kinerja pengawasan dinas peternakan dan …/kinerja... · perikanan (disnakkan) kabupaten boyolali...
Post on 06-Mar-2019
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KINERJA PENGAWASAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
(DISNAKKAN) KABUPATEN BOYOLALI
BOYOLALI PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN DI KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2011/2012
SKRIPSI
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
Disusun oleh:
SISTI SETYOWATI D 0106121
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
مسئوال آان أولئك آل والفؤاد والبصر السمع إن علم به لك ليس ما تقف وال
Artinya : “ Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan
sebagai kabar gembira bagi kemenanganmu, dan agar tentram hatimu karenanya.
Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah”
راء) (٣٦ : اإلس
Ujian bagi orang sukses bukan kemampuan untuk mencegah munculnya masalah,
melainkan bagaimana ia menghadapi dan menyelesaikan masalah yang muncul
(David J. Schwarth)
Tiada manusia yang berjaya dalam semua yang dilakukannya dan kewujudan kita
ini sebenarnya mesti menempuh kegagalan. Yang penting ialah kita tidak menjadi
lemah semasa kegagalan itu terjadi dan kekalkan usaha hingga ke akhir hayat.
(Joseph Conrad)
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba karena di
dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan
untuk berhasil.
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Allah SWT, yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
Skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Suami “Peka Nofiyanto Bakhtiar, S.Si.T“ dan Anak “Bianca Nesha
Aurekaisy” tercinta yang paling aku sayangi dan memberikan semangat dan
dukungan kepada penulis.
3. Orang tua saya ”Intihan dan Sri Mulyani” yang telah membesarkan dan
memberikan kasih sayang yang tidak henti-hentinya.
4. Adik-adik ku tersayang “Anto Heri Prasetyo dan Linda Ahan Sari” yang
memberikan dukungan kepada penulis.
5. Sahabat-sahabatku seperjuangan di Universitas Sebelas Maret baik angkatan
’06 (Luqminati, Adhi, Dipho, Fajar, Anggia, Sari, dll) maupun adik-adik
angkatan (Lutfi, Erista, Erliana, Nein, Arinda, Trisa, Ria, dll) yang sudah
memberikan support dan memberikan kenang-kenangan yang tidak terlupakan
kepada penulis.
6. Almamater tercinta jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu‘alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Sholawat serta
salam terjunjung kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Penulis sangat bersyukur
karena dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan sesuai yang diharapkan.
Skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan S-1 tercinta Jurusan Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulisan skripsi dengan judul ”Kinerja Pengawasan Dinas Peternakan dan
Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali Pada Rumah Potong Hewan Di
Kabupaten Boyolali Tahun 2011/2012” tidak terlepas dari bantuan, bimbingan,
arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi dukungan
dalam masa perkuliahan.
2. Drs. Is Hadri Utomo, M.Si, selaku Ketua Prodi Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dra. Sri Yuliani, M.Si, selaku pembimbing akademik yang telah
mencurahkan perhatian, nasehat dan bimbingan akademik kepada penulis.
4. Drs. Agung Priyono, M.Si, selaku Pembimbing yang telah mencurahkan
perhatiannya dengan tulus dan ikhlas serta penuh kesabaran dalam
membimbing dan mengarahkan hingga tersusunnya skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
5. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mendidik dan
memberikan ilmu selama masa studi.
6. Bapak Drs Sudarsono M.Si selaku kepala Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Boyolali dan Drs. Joko Sularso, M.Si selaku kepala UPT RPH
Ampel yang telah memberi ijin dan bantuan dalam pelaksanaan
penelitian.
7. Pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali dan UPT
RPH Ampel yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.
8. Keluarga dan teman-teman saya telah memberi dukungan kepada saya.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Sebagai akhir kata, dengan segala kerendahan hati penyusunan skripsi ini
masih jauh dari sempurna karena keterbatasan yang penulis miliki, untuk itu
segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari para
pembaca. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI .......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
ABSTRAK ........................................................................................................ xiii
ABSTRACT ........................................................................................................ xiv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Kinerja ......................................................... 11
B. Pengawasan ............................................................................... 29
C. Kinerja Pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAK-
KAN) Kabupaten Boyolali ........................................................ 38
D. Kerangka Berpikir ..................................................................... 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................... 44
B. Lokasi Penelitian ...................................................................... 45
C. Sumber Data ............................................................................ 45
D. Teknik Penentu Informan ........................................................ 46
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 47
F. Validitas Data ........................................................................... 49
G. Teknik Analisa Data ................................................................. 51 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali .................................... 55
B. Gambaran Umum Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAK-
KAN) Kabupaten Boyolali ......................................................... 57
C. Gambaran Umum Rumah Pemotongan Hewan Negeri
(Pemerintah) di Kabupaten Boyolali ........................................ 83
D. Gambaran Umum Rumah Pemotongan Hewan Swasta di
Kabupaten Boyolali .................................................................. 95
E. Kegiatan Pengawasan Pada Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Boyolali pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di
Kabupaten Kabupaten Boyolali Tahun 2011/2012 ................... 97
F. Evaluasi Dalam Pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan di
Kabupaten Boyolali .................................................................. 135
G. Kinerja Pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan di
Kabupaten Boyolali pada Rumah Pemotongan Hewan Dalam
Menangani Kasus Praktek Pengglonggongan Sapi Potong ...... 143
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 149
B. Saran ......................................................................................... 151
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 (4.1) Jumlah Pegawai Menurut Kualifikasi Pendidikan .................... 81
Tabel 2 (4.2) Jumlah Pegawai Menurut Kualifikasi Jabatan .......................... 83
Tabel 3 (4.3) Data Pemotongan Sapi Potong di Kabupaten Boyolali
Tahun 2011 .................................................................................. 101
Tabel 4 (4.4) Data Pemotongan Sapi dan Pengiriman dan Penerimaan Retribusi
di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 – 2012 ................................. 102
Tabel 5 (4.5) Data Sampel BAH Sesuai Jadwal Lokasi dan Jumlah Petugas ... 107
Tabel 6 (4.6) Data Laboratorium Yang Diambil Sampelnya dan Hasil Pengujian
Daging Sapi ................................................................................ 110
Tabel 7 (4.7) Program Peningkatan Hasil Produksi Peternakan Bagi Tenaga
Pengawas ..................................................................................... 115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 (4.1) Hubungan Ekonomi .............................................................. 24
Gambar 2 (4.2) Hubungan Efisiensi .............................................................. 25
Gambar 3 (4.3) Hubungan Efektivitas ........................................................... 25
Gambar 4 (2.2) Kerangka Berfikir ................................................................. 43
Gambar 5 (7.1) Komponen-Komponen Analisa Model Interaktif Menurut
H.B Sutopo .......................................................................... 51
Gambar 6 (4.1) Bagan Struktur Organisasi Disnakkan Boyolali .................. 60
Gambar 7 (4.2) Bagan Struktur Organisasi UPT. RPH Ampel .................... 83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
ABSTRAK
SISTI SETYOWATI, D0106121, Kinerja Pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali pada Rumah Pemotongan Hewan di Kabupaten Boyolali Tahun 2011/2012, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja pengawasan pada Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kabupaten Boyolali Tahun 2011/2012.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Penelitian ini digunakan teknik penentuan informan dengan purposive sampling yaitu dengan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Analisis data yang digunakan menggunakan analisis model interaktif. Hasil penelitian disimpulkan bahwa kinerja Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN) Kabupaten Boyolali dalam pengawasan Rumah Pemotongan Hewan tergonggong dilihat dari input, output dan income buruk. Hal ini dikarenakan banyaknya temuan-temuan yang ada di lapangan baik Disnakkan Boyolali, UPT, RPH Ampel dan pejagal atau RPH swasta yang melakukan pelanggaran, yaitu masih ditemukannya daging glonggongan di pasar tradisional wilayah Boyolali, kurangnya pengawasan secara rutin tentang beredarnya daging glonggongan karena pengawasan dilakukan hanya kalau mendekati hari-hari besar keagamaan saja. Hal ini dapat dilihat dari : (1) Indikator input : kinerja pengawasan Disnakkan Boyolali tergolong kurang baik karena program kegiatan pengawasan dalam pengambilan daging dan BAH baru dapat terealisasi pada RPH swasta dan di pasar; sumber daya manusia yang belum ideal, terdapatnya siswa anggaran; (2) Indikator output : kinerja pengawasan tergolong buruk karena UPT. RPH Ampel dalam realisasi pemotongan sapi potong belum mencapai target yang diberikan pemerintah daerah, pemotongan sapi tidak sesuai dengan prosedur, dalam memberikan SKKD untuk sapi-sapi yang di UPT. RPH Ampel tidak hanya diberikan pada daging kering (sapi tanpa diglonggong) namun diberikan pada daging semi (sapi diglonggong jumlah sedikit) dan daging basah (sapi diglonggong jumlah banyak), hasil uji organoleptik pada pengambilan sampel BAH yang dilakukan ternyata positif terjadi eber; (3) Indikator outcome : kinerja pengawasan Disnakkan Boyolali digolongkan buruk karena kegiatan pngawasan rutin pengambilan sempel daging di RPH belum dapat terealisasi, sosialisasi hanya dapat dilaksanakan 3 kali pada tahun 2011, dan jeratan hukum bagi orang-orang yang mengglonggong sapi tergolong sangat ringan, sehingga tidak ada efek jera.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRACT
SISTI SETYOWATI, D0106121, Monitoring the performance of Animal Husbandry and Fisheries Boyolali at slaughterhouses in Boyolali Year 2011/2012, Thesis, Administration Science. Social and Politic Science Faculty. Sebelas Maret University Surakarta, 2012.
The purpose of this study was to determine the performance of supervision at the Department of Animal Husbandry and Fisheries (Disnakkan) Cutting Boyolali in Animal House (RPH) in Boyolali Year 2011/2012.
Types of research used in this study is the kind of qualitative descriptive study. Source of data used in this study is the source of primary data and secondary data sources. This study used the technique of determining the informant with a purposive sampling to select informants who know and can be trusted to be a source of data. Analysis of the data used to use an interactive model analysis.
The study concluded that the performance of Animal Husbandry and Fisheries (DISNAKKAN) Boyolali in the supervision of slaughterhouses tergonggong seen from the input, output and income poor. This is because many of the findings in the field either Disnakkan Boyolali, UPT, RPH RPH Ampel and pejagal or private commits an offense, which is still found in traditional meat glonggongan Boyolali area, lack of supervision on a regular basis about the circulation of meat because of the supervision carried glonggongan only when approaching the day-religious holidays only. It can be seen from: (1) Input indicators: performance monitoring Boyolali Disnakkan quite poor due to program oversight activities in flesh and making new BAH RPH can be realized in private and in the market of human resources that have not been ideal, the presence of the student budget: (2) Output indicators: monitoring the performance of relatively poor because of UPT. RPH Ampel in the realization of cuts of beef cattle has not reached the targets provided by local government, not cattle slaughtering in accordance with the procedures, in providing SKKD for cows in UPT. RPH Ampel not only given to the dried meat (beef without diglonggong) but given the semi meat (beef diglonggong small amounts) and wet meat (beef diglonggong quantities), the results of organoleptic tests on sampling conducted BAH occurred eber were positive, (3) Outcome indicators: performance monitoring Boyolali Disnakkan bad classed as routine activities taking Sempel pngawasan RPH meat can not be realized, socialization can be achieved only three times in 2011, and legal entanglement for the people who mengglonggong cows classified as very light, so no deterrent effect.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang
sehat dan sejahtera, mendorong adanya tuntutan akan kebutuhan pangan yang
sempurna. Pangan yang sempurna mencakup komposisi gizi yang seimbang
antara karbohidrat sebagai sumber energi, dan protein sebagai zat sumber
pertumbuhan badan. Kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dengan
mengonsumsi bahan pangan dari tumbuh-tumbuhan sedang konsumsi protein
hewani diperoleh dari hewan ternak yang dipelihara dengan sehat
(mediaindonesia.com).
Kota Boyolali, sebagai sentral produksi sapi perah dan sapi potong di
Jawa Tengah memiliki potensi luar biasa dalam menyediakan kebutuhan
protein hewani. Populasi sapi potong di Kabupaten Boyolali pada akhir tahun
2009 tercatat sebanyak 88.910 ekor (Disnakan Boyolali, 2011). Sedangkan
kebutuhan protein hewani, yaitu yang berasal dari telur, ikan dan daging
unggas dan non unggas masyarakat Boyolali sebesar 6,96 gram/kapita/hari
pada tahun 2009. Produksi daging sapi di Kabupaten Boyolali dihasilkan oleh
seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Boyolali yang berjumlah 19
kecamatan. Produksi tertinggi daging sapi di Kabupaten Boyolali pada tahun
2009 masih dipegang oleh Kecamatan Ampel dengan jumlah produksi daging
sebanyak 7.304.200 kg, hal ini dikarenakan rata-rata penduduk di Kecamatan
Ampel memelihara sapi potong sehingga produksi daging di wilayah ini cukup
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
banyak dan mengungguli 18 Kecamatan lainnya yang terdapat di Kabupaten
Boyolali. Sehingga besarnya populasi sapi potong di Kabupaten Boyolali
seperti diuraikan di atas merupakan potensi bagi Kabupaten boyolali untuk
menyediakan protein hewani bagi masyarakat di luar Kabupaten Boyolali
(Disnakan Boyolali, 2011).
Permintaan daging sapi sebagai sumber utama protein hewani akan
terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya
kesejahteran masyarakat. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kebutuhan
protein hewani juga menjadi penyebab meningkatnya permintaan daging sapi.
Namun peningkatan tersebut tidak sebanding dengan perkembangan populasi
sapi potong. Saat ini terdapat kecenderungan yang menunjukkan semakin
lebarnya kesenjangan antara laju permintaan dan laju penawarannya, terutama
daging sapi, permasalahan utama di dalam upaya pemenuhan kebutuhan
daging sapi nasional adalah ketidakmampuan sektor produksi domestik untuk
mengimbangi laju pertumbuhan konsumsi. Hal ini menyebabkan intensitas
pemotongan juga meningkat, oleh karena itu keberadaan Rumah Pemotongan
Hewan (RPH) sangat diperlukan, yang dalam pelaksanaannya harus dapat
menjaga kualitas, baik dari tingkat kebersihannya, kesehatannya, ataupun
kehalalan daging untuk dikonsumsi. Berdasarkan hal tersebut maka
pemerintah mendirikan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di berbagai daerah
seluruh Indonesia.
Keberadaan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) tersebut maka
prosedur standar operasi pemotongan sapi merupakan hal pokok yang perlu di
perhatikan, seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus sesuai dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pasal 21 Undang-Undang No 6 tahun 1967 dan pasal 22 UU No 6 tahun 1967
yang menjelaskan tentang teknik cara pengawasan dan pemeriksaan ternak
ruminansia atau dalam hal ini dibidang kesmavet. Prosedur standar operasi
pemotongan sapi yang dimaksud adalah alur proses untuk memproduksi
daging sapi yang Aman, Sehat, Umum dan dan Halal (ASUH). Manual
pemotongan sapi potong berdasarkan SK Mentan Nomer 413 Tahun 1992
yakni berisi tentang petunjuk pelaksanan kesehatan masyarakat veteriner
(kesmavet). Kondisi Aman dan Sehat, dapat dilakukan dengan cara memeriksa
kesehatan sapi pada seperti prosedur teknis pemeriksaan sebagai berikut :
(Disnakkan Boyolali, 2011)
a) Ante-mortem yaitu pemeriksaan klinis oleh dokter hewan pengawas
kesmavet pada ternak sebelum disembelih; dan
b) Post-mortem yaitu pemeriksaan oleh dokter hewan atau pengawas teknis
kesmavet terhadap hasil pemotongan ternak (setelah disembelih).
Sedangkan halal atau kehalalan, adalah cara memotong sapi dengan disertai
doa dan prosedur yang sesuai dengan ketentuan agama Islam serta di sembelih
oleh seorang Muslim.
Untuk memenuhi persyaratan ASUH, proses pemotongan sapi
harus dilakukan melalui prosedur dan tahap-tahap proses yang baku (standar).
Standar dan prosedur operasi (S.O.P) pemotongan sapi yang telah ditetapkan
oleh pemerintah harus sesuai dalam pasal 21 Undang-Undang No 6 tahun
1967 dan pasal 22 UU No 6 tahun 1967 yang menjelaskan tentang teknik cara
pengawasan dan pemeriksaan ternak ruminansia atau dalam hal ini dibidang
kesmavet adalah sebagai berikut : (Disnakkan Boyolali 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
a) Pemeriksaan kepala
1) Amati permukaan kepala dan mata.
2) Sayat dan amati perubahan empat kelenjar mandibula, paratoid, lateral
retropharyngeal.
3) Sayat dan amati perubahan otot masticory.
4) Amati perubahan melalui perabaan pada lidah.
5) Pemeriksaan dilakukan oleh seorang inpektor terlatih (keur master)
untuk mengamati perubahan.
6) Bila ada peruban keur master agar melaporekan kepada dokter hewan
kesmavet untuk pengamatan lebih lanjut atau pemeriksaan
laboratorium.
b) Pemeriksaan organ dalam (viscera) dan karkas
1) Pemeriksaan hindquarter (kaki belakang)
(a) Amati bagian belakang, palpasi storal (superficial inguinal) atau
kelenjar susu (suparmammary), kelenjar medial iliac (lymph nodes
iliacus internal).
(b) Amati perubahan ruang dalam rongga tubuh.
2) Pemeriksaan organ dalam (viscera)
(a) Amati perubahan lymph nodes cranial (depan) dan caudal
(belakang) mesenterica.
(b) Amati perubahan dan raba rasakan pada sumbangan
ruminoreticular.
(c) Amati perubahan oesophagus dan limpa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
(d) Sayat dan amati kelenjar paru-paru (caudal, middle, cranial
mediastinal) dan kelenjar tracheobranchial kanan dan kiri.
(e) Amati perubahan dan raba permukaan paru-paru.
(f) Sayat jatung dari apex (atas) kebawah atau menyilang, amati
potongannya dan perubahan bagian dalam.
(g) Amati permukaan paru-paru dan jatung.
(h) Sayat dan amati perubahan kelenjar pada hati dan salurannya
(portal hepatic).
(i) Amati dan raba perubahan permukaan bawah hati dan permukaan
bagian punggung hati.
(j) Bila perubahan cukup mendasar, periksa laboratorium tetapi hati-
hati terhadap penyakit zoonosa seperti antrax stadium awal.
3) Pemeriksaan karkas
(a) Raba scrotal dan kelenjar ambing.
(b) Amati perubahan bagian lumbar (punggung).
(c) Amati dan raba perubahan pada ginjal.
(d) Amati perubahan pilar diagphragma dan peritoneum.
(e) Amati dan raba perubahan diagphragma.
(f) Amati perubahan pleura, potongan permukaan otot dan tulang serta
leher dan exterior karkas.
(g) Bila ada perubahan berarti lakukan tindakan sesuai pedoman
pemeriksaan ante mortem dan post mortem.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Namun saat ini, daging hewan ternak yang dipasarkan di Kabupaten
Boyolali dinilai relatif belum sepenuhnya memenuhi standar kesehatan
sebagai sumber protein hewani. Hal tersebut mungkin karena para peternak
melaksanakan pemotongan hewan sendiri tanpa dilakukan pengecekan
terhadap kesehatan dari hewan ternak yang akan dipotong. Pemotongan hewan
ternak yang sehat, higienis dan aman untuk dikonsumsi seharusnya dilakukan
di sebuah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dengan petugas-petugas yang
memang kompeten dalam bidangnya dan diawasi oleh instansi yang
berwenang. Oleh karena itu, dianggap perlu tersedianya fasilitas pemotongan
hewan ternak yang representatif.
Jadi pemerintah telah mengatur tata cara pemotongan hewan yakni
dengan mewajibkan hewan besar seperti sapi, kerbau, dan lain-lain, dipotong
di Rumah Potong Hewan (RPH). Maksud dari RPH adalah bangunan gedung
beserta sarana dan fasilitasnya yang khusus diperuntukkan melayani
pemotongan hewan. ada dua jenis RPH, yaitu RPH Umum yang melayani
pemotongan hewan besar dan kecil, serta RPH khusus yang hanya melayani
satu jenis hewan potong. RPH, di samping sebagai sarana produksi daging
juga berfungsi sebagai instansi pelayanan masyarakat yaitu untuk
menghasilkan komoditas daging yang sehat, aman dan halal (sah). Umumnya
RPH merupakan instansi Pemerintah. Namun perusahaan swasta diizinkan
mengoperasikan RPH khusus untuk kepentingan perusahaannya, asalkan
memenuhi persyaratan teknis yang diperlukan dan sesuai dengan peraturan
Pemerintah yang berlaku. Pembangunan RPH harus memenuhi ketentuan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
standar lokasi, bangunan, sarana dan fasilitas teknis, sanitasi dan higiene, serta
ketentuan lain yang berlaku. Sanitasi dan higiene menjadi persyaratan vital
dalam bangunan, pengelolaan dan operasi RPH (Diknakkan Boyolali, 2011)
Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN) Kabupaten Boyolali
dalam mengatasi masalah beredarnya daging glonggongan telah melakukan
tindakan-tindakan yakni dengan mengadakan pengawasan menjelang dan saat
bulan Ramadhan. Juga tidak harus menunggu adanya pengaduan dari
masyarakat. Ditambah lagi pengawasan harus dimulai dari Rumah
Pemotongan Hewan atau Rumah Potong Hewan (RPH) baik yang dikelola
pemerintah maupun swasta hingga ke pedagang di pasar. Semua yang akan
dipotong diperiksa dengan teliti, kemudian daging dibekali surat resmi dan cap
yang menandakan daging tersebut sehat dan layak konsumsi dari RPH
(Tempo, September 2009).
Kinerja merupakan gambaran suatu keberhasilan dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab oleh organisasi atau instansi pemerintah. Kinerja
dalam menjalankan fungsinya tidak dapate berdiri sendiri, tapi berhubungan
dengan kepuasan kerja, dipengaruhi oleh keterampilan dan sifat-sifat individu.
Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus
mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui
pekerjaannya. Sehingga sumber daya manusia merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi suatu kinerja organisasi atau instansi pemerintah. Dengan
adanya kinerja dapat diketahui dampak positif dan negatif daari suatu
kebijakan operasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Namun demikian, melihat kenyataan di lapangan dapat diketahui
bahwa kinerja pengawasan di Disnakkan Kabupaten Boyolali belum
menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini dikarenakan masih ditemukannya
daging glonggongan di pasar-pasar tradisional di wilayah Boyolali, belum
adanya Undang-undang yang mengatur tentang tindakan bagi yang melanggar,
dan kurangnya pengawasan secara rutin tentang beredarnya daging
glonggongan karena pengawasan yang selama ini dilakukan hanya kalau
mendekati hari-hari besar keagamaan saja.
Berdasarkan latar belakang di atas, mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian dengan judul : “Kinerja Pengawasan Peternakan dan
Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali pada Rumah Pemotongan Hewan
di Kabupaten Boyolali Tahun 2011/2012”. Aspek kinerja pengawasan dipilih
menjadi fokus kajian sebab diharapkan dapat mengetahui dimanakah peran
Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN) Boyolali sekarang ini terkait
dengan pengawasan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang ada di
Kabupaten Boyolali.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditarik rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu :
”Bagaimana kinerja pengawasan pada Dinas Peternakan dan Perikanan
Boyolali pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kabupaten Boyolali
Tahun 2011/2012?”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Operasional
Mengetahui kinerja pengawasan pada Dinas Peternakan dan Perikanan
Boyolali pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kabupaten Boyolali
Tahun 2011/2012.
2. Tujuan Fungsional
a. Memberikan manfaat bagi peneliti dan pembaca dalam memahami
kinerja pengawasan pada Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali
pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kabupaten Boyolali Tahun
2011/2012.
b. Dapat digunakan sebagai bahan masukkan dan pertimbangan dalam
mengembangkan dan meningkatkan kinerja pengawasan Dinas
Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN) Kabupaten Boyolali.
3. Tujuan Individu
Tujuan penelitian bagi peneliti yaitu untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar sarjana sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poitik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN) kabupaten
Boyolali, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk memperbaiki Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
kabupaten Boyolali dalam pengawasan Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
di Kabupaten Boyolali.
2. Bagi peneliti, penelitian ini nantinya diharapkan mampu meningkatkan
kemampuan peneliti dalam penyusunan tulisan yang bersifat ilmiah.
3. Bagi pihak lain (masyarakat, departemen terkait dan stake holders), hasil
penelitian ini membuat masyarakat dan pihak-pihak terkait memahami
proses pengawasan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kabupaten
Boyolali khususnya dan pengawasan Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
di daerah lain pada umumnya, serta mampu memotivasi untuk
berpartisipasi dalam pengawasan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di
Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Kinerja
1. Pengertian kinerja
Secara etimologis, kinerja adalah sebuah kata yang dalam Bahasa
Indonesia berasal dari kata dasar "kerja" yang menterjemahkan kata dari
bahasa asing prestasi, bisa pula berarti hasil kerja. Sehingga pengertian
kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan (www.wikipedia.com).
Kinerja merupakan salah satu aspek penting dalam organisasi.
Kinerja sering juga disebut sebagai prestasi kerja. Kinerja berasal dari kata
dalam Bahasa Inggris “performance” yang dapat diartikan sebagai
“Penampilan”, “Prestasi”, “Pertunjukkan kerja” dan “Pelaksanaan tugas”.
Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan organisasi adalah kinerja
dari organisasi itu sendiri. Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh
suatu organisasi atau pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau
tingkat keberhasilan dari individu ataupun kelompok individu (organisasi).
Definisi kinerja menurut Mohamad Mahsun (2009 : 25) adalah sebagai
berikut :
”Kinerja (Performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program / kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi”.
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Pendapat Otley dalam Mahmudi (2007 : 6) tentang definisi kinerja
adalah sebagai berikut:
”Kinerja mengacu pada suatu sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil yang telah dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan suatu konstruk yang bersifat multidimensional dan pengukurannya juga bervariasi tergantung pada kompleksitas faktor-faktor pembentuk kinerja tersebut”.
Dari pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja
merupakan hal terkait dengan tingkat pencapaian atau hasil kerja dari
suatu kegiatan yang dilakukan baik individu maupun organisasi.
Menurut Bastian dalam Hessel Nogi Tangkilisan (2005 : 175)
mengemukakan bahwa kinerja adalah merupakan gambaran mengenai
tingkat pencapaian hasil pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi dalam
upaya mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi tersebut.
Senada dengan pendapat Bastian dalam Hessel Nogi tersebut,
Encyclopedia of Publik Administration and Publik Policy Tahun 2003
dalam Yeremias T. Keban (2004 : 193), juga menyebutkan kinerja dapat
memberikan gambaran tentang seberapa jauh organisasi mencapai hasil
ketika dibandingkan dengan pencapaian tujuan dan target yang telah
ditetapkan.
Sedangkan menurut Joko Widodo (2008 : 78) menjelaskan bahwa
kinerja adalah “melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai
dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan”. Kinerja
menurut Joko Widodo pada hakekatnya berkaitan dengan tanggung jawab
individu atau organisasi dalam menjalankan apa yang menjadi wewenang
dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Definisi kinerja yang diungkapkan beberapa ahli ternyata berbeda-
beda, walaupun jika dilihat secara mendalam substansinya sama yaitu
tingkat pencapaian kerja atau hasil kerja dari suatu program. Lebih lanjut
dalam dalam Pedoman Penyusunan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia dalam Joko
Widodo (2008 : 78-79) menyebutkan bahwa kinerja merupakan gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi.
Definisi kinerja juga dikemukakan oleh Rob Patton dalam The
International Journal of Public Sector Management, 16, 5 (2003): 359-72
(dalam www.espress.amu.edu.au/.../bi01.htm) berikut ini performance is
what those people centrally involved in and concerned about an
organisation agree, implicitly and explicitly, to be performance. Defining
performance in this way, of course, detracts from the claim that
performance measurement systems provide objective, reliable and
scientifically valid evidence about what works and what doesn’t in the
public sector. (terjemahan : kinerja adalah apa yang dipusatkan oleh
seseorang dan terkonsentrasi dalam kesepakatan organisasi, yang
ditunjukkan dalam makna yang tersirat maupun tersurat. Definisi kinerja
dalam hal ini tentu saja, diambil dari sistem ukuran kinerja yang dinilai
secara objektif, realistis, dan keilmuan yang sesuai tentang apa yang
dikerjakan dan yang tidak dikerjakan dalam sektor publik).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa kinerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kegiatan atau aktivitas atau progam yang telah direncanakan sebelumnya
guna mewujudkan visi dan misi organisasi, tujuan serta sasaran yang telah
ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu
tertentu.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang
mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Mahmudi
(2007 : 20) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain:
a. Faktor personal / individual, meliputi : pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki setiap individu;
b. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan oleh manajer atau team leader;
c. Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan sesama anggota tim, kekompakan anggota tim dan keeratan anggota tim;
d. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja, infrakstruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi;
e. Faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
Yuwono, dkk. dalam Hessel Nogi Tangkilisan (2005 : 180)
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kinerja
suatu organisasi meliputi upaya manajemen dalam menerjemahkan dan
menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya
manusia yang dimiliki organisasi, dan kepemimpinan yang efektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Atmo Soeprapto dalam Hessel Nogi Tangkilisan (2005 : 181 - 182)
mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi
oleh faktor internal maupun faktor eksternal seperti berikut ini :
a. Faktor eksternal yang terdiri dari :
1) Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan
kekuasaan Negara yang berpengaruh pada keamanan dan
ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk
berkarya secara maksimal.
2) Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang
berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli
untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu system
ekonomi yang lebih besar.
3) Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengah
masyarakat, yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos
kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.
b. Faktor internal yang terdiri dari :
1) Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin
diproduksi oleh suatu organisasi.
2) Struktur organisasi, sebagai desain antara fungsi yang akan
dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.
3) Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota
organisasi sebagai penggerak jalanya organisasi secara
keseluruhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
4) Budaya organisasi, yaitu gaya identitas suatu organisasi dalam pola
kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.
Ruky dalam Hesel Nogi Tangkilisan (2005 : 180) mengidentifi-
kasikan faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat
pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut :
a. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang
digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh
organisasi. Semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan
semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.
b. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.
c. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan
ruangan, dan kebersihan.
d. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada
dalam organisasi yang bersangkutan.
e. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota
organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi.
f. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi,
imbalan, promosi, dan lain-lain.
