intisari ilmu hadist · 2013. 11. 29. · tis'ah (9 kitab hadis yang populer), yaitu: shahih...
Post on 20-Jan-2021
28 Views
Preview:
TRANSCRIPT
INTISARIIlmu Hadits
Dr. Mahmud Thahhan
INTISARIIlmu Hadits
Intisari Ilmu Hadits
Dr. Mahmud Thahhan ©2007, Dr. Mahmud Thahhan UIN-Malang Press
Diterjemahkan dari buku; Taisir Mushthalah al-hadits
252 hlm; 1 4 x 2 1 cm1. Ilmu Hadits 2. Musthalah Hadits
Penulis: Dr. Mahmud Thahhan Penerjemah: A. MuhtadiRidwan Editor: H.R. Taufiqurrachman RancangSampul: Aulia Fikriarini
ISBN: 979-24-2973-5 Cetakan I: Oktober 2007
Penerbit:UIN-Malang Press Jl.Gajayana 50 Malang Telp. (0341)551354, 572533 Fax. (0341)572533 e-mail:uinmlg_press@yahoo.com
Isi di luar tanggung jawab percetakan
KATA PENGANTAR
Hadis dan Sunnah, baik secara struktural maupun fungsional,
disepakati oleh mayoritas kaum muslimin dari berbagai mazhab Islam,
sebagai sumber ajaran Islam, karena dengan adanya Hadis dan Sunnah
itulah ajaran Islam menjadi jelas, rinci dan spesifik. Sepanjang
sejarahnya, hadis-hadis yang tercantum dalam berbagai kitab hadis
yang ada, berasal melalui proses penelitian ilmiah yang rumit,
sehingga menghasilkan kualitas hadis yang diinginkan oleh para
penghimpunnya. Implikasinya, telah terdapat berbagai macam kitab
hadis, yang seringkali dijumpai keanekaragaman redaksi (matan hadis)
dan sanadnya, karena diantara kolektor hadis tersebut memakai kriteria
dan standar masing-masing. Di sinilah letak pentingnya studi hadis
agar dapat diketahui bagaimana hadis tersebut diteliti dan lebih dari itu
bagaimana meneliti sehingga dapat diketahui tatacara dengan benar
pemakaian hadis sebagai dasar amalan.
Namun sayang, di antara para pengkaji ajaran Islam banyak yang
berpendapat bahwa hadis Nabi SAW dan ilmu hadis termasuk
pengetahuan yang sangat rumit, sehingga mereka mengalami banyak
kesulitan. Pernyataan itu memang cukup beralasan, setidak- tidaknya
bagi mereka yang belum memahami dengan baik sejarah kodifikasi
hadis, berbagai istilah dan kaedah yang dikenal dalam ilmu hadis.
حیمالرالرحمناللهبسم
Kesulitan memahami pengetahuan hadis dan ilmu hadis ini tidak
jarang menjadikan seseorang yang hendak mengkajinya bersikap
enggan. Sikap yang demikian itu sudah barang tentu sangat berbahaya,
karena hadis Nabi Muhammad SAW merupakan sumber ajaran Islam
kedua setelah al-Qur'an yang harus selalu dijadikan pedoman.
Sedangkan untuk menjadikan hadis sebagai dasar ajaran agama, hadis
itu terlebih dahulu harus diketahui secara pasti keadaan kualitasnya
melalui penelitian yang tak lain mensyaratkan penguasaan ilmu hadis
bagi peneliti hadis.
Sikap enggan untuk mempelajari ilmu hadis, lebih berbahaya bila
ternyata juga melanda kalangan akademisi yang memiliki spesialisasi di
bidang kajian Islam. Ironisnya, kekhawatiran ini kini telah menjadi
kenyataan. Hal ini kiranya bisa dimaklumi, karena kemampuan mereka
di bidang bahasa asing, terutama bahasa Arab masih terasa kurang.
Padahal, buku-buku referensi tentang ilmu hadis sebagian besar
berbahasa Arab. Beberapa kalangan juga beranggapan bahwa
sebenarnya studi (penelitian) hadis sudah mencapai babak final.
Terbukti, dengan adanya beberapa produk penelitian hadis yang
representatif sebagai dasar pengambilan hadis. Di antaranya, Kutub al-
Tis'ah (9 kitab hadis yang populer), yaitu: Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim,
Sunan Abu Dawud, Sunan Turmudzi, Sunan Nasa'i, Sunan Ibnu Majah, al-Muwaththa'
Imam Malik, Musnad Ahmad, dan Sunan al-Darimi.
Dari sini, kami merasa terpanggil untuk mempelajari ilmu hadis,
kemudian mencoba mengalihbahasakan sebuah buku yang bertajuk
Taisiir Mushthalah Al-Hadis karya Dr. Mahmud al- Thahhan, seorang
purnawirawan Angkatan Darat di Siria dan Guru Besar Fakultas
Syari'ah Universitas Islam Muhammad bin Sa'ud al-Islami di Madinah.
Buku ini, kami beri judul Intisari Ilmu Hadis. Terjemahan ini diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan semua pihak, terutama saya sendiri yang
secara kebetulan sangat tertarik pada kajian keislaman, utamanya hadis
dan ilmu hadis. Terjemahan
6
ini sebenarnya sudah selesai saya lakukan pada tahun 1995 ketika saya
secara resmi berpindah tempat kerja dari Fakultas Syari'ah IAIN Sunan
Ampel Ponorogo (kini STAIN Ponorogo) ke Fakultas Tarbiyah IAIN
Sunan Ampel Malang (kini UIN Malang). Berkat permintaan dan
dorongan banyak pihak untuk dicetak dan disebarluaskan agar dapat
dipakai sebagai referensi kajian keislaman, khususnya bidang studi
hadis, maka kami menyusunnya kembali dengan stuktur penerjemahan
yang lebih mudah dimengerti dan tidak jauh berbeda dengan teks
aslinya.
Sistematika terjemahan ini mengalami perubahan dari buku
aslinya, yang semula terbagi menjadi empat bab kemudian berkembang
menjadi tujuh bab, sebagaimana tergambar pada daftar isi terjemahan
ini. Hal ini saya lakukan, sekali lagi, agar lebih mudah dipelajari. Di
samping itu, kami sengaja memberikan tambahan keterangan dan
catatan kaki pada bagian-bagian tertentu dengan maksud ingin
memperjelas bahasan yang terasa sangat simpel.
Demikian, semoga usaha yang sangat sederhana dan masih banyak
kekurangan ini ada guna dan manfaatnya. Kemudian kepada Allah SAW
semata-mata, kami mohon petunjuk dan ridla- Nya dan tidak lupa saya
haturkan terima kasih kepada sahabat- sahabat sejawat atas dorongan
dan bantuannya, sehingga karya ini dapat terwujud.
Malang, 15 Desember 2006
HA. MUHTADI RIDWAN
7
KATA PENGANTAR PENGARANG
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan anugerah
kepada kaum muslimin dengan menurunkan al-Qur'an al-Karim yang
terjamin kelestariannya, baik isi maupun tulisannya sampai hari kiamat
dan sunnah Nabi Muhammad SAW yang juga selalu terpelihara.
Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah mendapat mandat dari Allah SWT untuk
memberikan penjelasan terhadap segala hal dalam al-Qur'an al-Karim
sesuai dengan kehendak-Nya. Allah SWT berfirman: dalam surat al-
Nahl ayat 44 :
Artinya: "....Dan kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamumenerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkankepada mereka dan supaya mereka memikirkan".
Nabi Muhammad SAW menjelaskan kandungan al-Qur'an melalui
sabda-sabdanya, perbuatan dan ketetapannya dengan bahasa yang jelas
dan gamblang.
Semoga Allah SWT dilimpah ridha-Nya kepada para sahabat
yang telah menerima sunnah secara langsung dari Nabi SAW,
kemudian memeliharanya. Selanjutnya, mereka meriwayatkan kepada kaum
muslimin, sebagaimana yang pernah mereka dengar tanpa ada cacat dan
perubahan.
Semoga Allah SWT selalu memberi rahmat dan ampunan kepada para
ulama salaf yang telah meriwayatkan sunnah Nabi dari masa ke masa.
Mereka berhasil menciptakan kaidah-kaidah dan norma-norma secara
cermat demi menjaga keabsahan periwayatan hadis, serta membersihkannya
dari perubahan yang sengaja dilakukan oleh orang-orang yang berbuat
kebatilan.
Semoga Allah SWT juga memberi pahala kepada para ulama khalaf
yang telah menerima dan mengkaji kaidah-kaidah dan norma-norma
periwayatan karya ulama salaf, sehingga mereka berhasil menyusunnya
kembali secara sistematis dalam bidang studi tersendiri yang selanjutnya
dikenal dengan nama "Ilmu Mushthalah al-Hadis"' 1
Setelah beberapa tahun saya mempelajari Ilmu Mushthalah al-Hadis di
Fakultas Syari'ah Universitas Islam di kota Madinah yang memakai buku "
Ulum al-Hadis" karya Ibn al-Shalah dan buku ringkasannya " Al-Taqrib” karya
al-Nawawi sebagai buku standar, saya menemui kesulitan dalam
mempelajari kedua buku tersebut, karena isi dan pengetahuannya begitu
besar dan luas.
Di antara kesulitan-kesulitan yang saya temui dari kedua buku
tersebut ialah :
■ Ada beberapa bagian bahasan yang terlalu panjang, terutama pada
kitab Ulum al-Hadis karya Ibn al-Shalah.2
■ Ada beberapa bagian bahasan yang terlalu simpel, terutama pada kitab
al-Taqrib karya al-Nawawi.3
1. Ilmu Mushthalah al-Hadis juga disebut Ilmu Hadis dirayah, Ulum al-Hadis dan Ushulal-Hadis.
2. Sebagaimana pembahasan tentang "tata cara mendengar, menerima dan menghafalhadis" yang menghabiskan tidak kurang dari 46 halaman.
3. Sebagaimana pembahasan tentang "hadis dla'if" yang tidak lebih dari 19 kalimat.
10
■ Terdapat beberapa ungkapan (ibarat) yang sulit dipahami danada sebagian bahasan yang kurang sinkron dengan pembahasan
yang lain.4 seperti tidak menyebutkan definisi, tidak
mencantumkan contoh-contoh, tidak menyebutkan faedah pada
bahasan tertentu, tidak menyebutkan sumber pengambilannya
dan lain sebagainya.
Di samping kedua buku di atas, saya juga menemui persoalan yang
sama dari sekian banyak buku karya ulama terdahulu, bahkan sebagian
buku belum mencakup keseluruhan bahasan ilmu hadis, sebagian yang
lain sistematika bahasannya tidak sempurna. Alasan mereka
meninggalkan beberapa bahasan dalam bukunya adalah karena dianggap
sudah jelas masalahnya dan untuk bahasan yang terlalu luas semata-mata
karena pertimbangan kondisi dan situasi yang memang membutuhkan
seperti itu, dan sebab-sebab yang lain, baik yang diketahui atau belum
diketahui.
Atas dasar pemikiran tersebut di atas, saya mempunyai gagasan
untuk menyusun sebuah buku di bidang Ilmu Mushthalah al-Hadis yang
mudah difahami sebagai pegangan bagi mahasiswa Fakultas Syari'ah.
Sistematika bahasannya adalah mengklasifikasi masing- masing
bahasan menjadi beberapa poin yang bernomor, dimulai dari definisi,
contoh-contoh, macam-macamnya dan diakhiri dengan penyebutan buku
karya terkenal di bidang tertentu. Semua bahasan tersebut memakai
redaksi yang mudah, metode ilmiah yang jelas, tidak berbelit-belit dan
tidak sulit serta tidak terlalu banyak menyebutkan perbedaan pendapat
dan tidak pula membeberkan
4. Seperti ringkasan al-Nawawi tentang pembahasan hadis maqlub, yakni "hadismaqlub adalah semisal hadis mungkar yang diriwayatkan dari Salim, selanjutnyadirubah dari Nafi' dengan tujuan agar hadis itu lebih menarik dan disenangi". Danperistiwa yang dilakukan penduduk Baghdad ketika sengaja mencampur aduk100 buah hadis sebagai ujian atas al-Bukhari yang ternyata berhasil dijawab dandiselesaikan dengan baik, sehingga mereka mengakui kelebihannya.
11
secara panjang lebar pada berbagai masalah karena keterbatasan
waktu yang diperuntukkan mengkaji bidang ilmu ini pada Fakultas
Syari'ah dan fakultas lain yang mendalami studi keislaman.
Buku ini saya beri nama " Taisir Mushthalah al-Hadis" . Saya
tidak beranggapan bahwa buku ini sudah melebihi buku-buku karya
ulama terdahulu dalam bidang Ilmu Mushthalah al-Hadis, namun
setidaknya, buku ini dapat dijadikan sebagai kunci untuk
mempelajari dan memahami kandungan buku-buku mereka. Buku-
buku ulama terdahulu tetap sebagai referensi penting bagi para
pengkaji bidang ilmu ini.
Saya juga tidak mau ketinggalan memberikan sumbangan
pemikiran, karena pada akhir-akhir ini muncul beberapa buku yang
disusun oleh para ahli, terutama sanggahan terhadap kaum orientalis
dengan beberapa bahasan yang sebagian terlalu panjang, terlalu
simpel atau sebagian kurang sempurna. Karenanya, buku ini saya
maksudkan bisa dijadikan perantara dari buku-buku tersebut.
Yang terbaru dalam buku saya ini adalah :
1. Sistem pembagiannya, yakni setiap bidang bahasan dibagi
menjadi beberapa poin yang bernomor, sehingga mudah bagi
mahasiswa untuk memahaminya.5
2. Setiap bahasan diformulasikan dengan redaksi secara umum,
seperti pembahasan definisi, contoh-contoh dan lain
sebagainya, sehingga dapat saling menunjang dan
menyempurnakan.
3. Mencakup keseluruhan materi bahasan Ilmu Mushthalah al-
Hadis dan disusun secara ringkas.
5. Sistematika tersebut saya peroleh dari para guru besar saya, seperti al-UstadzMusthafa al-Zarqa' dalam bukunya "al-Fiqhu al-Islami fi-Tsaubihi al-Jahid",al- Ustadz Dr. Ma'ruf al-Dawalibi dalam bukunya "Ushul al-Fiqh" dan al-Ustadz Dr. Muhammad Zakki Abd. al-Bari, pada waktu saya menuntut ilmudi Fakultas Syari'ah Universitas Damaskus. Dan saya berpendapat bahwasistematika tersebut adalah yang paling mudah dan besar pengaruhnya dalammemahami ilmu pengetahuan.
1 2
Dari segi penyusunan bab dan sistematika bahasannya, saya
mengambil metode yang dipakai oleh al-Hafidh Ibn Hajar dalam
bukunya " al-Nukhbah" dan syarahnya, karena memang metode beliau
yang paling baik. Sedangkan dalam hubungannya dengan materi,
sebagian besar saya berpegang pada buku " Ulum al-Hadis" karya Ibnu
al-Shalah, buku ringkasannya "al-Taqrib" karya al-Nawawi dan buku
syarahnya "al-Taqrib" karya al-Suyuthi.
Penyusunan buku ini terdiri dari empat bab dan dimulai dengan
muqaddimah, yakni:
■ Bab Pertama; tentang al-Hadis
■ Bab Kedua; tentang al-Jarh wa al-Ta'dil
■ Bab Ketiga; tentang al-Riwayah dan pokok bahasannya
■ Bab Keempat; tentang Isnad dan mengetahui para perawi.
Sesungguhnya ketika saya berhasil menyuguhkan hasil jerih
payah yang tidak berarti ini kepada para mahasiswa, saya merasa
betapa lemah dan kerdilnya dalam menyajikan ilmu ini kepada orang
yang berhak memilikinya, karena saya tidak bisa terlepas dari
kekeliruan dan kesalahan. Harapan saya dari segenap pembaca agar
memberikan kritik dan saran atas kesalahan dan kekeliruan tersebut
dan saya sampaikan banyak terima kasih.
Semoga saya menjumpai orang-orang seperti itu dan saya
senantiasa mengharap kepada Allah SWT agar memberikan manfa'at,
berkat buku saya ini, kepada para mahasiswa dan para pemerhati ilmu
hadis. Saya berharap, buku ini tercatat sebagai amal baik di sisi-Nya.
Pengarang,
Dr. Mahmud al-Thahhan
13
DAFTAR ISI
KATA P ENGANTAR ……………………………………………………………...5
KATA PENGANTAR PENGARANG……………………………………………... 9
DAFTAR IS I………………………………………………………………………15
BABI
PENDAHULUAN ............................................................................. 19
A. Sejarah Singkat tentang Perkembangan Ilmu Hadis......... 19
B. Kitab-Kitab terkenal di bidang Ilmu Mushthalah Al-
Hadis………………………………………………...…. 23
C. Beberapa Pengertian Dasar………………………………….27
BAB IIHADIS DITINJAU DARI KUANTITAS PERAWI/SANADNYA...................................................................... 31
A. Hadis Mutawatir……………………………………………. 31
B. Hadis Ahad…………………………………………………. 36
BAB IIIPEMBAGIAN HADIS AHADDILIHAT DARI SEGIKUALITASNYA........................................... 57
A. Hadis Maqbul…………………………………………............. 57
B. Hadis Maqbul dengan Qarinah……………………………… 81
C. Macam-Macam Hadis Maqbul………………………………. 82
D. Hadis Mardud dan Sebab-Sebab Tertolaknya……………… 89
BAB IV
HADIS YANG KUALITASNYA DI ANTARA MAOBUL DAN MARDUD 137
A. Pembagian hadis ditinjau dari siapa yang
dijadikan sandaran bagi sebuah hadis ................................ 137
B. Hadis yang kualitasnya antara Maqbul
atau Mardud .......................................................................... 148
C. I'tibar, Mutabi'dan Syahid…………………………………... 154
BAB V
SIFAT PERAWI HADIS YANG DITERIMA RIWAYATNYA DAN TEORI
JARH WA AL-TA’DIL................................................ 159
A. Syarat-syarat diterimanya riwayat hadis………………….. 159B. Teori Umum tentang Al-Jarh Wa Al-Ta'dil………………. 166C. Tingkatan al-Jarh wa al-Ta'dil………………………………. 168
BAB VI
PERIWAYATAN HADIS .............................................. 173
A. Tata Cara Mendengar dan Menerima Hadis……………… 173
B. Tata Cara Penerimaan Riwayat Hadis……………………... 175C. Penulisan dan Pembukuan Hadis………………………….. 184D. Sifat Periwayatan Hadis……………………………………... 189
16
E. Etika Periwayatan Hadis............................. .................... 194
BAB VII
ISNAD DAN PERMASALAHANNYA................................... 199
A. Esensi Isnad……………………………….……………. 199
B. Mengetahui Para Perawi Hadis .................................... 213
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………. 249
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Sejarah Singkat tentang Perkembangan Ilmu HadisPara peneliti di bidang hadis menyimpulkan bahwa dasar
pokok Ilmu Riwayah Hadis tercantum dalam al-Qur'an dan SunnahNabi SAW., sebagaimana dalam surat al-Hujarat [49] ayat 6,Allah berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamuorang Fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan telitiagar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaumtanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesalatas perbuatanmu itu.
Sabda Nabi Muhammad SAW :
Artinya: Semoga Allah memberikan kebaikan kepada seseorangyang mendengarkan sesuatu diriku, kemudian menyampaikan(kepada orang lain) sesuai dengan yang didengarnya. Dan padaumumnya penyampai berita itu lebih menghayati daripadapendengarnya". 1
1. Hadis riwayat Abu Daud, bab ilmu. Beliau menyatakan bahwa hadis tersebut Hasan Shahih.Selain ini, ada beberapa hadis sejenis yang diriwayatkan Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad danal-Darimi. Berikut ini teks hadis sebagaiman dalam " Mausu'ah al-Hadis al-Syarifal-Kutubal-Tis'ah”.
20
Artinya:" Sudah berapa banyak orang yang hafal (hadis)mengajar kepada orang yang lebih pandai daripadanya, dansudah berapa banyak orang yang hafal (Hadis mengajar,namun dia sendiri
tidaklah pandai" 2
Ayat al-Qur'an dan hadis di atas mengandung suatu prinsip yang sangat
mendasar, yaitu bahwa usaha menerima, menyampaikan dan
2. Hadis riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad. Matan dan Sanad Hadis sejenislihat pada foot note nomer 1.
21
Dalam riwayat lain dinyatakan :
memelihara suatu hadis harus dilakukan secara cermat dan teliti.
Karena perintah Allah dan Rasul-Nya itu, para sahabat bersikap
hati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadis. Lebih-lebih, jika
mereka menemui keraguan tentang sifat (kejujuran) perawi hadis. Oleh
karena itu lahirlah suatu usaha untuk merumuskan teori tentang isnad
hadis, suatu teori yang dipakai untuk meneliti diterima atau ditolaknya
suatu hadis. Dalam muqaddimah kitab Shahih Muslim dikemukakan
bahwa Ibnu Sirin berkata :
22
Artinya:: " (pada mulanya) para Sahabat tidak pernah mempersoalkansanad. Akan tetapi setelah fitnah melanda mereka, merekapun langsungmenuntut nama-nama perawinya, kemudian mereka menelitinya. Hadisyang diriwayatkan ahli sunnah mereka terima, sedang yang diriwayatkanoleh ahli bid'ah mereka tolak".
Berdasarkan suatu kenyataan, bahwa hadis tidak bisa diterima kecuali
diketahui kualitas sanadnya, maka lahirlah Ilmu Al-Jarh wa
al-Ta'dil, yaitu ilmu tentang kualitas para perawi hadis dan ilmu untuk
mengetahui sanad yang muttasil (bersambung) atau yang munqathi'
(terputus) serta ilmu untuk mengetahui beberapa cacat (illat) yang
tersembunyi. Lalu, muncul juga pembahasan tentang pribadi perawi. Hanya
saja bahasan ini tidak begitu dominan mengingat jumlah perawi yang cacat
hukum (majruh) pada awal kajian hadis juga minim.
Selanjutnya para ulama mengembangkan ilmu-ilmu di atas, sehingga
lahirlah pembahasan khusus tentang hadis dengan spesifikasinya tersendiri,
baik dari segi a'dalah dan dlabit-nya
seorang perawi, cara penerimaan dan penyampaian hadis, cara
mengetahui naskh dan mansukh dalam hadis, ke-gharib-an hadis dan
lain sebagainya. Menariknya, pengembangan ilmu-ilmu hadis di atas
dilakukan para ulama dengan cara lisan.
Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu hadis terus mengalami
perkembangan. Beberapa bahasan tentang ilmu hadis mulai dikaji dalam
sebuah buku, walaupun buku itu juga masih membahas bidang ilmu lain
semisal ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh dan ilmu hadis sendiri, seperti: kitab
"al-Risalah" dan "al-Um" karya Imam al- Syafi'i.
Pada abad ke-IV H, ilmu-ilmu di atas telah mengalami
perkembangan berarti. Ilmu hadis telah berdiri sendiri, terpisah dengan
lainnya. Pelopor Ilmu Mushthalah al-Hadis adalah al- Qadli Abu
Muhammad al-Hasan bin Abdurrahman bin Khalad al-Ramaharmuziy
(wafat 360 H) dengan kitabnya yang berjudul " al-Muhaddits al-Fashilbaina al-Rawiy wa al-Wa'iy".
B. Kitab-Kitab terkenal di bidang Ilmu Mushthalah Al- Hadis1. Al-Muhaddits al-Fashil Baina al-Rawiy wa al-Wa'iy Karya al-Qadli
Abu Muhammad al-Hasan bin Abdurrahman bin Khalad al-
Ramaharmuziy (wafat 360 H). Isinya belum mencakup
keseluruhan bahasan Ilmu Mushthalah al- Hadis. Hal ini bisa
dimaklumi karena kitab ini merupakan pembuka di bidang ilmu
hadis.
2. Ma'rifatu Ulum al-HadisKarya Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah al-Hakim al-
Naisaburiy (wafat 405 H). Kitab ini belum tersusun secara
sistematis sebagaimana metodologi penulisan yang berlaku.
23
3. Al-Mustakhraj 'Ala Ma'rifati Ulum al-HadisKarya Abu Nu'im Ahmad bin Abdillah al-Ashbihaniy (wafat
430 H). Kitab ini merupakan penyempurnaan dari beberapa
bahasan yang belum dikaji di kitab " Ma'rifatu Ulum al-Hadis",terutama yang berhubungan dengan kaidah-kaidah ilmu hadis.
4. Al-Kifayah fi Ilmi al-Rizyayah
Karya Abu Bakar Ahmad bin Aki bin Tsabit al-Khatib al-
Baghdadiy (wafat 463 H). Kitab ini merupakan edisi revisi
dari beberapa ilmu hadis terdahulu dan mengandung
penjelasan tentang kaidah periwayatan hadis. Ia dikenal
sebagai salah satu sumber terbesar dalam ilmu hadis.
5. Al-Jami'li Akhlaqi al-Rawi wa Adabi al-Sami'
Karya Al-Khatib al-Baghdadiy (wafat 463 H). Seperti
judulnya, kitab ini membahas tentang tata cara meriwayatkan
hadis. Bobot pembahasan dan isi kitab ini sangat tinggi dan
merupakan satu-satunya kitab hadis yang khusus menjelaskan
periwayatan hadis dalam satu karya ilmiah tersendiri. Hal ini
diakui oleh al-Hafidh Abu Bakar bin Nuqthah. Menurutnya,
para ahli hadis sesudah generasi al-Khatib mengakui bahwa
kitab rujukan yang mereka pakai sebagai referensi dasar
adalah kitab yang disusun oleh al-Khatib.
6. Al-Alma'ila Ma'rifati Ushul al-Riwayah wa Taqyidi al-
Sima'i
Karya Al-Qadli' Iyadh bin Musa al-Yahahibiy (wafat 554 H).
Kitab ini belum mencakup semua bidang bahasan IlmuMushthalah al-Hadits, sebab ia hanya membahas tata cara
menerima dan menyampaikan sebuah hadis beserta bagian-
bagiannya. Walaupun demikian, kitab ini tetap diakui sebagai
kitab yang berkualitas, baik dilihat dari segi
24
metode maupun sistematika pembahasannya.
7. Malayasa'u al-Muhaddits Jahluhu
Karya Abu Hafsh Umar bin Abdul Majid al-Mayanji (wafat 580 H).
Sebuah kitab kecil yang pembahasannya tidak begitu lengkap.
8. Ulumul Hadis
Karya Abu 'Amr Utsman bin Abd al-Rahman al-Syahrazuriy, yang
terkenal dengan nama panggilan Ibnu al-Shalah (wafat 643 H).
Karyanya ini dikenal dengan nama" Muqaddimah Ibnu Shalah"
dan diakui sebagai kitab paling bagus di bidang ilmu hadis. Isi kitab
ini merupakan rangkuman beberapa materi ilmu hadis yang masih
belum dibahas pada kitab-kitab yang telah disusun oleh ulama
pendahulunya, seperti al-Khatib dan beberapa pengarang lain,
sehingga kitab ini menjadi kitab yang lengkap. Sayangnya, ia belum
tersusun secara sistematis, karena penulisannya dilakukan secara
bertahap. Kendati demikian, ia merupakan soko guru di bidang ilmu
hadis yang dipakai sebagai rujukan bagi ulama yang hidup
sesudahnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya para ulama yang
berusaha membuat ringkasan dan menyusun dalam bentuk nadzam
dari isi kitab tersebut. Di samping juga ada para ulama yang
menentang atau yang membelanya.
8. Al-Taqrib wa al-Taisir li Ma'rifati Sunani al-Basyir al- Nadzar
Karya Muhyiddin Yahya bin Syaraf al-Nawawiy (wafat 676 H). Ia
adalah ringkasan dari kitab " Ulumul Hadis" karangan Ibnu al-
Shalah, dan diakui sebagai kitab yang bagus tapi terkadang susunan
kalimatnya sulit difahami.
25
10. Tadribu al-Rawiy fi Syarh Taqrib al-Nawawiy
Karya Jalaluddin Abdul Rahman bin Abi Bakar al-Suyuthiy
(wafat 911 H). Dari judulnya, dapat diketahui bahwa kitab ini
merupakan syarah (penjelasan) dari kitab " Taqrib al-
Nawawiy" . Al-Syuyuthi mengaku, bahwa dengan mensyarahi
karya al-Nawawyiy, dirinya memperoleh banyak pengetahuan.
11. Nadzmu al Durarifi Ilmi al-Atsar
Karya Zainuddin Abdul Rahim bin al-Husain al-'Iraqiy (wafat
806 H) yang dikenal dengan nama " Alfiyah al-Iraqiy" . Ia
merupakan kitab Nadzam dari " Ulumul Hadis" karya Ibnu al-
Shalah. Karya al-'Iraqy ini juga dikenal sebagai kitab yang
teramat bagus, karena mengandung banyak hal baru, disamping
karena kitab mempunyai beberapa syarah yang antara lain 2
syarah yang dikarang oleh penulisnya sendiri.
12. Fathu al-Mughitsfi Syarhi alfiyati al-Hadis
Karya Muhammad bin Abdul Rahman al-Sakhawaiy (wafat 902
H). Ia adalah syarah kitab" Alfiyah al-Iraqiy" yang paling
lengkap.
13. Nukhbatul Fikrifi Musthalah Ahli al-Atsar
Karya al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalaniy (wafat 852 H). Sebuah
kitab kecil yang ringkas dan tersusun secara sistematis. Metode
yang dipakai tergolong metode baru (tersusun secara kronologis
dan sistematis) yang belum dipakai oleh pendahulunya. Ulama
lain banyak yang menulis syarah kitab ini, disamping
pengarangnya sendiri juga memberi syarah yang berjudul "
Nazhatu al-Nadhar" .
14. Al-Manzumah al-BaiquniyyahKarya Umar bin Muhammad al-Baiquniy (wafat 1080 H). Ia
26
merupakan kitab nadham yang ringkas, karena tidak lebih
dari 34 bait, tapi justru, bait-bait nadham-nya yang ringkas
dan bermakna luas itu yang membuat kitab ini memiliki
banyak syarah.15. Qawaidu al-Tahdis
Karya Muhamamd Jalaluddin al-Wasimiy (wafat 1332 H).
Sebuah kitab yang berfaedah dan detail pembahasannya. Selain
kitab-kitab di atas, masih banyak karya ulama lain di bidang
ilmu hadis tidak mungkin disebutkan semuanya.
C. Beberapa Pengertian Dasar
1. Ilmu Musthalah Hadisa. Pengertian
Ilmu Musthalah Hadis adalah ilmu yang membahas tentang
dasar-dasar dan kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan
sanad dan matan hadis ditinjau dari segi diterima dan
ditolaknya suatu hadis.
b. Obyek bahasannya adalah tentang sanad dan matan hadis
ditinjau dari segi diterima dan ditolaknya suatu Hadis.
c. Faedahnya adalah dengan mengetahui Ilmu Musthalah Hadis,
akan dapat membedakan mana hadis yang shahih dan hadis
yang tidak shahih.2. Pengertian Hadis
a. Menurut bahasa, kata Hadis sama dengan Jadid yang berarti:
perkara yang baru.
b. Menurut istilah, Hadis berarti: apa saja yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan, ketetapan maupun sifatnya.
27
3. Pengertian al-Khabar
a. Menurut bahasa, al-Khabar sama dengan al-Naba' yang berarti:
suatu cerita.
b. Menurut istilah, definisi al-Khabar ada 3 pengertian, yaitu:
1) Al-Khabar searti dengan al-Hadis
2) Al-Khabar berbeda dengan al-Hadis. Yakni, al-Hadis adalah
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. Sedangkan,
al-Khabar ialah sesuatu yang disandarkan kepada selain
Nabi (Sahabat dan Tabi'in).
3) Al-Khabar lebih umum daripada al-Hadis. Yakni, al- Hadis
adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW saja,
sedang al-Khabar disandarkan kepada Nabi SAW dan
lainnya (Sahabat dan Tabi"in).
4) Pengertian al-Atsar
a. Menurut bahasa, al-Atsar sama dengan Bagiyatu al-Syai' yang
berarti: sisa sesuatu.
b. Menurut istilah, al-Atsar terdapat 2 pendapat:
1) Al-Atsar searti dengan al-Hadis.
2) Al-Atsar berbeda dengan al-Hadis.Yakni, al-Atsar adalah
sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi'in, baik
dengan perkataan atau perbuatan.
5) Pengertian al-IsnadAl-Isnad mempunyai 2 pengertian :
a. Menghubungkan hadis kepada orang yang meriwayatkan
sebagai sandaran.
b. Mata rantai dari beberapa perawi hadis yang menghubungkan
sampai matan hadis. Pengertian ini searti dengan al-Musnad dan
al-Sanad.
28
6) Pengertian al-Sanada. Menurut bahasa al-Sanad sama dengan al-Mu'tamad yang berarti:
tempat bersandar. Disebut demikian, karena ia menjadi sandaran
sebuah suatu hadis dan menjadi penentu untuk dalam menilai
kualitas hadis.
b. Menurut istilah, al-Sanad berarti: mata rantai dari beberapa perawi
hadis yang terus bersambung hingga sampai kepada matan (teks)
hadis.
7) Pengertian al-Matana. Menurut bahasa, al-Matan berarti: bumi yang keras dan
tinggi.
b. Menurut istilah, al-Matan adalah materi pembicaraan (teks hadis)
yang berada setelah penyebutan sanad.
8) Pengertian al-Musnada. Menurut bahasa, al-Musnad adalah isim maf'ul dari fi'il madli "
asnada" yang berarti: sesuatu yang menjadi sandaran.
b. Menurut istilah, al-Musnad mempunyai 3 arti:
1) Nama kitab yang menghimpun seluruh hadis yang
diriwayatkan oleh beberapa sahabat dan sistematika
penyusunannya didasarkan pada tingkatan para sahabat
(thabaqat).
2) Had is yan g marfu ' d an mut tas i l (Sanadn ya
bersambung).
3) Sama pengertiannya dengan al-Sanad. Hanya saja kata al-
Musnad dibentuk dengan mashdar mim.
9) Pengertian al-MusnidAl-Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadis lengkap dengan
menyebut Sanadnya, baik si perawi mengerti ilmunya atau hanya
sekedar meriwayatkan.
29
10. Pengertian al-MuhaddisAl-Muhaddis adalah orang yang menekuni Ilmu Hadis Riwayah, Ilmu
Hadis Dirayah, dan mengetahui sebagian besar riwayat hadis
beserta keadaan para perawinya.
11. Pengertian al-HafidhAda 2 pendapat:
a. Menurut sebagian besar ulama Hadis, al-Hafidh sama
dengan al-Muhaddits.
b. Sebagian berpendapat bahwa al-Hafidh lebih tinggi derajatnya
daripada al-Muhaddits, karena al-Hafidh lebih banyak
mengetahui perawi-perawi yang pada setiap thabaqat daripada
al-Muhaddits.
11. Pengertian al-HakimAl-Hakim adalah orang yang menguasai hampir keseluruhan
hadis dan hanya sedikit hadis yang belum diketahuinya.
30
BAB II
HADIS DITINJAU DARI KUANTITASPERAWI/SANADNYA
Hadis ditinjau dari kuantitas (jumlah) perawi/sanadnya terbagi 2
macam:
1. Jika memiliki jalur (sanad) yang jumlah perawinya tidak terbatas
pada bilangan yang pasti disebut Hadis Mutawatir.
2. Jika memiliki jalur (sanad) yang jumlah perawinya bisa dihitung
dengan bilangan tertentu disebut Hadis Ahad.
Kedua macam hadis di atas masing-masing mempunyai pembagian dan
rincian tersendiri.
A. Hadis Mutawatir
1. Pengertiana. Menurut bahasa, kata al-mutawatir adalah isim fa'il berasal dari
mashdar " al-tawatur" semakna dengan " al-tatabu'u" yang berarti:
berturut-turut atau beriring-iringan, seperti kata " tawatara al-
matharu" yang berarti: hujan turun berturut-
turut.
b. Menurut istilah, hadis mutawatir adalah hadis yang
diriwayatkan oleh sejumlah perawi pada semua thabaqat
(generasi), yang menurut akal dan kebiasaan, tidak mungkin
mereka bersepakat untuk berdusta.
2. Syarat-Syarat Hadis Mutawatir
Dengan definisi di atas, dipahami bahwa suatu hadis bisa dikatakan
mutawatir apabila telah memenuhi 4 syarat, yakni:
a. Jumlah perawinya harus banyak. Para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan jumlah minimalnya dan menurut pendapat yang terpilih
minimal sepuluh perawi. 3
b. Perawi yang banyak ini harus terdapat dalam semua thabaqat
(generasi) sanad.
e. Secara rasional dan menurut kebiasaan (adat), para perawi- perawi
tersebut mustahil sepakat untu berdusta.4
d. Sandaran beritanya adalah panca indera dan itu ditandai dengan kata-
kata yang digunakan dalam meriwayatkan sebuah hadis, seperti: kata
سمعنا (kami telah mendengar),رأینا (kami telah melihat), لمسنا (kami
telah menyentuh) dan lain sebagainya, adapun jika sandaran beritanya
adalah akal semata, seperti: pendapat tentang alam semesta yang
bersifat huduuts (baru), maka hadis tersebut tidak dinamakan mutawatir.
3. Nilai Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir itu mengandung nilai " dlaruriy". Yakni, suatu
keharusan bagi manusia untuk mengakui kapasitas kebenaran suatu hadis,
seperti halnya seseorang yang telah menyaksikan suatu kejadian dengan
mata kepala sendiri. Bagaimana mungkin dia ragu-ragu atas kebenaran
sesuatu yang disaksikan itu?. Demikian
3. Tadribu al-rawi, hal. 1774. Mereka harus berasal dari negara yang berbeda dan/atau dari ras, suku serta madzhab
(aliran) yang berbeda pula, dan lain sebagainya. Berdasarkan ketentuan di atas, terkadangada hadis yang jumlah perawinya banyak namun tidak dihukumi sebagai Hadis Mutawatir,
begitu juga sebaliknya. Jadi syarat ketiga tersebut bisa/ tidak terpenuhi adalah sangattergantung dari keadaan perawi-perawi tersebut.
32
juga dengan nilai hadis mutawatir. Semua hadis mutawatir bernilai maqbul
(dapat diterima sebagai dasar hukum) dan tidak perlu lagi diselidiki
keadaan perawinya.
4. Macam-Macam Hadis MutawatirHadis Mutawatir terdiri dari 2 macam, yaitu: Mutawatir Lafdhiy dan
Mutawatir Ma'nawiy.
a. Mutawatir Lafdhiy adalah hadis mutawatir yang berkaitan
dengan lafal perkataan Nabi. Artinya, perkataan Nabi yang
diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang banyak, seperti hadis
Nabi SAW:
عن أبيعن أبي صالح أبو عوانة حدثناالغبري عبیدبن و حدثنا محمد 4
من مقعده متعمدا فلیتبوأ علي كذب من وسلم علیھ صلى اللھمالله رسول قال ھریرة
(مسلم)النار
ح عن أبي ھریرة حدثنا أبو عوانة عن أبو عوانة عن أبي حصین عن أبي صال حدثنا موسى قل 107
وا باسمي ولا تكتنوا بكنیتي ومن رآني في الم نام فقد رآني عن النبي صلى اللھم علیھ وسلم قال تسم
ایتمثل فإن الشیطان لا د أ مقعده من النار في صورتي ومن كذب علي متعم )البخارى(فلیتبوعمرو عن أبي سلمة بن بشر عن محمدبن محمدحدثنابن أبي شیبة حدثنا أبو بكر 34
ل علي وسلم علیھ صلى اللھمالله رسول قال ھریرة عن أبي أ ما لم من تقو أقل فلیتبو
)ماجھإبن(النار من مقعده
بكر حدثناأیوب أبيیعني ابن سعید قل ثناكتابھ یزید من بن الله عبد حدثنا7918
33
من كذب دا أ مقعده من النار علي متعم فلیتبو
Artinya :" Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklahbersiap-siap untuk mengambil tempat di neraka"
(HR. al-Bukhari dan Muslim).5
5 Selain hadis riwayat Bukhari-Muslim, ada beberapa riwayat hadis yang sejenis. Antaralain:
Hadis di atas diriwayatkan lebih dari 70 sahabat,
b. Mutawatir Ma'nawiy adalah hadis mutawatir yang menyangkut
amal perbuatan Nabi. Artinya, perbuatan Nabi yang diriwayatkan
oleh orang banyak kepada orang banyak lagi.
Misalnya beberapa hadis tentang perbuatan Nabi SAW yang
mengangkat tangan pada waktu berdoa. Hadis tersebut
diriwayatkan sebanyak lebih kurang 100 macam hadis dengan
redaksi yang berbeda. Kendatipun hadis-hadis itu berbeda
redaksinya, namun karena semua pesan yang terkandung masih
mempunyai qadar musytarak (titik persamaan), yakni keadaan Nabi
mengangkat tangan pada waktu berdo'a, maka hadis-hadis itu
disebut Hadis Mutawatir Ma'nawiy.6
5. Keberadaan Hadis MutawatirKeberadaan hadis mutawatir, jumlahnya sangat sedikit bila
dibandingkan dengan hadis ahad. Beberapa hadis mutawatir yang
populer, yaitu: hadis " al-Haudl", hadis “al-Mashu Ala al-Khuffain", hadis "
Rafu al-Yadainifi al-Shallah", hadis " Nadldlara Allah Imraan" dan lain
sebagainya.
6. Kitab-kitab terkenal tentang Hadis MutawatirBeberapa ulama ilmu hadis berhasil menghimpun hadis- hadis
mutawatir dan menyusunnya dalam karangan tersendiri agar
menjadi referensi bagi para peneliti dan pencari ilmu. Kitab-kitab
tersebut antara lain :
a. Al-Azhaar al-Mutanaatsirahfi al-Akhbar al-Mutaatirah, karya
al-Suyuthiy. Kitab ini disusun dengan bab-bab tertentu.
b. Qathfu al-Azhar, juga karya al-Suyuthiy. Kitab ini merupakan
ringkasan dari kitab di atas.
c. Nadhmu Mutanatsir min al-Hadis al-Mutawaatir, karya Muhammad
bin Ja'far al-Khataniy.
6. Tadribul Rawiy, hal. 10
35
B. Hadis Ahad
1. Pengertiana. Menurut bahasa kata " al-ahaad"
bentuk plural (jama') dari kata " ahad"
yang berarti: satu, hadis wahid berarti:
hadis yang diriwayatkan satu perawi.
b. Menurut istilah, Hadis Ahad adalah :
7. Nazhatu al-nadhar, hal. 26
36
Artin
ya: "
Hadi
s
yang
tidak
mem
enuh
i
syar
at-
syar
at
untu
k
menj
adi
hadis
muta
watir
" . 7
2. Nilai Hadis AhadHadi
s
ahad
mem
iliki
nilai
"
nadh
ariy
" .
yakn
i, ia
masi
h
dalam setiap thabaqat (generasi sanad)-nya diriwayatkan
37
oleh tiga perawi atau lebih dan belum mencapai derajat
hadis mutawatir. Seperti hadis Nabi SAW:
Artinya: " Sesungguhnya Allah tidak akan menggenggam ilmu
pengetahuan dengan mencabutnya dari para hamba" .8
8. Hadis riwayat al-Syaikhaan (al-Bukhariy dan Muslim(, Turmudzi, Ibnu Majah danAhmad. Selain ini, ada beberapa redaksi matan dan sanad hadis sejenis sebagai berikut:
38
39
2) Hadis Mustafidl (nama lain Hadis Masyhur)
a) Menurut bahasa kata " mustafidl" berbentuk isim fa'il dari kata
" istifadla", kata pecahan (musytaq) dari kata " faadla" (fi'il
madli). Artinya: sesuatu yang tersebar.
b) Menurut istilah, definisi hadis mustafidl ada 3 pendapat:
Pertama; hadis mustafidl searti dengan hadis masyhur.Kedua; mustafidl lebih khusus daripada masyhur, karena
bagi mustafidl disyaratkan jumlah perawi pada dua ujung
sanadnya sama, yakni pada awal dan akhir sanad terdiri
dari tiga perawi, sedang masyhur tidak.
Ketiga; mustafidl lebih umum daripada masyhur, yakni
kebalikan pendapat kedua.
3) Pengertian lain tentang Hadis Masyhur
Yang dimaksud dengan pengertian lain di sini ialah
hadis masyhur dipahami sebagai suatu hadis yang telah
dikenal di kalangan para ahli ilmu tertentu atau di kalangan
masyarakat umum tanpa memperhatikan ketentuan syarat di
atas, yakni banyaknya perawi yang meriwayatkannya,
sehingga kemungkinannya hanya mempunyai satu jalur sanad
saja atau mempunyai banyak jalur sanad atau bahkan tidak
berasal (bersanad) sekalipun.
4) Macam-Macam Hadis Masyhur
a) Masyhur menurut ahli hadis saja, seperti hadis yang
diriwayatkan Anas ra.:
40
Artinya: " Bahwa Nabi SAW pernah membaca do'a qunut setelahruku' selama satu bulan untuk mendo'akan keluarga Ri'il dan
Dzakwan" ( HR. al-Bukhari dan Muslim).9
9. Selain hadis riwayat Bukhari-Muslim ini, ada beberapa redaksi matan dan sanad hadissejenis. Antara lain:
4 1
42
43
44
45
46
10. Selain hadis riwayat Bukhari-Muslim ini ada beberapa redaksi matan dan sanad hadissejenis. Antara lain:
Artinya: " Seorang muslim adalah orang yang menyelamatkan sesamaorang muslim dari gangguan lisan dan tangannya" (HR. Muttafaq'alaih" )10
b) Masyhur menurut ahli hadis, ulama lain dan masyarakat
umum, seperti hadisz;
47
48
c) Masyhur menurut ulama fiqh, seperti hadis :
49
Artinya : " Tidak ada sesuatu yang dihalalkan Allah yang paling dibenci kecuali
thalak".
Dan Hadis ini perlu ditinjau keshahihannya, terutama karena al-Hakim yang
menshahihkannya. Dari segi makna juga perlu ditinjau karena matannya tidak baik,
mengingat sesuatu yang dibenci Allah, tidaklah patut halal (pen. Subulus Salam, 3, hal. 230)
Artinya: " Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak"11
11. Hadis tersebut dinilai Shahih oleh al-Hakim dalam kitabnya "al-Mustadrak" dan dinyatakanoleh al-Dzahabiy dengan lafal:
12. Hadis tersebut dinilai shahih oleh Ibn Hibban dan al-Hakim.13. Hadis tersebut tidak berasal (bersanad).14. HR.Turmudzi dan Hasan menurut beliau.
