hubungan insomnia dengan peningkatan gula...
Post on 30-Mar-2019
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
HUBUNGAN INSOMNIA DENGAN PENINGKATAN GULA
DARAH PUASA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DM)
DI RUANG RAWAT INAP
RSUD DR. MOEWARDI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
EDY SURATNO
NIM. ST13026
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
ii
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Edy Suratno
NIM : ST13026
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukkan Tim
Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang
dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, Januari 2015
Yang membuat pernyataan,
( Edy Suratno)
NIM. ST13026
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas skripsi dengan judul “Hubungan Insomnia dengan Peningkatan Gula Darah
Puasa Pada Pasien Diabetes Mellitus (DM) di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.
Moewardi. “
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu sejak awal
sampai selesainya skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya kepada :
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis selama
mengikuti proses pendidikan.
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Ketua Program
Studi S-1 Keperawatan yang telah memberikan ijin dan kelancaran
administratif demi terlaksananya penelitian ini.
3. Ibu Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Pembimbing
Utama yang telah membimbing penulis sejak persiapan sampai selesainya
skripsi ini.
4. Ibu Ariyani,S.Kep.,Ns.,M.Kes. selaku Pembimbing Pendamping yang
telah memberikan bimbingan selama pembuatan skripsi ini.
5. Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku penguji yang telah
banyak memberikan masukan dan koreksinya dalam pembutan skripsi ini.
6. Direktur RSUD Dr. Moewardi yang memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melanjutkan pendidikan dan melaksanakan penelitian di
Rumah Sakit.
7. Ibu Wiwik Setiyawati, S.Kep.,Ns., selaku kepala ruang Cendana II yang
telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
v
8. Kedua orang tua dan ibu mertua tercinta yang telah memberikan doa dan
dukungannya.
9. Istriku tercinta yang selalu sabar menemani, memberikan saran dan doa
serta dukungan yang tulus untuk menyelesaikan penelitian ini.
10. Anak-anakku “Yafi & Hanania”, semangatku untuk menyelesaikan
penelitian ini .
11. Teman – teman dan handai taulan yang telah memberi dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
12. Bapak / Ibu responden yang telah bersedia menyisihkan waktunya untuk
memeberikan informasi terkait dengan penelitian ini.
13. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Dengan keterbatasan penulis dalam pembuatan laporan ini, penulis
menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, maka kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan guna menambah kesempurnaan penelitian
ini.
Surakarta, Januari 2015
Penulis
Edy Suratno
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………….. ii
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………… iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………… iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. x
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xi
ABSTRAK…………………………………………………........................ xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………….…… 3
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………. 4
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ………………………………………………... 6
2.1.1 Tidur …………………………………………………............... 6
1. Pengertian ……………………………………………………... 6
2. Pola Tidur ……………………………………………………... 6
2.1.2 Insomnia ………………………………………………………. 7
1. Pengertian……………………………………………………… 7
vii
2. Tanda dan Gejala ………………………………………………. 8
3. Klasifikasi ……………………………………………………… 8
4. Tingkat Insomnia ………………………………………………. 10
5. Penatalaksanaan ……………………………………………….. 11
2.1.3 Konsep Diabetes Mellitus ……………………………………… 13
1. Pengertian ……………………………………………………… 13
2. Etiologi ………………………………………………………… 13
3. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinis ………………………… 15
4. Penatalaksanaan ………………………………………………. 16
5. Komplikasi …………………………………………………… 17
2.1.4 Gula Darah …………………………………………………… 18
2.2 Keaslian Penelitian …………………………………………… 20
2.3 Kerangka Teori ……………………………………….............. 21
2.4 Kerangka Konsep …………………………………………….. 22
2.5 Hipotesis ……………………………………………………… 22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ……………………………… 23
3.2 Populasi dan Sampel …………………………………………. 23
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………….. 25
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran……… 26
3.5 Alat Penelitian dan Cara pengumpulan Data ………………… 26
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ………………………… 29
3.7 Etika Penelitian ……………………………………………….. 32
viii
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Diskripsi Karakteristik Responden............................................. 33
4.2 Hasil Penelitian........................................................................... 35
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristi responden.............................................................. 39
5.2 Tingkat insomnia....................................................................... 42
5.3 Peningkatan kadar gula darah................................................... 43
5.4 Hubungan Antara Insomnia Dengan Peningkatan Gula Darah
Puasa (Nocturnal) Pada Pasien DM Di Ruang Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi................................................................ 46
BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan................................................................................... 48
6.2 Saran......................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel keaslian Penelitian …………………………………… 20
Tabel 3.1 Tabel variabel, definisi operasional dan skala pengukuran 25
Tabel 4.1 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis
Kelamin.................................................................................... 53
Table 4.2 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur...... 54
Tabel 4.3 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama
DM............................................................................................ 54
Tabel 4.4 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Dengan Insomnia.. 55
Tabel 4.5 Tabel Distribusi Frekuensi Kadar gula darah sebelum
dan sesudah tidur.................................................................... 56
Tabel 4.6 Tabel Ringkasan Hasil Uji Normalitas................................. 57
Tabel 4.7 Tabel Uji Uji Korelasi Rank Spearman................................ 57
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori …………………………………………… 21
Gambar 2.2 Kerangka Konsep ………………………………………… 22
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Usulan Topik Penelitian
Lampiran 2 : Pernyataan Pengajuan Judul skripsi
Lampiran 3 : Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 4 : Permohonan Studi Pendahuluan
Lampiran 5 : Pengantar Ijin Penelitian
Lampiran 6 : Etika Penelitian
Lampiran 7 : Permohonaan Menjadi Responden
Lampiran 8 : Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 9 : Kuesioner Insomnia
Lampiran 10 : SOP Pemeriksaan Gula Darah Puasa
Lampiran 11 : Lembar Observasi Gula Darah Puasa
Lampiran 12 : Output SPSS
Lampiran 13 : Lembar Konsultasi
Lampiran 14 : Jadwal Penelitian
Lampiran 15 : Surat Keterangan Selesai Penelitian
xii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Edy Suratno
Hubungan Insomnia Dengan Peningkatan Gula Darah Puasa
Pada Pasien Diabetes Mellitus (DM) Di Ruang Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi
Abstrak
Gangguan tidur pada pasien diabetes mellitus menyebabkan meningkatnya
aktivitas Hipotalamus Pituitary Adrenal (HPA) dan sistem saraf simpatis. yang
dapat merangsang pengeluaran hormon seperti ketokolamin dan kortisol yang
menyebabkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin yang akhirnya
menyebabkan DM.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara
gangguan tidur (insomnia) dengan peningkatan kadar gula darah puasa pada
pasien dengan Diabetes Mellitus di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi
Rancangan penelitian yang digunakan ialah korelasi dengan pendekatan
case control. Teknik sampling dengan purposive sampling dengan jumlah sampel
106 orang. Teknik analisis yang digunakan adalah korelasi rank spearman.
Kesimpulan dalam penelitian ini ialah ada hubungan antara insomnia
dengan peningkatan kadar gula darah puasa pada pasien DM di ruang rawat inap
RSUD Dr. Moewardi, dengan tingkat hubungan cukup kuat, dengan p-value
sebesar 0,000 dan r hitung sebesar 0,516. Peningkatan kadar gula darah pada pasien
DM yang mengalami insomnia disebabkan adanya gangguan toleransi glukosa
dan resistensi insulin.
Kata Kunci : Pasien DM, kadar gula darah puasa, insomnia
Daftar Pustaka : 50 ( 1997-2014 )
xiii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Edy Suratno
Correlation between Insomnia with Fasting Blood Sugar Increase
on Diabetes Mellitus (DM) Patitents at the Inpatient Room of
Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta
ABSTRACT
Sleep disorders of the diabetes mellitus patients cause the increase of Hipotalamus
Pituitary Adrenal (HPA) activities and sympathetic nervous system. This
stimulates secretion of catecholamine and cortisol, which cause impaired glucose
tolerance and insulin resistance which finally causes DM. The objective of this
research is to investigate the correlation between the insomnia and the fasting
blood sugar increase on the diabetes mellitus patients at the Inpatient Room of Dr.
Moewardi General Hospital of Surakarta.
This research used the correlational method with the case control
approach. The samples of the research consisted of 106 patients. They were taken
by using the purposive sampling technique. The data of research were analyzed by
using the Spearman’s Rank Correlation.
The result of the research shows that there was a strong correlation
between the insomnia and the fasting blood sugar increase on the diabetes mellitus
patients at the Inpatient Room of Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta as
indicated by the p-value = 0.000 and the value of r count = 0.516. The fasting blood
sugar increase on the DM patients with insomnia was caused by the impaired
glucose tolerance and insulin resistance.
