hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id v... · berfungsi sebagai tempat rehabilitasi sosial...
Post on 02-Mar-2019
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum UPT T&R BNN
UPT T&R BNN diresmikan pada tahun 1974 oleh Almh. Ibu Tien
Soeharto dengan nama Wisma Pamardi Siwi sesuai dengan Bakolak Inpres No.6
tahun 1971 sebagai pilot project DKI Jakarta. Wisma Pamardi Siwi didirikan
sebagai tempat tahanan wanita dan anak-anak nakal sebelum perkaranya
diajukan ke pengadilan. Wisma Pamardi Siwi terletak di Jl. MT. Haryono no. 11,
Cawang, Jakarta Timur yang kini menjadi kantor Badan Narkotika Nasional.
Tahun 1985 menurut surat keputusan Kapolri No.Pol Skep/ 08/VII/1985
tentang perubahan organisasi Polri, Dinas Pamardi Siwi maka wisma Pamardi
Siwi berubah menjadi Rumwattik Pamardi Siwi. Rumwattik Pamardi Siwi ini
berfungsi sebagai tempat rehabilitasi sosial bagi anak nakal dan korban narkoba.
Pada tahun 1997 dikembangkan Klinik Nazatra Dis Dokkes PMJ sebagai
pendukung pelayanan dalam bidang rehabilitasi medik dalam rangka pelayanan
terpadu (medik dan sosial) bagi korban narkoba dan trauma.
Menurut keputusan Presiden RI No. 17 tahun 2002 tentang BNN dan
sesuai Keputusan Ketua BNN No: Kep 02/IV/2002 tanggal 25 Januari serta
disempurnakan dengan Kep No. 20/ XII/2004/BNN maka Rumwattik Pamardi
Siwi berubah menjadi Unit T&R Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi. Kini menjadi
UPT T&R Badan Narkotika Nasional (UPT T & R BNN). Bentuk penanganannya
adalah membantu para korban narkoba dan HIV/AIDS. UPT T & R BNN ini
terletak di Jl. HR Mayjen Edi Sukma, desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong,
Bogor.
Visi institusi ini adalah menjadi pusat pelayanan dan rujukan nasional
dalam bidang terapi dan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Selain itu misi dari
institusi adalah memberikan pelayanan terapi dan rehabilitasi secaraterpadu dan
profesional, mendidik dan mengembangkan sumberdaya manusia dalam bidang
pelayanan terapi dan rehabilitasi, melakukan operational research dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan terapi dan rehabilitasi.
Alur pelayanan UPT T&R BNN terdiri dari initial intake, detoksifikasi,
entry unit, primary unit, re-entry, dan discharge program. Initial intake merupakan
tahap seseorang yang akan menjalani terapi dan rehabilitasi. Tahap ini berupa
wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, body spotcheck,
penandatanganan inform concent. Tahap kedua detoksifikasi selama 2 minggu.
30
Penanganan gejala putus zat (withdrawal syndrome) berupa perbaikan fisik dan
mengatasi komplikasi, pemeriksaan medis, terapi simptomatik, dan terapi
aktivitas kelompok.
Tahap ketiga entry unit selama 2 minggu. Fase stabilisasi pasca putus zat
berupa assesment, menstabilkan mental dan emosional, pengenalan program
rehabilitasi, psikoterapi dan hipnoterapi, dan kesepakatan pelayanan rehab.
Tahap keempat bergabung ke program primary unit selama 6 bulan. Rehabilitasi
sosial dengan metode therapeutic community (TC) dengan penggalian bakat,
minat, dan potensi. Fase program TC terdiri dari fase younger member, middle
member, dan older member. Tahap selanjutnya adalah re-entry program selama
5 bulan. Re-entry program merupakan program lanjutan TC berupa terapi
vocational (keterampilan) dan resosialisasi dengan melibatkan residen pada
kegiatan di luar lembaga serta program pencegahan kekambuhan. Discharge
program merupakan tahap akhir setelah menyelesaikan program primary dan re-
entry, residen dinyatakan selesai program, dan selama 3 bulan akan
mendapatkan bimbingan lanjutan.
Karakteristik Individu
Contoh dalam penelitian ini adalah laki-laki yang sedang menjalani
rehabilitasi pada tahap primaryyang disebut dengan residen.Karakteristik individu
yang diamati dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan, jenis narkoba yang
pernah digunakan, alasan penggunaan narkoba, dan pengetahuan gizi residen.
Usia
Usia residen yang menjalani rehabilitasi di UPT T&R BNN terdiri dari
remaja, dewasa muda, dan dewasa madya. Menurut Hurlock (2001), dewasa
muda dimulai pada usia 20-40 tahun, dewasa madya dimulai pada usia 41-60
tahun, dan dewasa lanjut dimulai pada usia 61 tahun hingga kematian. Sebagian
besar residen berusia 20-40 tahun (63.6%) yang tergolong sebagai dewasa
muda, 27.3 persen tergolong dewasa madya, dan 9.1 persen tergolong remaja
(Tabel 5).
Tabel 5 Sebaran usia residen.