Sedangkan Soesilo dalam Hessel Nogi Tangkilisan (2005 : 180 -
181) mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi birokrasi di masa
depan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
a. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi.
b. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi. c. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk
bekerja dan berkarya secara optimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
d. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi.
e. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi.
Dalam melihat bagaimana kinerja organisasi atau instansi telah
dicapai, diperlukan proses pengukuran atau evaluasi kinerja. Pengukuran
kinerja merupakan sebuah proses mengevaluasi individu-individu untuk
sampai pada keputusan-keputusan sumber daya manusia yang obyektif.
Kinerja organisasi perlu dinilai hasilnya sehingga dapat dievaluasi agar
kedepannya kinerja tersebut menjadi lebih baik.
Berdasarkan uraian diatas, maka faktor-faktor yang di indikasi
dapat mempengaruhi kinerja organisasi yang menjadi lokus dalam
penelitian ini antara lain : 1) Faktor sumber daya manusia; 2) Sarana dan
Prasarana.
3. Indikator Kinerja
Penilaian kinerja merupakan upaya untuk memperbaiki kinerja
agar lebih terarah dan sistematis. Maka dari itu dalam penilaian kinerja
perlu adanya indikator kinerja yang memudahkan dalam menilai tingkat
ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi yang juga harus selaras dengan
visi dan misi. Menurut Bastian dalam Hessel (2005:175) menetapkan
indikator kinerja organisasi sebagai berikut :
a. Indikator masukan (inputs), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang
meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b. Indikator keluaran (outputs), adalah segala sesuatu yang diharapkan
langsung dicapai dari suatu kegiatan yang bersifat fisik ataupun
nonfisik.
c. Indikator hasil (outcomes), adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
d. Indikator manfaat (benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan
akhir dari pelaksanaan kegiatan.
e. Indikator dampak (impacts), adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik
positif maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan
asumsi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menpan No. 29/KEP/M.PAN/2/2010
tentang Panduan Penyusunan Penetapan Pengawasan dalam Kinerja
Instansi Pemerintah dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, disebutkan bahwa dalam hal pengukuran kinerja instansi
pemerintahan, haruslah ditetapkan terlebih dahulu tentang indikator-
indikator pengawasannya. Indikator pengawasan pada Instansi Pemerintah
adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja
pengawasan, kegiatan yang akan ditetapkan dikategorikan ke dalam
kelompok:
1. Indikator masukan (Input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran
misalnya sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi, dan
sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2. Indikator keluaran (Output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung
dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau nonfisik.
3. Indikator hasil (Outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah.
Menurut Agus Dwiyanto, dkk. (2006 : 50 - 51) pengertian kinerja
organisasi secara lengkap dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu:
a. Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi
juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami
sebagai rasio antara input dengan output. Produktivitas kerja dapat
diartikan sebagai sikap dan perilaku pegawai dalam birokrasi terhadap
peraturan-peraturan dan standar-standar yang sudah ditetapkan oleh
birokrasi. Secara umum produktivitas diartikan sebagai ukuran yang
menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah untuk menghasilkan
keluaran yang dibutuhkan oleh masyarakat. (Ratminto dan Atik Septi
Winarsih, 2005 : 174). Sedangkan menurut Agus Dwiyanto (2002:50):
“ Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, namun juga mengukur efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output. Konsep produktivitas diperluas pada seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.”
Produktivitas juga diartikan sebagai hasil dari efisiensi
pengelolaan masukan dan efektivitas pencapaian sasaran. Jadi agar kita
dapat mengidentifikasi produktivitas terlebih dahulu harus mengetahui
apa yang ingin dicapai suatu organisasi. Hal ini berkenaan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
konsep efektivitas. Perolehan dalam bentuk hasil merupakan titik pusat
yang sangat penting dalam konsep produktivitas, sebab tanpa hasil
yang dicapai tersebut produktivitas akan dinilai nihil.
Produktivitas Dinas Peternakan dan Perikanan pada Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) di Kabupaten Boyolali Tahun 2011/2012
adalah kemampuan kinerja pengawasan Dinas Peternakan dan
Perikanan dalam usaha pencapaian hasil yang telah ditetapkan.
Produktivitas Dinas Peternakan dan Perikanan dapat berupa penca-
paian target yang telah ditetapkan berdasarkan permintaan masyarakat.
Produktivitas di Dinas Peternakan dan Perikanan dilakukan melalui
cara membandingkan target yang ditetapkan oleh Dinas Peternakan
dan Perikanan yaitu memberikan pelayanan pada Rumah Pemotongan
Hewan dalam menyediakan dan melakukan pemotongan hewan,
mendistribusikan dan mengawasi atas ketersediaan daging di pasaran.
b. Kualitas Layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin
penting dalam menjelaskan kinerja organisasi publik. Banyak
pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul
karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang
diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan
masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja
organisasi publik. Menurut Goetsch dan Davis dalam Fandy Tjiptono
(1996:4) mengatakan kualitas pelayanan merupakan kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Dari pengertian
tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pelayanan dipengaruhi oleh
alam.
Kualitas pelayanan juga dapat diukur dari perspektif pelanggan.
Yaitu tingkat kepuasaan dan kesesuaian antara harapan pelanggan
dengan pelayanan yang diperoleh. Tolak ukur dari kualitas ini adalah
tergantung pada pelanggan. Apakah telah sesuai dengan apa yang
diharapkan pelanggan dan menimbulkan kepuasan.
c. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan,
serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat
responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan
kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena
responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi
publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah
ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan
kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan
organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi organisasi
publik. Menurut Hessel Nogi (2005 : 222) responsivitas berkaitan
dengan kecepatan tanggapan yang dilakuka oleh aparatur atau petugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
terhadap kebutuhan pengguna jasa, yang dalam hal ini adalah
masyarakat yang membutuhkan pelayanan sebagaimana diatur dalam
perundangan yang berlaku.
Joko widodo (2008 : 69) mengemukakan bahwa nilai
responsivitas, berkaitan dengan daya tanggap dan menanggapi apa
yang menjadi keluhan, masalah, dan aspirasi publik. Birokrasi publik
yang baik adalah birokrasi yang responsif (mempunyai daya tanggap
yang tinggi dan cepat menanggapi) terhadap apa yang menjadi
keluhan, masalah, aspirasi publik. Responsivitas merupakan
pertanggungjawaban dari sisi yang menerima pelayanan (masyarakat).
d. Responsibilitas
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan
organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik
yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja
pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas. Responsibilitas
banyak digunakan dalam menilai kinerja organisasi publik.
Responsibilitas menurut Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005 :
174) merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat
kesesuaian antara penyelenggaraan pemerintahan dengan hukum atau
peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan. Untuk bisa
melaksanakan penilaian terhadap apa yang menjadi sikap, perilaku dan
sepak terjang birokrasi publik, maka harus memiliki standart penilaian
tersendiri yang sifatnya administratif atau teknis, bukan politis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
e. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan
dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang
dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik
tersebut karena dipilih oleh rakyat dengan sendirinya akan selalu
merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep
akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar
kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan
kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya
bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi
publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya
harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki
akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai
dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.
Menurut Mahmudi (2007: 10 – 85) pengukuran atau indikator
kinerja sektor publik meliputi sebagai berikut:
a. Ekonomi
Ekonomi terkait dengan konversian input primer berupa sumber daya
keuangan (uang / kas) menjadi input sekunder berupa tenaga kerja,
bahan, infrastruktur dan barang modal yang dikonsumsi untuk kegiatan
opersi organisasi. Jadi ekonomi berfokus pada input. Konsep ekonomi
sangat terkait dengan konsep biaya untuk memperoleh unit input.
Ekonomi merupakan konsep yang sifatnya relatif. Relativitas konsep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
ekonomi tersebut bisa disebabkan karena faktor lokasi dan waktu.
Secara matematis, ekonomi merupakan perbandingan antara input
dengan nilai rupiah untuk memperoleh input tersebut. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1 mengenai hubungan arti
ekonomi di bawah ini :
Gambar 4.1
Hubungan Ekonomi
)(RpHARGAINPUTINPUTEkonomi =
Sumber: Mahmudi, 2007: 82.
b. Efisiensi
Efisiensi terkait dengan hubungan antara output berupa barangatau
pelayanan yag dihasilkan dengan sumber daya yang digunakan untuk
menghasilkan output tersebut. Secara sistematis, efisiensi merupakan
perbandingan antara output dengan input atau dengan istilah lain
output per unit input. Jadi efisiensi berfokus pada output atau proses.
Suatu organisasi, program atau kegiatan dikatakan efisien apabila
mampu menghasilkan output sebesar-besarnya, atau dengan input
tertentu mampu menghasilkan output sebesar-besarnya (speding well).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.2 mengenai
hubungan arti efisiensi di bawah ini :
Gambar 4.2 Hubungan Efisiensi
INPUTOUTCOMEEfisiensi =
Sumber: Mahmudi, 2007: 83.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
c. Efektivitas
Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin
besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka
semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Efektivitas berfokus
pada outcome (hasil). Program, atau kegiatan yang dinilai efektif
apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang
diharapkan atau dikatakan spending wisely. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 4.3 mengenai hubungan arti efektivitas di bawah
ini :
Gambar 4.3 Hubungan Efektivitas
OUTPUTOUTCOMEsEfektivita =
Sumber: Mahmudi, 2007: 84.
d. Akuntabilitas program (program accountability)
Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan
yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak dan apakah organisasi telah
mempertimbangkan alternatif program yang diberikan hasil yang
optimal dengan biaya yang minimal. Lembaga publik harus
mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sa,pai pada
pelaksanaan program. Akuntabilitas program adalah sebuah program-
program yang bermutu mendukung strategi dan pencapaian misi, visi
dan tujuan organisasi (Mahmudi, 2007: 10-11).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Selain itu Zeithaml, Parasuraman & Berry dalam Ratminto dan Atik
Septi Winarsih (2010 :175 -176) juga mengungkapkan beberapa indikator
kinerja, yaitu : tangibles, reliability, responsiveness, assurance, empathy.
a. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fisik dari gedung,
peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers.
b. Reliability atau reliabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan
pelayanan yang dijanjikan secara akurat.
c. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong
customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.
d. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja
dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada
customers.
e. Empathy adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh
provider kepada costumers.
Menurut Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2010 : 179-182) indikator
kinerja dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu indikator kinerja yang
berorientasi pada proses dan indikator kinerja yang berorientasi pada hasil.
Indikator-indikator tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Ukuran yang berorientasi pada hasil:
1) Efektivitas
Efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu
dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupu misi organisasi.
Akan tetapi pencapaian tujuan ini harus juga mengacu pada visi
organisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2) Produktivitas
Produktivitas adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan
pemerintah daerah untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh
masyarakat.
3) Efisiensi
Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara keluaran dan masukan.
Idealnya Pemerintah Daerah harus dapat menyelenggarakan suatu jenis
pelayanan tertentu dengan masukan (biaya dan waktu) yang sesedikit
mungkin. Dengan demikian, kinerja Pemerintah Daerah akan menjadi
semakin tinggi apabila tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat
dicapai dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dengan biaya yang
semurah-murahnya.
4) Kepuasan
Kepuasan, artinya seberapa jauh Pemerintah Daerah dapat memenuhi
kebutuhan karyawan dan masyarakat.
5) Keadilan
Keadilan yang merata, artinya cakupan atau jangkauan kegiatan dan
pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah harus diusahakan
seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara
adil.
b. Ukuran yang berorientasi pada proses
1) Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan provider untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan,
serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap providers terhadap
harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers.
2) Responsibilitas
Responsibilitas adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar
tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pemerintahan dengan
hukum atau peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan.
3) Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat
kesesuaian antara penyelenggaraan pemerintahan dengan ukuran-
ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stake
holders, seperti nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.
4) Keadaptasian
Keadaptasian adalah ukuran yang menunjukkan daya tanggap
organisasi terhadap tuntutan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
5) Kelangsungan hidup
Kelangsungan hidup artinya seberapa jauh Pemerintah Daerah atau
program pelayanan dapat menunjukkan kemampuan untuk terus
berkembang dan bertahan hidup dalam berkompetisi dengan daerah
atau program lain.
6) Keterbukaan / transparansi
Transparansi adalah bahwa prosedur / tata cara, penyelenggaraan
pemerintahan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan
umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan
dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
7) Empati
Empati adalah perlakuan atau perhatian Pemerintah Daerah atau
penyelenggara jasa pelayanan atau providers terhadap isu-isu aktual
yang sedang berkembang di masyarakat.
Dari berbagai indikator yang telah dikemukakan diatas, peneliti dalam
penelitian ini akan menggunakan indikator berdasarkan Surat Keputusan
Menpan No. 29/KEP/M.PAN/2/2010 tentang Panduan Penyusunan Penetapan
Pengawasan dalam Kinerja Instansi Pemerintah dan Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah,antara lain, yaitu:
a. Indikator masukan (inputs), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang
meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya.
b. Indikator keluaran (outputs), adalah segala sesuatu yang diharapkan
langsung dicapai dari suatu kegiatan yang bersifat fisik ataupun nonfisik.
c. Indikator hasil (outcomes), adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
B. Pengawasan
1. Pengertian Pengawasan
Masalah yang sering dihadapi dalam organisasi adalah tidak
terselesaikannya suatu penugasan, tidak ditepatinya waktu penyelesaian,
suatu anggaran yang berlebihan dan kegiatan-kegiatan yang menyimpang
dari rencana. Untuk menjamin agar suatu pekerjaan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan diperlukan adanya suatu kegiatan yang disebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
pengawasan. Seperti dikemukakan oleh Djati Julitriarsa dan John
Suprihantoro (1998: 101) yang menyatakan bahwa :
Pengawasan adalah tindakan atau proses kegiatan untuk mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan, untuk demikian dilakukan perbaikan dan mencegah terulangnya kembali kesalahan-kesalahan itu, begitu pula menjaga agar pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang ditetapkan.
Adanya suatu pengawasan maka akan mencegah atau mengurangi
berbagai penyimpangan dan kesalahan dalam melaksanakan tugas dalam
mencapai tujuan organisasi. Manullang (1998: 180) mendefinisikan
pengawasan sebagai berikut: “Pengawasan sebagai suatu proses untuk
menetapkan pekerjaan-pekerjaan yang sudah dilaksanakan menilainya dan
mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan
sesuai dengan rencana semula”.
Handoko (1998: 359) mengemukakan pengawasan adalah “Proses
untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai”.
Robert Mokler yang dikutip oleh Handoko (1998: 360), mendefinisikan
penagwasan sebagai berikut:
Pengawasan manajemen adalah usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanana, merancang sistem informasi umpan balik membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pengawasan merupakan suatu proses kegiatan yang umumnya dilakukan
oleh pimpinan dan merupakan salah satu fungsi manajemen untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
mengetahui apakah kegiatan-kegiatan yang ada dalam tanggung jawabnya
sudah sesuai segenap kegiatan manajemen menjadi dinamis serta berhasil
secara efektif dan efisien. Jadi pengawasan bukan mencari siapa yang
salah tetapi apa yang salah dan bagaimana membetulkannya.
2. Prinsip-prinsip Pengawasan
Pengawasan terdiri dari beberapa kegiatan untuk membuat agar
segala penyelenggaraan kegiatan yang menjadi kewajiban dan tanggung
jawab dapat berlangsung dan berhasil sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Djati Julitriarsa dan John Suprihantoro (1998: 104)
mengetakan bahwa prinsip-prinsip dasar dalam pengawasan adalah
sebagai berikut:
a. Adanya rencana tertentu dalam pengawasan. Dengan adanya rencana
yang matang akan merupakan standar/alat pengukur terhadap berhasil
tidaknya pengawasan.
b. Adanya pemberian instruksi atau perintah serta wewenang kepada
bawahan.
c. Dapat merefleksikan berbagai sifat dan kebutuhan dari berbagai
kegiatan yang diawasi. Sebab masing-masing kegiatan seperti
produksi, pemasaran, keuangan, dan sebagainya, memerlukan sistem
pengawasan tertentu sesuai dengan bidangnya.
d. Dapat segera dilaporkan adanya berbagai bentuk penyimpangan.
e. Pengawasan harus bersifat fleksibel, dinamis dan ekonomis.
f. Dapat merefleksikan pola organisasi. Misal setiap kegiatan karyawan
harus tergambar dalam strutur organisasi dalam jumlah tertentu apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
terjadi penyimpangan, sehingga apabila penyimpangannya melebihi
standar, disebut tidak wajar lagi.
g. Dapat menjamin diberlakukannya tindakan korektif, yakni segera
mengetahui apa yang salah, dimana terjadinya kesalahan tersebut serta
siapa yang bertanggung jawab.
Handayaningrat (1996: 149) mengatakan bahwa prinsip
pengawasan meliputi:
a. Pengawasan berorientasi pada tujuan organisasi,
b. Pengawasan harus objektif, jujur mendahulukan kepentingan umum
daripada kepentingan pribadi.
c. Pengawasan berorientasi pada kebenaran menuntut pranata – pranata
yang berlaku, berorientasi pada kebenaran-kebenaran prosedur yang
telah ditetapkan (rechmistigherd) berorientasi terhadap tujuan
(manfaat) dan pelaksanana pekerjaan (doelmatighed).
d. Pengawasan harus menjamin daya guna hasil pekerjaan,
e. Pengawasan harus bersifat terus menerus (continue)
f. Hasil pengawasan harus memberikan umpan balik (feed back)
perbaikan dan penyempurnaan dalam pekerjaan, perencanaan dan
kebijaksanaan waktu yang akan datang.
Adanya prinsip-prinsip pengawasan tersebut diharapkan pimpinan
dalam mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dapat
berjalan dengan efektif. Untuk itu hendaknya pengawas memahami sistem
pengawasan yang dianut dalam organisasinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Untuk menjamin agar pelaksanaan pengawasan dapat berjalan
dengan efektif maka dalam melaksanakan pengawasan perlu memperhati-
kan beberapa prinsip tersebt di atas. Pelaksanaan pengawasan harus sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan yang berlaku, tidak dipengaruhi oleh
kepentingan pribadi pengawas atau dengan kata lain pengawasan yang
dilakukan harus benar-benar obyektif dan berlandaskan pada tujuan
organisasi.
3. Pentingnya Pengawasan
Di dalam suatu organisasi, kegiatan pengawasan mutlak diperlukan
karena pimpinan memerlukan keyakinan bahwa dengan adanya kegiatan
pengawasan pelaksanaan pekerjaan karyawan akan sesuai rendana yang
diharapkan. Alex Nitisemito (1996: 111) menyatakan: “Pengawasan yang
baik mutlak diperlukan bagi setiap perusahaan atau instansi yang
menginginkan tercapainya tujuan secara efektif dan efisien”.
Winardi (2002: 395) mengutip pendapat Terry mengemukakan
perlunya dilakukan pengawasan sebagai berikut: “Adalah wajar apabila
terdapat adanya kekeliruan-kekeliruan tersebut, kegagalan-kegagalan dan
tidak efektif sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tidak
diinginkan daripada tujuan yang dicapai, maka oleh karenanya fungsi
pengawasan perlu dilaksanakan.
Fungsi pengawasan perlu dilakukan karena terdapat kemungkinan
adanya penyimpangan yang dilakukan para pegawai seperti pendapat yang
dikemukakan oleh Djati Julitriarsa dan J. Suprihanto (1998: 101) bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Apabila pengawasan ini tidak dilakukan, kemungkinan kesalahan-
kesalahan akan terus berlangsung dan semakin membengkak. Sehingga
tiba-tiba kesalahan tersebut sangat berat dan sulit diatasi. Dengan
demikian bukan hanya tujuan yang tidak tercapai namun kemungkinan
dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat diketahui bahwa
apabila pengawasan tidak dilakukan dengan baik, maka kemungkinan
rencana, kebijaksanaan dan perintah pimpinan tidak dilaksanakan
sebagaimana seharusnya.
4. Jenis-jenis Pengawasan
Pengawasan dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung
dari sudut pandang mana pengawasan tersebut ditinjau. Menurut Djati
Julitriarsa (1998: 106) pengAwasan ditinjau dari sistem pengawasannya
ada empat (4) macam, diantaranya :
a. Inspektif, yakni melakukan pemeriksaan setempat (on the spot), guna
mengetahui sendiri keadaan yang sebenarnya.
b. Komparatif, yakni membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan
rencana yang ada.
c. Verifikatif, yakni pemeriksaan yang dilakukan oleh staff, terutama
dalam bidang keuangan dan atau material.
d. Investigatif, yaitu melakukan penyelidikan untuk mengetahui atau
membongkar terjadinya penyelewengan-penyelewengan yang
tersembunyi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Hani Handoko (1992: 361) menyatakan bahwa: “Ada tiga tipe
dasar pengawasan”, yaitu:
a. Pengawasan pendahuluan,
b. Pengawasan concurent
c. Pengawasan umpaN balik
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengawasan pendahuluan (steering controls)
Pengawasan pendahuluan adalah pengawasan yang bertujuan untuk
mengantisipasi masalah atau penyimpangan dari suatu standar atau
tujuan, sehingga dengan cepat dapat segera dikoreksi sebelum suatu
kegiatan diselesaikan. Pengawasan ini termasuk dalam pengawasan
preventif karena dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan.
b. Pengawasan concurent (screening control)
Pengawasan concurent yaitu pengawasan yang dilakukan bersamaan
dengan pelaksanaan kegiatan, sehingga memerlukan suatu prosedur
yang harus dipenuhi sebelum kegiatan dilanjutkan.
c. Pengawasan umpan balik (feed back control)
Pengawasan umpan balik adalah pengawasan yang bertujuan untuk
mengukur hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pengawasan
itu dilakukan pada saat kegiatan belum berlangsung, pada saat
berlangsungnya kegiatan dan pada akhir kegiatan dengan melihat
hasilnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
5. Pengawasan Melekat
Selain beberapa jenis pengawasan yang telah ada, untuk sekarang
ini digalakkan adanya pengawasan melekat (waskat). Pengawasan melekat
adalah pengawasan yang dilakukan oleh seorang pimpinan atau atasan
dalam mengawasi dan mengendalikan bawahannya secara langsung
terhadap pelaksanaan tugasnya sehingga sesuai dengan rencana dan
peraturan yang berlaku.
Pramono H (1990: 5) berpendapat: Pengawasan oleh pimpinan
sendiri (melekat), pengawasan ini dilakukan dari atasan atau pimpinan
secara berjenjang. Pengasan ini dinamakan pengawasan melekat karena
setiap saat dapat dilakukan dengan mencegah sedini mungkin
penyelewengan, penyimpangan, pemberian petunjuk pengarahan akan hal-
hal yang dianggap menyimpang.
Hadari Nawawi (1993: 8), juga berpendapat: Pengawasan melekat
merupakan proses pemantauan, memeriksa dan mengevaluasi yang
dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna oleh pimpinan unit
organisasi kerja terhadap sumber-sumber kerja untuk diperbaiki atau
disarankan oleh pimpinan yang berwenang pada jenjang yang lebih baik
demi tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas kiranya diungkapkan bahwa
pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan
secara langsung dan dilakukan oleh pimpinan secara langsung dan
dilakukan setiap saat pada jam kerja.
Perlunya pengawasan melekat ini adalah untuk mencegah sedini
mungkin kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh bawahan baik sengaja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
maupun tidak, dengan diketahuinya kekeliruan tersebut maka akan dapat
menunjang tercapainya baik efisiensi waktu, bahan maupun biaya
operasional.
Beberapa pendapat di atas dapat dilihat betapa besar peran
pimpinan dalam melakukan pengawasan melekat. Dapat disimpulkan
bahwa kegiatan pengawasan melekat pada jabatan pimpinan untuk
menilai, mengevaluasi pelaksanaan kerja dari bawahan, sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan, dan jika terjadi penyimpangan maka
pimpinan dapat segera melakukan pembetulan dan pengarahan, yang pada
akhirnya kegiatan dapat mencapai tujuannya.
Berdasarkan uraian tentang pengawasan, baik pengawasan yang
biasa maupun pengawasan melekat, maka dapat dibedakan antara
keduanya, yaitu:
a. Pengawasan biasa dilakukan secara periodik, sedangkan pengawasan
melekat dilakukan setiap saat.
b. Ditinjau dari pelaksanaannya, pengawasan biasa dilakukan oleh tim
pengawas tersendiri, sedangkan pengawasan melekat dilakukan oleh
pimpinan yang bersangkutan.
c. Meskipun obyek pengawasannya sama, yaitu terhadap hasil kerja dan
prosesnya, namun frekuensi pelaksanaan pengawasan biasa lebih
sedikit dibanding dengan pengawasan melekat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
C. Kinerja Pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN)
Kabupaten Boyolali
Kinerja pengawasan adalah suatu gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan yang
apabila terdapat kesalahan atau kegagalan maka terdapat proses perbaikan dan
mencegah terulangnya kembali kesalahan tersebut, dilakukan koreksi untuk
menjaga agar pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang ditetapkan.
Selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi
pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk
dilakukan secara obyektif. Pengukuran kinerja suatu instansi dalam suatu
pengawasan, tidak hanya ditekankan kepada kemampuan instansi tersebut
dalam menyerap anggaran, namun ketepatan dalam menjalankan tugas sesuai
dengan yang direncanakan. Karena dengan adanya pengawasan instansi akan
memperkecil kesalahan agar sesuai rencana awal. Jadi kinerja pengawas
diartikan sebagai unjuk kerja atau prestasi kerja yang dicapai oleh pengawas
yang tercermin dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, kreativitas dan
aktivitasnya dalam proses kepengawasan, komitmen dalam melaksanakan
tugas.
Untuk dapat mengetahui tingkat keberhasilan atau outcome (hasil)
suatu instansi pemerintah dalam suatu pengawasan, maka seluruh aktivitas
instansi tersebut harus dapat diukur, dan pengukuran tersebut tidak semata-
mata kepada input (masukan) dari program akan tetapi lebih ditekankan
kepada output (keluaran).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Indikator pengawasan pada Instansi Pemerintah adalah ukuran
kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu
kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja pengawasan, kegiatan yang
akan ditetapkan dikategorikan ke dalam kelompok:
4. Indikator masukan (Input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran
misalnya sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi, dan
sebagainya.
5. Indikator keluaran (Output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung
dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau nonfisik.
6. Indikator hasil (Outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah.
Indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat
mengindikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Daiam
hubungan ini, penetapan indikator kinerja kegiatan merupakan proses
identifikasi, pengembangan, seleksi dan konsultasi tentang indikator kinerja
atau ukuran kinerja atau ukuran keberhasilan kegiatan dan program-program
instansi. Penetapan indikator kinerja kegiatan harus didasarkan pada perkiraan
yang realistis dengan memperhatikan tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta
data pendukung yang harus diorganisasi.
Tujuan merupakan merupakan penjabaran atau implementasi dari
pernyataan misi, juga merupakan hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan
dalam jangka waktu tertentu. Yang menjadi salah satu tujuan Dinas
Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN) Kabupaten Boyolali adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
peningkatan pelayanan peternakan perikanan, kesehatan hewan dan
perlindungan masyarakat veteriner. Cara untuk mencapai tujuan yakni dengan
membuat kebijakan terlebih dahulu, kedua dengan membuat program
pembangunan peternakan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan
yang ketiga menetapkan kegiatan-kegiatan yang merupakan penjabaran dari
program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Indikator kinerja dimaksud hendaknya memenuhi beberapa syarat
antara lain :
1. Konsistensi
Indikator kinerja yang dikembangkan harus memenuhi prinsip konsistensi,
yaitu indikator tersebut harus konsisten anta waktu dan juga konsisten
antarunit. Apabila tidak konsisten akan menyebabkan indikator tersebut
tidak dapat diandalakan dan akibatnya gambaran kinerja yang dihasilkan
bias dan menyesatkan dalam pengambilan keputusaan.
2. Dapat dibandingkan
Syarat keterbandingan dalam indikator kinerja sangat penting karena
pengukuran kinerja tidak bersifat mutlak akan tetapi relatif terhadap waktu
atau terhadap unit kerja lain.
3. Jelas
Indikator kinerja harus jelas dan sederhana agar mudah dipahami, jika
tidak menyulitkan dalam implementasi.
4. Dapat dikontrol
Indikator kinerja yang dikembangkan harus dapat digunakan oleh
manajemen untuk alat pengedalian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
5. Kontinjensi (Contingency)
Indikator kinerja yang dikembangkan harus dapat mengikuti berbagai
perubahan lingkungan yang mungkin terjadi, sehingga indikator kinerja
harus luwes, fleksibel , tidak bersifat mutlak dan kaku.
6. Komprehensif
Indikator kinerja harus komprehensif dan dapat merefleksikan semua
aspek yang akan diukur, termasuk aspek perilaku. Jika tidak, makan
indikator kinerja hanya mampu mengukur kinerja secara parsial dan tidak
mampu merefleksikan semua aspek yang diukur.
7. Fokus
Indikator kinerja harus berfokus pada sesuatu yang diukur yakni dengan
cara membuat indikator kinerja kunci (Key Performance Indicator).
8. Relevan
Indikator kinerja harus relevan dengan sesuatu yang diukur yakni harus
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi. Jika tidak, akan menyebabkan
manajemen kesulitan untuk berkonsentrasi pada kinerja yang
membutuhkan prioritas.
9. Realistis
Indikator kinerja harus bersifat realistis tidak bersifat utopis. Jika tidak
maka tujuan organisasi tidak akan tercapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
D. KERANGKA BERPIKIR
Penelitian ini dilatarbelakangi atau diawali oleh ketertarikan peneliti dalam
menemukan masalah yang ada di lapangan dalam kegiatan pengawasan yakni
ditemukannya ditemukannya daging yang tidak memenuhi standar kesehatan di
pasar-pasar tradisional wilayah Kabupaten Boyolali.
