hubungan perubahan pola menstruasi setelah pemasangan kontrasepsi iud
Post on 29-Jan-2016
45 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORISTIK
2.1. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang “Hubungan perubahan pola menstruasi setelah
pemasangan kontrasepsi IUD dengan kejadian anemia pada akseptor
kontrasepsi IUD di wilayah kerja UPTD puskesmas Sembung kabupaten
Tulungagung” yang pernah dilakukann suhartatik tahun 2014, Desain
penelitian adalah desain penelitian korelasional dengan menggunakan
pendekatan cross sectional.Populasi yang digunakan adalah seluruh akseptor
kontrasepsi IUD yang ada di UPTD Puskesmas Sembung Kabupaten
Tulungagung sebanyak 127 orang. Sampel menggunakan sebagian akseptor
kontrasepsi IUD yang ada di UPTD Puskesmas Sembung Kabupaten
Tulungagung sebanyak 97 responden.Teknik sampling menggunakan simple
random sampling. Variabel independent yang digunakan perubahan pola
menstruasi. Variabel dependent yang digunakan kejadian anemia. Instrumen
menggunakan lembar kuesioner dan Hb sahli. Analisa data menggunakan
uji Chi Square
Hasil penelitian didapatkan hampir seluruh dari responden pola
menstruasinya tidak normal yaitu sebanyak 81 responden (83,4%) dan sebagian
besar dari responden terjadi anemia ringan yaitu sebanyak 50 responden
(51,5%). Hasil analisa didapatkan nilai p-value 0,000<0,05 yang artinya ada
8
hubungan perubahan pola menstruasi setelah pemasangan kontrasepsi IUD
dengan kejadian anemia pada akseptor kontrasepsi IUD di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Sembung Kabupaten Tulungagung.
Perubahan pola menstruasi setelah pemasangan kontrasepsi IUD dapat
menyebabkan anemia yang mana apabila tidak segera diatasi dibiarkan lama
berlarut-larut, maka akan mempengaruhi kondisi fisik responden sehingga akan
berpengaruh pada kelangsungan pemakaian kontrasepsi IUD.
Dan dalam karya tulis ilmiah ini peneliti menggunakan desain
penelitian analitik observasional dengan menggunakan pendekatan cross
sectional, populasi yang digunakan seluruh akseptor IUD dan non akseptor IUD
di Puskesmas Bago kec. Besuk kab. Probolinggo, sampel menggunkana
sebagaian akseptor IUD dan non akseptor IUD, sampel yang diambil dengan
cara non probabilitaty dengan teknik Random sampling instrument
menggunakan lembar observasi dan pemeriksaan Hb, analisa data
menggunakan chi square.
2.2. Tinjauan Teoristik
2.2.1. Keluarga Berencana
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan
jarak anak yang diinginkan, agar dapat mencapai hal tersebut, maka
dibuatlah beberapa cara termasuk kontrasepsi atau pencegahan
kehamilan dan perencanaan keluarga, metode kontrasepsi bekerja
dengan dasar mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi sel
9
telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah dibuahi agar
tidka terjadi implantasi (melekat) dan berkembang dalam rahim,
kontrasepsi dapat bersifat reversible (kembali) atau permanen (tetap).
