issn 2252 -4444 · pdf filejurnal ini serta ketekunan dan ketabaha n kita bersama. ... pada...
Post on 07-Feb-2018
246 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ISSN 2252-4444
JURNAL TEKNIK MESIN
ISSN 2252-4444
VOLUME 1, NOMOR 1, TAHUN 2012
DEWAN REDAKSI
Pelindung: Direktur Politeknik Kediri
Penasehat:
Pembantu Direktur I Polteknik Kediri Pembantu Direktur II Politeknik Kediri Pembantu Direktur III Politeknik Kediri
Pembina:
Ketua UPT - PPMK (Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerjasama)
Penanggung Jawab: Putut Jatmiko Dwi Prasetio, ST., MT
Ketua Dewan Redaksi
Kholis Nur Faizin, SPd., MT
Editor Ilmiah Rudianto Raharjo, ST., MT
Ahmad Dony Mutiara Bahtiar, ST., MT
Editor Teknis Ahmad Zakaria Anshori, SST
Alamat Redaksi dan Penerbit : Jurnal Teknik Mesin (JTM)
Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
Jl. Mayor Bismo No.27 Kediri 64121 Telp./Fax. (0354) 683128
Website: www.poltek-kediri.ac.id E-mail: jtm_polked@yahoo.com
Copyright © 2012
JURNAL TEKNIK MESIN POLITEKNIK KEDIRI ISSN 2252-4444
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
PENGANTAR REDAKSI
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena Jurnal Teknik
Mesin telah terbit untuk edisi perdana yaitu Volume 1 Nomor 1 pada tahun
2012. Hal ini berkat kerja sama yang baik antara pihak-pihak yang semakin
banyak terlibat dalam memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan
Jurnal ini serta ketekunan dan ketabahan kita bersama.
Pada kesempatan ini kami dari tim redaksi tak lupa mengucapkan terima
kasih kepada Rekan-rekan yang telah turut membantu dalam penerbitan Jurnal
ini. Kami juga mengharapkan agar kerja sama ini dapat terus berlanjut pada masa
yang akan datang.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan semoga jurnal ini dapat
bermanfaat bagi staf pengajar, peneliti, dan juga para pembaca.
Ketua Dewan Redaksi
JURNAL TEKNIK MESIN
ISSN 2252-4444
VOLUME 1, NOMOR 1, TAHUN 2012
DAFTAR ISI
KONVERSI ENERGI
Unjuk Kerja Coil Tube Heat Exchanger didalam Enclosure
Putut Jatmiko Dwi Prasetio
MATERIAL
1 – 15
Pengaruh Fraksi Volume Serat Rami tehadap Kekuatan
Bending Bahan Biokomposit Bermatrik Pati Sagu
Rudianto Raharjo
16 –20
Pengaruh Variasi Fraksi Volume Filler Serat Agave Sisalana
terhadap Kekuatan Bending Biokomposit Matrik Pati Ubi
Jalar
Riswan Eko Wahyu Susanto
21 – 28
Pengaruh Penambahan Borax dan Khitosan terhadap
Kekuatan Tarik Biokomposit Serat Rami Bermatrik Sagu
Kholis Nur Faizin
29 – 38
Aplikasi Serat Serabut Kelapa Bermatrik Sagu dan Gliserol
sebagai Pengganti Kemasan Makanan dari Sterofoam
Ahmad Dony Mutiara Bahtiar
39 – 47
Pengaruh Filler Serat Pisang Abaka terhadap Kekuatan
Bending pada Biokomposit Matrik Berbasis Ubi Kayu
Fatikh Catur Wahyudi Agung
48 – 52
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
1
UNJUK KERJA COIL TUBE HEAT EXCHANGER DIDALAM ENCLOUSURE
Putut Jatmiko Dwi Prasetio
Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
pututjatmiko@yahoo.com
Abstrak
Penukar panas jenis pembuluh terdiri dari tube yang dibuat berlekuk-lekuk (coil). Pada
penelitian ini akan dilakukan kajian terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
unjuk kerja dari penukar panas jenis pembuluh dengan tujuan untuk mendapatkan
unjuk kerja (effectivennes) dari penukar panas yang optimal. Pada penelitian ini penukar
panas diletakkan ditengah dalam enclosure dengan maksud agar luas permukaan
perpindahan panas pada tube menjadi maksimal, sehingga laju perpindahan panasnya
menjadi baik dalam sistem yang memanfaatkan konveksi alamiah pada sisi udara
pendingin. Eksperimen ini dilakukan pada temperatur oil masuk penukar panas (Toil,in)
yang konstan, yaitu 70°C. Parameter yang divariasikan adalah gap ratio yang merupakan
perbandingan antara lebar rongga dalam enclosure dengan diameter tube dari penukar
panas (S/D), dan laju alir massa oil ( oilm ). Adapun variasi dari gap ratio adalah 1,575;
2,625; 3,675 dan 4,725. Sedangkan variasi dari laju alir massa oil adalah 0,008 kg/s; 0,012 kg/s; 0,016 kg/s dan 0,020 kg/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada gap ratio kecil
(1,575 ≤ S/D < 2,625) dan pada gap ratio sedang (2,625 ≤ S/D < 3,675) terjadi penurunan laju
perpindahan panas oil yang signifikan, adapun pada gap ratio besar (3,675 ≤ S/D ≤ 4,725)
penurunan laju perpindahan panas oil cenderung tidak begitu signifikan lagi. Sedangkan
pada beban panas rendah (0,008 kg/s ≤ oilm < 0,012 kg/s) dan beban panas tinggi (0,016 kg/s ≤
oilm ≤ 0,020 kg/s) terjadi kenaikan laju perpindahan panas oil yang signifikan, adapun
pada beban panas sedang (0,012 kg/s ≤ oilm < 0,016 kg/s) kenaikan laju perpindahan panas
oil cenderung tidak begitu signifikan. Didapatkan pula bahwa penukar panas dengan
gap ratio 1,575 dan laju alir massa oil 0,020 kg/s akan menghasilkan unjuk kerja
(effectivennes) paling besar yaitu 0,586 dengan laju perpindahan panas oil yang terjadi
adalah sebesar 25,86 W.
Kata Kunci : penukar panas, konveksi alamiah, enclosure, gap ratio, laju alir masa oil,
laju perpindahan panas, effectivennes.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penukar panas telah digunakan
secara luas pada berbagai bidang teknik,
salah satu contoh pemakaiannya adalah
pada sistem refrigerasi. Penukar panas
pada sistem refrigerasi, dalam hal ini
kondensor berfungsi untuk melepas panas
refrigeran ke udara supaya refrigeran
dapat terkondensasi. Pada refrigerator
yang lama, kondensornya berupa
pembuluh (tube) yang berleku-lekuk (coil)
dengan ditambahi kawat (wire) yang
ditempelkan pada pembuluh tersebut.
Penambahan kawat tersebut berfungsi
sebagai sirip (fin) dengan maksud untuk
memperbesar luasan perpindahan panas.
Kondensor tersebut diletakkan di bagian
belakang dari refrigerator dan
berhubungan secara langsung dengan
udara bebas.
Sedangkan pada refrigerator yang
sekarang, desain kondensornya hampir
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
2
sama dengan kondensor pada refigerator
yang lama yaitu berupa pembuluh yang
berlekuk–lekuk tetapi tanpa menggunakan
sirip, disamping itu terdapat perbedaan
mengenai penempatan (posisi) dari
kondenser pada refrigerator.
D.T.Newport melakukan penelitian
baik secara eksperimental maupun
numerik yang mengamati interaksi termal
antara silinder isotermal yang terletak
dipusat isotermal cubical enclosure dengan
pendinginan air. Penelitian ini terbatas
pada aliran laminar dan Rayleigh Number
untuk silinder pada kisaran 104.
Nanang Setyoadi telah melakukan
penelitian eksperimental mengenai
konveksi alamiah yaitu tentang pengaruh
gap ratio dan laju alir massa fluida panas
terhadap unjuk kerja dari penukar panas
yang diletakkan di tengah dalam saluran
vertikal.
Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang
penulisan ini, dengan maksud untuk
menghasilkan suatu penukar panas jenis
pembuluh dengan unjuk kerja yang
optimal maka melalui penelitian ini akan
dilakukan kajian terhadap faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap laju
perpindahan panas dan unjuk kerja dari
penukar panas jenis pembuluh yang
diletakkan ditengah dalam enclosure.
Adapun faktor-faktor tersebut adalah gap
ratio (S/D) yaitu perbandingan antara lebar
rongga dalam enclosure (S) dengan
diameter pembuluh dari penukar panas (D)
dan laju alir massa fluida panas ( oilm ).
Penelitian ini dilaksanakan dengan cara
memvariasikan lebar rongga dalam
enclosure dan laju alir massa fluida panas.
Batasan Masalah
Adapun batasan–batasan yang
perlu diambil agar pembahasan
berlangsung dengan baik, yaitu berupa
asumsi–asumsi sebagai berikut :
1. Temperatur ruangan tempat pengujian
dalam kondisi yang tetap (konstan).
2. Sistem beroperasi dalam kondisi tunak
(steady state).
3. Sifat–sifat (properties) dari fluida kerja
adalah konstan.
4. Efek radiasi diabaikan.
5. Geometri dari penukar panas adalah
tetap, hanya dilakukan perubahan gap
ratio untuk setiap perubahan laju alir
massa fluida panas.
6. Fluida panas yang digunakan adalah
oil sedangkan fluida dingin adalah
udara.
7. Fluida panas selama proses pengujian
tidak mengalami perubahan fase.
8. Salah satu dinding vertikal
dikondisikan adiabatik yaitu berupa
isolator (sterofoam), sedangkan dinding
vertikal lainnya sebagai dinding
konveksi yaitu berupa pelat datar
vertikal.
9. Dinding horizontal atas dan bawah
dikondisikan adiabatik yaitu berupa
isolator (sterofoam).
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh
perubahan gap ratio terhadap laju
perpindahan panas yang terjadi pada
penukar panas jenis pembuluh yang
diletakkan ditengah dalam enclosure.
2. Untuk mengetahui pengaruh laju alir
massa fluida panas terhadap
perpindahan panas yang terjadi pada
penukar panas jenis pembuluh yang
diletakkan ditengah dalam enclosure.
3. Untuk mengetahui pengaruh
perubahan gap ratio dan pengaruh
perubahan laju alir massa fluida panas
terhadap unjuk kerja dari penukar
panas jenis pembuluh yang diletakkan
ditengah dalam enclosure melalui
parameter effectiveness.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
3
TINJAUAN PUSTAKA
D.T.Newport telah melakukan
penelitian baik secara eksperimental
maupun numerik yang mengamati
interaksi termal antara silinder isotermal
yang terletak dipusat isotermal cubical
enclosure dengan pendinginan air. Riset
dengan metode numerik digunakan untuk
memprediksi distribusi temperatur dan
angka Nusselt disekitar silinder dan pelat
enclosure. Metode eksperimen digunakan
untuk memverifikasi hasil numerik dengan
interferometer jenis Michelson dan Mach-
Zender. Penelitian ini terbatas pada aliran
laminar dan Rayleigh untuk silinder pada
kisaran 104.
Hasil dari penelitian tersebut
memperlihatkan bahwa angka Nusselt
pada permukaan silinder bervariasi,
dimana angka Nusselt terbesar terjadi pada
daerah depan silinder (stagnasi) dan
terendah di daerah belakang silinder
(upstream). Sedangkan untuk pelat enclosure
yang dijaga isotermal, angka Nusselt
terendah pada daerah pojok (corner). Hal
ini dikarenakan fluida didaerah corner
banyak kehilangan momentum akibat
resirkulasi, sedangkan daerah dibawah
corner mempunyai angka Nusselt yang
tinggi karena aliran mengalami Reattached.
Nanang Setyoadi telah melakukan
penelitian eksperimental mengenai
konveksi alamiah yaitu tentang pengaruh
gap ratio dan laju alir massa fluida panas
terhadap unjuk kerja dari penukar panas
yang diletakkan di tengah dalam saluran
vertikal. Pada penelitian tersebut
digunakan pembuluh dengan diameter 3/8
inchi (9,53 mm) berupa koil yang terdiri
dari 12 laluan. Jarak antar pembuluh
adalah 50 mm. Sebagai fluida panas
digunakan oli thermia B, sedangkan fluida
dingin berupa udara. Laju alir massa fluida
panas bervariasi mulai 0.012, 0.014, 0.015,
0.017, 0.026 kg/s. Sedangkan blockage ratio
adalah perbandingan antara jarak rongga
dalam saluran vertical dengan diameter
pembuluh yaitu perbandingan antara jarak
sterofoam ke pelat vertikal dengan
diameter pembuluh dimana untuk
memvariasikan gap ratio yaitu diperoleh
dengan variasi jarak sterofoam ke pelat
vertikal (S), yaitu 15, 25, 35, 45 dan 55 mm.
Dan hasil dari eksperimen tersebut
dipresentasikan sebagai berikut :
Laju perpan fluida panas
Vs Jarak rongga
50
100
150
200
250
300
350
400
1,58 2,63 3,68 4,74 5,79
S/d
La
ju P
erp
an
(W)
m = 0.012 kg/s
m = 0.014 kg/s
m = 0.015 kg/s
m = 0.017 kg/s
m = 0.026 kg/s
6
Laju Perpan Fluida Panas
Vs Laju Aliran Massa
50
100
150
200
250
300
350
400
0,012 0,014 0,015 0,017 0,026
Laju Aliran Massa (kg/s)
Laju
Per
pan
(W)
S/d = 1.58
S/d = 2.63
S/d = 3.68
S/d = 4.74
S/d = 5.79
Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Laju
Perpindahan Panas Fluida Panas Dengan
Gap Ratio Dan Laju Alir Massa Fluida
Panas
Salah satu bentuk transfer energi
pada suatu sistem adalah proses
perpindahan panas. Proses ini merupakan
aliran energi sebagai akibat adanya
perbedaan temperatur. Perpindahan panas
dapat terjadi melalui tiga cara yaitu secara
konduksi, radiasi dan konveksi.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
4
Effisiensi Plat Vs Jarak Rongga
0
2
4
6
8
10
1,58 2,63 3,68 4,74 5,79
S/d
Eff (
%)
m = 0.012 kg/s
m = 0.014 kg/s
m = 0.015 kg/s
m = 0.017 kg/s
m = 0.026 kg/s
Effisiensi Plat
Vs Laju Aliran Massa
0
2
4
6
8
10
0,012 0,014 0,015 0,017 0,026
Laju Aliran Massa (kg/s)
Eff
(%
)
S/d = 1.58
S/d = 2.63
S/d = 3.68
S/d = 4.74
S/d = 5.79
Gambar 2. Grafik Hubungan Antara
Efisiensi Pelat Dengan Gap Ratio Dan Laju
Alir Massa Fluida Panas
Effisiensi Udara Vs Jarak Rongga
90
95
100
1,58 2,63 3,68 4,74 5,79S/d
Eff
(%
)
m = 0.012 kg/s
m = 0.014 kg/s
m = 0.015 kg/s
m = 0.017 kg/s
m = 0.026 kg/s
Effisiensi Udara Vs Laju Aliran Massa
90
95
100
0.012 0.014 0.015 0.017 0.026
Laju Aliran Massa (kg/s)
Eff
(%
)
S/d = 1.58
S/d = 2.63
S/d = 3.68
S/d = 4.74
S/d = 5.79
Gambar 3. Grafik Hubungan Antara
Efisiensi Udara Dengan Gap Ratio Dan
Laju Alir Massa Fluida Panas
METODOLOGI
Variabel Penelitian
Guna mengetahui parameter bebas
yang berpengaruh dalam studi eksperimen
ini maka perlu dilakukan analisa tak
berdimensi. Dengan analisa tak berdimensi
dapat diketahui parameter yang
berpengaruh tanpa harus menggunakan
banyak kombinasi pengujian dan dapat
didapatkan hubungan antar parameter
yang berpengaruh tersebut.
Tabel 1. Parameter Bebas
Dari parameter-parameter diatas akan
ditentukan group tak berdimensi. Dengan
menggunakan Buckingham Pi theory
didapatkan 8 group tak berdimensi, yaitu :
No Parameter Symbol Satuan Dimensi
1
Koefisien
perpan
konveksi
h W/m2K M t-3 T-1
2 Diameter tube D m L
3 Jarak antar
tube Pt m L
4 Luas pelat Ap m L
5
Beda
temperatur
tube dengan
udara
T K T
6 Jarak rongga S m L
7 Gaya
gravitasi g m/s2 L t-2
8 Koefisien
ekspansi 1/K T-1
9 Viskositas
kinematik m2/s L2 t-1
10 Diffusivitas
thermal m2/s L2 t-1
11 Densitas
fluida Kg/m3 M L-3
12 Konduktivitas
thermal k W/mK
M L t-3 T-
1
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
5
k
Dh1
……………….……......…(3.1)
D
Pt 2
……………….....…..…….(3.2)
D
Ap3
…………………...…….....(3.3)
23
254
gD
Tk ……………………(3.4)
k
gD 23
25
5 ……………....(3.5)
21
236
gD
v .……………………(3.6)
21
237
gD
. …….………...…...(3.7)
D
S8
………………….............….(3.8)
Dari kedelapan group parameter
tak berdimensi diatas, 1 lebih dikenal
dengan nama bilangan Nusselt (Nu) dan
2 merupakan perbandingan jarak antara
tube dengan diameter tube sedangkan 3
adalah perbandingan luas pelat dengan
diameter tube dimana tebal plat dibuat
konstan, karena eksperimen ini akan
meneliti pengaruh jarak rongga terhadap
koefisien perpindahan panas konveksi.
Sehingga dari penelitian ini akan
didapatkan pengaruh jarak rongga
terhadap unjuk kerja penukar panas. Untuk
4 sampai dengan 7 dicari lagi suatu
hubungan fungsional sebagai berikut :
76549 ,,, f
v
TDg
Dg
v
Dg
k
Dg
Dg
Tk
3
23
21
23
21
25
23
25
23
76
54
9
Dari hubungan diatas di dapat parameter
tak berdimensi baru )( 9 . Parameter tak
berdimensi tersebut lebih dikenal dengan
nama bilangan Rayleigh (Ra). Untuk
melihat pengaruh bilangan Rayleigh
terhadap perubahan unjuk kerja penukar
panas, dilakukan perubahan jarak rongga
saluran vertikal, dengan demikian :
87921 ,,, f
D
S,
D
Pt,
αv
TΔβDg,
D
Apf
k
Dh 3
Geometri yang divariasikan dalam
eksperimen ini adalah perubahan besar
ruang perpindahan panas antara tube
dengan sterofoam, yaitu dengan
memvariasikan bilangan S, karenanya
k
Dh = f
D
S,
αυ
TΔβDg3
DS,RafuN
Instalasi Peralatan Eksperimen
Eksperimen dilakukan pada
temperatur ruangan yang dijaga konstan,
dimana eksperimen menggunakan oil
(Shell Thermia B) sebagai sisi fluida panas
dan udara ruangan (udara bebas) sebagai
sisi fluida dingin. Penukar panas uji
terbuat dari tube tembaga yang dibuat
berlekuk-lekuk (coil) sebanyak 12 laluan.