50
d) Masyhur menurut ulama ushul fiqh, seperti hadis :
Artinya: " Terangkat (dosa) dari umatku, kekeliruan, lupa dan
perbuatan yang mereka kerjakan karena terpaksa" 12
e) Masyhur menurut ahli nahwu, seperti hadis :
Artinya: " Sebaik-baik hamba Allah adalah Shuhaib, walaupun dia tidak takut Allah, dia
tidak berbuat maksiat."13
f) Masyhur menurut masyarakat umum, seperti hadis :
Artinya : " Sikap (tindakan) tergesa-gesa adalah sebagian dari
(perbuatan) syaithan." . 14
5) Hukum Hadis Masyhur
Hukum hadis masyhur, adakalanya shahih, hasan, atau dla'if
bahkan ada yang bernilai maudlu'. Akan tetapi hadis masyhur yang
berkualitas shahih memiliki kelebihan untuk bisa ditarjih
(diunggulkan) bila ternyata bertentangan dengan hadis aziz dan
hadis gharib.
6) Kitab-Kitab terkenal tentang Hadis Masyhur
Kitab-kitab terkenal yang memuat koleksi hadis
masyhur, antara lain :
a) Al-Maqashid al-Hasanah fii Masytahara'ala al-Alsinah, karya
al-Sakhawiy.
b) Kasyfu al-Khafa'wa Muziilu ai-Alhaasfii ma Isytahara min al-
Hadisi 'ala Alsinati al-Naas, karya al-'Ajuluuniy.
c) Tamyiiz al-thaiyyib fii ma Yaduuru 'ala Alsinati al-Naas min
al-Hadis, kaiya Ibnu Diba'al-Saibaniy.
b. Hadis Aziz
1) Pengertian
a) Menurut bahasa, kata " al-aziiz" adalah sifat musabbahat
dari fi'il " azza-ya 'izzu" yang berarti: sedikit atau langka,
atau dari fi'il " azza-ya izzu" yang berarti: kuat atau hebat.
Dinamakan demikian, karena keberadaannya sedikit dan
langka atau karena kekuatan/kualitasnya disebabkan
adanya jalur (sanad) lain.
b) Menurut istilah, hadis aziz adalah hadis yang pada setiap
thabaqat (generasi) sanadnya diriwayatkan tidak kurang
dari dua perawi. Maksudnya, dalam salah satu thabaqat
sanad tidak terdapat perawi yang kurang dari dua. Adapun
jika terdapat tiga perawi atau lebih pada sebagian
thabaqatnya saja, maka masih disebut aziz, asal salah
satunya ada yang dua perawi, sebab ketentuannya adalah
minimal pada salah satu thabaqat sanad. Definisi ini
adalah merupakan definisi yang kuat menurut al-Hafidh
ibn Hajar.15
Sebagian ulama berpendapat bahwa: " Hadis Aziz adalah
hadis yang diriwayatkan oleh dua atau tiga perawi".
Sayangnya, mereka tidak menjelaskan contoh- contoh
hadis yang membedakan pengertian ini dengan definisi
Ibnu Hajar.
15. Lihat " al-Nukhbah dan syarahnya" , hal. 21 dan 24
5 1
Artinya : " Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah berimanseseorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintai daripada dirinyasendiri, orang tuanya, puteranya dan manusia semuanya" .
Hadis di atas diterima oleh sahabat Anas bin Malik dari Nabi
SAW, dan diriwayatkan kepada 2 orang, yaitu Qatadah dan Abdul
Aziz bin Shuhaib. Dari Qatadah diterima oleh 2 orang pula, yaitu
Husain al-Mu'allim dan Syu'bah. Dari Abdul Aziz diriwayatkan oleh 2
orang, yakni Abdul Warits dan Ismail bin 'Ulaiyyah. Seterusnya dari
Husain diriwayatkan oleh Yahya bin Sa'id, dari Syu'bah diriwayatkan
oleh Adam, Muhamamd bin Ja'far dan juga oleh Yahya bin Sa'id. Dari
Isma'il diriwayatkan oleh Zuhair bin Harb dan dari Abdul Warits
diriwayatkan oleh Musaddad dan dari Ja'far diriwayatkan oleh Ibn al-
Musanna dan Ibn Basysyar, sampai kepada al-Bukhari dan Muslim.
c. Hadis Gharib
1) Pengertian
a) Menurut bahasa, al-gharib adalah kata sifat yang berarti:
menyendiri.
b) Menurut istilah, hadis gharib adalah hadis yang hanya
diriwayatkan oleh seorang perawi. Artinya, suatu hadis yang
dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam
meriwayatkan, baik pada setiap thabaqat sanad,
2) Contoh Hadis Aziz
Hadis aziz yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim
dari Anas dan diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abi Hurairah :
52
sebagian atau salah satunya. Dapat juga disebut aziz,
apabila pada thabaqat lain terdapat lebih 1 orang perawi,
sebab ketentuannya adalah minimal pada satu thabaqat
sanad.
2) Nama lain Hadis Gharib
Sebagian besar ulama memberikan nama lain untuk
hadis gharib dengan " al-Fard ", karena keduanya searti.
Sebagian ulama membedakan keduanya sehingga masing-
masing menjadi bagian tersendiri. Al-Hafidh Ibn Hajar al-
Asqalaniy menganggap keduanya sama menurut bahasa dan
istilah, namun beliau menyatakan bahwa ahli istilah
membedakannya, bila dilihat dari sedikit banyaknya
pemakaian. Kebanyakan mereka memakai sebutan hadis fard
untuk hadis fard mutlak dan hadis gharib untuk hadis fard
nisbiy.16
3) Macam-Macam Hadis Gharib
Ditinjau dari segi sifat penyendiriannya, hadis gharib
terbagi menjadi 2 macam, yaitu Gharib Mutlak dan Gharib
Nisbiy.
a) Gharib Mutlak atau Fard Mutlak:
P e n g e r t i a n n ya , a d a l a h h a d i s ya n g s i f a t
penyendiriannya ada pada asal sanad, yakni hadis yang
pada asal Sanadnya hanya diriwayatkan seorang
perawi.17 Seperti hadis :
16. Nazhah al-Nadhar, hal. 2817. Asal sanad artinya pucuk sanad yang terdiri dari Sahabat, sebab Sahabat juga termasuk mata
rantai sanad, artinya jika Sahabat itu secara sendiri meriwayatkan Hadis, maka Hadisnyadisebut gharib mutlak.
Adapun pemahaman al-Mala Ali al-Qariy terhadap uraian al-Hafidh Ibn Hajar: bahwa asalsanad adalah pangkal pulang dan kembalinya sanad, jadi bila ada Hadis
53
بالنیات الأعمال إنما
Hadis ini diriwayatkan sendiri oleh Umar bin al-
Khathab dan justru sampai pada akhir sanad tetap
diriwayatkan oleh seorang perawi.
Catatan:
Kadang-kadang hanya asal sanadnya yang
diriwayatkan seorang perawi, kemudian pada
thabaqat selanjutnya diriwayatkan oleh beberapa
perawi.
b) Gharib Nisbiy atau Fard Nisbiy
(1) Pengertiannya, hadis yang sifat penyendiriannya
terletak pada sifat-sifat atau keadaan tertentu
dari seorang perawi, bukan jumlah perawi. Sifat
penyendirian seorang perawi terletak pada
beberapa hal, misalnya:
(2) Tentang sifat keadilan dan kedlabithan (tsiqah)
perawi, seperti perkataan oleh ahli hadis :
yang diriwayatkan secara sendiri oleh Sahabat tidak bisa disebut gharib, karena Sahabat tidak bisadinilai cacat, atau semua Sahabat adalah adil, maka saya tidak mempunyai duagaan beliaumengehendaki demikian (wa Allahu a" am). Buktinya beliau (Ibn Hajar) sendiri memberika definisibahwa Hadis gharib adalah " " suatu Hadis yang terdapat seorang perawi yang menyendiri dalammeriwayatkan, di mana saja penyendiriannya dalam sanad itu terjadi", yakni walaupun penyendiriannyaada pada Sahabat, karena Sahabat termasuk mata rantai sanad Hadis, (demikian, namun kebenaranhanya pada Allah semata).
54
Artinya: " Hadis ini tidak diriwayatkan oleh perawiterpercaya kecuali si fulan".
(3) Tentang meriwayatkannya dari perawi tertentu, seperti
perkataan ahli hadis:
Artinya :" Hadis ini hanya diriwayatkan oleh penduduk Bashrahdari penduduk Madinah atau oleh penduduk Syam dari pendudukHijaz".
4) Pembagian Hadis Gharib.
Ditinjau dari segi letak penyendiriannya, para ulama
membagi hadis gharib menjadi 2 macam, yaitu:
(a) Gharib pada sanad dan matannya, yakni suatu hadis
yang hanya seorang perawi yang meriwayatkan matan
tertentu (lain dengan matan yang diriwayatkan perawi-
perawi lain).
(b) Gharib sanadnya saja, sedang matannya tidak, yakni
hadis itu matannya sudah terkenal dan diriwayatkan oleh
banyak sahabat, tetapi ada seorang perawi yang
meriwayatkannya dari salah seorang sahabat yang lain.
Keadaan seperti itu menurut Imam Turmudzi
55
Artinya : " si fulan meriwayatkan Hadis secara sendiridari fulan" atau hanya dia sendiri yang meriwayatkandari si fulan.
(4) Tentang kota atau tempat tinggal tertentu, seperti
perkataan ahli hadis :
Artinya : " Hadis ini hanya diriwayatkan penduduk Makkah atau pendudukSyam"
dan perkataan ahli hadis :
dikatakan "kegharibannya hanya ditinjau dari satu
segi saja" (gharibun min hadza al-wajhi).
5) Kitab yang banyak memuat Hadis Gharib.
(a) Musnad al-Bazaar, dan
(b) Al-Mu'jam al-Ausath karya Al-Thabraniy.
6) Kitab-Kitab yang membahas Hadis Gharib
(a) Gharaibu Malik, karya al-Daaruquthniy
(b) Al-Afraad, juga karya al-Daaruquthniy, dan
(c) Al-Sunan allatiy Tafarrada bikulli Sunnatin minha
Ahlu Baldah, karya Abu Daud al-Sijistaniy.
56
BAB III
PEMBAGIAN HADIS AHAD DILIHATDARI SEGI KUALITASNYA
Hadis ahad yang terdiri dari hadis masyhur; hadis aziz dan hadis
gharib, bila dilihat dari segi kualitasnya sebagai hujjah (dalil hukum),
dibedakan menjadi 2 macam:
A. Hadis Maqbul, artinya hadis yang mempunyai sifat-sifat yang
dapat diterima sebagai hujjah. Hukumnya dapat diterima sebagai
hujjah.
B. Hadis Mardud, artinya hadis yang tidak mempunyai sifat-sifat
yang dapat diterima sebagai hujjah. Hukumnya tidak dapat
diterima sebagai hujjah.
Masing-masing dari hadis ahad, baik hadis maqbul maupun hadis
mardud mempunyai beberapa bagian sebagaimana penjelasan berikut:
A. Hadis Maqbul1. Macam-Macam Hadis Maqbul
Hadis Maqbul bila ditinjau dari segi tingkatan kualitasnya dibagi
menjadi 2 bagian pokok, yaitu hadis shahih dan hadis hasan, dan
masing-masing terdiri dari 2 bagian, yaitu shahih lidzatihi,
shahih lighairihi dan hasan lidzatihi, hasan lighairihi.
a. Hadis Shahih
1). Pengertian
a) Menurut bahasa, al-shahih lawan kata al-saqim yang berarti:
sehat lawan kata sakit. Kedua kata tersebut hakekatnya adalah
untuk anggota badan dan secara majaz digunakan untuk
mensifati hadis.
b) Menurut istilah, hadis shahih adalah hadis yang bersambung
sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabith
mulai awal sampai akhir sanad, tidak syadz (janggal) dan tidak
mengandung 'illat (cacat).
1) Syarat-Syarat Hadis Shahih
Sebagaimana pengertian di atas, syarat-syarat hadis shahih
yang harus dipenuhi ada 5 macam:
a) Sanadnya harus bersambung, artinya masing-masing perawi
betul-betul pernah menerima hadis secara langsung dari perawi
di atasnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir
sanad.
b) Perawinya bersifat adil, artinya perawinya harus beragama
Islam, mukallaf (baligh dan berakal), melaksanakan ketentuan
agama (tidak fasiq), dan tidak cacat muru'ahnya (berprilaku
baik).
c) Perawinya bersifat dlabith, artinya sempurna hafalannya, baik
dhabith al-shadr atau dhabith al-kitab.18
d) Tidak terdapat syadz (kejanggalan), artinya hadis yang
18. Dhabith Shadr, ada dua klasifikasi : 1). Disebut dhabith saja yakni perawi yang : a. hafaldengan sempurna hadis yang diterimanya, b. mampu menyampaikan dengan baikkepada orang lain. 2). Disebut Tamm al-Dhabith yakni; a. dan b ditambah c. fahamdengan baik hadis yang dihafalnya.
Dhabith kitab : periwayat yang memahami dengan baik sebuah hadis yang ditulisnyadan mengetahui letak kesalahan bila menemui kesalahan tulisan dalam kitabnya.
58
diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah tidak bertentangan
dengan hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi yang juga
bersifat tsiqah. e) Tidak terdapat illat (cacat), artinya tidak
terdapat sebab yang tersembunyi yang dapat merusak kualitas
hadis yang tampak lahirnya shahih.
Contoh Hadis Shahih:
19. 'An'anah adalah periwayatan hadis dari seorang guru dengan lafal " 'an" (dari),selanjutnya lihat hukum 'an'anah dalam pembahasan Hadis Mu'an'an.
Hadis ini adalah berkualitas shahih, karena telah memenuhi 5
syarat, yakni:
(1) Karena sanadnya bersambung, yakni masing-masing
perawi mendengar secara langsung dari gurunya.
Adapun 'An'anah19 yang dipakai oleh Malik, Ibnu Syihab
dan Muhammad bin Jubair bin Muth'im mengandung
pengertian muttasil, sebab mereka tidak dikenal suka
menyembunyikan cacat (ghairu mudallisin).
(2) Karena seluruh perawinya bersifat adil dan dhabith.
Demikian menurut penilaian ulama Ahlu Al-Jarh WaAl-
Ta'dil:
(a) Abdullah bin Yusuf adalah orang yang terpercaya
dan ilmunya meyakinkan;
59
(3) Hadis tersebut tidak terdapat syadz (kejanggalan),
karena tidak bertentangan dengan hadis yang lebih
kuat dari padanya.
(4) Di dalam hadis tersebut tidak terdapat satu
illatpun.
3) Hukum Hadis Shahih
Berdasarkan ijma' (konsensus) ulama ahli hadis, ulama ahli
ushul fiqh dan ulama ahli fiqh, hadis shahih wajib diamalkan
karena ia merupakan salah satu hujjah (dasar)
(b) Malik bin Anas adalah orang yang kuat
hafalannya;
(c) Ibnu Syihab al-Zuhriy adalah seorang ahli fiqh,
kuat hafalannya dan diakui keagungan akhlaknya
serta kecermatannya;
(d) Muhammad bin Jubair adalah seorang yang
terpercaya;
(e) Jubair bin Muth'im adalah seorang sahabat;
)متقن ثقة (
)إمام حافظ (
(فقیھ حافظ متقن على جلالتھ وإتقانھ )
)ثقة (
)صحابي (
60
syari'at Islam.
4) Maksud perkataan: " hadza hadisun shihun" dan " hadza
hadisun ghairu shahihin"
1) Maksud perkataan: " hadza hadisun shahihun" adalah hadis ini
sanadnya muttasil (bersambung) dan memenuhi syarat-
syarat sebagai hadis shahih. Istilah ini tidak mengandung
pengertian bahwa hadis itu harus diterima secara qath'iy,
karena ada kemungkinan keliru dan lupa tidak menyebut
perawi terpercaya (tsiqah).
2) Maksud perkataan: " hadza hadisun ghairu shahihin adalah
hadis ini belum memenuhi sebagian atau keseluruhan syarat
hadis shahih. Ini bukan berarti bahwa hadis itu dla'if, karena
kemungkinan dia diterima oleh seorang yang banyak
kelirunya.20
5) Apakah hadis yang dinyatakan dengan predikat " hadza hadisun
shahihun" bisa ditetapkan sanadnya sahih secara mutlak?
Menurut pendapat terpilih, tidak bisa. Alasannya, karena
adanya perbedaan tingkat keshahihan hadis didasarkan pada
cakupan sanad yang disyaratkan pada hadis shahih. Jarang terjadi
terpenuhinya keseluruhan syarat-syarat keshahihan, sehingga
kualitas sanadnya menjadi (mencapai) tingkat tertinggi. Oleh
karena itu, langkah yang paling utama adalah menghentikan
dulu dan meninjau kembali keadaan sanad yang dikatakan
sebagai sanad yang paling shahih secara mutlak. Kendati
demikian, telah terdapat sebagian ulama yang berpendapat
tentang sanad yang paling shahih, yaitu antara lain:
a) Menurut pendapat Ishaq bin Rahawaih dan Ahmad, yaitu
rangkaian sanad yang di dalamnya terdiri dari
20. Lihat " Tadriib al-Rawi, hal. 75 dan 76
61
al-Zuhri dari Salim dari ayahnya (Abdullah bin Umar bin
al-Khathab).
b) Menurut Ibnu al-Madiny al-Fallas, sanad yang terdiri dari
Ibnu Sirin dari Ubaidah dari Ali bin Abi Thalib.
c) Menurut Ibnu Mu'in, sanad yang terdiri dari al-A'masy dari
Ibrahim dari Alqamah dari Abdullah bin Mas'ud.
d) Menurut Abu Bakar bin Abi Syaibah, sanad yang terdiri
dari al-Zuhriy dari Ali bin Husain dari ayahnya dari AH.
e) Menurut al-Bukhari, sanad yang terdiri dari Malik dari
Nafi' dari Ibnu Umar.
6) Kitab pertama yang hanya memuat hadis shahih.
Kitab yang pertama memuat hadis shahih adalah kitab
Shahih al-Bukhari, kemudian Shahih Muslim. Keduanya
merupakan kitab yang paling shahih setelah al-Qur'an dan
masyarakat muslim -secara konsensus- menerima kedua kitab
tersebut.
Dari kedua kitab tersebut yang paling shahih dan paling
banyak faedahnya, secara global adalah Shahih al-Bukhari.
Hadis-hadis al-Bukhari lebih muttasil dan perawi-perawinya
lebih tsiqah. Di samping itu, karena di dalamnya tercantum
beberapa istimbath fiqhiyah serta hikmah yang tidak terdapat
dalam kitab Shahih Muslim. Kelebihan kitab Shahih al-Bukhari
dari kitab Shahih Muslim. Namun bila penilaian kedua kitab itu
dikomparasikan secara parsial, ditemukan bahwa hadis-hadis di
dalam kitab Shahih Muslim terkadang ditemui ada hadis yang
lebih kuat daripada hadis dalam kitab Shahih al-Bukhari.
Ada juga yang berpendapat bahwa kitab Shahih Muslim
lebih shahih daripada kitab Shahih al-Bukhari.
a) Apakah al-Bukhari dan Muslim menetapkan keshahihan
kitab mereka?
62
Al-Bukhari dan Muslim tidak pernah menetapkan
keshahihan kitabnya, namun al-Bukhari pernah berkata:
Artinya: " Tidaklah semua hadis yang aku miliki aku tuangkan disini (dalamkitab ini), namun hanya hadis-hadis yang telah
22
disepakati oleh para ulama".
b) Apakah jumlah hadis shahih yang tidak mereka tulis
dalam kitab shahihnya itu banyak atau sedikit? (1) Menurut
al-Hafidh Ibnu al-Akhram, mereka hanya meninggalkan
sedikit hadis shahih. Pendapat ini dibantah banyak kalangan.
(2) Pendapat yang shahih, banyak hadis shahih yang
tidak mereka cantumkan, sebagaimana perkataan
al-Bukhari sendiri:
Artinya : " karena takut jemu" artinya beliau masih banyak meninggalkan riwayat
Hadis-Hadis Shahih dalam kitabnya, karena khawatir kitabnya terlalu panjang (besar
dan tebal) sehingga membuat manusia menjadi jemu.
22. Artinya Hadis yang beliau miliki telah memenuhi syarat-syarat shahih yang telah disepakati.
63
Artinya: " Saya tidak memasukkan di dalam kitab jami'ku kecuali hadis-hadisyang shahih saja dan saya tinggalkan banyak hadis
shahih lainnya karena terlalu membutuhkan banyak waktu" 21
Dan Imam Muslim juga pernah berkata :
21. Rada sebagian riwayat disebutkan :
Artinya: " Hadis-hadis shahih yang tidak aku sebutkan malah lebihbanyak" , selanjutnya beliau berkata: "Saya hafal 100.000
hadis yang tidak shahih " 23
c) Berapa banyak hadis yang terdapat pada masing-masing
kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim?
(1) Kitab Shahih al-Bukhari berisi 7.275 hadis termasuk
hadis yang diulang-ulang. Sedangkan kalau tanpa
diulang, jumlahnya 4.000 (empat ribu) buah hadis.
(2) Kitab Shahih Muslim berisi 12.000 hadis penyebutan
berulang-ulang. Jika tanpa pengulangan, jumlahnya
4.000 hadis.
d) Dimana ditemukan sisa hadis shahih yang tidak
dicantumkan dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih
Muslim ?
Sisa hadis shahih yang tidak dicantumkan dalam kitab
Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim berada di beberapa
kitab-kitab mutamad yang terkenal, seperti dalam kitab
Shahih Ibn Khuzaimah, kitab Ibn Hibban, kitab Mustadrak
al-Hakim, empat Kitab al-Sunan, kitab Sunan al-
Daruquthniy, kitab Sunan al-Baihaqiy dan lain sebagainya.
Dari segi kualitasnya, keberadaan hadis dalam beberapa
kitab tersebut masih perlu diadakan penelitian tentang
keshahihannya, kecuali dalam kitab yang secara ringkas
23. Ulum al-Hadis, hal. 16
64
dinyatakan keshahihannya, seperti kitab shahih Ibn
Rhuzaimah.
7) Mengenal kitab Mustadrak Al-Hakim, kitab Shahih
Ibn
Khuzaimah dan kitab Shahih Ibn Hibban.
a) Mustadrak al-Hakim adalah tergolong kitab dari
sekian banyak kitab hadis. Di dalamnya memuat hadis-
hadis shahih sesuai persyaratan al-Bukhari dan Muslim
atau salah satu persyaratan keduanya yang keduanya
belum mentakhrijkannya (meriwayatkannya). Di
samping itu, al-Hakim menyebutkan hadis-hadis
shahih menurut pendapatnya sendiri, dengan memberi
penjelasan bahwa hadis-hadis itu shahih sanadnya.
Terkadang al-Hakim menyebutkan sebagian hadis
yang tidak shahih, lalu ia memberikan catatan. Namun
sebagian ulama memberi penilaian bahwa al-Hakim
terlalu gegabah dalam menentukan keshahihan hadis.
Oleh karenanya, dalam menghadapi hadis-hadisnya
harus diperiksa kembali untuk menentukan kualitasnya
sesuai dengan keadaan sebenarnya. Demikian yang
pernah dilakukan oleh al- Dzahabiy terhadap kitab
Mustadrak al-Hakim.24
b) Shahih Ibn Hibban adalah sebuah kitab hadis yang
sistematika penulisannya ditentukan sendiri, sehingga
susunannya tidak perbab dan tidak berdasarkan urutan
sanad. Oleh sebab itu beliau memberinya nama " al-
Taqaasiiim wa al-Anwaa' . "Untuk mengungkap
kualitas hadisnya, diakui sangat sulit, karena
penyusunannya terlalu gegabah dalam menentukan
keshahihan hadis, namun beliau dinilai lebih berhati-
hati daripada
24. Al-Syaikh doktor Mahmud al-Mirah mengadakan penelitian beberapa hadis dalam kitabal-Mustadrak al-Hakim yang belum diteliti oleh al-Dzahabiy.
65
al-Hakim.25 Sebagian ulama mutaakhir26 ada yang berusaha
menyusunnya kembali secara sistematis, yakni berdasarkan
bab-bab tertentu.
c) Shahih Ibn Khuzaimah adalah sebuah kitab hadis shahih
yang kualitasnya lebih tinggi dari Shahih Ibn Hibban
karena ketelitiannya, sampai-sampai beliau terpaksa
menangguhkan dalam menentukan keshahihan sebagian
hadis, karena rendahnya tingkat kemampuan di bidang
sanad.27
8) Al-Mustakhraj'Ala Al-Shahihain
a) Al-Mustakhraj adalah sebuah kitab hadis yang disusun
dengan cara mengambil hadis-hadis dari sebuah kitab
karya orang lain, kemudian menyebutkan satu persatu
dengan sanadnya sendiri yang tidak sama dengan
sanad yang ditetapkan atau dipakai dalam kitab hadis
karya orang lain tersebut. Namun sanad yang berbeda
itu akhirnya dapat bertemu dengannya pada gurunya
atau orang di atasnya.
b) Mustakhraj 'ala al-Shahihain yang terkenal
(1) Al-Mustakhraj Abu Bakar al-Isma'iliy'ala al-
Bukhariy.
(2) Al-Mustakhra' Abu'Awanah al-Asfarayiniy'ala
Muslam.
(3) Al-Mustakhraj Abu Nu'im al-Ashbihaniy (untuk
kitab al-Bukhariy dan Muslim).
c) Apakah penyusun kitab Mustakhraj menetapkan
adanya kesamaan redaksi (kata-kata) dengan kitab al-
Bukhari dan Muslim ?
25. Tadrib al-Rawry, hal. 10926. Dia adalah al-Amir'Alauddin Abu al-Hasan Ali bin Balban)wafat th. 739 H) dengan karya
al-Ihsan fi Taqrib Ibn Hibban.27. Tadrib al-Rawiy, loc.cit.
66
Penyusun kitab Mustakhraj tidak menetapkan adanya
kesamaan redaksi hadis dengan kitab asalnya, karena
mereka meriwayatkan berdasarkan redaksi hadis yang
mereka terima dari gurunya, yang terkadang terdapat
sedikit perbedaan pada sebagian lafal atau redaksinya.
Demikian pula hadis yang diriwayatkan atau ditakhrij
oleh penyusun terdahulu dalam karya mereka, seperti al-
Baihaqiy, al-Baghawiy dan lain sebagainya dengan sebutan
" rawahu Muslim" atau " rawahu al- Bukhariy" , artinya bahwa
sebagian dari hadis tersebut terdapat perbedaan makna dan
lafal (redaksi) atau dengan sebutan " rawahu al-Bukhariy wa
Muslim", artinya ada kesamaan redaksi dan makna.
d) Apakah boleh kita mengutip sebuah hadis dari kitab
Mustakhraj, kemudian menyatakan bahwa hadis tersebut
diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim ?
Berdasarkan keterangan terdahulu, seseorang tidak
boleh mengutip sebuah hadis dari Mustakhraj ataupun dari
kitab-kitab hadis yang ada sekarang, kemudian dikatakan "
Hadis ini diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim" kecuali dengan
syarat:
(1) telah membandingkan atau mencocokkan hadis
tersebut dengan riwayat al-Bukhari dan Muslim, yakni
hadis yang ada dalam kedua kitabnya, atau
(2) penyusun al-Mustakhraj atau penyusun lain telah
menyatakan: "akhrajaahu bilafdhihi" yang berarti redaksi
hadis tersebut telah diriwayatkan oleh al- Bukhari dan
Muslim.
e) Manfaat kitab-kitab al-Mustakhraj 'ala al-Shahihain
Imam al-Suyuthiy dalam kitabnya, " Tadrib"
menyebutkan bahwa kurang lebih ada 10 faedah. Yang
67
paling penting antara lain:
(1) Menunjukkan tingkat kualitas sanad yang tinggi,
karena bila penyusun kitab Mustakhraj meriwayatkan
hadis hanya dari jalur sanad yang dipakai al-Bukhari
berarti menempatkannya lebih rendah daripada jalur
sanad hadis yang telah ia riwayatkan dalam kitabnya.
(2) Bertambah kadar keshahihannya, karena tambahan
kata-kata dan penyempurnaan pada sebagian hadisnya.
(3) Bertambah kekuatannya karena jalur sanadnya banyak
dan berfungsi sebagai pentarjih tatkala terjadi
pertentangan.
9) Apa yang dibuat dasar penilaian keshahihan hadis yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim ?
Sebagaimana keterangan di atas bahwa al-Bukhari dan
Muslim tidak memasukkan dalam kitab shahihnya, kecuali yang
shahih saja disamping umat Islam juga telah menerima
sepenuhnya kedua kitab tersebut. Persoalannya adalah: "Apa
yang dibuat dasar penilaian keshahihan hadis yang diriwayatkan
kedua imam hadis tersebut?"
jawabannya, karena keduanya meriwayatkan hadis dengan
sanad yang muttasil (bersambung). Adapun hadis yang pada awal
sanadnya terdapat satu perawi atau lebih yang terbuang, maka
hadisnya disebut " mu'allaq" 28,
dan keadaan demikian itu banyak terdapat pada bagian
muqaddimah kitab Shahih al-Bukhari, sedangkan di kitab Shahih
Muslim tidak dijumpai kecuali satu hadis pada bab tayamum.
Adapun kualitas hadisnya sebagai berikut:
28). Pembahasan tentang Hadis mu'allaq bisa dilihat pada bab berikutnya.
68
a) Apabila ditandai dengan sighat (pernyataan) yang tegas
seperti: " qaala" ," amara" atau " dzakara", dihukumi shahih.
b) Apabila tidak menggunakan sighat (pernyataan) yang tegas
seperti: " yuhki" , " yadzkuru" atau " yarwi", maka tidak disebut
juga sebagai hadis yang lemah (dla'if), karena telah
dimasukkan dalam kitab shahih.
10) Tingkatan Hadis Shahih
Pendapat ahli hadis tentang adanya sanad paling shahih,
sehingga kedudukan hadis shahih mempunyai beberapa
tingkatan:
a) Tingkatan yang paling tinggi adalah hadis yang
diriwayatkan melalui sanad yang terdiri dari " Malik dari Nafi'
dan Nafi' dari IbnUmar".
b) Tingkatan di bawahnya adalah hadis yang diriwayatkan
melalui sanad yang terdiri dari " Hammad bin Salmah dari Tsabit
dari Anas"
c) Tingkatan dibawahnya lagi adalah hadis yang
diriwayatkan melalui sanad yang terdiri dari " Suhail bin
Shaleh dari ayahnya dari Abu Hurairah"
Atas dasar rincian tersebut di atas, maka hadis shahih
terbagi menjadi 7 (tujuh) tingkatan, yaitu :
(1) Hadis yang " muttafaq 'alaih" atau yang disepakati oleh kedua
imam hadis al-Bukhari dan Muslim tentang sanadnya.29 atau
( علیھمتفق /ومسلمالبخارىبھاتفقما )
(1) Hadis yang hanya diriwayatkan (ditakhrij) oleh al-Bukhari
sendiri.30 atau( البخارىبھمامنفرد )
29. Al-Hafidh Ibn Hajar berpendapat, bahwa kesepakatan antara al-Bukhari dan Muslim itumaksudnya ialah persesuaian keduanya dalam mentakhrijkan asal Hadis dari sahabat, kendatiperbedaan redaksi Hadis.
30. Para ahli Hadis menyebutkan dengan " infarada bihi al-Bukhariy" maksudnya, walaupunimam yang lain juga meriwayatkan, asal Imam Muslim tidak tetap disebut demikian.
69
31. Para ahli Hadis menyebutkan dengan " infrarada bihi Muslim" maksudnya, walaupunImam yang lain meriwayatkannya, asal imam al-Bukhri tidak, tetap disebut demikin.
32. Para ulama juga menggali syarat-syarat itu dari mana kitab al-Bukhari sendiri " Al- Jarni'al-Shahih sunanihi wa Ayyamihi" yakni 1. Dari kata al-Jami' berarti kitabnyamengandung 8 macam bab, 2. Dari kata al-Shahih berarti beliau tidak ada illat, 3. Kataal-Musnad berarti Hadis yang diriwayatkan adalah Hadis yang bersambung sanadnyamelalui para sahabat sampai kepada Rasul. Dalam hal syarat muttashii (bersambungsanadnya) beliau memberikan dua syarat; syarat mu'asharah (hidup semasa) dan syaratliqa' (pernah bertemu walaupun hanya satu kali), yakni antara perawi yang satu denganperawi terdekat lainnya terbukti hidup semasa dan pernah bertemu. Demikian juga syaratMuslim sama dengan syarat al-Bukhari, namun ada perbedaan tentang sanad yaknimu'an'an dihukumi muttashil, karena Muslim tidak memerlukan pembuktian adaperjumpaan antara perawi yang satu dengan perawi yang terdekat, yakni asal semasasudah cukup. (Baca Dr. Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis Ulumuhu waMushthalahuhu, hal. 313 dan 316).
70
(2) Hadis yang hanya diriwayatkan (ditakhrij) oleh Muslimsendiri.31 atau ( بھ مسلمما انفرد )(3) Hadis yang diriwayatkan menurut syarat-syarat al-
Bukhari dan Muslim, sedang keduanya tidakmentakhrijkannya,
atau ( الشیخینما رواه بشروط )(4) Hadis yang diriwayatkan menurut syarat al-Bukhari,
sedang ia sendiri tidak mentakhrijkannya, atau ما رواه بشرط .البخارى
(5) Hadis yang diriwayatkan menurut syarat Muslim dan ia
tidak mentakhrijkannya .مارواه بشر مسلم
(6) Hadis shahih menurut imam-imam hadis terkenal yang
lain, yakni tidak menurut salah satu syarat al-Bukhari dan
Muslim, seperti hadis shahih menurut Ibn Huzaimah,
menurut Ibn Hibban dan lain sebagainya atauمارواهالمعتبرون .
11) Syarat-syarat Al-Bukhari dan Muslim
Al-Bukhari dan Muslim tidak menegaskan syarat yang
diperhinakan dalam menetapkan keshahihan hadis, namun
para ulama menggali syarat-syarat itu dari jalan (jalur sanad)
dan metode yang ditempuh oleh kedua imam tersebut dalam
meriwayatkan hadisi
Jelasnya, bahwa yang dimaksud dengan syarat al-
Bukhari dan Muslim adalah rawi-rawi hadis yang
dikemukakan itu terdapat di dalam kedua kitab Shahih al-
Bukhari dan Muslim. Demikian juga halnya, bila dikatakan
syarat al-Bukhari atau Muslim, berarti rawi-rawi yang
dikemukakan terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari atau kitab
Shahih Muslim dengan tetap menjaga tata cara periwayatan
hadis yang dipakai oleh kedua imam tersebut.
12) Maksud perkataan " Muttafaq 'Alaih
Apabila ulama ahli hadis menyatakan suatu hadis
dengan perkataan " Muttafaq 'Alaih" berarti keshahihan hadis
itu telah disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim, dan tidak
berarti telah mendapat kesepakatan dari seluruh umat.
Namun demikian, menurut Ibn al-Shalah bahwa hadis
yang telah disepakati kedua imam tersebut, harus diterima
oleh seluruh umat Islam, karena memang umat Islam bisa
menerimanya.
13) Apakah di dalam hadis shahih disyaratkan harus berupa
Hadis Aziz ?
Menurut pandapat yang shahih, bahwa hadis shahih
tidak disyaratkan harus berupa hadis 'aziz, yakni mempunyai 2
jalur sanad, sebab kenyataannya dalam kitab Shahih al-
Bukhari dan Shahih Muslim banyak dijumpai hadis shahih yang
gharib. Demikian dugaan sebagian ulama, seperti Ali al-
Kabaiy al-Mu'taziliy dan al-Hakim. Pendapat mereka itu
adalah bertentangan dengan yang telah disepakati mayoritas
umat Islam.
b. Hadis Shahih Li-Ghairih
Hadis shahih yang memenuhi syarat-syarat seperti tersebut di
71
atas, dinamakan " hadis shahih li-dzathi" , dan jika syarat kedlabithan
seorang perawi kurang sempurna, turun nilainya menjadi " hadis hasan
li-dzatih". Sedangkan hadis hasan li-dzatih bisa naik nilainya menjadi shahih
li-ghairih apabila juga diriwayatkan melalui jalur sanad lain yang
serupa atau yang lebih kuat, karena keshahihannya tidak disebabkan
dari sanadnya itu sendiri, namun karena tergabungnya sanad lain
tersebut.
Kualitas hadis shahih li-ghairih lebih tinggi daripada hadis hasan li-
dzatih dan lebih rendah dari hadis shahih li-dzathi.
Contoh hadis shahih li-ghairih, hadis riwayat Muhammad bin 'Amr dari
Abi Salmah dari Abu Hurairah ra.:
33. Hadis riwayat Turmudzi, babthaharah3 4. Ulum al-Hadis, hal. 31 dan 32
72
Artinya : " Bahwa Rasulullah SAW, telah bersabda: Seandainyasaya tidak khawatir menyusahkan umatku, tentu saya menyuruh
mereka menyikat gigi (bersiwak) setiap akan shalat.33
Menurut Ibn Shalah, Muhammad bin 'Amr bin Alqamah
tergolong orang yang dikenal kejujurannya dan terjaga dari dosa,
tetapi dia tidak tergolong cermat dalam menyadap hadis, sehingga
sebagian ulama hadis mendla'ifkan karena hafalannya buruk.
Sebagian ulama menilai dia sebagai orang yang terpercaya karena
kejujuran dan keagungannya, maka hadisnya bernilai hasan. Setelah
terbukti ada riwayat hadis tersebut melalui sanad lain, maka
kekurangan di atas menjadi tertutupi, yakni kurangnya hafalan
Muhammad Amr bin Alqamah. Dengan demikian, kualitas hadis
tersebut naik menjadi shahih, hanya saja keshahihannya karena faktor
lain sehingga ia menjadi shahih li-ghairih,34
c. Hadis Hasan
1) Pengertian
a) Menurut bahasa " al-hasan" berbentuk sifat musyabbahat
yang berarti: baik.
b) Menurut istilah, ada beberapa pendapat para ulama hadis
tentang definisi hadis hasan, mengingat kualitas hadis
hasan berada di antara hadis shahih dan dla'if. Berikut ini
pendapat ulama tentang hadis hasan:
(1) Menurut al-Khaththabiy, hadis hasan adalah hadis
yang telah diketahui makhrajnya35 dan perawi-
perawinya cukup dikenal (masyhur). Pengertian ini
lebih diterima mayoritas ulama dan dipakai sebagian
besar ulama ahli fiqh.36
(2) Menurut al-Turmudzi, hadis hasan adalah hadis yang
sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta,
tidak terdapat syadz dan penjelasan ini diriwayatkan
melalui jalur sanad lain.37
(3) Menurut Ibn Hajar, hadis ahad yang diriwayatkan
oleh perawi yang adil, sempurna hafalannya, muttasil
sanadnya, tidak terdapat illat dan tidak syadz disebut
hadis shahih lidzatih.38 sedangkan perawi yang kurang
kuat hafalannya disebut hadis hasan li-dzatih.39
35 Diketahui makhrajnya, artinya perawi yang telah dikenal dengan meriwayatkan Hadis pada suatutempat seperti Qatadah dari kalangan penduduk Basrah, Abu Ishaq al-Suba'I dari kalanganpenduduk Kufah, demikian kata Ibn hajar menurut pengertian al-Qadli Abu Bakar Ibn Arabi(Hasbi Ash-Shiddiqi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, I, hal. 163).
36. Ma'alinu al-Sunnah, hal. 1137. JamiTurmudi beserta syarahnya Tuhfah al-Ahwadzi, kitab Ilal, hal. 51938. Al-Nakhbah beserta syarahnya, hal. 2939. Ibid, hal. 34
73
Menurut penulis, hadis hasan sebagaimana
pendapat Ibn hajar adalah hadis hasan yang perawinya
kurang kuat hafalannya. Pengertian ini adalah yang
paling baik. Sedangkan pengertian menurut al-
Khaththabiy masih banyak menuai kritik.
Definisi menurut al-Turmudzi mengandung
pengertian hasan li-ghairih, yakni salah satu macam hadis
hasan, sebab hadis hasan li-ghairih pada dasarnya adalah
hadis dla'if yang naik kualitasnya menjadi hasan, karena
ditunjang dengan beberapa jalur sanad yang lain. Jadi
definisi menurut al- Turmudzi ini menyimpang dari
bahasan semula yakni tentang hadis hasan li-dzatih.
(4) Definisi yang terpilih berdasarkan pengertian yang
diberikan oleh Ibn Hajar, tentang hadis hasan adalah:
74
Artinya: " Hadis yang muttasil sanadnya dengan diriwayatakan oleh perawiyang adil, kurang kuat hafalannya dari perawi semisal sampai akhir sanad, tidaksyadz dan tidak terdapat illat"
2) Hukum Hadis Hasan
Hadis hasan nilainya sama dengan hadis shahih yakni
sama-sama bisa dipakai sebagai hujjah, walaupun kekuatannya
berada di bawah hadis shahih. Oleh karena itu semua ulama
ahli fiqh memakainya sebagai hujjah dan mengamalkannya,
demikian juga sebagian besar ulama ahli hadis dan ushul fiqh,
sebagian juga ada dari golongan garis keras yang menolak.
Sebagian ulama seperti Ibn Hibban, al-Hakim dan Ibn
40. Tadrib al-Rawi, hal. 16041. Al-Turmudzi, op.cit, bab Fadlail al-Jihad, hal.300
75
Huzaimah terlalu gegabah memasukkan hadis hasan ke dalam
kategori hadis shahih, walaupun diakui bahwa hadis hasan lebih
rendah nilainya daripada hadis shahih.40 Contoh hadis hasan:
Menurut al-Turmudzi, hadis ini bernilai hasan yang gharib.
Perawi yang terlibat dalam periwayatan hadis ini ada 4
orang yaitu: Qutaibah, Ja'far bin Sulaiman al-Dlabaghi, Abi
Imran al-Jauni dan Abi Bakar bin Abi Musa al-As'ariy.
Semuanya mempunyai sifat tsiqah (terpercaya) kecuali Ja'far
bin Sulaiman al-Dlabaghi, dia dinilai Shaduq (sangat jujur).
Dilihat dari kualitas perawinya, hadis ini yang asalnya shahih
menjadi hasan.
3) Tingkatan Hadis Hasan
Sebagaimana hadis shahih, hadis hasan juga mempunyai
tingkat kualitas tertentu. Al-Dzahabi membagi kualitas hadis
hasan menjadi 2 tingkatan :
(1) Tingkatan yang paling tinggi, yaitu hadis hasan yang
diriwayatkan melalui Bahz bin Hakim dari ayahnya dari
kakeknya, dan Ibn Ishaq dari al-Taimi serta contoh
lainnya dari hadis shahih yang berkualitas paling rendah.
(2) Kemudian peringkat di bawahnya, yaitu hadis yang
masih diperselisihkan kehasanan dan kedla'ifannya,
seperti yang diriwayatkan oleh al-Harits bin
Abdullah/Ashim bin Dlamrah, Hujjaj bin Aratah dan lain
sebagainya.
4) Maksud perkataan: " Hadis Shahih Al-Isnad" atau "
Hasan
Al-Isnad "
Perkataan ahli hadis: " hadza hadisun shahihul isnad"
tidak sama dengan " hadza hadisun shahihun", atau " hadza
hadisun hasanul isnad" tidak sama dengan " hadza hadisun
hasanun" , sebab hadis yang shahih atau hasan sanadnya
tidak bisa dipastikan shahih atau hasan matannya, karena
ternyata terdapat syadz dan terkena illat.
Jadi kalau ahli hadis mengatakan " hadza hadisun
shahihun" berarti hadis tersebut telah dijamin memenuhi 5
syarat hadis shahih, tetapi kalau dikatakan "" hadza hadisun
shahihul isnad" berarti hadis tersebut hanya memenuhi 3
syarat yaitu muttasil sanadnya, perawinya adil dan dlabith,
sedang syarat tidak terdapat illat dan syadz tidak terpenuhi.
Akan tetapi apabila ada seorang hafidh yang bisa76
dipertanggungjawabkan mengatakan: " hadza hadisun shahihul
isnad" walaupun dia tidak menyebutkan tentang 2 syarat tersebut
yaitu tidak terdapat syadz dan illat, berarti hadis tersebut shahih
sanad dan matannya, karena pada dasarnya memang tidak ada
syadz dan illat,
5) Maksud perkataan: " Hadisun Hasanun Shahihun" oleh Al-
Turmudzi dan lainnya
Perkataan tersebut nampak terdapat kejanggalan, karena
kualitas hadis hasan tidak sama dengan hadis shahih, maka
bagaimana keduanya bisa terkumpul padahal berbeda derajat atau
tingkatan kualitasnya. Para ulama memberikan jawaban atas
perkataan al-Turmudzi tersebut, dan yang paling baik adalah
jawaban yang disampaikan oleh Ibn Hajar yang didukung oleh al-
Suyuthi, yaitu :
a) Apabila hadis tersebut mempunyai 2 jalur sanad atau lebih,
maka berarti hadis tersebut berkualitas hasan melalui sanad
tertentu, dan berkualitas shahih melalui sanad yang lain.
b) Apabila hadis tersebut hanya mempunyai 1 jalur sanad
maka berarti hadis tersebut hasan menurut golongan tertentu
dan berkualitas shahih menurut golongan yang lain.
Perkataan al-Turmudzi tersebut mengandung isyarat adanya
perbedaan pendapat di antara ulama tentang penentuan kualitas
hadis, atau beliau belum bisa mentarjihkannya.
6) Klasifikasi Al-Baghawiy tentang hadis-hadis Al- Mashabih.42
Imam al-Baghawiy dalam kitab " al-Mashabih" membuat
istilah tertentu yang hanya beliau miliki sendiri, yaitu beliau
77
42. Nama lengkap kitab tersebut adalah " Mashabih al-Sunnah" yaitu kitab yang berisi Hadis-Hadispilihan dari kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, empat kitab Sunan dan Sunan al-Darimiy.
Beliau (al-Baghawiy) juga menambah Hadis-Hadis lain. Kitab ini telah diedit oleh al-Khatib al-Tabriziy dengan nama " Misykal al- Mashabih".
merumuskan hadis-hadis yang terdapat pada kitab Shahih al- Bukhari dan
Shahih Muslim sebagai hadis shahih, sedang hadis- hadis yang terdapat
pada 4 kitab Sunan dikatakan hasan.
Istilah tersebut tidak sesuai dengan pendapat umum di kalangan
ahli hadis, sebab kenyataannya hadis-hadis pada 4 Sunan ada yang
shahih, hasan atau dla'if serta munkar. Oleh karena itu, Ibn Shalah dan al-
Nawawiy mengingatkan, agar para pembaca kitab al-Mushabih
mengetahui istilah yang dipakai oleh al-Baghawiy tersebut.