Kontrasepsi yang reversible adalah metode kontrasipsi yang dapat
dihentikan setiap saat tanpa efek lama dalam mengembalikan
kesuburan karena melibatkan tindakan operasi (Sulistyawati, 2012)
Faktor yang memengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah
efektifitas, keamanan, frekuensi pemakaian, efek samping, serta
kemauan dan kemampuan untuk melakukan kontrasipsi secara teratur
dan benar. Selain hal tersebut, pertimbangan kontrasepsi juga
didasarkan atas biaya serta peran dari agama dan kultur budaya
mengenai kontrasepsi tersebut, factor lainnya adalah frekuensi
melakukan hubungan seksual (Sulistyawati, 2012)
2.2.2. Tujuan progam KB
Tujuan umumnya adalah membentuk keluarga kecil sesuai
dengan kekuatan social ekonomi suatu keluarga, dengan cara
pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan
sejahtera dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan lain
meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan,
peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Hal ini sesuai
dengan teori pembangunan menurut Alex Inkeles dan David Smith
yang mengatakan bahwa pembangunan bukan sekedar perkara
10
pemasok modal dan teknologi saja tapi juga membutuhkan sesuatu
yang mampu mengembangkan sarana yang berorientasi pada masa
sekarang dan masa depan, memiliki kesanggupan untuk
merencanakan, dan percaya bahwa manusia dapat mengubah alam,
bukan sebaliknya (Sulistyawati, 2012)
2.2.3. Dampak program KB terhadap pencegahan kelahiran
Program KB bertujuan untuk memenuhi permintaan pelayanan
KB dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitaas serta mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya
akan meningkatkan kualitas penduduk dan mewujudkan keluarga
keluarga kecil berkualitas, sasaran utama kinerja program KB adalah
sebagai berikut
a) Menurunnya jumlah pasangan usia subur (PUS) yang ingin
melaksanakan KB namun pelayanan KB tidak terlayanai (unmet
need) menjadi sekitar 6,5%
b) Meningkatnya partisipasi laki-laki dalam melaksanakan KB
menjadi sekitar 8%
c) Menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi 2,4% per
perempuan
Hal ini memungkinkan perempuan untuk menghindari kehamilan
ketika mereka tidak ingin hamil, merencanakan kehamilan ketika
mereka melakukan dan mendorong kesehatan mereka sendiri,
11
sehingga dalam prosesnya akan menghasilkan kesehatan yang
signifikan, serta manfaat ekonomi dan social bagi individu
perempuan itu sendiri, keluarga, komunitaas, dan keseluruhan
masyarakat
2.2.4. Macam-macam metode kontrasepsi (Hartanto, 2013)
a) Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)
Alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi
yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta
menghentikan kesuburan, yang digunakan dengan jangka panjang,
yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi mantap
b) Metode kontrasepsi jangka pendek (non MKJP)
yang termasuk dalam kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan
metode-metode lain selain metode yang termasuk dalam MKJP
2.2.5. Pemilihan kontrasepsi yang rasional menurut Hartanto, 2013
a) Fase menunda atau mencegah kehamilan
Fase menunda atau mencegah kehamilan pada PUS dengan usia
istri kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda
kehamilannya
b) Fase menjarangkan kehamilan
Periode usia istri anatar 20-30/35 tahun merupakan periode usia
paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan
jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun
12
c) Fase menghentikan atau mengakhiri kehamilan
Periode umur istri diatas 30-35 tahun sebaiknya mengakhiri
kesuburannya setelah mempunyai 2 orang anak
Tabel II.1 Urutan pemilihan kontrasepsi yang rasional
Fase
menunda
kehamilan
Fase menjarangkan
kehamilam
2 - 4
20 tahun 30-35 Tahun
Fase Tidak hamil
lagi/mengakhiri
kesuburan
1. Pil
2. IUD
3. Sederhana
4. Implan
5. Suntikan
1. IUD
2. Suntikan
3. Minipil
4. Pil
5. Implan
6. Sederha
na
1. IUD
2. Suntikan
3. Minipil
4. Pil
5. Implan
6. Sederha
na
7. Steril
1. Streil
2. IUD
3. Implan
4. Suntikan
5. Sederhana
6. Pil
Sumber: Hartanto, 2013
2.3.Konsep dasar kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD)
2.3.1. Pengertian
Intra Uterine device (IUD) adalah alat kecil berbentuk-T terbuat
dari plastik dengan bagian bawahnya terdapat tali halus yang juga
terbuat dari plastik. Sesuai dengan namanya IUD dimasukkan ke
dalam rahim untuk mencegah kehamilan. Pemasangan bisa dengan
rawat jalan dan biasanya akan tetap terus berada dalam rahim sampai
dikeluarkan lagi. IUD mencegah sperma tidak bertemu dengan sel
telur dengan cara merubah lapisan dalam rahim menjadi sulit
ditempuh oleh sperma (Hartanto, 2013).
