hubungan antara konflik peran dengan kepuasan...
Post on 14-Mar-2019
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN DENGAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWATI
PT. GARUDA INDONESIA
Di susun Oleh : lndi Astarika
NIM: 1010170022974
Skripsi ini diajukan untuk memcnuhi scbagian pcrsyaratan dalam mcmpcrolch gclar sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDAY ATULLAH
.JAKARTA 1428 HI 2007 M
HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN DENGAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAVVATI
PT. GARUDA INDONESIAP
Skripsi Diajukan untuk mcmcnuhi scbagian syarat-syarat
mcncapai gclar Sarjana Psikologi
Pcmbimbing I
Olch:
lndi Astarika NIIVI: 1010170022974
Di Bawah bim bingan
~mbimbi"g tr
~~ D rui. Za Ii ro tun IJrcA'scp Clrncru!Bani, Psi
)-,,
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAIVI NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
.JAKARTA 2007
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN DENGAN
KERPUASAN KERJA. DI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS !SLAM
NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 21 November· 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 14 Juli 2006
Sidang Munaqasyah
Dra. Hartati M. Si
Anggota:
Drs. AIGul Rahman Shaleh, M. Si
NIP:'·1~i§ 293 224
Pembimbing I
NIP. 150 238 773
Dra. H". Zahr
Penguji II
I
fhayah, M. Si
Pembimbing II
Drs. Asep Chaerul Gani
!\'
(A) F akultas Psikolog1 (8) September 2006 (C) lndi Astarika
ABSTRAK
(D) Hubungan Konflik Peran dengan Kepuasan Kerja (F) Terdapat banyak hal yang membuat perempuan mernutuskan untuk
mengarnbil peran sebagai ibu rurnah tangga atau menjadi ibu yang bekerja. Kedua-duanya tentu saja memiliki konsekuensi tersendiri, terlebih bagi perempuan yang menjalani peran tersebut secara bersamaan. Pada kenyataannya ketika peran-peran l:ersebut berasal dari domain yang berbeda serta menuntut untuk dilaksanakan secara bersamaan, munculah konflik peran dan bila keadaan tersebut tidak berjalan selaras biasanya akan timbul kecemasan dan juga stress yang dalam hal ini penulis golongkan dalam terjadinya konflik peran. Penelitian tentang kepuasan kerja menjadi penting dalam suatu organisasi karena kepuasan kerja yang tinggi pada gilirannya akan meningkatkan efiktivitas perusahaan secara keseluruhan. Kepuasan dan ketidakpuasan kerja memiliki akibat langsung terhadap efektivitas organisasi. Beberapa penelitian dilakukan untuk membuktikan pengaruh kepuasan kerja terhadap variabel organisasi tertentu. Populasi penelitian ini berjumlah 150 orang. Sample penelitian ini berjumlah 105 orang kariawati PT. Garuda Indonesia Gate, dimana populasi dan sample memiliki kesamaan khususnya dalam hal manajemen perusahaan. lntrumen penelitian yang difJUnakan adalah skala model liker! yang terdiri dari 18 item mengenai konfik peran dengan indeks diperoleh koefisien relyabilitas 0,8007, 13 item mengenai kepuasan kerja aspek harapan diperoleh indeks koefisien reliabilitas 0.7692 dan 15 item mengenai kepuasan kerja aspek kenyataan diperoleh indeks koefisien reliabilitas 0,840 Adapun analisis data menggunakan analisa product moment dengan tehnik pengumpulan data random sampling. Dari hasil pengolahan data di simpulkan bahwa terdapat keragaman hal yang menyebabgan terjadinya konfik peran baik dalam harapan terhadap pekerjaan yang kariawati hadapi maupun dalam kenyatan yang kariawati terima. Namun pada akh1rnya tidak terdapat hubungan antara konflik peran dengan kepuasan kerja.
(G) Bahan bacaan 20 (1976 - 2003)
DAFTAR ISi
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................. v
KA TA PENGANT AR .................................................................................. vi
DAFTAR ISi ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN ...................................................................... .
1.1. Latar Be/akang Masalah ................................................... .
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan Masalah
1.2. 2. ldentifikasi Masalah ........................................... .
1.2. 3. Perumusan Masalah .................................... .
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................... .
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................... .
1.5. Sistematika Penulisan ................................................... ..
1
1
8
8
8
9
9
9
9
KAJIAN TEORI ...................................................................... 11
2.1. Perempuan Bekerja . .. . . . . . . ... . .. .. . .. .. .. . . .. . ..... ... . .. ... .... .. .. .... 11
2.1.1 Pe ran Perempuan .................... ............................ 23
BAB 3
2.2. Konflik Pe ran ................................................................ .
2.2.1. Definisi ............................................................... .
2.2.2. Jenis-jenis Konflik ............................................. .
2.2.3. Faktor-faktor yar.g Mempen~1aruhi Konflik Peran
2.2.4. Sumber Konflik Peran ........................................ .
2.2.5. Cara Mengatasi Peran Ganda ........................... .
2.2.6. Kategori Penyesuaian Peran .............................. .
2.3. Definisi Kepuasan Kerja ............................................... .
2.4. Faktor-faktor yang Mempangaruhi l<epuasan Kerja ..... .
2.5. Kerangka Berpikir
2.6. Hipotesa ..................................................................... ..
25
25
28
31
33
36
38
41
44
48
50
METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 51
3.1. Jenis Penelitian ............................................................. ..
3.2. Populasi dan Sample Penelitian ..................................... .
3.2.1. Populasi ............................................................... .
3.2.2. Sample ................................................................. .
3.2.3. Teknik Pengambilan Sample ............................... .
3.3. Desain Penelitian .......................................................... ..
3.4. Variabel Peneltian dan Definisi Operasional. .................. .
3.4.1. Variabel ...
3.4.2. Definisi Operasional ............................................. .
3.5. Metode dan lnstrumen ................................................... .
51
51
51
52
52
52
53
53
53
54
3.6. Metode Pengumpulan Data ............... ........................... ... 55
3.7. lnstrumen Pengumpulan Data ......................................... 56
3.7.1. Skala Konflik Peran ................. ............................. 56
3.7.2. Skala Kepuasan Kerja ............. ............................. 59
3.8. Tehnik Pengumpulan Da~a ................ ............................. 63
3.9 Prosedur Penelitian .......................................................... 63
3.9.1. Pra Penelitian ........................................................ 63
3.9.2. Penelitian ........... ...................... ............................. 64
3.9.3. Post Penelitian ................ ..... .... ............................. 64
3.10. Analisa Data ...... ... ..... ....... ... ....... .. .... ............................. 64
3.11.Uji lnstrumen Penelitian .................................................. 66
3.11.1.Uji Persyaratan...................................................... 69
3.11.2 ..... ·············· ·························································· 64
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISJS DATA..................................... 73
4.1. Gambaran Umum Responden ......................................... 73
4.2. Presentasi Data................................................................ 74
BAB 5 PENUTUP .............................................................................. 73
5.1. Kesimpulan ........................... ............................................. 73
5.2. Diskusi ............................................................................. 74
5.3. Saran ................... . 75
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Beiakang Masalah
Terjadinya revolusi industri menjadi awal pembagian tugas kerja antara laki
laki dan perempuan. Sejak terjadinya revolusi lndustri, tugas pencari nafkah
keluarga menjadi tugas pria, sedangkan tugas mengurus rumah dan
mengurus keluarga menjadi tugas perempuan. Setelah revolusi terjadi
pekerjaan rumah menJadi pekerJaan yang diberi upah dan pekerja harus
meninggalkan rumah untuk bekerja dalam pabrik-pabrik atau kantor. Namun
sifat penurut, sederhana, submisif, yang merupakan karakteristik feminin
membuat perempuan akan terancam dalam dunia pekerjaan.
Pembagian kerja ini cenderung memperkuat ketergantungan perempuan
terhadap laki-laki, baik secara ekonomi maupun secara emosional. Karena
berdasarkan fungsi perempuan untuk melahirkan dan mengasuh anak, maka
pekerjaan perempuan hanya berkisar dalam rumah. Jadi tempat yang pantas
bag1 perempuan adalah d1 rumah dan tuJuan yang paling pantas bagi
2
perempuan adalah menikah dengan laki-laki yang a~ar, mencari nafkah dan
menjadi kepala rumah tangga (Goldman dan Milna, 1909:76).
Pada saat ini pembagian kerja berdasarkan jenis kel?min tidak lagi dapat di
terima begitu saja oleh kaum perempuan. Mere:<a merasa bahwa dengan
pemhagian kerja ini, di mana kaum perempuan di rumah dan kaum lnki-laki r'
bekerja di Juar rumah, akan men~iuntungf:an kaurn lal<.i-laki saja. Perempuan
menjadi tidak berkembang sebagai manusia karena dunianya serba terbatas
sedangkan kaum pri3 dapat mengembangk<Jn c'irinya ·~eccira optimal
(Budiman, 1958:2). Selain itu pekerjaan rumah tangga merupakan pekerjaan
berat, membosankan dan ini tida 1< saja pandangan perempuan tapi juga
rnerupakan pandangan suami-suami mereka. Pekerjaan rumail :::ingga juga
merupakan pekerjcian yang yang terisoli:· dan mernbuat perernpuar: tidak
berkembang. (Berg, 1968: 162) .... ••
Kenyataannya saat ini terda;:iat banyak alasan yang membuat perempuan
memutuskan untuk bekerja. Kebutuhan finansial, ke'·1utuhan sosial relasional. ~ . ~ /' .
~ebutuhan akan aktualisasi diri, dan lain lain adalah benerapa alasan yano . . .. ' -- - ~ ..
menyeb.ab~an .Vf.qnita me.ll)i~l1 untuk bekerj? (Rini, 2002). 0 ara perernpuan
beranggapan bahwa dengan hekcorja rnereka akan mendapatkan baberapci
manfaat r:Jiantaranya adalah manfaat linansial. lbu yang t "kerja akan
rnenambah sumber pema~•ukan keluarga sel1ingga keluarga tersebut dapat
menikmati kualitas hidup yang leuih baik, seperti gizi, pendidikan, tempat
tinggal, sandang, hiburan, dan fasilitas kesehatan.
Tujuan lain wanita bekerja adalah untuk me~iriqkatl<:a_n har_ga d'.r.i ~elu~!Jla
gan oeman!apan identitas. Dengan bekerja memun9kinkan wanita
mengekspresikan dirinya dangan cara yang produktif dan kre2tif. Melalui
bekerja, wanita berusaha menemukan arti dan identitas dirinya dan
pencapaian tersebut mendatangkan rnsa percayci cliri dar. kebahagiaan.
Relasi yang sehat dan positif dengan keluarga dap<.t terJadi karena wanita
pekerja memiliki wawasan yang luas, pola berfikir yang terbuf:a, dan lecih
dinamis. lstri dapat dijadikan sebagai partner untuk bertukar pikiran, saling I.
3
membagi harnpan, pandangan dan l8nggung jawab. Pemenuhan kebu'uhar
sosial dapat diperoleh para ibu dengan menjalin hubungan dengan orang
lain. Melalui :\egiatan bertemu rekan kerja ibu bekerja dapat berbagi
perasaan, pandangan dan pemecahan IT'asalah. Peningkatan keterampilan
dan kompetensi didapatkan oleh para pernmpuan pek'3rja dengan
menyesuaikan diri terhadap tuntutan pel\erjaan. PeninQkcitan keterampilan ini
akan meningkatkan rasa percaya diri dc.n mendatang!,an ni'ai yang lebih tagi
karyawan.
4
Rini (2002) juga memaparkan beberapa penelitian rnengenai studi tentang
kepuasan hidup wanita bekerja yang pernah dilakukan oleh Ferree (1976)
menunjukkan bahwa wanita yang bekerja menunjukkan tingkat kepuasan
hidup sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja,
meski ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan. Dalam studi lain masih
menyangkut kebahagiaan kehidupan para ibu bekerja, yang dilakukan oleh
Walters dan Mc Kenry (1985) menunjukkan, bahwa rnereka cenderung
merasa bahagia selama para ibu bekerja tersebut dapat mengintegrasikan
kehidupan keluarga dan kehidupan kerja secara harmonis.
Faktor-faktor di atas tentu saja tergantung pendekatan perempuan tersebut
terhadap pekerjaan. Frieze et al (1978:369) menambahkan, seorang
perempuan dapat bekerja karena ingin memelihara standar hidup tertentu
bagi keluarganya. Bagi perempuan ini, pekerjaan hanya memberi sedikit
kepuasan tertentu karena waktu yang dibutuhkan untuk bekerja dan untuk
mengurus rumah tangga merupakan beban yang cukup berat. Ada
perempuan yang bekerja untuk memperkaya pribadinya (personal
enrichment). Perempuan ini juga ingin memberikan suasana yang baik bagi
anak-anaknya tetapi sebenarnya ia merasa bahwa mengurus rumah tangga
sepanjang waktu adalah membosankan dan tidak memenuhi kebutuhan
kebutuhan pribadinya. Ada perempuan yang merasa bahwa mereka
5
memerlukan rangsangan dengan bekerja di luar rumah saat anak-anaknya
berkembang dewasa. \,'\
Dari penjabaran di alas dapat disimpulkan, menjadi ibu rumah tangga atau
menjadi ibu yang bekerja keduanya memiliki konsekuensi dan kelebihan bagi
yang menjalaninya. Bagi perempuan yang menjalani peran ganda menjadi
ibu rumah tangga sekaligus perempuan bekerja, tentunya memiliki
konsekuensi tersendiri.
