isi kepemimpinan demokratis
Post on 24-Dec-2015
22 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan organisasi, gaya kepemimpinan seorang pemimpin
adalah hal yang penting diperhatikan. Kepemimpinan dalam sebuah organisasi
dituntut untuk bisa membuat individu-individu dalam organisasi yang
dipimpinnya bisa berperilaku sesuai dengan yang diinginkan oleh pemimpin untuk
mencapai tujuan organisasi. Maka dari itu seorang pemimpin haruslah bisa
memahami perilaku individu-individu di dalam organisasi yang dipimpinnya
untuk bisa menemukan gaya kepemimpinan yang tepat bagi organisasinya.
Perilaku individu berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini tergantung
dari stimulus atau hal-hal yang bisa memotivasi individu tersebut untuk berprilaku
dan juga bagaimana individu tersebut mengelola menindaklanjuti stimulus
tersebut. Perbedaan inilah yang memunculkan adanya perilaku yang bersifat
positif dan negative.
Kepemimpinan adalah suatu bentuk dominasi yang didasari oleh
kapabilitas/kemampuan pribadi, yaitu mampu mendorong dan mengajak orang
lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan
tersebut juga berdasarkan pada (1) akseptansi/penerimaan oleh kelompok, dan (2)
pemilikan keahlian khusus. Maka dalam iklim demokratis kita berkepentingan
dengan kepemimpinan demokratis, demi pencapaian kesejahteraan dan keadilan
yang lebih merata.
Namun kenyataan menunjukan, bahwa dalam masyarakat modern yang
banyak menonjolkan individualisme sekarang banyak terdapat orang sangat
1
ambisius, bahkan paling ambisius untuk muncul menjadi pemimpin demi
kepentingan-kepentingan pribadi. Orang yang iklankan diri itu ( yang dengan
segala upaya licik ingin menjabat kursi kepemimpinan ), biasanya adalah tipe
orang yang sakit atau abnormal (yang korups, patologis, egoistis, tidak
bertanggung jawab, criminal, sadis, dan lain-lain), itu jelas mencerminkan adanya
masyarakat yang pas sakit. Dengan kata lain masyarakat yang sakit akan
memproduksi pemimpin-pemimpin yang sakit atau abnormal. Dan sebaliknya,
pemimpin-pemimpin yang sakit pasti akan memunculkan masyarakat yang sakit,
yang dipenuhi banyak konflik, disorganisasi dan disfungsi sosial.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang serta hal-hal tersebut di atas, maka rumusan
masalah yang dikaji ialah :
1. Bagaimana proses terbentuknya prilaku?
2. Apakah motivasi individu itu?
3. Bagaimana bentuk perilaku individu?
4. Bagaimanakah gaya kepemimpinan yang demokratis itu?
C. Tujuan Penulisan
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui proses terbentuknya prilaku.
2. Untuk mengetahui motivasi individu.
3. Untuk mengetahui bentuk perilaku individu.
4. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang demokratis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Terbentuknya Perilaku Individu
Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan
respon (Skinner, cit. Notoatmojo 1993). Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu
yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan.
Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau
perilaku tertentu. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya
stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung
(wartawarga.gunadarma.ac.id).
Individu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang seorang;
pribadi orang (terpisah dari yang lain), organisme yang hidupnya berdiri sendiri,
secara fisiologi ia bersifat bebas (tidak mempunyai hubungan organik dengan
sesamanya).
Perilaku individu dalam suatu organisasi adalah sikap dan tindakan
(tingkah laku) seorang manusia (individu) dalam organisasi sebagai ungkapan dari
kepribadian, persepsi dan sikap jiwanya, dimana bisa berpengaruh terhadap
prestasi (kerja) dirinya dan organisasi (one.indoskripsi.com).
Manusia atau juga disebut sebagai individu diciptakan berbeda satu sama
lain. Masing-masing memiliki keunikan tersendiri yang salah satunya dapat
terlihat dari perilaku mereka. Dalam suatu organisasi, terkadang kondisi ini dapat
menjadikan organisasi tersebut tidak bisa berjalan dengan efektif karena masing-
masing manusia di dalamnya memiliki perilaku yang berbeda. Inilah yang menjadi
tugas seorang pemimpin untuk bisa menyamakan perilaku individu-individu di
3
dalam organisasi yang dipimpinnya agar bisa memiliki perilaku yang sama dan
sangat mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Pada dasarnya tingkah laku adalah respon atau stimulus yang datang.
Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan
Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental
sama sekali. Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skiner disebut
teori “S – O - R”atau Stimulus – Organisme – Respon.
Mekanisme pembentukan perilaku terbagi atas 2 aliran, yaitu:
1. Aliran Behaviorisme:
S > R atau S > O > R
S = stimulus (rangsangan); R = Respons (perilaku, aktivitas) dan
O=organisme (individu/manusia).
Karena stimulus datang dari lingkungan (W = world) dan R juga ditujukan
kepadanya, maka mekanisme terjadi dan berlangsungnya dapat dilengkapkan
seperti tampak dalam bagan berikut ini:
W > S > O > R > W
Yang dimaksud dengan lingkungan (W = world) di sini dapat
dibagi ke dalam dua jenis yaitu :
Lingkungan objektif (umgebung= segala sesuatu yang ada di
sekitar individu dan secara potensial dapat melahirkan S).
Lingkungan efektif (umwelt= segala sesuatu yang aktual
merangsang organisme karena sesuai dengan pribadinya
4
sehingga menimbulkan kesadaran tertentu pada diri organisme
dan ia meresponsnya).
2. Aliran Holistik atau Humanis
Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu
bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari
dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu
perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan.
Holistik atau humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu
dalam konteks what (apa), how (bagaimana), dan why (mengapa).
What (apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/purpose) apa
yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana)
menunjukkan kepada jenis dan bentuk cara mencapai tujuan
(goals/incentives/pupose), yakni perilakunya itu sendiri. Sedangkan
why (mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang menggerakan
terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber dari diri
individu itu sendiri (motivasi instrinsk) maupun yang bersumber dari
luar individu (motivasi ekstrinsik)
Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Perilaku Oleh Skiner (1938)
Stimulus (rangsangan) berupa lingkungan, manusia, benda dan hal lain
yang bisa memotivasi organisme tersebut. Pada gambar di atas, stimulus yang
diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut
5
STIMULUS ORGANISME RESPONS
tidak diterima maka proses berhenti disini. Tetapi bila stimulus tersebut diterima
oleh organisme berarti stimulus tersebut efektif dan dilanjutkan kepada proses
berikutnya. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi
kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
Akhirnya dengan adanya dukungan dan dorongan dari lingkungan maka stimulus
tersebut mempunyai efek tindakan dari individu berupa respon. Respon inilah
yang disebut dengan perilaku individu. Skiner kemudian membedakan adanya dua
jenis respon yaitu:
1. Respondent respon atau reflexsive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan – rangsangan (stimulus) tertentu yang dapat menimbulkan respon
– respon yang relatif tetap. Misalnya makanan yang lezat menimbulkan
keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, bagitu
juga respon yang mencakup perilaku emosional.
2. Operant respon atau instrumental respon, yaitu respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu yang
dapat memperkuat respon. Misalnya pemberian penghargaan terhadap
pegawai yang berprestasi dapat menjadikan pegawai tersebut terpacu untuk
lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
Di atas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari
stimulus (rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama
namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Ini dipengaruhi oleh dua
variabel seperti yang dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich dan Donnely:
1. Variabel (Karakteristik) Individu, terdiri dari beberapa faktor, yaitu:
6
Faktor Fisiologis yaitu kemampuan dan keterampilan phisik yang
dimiliki manusia, seperti kemampuan fisik dan kemampuan mental.
Faktor Psikologis yaitu tanggapan psikologis individu yang
bersangkutan, seperti: persepsi, sikap, kepribadian, belajar,
pengalaman, motivasi.
Faktor Demografi, terdiri dari: umur, jenis kelamin, dan etnis.
2. Variabel Lingkungan, terdiri dari beberapa faktor yaitu:
Lingkungan kerja (di dalam organisasi kerja), terdiri dari:
kebijakan dan aturan organisasi, kepemimpinan, struktur
organisasi, desain pekerjaan, dan system kompensasi.
Lingkungan non kerja (di luar organisasi kerja), terdiri dari:
keluarga, masyarakat (sosial) dan budaya, dan pendidikan atau
sekolah.
Pembentukan perilaku adalah secara sistematis menegaskan setiap urutan
langkah yang menggerakkan seorang individu lebih dekat terhadap respons yang
diharapkan. Terdapat empat cara pembentukan perilaku:
1. Penguatan positif: jika suatu respon diikuti dengan sesuatu yang
menyenangkan, misalnya pujian.