13
Gambar II.1 Contoh kontrasepsi IUD
Sumber: Ridwanaz, 2013
2.3.2. Cara kerja
a) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopi
b) Memperngaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
c) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,
walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk kedalam alat
reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk
fertilisasi
d) Memungkinkan mencegah implantasi telur dalam uterus (Biran
Afandi, dkk, 2011)
2.3.3. Kelebihan dan kelemahan Kontrasepsi IUD
Kelemahan dan kelebihan kontrasepsi IUD menurut Widyatun, 2012
a) Beberapa kelebihan dari kontrasepsi Intra uterine devise (IUD).
1) Sangat efektif mencegah kehamilan, sekali pakai terus
berfungsi sampai dibuka. 0,6 - 0,8 kehamilan/100
14
perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125
- 170 kehamilan).
2) Pencegahan kehamilan untuk jangka yang panjang sampai
5-10 tahun.
3) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
4) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus
(apabila tidak terjadi infeksi).
5) Dapat digunakan sampai menopause.
6) Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
7) Membantu mencegah kehamilan ektopik.
8) Tidak perlu diingat-ingat seperti jika memakai pil
atau tidak terganggu faktor lupa.
9) Dapat dibuka kapan saja (oleh dokter/bidan).
10) Segera berfungsi (AKDR dapat efektif segera setelah
pemasangan)
b) Kelemahan kontrasepsi IUD
1) Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada infeksi
menular karena dapat memperparah.
2) Spiral tidak melindungi dari berbagai penyakit yang menular
melalui hubungan seksual, termasuk HIV/AIDS.
15
3) Efek samping umum terjadi perubahan siklus haid, haid lebih
lama dan banyak, perdarahan antar mensturasi, saat haid lebih
sakit.
4) Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan
dalam pemasangan IUD.
5) Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah
pemasangan IUD. Biasanya menghilang dalam 1 - 2 hari.
6) Klien tidak dapat melepas IUD oleh dirinya sendiri. Petugas
terlatih yang dapat melepas
7) Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi
apabila IUD dipasang segera setelah melahirkan)
8) Perempuan harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke
waktu
9) Kadang-kadang suami dapat merasakan sewaktu bersenggama.
2.3.4. Efek samping intra Uterine device (IUD)
a) Fluor albus
Penggunaan IUD akan memicu rekurensi vaginosis bacterial
yaitu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang
disebabkan bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri
anaerob menggantikan Lactobacillus yang mempunyai
konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina.
16
b) Gangguan Siklus Menstruasi
merupakan masalah umum dari penggunaan KB Spiral.
Adapun gangguan yang peling sering adalah siklus menstruasi
menjadi tidak teratur, disertai keam dan sakit perut dalam
waktu cukup lama.
c) Perforasi
merupakan efek samping KB Spiral/IUD yang terjadi pada
proses pemasangan, yang dapat memicu pendarahan pada
jaringan rahim.
d) Masalah hormonal
seperti mual perubahan suasana hati, jerawat, sakit kepala, dan
nyeri payudara juga sering terjadi setelah Pemasangan KB
Spiral / IUD dan akan hilang setelah beberapa bulan.
e) Kista ovarium
juga sangat mungkin terjadi saat pemasangan KB Spiral setelah
persalinan. Hal ini dikarenakan, adanya pengaruh keadaan
hormon progesteron pada wanita.
f) Penyakit radang panggul
karena pada dasarnya KB spiral adalah benda asing yang
masuk ke dalam tubuh (organ reproduksi), sehingga sangat
mungkin menyebabkan iritasi karena tubuh anda menolak
17
benda asing tersebut, dan biasanya ditandai dengan penyakit
radang panggul.
g) Kehamilan ektopik atau kehamilan di luar kandungan
mungkin terjadi karena pemasangan KB Spiral / IUD. Kondisi
ini menyebabkan janin tidak mampu tumbuh dengan baik
sehingga harus dikeluarkan.