_Terkadang keadaan tersebut menimbulkan kecemasan bagi wa_nita vanq
menicilani peran fillnda. Linakunaan dan dirinva menqin_ginkan peremou<'ln
11ntuk mPni<'lrli ihu sPk<'lliaus istri vana baik dan daoat memenuhi sem1m ~ --
kebutuhan. Di saat yang sama perempuan juga menginginkan agar
pekerjaannya berjalan dengan baik, dan ketika peran-peran tersebut berasaj
dari domain yang berbeda serta menuntut untuk dilaksanakan secara,
bersamaan, munculah konflik peran dan bila keadaan tersebut tidak berjala,n
selaras biasanya akan timbldl_kecemasan dan juqa stress (waspada.co.id).
Secara um um orang berpendapat jika seseorang dihadapkan pada pekerjaan
yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan individu
tersebut mengalami strees kerja. Menurut Philip L Rice (seperti dikutip Rini
2002) seseorang dapat dikatakan mengalami stress kerja jika urusan stress
yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat
memerlukan rangsangan dcrngan bekerja di luar rumah saat anak-anaknya
berkembang dewasa.
5
Dari penjabaran di atas dapat dis;mpulkan, menjadi it>u rumah tangga atau
menjadi ibu yang bekerja keduanya n1emiliki konsekuensi dan kelebihan bagi
yang rnenjalaninya. Bagi perempuan yang menjalani peran ganda menjadi
ibu rumah tangga sekaligus perempuan bekerja, ten~uny3 memiliki
korisekuensi tersendiri.
Ter'.\adang keadaan tersebut menimbulkan kecemasan bagi wanita yang
menjalani peran ganda. Lingkungan dan dirinya menginginkan p€:rempuan
untuk menjadi ibu sekaligus istri yang baik dr-m dapat memenuhi semua
kebutuhan. Di saat yang sama perempuan juga menginginkan agar
pekerjaannya berjalan dengan baik, dan ketika prxan-peran tersebut berasal
dari domain yang berbeda serta menuntut untuk dil::iksanakan secara
bersa;naan, munculah konflik peran clan bil<.i keadaa11 tersebut tidak berjalan
selaras biasanya akan timbul kecemasan dan juga strr3:3s (waspacla.co.id).
Secara um um orang berpendapat jika seseorang dihadapkan pada pekerjaan
yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikataka,1 individu
tersebut mengalami strees kerja. Menurut Philip L Rice (saperti dikutip Rini
2002) seseorang dapat dikatakan mengal;:i:ni stress kerja jika urusan stress
y'311g dialami melibatkan juga pihak organisasi atuu perusahaan tempat
individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya didalam perusahaan,
karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah
pekerjaan yang terbawa ke rumah tangga juga menjadi penyebab stress
kerja.
6
Adanya konfik peran memang tidak langsung berpengaruh kepada kepuasan
kerja. Namun penelitian tentang konflik peran menjadi penting dalam suatu
organisasi karena kepuasan kerja yang tinggi akan mendorong peningkatan
kerja individu (karyawan) dan kelompok, yang pada gilii·annya akan
meningkatkan efektivitas perusahaan sacara keseluruhan.
Adanya konflik peran yang dialami oleh ibu bekerja dan tak mampu dikelola
dengan baik, akan menghambat kepuasan kerja pun kepuasan hidupnya.
Perasaan bersalah (meninggalkan perannya sementara waktu sebagai ibu
rumah tangga) yang tersimpan, membuat sang ibu tersebut tidak dapat
menikmati perannya dalam dunia kerja.
Untuk mengatasi stress kerja tersebut telah banyak kiat yang dikeluarkan
oleh beberapa ahli untuk menanggulangi masalah tersebut, namun sejauh ini
tidak dapat dipastikan semua perempuan bekerja telah memahaminya
sehingga mereka mampu mengatasi konfik peran tersebut dan pada
kenyataannya setiap orang belum tentu dapat menyelesaikan satu masalah
yang sama dengan penyelesaian yang sama.
7
Lebih jauh lagi konflik peran juga diketahui tidak mempengaruhi kepuasan_
kerja secara langsung. Kenyataannya konflik peran lebill dipengaruhi oleh
oleh hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah internal organisasi.
Sedanqkan kepuasan kerja lebih berkaitan dengan harapan seseorang
terhadap organisasi yang ia geluti. Seorang akan merasa.<.<in kepuasa1 kerja
jika harapannya terhadap organisasi sesuai dengan l~enyataan yang ia
had a pi.
Namun renelitian tentang kepuasan kerja menjadi pznting dalam suatu
organisasi karena kepuasan kerja yang tinggi akan rnendorong peningkatan
kinerja individu (karyawan) dan kelompoi<:, yang pada !Jilirannya akcin
meningkatkan efikt1vitas perusahaan secara keselurul1an. Kepuasan dan
ketidcikpuasan kerja memiliki akibat langsung terhada;-. efektivitas organisasi.
Beberapa penelitian dilakukan untuk membuktikan peni;,2ruh kepuasan kerja
terhadao variaoel organisasi ter\8ntu. Kepentingan para rnanajer pada
keputusar. kerja cenderung berpusat pada efek\ivitasnya terhad::ip kinerja
karyawan. Para peneliti telah mengenali kepentingan ini, jwJi kita
mendapatkan banyak sekali studi yan9 clirancang untuk menilai dampak
kepuasan kerja pada produkt1vitas, absensi dan keluarga karyawan
(Robbinson 1996)
Dan fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian
"Hubungan Konflik Peran denge-n Kepuasan Kerja"
8
1.2. Pembatasan dan perumusan masalah
1.2.1 Pembata:3an masalah
Agar penelitian ini lebih terarah oan te,fokus, maka penulis perlu memberikan
batas::in sebagai berikut: .--------· Konflik peran adalah situasi psikologis di mana harapun-harapan peran
seseorang pada saat yang bersamaan, baik dari individu sendiri maupun
lingkungan, saling bertentangan.
Kepuasan kerja merupakan sikap mengenai perasaan seseorang terhadap
pekerjaan dan kondisi yang terka1t dengan pekerjaan. seperti lin;ikungan
pekerjaan, hubungan dengan rekan kerja dan atasan. sert::i pek:')rjaan itu
sendiri.
1.2.2 ldentifikasi Masalah
a. Adakah l<onflik peran yang dialami oleh karyawa+i Garuda Indonesia?
b. Adakah jenis kon'lik pe.-an yang dialami oleh kary.awati GarucJa
Indonesia?
c. Bagaimana kepuasan kerja karya'Nati Garuda lndooei;ia?
d. Adcikah jenis kepuasan yang dialami oleh karyawati~01da lndone;;ia?
e. Bagaimana hubungan a11tara konflik peran dengcin kepuasan kerja?
9
1.2.3 Perumusan Masalah
Dari seJumlah masalah di atas peneliti membatasi permasalahan ini pada
Hubungan antara Konflik Peran dengan Kepuasan KerJa.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan
Konflik Peran dengan Kepuasan Kerja Karyawati PT. Garuda Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan guna memberi masukan guna mengP.rnbangkan teori
aplikasi psikologi industri dan organisasi (PIO) dan psikologi sosial.
Secara prnktis, dapat dijadikan bilhan gambaran mengenai konflik peran
yang dialami perempuan, serta pengaruhnya terhadap kepuasan kerja.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini menggunakan APA style
BAB 1: Bau pertama penulis membagi ke dalam beberapa bagian yaitu latar
belakang masalah, pembatasan, dan perumusan masal8h, tujuan
manfaat, dan sistematika penulisan. / I
10
BAB 2: Bab dua merupakan kerangka konsep penulisan untuk sub bab
pertama tentang Perempuan Bekerja, serta peran perempuan.
Berikutnya Konflik peran yang terdiri dari definisi konflik peran, jenis,
jenis konflik peran, faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran,
sumber-sumber konflik peran, cara mengatasi peran ganda, kategori
dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Sub bab ke
empat berisi hubungan antara konflik peran dengan kepuasan kerja.
Sub bab kelima berisi skema penelitian. Sedangkan sub bab terakhir
berisi hipotesis.
BAB 3: Bab ini berisikan beberapa bagian yaitu metode dan pendekatan
penelitian, metode pengumpulan data, variabel dan definisi
operasional, teknik pengambilan sampel, subjek penelitian,
instrumen pengumpulan data, dan analisis data.
BAB 4: Bab ini berisikan gambaran umum responden serta deskripsi hasil
penelitian utama
BAB 5: Bab terakhir yang berisikan kesimpulan, diskusi, dan rekomendasi.
BAB 2
KAJIAN TEORll
2.1. Perempuan Bekerja
Semiati lbnu Umar (1982) mel".gatakan bahwa kerja 11erupakan asµek positif
yang penting karena bekerja membuat segalenya lebih berarti. lstirahat
misalnya, lebih berarti bila kita bekerja. Sadar atau tidal< manusia tidal< lepas
dari bekerja karena bekerja merupakan aktivitas y;·1ng sentral dari manusia.
Menu rut Peter dan Hansen (seperti dikutip lbnu Urnar, 1982) dengan bekPrja
seseorang dapat:
1. Mencapai identitas diri.
2. Mencapai tingkat sosial tertentu dalarn masyarn:~at.
3. Merasa senang dan terlepas dari rasa bosan.
4. Melakukan sesuatu yang konstruktif dan kreatif jan dapat
menyumbangkan ide-ide.
5. Sembuh dari situasi yang m•3nekan dan rutin.
Hal tersebut tentu sa1a tergantung pada pend,ckatan p8rempuan terhadap
pekerjaan yang ia pilih. Menurut Fr«sze et al (1987:369). Seorang perempuan
12
dapat bekerja karena ia membutuhkan uang tambahan, dan memelihara
standard hidup tertentu bagi keluarganya. Bagi perempuan ini, pekerjaan
hanya memberi sedikit kepuasan karena waktu yang dibutuhkan untuk
bekerja dan untuk mengurus keluarga merupakan beban berat. Ada
perempaun yang bekerja untuk memperkaya pribadinya (personal
enrichment). Perempuan ini juga ingin memberikan suasana rumah yang baik
bagi anak-anaknya. Tetapi sebetulnya ia merasa dengan mengurus rumah
sepanjang waktu adalah membosankan dan tidak memenuhi kebutuhan
kebutuhan pribadinya. Ada perempuan yang merasa mereka membutuhkan
rangsangan dengan bekerja di luar rumah setelah anak-anak berkertlbang
dewasa.
Bagi perempuan yang bekerja dengan alasan memperkaya pribadinya dan
bukan karena minat akan pekerjaan itu sendiri, mungkin tidak begitu tertarik
pada pengembangan karir dan hanya bekerja bila jadwal pekerjaannya dapat
disesuaikan dengan jadwal tanggung jawab terhadap keluarga. Bagi mereka,
walaupun bekerja di luar rumah meminta lebih banyak energi, mereka
cenderung mengakomodasikan hal ini dengan sukarela karena ia memilih
untuk bekerja. Dari penelitian yang dilakukan oleh Nye dan Hoffman (Frieze
et al. 1978 : 370) penyesuaian diri dilaku"an dengan mengurangi hiburan
hiburan, mengurangi menonton televisi dan mengurangi kegiatan sosialnya.
Dan karena keluarga merupakan prioritas utama baginya, perempuan pekerja
hanya mengalami waktu yang sedikit dengan keluaqJanya. Sebenarnya ia
mengorbankan kepuasan yang didapat dari pengembangan karir.
13
Perempuan lain bekerja karena mendapatkan kepuasan utama dari karir
mereka. (Frize et al 1987:371) Perempuan yang tertarik dengan karirnya
mungkin sudah berkeluarga dan mempunyai anak, mengurus rumah tangga
dan tugas mengasuh anak telah menjadi sama atau kurang penting baginya
dibanding pekerjaannya. la terkadang harus bekerja berat untuk
mengembangkan dan menghabiskan banyak waktu jauh dari keluarga.
Dari uraian diatas, dapat diasumsikan bahwa perempuan yang bekerja
dengan alasan memenuhi kebutuhan ekonorni dan alasan memperkaya
pribadinya paling mendapat kesulitan dalam mengatur tugas rumah tangga
dan pekerjaan karena baginya pekerjaan adalah tambahan beban baginya.
Sebenarnya tugas yang penting baginya adalah men~1urus keluarga. Sedang
bagi perempuan yang bekerja karena karir, kurang mendapat kesulitan
karena karir yang paling utama atau setidaknya sama pentingnya dengan
keluarga.
Pada umumnya pekerjaan memiliki dampak terhadap keluarga. Nieva dan
Gutek (1981: 45-47) mengemukakan pendapat-pendapat dari beberapa ahli
mengenai efek kumulatif dari bekerja terhadap perempuan yaitu;
14
1. Adanya peningkatan perasaan kompeten dc.n wei/.-being
Ada bebe~apa bukti bahwa bekerja memiliki efek rehStbilitas le1·hadap
kesehatan mental bila diukur berdasarkan stress p.:.ikologis. Bernald (1971
dan 1972) mP-mperlihatl<an bahwa perempuan yang bekerja memiliki
frekuensi simptom stress yang lebih rendah daripad :i ibu rum ah tangg<i. f :a~
untuk bekerh. bebas dari rasa bosan clan temissihnya perempuan dari _
_ kegiatan rum ah tangg_a memba11tu tercaoainva ket ahagiaan dan self
_[ulfi!imenj perempuan.
Menurut Barnet dan Barunch (1979), bekerja meni11gkatkan rasa well-being
bagi perempuan. Perempuan r.1endapatkar rasa korr.peten melalui bekerja
untuk mendapatkan up3/1. Kendatipun manfaat finansial /\arena be/\erja jug<J
neningkatkan kedew;3saan dan r·erasaan l.l;ihwa din rnarnpu. Efek-e,ek
inipun mempengaruhi tingkah lak~1nya da:am keluargEJ. Rasa percaya diri
yang meningkat membuatnya Jetih asseriif dalam mernutuskan kapan
memiliki anak. Deng<.Jn peningkatan perasC1a11 v.e/,'-bei11g ini perempuan
meminta orang lain untuk menghargainya. Meskipun belt.:m tentu lingkungan
dapat menerima ha/ itu dan hal ir i dapat membuatnya konflik.
