hubungan muslim tionghoa dengan keluarganya...
Post on 18-May-2019
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN MUSLIM TIONGHOA DENGAN KELUARGANYA NON
MUSLIM DALAM SISTEM PEMBAGIAN WARIS
(Studi di Yayasan Haji Karim Oie)
Skripsi
Diajukan pada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Neng Emawati
NIM: 11140440000067
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
iv
ABSTRAK
Neng Emawati. NIM 11140440000067. HUBUNGAN MUSLIM
TIONGHOA DENGAN KELUARGANYA NON MUSLIM DALAM
SISTEM PEMBAGIAN WARIS ( Studi Di Yayasan Haji Karim Oie ).
Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H / 2018 M. x + 66 halaman + 45
lampiran.
Indonesia dengan berbagai ras serta sukunya yang berbeda-beda, yang tidak
memiliki hukum yang pasti. Salah satunya dalam Pembagian Waris yang selama
ini menjadi sebab rusaknya hubungan dalam kekeluargaan. Hampir semua orang
ingin mendapatkan bagiannya sebagai ahli Waris. Dalam hal Skripsi ini mengkaji
Hubungan Muslim Tionghoa dengan keluarganya Non Muslim Dalam sistem
pembagian Waris.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan muslim
Tionghoa dengan keluarganya (Non Muslim) pada sistem pembagian Waris,
pembagian ahli Waris pada muallaf Tionghoa. Dan analisis penulis terhadap
sistem pembagian Waris muallaf Tionghoa dalam hukum Islam. Penelitian ini adalah penelitian sosiologis-empiris yaitu penelitian teknik lapangan.
Sumber data diperoleh dari data primer dan skunder. Data primer yaitu data yang
berkaitan dengan isu dan diterima langsung dengan cara melakukan wawancara
dengan narasumber yang berhubungan dengan rumusan masalah dalam penelitian
ini. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan, buku-buku, jurnal
dan tesis. Pendekatan ini menggunakan kualitatif yaitu, melakukan kajian dengan
deskripsi data yang dikumpulkan berupa kata-kata bukan angka-angka. Adapun
teknik analisis data dilakukan dengan cara kualitatif yang menghasilkan data
deskriptif analisis yaitu, menggambarkan masalah-masalah yang terkait terhadap
kasus-kasus yang diteliti, studi pustaka berupa buku-buku, jurnal, tesis dan artikel,
wawancara dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hubungan muslim Tionghoa
dengan keluarganya non muslim dalam sistem pembagian Waris ada yang
mempunyai hubungan yang baik dan tidak baik. Hubungan tersebut menyebabkan
seseorang mendapatkan atau terputus bagiannya sebagai ahli Waris. Sistem
pembagian Waris pada muallaf Tionghoa berdasarkan asas kekeluargaan dengan
hasil bermusyawarah dan pembagian sama rata. Analisis pada pembagian Waris
anak perempuan muallaf Tionghoa dengan Hukum Islam berbeda yang mereka
gunakan dengan pembagian secara kekeluargaan. Pembagian Waris anak laki-laki
muallaf Tionghoa dengan hukum Islam sama yaitu dengan bagian 2 kali bagian
dari anak perempuan. Pembagian Waris anak angkat muallaf Tionghoa dengan
hukum Islam berbeda yang seharusnya tidak melebih 1/3 bagian. Pembagian
Waris Wasiat Hibah Muallaf Tionghoa sama dengan hukum Islam.
Kata Kunci : Waris, Islam, Tionghoa
Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, MA
Daftar pustaka : 1982 s/d 2017
v
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “ Hubungan Muslim Tionghoa Dengan Keluarganya
Non Muslim Dalam Sistem Pembagian Waris (Studi Di Yayasan Haji Karim
Oie)”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada manusia yang
membawa risalah kebenaran yakni baginda Nabi besar Muhammad Saw.,
keluarga serta para sahabatnya yang mulia yang merupakan panutan bagi seluruh
umat manusia di dunia.
Skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa adanya bantuan bimbingan,
arahan, dukungan, dan kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Rektor Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. H. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil
Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.
3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua Program Studi Hukum Keluarga UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta;
4. Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H. Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Hj. Hotnidah Nasution, MA Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan akademik, memberikan
motivasi, dan memberikan masukan-masukan dalam penyususnan skripsi ini
dari awal hingga akhirnya dapat terselesaikan;
6. Dr. Hj. Azizah, MA dosen penasehat Akademik yang telah memberikan
arahan-arahan semasa studi;
vi
7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahaan,
yang tidak bisa penulis sebut semuanya tanpa mengurangi rasa hormat
penulis;
8. Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum, Staf Perpustakaan Nasional yang telah memberikan pelayanan
kepada penulis serta memberikan fasilitas untuk mengadakan studi
kepustkaan guna menyelesaikan skripsi ini;
9. Yayasan Haji Karim Oie dan Jamaah Muallaf Yayasan Haji Karim Oie, yang
telah membantu memberikan pelayanan kepada penulis serta memeberikan
akses kepada penulis dalam mencari data-data sebagai rujukan penulis;
10. Yang teristimewa yaitu otang tua Penulis, Bpk. H. Memed Hidayat dan
Ibunda Hj. Titin Kusmawati, kakak penulis Deden Agushoim, Jajang Yusuf,
dan keluaga besar yang telah mencurahkan segalanya, memberikan kasih
sayangnya dan doanya untuk kesuksesan penulis. Semoga selalu diberi
keberkahan oleh-Nya. Amin;
11. Yang teristimewa yaitu sahabat-sahabat penulis, Willy Abimanyu, Mawaddah
Febriani, Nanda Sakinah, Henny Wibowo, Riska Widya Astuti, Yudha
Peratiwi Ningrum, Nur Wahyuni Yusran, Syifa Aulia Eka Putri, Legina
Nadhila Qomarani, Syarifah, Shofiya Yesri Rizqia, Rulia Feriera, Fatimah
Ajeng Aulia, Abdurrahman Shaleh, Izzad Dahlevi, Ilham Ramadhan,
M.Kurnia Putra, Gilang Maflana Putra, Harfina Duata, Satria Tunggara,
Usman, Mbak Nurul HmI Situbondo, Diyah Ayu Lestari HmI Lampung.
12. Seluruh teman-teman mahasiswa Hukum Keluarga angkatan 2014, yang telah
menemani penulis dalam menempuh pendidikan di Program Studi Hukum
Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
13. Seluruh Saudara-Saudara IKPDN (Ikatan Keluarga Pondok Pesantren
Darunnajah) -37, IKPDN- JAKARTA Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan,
yang telah memberi masukan dan menyemangati penulis sampai pada
penyusunan skripsi ini;
vii
14. Seluruh keluarga HmI Komfaksy 2014 Hukum Keluarga dan Keluarga Besar
HmI Hukum Keluarga terkhusus kepada Kanda Dr. H. Abdul Halim., M. Ag,
kanda Andi Asyraf Rahman, S.Sy., Kanda Muhammad Irpan S.SY., Kanda
Rahmat Ramdani, SH.,Yunda Eka Kurnia Maulida, S.Sy., S.H., M.Kn ,
Yunda Fachra Irfani SH, Yunda Annisa Mutiara, SH., Yunda Mella
Rosdiyana, SH. yang telah dengan sabar mendidik, menasehati, mengayomi
dan menyemangati penulis sampai pada penyusunan skripsi ini;
15. Seluruh Keluarga HmI Komfaksy 2014 yang memberikan Ilmu Organisasi
dan semangat kepada penulis sampai pada tahap penyusunan skripsi ini;
16. Seluruh keluarga HmI Intermedite Training cabang Malang yang telah
menasehati, dan menyemangati penulis sampai pada penyususnan skripsi ini;
17. Keluarga Besar Senat Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum 2017, yang
juga telah memberikan pengalaman dalam berorganisasi dengan baik
dilingkungan kampus, sehingga penulis daat belajar cara mengelola sistem
dengan baik;
18. Kawan-kawan KKN-Tetralogi 2017 yang juga telah memberikan semangat
serta motivasi penulis sehingga penulis sampai pada penyususnan skripsi ini.
19. Kawan-kawan seperjuangan penulis, Mufidatul, Suci Fauziardi, Satria
Erlangga, M.Sidiq, Yuli Noviyani, Hidayatul Fitri, Neilla Dian, Narzalina,
Maurizka Chairani Agza, dan adik-adik saya Ayu Siti, Windia Indri, Suci
Nurindah, Desi, Nur’aini, Rizka Ramadhani, Sarah Nurul Izzati. yang selalu
menemani dan memberi semangat kepada penulis selama berproses di Ciputat
hingga penulisan skripsi ini selesai.
20. Keluraga Besar DPD PUAN Jak-sel yang selalu memberi Ilmu Organisasi,
semangat dan motivasi-motivasi serta sumber-sumber Infoermasi kepada
penulis selama berproses hingga penulisan skripsi ini selesai.
21. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
semoga Allah membalasnya. Amin.
Penulis menyadari perlu adanya perbaikan dalam skripsi ini, maka dari itu
kritik dan saran yang datang dari para pembaca akan penulis perhatikan dengan
viii
baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya khususnya untuk
mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.
Ciputat, 21 April 2018
Neng Emawati
Penulis
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................iii
ABSTRAK .........................................................................................................iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................v
DAFTAR ISI ......................................................................................................viii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................. 4
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah .......................................... 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 5
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................ 6
F. Metode Penelitian ..................................................................... 7
G. Sistemtika Penulisan.................................................................10
BAB II KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN ADAT
TIONGHOA
A. Kewarisan Menurut Hukum Islam ............................................ 12
1. Pengertian Kewarisan Islam ................................................ 12
2. Dasar Hukum Kewarisan Islam ........................................... 14
3. Rukun dan Syarat Kewarisan Islam ..................................... 16
4. Asas-asas Hukum Kewarisan Islam ..................................... 18
5. Sebab Terhalangnya Waris .................................................. 20
6. Ahli Waris dan Bagiannya ................................................... 22
B. Kewarisan Menurut Adat Tionghoa ......................................... 31
1. Kewarisan Barat ................................................................... 31
2. Kewarisan Dalam Masyarakat Tionghoat ............................ 33
BAB III PROFIL YAYASAN HAJI KARIM OIE
A. Kondisi Geografis Haji Karim Oie ........................................... 36
B. Masuknya Muslim Tionghoa Di Yayasan Haji Karim Oie ...... 37
C. Struktur Yayasan Haji Karim Oie ............................................. 39
D. Peran Yayasan Haji Karim Oie ................................................. 41
E. Kegiatan Yayasan Haji Karim Oie ........................................... 42
BAB IV SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARIS PADA MUALLAF
TIONGHOA DI YAYASAN HAJI KARIM OIE
A. Hubungan Muslim Tionghoa Dengan Keluarganya
(Non Muslim) Pada Sistem Pembagian Waris ......................... 45
1. Hubungan Yang Baik ......................................................... 46
2. Hubungan Yang Tidak Baik ............................................... 48
B. Sistem Pembagian Ahli Waris pada Muallaf Tionghoa............ 50
1. Anak Perempuan ................................................................. 50
x
2. Anak Laki-laki .................................................................... 51
3. Wasiat Hibah ...................................................................... 52
4. Anak Angkat ....................................................................... 52
C. Analisis Penulis Terhadap Waris Muallaf Tionghoa Dengan
Hukum Islam ............................................................................ 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 60
B. Saran ......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 62
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia yang diatur Allah dapat dikelompokan menjadi
dua yang pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan lahir manusia
dengan Allah sang penciptanya. aturan ini dinamakan “hukum ibadat”
Tujuannya untuk menjaga hubungan atau tali persaudaraan antara Allah
dengan hamba-nya yang disebut juga hablu minallah. Kedua, berkaitan
dengan alam sekitarnya. Aturan ini disebut “hukum muamalat” Tujuannya
untuk menjaga hubungan antar manusia dan alamnya atau yang disebut
“hablu minannas”. Diantara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia
adalah aturan tentang harta warisan yaitu, harta dan pemilikan yang timbul
sebagai akibat dari suatu kematian seseorang. Harta yang ditinggalkan oleh
seseorang yang telah meninggal memerlukan pengaturan tentang siapa yang
berhak menerimanya, berapa jumlahnya, dan bagaimana cara
mendapatkannya.1
Hukum Islam merupakan hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Al-hadits yang mengatur segala perbuatan hukum bagi masyarakat yang
menganut agama Islam salah satunya mengenai kewarisan.2 Umumnya
negara-negara Islam atau Negara-negara yang mayoritas muslim yang
memiliki Undang-undang yang mengatur Hukum Kewarisan (Faraidh)
sebagai bagian dari hukum keluarga secara utuh dan menyeluruh. Hukum
Kewarisan Islam mengatur peralihan harta seseorang yang telah meninggal
kepada yang masih hidup.3
Muhammad Amin Suma dalam Hukum Kewarisan Islam adalah
hukum yang mengatur peralihan pemilikan harta peninggalan (tirkah)
1 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PrenadaMedia Group, 2011), h.,
3. 2 Moh. Muhibbin & Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum
Positif Di Indonesia: Edisi Revisi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), h., 7. 3Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PrenadaMedia Group, 2011), h.,
5.
2
pewaris, menetapkan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli Waris,
menentukan berapa bagian dan masing-masing ahli Waris.4
Hukum Waris menurut konsepsi hukum perdata barat yang
bersumber pada kitab Undang-undang Hukum Perdata BW ( Burgerlijk
Wetboek), tentang hak mewaris di-indentikan dengan hak kebendaan yang
akan diwariskan.5 Dengan itu hanyalah hak dan kewajiban yang berwujud
harta kekayaan yang merupakan Warisan yang akan diwariskan.
Di Indonesia hukum perdata sampai sekarang masih beraneka
ragam (Pluralisme), belum mempunyai kesatuan hukum yang dapat
diterapkan untuk seluruh Warga Negara Indonesia. Hukm Waris BW
berlaku bagi orang-orang Tonghoa dan Eropa. Hukum Waris Adat berlaku
bagi orang-orang Indonesia Asli sedangkan Hukum Waris Islam berlaku
bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Islam.6 sedangkan
menurut hukum adat di Indonesia garis pokok penggantian ialah suatu cara
untuk menentukan siapa sesungguhnya ahli Waris di antara Orang- orang
yang sekelompok. keutamaanya dalam lingkungan keluarga si pewaris dan
berapa bagian masing-masing ahli Waris jika hukum Kewarisannya
mengizinkan pembagian.7
Masyarakat Tionghoa merupakan salah satu etnik kelompok yang
menyebar diseluruh Indonesia. Tionghoa sebutan lain untuk Cina yang
sudah resmi menjadi Warga Negara Indonesia. Dengan lahirnya Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia yang status kependudukan mereka pun beralih menjadi warga
Negara Indonesia.8 Masyarakat Tionghoa ini awalnya bergabung dalam
persatuan Tionghoa di Indonesia tahun 1948 yang disebut dengan (PITI),
4 Muhammad Amin Suma, Hukum keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2004), h., 108. 5 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: CV Pedoman
Ilmu Jaya, 1992, Cet. Pertama), h., 74. 6 Suparman Usman dan Yusuf Somawinata,, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h., 189. 7 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral, ( Jakata: PT. Tintamas Indonesia, 1982), h., 19.
8 Permata Press, Undang-Undang Perkawinan Dan Administrasi Kependudukan
Kewarganegaraan, (Jakarta: Permata Press, 2015), h., 185.
3
kemudian tahun 1950 mengubah namanya menjadi partai demokrasi
Tionghoa Indonesia (PDTI).9 Akan tetapi beberapa masyarakat Tionghoa
di Indonesia bergabung dengan salah satu Yayasan. Salah satu Yayasan itu
bernama Haji Karim Oie yang mempunyai tujuan untuk pembauran orang-
orang Cina yang ingin menjadi muallaf dan mendapatkan legalitas sebagai
muslim.
Pada masyarakat golongan Tionghoa dalam pelaksanaan Waris
diberlakukan Undang-undang Hukum perdata BW (Burgerlijik Wetboek)
yang sifatnya mementingkan hak perseorangan atas kebendaan. Namun
dalam kenyataannya tidak semua ketentuan yang diatur di dalam kitab
Undang-undang Hukum Perdata diikuti terkadang dikesampingkan.
Seperti ketentuan tentang pewarisan sebagaimana diatur dalam buku II
kitab Undang-undang Hukum Perdata.10
Sebagai salah satu bagian dari
keberagaman suku bangsa masyarakat Tionghoa mempunyai kebiasaan
tersendiri yang sebagian besar berbeda dengan masyarakat asli Indonesia.
Dikarenakan masyarakat Tionghoa mempunyai sifat kekeluargaan yang
sangat kental dengan keseharian adat istiadat yang masih dilaksanakan.
Seperti perayaan Cap Go Meh, Imlek dan hari-hari besarnya.
Keadaan ini terjadi dalam bidang Hukum Kewarisan pada
masyarakat Tionghoa yang berbeda dengan Kewarisan Hukum Islam yaitu
karena hubungan perkawinan, karena adanya hubungan darah, karena
kemerdekaan si mayit dan karena sesama Islam.11
Sedangkan yang
menjadi sebab seseorang menjadi ahli waris menurut Tionghoa karena
adanya hubungan kekeluargaan dan Kekerabatan.12
Namun tidak
selamanya ahli waris yang memiliki salah satu sebab Kewarisan dalam
kedua agama tersebut akan selalu mendapatkan warisan dari si mayit. Ada
9 Leo Suryadinata, Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia, 2015), h., 259. 10
Febbe Joesiaga, Pelaksanaan Pembagia Warisan Secara Adat Pada Masyarakat
Tionghoa Di Kota Surakarta, Tesis: Magister Kenotariatan, Semarang: 2008, h., 6. 11
Suhrawadi K.Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), h., 55. 12
Interview Pribadi dengan Rika, Jamaah Yayasan H. Karim Oie, Jakarta, 18 Februari
2018.
4
beberapa harta warisan hilang dan penghalang yang menyebabkan seluruh
bagian harta warisan itu hilang. Sedangkan yang menjadi golongan Ahli
Waris dalam Islam itu sendiri dikelompokan menjadi tiga yaitu, Ashab Al-
furudh, Asabah dan Zaw Al-arham. Meskipun Hukum Islam maupun
Tionghoa telah mengatur berbagai persoalan mengenai Waris dengan
sedemikian rupa namun pada kenyataanya tidak semua aturan-aturan
selalu dapat dipahami dan dipatuhi oleh masyarakat, baik masyarakat
Tionghoa kepada muslim Tionghoa itu sendiri. Hal ini tidak lain karena
mereka menganggap bahwa Hukum Adat lebih adil untuk diterapkan
dibandingkan dengan hukum agama.
Latar belakang tersebut yang mendasari penulis tertarik untuk
membahas lebih dalam bagaimana proses pembagian Warisan dalam
bentuk skripsi yang berjudul: “HUBUNGAN MUSLIM TIONGHOA
DENGAN KELUARGA NON MUSLIM DALAM SISTEM
PEMBAGIAN WARIS (STUDI DI YAYASAN HAJI KARIM OIE).
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah kumpulan masalah-masalah yang
berkaitan dengan tema yang dibahas. Ragam masalah yang muncul pada
narasi latar belakang diatas akan di paparkan sebagai berikut:
1. Bagaimana kewarisan menurut hukum islam?
2. Bagaimana sistem kewarisan menurut hukum perdata?
3. Dan bagaimana penerapan kewarisan menurut hukum islam dan hukum
perdata?
4. Bagaimana Hubungan Muslim Tionghoa dengan keluarganya (Non
Muslim) pada sistem pembagian waris?
5. Bagaimana sistem pembagian ahli Waris muallaf Tionghoa?
6. Bagaimana Analisis pada Sistem pembagian waris muallaf Tionghoa
dengan Hukum Islam?
5
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak meluas hingga menyebabkan
pokok permasalahan tidak terarah, maka penulis membatasi pada
permasalahan utama, yaitu: “Hubungan Muslim Tionghoa dengan
keluarganya (Non muslim) pada sistem pembagian waris”
Untuk lebih memperjelas penelitian, maka perlu dirumuskan pokok
permasalahan yang akan diteliti dalam skrispi ini, yaitu:
1. Bagaimana Hubungan Muslim Tionghoa dengan keluarganya (Non
Muslim) pada sistem pembagian waris?
2. Bagaimana sistem pembagian ahli waris muallaf Tionghoa?
3. Bagaimana Analisis pada sistem pembagian Waris muallaf Tionghoa
dengan Hukum Islam?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Peneliti bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tetang bagaiman sistem
pembagian waris pada Komunitas Muslim Tionghoa di Yayasan H. Karim
Oie. Tujuan tersebut dapat di paparkan berikut ini:
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Hubungan Muslim Tionghoa dengan
Keluarganya (Non Muslim) pada sistem pembagian Waris.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Sistem pembagian ahli waris muallaf
Tionghoa.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Analisis pada sistem pembagian waris
muallaf Tionghoa dengan Hukum Islam.
Apabila tujuan-tujuan penelitian telah dapat dicapai, penelitian ini
diharapkan dapat berguna untuk:
1. Memberikan informasi ilmiah bagaimana Hubungan Muslim Tionghoa
dengan Keluarganya (Non Muslim) pada sistem pembagian waris
2. Memberikan informasi ilmiah kepada peminat yang ingin mengetahui
bagaimana Sistem pembagian ahli Waris pada muallaf Tionghoa
3. Memberikan informasi ilmiah kepada peminat dari hasil analisis pada
sistem pembagian Waris muallaf Tionghoa dengan Hukum Islam untuk
6
menambah wawasan kepada peminat yang ingin mengetahui sistem
pembagian Waris muallaf Tionghoa dengan Hukum Islam.
E. Review Studi Terdahulu
Tinjauan Pustaka ini bertujuan untuk menetakan penelitian yang sudah
ada serta dapat menjadi inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian. Ada
beberapa penelitian yang mempunyai tema yang hampir sama namun
objeknya berbeda. Diantaranya sebagai berikut:
NO JUDUL PEMBAHASAN PERBEDAAN
1 Pelaksanaan
Pembagian Warisan
Secara Adat Pada
Masyarakat Tionghoa
di Kota Surakarta.
oleh Febbe Joesiaga,
SH Tahun 2008
Tesis tersebut
membahas
pelaksanaan harta
warisan secara adat,
dan adanya sengketa
pewarisan secara adat
pada masyarakat
Tionghoa di Kota
Surakarta.