2. Penguatan negatif: jika suatu respon diikuti oleh dihentikannya atau ditarik
kembalinya sesuatu yang tidak menyenangkan, misalnya berpura-pura bekerja
lebih rajin saat pengawas berkeliling.
3. Hukuman: mengakibatkan suatu kondisi yang tidak enak dalam suatu usaha
untuk menyingkirkan perilaku yang tidak diinginkan. Misalnya : Penskorsan
7
4. Pemusnahan: menyingkirkan penguatan apa saja yang mempetahankan
perilaku. Misalnya tidak mengabaikan masukan dari bawahan akan
menghilangkan keinginan mereka untuk menyumbangkan pendapat.
B. Motivasi Individu
Motivasi adalah kondisi psikologis yang menimbulkan, mengarahkan, dan
mempertahankan tingkah laku tertentu (Pitrinch & Schunk, dalam Sukadji &
Singgih-Salim, 2001). Winkel (1996) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arahan
pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan. Motivasi merupakan syarat
mutlak untuk belajar dan mempengaruhi arah aktivitas yang dipilih serta intensitas
keterlibatan seseorang dalam suatu aktivitas.
McClelland (dalam Sukadji dan Singgih-Salim, 2001) mengemukakan
bahwa manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya dipengaruhi oleh motif.
Ada 3 kelompok motif yang dikemukakan olehnya, yaitu :
Motif untuk berhubungan dengan orang lain (Affiliation Motive), yaitu motif
yang mengarahkan tingkah laku seseorang untuk berhubungan dengan orang
lain. Yang menjadi tujuan adalah suasana akrab dan harmonis. Ciri-ciri orang
dengan motif afiliasi tinggi adalah : senang berada di dalam suasana akrab,
risau bila harus berpisah dengan sahabat, berusaha diterima kelompok, dalam
bekerja atau belajar melihat dengan siapa ia bekerja atau belajar.
Motif untuk berkuasa (Power Motive), yaitu motif yang menyebabkan
sieseorang ingin menguasai atau mendominasi orang lain dalam berhubungan
dengan orang lain dan cenderung bertingkah laku otoriter.
8
Motif untuk berprestasi, yaitu motif yang mendorong seseorang untuk
mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik
yang berasal dari standar prestasinya sendiri di waktu lalu atau prestasi orang
lain. Yang terpenting adalah bagaimana caranya ia dapat mencapai suatu
prestasi tertentu.
Motivasi individu dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang
individu yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan
terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar,
bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak
lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti,
terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi)
seseorang.
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003)
mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari
beberapa indikator, diantaranya:
1) durasi kegiatan;
2) frekuensi kegiatan;
3) persistensi pada kegiatan;
4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan
kesulitan;
5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan;
9
6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan
yang dilakukan; dan
8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
C. Bentuk Perilaku Individu
Bentuk-bentuk perilaku individu tidak terlepas dari kepribadian yang
dimilikinya. Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian ini terdiri
dari tiga elemen, yaitu id, ego, dan superego. Ketiga kepribadian inilah yang
bekerja sama untuk menciptakan bentuk-bentuk perilaku manusia yang kompleks.
1. Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek
kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan
primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga
komponen utama kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang
berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan
kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan
segera atau ketegangan. Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu
realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip
kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita
inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri.
Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima.
Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan
oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan
citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan
kebutuhan.
10
2. Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani
dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan
bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di
dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego
bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan
keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip
realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan
untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls
id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan – ego pada akhirnya
akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan
tempat.
3. Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego.
superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar
internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan
masyarakat – kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman
untuk membuat penilaian.
Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana
konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan
kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun
kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara
efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu
banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu
mengganggu.
Perilaku individu terdiri dari berbagai macam bentuk, tergantung dari
11
aspek mana dilihatnya, seperti perilaku termotivasi, perilaku tidak termotivasi,
perilaku reflek, perilaku otomatis, perilaku yang dipelajari, perilaku instingtif, dan
sebagainya. Secara psikologi, bentuk-bentuk perilaku individu yaitu berupa:
Perilaku sadar (yaitu perilaku yang melalui kerja otak dan pusat
susunan syaraf). Perilaku sadar ini hanya sekitar 40% yang dialami
oleh manusia.
Perilaku tidak sadar (perilaku yang sopan atau instingtif). Perilaku ini
terjadi di ambang sadar atau alam tidak sadar. Perilaku tidak sadar ini
biasanya untuk menyimpan semua harapan, keinginan, dan ketakutan
manusia;
Perilaku tampak dan tidak tampak;
Perilaku sederhana dan kompleks;
Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor.
