karya tulis ilmiah - repository.poltekkes-kdi.ac.id tulis ilmiah.pdf · menyelesaikan karya tulis...
Post on 11-Jul-2020
86 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG
PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA
DI PUSKESMAS POASIA
KOTA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan
OLEH :
RISAL SURUDIN
NIM. P00320013061
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2016
2
3
4
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas
1. Nama : Risal Surudin
2. Tempat Tanggal Lahir : Pu’usangi, 23 Oktober 1995
3. Suku / Bangsa : Tolaki / Indonesia
4. Jenis Kelamin : Laki-Laki
5. Agama : Islam
B. Pendidikan
1. SD Negeri 1 Laronanga Tamat Tahun 2007
2. SMP Negeri 1 Asera Tamat Tahun 2010
3. SMA Negeri 1 Asera Tamat Tahun 2013
4. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan Masuk tahun 2013
5
MOTTO
Sesungguhnya kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan)
Kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain)
Dan hanya kepada Tuhan mu lah hendaknya kamu berharap
Barang siapa yang menjaga dirinya (dari minta-minta)
Akan dijaga oleh Allah
Barang siapa yang merasa cukup
Akan dicukupkannya oleh Allah
Dan barang siapa yang bisa bersabar
Akan disabarkan oleh Allah
Kupersembahkan Karya Tulis ini teruntuk Ayah dan Ibu tercinta,
yang selalu memberikan kasih sayangnya serta tak henti – hentinya
mendoakan untuk keselamatan dan Keberhasilan anaknya serta memberikan
dorongan moril dan materil untuk menyelesaikan penulisan Karya Tulis IImiah ini.
Risal Surudin
6
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang paling indah dan paling mulia yang patut penulis panjatkan
kepada Allah SWT kecuali rasa syukur atas rahmat dan Hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ”Gambaran Pengetahuan dan
Sikap Ibu Tentang Pencegahan Ispa Pada Balita di Puskesmas Poasia Kota Kendari”.
Dalam menyelesaikan penelitian ini penulis sadari amat banyak aral yang
melintang, namun berkat Allah SWT yang senantiasa memberi petunjuk-Nya serta
keyakinan pada kemampuan diri sendiri, sehingga segala hambatan yang penulis
hadapi dapat teratasi. Terimakasih yang tak ternilai serta sembah sujud penulis
ucapkan kepada Kedua Orangtua yang amat kucintai, Ayahanda Suruddin dan Ibunda
Hasna atas segala doa dan kasih sayang yang tak henti-hentinya tercurahkan demi
keberhasilanku serta semua pengorbanan materil yang telah dilimpahkan, tanpa ridho
keduanya penulis tidak ada apa-apanya.
Selanjutnya penulis ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua
pembimbingku Ibu Lena Atoy, S.ST.,MPH selaku Pembimbing I dan Ibu Dali,
SKM.,M.Kes Selaku Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan
membimbing penulis sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa juga mengucapkan banyak terima
kasih dan penghargaan yang tulus kepada yang terhormat :
1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes, Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
7
2. Kepala Kantor Badan Riset Sultra yang telah memberikan izin penelitian kepada
penulis dalam penelitian ini.
3. Kepala Puskesmas Poasia yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk
melaksanakan penelitian.
4. Bapak Muslimin L., A.Kep., S.Pd., M.Si, Selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kendari dan selaku Penguji I.
5. Bapak Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.M.Kep selaku penguji II dan Ibu Reni Devianti
U, M.Kep, Sp.Kep.,MB selaku Penguji III yang telah membantu dan
mengarahkan penulis dalam ujian Proposal sehingga penelitian ini dapat lebih
terarah.
6. Bapak / Ibu Dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan yang turut
membekali ilmu pengetahuan pada penulis selama kuliah.
7. Saudara-saudaraku tersayang, kakak-kakakku yang kucintai dunia-akhirat
Hasnita, Budi Haryono, fdan adik-adikku Anisa Febrianti, Nirma Salsabila, Muh.
Syahban Ramadhan, Muh. Dytha Ramadhan yang selalu memberikan dukungan
dan kasih sayangnya.
8. Terakhir, teruntuk sahabat-sahabatku Jusran Hatta, Agus Trianto, Ardian, Mijrat,
uni Elis, Andi Harianto, Iyan Sapta Manus, Muh. Nurahmad, Albert, Alfindra,
Irawan beserta teman-temanku angkatan 2013 khususnya teman-teman tingkat III
A dan B, yang telah memberikan motivasi dan dukungan selama penulis
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
8
Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peneliti selanjutnya di
Politeknik Kesehatan Kendari serta kiranya Tuhan selalu memberi rahmat kepada kita
semua. Amin.
Kendari, Juni 2016
Penulis
9
ABSTRAK
Risal Surudin (P00320013061) Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang
Pencegahan ISPA Pada Balita di Puskesmas Poasia Kota Kendari. Yang dibimbing
oleh Ibu Lena Atoy, S.ST.,MPH dan Ibu Dali, SKM.,M.Kes (xii + 62 Halaman + 10
Lampiran + 7 Tabel). Data yang diperoleh dari Puskesmas Poasia Kota Kendari tahun
2013 tercatat jumlah kunjungan pasien balita yang mengalami ISPA berjumlah 4.414
kasus, tahun 2014 berjumlah 4.413 kasus, pada tahun 2015 berjumlah 5.822 kasus
dan pada tahun 2016 periode bulan Januari - Mei berjumlah 150 kasus dengan rata-
rata 30 kasus perbulan. Jenis Penelitian deskriptif yang dilakukan pada tanggal 08
Juni – 28 Juni 2016. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 150 ibu dengan jumlah
sampel 30 ibu yang diambil secara accidental sampling. Data diperoleh dari data
sekunder dan primer dengan instrument penelitian Lembar Kuisioner. Data diolah
dengan cara coding, editing, scoring, dan tabulating. Hasil Penelitian di peroleh
Responden terbesar adalah ibu yang memiliki pengetahuan kurang yang berjumlah 17
ibu (56,67%) dan responden terkecil adalah ibu yang memiliki pengetahuan baik
yang berjumlah 13 ibu (43,33%) dan responden terbesar adalah ibu yang memiliki
sikap kurang yang berjumlah 18 ibu (60,00%), dan responden terkecil adalah ibu
yang memiliki sikap baik yang berjumlah 12 ibu (40,00%). Kesimpulan menunjukan
secara keseluruhan yang paling dominan yang menjadi pencegahan ISPA di pada
balita Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2016 terbanyak adalah pencegahan
kurang yang berjumlah 18 ibu (60,00%), dan responden terkecil adalah pencegahan
baik yang berjumlah 12 ibu (40,00%) di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun
2016. Saran kepada pihak Puskesmas Poasia khususnya dan Petugas Kesehatan agar
dapat melaksanakan penyuluhan mengenai ISPA, sehingga memberikan informasi
yang berguna sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Poasia.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Pencegahan ISPA, Balita
Daftar Pustaka : 21 (2007 - 2016)
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………….. i
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………………. ii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………….. iii
MOTTO……………………………………………………………………………….. iv
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………….….. v
ABSTRAK……………………………………………………………………………. vi
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….…. vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL………..……………………………………………………….….. xi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 5
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 5
D. Manfaat Penelitian……………….…………………………………….. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pengetahuan……….……………………....…..……. 6
B. Tinjauan Tentang Sikap…...……………………….…………………... 10
C. Tinjauan Tentang ISPA………………..………………………………. 15
D. Tinjauan Tentang Balita……….………………………………………. 36
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran………………………………………………………... 39
B. Kerangka Pikir………..………………………………………………... 40
C. Variabel Penelitian……………………………………………………... 40
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif…………………………….. 41
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian………..…………………………………………..…… 44
B. Tempat dan Waktu Penelitian………..………………………………... 44
C. Populasi dan Sampel…………………..…………………………..…… 44
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data….……………………………….… 46
E. Pengolahan Data……………..………………………….……………... 46
F. Analisa Data………..……………….……………….………..……...… 47
G. Penyajian Data….………..……………………………………………. 48
11
H. Etika Penelitian…………..………………………………………..…… 48
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Hasil Penelitian……………...……………………………... 50
B. Hasil Penelitian………………………………………………………… 52
C. Pembahasan……………………………...…………………………….. 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………...……………………………………………... 62
B. Saran…………………….……………………………………………... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Umur Ibu di Puskesmas Poasia Kota
Kendari................................ 52
Tabel 5.2 Distribusi Pendidikan Ibu di Puskesmas Poasia Kota
Kendari....................... 52
Tabel 5.3 Distribusi Pekerjaan Ibu di Puskesmas Poasia Kota
Kendari......................... 53
Tabel 5.4 Distribusi Status Imunisasi Balita di Puskesmas Poasia Kota
Kendari..... 53
Tabel 5.5 Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan ISPA Pada Balita di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun
2016................................................ 54
Tabel 5.6 Distribusi Sikap Ibu Tentang Pencegahan ISPA Pada Balita di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun
2016................................................................... 54
Tabel 5.7 Distribusi Pencegahan ISPA Pada Balita di Puskesmas Poasia Kota
Kendari Tahun
2016..................................................................................................... 55
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 2. Surat Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden (Informed Concent)
Lampiran 3. Kuisioner Penelitian
Lampiran 4. Tabulasi Data Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan Ispa Pada Balita di
Puskesmas Poasia Kota Kendari
Lampiran 5. Tabulasi Data Sikap Ibu Tentang Pencegahan Ispa Pada Balita di
Puskesmas Poasia Kota Kendari
Lampiran 6. Master Tabel Penelitian
Lampiran 7. Photo Penelitian
Lampiran 8. Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Depkes Kendari
Lampiran 9. Surat Izin dari Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Sulawesi
Tenggara
Lampiran 10. Surat keterangan telah melakukan penelitian
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menurut World Health
Organization (WHO) adalah infeksi saluran pernapasan akut yang cenderung
menjadi epidemi dan pandemi serta dapat menimbulkan kekhawatiran kesehatan
masyarakat. ISPA umumnya ditularkan melalui droplet. Namun demikian, pada
sebagian patogen ada juga kemungkinan penularan melalui cara lain, seperti
melalui kontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi (WHO,
2008). Hasil survei morbiditas yang dilaksanakan oleh subdit ISPA dan
Balitbangkes (2007) menunjukkan angka kesakitan 5,12%, namun karena jumlah
sampel dinilai tidak representatif maka subdit ISPA tetap menggunakan angka
WHO yaitu 10% dari jumlah Balita. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian
oleh Rudan et al (2004) di negara berkembang termasuk Indonesia insidens ISPA
sekitar 36% dari jumlah Balita.
