hubungan antara status gizi (stunting dan tidak … file) dan kurang (n 2) dipilih menggunakan...
Post on 31-Mar-2019
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI (STUNTING DAN TIDAK STUNTING)
DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF REMAJA DI SUKOHARJO, JAWA
TENGAH
HALAMAN JUDUL
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Oleh :
ZELLA NOVI RAHMANINGRUM
J 50013 0054
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
PERNYATAAN
1
Hubungan Antara Status Gizi (Stunting dan Tidak Stunting) dengan
Kemampuan Kognitif Remaja di Sukoharjo, Jawa Tengah
Abstrak
Masa remaja adalah suatu periode perkembangan saat terjadi perubahan-perubahan
yang berlangsung cepat dalam hal pertumbuhan fisik dan psikososial atau tingkah
laku. Stunting merupakan hasil dari kekurangan gizi kronis. Prevalensi stunting
pada remaja usia 13-15 tahun sebesar 35,1%. Kinerja sistem saraf anak stunting
kerap menurun yang berimplikasi pada rendahnya kemampuan kognitif. Jenis
penelitian observasional analitik dengan rancangan case control dilaksanakan di
SMP Muhammadiyah 1 Kartasura pada bulan November 2016. Jumlah responden
penelitian masing-masing 26 sampel untuk kognitif baik (n1) dan kurang (n2) dipilih
menggunakan teknik purposive sampling. Status gizi diukur menggunakan
indikator TB/U dan kemampuan kognitif menggunakan Standard Progressive
Matrices (SPM). Analisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian
menunjukkan dari 12 orang stunting, 11 orang mempunyai kemampuan kognitif
kurang dan 1 orang baik. Sedangkan untuk 40 orang tidak stunting, 25 orang
mempunyai kemampuan kognitif baik dan 15 orang kurang. Stunting sebagai faktor
resiko yang dapat mempengaruhi kemampuan kognitif dengan nilai p sebesar 0,001
(<0,05) dan Odds Ratio (OR) 18,333. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara stunting dengan kemampuan kognitif remaja di SMP
Muhammadiyah 1 Kartasura, Sukoharjo. Remaja dengan stunting berisiko memiliki
kemampuan kognitif yang kurang 18,333 kali lebih besar dibandingkan dengan
remaja tidak stunting.
Kata kunci: stunting, kemampuan kognitif, remaja
Abstract
Adolescence is the period of human growth, a time of critical transition in the life
span at a tremendous pace in growth and change, both physical and psychosocial.
Stunting is the result of chronic or recurrent malnutrition. Prelavence stunting in
adolescents aged 13-15 years is 35,1%. Nervous system perfomance of stunted
children usually decrease that can impact to cognitive ability. This research is an
analytic observational study with case control approach, it is carried out in
Muhammadiyah 1 Kartasura junior high school. Respondents that used each 26
samples for both good and less cognitive ability selected using purposive sampling
techniques. Nutritional status measured by Height for Age (HAZ) and cognitive
function by Standard Progressive Matrices (SPM). Data analysis used chi-square
test. The results showed that 12 people stunted, 11 people of them had a less
cognitive ability. Whereas 40 people non-stunted, 25 people of them had a good
cognitive ability. Stunting as a risk factor that could affect cognitive abilities with
p-value 0,001 (<0,05) and odds ratio (OR) 18,333. The conclusion is there is a
significant correlation between stunting and cognitive ability in Muhammadiyah 1
Kartasura junior high school, Sukoharjo. Stunted adolescents had low cognitive
ability less 18,333 times greater than non-stunted.
Key words: stunting, cognitive ability, adolescent
2
1. PENDAHULUAN
Salah satu upaya peningkatan kesehatan, adalah perbaikan gizi pada
usia sekolah, khususnya remaja usia 10-19 tahun. Masa remaja atau adolescent
adalah masa saat terjadi perubahan-perubahan yang berlangsung cepat dalam
hal pertumbuhan fisik dan psikososial atau tingkah laku (Adriani &
Wirjatmadi, 2013).