Sebaran Usia Contoh
n %
Remaja (<20 tahun) 5 9.1 Dewasa muda (20-40 tahun) 35 63.6 Dewasa madya (41-60 tahun) 15 27.3
Total 55 100
31
Pendidikan
Tingkat pendidikan residen sebagian besar telah tamat SMA (81.8%).
Residen dengan gelar strata satu sebanyak 4 orang (7.3%) sebanding dengan
residen yang hanya lulusan SMP dan sisanya adalah lulusan diploma sebesar
3.6 persen (Tabel 6).
Tabel 6 Pendidikan residen.
Pendidikan Contoh
n %
Tamat SMP/ sederajat 4 7.3
Tamat SMA/sederajat 45 81.8
Akademi/diploma 2 3.6
Universitas/sarjana 4 7.3
Total 55 100.0
Jenis Narkoba yang Digunakan
Jenis narkoba yang pernah digunakan residen yaitu narkotika (18.18%),
psikotropika (50.91%), dan keduanya (narkotika dan psikotropika) sebanyak
30.91 persen (Tabel 7). Narkotika yang pernah digunakan residen antara lain
putaw/heroin dan methadone, sedangkan psikotropika yang pernah digunakan
residen yaitu shabu, ganja, dan extacy.
Tabel 7 Jenis narkoba yang pernah digunakan.
Jenis narkoba n %
Narkotika 10 18,18
Psikotropika 28 50,91
Keduanya 17 30,91
Total 55 100
Narkoba yang pernah digunakan residen sebagian besar tergolong
narkotika golongan I dan psikotropika golongan I. Narkotika dan psikotropika
golongan Iadalah narkoba yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi yang
menyebabkan ketergantungan (Martono 2006).
Alasan Konsumsi Narkoba
Alasan penggunaan narkoba yang diungkapkan residen sebagian besar
pada awalnya coba-coba (43.64%), stres dan ada masalah (20%), pengaruh
teman (14.5%), rasa nikmat dan kebutuhan (12.73%), serta sebagai
penyemangat kerja (9.09%) (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan Buntje dalam
Yurliani (2007) yang menyebutkan adanya faktor individu (kepribadian, rasa ingin
tahu, usia, dorongan kenikmatan) dan faktor lingkungan (ketidakharmonisan
32
keluarga, pekerjaan, sosial ekonomi, dan pengaruh teman) yang menyebabkan
seseorang mengkonsumsi narkoba.
Tabel 8 Alasan penggunaan narkoba.
Alasan Penggunaan Narkoba Contoh
n %
Coba-coba (rasa ingin tahu) 24 43.64 Pengaruh teman 8 14.55 Penyemangat kerja 5 9.09 Stres, ada masalah 11 20.00
Nikmat, kebutuhan 7 12.73
Total 55 100
Riwayat Penyakit
Residen yang memiliki riwayat penyakit yaitu sebanyak 43.64%
sedangkan residen yang tidak memiliki riwayat penyakit sebanyak 56.36 persen.
Tabel 9 menjelaskan penyakit yang sedang dan pernah dialami residen yaitu
HIV, hepatitis C, tifoid, asma, pnemonia, diabetes, hipertensi, asam urat, alergi,
TBC, hernia, dan terdapat juga yang memiliki komplikasi. Sebanyak 7.3 persen
residen mengidap hepatitis C, 5.5 persen residen mengidap HIV, 5.5 persen
mengidap HIV disertai TBC, dan 5.5 persen mengidap HIV disertai hepatitis C.
Beberapa penyakit yang dialami residen merupakan akibat dari penggunaan
narkoba. Menurut Clara et al. (2001), akibat jangka panjang dari penggunaan
narkoba antara lain terjadi gangguan pada hati dan ginjal, tubberculosis
paru(TBC paru), HIV, anemia, dan malaria.
Tabel 9 Riwayat penyakit residen.
Riwayat Penyakit Contoh
n %
HIV 3 18.3 Hepatitis C 4 7.3 Tifoid 2 3.6 Asma 1 1.8 Pnemonia 1 1.8 Diabetes 1 1.8 Hipertensi 1 1.8 Asam urat 1 1.8 Alergi 1 1.8 Malaria 1 1.8 Hernia 1 1.8 Tidak ada 31 56.4
Total 55 100
Pengetahuan Gizi
Menurut Enger et al. (1994) mendefinisikan pengetahuan sebagai
informasi yang disimpan di dalam ingatan yang menjadi penentu utama perilaku
seseorang. Selain pendapatan, peningkatan pendidikan serta pengetahuan
33
tentang pangan dan gizi diperlukan agar masyarakat dapat memperbaiki
konsumsi pangan dan gizi sekaligus kesehatan mereka. Riyadi (1996)
menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan jumlah dan
jenis makanan yang dikonsumsi adalah banyaknya informasi yang dimiliki
seseorang mengenai kebutuhan tubuh akan zat gizi, kemampuan seseorang
untuk menerapkan pengetahuan ke dalam pemilihan pangan dan cara
pemanfaatan pangan yang sesuai dan keadaan kesehatan seseorang.Berikut ini
disajikan tabel tingkat pengetahuan gizi residen.
Tabel 10 Tingkat pengetahuan gizi residen.
Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan residen yang memiliki tingkat
pengetahuan gizi kurang sebesar 29.1 persen. Sebanyak 45.5 persen memiliki
tingkat pengetahuan gizi sedang dengan rata-rata skor 71.4 dan 25.5 persen
memiliki tingkat pengetahuan gizi baik. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya
konsentrasi dan terganggunya daya pikir residen akibat penggunaan narkoba.
Menurut Miller (2010), narkoba dapat mengubah struktur otak dan mengganggu
fungsi otak. Obat-obatan terlarang itu mengakibatkan gangguan penilaian,
kurangnya kontrol diri, ketidakmampuan untuk mengatur emosi, dan kurangnya
motivasi, memori atau fungsi belajar.
Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN adalah kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen.
Alur kerja penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN dapat dilihat pada
Gambar 3. Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan
UPT T&R BNN dalam menyediakan makanan sebagai proses untuk memenuhi
kebutuhan residen dan memperbaiki status gizi. Setiap hari dapur penyelenggara
makanan menyediakan makanan untuk ± 400 orang yang ditujukan untuk staff
pegawai dan residen tahap detoksifikasi, entry unit, primary unit, re-entry, dan
discharge program. Bentuk penyelenggaraan makanan yang dilakukan UPT T&R
BNN untuk menyelenggarakan makanan residen dan staf pekerja adalah dengan
Pengetahuan Gizi Contoh
N %
Kurang 16 29.1 Sedang 25 45.5 Baik 14 25.5
Total 55 100
Rata-rata ± SD 71.4 ± 14.9
34
sistem swakelola, dimana UPT T&R BNN bertanggung jawab untuk
melaksanakan semua kegiatan penyelenggaran makanan. Sistem
pendistribusian penyajian penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN berupa
desentralisasi. Menurut Depkes (1991), menyatakan bahwa distribusi
desentralisasi yaitu penanganan makanan dua kali. Pertama dibagikan dalam
jumlah besar pada alat-alat yang khusus, kemudian dikirim ke ruang makan yang
ada. Kedua, di ruang makan makanan disajikan dalam bentuk porsi.
Gambar 3 Alur penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN.
Input Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN merupakan salah satu
bentuk penyelenggaraan makanan institusional dikarenakan tidak bertujuan
untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaran ini umumnya berada di
dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan,
lembaga kemasyarakatan, sekolah, lembaga rehabilitasi, dan lain-lain (Moehyi
1992). Anggaran dana untuk penyelenggaraan tersebut berasal dari negara yang
diberikan kepada Kepala UPT T&R BNN. Biaya makan untuk residen dan staff
pekerja tidak dapat dijelaskan oleh koordinator dapur, karena dapur tidak
Perencanaan menu dan kebutuhan
Pemesanan dan pembelian
Penerimaan
Penyimpanan
Pengolahan/pemasakan
Persiapan
Pendistribusian
Penyajian
35
diberikan anggaran untuk belanja dan semua pembiayaan dilakukan oleh
pegawai Kepala UPT T&R BNN.
Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN diawasi oleh koordinator
dapur yang bertanggung jawab terhadap kelancaran dan kesiapan sarana dan
prasarana produksi yang dibantu oleh seorang master koki. Jumlah tenaga kerja
di dapur UPT T&R BNN sebanyak 21 orang yang terdiri dari 1 orang koordinator,
1 orang master koki, 6 orang juru masak, 10 orang bagian pemotongan, 2 orang
petugas kebersihan, dan 1 orang bagian penyimpanan. Pendidikan terakhir
pegawai dapur seluruhnya adalah sekolah menengah atas (SMA). Tidak ada
persyaratan khusus untuk menjadi pegawai di dapur UPT T&R BNN, yang
terpenting adanya niat kerja, semangat, dan ulet bekerja. Jam kerja pegawai
yaitu tiga hari bekerja dan tiga hari libur. Pegawai yang bekerja di dapur tidak
memiliki baju kerja khusus. Pegawai dibebaskan untuk memakai baju apa saja,
yang terpenting baju itu rapi dan sopan. Beberapa tata tertib yang juga harus
dipatuhi pegawai yaitu meminta izin jika tidak bekerja, mencuci tangan sebelum
bekerja, dan tidak merokok.
Luas bangunan dapur penyelenggaraan makanan sebesar ± 200 m2.
Ruangan dapur penyelenggaraan makanan terdiri dari ruang pengolahan
makanan, penyimpanan bahan makanan kering, ruang penerimaan bahan
makanan, ruang koordinator dapur, serta kamar tidur pegawai dan toilet di
bagian atas. UPT T&R BNN menyediakan kamar tidur yang digunakan pegawai
untuk beristirahat dan tidur.Selain itu juga ruang dapur terletak bersebelahan
dengan ruang laundry.
Tempat sampah yang disediakan dapur penyelenggaraan makanan
sebanyak 2 buah. Tempat sampah ini berbentuk silinder yang berukuran kecil.
