kode etik kedokteran

Post on 19-Dec-2015

63 Views

Category:

Documents

3 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

kode etik

TRANSCRIPT

PARIPURNA : PBL 3

KELOMPOK B4

Skenario Dasar Anda kebetulan menjadi dokter polisi yang

ditemaptkan di daerah yang rawan terorisme. Pada suatu hari anda dipanggil oleh kasat serse untuk menemani dia memeriksa seorang tersangka. Tersangka adalah seorang laki-laki muda yang diduga telah meletakkan sebuah bom dipasar. Bom diduga akan diletakkan pada siang hari pada saat pasar sedang ramai-ramainya, tetapi saat ini polisi belum mengetahui dimana diletakkannya bom tersebut. Oleh karena itu polisi akan melakukan interogasi si tersangka dengan cara “agak keras” agar dapat memperoleh pengakuan tentang letak bom tersebut. Pada acara tersebut anda diminta menjadi penasehat petugas reserse yang akan “menjaga” keseharan tersangka.

Skenario B4

Seorang laki-laki yang diduga meletakkan bom, di interogasi dengan cara yang agak keras, seperti ditampar pipi kanan dan kiri, dipukul diperut, dan ditendang.

Aspek Hukum Pernyataan Universal tentang Hak Asasi

manusia Konvensi Internasional tentang Hak-hak

sipil dan Politik Konvensi Anti Penyiksaan dan Perlakuan

atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat

Aspek Hukum Pasal Umum 3 menyatakan :

“perbuatan-perbuatan berikut dilarang dan akan selalau dilarang kapanpun dan dimanapun kekerasan yang membahayakan kehidupan dan manusia khususnya pembunuhan makhluk hidup, pemotongan anggota badan, perlakuan kejam dan penyiksaan penghinaan terhada harga diri seseorang khususnya mempermalukan dan perlakuan yang merendahkan martabat”

DOKPOL Penerapan ilmu pengetahuan dan

teknologi kedokteran untuk kepentingan tugas kepolisian.

Termasuk : Kedokteran Forensik Forensik Klinik, Psikiatri Forensik, Kedokteran Gigi Forensik, Biomolekuler Forensik, Medikolegal, Toksikologi Forensik, Kedokteran Gawat Darurat, Kesehatan Lapangan, Kedokteran Lalu Lintas,dll.

DOKPOL

Dasar Hukum :

Bab III Pasal 14 ayat 1 butir (h) UU No. 2 tahun 2002

Undang-undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI (Pasal 14)

DOKPOL

Peran dan Fungsi:

Meliputi : Unit Kedokteran Forensik (Doksik) Unit Kesehatan, Keamanan dan Ketertiban

Masyarakat (Keskamtibmas) Unit Intel Pengamanan Medik (Intelpammedik) Laboratorium DOKPOL

Reserse Dasar Hukum Tehnis Reskrim Undang-undang Republik Indonesia no 8. Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana, L.N. tahun 1981 no. 76 T.LN. no. 3209.

Undang-undang Republik Indonesia no 2. Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/1674/XI/1998 tanggal 23 November 1998 tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Induk Reserse Polri.

Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/1205/IX/2000, tentang Revisi Himpunan Juklak dan Jugnis Proses Penyidikan Tindak Pidana.

Reserse

Tugas Pokok : Tugas pokok Reserse Polri adalah melaksanakan

penyelidikan, penyidikan dan koordinasi serta pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berdasarkan UU no 8 tahun 1981 dan peraturan perundangan lainnya.

Reserse

Fungsi Reserse : Menyelenggarakan segala usaha, kegiatan dan

pekerjaan yang berkenaan dengan pelaksanaan fungsi Reserse Kepolisian dalam rangka penyidikan tindak pidana sesuai dengan UU yang berlaku, dan sebagai korwas PPNS serta pengelolaan Pusat Informasi Kriminil.

Perihal Interogasi Kewajiban dan Kode Etik Penegak Hukum

Dalam Melakukan Interogasi :

1. Petugas Penegak Hukum selalu memenuhi kewajiban yang diberikan kepada mereka sesuai dengan hukum dengan semua anggota masyarakat dan tindakan pelanggaran hukum, konsisten dengan tanggung jawabnya sebagaimana disyaratkan profesinya.

Perihal Interogasi

2. Dalam melaksanakan kewajiban mereka, Petugas Penegak Hukum harus menghormati dan melindungi harkat dan martabat manusia dan memelihara dan menegakkan hak-hak asasi setiap orang.

3. Petugas Penegak Hukum dapat menggunakan kekuatan hanya jika sangat diperlukan dan sejauh diperlukan untuk melakukan kewajibannya.

4. Masalah-masalah bersifat rahasia yang diketahui oleh Petugas Penegak Hukum harus tetap dijaga kerahasiaannya kecuali pelaksanaan kewajiban atau kebutuhan peradilan mengharuskan sebaliknya.

Perihal Interogasi

5. Setiap Petugas Penegak Hukum tidak diperbolehkan terlihat melakukan atau mentolerir setiap tindakan penyiksaan atau tindak kekerasan lainnya, perlakuan atau hukuman yang tidak dibenarkan memberikan alasan perintah atasan atau kondisi terpaksa seperti situasi perang atau ancaman perang, ancaman terhadap keamanan nasional, ketidakstabilan politik dalam negeri, atau keadaan darurat masyarakat lainnya sebagai pembenaran tindakan penyiksaan atau kekerasan lainnya. Perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi atau merendahkan harkat dan martabat manusia.

Perihal Interogasi

6. Petugas Penegak Hukum harus menjamin perlindungan penuh, kesehatan orang-orang yang ada dalam perlindungannya dan secara khusus harus mengambil tindakan segera untuk mendapatkan bantuan medis jika diperlukan.