Ukuran nominal tube adalah 3/8 inchi
dengan diameter luar 9,525 mm dan
diameter dalam 8 mm. Skema instalasi
peralatan eksperimen yang digunakan
yaitu seperti pada gambar 3.1 berikut ini :
Gambar 4. Skema Instalasi Peralatan
Eksperimen
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
6
Adapun peralatan dan bahan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Penukar Panass dengan tube tembaga
yang ditempatkan didalam enclosure.
2. Thermostatik tank sebagai penampung
fluida panas.
3. Flowmeter, untuk mengukur laju alir
massa fluida panas dalam dalam tube
4. Pompa dan Motor.
5. Katup sebagai pengatur aliran.
6. Thermometer, untuk mengukur
temperatur dalam ruangan (T∞).
7. Thermocouple type – T, untuk
mengukur temperatur permukaan tube
(Tt), temperatur permukaaan pelat (Tp)
dan temperatur oil dalam tube (Tf)
8. Fluida kerja dengan menggunakan oil
Shell Thermia B.
9. Temperatur display dengan selector 10
channel.
10. Thermocontrol untuk mengontrol
temperatur fluida panas didalam tangki
penampung.
Oil dipanaskan dalam tangki [1] dengan
menggunakan alat pemanas [10], kemudian
oil dialirkan ke penukar panas uji [8] oleh
pompa [2]. Besarnya mass laju alir massa
oil diukur oleh flowmeter [6]. Untuk
mengatur laju alir massa oil digunakan
valve [5]. Thermocouple digunakan untuk
mengukur temperatur permukaan tube
(Tt), temperature permukaan pelat (Tp) dan
temperatur oil masuk dan keluar penukar
panas (Tf). Temperatur udara ruangan (TQ)
diukur dengan menggunakan thermometer
[9].
Untuk mengukur temperature pada
sejumlah titik, digunakan thermocouple
tipe T yang dihubungkan dengan
Temperatur Display setelah melalui
selektor 10 channel, seperti terlihat pada
gambar 3.2.
Tt4 T
f,out
Tp3
Tt2
Tf,in
Tt1
Tt3
A
A
A-A
65
0 m
m
55
0 m
m
550 mmx
y
S
D
Tp1
Tp2
Tp4
T
S
50
mm
Gambar 5. Skema Penempatan
Thermocouple
Prosedur Eksperimen
Eksperimen dilakukan dengan
memvariasikan 4 macam laju alir massa oil
(moil) sebagai berikut : 0,008 kg/s; 0,012 kg/s;
0,016 kg/s; 0,020 kg/s. Serta memvariasikan 4
macam gap ratio (S/D) sebagai berikut :
1,575 ; 2,625 ; 3,675 ; 4.725 yaitu dengan
cara memvariasikan 4 macam lebar
rongga/jarak pelat ke sterofoam (S) yaitu 15
mm, 25 mm, 35 mm dan 45 mm dimana
diameter tube konstan sebesar 3/8 in. Dalam
pengambilan data, untuk setiap variasi
mass flow laju alir massa oil dilakukan
empat kali variasi gap ratio. Dimana data-
data yang akan dimbil yaitu berupa
temperatur permukaan tube (Tt),
temperature permukaan pelat (Tp) dan
temperatur oil masuk dan keluar penukar
panas (Tf) serta temperatur udara ruangan
(TQ). Adapun prosedur langkah-langkah
dalam eksperimen adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan peralatan dan
perlengkapan yang diperlukan.
2. Memasang alat seperti tergambar pada
skema diatas.
3. Memasukkan oil kedalam thermostatik
tank
4. Mengecek kebocoran dari rangkaian alat
dengan menghidupkan pompa
5. Memanaskan fluida kerja dengan heater
dalam thermostatik tank sampai
temperatur 70 oC dan setting temperatur
dilakukan dengan thermostat.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
7
6. Mengatur laju alir massa fluida panas
dengan mengatur bukaan katub yang
dapat diukur dengan flowmeter.
7. Temperatur pada sejumlah titik diukur
dengan thermocouple type - T yang
dihubungkan dengan temperatur
display setelah melalui selector 10
channel. (detail penempatan
ditunjukkan pada Gambar 5)
8. Thermocouple untuk mengukur
termperatur permukaan tube (Tt), pelat
(Tp) dan temperatur oil didalam
pembuluh (Tf), sedangkan temperatur
udara diruangan (T∞,2) menggunakan
thermometer.
9. Mengulang langkah ke 7 untuk setiap
variasi gap ratio, yaitu dari 15 mm, 25
mm, 35 mm dan 45 mm.
10. Untuk setiap variasi gap ratio
pengambilan data dilakukan setelah
tercapai kondisi steady state.
11. Mengulang langkah ke 6 s/d 10 untuk
variasi laju alir massa yang ditentukan
yaitu dari 0.008 kg/s, 0.012 kg/s, 0.016
kg/s dan 0.020 kg/s.
Tabel 2. Pengambilan Data
Setting [Mass Flow]
Setting [S]
Tunggu Steady
S = 45 mm
Mass Flow =0.020 kg/s
tidak
ya
tidak
ya
End
Catat Data :
1. Temp. Fluida out, Tf,out
2. Temp. Pelat, Tp
3. Temp. Tube, Tt
4. Temp. Udara dalam,
5. Temp. Udara luar, ,2T
,1T
Mass Flow :
0.012 kg/s
0.016 kg/s 0.020 kg/s
HE dengan
S = 25 mm
S = 35 mm S = 45 mm
Digunakan HE denganTf,in = 70
oC
Menentukan parameter yang diubah :
Lebar rongga enclosure (S)&
Start
Setting awal
S = 15 mm
Memasang HE
Mass flow = 0.008 kg/s
Mass flow
Gambar 6. Alur Kerja
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pengujian dilakukan dengan
memvariasikan gap ratio dan laju alir
massa fluida panas. Dengan gap ratio
sebagai berikut : 1.575, 2.625, 3.675, 4.725,
sedangkan untuk laju alir massa yaitu :
0,008 kg/s; 0,012 kg/s; 0,016 kg/s; 0,020 kg/s.
Pengambilan data dilakukan setelah sistem
dalam kondisi steady. Dengan temperatur
kamar dan tekanan 1 atm, diperoleh data
sebagai berikut :
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
8
Tabel 3. Data Hasil Eksperimen
Tabel 4. Data Hasil Eksperimen
Tabel 5. Data Hasil Eksperimen
Start
A
Data input untuk tiap parameter
Toil,in ; Toil,out
Tt1 ;Tt2 ; Tt3 ;Tt4
Tp1; Tp2 ; Tp3 ;Tp4
Truang
Menghitung temperatur rerata permukaan pelatMenghitung laju perpindahan panas oil :
Menghitung bilangan Rayleigh
( )outoil,inoil,oilp,oiloil T - T .c ..
m =.q
Menghitung koefisien konveksi
Menghitung laju perpindahan panas pelat
k
L . h=Nu
p
L
( ),2∞pppelat T - T. A . h =
.q
α . ν
) Τ - T( β . L . g = Ra
2,∞pp
L
3
4
T+ . . . . . +T=T
p,4p,1
reratapelat,
910LRa
Menghitung bilangan Nusselt2
278169
Pr
492.01
61387.0
825.0
LRa
LNu
Menghitung bilangan Nusselt
9/416/9
4/1
Pr
492.01
670.068.0
LL
RaNu
TIDAK
YA
Gambar 7. Alur Perhitungan
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
9
Analisa Fluida Panas
GRAFIK Temperature Tube Rerata = f(S/D)
67.75
68.00
68.25
68.50
68.75
69.00
0 1 2 3 4 5
S/D
Te
mp
era
ture
Tu
be
Re
rata
(oC
)
moil = 0.008 kg/s
moil = 0.012 kg/s
moil = 0.016 kg/s
moil = 0.020 kg/s
(a)
GRAFIK Temperature Tube Rerata = f(moil)
67.75
68.00
68.25
68.50
68.75
69.00
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025
moil (kg
/s)
Te
mp
era
ture
Tu
be
Re
rata
(oC
)
S/D = 1.575
S/D = 2.625
S/D = 3.675
S/D = 4.725
(b)
Gambar 8. Grafik Temperature Tube Rata-
Rata
(a) Sebagai Fungsi S/D
(b) Sebagai Fungsi moil
Pada gambar 8 (a) tampak bahwa
untuk setiap laju alir massa oil (moil) yang
konstan, maka temperatur tube rata-rata
akan mengalami peningkatan dengan
bertambahnya gap ratio (S/D). Dengan
semakin meningkatnya temperatur tube
rata-rata menunjukkan bahwa panas yang
dilepas penukar panas semakin kecil.
Sedangkan pada gambar 8 (b) tampak
bahwa untuk setiap gap ratio (S/D) yang
konstan, maka temperatur pelat rata-rata
akan mengalami peningkatan pula dengan
bertambahnya laju alir massa oil.
GRAFIK Qoil = f(S/D)
21
22
23
24
25
26
0 1 2 3 4 5
S/D
Qo
il (
W)
moil = 0.008 kg/s
moil = 0.012 kg/s
moil = 0.016 kg/s
moil = 0.020 kg/s
(a)
GRAFIK Qoil = f(moil)
21
22
23
24
25
26
0.005 0.01 0.015 0.02 0.025
moil (kg
/s)
Qo
il (
W)
S/D = 1.575
S/D = 2.625
S/D = 3.675
S/D = 4.725
(b)
Gambar 9. Grafik Qoil
(a) Sebagai Fungsi S/D
(b) Sebagai Fungsi moil
Pada gambar 9 (a) menunjukkan
bahwa untuk setiap laju alir massa oil
(moil) yang konstan, maka laju
perpindahan panas oil akan mengalami
penurunan dengan bertambahnya gap ratio
(S/D). Hal ini terjadi karena aliran udara
didalam enclosure akan mengalami
percepatan mengikuti profil silinder
penukar panas, dimana dengan
bertambahnya gap ratio maka rongga
didalam enclosure menjadi semakin lebar
yang mengakibatkan percepatan aliran
udara didalam enclosure menjadi
berkurang. Dengan semakin berkurangnya
pecepatan aliran udara inilah yang
mengakibatkan koefisien konveksi antara
silinder dengan udara menjadi semakin
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
10
turun seiring dengan semakin
bertambahnya S/D, sehingga harga laju
perpindahan panas oil menjadi semakin
berkurang. Pada gap ratio < 3.675
penurunan laju perpindahan panas oil
lebih curam dibandingkan pada gap ratio >
3.675, hal ini menunjukkan bahwa pada
gap ratio > 3.675 tidak lagi memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap laju
perpindahan panas oil. Dimana fenomena
ini karena pada gap ratio < 3.675 memiliki
celah dalam enclosure yang relatif lebih
kecil sehingga kecepatan udara yang
bersirkulasi didalam enclosure relatif lebih
besar dibandingkan pada gap ratio > 3.675.
Pada gambar 9 (b) dapat dilihat
bahwa untuk gap ratio (S/D) yang konstan,
maka laju perpindahan panas oil akan
mengalami peningkatan seiring dengan
semakin bertambahnya laju alir massa oil
(moil). Hal ini terjadi karena laju
perpindahan panas oil sebanding dengan
laju alir massa oil sesuai dengan persamaan
berikut ini :
outoli,inoli, olip, oli oli T - T .c ..
m .q
Semakin besar laju alir massa oil maka
akan terjadi pula kenaikan pada
temperatur oil keluar pembuluh, tetapi
kenaikan laju alir massa oil tidak sebanding
kenaikan temperatur oli sehingga laju
perpindahan panas oil menjadi semakin
meningkat.
Analisa Pelat
Pada gambar 10 (a) tampak bahwa
untuk laju alir massa oil (moil) yang
konstan maka temperatur pelat rata-rata
pada gap ratio (S/D) yang kecil, harganya
lebih kecil dibandingkan dengan harga
temperatur pelat rata-rata pada gap ratio
(S/D) yang besar. Sedangkan pada gambar
10 (b) tampak bahwa untuk gap ratio (S/D)
yang konstan, temperatur pelat rata – rata
akan semakin meningkat dengan semakin
bertambahnya laju alir massa oil (moil).
Dengan temperatur pelat rata – rata yang
lebih tinggi maka beda temperatur pelat
dengan temperatur udara sekeliling yang
relatif konstan akan menjadi lebih besar.
Beda temperatur yang besar ini akan
meningkatkan gaya bouyancy sehingga
laju perpindahan panas konveksi pada sisi
pelat ke udara luar menjadi semakin
meningkat.
GRAFIK Temperature Pelat Rerata = f(S/D)
48
49
50
51
52
53
0 1 2 3 4 5
S/D
Te
mp
era
ture
Pe
lat
Re
rata
(oC
)
moil = 0.008 kg/s
moil = 0.012 kg/s
moil = 0.016 kg/s
moil = 0.020 kg/s
(a)
GRAFIK Temperature Pelat Rerata = f(moil)
48
49
50
51
52
53
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025
moil (kg
/s)
Te
mp
era
ture
Pe
lat
Re
rata
(oC
)
S/D = 1.575
S/D = 2.625
S/D = 3.675
S/D = 4.725
(b)
Gambar 10. Grafik Temperature Pelat
(a) Sebagai Fungsi S/D
(b) Sebagai Fungsi moil
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
11
GRAFIK Ra = f(S/D)
4.0E+08
4.3E+08
4.5E+08
4.8E+08
5.0E+08
0 1 2 3 4 5
S/D
Ra
moil = 0.008 kg/s
moil = 0.012 kg/s
moil = 0.016 kg/s
moil = 0.020 kg/s
(a)
GRAFIK Ra = f(moil)
4.0E+08
4.3E+08
4.5E+08
4.8E+08
5.0E+08
0.005 0.01 0.015 0.02 0.025
moil (kg
/s)
Ra
S/D = 1.575
S/D = 2.625
S/D = 3.675
S/D = 4.725
(b)
Gambar 11. Grafik Bilangan Rayleigh
(a) Sebagai Fungsi S/D
(b) Sebagai Fungsi moil
Harga bilangan Rayleigh
menunjukkan tingkat gaya bouyancy,
dimana semakin besar bilangan Rayleigh
maka gaya bouyancy-nya menjadi semakin
besar pula, dan berlaku juga sebaliknya
bahwa semakin kecil bilangan Rayleigh
maka gaya bouyancy-nya menjadi semakin
kecil pula. Gaya bouyancy yang besar akan
menyebabkan efek turbulensi fluida yang
semakin besar sehingga pencampuran
udara yang mengalir pada sekitar
permukaan pelat juga semakin besar.
Pada gambar 11 (a) tampak bahwa
untuk setiap laju alir massa oil (moil) yang
konstan, maka harga bilangan Rayleigh
akan semakin turun dengan semakin
bertambahnya gap ratio (S/D). Hal ini
terjadi karena dengan semakin
bertambahnya gap ratio untuk laju alir
massa oil yang konstan, maka temperatur
pelat rata – rata akan semakin turun
sehingga mengakibatkan beda temperatur
pelat dengan temperatur lingkungan luar
menjadi semakin turun yang menunjukkan
tingkat gaya bouyancy-nya semakin kecil.
Hal ini sesuai dengan persamaan bilangan
Rayleigh berikut ini :
α . ν
)ΤT ( β . L . g Ra
22,s3pL p
Pada gambar 11 (b) tampak bahwa untuk
setiap gap ratio (S/D) yang konstan, maka
harga bilangan Rayleigh akan semakin
turun dengan semakin bertambahnya laju
alir massa oil (moil). Hal ini terjadi karena
dengan semakin bertambahnya laju alir
massa oil untuk gap ratio yang konstan,
temperatur pelat rata-rata akan semakin
naik yang mengakibatkan beda temperatur
pelat dengan temperatur lingkungan luar
menjadi semakin naik pula dimana hal ini
akan mengakibatkan harga bilangan
Rayleigh menjadi semakin naik yang
menunjukkan tingkat gaya bouyancy-nya
semakin besar. Hal ini sesuai dengan
persamaaan bilangan Rayleigh diatas.
Harga koefisien konveksi
dipengaruhi oleh harga bilangan Nusselt,
sedangkan harga bilangan Nusselt
dipengaruhi oleh bilangan Rayleigh.
Semakin besar bilangan Rayleigh
menunjukkan gaya bouyancy yang
semakin besar dimana akan menyebabkan
efek turbulensi fluida yang semakin besar
sehingga pencampuran udara yang
mengalir pada sekitar permukaan pelat
juga semakin besar, hal ini yang
menyebabkan koefisien konveksi
perpindahan panas menjadi semakin besar
pula.
Pada gambar 12 (a) menunjukkan
bahwa untuk setiap laju alir massa oil
(moil) yang konstan, maka semakin besar
gap ratio (S/D) akan didapat harga
koefisien konveksi yang semakin kecil. Hal
ini terjadi karena dengan bertambahnya
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
12
gap ratio maka temperatur pelat rata-rata
menjadi semakin turun sehingga
mengakibatkan harga bilangan Rayleigh
menjadi semakin turun juga. Dengan
semakin berkurangnya bilangan Rayleigh
tersebut mengakibatkan harga bilangan
Nusselt menjadi semakin berkurang pula
dan hal ini akan mengakibatkan harga
koefisien konveksi menjadi semakin
berkurang pula, sesuai dengan persamaan
dibawah ini :
9/416/9
4/1
Pr
492.01
670.068.0
LL
RaNu
k
L . hNu
p
Lp
GRAFIK h = f(S/D)
3.10
3.15
3.20
3.25
3.30
0 1 2 3 4 5
S/D
h (
W/m
2.K
) moil = 0.008 kg/s
moil = 0.012 kg/s
moil = 0.016 kg/s
moil = 0.020 kg/s
(a)
GRAFIK h = f(moil)
3.10
3.15
3.20
3.25
3.30
0.005 0.01 0.015 0.02 0.025
moil (kg
/s)
h (
W/m
2.K
) S/D = 1.575
S/D = 2.625
S/D = 3.675
S/D = 4.725
(b)
Gambar 12. Grafik Koefisien Konveksi
(a) Sebagai Fungsi S/D
(b) Sebagai Fungsi moil
Sedangkan pada gambar 12 (b)
tampak bahwa untuk setiap gap ratio (S/D)
yang konstan, maka semakin besar laju alir
massa oil (moil) harga koefisien konveksi
menjadi semakin bertambah. Hal ini terjadi
karena dengan semakin bertambahnya laju
alir massa oil maka temperatur pelat rata –
rata menjadi semakin bertambah sehingga
mengakibatkan harga bilangan Rayleigh
semakin bertambah pula. Dengan
bertambahnya bilangan Rayleigh tersebut
mengakibatkan harga bilangan Nusselt
menjadi semakin bertambah pula dan hal
ini akan mengakibatkan harga koefisien
konveksi menjadi semakin bertambah,
sesuai dengan persamaan diatas.