7) Kitab-kitab yang diduga banyak terdapat Hadis Hasan Ulama ahli
hadis belum ada yang menulis kitab khusus memuat hadis hasan
sebagaimana penulisan hadis shahih, namun ada beberapa kitab yang di
dalamnya banyak memuat hadis hasan, yaitu antara lain :
a) Jami' al-Turmudzi; yang dikenal juga dengan nama Sunan al-
Turmudzi adalah sumber untuk mengetahui hadis hasan, sebab al-
Turmudzi sendiri yang mempopulerkannya. Namun seyogyanya
selalu diingat bahwa terdapat kutipan yang berbeda dalam istilah "
hasan shahih" dan lain sebagainya. Untuk itu, bagi pemerhati hadis
diharapkan berusaha mencari kutipan yang benar, kemudian
mengkonfirmasikan dengan sumber-sumber yang bisa
dipertanggungjawabkan.
b) Sunan Abu Dawud; sebagaimana surat yang pernah dikirimkan
kepada warga Makkah, Abu Dawud menyebutkan, bahwa dalam
kitabnya terdapat hadis shahih dan yang menyerupainya. Apabila
ada hadis yang terlalu lemah, beliau menjelaskannya, sedangkan
hadis yang sama sekali tidak diberi komentar berarti hadisnya
berkualitas baik (shahih). Berdasarkan hal tersebut bila ditemukan
hadis yang tidak beliau jelaskan kelemahannya (kedla'ifannya) dan
tidak dishahihkan oleh salah satu imam yang bisa
dipertanggungjawabkan berarti
78
kualitas hadisnya hasan menurut Abu Dawud.
c) Sunan Daruquthniy; Imam Daruquthniy telah menetapkan banyak
hadis hasan dalam kitabnya itu.
d. Hadis Hasan Li-Ghairih
1) Pengertian
Hadis hasan ialah hadis dla'if yang bukan dikarenakan perawi
yang fasiq atau pembohong dan ia mempunyai banyak jalur sanad.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hadis dla'if
bisa naik ke peringkat hasan karena 2 hal:
a) Apabila hadis dla'if tersebut mempunyai jalur sanad lain, satu atau
lebih, yang setingkat kualitasnya atau lebih kuat.
b) Apabila sebab kedla'ifannya dikarenakan buruknya hafalan,
terputusnya sanad atau tidak dikenalnya identitas perawinya
(mastur).
2) Tingkatan Hadis Hasan Li-Ghairih
Hadis hasan li-ghairih, kualitasnya lebih rendah daripada hadis
hasan li-dzatih. Jadi, apabila terjadi ta'arudl (pertentangan) di antara
keduanya, maka Hadis hasan li-lidzatih harus didahulukan.
3) Hukum Hadis Hasan Li-Ghairih
Hadis hasan li-ghairih termasuk hadis maqbul yang dapat dipakai
sebagai hujjah.
4) Contoh Hadis Hasan Li-Ghairih
Hadis riwayat al-Turmudzi dan beliau menilainya hasan dari
jalur Syu'bah bin Ashim bin Ubaidillah bin Amir bin Rabi'ah dari
ayahnya:
79
80
Artinya: " Bahwa ada seorang wanita dari Bani Fazarah menikahdengan mas kawin sepasang alas kaki, kemudian Rasulullah SAWbertanya: Apakah kamu sudah rela, dia menjawab: sudah, makaRasulullah membolehkannya" .
Hadis tersebut secara lengkap sebagai berikut:
Menurut al-Turmudzi, pada bab lain ada riwayat lain melalui
jalur sanad Umar dan Abu Hurairah, A'isyah dan Abu Hadrad.43
Sebenarnya Ashim adalah perawi dla'if sebab buruk hafalannya,
namun al-Turmudzi berani menilai hadis itu sebagai hadis hasan,
karena ia juga diriwayatkan melalui jalur sanad lain.
B. Hadis Maqbul dengan QarinahPada bagian akhir pembahasan tentang hadis maqbul, perlu
diketengahkan bahasan tentang hadis maqbul yang diperkuat beberapa
qarinah" . Yaitu, hadis maqbul yang memiliki nilai yang melebih
persyaratan yang telah ditetapkan. Tentunya, nilai lebih (qarinah) ini
dapat menambah kekuatannya dan menjadikannya lebih istimewa.
Bahkan, ia dapat pula mentarjih atas hadis maqbul lainnya.
1. Macam-macam Hadis Maqbul dengan Qarinah
Catatan-catatan (baca: qarinah) yang dijadikan nilai plus sebuah
hadis maqbul adalah:
a. Hadis Shahih yang telah ditakhrij oleh al-Bukhari dan Muslim
dalam kitab shahihnya, tetapi belum sampai pada derajat mutawatir.
Pemilihan Bukhari-Muslim sebagai nilai lebih karena:
1) Kehebatan al-Bukhari dan Muslim dalam menentukan hadis
shahih.
2) Keduanya sebagai orang yang paling dahulu membedakan
hadis shahih dari lainnya.
3) Perhatian para ulama dalam menerima kedua kitab shahihnya.
Perhatian tersebut lebih kuat dalam memberikan faedah ilmu
daripada sekedar banyaknya jalur sanad yang tidak
43. Sunan al-Turmudzi.
81
sampai derajat mutawatir.
b. Hadis Masyhur yang memiliki beberapa jalur sanad yang jelas
dan selamat dari perawi-perawi yang dla'if serta tidak terdapat illat.
c. Hadis Musalsal yang diriwayatkan oleh beberapa Imam yang
terjamin hafalannya (hafidh) dan terkenal cermat, dengan syarat
tidak gharib.
Seperti hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Imam al-
Syafi'iy, Imam al-Syafi'iy meriwayatkannya dari Imam Malik.
Imam Ahmad sendiri bersama orang lain juga meriwayatkannya
dari Imam Syafi'iy, serta Imam al-Syafi'iy bersama orang lain
meriwayatkannya dari Imam Malik.
2. Hukum Hadis Maqbul dengan Qarinah.
Hadis maqbul yang ditambah beberapa qarinah
tersebut lebih unggul (rajih) nilainya daripada hadis maqbul
yang lain. Jadi, apabila terjadi pertentangan (ta'arudl) antara
hadis maqbul yang memiliki berapa qarinah (nilai plus)
dengan hadis maqbul yang lain, maka yang diunggulkan
adalah yang pertama.
C. Macam-Macam Hadis MaqbulHadis Maqbul terbagi menjadi 2 bagian; yaitu hadis maqbul yang
dapat diamalkan (maqbul ma'mul bih) dan hadis maqbul yang tidak dapat
diamalkan (maqbul ghairu ma'mul bih). Dari kedua macam tersebut,
secara garis besar, terdiri dari 2 macam, yaitu muhkam dan mukhtalif al-
hadis dan nasikh mansukh.44
82
44. Pembagian secara rinci Hadis Maqbul Ma'mul Bih dan Ghairu Ma'mul Bih sebagai berikut:Hadis Ma'mul Bh terdiri dari 4 macam, yakni Hadis Muhkam, Hadis Mukhtalif yang dapatdijama'kan (dikompromikan), Hadis Rajih dan Hadis Nasikh". Sedangkan Hadis GhairuMa'mul Bih terdiri dari 5 macam : Hadis Mutasyabih Hadis Tawaqqaf Fih, Hadis Marjuh,Hadis Mansukh dan Hadis Maqbul yang maknanya berlawanan dengan al-Qur'an, HadisMutawatir, akal sehat dan ijma
1. Al-Muhkam Wa Mukhtalif Al-Hadis
a. Pengertian Hadis Muhkam
1) Menurut bahasa, kata al-muhkam adalah isim maf'ul dari
fi'il madli " ahkama" semakna dengan " atqana" yang
berarti: yang sempurna.
2) Menurut istilah, hadis muhkam adalah hadis maqbul yang
tidak bertentangan dengan sesamanya.
Hadis sejenis ini jumlahnya sangat banyak, sedangkan
hadis yang ta'arudl (bertentangan) jumlahnya sedikit bila
dikaitkan dengan jumlah hadis secara keseluruhan.
b. Pengertian Hadis Mukhtalif
1) Menurut bahasa, al-mukhtalif adalah isim fa'il dari mashdar" al-Ikhtilaf" lawan kata " al-Ittiqaf". Sedangkan maknamukhtalif al-hadis berarti: hadis-hadis yang sampai padakita, namun makna yang satu dengan makna lainnya salingbertentangan.
2) Menurut terminologi, hadis mukhtalif adalah hadis maqbulyang bertentangan dengan sepadannya, namun antarakeduanya mungkin dapat dikompromikan.Artinya, hadis shahih atau hasan yang secara lahirbertentangan maknanya dengan hadis lain yang juga samakualitasnya dan mungkin bisa dikompromikan.
c. Contoh Hadis Mukhtalif
1) Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim :
ulama, lihat Prof. Dr. HM. Hasbi Ash-Shiddiqiy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, I, hal.106-107 dan Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadis, hal. 119-123.(penterjemah).
83
Artinya: " tidak ada penyakit yang menular dan tidak ada ramalansial (jelek) dengan dihubungkan burung".
Hadis ini bertentangan dengan :2) Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:
45. Hadis riwayat al-Bukhari, bab al-Thib, hal. 171, dan Fathul Ban), serta ditakhrij olehMuslim, Abu Daud dan Ahmad.
84
Artinya: " Larilah kamu dari orang yang terkena penyakit lepra,sebagaimana kamu lari dari seekor singa".
Kedua hadis di atas adalah berkualitas shahih, namun masih
ada pertentangan makna. Hadis ke-1 menunjukkan makna
" meniadakan penularan" dan Hadis ke-2 menunjukkan
makna " menetapkannya" . Ulama telah mengumpulkan
keduanya, kemudian mengkompromikan maknanya
dengan berbagai macam versi.
Di sini penulis akan mengemukakan pendapat yang
dipilih al-Hafidh Ibn Hajar dalam mengkompromikan
kedua hadis di atas. Yaitu dengan didasarkan pada hadis
Nabi Muhammad SAW:
Artinya : " Sesuatu penyakit itu tidak bisa menular kepada yang lain".
Dan berdasarkan sabda beliau yang ditujukan kepada
seseorang yang menentang Nabi dengan mengemukakan fakta
tentang adanya penularan penyakit kudis yang diderita seekor
unta kepada unta lain yang sehat. Penularan itu terjadi akibat
berkumpulnya seekor unta yang berpenyakit kudis dengan unta
lain yang sehat: "Lalu siapa yang menularkan pertama kali ?"45
yakni bahwa Allah SWT yang
memulai penyakit itu kepada unta yang kedua sebagaimana
menimpahkan penyakit itu kepada unta yang pertama. Adapun
hadis yang menunjukkan perintah lari dari orang yang
berpenyakit lepra, adalah mengandung arti " saddu al-dzari'ah"
artinya agar seseorang yang terkena penyakit lepra yang secara
kebetulan setelah ia berbaur dengan orang lain yang
berpenyakit lepra, tidak menghubungkan dengan taqdir Allah
dan tidak karena adanya penularan, sehingga dia menduga kuat
bahwa penyakitnya itu akibat karena berbaurnya dengan orang
yang berpenyakit lepra tadi. Dengan demikian dia percaya
terhadap kebenaran penularan, sehingga jatuhlah dia ke dalam
dosa. Jadi maksudnya hadis yang menunjukkan perintah
menjauhi orang yang berpenyakit lepra tersebut adalah untuk
mencegah agar tidak jatuh dalam kepercayaan yang
menyebabkan berdosa.
d. Cara mengatasi Hadis Maqbul yang saling bertentangan (Ta'arudl Al-
Hadis)
Ada beberapa tahapan dalam mengatasi hadis maqbul yang
saling bertentangan.
1) Jika keduanya mungkin dikompromikan, maka harus
dikompromikan. Kemudian keduanya wajib diamalkan.
2) Jika keduanya tidak mungkin dikompromikan, maka
penyelesaiannya melalui tahapan sebagai berikut:
a) Melalui prosedur nasikh mansukh, artinya dicari nasikh
mansukhnya, kemudian hadis yang nasikh diamalkan dan hadis
yang mansukh ditinggalkannya.
b) Jika tidak bisa ditempuh dengan prosedur nasikh mansukh,
maka melalui prosedur tarjih dengan memakai sekitar 50 lebih
tata cara tarjih. Kemudian, hadis yang rajih diamalkan dan yang
marjuh ditinggalkannya.
85
c) Jika prosedur tarjih tidak bisa ditempuh, harus dimauqufkan
(dihentikan) pengamalannya sampai bisa diketahui dengan
cara tarjih.
e. Pentingnya mengetahui Hadis Mukhtalif
Bidang bahasan ini bersifat penting dalam ilmu sanad. Oleh
karenanya, para ulama terpaksa harus mengetahuinya. Namun hanya
para ulama yang secara bersama-sama telah menguasai hadis, fiqh
dan ushul fiqh yang menguasai secara sempurna bidang pembahasan
ini. Merekalah yang tidak merasa kesulitan dalam menghadapi
pembahasan ini.
Memang adanya pertentangan di antara dalil-dalil itu telah,
menyibukkan para ulama, dan justru dari situlah nampak bakat dan
kecermatan dalam memahami hadis serta ikhtiyar yang baik bagi
mereka.
f . Kitab terkenal tentang Hadis Mukhtalif
1) Ikhtilaf al-Hadis karya al-Syafi'iy. Beliau adalah orang yang
pertama membahas dan menyusun tentang Hadis ini.
2) Ta'wil mukhtalif al-hadis karya Ibnu Qutaibah Abdullah bin
Muslim.
3) Musykil al-atsar karya al-Thahawiy, Abi Ja'far Ahmad bin
Salamah.
2. Nasikh dan Mansukh dalam Hadis
a. Pengertian
1) Menurut bahasa, nasikh-mansukh mempunyai 2 arti, yakni " al-
izalah" berarti: menghilangkan atau menghapus dan " al- naqal"
berarti: memindahkan. Jadi, hadis nasikh menghilangkan atau
menghapus hadis mansukh dan memindahkannya kepada hukum
lain.
86
2) Menurut istilah, Penghapusan hukum yang terdahulu oleh syari'
(Allah/Nabi) dengan hukum yang datang kemudian.
b. Pentingnya mengetahui Nasikh-Mansukh dalam hadis
Mengetahui hadis nasikh dan hadis mansukh memang sangat
penting, namun hal itu tidak mudah. Al-Zuhriy mengatakan: " Ulama
ahli fiqh telah merasa letih dan lemah dalam usaha mengetahui hadis
nasikh dan mansukh
Adapun ulama yang pernah menampilkan hadis nasikh mansukh
adalah al-Syafi'iy dan beliau sebagai perintisnya. Imam Ahmad ketika
waktu datang dari Mesir, berkata kepada Ibnu Warah: "Apakah kamu
sudah menulis kitabnya al-Syafi'iy?". Ibnu Warah menjawab: "Belum".
Lalu, Ahmad berkata: "Berarti kamu telah berbuat kekeliruan. Saya
sendiri sebetulnya tidak mengetahui mana hadis yang mujmal atau yang
mufassar dan mana hadis yang nasikh dan mansukh, sehingga saya perlu
bertemu dengan al-Syafi'iy".
c. Cara mengetahui hadis Nasikh-Mansukh
Hadis nasikh dan mansukh dapat diketahui dengan beberapa cara.
Di antaranya:
1) Dengan penjelasan Rasulullah SAW sendiri, seperti hadisnya
Buraidah dalam Shahih Muslim :
Artinya: " saya pernah melarang kalian ziarah kubur; kemudianmemerintahkannya, karena ziarah kubur bisa mengingatkan akhirat".
2) Dengan adanya perkataan sahabat, seperti perkataan Jabir bin
Abdullah ra.:
87
Artinya: " Rasulullah SAW pada akhir dua peristiwa telahmeninggalkan wudlu' (tidak berwudlu') karena makan makananyang kena api (yang dimasak)" .
3) Dengan mengetahui sejarah (waktu) keluarnya
hadis, sepertihadisnya Syaddad bin Aus :
Artinya: " Orang yang canduk dan yang dicaduk adalah batalpuasanya".
Hadis ini disebut nasikh bila disandingkan dengan
hadisnya Ibnu Abbas:
Artinya : " Bahwa Nabi SAW pernah bercanduk padahal beliaudalam keadaan ihram dan puasa" .
Keterangan:
Hadis yang pertama, yakni hadisnya
Syaddad bin Aus terjadi pada waktu Fathu
Makkah yaitu pada tahun delapan hijriyah,
sedang hadis yang kedua, yakni hadisnya
Ibnu Abbas terjadi ketika beliau bersama
Nabi menunaikan ibadah haji wada', yaitu
pada tahun kesepuluh hijriyah. Jadi yang
kedua menaskh hadis yang pertama.
4) Dengan petunjuk ijma' seperti hadis :
88
Artinya: " Barang siapa minum khamer, maka harus dijilid. Bila diamengulang yang keempat kalinya, maka harus dibunuh" .
Imam al-Nawawiy berkata: bahwa Ijma' telah menunjukkandinasakhnya hadis diatas.
d. Kitab terkenal tentang hadis nasikh dan mansukh.
1) Al-I'tibar fi al-Nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar karya AbuBakar Muhammad Ibn Musa al-Hazimiy.
2) Al-nasikh wa al-Mansukh karya Imam Ahmad.3) Tajrid al-AHadis al-Mansukh karya Ibn al-Jauziy.
D. Hadis Mardud dan Sebab-Sebab Tertolaknya.Hadis mardud adalah hadis yang tidak memiliki poin penguat
kebenarannya. Keadaan tersebut karena tidak adanya salah satu
atau lebih dari syarat-syarat diterimanya suatu hadis yang terdapat
dalam pembahasan hadis shahih.
Adapun macam-macam dan sebab-sebab kemardudannya
adalah sebagai berikut:
Para ulama telah membagi hadis mardud menjadi beberapa
bagian, sebagian mereka ada yang memberikan nama masing-
masing bagian tersebut, sebagian tidak memberikan nama secara
khusus. Yang jelas, secara umum ia disebut dengan nama " hadis
dla'if '.
Sebab-sebab kemardudannya juga banyak, namun semuanya
bermuara pada salah satu dari 2 sebab utama, yaitu :
1.sebab terputusnya sanad;
2. sebab cacatnya perawi.
Dari 2 sebab tersebut terdapat beberapa jenis hadis yang akan
diuraikan dalam pembahasan berikut dimulai dari " hadis dla'if " .
89
1. Hadis Dla'if
a. Pengertian
1) Menurut etimologi, kata al-dla'if berarti lemah lawan
kata " al-qawiy" yang berarti: kuat. Penggunaan
istilah al-dla'if adalah dalam pengertian secara
ma'nawi bukan secara indrawi.
2) Menurut terminologi, hadis dla'if adalah hadis yang
belum memenuhi satu syarat-syarat hadis hasan.Al-Baiquniy dalam kitab nadhamnya berkata :
46. Lihat Ulum al-Hadis, karya Ibn shalah, bab Ma'rifah al-maudlu', hal. 89
Artinya: " Setiap hadis yang tidak memenuhi atau tidak sampaipada tingkat hasan adalah Hadis dla'if yang mempunyai banyakmacam" .
b. Tingkat kualitas Hadis Dla'if
Kedla'ifan hadis itu sangat bergantung pada tingkat
kelemahan perawi-perawinya, yakni ada yang berat dan ada juga
yang ringan, sehingga ada yang dla'if (lemah), dla'if jiddan (lemah
sekali), waahi (lemah), munkar, dan yang paling jelek adalah hadis
maudlu'.46
b. Auha Al-Asanid (sanad yang paling lemah)
Berdasarkan keterangan hadis shahih tentang penyebutan "
sanad yang paling shahih" , para ulama dalam pembahasan Hadis
Dla'if juga menyebutkan tentang sanad yang paling lemah (auha al-
asanid).
90
Al-Hakim al-Naisaburiy47 telah menyebutkan sejumlah hadis dari
sanad yang paling lemah dikaitkan dengan sebagian sahabat dan asal
negeri perawi, di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Yang dikaitkan dengan sahabat Abu Bakar al-Siddiq ra, yaitu
Shidqah bin Musa al-Daqiqiy dari Farqad al-Sabkhiy dari Murrah
al-Tayyib dari Abu Bakar.48
2) Yang dikaitkan dengan penduduk Syam, yaitu Muhammad bin
Qais al-Maslub dari Ubaidillah bin Zahr dari Ali bin Yazid dari al-
Qasim dari Abi Umamah.49
3) Yang dikaitkan dengan sahabat Ibn Abas ra, yaitu al-Saddiy al-
Shaghir Muhammad bin Marwan dari al-Kalabiy dari Abi Shalih
dari Ibn Abbas. Al-Hafidh Ibn Hajjar berkata"ini adalah silsilah al-
Kidz bukan silsilah al-Dzahab".50
d. Contoh Hadis Dla'if
Sebuah hadis yang ditakhrij oleh al-Turmudzi melalui jalur sanad
" hakim al-atsram" dari Abi Tamimah al-Hajimiy dari Abu Hurairah dari
Nabi SAW beliau bersabda :
47. Ma'rifah Ulum al-Hadis, Al-Hakim al-Naisaburiy, hal. 81-8248. Ibib
49. Ibid
50. Tadrib al-Rawi, hal. 1715 1. Al-Turmudzi dan syarhnya, hal. 419 dan 420.
9 1
Al-Turmudzi berkata: "Kami tidak mengetahui hadis ini kecuali
dari hadisnya hakim al-Atsram dari Abi Tamimah al-Hajimiy dari Abi
Hurairah, kemudian Muhammad (al-Bukhari mendla'ifkan hadis ini
dari segi sanadnya".51
Alasannya adalah karena dalam sanadnya terdapat perawi yang
bernama Hakim al-Atsram yang telah dinilai oleh para ulama sebagai
perawi yang lemah. Al-Hafidh Ibn Hajar dalam kitabnya " Taqrib al-
Tahdzib" menyatakan bahwa Hakim al-Atsram adalah orang yang
lemah.
e. Hukum meriwayatkan Hadis Dla'if
Para ulama di kalangan ahli hadis dan lainnya membolehkan
meriwayatkan hadis dla'if dengan tidak menyebutkan sanadnya serta
tanpa menjelaskan kedla'ifannya,. Berbeda dengan meriwayatkan
hadis maudlu', sebab meriwayatkan hadis maudlu' harus disertai
penjelasan kemaudlu'annya. Dan meriwayatkan hadis dla'if masih
terikat dengan 2 syarat, yaitu :
1) Hadis Dla'if yang diriwayatkan tidak berkenaan dengan masalah-
masalah aqidah, seperti tentang sifat-sifat Allah.
2) Hadis Dla'if yang diriwayatkan tidak berkenaan dengan masalah-
masalah hukum syara' yakni tidak berhubungan dengan hukum
halal dan haram.
Artinya, boleh meriwayatkan hadis dla'if yang hanya berkaitan dengan
masalah nasehat, targhib dan tarhib serta tentang kisah kisah umat
terdahulu dan lain sebagainya. Di antara para perawi yang terlalu
mempermudah meriwayatkan hadis dla'if adalah Sufyan al-Tsuriy,
Abd. Rahman bin Mahdi dan Ahmad bin Hanbal.52
Kemudian yang perlu digarisbawahi adalah, jika kita
meriwayatkan tanpa menyebutkan sanad jangan sekali-kali menyatakan:
" qala Rasulullah SAW., kadza" namun harus dinyatakan: " ruwiya 'an
Rasulillahi SAW., kadza" atau " ballaghana 'anhu, kadza", dan lain sebagainya.
Maksudnya agar tidak sepenuhnya menisbathkan hadis tersebut kepada
Rasulullah SAW, sebab jelas
52. Lihat" Ulum al-Hadis" hal. 93. " al-Kifayah, hal. 133 dan 134 pada bab" al-Tasyaddud fiaHadis al-ahkam wa al-Tajawwudz fi dla'il al-a'mal.
92
diketahui bahwa hadis tersebut dla'if.
f.Hukum mengamalkan Hadis Dla'if
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum
mengamalkan hadis dla'if.53 Kebanyakan ulama berpendapat boleh
mengamalkannya dalam hal yang berhubungan dengan keutamaan
amal ibadah (fadlail-a'mal), tetapi harus disertai 3 syarat,
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh al-Hafidh Ibn Hajar,54 yaitu:
1) Dla'ifnya tidak keterlaluan;
2) Hadis dla 'if tersebut harus pada pokok amalan yang riwayatnya
juga tercantum pada hadis shahih.
3) Ketika mengamalkannya tidak mengi'tikadkan tetapnya hadis
itu benar-benar dari Rasulullah SAW, namun semata-mata
untuk ikhtiyath (hati-hati dalam pengamalan).
g. Kitab terkenal tentang Hadis Dla'if
1) Kitab-kitab yang membahas para perawi yang dla'if, seperti kitab
" al-Dlu'afa'" karya Ibn Hibban dan " Mizanu al-I'tidal" karya al-
Dzahabiy. Kedua kitab tersebut memuat beberapa contoh hadis
dla'if yang disebabkan perawi-perawinya dla'if.
53. Ada tiga pendapat tentang hukum mengamalkan Hadis dla'if, yaitu : 1. Tidak boleh
mengamalkannya secara mutlak, baik yang berkaitan dengan keutamaan amal
atau hukum syara'. Pendapat pertama ini didukung oleh Ibn Sayyid al-Nas dari Yahya bin Mu'in,
Abu Bakar bin Arabiy, al-Bukhari, Muslim dan Ibn Hazm. 2. Bisa diamalkan secara mutlak
sebagaimana pendapat Abu Daud dan Imam Ahmad. 3. Boleh mengamalkannya dengan
menyatakan kedla'ifannya dan disrtai syarat sebagai berikut: a. berkaitan dengan keutamaan amal
tidak tentang aqidah atau hukum syar'i ; b. tidak seberapa kedla'ifannya. Jika dla'ifnya karena
perawinya pendusta, diduga dusta dan jelek hafalannya tidak boleh ; c. masih termasuk salah satu
pokok bahasan Hadis Shahih ; d. tidak mengi'tikadkan bahwa Hadis tersebut benar-benar dari Nabi
SAW, namun semata- mata hanya untuk ihtiyath. Selanjutnya lihat Pokok-Pokok Ilmu Dirayah
Hadis (M. Ajjaj al-Khathib) hal. 351-352 dan Ulum al-Hadis wa Musthalahuhu (Subhiy al-Shalih), hal. 210-214 (Penterjemah)
54. Tadrib al-Rawiy, hal. 298, Fathul Mughits, hal. 268
93
2) Kitab-kitab yang harus membahas hadis-hadis dla'if, seperti kitab "
Al-Maraasiil" karya Abu Daud dan " Al-Illal" karya Al-
Daruquthniy.
2. Hadis Mardud karena sanadnya terputusYang dimaksud dengan sanadnya terputus adalah terputusnya mata
rantai sanad disebabkan karena gugurnya satu atau lebih dari sebagian
perawi-perawi hadis, baik terputusnya secara sengaja atau tidak, baik
secara jelas atau samar. Terputusnya perawi tersebut bisa terjadi pada
awal, tengah atau akhir sanad.
Dilihat dari segi jelas dan samarnya, terputusnya sanad terbagi
menjadi 2 macam:
Pertama; terputusnya sanad secara jelas, yakni telah diketahui secara
jelas oleh para imam dan lainnya yang berkecimpung dalam ilmu
Hadis. Terputusnya sanad ini bisa dibuktikan bahwa antara perawi
dengan gurunya tidak dapat dipertemukan, karena tidak hidup dalam
satu masa atau hidup satu masa namun mereka tidak pernah berkumpul
(bertemu), sehingga tidak ada bukti ijazah ataupun wijadah55 dalam
proses periwayatannya. Oleh karena itu seorang peneliti sanad hadis
perlu mengetahui sejarah hidup para perawi, karena dengan itu bisa
diketahui masa kelahirannya, wafatnya, waktu menuntut ilmu,
perjalanannya dalam menuntut ilmu hadis dan lain sebagainya.
Para ulama telah memberikan nama tersendiri terhadap hadis
yang terputus sanadnya secara jelas, jika ditinjau dari segi tempat atau
bilangan perawi yang gugur, dengan empat nama :
94
55. Ijazah adalah izin untuk meriwayatkan hadits, dan terkadang seorang perawi mendapatkan izindari seorang guru yang belum pernah saling bertemu, seperti perkataan guru "saya ijazahkanriwayat yang pernah saya dengan kepada orang- orang sezaman denganku". Wijadah : seorangperawi menemukan kitab seorang guru yang dia ketahui khatnya, kemudian dia meriwayatkanhadits-hadits yang terdapat dalam kitab tersebut. Pembahasan secara rinci tentang ijazah danwijadah akan diuraikan dalam bab " thuruq al-tahmmul wa sighat al-ada'.
a. Hadis Mu'allaq;
b. Hadis Mursal;
c. Hadis Mu'dlal;
d. Hadis Munqathi'.
Kedua; terputusnya sanad secara samar. Jenis ini hanya bisa
diketahui oleh para imam yang cermat dalam mengetahui
sanad- sanad tersebut. Dan jenis ini ada 2 nama, yaitu
hadis mudallas dan hadis mursal khafiy.a. Hadis Mu'allaq1) Pengertian
a) Menurut bahasa, muallaq adalah isim maf'ul dari
fi'il madli " allaqa" yang artinya menghubungkan dan
menjadikannya sebagai suatu yang bergantung. Suatu sanad
dikatakan muallaq karena dia hanya bersambung dengan
bagian dan arah atas saja dan terputus di bagian bawah,
sehingga seolah-olah dia merupakan sesuatu yang
bergantung pada suatu atap dan lain sebagainya.
b) Menurut istilah, hadis muallaq adalah suatu hadis
yang sejak permulaan sanadnya gugur seorang perawi
atau lebih secara beruntun.
Bentuk hadis muallaq antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Semua sanadnya dibuang kemudian dinyatakan :
56. Syarah al-Nakhbah, hal. 42
95
قال رسول الله صلعم كذا
(2) Dibuang semua
sanadnya kecuali perawi
dari sahabat atau sahabat
dan tabi'in.56
Hadis ini adalah muallaq karena al-Bukhari telah membuang semua sanadnya
kecuali perawi sahabat yaitu Abu Musa al-As'ariy.2) Hukum Hadis Muallaq
Hadis muallaq adalah termasuk hadis mardud, sebab tidak adanya salah satu
syarat hadis maqbul, yaitu "bersambungnya sanad". Tidak adanya salah satu
syarat ini yang salah satu perawi atau lebih dari sanad hadis tersebut telah
dibuang atau disamarkan, sehingga tidak diketahui kualitas perawi yang
dibuang.
3) Nilai Hadis Muallaq dalam Kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim
Pada dasarnya hadis muallaq adalah berkualitas mardud, namun apabila hadis
itu terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim mempunyai nilai
hukum tersendiri, sebagaimana dijelaskan pada pembahasan kitab shahih57 dan
disini saya sebutkan kembali, yaitu:
a) Hadis yang dinyatakan secara tegas, seperti
kata " qaala"
" dzakara" قال) )," hakaa" حكى)" ), dihukumi shahih.
b) Hadis yang dinyatakan dengan kata-
kata yang tidak jelas (tegas), seperti " qiila" قیل) )," dzukira" (ذكر) dan
"hukiya"
tidak dihukumi shahih, namun kemungkinan shahih, hasan ,((حكي
atau dla'if, dan tidak dianggap hadis itu gugur sama
57. Dalam Bab III/A/I, hal. 35
96
عثمانحین دخلركبتیھصلعمالنبيغطى: آبوموسىقال
Contohnya, hadis yang telah ditakhrij oleh al- Bukhari pada pendahuluan
bab tentang paha :
sekali, karena tercantum dalam kitab-kitab yang diberi predikat
shahih. Sedangkan cara mengetahui shahih tidaknya,
diperlukan meneliti sanadnya dan menentukan hukum sesuai
dengan keadaannya.58
b. Hadis Mursal1) Pengertian
a) Menurut bahasa, " mursal" adalah isim maf'ul dari fi'il madli "
arsala" yang berarti: " athlaqa" yakni melepaskan. Memang
seakan-akan hadis mursal itu melepas sanadnya, dan tidak
mengikatnya dengan perawi yang dikenal.
b) Menurut istilah, hadis mursal adalah suatu hadis yang akhir
sanadnya gugur seorang perawi sesudah tabi'in.59
2) Bentuk Hadis Mursal
Adapun bentuknya adalah sebagaimana perkataan
seorang tabi'in (baik ketika meriwayatkan hadis masih kecil
atau sudah dewasa):
58. Ulama telah membahas hadits-hadits muallaq yang ada dalam shahih al-Bukhari denganmenyebutkan sanadnya yang muttasil, seperti kitab Taghliiq al-Ta'lliq karya al-Hafidh IbnHajar dan karya ini yang terbaik.
59. Nuzhah al-Nadhar, hal. 43. Tabi'in adalah seseorang yang pernah bertemu dengan sahabatdalam keadaan Islam dan meninggal juga dalam keadaan Islam.
97
)صلعم كذارسول اللهقال(
)فعل كذا(
)فعل بحضرتھ كذا (
atau
atau
Sa'id bin al-Musayyib adalah seorang tabi'in besar yang
meriwayatkan hadis ini dari Nabi SAW tanpa menyebutkan perantara
yang menjembatani antara dia dan Nabi SAW, sehingga dengan
demikian dia telah menggugurkan bagian terakhir sanad hadis ini yaitu
perawi sesudah tabi'in. dan setidak-tidaknya dia telah menggugurkan
perawi sahabat, dan bisa saja dia telah menggugurkan seorang tabi'in
lagi yang semasa dengannya.
3) Hadis Mursal menurut ulama fiqh dan ushul fiqh.
Contoh hadis di atas adalah mursal menurut ulama ahli hadis.
Adapun menurut ulama fiqh dan ushul fiqh lebih umum dari contoh
tersebut, yakni setiap hadis munqathi' (terputus sanadnya) adalah mursal.
Ini adalah pendapat al-Khatib.
4) Hukum Hadis Mursal
Hadis mursal pada dasarnya adalah berkualitas dia’if yang mardud,karena tidak terdapatnya sebagian syarat hadis maqbul yaitu
bersambungnya sanad dan tidak diketahuinya perawi yang terbuang
serta adanya kemungkinan bahwa perawi yang terbuang itu adalah
perawi bukan sahabat. Dalam keadaan seperti ini berarti hadis tersebut
adalah dla'if.
Akan tetapi para ulama ahli hadis dan lainnya berbeda pendapat
dalam menentukan hukum dan berhujjah dengannya,
Bentuk hadis mursal di atas adalah menurut pendapat ulama ahli
hadis, contohnya sebagaimana hadis yang ditakhrij Imam Muslim
dalam kitab shahihnya pada bab "Buyu'" beliau mengatakan:
إبنعنعقیلعناللیثثنارافعبنمحمدحدثنى
صلعماللهرسولأنالعسیببنسعیدعنشھالب
المزابنةعنھو
karena masing-masing berbeda dalam menentukan letak terputusnya
sanad tersebut. Pada umumnya letak terputusnya sanad adalah pada
perawi sahabat, sedangkan sahabat semuanya dihukumi berkualitas
adil, jadi tidak masalah tanpa mengetahui kualitas mereka.
Secara garis besar pendapat ulama tentang hukum hadis mursal
ada 3 pendapat:
a) Dla'ifdan Mardud', pendapat ini menurut sebagian besar ulama
hadis, kebanyakan ulama fiqh dan ushul fiqh. Argumentasi
mereka adalah karena tidak diketahuinya keadaan perawi yang
terbuang tersebut dan adanya kemungkinan perawi yang terbuang
itu tidak dari golongan sahabat.
b) Shahih yang dapat dipakai hujjah; pendapat ini menurut Abu Hanifah,
Malik dan Ahmad serta sekelompok ulama yang lain dengan
syarat bahwa mursil (yang melontarkan Hadis) adalah orang yang
tsiqah dan ia tidak menerimanya kecuali dari perawi yang tsiqah.
Alasannya karena seorang tabi'in yang tsiqah mustahil
menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, kecuali telah
mendengarnya dari perawi yang tsiqah.
c) Bisa diterima sebagai hujjah (maqbul) dengan beberapa syarat.
Pendapat ini menurut Imam Syafi'i dan sebagian ulama ahli ilmu.
Syarat tersebut ada empat, tiga syarat untuk perawi hadis mursal,
satu syarat untuk hadis mursal dan berikut ini syarat-syaratnya :
(1) Yang meriwayatkan hadis mursal tersebut dari tabi'in besar
(kibar al-tabi'in).
(2) Jika penerima hadis mursal menyebutkan telah menerima dari
orang yang tsiqah.
(3) Jika beberapa perawi yang hafidh dan terpercaya bersepakat
dengannya dan tidak menentangnya.
(4) Apabila tiga syarat di atas digabungkan, maka terdapat
99
satu syarat di antara syarat-syarat berikut ini:
(a) hadis tersebut juga diriwayatkan melalui jalur sanad lain;
(b) atau diriwayatkan melalui sanad lain yang sama- sama
mursal tapi tidak dari perawi-perawi hadis mursal yang
pertama;
(c) atau sesuai dengan perkataan sahabat;
(d) atau kebanyakan ahli ilmu memberikan fatwa
dengannya.60
Apabila syarat-syarat tersebut telah terpenuhi maka menjadi jelas
keabsahan sumbernya dan apa yang menjadi penunjangnya, dan
keduanya shahih. Jika ternyata bertentangan dengan hadis shahih lain
yang hanya mempunyai satu jalur, maka yang diunggulkan adalah
kedua hadis tersebut karena mempunyai banyak jalur sanad. Prosedur
ini ditempuh bila menemui kesulitan untuk mengkompromikan.
5) Mursal Shahabiy
Hadis Mursal ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat
tentang perkataan atau perbuatan Rasulullah SAW, padahal dia tidak
pernah mendengar atau menyaksikannya. Hal ini adakalanya
disebabkan karena usianya yang masih muda (kecil), atau terakhir
masuk Islam atau kepergiannya. Jenis hadis yang diterima sahabat pada
waktu masih usia muda (kecil) jumlahnya banyak, seperti sahabat Ibn
Abbas, Ibn Zubair dan lain sebagainya.
6) Hukum Hadis Mursal Shahabiy
Menurut pendapat yang shahih dan masyhur yang telah
diputuskan oleh sebagian besar ulama, kualitas hadis mursal shahabiy
adalah shahih dan dapat dipakai sebagai hujjah, karena
60. Lihat al-Risalah, karya al-Syafi'iy, hal. 461
100
jarang terjadi sahabat meriwayatkan hadis dari tabi'in. Apabila
mereka meriwayatkan dari tabi'in, mereka menjelaskannya, dan
jika mereka tidak menerangkannya namun langsung mengatakan:
" Qala Rasulullah" pada dasarnya mereka telah mendengarnya dari
sahabat lain dan tidak menyebutkan nama sahabat itu, tidak apa-
apa, sebagaimana keterangan di muka.
Sebagian pendapat menyatakan bahwa hadis mursal shahabiy
hukumnya sama dengan mursal yang lain. Pendapat ini lemah
dan mardud.
7) Kitab terkenal tentang Hadis Mursal
a) Al-Maraasiil, karya Abu Daud;
b) Al-Maraasiil, karya Ibn Abi Hatim dan;
c) Jami' al-Thashiil li ahkaam al-Maraasiil karya al-'Ala'iy.61
c Hadis Mu'dlal1) Pengertian
a) Menurut bahasa, mu'dlal adalah isim maf'ul dari fi'il madli "
a'dlala" semakna dengan “a'yaa" yang berarti:
memayahkan.
b) Menurut bahasa, hadis mu 'dlal adalah hadis yang sanadnya
gugur dua orang atau lebih secara beruntun.
Contohnya, seperti hadis riwayat al-Hakim dalam kitabnya
" Ma'rifah al-Ulum al-Hadis" dari al-Qa'nabiy dari Malik :
101
للملوك طعامھ وكسوتھ : أنھ بلغھ أن أبا ھریرة قال قال رسول الله صلعم
بالمعروف، ولا یكلف منالعمل إلایطیق
61. Al-Risalah al-Mustathrifah, hal. 85 dan 86. Al-'Ala'iy adalah al-Hafidh al-Muhaqqiq, Shalah al-Din Abu Sa'id Khalil bin kaikaldiy al-'Ala'iy, lahir di Damaskus tahun 694 H, dan meninggaldunia pada tahun 761 di Quds.
Al-Hakim berkata, bahwa hadis ini mu'dlal dari Malik yang juga
menilai mu'dlal dalam kitabnya al-Muwaththa'.62
Hadis ini adalah mu'dlal, sebab secara beruntun ada 2 perawi
yang gugur yang terdapat di antara Malik dan Abu Hurairah. Hal ini
diketahui di luar kitab al-Muwaththa' yang dinyatakan sebagai berikut:
102
2) Hukum Hadis Mu'dlal
Hadis mu'dlal adalah dla'if, bahkan keadaannya lebih parah
daripada hadis mursal dan murujathi',64 karena banyaknya perawi yang
terbuang dari sanad. Demikian menurut kesepakatan para ulama.
3) Perbedaan dan Persamaan antara Hadis Mu'dlal dan Mu'allaq
a) Persamaannya, jika dari permulaan sanadnya terbuang dua
perawi secara beruntun.
b) Perbedaannya, terdapat 2 bentuk :
c) Jika di tengah-tengah sanad terdapat dua perawi yang terbuang
secara beruntun disebut hadis mu'dlal bukan
mu'allaq.
(1) Jika dari permulaan sanad terdapat satu perawi yang
terbuang disebut mu'allaq bukan mu'dlal.
4) Kitab hadis yang diduga terdapat Hadis Mu'dlal
Menurut al-Suyuthiy,65 kitab yang diduga terdapat hadis mu'dlal,
munqathi' dan mursal adalah sebagai berikut:
عجاد عن أبیھبنعن مالك عن محمد ..............................
63عن أبى ھریرة
62. Ma'rifah Ulum al-Hadits, hal. 4662. Ibid, hal. 47
64. Lihat, al-Kifayahr hal. 21 dan al-Tadrib, hal.295.65. Tadrib al-rawi, hal. 214
a) Kitab al-Sunan karya Sa'id bin Mansurb) Beberapa kitab karya Ibn Abi al-Dunya.
d. Hadis Munqathi'
1) Pengertian
a) Menurut bahasa, al-munqathi' adalah isimfa'il dari mashdar “al-inqitha"' lawan kata " al-ittishal" yang berarti: terputus lawan
kata dari bersambung.
b) Menurut istilah, hadis munqathi' adalah hadis yang sanadnya
tidak bersambung atau gugur perawinya pada bagian mana
saja.
Maksudnya setiap sanad yang terputus di mana saja tempat
terputusnya, baik pada bagian permulaan, bagian tengah atau
akhir sanad. Jadi, termasuk jenis hadis ini adalah hadis mursal
mu'allaq dan mu'dlal. Akan tetapi ulama mushthalah
mutaakhkhirin mengkhususkan hadis munqathi' yang tidak
termasuk di dalamnya hadis mursal, mu'allaq dan mu'dlal, demikian
juga ulama muqaddimin. Oleh karena itu al-Nawawiy
mengatakan:"Munqathi' merupakan istilah yang digunakan dalam
meriwayatkan hadis tanpa perawi tabi'in tapi hanya perawi dari
sahabat, sebagaimana Malik dari Ibn Umar.66
2) Hadis Munqathi' menurut ulama ahli hadis mutaakhkhirin
Hadis munqathi' adalah hadis yang tidak bersambung
sanadnya yang tidak termasuk hadis mursal, mu'allaq atau mu'dlal.
Dengan demikian hadis munqathi' adalah istilah umum untuk
setiap hadis yang sanadnya terputus di luar tiga bentuk
terputusnya sanad di atas, yakni terputus pada bagian awal,
66. Al-Taqrib ma'a al-Tadrib, hal. 208.
103
bagian akhir dan dua perawi terputus secara beruntun pada bagian
mana saja. Demikian ini pendapat al-Hafidh Ibn Hajar dalam
kitabnya al-Nukhbah dan Syaraknya,67
Jadi letak terputusnya sanad tersebut, bisa saja pada satu
tempat atau lebih, seperti terputus pada dua atau tiga tempat.
3) Contoh Hadis Munqathi'
Hadis yang diriwayatkan Abdul Al-Razzaq dari al-Tsauriy
dari Abu Ishaq dari Zaid bin Yatsi'dari Hudzaifah dalam bentuk
hadis marfu'.
Di tengah-tengah sanad hadis ini terdapat seorang perawi
yang gugur yaitu bernama "Syarik", sebenarnya dia berada di antara
al-Tsauri dan Abu Ishaq. Sesungguhnya al-Tsauri sendiri tidak
pernah mendengar hadis tersebut secara langsung dari Abu Ishaq,
namun dia mendengar dari Syarik sedang Syarik mendengar dari
Abu Ishaq. Bentuk terputusnya sanad tersebut tidak sama dengan
hadis mursal, mu'allaq dan mu'dlal.
4) Hukum Hadis Munqathi'
Menurut kesepakatan para ulama, Hadis Munqathi' berkualitas
dla'if, karena tidak diketahuinya keadaan perawi yang terbuang.
e. Hadis Mudallas
1) Pengertian
a) Menurut bahasa, al-mudallas berbentuk isim maf'ul dari kata " al-
tadlis" yang berarti: tersimpannya cacat harta dagangan dari si
pembeli. Kata tadlis adalah musytaq (derivasi) dari mashdar tsulatsi "
al-dalsu" yang berarti: gelap atau campuran yang gelap, sehingga
seakan-akan sebuah hadis menjadi mudallas karena ia tertutup
bagi seseorang yang ingin mengetahui
104
67. Al-Nukhbah wa Syarhiha, hal. 44.
hadis itu, keadaannya menjadi lebih gelap sehingga hadis tersebut
menjadi mudallas yakni hadis yang menyimpan cacat.
b) Menurut istilah, tadlis adalah merahasiakan cacat dalam sanad
dan memperbaiki lahirnya.
2) Macam-Macam Tadlis
Secara garis besar tadlis terbagi menjadi 2 bagian, yaitu: Tadlis al-
Isnad dan Tadlis al-Syuyukh. Berikut penjelasan 2 macam bagian
tersebut:
a) Tadlis Isnad
Para ulama hadis berbeda-beda dalam memberikan definisi jenis
tadlis ini, dan pendapat yang paling shahih dan rinci menurut
penulis adalah pendapat Abu Ahmad bin'Amr al- Bazzar dan Abu
Hasan al-Qaththan, yakni sebagai berikut:منھیسمعلممامنھسمعقدعمنالراوىیروىأنمنھسمعھأنھیذكرأنغیرمن
Tadlis al-Isnad. adalah seorang perawi meriwayatkan suatu hadis yang pernahdidengar dari orang lain tanpa menyebutkan bahwa dia (perawi) pernahmendengar dari orang lain tersebut
(al-Syaikh).68
Maksudnya adalah seorang perawi meriwayatkan
hadis yang pernah didengar dari seorang guru, namun hadis
tersebut ditadlis (disamarkan) seakan-akan dia tidak pernah
mendengar dari guru itu dengan cara menyatakan bahwa dia
mendengar dari orang lain. Jadi, ia menggugurkan seorang
guru yang benar- benar pernah didengar hadisnya.