2.3.5. Macam-macam IUD menurut Hartanto, 2013
a) Un-Medicated IUD
1) Lippes Loop
Diperkenalkan pada awal 1960 an dan dianggap sebagai
IUD standart, terbuat dari polyethylene (suatu plastic insert
secara biologic) ditambah barium sulfat
ada 4 macam macam IUD lippes loop
(1) Lippes loop A : Panjang 26,2 mm, lebar 22,2
mm, benang biru, satu titik pada pangkal IUD dekat
benang ekor
(2) Lippes loop B : Panjang 25,2 mm, lebar 27,4
mm, 2 b3nang hitam, bertitik 4
(3) Lippes loop C : Panjang 27,5 mm, lebar 30,0
mm 2 benang kuning, bertitik 3
(4) Lippes loop D : Panjang 27,5 mm, lebar 30,0
mm, 2 benang putih, bertitik 2
18
b) Medicated IUD
1) Copper IUD
Yang paling dikenal sampai saat ini
(1) CuT 200 = Tatum T
(2) CuT-200B
(3) CuT-200Ag
(4) CuT-220C
(5) CuT-380A
(6) CuT-380Ag
(7) CuT-380S
(8) Nova T
(9) ML Cu-375
c) Mengandung hormone
1) Progestasert – Alza T dengan daya kerja 1 tahun
2) LNG- 20 : mengandung levonorgestrel
2.3.6. Efektivitas IUD (Hartanto, 2013)
a) Efektivitas dari IUD dinyatakan dalam angka kontinuitas
(continuation) yaitu berapa lama IUD tetap tinggal in utero
tanpa :
1) Ekspulsi spontan
2) Terjadinya kehamilan
19
3) Pengangkatan atau pengeluaran karena alas an medis atau
pribadi
b) Efektifitas dari IUD tergantung pada
1) IUD nya
(1) Ukuran
(2) Bentuk
(3) Mengandung Cu atau progesterone
2) Akseptor
(1) Umur
(2) Paritas
(3) Frekuensi senggama
Dari faktor yang berhubungan dengan akseptor yaitu
umur dan paritas diketahui bahwa makin tua usia, maka
makin rendah kehamilan, ekspulsi dan pengangkatan
atau pengeluaran IUD, Makin muda usia, terutama pada
nulligravid, makin tinggi ekspulsi dan pengangkatan
atau pengeluaran IUD
2.3.7. Persyaratan pemakaian IUD
a) Usia reproduktif
b) Tidak dalam keadaan hamil ataupun perkiraan hamil
c) Menginginkan kontrasepsi jangka panjang
20
d) Menyusui yang ingin menggunakan kontrasepsi jangka
panjang
e) Setelah mengalami abortus dan tidak ada tanda infeksi
f) Risiko rendah dari IMS
g) Tidak menghendaki metode hormonal
h) Tidak menyukai untuk mengingat minum pil dan tidka suka
suntik (Biran Afandi, kk, 2011)
2.3.8. Waktu penggunaan
a) Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien
tidak hamil
b) Hari pertama sampai ke-7 siklus haid
c) Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau
setelah 4 minggu pascapersalinan ; setelah 6 bulan apabila
menggunakan metode amenorea laktasi (MAL). Perlu diingat,
angka ekspulsi tinggi pada pemasangan segera atau selama 48
jam pascapersalinan
d) Setelah menderita abortus ( segera atau dalam waktu 7 hari )
apabila tidak ada gejala infeksi
e) Selama 1 sampai 5 hari setelah senggamayang tidak
dilindungi (Biran Afandi, kk, 2011)
21
2.3.9. Kontra-indikasi insersi IUD
a) Kontra indikasi absolute
1) Infeksi pelvis yang aktif
2) Kehamilan atau persangkaan kehamilan
b) Kontra indikasi relative kuat
1) Partner seksual yang banyak
2) Kesukaran mendapat pertolongan gawat darurat apabila
terjadi komplikasi
3) Cervicitis akut atau purulent
4) Kelainan darah yang tidak diketahui sebabnya
5) Gangguan respon tubuh terhadap infeksi
6) Kelainan pembekuan darah
c) Keadaan lain yang dapat merupakan kontra indikasi untuk
insersi IUD
1) Penyakit katup jantung
2) Kelainan bawaan uterus yang abnormal
3) Sedang menderita infeksi genetalia
4) Uterus yang kecil sekali
5) Endometriosis
6) Ketidakmampuan mengetahui tanda tanda bahaya dari
IUD
7) Anemia
22
2.3.10. Prosedur insersi IUD
a) Pemberian analgetika dan sedativa bila diperlukan.