Dengan adanya masalah tersebut, Dinas Peternakan dan Perikanan
(DISNAKKAN) Kabupaten Boyolali sebagai instansi pemerintah yang bertugas
mengawasi atau mengontrol kegiatan yang berkenaan dengan masalah di lingkup
peternakan, perikanan dan kesehatan masyarakat veteriner melakukan evaluasi
pelaksanaan pengawasan di Rumah Pemotongan Hewan Negeri Kabupaten
Boyolali baik di Rumah Pemotongan Hewan Negeri atau UPT. RPH Ampel
maupun Rumah Pemotongan Hewan Swasta atau pejagal.
Kajian tentang kinerja pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan pada
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kabupaten Boyolali ini diarahkan untuk
mengukur kinerja pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali, peneliti
menggunakan 3 (tiga) indikator kinerja dalam pengawasan, adalah: 1) Masukan
(input), 2) Keluaran (output), dan 3) Hasil (outcome).
Perumusan output/outcome ini merupakan hal penting, tetapi ada
perumusan lain yang juga penting berupa perumusan indikator kinerja program/
kegiatan. Rumusan indikator kinerja pengawasan ini menggambarkan tanda-tanda
keberhasilan program/kegiatan pengawasan yang telah dilaksanakan beserta
outcome/output yang dihasilkan. Indikator inilah yang akan digunakan sebagai
alat ukur setelah berakhirnya program/kegiatan pengawasan, berhasil atau tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Indikator kinerja pengawasan yang digunakan baik pada tingkat program atau
kegiatan dalam penerapan PBK dapat dibagi dalam:
1. Input indicator yang dimaksudkan untuk melaporkan jumlah sumber daya
yang digunakan untuk menjalankan suatu kegiatan atau program;
2. Output indicator, dimaksudkan melaporkan unit barang/jasa yang dihasilkan
suatu kegiatan atau program.
3. Outcome/effectiveness indicator, dimaksudkan untuk melaporkan hasil
termasuk kualitas pelayanan).
Dengan diketahuinya indikator input, output, dan outcome tersebut maka
didapatkan kinerja yang ideal yaitu terpenuhinya kecukupan pangan yang bermutu
dan terjangkau.
Gambar 2.2 Kerangka Pikir
Masalah yang di lapangan pada kegiatan Pengawasan Disnakkan Boyolali pada RPH Kabupaten Boyolali :
Banyak ditemukannya daging yang tidak memenuhi standar kesehatan di pasaran
Evaluasi Dinas Peternakan dan Perikanan di Kabupaten Boyolali: a) Indikator Masukan (input) b) Indikator Keluaran (output) c) Indikator Hasil (outcome)
Terpenuhinya kecukupan pangan yang aman dan sehat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kualitatif deskriptif. Beni Ahmad Saebani (2008 : 122) penelitian
kualitatif yaitu: ”Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang digunakan untuk
meneliti kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti adalah instrumen kunci,
pengumpulan datanya dengan triangulasi dengan analisis data bersifat induktif
dan hasil penelitiannya lebih menekankan pada makna”.
Kemudian Beni Ahmad Saebani (2008 : 90) menambahkan
pengertiannya tentang penelitian deskriptif kualitatif yaitu: “Penelitian
deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang dipergunakan untuk
menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang terdapat dalam kehidupan
sosial secara mendalam. Metode ini bertujuan melukiskan dan memahami
model kebudayaan masyarakat secara fenomenologis dan apa adanya dalam
konteks suatu kesatuan yang integral.”
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian yang berusaha
menggambarkan secara jelas mengenai suatu keadaan dari objek penelitian.
Maka dari itu penelitian ini dikatagorikan sebagai penelitian deskriptif
kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat
fenomena yang terjadi secara sistematis aktual dan akurat sesuai fakta yang
diperoleh dari pengumpulan data, serta menjelaskan dan menganalisa data
tersebut secara obyektif mengenai keadaan kinerja Dinas Peternakan dan
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Perikanan Kabupaten Boyolali dalam menangani kasus pengglonggongan sapi
potong di kabupaten Boyolali.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi pada lingkungan kinerja pengawasan
Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN) Kabupaten Boyolali, dengan
pertimbangan bahwa Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN)
Kabupaten Boyolali yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) di Kabupaten Boyolali. Lokasinya kedua, peneliti
mengambil lokasi UPT. RPH Ampel, ini diambil berdasarkan pertimbangan
bahwa RPH tersebut adalah satu-satunya RPH yang dimiliki pemerintah
daerah Kabupaten Boyolali. Lokasi ketiga, RPH swasta atau pejagal di
Kecamatan Ampel dipilih peneliti karena di Kecamatan Ampel merupakan
sentral produksi daging sapi potong di Kabupaten Boyolali. Dan lokasi
keempat yaitu konsumen yang berada di wilayah Kabupaten Boyolali.
C. Sumber Data
Data adalah keterangan-keterangan tentang suatu fakta. Menurut
Taliziduhu Ndraha (1981 : 79) data kualitatif adalah data yang pada umumnya
sulit diukur atau menunjukkan kualitas tertentu. Kemudian Mc. Leod dalam
Husein Umar (2004 ; 63) mengatakan bahwa data dari sudut pandang ilmu
system informasi adalah fakta dan angka yang relatif belum dapat
dimanfaatkan bagi pemakai, oleh karena itu data harus ditranformasikan atau
diolah terlebih dahulu agar lebih bermanfaat untuk menyusun informasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data
yang diperoleh secara langsung oleh peneliti melalui pengamatan, wawancara
dan observasi langsung. Dari sumber data primer akan diperoleh data primer.
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara terhadap
Kepala dan pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN)
Kabupaten Boyolali; UPT. RPH Ampel dan beberapa pejagal atau RPH
swasta di kecamatan Ampel serta masyarakat atau konsumen di sekitar
lingkungan kabupaten boyolali yang dijadikan informan.
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak
langsung atau didapat melalui sumber lain seperti telaah literatur,
dokumentasi, maupun penelitian yang terdahulu. Dari sumber data sekuder
akan diperoleh data sekunder / pendukung. Pada penelitian ini sumber data
sekunder adalah telaah literatur dan telaah dokumen yang ada pada Dinas
Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN) Kabupaten Boyolali dan pada
UPT. RPH Ampel.
D. Teknik Penentu Informan
Teknik penentuan informan merupakan salah satu cara peneliti dalam
menentukan sampel penelitian untuk mendapatkan informasi atau data yang
dibutuhkan dan tepat. Dalam penelitian ini akan digunakan teknik penentuan
informan yaitu “Purposive Sampling”. Menurut Beni Achmad Saebani (2008
: 126) mengemukakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
“Purposive sampling yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu, memilih sampel yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal” Pengumpulan data primer dalam penelitian ini bersumber dari
informan, yaitu orang (narasumber) yang diasumsikan mengetahui segala hal
terkait dengan permasalahan penelitian. informan dalam penelitian ini adalah
1. Disnakkan Boyolali meliputi Ir. Darsono, M.M selaku Kepala
Disnakkan; Drh. Afiany Firdania selaku Kepala seksi bidang
Kesmavet; Drh. Fitria, Drh. Trijoko Budi Jatmiko, Drh. Diah Ayu
selaku staf bidang kesmavet; dan Sujiyoto, AM.d selaku staf Kasubag
Keuangan.
2. UPT. RPH Ampel meliputi Ir. Joko Sularso selaku Kepala UPT. RPH;
Erwan Agustanto, AM.d selaku Kasubag TU; Eko Purnomo, AM.d
selaku Petugas Keur Master; dan Drh. Aryo Pramono selaku Dokter
Hewan UPT RPH.
3. RPH swasta atau pejagal meliputi Hj. Harjani, Sri Hartatik, Widodo,
Jatmiko, Darmo dan Bejo.
4. Konsumen meliputi Fitri, Dwi dan Marlina.
Informan diatas merupakan narasumber yang dianggap mampu
memberikan informasi yang valid terkait kinerja pengawasan Disnakkan
Boyolali pada RPH di Kabupaten Boyolali.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti dalam mencari dan
mengumpulkan informasi (data) yang dibutuhkan. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan tiga cara, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
1. Wawancara
Wawancara menurut Beni Achmad Saebani (2008:190–191) adalah
cara yang dipakai untuk memperoleh informasi melalui kegiatan interaksi
sosial antara peneliti dengan informan. Wawancara merupakan sumber
bukti yang esensial dalam penelitian ini. Dari wawancara ini disamping
melihat opini mereka mengenai peristiwa yang terjadi, juga dapat
digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya. Wawancara dilakukan
terhadap responden yang dapat memberikan informasi dan keterangan-
keterangan penting yang berkaitan dengan penelitian. Wawancara jenis ini
bersifat lentur, terbuka, berstruktur dengan pertanyaan yang semakin
terfokus dan mengarah pada kedalaman informasi
2. Observasi
Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan pengamatan
dan pencatatan secara langsung dan sistematis terhadap objek penelitian.
Teknik observasi sangat bermanfaat untuk mencari data yang tidak dapat
ditemukan dalam wawancara ataupun telaah dokumen. Dengan observasi
maka peneliti akan memperoleh pengalaman langsung terkait data yang
akan dicari dan peneliti akan memperoleh kesan-kesan pribadi serta
suasana nyata objek penelitian. Teknik pengumpulan data dengan
observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak
terlalau besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
3. Studi kepustakaan
Peneliti mencari data penelitian dengan cara mencari data-data,
referensi-referensi, dokumen-dokumen, literatur-literatur, dan buku-buku
sebagai acuan dalam penelitian.
F. Validitas Data
Ulber Silalahi (2009 : 244) mengemukakan bahwa validitas adalah
seberapa besar kesahihan, ketepatan, kecermatan instrumen pengukur mampu
mengukur objek yang akan diukur dan mampu mengungkapkan data tentang
karakteristik gejala yang diteliti secara tepat. Sedangkan HB. Sutopo (2002)
menjelaskan validitas bahwa data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan
dicatat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan kemantapan dan
kebenarannya. Oleh karena itu setiap peneliti harus bisa memilih dan menentukan
cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperolenya. Cara
pengumpulan data dengan beragam tekniknya harus benar-benar sesuai dan tepat
untuk menggali data yang benar-benar diperlukan bagi penelitiannya. Ketepatan
data tersebut tidak hanya tergantung dari ketepatan memilih sumber data dan
teknik pengumpulannya, tetapi juga diperlukan teknik pengembangan validitas
datanya.
Dalam penelitian kualitatif model validitas data yang sering digunakan
adalah model triangulasi. Ada empat macam triangulasi dalam penentuan
validitas data, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
1. Trangulasi metode
Triangulasi metode adalah teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan
data sejenis, tetapi dengan menggunakan metode pengumpulan data yang
berbeda.
2. Trangulasi peneliti
Hasil penelitian baik data ataupun kesimpulan mengenai bagian tertentu
atau kesimpulannya bisa diuji validitasnya dari berbagai macam peneliti.
3. Trangulasi teori
Teknik ini menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas
permasalahan-permasalahan yang dikaji.
4. Trangulasi sumber
Peneliti wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia dalam
pengumpulan data, Artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap
kebenarannya, bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan model triangulasi yang sumber untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Triangulasi sumber dilakukan dengan
pengamatan langsung kelapangan disertai dengan pelaksanaan wawancara
kepada beberapa pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN)
Kabupaten Boyolali yang berkecimpung langsung penanganan kasus
pengglonggongan sapi di desa Tanduk kecamatan Ampel melalui wawancara
kemudian dilanjutkan wawancara kepada peternak di desa Tanduk kecamatan
Ampel. Dengan model triangulasi sumber yang beragam tetapi dalam satu
pokok bahasan yang sama akan didapat data yang valid dengan dukungan data
dari berbagai pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
G. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses penyusunan data agar dapat
diinterprestasikan. Sedangkan penyusunan data berarti pengklasifikasian data
dengan pola, tema atau katagori tertentu. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis model interaktif.
Menurut H.B Sutopo dalam Metodologi Penelitian Kualitatif (2002 :
96) mengungkapkan bahwa kegiatan analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan/ verifikasi.Komponen-komponen analisis data model interaktif
menurut H.B Sutopo digambarkan dalam bagan sebagai berikut ini:
Bagan 7.1
Komponen-komponen Analisis Model Interaktif Menurut H.B Sutopo
Pengumpulan
Data
Sajian Data
Reduksi Data
Penarikan Simpulan atau
Verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Berdasarkan bagan tersebut, maka dapat dijelaskan hal-hal sebagai
berikut :
1. Reduksi data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa
hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
Kegiatan ini dilakukan untuk menjelaskan kerangka konseptual wilayah
penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekatan pengumpulan data
yang mana yang dipilihnya. Reduksi data / proses transformasi ini
berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap
tersusun. Data kualitatif dapat disederhanakan dan ditranformasikan dalam
beraneka macam cara antara lain ; melalui seleksi yang ketat, melalui
ringkasan atau uraian, dan menggolongkan dalam suatu pola yang lebih
luas.
2. Sajian data
Alur kedua yang paling penting dalam kegiatan analisis penelitian
kualitatif adalah penyajian data. Penyajan data yaitu sebagai sekumpulan
informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data adalah penyajian
yang paling sering digunakan pada data kualitatif adalah bentuk teks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
naratif. Data yang ada mulai dari data yang terpencar-pencar, bagian demi
bagian, tersusun kurang baik, dan sangat berlebihan. Kemudian data-data
tersebut dibentuk sedemikian rupa agar mudah dipahami dan
diinterprestasikan.
3. Penarikan simpulan atau verifikasi
Kegiatan analisis yang ketiga adalah menarik simpulan atau
verifikasi. Data-data yang terkumpul dilapangan yang telah melalui proses
penyajian data kemudian diamati dan dicermati untuk ditarik sebuah
simpulan dari sekumpulan data tersebut. Mula-mula simpulan yang luas
kemudian sampai pada kesimpulan yang lebih rinci. simpulan perlu
diverifikasi selama penelitian terus berlangsng. Maksud dari verifikasi
adalah simpulan yang telah didapat perlu diuji kembali, ditinjau kembali,
diuji kebenarannya, kekukuhannya, dan kecocokannya atau biasa disebut
validitas. Verifikasi dapat dilakukan dengan cara yaitu dengan melihat
kembali kelapangan dan kebelakang serta cross check data yang telah
didapat.
Simpulan yang dihasilkan perlu diverifikasi agar supaya benar-
benar mantap dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Apabila
dirasa kurang mantap dan terjadi keragu-raguan atau ada perkembangan
pemikiran baru lebih relevan maka diperlukan penelusuran kembali secara
cepat dengan melihat catatan lapangan yang ada.
Analisis model interkatif dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan reduksi data melalui pemilihan, pemusatan, perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
dari hasil pengumpulan data dan catatan-catatan tertulis di lapangan. Tahap
selanjutnya adalah penyajian data dengan bentuk teks naratif, dan dukungan
data yang disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Tahap terakhir yang
dilakukan adalah penarikan simpulan dengan meninjau kembali hasil
penelitian dengan catatan lapangan yang dimiliki serta hasil validasi dengan
triangulasi sumber.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali
Kabupaten Boyolali (Bahasa Jawa: Bayalali, arti harfiah: ”lupa dari
marabahaya”), adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya
adalah Boyolali, terletak sekitar 25 km sebelah barat Kota Surakarta. Boyolali
memiliki motto ”BOYOLALI TERSENYUM” (Tertib, Elok, Rapi, Sehat,
Nyaman untuk Masyarakat). Boyolali terkenal dengan susu sapinya, dan
Boyolali sebagai penyumbang daging dan susu sapi terbesar di Jawa Tengah
(www.boyolalikab.go.id).
1. Keadaan Geografis Kota Boyolali
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten di
Propinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah 101.510,1955 Ha atau kurang
4,5% dari luas Propinsi Jawa Tengah yang terdiri dari tanah sawah seluas
23.287,4945 Ha dan tanah kering seluas 56.186,0830 Ha dan tanah lain
22.036,5190 Ha. Kontribusi PDRB di Kabupaten Boyolali masih didominasi
oleh sektor pertanian sebesar 34,07% (atas dasar harga konstan) atau 35,37%
(atas dasar harga berlaku).
Kabupaten Boyolali secara astronomi terletak di koordinat antara
110022’-110050’ Bujur Timur (BT) dan 7036’-7071’ Lintang Selatan (LS),
dengan ketinggian antara 75-1500 meter di atas permukaan laut. Kabupaten
Boyolali membentang barat-timur sepanjang 49 km, dan utara-selatan 54km.
Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah dan dataran bergelombang
dengan perbukitan yang tidak begitu terjal.
55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Bagian barat Kabupaten Boyolali merupakan daerah pegunungan,
dengan puncaknya Gunung Merapi (2.911 m) Gunung Merbabu (3.141 m),
keduanya adalah gunung berapi yang aktif. Sedangkan bagian utara
merupakan daerah perbukitan, bagian dari Pegunungan Kendeng. Di bagian
utara terdapat waduk Kedungombo.Bagian timur Kabupaten ini termasuk
kawasan Solo Raya. Di wilayah Kabupaten Boyolali terdapat Bandara
Internasional Adi Sumarmo yang melayani kawasan Solo dan sekitarnya
serta asrama haji Donohudan. Batas-batas Kota Boyolali antara lain:
a. Di sebelah utara : berbatasan dengan Kabupaten Grobogan.
b. Di sebelah timur : berbatasan dengan Kabupaten Srtagen, Kabupaten
Karanganyar dan Kabupaten Surakarta (Solo).
c. Di sebelah selatan : beratasan dengan Kabupaten Klaten.
d. Di sebelah barat : berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan
Kabupaten Semarang.
2. Keadaan Administratif
Secara Administrasi, Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 Kecamatan,
yang dibagi lagi atas 262 desa dan 5 kelurahan. Dari seluruh desa dan
kelurahan yang ada, 224 desa/kelurahan merupakan desa yang berada di
dataran rendah atau sekitar 83 persen dari seluruh desa/kelurahan dan
selebihnya merupakan desa di dataran tinggi. Pusat pemerintahan berada di
kecamatan Boyolali. Di samping Boyolali, salah satu kota kecamatan lainnya
yang cukup signifikan adalah Ampel, Banyudono, Mojosongo, Simo,
Karanggede, Andong, Musuk dan Selo. Kawasan Ngemplak yang berbatasan
langsung dengan Surakarta, kini telah dikembangkan menjadi pusat
pertumbuhan Solo Raya ke arah barat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
3. Keadaan Penduduk
Penduduk Kabupaten Boyolali pada tahun 2010 berjumlah 953.839
jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 467.762 jiwa dan perempuan
sebanyak 486.077 jiwa, serta kepadatan penduduk sebesar 940 jiwa/Km2.
Sedangkan pada tahun 2009 jumlah penduduk 951.717 dengan komposisi
laki-laki sebanyak 466.481 jiwa dan perempuan sebanyak 485.236 jiwa, serta
kepadatan penduduk sebesar 938 jiwa/Km2. Data tersebut memberikan
gambaran bahwa jumlah penduduk Kabupaten Boyolali tahun 2010 terjadi
penambahan 122 jiwa atau terjadi pertumbuhan 0.01%.
B. Gambaran Umum Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN)
Kabupaten Boyolali
Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN) Kabupaten Boyolali atau
biasa disebut Disnakkan Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dinas dalam
jajaran dinas yang dimiliki Pemerinta Kabupaten Boyolali. Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Boyolali dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA)
Kabupaten Boyolali No. 3 Tahun 2008 tanggal 31 Januari 2008 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah
Kabupaten Boyolali. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi instansi
pemerintah maka perlu ditetapkan apa yang menjadi visi dan misi.
1. Visi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali
“Terwujudnya Peternakan dan Perikanan yang berwawasan agribisnis untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani ”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Penjelasan makna :
Terwujudnya kegiatan di sektor peternakan dan perikanan yang dimulai dari
penyediaan sarana produksi, proses produksi, penanganan pasca panen,
pengolahan dan pemasaran sehingga produk peternakan dan perikanan
sampai ke konsumen dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Kegiatan
tersebut semuanya berorientasi untuk memperoleh keuntungan.
2. Misi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali
a. Melakukan pembinaan umum di bidang peternakan dan perikanan.
b. Melakukan perumusan teknis, bimbingan peningkatan produksi,
pemasaran hasil peternakan dan perikanan.
Penjelasan masing-masing misi :
a. Melakukan kegiatan bidang peternakan dan perikanan yang bersifat
umum yaitu tentang organisasi, kelembagaan, perijinan dan pelayanan
kepada masyarakat.
b. Melakukan kegiatan bimbingan, pembinaan perumusan, teknis,
pengembangan peningkatan teknologi untuk meningkatkan populasi,
produksi serta pemasaran hasil peternakan dan perikanan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Boyolali
Dalam Perda No. 16/2011 tentang ”Organisasi dan tata kerja tingkat
daerah Kabupaten Boyolali” tugas pokok dan fungsi bidang peternakan dan
perikanan yaitu: ”Melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan
asas otonomi dan tugas pembantuan di Bidang Peternakan dan Perikanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
serta melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati”. Fungsi Dinas
Peternakan dan Perikanan antara lain :
a. Penyiapan bahan pembinaan umum di bidang peternakan dan perikanan
berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Bupati;
b. Perumusan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan dan pembinaan
terhadap produksi, pemasaran dan koperasi peternakan dan perikanan
serta perlindungan terhadap hewan ;
c. Pemberian perijinan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh
Bupati berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
d. Pelaksanaan sesuai dengan tugas pokoknya sesuai Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku ;
e. Pengamanan dan pengendalian teknis atas tugas pokoknya sesuai dengan
kebijaksanaan ditetapkan oleh Bupati berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku ;
f. Pengurusan Tata Usaha Dinas ;
g. Pengelolaan Unit Pelaksanan Teknis Dinas dan Cabang Dinas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
4. Bagan Organisasi Disnakkan Boyolali
Bagan 4.1 Struktur Organisasi Dinas Peternakan Dan Perikanan Kabupaten Boyolali
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali
BIDANG PETERNAKAN
KEPALA
SEKRETARIAT
SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN
SUB BAGIAN KEUANGAN
SUB BAGIAN PERENCANAAN DAN PELAPORAN
SEKSI PRODUKSI TERNAK RUMINANSIA
SEKSI PRODUKSI TERNAK NON RUMINANSIA
SEKSI SARANA PRASARANA DAN PASCA PANEN HASIL TERNAK
BIDANG KESEHATAN HEWAN DAN MASYARAKAT VETERINER
BIDANG PERIKANAN
SEKSI PENGAMATAN PENYIDIKAN PENYAKIT DAN PENGAWASAN OBAT
HEWAN
SEKSI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT
HEWAN
SEKSI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
SEKSI PRODUKSI PERIKANAN
SEKSI PENGENDALIAN SUMBER DAYA IKAN DAN LINGKUNGAN
SEKSI SARANA PRASARANA DAN PASCA PANEN HASIL IKAN
UPTD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Berdasarkan struktur organisasi di atas, maka dapat dijabarkan
TUPOKSI dari masing-masing bagian, yaitu :
Bidang Kesmavet
Penjabaran TUPOKSI Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, meliputi :
1) Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner mempunyai
tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Peternakan dan Perikanan di bidang
Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner ;
2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bidang
Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner mempunyai fungsi :
a) Pelaksanaan pengamatan dan penyidikan penyakit hewan;
b) Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan ;
c) Pelaksanaan fungsi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan pengawasan obat
hewan;
d) Penjabaran tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah sebagai
berikut :
(1) Menyiapkan bahan perumusan bahan kebijakan teknis di bidang
kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner;
(2) Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasannya
untuk menyelesaikan masalah di bidang kesehatan hewan dan
kesehatan masyarakat veteriner;
(3) Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas sesuai di bidang kesehatan
hewan dan kesehatan masyarakat veteriner;
(4) Menjabarkan tugas dari atasan, mengoordinasikan dan memberi
petunjuk kepada bawahan untuk kelancaran pelaksanaan tugas;
61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
(5) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang kesehatan
hewan dan kesehatan masyarakat veteriner;
(6) Menyusun laporan kinerja dan keuangan di bidang kesehatan hewan
dan kesehatan masyarakat veteriner;
(7) Menyusun rencana kegiatan dan menetapkan program kerja dibidang
kesehatan hewan guna kelancaran pelaksanaan tugas ;
(8) Menjabarkan program kerja dengan membuat jadwal kegiatan
sehingga kegiatan dapat dilaksanakan tepat waktu dan tepat sasaran ;
(9) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahannya (membuat dan
menanda tangani DP3);
(10) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugasnya.
1. Seksi Pengamatan dan Penyidikan Penyakit Hewan
(1) Seksi Pengamatan dan Penyidikan Penyakit Hewan mempunyai tugas
membimbing pengamatan dan penyidikan penyakit hewan dan membuat
peta penyakit hewan.
(2) Penjabaran tugas Seksi Pengamatan dan Penyidikan Penyakit Hewan
adalah sebagai berikut :
a. Membantu menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang
pengamatan dan penyidikan penyakit hewan;
b. Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasannya
untuk menyelesaikan masalah di bidang pengamatan dan penyidikan
penyakit hewan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
c. Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang pengamatan dan
penyidikan penyakit hewan;
d. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan;
e. Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang pengamatan dan
penyidikan penyakit hewan;
f. Menyiapkan bahan penyusunan laporan kinerja dan keuangan di
bidang pengamatan dan penyidikan penyakit hewan;
g. Menyusun rencana kegiatan dan program kerja di bidang pengamatan
dan penyidikan penyakit hewan ;
h. Menjabarkan petunjuk Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner guna penyelesaian tugas ;
i. Melaksanakan surveilans (pengamatan) penyakit hewan ;
j. Melaksanakan monitoring hasil vaksinasi pada hewan;
k. Melaksanakan pemeriksaan laboratorium kesehatan hewan;
l. Melaksanakan pembuatan peta penyakit hewan ;
m. Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan (membuat dan
menanda tangani DP3);
n. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugasnya.
2. Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan
(1) Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan mempunyai tugas
membimbing pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan.
(2) Penjabaran tugas Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan
adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
a) Membantu menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang
pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan;
b) Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasannya
untuk menyelesaikan masalah di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyakit hewan;
c) Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyakit hewan;
d) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan;
e) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyakit hewan;
f) Menyiapkan bahan penyusunan laporan kinerja dan keuangan di
bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan;
g) Menyusun rencana kegiatan dan program kerja di bidang pencegahan
dan pemberantasan penyakit hewan ;
h) Menjabarkan petunjuk Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner guna penyelesaian tugas ;
i) Melaksanakan pencegahan (vaksinasi) penyakit hewan ;
j) Melaksanakan pengobatan ternak / hewan ;
k) Melaksanakan pengawasan penyakit hewan ;
l) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan (membuat dan
menanda tangani DP3);
m) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tuganya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
3. Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pengawasan Obat Hewan
(1) Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pengawasan Obat Hewan
mempunyai tugas membimbing pelaksanaan fungsi Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Pengawasan Obat Hewan.
(2) Penjabaran tugas Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pengawasan
Obat Hewan adalah sebagai berikut :
a) Membantu mengkoordinasikan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis di bidang kesehatan masyarakat veteriner dan pengawasan obat
hewan;
b) Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasannya
untuk menyelesaikan masalah di bidang kesehatan masyarakat
veteriner dan pengawasan obat hewan;
c) Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang kesehatan
masyarakat veteriner dan pengawasan obat hewan;
d) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan;
e) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang kesehatan
masyarakat veteriner dan pengawasan obat hewan;
f) Menyiapkan bahan penyusunan laporan kinerja dan keuangan di
bidang kesehatan masyarakat veteriner dan pengawasan obat hewan;
g) Menyusun rencana kegiatan dan program kerja di bidang kesehatan
masyarakat Veteriner dan pengawasan obat hewan ;
h) Melaksanakan pengawasan penyakit zoonosis pada hewan ;
i) Melaksanakan pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) dan
Hasil Bahan Asal Hewan (HBAH) ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
j) Melaksanakan pemeriksaan / pengujian mutu produk hasil ternak di
Laboratorium;
k) Melaksanakan pembinaan kesejahteraan hewan ;
l) Melaksanakan pengawasan obat hewan;
m) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan (membuat dan
menanda tangani DP3);
n) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugasnya.
Bidang Peternakan
Penjabaran TUPOKSI Bidang Peternakan, meliputi :
(1) Bidang Peternakan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas
Peternakan dan Perikanan di bidang Peternakan ;
(2) Dalam penyelenggaraan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bidang Peternakan mempunyai fungsi :
a) Pelaksanaan bimbingan Bibit dan Reproduksi Ternak ;
b) Pelaksanaan bimbingan Kaji Terap Teknologi Peternakan ;
c) Pelaksanaan bimbingan Penyebaran dan Pengembangan Ternak.
(3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala
Bidang Peternakan mempunyai tugas :
a) Menyiapkan bahan perumusan bahan kebijakan teknis di bidang
peternakan;
b) Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada pimpinan
untuk menyelesaikan masalah di bidang peternakan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
c) Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang peternakan;
d) Menjabarkan tugas dari atasan, mengoordinasikan dan memberi
petunjuk kepada bawahan untuk kelancaran pelaksanaan tugas;
e) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang peternakan;
f) Menyusun laporan kinerja dan keuangan di bidang peternakan;
g) Menyusun rencana kegiatan dan menetapkan program kerja
pengembangan Bidang Peternakan ;
h) Menyiapkan bahan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan dan
bimbingan di Bidang Peternakan ;
i) Menjabarkan program kerja dengan membuat pedoman kegiatan agar
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan lancar ;
j) Melaksanakan pembinaan dan bimbingan Bibit dan Reproduksi
Ternak ;
k) Melaksanakan pembinaan dan bimbingan Kaji Terap Teknologi
Peternakan serta peredaran dan penggunaan pakan ternak ;
l) Melaksanakan pembinaan dan bimbingan Penyebaran dan
Pengembangan Ternak kepada masyarakat ;
m) Mendistribusikan tugas kepada bawahan sesuai dengan disposisi
Kepala Dinas dan memberikan petunjuk kepada bawahan dalam
rangka penyelesaian tugas ;
n) Melaksanakan Koordinasi dengan bidang-bidang dan sekretariat untuk
kelancaran tugas ;
o) Memberikan saran pertimbangan kepada atasan sesuai dengan bidang
tugasnya ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
(1) Membuat laporan sesuai dengan bidang tugasnya ;
(2) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahannya ( membuat
dan menanda tangani DP3 );
(3) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai bidang
tugasnya.
