isi stase jiwa
Post on 17-Feb-2016
232 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan
mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan
mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan
menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis.1
Ansietas telah banyak dibahas dan menjadi subyek dalam berbagai artikel
dan buku karena memang ansietas sangat erat hubungannya dengan kehidupan
sehari-hari setiap manusia. Ansietas merupakan respon dasar setiap orang, penting
apabila dalam batas ringan dan normal. Ansietas adalah alat peringatan internal
yang memberikan tanda bahaya kepada individu. Apabila ansietas menjadi kronis
dan menyebabkan perilaku maladaptif, maka ansietas bukan lagi sebagai tanda
bahaya, tetapi sudah menjadi gangguan yang sering disebut gangguan ansietas.2
Gangguan ansietas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering
ditemukan di Amerika Serikat. Di Indonesia prevalensinya secara pasti belum
diketahui, namun diperkirakan sekitar 2%-5% populasi. Studi menunjukkan
bahwa gangguan ini meningkatkan morbiditas, penggunaan pelayanan kesehatan,
dan hendaya fungsional. Pemahaman neuroanatomi dan biologi molekular
ansietas menjanjikan pengertian baru mengenai etiologi dan terapi yang lebih
spesifik (dengan demikian lebih efektif) dimasa mendatang.3,4
Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak mengalami peristiwa yang
mungkin menimbulkan kecemasan. Sebenarnya kecemasan adalah reaksi yang
dapat dialami oleh siapapun. Namun cemas yang berlebihan apalagi sudah
menjadi gangguan, dapat menghambat fungsi seseorang untuk menjalani
kehidupan. Oleh karena itu, referat ini disusun untuk memberikan gambaran
mengenai gangguan cemas, baik dari pengertian, penyebab, patofisiologi, tanda &
gejala, pembagian gangguan cemas, penegakan diagnosis, tata laksana dan
prognosisnya.
1
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Gangguan Cemas
Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective)
yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing
Ability/RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mangalami
keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi
masih dalam batas-batas normal.4
Gangguan ansietas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering
ditemukan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Studi menunjukkan bahwa
gangguan ini meningkatkan morbiditas, penggunaan pelayanan kesehatan, dan
hendaya fungsional. Pemahaman neuroanatomi dan biologi molecular ansietas
menjanjikan pengertian baru mengenai etiologi dan terapi yang lebih spesifik
(dengan demikian lebih efektif) di masa mendatang.3
Ansietas memiliki dua aspek, yakni aspek yang sehat dan membahayakan.
Aspek yang sehat dapat meningkatkan kemampuan individu menjadi fight dan
kuat, sedangkan aspek yang membahayakan dapat membuat individu mengalami
respon flight atau freeze atau menjadi beku dan tidak dapat melakukan sesuatu
sehingga menghambat individu melakukan fungsinya dengan adekuat.5
2.2. Gejala Gangguan Cemas
Pengalaman ansietas memiliki dua komponen: kesadaran akan sensasi
fisiologis (seperti palpitasi dan berkeringat) serta kesadaran bahwa ia gugup atau
ketakutan. Selain pengaruh viseral dan motorik, ansietas mempengaruhi pikiran,
persepsi dan pembelajaran. Ansietas cenderung menimbulkan kebingungan dan
distorsi persepsi, tidak hanya persepsi waktu dan ruang tetapi juga orang dan arti
peristiwa. Distorsi ini dapat mengganggu proses pembelajaran dengan
menurunkan konsentrasi, mengurangi daya ingat, dan mengganggu kemampuan
2
menghubungkan satu hal dengan hal lain, yaitu membuat asosiasi. Aspek penting
emosi adalah efeknya pada selektivitas perhatian. Orang yang mengalami ansietas
cenderung memperhatikan hal tertentu di dalam lingkungannya dan mengabaikan
hal lain dalam upaya untuk membuktikan bahwa mereka dibenarkan untuk
menganggap situasi tersebut menakutkan. Jika keliru dalam membenarkan rasa
takutnya, mereka akan meningkatkan ansietas dengan respon selektif dan
membentuk lingkaran setan ansietas, persepsi yang mengalami distorsi, dan
ansietas yang meningkat. Jika sebaliknya, mereka dengan keliru menentramkan
diri mereka dengan pikiran selektif, ansietas yang tepat dapat berkurang, dan
mereka dapat gagal mengambil tindakan pertahanan yang perlu.3
Adapun tanda dan gejala klien yang mengalami ansietas berdasarkan
tingkat ansietas adalah2,5 :
a. Ringan
Ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Selama tahap ini, seseorang
menjadi lebih waspada dan kesadarannya menjadi lebih tajam terhadap
lingkungan. Jenis ansietas ini dapat memberikan motivasi pembelajaran dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b. Sedang
Pada tingkat ini, individu berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi
individu. Individu tidak mempunyai perhatian yang selektif, kemampuan
penglihatan, pendengaran, dan penciuman menurun.
c. Berat
Lapang persepsi individu sangat menyempit. Individu cenderung berfokus
pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal yang lain.
Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut
memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area yang lain. Kemampuan
persepsi seseorang menjadi menurun secara menyolok dan perhatiannya pun
terpecah-pecah. Pikirannya hanya fokus pada satu hal dan tidak memikirkan
yang lain.
3
d. Panik (Sangat berat)
Panik adalah kehilangan kendali, individu tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan arahan. Panik mengakibatkan disorganisasi kepribadian
dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran yang rasional.
