laporan kasus
Post on 15-Dec-2015
41 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA LAKI-LAKI 15 TAHUN
DENGAN EPIDURAL HEMATOMA + SEVERE HEAD INJURY
Oleh :
Gama Natakusumawati
Steven Okta Chandra
Agnes Widyaningsih Salim
Pembimbing :
dr. L. S. Wibowo , Sp. An
SMF ANESTESI
RUMAH SAKIT DR. ABDUL AZIZ SINGKAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015
1
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui laporan kasus dengan judul :
Cephalgia Sekunder Intrakranial
disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian dalam
Kepaniteraan Klinik Stase Neurologi
Telah disetujui,
Singkawang, 26 Juni 2015
Pembimbing laporan kasus,
dr. Hanartoaji A. Pribadi, Sp.S
Disusun oleh :
Gama Natakusumawati
NIM. I11111017
BAB I
PENDAHULUAN
2
Cephalgia atau nyeri kepala dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau
rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital
sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tenguk).
Nyeri kepala adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal. Pendapat
lain mengatakan nyeri atau perasaan yang tidak enak diantara daerah orbital
dan oksipiral yang muncul dari struktur nyeri yang sensitif.
Pada tahun 2003, Scher et al meneliti predictor dari onset maupun
remisi dari Chronic Daily Headache (CHD) pada populasi orang dewasa.
Penelitian menunjukkan bahwa 3% dari populasi yang mengeluhkan nyeri
kepala sebanyak 2 sampai 104 hari pertahun dapat berubah menjadi lebih dari
108 hari per tahun. Faktor yang berkaitan dengan dengan CHD biasanya lebih
sering terjadi pada wanita, kulit putih dan pada individu yang mempunyai
edukasi yang rendah. Subjek yang mengalami cephalgia biasanya sebelumnya
pernah menikah, obesitas,dan mempunyai arthritis. Selain itu trauma minor
pada kepala meskipun tidak ditemukan fraktur, kontusio, dan laserasi pada
kulit kepala dapat menyebabkan nyeri kepala. Nyeri kepala biasanya terjadi
pada wanita dengan umur 30-40 tahun.
Penyebab maupun tipe dari nyeri kepala bisa ditentukan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan hati-hati. Tanda
klinis yang terkesan berbahaya bisa menjadi tanda-tanda untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
BAB II
3
PENYAJIAN KASUS
I. Anamnesis
Pasien atas nama Ny. W berusia 32 tahun. Pasien masuk Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit (RS) Abdul Aziz Singkawang tanggal 27 Mei 2015 dengan
keluhan utama nyeri kepala. Anamnesis dilakukan pada tanggal 28 Mei 2015 melalui
auto anamnesis pada pasien.
Pasien sudah merasakan nyeri kepala sejak awal bulan April 2015 tetapi
pasien tidak menghiraukannya dan mengkonsumsi obat warung untuk mengurangi
rasa sakit. Pada pertengahan bulan April pasien berjalan sambil menggendong anak
dan tiba tiba merasa sakit kepala berdenyut sangat hebat dari bagian tengah kepala
menjalar hingga bagian kepala depan dan belakang tanpa disertai tegang leher. Nyeri
ini disertai dengan kehilangan pandangan sesaat dan muntah menyembur (muntah
proyektil). Pasien tidak dapat beraktivitas dan nyeri terasa terus menerus. Pasien
merasa lebih ringan apabila pasien berbaring. Apabila pasien bangkit untuk duduk
atau berjongkok nyeri kepala semakin bertambah hebat.
Setelah dibiarkan selama dua hari pasien dibawa ke puskesmas dan dinyatakan
memiliki Hb dan tekanan darah yang rendah. Keesokan harinya pasien mendatangi
rumah sakit setempat. Pasien mengeluh nyeri kepala bertambah hebat, mual dan
muntah bertambah frekuensinya. Nyeri kepala tidak berkurang bahkan setelah pasien
diberi obat. Pasien disarankan untuk berobat ke rumah sakit yang lebih lengkap. Akan
tetapi pasien memilih untuk dirawat jalan.
Satu minggu sebelum dibawa kerumah sakit pasien merasa nyeri kepala yang
sangat hebat dari bagian depan kanan menjalar ke kepala depan bagian kiri dan ke
kepala tengah berdenyut hingga mata kiri pasien juling ke tengah. Pasien muntah
menyembur dan tiga hari sebelum masuk rumah sakit dibawa ke Kota Pontianak
untuk berobat dan diberikan obat arsifen. Diketahui juling pada mata hilang akan
tetapi nyeri kepala, mual dan muntah masih terjadi sehingga pasien memutuskan
untuk memeriksakan ke Rumah Sakit Abdul Aziz Singkawang. Riwayat trauma
disangkal.