Keywords: DM patients, fasting blood sugar, insomnia
References: 50 (1997-2014)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok heterogen penyakit yang
gambaran umumnya adalah hiperglikemia (Robbins, 2004). Tidur dan
istirahat merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia
untuk melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh
hingga berada dalam kondisi yang optimal. Setiap individu mempunyai
kebutuhan istirahat dan tidur yang berbeda dan jika dilakukan secara baik
dan teratur akan memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan.
Kebutuhan istirahat dan tidur pada individu yang sakit sangat diperlukan
untuk mempercepat proses penyembuhan (Asmadi, 2008).
Seseorang dapat mengalami masalah gangguan tidur misalnya
kesulitan untuk mulai tidur atau mempertahankan tidurnya, atau terlalu
cepat bangun. Kondisi ini disebut dengan insomnia. Akibatnya insomnia
adalah tubuh akan mengalami stress fisik dan dapat berisiko menderita
penyakit degeneratif antara lain Diabetes Mellitus(Cauter, 1997).
Menurut WHO tahun 2012, terdapat lebih dari 200 juta orang dengan
diabetes mellitus di dunia. Angka ini akan bertambah menjadi 333 juta
orang di tahun 2025. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan
daerah yang paling banyak terkena pada abad 21. Indonesia merupakan
2
negara dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus ke 4 terbanyak di dunia,
setelah Cina, India, dan Amerika Serikat (Soegondo, dan Sukardji, 2011).
Diabetes Mellitus menduduki peringkat nomor lima pada 10 besar penyakit
rawat inap di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2011. Dari data rekam medis
RSUD Dr. Moewardi pada bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan
Desember 2014 tercatat 512 pasien yang dirawat dengan Diabetes Mellitus.
Perubahan hormonal yang terjadi terkait dengan gangguan tidur dapat
disebabkan adanya aktivitas Hipotalamus Pituitary Adrenal (HPA) dan
sistem saraf simpatis. Aktivitas Hipotalamus Pituitary Adrenal dan sistem
saraf simpatis dapat merangsang pengeluaran hormon seperti ketokolamin
dan kortisol yang menyebabkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi
insulin yang akhirnya menyebabkan DM (Taub & Redeker, 2008). Pasien
dengan Diabetes Mellitus yang mengalami gangguan tidur dapat beresiko
terjadi peningkatan gula darah ( Stuart & Sundeen, 1998 ).
Menurut Parish (2009), ganguan tidur merupakan masalah umum
yang terjadi pada pasien yang mengalami suatu penyakit seperti DM dan
sebaliknya DM juga dapat menimbulkan gangguan tidur akibat adanya
keluhan nocturia dan nyeri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Teixeira,
Zenetti, & Pereira (2008) terhadap 54 pasien dengan DM tipe 2 di Sao Paolo
menunjukkan sebanyak 24 pasien (48%) memiliki kualitas tidur yang
kurang.
Pada pasien DM dengan kadar gula yang abnormal dan masih tidak
terkontrol, atau disertai dengan penyakit atau penyulit yang lain
3
memerlukan perawatan di Rumah Sakit. Hospitalisasi dapat mengganggu
psikologi seseorang karena tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan
barunya ( Supartini, 2004).
Berdasarkan obsevasi awal pada tanggal 29 Desember 2014, terhadap
5 pasien DM menunjukkan peningkatan gula darah 50 mg/dl sampai dengan
100 mg/dl, jika dibandingkan dengan hasil pemeriksaan malam sebelumnya.
Hasil wawancara dengan pasien tersebut menyatakan bahwa gula darah
meningkat karena sulit memulai tidur ataupun terbangun dari tidur lebih
awal. Oleh karena itu peneliti akan meneliti tentang hubungan insomnia
dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien Diabetes
Mellitus di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi .
1.2 Rumusan Masalah
Gangguan tidur dapat menyebabkan peningkatan gula darah karena
adanya aktivasi Hormon Pituitary Adrenal yang dapat merangsang hormon
ketokolamin dan hormon kortisol. Maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah apakah ada hubungan insomnia dengan peningkatan gula darah
puasa pada pasien dengan Diabetes Mellitus di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Dr. Moewardi ?
4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
gangguan tidur (insomnia) dengan peningkatan kadar gula darah puasa pada
pasien dengan Diabetes Mellitus di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat insomnia pada pasien DM di ruang rawat
inap RSUD Dr. Moewardi.
b. Untuk mengetahui kadar gula darah puasa pada pasien Diabetes
Mellitus di ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi.
c. Untuk mengetahui hubungan antara insomnia dengan peningkatan
kadar gula darah puasa pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr.
Moerwardi.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1.4.1 Rumah Sakit dan Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang
gula darah puasa pada penderita dengan penyakit Diabetes Mellitus, yang
dipengaruhi oleh ganguan tidur ( insomnia ).
5
1.4.2 Institusi Pendidikan
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait dengan gangguan
sulit tidur (insomnia) yang sering terjadi pada pasien Diabetes Mellitus yang
dirawat di rumah sakit, sehingga dapat sebagai acuan proses belajar
mengajar di institusi pendidikan.
1.4.3 Penelitian Lain
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk
penelitian-penelitian selanjuttnya, khususnya yang berhubungan dengan
ganguan sulit tidur (insomnia) pada penderita Diabetes Mellitus.
1.4.4 Peneliti
Penelitian ini merupakan sarana peneliti untuk menambah wawasan
dan pengetahuan peneliti terkait hubungan gangguan sulit tidur (insomnia)
dengan peningkatan kadar gula darah puasa pada pasien dengan Diabetes
Mellitus.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Tidur
1. Pengertian
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar yang berhubungan
dengan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan yang memungkinkan
tubuh dan pikiran tetap berfungsi optimal. Selama periode tidur otak akan
mengolah memori jangka panjang, mengintegrasikan informasi yang
baru serta memperbaiki jaringan otak dan sel syaraf serta berperan dalam
proses biokimia (National Institute of Neurogical Disorder, 2001).
Kebutuhan waktu istirahat tidur pada orang dewasa adalah kurang
lebih 7-8 jam pada waktu malam hari untuk mempertahankan fungsi
fisiologis setiap hari (Juddith, Julie, & Elizabeth, 2010).
2. Pola Tidur
Menurut Gunawan (2001), pola tidur terdiri dari pola tidur biasa
(Non REM) dan pola tidur paradoksal (REM).
a. Pola Tidur Biasa (Non REM)
Pada keadaan ini, sebagian besar organ tubuh secara berangsur-
angsur menjadi kurang aktif, pernafasan teratur, kecepatan denyut
jantung berkurang, otot mulai berelaksasi, mata dan muka diam tanpa
gerak.
7
Fase ini berlangsung lebih kurang 1 jam, dan biasanya orang masih
bisa mendengarkan suara disekitarnya, sehingga dengan demikian akan
mudah terbangun dari tidurnya.
b. Pola Tidur Paradoksal (REM)
Pada fase ini, akan terjadi gerakan-gerakan mata secara cepat,
denyut jantung dan pernafasan yang naik turun, sedangkan otot-otot
mengalami pengendoran (relaksasi total). Proses relaksasi total ini
sangat berguna bagi pemulihan tenaga dan menghilangkan semua rasa
lelah. Fase ini berlangsung selama lebih kurang 20 menit. Pada fase
ini, sering timbul mimpi-mimpi, mengigau atau bahkan mendengkur.
Dalam tidur malam yang berlangsung selama 6-8 jam, kedua pola
tidur tersebut (REM dan Non REM) terjadi secara bergantian sebanyak
lebih kurang 4-6 siklus.
2.1.2 Insomnia
1. Pengertian
Berdasarkan Clinical Practice Guideline Adult Insomnia:
Assesement to Diagnosis (Panduan Praktis Klinis Insomnia untuk Orang
Dewasa : Assesment untuk Diagnosis, 2007) mendefinisikan insomnia
sebagai kesulitan memasuki tidur, kesulitan untuk tetap tidur, atau tidur
yang tidak dapat menyegarkan pada seseorang yang padahal ia
mempunyai kesempatan untuk tidur malam yang normal, yaitu 7-8 jam.
8
2. Tanda dan Gejala
Kemudian menurut Laniwati, (2001:13), insomnia atau gangguan
sulit tidur merupakan suatu keadaan seseorang dengan kuantitas dan
kualitas tidur yang kurang. Gejala insomnia sering dibedakan sebagai
berikut :
a. Kesulitan memulai tidur (initial insomnia), biasanya disebabkan oleh
adanya gangguan emosi, ketegangan atau gangguan fisik, (misal :
keletihan yang berlebihan atau adanya penyakit yang mengganggu
fungsi organ tubuh).
b. Bangun terlalu awal (early awakening), yaitu dapat memulai tidur
dengan normal, namun tidur mudah terputus dan atau bangun lebih
awal dari waktu tidur biasanya, serta kemudian tidak bisa kembali
tidur lagi. Gejala ini sering muncul seiring dengan bertambahnya usia
seseorang atau karena depresi dan sebagainya.
