hasil penelitian- sulis2
Post on 04-Sep-2015
217 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Usulan Penelitian HUBUNGAN LAMA MENDERITA KUSTA DENGAN TINGKAT KECACATAN KUSTA DI PUSKESMAS TANJUNG, KABUPATEN SAMPANG PERIODE 1 JANUARI 2010 31 DESEMBER 2011
Hasil PenelitianHUBUNGAN TIPE REAKSI KUSTA DENGAN TINGKAT KECACATAN PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PASEAN KABUPATEN PAMEKASAN PERIODE 1 JANUARI 2011 31 DESEMBER 2012Oleh: Sulistiyawati
Pembimbing I : dr. Sri Adila Nurainiwati, Sp.KK
Pembimbing II : dr. Djaka Handaya, MPH
Penguji : dr. Gita Sekar Prihanti, MPD. Ked
2
BAB 1PENDAHULUAN
3
1.1 Latar Belakang
Penyakit kusta merupakan penyakit menular & dapat menimbulkan masalah yang kompleks. Masalah tersebut meliputi segi medis, sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional (Regan dan Keja, 2012: 1)
Kusta dapat menimbulkan kecacatan akibat kerusakan saraf pada mata, tangan dan kaki (Regan dan Keja, 2012: 125)
Salah satu penyebab terjadinya kerusakan fungsi saraf adalah reaksi kusta (Regan dan Keja, 2012: 111)
4
Reaksi Kusta tipe 1 antigen berikatan dengan limfosit T pe respon imun seluler Terjadi radang pada kulit dan saraf (Martodihardjo dan Susanto, 2003: 77)
Reaksi Kusta Tipe 2 tubuh membentuk antibodi terjadi pengendapan kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah (Martodihardjo dan Susanto, 2003: 78)
Reaksi Kusta Tipe 1 dan Tipe 2 respon inflamasi pada jaringan saraf kerusakan dan kecacatan (Regan dan Keja, 2012: 112)
Angka kecacatan tingkat 2 akibat kusta pada tahun 2011 di Indonesia sebesar 10,11% (target indikator program pemerintah RI: 5%) (Rahaju, 2012)
Kabupaten Pamekasan merupakan daerah yang tertinggi ke lima dengan angka penderita kusta sebanyak 447 orang. Puskesmas Pasean memiliki jumlah kasus terbesar di Pamekasan sebanyak 110 kasus (Dinkes Kabupaten Pamekasan, 2012)
Sekitar 25-30% dari total penderita kusta cepat atau lambat akan mengalami reaksi kusta (Saunderson, 2012)
6
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan tipe reaksi kusta dengan tingkat kecacatan pada penderita kusta di Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011- 31 Desember 2012?
7
1.3 Tujuan Penelitian
8
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tipe reaksi kusta dengan tingkat kecacatan pada penderita kusta di Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011- 31 Desember 2012
Tujuan Khusus
Mengetahui angka kejadian penderita kusta di Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011- 31 Desember 2012
Mengetahui angka penderita kusta yang mengalami reaksi kusta tipe 1 di Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011- 31 Desember 2012
Mengetahui angka penderita kusta yang mengalami reaksi kusta tipe 2 di Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011- 31 Desember 2012
Mengetahui angka penderita kusta yang mengalami reaksi pada tingkat kecacatan 0, 1, 2 di Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011- 31 Desember 2012
1.4 Manfaat Penelitian
9
Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi masyarakat, sehingga dapat membantu penderita dan masyarakat dalam mengenal secara dini terjadinya kecacatan untuk segera memperoleh penanganan medis.
Manfaat Klinis
Sebagai tambahan informasi kepada tenaga kesehatan sehingga dapat mendeteksi dan menangani penderita kusta dengan benar.
Dapat memperbaiki rencana kesehatan dalam menekan angka kejadian dan kecacatan pada penderita kusta.
Manfaat Akademis
Menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan kedokteran.
Sebagai tambahan pustaka dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pemberantasan penyakit kusta.
Sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan hubungan antara reaksi kusta dan tingkat kecacatan pada penderita kusta.
TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2
10
Kusta
Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis
(Amirudin, Hakim & Darwis, 2003: 12)
11
Epidemiologi Kusta
(Regan dan Keja, 2012: 6)
12
Kasus kusta baru di dunia terbanyak berada di Asia Tenggara dengan jumlah 117.147 kasus (2012)
Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara endemis kusta dengan 20.032 kasus (2011)
Proporsi kecacatan tingkat 2 sebesar 10,11% (2011)
Klasifikasi
Klasifikasi Internasional (Madrid, 1953)Klasifikasi Ridley-Jopling (1962)Klasifikasi WHOIndeterminate (I)Tuberkuloid (T)Borderline (B)Lepromatosa (L)Tuberkuloid tuberkuloid (TT)Borderline tuberculoid (BT)Borderline borderline (BB)Borderline lepromatous (BL)Lepromatosa lepromatosa (LL) Single lesion PB (SLPB) tipe I dan TT dengan BTA negatifPausi basilar (PB) TT, BT(Ridley-Jopling) atau tipe I dan T (Madrid) dengan BTA negatif.Multi basilar (MB) BB, BL, dan LL (Ridley-Jopling) atau B dan L (Madrid) dan semua tipe kusta dengan BTA positif.(Amirudin, Hakim & Darwis, 2003: 14)
13
Gambaran Klinis
14
Gejala dan keluhan penyakit bergantung pada:
Multiplikasi dan diseminasi bakteri M. leprae.
Komplikasi yang disebabkan oleh kerusakan saraf perifer.
Respon imun penderita terhadap bakteri M. leprae.
Pemeriksaan Klinis
15
Anamnesis
Keluhan penderita.
Riwayat kontak dengan penderita kusta.
Latar belakang keluarga.
Inspeksi
Lesi dan kerusakan jaringan kulit.
Palpasi
Kelainan kulit
Kelainan saraf
Tes Fungsi Saraf
Tes Sensoris
Tes Motoris
Tes Otonom
16
Komplikasi
Mata, hidung, laring, testis
Reaksi Kusta
Pemeriksaan Penunjang
Kerokan kulit
Kerusakan Saraf
Biopsi Kulit
Kesimpulan
Diagnosis
Regan dan Keja, 2012: 67
17
Diagnosis: Tanda kardinal
Bercak kulit yang mati rasa
Penebalan saraf tepi
Gangguan fungsi sensoris
Gangguan fungsi motoris
Ditemukan basil tahan asam
Gangguan fungsi otonom
Tabel 2.2 Pedoman Klasifikasi Kusta Dari Gejala Kardinal Menurut WHO
Cardinal SignsSLPBPBMBBercak kustaHanya 1Jumlah 2-5 lesiJumlah > 5Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsiTidak melibatkan sarafHanya satu sarafLebih dari satu sarafSediaan apusanBTA negatifBTA negatifBTA positif(Coates, 2010)
18
Pengobatan
19
Regimen PB
Regimen MB
Rifampisisn 600 mg/bulan di bawah pengawasan
Dapson 100 mg/hari selama 6 bulan.
Rifampisin 600 mg/bulan di bawah pengawasan
Dapson 100mg/hari
Klofazimin 300 mg/bulan selama 12-18 bulan.
Reaksi Kusta
Keadaan mengenai berbagai gejala dan tanda radang akut lesi pasien kusta.