1. Seksi Bibit dan Reproduksi Ternak
(1) Seksi Bibit dan Reproduksi Ternak mempunyai tugas membimbing
produksi ternak bibit pedesaan, memantau pengawasan mutu ternak bibit,
membimbing registrasi ternak, menguji populasi dasar ternak, memantau
kinerja ternak bibit, menyusun kebutuhan semen (mani beku) dan
mudigah, membantu inseminator dalam pengadaan sarana / prasarana
inseminasi buatan, mengevaluasi kualitas semen beku dan mudigah,
memantau Inseminasi Buatan dan alih mudigah ;
(2) Penjabaran tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai
berikut :
a) Membantu menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang
bibit dan reproduksi ternak;
b) Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasannya
untuk menyelesaikan masalah di bidang bibit dan reproduksi ternak;
c) Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang bibit dan
reproduksi ternak;
d) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan;
e) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang bibit dan
reproduksi ternak;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
f) Menyiapkan bahan penyusunan laporan kinerja dan keuangan di
bidang bibit dan reproduksi ternak;
g) Menyusun rencana program kerja di bidang pembibitan dan tehnik
reproduksi.
h) Menjabarkan perintah Kepala Bidang Peternakan guna penyelesaian
tugas ;
i) Melaksanakan perintah Kepala Bidang Peternakan guna penyelesaian
tugas ;
j) Melaksanakan perencanaan, membantu pengadaan semen beku,
mudigah dan sarana prasarana IB;
k) Menyusun pemetaan alokasi dan evaluasi kualitas semen beku dan
mudigah ;
l) Mendistribusikan tugas kepada bawahan sesuai disposisi Kepala
Bidang Peternakan ;
m) Memberikan petunjuk dan arahan kepada bawahan untuk kelancaran
tugas ;
n) Memantau pelaksanaan tugas bawahan agar dapat dilaksanakan sesuai
petunjuk dan pedoman ;
o) Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Bidang
Peternakan ;
p) Membuat laporan sesuai dengan bidang tugasnya ;
q) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan ( membuat dan
menanda tangani DP3);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
r) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugasnya.
2. Seksi Kaji Terap Teknologi Peternakan
(1) Seksi Kaji Terap Teknologi Peternakan mempunyai tugas membimbing
pelaksanaan pengkajian penerapan di bidang teknologi peternakan ;
(2) Penjabaran Tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai
berikut :
a) Membantu menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang
kaji terap teknologi peternakan;
b) Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasannya
untuk menyelesaikan masalah di bidang kaji terap teknologi
peternakan;
c) Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang kaji terap
teknologi peternakan;
d) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan;
e) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang kaji terap
teknologi peternakan;
f) Menyiapkan bahan penyusunan laporan kinerja dan keuangan di
bidang kaji terap teknologi peternakan;
g) Menyusun rencana dan program kerja di bidang pengkajian dan
penerapan teknologi peternakan ;
h) Menjabarkan progran kerja dengan membuat petunjuk operasional
agar pelaksanaan sesuai dengan rencana, tepat waktu dan tepat guna;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
i) Melaksanakan pengumpulan dan menyusun bahan pembinaan bidang
pengkajian dan penerapan teknologi peternakan ;
j) Melakukan bimbingan dan pembinaan kepada petani di bidang
pengkajian dan penerapan teknologi peternakan ;
k) Melakukan bimbingan dan pembinaan kepada petani di bidang
penerapan teknologi pakan ternak ;
l) Melakukan pengawasan terhadap peredaran dan penggunaan pakan
ternak;
m) Menjabarkan perintah Kepala Bidang Peternakan guna penyelesaian
tugas;
n) Melaksanakan perintah Kepala Bidang Peternakan guna penyelesaian
tugas;
o) Mendistribusikan tugas kepada bawahan sesuai disposisi Kepala
Bidang Peternakan ;
p) Memberikan petunjuk dan arahan kepada bawahan untuk kelancaran
tugas ;
q) Memantau pelaksanaan tugas bawahan agar dapat dilaksanakan sesuai
petunjuk dan pedoman ;
r) Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Bidang
Peternakan;
s) Membuat laporan sesuai dengan bidang tugasnya ;
t) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan ( membuat dan
menanda tangani DP3 );
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
u) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugasnya.
3. Seksi Penyebaran dan Pengembangan Ternak
(1) Seksi Penyebaran dan Pengembangan Ternak mempunyai tugas melaksa-
nakan bimbingan identifikasi lokasi penyebaran dan pengembangan
ternak, penyiapan lokasi dan peternak, mengelola administrasi gaduhan
ternak dan redistribusi ternak ;
(2) Penjabaran Tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai
berikut :
a) Membantu menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang
penyebaran dan pengembangan ternak;
b) Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasannya
untuk menyelesaikan masalah di bidang penyebaran dan pengem-
bangan ternak;
c) Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang penyebaran dan
pengembangan ternak;
d) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan;
e) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang penyebaran dan
pengembangan ternak;
f) Menyiapkan bahan penyusunan laporan kinerja dan keuangan di
bidang penyebaran dan pengembangan ternak;
g) Menyusun rencana dan program kerja di bidang penyebaran dan
pengembangan ternak ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
h) Menjabarkan perintah Kepala Bidang Peternakan guna penyelesaian
tugas ;
i) Menyiapkan bahan pembinaan dan bimbingan di bidang penyebaran
dan pengembangan ternak ;
j) Melaksanakan administrasi gaduhan ternak ;
k) Melaksanakan redistribusi ternak ;
l) Melaksanakan petunjuk atasan guna penyelesaian tugas ;
m) Mendistribusikan tugas kepada bawahan sesuai dengan disposisi
Kepala Bidang Peternakan ;
n) Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Bidang Peter-
nakan sesuai bidang tugasnya ;
o) Membuat laporan sesuai dengan bidang tugasnya ;
p) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan (membuat dan
menanda tangani DP3);
q) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugasnya.
Bidang Perikanan
Penjabaran TUPOKSI Bidang Perikanan, meliputi :
(1) Bidang Perikanan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas
Peternakan dan Perikanan di bidang Perikanan ;
(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidang
Perikanan mempunyai fungsi :
a) Pelaksanaan budidaya dan produksi benih ikan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
b) Pelaksanaan sumberdaya ikan dan lingkungan perikanan;
c) Pelaksanaan penyiapan paket teknologi perikanan.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala
Bidang Perikanan mempunyai fungsi :
a) Menyiapkan bahan perumusan bahan kebijakan teknis di bidang
Perikanan;
b) Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada pimpinan untuk
menyelesaikan masalah di bidang perikanan;
c) Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang perikanan;
d) Menjabarkan tugas dari atasan, mengkoordinasikan dan memberi petunjuk
kepada bawahan untuk kelancaran pelaksanaan tugas;
e) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang perikanan;
f) Menyusun laporan kinerja dan keuangan di bidang perikanan;
g) Menyusun Rencana kegiatan dan menetapkan program kerja dibidang
Produksi perikanan, Sumber Daya Ikan dan Lingkungan, Sarana Prasarana
Perikanan guna kelancaran pelaksanaan tugas ;
h) Menjabarkan program kerja dengan membuat jadwal kegiatan sehingga
rencana dapat dilaksanakan tepat waktu dan tepat sasaran ;
i) Menyiapkan bahan pedoman dan petunjuk teknis di bidang perikanan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
j) Melaksanakan pembinaan dan bimbingan teknis di bidang produksi
perikanan ;
k) Melaksanakan pembinaan dan bimbingan teknis di bidang sumberdaya
ikan dan lingkungan ikan ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
l) Melaksanakan pembinaan dan bimbingan teknis di bidang sarana
prasarana perikanan ;
m) Mendistribusikan tugas kepada bawahan sesuai disposisi Kepala Dinas
dan memberikan petunjuk kepada bawahan dalam rangka penyelesaian
tugas ;
n) Memberikan saran pertimbangan kepada atasan sesuai bidang tugasnya ;
o) Melaksanakan koordinasi dengan bidang-bidang dan sekretariat untuk
kelancaran tugas ;
p) Membuat laporan sesuai dengan bidang tugasnya ;
q) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahannya ( membuat dan
menanda tangani DP3 );
r) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang
tugasnya.
1. Seksi Produksi Perikanan
a) Membantu menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang
produksi perikanan;
b) Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasannya
untuk menyelesaikan masalah di bidang produksi perikanan;
c) Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang produksi
perikanan;
d) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan;
e) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang produksi
perikanan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
f) Menyiapkan bahan penyusunan laporan kinerja dan keuangan di
bidang produksi perikanan;
g) Menyusun rencana kegiatan dan menetapkan program kerja di bidang
produksi Perikanan ;
h) Menjabarkan perintah Kepala Bidang Perikanan guna menyelesaikan
dan pelaksanaan tugas ;
i) Mendistribusikan tugas kepada bawahan sesuai disposisi Kepala
Bidang Perikanan;
j) Menyiapkan bahan pembinaan dan bimbingan teknis di bidang
produksi perikanan ;
k) Melaksanakan inventarisasi, identifikasi, pembinaan dan
pengembangan, serta pengendalian Produksi Perikanan ;
l) Memberikan petunjuk dan arahan kepada bawahan guna kelancaran
pelaksanaan tugas ;
m) Memantau pelaksanaan tugas bawahan agar dilaksanakan sesuai
dengan petunjuk dan pedoman ;
n) Memberikan saran pertimbangan kepada Kepala Bidang Perikanan
sesuai bidang tugasnya ;
o) Membuat laporan sesuai dengan bidang tugasnya ;
p) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan ( membuat dan
menanda tangani DP3 );
q) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
2. Seksi Sumber Daya Ikan dan Lingkungan
a) Membantu menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang
Sumber Daya Ikan dan Lingkungan;
b) Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasannya
untuk menyelesaikan masalah di bidang Sumber Daya Ikan dan
Lingkungan;
c) Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang Sumber Daya
Ikan dan Lingkungan;
d) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan;
e) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang Sumber Daya
Ikan dan Lingkungan;
f) Menyiapkan bahan menyusun laporan kinerja dan keuangan di bidang
Sumber Daya Ikan dan Lingkungan;
g) Menyusun rencana kegiatan dan menetapkan program kerja di bidang
Sumber Daya Ikan dan Lingkungan ;
h) Menjabarkan perintah Kepala Bidang Perikanan guna menyelesaikan
dan pelaksanaan tugas ;
i) Mendistribusikan tugas kepada bawahan sesuai disposisi Kepala
Bidang Perikanan;
j) Menyiapkan bahan pembinaan dan bimbingan teknis di bidang Sumber
Daya Ikan dan Lingkungan ;
k) Melaksanakan inventarisasi, identifikasi, pembinaan dan
pengembangan, serta pengendalian Sumber Daya Ikan dan
Lingkungan ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
l) Memberikan petunjuk dan arahan kepada bawahan guna kelancaran
pelaksanaan tugas ;
m) Memantau pelaksanaan tugas bawahan agar dilaksanakan sesuai
dengan petunjuk dan pedoman ;
n) Memberikan saran pertimbangan kepada Kepala Bidang Perikanan
sesuai bidang tugasnya;
o) Membuat laporan sesuai dengan bidang tugasnya ;
p) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan ( membuat dan
menanda tangani DP3 );
q) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang dan tugasnya.
3. Seksi Sarana Prasarana Perikanan
a) Membantu menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang
Sarana Prasarana Perikanan;
b) Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasannya
untuk menyelesaikan masalah di bidang Sarana Prasarana Perikanan;
c) Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang Sarana
Prasarana Perikanan;
d) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan;
e) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di bidang Sarana
Prasarana Perikanan;
f) Menyiapkan bahan penyusunan laporan kinerja dan keuangan di
bidang Sarana Prasarana Perikanan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
g) Menyusun rencana kegiatan dan menetapkan program kerja di bidang
Sarana Prasarana Perikanan ;
h) Menjabarkan perintah Kepala Bidang Perikanan guna menyelesaikan
dan pelaksanaan tugas ;
i) Mendistribusikan tugas kepada bawahan sesuai disposisi Kepala
Bidang Perikanan;
j) Menyiapkan bahan pembinaan dan bimbingan teknis di bidang Sarana
Prasarana Perikanan ;
k) Melaksanakan inventarisasi, identifikasi, pembinaan dan pengem-
bangan, serta pengendalian Sarana Prasarana Perikanan ;
l) Memberikan petunjuk dan arahan kepada bawahan guna kelancaran
pelaksanaan tugas ;
m) Memantau pelaksanaan tugas bawahan agar dilaksanakan sesuai
dengan petunjuk dan pedoman ;
n) Memberikan saran pertimbangan kepada Kepala Bidang Perikanan
sesuai bidang tugasnya ;
o) Membuat laporan sesuai dengan bidang tugasnya ;
p) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan ( membuat dan
menanda tangani DP3 );
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang
tugasnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
a. Susunan Organisasi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali
Susunan organisasi pada Dinas Peternakan dan Perikanan
(DISNAKKAN) Kabupaten Boyolali diatur berdasarkan peraturan daerah
nomor 3 tahun 2008, yakni :
Susunan Organisasi Dinas Peternakan dan Perikanan terdiri dari :
1) Kepala;
2) Sekretariat;
3) Bidang Usaha Ternak dan Ikan;
4) Bidang Peternakan:
5) Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner;
6) Bidang Perikanan;
7) Kelompok Jabatan Fungsional;
8) Unit Pelaksana Teknis.
Sekretariat terdiri dari :
1) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
2) Sub Bagian Keuangan;
3) Sub Bagian Perencanaan Penelitian dan Pelaporan.
Bidang Usaha Ternak dan Ikan terdiri dari :
1) Seksi Pengelolaan Usaha;
2) Seksi Pengolahan Hasil;
3) Seksi Pemasaran.
Bidang Peternakan terdiri dari :
1) Seksi Bibit dan Reproduksi Ternak;
2) Seksi Kaji Terap Teknologi Peternakan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
3) Seksi Penyebaran dan Pengembangan Ternak.
Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner terdiri dari :
1) Seksi Pengamatan dan Penyidikan Penyakit Hewan;
2) Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan;
3) Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pengawasan Obat Hewan.
Bidang Perikanan terdiri dari :
1) Seksi Produksi Perikanan;
2) Seksi Sumber Daya Ikan dan Lingkungan;
3) Seksi Sarana Prasarana Perikanan.
Unit Pelaksana Teknis ( sebanyak 7 UPT ) :
1) UPT RPH Ampel
2) UPT BBI Tlatar dan Bangak
3) UPT Pelayanan Reproduksi dan Keswan Wilayah Boyolali
4) UPT Pelayanan Reproduksi dan Keswan Wilayah Ampel
5) UPT Pelayanan Reproduksi dan Keswan Wilayah Banyudono
6) UPT Pelayanan Reproduksi dan Keswan Wilayah Simo
7) UPT Pelayanan Reproduksi dan Keswan Wilayah Wonosegoro
b. Kepegawaian Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali
1) Jumlah Pegawai : 149 orang
2) Jumlah Pegawai Menurut Kualifikasi Pendidikan :
Tabel 4.1. Jumlah Pegawai Menurut Kualifikasi Pendidikan
Jumlah Pegawai Menurut Kualifikasi Pendidikan
SD SMP SMA/ SMK DI DII DIII DIV S1 S2 S3 Σ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 17 5 31 0 0 26 2 66 2 0 149
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
3) Jumlah Pegawai Menurut Kualifikasi Pangkat/Golongan :
(a) Juru Muda ( I/a ) : 6
(b) Juru Muda Tk. I ( I/b ) : 0
(c) Juru ( I/c ) : 1
(d) Juru Tk. I ( I/d ) : 0
(e) Pengatur Muda ( II/a ) : 11
(f) Pengatur Muda Tk. I ( II/b ) : 0
(g) Pengatur ( II/c ) : 6
(h) Pengatur Tk. I ( II/d ) : 8
(i) Penata Muda ( III/a ) : 16
(j) Penata Muda Tk. I ( III/b ) : 36
(k) Penata ( III/c ) : 22
(l) Penata Tk. I ( III/d ) : 25
(m) Pembina ( IV/a ): 5
(n) Pembina Tk. I ( IV/b ): 4
(o) Pembina Utama Muda ( IV/c ) : 1
(p) Pembina Utama Madya ( IV/d ): 0
(q) Pembina Utama ( IV/e ): 0
(r) PTT : 8
Jumlah : 149
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
c. Jumlah Pegawai Menurut Kualifikasi Jabatan:
Tabel 4.2. Jumlah Pegawai Menurut Kualifikasi Jabatan
Jumlah Pegawai Menurut Kualifikasi Jabatan Struktural Fungsional Jumlah
Total II.a II.b III.a III.b IV.a IV.b V.a V.b Jum Fung- sional
Jum
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0 1 1 4 22 6 0 0 34 42 42 76
C. Gambaran Umum Rumah Pemotongan Hewan Negeri atau UPT. RPH
Ampel di Kabupaten Boyolali
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan Unit Pelaksana teknis
Dinas (UPTD) yang berada dibawah naungan Dinas yang menangani fungsi
peternakan. RPH sebagai unit pelayanan publik memiliki fungsi teknis,
ekonomis dan sosial dimana pelaksanaannya mengacu pada visi misi Dinas
tersebut. Adapun satu-satunya RPH Negeri yang berada di wilayah Kabupaten
Boyolali adalah di UPT. RPH Ampel Boyolali.
Adapun struktur organisasi UPT. RPH Ampel sebagai berikut :
Bagan 4.2
Struktur organisasi UPT RPH Ampel
Sumber : UPT. RPH Ampel
KEPALA UPT RPH AMPEL
KASUBAG TATA USAHA
PETUGAS KEUR
MASTER
DOKTER HEWAN
PETUGAS MODIN /
JURU SEMBELIH
PETUGAS KEBERSIHAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Jumlah pegawai atau sumber daya manusia pada UPT. RPH Ampel adalah
17 orang atau personil yang terdiri dari 9 PNS, PTT (pegawai tidak tetap) 5
orang, THL ( tambahan/ tenaga harian lepas) 3 orang.
UPT. Rumah Pemotongan Hewan di Ampel mempunyai sturuktur
organisasi dan tugas pokok dalam melaksanakan sebagian kegiatan teknis
operasional dan / atau kegiatan teknis penunjang dalam urusan pelayanan
pemotongan hewan, dengan landasan Undang-Undang dengan pasal sebagai
berikut :
1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ,
UPT Rumah Pemotongan Hewan di Ampel mempunyai fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis pelayanan pemotongan hewan;
b. Perencanaan dan pengoordinasian pelayanan pemotongan hewan;
c. Pengoordinasian dan pelaksanaan pelayanan pemotongan hewan;
d. Pelaksanaan pemungutan dan penyetoran pendapatan rumah pemotongan
hewan.
2) Kepala UPT Rumah Pemotongan Hewan di Ampel mempunyai tugas pokok
memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan sebagian kegiatan teknis
operasional dan / atau kegiatan teknis penunjang dalam urusan pelayanan
pemotongan hewan.
3) Penjabaran tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai
berikut :
a. Merumuskan kebijakan teknis pada unit kerjanya;
b. Menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
c. Memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas pada unit kerjanya;
d. Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasan;
e. Mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan kepada
bawahan;
f. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berkaitan dengan
kegiatan pemotongan hewan;
g. Mengelola administrasi dan pembinaan pegawai serta memberikan
pelayanan administrasi kepada pejabat fungsional di lingkungan
kerjanya;
h. Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan serta memberikan
DP3;
i. Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja di unit kerjanya;
j. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugasnya.
Arti atau maksud dari tugas pokok UPT. RPH diatas sebagai berikut :
1) Sub Bagian Tata Usaha pada UPT Rumah Pemotongan Hewan di Ampel
mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan rumah tangga, kepegawaian,
keuangan, umum, pengelolaan barang, perencanaan dan pelaporan.
2) Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada UPT Rumah Pemotongan Hewan di
Ampel mempunyai tugas pokok memimpin pelaksanaan urusan rumah
tangga, kepegawaian, keuangan, umum, pengelolaan barang, perencanaan
dan pelaporan.
3) Penjabaran tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
a. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis pada unit kerjanya;
b. Menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
c. Memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas Sub Bagian Tata
Usaha unit kerjanya;
d. Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada atasan;
e. Mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk dan arahan kepada
bawahan;
f. Menyelenggarakan urusan umum dan kepegawaian, keuangan, dan
pengelolaan barang;
g. Mengelola administrasi surat menyurat, pengarsipan, pemeliharaan dan
rumah tangga kantor;
h. Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan serta memberikan
DP3;
i. Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja Sub Bagian Tata Usaha unit
kerjanya;
j. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugasnya.
Peran RPH Pemerintah yang selama ini dilakukan, antara lain :
1. Penciptaan lapangan kerja. Dari seluruh mata rantai kegiatan RPH dapat
diciptakan lapangan kerja baik di sektor formal maupun nonformal yang
praindustrial (melibatkan tukang potong, pedagang daging dan jeroan dan
hasil ternak lainnya) maupun sebagai lapangan kerja bagi masyarakat seperti
industri pengalengan atau pengolahan daging.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
2. Pengembangan Industri Hasil Ternak. Dengan berdirinya RPH maka dapat
mendorong munculnya berbagai industri pengguna bahan baku hasil ternak
misalnya industri bakso, abon, dendeng, pakan ternak, kulit olahan, kerupuk
kulit, dan lain-lain) baik yang berskala kecil ataupun yang besar.
Adapun peran dari RPH negeri antara lain :
1. Aspek Teknis :
a. Sebagai tempat dilaksanakannya pemotongan hewan secara benar sesuai
dengan standar teknis yang berlaku.
b. Sebagai tempat dilaksanakan pemeriksaan hewan sebelum dipotong (ante
mortem) dan sesudah dipotong (post mortem) untuk mencegah penularan
penyakit hewan ke manusia atau sebaliknya yang dikenal sebagai
zoonosis.
c. Sebagai tempat untuk mendeteksi atau memonitor penyakit hewan
dengan melakukan penelusuran balik asal dari hewan potong tersebut
sehingga dapat dilakukan penyidikan yang lebih rinci di daerah asal.
d. Sebagai tempat untuk melaksanakan seleksi dan pengendalian
pemotongan hewan besar betina bertanduk yang masih produktif, serta
untuk menekan pengurangan populasi akibat pemotongan hewan besar
betina bertanduk yang tidak terkendali (penetapan status reproduksi
hewan betina dilakukan oleh Dokter Hewan yang bertanggung jawab).
2. Aspek Ekonomis
a. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
b. Menyerap lapangan pekerjaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
3. Aspek Sosial
a. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menyediakan daging
yang aman, sehat, utuh dan halal bagi masyarakat konsumen. Hal
tersebut penting dalam memberikan ketentraman batin masyarakat
konsumen atas jaminan kualitas produk yang dikonsumsi.
b. Memperlakukan ternak potong sesuai dengan kaidah kesejahteraan
hewan.
Landasan hukum/operasional dari RPH milik pemerintah adalah :
a. Undang Undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan.
b. Undang Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
c. Undang Undang no.18 Tahun 2009 tentang Peternakan & Kesehatan
Hewan.
d. PP 22 Tahun 1983 tentang Kesmavet.
e. SK.Mentan no.555 Tahun 1986 syarat-syarat Pemotongan Hewan &
Usaha Pemotongan Hewan.
f. SK.Mentan no.413 Tahun 1992 tentang Pemotongan Hewan &
Penanganan Daging, serta Hasil Ikutannya.
g. Peraturan-peraturan daerah (provinsi maupun kabupaten/kota)
Adapun persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit
Penanganan Daging (Meat Cutting Plant), berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 13/Permentan/Ot.140/1/2010, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pada Bab 1 pasal 1 ayat (2), dalam peraturan ini, yang dimaksud RPH
(Rumah Potong Hewan) adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan
dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong
hewan bagi konsumsi masyarakat umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
2. Pada pasal (12) disebutkan bahwa penyembelihan hewan adalah kegiatan
mematikan hewan hingga tercapai kematian sempurna dengan cara
menyembelih yang mengacu kepada kaidah kesejahteraan hewan dan syariah
agama Islam.
3. Pada pasal (15), dinyatakan bahwa dokter hewan berwenang adalah dokter
pemerintah yang ditunjuk oleh Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan
pengawasan di bidang kesehatan masyarakat veteriner di RPH dan/atau
UPD.
4. Pada pasal (16) disebutkan bahwa dokter hewan penanggungjawab teknis
adalah dokter yang ditunjuk oleh Manajemen RPH dan/atau UPD berdasar-
kan rekomendasi dari Gubernur/Walikota yang bertanggungjawab dalam
pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem serta pengawasan di bidang
kesehatan masyarakat veteriner di RPH dan/atau UPD.
5. Pasal (20), kandang penampung adalah kandang yang digunakan untuk
menampung hewan potong sebelum pemotongan dan tempat dilakukannya
pemeriksaan ante-mortem.
6. Pasal (21), kandang isolasi adalah kandang yang digunakan untuk
mengisolasi hewan potong yang ditunda pemotongannya karena menderita
atau dicurigai menderita penyakit tertentu.
Dalam pendirian Rumah Pemotongan Hewan (RPH), ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Persyaratan Teknis RPH
Dalam pasal 4 dijelaskan sebagai berikut :
RPH merupakan unit pelayanan masayrakat dalam penyediaan daging yang
aman, sehat, utuh, dan halal, serta berfungsi sebagai sarana untuk
melaksanakannya :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
a. Pemotongan hewan secara benar, (sesuai dengan persyaratan kesehatan
masayrakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama).
b. Pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong dan pemeriksaan
karkas, dan jeroan untuk mencegah penularan penyakit zoonotik ke
manusia,
c. Pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang
ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan pemeriksaan post-mortem
guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan
menular dan zoonosis di daerah asal hewan.
Dalam pasal 5 dijelaskan sebagai berikut :
1) Untuk mendirikan rumah potong wajib memenuhi persyaratan adminis-
tratif dan persyaratan teknis.
2) Persyaratan administrastif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan.
3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : (a)
Lokasi, (b) Sarana pendukung; (b) Konstruksi dasar dan desain
bangunan; (c) Peralatan.
2. Persyaratan Lokasi
Pada pasal 6 dinyatakan bahwa :
a. Lokasi RPH harus sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah
(RUTRD) dan Rencana Detil Tata Ruang Daerah (RDTRD) atau daerah
yang diperuntukkan sebagai area agribisnis.
b. Lokasi RPH harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1) tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap, baum debu dan
kontaminan lainnya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
2) tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan,
3) letaknya lebih rendah dari pemukiman,
4) mempunyai akses air bersih yang cukup untuk pelaksanaan
pemotongan hewan dan kegiatan pembersihan serta desinfeksi,
5) tidak berada dekat industri logam dan kimia,
6) mempunyai lahan yang cukup untuk mengembangkan RPH terpisah
secara fisik dari lkasi kompleks RPH Babi atau dibatasi dengan pagar
tembok dengan tinggi minimal 3 (tiga) meter untuk mencegah lalu
lintas orang, alat dan produk antar rumah potong.
3. Persyaratan Sarana Pendukung
RPH harus dilengkapi dengan sarana/prasarana pendukung paling kurang
meliputi :
a. akses jalan yang baik menuju RPH yang dapat dilakui kendaraan
pengangkut hewan potong dan kendaraan daging,
b. sumber air yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih dalam
jumlah cukup, paling kurang 1.000 liter/ekor/hari.
c. Sumber tenaga listrik yang cukup dan tersedia terus menerus,
d. Fasilitas penanganan limbah padat dan cair.
4. Persyaratan Tata Letak, Desain, dan Konstruksi
Pasal 8 :
a. Kompleks RPH harus dipagar, dan harus memiliki pintu yang terpisah
untuk masuknya hewan potong dengan keluarnya karkas, dan daging.
b. Bangunan dan tata letak dalam kompleks RPH paling kurang meliputi :
1) Bangunan utama;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
a) Area penurunan hewan (unloading) sapi dan kandang penam-
pungan/kandang istirahat hewan;
b) Kandang penampungan khusus ternak ruminansia betina
produktif,
c) Kandang isolasi,
d) Ruang pelayuan berpendingin (chilling room).
e) Area pemuatan (loading) karkas/daging.
f) Kantor administratif dan kantor dokter hewan,
g) Kantin dan mushola,
h) Ruang istirahat karyawan dan tempat pemyimpanan barang
pribadi (locker)/ruang ganti pakaian.
i) Kamar mandi dan WC,
j) Sarana penanganan limbah,
k) Rumah jaga.
2) Dalam kompleks RPH yang menghasilkan produk akhir daging segar
dingin (chilled) atau beku (frozen) harus dilengkapi dengan :
a) Ruang pelepasan daging (deboning room) dan pemotongan daging
(cutting room),
b) Ruang pengemasan daging (wrapping and packing),
c) Fasilitas chiller,
d) Fasilitas freezer dan blast freezer,
e) Gudang dingin (cold storage).
3) Dalam kompleks RPH yang menghasilkan produk akhir daging segar
dingin (chilled) atau beku (frozen) harus dilengkapi dengan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
a) RPH berorientasi ekspor dilengkapi dengan laboratorium sederhana.
Pasal 9 disebutkan :
(1) Bangunan utama RPH sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 8
ayat (2) huruf a harus memiliki daerah kotor yang terpisah secara
fisik dari daerah bersih.
(2) Daerah kotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
(a) Area pemongsanan atau perebahan hewan, area pemotongan
dan area pengeluaran darah,
(b) Area penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala,
keempat kaki sampai metatarsus dan metakarpus, pengulitan,
pengeluaran isi dada dan isi perut),
(c) Ruang untuk jeroan hijau,
(d) Ruang untuk jeroan merah,
(e) Ruang untuk kepala dan kaki,
(f) Ruang untuk kulit, dan
(g) Pengeluaran (loading) jeroan.
(3) Daerah bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
(a) Pemeriksaan post-mortem
(b) Penimbangan karkas,
(c) Pengeluaran (loading) karkas/daging.
Dalam pasal (10) disebutkan bahwa desain dan konstruksi dasar
seluruh bangunan dan peralatan RPH harus dapat memfasilitasi
penerapan cara produksi yang baik dan mencegah terjadinya
kontaminasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Pada pasal 11 disebutkan bahwa :
Bangunan utama RPH harus memenuhi persyaratan :
2) Tata ruang didisain sedemikian rupa agar searah dengan alur proses
serta memiliki ruang yang cukup, sehingga seluruh kegiatan
pemotongan hewan dapat berjalan baik dan higienes, dan besarnya
ruangan disesuaikan dengan kapasitas pemotongan.