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insidens
menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di
negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana
151 juta episode (96,7%) terjadi di Negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi
di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan Bangladesh,
15
Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi
di masyarakat, 7-13% merupakan kasus berat dan memerlukan perawatan rumah
sakit. Episode batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per
tahun (Rudan et al Bulletin, WHO 2015).
Di Indonesia menurut hasil Riskesdas tahun 2007 proporsi kematian
balita karena ISPA menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare. Sedangkan
menurut SKRT tahun 2004 proporsi kematian Balita karena ISPA menempati
urutan pertama. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di
puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%). Pengendalian ISPA di
Indonesia dimulai pada tahun 1984, bersamaan dengan diawalinya pengendalian
ISPA di tingkat global oleh WHO.
Tingginya angka kematian balita akibat ISPA di Indonesia terjadi karena
Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan bencana seperti banjir, dan
kebakaran hutan. Kebakaran hutan dan banjir selama dekade ini, mempunyai
potensi utama penyumbang ISPA terbesar terutama pada musim kemarau dan
penghujan. Asap dari kebakaran hutan dan hawa dingin dapat menimbulkan
penyakit ISPA yang dapat memperberat kondisi seseorang yang sudah menderita
ISPA.
Pada situasi bencana kebakaran hutan, jumlah kasus ISPA terutama
pada anak balita sangat besar dan menduduki peringkat teratas. Selain itu, asap
rumah tangga seperti pengunaan kayu bakar, asap rokok, dan penggunaan obat
nyamuk juga menjadi salah satu faktor risiko terkena ISPA. Hal ini dapat
16
diperburuk apabila ventilasi rumah kurang baik dan dapur menyatu dengan ruang
keluarga atau kamar. Selain itu, kondisi polusi udara di lingkungan tempat
tinggal yang terpapar dengan asap kendaraan bermotor, dan rusaknya kondisi
jalan di area sekitar rumah dapat menjadi penyebab ISPA akibat debu yang
berterbangan sehingga udara menjadi kotor. (Kemenkes RI, 2012).
Untuk itu, upaya pencegahan dapat dilakukan oleh keluarga terutama
ibu yang memiliki anak balita, dikarenakan ibu merupakan orang terdekat balita.
Adapun sikap dan langkah-langkah yang dapat dilakukan ibu yaitu dengan cara
menjaga kondisi lingkungan yang bersih dan sehat, immunisasi lengkap dan
pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia anak 2 tahun
(Kemenkes RI, 2012). Selain itu upaya perawatan ibu di rumah sangatlah penting
dalam upaya penatalaksanaan balita yang mengalami ISPA. Kesembuhan
seorang anak dengan infeksi pernafasan sangat tergantung dari pengetahuan dan
sikap yang diberikan oleh ibu. Oleh sebab itu, ibu harus banyak memiliki
pengetahuan dan sikap yang benar terhadap fungsi pemeliharaan kesehatan di di
dalam keluarganya, terutama ketika ia memiliki anak balita dengan penyakit
ISPA. Fungsi pemeliharaan kesehatan terdiri dari pencegahan primer, yang
meliputi peningkatan kesehatan dan tindakan preventif khusus yang dirancang
untuk menjaga anggota keluarga bebas dari penyakit dan cedera; pencegahan
sekunder yang terdiri atas deteksi dini, diagnosa dan pengobatan; dan
pencegahan tersier yang mencakup tahap penyembuhan dan rehabilitasi, yaitu
17
bertujuan untuk meminimalkan ketidakmampuan klien dan memaksimalkan
tingkat fungsinya. (Leavell, 2014).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara (2015),
bahwa kasus ISPA di Sulawesi Tenggara dari 51.306 pasien terdapat14,52%,
yang terkena ISPA 8,75% diantaranya merupakan balita yang merupakan usia
kelompok yang paling rentan terhadap infeksi saluran pernapasan (ISPA).
Sedangkan di Kota Kendari kejadian ISPA pada balita sebanyak 8.615 orang
atau sebesar 4,9% penderita (2015). Berdasarkan data awal yang peneliti
peroleh di Puskesmas Poasia Kota Kendari tahun 2013 tercatat jumlah
kunjungan pasien balita yang mengalami ISPA berjumlah 4.414 kasus, tahun
2014 berjumlah 4.413 kasus, pada tahun 2015 berjumlah 5.822 kasus dan pada
tahun 2016 periode bulan Januari - Mei berjumlah 150 kasus dengan rata-rata
30 kasus perbulan.
Banyaknya jumlah pasien di Puskesmas Poasia biasanya terjadi pada
musim penghujan atau dengan pasien dengan riwayat ISPA yang terpapar
polusi atau asap rumah tangga. Oleh sebab itu bila tidak dilakukan penanganan
dengan cepat dan baik oleh petugas kesehatan, maupun oleh ibu maka dapat
dipastikan jumlah penderita ISPA akan meningkat dari tahun ketahun.
Penanganan yang tepat, dan cepat bila ditunjang oleh sikap dan pengetahuan
yang baik dapat menurunkan angka kejadian ISPA pada balita. Berdasarkan
latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
18
judul “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Pencegahan ISPA Pada
Balita di Puskesmas Poasia Kota Kendari”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah
Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Pencegahan ISPA Pada Balita di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2016?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Pencegahan ISPA
Pada Balita di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA
pada balita di Puskesmas Poasia Kota Kendari.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap ibu tentang pencegahan ISPA pada
balita di Puskesmas Poasia Kota Kendari.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Poasia Kota Kendari/ Penentu kebijkan
Sumber informasi bagi Puskesmas Poasia Kota Kendari dalam upaya
meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu balita tentang ISPA guna
menurunkan angka kejadian ISPA terutama pada balita.
19
2. Bagi Institusi
Manfaat bagi institusi/pendidikan merupakan sumbangan ilmiah dan
sebagai bahan pertimbangan sekaligus bahan acuan dalam mengembangkan
penelitian selanjutnya khususnya mengenai mengenai pengetahuan dan sikap
ibu tentang ISPA pada balita.
3. Bagi klien
Bahan informasi bagi ibu balita di Puskesmas Poasia Kota Kendari tentang
cara pencegahan dan penanganan penyakit ISPA oleh Ibu pada anak
balitanya.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam rangka menambah
wawasan ilmu pengetahuan serta pengembangan ilmu pengetahuan yang
telah diperoleh selama dibangku kuliah.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui karena
mempelajarinya, dan pengetahuan diketahui karena melihat, mengalami, dan
mendengarnya (Badudu dan Zain, 2007). Pengetahuan adalah merupakan hasil
dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu, pengindraan terjadi melalui panca indra manusia seperti
penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba (Notoatmodjo, 2013).
Orang yang disebut tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan
tidak lain dari hasil tahu (Poedjawijatna, 2011).
Pengetahuan merupakan keyakinan suatu objek yang telah dibuktikan
kebenarannya, bahwa kita hanya dapat mempunyai pengetahuan mengenai
sesuatu yang benar, pengetahuan merupakan kemampuan seseorang untuk
fakta, simbol, prosedur tehnik dan teori (Notoatmodjo, 2013). Staton (1978)
menyatakan pengetahuan atau knowledge adalah ketika individu tahu apa
yang akan dilakukan dan bagaimana mestinya melakukannya (Notoatmodjo,
2013)
21
b. Tingkatan pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2013) pengetahuan yang dicakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat mengintrepasikannya secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemapuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis merupan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evalution)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemapuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu
22
criteria yang telah ditentukan sendiri, dan menggunakan kriteria yang telah
ada.
c. Cara memperoleh pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang
berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media
elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, kerabat kerja dan sebagainya
(Istiarti, 2010).
Notoatmodjo (2013) mengelompokkan dua cara mendapatkan
pengetahuan yaitu cara tradisional dan cara modern, cara tradisional seperti
cara coba salah, cara kekuasaan atau otoritas, berdasarkan pengalaman pribadi
dan melalui jalur piker, sedangkan cara modern merupakan cara memperoleh
pengetahuan yang lebih sistematis, logis dan ilmiah.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Suharjo (2006)
bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1) Tingkat pendidikan, dimana tinggi rendahnya pendidikan akan
mempengaruhi pengetahuan, dengan pendidikan yang tinggi maka
pengetahuan yang diperoleh akan semakin banyak, begitupun sebaliknya.
2) Status social, dimana status sosial yang berbeda-beda, maka pengetahuan
yang diperolehpun berbeda-beda.
3) Derajat penyuluhan, bahwa semakin banyak penyuluhan yang diperoleh
atau makin banyak frekwensi penyuluhan, maka pengetahuan yang
diperoleh akan semakin banyak.
23
4) Faktor lingkungan, lingkungan merupakan faktor penentu derajat
pengetahuan, maka kita akan merasa semakin tertarik untuk memperoleh
pengetahuan yang sama dengan cara bertukar pikiran.
5) Sarana prasarana, dengan sarana dan prasarana yang menunjang, maka
pengetahuan akan diperoleh akan lebih besar bila dibandingkan dengan
kurangnya sarana dan prasarana.
e. Cara mengukur pengetahuan
Cara pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Arikunto (2006) tingkatan pengetahuan dapat dikategorikan berdasakan
nilai sebagai berikut:
1) Pengetahuan baik : mempunyai nilai pengetahuan > 75 %
2) Pengetahuan cukup : mempunyai nilai pengetahuan 60-75 %
3) Pengetahuan kurang : mempunyai nilai pengetahuan < 60 %
B. Tinjauan Tentang Sikap
a. Pengertian Sikap
Sikap adalah konstruksi psikologis seperti halnya dengan semua
konstruk psikologis, sikap merupakan suatu hipotesis, sikap tidak dapat
diamati atau diukur secara langsung (Moler, 2010).