Perbedaan pada tesis
tersebut dengan skripsi
penulis, Tesis tersebut
membahas pelaksanaan
Warisan Adat, dan sengketa
Warisan Secara Adat Pada
Masyarakat Tionghoa di
Kota Surakarta, sedangkan
penulis membahas hubungan
muslim Tionghoa dengan
keluarganya non muslim
dalam sistem pembagian
waris pada Jamaah Mualaf
Tionghoa di Yayasan Haji
Karim Oie.
2 Pilihan Hukum
Masyarakat Tionghoa
dalam Penyeselaian
Pembagian Waris Di
Pekalongan. Oleh Isti
Sulistyorini, SH
Jurnal tersebut
membahas bagaimana
penerapan hukum,
proses pembagian
waris dan siapa aja
yang digolongkan
perbedaan pada jurnal
tersebut dengan skripsi
penulis, Jurnal tersebut
membahas bagaimana
penerapan hukum, proses
pembagian waris dan siapa
7
Tahun 2008 sebagai ahli waris
pada keturunan
Tionghoa.
saja yang digolongkan
menjadi ahli waris pada
keturunan Tionghoa.
Sedangkan penulis
membahas hubungan
muslim Tionghoa dengan
keluarganya non muslim
dalam sistem pembagian
waris pada Jamaah Mualaf
Tionghoa di Yayasan Haji
Karim Oie.
3 Sistem Kewarisan
Muslim Tionghoa
Dalam Presfektif
hukum Islam oleh
Muhammad Zainul
Faizin, Tahun 2015
Skripsi tersebut
membahas tentang
pembagian Waris
Muslim Tionghoa di
Indonesia yang sesuai
dengan kaidah hukum
Waris Islam.
Perbedaan pada Skripsi
dengan skripsi penulis,
Skripsi ini membahas
pembagian Waris Muslim
Tionghoa di Indonesia yang
sesuai dengan kaidah hukum
Waris Islam, sedangkan
skripsi penulis membahas
hubungan muslim Tionghoa
dengan keluarganya non
muslim dalam sistem
pembagian waris pada
Jamaah Mualaf Tionghoa di
Yayasan Haji Karim Oie.
F. Metode Penelitian
Dalam membahas maalah penelitian ini, maka diperlukan suatu
metode ntuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang akan
dibahas secara jelas. Terdapat beberapa metede yang penulis gunakan anatara
lain:
8
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian sosiologis- empiris,
sosiologi adalah Ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat.
Menurut Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai Ilmu
pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian.13
Sedangkan empiris yaitu suatu metode yang mengutamakan keadaan nyata
suatu masyarakat dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum didalam
lingkungan masyarakat. Jadi yang dimaksud adalah metodologi yang
dilakukang dilapangan (field research) dengan menggunakan metode dan
penelitian teknik lapangan.14
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
metode deskriftif kualitatif data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan
bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode
kualitatif.15
Dengan demikian, penelitian akan berisi kutipan-kutipan data
untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut
mungkin berasal dari dari naskah wawancara, catatan lapangan, videotape,
dokumen pribadi, catatan alat memo, dan dokumen lainnya.16
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan
antropologis, beberapa antropolog mendefinisikan kebudayaan sebagai
pengetahuan yang diperoleh manusia menimbulkan perilaku.
3. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat analisis yang dilakukan secara kualitatif, yaitu
dari data yang diperoleh setelah itu disusun secara sistematis kemudian
dianalisa secara kualitatif guna mencapai kejelasan terhadap permasalahan
13
Musakkir, Karakteristik Kajian Sosiologi Hukum dan Psikologi Hukum, Artikel ini di
akses dari https://muskkir.page.tl/ pada 22 september 2015 pukul 23:28 WIB 14
Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, Dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: PrenadaMedia Group, 2014), h., 24. 15
Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, Dan Penelitian Gabungan, h.,
43. 16
Soerjono Soekanto, PengantarPenelitian Hukum , (Jakarta: Ui Pers, 1984), h., 13.
9
yang akan dibahas.17
Setelah analisis data maka hasilnya akan disajikan
secara deskriftif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan dengan
apa yang sesuai dengan permasalahan yang ada. bertujuan untuk
mengungkapkan peristiwa atau gejala yang terjadi pada situasi sekarang.
Teknik pengumpulan data yang digunakan harus disesuaikan dengan
keefektifan alat pengumpul data, efesien pelaksanaan pengumpulan data,
serta relevansi teknik yang digunakan dengan jenis metode yang
digunakan.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Haji Karim Oie, di Jakarta Pusat.
yayasan ini sering disebut yayasan orang-orang Tionghoa, tetapi nyatanya
yayasan ini bukan komunitas tapi memang real ini adalah yayasan yang
bertujuan sebagai pembaruan orang-orang Tionghoa yang ingin
Mengislamkan dirinya dan mendapatkan Legalitas yang sudah menjadi
Warga Negara Indonesia.
5. Kriteria dan Sumber Data
a. Data Primer yaitu data yang berkaitan dengan isu dan diterima
langsung dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber yang
berhubungan dengan penelitian ini dengan mengajukan beberapa
pertanyaan yang sudah dirumuskan dalam penelitian ini. Yang
dilakukan di Yayasan Haji Karim Oie.18
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui kepustakaan dengan
membaca, mengkaji berbagai literature dan refrensi lain seperti buku-
buku, beberapa jurnal dan tesis maupun artikel yang terkait dengan
objek yang diteliti.19
17
H.B. Sutopo, metodologi Penelitian Hukum Kuantitatif Bagian II, Surakarta,
UNSPress, 1998,. h. 37 18
Peter Mahmud Marzuki, Penelitin Hukum, (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group,
2005), h., 187. 19
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)., h, 14
10
6. Teknik Pengumplan Data
a. Studi Pustaka
Kajian pustaka yang digunakan untuk mencapai pemahaman.
Bahan yang digunakan untuk kajian ini yaitu buku-buku yang
berkaitan dengan penelitian, jurnal, artikel yang beraitan dengan
Sistem pembagian Kewarisan Muslim Tionghoa di yayasan Haji
Karim Oie.
b. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara
memberikan pertanyaan untuk penelitian dan hasil wawancara bisa
membantu memberikan data penulis.20
untuk menjawab pertanyaan
maka penulis mempersiapkan terlebih dahulu beberapa pertanyaan-
pertanyaan yang akan diajukan melalui wawancara kepada orang yang
dapat dipercaya dan dapat membantu. dalam hal ini penulis
melakukan wawancara kepada ketua Yayasan dan Anggota Jama’ah
yang ada di yayasan Haji Karim Oie, untuk mendapatkan bukti yang
kuat sebagai penguat.
c. Observasi
Dalam pengumpulan data ini, penulis menggunakan metode
observasi yang merupakan salah satu pengumpulan data dengan
meream berbagai fenomena untuk bahan analisis.
G. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun skripsi ini, peneliti membahas lalu menguraikan
masalah yang dibagi dalam 5 (lima) bab, dan setiap bab berisikan beberapa
sub-bab bab. Penyusunan yang seperti ini dimaksudkan agar dapat
menguraikan setiap permasalahan dengan baik dan terperinci. Adapun
sistematika yang dimaksud adalah sebagai berikut:
20
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, ( Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group,
2005), h., 206.
11
Pertama, membahas latar belakang permasalahan, pembatasan dan
perumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (Review)
kajian terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Kedua, membahas tentang konsep kewarisan pada umunya yang
sesuai dengan hukum Islam dan Adat Tionghoa yang mencakup uraian
tentang pengertian kewarisan Islam, Rukun dan Syarat Kewarisan Islam,
Dasar Hukum Kwarisan Islam, Asas-Asas hukum kewarisan Islam, sebab
terhalangnya warisan, ahli waris dan bagiannya, sistem kewarisan dalam adat
Tionghoa.
Ketiga, membahas profil Yayasan H.Karim Oie, dimulai dari kondisi
geografis Yayasan H.Karim Oie, Mauksnya Muslim Tionghoa di Yyasan
H.Karim Oie, Peran Yayasan H.Karim Oie terhadap Muslim Tionghoa, dan
Kegiatan Yayasan H.Karim Oie.
Keempat, menganalisa sistem pembagian harta waris dalam adat
Tionghoa, bagaimana hubungan Muslim Tionghoa dengan keluarganya (Non
Muslim) pada sistem pembagian waris, sistem pembagian ahli Waris muallaf
Tionghoa dan analisis penulis terhadap Waris muallaf Tionghoa dengan
hukum Islam.
Kelima, kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang telah
diuraikan sebelumnya. Serta saran-saran yang dapat disampaikan dalam
penelitian ini.
12
BAB II
Kewarisan Di Indonesia Menurut Hukum
Islam Dan Adat Tionghoa.
A. Kewarisan Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Kewarisan
Secara bahasa kata ميراث harta peninggalan yang ditinggalkan oleh
si mati dan diwarisi oleh yang lainnya. Sedangkan menurut Istilah yang
dikenal para ulama ialah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang
meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan
itu berupa uang, tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara
syar’i.1
Hukum Kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (Tirkah) pewaris, yang
menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian
masing-masing ahli Waris.2
Amin Suma menyatakan hukum kewarisan Islam yaitu hukum
yang mengatur peralihan pemilikan harta peninggalan (Tirkah) pewaris,
menetapkan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris, menentukan
berapa bagian masing-masing ahli waris dan mengatur kapan pembagian
harta kekayaan pewaris dilaksanakan.3 Idris Ramulyo menyatakan wirasah
atau hukum waris adalah Hukum yang mengatur segala masalah yang
berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan, serta
pembagian yang lazim disebut dengan Faraidh.4
1 Muhammad Ali Ash- Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, ( Jakarta: Gema
Insani Press, 1995, Cet. Pertama), h., 33.
2 Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2015), h., 1.
3 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT.
RajagrafindoPersada, 2004), h., 108.
4 M. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara Perdata Peradilan
Agama, (Jakarta: in hill Co, 1991), h., 42.
13
Hukum Kewarisan dalam kompilsi hukum Islam Pasal 171 adalah
Hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan harta peninggalan
(tirkah) pewaris dan menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli
waris dan berapa bagiannya masing-masing.5 ketentuan Kewarisan Islam
yang terdapat dalam Al-Qur’an lebih banyak yang ditentukan
dibandingkan yang tidak ditentukan bagiannya. Oleh karena itu hukum ini
dinamakan dengan Faraidh. Adapun penggunaan kata Mawaris lebih
melihat kepada yang menjadi objek dari hukum ini, yaitu harta yang
beralih kepada ahli waris yang masih hidup. Sebab kata Mawaris
merupakan bentuk plural dari kata Miirats yang berarti mauruts atau harta
yang diwarisi.6 Dengan demikian, arti kata Warits yang digunakan dalam
beberapa kitab merujuk kepada yang menerima harta warisan itu, karena
kata Warits sendiri yaitu seorang pewaris (ahli waris) sedangkan orang
yang meninggalkan harta disebut Muwarits.
Sebagian ulama mengartikan lafal Al-Faraidh sebagai jamak dari
kata Faraiidhah yang diambil dari kata Fardhu, oleh para Ulama
Faraadhiyyun (ahli faraidh) diartikan mafrudhah yakni bagian yang telah
ditentukan atau bagian yang pasti, hal ini disesuaikan dengan Firman
Allah SWT Surah An-Nisaa’ ayat 7:
Artinya: “bagi Laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari
harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bagian yang telah ditetapkan”.7
5 Abdul Manan & M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan
Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), h., 103. 6 Moh Muhibbin & Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum
Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h., 7. 7 Mardani, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2014, Cet. Pertama), h., 2.
14
Waris adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak
menerima warisan. Ada ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya
tetapi tidak berhak menerima warisan. Dalam Fiqih Mawaris, ahli waris
disebut zawi al-arham. Waris bisa timbul karena hubungan darah, karena
hubungan perkawinan dan hal lainnya.8 Istilah hukum waris mengandung
pengertian yang meliputi kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur
proses beralihnya harta benda dan hak-hak serta kewajiban seseorang yang
telah meninggal dunia.
Warisan adalah harta peninggalan, pusaka, dan surat wasiat.
Pewaris adalah orang yang memberi pusaka, yakni orang yang meninggal
dunia dan meninggalkan sejumlah harta kekayaan, pusaka, maupun surat
wasiat. Ahli waris yaitu sekalian orang yang menjadi waris, berti orang-
orang yang berhak menerima harta peninggalan pewaris. Mewarisi yaitu,
mendapat harta pusaka, biasanya segenap ahli waris adalah mewarisi harta
peninggalan pewarisnya.9
Sistem Hukum Kewarisan Islam adalah hukum kewarisan yang
diatur dalam Al-Qur’an, sunnah, dan Ijmak serta Ijtihad. Pewarisan
menurut sistem hukum kewarisan Islam adalah proses pemindahan harta
peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia, baik berupa hak-hak
kebendaan maupun hak-hak lainnya kepada ahli warisnya yang dinyatakan
berhak oleh hukum.10
2. Dasar Hukum Kewarisan Islam
Dasar dan sumber utama dari hukum Islam sebagai hukum agama
(Islam) adalah Nash atau teks yang terdapat didalam Al-Qur’an dan
sunnah Nabi. Ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang secara langsung
mengatur kewarisan tersebut anatara lain:
a. Ayat-Ayat Al-Qur’an
(An-nisa: 7)
8 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h., 3.
9 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h., 2.
10
Syamsul Bahri Salihima, Pembagian Warisan: dalam hukum Islam dan
Implementasinya pada pengadilan Agama, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h., 27.
15
Artinya; “bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapak dan kerabatnya dan bagi orang wanita ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bagian yang telah ditetapkan”.11
Ketentuan dalam ayat diatas, merupakan landasan utama yang
menunjukan, bahwa dalam Islam laki-laki maupun perempuan sama-sama
mempunyai hak waris. Dan ayat diatas merupakan pengakuan Islam,
bahwa perempuan merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan
kewajiban tidak sama pada masa jahiliyah yang dimana wanita dipandang
sebagai objek bagaikan benda biasa yang dapat diwariskan.
b. Al-Hadits
Hadits Nabi Muhammad yang secara langsung mengatur tentang
kewarisan adalah sebagai berikut.
a. Hadits Nabi dari Abdullah Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari:
الفرائض با عن ابن عباس رضي اهلل عنو عن النبي صلي اهلل عليو و سلم قال: الحقوا
(كر )رواه البخاريذ ئ رجل ىلها فما بقي فهو الول
Artinya; “Berikanlah Faraidh (bagian yang ditentukan) itu kepada
yang berhak dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari
keturunan laki-laki yang terdekat”.12
c. Ijtihad para ulama
Meskipun Al-Qur’an dan Al-hadits sudah memberikan ketentuan
terperinci mengenai pembagian harta warisan, dalam beberapa hal masih
11
Mardani, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT. SinarGrafika Persada,
2014, Cet. Pertama), h., 2. 12
Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam: Sebagai Pembaruan Hukum
Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,2009), h., 12.
16
diperlukan adanya Ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang tidak ditentukan
dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Misalnya mengenai bagian warisan
banci (waria), diberikan kepada siapa harta warisan yang tidak habis
terbagi, bagian ibu apabila hanya bersama-sama dengan ayah dan suami
atau istri dan sebagainya.13
3. Rukun dan Syarat Kewarisan Islam
Rukun, yaitu bagian dari permasalahan yang menjadi pembahasan,
dan tidak akan sempurna jika salah satu rukun tidak ada misalnya, wali
dalam salah satu Rukun Perkawinan. Apabila perkawinan dilangsungkan
tanpa wali, perkawinan menjadi kurang sempurna. Dan Adapun yang
menjadi syarat adalah sesuatu yang berada diluar substansi dari
permasalahan yang dibahas, tetapi harus dipenuhi, seperti suci dari hadas
yang merupakan syarat sahnya shalat.14
Walaupun suci itu diluar pekerjaan
shalat, tetapi harus dikerjakan oleh orang yang akan shalat, karena jika dia
shalat tanpa bersuci, shalatnya tidak sah.
a. Rukun Waris
1) Harta Warisan (Mauruts atau Tirkah)
Harta warisan (mauruts) yaitu, harta benda yang
ditinggalkan oleh pewaris yang akan diterima oleh para ahli waris
setelah diambil untuk biaya-biaya perawatan, melunasi utang-utang
dan melaksanakan wasiat si pewaris.15
Dan apa-apa yang
ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia harus diartikan
sedemikian luas agar dapat mencakup kepada:
a) Kebendaan dan sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan.
b) Hak-hak kebendaan.
c) Benda-benda yang berada ditangan orang lain.
d) Hak-hak yang bukan kebendaan.16
13 Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam: Sebagai Pembaruan Hukum
Positif di Indonesia 14
Asyhari Abta & Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidh, ( Jakarta: Pustaka
Hikmah Perdana), h., 22. 15
Muhammad Ali Ash-Shabuny, Pembagian Waris Menurut Islam, ( Jakarta: Gema
Insani Press, 1995, Cet. Pertama), h., 39. 16
Mardani, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada,
2014, Cet. Pertama), h., 29.
17
2) Pewaris (Muwarits)
Yaitu orang yang meninggal dunia, baik mati haqiqi mupun
mati hukmy. Mati hukmy ialah suatu kematian yang dinyatakan
oleh putusan hakim atas dasar beberapa sebab, walaupun
sesungguhnya ia belum mati sejati. Berdasarkan Kompilasi Hukum
Islam, Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau
yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan
Agama, meninggalkan harta ahli waris dan harta peninggalan.17
3) Ahli Waris (Warits)
Yaitu orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai
hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris,
beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi
ahli waris18
. Berdasarkan definisi diatas, maka syarat ahli waris
yaitu:
a) Mempunyai hubungan darah dengan pewaris, misalnya anak
kandung, orang tua pewaris, dan seterusnya.
b) Mempunyai hubungan perkawinan (suami/ istri pewaris).
c) Mempunyai hubungan atau agama dengan pewaris.
d) Tidak terhalang untuk mendapatkan warisan, misalnya ia
pembunuh pewaris.19
b. Syarat Waris
Waris mewarisi berfungsi sebagai pergantian kedudukan dalam
memiliki harta benda antara orang yang telah meninggal dunia dengan
orang yang masih hidup yang ditinggalkannya (ahli waris). Oleh
karena itu, waris-mewarisi mewariskan.
17
Halid & Abdul Hakim, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004, Cet.
Pertama), h., 27. 18
Muhammad Ali Ash-Shobuny, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995, Cet. Pertama), h., 39.
19
Mardani, Hukum kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada,
2015, Cet. Pertama), h., 25.
18
1) Orang yang mewariskan (Muwarris) benar telah meninggal dunia
dan dapat dibuktikan secara hukum bahwa ia telah meninggal.
Apabila tidak ada kematian, maka tidak ada pewarisan.20
2) Orang yang mewarisi (ahli waris atau waris) hidup pada saat orang
yang mewariskan meninggal dunia dan bisa dibuktikan secara
hukum. Termasuk dalam pengertian hidup disini adalah:
a) Anak (embrio) yang hidup dalam kandungan ibunya pada saat
orang yang mewariskan meninggal dunia.
b) Orang yang menghilang dan tidak diketahui tentang
kematiannya, dalam hal ini perlu adanya keputusan yang
mengatakan bahwa ia masih hidup.21
3) Ada hubungan pewarisan antara orang yang mewariskan dengan
orang yang mewarisi yaitu:
a) Hubungan nasab: keturunan, kekerabatan, baik pertalian garis
lurus keatas, seperti ayah, kakek, atau pertalian lurus kebawah
seperti anak, cucu.
b) Hubungan perbudakan (wala): yaitu seseorang berhak
mendapatkan warisan dari bekas budak (hamba) yang telah
dimerdekakanya (dibebaskannya).
c) Karena hubungan agama Islam: yaitu apabila seorang
meninggal dunia tidak meninggalkan orang yang mewarisi,
maka hartanya akan diserahkan kepada baitul mal
(perbendaharaan Negara Islam).22
4. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam
Hukum Kewarisan Islam (Faraidh) adalah salah satu bagian dari
keseluruhan hukum Islam yang mengatur peralihan harta dari orang yang
telah meninggal dunia kepada orang (keluarga) yang masih hidup. Hukum
20
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta, Gema Insani
Press, 1995, Cet. Pertama), h., 40. 21
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2012), h., 71.
22
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012),
h., 71.
19
kewarisan Islam mengandung beberapa Asas yang memperlihatkan bentuk
karakteristik dari hukum kewarisan islam23
antara lain:
a. Asas Ijbari
Asas Ijbari dalam hukum Islam peralihan harta dari orang
yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup berlaku
dengan sendirinya tanpa usaha dari yang akan meninggal atau
kehendak yang akan menerima.24
Asas ijbari dalam kewarisan Islam, tidak dalam arti yang
memberatkan ahli waris. Andai kata pewaris mempunyai utang
yang lebih besar daripada warisan yang ditinggalkannya, ahli waris
tidak dibebani membayar semua utang pewaris itu.25
b. Asas Bilateral
Asas Bilateral dalam Hukum Kewarisan Islam yaitu, harta
warisan beralih kepaada atau melalui dua arah. Hal ini berarti
bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belapihak
garis kerabat, yaitu garis keturunan laki-laki dan garis keturunan
perempuan.26
c. Asas Individual
Yaitu harta warisan dibagi-bagi yang dimiliki secara
perorangan. Masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara
tersendiri, tanpa terikat dengan ahli waris yang lain.27
d. Asas keadilan berimbang
Yaitu keseimbangan anatara hak dan kewajiban antara yang
diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Besarnya bagian laki-
23
Muchit A. Karim, Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer Di Indonesia, (
Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012, Cet. Pertama), h., 100. 24
Amir Syrifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PrenadaMedia Group, 2011), h.,
21.
25
Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam: Sebagai Pembaruan Hukum
Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h., 23. 26
Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2015), h., 5. 27
N. M. Wahyu Kuncro, Waris Permasalahan Dan Solusinya, (Jakarta: Raih Asa Sukses,
2015, Cet. Pertama), h., 19.