b) Pasang spekulum dalam vagina dan perhatikan serviks serta
dinding-dinding vagina.
c) bila mungkin, kerjakan papanicolaou smear dan pemeriksaan
bakteriologis terhadap Gonorrhoe
d) Lakukan pemeriksaan dalam bimanual untuk menentukan
besar, bentuk, posisi dan mobilitas uterus, serta untuk
menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan adanya infeksi
atau keganasan dari organ-organ sekitarnya.
e) Pasang kembali spekulum dalam vagina, dan lakukan
desinfeksi endoserviks dan dinding vagina.
f) Pasang tanakulum pada bibir serviks atas, lakukan tarikan
ringan pada untuk meluruskan dan menstabilkan uterus. Ini
akan mengurangi perdarahan dan risiko perforasi.
g) Lakukan sondage uterus.
h) Masukkan IUD sesuai dengan macam alatnya
i) Lepaskan IUD dalam bidang transverse dari cavum uteri pada
posisi setinggi mungkin difundus uteri. Bila terasa ada
tahanan sebelum mencapai fundus, jangan dipaksakan,
keluarkan alatnya dan lakukan re-insersi.
j) Keluarkan tabung insertasinya
23
k) Periksa dan gunting benang ekor IUD sampai 2-3 cm dari
ostium utteri eksternum.
l) Keluarkan tenakulum dan spekulum.
Catatan : IUD jangan dibiarkan lebih lama dari 2 menit di
dalam tabung insersinya, karena ia akan kehilangan
bentuknya (terutama untuk Lippes Loop) (Widyatun, 2012).
2.3.11. Petunjuk bagi klien
a) Kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu
pemasangan AKDR
b) Selama bulan pertama menggunakan AKDR, periksalah
benang AKDR secara rutin terutama setelah haid
c) Setelah bulan pertama pemasangan, hanya perlu memeriksa
keberadaan benang setelah haid sperti mengalami :
1) Kram/kejang diperut bagian bawah
2) Perdarahan (spotting) diantara haid atau setelah
senggama
3) Nyeri setelah senggama atau apabila pasangan
mengalami tidak nyaman selama melakukan hubungan
seksual
d) Kembali ke klinik apabila :
1) Tiidak dapat meraba benang AKDR
2) Merasakan bagian yang keras dari AKDR
24
3) AKDR terlepas
4) Siklus terganggu/meleset
5) Terjadi pnegeluaran cairan darivagina yang
mencurigakan
6) Adanya infeksi (Biran Afandi, kk, 2011)
2.4.Konsep Anemia
2.4.1. Pengertian
Anemia didefenisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau
penurunan konsentrasi hemoglobin dalam sirkulasi darah.anemia yang
diterima secara umum adalah kadar Hb kurang dari 12,0 gr/100
( Varney H,2006 ).
2.4.2. Etiologi
Penurunan produksi eritrosit, yaitu terdiri dari:
a) Peningkatan sintesis hemoglobin seperti defisiensi zat besi dan
thalasemia.
1) Rusaknya sintesis DNA karena penurunan vitamin B12
(cobalamin) dan defisiensi asam folat.
2) Pencetus terhadap penurunan jumlah eritrosit seperti anemia
aplastik, anemia dari leukemia, dan penyakit kronik.
b) Perdarahan
1) Akut, bisa disebabkan karena trauma dan rupturnya pembuluh
darah.