3) Adanya pemisahan ruangan yang jelas secara fisik antara ”daerah
bersih” dan ”daerah kotor”.
4) Memiliki area dan fasilitas khusus untuk melaksanakan pemeriksaan
post-mortem.
Dalam bab III Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/
Ot.140/1/2010 tentang “Persyaratan Unit Penanganan Daging” dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Bagian kesatu, tentang Persyaratan Teknis Unit Penanganan Daging, dalam
pasal 30 dijelakan sebagai berikut :
(1) UPD wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis,
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Persyaratan teknis sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi
persyaratan:
(a) Lokasi
(b) Sarana pendukung.
(c) Konstruksi dasar dan disain bangunan
(d) peralatan
Bagian kedua, Persyaratan lokasi, dalam pasal 31 disebutkan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
(1) Lokasi UPD harus sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah
(RUTRD) dan Rencana Detil Tata Ruang Daerah (RDTRD) atau lokasi
yang diperuntukkan sebagai area agribisnis.
(2) Lokasi UPD harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
(a) tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap, bau, debu, dan
kontaminasi lainnya.
(b) Tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan,
(c) Letaknya lebih rendah dari pemukiman,
(d) Memiliki akses air bersih yang cukup untuk pelaksanaan penanganan
daging dan kegiatan pembersihan serta desinfeksi,
(e) Tidak berada dekat industri logam dan kimia.
D. Gambaran Umum Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Swasta di Kabupaten
Boyolali
Rumah Potong Hewan swasta adalah suatu bangunan atau kompleks
bangunan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong
hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas yang didirikan oleh
masyarakat atau pejagal, yang banyak tanpa memiliki ijin dari pemerintah
sehingga Rumah Potong Hewan (RPH) swasta dianggap pemerintah sebagai
Rumah Potong Hewan (RPH) illegal. Di Kabupaten Boyolali, data yang kongkrit
jumlah RPH di Disnakkan tidak ditemukan dan memang sulit untuk dilacak
keberadaannya, walaupun ada beberapa RPH swasta yang memiliki ijin, namun
ijin tersebut hanya sekedar ijin untuk menyembelih saja, tapi tidak adanya
pengawasan dan persyaratan-persyaratan yang detail sebagaimana pada tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
RPH Negeri milik pemerintah. Seperti yang di ungkapkan oleh Drh. Fitri selaku
staf bidang Kesmavet sebagai berikut :
”....dulu ada beberapa titik di daerah Boyolali yang kita berikan ijin dalam mendirikan rumah potong dirumah masyarakat jagal atas permintaan mereka, dengan melakukan seleksi dan harus memenuhi persyaratan seperti apa yang telah diatur di Undang-Undang, namun itu tidak bertahan lama hanya bertahan 3 bulan saja waktu itu, karena mereka tidak mau mengurus surat perpanjangan sampai sekarang” (Wawancara, pada hari Senin 09, Januari 2012, pukul 08.12 WIB).
RPH swasta umumnya tersebar di sejumlah kota kecamatan di Kabupaten
Boyolali. Berdasarkan penelusuran atau studi kasus yang dilakukan oleh peneliti
pada beberapa tempar RPH swasta dan keberadaannya sebagai Rumah Pemotong
Hewan, ditemukan sebanyak kurang lebih 69 tempat dan umumnya tempat
penyembelihan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ada pada RPH
negeri. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Eko Purnomo, AM.d
sebagai petugas harian Pemotongan Sapi di UPTD RPH Ampel, dinyatakan
sebagai berikut :
”... rumah pemotongan hewan selain di UPTD RPH Ampel, umumnya dimiliki oleh para pejagal yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten Boyolali, dan mereka umumnya disamping menyembelih di RPH Ampel juga menyembelih sendiri di rumah-rumah milik jagal tersebut. Hal ini dilakukan karena mereka menganggap bahwa di RPH Ampel prosesnya terlalu lama dan menunggu proses pemeriksaan persyaratan pemotongan yang telah ditetapkan sebelumnya”. (Wawancara, pada hari Senin 09, Januari 2012, pukul 19.30 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa RPH swasta
umumnya mengadakan penyembelihan di rumah jagal dan syarat-syarat baik
persyaratan teknis, lokasi, desain maupun syarat kesehatan tidak disyaratkan
oleh jagal tersebut, yang penting mereka dapat menyembelih dan memasarkan
hasil penyembelihannya tersebut. Di samping itu mereka juga menyembelih di
RPH Negeri yang persentasenya hanya sedikit, hal ini beralasan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
menyembelih di RPH Negeri memerlukan waktu lama dan membutuhkan biaya
dan waktu yang juga tidak sedikit.
E. Kegiatan Pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali
pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kabupaten Boyolali Tahun
2011/2012
Pelaksanaan kegiatan pengawasan pada bidang Kesmavet di RPH oleh
Disnakkan Kabupaten Boyolali dilatarbelakangi oleh kenyataan di lapangan bahwa
daging hewan ternak yang dipasarkan di Kabupaten Boyolali dinilai relatif belum
sepenuhnya memenuhi standar kesehatan sebagai sumber protein hewani.
Berdasarkan indikator kinerja Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali
dalam pengawasan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kabupaten Boyolali
Tahun 2011/2012, untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan atau masalah yang ada
di lapangan yang diterapkan ke dalam 3 (tiga) indikator yaitu : input, output dan
outcome. Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Input
Dalam penelitian ini, yang menjadi input Dinas Perikanan dan Peternakan
(Disnakkan) Boyolali dalam pengawasan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dapat
disajikan secara rinci yang meliputi : program atau kegiatan pengawasan yang
dilakukan, sumber daya manusia, dan dana yang digunakan dalam program
pengawasan yang dilakukan oleh Disnakkan Kabupaten Boyolali. Adapun program
yang dilakukan Disnakkan ada dua macam yaitu kegiatan ruin dan kegiatan tahunan
(insidental). Hasil wawancara dengan ibu Drh. Afiany Firdania sebagai kepala seksi
bidang Kesmavet adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
“Program yang menjadi suatu kegiatan kita di Kesmavet itu ada dua macam yakni kegiatan rutin dan kegiatan yang diadakan tahunan tepatnya pada hari-hari besar keagamaan.“ (wawancara Senin, 09 Januari 2012, pukul 10.00 WIB). Program rutin dan program insidental yang dilakukan oleh Disnakkan dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a) Program atau Kegiatan Rutin
Program kegiatan rutin merupakan rancangan mengenai asas serta usaha
Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali dalam mencapai
tujuan yang telah di susun secara terstruktur dan tersistematis yang dilakukan secara
rutin dalam jangka pendek. Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten
Boyolali mempunyai program kegiatan rutin pengambilan sampel daging, yang
terbagi menjadi dua yakni pengambilan sampel daging sapi yang dilakukan di RPH
dan di pasar.
Kegiatan rutin pengambilan sampel daging yang dilakukan di RPH belum
terlaksana secara maksimal, hal ini dikarenakan belum adanya peraturan daerah
yang mengatur tentang pengawasan rutin tersebut. Hal ini diutarakan oleh ibu Drh.
Afiany Firdania sebagai kepala seksi bidang Kesmavet adalah sebagai berikut :
“Kegiatan pengambilan sampel daging yang kita ambil langsung di RPH Ampel sampai sekarang belum bisa terlaksana, karena kita belum punya Perda yang mengaturnya, Jadi sejauh ini pengambilan sampel di RPH baru menjadi rencana kerja kita“ (wawancara Senin, 09 Januari 2012, pukul 10.00 WIB).
Wawancara dengan Ibu Fitria mengungkapkan mengenai masalah landasan
kerja mereka sebagai berikut :
“Kesmavet belum ada Perdanya baru maju sejak tahun 2007 sampai sekarang baru Raperda di karenakan untuk Perda sendiri harus ada undang-undang yang kuat dan harus ada uji hukumnya, jadi Kesmavet dasar kerjanya cuma mengacu pada undang-undang no. 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan” (wawancara Kamis, 16 Januari 2012, pukul 10.30 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa hasil
pengawasan kegiatan rutin di RPH dalam pengambilan sampel daging belum
terealisasi secara maksimal.
Sedangkan dalam kegiatan rutin pengambilan sampel di pasar sudah
terlaksana dengan baik. Sesuai dengan penuturan dari drh. Fitri selaku staf di bidang
Kesmavet yakni sebagi berikut :
“Kegiatan di Kesmavet ini ada kegiatan yang dilakukan secara rutin yakni yang diadakan bulanan ada 4 yakni : a) Pengambilan sampel susu di 6 kecamatan (Boyolali, Mojosongo, Musuk,
Cepogo, Ampel, dan Selo), b) Pengambilan sampel daging di 15 kecamatan (Selo, Cepogo, Ampel,
Boyolali, Teras, Mojosongo, Banyudono, Sambi, Simo, Klego, Kemusuk, Juwangi, Ngamplak, Andong),
c) Monitoring krupuk kulit di kecamatan Banyudono, d) Pembinaan sapi perah di 6 kecamatan (Boyolali, Mojosongo, Musuk,
Cepogo, Ampel, dan Selo). dan untuk pengawasan tahunan terdapat pengambilan sampel BAH dan pembinaan penyakit zoonosis” (wawancara Jumat, 10 Januari 2012, pukul 09.10 WIB). Di samping itu, diperkuat oleh penuturan drh. Trijoko Budi Jatmiko selaku
staf bidang Kesmavet berikut ini :
”Untuk pengawasan rutin ada beberapa dinas yang bekerjasama dalam hal ini yaitu Dinas kesehatan, Dinas Peternakan dan Perikanan, Disperindag, Satpol PP, Kantor Ketahanan Pangan. Pengambilan sampel BAH tersebut dilakukan di 9 kecamatan, biasanya pengiriman sampel BAH di kantor Balai Pelayanan Kesmavet Jln. Cendana Boyolali (depan SMP Winong). Untuk pengambilan asal hewan yang diambil sampelnya secara langsung di RPH baru mulai bulan Juli ini, sekarang baru menyiapkan alat-alatnya. Sedangkan pembinaan penyakit zoonosis ada di 4 kecamatan, dahulu pada tahun 2002 di kabupaten Boyolali terdapat penyakit zoonosis yang jumlahnya banyak yakni suspect (Cepogo, Ampel, Selo, Teras); antrax (Ampel); brucelosis (Ampel, Simo, Boyolali, Cepogo, Musuk, Mojosongo); pes (Cepogo, Selo); rabies (Kemusuk, Simo, Ngemplak, Boyolali, Ampel)” (wawancara Kamis, 16 Januari 2012, pukul 10.10 WIB).
Berdasarkan beberapa penjelasan yang diutarakan di atas diketahui bahwa
program pengawasan rutin dengan melakukan pengambilan sampel daging yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
dilakukan di pasar-pasar oleh Disnakkan Kabupaten Boyolali yang diadakan setiap
bulan, yaitu ada empat kegiatan yakni: (1) Pengambilan sampel susu; (2)
Pengambilan sampel daging di 15 kecamatan; (3) Monitoring krupuk kulit di
kecamatan Banyudono; dan (4) Pembinaan sapi perah di 6 kecamatan.
Pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten
Boyolali terhadap kegiatan pemotongan sapi potong di UPT RPH Ampel belum
maksimal. Hal ini dikarenakan pihak Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan)
Kabupaten Boyolali tidak melakukan pengawasan secara langsung dan rutin. Dinas
Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali hanya mengandalkan
laporan tiap bulan dari RPH sebagai bentuk pengawasan, dengan dalih bahwa RPH
sudah merupakan UPT yang memiliki dokter hewan sendiri dan memiliki teknis
kerja sendiri.
Seperti yang diungkapkan oleh drh. Trijoko Budi Jatmiko selaku staf bidang
Kesmavet sebagai berikut :
“Pengawasan Disnakkan ke RPH tahun 2011 dilakukan tiap bulan tapi itu bentuknya ada laporan gitu ke kami dari RPH. Karena RPH di Ampel itu sudah merupakan UPT. UPT itu kan suatu ikatan organisai yang sudah teknis, jadi apabila ada penyimpangan di RPH kami serahkan penangannya di RPH” (wawancara Kamis, 16 Januari 2012, pukul 10.10 WIB).
Ibu drh. Afiany Firdania selaku kepala seksi di bidang Kesmavet
menambahkan, sebagai berikut :
“Karena RPH Ampel sudah UPT jadi teknis diserahkan sana atau tugas kegiatan disana dilakukan secara mandiri. Kalau daging sudah diperiksa dokter hewan disana, ya otomatis kita tidak akan memeriksa lagi, itu kode etik kerja kita. Kita tidak pernah croschek disana tiap hari ataupun tiap bulan ke RPH langsung, tapi mereka tiap bulan memberikan laporan kepada kita”. (wawancara Senin, 16 Januari 2012, pukul 11.05 WIB). Kemudian ibu drh. Diah Ayu selaku staf di bidang Kesmavet menambahkan
berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
“Harusnya kita monitoring dan evaluasi tapi kita serahkan di UPT RPH karena disana ada Dokter Hewannya, kalau terjadi sesuatu kita akan membantu” (wawancara Senin, 16 Januari 2012, pukul 11.35 WIB). Data pemotongan sapi potong di Kabupaten Boyolali tahun 2011 yang
dimiliki Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali dari
laporan yang diterima dari UPT RPH Ampel sebagai berikut :
Tabel 4.3. Data Pemotongan Sapi Potong di Kabupaten Boyolali tahun 2011
NO BULAN TERNAK YANG DIPOTONG (ekor)
JANTAN BETINA JUMLAH SAPI SEHAT 1 JANUARI 2,728 160 2,888 2 FEBRUARI 2,706 137 2,843 3 MARET 3,311 165 3,476 4 APRIL 3,155 149 3,304 5 MEI 3,475 159 3,634 6 JUNI 3,556 161 3,717 7 JULI 4,071 183 4,254 8 AGUSTUS 4,968 248 5,216 9 SEPTEMBER 3,997 166 4,163 10 OKTOBER 3,089 156 3,245 11 NOVEMBER 5,108 158 5,266 12 DESEMBER 2,847 169 3,016 JUMLAH 43,011 2,011 45,022
(Wawancara Kamis, 19 Januari 2012, pukul 10.40 WIB). Dari data tersebut tidak bisa dilihat kondisi atau keadaan daripada kualitas
daging yang sebenarnya di UPT RPH Ampel, semua diberi keterangan bahwa
daging yang disembelih di RPH adalah sapi atau daging sehat. Hal tersebut berbeda
dengan kenyataan di lapangan, daging yang disembelih di UPT RPH Ampel tidak
semua sapinya sehat tanpa diglonggong, namun terdapat sapi yang semi
glonggongan (sapi digelonggong dengan takaran banyak namun sapi tidak sampai
pingsan atau teler) dan sapi glonggongan (sapi yang diglonggong dengan takaran air
yang sangat banyak atau sampai tidak mampu berdiri ataupun berjalan). Hal ini
dituturkan oleh bapak Irwan Agus Tanto sebagai Kasubag TU RPH Ampel
mengungkapkan jenis daging sapi yang dipotong di UPT RPH Ampel sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
“Sapi yang disembelih di RPH sini ada daging glonggongan, disini menyebutnya daging semi (sapi digelonggong sedikit jadi sapi tidak sampai teler) tapi daging basah (sapi digelonggong dengan takaran air yang sangat banyak, yang biasanya sapi sampai tidak mampu berdiri atau berjalan) juga sampai saat ini disini masih ada, dan disini juga ada daging kering yakni tanpa diglonggong sapinya. Kebanyakan sapi disini diglonggong, daging kering cuma untuk abonan dan jumlahnya tidak seberapa“(wawancara selasa, 17 Januari 2012, pukul10.00 WIB).
Bapak Eko Purnomo, AM.d selaku mantri atau petugas keur master
di UPT. RPH di Ampel menambahkan sebagai berikut :
“Iya memang kondisinya seperti ini disini, kriteria sapi bisa dipotong disini minimal sapi bisa jalan tapi kalau tidak, langsung kita tolak. Disnakan ya ndak berani ngapa-ngapain, karena di sini kan ada dokter hewannya, mau negur ya ndak berani mereka. Disamping itu kan karena juga sama-sama didesak PAD.” (wawancara rabu, 11 Januari 2012, pukul 19.30 WIB).
Adapun laporan pemotongan sapi dan pengiriman retribusi pada tahun 2011-
2012 sesuai dengan target dan realisasi dapat dikemukakan sebagai berikut :
Tabel 4.4. Data Pemotongan Sapi dan Pengiriman dan Penerimaan Retribusi di Kabupaten
Boyolali tahun 2011-2012 Bln
Target (ribuan)
%
Penerimaan Bulan Lalu
(ribuan)
%
Penerimaan Bulan ini (ribuan)
%
Jmlh s/d bulan ini (ribuan)
%
Kurang dari Target
(ribuan)
%
Ket
2011 Jan 422.500 100 - - 32.328 7,65 32.328 7,65 390.172 92.35 Feb 422.500 100 32.328 7,65 32.753 7,52 64.081 15,17 358.520 84.83 Mrt 421.500 100 63.997 15,2 38.814 9,21 102.810 24.39 318.690 75.61 April 421.500 100 102.810 24,4 36.966 8,75 139.675 33.14 281.825 66.86 Mei 421.500 100 139.675 33,1 40.531 9.62 180.206 42.75 241.294 57.25 Juni 421.500 100 180.206 42.8 41.451 9,83 221.656 52.59 199.844 47.41 Juli 421.500 100 221.656 52.6 47.434 11.25 269.091 63.84 152.410 36.16 Agust 421.500 100 269.090 63.8 58.244 13.82 327.334 77.66 94.165 22.34 Sept 421.500 100 335.010 74.4 52.165 9.34 331.231 70.25 72.035 8.22 Okt 421.500 100 373.709 88,7 36.241 8,60 409.949 97,26 11.551 2.74 Nop 421.500 100 409.494 97,3 36.429 8,64 446.378 105,9 (24.878) -5,90 Des 421.500 100 446.378 105,9 33.767 8,01 480.145 113,9 (58.645) -13,91 2012 Jan 753.000 100 - - 60.222 8.00 60.222 7.99 692.778 92.00 Feb 717.000 100 60.222 8,4 58.305 8,13 118.527 16,53 598.473 83,47 Mrt 717.000 100 118.527 16,5 68.298 9,53 186.825 26,06 530.175 73,94 April 717.000 100 186.825 26,1 64.616 9,01 251.441 35,07 465.559 64,93
Sumber: UPT RPH Ampel tahun 2011-2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Berdasarkan tabel 4.4 di atas terlihat bahwa target dan realisasi penerimaan
retribusi pemotongan hewan selama tahun 2011 ternyata setiap bulannya mengalami
penurunan atau kurang dari target terutama pada bulan Oktober, Nopember dan
bahkan pada bulan Desember tahun 2011 mengalami minus.
Adapun untuk penerimaan retribusi pemotongan hewan selama tahun 2012
sampai bulan April, semuanya kurang dari target, walaupun penurunannya tidak
begitu signifikan. Hal ini berarti realisasi penerimaan retribusi pemotongan hewan di
UPT RPH Ampel tahun 2011/2012 kurang dari target yang telah ditetapkan, hal ini
disebabkan antara lain : ada beberapa pedagang yang menyembelih di rumahnya
sendiri dengan mengundang jagal yang ada di kabupaten Boyolali, dan juga terlalu
lamanya mengantri pagi pedagang yang akan memotongkan hewannya di UPT RPH
Ampel Boyolali, sehingga mereka para pedagang tidak sabar untuk menunggunya.
Hal ini juga diperkuat oleh hasil wawancara tentang laporan pemotongan
sapi dan retribusi yang ada di RPH Ampel oleh drh. Fitria afriyani sebagai berikut :
“...dalam penanganan hasilnya memang belum maksimal. Kalau dilihat dari potensi yang sangat besar di kabupaten boyolali baik dari sapi potong maupun sapi perah, kalau SDMnya Cuma kami ya tentunya masih kurang untuk menangani semua ini, makanya kami dibantu UPT-UPT. Strategi : ini kan kasus besar jadi bukan kita sendiri yang duduk tetapi seharusnya dengan pemerintah pusat, bapak bupati, DPR dan komisi-komisi. Kalau kami menegakan aturan tugas dari kami tentunya berdampak pada retribusi. Jadi jangan yang bicara kami tok, masalahnya kalau angka praktek gelonggong sapi tinggi maka PADnya akan turun, nah apa mau PADnya bakalan turun”. (Senin 09 januari 2012, pukul 10.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kenyataan di lapangan
ternyata banyak kendala-kendala yang dihadapi oleh petugas dari Disnakkan. Untuk
mengantisipasi kendala-kendala tersebut diperlukan petugas atau tenaga pengawasan
yang mempunyai Sumber Daya Manusia yang handal. Oleh sebab itu, Disnakkan
melakukan penyuluhan dan pelatihan-pelatihan untuk memberikan bekal bagi tenaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
lapangan agar mempunyai kinerja pengawasan yang tinggi, namun pelaksanaan dan
fasilitas dilakukan dari pusat.
Adapun isi pelatihan yang dilakukan diantara berisi tentang teknis
pemotongan sapi, prosedur teknik pemeriksaan sapi yaitu ante-morten dan post-
morten, syarat-syarat yang harus dimiliki sebagai seorang pengawas di lapangan
serta penilaian atau menilai kinerja ketika melakukan pengawasan ke RPH yang
ditunjuk. Hal ini seperti diungkapkan hasil wawancara yang disampaikan oleh ibu
drh. Afiany Firdania sebagai berikut :
“Kami punya standar operasi pemotongan atau yang sering disebut SOP yang didasarkan dari SK yang kita punya yakni Mentan Nomer 413 Tahun 1992. Hal tersebut diatur dalam pasal 21 Undang-Undang No 6 tahun 1967 dan pasal 22 UU No 6 tahun 1967 yang didalamnya terdapat peraturan teknik cara pengawasan dan pemeriksaan ternak ruminansia atau dalam hal ini di bidang kesmavet” (wawancara Senin, 09 Januari 2012, pukul 10.00 WIB). Berdasarkan wawancara tersebut dijelaskan bahwa syarat-syarat yang harus
dimiliki sebagai seorang pengawas di lapangan serta penilaian atau menilai kinerja
ketika melakukan pengawasan ke RPH yang ditunjuk. Kejelasan dari syarat sumber
daya manusia antara lain : 1) Setiap RPH dan/atau UPD harus di bawah pengawasan
dokter hewan berwenang; 2) Setiap RPH harus mempekerjakan paling kurang satu
orang dokter hewan; 3) Petugas penanggung jawab teknis harus memenuhi
persyaratan paling kurang mempunyai sertifikat pelatihan sistem jaminan keamanan
pangan; dan 4) Tenaga ahli pemotong daging paling kurang harus mempunyai
sertifikat sebagai tenaga ahli pemotong daging yang dikeluarkan oleh lembaga
berwenang.
Ibu drh. Diah Ayu menambahkan berikut ini :
“Prosedur teknis pemeriksaan itu ada ante-mortem yaitu pemeriksaan klinis oleh dokter hewan pengawas Kesmavet pada ternak sebelum disembelih; dan post-mortem yaitu pemeriksaan oleh dokter hewan atau pengawas teknis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
kesmavet terhadap hasil pemotongan ternak (setelah disembelih)” (wawancara Senin, 16 Januari 2012, pukul 11.35 WIB). Di dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/Ot.140/1/2010
tentang Persyaratan RPH Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting
Plant) dijelaskan bahwa : (1) Pemeriksaan ante-mortem dilakukan di kandang
penampungan sementara atau peristirahatan hewan, kecuali apabila atas
pertimbangan dokter hewan berwenang dan/atau dokter hewan penanggung jawab
perusahaan, pemeriksaan tersebut harus dilakukan di dalam kandang isolasi,
kendaraan pengangkut atau alat pengangkut lain; (2) Pemeriksaan post-mortem
dilakukan segera setelah penyelesaian penyembelihan, dan pemeriksaan dilakukan
terhadap kepala, karkas dan/atau jeroan.
Adapun syarat yang harus dimiliki sebagai pengawas diungkapkan oleh ibu
drh. Fitria selaku staf di bidang Kesmavet sebagai berikut :
“Pengawas harus punya sertifikat yang dilegalisir dari pusat itu dimiliki orang-orang RPH namanya irmaster, jadi itu tidak sembarangan” (wawancara Jumat, 10 Januari 2012, pukul 09.10 WIB).
Penilaian kinerja UPT RPH Ampel diungkapkan Ibu drh. Afiany Firdania
selaku kepala seksi di bidang Kesmavet dan bapak drh. Trijoko Budi Jatmiko selaku
staf di bidang Kesmavet menjelaskan sebagai berikut :
“Penilaian Disnakkan ke RPH kalau saya ya gimana ya nilai itu secara objektif. Kalau kita melihat secara ke sisi kesehatan. Jadi berbeda melihat sisi dari di RPH, kan apa yang ada dilapangan kadang berbeda. Di RPH itu kan sudah punya dokter hewannya sendiri dan dokter hewan itu punya kode etik.” (wawancara Kamis, 16 Januari 2012, pukul 10.10 WIB. Bapak Ir. Darsono, M.M sebagai kepala bidang Kesmavet menambahkan
berikut ini :
“Saya lihat kinerja di RPH itu sudah baik ya, karena dari dahulu tidak ada masalah, mereka melakukan sesuai aturan yang ada. Lagian mana mungkin aturan yang sudah mereka buat mau dilanggar sendiri. Kalau masalah jenis penyakit itu biasa, yang ada seperti ditemukannya hati bercacing, paru tbc
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
mereka mampu mengatasi sendiri tanpa harus kita turun tangan, kalau penyakit serius seperti antraks itu tidak pernah ada laporan dari RPH” (wawancara Kamis, 12 Januari 2012, pukul10.40 WIB).
b) Program atau Kegiatan Insidental
Dinas Peternakan dan Perikan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali di dalam
pelaksananaan kegiatan yang dilakukan hari-hari besar atau yang sering disebut
sebagai kegiatan insidental merupakan program kegiatan pengawasan yang
dilakukan secara tahunan adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan tepatnya pada
hari-hari besar keagamaan (misalnya : hari raya idul adha dan idul fitri, hari raya
natal, dan hari raya tahun baru masehi.
Pengawasan tersebut Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan)
Kabupaten Boyolali melakukan kerjasama dengan membentuk tim yakni dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali, Dinas Perindagsar, Kantor Ketahanan Pangan,
Petugas Puskesmas sesuai lokasi yang menjadi sasaran. Seperti yang di ungkapkan
oleh Ibu drh. Afiany Firdania selaku kepala seksi di bidang Kesmavet
menambahkan, sebagai berikut :
“Tim yang melaksanakan pengawasan dalam pengambilan sampel BAH itu terdiri dari Dinas kesehatan kabupaten Boyolali (4 orang), Dinas perindagsar kabupaten Boyolali (2 orang), Dinas Peternakan dan Perikanan (2 orang), Kantor Satpol PP (2 orang), Kantor Ketahanan Pangan (2 orang) dan dari Petugas Puskesmas sesuai lokasi sasaran” (wawancara Senin, 30 Januari 2012, pukul 09.05 WIB).
Pengadaan dalam pengambilan sampel BAH Dinas Perikanan dan
Peternakan (Disnakkan) Boyolali dilakukan di pasar-pasar besar, sistem pelaksanaan
pengawasan diuraikan oleh Drh. Trijoko Budi Jatmiko selaku staf bidang Kesmavet
sebagai berikut :
“Pengambilan Sampel BAH dalam operasi pasar kita melaksanakannya di pasar-pasar besar semua yang tersebar di daerah Boyolali dan kita mempunyai jadwalnya seperti di tahun 2011, di kec. Cepogo, kec. Nogosari,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
kec. Ampel, kec. Andong, kec. Banyudono, kec. Musuk, kec. Simo, kec. Juwangi, kec. Boyolali, kec Ngemplak, kec. Teras, kec. Sambi, kec. Selo, kec. Sawit, kec. Mojosongo, ke. Karanggede, kec. Kemusu, kec, Klego, kec. Wonosegoro, dan kec. Sunggingan” (wawancara Senin, 30 Januari 2012, pukul 10.05 WIB).
Hal ini diperkuat dengan uraian ibu drh. Diah Ayu, selaku staf bidang
Kesmavet sebagai berikut:
“Dalam pengambilan sampel BAH kita mempunyai jadwal yang terstruktur seperti ini : (Wawancara Senin, 30 Januari 2012, pukul 09.05 WIB).
Tabel 4.5.