2. Adanya peningkatan kekua:;<1an d<tlam keluar')a.
Sfillios-Rothschild dan Dijkers (1978) dan Blood (1965) mengatak:rn bahwa
ketergantungan finansial membuat perempuan ingin memiliki lebi!1 b:myak
15
kekuasaan dalarr, keluarga. He;T (1953), Blood d2'1 Wolfe (1960) serta
Geiken (1964) menemukan bahwa pasangan-pasangan yang s::ima-sama
bekerja cenderung berdiskusi untuk inemutuskl111 pernbelian-p211belian besilr
daripada pasangan-pasangan oimana suarni merupakan satu-satunya
pencari nafkah dala:n keluar9a. Dalam kasus-kasu:; tertentu, ketidak
tergantungan finansial berarti bahwa istri tidak dapat lagi memJapat uang
saku atau meminta persetujuan suami atau lingkungan tidal< dapat menerima
pengurangan kekuasaan ini. Menurut Sawhill (10"T6), salah satu efek yar.g
mungki:1 timbul dari meningkat11ya jumlah perempuan yJng bekerja adal:.:ih
meningkatnya angka perceraian.
3. Bekerja rnempengaruhi kepuasan pet kawinan
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Hoffert dan More (1979) serta
Staines (1980) menunjukkan bal1wa ibu rumah trn9ga yang bekerja
mempunyai.efek yang sangat kPcil te;hadap kepuasan atau penyesuaian
n~rkawinan. Campbell, Confersc dan rtog0rs (197<3) menAm11kan bah"'"'
. pekerjaan di luar rumah tirlak meningl\atl{an atau menurunkan a.ii
...Q.§rlrnwin_ari bila dilihat dari sudut pandang istri. Staines et al (1978) setuju
dengan hasil penelitian ini, mereka tidak menemukan odanya perbedaan
penyesuaian perkawinan antara ibu rumah tangga vang hekerja di luar rurnah
dengan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. HoffrT,an ("1978) mengal<.1kan
bila kedua pasangan, baik suami maupu istri, mendukung sepenL·hnya pilihan
16
istri untuk bekerja dan istri mevakini pilihan untuk bekeria maka terda :lat
peninqkatan kepuasan oerkawinari.
4. 81:iknrja meningkat.kan beban kerja perempuan
lbu rumah tangga yang bekerj<i ternyata tidak bertagi tugas rumilh tangga
dengan suami mereka. Hegdes dan Barnet (1972) m.~.1e::mukan bahwa istri
menghabiskan lebih banyak waktu, baik untuk pei(erjaan yw1:;; menghasilk<.in
uang maupuntidak. Bryson dan Jonson (1978) menemukan bahwa
perempuan yang bersuamikan Psikolog tidak puas d~ngan jumlah waktu \
yang harus mereka sisihkan untuk pekerjaan rumah tangga dibandhgkan
dergan suami merel<a.
Gutek dan Stever ( 1978) dan Bryson et al ( 19·, 6: mene.mukan bahwa selain
melakukan tugas mengasuh dan mengurus rumah tangga, perempuan yang
bekerja juga harus mendukung pekerjaan suami Kanter (1971)
memerinciny2 lebih jauh untuk mengatakan bahwa oerempuan diharapkan
mengikuti suami mereka bila SL'ami mendapat tawara;i bekerja yang lebih-
bail<, mereka diharapkan menghadiri resepsi-resepsi yang.d1adak2n kantor
suami dan harus mau ciiajak berdisk•Jsime:igenai masalah-m8c>alah
pekerjaan yang dihadapi suami mereka.
17
Dari penelitian-penelitian para ahli di atas jelas bahwa perempuan yang
bekerja memiliki beban tugas yang lebih besar karena mereka harus bekerja
pun harus melaksanakan tugas rumah tangga dan menunjang karir suami.
Selain efek kumulatif dari bekerja, Nieva dan Guteek mengemukakan efek
harian yang disebut Plecck sebagai Work spill-over, yaitu :
1. Perempuan yang bekerja tidak dapat mengunakan waktu sebagaimana
yang ia inginkan dan fleksibelitas jadwal kerja mempengaruhi kehidupan
keluarga.
2. Waktu yang digunakan untuk transportasi juga merupakan faktor penting
karena jarak antara tempat kerja dan rumah akan membatasi alokasi
waktu perempuan, semakin kecil kemungkinan bagi perempuan yang
bekerja untuk menghadiri pembagian raport anak, mengantar anak ke
tempat les, dan sebagainya.
3. Jumlah upah dan prestasi yang diperoleh dari pekerjaan juga salah satu
faktor penting. Keluarga yang dapat rekreasi bersama dapat
menggunakan jasa pembantu.
4. Kondisi fisik dan emosional perempuan bekerja yang sudah lelah
sesampainya di rumah akan mempengaruhi pembawaan perannya
sebagai ibu rumah tangga.
18
Sepertiga sampel penelitian Pleck (1979) terpengaruh effek harian ini dalam
tingkat yang sedang. Work spil!-overdapat berpengaruh pada
1. Waktu kerja suami yang berlebihan karena selain ia harus bekerja, suami
juga harus membantu pekerjaan rumah tangga.
2. Orang tua tunggal/ singe! parent mengalami ketidaksesuaian antara
jadwal kerja dengan tugas-tugas rumar tangga. la harus berperan sebagai
ayah dan sebagai ibu.
3. Perempuan yang bekerja mengalami waktu kerja yang berlebihan dan
terdapat ketidaksesuaian jawal kerja dengan urusan rumah tangga.
Mereka menjadi terlalu letih, dan mudah tersinggung (Nieva dan Gutek,
1981: 46-47)
Andrisani dan Shapiro (Nieva dan Gutek, 1981 ;48) menemukan bahwa
tuntutan yang yang bertentangan antara keluarga dan pekerjaan
menyebabkan penuturan kepuasan kerja dan kehadiran anak yang masih
kecil memperbesar masalah. Tetapi walaupun demikian, sebagian besar
perempuan tidak bersedia melepaskan taggung jawab mengasuh anak.
Di pihal< lain, sebagian besar suami tidak bersedia mengambil alih lebih
banyak tanggung jawab keluarga. Tugas-tugas yang mereka lakukan adalah
tugas-tugas yang paling tidak mengancam maskulinitas mereka. Mereka lebih
senang bermain dengan anak-anak dan membatu tugas tumah tangga yang
19
ringan padahal istri bekerja menginginkan suami meningkatkan keterlibatan
mereka dalam tanggung jawab keluarga (Nieva dan Gutek, 1981 : 48)
Potter dan Rhoads lebih jauh lagi menemukan bal1wa keterlibatan suami
tidak dapat diukur dari segi materi tetapi lebih pada waktu dan tanggung
jawab. Suami dan istri dalam berbagai tugas mencari nafkah dan urusan
rumah tangga. Suami akan berpartisipasi asalkan mereka mulai terlibat pada
awal perkawinan tersebut dan asalkan mereka percaya bahwa mereka harus
membantu. Kesediaan istri, jumlah anak atau tanggung jawab pekerjaan juga
bukan merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah waktu yang diluangkan
suami untuk urusan rumah tangga. Harkas (1976) menyatakan bahwa jumlah
uang yang diperoleh istri bukan merupakan predil<tor keterlibatan suami
dengan tugas-tugas rumah tangga. (Neeva dan Gutek, 1981 : 49)
Melihat pembahasan di atas jelaslah bahwa jika perempuan memilih untuk
bekerja maka masalah yang dihadapinya tidak hanya dari kantor saja tetapi
banyak efek-efek kerja yang berpengaruh pada kehidupan berkeluarga.
Peran ganda perempuan, yaitu sebagai perempuan bekerja tidak selamanya
sejalan dengan perannya sebagai ibu rumah tangga.
Berg (1968: 111) mengatakan bahwa perempuan yang berperan ganda
mengalami kesulitan dalam membagi perhatiannya, antara kerja dan
20
keluarga. Berg mengilustrasikan kesulitan tersebut dalam beberapa ucapan
perempuan yang bekerja :
"diving my attention is a major problem. Always making decisions wether i
will focus on work, children or husband. And whatever i choose, i feel
guilty about the other"
" ... On Friday night, I'm exhaused and need the weeekend to rechange my
self. I feel guilty that I'm not with my children, but feel a great sense of
satisfaction and fulfillment from my career. I never expected to feel so
torn.
Ternyata dari ilustras1 diatas, banyak perempuan yang merasa bersalah atas
keputusan yang diambilnya, apapun bentuknya. Dibalik perasaan bersalah itu
juga ada rasa puas dari hasil kerjanya. l<arena dua perasan yang
bertentangan ini, ia merasa terombang-ambing.
Menurut Berg (1968: 113), kata-kata yang biasa digunakan untuk
menggambarkan perasaan perempuan adalah kata-kata mengenai kesulitan
dan dilema yang dihadapinya, seperti : 'jug/ing misalnya, seorang perempuan
bekerja harus mengurus pendaftaran anaknya masuk SMP sedang pada hari
itu ada rapat dimana ia harus memberi laporan keuangan bulanan. Kata
lainnya adalah balancing, dimana berusaha agar waktu yang dihabiskan di
kantor dapat dikompensir dengan berkumpul bersarna keluarga pada hari
libur.
21
Kata 'matryred, juga digunakan perempuan untuk menggambarkan perasaan
dimana ia merasa harus mengorbankan kemajuan karirnya demi kemajuan
anak dan suaminya. Dengan kata 'torn', perempuan menggambarkan
bagaimana ia merasa terbagi antara mengejar kebutuhan untuk memperkaya
pribadinya dengan bekerja dan kebutuhan untuk dapat memperhatikan
anaknya yang sedang remaja. Sedang kata 'puled, menggambarkan
bagaimana ia merasa tertarik pada dua macam kegiatan yang sama-sama
membutuhkan perhatian, wakti dan energinya, yaitu kerja dan mengurus
keluarga. Kata lain, yaitu feeling split in two digunakan perempuan untuk
keadaan dimana ia merasa harus berada didekat anaknya yang sedang
mendapat Iuka karena jatuh di sekolah dan pada saat yang sama ia harus
menghadiri pertemuan dengan klien di kantornya.
Dengan adanya tuntutan-tuntutan yang sangat besar pada seorang ibu
rumah tangga yang bekerja, perempuan harus memiliki kejelasan tujuan,
energi yang besar, dan keyakinan akan diri sendiri untuk berhasil. Tetapi
menurut Berg, perasaan bersalah mempengaruhi sikap dan tert<dang
tindakan mereka. Hal ini terjadi karena dalam hati mmeka, perempuan
mene.rima batasan-batasan dari stereotype yang berlaku dalam masyarakat
(dalam hal ini lebih bersifat tradisional) bahwa perempuan tidak boleh
melakukan keduanya, bekerja dan mengurus rum ah tangga (Berg, 1968; 113)
22
Edheim (Berg, 1968; 127), seorang terapis mengataf:an bahwa istri yang
bekerja menyambut keberhasilan mereka dengan melakukan sesuatu yang
dapat merusak dirinya sendiri justru pada saat-saat dimana dia harus
melakukan sesuatu yang produktif. Hal ini justru semakin sulit karena
perempuan sibuk memenuhi berbagai tuntutan dal.arn kehidupannya
sehingga ia tidak dapat melihat bahwa perasaan bersalah yang tidak disadari
itu membuat perempuan merasa perlu dihukum dan dengan demikian mereka
secara tidak sadar menjadi destruktif terhadap karir mereka. Bila mereka
menghadapi kegagalan, mereka menjadi tidak baha9ia dan frustrasi. Hal ini
selanjutnya mempengaruhi interaksi mereka dengan anak mereka atau
dengan kolega atau bawahan mereka. lbu rumah tangga yang bekerja
merasa ba[lwa anaknya sendiri tidak mendapat kasih sayang. Dengan
demikian ia menekan empatinya terhadap kolega atau bawahannya. Menurut
Cohen (Berg, 1968: 135), karena ibu yang merasa bersal.ah maka banyak di
antara mereka yang menyabot rasa senang yang clidapatnya dari bekerja
dengan menjadi sakit, seperti kram ketika haid, migrane, sakit punggung,
sakit perut dan lain-lain yang membuat mereka tidak dapat merasa bahagia.
Selain itu perempuan yang bekerja merasa bahwa ia tidak dapat mengontrol
hidupnya. la harus membagi tanggung jawab mengasuh anak dengan
membantunya dan bila terjadi kecelakaan-kece/akaan kecil pada anaknya ia
23
tidak bekerja maka anaknya akan terjatuh dari tangga, padahal hal ini dapat
terjadi pad a anak-anak dari istri-istri yang tidak bekerja jug a. (Berg, 1968:141)
Selain perasaan bersalah dan gaga/ yang menyebabkan perempuan tegang
dalam pekerjaan, tidak bahagia dan membuatnya tidak dapat bekerja secara
efektif, ada perempuan yang merasa bahwa sejak ia menjadi ibu rumah
tangga ia menjadi /ebih sensitif terhadap masalah teman sekantor, lebih
mengerti kebutuhan orang lain, lebih perseptif, lebih terorganisir, dalam
bekerja dan lebih memperhatikan detail-detail. Minatnya menjadi bertambah
/uas, empati dan insight menjadi lebih berkembang dan ia menjadi lebih
sabar. Ada juga perempuan yang merasa bahwa dengan bekerja ia menjadi
lebih obyektifdalam menilai keluarga (Berg, 1968:151)
2.1.1. Peran Perempuan
Lewis, seperti dikutip Rohayati (2000:26) menje/askan mengenai beberapa
peran utama yang dimi/iki oleh wanita yang berperan !~anda. Peran-peran ini
dimiliki oleh perempuan sehubungan dengan aktivitasnya dalam dua
lingkungan kehidupan yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan pekerjaan.
a. Sebagai /bu
Peran sebagai ibu yang terpenting adalah memberikan kasih sayang dan
perhatian kepada anak-anaknya, melindungi, mendidik, memberikan makan,
dan membimbing belajar anak-anaknya. Seorang ibu merupakan tempat
sang anak mencurahkan segala isi dan permasalahannya.
b. Sebagai lstri
Peran sebagai istri dimulai ketika perempuan melangsungkan pernikahan.