Masalah gizi pada usia sekolah, dapat menyebabkan rendahnya kualitas
tingkat pendidikan, tingginya. angka absensi, dan meningkatnya angka putus
sekolah (Sulastri, 2012). Prestasi belajarnya anak dengan keadaan gizi kurang
seperti stunting dapat terpengaruh, karena daya tangkap anak dalam mengikuti
pelajaran di sekolahnya terganggu (Picauly & Toy, 2013). Dalam keadaan
seperti itu sulit mewujudkan generasi penerus bangsa yang cerdas dan
produktif sehingga mampu berkiprah dan bersaing,pada era globalisasi.
Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk
berpikir. Menurut Susanto (2011) kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu
kemampuan individu dalam menghubungkan, menilai, dan
mempertimbangkan suatu kejadian maupun peristiwa. Husdarta dan Nurlan
(2010) berpendapat bahwa perkembangan kognitif adalah suatu proses
menerus, hasilnya bukan merupakan sambungan (kelanjutan) dari hasil-hasil
yang telah dicapai sebelumnya. Hasil-hasil tersebut berbeda secara
kualitatif_antara yang satu dengan yang lain ketika anak tersebut akan
melewati tahapan-tahapan atau periode perkembangan kognitif.
Tercatat 10 juta keluarga yang melakukan perawatan sukarela terhadap
individu dengan cognitive impairment dan masalah memori. Pada tahun 2009
diperkirakan 12,5 miliar jam kerja produktif dihabiskan untuk perawatan
individu yang menderita cognitive impairment yang nilainya setara dengan
$144 miliar (U.S Department for Health and Human Service, 2012). Dampak
ini dapat dinilai cukup besar, dan dapat berpengaruh pada perekonomian sosial
dan negara bila dapat ditangani secara efektif. Di Indonesia, wilayah Kota
Kupang dan Wilayah Kabupaten Sumba Timur memiliki siswa stunting dengan
prestasi belajar yang rendah dan sudah melebihi 15% (Picauly & Toy, 2013).
3
Sedangkan di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, siswa stunting dengan
fungsi kognitif abnormal sebanyak 37,7% (Sudargo, et al., 2012).
Prevalensi stunting di seluruh dunia pada tahun 2010 diperkirakan
sebesar 171 juta anak, kecenderungan ini diperkirakan akan mencapai 21,8%
(142 juta) pada tahun 2020. Khusus di Asia pada tahun 1990 (49%) berkurang
menjadi 28% pada tahun 2010, diperkirakan tahun 2020 akan semakin
mengalami penurunan (Onis, et al., 2011). Indonesia menempati urutan
tertinggi kelima stunting dan urutan keempat jumlah anak dengan wasting
(UNICEF, WHO, World Bank Group, 2015). Secara nasional, prevalensi
pendek pada remaja usia 13-15 tahun adalah 35,1 persen (13,8% sangat pendek
dan 21,3% pendek), sedangkan di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 30,6%
dengan rincian remaja sangat pendek sebanyak 10,2% dan pendek 20,4%
(Riskesdas, 2013).
Stunting merupakan hasil dari kekurangan gizi kronis atau berulang dan
sering berlangsung seumur hidup (UNICEF, WHO, World Bank Group, 2015).
Kinerja sistem saraf anak stunting kerap menurun yang berimplikasi pada
rendahnya kecerdasan anak. Picauly dan Toy (2013) melakukan penelitian
terhadap anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur NTT tentang pengaruh
stunting terhadap prestasi belajar. Picauly mendapatkan bahwa setiap
penurunan status gizi tinggi badan menurut umur sebesar 1 SD dapat
menyebabkan penurunan prestasi belajar.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut dan masih belum
banyak penelitian tentang stunting yang dilakukan di Indonesia pada remaja,
maka masalah status gizi pada remaja perlu mendapat perhatian, khususnya
pertumbuhan terganggu (stunting). Gizi merupakan salah satu faktor penentu
utama kualitas ‘Sumber Daya Manusia. Status gizi yang baik‘akan
mempengaruhi proses pertumbuhan dan ,perkembangan anak, salah satunya
dapat meningkatkan kemampuan intelektual yang akan berdampak pada
prestasi belajar di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
status gizi (stunting dan tidak stunting) terhadap kemampuan kognitif remaja
di Sukoharjo, Jawa Tengah.
4
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi
(stunting dan tidak stunting) dengan kemampuan kognitif remaja di Kabupaten
Sukoharjo, Jawa Tengah.
2. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan case control, efek diidentifikasi saat ini, kemudian faktor risiko
diidentifikasi pada waktu yang lalu. Penelitian ini dilakukan di Sekolah
Menengah Pertama Muhammadiyah 1 Kartasura, Sukoharjo Jawa Tengah pada
bulan Oktober sampai November 2016. Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi seluruh siswa
Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 1 Kartasura kelas VII, VIII dan
IX. Kriteria eksklusi penelitian adalah siswa dalam keadaan sakit, tidak masuk
sekolah saat dilakukan pnelitian, dan tidak bersedia menjadi responden.
Sampel penelitian ini berjumlah 52 sampel, dari sampel tersebut diambil
sebanyak 26 sampel untuk masing-masing kemampuan kognitif baik (n1) dan
kemampuan kognitif kurang (n2), kemudian disertakan dalam penghitungan
statistik.
Analisis statistik dilakukan dengan Stastistical Product and Service
Solution (SPSS) 23.0 for Windows. Untuk mengetahui hubungan antara status
gizi (stunting dan tidak stunting) dengan kemampuan kognitif, karena
memenuhi syarat maka data diuji dengan menggunakan uji Chi-square dengan
batas kemaknaan 5%. Interpretasi hasil dikatakan signifikan apabila memiliki
nilai p <0,05.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik sampel
Subjek dalam penelitian dideskripsikan berdasarkan jenis kelamin,
umur, status gizi, dan kemampuan kognitif.
Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-laki 28 53,84
Perempuan 24 46,15
Total 52 100
Sumber: Data Primer, November 2016
5
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 52 responden yang
telah diobservasi, jumlah responden berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak yaitu berjumlah 28 orang dengan persentase 53,84% dan
responden perempuan berjumlah 24 orang dengan persentase 46,15%.
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelas
Kelas Jumlah (n) Persentase (%)
VII 21 40,38
VIII 13 25
IX 18 34,61
Total 52 100
Sumber: Data Primer, November 2016
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 52 responden yang
telah diobservasi, distribusi responden berdasarkan kelas lebih banyak di
kelas VII dengan jumlah 21 orang (40,38%), kelas VIII dengan jumlah 13
orang (25%), serta kelas IX dengan jumlah 18 orang (34,61%).
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi TB/U
Status Gizi TB/U Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Stunting 40 76,92
Stunting 12 23,07
Total 52 100
Sumber: Data Primer, November 2016
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 52 responden yang
telah diobservasi, distribusi responden lebih banyak pada responden
dengan status gizi TB/U normal atau tidak stunting berjumlah 40 orang
(76,92%). Sedangkan responden dengan status gizi TB/U stunting
berjumlah 12 orang dengan persentase 23,07%.
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Kognitif
Kemampuan Kognitif Jumlah (n) Persetase (%)
Baik 26 50
Kurang 26 50
Total 52 100
Sumber: Data Primer, November 2016
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 52 responden yang
telah diobservasi, distribusi responden dengan kemampuan kognitif baik
dan kurang sama masing-masing dengan jumlah 26 orang (50%).
6
Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Status Gizi
Jenis Kelamin
Status Gizi Jumlah
(n)
Persentase
(%) Stunting Tidak Stunting
n % n %
Laki-laki 7 13,46 21 40,38 28 53,84
Perempuan 5 9,61 19 36,53 24 46,15
Total 12 23,07 40 76,92 52 100
Sumber: Data Primer, November 2016
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa dari 52 responden yang
telah diobservasi, jumlah responden laki-laki lebih banyak menderita
stunting sebanyak 7 orang (13,46%), dibanding responden perempuan
yang hanya 5 orang (9,61%).
3.2 Analisis hubungan antara status gizi (stunting dan tidak stunting) dengan
kemampuan kognitif
Untuk mengetahui hubungan antara status gizi (stunting dan tidak
stunting) dengan kemampuan kognitif, dilakukan analisis menggunakan
uji chi-square. Hasil dikatakan signifikan apabila memiliki nilai p <0,05.