Selanjutnya, dia meriwayatkan dengan menggunakan lafal
yang menunjukkan seolah-olah proses periwayatannya
melalui "al-sama " dan sebangsanya,
105
68. Syarah "Alfiyah al-Traqiy", hal. 180
seperti " qaala" atau " 'an' agar orang lain mengira bahwa dia
mendengar langsung dari guru yang disebut (bukan guru yang
pernah didengar hadisnya) tanpa menjelaskan atau memakai lafal
yang menunjukkan bahwa dia pernah mendengar dari guru yang
disebut itu, seperti kata: " sami'atu" atau " haddatsani" . Jadi,
perawi tersebut tidak tergolong " kadzdzab" (pembohong) dan
perawi yang digugurkan itu bisa satu atau lebih.
Abu al-Hasan bin al-Qaththan mengatakan, bahwa
perbedaan antara hadis mudallas dengan hadis irsal khafi adalah
periwayatan hadis irsal khafi adalah dari orang yang tidak
mendengar dari gurunya. Jadi, masing-masing dari hadis mudallas
dan mursal khafi, sama-sama meriwayatkan hadis dari seorang guru
yang sebenarnya tidak pernah didengar darinya dengan memakai
kata-kata yang menunjukkan arti mendengar atau sebangsanya.
Akan tetapi si mudallas sebenarnya pernah mendengar hadis dari
seorang guru yang dia tadlis (samarkan), sementara hadis mursal
khafi perawinya tidak pernah mendengar dari seorang guru
selamanya, baik terhadap hadis-hadis yang diirsalkan atau tidak,
dan dia hidup sezaman atau pernah bertemu.
Contohnya seperti hadis yang ditakhrij oleh al- Hakim69
dengan menyandarkan kepada Ali bin Khasyram, dia berkata: Ibn
Uyainah berkata kepadaku dari al-Zuhriy, kemudian dia ditanya:
Apakah kamu mendengar dari al- Zuhriy? dia menjawab tidak,
dan tidak pula mendengar dari orang yang telah mendengar hadis
darinya (al-Zuhriy). Abdul Razaq menceritakan kepadaku dari
Ma'mar dari al-Zuhriy.
b) Tadlis Taswiyah
Jenis Tadlis Taswiyah ini pada hakekatnya merupakan salah
satu jenis tadlis al-isnad.
106
69. Lihat Ma'rifah Ulum al-Hadits, hal. 130
Pengertiannya adalah, seorang perawi meriwayatkan hadis
dari seorang guru kemudian menggugurkan seorang perawi yang
dla'if yang berada di antara 2 perawi yang tsiqah dan dia (perawi
dla'if) pernah bertemu dengan kedua perawi meriwayatkan hadis
dari perawi tsiqah, yang oleh perawi tsiqah tersebut diterima dari
perawi yang lemah, dan perawi yang lemah ini menerima dari
perawi tsiqah pula. Jadi salah satu kedua perawi tersebut benar-
benar pernah bertemu dengan lainnya (perawi hadis dan perawi
dla'if). Kemudian mudallis meriwayatkannya tanpa menyebutkan
perawi yang lemah (dla'if) tersebut dan meriwayatkan dengan lafal
yang mengandung pengertian bahwa perawinya tsiqah semua.
Jenis tadlis ini merupakan jenis tadlis yang terburuk, karena
perawi tsiqah pertama terkadang tidak dikenal sebagai perawi
pentadlis, selanjutnya orang yang mengetahui sanad itu yakni
sesudah sanadnya disamakan, meriwayatkannya juga dari seorang
perawi yang tsiqah pula dan menentukan hadis tersebut sebagai
hadis shahih. Dengan demikian, tadlis taswiyah ini mengandung
pemalsuan yang amat sangat.
Orang yang paling terkenal melakukan tadlis taswiyah.
1) Baqiyyah bin Walid, Abu Mashar berkata: "Hadis-hadis
Baqiyyah tidak mumi, oleh sebab itu waspadalah terhadap
hadis-hadisnya"
2) Al-Walid bin Muslim.
Contoh tadlis taswiyah, seperti yang diriwayatkan oleh Ibn
Hatim dalam "al-Ilal", dia berkata :
107
أبي سمعت
kemudian dia menyebutkan hadis yang telah diriwayatkan oleh
Ishaq bin Rahawaih dari Baqiyyah :
Ayahku berkata: Hadis ini mengandung masalah yang tidak difahami oleh seseorang.Dia diriwayatkan oleh Ubaidillah bin 'Amr (perawi yang tsiqah) dari Ishaq bin AbiFarwah (perawi yang dla'if) dari Nafi' (perawi yang tsiqah) dari Ibn Umar dari NabiSAW. Ubaidillah bin 'Amr diberi nama panggilan Abu Wahab oleh Baqiyyah dandinasabkan kepada Bani Asad, agar tidak dikenali lagi, sehingga tatkala Ishaq bin AbiFarwah tidakdisebut tidak berpengaruh apa-apa.70
c) Tadlis al-Syuyukh
Yakni seorang perawi
meriwayatkan hadis yang
didengar dari seorang guru
dengan menyebutkan nama
kunyahnya (nama panggilan),
nama keturunannya atau
mensifati gurunya dengan sifat-
sifat yang tidak/belum dikenal
oleh orang banyak,71 seperti
kata Abu Bakar bin Mujahid al-
Muqriy, salah
satu imam qira'ah:
70. Syarakh al-Alfiyah, karya al-'Iraqiy, hal. 90, dan al-Tadrib, hal. 225.71. Ulum al-Hadits, ahl. 66
أبيبنبكرأبابھیریدعبداللهأبيابنعبداللهحدثنا
السجستانىداود
Yang dimaksud dengan Abdullah bin Abu Abdillah adalah Abu Bakar
bin Abi Daud al-Sijistaniy.
3) Hukum Tadlis
a) Tadlis al-Isnad; kebanyakan ulama
mencelanya. Di antara mereka yang paling
mencela adalah Syu'bah. Katanya, "Tadlis
adalah saudara kandung bohong".
b) Tadlis al-Taswiyah; dia adalah sejahat-jahat tadlis, sehingga al-
'Iraqiy menyatakan bahwa:"Sesungguhnya tadlis taswiyah merusak
orang yang sengaja melakukannya".
c) Tadlis al-Syuyukh; ketercelaannya lebih ringan daripada tadlis al-
Isnad, karena si mudallis tidak menggugurkan seorang perawi
dalam sanad. Ketercelaannya hanya karena adanya
penyalahgunaan perawi dan penyulitan cara mengetahui keadaan
sanad bagi pendengar hadis. Kemudian tingkat ketercelaannya
sangat bergantung pada maksud yang mendorong dalam
melakukan tadlis.
4) Latarbelakang yang mendorong seseorang melakukan tadlis
Untuk tadlis al-Syuyukh ada 4 motif:
a) Mendla'ifkan seorang guru (al-syaikh) atau mensifati
seorang guru dengan sifat tidak tsiqah.
b) Mengundurkan waktu wafatnya seorang guru, agar terkesan
si perawi pernah mendengar bersama-sama dengan orang
banyak.
c) Memudakan usia agar terkesan dia lebih muda daripada
perawi yang didengarnya.
d) Memperbanyak periwayatan, sehingga tidak enak jika terus
menerus menyebutkan perawi tertentu dengan hanya satu
nama.
Untuk tadlis al-Isnad ada 5 motif:
a) Mengkaburkan kualitas sanad;
b) Tidak menyebutkan sesuatu bagian hadis dari seorang guru
yang juga didengar orang banyak.
c) Tiga nomor pertama yang tercantum pada Tadlis Al-
Syuyukh.
5) Sebab-sebab tercelanya Hadis Mudallas
a) Adanya unsur meragukan, yakni pernyataan mendengar dari orang
yang belum pernah didengar riwayatnya.
109
b) Berubahnya hadis yang telah jelas keadaan sanadnya menjadi
semu.
c) Si perawi (pentadlis) mengetahui jika perawi yang ditadlis
disebut dia tidak senang.72
6) Hukum meriwayatkan Hadis Mudallas
Ada 2 pendapat di kalangan ulama tentang hukum meriwayatkan
hadis mudallas, yaitu :
Pertama; meriwayatkan hadis mudallas secara mutlak ditolak,
karena tadlis itu sendiri merupakan cacat. Pendapat ini tidak
mu'tamad.
Kedua; perlu diperinci terlebih dahulu (ini pendapat yang
shahih):
-Jika jelas menggunakan kata " al-sima'" seperti " sami'atu" dan
sejenisnya, maka riwayatnya diterima.
-Jika tidak jelas menggunakan kata " al-sima"' seperti kata "" ’an"dan sejenisnya riwayatnya ditolak.73
7) Cara mengetahui tadlisAda 2 cara untuk mengetahui tadlis, yaitu :
- Berdasarkan pemberitahuan mudallas sendiri, ketika ditanyaumpamanya, seperti yang pernah dialami oleh Ibn Uyainah.- Dengan penetapan imam yang ahli dalam bidang ini atas dasar
hasil penelitiannya.
8) Kitab terkenal tentang Tadlis dan MudallasKitab tentang tadlis dan mudallas jumlahnya banyak. Antara
lain:
a) Tiga kitab karya al-Khatib al-Baghdadiy, salah satu di antaranya berisi
uraian tentang nama-nama orang-orang yang melakukan tadlis
(mudallas)74 yang berjudul "al-Tabyin li Asma'i al-
72. Lihat al-Kifayah,
hal. 35873. Ulum al-Hadits, hal.67-6874. Al-Kifayah, hal. 361110
Mudallisin". Dan dua lainnya masing-masing menjelaskantentang jenis tadlis.75
b) Al-Tabyin li Asma'i al-Mudallisin, karya Burhan al Dinbin al- Halabi.c) Ta'arif ahli al-Taqdis bi maratib al-Mausufin bi al-Tadlis,karya al-Hafidh Ibn Hajar.f. Hadis Mursal Khafi1) PengertianMenurut bahasa, " mursal" adalah isim maf'ul berasal darimashdar " irsal" semakna dengan kata " ithlaq" yang berarti:melepaskan. Memang seakan-akan si mursil melepaskansanad dan tidak menyambungnya. Sedangkan " al-khafi"lawan kata " al-jali" yang berarti: tidak jelas lawan kataterang atau jelas, sebab jenis irsal ini tidak tampak sehinggatidak bisa ditemukan kecuali dengan pembahasan danpenelitian.Menurut istilah, hadis yang diriwayatkan oleh seorangperawi dari seorang yang pernah dia jumpai atau hidupsemasa dengannya, namun perawi itu tidak pernahmendengar darinya, dengan memakai lafal yangmengandung arti " al-sama"' dan sebangsanya, seperti kata "qaala".
Seperti hadis riwayat Ibn Majah melalui jalursanad Umar bin Abdul Aziz dari Uqbah binAmir secara marfu':
75. Ibid, hal. 357
111
Menurut keterangan al-Maziy dalam kitab " al-Athraf
" , Umar bin Abd. Aziz tidak pernah bertemu dengan
Uqbah.
الحرسحارس اللهرحم
2) Cara mengetahui Mursal Khafi
Ada 3 cara untuk mengetahui Mursal Khafi, yaitu :
a) Berdasarkan ketentuan sebagian imam, bahwa perawi tersebut
tidak pernah berjumpa dengan orang yang meriwayatkan hadis
kepadanya atau perawi tersebut tidak pernah mendengarnya
secara mutlak.
b) Berdasarkan pemberitahuannya sendiri, bahwa dia tidak
pernah berjumpa dengan orang yang meriwayatkan hadis
kepadanya atau sama sekali belum pernah mendengarkannya.
c) Adanya hadis tersebut yang diriwayatkan melalui jalur sanad
lain, di mana terdapat tambahan seorang yang berada di antara
perawi tersebut dengan orang yang meriwayatkan darinya.
Cara yang terakhir ini diperselisihkan ulama, sebab ada
kemungkinan dia termasuk jenis hadis " al-Mazidfi muttashil
al-asanid".
3) Hukum Hadis Mursal Khafi
Hadis mursal khafi berkualitas dla'if, karena dia termasuk jenis hadis
munqathi', jika jelas terputus sanadnya, hukumnya sama dengan hadis
munqathi'.
4) Kitab yang populer tentang Hadis Mursal Khafi
Yaitu, kitab " Al-Tafsil Li Mubham Al-Marasil" karya al-Khatib al-
Baghdadiy.
g. Hadis Mu'an'an dan Muannan
Telah selesai pembahasan tentang 6 macam hadis mardud yang
disebabkan terputusnya sanad, akan tetapi hadis mu'an'an dan muannan
masih diperselisihkan;"Apakah keduanya termasuk hadis yang
munqathi' atau yang muttasil?". Menurut penulis, keduanya termasuk
jenis hadis mardud yang disebabkan sanadnya terputus.
112
1) Pengertian Mu'an'an
Menurut bahasa, al-mu'an'an adalah isim maf'ul dari kata dasar '"
an'ana" yang berarti: berkata dengan menggunakan kata , عن عن (dari).
Sedangkan menurut istilah, adalah ucapan perawi hadis yang
menggunakan kata " "عن dalam meriwayatkan hadisnya. Contohnya,
seperti hadis riwayat Ibn Majah, beliau berkata :
113
2) Apakah Hadis Mu'an'an termasuk hadis muttasil atau hadis
munqathi'?.
Dalam masalah ini ada 2 pendapat dikalangan ulama, yaitu :
a) Sebagian berpendapat bahwa hadis mu'an'an termasuk hadis
munqathi', selama belum terbukti kemutashilannya.
b) Pendapat yang shahih, yaitu pendapat jumhur ulama
dikalangan ahli hadis, fiqh dan ushul fiqh menyatakan bahwa hadis
mu'an'an adalah muttashil dengan syarat. Ada 2 syarat yang telah
mereka sepakati, dan ada beberapa syarat yang masih diperselisihkan.
Adapun madzhab Imam Muslim mencukupkan dengan 2 syarat yang
telah disepakati tersebut. Dua syarat itu adalah sebagai berikut:
(1) Hadis mu 'an 'an itu harus tidak mudallas, yakni si mu 'an 'in
(orang yang meriwayatkan hadis dengan kata'an-'an) bukan seorang
mudallis (perawi yang merahasiakan cacat gurunya).
(2) Si mu'an'in harus
pernah berjumpa
dengan guru yang
pernah memberinya.
ثناھشامبنمعاویةثناشیبةأبىعثمانحدثنا
عروةبنعثمانعنزیدبنأسامةعنسفیان
اللهإن :صلعماللهرسولقالقالت،عائشةعن
فوالصفوفمیامن علىیصلون وملائكتھ الص
Adapun syarat yang masih
diperselisihkan untuk
tambahan dua syarat di atas
ialah :
(1) Tetapnya liqa'
(bertemu), ini pendapat al-
Bukhariy, Ibn Madiniy dan
para Muhaqqiqin.
(2) Lama menjadi
sahabat, ini pendapat Abu al-
Mudhaffar al-Sam'aniy.
(3) Harus mengetahui
riwayat darinya, ini pendapat
Abu Amr al-Daaniy.
3) Pengertian Hadis Muannan
a)
Menurut bahasa, muannan
isim maf'ul dari " annana"
yang berarti: berkata “أن , أن“ (berarti: bahwa)
b) Menurut istilah, hadis
muannan adalah hadis yang
diriwayatkan dengan
perkataan"أن فلان قال حدثن فلان" .
4) NilainHadis Muannan
a) Menurut Imam
Ahmad dan sebagian ulama,
hadis muannan dihukumi
munqathi selama belum
terbukti kemuttashilannya.
b)
Menurut Jumhur ulama, "أن" sama dengan عن“ “ yakni
secara umum menunjukkan
bahwa periwayatannya
melalui cara " al-sama'"
dengan ketentuan syarat-
syarat yang telah disebutkan
di atas.3. Hadis Mardud karena perawinya cacat.Yang dimaksud dengan
76. Pengertianadil dan dlabith,lihat kemablibagian b),syarat-syaratHadis shahih,(penterjemah).
1 1 4
Yang berkaitan dengan sifat keadilan perawi adalah sebagai
berikut:
a. dusta
b. tertuduh dusta
c. fasiq
d. bid'ah
e. tidak diketahui identitasnya.
Adapun yang berkaitan dengan kedlabithan perawi adalah sebagai
berikut:
a. keliru yang sangat
b. tidak baik hafalannya
c. pelupa
d. banyak waham (berprasangka/ragu-ragu).
e. Menyalahi riwayat perawi yang tsiqah (adil dan dlabith).
Berikut ini uraian tentang macam-macam hadis mardud karena
sebab-sebab di atas secara berurutan yang dimulai dari sebab yang
sangat merusak.
a. Hadis Maudlu'
Jika cacatnya perawi disebabkan karena dusta terhadap
Rasulullah SAW, maka hadisnya disebut hadis maudlu'. Adapun
pengertiannya menurut etimologi maudlu' berbentuk isim maful dari
kalimat" الشئوضع " searti dengan kata" "حطھ yang berarti:
menurunkan nilai (harga) sesuatu. Dikatakan demikian karena turun
martabatnya.
Menurut istilah, hadis maudlu' adalah hadis bohong yang dibuat
dan diciptakan serta disandarkan kepada Rasulullah SAW.
1) Kedudukan Hadis Maudlu'Hadis Maudlu' adalah hadis dla'if yang paling jelek. Sebagian
1 1 5
ulama menganggapnya Sebagai bagian tersendiri yang tidak termasuk
jenis hadis dla'if.
2) Hukum meriwayatkan Hadis Maudlu'
Secara ijma', para ulama tidak memperkenankan meriwayatkan
hadis maudlu' bagi Orang yang mengerti keadaannya, kecuali disertai
penjelasan kemaudlu'annya, berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim:
أخد فھو كذب یرى أنھ بحدیث عنيخدث من الكاذبین
Artinya: "barang siapa meriwayatkan dariku suatu hadis yang diaketahui hadis palsu,maka dia termasuk salah satu dari orang-orang yang berbuat dusta".
3) Cara membuat Hadis Maudlu'
a) Kadangkala pemalsu hadis menyusun kalimat sendiri
kemudian sanadnya dibikin lalu diriwayatkan;
b) Kadangkala pemalsu hadis mengutip perkataan sebagian
ahli hikmah atau lainnya, kemudian menyusun sanadnya.
4) Cara mengetahui Hadis Maudlu'
Ada beberapa cara untuk mengetahui hadis maudlu’, di antaranya
ialah:
a) Pengakuan dari pemalsu hadis sendiri, seperti pengakuan Abu
Ishamah Nuh bin Abi Maryam yang telah membuat hadis palsu
tentang keutamaan surat-surat al-Qur'an, dari Ibn Abbas.
b) Adanya pernyataan yang memperkuat pengakuan membuat hadis
maudlu', seperti seorangperawi mengaku telah menerima hadis
dari sesedang yang telah meninggal dunia sebelum lahir, dan
hadisnya tersebut tidak dikenal kecuali dari perawi tersebut.
c) Keadaan perawi, seperti perawi dari golongan Syi'ah Rafidlah,
116
yang hadisnya tentang keutamaan ahli bait Rasulullah SAW. d)
Keadaan matannya, baik dari segi lafal atau makna.
Dari segi lafal seperti susunan kalimatnya tidak baik dan tidak
fasih, dari segi makna seperti hadis yang bertentangan dengan al-
Qur'an, hadis Mutawatir, ijma' atau logika yang sehat.
5) Motif pembuatan Hadis Maudlu'.
a) Untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan membuat
beberapa hadis targhib dan tarhib (hadis-hadis berisi anjuran
dan ancaman). Pembuatnya mengaku sebagai orang yang
berperilaku zuhud dan saleh. Pembuat hadis maudlu' ini dinilai
yang paling jelek, sebab banyak orang menerima hadis buatan
mereka dengan rasa percaya.
Pembuat hadis maudlu'dengan motif ini di antaranya
adalah Maisarah bin Abdi Rabbih sebagaimana riwayat Ibn
Hibban dalam kitab " al-Dlu'afa'" dari Ibnu Mahdi: "Saya
pernah bertanya kepada Maisarah Ibn Rabih, dari mana kamu
mendapatkkan hadis ini dan siapa yang membaca seperti ini ?
Dia menjawab: "Saya membuatnya untuk memberikan
kesenangan kepada manusia".77
b) Untuk mempertahankan ideologi golongan atau alirannya
sendiri. Lebih-lebih terhadap aliran politik setelah munculnya
77. Muqaddimah Muslim bi Syarh al-Nawaniy, I, hal. 62Secara lengkap riwayat tersebut sebagaimana penulis kutip dari Program CD "Mausu'ah al-
Hadis al-Syarif Kutub al-Tis’ah" (Ensiklopedi Hadis Kutub Tis'ah) sebagai berikut:
1 1 7
berbagai fitnah, seperti golongan Khawarij dan Syi'ah,yang
masing-masing memiliki hadis maudlu'dengan tujuan
untuk menguatkan alirannya, seperti hadis:
على خیر البشر، من شك فیھ فھو كفر
Artinya : " Ali adalah manusia yang paling baik, barang siapa yangmeragukannya maka dia kafir"
c) Untuk merusak agama Islam, sebagaimana yang dilakukan
oleh kaum zindiq yang tidak mampu memperdayakan
agama Islam seeara terang-terangan, tetapi mereka dengan
sengaja menempuh jalan yang busuk ini dengan membuat
sejumlah hadis maudlu'untuk memburukkan dan merusak
citra Islam.
Pembuat hadis maudlu' dengan motif ini di antaranya
adalah Muhammad bin Sa'id al-Syamiy yang digembleng
dalam golongan zindiq. Dia telah meriwayatkan hadis dari
Humaid, dari Anas secara marfu':
78اللهأنا خاتم النبیین لا نبي بعدى إلا أن یشآء
Artinya :" Saya adalah penutup para nabi, tidak akan ada nabi setelahsaya kecuali Allah menghendaki. "
d) Untuk melakukan pendekatan kepada penguasa, yakni
pendekatan yang dilakukan sebagian orang yang lemah
imannya kepada sebagian penguasa dengan membuat hadis
yang memihak kepadanya. Seperti kisahnya Ghiyas bin
Ibrahim al-Nakha'iyal-Kufiy bersama Amiral-Mu'minin al-
Mahdiy, tatkala dia sedang bertandang ke istananya, al-
Mahdiy sedang bermain dengan burung merpati, kemudian
dia menyebutkan sanadnya secara beruntun sampai kepada
78. Tadrib al-Rawi, I, hal. 283.
1 1 8
Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda :
لا سبق إلا فى نصل أو خف أو جافر أو جناحArtinya: " Tidak patut diperlombakan, kecuali perlombaanmengendarai kuda atau onta, memanah atau sayap".
Ghiyas bin Ibrahim menambahkan kata " jannah" dalam
hadis di atas untuk kepentingan al-Mahdiy, dan ternyata al-
Mahdiy mengetahuinya, maka spontan dia perintah
menyembelih burung merpati tadi dan Ghiyas berkata:"Saya
yang membujuk al-Mahdiy untuk bertindak seperti itu".
e) Untuk tujuan komersial, sebagaimana dilakukan oleh sebadan
tukang dongeng dengan mengharap imbalan mereka bercerita
tentang kisah-kisah yang menggembirakan dan yang aneh-aneh.
Seperti yang dilakukan oleh Abu Sa'id
al-Madainiy.
f) Untuk tujuan popularitas, yaitu menyampaikan hadis- hadis
gharib yang belum pernah ditemukan pada satupun guru hadis,
kemudian mereka mengganti sanadnya agar dianggap gharib,
sehingga banyak orang tertarik dan senang mendengarnya,
seperti dilakukan oleh Ibn Abi Dahyah dan Hammad al-Nashibiy.79
6) Aliran Karamiyah dalam membuat Hadis Maudlu'.
Sekelompok dari golongan ahli bid'ah yang menamakan dirinya "
Karamiyah" berkeyakinan diperbolehkannya membuat hadis-hadis tentang
"targhib dan tarhib", berdasarkan hadis yang diriwayatkan melalui sebagian
sanad, dengan tambahan kata- kata:
79. Ibid, hal. 284
119
لیضل الناس.......... من كذب علي متعمداArtinya:" Barang siapa berbuat dusta atas namaku secara sengaja ...... untuk
menyesatkan manusia".
Menurut para hafidh hadis, kata-kata tambahan " الناسلیضل " itu dinilai
tidak akurat.
Sebagian mereka berargumen: " Kami berbuat dusta untuk kebaikan bukan
untuk mencelakakan". Alasan ini sangat lemah, sebab Nabi Muhammad SAW
tidak membutuhkan pendusta untuk menyebarkan syari'atnya.
Keyakinan seperti ini bertentangan dengan konsensus di kalangan kaum
muslimin, bahkan al-Syaikh Abu Muhammad al- Juwainiy menyatakan kafir
terhadap pembuat hadis maudlu'.
7) Kekeliruan sebagian ahli tafsir dalam menyebutkan hadis-hadis maudlu'
Sebagian ahli tafsir ada yang salah dalam menyebutkan hadis- hadis
maudlu' dalam kitabnya, karena tanpa memberi penjelasan tentang
kemaudlu'annya, lebih-lebih hadis riwayat Ubai bin Ka'ab tentang keutamaan
surat-surat al-Qur'an. Ahli tafsir tersebut antara
a) al-Tsa'labiy,
b) al-Wahidiy,
c) al-Zamakhsyariy,
d) al-Baidlawiy, dan
e) al-Syaukaniy.
8) Kitab-kitab terkenal tentang Hadis Maudlu'.
a) Kitab al-Maudlu'aat karya Ibn Jauziy. Kitab ini merupakan kitab pertama di
bidang ini, dan penyusunnya terlalu gegabah dalam menentukan hukum
hadis maudlu', sehingga banyak ulama yang mengkritik dan meragukannya.
120
b) Al-La'alik al-Mashnu'ah fi al-Ahadiis al-Maudlu'ah karya al-Suyuthiy. Kitab ini merupakan ringkasan dan revisi darikitabnya al-Jauziy dan terdapat beberapa tambahan yangbelum disebutkan oleh al-Jauziy.
c) Tanzih al-Syari'ah al-Marfu'ah 'an al-Ahadiis al-Syani'ah al-Maudlu'ah, karya Ibn'Iraq al-Kananiy. Kitab inimerupakan ikhtisar dari kedua kitab di atas yang padaisinya, baik sistematisnya dan banyak faedahnya.
b. Hadis Matruk.80
1) PengertianJika cacatnya perawi disebabkan karena diduga dusta
yang merupakan sebab kedua, hadisnya disebut hadis matruk.Adapun pengertian hadis matruk menurut etimologi, kata
matruk adalah isim maf'ul dari kata "tarku" dan orang Arabsendiri memberikan nama "telur yang sudah keluar anakayamnya" dengan sebutan “al-tarikah" yang berarti: sesuatuyang tertinggal dan tidak ada faedahnya.91
Menurut istilah, matruk adalah hadis yang dalamsanadnya terdapat perawi yang diduga dusta. Adapun perawiyang diduga dusta dapat diketahui dengan salah satu berikutini, yaitu :a) Hadis tersebut tidak diriwayatkan kecuali dari jalurnya,
sehingga bertentangan dengan kaidah-kaidah yang telahdiketahui.82
b) Perawinya terkenal dalam pembicaraannya sebagaipendusta, namun belum dapat dibuktikan bahwa ia sudahpernah berdusta dalam membuat hadis.a) Contoh Hadis Matruk
80. Ibid, hal. 28681. Bagian hadis ini telah disebutkan oleh Ibn Hajar dalam kitabnya "al-Nuhbah", namun tidak
disebutkan oleh Ibn Shalah dan tidak juga oleh al-Nawawiy.82. Lihat al-Qamus, III, hal. 306
121
Hadisnya 'Amr bin Syamr al-Ja'fiy al-Kufiy al-Syi'iy
dari Jabir dari Abi Thufail dari Ali dan Ammr, keduanya
telah berkata:
كان النبي صلعم یقنت فى الفجر ویكبر یوم
عرفة من صلاة الغداة، ویقطع صلاة العصر أخر أیام التشریق
Menurut Al-Nasa'iy, al-Daruquthniy dan lainnya dari
Amr bin Syamr, bahwa hadis tersebut adalah matruk.83
b) Kedudukan Hadis Matruk.
Menurut al-Hafidh Ibn Hajar, hadis dla'if yang paling
buruk adalah hadis maudlu', kemudian secara berurutan
hadis matruk, munkar, mu'allal, mujraj, maqlub dan
mudltharib.84
c. Hadis Munkar
1) Pengertian
Jika cacatnya perawi disebabkan karena sering keliru, banyak
salah atau fasiq, hadisnya disebut hadis munkar.
Adapun pengertiannya menurut bahasa, kata " munkar" adalah
isim maful dari kata " inkaar" lawan kata " ikrar" yang berarti
mengingkari lawan kata mengakui.
Menurut istilah, terdapat banyak ragam pengertian di kalangan
ulama, dan yang terkenal antara lain :
a) Menurut al-Hafidh Ibn Hajar al-Asqalaniy, hadis munkar adalah:
hadis yang dalam sanadnya terdapat perawi yang kelirunya
83. Kaidah-kaidah umum hasil istimbath ulama dari kumpulan nash umum yang benar.84. Mizan al-I'tidal, ni, hal. 268
122
menyolok, banyak salah dan nampak sekali kefasikannya.85
Definisi ini dipakai oleh Imam al-Baiquniy dalam nadhamnya:
*ومنكر الفرد بھ راو غدا تعد یلھ لا یحل التفرد
Artinya ; " Hadis munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawisecara sendirian yang tidak mempunyai sifat adil".
b) Hadis munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang
perawi dla'if dan bertentangan dengan yang diriwayatkan
perawi terpercaya.
Definisi ini merupakan tambahan definisi yang telah
disebutkan oleh al-Hafidh Ibn Hajar di atas.
2) Perbedaan antara Hadis Munkar dan Hadis Syadz.
a) Hadis syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi
maqbul86 yang bertentangan dengan perawi yang lebih
utama dari padanya.
b) Hadis Munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi dla'if
yang bertentangan dengan perawi tsiqah (terpercaya). Dari
perbedaan ini bisa diketahui bahwa kedua hadis ini
mensyaratkan mukhalafah (adanya pertentangan) namun dari
segi perawinya tidak sama, sebab hadis syadz perawinya
maqbul, sedangkan hadis munkar perawi dla'if. Ibnu Hajar
terkata: sungguh telah lalai orang yang menyamakan antara
hadis munkar dan hadis syadz. 87
3) Contoh Hadis Munkar.
a) Contoh definisi yang pertama, hadis riwayat al-Nasa'I dan
Ibn Majah dari Abu Zakir Yahya bin Muhammad bin Qais
85. Lihat al-Tadrib, I, hal. 295, dan al-Nukhbah dan syarahnya, hal. 46 dan seterusnya.86. Lihat al-Nakhbah, hal. 47
87. Perawi maqbul adalah perawi hadis shahih/hasan.
123
dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah dalam
bentuk hadis marfu':
كلوا البلح بالتمر فإن ابن أدم إذا أكلھ غضب الشیطان
Artinya : " Makanlah kalian buah kurma mentah dengan yangmasak, apabila bani Adam memakannya, syetan akan marah".
Imam al-Nasa'I berkata, bahwa hadis ini hadis munkar,
yang diriwayatkan secara sendirian oleh Abu Zakir, seorang
guru (syaikh) yang shalih. Imam Muslim juga
meriwayatkannya dalam al-Mutaba'at, hanya saja beliau
tidak menjelaskan adanya perawi yang sendirian.88
b) Contoh definisi yang kedua, hadis riwayat Ibn Abi Hatim
dari jalur Habib bin Habin al-Zayyat dari Abi Ishaq dari al-
Aizar bin Harits dari Ibn Abbas dari Nabi SAW, beliau
berkata:
من أقام الصلاة وأتي الزكاة وحج البیت وصام وقرى الضیف دخل الجنةArtinya: " Barang siapa melaksanakan shalat, menunaikan zakat,melaksanakan haji ke Baitul Allah, puasa dalam bulan Ramadhandan menjamu tamu, maka dia akan masuk surga".
Abu Hatim berkata :"Hadis ini adalah hadis munkar,
sebab perawi-perawi terpercaya lainnya meriwayatkannya
88. Lihat al-Nakhbah dan syarahnya, hal. 37. Pendapat ini sama dengan Ibn Shalah yang menyatakanbahwa betul-betul ada perbedaan antara Hadis syadz dan munkar, Ulum al-Hadis, 72 dikatakanbahwa Hadis munkar terbagi menjadi dua, sebagaimana Hadis syadz.
124
dari Abi Ishaq secara mauquf, padahal mestinya hadis ini
adalah hadis ma'ruf".
4) Tingkatan Hadis Munkar.
Dengan 2 definisi hadis munkar di atas, jelaslah bahwa Hadis
Munkar termasuk jenis hadis yang sangat dla'if, sebab ada
kemungkinan diriwayatkan oleh perawi dla'if yang mempunyai sifat
yang sangat keliru, pelupa, atau fasiq. Dan kemungkinan juga
diriwayatkan oleh perawi dla'if yang bertentangan dengan perawi
tsiqah. Dari kedua kemungkinan tersebut berarti hadisnya berkualitas
sangat dla'if. Oleh karenanya, sebagaimana pembahasan hadis matruk
dinyatakan bahwa hadis munkar, nilainya sangat dla'if setelah hadis
matruk.
d. Hadis Ma'ruf..
Menurut bahasa, al-ma'ruf adalah isim maful dari fi'il madli 'arafa
yang berarti: yang dikenal.
Menurut istilah, hadis ma'ruf adalah hadis yang diriwayatkan
oleh perawi tsiqah yang bertentangan dengan perawi dla'if.89 Jadi,
hadis ma'ruf adalah imbangan hadis munkar, demikian yang dipegang
teguh oleh al-Hafidh Ibn Hajar.
Adapun contoh hadis ma'ruf adalah sama dengan contoh hadis
munkar, namun dari jalur perawi terpercaya dan diriwayatkan secara
mauquf (hanya sampai kepada sahabat) Ibn Abbas. Sebagaimana
dikatakan oleh Abu Hatim mengatakan, bahwa hadis tersebut bila
diriwayatkan melalui jalur Habib secara marfu' dikatakan hadis
munkar, namun bila melalui jalur Ishaq, karena perawi-perawinya
tsiqah dan diriwayatkan secara mauquf dikatakan hadis ma'ruf.
e. HadisMu'allal
Jika cacat perawi disebabkan karena sifat "waham" (ragu-ragu),
125
89. Al-tadrib, I, hal. 240
hadisnya disebut hadis mu'allal.
Pengertian menurut bahasa " mu'allal" adalah isim maful dari
fi'il " a'alla " dan ini merupakan qiyas sharaf yang masyhur dan fasih
menurut bahasa, namun pemakaian istilah " al-mu'allal" yang
dipakai oleh ahli hadis tidak dikenal dalam bahasa, bahkan
sebagian mereka memakai istilah " al-ma'lul" dan menurut ahli
bahasa juga tidak dikenal.90
Menurut istilah, mu'allal adalah hadis yang di dalamnya
nampak terdapat illat yang merusak keshahihannya, padahal
lahirnya tampak bersih dari illat.
1) Pengertian illat.
Illat menurut istilah ahli hadis adalah sebab yang tersembunyi
yang dapat merusak keshahihan hadis. Dari pengertian tersebut,
illat memiliki 2 ciri, yakni:
a) adanya tidak kelihatan atau tersembunyi, dan
b) adanya dapat merusak keshahihan hadis.
Jadi jika salah satu dari 2 ciri tersebut tidak terpenuhi, seperti
contoh jika illatnya kelihatan atau tidak dapat merusak keshahihan
hadis, maka tidak disebut illat menurut istilah.
Illat terkadang diartikan di luar istilah, yakni bisa juga
berbentuk macam-macam cacat dalam hadis, walaupun tidak
tersembunyi dan tidak dapat merusak keshahihan hadis. Hal ini
ada 2 bentuk, seperti:
a) bentuk yang pertama, seperti cacat disebabkan karena
perawinya dusta, pelupa, jelek hafalannya dan lain
sebagainya. Dalam hal ini al-Turmudziy menyatakan nash
sebagai hadis yang ber-illat.
90. Sebenarnya "Hadis ma'ruf" tidak disebutkan disini, karena dia termasuk jenis Hadis maqbul. Dandisebutkan disini karena ada kaitannya dengan Hadis munkar, yakni ma'ruf adalah imbangan dariHadis munkar.
126
b) Bentuk yang kedua, seperti cacat (illat) disebabkan hadis yang
saling berlawanan yang tidak dapat merusak keshahihan hadis,
seperti mengirsalkan hadis mu'allaq kemudian disambung
(diriwayatkan) kepada Rasulullah saw. Berdasarkan hal
tersebut sebagian ulama hadis berpendapat bahwa hadis shahih
yang saling berlawanan adalah hadis shahih yang terdapat illat.
2) Otoritas keilmuan bidang illat hadis.
Mengetahuil illat hadis merupakan bagian bidang ilmu hadis
yang sangat penting dan rumit, karena membutuhkan
pengungkapan illat (cacat) tersembunyi yang tidak bisa diketahui
kecuali bagi mereka yang mempunyai kelebihan dalam ilmu hadis.
Jadi, orang yang mampu mengetahuinya hanyalah orang yang
mempunyai kelebihan dalam hafalan, berpengetahuan yang luas
dan memiliki kecermatan atau kejelian pemahaman di bidang
hadis. Oleh karenanya, tidak ada yang berani menyelami keluasan
ilmu mi, kecuali hanya beberapa imam hadis, seperti al-Madiniy,
Ahmad, al-Bukhariy, Abu Hatim dan Daruquthniy.
3 ) Sanad yang terdapat illat
Illah hadis bisa diketahui melalui sanad hadis yang lahirnya
memenuhi keshahihan hadis, karena hadis dla'if tidak
membutuhkan pembahasan tentang illat, sebab dia berkualitas
mardud yang tidak iiamalkan.
4) Cara mengetahui illat hadis
Untuk mempermudah mengetahui dan menemukan illat,
sebuah hadis bisa dinilai dengan pedoman berikut:
a) Perawi sendirian dalam meriwayatkan hadis.
b) Hadisnya bertentangan dengan riwayat lain.c) Beberapa sebab lain yang berhubungan dengan dua sebab di
atas.
Beberapa hal di atas dapat mengingatkan kepada peneliti
hadis agar ia bersikap waham (keragu-raguan) yang membuatnya
127
terus berusaha mengungkap sisi kelemahan sebuah hadis. Pada
akhirnya, ia akan dapat mengungkap ke-irsal-an dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan secara maushul atau dapat mengungkap
ke-mauquf-an suatu hadis yang diriwayatkan secara marfu' dan lain
sebagainya. Dari pengungkapan yang didasari rasa waham
tersebut ia akan sampai pada kesimpulan untuk menghukumi
ketidak- shahihan suatu hadis.
5) Cara mengetahui hadis yang berillat.
Cara untuk mengetahui hadis yang berillat adalah dengan
mengumpulkan beberapa jalur sanad hadis, menganalisa
perbedaan para perawinya, menimbang kualitasnya, kemudian
menentukan hukum pada suatu riwayat hadis yang terdapat illat.
6) Adanya illat dalam hadis.
a) Illat yang terjadi dalam sanad. Model ini merupakan yang
paling banyak, seperti pengillatan dengan wakaf dan irsal.
b) Illat yang terjadi dalam matan. Model ini yang paling
sedikit, seperti hadis yang menafikan bacaan basmalah dalam
shalat.
7) Pengaruh illat sanad terhadap matan
a) Adakalanya illat sanad dapat merusak matan, seperti
pengillatan dengan irsal.
b)
Adakalanya hanya merusak sanadnya saja, sedang matannya
tetap shahih, seperti hadisnya Ya'la bin 'Ubaid dari Tsauri dari
Amr bin Dinar dari Ibn Umar yang diriwayatkan secara marfu'
Ya'la meragukan "البیعان بالخیار" ucapan Sufyan
al-Tsauri tentang Amr bin Dinar, yang sebenarnya dia adalah
Abdullah bin Dinnar. Keberadaan illat seperti ini tidak
mempengaruhi keshahihan hadis, walaupun dalam sanadnya
terdapat illat ghalath (keliru penyebutan nama perawi), sebab
masing-masing Amr dan Abdullah bin Dinar
128
berkualitas tsiqah. Jadi pergantian perawi tsiqah dengan
perawi tsiqah lainnya tidak membahayakan keshahihan
matan, meskipun susunan sanadnya keliru.
5) Kitab yang terkenal tentang Hadis Mu'allal
a) Kitab a-illat karya Ibn al-Madiniy.
b) 'Illat al-Hadis karya Ibn Abi Hatim.
c) Al-Illal wa Ma'rifah al-Rijal karya Ahmad bin Hambal.
d) Al-Ilal al-Waridah fi al-Ahadis al-Nabawiy karya
Daruquthiy. Kitab terakhir ini adalah kitab paling lengkap
dan luas pembahasannya.
f. Al-Mukhalafah Li Al-Tsiqah
Artinya, hadis yang bertentangan dengan perawi tsiqah.Yaitu,
jika cacatnya perawi disebabkan karena tidak cocoknya seorang
perawi dengan perawi-perawi lain yang terpercaya, maka menurut
ilmu hadis terdiri dari 5 jenis hadis, yaitu :
1) Jika perbedaannya dengan merubah susunan sanad atau
dengan memasukkan hadis mauquf pada hadis marfu',
hadisnya disebut hadis mujraj.2) Jika perbedaannya dengan memutar balikkan matan atau
sanad hadis atau mendahulukan/mengakhirkan, disebut hadismaqlub.
3) Jika perbedaannya dengan menambah perawi, hadisnya
disebut al-mazidfi muttashil al-asanid.4) Jika perbedaannya karena pergantian seorang perawi yang
lain atau penggantian satu segi yang saling dapat bertahan,
dengan tidak ada yang dapat ditarjihkan, hadisnya disebut
hadis mudltharrib.5) Jika perbedaannya karena perubahan lafal dengan tidak
merubah susunan kata-katanya, hadisnya disebut hadis
mushahhaf.
129
g. Hadis Syadz dan Mahfudh
Menurut bahasa, syaadz adalah isim fa'il dari fi'il madli " "انفرد yang
berarti: menyendiri dari orang banyak (publik).
Menurut istilah, hadis syaadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh
perawi maqbul menyalahi riwayat orang yang lebih baik atau lebih
utama dari padanya.
Yang dimaksud dengan perawi maqbul adalah perawi adil dan
sempurna hafalannya, atau perawi adil yang kurang sempurna
hafalannya. Sedangkan yang dimaksud dengan perawi yang lebih baik
atau lebih utama adalah perawi yang lebih rajih, lantaran mempunyai
kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya, dari
segi-segi pentarjihan.
Sebenarnya banyak ragam definisi yang dikemukakan oleh
para ulama tentang hadis ini, namun definisi di atas adalah pilihan al-
Hafidh Ibn Hajar, berdasar perkataan beliau:"Definisi ini adalah yang
paling bisa dipakai pegangan dalam memberikan pengertian hadis syadz
menurut Istilah".91
1) Letak syadz dalam hadis
Syadz hadis terjadi pada sanad dan bisa juga pada matan hadis.
a) Syadz pada sanad
Contohnya, hadis yang diriwayatkan Turmudzi, Nasa'i dan Ibn
Majah dari jalur sanad Ibn Uyainah dari 'Amr bin Dinar dari Ausajah
dari Ibn Abbas :
صلعم ولم یدع وارثا إلا مولى أن رجلا توفى على عھد رسول الله
ھو أعتقھ
91 . Sebab isim maf'ul dari fi'il ruba'i tidak ikut wazan"maf'ul", dan lihat Ulum al- Hadis,hal. 81
130
Selanjutnya Ibn 'Uyainah mewashalkan kepada Ibn Juraij dan
lain-lain, sedang Hammad bin Zaid tidak cocok dengan para perawi
tersebut, sehingga dia meriwayatkannya dari 'Amr bin Dinar dari
'Ausajah dan tidak menyebutkan Ibn Abbas. Oleh karena itu, Abu
Hatim berpenpat: "Yang mahfudh (terpelihara) adalah hadisnya Ibn
'Uyainah. Hammad bin Zaid adalah perawi yang adil dan dlabith,
namun Abu Hatim tetap memenangkan riwayat perawi yang
bilangannya lebih banyak dari padanya.
b) Syadz pada matan
Contohnya, hadis yang diriwayatkan Abu Daud dan Turmudzi
dari jalur sanad Abd. al-Wahid bin Ziyad dari al-'A'masy dari Abu
Shalih dari Abu Hurairah secara marfu':
كم الفجر فلیضطبح عن یمینھإذا صلى أحد
al-Baihaqi berpendapat bahwa Abd. al-Wahib berbeda
periwayatannya dengan kebanyakan perawi yang lain dalam hadis ini,
yakni kebanyakan perawi meriwayatkan dari perbuatan Nabi SAW.,
bukan dari ucapannya sebagaimana Abd. al-Wahib berbeda dengan
riwayat dari kelompok al-A'masy.
Hadis mahfudh adalah imbangan dari pada hadis syadz, yakni hadis
yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih siqah bertentangan dengan
perawi siqah. Contohnya seperti dua contoh hadis syadz tersebut di atas.
Sedangkan kualitas atau nilai hadis syadz adalah mardud dan hadis
mahfudh bernilai maqbul
h. Al-Jahalah Bi Al-Rawi
Yang dimaksud dengan al-Jahalah bi al-Rawi menurut istilah adalah
tidak dikenalnya seorang perawi. Dan ada 3 hal yang menyebabkan
seorang perawi tidak dikenal, yaitu:
131
Pertama, karena banyaknya identitas yang dimiliki oleh
seorang perawi, seperti nama biasa, nama kunyah, nama laqab,
sifat, pekerjaan atau nasab, dan dia terkenal dengan salah satu
identitas di atas. Selanjutnya dia disebut dengan identitas yang
tidak dikenal dengan maksud tertentu, sehingga dia diduga perawi
lain. Akhirnya menjadi tidak dikenal keadaannya.
Contohnya, seperti"Muhammad bin Sa'ib bin Bisyr al-
Kalabi" dia menasabkan dengan kakeknya, sehingga dikenal
dengan nama "Muhammad bin Bisyr", perawi-perawi lain ada
yang menyebut "Hammad bin Sa'ib", sehingga terkesan dia adalah
sekelompok orang, padahal satu orang.