20
laki didasarkan pada kewajiban yang dibebankan kepada laki-laki
(suami/ayah) yang harus membayar mahar dalam perkawinan,
membiayai nafkah kehidupan rumah tangga dan pembiayaan
pendidikan.28
5. Sebab Terhalangnya Warisan
Sebab terhalangnya Warisan adalah tindakan atau hal-hal yang
dapat menggugurkan hak seseorang (Ahli Waris) untuk mempusakai
beserta adanya sebab-sebab dan syarat- syarat mempusakai.29
a. Perbudakan
Perbudakan secara bahasa berrati penghambaan dan sesuatu
yang lemah. Dikatakan budak karena tidak dapat mewariskan harta
untuk ahli warisnya, sebab ketika ia mewarisi harta peninggalan dari
ahli warisnya, niscaya yang memiliki kewarisan tersebut adalah
tuannya, sedangkan budak termasuk orang asing (bukan aggota
keluarganya).30
Bahwa budak tidak dapat mewarisi dan tidak dapat
mewariskan, karena mereka dianggap melarat.
Keadaan budak dijelaskaekuasaan orang lain oleh Allah SWT
dalam surat QS. An-Nahl (16):75 yaitu:
Artinya: “Allah membuat perumpamaan dengan seorang
hamba sahaya dibawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya
berbuat sesuatu, dan seorang yang kami beri rezeki yang baik, lalu
dia meninfakkan sebagian rezeki itu secara sembunyi-sembunyi
dan secara terang-terangan”.
28
N.M. Wahyu Kuncoro, Waris Permasalahan Dan Solusinya, (Jakarta: Raih Asa
Sukses, 2015, Cet. Pertama), h., 20. 29
Asyhari Abta & Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidh, (Jakarta: Pustaka
Hikmah Perdana, 2005), h., 35. 30
Halid dan Abdul Hakim, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), h.,
56.
21
b. Pembunuhan
Pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ahli waris terhadap
warisnya adalah salah satu sifat yang menyebabkan tersingkirnya
untuk mendapatkan harta warisan dari pewaris yang dibunuhnya.31
Jumhur Fuqoha berpendapat, bahwa pembunuhan juga dapat
menghalangi seseorang menjadi ahli Waris.begitu juga penganiyaan
وارث غيره وان كان لو والده او ولده فليس يكن لو من قتل قتيال فانو ال ير ثو وان لم
لقاتل ميراث ) رواه احمد(.
yang mengakibatkan terbunuhnya seseorang.32
Ketetapan telah
dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
Artinya: “barangsiapa yang membunuh seseorang korban,
maka ia tidak dapat mewarisinya. Sekalipun orang yang terbunuh itu
tidak mempunyai ahli waris selain dirinya, dan apabila si terbunuh itu
orangtuanya atau anaknya, maka si pembunuh itu tidak berhak
menerima harta warisan” (HR. Ahmad).33
c. Berlainan Agama
Berlainan Agama, adalah salah satu sifat yang menjadikan
seseorang ahli waris terhalang untuk memperoleh harta warisan dari
pewarisnya. Bahwa agama si mayit berbeda dengan agama orang yang
akan mendapatka warisan seperti istri dan kerabat. Misalkan si mayit
seorang muslim sementara istri adalah ahli kitab atau kerabatnya
bukan orang Islam.34
sesuai dengan penjelasan Rasulullah SWT dalam
sabdanya menyatakan:
31
Wahyudi Abdurrahim, Panduan Waris Empat Madzhab, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2009, Cet. Pertama), h., 54. 32
Asyhari Abta & Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidh, (Jakarta: Pustaka
Hikmah Perdana, 2005), h., 37. 33
Syamsulbahri Salihima, Pembagian Warisan: dalam Hukum Islam dan
Implementasinya pada pengadilan Agama, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h., 69. 34
Asyhari Abta & Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al- Faraid, ( Jakarta, Pustaka
Hikmah Press, 2005) , h., 39.
22
اسامة بن زيد ان النبي صلي اهلل عليو وسلم قال اليرث المسلم عن
. الكافر وال يرث الكافر المسلم
Artinya: “ Dari Usamah ibni Zaid, sesungguhnya Nabi SAW
bersabda: orang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir
pun tidak mewarisi orang muslim”. (Muttafaqqun’Alaih)35
6. Ahli Waris dan Bagiannya
Didalam hukum waris Islam, sebab-sebab mempusakai dapat terjadi 3
(tiga) hal, yaitu:
a. Perkawinan, Ahli waris berdasarkan perkawinan adalah janda, yaitu
orang yang berstatus suami atau istri pewaris pada saat pewaris
meninggal dunia.
b. Kekerabatan, Ahli waris berdasarkan kekerabatan meliputi ushul
(leluhur), furu (keturunan), dan hawasyi (saudara).36
c. Wala’, Ahli waris wala’ meliputi kekerabatan menurut hukum yang
timbul karena membebaskan budak, atau adanya perjanjian dan
sumpah setia antara seseorang dengan seseorang lainnya.37
pengelompokan ahli waris digunakan untuk membedakan para ahli
waris berdasarkan keutamaan mewaris, dan penggolongan ahli waris
digunakan untuk membedakan para ahli waris berdasarkan besar bagian
waris dan cara penerimaanya.
1) Kelompok Ahli Waris
a) Leluhur perempuan adalah leluhur perempuan dari pihak ibu
dalam satu garis lurus keatas (tidak terhalang oleh pihak laki-
laki), seberapa pun tingginya, dan ibu kandung dari leluhur
laki-laki. Itu adalah ibu, nenek sahihah dari pihak ibu, dan
nenek dari pihak bapak.
35
Wahyudi Abdurrahim, Panduan Waris Empat Madzhab, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2009), h., 66. 36
Otje Salman & Mustofa Haffas, Hukum Kewarisan Islam, (Bandung: Refika Aditama,
2006, Cet. Pertama), h, 49. 37
Asyhari Abta & Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidh, (Jakarta: Pustaka
Hikmah Perdana, 2005), h., 34.
23
b) Leluhur laki-laki adalah leluhur laki-lai dari pihak bapak dalam
satu garis lurus keatas (tidak terhalang oleh pihak perempuan),
sebepa pun tingginya. Itu adalah bapak dan kakek dari pihak
bapak.
c) Keturunan perempuan adalah anak perempuan pewaris dan ana
perempuan dari keturunan laki-laki. Itu adalah anak perempuan
dan cucu perempuan pacar laki-laki.
d) Keturunan laki-laki adalah keturunan laki-laki dari ana laki-
laki dalam satu garis lurus kebawah (tidak terhalang oleh pihak
perempuan), seberapa pun rendahnya. Itu adalah anak laki-laki
dan cucu laki-laki pacar laki-laki.
e) Saudara seibu adalah saudara perempuan dan saudara laki-laki
yang hanya satu ibu dengan pewaris. Itu adalah saudara
perempuan seibu dan saudara laki-laki seibu.
f) Saudara sekandung/sebapak adalah keturunan laki-laki dari
leluhur laki-laki dalam satu garis lurus kebawah (tidak
terhalang oleh pihak perempuan), seberapa pun rendahnya, dan
anak perempuan dari bapak.
g) Kerabat lainnya yaitu kerabat lain yang tidak termasuk ke
dalam keenak kelompok diatas.38
2) Golongan Ahli Waris
Berdasarkan besarnya hak yang akan diterima oleh para
ahli-Waris dengan bagian yang telah ditentukan Al- Qur’an ada 6
macam yaitu, 1/2, 1/4, 1/6, 1/8, 2/3, 1/3, dengan ini maka ahli-
Waris dalam hukum waris Islam dibagi kedalam tiga golongan,
yaitu, (1) Ashabul Furudh, (2) Ashabah, dan (3) Dzawil Arham.39
38
Otje Salman & Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: Refika Aditama,
2006), h., 50. 39
Muhammad Ai Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1995, Cet. Pertama), h., 46.
24
a) Ashabul Furudh
Ashabul Furudh adalah para ahli waris yang
mempunyai bagian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara
dalam Al-Qur’an yang bagiannya itu tidak akan bertambah
atau berkurang.40
Orang-orang yang dapat diwarisi harta
peninggalan dari yang sudah meninggal dunia berjumlah 25
orang yang terdiri atas 15 orang laki-laki dan 10 orang dari
perempuan diantaranya:
(1) Anak laki-laki.
(2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki.
(3) Ayah.
(4) Kakek (ayah dari ayah).
(5) Saudara laki-laki sekandung.
(6) Saudra laki-laki seayah.
(7) Saudara laki-laki seibu.
(8) Keponakan laki-laki (anak laki-laki dari saudara laki-laki
sekandung).
(9) Keponakan laki-laki (anak laki-laki dari saudara laki-laki
seayah).
(10) Saudara seayah (paman) yang seibuh seayah.
(11) Saudara seayah (paman) yang seayah.
(12) Anak paman yang seibu seayah.
(13) Suami.
(14) Orang laki-laki yang memerdekakannya.41
Adapun ahli waris dari pihak perempuan ada 10 orang, yaitu:
(1) Anak perempuan.
(2) Cucu perempuan dari anak laki-laki.
(3) Ibu.
40
Suparman Usman & Yusuf Somawinata, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002, Cet. Kedua), h., 66.
41
Suhrawadi K, Lubis, dkk, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h., 35.
25
(4) Nenek perempuan.
(5) Nenek perempuan (ibunya ayah).
(6) Saudara perempuan yang seibu seayah.
(7) Saudara perempuan yang seayah.
(8) Saudara perempuan yang seibu.
(9) Istri.
(10) Orang perempuan yang memerdekakannya.42
b) Ashabah
Ashabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli
Waris ashaba al-furudh. Sebagai penerima bagian sisa ahli
Waris asabah terkadang enerima bagian banyak (seluruh harta
warisan), dan terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang
tidak menerima bagian sama sekali karena habis diambil oleh
ahli Waris Ashab al-furud.43
Kelompok ashabah ini menerima
pembagian harta waris setelah selesai pembagian untuk ashabul
furudh. Yang termasuk ahli waris ashabah, yakin sebagai
berikut:
(1) Anak laki-laki.
(2) Cucu laki-laki walaupun sampai kebawah.
(3) Bapak.
(4) Kakek.
(5) Saudara laki-lai sekandung.
(6) Saudara laki-laki seayah.
(7) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung.
(8) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak.
(9) Paman kandung.
(10) Paman sebapak.
(11) Anak laki-laki paman sekandung.
(12) Anak laki-laki paman sebapak.44
42
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PrenadaMedia Group, 2011), h.,
230. 43
Ahmad Rafiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada, 1995), h., 59. 44
Moh Muhibbin & Abdul Wahid, Hukum Kewarisa Islam Sebagai Pembaruan Hukum
Positif Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet. Kedua), h., 65.
26
Ahli waris ashabah dibedakan menjadi 3 golongan, sebagai berikut:
(a) Ashabah Binnafsihi (dengan sendirinya)
Adalah ahli waris yang berhak mendapat seluruh harta dengan
sendirinya, tanpa dukungan ahli waris yang lain.45
(b) Ashabah bil-ghairi
Adalah orang perempuan yang menjadi ashabah beserta
orang laki-laki yang sederajat dengannya (setiap perempuan yang
memerlukan orang lain dalam hal ini laki-laki untuk menjadikan
ashabah dan secara bersama-sama menerima ashabah).46
(c) Ashabah ma’alghairi
Adalah orang yang menjadi ashabah disebababkan ada
orang lain yang bukan ashabah. (setiap perempuan yang
memerlukan orang lain untuk menjadikan ashabah, teteapi orang
lain tersebut tidak berserikat menerima ashabah).47
c) Dzawil Arham
Dzawil Arham adalah setiap kerabat yang bukan dzawil
furudh dan bukan pula ashabah.48
Antara lain golongan Dzawil Arham sebagai berikut:
(1) Cucu (laki-laki atau perempuan) dari anak perempuan.
(2) Anak laki-laki dan anak perempuan dari cucu
perempuan.
(3) Kakek pihak ibu (bapak dari ibu).
(4) Nenek dari pihak kakek (ibu kakek).
(5) Anak perempuan dari saudara laki-laki (yang sekandung
sebapak maupun seibu).
45
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PrenadaMedia Group, 2011), h.,
240. 46
Moh Muhibbin & Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum
Positif Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2011, Cet. Kedua), h., 66. 47
Komite Fakultas Syariah Mesir. Ahkamul- Mawaarits fl- Fiqhil- Fiqhil Islami.
Penerjemah Addys Aldizar dan Fathurrahman. Hukum Waris, (.Jakarta: Senayan Abadi
Publishing, 2004, Cet. Pertama), h., 120 48
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), h., 254.
27
(6) Anak laki-laki dan saudara laki-laki seibu.
(7) Anak (laki-laki dan perempuan) saudara perempuan
(sekandung sebapak atau seibu).
(8) Bibi (sauadara perempuan dari bapak) dan saudara
perempuan dari kakek.
(9) Paman yang seibu dengan bapak dan saudara laki-laki
yang seibu dengan kakek.
(10) Sauadara laki-laki dan saudara perempuan dari ibu.
(11) Anak perempuan dari paman.49
3) Bagian Ahli Waris
Dibawah ini akan dikemukakan tentang bagian hak para
ahli Waris yang temasuk kedalam golongan ashabul-furudh dan
ashabah antara lain:
a) Ahli Waris Utama
Ahli-waris utama didalam hukum waris Islam terdiri
dari 5 (lima) pihak, yaitu janda, ibu, bapak, anak laki-laki, dan
anak perempuan. Keberadaan salah satu pihak tidak menjadi
penghalang bagi pihak untuk menerima waris. Dengan kata
lain, mereka secara bersama akan menerima waris dengan
bagian yang telah ditentukan sebagai berikut:50
(1) Janda
Didalam hukum waris Islam, bagian waris untuk janda
laki-laki dengan janda perempuan tidak sama, yaitu sebagai
berikut. Janda perempuan adapun bagian janda perempuan
adalah, 1/8 bagian jika pewaris mempunyai anak. ¼ bagian
jikapewaris tidak mempunyai anak. Janda laki-laki adapun
bagian janda laki-laki adalah, 1/4 bagian jika pewaris
49
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam 50
Otje Salman & Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Refika Aditama, 2006),
h., 53.
28
mempunyai anak. 1/2 bagian jika pewaris tidak mempunyai
anak.51
(2) Ibu
Bagian yang akan diterima ibu adalah, 1/6 bagian jika
pewaris mempunyai anak. 1/6 bagian jika pewaris mempunyai
beberapa saudara. 1/3 bagian jika pewaris tidak mempunyai
anak.52
(3) Bapak
Bagian yang akan diterima bapak dalam kompilasi
hukum Islam 1/3 bagian bila pewaris tidak mempunyai
anak. bila pewaris mempunyai anak bapak mendapatkan
1/6.53
(4) Anak perempuan
Bagian yang akan diterima oleh anak perempuan
adalah, 1/2 bagian jika seorang. 2/3 bagian jika beberapa
orang. Masing-masing 1 bagian dari sisa jika mereka
mewaris bersama anak laki-laki. Dalam hal ini, kedudukan
anak perempuan adalah sebagai ashabah bil-ghairr.54
(5) Anak laki-laki
Anak laki-laki tidak memiliki bagian yang pasti,
mereka menerima waris dengan jalan ushubah, baik
diantara sesama anak laki-laki atau bersama dengan anak
perempuan.55
Bagian anak laki-laki adalah:
51
Otje Salman & Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam. 52
Moh Muhibbin & Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum
Positif Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet. Kedua), h., 92. 53
Abdul Manan & M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan
Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), h., 107. 54
Amir Syarifuddn, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PrenadaMedia Group, 2011), h.,
233. 55
Muchit A. Karim, Problematia Hukum Kewarisan Islam Kontemporer Di Indonesia, (
Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012), h., 118.
29
(a) Masing-masing 1 bagian dari sisa jika mereka mewaris
bersama dengan anak laki-laki lainya. Dalam hal ini,
kedudukan anak laki-laki adalah sebagai ashabah binnafsih.
(b) Masing-masing 2 bagian dari sisa jika mereka mewaris
bersama anak perempuan. Dalam hal ini, keududukan anak
perempuan adalah sebagai ashabah bil-ghair.56
b) Ahli Waris Utama Penganti
Didalam hukum waris Islan tidak sama dengan ahli-
Waris. pengganti didalam hukum waris adat atau hukum waris
barat (BW), yang ada pokoknya hanya memandang ahli-waris
pengganti adalah keturunan dari ahli-waris yang digantikan
keduudkannya.57
(1) Nenek
Kedudukan nenek sebagai ahli-waris dalam
kewarisan sunni adalah nenek shahihat. Nenek shahihat
ialah nenek (keturunanke atas) yang dipertalikan pada si
mati (pewaris) tanpa memasukan kakek ghairushahih yaitu
pertaliannya dengan si pewaris tanpa diselingi oleh kakek.58
(2) Kakek
Keudukan kakek sebagai ahli-waris dalam
kewarisan sunni adalah kakek shahih, yaitu kakek yang
hubungan nasabnya dengan si pewaris tanpa diselingi oleh
ibu. maka bagian warisnya adalah sebagai berikut:
(a) 1/6 bagian jika pewaris mempunyai anak.
(b) 1/6 bagian +sisa jika pewaris hanya mempunyai satu anak
perempuan.
56
Moh Muhibbin & Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum
Positif Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet. Kedua), h., 93. 57
Otje Salman & Mustofa Haffas , Hukum Waris Islam, ( Jakarta: Refika Aditama, 2006),
h., 57. 58
Muchit A. Karim, Problematia Hukum Kewarisan Islam Kontemporer Di Indonesia,
( Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012, h., 121.
30
(c) Sisa, jika pewaris tidak mempunyai anak.59
(3) Cucu perempuan
Kedudukan cucu perempun sebagai ahli-waris
masih belum terbuka jika ada anak laki-laki atau cucu laki-
laki yang lebih tinggi derajatnya, ada dua anak perempuan
atau cucu perempun yang lebih tinggi derajatnya.60
(4) Cucu laki-laki
Keududukan cucu laki-laki sebagai ahli-waris baru
terbuka jika tidak ada anak laki-laki. Oleh sebab itu, maka
dapatlah dikatakan bahwa cucu laki-laki mempunyai
kedudukan sebagai pengganti anak laki-laki (bapaknya).
c) Ahli waris pengganti
Dalam kompilasi hukum Islam ahli Waris yang
meninggal lebih dahulu dari pewaris maka kedudukannya dapat
digantikan oleh anaknya. Bagian ahli Waris pengganti tidak
boleh melebihi bagian ahli Waris yang sederajat dengan yang
diganti61
.
(1) Saudara seibu
Saudara seibu baru terbuka haknya jika tidak
ada bapak, dan anak. Kedudukan saudara seibu, baik
perempuan maupun laki-laki, adalah sama jika saudara
seibu hanya satu orang maka bagiannya adalah 1/6,
sementara jika lebih dari satu orang maka bagiannya
adalah 1/3 untuk semua.62
59
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, ( Jakarta: PrenadaMedia Group, 2011), h.,
266. 60
Muchit A. Karim, Problematia Hukum Kewarisan Islam Kontemporer Di Indonesia 61
Abdul Manan & M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan
Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2001), h., 109 62
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan: Suatu Analisis Komparatif Pemikiran
Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam, ( Jakarta: RajaGrafindo Persada,2012), h., 132.
31
(2) Saudara sekandung/ sebapak
Yang dimaksud adalah anak laki-laki, karena
kedudukan anak laki-laki adalah ashabah maka tidak
ada sisa yang dapat diberikan kepada saudara
sekandung/sebapak. Sementara jika anak yang
dimaksud adalah anak perempun, maka saudara
sekandung/sebapak menjadi ashabah.63
d) Wasiat Wajibah
Wasiat Wajibah merupakan suatu wasiat yang di
peruntukan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak
memperoleh bagian harta warisan dari orang yang wafat,
karena adanya suatu halangan seperti anak angkat dan orang
tua angkat. Maka kepada keturunanya dari anak pewaris yang
telah meninggal terlebih dahulu dari pada pewaris diberikan
wasiat wajibah tidak boleh melebihi 1/3 (sepertiga) dari harta
peninggalan pewaris.64
B. Kewarisan Menurut Adat Tionghoa
1. Kewarisan Barat
Sistem pewaris menurut hukum barat adalah sebagaimana diatur
dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata BW (Burgerlijik Wetboek)
dikatakan bahwa dalam hukum Waris berlaku suatu asas bahwa hanyalah
hak-hak dan kewajiban dalam hukum kekayaan harta benda saja yang
dapat diwariskan dan dapat dinilai dengan uang.65
Subekti juga
mengatakan bahwa dalam hukum Waris berlaku suatu asas bahwa apabila
seorang meninggal maka seketika itu juga segala hak dan kewajibnnya
beralih pada ahli Warisnya.
63
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan: Suatu Analisis Komparatif Pemikiran
Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam. 64
Otje Salman & Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: Refika Aditama,
2006), h., 49. 65
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Di Pengadilan Dan
Kewarisan Menurut Undang-undang Hukum Perdata , ( Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1992),
h., 74.
32
Sistem ini kebanyakan dianut oleh warga Negara Indonesia
keturunan asing seperti keturunan Cina, Eropa dan keturunan Arab yang
tidak lagi berpegang teguh pada ajaran agamanya. Pokok hukum Waris
Barat sebagaimana dikemukakan Wirjono Prodjodikoko pasal 1066 KUH
Perdata yang menyatakan:
a. Seorang mempunyai hak atas sebagian dari sekumpulan Harta Benda
seorang itu. tidak dipaksa membiarkan Harta Benda itu tetap tidak
dibagi-bagi diantara orang-orang yang bersama-sama berhak
atasnya.
b. Pembagian harta benda ini selalu dapat dituntut meskipun ada suatu
perjanjian yang bertentangan dengan itu.
c. perjanjian bahwa pembagian Harta Benda itu dipertangguhkan
selama waktu tertentu.
d. Perjanjian semacam ini hanya dapat berlaku selama lima tahun tetapi
dapat diadakan lagi, kalau tenggang lima tahun itu telah lalu.66
Sistem hukum Waris barat adalah apabila pewaris wafat harta
Warisan akan diberikan kepada para ahli Waris. Setiap ahli Waris dapat
menuntut untuk harta warisan yang belum dibagi segera dibagikan
walaupun ada perjanjian yang bertentangan dengan itu. Kemungkinan
untuk menahan atau menangguhkan pembagian harta Warisan itu
disebabkan ada satu dan lain hal dapat berlaku atas kesepakatan para ahli
Waris, tetapi penangguhan tersebut tidak boleh melampaui waktu lima
tahun. Dalam keadaan luar biasa waktu lima tahun dapat diperpanjang
dengan suatu perjanjian baru.67
Sistem hukum Waris barat tidak sesuai dengan fikiran bangsa
Indonesia maupun Hukum Waris Islam. Karena yang sifatnya yang
mementingkan hak-hak perseorangan atas kebendaan. Hal mana yang
selalu menimbulkan perselisihan tentang harta Warisan diantara para
66
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Tanjungkarang: Ikapi, 1983), h., 41. 67
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Di Pengadilan Dan
Kewarisan Menurut Undang-undang Hukum Perdata , ( Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1992),
h., 108.