II. Pemeriksaan Fisik 28 Mei 2015
1. Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan
4
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tekanan darah : 100/70 mmHg
4. Nadi : 92x/menit
5. Nafas :16x/menit
6. Suhu : 36,5o C
7. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), strabismus (-/-)
8. Telinga : Sekret (-)
9. Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-)
10. Tenggorokan : Trakea tidak ada deviasi
11. Mulut : Lidah kotor (-), Oral trush (-)
12. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC 5, kurang lebih 1 jari medial dari
linea midklavikularis sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi Jantung S1 S2 reguler, Mur-mur (-), Gallop (-)
13. Paru-paru
Inspeksi : Statis=simetris, dinamis=simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
14. Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill kurang dari 2 detik
15. Kulit : Warna kecoklatan, pucat (-)
Status Neurologis
1. Kesadaran : E4M5V6
2. Pupil : Bulat, isokor, diameter Ø 3mm:3mm
Refleks cahaya langsung (+/+)
Refleks cahaya tidak langsung (+/+)
3. Tanda rangsang meningeal:
a. Kaku Kuduk (-)
b. Lasegue (-/-)
c. Kernig (-/-)
d. Patrick (-/-)
e. Kontra Patrick (-/-)
5
1. Defisit neurologis : Parese Nervus VI Sinistra
1. Kekuatan Motorik :
2. Refleks Fisiologis :
a. Bisep: +2/+2
b. Trisep: +2/+2
c. Patella: +2/+2
d. Achilles: +2/+2
3. Refleks patologis
Babinski : -/-
4. Sensorik : Dalam batas normal
5. Sistem saraf otonom : Inkontinensia urin (-) alvi (-)
Retensi urin (-) alvi (-)
6. Keseimbangan dan koordinasi : Tidak ada kelainan
7. Fungsi Luhur : Dalam Batas Normal
Hasil Lab Kadar pada Pasien Kadar Normal
Hematokrit 41% 35,0-55,0%
Trombosit 289x103/µL 100-400 103/µL
Leukosit 9,9x103/µL 3,5-11,0 103/µL
Hemoglobin 13,5 gr/dL 11,5-16,5 gr/dL
Ureum 17 mg/dL 10-50 mg/dL
Kreatinin 0,7 mg/dL 0,7-1,2 mg/dL
Natrium 141,4 mmol/L 135-155 mmol/L
Kalium 3,06 mmol/L 3-6 mmol/L
Anti HIV Non-Reaktif
III. Pemeriksaan Penunjang Brain Computed Tomography with Contast
6
5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4
Ekspertisi Brain CT-Scan tanggal 30 Mei 2015:
1. Massa kistik di intraparenkim lobus temporoparietal kanan ukuran ± 5,45 x
4,58 x 6,01 cm yang menyempitkan ventrikel lateral kanan, cornu anterior dan
posterior ventrikel lateral kanan, ventrikel ke III dan ventrikel ke IV serta
mendesak basal ganglia dan talamus kanan dan disertai herniasi subfalcine ke
kiri sejauh 1,59 cm dan edema berbentuk fingerlike disekitarnya suggestif
abses serebri.
2. Tidak tampak tanda-tanda hidrosefalus obstruktif saat ini.
IV. Diagnosis
7
Diagnosis Klinis : Chepalgia Sekunder Intrakranial, Paresis Nervus VI Sinistra
Diagnosis Topis : Lobus Temporoparietal Dekstra
Diagnosis Etiologi: SOL suspect Neoplasma
V. Tatalaksana
a. Farmakologi
1. Bangsal
a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit
b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
c. Manitol 20% sesuai pro tab ( loading manitol 20% habis dalam 30
menit, 15 menit kemudian injeksi furosemid 1 ampul, 6 jam
kemudian infus manitol 20% 4 x 125cc, dosis diturunkan pelan-pelan
setelah beberapa hari)
d. Injeksi deksametason 4x 5mg (dosis diturunkan pelan-pelan setelah
beberapa hari)
e. Metronidazole 3x500mg intravena
f. Cefoperazone 3x2 gr intravena
g. Ondasentron 3x i ampul intravena
h. Antasida 3x1 tablet
i. Parasetamol 3x2 tablet
j. Codein 3x10 mg
2. Rawat Jalan
a. Kapsul campur 3x1 kapsul (parasetamol 400mg + codein 20 mg +
diazepam 1 mg)
b. Ranitidin 2x1 tablet
c. Antasida 3x1 tablet
b. Non Farmakologi
Reseksi Tumor
VI. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad malam
8
VII. Follow Up selama Rawat Inap
Tanggal Perkembangan pasien Pengobatan
1 Juni 2015 Nyeri kepala berdenyut
pada bagian atas kepala
hingga ke belakang
kepala berkurang.
Mual, muntah, gelisah.
Terdapat Parese Nervus
VI Sinistra.
a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit
b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
c. Manitol 20% 4 x 125cc
d. Cefoperazone 3 x 2 gr
e. Injeksi deksametason 4 x 5mg
f. Antasida 3x1 tablet
g. Parasetamol 3x2 tablet
h. Codein 3x20 mg
2 Juni 2015 Nyeri kepala berdenyut
pada kepala sebelah
kanan, tidak ada
fotofobia, mual,tidak
ada muntah, gelisah,
tidak bisa tidur.
Terdapat Parese Nervus
VI Sinistra.
a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit
b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
c. Manitol 20% 4 x 125cc
d. Cefoperazone 3 x 2 gr
e. Injeksi deksametason 4 x 5mg
f. Antasida 3x1 tablet
g. Parasetamol 3x2 tablet
h. Codein 3x10 mg
3 Juni 2015 Nyeri kepala berdenyut
pada kepala sebelah
kanan, tidak ada
fotofobia, mual,tidak
ada muntah, gelisah,
tidak bisa tidur.
Terdapat Parese Nervus
VI Sinistra.
a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit
b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
c. Manitol 20% 3 x 125cc
d. Cefoperazone 3 x 2 gr
e. Injeksi deksametason 4 x 5mg
f. Antasida 3x1 tablet
g. Parasetamol 3x2 tablet
h. Codein 3x10 mg
i. Ondansentron 3x 1 ampul
4 juni 2015 Nyeri kepala berdenyut
pada kepala sebelah
kanan, tidak ada
fotofobia, mual,tidak
ada muntah. Terdapat
a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit
b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
c. Manitol 20% 2 x 125cc
d. Injeksi deksametason 3 x 5mg
9
Parese Nervus VI
Sinistra.
e. Antasida 3x1 tablet
f. Parasetamol 3x2 tablet
g. Codein 3x10 mg
5 Juni 2015 Nyeri kepala berdenyut
pada kepala sebelah
kanan, tidak ada
fotofobia, tidak ada
mual,tidak ada muntah.