3. Klasifikasi
Menurut WHO pada tahun 1990, klasifikasi diagnostik insomnia
dimasukkan dalam golongan DIMS (Disorder of Iniating and
Maintaining Sleep), yang secara praktis diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yaitu Insomnia primer dan insomnia sekunder (Gunawan,
2001).
a. Insomnia Primer
Insomnia primer merupakan gangguan sulit tidur yang
penyebabnya belum diketahui secara pasti. Sehingga dengan
9
demikian, pengobatanya masih relatif sukar dilakukan dan biasanya
berlangsung lama atau kronis (long term insomnia). Insomnia primer
ini sering menyebabkan terjadinya komplikasi kecemasan dan depresi,
yang justru dapat menyebabkan semakin parahnya gangguan sulit
tidur tersebut. Sebagian penderita golongan ini mempunyai dasar
gangguan psikiatris, khususnya depresi ringan sampai menengah
berat. Adapun sebagian penderita lain merupakan pecandu alkohol
atau obat-obatan terlarang (narkotik). Kelompok yang terakhir ini
memerlukan penanganan yang khusus secara terpadu mencakup
perbaikan kondisi tidur (sleep environments), pengobatan, dan terapi
kejiwaan (psikoterapi).
b. Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder merupakan gangguan sulit tidur yang
penyebabnya dapat diketahui secara pasti. Gangguan tersebut dapat
berupa faktor gangguan sakit fisik, maupun gangguan kejiwaan
(psikis). Pengobatan insomnia sekunder relatif lebih mudah dilakukan,
terutama dengan menghilangkan penyebab utamanya terlebih dahulu.
Insomnia sekunder dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Insomnia Sementara (Transient Insomnia)
Insomnia sementara terjadi pada seseorang yang termasuk
dalam golongan tidur normal, namun karena adanya stres atau
ketegangan sementara (misalnya adanya kebisingan atau pindah
tempat tidur), menjadi sulit tidur. Pada keadaan ini obat hipnotik
10
dapat digunakan ataupun tidak (tergantung pada kemampuan
adaptasi penderita terhadap lingkungan penyebab stres atau
ketegangan tersebut).
2) Insomnia Jangka Pendek (Short Term Insomnia)
Insomnia jangka pendek merupakan gangguan sulit tidur
yang terjadi pada penderita sakit fisik (batuk, rematik, dsb) atau
mendapat stres situasional (misalnya kehilangan/kematian).
Biasanya gangguan sulit tidur ini dapat sembuh beberapa saat
setelah terjadi adaptasi, pengobatan, ataupun perbaikan suasana
tidur. Dalam kondisi ini, pemakaian obat hipnotik dianjurkan
dengan pemberian tidak melebihi 3 minggu (paling baik diberikan
selama 1 minggu saja). Pemakaian obat secara berselang-seling
(intermittent) akan lebih aman, karena dapat menghindari
terjadinya efek sedasi yang timbul berkaitan dengan akumulasi
obat.
4. Tingkat Insomnia
Menurut Rafknowledge (2004), bahwa tingkat insomnia dibagi
menjadi:
a. Insomnia ringan atau hanya bersifat sementara, yang biasanya dipicu
oleh : stres, suasana ramai atau berisik, perbedaan suhu udara,
perubahan lingkungan sekitar, masalah jadwal tidur dan bangun yang
tidak teratur, dan efek samping pengobatan.
11
b. Insomnia kronis / berat, bersifat lebih kompleks dan seringkali
diakibatkan faktor gabungan termasuk yang mendasari fisik atau
penyakit mental. Bisa juga karena faktor perilaku misalnya
penyalahgunaan kafein, alkohol atau obat-obatan berbahaya.
5. Penatalaksanaan
Menurut Amir, N (2007), langkah untuk mengatasi insomnia
adalah dengan cara farmakologik dan nonfarmakologik .
a. Farmakologik
Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan
pilihan utama untuk mengatasi insomnia baik primer maupun
sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat dan cenderung tidak
disalahgunakan. Antihistamin, prekursor protein seperti l-triptofan
yang saat ini tersedia dalam bentuk suplemen juga dapat digunakan.
b. Non farmakologik
1) Higene tidur
Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk
tidur merupakan syarat mutlak untuk gangguan tidur. Jadwal tidur-
bangun dan latihan fisik sehari-hari yang teratur perlu
dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak nyaman.
Penderita diminta menghindari latihan fisik berat sebelum tidur.
Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan
kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan lingkungan ini efektif
12
untuk memperbaiki tidur. Edukasi tentang higene tidur merupakan
intervensi efektif yang tidak memerlukan biaya.
2) Terapi pengontrolan stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang
sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi
ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif yang sering
ditemukan pada insomnia.
3) Sleep Restriction Therapy
Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu
mengkonsolidasikan tidur . Terapi ini bermanfaat untuk pasien
yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur.
4) Terapi relaksasi dan biofeedback
Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik.
Menghipnosis diri sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas
dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk
memperbaiki tidur.
5) Terapi apnea tidur obstruktif
Apnea tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari tidur
telentang, menggunakan perangkat gigi (dental appliance),
menurunkan berat badan, menghindari obat-obat yang menekan
jalan nafas, menggunakan stimulansia pernafasan seperti
acetazolamide (Diamox®), nasal continuous positive airway
pressure (NCPAP), upper airway surgery (UAS).
13
2.1.3 Konsep Diabetes Mellitus
1. Pengertian
Dunning (2009) menyebutkan bahwa DM adalah gangguan
metabolisme yang ditandai dengan adanya ketidakmampuan tubuh untuk
menggunakan glukosa, lemak dan protein akbibat adanya defisiensi
insulin atau retensi insulin yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
glukosa darah dan glukosuria.
Diabetes Mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai
dengan ketiadaan absolut insulin atau penurunan relatif intensitivitas sel
terhadap insulin (Growin, 2007).
Diabetes Mellitus adalah suatu sindroma yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah disebabkan oleh karena adanya
kelainan sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Pada DM tipe I
terdapat kerusakan pada sel beta akibat reaksi autoimun, sedangkan pada
DM tipe II kadar glukosa darah meningkat karena adanya resistensi
insulin akibat gaya hidup yang salah. Diabetes Mellitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya
(Suyono, 2006).
2. Etiologi
Soegondo (2004) menyatakan bahwa ada beberapa etiologi dari
penyakit Diabetes Mellitus yaitu :
14
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Distruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut, penyebabnya antara lain :
1) Melalui proses imunologi
Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
langerhans dan insulin endogen.
2) Idiopatik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya Diabetes Militus Tipe I.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes Mellitus Tipe II terjadi mulai akibat dari resistensi
insulin disertai defisiensi insulin sampai gangguan sekresi insulin
yang kurang bersama resistensi insulin.
c. Diabetes Militus Tipe Lain
Pada Diabetes Mellitus Tipe Lain, biasanya terjadi karena defek
genetik fungsi sel batu, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pancreas, dan endokrinopati (hipertiroidieses, chusing syndrome).
15
Penyebab lainnya adalah karena obat atau zat kimia, infeksi (rubela
kangenital), imunologi : antibodi anti reseptor insulin, syndrome
genetik lain ( syndrome down, Turner, kleinfelter ).
d. Diabetes Mellitus Gestasional (kehamilan)
Diabetes Mellitus Gestasional merupakan gangguan intoleransi
glukosa yang terjadi selama masa kehamilan. Penetapan diagnosis
DM Gestasional berdasarkan hasil pemberian glukosa secara oral
selama kehamilan (Holt et al, 2010). Setelah melahirkan sekitar 5-
10% wanita dengan DM Gestasional ditemukan mengalami DM tipe
II. Wanita dengan DM Gestasional 40-60% dapat berubah mengalami
DM tipe II setelah 5-10 tahun menderita DM (National Diabetes Fact
Sheet, 2007).
3. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinis
Growin (2007) menyatakan bahwa tanda dan gejala yang khas
muncul pada Diabetes Mellitus, antara lain :
a. Poliuria (peningkatan urine) karena air mengikuti glukosa yang
dikeluarkan melalui urine.
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel, karena intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel
menstimulasi pengeluaran hormon anti deuretik (ADH) dan
menimbulkan rasa haus.
16
c. Rasa lelah dan kelemahan otot diakibatkan katabolisme protein di otot
dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa
sebagai energi.
d. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pasca absorbtif
yang kronis, katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel.
e. Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan keluhan atau
gejala DM dan mencegah komplikasi. Untuk mempermudah tercapainya
tujuan tersebut, kegiatan dilaksanakan dalam pengelolaan pasien secara
menyeluruh dan mengajarkan kegiatan mandiri yang meliputi kegiatan
perencanaan makan, latihan jasmani dan terapi insulin (Brunner &
Suddarth, 2001).
a. Perencanaan Makan
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
Pada Perkumpulam Endokrinologi Indonesia (PERKENI) ditetapkan
bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang berupa karbohidrat (60–70%), protein (10–15%) dan lemak
(20–25 %).
b. Latihan Jasmani
Latihan juga sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes
karena meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
17
memperbaiki pemakaian insulin efeknya dapat menurunkan kadar
glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler.
c. Terapi Insulin
Hormon insulin bekerja untuk menurunkan kadar glukosa darah
post prandial dengan mempermudah pengambilan serta penggunaan
glukosa oleh sel-sel otot, lemak dan hati.
5. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddart (2001), komplikasi diabetes dibagi
menjadi :
a. Komplikasi Akut Diabetes
1) Hipoglikemia (Reaksi Insulin)
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi
jika kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
2) Diabetes Ketoasidosis
Hal ini disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata. Keadaaan ini mengakibatkan gangguan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
b. Komplikasi Jangka Panjang Diabetes
1) Retinopati Diabetik
Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetik
disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil
pada retina mata.
18
2) Nefropati Diabetik
Penyakit diabetes hingga menyebabkan penyakit ginjal.
3) Neuropati Diabetik
Neuropati dalam diabetik mengacu pada sekelompok penyakit
yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer, otonom
dan spinal.
2.1.4 Gula Darah
Gula atau glukosa darah adalah gula sederhana atau monosakarida yang
merupakan hasil dari metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Karbohidrat ketika dalam saluran pencernaan akan dipecah menjadi glukosa
dan diabsorbsi secara langsung ke dalam aliran darah. Glukosa merupakan
sumber energi utama yang dibutuhkan oleh sel-sel saraf serta untuk
mencegah gangguan fungsi saraf dan kematian sel (Ignatavicius &
Workman, 2010).
Jenis pemeriksaan yang dilakukan terhadap glukosa darah antara lain
yaitu pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ( GDP ) dimana pasien
melakukan puasa selama 6 – 8 jam sebalum pemeriksaan, glukosa darah
sewaktu ( GDS ) dan glukosa 2 jam setelah makan. ( Darwis, et al., 2005 ).
Nilai rujukan :
Ø GDS :
1) Darah vena : <110 mg/dl
2) Serum atau plasma : < 140 mg/dl
19
Ø GDP :
1) Darah vena : 60-110 mg/dl
2) Serum atau plasma : 70-110 mg/dl
Ø G2JPP :
1) Darah vena : <120 mg/dl
2) Serum atau plasma : < 140 mg/dl
Alat pengukur kadar glukosa darah yaitu Glukometer yang umumnya
sederhana dan mudah dipakai, stik gula darah, lancet, kapas alkohol. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya
sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan
cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan alat
Glukometer perlu dibandingkan dengan cara konvensional ( Perkeni, 2006 ).
20
2.2 Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Tabel keaslian Penelitian
N
o
Nama
Peneliti
Judul
Penelitian Metode Penelitian
Hasil
Penelitian
1. Dyah Surti
Murdiningsih
,
Gun Gun
Abbdul
Ghofur
Pengaruh
Kecemasan
Terhadap
Kadar Glukosa
Darah Pada
Penderita
Diabetes
Mellitus Di
Wilayah
Puskesmas
Banyuanyar
Surakarta
Korelasi Product
Moment dengan
bantuan program
SPSS (Statistical
Product and Servis
Solution) versi 15
Uji normalitas
dengan kolmogorov
smirnov, pengujian
dengan linieritas
dengan One-Way
Anova
Terdapat
pengaruh
positif yang
signifikan
antar
kecemasan
terhadap kadar
glukosa darah
pada penderita
DM di
wilayah
Puskesmas
Banyuanyar
Surakarta.
Tingkat
kecemasan
penderita DM
di wilayah
Puskesmas
Banyuanyar
Surakarta
berada pada
kategori tinggi
yaitu sebesar
29 atau 85.3%
2. Diah Rustiani
Sholichah
Hubungan
Antara
Dukungan
Sosial Dengan
Derajat
Depresi Pada
Penderita
Diabetes
Melitus
Dengan
Komplikasi
Uji korelasi
product moment
dari pearson
Skala L_MMPI
Skala dukunan
sosial
Skala BDI
Analisis data
Menunjukkan
adanya
korelasi
negatif yang
signifikan
antara
dukungan
social dengan
derajat depresi
pada penderita
diabetes
melitus dengan
komplikasi
21
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.1
Kerangka Teori
(Rafknowledge, 2004 ; Taub & Redeker, 2008).
Aktivitas HPA + sistem saraf simpatis
Pengeluaran ketokolamin dan kortisol
Gangguan toleransi glukosa dan
resistensi insulin
Insomnia
Penyebab Insomnia :
ü Stress
ü Suasana ramai / berisik
ü Perbedaan suhu
ü Perubahan lingkungan sekitar
ü Jadwal tidur tidak teratur
ü Efek samping pengobatan
ü Faktor perilaku / penyalahgunaan alkohol
ü
Gula Darah Meningkat
Penatalaksanaan :
1. Farmakologik
ü Benzodiazepin
ü Kloralhidrat
ü Antihistamin
2. Non farmakologik
ü Hygiene tidur
ü Terapi pengontrolan stimulus
ü Sleeprestrction therapy
ü Terapi relaksasi dan
biofeedback
ü Terapi agen tidur obstruktif
22
2.4 Kerangka Konsep
Gambar 2.2
Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
Sugiyono (2008), menyatakan hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan, yang menanyakan
hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Nursalam (2003),
hipotesis terdiri dari 2 jenis yaitu :
1. Hipotesis nol (Ho) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran
statistik interpretasi hasil statistik. Ho positif artinya tidak ada hubungan
antar insomnia dengan peningkatan gula darah puasa pada pasien DM di
ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi.
2. Hipotesis alternatif (Ha/H1) adalah hipotesis penelitian yang menyatakan
adanya suatu hubungan, pengaruh dan perbedaan antar dua atau lebih
variabel. Ha artinya ada hubungan antara insomnia dengan peningkatan
gula darah puasa pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr.
Moewardi.
Insomnia Peningkatan Gula Darah
Variabel independen Variabel dependen
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti ialah kuantitatif non
eksperimental yaitu dimana penilaian faktor insomnia dikaitkan dengan
peningkatan gula darah puasa (nocturnal) yang diukur pada suatu periode
tertentu. Pada data numerical (angka) yang diolah dengan metode statistika
(Sugiyono, 2004).
Rancangan penelitian yang digunakan adalah korelasi dengan
pendekatan case control, yakni suatu penelitian survey analitik yang
menyangkut bagaimana factor resiko dipelajari dengan menggunakan
pendekatan retrospective. Dengan kata lain, efek dari penyakit atau status
kesehatan diidentifikasi saat ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi ada
atau terjadinya pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2010). Rancangan
dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara insomnia dengan
peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien DM di ruang rawat
inap RSUD Dr. Moewardi.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
24
kesimpulannya (Sugiyono, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien DM baik tipe I ataupun tipe II di ruang rawat inap RSUD Dr.
Moewardi pada bulan Desember 2014 terdapat 145 pasien.
Menurut Sugiyono (2004), sampel adalah sebagian dari jumlah
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel dalam penelitian
ini adalah pesien DM tipe I atupun tipe II dengan insomnia di ruang rawat
inap RSUD Dr. Moewardi yaitu di ruang Melati I.
Penghitungan besar sampel :
jadi
=
=
=
= 106,42 dibulatkan = 106 orang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan non probability sampling yaitu
teknik sampling yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap
unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik
25
yang dipakai purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono. 2003). Dengan kriteria inklusi dan eklusi :
a. Kriteria Inklusi :
Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi
agar subyek dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro, 2002).
1. Pasien DM yang mendapatkan therapi obat DM (therapy insulin)
b. Kriteria Eklusi :
Kriteria eklusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek
penelitian tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian, karena dapat
mengganggu pengukuran interpretasi, mengganggu dalam pelaksanaan,
hambatan etis dan subyek menolak untuk berpartisipasi.
(Sastroasmoro,2001)
1. Pasien yang tidak sadar
2. Pasien yang mendapatkan therapi glukosa
3. Pasien yang mendapatkan therapi kortikosteroid
4. Pasien yang mendapatkan therapi obat tidur
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di ruang rawat inap RSUD Dr.
Moewardi. Dan waktu penelitian dimulai pada bulan 2 Maret 2015 sampai
dengan 18 Agustus 2015.
26
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1 Tabel variabel, definisi operasional dan skala pengukuran
Variable Definisi Operasional Alat
Ukur
Parameter Skala Skor
Variabel
Bebas:
Insomnia
Insomnia ialah
kondisi sulit
memasuki tidur, sulit
untuk tetap tidur, atau
tidur yang tidak dapat
menyegarkan pada
seseorang yang
padahal ia mempunyai
kesempatan untuk
tidur malam yang
normal, yaitu 7-8 jam.