Dimana seorang istri harus dapat menjalankan kewajibannya sebagai
seorang istri diantaranya melayani suami baik lahir maupun batin serta
menyiapkan keperluan suami.
c. Sebagai lbu Rumah Tangga
24
lbu rumah tangga identik dengan seorang perempuan yang telah menikah
dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dimana pekerjaan domestik ini
selalu dilimpahkan kepadAkaum perempuan.
d. SebagaiPeke~a
Peran sebagal pekerja adalah peran dalam pekerjaari yang selalu ditampilkan
oleh seorang yang menduduki suatu posisi dalam organisasi pekerjaan.
Sebagai pekerja, perempuan akan ditunlut untuk memenuhi kewajiban
perannya sebagai pekerja sesuai dengan jenis pekerjaannya dengan
melakukan seluruh tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan jam kerja
yang ditentukan.
2.2.1. Definisi
Linton, mendefinisikan peran sebagai berikut:
" ... the pattern of behavior expected of an individual by virtue of the
position he or she occupies within the society" (clalam Goldman dan
Milman 1969 : 80)
Shaw dan Costanzo mendefinisikan peran sebagai
" the function a person performs when occupyinQ a particular
characteristic (positions) within a particular social context"
25
Menurut Goldman dan Milman (1969:80), konflik peran adalah situasi dimana
harapan-harapan peran seseorang pada saat yang bersamaan, baik dari
individu sendiri maupun dari lingkungan, tetapi bersifat bertentangan.
Sedangkan Fisher memberikan definisi sebagai berikut: "(Role is) the pattern
of behavior that we perform when we occupy a particular position in the sicoal
system".
Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud peran adalah pola tingkah laku yang
diharapkan pada seseorang sebagai pemilik posisi tertentu dalam suatu
masyarakat. Untuk setiap peran melekat harapan peran (role expectation)
tertentu, selanjutnya akan disebut sebagai harapan peran.
L.V
Siti Royani, 2002 dalam ensiklopedi psikologi menyatakan konflik merupakan
keadaan psikologi tentang kebimbangan yang terjadi bila seseorang secara
serentak dipengaruhi oleh dua daya kekuatan yang saling berlawanan
dengan kekuatan yang kira-kira sama.
Situasi konflik mengharuskan seseorang memilih atau mengambil keputusan
(Halord J Leafith, 1997). Beberapa situasi konflik melibatkan kebutuhan
kebutuhan pokok yang penting, yang saling bertantangan, dan tidak dapat
dihindarkan. Konflik timbul dalam situasi dimana terdapat dua atau lebih
kebutuhan, harapan, keinginan dan tujuan yang tidak bersesuaian saling
bersaing sehingga menyebabkan salah satu organisme merasa ditarik ke
arah dua jurusan yang berbeda sekaligus menimbu\kan perasaan yang tidak
enak (Linda I Davidoff, 1991; 178)
Sedangkan peran adalah rangkaian pola yang mempelajari tindakan dan
perbuatan yang ditatnpillkan seseorang dalam situasi interaksi (Gardner
Lindzey, 1959). Peran menurut Linton (dalam Geor(Jaldman, 1959) ada\ah
pola tingkah laku yang diharapkan dari individu den9an melihat posisi yang
ditempati di dalam masyarakat. Menurut Park dan Burgess (dalam Gardner
Lindzey, 1959) peran merupakan pola sikap dan tindakan yang seseorang
tempati dalam situasi sosial.
27
lstilah peran ini diambil dari dunia teater (Sarlito Wirawari. 2001). DalBm
!eater, seorang aktor harus bermc:•n sebagai tokoh tertentu dan dalam
posisinya dalam tokoh itu ia diharapl<an untuk berperilak..i secara terten~u.
l<emudian posisi aktor dalam !eater (sandiwara dianalogikan dangan posisi
seseorang dalam masyarakat.
Penulis menyimpulkan peran merupakan pola sikap yang dilakuakn
seseorang dalam menempati posisinya dalam masyarakat. Masing-masing
peran yang ditempati dalam masyarakat seperti ibu, istri, pei<2rjR, dan lain
lain memiliki harapan-ha1--;ipan alas perannya masinu-masing. Seorang ibu
rumah tangga memiliki harapan-harapan atas perannya masjng-masing.
Seorang ibu rumah tangga memiliki harapan peran yakni harus dapat
mengurus pekerjaan rum<01h tangga seorang ibu yang harus memberikan
perlindungan bagi anak-anaknya. Harapan peran adalah harapar,- harapa11
orang lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku pantas, yang
seyogyanya ditunjukkan oler, seseorang yang merniliki peran tertentu
(Sarwono, 2001 ). Harapan peran merupakan hara pan yang dimili'<i
masyarakat mengenai tingkah laku yang sesuai dengan hak dan kewajiban
yang harus ditampilkan individu yang memiliki peratl.
Dua jenis harapan yang umum adalan hak dan kewajiban (Gardner Lindzey,
1959 : 226). Hak adalah har2pan peran dimana pemegana peran
29
c. Konflik mendekat-menghindar (approach-avoidance conflict) akan terjadi
bila seseorang menghadapi serempak antara yang menarik dan yang
tidak menarik dan harus memilih salah satu diantaranya.
d. Konflik mendekat-menghindar ganda (approach-avoidance double
conflict) melibatkan dua tujuan dan masing-masing sama-sama
mengandung kebaikan dan keburukan sekaligus.
Konflik para ibu pekerja khususnya para buruh pabrik perempuan terjadi
karena keadaan yang memaksa termasuk contoh kasus konflik mendekat
menghindar ganda. Seorang ibu harus memilih antara bekerja diluar rumah
dan menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Bekerja akan membuatnya tidak
dapat menjadi istri dan ibu seutuhnya. Sedangkan di rumah saja tidak akan
mendapatkan uang tambahan.
Seseorang mengalami konflik karena adanya kebututlan-kebutuhan tertentu
yang tidak dapat dihindarkan satu sama lain. Konflik akan teratasi apabila
(Harold J. Leavith, 1997 :56) :
a. la dapat menemukan beberapa cara baru yang belum diketahui
sebelumnya untuk memuaskan kedua kebutuhan itu secara penuh.
b. la dapat merubah pikirannya tentang salah satu kebutuhan-kebutuhan itu
sehingga ia tidak lagi meminta pada salah satu kebutuhan ternebut.
JU
c. la dapat mengatur kembali persepsinya tentang dunia dengm1 SE lah satu
dari sekian banyak cara untuk menempatkan konflik itu di dal<im
perspektif baru dan kurang berarti.
Adapun tipe konflik peran dibagi menjadi dua (Theodore R. Sarbin, 1968 :
540):
a. lnterrole conflict yaitu seseorang mengalami konflik ketika menempati dua
posisi atau lebih dimana harapan atas perannya saling berteritangan.
Contohnya, seseorang peremouan yang memiliki peran sebr:1gai ibu dan
pekerja. Perannya sebagai ibu menuntutnya untul( rnenjaga anak-anak,
sedangkan perannya sebagai pekerja menuntutnya agar bekerja dengcin
bail< sesuai dengan jadwal dan peraturan yang a<Jc..
b. :ntrarole conf!ictyaitu seseorang mengalami konflik ketika dJa kelompok
atau lebih memiliki harapan peran 1ang bertentangan terhadap satu peran
yang sama. Contohnya, peran orang tua dalarn 'nenQasuh anak-anak.
Ada kelompok yang mengharapkan orang tua harus bersikap demokratis
tetapi kelompok lain menuntut orang tua harus bersikap otoriter agar
ana/(-anak rnudah diatur.
Sesuai dengan dua tipe konflik peran di atas Eric Hoyl8, seperti dikutip
Sandhya Na rang ( 1996) jug a meng;,rnukakan bentuk konflik peran, yaitu :
31
a. Konflik peran terjadi ketika kelompol<-kelornpok y;:mg berbeda mempunyai
harapan yang beragam terhadai:; perari yang sarna.
b. Konflik peran terjadi ketika dua harapan peran a'.<iu lebih yang di tempati
oleh seseorang mengalami konflik_
Konflik peran yang tepat dalam penelitian in1 adalah konflik peran yang terjadi
ketika dua harapan atau lebih yang ditempati seseorang rnengalami konflik.
Dapat disimpulkan bahwa seorang wanita bekerja yang berperan lebiil dari
dua akan mengalami konflik peran ketika mereka mengcilami kesulitan dalam
menampill<an perannya dalam keluarga dan dnlam pekerjaan yang
bertentangan secara bersamaan.
2.2.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Konflik Peran
Khan dikuti;- v:;sephin Dwi Eka S (2000:61) menunjul<kan bahwa faktor
organisasi dan faktor karakteristik individual dapat n.empengaruhi faktor
peran yang dihadapi penyandang peran.
a. Faktor Organisasi
Menurut Kahan faktor organisasi yang mempengaruhi konflik peran adalah
persyaratan peran (ro/Ci requirement), rnisalnya kewajiban untuk berhubungan
dengan lingkungan luar. Peran organisasi yang khusus dalam berl1ubungan
dengan lingkungan luar tersebut dikenal sebagai peran batas (boundary
roles)
Dalam mnnjalankan perannya sebagai pemera11 bE.tas (bcndery agent),
lndividu yang bersangkutan dituntut untuk selalu berperilaku mewakili
p8rusahaan atau organisasinya sckaligus mempengaruhi lingkungan luar
agar lebih mengenal pt:rusahaan dimana ia bekerja. Konflik peran terjadi
karena adanya tuntutan dari perusahaan dan lingkungan luar :yang saling
bertentangan sa1u dengan lainnya.
b ·~a.akteristik pada penyandang
32
Menurut Khan karakteristik individual perlu dipertimbangkan dalar.1 rnenelaah
tentang konflik peran karena beberapa alasan.
Pertama, karakteristik individual mempengaruhi harapan rlan jenis tuntutan
yang diberikan pemberi peran terhadap penyandanfl peran. Jenis tuntutan
yang diberif·.an pemberi peran itu tergantung perilaku penyandang perar
dalam menjalcinkan peran menjalankan peranriyE. Jika penyandang peran
dipandang sebagai indi•1idu y11ng tinggi tingkat keluwesannya dan cukup
mempu menghadapi konflik yang terji.ldi, pemberi pe.-Ern akan memi:>erikan
kepadanya segala jenis tugas dan tuntutan. Sebaiknyc,, Jika penyandang
peran dipandang sebagai indi11irlu yang kaku, kemur1gkinan besar pemberi
peran akan memberikan tanggung jawab da11 tuntutan te:rtentu saja yang
dianggap sesuai dengan keadaan peny<rndang peran.
33
Kedua, karakteristik individual merupakan mediator l1ubungan antara
tuntutan yang diberikan oleh pemberi peran denga11 oengalaman/
penghayatan penyandang peran. Melalui perantara karakteristik individu itu,
reaksi emosi menyandang peran terhadap tuntut.:in atau stress ak<in
berbeda-beda.
Ketiga, karakteristik individu juga mempengaruhi pernilihan coping
mechanism. Beberapa penyc.ndang pemn mungkin rnemerlukan cope
terhadap situasi yang menegangkan dangari regulasi ernosi sedangkan
penyandang peran yang lainnya mungkin melakukan cope dengan pola
pemecahan masalah.
Selain fak\or di atas, besar kecilnya l<onflik diper.gGruhi oleh faktor budaya.
Konflik 11ang d.ialami disebabkan adanya tuntutan terhad<:lp suatu peran dan
tuntutan tersebut ditentukan oleh harapan atau normc1 yang berlaku di
lingkungan sosial tersebut (Ninik Wul;mdari, 1997). Dengan demikian fa!<tor
----- ·---· bud a ya di li::;:;.;ngan sosial memrengaruhi besar kerjlnya konflik.
2.2.4 Surnber Konflik Pernn
Secara teoritis konflil< ::ieran yang dialami ibu bekerja adalah konflik antara
peran dalam keluarga (sebagai istri dan ibu) cJengan peran dalam pekerjaan
yang sering disebut konflik peran keluarga dan pekerjaan. Hal ini didukung
oleh Greenhaus dan Beutell (dalam E. B Goldsmith, 1989) yang
mendefinisikan konflik peran keluarga dan pekerjaan (work-family conflict)
sebagai bentuk dari interrole conflict dimana tekanan peran dari pekerjaan
dan keluarga satu sama lain bertentangan dalam beberapa aspek.
34
Barbara Harris (1930) mengemukakan bahwa seora11g pekerja perempuan
akan mengalami konflik jika mereka juga berperan s1~bagai istri dan ibu. Dan
Baruch dkk (1983) mengungkapkan bahwa konflik peran yang dialami ibu
bekerja disebabkan karena perempuan tersebut tidak hanya memainkan satu
peran, melainkan tiga peran, yaitu peran istri, ibu dan pekerja. Burr dkk
(dalam P. Voydanooff, 1987) menyebutkan bahwa semakin besar jumlah total
peran yang dimainkan individu, semakin besar pula pertentangan dalam hal
·- waktu, tenaga, dan komitmen.