Kedua, karena sedikitnya riwayat, sehingga sedikit pula
orang meriwayatkan hadis darinya, malah terkadang tidak ada
kecuali satu orang, seperti Abu 'Usyara' al-Darimi dari kalangan
tabi'in. Tidak ada perawi yang meriwayatkan hadis darinya
kecuali Hammad bin Salamah.
Keempat, karena penyebutan nama perawi secara ringkas,
yakni tidak disebutkan secara jelas. Penyebutan nama seperti itu
dikatakan "mubham", seperti perkataan perawi hadis :
132
أخبرنى فلان أو شیخ أو رجل أو نحو ذالك
1) Pengertian Majhul
Yang dimaksud dengan majhul adalah seorang perawi yang
tidak dikenal perorangannya atau sifatnya, atau orangnya dikenal,
namun sifat yang berhubungan dengan keadilan dan
kedlabithannya sama sekali tidak dikenal.
2) Macam-Macam Perawi Majhul
Ada 3 macam perawi majhul, yaitu : a) Majhul al-'ain,
artinya perawi yang disebut namanya, namun tidak ada yang
meriwayatkan hadis darinya kecuali hanya
satu orang.
Hukum meriwayatkan hadis dari perawi majhul al-'ain
adalah tidak dapat diterima (tidak maqbul), kecuali perawi
tersebut terbukti tsiqah. Ketsiqahannya dimungkinkan
karena dia diperkuat oleh orang lain yang meriwayatkan
hadis darinya, atau dinyatakan tsiqah oleh seorang perawi
ahlu al-jarh wa al-ta'dil yang meriwayatkan hadis darinya.
Hadis yang diriwayatkan oleh perawi majhul al-'ain adalah
termasuk jenis hadis dla'if.
b) Majhul al-hal, disebut juga dengan perawi mastur. Artinya
adalah seorang perawi yang tidak tsiqah dan terdapat dua
perawi lain yang meriwayatkan hadis darinya.
Hukum meriwayatkannya, menurut jumhur ulama
adalah tertolak (mardud), dan hadisnya termasuk jenis hadis
dla'if.
c) Al-Mubham, walaupun ulama hadis menyatakan al-mubham
sebagai nama tertentu dari hadis, namun karena pada
hakekatnya menyerupai hakekat hadis majhul, maka hadis
mubham dimasukkan dalam jenis hadis majhul.
Adapun pengertiannya adalah hadis yang nama
perawinya tidak jelas, dan hukum meriwayatkannya tidak
dapat diterima, selama masih belum diketahui namanya, baik
melalui penjelasan perawi itu sendiri atau melalui jalur
sanad lain.
Sebab tertolaknya riwayat hadis mubham adalah
karena tidak diketahui identitas perawi yang berhubungan
dengan sifat keadilan dan kedlabithannya.
Apabila kemubhaman hadis dinyatakan dengan kata
ta'dil, seperti perkataan perawi hadis :
133
الثقةأخبرنى
menurut pendapat yang shahih tetap ditolak
riwayatnya, karena perkataan tersebut mengandung
pengertian siqah menurut perawi itu sendiri dan tidak siqah
menurut perawi yang lain.
Hadis yang identitas perawinya tidak jelas disebut
hadis mubham, sebagaimana kata al-Baiquniy dalam kitab
nadhamnya:
ومبھم ما فیھ راو لم یسمArtinya: " Hadis mubham adalah hadis yang tidak disebut nama
perawinya"
3) Kitab terkenal tentang Jahalah Al-Rawi
a) Muwadhdhlihu Auhami al-Jami'i wa al-Tafriq, karya al-Khatib.
Kitab ini berisi tentang beberapa perawi yang memiliki
banyak identitas.
b) Al-Wihdan, karya al-Khatib dan karya Imam Muslim. Kitab
ini berisi nama-nama perawi, dan dari masing-masing tidak
ada perawi yang meriwayatkan hadis kecuali hanya satu
orang.
c) Al-Asma' al-Mubhamah fi al-anba’ al-Muhkamah, kara al- Khatib
al-Baghdadiy, dan al-Mustafad min mubhamaat al- Matniwa
al-lsnadi, karya Waliyuddin al-Iraqiy. Kitab-kitab tersebut
berisi beberapa hadis mubham.
i. Bid'ah1) Pengertian
Menurut etimologi bid'ah adalah mashdar dari fi'il madli "
badi'a " yang berarti: mengadakan sesuatu yang baru.
Menurut terminologi, bid'ah adalah sesuatu yang baru dalam
agama sesudah dia disempurnakan, atau sesuatu yang diadakan
sesudah Nabi SAW yang berupa kehendak dan
134
perbuatan.
2) Macam-Macam Bid'ah
Bid'ah dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
a) Bid'ah Mukfirah; artinya pelaku bid'ah menjadi kafir,
seperti mempercayai sesuatu yang menyebabkan kufur.
Menurut pendapat yang mu'tamad, orang yang
riwayatnya tidak diterima adalah orang yang percaya
terhadap sesuatu dalam syara' yang mutawatir yang jelas
diakui agama, atau orang yang mempunyai kepercayaan
sebaliknya. Dan riwayatnya mardud.
b) Bid'ah Mufsiqah, artinya bid'ah yang menyebabkan
pelakunya menjadi fasiq. Periwayatannya menurut jumhur
ulama dapat diterima dengan syarat:
perawinya tidak mengajak untuk melakukan
bid'ah
tidak untuk melariskan bid'ahnya.
Hadis riwayat orang bid'ah tidak mempunyai nama
tersendiri, dan dia termasuk jenis hadis mardud yang tidak
bisa diterima kecuali dengan syarat yang telah disebut di atas.
j. Suu' al-Hifdhi
Suu' al-Hifdhi, artinya orang yang tidak bisa membedakan sisi
kebenaran atas sisi kesalahannya. Bentuk suu' al-hifdhi ada 2 macam:
1) Adakalnya jeleknya hafalan ini telah tumbuh/bawaan sejak kecil
dan menjadi kebiasaan dalam segala tingkah lakunya. Hadis yang
bersumber dari dia, menurut sebagian ahli hadis disebut hadis
syadz, dan hukumnya mardud.
2) Adakalanya jeleknya hafalan ini muncul kemudian (tidak dari
kecil), yang disebabkan karena faktor ketuaan, hilangnya
135
salah satu indera (umpamanya, mata buta sehingga tidak bisa
melihat) atau kitabnya hilang atau terbakar.
Hadisnya disebut hadis mukhtalid, dan hukum riwayatnya
sebagai berikut:
Bila terbukti riwayatnya terjadi sebelum ikhtilath, hukumnya
maqbul.
Bila tidak terbukti riwayatnya terjadi sebelum atau sesudah
ikhtilath, maka dimauqufkan sampai bisa dibuktikan.
136
BAB IVHADIS YANG KUALITASNYA DI ANTARA
MAQBUL DAN MARDUD
Bab ini terdiri dari 2 bahasan. Pertama; Hadis ditinjau dari segi
siapa yang dijadikan sandaran bagi sebuah hadis. Kedua; Hadis lain
yang berkualitas antara maqbul dan mardud.
A. Pembagian hadis ditinjau dari siapa yang dijadikansandaran bagi sebuah hadisBila ditinjau dari siapa hadis itu disandarkan, hadis terbagi
menjadi 4 macam:
1. Hadis Qudsi 1 Hadis Marfu'
3. Hadis Mauquf
4. Hadis Maqthu'
1. Hadis Qudsia. Pengertian
Menurut bahasa kata al-qudsi dinisbatkan kepada sifat Allah al-
quds semakna dengan al-thuhr yang berarti: suci. Yakni, suatu hadis
yang disandarkan kepada Allah SWT.
Artinya: " Suatu hadis yang diriwayatkan kepada kita oleh NabiSAW, dengan menyandarkan kepada Allah SWT".
b. Perbedaan Hadis Qudsi dengan Al-Qur'an
Ada beberapa perbedaan pokok antara hadis qudsi dan al-
Qur'an, yakni sebagai berikut:
1) Lafal dan makna al-Qur'an berasal dari Allah SWT,
sedangkan hadis qudsi maknanya dari Allah dan redaksinya dari
Nabi SAW.
2) Membaca al-Qur'an dinilai sebagai ibadah, sedang membaca
hadis qudsi tidak.
3) Sampainya al-Qur'an kepada kita disyaratkan harus mutawatir,
sedangkan hadis qudsi tidak.
c. Jumlah Hadis Qudsi
Bila dikaitkan dengan hadis nabawi jumlah hadis qudsi tidak
banyak, yakni hanya sekitar 200 hadis. Contohnya hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya.92
138
92. Shahih Muslim dengan syarah al-Nawawi, juz 16, hal, 131 dan seterusnya.
Menurut istilah:
Artinya: " Dari Abu Dzar r.a. dari Nabi SAW berdasarkan beritayang disampaikan Allah Tabaraka wa ta'ala, bahwa Allah telahberfirman: Wahai hambaku ! Aku telah mengharamkan dzalim(aniaya) terhadap diriku sendiri dan aku telah jadikan perbuatandzalim itu terlarang diantara kamu sekalian. Karena itu janganlahkamu saling dzalim-mengdzalimi "
d. Sighat periwayatan Hadis Qudsi
Ada 2 bentuk sighat periwayatan hadis qudsi, yaitu :
139
e. Kitab terkenal tentang Hadis Qudsi
Di antaranya, kitab " al-Ittihafaat al-Saniyah bi al-Ahadisi al-
Qudsiyah" karya Abd. Ra'uf al-Manawiy yang berisi 272
hadis.
2. Hadis Marfu'
a. Pengertian
Menurut bahasa al-marfu' adalah isim ma'ful dari fi'il madli
dari "rafa'a" yang berarti: mengangkat lawan kata dari " wadla'a"
yang berarti: meletakkan. Dikatakan marfu' karena kaitannya
dengan seseorang yang mempunyai kedudukan tinggi, yaitu Nabi
Muhammad SAW.
Menurut istilah, hadis marfu' adalah :
Artinya : " Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baikberupa sabda, perbuatan, ketetapan atau sifat beliau" .
Maksudnya, sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW, baik yang disandarkan berapa sabda, perbuatan, ketetapan atau
sifat beliau, baik yang menyandarkan itu sahabat atau selainnya, dan
baik sanadnya muttashil (bersambung) atau munqati' (terputus), sehingga
hadis maushul, mursal, muttashil dan munqathi' termasuk juga hadis marfu'.
Demikian pendapat yang masyhur tentang hadis marfu' dan masih
banyak pendapat yang lain.
b. Macam-macam Hadis Marfu'
Hadist Marfu' terbagi menjadi 4 macam, yaitu:
1) Marfu' Qauli, seperti perkataan sahabat atau lainnya dengan
kata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
...........كذا
2) Marfu' Fi'li, seperti perkataan sahabat atau lainnya dengan kata:
فعل رسول الله صلى الله عليه وسلم
............كذا
3) Marfu' Taqriri, seperti perkataan sahabat dan lainnya dengan
kata:
140
فعل بحضرة النبي صلى الله عليه وسلم..........كذا
Dan tidak diriwayatkan keingkaran Nabi terhadap
perbuatan tersebut.
4) Marfu' Washfi, seperti perkataan sahabat atau lainnya
dengan kata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أحسن الناس خلقا
2. Hadis Mauquf
a. Pengertian
Menurut bahasa al-mauquf adalah isim maf'ul dari mashdar " al-
waqfi" yang berarti: barang yang dihentikan. Dikatakan demikian,
karena seorang perawi menghentikan periwayatan hadis hanya
sampai kepada sahabat dan tidak melanjutkan (menyempurnakan)
sisa mata rantai sanad.
Menurut istilah, hadis mauquf:
1 4 1
Artinya: "Ucapan, perbuatan atau ketetapan yang disandarkankepada sahabat".
Maksudnya adalah suatu perkataan, perbuatan atau ketetapan yang
disandarkan kepada sahabat, baik sanadnya bersambung atau
terputus.
c. Istilah ulama fiqih Khurasan tentang Hadis Mauquf
Ulama fiqih Khurasan memberikan istilah (nama) hadis pada
hadis marfu' dan atsar pada hadis mauquf. Sedangkan ulama hadis
menamakan atsar untuk hadis marfu' dan mauquf karena diambil dari
atsar sesuatu.
93) Al-Bukhari, Kitab Taammum, juz I, hal. 8294) Al-Zuhriy dan Atha' adalah termasukgolongan tabi'in.
142
Nama mauquf dipakai juga untuk penyebutan suatu yang
datang dari selain sahabat, tetapi pemakaian seperti ini
sangat sedikit, seperti suatu hadis yang diungkapkan
dengan pernyataan94
2) Mauquf Fi'li, seperti perkataan al-Bukhari93:
م وأم ابن عباس وھو متیم3) Mauquf Taqriri, seperti perkataan sebagian tabi'in :
b. Macam-Macam Hadis Mauquf
1) Mauquf Qauli, seperti perkataan seorang perawi:
d. Macam-macam bentuk Hadis Marfu' secara hukum
Ada beberapa bentuk hadis mauquf dilihat dari segi lafal dan
susunan katanya bila diteliti secara cermat hakekatnya adalah hadis
marfu'. Oleh karena itu para ulama memberikan nama marfu' hukman
(marfu'secara hukum), yakni jika dilihat dari segi lafal dia mauquf dan
dilihat dari segi hukum dia marfu'.
Diantara bentuk-bentuk hadis mauquf sebagaimana gambaran di
atas adalah sebagai berikut:
1) Perkataan sahabat (yang diambil dari cerita ahli kitab) yang tidak
bisa diperoleh dengan ijtihad dan tidak berhubungan dengan
keterangan arti suatu bahasa atau penjelasan sesuatu yang asing,
seperti:
a) Beberapa berita tentang peristiwa masa lalu misalnya
tentang asal kejadian makhluk.
b) Beberapa peristiwa yang akan terjadi, misalnya tentang
peperangan, fitnah dan keadaan hari kiamat.
c) Beberapa berita tentang suatu hal yang bila dikerjakan
mendapatkan pahala tertentu atau mendapat siksaan tertentu,
misalnya perkataan sahabat:
143
Artinya: " Barang siapa yang berbuat demikian akan mendapatkan pahalademikian"
2) Perbuatan sahabat yang tidak bisa diijtihadi, seperti shalat
khusyuf (gerhana matahari) yang dilakukan oleh Ali bin Abi
Thalib r.a. dengan jumlah ruku'lebih dari dua kali untuk setiap
rakaat.
3) Berita tentang sahabat bahwa mereka pernah berkata,
mengerjakan sesuatu atau tidak berpendapat apa-apa tentang suatu
hal. Dalam hal ini ada 2 pendapat:
a) Bila berita tersebut dikaitkan dengan masa Nabi SAW, maka
menurut pendapat yang shahih
disebut hadis marfu', seperti
perkataan Jabir sebagai berikut:
144
كنا إذا صعدنا كبرنا، وإذا أنزلنا سبحنا
(البخارى)
4) Perkataan sahabat:
Artinya :" Kami diperintahkandemikian atau dilarang melakukandemikian atau sudah merupakantindakan demikian",
seperti perkataan sebagian sahabat:
البخارى)الإقامة ویوتر الأذان یشفع أن بلال أمرنا(مسلمو
dan perkataan Ummu Athiyah :
البخارى )نھینا عن اتباع الجنائز ولم یعز علینا
(و مسلم
)مسلموالبخارى(وسلم علیھاللهصلىالله رسولعھدعلىنعزلكنا
b) Bila berita
tersebut tidak
dikaitkan
dengan masa
Nabi SAW
menurut
pendapat
jumhur disebut
hadis mauquf
seperti
perkataan Jabir
e. Apakah Hadis Mauqufbisa dipakai hujjah?
Sebagaimana diketahui bahwa kualitas hadis mauquf itu bisa
shahih, hasan atau dla'if, tetapi jika shahih, apakah bisa dipakai
hujjah?. Jawabnya, menurut hukum asalnya, hadis mauquf tidak
bisa dipakai hujjah, karena ia merupakan ucapan dan perbuatan
sahabat. Namun jika ternyata keshahihannya bisa dipertanggung
jawabkan, maka kedudukan hukumnya bisa memperkuat sebagian
hadis dla'if,
145
5) Penafsiran sahabat yang berkaitan dengan sebab turunnya ayat
al-Qur'an seperti perkataan Jabir sebagai berikut:
6) Perkataan seorang perawi ketika menyebutkan seorang sahabat
dengan salah satu pernyataan sebagai berikut:
ia rafa'kan hadis ini kepada Nabi SAW : "یر فعھ"
"ینمیھ" : ia bangsakan hadis ini kepada Nabi SAW
:"یبلغ" ia sampai kepada Nabi dengan riwayat ini
ia beritakan dengan riwayat dari Nabi SAW : "روایة"
seperti hadisnya al-A'raj dari Abu Hurairah r.a.
serta perkataan Abu Qilabah dan Anas :
sebagaimana keterangan dalam hadis mursal. Karena tindakan
seorang sahabat adalah perbuatan yang berdasarkan al-Sunnah
demikian bila hadis mauquf tersebut tidak dihukumi marfu'. Jika
dihukumi marfu' maka kehujjahannya sebagaimana hadis marfu'.
4. Hadis Maqthu’
a. Pengertian
Menurut bahasa al-maqthu' adalah bentuk isim maf'ul yang
berasal dari fi'il madli " qatha'a" yang berarti: yang putus lawan kata "
washala" yang berarti: yang bersambung.
Menurut istilah, hadis maqthu' adalah :
146
Maksudnya suatu perkataan atau perbuatan yang disandarkan
kepada seorang tabi'in95 atau taba'it tabi'in atau selain keduanya.
Hadis maqthu' dilihat dari segi sifat-sifat matan, sedangkan munqathi'
dilihat dari segi sifat-sifat sanad. Jadi, hadis maqthu' adalah hadis yang
berasal atau berisi perkataan seorang tabi'in dan seterusnya dan
sanadnya bersambung sampai kepada tabi'in. Sedangkan hadis
munqathi' adalah hadis yang sanadnya terputus dan tidak terkait
dengan matan.
b. Macam-macam Hadis Maqthu'
Hadis maqthu' ada 2 macam, yaitu :
1) Hadis Maqthu' Qauli, seperti perkataan Hasan al-Bashri
tentang shalat dibelakang seorang ahli bid'ah96 :
95. Tabi'in adalah orang yang pernah bertemu dengan sahabat dalam keadaan Islam dan mati jugadalam keadaan Islam.
96. Al-Bukhariy, Shahih Bukhariy, juz I, hal. 157
c Hukum berhujjah dengan Hadis Maqthu'Hadis maqthu' sama sekali tidak bisa dipakai hujjah dalam
hukum syara', walaupun penyandaran kepada orang yang
mengucapkannya itu shahih, karena dia hanya merupakan
ucapan atau perbuatan salam seorang muslim. Namun bila
ada qarinah (indikasi) yang menunjukkan kemarfu'annya,
seperti perkataan sebagian perawi ketika menyebut tabi'in
dengan pernyataan yarfa'uhu (ia rafa'kan hadis/perkataan ini
kepada nabi SAW.) maka dihukumi marfu' mursal.d. Pemakaian lafal maqthu' untuk Hadis Munqathi'Sebagian ahli hadis seperti
al-Syafi'i dan al-Thabarani
memakai lafal maqthu'
dengan maksud hadis
munqathi', artinya hadis
yang sanadnya terputus.
Pemakaian istilah ini
kurang populer, memang
al-Syafi'i menyebut lafal
maqthu' sebelum ditetapkan
istilah munqathi'. Jadi
perbedaan ini tidak
mempengaruhi
pemahaman apapun,
namun pernyataan al-
Thabarani dianggap
menyalahi ketentuan
istilah tersebut.
147
97. Hilyah al-Auliya', juz II, hal. 96
ترابرخيمسروقكان یھم صلاتھعلىویقبل أھلھوبینبینھلس ویخل
ودنیاھم
بدعتھوعلیھ صلى
2) Hadis Maqthu'
Fi'li, seperti
perkataan Ibrahim
bin Muhammad al-
Muntasyir97:
e. Kitab-kitab yang diperkirakan banyak memuat Hadis Maqthu' dan Hadis
Munqathi'
1) Kitab karya Ibnu Abi Syaibah,
2) Kitab karya Abd. Al-Razi
3) Beberapa kitab tafsir karya Ibnu Jarir, Abi Hatim dan Ibn
Al-Mundzir.
B. Hadis yang kualitasnya antara Maqbul atau Mardud1. Hadis Musnad
a. Pengertian
Menurut bahasa al-musnad adalah isim maful dari
fi'il madli " asnada" yang berarti: yang disandarkan atau
yang dinisbatkan.Menurut istilah, hadis musnad adalah98 :
Artinya: " Musnad adalah hadis yang sanadnya bersambung sampaikepada Nabi SAW".
b. Contoh Hadis Musnad
Sebuah hadis yang ditakhrij oleh Imam al-Bukhari99
بن یوسف عن مالك عن أبي الزناداللهحدثنا عبد
98 . Pengertian ini ditetapkan oleh al-Hakim dan ditegaskan pula oleh Ibnu Hajar dalamkitabnya al-Nukhbah dan masih banyak lagi pengertian lain yang diberikan oleh ulamalain.
99. Al-Bukhariy, Shahih Bukhariy juz I, hal. 47
148
" Hadis yang bersambung sanadnya, baik dia marfu' atau mauquf". .
a. Contoh Hadis Muttashil1) Contoh hadis muttashil marfu':
Hadis ini bersambung sanadnya dari awal sampai akhir dan marfu'
sampai kepada Nabi SAW.
2. Hadis Muttashilb. Pengertian
Menurut bahasa al-muttashil adalah isim fa’il dari fi'il madli "ittashala"
yang berarti: bersambung lawan kata "inqatha'a" yang berarti: terputus.
Hadis muttashil disebut juga dengan hadis maushul.
Menurut istilah, hadis muttashil adalah :
أن رسول الله: الأعرج عن أبى ھریرة قال عن
إذا شرب الكلب فى: صلى الله عليه وسلم قال حدكم فلیغسلھ سبعاأإناء
اللهرسولعنأبیھ عن اللهعبدبنلمساعنشھابابنعنمالك
أنھ قالوسلمعلیھاللهصلى......كذا
كذاقالأنھعمرابنعننافععنمالك
2)Contoh hadis muttashil mauquf :
149
3. Hadis Ziyadah al-Tsiqah
a. Pengertian
Ziyaadaat adalah bentuk jama' dari ziyadaah yang berarti:
tambahan dan kata al-tsiqaat bentuk jama' dari "al-tsiqah" yang
berarti: adil dan dlabith. Jadi yang dimaksud dengan Ziyaadaat al-
Tsiqaat adalah tambahan riwayat dari perawi tsiqah dalam hadis
yang telah diriwayatkan oleh perawi yang juga tsiqah.
b. Ulama yang menaruh perhatian pada Ziyaadaat al-TsiqaatPenambahan riwayat dari sebagian perawi tsiqah pada sebagian
hadis menjadi perhatian para ulama untuk diteliti dan dikumpulkan.
Ulama tersebut di antaranya :
1) Abu Bakar Abdullah bin Muhammad b in Ziyad a l -
Naisaburiy,
2) Abu Nu'im al-Jurjaniy,
3) Abu al-Walid Husan bin Muhammad al-Qurasyiy.
c. Tempat terjadinya Ziyadah
Ziyadah bisa terjadi pada matan, yakni dengan tambahan kata- kata
atau kalimat, bisa juga terjadi pada sanad yakni dengan
150
c. Perkataan tabi'in juga bisa disebut Hadis Muttashil
Menurut al-Iraqi, perkataan tabi'in yang muttashil sanadnya tidak
disebut sebagai hadis muttashil secara mutlak, akan tetapi jika
diqayyidkan (diperkuat) dengan perkataan perawi sebagai berikut:
ھذا متصل إلى سعید بن المسیب أو إلى الزھري أو إلى مالك ونحو ذلك
memarfu'kan hadis mauquf atau mewashalkan hadis mursal.
d. Hukum Ziyadah dalam matan
Ada beberapa pendapat dikalangan ulama tentang diterima
tidaknya tambahan riwayat dari perawi tsiqah pada matan, yaitu : 1)
Sebagian ulama menerima secara mutlak,
2) Sebagian lagi menolaknya secara mutlak, dan
3) Sebagian yang lain lagi menolak tambahan dari perawi
hadis yang meriwayatkan pertama kali dengan tanpa tambahan dan
menerimanya dari selain perawi tersebut.100
Dilihat dari segi diterima tidaknya tambahan riwayat
dari perawi tsiqah menurut Ibnu al-Shalah didukung oleh
al-Nawawiy dan ulama lainnya, terbagi menjadi 3
kategori, yaitu: a) Tambahan yang didalamnya tidak
terdapat penafian apa yang telah diriwayatkan oleh para
perawi tsiqah atau yang lebih tsiqah, hukumnya bisa
diterima, sebab ia seperti hadis yang secara sendirian
hanya diriwayatkan oleh salah seorang perawi tsiqah,
seperti contoh hadis riwayat Imam Muslim dari jalur Ali
bin Mashar dari A'masy dari Abu Ruzain, Abu Shalih
dari Abu Hurairah dengan menambah kata" "فلیرقھdalam hadis tentang "ولوغ الكب " , tetapi seluruh al-hafidh
dari sahabat A'masy meriwayatkannya demikian:
100. Lihat Ulum al-Hadis, hal. 77 dan al-Kifayah, hal. 424 dan seterusnya.101.LihatbeberapariwayatdalamShahih
Muslim
dengansyarah al-Nawawi, juzIII, hal. 182
151
مرار سبع فلیغسلھأحد كمإناء فىالكلب ولغ إذا
sehingga
penambahan ini
seolah-olah
seperti hadis yang
secara sendirian
diriwayatkan oleh
Ali bin Mashar,
sedangkan ia
seorang tsiqah,
maka
penambahannya
bisa diterima.101
b) Tambahan dengan menafikan riwayat para tsiqah atau
yang lebih tsiqah harus ditolak, sebagaimana yang telah
diuraikan pada bab hadis syadz.Contoh tambahan kata " یوم عرفة " dalam hadis :
Dari beberapa sanad, hadis ini tanpa disebutkan kata یوم"sedang Musa bin Ali bin Rabah dari ayahnya dari ,"عرفة
Uqbah bin Amir meriwayatkannya. Hadis ini ditakhrij oleh
al-Turmudziy, Abu Daud dan yang lainnya,
c) Tambahan yang mengandung unsur penafian terhadap
riwayat para tsiqah atau yang lebih tsiqah, dan penafian
tersebut terbatas pada dua hal:
1) Menqayidi (mengikat) yang mutlak;
2) Membatasi yang umum.
Ibn al-Shalah tidak memberikan komentar terhadap bagian
yang ketiga ini, namun al-Nawawi berpendapat: menurut
pendapat yang shahih, bagian terakhir ini bisa diterima.102
Contohnya, hadis riwayat Muslim dari jalur sanad Abu
Malik al-Asyja'iy dari Raba'iy dari Hudaifah, dia berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم وجعلت لنا الأرض كلھا مسجدا وجعلت تربیتھا لناطھورا
102. Lihat al-Taqrib ma'a tadrib, juz 1, hal. 247 Madzhab al-Syafi'I dan al-Malikimenerimanya sebagai salah satu jenis ziyadah, sedang madzhab Hanafimenolaknya.
عیدنا أھل الإسلام وھو أیام أكل التشریق النحر وأیام یوم عرفة ویوم
وشرب
152
Dan riwayat hadis ini, hanya Abu Malik al-Asyja'iy sendiri
yang menambah kata " و جعلت لنا مسجدا و طھورا " sedangkan
para perawi lain tidak menyebutkannya, mereka
meriwayatkannya sebagaimana di atas.103
d. Hukum Ziyadah dalam sanad
Ziyadah (tambahan) dalam sanad terbagi menjadi 3 masalah
pokok, yaitu pertentangan antara riwayat muttashil dengan mursal
dan antara riwayat marfu' dengan mauquf.104 Bentuk ziyadah dalam
sanad yang lain dibahas secara khusus pada bab al-Maziidfi
Muttashil al-Asaaniid.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum ziyadah dalam sanad,
yaitu:
1) Sebagian besar ulama fiqh dan ushul fiqh, menerima ziyadah
yang diriwayatkan secara muttashil atau secara marfu'.105
2) Sebagian ahli hadis menolak ziyadah dalam hadis yang
diriwayatkan secara mursal atau secara mauquf
3) Sebagian ahli hadis yang lain menetapkan atas dasar mana
yang lebih banyak antara perawi yang meriwayatkan secara
muttashil dengan yang mursal dan antara perawi yang
meriwayatkan secara marfu' dan mauquf
4) Sebagian ahli hadis yang lain menetapkan atas dasar mana
yang lebih cermat.
Contohnya hadis:
103. Shahih Muslim dan syarahnya, op.cit, juz.v, hal. 4 dst.
104. Pertentangan antara riwayat muttashil dengan mursal, artinya apabila sebagian dari perawitsiqah meriwayatkan hadis dengan cara muttashil dan sebagian yang lainmeriwayatkannya dengan mursal.
Pertentangan antara marfu' dan mauquf, artinya apabila sebagian perawi tsiqahmeriwayatkan hadis dengan cara marfu'dan sebagian yang lain meriwayatkannya dengancara mauquf. Keterangan ini bisa dilihat di Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul
Hadis, hal. 228-229.105) Al-Katib menyatakan bahwa pendapat ini adalah shahih, lihat al-Kifayah, hal. 114
153
Hadis ini diriwayatkan oleh Yunus bin Abu Ishaq, Ismail, Qais bin al-
Rabi' dari Abu Ishaq dengan secara muttashil sedangkan oleh Sufyan al-
Tsauriy dan Syu'bah bin al-Hajjaj dari Abu Ishaq diriwayatkan secara
mursal.106
C. I'tibar, Mutabi' dan Syahid1. Pengertiana. I'tibarAl-I'tibar menurut bahasa berbentuk masdar dari kata " I'tibara" yang
berarti: pemeriksaan (analisa) terhadap sesuatu untuk mengetahui sesuatu yang
lain yang sejenis.
Menurut istilah, i'tibar adalah pemeriksaan terhadap sanad hadis yang
diperkirakan gharib dengan maksud untuk mengetahui apakah ada
perawi lain melalui sanad yang lain pula yang meriwayatkan hadis
tersebut.b. Mutabi', disebut juga dengan al-Tabi'.Al-Mutabi' menurut bahasa, berbentuk isim fa'il dari bentuk fi'il madli"
taaba'a" semakna dengan " waafaqa" berarti: yang sesuai. Menurut istilah
adalah kesesuaian riwayat hadis para perawi dengan perawi hadis
fard/gharib, baik secara lafal dan maknanya atau maknanya saja serta
sumber sahabatnya sama.c. SyahidAl-Syahid menurut bahasa, berbentuk isim fa'il dari bentuk mashdar " al-
syahaadah", dikatakan demikian karena terbukti bahwa hadis
106. Lihat contoh dan perbedaan pendapat paraperawi tentang hadis mursal dan muttashil dalamkitab al-Kifayah, hal. 409 dst.
154
إلابولي لا نكاح
fard mempunyai asal yang bisa menguatkan kualitasnya seperti
halnya seorang saksi menguatkan ucapan pendakwa.
Menurut istilah adalah kesesuaian riwayat hadis para perawi dengan
perawi hadis fard/gharib, baik secara lafal dan maknanya atau
maknanya saja serta sumber sahabatnya berbeda.
2. I’tibar bukan bagian dari Tabi’ dan SyahidI'tibar bukanlah merupakan bagian dari tabi' dan syahid, namun
merupakan metode untuk melakukan penelitian dan pemeriksaan
terhadap mutabi' (tabi") dan syahid.
3. Pengertian lain tentang Tabi’ dan SyahidPengertian tabi' dan syahid sebagaimana disebutkan di atas adalah
pengertian yang sudah populer pemakaiannya, namun selain itu
ada pengertian lain yakni:
a. Tabi' adalah adanya kesesuaian lafal dalam periwayatan para
perawi hadis fard, baik sumber sahabatnya sama atau tidak.
b. Syahid adalah adanya kesesuaian makna dalam periwayatan
para perawi hadis fard, baik sumber sahabatnya sama atau
tidak.
Ada juga yang menyamakan kedua istilah tersebut, sehingga
untuk hadis tabi' juga dikatakan syahid begitu juga sebaliknya
dan menurut al-Hafidh Ibnu Hajar,107 masalah ini, pada
dasarnya, bersifat sederhana karena sasaran keduanya
adalah sama yakni menguatkan suatu hadis dengan
menelusuri atau memeriksanya melalui riwayat lain.
4. Al-Mutaba’ahAl-mutaba'ah menurut bahasa, berbentuk isim mashdar dari bentuk fi'il
madli " taaba'ah" semakna dengan " waafaqa" yang berarti:
155
107) Syarah al-Nukhbah, hal. 38
sesuai. Jadi mutaba'ah berarti: yang sesuai.
Menurut istilah adalah kesesuaian periwayatan seorang perawi
dengan perawi yang lain.
Bentuk mutaba'ah ada 2 macam, yaitu : a. Mutaba'ah Taamah, yaitu
adanya kesesuaian riwayat bagi perawi mulai dari awal sanad. b.Mutaba'ah Qashirah, yaitu ada kesesuaian riwayat bagi perawi pada
pertengahan sanad.5. Contoh Mutaba’ah dan SyahidAda satu contoh tentang hadis yang
mempunyai mutaba'ah taamah,
mutaba'ah qashirah dan syahid yang
pernah disampaikan oleh al-Hafidh
108. Ibid, hal. 37
156
عن مالك عن عبد الله بن دینار عن ابن عمر أن رسول الله صلى الله علیھ
ولاتفطروا . الشھر تسع وعشرون فلا تصوموا حتى تروا الھلال: وسلم قال
ثلاثینحتى تروه فإن غم علیكم فاكملوا العدة
Redaksi matan hadis di atas diduga hanya diriwayatkan oleh
Imam al-Syafi'i dan Malik, sehingga termasuk kategori hadis
gharib, sebab melalui sanad yang sama para pengikut Imam
Malik meriwayatkan dengan redaksi matan yang berbeda, yaitu
:لھفاقدروامعلیكغمفإن
Akan tetapi setelah diteliti (I'tibar) hadis Imam al-Syafi'i tersebut,
ditemukan adanya mutaba'ah taamah, mutaba'ah qashirah
Ibnu Hajar,108 yaitu hadis yang
diriwayatkan oleh Imam al-Syafi'i
dalam kitab al-Um :
حدثناقال إبراھیمابن سعد بن اللهعبید أجبرنا2103
ي أن شھاب ابن عن صالح عن أبيحدثناقال عم
ثور أبيبن الله عبد بن الله عبید أخبرناوححدثھ
قال نافع بن الحكم حدثناقال منصور بن عمرو
عن شعیب أنبأنا ھري بن الله عبید أخبرنيقال الز
أزل لم قال ابن عن ثور أبيبن الله عبد
من المرأتین عن الخطب بن عمر أسأل أن حریصا
قال اللتین وسلم علیھ اللھمصلىالله رسول أزواج
(بكماقلوصغت فقد اللهإلىتتوباإن )لھماالله
صلىالله رسول فاعتزل فیھ وقال الحدیث وساق
الحدیث ذلك أجل من نساءه وسلم علیھ اللھم
حین لیلة وعشرین تسعاعائشة إلى حفصة أفثتھ
بداخل أناماقال وكان عائشة قالت
157
c. Syahidnya adalah hadis riwayat al-Nasa'i:
ن محمد عن أبیھ محمد بن زید عن جده عن عاصم ب
فكملوا ثلاثین:عبد الله ابن عمر بلفظ
a. Mutaba'ah qashirah-nya adalah hadis riwayat Ibnu Huzaimah:
فإن غم علیكم فاكملوا العدة ثلاثین
dan syahid, yaitu :
a. Mutaba'ah taamah-nya adalah hadis riwayat al-Bukhari:
BAB V
SIFAT PERAWI HADIS YANG DITERIMARIWAYATNYA DAN TEORI JARH WA AL-
TADIL109
A. Syarat-syarat diterimanya riwayat hadis 1.
Pendahuluan
Kedudukan para perawi yang berperan sebagai bagian mata
rantai dari sebuah hadis Rasulullah SAW yang sampai kepada
umatnya mendorong para ulama hadis menaruh perhatian dengan
serius terhadap syarat-syarat diterimanya riwayat para perawi secara
teliti dan cermat.
Syarat-syarat seperti itu belum pernah ditetapkan oleh pemeluk
agama-agama di dunia ini kecuali umat Islam meskipun masa pada
modern ini segalanya telah diperhitungkan secara sistematis dan
cermat. Buktinya, sedikitpun mereka tidak pernah memakai syarat-
syarat yang pernah ditetapkan oleh ulama Mushfhalah Hadis dalam
sebuah periwayatan berita. Banyak sekali
109. Teori Jarh wa al-Ta'dil adalah suatu teori untuk meneliti sifat-sifat perawi hadis, baikyang berkaitan dengan sifat tingkat sifat keadilan atau sifat kedlabitannya
Artinya: " Tidak ada lain yang bisa merusak suatu berita kecualipara pewartanya sendiri"
2. Syarat perawi hadis
Sebagian besar ulama hadis dan ulama fiqh bersepakat bahwa
perawi yang bisa diterima riwayatnya harus mempunyai 2 syarat
dasar, yaitu:
a. Perawinya harus adil, artinya periwayat harus beragama Islam,
mukallaf (aqil baligh), selamat dari sebab-sebab fasiq dan tidak
cacat muru'ahnya.
b. Perawinya harus dlabith, artinya riwayatnya tidak bertentangan
dengan riwayat perawi-perawi lain yang dipercaya, tidak jelek
hafalannya, tidak sering melakukan kesalahan, tidak pelupa
dan tidak banyak waham (melakukan purbasangka).
3. Cara menetapkan keadilan perawi
Sifat adilnya perawi hadis bisa ditetapkan dengan salah satu
cara, yaitu:
a. Berdasarkan penilaian atau penetapan para ulama Ahlu Al-jarh
Wa Al-Ta'dil (kritikus periwayat hadis) atau salah satu di antara
mereka.
b. Atau berdasarkan popularitas di kalangan ahli bahwa ia
dikenal sebagai perawi adil. Dalam hal ini tidak membutuhkan
penetapan atau penilaian ulama Ahlu Al-Jarh Wa Al-Ta'dil.
Perawi-perawi seperti ini di antaranya adalah imam empat, dua
160
berita yang dilontarkan melalui kantor berita resmi dan tidak dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya, karena pewartanya tidak
memiliki identitas yang jelas. Ada pepatah menyatakan :
nama Sufyan, al-Auza'i dan lain-lain.110
4. Pendapat Ibn Abd. Al-Barr dalam menetapkan keadilanperawiMenurut ibn Abd. al-Barr bahwa setiap orang yang dikenal secara
luas sebagai penghafal hadis serta menguasainya, maka yang
bersangkutan dianggap orang yang adil, kecuali ada faktor yang
menunjukkan bahwa yang bersangkutan di-jarh (dinilai sebagai perawi
cacat).Pendapat ini berdasarkan hadis111:
110. Empat imam tersebut adalah 1. Imam Abu Hanifah (al-Imam Abu Hanifah al-Nu'man ibn Tsabit al-Taimi), 2. Imam Malik (al-Imam Abu Abdillah Anas ibn Malik al-Ashbahi), 3. Imam al-Syafi'i (al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Idris bin Abbas binUsman bin Syafi'i al-Hasyimi al-Maththalibi al-Quraisyi), 4. Imam bin Hambal (al-ImamAbu Abdillah Ahmad ibn Hambal). Dua nama Sufyan, maksudnya: 1. Sufyan al-'Uyainah
(al-Imam Sufyan ibn 'Uyainah ibn Maimun al-Hilali al-Kufi Abu Muhammad) 2. Sufyan
al-Tsauri, al-Auza'i dengan nama lengkap al-Imam Abu Amr Abd. Rahman bin Amr al-Auza'I (pen.)111. Hadis ini diriwayatkan oleh'Uday dalam kitabnua al-Kamal dan lainnya.
161
یحمل ھذا العلم من كل خلف عدولھ ، ینفون عنھ تحریف الغالین
وانتحال المبطلین وتأویل الجاھلین
namun pendapat ini tidak disetujui oleh para ulama,
karena hadis yang dijadikan dasar tersebut
dianggap tidak shahih, sedangkan untuk
menetapkan keadilannya harus diartikan :
لیحمل ھذا العلم من كل خلف عدولھ
dengan alasan bahwa dapat saja terjadi (ditemui) adanya orang yang
hafal hadis meskipun bukan seorang yang adil.5. Cara menetapkan ke-dlabith-an perawi
Ke-dlabith-an perawi bisa diketahui dengan adanya
kesesuaian riwayat perawi tersebut dengan para perawi
yang tsiqah (yang bersifat adil-dlabith). Oleh karena
itu, bila riwayatnya selalu sesuai dengan riwayat
perawi lain yang tsiqah maka dikatakan sebagai perawi
dlabith dan masih juga dikatakan dlabith bagi perawi
yang sekali-kali pernah berbeda dengan riwayat
mereka. Namun bila sering berbeda, rusaknya ke-
dlabit-an tersebut dan hadisnya tidak bisa dipakai
sebagai hujjah.
6. Dapatkah pen-ta'dil-an dan pen-tarjih-anseseorang tanpa menyebutkan sebab-sebabnya?.a. Menurut pendapat
yang shahih, penilaian
adil terhadap perawi
(men-ta'dil-kan) tanpa
menyebutkan sebab-
sebabnya bisa diterima,
karena sebab-sebab itu
banyak sekali, sehingga
sulit menyebutkannya.
Karenanya, si muaddil
perlu membutuhkan
pernyataan seperti ini:
162
ھو یفعل كذا، ویفعل كذا وھكذا: لم یفعل كذا، لم یرتكب كذا، أو یقول
b. Penilaian cacat terhadap perawi (pen- tajrih-an)
tidak diterima tanpa menyebutkan sebab-sebabnya,
karena hal itu tidak sulit untuk dilakukan dan pada
umumnya banyak orang berbeda-beda dalam
mengemukakan sebab-sebab jarh, sehingga terkadang
terjadi seseorang mentarjih perawi yang sebenarnya
tidak cacat.
Ibnu Shalah
berpendapat: Ini adalah
masalah yang sudah
jelas dan telah
ditetapkan dalam kitab
fiqh dan ushulnya. Al-
Hafidh al-Khatib sendiri
menyebutkan bahwa
pendapat ini telah diikuti
oleh para imam
penghafal dan ulama
kritikus hadis, seperti al-
Bukhari, Muslim dan
lainnya.
Oleh karena itu, al-Bukhari bersama mereka yang
melakukan jarh seperti Ikrimah dan 'Amr bin Marzuk
memakai dasar tersebut, demikian juga Imam Muslim,
Suwaid bin Sa'ad dan ulama Ahlu al-Jarh wa al-Ta'dil yang lain
dan Abu Daud juga melakukan hal yang sama.
Demikian itu membuktikan bahwa jarh atau cacatnya
perawi itu tidak bisa ditetapkan tanpa menyebutkan atau
menjelaskan sebab-sebabnya.112
7. Jumlah orang yang berhak untuk menta’dil dan mentajrih
perawi
a. Menurut pendapat yang shahih, seorang saja sudah
dipandang cukup untuk menta'dil dan mentajrih perawi.
b. Sebagian pendapat menyatakan minimal harus 2 orang.
8. Pertentangan antara Jarh dan Ta’dil
Apabila terdapat pertentangan antara jarh dan ta'dil pada
perawi hadis, yakni sebagian ulama menilai adil dan sebagian yang
lain menilai cacat maka hal ini ada 2 pendapat:
a. Pendapat yang dipegangi oleh jumhur ulama menyatakan bahwa
jarh harus didahulukan daripada ta'dil, bila cacatnya dijelaskan
secara rinci.
b. Sebagian pendapat menyatakan bila jumlah penilai adil
(mu'addil)-nya lebih banyak daripada penilai cacat (jarih)-nya
didahulukan ta'di-lnya. Pendapat ini dinilai lemah dan tidak
mu'tamad.
9. Hukum riwayat perawi adil dari seseoranga. Riwayat perawi adil dari seseorang tidaklah dianggap
sebagai ta'dil (penilaian adil) terhadap orang itu. Ini menurut
sebagian besar ulama dan dinilai shahih. Sebagian ada yang
163
112. Ulumul Hadis, hal. 96
berpendapat sebagai ta'dil.
b. Amalan dan fatwa seorang alim yang sesuai atau bertentangan
dengan suatu hadis, tidak bisa dibuat sebagai dasar shahih
tidaknya hadis tersebut dan tidak juga berpengaruh pada para
perawinya. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa hal itu
merupakan hukum shahih tidaknya hadis itu. Pendapat ini
didukung oleh al-Amidi dan sebagian ulama ushul fiqh.
10. Hukum riwayat orang yang telah bertaubat karena fasiqa. Riwayat orang yang telah bertaubat karena fasiq tidak
diterima.
b. Riwayat orang yang telah bertaubat karena membohongkan
hadis Rasulullah SAW tidak dapat diterima.
11. Hukum riwayat perawi yang menerima upaha. Menurut sebagian ulama seperti Ahmad, Ishaq dan Abu
Hatim, riwayatnya tidak diterima.
b. Sebagian yang lain seperti Abu Na'im al-Fadlal bin Dakin
berpendapat, riwayatnya dapat diterima.
c. Abu Ishaq al-Syaizari mengatakan bahwa bida diterima
riwayatnya bagi orang yang tidak mempunyai pekerjaan
(usaha) lain, kecuali pekerjaan tersebut (tahdis).
12. Hukum riwayat perawi yang berkata “mungkin”, yangmenerima hadis melalui talqin dan yang sering lupaa. Tidak diterima riwayat orang yang dikenal berkata
"mungkin" pada waktu ia mendengar dan menyampaikan
hadis, sebagaimana orang yang suka tidur pada waktu
mendengar hadis dan orang yang suka meriwayatkan hadis
tanpa menyesuaikan dengan naskah aslinya.
b. Tidak diterima riwayat orang yang menerima hadis secara
talqin (dengan cara mendengar ucapan) yakni mendengar apa
yang ditalqinkan orang lain tanpa mengetahui bahwa
164
165
yang didengar itu suatu hadis, c. Tidak diterima riwayat orang
yang banyak lupanya.
13. riwayat orang yang lupa pada hadis yang pernahdiriwayatkan.
a. Maksud dari riwayat orang yang lupa pada hadis yang pernah
diriwayatkan adalah riwayat yang sudah tidak diingat lagi
oleh seorang guru yang pernah ia riwayatkan kepada
muridnya.
b. Hukum riwayatnya:
1) . Ditolak, bila seorang guru itu menafikannya secara
tegas dengan mengucapkan:
" رویتھما " : saya tidak meriwayatkan hadis kepadanya,
atau
" عليیكذب ": dia berbohong atas namaku dan lain
sebagainya.