Sikap adalah afeksi untuk melawan, penilaian tentang suka dan tidak
suka akan, tanggapan positif atau negatif terhadap suatu objek psikologis.
24
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Dalam sikap positif ada kecendrungan
untuk memenuhi objek tertentu, sedangkan sikap negatif ada kecendrungan
untuk memenuhi obyek tertentu, sikap seseorang dapat dilihat dari prilakunya
(Notoatmodjo, 2013).
b. Komponen Sikap
Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu :
1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh
individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotype
yang dimiliki individu mengenai sesuatu yang dapat disamakan
penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau
problem yang kontroversial.
2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek
emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam
sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan
terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap
seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki
seseorang terhadap sesuatu.
3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berprilaku tertentu
sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang dan berisi tendensi atau
kecenderungan untuk bertindak/bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-
cara tertentu serta berkaitan dengan objek yang dihadapinya, adalah logis
25
untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam
bentuk prilaku.
c. Tingkatan Sikap
1) Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang
terhadap suatu hal dan mau melakukannya.
2) Merespon (Responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu
benar dan salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3) Menghargai (Valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan dan
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu
indikasi sikap.
4) Bertanggung jawab (Responsible) atas segala sesutu yang dipilihnya
dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi
(Notoatmodjo, 2013).
d. Sifat Sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Adapun sifat
sikap yaitu :
1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu.
26
2) Sikap negative terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Purwanto dalam Rezky,
2012).
e. Ciri-Ciri Sikap
1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjan perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini
membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus,
kebutuhan akan istirahat.
2) Sikap dapat berubah-rubah karena sikap itu dapat dipelajari dan sikap
dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan
syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu terhadap suatu obyek dengan kata lain, sikap itu terbentuk,
dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu
yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah
yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-
pengetahuan yang dimiliki orang lain (Purwanto dalam Rezky, 2012).
27
f. Penilaian Sikap
Sikap dapat diukur dengan metode/teknik :
1) Measurement by scales pengukuran sikap dengan menggunakan skala,
munculah skala sikap.
2) Measurement by rating pengukuran sikap dengan meminta pendapat atau
penilaian para ahli yang mengetahui sikap individu yang dituju.
3) Indirect method pengukuran sikap secara tidak langsung yakni mengamati
(eksperimen) perubahan sikap/pendapat yang bersangkutan.
Skala sikap, yaitu :
1) Skala Sikap Likert (Notoadmojo, 2010).
Skala Sikap Likert tersusun atas beberapa pernyataan positif (favorable
statements) dan pernyataan negatif (unfavorable statements) yang
mempunyai lima kemungkinan jawaban (option) dengan kategori yang
continuum, dari mulai jawaban sangat setuju (strongly agree) sampai
sangat tidak setuju (strongly disagree).
a) Pernyataan positif diberi skor :
1) Sangat Setuju (SS) = 5
Setuju (S) = 4
Ragu-ragu (R) = 3
Tidak Setuju (TS) = 2
Sangat Tidak Setuju = 1
28
b) Sedangkan pernyataan negatif diberi skor sebaliknya, yaitu :
Sangat Setuju (SS) = 1
Setuju (S) = 2
Ragu-ragu (R) = 3
Tidak Setuju (TS) = 4
Sangat Tidak Setuju = 5
C. Tinjauan Tentang ISPA
1. Pengertian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut sering disingkat dengan ISPA. Istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut dengan
pengertian (Yudarmawan, 2012). ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang
dapat berlangsung sampai dengan 14 (empat belas) hari. Yang dimaksud dengan
saluran pernapasan adalah organ yang dimulai dari hidung sampai alveoli paru
berserta organ-organ adneksanya (misalnya : sinus, ruang telinga tengah, dan
pleura) (Kemenkes RI, 2013). ISPA dalah infeksi saluran pernafasan bagian atas
dan saluran pernapasan bagian bawah beserta adneksanya ( Rahardjo, 2011). Bila
disimpulkan maka pengertian ISPA yaitu :
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA
29
secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan
bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran
pernapasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran
pernapasan (respiratory tract).
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung
lebih dari 14 hari.
Menurut WHO (2007), Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh
agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala
biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari.
2. Klasifikasi ISPA
ISPA terdiri dari sekelompok kondisi klinik dengan etiologi dan
perjalanan klinik yang berbeda. Sampai saat ini ISPA diklasifikasikan Sebagai
berikut :
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi :
1) Klasifikasi berdasarkan anatomik
Infeksi akut yang menyerang hidung sampai epiglotis dengan organ
adneksanya, misalnya : rhinitis akut, faringitis akut, sinusitis akut dan
sebagainya.
30
2) Infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah
Infeksi yang terjadi pada saluran nafas bagian bawah mulai dari
epiglotis sampai alveoli paru, misalnya : trakeitis, bronkitis akut,
bronkiolitis, pneumonia, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan etiologi
Etiologi ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri. Adapun klasifikasinya
adalah sebagai berikut :
Virus penyebab ISPA antara lain : golongan Miksovirus (termasuk
didalamnya virus influensa, virus prainfluenza dan virus campak),
Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpes virus.
Bakteri penyebab ISPA misalnya Streptokokus hemolitikus, stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofilus influenzae, Bordetela pertusis, Korinebakterium
difteria.
c. Klasifikasi berdasarkan derajat keparahan penyakit
1) ISPA ringan, dimana penatalaksanaanya cukup dengan tindakan
penunjang, tanpa pengobatan anti mikroba.
2) ISPA sedang, dimana penatalaksanaanya memerlukan pengobatan
dengan anti mikroba, tetapi tidak perlu dirawat cukup berobat jalan.
3) ISPA berat, dimana kasus ini harus dirawat di rumah sakit atau
puskesmas dengan sarana perawatan
31
3. Gambaran Klinik ISPA
Menurut WHO (2007), penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat
menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan
tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya
berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti
bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan
nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.
Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung
bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah
3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi
telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan
pneumonia (radang paru). Secara umum gejala ISPA meliputi demam, batuk,
dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi atau
kesulitan bernapas). Dengan berbagai macam tanda dan gejala tersebut,
seperti : batuk, bersin, serak, sakit tenggorokan, keluar cairan dari telinga,
sesak napas, pernapasan yang cepat, wheezing, penarikan dada kedalam,
mual, muntah, nafsu makan menurun dan badan lemah. Maka dapat
disimpulakn bahwa manifestasi klinik ISPA berdasarkan tingkat keparahanya
adalah sebagai berikut :
32
a. ISPA ringan
Satu atau lebih gejala berikut : batuk, pilek, serak, dengan atau tanpa
demam, keluarnya cairan dari telinga yang lebih dari 2 minggu tanpa rasa
sakit pada telinga.
b. ISPA sedang
Manifestasi klinik dari tingkatan ini adalah pernapasan yang cepat lebih
dari 50 kali permenit (tanda utama), wheezing, panas 39oC atau lebih,
sakit telinga, keluarnya cairan dari telinga yang belum lebih dari 2
minggu.
c. ISPA berat
Tanda dan gejala ISPA ringan/sedang ditambah dengan 1 atau lebih tanda
dan gejala berikut : penarikan dada kedalam pada saat menarik nafas
(tanda utama), stridor, tak mampu atau tak mau makan. Adapun tanda dan
gejala ISPA berat yang lain : kulit kebiru-biruan (sianosis), napas cuping
hidung, kejang, dehidrasi, kesadaran menurun.
Menurut Kemenkes RI ( 2011) klasifikasi ISPA dibedakan untuk
golongan umur dibawah 2 bulan dan dan untuk golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun.
a. Golongan umur 2 bulan – 5 tahun
1) Pneumonia berat : bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas.
33
2) Pneumonia : bila disertai napas cepat. Batas napas cepat adalah untuk
usia 2 bulan -12 bulan yaitu 50 kali permenit atau lebih. Untuk usia 1-
4 tahun yaitu 40 kali permenit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia : batuk pilek biasa yaitu tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
b. Golongan umur kurang dari 2 bulan
1) Pneumonia berat : bila disertai salah satu tarikan kuat dinding pada
bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan
umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit.
2) Bukan Pneumonia : batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda
tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
4. Cara penularan penyakit ISPA
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah
tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh
karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease.
Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi
tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi.
Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak
langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya
adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau
mikroorganisme penyebab (WHO, 2007).
34
5. Penanganan ISPA
Penanganan ISPA didasarkan pada jenis dan klafikasi ISPA, yaitu :
a. ISPA ringan
Pemberian paracetamol pada demam yang lebih dari 38oC, diberikan
selama 2 hari. Dosis 10 – 15 mg/kg BB sehari 3 kali. Mempertahankan
suhu lingkungan dan pakaian yang sesuai. Untuk mengatasi batuk biasa
dianjurkan pemakaian obat-obatan tradisional yaitu berikan minuman
hangat yang banyak, misalnya air jeruk nipis bila anak sudah balita. Pilek
diatasi dengan membersihkan hidung memakai kertas/kain penyerap yang
bersih. Mempertahankan konsumsi makanan dan minuman, pergunakan
bantal yang agak tinggi (Pujiarto. PS, 2007).
Indikasi rujukan bila : panas tidak turun selama dua hari, timbul satu atau
lebih tanda ISPA sedang dan berat, anak dengan kondisi gizi kurang dan
bayi kurang dari 4 bulan (Kemenkes RI, 2011).
b. ISPA sedang
Pemberian antibiotik. Dosis antibiotic disesuaikan dengan jenis antibiotic
yang dipakai. Pemberian paracetamol bila ada peningkatan suhu tubuh.