Terdapat Parese Nervus
VI Sinistra.
a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit
b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
c. Manitol 20% 1 x 125cc
d. Injeksi deksametason 3 x 5mg
e. Antasida 3x1 tablet
f. Parasetamol 3x2 tablet
g. Codein 3x10 mg
6 Juni 2015 Nyeri kepala berdenyut
pada kepala sebelah
kanan berkurang, tidak
ada fotofobia, tidak ada
mual,tidak ada muntah.
Terdapat Parese Nervus
VI Sinistra.
a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit
b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
c. Manitol 20% 1 x 125cc
d. Injeksi deksametason 2x 5mg
e. Antasida 3x1 tablet
f. Parasetamol 3x2 tablet
g. Codein 3x10 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10
A. Cephalgia
a. Definisi
Cephalgia atau nyeri kepala dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau
rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital
sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tenguk).
Nyeri kepala adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal. Pendapat
lain mengatakan nyeri atau perasaan yang tidak enak diantara daerah orbital
dan oksipital yang muncul dari struktur nyeri yang sensitif.
b. Patogenesis
Menurut observasi melalui Ray dan Wolf diketahui bahwa, terdapat
beberapa struktur kranial yang sensitif terhadap rasa sakit yaitu:
1. Kulit, jaringan subkutaneus, otot, arteri ekstrakranial, dan periosteum
2. Daerah disekitar orbita, telinga, kavitas nasal, sinus paranasal
3. Sinus venosus intrakranial, khususnya struktur perikavernosa
4. Bagian dari dura pada bagian otak dasar dan arteri dalam dura dan pia-
arachnoid, khususnya pada bagian proksimal dari anterior dan arteri
serebri media dan segmen intrakranial dari arteri karotis interna
5. Arteri-arteri meningeal media dan temporal superfisial
6. Nervus optikus, okulomotorius, trigeminus, glosofaringeus, vagus, dan
cervikal 1,2, dan 3.
Apapun penyebab nyeri kepala akan ditransmisikan ke sistem saraf
pusat yaitu melalui nervus trigeminus terutama pada nervus trigeminus divisi
pertama dan pada beberapa kasus pada nervus trigeminus divisi kedua yang
menyalurkan impuls yang berasal dari kepala bagian depan, orbita, fosa
kranium anterior dan media, dan permukaan atas tentorium, sphenopalatina
yang merupakan cabang dari nervus fasialis menyalurkan impuls yang berasal
dari regio nasal dan orbital. Pada nervus kranial IX dan X serta nervus yang
berasal dari cervical 1,2, dan 3 mentransmirikan impuls yang berasal dari
permukaan inferior tentorium dan dan seluruh fosa inferior.
Rasa nyeri yang berasal dari struktur supratentorial yaitu nyeri yang
berasal dari dua pertiga bagian kepala. Daerah ini merupakan bagian kepala
yang dipersarafi oleh nervus trigeminus divisi I dan I. Nyeri yang berasal dari
struktur infratentorial yaitu nyeri yang berasal dari vertex, bagian belakang
kepala dan leher yang dipersarafi nervus cervical bagian atas. Nervus cranial
11
VII, IX, dan X mempersarafi nyeri yang berasal dari regio naso-orbital,
telinga, dan hidung. Dental atau temporomandibular joint dapat juga
menyebabkan nyeri kepala.
Menurut pengamatan Ray dan Wolff massa intrakranial menyebabkan
nyeri kepala apabila terjadi deformitas, pergeseran, traksi yang cukup keras
pada pembuluh darah dan struktur dural pada bagian otak. Hal ini bisa terjadi
sebelum terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Kebanyakan pasien
dengan tekanan intrakranial yang tinggi mengeluh nyeri kepala bioksipital dan
bifrontal berfluktuasi yang kemungkinan diakibatkan traksi pada pembuluh
darah ataupun dura.
c. Epidemiologi dan Faktor Risiko
Pada tahun 2003, Scher et al. meneliti prediktor dari onset maupun
remisi dari Chronic Daily Headache (CHD) pada populasi orang dewasa.
Penelitian menunjukkan bahwa 3% dari populasi yang mengeluhkan
nyerikepala sebanyak 2 sampai 104 hari pertahun dapat berubah menjadi
lebih dari 108 hari per tahun. Faktor yang berkaitan dengan dengan CHD
biasanya lebih sering terjadi pada wanita, kulit putih dan pada individu yang
mempunyai edukasi yang rendah. Subjek yang mengalami cephalgia biasanya
sebelumnya pernah menikah, obesitas, dan mempunyai arthritis. Selain itu
trauma minor pada kepala meskipun tidak ditemukan fraktur, kontusio, dan
laserasi pada kulit kepala dapat menyebabkan nyeri kepala. Nyeri kepala
biasanya terjadi pada wanita dengan umur 30-40 tahun.
d. Klasifikasi Cephalgia
Sakit kepala merupakan gejala yang diakibatkan berbagai penyebab.
Pada beberapa kelainan, sakit kepala berkaitan dengan tanda-tanda dan gejala
focal neurological. Apabila hal ini terjadi, dokter harus dapat membedakan
antara sakit kepala primer seperti migrain dan sakit kepala simptomatik
sekunder akibat infeksi, inflamasi vaskular, neoplasma, atau epilepsi.