2) Diterima, bila seorang guru merasa ragu-ragu dalam
menafikannya, seperti dengan ucapan :
" أعرفلا " : saya tidak mengetahuinya, atau " أذمءلا " :
saya tidak ingat, dan lain sebagainya.
c. Apakah penolakan hadis dianggap merusak salah satu di
antara keduanya?
Penolakan hadis tidak dianggap merusak salah satu di
antara keduanya, karena salah satunya tidak ada yang lebih cacat
daripada yang lain. Contohnya seperti hadis riwayat Abu
Daud,Turmudzi dan Ibnu Majah melalui Rabi'ah bin AbuAbd.
Rahman dari Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu
Hurairah ra.:
166
"Rabi'ah menyampaikan hadis darimu kepadaku demikian" .
setelah itu Suhail berkata :
"Saya mendapatkan hadis dari Suhail bin Abu Abd. Rahman dan Rabi'ah dariSuhail".
lalu saya bertemu dengan Suhail dan bertanya
kepadanya tentang hadis tersebut, kemudian dia menjawab
tidak mengetahuinya, selanjutnya saya menyatakan :
Abd. Aziz bin Muhammad al-Darawardi menyata-
kan:
"Saya telah menerima hadis dari Abdul Aziz, Abdul Aziz dari Rabi'ah danRabi'ah dari sayai, bahwa saya telah meriwayatkannya dari Abu Hurairah ra, secara marfu demikian ......................................... "
d. Kitab yang paling terkenal dalam masalah ini adalah kitab "Akhbaaru
Man Hadatsa zoa Nasiya" karya Al Khatib.
B. Teori Umum tentang Al-Jarh Wa Al-Ta'dil
Sebagaimana diketahui, bahwa ketentuan shahih tidaknya
suatu hadis didasarkan adil dan dlabith tidaknya para perawinya.
Atas dasar ini, para ulama menyusun beberapa kitab yang
membahas tentang keadilan dan kedlabithan para perawi yang
bersumber (dinukil) dari para imam yang adil dan terpercaya
dengan diberi nama " al-ta'dil" dan kitab yang membahas cacatnya
siat keadilan dan kedlabithan mereka yang bersumber (dinukil) dari
para imam yang tidak fanatik dan diberi nama " al-jarh", selanjutnya
kitab-kitab tersebut dinamakan " Kutubu al-Jarah wa al-Ta'dil".
Kitab-kitab tersebut banyak macamnya, sebagian khusus
membahas para perawi tsiqah (shahih dan dlabith), sebagian
membahas para perawi yang lemah dan cacat dan sebagian yang lain
membahas dari kedua sifat tersebut. Dari segi lain ada yang secara
umum membahas para perawi hadis dengan tanpa memperhatikan
kitab hadisnya dan ada yang membahasnya dari kitab hadis tertentu.
Usaha para ulama Ahlu al-Jarh wa al-Ta'dil di atas merupakan
usaha yang menghasilkan karya yang sangat berharga. Hal ini
disebabkan karena mereka:
1. Berusaha mengungkap secara cermat biografi semua perawi
hadis,
2. Menerangkan sifat adil-dlabith atau tidaknya perawi hadis
(Jarh dan Ta'dil),
3. Menerangkan siapa saja yang pernah menerima hadis dari
perawi tertentu dan dari siapa mereka menerimanya,
4. Menerangkan perjalanan para perawi dalam rangka mencari
atau menerima sumber, dan
5. Menerangkan masa hidup para perawi, sehingga bisa diketahui
guru-guru mereka.
Dengan usaha tersebut, berarti mereka telah berhasil menyusun "
Ensiklopedi Besar" berisi tentang biografi para perawi hadis yang selalu
terpelihara dan berlaku sepanjang masa. Karya tersebut nampaknya
belum pernah tertandingi oleh karya generasi sekarang.
Kitab-kitab karya ulama tersebut, Antara lain:
a. Al-Tarikh Al-Kabiir karya Imam al-Bukhari. Kitab ini berisi
uraian umum tentang para perawi yang tsiqah dan yang lemah.
167
b. Al-jarh wa Al-Ta'dil karya Ibn Abu Hatim. Kitab ini isinya
sama dengan kitab di atas.
c. Al-Tsiqaat oleh Ibn Hibban. Kitab ini khusus berisi tentang
perawi tsiqah.
d. Al-Kaamil Fi Al-Dlu'afaa' oleh Ibn'Uday. Kitab ini khusus berisi
tentang para perawi yang lemah.
e. Al-Kamaal Fi Asmaa' Al-Rijaal oleh Abd. Ghani al-Muqaddasi
Kitab ini khusus berisi tentang para perawi hadis dalam kutub
al-Sittah.113
f. Miizaan Al-I'tidaal oleh al-Dzahabi. Kitab ini khusus berisi
tentang perawi yang dla'if dan matruk (setiap perawi yang
terkena jarh kendatipun jarahnya tidak diterima).
g. Tahdziib Al-Tahdziib oleh Ibn Hajar. Kitab ini merupakan
ringkasan dari kitab al-Kamaal fi Asmaa al-Rijal.
C. Tingkatan al-Jarh wa al-Ta'dilDalam muqaddimah kitab al-jarh wa al-Ta'dil, Ibnu Abu Hatim
membagi jarh dan ta'dil masing-masing menjadi 4 tingkatan, kemudian
para ulama menambah masing-masing 2 tingkatan. Jadi seluruhnya
menjadi enam tingkatan. Berikut pembahasan tingkatan-tingkatan
tersebut berikut lafal-lafalnya.
1. Tingkatan Ta'dil dan Lafal-Lafalnyaa. Dengan lafal yang menunjukkan arti lebih atau paling atau
yang berbentuk Af'al al-Tafdlil. Tingkatan ini yang paling
113. Kutub al-Sittah adalah enam kitab hadis yang mu'tamad dan dipandang sebagaiushul al-hadis (referensi utama dan kitab hadis standar), yaitu : 1. Al-Jaami' al-Bukhari, 2. Shahih Muslim, 3. Sunan Abu Daud, 4. Al-Jaami' al-Turmudzi, 5.Sunan/al-Mujtaba al Nasai. Adapun posisi keenam diperselisihkan antara lain :- Sunan al-Mushthafa Ibnu Majah (pendapat Muhammad bin Thahir al-
Muqaddasi dan al-Hafidh Abd. Ghani al-Qudsi).- Al-Muwaththa' Imam Malik (pendapat Ahmad bin Razin al-Sarqasthi, Ibnu al-
Atsir al-Jasari dan al-Allamah al-Zabidi).- Sunan/Musnad al-Darimi (pendapat Shalahu al-Din al Alla'i dan al- Mughlaha'i),
selanjutnya lihat al-Kutub al-Shihah al-Sittah, hal. 28
168
tinggi kualitasnya seperti:
إلیھ المنتھى في التثبتلانف
" si fulan adalah orang yang paling top keteguhan hati dan hafalannya" .
أثیت الناسفلان
" si fulan adalah orang yang mantap hafalan dan keadilan- nya".
b. Dengan lafal yang menta'qidkan ketsiqahan perawi dengan
membubuhi satu sifat atau beberapa sifat yang menunjukkan
keadilan dan kedlabithannya, sifat yang dibubuhkan itu delafal
(dengan mengulangnya) atau semakna, seperti:" : "ثقة ثقة " dia betul-betul tsiqah".
" ثقة ثبت " : " dia adalah orang yang tsiqah lagi teguh".
c. Dengan lafal yang menunjukkan arti tsiqah tanpa ta'qid,
seperti contoh:
" ثقة " :"dia orang yang tsiqah".
" حجة " : " dia orangyangpetah lidahnya".
d. Dengan lafal lain yang menunjukkan arti adil atau dlabith,
seperti:
" صدوق " : " dia orang yang sangat jujur".
: ''محل الصدق " dia orang yang berstatus jujur".
"لا بأس بھ" : " dia orang yang tidak cacat menurut sebagian
ulama".
e. Dengan lafal yang tidak menunjukkan tsiqah dan jarh, seperti:
فلان شیخ" " : " sifulan adalah seorangguru".
" ى و الناسعنھ ر " : " orang
yang meriwayatkan hadis darinya".
169
f. Dengan lafal yang mendekati arti jarh, seperti:
" فلان صالح الحدیث : "" si fulan itu pantas meriwayatkanhadis"." بكتب حدیثة " : "hadisnya bisa cacat".
Hukum tingkatan ta'dil tersebut adalah :
-Perawi yang dita'dil dengan 3 tingkatan yang pertama hadisnya dapat
dipakai sebagai hujjah, apabila masing-masing saling menguatkan.
-Perawi yang dita'dil dengan tingkatan yang keempat dan kelima
hadisnya tidak dapat dipakai sebagai hujjah, bisa dicatat dan di-ikhtibar
(dapat dipertimbangkan).114
-Perawi yang dita'dil dengan tingkatan yang keenam hadisnya tidak
dapat dipakai hujjah, namun bisa dicatat untuk dii'tibar (sebagai
pertimbangan) tidak untuk diikhtibar, karena jelas tidak menunjukkan
arti dlabith.
2. Tingkatan Jarh dan lafal-lafalnyaa. Dengan lafal yang menunjukkan arti lemah. Ini adalah tingkatan yang
paling rendah adalah jarh, seperti;
فلان" : "لین الحدیث " si fulan adalah orang lunak hadis-
nya".
" فیھ مقال " : “si fulan adalah orang yang diperbincangkan(kualitasnya)".
114. Maksudnya dapat dipertimbangkan keadilannya denganmengkonfirmasikan pada riwayat lain dari para perawi yang dikenaltsiqah, bila riwayatnya sesuai maka bisa dipakai sebagai hujjah. Dari sinijelas bahwa perawi yang dita'dil dengan lafal shaduuq, hadisnya tidakdapat dipakai hujjah sebelum diikhtibar yakni dicari kesesuaiannyadengan riwayat para perawi yangjuga tsiqah. Jadi tidak benar orang yangmengira bahwa perawi yang dita'dil dengan lafal tersebut hadisnyaberkualitas hasan, sebab hadis hasan dapat dipakai sebagai hujjah.Demikian menurut ulama ahlu al-jarh wa al-ta'dil.Al Hafidh Ibnu Hajarmemberikan keterangan lain tentang kata tersebut dalam kitabnya" Taqriib
al-Tahdziib". Wallahu a'lam.170
b. Dengan lafal yang menjelaskan bahwa hadisnya tidak
dapat dipakai sebagai hujjah atau sejenisnya, seperti:
" فلان لا یحتج بھ " : " si fulan hadisnya tidak dapat dipakai
hujjah".
ضعیف" " : " dia adalah perawi lemah".
" " لھ منا كیر : " mulanya dia adalah perawi yang munkar".
c. Dengan lafal yang menjelaskan bahwa hadisnya tidak
ditulis atau sejenisnya, seperti :
فلان" لا یكتب حدیثھ " : " si fulan hadisnya tidak ditulis" .
لا تحل روایتھ" " : " tidak halal riwayat hadis darinya" .
" ضعیف جدا " : " dia adalah orang yang sangat lemah" .
" "واه بمرة : " dia adalah orang yang sering menduga-
duga (peragu)".
d. Dengan lafal yang mengandung arti dugaan dusta atau
sejenisnya, seperti:
" فلان متھم بالكذب ": " sifulan orang yang didyuga dusta".
" متھم بالوضع ": " sifulan orang yang diduga bohong".
" "یسرق الحدیث :" dia adalah orang yang mencuri hadis". " ساقط "
:" dia adalah orang yang gugur".
"متروك" : " dia adalah orang yang ditinggal hadisnya".
" "لیس بثقة :" dia adalah orang yang tidak tsiqah".
e. Dengan lafal yang menunjukkan sifat bohong atau
sejenisnya, seperti:
"ǜ ǚ ө " : " dia adalah
pembohong".
" : "دجال " dia adalah penipu".
" وضاع " : " dia adalah pendusta".
" یكذب " : " dia dusta".
" یضع " : " dia bohong".f. Dengan lafal yang menunjukkan art؛ sangat dusta atau lafal
yang berbentuk afal al-tafdlil, seperti:فلان أكذب الناس" " : " dia adalah orang yang paling
bohong".
171
" الكذبفىالمنتھى " : " dia adalah orang paling top
kebohongannya".
الكذبركنھو " " : " dia adalah termasuk orang yang
bohong".
Hukum tingkatan jarh tersebut adalah :
- Perawi yang di-jarh dengan 2 tingkatan yang pertama, hadisnya tidak
dapat dipakai hujjah, namun hadisnya bisa dicatat sebagai
i'tibar.
- Perawi yang di Jarh dengan 4 tingkatan terakhir hadisnya tidak
dapat dipakai hujjah, tidak dapat dicatat dan tidak bi sebagai
i'tibar.
172
BAB VI
PERIWAYATAN HADIS(Tata cara Penerimaan, Penyampaian dan Pelestarian
Hadis)
A. Tata Cara Mendengar dan Menerima Hadis
1. Pendahuluan" Kaifiyah Sima' al-Hadis" (tata cara mendengar hadis) adalah
penjelasan tentang syarat yang harus dimiliki sesorang yang
hendak mendengar riwayat hadis dan guru-gurunya untuk
selanjutnya disampaikan kepada orang lain, seperti syarat
ketentuan umur dan lain sebagainya.
" Kaifiyah Tahammul Al-Hadis" (tata cara menerima hadis)
adalah penjelasan tentang sistem pengambilan dan penerimaan
hadis dari guru-gurunya, dan " Kaifiyah Dlabth Al-Hadis" (tata cara
melestarikan hadis) maksudnya bagaimana seorang murid
memelihara (menghafal) secara benar dan meyakinkan riwayat
hadis yang pernah diterimanya dari gurunya untuk kemudian
disampaikan kepada orang lain.
Para ulama berusaha memasukkan masalah ini sebagai
bagian dari bahasan Ulum al-Hadis, kemudian mereka menyusun
kaidah-kaidah, norma-norma dan syarat-syarat secara cermat dan
mendalam serta menentukan tingkatan kualitas cara penerimaan
hadis tersebut yang masing-masing saling menguatkan.
Usaha tersebut dimaksudkan untuk membantu mereka dalam
rangka memelihara hadis Rasulullah SAW. dan menyampaikannya
kepada orang lain dengan benar, begitu seterusnya sehingga seorang
muslim akan merasa tenang dan yakin bahwa hadis yang sampai
kepadanya adalah sesuai dengan kaidah dan tata cara periwayatan
yang benar.
2. Syarat menerima riwayat hadisMenurut pendapat yang shahih, perawi pada waktu menerima
riwayat hadis tidak disyaratkan harus beragama Islam dan baligh,
namun setidak-tidaknya harus sudah tamyiz. Jadi orang kafir dan
anak-anak dinyatakan syah menerima riwayat hadis, tetapi untuk
kegiatan penyampaiannya tidak syah sebelum masuk Islam dan baligh.
Ada sebagian pendapat menyatakan, bahwa perawi hadis dalam
melaksanakan kegiatan penerimaan riwayat hadis disyaratkan harus
baligh. Pendapat ini tidak benar, sebab banyak kaum muslimin secara
ijma' menerima atau tidak mempersoalkan riwayat sahabat, baik yang
diterima sebelum atau sesudah baligh.
3. Sejak kapan mulai disunatkan mendengar hadisa. Menurut ulama Syam, minimal berumur 30 tahun.
b. Menurut ulama Kufah, minimal berumur 20 tahun
c. Menurut ulama Bashrah, minimal berumur 10 tahun
d. Untuk masa sekarang yang benar adalah mulai umur sedini
mungkin sekiranya yang bersangkutan sudah mampu
mendengarnya, karena semua hadis sudah tercatat dalam
kitab-kitab hadis.
4. Batas minimal umur yang dibenarkan mendengar hadis
a. Sebagian ulama menentukan, bahwa umur bagi anak
yang belum dewasa yang dapat dibenarkan mendengar
hadis adalah minimal harus 5 tahun.
174
b. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang benar
adalah asal sudah mencapai tamyiz (memahami
pembicaraan dan bisa menjawab pertanyaan) dapat
dibenarkan mendengar hadis.
B. Tata Cara Penerimaan Riwayat HadisAda 8 macam cara penerimaan riwayat hadis, yaitu :
1. Al-Sama' Min Lafdzi Al-Syaikh
2. Al-Qira'ah 'Ala Al-Syaikh
3. Al-Ijazah
4. Al-Munawalah
5. Al-Kitabah
6. Al-I'lam
7. Al-Washiyah
8. Al-Wijadah.
Berikut secara ringkas akan dibicarakan satu persatu dari 8 cara
tersebut dengan disertai lafal-lafal ada'-nya (kata yang dipakai untuk
menyampaikan riwayat hadis).
1. Al-Sama' min Lafdzi al-Syaikh
ialah penerimaan hadis dengan cara mendengar langsung lafal
hadis yang dibaca guru hadis, baik yang dibaca itu berdasar
hafalannya atau catatannya, baik dicatat atau tidak oleh si
penerimanya.
a. Kedudukan al-sama' min lafdzi al-syaikh
Cara periwayatan bentuk ini oleh mayoritas ulama hadis dinilai
sebagai cara yang tertinggi kualitasnya.
b. Pernyataan atau kata-kata yang dipakai.
Istilah atau kata-kata yang dipakai untuk cara ini adalah :
1) Sebelum ditentukan penggunaan secara khusus untuk
masing-masing cara tahammul (penerimaan riwayat) kata-
175
kata yang dipakai adalah :
2) Setelah ditentukan penggunaan secara khusus untuk masing-
masing cara tahammul, kata-kata yang dipakai antara lain:
a) untuk cara al-sama‘: "سمعت أو حدثنى "
b) untuk cara al-qira'ah ”أخبرنى”:c) untuk cara ijazah ”أنبأنى“ :d) untuk cara al sama'al-mudzakarah115): “ ،،قال لى أو ذكر لى
2. Al-Qira'ah 'Ala al-SyaikhSebagian besar ulama menamakannya dengan 'Ardl, maksudnya
adalah seorang murid (periwayat) membaca riwayat hadis di hadapan
guru hadis, baik dibaca sendiri atau dibaca orang lain dan dia
mendengarnya, baik berdasarkan hafalannya atau catatannya. Guru
hadis tersebut aktif menyimaknya, baik melalui hafalannya sendiri
atau catatannya atau dipercayakan kepada orang lain.116
a. Hukum periwayatan dengan cara ini
Periwayatan hadis dengan al-qira'ah menurut sebagian besar
ulama adalah shahih, kecuali menurut kelompok tasyaddud (garis
keras) yang tidak terbiasa menggunakan cara ini.
115. sama' al-mudzakarah berbeda dengan sama'al-tahdis, kalau sama'al-tahdls sudah dipersiapkansebelumnya, yakni antara guru dan murid telah mempersiapkan sebelum mereka mendatangimajlis tahdis, kalau sama' al-mudzakarah tidakdipersiapkan sebelumnya.
116. Hadis yang dibaca adalah hadis yang (pernah) diriwayatkan oleh guru tersebut, sebab intinyaadalah pemeriksaan seorang guru terhadap bacaan muridnya (perawi yang menerima riwayatdengan cara yang kedua ini.
176
b. Kedudukannya
Para ulama berbeda pendapat tentang kedudukan cara al-
qira'ah, yakni:
1) Sejajar dengan al-sama', ini menurut Imam Malik, al-Bukhari
dan sebagian besar ulama Hijaz dan Kufah.
2) Lebih rendah dari al-sama', ini menurut sebagian besar ulama
Maroko (pendapat yang shahih).
3) Lebih tinggi dari al-sama', ini menurut Abu Hanifah, Abu
Dzi'b dan sebagian riwayat Imam Malik.
c. Kata-kata yang dipakai untuk cara ini
1) Yang paling hati-hati:
177
2) Menggunakan ibarat al-sama' yang dikaitkan dengan lafal qira'ah
:
3) Yang sering dipakai oleh sebagian besar ulama hadis hanya
kata:
3. Al-Ijazah
Yaitu, seorang guru memberikan izin kepada muridnya untuk
meriwayatkan hadis yang ada padanya. Pemberian izin dinyatakan
secara lisan atau tertulis. Contohnya seperti perkataan seorang guru
kepada salah satu muridnya :
" saya beri izin kamu untuk meriwayatkan hadis-hadis yangada pada kitab shahih al-Bukhari".
a. Macam-macam ijazah
Ijazah mempunyai banyak macam bentuk, lima diantaranya
adalah:
1) Seorang guru memberikan ijazah hadis tertentu kepada orang
tertentu, seperti:
أجزتك صحیح البخارىJenis ini paling tinggi kualitasnya dari semua jenis ijazah
mujarradah 'an munaawalah (ijazah mumi).
2) Seorang guru memberikan ijazah kepada orang tertentu untuk
hadis yang tidak tertentu, misalnya semua hadis yang pernah
didengarnya, seperti:
مسموعا تىأجزتك روایة
3) Seorang guru memberikan ijazah kepada orang yang tidak
tertentu untuk hadis yang juga tidak tertentu, seperti:
أجز تك أھل زما نى روایة مسموعا تي
4) Seorang guru memberikan ijazah kepada seseorang yang belum
jelas (majhul) atau untuk hadis yang belum jelas, seperti:
أجز تك كتاب السننKitab al-Sunan dimaksud belum jelas, karena kitab jenis ini
178
banyak macamnya, ada SunanAbu Daud, Sunan Turmudzi, Sunan Nasa'i
dan Sunan Ibnu Majah.
Dan seperti contoh:
أجزت لمحمد بن خالد الدمشقى
Nama Muhammad dimaksud juga belum jelas, sebab banyak orang
yang mempunyai nama yang seperti itu.
5) Ijazah yang diberikan kepada orang yang belum ada. Jenis ini
ada dua macam:
a) Yang dikaitkan dengan orang yang sudah ada, seperti:
أجزت لفلان ولمن یولد لھ
b) Tanpa dikaitkan dengan orang yang sudah ada, seperti:
أجزت لمن یولد لفلان
b. Hukum periwayatan dengan Ijazah
Ijazah murni yang disebutkan pertama, oleh mayoritas ulama
disepakati kebolehannya dan sebagian menganggap batal, pendapat
yang kedua ini antara lain riwayat dari al-Syafi'i. Untuk jenis yang lain
diperselisihkan kebolehannya. Yang jelas, penerimaan dan periwayatan
hadis dengan cara (ijazah) ini mengandung unsur main-main yang
mendorong untuk bersikap ceroboh dalam periwayatan.
c. Kalimat periwayatan yang dipakai dengan cara Ijazah.
1) Yang terbaik memakai kata: فلانلىأجاز2) Boleh juga dengan ibaratal-asma' dan al-qira'ah yang dikaitkan
dengan kata ijazah seperti: حدثنا إجازة أخبرناأو إجازة
179
3) Yang selalu dipakai oleh ulama muta'akhirin: أنبأ نا demikian
yang dipilih oleh pengarang kitab"al-Wijazah".117
4. al-Munawalah
Al-Munawalah terbagi menjadi ada 2 macam; yaitu:
(1) al-Muttawalah al-Maqruttah bi al-Ijazah, yaitu al-
munawalah yang dibarengi dengan ijazah. Prakteknya,
seorang guru hadis menyodorkan kepada muridnya hadis
yang ada padanya, kemudian guru tadi berkata: " anda saya
beri ijazah untuk meriwayatkan hadis yang saya peroleh ini", atau
seorang murid menyodorkan hadis kepada guru hadis,
kemudian guru itu memeriksanya dan setelah guru
memaklumi bahwa dia juga meriwayatkannya, maka dia
berkata: " hadis ini telah saya terima dari guru-guru saya dan
anda saya beri ijazah untuk meriwayatkan hadis ini dari saya".
Bentuk ijazah ini dinilai paling tinggi kualitasnya diantara
bentuk ijazah yang lain.
(2) al-Muttawalah Mujarradah ‘an al-Ijazah, yaitu al-
munawalah yangtidak dibarengi dengan ijazah. Prakteknya,
seorang guru menyodorkan kitab hadis kepada muridnya
sambil berkata “ini hadis yang pernah saya dengar" atau " ini
hadis yang telah saya riwayatkan".
a. Hukum periwayatan dengan al-munawalah
1) Periwayatan dengan cara ijazah yang pertama hukumnya
boleh, tapi kualitasnya lebih rendah dari al-sama' dan al-
qira'ah.
2) Periwayatan dengan cara ijazah yang kedua menurut
117. Nama lengkap kitab tersebut adalah " al-wijaazah fi Tajwiij al-Ijaazah" karya Abu al-Abbas al-Walid bin Abu Bakar al-Ma'mari.
180
pendapat yang shahih tidak boleh.
b) . Kalimat periwayatan yang dipakai dengan cara al-munawalah.
1) Untuk al-munawalah al-maqrunah bi al-ijazah yang terbaik
dengan kata : وأجازلىناولنىأوناولنى2) Boleh juga memakai ibarat al-sama' atau al-qira'ah yang
dikaitkan dengan kata munawalah dan ijazah, seperti:
وإجازةأخبرنا مناولةأومناولةحدثنا
5. al-Kitabah
Artinya, seorang guru hadis menulis hadis yang diriwayatkannya
untuk diberikan kepada orang tertentu, baik ditulis sendiri atau orang
lain atas permintaannya, baik yang diberi itu berada dihadapan guru
atau tidak.
a. Macam-macam al-Kitabah
1) al-Kitabah yang disertai dengan ijazah, seperti perkataan:
إلیكأولككتبتماأجزتك
2) al-Kitabah yang tidak dibarengi dengan ijazah, artinya seorang
guru menulis sebagian hadis untuk diberikan kepada
seseorang tanpa memberi izin meriwayatkannya.
b. Hukum periwayatan dengan cara al-kitabah
1) Periwayatan dengan macam al-kitabah yang pertama adalah
sah dan kualitasnya sama dengan al-munawalah yang disertai
dengan ijazah.
2) Periwayatan dengan macam al-kitabah yang kedua ditolak oleh
sebagian kaum dan sebagian yang lain membolehkannya, namun
yang shahih menurut ahli hadis boleh, sebab secara
1 8 1
tidak langsung sudah mengandung maksud ijazah.
c. Apakah diperlukan penjelasan tentang tulisan tersebut
1) Sebagian ulama menyatakan perlu memberikan penjelasan
tentang tulisan tersebut, sebab banyak tulisan yang serupa.
Pendapat ini lemah.
2) Sebagian yang lain menyatakan tidak perlu, jika tulisannya
sudah dikenal, sebab tidak ada tulisan yang sama persis.
Pendapat ini shahih.
d. Kalimat periwayatan yang dipakai untuk cara al-kitabah
1) Dengan jelas memakai la؛al al-kitabah, seperti perkataan :
فلانكتب إلي
2) Atau memakai lafal al-sama' atau al-qira'ah yang dikaitkan
dengan la£al al-kitabah seperti perkataan :
أخبرنى كتابةأوفلانحدثنى
6. al-I'lam
Artinya, seorang guru hadis memberitahukan kepada
muridnya, hadis atau kitab hadis yang telah didengarnya atau
diterimanya dari periwayatnya.
a. Hukum periwayatan dengan cara al-i'lam
Ada 2 pendapat tentang hukum periwayatan dengan caraal-i'lam, yaitu:
1) Kebanyakan ulama hadis, fiqh dan ushul fiqh membolehkan
periwayatan dengan cara al-i'lam.
2) Sebagian menyatakan tidak boleh, sebab hadis yang
182
diberitahukan itu ada cacatnya, karenanya guru tersebut tidak
menyuruh muridnya untuk meriwayatkannya, ini pendapat yang
shahih.
b. Kalimat yang dipakai untuk cara al-i'lam antara lain adalah:
علمني شیخى بكذا
7. al-Washiyah
Artinya, seorang guru menjelang wafatnya atau sebelum bepergian, ia
memberikan wasiat (al-washiyah) kepada seseorang untuk sebuah kitab
hadis yang pernah diriwayatkan.
a. Hukum periwayatan dengan cara ini.
1) Menurut sebagian ulama salaf boleh periwayatan dengan cara al-
washiyah. Pendapat ini salah, karena yang diwasiatkan itu
kitabnya bukan wasiat untuk meriwayatkannya.
2) Menurut pendapat yang benar adalah tidak boleh periwayatan
hadis dengan cara wasiat.
b. Kalimat yang dipakai untuk cara al-washiyah antara lain adalah:
وصیةفلانحدثيأوبكذافلانإلىأوصى
8. Al-Wijadah
Artinya, seorang murid menemukan beberapa hadis catatan seorang
guru hadis yang dikenalnya dan tidak diperoleh dengan cara mendengar
atau ijazah,
a. Hukum periwayatan dengan cara al-wijadah
Periwayatan hadis dengan cara al-wijadah termasuk
183
kategori munqathi', namun masih terdapat unsur ittishal-nya.
b. Kata-kata yang dipakai untuk cara al-wijadah antara lainadalah:
كذافلانبخطقرأتأوفلانبخطوجدت
C. Penulisan dan Pembukuan Hadis
1. Hukum Penulisan Hadis
Para sahabat dan tabi'in berbeda pendapat dalam hal
menentukan hukum menulis hadis, yaitu:
a. Sebadan dari mereka, yaitu antara lain Ibnu Umar, Ibnu Mas'ud
dan Zaid bin Tsabit tidak membolehkan mengadakan kegiatan
penulisan hadis.
b. Sebagian lagi seperti Abdullah bin'Amr, Anas, Umar bin Abd
Aziz dan sebagian besar sahabat memperbolehkannya.
c. Kemudian selanjutnya mereka sepakat membolehkannya, sebab
seandainya hadis-hadis tersebut tidak ditulis dalam suatu kitab
niscaya akan hilang dan tidak akan sampai kepada masa kita
sekarang.
2. Sebab perbedaan pendapat tentang hukum penulisan hadisPangkal terjadinya perbedaan pendapat tentang hukum
penulisan hadis adalah karena adanya hadis-hadis yang ta'arudl
(saling bertentangan), yakni di satu pihak menyatakan boleh di
pihak yang lain melarangnya.
a. Hadis yang menunjukkan larangan, yaitu hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim :
184
" Tulislah untukAbu Syah".
Dan masih banyak hadis lain yang senada, seperti hadis yang
menunjukkan pemberian izin Nabi SAW kepada Abdullah bin
3. Kompromi antara hadis-hadis yang melarang dan yangmembolehkan
Ada beberapa pendapat tentang hasil kompromi kedua macam
hadis yang ta'arudl tersebut, yaitu:
a. Sebagian ulama menyatakan bahwa izin menulis hadis itu
diberikan kepada orangyang dikhawatirkan lupa terhadap hadis
yangpernah diterimaya. Adapun larangan menulis ditujukan
kepada orang yang daya ingatannya kuat dan dikhawatirkan
selalu terpancang kepada hasil catatan (khath).
b. Sebadan ulama lagi menyatakan bahwa larangan tersebut timbul
karena dikhawatirkan campur aduk dengan catatan al- Qur'an,
kemudian setelah kekhawatiran itu hilang datanglah izin tersebut.
Jadi, hadis yang melarang telah di-nasakh (direvisi) oleh hadis
yang membolehkannya.
4. Profil penulis hadis
Seorang penulis hadis hendaknya mempunyai motivasi
185
" Janganlah kalian menulis sesuatu dari saya kecuali al-Qur'an,dan barang siapa menulis sesuatu selain al-Qur'an makahapuslah" .
b. Hadis yang menunjukkan kebolehan, yaitu hadis yang
ditakhrij oleh al-Syaikhan (Imam al-Bukhari dan Imam
Muslim) :
tinggi untuk menjaga dan memelihara kebenaran hadis dari segi
bentuk syakal (harakat) dan titik dari setiap kata agar terhindar dari
kekacauan, terutama ketika menulis nama-nama orang yang belum
dikenal sebelum dan sesudahnya. Bentuk tulisan (khath) harus betul-
betul berdasarkan ketentuan (kaidah) penulisan yang dikenal banyak
orang (masyhur). Ia tidak dibenarkan memakai ketentuan atau istilah
sendiri yang belum dikenal oleh banyak orang.
Seorang penulis hadis hendaknya tidak bosan-bosan
melestarikan penulisan " shalawat dan salam" secara sempurna
kepada Nabi Muhammad SAW setiap nama beliau disebut, yaitu
dengan lafal:
علیھ وسلمصلى ا
dan tidak boleh terikat pada tulisan aslinya, kalau ternyata tidak
disebutkan secara sempurna. Demikian juga ketika menyebutkan pujian
kepada Allah SWT, seperti lafal عزوجل " " dan ketika menyebutkan lafal
yang menunjukkan permohonan ridla dan belas kasih "رضي الله عنھ"
Allah untuk sahabat dan ulama. Menyebutkan shalawat saja atau taslim saja
hukumnya makruh, sebagaimana juga makruh bila hanya memakai simbol-
simbol seperti: "ص " dan " صلعم " ketika menulis shalawat dan salam
untuk Nabi Muhammad SAW.
5. Mencocokkan tulisan dan naskah asli.Seorang penulis hadis ketika selesai penulisan, ia wajib
mencocokkan hasil tulisannya dengan naskah asli dari gurunya,
meskipun pada waktu menerimanya memakai cara al-ijazah.
Waktu mencocokkannya, ketika ada kesempatan untuk tasmi
(memperdengarkan) hadis yang berlangsung masing-masing antara
murid dan guru hadis untuk sama-sama menamak bukunya. Dan boleh
juga dicocokkan dengan perawi tsiqah waktu pembacaan hadis
berlangsung atau sesudahnya, demikian juga mencocokkan
186
dengan sebagian naskah asli dari gurunya.
6. Istilah dalam penulisan lafal Ada' (meriwayatkan)Kebanyakan penulis hadis memakai simbol-simbol tertentu
ketika ia menyebutkan lafal Ada', contohnya seperti:
a. حدثنا disingkat dengan " ثنا " atau " نا "
b. أخرنا disingkat dengan" أنا " atau " أرنا "
c. memindahkan isnad tertentu ke isnad yang lain dengan memakai
rumuz " ح " terbaca" حا ".
d. sering juga terjadi pembuangan kata" قال " dan sejenisnya yang
berada di antara rijal al-isnad (perawi-perawi dalam sanad)
dengan maksud meringkas, seperti pernyataan Abdullah bin
Mas'ud"
"حدثنا semestinya dinyatakan" مالكأخرنا ".
Demikian juga membuang kata" أنھ " yang berada di akhir sanad,
seperti pernyataan ھریرةأیىعن semestinya dinyatakanقالdengan ".أنھ قال "
7. Perjalanan mencari hadisPara ulama salaf telah menunjukkan kesungguhannya dalam
rangka mengumpulkan dan memelihara hadis, sehingga hampir dirasa
tidak masuk akal. Setelah salah seorang berhasil menyimpulkan hadis
dari beberapa guru di negerinya, kemudian merantau ke negeri lain,
baik jauh atau dekat hanya untuk menerima hadis dari beberapa guru
di negeri tersebut dengan menempuh perjalanan yang sulit dan penuh
pengorbanan disertai dengan hati yang tulus.
Berdasarkan kenyataan ini, tak berlebihan jika al-Khatib al-
Baghdadi menyusun sebuah kitab yang berjudul " al-Rihlah fi thalab
al-hadis". Kitab ini membahas perjalanan para sahabat, tabi'in dan
ulama sesudahnya dalam rangka mencari hadis yang sangat
menakjubkan. Barang siapa yang ingin mengetahui cerita-cerita yang
sangat mempesona itu, harus membaca kitab-kitab tersebut, karena
dia merupakan sumber inspirasi bagi para pelajar untuk
187
mempertajam dan menguatkan cita-citanya.
8. Beberapa jenis kitab hadisSeorang penyusun kitab hadis hendaknya berusaha memakai
sistem penulisan yang sederhana dan efisien, sehingga mudah
dibaca dan memudahkan siapa saja yang ingin mencari hadis.
Caranya antara lain dengan mengumpulkan hadis yang terpencar,
memberi penjelasan kata yang musykil (sulit dimengerti),
menyusun secara sistematis dengan mencantumkan daftar isi dan
lain sebagainya. Sebelum dipublikasikan, karya tersebut harus
dikoreksi secara teliti, agar dapat bermanfaat dan berhasil guna.
Para ulama telah menyusun kitab hadis dengan berbagai
macam model, yang paling terkenal antara lain adalah :
a. . al-Jawaami', bentuk jama' dari kata al-jaami', yakni suatu kitab
yang membahas beberapa masalah seputar akidah, ibadah,
muamalah, perjalanan hidup Nabi SAW., perbudakan, fitnah
dan berita hari qiamat, seperti " al-Jaami' Al-Shahih Li Al-
Bukhari" .
b. al-Masaanid, bentuk jama' dari kata al- musnad yakni kitab
hadis yang disusun berdasarkan urutan thabaqat para sahabat,
tanpa memperhatikan nilai hadisnya, seperti kitab " Musnad
Ahmad Bin Hambal".
c. al-Sunan, yakni kitab yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh
atau berisi tentang hadis-hadis ahkam (hukum) untuk dipakai
sebagai referensi ulama fiqh dalam istimbath hukum, seperti
kitab " Sunan Abu Daud".
d. al-Ma'aajim, bentuk jama' dari kata al-Mu'jam, yakni kitab
hadis yang disusun berdasarkan nama-nama gurunya menurut
tertib huruf hijaiyah, seperti kitab "Al-Mu'jam Al-Kabir, Al-
Mu'jam Al-Ausath dan Al-Mu'jam Al-Shaghir", karya al-Thabrani.
e. al-llal, yakni kitab yang berisi hadis-hadis yang mengandung
188
illat118, seperti kitab " al-Ilal" , karya Ibnu Abu Hatim dan " Al-
Illal", karya al Daruquthni.
f. al-Ajza', bentuk jama’ dari kata al-Juz', sebuah kitab kecil yang
mengkoleksi hadis yang bersumber dari seorang perawi atau
berisi satu topik bahasan, seperti kitab "Juz'u Rafi Al-Yadain Fi Al-
Shalat", karya al-Bukhari.
g. al-Athraaf, yakni kitab hadis yang berisi sebagian saja dari
lafal hadis yang ditunjukkan kelanjutannya, lalu disebutkan
sanad- sanadnya, seluruhnya atau sebagian saja, seperti
kitab"Tuhfah Al-Ashraf Bi Ma'rifah Al-Athraf', karya al-Mizzi.
h. al-Mustadrakaat, bentuk jama' dari kata al-Mustadrak, yakni suatu
kitab yang mencatat hadis yang tidak disebutkan oleh ulama
sebelumnya dengan memakai syarat-syarat imam tersebut
seperti kitab " al-Mustadrak 'ala al-Shahihain", karya Abu
Abdullah al Hakim.
i. al-Mustakhrajaat, bentuk jama' dari kata al-Mustkhraj, yakni kitab
hadis yang penyusunannya dikutip dari hadis-hadis yang
terdapat pada kitab ulama lain dengan sanadnya sendiri, tidak
melalui sanad yang ditempuh penyusun kitab tersebut. Secara
bersama-sama kadang-kadang bertemu dengan guru yang
mempunyai kitab lain tadi atau pada orang di atasnya, seperti
kitab " Al-Mustakhraj Ala Al-Shahihain", karya Abu Nu'im al-
Ashbihani.
D. Sifat Periwayatan Hadis 119
Yang dibahas pada topik ini adalah tata-cara periwayatan hadis
dan etika yang harus dimiliki oleh perawinya serta aspek-aspek lain
189
118. al 'Illah, jama'nya al-llal artinya sebab yang tersembunyi yang bisa merusak nilai suatu hadisyang kelihatan dari segi lahirnya shahih.
119. Topik ini akan dibahas secara ringkas, karena sebagian unsurnya harus dipenuhi pada masaperiwayatan, sedangkan untuk masa sekarang adalah suatu hal yang harus dipelajari olehorang yang memiliki spesialisasi dalam bidang ilmu ini (ilmu hadis) sebab masuk dalampembahasan sejarah periwayatan (tarikh at riwayat).
yang berkaitan dengannya.
1. Bolehkah seorang perawi meriwayatkan hadis darikitabnya, sedang dia tidak hafal ?Masalah ini dipertentangkan oleh para ulama, sebagian ada
yang bersikap ketat (tasyaddud), ada yang longgar (tasahul) dan ada
yang berada antara sikap ketat dan longgar (tawassuth atau mu'tadil),
yaitu:
a. Ulama yang bersikap tasyaddud menyatakan tidak ada hadis
yang bisa dipakai sebagai hujjah kecuali hadis yang dihafal
perawinya.
Pendapat tersebut diriwayatkan dari Malik, Abu Hanifah
dan Abu Bakar al-Shaidalamiy al-Syafi'iy.
b. Ulama yang bersikap tasahul seperti Ibnu Luhai'ah, yaitu
kelompok yang meriwayatkan dari suatu naskah tanpa
mencocokkan dengan naskah aslinya.
c. Ulama yang bersikap tawassuth, yaitu kelompok mayoritas
yang menyatakan:"Bila seorang perawi pada waktu menerima
dan mencocokkan naskah hadisnya sudah sesuai dengan syarat
yang ditentukan, boleh meriwayatkannya, meskipun dia
sendiri tidak hafal, asalkan bisa dijamin tidak akan terjadi
perubahan, lebih lagi jika dia sudah dikenal orang yang tidak
biasa melakukan perubahan".
2. Hukum riwayat orang buta yang tidak hafal riwayat yangpernah didengarApabila perawi buta yang tidak hafal riwayat yang pernah
didengarnya, meminta bantuan kepada seorang tsiqah (dikenal
bersifat adil-dlabith) untuk mencatat riwayat yang didengar,
kemudian dihafal dan ketika membaca dia sangat berhati-hati
sehingga bisa dipertanggungjawabkan tidak akan terjadi
perubahan, maka menurut sebagian besar ulama sah riwayatnya.
Hal ini sama hukumnya dengan orang yang bisa melihat tapi buta
huruf dan
190
tidak hafal riwayat yang didengar.
3. Periwayatan hadis secara makna dan syarat-syaratnyaPara ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya
periwayatan secara makna, yaitu :
a. Sebagian dari ulama hadis, ulama fiqh dan ulama ushul fiqh
seperti Ibnu Sirin dan Abu Bakar al-Razi menolak periwayatan
hadis secara makna.
b. Sebagian besar ulama salaf dan ulama khalaf di bidang hadis,
fiqh dan ushul fiqh seperti imam empat membolehkannya dengan
beberapa syarat:
1) Seorang perawi yang meriwayatkan hadis secara makna
harus memiliki pengetahuan bahasa Arab secara mendalam.
2) Seorang perawi yang meriwayatkan secara makna harus
mengetahui perubahan makna bila terjadi perubahan lafal.
Perubahan di atas berlaku untuk hadis yang tidak dibukukan.
Adapun hadis yang sudah tersusun dalam satu kitab tidak boleh
diriwayatkan secara makna. Perubahan lafal harus tidak sampai
merubah makna, sebab kebolehan periwayatan secara makna pada
dasarnya dilakukan karena sangat terpaksa, misalnya lupa susunan
kalimatnya. Jadi periwayatan secara makna pasca pembukuan hadis
Nabi Muhammad SAW secara resmi bukan lagi keadaan yang
terpaksa.
Oleh karena itu, perawi yang meriwayatkan hadis secara maknahendaknya menambah kata: ( أو كم قال ) atau ( كم روى في الحدیث ).
4. Sebab-sebab kesalahan da؛am membaca hadisBeberapa hal yang menyebabkan kesalahan dalam membaca
hadis adalah sebagai berikut:
a. Karena kurang menguasai pengetahuan bahasa Arab.
Oleh karena itu bagi orang yang mengkaji hadis harus
191
" Seseorang yang mempelajari hadis yang tidak mengerti ilmunahwu adalah ibarat seekor himar yang membawa tempatbekal yang kosong".
b. Karena memperoleh kitab atau naskah hadis tanpa melaluibelajar atau menerima langsung dari gurunya. Ada beberapacara penerimaan hadis dari seorang guru sebagaimanaditerangkan di atas. Cara-cara tersebut yang paling tingginilainya adalah mendengar langsung lafal hadis dariseorang guru hadis (al-sama' min lafdz al-syaikh) atau membacalafal hadis di hadapan guru hadis (al-qira'ah 'ala al-syaikh).Oleh karena itu, bagi orang yang mempelajari hadis harusbelajar lebih dulu kepada seorang guru hadis agar terhindardari kesalahan, tidak hanya belajar dari kitab ataunaskahnya saja, sebab cara demikian seringkali terjadikesalahan. Dalam hal ini ulama mutaqaddimin menyatakan:
لا تأخذ القرآن من مصحفي ولا الحدیث من
صحفي" Jangan kamu mengambil al-Qur'an dari mushhafkudanjangan kamu mengambil al-Hadis dari naskahku".
5. Gharib al-Hadisa. Pengertian
Menurut bahasa al-gharib berarti: jauh dari teman-temannya.
Sedang yang dimaksud di sini adalah kata-kata yang sukar
192
menguasai ilmu bahasa Arab, agar ia terhindar darikesalahan baca. Dalam kaitan ini al-Khatib telahmeriwayatkan dari Hammad bin Salmah, sebagai berikut:
maknanya.
Menurut istilah, al-gharib adalah penggunaan lafal yang sukar
pemahamannya dalam suatu hadis karena jarang terpakai.
b. Pentingnya Masalah Gharib Al-Hadis
Gharib al-Hadis adalah suatu hal yang penting dan harus diketahui
oleh ahli hadis, sebab bagi yang tidak mengetahuinya sudah dianggap
cacat, walaupun untuk mengetahuinya sangat sulit karena ia harus
selalu berhati -hati dengan disertai memohon pertolongan Alah SWT
dalam menafsirkan sabda Nabi Muhammad SAW tersebut,
sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para ulama shalaf.
e. Contoh penafsiran yang paling baik.
Seperti hadisnya Imam bin Hushain ra. tentangsalatnya orang
yang sakit:
فعلىصل قائما فإن لم تستطع فقائدا فإن لم تستطع
جنب
kata " جنبعلى " ditafsiri oleh hadisnya Ali ra.:
سنن الدار(على جنبھ الأیمن مستقبل القبلة بوجھھ
قطنى(
d. Karya Terkenal Dalam Bidang Ini
1) Ghariib al-Hadis karya Abu Ubaid al-Qasim bin Salam.
2) al-Nihayahfi Gharib al-Hadis wa al-Atsar, karya Ibnu al-Atsir.
Kitab ini dianggap yang paling baik.
3) al-Darru al-Natsiir (ringkasan al-Nihayah), karya al-
193
Suyuthiy.4) al-Fa'iq, karya al-Zamakhsyariy.
E. Etika Periwayatan HadisAda 2 pembahasan dalam hal etika periwayatan hadis, yaitu
pembahasan tentang etika untuk perawi hadis (al-muhaddis) dan
etika untuk pencari hadis (thalib al-hadis).