Sisa-sisa kulit dan potongan sayuran serta bahan mentah lainnya biasanya
dikumpulkan menggunakan plastik besar kemudian diletakkan di samping dapur
yang selanjutnya akan diangkut oleh mobil sampah setiap pagi dan sore. Sarana
pencucian peralatan masak terletak di dapur. Peralatan yang telah dicuci
diletakkan pada rak yang berada di samping tempat pencucian. Terdapat juga
kotak obat-obatan P3K di ruang penerimaan. Alat-alat masak yang digunakan
yaitu: kompor, rice cooker, wajan, panci, pisau, talenan, ulekan, blender, mixer,
oven, alat pemanggang, dan lain-lain.
36
Proses Penyelenggaraan Makanan
Perencanaan menu. Sebelum merencanakan menu diperlukan
perencanaan kebutuhan gizi. Perencanaan kebutuhan gizi bertujuan mengetahui
jumlah zat gizi yang dibutuhkan dan harus terpenuhi oleh setiap residen. Berikut
ini rata-rata kebutuhan gizi yang dibutuhkan residen dalam satu hari.
Tabel 11 Rata-rata kebutuhan gizi residen.
Zat gizi Energi (kkal) Protein (g)
Kebutuhan 2720 66
Menu disusun oleh koordinator dapur, master koki, dan ahli gizi, yang
kemudian disetujui oleh Kepala UPT. Penyusunan menu yang akan diolah
disesuaikan dengan selera residen/pegawai dan kebutuhan zat gizi yang
memenuhi prinsip gizi seimbang. Pada perencanaan menu penting pula untuk
menentukan siklus menu. Penetapan siklus menu ini dilakukan untuk mencegah
kebosananan. Siklus menu umumnya direncanakan pada waktu tertentu,
biasanya 10-15 hari (Yuliati & Santoso 1995). Susunan menu sehari pada
umumnya di dapur UPT T & R BNN dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
Tabel 12 Kerangka menu penyelenggaraan makanan di UPT T & R BNN.
Waktu Makan Kelompok Bahan
Makanan Bahan Makanan
Pagi Makanan pokok I Beras
Makanan pokok II Mie kering, soun, bihun
Lauk hewani/ nabati Telur, daging ayam, nugget, tempe, tahu
Sayur Sayuran
Minuman Teh manis
Selingan pagi Snack Roti, donat, kue bolu, pisang goreng atau dadar unti
Siang Makanan pokok Beras
Lauk hewani
daging ayam, daging sapi, telur, ikan dan hasil olahan
Lauk nabati tempe, tahu
Sayur Sayuran
Buah pisang, semangka, jeruk
Selingan sore Snack Roti, donat, kue bolu, pisang goreng atau dadar unti
Malam Makanan pokok Beras
Lauk hewani daging ayam, daging sapi, telur, ikan dan hasil olahan
Lauk nabati tempe, tahu
Sayur Sayuran
Minuman Teh manis
37
Siklus menu di UPT T & R BNN yaitu menggunakan siklus 10 hari
ditambah hari ke 31 memakai menu khusus. Menu yang telah disusun terkadang
mengalami perubahan sedikit disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan
yang ada di dapur. Apabila bahan makanan yang dibutuhkan telah tersedia di
dapur atau bahan makanan tersebut terdapat dalam kondisi yang baik, maka
menu akan dibuat sesuai dengan yang telah direncanakan. Namun, jika tidak
maka juru masak akan mengganti beberapa menu dengan menu yang lain
dengan memperhatikan selera residen untuk mencegah kebosanan.
Menu yang disediakan penyelenggara makanan untuk residen adalah
sama, kecuali residen yang sedang sakit. Makanan untuk residen yang sakit
akan diganti sesuai rekomendasi ahli gizi. Umumnya jenis makanan yang diganti
adalah makanan pokok yaitu dari nasi menjadi bubur. Namun, lauk pauk dan
sayur juga dapat diganti apabila reisden mengalami alergi terhadap makanan
tertentu. Lauk pauk yang umumnya diganti misalnya ikan teri yang diganti
dengan telur.
Selain siklus menu, standar porsi makanan yang diberikan kepada
residen sebaiknya juga diperhatikan. Hal ini dapat memberikan kemudahan
dalam menghitung kebutuhan pangan. Berikut ini standar porsi yang dapat
menjadi acuan dalam menyajikan makanan.
Tabel 13 Standar porsi makanan.
Kelompok Bahan pangan Bahan Makanan
Standar Porsi (g)
Makanan pokok Nasi 300
Bubur 400
Mie 50
Lauk Hewani Ayam 50
Telur 50
Daging 50
Ikan 50
Lauk Nabati Tahu 100
Tempe 50
Sayur 100
Buah Sesuai satuan
penukar
Kebutuhan makanan terbanyak terdapat pada kebutuhan beras yaitu
sebesar 12.85 ton. Berikut ini adalah tabel taksiran kebutuhan selama tiga bulan
yang dibuat oleh penulis agar dapat membantu penyelenggara makanan dalam
merencanakan kebutuhan dan merencanakan anggaran dana yang dilakukan
38
Kepala UPT T&R BNN (Tabel 14). Taksiran kebutuhan ini dihitung berdasarkan
standar porsi dan siklus menu selama 10 hari pada bulan Juli hingga September
2011. Standar porsi yang digunakan berasal dari penimbangan ketersediaan. Hal
ini dikarenakan standar porsi dapur menggunakan takaran rumah tangga seperti
centong nasi dan centong sayur. Kebutuhan makanan dihitung sesuai dengan
jumlah residen dan staff yang menjadi konsumen penyelengara makanan yaitu
sebanyak 400 orang.
