.002 1.086 117 159
7. Tekstil - 0 0 891 1.504 1.173 616
8. Polyester - 44 - - - - 399
9. Peralatan Tiang Pancang - 1 - - - - -
10. Elektronik - 0 - - - - -
11. Pewarna susu - 0 - - - - -
12. Mesin Tekstil 228 - - - - - -
13. Mesin - 180 237 845 534 1.143 3.038
14. Bahan Baku Kulit - 0 - - - - 87
15. Mesin Percetakan 7 - - - - - -
16. Mesin Kayu 8 - - - - - -
17. Peralatan Mesin 0 - - - - - -
18. Kulit Disamak - 61 - 122 - - 52
19. Lampu - - - 0 - - -
20. Power Suply - - - 0 - - -
21. Audio Digital - - - 0 - - -
22. Bijih Titanium - - - - 0 - -
Sub-Total 4.320 5.577 6.447 23.664 8.281 7.084 8.329
Komoditas lainnya 0 6 - 1 0 189 59
Total 4.320 5.583 6.447 23.665 8.281 7.273 8.388
Sumber: Dinas Perindagkop Provinsi DIY
Volume Impor Nonmigas UtamaMenurut Komoditas
20052004 20072006Komoditas 2001 2002 2003
136
Lampiran
Volume : ton
1. Jerman 41 63 7 260 83 63 26
2. Italia 349 207 159 280 154 121 88
3. Jepang 106 97 101 131 150 47 89
4. Singapura 453 888 759 111 157 35 109
5. Hongkong 1 17 - 988 768 121 97
6. Australia 787 1.483 479 6.676 910 1.497 1.477
7. Belgia 177 0 1 14 - 1 1
8. Korea Selatan 0 187 100 517 318 567 820
9. RRC 612 318 1.361 1.434 1.278 1.477 2.851
10. Amerika Serikat 1.768 1.635 1.550 2.794 1.781 1.334 1.003
11. Taiwan 3 277 3 832 1.047 365 392
12. New Zealand - 400 1.881 1.432 462 0 1.386
13. Belanda - 0 - 2.700 880 2 0
14. Austria - - 31 - - - -
15. Ireland - - - 928 289 1 -
16. Uni Emirat Arab - - - 3.220 - 7 -
17. Canada - - - 1.098 - - -
18. Argentina - - - 250 - - -
19. Denmark - - - - 1 2 -
20. Finlandia - - - - 1 0 -
21. Philipina - - - - 1 - 0
22. Norwegia - - - - 0 - -
Sub-Total 4.297 5.572 6.432 23.664 8.280 5.640 8.339
Negara lainnya 23 11 15 1 1 1.633 49
Total 4.320 5.583 6.447 23.665 8.281 7.273 8.388
Sumber: Dinas Perindagkop Provinsi DIY
2003 2005 2006
Volume Impor NonmigasMenurut Negara Asal
2007Nama Negara 2001 2002 2004
137
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 6.880 8.522 9.900 10.728 11.850 13.397 16.407 18.959 Jenis Bank 6.880 8.522 9.900 10.728 11.850 13.397 16.407 18.959 1. Bank Umum 6.726 8.278 9.494 10.088 10.944 12.382 15.279 17.505 2. Bank Perkreditan Rakyat 154 244 406 640 907 1.015 1.128 1.454 Jenis Usaha Bank 6.880 8.522 9.900 10.728 11.850 13.397 16.407 18.959 1. Bank Umum 6.869 8.500 9.877 10.625 11.635 13.102 16.030 18.431 2. Bank Perkreditan Rakyat 11 21 23 103 215 294 376 528
II DANA PIHAK KETIGA 5.952 7.140 8.520 9.636 10.845 12.190 14.729 16.450 Jenis Bank 5.952 7.140 8.520 9.636 10.845 12.190 14.729 16.4501. Giro 887 1.263 1.512 1.705 1.904 1.848 2.595 2.886
a. Bank Umum 887 1.263 1.512 1.705 1.904 1.848 2.595 2.8862. Tabungan 2.358 2.613 3.480 4.548 5.588 5.606 6.932 8.153
a. Bank Umum 2.313 2.550 3.389 4.402 5.397 5.395 6.692 7.800b. Bank Perkreditan Rakyat 45 62 91 145 191 211 240 353
3. Deposito 2.707 3.264 3.527 3.383 3.353 4.735 5.203 5.411a. Bank Umum 2.647 3.159 3.325 3.059 2.914 4.221 4.621 4.697b. Bank Perkreditan Rakyat 60 105 202 324 439 514 581 715
Jenis Usaha Bank 5.952 7.140 8.520 9.636 10.845 12.190 14.729 16.4501. Giro 887 1.263 1.512 1.705 1.904 1.848 2.595 2.886
a. Konvensional 887 1.262 1.511 1.701 1.899 1.833 2.563 2.855b. Syariah 0 1 1 4 5 16 31 31
2. Tabungan 2.358 2.613 3.480 4.548 5.588 5.606 6.932 8.153a. Konvensional 2.354 2.599 3.466 4.498 5.499 5.492 6.758 7.914b. Syariah 3 14 14 49 89 115 173 239
3. Deposito 2.707 3.264 3.527 3.383 3.353 4.735 5.203 5.411a. Konvensional 2.702 3.259 3.522 3.341 3.252 4.619 5.081 5.226b. Syariah 6 5 6 42 101 116 122 185
III KREDIT 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.0591. Jenis Penggunaan 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.059
Jenis Bank 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.059a. Modal Kerja 604 731 1.162 1.588 2.184 2.667 2.974 3.723
1) Bank Umum 527 611 978 1.311 1.810 2.252 2.596 3.2582) Bank Perkreditan Rakyat 77 119 184 277 375 415 378 465
b. Investasi 173 191 275 456 644 872 1.120 1.2191) Bank Umum 168 185 268 448 627 848 1.063 1.1322) Bank Perkreditan Rakyat 5 6 7 9 17 25 56 87
c. Konsumsi 489 855 1.255 1.628 2.301 3.145 3.384 4.1161) Bank Umum 447 785 1.151 1.464 2.001 2.752 2.957 3.5992) Bank Perkreditan Rakyat 42 70 104 164 300 392 427 518
Jenis Usaha Bank 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.059a. Modal Kerja 604 731 1.162 1.588 2.184 2.667 2.974 3.723
1) Konvensional 601 726 1.157 1.573 2.141 2.586 2.868 3.5752) Syariah 3 5 6 16 44 81 106 148
b. Investasi 173 191 275 456 644 872 1.120 1.2191) Konvensional 171 187 272 445 614 830 1.032 1.1362) Syariah 2 4 4 12 31 42 87 83
c. Konsumsi 489 855 1.255 1.628 2.301 3.145 3.384 4.1161) Konvensional 483 842 1.242 1.570 2.188 2.963 3.162 3.8732) Syariah 5 13 13 58 113 181 222 243
No U r a i a n 2000 2004 2005 20062001 2002 2003 2007
Indikator Perbankan DIY
138
Lampiran
2. KolektibilitasJenis Bank 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.059a. Lancar 1.169 1.671 2.524 3.469 4.879 6.146 6.825 8.206
1) Bank Umum 1.057 1.488 2.247 3.041 4.230 5.386 6.053 7.2202) Bank Perkreditan Rakyat 112 183 278 428 649 760 772 986
b. Dalam Perhatian Khusus 69 78 115 136 146 310 317 3961) Bank Umum 69 78 115 136 146 310 317 396
c. Kurang Lancar 10 13 21 32 49 98 98 481) Bank Umum 7 8 15 22 32 75 72 232) Bank Perkreditan Rakyat 3 5 6 10 18 23 26 25
d. Diragukan 6 6 12 20 27 41 51 431) Bank Umum 3 2 5 10 8 16 27 272) Bank Perkreditan Rakyat 3 4 7 10 19 25 24 16
e. Macet 12 9 20 16 28 89 187 3661) Bank Umum 6 5 16 12 23 64 148 3232) Bank Perkreditan Rakyat 5 4 4 4 6 25 39 43
Jenis Usaha Bank 1.266 1.777 2.693 3.673 5.130 6.684 7.478 9.059a. Lancar 1.169 1.671 2.524 3.469 4.879 6.146 6.825 8.206
1) Konvensional 1.159 1.650 2.503 3.384 4.697 5.875 6.440 7.7662) Syariah 10 21 22 85 182 271 385 440
b. Dalam Perhatian Khusus 69 78 115 136 146 310 317 3961) Konvensional 69 78 115 136 143 287 295 3722) Syariah 0 0 0 0 3 24 23 23
c. Kurang Lancar 10 13 21 32 49 98 98 481) Konvensional 10 13 21 31 47 91 95 442) Syariah 0 0 0 0 2 7 3 4
d. Diragukan 6 6 12 20 27 41 51 431) Konvensional 6 5 12 20 27 39 49 412) Syariah 0 0 0 0 0 2 2 2
e. Macet 12 9 20 16 28 89 187 3661) Konvensional 12 9 20 16 28 88 184 3622) Syariah 0 0 0 0 0 1 3 5
IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%)
Jenis Bank 21,27 24,89 31,61 38,12 47,30 54,83 50,77 55,07a. Bank Umum 19,54 22,69 29,15 35,15 43,45 51,04 47,57 51,93b. Bank Perkreditan Rakyat 118,00 116,42 100,58 95,97 109,79 114,69 104,93 100,26Jenis Usaha Bank 21,27 24,89 31,61 38,12 47,30 54,83 50,77 55,07a. Konvensional 21,13 24,66 31,43 37,60 46,41 53,42 49,04 53,67b. Syariah 113,76 108,33 105,29 89,35 95,89 123,47 127,19 104,28
2. Non Performing Loansa. Nominal (Miliar Rp)
Jenis Bank 28 28 54 68 105 227 336 4571) Bank Umum 16 16 36 45 62 155 246 3732) Bank Perkreditan Rakyat 11 12 18 23 42 72 90 84Jenis Usaha Bank 28 28 54 68 105 227 336 4571) Konvensional 27 28 54 67 102 218 328 4462) Syariah 0 0 0 1 2 9 8 11
b. Rasio (%)Jenis Bank 2,18 1,57 2,00 1,84 2,04 3,40 4,49 5,051) Bank Umum 1,43 0,99 1,52 1,40 1,40 2,65 3,72 4,672) Bank Perkreditan Rakyat 9,13 6,26 5,98 5,04 6,11 8,70 10,41 7,86Jenis Usaha Bank 2,18 1,57 2,00 1,84 2,04 3,40 4,49 5,051) Konvensional 2,17 1,57 2,01 1,87 2,07 3,42 4,64 5,202) Syariah 2,78 1,87 1,89 0,59 1,15 3,08 1,93 2,31
2003 2004 2007200620012000No U r a i a n 20052002
139
Lampiran
Miliar Rp
I KANTOR PELAYANAN 420 471 502 539 595 680 757 8081. Kantor Pusat 1 1 1 1 1 1 1 12. Kantor Cabang 38 38 40 39 41 41 42 433. Kantor Cabang Pembantu 149 151 124 71 73 98 102 1054. Kantor Kas 51 78 86 122 124 127 159 1755. Kas Mobil 8 6 6 7 8 5 5 36. Payment Point 16 13 18 25 23 24 24 337. Anjungan Tunai Mandiri 157 184 227 274 325 384 424 4488. Jumlah Karyawan 3.412 3.440 3.199 3.760 3.882 4.082 4.339 4.434
II ASET 6.726 8.278 9.494 10.088 10.944 12.382 15.279 17.505III DANA PIHAK KETIGA 5.847 6.972 8.226 9.167 10.215 11.464 13.908 15.382
1. Giro 887 1.263 1.512 1.705 1.904 1.848 2.595 2.886a. Rupiah 619 904 1.079 1.345 1.585 1.492 2.162 2.481b. Valas 268 359 434 360 319 357 432 405
2. Tabungan 2.313 2.550 3.389 4.402 5.397 5.395 6.692 7.800a. Rupiah 2.303 2.550 3.389 4.402 5.395 5.390 6.690 7.799b. Valas 10 0 0 1 2 5 1 1
3. Deposito 2.647 3.159 3.325 3.059 2.914 4.221 4.621 4.697a. Rupiah 2.308 2.780 2.977 2.767 2.659 3.908 4.274 4.356b. Valas 340 379 348 293 256 313 347 341
IV KREDIT 1.142 1.582 2.398 3.223 4.438 5.852 6.616 7.9891. Jenis Penggunaan 1.142 1.582 2.398 3.223 4.438 5.852 6.616 7.989
a. Modal Kerja 527 611 978 1.311 1.810 2.252 2.596 3.258i. Rupiah 497 592 962 1.164 1.599 1.996 2.387 2.900ii. Valas 31 20 16 148 211 256 210 357
b. Investasi 168 185 268 448 627 848 1.063 1.132i. Rupiah 168 150 247 437 611 813 1.036 1.106ii. Valas 1 36 21 10 16 34 27 26
c. Konsumsi 447 785 1.151 1.464 2.001 2.752 2.957 3.599i. Rupiah 447 785 1.147 1.464 2.001 2.752 2.956 3.596ii. Valas 0 1 4 0 0 0 1 3
2. Sektor Ekonomi 1.142 1.582 2.398 3.223 4.438 5.852 6.616 7.989a. Pertanian 64 49 88 100 173 176 207 242b. Pertambangan 1 1 2 5 8 22 21 6c. Industri 167 239 330 441 494 573 597 676d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 1 1 1 1e. Konstruksi 44 46 61 97 151 183 234 219f. Perdagangan 246 220 446 725 1.098 1.389 1.666 2.094g. Angkutan 5 9 21 54 87 86 78 82h. Jasa Dunia 64 108 139 163 270 476 605 826i. Jasa Sosial 47 65 116 126 117 139 187 166j. Lainnya 505 845 1.194 1.511 2.041 2.807 3.021 3.677
3. Kolektibilitas 1.142 1.582 2.398 3.223 4.438 5.852 6.616 7.989a. Lancar 1.057 1.488 2.247 3.041 4.230 5.386 6.053 7.220b. Dalam Perhatian Khusus 69 78 115 136 146 310 317 396c. Kurang Lancar 7 8 15 22 32 75 72 23d. Diragukan 3 2 5 10 8 16 27 27e. Macet 6 5 16 12 23 64 148 323
V RASIO1. Non Performing Loans
a. Nominal 16 16 36 45 62 155 246 373b. Rasio (%) 1,43 0,99 1,52 1,40 1,40 2,65 3,72 4,67
2. Loan to Deposit Ratio (%) 19,54 22,69 29,15 35,15 43,45 51,04 47,57 51,93
2000 2002 2005 2007
Indikator Bank Umum di DIY
2003 2004U r a i a n 2001No 2006
140
Lampiran
VI KREDIT EKSPOR1. Jenis Penggunaan 40 19 28 114 127 158 94 0
a. Modal Kerja 36 17 26 112 123 154 91 0i. Rupiah 6 6 12 32 39 40 13 0ii. Valas 30 11 14 80 84 114 78 0
b. Investasi 3 2 2 2 3 3 2 0i. Rupiah 3 2 2 2 3 3 1 0ii. Valas 1 0 0 0 0 0 1 0
c. Konsumsi 0 0 0 0 0 2 1 0i. Rupiah 0 0 0 0 0 2 1 0ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
2. Sektor Ekonomi 40 19 28 114 127 158 94 0a. Pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0b. Pertambangan 0 0 0 0 0 0 0 0c. Industri 40 18 27 111 120 148 88 0d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 0 0 0 0e. Konstruksi 0 0 0 0 0 0 0 0f. Perdagangan 0 0 1 2 6 8 6 0g. Angkutan 0 0 0 0 0 0 0 0h. Jasa Dunia 0 0 0 0 0 0 0 0i. Jasa Sosial 0 0 0 0 0 0 0 0j. Lainnya 0 0 0 0 0 2 1 0
3. Kabupaten 40 19 28 114 127 158 94 0a. Bantul 0 0 1 1 0 0 0 0b. Gunung Kidul 0 0 0 0 0 0 0 0c. Kulon Progo 0 0 0 0 0 0 0 0d. Sleman 0 1 2 6 6 5 1 0e. Yogyakarta 40 18 25 107 120 153 93 0
VII POS NERACA LAINNYA1. Kas 257 257 304 340 309 386 537 9132. Penempatan pd BI 365 48 44 103 482 446 1.141 5.4083. Penempatan pd Bank Lain 78 257 315 441 158 168 163 6504. Surat Berharga yg Dimiliki 11 7 10 21 16 29 25 775. Tagihan Lainnya 0 34 14 5 10 5 3 4.6066. Penyertaan 0 0 0 0 0 0 0 5207. Kewajiban pada BI 5 1 1 1 0 0 0 818. Kewajiban pada Bank Lain 188 301 326 387 51 31 77 1699. Surat Berharga yg Diterbitkan 1 1 4 5 6 8 6 410. Pinjaman yg Diterima 3 6 9 5 10 28 44 64511. Kewajiban Lainnya 73 61 67 71 62 103 127 19012. Setoran Jaminan 18 15 12 10 11 14 21 5413. Agunan yg Diambil Alih 6 1 4 1 1 5 5 20
VIII POS LABA RUGI LAINNYA1. Pendapatan Operasional 330 465 636 733 886 1.092 1.259 7622. Pendapatan Bunga 273 396 551 643 753 947 1.102 7103. Beban Operasional 723 865 1.110 944 917 1.088 1.483 6594. Beban Bunga 558 660 807 601 435 541 777 2705. Biaya Tenaga Kerja 80 100 145 174 207 239 286 1626. Biaya Pendidikan & Pelatihan 1 2 2 1 3 6 6 107. Pendapatan Non Operasional 396 359 370 264 210 287 476 1408. Beban Non Operasional 23 30 44 45 54 111 183 839. Laba Sebelum Pajak 134 137 174 177 251 274 69 19710. Taksiran Pajak Penghasilan 5 8 11 16 18 20 21 4311. Laba Setelah Pajak 34 47 81 114 163 159 146 15312. Rugi 40 35 46 23 20 31 37 37
IX REKENING ADMINISTRATIF1. Fas. Pinjaman yg Blm Ditarik 185 229 278 350 456 404 549 8282. AP yg Dihapusbukukan 132 210 196 147 301 202 262 309
2004 20072005No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006
