laporan analisis portofolio dan risiko utang · laporan ini disusun berdasarkan informasi yang...
Post on 08-Jan-2020
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LaporanAnalisisPortofolio danRisiko UtangTAHUN 2013
Direktorat Strategi Dan Portofolio UtangDirektorat Jenderal Pengelolaan UtangTel 021 3510714Fax 021 3510715
Gedung Frans SedaJl. Wahidin Raya 1 (10710)
www.djpu.kemenkeu.go.id
Kata Pengantar
Kata Pengantar
Laporan Portofolio dan Risiko Utang merupakan laporan yang berisi tentang
perkembangan portofolio dan risiko utang Pemerintah dan dokumentasi hal-hal yang
mempengaruhi portofolio dan risiko utang Pemerintah pada periode tahun 2013.
Dengan adanya laporan ini diharapkan dapat menjelaskan relevansi atas kebijakan-
kebijakan pengelolaan utang yang diambil Pemerintah dalam melakukan mitigasi terhadap
risiko-risiko yang dihadapi pada tahun 2013.
Laporan ini disusun berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber
antara lain Blomberg, Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik, Pasar Saham dan data
Pengelolaan Utang. Walaupun dalam penyusunan dokumen Laporan Portofolio dan Risiko
Utang ini belum menggunakan metodologi yang baku, perbaikan dan penyempurnaan
penyusunan laporan selalu dilakukan pada setiap tahunnya.
Kami sangat menyadari bahwa laporan Portofolio dan Risiko Utang masih jauh dari
sempurna, namun demikian kami berharap laporan Portofolio dan Risiko Utang tahun 2013
dapat bermanfaat. Oleh karena itu, masukan, kritik maupun saran dari semua pihak sangat
kami perlukan untuk penyempurnaan Laporan Portofolio dan Risiko Utang untuk ke depannya.
Jakarta, Maret 2014Direktur Strategi dan Portofolio Utang
~./ ~Scenaider C:rt:""Siahaan
NIP 1968082619880310 1
Daftar Isi
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif __________________________________________________________ i
A. Umum ___________________________________________________________________1
B. Kondisi Perekonomian Global ________________________________________________ 2
C. Kondisi Perekonomian Domestik ______________________________________________ 4
D. Pengelolaan Portofolio Utang_________________________________________________ 7
E. Pengelolaan Risiko Utang __________________________________________________ 11
F. Strategi Pengelolaan Risiko Utang ____________________________________________ 16
G. Perkembangan Indikator Risiko Portofolio Utang 5 (Lima) Tahun Terakhir _____________17
G. Kesimpulan______________________________________________________________18
Ringkasan Eksekutif
i
Ringkasan Eksekutif
Ekonomi dunia selama tahun 2013 ditandai dengan recovery ekonomi negara-negara
maju khususnya Amerika Serikat dan Inggris yang tumbuh lebih cepat, serta Jepang dan
negara-negara zona Eropa yang mulai positif pertumbuhannya, sementara pertumbuhan
ekonomi negara-negara berkembang/emerging market mengalami perlambatan. Fenomena
lain selama tahun 2013 adalah adanya pembalikan arus modal dari negara berkembang
kembali ke Amerika Serikat akibat adanya rencana pengurangan besaran kebijakan tapering
quantitative easing (QE).
Perekonomian Indonesia sendiri juga mengalami perlambatan dimana pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB) riil sebesar 5,8% di bawah ekspektasi semula sebesar 6%.
Penurunan laju pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain akibat
kebijakan menaikan BI rate yang diambil sebagai langkah penanganan defisit neraca transaksi
berjalan serta depresiasi Rupiah akibat Q.E tapering. Menurunnya angka pertumbuhan
ekonomi menyebabkan target penerimaan pajak Pemerintah tidak tercapai sehingga
menyebabkan naiknya defisit.
Meningkatnya defisit APBN 2013 dipenuhi oleh penambahan penerbitan Surat
Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman program. Sebagai akibat penambahan
pembiayaan utang dan menurunnya laju pertumbuhan ekonomi adalah naiknya outstanding
utang dan rasio utang pemerintah terhadap PDB. Adanya depresiasi Rupiah terhadap mata
uang asing khususnya USD yang cukup tinggi juga berperanan besar dalam meningkatkan
outstanding utang dan rasio utang terhadap PDB. Outstanding utang akhir 2013 sebesar
Rp2.371,4 triliun mengalami kenaikan sebesar Rp393,7 triliun (20%) dari outstanding akhir
tahun 2012, sementara rasio utang Pemerintah terhadap PDB mencapai 26,07% naik dari 24%
tahun sebelumnya.
Adanya depresiasi Rupiah dan meningkatnya BI rate, serta bertambahnya jumlah
pembiayaan utang menyebabkan meningkatnya risiko portofolio utang. Perubahan tingkat
risiko portofolio utang dapat dilihat pada tabel berikut:
Ringkasan Eksekutif
ii
Portofolio utang Pemerintah mengalami peningkatan tingkat risiko selama tahun 2013
bila dibandingkan tahun 2012 baik itu untuk risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga dan risiko
pembiayaan kembali (refinancing).
No Jenis Risiko Indikator RisikoDes
2012Des2013
Perubahan Keterangan
1Risiko TingkatBunga
Refixing rate 22.41% 23.20% 0.79%Peningkatantingkat risiko
2 Risiko Nilai TukarPorsi Utang valasterhadap Total Utang
44.48% 46.70% 2.22% Peningkatantingkat risiko
3 Risiko RefinancingAverage Time toMaturity
9.89tahun
9.69Tahun
0.20 tahun Peningkatantingkat risiko
Pg. 01 Umum
A. Umum
Ekonomi dunia selama tahun 2013 ditandai dengan recovery ekonomi negara-negara
maju khususnya Amerika Serikat dan Inggris yang tumbuh lebih cepat, serta Jepang dan
negara-negara zona Eropa yang mulai positif pertumbuhannya, sementara pertumbuhan
ekonomi negara-negara berkembang/emerging market mengalami perlambatan. Fenomena
lain selama tahun 2013 adalah adanya pembalikan arus modal dari negara berkembang
kembali ke Amerika Serikat akibat adanya rencana pengurangan besaran kebijakan QE
tapering .