Sakit kepala dalam waktu yang lama (berminggu-minggu ataupun
berbulan-bulan) berkaitan dengan abnormalitas neurologis yang biasanya
diakibatkan lesi otak khususnya pada nyeri kepala yang episodik.
12
13
Berikut ini klasifikasi nyeri kepala berdasarkan penyebabnya:
1. Nyeri kepala primer
a. Tension type headache
b. Mirgen
c. Cluster headache
2. Nyeri kepala sekunder yang terdiri dari:
a. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan atau leher
b. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler kranial atau
servikal
c. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskular intra
kranial
d. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
e. Nyeri kepala yang berkaitan dengan hemostasis
f. Nyeri kepala yang berkaitan dengan psikiatrik
14
g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan
kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur
fasial dan kranial lainnya
e. Diagnosis Cephalgia
Penyebab maupun tipe dari nyeri kepala bisa ditentukan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan hati-hati. Tanda
klinis yang terkesan berbahaya bisa menjadi tanda-tanda untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Apabila tidak didapatkan tanda bahaya maka
diagnosis dilakukan berdasarkan gejala klinis dari sindrom primer. Pertanyaan
anamnesis didasarkan pada kualitas, keparahan, lokasi, durasi, waktu ketika
nyeri kepala terjadi, hal yang memperparah ataupun yang memperingan nyeri
kepala.
Pada nyeri kepala yang sekunder atau diakibatkan kondisi lainnya
perlu dicermati onset terjadinya dan gejala yang membuat kondisinya berbeda
dari nyeri kepala primer. Beberapa observasi menyatakan terdapat beberapa
tanda bahaya bagi nyari kepala sekunder yang memerlukan investigasi lebih
jauh:
a. Onset nyeri kepala yang baru atau perubahan onset nyeri kepala pada
pasien berumur lebih dari 50 tahun
b. Thunder clap headache atau nyeri kepala yang tiba-tiba dan nyeri luar
biasa dari beberapa detik hingga beberapa menit. Nyeri ini biasanya
terjadi pada subarachnoid haemorrage diakibatkan ruptur aneurisma
ataupun malformasi arteriovenosa.
15
c. Gejala fokal neurological seperti kelemahan tungkai, adanya aura kurang
dari 5 menit sampai degan 1 jam
d. Adanya gangguan kognotif
e. Perubahan frekuensi nyeri kepala, karakteristik, dan gejala lain yang
berkaitan
f. Pemeriksaan neurologis yang abnormal
g. Nyeri kepala yang bertambah dengan perubahan posisi
h. Nyeri kepala yang menyebabkan pasien terbangun pada saat tidur
i. Nyeri kepala yang bertambah apabila terjadi pertambahan aktivitas
ataupun manuver valsava seperti batuk, tertawa, dan mengedan
j. Pasien denganfaktor risiko terjadinya trombosis sinus venosus
k. Gangguan pengelihatan ataupun adanya jaw claudication
l. Kekakuan leher
m. Demam
n. Onset nyeri kepala baru pada pasien dengan human immunodeficiency
virus
o. Onset nyeri kepala baru pada pasien kanker
Pemeriksaan neurologis padda pasien dengan nyeri kepala yaitu:
a. Funduskopi
b. Pemeriksaan nervus kranial, seperti pupil, lapang pandang, pergerakan
bola mata, kekuatan otot wajah dan sensasi serta fungsi bulbar seperti
pergerakan lidah dan palatum
c. Penilaian tonus, kekuatan, refleks, dan koordinasi dari tungkai
d. Respon plantar
e. Penilaian cara berjalan termasuk heel-toe walking
Apabila ditemukan kelainan dan adanya tanda bahaya maka dapat
dilakukan MRI ataupun CT- Scan. Pada pasien dengan tumor otak diketahui
nyeri kepala merupakan gejala yang terjadi pada dua pertiga dari seluruh
pasien dengan tumor otak. Nyeri kepala tidak memiliki gejala khusus, bisa
terasa menusuk ataupun terasa menekan dari dalam, biasanya pasien
mendekripsikan dengan rasa kepala seperti akan pecah. Biasanya nyeri
beberapa menit sampai satu jam atau lebih dan muncul sekali ataupun
beberapa kali dalam sehari. Aktivitas fisik dan perubahan posisi dari kepala
dapat memicu nyeri dimana istirahat dapat menghentikannya. Terbangun pada
16
malam hari akibat nyeri kepala biasanya hanya terjadi pada sebagian kecil
pasien. Muntah proyektil dapat terjadi apabila tumor telah membesar. Jika
tumor terdapat unilateral, nyeri kepala biasanya terdapat pada sisi yang sama
dengan tumor. Nyeri dari tumur supratentorial terasa dari bagian depan
menjalar pada bagian sekitar telinga. Nyeri kepala bifrontal ataupun
biokksipital terjadi apabila telah terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Hal
ini juga dapat diperkuat dengan adanya gejala kebutaan transien, kelemahan
pada kaki yang disebut dengan ‘drop attacks’, dan kehilangan kesadaran.
B. Papil Edema
Papiledema adalah kongesti diskus optikus akibat peningkatan tekanan
intrakranial, yang paling sering disebabkan oleh tumor serebrum, abses, hematom
subdural, malformasi arteriovenosa, perdarahan sub arakhnoid, hidrosefalus,
meningitis, dan ensefalitis.