1. Etika Perawi Hadis (Al-Muhaddis)
a. Pendahuluan
Kesibukan palingterhormat dan pendekatan diri kepada Allah
yang paling utama adalah kesibukan untuk mempelajari hadis Nabi
Muhammad SAW.
Oleh karena itu, bagi mereka yang mempelajari dan
menyebarluaskan hadis di kalangan masyarakat harus menghiasi
dirinya dengan budi pekerti yang mulia dan sanggup menjadi suri
tauladan bagi masyarakat sesuai dengan ajaran hadis yang
disebarkannya.
b. Perilaku yang harus menghiasi perawi hadis
1) Memperbaiki niat dengan ikhlas dan membersihkan diri dari
segala keinginan duniawi, seperti: ambisi jabatan dan
popularitas.
2) Mempunyai motivasi tinggi untuk menyampaikan dan
menyebarluaskan hadis Rasulullah SAW dengan mengharap
pahala dari Allah SWT.
3) Tidak memberikan hadis kepada orang yang lebih tua
umurnya atau lebih tinggi ilmunya.
4) Bersedia memberikan petunjuk kepada seseorang yang
bertanya tentang hadis, bahwa hadis tersebut ada pada orang
lain sebagaimana yang telah diketahui orang yang
194
bertanya tersebut.
5) Bersedia memberikan kepada seseorang yang diketahui
tidak mempunyai niat baik dengan maksud untuk
memperbaikinya.
6) Hendaknya membentuk suatu majelis untuk mendikte
(imla') dan mengajarkan hadis, bila ia memiliki keahlian di
bidang tersebut. Sebab cara ini adalah cara terbaik dalam
periwayatan hadis.
c. Apa yang harus dilakukan bila mengikuti majelis imla' hadis?
1) Bersuci dari hadas dan najis serta berdandan yang bersih
dan rapi.
2) Duduk dengan tenang dan sopan demi menghormati hadis
Rasulullah SAW.
3) Menghadap kepada semua hadirin dan tidak boleh hanya
memperhatikan salah satu di antara mereka.
4) Membuka dan menutup majelis dengan bacaan hamdalah,
shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan berdo'a yang
sesuai dengan majelisnya.
5) Menghindari keterangan yang tidak terjangkau
kemampuan hadirin.
6) Mengakhiri majelis dengan ceritera-ceritera untuk
menyenangkan hati mereka dan menghilangkan kejenuhan.
d. Berapakah usia al-muhaddis yang boleh mengajarkan hadis?
Sebagian berpendapat usia 50 tahun, ada yang menyatakan
usia 40 tahun. Pendapat yang shahih menyatakan; pada usia berapa
saja seseorang dapat memberikan hadis, asalkan sudah mampu dan
mempunyai keahlian yang dibutuhkan.
195
e. Karya terkenal dalam bidang etika perawi hadis
1) al-Jaami'li Akhlaaq al-Raawi wa Adaab al-Saami', karya al- Khatib
al-Baghdadiy.
2) Jaami' bayaan al-Ilm wajadllih, wa ma yanbaghi fi riwayatih wa
hamlih, karya Ibn Abd. al-Barr.
2. Etika Pencari Hadis (Thalib Al-Hadis)
a. Pendahuluan
Yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah keharusan seorang
pencari hadis untuk menghiasi dirinya dengan etika dan budi pekerti
yang mulia sesuai dengan ketinggian ilmu yang dicarinya, yaitu hadis
Rasulullah SAW. Etika tersebut sebagian sama dengan al-muhaddis dan
sebagian yang lain harus dimiliki secara sendiri oleh pencari hadis.
b. Syarat-syarat yang sama dengan al-muhaddis
1) Memperbaiki niat yang ikhlas semata-mata karena Allah
SWT.
2) Menghindari tujuan pencarian hadis sebagai sarana untuk
kepentingan duniawi, sebagaimana hadis yang ditakhrij oleh
Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah r.a. :
الله تعالى لامن تعلم علما مما یبتغى بھ وجھ یتعلمھ إلا لیصیب بھ عرضا
من الدنیا لم یجدعرف الجنة یوم القیامة
3) Mengamalkan hadis yang pernah didengarnya.
c. Keistimewaan yang hanya dimiliki oleh thalib al-hadis
1) Senantiasa memohon taufiq, kekuatan, kemudahan dan
196
pertolongan kepada Allah SWT.
2) Mempunyai motivasi tinggi dalam rangka mencapai
keberhasilan usaha mencari hadis.
3) Menghormati gurunya dan orang yang pernah menerimakan
hadis kepadanya dengan tujuan agar ilmu yang diterimanya
bermanfaat dan mengharap keridlaannya serta bersabar atas
kekerasan dan ketegasan gurunya, jika hal itu terjadi.
4) Memberikan petunjuk kepada teman-teman dan saudara
seperguruan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan tidak
menyimpannya sendiri karena menyimpan ilmu adalah
perbuatan tidak terhormat yang mengakibatkan kebodohan
dan kebohongan.
5) Tidak merasa malu dan tidak bersikap sombong dalam usaha
mendengar dan menerima ilmu, walaupun dari orang yang
lebih muda usianya dan lebih rendah kedudukannya.
6) Tidak hanya mendengar dan mencatat hadis tanpa
memahaminya, sebab yang demikian itu kurang memperoleh
hasil yang optimal.
7) Mendahulukan mendengar, menghafal dan memahami hadis
yang terdapat di Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim,
kemudian secara berturut-turut Sunan Abu Daud, Sunan
Turmudzi, Sunan Nasa'iy, Musnad Ahmad, Muwaththa'-nya
Imam Malik, kitab-kitab Ilal seperti: Ilal al-Daruquthniy, Asma'al-
Tarikh al-Kabir oleh al-Bukhari, al-Jarh wa al-Ta'dil oleh Ibnu Abu
Hatim dan al-Nihayah (kitab gharib al-hadis) Ibnu al-Atsir.
197
BAB VIIISNAD DAN PERMASALAHANNYA
A. Esensi IsnadIsnad adalah sebuah keistimewaan yang hanya dimiliki umat
Islam dan mengetahuinya merupakan amalan yang sangat dianjurkan.
Oleh karenanya, wajib bagi kita berpegang teguh pada isnad ketika
meriwayatkan hadis Nabi Muhammad SAW. Berkaitan dengan
pentingnya masalah tersebut, berikut ini beberapa pernyataan ulama
tentang isnad, di antaranya:
Ibnu al-Mubarak berkata:
" Isnad adalah merupakan bagian dari agama, seandainya tidakada isnad orang akan berkata sekehendaknya" .
Sufyan al-Tsauri menyatakan:
" Isnad itu merupakan senjata bagi orang yang beriman".Upaya mencari isnad hingga mata rantai tertinggi adalah
merupakan perbuatan ulama salaf, sebagaimana pernyataanImam Ahmad bin Hambal:
لف ن س م نة ع ي س اد العال لب الإسن ط
" Mencari isnad yang tinggi kualitasnya adalah amalan(sunnah) yang dilakukan oleh ulama salaf " .
Sahabat Abdullah bin Mas'ud pernah mengadakan lawatandari kota Kufah ke kota Madinah hanya untuk belajar danmendengarkan hadis dari Umar. Karena itu mengadakan lawatanuntuk mencari hadis merupakan amalan sunnah yang ditempuhpara ulama salaf. Dan masih banyak sahabat yang lain jugamengadakan perjalanan yang sama, seperti Abu Ayyub, Jabirr.a., dan lain sebagainya.
1. al-lsnad al-‘Ali dan al-Nazil.
a. Pengertian
Menurut bahasa al-'ali berbentuk isim fa'il dari kata al-'uluwyang berarti: yang tinggi lawan kata dari al-nazil, isimfa'il dari kataal-nuzid yang berarti: yang turun.
Menurut istilah, al-lsnad al-'Ali adalah isnad yang jumlahperawinya sedikit bila dibandingkan dengan sanad lain darisuatu hadis yang perawinya lebih banyak.
Al-lsnad al-Nazil adalah isnad yang jumlah perawinya lebihbanyak bila dibandingkan dengan sanad lain dari suatu hadisyang jumlah perawinya lebih sedikit.
b. Macam-macam ketinggian isnad (al-Uluw).
Al-Uluw terbagi menjadi 5 macam, satu diantaranya uluw
200
mutlak (absolut) dan yang lain uluw nisbi (relatif),:1) Dekat dengan Rasulullah SAW dan kualitas sanadnya
shahih. Bagian yang pertama ini dikatakan dengan uluwmutlak dan dipandang tinggi nilai sanadnya.
2) Dekat dengan imam hadis walaupun antara dia danRasulullah terdapat sejumlah perawi yang banyak dankualitas sanadnya shahih, seperti dekatnya kita dengan al-A'masy, Ibnu Juraih, Malik dan lain-lain.
3) Dekat dengan salah satu riwayat kutub al-sittah atau riwayatkitab mu'tamad yang lain. Bagian ketiga ini banyak dipakaioleh ulama mutaakhirin dan bentuknya ada 4 macam, yaitu:muwafaqah, ibdal atau badai, musawah dan musafahah.a) Muwafaqah; sampainya sanad kepada salah satu guru
penyusun kitab dengan melalui (memakai) sanad lainyang lebih sedikit jumlah perawinya bila dibandingkandengan sanadnya sendiri. Contohnya, riwayat IbnuHajar dalam syarah al-Nukhbah: "al-Bukharimeriwayatkan hadis dari Qutaibah dari Malik. Apabilasaya meriwayatkan melalui jalur sanad al-Bukhari,maka jumlah perawi antara saya dan Qutaibah adadelapan, tetapi bila melalui jalur sanad Abu al-Abbas al-Siraj (salah satu guru al-Bukhari) dari Qutaibah, perawiantara saya dan Qutaibah hanya tujuh.
Dengan demikian, saya berhasil bersama-sama al-Bukhari bertemu gurunya (Abu al-Abbas al-Siraj)dengan sanad Ali.120
b) Badai atau Ibda; sampainya sanad kepada guru dari gurusalah satu penyusun kitab hadis dengan sanad lain yangjumlah perawinya lebih sedikit dibandingkan melaluisanadnya sendiri. Contohnya, riwayat Ibnu Hajar: "Sayapernah meriwayatkan hadis melalui sanad lain, sehingga
120. Syarakh al-Nukhbah, hal. 61
201
sampai pada al-Qa'nabi (salah satu guru dari gurunya al- Bukhari)
dari Malik. al-Qa'nabi di sini sebagai ganti dari Qutaibah".
c) Musawah; persamaan jumlah perawi dalam sanad dengan sanad
dari salah satu penyusun kitab hadis. Contohnya, perkataan Ibnu
Hajar:"Imam Nasa'i pernah meriwayatkan suatu hadis yang
jumlah perawi antara dia dan Nabi SAW sebanyak sebelas orang
dan secara kebetulan saya meriwayatkannya melalui sanad lain
yang jumlah perawinya juga sebelas orang. Dengan demikian,
dari segi jumlah perawinya ada kesamaan antara saya dan al-
Nasa'i".
d) Musafahah; persamaan jumlah perawi dalam sanad dengan
sanad dari murid salah satu penyusun kitab hadis.
4) al-Uluw; didahului wafatnya perawi, maksudnya seperti dalam
pernyataan al-Nawawi: "Hadis yang saya riwayatkan dari tsalatsah
dari al-Baihaqi dari al-Hakim nilainya lebih tinggi dari pada hadis
yang saya riwayatkan dari tsalatsah dari Abu Bakar bin Khalaf dari al-
Hakim, karena didahului wafatnya al-Baihaqi dari Ibnu Khalaf.121
5) al-Uluw; didahului al-sama', yakni mendahulukan al-sama' dari seorang
guru, siapa yang lebih dulu mendengarkan dari seorang guru itu
nilainya lebih tinggi dari pada yang mendengar sesudahnya. Misalnya
2 orang mendengar riwayat dari seorang guru satu diantaranya
mendengarnya sejak enam puluh tahun yang lalu sedang yang lainnya
mendengar sejak empat puluh tahun dan ternyata jumlah perawinya
sama, maka yang pertama kualitasnya lebih tinggi dari pada yang
kedua dan yang demikian itu bisa dikuatkan dengan bukti pergaulan
perawi tersebut dengan gurunya.
121. al-Taqrib dengan syaraknya al-Tadrib, juz 2, hal. 168. Dalam kitab ini disebutkan bahwa wafatnyaal-Baihaqi pada tahun 458 H., dan Ibnu Khalaf wafat pada tahun 487 H.
202
c. Macam-macam Sanad Nazil
Macam sanad nazil juga ada 5 seperti pembagian dari al-uluw.
Adapun pengertiannya kebalikan dari tiap-tiap bagian al-uluw
sebagaimana keterangan di atas.
d. Nilai Isnad 'Ali dan Nazil
a) Menurut pendapat yang shahih sebagaimana dinyatakan
oleh mayoritas ulama, al-uluw lebih tinggi dari pada al-
nuzul, karena al-uluw jauh dari kemungkinan ada cacat,
sedangkan al-nuzul tidak. Ibnu al-Madiniy menyatakan
bahwa al-nuzul itu cacat bila ternyata sanadnya sama-sama
kuat antara al-uluw dan al-nuzul
b) Terkadang al-nuzul lebih tinggi dari al-uluw, karena sesuatu
sebab.122
e. Karya terkenal di bidang al-Uluw dan al-Nazil
Secara khusus belum ditemui karya tulis tentang sanad 'ali dan
sanad nazil namun para ulama telah menyusun secara tersendiri
unsur-unsurnya yang diberi nama " al-Tsulatsiyah" yakni beberapa
hadis yang jumlah perawi antara penyusun dengan Rasulullah SAW
ada 3 orang. Walaupun demikian usaha itu menunjukkan adanya
perhatian para ulama terhadap masalah tersebut. Karya tersebut
antara lain:
1) Tsulatsiyah al-Bukhariy karya Ibnu Hajar.
2) Tsulatsiyah Ahmad Ibnu Hambal.
2. al-Musalsala. Pengertian
Menurut bahasa al-musalsal berbentuk isim maful dari kata
203
122. Apabila para perawi dalam sanad al-nazil lebih tsiaah dari pada sanad al-nazil.
al-silsilah yang berarti: bersambungnya sesuatu dengan sesuatu yang lain,
seperti silsilah al-hadid (rantai besi). Dikatakan demikian karena adanya
persambungan dan kesamaan dari masing-masing bagian.
Menurut istilah, al-musalsal adalah suatu hadis dimana para
perawinya saling mengikuti sifat atau keadaan perawi atau riwayat satu
sama lain. Maksudnya, seeara berturut-turut masing-masing perawi
dalam sanad hadis tersebut; terdapat kesesuaian sifat; terdapat
kesesuaian keadaan atau; terdapat kesesuaian sifat periwayatannya.
b. Macam-macam Musalsal
Berdasarkan definisi di atas, musalsal terbagi menjadi 3 macam,
yaitu: musalsal bi ahwal al-ruwat (musalsal dari segi keadaan perawinya),
musalsal bi shifah al-ruwat (musalsal dari segi sifat perawinya) dan musalsal
bi shifah al-riwayah (musalsal dari segi sifat periwayatannya).
1) Musalsal dari segi keadaan para perawi, dapat mengenai ucapan,
perbuatan atau ucapan dan perbuatan secara bersama-sama,
a) Ucapannya, seperti hadis Muadz bin Jabal yang menjelaskan
bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda padanya:123
اللھم أعنى: یا معاذ إنى أحبك فقل دبر كل صلاة
على ذكرك وشكرك وحسن عبادتكSetiap perawi yang meriwayatkan hadis ini selalu
mengucapkan kalimat:
b) Perbuatannya, seperti hadis Abu Hurairah ra.: 124
204
123. Ditakhrij oleh Abu Daud, bab al-witr.124. Ditakhrij oleh al-Hakim secara musalsal dalam kitab Ma'rifah Ulum al-Hadis, hal. 42
خلق الله الأرض یوم السبت:بیدي أبو قاسم صلى الله عليه وسلم قالشبك
Setiap perawi yang meriwayatkan hadis ini selalu memegang
janggut seperti ketika Nabi SAW meriwayatkannya dan mengatakan
matan hadis tersebut.
2) Musalsal dari segi sifat para perawinya bisa juga berupa ucapan atau
perbuatan.
a) Berupa ucapan, seperti hadis musalsal tentang pembacaan surat al-
Shaf yang senantiasa dilakukan oleh para perawi ketika
meriwayatkannya. Al-Iraqiy menyatakan bahwa bentuk ini sama
dengan musalsal dari segi keadaan-keadaan
perawi yang berupa ucapan.
b) Berupa perbuatan, seperti persamaan nama-nama perawi, misalnya
sama-sama bernama Muhammad, persamaan
Setiap perawi yang meriwayatkan hadis ini selalu melakukan "
tasybik" , yakni mempertemukan jari-jarinya dengan jari-jari orang yang
diberi riwayat.
c) Ucapan dan perbuatan secara bersama-sama, seperti hadis Anas ra.:125
125. Ditakhrij oleh al-Hakim secara musalsal dalam kitab Ma'rifah Ulutn al-hadis, hal. 40
205
keahlian, misalnya sama-sama ahli fiqh, sama-sama hafidh dan
persamaan suku bangsa, misalnya sama-sama dari Damaskus atau
sama-sama dari Mesir dan lain sebagainya.
3) Musalsal dari segi sifat-sifat periwayatan dapat mengenai:
a) Shighat riwayat hadis, yakni hadis yang setiap perawinya selalu
memakai shighat yang sama, seperti kata .أوb) Masa periwayatan, yakni hadis yang setiap perawinya selalu
meriwayatkannya pada waktu tertentu, misalnya pada setiap hari
raya.
c) Tempat periwayatan, misalnya hadis tentang do'a yang mustajab
yang selalu diucapkan pada tempat tertentu, seperti di Multazam.
Dari semua macam hadis musalsal di atas, yang paling tinggi
kualitasnya adalah yang terbukti kemuttasilannya dengan cara al-sama'
pada waktu menerimanya dan tidak terdapat tadlis.
Faedah mengetahui musalsal adalah untuk menambah penilaian
tentang kekokohan ingatan para perawi.
c. Letak Tasalsul dalam Sanad
Tasalsul tidak disyaratkan untuk seluruh sanad, maksudnya tidak
untuk seluruh rangkaian perawi dalam sanad, sehingga bisa terjadi di
tengah atau di akhir sanad.
d. Nilai Hadis Musalsal
Sedikit sekali hadis musalsal yang selamat dari cacat, walaupun pada
mulanya shahih, hal ini terjadi, jika sebuah hadis tidak diriwayatkan
dengan cara tasalsul.
e. Karya terkenal di bidang Hadis Musalsal.
1) al-Musalsal al-Kubrafi al-Ahadis, karya al-Suyuthiy yang
206
berisi 85 hadis.
2) al-Manahil al-Silsilah fi al-Ahadis al-Musalsalah, karya Muhammad
Abd. al-Baqiy al-Ayyubiy yang berisi 212 hadis.
3. Riwayat Al-Akabir ‘An Al-Ashaghir
a. Pengertian
Menurut bahasa, al-akabir berbentuk jama' dari kata akbar dan al-
ashaghir berbentuk jama' dari kata ashghar yang berarti: riwayat orang besar
dari orang kecil.
Menurut istilah, riwayat al-akabir' an al-ashaghir adalah riwayat
seseorang yang berasal dari seseorang yang lebih muda usianya, lebih
rendah kedudukan, ilmu dan hafalannya. Maksudnya seorang perawi
meriwayatkan hadis yang berasal dari orang yang lebih muda usianya,
lebih rendah kedudukannya, seperti riwayat sahabat dari tabi'in dan riwayat
yang berasal dari orang yang lebih sedikit ilmu atau hafalannya, seperti
riwayat seorang alim yang hafidh dari seorang guru yang lebih tua darinya.
Hal ini tidak berlaku antar orang yang sejajar ilmunya.
b. Macam-Macamnya
Riwayat al-Kabir 'an al-Ashaghir terbagi menjadi 3, yaitu :
1) Seorang perawi yang umurnya lebih tua dan lebih tinggi
kedudukannya daripada sumber riwayat (marwi 'anhu), termasuk
juga ilmu dan hafalannya.
2) Seorang perawi yang lebih tinggi kemampuan ilmunya tidak
umurnya, seperti seorang hafidh yang alim dari seorang guru
yang lebih tua umurnya yang tidak hafidh, misalnya riwayat
Malik dari Abdullah bin Dinar.126
207
126. Malik adalah seorang imam yang hafidh dan Abdulah bin Dinar hanya seorang syaikh yang perawi,walaupun dia lebih tua dari Imam Malik.
3) Seorang perawi yang lebih tua umurnya dan lebih tinggi
ilmunya, seperti riwayat al-Barqaniy dari al-Khatib.127
c. Contoh Riwayat Al-Akabir 'An Al-Ashaghir
1) Riwayat seorang sahabat dari tabi'in, seperti
riwayat'Abdillah dan lainnya dari Ka'b al-Ahbar.
2) Riwayat seorang tabi'in dari tabi'i al-tabi'in, seperti
riwayat Yahya bin Sa'id al-Anshariy dari Malik.
d. Faedahnya
1) Agar tidak diragukan bahwa orang yang memberi riwayat
lebih utama dan lebih tinggi dari para perawinya, karena
yang demikian itu biasa terjadi.
2) Agar tidak disangka bahwa sanadnya terbalik, karena
yang biasa terjadi adalah riwayat al-Ashaghir 'an al-Akabir.
e. Karya terkenal dalam bidang ini
Ada satu kitab dalam bidang ini, yaitu " Ma Rawahu al-Akabir
'an Ashaghir wa al-Aba" an Abna', karya al-Hafidh AbuYa'qub Ishaq
bin Ibrahim al-Waraq (wafat tahun 403 H).
4. Riwayat al-Aba' ‘an Abna’a. Pengertian
Dalam suatu sanad hadis ditemukan seorang ayahmeriwayatkan hadis dari anaknya, seperti hadis yangdiriwayatkan oleh al-Abbas bin Abdul Muthalib dari ayahnya(al-Fadlal).
b. Faedahnya
Agar tidak menimbulkan persangkaan bahwa sanadnya
208
127. al-Barqaniy lebih tua dan lebih tinggi ilunya dari pada al-Khatib, karena dia salah satugurunya.
terbalik dan terdapat kesalahan, karena biasanya seorang anak
meriwayatkan hadis dari ayahnya. Tradisi ini menunjukkan sikap
tawadlu' para ulama dengan menerima ilmu dari siapa saja, walaupun
lebih muda usianya atau lebih tinggi ilmunya.
c. Karya terkenal dalam bidang ini
Kitab Riwayat al-Aba' 'an Abna', karya al-Khatib al- Baghdadiy.
5. Riwayat al-Abna' ‘An al-Aba'a. Pengertian
Dalam suatu sanad hadis ditemukan seorang anak meriwayatkan
hadis dari ayahnya saja atau dari ayah yang menerima dari kakeknya.
Pentingnya mempelajari masalah ini adalah untuk mengetahui
nama sebenarnya dari seorang ayah atau kakek yang tidak disebut
namanya.
b. Macam-Macamnya
1) Riwayat seorang perawi dari ayahnya (tanpa riwayat dari
kakeknya), bagian ini banyak terjadi, seperti riwayat Abu al-
Asya' dari ayahnya.128
2) Riwayat seorang perawi dari ayah dan kakeknya atau dari ayah,
kakek dan seterusnya, seperti riwayat Amr bin Syu'aib dari ayah
dan kakeknya.129
209
128. Ada beberapa pendapat tentang nama Abu al-'Asyara' dan ayahnya, dan yang paling masyhuradalah Usamah bin Malik.
129. Nasab Amr adalah sebagai berikut : 'Amr bin Syu'aib bin Muhammad bin Abdullah bin 'Amrbin al-'Ash. Dari nasab ini kakek 'Amr adalah Muhammad, tetapi para ulama yangmenemukan dari hasil penelitiannya bahwa dlamir kalimat "jaddihi" adalah kembali padaSyu'aib, sehingga kakeknya adalah Abdullah bin 'Amr yaitu seorang sahabat yang terkenal.
c. Faedahnya
1) Untuk mengetahui nama seorang ayah (al-ab) atau kakek (al-
jad) yang tidak disebut secara jelas.
2) Untuk mengetahui secara jelas maksud dari kata al-jad (kakek),
apakah dia kakek dari seorang anak atau kakek dari seorang
ayah.
d. Karya terkenal di bidang Riwayat al-Abna' 'An al-Aba'
1) Riwayah al-Abna' 'an Abaihim karya Abu Nashr Ubaidillah
bin Sa'id al-Wailiy.
2) Kitab al-Wasyyi al-Muallim fi man rawa 'an Abihi 'an jaddihi
'an al-Nabi SAW , karya al-Hafidh al-'Alaiy.
6. Riwayat al-Aqran dan al-Mudabbaj
a. Pengertian
Menurut bahasa, al-Aqran berbentuk jama' dari kata qarin yang
berarti: al-mashahib (kawan-kawan). Menurut istilah, riwayat al-
Aqran adalah perawi yang meriwayatkan hadis dari kawan-kawan
yang sebaya umurnya dan seperguruan, seperti riwayat Sulaiman al-
Taimiy dari Mas'ar bin Kidam. Kedua perawi tersebut kawan
sebaya dan kita belum pernah mengetahui riwayat Mas'ar dari al-
Taimiy.
Al-Mudabbaj menurut bahasa adalah isim maf'ul dari al- tadbij
yang berarti: tazyin (selaras). Kata al-tadbij berasal dari kata
Dibajatay al-wajh ay al-Khaddam (kesamaan dua sisi wajah).
Dikatakan demikian karena ada kesamaan perawi dan sumber
riwayat (al-Marwi 'Anhu).
Menurut istilah, riwayat al-mudabbaj adalah 2 orang perawi
sekawan yang saling meriwayatkan.
Contohnya:
1) Sahabat, seperti riwayat Aisyah dari Abu Hurairah dan Abu
2 1 0
Hurairah dari Aisyah.
2) Tabi'in, seperti riwayat al-Zuhriy dari Umar bin Abd. Aziz dan
riwayat Umar bin Abd. Aziz dari al-Zuhriy.
3) Tabi'i al-tabi'in, seperti riwayat Malik dari al-Auza'iy dan riwayat
al-Auza'iy dari Malik.
b. Faedahnya
1) Untuk menghindari timbulnya persangkaan, bahwa dalam
sanad terdapat penambahan.130
2) Untuk menghindari timbulnya persangkaan tentang adanya
penggantian عن dengan و131c. Karya terkenal di bidang Riwayat al-Aqran dan al-
Mudabbaj
1) al-Mudabbaj, karya al-Daruquthniy.2) Riwayah al-Aqran, karya Abu al-Syaikh al-Ashbihaniy.
7. Riwayat al’Sabiq dan al'Lahiq
a. Pengertian
Al-sabiq adalah isim fa'il dari kata sabq yang berarti: yang
mendahului. Sedangkan al-lahiq adalah isimfa'il dari al-lihaq yang
berarti: yang akhir, maksudnya perawi yang meninggalnya lebih
dulu disebut al-sabiq dan yang meninggalnya terakhir disebut al-
lahiq.
Menurut istilah, riwayat al-sabiq dan al-lahiq adalah 2 orang
perawi yang pernah bereama-sama menerima hadis dari seorang
130. Sebab biasanya seorang murid meriwayatkan dari gurunya, maka jika meriwayatkan dari seorangteman terkadang menimbulkan persangkaan bahwa dia tidak pernah belajar dari teman tersebut,sehingga penyebutan teman tersebut adalah hanya merupakan tambahan yang perlu dihapus.
131. Agar pendengar dan pembaca riwayat tersebut tidak ragu-ragu dengan
mengatakan و dan mengira bahwa asal sanad tersebut. عن
211
guru, kemudian salah seorang dari keduanya meninggal dunia, maka
riwayat yang disampaikan oleh perawi yang meninggal mendahului
kawannya disebut dengan riwayah al-sabiq, sedangkan riwayat yang
disampaikan oleh perawi yang terakhir meninggalnya disebut riwayah al-
lahiq.
b. Contoh Riwayat al-Sabiq dan al-Lahiq
1) al-Bukhariy secara bersama-sama dengan al-Khaffaf
meriwayatkan hadis dari Muhammad bin Ishaq al-Siraj,132 dan
al-Bukhariy meninggal lebih dulu dari pada al-Khaffaf dengan
tenggang waktu sekitar 137 tahun.133
2) al-Zuhriy secara bersama-sama dengan Ahmad bin Ismail al-
Sahmiy meriwayatkan hadis dari Imam Malik, dan tenggang
waktu meninggalnya sekitar 135 tahun, karena al-Zuhriy
meninggal pada tahun 124 dan al-Sahmiy pada tahun 259. Jadi
jelasnya, bahwa al-Zuhriy lebih tua dari pada Malik, karena dia
termasuk golongan tabi'in sedangkan Imam Malik dari golongan
tabi'i al-tabi'in. Dengan demikian riwayat al-Zuhriy dari Malik
termasuk riwayat al-Akabir'an al-Ashaghir sebagaimana keterangan
di atas, demikian juga al-Shamiy lebih muda dari pada Malik
disamping umur al-Sahmiy panjang karena mencapai sekitar 100
tahun. Karenanya ada perbedaan waktu meninggalnya dengan al-
Zuhriy.
Dari keterangan di atas menunjukkan bahwa perawi sabiq
adalah guru dari sumber riwayat (Marwi 'Anhu) dan perawi lahiq
adalah murid yang panjang umurnya.
132. al-Siraj lahir pada tahun 216 dan meninggal pada tahun 313, jadi umurnya 97.133. al-Bukhariy meninggal pada tahun 256 H. dan Abu Husain Ahmad bin Muhammad al-
Khaffaf al-Naisaburiy meninggal pada tahun 393 dan sebagian mengatakan 394 atau 395.
2 1 2
c. Faedahnya.
1) Untuk menetapkan ketinggian sanad.2) Agar tidak diduga terjadi pemutusan sanad lahiq.
d. Karya terkenal di bidang Riwayat al-Sabiq dan al-Lahiq
Kitab al-Sabiq wa al-Lahiq, karya al-Khatib al-Baghdadiy
B. Mengetahui Para Perawi Hadis 1.
Sahabata. Pengertian
Menurut bahasa al-shahabah adalah bentuk mashdar yang
berarti: al-shuhbah (seorang teman). Sebagian mengatakan searti
dengan kata al-shahabiy, al-shahih, yang banyak dipakai adalah kata
al-shahaabah yang berarti: al-ashaab.
Menurut istilah, al-shahabah adalah orang yang pernah
bertemu dengan Nabi Muhammad SAW dalam keadaan Islam dan
selanjutnya mati juga dalam keadaan Islam, walaupun pernah
murtad. Demikian menurut pendapat yang shahih.
b. Faedah mengetahui sahabat
Mengetahui sahabat adalah sangat besar manfaatnya. Antara
lain, adalah untuk mengetahui mana hadis yang muttashil dan mana
hadis yang mursal.
c. Cara mengetahui sahabat
Sahabat bisa diketahui dengan salah satu cara dari 5 cara
berikut:
1) Dengan berdasarkan informasi dari hadis mutawatir, seperti Abu
Bakar ra., Umar bin al-Khaththab ra. dan sepuluh sahabat
lainnya yang dinyatakan mendapat jaminan masuk surga.
213
2) Dengan berdasarkan informasi dari hadis masyhur, seperti Diaman
bin Tsa'labah dan'Ukasyah bin Muhshin.
3) Dengan melalui berita dari sahabat lain.
4) Dengan melalui berita dari seorang tabi'in yang tsiqah.
5) Dengan melalui pengakuan sahabat itu sendiri yang dikenal
adil dan pengakuannya bisa diterima.134
d. Keadilan sahabat
Seluruh sahabat adalah adil, baik yang pernah terlibat fitnah (konflik
politik) atau tidak. Demikian menurut ijma' para ulama. Maksud adil
disini adalah terhindarnya mereka dari unsur kesengajaan berdusta dan
berbuat kesalahan dalam meriwayatkan hadis yang berakibat tidak bisa
diterima riwayatnya. Jadi semua riwayat mereka bisa diterima tanpa harus
meneliti keadilannya. Sedangkan terhadap mereka yang terlibat fitnah
hendaknya kita berprasangka baik (Husnu Al-Dhan), karena para sahabat
adalah pembawa syari'at dan merekalah sebaik-baik generasi.
e. Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis
Ada 6 sahabat yang tergolong paling banyak meriwayatkan hadis,
secara berturut-turut adalah sebagai berikut:
1) Abu Hurairah ra., beliau meriwayatkan 5.374 hadis dan lebih dari
300 perawi yang meriwayatkan hadis damya.
2) Ibnu Umar ra., beliau meriwayatkan 2.630 hadis.
3) Anas bin Malik ra., beliau meriwayatkan 2.286 hadis.
4) Aisyah Ummu al-Mu'minin ra., beliau meriwayatkan 2.210 hadis.
134. Pengakuan tersebut bisa diterima apabila terjadi pada masa sebelum 100 tahun dariwafatnya Nabi SAW. Apabila pengakuannya terjadi setelah 100 tahun dari wafatnyaNabi SAW, tidak dapat diakui, seperti pengakuan seorang yang bernama Ratn al-Hindiy yang terjadi pada 600 tahun setelah hijrah Nabi SAW. Sebenarnya dia adalahseorang yang berpredikat dajjal (pembohong) sebagaimana dinyatakan oleh al-Dzahabiy dalam bukunya al-Mizan, juz II, hal. 45
2 1 4
5) Ibnu 'Abbas ra., beliau meriwayatkan 1.660 hadis.6) Jabir bin Abdullah ra., beliau meriwayatkan 1.540 hadis.
f. Sahabat yang paling banyak fatwanya
Menurut Masruq, sahabat yang terkenal paling banyak fatwanya ada
7 orang, yakni:
1) Abdullah bin Abbas ra.
2) Umar bin al-Khaththab ra.
3) Ali bin Abi Thalib ra.
4) Ubay bin Ka'ab ra.
5) Zaid bin Tsabitra.
6) Abu Darda'ra.
7) Ibnu Mas'ud ra.
g. Sahabat yang mendapat gelar Abdullah
Sahabat yang memiliki nama depan " Abdullah", sebenarnya
berjumlah sekitar 300 orang. Di antara mereka yang benar-benar mendapat
gelar Abdullah hanya 4 sahabat, yakni:
1) Abdullah bin Umar ra.
2) Abdullah bin Abbas ra.
3) Abdullah bin Zubairra.
4) Abdullah bin Amr bin Abbas ra.
Keistimewaannya, mereka termasuk ulama sahabat yang wafatnya
belakangan, sehingga ilmunya bisa dipakai sebagai hujjah. Jika mereka
bersepakat tentang sesuatu dalam fatwanya maka populer dikatakan: ini
adalah pendapat Abdillah.
h. Jumlah Sahabat
Jumlah yang pasti dari banyaknya sahabat masih belum diketahui,
namun sebagian ulama berpendapat, lebih dari 100.000. Pendapat yang
paling terkenal adalah sebagaimana pernyataan Abu
Zar'ah al-Raziy:135
من ألفاقبض رسول الله صلى الله عليه وسلم عن مائة ألف وأربعة عشر وى عنھ وسمعالصحابة ممن ر
منھ" Rasulullah wafat dengan meninggalkan 114.000 sahabat yangpernah mendengar dan meriwayatkan hadis dari beliau" .
i. Tingkatan Sahabat
para ulama berbeda berpendapat dalam menentukan tingkatan
sahabat. Sebagian mengkaitkan dengan siapa yang lebih dulu masuk
Islam, yang mengikuti hijrah Nabi SAW., atau mengikuti berbagai
peperangan yang penting. Sebagian ulama juga mengkaitkan dengan
faktor lain, sehingga pembagiannya tergantung pada hasil ijtihad
mereka. Pembahan tingkatan tersebut antara lain :
1) Ibnu Sa'd membagi menjadi 5 tingkatan.
2) Al-Hakim membagi menjadi 12 tingkatan.
j. Sahabat paling utama
Ijma' (konsensus) ulama Ahlu Sunnah menetapkan secara
berurutan, bahwa sahabat yang paling utama adalah Abu Bakar al-
Shiddiq, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga, penakut perang
Badar, pengikut perang Uhud kemudian yang menghadiri Bai'ah al-
Ridlwan.
k. Sahabat yang pertama-tama masuk Islam
1) Dari golongan laki-laki dewasa dan merdeka adalah Abu Bakar
135. al-Taqrib ma'a al-Tadrib, juz II, hal. 22
2 1 6
al-Shiddiq ra.
2) Dari golongan anak-anak adalah Ali bin Abi Thalib ra.
3) Dari golongan perempuan adalah Khadijah ra.
4) Dari golongan budak (mawaliy) adalah Zaid bin Haritsah ra.
5) Dari golongan hamba sahaya adalah Bilal ra.
1. Sahabat yang wafatnya paling akhir.
Sahabat yang wafatnya paling akhir adalah Abu al-Thufail 'Amir
bin Watsilah al-Laitsiy (wafat tahun 100 H.) di kota Makkah. Sebagian
ulama mengatakan, beliau wafat di atas tahun 100 H. Kemudian,
sahabat yang wafat sebelumnya adalah Anas bin Malik (wafat tahun 93
H.) di kota Bashrah.
m. Karya terkenal di bidang ilmu sahabat
1) al-Shabah fi Ta'yiir al-Shahabah, karya Ibnu Hajar al- Asqalaniy.
2) Asad al-Ghabah fi Ma'rifah al-Shahabah, karya Ali bin
Muhammad al-Jazariy yang terkenal dengan sebutan Ibnu al-
Atsir.
3) Al-Isti’abfi Asma ' al-Ashab, karya Ibnu Abd al-Bar.
4) Tabi’in
a. Pengertian
Menurut bahasa al-tabi'uun bentuk jama' dari kata taabi'iy atau
taabi'uun, sedang kata taabi’ bentuk isimfa'il dari kata tabi'a yang berarti:
berjalan di belakangnya.
Menurut istilah, tabi'in adalah orang yang pernah bertemu sahabat
dalam keadaan Islam dan wafat juga dalam keadaan Islam. Sebagian
berpendapat, tabi'in adalah orang yang pernah bergaul
217
dengan sahabat.
Faedah mengetahui tabi'in adalah agar dapat membedakan antara
hadis yang mursal dan hadis yang muttashil.
b. Tingkatan Tabi'in
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan tingkatan tabi'in,
yakni:
1) Imam Muslim membagi menjadi 3 tingkatan.
2) Ibnu Sa'ad membagi menjadi 4 tingkatan.
3) Al-Hakim membagi menjadi 15 tingkatan, yang utama di
antaranya adalah tabi'in yang pernah bertemu dengan sepuluh
sahabat yang dijamin masuk surga.
c. Muhadlramun
Muhadlramun adalah orang yang mengalami hidup pada zaman
jahiliyah dan hidup pada zaman Rasulullah SAW dalam keadaan
Islam, tetapi tidak pernah bertemu dengan Nabi. Mereka termasuk
golongan tabi'in. Demikian menurut pendapat yang shahih. Adapun
jumlah muhadlramun menurut Imam Muslim ada sekitar 20 orang.
Pendapat yang shahih, muhadlramun lebih dari 20 orang. Di antaranya
adalah Abu Usman al-Nahdiy dan Aswad bin Yazid al-Nakha'iy.
d. Tujuh tabi'in ahli fiqh.
Sebagian dari tabi'in besar ada 7 orang yang ahli fiq, semuanya
berasal dari kota Madinah. Mereka adalah Sa'id bin Musayyab, Qasim
bin Muhammad, 'Urwah bin Zubair, Kharijah bin Zaid, Abu Salamah
bin Abd. Rahman, Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah dan Sulaiman bin
Yasar.136
2 1 8
136. Ibnu al-Muharak menggantikan Abu Salamah dengan Salim bin Abdillah bin Umar, dan Abu al-Zanadmenggantikan Salim bin Abdillah bin Umar, dan Abu al-Zanad dengan Abu Bakar bin Abdurrahman.
e. Tabi'in yang paling utama
Ada beberapa pendapat ulama tentang tabi'in yang paling utama.
Pendapat paling masyhur menyatakan, bahwa Sa'id bin Musayyab adalah
tabi'in yang paling utama. Abu Abdillah Muhammad bin Khatif al-
Syairaziy menjelaskan:
1) Ahli Madinah mengatakan bahwa tabi'in yang utama adalah Sa'id
bin Musayyab.
2) Ahli Kufah mengatakan Uwais al-Qamiy.
3) Ahli Bashrah mengatakan Hasan al-Bashriy.
Di kalangan tabi'in wanita adalah Hafshah binti Sirin dan Umarah
binti Abdurrahman. Dan yang mendekati keduanya adalah Ummu al-
Darda'.137
f. Karya yang paling populer di bidang ilmu tabi'in
Yaitu, kitab Ma'rifah al-Tabi'in, karya Abu al-Muthraf bin Fathis
al-Andalusiy.138
3. Al-lkhwan dan Al-Akhawata. Pendahuluan
Ilmu ini adalah sebagian dari pengetahuan ahli hadis yang telah
digali dengan susah payah dan telah tersusun secara tersendiri, untuk
mengetahui siapakah sebenarnya saudara laki-laki dan saudara
perempuan dari para perawi hadis pada setiap generasi (thabaqat).
Penyusunan bidang pembahasan secara tersendiri ini menunjukkan
besarnya perhatian ulama hadis terhadap para perawi hadis untuk
mengetahui nasab dan saudara-saudara mereka
137. Ummu al-Darda'adalah Ummu al-Darda'al-Sughra, yang nama aslinya Hujaimahada yang mengatakan Juhaimah. Dia adalah istri Abu Darda'. Adapun Ummu al-Darda' al-Kubra juga istri Abu Darda' yang bernama Khairah yang termasuksahabat.
138. Lihat al-Risalah al-Mustatharrifah, hal. 105
219
sebagaimana uraian dibawah ini.
Faedahnya adalah agar tidak menganggap sesaudara terhadap
seseorang yang secara kebetulan ada kesamaan nama ayahnya, seperti
Abdullah bin Dinar dan 'Amr bin Dinar. Bagi orang yang tidak
mengerti akan mengira bahwa keduanya adalah sesaudara, padahal
tidak, walaupun nama ayahnya sama.
b. Contoh perawi yang sesaudara
1) Dua bersaudara dari kalangan sahabat, yaitu Umar dan Zaid
ibn al-Khaththab.
2) Tiga bersaudara dari kalangan sahabat, yaitu Ali, Ja'far dan
Uqail ibn Abi Thalib.
3) Empat bersaudara dari kalangan tabi'i al-tabi'in, yaitu Suhail,
Abdullah, Muhammad dan Shalih ibn Abi Sahlih.
4) Lima bersaudara dari kalangan tabi'i al-tabi'in, yaitu Sufyan,
Adam, Imran, Muhammad dan Ibrahim ibn Uyainah.
5) Enam bersaudara dari kalangan tabi'in, yaitu Muhammad,
Anas, Yahya, Ma'bad, Hafshah dan karimah ibn Sirin.
6) Tujuh bersaudara dari kalangan sahabat, yaitu Nu'man,
Mu'qil, Uqail, Suwaid, Sinan, Abdurrahman dan Abdullah ibn
Muqran.
Tujuh saudara tersebut semuanya mengikuti hijrah Nabi
SAW dan tidak ada satupun yang musyrik,139 dan dikatakan
pula bahwa mereka juga mengikuti perang Khandak.
c. Karya terkenal di bidang al-Ikhwan dan al-Akhwat
1) Kitab al-Ikhzvah, karya Abu al-Mutharrif bin fathis al-
Andalusiy.
139. Belum pernah ditemukan tujuh bersaudara dari kalangan sahabat yang semuanyamengikuti hijrah Nabi SAW kecuali mereka.
220
2) Kitab al-Ikhwah, karya Abu Abbas al-Siraj.140
4. Al-Muttafiq dan Al-Muftariq
a. Pengertian
Menurut bahasa al-muttafaq adalah isim fa'il dari ittifaq yang
berarti: yang sesuai. Sedangkan al-Muftariq adalah isim fa'il dari al-
iftiraq lawan kata al-ittifaq.
Menurut istilah, al-Ittifaq adalah persesuaian antara perawi satu
dengan yang lain mengenai nama asli, nama samaran, katurunan
dan lain sebagainya dalam ucapan dan bentuk tulisannya, tetapi
berlainan orangnya.141 Seperti nama al-Khalil bin Ahmad sebanyak
6 orang, yang pertama-tama mempunyai nama tersebut adalah
Syaikh Sibawaih, nama Ahmad bin Ja'far bin Hamdan sebanyak 4
orang yang hidup dalam satu generasi dan Umar bin al-Khaththab
sebanyak 6 orang.142
b. Faedahnya.
Masalah ini adalah perlu sekali untuk diketahui, sebab tidak
sedikit orang yang sudah termasuk ulama besar pernah mengalami
kesalahan dalam bidang ini. Faedah lainnya adalah :
1) Agar tidak terjadi salah sangka bahwa ada beberapa perawi yang
mempunyai kesamaan nama dianggap satu orang, padahal
banyak jumlahnya.143
140. Nama al-Siraj adalah dinisbatkan dengan pekerjaannya sebagai pembuat lampu,konon salah satu kakeknya juga perajin lampu yang dikenal sebagai ahli hadis padamasa Naisaburiy, dimana Imam al-Bukhariy dan Imam Muslim pernahmeriwayatkan hadis darinya. Beliau wafat pada tahun 313 H.
141. Persesuaian dari segi nama saja itu jarang terjadi.142. Ini adalah contoh paling aneh yang pernah saya lihat di kitab al-Muttafiq wa al-
Muftariq, karya al-Khatib. Jumlah perawi-perawi yang mempunyai kesamaan namadalam kitab tersebut adalah tujuh belas orang.
143. Lihat syarah al-Nukhbah, hal. 68
221
2) Untuk menghindari perjumlahan (perserupaan) tentang siapakah
yang dimaksudkan dari sekian banyak nama-nama perawi yang
sama itu, sebab mungkin diantara mereka ada yang siqah dan
lainnya dla'if, sehingga dinyatakan dla'if pada hadis yang
sebenarnya shahih atau sebaliknya.
c. Kapan kesamaan nama tersebut dianggapMuttafiq ?
Kesamaan nama bagi dua atau beberapa perawi itu dianggap
muttafiq apabila mereka hidup dalam satu masa (generasi) dan nama
sebagian guru-guru mereka atau perawi-perawi yang meriwayatkan
hadis dari mereka juga sama. Jika mereka tidak segenerasi tidak
menjadi masalah.
d. Karya terkenal di bidang al-Ittifaq dan al-Infiraq
1) Kitab al-Muttafiq wa al-Muftariq, karya al-Khatib al-Baghdadiy
yang dikenal luas dan bagus pembahasannya.144
2) Kitab al-Ansaab wa al-Muttafiqah/ karya al-Hafidh Muhammad
bin Thahir (wafat tahun 507 H.) Kitab ini khusus tentang
muttafiq.