Perekonomian Indonesia selama tahun 2013 mengalami sejumlah tantangan yaitu
meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan, tingginya inflasi, serta pengaruh kebijakan
tapering yang diambil US Fed. Pada bulan Juni 2013 Pemerintah menaikkan harga bahan
bakar minyak (BBM) sebagai langkah untuk mengendalikan defisit akibat membengkaknya
subsidi BBM, serta untuk mengurangi pemakaian dan impor BBM yang memperberat defisit
neraca transaksi berjalan. Penyesuaian harga BBM telah meningkatkan angka inflasi menjadi
8,2% dari perkiraan 7,2%. Faktor lain yang menjadi tantangan adalah rencana US Federal
Reserve (Fed) untuk mengurangi besaran QE secara bertahap yang diantisipasi oleh investor
dengan menarik investasinya dari Indonesia, sehingga menyebabkan Rupiah terdepresiasi,
yield SBN meningkat drastis dan indeks BEI turun. Pemerintah dan Bank Indonesia
mengambil sejumlah kebijakan untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan melalui
peningkatan BI rate dan sejumlah kebijakan fiskal yang berakibat menurunnya angka
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
Lebih rendahnya angka pertumbuhan PDB yang mencapai 5,8% atau di bawah
ekspektasi semula sebesar 6%, menyebabkan penerimaan pajak Pemerintah tidak seperti
yang diharapkan. Turunnya penerimaan pajak telah menyebabkan meningkatnya defisit
APBN-P 2013 menjadi 2,38% terhadap PDB dari 1,65% pada APBN 2013. Meningkatnya
defisit APBN 2013 dipenuhi oleh penambahan penerbitan SBN dan penarikan pinjaman
program. Sebagai akibat penambahan pembiayaan utang, depresiasi Rupiah dan menurunnya
laju pertumbuhan ekonomi adalah naiknya outstanding utang dan rasio utang Pemerintah
terhadap PDB. Outstanding utang akhir 2013 sebesar Rp2.371,4 triliun naik sebesar Rp393,7
triliun (20%) dibandingkan akhir tahun 2012, sementara rasio utang Pemerintah terhadap PDB
mencapai 26,07% naik dari 24% tahun sebelumnya.
Perkembangan rasio utang pemerintah terhadap PDB dalam beberapa tahun terakhir
dapat dilihat pada grafik berikut :
Pg. 02 Kondisi Perekonomian Global
(sumber : DJPU diolah)
Rasio utang terhadap PDB tahun 2013 membalikkan trend penurunan rasio pada
tahun-tahun sebelumnya akibat adanya depresiasi Rupiah terhadap mata uang asing
khususnya USD yang mencapai 26%.
B. Kondisi Perekonomian Global
Pada tahun 2013 perekonomian
Amerika Serikat memimpin pertumbuhan
ekonomi negara-negara maju. Perekonomian
AS mengalami pertumbuhan terbaik dalam 2
tahun terakhir yang disertai penurunan angka
pengangguran, namun belum diikuti naiknya
angka inflasi yang berada pada tingkat yang
rendah yaitu 1,5%. Naiknya laju pertumbuhan
ekonomi menjadi sinyal bagi US Fed untuk
mulai melakukan tapering secara bertahap
sebagaimana disampaikan oleh Gubernur US
Fed pada bulan Mei 2013. Akibat adanya sinyal kebijakan tapering ini, investor asing
memutuskan untuk mengalihkan modalnya dari negara-negara emerging market ke Amerika
Serikat. Negara-negara emerging market yang selama ini mengandalkan arus modal asing
untuk menunjang pertumbuhan ekonominya serta untuk menutup defisit transaksi berjalan
mengalami permasalahan akibat keluarnya arus modal asing tersebut. Negara yang paling
terkena dampak dari kebijakan US Fed tersebut antara lain, Indonesia, India, Brazil, Turki, dan
Afrika Selatan yang dijuluki fragile five oleh Morgan Stanley. Pada grafik 2 dapat dilihat laju
-9
-6
-3
0
3
6
9
12
-9
-6
-3
0
3
6
9
12
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Grafik 2Perkembangan Ekonomi Dunia
EURO World Indonesia
US BRICS
Sumber : Bloomberg, diolah
1,591 T 1,682 T 1,809 T 1,978 T 2,371 T
5,613 T6,423 T
7,427 T8,242 T
9,096 T
28.34%
26.18% 24.36% 24.00% 26.07%
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
0%
10%
20%
30%
40%
50%
2009 2010 2011 2012 2013
Grafik 1Perkembangan Debt to GDP Ratio
Total Debt (rhs) GDP (rhs) Debt to GDP
Pg. 03 Kondisi Perekonomian Global
pertumbuhan ekonomi dunia dimana negara-negara maju mulai mengalami percepatan
pertumbuhan sementara negara-negara emerging market mengalami perlambatan.
Untuk mengatasi kelesuan
perekonomian, bank sentral negara-negara
maju tetap melakukan kebijakan pelonggaran
moneter dengan cara menjaga tingkat suku
bunga ke nilai terendah. Pada tahun 2013,
tercatat European Central Bank (ECB)
melakukan 2 (dua) kali penurunan tingkat suku
bunga masing-masing 25bps sehingga tingkat
suku bunga ECB base rate menjadi 0,25% di
akhir tahun 2013 dari 0,75% di awal tahun
2013. Sementara itu kebijakan yang berbeda
diterapkan oleh bank sentral negara-negara emerging market dimana bank-bank tersebut
cenderung meningkatkan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar akibat adanya aliran
modal keluar. Tercatat Bank Indonesia beberapa kali meningkatkan BI Rate hingga ke level
7,5% sementara Banco Central do Brasil meningkatkan suku bunga hingga mencapai 10%
diakhir tahun 2013.
Kebijakan longgar bank sentral
memberikan dampak yang positif terhadap
pasar keuangan global. Berlanjut dari tren di
tahun 2012, kebijakan QE menyebabkan pasar
kebanjiran likuiditas dan pasar peminjaman
antar bank juga semakin aktif yang ditandai
dengan menurunnya spread antara USD Libor
3 month dengan US T-Bill. Hal ini menandakan
kekhawatiran bank untuk meminjamkan
modalnya semakin berkurang. Dari grafik 4
dapat dilihat TED spread yang semula ada di
level 60 bps di akhir tahun 2011 semakin menurun hingga mencapai level di bawah 20 bps di
kuartal IV 2013 yang mana angka tersebut menggambarkan kondisi perekonomian yang
normal.
