kejang demam

Post on 15-Jan-2016

217 Views

Category:

Documents

1 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

Free

TRANSCRIPT

A. Kejang Demam1. Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38%) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Konsensus kejang demam 2006; Ismael S. KPPIK-XI, 1983; Soetomenggolo TS, Buku Ajar Neurologi Anak 1999)

2. KlasifikasiKlasifikasi1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)(ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34 : 5928)

Kejang demam sederhana ialah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. (ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34 : 5928; )

Kejang demam kompleksKejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :1. Kejang lama > 15 menit2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang didahului kejang parsial3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. (Nelson KB, Ellenberg JH, 1978)

3. Epidemilogi 2 - 4% dari populasi anak 6 bulan - 4 tahun

80 – 90% merupakan kejang demam sederhana 20% kasus kejang demam kompleks 8% berlangsung > 15’ 16% berulang dalam waktu 24 jam 2 – 4% berkembang menjadi epilepsi

4. PatofisiologiKejang merupakan manifestasi klinis akibat terjadinya pelepasan muatan

listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. Sel syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran. Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan dengan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membran ini terjadi akibat perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Natrium, Kalium, dan Calsium.

Bila sel syaraf mengalami stimulasi, misalnya stimulasi listrik akan mengakibatkan menurunnya potensial membran. Penurunan potensial membran ini akan menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion Natrium akan meningkat, sehingga Natrium akan lebih banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan potensial membran masih dapat dikompensasi oleh transport aktif ion Natrium dan ion Kalium, sehingga selisih potensial kembali ke keadaan istirahat.

Perubahan potensial yang demikian, sifatnya tidak menjalar, yang disebut respon lokal. Bila rangsangan cukup kuat perubahan potensial dapat mencapai ambang tettap (firing level), maka permeabilitas membran terhadap Natrium akan meningkat secara besar-besaran pula, sehingga timbul spike potential atau potensial aksi. Potensial aksi ini akan dihantarkan ke sel syaraf berikutnya melalui sinap dengan perantara zat kimia yang dikenal dengan neurotransmitter.

Bila perangasangan telah selesai, maka permeabilitas membran kembali ke keadaan istirahat, dengan cara Natrium akan kembali ke luar sel dan Kalium masuk ke dalam sel melalui mekanisme pompa Natrium-Kalium yang membutuhkan ATP dari sintesa glukosa dan oksigen. Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori :

a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Natrium-Kalium, misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.

b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagsemia.

c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan.

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat.

Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak.

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut :a. Demam dapat menimbulkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum

matang/immatur.b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan

gangguan permeabilitias membran sel.c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat

5. Faktor resikoTerdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu :

demam, usia, dan riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat pre-eklamsia pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi baru lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir) dan faktor paskanatal (kejang akibat toksik, trauma kepala)

a. Faktor demamDemam apabila hasil pengukuran suhu tubuh mencapai di atas 37,8 °C aksila atau diatas 38,3°C rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab tetapi pada anak tersring disebabkan oleh infeksi

b. Faktor usia

. PreventifSejauh in tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak

yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian. (Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for physician in the management of febrile seizures. Brain Dev 1996;18: 479-484. dan Zempsky WT. Pediatrics, febrile seizures. http://www.emedicine.com/emerg/topic 376.htm.)

. Kerangka Konsep

top related