Tabel 14 Taksiran kebutuhan makanan penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN selama 3 bulan (Juli-September).
Kelompok Bahan Makanan
Bahan makanan
Ukuran porsi (g)
Frekuensi pemberian
Kebutuhan (ton)
Makanan pokok Beras 300 30 12.85 Mie kering 50 3 0.16 Tepung terigu
0,11
Lauk hewani Ayam 70 8 2.95
Daging sapi 40 5 1.22
Lauk hewani Telur 60 8 1.73
Ikan mujair 50 1 0.27
Ikan nila 50 1 0.27
Ikan teri 50 1 0.19
Ikan bawal 50 1 0.27
Ikan lele 50 1 0.43
Ati ampela 50 1 0.32
Lauk nabati Tahu 100 7 2.27
Tempe 50 12 2.16
Sayur
Bayam 50 2 0.39 Jagung 50 4 0.72 Nangka 100 2 0,72 Terong 100 1 0,36 Daun singkong 100 1 0,54
Wortel 50 5 0,9 Kacang panjang
50 2 0,36
Toge 50 3 0,54 Sawi 50 5 0,9 Buncis 50 3 0,54
Buah
Pisang 70 6 1,51 Semangka 100 2 0,72 Jeruk 100 1 0.36 Pepaya 100 1 0.36
Susu
200 1 0.72
Gula Gula 26 20 1.08
Minyak Minyak 1.09
Pemesanan dan pembelian bahan makanan. Pemesanan bahan
makanan disesuaikan dengan menu harian yang telah tersusun. Koordinator
dapur mencatat bahan makanan yang akan dipesan. Pemesanan makanan
hanya dilakukan melalui telepon oleh koordinator dapur kepada supplier. Hal ini
39
dilakukan berdasarkan rasa kepercayaan antara koordinator dapur dengan
supplier.
Pemesanan bahan makanan basah dilakukan seminggu sekali
sedangkan bahan kering dilakukan sebulan sekali. Hal ini disebabkan bahan
makanan basah lebih cepat rusak sedangkan bahan makanan kering dapat
bertahan cukup lama. Bahan makanan berupa sayuran dan buah-buahan akan
datang setiap hari dan bahan-bahan kering akan datang setiap seminggu sekali.
Penerimaan bahan makanan. Penerimaan dilakukan oleh koordinator
dapur dan didampingi oleh master koki. Koordinator dapur dan master koki
memeriksa bahan makanan yang datang untuk disesuaikan dengan pemesanan
dan spesifikasi. Jika terjadi kerusakan atau tidak sesuai dengan spesifikasi maka
barang akan dikembalikan dan diganti dengan yang lebih baik pada hari yang
sama.
Terdapat tiga prinsip utama dalam penerimaan bahan makanan yaitu
jumlah bahan yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum pada faktur
pembelian, mutu bahan makanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi bahan
makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus sesuai dengan
kesepakatan awal (Yulianto & Santoso 1995).
Menurut Depkes RI (1993), seleksi bahan makanan yang masih segar
dan yang sudah busuk atau tidak sesuai dengan spesifikasi pada saat memesan
harus sudah dilakukan pada saat pembelian atau penerimaan bahan makanan.
Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi, seperti 1) makanan yang tidak dapat dimakan karena sudah kadaluarsa;
2) jika harus mengganti makanan, maka sering terjadi zat gizi dari bahan
makanan pengganti tidak sesuai dengan bahan makanan yang diterima; 3) dapat
menimbulkan gangguan kesehatan, seperti diare, muntah-muntah, sakit kepala,
dll.
Penyimpanan. Bahan makanan yang telah diperiksa kemudian disimpan
ke dalam gudang penyimpanan. Penyimpanan bahan makanan yang ada di
dapur UPT T & R BNN terbagi menjadi dua yaitu penyimpanan bahan makanan
basah dan penyimpanan bahan makanan kering. Penyimpanan bahan makanan
basah disimpan di dalam chiller dan freezer. Bahan makanan yang biasanya
disimpan di chiller adalah sayuran, tahu, tempe, bakso, dan lain-lain. Freezer
digunakan untuk menyimpan daging-dagingan, ikan, nugget, dan lain-lain.
Namun, sebelum disimpan bahan makanan seperti, sayur-sayuran yang
40
disimpan di dalam chiller tidak dilakukan proses pembersihan dahulu, sedangkan
daging-dagingan dan ikan dilakukan proses pembersihan. Hal ini menurut
koordinator dapur disebabkan sayur-sayuran yang dibeli sudah terlihat bersih
sehingga tidak perlu dicuci dahulu.
Penyimpanan bahan makanan kering disimpan di dalam gudang kering.
Gudang kering berisi beras, gula pasir, telur, kecap, susu, minyak, dan lain-lain.