Untuk pilek/hidung tersumbat dibersihkan dengan gulungan kain atau
kertas penyerap. Uap dapat digunakan untuk melembabkan udara dan
melapangkan jalan napas bagian atas, terutama pada kasus wheezing.
Digunakan uap air yang didihkan dalam ketel selama 10 menit. Obat-
obatan penekan batuk dan anthistamin tidak dianjurkan karena tidak
35
efektif pada peradangan (infeksi). Keluarnya cairan di telingan dapat
dikeringkan dengan gulungan-gulungan kain penyerap tiga kali sehari
selama cairan masih keluar dari telinga.
Indikasi rujukan bila : timbul satu atau lebih tanda ISPA berat, terutama
penarikan dada ke dalam, kejang, pernapasan kadang-kadang terhenti
dehidrasi berat, tidak mampu makan dan minum.
c. ISPA berat
ISPA berat harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas yang mempunyai
saran perawatan, dengan syarat tersedianya fasilitas minimal sebagai
berikut : perlengkapan pemberian zat asam (oksigen), alat pengisap lendir,
sarana pemberian cairan intravena, obat-obatan yang cukup antimikroba,
brondikolator, digitalis, serum anti difteri.
Beberapa tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi ISPA,
pada umumnya didasarkan pada gejala yang muncul, antara lain :
a. Flu
Bagian terpenting yang harus dilakukan memberi anak minum lebih
banyak dari biasanya sedikit-sedikit tapi sering, buat anak merasa lebih
nyaman. Bila ingus sangat kental, berikan garam steril (NaCl 0,9 %)
sebagai tetes hidung. Air garam steril ini adalah air garam yang ada di
tubuh kita dan tidak menimbulkan efek samping (Pujiarto.PS, 2007).
36
b. Batuk
Berikan anak minuman cairan hangat yang banyak, jangan ada asap rokok
di rumah atau di sekeliling anak, letakan anak dalam posisi tegak atau
separuh tegak. Untuk obat batuk dianjurkan untuk yang kerjanya menekan
refleks lainnya (Tjokronegoro, 2009).
c. Demam
Saat ini yang lazim digunakan untuk membantu menurunkan suhu tubuh
adalah kompres air hangat atau suam-suam kuku (37,8 o C). dengan suhu
di luar terasa hangat, maka tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu
luar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan menurunkan control
pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh
lagi. Disamping itu, lingkungan luar yang hangat akan membuat
pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasolatasi, juga akan
membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah
pengeluaran panas dari tubuh (Hartanto, 2012).
d. Infeksi telinga
Berikan obat untuk menghilangkan rasa sakit (parasetamol), letakan anak
pada posisi tegak. Posisikan telinga yang sakit di atas handuk yang sudah
di hangatkan atau isi botol dengan air hangat dan bungkus dengan sapu
tangan atau handuk kecil, hindari anak minum dari dot botol sambil
tiduran. Umumnya otitis media akan sembuh sendiri dan tidak
memerlukan antibiotic (Pujiarto.PS, 2007).
37
6. Pencegahan ISPA
Pencegahan penyakit infeksi saluran pernapasan akut meliputi tiga aspek
yaitu:
a. Pencegahan tingkat pertama (primary)
Pendidikan kesehatan pada aspek ini kelompok yang berisiko untuk
menderita ISPA, dengan demikian dapat mencegah munculnya penyakit
ISPA.
1) pemberian makanan pada bayi yang tidak bisa mengisap dengan baik.
Stomatitis (radang dalam mulut) yang berat dapat mengganggu anak
mengisap ASI dengan baik. Kondisi seperti ini ibu harus memeras ASI
kedalam mangkuk, atau menyiapkan susu buatan yang baik, kemudian
memberikan kepada anak dengan sendok.
2) Pemberian makanan pada anak yang muntah
Anak yang muntah terus biasa mengalami malnutrisi. Ibu harus
memberi makanan pada saat muntahnya reda, usahakan pemberian
makanan sesering mungkin selama sakit dan sesudah muntah dan
menghindari makanan goreng-gorengan.
3) Pemberian ASI
Bila anak belum menerima makanan tambahan apapun, maka ibu
harus memberikan ASI lebih sering dari pada biasanya. Pada
prinsipnya ASI harus diberikan sejak lahir sampai anak berumur 2
tahun.
38
4) Imunisasi
Balita yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap, sangat
berisiko untuk menderita penyakit infeksi saluran pernapasan akut.
b. Pencegahan tingkat kedua (secondary)
Sasaran pencegahan pada aspek ini adalah agar penderita mampu
mencegah penyakit agar tidak menjadi lebih parah, beberapa upaya yang
harus dilakukan adalah :
1) Pemberian makan selama anak sakit.
Untuk anak berumur 4 – 6 bulan atau lebih, berilah makanan dengan
nilai gizi dan kalori yang tinggi. Dengan melihat umurnya, berilah
campuran tepung dengan kacang-kacangan, atau tepung dengan
daging atau ikan. Bila umur anak kurang dari 4 bulan atau belum
mendapat makanan tambahan, anjurkan ibunya untuk lebih sering
memberi ASI.
2) Bersihkan hidung agar tak mengganggu pemberian makanan.
Pakailah kain bersih yang lunak untuk membersihkan lubang hidung.
Jika lubang hidung tersumbat karena ingus yang telah mengering,
tetesilah hidung dengan air garam untuk membasahi lendir.
3) Mengatasi demam yang tinggi
Demam yang tinggi (≥ 39 oC) bisa juga mengganggu pemberian
makanan dan harus diobati dengan paracetamol. Serta anak diberikan
kompres hangat pada bagian ubun-ubun.
39
4) Berilah minuman lebih banyak pada balita
Anak dengan infeksi saluran pernapasan dapat kehilangan cairan lebih
banyak dari biasanya terutama bila demam tetapi harus menghindari
air es. Ibu harus memberi cairan tambahan yaitu lebih banyak
pemberian ASI, menambah pemberian susu buatan, air putih, sari buah
dan sebagainya.
c. Pencegahan tingkat tiga (tertiary)
Pencegahan yang dilakukan pada tahapan ini adalah penanganan pada
balita yang telah sembuh dari penyakit. Pada umumnya balita yang sedang
sakit hanya bisa makan sedikit. Karena itu setelah sembuh, usahakan
pemberian makanan ekstra setiap hari selama seminggu, atau sampai berat
badan balita mencapai normal. Hal ini akan mempercepat balita mencapai
kesehatan semula serta mencegah malnutrisi. Malnutrisi akan
mempermudah atau memperberat infeksi saluran pernapasan
(Notoatmodjo, 2013).
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA
1) Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya
bisa secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks,
faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal
sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus
40
yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebab penyakit ini adalah
virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo (WHO, 2007).
2) Manusia
a. Umur
Risiko untuk terkena ISPA pada balita yang lebih muda umurnya
lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua umurnya. Dari
hasil sebuah penelitian menunjukkan ada pengaruh umur terhadap
kejadian ISPA pada balita. Dengan demikian, umur merupakan
determinan dari kejadian ISPA pada balita.
b. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA
pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Namun menurut
beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada anak
laki-laki dibandingkan anak perempuan, terutama anak usia muda, di
bawah 6 tahun.
c. Mengatur Pola makan balita
Menurut Sumirta (2005) salah satu faktor yang mempengaruhi status
gizi anak balita adalah pola pemberian makanan. Suatu pola makan yang
seimbang dan teratur akan menyajikan semua makanan yang berasal
dari sebuah kelompok makanan dengan jumlahnya sehingga zat gizi
yang dikonsumsi seimbang satu sama lain. Telah lama diketahui adanya
interaksi sinergis antara malnutrisi dan penyakit infeksi. Anak balita
41
dengan status gizi yang buruk memiliki daya tahan tubuh terhadap
tekanan dan stress menurun. Sistem imunitas dan antibody berkurang
sehingga akan mudah terkena penyakit infeksi.
Untuk itu balita yang terkena infeksi memerlukan zat gizi yang tinggi
agar dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk pemulihan kondisi tubuh.
Adapun tiga fungsi zat gizi yaitu member energy, pertumbuhan dan
pemulihan jaringan tubuh, mengatur proses tubuh.
d. Status ASI eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi
yang kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri
dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan
menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan
(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit)
yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi. Bayi (0-12
bulan) memerlukan jenis makanan ASI, susu formula, dan makanan
padat. Pada enam bulan pertama, bayi lebih baik hanya mendapatkan
ASI saja (ASI Eksklusif) tanpa diberikan susu formula. Usia lebih dari
enam bulan baru diberikan makanan pendamping ASI atau susu
formula, kecuali pada beberapa kasus tertentu ketika anak tidak bisa
mendapatkan ASI, seperti ibu dengan komplikasi post natal.