25
2) Kronik, seperti gastritis, menstruasi dan hemoroid.
c) Peningkatan penghancuran eritrosit
1) Intrinsik : hemoglobin yang tidak normal, defisiensi enzim
(G6PD)
2) Ekstrinsik : trauma fisik, antibodi, infeksi dan toksik (malaria)
(putrysumba,2013)
2.4.3. Klasifikasi anemia
Klasifikasi anemia menurut amin huda dan Hardhi Kusuma 2015
dalam buku aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis
dan NANDA
a) Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsung
tulang belakang
1) Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
2) Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
3) Kerusakan sumsum tulang
b) Anemia akibat kekurangan eritropoitietin
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia akibat perdarahan kronik
c) Anemia hemolitik
1) Intraposkular
2) Ekstraposkular
26
d) Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sahli. Menurut WHO 2002 hasil pemeriksaan
Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Normal : Hb >12 gr%/dl
2) Ringan sekali : Hb 10 – 12 gr%/dl
3) Ringan : Hb 8– 9,9 gr%/dl
4) Sedang : Hb 6– 7,9 gr%/dl
5) Berat : Hb < 6 gr%/dl
2.4.4. Faktor penyebab terjadinya anemia
a) Kurangnya asupan makanan yang banyak mengandung zat besi,
vitamin B12 dan vitamin C yang sangat penting untuk
pembentukan sel darah merah
b) Mereka yang vegetarian tidak mengkonsumsi daging
menyebabkan tubuh kekurangan vitamin B 12
c) Kekurangan asam folat
dapat menyebabkan anemia karena asam folat sangat dibutuhkan
tubuh untuk memproduksi sel darah merah yang sehat, yang
terdapat pada sayuran hijau mentah dan hati hewani (sapi)
d) Mengalami menstruasi yang berlebihan
e) Efek samping dari obat obatan tertentu
27
Jenis obat tertentu yang mungkin sering dikonsumsi dapat
menyebabkan kemampuan metabolism tubuh untuk menyerap
vitamin atau zat besi bahkan berakibat pada infeksi lambung
seperti jenis obat aspirin, anti inflamasi, pil KB dll
f) Efek samping dari pengobatan dengan operasi atau pembedahan
Operasi ini dapat menyebabkan tubuh terserang anemia dan
kurang dapat menyerap zat besi dan vitamin B12
g) Adanya penyakit kronis
Seperti lupus, penyakit ginjal, masalah dengan kelenjar tieoid,
adanya penyakit ini juga dapat melumpuhkan kemampuan
pembentukan sel darah merah dan berujung pada anemia. (Degon,
2014)
2.4.5. Manifestasi klinik
a) Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb,
vasokontriksi
b) Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2
berkurang)
c) Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung)
menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada SSP
d) Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea,
konstipasi atau diare) (putrysumba, 2013).
28
2.4.6. Pemeriksaan Penunjang
Jenis pemeriksaan yang dilakukan untuk kasus anemia menurut amin
huda dan hardi kusuma 2015 dalam buku aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnose medis dan NANDA
a) Pemeriksaan laboratorium
1) Tes penyaring, tes ini dilakukan pada tahap awal kasus anemi
2) Pemeriksaan darah seri anemia : hitung Leukosit,ttrombosit, laju
endap darah (LED) dan hitung retikulosit
3) Pemeriksaan sumsum tulang
4) Pemeriksaan atas indikasi khusus
b) Pemeriksaan labolatorium nonhematologis : faal ginjal, asam urat,
faal hati
c) Pemeriksaan sitogenik
d) Pemeriksaan biologi molekuler
e) Radiologi
2.4.7. Alat uji anemia dengan pemeriksaan Hb sahli menurut Sumantri, 2012
Mengukur kadar hemoglobin berdasarkan warna yang terjadi akibat
perubahan Hb yang menjadi asam hematin oleh adanya HCL 0,1 N
a) Tujuan pemeriksaan Hemoglobin
Pemeriksaan hemoglobin dilakukan untuk mendeteksi adanya
anemiadan penyakit ginjal. Peningkatan hemoglobin dapat
29
menunjukan indikasi adanya dehidrasi, penyakit paru-paru
obstruksi menahun, gagal jantung kongestif dan lain-lain
b) Bahan Pemeriksaan
Darah kapiler atau darah vena dan darah tepi.