Greenhaus dan Beutell (dalam E.B. Goldsmith, 1983) menyatakan bahwa
kekurangan waktu merupakan dasar konflik peran antara keluarga dan
pekerjaan. Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membagi waktu
antara pekerjaan dengan keluarga disebabkan karena tidak tersedianya
waktu untuk memenuhi tuntutan tugas dari peran-perannya baik sebagai ibu
rumah tangga, istri, orang tua, dan pekerjaannya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Baruch dirk dalam
pembuatan alat ukur yaitu membcigi konflik peran sehanai wanita bekJrja,
istri, dan sebagai ibu.
35
Dalam hal peran sebagai ibu, peneliti membagi c..u<l, y&1t11 peran sebagai
orang tua dan peran sebagai ibu rumah tangga. Peran se'Jagai orang tua
rnerupakan konfllik peran yang dominan dialami ibu bekerja ad&lah
pengasuhan an:ik terutama yang memiliki anak kecil. Ras:J bers&!ah karena
meninggalkan anak untuk seharian bekerja merupak-;m persoalan yang sering
terpendarn oleh para ibu bekerja. Sebagai ibu rumah tangga mereka harus
dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga seti2:p harinya, meskipun
kadang mereka telah memiliki perigasuh anak maupun pembantu rumah
tangga yang bertugas mengurusi masalah kasar dalc.,r1 rumah tangga.
Konflik peran sebagai istri diantarnnya adalah karena rnereka rnerasa
bersalah karena tidak dapat memt:)nuhi seluruh kew<Jjit>annya sebagai istri.
Dan konfl:k sebagai pekerja diantc.iranya adalah teman ker.ia yang tidak dapat
bekerja sama, pekerjaan yc;ng melelahkan dan membosankan, serta
peraturan yang kaku. Situasi seperti itulah yang membuat sang ibu menjadi
amat lelah sememtara kehadiranr.ya sangat cinantikan oleh keluarga di
rumah. Kelelahan fisik dan psikis itulah yang sering rnembuat mereka sensil1f
dan ernosional, baik terhadap anak-anak maupun :>uami.
casting' dan menurut Weistaian dan Deutshberger ( 1963) sebagai
altercasting.
c. Multi peran mungkin dibawakan secara bergantian pada suatu periode
tanpa adanya kata-kata yang menunjukkan pergantian peran yang
eksplisit. Misalnya, seorang memberi saran sebagai teman, dan pada
saat selanjutnya, sebagai pengacara tanpa adanya kata-kata yang
menunjukkan terjadinya pergantian peran
Kesulitan peran muncul dalam situasi dimana terdapat kebingungan atau
konflik dalam persepsi individu mengenai peran-peran dan harapan peran
masyarakat. Bila hal ini terjadi, maka terjadi pembawaan peran yang tidak
efektif dan timbul perasaan bingung pada diri individu.
37
Menurut Kolb, dalam diri individu yang sedang konflik terjadi pertentangan
antara dua response tendencies yang tidak sesuai yaitu antara sikap,
kebiasaan dan nilai-nilai yang ia dapat dari keluarganya, sekolahnya, dan
pranata-pranata sosial lainnya yang mengajarnya standar moral dan tradisi,
dengan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan yang tidak
disadarinya. Disini dapat dikatakan bahwa dalam diri individu terdapat
pertentangan internal antara beberapa b'lgian dari kepribadiannya. Tugas
kepribadian, menurut Kolb, adalah mencari jalan ten~1ah yang dapat
38
memuaskan keinginan-keinginan individu yang bertentnngan tacii. Bila tidak
berhasil, maka individu mengalami kecemasan.
2.2.6 Ka·iegori Penyesuaian Peran
Sarbin mengemukakan lim3 kategori penyesuaian diri ( Lindzey dan Aronson,
1969; 541 ):
1. Tingkah laku instrumental dan ritual (instrurnentnl and ritual act)
Tingkah laku instrume'1tal merupakan tingkah laku yang ditujukan pada
lingkungan luar dirinya dalam usahanya untuk men9ubsh ke1adian
kejadian utama yang menyebabkan ketegangan mental.
2. Penyebaran Perhatian (deployment of attention)
Teknik ini beroperasi pada sinyal sensoris bukan pada l\ejadian-kejadian
yang menyebabkan ketegangan mental. Penggunaan teknik ini juga tidak
mengubah sumber konflik karena ketegangan konflik hanya diperkecil
dengar. mengabaikan salah satu dari input yang bertentangan.
3. Perubahan dalam keyak'nan (change in the belief si3tem)
lndividu mengubah keyakinan yang relevan mengc:nai perannya yang
menimbulkan konflik. Sinyal yang menimbulkan konflik dijadil<an kongruer,
dengan mengubah keyakinan individu mengenai S<ilu atau kedua input
terse but.
4. Penggunaan (tranquilizer dan releaser)
39
Dengan teknik ini individu menurunkan efek konflik dan bukan
penyebab/anteseden konflik. Salah satu caranya adalah dengan
menggunakan 'Tranquilize1' yang berfungsi mengurangi aspek-aspek
pengalaman yang menimbulkan konfik untuk waktu yang terbatas. Conteh
'tranquilizer' adalah : obat-obatan, tidur, makan. Sedangkan releazer
adalah keterlibatan indiv1du dalam aktivitas otot dan motorik yang intens
seperti berolahraga, dan mengikuti pertandingan olah raga yang formal.
5 . Kegagalan Penyesua1an d1r1
Ada kemungkinan individu tidak berhasil ketika menc:oba keempat cara
penyesuian diri di atas atau mungkin ia tidak mencobanya sama sekali.
Ketegangan mental tetap berada pada tingkat tinggi dan kemampuan
individu untuk menguranginya menyebabkan timbulnya berbagai efek
somatik dan tingkah laku seperti, kepuasan kerja yang rendah, kurang
percaya pada manajemen, ketegangan yang berhubungan dengan
pekerjaan (Kahn et. al 1968) Selain itu juga terjadi penurunan efektivitas
dalam membawakan peran.
2.3. Definisi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja telah menjadi masalah penting dalam suatu organisasi dan
telah menjadi topik-topik penelitian oleh para ahli. Dengan banyaknya
40
penelitian mengenai kepuasan kerja mengakibatkan banyak pula pengertian
tentang kepuasan kerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan reaksi
afektif individu terhadap pekeqaan dan lingkungan kerja, yang juga meliputi
sikap dan penilaian terhadap pekerjaan (Rambo dikutip Haryono, 2001).
Locke (1976) Mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional
yang positif atau menyenangkan yang merupakan hasil dari penilaian
pekerjaan atau pengalaman kerJa seseorang. Davis dan Newstrom (1989)
mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai
yang menyenangkan (favorable) atau tidak menyenangkan (unfavorable),
terhadap pekerjaaan mereka. Ada perbedaan penting antara perasaan yang
berhubungan dengan pekerjaan dan dua elemen sikap pegawai atau sikap
umum suatu kelompok.
Spector (1997,2000) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah variabel
sikap yang merefleksikan bagaimana perasan seseorans1 mengenai
pekerjaan dan berbaga1 aspek dari pekerjaan, yaitu perasaan mengenai apa
yang disukai (kepuasan) atau yang tidak disukai (ketidakpuasan) terhadap
pekerjaannya. Robins (1998) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap
umum individu terhadap pekerjaannya.
Pernyataan ini sesuai dengan definisi kepuasan kerja yang dikemukakan oleh
Wexley dan Yulk (1977;78) sebagai berikut: "job satisfaction is the way an
employee feel about his or her job. It is a generalizer attitide toward the job
based on evaluation of d1ffereent aspect of the job".
41
Definisi di atas menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan cara
seseorang (karyawan) merasakan peker1aannya. Variasi perasaan tersebut
merupakan penilaian karyawan terhadap aspek-aspek kerja. Aspek kerja
yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah gaji, kondisi kerja,
pemimpin, promosi, job content, dan keselamatan kerja. (Waxley dan Yulk
1977). Hal ini berarti, hasil penilaian karyawan terhadap aspek-aspek
tersebut akan mempengaruhi perasaanya. Pernyataan ini sesuai dengan
definisi kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Lockey (1976) sebagai
berikut:
Job satisfaction may be defined as an pleasurable or positive emotional state
resulting from the appraisal of one's job or job experiences
Dari definisi ini berarti, penila1an terhadap aspek-aspek yang berkaitan
dengan pekerjaan berperan penting dalam menentukan kepuasan kerja. Hal
ini diperkuat dengan definisi kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Kahn
dan Schooler (seperti dikutip Jayaratne1993;114) sebagai berikut:
.. measure men's satisfaction or dissatisfaction with those aspects or their
jobs they deem important"
Kepuasan kerja selalu disamakan dengan sikap kerja, tetapi yang penting
untuk mengenali perbedaan keduanya yang disebabkan karena perbedaan
orientasi teoritis yang berbeda pula. Kepuasan kerja dapat juga diartikan
sebagai bentuk dari pekerJaan yang terlihat sebagai penyediaan sesuatu
dimana seseorang menyadari keseJahteraan yang kondusif. Sedangkan
pandangan lain menyatakan kepuasan kerja merupakan respon emosi
terhadap suatu kerja (Miler, 1992)
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap mengenai perasaan seseorang terhadap
pekerjaan dan kondisi yang terkait dengan pekerjaan, seperti lingkungan
pekerjaan, hubungan antara rekan kerja dan atasan, serta pekerjaan itu
sendiri.
2.4. Faktor-faktor yang Mernpengaruhi Kepuasan Kerja
42
Ada dua pendekatan dalam penelit1an kepuasan kerja, yailu pendekatan
global dan pendekatan faset. Pendekatan global membahas kepuasan kerja
sebagai perasaan yang um um mengenai pekerjaan atau sekumpulan tingkah
laku yang berhubungan dalam berbagai aspek pekerjaan. Pendekatan global
digunakan ketika semua sikap karyawan merupakan minat, misalnya ketika
seorang menemukan akibat dari suka atau tidak sukanya terhadap pekerjaan.
Sebaliknya pendekatan faset digunakan untuk menemukan aspek mana dari
43
pekerjaan yang merupakan sumber kepuasan atau ketidakpuasan. Hal ini
dapat bermanfaat bagi organisasi yang ing1n mengidentifil~asikan sumber
sumber ketidakpuasan sehingga mereka dapat memperbaikinya. Terkadang
kedua pedekatan tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran
yang jelas atau lengkap mengenai kepuasan kerja karyawan.
Kepuasan faset meliputi kepuasan terhadap imbalan seperti gaji atau
kompensasi lain (fringe benefits), orang lain seperti rekan kerja atau penyelia
pekerjaan itu sendiri, dan organisasi. Pendekatan faset akan memberikan
gambaran yang lengkap mengenai kepuasan kerja darip21da pendekatan
global. Tiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda pada tiap faset
pekerjaan. Misalnya, seseorang tidak merasa puas dengan imbalan yang di
terima tetapi pada saat yang bersamaan dia sangat puas dengan
pekerjaannya dan penyelia. Spector (1997,2000) menyatakan bahwa
karyawan tidak hanya berbeda tingkat kepuasan antar faset, tetapi faset-faset
tersebut juga berkorelasi tidak terlalu tinggi satu sama lain. Hal ini
membuktikan bahwa setiap orang dapat memiliki perasaan yang berbeda
terhadap faset dalam pekerjaan. Mereka berusaha untuk mempunyai
perasaan global yang memiliki tingkat yang sama pada setiap aspek
pekerjaan.
44
Spector (1997) mengatakan bahwa korelasi faset kepuasan yang berbeda
pada struktur yang sama akan lebih tinggi dibandingkan dengan korelasi
faset kepuasan dari struktur yang berbeda. Misalnya, kepuasan terhadap
tuntutan gaji yang merupakan faset dari imbalan berkorelasi lebih kuat satu
sama lain dibandingkan dengan kepuasan terhadap komunikasi atau
prosedur kerja yang merupakan faset dari konteks organisasional.
Sedangkan Lockey (1976) menganalisis berbagai penelitian mengenai
struktur dari faset-faset kepuasan kerja dalam empat kelompok besar yaitu,
imbalan, orang lain, sifat pekerjaan, dan konteks organisasional.
Selanjutnya kepuasan kerja dipengaruhi oleh ha! hal yang berkaitan dengan
kondisi pekerjaan, individu yang berperan penting dalam pekerjaan tersebut.
Lockey menyatakan bahwa hal yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan
dapat menciptakan kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan
Wexley dan Yulk ( 1977) menyatakan bahwa kesesuaian antara keterampilan
dan bakat individu dengan pekerjaan juga akan menciptakan kepuasan kerja.
Menurut Chandwick dan Jones (1969 dalam sirigel dan Lane, 1982)
Tantangan (chalange) pekerjaan juga berpengaruh dalam menentukan
kepuasan kerja.
2. Gaji
45
Gaji yang diterima dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Hal ini karena gaji
memuaskan kebutuhan fisik. simbol status. dan rasa aman. Hal ini sesuai
dengan pendapat Goodman (dalam dalam sirigel dan Lane, 1977) bahwa
kepuasan terhadap gaji dipengaruhi oleh kebuutuhan dan nilai pekerjaan
tersebut. Apabila gaji yang diterima tenaga kerja bernilai positif dan
memuaskan kebutuhannya, maka ia akan merasa puas.
3. Promosi
Timbulnya peraan puas terhadap promosi dipengaruhi oleh gaji, pengakuan
dan perasaan dihargai. Timbulnya perasaaan puas ini dipengaruhi oleh
kenaikan gaji, pengakuan, dan perasaan dihargai, perasaan puas terhadap
promosi berkaitan dengan keinginan dan tingkat kepentingan promosi
tersebut bagi tenaga ker1a
4. Pengakuan secara Verbal
Menurut Locke (1976). Pengakuan adalah faktor yang menimbulkan
perasaan puas dan lldak puas lni dimungkinkan karena 'pengakuan'
merupakan umpan balik atau isyarat bagi tenaga kerja alas keberhasilannya
menampilkan tingkah laku sasaran, misalnya pujian dari pemimpin
merupakan isyarat bagi bawahan bahwa pekerjaannya memuaskan.