33
Waris dikarenakan menurut hukum barat pada hakekatnya semua harta
Warisan termasuk hutang piutang beralih kepada Waris, sedangkan para
Waris dapat memilih diantara tiga sikap yaitu:
1) Sikap menerima secara keseluruhan berarti Waris menerima
Warisan termasuk hutang-hutang pewaris.
2) Sikap menerima dengan syarat, berarti Waris menerima Warisan
secara terperinci dan hutang-hutang pewaris akan dibayar
berdasarkan barang-barang Warisan yang diterima.
3) Sikap menolak, berarti Waris tidak mau menerima Warisan karena
ia tidak tahu menahu mengenai pengurusan harta warisan itu.
Dengan sikap-sikap demikian jelas bahwa hukum Waris barat
bersifat individual murni, dimana hubungan antara pewaris dan Waris
tidak didasarkan pada azas kekeluargaan berat sama dipukul.
Melainkan didasarkan pada asas kepentingan sendiri Dengan melihat
sikap sikap yang dapat diambil para Waris demikian berarti dimana
para waris dapat mengelak atau melepaskan diri dari beban
pertanggungan jawaban orang tua.68
2. Kewarisan dalam Masyarakat Tionghoa
Masyarakat Tionghoa sebutan lain dari Cina yang sudah resmi
menjadi Warga Negara Indonesia. seperti yang diketahui bahwa Negara
Indonesia belum mempunyai hukum yang berlaku untuk semua
golongan tanpa membedakan suatu Ras atau suku yang ada di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. dengan lahirnya Undang-undang Nomor
12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan tidak ada lagi perbedaan suatu
golongan. Terkecuali dalam pelaksanaan Hukum Waris, hukum Waris
yang dilaksanakan berdasarkan BW (Burgelirijik Wetboek) yang
sifatnya mementingkan hak-hak atas perseorangan atas kebendaan
berlaku pada masyarakat Tionghoa.69
68
Interview Pribadi dengan Rizky Jamaah Muallaf di Yayasan Haji Karim Oie, Jakarta,
17 Februari 2018. 69
Permata Press, Undang-Undang Perkawinan dan Admnistrasi Kependuudkan,
Kewarganegaraan, (Jakarta: Permata Press, 2015), h., 185.
34
Dalam beberapa perkembangan masyarakat Tionghoa pada
umumnya memakai sistem Patrilineal atau disebut kebapakan. Yaitu
sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan laki-laki atau
bapak.70
Dalam beberapa perkembangan unsur kekerabatan parental
mempengaruhi sistem kekerabatan asli masyarakat Tionghoa. Adapun
yang dimaksud dengan Parental adalah baik anak laki-laki atau
perempuan mempunyai hak untuk mendapat harta peninggalan orang
tuanya Masyarakat dengan garis keturunan Bapak maupun Ibu.71
Perkembangan Waris masyarakat Tionghoa di Indonesia pada
umumnya berlangsung dengan banyak perubahan. perubahan-
perubahan ini secara spesifik sebenarnya perlahan menggeser pada
sistem kekerabatan patrilineal yang selama ini dianut dalam budaya
Tionghoa. Dan sistem patrilineal ini sangat terpengaruh dengan sistem
kekerabatan parental dan masyarakat Tionghoa Indonesia dalam
anggapan tradisi ini menganggap laki-laki sebagai ahli Waris Tunggal
tanpa ada tawar menawar atau pertimbangan lain.72
Masyarakat Tionghoa di Indonesia saat ini yang mengikuti
tradisi asli menganggap anak Laki-laki sebagai segla-galanya tanpa
adanya tawar menawar atau pertimbangan lain. Dan untuk saat ini
metode seperti itu sudah berubah dalam hal-hal tertentu saja bisa
menjadi anak laki-laki tidak lagi menjadi satu-satunya ahli Waris yang
dominan, disini dapat berlaku suatu pengecualian yang dikarenakan
sifat buruk anak laki-laki ataupun sebaliknya dengan anak perempuan,
dapat ditunjuk sebagai pengolah harta warisan selama orang tua masih
hidup. Jadi tidak ada lagi keharusan kepada siapa Warisan akan
didapatkan.
70
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia daam prespektif Islam, Adat, dan BW,
(Bandung: Pt Refika Aditama, 2014), h., 41. 71
Muchit A. Karim, Problematia Hukum Kewarisan Islam Kontemporer Di Indonesia, (
Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012), h., 142. 72
Willy Yuberto Andrisma, “Pembagian Harta Waris Dalam Adat Tionghoa Di
Kcamatan Ilir Timur Kota Palembang”, Tesis: Kenotariatan, (Semarang: Juni 2007), h., 60.
35
Pada Masyarakat Tionghoa seorang anak Laki-laki sangatlah
diharapkan kelahirannya dalam sebuah keluarga. Hal ini dikarenakan
dalam sistem Patrilineal masyarakat keturunan Tionghoa, bahwa anak
laki-laki akan meneruskan marganya. Serta dapat dipahami bahwa anak
laki-laki terutama bungsu berperan penting dalam mengurus harta dan
memberikan contoh terbaik untuk saudara-saudaranya dan diharapkan
yang akan membawa dan mengatur para abu leluhur.73
Abu leluhur pada masyarakat adat Tionghoa yang masih
memegang erat dengan tradisinya dengan melakukan proses
pembakaran jenazah terhadap mereka yang lebih dulu meninggal.
Kemudian adanya keharusan untuk memuja leluhur dan memelihara
abunya. Pemujaan leluhur bisa dilakukan di dalam rumah atau dirumah
Abu. Untuk itu disetiap rumah masyarakat Tionghoa selalu disediakan
sebuah tempat untuk melakukan penghormatan kepada leluhur yang
berupa meja panjang dan tinggi, diatas diletakan dupa-dupa epasang
lilin. Upacara leluhur itu dipimpin oleh sang ayah dalam keluarga yang
bersangkutan dan kewajiban ini akan diturunkan kepada anak laki-laki
sulung dan seterusnya.74
Sistem kewarisan masyarakat keturunan Tionghoa telah dipahami
bahwa hanya laki-laki yang akan mewarisi dari warisan dan tidaktemasuk
perhiasan. Perhiasaan akan diberikan untuk perempuan. Hal tersebut
dikarenakan anggapan bahwa anak laki-laki akan menjadi kepala keluarga
dan jika ia anak tertua maka ia yang akan merawat dan mengurus orang
tua.
73
Tamsil Firdaus “ Pelaksanaan Pembagian Harta Waris Pada Masyarakat Tionghoa Di
Kecamatan Sungliat Kabupaten Bangka Belitung”, Tesis: Kenotariatan, (Semarang: Desember
2004), h., 26. 74
Willy Yuberto Andrisma,” Pembagian Harta Dalam Adat Tioghoa Di Kecamatan Ilir
Timur 1 Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan”, Tesis: Kenotaritan, (Semarang: Juni 2007),
h., 67
36
BAB III
POTRET YAYASAN H. KARIM OIE
A. Kondisi Geografis Yayasan H. Karim Oie
Yayasan Haji Karim Oie sebuah bangunan berbentuk masjid dijalan
Lautze Raya No. 87-89. Bangunan rumah toko (ruko) yang terhimpit Oleh
bangunan pusat perdagangan dikawasan pecinaan pasar baru Jakarta Pusat.
Bangunan yang dinamai masjid Lautze dan Yayasan Haji Karim Oie itu
menjadi salah satu lokasi berkumpulnya komunitas muslim Tionghoa di
Jakarta Pusat. 1
Yayasan Haji Karim Oie Dengan bangunan Ruko berlantai empat.
Pada masing-masing lantai yang digunakan pada masjid dan Yayasan
antaranya adalah, Di lantai satu dan dua sebagai tempat Ibadah, dan kegiatan
Yayasan Haji Karim Oie untuk Masyarakat Warga Negara Indonesia dan
Keturunan Tionghoa. Di lantai tiga sebagai kantor kepengurusan Yayasan Haji
Karim Oie, dan dilantai lima sebuah ruangan kosong.2
Masjid Lautze dan Yayasan Haji Karim Oie yang didominasikan
ornamen yang di cat merah dengan hiasan lampion-lampion karna memang
ciri khas Tionghoa. Hingga Sampai saat ini Yayasan Haji Karim Oie masih
terlihat baik dan terawat dengan baik dengan beberapa kegiatannya.3
Masjid Lautze dan Yayasan didirikan dengan Nama Karim Oie.
Yayasan ini diambil dari nama seorang tokoh Islam keturunan Tionghoa yang
akrab dengan Bung Karno, Bung Hatta, Hamka, dan tokoh-tokoh Nasional.
Selain dikenal sebagai konsul Muhammadiyah Karim Oie karena ketaatannya
menjalankan syariat Islam dengan baik, Haji Karim Oie atau Oie Tjeng Hien
1 B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia dan Keturunan Tionghoa, (Jakarta: Teplok
Press, 2016), h., 198. 2 B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia dan Keturunan Tionghoa , h., 198.
3 Interview Pribadi dengan Hj. Anna, Pengurus Harian Yayasan H. Karim Oie, Jakarta, 12
Februari 2018.
37
juga terkenal sebagai pembisnis yang sukses. Dan Ayah dari keturunan
Tionghoa yang sangat Nasionalisme dan muallaf Tionghoa.4
Yayasan Haji Karim Oie didirikan pada 4 Februari 1994. Tujuan
didirikannya Yayasan ini adalah untuk melahirkan sebanyak mungkin jumlah
jamaah Tionghoa seperti Karim Oie, sehingga bisa dijadikan teladan bagi
Warga Negara Indonesia keturunan Cina. Yayasan Haji Karim Oie juga
mempunyai beberapa kegiatan dibidang pembauran Agama dan kegiatan-
kegiatan Sosial dan memiliki Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan
Bangsa. Selain tujuan yang telah dijelaskan, selain itu Yayasan Haji Karim
Oie mempunyai keunikan sebagai pusat Informasi dakwah dan bisnis untuk
Warga Negara Indonesia dan keturunan Tionghoa.5
Jumlah Jamaah Tionghoa yang ada di Yayasan Haji Karim Oie, saat
ini yang telah di Islamkan di Masjid Lautze sudah lebih dari seribu orang dan
tersebar Se-Jabotabek. Sedangkan untuk proses peng Islaman Tionghoa
Yayasan Haji Karim Oie baru melakukannya pada 1997 sekaligus Masjid
Lautze diresmikan menjadi Yayasan pada tahun 1994.6
B. Masuknya Muslim Tionghoa di Yayasan H. Karim Oie
Yayasan Haji Karim Oie dan Masjid Lautzenya didirikan pada 4
Februari 1994. Dan mendapat kehormatan dari Bapak Prof. DR. Ing. B.J.
Habibie dan rombongan mewakili Yayasan Abdi Bangsa. Yayasan tersebut
telah membeli masjid Lautze 89 dan penggunaanya dipercayakan kepada
Yayasan dan dipakai sebagai sumber penyiaran agama Islam untuk Warga
Negara Republik Indonesia keturunan Tionghoa.7
4 Interview Pribadi dengan Bpk. Ali Karim Oie, Wakil Ketua Yayasan Haji Karim Oie,
Jakarta, 28 November 2017 5 B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia dan Keturunan Tionghoa, (Jakarta: Teplok
Press, 2016), h., 200 6 Interview Pribadi dengan Hj. Anna, Pengurus Harian Yayasan H. Karim Oie, Jakarta ,
12 Februari 2018 7 B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia dan Keturunan Tionghoa, (Jakarta: Teplok
Press, 2016) , h., 52
38
Haji Karim Oie merupakan seorang Nasionalis, seorang pengusaha
yang sukses dan tokoh Muslim dari golongan Tionghoa. pengaruh Haji Karim
Oie memancing banyak orang untuk menjadi muallaf dari golongan Tokoh
hingga masyarakat biasa dan bertambahnya Jamaah muallaf dari keturunan
Cina. Dengan alasan itu Haji Karim Oie mendirikan Yayasan.8
Yayasan Haji Karim Oie bukanlah sebuah tempat komunitas tempat
bagi komunitas keturunan Cina, tetapi Yayasan ini mempunyai maksud dan
tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang sengaja
didirikan dengan ketentuan dan memperhatikan persayaratan formal yang
ditentukan dalam undang-undang.
Meningkatnya muallaf di Yayasan Haji Karim Oie membuat Bj.
Habibi tertarik untuk membawa Yayasan Haji Karim Oie dibawah organisasi
ICMI ( Ikatan Cendikiawan Musim Indonesia). ICMI merupakan organisasi
yang dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 yang dipelopori oleh Bj. Habibi
sendiri. Jumlah Jamaah Yayasan dari 44 orang setelah bergabung ke ICMI
menjadi 90 orang.9
Masjid Lautze dan Yayasan yang strategis berada dalam lingkungan
masyarakat asli Warga Negara Indonesia dan keturunan Cina. Papan nama ini
diberi dengan penamaan Yayasan Haji Karim Oie. Yayasan Haji Karim Oie
dibuat menyerupai klenteng atau wihara yang bernuansa ornamen Tionghoa
dengan hiasan lampion-lampion yang merupakan Ikon Cina
Yayasan Haji Karim Oie membuat perhatian Warga Negara Indonesia
keturunan Cina berdatangan tanpa adanya kecanggungan. hal ini dimaksud
untuk menarik masyarakat keturunan Tionghoa yang datang ke masjid dan
Yayasan Haji Karim Oie akan tetap merasakan atmosfir seperti budayanya.10
Yayasan Haji Karim Oie diberi nama dari nama lengkap pendiri
Yayasan yang mengelola segala bentuk aktivitas Masjid Lautze ini. Yayasan
Interview Pribadi dengan Bapak Ali Karim Oie, Wakil Ketua Yayasan Haji Karim Oie,
Jakarta, 23 Oktober 2017 9 B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia dan Keturunan Tionghoa, (Jakarta: Teplok
Press, 2016), h., 178 10
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia dan Keturunan Tionghoa,( Jakarta: Teplok
Press,2016) , h., 220
39
tersebut adalah Yayasan Haji Abdul Karim Oie Tjeng Hien. Dan disingkat
menjadi Haji Karim Oie. Dengan penamaan Yayasan Haji Karim Oie
menambah daya tarik tersendiri untuk Warga Negara Indonesia keturunan
Tionghoa. Orang-orang sekitar pasar baru Jakarta Pusat, dan berbagai daerah
yang berdatangan menyempatkan diri untuk singgah dan belajar mengenai
Islam. karena itulah Yayasan Haji Karim Oie dikenal sebagai wilayah
Pecinaan.11
Data yang diperoleh dari pengurus harian Yayasan bahwasannya selalu
ada muallaf yang masuk Islam tiap minggunya, satu sampai dua orang yang
menyatakan dirinya menjadi Muslim. Nama Yayasan ini menggunakan nama
orang Tionghoa yakni Oie. Hal tersebut selain menjaga ciri khas juga
merupakan strategi agar warga etnis Tionghoa tidak takut untuk masuk
kedalam masjid dan Yayasan Haji Karim Oie. Yang sesuai dengan Tujuan
didirikannya Yayasan Haji Karim Oie. Untuk menambah jumlah jamaah
Muallaf Tionghoa.12
Masjid Lautze dan Yayasan Haji Karim Oie yang didirikan
menghasilkan beberapa manfaat antaranya, merupakan rumah bagi muallaf
Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa. terutama untuk muallaf yang
sudah tidak mempunyai keluarga, Sebagai pembaruan Agama Islam dan
menjadikan tempat mendapatkan solusi dalam menyeselesaikan permasalahan
dalam kehidupan.
C. Struktur Yayasan Haji Karim Oie
Para pendiri terdahulu pada Yayasan Haji Karim Oie ialah Prof. Dr. H.
Sri Edi Swasono, Drs. H. Junus Jahja, K.H. Mohamad Ali Yafie, H. Sofyan
Tanjoeng, H. Yunan Helmi Nasution, SH. Drs. H. Fahmi Idris, H. Mohammad
Don Rachman, H. Mohamad Amid, Drs. Marzuki Usman MA, H. Mohamad
11
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim di Indonesia dan Keturunan Tionghoa, h., 8 12
B.Wibowo, Rumah Bagi Muslim Di Indonesia dan Keturunan Tionghoa , h., 9.
40
Ali Karim, SH, H. Ahmad Gozali Katianda SH, H. Endang Suhendi, H. Suria
SE, H. Azroel Harun, Drs. H. Fairus Lubis dan H. M. Ridwan Lubis.13
Kepengurusan Badan Yayasan H.Karim Oie saat ini yang masihaktif
akan digambarkan sebagai berikut:
13
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Di Indonesia dan Keturunan Tiongoa, (Jakarta,
Teplok Press, 2016), h, 463
KETUA UMUM:
Drs. H. Junus Jajha
WAKIL KETUA UMUM:
H. M. Ali Karim, SH
KETUA I:
Drs. H. Fairus Lubis
BENDAHARA UMUM:
H.M. Syarif Siangan
Tanundja, SH
SEKERTARIS UMUM:
Ir. H. Surya Madya
KETUA II:
H.M. Syafii Antonio, MSC
BENDAHARA:
H. Prana Tanjuddin, SH
SEKERTARIS:
H. M. Ongko Brawi
Santoso Hoentoro
ANGGOTA:
H. Azhar Burhanuddin, SE
Drs. Wasitomo
Ir. H. Syafei Arif
H. Adirsyah
H. Nabhan
41
D. Peran Yayasan Haji Karim Oie
Yayasan Haji Karim Oie yang telah diresmikan pada 1994 ini
mempunyai Tujuan yaitu dengan menjalankan fungsinya sebagai tempat syiar
Islam dengan melahirkan sebanyak mungkin jamaah Muallaf Tionghoa di
Yayasan Haji Karim Oie seperti Tokoh dari pendiri Yayasan Haji Karim Oie.
Yayasan ini juga dijadikan tempat warga keturunan Tionghoa yang ingin
memeluk agama Islam dan mendapatkan bimbingan agama. sehingga bisa
menjadi teladan bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa lainnya.14
Pengurus Yayasan Haji Karim Oie dalam program pengislaman
kepada para Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa yang hendak
memeluk Islam, sebelum menyebutkan kalimat syahadat diberikan catatan
yang berisi kalima Syahadat tersebut. Dan setelah mengucapkan kalimat
syahadat diberikan semacam Ijazah pengesahan untuk menjadi bukti otentik
keislamannya. Jamaah muallaf Tionghoa juga diberi perangkat Ibadah dan
diajarkan bagaimana tata cara Ibadah yang diajarkan Islam sampai muallaf
bisa menjalankan kewajiban sebagai muslim dengan baik. Dalam pergaulan
keseharian yang terhadap keluarganya dan lingkungan masayrakat sekitar.15
Yayasan Haji Karim Oie beperan memberikan bimbingan Ibadah dan
nasihat kepada mullaf Tionghoa. Peran yang dilakukan pada Yayasan Haji
Karim Oie terhadap pengislaman perlu mengetahui terkait niat yang tulus pada
muallaf Tionghoa, bukan karena paksaan dan bukan karena ada maksud
tujuan. Karna ada beberapa peristiwa yang terjadi pada Yayasan Haji Karim
Oie terkait niat dan tujuan seseorang menjadi muallaf Tionghoa antaranya
hanya untuk mempermudah melangsungkan perkawinan. Sedangkan Dalam
Undang-undang perkawinan yang berlaku di Indonesia sudah diatur bahwa
tidak diperkenankan bagi seorang kawin dengan pasangan yang berbeda
keyakinan.16
14
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia Dan Keturunan Tionghoa, ( Jakarta,
Teplok Press, 2016), h, 24 15
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia Dan Keturunan Tionghoa, h., 2. 16
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia Dan Keturunan Tionghoa, h.,147
42
Peran Yayasan Haji Karim Oie lainnya adalah mengenalkan Islam
kepada keturunan Tionghoa dan untuk berbaur kepada Warga Negara
Indonesia dan Ketrunan Tionghoa lainnya. Yayasan Haji Karim Oie juga
berperan untuk membantu kepada para muallaf yang sudah pisah dengan
keluarganya yang disebabkan masuknya menjadi muallaf. Dalam hal ini
Yayasan Haji Karim Oie menyiapkan tempat tinggal untuk para Muallaf
Tionghoa yang ditinggalkan keluarganya. Untuk laki-laki akan diberikan ayah
angkat atau orang tua angkat, dan untuk perempuan akan diberi tempat tinggal
dari Yayasan Haji Karim Oie yang berada di jalan Lautze pasar baru Jakarta
Pusat.17
E. Kegiatan Yayasan Haji Karim Oie
Dalam usia yayasan yang semakin meningkat Yayasan Haji Karim Oie
tetap mengadakan kegiatan rutin untuk para jamaah dan muallaf antara lain
kegiatan yang diadakan oleh Yayasan tersebut:
1. Pembauran Agama dan Bisnis
Pembauran Agama yang dimaksud adalah, pengislaman yang di
langsungkan setiap minggu di Yayasan Haji Karim Oie, pengislaman ini
tidak selalu stabil ada beberapa frekuensi naik dan turun yang tidak
menentu. Dalam pengislaman ini pihak Yayasan Haji Karim Oie
memberikan selembar yang bertuliskan dua kalimat Syahdat yang nantinya
akan diikrarkan seseorang. Setelah bersyahadat Yayasan Haji Karim Oie
memberikan sertifikat yang diberikan sebagai bukti outentik atau legalitas
seseorang sudah menjadi muallaf. 18
Pembauran melalui bisnis yang dilakukan pada pihak Yayasan dan
Jamaah Muallaf Tionghoa, untuk keberlangsungan hidup mereka bersama
keluarganya. Yayasan Haji Karim Oie menyampaikan dengan cara
berdagang, dengan cara perdagangan pihak Yayasan bisa menyampaikan
dakwah sesuai yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.19
17
Interview Pribadi dengan Bapak Yusman Pengurus Yayasan Haji Karim Oie, Jakrta, 6
Oktober 2017. 18
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia Dan Keturunan Tionghoa., h., 75 19
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia Dan Keturunan Tionghoa., h, 2
43
2. Gerakan dakwah untuk Warga Negara Indonesia dan Muallaf Tionghoa.
Gerakan dakwah pada Yayasan Haji Karim Oie adalah, kegiatan
Rohani yang dilaksanakan setiap hari Minggu. Gerakan dakwah ini
terbuka untuk umum, baik untuk muallaf Tionghoa maupun Warga Negara
Indonesia Yang disampaikan Ustazah Anna Warga Negara Indonesia.