2.3. Faktor Penyebab Gangguan Cemas6
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian
besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa
atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Beberapa
faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu :
a. Lingkungan. Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara
berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini
disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada
individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga
individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan. Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu
menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan
personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam
jangka waktu yang sangat lama.
c. Sebab-sebab fisik. Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi
seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu
penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan
perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
2.4. Patofisiologi Gangguan Cemas3
Terdapat beberapa teori yang mendasari kecemasan ditinjau dari
kontribusi 2 ilmu, yaitu ilmu psikologi dan ilmu biologi:
1. Teori psikologis
4
a. Teori psikoanalitik. Definisi Freud, kecemasan dipandang sebagai hasil
dari konflik psikis antara keinginan seksual atau agresif sadar dan
ancaman sesuai dari realitas superego atau eksternal. Dalam menanggapi
sinyal ini, ego mengerahkan mekanisme pertahanan untuk mencegah
pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima dari muncul dalam
kesadaran.
b. Teori perilaku. Teori-teori perilaku atau belajar dari kecemasan
mendalilkan bahwa kecemasan merupakan respon terkondisi terhadap
rangsangan lingkungan tertentu.
c. Teori eksistensial. Konsep utama teori eksistensial adalah bahwa orang-
orang mengalami perasaan hidup di alam semesta tanpa tujuan.
Kecemasan merupakan respon mereka terhadap kekosongan yang
dirasakan dalam keberadaan dan makna.
2. Teori biologi
a. Sistem Saraf Otonom. Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan
gangguan kecemasan, terutama mereka dengan gangguan panik,
menunjukkan nada simpatik meningkat, beradaptasi perlahan terhadap
rangsangan berulang, dan merespon berlebihan terhadap rangsangan
moderat.
b. Neurotransmitter. Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan
kecemasan pada basis studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat
adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan Gamma amino butyric acid
(GABA).
o Norepinefrin. Teori umum tentang peran norepinefrin pada
gangguan kecemasan adalah bahwa pasien yang terkena mungkin
memiliki sistem noradrenergik buruk diatur dengan semburan
sesekali aktivitas.
o Serotonin. Beberapa laporan menunjukkan bahwa
metachlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik dengan
beberapa efek dan nonserotonergic, dan fenfluramine (Pondimin),
5
yang menyebabkan pelepasan serotonin, lakukan menimbulkan
kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan kecemasan.
o GABA. Dari beberapa studi yang telah dilakukan menyebabkan
peneliti untuk berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan
gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal reseptor GABA
mereka, meskipun sambungan ini belum terbukti secara langsung.
c. Studi Pencitraan Otak. Berbagai studi pencitraan otak, hampir selalu
dilakukan dengan gangguan kecemasan tertentu, telah menghasilkan
beberapa kemungkinan mengarah pada pemahaman gangguan kecemasan.
Dalam satu studi MRI, cacat tertentu di lobus temporal kanan tercatat pada
pasien dengan gangguan panik.
d. Penelitian genetika. Penelitian genetik telah menghasilkan bukti kuat
bahwa setidaknya beberapa komponen genetik berkontribusi terhadap
perkembangan gangguan kecemasan. Keturunan telah diakui sebagai
faktor predisposisi dalam pengembangan gangguan kecemasan. Hampir
setengah dari semua pasien dengan gangguan panik memiliki setidaknya
satu kerabat yang terkena dampak.
e. Pertimbangan neuroanatomis. Lokus seruleus dan proyek inti raphe
terutama ke sistem limbik dan korteks serebral. Dalam kombinasi dengan
data dari studi pencitraan otak, daerah ini telah menjadi fokus dari banyak
hipotesis tentang pembentukan substrat neuroanatomi dari gangguan
kecemasan.
o Sistem limbiks. Dua bidang sistem limbik telah menerima
perhatian khusus dalam literatur: peningkatan aktivitas di jalur
septohippocampal, yang dapat menyebabkan kecemasan.
o Korteks serebral. Korteks serebral frontal terhubung dengan
wilayah parahippocampal, cingulate gyrus, dan hipotalamus.
Dengan demikian, mungkin terlibat dalam produksi gangguan
kecemasan. Korteks temporal juga telah terlibat sebagai situs
patofisiologi pada gangguan kecemasan.
6
2.5. Klasifikasi Gangguan Cemas3,7
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
( DSM-IV), gangguan cemas terdiri dari :
(1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia;
(2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik;
(3) Fobia spesifik;
(4) Fobia sosial;
(5) Gangguan Obsesif-Kompulsif;
(6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD );
(7) Gangguan Stress Akut;
(8) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder).
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan
somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).
F40–F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN
GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES
F40 Gangguan Anxieta Fobik
F40.0 Agorafobia
.00 Tanpa gangguan panik
.01 Dengan gangguan panik
F40.1 Fobia sosial
F40.2 Fobia khas (terisolasi)
F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya
F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT
F41 Gangguan Anxietas Lainnya
F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)
F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif
F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya
F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT
F41.9 Gangguan anxietas YTT
7
F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif
F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan
F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)
F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional
F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya
F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT
F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)
F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)
F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)
F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)
2.5.1. Gangguan Panik 3,7
a) Definisi Gangguan Panik
Serangan panik adalah periode kecemasan dan ketakutan yang kuat dan
relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik
tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Gangguan panik ditandai dengan terjadinya
serangan panik yang spontan dan tidak diperkirakan. Frekuensi pasien dengan
gangguan panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dari serangan
multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun.
b) Epidemiologi Gangguan Panik
Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk
gangguan panik adalah 1,5-5% dan untuk serangan panik adalah 3-5,6%. Jenis
kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dibandingkan laki-laki. Faktor sosial
satu-satunya yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan panik adalah
riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering
berkembang pada dewasa muda, usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25
tahun, walaupun dapat berkembang pada setiap usia.
8
c) Etiologi Gangguan Panik
Faktor Biologis
Gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis
di dalam struktur otak dan fungsi otak. Sistem saraf otonomik dapat menunjukkan
peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli yang
berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang. Sistem
neurotransmitter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan
gammaaminobutyric acid (GABA).
Faktor Genetika
Angka prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita
gangguan panik. Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko
gangguan panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien
dengan gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari
pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar
monozigot.
Faktor Psikososial
Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon
yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses
pembiasan klasik. Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat
dari pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan
kecemasan.
d) Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Panik
Kriteria DSM-IV-TR untuk Serangan Panik
Catatan: serangan panik bukan merupakan gangguan yang dapat dituliskan.