Kuesioner
Skala KSPBJ-IRS
(kelompok studi
psikiatri biologi
Jakarta-Insomnia
Rating Scale)
(Suparyanto,2009)
Interval Jumlah
nilai
penghitung
an
insomnia
Variabel
Terikat:
Kadar
Gula
Darah
Kadar gula darah
ialah konsentrasi
glukosa yang terdapat
di dalam darah dan
diukur dengan
menggunakan alat
glukometer yang
dilakukan pada malam
hari jam 22
(nocturnal), kemudian
pasien puasa 6 jam
dan diukur lagi pada
pagi harinya jam 5
pagi.
ü Gluko
meter
ü Stik
gula
darah
ü Lancet
ü Kapas
alkohol
Lembar observasi
pengukuran gula
darah
Ratio Selisih
kadar gula
darah
sebelum
dan
sesudah
puasa
(nocturnal)
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Pengukuran terhadap penurunan tingkat insomnia menggunakan lembar
kuesioner KSPBJ (Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta), Insomnia
Rating Scale yang berjumlah 11 pertanyaan. Jawaban selalu diberi nilai 4,
jawaban sering diberi nilai 3, jawaban kadang-kadang diberi nilai 2, dan
jawaban tidak pernah diberi nilai 1. Jumlah total dari setiap item pertanyaan
27
dikategorikan 11-19 : tidak ada keluhan insomnia, 20-27 : insomnia ringan,
28-36 : insomnia berat dan 37-44 : insomnia sangat berat.
Alat ukur kadar gula darah dengan memakai Glukometer yang
umumnya sederhana dan mudah dipakai, ditambah alat pelengkap seperti
kapas alkohol, stik gula darah, lancet (Perkeni, 2006). Kemudian hasil
pengukuran gula darah dimasukkan ke dalam lembar observasi pengukuran
gula darah.
Sebelum instrumen (kuesioner KSPBJ-IRS) digunakan, diuji coba
terlebih dahulu yaitu dengan pengujian validitas dan reliabilitas. Uji
validitas dan reliabilitas terhadap instrumen telah dilakukan di ruang Melati
III dengan jumlah sampel 30 orang.
1. Uji Validitas
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu
tes (Nursalam, 2008). Untuk mengetahui kuesioner yang kita susun
tersebut mampu mengukur yang hendak diukur, maka akan dilakukan uji
validitas. Instrumen dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r
table, dengan taraf signifikan 5% (0.05) (Sugiyono, 2008). Teknik yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu, Korelasi Product Moment.
Rumus Korelasi Product Moment :
Ketarangan :
r : Indeks koerelasi yang dicari
x : Skor tiap item pertanyaan
28
y : Skor total
N : Jumlah responden
Hasil uji validitas terhadap instrumen KSPBJ-IRS dengan sampel
30 orang, menunjukkan semua item pertanyaan nilai r xy > r tabel (r tabel
pada sampel 30 ialah 0,361), dan p value pada semua item pertanyaan <
0,05, yang artinya bahwa semua item pertanyaan pada instrumen ialah
valid.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas berarti instrumen yang bila digunakan beberapa kali
untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama
(Sugiyono, 2003). Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan
rumus Alpha Cronbach.
Rumus Alpha Cronbach :
Keterangan :
ri : Reabilitas instrumen
k : Banyaknya butir pertanyaan
: Jumlah butir Varians
: Varian total
Instrumen yang diujicobakan dinyatakan reliabel jika nilai alpha
cronbach lebih dari 0,70 (Ghozali I, 2010).
29
Hasil dari uji reliabilitas pada instrumen KSPBJ-IRS dengan
sampel 30 orang, didapatkan nilai koofisien alpha-nya 0,757 (> dari nilai
0,70), yang berarti instrumen reliabel untuk digunakan.
Tahap pengumpulan data dalam penilitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tahap pertama merupakan tahap persiapan yang dilakukan berupa
persiapan tempat penelitian, diawali dengan permohonan ijin ke bagian
Diklat RSUD Dr. Moewardi. Setelah mendapatkan ijin, kemudian
dilanjutkan berkoordinasi dengan perawat ruang rawat inap RSUD
Dr.Moewardi tentang pelaksanaan penelitian.
2. Tahap kedua, peneliti menjelaskan tentang penelitian yang akan
dilakukan kepada calon responden dan menandatangani lembar
persetujuan dan mengisi lembar kuesioner KSPBJ untuk diisi sesuai
kolom-kolom yang disediakan.
3. Tahap ketiga, yaitu melakukan pemeriksaan gula darah pada responden
sebelum dan sesudah responden tidur.
4. Tahap keempat, melakukan pengolahan data dari hasil penyebaran
kuesioner dan selanjutnya dilakukan analisa data.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan
langkah –langkah sebagai berikut (Santjaka, 2011) :
30
a. Editing
Peneliti melakukan koreksi data untuk melihat kebenaran pengisian dan
kelengkapan jawaban dalam kuesioner yang diberikan. Editing dilakukan
di tempat pengumpulan data, agar jika terjadi kekurangan dapat segera
dilengkapi.
b. Coding
Mengklasifikasi jawaban yang ada dalam kuesioner menurut macamnya,
dengan jalan menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa
angka, kemudian dimasukkan dalam lembaran tabel kerja sesuai nomor
responden yang telah diberikan agar lebih mudah dibaca.
c. Tabulating
Memasukkan data – data hasil penelitian ke dalam tabel – tabel sesuai
dengan kriteria.
d. Entry data
Proses memasukkan data dalam komputer melalui program komputer.
Analisa data merupakan pengumpulan data dari seluruh responden
yang dikumpulkan. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif
menggunakan statistik (Sugiyono 2008), yang terdiri atas :
a. Analisa univariat
Analisa ini dilakukan pada setiap variabel dari hasil penelitian.
Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data dianalisis
menggunakan statistik diskriptif. Statistik diskriptif adalah statistik yang
31
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan atau
menggambarkan data yang telah ada tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono,
2008).
Variabel dependen dari penelitian ini adalah insomnia dan variabel
independen dari penelitian ini adalah peningkatan gula darah.
b. Analisa bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga ada hubungan atau berkorelasi (Notoatmojo, 2005).
Analisa bivariat ini berfungsi untuk mengetahui hubungan insomnia
dengan peningkatan gula darah puasa pada pasien DM di ruang rawat
inap RSUD Dr. Moewardi.
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing
variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dengan
Kolmogorov-smirnov jika jumlah sampel lebih dari 50. Data berdistribusi
normal apabila p > 0.05 dan data berdistribusi tidak normal apabila p <
0.05. Apabila data berdistribusi normal, analisa data dilakukan dengan
product moment dan apabila data berdistribusi tidak normal, analisa data
yang dilakukan dengan Rank Spearman. (Dahlan, 2001).
Jika hasil diperoleh p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan
antara insomnia dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada
pasien DM dan apabila p value 0,05 berarti ada hubungan antara
32
insomnia dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien
DM di RSUD Dr. Moewardi.
3.7 Etika Penelitian
Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti mulai melakukan penelitian
dengan memperhatikan masalah etika. Etika penelitian menurut Hidayat
(2007) yaitu :
1. Anonymity ( tanpa nama )
Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian, peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, cukup
dengan inisial dan memberi nomor pada masing-masing lembar tersebut.
2. Confidentiality ( kerahasiaan )
Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh oleh subyek
penelitian dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang
akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.
3. Informed Consent ( lembar persetujuan menjadi responden )
Sebelum lembar penelitian diberikan pada subyek penelitian,
peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan
serta manfaat penelitian. Setelah diberikan penjelasan, lembar
persetujuan diberikan pada subyek penelitian. Jika subyek penelitian
bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun
jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap
menghormati haknya.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan terhadap 106 pasien DM baik tipe I ataupun
tipe II di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi. Sebelum dilakukan analisis
data, terlebih dahulu ditampilkan karakteristik responden sebagai berikut.
1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Hasil pengumpulan data jenis kelamin responden dapat dilihat
pada tabel 4.1 .
Tabel. 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di
RSUD dr. Moewardi pada Bulan Juni 2015 ( n = 106 )
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1. Perempuan 73 68,9%
2. Laki-laki 33 31,1%
Jumlah 106 100,0%
Sumber: Data diolah, tahun 2015
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan sebagian besar responden
adalah perempuan yaitu sebanyak 73 responden (68,9%) dan sisanya laki-
laki sebanyak 33 responden (31,1%).
2. Karakteristik Responden Menurut Umur
Hasil pengumpulan data menurut umur responden dapat dilihat
pada tabel 4.2 .
34
Tabel. 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur di RSUD dr.
Moewardi pada Bulan Juni 2015( n = 106 ).