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14
(%)(%)
Grafik 4Pergerakan LIBOR over T-Bill
Sumber : Bloomberg, diolah
0
2
4
6
8
10
12
0
2
4
6
8
10
12
1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14
(%)(%)Grafik 3
Central Bank Rate
BI Rate FED Target RateBOJ Rate ECB Base RateBrazil Rate
Sumber : Bloomberg, diolah
Pg. 04 Kondisi Perekonomian Domestik
Kebijakan tapering yang
menyebabkan pembalikan arus modal dari
aset yang berisiko seperti komoditas dan aset
emerging market kepada US equity dan bond
yang dianggap lebih aman dan memberikan
return yang baik. Salah satu asset yang
paling terpengaruh adalah emas yang
harganya turun dari kisaran $1800/troy ounce
ke kisaran $1300/troy ounce. Di samping itu
menurunnya angka pertumbuhan China
menyebabkan turunnya permintaan akan
komoditas khususnya batubara dan industrial metal, serta beberapa produk perkebunan
seperti karet dan minyak kelapa sawit. Akibat turunnya harga komoditas dan QE tapering
menyebabkan perekonomian negara-negara emerging market secara umum menurun. Untuk
Indonesia, penurunan harga komoditas khususnya batu bara dan palm oil telah menyebabkan
turunnya nilai ekspor dan penerimaan Pemerintah atas pajak dan bea
C. Kondisi Perekonomian Domestik
Ditengah kondisi perekonomian negara-
negara emerging market yang tidak menentu,
perekonomian Indonesia turut mengalami
permasalahan akibat rencana QE tapering dan
tingginya defisit neraca transaksi berjalan (4,4%
PDB pada Q2 2013). Pada semester I tahun
2013 permasalahan utama yang dihadapi oleh
Pemerintah adalah tingginya angka subsidi
BBM. Tingginya konsumsi BBM akibat
pertumbuhan kendaraan dan rendahnya harga
jual BBM subsidi telah menyebabkan belanja
subsidi meningkat. Di samping itu turunnya produksi minyak domestik tidak mampu memenuhi
kebutuhan sehingga menyebabkan impor BBM membengkak yang memperparah defisit
neraca transaksi berjalan dan APBN. Pada Juni 2013 Pemerintah melakukan kebijakan
menaikkan harga BBM sekitar 40%. Akibat kenaikan tersebut angka inflasi naik ke tingkat
tertinggi 8,2% (YoY) pada bulan Agustus 2013.
Sumber : Bloomberg, diolah
Sumber : Bloomberg, diolah
2
4
6
8
10
2
4
6
8
10
1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14
(%)(%)
Grafik 6Perkembangan BI Rate, Inflasi dan Yield SUN
BI Rate SUN 10 yr Inflasi
1,000
1,300
1,600
1,900
80
100
120
140
1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14
$US/Oz$US/barrel
Grafik 5Pergerakan Harga Emas dan Minyak Dunia
Minyak brent Emas (rhs)
Pg. 05 Kondisi Perekonomian Domestik
Selain penyesuaian harga BBM pada akhir semester I juga terjadi permasalahan di
pasar keuangan domestik yang dipicu oleh pidato Gubernur US Fed yang mengisyaratkan
dimulainya QE tapering. Akibatnya terjadi pembalikan arus modal dari dalam negeri menuju
ke US yang memicu turunnya indeks saham dan harga SBN serta menyebabkan Rupiah
terdepresiasi cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan kesulitan bagi Pemerintah untuk
mendapatkan pembiayaan akibat turunnya permintaan pada lelang SBN dan meningkatnya
yield yang cukup drastis.
Sebagai langkah pengendalian inflasi dan stabilisasi nilai tukar serta untuk
memperbaiki neraca transaksi berjalan, Pemerintah dan Bank Indonesia mengambil sejumlah
kebijakan yang diperlukan. Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengerem impor
khususnya barang mewah dan migas, dan menggalakkan ekspor melalui berbagai kemudahan
dan fasilitas pajak. Bank Indonesia mengambil kebijakan meningkatkan BI rate dari 5,75%
menjadi 7,5% dan memperkuat cadangan devisa melalui sejumlah kebijakan di bidang
transaksi valuta asaing (valas).
Setelah mengalami performa yang
cukup baik pada semester I tahun 2013, kinerja
pasar saham dan pasar obligasi mengalami
penurunan yang drastis di semester II 2013
akibat rencana QE tapering. IHSG sempat
mengalami penurunan sampai di bawah level
4000 sementara IDMA bond price mengalami
penurunan sampai ke level 95. Hal ini
menunjukkan akibat dari pembalikan arus modal
asing keluar dari pasar keuangan Indonesia.
Pergerakan nilai tukar Rupiah selama
tahun 2013 mengalami tren pelemahan akibat
defisit transaksi berjalan dan pembalikan arus
modal asing keluar dari pasar keuangan
domestik. Pelemahan kurs Rupiah tertinggi
terjadi pada mata USD dan EUR sementara
terhadap JPY relatif tetap.
Yield curve SBN selama tahun 2013
mengalami kenaikan yang cukup besar, seperti
pada tenor 10 tahun meningkat dari 5,1% di
akhir tahun 2012 menjadi 8,3% di akhir tahun
2013. Penyebab kenaikan yield SBN adalah kombinasi faktor domestik dan faktor global.
Faktor domestik adalah naiknya angka inflasi, BI rate, depresiasi Rupiah serta defisit neraca
Sumber : Bloomberg, diolah
9095100105110115120125130135
89
1011121314151617
1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14
(Rp)(Ribu Rp)
Grafik 8Pergerakan Mata Uang Dunia
USD/IDR EUR/IDR JPY/IDR -rhs
2500
3000
3500
4000
4500
5000
5500
90
95
100
105
110
115
120
1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14
Grafik 7Pergerakan IHSG dan Bond Indeks
IDMA Bond Price Index IHSG -rhs
Sumber : Bloomberg, diolah
Pg. 06 Kondisi Perekonomian Domestik
transaksi berjalan, sementara faktor global
adalah meningkatnya risk averse dan
rebalancing portofolio investor asing akibat QE
tapering. Pada akhir tahun 2013 dengan
langkah kebijakan yang diambil Pemerintah dan
BI yield curve SBN domestik menjadi lebih
stabil.
Akibat kebijakan QE tapering
meyebabkan pembalikan arus modal asing,
dimana kepemilikan asing pada SBN tradable
domestik sempat turun dari posisi tertinggi pada
bulan April 2013 sebesar 34% menjadi terendah
pada bulan Agustus 2013 sebesar 31%, namun
kepemilikan asing pada SBN domestik kembali
meningkat pada kisaran 32% di akhir tahun
2013. Secara nominal kepemilikan asing
tertinggi terjadi pada akhir tahun 2013 sebesar
Rp323,7 trilliun atau meningkat sebesar Rp50,1
triliun dari akhir tahun 2012. Hal tersebut
menunjukkan dana asing mulai masuk ke pasar
domestik kembali pada akhir tahun 2013 sejalan
dengan perbaikan neraca transaksi berjalan yang diikuti stabilnya nilai tukar rupiah serta
tingginya spread antara yield SBN domestik dengan yield US treasury telah mendorong
investor asing.