Tuliskan diagnosis spesifik dimana serangan panik terjadi (misalnya: gangguan
panik dengan agorafobia)
Suatu periode tertentu adanya rasa takut atau tidak nyaman, dimana 4 atau lebih
gejala berikut ini terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam 10 menit
1. Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau kecepatan jantung bertambah cepat
2. Berkeringat
9
3. Gemetar atau bergoncang
4. Rasa napas sesak atau tertahan
5. Perasaan tercekik
6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
7. Mual atau gangguan perut
8. Perasaan pusing, bergoyang, melayang atau pingsan
9. Derealisasi atau depersonalisasi
10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
11. Rasa takut mati
12. Parestesia (mati rasa atau sensasi geli)
13. Menggigil atau perasaan panas
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)
1. Gangguan Panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak
ditemukan adanya gangguan anxietas fobik
2. Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan
anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu
bulan:
a. Pada keadaan-keadaan diamna sebenarnya secara objektif tidak ada
bahaya;
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situations);
c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada
periode di antara serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya
dapat terjadi juga “anxietas antisipatorik”, yaitu anxietas yang terjadi
setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).
Kriteria DSM-IV-TR Gangguan Panik Tanpa AgorafobiaA. Baik (1) atau (2):
1. Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan
2. Sekurangnya 1 serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan atau
10
lebihberikut ini:
(a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan
(b) Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya
(c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan perubahan
perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
B. Tidak terdapat serangan
C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat atau kondisi
medis umum
D. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain,
seperti fobia sosial, fobia spesifik gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
stress pasca traumatik,atau gangguan cemas perpisahan.
e) Diagnosis Banding Gangguan Panik
Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah
sejumlah gangguan medis dan juga gangguan mental. Untuk gangguan medis
misalnya infark miokard, hipertiroid, dan hipoglikemia. Sedangkan diagnosis
banding psikiatri untuk gangguan panik adalah pura-pura, gangguan buatan, fobia
sosial dan spesifik, gangguan stress pasca traumatik,dan gangguan depresi.
f) Penatalaksanaan Gangguan Panik
Farmakoterapi
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat
anti depresi dan obat anti cemas:
1. SSRI (Serotonin Selective Reuptake Inhibitors), terdiri atas beberapa
macam dapat dipilih salah satu dari sertralin, fluoksetin, fluvoksamin,
escitalopram, dll. Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung
kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat
mencegah kekambuhan
2. Alprazolam; awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6
minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai
11
akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya, individu hanya
minum golongan SSRI
Psikoterapi
Terapi Relaksasi
Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat,
lalu mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan
mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam
proses terapi, dokter akan mebimbing secara perlahan-lahan, selama 20-30 menit.
Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari.
Terapi Kognitif Perilaku
Pasien diajak bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu
membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya
dengan yang lebih rasional. Terapi berlangsung 30-45 menit.
Psikoterapi Dinamik
Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan
sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya pasien
lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar. Terapi ini
memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal
initentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta
kesabaran kedua belah pihak.
2.5.2. Fobia3,7
a) Definisi Fobia
Fobia berasal dari bahasa Yunani yaitu Fobos yang berarti ketakutan.
Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak irasional yang menyebabkan
penghindaran yang disadari objek, aktifitas / situasi yang ditakuti. Fobia
dibedakan dalam tiga jenis menurut jenis objek atau situasi ketakutan yaitu
agorafobia, fobia spesifik, dan fobia sosial.
Fobia spesifik adalah suatu rasa takut yang kuat dan persisten pada suatu
objek atau situasi. Fobia sosial disebut juga gangguan kecemasan sosial adalah
12
rasa takut yang berlebihan terhadap penghinaan dan rasa malu dalam berbagai
lingkungan sosial.
b) Epidemiologi Fobia
Diperkirakan 5–10 % dari seluruh populasi mengalami gangguan ini.
Fobia spesifik lebih sering dijumpai dibandingkan dengan fobia sosial. Gangguan
ini paling sering dialami perempuan dan kedua tersering pada pria. Prevalensi 6
bulan fobia spesifik berkisar antara 5–10/100 orang. Rasio wanita berbanding
laki–laki adalah 2 : 1, walaupun rasio untuk fobia terhadap darah, injeksi dan
cedera berkisar antara 1 : 1. Puncak onset fobia spesifik darah-suntikan-sakit
berkisar antara 5–9 tahun. Sedangkan puncak onset fobia situasional berkisar
pada umur 20.
Prevalensi untuk fobia sosial berkisar antara 3–13 %. Untuk prevalensi 6
bulannya berkisar antara 2–3/100 orang dimana kaum perempuan lebih sering
mengalami fobia sosial dibandingkan pria, namun pada studi klinis seringkali
ditemukan kebalikannya. Puncak onset fobia sosial adalah pada masa remaja,
namun berkisar antara usia 5 hingga 35 tahun.
c) Etiopatogenesis Fobia
Prinsip-prinsip umum pada fobia terdiri dari faktor psikoanalitik dan
faktor perilaku.
Faktor Psikoanalitik
Teori Sigmund Freud menyatakan neurosis fobik, merupakan penjelasan
analitik untuk fobia spesifik dan fobia sosial. Fobia merupakan hasil konflik yang
terpusat pada masalah masa kanak-kanak yang tidak terselesaikan. Jika tindakan
represi untuk mencegah cemas gagal, sistem ego seseorang akan mengaktifkan
mekanisme pertahanan yang berupa “mengalihkan” ( displacement ), dimana
masalah yang tidak selesai dari masa kanak-kanak akan dialihkan kepada objek
atau situasi yang memiliki kemampuan untuk membangkitkan rasa cemas. Objek
atau situasi tersebut menjadi simbol dari masalah yang dahulu dialaminya (
Symbolization ).
13
Mekanisme pertahanan ego terhadap rasa cemas terdiri dari tiga hal, yakni
represion, displacement, dan symbolization. Sehingga rasa cemas tersebut teratasi
dengan membentuk phobic neurosis.