Kegiatan dakwah yang disampaikan ustazah Anna adalah dengan metode
pembahasan yang dikutip secara langsung dari Al-Qur’an dan Al-Hadits
serta beberapa kitab Fiqih yang sering dijadikan pedoman hidup Muslim.
Kegiatan dakwah yang disampaikan Ustazah Anna untuk memberikan
bagaimana cara beribadah dan kewajiban yang seharusnya dilakukan pada
umat Islam. Yang nantinya akan diperaktekan kepada para muallaf
Tionghoa. Dan gerakan dakwah ini bertujuan untuk memberikan beberapa
pengetahuan yang belum diketahui kepada para muallaf Tionghoa.20
3. Majid Lautze dan Yayasan Haji Karim Oie merayakan Imlek dengan
berbagai macam kegiatan.
Masjid Lautze dan Yayasan Haji Karim Oie tetap merayakan Imlek
yang berbeda dengan adat Cina yaitu dengan nuansa Islami dan bertujuan
untuk para Jamaah Muallaf Tionghoa bersilaturahim. Da mengingat tradisi
yang pada setiap tahunnya dilakukan bersama keluargabesarnya. Terutama
bagi mereka yang sudah tidak mempuyai keluarga besar bisa merasakan
kembali kekeluargaan. Pada perayaan Imlek ini Yayasan Haji Karim Oie
juga mempunyai kegiatan yang berupa dengan perlombaan Adzan dan
pengajian bersama untuk Warga Negara Indonesia dan Muallaf
Tionghoa.21
4. Shalat Tarawih Bersama.
Masjid dan Yayasan Haji Karim Oie melangsungkan Shalat
Tarawih bersama yang dilangsungkan pada bulan Ramadhan. Yayasan
Haji Karim Oie mengkhususkan setiap hari Minggu shalat tarawih
berjamaah dikhususkan untuk jamaah muallaf Tionghoa, untuk tetap
20
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia Dan Keturunan Tionghoa., h, 87 21
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia Dan Keturunan Tionghoa., h, 182
44
menjamin tali silaturahim. Pelaksanaan shalat Tarawih di imamkan
langsung dari jamaah mualaf Tionghoa di Yayasan Haji Karim Oie.22
5. Solat Jumat Bersama.
Solat jumaat bersama yang dilaksanakan di Yayasan Haji Karim
Oie adalah kegiatan rutin yang setiap minggu melangsungkan shalat
jumaat yang dikhususkan untuk jamaah muallaf Tionghoa baik dari
Muadzin, Imam, dan Cermah.23
6. Masjid Lautze dan Yayasan Haji Krim Oie merayakan hari-hari besar
Islam.
Masjid Lautze dan Yayasan Haji Karim Oie selalu membuat
kegiatan-kegiatan dalam rangka untuk menghormati hari-hari besar umat
Islam. Untuk hari raya Idul Adha pihak Yayasan Haji Karim Oie
melangsungkan shalat Idhul Adha Bersama serta mengurbankan hewan-
hewan untuk dikurbankan. Hewan yang dikurbankan akan diberikan
kepada para jamaah muallaf Tionghoa terutama bagi mereka yang kurang
mampu dan Warga Negara Indonesia. Dalam pelaksanaan Hari Raya Idul
Fitri Yayasan Haji Karim Oie melangsungkan shalat Idul Fitri Bersama
dan melakukan kumpul bersama dengan para jamaah muallaf Tionghoa
dengan Warga Negara Indonesia dengan kegiatan makan ketupat bersama
dengan tujuan untuk menjaga tali silaturahim sekaligus mengenalkan
kepada mereka beberapa hari-hari besar umat Islam yang harus dihormati.
Selain itu juga pihak Yayasan Haji Karim Oie mengajarkan bagaimana
kewajiban sesama mulim lainnya.24
22
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia Dan Keturunan Tionghoa., ,h, 200 23
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia Dan Keturunan Tionghoa., h ,172 24
B. Wibowo, Rumah Bagi Muslim Indonesia Dan Keturunan Tionghoa., h, 192
45
BAB IV
SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARIS PADA JAMAAH MUSLIM
TIONGHOA DI YAYASAN HAJI KARIM OIE
A. Hubungan Muslim Tionghoa Dengan Keluarganya (Non Muslim) Pada
Sistem Pembagian Waris
Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian dari akibat hubungan perkawinan dari
hukum kekeluargaan. Hukum Waris juga berkaitan dengan ruang lingkup
kehidupan manusia dan setiap manusia akan mengalami kematian.
Diantaranya adalah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak
serta kewajiban-kewajiban seseorang setelah meninggal dunia.1 Penyelesaian
hak-hak dan kewajiban-kewajiban akibat meninggalnya seseorang telah diatur
oleh hukum Waris.2
Haji Ali Karim Oie sebagai ketua Yayasan Haji Karim Oie
menyatakan dalam hubungan muslim Tionghoa dengan keluarganya Non
Muslim pada sistem pembagian Waris banyak perbedaan. Ada beberapa yang
masih mempunyai hubungan yang baik dan ada pula yang sudah rusak
hubungannya. Hubungan yang baik timbul karena seseorang masih
berperilaku baik terhadap keluarganya. Untuk hubungan yang sudah tidak baik
dikarenakan perubahan sikap dan perilaku seseorang terhadap keluarganya.
Namun pada kenyataanya lebih banyak kecenderungan kepada keluarga yang
masih mempunyai hubungan yang baik.3
Hasil wawancara dengan Haji Ali Karim Oie hubungan dengan
kelurganya masih dalam keadaan baik, karena hampir semua keluarganya
sudah menjadi muallaf. Namun Ada beberapa anggota keluarga Haji Ali
Karim Oie yang masih non muslim dan hubungan itu masih tetap terjaga
dengan baik. Tidak ada sengketa apapun termasuk pada sistem pembagian
1 Febbe Joesiaga, “Pelaksanaan Pembagian Warisan Secara Adat Pada Masyarakat
Tionghoa Di Kota Surakarta”, Tesis:, (Semarang: 2008)., h, 85 2 Eman Suparman, Hukum Waris Islam Dalam Presfektif Islam, Adat, dan BW, (Bandung:
PT. Refika Aditama, 2014),. h,1 3 Interview Pribadi Dengan Haji Ali Karim Oie, Ketua Yayasan Haji Karim Oie, Jakarta
25 Juli 2017
46
Waris dikarenakan kedua orang tua Haji Ali Karim Oie Wafat setelah menjadi
muallaf. Pada sistem pembagian Waris dilaksanakan sesuai dengan ajaran
Islam. yaitu Harta Waris akan diberikan setelah selesai pembiyayaan
pengurusan jenazah dan pembayaran hutang piutang pewaris apabila belum di
lunasi. Karena Pewaris mempunyai harta yang sedikit habislah harta Waris
untuk biayaya pengurusan jenazah dan pelunasan hutang-hutang pewaris
sehingga tidak ada pembagian harta Waris pada keluarganya.4
Seperti yang dikatakan Haji Ali Karim Oie terhadap Hubungan muslim
Tionghoa dengan keluarga yang Non Muslim ada beberapa perbedaan seperti
hubungan ayah, ibu anak laki-laki, anak perempuan, nenek dan kakek yang
masih mempunyai ikatan darah dan satu sepersusuan. Didalam hubungan
tersebut ada beberapa hubungannya yang masih baik dan ada yang tidak baik
atau sudah rusak karena sebab-sebab tertentu. Sebelum pembahasan lebih
lanjut peneliti mencoba mengkategorikan jenis hubungan yang dialami para
Jamaah muallaf di Yayasan Haji Karim Oie sebagai berikut:
1. Hubungan yang baik
Kartika Sari Susilo muallaf pada tahun 1992 sejak SMA. Rasa
takut Kartika Sari Susilo hilang karena ingin mencari Ridho Allah SWT
dan meyakini Islam adalah agama yang benar. Kartika Sari Susilo sebagai
anak bungsu dari 3 bersaudara dan mempunyai 2 orang kakak perempuan.
Hubungan Kartika Sari Susilo dengan keluarganya yang masih non
muslim baik-baik saja sampai saat ini. Hubungan yang baik dikarenakan
Kartika Sari Susilo yang tidak pernah membeda-bedakan agama dan
menghormati semasa hidup kedua orang tua dan saudaranya. Hubungan
yang baik itu tidak menghalangi Kartika Sari Susilo sebagai ahli Waris.
Adapun Harta Waris yang ditinggalkan oleh kedua orang tua Kartika Sari
Susilo berupa Rumah, sebidang tanah dan beberapa perhiasan milik
ibunya. Dan semua itu dibagikan dengan sistem bagi sama rata yaitu 1:1
demi menjaga keharmonisan hubungan yang ada dikeluarga Kartika Sari
Susilo.5
4 Interview Pribadi dengan H. Ali Karim Oie, Sebagai Ketua Yayasan Haji Karim Oie, 25
Juli 2017 5 Interview Pribadi dengan Kartika Sari Susilo, Jamaah Muallaf Yayasan Haji Karim
Oie, Jakarta 2 Agustsus 2017
47
Yenny Maulina muallaf pada tahun 2014. Berbeda dengan Kartika
Sari Susilo, Yenny Maulina sebagai anak ke-2 dari ke-4 saudaranya terdiri
anak laki-laki pertama dan dua adik perempuannya. Hubungan
kekeluargaan Yenny Maulina masih terjalin dengan baik. Hubungan yang
baik itu dikarenakan Yenny Maulina berbakti kepada kedua orang tua
semasa hidupnya, hal itu menyebabkan Yenny Maulina masih
mendapatkan bagianya sebagai ahli Waris Tunggal. Namun adik bungsu
Yenny Maulina tidak mendapatkan bagian sebagai ahli Waris dikarenakan
adiknya yang mempunyai etika yang kurang baik kepada kedua orang tua
Yenny Maulina semasa hidupnya.6
Ahmad Anton menjadi muallaf pada tahun 2013 setelah menikah
dengan Sri Endelina. Ahmad Anton menjadi muallaf karena sudah
mendapatkan hidayah. Ahmad Anton sebagai anak ke-3 dari ke-4 saudara
diantaranya, 2 orang perempuan dan 2 orang laki-laki. Hubungan Anton
dengan keluarganya masih dalam keadaan yang baik meskipun seorang
diri sebagai muallaf dari beberapa saudaranya. Hubungan yang terjalin
baik pada keluarga Ahmad Anton tetap menutup bagianya sebagai ahli
Waris dengan alasan Ahmad Anton yang berbeda agama dengan kedua
orang tua dan saudara-saudaranya. Ahmad Anton tetap mendapatkan
bagian harta Waris yang diberikan berupa wasiat yang disampaikan
ayahnya secara tertulis bahwa Ahmad Anton berhak mendapatkan
sebagian harta Warisnya. Mengenai harta yang akan diberikan oleh
kakaknya berupa hibah kepada Ahmad Anton atas wasiat yang diberikan
semasa ayahnya hidup. Adapun harta yang ditinggalkan kedua orang
tuanya berupa rumah, 3 buah kontrakan dan beberapa benda bergerak yang
akan diberikan kepada ahli Warisnya kecuali Ahmad Anton yang
mendapatkan bagianya 1/3 dari harta Waris yang diberikan oleh kakaknya
berupa hibah atas Wasiat yang diberikan kepada Ahmad Anton.7
6 Interview Pribadi dengan Yenny Maulina, Sebagai Jamaah Muallaf Yayasan Haji
Karim Oie, Jakarta 18 Februari 2018 7 Interview Pribadi dengan Ahmad Anton, Sebagai Jamaah Muallaf Yayasan Haji Karim
Oie, Jakarta 18 Februari 2018.
48
Jonathan F. Satria muallaf pada 18 Februari 2018. Jonathan F.
Satria sebagai anak pertama dari ke-2 saudara perempuannya bersama Ibu
yang ditinggalkan oleh ayah mempunyai hubungan yang terjalin dengan
baik. Jonathan F. Satria mempunyai budi pekerti yang baik dari sebelum
muallaf sampai menjadi mullaf, hal itu tidak menghalangi bagiannya
sebagai ahli Waris utama laki-laki. Yang diharapkan ayah Jonathan F.
Satria untuk menjaga keluarganya dan harta yang ditinggalkan jika sudah
tiada. Harta yang ditinggalkan ayahnya berupa Rumah, 2 kendaraan
bermotor dan beberapa benda tidak bergerak. Semua harta peninggalan
ayah yang akan diberikan kepada Jonathan F. Satria sebagai ahli Waris
tunggal dan sisanya akan diberikan kepada Ibu dan adik-adiknya.8
Soen Koeng Hok menjadi muallaf pada 25 Januari 1993. Soen
Koeng Hok menjadi muallaf karena melihat Islam itu adil dan mempunyai
landasan hukum yang jelas. Soen Koeng Hok anak pertama dari ke-2 adik
laki-laki dan adik perempuanya. Hubungan Soen Koeng Hok dengan
keluarganya yang masih non muslim masih terjalin dengan baik. Meskipun
hubungan Soen Koeng Hok terjalin dengan baik, itu semua telah menutup
bagian Soen Koeng Hok sebagai ahli Waris. Harta Waris akan diberikan
kepada para keturunanya yang masih satu agama dengan kedua orang
tuanya. Adapun harta peninggalan yang ditinggalakan kedua orang tuanya
berupa rumah, beberapa benda tidak bergerak, dan sertifikat tanah.
Hubungan yang terjalin antara Soen Koeng Hok dengan keluarganya tidak
menutup kemungkinan bahwa Soen Koeng Hok sudah terputus bagianya
sebagai ahli Waris, dikarenakan Soen Koeng Hok sebagai muallaf dan hal
itu sudah di musyawarahkan.9
2. Hubungan yang tidak baik
Hubungan yang tidak baik dikarenakan beberapa sebab.
DIantaranya pada hasil wawancara dengan Hertina yang mempunyai nama
8 Interview Pribadi dengan Jonathan F. Satria, Sebagai Jamaah Muallaf Yayasan Haji
Karim Oie, Jakarta 18 Februari 2018 9 Interview Pribadi dengan Soeng Koeng Hok, Jamaah Muallaf Yayasan Haji Karim Oie,
Jakarta 20 Februari 2018.
49
Cina Geutinou menjadi muallaf pada tahun 2013 sejak ikut pamannya.
Hertina atau Geutinou sebagai anak ke-2 bersama kakak perempuan dan
ke-2 adik laki-laki. Hertina atau Geutinou sudah tidak mempunyai
hubungan yang baik dengan keluarganya semenjak menjadi muallaf.
Hubungan yang tidak baik yang disebabkan oleh agama mengakibatkan
Hertina sudah terputus hubungan dengan keluarganya begitupun pada
bagiannya sebagai ahli Waris. Adapun harta Waris milik kedua orang tua
yang ditinggalkan antara lain berupa rumah tempat kediaman bersama
saudara-saudaranya yang di kuasai penuh oleh adik laki-laki bungsu dan
tidak dibagikan kepada ahli Waris lainnya.10
Abdurrahman dengan nama panggilan Cina Tcinkonetcong atau
aqued. Menjadi muallaf pada tahun 2015. Abdurrahman sebagai anak
angkat yang diasuh oleh saudara jauhnya sejak usia 18 tahun. Pada waktu
itu orang tua Abdurrahman mempunyai hutang kepada saudaranya dan
Abdurrahman sebagai pengganti hutang tersebut. Abdurrahman diangkat
dan diasuh dengan tujuan ingin mencari anak laki-laki untuk keluarga
asuhnya, Abdurrahman sebagai harapan mereka karena anak laki-laki
dapat menggantikan posisi kedua orang tua apabila sudah tiada dan
menjaga harta keluarganya. Kehadiran anak laki-laki sangat dinantikan
oleh orang-orang keturunan Tionghoa. Hubungan Abdurrahman dengan
ke-4 saudaranya yang masih non-muslim yang awalnya baik menjadi tidak
baik, karena beberapa sebab yang mengakibatkan hubunganya rusak
dengan keluarganya. Yang menyebabkan rusaknya hubungan
Abdurrahman dengan keluarga asuhnya karena Abdurrahman menjadi
muallaf dan saudara-saudaranya yang memperebutkan harta Waris milik
kedua orang tuanya. Harta yang ditinggalkan berupa 2 buah rumah
mewah, sebuah bidang tanah, dan beberapa benda tidak bergerak yang
pada saat itu semua harta di kuasai oleh nenek mereka. Kehadiran
Abdurrahman yang diharapkan membantu menyeselesaikan sengketa
10
Interview Pribadi Dengan Geutinou, Jamaah Muallaf Yayasan Haji Karim Oie, Jakarta
2 Agustus 2018
50
tersebut malah sebaliknya bersikap acuh. Hubungan yang tidak baik itu
bukan menjadi penghalang Abdurrahman mendapatkan Warisan akan
tetapi tetap mendapatkan bagiannya sebagai anak angkat laki-laki yang
bagiannya sejajar dengan nenek. Sedangkan hubungan Abdurrahman
dengan keluarga kandungnya yang sudah terputus sehinggal memutuskan
sebagai bagian ahli Waris.11
Budiman menjadi muallaf pada tahun 1986. Yang menjadi alasan
Budiman menjadi muallaf karena sudah mendapatkan panggilan berupa
rahmat yang diberikan Allah SWT. Budiman bersama saudara
perempuannya yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya memiliki
hubungan yang tidak baik yang dikarenakan sikap Budiman yag terlalu
mengekang kepada saudara perempuannya dengan larangan-larangan yang
diatur dalam agama Islam. Hubungan yang tidak baik itu memutuskan
bagiannya sebagai ahli Waris dan seluruh harta Waris yang sudah habis
terjual di miliki oleh adiknya.12
B. Sistem Pembagian Ahli Waris Muallaf Tionghoa
Pada asasnya dalam susunan masyarakat Tionghoa pada umumnya
masih memakai sistem Patrilineal atau disebut dengan kebapakan. Yang
dimaksud dengan kebapakan ialah suatu sistem kekeluargaan dengan para
anggota masyarakat hukum yang menarik garis keturunan melaui garis laki-
laki atau bapak. Pembagian ahli Waris pada muallaf Tionghoa di Yayasan
Haji Karim Oie sebagai berikut:
1. Anak perempuan
Kartika Sari Susiolo sebagai anak bungsu dari ke-3 saudara
perempuannya. Kartika Sari Susilo sebagai ahli Waris bersama saudara
perempuanya mendapatkan pembagian sama rata yaitu 1:1. Adapun harta
yang ditinggalkan berupa rumah, sebidang tanah, dan beberapa perhiasan
11
Interview Pribadi dengan Abdurrahman Tchinkonetcong, Sebagai Jamaah Muallaf
Yayasan Haji Karim Oie, Jakarta 18 Februari 2018 12
Interview Pribadi dengan Budiman, Jamaah Muallaf Yayasan Haji Karim Oie, Jakarta
18 Fberuari 2018
51
yang dijual dan uang hasil penjualan akan di bagi sama rata kepada ahli
Waris.13
Yenny Maulina anak ke-2 bersama ke-4 saudaranya diantara kakak
laki-laki dan ke-2 adik perempuannya. Yenny Maulina sebagai ahli Waris
tunggal mendapatkan baginya 2/3 bagian harta Waris. Bagian harta Waris
yang didapatkan laki-laki 1/6 bagian dan 2/3 bagian sisa harta akan
dibagikan kepada 2 saudara perempuannya.14
2. Anak Laki-laki
Pada umumnya masyarakat Tionghoa yang bersifat Patrilineal yang
mempunyai sifat kebapakan, mengharapkan kelahiran anak laki-laki dari
bagian keluarganya yang akan bertanggung jawab dan menjaga harta
keluarganya. Diantara hasil wawancara dengan muallaf laki-laki sebagai
ahli Waris sebagai berikut:
Jonathan F. Satria sebagai anak pertama dari 3 bersaudara, Jonathan
F. Satria bersama 2 adik perempuannya dan Ibu yang ditinggal mati oleh
ayahnya. Jonathan F. Satria sebagai ahli Waris utama mendapatkan 1/3
bagian harta Waris.15
3. Wasiat Hibah
Wasiat Hibah merupakan pesan yang diberikan pewaris kepada anak
atau keturunanya yang tidak mendapatkan bagian sebagai ahli Waris
karena sebab-sebab tertentu. Diantaranya yang terjadi pada Ahmad Anton
sebagai anak ke-3 dari ke-4 saudaranya terdiri 2 anak laki-laki dan 2 anak
perempuan. Ahmad Anton dan ke-4 saudara yang ditinggal oleh kedua
orang tuanya dan meninggalkan beberapa harta harta Waris berupa rumah,
3 buah kontrakan, dan beberapa benda tidak bergerak akan diberikan
kepada para keturunanya. Ahmad Anton tidak mendapatkan bagiannya
sebagai ahli Waris yang sudah terputus karena Ahmad Anton sebagai
13
Interview Pribadi dengan Kartika Sari Susilo, Jamaah Muallaf Yayasan Haji Karim
Oie, Jakarta 2 Agustsus 2017 14
Interview Pribadi dengan Yenny Maulina, Sebagai Jamaah Muallaf Yayasan Haji
Karim Oie, Jakarta 18 Februari 2018 15
Interview Pribadi dengan Jonathan F. Satria, Sebagai Jamaah Muallaf Yayasan Haji
Karim Oie, Jakarta 18 Februari 2018
52
muallaf dan harta yang akan diterima Anton digantikan dari isi wasiat
yang tertulis oleh ayahnya semasa hidupnya. Harta Waris yang akan
diberikan oleh kakaknya berupa hibah kepada Ahmad Anton 1/3 bagian
dari wasiat yang ditinggalkan oleh ayahnya untuk Ahmad Anton.16
4. Anak Angkat
Anak angkat atau kerabat angkat adalah kerabat yang hadir atas
pengangkatan saudara yang dilakukan seseorang terhadap orang lain,
dengan tujuan untuk dijadikan bagian dari keluarga tersebut. Untuk
penempatan anak angkat atau kerabat angkat dan pengangkatan anak
berguna untuk mencari anak laki-laki yang nantinya akan diangkat derajat
yang sama seperti bagian keluarganya.17
Abdurrahman sebagai anak angkat dari ke-4 saudara perempuan dan
nenek yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Harta Waris kedua
orang tua angkatnya meninggalkan 2 buah rumah mewah, sebidang tanah
dan beberapa benda tidak bergerak. Status Abdurrahman sebagai anak
angkat tidak menutup bagiannya menjadi ahli Waris pada keluarga
angkatnya, bahkan Abdurrahman mendapat bagian harta peninggalan
seperti bagian yang didapatkan anak laki-laki di Tionghoa serta bagian
harta yang didapatkan Abdurrahman sama rata dengan bagian yang
didapatkan nenek 1/2 bagian.18
16
Interview Pribadi dengan Ahmad Anton, sebagai Jamaah Muallaf Di Yayasan Haji
Karim Oie, Jakarta: 18 Februari 2018 17
Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama,
2006),. h. 47 18
Interview Pribadi dengan Abdurrahman, sebagai Jamaah muallaf Di Yayasan Haji
Karim Oie, Jakarta: 18 Februari 2018
53
NO NAMA MUALLAF TAHUN
MUALLAF
STATUS WARIS KETERANGAN
1 Kuman Gunawan 1991 Mendapatkan harta
Warisan sebagai ahli
Waris
Sebagai ahli
Waris anak Laki-
laki
2 Ahmad Anton 2013 Menutup bagiannya
sebagai ahli Waris
dan digantikan
dengan Wasiat Hibah
Sebagai anak ke-
3 laki-laki dari
ke-4 bersaudara
3 Hendry 2000 Mendapatkan harta
Waris sebagai ahli
Waris
Sebagai ahli
Waris anak laki-
laki
4 Jonathan F. Satria 2018 Mendapatkan harta
Waris sebagai ahli
Waris
Sebagai ahli
Waris anak laki-
laki
5 Kantjana Setiawan
(Amiaun)
1983 Mendapatkan harta
Waris sebagai ahli
Waris
Sebagai ahli
Waris anak laki-
laki
6 Kartika Sari Susilo 1992 Mendapatkan harta
Waris sebagai ahli
Waris
Sebagai ahli
Waris anak
perempuan
7 Soen Koeng Hok 1993 Tidak mendapatkan
bagiannya sebagai
ahli Waris karena
faktor agama yang
memutuskan
Sebagai anak
laki-laki
8 Yenny Maulina 2014 Mendapatkan harta
Waris sebagai ahli
Waris
Sebagai ahli
Waris anak
perempuan
9 Abdurrahman 2003 Mendapatkan harta Sebagai anak
54
(Tchinkonecthong
Aqued)
Waris sebagai anak
angkat dengan bagian
yang sama seeperti
anak laki-laki
angkat dan
mendapatkan
bagian harta,
yang sama
dengan bagian
yang diterima
anak laki-laki.