No Umur Responden Frekuensi Persentase (%)
1. 40 - 50 tahun 29 27,4%
2 51 – 60 tahun 28 26,4%
3 61 – 70 tahun 37 34,9%
4 71 – 80 tahun 12 11,3%
Jumlah 106 100,0%
Sumber: Data diolah, tahun 2015
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan sebagian besar responden
berumur 61-70 tahun yaitu sebanyak 37 responden (34,9%), selanjutnya
40 – 50 tahun sebanyak 29 responden (27,4%), 51 – 60 tahun sebanyak
28 responden (26,4%), dan 71-80 tahun sebanyak 12 responden (11,3%).
3. Karakteristik Responden Menurut Lama Menderita DM
Hasil pengumpulan data responden menurut lama menderita DM
ditampilkan pada tabel 4.3.
Tabel. 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Menderita DM di
RSUD dr. Moewardi pada Bulan Juni 2015 (n = 106 ).
No Lama mederita DM Responden Frekuensi Persentase (%)
1. 1- 2 tahun 39 36,8%
2. 3 - 4 tahun 52 49,1%
3. 5 tahun keatas 15 14,2%
Jumlah 106 100,0%
Sumber: Data diolah, tahun 2015
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan sebagian besar responden
mengalami DM selama 3-4 tahun yaitu sebanyak 52 responden (49,1%),
selanjutnya 1 – 2 tahun sebanyak 39 responden (36,8%), dan 5 tahun
keatas sebanyak 15 responden (14,2%).
35
4.2. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui atau
menggambarkan tingkat insomnia dan kadar gula darah puasa pada pasien
DM di RSUD Dr. Moewardi. Selengkapnya distribusi tingkat insomnia
dan kadar gula darah puasa ditampilkan sebagai berikut.
a. Distribusi Frekuensi Tingkat Insomnia
Distribusi frekuensi tingkat insomnia dapat dilihat pada tabel
4.4 sebagai berikut.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden dengan Insomnia di RSUD
dr. Moewardi pada Bulan Juni 2015 (n = 106 ).
Nilai Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi
Skor Insomnia 20,00 32,00 21,84 2,74
Sumber: Data diolah, tahun 2015
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan distribusi frekuensi
responden dengan insomnia nilai minimum 20,00 , nilai maksimum
32,00, nilai mean 21,84, dan standar deviasi 2,74. Berdasarkan nilai
mean insomnia menunjukkan sebagian besar responden mengalami
insomnia ringan.
b. Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Puasa
Distribusi frekuensi kadar gula darah pasien dapat dilihat pada
tabel 4.5 sebagai berikut.
36
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Sebelum dan
Sesudah Tidur di RSUD dr. Moewardi pada Bulan Juni 2015 (n =106)
Nilai Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi
Kadar gula darah 80 500 168,76 73,65
sebelum tidur
Kadar gula darah 105 412 175,92 61,16
sesudah tidur
Sumber: Data diolah, tahun 2015
Berdasarkan Tabel 4.5. Menunjukkan kadar gula darah
sebelum tidur dengan nilai minimum 80 mg/dl, nilai maksimum 500
mg/dl, mean 168 mg/dl, dan standar deviasi 73,65. Selanjutnya
sesudah tidur diperoleh kadar gula darah minimum 105 mg/dl,
maksimum 412 mg/dl, mean 175 mg/dl, dan standar deviasi 61,16.
Berdasarkan rata-rata kadar gula darah sebelum dan sesudah tidur
menunjukkan sebagian besar responden mengalami hiperglikemi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan antara
insomnia dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien
DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi. Teknik analisis yang
digunakan adalah uji korelasi, dimana dalam penelitian ini terlebih
dahulu dilakukan pengujian normalitas data untuk menentukan teknik
korelasi yang akan digunakan. Apabila data berdistribusi normal maka
teknik analisis yang digunakan adalah korelasi Product Moment,
sedangkan jika data tidak normal maka teknik analisis yang digunakan
adalah Rank Spearman.
37
Pengujian normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-smirnov
menggunakan bantuan program SPSS 20.00 for Windows yang
selengkapnya ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 4.6. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data
Variabel p-value Keputusan
Insomnia 0,000 Tidak normal
Peningkatan kadar gula darah 0,011 Tidak normal
Sumber: Data diolah, tahun 2015
Hasil pengujian normalitas data menunjukkan bahwa kedua data
penelitian memiliki nilai signifikansi (p-value) lebih kecil dari 0,05
sehingga disimpulkan kedua data penelitian tidak berdistribusi normal.
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis normalitas data, maka teknik uji
yang akan digunakan untuk mengetahui hubungan antara insomnia
dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien DM di
ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi digunakan uji korelasi Rank
Spearman.
Selengkapnya hasil analisis korelasi Rank Spearman adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.7. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman
Variabel r hitung p-value
Insomnia dengan Peningkatan kadar gula darah 0,516 0,000
Sumber: Data diolah, tahun 2015
Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai
rhitung sebesar 0,516 dengan tingkat signifikansi (p-value) sebesar 0,000
lebih kecil dari 0,05 sehingga keputusan uji adalah H0 ditolak, yang
artinya ada hubungan antara insomnia dengan peningkatan gula darah
38
puasa (nocturnal) pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr.
Moewardi dengan arah hubungan cukup kuat.
39
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden
1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin
Distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin
sebagaimana tabel diatas menunjukkan sebagian besar adalah perempuan
yaitu sebanyak 73 responden (68,9%) dan sisanya laki-laki sebanyak 33
responden (31,1%). Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden adalah perempuan, hal ini dapat dinyatakan bahwa perempuan
memiliki resiko diabetes mellitus lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Jelantik (2014)
menunjukkan sebagian besar respondennya dengan DM yang berjenis
kelamin perempuan, yaitu sejumlah 60 orang (60%). Penelitian lain
dilakukan Trisnawati dan Setyorogo (2012). tentang faktor risiko
kejadian Diabetes Mellitus tipe 2, dimana penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng adalah
jenis kelamin ( perempuan sejumlah 18 atau 62.1% ), umur, riwayat DM,
aktifitas fisik, Indeks Massa Tubuh, tekanan darah, stress dan kadar
kolesterol. Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik
wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih
besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-
40
menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah
terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko
menderita diabetes mellitus tipe2 (Irawan, 2010).
Wanita merupakan anggota masyarakat yang paling banyak
mengalami problema tidur (insomnia). Selain factor umum yang dapat
menyebabkan gangguan tidur, kehamilan dan pergantian hormon
termasuk sindroma pramenstruasi atau menopause dan gejala ikutannya
juga berpeluang mengganggu kualitas tidur (Rafknowledge, 2004).
2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur
Distribusi frekuensi responden menurut umur menunjukkan
sebagian besar responden berumur 61-70 tahun yaitu sebanyak 37
responden (34,9%).
Adib (2011) menyatakan bahwa DM Tipe 2 bisa terjadi pada
anak-anak dan orang dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30
tahun. Masyarakat yang merupakan kelumpok berisiko tinggi menderita
DM salah satunya adalah mereka yang berusia lebih dari 45 tahun.
Prevalensi DM akan semakin meningkat seiring dengan makin
meningkatnya umur, hingga kelompok usia lanjut (Bustan, 2007).
Hubungan umur dengan kejadian DM sebagaimana dikemukakan
dalam penelitian Kekenusa (2013) tentang analisis hubungan antara
umur dan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit DM
Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUD
Prof. Dr. R.D. Kandau Manado. Penelitian menyimpulkan bahwa terdapat
41
hubungan antara umur dan riwayat hidup dengan kejadian DM tipe 2,
dimana orang yang berumur lebih dari 45 tahun memiliki resiko
menderita DM tipe 2 delapan kali lebih tinggi dibandingkan orang yang
berusia dibawah 45 tahun. Penelitian lain dilakukan Jelantik (2014)
tentang hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin, kegemukan dan
hipertensi dengan kejadian DM tipe II di wilayah Kerja Puskesmas
Mataram. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan faktor
risiko umur dengan kejadian DM tipe II di wilayah Kerja Puskesmas
Mataram tahun 2013 dimana sebagian besar berumur > 40 tahun.
Maliya dan Anita (2011) menyatakan bahwa pengaruh proses
penuaan menimbulkan berbagai masalah termasuk mengalami penuaan
dari segi fisik , lebih rentan terkena berbagai macam penyakit seperti
gangguan depresi, kecemasan dan stress. hal ini yang memicu
lansia(umur >45th) mengalami gangguan pola tidur (insomnia).
3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Menderita DM
Distribusi frekuensi responden menurut lama menderita DM
menunjukkan sebagian besar mengalami DM selama 3-4 tahun yaitu
sebanyak 52 responden (49,1%), selanjutnya 1 – 2 tahun sebanyak 39
responden (36,8%), dan 5 tahun keatas sebanyak 15 responden (14,2%).
Penelitian Delang (2006), menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna secara statistik antara lama menderita DM terhadap
derajat komplikasi yang ditimbulkan yaitu Retino Diabetika dengan
tingkat kemaknaan p = 0,019 (p = 0,05), pada lama menderita DM 5 – 9
42
th didapatkan 28 orang (50,91%) dan pada lama menderita DM ≥ 10 th
didapat 27 orang (49,09%).