141
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 5.775 7.037 7.043 7.699 8.236 9.344 11.206 13.155II DANA PIHAK KETIGA 4.977 5.858 6.353 6.925 7.694 8.652 10.047 11.335
1. Giro 752 1.017 1.275 1.372 1.586 1.453 2.007 2.234a. Rupiah 527 702 877 1.044 1.296 1.132 1.622 1.868b. Valas 226 315 398 328 291 321 386 366
2. Tabungan 1.884 2.010 2.248 2.931 3.627 3.555 4.149 5.153a. Rupiah 1.874 2.010 2.248 2.930 3.625 3.551 4.147 5.152b. Valas 10 0 0 1 2 4 1 1
3. Deposito 2.341 2.831 2.831 2.622 2.481 3.644 3.891 3.948a. Rupiah 2.031 2.478 2.507 2.351 2.248 3.375 3.571 3.644b. Valas 309 353 324 271 233 269 320 304
III KREDIT 863 1.195 1.492 2.099 3.009 4.051 4.525 5.5101. Jenis Penggunaan 863 1.195 1.492 2.099 3.009 4.051 4.525 5.510
a. Modal Kerja 438 483 610 836 1.198 1.532 1.729 2.204i. Rupiah 407 464 594 709 1.021 1.304 1.545 1.873ii. Valas 31 20 16 127 177 228 184 330
b. Investasi 150 152 179 328 462 599 804 888i. Rupiah 149 116 158 318 446 581 788 873ii. Valas 1 36 21 10 16 19 16 15
c. Konsumsi 276 560 703 935 1.349 1.919 1.992 2.419i. Rupiah 276 559 699 935 1.349 1.919 1.991 2.417ii. Valas 0 1 4 0 0 0 1 3
2. Sektor Ekonomi 863 1.195 1.492 2.099 3.009 4.051 4.525 5.510a. Pertanian 37 18 33 31 64 68 88 85b. Pertambangan 0 0 1 1 0 1 2 1c. Industri 161 229 290 381 425 488 490 552d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 1 1 1 1e. Konstruksi 14 10 15 30 42 63 94 74f. Perdagangan 219 178 273 470 762 937 1.132 1.439g. Angkutan 4 8 18 50 84 69 63 71h. Jasa Dunia 61 93 85 89 175 372 477 704i. Jasa Sosial 42 53 71 111 98 119 171 149j. Lainnya 325 606 706 936 1.357 1.934 2.006 2.434
3. Kolektibilitas 863 1.195 1.492 2.099 3.009 4.051 4.525 5.510a. Lancar 786 1.107 1.378 1.966 2.861 3.683 4.065 5.078b. Dalam Perhatian Khusus 64 74 89 104 103 248 253 320c. Kurang Lancar 5 7 9 15 23 60 62 17d. Diragukan 2 2 3 8 4 10 21 21e. Macet 6 5 12 7 17 50 124 75
IV RASIO1. Non Performing Loans
a. Nominal 13 13 24 29 45 120 207 113b. Rasio (%) 1,50 1,11 1,63 1,39 1,49 2,95 4,58 2,05
2. Loan to Deposit Ratio (%) 17,34 20,39 23,48 30,31 39,10 46,82 45,03 48,61
2004 20072005
Indikator Bank Umum - Kota Yogyakarta
No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006
142
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 736 897 1.464 1.467 1.642 1.846 2.446 2.594II DANA PIHAK KETIGA 707 851 1.193 1.417 1.592 1.787 2.379 2.483
1. Giro 111 169 150 201 194 256 335 422a. Rupiah 69 124 114 169 166 221 290 384b. Valas 42 45 36 33 29 35 46 38
2. Tabungan 318 398 679 875 1.049 1.065 1.454 1.480a. Rupiah 318 398 679 875 1.049 1.065 1.454 1.480b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
3. Deposito 278 285 364 340 349 466 590 581a. Rupiah 248 259 341 319 326 421 563 544b. Valas 30 26 24 22 23 44 27 37
III KREDIT 107 158 391 494 664 856 1.031 1.2291. Jenis Penggunaan 107 158 391 494 664 856 1.031 1.229
a. Modal Kerja 48 68 183 242 332 384 482 585i. Rupiah 48 68 183 221 299 356 456 558ii. Valas 0 0 0 21 33 28 26 27
b. Investasi 9 22 46 60 77 130 142 137i. Rupiah 9 22 46 60 77 114 131 125ii. Valas 0 0 0 0 0 16 11 11
c. Konsumsi 50 68 162 192 254 342 406 508i. Rupiah 50 68 162 192 254 342 406 508ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
2. Sektor Ekonomi 107 158 391 494 664 856 1.031 1.229a. Pertanian 1 2 12 19 49 36 32 40b. Pertambangan 0 0 1 4 6 19 18 4c. Industri 2 6 27 43 52 64 92 102d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 0 0 0 0e. Konstruksi 29 35 41 62 105 118 136 141f. Perdagangan 13 23 84 96 125 196 255 316g. Angkutan 0 1 2 2 1 1 1 2h. Jasa Dunia 1 0 29 38 46 46 59 87i. Jasa Sosial 4 12 12 13 15 16 12 12j. Lainnya 58 80 184 217 263 359 425 526
3. Kolektibilitas 107 158 391 494 664 856 1.031 1.229a. Lancar 106 157 373 474 636 809 980 944b. Dalam Perhatian Khusus 1 1 14 14 20 29 32 42c. Kurang Lancar 0 0 2 3 5 12 6 3d. Diragukan 0 0 1 1 1 3 2 2e. Macet 0 0 1 2 2 3 10 239
IV RASIO1. Non Performing Loans
a. Nominal 0 1 4 6 8 17 18 244b. Rasio (%) 0,39 0,53 1,10 1,18 1,15 2,04 1,78 19,85
2. Loan to Deposit Ratio (%) 15,13 18,60 32,81 34,84 41,69 47,87 43,31 49,51
2004 20072005
Indikator Bank Umum - Kabupaten Sleman
No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006
143
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 56 89 490 412 469 519 754 802II DANA PIHAK KETIGA 37 58 293 357 397 440 679 733
1. Giro 9 13 19 35 32 30 64 82a. Rupiah 9 13 19 35 32 29 64 81b. Valas 0 0 0 0 0 1 1 1
2. Tabungan 20 26 215 275 325 352 533 543a. Rupiah 20 26 215 275 325 351 533 543b. Valas 0 0 0 0 0 1 0 0
3. Deposito 8 19 59 47 40 58 82 109a. Rupiah 8 19 59 47 40 58 82 109b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
III KREDIT 48 61 219 268 324 398 422 5061. Jenis Penggunaan 48 61 219 268 324 398 422 506
a. Modal Kerja 4 6 93 111 129 162 185 234i. Rupiah 4 6 93 111 129 162 185 234ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0
b. Investasi 3 4 26 35 49 57 51 45i. Rupiah 3 4 26 35 49 57 51 45ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0
c. Konsumsi 41 50 101 122 146 178 186 227i. Rupiah 41 50 101 122 146 178 186 227ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0
2. Sektor Ekonomi 48 61 219 268 324 398 422 506a. Pertanian 0 0 30 32 35 42 54 68b. Pertambangan 0 0 0 0 0 0 0 0c. Industri 3 3 11 14 13 17 10 13d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 0 0 0 0e. Konstruksi 0 1 3 2 1 1 1 1f. Perdagangan 2 5 48 63 83 105 101 145g. Angkutan 0 1 1 1 1 1 0 0h. Jasa Dunia 1 1 24 33 41 50 59 25i. Jasa Sosial 0 0 0 1 1 1 1 2j. Lainnya 41 51 102 124 148 181 196 251
3. Kolektibilitas 48 61 219 268 324 398 422 506a. Lancar 47 60 211 253 306 371 399 484b. Dalam Perhatian Khusus 0 1 5 11 13 21 18 18c. Kurang Lancar 0 0 1 2 2 2 2 1d. Diragukan 0 0 1 1 1 2 1 1e. Macet 0 0 1 1 2 2 3 3
IV RASIO1. Non Performing Loans
a. Nominal 0 0 3 4 5 6 6 4b. Rasio (%) 0,45 0,60 1,46 1,56 1,47 1,50 1,37 0,88
2. Loan to Deposit Ratio (%) 130,79 104,70 74,97 75,02 81,54 90,45 62,18 69,04
2004 20072005
Indikator Bank Umum - Kabupaten Bantul
No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006
144
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 43 82 307 273 314 343 461 485II DANA PIHAK KETIGA 39 76 229 255 289 316 434 444