Faktor Perilaku
John B. Watson memiliki hipotesis mengenai fobia, dimana fobia muncul
dari rasa cemas dari stimuli yang menakutkan yang muncul bersamaan dengan
stimuli kedua yang bersifat netral. Jika dua stimuli dihubungkan bersamaan,
stimuli netral tersebut bisa membangkitkan kecemasan oleh dirinya sendiri.
d) Etiopatogenesis Fobia Spesifik dan Fobia Sosial :
Fobia Spesifik
Pembentukan fobia spesifik muncul karena proses pemasangan objek
spesifik atau situasi tertentu dengan perasaan takut dan panik. Selain itu hasil
studi menemukan jikalau seseorang dengan fobia spesifik tersebut memiliki
anggota keluarga tingkat satu memiliki fobia dengan jenis yang sama. Sehingga
faktor genetik juga memiliki peran dalam fobia spesifik, contohnya pada fobia
terhadap darah-suntikan-sakit yang tampak nyata terkait dengan keluarga.
Fobia Sosial
Penelitian melaporkan jika beberapa anak kemungkinan memiliki faktor
keturunan berdasarkan inhibisi perilaku yang konsisten. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh lingkungan didikan keluarga yang tertutup, kurang perduli, dan
terlalu protektif mengenai anak mereka. Beberapa hal kecil dapat menjadi
indikator dari sifat seseorang, seperti seseorang yang berkuasa mungkin
cenderung berjalan dengan dagu terangkat dan melakukan kontak mata,
dibandingkan dengan seseorang yang dikalahkan sering berjalan dengan kepala
tertunduk dan jarang melakukan kontak mata.
Faktor genetik diduga memiliki keterkaitan dengan fobia sosial. Anggota
keluarga tingkat pertama pada seseorang dengan gangguan fobia memiliki
kecenderungan untuk mengalami fobia sosial sebanyak tiga kali lebih sering
dibandingkan dengan yang tidak.
14
e) Tanda dan Gejala Fobia
Seseorang yang memiliki fobia akan menghindari stimulus fobianya,
bahkan sampai pada taraf yang berlebihan. Contohnya seorang pasien fobia
mungkin menggunakan bus untuk bepergian jarak jauh daripada pesawat terbang.
Pada pemeriksaan status mental ditandai dengan adanya ketakutan yang
irasional dan ego-distonik terhadap situasi, aktifitas atau objek tertentu. Pasien
umumnya menceritakan bagaimana cara mereka menghindari stimulus tersebut.
Umumnya pasien dengan fobia juga memiliki gejala depresi.
f) Pedoman Diagnosis Fobia
Fobia Spesifik
Kriteria DSM-IV-TR Fobia SpesifikA. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan,
ditandai oleh adanya atau antisipasi dari suatu obyek atau situasi spesifik
(misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat suntikkan,
melihat darah).
B. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon kecemasan
segera, dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau
predisposisi oleh situasi.
Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis,
tantrum, diam membeku, atau melekat erat menggendong.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan .
Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan
D. Situasi fobik dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau
dengan penderitaan yang jelas.
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang
ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau
terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik dihubungkan dengan
15
objek atau situasi spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental
lain, seperti Gangguan Obsesif-Kompulsif (misalnya,seseorang takut kotoran
dengan obsesi tentang kontaminasi), Gangguan Stres pascatrauma
(misalnya,penghindaran stimulus yang berhubungan dengan stresor yang
berat0, Gangguan Cemas Perpisahan (misalnya,menghindari sekolah), Fobia
Sosial (misalnya,menghindari situasi sosial karena takut merasa malu),
Gangguan Panik dengan Agorafobia, atau Agorafobia Tanpa Riwayat
Gangguan Panik.
Sebutkan tipe :
Tipe Binatang
Tipe Lingkungan Alam (misalanya, ketinggan, badai, air)
Tipe Darah, Injeksi, Cedera
Tipe Situasional (misalnya, pesawat udara, elevator, tempat tertutup)
Tipe Lainnya (misalnya, ketakutan tersedak, muntah, atau mengidap penyakit
; pada anak-anak, ketakutan pada suara keras atau karakter bertopeng).
Dalam tabel ini, kriteria A dan B telah disebutkan didalam DSM-IV-TR
untuk memberikan kemungkinan jika suatu pajanan terhadap stimulus fobia dapat
mencetuskan serangan panik. Kontras dengan gangguan serangan panik, serangan
panik pada fobia spesifik sangat terikat dengan stimulus penyebabnya. Fobia
darah-suntikan-sakit dibedakan dari fobia yang lain karena didapatkan respon
yang berbeda dari fobia tersebut, yaitu hipotensi yang disusul dengan bradikardi.
Penegakan diagnosa fobia spesifik juga harus difokuskan pada benda yang
menjadi stimulus fobia. Berikut di bawah ini adalah contoh fobia spesifik yakni :
Acrophobia Takut akan ketinggian
Agoraphobia Takut akan tempat terbuka
Ailurophobia Takut akan kucing
Hydrophobia Takut akan air
Claustrophobia Takut akan tempat tertutup
Cynophobia Takut akan anjing
Mysophobia Takut akan kotoran dan kuman
16
Pyrophobia Takut akan api
Xenophobia Takut akan orang yang asing
Zoophobia Takut akan hewan
Fobia Sosial
Kriteria DSM-IV-TR Fobia Sosial
A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau
memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau
kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak
dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan menghinakan
atau memalukan.
Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan sesuai usianya
untuk melakukan hubungan sosial dengan orang yang telah dikenalnya dan
kecemasan hanya terjadi dalam lingkungan teman sebaya, bukan dalam
interaksi dengan orang dewasa.
B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan
kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan dengan situasi atai
dipredisposisi oleh situasi.
Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis
diam membeku, atau bersembunyi dari situasi sosial dengan orang asing.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan
D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi
adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang
ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau
terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek fisiologis langsung
dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis
17
umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain ( misalnya,
Gangguan Panik Dengan atau Tanpa Agorafobia, Gangguan Cemas
Perpisahan, Gangguan Dismorfik Tubuh, Gangguan Perkembangan Pervasif,
atau Gangguan Kepribadian Skizoid).
H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental dengannya
misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau
memperlihatkan perilaku makan abnormal pada Anoreksia Nervosa atau
Bulimia Nervosa.
Sebutkan Jika :
Menyeluruh : jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial (juga
pertimbangkan diagnosis tambahan Gangguan Kepribadian Menghindar)
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III)
Agorafobia
Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :
a. Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder
seperti waham atau pikiran obsesif.
b. Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya
dua dari situasi berikut :
• Banyak orang
• Tempat-tempat umum
• Bepergian keluar rumah
• Bepergian sendiri
c. Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang
menonjol
Fobia Khas (Terisolasi)
Semua kriteria yang dibawah ini untuk diagnosis :
a. Gejala psikologis atau otonomik harus merupakan manifestasi primer dari
18
anxietas, dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti waham atau
pikiran obsesif.
b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek situasi fobik tertentu.
c. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.
Fobia Sosial
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:
a. Gejala-gejala psikologis, perilaku /otonomik harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas dan bukan sekundari gejala lain seperti waham /
pikiran obsesif
b. Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu saja
c. Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang menonjol
g) Diagnosa Banding Fobia
DSM-IV-TR membantu dalam pembedaan dengan mengharuskan gejala
mengganggu kemampuan pasien berfungsi secara tepat. Kondisi medis non-
psikiatrik yang dapat mencetuskan fobia berupa penggunaan obat-obat atau zat-
zat terlarang, tumor sistem saraf pusat, dan penyakit serebrovaskuler. Skizofrenia
merupakan diagnosis banding untuk fobia spesifik dan fobia sosial. Hal ini
dikarenakan fobia dapat menjadi salah satu gejala psikosis mereka. Namun
berbeda dengan pasien skizofrenia, pasien yang mengalami fobia menyadari
ketidaklogisan dari rasa cemasnya dan tidak memiliki imajinasi yang bizar seperti
pada psikosis.
Pasien dengan agoraphobia merasa nyaman dengan adanya orang lain
dalam situasi yang menimbulkan kecemasan, berbeda dengan pasien dengan fobia
sosial akan semakin merasa cemas. Gejala pada fobia sosial berupa wajah yang
kemerahan, kedutan otot, dan rasa cemas yang menyebabkannya ingin segera
meninggalkan situasi mencemaskan tersebut.
Diagnosis banding untuk fobia spesifik adalah hipokondriasis, gangguan
obsesif-kompulsif, dan gangguan kepribadian paranoid. Hipokondriasis dibedakan
dimana pasien merasa sudah sakit, sedangkan fobia pasien merasa takut akan
terkena penyakit. Pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif, penegakan
19
diagnosis lebih sulit karena untuk membedakan alasan mereka menjauhi stimulan
tersebut kadang-kadang kurang jelas. Pasien dengan gangguan kepribadian
paranoid akan cenderung menghindari segala macam stimuli dibandingkan
dengan fobia spesifik yang akan merasa cemas hanya pada stimuli tertentu.
Diagnosis banding untuk fobia sosial adalah gangguan depresif berat dan
gangguan kepribadian schizoid. Penghindaran dari segala bentuk sosialisasi akan
mengarah pada gangguan depresi berat. Pada gangguan kepribadian schizoid,
pasien umumnya tidak ingin berinteraksi dibandingkan takut berinteraksi dengan
sosial.
h) Penatalaksanaan Fobia
Terdapat beberapa macam bentuk terapi, yakni terapi perilaku, psikoterapi
dan berbagai modalitas terapi lainnya.
Terapi Perilaku
Salah satu terapi yang paling sering digunakan dan dipelajari adalah terapi
perilaku. Terapi perilaku yang sering digunakan adalah desensitisasi sistematis,
dimana pasien dipajankan dengan stimuli-stimuli yang berkekuatan menimbulkan
cemas yang paling rendah hingga yang paling kuat. Selain itu, terdapat terapi
perilaku yang lain yakni image flooding, dimana pasien dipajankan dengan
gambar-gambar stimulus cemas sampai pada masa dimana pasien tidak merasakan
cemas lagi.
Psikoterapi
Pada kenyataannya bahwa psikoterapi tidak mengurangi kecemasan yang
timbul dari respon pasien terhadap stimulus tersebut. Kemudian para psikiater
berinisiatif untuk menghimbau pasien menghadapi sumber-sumber
kecemasannya.
Terapi Lainnya
Hipnosis, terapi suportif, dan terapi keluarga berguna pada terapi
gangguan fobia. Hipnosis digunakan untuk meningkatkan sugesti ahli terapi
bahwa objek fobik tidaklah berbahaya, dan teknik hipnosis diri diajarkan pada
pasien sebagai metode relaksasi jika berhadapan dengan objek fobik. Psikoterapi
20
suportif dan terapi keluarga berguna dalam membantu pasien secara aktif
menghadapi objek fobik selama pengobatan. Obat-obatan seperti antagonis
reseptor α-2 adrenergik dapat berguna pada pasien dengan fobia spesifik,
benzodiazepine, psikoterapi, atau terapi kombinasi dapat digunakan pada kasus
fobia spesifik. Pasien dengan fobia sosial, psikoterapi dan farmakoterapi berguna
untuk menangani gangguan fobia sosial. Menggabungkan kedua bentuk terapi
diduga meningkatkan efektivitas terapi. Obat-obatan yang dapat digunakan pada
fobia sosial berupa :
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
Benzodiazepine
Venlafaxine
Buspirone
i) Perjalanan Penyakit dan Prognosis Fobia
Belum banyak diketahui tentang prognosis fobia, namun kecenderungan
menjadi kronis dan dapat terjadi komorbiditas dengan gangguan lain seperti
depresi, penyalahgunaan alkohol, dan obat bila tidak mendapat terapi. Menurut
National Institute of Mental Health,
75% orang dengan fobia spesifik dapat mengatasi ketakutannya dengan
terapi kognitif perilaku
• 80% orang dengan fobia sosial membaik dengan farmakoterapi, terapi
kognitif perilaku atau kombinasi
• Agorafobia dengan gangguan panik yang diterapi :
o 30-40% : bebas gejala untuk waktu yang lama
o 50% : gejala ringan yang tidak menggangu kehidupa
sehari - hari
o 10-20% : tidak membaik
Gangguan fobia ditentukan tergantung pada perilaku fobik apakah dapat
mengganggu kemampuan seseorang berfungsi, ketergantungan finansial pada
orang lain dan gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan dan akademik.