Menurut Parish (2009), ganguan tidur merupakan masalah umum
yang terjadi pada pasien yang mengalami suatu penyakit seperti DM dan
sebaliknya DM juga dapat menimbulkan gangguan tidur akibat adanya
keluhan nocturia dan nyeri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Teixeira, Zenetti, & Pereira (2008) terhadap 54 pasien dengan DM tipe 2
di Sao Paolo menunjukkan sebanyak 24 pasien (48%) memiliki kualitas
tidur yang kurang.
5.2. Tingkat Insomnia
Distribusi frekuensi responden menurut skor insomnia menunjukkan
skor terendah adalah 20, skor tertinggi 32, rata-rata 21,83. Berdasarkan skor
insomnia menunjukkan semua responden mengalami insomnia.
Kejadian insomnia responden menunjukkan sebagian besar mengalami
insomnia. Kondisi ini disebabkan beberapa faktor antara lain kecemasan yang
dialami oleh pasien selama hospitalisasi serta adanya penyakit yang dialami
oleh responden. Ida (2011) yang meneliti faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian insomnia pasien gagal ginjal di RSUD Daerah Kota
Tasikmalaya dan Garut menunjukkan bahwa kecemasan merupakan faktor
yang dominan berhubungan dengan kejadian insomnia. Pasien yang
mengalami kecemasan berat memiliki risiko 3,3 kali untuk mengalami
insomnia dibandingkan pasien yang mengalami kecemasan ringan. Lama
43
waktu hemodialisis juga merupakan faktor yang berhubungan dengan
insomnia, dimana pasien yang menjalani hemodialisis dalam waktu lama
memiliki risiko 2,477 kali untuk mengalami insomnia dibandingkan pasien
yang baru menjalani hemodialisa.
Insomnia didefinisikan sebagai suatu keluhan tentang kurangnya
kualitas tidur yang disebabkan oleh sulit memasuki tidur, sering terbangun
malam kemudian kesulitan untuk kembali tidur, bangun terlalu pagi, dan
tidur yang tidak nyenyak. Insomnia dapat dibagi menjadi dua yaitu insomnia
sekunder dan primer. Insomnia sekunder adalah insomnia yang disebabkan
oleh faktor medis, psikiatri atau substansi, sedangkan insomnia primer
merupakan insomnia yang disebabkan oleh faktor psikologis (Sarsour et.all,
2010). Sebuah diagnosa pada insomnia dikonfirmasi jika ada keluhan tidur
atau masalah siang hari terkait penyebab dari stres atau penurunan fungsional
minimal selama 1 bulan (Roth et al., 2010).
5.3. Peningkatan Kadar Gula Darah
Data kadar gula darah sebelum tidur menunjukkan skor terendah
adalah 80 mg/dl, skor tertinggi 500 mg/dl, rata-rata 168 mg/dl, dan standar
deviasi 73,65 mg/dl. Selanjutnya sesudah tidur diperoleh kadar gula darah
terendah 105 mg/dl, tertinggi 412 mg/dl, rata-rata 175 mg/dl
Diabetes tipe 2 merupakan kelompok penyakit diabetes dengan
karakteristik peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat gangguan
sekresi insulin, aktivitas insulin atau keduanya. Secara normal, glukosa
44
bersirkulasi di dalam darah. Sumber utama gula adalah hasil absorpsi
makanan di saluran pencernaan dan dari pembentukan glukosa oleh hati dari
substansi makanan (Brunner and Suddarth’s, 2000). Insulin, merupakan
hormone yang dihasilkan oleh pankreas, mengontrol kadar gula darah dengan
pengaturan produksi dan penyimpanan glukosa. Pada keadaan diabetes, sel-
sel kemungkinan menghentikan respon terhadap insulin atau pancreas
menghentikan produksi insulin.
Pasien DM memiliki kecenderungan untuk mengalami peningkatan
kadar gula darah. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kadar gula
darah pasien DM antara lain olah raga, asupan makanan, interaksi antara
pituitary, andrenal gland, pancreas dan liver yang diakibatkan oleh adanya
stress dan pengobatan obat-obatan, serta pertambahan usia (Arisman, 2011).
Wibisono (2012), menyatakan ada beberapa hambatan yang ditemui
pasien DM dalam mengontrol gula darah, apabila pasien DM yang tidak bisa
mengatasi hambatan-hambatan tersebut akan mengalami peningkatan gula
darah. Hambatan yang dimaksud ialah pengaturan pola makan, penggunaan
obat, edukasi, aktivitas fisik, dan factor sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Nursiswati, Anna, Kosasih (2008),
tentang perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah terapi relaksasi
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Cianjur.
Menunjukkan bahwa rata-rata kadar gula darah kelompok intervensi pada
pengukuran pertama adalah 237.12 mg/dL, pada pengukuran kedua setelah
terapi relaksasi didapatkan rata-rata kadar gula darah adalah 205.12 mg/dL,
45
dengan nilai p = 0.163. Pada kelompok kontrol (tanpa intervensi),
menunjukkan rata-rata kadar gula darah pada pengukuran pertama adalah
320.12 mg/dL dan pada pengukuran kedua tanpa terapi relaksasi didapatkan
338.41 mg/dL dengan nilai p = 0.164. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
tidak ada perbedaan antara pengukuran kadar gula darah pertama dengan
pengukuran kedua pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil
penelitian telah menunjukkan, bahwa relaksasi bagi pasien diabetes tipe 2
mempengaruhi penurunan rata rata kadar gula darah, dibandingkan dengan
yang tidak melakukannya. Walaupun hasil analisis data menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan rata-rata kadar gula darah hasil pengukuran sebelum dan
setelah terapi relaksasi. Hal ini kemungkinan disebabkan masih kurangnya
intensitas latihan dan adanya factor diet yang kurang ketat. Relaksasi dapat
menurunkan kadar gula darah pada pasien DM dengan cara menekan
kelebihan pengeluaran hormon-hormon yang dapat meningkatkan kadar gula
darah, yaitu epinefrin, kortisol, glucagon, adrenocortikotropic hormon
(ACTH), kortikosteroid dan tiroid (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever,
2008).
Penelitian lain dilakukan oleh Kuswandi, Sitorus, Gayatri (2008)
tentang pengaruh relaksasi terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 di RS di Tasikmalaya. Penelitian ini menunjukkan
bahwa terjadi penurunan kadar gula darah rerata sebesar 53,6 mg/dL sesudah
relaksasi dengan nilai p= 0,000. Penelitian ini menyimpulkan bahwa relaksasi
dapat menurunkan kadar gula darah pasien DM.
46
5.4. Hubungan Antara Insomnia Dengan Peningkatan Gula Darah Puasa
(Nocturnal) Pada Pasien DM di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui ada hubungan yang cukup
kuat dan positif antara insomnia dengan peningkatan gula darah puasa
(nocturnal) pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi.
Tidur merupakan dasar pemeliharaan dan adaptasi fungsi tubuh selain
untuk menyediakan energi dan untuk kegiatan berikutnya dan pemulihan,
tidur juga memungkinkan terjaganya kebugaran dan pikiran. Selama periode
tidur otak mempertahankan kemampuan memori jangka panjang,
mengintegrasikan informasi yang baru dan memperbaiki jaringan otak
melalui memperbaharui jaringan, sel saraf dan biokimia. Gangguan tidur juga
berhubungan dengan perubahan fungsi hormonal akibat adanya aktivitas
system syaraf simpatik dan jalur hipotalamus-pituitari-andreal yang
menyebabkan sekresi beberapa hormon yang dapat mempengaruhi toleransi
glukosa dan resistensi insulin (Taub dan Redeker, 2008).
Penurunan toleransi glukosa dapat terjadi selama periode tidur, dimana
pada periode tersebut terjadi peningkatan kadar glukosa darah dan
peningkatannya berkisar antara 20-30%. Selama periode tidur otak sangat
sedikit menggunakan glukosa sebagai energi dan ditandai dengan adanya
penurunan aktivitas syaraf simpatik serta adanya peningkatan irama vagal
(Spiegel, Tasali, Leprotlt & Cauter, 2009).
Peningkatan kadar gula darah pada pasien DM yang mengalami
insomnia disebabkan adanya gangguan toleransi glukosa dan resistensi
47
insulin. Kondisi ini sebagaimana dikemukakan oleh Taub & Redeker (2008)
bahwa perubahan hormonal yang terjadi terkait dengan gangguan tidur dapat
disebabkan adanya aktivitas Hipotalamus Pituitary Adrenal (HPA) dan
sistem saraf simpatis. Aktivitas Hipotalamus Pituitary Adrenal dan sistem
saraf simpatis dapat merangsang pengeluaran hormon seperti ketokolamin
dan kortisol yang menyebabkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi
insulin yang akhirnya menyebabkan DM. Lebih lanjut Stuart & Sundeen,
(1998) menyatakan bahwa pasien dengan Diabetes Mellitus yang mengalami
gangguan tidur dapat beresiko terjadi peningkatan gula darah.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kadar gula pada
pasien insomnia. Penelitian oleh Arifin (2011), yang menyatakan ada
hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2, yaitu
dengan nilai p-value 0,000 dengan arah hubungan adalah positif, yang berarti
bahwa kualitas tidur yang buruk akan meningkatkan kadar gula darah pada
pasien DM .