Menurut Vaughan, terdapat bebrapa etiologi yang menjadi sebab terjadinya
papil edema, yaitu:
17
1. Massa intrakranial: tumor serebral, abses, hematoma subdural
2. Malformasi arteriovenosa
3. Perdarahan subarakhnoid
4. Meningitis
5. Ensefalitis
6. Hidrosefalus didapat
7. Pseudomotor serebri yang terdiri dari: pseudomotor serebri sekunder
(kontrasepsi oral, tetrasiklin, terapi steroid, penghentian steroid,
hiperavitaminosisi A, uremia, hipoparatiroidisme, gagal napas) dan hipertensi
intrakranial idiopatik
8. Tumor spinal
9. Polineuropati idiopatik akut (Sindrom Guillain-Barre)
10. Mukopolisakaridosis
11. Kraniosinotosis
12. Penyakit pada orbita seperti tumor dari nervus opticus, thyroid opthalmopathy
13. Penyakit pada mata seperti glaukoma akut, hipotoni karena adanya rudapaksa,
operasi atau uveitis
Pada praktik oftalmologi, papil edema sering disebabkan oleh hipertensi
intrakranial idiopatik. Kelainan ini ditandai oleh peningkatan tekanan intrakranial;
tidak ada kelainan neurologik atau neuroimaging, kecuali segala hal yang terjadi
akibat peningkatan tekanan intrakranial, seperti kelumpuhan nervus kranialis
keenam; komponen cairan serebrospinal normal. Ini merupakan diagnosis hasil
eksklusi, dan sebab-sebab pseudomotor cerebri lainnya harus disingkirkan, misalnya
oklusi sinus venosus cerebralis, terapi vitamin A (retinoid) atau tetrasiklin, uremia,
dan gagal napas.
Penyebab papiledema yang lebih jarang adalah tumor spinal, polineuropatik
idiopatik akut (sinrom Guillain Barre). Mukopolisarkoidosis, dan kraniosinostosis;
dengan berbagai faktor- termasuk penurunan absorpsi cairan serebrospinal,
abnormalitas laju cairan spinal, dan berkurangnya volume kranium- yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
Agar papiledema bisa terjadi, ruang subarakhnoid di sekitar nervus opticus
harus paten dan berhubungan dengan nervus opticus retrolaminar melalui kanalis
optikus tulang keruang subarakhnoid intrakranial. Dengan demikian, peningkatan
tekanan intrakranial dapat disalurkan ke nervus opticus retrolaminar. Disana,
18
transpor aksonal lambat dan cepat dihambat, serta terjadi distensi akson- paling jelas
di polus posterior dan inferior diskus optikus- sebagai tanda awal papiledema.
Hiperemia diskus dengan pelebaran kapiler-kapiler permukaan, pengaburan batas
diskus peripapilar, dan hilangnya denyut vena spontan adalah tanda-tanda
papiledema ringan. Juga timbul liatan-lipatan retina peripapilar sirkumferensial
(garis Paton).
Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Leslie Paton terdapat tiga tanda
mikroskopik saat melakukan penelitian mengenai papil edema pada 39 pasien yang
terkena tumor serebri, ketiga tanda tersebut yaitu:
1. Diskus optikus pada bagian retrolaminar dan retrobulbar mengalami edema
yang parah
2. Akson diskus optikus lapisan prelaminar berkembang membesar secara tidak
normal dan terfragmentasi
3. Vena retina sentral terdilatasi di bagian nervus opticus retrolaminar dan
prelaminar tetapi vena tampak datar pada spatium subarachnoideum.
19
20
Tinggi elevasi dari papil dapat ditentukan dengan membandingkan pembuluh
darah papil yang terlihat jelas dengan melihat terang pembuluh darah retina. Elevasi
ini diukur dengan dioptri. Biasanya dinyatakan terjadi elevasi bila lebih dari dua
diotptri. Untuk menghindari akomodasi pemeriksa dianjurkan memakai lensa positif
terkuat atau negatif terlemah. Interpretasinya pada mata fakia maka 3 dioptri sesuai
dengan 1 mm. Pada mata afakia maka 2 dioptri sesuai dengan 1 mm. Dinyatakan
edema apabila lebih dari 2-3 dioptri. Dalam dunia kedokteran terdapat sistem
penilaian Frisen yang menilai derajat keparahan papil edema yang dimulai dari
derajat 0 sampai 5.
21
Pada Frisen derajat 0 atau disebut juga normal diskus optikus pada
penampakan stereotipik biasanya terlihat elevasi palisan serat saraf bagian nasal,
memperlihatkan densitas serat saraf yang baik. Dengan funduskopi langsung batas
diskus nasal dapat menjadi kabur dibandingkan dengan bagian temporal. Pembuluh
darah berjalan mengalir melalui diskus opticus dan terkadang ditemukan batas yang
kabur dibagian superior.
Pada Frisen derajat 1 (Very Early Papilledema) terdiri atas permulaan
perubahan diskus yang muncul sebelum terjadinya pembengkakan diskus secara
jelas. Papilledema biasanya sulit dideteksi pada tingkatan ini. Beberapa tanda telah
22
dideskripsikan, seperti adanya hiperemia diskus optikus, kaburnya batas diskus
optikus, pendarahan peripapilar yang berbentuk lidah api, hilangnya pulsasi vena.
Gambaran halo berwarna abu-abu dapat ditemukan dengan pemeriksaan
oftalmoskopi indirect.