GRAFIK Qpelat = f(S/D)
21
22
23
24
25
26
0 1 2 3 4 5
S/D
Qp
ela
t (W
) moil = 0.008 kg/s
moil = 0.012 kg/s
moil = 0.016 kg/s
moil = 0.020 kg/s
(a)
GRAFIK Qpelat = f(moil)
21
22
23
24
25
26
0.005 0.01 0.015 0.02 0.025
moil (kg
/s)
Qp
ela
t(W
) S/D = 1.575
S/D = 2.625
S/D = 3.675
S/D = 4.725
(b)
Gambar 13. Grafik Laju Perpindahan Panas
Pelat
(a) Sebagai Fungsi S/D
(b) Sebagai Fungsi moil
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
13
Harga laju perpindahan panas
pelat akan sebanding dengan harga laju
perpindahan panas oil, karena sesuai
dengan persamaan dibawah ini :
pelatoli
.q
.q
Dimana pada kenyataannya harga laju
perpindahan panas pelat tidak mungkin
sama dengan harga laju perpindahan panas
oil, hal ini akibat adanyan kebocoran-
kebocoran yang tidak bisa dihindari dalam
melakukan eksperimen.
Pada gambar 13 (a) untuk setiap
laju alir massa oil (moil) yang konstan,
tampak bahwa dengan bertambahnya gap
ratio (S/D) maka laju perpindahan panas
pelat menjadi berkurang. Hal karena harga
laju perpindahan panas konveksi pada sisi
pelat ke udara bebas dipengaruhi oleh
harga koefisien konveksi, dimana dengan
bertambahnya gap ratio untuk setiap laju
alir massa oil mengakibatkan harga
koefisien konveksi menjadi berkurang
sehingga harga laju perpindahan panas
pelat menjadi berkurang pula, sesuai
dengan persamaan dibawah ini :
,2s,2 ppelat T - T. A . h .q
Pada gap ratio < 3.675 penurunan laju
perpindahan panas pelat lebih curam
dibandingkan pada gap ratio > 3.675, hal
ini menunjukkan bahwa pada gap ratio >
3.675 tidak lagi memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap laju perpindahan
panas pelat.
Sedangkan pada gambar 13 (b)
untuk setiap gap ratio (S/D) yang konstan,
tampak bahwa dengan bertambahnya laju
alir massa fluida (moil) maka laju
perpindahan panas pelat menjadi
meningkat. Hal karena harga laju
perpindahan panas konveksi pada sisi pelat
ke udara bebas dipengaruhi oleh harga
koefisien konveksi, dimana dengan
bertambahnya laju alir massa fluida untuk
setiap S/D fluida mengakibatkan harga
koefisien konveksi menjadi bertambah
sehingga harga laju perpindahan panas
pelat menjadi bertambah pula, sesuai
dengan persamaan diatas.
Analisa Effectivennes
GRAFIK Effectivennes = f(S/D)
0.50
0.51
0.52
0.53
0.54
0.55
0.56
0.57
0.58
0.59
0.60
0 1 2 3 4 5
S/D
Eff
ec
tiv
en
ne
s
moil = 0.008 kg/s
moil = 0.012 kg/s
moil = 0.016 kg/s
moil = 0.020 kg/s
(a)
GRAFIK Effectivennes = f(moil)
0.50
0.51
0.52
0.53
0.54
0.55
0.56
0.57
0.58
0.59
0.60
0.005 0.01 0.015 0.02 0.025
moil (kg
/s)
Eff
ec
tiv
en
ne
s
S/D = 1.575
S/D = 2.625
S/D = 3.675
S/D = 4.725
(b)
Gambar 14. Grafik Effectivennes
(a) Sebagai Fungsi S/D
(b) Sebagai Fungsi moil
Unjuk kerja suatu penukar panas
dapat ditinjau dari harga efectivennes-nya.
Semakin besar harga efectivennes-nya, maka
penukar panas tersebut semakin baik
dalam melepaskan panas karena jumlah
pana aktual yang bisa dipindahkan
semakin mendekati jumlah panas
maksimum yang munkin dapat
dipindahkan oleh penukar panas tersebut.
Pada gambar 14 (a) untuk setiap
laju alir massa oil (moil) yang konstan,
tampak bahwa dengan bertambahnya gap
ratio (S/D) maka harga effectivennes menjadi
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
14
berkurang. Hal ini terjadi karena harga
effectivennes menunjukkan kemampuan
penukar panas untuk melepas panas,
Dimana dengan bertambahnya gap ratio
untuk setiap laju alir massa oil
mengakibatkan harga laju perpindahan
panas oil menurun dan harga Cmin relatif
semakin turun pula tetapi penurunan laju
perpindahan panas oil lebih dominan
dibanding penurunan Cmin sehingga
menyebabkan harga effectivennes menjadi
berkurang pula, hal ini sesuai dengan
persamaan dibawah ini :
)TT (C
.q
q
qε
2inoil,min
oli
maks
akt
.
.
Pada gap ratio < 3.675 penurunan
effectivennes lebih curam dibandingkan
pada gap ratio > 3.675, hal ini menunjukkan
bahwa pada gap ratio > 3.675 tidak lagi
memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap effectivennes.
Sedangkan pada gambar 14 (b)
untuk setiap gap ratio (S/D) yang konstan,
tampak bahwa dengan bertambahnya laju
alir massa oil (moil) maka harga
effectivennes menjadi bertambah. Hal ini
terjadi karena harga effectivennes
menunjukkan kemampuan penukar panas
untuk melepas panas, Dimana dengan
bertambahnya laju alir massa oil untuk
setiap gap ratio mengakibatkan harga laju
perpindahan panas oil meningkat dan
harga Cmin relatif semakin naik pula tetapi
kenaikan laju perpindahan panas oil lebih
dominan dibanding kenaikan Cmin
sehingga menyebabkan harga effectivennes
menjadi meningkat pula, hal ini sesuai
dengan persamaan diatas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan kemudian
dilakukan analisa, maka penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada laju alir massa oil yang sama,
penambahan gap ratio akan
menurunkan laju perpindahan panas
oil. Pada gap ratio < 3,675 penurunan
laju perpindahan panas oil lebih
dominan dibandingkan pada gap ratio
> 3,675. Sedangkan pada gap ratio yang
sama, penambahan laju alir massa oil
akan menaikkan laju perpindahan
panas oil.
2. Pada sistem enclosure ini, laju
perpindahan panas pelat tidak sama
dengan laju perpindahan oil
diakibatkan adanya kebocoran panas
pada isolasi, tetapi kebocoran panas
tersebut tidak terlalu signifikan,
dimana kebocoran panas terbesar yaitu
3,5 % dari laju perpindahan panas oil.
3. Laju perpindahan panas oil dan laju
perpindahan panas pelat terendah
diperoleh pada laju alir massa oil
terkecil (0.008 kg/s) dengan gap ratio
= 4.725. Sedangkan laju perpindahan
panas oli dan laju perpindahan panas
pelat tertinggi diperoleh pada laju alir
massa oil terbesar (0.020 kg/s) dengan
gap ratio = 1.575.
4. Pada laju alir massa oil yang sama,
penambahan gap ratio akan
mengakibatkan harga effectivennes
menjadi semakin kecil. Pada gap ratio <
3,675 penurunan effectivennes lebih
dominan dibandingkan pada gap ratio
> 3,675. Sedangkan pada gap ratio yang
sama, penambahan laju alir massa oil
akan mengakibatkan harga effectivennes
menjadi semakin besar.
5. Effectivennes terendah diperoleh sebesar
0,523 pada laju alir massa oil terkecil
yaitu 0.008 kg/s dengan gap ratio
terbesar yaitu 4,725. Sedangkan
effectivennes tertinggi diperoleh
sebesar 0,586 pada laju alir massa
terbesar yaitu 0.020 kg/s dengan gap
ratio terkecil yaitu 1,575.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
15
DAFTAR PUSTAKA
Newport D. T., On the Thermal Interaction
Between an Isothermal Cylinder an Its
Isothermal Enclosure for Cylinder Rayleigh
Numbers of Order 104, Journal of Heat
Transfer vol. 133 pp. 1052-1061, 2001.
Nanang Setyoadi, Studi Eksperimental
Pengaruh Gap Ratio Dan Laju Alir Massa
Terhadap Unjuk Kerja Dari Penukar Panas
Diletakkan DiTengah Dalam Saluran
Vertikal, Teknik Mesin-ITS, 2003.
Bejan, A., Heat Transfer, John Wiley and
Sons, Inc, New York, 1993.
Holman, J. P., Alih Bahasa oleh Jasjfi E.,
Perpindahan Kalor, Erlangga, Indonesia,
1988.
Incropera, Frank, P., and DeWitt, David P.,
Fundamental of Heat and Mass Transfer,
4th ed, John Wiley and Sons, Inc, New
York, 1996.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
16
PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT RAMI TERHADAP KEKUATAN BENDING
BIOKOMPOSIT BERMATRIK PATI SAGU
Rudianto Raharjo
Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
Raharjo_rudianto@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini di harapkan untuk kemasan makanan. Kemasan yang di inginkan adalah
yg memiliki kekuatan bending, aman ketika kontak dengan makanan dan mudah terurai
oleh lingkungan. Penelitian ini memfokuskan pembuatan biokomposit untuk aplikasi
kemasan pengganti kemasan polistierene. Dalam penelitian ini di gunakan pati sagu,
kitosan 40 %, temperature glatinisasi 70 0C. Pengujian menggunakan uji bending dengan
ASTM C 393(1997) dan uji migrasi bahan dengan SNI 7323(2008). Dari hasil pengujian di
dapatkan data kekuatan bending dan data total migrasi bahan terhadap fraksi volume
serat rami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tegangan bending tertinggi pada fraksi
volume 50% sebesar 6 MPa dan tegangan terendah pada fraksi volume 10 % sebesar 2
MPa.
Kata Kunci : biokomposit, rami, sagu, bending.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Munculnya issue permasalah
limbah non-organik yang semakin
bertambah mampu mendorong perubahan
trend teknologi komposit menuju natural
composite yang ramah lingkungan. Serat
rami (Boehmeria Nivea) merupakan salah
satu jenis serat alam yang tumbuh dan
berlimpaah jumlahnya di Indonesia. Serat
rami ini memiliki kekuatan relatif yang
tertinggi diantara kelompok serat
tumbuhan. Serat rami menjadi produk
teknologi dengan nilai ekonomi tinggi
merupakan langkah yang tepat untuk
menjawab permasalahan ini.
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi sagu (Metroxylon sagu
Rottb) sebagai sumber bahan pangan dan
bahan industri telah disadari sejak tahun
1970-an, namun sampai sekarang
pengembangan tanaman sagu di Indonesia
masih jalan di tempat. Sagu merupakan
tanaman asli Indonesia. Tepung sagu
mengandung amilosa 27% dan amilopektin
73%. Simpanan karbohidrat di hutan sagu
Indonesia mencapai 5 juta ton pati kering
per tahun, Dibandingkan dengan tanaman
penghasil karbohidrat lain, keunggulan
utama tanaman sagu adalah
produktivitasnya tinggi. Produksi sagu
yang dikelola dengan baik dapat mencapai
25 ton pati kering/ ha/tahun. Produktivitas
ini setara dengan tebu, namun lebih tinggi
dibandingkan dengan ubi kayu dan
kentang dengan produktivitas pati kering
10-15 t/ha/tahun. Konsumsi pati sagu
dalam negeri hanya sekitar 210 ton atau
baru 4-5% dari potensi produksi.
Aplikasi penelitian ini untuk
kemasan makanan. Kemasan yang di
inginkan adalah yg memiliki kekuatan
bending, aman ketika kontak dengan
makanan dan mudah terurai oleh
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
17
lingkungan. Dari penelitian sebelumnya di
dapat bahwa penelitian hanya terbatas
pada polimer organik saja dan sebatas
kekuatan tarik. Penelitian ini memfokuskan
pembuatan biokomposit untuk aplikasi
kemasan pengganti kemasan polistierene.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan dengan membuat
dan menguji sampel uji biokomposit
dengan mengacu ASTM C 393 untuk uji
bending dan SNI 7232 untuk uji migrasi
bahan. Jumlah masing-masing sampel uji
sebanyak 1 buah dengan fraksi volume
serat, Vf: (10%, 20%, 30%, 40%, 50%). Serat
rami yang digunakan berupa serat tidak
kontinyu acak yang diperoleh dari Balitas
Singosari Malang. Matriks yang digunakan
berupa pati sagu dengan khitosan 40 % dan
Gliserol 20%. Metode pembuatan sampel
uji adalah hand lay-up.
Gambar 1. Spesimen uji bending
Hasil uji sampel biokomposit
disajikan dalam bentuk hubungan antara
kekuatan bending vs fraksi volume serat .
Hasil pengujian dibandingkan dengan
hasil perhitungan data uji bending
polistierene. Observasi kegagalan
dilakukan dengan foto makro untuk
mengamati modus kegagalan dan kriteria
kegagalan. Hasil akhir penelitian
dibandingkan bahan plastik/polimer yang
diaplikasikan pada bidang kemasan
makanan.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Menggunakan Universal Testing Machine
(Time Group Inc WDW 20E) diperoleh data
pembebanan. Data-data dari pengujian
kemudian dimasukkan dalam persamaan-
persamaan sehingga sehingga di dapatkan
tegangan bending. Hasil pengujian
diperoleh besarnya kekuatan bending
biokomposit kombinasi rami acak adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pengujian uji bending
σb = 22
3
bh
PL (1)
dengan :
σb = Tegangan bending (MPa)
P = Beban /Load (N)
L = Panjang Span / Support span(mm)
b = Lebar/ Width (mm)
h = Tebal / Depth (mm)
Tabel 2. Hasil perhitungan tegangan
bending
0
1
2
3
4
5
6
7
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%
Fraksi Volume
Teg
an
gan
Ben
din
g (
MP
a)
Gambar 2. Grafik Tegangan Bending
dengan Fraksi Volume serat rami
Dari gambar 2 pengujian uji
bending komposit terdapat kenaikan
tegangan dari 2 MPa ke 4 MPa dan ke 6
KOMPOSISI SERAT RAMI ACAK
10% 20% 30% 40% 50%
Beban 0,002
KN
0,004
KN
0,004
KN
0,006
KN
0,006
KN
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
18
MPa dikarenakan oleh adanya pengaruh
penambahan volume serat rami.
Peningkatan tegangan bending dari fraksi
volume 10 % ke 20 %
%1002
24x
= 100 %
Peningkatan tegangan bending dari fraksi
volume 20 % ke 30 %
%1004
44x
= 0 %
Peningkatan tegangan bending dari fraksi
volume 30 % ke 40 %
%1004
46x
= 100 %
Peningkatan tegangan bending dari fraksi
volume 40 % ke 50 %
%1006
66x
= 0 %
Grafik tegangan bending diatas
menunjukkan kenaikan tegangan
dikarenakan penambahan seratnya, grafik
tersebut menjelaskan semakin tinggi fraksi
volume seratnya maka tegangan semakin
tinggi, hal ini dituntukkan pada fraksi
volume 10 % besarnya tengangan bending
yaitu 2 MPa, lebih kecil dibanding fraksi
volume 20 % yang sebesar 4 MPa.
Sedangkan untuk fraksi volume 30 %
besarnya tegangan 4 MPa, jadi tidak ada
peningkatan tegangan bending dari fraksi
20% ke fraksi 30 %. fraksi volume 40 %
besarnya tengangan bending yaitu 6 MPa
yang lebih tinggi dari fraksi volume 30 %,
fraksi volume 20 % dan fraksi volume 10 %.
fraksi volume 50 % besarnya tengangan
bending yaitu 6 MPa. Tegangan bending
fraksi volume 50 % sama dengan tegangan
bending fraksi volume 40 % , berarti tidak
ada peningkatan tegangan bending seiring
dengan peningkatan fraksi volumenya.
Dari hasil diatas menunjukkan bila serat
semakin banyak serat maka tegangan
bendingnya semakin naik. Semakin
meningkatnya kekuatan bending ini
dikarenakan dimensi komposit yang
semakin besar. Semakin banyak serat yang
digunakan, dimensi komposit akan
semakin besar pula.
Foto Makro Uji Kegagalan Bending
Tujuan dilakukan foto makro
untuk mengetahui kegagalan yang terjadi
pada komposit. Selain itu, foto makro juga
dilakukan untuk melihat patahan spesimen
hasil pengujian bending. Foto–foto makro
tersebut dapat dilihat pada gambar
dibawah:
Gambar 3. Kegagalan pada pengujian
bending komposit dengan fraksi volume
10%
Gambar 4. Kegagalan pada pengujian
bending komposit dengan fraksi volume
20%
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
19
Gambar 5. Kegagalan pada pengujian
bending komposit dengan fraksi volume
30%
Gambar 6. Kegagalan pada pengujian
bending komposit dengan fraksi volume
40%
Gambar 7. Kegagalan pada pengujian
bending komposit dengan fraksi volume
50%
Gambar diatas menunjukkan kegagalan
pada pengujian bending komposit,
dimana patahan terjadi dibagian bawah
yang awal mulanya mengalami retak atau
lepas dari ikatannya terhadap serat
didalamnya. Pada umumnya kelemahan
komposit terhadap beban bending terletak
pada bagian komposit yang belum merata
pemampatannya antara serat dan
matriknya dibagian bawah pada spesimen.
Pada lapisan ini mempunyai kekuatan
tarik maksimum dan akan mengalami
kegagalan paling awal karena tidak
mampu menahan tegangan tarik pada
bagian bawah komposit, sehingga akan
terjadi retak lebih awal. Kekuatan yang
menahan beban maksimum terjadi pada
bagain komposit yang ada didalamnya,
yang banyak terjadi pencampuran antara
serat dan matrik secara merata. Setelah
dibagian dalamnya tidak mampu menahan
beban maka di bagian bawah tidak
mampu menahan beban, maka akan terjadi
retakan pada bagain bawah spesimen
tersebut, dan merupakan retakan awal
pada komposit. Setelah bagian bawah
patah, kekuatan menahan beban menurun
drastis.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
biokomposit serat rami dengan matrik pati
sagu berpotensi untuk dikembangkan lebih
lanjut sebagi material alternatif pengganti
polistierene untuk kemasan makanan. Pada
biokomposit dengan fraksi volume 40 %
dan 50 % di dapatkan nilai tegangan
bending yang tertinggi sebesar 6 MPa.
Harga ini lebih besar daripada harga
referensi pada penelitian ini, yaitu bahan
polimer yang di aplikasikan pada kemasan
makanan, untuk yg tebuat dari polistierene
sebesar 5 MPa dan yg terbuat dari LDPE
sebesar 4 MPa. Biokomposit ini jg aman
jika di pergunakan untuk kemasan
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
20
makanan.karena masih dibawah 10
mg/dm2, untuk simulan air, asam aseta 3%,
alkohol 15%. kelemahan biokomposit
terhadap beban bending terletak pada
bagian komposit yang belum merata
pemampatannya antara serat dan
matriknya dibagian bawah pada spesimen
DAFTAR PUSTAKA
Sumaryono. (2007). Tanaman Sagu Sebagai
Sumber Energi Alternatif. Warta
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Vol., 29. No 4. Badan
Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia. Bogor
ASTM. (1997).ASTM C 393
Widiarto, Sonny. (2005).Pembuatan Plastik
Ramah Lingkungan dari Campuran
Pati Sagu Polivinil Alkohol. Laporan
Penelitian Dana Dipa PNPB. Unila.