48
BAB VI
PENUTUP
6.1. Simpulan
1. Tingkat insomnia pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi
sebagian besar adalah insomnia ringan. Dengan nilai minimum 20,00, nilai
maksimum 32,00, dan mean 21,84 dan standar deviasi 2,74.
2. Kadar gula darah puasa pada pasien Diabetes Mellitus di ruang rawat inap
RSUD Dr. Moewardi sebagian besar mengalami peningkatan
(hiperglikemia). Kadar gula darah puasa sesudah tidur dengan nilai
minimum 105, nilai maksimum 412, mean 175,92 dan standar deviasi
61,16.
3. Ada hubungan antara insomnia dengan peningkatan kadar gula darah
puasa (nocturnal) pada pasien DM di ruang rawat inapRSUD Dr.
Moerwardi (r hitung = 0,516, p-value = 0,000), dengan tingkat hubungan
cukup kuat.
6.2. Saran
1. Bagi Rumah Sakit dan Masyarakat
Rumah sakit diharapkan untuk melakukan upaya-upaya penurunan
insomnia pasien, misalnya dengan melakukan support information dan
meningkatkan kenyamanan ruang perawatan. Pasien DM hendaknya
meningkatkan pengetahuan mereka tentang DM sehingga dengan
49
pengetahuan tersebut dapat menurunkan tingkat kecemasannya terhadap
penyakit dan diharapkan menurunkan kejadian insomnia. Selain itu pasien
DM hendaknya lebih meningkatkan kedekatan dengan Tuhan, sehingga
secara psikologis kepasrahannya kepada Tuhan dapat menurunkan tensi
stressor kecemasan dan mampu menurunkan tingkat insomnia.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian tentang hubungan insomnia dengan peningkatan
gula darah puasa pada pasien DM pada ruang rawat inap ini dapat
digunakan sebagai acuan dalam proses belajar mengajar, khususnya saat
praktik di rumah sakit. Mahasiswa dapat lebih memahami bahwa pasien
DM yang mengalami insomnia memerlukan perawatan terkait kebutuhan
istirahat tidur.
3. Bagi Peneliti Lain
Peneliti selanjutnya hendaknya meneliti terkait faktor-faktor lain
yang berhubungan dengan peningkatan kadar gula darah pasien DM,
misalnya pola makan, pola istirahat dan pengobatan, sehingga diketahui
faktor manakah yang paling dominan berhubungan dengan peningkatan
kadar gula darah pasien DM.
50
4. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengetahui bahwa ada hubungan antara insomnia
dengan peningkatan gula darah puasa pada pasien DM yang dirawat di
ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi, sehingga dapat menjadi acuan bagi
peneliti untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien DM yang
mengalami insomnia, dengan memberikan support information terkait pola
tidur yang baik, meningkakan hygiene tidur, dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. (2011). Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan Yang Paling
Sering Menyerang Kita. Buku Biru. Yogyakarta.
Arifin, Z. (2011). Analisis Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kadar Glukosa
Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Propinsi
Nusa Tenggara Barat. Thesis Pasca Sarjana. Universitas Indonesia.
Depok.
Arikunto, Suharsini. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arisman, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta.
Asmadi. (2008). Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Bunner & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Bustan, M. N., (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka
Cipta.
Cauter, Eve Van. (1997). Sleep Quality And Endocrine Markers Of Sleep Quality.
Dari : Http://Www.Masces.Ucsf.Edu/Allostatic/Notebook/Sleep.Htm.
Dahlan, Sopiyudin M. (2013). Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan
Diskriptif, Bivariat Dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi Dengan
Menggunakan Spss. Jakarta: Salemba Medika.
Darwis, Y., Dkk. (2005). Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penyakit
Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia.
Delang, Santy Flora D. (2006). Hubungan Kadar Gula Darah Dan Lama
Menderita Diabetes Dengan Derajat Retinopati Diabetika Di RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Artikel Karya Ilmiah. FK UNDIP. Semarang.
Dunning, T. (2009). Care Of People With Diabetes. A Manual Of Nursing
Practice. (Third Edision). Chicester, West Sussex: Wiley-Blockwell.
Blocwell Publishing Ltd.
Ghozali. I. (2010). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program Spss.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Growin, Elizabeth J. (2007). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Gunawan. (2001). Insomnia. Yogyakarta: Kanisius.
Hidayat, A A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Ignatavicius, D.D., Workman, M.L. (2001). Medical Surgical Nursing. Critical
Hinking For Collaborative Care. Fifth Edition. St. Louis. Missouri:
Elsevier Saunders. St.
Irawan, D. (2010). Prevalensi Dan Faktor Resiko Kejadian Diabetes Mellitus
Tipe 2 Di Daerah Urban Indonesia. (Analisa Data Sekunder Riskesdas
2007). Thesis Universitas Indonesia. Depok.
Jelantik, I.G., (2014). Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin, Kegemukan
Dan Hipertensi Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah
Kerja Puskesmas Mataram. Media Bina Ilmiah. Vol. 8. No. 1.
Juddith, T.R., Julie, T.S., And Elizabeth, V.W. (2010). Managing Sleep Disorder
In The Eelderly. Nurse Practitioner, Volume 35. Issue 5. P.30-37.
Kekenusa, J.S., Ratag, B., Wuwuwngan, G., (2013). Analisis Hubungan Antara
Umur Dan Riwayat Keluarga Menderita Diabetes Mellitus Dengan
Kejadian Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Jalan Di
Poliklinik Penyakait Dalam Blu Rsud Prof. Dr. Kandau Manado.
Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Kuswandi, A., Sitorus, R., Gayatri, D. (2008). Pengaruh Relaksasi Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
Sebuah Rumah Sakit Di Tasikmalaya. Jurnal keperawatan Indonesia. Vol.
12. No. 2.
Laniwati, Endang. (2001). Insomnia_Ganguan Sulit Tidur. Yogyakarta: Kanisius.
Maliya, A. dan Anita (2011). Pengaruh Terapi Hipnosis Terhadap Kejadian
Insomnia Pada Lansia Di Posyandu Desa Karang Kecamatan Baki
Sukoharjo. UMS. Surakarta.
Neven, N. 2002. Psikologi Kesehatan. Jakarta : EGC.
Notoatmojo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmojo, S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kuantitatif,
Kualitatif Dan R & D). Bandung: Alfabeta.
Nurmiati, Amir. (2007). Bagian Psikiatri Fakultas Universitas Indonesia Rumah
Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Nursiswati, Anna, A., Kosasih, C. E. (2008). Perbedaan Kadar Gula Darah
Sebelum Dan Sesudah Terapi Relaksasi Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Cianjur. Thesis. Universitas Padjadjaran.
Perkeni, (2006). Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe
2 Di Indonesia. Jakarta: Penerbit Perkeni.
Rafknowledge. (2004). Insomnia Dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta:
Gramedia.
Robbins. (2004). Buku Ajar Patologi. Edsi 7.Jakarta: EGC.
Rosdiana, I. (2010). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Insomnia Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tasikmalaya Dan Garut. Thesis
Pasca Sarjana. Universitas Indonesia. Depok.
Santjaka. (2011). Statistik Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Sastroasmoro Dan Ismail. (2001). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian-Penelitian
Klinis. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Sastroasmoro. (2002). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian-Penelitian Klinis.
Edisi 2. Jakarta: Cv. Sagung Seto.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H., (2008). Brunner &
Suddart’s Textbook Of Medical Surgical Nursing. Philadelphia.
Soegondo, Dan Sukardji, (2011). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
Jakarta: FKUI.
Soegondo. (2006). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: FKUI.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. (1998). Buku Saku: Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC.
Sugiyono. (2004). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Suyono. (2006). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Taub, M.L., Redeker, S.N. (2008). Sleep Disorder, Glucose Regulation And Type
2 Diabetes. Biology Research Nursing. Volume 9.
Teixeria, C.R. de S, Zanetti, M.L., and Pereira, M.C.A. (2008). Nursing Diagnosis
in people with diabetes mellitus according to Orem’s theory of self care
Original Article. Acta Paul Enferm.
Trisnawati, S.K.,Setyorogo,S. (2012). Faktor Resiko Kejadian Diabetes Mellitus
Tipe 2 Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012.
Jakarta Barat.
Wibisono, A, H. (2012). Pengalaman Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dalam
Mengontrol Glukosa Darah Secara Mandiri Di Kota Depok. Thesis Pasca
Sarjana. Universitas Indonesia. Depok.
top related