21
2.5.3. Gangguan Cemas Menyeluruh3,7
a) Definisi Gangguan Cemas Menyeluruh
Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)
merupakan kekhawatiran yang berlebih dan meresap disertai oleh berbagai gejala
somatik yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien.
b) Epidemiologi Gangguan Cemas Menyeluruh
Prevalensi gangguan cemas menyeluruh antara 3-8% dan rasio antara
perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Usia onset sukar untuk ditentukan karena
mereka melaporkan mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat.
c) Etiologi Gangguan Cemas Menyeluruh
Faktor Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya gangguan ini adalah lobus
oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepin tertinggi di otak. Basal
ganglia, sistem limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada
timbulnya gangguan ini. Pada pasien juga ditemukan sistem serotonergik yang
abnormal. Neurotransmitter yang berkaitan adalah GABA, serotonin,
norepinefrin, glutamat, dan kolesitokinin. Pemeriksaan PET (Positron Emission
Tomography) ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih
otak.
Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien
gangguan anxietas menyeluruh dan gangguan depresi mayor pada pasien wanita.
Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita juga mengalami gangguan
yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50%
pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.
Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari
konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif
22
anxietas dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang
lebih matang lagi dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting.
Teori Kognitif Perilaku
Penderita berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,
disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada
lingkungannya, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang
sangat negatif terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.
d) Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Cemas Menyeluruh
Gejala utama adalah ansietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom,
dan kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan
mempengaruhi aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi
sebagai bergetar, kelelahan dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam
bentuk pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran
pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.
e) Pedoman Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ)
Penderita harus menunjukkan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir
setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan.
Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut :
a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan
gelisah seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya) ;
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ;
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, takikardi,
takipneu, keluhan epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan
sebagainya).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan serta keluhan somatik berulang-ulang. Adanya gejala-gejala lain
yang bersifat sementara, terutama depresi, tidak menyingkirkan gangguan
anxietas menyeluruh sebagai diagnosis utama, selama pasien tidak memenuhi
23
kriteria lengkap dari episode depresif (F32), gangguan anxietas fobik (F40),
gangguan panik (F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif (F42).
Termasuk :
Neurosis anxietas
Reaksi anxietas
Keadaan anxietas
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Ansietas Menyeluruh
Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR :
A. Kecemasan dan kekhawatiran berlebihan (harapan yang mengkhawatirkan),
terjadi lebih banyak dibandingkan tidak selama paling kurang 6 bulan,
tentang sejumlah peristiwa atau aktivitas (seperti pekerjaab atau prestasi
sekolah).
B. Orang kesulitan untuk mengendalikan kekhawatiran.
C. Kecemasan dan kekhawatiran dihubungkan dengan tiga (atau lebih) dari
enam gejala berikut (dengan paling kurang beberapa gejala terjadi lebih
banyak dibandingkan tidak selama 6 bulan terakhir). Catatan : Hanya satu
gejala yang diperlukan pada anak-anak.
Catatan : Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak :
1. Gelisah atau perasaan tegang atau cemas
2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai atau tetap tertidur, atau
tidur yang gelisah dan tidak memuaskan)
D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak dibatasi pada gambaran
utama gangguan Aksis I, misalnya, kecemasan atau ketakutan adalah bukan
suatu Serangan Panik (seperti pada Gangguan Panik), merasa malu di depan
24
umum(seperti pada Fobia Sosial), terkontaminasi (seperti pada Gangguan
Obsesif Kompulsif), merasa jauh dari rumah atau kerabat dekat (seperti pada
Gangguan Cemas Perpisan), pertambahan berat badan (seperti pada
Anoreksia Nervosa), menderita berbagai keluhan fisik (seperti pada
Gangguan Somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada
Hipokondriasis), serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi secara
eksklusif selama Gangguan Stres Pascatrauma.
E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.
F. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara eksklusif selama suatu Gangguan
Mood, Ganguan Psikotik, atau Gangguan Perkembangan Pervasif.
f) Diagnosis Banding Gangguan cemas Menyeluruh
Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat
kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan
zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, EKG dan fungsi
tiroid. Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding adalah
gangguan panik, fobia, gangguan obsesfi kompulsif, hipokondriasis, gangguan
somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.
g) Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh
Farmakoterapi
Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai
dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi,
Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat
25
mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata
adalah 2-6 minggu.
Buspiron
Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding
dengan gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah
efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu.
SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada
fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif
terutama pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.
Psikoterapi
Terapi Kognitif Perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung.
Teknik utama yang digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi
dan biofeedback.
Terapi Suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi
yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi
optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah
sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari
pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat
memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak
tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi
sosial dan pekerjaannya.
h) Prognosis Gangguan Cemas Menyeluruh
26
Gangguan ansietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang
mungkin berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya
mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.
2.5.4. Gangguan Obsesif Kompulsif3,7
g) Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang menganggu
(intrusif). Sedangkan kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari,
dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, atau menghindari.
Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan
kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa
untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat.
h) Epidemiologi Gangguan Obsesif Kompulsif
Prevalensi gangguan obsesi kompulsif sebesar 2-2,4%. Sebagian besar
gangguan dialami pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi
bisa terjadi pada masa kanak. Perbandingan laki-laki : perempuan berimbang, dan
seringkali dilatar belakangi oleh ciri kepribadian anankastik yang menonjol.
i) Etiologi Gangguan Obsesif Kompulsif
Penyebab gangguan obsesi kompulsif bersifat multifaktorial, yaitu
interaksi antara faktor biologik, genetik, faktor psikososial.
Faktor Biologik
Neurotransmitter
1. Sistem Serotonergik
Studi klinis yang telah meneliti konsentrasi metabolisme serotonin
pada cairan serebrospinal dan afinitasnya dan jumlah platelet-binding sites
dari tritiated imipramine (Trofranil), yang berhubungan dengan daerah
perlekatan reuptake serotonin, dan telah dilaporkan temuan variabel pada
pasien gangguan obsesi kompulsif.
2. Sistem noradrenergik
27
Laporan anekdotal menunjukkan kemajuan pada gejala obsesi
kompulsif yang menggunakan clonidine oral, obat yang menurunkan
jumlah pelepasan norephineprin dari ujung saraf presinaptik.
Neuroimunnologi
Berdasarkan sejumlah kejadian nyata, terdapat hubungan positif antara
infeksi streptokokus dan gangguan obsesi kompulsif. Infeksi Streptokokus
hemoliticus grup - a dapat menyebabkan demam rematik, dan berkisar antara 10-
30% dari pasien tersebut berkembang menjadi Sydenham’s chorea dan
menunjukkan gejala obsesi kompulsif.
Studi Pencitraan Otak
Neuroimaging pada pasien dengan gangguan obsesi kompulsif telah
menghasilkan data yang menunjukkan kelainan fungsi pada jalinan saraf antara
korteks orbitofrontal, kaudatus, dan thalamus. Contoh studi pencitraan otak
lainnya yaitu positron emission tomography (PET) telah menunjukkan aktivitas
yang meningkat (metabolisme dan aliran darah) pada lobus frontal, basal ganglia
(terutama pada kaudatus), dan cingulum pada pasien dengan gangguan obsesi
kompulsif. Keterlibatan pada area tersebut pada patologi pasien dengan gangguan
obsesi kompulsif. Tampak lebih berhubungan dengan jalur kortikostiatal daripada
jalur amigdala yang lebih fokus pada penelitian gangguan cemas. Studi computed
tomographic (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) menemukan bahwa
bagian kaudatus bilateral lebih kecil pada pasien dengan gangguan obsesi
kompulsif. Kedua studi pencitraan otak tersebut juga menunjukkan hasil yang
mendukung observasi prosedur neurologis yang melibatkan cingulum, kadang
menunjukkan hasil efektif pada pengobatan gangguan obsesi kompulsif. Pernah
dilaporkan pada studi MRI, terdapat peningkatan waktu relaksasi T1 pada korteks
frontal, temuan tersebut sesuai dengan lokasi abnormalitas pada studi PET.
Genetik
Terdapat studi yang mendukung hipotesis bahwa terdapat pengaruh
genetik pada gangguan obsesi kompulsif. Terdapat bukti tiga sampai lima kali
lebih besar kemungkinan mendapatkan gangguan obsesi kompulsif atau jenis
28
lainnya pada angka kejadian. Studi juga menunjukkan hubungan gangguan obsesi
kompulsif pada pasien kembar lebih tinggi pada kembar monozigot daripada
kembar dizigot.
Data Biologis Lainnya
Studi elektrofisiologi, studi elektroensepalogram saat tidur, dan studi
neuroendokrin telah memberkan data yang mengindikasi beberapa kesamaan
antara gangguan depresif dan gangguan obsesi kompulsif. Insiden menunjukkan
peningkatan pada abnormalitas EEG nonspesifik yang terdapat pada pasien
gangguan obsesi kompulsif. Studi sleep EEG menunjukkan abnormalitas yang
menyerupai gangguan depresif, seperti menurunnya rapid eye movement latency.
Seperti telah disebutkan, studi telah menyarankan hubungan yang
memungkinkan antara kasus gangguan obsesi kompulsif sebelunya dan beberapa
tipe sindrom tik motorik. Hasil studi juga menunjukkan kotransmisi antara
sindrom Tourette, gangguan obsesi kompulsif, dan tik motorik kronis pada
keluarga.
Faktor Kebiasaan
Berdasarkan studi teori, obsesi adalah kondisi yang menstimulus.
Hubungan antara stimulus netral menjadi berasosiasi dengan ketakutan atau
anxietas melalui proses dari hasil pengkondisian yang berhubungan yang
menyebabkan anxietas. Pada objek sebelumnya dan dikatakan bahwa stimuli yang
sesuai dapat mencetuskan anxietas atau rasa tidak nyaman.
Faktor Psikososial
Gangguan obsesi kompulsif dihubungkan dengan pikiran obsesif yang
perduli pada detail, perfeksionalitas, dan personalitas lainnya. Sebagian besar
orang dengan gangguan obsesi kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif yang
menyertai sebelumnya.
Insight psikodinamik mungkin dapat membantu pada pemahaman masalah
pada penatalaksanaan, kesulitan interpersonal, dan masalah pesonalitas yang
sesuai dengan gangguan Axis I. Kontribusi lainnya untuk pengertian psikodinamis
melibatkan dimensi interpersonal.
29
Penelitian menyarankan bahwa gangguan obsesi kompulsif dapat
meningkatkan angka stresor lingkungan, terutama pada mereka yang dalam proses
kehamilan, kelahiran, atau proses tumbuh kembang pada anak-anak.
j) Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif
Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :
1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku
mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi
2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang ikuti dengan
perilaku mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi berbahaya atau
kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci rumah).
3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai
kompulsi, biasanya pikira berulang tentang seksual atau tindakan agresif.
4. Simetri; obsesi yang tema kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga
bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau
mencukur kumis dan janggut.
k) Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif dan Kompulsif
Menurut International Classification of Diseasaes X (ICD-10)
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesional dan tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua
minggu berturut-turut, dan merupakan sumber distres dan gangguan aktivitas.