Reaksi dapat terjadi sebelum pengobatan, saat diagnosis ditegakkan, selama pengobatan dan setelah pengobatan selesai
(Saunderson, 2012)
Reaksi Tipe 1
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 4
Terutama pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL)
Reaksi Tipe 2
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 3
Komplek imun menimbulkan respon inflamasi
Terjadi selama masa pengobatan. M. Leprae yg telah mati berikatan dengan limfosit T
Terjadi kerusakan jaringan akibat reaksi hipersensitivitas seluler
Terutama pada tipe lepromatous (BL, LL)
Antigen bereaksi dg antibodi membentuk komplek imun
Gambaran Kulit pada Reaksi Kusta
Kulit pada Reaksi Tipe 1
Kulit pada Reaksi Tipe 2
22
Kecacatan Kusta
Wisnu & Hadilukito, 2003: 86-87)
23
1. Cacat Primer
2. Cacat Sekunder
Tingkat Kerusakan Saraf
(Wisnu dan Hadilukito, 2003: 86)
24
1. Stage of involvement
Penebalan saraf & nyeri tekan
Tidak ada gangguan fungsi saraf
2. Stage of damage
Saraf rusak/paralisis tidak lengkap 1 tahun
Kelumpuhan menetap, infeksi progresif dengan kerusakan tulang & kehilangan penglihatan
Membaik dengan pengobatan
Tidak dapat diperbaiki dengan pengobatan
Gambar 2.4
Patogenesis Kecacatan Kusta
(Wisnu dan Hadilukito, 2003: 84)
25
Tabel 2.5 Tingkat Cacat Pada Kusta
TingkatMataTelapak tangan/kaki0Tidak ada kelainan karena kustaTidak ada cacat karena kusta1Ada kerusakan:anastesi, gangguan visus (masih dapat hitung jari dari jarak 6 meter)Anastesi, kelemahan otot (tidak ada kecacatan yang terlihat akibat kusta)2Lagophtalmus, iridosiklitis, opasitas pada kornea, dan gangguan visus berat (tidak dapat hitung jari dari jarak 6 meter)Ada cacat/kerusakan yang kelihatan akibat kusta seperti ulkus, claw hand, drop foot.(Regan dan Keja, 2012: 125)
26
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB 3
27
3.1 Kerangka Konseptual
28
29
3.2 Hipotesis Penelitian
Terdapat hubungan antara tipe reaksi kusta dengan tingkat kecacatan pada penderita kusta di Puskesmas Pasean, Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011 31 Desember 2012
30
METODE PENELITIAN
BAB 4
31
4.1 Jenis Penelitian
Rancangan penelitian berupa penelitian observasional analitik dengan desain studi cross sectional dengan tujuan untuk mengetahui hubungan tipe reaksi kusta dengan tingkat kecacatan kusta
32
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
33
Lokasi
Puskesmas Pasean, Kabupaten Pamekasan
Waktu
Bulan Desember 2013
4.3 Populasi dan Sampel
34
Populasi
Semua penderita kusta yang tercatat pada rekam medis Puskesmas Pasean di Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2012
Sampel
Penderita kusta yang memenuhi kriteria inklusi di Puskesmas Pasean Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2012
Teknik Pengambilan Sampel
Total sampling
4.3.4 Karakteristik Sampel Penelitian
1. Penderita kusta yang mengalami reaksi tipe 1 dan tipe 2 yang tercatat di rekam medis Puskesmas Pasean Kabupaten Pamekasan pada periode 1 Januari 2011 31 Desember 2012
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
1. Penderita kusta yang telah out of control (OOC): 1 tahun tidak mengambil obat kusta, pindah, atau tidak diketahui keberadaannya
2. Penderita kusta yang dinyatakan RFT dan mengalami rekasi kusta.
2. Penderita kusta yang meninggal
35
4.3.5 Variabel Penelitian
36
Variabel Bebas
- Reaksi Kusta
Variabel Tergantung
- Tingkat Kecacatan Kusta
4.3.6 Definisi Operasional
37
Reaksi Kusta
Reaksi kusta adalah reaksi radang akut pada lesi pasien kusta yang terjadi sebelum pengobatan, selama pengobatan dan sesudah pengobatan.
Reaksi tipe 1 disebabkan oleh hipersensitivitas seluler. Cirinya ada peradangan pada bercak kulit berupa bengkak,merah dan teraba panas.
Reaksi tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral. Cirinya ada benjolan di bawah kulit, kemerahan, nyeri dan teraba panas.