10 Budiman
1986 Sudah terputus
bagiannya sebagai
ahli Waris karena
faktor agama, dan
karena hubungan
yang tidak baik.
Sebagai anak
laki-laki sudah
terputus
bagiannya
11 Hertina (Goutinou) 2013 Sudah terputus
bagiannya sebagai
ahli Waris karena
hubungan yang tidak
baik dengan
keluarganya.
Sebagai anak
perempuan sudah
terputus
bagiannya
C. Ananlisis Terhadap Waris Muallaf Tionghoa Dengan Hukum Islam
Tionghoa merupakan sebutan lain untuk Cina yang sudah resmi
menjadi Warga Negara Indonesia. seperti yang kita ketahui bahwa Negara
Indonesia tidak mempunyai hukum yang berlaku untuk semua golongan tanpa
membedakan sebuah suku atau Ras yang ada di Negara Indoensia. Setelah
lahirnya Undang-undag Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan
Republik Indonesia sudah tidak ada lagi perbedaan terhadap suatu golongan.
Tidak menutup kemungkinan penggolongan masih digunakan salah satunya
dalam pelaksanaan hukum Waris yaitu, hukum Waris yang dilaksanakan
berdasarkan BW (Burgerlijik Wetboek) yang sifatnya mementingkan hak-hak
perseorangan atas kebendaan dan itu berlaku untuk golongan Tionghoa.
55
Hukum kewarisan Islam adalah mengatur tentang hak pemilikan harta
peninggalan (Tirkah) Pewaris, yang menentukan siapa yang berhak menjadi
ahli Waris dan berapa bagian masing-masing ahli Waris. Hukum Waris Islam
hanya berlaku untuk orang yang beragama Islam.19
dan telah diatur dalam Al-
Qur’an QS An-Nisa :7
Artinya; “bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapak dan kerabatnya dan bagi orang wanita ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bagian yang telah ditetapkan”.20
Analisis pertama pembagian anak perempuan yang diterima Kartika
Sari Susilo sebagai muallaf di Yayasan Haji Karim Oie mendapatkan 1:1
bersama dengan ke-2 saudara perempuanya. Pembagian diberikan sama rata
berdasarkan adat keluarga mereka untuk menjaga hubungan satu sama lain.21
Berbeda dengan sistem pembagian anak perempuan dalam kompilasi hukum
Islam pasal 176 bahwa anak perempuan bila seorang diri ia mendapatkan 1/2
bagian. 2/3 bagian jika bersama dengan saudaranya. Dan apabila anak
perempuan bersama dengan anak laki-laki mendapatkan 2:1 bagian. 1 bagian
karena kedudukannya bersama dengan anak laki-laki dalam Islam bagian anak
perempuan sebagai ashabah. Seharusnya bagian yang didapatkan Kartika Sari
Susilo 2/3 bagian karena bersama dengan saudara perempuannya. Dengan ini
bisa dilihat ada faktor penggeseran yang terjadi pada bagian Waris Kartika
Sari Susilo dibagi sama rata bersama sudara perempuannya.
19
Mardani, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2015)., h, 1. 20
Mardani, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Pt. SinarGrafika Persada,
2014, Cet. Pertama), h., 2. 21
Abdul Manan & M. Fauzan , Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan
Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, h., 106.
56
Analisis kedua kepada Yenny Maulina sebagai muallaf di Yayasan
Haji Karim Oie. Yenny Maulina anak ke-2 dari 4 bersaudara sebagai pewaris
tunggal 2/3 bagian dari ahli Waris lainnya. Berbeda menurut Amir
Syarifuddin dalam bukunya yang berjudul Hukum Kewarisan Islam. Pada
pembagian anak perempuan yang harusnya diterima Yenny Maulina karena
bersama dengan beberapa saudaranya sebagai Muslim yang diatur dalam
Islam adalah 1/2 bagian jika anak perempuan seorang diri, dan jika beberapa
orang 2/3 bagian, masing-masing 1 bagian dari sisa jika mewarisi bersama
anak laki-laki dan kedudukan perempuan sebagai ashabah bil-ghairir.22
Adapun pembagian yang seharusnya didapatkan oleh Yenny Maulina sebagai
muallaf dalam hukum Islam 2/3 bagian bersama 2 saudara perempuannya.
Bagian yang diterima Yenny Maulina berbeda dengan konsep Islam hal
tersebut dikarenakan pembagian Waris yang ada dikeluarga Yenny
Berdasarkan Asas kekeluargaan.
Analisis ketiga pembagian pada Anak laki-laki berdasarkan hasil
Wawancara dengan Jonathan F.Satria sebagai muallaf di Yayasan Haji Karim
Oie. Jonathan F. Satria sebagai anak pertama dari 3 bersaudara, Jonathan F.
Satria mendapatkan 1/3 bagian harta Waris. Dan sisa harta 2/3 bagian akan
diberikan kepada ke-2 adik perempuan dan 1/6 bagian diberikan Ibunya.
Ketentuan dalam hukum Kewarisan Islam pembagian pada Anak laki-laki
adalah bagian yang pasti, mereka menerima Waris dengan jalannya Usbah
baik bersama anak laki-laki maupun anak perempuan. Pembagian 2:1 yang
artinya bagian yang diterima laki-laki lebih banyak dari bagian anak
perempuan. Hal ini sudah diatur dalam Al-Qur’an QS. Al-Nisa: 11:
22 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PrenadaMedia Group, 2011),
h.,233.
57
Artinya: Allah mewasiatkan bagi kamu tentang (pembagian
pusaka) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan
bagaimana dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya
perempuan dan lebih dua orang, maka bagi mereka 2/3 dari harta yang
ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang diri maka ia memperoleh
1/2 harta.23
Analisis keempat pada Wasiat Hibah, Sistem pembagian yang
didapatkan Ahmad Anton sebagai muallaf di Yayasan Haji Karim Oie berupa
Wasiat hibah. Wasiat hibah yang dimaksud adalah pesan yang ditulis pewaris
kepada Ahmad Anton untuk mendapatkan bagian dari harta peninggalan yang
dihibahkan oleh kakaknya sebagai pelaksanaan Wasiat kedua orang tuanya.
Ahmad Anton sebagai anak ke-3 dari ke-4 bersaudara, terdiri 2 anak laki-laki
dan 2 anak perempuan yang masih menjadi bagian dari ahli Waris
keluarganya. Ahmad Anton yang sudah tidak menjadi bagian ahli Waris tetap
mendapatkan harta Waris yang digantikan berupa wasiat hibah dengan 1/3
bagian dari harta yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Dalam kompilasi
hukum Islam Wasiat adalah pemberian sesuatu benda dari pewaris kepada
orang lain atau lembagayang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
Hibah dalam kompilasi hukum Islam adalah suatu pemberian benda secara
suka rela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih
hidup untuk dimiliki. 24
Jadi pembagian yang diterima Ahmad Anton tidak
berbeda dengan Wasiat wajibah yang diatur dalam hukum Islam merupakan
suatu wasiat yang di peruntukan kepada ahli Waris atau kerabat yang tidak
23
Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam Dalam Pendekatan Teks &
Konteks, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h., 26. 24
Abdul Manan & M.Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewennag Peradilan
Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h., 104
58
memperoleh bagian harta Warisan dari orang yang wafat karena adanya suatu
halangan. Maka kepada keturunanya dari anak pewaris diberikan wasiat
wajibah tidak melebih 1/3 dari harta peninggalan pewaris.
Analisis kelima pembagian yang didapatkan Abdurrahman sebagai
muallaf di Yayasan Haji Karim Oie yang sering di panggil Tcinkoentcong.
Abdurrahman sebagai anak angkat dari ke-4 bersaudara bersama nenek yang
telah ditinggalkan oleh orang tuanya. Abdurrahman sebagai anak angkat
mendapatkan 1/2 bagian. Dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa
anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidup sehari-
harinya, biaya pendidikan dan sebagainnya beralih tanggung jawabnya dari
orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.
Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta Warisan orang tua angkatnya.25
Melihat
pembagian yang didapatkan Abdurrahman 1/2 menyalahi aturan pembagian
Waris anak angkat yang seharusnya tidak melebihi bagiannya 1/3 dan hal ini
dikarenakan pembagian yang terjadi pada Waris masih menggunakan sistem
Patrilineal.
Analisis dari hasil wawancara dengan beberapa responden jamaah
muallaf Tionghoa di Yayasan Haji Karim Oie ada beberapa faktor yang
menyebabkan seseorang terhalang atau terputus dan mendapatkan bagianya
sebagai ahli Waris. Yang menyebabkan seseorang terhalang atau terputus
bagiannya sebagai ahli Waris salah satunya karena faktor agama. Dalam
hukum Islam yang menyebabkan sebab terhalangnya seseorang mendapatkan
harta Waris diantaranya perbudakan, pembunuhan, dan berlainan agama.
Sesuai dengan penjelasan Rasulullah SWT dalam sabdanya:
النبي صلي اهلل عليو وسلم قال اليرث المسلم الكافر وال يرث الكافر اسامة بن زيد ان عن المسلم
25
Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam Dalam Pendekatan Teks
&Konteks, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h., 100.
59
Artinya: “ dari Usamah ibni Zaid, sesungguhnya Nabi SAW
bersabda: orang muslim tidak mewarisi orang kafir pun orang kafir
mewarisi orang muslim”.
Hal tersebut tidak menjadi hambatan seseorang untuk menerima
bagiannya sebagai ahli Waris, dan digantikan dengan cara penggantiannya
berupa wasiat hibah yang diberikan pewaris kepada anaknya sebagai bentuk
jasa dan rasa kasih sayangnya. Dalam hukum Islam seseorang masih bisa
mendapatkan harta Waris dengan Wasiat wajibah yang merupakan suatu
wasiat yang diperuntukan kepada ahli Waris atau kerabat yang tidak
memperoleh bagian harta Warisan dari orang yang wafat karena suatu sebab
tertentu, dan harta yang diberikan tidak boleh melebihi 1/3 bagian dari harta
peninggalan pewaris.
60
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Hubungan muslim Tionghoa dengan keluarganya Non muslim pada sistem
pembagian Waris di Yayasan Haji Karim Oie memliki beberapa
hubungan, diantaranya hubungan yang baik dan hubungan yang tidak baik.
Hubungan dua insan yang berbeda agama ini disebabkan karena beberapa
faktor salah satunya hubungan yang masih terjaga dengan baik karena budi
pekerti yang baik seseorang terhadap keluarganya, tidak menutup
seseorang mendapatkan bagian sebagai ahli Waris. adapun sebab
seseorang mempunyai hubungan yang tidak baik dikarenakan seseorang
telah membuat suatu masalah yang menimbulkan kekecewaan, yang
menyebabkan terputus bagiannya sebagai ahli Waris terkecuali ada alasan
yang kuat untuk seseorang masih mendapatkan Waris.
2. Sistem pembagian ahli Waris pada muallaf Tionghoa di Yayasan Haji
Karim Oie yang berbeda-beda pembagian diantaranya pada pembagian
anak perempuan yang dibagi sama rata 1:1, dan bagiannya 2 kali lebih
besar dari saudara-saudaranya. Pembagian anak laki-laki 2 kali lebih besar
dari bagian saudara perempuan dan Ibu. Wasiat Hibah dengan 1/3 bagian
dan bagian Anak angkat laki-laki mendapatkan 1/2 bagian.
3. Pembagian Waris pada anak perempuan muallaf tionghoa ada yang dibagi
sama rata dan 2 kali bagian dari 2 saudaranya. Berbeda dengan hukum
Islam anak perempuan 1/2 bagian jika seorang, 2/3 bagian jika beberpa
orang. Pembagian Waris anak laki-laki muallaf Tionghoa sama dengan
pembagian dalam hukum Islam mendapatkan bagian 2 kali lebih besar dari
anak perempuan. Pembagian Waris anak angkat muallaf Tionghoa 1/2
bagian dalam hukum Islam pembagian Waris anak angkat tidak melebihi
1/3 bagian dari harta peninggalan pewaris. Pembagian Waris Wasiat Hibah
muallaf Tionghoa dengan 1/3 bagian dari harta Waris.
61
B. SARAN
Saran-saran yang dapat penulis sampaikan dari pemaparan pada
bab-bab sebelumnya untuk perkembangan Ilmu pengetahuan umumnya dan
peneliti khusunya adalah:
1. Untuk pemeluk agama Islam (Muslim/Muslimah) terkhsus kepada para
muallaf disarankan untuk belajar dan mengetahui bagaimana pembagian
Waris dalam hukum Islam dan apa saja yang menyebabkan seseorang
terhalang sebagai ahli Waris. Karena aturan pembagian sudah dijelaskan
pada surat An-Nisa ayat 7.
2. Untuk para peneliti dan akademisi agar mengkaji lebih dalam lagi tentang
sistem pembagian Ahli Waris pada muallaf Tionghoa. Karena itu juga
sebagai pembelajaran kita sekaligus untuk menyampaikan Ilmu bagaimana
pembagian Waris dalam hukum Islam.
3. Untuk pemeluk agama Islam terkhusus kepada para muallaf Tionghoa di
Yayasan Haji Karim Oie agar memahami dan mengamalkan makna dari
ayat Al-Qur’an yang mana sudah menjadi ketetapan Allah SWT
ود اللو د ك ح ل ن ت ع وم ط و اللو ي ول و ورس ل خ د نات ي ري ج ج ن ت ا م ه ت ح تار ه ين الن د ال ا خ يه ك ف ل وز وذ ف يم ال ظ ع ال
Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah
memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai,
sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar
62
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Abdurrahim, Wahyudi. Panduan Waris Empat Madzhab, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2009
Abta, Asyhari dan Abd.Syakur, Djunaidi. Ilmu Waris Al- Faraidh, Jakarta:
Pustaka Hikmah Perdana, 2005
Ali Ash-Shabuni, Muhammad. Pembagian Waris Menurut Islam, Jakarta: Gema
Insani Press, 1995
Fakultas Syariah Mesir, Komite. Ahkamul-Mawarits Fil-Fiqhil-Fiqhil Islami,
Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004
Hadikusuma, Hilman. Hukum Waris Adat, Tanjungkarang: Ikapi, 1983
Hakim, Abdul dan Halid. Hukum Waris, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004
Hazairin. Hukum Kewarisan Bilateral, Jakarta: PT Tintamas Indonesia, 1982
Karim, A, Muchit. Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer Di
Indonesia, Jakarta: Bidang Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012
Kuncoro, Wahyu, N.M. Waris Permasalahan Dan Solusinya, Jakarta: Raih Asa
Sukses, 2015
Lubis. K, Suhrawadi dan Simanjuntak, Komis. Hukum Waris Islam, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008
Manan, Abdul dan Fauzan, M. Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenanh
Peradilan Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001
Mardani. Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2015
Marzuki, Mahmud, Peter. Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2005
Muhibbin, Moh dan Wahid, Abdul. Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan
Hukum Positif Di Indonesia, Jakarta: SinarGrafika, 2017, Ed. Revisi
Nasution, Husein, Amin. Hukum Kewarisan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2012
Press, Permata. Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Permata Press, 2015
63
Ramulyo Idris, Muhammad. Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, Jakarta: CV
Pedoman Ilmu Jaya, 1992
Rofiq, Ahmad. Fiqih Mawaris, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995
Salihima, Bahri, Syamsul. Pembagian Warisan: Dalam Hukum Islam Dan
Implementasinya Pada Pengadilan Agama, Jakarta: Prenada Media Group,
2015
Salman, Otje dan Haffas, Mustofa. Hukum Kewarisan Islam, Bandung: Refika
Aditama, 2006
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Pers, 1984
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, 2003
Suma Amin, Muhammad. Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2004
Suparman, Eman. Hukum Waris Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2007
Suryadinata, Leo. Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia, Jakarta: Pustaka
LP3ES Indonesia, 2015
Sutopo, H.B. Metodologi Penelitian Hukum Kuantitatif Bagian II, Surakarta:
UNSPress, 1998
Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Prenada Media Group, 2011
Usman, Suparman dan Somawinata ,Yusuf. Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan
Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997
Wibowo, B. Rumah Bagi Muslim Indonesia Dan Keturunan Tionghoa, Jakarta:
Teplok Press, 2016
Yusuf, Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan, Jakarta: Prenada Media Group, 2014
64
ARTIKEL
Musakkir, Karekteristik Kajian Sosiologi Hukum dan Psikologi Hukum, artikel
ini di akses dari https://Musakkir.Page.tl/ pada 22 september 2015 pada
pukul 23:28 WIB
TESIS-JURNAL
Andrisma, Yuberto, Willy. Pembagian Harta Waris Dalam Adat Tionghoa Di
Kecamatan Ilir Timur Kota Palembang. Semarang: Juni 2007
Firdaus, Tamsil. Pelaksanaann Pembagian Harta Waris Pada Masyarakat
Tionghoa Di Kecamatan Sungliat Kabupaten Bangka Belitung, Semarang:
Desember 2004
Gandasuli, Ferdinan, Fredrick. Pelaksanaan Hukum Waris Bagi Warga Negara
Indonesia Keturunan Tionghoa Beragama Islam, Malang: 2013
Joesiaga, Febbe. Pelaksanaan Pembagian Warisan Secara Adat Pada Masyarakat
Tionghoa Di Kota Surakarta, Semarang: 2008
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
Kompilasi Hukum Islam
WAWANCARA
Wawancara Pribadi Dengan Abdurrahman Tcinkonetcong, Muallaf Jamaah, Di
Yayasan Haji Karim Oie
Wawancara Pribadi Dengan Ahmad Anton, Muallaf Jamaah, Di Yayasan Haji
Karim Oie
Wawancara Pribadi Dengan Budiman, Muallaf Jamaah, Di Yayasan Haji Karim
Oie
Wawancara Pribadi Dengan Geutinou, Muallaf Jamaah, Di Yayasan Haji Karim
Oie
Wawacara Pribadi Dengan Jonathan F. Satria, Muallaf Jamaah, Di Yayasan Haji
Karim Oie
Wawancara Pribadi Dengan Rika, Muallaf Jamaah, Di Yayasan Haji Karim Oie
65
Wawancara Pribadi Dengan Rizky, Muallaf Jamaah, Di Yayasan Haji Karim Oie
Wawancara Pribadi Dengan Hj.Anna, Pengurus Harian Yayasan Haji Karim Oie,
Di Yayasan Haji Karim Oie
Wawancara Pribadi Dengan Bapak. H. Ali Karim Oie, Ketua Yayasan Haji Karim
Oie, Di Yayasan Haji Karim Oie
Wawancara Pribadi Dengan Soen Koeng Hok, Muallaf Jamaah, Di Yayasan Haji
KARIM Oie
Wawancara Pribadi Dengan Yenny Maulina, Muallaf Jamaah, Di Yayasan Haji
Karim Oie
Wawancara Pribadi Dengan Bapak. Yusman, Pengurus Yayasan Haji Karim Oie,
Di Yayasan Haji Karim Oie
HASIL WAWANCARA
Nama : Kuman Gunawan
Tempat : Yayasan Haji Karim Oie
Waktu : 18 Februari 2018
Durasi : 19 menit 15 Detik
Pertanyan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama menjadi
muallaf?
Jawaban: memilih agama Islam setelah menikah dengan Istri sya pada tahun 1991.
Alasan saya menjadi muallaf karena di agama Islam tuhan itu hanya satu, dan
dialah maha segalanya.