Credit rating Indonesia selama tahun
2013 tidak mengalami perubahan untuk Fitch dan
Moody’s masing-masing tetap pada level BBB-
dan Baa3 dengan outlook stabil sementara untuk
S&P tetap pada level BB+ namun outlook yang
sebelumnya positif turun menjadi stabil. Tetap
bertahannya credit rating Indonesia menunjukkan
kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia yang
diambil dalam rangka penanganan defisit
transaksi berjalan dan stabilisasi nilai tukar
Rupiah dianggap telah menghasilkan dampak
positif.
3
4
5
6
7
8
910
3
4
5
6
7
8
910
1Y 3Y 5Y 7Y 9Y 11Y13Y15Y 18Y 20Y 30Y
(%)(%)Grafik 9
Yield Curve SUN Domestik
03/29/13 06/28/1309/30/13 12/31/13
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
200
400
600
800
1,000
1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14
(Triliun IDR)
Grafik 10Perkembangan Kepemilikan SBN Tradable
asing perbankan
non perbankan % asing thd. total (rhs)
8
9
10
11
12
13
8
9
10
11
12
13
2009 2010 2011 2012 2013
Fitch's S&P's Moody's (RHS)
B+
BB-
BB
BB+
BBB-
BBB
B1
Ba3
Ba2
Ba1
Baa3
Baa2
Grafik 11Perkembangan Credit Rating
Sumber : Bloomberg, diolah
Sumber : Bloomberg, diolah
Sumber : Bloomberg, diolah
Pg. 07 Pengelolaan Portofolio Utang
D. Pengelolaan Portofolio Utang
Pada akhir tahun 2013 terjadi peningkatan outstanding utang Pemerintah yang cukup
signifikan yaitu sebesar Rp393,7 triliun (naik sebesar 20%) yaitu dari Rp1.977,7 triliun di akhir
tahun 2012 menjadi Rp2.371,4 triliun di akhir 2013. Apabila dirinci, peningkatan tersebut terdiri
dari peningkatan outstanding instrumen SBN sebesar Rp300,0 triliun (naik sebesar 22%) yaitu
dari Rp1.361,1 triliun di 2012 menjadi Rp1.661,1 triliun di 2013 dan peningkatan outstanding
instrumen Pinjaman sebesar Rp93,7 trilliun (naik sebesar 15%) dari Rp616,6 triliun di 2012
menajdi Rp710,3 triliun di 2013. Peningkatan outstanding SBN disebabkan karena adanya
opersasi penerbitan SBN baik itu di pasar global maupun pasar domestik. Sementara kenaikan
oustanding Pinjaman disebabkan oleh karena depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap mata
uang asing (lebih dari 99% oustanding Pinjaman berdenominasi dalam valas).
Dengan demikian pada akhir tahun 2013 terjadi perubahan komposisi utang, dimana porsi
instrumen SBN meningkat menjadi 70,0% sementara porsi instrumen pinjaman menurun
menjadi 30,0%. Dapat dilihat dalam tabel 1 porsi intrumen Pinjaman semakin menurun dari
tahun ke tahun, hal ini disebabkan oleh strategi pembiayaan utang Pemerintah yang
mengutamakan pembiayaan utang melalui penerbitan SBN dibandingkan dengan penarikan
Pinjaman.
Outs % Outs % Outs % Outs % Outs %
SBN 979.46 62 1,064.41 63 1,187.66 66 1,361.10 69 1,661.05 70.0DenominasiRupiah 836.31 902.43 992.03 1,096.19 1,261.65DenominasiValas 143.15 161.98 195.63 264.91 399.40
Pinjaman 611.20 38 617.25 37 621.29 34 616.60 31 710.34 30.0DenominasiRupiah - 0.39 1.01 1.80 2.20DenominasiValas 611.20 616.86 620.28 614.80 708.14
Total Utang 1,590.66 100 1,681.66 100 1,808.95 100 1,977.70 100 2,371.39 100
USD/IDR 9,400 8,991 9,068 9,670 12,189
2013
Tabel 1. Perkembangan Utang Pemerintah2009 2010 2011 2012
Sumber : DJPU
Pg. 08 Pengelolaan Portofolio Utang
BrutoRp148,5T
BrutoRp167,3T
BrutoRp207,1T
BrutoRp268,5T
BrutoRp322,7T
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0
70
140
210
280
350
2009 2010 2011 2012 2013
IDR Triliun
Grafik 12Realisasi Penerbitan SBN
Netto Redemption & Buyback
penerbitan valas -rhs
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
0
250
500
750
1,000
1,250
1,500
1,750
2009 2010 2011 2012 2013
Grafik 13Perkembangan Outs. SBN
FR SBN Valas Non TradableVR IFR SPNporsi valas -rhs
PORTOFOLIO SBN
Untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan APBN-P 2013 Pemerintah
menargetkan penerbitan SBN gross sebesar
Rp323,23 triliun, dari target tersebut terealisasi
sebesar Rp322,73 triliun (99,84%). Realisasi
penerbitan SBN tersebut terdiri dari penerbitan
SUN sebesar Rp269,6 trilliun atau sebesar 83,5% dari total penerbitan dan penerbitan SBSN
sebesar Rp57,08 trilliun atau sebesar 16,5% dari total penerbitan. Sedangkan bila dilihat dari
mata uang penerbitan, realisasi penerbitan SBN tersebut terdiri dari penerbitan SBN domestik
sebesar Rp263,9 triliun atau sekitar 81,8% dari total penerbitan dan penerbitan SBN valas
sebesar Rp58,7 triliun atau sebesar 18,2% dari total penerbitan.
Dari grafik 12 dapat dilihat perkembangan kebutuhan pembiayaan APBN melalui
penerbitan SBN dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Dengan adanya peningkatan
tersebut maka terjadi peningkatan outsanding SBN. Dari grafik 13 menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan outstanding SBN pada hampir semua seri, kecuali seri variable rate (VR). Porsi
outstanding SBN valas terhadap total SBN juga semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring
dengan kebijakan Pemerintah untuk melakukan penerbitan SBN dalam mata uang USD dan
JPY. Khusus untuk tahun 2013, peningkatan outstanding SBN valas melonjak cukup tajam
yang disebabkan juga oleh pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang USD.