Tingkat kecacatan kusta adalah status cacat pada mata, tangan dan kaki penderita saat dilakukan pemeriksaan menggunakan kriteria WHO yang diadaptasi oleh Departemen Kesehatan Indonesia
Tingkat 0 jika penderita kusta tidak mengalami kelainan pada tangan dan kaki serta tidak ada gangguan pada mata
Tingkat 1 jika penderita kusta mengalami mati rasa pada tangan dan kaki tanpa kecacatan fisik serta visus sedikit berkurang pada mata
Tingkat 2 jika ada cacat yang terlihat akibat kusta dan gangguan visus yang buruk pada mata
38
4.4 Instrumen Penelitian
39
Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan instrumen berupa data sekunder, yaitu rekam medis dari Puskesmas Pasean di Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011 31 Desember 2012
4.5 Prosedur Penelitian
4.5.1 Alur Penelitian
Pengambilan data di Dinas Kesehatan Kabupaten Pamekasan
Pengambilan rekam medis di Puskesmas Pasean, Kabupaten Pamekasan
Populasi
semua penderita kusta yang tercatat pada rekam medis Puskesmas Pasean, Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011 31 Desember 2012
Sampel
penderita kusta yang memenuhi kriteria inklusi di Puskesmas Pasean, Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011 31 Desember 2012
Analisis data
Hasil
Pembahasan dan Pelaporan
40
41
4.5.2 Prosedur Pengumpulan Data
Dimulai dengan menentukan besarnya populasi dengan cara mengambil data di Dinas Kesehatan Kabupaten Pamekasan periode 1 Januari 2011 31 Desember 2012. Kemudian menentukan besarnya sampel yang sesuai kriteria inklusi dan mengambil rekam medis di Puskesmas Pasean
4.6 Analisis Data
42
Uji Chi-Square
Hasil Penelitian dan Analisis Data
BAB 5
43
Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur
UmurFrekuensiPersentase (%)< 15 tahun00.015 - 65 tahun2996,7> 65 tahun13,3Total30100UMUR
f
650291presentase65096.6666666666666713.3333333333333335
Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis KelaminFrekuensiPersentase (%)Laki-laki1550.0Perempuan1550.0Total30100JENIS KELAMIN
Jenis Kelamin
Laki-lakiPerempuan0.50.5
Karakteristik Sampel Berdasarkan Tipe Kusta
Tipe KustaFrekuensiPersentase (%)PB413.3MB2686.7Total30100TIPE KUSTA
Tipe Kusta
MBPB0.867000000000003320.13300000000000001
Karakteristik Sampel Berdasarkan Tipe Reaksi Kusta
Tipe Reaksi KustaFrekuensiPersentase (%) Tipe 11860.0Tipe 21240.0Total30100REAKSI KUSTA
Reaksi Kusta
Tipe 1Tipe 20.600000000000000640.4
Karakteristik Sampel Berdasarkan Tingkat Cacat
Tingkat CacatFrekuensiPersentase (%)Tingkat 0723,3Tingkat 11446,7Tingkat 2930,0Total30100TINGKAT CACAT
Tingkat Cacat
Tingkat 0Tingkat 1Tingkat 20.233000000000000010.467000000000000080.30000000000000032
Distribusi Frekuensi Tingkat Kecacatan Kusta Berdasarkan Tipe Reaksi Kusta
Reaksi KustaTingkat Cacat 0Tingkat Cacat 1Tingkat Cacat 2Totalf%f%f%Tipe 1633,31161,115,618Tipe 218,3325866,712Tabulasi Silang Tipe Reaksi Kusta dengan Tingkat Kecacatan Kusta
Reaksi KustaTingkat CacatTotal%Tingkat 0Tingkat 1Tingkat 2f%F%F%Tipe 16 20,011 36,71 3,318 60,0Tipe 21 3,33 10,08 26,712 40,0Total7 23,314 46,79 30,030 100,0Uji Hipotesis Chi-Square Tipe Reaksi Kusta dengan Tingkat Kecacatan pada Penderita Kusta
2hitungKoefisien ContingencySignifikansiKeterangan12,9030,5480,0020,05Tolak H0H0 : tidak terdapat hubungan antara tipe reaksi kusta dengan tingkat kecacatan pada penderita kusta.
H1 : terdapat hubungan antara tipe reaksi kusta dengan tingkat kecacatan pada penderita kusta.