Berdasarkan hasil penelitian Arini (2012), frekuensi kejadian ISPA
sering lebih banyak terjadi pada anak yang tidak diberikan ASI (84,4%),
42
dan secara parsial sebesar 87,5 % dan pola pemberian ASI secara
predominan sebagian besar mengalami ISPA dengan frekuensi jarang
(82,1%), sementara yang tidak mengalami kejadian ISPA terjadi pada
anak dengan pola pemberian ASI secara eksklusif (94,6%). Anak yang
tidak diberikan ASI mengalami kejadian ISPA dengan frekuensi jarang
sebesar 267 kali lebih tinggi dibandingkan pada anak yang diberi ASI
secara eksklusif, namun tidak ada hubungan antara pola pemberian ASI
secara eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA yang sering pada anak
usia 6-12 bulan.
e. Status imunisasi
Menurut Kemenkes RI (2007), imunisasi adalah suatu upaya untuk
melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar kebal dan
terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan
pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya
terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak. Imunisasi bermanfaat
untuk mencegah beberapa jenis penyakit, seperti : polio (lumpuh layu),
TBC (batuk berdarah), difteri, liver (hati), tetanus, dan pertusis. Bahkan
imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit
tersebut. Jadwal pemberian imunisasi sesuai dengan yang ada dalam
Kartu Menuju Sehat (KMS) yaitu BCG : 0-11 bulan, DPT 3 kali : 2-11
bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1 kali : 9-11 bulan, Hepatitis B 3
kali : 0-11 bulan. Selang waktu pemberian imunisasi yang lebih dari 1
43
kali adalah 4 minggu. Adanya hubungan yang bermakna antara status
imunisasi dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. Balita yang status
imunisasinya tidak lengkap memiliki risiko 3,25 kali lebih besar untuk
menderita penyakit ISPA dibandingkan dengan balita dengan status
imunisasi lengkap.
f. Lingkungan
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap kejadian
penyakit ISPA. Faktor lingkungan tersebut dapat berasal dari dalam
maupun luar rumah. Untuk faktor yang berasal dari dalam rumah sangat
dipengaruhi oleh kualitas sanitasi dari rumah itu sendiri, seperti :
1) Kelembaban ruangan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor1077/Menkes/Per/V/ 2011 tentang Pedoman Penyehatan
Udara Dalam Ruang Rumah menetapkan bahwa kelembaban yang
sesuai untuk rumah sehat adalah 40- 60%. Kelembaban yang terlalu
tinggi maupun rendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan
mikrorganisme, termasuk mikroorganisme penyebab ISPA
(Kemenkes RI, 2011). Penelitian Nindya dan Sulistyorini (2005),
tentang hubungan sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita
yang dilakukan di tiga daerah yang berbeda, yaitu di Kelurahan
Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Kota Surabaya, Desa
Sidomulyo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo, dan di Desa
44
Tual Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara didapatkan
bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap ISPA pada balita.
2) Suhu ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu
optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah di
bawah 180C atau di atas 300C, keadaan rumah tersebut tidak
memenuhi syarat (Kemenkes RI, 2011).
3) Penerangan alami
Rumah yang sehat adalah rumah yang tersedia cahaya yang cukup.
Suatu rumah atau ruangan yang tidak mempunyai cahaya, dapat
menimbulkan perasaan kurang nyaman, juga dapat mendatangkan
penyakit. Sebaliknya suatu ruangan yang terlalu banyak mendapatkan
cahaya akan menimbulkan rasa silau, sehingga ruangan menjadi
tidaksehat. Agar rumah atau ruangan mempunyai sistem cahaya yang
baik, dapat dipergunakan dua cara (Kemenkes RI, 2011), yaitu :
a) Cahaya alamiah, yakni mempergunakan sumber cahaya yang
terdapat di alam, seperti matahari. Cahaya matahari sangat
penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam
rumah. Pencahayaan alami dianggap baik jika besarnya minimal
60 lux . Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat jendela,
perlu diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke
dalam ruangan, dan tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi
45
jendela di sini, di samping sebagai ventilasi juga sebagai jalan
masuk cahaya. Lokasi penempatan jendelapun harus diperhatikan
dan diusahakan agar sinar matahari lebih lama menyinari lantai
(bukan menyinari dinding).
b) Cahaya buatan adalah menggunakan sumber cahaya yang bukan
alamiah seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.
Pencahayaan alami dan/atau buatan langsung maupun tidak
langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya
60 lux, dan tidak menyilaukan.
4) Ventilasi
Ventilasi sangat penting untuk suatu tempat tinggal, hal ini karena
ventilasi mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama sebagai lubang
masuk dan keluar angin sekaligus udara dari luar ke dalam dan
sebaliknya. Dengan adanya jendela sebagai lubang ventilasi, maka
ruangan tidak akan terasa pengap asalkan jendela selalu dibuka.
Untuk lebih memberikan kesejukan, sebaiknya jendela dan lubang
angin menghadap ke arah datangnya angin, diusahakan juga aliran
angin tidak terhalang sehingga terjadi ventilasi silang (cross
ventilation). Fungsi ke dua dari jendela adalah sebagai lubang
masuknya cahaya dari luar (cahaya alam/matahari). Suatu ruangan
yang tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik akan menimbulkan
beberapa keadaan seperti berkurangnya kadar oksigen, bertambahnya
46
kadar karbon dioksida, bau pengap, suhu dan kelembaban udara
meningkat. Keadaan yang demikian dapat merugikan kesehatan dan
atau kehidupan dari penghuninya, bukti yang nyata pada kesehatan
menunjukkan terjadinya penyakit pernapasan, alergi, iritasi
membrane mucus dan kanker paru. Sirkulasi udara dalam rumah akan
baik dan mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai
ventilasi minimal 10% dari luas lantai (Kemenkes RI, 2009).
5) Kepadatan hunian rumah
Kepadatan penghuni rumah merupakan perbandingan luas lantai
dalam rumah dengan jumlah anggota keluarga penghuni rumah
tersebut. Kepadatan hunian ruang tidur adalah minimal 8 m2, dan
tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu
ruang tidur, kecuali anak di bawah umur lima tahun .
6) Penggunaan anti nyamuk
Pemakaian obat nyamuk bakar merupakan salah satu penghasil bahan
pencemar dalam ruang. Obat nyamuk bakar menggunakan bahan
aktif octachloroprophyl eter yang apabila dibakar maka bahan
tersebut menghasilkan bischloromethyl eter (BCME) yang diketahui
menjadi pemicu penyakit kanker, juga bisa menyebabkan iritasi pada
kulit, mata, tenggorokan dan paru-paru (Kemenkes RI, 2011).
47
7) Bahan bakar untuk memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat
menyebabkan kualitas udara menjadi rusak, terutama akibat
penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan, serta penggunaan
sumber energi yang relatif murah seperti batubara dan biomasa
(kayu, kotoran kering dari hewan ternak, residu pertanian)
(Kemenkes RI, 2011).
8) Keberadaan perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif.
Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 di antaranya
merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian Nasution et al. (2009) serta Winarni et al
(2010), didapatkan hubungan yang bermakna antara pajanan asap
rokok dengan kejadian ISPA pada balita.
9) Debu rumah
Menurut Kemenkes RI (2011a), partikel debu diameter 2,5μ (PM2,5)
dan Partikel debu diameter 10μ (PM10) dapat menyebabkan
pneumonia, gangguan system pernapasan, iritasi mata, alergi,
bronchitis kronis. PM2,5 dapat masuk ke dalam paru yang berakibat
timbulnya emfisema paru, asma bronchial, dan kanker paru-paru
serta gangguan kardiovaskular atau kardiovascular (KVS). Secara
48
umum PM2,5 dan PM10 timbul dari pengaruh udara luar (kegiatan
manusia akibat pembakaran dan aktivitas industri). Sumber dari
dalam rumah antara lain dapat berasal dari perilaku merokok,
penggunaan energy masak dari bahan bakar biomasa, dan
penggunaan obat nyamuk bakar.
10) Dinding rumah
Fungsi dari dinding selain sebagai pendukung atau penyangga atap
juga untuk melindungi rumah dari gangguan panas, hujan dan angin
dari luar dan juga sebagai pembatas antara dalam dan luar rumah.
Dinding berguna untuk mempertahankan suhu dalam ruangan,
merupakan media bagi proses rising damp (kelembaban yang naik
dari tanah) yang merupakan salah satu faktor penyebab kelembaban
dalam rumah. Bahan dinding yang baik adalah dinding yang terbuat
dari bahan yang tahan api seperti batu bata atau yang sering disebut
tembok. Dinding dari tembok akan dapat mencegah naiknya
kelembaban dari tanah (rising damp) Dinding dari anyaman bambu
yang tahan terhadap segala cuaca sebenarnya cocok untuk daerah
pedesaan, tetapi mudah terbakar dan tidak dapat menahan lembab,
sehingga kelembabannya tinggi.
11) Status ekonomi dan pendidikan
Persepsi masyarakat mengenai keadaan sehat dan sakit berbeda dari
satu individu dengan individu lainnya. Bagi seseorang yang sakit,
49
persepsi terhadap penyakitnya merupakan hal yang penting dalam
menangani penyakit tersebut. Untuk bayi dan anak balita persepsi ibu
sangat menentukan tindakan pengobatan yang akan diterima oleh
anaknya. Berdasarkan hasil penelitian Djaja et al. (2001), didapatkan
bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total
perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya
berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Berdasarkan hasil uji
statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali
lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan
dengan ibu yang status ekonominya rendah. Ibu dengan pendidikan
lebih tinggi, akan lebih banyak membawa balita berobat ke fasilitas
kesehatan, sedangkan ibu dengan pendidikan rendah lebih banyak
mengobati sendiri ketika balita sakit ataupun berobat ke dukun. Ibu
yang berpendidikan minimal tamat SLTP 2,2 kali lebih banyak
membawa anaknya ke pelayanan kesehatan ketika sakit dibandingkan
dengan ibu yang tidak bersekolah, hal ini disebabkan karena ibu yang
tamat SLTP ke atas lebih mengenal gejala penyakit yang diderita
oleh balitanya.
D. Konsep tentang Balita
Balita adalah kelompok dibawah lima tahun (1-5 tahun) merupakan
kelompok umur yang rawan penyakit, artinya pada tahap usia ini balita gampang
terkena penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling
50
menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya dalam populasi besar. Beberapa
kondisi atau anggapan yang menyebabkan balita ini rawan kesehatan antara lain
sebagai berikut :
1. Balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang
dewasa.
2. Biasanya balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh
sehingga perhatian ibu sudah berkurang.
3. Balita sudah mulai main di tanah, dan sudah dapat main di luar rumahnya
sendiri, sehingga leih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi
yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit.
4. Balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam memilih bahan
makanan (Notoadmodjo, 2013).