1. Giro 7 34 16 21 17 27 68 48a. Rupiah 7 34 16 21 17 27 68 48b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
2. Tabungan 23 33 157 201 243 256 329 362a. Rupiah 23 33 157 201 243 256 329 362b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
3. Deposito 10 10 56 33 28 32 37 34a. Rupiah 10 10 56 33 28 32 37 34b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
III KREDIT 36 46 143 170 207 263 309 3451. Jenis Penggunaan 36 46 143 170 207 263 309 345
a. Modal Kerja 3 3 44 56 70 83 96 108i. Rupiah 3 3 44 56 70 83 96 108ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
b. Investasi 2 2 10 14 17 29 29 26i. Rupiah 2 2 10 14 17 29 29 26ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
c. Konsumsi 31 41 89 100 121 151 184 211i. Rupiah 31 41 89 100 121 151 184 211ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0
2. Sektor Ekonomi 36 46 143 170 207 263 309 345a. Pertanian 0 1 11 14 16 19 22 25b. Pertambangan 0 0 0 0 0 0 0 0c. Industri 0 0 2 3 2 2 2 3d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 0 0 0 0e. Konstruksi 1 1 2 3 2 1 2 2f. Perdagangan 2 2 22 30 45 54 63 74g. Angkutan 0 0 0 0 0 14 12 8h. Jasa Dunia 0 0 0 1 1 1 2 2i. Jasa Sosial 0 0 1 1 1 1 1 0j. Lainnya 31 41 104 117 139 171 203 231
3. Kolektibilitas 36 46 143 170 207 263 309 345a. Lancar 36 45 138 163 201 251 294 334b. Dalam Perhatian Khusus 0 1 2 4 4 4 6 7c. Kurang Lancar 0 0 2 1 1 1 0 1d. Diragukan 0 0 0 0 0 1 1 1e. Macet 0 0 1 2 1 6 6 3
IV RASIO1. Non Performing Loans
a. Nominal 0 0 3 3 2 8 8 5b. Rasio (%) 0,19 0,42 2,26 2,01 1,19 3,08 2,64 1,30
2. Loan to Deposit Ratio (%) 91,95 60,05 62,41 66,81 71,81 83,28 71,09 77,78
2004 20072005
Indikator Bank Umum - Kabupaten Kulonprogo
No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006
145
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 115 172 190 236 283 330 412 468II DANA PIHAK KETIGA 87 128 158 213 244 269 368 388
1. Giro 8 30 53 77 74 82 119 100a. Rupiah 8 30 53 77 74 82 119 100b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
2. Tabungan 68 84 90 120 153 167 228 262a. Rupiah 68 84 90 120 153 167 228 262b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
3. Deposito 12 14 15 16 16 21 21 25a. Rupiah 12 14 15 16 16 21 21 25b. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
III KREDIT 89 122 153 191 235 285 330 3971. Jenis Penggunaan 89 122 153 191 235 285 330 397
a. Modal Kerja 35 50 48 66 80 91 104 127i. Rupiah 35 50 48 66 80 91 104 127ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
b. Investasi 4 6 7 10 23 32 37 37i. Rupiah 4 6 7 10 23 32 37 37ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0 0
c. Konsumsi 49 66 97 115 132 161 189 233i. Rupiah 49 66 97 115 132 161 189 233ii. Valas 0 0 0 0 0 0 0
2. Sektor Ekonomi 89 122 153 191 235 285 330 397a. Pertanian 26 28 3 5 8 10 11 24b. Pertambangan 0 0 0 0 1 1 1 1c. Industri 1 1 0 1 2 3 3 6d. Listrik, Gas & Air 0 0 0 0 0 0 0 0e. Konstruksi 0 0 0 0 1 1 1 1f. Perdagangan 9 12 18 66 82 98 114 120g. Angkutan 0 0 0 1 1 1 1 1h. Jasa Dunia 1 13 1 2 7 7 8 8i. Jasa Sosial 0 0 32 1 1 2 2 2j. Lainnya 50 68 98 116 133 163 190 235
3. Kolektibilitas 89 122 153 191 235 285 330 397a. Lancar 82 120 147 185 226 272 315 380b. Dalam Perhatian Khusus 4 1 4 3 6 9 8 10c. Kurang Lancar 1 0 0 1 1 1 1 1d. Diragukan 1 0 0 1 1 1 1 2e. Macet 0 0 0 1 1 2 4 4
IV RASIO1. Non Performing Loans
a. Nominal 3 1 1 3 2 4 7 7b. Rasio (%) 2,94 0,88 0,84 1,32 1,06 1,33 1,98 1,83
2. Loan to Deposit Ratio (%) 101,26 95,49 96,25 89,87 96,33 105,58 89,67 102,55
2004 20072005
Indikator Bank Umum - Kabupaten Gunungkidul
No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2006
146
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 154 244 406 640 907 1.015 1.128 1.454II DANA PIHAK KETIGA 105 167 294 469 630 726 821 1.067
1. Tabungan 45 62 91 145 191 211 240 3532. Deposito 60 105 202 324 439 514 581 715
III KREDIT 123 195 295 450 692 832 861 1.0701. Jenis Penggunaan 123 195 295 450 692 832 861 1.070
a. Modal Kerja 77 119 184 277 375 415 378 465b. Investasi 5 6 7 9 17 25 56 87c. Konsumsi 42 70 104 164 300 392 427 518
2. Sektor Ekonomi 123 195 295 450 692 832 861 1.070a. Pertanian 4 6 7 11 15 17 18 23b. Industri 2 4 5 8 12 13 16 21c. Perdagangan 61 95 150 217 282 305 278 351d. Jasa-jasa 12 18 25 43 73 95 98 123e. Lain-lain 44 72 107 172 310 402 452 552
3. Kolektibilitas 123 195 295 450 692 832 861 1.070a. Lancar 112 183 278 428 649 760 772 986b. Kurang Lancar 3 5 6 10 18 23 26 25c. Diragukan 3 4 7 10 19 25 24 16d. Macet 5 4 4 4 6 25 39 43
IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 118,00 116,42 100,58 95,97 109,88 114,69 104,93 100,262. Non Performing Loans
a. Nominal 11 12 18 23 42 72 90 84b. Rasio (%) 9,13 6,26 5,98 5,04 6,11 8,70 10,41 7,86
Indikator Bank Perkreditan Rakyat DIY
20072001 2002 2003No U r a i a n 2000 2004 2005 2006
147
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 10 10 14 26 41 64 107 164II DANA PIHAK KETIGA 6 6 8 18 28 40 69 120
1. Tabungan 2 3 4 5 8 9 12 212. Deposito 4 3 4 13 21 31 56 99
III KREDIT 9 8 11 21 35 54 88 1311. Jenis Penggunaan 9 8 11 21 35 54 88 131
a. Modal Kerja 5 3 5 8 14 16 38 67b. Investasi 0 0 0 0 1 1 5 5c. Konsumsi 4 5 7 12 20 37 45 59
2. Sektor Ekonomi 9 8 11 21 35 54 88 131a. Pertanian 0 0 0 0 0 0 1 2b. Industri 0 0 0 0 1 0 2 3c. Perdagangan 4 3 4 7 13 16 31 41d. Jasa-jasa 0 0 0 0 1 1 2 7e. Lain-lain 4 5 7 13 21 38 52 79
3. Kolektibilitas 9 8 11 21 35 54 88 131a. Lancar 7 8 11 20 29 51 79 122b. Kurang Lancar 0 0 0 0 3 2 6 5c. Diragukan 0 0 0 0 2 1 2 2d. Macet 1 0 0 0 0 0 2 2
IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 69,42 69,51 70,62 85,10 81,77 73,66 128,58 109,592. Non Performing Loans
a. Nominal 2 0 0 1 5 3 9 9b. Rasio (%) 19,53 5,74 4,31 3,72 15,20 5,74 10,60 7,21
Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kota Yogyakarta
No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2004 20072005 2006
148
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 105 167 250 376 533 585 605 739II DANA PIHAK KETIGA 75 121 187 296 393 435 466 563
1. Tabungan 31 43 57 91 124 136 140 1832. Deposito 44 78 130 205 269 299 326 380
III KREDIT 85 133 192 274 399 477 467 5371. Jenis Penggunaan 85 133 192 274 399 477 467 537