Gejala-gejala obsesional harus memiliki ciri-ciri berikut :
a) Harus dikenal/disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri individu
sendiri;
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil
dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;
c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekadar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud di atas);
30
d) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan.
Termasuk :
Neurosis anankastik
Neurosis obsesional
Neurosis obsesif-kompulsif
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Obsesif Kompulsif
A. Salah satu obsesi atau kompulsi :
Obsesi seperti yang didefinisikan oleh (1),(2),(3), dan (4) :
1. Pikiran, impuls, atau layangan yang berulang dan menetap yang dialami,
pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai,
dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan
tentang masalah kehidupan yang nyata.
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, Impuls, atau
bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah
hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan
pikiran)
Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2) :
1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa)
atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi kata-
kata dalam hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai
respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus
dipatuhi secara kaku.
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan;
akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan
dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk
menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.
31
B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : hal
ini tidak berlaku untuk anak-anak.
C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaaan yang jelas,
menghabiskan waktu (lebih dari 1 jam sehari), atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau
kegiatan atau hubungan sosial biasanya.
D. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, Isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan yang terdapat
pada Gangguan Makan; mencabut rambut yang terdapat pada
Trikotilomania; perhatian pada penampilan yang terdapat pada Gangguan
Dismorfik Tubuh; preokupasi dengan zat yang terdapat pada suatu
Gangguan Penggunaan Zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit
serius yang terdapat pada Hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan
atau fantasi seksual yang terdapat pada Parafilia; atau perenungan bersalah
yang terdapat pada Gangguan Depresi Mayor.
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misal,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum
Sebutkan Jika :
Dengan tilikan buruk : jika, selama sebagian besar waktu episode terakhir, orang
tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak
beralasan.
k) Diagnosa Banding Gangguan Obsesif Kompulsif
Kondisi Medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan di dalam diagnosis
banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus
temporalis.
32
Kondisi Psikiatrik
Pertimbangan utama di dalam diagnosis bading gangguan obsesif-
kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan
gagguan depresif
l) Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif
Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah
faktor biologik, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian
farmakoterapi dan terapi perilaku.
Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-kompulsif
berupa SSRI sebagai terapi lini pertama contohnya fluoxetine, fluvoxamine,
paroxetine, sertraline, dan citalopram; antidepresan trisiklik seperti clomipramine
yang terbukti paling efektif dibandingkan dengan obat-obatan trisiklik lainnya.
Obat-obatan tersebut memiliki efek samping, SSRI memiliki efek samping berupa
rasa mual, gangguan tidur, nyeri kepala, dan rasa gelisah yang sifatnya transient
sehingga tidak terlalu mengganggu. Untuk pengobatan dengan clomipramine
perlu diperhatikan pemberian dosis awal, karena memiliki efek samping gangguan
sistem gastrointestinal, hipotensi ortostatik, dan efek antikolinergi serta sedasi
berat. Bila terapi dengan SSRI dan clomipramine tidak efektif, dapat diberikan
beberapa obat lain seperti valproat, litihium, atau carbamazepine. Venlafaxine,
pindolol, dan obat-obatan MAOI (phenelzine) juga dapat digunakan sebagai
tambahan.
Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat
berupa exposure and response prevention dimana pasien dipanjankan dengan
stimulusnya namun diingatkan dan diawasi untuk menahan perasaan
kompulsifnya. Desensitisasi, thought stopping, dan thought flooding, merupakan
terapi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif.
Dalam kondisi tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu seorang pasien
dalam terapinya.
m) Perjalanan Penyakit/Prognosis Gangguan Obsesif Kompulsif
33
Lebih dari 50% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif gejala awalnya
muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang
menimbulkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga.
Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat.
Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien
mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain
menetap dan terus-menerus ada.
Kira-kira 20-30 % pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna,
sementara 40-50% perbaikan sedang, sedangkan sisanya 20-40% gejalanya
menetap atau memburuk. Sepertiga gangguan obsesif kompulsif disertai gangguan
depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki risiko
bunuh diri.
Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, awitan masa
kanak, kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada
komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke
waham dan adanya gangguan kepribadian(terutama kepribadian skizotipal).
Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian sosial dan
pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejaja yang
episodik.
BAB III
KESIMPULAN
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
34
mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh,
perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.
Tanda dan gejala gangguan cemas meliputi dua komponen, antara lain
kesadaran akan sensasi fisiologis (palpitasi dan berkeringat) dan kesadaran bahwa
ia gugup atau ketakutan. Ansietas juga mempengaruhi pikiran, persepsi dan
pembelajaran. Berdasarkan tingkatan ansietas,tanda dan gejala dibagi menjadi :
ringan (ketegangan dalam kehidupan sehari-hari), sedang (individu tidak
mempunyai perhatian selektif, kemampuan penglihatan, pendengaran dan
penciuman menurun), berat (pikiran hanya berfokus pada satu hal) dan panik
(kehilangan kendali).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya reaksi kecemasan
yaitu : lingkungan yang tidak menyenangkan (keluarga, sahabat, rekan
kerja,tempat tinggal), emosi yang ditekan (menekan rasa marah atau frustasi
dalam jangka waktu yang sangat lama) dan sebab-sebab fisik.
Patofisiologi terjadinya gangguan cemas dijelaskan melalui teori
psikologis dan teori biologis. Teori psikologis menjelaskan gangguan cemas
terjadi dari sudut pandang teori psikoanalitik, teori perilaku, dan teori eksistensial.
Sedangkan teori biologis menjelaskan bahwa ada hubungan sistem saraf otonom
dan neurotransmitter terhadap proses terjadinya gangguan cemas.
Gangguan cemas dapat diklasifikasikan menjadi : gangguan panik, fobia
(agoraphobia, fobia sosial, fobia spesifik), gangguan cemas menyeluruh, dan
gangguan obsesif kompulsif.
35
top related