Lampung
Utari, S.M. Darni, Y. Dan Utami, H. (2008).
Pemanfaatan Agar-Agar Gracilarna
Coronapifolia dan Kitosan Untuk
Pembuatan Plastik Biodegradabel
dengan Gliserol sebagi Plasticizer.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Teknologi-II Universitas Lampung. 29-
40
Soemardi, T.P. Kusumaningsih, W. dan
Irawan A.P. (2009). Karakteristik
Mekanik Komposit Lamina Serat Rami
Epoxi Sebagai Bahan Alternatif Soket
Protesis. Jurnal Makara Teknologi 13(2)
: 96-101
Warsiki, E. Damayanthy, E. Damanik, R.
(2007). Karakteristik Mutu Sop Daun
Torbangun dalam Kemasan Kaleng dan
Perhitungan Total Migrasi Bahan.
Jurnal Teknik Industri Pertanian 18(3):
21-24
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
21
PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME FILLER SERAT AGAVE SESALANA
TERHADAP KEKUATAN BENDING BIOKOMPOSIT MATRIK PATI UBI JALAR
Riswan Eko Wahyu S
Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
risone98@yahoo.com
Abstrak
Penggunaan plastik sebagai bahan kebutuhan manusia memiliki berbagai keunggulan,
akan tetapi plastik sangat sukar terdegradasi secara alami dan telah menimbulkan
masalah dalam penanganan limbahnya. Dalam memecahkan masalah limbah plastik
dilakukan beberapa pendekatan seperti daur ulang. Biokomposit pada penelitian ini
menggunakan biomaterial yang dapat diperbaharui (renewable) dan dapat terurai oleh
lingkungan. Dengan harapan dan aplikasinya sebagai material alternative pengganti
kotak kemasan makanan. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
komposit serat pendek secara hand lay up tekan, sebagai filler komposit digunakan serat
Agave Sisalana dengan variasi Fraksi Volume 10%, 20%, 30%, dan 40%. Sedangkan Matrik
penyusun biokomposit ini menggunakan bahan pati ubi jalar yang dicampur dengan
20% gliserol. . Pengujian dilakukan dengan standar uji bending ASTM D 790 (1997). Dari
penelitian ini diperoleh hasil bending terkecil pada fraksi volume serat 10% sebesar 2
MPa dan hasil bending terbesar pada fraksi volume serat 40% sebesar 8 MPa.
Kata kunci : biokomposit, kekuatan bending.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan plastik sintetik sebagai
bahan kebutuhan manusia memiliki
berbagai keunggulan seperti mempunyai
sifat mekanik dan barrier yang baik,
harganya yang murah, dan kemudahan
dalam proses pembuatan serta aplikasinya.
Akan tetapi, plastik sintetik mempunyai
kestabilan fisiko-kimia yang terlalu kuat
sehingga plastik sangat sukar terdegradasi
secara alami dan telah menimbulkan
masalah diantaranya penanganan
limbahnya, bahan bakunya (dari minyak
bumi olahan/sintesis minyak bumi) yang
semakin lama semakin berkurang dan
mengakibatkan kehilangan sumber daya
alam ini. Selain itu pada produk-produk
tertentu material plastik mengandung
racun yang sangat berbahaya bagi tubuh
manusia. Permasalahan muncul berasal
dari limbah plastik dimana dari data
Kementrian Lingkungan Hidup
menunjukkan bahwa setiap individu
menghasilkan rata-rata 0,8 kilogram
sampah per hari, 15 persennya adalah
plastik. Dengan asumsi 220 juta penduduk
Indonesia, maka sampah plastik yang
terbuang mencapai 26.500 ton per hari.
Dalam memecahkan masalah sampah atau
limbah plastik ini telah dilakukan beberapa
pendekatan, seperti: daur ulang, teknologi
pengolahan sampah plastik. Serat sisal
sendiri diperoleh dari pengolahan tanaman
agave sisalana atau sering dikenal dengan
“sisal” sedangkan pati ubi jalar diperoleh
dari ubi jalar putih yang diekstrak dan
gliserol merupkan hasil ekstraksi minyak
alam. Tanaman Sisal pada dasarnya
merupakan tanaman yang tumbuh liar
didaerah kering, berbatu-batu dan
dilereng-lereng bukit seperti di blitar
selatan, kediri, pamekasan dan sumenep
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
22
madura. Tanaman ini merupakan tanaman
tahunan yang diambil seratnya biasanya
digunakan untuk tali temali, sebagai bahan
baku industri kerajinan tangan, dan sebagai
produk diversifikasi seperti pulp, karpet,
kantong kertas dengan harga jual serat
yang murah. Serat Sisal memiliki sifat
mekanik diantaranya kekuatan tariknya 80
- 840 MPa, kekuatan tarik spesifiknya 55 -
580 MPa, modulus youngnya 9 - 22 GPa,
modulus young spesifiknya 6 - 15 Gpa.
(Mwaikambo, 2006).
Pada dasarnya pati umbi-umbian (pati
kentang, singkong, ubijalar dan
sebagainya) memiliki suhu gelatinisasi
berkisar antara 70 - 80OC, bersifat elastis,
mudah rusak dan memiliki penampakan
yang translucent ketika dingin. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka perlu
dilakukan modifikasi pati sehingga
diperoleh sifat-sifat yang cocok untuk
aplikasi tertentu. (Zuraida, 2003). Melihat
kandungan pati pada ubi jalar sebesar 90%,
maka pati ubi jalar memiliki kesamaan
dengan pati ubi kayu dapat digunakan
sebagai material biopolimer.
Pembuatan biopolimer dari pati (starch)
memerlukan campuran bahan aditif untuk
mendapatkan sifat mekanis yang lunak,
ulet dan kuat. Untuk itu perlu
ditambahkan suatu zat cair/padat agar
meningkatkan sifat plastisitasnya. Proses
ini dikenal dengan plastisasi, sedang zat
yang ditambah disebut pemlastis. Di
samping itu pemlastis dapat pula
meningkatkan elastisitas bahan, membuat
lebih tahan beku dan menurunkan suhu
alir, sehingga pemlastis kadang-kadang
disebut juga dengan ekastikator antibeku
atau pelembut. Adapun pemlastis yang
digunakan adalah “gliserol”, karena gliserol
merupakan bahan yang murah, sumbernya
mudah diperoleh, dapat diperbaharui dan
juga akrab dengan lingkungan karena
mudah terdegradasi oleh alam.
Pada material biokomposit ini variasi
fraksi volume serat akan diteliti
pengaruhnya terhadap kekuatan bending.
Kekuatan bending digunakan karena pada
aplikasi kemasan kotak makanan lebih
mengarah pada kekuatan bending sebab
aplikasi pembebanan yang diterima pada
bagian dasar dari kotak makanan tersebut.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat
diambil beberapa perumusan masalah
yang akan diteliti dalam tesis ini.
Perumusan masalah tersebut adalah
sebagai berikut :
Bagaimanakah pengaruh variasi fraksi
volume filler serat agave sisalana terhadap
kekuatan bending matrik pati ubi jalar?
Batasan Masalah
Untuk memudahkan serta
memperlancar jalannya penelitian ini maka
batasan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1. Material yang digunakan adalah serat
agave sisalana sebagai filler dengan
variasi volumnya yaitu 10%, 20%, 30%,
dan 40% menggunakan metode hand
lay up dengan arah serat pendek acak
dan biopolimer pati ubi jalar ditambah
20% gliserol sebagai matrik yang
dibuat dengan proses blending dengan
suhu pemanasan 70OC.
2. Pengujian mekanik yang dilakukan
adalah “pengujian bending” untuk
mengetahui kekuatan bending
spesimen biokomposit terhadap
kekuatan bending dari aplikasi yang
digunakan.
3. Pengambilan gambar foto spesimen
dengan kamera digital pada hasil
pengujian bending untuk mengetahui
kegagalan (retak/patah) pada saat
pengujian.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
23
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Sebelumnya
Pada penelitian Oladebeye A.O tahun
2009 dengan judul penelitian
“Physicochemical Properties of Starches of
Sweet Potato (Ipomea batata) and Red Cocoyam
(Colocasia esculenta) Cormels” dimana hasil
penelitian yang didapat yaitu pati ubi jalar
memiliki persentase kandungan protein,
karbohidrat, dan serat kasar yang lebih
tinggi dari pada red cocoyam. Kemudian
hasil fisikokimia dengan kandungan
amilosa dan amilopektin yang banyak
dimana hasil perekatan pasta pati ubi jalar
(405.92 RVU) pada waktu (4,37 menit) lebih
tinggi dibandingkan dengan pasta red
cocoyam dengan sifat rekat (244.33 RVU)
yang diperoleh pada (4,99 menit).
Joseph K., tahun 1999 dalam
penelitiannya yang berjudul “A Review on
Sisal Fiber Reinforced Polymer Composites”
menyatakan bahwa di antara berbagai serat
alami, serat sisal memiliki daya tarik pada
komposit. Dimana komposit dari serat sisal
mempunyai kekuatan impak tinggi di
samping mempunyai kekuatan tarik dan
kekuatan bending yang baik bila
dibandingkan dengan serat lignosellulosa
yang lain. Kemudian dari penelitian
tersebut menjelaskan tentang serat sisal
sebagai penguat komposit polimer dengan
acuan khusus pada struktur dan sifat khas
dari serat sisal, teknik pemrosesan, dan
sifat-sifat phisik dan mekanis dari
komposit.
Kemudian penelitian yang dilakukan
oleh Van Der Burgt (1996) meneliti tentang
penggunaan dari suatu ekstruder untuk
proses plastifikasi pati kentang dengan
gliserol dan air sebagai plasticizernya.
Dengan variasi pati dan gliserol (80/20,
82/18, 84/16 dan 88/12). Pengaruh gliserol
dan air dinyatakan pada indeks
penyerapan air (WAI) dan indeks daya
larut air (WSI). Hasil penelitian ini yaitu
gliserol dan air menjaga pati polimer
terhadap derajat penurunan selama proses
ekstrusi dari pati thermoplastik bahwa
gliserol menunjukkan efek yang paling
besar.
Komposit
Komposit didefinisikan sebagai
kombinasi antara dua material atau lebih
yang berbeda bentuknya, komposisi
kimianya, dan tidak saling melarutkan
antara materialnya dimana material yang
satu berfungsi sebagai penguat dan
material yang lainnya berfungsi sebagai
pengikat untuk menjaga kesatuan unsur-
unsurnya (Gibson, 1994). Sedangkan
penggabungan dua atau lebih material
dengan material pengisi (filler) dari bahan-
bahan alami disebut dengan
”biokomposit”. Dalam penyusunan
komposit salah satu material penyusun
dapat ditentukan fraksi volumenya untuk
mendapatkan sifat akhir yang diinginkan.
Secara umum terdapat dua kategori
material penyusun komposit yaitu matrik
dan reinforcement. Keunggulan dan
keuntungan bahan komposit diantaranya
yaitu dapat memberikan sifat–sifat
mekanik terbaik yang dimiliki oleh
komponen penyusunnya, bobotnya yang
ringan (jika dibandingkan dengan material
logam tetapi memiliki kekuatan yang
hampir sama), kemudian tahan korosi,
ekonomis, dan tidak sensitif terhadap
bahan-bahan kimia. Beberapa sifat yang
dapat diperbaiki dengan dibuatnya
komposit dari bahan pembentuknya antara
lain: kekuatan dan kekakuannya,
ketahanan korosi dan ketahanan ausnya,
berat material, konduktivitas termal dan
thermal insulationnya, serta accoustical
insulation dan ketahanan fatique.
Faktor yang mempengaruhi Performa
Komposit
Penelitian yang mengabungkan antara
matrik dan serat harus memperhatikan
beberapa faktor yang mempengaruhi
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
24
performa Fiber-Matrik Composites antara
lain:
1. Faktor Serat,
2. Letak Serat,
3. Panjang Serat,
4. Bentuk Serat,
5. Faktor Ikatan Fiber-Matrik,
6. Katalis,
Teori Ikatan Penguat terhadap Komposit
Ikatan yang dapat terjadi pada material
komposit diantara matrik dan penguatnya
antara lain: (Matthew and Rawling, 1994)
a. Ikatan mekanik (Mechanical Bonding),
b. Ikatan elektrostatis (Electrostatic
Bonding),
c. Ikatan kimia (Chemical Bonding),
d. Ikatan reaksi.
Metode Pembuatan Komposit
Terdapat tiga macam metode yang
dapat digunakan untuk membuat
komposit (Gibson, 1994), yaitu:
a. Injection Moulding
b. Spray Up
c. Hand Lay Up
Proses pembuatan komposit dengan
metode Hand Lay Up merupakan
pembuatan komposit dengan metode
lapisan demi lapisan sampai diperoleh
ketebalan yang diinginkan. Dimana setiap
lapisan berisi matrik dan filler. Setelah
memperoleh ketebalan yang diinginkan
digunakan roller untuk meratakan dan
menghilangkan udara yang terjebak
diatasnya.
Gambar 1. Metode Hand Lay Up
Sumber: Budinski, 1992
Gambar 2.4 merupakan gambar proses
pembuatan kompossit dengan cara metode
hand lay up. Pada penelitian biokomposit
serat agave sisalana dan matrik pati ubi jalar
dan gliserol metode pembuatannya
menggunakan metode hand lay up.
Proses Pembuatan Komposit
Proses pembuatan komposit yang
paling umum dipakai terdapat 4 macam,
diantaranya adalah (Matthew and Rawling,
1994)
1. Pembuatan secara fasa padat
2. Pembuatan secara fasa cair
3. Deposition,
4. Proses in situ,
Penelitian biokomposit serat agave
sisalana dengan matrik pati ubi jalar dan
gliserol pada penelitian ini menggunakan
proses pembuatan secara fasa cair, sebab
pencampuran antara matrik dan fillernya
dengan cara blending/ pengadukan, dimana
matrik dicampurkan dalam keadaan cair
pada penguat/reinforcement dalam kondisi
padat.
Kekuatan Bending Komposit
Kekuatan bending atau kekuatan
lengkung (flexural strength) adalah
tegangan bending terbesar yang dapat
diterima akibat pembebanan luar tanpa
mengalami deformasi yang besar atau
kegagalan. Besar kekuatan bending
tergantung pada jenis material dan
pembebanan. Untuk mengetahui kekuatan
bending suatu material dapat dilakukan
dengan “pengujian bending” terhadap
material komposit tersebut. Pengujian
dilakukan three point bending (ditunjukkan
pada gambar 2.5).
Gambar 2. Penampang Bending (balok)
Sumber: ASTM D790, 1997
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
25
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode penelitian ” Pengaruh Variasi
Fraksi Volume Filler Serat Agave Sesalana
Terhadap Kekuatan Bending Biokomposit
Matrik Pati Ubi Jalar” yang telah
dilaksanakan merupakan true experimental
research, tahapan penelitian ini dibagi
dalam 3 bagian yaitu studi literatur, studi
lapangan dan pembuatan serta pengujian
spesimen biokomposit.
Waktu penelitian dilaksanakan selama
sepuluh bulan, dengan rincian yaitu untuk
studi literatur dilaksanakan selama 3 bulan,
dilanjutkan dengan studi lapangan 1 bulan,
kemudian pada pembuatan dan pengujian
spesimen selama 4 bulan, sedangkan untuk
pengolahan data dan evaluasi 2 bulan.
Beberapa tempat yang digunakan
untuk penelitian yaitu: untuk studi literatur
dilaksanakan di Jurusan Mesin Universitas
Brawijaya, Jurusan Kimia Universitas
Brawijaya, Balitas Karang Ploso Malang
dan internet. Penelitian ini dititik-beratkan
pada teori-teori dan konsep-konsep tentang
pengetahuan bahan (biokomposit).
Variabel Penelitian
Penelitian ”Pengaruh Variasi Fraksi
Volume Filler serat Agave Sisalana terhadap
Kekuatan Bending dan Biodegradabelitas
Biokomposit Matrik Pati Ubi Jalar dan
Gliserol” ini terdapat satu variabel bebas
dan dua variabel tetap
Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan adalah
perbandingan fraksi volume filler serat
agave sisalana sebesar 10%, 20%, 30%, dan
40% (v/v) dan matrik (pati ubi jalar dan ubi
jalar dan gliserol).
Variabel Terikat
Variabel terikat yang digunakan pada
penelitian ini adalah :
1. Kekuatan Bending
2. Biodegradabelitas bahan
Variabel Terkontrol
Variabel kontrol pada penelitian ini
adalah:
1. Gliserol 20 %
2. Temperatur gelatinisasi 700 C
3. Kecepatan putar blender 30 rpm
4. Kecepatan bending 1 mm/menit
Alat dan Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
a. Mesin Pengujian Tarik (Universal
Machine Testing) terlampir
b. Timbangan digital, (terlampir)
c. Cetakan _pecimen, (terlampir)
d. Mesin Blender, (terlampir)
e. Gelas ukur (terlampir)
f. Oven pemanas, (terlampir)
g. Kamera digital, (terlampir)
Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
a. Pati Ubi jalar (terlampir)
b. Gliserol komersial (terlampir)
c. Serat agave sisalana (terlampir)
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Data Hasil Pengujian
Pengujian Bending
Berdasarkan pengujian bending
menggunakan mesin bending UTM
(Universal Testing Machine, Time Group Inc
WDW 20E) diperoleh data pembebanan.
Data-data dari pengujian kemudian
dimasukkan dalam persamaan-persamaan
sehingga di dapatkan kekuatan bending.
Hasil pengujian diperoleh besarnya
kekuatan bending biokomposit kombinasi
serat agave sisalana adalah sebagai berikut:
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
26
Tabel 1. Data hasil pengujian bending
Tabel 1 menunjukkan hasil kekuatan
bending dalam (Newton) dimana setiap
variasi fraksi volume serat dilakukan 3 kali
perulangan dan diperoleh data hasil rata-
ratanya. Data-data diatas menunjukkan
hasil dari pengujian bending dengan data
awal dalam Kn kemudian ditransfer
menjadi _ewton. Untuk fraksi volume serat
10 % diperoleh data ketiganya 2 N
sehingga rata-rata bebannya adalah 2 N.
Sedangkan untuk fraksi volume serat 20%
beban rata-rata yang diperoleh sebesar 2,67
N dan lebih kecil daripada beban yang
diterima pada fraksi volume serat 30%
yaitu sebesar 4,67 N. Beban rata-rata pada
fraksi volume serat 40% memiliki nilai
tertinggi dari ketiga fraksi volume serat
yang lainnya. Dari data data ini kemudian
diolah atau dianalisis menggunakan anlasis
varian.