a. Modal Kerja 52 81 119 165 220 237 188 200b. Investasi 1 2 2 2 7 10 33 37c. Konsumsi 32 50 71 106 172 230 247 300
2. Sektor Ekonomi 85 133 192 274 399 477 467 537a. Pertanian 2 3 4 5 7 9 10 9b. Industri 1 1 2 3 5 4 6 7c. Perdagangan 41 65 98 130 157 170 139 150d. Jasa-jasa 8 11 14 24 49 57 52 59e. Lain-lain 33 52 74 112 181 238 261 312
3. Kolektibilitas 85 133 192 274 398 477 467 537a. Lancar 78 124 180 263 384 440 429 496b. Kurang Lancar 2 4 4 5 7 12 13 13c. Diragukan 2 2 5 4 6 12 10 8d. Macet 3 2 3 2 2 13 16 20
IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 88,57 91,05 97,29 108,32 98,44 91,11 100,34 95,512. Non Performing Loans
a. Nominal 7 8 12 11 15 37 39 41b. Rasio (%) 8,06 6,30 6,27 4,01 3,72 7,76 8,31 7,68
Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Sleman
No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2004 20072005 2006
149
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 27 50 90 159 212 223 252 319II DANA PIHAK KETIGA 17 31 59 102 138 162 184 245
1. Tabungan 8 12 19 27 42 45 62 912. Deposito 9 19 41 75 96 117 122 154
III KREDIT 21 40 67 109 158 173 176 2161. Jenis Penggunaan 21 40 67 109 158 173 176 216
a. Modal Kerja 14 25 41 67 89 92 86 94b. Investasi 3 4 5 6 6 9 13 21c. Konsumsi 4 11 21 36 63 73 78 100
2. Sektor Ekonomi 21 40 67 109 158 173 176 216a. Pertanian 1 3 3 3 3 4 3 4b. Industri 1 2 3 3 4 6 5 6c. Perdagangan 12 18 32 53 72 70 67 76d. Jasa-jasa 3 6 8 14 16 21 22 28e. Lain-lain 4 11 21 37 64 73 80 102
3. Kolektibilitas 21 40 67 109 158 173 176 216a. Lancar 19 37 62 100 140 147 143 191b. Kurang Lancar 0 1 2 4 7 6 5 5c. Diragukan 1 1 1 5 9 10 7 3d. Macet 1 1 1 1 3 10 21 17
IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 82,22 78,35 89,04 93,08 86,97 93,24 95,99 88,182. Non Performing Loans
a. Nominal 2 3 4 9 19 26 34 25b. Rasio (%) 10,60 7,03 6,42 8,53 11,86 15,27 19,13 11,53
2001 2002 2003 2004 20072005 2006
Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Bantul
No U r a i a n 2000
150
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 6 10 41 63 94 110 116 167II DANA PIHAK KETIGA 2 5 32 43 56 72 80 106
1. Tabungan 1 2 10 19 12 15 16 442. Deposito 1 3 22 24 44 57 64 62
III KREDIT 5 8 15 32 76 98 92 1391. Jenis Penggunaan 5 8 15 32 76 98 92 139
a. Modal Kerja 3 5 10 23 32 46 49 84b. Investasi 0 0 0 1 2 3 4 17c. Konsumsi 2 3 5 9 42 48 39 38
2. Sektor Ekonomi 5 8 15 32 76 98 92 139a. Pertanian 0 0 1 3 5 5 4 7b. Industri 0 0 0 2 2 2 2 4c. Perdagangan 2 3 7 15 21 26 25 68d. Jasa-jasa 0 1 2 5 6 15 20 21e. Lain-lain 2 3 5 9 42 50 41 38
3. Kolektibilitas 5 8 15 32 76 98 92 139a. Lancar 4 8 14 31 73 93 87 134b. Kurang Lancar 0 0 0 1 1 3 1 1c. Diragukan 0 0 0 0 1 2 4 2d. Macet 0 0 0 0 0 0 0 2
IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 51,88 62,66 214,69 130,89 74,04 74,09 114,10 131,082. Non Performing Loans
a. Nominal 0 0 1 1 3 5 5 5b. Rasio (%) 9,02 4,86 4,29 4,05 3,58 4,96 5,31 3,73
Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Kulonprogo
No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2004 20072005 2006
151
Lampiran
Miliar Rp
I ASET 5 7 12 17 26 33 48 65II DANA PIHAK KETIGA 4 5 8 11 15 17 22 34
1. Tabungan 1 2 3 4 6 7 9 142. Deposito 2 3 5 7 9 10 13 20
III KREDIT 4 7 11 14 23 29 37 461. Jenis Penggunaan 4 7 11 14 23 29 37 46
a. Modal Kerja 4 6 10 13 20 24 18 21b. Investasi 0 0 0 0 1 2 2 5c. Konsumsi 1 1 1 1 2 4 18 20
2. Sektor Ekonomi 4 7 11 14 23 29 37 46a. Pertanian 0 0 0 0 0 0 0 1b. Industri 0 0 0 0 0 0 0 1c. Perdagangan 3 5 9 13 20 24 16 16d. Jasa-jasa 1 0 0 1 1 1 2 8e. Lain-lain 1 1 1 1 2 4 19 21
3. Kolektibilitas 4 7 11 14 23 29 37 46a. Lancar 4 6 10 14 23 28 35 43b. Kurang Lancar 0 0 0 0 0 0 1 1c. Diragukan 0 0 0 0 0 0 1 1d. Macet 0 0 0 0 0 0 0 1
IV RASIO1. Loan to Deposit Ratio (%) 88,80 76,18 72,27 77,55 62,53 56,46 168,18 137,472. Non Performing Loans
a. Nominal 0 0 0 0 1 1 3 3b. Rasio (%) 2,21 2,91 2,13 2,23 2,81 3,25 7,55 7,00
Indikator Bank Perkreditan Rakyat - Kabupaten Gunungkidul
No U r a i a n 2000 2001 2002 2003 2004 20072005 2006
152
Lampiran
Juta
Rup
iah
I P
END
APA
TAN
911.
559
1.30
7.19
9
143,
40
69
3.82
8
727.
837
10
4,90
57
6.93
5
602.
646
10
4,46
50
6.70
8
522.
393
10
3,10
775.
716
82
3.19
0
106,
12
595.
090
61
5.79
0
103,
48
4.05
9.83
5
4.59
9.05
4
113,
28
A P
end
apat
an A
sli D
aera
h42
0.56
8
48
9.87
5
11
6,48
46.2
41
57
.230
123,
76
22.2
29
28
.878
129,
92
35.3
44
38
.338
108,
47
94
.896
120.
951
12
7,46
10
4.16
3
114.
239
10
9,67
72
3.44
1
84
9.51
2
11
7,43
1 P
ajak
Dae
rah
378.
916
434.
899
114,
77
8.10
4
10.1
92
12
5,75
3.97
4
5.10
5
128,
47
3.
148
3.
367
10
6,95
42.0
00
50
.288
119,
73
49
.274
54.7
83
11
1,18
485.
417
558.
634
115,
08
2 R
estr
ibus
i Dae
rah
14.7
22
16
.985
115,
37
27.3
30
30
.808
112,
73
13
.920
15.0
93
10
8,43
20.5
85
22
.356
108,
60
39
.299
40.9
66
10
4,24
29.0
93
29
.197
100,
36
14
4.94
9
15
5.40
6
10
7,21
3 H
asil
Peng
elol
aan
Kek
ayaa
n D
aera
h ya
ng D
ipisa
hkan
12.3
72
11
.928
96,4
1
2.88
1
3.01
5
104,
62
1.
700
2.
401
14
1,25
4.33
2
3.50
5
80,9
2
5.63
4
5.82
2
103,
34
8.
800
8.
783
99
,82
35.7
19
35.4
54
99,2
6
4 L
ain
- la
in P
enda
pata
n A
sli D
aera
h14
.558
26.0
64
17
9,03
7.
925
13
.215
166,
75
2.
635
6.
278
23
8,27
7.27
9
9.11
0
125,
15
7.
963
23
.876
299,
84
16
.997
21.4
75
12
6,35
57.3
57
100.
018
174,
38
B P
end
apat
an T
ran
sfer
488.
668
480.
923
98,4
2
639.
246
65
7.79
0
102,
90
546.
707
55
9.44
8
102,
33
471.
088
48
2.71
1
102,
47
68
0.82
0
694.
563
10
2,02
44
2.08
8
442.
077
10
0,00
3.
268.
617
3.
317.
511
10
1,50
1 T
rans
fer
Pem
erin
tah
Pusa
t -
Dan
a Pe
rimba
ngan
488.
668
480.
923
98,4
2
593.
245
602.
943
101,
63
52
9.71
8
53
8.03
5
10
1,57
435.
660
441.
230
101,
28
61
5.29
5
62
1.56
1
10
1,02
442.
088
439.
159
99,3
4
3.
104.
673
3.
123.
852
10
0,62
a D
ana
Bagi
Has
il Pa
jak
51.2
82
43
.544
84,9
1
21.2
43
30
.941
145,
65
20
.245
23.3
16
11
5,17
18.7
81
20
.928
111,
43
62
.079
68.3
45
11
0,09
49.7
05
46
.843
94,2
4
22
3.33
5
23
3.91
7
10
4,74
b D
ana
Bagi
Has
il Bu
kan
Paja
k (S
DA
)6
-
-
-
-
-
45
5
30
9
67
,92
-
-
-
-
-
-
55
3
48
7
87
,99
1.01
4
795
78,4
4
c D
ana
Alo
kasi
Um
um43
7.37
9
43
7.37
9
10
0,00
52
4.29
3
52
4.29
3
10
0,00
459.