Tabel 6 Analisis Hubungan status gizi (stunting dan tidak stunting) dengan
kemampuan kognitif
Status Gizi
TB/U
Kemampuan Kognitif Jumlah
(n)
Persentase
(%) p OR Baik Kurang
n % n %
Tidak Stunting 25 96,2 15 57,7 40 76,9
0,001 18,333 Stunting 1 3,8 11 42,3 12 23,1
Total 26 100 26 100 52 100
Sumber: Data Primer, November 2016
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa dari 52 responden yang
telah diobservasi, terdapat 40 responden (76,9%) yang memiliki status gizi
normal dengan kemampuan kognitif baik sejumlah 25 orang (96,2%) dan
kemampuan kognitif kurang sebanyak 15 orang (57,7%). Sedangkan untuk
status gizi stunting sejumlah 12 responden (23,1%), terdapat 1 orang
(3,8%) yang mempunyai kemampuan kognitif baik dan 11 orang (42,3%)
dengan kemampuan kognitif kurang.
7
Hasil analisis data diperoleh nilai p=0,001 (<0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara status gizi (stunting dan
tidak stunting) dengan kemampuan kognitif. Odds Ratio (OR) adalah
18,333 (CI=2,147-156,583) menunjukkan bahwa subjek dengan stunting
berisiko memiliki kemampuan kognitif yang kurang 18,333 kali lebih
besar dibandingkan dengan subjek tidak stunting.
3.3 Pembahasan
Hasil analisis statistik uji chi-square pada tabel 4.6, dapat dinyatakan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara antara status gizi
(stunting dan tidak stunting) dengan kemampuan kognitif (p<0,05), subjek
dengan stunting berisiko memiliki kemampuan kognitif yang kurang
18,333 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek tidak stunting.
Kekurangan gizi pada masa lalu akan menyebabkan perubahan
metabolisme dalam otak terutama apabila hal ini terjadi saat golden
periode yaitu seribu hari pertama kehidupan anak. Pada individu dengan
status gizi TB/U stunting yang lebih berat dan kronis, pertumbuhan badan
akan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga
kecil. Selain jumlah sel dalam batang otak berkurang, dapat terjadi
ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak.
Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak
(Depkes RI, 2004). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Puspitasari dkk (2011) yang dilakukan di daerah endemis
GAKI. Hasilnya terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi
dengan kemampuan verbal dan kemampuan kognitif, subjek yang
mengalami stunted ternyata 9,226 kali lebih besar berisiko memiliki nilai
IQ di bawah rata-rata bila dibandingkan dengan subjek dengan tidak
stunted.
Penelitian yang dilakukan oleh Sa'adah (2014) di kota Padang
Panjang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
status gizi stunting dan wasting dengan prestasi belajar siswa. Faktor dasar
yang menyebabkan stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan
8
perkembangan intelektual yang memiliki dampak tidak hanya pada fisik
yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan
prestasinya. Selain itu, kesehatan dan perkembangan anak dapat terganggu
(UNICEF Indonesia, 2012). Status gizi yang baik akan mempengaruhi
proses pertumbuhan dan perkembangan anak, salah satunya adalah
meningkatkan kemampuan intelektual yang akan berpengaruh pada
prestasi belajar di sekolah. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Picauly
dan Toy (2013) yang menganalisis determinan dan pengaruh stunting
terhadap prestasi belajar anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa siswa yang stunting cenderung
memiliki prestasi belajar yang kurang bila dibandingkan dengan siswa
yang tidak stunting yang lebih banyak berprestasi baik.
Menurut Willis dalam Agustini (2013) stimulasi dan sarana dapat
mempengaruhi perkembangan intelektual. Arti stimulasi disini adalah
bagaimana orangtua memberikan pendidikan yang baik kepada anak dan
tersedianya sarana yaitu alat-alat yang dapat memfasilitasi pendidikan
anak. Syah dalam Agustini (2013) menyatakan bahwa seorang siswa yang
bersikap apatis terhadap ilmu pengetahuan biasanya cenderung mengambil
pendekatan belajar yang tidak mendalam dan cenderung lebih sederhana.