Maka dari perhitungan persentasenya
diketahui bahwa antara fraksi volume serat
10% dan fraksi volume serat 20% terjadi
kenaikan kekuatan bending sebesar 3,35%.
Sedangkan pada fraksi volume serat 20%
ke fraksi volume serat 30% terjadi kenaikan
tegangan sebesar 74,9%. Kemudian pada
fraksi volume serat 30% ke fraksi volume
serat 40% terjadi kenaikan sebesar 71,3%.
Dari sini dapat diketahui bahwa kekuatan
bending fraksi volume serat semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya
fraksi volume serat. Akan tetapi
peningkatan yang signifikan terjadi pada
fraksi volume serat yang lebih banyak yaitu
pada fraksi volume serat diatas 30%, hal ini
mengindikasikan bahwa bertambahnya
fraksi volume serat meningkatkan
kekuatan bendingnya.
Analisis Varian pada Pengujian Bending
Analisis Varian digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh variasi
fraksi volume filler serat agave sisalana
terhadap kekuatan bending sehingga dapat
diketahui hasil analisis variannya. Apabila
nilai Fhitung yang diperoleh lebih besar dari
Ftabel berarti faktor yang diuji berpengaruh
nyata. Namun apabila Fhitung lebih kecil dari
Ftabel berarti faktor yang diuji tidak
berpengaruh. Data dari tabel 4.1 (data
kekuatan bending) tiap sel pengamatan
dianalisis dengan teknik ANOVA
(Harinaldi: 2005, 192), yaitu untuk
mengetahui pengaruh variasi fraksi volume
filler serat terhadap kekuatan bending,
tahapan perhitungannya sebagai berikut:
1. Hipotesis
H0: µ1 = µ1 =… = µk (Tidak ada
pengaruh nyata)
H1: tidak seluruh mean populasi sama
µ1 ≠ 0 (Ada pengaruh nyata)
2. Perhitungan Rasio Uji (RU)
Tabel 2. Tabulasi Perhitungan Pengujian
Bending
3. Pengambilan Keputusan secara
Statistik
Tabel 3. Analisis Varian Satu Arah
Biokomposit pada Pengujian Bending
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
27
Berdasarkan tabel 4.3. dapat ditarik
kesimpulan:
Fhitung > Ftabel;, maka H0: ditolak dan H1:
diterima berarti variasi fraksi volume filler
serat berpengaruh nyata terhadap kekuatan
bending dengan tingkat keyakinan 95%.
Hubungan antara Fraksi Volume Serat
dengan Kekuatan Bending
Dari pengujian bending komposit
diperoleh trend yang menaik dimulai dari
tegangan 2 MPa ke 2,47 MPa kemudian
terjadi kenaikan ke 4,47 MPa sampai pada 8
MPa hal ini dikarenakan oleh adanya
pengaruh penambahan volume serat agave
sisalana dan distribusi arah serat. Dari hasil
diatas menunjukkan bila serat semakin
banyak serat maka tegangan bendingnya
semakin tinggi. Dan semakin meningkat
kekuatan bending ini dikarenakan ikatan
antara matrik dan serat semakin kuat
komposit yang semakin besar. Semakin
banyak serat yang digunakan, dimensi
komposit akan semakin besar pula.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini ditarik kesimpulan
bahwa fraksi volume filler serat agave
sisalana berpengaruh terhadap kekuatan
bending dan biodegradabeliatas
biokomposit matrik pati ubi jalar dan
gliserol. Kekuatan bending terkecil pada
fraksi volume serat 10% sebesar 2 Mpa dan
kekuatan bending terbesar pada fraksi
volume serat 40% sebesar 8 Mpa.
Kemudian pada uji biodegradable
menunjukkan serat dengan fraksi volume
10% paling cepat terdegradasi dengan
persentase terurai terbesar 53,8% pada 10
hari biodegradable dan persentase terkecil
pada fraksi volume serat 40% pada waktu
30 hari sebesar 12,28%. Pada proses
biodegradable fraksi volume serat terkecil
memperlihatkan hasil paling cepat terurai
dalam tanah karena mikroorganisme
terlebih dahulu menguraikan matrik
biokomposit sebelum seratnya. Oleh
karena itu material biokomposit ini dapat
diaplikasi sebagai kotak kemasan
makanan setara material styrofom karena
kekuatan bendingnya telah terpenuhi.
Saran
Dari hasil penelitian ini telah
membuktikan bahwa material biokomposit
ini dapat terdegradasi secara alami dan
dapat diaplikasikan pada kotak kemasan
makanan, dari sini saran yang dapat
diberikan antara lain:
1. Pengembangan-pengembangan pada
variasi-variasi bahan yang lain dari
penelitian ini dengan menambah
material lain (semisal; chitosan, borak,
atau variasi-variasi yang lain).
2. Pengembangan pada model-model
dan metode-metode yang lain seperti
pada proses pencetakan, proses
pembuatan cetakan biokomposit dan
sebagainya, sehingga dapat digunakan
untuk aplikasi-aplikasi yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Antarlina, S.S. 1994. Utilization of sweet
potatoes flour for making cookies and cake.
p. 127-132. In K.H. hendroatmodjo, Y.
Widodo, Sumarno, and B. Guritno
(Eds). Research Accomplishment of
Root Crops for Agricultural
Development in indonesia. Research
Institute for Legume and Tuber Corps,
Malang indonesia
ASTM. 1997.ASTM D 790 Flexural Properties
of Unreinforced and Reinforced Plastic
(Plastic, Composite, and Insulating
Material).
Balittas. 2005. Studi Kelayakan Agrobisnis
Tanaman Serat. Laporan Hasil
Penelitian Balai Penelitian Tanaman
Tembakau dan Serat, Malang. (Tidak
dipublikasikan)
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
28
Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik
Indonesia; Harvested Area, Yield Rate and
Production of Cassava by Province.
Available at: http://www.data statistik
indonesia.com/component/option,comt
abel/kat,1/idtabel,111/Itemid,165
(diakses tanggal 6 Januari 2009)
Firdaus F. dan Anwar C.. 2004. Potensi
limbah padat cair industri tepung tapioka
sebagai bahan baku film plastik
Biodegradabel. Jurnal LOGIKA, Vol. 1,
No. 2, Juli 2004. ISSN: 1410-2315
Gaga. 2001. Ubijalar sebagi Tantangan.
Http://ristek.go.id. Februari 2010.
Gibson, Ronald.1994. Principles of composite
material. New York:Mc Graw Hill
Holmes. Caroline A. 2005. Sumary report for
europan union 200-2005, IENECA.
Agrycultural and strategy group
central scince laboratory. Sand Hutton
York YO 41 1LZ : 1-149
Joseph K. 1999. A Review on Sisal Fiber
Reinforced Polymer Composites. Journal
of Composite Scince, Rio de Jeneiro.
V.3, n.3, p.367-379,1999
Inderjeet Kaur dan Neena Gautam, 2010.
Starch Grafted Polyethylene Evincing
Biodegradation Behaviour. Malaysian
Polymer Journal, Vol. 5, No. 1, p 26-38,
2010
Karnawidjaya Maulana. 2008. Pemanfatan
Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edibe
Film. Word paper BESWAN DJARUM
Djarum 2008-2009.
Long Yu and Lin Cheng. 2009. Polimeric
Material From Rrenewable Resource.
Biodegradable Polymer Blends and
Composites from Renewable
Resources. Edited by Long Yu. 2009.
Publisher; John Wiley & Sons, Inc
Matthews F. L. And R. D. Rawling 1994.
Composite Material Engineering Science
Technology and Medicine, Chopman &
Hall. London.
Narayan, R. 2001. Drivers for
biodegradable/compostable plastics and role
of composting in waste management and
sustainable agriculture; Report Paper.
Orbit Journal 2001, 1(1), 1-9.
Nopianto Eko. S. 2009. Pengetahuan Bahan
Agroindustri (PATI). Mahasiswa;
Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 29
April 2009.
http://polimer.blogspot.com/februari_2
010
Rahmani Rita M., 2005. Studi Pemanfaatan
pati Garut untuk Plastik Biodegradable.
Minor Thesis. Jurusan Fisika, FMIPA,
UB. Malang, 2005.
Rukmana, Rahmat. 1997. Ubi jalar: budi daya
dan pascapanen. Yogyakarta:
Kanisius,1997.
Santoso, Budi. 1992. Budidaya Tanaman
Agave (Agave Sisalana). Buletin Hasil
Penelitian Balai Penelitian Tanaman
Tembakau dan Serat. Balitas Malang.
ISSN: 0854-1604
Satin morton, 1996. Functional properties
Starch. FAO. Agricuktural and food
engineering technologies service. 1996
Schwartz Mel M. 1996. Composite Material.
Properties Nondestructive Testing and
Repair. Prentire Hall. New Jersey.
Tito Tegar. 2008. Pengembangan PLA sebagai
Kemasan Ramah Lingkungan Berbasis Ubi
Kayu. Word Paper Tulis BESWAN
DJARUM tahun 2008-2009.
Van Gerpen J.. 2005. Biodiesel Processing
And Production, Fuel Processing
Technology, 86, 1097-1107.
Zuraida Nani .2003. Sweet Potatoes as an
Alternative food suplemen during rice
shortage. Jurnal Litbang pertanian. 22
(4): 150-155
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
29
PENGARUH PENAMBAHAN BORAK DAN khitosan TERHADAP KEKUATAN
TARIK BIOKOMPOSIT SERAT RAMI BERMATRIK SAGU
Kholis Nur Faizin
Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
kholisnurfaizin@yahoo.com
Abstrak
Aplikasi penelitian ini untuk peredam door trim panel pintu mobil. Peredam door trim
yang direncanakan adalah yang memiliki kekuatan tarik, dan kekerasan yang lebih baik
dari peredam door trim yang terbuat dari poliester. Biokomposit pada penelitian ini adalah
biokomposit serat rami dengan matrik tepung sagu, dengan penambahan khitosan dan
borak diharapkan biokomposit ini mempunyai kekuatan tarik dan kekerasan yang
meningkat. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah komposit serat
pendek dengan penyusunan acak dibuat dengan pencetakan dan penekanan (press)
dengan fraksi volume serat 30% dan matrik 70%, penelitian yang dilakukan adalah
memfariasikan zat adiktif berupa khitosan dan borak dengan variasi penambahan borak
berturut turut 0%,3%,6%,9% dan variasi penambahan khitosan berturut turut 10%, 20%,
30%, dan 40%. Pengujian dilakukan dengan pengujian tarik standar ASTM D 638-03 dan
pengujian kekerasan Rockwell astm D 785, dari pengujian tarik pada penelitian ini
diperoleh hasil kekuatan tarik terkecil adalah pada penambahan khitosan 10% dan borak
0% yaitu sebesar 4.17Mpa dan hasil pengujian tarik terbesar yaitu pada penambahan
khitosan 40% dan borak 9% yaitu sebesar 6.86Mpa. Sedangkan pada pengujian kekerasan
menunjukkan bahwa kekerasan terendah juga pada penambahan khitosan 10% dan borak
0% yaitu sebesar 96HRB dan tertinggi padapenambahan khitosan 40% dan borak 9% yaitu
176HRB.
Kata kunci: biokomposit, kekuatan tarik, kekerasan, serat rami.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemajuan dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi yang pesat
serta makin naiknya laju pertambahan
penduduk dunia, ternyata telah memicu
semakin intensifnya penggunaan
sumberdaya alam tanpa pengawasan dan
kendali.Hal tersebut jelas berdampak tidak
baik bagi keseimbangan ekologi dan
kualitas lingkungan hidup, dan juga
diperparah oleh rendahnya kesadaran
individual dan masyarakat untuk
senantiasa menjaga keseimbangan
lingkungan. Ketidakseimbangan
lingkungan di daerah pedesaan maupun
perkotaan diperkirakan akibat pengelolaan
lingkungan oleh manusia sebagai pelaku
utamanya dalam mata rantai ekosistem
yang tidak baik. Selain eksploitasi besar
besaran pada ruang terurai sempurna.
Banyak limbah plastik yang terkumpul dan
tidak terurai sempurna mengakibatkan
daya serap tanah terhadap air akan sangat
berkurang. Produksi suatu produk atau
komoditas beriringan dengan adanya
konsumsi atau produk komoditas itu
sendiri. Sebagai bahan baku utama yang
berasal dari sumberdaya alam yang secara
alami ada dua kemungkinan
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
30
ketersediaannya, yaitu dapat diperbaharui
dan tidak dapat diperbaharui.
Rumusan Masalah
Pada Tesis ini rumusan masalah
yang akan di bahas adalah ”Bagaimanakah
pengaruh persentase boraks dan khitosan
terhadap kekuatan tarik dan kekerasan
biokomposit serat rami bermatrik pati
sagu?”.
Batasan Masalah
Batasan-batasan masalah tersebut
adalah :
1. Matrik yang digunakan berasal dari
pati sagu.
2. Filler yang digunakan adalah serat
rami.
3. Komposisi serat 30% dari total
biokomposit.
4. Komposisi polimer sagu telah
ditentukan
5. Hanya membahas variasi penambahan
boraks, khitosan pada matrik sagu.
6. Hanya membahas kekuatan tarik.
7. Pola campuran / penataan serat adalah
random / acak.
8. Menggunakan serat pendek dengan
panjang 2mm.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang diharapkan
yaitu untuk mengetahui hasil analisa sifat
mekanik (pengaruh persentase boraks dan
khitosan terhadap kekuatan tarik (Tensile
Strength), dan kekerasan biokomposit serat
rami bermatrik sagu (organik).
TINJAUAN PUSTAKA
Plastik merupakan suatu komoditi
yang sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Hampir semua peralatan atau
produk yang digunakan terbuat dari
plastik dan sering digunakan sebagai
pengemas bahan baku. Namun pada
kenyataannya, sampah plastik menjadi
masalah lingkungan berskala global karena
plastik membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk mengalami proses daur ulang.
Pengembangan bahan plastik
biodegradabel (bioplastik) merupakan
salah satu alternatif untuk mengatasi
masalah ini. Pengembangan bahan plastik
biodegradabel (bioplastik) menggunakan
bahan alam terbarui (renewable resources)
sangat diharapkan. Plastik biodegradabel
atau biopolimer yaitu plastik yang terbuat
dari senyawa-senyawa yang dapat ditemui
dialam.
Salah satu matrik penyusun bio
polimer adalah sagu, beberapa penelitian
yang menunjukkan Potensi sagu
(Metroxylon sagu Rottb). digunakan untuk
bahan industri dan pangan sejak 1970-an,
namun perkembangannnya statis. Sagu
merupakan tumbuhan asli Indonesia.Pada
Tepung sagu terdapat amilosa 27% dan
amilopektin 73%. Hutan sagu Indonesia
dapat menghasilkan 5 juta ton pati kering
per tahun, keunggulan utama sagu adalah
kemampuan produksinya yang tinggi.
Produksi sagu yang dikelola dengan baik
menghasilkan 25 ton pati kering/ ha/tahun.
Produktivitas ini sebanding tebu, lebih
tinggi dibandingkan dengan ubi kayu dan
kentang dengan produktivitas pati kering
10-15 t/ha/tahun. Konsumsi pati sagu
dalam negeri hanya sekitar 210 ton atau
baru 4-5% dari potensi produksi.
(Sumaryono, 2007)
Salah satu jenis serat yang
merupakan serat alam terkuat adalah serat
rami, beberapa penelitian yang pernah
dilakukan yaitu: (Marsyahyo, 2005)
menunjukkan bahwa diameter serat rami
(jenis rami Cina super) dari Garut adalah
sekitar 0.034 mm. Menurut Mueller dan
Krobjilobsky, massa jenis serat rami adalah
1.5 – 1.6 gr/cm3 dan kekuatan tarik serat
rami berkisar 400 – 1050 MPa. Modulus
elastisitas dan regangannya adalah sekitar
61.5 GPa dan 3.6%. Umumnya, serat rami
memiliki diameter sekitar 0.04 – 0.08 mm.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
31
Data yang didapat menunjukkan bahwa
besarnya produksi beberapa serat alam
dunia adalah: rami 100.000 ton/tahun,
kenaf 970.000 ton/tahun, rosella 250.000
ton/tahun, dan abaca 70.000 ton/tahun
(Eichhorn, 2001).
Widiarto (2004) melakukan
penelitian film yang berasal dari PVA dan
pati sagu murni. Penambahan jumlah film
PVA dapat meningkatkan kekuatan tensile
dan pengurangan persen perpanjangan.
Untuk menambah kekuatan tarik dan
persen perpanjangan film campuran pati
sagu dan PVA maka ditambahkan boraks.
Boraks berfungsi sebagai pengeras karena
mempunyai ikatan crosslink.
Selain boraks sebagai pengeras
terdapat juga penambahan khitosan sebagai
zat additif pada plastik yang berfungsi
untuk mengurangi daya resap air. Maya
Utari (2008) melakukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh formulasi agar –
agar Gracilaria Coronopifolia-Kitosan dengan
Gliserol sebagai plasticizer terhadap sifat
mekanik dan ketahanan air bahan
bioplastik serta untuk menentukan
keadaan yang terbaik temperatur
gelatinisasi serta formulasi campuran
antara agar-agar Gracilaria Coronopifolia-
Kitosan dengan Gliserol dalam pembuatan
(bioplastik). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semakin banyak kitosan yang
digunakan dapat meningkatkan ketahanan
bioplastik terhadap air, namun tidak
mempengaruhi sifat mekanik dan persen
perpanjangan bioplastik.
Penambahan boraks sebagai
pengeras dan khitosan sebagai pengurang
resapan air diharapkan mampu menaikkan
kekuatan tarik dan kekerasan biokomposit
serat rami bermatrik sagu, karena kekuatan
biokomposit sangat dipengaruhi oleh
komponen penyusunnya. Zat additive
khitosan bersifat hidrofobik sedangkan pati
sagu bersifat hidrofolik, serta borak bersifat
hidroskopik, ketiga material ini jika
digabungkan diharapkan dapat
menjadikan biokomposit plastik yang lebih
baik pada kekuatannya, kekerasannya,
keuletannya serta dapat terurai oleh alam.
Serat rami sebagai Pengisi (Filler)
Menurut Mueller dan Krobjilobsky,
massa jenis serat rami adalah 1.5 – 1.6
gr/cm3 dan kekuatan tarik serat rami
berkisar 400 – 1050 MPa. Modulus
elastisitas dan regangannya adalah sekitar
61.5 GPa dan 3.6%. Umumnya, serat rami
memiliki diameter sekitar 0.04 – 0.08 mm.
Sagu
Pati sagu merupakan hasil ekstraksi
empulur pohon sagu (Metroxylon sp) yang
sudah tua (berumur 8-16) tahun.
Komponen terbesar yang terkandung
dalam sagu adalah pati. Pati sagu tersusun
atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang
merupakan fraksi linier dan amilopektin
yang merupakan fraksi cabang.