Pada tahun 2013 terjadinya penurunan volume transaksi sekunder di pasar SBN bila
dibandingkan dengan tahun 2012. Hal ini terjadi karena goncangan di pasar keuangan global
dan domestik. Penurunan volume transaksi tersebut disebabkan adanya capital outflow dana
asing. Sempat menurun pada akhir kuartal II 2013, transaksi sekunder pasar SBN kembali
meningkat sampai akhir tahun 2013. Pola ini mirip dengan pola kepemilikan asing SBN
APBN-P 2013 Realisasi % Realisasi
SBN Gross 323.23 322.73 99.84
Domestik 263.99
Valas 58.73
Jatuh Tempo (85.61) (85.61) 100.00
Buyback (1.55) (1.55) 100.00
SBN Neto 224.70 224.19 99.77
Tabel 2. Realisasi Penerbitan SBN 2013
Sumber : DJPU
Sumber : DJPU, diolah Sumber : DJPU, diolah
Pg. 09 Pengelolaan Portofolio Utang
0
100
200
300
400
500
600
700
0
5
10
15
20
25'0
8'0
9'1
0'1
1'1
2Ja
nFe
bM
ar Apr
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
(trilliun IDR)
Grafik 14Rata-rata Harian
Transaksi Sekunder Pasar SBN
Frekuensi - rhs
Volume
2013
-
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
-
100
200
300
400
500
600
2009 2010 2011 2012 2013
(Triliun IDR)Grafik 15
Bid to Cover Ratio
Total Bid Total Awd Bid to Cover Ratio - rhs
tradable pada grafik 10 yang disebabkan adanya aliran modal asing yang masuk kembali ke
pasar domestik. Sementara itu performa di pasar perdana SBN yang ditunjukkan oleh bid to
cover ratio pada lelang pasar perdana mengalami penurunan. Walaupun penawaran yang
masuk lebih tinggi dibandingkan tahun 2012, namun terdapat kenaikan jumlah penawaran
yang dimenangkan yang mengakibatkan penurunan bid to cover ratio.
Persepsi investor asing terhadap risiko
berinvestasi di Indonesia dicerminkan oleh angka
Credit Default Swap (CDS) Indonesia dan spread
obligasi global Indonesia dengan Treasury Bond
(T-Bond). Rencana QE tapering pada Juni 2013
mempengaruhi persepsi investor terhadap risiko
berinvestasi di Indonesia terlihat dari kenaikan
CDS 10yr dan spread antara global bond
Indonesia dan T-Bond. Namun dengan adanya
kebijakan yang diambil Pemerintah dan Bank
Indonesia perlahan-lahan persepsi investor mulai
membaik seperti yang terlihat pada akhir tahun
2013.
Sementara itu dampak negatif tapering
tidak hanya berdampak pada Indonesia namun
juga terhadap negara-negara lainnya terutama
negara-negara emerging market. Premi CDS
Indonesia bersama Turki meningkat tajam pada
Juli 2013 sementara negara lainnya seperti
Filipina dan Thailand cenderung stabil.
0
100
200
300
400
500
0
100
200
300
400
500
1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14
Grafik 16CDS Indo & Global Bond-TBond
Spread
cds Indo 10 yr GB 10Yr to TBond spread
0
100
200
300
400
0
100
200
300
400
1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14
Grafik 17Pergerakan CDS
Indonesia (BBB-) Filipina (BBB-)
Turki (BBB-) Thailand (BBB+)
Sumber : DJPU, diolah Sumber : DJPU, diolah
Sumber : Bloomberg, diolah
Sumber : Bloomberg, diolah
Pg. 10 Pengelolaan Portofolio Utang
PORTOFOLIO PINJAMAN
Pada APBN-P tahun 2013 ditargetkan
pembiayaan melalui Pinjaman sebesar Rp49,5
triliun, yang terdiri dari Rp11,1 triliun Pinjaman
Program dan Rp37,9 triliun Pinjaman Proyek
dan Pinjaman Dalam Negeri sebesar Rp0,5
triliun. Dari target APBN-P tersebut, terealisasi
penarikan Pinjaman Program sebesar Rp18,39
triliun (165.1% dari target), terealisasi penarikan Pinjaman Proyek sebesar Rp31,12 triliun
(82,1% dari target) dan terealisasi penarikan Pinjaman Dalam Negeri sebesar Rp0,54 triliun
(108,1% dari target). Realisasi disbursement Pinjaman Proyek yang masih rendah pada tahun
2013 disebabkan karena keterlambatan Kementerian/Lembaga (K/L) dalam memenuhi
condition precedent sebagai dasar efektifnya pinjaman. Selain itu pula disebabkan oleh
keterlambatan K/L dalam menyelesaikan proses pengadaan serta lamanya proses penerbitan
No Objection Letter (NOL) dari kreditur, sehingga mengganggu jadwal pengadaan. Sementara
itu, realisasi Pinjaman Program yang melebihi target disebabkan adanya fleksibilitas
pembiayaan.
Relatif rendahnya realisasi
disbursement Pinjaman dibandingkan dengan
pembayaran repayment menyebabkan net flow
instrumen Pinjaman menjadi negatif. Dalam
realisasi APBN 2013 terdapat negatif flow dari
Pinjaman sebesar Rp7,2 triliun. Adapun
perkembangan realisasi disbursement dan
repayment Pinjaman selama lima tahun terakhir
dapat dilihat pada grafik 18.
Perkembangan outstanding Pinjaman
sebagaimana tabel 4, dapat dilihat dari sisi
kreditur maupun berdasarkan tujuan Pinjaman.
Walapun realisasi net flow Pinjaman dalam
APBN-P 2013 berjumlah negatif tetapi dengan
adanya depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap
mata uang asing menyebabkan terjadi
peningkatan outstanding Pinjaman. Penurunan
outstanding Pinjaman di tahun 2013 baru dapat
dilihat apabila outstanding Pinjaman disajikan dalam mata uang USD.