Selain itu terdapat pula bentuk-bentuk perilaku dilihat dari jenis
responnya, yaitu:
Perilaku pasif (respons internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan
tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum
ada tindakan yang nyata.Contoh : berpikir, berfantasi, berangan-angan.
Perilaku aktif (respons eksternal)
Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku aktif adalah perilaku yang
dapat diamati langsung, berupa tindakan nyata. Contoh: mengerjakan
ulangan, membaca buku pelajaran.
D. Gaya Kepemimpinan Demokratis
12
Kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama
dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Gaya kepemimpinan demokratis
diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dan
perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi/kelompok.
Di samping itu diwujudkan juga melalui perilaku kepemimpinan sebagai
pelaksana (eksekutif).
Dengan didominasi oleh ketiga perilaku kepemimpinan tersebut, berarti
gaya ini diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan
manusiawi (human relationship) yang efektif, berdasarkan prinsip saling
menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lain. Pemimpin
memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek,
yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga.
Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, minat/perhatian,
kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang berbeda-beda antara yang satu dengan
yang lain selalu dihargai dan disalurkan secara wajar.
Berdasarkan prinsip tersebut di atas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu
terlihat usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Proses
kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi
anggota kelompok/organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
Partisipasi itu disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing, di samping
memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota
kelompok/organisasi. Para pemimpin pelaksana sebagai pembantu pucuk
pimpinan, memperoleh pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, yang sama
atau seimbang pentingnya bagi pencapaian tujuan bersama. Sedang bagi para
anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan dan dikembangkan dalam
13
berbagai kegiatan di lingkungan unit masing-masing, dengan mendorong
terwujudnya kerja sama, baik antara anggota dalam satu maupun unit yang
berbeda. Dengan demikian berarti setiap anggota tidak saja diberi kesempatan
untuk aktif, tetapi juga dibantu dalam mengembangkan sikap dan kemampuannya
memimpin. Kondisi itu memungkinkan setiap orang siap untuk dipromosikan
menduduki posisi/jabatan pemimpin secara berjenjang, bilamana terjadi
kekosongan karena pensiun, pindah, meninggal dunia, atau sebab-sebab lain.
Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan
sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di
dalam unit masing-masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan
tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya semua merasa
terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama. Setiap anggota
kelompok/organisasi merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan sendiri atau
beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama.
Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi,
yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara
keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin selalu
dihormati dan disegani secara wajar.
BAB III
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kami dapat simpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu bentuk
dominasi yang didasari oleh kapabilitas/kemampuan pribadi, yaitu mampu
mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan
bersama. Kepemimpinan tersebut juga berdasarkan pada (1)
akseptansi/penerimaan oleh kelompok, dan (2) pemilikan keahlian khusus. Maka
dalam iklim demokratis kita berkepentingan dengan kepemimpinan demokratis,
demi pencapaian kesejahteraan dan kaedilan yang lebih merata.
Gaya kepemimpinan demokratis diwujudkan dengan dominasi perilaku
sebagai pelindung dan penyelamat dan perilaku yang cenderung memajukan dan
mengembangkan organisasi/kelompok. Di samping itu diwujudkan juga melalui
perilaku kepemimpinan sebagai pelaksana (eksekutif).
B. Saran
1. Para calon pemimpin hendaknya harus tahu persis apa itu sebenarnya
kepemimpinan, sehingga mungkin pada saat menjadi pemimpin akan tau
bagaimana seharusnya bersikap.
2. Para pemimpin hendaknya benar-benar melaksanakan tugas dan
wewenangnya, sebab keberadaan pemimpin dalam suatu organisasi yang
dipimpinnya akan lebih banyak tergantung pada kebijaksanaan pemimpin.
DAFTAR PUSTAKA
15
http://www.kembanglatar. org/2010/04/gaya-kepemimpinan.html#.UzFfcs5IPIU
http://xa.yimg.com/kq/groups/22999204/1938463348/name/kel-3+.doc.
id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran+pembentukan+perilaku+individu
www.bus.ucf.edu
http://rasyidalmurtadlo.blogspot.com/2012/07/kepemimpinan-demokratis.html
http://laporanlengkappraktikumkimia.blogspot.com/2012/11/contoh-makalah-kepemimpinan.html#sRda6eAB1lJhoQS2.99
16
top related