Kandungan amilopektin pati sagu adalah
73%± 3 (Ahmad and Williams, 1998). Pati
sagu memiliki karakteristik seperti yang
dijelaskan Ahmad and Williams (1998)
yaitu memiliki ukuran granula rata-rata 30,
kadar amilosa 27%± 0 3, suhu gelatinisasi
pati 70 0C, entalpy gelatinisasi 15-17 J/g.
Boraks
Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu
Bouraq. Merupakan kristal lunak lunak
yang mengandung unsur boron, berwarna
dan mudah larut dalam air. Boraks
merupakan garam Natrium Na2 B4O7
10H2O yang banyak digunakan dalam
berbagai industri non pangan khususnya
industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan
keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat
dengan campuran boraks. (Wikipedia,
2007)
Khitosan
Khitosan berasal dari khitin yang
telah mengalami proses penghilangan
gugus asetil (deasetilisasi). Khitosan bersifat
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
32
larut dalam suatu larutan asam organik,
tetapi tidak larut dalam pelarut organik
lainnya, seperti dimetil sulfida, dan juga
tidak larut pada pH 6,5. Pelarut khitosan
yang baik adalah asam asetat. (LIPI
Biomaterial, 2004)
Sifat-sifat khitosan diantaranya
adalah struktur molekulnya tertentu,
dalam keadaan cair sensitif terhadap
kekuatan ion tinggi, dan daya repulsif
antara fungsi amin menurun sesuai dengan
fleksibilitas rantai khitosan.
Penggabungannya dalam ruang distabilkan
oleh ikatan hidrogen di dalam dan di luar
rantai, menghasilkan suatu molekul
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan
dilaksanakan adalah penelitian nyata dan
dibagi dalam beberapa tahapan antara lain
yaitu :
1. Studi Literatur.
2. Studi Lapangan.
3. Pembuatan dan pengujian
spesimen biokomposit.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama
enam bulan. Tempat yang digunakan
untuk penelitian yaitu :
1. Laboratorium Bahan, Politeknik
Kediri.
2. Balai serat (BALITAS) Karangploso
Malang.
Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
a. Timbangan digital, mesin Blender.
b. Cetakan specimen, mesin
pengujian tekan, mesin pengujian
tarik, mesin uji kekerasan, gunting,
sendok pengaduk, exhaust box,
gelas ukur.
c. Magnetic Stirrer, PH meter.
d. Clean bench, Cawan Petri.
Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
Kanji, serat rami, asam, asetat.
aquase, chitosan, boraks.
Variabel Penelitian
Variabel Bebas
a. Persentase khitosan pada matrik
sagu.
b. Persentase borak pada matrik sagu.
Variabel Terikat
Kekuatan Tarik.
Variabel Terkontrol
a. Fraksi volume serat rami 30%
b. Fraksi volume matrik sagu 70%
c. Arah serat acak / random
d. Putaran blending matrik 110 rpm
e) Ukuran serbuk khitosan 100 mesh
f) Ukuran serbuk boraks 100 mesh
g) Tekanan mesin press 10kg
h) Standart uji tarik ASTM D638
Prosedur Penelitian
a. Mempersiapkan serat penguat polimer
Serat rami dicuci dengan air bersih
untuk menghilangkan debu dan
kotoran dikeringkan dalam oven,
kemudian serat rami diambil dan
disimpan dalam tempat yang
kering.
b. Pembuatan spesimen uji
1. Dilakukan penimbangan serat rami
dan sagu sesuai dengan variabel
bebas, menyiapkan cetakan pada
posisi siap cetak
2. Penimbangan sejumlah massa
sagu.
3. Pembuatan larutan khitosan melalui
penambahan aquades sesuai dengan
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
33
jumlah volume dihitung pada gelas
ukur. Larutan sagu pada gelas
ukur 150 mL dan larutan khitosan
pada gelas ukur 150 mL, persiapan
larutan chitosan dan borak,
4. Hidupkan Blender, letakkan gelas
ukur 500 ml berisi larutan sagu
pada Blender kemudian hidupkan
magnetic stirrer.
5. Tambahkan larutan khitosan dan
borak kedalamnya dan aduk (mix)
selama 25 menit.
6. Setelah homogen, matikan blender,
Keluarkan gelas ukur berisi
larutan,
7. Panaskan campuran pada suhu
700C kemudian dinginkan sebelum
dicetak.
8. Tuangkan larutan (sebanyak 8
gram) ke dalam cetakan Teflon,
pembuatan biokomposit dengan
press dengan satu lapis serat rami,
dimasukkan oven dengan
pemanasan 600C
9. Potong sesuai dengan ukuran
ASTM D638-03 dan ASTM D785.
10. Letakkan specimen ke dalam oven
pada T = 60oC selama 4 jam.
11. Setelah dikeringkan didalam oven.
12. Kemudian simpan komposit
didalam desikator selama 24 jam.
13. Setelah disimpan didalam
desikator, maka biokomposit siap
untuk dianalisis.
c. Pengujian spesimen
1. Pengujian Tensile (ASTM D 638-03).
Rancangan Penelitian
Data perulangan yang dipakai
pada penelitian ini sebanyak 3 kali,
sehingga dari 3 kali 4 variabel bebas dan
4 variabel terikat membutuhkan 48
spesimen.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Tarik
Hubungan khitosan terhadap tegangan
tarik.
Gambar 2. Grafik hubungan penambahan
khitosan terhadap kekuatan tarik
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
34
Hubungan antara borak terhadap
tegangan tarik.
Gambar 3. Grafik hubungan penambahan
borak terhadap tegangan tarik dengan
penambahan persentase khitosan
Hubungan khitosan dan borak terhadap
tegangan tarik.
Gambar 4. Grafik hubungan penambahan
borak dan penambahan khitosan terhadap
kekuatan tarik biokomposit serat rami
bermatrik sagu
PEMBAHASAN
Hubungan Penambahan Khitosan Dan
Borak Terhadap Kekuatan Tarik
Biokomposit Serat Rami Bermatrik Sagu
Dari grafik 1 tegangan tarik
terendah adalah 4,17MPa pada paduan
khitosan 10% dan borak 0% pada variasi ini
diketahui bahwa campuran khitosan dan
pati sagu membentuk ikatan mekanik,
kemudian jika dilihat dari grafik 1
tegangan tarik akan terus naik pada
penambahan khitosan 20% dan borak 0%
menjadi 4,47Mpa, dari kenaikan ini dapat
dihitung sebagai berikut:
persentase kenaikan 10% ke 20% khitosan
sebesar
4,47-4,17X100% =7,19%
4,17
Peningkatan kekuatan tarik dari 20% ke
30% khitosan sebesar
4,73-4,47X100% =5,81%
4,47
Peningkatan kekuatan tarik dari 30% ke
40% khitosan sebesar
4,97-4,73X100% =5,07%
4,73
Maka dari perhitungan
persentasenya diketahui bahwa antara
penambahan khitosan 10% ke 20% terdapat
kenaikan kekuatan tarik 7,19%. Hal ini
menunjukkan sifat dari khitosan yang
berpengaruh terhadap kekuatan tarik,
sedangkan penambahan khitosan 20% ke
30% terjadi peningkatan kekuatan tarik
sebesar 5,81% pada titik ini tanpa
penambahan borak sekalipun kekuatan
tarik terlihat meningkat, perbedaan
persentase dari 7,19% menjadi 5,81%
terlihat ada penurunan sebesar 1,38%,
kemudian pada penambahan khitosan dari
30% ke 40% terjadi kenaikan sebesar 5,07%
kenaikan ini sangat kecil sekali jika
dibandingkan dari kenaikan sebelumnya
hal ini menunjukkan bahwa campuran dari
khitosan mempengaruhi sifat pati sagu,
membentuk ikatan mekanik matrik,
kekuatan tarik meningkat disertai
penambahan khitosan. Khitosan ini berupa
larutan kental yang dicampurkan dengan
larutan pati sagu ketika ditambahkan
dengan variasi 10% dengan borak 0%
ikatan mekanik yang terbentuk didominasi
oleh larutan pati sagu, larutan akan terlihat
lebih terang dan lebih transparan, pada
waktu pembuatan spesimen terlihat bahwa
larutan khitosan meningkatkan viskositas
larutan matrik. Gambar spesimen
penambahan khitosan 10% dan borak 0%
dapat dilihat terdapat beberapa kegagalan
pengujian tarik terlihat dari awal
permulaan retakan yang terlihat sebagian
arah serat terorientasi mengarah sepanjang
specimen dan juga melintang tegak lurus
arah specimen. Pada gambar 5 juga terlihat
bahwa retak dimulai dari sisi samping kiri
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
35
specimen dan samping kanan specimen
kemudian merambat hingga tengah
specimen, dan juga terlihat debounding
serat , debounding terjadi pelepasan serat
pada matrik karena ikatan yang semakin
lemah.
Gambar 5. kegagalan pada pengujian tarik
biokomposit serat rami bermatrik sagu
pada penambahan khitosan 10% dan borak
0%
Gambar 6 Penampang melintang kegagalan
pada pengujian tarik biokomposit serat
rami bermatrik sagu pada penambahan
khitosan 10% dan borak 0%
(a)
(b)
Gambar 7. (a) perbesaran 15x awal retak
kanan spesimen. (b) perbesaran 15x awal
retak kiri specimen penampang melintang
kegagalan pada pengujian tarik biokomposit
serat rami bermatrik sagu pada
penambahan khitosan 10% dan borak 0%
Gambar 6 menunjukkan patahan
bikomposit serat rami bermatrik sagu,
terlihat dari patahan ini berupa serabut
serabut serat yang mengalami pull out,
ikatan serat pada matrik telah putus, juga
terlihat beberapa debounding serat terlihat
dengan jelas ikatan matrik terlepas dari
serat rami, matrik terlihat menggumpal
dan berwarna kehitam-hitaman sepanjang
luasan potongan spesimen berfungsi
merekatkan masing masing potongan serat
rami. Terjadi banyak potongan serabut
serat hal ini menunjukkan ikatan matrik
terhadap serat kurang kuat, sehingga
ikatan mekanik yang terbentuk mudah
lepas. dari grafik 2 menunjukkan trendline
yang meningkat jika borak ditambahkan
pada campuran matrik biokomposit,
tegangan tarik rata-rata pada spesimen
tanpa penambahan borak atau borak 0%
dan khitosan 10% adalah 4,17MPa,
sedangkan tegangan tarik pada
penambahan borak 3% dan khitosan 10%
adalah 4,33MPa, pada titik ini komposisi
borak menyebabkan ada penambahan
kekenyalan pada matrik sagu, persentase
kenaikan dari 0% ke 3% diperoleh dengan:
4,33-4,17X100% =3,83%
4,17
(a)
(b)
Gambar 8. (a) perbesaran 10x (b)
perbesaran 15x patahan 10% khitosan dan
3% terlihat pull out dan debounding.
10
x
matrik
deboundin
g
Pull
out
10x
15x Pull out
15x
Pull
out
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
36
Gambar 8 menunjukkan bahwa
ikatan matrik dan serat biokomposit 3%
borak ikatan matrik lebih erat dari
specimen 0% borak terlihat lebih sedikit
debounding,matrik menjadi lebih rekat dan
lebih hitam, dari grafik 3 tegangan tarik
terus meningkat hingga penambahan borak
6% yaitu sebesar 4,38 Mpa, persentase
kenaikan tegangan tarik ini adalah:
4,71-4,33X100%=8,77%
4,33
(a)
(b)
Gambar 9. (a) perbesaran 10x (b)
perbesaran 15x kegagalan pengujian tarik
pada biokomposit serat rami bermatrik
sagu dengan penambahan borak 6% dan
khitosan 10%.
Gambar 9 menunjukkan bahwa
putusnya ikatan dimulai oleh putusnya
ikatan matrik, sedangkan serat masih
mampu menahan beban tarik, matrik
terlepas dari serat menyebabkan
penampakan berupa serabut serat, setelah
serat tidak mampu menahan beban tarik
maka serat akan putus dan terlihat pull out
serat rami. Kemudian dari grafik 5.2 pada
point 9% tegangan tarik mencapai 4,75MPa,
persentase kenaikan dari 6% ke 9% adalah
sebesar:
4,76-4,71X100%=1,06%
4,71
Pada penambahan borak 6% ke
khitosan 9% kenaikan persentase tidak
terlalu besar hanya sebesar 1,06% hal ini
disebabkan karena borak mempunyai
kemampuan yang menyeimbangkan sifat
patisagu yang mudah meresapkan air. Jika
dilihat dari trendline persentase kenaikan
borak dari 0% hingga 9% tegangan tarik
akan terus meningkat namun persentase
kenaikan akan menurun, nilai persentase
kenaikan tegangan tarik optimum
didapatkan pada poin penambahan borak
antara 6% hingga 9% hal ini karena
semakin banyak borak maka larutan
pembentuk matrik semakin mengental dan
dengan teknik pencampuran yang baik
didapatkan ikatan yang bagus antara
matrik dan penyusunnya. Spesimen
dengan penambahan 9% borak dan 10%
khitosan dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
(a)
(b)
Gambar 10 (a) perbesaran 10x kegagalan
pengujian tarik pada biokomposit serat
rami bermatrik sagu dengan penambahan
borak 9% dan khitosan 10%. (b) perbesaran
15x kegagalan pengujian tarik pada
biokomposit serat rami bermatrik sagu
dengan penambahan borak 9% dan khitosan
10%
Gambar 9 mengidentifikasikan
kegagalan pada patahan specimen borak
9% dan khitosan 10%, terdapat beberapa
Matrik komposit
Pull out
15x
10
x
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
37
serat yang masih melekat erat pada
matriknya, tetapi juga masih terdapat
beberapa yang mengalami pull out hal ini
juga menunjukkan kalau ikatan matrik
terhadap serat pada specimen masih
kurang sempurna, hal ini dikarenakan
larutan matrik belum seimbang, bisa jadi
akibat kadar khitosan terlalu sedikit,
kandungan matrik lebih banyak pati
sagunya.
(a)
(b) (c )
Gambar 11. (a) perbesaran 10x, (b)
perbesaran 15x pull out, (c). perbesaran 15x
debounding pada kegagalan pengujian
tarik pada biokomposit serat rami
bermatrik sagu dengan penambahan borak
9% dan khitosan 40%.
Gambar 11 menunjukkan patahan
biokomposit serat rami bermatrik sagu
dengan penambahan borak 9% dan khitosan
40% pada patahan ini masih terdapat
beberapa serat yang mengalami pull out
dan debounding, tetapi jumlah serat yang
mengalaminya lebih sedikit dari pada
patahan spesimen gambar 6 dan gambar 7
hal ini menunjukkan bahwa ikatan antara
matrik dan serat sudah lebih baik,
komposisi dan perbandingan volume
antara sagu, borak, khitosan sudah
seimbang, karakter dan sifat masing-
masing menunjukkan hubungan yang
saling mempengaruhi, jika khitosan
ditambahkan hingga lebih 40% dari matrik
sagu maka adonan matrik menjadi lebih
encer namun setelah pencetakan, proses
penekanan, dan proses oven matrik
biokomposit akan sangat keras dan mudah
retak dan jika borak ditambahkan lebih 9%
adonan matrik adonan matrik biokomposit
akan sangat kental dan lengket sangat sulit
dilakukan proses pencetakan, kadar
pertimbangan persentase khitosan 40%
adalah sebagai cairan pengaduk sagu dan
borak, kadar borak 9% adalah sebagai
penyeimbang khitosan karena sifat borak
yang membuat adonan matrik kenyal dan
terjaga kelembapannya. Pada titik ini
didapatkan tegangan tarik tertinggi yaitu
sebesar 6,86MPa. Kekurangan polimer
matrik sagu adalah rendahnya sifat
mekanik yaitu kekuatan tariknya, jika
matrik sagu tanpa penambahan zat
additive matrik sagu ini mudah retak,
mudah patah, dengan penambahan zad
additive maka polimer sagu akan menjadi
lebih ulet, meningkat kekuatan tariknya.
Dari grafik 3 hubungan antara
penambahan khitosan dan borak terhadap
tegangan tarik terlihat bahwa tegangan
tarik rata rata terendah terjadi pada saat
penambahan khitosan 10% dan
penambahan borak 0% yaitu sebesar
4.17MPa sedangkan tegangan tarik rata
rata biokomposit serat rami bermatrik sagu
pada penambahan borak 3% dan khitosan
10% terjadi peningkatan tegangan tarik rata
rata sebesar 4.33MPa. Sedangkan nilai rata
rata tegangan tarik tertinggi sebesar
6.86MPa pada penambahan khitosan sebesar
40% dan penambahan borak 9%. Hal ini
disebabkan borak bersifat mampu menjaga
kelembapan air, meningkatkan kekakuan
dan kekenyalan. Sedangkan khitosan
bersifat hidrofobik, menghambat resapan
air, keras, kuat mampu menjadi pengawet
dan dapat meningkatkan sifat hidrofobik
dari pati sagu.
Pull out
15x
15x
debounding
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
38
PENUTUP
Kesimpulan
Disimpulkan bahwa semakin
besar penambahan khitosan semakin tinggi
kekuatan tarik biokomposit. Nilai tegangan
tarik terendah pada penambahan khitosan
10% dan borak 0% sebesar 4.17Mpa dan
sedangkan untuk penambahan khitosan
10% dan borak 3% sebesar 4.33Mpa. Nilai
tegangan tarikItertinggi pada penambahan
khitosan 40 % dan penambahan borak 9%
sebesar 6.86Mpa. Hal ini juga dapat dilihat
pada hasil pengujian kekerasan yaitu pada
penambahan borak 0% dan khitosan 10%
maka kekerasan terendah didapatkan
sebesar 96HRB dan pada penambahan
khitosan 40% dan borak 9% kekerasan
tertinggi rata rata didapatkan yaitu pada
poin 176HRB. Semakin tinggi penambahan
khitosan maka semakin adonan
biokomposit semakin pekat dan erat
sehingga ikatan matrik semakin kuat,
demikian juga dengan kekerasannya
semakin besar penambahan khitosan dan
borak maka biokomposit semakin keras.
Saran
1. Penelitian ini telah dilakukan pada
biokomposit dengan matrik dari sagu.
Karena bahan sagu adalah bahan yang
mudah didapatkan khususnya di
Indonesia. Selain itu diharapkan pada
peneliti selanjutnya untuk
memperluas bahan bio yang
digunakan sehingga variasi dari
matrik maupun additifnya dapat
berkembang.
2. Penelitian ini menggunakan serat
acak, diharapkan peneliti selanjutnya
menggunakan serat panjang untuk
lebih meningkatkan kekuatan tariknya
sehingga bisa didapatkan manfaat
yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Courtney, TH., 1999, Mechanical Behavi-or
Of Material, Mc. Graw, Hill In-
ternational Engineering, Material
Science/Metallurgy Series.
Djaprie Sriati. 1991. Teknologi Bahan. Jilid
1. Penerbit Erlangga. Jakarta
Gibson, Ronald.1994. Principles of
composite material. NewYork:Mc Graw
Hill
Schwartz Mel M. 1996. Composite
Material. Properties Nondestructuive
Testing and Repair. Prentire Hall. New
Jersey.