Gudang kering belum memenuhi standar yang menyebutkan apabila bahan
makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada
lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan ( jarak makanan dengan lantai
15 cm, jarak makanan dengan dinding 5 cm, jarak makanan dengan langit-langit
60 cm, bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak
sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Hal
ini karena bahan makanan kering ada yang diletakkan dilantai dan tidak tersusun
dengan rapi.
Metode penyimpanan makanan yang digunakan dapur UPT T & R BNN
yaitu first in first out (FIFO) yang artinya bahan makanan yang masuknya lebih
dahulu di keluarkan terlebih dahulu sedangkan bahan makanan yang masuk
belakangan di keluarkan belakangan (Yuliati & Santoso 1995).
Pengolahan. Pengolahan bahan makanan memiliki dua tahapan
pengerjaan yaitu persiapan dan pemasakan. Tujuan dari persiapan adalah
menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses
pengolahan (Mukrie et al 1990). Persiapan bahan makanan yang dilakukan di
dapur UPT T & R BNN sebelum mengolah bahan makanan antara lain
mengupas, memotong, dan mencuci. Hal ini belum sesuai dengan pernyataan
Mukrie et al 1990, yang menyebutkan persiapan meliputi pengerjaan bahan
makanan sejak diterima sampai siap untuk dimasak yaitu membersihkan,
mencuci, mengupas, memotong, merendam, mengiris, dan lain-lain.
Proses persiapan dilakukan beberapa jam sebelum pengolahan. Seluruh
tenaga kerja turut melakukan proses persiapan. Tarwotjo (1998) menyebutkan
bahwa waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas mengolah makanan
tergantung dari keadaan tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan yang akan
diolah, serta cara kerja dan keterampilan pegawai.
Proses pemasakan bahan makanan dilakukan terbagi menjadi tiga tahap,
yaitu pemasakan untuk makan pagi, siang, dan malam. Pemasakan untuk makan
pagi, siang, dan malam dilakukan oleh 8 orang, yang masing-masing dilakukan
41
pada pukul 03.00-06.00, 08.00-11.00, dan 14.00-17.00 WIB. Jumlah porsi yang
harus disediakan setiap hari oleh dapur yaitu 400 porsi. Menurut Mukrie et al
1990, tujuan dari proses pemasakan adalah meningkatkan daya cerna makanan,
mempertahankan kandungan gizi, mempertahankan bahkan menambah rasa
dan membuat makanan tersebut aman untuk dimakan.
Proses Distribusi. Setelah proses pemasakan selesai, selanjutnya
adalah pendistribusian makanan kepada seluruh residen dan staf.Makanan
ditempatkan pada wadah seperti termos nasi dan wadah plastik besar,
sedangkan makanan untuk staff diletakkan di stereo foam. Makanan
didistribusikan ke pantry tiap unit. Waktu pendistribusian makanan di dapur UPT
T & R BNN dibagi menjadi 4 waktu, yaitu makan pagi, selingan pagi, makan
siang dan selingan sore, serta makan malam. Pendistribusian makan dimulai
pada pukul 06.00, selingan pagi pada pukul 08.30, makan siang bersamaan
dengan selingan sore diberikan pada pukul 11.30, dan makan malam diberikan
pada pukul 17.30.
Penyajian makanan. Makanan untuk residen yang berada di unit
detoksifikasi dan entry unit dsajikan oleh petugas dapur sedangkan untuk unit
primary, re-entry, dan discharge disajikan oleh residen bagian pantry. Makanan
dibagikan dalam jumlah yang sama dan residen diharuskan untuk menghabiskan
semua makanan yang tersedia. Alat makan untuk residen berupa plato, sendok,
garpu, dan gelas. Setelah makan setiap residen diwajibkan untuk mencuci alat
makan mereka sendiri dan bagian pantry membersihkan wadah makanan
kemudian mengembalikannya ke dapur.
Proses pengawasan. Proses pengawasan terhadap seluruh tahapan
produksi makanan di UPT T&R BNN dilakukan oleh koordinator dapur. Kegiatan
pengawasan yang dilakukan berupa kesesuaian menu, resep, dan rasa.
Pengendalian terhadap hama juga dilakukan oleh UPT T&R BNN yaitu
pembasmian lalat dengan semprot nyamuk. Meskipun telah dibasmi pada
kenyataannya masih banyak lalat yang hinggap saat proses pemasakan. Hal ini
juga dikhawatirkan akan mengkontaminasi makanan dengan adanya lalat dan
pembasmian dengan semprot nyamuk. Menurut (POM 2011), racun serangga
mempunyai toksisitas akut yang rendah pada manusia, hal ini disebabkan
kecepatan metabolisme tubuh membuat senyawa ini tidak aktif, tetapi bila
tertelan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan keracunan dan kematian. Tanda-
tanda keracunan yang terjadi bila terkena kulit adalah iritasi lokal dan kulit
42
menjadi kering, bila terhirup oleh hidung menyebabkan iritasi saluran nafas atas
seperti rhinitis dan radang kerongkongan. Racun ini juga bisa menjadi agen
pencetus alergi pada pasien yang sensitif bila menghirup racun ini secara
berulang, oleh karena itu dapat menyebabkan bersin, batuk, nafas pendek dan
sakit di bagian dada pada anak-anak yang mengidap asma dan alergi,
sedangkan bila tertelan dapat menimbulkan mual, muntah dan diare, tertelan
racun ini dalam dosis yang tinggi (200 – 500 ml) menyebabkan kerusakan sistem
saraf pusat dan dapat mengakibatkan sesak nafas serta koma.