5. Al-Mu’talif Wa Al-Mukhtalifa. Pengertian
Al-Mu'talif menurut bahasa adalah bentuk isim fa'il dari mashdar "
al-i'tilaaf" yang searti dengan ijtimaa' (berkumpul) atau al-talaaqiy
(saling bertemu) lawan kata al-nafrah (lari). Al-Mukhtalif
144. dari kitab tersebut akan kita temukan catatan yang belum sempurna disebuah perpustakaanAs'ad Afandiy di Istambul No. 2097 yang tercantum dalam 239 lembar, yaitu mulai dariawal juz X sampai pada bagian akhir juz XVIII yang sekaligus merupakan bagian akhirkitab tersebut. Pada salah satu bagian kitab tersebut juga menyebutkan masalah ini menurutcatatan al-Syaikh Abdullah bin Hamid mulai juz I sampai akhir juz IX.
222
bentuk isim fa'il dari mashdar “al-Ikhtilaf" (bertentangan) lawan kata al-
Ittifaaq (sepakat/setuju).
Menurut istilah, al-Mu'talif adalah kesesuaian nama, gelar, nama
panggilan atau nasab dari segi khathnya (tulisannya) dan berbeda
lafalnya.145
b. Contoh
1) Dua perawi yang namanya tertulis " سلام ", yang pertama lam-
nya dibaca ringan (salaam) sedang yang kedua lam-nya
ditasydid (sallaam).
2) Dua perawi yang namanya tertulis "مسور", yang pertama
dibaca dengan mim yang kasrah, sin-nya disukun dan wawu-
nya dibaca ringan (baca: Miswar) sedang yang kedua dibaca
dengan mim yang didlamah, sin-nya di fathah dan wau-nya
ditasydid (baca: Musawwir).
3) Dua perawi yang namanya tertulis"البزاز" dan "البزار", yang
pertama, lafal terakhirnya za' (baca: Bazzaz) sedangkan yang
kedua lafal terakhirnya ra' (baca: Bazzar).
4) Dua perawi yang namanya tertulis " "الثوزي dan الثوزي" ", yang
pertama memakai lafal tsa' dan ra' (baca: al-Tsauriy) sedang
yang kedua memakai ta'dan za' (baca: al-Tauziy).
c. Apakah terdapat batasan tertentu tentang nama-nama tersebut?
1) Sebagian besar tidak mempunyai batasan tertentu karena
sudah banyak dikenal. Mengenal perawi dengan nama tertentu
tersebut berdasarkan hafalan.
2) Sebagian ada yang mempunyai batasan tertentu dan ini ada 2
macam:
a) Apabila dinisbatkan kepada satu atau beberapa kitab
tertentu, seperti yang disebutkan nama"یساار" (baca:
145. Baik letak perbedaan lafal tersebut dari segi titik atau syakalnya.
223
Yasaar) yang terdapat dalam kitab al-Shahihain dan al-
Muwaththa' tidak lain yang dimaksud adalah Muhammad
bin" بشار " (baca: Basysyaar).
b) Mempunyai batasan secara umum, maksudnya tidak
terikat dengan kitab tertentu, seperti nama " "سلام
semuanya memakai tasydid dan hanya ada 5 kata yang
tidak bertasydid.
d. Faedahnya
Mengerti tentang mu'talifdan mukhtalif adalah sangat penting untuk
mengetahui nama-nama perawi yang sebenarnya, sehingga Ali bin al-
Madiniy menyatakan, " bentuk tashif yang paling hebat adalah pada nama-
nama perawi" sebab dia tidak bisa dimasukkan qiyas dan tidak ada
dalilnya.146 Jadi faedahnya adalah untuk menghindari kekeliruan
ketika menyebutkan nama-nama perawi tertentu.
e. Karya terkenal di bidang al-Mu'talifdan al-Mukhtalif
1) Kitab al-Mu'talifdan al-Mukhtalif karya Abdul Gahni Said.
2) Kitab al-Akmaal karya Ibnu Makula dan catatan kakinya oleh
Abu Bakar bin Nuqthah.
6. al-Mutasyabih147
a. Pengertian
Al-Mutasyabih adalah isim fa'il dari mashdar " al-tasyaabuh"
semakna dengan al-tamaasul yang berarti: serupa.
146. Lihat al-Nukhbah, hal. 68147. Masalah ini terkait erat dengan dua macam bahasan di atas yaitu tentang Muttafiq
dan Muftariq serta Mu'talif dan Mukhtalif.
224
Menurut istilah, al-mutasyabih adalah keserupaan nama- nama
perawi, baik lafal dan tulisannya (khathnya) dan berlainan nama orang
tuanya (ayahnya) dari segi lafal, tidak tulisannya atau sebaliknya.148
b. Contoh
1) Dua perawi yang mempunyai nama yang tertulis "محمد بنyang ,"عقیل pertama dibaca dengan lafal ain yang didlamah dan
yang kedua dibaca fathah. Dua perawi tersebut serupa namanya
dan berbeda nama orang tuanya (ayahnya).
2) Dua perawi, yang satu namanya tertulis "شریح بن النعمان"
(memakai huruf Syin) dan yang lainnya "شریح بن النعمان"
memakai hurufSyin ). Kedua perawi tersebut berbeda dan
serupa nama orang tuanya (ayahnya).
c. Faedahnya
Faedah mengetahui mutasyabih adalah agar tepat dalam
menyebutkan nama-nama perawi, terhindar dari salah ucap dan tidak
terjebak dalam tashif serta menghilangkan keraguan.
d. Bentuk-bentukdari Mutasyabih
Ada beberapa bentuk lain dari mutasyabih, yang paling penting
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Kesamaan nama perawi dan ayahnya kecuali berbeda satu ataudua huruf, seperti: جببرو محمد بنحنینمحمد بن
2) Kesamaan nama perawi dan ayahnya, baik berupa tulisan dan
lafalnya, tetapi berbeda permulaan dan akhirnya, hal ini ada dua
bentuk :
148. Walaupun serupa dari segi lafal dan tulisannya namun berbeda ucapannya dan ada kesamaan baiktulisan atau ucapan dari nama orang tuanya (ayahnya).
225
a) Adakalanya terjadi pada dua nama dalam satu jumlah,
seperti: 149 بن الأسودبن یزید و یزیدالأسودb) Adakalanya terjadi pada sebagian huruf, seperti :
یوب بن سیار و أیوب بن یارىأ
e. Karya terkenal di bidang Mutasyabih
1) Talkhis al-Mutasyabih fi al-Rasm wa Himayah ma Usykila minhu 'an
Bawadiral-Tashnish wa al-Wahm, karya al-Khatib al-
Baghdadiy.
2) Taaliy al-Talkhis, karya al-Khatib. Kitab ini merupakan
penyempurnaan dari kitab di atas dan keduanya adalah
kitab yang bagus dan tertinggi di bidang ilmu ini.150
7. Al-Muhmala. Pengertian
Al-Muhmal menurut bahasa adalah bentuk isim maf'ul dari
mashdar " al-ihmaal" searti dengan kata al-tarku (meninggalkan).
Dikatakan demikian, karena seolah-olah si perawi telah
meninggalkan namanya tanpa menyebutkan tanda yang
membedakan dengan lainnya.
Menurut istilah, al-Muhmal adalah seorang perawi
meriwayatkan hadis dari dua orang yang sama namanya atau dari
dua orangyang namanya dan nama ayahnya sama dan seterusnya,
149. Bentuk seperti ini ada sementara ulama yang menamakannya dengan mutasyabih maqlubdan merupakan salah satu bentuk isbat dalam hati bukan dalam tulisan yang mungkin bisaterbalik dalam penyebutan terhadap sementara nama perawi. AL-Khatib menyusun kitabdalam bidang ini yang berjudul " Rafi'al-Irtiyabfi al- Maqlub min al-Asma' wa al-
Ansaab".
150. Ada dua naskah yang sempurna di perpustakaan Dar al-Kutub al-Mishriyah dan sya jugapunya satu judul naskah tentang kitab tersebut.
226
dan tidak terdapat tanda-tanda khusus yang membedakan antara satu
dengan lainnya.
b. Kapan Ihmal itu dianggap mengkhawatirkan?
Thmal itu dinyatakan bahaya bila salah satu di antara kedua perawi
tersebut bersifat tsiqah dan yang lainnya dla'if karena kita tidak mengerti
dari siapa di antara mereka yang sebenarnya yang diambil riwayatnya.
Bila kebetulan perawinya dla'if maka dla'iflah hadis tersebut. Jika
keduanya sama-sama tsiqah maka tidak berbahaya karena hadis yang
diriwayatkannya berkualitas shahih.
c. Contoh
1) Keduanya sama-sama tsiqah, seperti hadis yang pernah
diriwayatkan oleh al-Bukhariy dari Ahmad (tanpa menyebut
nasab) dari Ibnu Wahb. Nama Ahmad tersebut mungkin yang
dimaksud adalah Ahmad bin Shalih atau Ahmad bin Isa.
2) Yang satu tsiqah dan lainnya dla'if, seperti 2 orang perawi yang
sama-sama bernama Sulaiman bin Daud. Jika yang dimaksud
nama tersebut adalah al-Khaulaniy maka dia adalah perawi
yang tsiqah, namun jika yang dimaksud adalah al-Yamaniy
maka dia perawi yang dla'if.
d. Perbedaan antara Muhmal dan Mubham
Kalau muhmal disebut nama perawinya namun belum jelas siapa
sebenarnya nama tersebut, sedang mubham tidak disebut namanya.
e. Karya terkenal di bidang Muhmal
Yaitu, kitab al-Mukmalfi Bayan al-Muhmal, karya al-Khatib.
227
1. Al-Mubhama. Pengertian
Al-Mubham menurut bahasa adalah bentuk isim maful dari al-
ibham (samar) lawan kata dari al-iidlaah (jelas).
Menurut istilah, al-mubham adalah seorang perawi yang tidak
disebutkan secara jelas namanya, baik dalam matan atau sanad atau
siapa orang yang ada hubungan riwayat dengannya.
b. Perlunya mengetahui Mubham
1) Untuk mengetahui keadaan perawi, jika terjadi dalam sanad,
sehingga bisa diketahui kualitas hadisnya.
2) Jika terjadi dalam matan, maka mempunyai banyak faedah
dan yang paling menonjol adalah bisa diketahuinya siapa
pelaku kisah dan si penanya sebenarnya. Jika dia baik maka
bisa diketahui keutamaannya, jika sebaliknya maka
selamatlah kita dari prasangka buruk.
c. Cara mengetahui Mubham
Mubham bisa diketahui dengan salah satu dari 2 cara berikut ini,
yaitu:
1) Dengan disebutkannya nama secara jelas pada riwayat lain.
2) Dari penentuan ahli sejarah.
d. Macam-macam Mubham
Dilihat dari segi sangat atau tidaknya ibham terdapat 4 macam,
yakni:
1) " "atau "رجل : sebagaimana hadis Ibn Abbas ,"امرآة
یا رسول الله صلى الله عليه وسلم: أن رجلا قال
الحج كل عام ؟ ھذا الرجل ھو الأقرع ابن حابس
228
yang dimaksud dengan al-rajul dalam hadis diatas adalah al-
Aqra'ibn Habis.
229
2) " "الإبن atau "البنت", sebagimana hadis Ummi 'Athiyah:
ھى زینب رضي الله عنھابماء وسدر،.النبي صلى الله عليه وسلم بنتفى غسل
Yang dimaksud dengan bintu dalam hadis di atas adalah Zainab
radliyallahu anha.
3) "العم" atau "العمة", sebagaimana hadis:
إسم عمھ ظھیر. فى النھى عن المخابرةعميعن
رافعبن
nama 'Am yang dimaksud adalah Dhahir bin Rafi' dan seperti
hadis :
إسم. جابر التى بكت أباه لما قتل یوم أحدعمة
عمتھ فاطمة بنت عمرو
nama 'Ammah yang dimaksud adalah Fatimah binti'Amr.4) " " النوج atau" :sebagaimana hadis dalam Shahihain ,"الزوجة
إسم زوجھا سعد بن خولة. سبیعةزوج
nama Zauj (suami) yang dimaksud adalah Sa'ad bin Khaulah dan
seperti hadis:
. القرظى فطلقھاعبد الرحمن بن الزبیر التي كانت نحت رفاعةزوجة
إسمھا تمیمة بنت وھب
nama Zaujah (istri) yang dimaksud adalah Tamimah binti Wahb.
e. Karya terkenal di bidang Mubham
Ulama yang menyusun kitab di bidang Mubham adalah banyak
sekali. Antara lain adalah Abdul Ghani bin Sa'id, al-Khatib dan al-
Nawawiy. Yang terbaik dan lengkap adalah kitab yang berjudul " al-
Mutafaad min Mubhamaat al-Matn wa al-Isnad" karya Waliyu al-Din al-
Iraqiy.
9. Perawi Wuhdan
a. Pengertian
Menurut bahasa, kata wuhdan adalah bentuk jama' dari kata
wahid yang berarti: satu. Menurut istilah, perawi wuhdan adalah para
perawi hadis di mana dari masing-masing perawi tersebut hanya
ada seorang saja yang meriwayatkan hadis darinya.
Faedah ilmu tentang perawi wuhdah adalah untuk mengetahui
perawi yang ternyata belum jelas identitasnya dan bisa ditolak
riwayatnya jika ternyata dia bukan sahabat.
b. Contohnya
1) Dari kalangan sahabat, seperti Urwah bin Mudlras, hanya
Sya'by yang meriwayatkan hadis darinya. Dan Musayyab
bin Hazan, hanya Said anaknya yang meriwayatkan hadis
darinya.
2) Dari kalangan tabi'in seperti Abul Usyarak, hanya
Hammad bin Salamah yang meriwayatkan hadis darinya.
c. Apakah al-Bukhariy dan Muslim mentakhrij hadis dari Perawi
Wuhdan?
230
1) Al-Hakim dalam kitab al-Madkhal menyebutkan, bahwa
Imam Bukhariy dan Muslim tidak mentakhrij hadis dan
riwayat seperti ini dalam kitab shahih mereka.
2) Menurut sebagian besar ulama ahli hadis, banyak hadis dari
perawi wuhdan yang berasal dari kalangan sahabat terdapat
di kedua kitab shahihnya Imam Bukhariy dan Imam Muslim,
seperti:
-Hadis tentangwafatnya AbuThalib yang ditakhrij oleh
Imam Bukhariy dan Muslim dari Musayyab bin Hazan.
Hanya Qais bin Abu Hazim yang meriwayatkan hadis
tersebut dari Mardis al-Aslamiy.
عن مرداس الأسلام یذھب الصالحون الأول قیس بن أبى حازم
فالأول ولا راوى لمرداس غیر)أخرجھ البخارى(قیس
Hanya Qais bin Abu Hazim yang meriwayatkan
hadis ini dari Mardas al-Aslamiy. Hadis ini ditakhrij oleh
Imam al-Bukhariy.
d. Karya terkenal di bidang perawi wuhdah
Yaitu, kitab " al-Munfaradat wa al-Wuhdan" karya Imam Muslim.
10. Perawi yang memiliki banyak nama dan sifat
a. Pengertian
Yaitu, seorang perawi yang disifati dengan banyak nama gelar
dan nama panggilan. Contohnya seperti Muhammad bin Saib al-
Kalabiy, dia mempunyai beberapa nama, yaitu antara lain Abu Nadlar,
Hammad bin Saib, dan Abu Said.
2 3 1
b. Faedahnya
1) Agar tidak terjadi kerancuan pada nama seseorang dan
menghindari salah sangka bahwa nama tersebut milik orang
banyak.
2) Mengungkap adanya tadlis syuyukh.
c. Al-Khatib sering menggunakan hal itu pada guru-gurunya.
Sebagai contoh, al-Khatib pernah meriwayatkan hadis dari Abu
Qasim al-Azhariy, dari Ubaidillah bin Abu Fath al-Farisiy, dan dari
Ubaidillah bin Ahmad bin Usman al-Shairafiy, padahal nama- nama
tersebut adalah milik satu orang.
d. Karya terkenal dalam bidang ini
1) Jidlaah al-Asykal, karya al-Hafidh Abdul Ghaniy bin Said.
2) Mudlihu Auham al-Jama'I wa al-Tafriq, karya al-Khatib al- Baghdadiy.
11. Mengenal Mufradat dari nama asal, gelar dan namapanggilan
a. Maksud mufradat adalah seorang sahabat, perawi pada umumnya
atau salah satu ulama yang mempunyai nama asal, gelar atau nama
panggilan yang tidak sama dengan para perawi dan ulama lain.
Biasanya ia merupakan nama- nama yang asing dan sulit diucapkan.
b. Faedah mengetahuinya adalah agar tidak terjadi salah tulis atau
salah baca pada nama-nama yang asing tersebut,
c. Contoh
1) Tentang nama asal
a. Di kalangan sahabat, seperti nama Ahmad bin Ajyan
dan Sandar( ).سنداووعجیانبنأخمد
b. Selain sahabat, seperti nama Autsath bin Amr dan
Dlarib bin Naqir bin Saqir أوسط بن عمرو و ضارب(
232
).بن ناقر بن ساقر2) Tentang gelar (kunyah)
a. Di kalangan sahabat, seperti al-Hamra, seorang
budak yang dimerdekakan Rasulullah SAW yang
nama asalnya Hilal bin Haris.
b. Selain sahabat, seperti Abu al-Abidin yang nama
asalnya Mu'awiyah bin Saburoh.
3) Tentang nama panggilan (laqab)
a. Di kalangan sahabat, seperti Sufyanah, seorang
budak yang dimerdekakan Rasulullah SAW yang
nama asalnya Mahram.
b. Selain sahabat, seperti Mandal yang nama asalnya
Amr bin Ali al-Ghazzi al-Kufi.
c. Karya terkenal di bidang Mufradat.
Al-Hafidh Ahmad bin Harun al-Bardijiy telah
mengarang sendiri di dalam sebuah kitab yang beliau
namakan dengan " al-Asma' al-mufradah". Bisa juga
dijumpai di bagiaan akhir dalam beberapa kitab yang
membahas tentang biografi perawi hadis, seperti kitab "
Taqrib al-Tahdzib" karya Ibnu Hajar.
12. Mengenal perawi yang terkenal dengan gelarnya
a. Maksud pembahasan ini
Yang dimaksud dengan pembahasan ini adalah untuk meneliti
para perawi yang terkenal dengan gelar (kunyah)-nya, agar bisa
diketahui nama aslinya yang tidak terkenal.
b. Faedahnya.
Terkadang ada seseorang yang pada suatu saat disebut dengan
nama aslinya yang tidak terkenal dan terkadang disebut dengan
gelarnya yang sudah dikenal, sehingga terjadi ambigu bagi orang
233
yang belum mengenalnya dan menyangka bahwa kedua sebutan nama itu
adalah dua orang padahal satu. Untuk mengatasi hal ini perlu membahas
masalah perawi yang gelarnya lebih dikenal.
d. Sistem pembahasan masalah ini
Gelar dari seorang disusun berdasarkan tertib (urutan) huruf hijaiyah
kemudian disebut nama aslinya, seperti pada bab hamzah pertama
disebutkan " Abu Ishak" berikut nama aslinya dan di bab ba' disebut nama "
Abu Bisyr" berikut nama asalnya dan seterusnya.
d. Macam-macam perawi yang memiliki gelar dan contohnya
1) Nama asal dan gelarnya sama, seperti Abu Bilal al- As'ary.
2) Yang dikenal hanya gelarnya, dan tidak diketahui apakah
mempunyai nama asli atau tidak, seperti Abu Unas.
3) Seseorang yang disamping dikenal nama asalnya, juga gelar
(kunyah) dan nama panggilan, seperti Abu Turab nama panggilan
dari Ali bin Abi Thalib dan gelarnya Abu al-Hasan.
4) Seseorang yang mempunyai dua gelar atau lebih, seperti Ibnu
Juraij yang bergelar Abu Walid dan Abu Khalid.
5) Seseorang yang diperselisihkan gelarnya, seperti Usamah bin
Zaid, ada yang mengatakan bergelar Abu Muhammad, Abu
Abdillah dan Abu Kharijah.
6) Dikenal gelarnya dan diperselisihkan nama aslinya seperti Abu
Hurairah terdapat 30 pendapat tentang nama asal beliau dan nama
ayahnya. Pendapat yang masyhur adalah Abdur Rahman bin
Shahr.
7) Diperselisihkan nama asal dan gelarnya, seperti Sufyanah. Ada
yang mengatakan namanya Umair Shalih atau Mahram. Dan
gelarnya ada yang mengatakan Abu Abdur Rahman
234
dan Abu Bakhtari.
8) Nama asal dan gelarnya sama-sama dikenal seperti Abu Abdillah
yang maksudnya adalah Sufyan al-Tsauriy, Malik, Muhammad
bin Idris al-Syafi'iy, Ahmad bin Hambal dan Abu Hanifah al-
Nu'man bin Tsabit.
9) Terkenal gelarnya dan diketahui nama asalnya, seperti Abu Idris
al-Khaulaniy yang nama asalnya Aidzullah.
10) Dikenal nama gelarnya sama, seperti Thalhah bin Ubaidillah al-
Taimiy, Abdur Rahman bin Arif dan Hasan bin Ali bin Abu
Thalib yang Guruhnya bergelar Abu Muhammad.
e. Karya terkenal di bidang gelar (kunyah) perawi.
Ada beberapa ulama yang menyusun buku tentang gelar perawi
hadis, di antaranya adalah Ali bin al-Madiniy, Muslim, Nasa'iy dan
yang paling populer adalah kitab " al-Kunaa wa al-Asma", karya al-
Daulabiy Abu Basyar Muhammad Ahmad (wafat tahun 310 H.).
13. Mengenal Gelar (Laqab) Perawi Hadis
a. Pengertian
Laqab adalah setiap sifat dari perawi yang memberikan kesan
menjunjung dan memuji atau menjatuhkan dan mencela pada perawi yang
bergelar tertentu. Dan maksud pembahasannya adalah meneliti gelar para
muhaddis dan perawi untuk dikenal dan diketahui.
b. Faedahnya
1) Untuk menghindari salah sangka terhadap satu orang yang
terkadang disebut dengan nama asalnya dan terkadang dengan
gelarnya sebagai dua orang padahal satu orang.
2) Untuk mengetahui latar belakang pemberian gelar tersebut
235
yang kebanyakan tidak sesuai dengan keadaan lahir dari si pemilik gelar
itu sendiri.
c. Macamnya
Gelar yang diberikan kepada seorang perawi ada 2 macam :
1) Yang tidak boleh didefinisikan; yaitu gelar yang tidak disenangi
oleh orang yang bergelar.
2) Yang boleh didefinisikan; yaitu gelar yang disenangi oleh orang
yang bergelar.
d. Contoh
1) " ;"الضال gelar bagi Mu'awiyah bin Abdul Karim al-Dlall. Gelar
ini diberikan kepadanya karena dia pernah tersesat di jalanan kota
Makkah.
2) gelar bagi Abdullah bin Muhammad al-Dla'if. Gelar ;"الضعیف"
ini diberikan kepadanya karena dia lemah badannya, bukan
ucapannya. Abdul Ghani bin Sa'id mengatakan, " Dua orang laki-
laki terpandang yang pernah menyandang gelar buruk yaitu al-Dlall dan al-
Dlaif " .
3) " yang berarti orang yang ; "غندر melakukan keributan. Gelar ini
diberikan oleh Ibnu Juraij kepada Muhammad bin Ja'far al-
Bashariy, teman Syu'bah yang membuat keributan pada waktu
Ibnu Juraij datang ke kota Bashrah untuk membacakan sebuah
hadis.
4) gelar yang disandang Isa bin Musa ;"غنحار" al-Taimiy karena
kedua pipinya merah.
5) " menurut riwayat Imam Bukhary gelar ini diberikan ;"صاعقة
kepada Muhammad bin Ibrahim al-Hafidh, karena daya
ingatannya hebat.
6) gelar bagi Abdullah bin Umar al-Amawiy yang ;"مشكدانة"
menurut bahasa Parsi berarti: biji atau wadah buah misik.
236
-gelar diberikan kepada Abu Ja'far :“مطین“ (7 al-Hadlramiy, karena
pada waktu masih kecil pernah bermain-main di dalam air dan
melumuri punggungnya dengan tanah liat, kemudian Abu
Na'im berkata kepadanya: " Wahai orang berlumuran tanah jangan
datang ke majlis ilmu".
e. Karya terkenal dalam bidang ini.
Ulama muqaddimin dan mutaakhirin banyak yang menyusun buku
tentang masalah di atas dan yang paling ringkas dan baik adalah Nazhatul
Albab karya al-Hafidh Ibnu Hajar.
14. Mengenal Perawi yang dinisbatkan kepada selainayahnya
a. Pengertian
Maksud pembahasan ini, adalah untuk mengetahui para perawi
yang namanya terkenal dinisbatkan kepada selain ayahnya, yakni
kepada orang dekatnya, seperti ibu, kakak atau orang lain seperti
yang merawatnya kemudian mengetahui nama ayahnya. Dan
faedahnya adalah menghindari anggapan bahwa terdapat nama
ganda, ketika dia dinisbatkan kepada ayahnya.
b. Macam-macam dan contohnya
1) Nasab kepada ibunya, seperti:
■ Mu'adz Mu'awwadz dan "Audz Banu 'Afrak nama
ayahnya al-Haris.
■ Bilal bin Hammamah, nama ayahnya Rabbah
■ Muhammad bin Hanafiyyah, nama ayahnya Ali bin Abi
Thalib.2) Nasab kepada neneknya (dekat/jauh), seperti:
237
ayahnya sendiri bernama Umayyah.
■ Bashir bin Khashashiyah adalah ibu yang ketiga dari
kakeknya dan ayahnya sendiri bernama Ma'bad.
3) Nasab kepada kakeknya, seperti:
■ Abu Ubaidah bin Jar'ah, nama aslinya Amir bin Abdullah
bin al-Jarrah.
■ Ahmad bin Hambal yaitu Ahmad bin Muhammad bin
Hambal.
4) Nasab kepada orang lain karena sebab tertentu, seperti:
■ Miqdad bin Amr al-Kindy. Dia juga disebut Miqdad bin
Aswad bin Abdi Yaghust sebagai putra angkat.
c. Karya terkenal dalam bidang ini
Buku yang khusus membicarakan tentang hal ini belum ada, namun
banyak buku yang secara umum membahas biografi juga menyebutkan
nasabnya.
15. Mengenal perawi yang dinisbatnya tidak sesuai dengan
kenyataannya
a. Urgensi pembahasan ini
Banyak perawi yang mengkaitkan dengan suatu tempat tinggal,
nama suatu peperangan, dan pekerjaannya, akan tetapi terkadang tidak
sesuai dengan kenyataannya karena mempunyai motif tertentu. Oleh
karenanya, hal itu perlu dibahas untuk mengetahui nisbat yang
sebenarnya, motif dan latar belakang pemakaian nisbat tersebut.
b. Contoh
1) Abu Mas'ud al-Badriy dia tidak terbukti pernah ikut perang
badar, namun kebetulan bertempat tinggal di Badar.
238
2) Yazid al-Faqir, sebenarnya dia tidak fakir, namun karena dia
sakit tulang punggungya.
3) Khalid al-Hadzdza, dia bukan tukang sepatu, namun selalu
bergaul dengan orang-orang yang bekerja sebagai tukang sepatu.
c. Karya terkenal dalam bidang ini
Yaitu, Al-Ansab karya al-Sumaniy, yang diringkas oleh Ibnu al-Asir
dalam buku al-Lubab Fi tahdzib al-Ansab Lalu, diringkas kembali oleh al-
Suyuthiy dalam judul buku LubbulAlbaab.
16. Mengenal biografi perawi hadis
a. Pengetian.
Yang dimaksud di sini adalah mengetahui waktu lahir para perawi,
dari siapa mereka mendengar hadis, ke negeri mana saja mereka
mengadakan perlawatan dalam rangka mencari hadis dan waktu wafatmereka.
b. Pentingnya biografi perawi
Bidang bahasan tentang biografi perawi hadis sangat penting untuk
diketahui. Dengan demikian, akan memudahkan untuk mengetahui
bersambung-tidaknya suatu sanad hadis. Sufyan al-Tsauriy berkata,
"Ketika para pemalsu hadis menggunakan kebohongannya sebagai
senjata, kamipun menggunakan tarikh (biografi perawi) sebagai senjata.
Telah terjadi, beberapa orang mengaku telah menerima hadis dari orang-
orang tertentu, namun setelah dilihat biografinya ternyata ia tidak terbukti
menerima riwayat hadis, karena orang-orang yang diakuinya telah
menyampaikan hadis itu, sudah meninggal dunia jauh sebelum ia
mengatakan pengakuannya".
239
c. Contoh
1) Menurut pendapat yang benar, usia Nabi Muhammad SAW.
Abu Bakar dan Umar adalah 63 tahun.
a) Rasulullah SAW, wafat pada waktu dluha (pagi), hari senin
tanggal 12 Rabiul Awal 11 H.
b) Abu Bakar wafat pada bulan Jaumadil Awal tahun 13 H.
c) Umar bin Khaththab wafat pada bulan Dzul Hijjah tahun 23
H.
d) Utsman terbunuh pada tahun 35 H dalam usia 82 tahun Ada
yang mengatakan 90 tahun.
e) Ali terbunuh pada bulan Ramadlan tahun 40 H dalam usia 63
tahun.
2) Dua sahabat yang hidup 60 tahun pada masa jahiliyah, 60
tahun pada masa Islam dan meninggal pada tahun 54 H
adalah Hakim bin Hizam dan Hisam bin Tsabit.
3) Tokoh empat madzhab.
a) Al-Nu'man bin Tsabit (Abu Hanifah), lahir pada tahun 54 H
dan wafat pada tahun 150 H.
b) Malik bin Anas, lahir pada tahun 93 H dan wafat pada tahun
179 H.
c) Muhammad bin Idris al-Syafi'iy, lahir pada tahun 150 H dan
wafat tahun 204 H.
d) Ahmad bin Hambal, lahir pada tahun 164 H dan wafat tahun
241 H.
4) Penyusun kitab hadis standart
a) Muhammad bin Ismail al Bukhariy lahir pada tahun 194 H
dan wafat pada tahun 256 H.
b) Muslim bin Al-Hajjaj al-Naisaburiy lahir pada tahun 204 H
dan wafat tahun 261 H.
c) Abu Daud al-Sijistaniy lahir pada tahun 202 H dan
240
wafat tahun 275 H.
d) Abu Isa al-Turmudziy151 lahir pada tahun 209 H dan wafat
tahun 279 H.
e) Ahmad bin Syuaib al-Nasaiy lahir pada tahun 214 H dan
wafat tahun 313 H.
f) Ibnu Majjah al-Qazwiniy lahir pada tahun 207 H dan wafat
tahun 275 H.
d. Karya terkenal di bidang biografi perawi.
1) Kitab al-Wafiyat, karya Ibnu Zabr Muhammad bin Ubaidillah al-
Raba'iy, seorang ahli hadis dari Damaskus (wafat 379 H). Kitab
ini disusun berdasarkan tertib tahun.
2) Catatan kaki kitab di atas oleh al-Kattaniy, al-Afakniy, al- Iraqiy
dan seterusnya.
17. Mengenal perawi tsiqah yang ikhtilath
a. Pengertian Ikhtilath
Menurut bahasa ikhtilath berarti: rusak akalnya. Menurut istilah,
ikhtilath berarti rusak akal atau perkataannya tidak teratur
disebabkan karena faktor ketuaan (pikun), buta atau catatannya rusak
dan lain sebagainya. Seperti:
1) Atha' bin Saib al-Tsaqafi al-Kufiy dipandang ikhtilath karena
faktor ketuaan (pikun).
2) Abdul Razaq bin Hamam al-Shan'aniy, ikhtilath karena buta.
3) Abdullah bin Luhai'ah al-Mishriy, ikhtilath karena kitabnya
(catatannya) terbakar.
151. Terdapat pendapat tentang tahun kelahirannya. Sebagian besar ahli sejarah tidakmenentukan secara pasti, akan tetapi mereka menyebutkan bahwa lahirnya padaperiode pertama abad ketiga, dan sebagian menyatakan tahun 209 H, sebagaimanapensyarah kitab "al-Syama'il" yaitu Muhammad bin Qosim Jayus, juz I, hal. 4
241
b. Hukum riwayat perawi yang ikhtilath
1) Sebelum terjadi ikhtilath riwayatnya bisa diterima.
2) Sesudah terjadi ikhtilath tidak bisa diterima, demikian juga
tidak diterima jika masih diragukan apakah riwayatnya ada
sebelum atau sesudah ikhtilath.
c. Perawi Ikhtilath dalam Shahih Bukhari-Muslim
Imam Bukhari dan Imam Muslim pernah mentakhrij hadis
dalam kedua kitab shahihnya dari perawi tsiqah yang pada waktu
meriwayatkannya sebelum ikhtilath.
d. Karya terkenal di bidang tentang Perawi Ikhtilath
Banyak ulama telah menyusun kitab tentang perawi ikhtilath,
seperti al-Ala'iy, al-Hazimiy dan di antara karya mereka adalah kitab
al-Iqhtibath biman rama bi al-ikhtiyath, karya al-Hafidh Ibrahim bin
Muhammad Sibth bin al-'Ajamiy (wafat 841 H).
18. Thabaqat (generasi) ulama dan perawi hadis
a. Pengertian
Menurut bahasa, thabaqat berarti: suatu kaum yang sepadan.
Sedangkan menurut istilah, thabaqat adalah suatu kaum yang
berdekatan, baik dari segi usia maupun isnadnya, atau dari segi
isnadnya saja.152
Maksud berdekatan dari segi isnad adalah guru-guru seorang
perawi juga guru-guru perawi yang lain, atau guru-guru mereka
sama.
152. Lihat Tadrib al-Rawi, Juz II, hal. 381
242
b. Faedahnya
1) Dengan mengetahui tabaqat, dapat terhindar dari kerancuan
terhadap perawi yang serupa namanya, serupa nama
panggilannya dan sebagainya.
2) Mengerti hakekat yang dimaksudkan dengan riwayat
an'anah.
c. Adakalanya, ada perawi -dengan pertimbangan tertentu-
ditempatkan dalam satu thabaqat dengan perawi yang lain, tapi -
karena pertimbangan yang lain- dia juga berada dalam dua
thabaqat; seperti Anas bin Malik. Ia ditempatkan se-tabaqat dengan
perawi lain dari kelompok sahabat kecil, dan ia juga bersama
dengan sepuluh sahabat (yang mendapat jaminan masuk surga)
berada dalam satu thabaqat, selain juga adanya pertimbangan untuk
mengklasifikasikan mereka semua dalam satu thabaqat, yakni
golongan sahabat.
Berdasarkan jumlah para sahabat yang pertama kali masuk Islam,
jumlah thabaqat sahabat menjadi lebih dari sepuluh, sebagaimana
keterangan yang lalu, sehingga Anas bin Malik dan lainnya tidak
termasuk kelompok thabaqat sepuluh.
d. Penelitian ulama hadis tentang Thabaqat
Seorang peneliti hadis hendaknya mengetahui tanggal lahir dan
wafatnya para perawi, disamping diketahui siapa saja yang menerima
riwayat darinya dan dari siapa saja dia menerimanya. Tema ini yang
menjadi dasar pembahasan dalam penelitian yang dilakukan ulama
hadis yang menfokuskan pada sisi thabaqat para perawi hadis.
e. Karya terkenal tentang Thabaqat
1) al-Thabaqat al-Kubra, karya Ibn Sa'ad.
243
2) Thabaqat al-Qurra', karya Abu Amr al-Damiy.
3) Thabaqat al-Syafi'yah al-Kubra, karya Abdul Wahab al- Subky.
4) Tazkirah al-Huffadh, karya al-Zahaby.
19. Perawi Mawali
a. Pengertian
Menurut bahasa, kata mawali bentuk jama' dari kata maula yang
mempunyai banyak arti dan masing-masing saling bertentangan. Yakni,
maula bisa berarti: seorang juragan (tuan), budak atau hamba sahaya. Kata
maula juga berarti: orang yang memerdekakan budak atau berarti: budak yang
dimerdekakan.
Menurut istilah, maula adalah nama seorang perawi yang
dibangsakan kepada suatu suku orang lain karena sumpah setia kepada
suku tersebut, yang dibangsakan kepada suku orang yang
memerdekakannya atau yang dibangsakan kepada suku yang meng-
Islam-kannya.
b. Macam-macam Mawali
1) Maula Half; seorang perawi yang namanya dibangsakan
kepada suku orang lain, karena dia telah bersumpah setia
dengan suku itu seperti Imam Malik bin Anas al-Ashbahiy al-
Taymiy. Beliau dikatakan al-Ashbahiy padahal sebenarnya
beliau itu seorang Taymiy.
2) Maula 'Ataqah; seorang perawi yang namanya dibangsakan
kepada suku orang yang memerdekakannya, seperti Abu al-
Bakhtariy al-Tha'iy al-Talbi'iy nama asalnya Sa'ad bin Fairuz,
beliau adalah seorang budak Bani Thaiyik.
3) Maula Islam; seorang perawi yang namanya dibangsakan
kepada suku yang meng-Islam-kannya, seperti Muhammad bin
Ismail al-Bukhariy al-Ja'fiy. Konon kakeknya yang bernama
244
al-Mughiroh adalah seorang Majusi yang kemudian masuk
Islam di hadapan Yaman bin Akhnas al-Ja'fiy.
c. Faedah mengetahui Maula
Di antara faedah-faedah mengetahui perawi mawali adalah
menghindari kejumbuhan pada nama seorang perawi yang dibangsakan
kepada suatu kabilah atau suku tertentu karena hubungan nasab atau
sebab lain, seperti karena sumpah, dimerdekakan atau karena masuk
Islam.
d. Karya terkenal tentang Mawali.
Abu Umar al-Kindiy telah menyusun sebuah kitab tentang perawi-
perawi yang hanya dibangsakan kepada orang-orang Mesir saja.
20. Mengenal perawi tsiqah dan perawi dla’if.
a. Pengertian dan Faedah
Menurut bahasa, al-tsiqah adalah seseorang yang bisa dipercaya,
sedang al-dla'if (lemah) lawan kata dari al-qawiy (kuat) yang berarti: perawi
yang lemah. Menurut istilah; al-tsiqah adalah perawi yang adil dan
dlabith.153) Sedangkan dla'if adalah seorang perawi yang cacat sifat adil
atau dlabithnya.
Dua hal tersebut, termasuk materi penting dalam ilmu hadis, sebab
lantaran mengetahui 2 hal tadi akan dapat diketahui mana hadis yang
shahih dan mana hadis yang dla'if.
b. Karya terkenal tentang perawi tsiqah-dha'if
1) Karya khusus tentang perawi-perawi tsiqah seperti kitab
245
153. Pengertian adil dan dlabith bisa dilihat kembali pada pembahasan tentang definisi hadis shahih.
al-Tsiqat karya Ibnu Hibban dan kitab al-Tsiqat karya al- 'Adadiy.
2) Karya khusus tentang perawi-perawi dla'if, seperti kitab al-
Dlu'afa’, karya al-Bukhariy, al-Nasa'iy, Uqailiy dan al-
Daruquthniy, kitab al-Kamilfi al-Dlu'afa’, karya Ibnu Uday dan
kitab al-Dzahabiy.
3) Karya gabungan tentang al-tsiqah dan al-dha'if, seperti kitab
Tarikh al-Bukhariy al-Kabir, al-Jarh wa al-Ta'dil karya Ibnu Abi
Hakim, al-Kamal fi asma'al-Rijal kaiya Abdul Ghaniy al-
Muqaddasiy dan beberapa kitab lain sebagai penyempurna
kitab terdahulu, seperti: kitab karya al-Maziy, al-Dzahabiy,
Ibnu Hajar dan Khazraziy.
21. Mengenal negeri asal para perawi.
a. Pengertian dan Faedahnya
Yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah mengenal tempat
kelahiran dan tempat tinggal para perawi. Dan di antara faedah
mengenalnya adalah agar bisa dibedakan antara dua perawi yang
kebetulan namanya sama persis namun tempat kelahiran dan tempat
tinggalnya berbeda.
b. Latar belakang bangsa Arab dan bangsaasing membangsakan
dirinya.
1) Pada mulanya bangsa Arab membangsakan dirinya kepada
suku mereka, karena kebanyakan mereka adalah suku Baduwi
yang suka mengembara (nomaden), sehingga pertalian
kesukuan lebih kuat dari pada pertalian daerah. Ketika agama
Islam datang dan berkembang luas serta sudah banyak yang
menguasai daerah, mereka membangsakan namanya kepada
negeri atau daerah mereka.
2) Sedangkan bangsa asing sejak dulu membangsakan kepada
246
daerah asal mereka.
c. Bagaimana caranya membangsakan seseorang yang berpindah dari negeri
asalnya.
1) Apabila menggabungkan antara kedua negeri asal dan tempat
tinggal baru, hendaknya mendahulukan yang pertama kemudian
tempat tinggal yang baru dan sebaiknya membubuhi kata "ثم"yang berarti: kemudian di antara dua daerah tersebut, seperti" فلان
المدنىثمالحابي ". Demikian carayang dipakai oleh kebanyakan orang.
2) Apabila tidak ingin menggabungkan keduanya maka bisa
dibangsakan salah satu di antaranya. Cara seperti ini jarang sekali
dipakai.
d. Bagaimana membangsakan seseorang yang berasal dari suatu desa yang
menjadi bagian suatu kota ?
1) Seseorang bisa membangsakan kepada desa itu.
2) Seseorang bisa juga membangsakan kepada kota yang
membawahi desa tersebut.
3) Dan bisa juga membangsakan kepada suatu kawasan dari kota
tersebut, seperti membangsakan seseorangyang lahir di desa al-
Bab yang masuk wilayah kota Habab yang berada di kawasan
Syam (Siria), maka boleh dikatakan: Fulan al- Babiy, Fulan al-habaliy
atau Fulan al-Syamiy.
e. Berapa lama masa yang bisa dipakai patokan seseorang untuk membangsakan
dirinya kepada suatu negeri yang didiami?. Menurut pendapat Abdullah bin
Mubarok selama 4 tahun.
f. Karya terkenal dalam bidang ini.
1) Kitab al-Ansab, karya al-Sam'aniy.
247
2) Kitab al-Thabaqat al-Kubra, karya Ibnu Sa'ad.
Pembahasan ini adalah bagian yang terakhir dari sekian banyak
bahasan dalam buku ini, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya. Amin.
248
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an al-Karim
Al-Dzahabiy, Mizan al-I'tidal fi Naqdi al-Rijal,Tahqiq Ali Muhammad al-Bajawiy,
Isa Babi al-Halabiy wa al—Syirkah, tahun 1370 H.
Al-Fairuzzabadi, al-Qamus al-Muhith, Cet. Al-Maimaniyah, Mesir.
Al-Hakim al-Naisaburiy, al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, Nasyr al- Nashru al-
Hadis, Riyad.
Al-Hakim al-Naisaburiy, Ma'rifatu Ulum al-Hadis, Nasyr Doktor Sayid
Mu'adhohim Husain, Dairah al-Ma'arif al-Usmaniyah.
Al-Kaatib al-Baghdadiy, al-Kifayah fi Ilmi al-Riwayah, Dar al-Ma'arif al-
Utsmaniyah, India, tahun 1375 H.
Al-Kaatib al-Baghdadiy, al-Muttafiq wa al-Muttariq,.
Al-Kaatib al-Baghdadiy, Tarikh al-Baghdadiy, Nasyr Darul al-Kitab al-Arabi,
Beirut.
Al-Kaththabiy, Ma'alinu al-Sunan, Tahqiq Ahmad Muhammad Ahmad Syakir
dan Muhammad Hamid al-Faqiy, Ansharu al-Sunnah al-
Muhammadiyah, tahun 1382 H.
Al-Kattaniy, al-Risalah al-Mustathrifah li bayani Masyhuri Kutub
al-Sunnah al-Musyarrafah, Tahqiq al-Syaikh Muhammad al-Mutashir al-Kattaniy, Nasyr Dar al-Fikr.
Al-Sakhawiy, Fatkhu al-Muqhis syarah Alfiyah al-Hadis, TahqiqAbdurahman Utsman, Nasyr al-Salafiyah Madinah.
Al-Suyuthiy, Tadrib al-Rawi di Taqrib al-Nawawiy,Tahqiq Abdul al-Wahab Abdul al-Latif, Cet., II, tahun 1385 H.
Al-Syafi'iy, al-Risalah, Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir.
Ibnu Hajar, Nazhah al-Nadhar Syarah Nukhbah al-Fikr, Nasyr al-Maktabah al-Ilmiyah, Madinah.
Ibnu Shalah, Ulum al-Hadis, Tahqiq Doktor Muhammad NuruddinAtar, Nasyr al-Maktabah al-Alamiyah, Madinah, tahun 1386H/.
Shahih al-Bukhariy, dan Syarahnya Fatkhu al-Bariy, Tahqiq AbdulAziz bin Baz, Cet Salafiyah, Kairo, tahun 1380 H.
Shahih al-Bukhariy, Cetakan Bulaq, tahun 1296 H.
Shahih Muslim dan Syarahnya al-Nawawiy, Cet. I, al-Azhar, Mesirtahun 1347 H.
Sunan al-Daruquthniy, Tashih Sayid Abdullah Hasyim al-yamani al-Madaniy.
Sunan al-Turmudziy beserta Syarahnya Tuhfah al-Ahwadziy, Cet. Mesir,Nasyr Muhammad Abdul Muhshin al-Qurtubiy.
Sunan Ibnu Dawud, Cet. Al-Hind ala al-Hajar.
Sunan Ibnu Majah, Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, Cet. IsaBani al-Halabiy wa Syirkah, tahun 1372 H.
Syarah Alfiyah al-Iraqiy, Cet. Maroko.
250
INTISARI ILMU HADITSDalam Islam, hadits merupakan salah satu sumber hukum
yang paling penting dalam melakukan istinbath al-hukm.
Hukum Islam (syari'ah islamiah) senantiasa digali dari
teks-teks hadits yang sahih, baik dari segi sanad maupun
matan. Ini dilakukan dalam rangka menghasilkan hukum-
hukum yang rajih. Ke-rajih-an sebuah hukum sangat
ditentukan oleh kualitas hadits atau teks-teks suci
lainnya. Dalam tradisi intelektual muslim, tradisi untuk
menjaga kualitas sebuah hadits telah lahir dan menjelma
ke dalam disiplin dengan ulum al-hadits. Buku ini konsep
dan definisi-definisi p dengan ulum al-
top related