Data Sampel BAH sesuai dengan Jadwal, Lokasi dan Jumlah Petugas NO TANGGAL LOKASI Gol. Petugas 1 10-08-2011 Wil Kec Simo III 1 2 10-08-2011 Wil Kec Ampel III 2 3 11-08-2011 Wil Kec Banyudono III 1 4 12-08-2011 Wil Kec Juwangi III 1 5 12-08-2011 Wil Kec Wonosegoro III 2 6 12-08-2011 Wil Kec Kemusu III 1 7 13-08-2011 Wil Kec Andong III 2 8 13-08-2011 Wil Kec Karanggede III 1 9 15-08-2012 Wil Kec Nogosari III 2 10 15-08-2011 Wil Kec Klego III 1 11 15-08-2011 Wil Kec Mojosongo III 2 12 16-08-2011 Wil Kec Cepogo III 2 13 16-08-2011 Wil Kec Sambi III 1 14 18-08-2011 Wil Kec Ngemplak III 1 15 18-08-2011 Wil Kec Sawit III 2 16 18-08-2011 Wil Kec Teras III 2 17 19-08-2011 Wil Kec Musuk III 2 18 19-08-2011 Wil Kec Boyolali III 1 19 19-08-2011 Wil Kec Selo III 1 20 19-08-2011 Wil Kec Sungingan III 1
Program atau kegiatan insidental ini dilakukan dalam waktu-waktu tertentu,
misalnya pada menjelang bulan puasa, hari raya keagamaan (idul fitri dan idul
adha). Data sebagian hasil pengawasan Dinas Perikanan dan Peternakan
(Disnakkan) Boyolali yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, Disperindag,
Satpol PP, kantor ketahanan pangan pada pada tanggal 10 – 19 Agustus 2011 yang
disampaikan oleh drh. Afiany Firdania adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
a) Kec. Simo tanggal 10 Agustus 2011, tim 1 Dari lima pedagang sapi yang ditemui dengan sapi yang dijual pada umumnya dalam keadaan baik dan dinyatakan layak konsumsi dan satu pedagang daging sapi ditemukan daging dalam keadaan kurang baik. Pedagang dimintai menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi dan diketahui oleh ka. UPT pasar Simo. Barang bukti dimusnahkan. Diketemukan satu orang pedagang menjual daging yang sudah di es sebanyak kurang lebih 2 kg sudah ada surat dari RPH.
b) Kec. Ampel tanggal 10 Agustus 2011, tim 2 Dari sepuluh pedagang daging sapi yang ditemukan pedagang menjual daging hati sapi keadaan kurang baik kurang lebih 4 kg. pedagang dimintai menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi dan diketahui oleh ka. UPT pasar ampel. Barang bukti dimusnahkan dipuskesmas ampel.
c) Kec. Banyudono tanggal 11 Agustus 2011, tim 1 Dari lima pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan baik atau layak untuk dikonsumsi.
d) Kec. Kemusu tanggal 12 Agustus 2011, tim 1 Tidak ditemukan penjual daging sapi.
e) Kec. Juwangi tanggal 12 Agustus 2011, tim 1 Dari tiga pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan kurang baik, pedagang dimintai menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi dan diketahui oleh ka. UPT pasar Juwangi. Barang bukti dimusnahkan.
f) Kec. Wonosegoro tanggal 12 Agustus 2011, tim 2 Tidak ditemukan penjual daging sapi.
g) Kec. Karanggede tanggal 13 Agustus, tim 1 Dari tujuh orang pedagang daging sapi ditemukan 1 orang penjual daging hati sapi yang tidak layak konsumsi.
h) Kec. Andong tanggal 13 Agustus 2011, tim 2 Tidak di temukan pedagang daging sapi.
i) Kec. Klego tanggal 15 Agustus 2011, tim 1 Dari dua orang pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan baik atau layak untuk dikonsumsi.
j) Kec. Nogosari tanggal 15 Agustus 2011, tim 2 Dari satu orang pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan baik atau layak untuk dikonsumsi.
k) Kec. Sambi tanggal 16 Agustus 2011, tim 1 Dari tiga pedagang daging sapi ditemukan satu hati sapi bercacing kurang lebih 3 kg bagian yang berisi cacing dibuang.
l) Kec. Mojosongo tanggal 15 Agustus 2011, tim 2 Dari empat pedagang daging sapi ditemukan daging dalam keadaan baik atau layak konsumsi dan tiga pedagang daging sapi ditemukan daging dalam keadaan kurang baik. Pedagang dimintai menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi dan diketahui oleh ka. UPT pasar Mojosongo. Barang bukti dimusnahkan.
m) Kec. Cepogo tanggal 16 Agustus 2011, tim 2 Dari Sembilan pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan baik atau layak konsumsi dan satu pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
tidak baik. Pedagang dimintai menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi dan diketahui oleh ka. UPT pasar Cepogo. Barang bukti dimusnahkan.
n) Kec. Ngemplak tanggal 18 Agustus 2011, tim 1 Dari tiga pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan baik atau layak untuk dikonsumsi.
o) Kec. Teras tanggal 18 Agustus 2011, tim 2 Tidak ditemukan penjual daging sapi.
p) Kec. Sawit tanggal 18 Agustus 2011, tim 2 Tidak ditemukan penjual daging sapi.
q) Kec Selo tanggal 19 Agustus 2011, tim 1 Dari dua pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan tidak baik. Pedagang dimintai menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi dan diketahui oleh ka. UPT pasar Selo. Barang bukti dimusnahkan.
r) Kec. Sunggingan tanggal 19 Agustus 2011, tim 1 Dari empat pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan baik atau layak untuk dikonsumsi dan satu pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan tidak baik. Pedagang dimintai menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi dan diketahui oleh ka. UPT pasar Sunggingan. Barang bukti dimusnahkan.
s) Kec. Boyolali tanggal 19 Agustus 2011, tim 1 Dari lima pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan baik atau layak untuk dikonsumsi dan satu pedagang daging sapi ditemukan dalam keadaan tidak. Pedagang dimintai menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi dan diketahui oleh ka. UPT pasar Boyolali. Barang bukti dimusnahkan.
t) Kec. Musuk tanggal 19 Agustus 2011, tim 2 Tidak ditemukan penjual daging sapi.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pedagang daging sapi
yang ditemukan masih menjual daging semi glonggongan. Bagi yang masih menjual
daging glonggongan mereka telah diberikan pembinaan dan telah membuat surat
pernyataan untuk tidak menjual lagi daging jenis glonggongan tersebut.
Dalam pengadaan pengambilan sampel BAH terdapat sistem pelaksanaan
pengawasan antisipasi dalam menangani kasus pengglonggongan sapi potong, Data
laboratorium yang diambil sempelnya, salah satunya pada tanggal 10 agustus 2011
di pasar Simo pada jenis sampel daging sapi, dan jenis pengujiannya organoleptik,
uji awal pembusukan (Eber). Hal ini dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Tabel 4.6 Data Laboratorium yang Diambil Sempelnya dan
Hasil Pengujian Daging Sapi No Asal
Sampel Jenis
Sampel Hasil Pengujian Ket. Warna Bau Rasa Konsisten-si pH Eber
1. Sri Budi Wahyudi
Daging Sapi Merah pucat
Normal - Kenyal 7,5 +
2. Pardi I Daging Sapi Merah Normal - Kenyal 7 +
3. Pardi II Daging Sapi Merah pucat
Normal - Kenyal 7 +
Kesimpulan : Hasil uji organoleptik terhadap 3 sampel daging sapi basah dan 1 sampel normal dan hasil uji eber terhadap semua sampel menunjukkan hasil positif.
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap tiga sampel daging sapi basah
dan satu sampel normal serta hasil uji eber terhadap semua sampel menunjukkan
hasil yang positif. Artinya bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan Disnakkan
menunjukkan daging yang dijual berwarna merah, bau normal, konsistensi kenyal,
PH antara 7-7,5 dan hasilnya ternyata positif terjadi eber.
Namun demikian, dalam sistem pengawasan terdapat beberapa hal agar
pengawasan yang dilakukan oleh Disnakkan efektif. Dalam kegiatan pengawasan
kegiatan rutin terdapat pengadaan pembinaan atau disebut sosialisasi dan atau
penyuluhan. Pembinaan yang diberikan Dinas Perikanan dan Peternakan
(Disnakkan) Boyolali dalam menangani kasus pengglonggongan sapi potong
dijelaskan oleh Ibu drh. Afiany Firdania, berikut ini :
“Pembinaan itu merupakan sosialisasi atau penyuluhan yang telah kita lakukan secara rutin yakni dengan cara kita mendatangi RPH. Disana yang hadir tidak cuma kita tapi bagian PAD, bagian perencanaan, pokoknya semua yang berkaitan dengan ini ikut serta dalam proses sosialisasi, tahun kemarin ada tiga sampai empat kali“ (wawancara kamis, 12 Januari 2012, pukul 09.40 WIB).
Ir. Mursid Sri Santoso. M.Si sebagai kepala bidang Kesmavet menjelaskan
hal yang sama, yakni sebagai berikut :
“Pembinaan kita lakukan untuk masyarakat melalui brosur dan pamflet, kalau jagal biasanya kami undang di RPH, yang penting kami ini berusaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
memupuk rasa kepercayaan dulu kepada para pejagal agar kerjasamanya akan lebih enak. Yang hadir narasumber dan panitia. Narasumbernya itu meliputi tenaga medis, MUI, pemerintah pusat kalau enggak cuma kita secara sarasehan itu juga bisa. Tahun 2011 kemarin ada tiga sampai empat kali” (wawancara Kamis, 12 Januari 2012, pukul10.40 WIB).
Sistem pelaksanaan kegiatan pembinaan atau sosialisasi Dinas Perikanan dan
Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam menangani kasus pengglonggongan sapi
potong yakni dengan memberikan pamflet dan brosur yang telah disebarkan ke
masyarakat, yang isinya mengenai pengamanan pangan kepada masyarakat. Dan
untuk pejagal atau pelaku usaha pemotong sapinya kita melakukan sosialisasi
dengan di kumpulkannya mereka di RPH sebulan sekali, dengan cara kita sering
melakukan ajakan kumpul-kumpul secara kekeluargaan agar kita bisa ngobrol.
ibu Drh. Afiany Firdania mengungkapkan sebagai berikut :
“Sosialisasi biasanya membicarakan retribusi ke depan seperti apa, dan apabila paguyuban belum bekerja secara baik kami dari Disnakkan akan membantu. Jadi itu tugas kami bersama” (wawancara kamis, 12 januari 2012, pukul 09.40 WIB).
Dalam penanganan adanya kasus daging glonggongan yang tersebar dipasar-
pasar, Dinas Peternakan dan Perikan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali melakukan
sidak (operasi mendadak) tidak hanya melakukan operasi di pasar tetapi di rumah-
rumah pejagal juga, tetapi itu tidak ada jadwalnya karena itu sifatnya sidak.
Dalam mengefektifkan pengawasan pada kegiatan yang dilakukan oleh RPH,
maka beberapa teknik yang dilakukan, selain melakukan penyuluhan dan pembinaan
atau sosialisasi melalui brosur, dan yang lebih penting adalah berusaha memupuk
rasa kepercayaan kepada para pejagal agar dapat bekerjasama yakni dengan
diadakan pertemuan bila memungkinkan, yang hadir adalah narasumber dan panitia.
Narasumbernya itu meliputi tenaga medis, MUI, pemerintah pusat, dan kalau tidak
seperti bisa dilakukan dengan pertemuan atau sarasehan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Dalam menjalankan program-program pengawasan untuk mencapai kinerja
yang baik, Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam melakukan
pengawasan untuk menangani kasus pengglonggongan sapi potong bekerjasama
dengan lembaga lain, seperti yang di ungkapkan oleh ibu drh. Afiany Firdania dan
drh. Trijoko Budi Jatmiko berikut ini :
“Kita biasanya dalam menjalankan program bekerjasama dengan Disperindag, Dinkes, Satpol PP atau Polisi, Dinas Pasar, Dinas Ketahanaan Pangan dan RPH Ampel serta pemerintah tingkat provinsi” (wawancara senin, 09 januari 2012, pukul 10.10 WIB).
Drs. Sudarsono sebagai kepala Disnakkan memaparkan hal yang sama
dengan drh. Diah ayu bahwa :
“Bentuk pengawasan kita sebenarnya tidak hanya dilakukan di RPH dan pasar-pasar namun kita juga ke rumah-rumah pejagal. Ini kita lakukan untuk mempersempit ruang gerak para pemotong liar yang memotong sapi diluar RPH. Tetapi itu tidak ada jadwalnya karna itu sifatnya sidak” (wawancara senin, 09 januari 2012, puklul 11.23 WIB Hal tersebut diungkapkan pula oleh drh. Afiany firdania sebagi berikut :
“Tahun 2011 yang kepejagal atau pelaku usaha pemotong sapinya 3 samapai 4 kali, gak bisa dijadwalkan karna itu sifatnya sidak operasinya. Kami juga pernah berkerjasama dengan Pemerintah tingkat provinsi saat itu dalam melaksanakan sidak” (wawancara senin, 09 januari 2012, pukul 10.00 WIB)
Yang menjadi peluang bagi Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan)
Boyolali dalam melaksanakan program pengawasan guna menangani kasus
pengglonggongan sapi potong di Kabupaten Boyolali dituturkan oleh ibu Drh.
Afiany Firdania sebagai berikut :
“Kalau ada laporan masuk ke kita, yang kita ikut menangani apabila daging tidak bisa masuk ke daerah lain. Di sinilah celah untuk kita memberikan penyuluhan secara maksimal dan mereka berusaha mendapatkan surat rekomendasi pengiriman daging dari kami sehingga dengan kejadian tersebut mereka ada efek jeranya. Surat rekomendasi terlampir” (wawancara senin, 09 januari 2012, pukul 10.00 WIB)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Kesimpulannya kegiatan pengawasan Disnakkan Boyolali baru terlaksana
berkaitan kegiatan pengawasan insendental atau tahunan yakni pengambilan sempel
BAH, selain itu ada kegiatan sidak sedangkan kegiatan rutin pengambilan sempel
daging di UPT. RPH Ampel belum terlaksana karena hal tersebut baru perencanaan
dan belum adanya Perda yang memperkuat Disnakkan dalam menjalankan tugas
tersebut. Dari kegiatan pengawasan yang dilaksanakan ditemukan sempel daging
yang dipasarkan penyakit eber dalam hasil laboratorium.
c) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan pelaku yang sangat penting dalam
berorganisasi khususnya dalam pengawasan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
di kabupaten Boyolali. Seperti halnya pada Dinas Perikanan dan Peternakan
(Disnakkan) Boyolali, pegawai mempunyai peran penting dalam menyukseskan
program pengawasan yang telah dirancang. Seperti yang diutarakan oleh Drs.
Sudarsono, M.M sebagai kepala Dinas sebagai berikut :
“Yang bekerja di sini ada 149 orang tapi yang khusus melakukan pengawasan itu ada di bidang Kesmavet yang jumlahnya 4 orang dan di bantu pekerja lapangan” (wawancara senin, 09 januari 2012, puklul 11.23 WIB).
Hal ini diperkuat dengan uraian ibu Drh. Afiany Firdania sebagai kepala
seksi bidang Kesmavet yakni sebagai berikut :
“Iya memang dalam melakukan pengawasan baik untuk pengambilan sampel daging sapi itu tugas sub bidang kita ada 4 orang yaitu terdiri dari dua medis dan dua paramedis. Dan kita di bantu pekerja lapangan.” (wawancara senin, 09 Januari 2012, pukul 10.10 WIB).
Kemudian Ibu Drh. Afiany Firdania, menambahkan lagi dalam wawancara
sebagai berikut :
“Untuk pekerja lapangan dalam melakukan pengawasan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) itu terdiri dari UPT perikanan dan BKP3 jumlahnya kurang lebih ada 100 orang. Untuk satu penyuluh biasanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
menangani dua sampai tiga desa.” (wawancara kamis, 12 januari 2012, pukul 09.50 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa Sumber Daya yang
dimiliki Disnakkan sebanyak 149 orang, namun yang bertugas untuk melaksanakan
kegiatan pengawasan 4 (empat) orang dan dibantu oleh tenaga/pekerja lapangan
secukupnya. Hal ini berarti tenaga yang digunakan untuk program pengawasan
beredarnya daging glonggongan maupun di RPH belum ideal, sehingga diperlukan
penambahan tenaga kerja agar pengawasan yang dilakukan mampu menjangkau
seluruh pedagang, jagal maupun beredarnya daging tersebut.
d) Dana
Dalam menunjang kelancarkan jalannya program yang telah dirancang,
diperlukan dana untuk kegiatan rutin maupun kegiatan tahunan dalam pengawasan
dengan pengambilan sampel BAH ataupun pengambilan sampel sapi di Kabupaten
Boyolali. ibu Drh. Afiany Firdania sebagai kepala seksi bidang Kesmavet
mengungkapkan sebagai berikut :
“Anggaran yang kita butuhkan dalam melaksanakan kegiatan pengawasan di RPH itu berasal dari APBD tapi untuk anggaran yang disediakan khusus dibidang Kesmavet anggarannya masih sangat kecil. Tidak ada anggaran khusus untuk kegiatan ini tapi itu sudah menjadi satu tupoksi, jadi dana itu seberapapun ya harus kita bisa gunakan. Jadi hanya berapa persen saja untuk melaksanakan program ini” (wawancara senin, 09 januari 2012, pukul 10.20 WIB).
Sedangkan bapak Sujiyoto, A.Md selaku Staf Sub. Bag. Keuangan
memerincikan dana sebagai berikut:
“Anggaran yang disediakan dalam menjalankan kegiatan pengawasan di RPH yang berkaitan dengan pengambialn sampel BAH ataupun pengambilan sampel sapi di tahun 2011 (wawancara, kamis 26 januari 2012, pukul 10.00 WIB)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Adapun dana yang digunakan untuk kegiatan pengawasan, khususnya bagi
tenaga pengawas untuk pelatihan dapat dikemukakan seperti pada tabel 4.7. berikut:
Tabel 4.7. Program Peningkatan Hasil Produksi Peternakan Bagi Tenaga Pengawas
KEGIATAN Dana yang Tersedia Realisasi Selisih
Penelitian dan pengem- bangan hasil produksi peternakan
Rp 15.000.000,- Rp 14.999.950,- Rp 50,-
Pembangunan sarana dan prasarana pasar produksi peternakan
Rp 45.000.000,- Rp 45.000.000,- Rp -
Penyuluhan distibusi pemasaran atas hasil produksi peternakan Masyarakat
Rp 10.000.000,- Rp 9.135.000,- Rp 865.000,-
TOTAL Rp 70.000.000,- Rp 69.134.950,- Rp 865.050,-
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa kegiatan yang digunakan untuk
meningkatkan sumber daya manusia bagi tenaga pengawas untuk penelitian dan
pengembangan hasil produksi peternakan selisih Rp 50,-. Untuk kegiatan
pembangunan sarana dan prasarana pasar produksi peternakan dapat dijalankan
sesuai dengan rencana anggaran, dan untuk penyuluhan distibusi pemasaran atas
hasil produksi peternakan masyarakat terjadi sisa anggaran sebear Rp 865.000,- Hal
ini berarti kinerja pengawasan dilihat dari anggaran yang digunakan dalam rangka
peningkatan sumber daya manusia sudah terealisasi sesuai anggaran dan bahkan
mengalami sisa anggaran sehingga dapat dikatakan kinerja pengawasan pada
peningkatan sumber daya manusia tergolong baik.
2. Output
Dalam penelitian ini, yang menjadi output adalah kelompok yang menjadi
sasaran dalam pembinaan, dan dalam pengambilan sampel BAH maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
pengambilan sampel daging sapi yang dilakukan Dinas Perikanan dan Peternakan
(Disnakkan) Boyolali adalah meningkatnya produksi daging 7,16% pertahun,
terpenuhinya kecukupan pangan yang bermutu dan terjangkau, meningkatnya
kualitas dan produktivitas ternak perah dan potong di 19 kecamatan yang tersebar di
6 KUD persusuan dan pasar-pasar, meningkatnya sistem kinerja penyuluhan peter-
nakan, meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 6 % pertahun dan
meningkatnya proporsi APBD khususnya belanja modal yang menyentuh
kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam menjalankan
strategi dalam melaksanakan kegiatan pengawasan di Rumah Pemotongan Hewan
Kabupaten Boyolali agar tepat sasaran seperti di atas, tidak lepas dari peran
kerjasama antar institusi pemerintah lain yang telah membantu Disnakkan dalam
mengawasi dan menangani kasus pengglonggongan sapi potong, pihak Rumah
Pemotongan Hewan (RPH), pejagal atau pelaku pemotongan sapi, lembaga
konsumen yang didirikan masyarakat secara khusus dan secara umum tentunya
mengenai masyarakat luas di wilayah Kabupaten Boyolali. Dalam pengawasannya,
Disnakkan Boyolali melakukan pengawasan di beberapa tempat RPH, hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a) UPT. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Ampel
Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali membawahi kerja
UPT Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Ampel yang tepatnya berada di jalan Solo-
Semarang. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Ampel menjadi satu-satunya RPH di
Kabupaten Boyolali. Sistem pelaksanan operasi pasar yang sebagai salah satu
kegiatan pengawasan dari Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
diuraikan oleh bapak Erwan Agustanto, AM.d sebagai Kasubag TU RPH
menambahkan hal yang senada dengan bapak Eko berikut ini :
“Pengawasan, dan pengambilan Sampel BAH itu biasanya sudah dikoordinasikan dari Disnakkan jadi jadwalnya lebih terstruktur, tapi tidak hanya itu saja kita juga mengadakan operasi yang bersifat sidak ke tempat-tempat atau rumah pejagal disini. Biasanya itu timnya terdiri dari kita, bidang Kesmavet Disnakkan, Dinas Pasar, Dinkes, Disperindag, Dinas Ketahanaan Pangan, kepolisian dan bahkan dengan pemerintah tingkat provinsi juga pernah” (wawancara selasa, 17 januari 2012, pukul 10.00 WIB)
Lalu bapak Drh. Aryo Pramono sebagai dokter hewan di UPT. RPH Ampel
menambahkan sebagai berikut :
“Untuk pengadaan operasi sidak yang kerumah-rumah pejagal kita kadang berjalan sendiri, jadi kita disini kadang melakukan sidak secara diam-diam, yang artinya kita tidak mengajak polisi, nanti kalau kita menemukan pejagal yang ternyata melakukan glonggongan pada sapi-sapinya dirumah mereka, pejagal tersebut kita giring ke kantor polisi. Namun kita disini juga dilema karena penindakan kita disini juga bisa dikatakan percuma. Lha orang disana pejagal malah bertransaksi sama polisi-polisinya. Jadi ndak ada rasa jera para pejagal disini, karena mereka sangat mudah menyelesaikan masalah seperti ini. Kita ini jadi berpikir kadang, kita malah kaya ngasih makan polisi” (wawancara Rabu, 11 januari 2012, pukul 20.15). Adapun sistem pelaksanaan pengembangan penelitian di UPT Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) Ampel dituturkan oleh Drh. Aryo Pramono sebagai
berikut :
“Pengambilan sampel BAH biasanya diambil dari pasar-pasar, kalau untuk pengambilan sempel di sini Disnakkan selama ini tidak pernah” (wawancara Rabu, 11 januari 2012, pukul 20.15). Pernyataan tersebut diperkuat oleh bapak Eko Purnomo, AM.d yang biasa
membantu teknis yang ada dilapangan sebagai mantri berikut ini :
“Disnakkan tidak mengambil sampel daging sapi disini untuk penelitian tapi diambilnya di pasar-pasar. Kalau di RPH sistemnya kalau memang diketemukan daging yang tidak sehat atau berpenyakitan kita tidak memberikan cap, berbeda halnya dengan daging yang sehat pada pemeriksaan pemotongan sapi pada ante-mortem dan post-mortem” (wawancara rabu, 11 Januari 2012, pukul 19.30 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Penuturan tersebut dibenarkan oleh bapak Ir. Joko Sularso sebagai kepala
RPH Ampel sebagai berikut :
“Surat Keterangan Kesehatan Daging (SKKD) bisa didapatkan tidak hanya pejagal yang memotong disini (RPH) tetapi juga pejagal yang memotong dirumah juga bisa mendapatkan SKKD dengan membeli disini. Dan keadaan sapi yang masuk disini tidak hanya sapi sehat yang artinya sapi tidak diglonggong tapi disini juga menerima sapi yang datang dalam kondisi sudah diglonggong, walaupun kondisinya memang sudah berbeda dengan dulu, sapi itu sampai deprok tidak bisa apa-apa.” (wawancara selasa, 17 Januari 2012, pukul 09.30 WIB).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas Dinas Peternakan dan Perikanan
(Disnakkan) Kabupaten Boyolali tidak mengambil sampel daging sapi di UPT. RPH
Ampel untuk penelitian tapi diambilnya di pasar-pasar. Kalau di RPH sistemnya
kalau memang diketemukan daging yang tidak sehat atau berpenyakitan pihak
pengawas tidak memberikan cap, berbeda halnya dengan daging yang sehat pada
pemeriksaan pemotongan sapi pada ante-mortem dan post-mortem. Di samping itu
pelaksanaan pengawasan untuk pengadaan operasi sidak secara diam-diam
dilakukan ke rumah-rumah pejagal, dan juga ke pasar-pasar yang ada di wilayah
Kabupaten Boyolali.
Dan ditemukan pelanggaran dalam mengeluarkan Surat Keterangan
Kesehatan Daging (SKKD) setiap pemotongan sapi, SKKD tidak hanya didapat
untuk daging kering tapi SKKD bisa dkeluarkan walaupun itu dagingnya daging
semi. Dan SKKD diperjual belikan oleh pihak UPT. RPH sehingga sapi yang di
sembelih di luar UPT. RPH Ampel pun bisa mendapatkan SKKD. Permasalahannya
adalah kalau dibandingkan diluar pemotongan sapi disini cuma 20% atau kurang
dari 20%. Jadi SKKD bisa didapatkan tidak hanya yang memotong di rumah sendiri
tapi untuk yang memotong di luar juga bisa dapat SKKD kalau mereka mau, caranya
dengan membeli di RPH setempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Kenyataan di lapangan, daging yang disembelih di RPH Ampel tidak semua
sapinya tidak diglonggong, namun semi glonggongan (sapi digelonggongan dengan
takaran banyak namun sapi tidak sampai pingsan (teler). Hal ini dituturkan oleh
bapak Erwan Agustanto sebagai Kasubag TU di UPT. RPH Ampel mengungkapkan
jenis daging sapi yang dipotong di UPT. RPH Ampel sebagai berikut :
“Sapi yang disembelih di RPH sini ada daging glonggongan, disini menyebutnya daging semi (sapi digelonggong sedikit jadi sapi tidak sampai teler) tapi daging basah (sapi digelonggong dengan takaran air yang sangat banyak, yang biasanya sapi sampai tidak mampu berdiri atau berjalan) juga sampai saat ini disini masih ada, dan disini juga ada daging kering yakni tanpa diglonggong sapinya. Kebanyakan sapi disini diglonggong, daging kering cuma untuk abonan dan jumlahnya tidak seberapa“(wawancara selasa, 17 Januari 2012, pukul10.00 WIB).
Bapak Eko Purnomo, AM.d selaku mantri atau petugas keur master
di UPT. RPH di Ampel menambahkan sebagai berikut :
“Iya memang kondisinya seperti ini disini, kriteria sapi bisa dipotong disini minimal sapi bisa jalan tapi kalau tidak, langsung kita tolak. Disnakan ya ndak berani ngapa-ngapain, karna disini kan ada dokter hewannya, mau negur ya ndak berani mereka. Disamping itu kan karena juga sama-sama didesak PAD.” (wawancara rabu, 11 Januari 2012, pukul 19.30 WIB). Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dalam mencapai kinerja
pengawasan di Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali pada UPT. RPH Ampel
ditemukannya adanya sarat kepentingan dari setiap personel yang ada kaitannya
dengan beredarnya daging sapi glonggongan, misalnya dokter jaga ingin memenuhi
target PAD, aparat polisi yang mencari keuntungan sendiri, belum adanya Undang-
undang yang mengatur secara tegas tindakan yang akan dijatuhi kepada siapa yang
melanggar, sehingga tindakan yang dilakukan oleh pengawas dari Disnakkan tidak
membuat jera bagi pelaku kejahatan, ditemukannya hasil uji organoleptik dalam
pencegahan dan penanggulangan penyakit pada pengambilan sampel BAH ternak
ternyata positif terjadi eber, adanya pelanggaran atau penyimpangan-penyimpangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
dalam kemudahan pemberian SKKD di UPT. RPH Ampel yakni dengan
memperjualbelikan SKKD kepada pejagal yang menyembelih dirumah, ditemukan
pemotongan sapi yang tidak sesuai prosedur di UPT. RPH Ampel dan adanya sapi
dalam kondisi sudah di glonggong.
b) RPH Swasta atau Pejagal
Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali telah
berusaha keras dalam meningkatkan mutu kualitas pangan dalam hal ini daging sapi
dan menangani kasus pengglonggongan sapi potong di Kabupaten Boyolali dengan
melakukan pengawasan di rumah-rumah pejagal selaku pelaku pemotongan sapi,
terbukti dengan pernyataan ibu Hj. Harjani pejagal Desa Tanduk, Dukuh Tanduk,
Kecamatan Ampel sebagai berikut :
“Pemotongan sapi-sapi saya dilakukan dirumah tidak di RPH karena lebih enak tidak repot memakan waktu yang banyak, hemat tenaga dan tentunya biaya. Jadi cukup disamping rumah saja, saya juga malah bisa mantau kalau ada apa-apa. Biasanya setiap hari dirata-rata ada 30 sampai 40 ekor sapi. Daging-daging itu ada yang saya jual sendiri ke pasar tapi kebanyakan diambil bakul kesini dan sebagaian saya kirim ke Jakarta” (wawancara Minggu, 29 Januari 2012, pukul 15.00 WIB). Hal yang sama juga dinyatakan oleh pejagal yang bernama Sri Hartatik
sebagai berikut :
“Sapi-sapi saya biasanya dipotong disini (belakang rumah), saya memang sengaja membuat kandang sapi sebagai tempat pemotongan sapi, jadi saya memang memotong sapi tidak di RPH karena pertimbangan jarak yang lumayan jauh, takut ribet saja kan harus mengirim sapi kesana nanti malah rugi waktu. Orang motong disini atau disana juga sama saja saya yang harus siapin tukang sembelihnya. Untuk setiap harinya ada 2 sampai 4 ekor sapi, itu saya jual sendiri dipasar Sunggingan dan sebagian daging disetorkan suami saya ke pasar Delanggu. Kalau SKKD kan bisa beli di RPH jadi sejauh ini tidak ada masalah” (wawancara senin, 30 januari 2012, pukul 11.40 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Ibu Hj. Harjani dan ibu Sri Hartatik menambahkan sebagai berikut :
“Saya menjual daging semi dan kering tapi kadang juga basah tergantung bakulnya pada pesen yang gimana, kalau yang kering saya tidak mengglonggong sapi tapi kalau yang daging semi itu diglonggong tanpa ada takarannya sampai tepat gitu aja. Biasanya sih glonggongnya sekali yakni waktu sore, kalau yang daging basah itu glonggongnya dua kali disore hari sama malam sehabis magrib” (wawancara minggu, 29 januari 2012, pukul 15.00 WIB).
Fakta lain yang terkuak diungkapkan oleh bapak Darmo selaku Pejagal di
Dukuh Bakalan, Desa Tanduk, Kecamatan Ampel sebagai berikut :
“Biasanya sapi-sapi saya ada yang dipotong dirumah dan di RPH juga ada. Untuk pemotongan hewan, perbandingannya rata-rata satu dipotong di RPH dan 4 ekor di rumah, biar aman, kan saya sudah dapat SKKDnya (Surat Keterangan Kesehatan Daging) yang satu sapi itu, jadi untuk yang 4 ekor tinggal nempelin aja daging yang dari RPH yang ada capnya, jadi semua daging saya semua sudah aman untuk dipasarkan diluar” (wawancara minggu, 04 maret 2012, pukul 15.00 WIB).