Sedangkan greenberg & Baron (1993) mengelompokkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja menjadi dua, yaitu
46
1. Faktor Personal
Adalah faktor yang ada dalam diri karyawan Dengan kat Jain faktor personal
adlah perbedaan-perbedaan individu yang ada pada diri kariawan yang
mempengaruhi kepuasan kerja (Landy, 1985 dan greenberg & Baron 1993).
Faktor personal tersebut meliputi
1. Demografis
Faktor demografis yang dimaksud disini adalah karakteristik pada
kariawan yang mencakup usia, jenis, kelamin, dan tingkat pendidikan.
2. Faktor Organisasional
Faktor organisasional adalah fktor-faktor yang berada dalm lingkungan
organisasi yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seorang lndividu
(Greenberg & Baron, 1993). Yang dimaksud fktor-faktor organisasional
adalah tugas dalam pekerjaan, sistim penggajian, promosi, pengakuan
Verbal, Kondisi lingkungan kerja, desentralisasi kekusan, supervisi, rekan
kerja, dan bawahan, kebijakan organisasi
2.5 Kerangka Berfikir
Mengingat konflik peran yang kemudian mengakibatkan dinamika stress pada
pekerja dapat melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat
individu bekerja, maka penelitian ini dirasa perlu dilakukan oleh perusahaan.
Selanjutnya kepuasan kerja yang tinggi dapat mendoron9 peningkatan kerja
47
individu (karyawan) dan kelompok, yang pada giliranny21 akan meningkatkan
efektivitas perusahaan secara keseluruhan. Maka adanya konflik peran pada
karyawati 1uga merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh
perusahaan selain oleh ibu yang menjalan1 posisi gand21 sebagai ibu rumah
tangga, sebagai istri, maupun sebagai pekerja.
2.6 Hipotesa
Ho: Tidak ada hubungan antara konflik peran dengan kepuasan kerja.
Ha: Ada hubungan antara konflik peran dengan kepuasan kerja.
49
Bagan Konfik Peran
Pengasuhan anak • Sebagai II>
Sebagai Orang ... • Komunikasi dan interaksi !bu Tua dengan anak • Pemenuhan kebutuhan
anak
Sebagai lbu ~ [: Pekerjaan Rumah Tangga
Rumah Tangga Waktu untuk Keluarga
• Pemenuhan kewajiban Sebagai lstri \---+ sebagai istri
• Komunikasi dan interakasi dengan suami
• Tuntutan suami • Hubungan emosional
[: Waktu dan peraturan kerja Sebagai Rekan-rekan kerja p '-" §, ".:) "' Menentukan prioritas
Keahlian
Gaji
Pengembanga n Diri
Atasan
Rekan Kerja
2.6 Hipotesa
50
Bagan Kepuasan Kerja
I ·: __ R--ut-in-it_a_s~~~~----' Kepuasan pada keahlian ketepatan
•
• •
Pembayaran yang seharusnya Gaji yang tidak memadai Gaji yang kurang dari i:-oh'°'r11n\1..,,
1 ·: ·--T-id_a_k_a_d_a_p_e_n_g_e_m_b_a-ng_a_n---' Promosi yang tidak sewajarnya Drl"'\mr.ci \#<":'ll"V'• COUl<":'li.-:orn\I ....
I ": __ K_e_s-op_a_n_a_n--~---~ Ujian Ketidakpuasan pada atasan
I ": --K-e-bo_s_a_n_a_n ______ __, Tanggungjawab Kesesuaian intelegensi
Ho: Tidak ada hubungan antara konflik peran dengan kepuasan kerja.
Ha: Ada hubungan antara konflik peran dengan kepuasan kerja.
BAB 3
METODOLOGI PENELITlt\N
3.1. Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam peelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif, dimana validitas didapatkan berdasarkan perhitungan data
kuantitatif. Sedangkan, metode penelitian yang digunakan adalah metode
kuesioner.
3.2 Populasi dan Sample Penelitian
3.2.1 Populasi
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah para pekerja perempuan.
Adapun karakteristik subjek adalah sebagai berikut
a. lbu berusia antara 20-45 tahun dengan pertimbangan usia rata-tara
wanita bekerja yang telah menikah
b. lbu rumah tangga yang sudah memiliki minimal seorang anak dengan
pertimbangan agar mereka sudah berperan sebagai ibu.
c. Telah bekerja minimal satu tahun dengan pertimbangan mereka sedah
dapat merasakan adanya konflik atau tidak
d. Minimal lulusan SMU
51
3.2.2 Sample
Gay (dalam Consuelo G. Selivia, 1993) menawarkan untuk populasi yang
sangat kecil pada penelitian deskriptif diperlukan minimum 20% dari populasi.
Tetapi penulis mengambil 70% dari populasi dengan pertimbangan agar
penelitian ini lebih mendekati kebenaran. Peneliti mengambil sample 105
orang kariawati perempuan
3.2.3 Teknik pengambilan sampel
Dalam penelitian ini sample yang digunakan adalah tehnik pengambilan
sample purposif ( Puposive Sampling Method) yaitu cara pengambilan subjek
didasarkan atas tujuan tertentu dengan syarat pengambilan sample harus
didasarkan atas ciri-ciri, sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri
ciri pokok populasi (Suharsini Ari Kunto, 1989: 113)
3.3 Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang dilakukan ini adalah design penelitian deskriptif,
dimana desain ini bertujuan untuk menentukan fakta dengan interpretasi yang
tepat, termasuk desain untuk studi kumulatif dan eksploratif yang
berkehendak hanya untuk mengenal fenomena-fenomena untuk keperluan
studi saja. (Moc. Nasir 1988).
52
Dalam penelitian deskriptif juga termasuk
1. Studi untuk melakukan secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena,
kelompok dan individu
2. Studi untuk menentukan frekuensi terjadinya suatu keadaan untuk
meminimalisasi bias dan memaksimumkan reliabilitas.
3.4 Variable Penelitian dan Definisi Operasional
Penelitian ni terdiri dari dua variabel. Variabel bebasnya adalah konflik peran
dan variabel terikatnya adalah kepuasan keqa.
3.4.1 Variabel
Penelitian ini menggunakan tiga veriabel. Variabel bebasnya adalah konflik
peran, dan fariabel terikatnnya adalah kepuasan kerja clitinjau dari aspek
harapan dan kenyataan.
3.4.2 Definisi operasional
a. Konflik peran adalah konflik yang dialami oleh seorang ibu yang
memerankan tiga peran yaitu sebagai ibu, istri, dan pekerja. Konflik peran
ini karena mereka clituntut untuk memenuhi tugas perannya dalam waktu
yang bersamaan.
53
b. Kepuasan kerja adalah kepuasan yang dirasakan seorang pekerja
terhadap pekerjaannya dipandang dari lima aspek meliputi pekerjaan, gaji,
promosi, supervisi dan rekan kerja.
3.5 Metode dan lnstrurnen
Ada banyak cara untuk mengukur hubungan antara konflik peren dengan
kepuasan kerja (Locke, dalam steers, 1982). Pengukuran kepuasan kerja
mempunyai banyak variasi, namun Wexley dan Yulk (1987) membaginya
berdasarkan metode wawancara langsung secara perorangan, metode
kuesioner, dan metode pengamatan sikap dan tingkah laku orang tersebut
( observasi)
Dari sekian banyak tehnik pengukuran yang ada, metode kuesioner
merupakan tehnik yang paling umum dan paling efisien dalam mengukur
kepuasan kerja. Hal ini c!ic;ebabakan pengukurannya yang relatif mudah dan
cepat serta dapat diberikan kepada sejumlah besar oran!J Tehnik yang
sering dipakai dalam kuesioner untuk mengukur kepusan kerja adalah rating
scales. Pada metode i11i respon diminta untuk memberikan rating mengenai
reaksi dan peraan terhadap pekerjaan (Grenberg & Baron, 1993). Namun
untuk mendapatkan data yang lebih akurat mengenai kepuasan kerja, peneliti
tidak hanya mengukur seberapa besar kepuasn kerja yang dirasakan
responden, tapi penelili perlu mengetahui harapan yang ingin dicapai
responden serta kenyat;:i;:in yang diterima oleh responden. Hal tersebut
diharapkan dapat memberikan gambaran lebih dalam mengenai hubungan
konflik peran terhadap kepucisan kerja.
Untuk memudahkan pe11\jukuran kepuasan kerja peneliti berpadu pada
pengukuran dengan sk:il:i yang telah ada yaitu pengukuran JOI atau Job
Deskriptive lndeks yang d1 buat oleh Smith Kendal dan Hurlin (1969) yang
kemudian dipadukan der1gan penilaian terhadap harapan setra kenyataan
responden terhadap pekerjaannya sehingga terukurnya kepuasan kerja.
54
Dalam penelitian ini per1eliti menggunakan metode deskriptif dalam
penulisan. Travers (dal:1rn Conseulo G Sevilla, 1993) menyebutkan tujuan
utama menggunakan mdode ini adalah untuk menggarnbarkan suatu
keadaan yang sement<11 ;i berjalan pada suatu penelitian dilakukan dan
memeriksa sebab-seba:; dari gejala tertentu. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan kua:ititatif dalam menjawab permasalahan, dimana data
dan hasilnya diolah dan disajikan menggunakan angka-angka.
3.6 Metode Pengur.1pulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala model liker!. Untuk
mengumpulkan data ini penulis menyusun skala yaitu sehimpunan data
lambang atau simbol a!:1u angka yang disusun dengan cara tertentu sehinga
55
simbol atau angka itu dengan aturan tertentu dapat d1berikan kepada individu
atau perilaku individu y3ng terhadapnya sekala ini digunakan, sedangkan
pemberian simbol atau 3ngka tadi mengikuti petunjuk tentang pemilikan
individu terhadap apapun yang hendak diukur oleh sekala tertentu (dalam
Kerlinger Fred N 2000 : 788)
3.7 lnstrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua skala, yaitu skala konflik
peran dan skala kepuasan kerja yang terdiri dari skala harapan dan
kenyataan pada pekerj:ian yang responden hadapi.
3.7.1 Skala konflik peran
Skala konflik peran ini sebagian cliambil clari skala konflik peran gancla Imelda Luki
A (PSPI. Kuesioner terd.ri dari 54 pertanyaan dengan skala penilaian 1-5.
Penulis membuat skala konflik peran berdasarkan tiga hal yang dapat
menimbulkan konflik peran pada perempuan bekerja, yaitu:
a. Efek kumulatif dari bekerja
(i) Peningkatan perasaan kompeten dan well being
(ii) Peningkatan kekuasaan dalam rumah tangga
(iii) Peningkatan kepuasan dalam perkawinan
(iv) Peningkatan beban kerja
56
b. Efek harian dari bekerja
(i) Penggunaan waktu dan fleksibilitas waktu kerja dapat mempengaruhi
kehidupan berkeluarga.
(ii) Jumlah waktu kerja dan jumlah waktu yang digunakan untuk
transportasi
(iii) Efek jumlah upah dan prestasi yang diperoleh dari pekerjaan
(iv) Kondisi fisik dan emosional perempuan sepulan£1 kantor
c. Kesulitan karena peran ganda
(i) Rasa bersalah karena terpecahnya perhatian untuk keluarga dan
pel,erjaan
(ii) Konflik yang didapat karena rasa bersalah dan rasa puas yang
didapat dari be:<r,rp
(iii) Perasaan perempu<Jn yang memiliki peran ganda
(iv) Perempuan yang menyabot pekerjaannya karena merasa bersalah
(v) Perempuan meny<Jbot pekerjaannya karena rasa sakit
(vi) Perempuan meny~1lcihkan dirinya sendiri dan me1·asa tidak mampu
mengontrol hidupnya.
Skala konflik peran ini diq'.1nzikan untuk mengukur tinglcat konflik peran yang
dialami subjek. Skala konflil' peran dalam penelitian ini menggunakan skala
model likeri. Skala konflik per<Jn ini terdiri dari dua jenis pernyataan yaitu
57
favorable (nendukung objek sikap) dan unfavorable (tidak mendukung objek
sikap ). Subjek diberikan lima pilihan dalam berespon yaitu sangat Setuju
(SS), setuju (S), Netral (N), Tidak setuju (TS), saangat tidak setuju (STS)
dalam Hari Susanto, 1992). Tetapi dalam skala konflik peran ini penulis
hanya menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu:
a. Sangat Sering (SS)
b. Sering (S)
c. Jarang (J)
d. Tidak Perah (TP)
Pelihan tersebut ditentukan pertimbangan untuk memperjelas kecenderungan
reponden dalam memberikan jawaban positif (+) atau negatif (-) dan
menghindari terjadinya penumpukan jawaban di tengah (netral)
Pensekoran untuk item favorable adalah SS=4, S=3, J=2, TP=1 sedangkan
untuk item unfavorable adalah SS=1, S=2, J=3, TP=4
Untuk lebih jelas, berikut ini disajikan table penyeturan item.
58
Table 3.1
Penyekoran Item Skala Konflik Peran
I Favorable I Unfavorable
-S~a_n_g_a_t~S-e-r-in-g-----+1---4----11-~· 1
-----1
Sering 3 I 2
,_J_a-ra_n_g-------+---2---:~--3--____,
:_,r=i--cd-ac--k-=Pc-e-rn-a~h----~---1---~i-----4----4 :_. __________ LI ______ Ji _______ _____,
Pilihan Jawaban
Untuk memudahkan penulis dalam membuat pernyataan-pernyataan maka
penulis membuat blue print yang terdiri dari aspek yang akan diungkap
beserta indikatornya, nomor item favorable dan unfavorable, dan jumlah item.