APBN-P2013 Realisasi
%Realisasi
Pinjaman Program 11.13 18.39 165.1equivalent miliar USD 1.16 1.55World Bank 5.73 9.60 167.6ADB 2.88 4.90 170.1JICA, Japan 2.52 3.89 154.0
Pinjaman Proyek 37.91 31.12 82.1equivalent miliar USD 3.95 2.91
Pinj. Dalam Negeri 0.50 0.54 108.1equivalent miliar USD 0.05 0.05
Total Pinjaman 49.54 50.05 101.0equivalent miliar USD 5.16 4.51
Tabel 3. Realisasi Penerbitan Pinjaman 2013
Sumber : DJPU
Sumber : LKPP, DJPU - diolah
2009 2010 2011 2012 2013Berdasarkan Sumber PinjamanPinjaman Luar Negeri
Multilateral 202.4 208.3 213.0 230.2 287.4Bilateral 387.9 380.7 381.7 359.8 380.9Komersial 20.2 27.3 25.2 24.4 39.5Supplier 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3
Pinjaman Dalam Negeri 0.0 0.4 1.0 1.8 2.2Berdasarkan Tujuan PinjamanProgram 175.8 197.2 210.5 218.2 261.2Proyek 434.6 415.1 405.3 398.4 449.2Total Loan 611.2 617.3 621.3 616.6 710.3Total Loan (USD bio) 65.0 68.7 68.5 63.8 58.3
Tabel 4. Outstanding Pinjaman
30 29 15 15 18
30 2618 16
31
(68)(51) (47) (51) (57)
(80)(60)(40)(20)020406080
(100)
(50)
0
50
100
2009 2010 2011 2012 2013
(Tr. IDR)(Tr. IDR)
Grafik 18Realisasi Pembiayaan Pinjaman
Pinj. Program Pinj. Proyek PDN
Principal Net Flow
Sumber : DJPU
Pg. 11 Pengelolaan Risiko Utang
Uraian Des '12 (%) Des '13 (%) Change (%)
Rasio VR Portofolio terhadap total utang
SBN 6.21 5.18 -1.03
Pinjaman 9.98 10.84 0.86
Utang 16.19 16.02 -0.17
Rasio Refixing rate portofolio terhadap total utang
SBN 10.55 10.63 0.08
Pinjaman 11.86 12.57 0.71
Utang 22.41 23.20 0.79
Tabel 5. Indikator Tingkat Bunga Utang Pemerintah
E. Pengelolaan Risiko Utang
RISIKO TINGKAT BUNGA
Indikator risiko tingkat bunga portofolio
utang Pemerintah yang ditunjukkan oleh rasio
VR (variable/floating rate) serta rasio refixing
rate. Dalam kegiatan pembiayaan melalui
utang di tahun 2013, Pemerintah lebih
mengutamakan penerbitan SBN yang
berkupon tetap sementara untuk Pinjaman
porsi disbursement yang berbunga
mengambang lebih besar dibandingkan yang
berbunga tetap. Pada tahun 2013 terjadi
peningkatan risiko tingkat bunga dimana refixing rate meningkat sebesar 0,79% dari 22,41% di
tahun 2012 menjadi 23,20% di tahun 2013. Peningkatan refixing rate disebabkan oleh
besarnya penerbitan SBN yang jatuh tempo di bawah 1 (satu) tahun di tahun 2013 (instrumen
SPN & SPN-S).
Apabila dirinci lebih dalam lagi maka
dapat dilihat pada grafik 19 dimana terdapat
peningkatan atas porsi SBN fixed rate dari total
utang dari 62,6% di tahun 2012 menjadi 64,9%
yang berasal dari kegiatan operasional
penerbitan SBN berkupon tetap. Sementara
untuk instrumen Pinjaman dengan suku bunga
mengambang juga mengalami kenaikan porsi
yang disebabkan oleh jumlah outstanding
Pinjaman VR terhadap total utang meningkat
akibat dari pelemahan kurs rupiah terhadap
mata uang asing. SBN dengan suku bunga mengambang tidak terdapat kenaikan porsi karena
tidak adanya penerbitan baru, sementara Pinjaman bersuku bunga tetap secara nominal
terdapat kenaikan outstanding namun mengalami penurunan porsi karena peningkatan
outstanding-nya tidak sebanding dengan peningkatan outstanding instrumen lain (SBN FR &
Pinjaman VR).
Kenaikan nominal outstanding portofolio dengan suku bunga variabel rate akan
menaikkan sensitivitas portofolio terhadap perubahan tingkat bunga acuan begitu juga
Sumber : DJPU, diolah
62.6%
64,9%
21.2%
19,1%
10.0%
10.8%
6.2%
5.2%
0 500 1000 1500 2000 2500
2012
2013
Triliun IDR
Grafik 19Komposisi Utang berdasarkan Tingkat Bunga
SBN FR Pinjaman FR Pinjaman VR SBN VR
Sumber : DJPU, diolah
Pg. 12 Pengelolaan Risiko Utang
Nominal dalam IDR trliun
Uraian Des 2012 Des 2013 Change
Total Utang (Rptriliun)
1,977.71 2,371.39 168.76
Utang valas (FX)(Rp triliun)
879.71 1,107.54 227.83
Porsi Utang Valasthd Total Utang
44.48% 46.70% 2.22%
PDB Nominal (RpTilliun)
8,241.86 9,095.93 854.07
Rasio Utang valasthd PDB
10.67% 12.18% 1.50%
Tabel 7. Utang Valas Pemerintah
sebaliknya. Dari tabel 6 diketahui terjadi
kenaikan sensitivitas portofolio Pinjaman
terhadap suku bunga acuan bila dibandingkan
antara tahun 2012 dengan tahun 2013
sementara portofolio SBN tidak berubah.
Kenaikan 10 bps saja dari yield SPN akan
menyebabkan penambahan biaya SBN sebesar Rp122,75 miliar. Begitu juga dengan
sensitivitas Pinjaman terhadap perubahan tingkat LIBOR 6m, apabila LIBOR 6m mengalami
kenaikan sebesar 10 bps akan menyebabkan penambahan biaya Pinjaman sebesar
Rp204,01miliar. Pertimbangan inilah yang mendasari Pemerintah untuk lebih mengutamakan
pembiayaan APBN melalui utang pada instrumen yang bersuku bunga tetap untuk mengurangi
risiko volatilitas tingkat bunga terhadap portofolio utang Pemerintah.
RISIKO NILAI TUKAR
Indikator risiko nilai tukar portofolio
utang ditunjukkan oleh rasio utang mata uang
asing terhadap total utang. Rasio tersebut
mengalami peningkatan sebesar 2,22% dari
44,48% pada akhir tahun 2012 menjadi
46,70% pada 2013. Bila dilihat dari besaran
PDB, rasio utang valas selama tahun 2013
juga mengalami peningkatan sebesar 1,50%
dari 10,67% di akhir tahun 2012 menjadi
12,18% di akhir tahun 2013. Peningkatan rasio
utang valas disebabkan adanya penerbitan
SBN dalam mata uang asing dan dampak
depresiasi nilai mata uang Rupiah terhadap
mata uang asing. Dengan adanya penurunan
rasio ini beban Pemerintah dalam memenuhi
kewajiban utang dalam mata uang asing
semakin meningkat.
Apabila dilihat dari nominal original
currency maka selama tahun 2013 terjadi
peningkatan outstanding utang untuk mata
uang USD (naik 13,35%) sedangkan untuk
utang mata uang JPY ( turun 5,10%) dan EUR
(turun 6,62%) mengalami penurunan.