Shinroku,Saito. 1993 : 181Pengetahuan bahan
teknik, pradnya paramitha.Jakarta
Sumaryono. 2007. Tanaman Sagu Sebagai
Sumber Energi Alternatif. Warta
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Vol., 29. No 4. Badan
Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia. Bogor.
Ubaiti Arimi Firdaus, 2009. Pemanfaatan
Caco3 Dalam Kulit Udang Sebagai
Absorben Limbah Logam Berat Pada
Perairan
Utari, S.M. Darni, Y. Dan Utami, H. 2008.
Pemanfaatan Agar-Agar Gracilarna
Coronapifolia dan Kitosan Untuk
Pembuatan Plastik Biodegradabel dengan
Gliserol sebagi Plasticizer. Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-
II Universitas Lampung. 29-40.
Van Vlack. 2008, Natural fibre and
Biocomposites for technical
applications, Bioplastics Magazine, Vol.
3 (2008) 02, S. 12-15
Widhiarto Sony, 2004. Penyediaan Dan
Pencirianfilem Bio-Urai Daripada Kanji
Sagu Dan Poli(Vinil Alcohol). Laporan
Penelitian Dana Dipa PNPB. Unila.
Lampung.
www.wikipedia.org/2007/12/21/limbah-
cangkang-udang-menjadi kitosan.
http://content/pembuatan-khitin-bisnis-
masa-depan.2/html
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
39
APLIKASI SERAT SERABUT KELAPA BERMATRIK SAGU DAN GLISEROL
SEBAGAI PENGGANTI KEMASAN MAKANAN DARI STEROFOAM
Ahmad Dony Mutiara Bahtiar
Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
ayndon@yahoo.co.id
Abstrack
This research focuses on biocomposite material which is applied for food packaging to substitute
polystyrene packaging. The purpose of this research is to know the influence of coconut fiber
towards biocomposite streng tensil with sago palm matrix and glycerol. Sago palm and glycerol
is matrixes coming from biocomposite and coconut fiber as the filler. This research is using volume
glycerol fraction and sago palm, with sago palm as 10% plastisiser since the volume fraction has
the most optimum for 1.395v Mps and 70% glatinasi temperature, wherein volume biocomposite
fraction is 45% coconut fiber, 105 glycerol, and 45% sago palm has the optimum steng tensil of
4.744 Mpa. In comparison when volume fraction is 75% of coconut fiber, 10% of glycerol and
15% of sago palm, it makes the lowest average of kekuatan tarik of 1.187 MPa. Therefore,
bicomposite with sago palm matrix, glycerol, and coconut fiber still has bigger compared to
polyesterene steng tensil which is occasionally used for food packaging having 3.27 MPa.
Keywords : biocomposite, sago palm, glycerol, coconut fiber, steng tensil
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Alam telah mengajarkan kita
tentang kemasan misalnya jagung
terbungkus oleh selubung, dan berbagai
macam buah – buahan terbungkus oleh
kulitnya. Fungsi dari kemasan tersebut
adalah untuk mencegah dan mengurangi
kerusakan secara fisik seperti guncangan,
gesekan, benturan, dan getaran serta
pencemaran dari lingkungan sekitarnya,
Selain fungsi tersebut fungsi lain dari
pengemasan adalah mempermudah kita
dalam pengangkutan dan penyimpanan.
Kemudian adanya rencana pelarangan
penggunaan kemasan sintetis dalam jangka
waktu beberapa tahun ke depan semakin
meningkatnya penelitian akan solusi
pembuatan komposit yang ramah
lingkungan. Berbagai issue permasalahan
limbah non organik serat sintetis yang
semakin bertambah mampu mendorong
perubahan trend teknologi komposit
menuju natural composit yang ramah
lingkungan. Dengan berkembangnya
material biokomposit diharapkan mampu
menjadi salah satu material teknik yang
mampu mempunyai sifat ringan, tahan
korosi, dan sifat mekanisnya baik.
Keistimewaan lain adalah sifatnya yang
renewable atau terbarukan. Untuk
menghindari berbagai efek lingkungan
inilah, maka perlu adanya bahan alternatif
untuk aplikasi fiber yang berpenguat serat
komposit alam yang tentunya ramah
lingkungan. Sehingga mengurangi
penggunaan bahan kimia dan gangguan
lingkungan hidup.
Serat alami mempunyai banyak
kelebihan bila dibandingkan dengan serat
lainnya. Kelebihan serat alami adalah dapat
terdegradasi secara alami (biodegradability),
mempunyai karakteristik yang dapat
diperbaharui, ramah terhadap lingkungan,
memiliki massa jenis yang rendah, dan
mempunyai kekuatan spesifik dan
kekakuan yang tinggi daripada matriknya
sehingga dapat memperbaiki sifat mekanik
pada komposit (Sergio N. Monteiro, 2005).
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
40
Melalui penelitian ini saya mencoba
menggunakan serat alami yaitu serabut
kelapa sebagai filler biokomposit.
Tujuan Penelitian
Untuk mempengaruhi fraksi
volume serat serabut kelapa terhadap
kekuatan tarik biokomposit bermatrik sagu
dan gliserol.
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan salah satu
negara penghasil kelapa terbesar di dunia,
dengan total produksi diperkirakan
sebanyak 14 milyar butir kelapa. Tanaman
kelapa merupakan komoditas perkebunan
yang sangat potensial, disebut juga sebagai
pohon kehidupan karena semua bagian
tanaman kelapa bermanfaat bagi
kebutuhan hidup manusia. Buah kelapa
dapat menghasilkan berbagai produk yang
bernilai ekonomi tinggi seperti minyak,
tempurung, dan sabut. Serabut kelapa
merupakan hasil serat alam dari buah
kelapa hasil samping yang terbesar dari
buah kelapa, yaitu sekita 35% dari bobot
buah kelapa. Pengolahan buah kelapa
menjadi berbagai produk tersebut dapat
meningkatkan pendapatan petani 5-6 kali
lipat. Menurut United Coconut Association of
the Philippines (UCAP), dari satu buah
kelapa dapat diperoleh rata-rata 0,4 kg
sabut yang mengandung 35% serat. Serat
dapat diperoleh dari sabut kelapa dengan
cara perendaman dan mekanis. Sabut
kelapa sangat kaya dengan unsur Kalium
yang sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Oleh karena itu apabila sabut kelapa tidak
dipergunakan untuk produk-produk yang
laku dijual, maka dapat dikembalikan ke
kebun sebagai pupuk Kalium. Serabut
kelapa pada umumnya hanya dibuat sapu,
keset, dan sebagai bahan bakar saja. Tidak
kalah alasan pentingnya dilakukan
penelitian ini adalah, serat alam utama
yang digunakan pada penelitian ini yaitu
serabut kelapa, yang mana Indonesia
merupakan penghasil tumbuhan kelapa
terbesar di dunia. Oleh karena itu, serabut
kelapa yang boleh disebutkan sebagai
limbah dapat dijadikan nilai ekomis yang
lebih tinggi. Kemudian Benny Muhandis
Riyadie dari Universitas Diponegoro
Semarang Sebelum digunakan serat kelapa
diberikan perlakuan NaOH dengan
konsentrasi 5%. Menurut Kuncoro Diharjo
(2006) pada komposit yang diperkuat
dengan serat tanpa perlakuan, maka ikatan
(mechanical bonding) antara serat dan UPRs
menjadi tidak sempurna karena terhalang
oleh lapisan yang menyerupai lilin di
permukaan serat. Perlakuan NaOH ini
bertujuan untuk melarutkan lapisan yang
menyerupai lilin di permukaan serat,
seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran
lainnya. Dengan hilangnya lapisan lilin ini
maka ikatan antara serat dan matriks
menjadi lebih kuat, sehingga kekuatan
mekanik komposit menjadi lebih tinggi
khususnya kekuatan tarik. Namun,
perlakuan NaOH yang lebih lama dapat
menyebabkan kerusakan pada unsur
selulosa. Padahal, selulosa itu sendiri
sebagai unsur utama pendukung kekuatan
serat. Akibatnya serat yang dikenai
perlakuan alkali terlalu lama mengalami
degradasi kekuatan yang signifikan
sehingga kekuatannya semakin rendah.
Adapun matrik yang akan
digunakan sebagai pengikat dalam
biokomposit ini adalah adalah sagu
(Metroxylon sagu Rottb). Sagu merupakan
tanaman asli Indonesia. Tepung sagu
mengandung amilosa 27% dan amilopektin
73%. Adapun keunggulan dari tanaman
sagu adalah produktivitasnya sangat tinggi
dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain. Sehingga sagu yang
dikelola dengan baik dapat mencapai 25
ton pati kering/ ha/tahun. Produktivitas ini
setara dengan tebu, namun lebih tinggi
dibandingkan dengan ubi kayu dan
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
41
kentang dengan produktivitas pati kering
10-15 t/ha/tahun. Widiarto yang meneliti
Film yang terbuat dari PVA murni maupun
pati sagu adalah jernih. Bagaimanapun,
film yang diperoleh dari campuran
keduanya adalah sedikit legap,
dimungkinkan akibat daripada pemisahan
fasa. Sedangkan sagu saja kekuatan
tariknya masih kurang tanpa campuran
pemlastis. Dalam penelitian ini gliserol
sebagai campuran sagu sebagai pemlastis.
Muchrani Hasibuan yang meneliti
biokomposit sagu dan gliserol mempunyai
kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan
dengan kekuatan sagu tanpa campuran
gliserol.
Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 1. Siklus Konsep berpikir
Gambar 2. Diagram Interaksi Konsep
Penelitian.
METODOLOGI
Alat yang Digunakan
a. Timbangan Digital
b. Blender
c. Cetakan Spesimen
d. Mesin Pengujian Tarik
e. Mesin Pengepres Hidrolik
f. Gelas Ukur
g. Cawan Petri
h. Kamera
i. Pisau
Bahan yang Digunakan
Bahan- bahan yang digunakan adalah
sebagai berikut
a. Sagu (Kanji)
Potensi
Serabut
kelapa
Potensi
sagu
Proses Blending + Cetak +
Pengepresan
Biokomposit
Prosentase Prosentase
Uji tarik Foto
makroskopik
Aplikasi
Material
Potensi
Gliserol
Prosentase Prosentase
Serat serabut kelapa
Pati sagu
Gliserol
Biokomposit
Analisa
Kesimpulan
Uji tarik
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
42
b. Serabut Kelapa
c. Aquadest
d. Larutan NaOH
e. Gliserol
Variabel Penelitian
Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan adalah
perbandingan fraksi volume serabut kelapa
yaitu 15%, 30%, 45%, 60%, 75%.
Variabel Terikat
Untuk variable terikatnya adalah kekuatan
tarik.
Parameter Terkontrol
1. Gliserol 10 %.
2. NaOH 5%.
3.Temperatur Glatinasi 700C.
4.Kecepatan Blender 30rpm.
5. Beban 10kN.
6. Panjang serabut 3mm
7.Kecepatan pembebanan 1 mm/menit.
Prosedur Penelitian
Mempersiapkan Serat Penguat Polimer
1. Serat serabut kelapa di jemur selama 3
hari untuk menghilangkan kadar air.
2. Kemudian serabut kelapa di masak
dengan NaOH 5% sampe keluar semua
minyak dalam serabut kelapa. Kemudian
dicuci dengan air sampai pH 7 (netral).
3. Kemudian di keringkan lagi selama 3
hari dengan suhu 350C.
4. Serabut kelapa siap di potong sesuai
dengan panjangnya yaitu 3mm.
Pembuatan Spesimen Uji
1. Dilakukan penimbangan serat serabut
kelapa, dan sagu dengan fraksi volume
yang diinginkan. Penimbangan
sejumlah massa sagu dan gliserol yang
diinginkan sesuai dengan prosentase.
2. Masukan pati sagu dalam blender dan
larutan gliserol yang sudah sesuai
dengan prosentase yang diinginkan
beserta serat serabut kelapa.
3. Seting suhu pada blender dengan suhu
700 C.
4. Hidupkan blender dan mulailah
pengadukan dengan lama pengadukan
25 menit.
5. Setelah selama 25 menit, tuangkan isi
dari blender kedalam cetakan yang
telah disediakan.
6. Setelah cetakan terisi penuh dan
spesimen menjadi agak dingin,
spesimen dipress dengan tekanan 10
kg selama 2 menit.
7. Kemudian biarkan spesimen dingin
dengan sendirinya dan di ambil dari
cetakan.
8. Kemudian specimen dikeringkan
dengan suhu 650 C selama 24 jam di
dalam Oven, benar-benar kering siap
untuk diuji.
Pengujian Spesimen
Pengujian tarik menggunakan ASTM D
638.
Gambar 3. Dimensi spesimen
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian
Berdasarkan pengujian tarik
menggunakan Universal Testing Machine
(Time GroupInc WDW 20 E) didapatkan
kekuatan tarik. Untuk pertama yaitu
mencari fraksi volume gliserol yang tepat
supaya mendapatkan kekuatan tarik yang
optimum. Maka didapatkan kekuatan tarik
maksimum antara gliserol dan sagu.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
43
Tabel 1. Hasil Uji Tarik Matrik
Gambar 4. Grafik Kekuatan Tarik Matrik
Sagu Dan Gliserol
Kemudian setelah mendapatkan kekuatan
tarik matrik selanjutnya didapatkan tabel
kekuatan tarik
biokomposit dengan perbandingan fraksi
volume Serat : Gliserol : Sagu
Dan didapatkan grafik hubungan kekuatan
tarik rata-rata dengan fraksi volume
sebagai berikut :
Gambar 5. Grafik Kekuatan Tarik Rata-rata
Biokomposit
Tabel 2. Kekuatan Tarik Rata-rata
Biokomposit
Kemudian didapatkan juga grafik
hubungan antara kekuatan tarik secara
teoritis dan actual dari biokomposit yang
terlihat pada gambar 6.
Gambar 6. Grafik Hubungan Kekuatan
Tarik Teoritis dengan Kekuatan Tari
Aktual Biokomposit
Pembahasan Kekuatan Tarik Matrik Sagu
Dan Gliserol
Dari hasil analisis gambar 5 grafik
menunjukan bahwa penggunaan 90% sagu
dan 10% gliserol memberikan kekuatan
tarik lebih tinggi yaitu sebesar 2,96 Mpa
dibandingkan dengan fraksi volume yang
lain. Hal ini terjadi karena pada fraksi
volume 90% sagu dan 10% gliserol berada
pada campuran titik jenuh sehingga,
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
44
molekul-molekul pemlastis hanya
terdispersi dan berinteraksi antara struktur
rantai polimer dan menyebabkan rantai –
rantai polimer sulit bergerak karena
halangan sterik. Hal inilah yang
menyebabkan kekuatan tarik meningkat
disamping karena adanya gaya
intermolekuler antara rantai pada sagu
tersebut dan grafik mengalami kenaikan
yang signifikan.
Tetapi ketika fraksi volume gliserol
lebih dari 10% akan mengakibatkan
kekuatan tarik menurun. Hal ini terjadi
karena titik jenuh terlewati mengakibatkan
sehingga molekul – molekul pemlastis
yang berlebih berada pada fase tersendiri
yang berada di luar fase polimer dan akan
menurunkan gaya intermolekuler antara
rantai polimer sagu. Berdasarkan
pembahasan diatas dapat diakatan bahwa
campuran antara sagu 90% dan gliserol
10% mempunyai kompatibilitas tertinggi.
Dari dasar itulah prosentase gliserol yang
digunakan adalah 10%.
Pada gambar 5 menunjukkan
kekuatan tarik rata-rata semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya
fraksi volume serat serabut kelapa. Setelah
fraksi volume serat serabut kelapa
bertambah, maka kekuatan tarik rata-rata
dari biokomposit semakin meningkat
dengan kekuatan tarik rata-rata tertinggi
sebesar 4,744 MPa diperoleh ketika fraksi
volume sebesar 45% : 10% : 45%. Ketika
perbandingan fraksi volume sebesar 75% :
10% : 15%, menghasilkan kekuatan tarik
rata-rata terendah yaitu 1,187 MPa.
Apabila perbandingan fraksi volume serat
serabut kelapa melebihi matrik sagu maka
kekuatan tariknya cenderung mengalami
penurunan. Hal ini terjadi karena matrik
sagu sebagai pengikat kurang
memberikan daya perekat terhadap
serabut kelapa karena fraksi volumenya
yang kurang dari pada serabut kelapa
sehingga, terjadi penurunan kekuatan
tarik pada biokomposit. Sedangkan
kekuatan tarik untuk matrik sagu murni
(fraksi volumenya 100 %) sebesar 1,395
MPa.
Pada fraksi volume 15% serabut
kelapa, 10% gliserol, dan 75% sagu
gambar patahan spesimen yang terlihat
pada gambar 7
Gambar 7. Fraksi volume 15% serabut
kelapa, 10% gliserol, dan 75% sagu
Apabila kekuatan ikatan melemah maka
tegangan geser permukaan antara matrik
sagu dengan serat menjadi kecil. Sehingga
jika beban tarik diaplikasikan pada
material komposit ini, matrik tidak dapat
mendistribusikan beban tarik secara
merata ke serat. Akibatnya banyak timbul
serat yang tercabut dari matrik,. Patahan
yang terjadi pada material komposit ini
adalah jenis patahan ulet. Patahan ulet
ditandai dengan banyaknya deformasi
yang terbentuk pada permukaan spesimen
komposit ini serta memiliki bentuk yang
bergerigi dan kasar dan serabut sebagian
mungumpul pada bagian tertentu karena
fraksi volume dari matrik lebih besar
sehingga serabut tidak dapat merata.
Kemudian fraksi volume dinaikan
menjadi 30% : 10 % :60% .
Dengan meningkatnya kekuatan
ikatan antara matrik sagu dengan serat
serabut kelapa maka tegangan geser
permukaan juga berangsur-angsur
meningkat., tetapi pada gambar melintang
persebaran serat masih belum merata.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
45
Apabila beban tarik diaplikasikan pada
material biokomposit ini, beban tersebut
belum dapat didistribusikan secara merata
dari matrik menuju ke serat. Pada
akhirnya serat yang tercabut dari matrik
menjadi berkurang. Oleh karena itu, pada
perbandingan fraksi volume ini kekuatan
tarik material biokomposit meningkat.
Patahan yang terjadi pada material
biokomposit ini adalah jenis patahan ulet
sama dengan jenis patahan pada
perbandingan fraksi volume sebelumnya.
Kemudian pada perbandingan fraksi
volume 45% : 10% : 45% pada
menunjukkan tidak adanya serat serabut
kelapa yang tercabut maupun putus.
Kenaikan kekuatan tariknya mencapai
kekuatan tarik maksimum yaitu 4,744
Mpa dengan kenaikan sebesar 60%. Hal
ini menunjukkan bahwa serat serabut
kelapa tersebar merata. Matrik sagu dapat
menyelimuti serat secara menyeluruh.