Derajat 2 Frisen (Early Papilledema) ditandai dengan kaburnya atau
obskurasi dari batas diskus opticus, peningkatan dari batas nasal diskus opticus, dan
adanya bentuk halo peripapiler yang komplit. Pada Frisen derajat 3 (Moderate
Papilledema) batas dari diskus optikus tidak jelas dan terjadi elevasi. Diameter dari
nervus opticus meningkat, biasanya menghasilkan perluasan dari bintuk buta.
Mangkuk optik masih terpelihara pada derajat ini. Penemuan penting lainnya yaitu
edematosa, kekaburan lapisan serat saraf yang berwarna opak dan juga kekaburan
dari pembuluh darah utama yang meninggalkan diskus. Bentukan halo berwarna
keabuan menjadi lebih jelas.
Pada Frisen derajat 4 (Marked Papilledema) detandai dengan elevasi seluruh
discus opticus, hilangnya bentukan mangkuk optik, terdapat kekaburan batas dari
discus dengan bentukan halo yang sangat jelas. Terdapat edema dan infraksi dari
23
lapisan serat saraf yang mengakibatkan kekaburan total dari diskus optikus pada
segmen utama pembuluh darah. Vena pada retina biasanya tampak seperti tertelan
dan berkelok-kelok.
Pada Frisen derajat 5 (Severe Papilledema) terjadinya penonjolan menuju
anterior dengan bentukan seperti kubah. Mangkuk optik lenyap dan bentukan halo
peripapilar menjadi sempit. Tidak didapatkan batas yang membedakan diskus
opticus dengan retina disekitarnya. Kekaburan dari pembuluh darah utama bisa
tampak maupun tidak.
24
Ketika papil edema menjadi persisten, pendarahan dan eksudat mulai
menghilang, diskus optikus berkembang menjadi bentukan bulat. Mangkuk optik
yang pada fase akut masih dipertahankan, pada tahap ini lenyap. Setelah periode
beberapa bulan, hiperemia berubah menjadi tampilan abu-abu seperti susu, dengan
hard exudate menjadi sangan jelas pada bagian superfisial. Hal ini bisa salah
didiagnosa sebagai discus opticus drusen. Biasanya kebanyakan pasien dengan
kronik papil edema mengalami atropi lapisan serat saraf.4
Gambaran Frisen derajat 5 dengan dilatasi kapiler dan mikroaneurisma
Gambaran papil edema kronik
Ketika papil edema ini tidak ditangani dengan baik discus opticus akan
menjadi atropi dan pembuluh darah retina menjadi sempit. Dalam beberapa kasus
lapisan serat saraf tidak tampak baik pada saat funduskopi atau slit lamp
25
biomicroscopy. Pada beberapa pasien terdapat perubahan pigmen dan lipatan koroid
pada makula, bahkan hamartoma pada epitelium pigmen.
Gambar Papil Atrofi
Gambaran drusen-like body pada papil edema knonik yang atrofi.
Unilateral papil edema terjadi pada Sindrom Foster Kennedy dengan tumor
pada lobus frontalis atau nervus olfactorius dengan triad atropi optic pada satu mata
akibat adanya kompresi, papil edema pada mata lainnya dan adanya anosmia.
Sindrom Foster Kennedy adalah papiledema pada satu sisi disertai atrofi optik akibat
kompresi nervus opticus pada sisi yang lain, umumnya akibat meningioma di dasar
tengkorak. Namun, sindrom ini dapat ditiru oleh neuropati optik iskemik disertai
dengan atrofik pada mata sebelahnya akibat episode sebelumnya. Papiledema dapat
menyerupai endapan drusen caput nervi optici, diskus hiperopia yang kecil, dan serat
saraf bermielin.
26
Gambar Sindrom Foster Kennedy
Gejala manifestasi non visual dari papil edema terdiri dari:
1. sakit kepala
2. mual
3. muntah
4. fotofobia
5. Pilek
Gejala manifestasi visual terdiri dari:
1. pandangan yang kabur
2. defek lapang pandang
3. kehilangan lapang pandang pusat
4. diplopia
Berikut ini merupakan pemeriksaan-pemeriksaan untuk mengkonfirmasi
papil edema:
1. Perimetri. Pemeriksaan lapang pandang perlu dilakukan. Sering tampak
pelebaran bintik buta. Dapat juga terlihat hemianopsia pseudo-bitemporal pada
edema diskus yang esktrim. Pada papiledema kronik, terjadi konstrikso atau
penyempitan lapang pandang, terutama bagian inferior, yang muncul bertahap
atau bahkan secara progresif menyebabkan kehilangan ketajaman penglihatan
sentral dan kebutaan total.
27
Penurunan Lapang pandang pada pemeriksaan perimetri.
2. Stereocolor photograph juga dapat digunakan untuk melihat perubahan nervus
discus opticus.
3. Neuro imaging emergensi seperti CT cran dan MRI otak dengan kontras untuk
mengidentifikasi lesi massa di sistem saraf pusat.
4. Magnetic resonance venography untuk mendeteksi thrombosis sinus vena
5. Ultrasonography B-scan untuk menghilangkan kecurigaan terhadap disc drusen.
6. Fluorecein aingiography. Papil edema akut menunjukkan peningkatan dilatasi
kapiler peripapilar dengan kebocoran yang lambat. Autofluoresence dapat
memperlihatkan disc drusen.
28
Gambar angiogram pada pasien dengan mild papiledema.
C. Cystic Astrocytoma
Glioma merupaka istilah nonspesifik yang mengindikasikan bahwa tumor
berasal dari sel-sel glia seperti astrosit, oligodendrosit, ependim, dan sel-sel pleksus
kosoideus. Astrositoma merupakan glioma yang paling umum terjadi pada orang
29
dewasa. Glioma biasanya terjadi pada 55-10 orang per 100.000 penduduk pada
populasi umum, dan tanpa alasan yang jelas glioma maligna terjadi pada orang tua.