Hal tersebut juga dilakukan oleh bapak Bejo selaku pejagal di Desa Candi,
Kabupaten Boyolali, namun ada yang berbeda trik yang digunakan agar daging sapi
miliknya bebas dipasarkan yakni sebagai berikut :
“...Masalah cap itu gampang, tanda itu kan bisa diatasi, kalau daging sudah dicap ya cepet-cepet dibawa kerumah, itu mudah yang penting daging dari RPH itu masih anget-angetnya cepet-cepet dibawa kerumah saya tempelkan daging bagian yang ada capnya ke daging yang hasil sembelihan dirumah jadi otomatis kena cap semua, jadi amanlah daging saya dipasaran” (wawancara rabu, 25 januari 2012, pukul 15.30 WIB).
Hal ini diperkuat oleh Drh. Aryo Pramono selaku dokter hewan di RPH
Ampel dan bapak Eko Purnomo, A.Md selaku Mantri atau petugas keur master,
menyatakan bahwa :
“Iya memang benar, trik pejagal biasanya motong sapinya yang dibawa kesini cuma satu ekor, lainnya pada dipotong dirumah mereka, makanya kasus yang sering tertangkap juga karena hal demikian, dagingnya mereka oplos dirumah jadi jumlah daging sapinya sesuai dengan yang tercantum di SKKD (Surat Keterangan Kesehatan Daging” (wawancara selasa, 06 maret 2012, pukul 20.20 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Dalam pengawasan dari Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan)
Boyolali diungkapkan oleh bapak Widodo dan ibu Hj. Harhani Desa Tanduk, Dukuh
Tanduk, Kecamatan Ampel sebagai berikut :
“Saya pernah didatangi polisi-polisi dan orang Disnakan sama Dinas lain dirumah waktu itu malam sekitar pukul 22.00 WIB. Mereka melihat proses pemotongan sapi disini, itu dua kali tahun kemarin. Orang Disnakan mengajak rembugan kasih saran atau masukan tentang motong sapi yang benar kaya apa. Kalau yang polisi-polisi biasa mereka berusaha menggiring saya kekantor polisi tapi sampai saat ini belum pernah kejadian karena biasanya kita menyelesaikan dengan kekeluargaan. Tapi imbasnya polisi-polisi itu kadang suka datang sendiri kesini minta daging maupun uang” (wawancara rabu, 01 Februari 2012, pukul 14.50 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut terlihat bahwa banyak para pejagal
berbuat tidak benar tentang teknik dan prosedur penyembelihan sapi. Para pejagal
mengelabuhi petugas dengan cara pejagal menempelkan daging yang disembelih di
rumah dengan daging yang diberi cap dari UPT. RPH Ampel agar daging tersebut
bebas dipasarkan. Di samping itu kadang petugas atau aparat juga bisa diajak
kompromi, yang penting saling menguntungkan.
c) Konsumen
Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam hal mengawasi
beredarnya daging sapi glonggongan telah memberikan pembinaan kepada
masyarakat luas agar masyarakat lebih cerdas memilih makanan yang sehat. Hal ini
dituturkan oleh ibu Fitria dan ibu Dwi selaku konsumen daging sapi berikut ini :
“Iya saya pernah ketemu pegawai Disnakan memberikan penyuluhan di pasar waktu saya mau beli daging sapi, saya dibilangin kalau ada baiknya milih daging sapi yang tidak murah jadi lihat kualitas dagingnya dan saya diberi brosur mengenai bahaya memakan makanan yang tidak sehat seperti daging sapi yang telah diglonggong“(wawancara Jumat, 03 februari 2012, pukul 07.45 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Sedangkan ibu Marlina Desa Tegalsari, Kecamatan Ampel menyatakan
sebagai berikut :
“Saya belum pernah bertemu pegawai Disnakan memberikan penyuluhan. Ya itu kan aturan cuma buat orang berduwit, kalau musti beli daging sapi yang mahal kaya saya ini ya tidak mampu. Yang pentingkan daging yang saya beli merah dan kalau murah ya saya malah seneng“(wawancara sabtu, 04 februari 2012, pukul 06.40 WIB). Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa para petugas dari
Disnakkan telah melakukan penyuluhan ke pasar-pasar yaitu dengan menasehati
para pedagang untuk membeli daging yang bukan glonggongan dan jangan asal
murah, di samping itu juga para pembeli (konsumen) diberi brosur untuk
mengetahui bahayanya mengkonsumsi daging sapi yang tidak sehat. Namun
demikian, ada beberapa pedagang maupun konsumen yang merasa bahwa mereka
belum pernah bertemu dengan pegawai Disnakkan dalam memberikan penyuluhan.
Malah ada yang berkomentar “Ya itu kan aturan cuma buat orang berduwit”, dan
konsumen tidak mempedulikan apakah daging yang dibeli dan dikonsumsi itu sehat
untuk dikonsumsi asalkan dagingnya merah.
3. Outcomes
Dalam penelitian ini, outcomes merupakan segala sesuatu yang mencermin-
kan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. Yang menjadi outcomes
Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam kegiatan pengawasan
RPH di Kabupaten Boyolali terdapat beberapa kendala, yaitu:
Hasil dari program–program yang dijalankan untuk pengawasan tersebut
belum berjalan maksimal karena ditemukannya adanya penyimpangan daging
glonggongan yang menyebar luas di Kabupaten Boyolali yang belum terpecahkan
seperti yang diungkap ibu drh. Afiany Firdania selaku kepala seksi bidang kesmavet:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
“Kalau cuma kita tok yang berupaya menangani kasus pengglonggongan sapi potong disini ya berat karena berhubungan dengan masalah ekonomi, kestabilan sosial politik dan perdagangan. Kita sebenarnya sudah optimal, kami sudah melakukan secara rutin memberikan pembinaan, mengadakan operasi pasar dan juga penelitian. Tetapi memang dalam penanganan hasilnya memang belum maksimal. Kalau dilihat dari potensi yang sangat besar di kabupaten boyolali baik dari sapi potong maupun sapi perah, kalau sumber daya manusianya cuma kita ya tentunya masih kurang “ (wawancara Senin, 09 Januari 2012, pukul 10.00 WIB). drh. Afiany Firdania juga menambahkan sebagai berikut :
“Kendalanya dari masyarakat kalau tak liat-liat masyarakat belum ada kesadaran, mereka cenderung memilih harga murah dan dari pelaku usaha pemotongan sapibersikap ngeyel. Jadi dua-duanya harus kuat punya kesadaran yang tinggi agar ada titik temunya untuk mengambil jalan keluar. Dan kalau dari segi anggaran kita memang hanya disediakan dalam jumlah yang masih sangat kecil jadi kita disini juga melaksanakan kegiatan dalam program juga belum maksimal “(wawancara kamis, 12 januari 2012, pukul 09.40 WIB). Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Pak Ir. Joko Sularso sebagai kepala
RPH Ampel sebagai berikut :
“Kendala dari kita ya minimnya sumber daya manusia yang kita punya. Kita tidak bisa memantau satu persatu pejagal, belum lagi yang bakul (pedagang pasar) sekian banyaknya. Apalagi kalau harus memonitoring disemua wilayah pemasarannya, ada yang di Solo, Semarang bahkan di Jakarta kan tidak mungkin kita mapu dengan tim kita yang tidak seberapa jumlahnya. Dan kalau dilihat besarnya anggaran kita juga hanya seberapa saja sehingga dalam pelaksanaan seperti sosialisasi kan tidak terlalu sering frekuensinya.” (wawancara selasa 17 januari 2012, pukul 09.30 WIB). Sedangkan menurut Ir. Mursid Sri Santoso. M.Si sebagai kepala bidang
Kesmavet menuturkan sebagai berikut :
“Saya rasa sebenarnya masalah anggaran bisa mengikuti apabila regulasinya bagus jadi ada kerja sama dengan pemerintah“ (wawancara kamis, 12 Januari 2012, pukul 10.40 WIB).
Pak Irwan Agus Tanto sebagai Kasubag TU RPH menambahkan sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
“Anggaran yang kita punya itu kecil. Jangankan untuk melaksanakan perbaikan sarana dan prasaran di RPH ini, untuk pelaksanaan pembinaan saja belum bisa maksimal. Padahal itu juga menjadi faktor penting karena ada pejagal yang tidak mau memotong sapi disini karena tidak adanya air disini, dengan alasan kurangnya kebersihan, kurangnya memadai tempat pemotongan ini.” (wawancara selasa, 17 januari 2012, pukul10.00 WIB).
Kendala yang dipaparkan menurut drh. Diah Ayu selaku staf bidang
Kesmavet sebagai berikut :
“Kendalanya itu ada pada jeratan hukum orang-orang yang masih meng-glonggong masih terlalu ringan, mereka hanya terjerat hukum tipikor, yang sanksi dendanya sangat ringan, jadi tidak membuat efek jera. Yang membuat efek jera mereka hanya UU perlindungan konsumen. Tapi kalau kita selama ini tidak mendapatkan laporan atau komplain dari masyarakat, jadi meraka malah mencari daging murah, kita iya gak akan bisa. Jadi kita tidak bisa berdiri sendiri tapi ada kerjasama dengan dinas atau instansi terkait“ (wawancara kamis, 12 januari 2012, pukul 08.40 WIB).
Menurut drh. Trijoko Budi Jatmiko selaku staf bidang kesmavet yang menjadi
kendala adalah sebagai berikut :
“Menurut kacamata saya, yang menjadi kendala dalam melaksanakan tugas kita tidak adanya Perda. Sebenarnya kita dari dulu sudah mengusulkan berkali-kali tapi istilahnya selama ini tidak gol. Nah seperti ini ditahun 2009, 2010 kita pernah mengajukan. Sekarang ini kan kita baru mau mengajukan lagi. Tapi seharusnya ada kerjasama instansi terkait dengan pemerintah daerah berupa Perda ini, agar menjadi pedoman teknis mereka.Ya gimana kami mau memberantas, kalau mereka menanyakan landasan hukum daerahnya gak ada“ (wawancara kamis, 12 Januari 2012, pukul 10.40 WIB).
Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi kendala dalam
melaksanakan kegiatan pengawasan baik Disnakkan dan UPT. RPH Ampel adalah
minimnya sumber daya manusia, tidak adanya Perda,
Tak terkecuali peneliti juga telah melakukan penelitian di UPT RPH Ampel
dan pejagal di wilayah Kecamatan Ampel, hal ini dipilih peneliti dikarenakan Ampel
merupakan sentral produksi daging terbesar di wilayah Kabupaten Boyolali.
Sebagai langkah awal dalam mencapai tujuan sesuai visi dan misi, Dinas Peternakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
dan Perikanan di Kabupaten Boyolali telah menyusun kebijakan sebagai strategi
dalam mendukung adanya program yang telah direncanakan, yang didalamnya
terdapat uraian kegiatan agar tepat sasaran. Namun demikian, dalam meningkatkan
kinerja pengawasan diperlukan adanya dana maupun anggaran, namun anggaran
yang dimilikinya kecil. Jangankan untuk melaksanakan perbaikan sarana dan
prasaran di RPH, untuk pelaksanaan pembinaan saja belum bisa maksimal. Padahal
itu juga menjadi faktor penting karena ada pejagal yang tidak mau memotong sapi di
UPT. RPH Ampel karena tidak adanya air disini, dengan alasan kurangnya
kebersihan, kurangnya memadai tempat pemotongan di RPH tersebut.
4. Penanganan Masalah Yang Ada Di Lapangan Pada Rumah Potong
Hewan Kabupaten Boyolali
Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian dan pemba-
hasan tentang penanganan masalah yang ada dilapangan pada UPT. RPH Ampel
adalah diketemukannya kasus praktek pengglonggongan sapi potong yang
beredar dari pejagal di Kabupaten Boyolali oleh Dinas Peternakan dan Perikanan
di Kabupaten Boyolali. Tak terkecuali peneliti juga telah melakukan penelitian
di UPT RPH Ampel dan pejagal di wilayah Kecamatan Ampel, hal ini dipilih
peneliti dikarenakan Ampel merupakan sentral produksi daging terbesar di
wilayah Kabupaten Boyolali. Hal ini dapat dikutip beberapa hasil wawancara
dari beberapa sumber sebagai berikut :
4.1 Dari Disnakkan Kabupaten Boyolali
Wawancara kepada ibu drh. Afiany Firdania sebagi kepala seksi bidang
Kesmavet, hal-hal yang berkaitan dengan pengawasan beredarnya daging
glonggongan adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Sebenarnya kita Undang-Undangnya udah ada, yaitu UU No 18 tahun 2009 tentang keterangan kesehatan hewan, tetapi itu tidak bisa mencover khusus perdaerahnya. Jadi harus dikuatkan dengan Perda. Ini saya sedang menyusun Perda baru, mengenai kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner salah satunya mengatur tentang pemotongan hewan, penanganan peredaran daging, pemeriksaan daging, jadi semua akan diatur. Tapi ini baru langkah awal banget. (Wawancara hari Senin 09, Januari 2012, pukul 11.23 WIB).
Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa hal-hal yang berkaitan
dengan pengawasan beredarnya daging glonggongan di pasaran sebenarnya
Disnakkan sudah mempunyai Undang-undang yaitu UU No. 18 tahun 2009
tentang keterangan kesehatan hewan, tetapi Undang-undang tersebut tidak serta
merta dapat diberlakukan di daerah. Oleh karena itu, untuk menguatkan
pelaksanaan Undang-undang tersebut diperlukan Peraturan Daerah (Perda).
Namun Perda sampai saat itu belum terbentuk dan baru disusun, belum selesai-
selesai, sementara beredarnya daging glonggongan di pasaran terus bertambah.
Adapun hal yang berkaitan dengan jeratan hukum bagi orang yang masih
melakukan pengglonggongan daging sapi seperti hasil wawancara dari ibu drh.
Afiany Firdania, yaitu
“Kendalanya jeratan hukum pada orang-orang yang masih mengglonggong masih terlalu ringan, mereka hanya terjerat hukum tipikor, yang sanksi dendanya sangat ringat, jadi tidak membuat efek jera. Yang membuat efek jera mereka hanya UU perlindungan konsumen. Tapi kalau kita slama ini tidak mendapatkan laporan atau komplain dari masyarakat, jadi meraka malah mencari daging murah, kita iya gak akan bisa”. (Wawancara hari Senin 09, Januari 2012, pukul 11.23 WIB)
Hal yang berkaitan dengan kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh
Disnakkan, ada program tahunan atau insidental, namun kalau berbunyi program
khusus kasus pengglonggongan sapi tidak ada. Yang menjadi kegiatan tahunan
Disnakkan, dengan mengadakan operasi pasar tradisional. Disnakkan memberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
pembinaan kepada pedagang, kalau konsumen selalu berusaha memberitahu
mereka, untuk selalu mengutamakan kualitasnya yang bagus bukan pilih harga
yang murah. Itu biasanya dilakukan mendekati lebaran dan natal. Dalam
kegiatannya Disnakkan bekerjasama dengan Disperindag, Dinkes, Satpol PP
atau Polisi, Dinas Pasar dan Dinas Ketahanaan Pangan. Kalau untuk para pelaku
usaha pemotong sapinya diberi pembinaan di RPH.
Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa petugas dari Disnakkan dalam
melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pedagang atau pejagal yang
melakukan pengglonggongan daging sapi tidak bisa dijalankan dengan
maksimal, hal ini adanya kendala-kendala : (1) Belum adanya undang-undang
atau Perda yang mengaturnya, (2) Sangsi yang diberikan cukup ringan; (3)
Pelaksanaannya hanya pada menjelang hari-hari besar keagamaan seperti hari
Idul Fitri, Idul Adha, dan hari Natal.
Upaya-upaya untuk mengantisipasi dan mengurangi beredarnya daging
glonggongan di pasaran di Kabupaten Boyolali dapat dilakukan beberapa hal,
misalnya dengan memberikan pamflet dan brosur. Hal ini diperkuat oleh hasil
wawancara dengan ibu drh. Afiany Firdania, yaitu :
“Upaya kami untuk mengurang beredarnya daging glonggongan dengan memberikan pamflet dan brosur yang telah kami sebarkan, yang isinya mengenai pengamanan pangan. Tapi kalau jagalnya sudah ngeyel, gimana lagi. Jadi kami berusaha keras, gimana sih biar mereka punya efek jera? Kalau sampai dimana-mana daging mereka gak bisa diterima, dengan otomatis mereka akan berfikir. Jadi merubah perilaku itu kan secara pelan- pelan” (Wawancara hari Senin 09, Januari 2012, pukul 11.23 WIB).
Hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan Disnakkan berhubungan
dengan pengawasan daging glonggongan, seperti diutarakan oleh Drs. Sudarsono
M.M sebagai kepala Disnakkan Boyolali sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
“Tujuan dari Disnakkan selama ini belum maksimal, hal ini bisa dilihat dari laporan anggaran, visi dan misinya seperti apa, bisa ditanyakan disana. Sistem kinerjanya sesuai tupoksi dan yang menjalankan itu sesuai bidang-bidangnya. Sekarang sudah jauh berbeda dengan dahulu. Upayanya sudah kita ajak bersama dengan kesadarannya bahwa pengglonggongan sapi itu tidak baik. Dan proses sosialisasinya selama ini berjalan dengan lancar, gampang mereka itu”. (Wawancara hari Senin 09 januari 2012, pukul 11.23 WIB).
Drh. Afiany Firdania mengungkapkan sosialisasi yang telah di laksanakan
tahun 2011 sebagai berikut :
“… jagal biasanya kami undang di RPH, yang penting kami ini berusaha memupuk rasa kepercayaan dulu kepada para pejagal agar kerjasamanya akan lebih enak. Yang hadir narasumber dan panitia. Narasumbernya itu meliputi tenaga medis, MUI, pemerintah pusat kalau enggak cuma kita secara sarasehan itu juga bisa. Tahun 2011 kemarin ada tiga sampai empat kali” (wawancara senin, 09 januari 2012, pukul 10.00 WIB).
Penjelaskan tersebut menginformasikan bahwa tujuan pengawasan yang
dilakukan oleh Disnakkan selama ini belum maksimal, hal ini dapat dijelaskan
dari laporan anggaran, visi dan misinya. Namun demikian saat ini perkembangan
pengawasan agak berbeda, upaya yang dilakukan Disnakkan untuk menyadarkan
agar tidak melakukan pengglonggongan daging, dan ini dilakukan dengan
sosialisasi.
Adapun berkaitan dengan strategi pengawasan yang dilakukan oleh
petugas yaitu memberi wawasan dan aturan yang sudah ada dijalankan
semaksimal mungkin. Ada Perda di Disnakan sebagai pedoman teknis. Namun
demikian masih adanya kendala, yaitu mereka berpindah ke daerah lain seperti
Solo dan Semarang, mereka akan berpindah kesana, dan tentang pengawasannya
ada petugas yang melakukan dan pertanggungjawaban ke kepublik, mereka tiap
bulan melaporkan ke Bupati lalu di laporkan ke DPR.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
Untuk memberikan sosialisasi terhadap dampak dan akibat dari
beredarnya daging sapi glonggongan maka strategi yang dicapai diantara dengan
menyajikan beberapa informasi dalam website atau blog Disnakan, hal ini seperti
diungkapkan oleh Drs. Sudarsono sebagai kepala Dinas sebagai berikut :
“Di website atau blog informasi seperti kasus pengglonggongan sapi juga ada, setiap laporan ada. Di samping itu untuk meningkatkan kinerja pengawasan agar pegawai bekerja dengan penuh kesadaran”. (Wawancara hari Senin 09 januari 2012, pukul 11.23 WIB).
Berdasarkan beberapa hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa
beberapa peristiwa dan pelanggaran serta kinerja pengawasan yang ada di
Disnakan berkaitan dengan adanya kasus daging glonggongan, maka untuk
memperkuat dasar hukumnya maka diperlukan peraturan yaitu dikeluarkannya
UU No. 6 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok peternakan dan
kesehatan hewan pada pasal 21. Adapun pengawas di bidang kesmavet meliputi :
1) Pengawasan pemotongan hewan,
2) Pengawasan perusahaan susu, perusahaan unggas, perusahaan babi,
3) Pengawasan dan pengujian daging, susu dan telur,
4) Pengawasan pengolahan bahan makanan yang berasal dari hewan,
5) Pengawasan dan pengujian bahan makanan yang berasal dari hewan yang
diolah.
6) Pengawasan terhadap “bahan-bahan hayati” yang ada sangkut pautnya
dengan hewan, bahan-bahan pengawetan makanan dan lain-lain.
Sedang pada pasal 22 UU No. 6 tahun 1967 perlu dilengkapi pedoman
teknis pengawasan pemotongan yang memenuhi kaidah-kaidah kesejahteraan
hewan (animal welfare) termasuk juga kaidah yang berlaku bagi mayoritas
masyarakat Muslim di Indonesia yaitu syariah Islam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
4.2 Dari UPT RPH Ampel
Hal yang berkaitan dengan pengawasan kesehatan sapi yang ada di RPH,
diketahui bahwa pemotongan sapi ada sekitar 100 ekor/bulan tapi yang ada di
RPH tersebut tiap harinya dirata-rata hanya 20 ekor, itu ada daftar buku harian.
Bentuk pengawasan UPT. RPH Ampel terhadap pemotongan sapi potong adalah
adanya surat keterangan daging halal yang dikeluarkan oleh dokter hewan UPT.
RPH Ampel. Berkaitan dengan hal tersebut menurut petugas klining service
sudah baik, hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Bapak Sunardi sebagai klining
servise sebagai berikut :
“...di sini mengeluarkan surat keterangan daging halal. Itu 3 bulan sekali, nanti perpanjangan terus. Adapun kinerja Disnakan sudah baik dibandingkan dulu. Kalau yang glonggong telat trus sapi deprok di sini langsung gak mau menerima. Jadi jagal sendiri sekarang lebih hati-hati. Kalau sampai gak dipotong disini, takutnya tidak dapat surat keterangan daging halal dari sini, ke pasarnya yang jadi repot”. (Wawancara pada hari Rabu 11 Januari 2012, pukul 10.00 WIB).
Lalu ditambahkan oleh ungkapan bapak Erwan Agustanto AM.d selaku
Kasubag TU di UPT. RPH Ampel sebagai berikut:
“...Pengawas disini ada pak dokter sama pak mantri yang memeriksa kualitas daging, contohnya kaya limpo apa hati misal ada penyakitnya ya harus dibuang, setelah semua sudah diperiksa jagal akan mendapatkan surat keterangan sehat.”(Wawancara pada hari Rabu 11 Januari 2012, pukul 10.00 WIB).
Namun hal tersebut tidak menjadikan kualitas daging yang tersebar di
pasar-pasar menjadi baik. Hal ini bisa dilihat dari kenyataannya di lapangan
kinerja Disnakkan belum maksimal. Bagaimana tidak, fakta yang ada
ditemukan terdapat kelongaran dalam menerima sapi yang akan dipotong di
UPT. RPH yang banyak tidak memenuhi syarat yakni adanya sapi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
diterima sudah diglonggong. Hal tersebut diakui oleh bapak Irwan Agus Tanto
sebagai Kasubag TU RPH Ampel mengungkapkan jenis daging sapi yang
dipotong di UPT RPH Ampel sebagai berikut :
“Sapi yang disembelih di RPH sini ada daging glonggongan, disini menyebutnya daging semi (sapi digelonggong sedikit jadi sapi tidak sampai teler) tapi daging basah (sapi digelonggong dengan takaran air yang sangat banyak, yang biasanya sapi sampai tidak mampu berdiri atau berjalan) juga sampai saat ini disini masih ada, dan disini juga ada daging kering yakni tanpa diglonggong sapinya. Kebanyakan sapi disini diglonggong, daging kering Cuma untuk abonan dan jumlahnya tidak seberapa. Kita fleksibel sajalah, sesuai permintaan“ (wawancara selasa, 17 Januari 2012, pukul10.00 WIB).
Fakta yang ada dilapangan yang lain adalah terdapatnya kecurangan
dalam pemberian surat keterangan daging sehat oleh pihak UPT. RPH Ampel
kepada pejagal. Hal tersebut bisa dilihat dari wawancara Bapak drh. Aryo
Pramono sebagai dokter hewan, yaitu :
“…disini kita mengeluarkan Surat Keterangan Kesehatan Daging (SKKD) setiap pemotongan sapi. SKKD tidak hanya didapat untuk daging kering tapi SKKD bisa kita keluarkan walaupun itu dagingnya daging semi. Masalahnya kalau dibandingkan diluar pemotongan sapi disini cuma 20% atau malah gak nyampek. Jadi SKKD bisa didapatkan tidak hanya yang motong disini tapi untuk yang motong diluar juga bisa dapat SKKD kalau mereka mau, caranya ya bisa beli disini” (wawancara Rabu, 11 januari 2012, pukul 20.15).
Penuturan tersebut dibenarkan oleh bapak Ir. Joko Sularso sebagai kepala
UPT. RPH Ampel sebagai berikut :
“Surat Keterangan Kesehatan Daging (SKKD) bisa didapatkan tidak hanya pejagal yang memotong disini (RPH) tetapi juga pejagal yang memotong dirumah juga bisa mendapatkan SKKD dengan membeli disini. Dan keadaan sapi yang masuk disini tidak hanya sapi sehat yang artinya sapi tidak diglonggong tapi disini juga menerima sapi yang datang dalam kondisi sudah diglonggong, walaupun kondisinya memang sudah berbeda dengan dulu, sapi itu sampai deprok tidak bisa apa-apa. Jadi prinsipnya kita melayani semua permintaan pejagal karena kita disini dituntut oleh retribusi, kalau tidak memenuhi retribusi kita disini kena marah pak bupati dikira kita disini tidak kerja” (wawancara selasa, 17 Januari 2012, pukul 09.30 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Berkaitan dengan target dan PAD serta kendala yang dihadapi di
lapangan, seperti dituturkan oleh Bapak drh. Aryo Pramono sebagai dokter
hewan, yaitu :
“....Ya memang kondisinya antara kualitas dengan PAD, targetnya tahun 2011 ada 400an juta dan 2012 ada sekitar 700an juta. Kendalanya : karna masalah ini sudah sangat komplek sekali jadi sangat susah memecahkannya, padahal sudah puluhan tahun pemerintah tidak henti-hentinya berusaha menekan ini semua. Ada banyak pihak yang memiliki kepentingan disini Kalau kesmavet menekan kualitas dagingnya maka dari segi anggaran akan menurun”.
Hasil wawancara tersebut mencerminkan bahwa di satu sisi pihak
Disnakkan akan meningkatkan dan mengoptimalkan kinerja terutama dalam
pengawasan RPH dalam rangka meminimalkan beredarnya daging glonggongan
di pasaran, namun di sisi lain pemerintah mematok target pemasukan untuk
daerah (PAD), sehingga akan berdampak pada pelaksanaan di lapangan, yang
penting target pemasukan untuk pendapatan daerah
Hal yang berkaitan dengan pengawasan dan operasi seperti dituturkan
oleh Bapak Eko Purnomo, AM.d sebagai mantri atau petugas keur master, yaitu :
“...Kalau ada operasi diluar, itu menjadi tanggungjawab pak Aryo selaku dokter hewan disini. Dulu sini juga pernah ditelpon, bilang koq kualitas dagingnya kaya gini gitu. Tapi biasanya kalau kaya gitu kita gak mau taulah, itu sudah menjadi tanggung jawab jagalnya sendiri.” (Wawancara pada hari Rabu 11 Januari 2012, pukul 11.15 WIB).
Adapun hal yang berkaitan dengan kinerja Disnakan, menurut penuturan
Bapak drh. Aryo Pramono sebagai dokter hewan, yaitu :
“...Kinerja Disnakan, kalau bicara ukuran kinerja itu diukur dari ketercapaian target sehari-hari tapi di samping itu kita juga menjaga kualitas daging, terutama yang dari sini tapi kalau yang diluar kami kurang bisa mengawasi. Kriteria sapi bisa dipotong disini minimal sapi bisa jalan tapi kalau tidak, langsung kia tolak. Kita disini kadang melakukan sidak secara diam-diam”. (Wawancara pada hari Rabu, 11 januari 2012, pukul 20.15).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Berkaitan dengan permasalahan di lapangan, kondisi pengawasan, hal ini
diutarakan oleh Bapak drh. Aryo Pramono sebagai dokter hewan, yaitu :
“...Kalau saya perhatikan disini pejagal lebih dilatarbelakangi oleh persaingan harga. Jadi pejagal si A mersa pejagal si B dagingnya lebih murah ngejualnya, maka si pejagal A melapor ke kita biar si B kita operasi. Jadi intinya masalah ini seperti rantai makanan dan ada banyak pihak punya kepentingan sendiri didalamnya”. (Wawancara pada hari Rabu, 11 januari 2012, pukul 20.15).
Yang menjadi kendala atau masalah yang sering timbul itu adalah seperti
yang diungkapkan oleh bapak Ir. Joko Sularso sebagai kepala UPT. RPH Ampel
sebagai berikut :
“…Kita disini sering mendapat komplain yakni ada pihak pemerintah daerah di luar Kabupaten Boyolali yang menemukan daging sapi yang diproduksi dari sini kualitasnya jelek. Setelah diteliti ternyata pejagal itu nakal dengan mengoplos daging sapi yang dipotong di sini dengan daging sapi yang dipotong dirumah” (wawancara selasa, 17 Januari 2012, pukul 09.30 WIB).
Hal tersebut dibenarkan oleh bapak Erwan Agustanto AM.d selaku
sekretaris di UPT. RPH Ampel sebagai berikut:
“ Iya banyak kasus yang kita dapati setelah di telusuri, pejagal itu banyak yang nakal dengan mengoplos daging sapi, dan parahnya cap yang didapat dari sini itu ditempel didaging yang disembelih dirumah, jadi seolah-olah kalau dilihat mata daging tersebut seperti sudah melalui pemeriksaan dari sini, jadi banyak didapati daging yang di pasarkan menerangkan jumlah dagingnya tidak sama dengan yang tertera di SKKD” (wawancara selasa, 17 Januari 2012, pukul10.00 WIB).