Sebaliknya, seorang siswa yang berintelegensi tinggi dan mendapat
dorongan positif dari orang tuanya, kemungkinan besar akan memilih
pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari dkk (2011)
faktor-faktor determinan stunting adalah faktor pendapatan keluarga,
pengetahuan gizi ibu, pola asuh ibu, riwayat infeksi penyakit, riwayat
imunisasi, asupan protein dan pendidikan ibu. Sedangkan faktor-faktor
yang berhubungan secara signifikan dengan tingkat perkembangan
kognitif suatu individu menurut penelitian yang dilakukan Solihin dkk
(2013) adalah status gizi, usia balita lama mengikuti PAUD dan praktik
pengasuhan balita. Status gizi berdasarkan indeks TB/U bukan merupakan
satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan kognitif dan
9
prestasi belajar remaja. Peneliti menyadari bahwa masih terdapat
keterbatasan dalam penelitian ini. Adanya faktor-faktor lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini di mana faktor tersebut dapat mempengaruhi
kemampuan kognitif dan berefek pada prestasi belajar seperti keluarga dan
lingkungan, genetik, makanan tambahan yang tidak adekuat, infeksi, serta
sosial-ekonomi.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara stunting dengan kemampuan
kognitif. Remaja dengan stunting berisiko memiliki kemampuan kognitif yang
kurang dibandingkan dengan remaja tidak stunting.
PERSANTUNAN
Ucapan terimakasih kepada responden yang telah berpartisipasi secara suka
rela dalam penelitian, kepala SMP Muhammadiyah 1 Kartasura yang telah memberi
kesempatan dan ijin untuk dilaksanakannya penelitian, serta Kepala dan staff Biro
Konsultasi dan Pemeriksaan Psikologis (BKPP) Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M. & Wirjatmadi, B., 2013. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Agustini, C. C., Malonda, N. S. & Purba, R. B., 2013. Hubungan Antara Status Gizi
dengan prestasi Belajar Anak Kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan
Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. Jurnal Poltekkes Manado.
Depkes RI, 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang.
Jakarta: Kemenkes.
Husdarta & Nurlan, K., 2010. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
(Olahraga dan Kesehatan). s.l.:Alfabeta.
Onis, M. d., Blo¨ssner, M. & Borghi, E., 2011. Prevalence and trends of stunting
among pre-school children,1990–2020. Public Health Nutrition, pp. 1-7.
10
Picauly, . I. & Toy, S. M., 2013. Analisis Determinan dan Pengaruh Stunting
Terhadap Prestasi Belajar Anak Sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT.
Jurnal Gizi dan Pangan, 8(1), pp. 55-62.
Puspitasari, F. D., Sudargo, T. & Gamayanti, I. L., 2011. Hubungan Antara Status
Gizi dan Faktor Sosiodemografi dengan Kemampuan Kognitif Anak Sekolah
Dasar di Daerah Endemis Gaki. Gizi Indonesia, 34(1), pp. 52-60.
Riskesdas, 2013. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia : Riset Kesehatan
Dasar Tahun 2013. [Online] Available at: http://www.depkes.go.id/
[Accessed 6 Maret 2016].
Sa'adah, R. H., Herman, R. B. & Sastri, S., 2014. Hubungan Status Gizi dengan
Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Negeri 01 Guguk Malintang Kota
Padangpanjang. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(3), pp. 460-465.
Solihin, R. D. M., Anwar, F. & Sukandar, D., 2013. Kaitan Antara Status Gizi,
Perkembangan Kognitif, dan Perkembangan Motorik pada Anak Usia
Prasekolah. Penelitian Gizi dan Makanan, 36(1), pp. 62-72.
Sudargo, T. et al., 2012. Hubungan Antara Status Gizi, Anemia, Status Infeksi, dan
Asupan Zat Gizi dengan Fungsi Kognitif pada Anak Sekolah Dasar di Daerah
Endemik GAKI. Gizi Indonesia, 35(2), pp. 126-136.
Sulastri, D., 2012. Faktor Determinan Kejadian stunting Pada Anak Usia Sekolah
di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang. Majalah Kedokteran Andalas,
36(1), pp. 39-50.
Susanto, A., 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Syah, M., 2010. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
U.S Department for Health and Human Service, 2012. Health, United States, 2011
: With Special Feature on Sosioeconomic Status and Health, Washington,
DC: DHSS publication no. 2012-1232.
UNICEF Indonesia, 2012. Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak. [Online]
Available at: www.unicef.or.id [Accessed 3 12 2016].
UNICEF, WHO, World Bank Group, 2015. Levels and Trends in Child
Malnutrition, s.l.: UNICEF, WHO and World Bank Group.
Willis, S. S., 2013. Psikologi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
top related