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana apabila
kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-Muslim apakah anda
bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada keluarga yang Non-Muslim? Jika
ia, apakah anda masih mengikuti tradisi Non- Muslim? Apabila masih
mengikuti bagaimana bentuk anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban: iya keluarga saya hampir semuanya masih non- muslim, dikarenakan keluarga
saya masih banyak yang non-muslim, saya tidak berani menyampaikan
dakwah secara terang-terangan. Karena menurut saya muallaf itu adalah
hidayah dan rahmat Allah yang tidak semua orang mendapatkannya kecuali
dialah yang bersungguh mencarinya. Iya saya masih mengikuti tradisi non-
muslim tetapi saya hanya datang pas moment imlek saja. Bentuk saya
mengikuti tradisi dengan berkunjung pas moment-moment tertentu dengan
membawa kue keranjang.
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap keluarga yang
masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban: hubungan saya dengan keluarga saya dan keluarga besar masih dalam kondisi
yang baik-baik saja, ada beberapa sih yang tidak baik karena suka berbeda
presfektif aja. Hubungan yang baik ini sangat berpengaruh pada sistem
pembagian Waris, terkadang masih banyak orang yang tidak mendapat hak
Warisnya dari orang tuanya, akan tetapi dalam keluarga saya, saya masih
mendapatkan hak saya sebagai ahli Waris.
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam adat Tionghoa
selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami setelah menjadi muallaf?
Jawaban: sistem pembagian Waris yang ada pada adat Tionghoa sama dengan anjuran
Islam balik lagi harta Waris kepada ahli Warisnya, dan biasanya kepada anak
pertama terutama laki-laki bagiannya lebih besar yaitu 1/2 dari saudaranya
yang lain. Dan untuk perempuan bersama ibunya mendapatkan ¼ harta Waris.
Dan untuk garis keturunan ke atas dari ayah dan ibu hanya didapatkan dari
sisa harta yang sudah dibagikan. Terkadang juga mendapatkan dengan wasiat
yang diberikan dari pewaris. Setelah saya menjadi muallaf sistem kewarisan 2
kali lipat dari perempuan 2:1 adik perempuan mendapatkan 1 bagian. Dan sisa
harta akan diberikan kepada paman, bibi, serta saudara yang berhak
mendapatkannya.
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam sudah
mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris yang seharusnya
diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan, bahkan sampai garis
keturunan ayah maupun ibu dan memang tidak sama bagian satu sama lain.
Lalu bagaimana menurut pandangan bapak mengenai sistem kewarisan dalam
Islam, dan posisi bapak sebagai muallaf yang seharusnya kaka sendiri
melakukan pembagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban: menurut saya tu baik sekali karena ada pembagian yang jelas yang sudah
diatur dalam Al-Qur’an dan Haidtsnya, dan setelah saya menjadi muallaf saya
sudah menjalankan pembagian sebaik mungkin. Untuk laki-laki mendapatkan
2 kali dari bagiannya perempuan. Dan perempuan mendapatkan 1/2 , dan
untuk ibu mendapatkan 1/8. Karena harta yang ditinggal hanya berupa rumah
mewah dan tabungan berencana. Rumah dijual lalu dibagi hasil dari harga
jual. Maupun tabungan seperti itu.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Kuman Gunawan
Usia : 62 Tahun
Status :Sudah menikah
Alamat : Cicililitan Besar Rt:008/08, Cililitan
No Hp : 021-8006184
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25 Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai bahan skripsi yang
berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem
Pembagian Waris (Studi di Yayasan Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 18 Februari 2018
Narasumber
Kuman Gunawan
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Ahmad Anton
Tempat : Yayasan Haji Karim Oie
Waktu : 18 Februari 2018
Durasi :19 Menit
Pertanyaan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama menjadi
muallaf?
Jawaban: Masuk menjadi muallaf pada tahun 2013 setelah saya menikah, yang menjadi
alasan saya menjadi muallaf karna sebelum saya bersyahadat saya
memperhatikan beberapa agama yang ada dan termasuk Islam, dari situlah
saya bisa menentukan pada keyakinan saya.
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana apabila
kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-Muslim apakah anda
bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada keluarga yang Non-Muslim? Jika
ia, apakah anda masih mengikuti tradisi Non- Muslim? Apabila masih
mengikuti bagaimana bentuk anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban: Keluarga besar saya yang Non-Muslim masih ada tapi tidak terlalu banyak
kira-kira 8% sudah menjadi muallaf. Secara langsung tidak mungkin karna itu
berbicara hak seseorang dan dibatasi dengan Undang-undang dasar Negara.
Tapi kadang-ladang ada pertanyaan dari keluarga saya yang non-muslim dan
saya pun menjawab pertanyaan yang sesuai karena untuk menjaga
keharmonisan keluarga. Saya pun masih mengikuti tradisi keluarga besar cina
saya, dan bentuk kehadiran saya kurang lebih cukup menghormati tradisi
seperti imlek bersama yang di laksanakan dikediamaan orang yang paling tua.
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap keluarga yang
masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban: Ahmad Anton sebagai anak ke-3 dari ke-4 saudaranya diantaranya, 2 orang
perempuan dan 2 orang laki-laki. Hubungan Anton dengan keluarganya masih
dalam keadaan yang baik meskipun seorang diri sebagai muallaf dari beberapa
saudaranya. Hubungan yang terjalin baik pada keluarga Ahmad Anton tetap
menutup bagian sebagai ahli Waris dengan alasan Ahmad Anton yang berbeda
agama dengan kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Akan tetapi Ahmad
Anton teteap mendapatkan beberapa bagian harta Waris yang diberikan berupa
wasiat yang disampaikan ayahnya secara tertulis. Adapun harta yang
ditinggalkan kedua orang tuanya berupa rumah, 3 buah kontrakan dan
beberapa benda bergerak yang akan diberikan kepada ahli Warisnya kecuali
Ahmad Anton
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam adat Tionghoa
selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami setelah menjadi muallaf?
Jawaban: Sistem pembagian Waris dalam adat Tionghoa karena keluarga saya masih
Cina, bagi mereka pembagian Waris hanya didapat bagi mereka yang masih
dalam garis keturunan, dan kepercayaan. Mungkin dengan alasan itu juga
yang menyebabkan saya tidak mendapatkan harta dari kedua orang tua saya.
Padahal harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tua saya berupa rumah, 3
buah kontrakan dan 2 buah sepeda motor. Dan untuk pembagian Waris yang
saya terima berupa Wasiat Hibah seperti 1/3 bagian dari harta yang
ditinggalkan.
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam sudah
mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris yang seharusnya
diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan, bahkan sampai garis
keturunan keatas dari ayah maupun ibu dan memang tidak sama bagian satu
sama lain. Lalu bagaimana menurut pandangan kaka mengenai sistem
kewarisan dalam Islam, dan posisi kaka sebagai muallaf yang seharusnya kaka
sendiri melakukan pembagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban: Saya Prbadi setuju dengan aturan yang dibuat dalam Islam, akan tetapi
menurut saya karna berbicara mengenai Waris dan saya sendiri pun tidak
mendapatkan bagian dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tua saya,
jadi tidak mempermasalahkan. Karna posisi saya yang sudah menjadi muallaf
saya hanya mendapatkan harta dari kaka saya berupa hibah dia kepada saya
sebagai adiknya. Dan posisi saya yang sudah menjadi muallaf dan apabila saya
meninggal dunia saya pun akan membagikan harta Waris kepada istri dan
anak-anak saya dengan seadil-adilnya. Karena menurut saya dengan jumlah
yang sama rata, akan menjaga keharmonisan dalam keluarga.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ahmad Anton
Usia : 57 Tahun
Status : Sudah menikah
Alamat : pondok gede, jati sampurn kelurahan pbuaran
No Hp : 085104782821
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25 Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai bahan skripsi yang
berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem
Pembagian Waris (Studi di Yayasan Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 18 Februari 2018
Narasumber
Ahmad Anton
HASIL WAWANCARA
Nama : Hendry
Tempat : Yayasan Haji Karim Oie
Waktu : 18 Februari 2018
Durasi : 15 Menit
Pertanyan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama
menjadi muallaf?
Jawaban: masuk menjadi muallaf pada akhir tahun 2000an, alasan saya
menjadi mullaf sudah menjadi keinginan sejak kecil.
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana
apabila kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-
Muslim apakah anda bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada
keluarga yang Non-Muslim? Jika ia, apakah anda masih mengikuti
tradisi Non- Muslim? Apabila masih mengikuti bagaimana bentuk
anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban: masih ada keluarga yang non muslim, saya bersedia mengajak
sanak saudara ataupun berdakwah bagaimana agama Islam itu
sesungguhnya. Tidak mau menjalai tradisi Cina karena saya sudah
menjadi muslim.
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap
keluarga yang masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban: hubungan saya dengan keluarga saya yang non muslim masih
dalam keadaan yang baik, untuk sistem pembagian Waris dengan
keluarga saya. Pastinya akan di lakukan dengan bermusyawarah
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam
adat Tionghoa selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami
setelah menjadi muallaf?
Jawaban: sistem pembagian ahli Waris dalam adat Tionghoa, umumnya harta
Waris diberikan kepada para keturunanya. Untuk bagian anak laki-
laki lebih besar jumlahnya dari anak perempuan 2:1 dan untuk ibu
1/6 kakek dan nenek 1/8 sistem kewarisan yang saya aami selama
saya menjadi muallaf tidak ada perbedaan karena jumlah yang saya
dapat sesuai dengan bagian yang di bagi dalam Islam.
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam
sudah mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris
yang seharusnya diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan,
bahkan sampai garis keturunan ayah maupun ibu dan memang
tidak sama bagian satu sama lain. Lalu bagaimana menurut
pandangan kaka mengenai sistem kewarisan dalam Islam, dan
posisi kaka sebagai muallaf yang seharusnya kaka sendiri
melakukan bagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban: saya sangat setuju dengan bagian-bagian yang ada dalam ajaran
Islam, akan tetapi apabila harus saya yang menyesuaikan bagian
Waris pada keluarga saya yang umumnya masih non muslim itu
akan mengakibatkan ketidak harmonisan dalam keluarga. Akan
tetapi pada keluarga saya dalam pembagian Waris sesuai dengan
ajaran Islam dengan porsi yang semestinya saya dapat, dan yang
berbeda lagi dalam agama Islam terputusnya ahli Waris karna
berbeda agama kecuali dia mendapat hibah dari pewaris. Tapi pada
keluarga saya tidak ada halangan untuk mendapatkan Waris.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Hendry
Usia : 45 Tahun
Status : Sudah menikah
Alamat : Jl. Pondok unggu permai JJ 1/1 Bekasi Utara
No Hp : 081212975961
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25
Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai
bahan skripsi yang berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan
Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem Pembagian Waris (Studi di Yayasan
Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta, 18 Februari 2018
Narasumber
Hendry
HASIL WAWANCARA
Nama : Jonathan F. Satria
Tempat : Yayasan Haji Karim Oie
Waktu : 18 Februari 2018
Durasi : 21 Menit
Pertanyan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama
menjadi muallaf?
Jawaban: menjadi muallaf pada tanggal 18 Februari 2018, ternyata Islam lah
yang menjadi pilihan saya untuk hidupselamanya setelah beberapa
kali mengikuti berbagai macam agama yang ada di dunia ini.
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana
apabila kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-
Muslim apakah anda bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada
keluarga yang Non-Muslim? Jika ia, apakah anda masih mengikuti
tradisi Non- Muslim? Apabila masih mengikuti bagaimana bentuk
anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban: keluarga yang non-muslim masih banyak. Untuk mendakwahkan
Islam sedetil atau secara terang-terangan tidak berani, dikarenakan
keluarga besar saya masih banyak yang beraga non- muslim.
Dalam mengikuti tradisi non-muslim atau keluarga Cina saya
masih, karena itulah bentuk atau cara saya menghargai dan
menghormati keluarga saya. Saya tidak ingin adanya perbedaan
yang menimbulkan perpecahan karena sebab agama saya, karena
saya juga tidak ingin Islam tercoreng.
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap
keluarga yang masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban: . Jonathan F. Satria sebagai anak pertama dari ke-2 saudara
perempuannya bersama Ibu yang ditinggalkan oleh ayah
mempunyai hubungan yang terjalin dengan baik. Jonathan F. Satria
mempunyai budi pekerti yang baik dari sebelum muallaf sampai
menjadi mullaf, hal itu tidak menghalangi bagiannya sebagai ahli
Waris utama laki-laki. Yang diharapkan ayah Jonathan F. Satria
untuk menjaga keluarganya dan harta yang ditinggalkan jika sudah
tiada. Harta yang ditinggalkan ayahnya berupa Rumah, 2
kendaraan bermotor dan beberapa benda tidak bergerak. Semua
harta peninggalan ayah yang akan diberikan kepada Jonathan F.
Satria sebagai ahli Waris tunggal dan sisanya akan diberikan
kepada Ibu dan adik-adiknya
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam
adat Tionghoa selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami
setelah menjadi muallaf?
Jawaban: sistem pembagian ahli Waris dalam adat Tionghoa diberikan
kepada anak keturunannya, harta Waris akan dberikan setelah
biayaya pengurusan jenazah dan pembayaran hutang piutang kedua
orang tua saya. Harta Waris akan diberikan terutama kepada anak
tertua baik laki-laki maupun perempuan mendapatkan 2 kali lipat
dari anak yang lainya.jadi pembagiannya adalah 2:1. Dan untuk
sistem kewarisan yang saya alami setelah menjadi muallaf, saya 4
saudara lainnya mendapatkan hak-hak dari harta peninggalan ayah
saya, dan karena saya anak pertama saya mendapatkan harta 2 kali
lipat dari saudara-saudara saya lainnya. Dikarenakan saya anak
tertua, dan pembagian kepada ibu saya 1/3 dari harta peninggalan
ayah saya. Harta peninggalan ayah saya berupa rumah, 2 kendaraan
bermotor, dan benda-benda tidak bergerak lainnya.
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam
sudah mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris
yang seharusnya diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan,
bahkan sampai garis keturunan ayah maupun ibu dan memang
tidak sama bagian satu sama lain. Lalu bagaimana menurut
pandangan kaka mengenai sistem kewarisan dalam Islam, dan
posisi kaka sebagai muallaf yang seharusnya kaka sendiri
melakukan pembagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban: iya saya setuju dengan sistem kewarisan yang sudah di jelaskan
dalam Al-Quran dan haditsnya, adapun yang seharusnya bagian
Waris yang saya terima sama dengan anak laki-laki yang ada
didalam keluarga saya itu yang diajarkan dalam Islam, akan tetapi
itu sudah menjadi kesepakatan bersama, karena sekarang saya
adalah pengganti ayah saya. Jadi segala kebutuhan adik-adik saya
juga sudah menjdi tanggung jawab saya. Dan menurut saya jelas
itu menyalahi aturan agama Islam, tetapi itu semua sudah di
ikhlaskan kepada saudara-saudara saya maupun ibu saya.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Jonathan F. Satria
Usia : 28 Tahun
Status : Single
Alamat : Jl. Kenari .Block AE 6 No. 10-11 Ren-Jaya pamulang
No Hp : 081314599531
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25
Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai
bahan skripsi yang berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan
Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem Pembagian Waris (Studi di Yayasan
Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta, 18 Februari 2018
Narasumber
Jonathan F. Satria
HASIL WAWANCARA
Nama : Kantjana Setiawan (Amiaun)
Tempat : Yayasan Haji Karim Oie
Waktu : 18 Februari 2018
Durasi : 20 Menit
Pertanyan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama
menjadi muallaf?
Jawaban: masuk Islam pada tahun 1983, saya menjadi muallaf karena
mendapatkan hidayah dan aqidah saya yang baik.
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana
apabila kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-
Muslim apakah anda bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada
keluarga yang Non-Muslim? Jika ia, apakah anda masih mengikuti
tradisi Non- Muslim? Apabila masih mengikuti bagaimana bentuk
anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban: masih, semua keluarga dan saudara-saudara saya yang non muslim.
Masih sangatbersedia untuk mendakwahkan Islam kepada saudara-
saudara saya, karena saya ingin mereka menuju pada jalan yang
benar. Saya tidak mengikuti tradisi non muslim, tetapi saya hanya
bersilaturahim apabila saya mempunyai waktu yang kosong,
terkadang silaturahim saya sebagai dakwah saya untuk mengajak
saudara saya menjadi muallaf. Akan tetapi yang namanya hidayah
tidak semua orang bisa mendapatkannya. Begitupun saya mengajak
kepada kedua orang tua saya semasa hidupnya.
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap
keluarga yang masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban: hubungan saya dengan keluarga yang non-muslim masih dalam
keadaan yang baik, dan pada sistem pembagian Waris masih sangat
baik, bahkan pembagiannya dibagi sama rata. Tidak dibeda-
bedakan
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam
adat Tionghoa selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami
setelah menjadi muallaf?
Jawaban: pembagian Ahli Waris dalam adat Tionghoa, tentu saja kepada
keturunannya dulu. Setelah harta Waris diberikan untuk
pengurusan jenazah barulah harta tersebut dbagikan secara adil
kepada anak keturunanya. Harta yang ditinggal oleh orang tua saya
berupa rumah, dan benda tidak bergerak. Itu semua dijual lalu
diabgikan secara adil dari hasil penjualan. Terkecuali kepada benda
yang berharga akan di simpan oleh anak tertua. Dan untuk sistem
kewarisan yang saya alami setelah menjadi muallaf masih
mengikuti tradisi atau cara pembagian yang sering dilaksanakan.
Tetapi tidak terhalangi arena saya bereda agama dengan saudara-
sauara lainnya.
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam
sudah mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris
yang seharusnya diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan,
bahkan sampai garis keturunan ayah maupun ibu dan memang
tidak sama bagian satu sama lain. Lalu bagaimana menurut
pandangan bapak mengenai sistem kewarisan dalam Islam, dan
posisi bapak sebagai muallaf yang seharusnya kaka sendiri
melakukan pembagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban: iya saya mengetahui sistem kewarisan yang diajarkan dalam Islam.
Didalam islam ada faktor yang menyebabkan seseorang terhalang
mendapatkan Warisan yaitu berbeda agama. Begitu dengan saya
dan keluarga saya berbeda agama. Saat itu saya menolak untuk
menerima harta Waris lalu saya jelaskan apa yang diajarkan Islam
terkecuali harta tersebut sebagai hibah kepada saya, maka saya
akan menerima dengan ikhlas. Saat saya memberi alasan seperti itu
merekapun mengerti dan mengibahkannya kepada saya.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Kantjana Setiawan (Amiaun)
Usia : 57 Tahun
Status : Sudah menikah
Alamat : Jl. Kemurnian III No. 23 Rt:001/004 Glodok
No Hp : 0818167095
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25
Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai
bahan skripsi yang berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan
Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem Pembagian Waris (Studi di Yayasan
Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta, 18 Februari 2018
Narasumber
Kantjana Setiawan
HASIL WAWANCARA
Narasumber :Kartika Sari Susilo
Tempat :Yayasan Haji Karim Oie
Waktu :18 Februari 2018
Durasi :20 Menit 35 Detik
Pertanyaan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama
menjadi muallaf?
Jawaban: Menjadi seorang muallaf pada tahun 1992, sejak saya masih SMA
saya sudah menginginkan menjadi muallaf tapi masih banyak
ketakutan yang nantinya akan terjadi setelah menjadi muallaf dan
alasan yang saya pilih karena saya sudah mencari sebenarnya
Tuhan Yang Maha Esa itu siapa, dan yang saya ketahui bahwa
Islam tidak pernah membeda-bedakan suku agama yang lainnya.
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana
apabila kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-
Muslim apakah anda bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada
keluarga yang Non-Muslim? Jika ia, apakah anda masih mengikuti
tradisi Non- Muslim? Apabila masih mengikuti bagaimana bentuk
anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban: Masih, saya adalah anak bungsu dari ketiga bersaudara dan hanya
saya yang menjadi muallaf, tapi untuk keluarga besar saya, masih
banyak juga yang Non-Muslim. Keinginan saya untuk
mendakwahkan Islam sebenarnya ada, tetapi yang saya takutkan
adalah terjadinya konflik satu sama lain. Karna ketika saya menjadi
muallaf kedua orang tua saya dan kaka-kakak saya tidak sama
sekali mempermasalahkan hanya tetapi banyaknya pertanyaan
yang timbul. Utuk mengikuti tradisi yang ada di keluarga saya,
masih. Karena menurut saya itu hal yang penting karena untuk
menjaga keharmonisan satu sama lain dan bentuk saya
menghormati kepada orang tua-tua yang ada dikeluarga saya.
Bentuk saya menhargai tradisi seperti merayakan imlek bareng,
cap go meh dll paling tidak saya datang, dan mengucapkan
selamat, tetapi saya tidak memakan hal-hal yang sifatnya
mengharamkan.
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap
keluarga yang masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban: Kartika Sari Susilo sebagai anak bungsu dari 3 bersaudara dan
mempunyai 2 orang kakak perempuan. Hubungan Kartika Sari
Susilo dengan keluarganya yang masih non muslim baik-baik saja
sampai saat ini. Hubungan yang baik dikarenakan Kartika Sari
Susilo yang tidak pernah membeda-bedakan agama dan
menghormati semasa hidup kedua orang tua dan saudaranya.
Hubungan yang baik itu tidak menghalangi Kartika Sari Susilo
sebagai ahli Waris. Adapun Harta Waris yang ditinggalkan oleh
kedua orang tua Kartika Sari Susilo berupa Rumah, sebidang tanah
dan beberapa perhiasan milik ibunya. Dan semua itu dibagikan
dengan sistem keadilan 1:1 .
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam
adat Tionghoa selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami
setelah menjadi muallaf?