851
465.
244
101,
17
37
4.76
0
37
8.14
5
10
0,90
543.
065
543.
065
100,
00
36
5.04
2
36
5.04
2
10
0,00
2.70
4.39
0
2.71
3.16
8
100,
32
d D
ana
Alo
kasi
Khu
sus
-
-
-
47
.709
47.7
09
10
0,00
49.1
67
49
.167
100,
00
42
.119
42.1
57
10
0,09
10.1
51
10
.151
100,
00
26
.788
26.7
88
10
0,00
175.
934
175.
972
100,
02
2 T
rans
fer
Pem
erin
tah
Pusa
t -
Lain
nya
-
-
-
17
.500
22.1
43
12
6,53
-
-
-
13.5
00
12
.150
90,0
0
8.00
0
8.00
0
100,
00
-
2.91
8
-
39.0
00
45.2
11
115,
92
a D
ana
Oto
nom
i Khu
sus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
13
.500
12.1
50
90
,00
-
-
-
-
-
-
13
.500
12
.150
90
,00
b D
ana
Peny
esua
ian
-
-
-
17
.500
22.1
43
12
6,53
-
-
-
-
-
-
8.
000
8.
000
10
0,00
-
2.
918
-
25
.500
33
.061
12
9,65
3 T
rans
fer
Pem
erin
tah
Prov
insi
-
-
-
28
.502
32.7
04
11
4,75
16.9
89
21
.412
126,
04
21
.928
29.3
31
13
3,76
57.5
25
65
.001
113,
00
-
-
-
12
4.94
4
14
8.44
9
11
8,81
a P
enci
ptaa
n Ba
gi H
asil
Paja
k-
-
-
28.5
02
32
.704
114,
75
16
.989
21.4
12
12
6,04
15.9
28
17
.531
110,
06
48
.925
52.2
02
10
6,70
-
-
-
110.
344
123.
850
112,
24
b P
enci
ptaa
n Ba
gi H
asil
Lain
nya
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6.
000
11
.800
196,
67
8.
600
12
.800
148,
83
-
-
-
14
.600
24
.600
16
8,49
C L
ain
-lai
n P
end
apat
an Y
ang
Sah
2.32
3
336.
401
14.4
83,8
9
8.34
0
12.8
17
15
3,68
8.
000
14
.320
178,
99
275
1.34
4
488,
46
-
7.67
6
-
48.8
38
59
.474
121,
78
67.7
77
432.
030
637,
43
1 P
enda
pata
n H
ibah
2.32
3
336.
401
14.4
83,8
9
250
450
180,
10
8.
000
13
.175
164,
69
27
5
10
7
38
,93
-
2.06
2
-
4.98
9
6.28
9
126,
06
15
.836
35
8.48
4
2.
263,
66
2 P
enda
pata
n La
inny
a-
-
-
8.09
0
12.3
67
15
2,86
-
1.
145
-
-
1.23
7
-
-
5.61
4
-
43.8
50
53
.185
121,
29
51
.940
73
.547
14
1,60
II B
ELA
NJA
1.09
2.98
7
977.
994
89,4
8
717.
350
64
4.85
7
89,8
9
58
4.84
9
575.
684
98
,43
537.
650
49
2.69
3
91,6
4
896.
839
75
2.11
2
83,8
6
68
3.28
1
571.
480
83
,64
4.51
2.95
6
4.01
4.82
0
88,9
6
A B
elan
ja O
per
asi
764.
516
675.
981
88,4
2
608.
416
54
5.46
6
89,6
5
41
9.15
0
426.
991
10
1,87
42
3.58
3
398.
747
94
,14
70
7.80
5
614.
947
86
,88
559.
069
47
8.92
8
85,6
7
3.
482.
539
3.
141.
061
90
,19
1 B
elan
ja P
egaw
ai35
5.83
5
31
4.04
6
88
,26
46
7.04
2
42
3.00
4
90
,57
304.
033
322.
183
105,
97
30
9.06
7
29
2.87
9
94
,76
53
3.82
3
46
8.66
9
87
,79
392.
724
332.
976
84,7
9
2.
362.
523
2.
153.
758
91
,16
2 B
elan
ja B
aran
g26
1.55
8
22
2.53
9
85
,08
94
.971
79.3
98
83
,60
92.6
54
77
.890
84,0
7
82
.079
74.3
93
90
,64
11
7.57
7
98
.462
83,7
4
10
2.45
5
87
.196
85,1
1
75
1.29
3
63
9.87
7
85
,17
3 B
elan
ja B
unga
64
64
100,
00
120
106
88,5
7
77
76
99
,21
108
85
78
,94
14
4
13
7
94
,85
707
707
100,
00
1.
220
1.
176
96
,35
4 B
elan
ja S
ubsi
di-
-
-
-
-
-
-
-
-
170
170
100,
00
7.
750
7.
741
99
,88
307
307
99,9
0
8.
227
8.
218
99
,89
5 B
elan
ja H
ibah
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.
230
1.
230
10
0,00
-
-
-
-
-
-
1.23
0
1.23
0
100,
00
6 B
elan
ja B
antu
an S
osia
l66
.460
58.9
57
88
,71
46
.283
42.9
58
92
,82
22.3
86
26
.841
119,
90
7.
997
7.
674
95
,96
48
.511
39.9
38
82
,33
62.8
76
57
.742
91,8
4
25
4.51
3
23
4.11
0
91
,98
7 B
elan
ja B
antu
an K
euan
gan
& B
agi H
asil
Kpd
Pem
. Lai
n80
.600
80.3
75
99
,72
-
-
-
-
-
-
22
.932
22.3
17
97
,32
-
-
-
-
-
-
10
3.53
2
10
2.69
2
99
,19
B B
elan
ja M
od
al12
1.98
3
10
4.22
1
85
,44
78
.639
73.4
85
93
,45
130.
305
11
7.44
2
90,1
3
11
1.78
3
93.7
27
83
,85
15
3.23
4
109.
560
71
,50
100.
666
89
.997
89,4
0
69
6.61
0
58
8.43
2
84
,47
C B
elan
ja T
idak
Ter
du
ga
45.0
59
36
.363
80,7
0
2.01
3
546
27,1
5
4.
817
1.
856
38
,54
2.28
4
219
9,59
7.
933
-
-
23.5
47
2.
555
10
,85
85.6
53
41.5
40
48,5
0
D T
ran
sfer
161.
429
161.
429
100,
00
28
.282
25.3
59
89
,66
30.5
77
29
.395
96,1
3
-
-
-
27.8
66
27
.604
99,0
6
-
-
#D
IV/0
!24
8.15
5
24
3.78
7
98
,24
III S
UR
PLU
S/D
EFIS
IT(1
81.4
29)
32
9.20
5
(1
81,4
5)
(2
3.52
2)
82
.980
(352
,77)
(7
.914
)
26
.962
(340
,69)
(3
0.94
2)
29
.700
(95,
98)
(121
.122
)
71.0
78
(5
8,68
)
(8
8.19
2)
44
.310
(50,
24)
(453
.121
)
58
4.23
4
(1
28,9
4)
IV P
EMB
IAY
AA
N18
1.42
9
20
1.25
1
11
0,93
69.4
27
68
.712
98,9
7
49
.872
49.7
92
99
,84
30.9
42
25
.553
82,5
8
121.
130
12
4.98
3
103,
18
88.1
92
88
.240
100,
05
540.
992
556.
421
102,
85
A P
ener
imaa
n D
aera
h20
1.04
8
21
0.87
0
10
4,89
88.4
69
88
.469
100,
00
52.2
71
52
.192
99,8
5
39
.168
33.7
78
86
,24
13
5.51
8
139.
378
10
2,85
90
.610
90.6
10
10
0,00
60
7.08
4
61
3.18
7
10
1,01
1 S
isa
Lebi
h Pe
rhitu
ngan
Ang
gara
n (S
iLPA
)20
1.04
8
21
0.87
0
10
4,89
88
.469
88.4
69
10
0,00
48.3
03
48
.303
100,
00
30
.678
30.6
78
10
0,00
135.
518
135.
518
100,
00
90
.610
90.6
10
10
0,00
594.
626
604.
448
101,
65
2 P
enca
iran
Dan
a C
adan
gan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3 H
asil
Penj
uala
n K
ekay
aan
Dae
rah
yang
Dip
isahk
an-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4 P
ener
imaa
n Pi
njam
an D
aera
h-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5 P
ener
imaa
n K
emba
li Pe
mbe
rian
Pinj
aman
-
-
-
-
-
-
3.
968
3.
888
97
,99
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3.
968
3.
888
97
,99
6 P
ener
imaa
n Pi
utan
g D
aera
h-
-
-
-
-
-
-
-
-
8.48
9
3.09
9
36,5
1
-
1.
751
-
-
-
-
8.
489
4.