Seperti yang telah dikemukakan bahwa balita berhak untuk sehatdan
memperoleh perlindungan. Perlindungan yang dimaksud adalah melindungi balita
dari segala bentuk cedera fisik maupun psikologis. Cedera fisik dan berbagai
penyakit infeksi merupakan penyeban utama kematian pada balita. Pada dasarnya
permasalahan yang muncul pada balita merupakan kondisi yang dapat dicegah
dan dapat dihindari. Karena itu perhatikan kondisi yang dapat mencelakakan
balita dan hal pertaa yang perlu dilakukan adalah kondisi di rumah, apakah aman
bagi balita.
Balita merupakan kelompok usia yang paling berisiko untuk menderita
berbagai penyakit dan cedera fisik. Di usia balita anak sangat aktif dan memiliki
51
rasa ingin tahu yang sangat besar, impulsif, ceroboh, penuh energi. Mereka berada
pada fase menjelajah dan mengeksplorasi, sementara mereka belum mengenal
konsep bahaya. Pada masa ini di satu sisi orang tua harus merangsang dan
menstimulasi rasa ingintahu balita di lain pihak, orang tua harus memastikan
bahwa risiko cedera sudah sangat diminimalisir. Oleh karena itu, sebagai orang
tua harus dapat menjaga dan mengawasi anak balita setiap saat.
Fase balita merupakan fase pertumbuhan dan perkembangan terjadi dengan
pesat, dimana balita mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan
psikomotor. Balita juga sangat aktif tetapi insting mereka sudah mulai terbentuk
sehingga sudah memulai memahami konsep bahaya dan mulai memahami
perlunya melindungi diri dari berbagai hal yang dapat mencederai diri mereka.
Namun mereka masih peril diawasi dengan ketat (Notoatmodjo, 2013).
Pada fase balita mendekati dua tahun, balita sudah mampu mendongak
gelasnya. Di lain pihak, nafsu makan anak cenderung menurun. Pada masa ini
pertumbuhan fisik mereka lambat sehingga kebutuhan kalori tidak setinggi
sebelumnya. Pada fase ini ibu harus memberikan pilihan makanan rendah lemak
termasuk susu rendah lemak (Pujiarto, 2007).
52
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit
penyebab kematian utama pada balita. Mengingat penyakit ini adalah penyakit
yang dapat menyebabkan kematian bagi balita, maka pengetahuan tentang ISPA
dalam hal ini pencegahan yang perlu melibatkan masyarakat khususnya ibu
balita. Pemahaman yang baik yang dimiliki ibu balita tentang ISPA, akan
membantu menekan angka kematian akibat penyakit tersbut.
Dengan adanya pengetahuan tentang ISPA oleh ibu balita, maka ibu balita
dapat mendeteksi dini gejala ISPA serta dapat menentuakn langkah dan sikap
selanjutnya dalam melakukan perawatan pada balita, sehingga tidak terjadi
komplikasi yang berbahaya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan ibu adalah
dengan tetap memberikan makan pada balita yang sakit, membersihkan hidung
agar tidak menghalangi pemberian makan, mengatasi demam, dan memberi
minum yang banyak pada balita. Pada penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa
dengan pemahaman ibu yang baik tentang ISPA maka dapat meningkatkan proses
kesembuhan ISPA pada balita.
53
B. Bagan Kerangka Pikir
Variabel bebas Variabel Terikat
Keterangan :
: Variabel independent yang diteliti
: Variabel dependent yang diteliti
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)
(Sugiyono, 2011). Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pengetahuan dan sikap ibu tentang pencegahan ISPA pada balita.
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas. Pada penelitian ini yang menjadi
variabel terikat adalah pencegahan ISPA pada balita.
Pengetahuan
Ibu
Sikap
Ibu
Pencegahan ISPA
Pada Balita
54
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Definisi Operasional
a. Balita yang dimaksud dalam penelitian ini adalah balita yang berusia 0 – 5
tahun dan menderita ISPA dan berkunjung untuk berobat di Puskesmas
Poasia.
b. Ibu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang tua perempuan yang
memiliki anak balita yang menderita ISPA dan datang berkunjung di
Puskesmas Poasia.
c. Pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang
pencegahan penyakit ISPA berupa langkah-langkah yang dapat dilakukan
ibu yaitu seperti: pemberian makanan pada bayi yang tidak bisa mengisap
ASI dengan baik, Pemberian ASI sampai balita berumur 2 tahun,
imunisasi, pemberian makan selama balita sakit, membersihkan hidung
balita, pemberian antipeuretik, kompres hangat pada ubun-ubun,
pemberian banyak minum pada balita, pemberian makanan ekstra yang
baru sehat. Penilaian pengetahuan ibu dilakukan dengan membuat
kuisioner sebanyak 10 pertanyaan untuk tiap variabel jika menjawab benar
diberi skor 1 dan bila salah diberi skor 0.
Kriteria Objektif :
Pengetahuan baik : Bila responden memperoleh nilai ≥ 60%, dari
pertanyaan yang ada pada kuisioner
55
Pengetahuan kurang : Bila responden memperoleh nilai < 60%, dari
pertanyaan yang ada pada kuisioner.
d. Sikap di dalam penelitian ini adalah sikap ibu yang merupakan reaksi atau
respon ibu (masih tertutup) terhadap suatu stimulus atau objek. Objek ibu
dimaknai sebagai reaksi atau respon ibu dalam upaya berupa tindakan
pencegahan penyakit ISPA pada balita. Dalam hal ini sikap ibu dalam
mengusahakan agar faktor penyebab penyakit ISPA dapat dicegah.
Kriteria Objektif :
Sikap baik : Bila responden memperoleh nilai ≥ 60%, dari
pertanyaan yang ada pada kuisioner
Sikap kurang : Bila responden memperoleh nilai < 60%, dari
pertanyaan yang ada pada kuisioner
Cara mengukur sikap pada penelitian ini menggunakan skala Likert.
Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala likert
mempunyai gradasi positf, yang dapat berupa kata-kata.Sehingga, jika
didapatkan jawaban dari kuisioner dan diberikan poin berupa nilai maka :
Nilai 1 = Sangat tidak setuju
Nilai 2 = Tidak setuju
Nilai 3 = Ragu-ragu
Nilai 4 = Setuju
Nilai 5 = sangat setuju
Dimana jumlah pertanyaan sebanyak 10 setiap pertanyaan berskala 1-50.
56
Skor tertinggi = 10 x 5 = 50 = 100%
Skor terndah = 10 x 1 = 10 = 20%
Kisaran (range) = skor tertinggi – skor terndah = 100% -20% = 80%
80% = 40, sehingga didapatkan 100%-40% = 60 %
2
57
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian survey deskriptif untuk memperoleh
gambaran pengetahuan dan sikap ibu tentang pencegahan ISPA pada balita di
Puskesmas Poasia Kota Kendari.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 08 Juni – 28 Juni 2016.
2. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Poasia Kota Kendari Kota Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang
menderita ISPA dan datang berobat di Puskesmas Poasia sebanyak 150 Ibu.
2. Sampel
a. Besar Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang
menderita ISPA dan datang berobat di Puskesmas Poasia yang diambil
dengan tehnik accidental sampling yaitu metode pengambilan sampel yaitu
58
pada ibu yang kebetulan ada/ dijumpai/ serta berkunjung bersama anaknya
ke Puskesmas Poasia hingga sampel mencukupi yaitu sebanyak 30 ibu.
b. Kriteria Sampel
Responden dengan kriteria Sampel sebagai berikut :
1) Kriteria Inklusi :
Adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi
target dan terjangkau untuk diteliti
a) Ibu yang bersedia menjadi responden.
b) Ibu yang mampu membaca dan menulis.
c) Ibu yang memiliki balita yang menderita ISPA dan berkunjung di
Puskesmas Poasia.
2) Kriteria Eksklusi :
Adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi
yang tidak dapat dijadikan target untuk diteliti
a) Ibu tidak bersedia menjadi responden.
b) Ibu tidak mampu membaca dan menulis.
c) Ibu yang tidak memiliki anak balita dan tidak berkunjung di
Puskesmas Poasia.
59
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer diperoleh dengan menggunakan lembar kuisioner pada
responden terpilih sebagai sampel yang memuat variabel-variabel.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah diperoleh dari instansi
terkait yang berhubungan dengan penelitian dalam hal ini data di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Kota Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara.
2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan lembar kuisioner
pada responden yang disusun berdasarkan variabel penelitian.
E. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Edit
Tahap ini dilakukan agar data yang diperoleh merupakan informasi yang benar
dengan memperhatikan kelengkapan jawaban pada kuisioner baik yang berupa
jelas tidaknya jawaban maupun pengisian tabel distribusi frekuensi maupun
master tabel bila ditemukan kesalahan.
60
2. Kode
Pengkodean dimaksudkan adalah pengkodean data yang diperoleh agar
memudahkan mengolah dan menganalisis data dengan memberikan kode-kode
dalam bentuk angka, ceklist maupun silang pada pertanyaan kuisioner maupun
tabel distribusi hasil penelitian.
3. Skoring
Melakukan pemasukan skor jawaban yang salah dan benar yang sudah dikode
terlebih dahulu pada tabulasi hasil penelitian.
4. Tabulasi
Melakukan pemasukan data hasil kuisioner, jumlah jawaban yang salah dan
benar yang sudah dikode terlebih dahulu ke komputer untuk membuat tabel
hasil penelitian.
5. Pengecekan
Yaitu melakukan pembersihan dan pengecekan kembali data masuk, hal ini
diperlukan untuk mengetahui apakah ada kesalahan ketika memasukkan data.
F. Analisis Data
Analisis Data
Untuk mendapatkan persentase hasil dari observasi yang telah diteliti maka akan
dianalisa dengan menggunakan rumus :
(Candra B, 2008).
X = f/n x K
61
Keterangan :
X = Jumlah persentase variabel yang diteliti
f = Jumlah jawaban benar responden berdasarkan variabel yang diteliti
n = Jumlah sampel penelitian
K = Konstanta (100%)
G. Penyajian Data
Penyajian data pada penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi persentase dan dinarasikan kemudian dilakukan
pembahasan yang selanjutnya didapatkan kesimpulan penelitian.
H. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, masalah etika sangat diperhatikan dengan menggunakan
metode :
1. Informed concent
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan
memberikan lembar persetujuan (informed concent). Informed concent tersebut
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan
untuk menjadi responden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta
mengetahui dampaknya.
2. Ananomity (tanpa nama)
Dilakukan dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat
ukur, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
62
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Yaitu menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun masalah-
masalah lainnya. Informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
63
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian.
1. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Letak geografis
Puskesmas Poasia terletak di Kecamatan Poasia Kota Kendari,
sekitar 9 km dari Ibu Kota Provinsi serta memiliki kondisi geografis
daerah dataran rendah yang berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kendari
b. Sebeah Timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kambu.
Luas wilayah kerja Puskesmas Poasia sekitar 4.175 Ha atau 44,75
km2
atau 15,12 % dari luas daratan Kota Kendari terdiri dari 4 kelurahan
definitif yaitu Anduonohu, Rahandauna, Anggoya dan Matabubu dengan
82 RW/RK. Jumlah pendududk 25.474 jiwa serta tingkat kepadatan
penduduk 490 orang/km2 dengan tingkat kepadatan hunian rumah rata-rata
5 orang/rumah.
2. Keadaan demografi
Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia pada tahun
2014 adalah sebanyak 25.474 jiwa serta tingkat kepadatan penduduk 490
64
orang/km2 dengan tingkat kepadatan hunian rumah rata-rata 5
orang/rumah.
3. Fasilitas pelayanan
Poliklinik Umum Puskesmas Poasia memberikan pelayanan rawat
jalan kepada pasien khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia yaitu
Wilayah Kecamatan Poasia dan penduduk di luar wilayah kerja
Puskesmas Poasia seperti Kecamatan Abeli bahkan di luar kota kendari
seperti penduduk Kabupaten Konawe Selatan.
Selain Poliklinik Umum, Puskesmas Poasia memiki Poliklinik
Kesehatan Ibu dan Anak dan Poliklinik Gigi. Sehingga pelayanan di luar
perawatan gigi dan kesehatan ibu dan anak dilakukan di Poliklinik Umum.
Fasilitas pelayanan terdiri dari pelayanan penyakit umum, kesehatan mata,
kesehatan jiwa dan penanganan TB paru dan kusta.
4. Ketenagaan
Jumlah tenaga pegawai Puskesmas Poasia sebanyak 144 orang,
yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 80 orang dan non
pegawai negeri sipil (Non PNS) sebanyak 62 orang. Pegawai Poliklinik
umum sebanyak 10 orang yang terdiri dari 4 orang dokter umum, seorang
kepala ruangan yang merangkap sebagai kordinator TB paru dan kusta, 3
orang perawat pelaksana, seorang perawat kesehatan mata, dan seorang
perawat kesehatan jiwa.
65
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 08 Juni – 28 Juni 2016 dan
bertempat di Puskesmas Poasia Kota Kendari, data diperoleh dengan tehnik
accidental sampling dengan jumlah sampel 30 ibu dan didapatkan hasil sebagai
berikut :
1. Karakteristik Responden
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Umur Ibu di Puskesmas Poasia Kota
Kendari
No Umur Ibu f %
1.
2.
3.
20 – 25 tahun
26 – 30 tahun
31 – 35 tahun
11
14
5
36,66
46,66
16,68
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer 2016
Pada tabel 5.1 diatas menunjukan bahwa frekuensi umur ibu terbesar
berada pada rentang umur 26 – 30 tahun dengan jumlah 14 ibu (46,66%) dan
frekuensi umur ibu terkecil berada pada rentang umur 31 – 35 tahun dengan
jumlah 5 ibu (16,68%).
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Puskesmas Poasia Kota
Kendari
No Pendidikan Ibu f %
1.
2.
3.
4.
5.
Pendidikan rendah (SD/SMP)
Pendidikan Menengah
(SMA)
Pendidikan Tinggi
(D3/S1/S2)
10
16
4
33,33
53,55
13,34
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer 2016
66
Pada tabel 5.2 diatas menunjukan bahwa frekuensi tingkat pendidikan
ibu terbanyak berada pada pendidikan menengah dengan jumlah 19 ibu
(63,33%) dan frekuensi tingkat pendidikan ibu terkecil berada pada
pendidikan tinggi dengan jumlah 4 ibu (13,34%)
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Puskesmas Poasia Kota
Kendari
No Pekerjaan Ibu f %
1.
2.
3.
PNS
Pegawai Swasta
IRT
10
5
15
33,33
16,68
49,99
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer 2016
Pada tabel 5.3 diatas menunjukan bahwa frekuensi pekerjaan ibu
terbanyak adalah IRT dengan jumlah 15 ibu (49,99%) dan pekerjaan ibu
terkecil adalah pegawai swasta dengan jumlah 5 ibu (16,68%).
2. Hasil Penelitian
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan
ISPA Pada Balita di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun
2016
No Pengetahuan Ibu f %
1.
2.
Baik
Kurang
13
17
43,33
56,67
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer 2016
Pada Tabel 5.4 diatas menunjukan bahwa frekuensi responden terbesar
adalah ibu yang memiliki pengetahuan kurang yang berjumlah 17 ibu
67
(56,67%), dan frekuensi responden terkecil adalah ibu yang memiliki
pengetahuan baik yang berjumlah 13 ibu (43,33%).
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Tentang Pencegahan ISPA Pada
Balita di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2016
No Sikap Ibu f %
1.
2.
Baik
Kurang
12
18
40,00
60,00
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer 2016
Pada Tabel 5.5 diatas menunjukan bahwa frekuensi responden terbesar
adalah ibu yang memiliki sikap kurang yang berjumlah 18 ibu (60,00%), dan
frekuensi responden terkecil adalah ibu yang memiliki sikap baik yang
berjumlah 12 ibu (40,00%).
B. Pembahasan
1. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan ISPA Pada Balita di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2016
Pada Tabel 5.4 diatas menunjukan bahwa responden terbesar adalah ibu
yang memiliki pengetahuan kurang yang berjumlah 17 ibu (56,67%).
Responden yang kategori kurang di dalam penelitian ini disebabkan oleh
berbagai faktor, salah satunya adalah faktor umur dimana responden yang
berumur 20 – 25 tahun, tergolong ke dalam umur yang muda dan memiliki
pengalaman yang kurang mengenai perawatan ISPA pada balita, hal ini juga
didukung adanya responden yang memiliki tingkat pendidikan yang berbeda
dikarenakan ibu berpendidikan rendah yaitu hanya tamatan SD, serta
68
pekerjaan responden yang kebanyakan hanya tinggal dirumah atau sebagai ibu
rumah tangga, sehingga penerimaan pengetahuan yang disampaikan oleh
petugas kesehatan kurang diterima dan dapat diserap dengan baik oleh
responden, dan didukung kurangnya sarana prasarana untuk melakukan
penyuluhan kepada ibu mengenai pencegahan penyakit ISPA oleh petugas
kesehatan, seperti tersedianya buku panduan dan gambar atau brosur
mengenai penyakit ISPA sehingga ibu tidak memiliki pengetahuan tentang
pencegahan penyakit ISPA pada balita, hal ini sejalan dengan teori
pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai, seperti yang dikemukakan oleh Suharjo (2006)
dimana tinggi rendahnya pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan yang
diperoleh semakin tinggi pendidikan, maka pengetahuan yang diperoleh akan
semakin banyak, begitupun sebaliknya.
Sarana dan prasarana yang menunjang, maka pengetahuan yang
diperoleh akan lebih besar bila dibandingkan dengan kurangnya sarana dan
prasarana. Selain itu dapat disebabkan kurangnya pengalaman, kesadaran
ataupun pendidikan mengenai status gizi balita hal ini bisa didapatkan
melalui mendengar, pendidikan formal, nonformal, maupun pengalaman.
Pengetahuan adalah suatu yang diketahui atau kepandaian yang dimiliki
seseorang melalui pendidikan maupun pengalaman (Badudu, 2012).
Responden yang kategori baik memiliki pengetahuan mengenai
perawatan penyakit ISPA, responden mempunyai pengalaman, kesadaran
69
ataupun pendidikan dimana kebanyakan responden berpendidikan S1 dan
SMA sehingga memiliki pengetahuan dengan baik mengenai perlunya
pencegahan ISPA pada balita selama sakit, hal ini responden dapatkan melalui
mendengar, pendidikan formal, nonformal, maupun pengalaman. hal ini
sejalan dengan teori pengetahuan, bahwa pengetahuan adalah suatu yang
diketahui atau kepandaian yang dimiliki seseorang melalui pendidikan
maupun pengalaman (Badudu, 2012).
2. Gambaran Sikap Ibu Tentang Pencegahan ISPA Pada Balita di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2016
Pada Tabel 5.5 diatas menunjukan bahwa responden terbesar adalah
ibu yang memiliki sikap kurang yang berjumlah 18 ibu (60,00). Pada balita,
pengaruh dari keluarga sangat kuat. Sikap dan perilaku orang tua, terutama
ibu, dalam melakukan pencegahan memberikan pengaruh yang cukup
signifikan terhadap pencegahan penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena
orang tua adalah orang yang paling dekat dengan balita. Peran serta orang tua
sangat diperlukan dalam membimbing, memberikan pengertian,
mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada balita agar balita terhindar
dari penyakit ISPA. Adapun cara pencegahan penyakit ISPA yang dapat
ditunjukkan lewat langkah-langkah yang dapat dilakukan ibu yaitu seperti:
pemberian makanan pada bayi yang tidak bisa mengisap ASI dengan baik,
Pemberian ASI sampai balita berumur 2 tahun., Imunisasi, Pemberian makan
selama balita sakit, membersihkan hidung balita, pemberian antipiretik,
70
kompres hangat pada ubun-ubun, pemberian banyak minum pada balita, serta
pemberian makanan ekstra yang baru sehat.