Pencatatan. Pencatatan yang dilakukan ialah laporan absen harian
pegawai serta inventaris peralatan. Absen pegawai dicatat setiap hari dan
direkapitulasi sebulan sekali sedangkan inventaris peralatan dicatat setiap ada
alat-alat yang rusak dan jika kekurangan alat maka koordinator akan
menggantinya. Laporan absen pegawai dan penggantian alat selanjutnya
diserahkan kepada Kepala UPT T&R BNN. Namun demikian, belum ada
pengawasan yang dilakukan pihak luar UPT T&R BNN mengenai
penyelenggarakan makanan.
Output Penyelenggaraan Makanan
Ketersediaan makanan adalah output dari penyelenggaraan makanan.
Ketersediaan makanan diamati berdasarkan banyaknya jumlah makanan yang
disediakan oleh pihak dapur UPT T&R BNN untuk memenuhi kebutuhan zat gizi
residen. Ketersediaan energi dan protein residen dihitung dengan menimbang
bahan makanan sebelum dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap
makanan yang disediakan oleh penyelenggara makanan selama dua hari, berikut
disajikan rata-rata ketersediaan makanan untuk tiap residen yang tidak sakit.
Tabel 15 Ketersediaan makanan yang disediakan oleh dapur UPT T&R BNN.
Menu Energi (kkal) Protein (g)
Hari 1 3033 99,7 Hari 2 2795 76,9
Total 2914 88,4
Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa ketersediaan energi dan protein
yang disajikan pada hari yang berbeda dan dengan menu yang berbeda belum
memiliki kandungan gizi yan seragam. Rata-rata ketersediaan energi dan protein
paling tinggi berasal dari hari pertama. Hal ini dikarenakan lauk nabati dan
hewani pada hari pertama menyumbangkan energi dan protein yang lebih tinggi
daripada di hari kedua. Hidanganyang disajikan pada hari pertama berupa nasi,
oreg tempe, telur dadar, abon sapi, teh manis, ikan teri, sayur daun singkong,
43
bakwan, pisang, ayam goreng, tempe goreng, tumis labu+daun melinjo, roti dan
puding. Sedangkan hidangan di hari kedua berupa nasi, telur semur, tumis
sawi+tahu+wortel, tempe goreng, teh manis, roti, gudeg, opor ayam, kerupuk,
sambal, semangka, bolu, daging rolade, cap cai, dan tahu goreng.
Ketersediaan dilakukan untuk melihat jumlah energi dan protein dari
ketersediaan telah melebihi kebutuhan atau belum, sehingga jika ketersediaan
telah mencukupi maka kebutuhan residen akan terpenuhi. Berikut ini tabel
kebutuhan, ketersediaan, dan tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen.
Tabel 16 Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen.
Kandungan Gizi
Ketersediaan Kebutuhan Tingkat ketersediaan terhadap
kebutuhan (%)
Energi (kkal) 2914 2720 107,13 Protein (g) 88,37 66 133,89
Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen untuk energi sebesar
107.13 persen, sedangkan tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen
untuk protein sebesar 133.89 persen. Tingkat ketersediaan protein agak sangat
berlebih sehingga dapat menyebabkan tingkat konsumsi protein residen pun
kelebihan, sehingga sebaiknya ketersediaan protein tidak melebihi 120 persen.
Menurut Depkes (1996) tingkat konsumsi protein ≥ 20 persen AKG termasuk ke
dalam kategori kelebihan. Hal ini menunjukkan ketersediaan makanan dari
dapur telah melebihi kebutuhan residen. Kelebihan ketersediaan bermanfaat
untuk mengurangi resiko residen kekurangan zat gizi.
Konsumsi Pangan
Frekuensi Makan. Frekuensi makan semua residen dalam sehari adalah
3 kali sehari makan utama dan 2 kali makan selingan. Menurut Khomsan (2003)
bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk
menghindarkan kekosongan lambung. Waktu makan residen telah ditetapkan
secara teratur yaitu makan pagi pukul 07.00, selingan pagi (snack time) pukul
09.15, makan siang pukul 12.30, selingan sore (snack time) diberikan
bersamaan dengan makan siang, dan makan malam pada pukul 19.30.
Kebiasaan Sarapan. Kebiasaan sarapan residen selama di rehabilitasi
76.36 persen mengatakan selalu sarapan setiap hari, 21.82 persen mengatakan
kadang-kadang, dan 1.82 persen mengatakan tidak pernah sarapan (Tabel 16).
Salah-satu kebiasaan makan yang sehat adalah membiasakan diri untuk
sarapan pagi dan mengonsumsi makanan sehat. Menurut Radita (2007),
seseorang yang tidak sarapan akan merasa lebih lapar pada siang dan malam
44
hari daripada mereka yang sarapan, sehingga memacu mereka untuk
mengonsumsi lebih banyak makanan pada siang hari dan malam hari.