850
57
,13
7 P
ener
imaa
n La
inny
a-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.10
9
-
-
-
-
-
2.10
9
-
B P
eng
elu
aran
Dae
rah
19.6
19
9.
619
49
,03
19
.041
19.7
56
10
3,76
2.
399
2.
399
10
0,00
8.
225
8.
225
99
,99
14
.388
14.3
95
10
0,05
2.
419
2.
371
98
,02
66.0
92
56.7
65
85,8
9
1 P
embe
ntuk
an D
ana
Cad
anga
n-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2 P
enye
rtaa
n M
odal
(Inv
esta
si) P
emer
inta
h19
.519
9.51
9
48,7
7
18.9
26
19
.641
103,
78
2.
330
2.
330
10
0,00
5.78
3
5.78
3
100,
00
9.
750
9.
750
10
0,00
-
-
-
56.3
08
47.0
23
83,5
1
3 P
emba
yara
n Po
kok
Hut
ang
100
100
100,
00
115
115
100,
00
69
69
10
0,00
92
91
99,3
3
138
138
99,8
2
95
9
95
9
10
0,00
1.47
3
1.47
3
99,9
4
4 P
embe
rian
Pinj
aman
Dae
rah
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.
350
2.
350
10
0,00
4.50
0
4.50
0
100,
00
1.
460
1.
412
96
,71
8.31
0
8.26
2
99,4
2
5 L
ainn
ya-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8
8
10
0,00
-
-
-
8
8
100,
00
1)Se
belu
m A
udit
T o
t a
l
Rea
lisa
si A
PBD
1
Pem
erin
tah
Prov
insi
, K
abup
aten
dan
Kot
aTa
hun
2007
1
Kab
up
aten
Ku
lon
pro
go
Kab
up
aten
Sle
man
Ko
ta Y
og
yaka
rta
Kab
up
aten
Gu
nu
ng
kid
ul
Ket
eran
gan
:
RA
PBD
20
07U
r a
i a
nN
o
Kab
up
aten
Ban
tul
Rea
lisas
i A
PBD
%
Pro
vin
si
RA
PBD
20
07 R
ealis
asi
APB
D
Rea
lisas
i A
PBD
%
R
APB
D
2007
RA
PBD
20
07R
APB
D
2007
RA
PBD
20
07R
APB
D
2007
%
Rea
lisas
i A
PBD
%
Sum
ber
: BPK
D P
rovi
nsi D
IY
Rea
lisas
i A
PBD
%
R
ealis
asi
APB
D
%
Rea
lisas
i A
PBD
%
153
Lampiran
Juta
Rup
iah
I P
END
APA
TAN
911.
559
1.08
6.66
3
19,2
1
693.
828
95
8.53
1
38,1
5
576.
935
65
0.65
5
12,7
8
506.
708
53
4.64
8
5,51
77
5.71
6
835.
915
7,
76
59
5.09
0
679.
624
14
,21
4.
059.
835
4.
746.
035
16
,90
A P
end
apat
an A
sli D
aera
h42
0.56
8
49
8.26
4
18
,47
46
.241
48.4
29
4,
73
22
.229
25.2
40
13
,55
35
.344
36.1
89
2,
39
94.8
96
97
.907
3,17
104.
163
11
9.30
1
14,5
3
723.
441
825.
329
14,0
8
1 P
ajak
Dae
rah
378.
916
440.
061
16,1
4
8.10
4
8.80
8
8,68
3.97
4
4.53
4
14,0
9
3.
148
3.
607
14
,59
42
.000
44.9
00
6,
90
49
.274
63.4
24
28
,72
48
5.41
7
56
5.33
5
16
,46
2 R
estr
ibus
i Dae
rah
14.7
22
15
.574
5,78
27.3
30
30
.376
11,1
5
13.9
20
14
.860
6,76
20.5
85
22
.069
7,21
39.2
99
41
.004
4,34
29.0
93
30
.694
5,51
144.
949
154.
578
6,64
3 H
asil
Peng
elol
aan
Kek
ayaa
n D
aera
h ya
ng D
ipis
ahka
n12
.372
12.6
14
1,
95
2.
881
3.
597
24
,85
1.
700
2.
680
57
,65
4.33
2
4.94
4
14,1
5
5.63
4
5.96
2
5,81
8.80
0
8.19
5
(6,8
8)
35.7
19
37.9
92
6,36
4 L
ain
- la
in P
enda
pata
n A
sli D
aera
h14
.558
30.0
16
10
6,19
7.
925
5.
648
(2
8,74
)
2.63
5
3.16
5
20,1
3
7.
279
5.
568
(2
3,52
)
7.96
3
6.04
1
(24,
14)
16
.997
16.9
88
(0
,05)
57
.357
67
.425
17
,55
B P
end
apat
an T
ran
sfer
488.
668
585.
298
19,7
7
639.
246
69
5.07
5
8,73
546.
707
60
7.39
2
11,1
0
471.
088
49
7.23
3
5,55
68
0.82
0
721.
100
5,
92
44
2.08
8
539.
066
21
,94
3.
268.
617
3.
645.
163
11
,52
1 T
rans
fer
Pem
erin
tah
Pusa
t -
Dan
a Pe
rimba
ngan
488.
668
585.
298
19,7
7
593.
245
666.
573
12,3
6
529.
718
586.
698
10,7
6
43
5.66
0
47
5.09
1
9,
05
61
5.29
5
67
2.17
5
9,
24
44
2.08
8
49
5.82
0
12
,15
3.
104.
673
3.
481.
655
12
,14
a D
ana
Bagi
Has
il Pa
jak
51.2
82
54
.492
6,26
21.2
43
25
.956
22,1
9
20.2
45
21
.423
5,82
18.7
81
19
.296
2,74
62.0
79
69
.430
11,8
4
49
.705
52.3
25
5,
27
22
3.33
5
24
2.92
1
8,
77
b D
ana
Bagi
Has
il Bu
kan
Paja
k (S
DA
)6
-
(100
,00)
-
-
-
455
-
(1
00,0
0)
-
-
-
-
-
-
55
3
-
(100
,00)
1.01
4
-
(100
,00)
c D
ana
Alo
kasi
Um
um43
7.37
9
51
1.33
8
16
,91
52
4.29
3
58
3.16
9
11
,23
45
9.85
1
50
4.39
6
9,
69
37
4.76
0
40
3.65
7
7,
71
54
3.06
5
59
2.59
5
9,
12
36
5.04
2
41
1.25
7
12
,66
2.
704.
390
3.
006.
412
11
,17
d D
ana
Alo
kasi
Khu
sus
-
19
.468
-
47
.709
57.4
48
20
,41
49
.167
60.8
79
23
,82
42.1
19
52
.138
23,7
9
10.1
51
10
.151
-
26.7
88
32
.238
20,3
4
175.
934
232.
322
32,0
5
2 T
rans
fer
Pem
erin
tah
Pusa
t -
Lain
nya
-
-
-
17
.500
-
(1
00,0
0)
-
-
-
13
.500
5.71
4
(57,
67)
8.
000
-
(100
,00)
-
-
-
39.0
00
5.71
4
(85,
35)
a D
ana
Oto
nom
i Khu
sus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
13
.500
5.71
4
(57,
67)
-
-
-
-
-
-
13.5
00
5.71
4
(57,
67)
b D
ana
Peny
esua
ian
-
-
-
17
.500
-
(1
00,0
0)
-
-
-
-
-
-
8.00
0
-
(1
00,0
0)
-
-
-
25
.500
-
(1
00,0
0)
3 T
rans
fer
Pem
erin
tah
Prov
insi
-
-
-
28
.502
28.5
02
-
16
.989
20.6
94
21
,81
21.9
28
16
.428
(25,
08)
57
.525
48.9
25
(1
4,95
)
-
43
.245
-
12
4.94
4
15
7.79
4
26
,29
a P
enci
ptaa
n Ba
gi H
asil
Paja
k-
-
-
28.5
02
28
.502
-
16.9
89
20
.640
21,4
9
15
.928
16.4
28
3,
14
48
.925
48.9
25
-
-
41.2
58
-
110.
344
155.
753
41,1
5
b P
enci
ptaa
n Ba
gi H
asil
Lain
nya
-
-
-
-
-
-
-
54
-
6.
000
-
(100
,00)
8.60
0
-
(1
00,0
0)
-
1.
988
-
14.6
00
2.04
2
(86,
02)
C L
ain
-lai
n P
end
apat
an Y
ang
Sah
2.32
3
3.10
0
33,4
7
8.34
0
215.
027
2.
478,
13
8.
000
18
.024
125,
30
275
1.22
6
345,
63
-
16.9
08
-
48
.838
21.2
57
(5
6,47
)
67.7
77
275.
543
306,
55
1 P
enda
pata
n H
ibah
2.32
3
3.10
0
33,4
7
250
184.
941
73.8
76,2
8
8.00
0
18.0
24
12
5,30
27
5
1.
226
34
5,63
-
16
.487
-
4.98
9
20.3
32
30
7,56
15
.836
24
4.11
0
1.