c) Prinsip pemeriksaan
Mengukur kadar HB berdasarkan warna yang terjadi akibat
perubahan Hb yang menjadi asam hematin oleh adanya HCl 0,1N
d) Alat dan bahan
1) Haemometer set terdiri dari :
Tabung pengukur
Tabung standar warna
Pipet Hb dengan pipa karetnya
Pipet HCl
Batang pengaduk
Botol tempat HCl dan aquadest
Sikat pembersih
2) Perlak kecil dan pengalas
3) Kapas alkohol 70%
4) Jarum/Lancet
5) Handscoon steril
6) Kapas kering
7) Bengkok
30
Gambar II.2 Contoh alat ukur pemeriksaan kadar hemoglobih dengan
digital
Gambar II.3 Contoh alat ukur pemeriksaan Hb sahli
2.5. Hubungan pemakain kontrasepsi IUD dengan kejadian anemia
IUD ini berbahan dasar padat, maka pada saat dinding rahim
bersentuhan dengan IUD bisa saja terjadi perlukaan. Hal inilah yang dapat
mengakibatkan keluarnya bercak darah (spotting) diluar masa haid. Demikian
pula ketika masa haid, darah yang keluar menjadi lebih banyak karena ketika
31
haid, terjadi peluruhan dinding rahim. Proses ini menimbulkan perlukaan di
daerah rahim, sehingga apabila IUD mengenai daerah tersebut, maka akan
menambah volume darah yang keluar pada masa haid. IUD merupakan benda
asing didalam rahim sehingga rahim perlu beradaptasi dengan kondisi ini.
Masa adaptasi ini berlangsung selama tiga bulan pertama dengan ditandai
dengan timbulnya bercak darah (spotting) dan perubahan siklus haid yang
lebih lama dan lebih banyak (Biran, 2011).
Penggunaan IUD dapat meningkatkan resiko kesehatan yang
disebabkan oleh karena kehilangan darah yang banyak pada saat menstruasi.
IUD bersinggungan dengan endometrium sehingga menimbulkan inflamasi
dan lekosit yang mempengaruhi pengeluaran histamin, aktivator plasminogen
meningkat, mikrovaskularisasi, timbul erosi supervisial dan permeabilitas
vasculair meningkat serta sintetis prostaglandin pada endometrium atau
timbulnya radikal bebas yang berpengaruh terhadap perlukaan endometrium
sehingga pemakaian IUD atau spiral dapat meningkatkan pengeluaran darah 2
kali saat menstruasi. Rata-rata seorang perempuan mengeluarkan 32 ml setiap
siklus menstruasi 28 hari pada perempuan yang tidak memakai kontrasepsi
menjadi 80 ml per bulan pada pemakai IUD, kondisi yang memudahkan
terjadinya perdarahan adalah infeksi pada mulut rahim atau adanya
pertumbuhan tumor jinak yang dikenal dengan istilah polip serviks. Karena
itu, sebaiknya penderita memeriksakan diri ke dokter spesialis
kandungan. Bila infeksi pada leher rahim cukup berat, maka benang IUD yang
32
ada pada permukaan mulut rahim juga dapat menyentuh daerah mulut rahim
yang terinfeksi dan mengakibatkan terjadinya perdarahan. (Tatang,2014)
Kondisi lain yang juga memudahkan terjadinya perdarahan adalah
infeksi pada mulut rahim atau adanya pertumbuhan tumor jinak yang dikenal
dengan istilah polip serviks. Karena itu, sebaiknya Anda memeriksakan diri ke
dokter spesialis kandungan. Bila infeksi pada leher rahim cukup berat, maka
benang IUD yang ada pada permukaan mulut rahim juga dapat menyentuh
daerah mulut rahim yang terinfeksi dan mengakibatkan terjadinya perdarahan.
Dalam kondisi infeksi berat umumnya ginekolog akan mengganti IUD dengan
jenis kontrasepsi lain selama masa pengobatan.(Tatang,2014).
top related