Diagnosis dari astrositoma meliputi beberapa hal berikut:
1. Gejala klinis
a. Adanya kejang parsial atau umum yang biasanya terjadi apabila tumor
terletak di korteks dan berkembang perlahan
b. Terjadinya peningkatan intrakranial yang secara umum menunjukkan
adanya perkembangan tumor yang cukup cepat, khususnya pada daerah
yang tersembunyi di otak seperti frontal kanan ataupun lobus tempora. Hal
ini menyebabkan terjadinya nyeri kepala yang progresif, mual, muntah,
penurunan kesadaran, gangguan visual seperti papil edema ataupun diplopia
akibat adanya kelumpuhan nervus abdusens. Dapat juga terjadi hidrosefalus
akibat obstruksi dari cairan serebrospinal.
c. Adanya defisit neurologis berdasarkan letak tumor. Tumor supratentorial
dapat menginduksi adanya defisit motorik dan sensorik, hemianopia, afasia,
30
kombinasi dari hemianopsia dan afasia. Tumor pada fossa akan
menunjukkan terjadinya kelumpuhan saraf kranial.
d. Gangguan kognitif apabila terjadi pada lobus frontal, penyebaran tumor ke
mening, atau adanya infiltrasi difus pada otak
2. Pemeriksaan radiologi
Apabila tumor otak telah dicurigai maka MRI dengan dan tanpa infus
gadolinium merupakan metode terbaik untuk menentukan karakteristik massa
seperti lokasi, ukuran, derajat edema, dan contrast enhancement. Apabila MRI
tidak tersedia dapat digunakan CT-Scan. Astrositoma dibagi menjadi dua
kelompok yaitu infiltratif yang biasa disebut dengan astrositoma saja dan
astrositoma non-infiltratif yang biasa disebut dengan pilocytic astrositoma.
Pilocytic astrositoma biasanya berkembang pada anak anak dan dewasa muda
dan biasanya terletak pada traktus optikus, hipotalamus, ganglia basal, dan
fossa posterior seperti serebelum dan batang otak. Pada pencitraan akan
terlihat gambaran bulat atau well-circumscribed dan contrast enhancing
tumours. Bentukan seperti kista biasanya khas pada kelompok ini. Biasanya
astrositoma berkembang secara lambat dan stabil secara spontan. Transformasi
menjadi maligna jarang terjadi. Dalam keadaan yang memungkinkan indikasi
reseksi harus dilakukan dengan prognosis 20 tahun hiddup. Radioterapi cukup
ampuh pada anak-anak yang tidak bisa dilakukan reseksi dengan defisit
neurologis progresif.
Prognosis bergantung kepada umur dan status yang baik pada pasien.
Gambaran histologis menjadi faktor selanjutnya dimana glioblastoma
multiforme memiliki prognosis yang paling buruk.
31
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala yang terus menerus memberat
sejak pertengahan April dari mulai bagian depan kepala sampai belakang tanpa
disertai adanya tegang dileher. Onset nyeri kepala yang jelas, terus-menerus, dan
kronik progresif menunjukkan gejala perubahan pola nyeri kepala yang terus
meningkat yang patut dicurigai sebagai nyeri kepala sekunder. Pasien dalam hal ini
memiliki keluhan adanya nyeri yang terus menerus secara tiba-tiba, muntah, dan
juling yang merupakan tanda-tanda bahaya dari nyeri kepala yang mengarah pada lesi
intra kranial.pemeriksaan fisik ditemukan adanya parese nervus VI sinistra yang
menunjukkan adanya defisit neurologis.
Pada pasien dengan tumor otak diketahui nyeri kepala merupakan gejala yang
terjadi pada dua pertiga dari seluruh pasien dengan tumor otak. Nyeri kepala tidak
memiliki gejala khusus, biasanya bisa terasa menusuk ataupun terasa menekan dari
dalam, biasanya pasien mendekripsikan dengan rasa kepala seperti akan pecah.
Biasanya nyeri beberapa menit sampai satu jam atau lebih dan muncul sekali ataupun
beberapa kali dalam sehari. Aktivitas fisik dan perubahan posisi dari kepala dapat
memicu nyeri dimana istirahat dapat menghentikannya. Terbangun pada malam hari
akibat nyeri kepala biasanya hanya terjadi pada sebagian kecil pasien. Muntah
proyektil dapat terjadi apabila tumor telah membesar. Jika tumor terdapat unilateral,
nyeri kepala biasanya terdapat pada sisi yang sama dengan tumor. Nyeri dari tumor
supratentorial terasa dari bagian depan menjalar pada bagian sekitar telinga. Nyeri
kepala bifrontal ataupun biokksipital terjadi apabila telah terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Hal ini juga dapat diperkuat dengan adanya gejala kebutaan transien,
kelemahan pada kaki yang disebut dengan ‘drop attacks’, dan kehilangan kesadaran.
Selain itu ditemukan adanya papil edema ketika dilakukan pemeriksaan fisik
yang semakin memperkuat adanya peningkatan tekanan intra karanial. Terjadinya
peningkatan intrakranial yang secara umum menunjukkan adanya perkembangan
tumor yang cukup cepat, khususnya pada daerah yang tersembunyi di otak seperti
frontal kanan ataupun lobus temporal. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya nyeri
kepala yang progresif, mual, muntah, penurunan kesadaran, gangguan visual seperti
papil edema ataupun diplopia akibat adanya kelumpuhan nervus abdusens. Dapat juga
terjadi hidrosefalus akibat obstruksi dari cairan serebrospinal.