Pernyataan-pernyataan dibuat berdasarkan aspek dan indikator yang telah
ditetapkan dalam blue print awal. Jumlah skala konflik peran (try-Out) terdiri
dari 85 item. Setelah penulis menghitung diskriminasi item diperoleh item
yang valid sebanyak 36 item dengan batasan undeks daya diskriminasi lebih
besar sama dengan 0,33(rix ~ 0,33) dapat dilihat pada lampiran. Setelah
diperoleh item yang falid. penulus melakukan uji reliabilitas terhadap hasil
ukur skala Konflik Peran dimana item-item yang telah dipilih lewat prosedur
analisa item dikompilasikan menjadi satu dan diperoleh koefisien reliabilitas
0,95. Berdasarkan uji coba instrumen peneliti membuat blue-print baru
sebagai berikut.
59
Tabel 3.2
Jumlah Item dalam Skala Konflik Peran ~------ T
Aspek lndikator Nomor Jumlah Jml Item Item
+ - + -
Konflik Peran sebagai ibu
a. sebagai Pengasuhan anak 1 1 orang tua
\ Komunikasi dan I interaksi dengan 1, 17 16 2 1 3
anak i Pemenuhan kebutuhan 35 1 1 I
I pendidikan anak I
-;-! ~ungan 13,2 3
, osional 7,321
~ b. sebagai ibu Pekerjaan rumah 36
rumah tangga tangga
Waktu untuk 2 1 1
keluarga
C. Konflik Pemenuhan Pe ran kewajiban 3 1 1 sebagai istri sebagain istri
Komunikasi dan . interaksi dengan 28 I 8,31 1 2 3 suami I
r--------.---.----·-····-- -·
I
Tuntutan suami 4,14 18 3 1 4
I ,22
L __ .. Hubungan 29 i 5,21 1 2 3 emosional
i
60
Konflik peran Waktu dan ' 9,341 30 ') 1 3 sebagai peraturan kerja '·
pekerja Rekan-rekan 10,3 12, 1 kerja I 4,33 5
3 2 5
I 1 Menentukan I 23,3 I 19 ') 1 3
l I prnocit" 5 '·
a 6,7, 20 3 1 4
11 ! I
Keterangan: +=Favorable - =unfavorable
3.7.2 Skala kepuasan kerja
Sedangkan kepuasan kerja di adaptasi dari Job descriptife indeks (JOI) yang
dibuat oleh Paul E Spector untuk mengukur kepuasan kerja.
Kepuasan kerja ini meliput
1. Pekerjaan dan tugas diukur dari rutinitas, kepuasan, dan kebaikan
2. Gaji meliputi, Pendapatan yang tidak sesuai dengan pekerjaan,
keamanan, lebih dari segarusnya
3. Promosi, mencakup kehidupan pekerjaan, Keamanan alas ketidakwajaran
dalam kenaikan jabatan, dan promosi yang sewajarnya
4. Hubungan dengan atasan mencakup kesopanan, pujian, serta perasan
tidak puas dari atasan
5. Yang terakhir adalah teman kerja meliputi kebosanan.
Skala kepuasan Kerja dalam penelitian ini menggunakan skala model liker!.
Terdiri dari dua jenis pernyataan yaitu favorable (nendukung objek sikap) dan
61
unfavorable (tidak mendukung objek sikap ). Subjek diberikan lima pilihan
dalam berespon yaitu sangat tetuju (SS), setuju (S), Netral (N), Tidak setuju
(TS), saangat tidak setuju (STS) (dalam Hari Susanto, 1992). Tetapi dalam
skala konflik peran ini penulis hanya menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu:
a. Sangat Sering (SS)
b. Sering (S)
c. Jarang (J)
d. Tidak Pernah (TP)
Pelihan tersebut ditentukan pertimbangan untuk memperjelas kecenderungan
reponden dalam memberikan jawaban positif (+) atau ne~iatif (-) dan
menghindari terjadinya penumpukan jawaban di tengah (netral)
Penyekoran untuk item favorable adalah SS=4, S=3, TS=:2, STS=1
sedangkan untuk item unfavorable adalah SS=1, S=2, TS=3, STS=4
Untuk lebih jelas, berikut ini disajikan table penyeturan item.
p
s
Table 3.3
Penyekoran Item Skala K-P -· I Favorable I Unfavorable ilihan Jawaban
angat Setuju 4 1 ----
etuju I
3 2 -- -·--- ""
idak Setuju ! 2 3
angat Tidak Setuju I
1 4
Untuk memudahkan penulis dalam membuat pernyataan-pernyataan maka
penulis membuat blue print yang terdiri dari aspek yang akan diungkap
62
beserta indikatornya, nomor item favorable dan unfavorable, dan jumlah item.
Pernyataan-pernyataan dibuat berdasarkan aspek dan inclikator yang telah
ditetapkan dalam blue-print berikut
Tabel 3.4
Jumlah item dalam skala Kepusan Kerja (kenyataan) terdiri dari
~·-·
I I Aspek lndikator Nomor .Jumlah
Jml Item Item I
~
I + - + -I
Keahlian rutinitas 1 16 1 1 I 2 I
Kepuasan pada 2 17 1 1 2
i keahian
I ketepatan 18 1 1
. I 3 I 2 L__ ___ I
63
Gaji I Pembayaran ' I yang 4 19 1 1 2
I seharusnya I 1. Tidak memadai[ 5 20 1 1 2 ~ I
I Kurang dari I seharusnya 6 21 1 1 2
Pengembangan Tidak ada 7 22 1 1 2
diri I pengembangan
I ,
Promosi yang
tidak 8 23 1 1 2
sewajarnya
Promosi yang 9 24 1 1 2
sewajarnya I -···
Atasan Kesopanan 10 25 1 1 2
Pujian 11 26 1 1 2 -
Ketidakpuasan 12 27 1 1 2 I
I i pada atasan I I I
I [ Rekan Kerja 1. kebosanan _--------t ___ ·- - --
13 28 1 1 2 I
Tanggung 14 29 1 1 2
jawab
I lntelejensi 15 30 1 1 2
I jumlah 15 I
15 30 ~' ----
Keterangan : + = Favorable - =unfavorable
3.8 Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini
adalah dengan cara penyebaran langsung skala atau instrumen
penelitian kepada subjek yang menjadi sample penelitian
3.9 Prosedur Penelitian
64
Penelitian dilakukan di PT. Garuda Indonesia dan dibagi menjadi dua tahap
3.9.1 Pra penelitian
a. Penulis melakukan survey awal ke lokasi penelitian
b. Penyusun menyususn skala konflik peran dan kepuasan kerja
c. Mengujicobakan skala konflik peran dan kepuasan kerja pada 17 kariawati
PT. Garuda Indonesia yang terletak di JL. Duri Kosambi (yang
karakteristiknya sesuai dengan subjek penelitian) pada tanggal 3 Juli 2006
d. Melakukan pengujuan daya diskriminasi item dan reliabilitas alat ukur
e. Membuat Blue print skala Konflik Peran dan Kepuasan Kerja
3.9.2 Penelitian
Penelitian dilakukan pada tangal 15-20 Juli 2006. Di PT. Garuda Indonesia
Cengkareng. Hal yang dilakukan adalah sebagai berikut
a. Mendata jumlah kariawan yang ada dan sesui dengan karakteristik
penelitian
65
b. Menitipkan angket kepada kariawan perusahaan untufc kemudian di
sampaikan kepada subjek yang sesuai dengan karakteristik
c. Setelah angket terisi peneliti kembali laki ke kantor PT. Garuda untuk
mengambil angket yang telah terisi.
3.9.3 Post Penelitian
a. Data yang telah di beri skor dengan cara pensekoran seperti telah
diungkapkan pada halaman sebelumnya
b. Dianalisa dengan menggunakan rumus statistik yang telah ditentukan
c. lnterpretasi data ke dalam kalimat deskriptif
3.10 Analisa Data
Untuk menganaliasa hasil uji coba alat ukur penulis menguji coba daya
diskriminasi item dengan menggunakan formula koefisien korelasi product-
moment pearson, yaitu (dalam Syarifudin Azwar, 2003)
I ix - (2.:: i)(L: x In) r;x = ---;~<==[ L:=i 2=(=L:=i)=o;2 ]r=[ L:=x=2 =(=L:=x=) 2=/ n="i"]
Keterangan:
= skor iten
X = skor skala
n = banyak subjek
66
Item-item yang telah terpilih melalui prosedur analisa item di kompilasikan
menjadi satu kemudian item-item tersebut di uji reliabilitasnya dengan
menggunakan formula koefisien reliabilitas alha, yaitu (dalam Saifudin Azwar,
2003)
a [ 2 2] 21- s1 + s 2
s 2 x
Keterangan :
s/ dan S2 = Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
s/ = Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
Reliabilitas menunjukkan taraf keterpercayaan atau taraf korelasi hasil ukur
(dalamSyaifudi Azwar. 2003). Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekti
angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya semakin rendah
koefisien reliabilitas mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas
3.11. Uji lnstrumen Penelitian
1. Skala Konflik Peran
Uji coba terhadap 65 butir pernyataan skala konflik peran menghasilkan
24 butir pernyataan valid. Ke-24 butir pernyataan tersebut adalah butir-
butir yang memiliki skor lebih dari nilai r label. Penyebaran butir
pernyataan ketika diujicobakan dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut.
67
Tabel 3.5 Kisi- kisi Konflik Peran
I Aspek I II
Favourable I Unfavourable Jumlah
I Konflik Peran I 2,12,13,18 37,39,41,43 8
I sebagai orang tua I Konflik Peran 24,26 2
sebagai ibu I I
rumah tangga I Konflik Peran 36,38,40,42 i 4
I
! sebagai istri i
-Konflik Peran 46,50,54 25 3
sebagai pekerja I +-Total 13 5 18 I
! -·-
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 64 item skala konflik peran,
terdapat 18 item valid dengan, yaitu nomor 2,12,13,18, 24,25, 26, 36, 37, 38,
39, 41, 40,42, 43, 46,50,54.
Dari uji reliabilitas item yang valid pada skala konflik peran, diperoleh
koefisien alpha Cronbach sebesar 0,8007. angka tersebut dapat dikatakan
sangat reliabel karena menurut Guilford dalam Kuncono (2003), koefisien
reliabilitas yang sangat reliabel adalah < 0,9.
2. Skala Kepuasan Kerja (harapan)
Pada skala kepuasan kerja (harapan) dari 60 butir pernyataan yang
diujicobakan hanya terdapat 13 butir item yang valid. Nomor item yang
valid dapat dilihat pada label 4.8 berikut ini.
68
Tabel 3.6 Kisi-kisi Skala Kepuasan Kerja (Harapan)
Aspek Favourable Unfavourable Jumlah
keahlian 10,22 2 Gaji 21,:29 2
1 Pengembangan Diri
i 1--------------1---~~--1--~-~c---l-----~
~tasan 34 33, 39 3
30,32 3'1 3
I Rekanh_K_e_r_ja ________ +t __ ~_o_, 4_82_._4_4_+---- 3 1 ·-1-~~i ---1--·1~3~--1
Dari label diatas dapat dilihat bahwa dari 60 item skala kepuasan kerja,
terdapat 13 item yang valid dengan (a= 0,7692) yaitu nomor 10, 21, 22,
29,30, 31,32, 33,34,39,40,42,44. Pernyataan-pernyataan tersebut yang
kemudian dipergunakan dalam penelitian.
3. Skala Kepuasan Kerja (kenyataan)
! I I
Pada skala kepuasan kerja (harapan) dari 60 butir pernyataan yang
diujicobakan hanya terdapat 15 butir item yang valid. Nomor item yang
valid dapat dilihat pada label 4.9 berikut ini.
Tabel 3.7 Kisi-kisi Skala Kepuasan Kerja (Kenyataan)
-·--Aspek Favourable Unfavourable Jumlah
keahlian 14, 16, 18 3 Gaji 24, 26, 25 3 Pengembangan Diri 36,38 39
3
69
I Atasan 140.23,50 3 ' I [Rekan Kerja
I 10
37,39,41 3 I Jumlah 5 15
Dari label diatas dapat dilihat bahwa dari 60 item skala kepuasan kerja,
terdapat 13 item yang valid dengan (a= 0,8400) yaitu nomor 14, 16, 18,
23, 24, 25, 26, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 23, 50. Pernyataan-pernyataan
tersebut yang kemudian dipergunakan dalam penelitian.
3. 11.1. Uji Persyaratan
Uji persyaratan merupakan syarat untuk melakukan analisis lebih lanjut
dalam mengolah data. Uji persyaratan yang digunakan disini adalah uji
normalitas dan homogenitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data
mengikuti atau mendekati normal atau tidak.
Tests of Normality
Tabel 3.8 Uji normalitas
Kolm:ogorov·Smirnov(a) . !
_ -· ..... ·-·-~---.,,-§hapiro~~[!!s _________ - ·' Statistic df Si~. ! Statistic I di Si~.
konflik peran .128 105 : .ooo I .960 105 .003 kepuasan kerja .141 105 : .ooo I .958 105 .002
a L1ll1efors S1gn1f1cance Correction
70
Menu rut Kuncono (2003) bahwa distribusi data dikatakan normal jika
Kolmograv-Smimov lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan
yaitu 0,05.
Mengacu pada pendapat Kuncono diatas maka dari label menunjukkan
bahwa hasil analisi terhadap 163 responden diperoleh signifikansi dalam
kolom Kolmograf-Smimov sebesar 0,036 pada budaya organisasi, maka
distribusi data dikatakan normal. Sedang untuk kepuasan kerja diperoleh
signifikansi 0.003, maka distribusi data dikatakan tidak normal, hal ini
dikarenakan taraf signifikansi dari Kolmogorav-Smirnov yang dihasilkan <
0,05.