Sehingga daya rekat matrik dengan
menjadi baik. Akibatnya kekuatan ikatan
antara matrik dengan serat menjadi baik
pula. Pada fraksi volume ini, kekuatan
tarik material biokomposit mencapai
kekuatan tarik tertinggi. Patahan yang
terjadi adalah jenis patahan ulet. Karena
banyaknya terjadi deformasi pada
penampang spesimen serta bentuk
permukaan yang bergerigi dan memiliki
lekukan-lekukan yang dalam. Gambar
spesimen dapat dilihat pada gambar 4.3
Ketikan fraksi volume 60% : 10 % : 30%
mengalami penurunan secara drastis
kekuatan tariknya menjadi 2,728 MPa. Hal
ini terjadi karena matrik sebagai perekat
prosentasenya berkurang dan bahkan
lebih banyak fraksi volume dari serat.
Patahan yang terjadi adalah jenis patahan
ulet. Karena banyaknya terjadi deformasi
pada penampang spesimen serta bentuk
permukaan yang bergerigi dan memiliki
lekukan-lekukan yang dalam.
Sedangkan pada fraksi volume 75% :
10% : 15% merupaka kekuatan tarik
terendah dengan kekuatan tarik 1,187
MPa. Hal ini bisa terjadi karena matrik
semakin berkurang sementara gliserol
fraksi volumenya hampir sama dengan
fraksi volume sagu sehingga giserol
sebagai pemlastis tidak dapat mengikat
sagu dengan baik sehingga serabutpun
tidak dapat terikat oleh matrik secara
sempurna. Gambar patahan dari spesimen
dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Fraksi Volume 75% : 10% : 15%.
Adapun pembahasan gambar 3.3
dapat dilihat bahwa grafik kekuatan tarik
teoritis menunjukan kenaikan. Ketika
fraksi volume serat serabut kelapa naik,
kekuatan tarik teoritis biokomposit
mengalami kenaikan pula. Hal tersebut
dikarenakan oleh pengaruh fraksi volume
serat serabut kelapa dalam biokomposit
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kekutan tarik biokomposit. Hal
tersebut disebabkan karena perhitungan
secara teoritis tidak memperhitungkan
persebaran serat didalam matrik sagu dan
daya ikat antar serat dan matrik, tetapi
hanya memperhitungkan kekuatan tarik
dan fraksi volume serat saja sehingga
selama kekuatan tarik serat dan jumlah
serat meningkat maka kekuatan tarik
biokomposit meningkat juga.
Kekuatan tarik aktual, yang terjadi
justru sebaliknya yaitu kekuatan tarik
aktual yang tertinggi dicapai pada
perbandingan
fraksi volume 45%:10%:45%. Hal tersebut
terjadi karena serat serabut kelapa lebih
merata didalam matrik sagu dan gliserol,
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
46
sehingga daya ikat antara matrik dan serat
menjadi kuat. Akibat tegangan geser
antara permukaan matrik dan serat
menjadi besar, sehingga baban yang
dibutuhkan untuk mematahkan material
juga besar.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian tersebut maka
dapat dibuat kesimpulan bahwa
biokomposit yang berserat serabut kelapa
dengan matrik sagu dan gliserol
berpotensi untuk dikembangkan lagi lebih
lanjut sebagai material alternative
pengganti polistierene sebagai kemasan
makanan. Pada fraksi volume 45%
Serabut kelapa, 10% gliserol dan, 45%
sagu mempunyai kekuatan tarik yang
optimum yaitu sebesar 4,744 MPa. Nilai
ini mempunyai nilai kekuatan tarik yang
lebih besar dari pada kekuatan tarik
polistierene sebesar 3,03 MPa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2006. Wood Technical
Information. (Online),
(http://www.land- scapeforms.com,
diakses 2 Agustus 2008).
Anshori, Isa. 2006. Pengaruh Ukuran Mesh
Serbuk Kayu Jati dan Temperatur Injeksi
terhadap Kekuatan Tarik Komposit Plastik
Pada Proses Injeksi. Unibraw.
ASTM. 1997. Annual book of ASTM
standards. Philadelphia : ASTM
C. Y. Lai. et al. 2005. Mechanical and
Electrical Properties of Coconut Coir
Fiber-Reinforced Polypropylene
Composite. Polymer-Plastics
Technology and Engineering.
Malaysia.
Chan, Edward and Elevitch, R. Craig. 2006.
Cocos Nucifera (Coconut). Species
Profiles for Pacific Island Agroforestry,
(Online),
(http://www.traditionaltree.org,
diakses 2 Agustus 2008).
Dieter, George. E. 1996. Metalurgi Mekanik.
Erlangga. Jakarta.
Elices, M and Llorca. J. 2002. Fiber Fracture.
Elsevier. England.
Espert, Ana. 2003. Natural
Fibres/Polypropylene Composites From
Residual And Recycled Materials : Surface
Modification of Cellulose Fibers,
Properties And Environmental
Degradation. KTH Fiber-och
Polymerteknologi. Sweden.
Gibson, Ronald. F. 1994. Principles of
Composite Material Mechanics. McGraw-
Hill, Inc. New York.
Jacobs, James. A and Kilduff, Thomas. F.
1994. Engineering Materials Technology :
Structure, Processing, Properties &
Selection. Prentice-Hall International,
Inc. London.
Jafferjee Brother. et al. 2003. Composite
Applications Using Coir Fibers in
Srilanka. Final Report. Netherlands.
Mel, M. Schwartz. 1997. Composite Materials
: Properties, Nondestructive Testing, and
Repair. New Jersey.
Matthew, F.L and Rawlings, R. D. 1994.
Composites Materials : Engineering
And Science. Chapman & Hall.
London.
Mirbagheri, Jamal. et al. 2007. Prediction of
The Elastic Modulus of Wood Flour /
Kenaf Fibre / Polypropylene Hybrid
Composites. Iranian Polymer Journal.
Iran.
Monteiro, N. Sergio. et al. 2005. Mechanical
Strength of Polyester Matrix Composite
Reinforced with Coconut Fiber Wastes.
Revista Materia. Brazil.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
47
Prasetyo, Eko. 2006. Pengaruh Fraksi Volume
Serbuk Kayu dan Temperatur
Penginjeksian Terhadap Sifat Mekanik
Komposit Plastik Serbuk Kayu Pada
Proses Injeksi. Unibraw.
Setyawati, Dina. 2003. Pengaruh Ukuran
Nisbah Serbuk Kayu Dengan Matriks,
Serta Kadar Compatibilizer Terhadap Sifat
Fisis dan Mekanis Komposit Kayu
Polipropilena Daur Ulang. Makalah
Falsafah Sains. Bogor.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
48
PENGARUH FILLER SERAT PISANG ABAKA TERHADAP KEKUATAN BENDING
PADA BIOKOMPOSIT DENGAN MATRIK BERBASIS UBI KAYU
Fatikh Catur Wahyudi Agung
Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
fatikh.c@gmail.com
Abstrak
Diantara permasalahan lingkungan di dunia ataupun di Indonesia khususnya adalah
mengenai limbah kemasan dari plastik. Solusi yang ditawarkan yaitu penggunaan
biokomposit. Ubi kayu memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi
produk yang bernilai tinggi, diantaranya adalah sebagai biokomposit bahan kemasan
bersifat degradable. Penelitian ini mengkaji secara eksperimental pengaruh penggunaan
filler serat pisang abaka terhadap kekuatan bending pada biokomposit dengan matrik
berbasis ubi kayu. Material biokomposit ini dibuat dari tepung tapioka dan serat pisang
abaka dengan mencampurkan gliserol sebagai variabel terikat sebesar 20 % dari fraksi
volume biokomposit tersebut. Filler yang digunakan dalam berbagai variasi, mulai 10 %,
20%, 30%, 40% dan 50% dari fraksi volume biokomposit. Uji bending dilakukan
menggunakan Computer System Universal TIME / WDW - 20 E. Hasil pengujian bending
biokomposit menunjukkan ada perbedaan kekuatan pada penggunaan variasi filler. Pada
filler 10% kekuatan 7,5 Mpa, 20% kekuatan 13,5 Mpa, 30% kekuatan 16,5 Mpa, 40%
kekuatan 21 Mpa, 50% kekuatan 30 MPa.
Kata kunci : biokomposit, filler serat pisang abaka, matrik berbasis ubi kayu, kekuatan
bending.
PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan mengenai
lingkungan di dunia ataupun di Indonesia
khususnya adalah mengenai limbah
plastik. Solusi yang ditawarkan yaitu
penggunaan biomaterial. Salah satu
biomaterial yang dikembangkan para
ilmuwan adalah biokomposit. Komposit
mempunyai sifat–sifat yang unggul
dibandingkan dengan material lain, seperti
rasio antara kekuatan dan densitasnya
cukup tinggi, kaku, proses pembuatannya
sangat sederhana serta tahan terhadap
korosi dan beban lelah. Material komposit
adalah material yang dibuat dengan
kombinasi dua atau lebih material berbeda
yang digabung atau dicampur secara
makroskopik untuk membentuk material
yang bermanfaat, dengan syarat terjadi
ikatan antara kedua material tersebut.
Pada umumnya komposit terdiri dari
bahan yang disebut “matrik” dan “filler”
atau bahan “penguat”. Bahan matrik dapat
berupa logam, keramik, karbon dan
polimer. Matrik dalam komposit berfungsi
sebagai perekat serta mendistribusikan
beban kedalam seluruh material penguat
komposit. Sifat matrik biasanya “ulet”
(ductile). Bahan penguat dalam komposit
berfungsi sebagai penahan beban yang
diterima oleh material komposit. Sifat
bahan penguat biasanya kaku dan tangguh.
Sedangkan bahan penguat yang umum
digunakan selama ini adalah serat karbon,
serat gelas, dan keramik.
TINJAUAN PUSTAKA
Ubi kayu (Manihot Esculenta) merupakan
tanaman pangan dengan nama lain ketela
pohon, singkong atau kasepe. Pemanfaatan
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
49
ubi kayu masih terbatas untuk pangan,
sebagian besar diolah menjadi produk
setengah jadi
berupa pati, tepung ubi kayu, gaplek dan
chips. Padahal ubi kayu memiliki potensi
yang besar untuk Potensi ubi kayu untuk
produk nonpangan diantaranya adalah
sebagai kemasan plastik biodegradable.
Pisang abaka (Musa textilis Nee), sering
disebut sebagai abaka, merupakan
tanaman penghasil serat. Aplikasi dari
serat ini banyak digunakan sebagai bahan
pembuat tali kapal laut. Serat abaka juga
digunakan sebagai bahan baku tekstil
pengganti serat kapas, jok kursi, kerajinan
tangan berupa dompet dan tas, serta
pengganti asbes yang lebih sehat. Melihat
beberapa kelebihan dari serat pisang abaka
dan Ubi kayu serta kebutuhan akan
material baru yang ramah lingkungan,
penulis merencanakan material
biokomposit dengan serat pisang abaka
digunakan sebagai bahan penguat (filler)
pada matrik pati Ubi Kayu (Tapioka). Dari
penelitian ini diharapkan ditemukan
material biokomposit baru yang dapat
memenuhi kebutuhan bahan dan
utamanya ramah terhadap lingkungan.
Matrik yang digunakan adalah Pati
berbasis Ubi Kayu (Manihot Esculenta)
berbentuk kristal, yang dicampur dengan
Gliserol sebesar 20%. Gliserol merupakan
tryhydric alcohol C2H5(OH)3 atau 1,2,3-
propanetriol. Struktur kimia dari gliserol
adalah sebagai berikut : CH2OH
I CHOH
I CH2OH
Bahan filler digunakan dari serat pisang
abaka (Musa textillis Nee), merupakan
tumbuhan yang termasuk alam famili
Musaceae yang berasal dari Filipina yang
telah dikenal dan telah dikembangkan
sejak tahun 1519.
Tabel 1. Komposisi kimia ubi kayu per 100
gram bahan
Gambar 1. Wujud alami serat pisang abaka
Sedangkan dimensi dan sifat-sifat mekanik
dari serat pisang abaka adalah
sebagaimana dijelaskan dalam tabel
dibawah ini:
Tabel 2. Dimensi dari serat pisang abaka Fibe
r
Length
(cm)
Diame
ter
(mm)
Cell
Legth
(mm)
Cell width
(μm)
Rang
e
Me
an
Aba
ca
200 or
more
0.01-
0.28
3-12 6-46 9.9
Tabel 3. Sifat-sifat mekanik dari serat
pisang abaka Fibe
r
Densit
y
(gr/cc)
Extaen
sion at
break
(%)
Tensil
e
Streng
ht
(Mpa)
Young
Modulus
(Gpa)
Aba
ca
200 or
more
0.01-
0.28
3-12 6-46 9.9
METODOLOGI
Penelitian yang akan dilaksanakan adalah
true experimental research yang dibagi dalam
beberapa tahapan, antara lain :
No. Komponen Ubi
Kayu
Ubi
Kayu
Kuning
1 Kalori (kkal) 146.00 157.00
2 Protein (gram) 0.80 0.80
3 Lemak(gram) 0.30 0.30
4 Karbohidrat(gram) 34.70 34.90
5 Air(gram) 62.50 60.00
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
50
1. Studi Literatur
Studi literatur disini
menitikberatkan pada teori – teori tentang
pengetahuan bahan material komposit,
tepung ubi kayu (tapioka) sebagai polimer
organik dan serat pisang abaka.
Studi literatur dilaksanakan di
Jurusan Mesin Universitas Brawijaya, di
laboratorium kimia tanah Jurusan Tanah
Universitas Brawijaya dan internet.
2. Studi Lapangan
Studi lapangan lebih difokuskan
untuk memperoleh bahan-bahan yang
dibutuhkan dalam penelitian.
Kegiatan dalam studi lapangan:
Pengambilan serat pisang abaka.
Melihat proses ekstraksi dan pengeringan
serat pisang abaka.
3. Pembuatan dan Pengujian Spesimen
Biokomposit
Pengujian kekuatan bending
Pada perlakuan uji bending bagian atas
spesimen mengalami penekanan dan
bagian bawah mengalami tarik sehingga
akibatnya spesimen mengalami patah
bagian bawah karena tidak mampu
menahan tegangan tarik dan shear stress
yang terjadi pada core.
Bentuk Spesimen uji bending komposit
mengacu pada standar ASTM C393,
dimana mempunyai dimensi panjang (P) =
100 mm dan lebar (L) = 30 mm, sedangkan
tebal (t) spesimen ditentukan 2 mm.
Gambar 2 Spesimen uji bending.
Pengujian dilakukan three point bending.
Kekuatan bending pada sisi bagian atas
sama nilai dengan kekuatan bending pada
sisi bagian bawah.
Gambar 3 Pemasangan benda uji.
Pada perhitungan kekuatan bending ini,
digunakan persamaan yang ada pada
standar ASTM D790, yaitu:
S=22bd
3PL
dengan,
S = Tegangan bending (MPa)
P = Beban /Load (N)
L = Panjang Span / Support span (mm)
b = Lebar/ Width (mm)
d = Tebal / Depth (mm)
Mesin uji bending digunakan untuk
mengukur kekuatan bending spesimen
adalah Computer System Universal TIME /
WDW - 20 E, dengan spesifikasi display
metode by computer, load range (500 kN), max.
space (490 mm), grips for plate (50 x 80 mm)
dan accuracy (1 %).
Gambar 4 Mesin Uji Bending.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Bending
Gambar 5 Spesimen uji bending.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
51
Tabel 4 Data perhitungan hasil uji Bending
Gambar 6 Tegangan bending rata-rata pada
berbagai fraksi volume serat
Dari tabel perhitungan diatas menunjukkan
adanya peningkatan kekuatan bending
seiring dengan peningkatan prosentase
fraksi volume serat pisang abaka sebagai
filler. Nilai tegangan bending meningkat
seiring dengan meningkatnya fraksi
volume serat. Halini terjadi karena semakin
besar fraksi volume, maka jumlah serat
semakin banyak sehingga beban yang
diterima oleh masing-masing serat lebih
kecil.
Foto Makro Kegagalan Uji Bending
Gambar 7 Kegagalan bending pada
biokomposit dengan filler 40%,
perbesaran 4x.
Dengan jumlah serat yang banyak maka
berarti juga matrik mendapat dukungan
yang lebih besar dari serat sehingga dapat
menyebabkan matrik tidak mudah
mengalami retak. Dari grafik di atas,
tampak bahwa nilai tegangan bending
tertinggi adalah sebesar 30 Mpa yang
diperoleh pada fraksi volume 50%.
Berdasarkan foto makro (gambar 7) terlihat
pada spesimen biokomposit terdapat fiber
pull out yang cukup banyak. Penampang
yang patah menunjukkan ikatan yang
terjadi antara serat dengan matrik tidak
kuat. Fiber pull out menyebabkan kekuatan
komposit rendah dikarenakan matrik akan
mengalami patah terlebih dulu apabila
dikenai pembebanan, mengingat sifat
matrik yang getas.Ikatan yang kuat antara
serat dan matrik ditunjukkan dengan
patahan biokomposit secara merata pada
permukaannya dengan tidak muncul
adanya serabut-serabut serat.
KESIMPULAN
Variasi penggunaan serat berpengaruh
terhadap kekuatan bending material.
Peningkatan kekuatan bending tertinggi
terjadi pada penggunaan serat 40% ke 50%,
tercatat kekuatan bendingnya dari 21 Mpa
menjadi 30 MPa. Dengan demikian terjadi
kenaikan 42,9 %.
DAFTAR PUSTAKA
Tegar, T., 2008. Pengembangan Poly Lactic
Acid Sebagai Kemasan Ramah
Lingkungan Berbasis Ubi Kayu
(Manihot Esculenta). Karya tulis Beswan
Djarum.
Rusmiyatno, F. 2007. Pengaruh fraksi volume
serat terhadap kekuatan tarik dan kekuatan
bending komposit nylon/epoxy resin serat
pendek random. Skripsi tidak
diterbitkan. Jurusan Teknik Mesin
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
52
Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang.
Widyastuti, Pengaruh pelapisan HNO3
terhadap sifat Mekanik Komposit
Lamina Isotropik Al/Al2O3-Al/SiC,
Laporan penelitian HB, 2006.
Dempsey, J.M. 1963. Long Vegetable Fiber
Developmentin South Vietnam and other
AsianCountries. Overseas Mission,
Saigon, p : 157-162.
Sudjendro. 1999. Abaca (Musa textilis Nee)
: Potensi, pola pengembangan dan
Masalahnya. Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri, Vol. 5
No.3 Desember 1999.
Departemen Kesehatan. 1992. Daftar
Kandungan Gizi Makanan. Bharata:
Jakarta.
Wibowo, A. 1998. Abaca (Musa Textillis
Nee) Penghasil Serat. Duta Rimba
XXIV (222) :31-37.
Kaskus. 2010. Serat pisang (Abaca
"MusaTextilisNee").http://www.kaskus.
uswthread. php? t=1285300, 26-05-2010.
Lewin, M. 2007. Fiber Chemistry. Taylor and
Francis group. Boca Raton-London-
New York.
top related