Berdasarkan beberapa hasil wawancara tersebut, penanganan masalah
yang ada dilapangan yakni ditemukannya daging yang kualitasnya dibawah
standar kesehatan dan adanya kasus praktek pengglonggongan sapi potong di
Kabupaten Boyolali oleh Disnakkan dan UPT. RPH Ampel adalah dengan
melaksanakan sosialisasi atau pembinaan kepada pejagal yang dilakukan di
UPT. RPH Ampel, namun pelaksanaan sosialisasi belum maksimal karena hanya
dilakukan 3 sampai 4 kali pada tahun 2011. Selain itu pelaksanakan kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
pengawasan di pasar dan sidak haruslah dilaksanakan semaksimal mungkin. Dan
seharusnya UPT. RPH Ampel lebih selektif dalam memberikan SKKD kepada
pejagal sehingga hal tersebut dapat menekan atau mengurangi praktek
pengglonggongan sapi yang berdampak kualitas daging dipasaran yang kurang
bagus.
E. Evaluasi dalam Pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan di
Kabupaten Boyolali
Peneliti mengemukakan berdasarkan indikator kinerja pengawasan Dinas
Peternakan dan Perikanan Boyolali pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di
Kabupaten Boyolali Tahun 2011/2012 yang diterapkan kedalam kelompok
indikator input, output dan outcome. Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Input
Dalam penelitian ini yang menjadi input Dinas Perikanan dan
Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam pengawasan Rumah Pemotongan
Hewan (RPH) adalah progam atau kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh
Disnakkan Kabupaten Boyolali. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
program pengawasan yang dilakukan oleh Disnakkan Kabupaten Boyolali
ada dua, yaitu program pengawasan rutin dan program pengawasan tahunan.
Untuk kegiatan yang dilakukan secara rutin yakni pengambilan sampel
daging yang diadakan di RPH belum terlaksana sampai sekarang karena
tidak adanya Perda yang dapat memayungi kegiatan mereka dilapangan
sedangkan kegiatan rutin yang dilakukan di pasar-pasar dilakukan setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
bulan, yaitu ada empat kegiatan yakni: (1) Pengambilan sampel susu di 6
(enam) kecamatan yaitu kecamatan Boyolali, Mojosongo, Musuk, Cepogo,
Ampel, dan Selo; (2) Pengambilan sampel daging di 15 kecamatan (Selo,
Cepogo, Ampel, Boyolali, Teras, Mojosongo, Banyudono, Sambi, Simo,
Klego, Kemusuk, Juwangi, Ngamplak, Andong); (3) Monitoring krupuk kulit
di kecamatan Banyudono; dan (4) Pembinaan sapi perah di 6 kecamatan
(Boyolali, Mojosongo, Musuk, Cepogo, Ampel, dan Selo). Adapun program
pengawasan yang dilakukan secara tahunan atau insidental adalah kegiatan
pengawasan yang dilakukan tepatnya pada hari-hari besar keagamaan
(misalnya : hari raya idul adha dan idul fitri, hari raya natal, dan hari raya
tahun baru masehi).
Dalam pelaksananan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas
Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali di Rumah Potong Hewan
Ampel diketahui bahwa target dan realisasi penerimaan retribusi pemotongan
hewan selama tahun 2011 ternyata setiap bulannya mengalami penurunan
atau kurang dari target terutama pada bulan Oktober, Nopember dan bahkan
pada bulan Desember tahun 2011 mengalami minus. Untuk penerimaan
retribusi pemotongan hewan selama tahun 2012 sampai bulan April,
semuanya kurang dari target, walaupun penurunannya tidak begitu
signifikan. Hal ini berarti realisasi penerimaan retribusi pemotongan hewan
di UPT RPH Ampel tahun 2011/2012 kurang dari target yang telah
ditetapkan, hal ini disebabkan antara lain : ada beberapa pedagang yang
menyembelih di rumahnya sendiri dengan mengundang jagal yang ada di
kabupaten Boyolali, dan juga terlalu lamanya mengantri pagi pedagang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
akan memotongkan hewannya di UPT RPH Ampel Boyolali, sehingga
mereka para pedagang tidak sabar untuk menunggunya.
Untuk mengantisipasi kendala-kendala tersebut diperlukan petugas
atau tenaga pengawasan yang mempunyai Sumber Daya Manusia yang
handal. Oleh sebab itu, Disnakkan melakukan penyuluhan dan pelatihan-
pelatihan untuk memberikan bekal bagi tenaga lapangan agar mempunyai
kinerja pengawasan yang tinggi, namun pelaksanaan dan fasilitas dilakukan
dari pusat. Adapun isi pelatihan yang dilakukan diantara berisi tentang teknis
pemotongan sapi, prosedur teknik pemeriksaan sapi yaitu ante-morten dan
post-morten, syarat-syarat yang harus dimiliki sebagai seorang pengawas di
lapangan serta penilaian atau menilai kinerja ketika melakukan pengawasan
ke RPH yang ditunjuk. Berdasarkan hasil wawancara dengan drh. Afiany
dan drh. Diah selaku kepala Kesmavet dan staf di bidang Kesmavet diketahui
bahwa pedagang daging sapi yang ditemukan masih menjual daging semi
glonggongan. Bagi yang masing menjual daging glonggongan mereka telah
diberikan pembinaan dan telah membuat surat pernyataan untuk tidak
menjual lagi daging jenis glonggongan tersebut.
Dalam pengadaan pengambilan sampel BAH terdapat sistem
pelaksanaan pengawasan antisipasi dalam menangani kasus pengglong-
gongan sapi potong, uji yang dilakukan adalah uji organoleptik terhadap tiga
sampel daging sapi basah dan satu sampel normal serta hasil uji eber
terhadap semua sampel menunjukkan hasil yang positif. Artinya bahwa hasil
pemeriksaan yang dilakukan Disnakkan menunjukkan daging yang dijual
berwarna merah, bau normal, konsistensi kenyal, PH antara 7-7,5 dan
hasilnya ternyata positif terjadi eber.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Namun demikian, dalam sistem pengawasan terdapat beberapa hal
agar pengawasan yang dilakukan oleh Disnakkan efektif. Dalam program
pengawasan kegiatan rutin terdapat pengadaan pembinaan atau disebut
sosialisasi dan atau penyuluhan. Pembinaan yang diberikan Dinas Perikanan
dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam menangani kasus peng-
glonggongan sapi potong, sistem pelaksanaan program pembinaan atau
sosialisasi Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam
menangani kasus pengglonggongan sapi potong ada beberapa teknik,
diantaranya adalah melakukan penyuluhan dan pembinaan atau sosialisasi,
dan yang lebih penting adalah berusaha memupuk rasa kepercayaan kepada
para pejagal agar kerjasamanya akan lebih enak, diadakan pertemuan bila
memungkinkan, yang hadir narasumber dan panitia. Narasumbernya itu
meliputi tenaga medis, MUI, pemerintah pusat, dan kalau tidak seperti bisa
dilakukan dengan pertemuan atau sarasehan.
Dalam menjalankan program-program pengawasan untuk mencapai
kinerja yang baik, Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali
dalam melakukan pengawasan untuk menangani kasus pengglonggongan
sapi potong bekerjasama dengan lembaga lain, misalnya : Dinas Kesehatan,
Disperindag, Satpol PP, dan Polisi.
Untuk melakukan pengawasan diperlukan Sumber Daya Manusia
yang ada. Adapun Sumber Daya Manusia yang dimiliki Disnakkan sebanyak
149 orang, namun yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan pengawasan
4 (empat) orang dan dibantu oleh tenaga/pekerja lapangan secukupnya.
Sedangkan Sumenr Daya Manusia di UPT. RPH Ampel terdapat 9 PNS,
PTT (pegawai tidak tetap) 5 orang, THL ( tambahan/ tenaga harian lepas) 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
orang. Hal ini berarti tenaga yang digunakan untuk program pengawasan
beredarnya daging glonggongan maupun di RPH sangat terbatas, sehingga
diperlukan penambahan tenaga kerja agar pengawasan yang dilakukan
mampu menjangkau seluruh pedagang, jagal maupun beredarnya daging
tersebut.
Dalam menunjang kelancarkan jalannya program yang telah
dirancang, diperlukan dana untuk kegiatan rutin maupun kegiatan tahunan
dalam pengawasan dengan pengambilan sampel BAH ataupun pengambialn
sampel sapi di Kabupaten Boyolali. Berdasarkan temuan diketahui bahwa
kegiatan yang digunakan untuk meningkatkan sumber daya manusia bagi
tenaga pengawas untuk penelitian dan pengembangan hasil produksi
peternakan selisih Rp 50,-. Untuk kegiatan pembangunan sarana dan
prasarana pasar produksi peternakan dapat dijalankan sesuai dengan rencana
anggaran, dan untuk penyuluhan distibusi pemasaran atas hasil produksi
peternakan masyarakat terjadi sisa anggaran sebear Rp 865.000,- Hal ini
berarti kinerja pengawasan dilihat dari anggaran yang digunakan dalam
rangka peningkatan sumber daya manusia sudah terealisasi sesuai anggaran
dan bahkan mengalami sisa anggaran sehingga dapat dikatakan kinerja
pengawasan pada peningkatan sumber daya manusia tergolong baik.
2. Output
Dalam penelitian ini, yang menjadi output adalah kelompok yang
menjadi sasaran dalam pembinaan, dan dalam pengambilan sampel BAH
maupun pengambilan sampel daging sapi yang dilakukan Dinas Perikanan
dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali adalah meningkatnya produksi daging
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
7,16% pertahun, terpenuhinya kecukupan pangan yang bermutu dan
terjangkau, meningkatnya kualitas dan produktivitas ternak perah dan potong
di 19 kecamatan yang tersebar di 6 KUD persusuan dan pasar-pasar,
meningkatnya sistem kinerja penyuluhan peter-nakan, meningkatnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 6 % pertahun dan meningkatnya
proporsi APBD khususnya belanja modal yang menyentuh kepentingan dan
kebutuhan masyarakat.
Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam
menjalankan strategi program pengawasan di Rumah Pemotongan Hewan
Kabupaten Boyolali agar tepat sasaran seperti di atas, tidak lepas dari peran
kerjasama antar institusi pemerintah lain yang telah membantu Disnakkan
dalam mengawasi dan menangani kasus pengglonggongan sapi potong,
pihak Rumah Pemotongan Hewan (RPH), pejagal atau pelaku pemotongan
sapi, lembaga konsumen yang didirikan masyarakat secara khusus dan secara
umum tentunya mengenai masyarakat luas di wilayah Kabupaten Boyolali.
Dalam pengawasannya, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali
melakukan pengawasan di beberapa tempat RPH yaitu RPH Ampel dan RPH
swasta yang dilakukan oleh jagal-gal di rumah mereka sendiri.
Berdasarkan hasil temuan diketahui sistem pembinaan atau sosialisasi
dilakukan terutama kepada jagal, yang dulunya ada suatu paguyuban, namun
sampai saat ini paguyuban tersebut telah bubar. Di samping itu, kegiatan
penyuluhan dilakukan dengan mendatangi rumah ke rumah penjagal yang
bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
Sistem pelaksanan operasi pasar yang sebagai salah satu program
pengawasan dari Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali
dilakukan dengan pengambilan Sampel BAH, dan biasanya sudah
dikoordinasikan dari Disnakkan yang jadwalnya sudah terstruktur. Di
samping itu pelaksanaan pengawasan untuk pengadaan operasi sidak secara
diam-diam kerumah-rumah pejagal, dan juga ke pasar-pasar yang ada di
wilayah Kabupaten Boyolali. Kenyataan di lapangan, daging yang
disembelih di RPH Ampel tidak semuanya sapinya tidak digelonggong,
namun semi glonggongan (sapi digelonggongan dengan takaran banyak
namun sapi tidak sampai pingsan (teler). Hal ini menurutnya karena sudah
diperiksa oleh mantri hewannya dan dapat disembelih di tempat tersebut. Hal
ini dapat dilakukan karena target yang harus ditempuh oleh UPT RPH
Ampel adalah target PAD harus terpenuhi, apapun kondisi di lapangan
kadang bertolak belakang dengan missi Disnakkan diantaranya menjaga dan
mengawasi beredarnya daging gelonggongan di pasaran.
Untuk penanganan kasus daging sapi glonggongan di RPH Swasta,
Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali sudah berupaya keras
menangani kasus pengglonggongan sapi potong, namun demikian masih
banyak para pejagal berbuat tidak benar tentang teknik dan prosedur
penyembelihan sapi. Namun para pejagal mengelabuhi petugas dengan cara
cap yang ada pada daging sapi yang disembelih di UPT. RPH Ampel
ditempelkan pada daging sapi yang disembelih dirumah, selain itu terdapat
kemudahan dalam mendapatkan SKKD yakni dengan membeli SKKD
sehingga SKKD tidak hanya dimiliki pejagal yang memotong sapinya di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
UPT. RPH Ampel tetapi dapat dimiliki pula pejagal yang memotong sapinya
dirumahnya sendiri. Jadi kasus yang sering terjadi pada pasar adalah apabila
ada operasi dari Disnakkan Boyolali atau pun dari luar daerah terdapat
kualitas daging yang kurang bagus atau bahkan tidak bagus yang dibekali
SKKD namun berat daging tersebut ternyata berbeda dengan yang tertera di
SKKD (Surat Keterangan Kesehatan Daging).
Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam hal
mengawasi beredarnya daging sapi glonggongan telah memberikan
pembinaan kepada masyarakat luas agar masyarakat lebih cerdas memilih
makanan yang sehat, yaitu dengan menasehati para pedagang untuk membeli
daging yang bukan glonggongan dan jangan asal murah, di samping itu juga
para pembeli (konsumen) diberi brosur untuk mengetahui bahanya
mengkonsumsi daging sapi yang tidak sehat. . Dan melaksanakan sosialisasi
kepada pejagal walaupun pelaksanaannya belum maksimal karena dalam
setahun (2011) hanya terdapat 3 kali. Selain itu pelaksanaan pengawasan
juga belum maksimal, kedua hal tersebut karena kecilnya anggaran yang
diterima Disnakkan Boyolali.
Selain itu. Pada UPT. RPH Ampel masih ditemukannya
penyimpangan-penyimpangan dalam kemudahan pemberian SKKD yakni
dengan memperjualbelikan SKKD kepada pejagal yang menyembelih
dirumah dan SKKD bisa diberikan ke daging yang kualitasnya kurang baik
seperti daging semi dan basah; pemotongan sapi yang tidak sesuai prosedur
dan adanya sapi dalam kondisi sudah di glonggong; adanya kecurangan dari
pejagal yang menempelkan daging yang disembelih di rumah dengan daging
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
yang diberi cap dari UPT. RPH Ampel agar daging tersebut bebas
dipasarkan.
3. Outcomes
Dalam penelitian ini, yang menjadi outcomes Disnakkan Boyolali
dalam kegiatan pengawasan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di
Kabupaten Boyolali terdapat beberapa kendala, yaitu: 1) Hasil dari program–
program yang dijalankan untuk pengawasan tersebut belum berjalan
maksimal karena ditemukannya adanya penyimpangan daging glong-
gongan yang menyebar luas di Kabupaten Boyolali yang belum terpecahkan;
2) Kendala yang dihadapi Disnakkan Boyolali dalam melaksanakan kegiatan
pengawasan adalah kurangnya anggaran, belum adanya Perda dan kurang
tegaknya supremasi hukum.
F. Kinerja Pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan di Kabupaten
Boyolali Pada Rumah Potong Hewan Dalam Menangani Kasus Praktek
Pengglonggongan sapi potong.
Berdasarkan hasil pelaksanaan pengawasan dan hasil evaluasi, maka
dapat diketahui kinerja pengawasan pada bidang Kesmavet di Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Boyolali sebagai berikut :
1. Input
Dalam pelaksananan pengawasan, hasil yang didapatkan bahwa
target dan realisasi penerimaan retribusi pemotongan hewan selama tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
2011 ternyata setiap bulannya mengalami penurunan atau kurang dari target
terutama pada bulan Oktober, Nopember dan bahkan pada bulan Desember
tahun 2011 mengalami minus. Untuk penerimaan retribusi pemotongan
hewan selama tahun 2012 sampai bulan April, semuanya kurang dari target,
walaupun penurunannya tidak begitu signifikan. Hal ini berarti realisasi
penerimaan retribusi pemotongan hewan di UPT RPH Ampel tahun
2011/2012 kurang dari target yang telah ditetapkan.
Dalam pengadaan pengambilan sampel BAH terdapat sistem
pelaksanaan pengawasan antisipasi dalam menangani kasus pengglong-
gongan sapi potong, uji yang dilakukan adalah uji organoleptik terhadap tiga
sampel daging sapi basah dan satu sampel normal serta hasil uji eber
terhadap semua sampel menunjukkan hasil yang positif. Artinya bahwa hasil
pemeriksaan yang dilakukan Disnakkan menunjukkan daging yang dijual
berwarna merah, bau normal, konsistensi kenyal, PH antara 7-7,5 dan
hasilnya ternyata positif terjadi eber.
Dalam program pengawasan kegiatan rutin terdapat pengadaan
pembinaan atau penyuluhan. Pembinaan yang diberikan Dinas Perikanan dan
Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam menangani kasus pengglonggongan
sapi potong, sistem pelaksanaan program pembinaan atau sosialisasi dalam
menangani kasus pengglonggongan sapi potong ada beberapa teknik,
diantaranya adalah melakukan penyuluhan dan pembinaan atau sosialisasi,
dan yang lebih penting adalah berusaha memupuk rasa kepercayaan kepada
para pejagal agar kerjasamanya akan lebih enak, diadakan pertemuan bila
memungkinkan, yang hadir narasumber dan panitia. Narasumbernya itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
meliputi tenaga medis, MUI, pemerintah pusat, dan kalau tidak seperti bisa
dilakukan dengan pertemuan atau sarasehan. Untuk kegiatan pembangunan
sarana dan prasarana pasar produksi peternakan dapat dijalankan sesuai
dengan rencana anggaran, dan untuk penyuluhan distibusi pemasaran atas
hasil produksi peternakan masyarakat terjadi sisa anggaran sebear Rp
865.000,- Hal ini berarti kinerja pengawasan dilihat dari anggaran yang
digunakan dalam rangka peningkatan sumber daya manusia sudah terealisasi
sesuai anggaran dan bahkan mengalami sisa anggaran sehingga dapat
dikatakan kinerja pengawasan pada peningkatan sumber daya manusia
tergolong baik.
2. Output
Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakkan) Boyolali dalam hal
mengawasi beredarnya daging sapi glonggongan telah memberikan
pembinaan kepada masyarakat luas agar masyarakat lebih cerdas memilih
makanan yang sehat, yaitu dengan menasehati para pedagang untuk membeli
daging yang bukan glonggongan dan jangan asal murah, di samping itu juga
para pembeli (konsumen) diberi brosur untuk mengetahui bahanya
mengkonsumsi daging sapi yang tidak sehat. Dan melaksanakan sosialisasi
kepada pejagal walaupun pelaksanaannya belum maksimal karena dalam
setahun (2011) hanya terdapat 3 kali. Selain itu pelaksanaan pengawasan
juga belum maksimal, kedua hal tersebut karena kecilnya anggaran yang
diterima Disnakkan Boyolali. Selain itu, di UPT. RPH Ampel masih
ditemukannya penyimpangan-penyimpangan dalam kemudahan pemberian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
SKKD yakni dengan memperjualbelikan SKKD kepada pejagal yang
menyembelih dirumah dan SKKD bisa diberikan ke daging yang kualitasnya
kurang baik seperti daging semi dan basah; 3) Pemotongan sapi yang tidak
sesuai prosedur dan adanya sapi dalam kondisi sudah di glonggong; 4)
adanya kecurangan dari pejagal yakni melakukan pengglonggongan sapi dan
menempelkan daging yang disembelih di rumah dengan daging yang diberi
cap dari UPT. RPH Ampel agar daging tersebut bebas dipasarkan
3. Outcomes
Dalam penelitian ini, yang menjadi outcomes Disnakkan Boyolali
dalam kegiatan pengawasan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di
Kabupaten Boyolali terdapat beberapa kendala, yaitu: 1) Hasil dari program–
program yang dijalankan untuk pengawasan tersebut belum berjalan
maksimal karena ditemukannya adanya penyimpangan daging glonggongan
yang menyebar luas di Kabupaten Boyolali yang belum terpecahkan; 2)
Terdapat kendala dalam melaksanakan kegiatan pengawasan yakni kuangnya
anggaran, belum adanya Perda dan kurang tegaknya supremasi hukum. Hal
ini berarti kinerja Disnakkan Boyolali kinerja pengawasan Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) di Kabupaten Boyolali belum maksimal atau
tergolong masih rendah.
Berdasarkan hasil temuan tentang pengukuran kinerja kegiatan
khususnya pada kinerja pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali
pada Rumah Pemotongan Hewan tentang berdasarkan unsur input, output, dan
outcomes dapat diketahui sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
1. Ditemukannya hasil uji organoleptik pada pengambilan sampel BAH oleh
Disnakkan Boyolali ternak ternyata positif terjadi eber.
2. Anggaran yang diterima Disnakkan Boyolali tergolong masih kecil
sehingga pelaksanaan pengawasan belum maksimal dan sosialisasi hanya
dapat dilaksanakan 3 kali pada tahun 2011.
3. Minimnya tenaga kerja dalam melaksanakan kegiatan pengawasan baik di
Disnakkan Boyoalali maupun di UPT. RPH Ampel.
4. Disnakkan tidak pernah menerima laporan atau pengaduan dari
masyarakat atau konsumen mengenai daging glonggongan yang ada di
pasaran, namun masyarakat atau konsumen banyak yang tidak
mengutamakan kualitas daging saat membeli namun mementingkan harga
yang terjangkau.
5. UPT. RPH Ampel dalam realisasi pemotongan sapi potong terdapat
banyak belum mencapai target yang diberikan pemerintah daerah
Boyolali.
6. UPT. RPH Ampel pemotongan sapi tidak sesuai dengan prosedur selain
itu UPT. RPH Ampel menerima sapi yang akan dipotong dalam keadaan
sudah diglonggong.
7. UPT. RPH Ampel melakukan penyimpangan dalam memberikan SKKD
untuk sapi-sapi yang di UPT. RPH Ampel tidak hanya diberikan pada
daging kering (sapi tanpa diglonggong), namun diberikan pada daging
semi (sapi diglonggong jumlah sedikit) dan daging basah (sapi
diglonggong jumlah banyak). Selain itu SKKD tidak hanya dimiliki oleh
pemotong sapi di UPT. RPH Ampel namun SKKD juga bisa dimiliki oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
pejagal atau RPH swasta dengan cara membeli SKKD di UPT. RPH
Ampel.
8. Pada pejagal atau RPH swasta terdapat kecurangan yakni banyak sapi-
sapinya yang diglonggong sebelum disembelih dan pejagal menempelkan
cap dari UPT. RPH Ampel pada daging yang dipotong dirumahnya agar
bebas dipasarkan.
9. Adanya sarat kepentingan dari setiap personel yang ada kaitannya dengan
beredarnya daging sapi glonggongan, misalnya dokter jaga ingin
memenuhi target PAD, aparat polisi yang mencari keuntungan sendiri,
dan penjagal yang juga ingin memperkaya diri sendiri tanpa memandang
dampak dari beredarnya daging sapiglonggongan di pasaran nanti.
10. Belum adanya Undang-undang yang mengatur secara tegas tindakan yang
akan dijatuhi kepada siapa yang melanggar, sehingga tindakan yang
dilakukan oleh pengawas dari Disnakkan tidak membuat jera bagi pelaku
kejahatan.
11. Belum adanya Perda yang membantu Disnakkan dalam melaksanakan
kegiatan pengawasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja Dinas
Peternakan dan Perikanan (DISNAKKAN) Kabupaten Boyolali dalam
pengawasan Rumah Pemotongan Hewan tergonggong dilihat dari input, output
dan income buruk. Hal ini dikarenakan banyaknya temuan-temuan yang ada di
lapangan baik Disnakkan Boyolali, UPT, RPH Ampel dan pejagal atau RPH
swasta yang melakukan pelanggaran, yaitu masih ditemukannya daging
glonggongan di pasar tradisional wilayah Boyolali, kurangnya pengawasan
secara rutin tentang beredarnya daging glonggongan karena pengawasan
dilakukan hanya kalau mendekati hari-hari besar keagamaan saja. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dari ketiga indikator, yaitu input, output dan income
sebagai berikut :
1. Indikator input : kinerja pengawasan Disnakkan Boyolali tergolong kurang
baik karena sebagai berikut :
a) Disnakkan Boyolali mempunyai program kegiatan pengawasan yang
terbagi dua yakni kegiatan pengawasan rutin dalam pengambilan sampel
daging dan kegiatan pengawasan insendental atau tahunan dalam
pengambilan sampel BAH, yang dilaksanakan di RPH baik di UPT. RPH
Ampel maupun RPH swasta atau pejagal,dan dilaksanakan pengawasan
dipasar. Namun kegiatan pengawasan dalam pengambilan daging dan
BAH tersebut baru dapat terealisasi pada RPH swasta dan di pasar.
b) Sumber daya manusia Disnakkan terdapat 149 orang namun yang
melaksanakan kegiatan pengawasan hanya 4 orang dan pada UPT. RPH
149
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
Ampel 3 orang sehingga tenaga kerja dalam pengawasan belum ideal,
diperlukan penambahan.
c) Dana anggaran yang diterima Disnakkan Boyolali dalam merealisasikan
terdapat sisa anggaran.
2. Indikator output : kinerja pengawasan tergolong buruk karena sebagai
berikut :
a) UPT. RPH Ampel dalam realisasi pemotongan sapi potong terdapat
banyak belum mencapai target yang diberikan pemerintah daerah
Boyolali.
b) UPT. RPH Ampel pemotongan sapi tidak sesuai dengan prosedur selain
itu UPT. RPH Ampel menerima sapi yang akan dipotong dalam keadaan
sudah diglonggong.
c) UPT. RPH Ampel dalam memberikan SKKD untuk sapi-sapi yang di
UPT. RPH Ampel tidak hanya diberikan pada daging kering (sapi tanpa
diglonggong), namun diberikan pada daging semi (sapi diglonggong
jumlah sedikit) dan daging basah (sapi diglonggong jumlah banyak).
d) SKKD tidak hanya dimiliki oleh pemotong sapi di UPT. RPH Ampel
namun SKKD juga bisa dimiliki oleh pejagal atau RPH swasta dengan
cara membeli SKKD di UPT. RPH Ampel.
e) Pada pejagal atau RPH swasta terdapat kecurangan yakni banyak sapi-
sapinya yang diglonggong sebelum disembelih dan pejagal menempelkan
cap dari UPT. RPH Ampel pada daging yang dipotong dirumahnya agar
bebas dipasarkan.
f) Disnakkan Boyolali telah melakukan pembinaan atau sosialisasi pada
pejagal dan konsumen yang dilakukan secara searasehan dan brosur, 3
kali pada tahun 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
g) Hasil uji organoleptik pada pengambilan sampel BAH yang dilakukan
Disnakkan Boyolali ternak ternyata positif terjadi eber.
h) Disnakkan tidak pernah menerima laporan atau pengaduan dari
masyarakat atau konsumen mengenai daging glonggongan yang ada di
pasaran, namun masyarakat atau konsumen banyak yang tidak
mengutamakan kualitas daging saat membeli namun mementingkan
harga yang terjangkau.
3. Indikator outcome : kinerja pengawasan Disnakkan Boyolali digolongkan
buruk karena sebagai berikut :
a) Kegiatan pngawasan rutin pengambilan sempel daging di RPH belum
dapat terealisasi.
b) Minimnya tenaga kerja dalam melaksanakan pengawasan.
c) Pelaksanaan pengawasan belum maksimal dan sosialisasi hanya dapat
dilaksanakan 3 kali pada tahun 2011.
d) Jeratan hukum bagi orang-orang yang mengglonggong sapi tergolong
sangat ringan, sehingga tidak ada efek jera.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai kinerja
pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali pada Rumah Pemotongan
Hewan di Kabupaten Boyolali Tahun 2011/2012 tersebut, jika dilihat dari ketiga
indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pengawasan yaitu input,
output, dan outcome, maka dapat dikatakan bahwa kinerja pengawasan Dinas
Peternakan dan Perikanan Boyolali pada Rumah Pemotongan Hewan di
Kabupaten Boyolali Tahun 2011/2012 belum maksimal. Untuk itu, peneliti
mencoba memberikan beberapa saran atau rekomendasi sebagai bahan masukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
dan pertimbangan bagi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali.
Beberapa saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali hendaknya menambah
sumber daya manusia atau tenaga dalam melaksanakan kegiatan
pengawasan agar lebih maksimal hasilnya dalam melaksanakan
pengawasan.
2. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali hendaknya dapat
merealisasikan pelaksanaan pengambilan sempel daging di UPT. RPH
Ampel sebagai kegiatan pengawasan rutin.
3. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali hendaknya mengawasi
kegiatan pemotongan sapi dan dalam memberikan SKKD di UPT. RPH
Ampel agar pelanggaran yang selama ini terjadi dapat teratasi.
4. Mengembangkan sarana penjaring masukan dan kritik dari masyarakat
secara langsung maupun tidak langsung dan aktif mencari permasalahan
sehingga tidak hanya mengandalkan laporan, kritik dan keluhan yang masuk.
5. Meningkatkan sarana komunikasi dan sarana penyebarluasan informasi pada
publik melalui update informasi dalam papan pengumuman atau dengan
optimalisasi pengelolaan website yang juga dapat berfungsi sebagai sarana
transparansi dan akuntabilitas publik tentang kinerja pengawasan agar tidak
terjadi penyimpangan misalnya terjadinya peredaran di pasaran daging sapi
glonggongan.
6. Meningkatkan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat
tentang pengadaan dan pelaksanaan pencarian sapi yang akan dipotong
sampai dengan proses penyembelihan di Rumah Pemotongan Hewan serta
sistem penjualan daging yang tidak mengelabui pembeli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
7. Untuk memberikan efek jera bagi yang melakukan penggelonggongan
daging, hendaknya dapat bekerja sama dengan aparat penegak hukum
(Satpol PP maupun Kepolisian) untuk menindaknya dengan seberat-
beratnya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
top related