Jawaban: Sistem pembagian Ahli Waris yang selama ini dialami saya masih
tetap mendapatkan, karena akibat hubungan yang baik saya
terhadap keluarga saya selama ini. Tetapi dikarenakan kedua orang
tua saya masih orang Tionghoa sistem pembagiannya diberikan
kepada anak-anaknya, yang masih keturunanya. Dari harta yang
masih ada diberikan kepada anak-anaknya. Dan dalam
pembagiannya seimbang tidak berat sebelah yaitu 1:1 artinya sama
rata. laki-laki ataupun perempuan. Tetapi kalo dalam adat
Tionghoa itu sendiri sebenarnya berbed-beda terutama yang
didahulukan untuk para keturunannya. ada yang memang
pembagian Warisnya dibagi sama rata, ada yang lebih besar, dan
ada juga yang tidak dapat dikarenkan salah satu alasan yang
memang biasanya dikarenakan seseorang sudah di coret dalam
kartu keluarga. Akan tetapi kepada anak laki-laki mendapat bagian
2 kali lipat dari anak perempuan, dan untuk pembagian kepada
garis keturunan ke atas dari ayah maupun ibu hanya berupa Wasiat,
atau sisa dari harta yang sudah dibagikan kepada keturunannya.
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam
sudah mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris
yang seharusnya diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan,
bahkan sampai garis keturunan ayah maupun ibu dan memang
tidak sama bagian satu sama lain. Lalu bagaimana menurut
pandangan kaka mengenai sistem kewarisan dalam Islam, dan
posisi kaka sebagai muallaf yang seharusnya kaka sendiri
melakukan pembagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban: Tentunya saya setuju dengan pembagian sistem kewarisan dalam
Islam, tetapi menurut saya kembali lagi pada kesepakatan dan
keridhoan sang pemilik harta tersebut. Karena dengan asas
keadilan yang nantinya masih tetap terjaga hubungan
kekeluargaanya karna untuk memberi tau bagaimana sistem
pembagian kewarisan yang ada dalam Islam menurut saya nantinya
akan menimbulkan sengketa, terkecuali apabila kedua orang tua
saya saat meninggal sudah menjadi muallaf mungkin pembagian
warisan harus sesuai dengan Islam.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Kartika Sari Susilo
Usia : 43 Tahun
Status :Single
Alamat : Kali baru Timur no.353 Ps. Poncol Senen Rt:007/005
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25
Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai
bahan skripsi yang berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan
Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem Pembagian Waris (Studi di Yayasan
Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta, 18 Februari 2018
Narasumber
Kartika Sari Susilo
HASIL WAWANCARA
Nama : Soen Keng Hok
Tempat : Yayasan Haji Karim Oie
Waktu : 18 Februari 2018
Durasi : 22 Menit
Pertanyan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama
menjadi muallaf?
Jawaban: saya masuk menjadi muallaf pada 25 Januari tahun 1993
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana
apabila kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-
Muslim apakah anda bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada
keluarga yang Non-Muslim? Jika ia, apakah anda masih mengikuti
tradisi Non- Muslim? Apabila masih mengikuti bagaimana bentuk
anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban: masih ada keluarga yang non muslim, untuk mendakwahkan Islam
kepada keluarga saya sagat bersedia akan tetapi caranya yang
berbeda dengan penceramah lainnya, demi menjaga perasaan atau
hubungan yang sudah terjaga. Saya masih mengikuti tradisi
keluarga saya, terkecuali selama itu tidak bertentangan dengan
agama Islam. Mungkin hadir atau bersilaturahim dengan keluarga
lainnya.
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap
keluarga yang masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban: hubungan sebagai muallaf dengan keluarga saya yang non muslim
Soen Koeng Hok anak pertama dari ke-2 adik laki-laki dan adik
perempuanya. Hubungan Soen Koeng Hok dengan keluarganya
yang masih non muslim masih terjalin dengan baik. Meskipun
hubungan Soen Koeng Hok terjalin dengan baik, itu semua telah
menutup bagian Soen Koeng Hok sebagai ahli Waris. Harta Waris
akan diberikan kepada para keturunanya yang masih satu agama
dengan kedua orang tuanya. Adapun harta peninggalan yang
ditinggalakan kedua orang tuanya berupa rumah, beberapa benda
tidak bergerak, dan sertifikat tanah.
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam
adat Tionghoa selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami
setelah menjadi muallaf?
Jawaban: sistem pembagian Ahli Waris dalam adat Tonghoa, pembagiannya
yaitu harta waris yang ditinggalkan akan digunakan untuk biayaya
perawatan jenazah dan pembayaran hutang piutang, baru sisa harta
akan diberikan kepada para keturunanya. Adapun sisa harta yang
ditinggalkan pada keluarga saya berupa rumah, tanah dan beberapa
benda tidak bergerak. Harta Waris yang aka dibeikan kepada anak
laki-laki mendapatkan bagian 2 kali lebih banyak dari perempuan
atau disebut 2:1. Dan ada hak-hak lainnya seperti nenek dan kakek
mendapatkan bagian 1/6 paman 1/8 .akan tetapi tidak semua orang
Tionghoa menerapkan sistem pembagian Waris seperti itu, itu
adalah sistem pembagian Waris pada keluarga saya. Dan pada
sistem Kewarisan yang saya alami sesudah menjadi muallaf saya
sudah tidak mendapatkan harta Waris. Yang dikarenakan saya
sudah berbeda keyakinan dengan orang tua saya.
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam
sudah mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris
yang seharusnya diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan,
bahkan sampai garis keturunan ayah maupun ibu dan memang
tidak sama bagian satu sama lain. Lalu bagaimana menurut
pandangan kaka mengenai sistem kewarisan dalam Islam, dan
posisi kaka sebagai muallaf yang seharusnya kaka sendiri
melakukan pembagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban: iya saya sangat setuju dengan sistem kewarisan dalam Islam. Dan
saya juga sudah menerapkannya, karena saya sudah tidak lagi
mendapatkan bagian dari harta Waris yang ditinggalkan karna
faktor perbedaan agama.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Soen Keng Hok
Usia : 46 Tahun
Status :Sudah menikah
Alamat : Kedoya Jakarta Barat
No Hp : 081283648485
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25
Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai
bahan skripsi yang berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan
Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem Pembagian Waris (Studi di Yayasan
Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta, 18 Februari 2018
Narasumber
Soen Keng Hok
HASIL WAWANCARA
Nama : Yenny Maulina
Tempat : Yayasan Haji Karim Oie
Waktu : 18 Februari 2018
Durasi : 23 Menit
Pertanyan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama
menjadi muallaf?
Jawaban: menjadi muallaf pada tahun 2014. Keinginan saya menjadi muallaf
adalah karena ingin mencari Allah yang sebenarnya, dan bergaul
dengan kalangan orang-orang muslim hati saya menjadi tenang.
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana
apabila kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-
Muslim apakah anda bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada
keluarga yang Non-Muslim? Jika ia, apakah anda masih mengikuti
tradisi Non- Muslim? Apabila masih mengikuti bagaimana bentuk
anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban: keluarga masih ada yang non-muslim, keinginan untuk berdakwah
sudah saya laksanakan, tetapi pada kenyataannya pada tidak mau,
seberapa ikhtiar saya apabila orang tersebut belum ada keingininan
atau mencari tau ya susah. Mengikuti tradisi non muslim saya
masih sering, tetapi saya tidak memakan makanan yang
diharamkan. Paling saya bersilaturahim pada saat moment-moment
tertentu saja. Seperti Imlek, Cap go meh, dll.
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap
keluarga yang masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban: hubungan saya dengan keluarga saya yang non muslim, Yenny
Maulina sebagai anak ke-2 dari ke-4 saudaranya terdiri anak laki-
laki pertama dan dua adik perempuannya. Hubungan kekeluargaan
Yenny Maulina masih terjalin dengan baik. Dengan hubungan
yang baik itu Yenny Maulina masih mendapatkan bagian sebagai
ahli Waris Tunggal. pada sistem pembagian Waris baik-baik saja,
tidak ada yang dipermasalahkan karena
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam
adat Tionghoa selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami
setelah menjadi muallaf?
Jawaban: sistem pembagian Ahli Waris alam adat Tionghoa, ya berbeda-
beda tergantug keluarga tersebut ingin membaginya kepada ahli
Waris yang mana, seperti saya sebagai ahli Waris Tunggal,. Pada
sistem kewarisan yang saya alami setelah saya menjadi muallaf
masih baik-baik saja dalam arti masih tetap mendapatkan bagian,
di adat Tionghoa sendiri tidak ada perbedaan mau saya berbeda
keyakinan apabila seseorang itu masih baik, dan menghormati
keluarganya masih mendapatkan haknya sebagai anak.
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam
sudah mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris
yang seharusnya diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan,
bahkan sampai garis keturunan ayah maupun ibu dan memang
tidak sama bagian satu sama lain. Lalu bagaimana menurut
pandangan kaka mengenai sistem kewarisan dalam Islam, dan
posisi kaka sebagai muallaf yang seharusnya kaka sendiri
melakukan pembagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban: iya saya mengetahui, tetapi saya tidak terlau faham pada sistem
pembagian Islam karena banyak. Berbeda dengan Tionghoa yang
jelas hata tersebut dibagi kepada anak keturunannya. Dan karena
saya sudah menjadi muallaf bukan saya tidak mau untuk megikuti
ajaran Islam tetapi saya masih dalam masa menyempurnakan Iman
saya sebagai muslim. Jadi untuk saat ini saya mendapatkan harta
warisan dari rumah yang sudah terjual.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Yenny Maulina
Usia : 30 Tahun
Status :Singgle
Alamat : JL. Wedana No. 30 Ps. Baru
No Hp : 081283723131
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25
Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai
bahan skripsi yang berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan
Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem Pembagian Waris (Studi di Yayasan
Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta, 18 Februari 2018
Narasumber
Yenny Maulina
HASIL WAWANCARA
Nama : Abdurrahman (Tchinkonetcong Aqued)
Tempat : Yayasan Haji Karim Oie
Waktu : 18 Februari 2018
Durasi : 24 Menit 17 Detik
Pertanyan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama
menjadi muallaf?
Jawaban: saya menjadi muallaf ketika saya usia 57, alasan saya menjadi
muallaf dikarenakan sudah mencari suatu kebenaran bahwa Allah
itu yang maha benar dari tuhan-tuhan yang lainnya.
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana
apabila kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-
Muslim apakah anda bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada
keluarga yang Non-Muslim? Jika ia, apakah anda masih mengikuti
tradisi Non- Muslim? Apabila masih mengikuti bagaimana bentuk
anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban: saya 7 bersaudara dan saya hanya seorang diri sebagai muslim.
Untuk mendakwahkan agama Islam tidak berniat, akan tetapi saya
banyk berharap agar keluarga saya mendapatkan hidayah ntuk
dapat mendapatkan kebenaran yang nyata. Tapi kembali kepada
hati manusia. Saya sudah tidak mengikuti tradisi apapun yang ada
di keluarga saya. Mqupun dalam moent-moment tertentu.
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap
keluarga yang masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban: saya mempunyi 2 keluarga besar, tapi besarnya saya di keluarga
angkat saya, saya dijual oleh kedua orang tua kandung saya, karena
keluarga angkat saya mencari anak laki-laki untuk membuka Waris
yang ada di keluarga tersebut. Setelah saya dijual dan diangkat
menjadi bagian dari keluarga angkat hubungan saya dengan kedua
orang tua kandung saya tidak baik seakan saya sudah bukan bagian
dari keluarga itu. Sama halnya dengan keluarga angkat saya
hubungan itu menjadi tidak baik dikarenakan harta Waris yang
diperebutkan sana sini oleh ahli Waris dan saudara-saudaranya
juga ikut campur. Dan posisi saya sebagai anak angkat keluarga
tersebut tidak mendapat bagian apa-apa. Baik pda keluarga
kandung maupun keluarga angkat saya.
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam
adat Tionghoa selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami
setelah menjadi muallaf?
Jawaban: pembagian ahli Waris dalam adat Tionghoa mereka membagi
bgian anak laki-laki 30% dan kepada anak perempuan 20% harta
tersebut dibagikan setelah penyeselaian pengurusan urusan kedua
orang tua saya, baik pengurusan jenazah maupun hutang piutang.
Dan untuk perusahaan diambil alih oleh anak tertua laki-laki.
Sedangkan kewarisan yang saya alami setelah menjadi muallaf
sama sekali tidak mendapatkan bagian apa-apa dari harta tersebut.
Jadi saya hanyalah sebagai pembuka jumlah harta warisan yang
dibuat oleh kedua orang tua angkat saya, sekalipun ada saya hanya
mendapatkan wasiat berupa persenan karena jasa saya.
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam
sudah mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris
yang seharusnya diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan,
bahkan sampai garis keturunan ayah maupun ibu dan memang
tidak sama bagian satu sama lain. Lalu bagaimana menurut
pandangan kaka mengenai sistem kewarisan dalam Islam, dan
posisi kaka sebagai muallaf yang seharusnya kaka sendiri
melakukan pembagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban: saya sangat setuju pada sistem kewarisan dalam Islam, karena
itulah yang sudah diakui oleh muslim-muslim lainnya. Akan tetapi
masih banyak para muallaf yang tidak mengikuti sistem kewarisan
yang diajarkan Islam. Tapi dalam agama Islam orang yang berbeda
agama dengan kita tidak mendapatkan sama sekali bagian artinya
hubungannya sudah terputus. Akan tetapi bisa mendapatkan bagian
dengan hibahnya ahli Waris ataupun pewaris. Kalo saya sendiri
mengikuti ajaran agama Islam yang melarang agama yang berbeda
mendapatkan Waris. Akan tetapi saya masih mendapatkan karena
jasa saya yang sudah membantu mencairkan harta peninggalan
orang tua angkat saya.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Abdurrahman (Tcinkonetcong Aqued)
Usia : 31 Tahun
Status :Sudah menikah
Alamat : Villa taman bandara D3 No.6 kosambi dadab
No Hp : 0859332909027
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25
Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai
bahan skripsi yang berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan
Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem Pembagian Waris (Studi di Yayasan
Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta, 18 Februari 2018
Narasumber
Abdurrahman (Aqued)
HASIL WAWANCARA
Nama : Budiman
Tempat : Yayasan Haji Karim Oie
Waktu : 18 Februari 2018
Durasi : 15 Menit 24 Detik
Pertanyan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama
menjadi muallaf?
Jawaban: masuk kedalam agama Islam pada tahun 1986, alasan utama
memilih agama Islam dikarenakan saya telah mendapatkan
panggilan berupa rahmat hidayah sama Allah SWT.
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana
apabila kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-
Muslim apakah anda bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada
keluarga yang Non-Muslim? Jika ia, apakah anda masih mengikuti
tradisi Non- Muslim? Apabila masih mengikuti bagaimana bentuk
anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban: masih ada keluarga yang Cina, saya berniat untuk mendakwahkan
Islam kepada sanak saudara saya, karena itu sudah kewajiban saya
menuntuk keluarga saya kepada jalan yang benar. Dan ikhtiar saya
agar saudara mendapatkan hidayahnya Allah SWT. Saya sendiri
sudah tidak mengikuti tradisi-tradisi Cina, paling saya mengikuti
imlek bersama pihak yayasan yang mengadakan acara yang berisi
pengajian dan makan bersama, dari situlah kerinduan saya yang
biasa saya rayakan bersama keluara Cina saya bisa saya rasakan.
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap
keluarga yang masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban: hubungan saya dengan keluarga sudah tidak baik. Saya bersama
dengan saudara perempuan saya tidak baik, karena sikap saya
diimata saudara perempuan saya idak baik terlalu mengekang. Itu
menyebabkan kebencian dan karena hal itu juga saya tidak
mendapatkan bagian saya sebagai ahli Waris selain faktor
perbedaan agama. Dan hubungan yang tidak baik itu menyebabkan
saya terputus bagiannya sebagai ahli Waris.
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam
adat Tionghoa selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami
setelah menjadi muallaf?
Jawaban: pembagian ahli Waris dalam adat Tionghoa dibeikan kepada
keturunannya. Untuk pembagian anak laki-laki mendapakan bagian
lebih dari harta Waris, dan untuk anak perempuan mendapatkan
sebagian harta. Berbeda dengan yang sama dapatkan semua harta
Waris yang diberikan kedua orang tua saya sudah diberikan kepada
saudara perempuan sebagai ahli Waris.
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam
sudah mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris
yang seharusnya diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan,
bahkan sampai garis keturunan ayah maupun ibu dan memang
tidak sama bagian satu sama lain. Lalu bagaimana menurut
pandangan bapak mengenai sistem kewarisan dalam Islam, dan
posisi bapak sebagai muallaf yang seharusnya kaka sendiri
melakukan pembagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban: saya sangat setuju dengan sistem pembagian Waris dalam agama
Islam, akan tetapi kembali lagi sama kedua orang tua saya ingin
dibagikan dengan bagaimana sistemnya, karena saya seorang diri
yang muallaf jadi saya masih mengikuti apa yang kedua orang tua
saya bicarakan.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Budiman
Usia : 46 Tahun
Status : Duda
Alamat : Jl. Poltangan 4 Gg. 6 Rt:003/08 Jakarta Utara
No Hp : 085921376918
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25
Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai
bahan skripsi yang berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan
Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem Pembagian Waris (Studi di Yayasan
Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta, 18 Februari 2018
Narasumber
Budiman
HASIL WAWANCARA
Nama : Hertina (Goutinou)
Tempat : Yayasan Haji Karim Oie
Waktu : 18 Februari 2018
Durasi : 15 Menit
Pertanyan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama
menjadi muallaf?
Jawaban: pada tahun 2013 sejak ikut bersama dengan om
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana
apabila kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-
Muslim apakah anda bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada
keluarga yang Non-Muslim? Jika ia, apakah anda masih mengikuti
tradisi Non- Muslim? Apabila masih mengikuti bagaimana bentuk
anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban: masih banyak keluarga yang non-muslim, tetapi mayoritas
keluarga saya sudah muslim, jadi tidak perlu mendakwahkan
bagaimana Islam itu sendiri karena kebanyakan mereka melihat
dari fakta yang ada. jadi kembali lagi kepada orang itu ingin
memilih agama Islam atau sebaliknya. Sudah tidak mengikuti
tradisi non muslim, karena sudah tidak ada yang dituju, biasanya
masih ada orang tua tapi sekarang sudah tidak ada lagi.
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap
keluarga yang masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban: hubungan Hertina Geitinou bersama keluarga sudah tidak baik.
Geutinou anak ke-2 bersama kakak perempuan dan ke-2 adik laki-
laki. Hertina atau Geutinou sudah tidak mempunyai hubungan
yang tidak baik dengan keluarganya semenjak menjadi muallaf.
Hubungan yang tidak baik yang disebabkan oleh agama
mengakibatkan Hertina sudah terputus hubungan dengan
keluarganya begitupun pada bagiannya sebagai ahli Waris.
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam
adat Tionghoa selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami
setelah menjadi muallaf?
Jawaban: pada sistem pembagian ahli Waris dalam adat Tionghoa diberikan
kepada anak keturunanya dengan seadil-adilnya. Akan tetapi ada
juga yang lebih besar bagian anak laki-laki ataupun anak tertua.
Semuanya kembali kepada orang tua atau keluarga tersebut
membaginya. Sistem pembagian yang saya alami sudah tidak
mendapatkan harta Waris.
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam
sudah mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris
yang seharusnya diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan,
bahkan sampai garis keturunan ayah maupun ibu dan memang
tidak sama bagian satu sama lain. Lalu bagaimana menurut
pandangan Ibu mengenai sistem kewarisan dalam Islam, dan posisi
Ibu sebagai muallaf yang seharusnya kaka sendiri melakukan
pembagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban: saya sendiri setuju dengan pengelompokan ahli Waris dalam Islam.
Dan sebagai muallaf saya sudah tidak mendapatkan bagian harta
yang ditinggalkan oleh orang tua saya.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Hertina (Goutinou)
Usia : 61 Tahun
Status :Sudah menikah
Alamat : Duri B3, Roxy Rt:008/04 Kel. Duri pulo Gambir
No Hp : 083897034233
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25
Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai
bahan skripsi yang berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan
Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem Pembagian Waris (Studi di Yayasan
Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta, 18 Februari 2018
Narasumber
Hertina (Goutinou)
HASIL WAWANCARA
Nama :
Tempat : Yayasan Haji Karim Oie
Waktu :
Durasi :
Pertanyan: Sejak kapan menjadi muallaf? Apa yang menjadi alasan utama menjadi
muallaf?
Jawaban:
Pertanyaan: Apakah masih ada keluarga anda yang Non-Muslim? Bagaimana apabila
kerabat atau keluarga anda masih banyak yang Non-Muslim apakah anda
bersedia untuk mendakwahkan Islam kepada keluarga yang Non-Muslim? Jika
ia, apakah anda masih mengikuti tradisi Non- Muslim? Apabila masih
mengikuti bagaimana bentuk anda mengikuti tradisi Non-Muslim tersebut?
Jawaban:
Pertanyaan: Bagaimana Hubungan anda sebagai seorang muslim terhadap keluarga yang
masih non muslim pada sistem pembagian Waris?
Jawaban:
Pertanyaan: Bagaimana pada sistem pembagian ahli waris itu sendiri dalam adat Tionghoa
selama ini? Dan sistem kewarisan yang anda alami setelah menjadi muallaf?
Jawaban:
Pertanyaan: Apabila mengacu pada sistem kewarisan dalam Islam, dalam Islam sudah
mengelompokan berapa bagian masing-masing ahli Waris yang seharusnya
diterima dari anak laki-laki dan anak perempuan, bahkan sampai garis
keturunan ayah maupun ibu dan memang tidak sama bagian satu sama lain.
Lalu bagaimana menurut pandangan kaka mengenai sistem kewarisan dalam
Islam, dan posisi kaka sebagai muallaf yang seharusnya kaka sendiri
melakukan bagian sesuai dengan porsinya?
Jawaban:
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Usia : Tahun
Status : Sudah menikah
Alamat :
No Hp :
Menyatakan bahwa:
Nama : Neng Emawati
Nim :11140440000067
Semester :8 (Delapan)
Program Studi : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sd Inpres Pabuaran Barat Pondok Karya Rt:001/07 No:25 Pondok Aren
No Hp :082114432814
Telah melakukan wawancara sesuai dengan permohonan wawancara dari Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah sebagai bahan skripsi yang
berjudul: Hubungan Muslim Tionghoa Dengan Keluarganya Non Muslim Dalam Sistem
Pembagian Waris (Studi di Yayasan Haji Karim Oie)
Demikian surat keterangan ini dibuat, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 2018
Narasumber
Bapak. Ali Karim Oie
LAMPIRAN
top related