441,
44
2 P
enda
pata
n La
inny
a-
-
-
8.09
0
30.0
86
27
1,88
-
-
-
-
-
-
-
42
1
-
43
.850
925
(97,
89)
51
.940
31
.433
(3
9,48
)
II B
ELA
NJA
1.09
2.98
7
1.48
5.95
0
35,9
5
717.
350
74
2.19
7
3,46
584.
849
55
6.24
2
(4,8
9)
53
7.65
0
565.
533
5,
19
896.
839
88
1.02
4
(1,7
6)
68
3.28
1
750.
942
9,
90
4.
512.
956
4.
981.
887
10
,39
A B
elan
ja O
per
asi
764.
516
1.26
2.29
7
65,1
1
608.
416
73
9.10
5
21,4
8
419.
150
55
2.74
2
31,8
7
423.
583
47
5.65
9
12,2
9
707.
805
87
9.98
9
24,3
3
55
9.06
9
734.
542
31
,39
3.
482.
539
4.
644.
335
33
,36
1 B
elan
ja P
egaw
ai35
5.83
5
37
4.23
6
5,
17
46
7.04
2
52
7.90
5
13
,03
30
4.03
3
39
3.00
7
29
,26
309.
067
355.
073
14,8
9
533.
823
594.
493
11,3
7
39
2.72
4
46
2.50
0
17
,77
2.
362.
523
2.
707.
213
14
,59
2 B
elan
ja B
aran
g26
1.55
8
29
4.88
2
12
,74
94
.971
103.
913
9,42
92.6
54
95
.429
2,99
82.0
79
77
.876
(5,1
2)
117.
577
127.
853
8,74
102.
455
100.
280
(2,1
2)
751.
293
800.
233
6,51
3 B
elan
ja B
unga
64
55
(14,
15)
12
0
12
0
-
77
77
-
10
8
10
8
-
144
144
-
707
97.6
50
13
.709
,53
1.
220
98
.154
7.
943,
48
4 B
elan
ja S
ubsi
di-
-
-
-
-
-
-
-
-
170
140
(17,
65)
7.
750
83
.819
981,
51
307
-
(1
00,0
0)
8.
227
83
.959
92
0,48
5 B
elan
ja H
ibah
-
26
3.58
8
-
-
10
.787
-
-
41
5
-
1.
230
8.
210
56
7,75
-
-
-
-
24
.603
-
1.
230
30
7.60
3
24
.918
,51
6 B
elan
ja B
antu
an S
osia
l66
.460
113.
719
71,1
1
46.2
83
51
.702
11,7
1
22.3
86
28
.862
28,9
3
7.
997
12
.011
50,1
9
48.5
11
43
.670
(9,9
8)
62
.876
49.5
10
(2
1,26
)
254.
513
299.
474
17,6
7
7 B
elan
ja B
antu
an K
euan
gan
& B
agi H
asil
Kpd
Pem
. Lai
n80
.600
215.
817
167,
76
-
44
.678
-
-
34
.952
-
22.9
32
22
.242
(3,0
1)
-
30
.010
-
-
-
-
10
3.53
2
34
7.69
9
23
5,84
B B
elan
ja M
od
al12
1.98
3
20
6.65
3
69
,41
78
.639
-
(1
00,0
0)
13
0.30
5
-
(1
00,0
0)
11
1.78
3
88.3
91
(2
0,93
)
15
3.23
4
-
(1
00,0
0)
100.
666
-
(100
,00)
696.
610
295.
044
(57,
65)
C B
elan
ja T
idak
Ter
du
ga
45.0
59
17
.000
(62,
27)
2.
013
3.
091
53
,57
4.
817
3.
500
(2
7,33
)
2.28
4
1.48
2
(35,
10)
7.93
3
1.03
4
(86,
96)
23
.547
16.4
00
(3
0,35
)
85.6
53
42.5
08
(50,
37)
D T
ran
sfer
161.
429
-
(1
00,0
0)
28
.282
-
(1
00,0
0)
30
.577
-
(1
00,0
0)
-
-
-
27.8
66
-
(100
,00)
-
-
-
248.
155
-
(100
,00)
III S
UR
PLU
S/D
EFIS
IT(1
81.4
29)
(3
99.2
87)
12
0,08
(23.
522)
216.
334
(1
.019
,70)
(7
.914
)
94
.413
(1.2
93,0
0)
(30.
942)
(30.
885)
(0,1
9)
(121
.122
)
(45.
109)
(62,
76)
(8
8.19
2)
(7
1.31
8)
(1
9,13
)
(453
.121
)
(2
35.8
51)
(47,
95)
IV P
EMB
IAY
AA
N18
1.42
9
39
9.28
7
12
0,08
69.4
27
81
.562
17,4
8
49.8
72
37
.803
(24,
20)
30
.942
30.8
85
(0
,19)
12
1.13
0
45.1
09
(6
2,76
)
88.1
92
71
.318
(19,
13)
54
0.99
2
66
4.84
7
22
,89
A P
ener
imaa
n D
aera
h20
1.04
8
42
2.38
4
11
0,09
88.4
69
83
.677
(5,4
2)
52
.271
46.6
72
(1
0,71
)
39.1
68
38
.519
(1,6
6)
135.
518
72
.224
(46,
71)
90
.610
82.6
59
(8
,78)
60
7.08
4
74
5.01
8
22
,72
1 S
isa L
ebih
Per
hitu
ngan
Ang
gara
n (S
iLPA
)20
1.04
8
41
4.68
0
10
6,26
88
.469
83.6
77
(5
,42)
48.3
03
43
.792
(9,3
4)
30
.678
32.3
20
5,
35
13
5.51
8
52
.652
(61,
15)
90
.610
82.5
09
(8
,94)
59
4.62
6
70
9.63
1
19
,34
2 P
enca
iran
Dan
a C
adan
gan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3 H
asil
Penj
uala
n K
ekay
aan
Dae
rah
yang
Dip
isah
kan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4 P
ener
imaa
n Pi
njam
an D
aera
h-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
19.5
71
-
-
-
-
-
19.5
71
-
5 P
ener
imaa
n K
emba
li Pe
mbe
rian
Pinj
aman
-
-
-
-
-
-
3.
968
2.
880
(2
7,42
)
-
-
-
-
-
-
-
150
-
3.
968
3.
030
(2
3,65
)
6 P
ener
imaa
n Pi
utan
g D
aera
h-
6.58
8
-
-
-
-
-
-
-
8.
489
6.
199
(2
6,98
)
-
-
-
-
-
-
8.
489
12
.786
50
,62
7 P
ener
imaa
n La
inny
a-
1.11
6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.
116
-
B P
eng
elu
aran
Dae
rah
19.6
19
23
.097
17,7
3
19.0
41
2.
115
(8
8,89
)
2.39
9
8.86
9
269,
66
8.22
5
7.63
4
(7,1
9)
14.3
88
27
.115
88,4
6
2.
419
11
.341
368,
86
66
.092
80
.171
21
,30
1 P
embe
ntuk
an D
ana
Cad
anga
n-
1.57
5
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.
575
-
2 P
enye
rtaa
n M
odal
(Inv
esta
si) P
emer
inta
h19
.519
16.5
00
(1
5,47
)
18.9
26
2.
000
(8
9,43
)
2.33
0
8.80
0
277,
68
5.78
3
7.54
2
30,4
2
9.75
0
9.85
0
1,03
-
10
.446
-
56
.308
55
.138
(2
,08)
3 P
emba
yara
n Po
kok
Hut
ang
100
100
-
11
5
11
5
-
69
69
-
92
92
-
138
138
-
959
895
(6,6
7)
1.47
3
1.40
9
(4,3
4)
4 P
embe
rian
Pinj
aman
Dae
rah
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.
350
-
(100
,00)
4.50
0
5.00
0
11,1
1
1.
460
-
(100
,00)
8.31
0
5.00
0
(39,
83)
5 L
ainn
ya-
4.92
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8
12.1
27
16
0.36
3,83
-
-
-
8
17
.049
22
5.48
7,05
1)Se
belu
m A
udit
%
RA
PBD
20
08
%
Sum
ber
: BPK
D P
rovi
nsi D
IY
RA
PBD
20
08
%
RA
PBD
20
08
%
RA
PBD
20
08
%
RA
PBD
20
08
%
APB
D 2
007
APB
D
2007
APB
D
2007
APB
D
2007
APB
D
2007
Ket
eran
gan
:
APB
D
2007
U r
a i
a n
No
Kab
up
aten
Ban
tul
RA
PBD
20
08
%
Pro
vin
si
APB
D 2
007
RA
PBD
20
08
T o
t a
l
Ren
cana
APB
DPe
mer
inta
h Pr
ovin
si,
Kab
upat
en d
an K
ota
Tahu
n 20
08
Kab
up
aten
Ku
lon
pro
go
Kab
up
aten
Sle
man
Ko
ta Y
og
yaka
rta
Kab
up
aten
Gu
nu
ng
kid
ul
Halaman ini sengaja dikosongkan.
top related