OutstandingOri Curr (bl) 2012 2013 ChangeUSD 50.15 56.84 13.35%JPY 2,511.84 2,383.85 -5.10%EUR 4.49 4.19 -6.62%
USD 9,670 12,189 26.05%JPY 112 116 3.76%EUR 12,810 16,821 31.32%
USD 484.91 692.85 42.88%JPY 281.23 276.93 -1.53%EUR 57.54 70.56 22.62%Lainnya 56.03 67.20 19.93%Total 879.71 1,107.54 25.90%
Tabel 8. Perubahan Utang Valas
Perubahan kurs terhadap IDR
Outstanding in IDR (tr)
Sumber : DJPU, diolah
Sumber : DJPU, Bank Indonesia - diolah
Delta Cost (miliar IDR)
2012 2013
1 SPN 10 bps 122.75 122.75
2 Libor 6 m 10 bps 146.76 204.01
No Jenis Bunga Perubahan
Tabel 6. Sensitifitas Biaya Utang
Sumber : DJPU, diolah
Pg. 13 Pengelolaan Risiko Utang
Namun dengan adanya depresiasi mata uang Rupiah terhadap 3 mata uang asing
tersebut (USD naik 26,05%, JPY naik 3,76% dan EUR naik 31,325) maka outstanding utang
dalam nominal Rupiah mengalami peningkatan yang signifikan untuk utang USD (naik 42,88%)
dan EUR (naik 22,62%), sementara utang JPY (turun 1,53%) penurunannya ter-offset
depresiasi nilai tukar IDR-JPY. Secara keseluruhan outstanding utang valas mengalami
kenaikan sebesar 25,90% atau sekitar Rp227,83 triliun. Secara rinci perubahan utang valas
untuk setiap mata uang utama dapat dilihat pada tabel 8.
Utang valas Pemerintah didominasi
oleh utang dalam valuta USD dan JPY. Dengan
adanya penurunan utang JPY baik original
currency maupun dalam ekuivalen rupiah
menyebabkan porsi utang JPY terhadap total
utang valas menjadi turun dari 32% di tahun
2012 menjadi 25% di tahun 2013. Sementara
itu dengan adanya peningkatan mata uang
outstanding baik dalam original currency
maupun dalam ekuivalen rupiah menyebabkan
porsi utang USD terhadap total utang valas
menjadi naik dari 55% di tahun 2012 menjadi 62% di tahun 2013. Bila dilihat dari sisi instrumen
terjadi peningkatan yang signifikan atas porsi SBN valas dari total utang valas dari 30,19% di
tahun 2012 menjadi 36,06% di tahun 2013 yang disebabkan oleh operasi penerbitan SBN
valas di tahun 2013. Penambahan porsi SBN dalam portofolio utang valas membawa
konsekuensi pengelolaan utang valas yang lebih fleksibel karena sifatnya yang dapat
diperdagangkan, sehingga lebih mudah untuk mengelola utang berbasis pasar. Selain itu,
dengan semakin besarnya porsi SBN dalam portofolio utang valas, akan lebih memudahkan
pengelolaan administrasinya (pembukuan dan settlement).
Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat
bahwa perubahan kurs dapat menyebabkan
perubahan outstanding utang yang cukup
signifikan. Peningkatan kurs USD yang
merupakan porsi terbesar pada portofolio
utang valas sebesar Rp100,- akan
menyebabkan outstanding utang berubah
sebesar Rp5,68 triliun di tahun 2013. Hal ini meningkat bila dibandingkan kondisi akhir tahun
2012 yang besarnya Rp5,01 triliun.
Sumber : DJPU, diolah
Sumber : DJPU,diolah
2012 2013USD 100 rupiah 5.01 5.68JPY 1 rupiah 2.51 2.38EUR 100 rupiah 0.45 0.42
Tabel 9. Sensitivitas Nilai TukarJenisValas
Change ofSensitifitas
55%62%
32%
25%7%
6%
30 %36%
70%
64%
0
200
400
600
800
1,000
1,200
2012 2013
Grafik 20Outstanding Utang Valas
USD JPY EUR Lainnya SBN Pinjaman2012 2013
Pg. 14 Pengelolaan Risiko Utang
0
50
100
150
200
250
1yr
2yr
3yr
4yr
5yr
6yr
7yr
8yr
9yr
10yr
11yr
12yr
13yr
14yr
15yr
16yr
17yr
18yr
19yr
20yr
21yr
22yr
23yr
24yr
25yr
26yr
27yr
28yr
29yr
30yr
>30
yr
Trilliun IDR Grafik 23Maturity Profile Utang
SBN '12
Pinjaman '12
SBN '13
Pinjaman '13
RISIKO PEMBIAYAAN KEMBALI
Risiko pembiayaan kembali (refinancing) adalah potensi naiknya tingkat biaya utang
pada saat melakukan pembiayaan kembali, atau bahkan tidak dapat dilakukan refinancing
sama sekali yang akan meningkatkan beban pemerintah dan/atau mengakibatkan tidak
terpenuhinya kebutuhan pembiayaan Pemerintah. Risiko refinancing terutama disebabkan oleh
jumlah utang yang jatuh tempo dalam jumlah besar terjadi secara bersamaan, sehingga akan
meningkatkan jumlah penerbitan/penarikan utang dan meningkatkan Yield yang diminta
investor/lender. Indikator risiko refinancing yang paling sederhana dan jelas adalah maturity
profile portofolio utang, khususnya untuk tenor jangka pendek. Maturity profile yang tersebar
merata akan kurang berisiko dibandingkan maturity profile yang terkonsentrasi pada satu
periode waktu tertentu. Akibat adanya kegiatan penerbitan SBN, penarikan pinjaman serta
pembayaran cicilan pokok utang terjadi perubahan struktur maturity profile untuk tahun 2012
dan tahun 2013. Sebaran maturity profile portofolio utang untuk tahun 2013 dibandingkan
dengan kondisi tahun 2012 dapat dilihat pada grafik 23.
Dari grafik 23 menunjukkan adanya jatuh tempo utang yang sangat tinggi di tahun
2014 (1 tahun dari 2013) yaitu sebesar Rp204,81 triliun. Tinggi jatuh tempo utang di tahun
2014 disebabkan oleh adanya SBN valas yang jatuh tempo sebesar USD1,95 miliar serta
tingginya penerbitan SPN di tahun 2013. Terdapat peningkatan jatuh tempo utang untuk
hampir semua tenor yang disebabkan oleh hasil operasi pembiayaan utang di tahun 2013 yaitu
melalui penerbitan SBN. Selain itu depresiasi rupiah terhadap mata uang asing juga
menyebabkan kenaikan jatuh tempo utang valas.
Sumber : DJPU, diolah
Pg. 15 Pengelolaan Risiko Utang
Untuk melihat kondisi refinancing risk
secara keseluruhan dapat tergambar melalui
angka rata-rata jatuh tempo (average to
Maturity/ATM) portofolio utang. ATM portofolio
utang menggambarkan seberapa panjang
masa pelunasan dari portofolio utang.