Gambar 3.1. Uji normalitas skala konflik peran
konflik peran Normal Q-Q Plot of konflik peran
2
w
n"'
i 0
al . ; w
l 2.._____~" ~~~--< ;o 20 30 40 50 60
Observed Value
4
2
- 0
rn •,2
E 0 z E -.4 0
"" > QJ
0 - 6
2
0
rn E -1
0 z -0 QJ -2 u QJ
"-
Detrended Normal Q-Q Plot of konflik peran
0 0
\"JG
c 0
0 .n 0 ~
0 0 00 D
0 0
0
D
10 20 30 40 50 60
Observed Value
Gambar 3.2. Uji normalitas skala kepuasan Kerja
Normal Q-Q Plot of kepuasan kerja
D
0 0
0
0
0
D D
0
D Q 0
D D
d
~ -3<-~~~~~~~~~~~~~~··~~~~~--! 40 50 60 70 80
Observed Value
71
BAB4
PRESENTASI DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini disajikan hasil utama penelitian yang didapat dari hasil
pengolahan data yang dikumpulkan lewat angket serta kuesioner. Selain
hasil utama peneitian, disajikan pula dalam bab ini hasil tambahan yang
diperoleh dari pengolahan terhadap data yang dianggap sangat penting untuk
disajikan. Sebelum itu semua, disajikan terlebih dahulu gambaran umum
responden yang meliputi usia, latar belakang pendidikan, lamanya menikah,
jumlah anak, jam kerja per hari, lamanya bekerja serta lamanya jam kerja.
4.1 Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan di PT. Garuda Indonesia dengan jumlah responden
sebanyak 105 orang. Pad a Tabel 4.1. diperlihatkan jumlah keseluruhan
responden berdasarkan jenis kelamin.
Ti
74
4.2.Presentasi Data
Tabel 4.1
Gambaran umum responden berdasarkan usia
Usia F %
20-30 18 17, 14
31-40 60 54,71
41-50 27 2!5,57
Berdasarkan tabel 4.1, usia responden berkisar antara 20 - 50 tahun.
sedangkan responden penelitian ini paling banyak berusia antara 31-40
tahun berjumlah 60 orang (54,71%).
Tabel 4.2
Gambaran umum responden berdasarkan latar be,Jakan pendidikan
Usia F %
SMU 26 24,47
Dip lama 21 19,04
81 49 413,66
82 9 8,57
Berdasarkan tabel 4.2, latar belakang pendidkan responden berkisar antara
Sekolah Menengah Umum (SMU) sampai dengan Strata 2 (82). Sedangkan
penelitian ini pendidkan responden terbanyak menl6g/yam pendidikan 81
berjumlah 49 orang (46,66%)
75
Tabel 4.3
Gambaran umum responden berdasarkan lamanya menikah
Usia F %
1-5 24 22,85
6-10 51 48,57
11-15 21 20
16-20 9 8,57
Berdasarkan tabel 4.3, lamanya menikah responden berkisar antara 1 - 20
tahun. penelitian ini paling banyak menjalankan usia perenikahan 6 - 10
tahun berjumlah 51 orang (48,57%).
Tabel 4.4
Gambaran umum responden berdasarkan jumlah anak
Usia F % I
1 29 27,61
2 48 45,71
3 21 20
>4 7 6,66
Berdasarkan label 4.4, jumlah anal< responden berkisar antara 1 - lebih dari
4 orang . Sedangkan jumlah anak responden paling banyak berjumlah 2
orang yaitu sebanyak 48 orang (45,71 %).
Tabel 4.5
76
Gambaran umum responden berdasarkan lamanya jam bekerja
Usia F %
> 8jam 0 0
8jam 93 88,67
< 8jam 12 11,42
Berdasarkan label 4.5 Lamanya jam kerja responden berkisar antara kurang
dari 8 jam sampai dengan lebih dari 8 jam. Sedangkan responden penelitian
ini paling banyak dengan jam kerja 8 jam berjumlal1 93 orang (88,67%).
Tabel 4.6
Gambaran umum responden berdasarkan lamanya bekerja
Usia F %
0 - 5 tahun 3 2,85
5 -10 tahun 9 8,57
11-15tahun 27 25,57
16- 20 tahun 24 22,85
21- 25 tahun 27 25,71
25- 30 tahun 15 14,28
Berdasarkan tabel 4.6 Lamanya kerja responden (pengalaman kerja)
berkisar antara 0 sampai dengan 30 tahun. Sedangkan lamanya bekerja
responden paling banyak berkisar antara 11 - 15 tahun berjumlah 27 orang
( 25,57 %)
77
Tabel 4.7 Hasil utama penelitian
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N konflik peran 36.0286 7.12317 105 kepuasan kerja 63.8286 6.89266 105
Correlations
I kepuasan konfiik peran keria ·-konflik peran Pearson
1 .569( .. ) Correlation Sig. (2-tailed) .000 N 105 10!)
kepuasan kerja Pearson .569(") ·1
Correlation Sig. (2-tailed) .000
N 105 10fi ·-•• Correlation 1s significant at the 0.01 level (2-tailed).
Nonparametric Correlations Correlations
I I kepuasan konflik oeran keria
Spearman's rho konflik peran Correlation 1.000 .553(*") Coefficient Sig. (2-tailed) .000 N 105 105
kepuasan kerja Correlation .553(*") 1.000 ' Coefficient Sig. (2-tailed) .000 N 105 105
•• Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil analisa statistik diatas didapatkan hasil bahwa nilai koefisien
korelasi (r) sebesaeda taraf signifikansi 0.01, hal ini menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara konflik peran dengan kepuasan
78
kerja. Untuk menguji taraf signifikansi korelasi spearman (rho), maka didapat
nilai rho sebesar 0,553, kemudian dibandingkan dengan nilai rho tabel
dengan N =105 pad a taraf kepercayaan 1 % dan 5% masing-masing adalah
sebesar 0, 195 dan 0,256. Jadi karena nilai rho hitung (0,553) > nilai rho label
(0, 195), maka dalam penelitian ini peneliti menolak hipotesa nol (Ho) yang
berarti "ada hubungan antara konflik peran dengan kepuasan kerja".
5.1. KESIMPULAN
BABS
PENUTUP
Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat hubungan antara konflik peran dengan kepuasan kerja.
Arl:inya,konflik peran ini terbukti menjadi variabel precliktor yang kuat
terhadap kepuasan kerja, sehingga jika seorang perempuan memiliki
kerhampuan dalam mengatasi masalah rumah tangga dengan baik dan kuat
maka kepuasan kerjapun akan semakin meningkat.
Jika sebelumnya tidak pernah ada teori yang mengungkapkan adanya
pengaruh antara konflik peran terhadap kepuasan l<erja, pada kenyataannya
hal tersebut tidak berlaku pada penelitian yang di lakukan pada kariawati PT.
Garuda Indonesia.
Selain hasil utama penelitian, peneliti juga memperoleh hasil tambahan
lainnya. Dari hasil perhitungan berdasarkan pengkategorian bedasarakan
aitem harapan dan kenyataan di peroleh hasil bahwa konflik peran pada
kariawati P.T Garuda Indonesia mungkin terjadi karena adanya korelasi
74
antara konflik peran dengan harapan terhadap rekan kerja . Hal tersebut
dapat terjadi jika adanya korelasi anatard rekan kerja dengan kenyataaan
terhadap rekan kerja. Selain itu masalah penggajian juga dapat berpotensi
menjadi pemicu konflik peran jika terjadi harapa yang besar pula terhadap
gaji yang di da'pat, Sebab dari pengujian korelasi antara konflik peran dengan
kenyataan terHadap pekerjaannya terdapat korelasi antara konflik peran
terhadap gaji sebesa®ang berarti pada kenyataaannya terdapat
hubungan antara kepuasan kerja dengan ken1ataan terhadap gaji kariawati.
i
Namun dalam hal ini tidak terdapat korelasi antara konfik peran dengan
harapan terhadap gaji.
5.2. Diskusi
Dalam penelitian ini, konflik peran terbukti berhubungan terhadap kepuasan
kerja, artinya dengan tidak terdapatnya konflik peran maka akan tercipta
kepuasan kerja pada kariawati PT Garuda Indonesia. lni membuktikan bahwa
konflik peran menjadi salah satu variabel yang berpengaruh, atau paling tidak
berkorelasi dengan kepuasan kerja pada karyawati PT.Garuda Indonesia.
Dari sini dapat di katakan konflik peran menjadi salah satu pemicu stress
yang berpengaruh pada kepuasan kerja. Dan hal ini menggambarkan bahwa
kariawati PT. Garuda Indonesia tidak dapat mengatasi masalahnya sebagaia
wanita bekerja sekaligus ibu rumah tangga. Seperti di ungkapkan Philip L
75
Rice (dalam Rini 2002) bahwa secara umum orang berpendapat jika
seseorang dihadapkan pada pekerjaan yang melampaui kemampuan individu
tersebut, maka dapat dikatakan inidividu tersebut mengalami stress kerja dan
seseorang dapat dikatakan mengalami stress kerja jika urusan stress yang di
alami juga melibatkan pihak organisasi atau perusahaan tempat individu
bekerja yang penyebabnya tidak hanya dalam perusahaan tapi juga masalah
rumah tangga.
5.3. Saran
Melalui analisa keseluruhan proses dan isi tulisan, peneliti merasa masih
banyak kekurangan yang harus dilengkapi agar skripsi ini menjadi lebih baik.
Namun kiranya ada manfaat-manfaat baik praktis maupun teoritis yang dapat
diambil dari skripsi ini. Dibawah ini peneliti mencoba mernbuat saran untuk
selanjutnya yang menggunakan topik atau pendekatan yang sama.
a. Saran Teoritis
1. Guna memperkaya penelitian mengenai konflik peran yang dialami
kariawati PT. Garuda Indonesia, maka penulis menyarankan agar
mengambil sampel kariawati yang lebih bervariasi sebagai bahan
perbandingan tingkat konflik peran yang dialami.
2. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat mengemban9kan penelitian
mengenai konflik peran karena lokasi, budaya pemahaman mengenai
pola asuh, status suami dan lain-lain yang berbecla sehingga
menghasilkan penemuan yang lebih variatif
b. Saran Praktis
76
1. Untuk kebermanfaatan hasil penelitic.n ini cli sarankan kepacla lembaga
swadaya masyarakat untuk mengembangkan perannya guna memberikan
informasi positif pada masyarakat mengenai pentin9nya kerjasam°dalam
keluarga atau lainnya .
2. Menyarankan agar institusi organisasi menyadari bahwa konflik peran
sebagai salah satu aspek yang perlu diperhatikan lebih serius lagi karena
hal inipun berhubungan dengan kepuasan kerja.
3. perlunya sosialisasi clan penerapan kebijakan bagi pada kariawati,
sehingga timbul perasaan nyaman diantara para anggota organisasi,
perlakuan yang kebijakan, pada gilirannya akan menimbulkan clampak
positif pada kemampuan karyawan dalam mencapm kinerja yang
maksimal
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Arif. (1985). Pembagian Kerja Secara Seksual: Sebuah
Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita dafam Masyarakat.
(Edisi yang disempurnakan). Jakarta Gramedia.
Berg, B.J. (1986). The Crisis of the Working Mother: Resolving the Conflict
Between Family and Work. New York: Summit Book.
Betz, N.F., & Fitzgerald, L. (1987). The Career Psychology of Women.
Orlando: Academic Press, Inc.
Campbell, D.J., K.M. Campbell & Daniel Kennard. (1994). The Effect of
Family Responsibilities on The Work Commitment & Job Performance
of Non-Professional Women. Journal of Occupational and
Organizational Psychology, 67, 283 - 296.
Cocke, Edwin A (1976). The Nature and Causes of Job Satisfaction. Dalam
Donnatle, MD. (1983). Handbook of Industrial and Organizational
Psychology. New York: John Willey & Sons
Dafis, K & Newstrom,j.K (1989). Human Behavior at Work: Organizational
Psychology. Missisipi: Jackson State University, Dept. of Managing
and Marketing
Frieze, Irene H. et al. (1978). Women and Sex Role: A Sociopsychological
Perspective. New York: W.W. Norton, Co.
Goldman & Milman. (Ed.). (1969). Modem Women: Her Psyche and
Sexuality. Illinois: Charles C. Thomas Publisher.
Gutek, Barbara A., Sabrina Searle & Lilian Klepa. (1991 ). Rational Versus
Gender Role Explanations for Work-Family Con.flict. Journal of
Applied Psychology, 76, 560 - 568.
Miner, John B (1992). Industrial-Organizational Psychology. Singapore : Mc
Grow-Hill.inc
Nieva V.F. & B.A. Gutek. (1981). Women and Work: A Psychological
Perspective. New York: Praeger Publishers.
Nurgiantoro, B., et al., (2002). Statistik Terapan untuk Penelitian llmu-ilmu
Sosial. Yogyakarta ; Gadjah Mada University Priess.
Robbins, S.P. (1998). Orgabizational Behavior (81h ed.). New Jersey:
Prentice-Hall.
Spector, Paul E (1997). Job Satisfaction: Application A.ssasment Cause and
Consequences. Thousand Oask, California : Sage Publication.
Strees, Ricard M (1984). Introduction to Organizational Behavior (2nded)
Gelendview, Illinois ; Scott Foresman & Co
Tuthans, Fred (1992) Organizational Behavior (6'ded) Singapore : Mc Graw -
Hill International, Inc.Greenberg, Jerald & Baron & Baron A (1993).
Behavior in Organization (4'ded) Singapore. Allin & Bacon
Referensi Lain
http://librarv.gunadarma.ac.id
http://e-psikologi.com
Skripsi/ tesis
Efek Peran Jenis Wanita bekerja pada Konflik Peran. Reni Rachminiwati. Juli
1988
top related