32
Papil edema adalah kongesti dari papil nervus optikus. Agar papiledema bisa
terjadi, ruang subarakhnoid di sekitar nervus opticus harus paten dan berhubungan
dengan nervus opticus retrolaminar melalui kanalis optikus tulang keruang
subarakhnoid intrakranial. Dengan demikian, peningkatan tekanan intrakranial dapat
disalurkan ke nervus opticus retrolaminar. Disana, transpor aksonal lambat dan cepat
dihambat, serta terjadi distensi akson- paling jelas di polus posterior dan inferior
diskus optikus- sebagai tanda awal papiledema. Hiperemia diskus dengan pelebaran
kapiler-kapiler permukaan, pengaburan batas diskus peripapilar, dan hilangnya
denyut vena spontan adalah tanda-tanda papiledema ringan. Juga timbul liatan-
lipatan retina peripapilar sirkumferensial (garis Paton).
Dari hasil CT-Scan ditemukan massa kistik di intraparenkim lobus
temporoparietal kanan ukuran ± 5,45 x 4,58 x 6,01 cm yang menyempitkan ventrikel
lateral kanan, cornu anterior dan posterior ventrikel lateral kanan, ventrikel ke III
dan ventrikel ke IV serta mendesak basal ganglia dan talamus kanan dan disertai
herniasi subfalcine ke kiri sejauh 1,59 cm dan edema berbentuk fingerlike
disekitarnya suggestif abses serebri.
Akan tetapi, pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya
gejala sistemik seperti demam. Selain itu tanda infeksi lain seperti penurunan sistem
imun juga tidak didapatkan yang ditunjukkan dengan pemeriksaan HIV non-reaktif
sehingga pada kasus ini kecurigaan lesi intrakranial akibat toxoplasma ataupun
cryptococcus dapat disingkirkan sehingga gambaran sugestif abses serebri harus
dicari lebih lanjut apakah merupakan nekrosis jaringan sekitar akibat tumor atau hal
lainnya.
Hasil ekspertise menunjukkan ditemukan massa kistik di intraparenkim lobus
temporoparietal kanan ukuran ± 5,45 x 4,58 x 6,01 cm. Tumor otak yang paling
sering terjadi pada orang dewasa adalah glioma. Glioma merupakan istilah
nonspesifik yang mengindikasikan bahwa tumor berasal dari sel-sel glia seperti
astrosit, oligodendrosit, ependim, dan sel-sel pleksus kosoideus. Astrositoma
merupakan glioma yang paling umum terjadi pada orang dewasa. Glioma biasanya
terjadi pada 55-10 orang per 100.000 penduduk pada populasi umum, dan tanpa
alasan yang jelas glioma maligna terjadi pada orang tua. Massa kistik yang
ditemukan dalam kasus ini kemungkinan mirip dengan pencitraan astrocytoma
pylocitic, yang berupa gambaran bulat atau well-circumscribed dan contrast
enhancing tumours. Bentukan seperti kista biasanya khas pada kelompok ini.
33
Pemberian medikamentosa seperti mannitol digunakan untuk menurunkan
tekanan intrakranial dengan cara mengeluarkan cairan dengan hairan hiperosmotik
yang dibantu dengan furosemid. Pemberian dexametason berfungsi sebagai anti
inflamasi, anti edema serebri dan juga pereda nyeri. Selain itu obat-obatan lain
seperti paracetamol bekerja dengan membatasi produksi prostaglandin yang
berespon terhadap stimulus nyeri, codein yang merupakan golongan opioid bekerja
pada sistem saraf pusat untuk meredakan nyeri, sedangkan diazepam digunakan
sebagai adjuvant analgesik untuk nyeri neuropati.
Prognosis bergantung kepada umur dan status yang baik pada pasien.
Gambaran histologis melalui pemeriksaan patologi anatomi perlu dilakukan karena
hal ini menjadi faktor selanjutnya dimana bentuk glioblastoma multiforme memiliki
prognosis yang paling buruk.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Allan H. Ropper, Robert H. Brown. Adam and Victor’s Principles of Neurology.Mc
Gwar Hill. 2005.
2. Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society. The
International Classification of Headache Disorders. Cephalalgia. 2004;24(suppl
1):1:160.
3. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Diagnosis and management of headache
in adults. A national clinical guideline. 2008.
4. Jean Schoen. Peter S Sandor. Headache with focal neurological signs or symptomps: a
complicated differential diagnosis. Lancet Neurol 2004; 3: 237-45.
5. Scher al. et al. factors associated with the onset and remmision of chronic daily
headache in a population-based study. Pain. 2003; 106:81-89.
6. Anthony Bhein et al. Primary brain umours in adults. The Lancet 2003; 361: 3232-31.
7. Collin J Scott. Et al. Diagnosis and Grading of Papilledema in Patients with Raised
Intracranial Pressure Using Optical Coherence Tomography vs Clinical Expert
Assessment Using a Clinical Staging Scale. Arch Ophthamol. 2010;128(6)507-711.
Doi:10/1001/arcgophthalmol.2010.94.
8. Deborah I. Friedman. Papilledema. Clinical Neuro- Ophthalmology. Mc Graw Hill.
2010.
9. Robert H. Brown et al. Principle of Neurology. Mc Graw Hill. 2005.
10. Jonathan D. Trobe. Papilledema: The Vexing Issues. Annual Meeting of The
American of Ophthalmology. J Neuro-Ophthalmol 2011; 31: 175-186
35
top related