Nilai 2hitung lebih besar dari 2tabel (12,903>5,991)
Nilai signifikansi (p-value) < (0,002< 0,05)
Sehingga dapat disimpulkan hipotesis H0 ditolak dan dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara reaksi kusta dan tingkat cacat
Dan tingkat hubungan sedang (koeffisien kontingensi =0,548)
PEMBAHASAN
BAB 6
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh sampel 30 orang baik yang menderita reaksi kusta tipe 1 maupun tipe 2
Umur 15-65 tahun lebih banyak diperoleh dibandingkan anak
Karena sistem imun anak mampu mengatasi terjadinya infeksi . Sel T memori anak masih berkembang sedangkan pada dewasa lebih banyak terpajan oleh antigen semasa hidupnya (Ranque, 2007: 39)
Ini sesuai dengan penelitianPrawoto (2008) jenis kelamin tidak terbukti mempunyai hubungan terhadap terjadinya reaksi kusta
Reaksi dapat terjadi pada hampir semua penderita kusta 25-30% (Saunderson, 2012)
Jumlah sampel laki-laki = perempuan yaitu 50%
Tipe MB 86,7% lebih banyak daripada tipe PB 13,3%
Pada penelitian tersebut tidak dijelaskan mengapa tipe MB lebih dominan dibandingkan PB, karena tergantung dari prevalensi kusta tipe MB dan PB di tiap daerah
Di Indonesia prevalensi kusta tipe MB lebih dominan yaitu 16.099 kasus dari 20.023 kasus (Regan dan Keja, 2012: 13)
Sesuai dengan peneliian Putra, Fauzi, Agusni (2009) Tipe MB 81,4% dan PB 5,7%
dari seluruh penderita kusta mengalami reaksi tipe 1 sedangkan pada reaksi tipe 2 lebih jarang terjadidibandingkan reaksi tipe 1
Reaksi tipe 1 terutama selama masa pengobatan (Regan dan Keja, 2012: 112) sedangkan reaksi tipe 2 banyak terjadi setelah pengobatan (Fung, 2001)
Reaksi kusta tipe 1 (60%) lebih banyak dibandingkan reaksi kusta tipe 2 (40%)
Sesuai dengan penelitian Motta et al (2012) Reaksi kusta tipe 1 63,9% dan reaksi tipe 2 36,1%
Pada penelitian ini kecacatan tebanyak didapatkan tingkat 1 mungkin reaksi yang terjadi reaksi ringan namun hal tersebut tidak diteliti lebih lanjut
Reaksi kusta merupakan sebagian besar penyebab kecacatan permanen (Motta et al, 2012)
Kecacatan kusta terbanyak adalah kecacatan kusta tingkat 1 (46,7%)
Pada penelitian Nugroho Susanto (2006) sebagian besar penderita mengalami kecacatan tingkat 1 (56,8%) pada reaksi ringan.
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji korelasi Chi-Square (2)
Nilai signifikansi (p-value) < (0,002< 0,05)
Nilai Koeffisien kontingensi 0,548 menunjukkan tingkat hubungan sedang
Terdapat Hubungan antara Tipe Reaksi Kusta dengan Tingkat Kecacatan penderita Kusta di Puskesmas Pasean Kabupaten Pamekasan Periode 1 Januari 2011-31 Desember 2012
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho Susanto (2006: 48) yang menyatakan terdapat hubungan antara reaksi dengan tingkat kecacatan
Hal ini sesuai dengan teori Regan dan Keja (2012) reaksi tipe 1 dan tipe 2 akan menimbulkan respon inflamasi. Inflamasi pada jaringan saraf dapat menyebabkan kerusakan dan kecacatan
Menurut Saunderson (2012) reaksi kusta tipe 1 yang tidak mendapat pengobatan pe fungsi saraf dan bersifat menetap sedangkan pada reaksi tipe 2 yang tidak mendapat pengobatan mengalami rasa sakit yang berat, kerusakan permanen pada kulit saraf dan organ lain serta dapat meninggal
59
PENUTUP
BAB 7
Kesimpulan
Terdapat hubungan yang signifikan antara tipe reaksi kusta dengan tingkat kecacatan kusta.
Jumlah penderita kusta di puskesmas Pasean Kabupaten Pamekasan sebanyak 110 penderita dan 30 orang penderita kusta memenuhi kriteria inklusi penelitian.
Penderita reaksi kusta mengalami kecacatan tingkat 0 sebanyak 7 orang (23,3%), kecacatan tingkat 1 sebanyak 14 orang (46,7%), dan kecacatan tingkat 2 sebanyak 9 orang (30,0%).
Penderita kusta mengalami reaksi kusta tipe 1 sebanyak 18 orang (60%).
Penderita kusta mengalami reaksi kusta tipe 2 sebanyak 12 orang (40%)
Saran
Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan kepada petugas kesehatan agar menigkatkan penyuluhan mengenai penyakit kusta dan kecacatan yang terjadi. Sehingga stigma negatif tentang penyakit kusta dapat dikurangi dalam masyarakat
Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengembangkan penelitian yang lebih lanjut tentang reaksi kusta dan kecacatan kusta. Selain itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam tentang faktor risiko kecacatan kusta
Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan tentang kusta dan pedoman supaya masyarakat lebih waspada tentang bahaya faktor risiko kusta yang akan menyebabkan kecacatan
Terima Kasih....
64
top related