Responden yang kategori baik memiliki sikap yang baik. Sikap
merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Dalam sikap positif ada kecendrungan untuk memenuhi
objek tertentu, sedangkan sikap negatif ada kecendrungan untuk memenuhi
obyek tertentu, sikap seseorang dapat dilihat dari prilakunya (Notoatmodjo,
2013). Ibu yang memiliki sikap yang baik adalah ibu yang memiliki
pengetahuan akan perawatan sekunder ISPA, dimana responden mempunyai
pengetahuan dan kesadaran.
71
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun
2016, dapat disimpulkan bahwa :
1. Responden terbesar adalah ibu yang memiliki pengetahuan kurang yang
berjumlah 17 ibu (56,67%) dan responden terkecil adalah ibu yang memiliki
pengetahuan baik yang berjumlah 13 ibu (43,33%) di Puskesmas Poasia Kota
Kendari Tahun 2016
2. Responden terbesar adalah ibu yang memiliki sikap kurang yang berjumlah 18
ibu (60,00%), dan responden terkecil adalah ibu yang memiliki sikap baik
yang berjumlah 12 ibu (40,00%) di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun
2016
3. Secara keseluruhan yang paling dominan yang menjadi pencegahan ISPA di
pada balita Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2016 terbanyak adalah
pencegahan kurang yang berjumlah 18 ibu (60,00%), dan responden terkecil
adalah pencegahan baik yang berjumlah 12 ibu (40,00%) di Puskesmas Poasia
Kota Kendari Tahun 2016
B. Saran.
1. Disarankan kepada pihak Puskesmas Poasia khususnya dan Petugas
Kesehatan agar dapat melaksanakan penyuluhan mengenai ISPA, sehingga
72
memberikan informasi yang berguna sebagai bentuk pelayanan kepada
masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia
2. Disarankan kepada institusi Poltekkes Kemenkes Kendari, khususnya bagi
mahasiswa agar dapat mengembangkan penelitian ini.
3. Disarankan pada ibu yang mempunyai balita yang mengalami ISPA agar
dapat mempraktekkan cara pencegahan penyakit ISPA pada balitanya untuk
menghindari komplikasi yang lebuh parah.
4. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengambil variabel – variabel
lain yang berhubungan dengan ISPA lainnya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta
Badudu, J. S & Zain, Moh. Sutan. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan
Balitbangkes, 2007 Riskesdas Indonesia tahun 2007, Depkes RI. Jakarta
Candra, B. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta : EGC.
Data Puskesmas Poasia Kecamatan Poasia Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2015-2016.
Http://www.who.int/campaigns/ Acute Respiratory Infections -week/2008 diakses 15
maret 2016.
Istiarti. 2010. Menanti Buah hati Kaitan Antara Kemiskinan dan Kesehatan.
Jogjakarta : Yayasan Adi Karya
Kemenkes RI, 2011. Materi Program P2 ISPA Pelatihan P2MI Terpadu Bagi
Dokter Puskesmas. Direktoral Jendral P2M dan PLP. Jakarta.
2011. Peratauran Menteri Kesehatan RI Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 Tentang
Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. Jakarta:Kemenkes RI
2012. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2012. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Depertemen Kesehatan RI. Badan Litbangkes 2012. Diakses 15 maret 2016
dari http://www.diskes.jabarprov.go.id/
2013. ISPA dan Pneumonia Program P2 ISPA. Jakarta : Kemenkes RI.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rhineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2013. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Prilaku
Kesehatan. Jogjakarta : Andi Offset.
Poedjawijatna, I. R. 2011. Tahu & Pengetahuan. Jakarta : Rhineka Cipta.
Pujiarto. Ps, 2007. Bayiku Anakku Panduan Praktis Kesehatan Anak. Jakarta :
PT Intisari Mediatama.
74
Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu : Yogyakarta
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta
Sugiyono, 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Raharjo, 2011. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit. Jakarta : EGC.
Rudan.,et al.,2004. Insidens Global dan Asia Tenggara. Buletin Of The World Healt
Organization 2004 ; 86
Yudarmawan, 2012. Buku kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Depkes RI
75
Lampiran 1. Pernyataan Bersedia Menjadi Responden
Kepada
Yth. Ibu……………………
Di
Tempat
Dengan Hormat.
Perkenankanlah kami memohon dengan kerendahan hati, kiranya Ibu bersedia
mengisi angket ini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Maksud angket ini hanya
untuk mendapatkan data atau informasi dari Ibu dalam rangka penyusunan laporan
penelitian kami yang berjudul : “Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang
Pencegahan Ispa Pada Balita Di Pusksmas Poasia Kota Kendari”.
Dengan demikian maka jawaban yang Ibu berikan akan dijamin
kerahasiannya. Atas kesediaan Ibu memeberikan jawaban, kami ucapkan banyak
terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas kebaikan Bapak/Ibu.
Responden
(………………………..)
76
Lampiran 2. Daftar Kuisioner
Data Responden
Inisial Responden :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Berilah tanda silang (√) pada setiap pilihan yang tersedia yang anda anggap benar !
Pertanyaan :
A. Pengetahuan
1. Bagi anak usia 6 bulan dan mengalami kesulitan mengisap karena ISPA
pemberian ASI dapat dilakukan dengan cara….?
a. Memeras ASI ke dalam mangkuk dan diberikan dengan sendok pada
anak
b. Tidak diberikan makanan sama sekali
c. Hanya diberikan makanan buatan
2. Setelah sembuh, ibu harus tetap memberikan makanan ekstra setiap hari
selama seminggu, atau sampai berat badan balita mencapai normal, hal ini
bertujuan untuk….?
a. Berat badan balita kembali seperti semula
b. Mempercepat balita mencapai kesehatan semula serta mencegah
malnutrisi
c. Untuk mengembalikan nafsu makan balita
3. Untuk mengatasi batuk pada balita ibu dapat memberikan…?
a. Memberikan minuman hangat yang banyak pada balita, misalnya air
jeruk nipis
b. Memberiakan minuman yang manis dan banyak
77
c. Memberikan minuman yang dingin
4. Apabila anak muntah pada saat pemberian makan maka ibu harus
melakukan…?
a. Tetap memberikan makanan sesering mungkin selama sakit dan sesudah
muntah serta menghindari makanan goreng-gorengan
b. Hentikan pemberian makan, dan berikan lagi jika balita sudah mau
makan
c. Hentikan pemberian makan dan berikan susu formula pada balita
5. Cara mencegah penyakit infeksi pernafasan akut pada anak selama sakit
umur diatas 6 bulan adalah :
a. Ibu memberikan makanan dengan nilai gizi dan kalori yang tinggi
b. Ibu memberikan makanan yang berminyak dan padat lemak
c. Ibu cukup lebih sering memberi ASI
6. Anak pada infeksi saluran pernafasan akut dapat kehilangan cairan lebih
banyak oleh karena itu sebaiknya anak :
a. Diberikan banyak minum air terutama air es
b. Diberikan banyak minum yaitu air hangat hindari air es.
c. Jangan dibiarkan banyak minum air
7. Cara mencegah penyakit infeksi pernafasan akut pada anak selama sakit
adalah :
a. Membersihkan hidung agar tidak mengganggu pemberian makanan
b. Membersihkan mulut agar tidak mengganggu pemberian makanan
c. Membersihkan telinga agar tidak mengganggu pemberian makanan
8. Kegunaan membersihkan hidung pada anak selama sakit ISPA adalah :
a. Agar tidak mengganggu pemberian makanan
b. Agar tidak menyulitkan menelan
c. Dapat melegakan tenggorokan
78
9. Untuk mengatasi terjadinya demam yang tinggi (≥ 39 oC) ibu dapat
melakukan
a. Memberikan anti peuretik (penurun panas), serta balita diberikan
kompres hangat pada bagian ubun-ubun.
b. Dibiarkan begitu saja karena demamnya akan turun dengan sendirinya
c. Diberikan kompres dedaunan di sekujur tubuh
10. Anak pada infeksi saluran pernafasan akut dapat kehilangan cairan lebih
banyak oleh karena itu sebaiknya anak :
a. Diberikan banyak minum air terutama air es
b. Diberikan banyak minum yaitu air hangat hindari air es.
c. Jangan dibiarkan banyak minum air
79
B. Sikap
No Pernyataan SS S RR TS STS
1 Saya selalu menjaga kebersihan
lingkungan rumah saya dari
sampah dan debu
2 Saya tidak menggunakan anti
nyamuk bakar yang dapat
menyebabkan asap dan
menambah parah kondisi balita
saya
3 Anak balita saya selalu saya
berikan makanan setelah muntah
selama sakit
4 Makanan dengan zat gizi yang
tinggi dapat memenuhi kebutuhan
gizi untuk pemulihan kondisi
tubuh balita saya
5 Anak saya mendapatkan
imunisasi secara lengkap untuk
mencegah penyakit infeksi saluran
pernapasan akut.
6 Saya memberikan ASI sejak balita
saya lahir hingga usia 2 tahun
7 Saya memberikan minum air
putih yang banyak kepada anak
balita saya ketika mengalami
infeksi saluran pernapasan akut.
80
8 Saya memeras ASI kedalam
mangkuk, atau menyiapkan susu
buatan yang baik, kemudian
memberikan kepada anak dengan
sendok
9 Untuk mengatasi batuk pada anak
balita saya dapat memberikan
minuman hangat yang banyak
pada balita
10 Setelah sembuh, saya tetap
memberikan makanan ekstra
setiap hari selama seminggu, atau
sampai berat badan balita
mencapai normal
Keterangan:
Nilai 1 = Sangat tidak setuju
Nilai 2 = Tidak setuju
Nilai 3 = Ragu-ragu
Nilai 4 = Setuju
Nilai 5 = sangat setuju
81
KUNCI JAWABAN PENGETAHUAN
1. A
2. B
3. A
4. B
4. A
5. C
6. B
7. B
8. A
9. A
10. B
82
83
84
85
86
87
top related