7. Petugas Penegak Hukum tidak dibenarkan melakukan korupsi. Mereka juga harus melawan dan memberantas tindakan tersebut.

8. Petugas Penegak Hukum harus menghormati undang-undang dan kode etik. Mereka harus mencegah dan menentang setiap pelanggaran hukum dan kode etik.

Perihal Interogasi

Tindakan Pemeriksaan (Pasal 27:2)

Petugas Dilarang:

g) melecehkan, merendahkan martabat dan/atau tidak menghargai hak terperiksa;

h) melakukan kekerasan atau ancaman kekerasanan baik bersifat fisik atau psikis dengan maksud untuk mendapatkan keterangan, informasi atau pengakuan;

Perihal Interogasi Penggunaan Kekerasan dalam Pemeriksaan:

Hanya boleh dilakukan setelah upaya persuasif tidak berhasil

Hanya untuk tujuan-tujuan perlindungan dan penegakan HAM secara proporsional dengan tujuan yang sah

Diarahkan untuk memperkecil terjadinya kerusakan dan luka, baik bagi petugas maupun bagi masyarakat

Digunakan hanya apabila benar-benar diperlukan dan untuk penegakan hukum

Perihal Interogasi Penggunaan Kekerasan dalam Pemeriksaan:

Penggunaan kekerasan harus sebanding dengan pelanggaran dan tujuan yang hendak dicapai

Harus meminimalisasi kerusakan dan cedera serta memelihara kehidupan manusia.

Harus memastikan bahwa bantuan medis dan penunjangnya diberikan kepada orang-orang yang terluka atau terkena dampak pada waktu sesegera mungkin.

Harus memastikan bahwa sanak keluarga atau teman terdekat yang terluka atau terkena dampak diberitahu sesegera mungkin.

Perihal Interogasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan

Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

(Resolusi No. 39/46 disetujui oleh Majelis Umum pada 10 Desember 1984)

BAB 1 Pasal 1:1

Perihal Interogasi BAB 1 Pasal 1:1 : Untuk tujuan Konvensi ini, istilah “penyiksaan” berarti setiap

perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi, apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat pemerintah. Hal itu tidak meliputi rasa sakit atau penderitaan yang timbul hanya dari, melekat pada, atau diakibatkan oleh sanksi hukum yang berlaku.

Perihal InterogasiBeberapa contoh teknik-teknik dalam penyiksaan: memukul pada telapak kaki Electric shock/sengatan listrik pada alat genital/kelamin dan

puting pemerkosaan penyelaman dalam air hingga hampir lemas mengikat kantung plastik di kepala hingga hampir sesak

napas dibakar      dicambuk jarum disisipkan di bawah kuku mutilasi tergantung dengan kaki atau tangan untuk waktu yang lama

Perihal Interogasi

Hukum HAM internasional juga melarang tindakan yang tidak didefinisikan sebagai penyiksaan karena tindakan tersebut menimbulkan “less severe physical or mental painBeberapa contoh dari hal tersebut antara lain: Dipaksa untuk berdiri menyebar telentang di dinding;Menjadi sasaran lampu terang atau kegelapan akibat mata ditutup sesuatu;Menjadi sasaran suara keras terus menerus;Menjadi kekurangan tidur, makanan atau minuman;Menjadi sasaran berdiri konstan paksa atau berjongkok.

Perihal InterogasiKeterlibatan Dokter

Para dokter sedunia sudah merumuskan sikap mereka dengan “pernyataan Tokyo” di tahun 1975 :

Pasal 1:

Dokter tidak akan menyetujui, membiarkan atau mengambil bagian dalam tindakan penyiksaan atau bentuk-bentuk lain prosedur yang kejam, tidak berperikemanusiaan dan merendahkan martabat manusia, apa pun juga pelanggaran yang disangkakan, dituduhkan atau dipersalahkan pada korban, dan apa pun kepercayaan atau motif si korban itu. Hal ini berlaku dalm segala situasi, termasuk bentrokan senjata dan perang saudara.

Perihal Terorisme Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Republik Indonesia ( PERPU ) no. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pasal : 6,9,10,11,12,13,14,15,27,28 Pasal 28 :

Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) untuk paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam.

Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia adalah seprearangkat hak

yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Mha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati,dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demikehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

(UU HAM 1:1)

Hak Asasi Manusia Pasal 1 (1-7) Pasal 3 (1-3) Pasal 4 Pasal 5 (1-3) Pasal 9 (1-3) Pasal 17 Pasal 18 (1-5) Pasal 33 (1-2) Pasal 34 Pasal 69 Pasal 70 Pasal 73 Pasal 74

(BACA SENDIRI)

Hak Asasi Manusia Aspek Hukum Tersangka

KUHAP Pasal 1 No. 14 (definisi tersangka)

KUHAP Pasal 1 No. 14 (tentang penahanan)

KUHAP No. 8 th 1981(BAB VI KUHAP, Pasal 50-68) Pasal 58 :

Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak meng hubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak.

Ketertiban Umum Sesuai dengan dasar hukum Undang-

undang RI no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Hak , Kewajiban dan Peran Masyarakat.

Pasal 5 (1-3) Undang-undang RI No 9 Tahun 1998

tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.

Pasal : 1,6,7

Kode Etik KedokteranDalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama yaitu:

Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination).

Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien.

Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “ do no harm”.

Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice)

Kode Etik Kedokteran

Kode Etik Kedokteran Indonesia:

(Yang berkaitan dengan kasus diatas)

Pasal 7a, 7b, 7c, 12, 13, 14, 15

Aspek Sosial : Pasal 6, 7d, 8, 9

(Baca Sendiri)

Terima Kasih

top related