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat terjadinya
kenaikan risiko refinancing dimana ATM utang
pada tahun 2013 sedikit menurun yaitu dari
9,89 tahun di tahun 2012 menjadi 9,69 tahun di
tahun 2013. Baik portofolio Pinjaman maupun
SBN mengalami penurunan. Portofolio SBN
mengalami penurunan ATM disebabkan oleh
penerbitan SBN 2013 yang lebih
mengutamakan SBN yang bertenor pendek/menengah khususnya untuk SBN valas dan tidak
adanya penerbitan baru untuk SBN seri VR dan SU/SRBI.
.
Sumber : DJPU, diolah
SBN
SPN & ZC 24.28 0.35 42.68 0.38
FR 610.39 11.51 751.27 11.65
VR 122.75 5.09 122.75 4.08
I'ntl Bonds 264.91 11.24 399.40 10.80
IFR 62.84 7.55 78.54 8.57
SU dan SRBI 240.14 15.54 234.87 14.69
SDHI 35.78 4.36 31.53 3.88
Total SBN 1,361.10 11.02 1,661.05 10.73
Pinjaman 616.61 7.39 710.36 7.26
Total Utang 1,977.71 9.89 2,371.42 9.69
ATM (tahun)
Tabel 9. Average Time To MaturityDes 2012
Outstanding(triliun IDR)
Des 2013Outstanding(triliunIDR)
Keterangan ATM(tahun)
Pg. 16 Strategi Pengelolaan Risiko Utang
F. Strategi Pengelolaan Risiko UtangUntuk memitigasi risiko pasar dalam pengelolaan utang, selama tahun 2013 beberapa haltelah dilakukan Pemerintah, diantaranya:
Pemerintah melakukan strategi shortening duration SBN selama tahun 2013. Hal ini
dapat di lihat dari realisasi penerbitan SBN, dimana sekitar 64,0% dari target APBN-P
yang diterbitkan memiliki tenor kurang dari atau sama dengan 10 tahun.
Selama tahun 2013, Pemerintah telah melakukan transaksi debt switch sebanyak 3
(tiga) kali dengan total nominal SBN sebesar Rp1,97 triliun dan melakukan transaksibuyback sebanyak 5 (lima) kali dengan total nominal SBN sebesar Rp1,55 trilliun.
Pada umumnya, instrumen SBN yang ditukarkan ataupun yang dibeli kembali adalah
yang memiliki tingkat bunga tetap, relatif memiliki tenor yang pendek, dan kurang
likuid, sehingga dapat mengurangi risiko tingkat bunga dalam pengelolaan portofolio
utang Pemerintah.
Sekitar 81,8% dari seluruh penerbitan SBN memiliki currency Rupiah dan sisanya
dalam mata uang USD (18,2% dari total realisasi penerbitan SBN). Hal ini telah
sesuai dengan strategi tahunan yang merekomendasikan penerbitan SBN mayoritas
dalam rupiah di pasar domestik.
Pemerintah telah menyiapkan infrastruktur untuk melakukan transaksi Lindung Nilai
Utang Pemerintah. Pada tahun 2013 persiapan landasan hukum yang mendasari
transaksi Lindung Nilai Pemerintah telah selesai dilaksanakan. Infrastruktur lainnya
seperti Kebijakan Linduing Nilai, Kebutuhan Lindung Nilai, Standar Akuntansi
Pemerintahan terkait Transaksi Lindung Nilai serta infrastruktur IT direncanakan akan
disiapkan pada tahun 2014.
Adanya Crisis Management Protocol (CMP) pasar SBN dimana didalamnya termasuk
Bond Stabilization Framework (BSF) untuk mendeteksi kondisi krisis di pasar SBN.
Pada tahun 2013 Pemerintah telah menerapkan level waspada pada tanggal 11 Juni
2013 terkait dengan perkembangan Pasar SBN domestik.
Adanya fasilitas pinjaman kontinjensi (pinjaman siaga) sejumlah USD5.0 milliar untuk
mengantisipasi krisis yang berasal dari World Bank (USD 2,0 milliar), ADB (USD 0,5
milliar), JBIC (USD1,5 milliar) dan Australia Treasury (USD 1,0 milliar).
Pg. 17 Perkembangan Indikator Risiko Utang
G. Perkembangan Indikator Risiko PortofolioUtang 5 (Lima) Tahun Terakhir
Indikator Risiko 2009 2010 2011 2012 2013
Outstanding (Rp milliar) 1,590.66 1,681.65 1,808.95 1,977.71 2,371.39Loan 611.20 617.25 621.29 616.61 710.34SBN 979.46 1,064.40 1,187.66 1,361.10 1,661.05
Rasio variable rate 21.99 20.29 18.83 16.19 16.02Refixing rate 28.15 26.08 25.85 22.41 23.20
Rasio utang FX terhadapPDB
13.42 12.05 10.99 10.67 12.18
Rasio utang FX terhadapTotal Utang
47.42 46.17 45.10 44.48 46.70
Komposisi currecy Utang- IDR 52.58 53.69 54.88 55.52 53.30- USD 21.16 21.27 22.23 24.52 29.22- JPY 17.35 17.70 16.69 14.22 11.68- EUR 5.07 3.86 3.06 2.91 2.98- Lainnya 3.84 3.49 3.13 2.83 2.83
Matured in 1 year 7.57 7.06 8.15 7.16 8.64Matured in 3 year 20.29 20.82 22.66 21.46 21.76Matured in 5 year 33.17 34.15 34.57 32.26 33.37Average time to maturity (tahun)Loan 7.56 7.58 7.30 7.39 7.26SBN 10.96 10.54 10.37 11.02 10.73Total 9.66 9.45 9.31 9.89 9.69
Refinancing Risk (%)
Exchange rate Risk (%)
Interest rate risk (%)
Pg. 18 Kesimpulan
G. KesimpulanKESIMPULAN
Portofolio utang Pemerintah sangat dipengaruhi kondisi ekonomi domestik dan kondisi
ekonomi global serta kebijakan moneter dari negara-negara maju khususnya US Federal
Reserve terkait dengan rencana tapering quantitative easing. Sebagai akibat dari faktor-faktor
tersebut, menyebabkan outstanding portofolio utang dan risiko portofolio utang meningkat.
Peningkatan defisit APBN dan depresiasi Rupiah menjadi faktor yang menyebabkan
meningkatnya outstanding utang dan rasio utang terhadap PDB.
Untuk mengurangi kerentanan portofolio utang diperlukan pengelolaan risiko yang lebih
kompherensif dengan menggunakan kebijakan liability management dan penggunaan
transaksi lindung nilai. Selain hal tersebut dilakukan pemilihan instrument utang atau
komposisi pembiayaan yang mempunyai eksposur risiko yang lebih rendah. Hal lain yang perlu
dilakukan adalah memperdalam pasar SBN domestik sebagai penyedia pembiayaan yang
lebih rendah risiko dibandingkan sumber-sumber pembiayaan dari pasar internasional.
top related