Tabel 17 Sebaran kebiasaan sarapan residen.
Kebiasaan sarapan n %
Selalu 42 76.6 Kadang-kadang 12 21.2 Tidak pernah 1 1.82 Total 55 100
Pemilihan Menu. Susunan menu sarapan residen 98.18 persen yaitu
nasi dan lauk pauk sedangkan 1.82 persen residen tidak sarapan. Teh manis
merupakan minuman yang diminum 67.27 persen residen saat sarapan dan
32.73 persen meminum air putih saat sarapan. Susunan menu makan siang
residen 80 persen terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, dan buah; sebanyak 16.36
persen terdiri dari nasi, lauk pauk, dan sayur; dan 3.64 persen hanya
mengkonsumsi nasi dan lauk pauk. Susunan menu makan malam residen adalah
nasi, lauk pauk, dan sayur (76.36%), dan sebanyak 23.64 persen terdiri dari nasi,
lauk pauk, sayur, dan buah (Tabel 18).
Tabel 18 Sebaran pemilihan menu residen.
Pemilihan Menu n %
Menu Sarapan Nasi dan lauk pauk 54 98.18 Tidak ada 1 1.82
Total 55 100 Minuman saat sarapan
Teh manis 18 32.73
air putih 37 67.27 Total 55 100 Menu makan siang
Nasi dan lauk pauk 2 3.64 Nasi, lauk pauk, sayur 9 16.36 Nasi, lauk pauk, sayur, buah 44 80.00
Total 55 100 Menu makan malam
Nasi, lauk pauk, sayur 42 76.36 Nasi, lauk pauk, sayur, buah 13 23.64
Total 55 100
Kebiasaan Konsumsi Air Putih dan Suplemen.Sebanyak 56.36 persen
residen memiliki kebiasaan mengonsumsi air putih sebanyak 5-8 gelas sehari,
29.09 persen lebih dari 8 gelas sehari, dan 14.55 persen kurang dari 5 gelas
sehari. Konsumsi suplemen untuk menambah daya tahan tubuh juga digunakan
oleh 23.64 persen residen sedangkan sisanya 76.36 persen tidak mengkonsumsi
suplemen (Tabel 19).
45
Tabel 19 Sebaran kebiasaan konsumsi air putih dan suplemen.
Konsumsi n %
Air Putih < 5 gelas 8 14.55 5 - 8 gelas 31 56.36 > 8 gelas 16 29.09
Total 55 100
Suplemen Ya 13 23.64
Tidak 42 76.36 Total 55 100
Jenis dan Jumlah Konsumsi Residen. Secara umum, menu makan
lengkap seluruh residen sama yaitu nasi, lauk pauk, dan sayur, baik untuk makan
pagi, siang, maupun malam. Bahan pangan sumber energi bagi seluruh residen
terutama adalah beras. Pangan sumber protein hewani yang sering dikonsumsi
residen yaitu ayam, telur, ikan basah, dan ikan teri sedangkan untuk sumber
protein nabati berasal dari tempe dan tahu. Sayur yang sering dikonsumsi
residen berasal dari sayuran golongan B yaitu bayam, jagung, nangka, terong,
daun singkong, wortel, kacang panjang, toge, sawi, dan buncis. Selain itu buah-
buahan yang sering dikonsumsi residen yaitu pisang, semangka, jeruk, dan
pepaya. Rata-rata konsumsi energi residen sebesar 2531 kkal sedangkan rata-
rata konsumsi protein residen sebesar 79.19 g. Sumbangan energi terbesar
berasal dari beras yaitu rata-rata 1224 kkal. Hal ini dikarenakan porsi nasi yang
diberikan untuk satu kali makan sebanyak 300 gram. Berikut ini tabel rata-rata
jumlah konsumsi residen.
Tabel 20 Rata-rata konsumsi residen.
Kelompok Bahan Makanan
Bahan Makanan
Rata-Rata Konsumsi (g/kap/hr)
Energi Protein
(kkal) (g)
Makanan pokok Beras 771.56 1373 16.20
Mie kering 45 151.65 3.56
Protein hewani Ayam 61.32 185.18 11.16
Telur 41.5 67.23 5.31
Ikan 40.73 35.03 6.52
Teri 24 18.48 3.84
Protein nabati Tempe 45.92 68.42 8.40
Tahu 76.51 52.03 5.97
Sayur Bayam 31.5 11.34 1.10
Jagung 20.17 61.92 1.59
Nangka 42.82 21.84 0.86
Terong 43.63 10.47 0.48
Daun singkong 38.45 28.07 2.61
Wortel 19.13 8.03 0.23
Kacang panjang 15.17 6.67 0.41
46
Tabel 20 (lanjutan) Rata-rata konsumsi residen.
Kelompok Bahan Makanan
Bahan Makanan
Rata-Rata Konsumsi (g/kap/hr)
Energi Protein
(kkal) (g)
Toge 15 3.45 0.44
Sayur Sawi 16,42 3.61 0.38
Buncis 18,75 6.56 0.45
Buah Pisang 57,64 57.06 0.69
Semangka 85,98 24.07 0.43
Jeruk 90 40.50 0.81
Pepaya 74,35 34.20 0.37
Susu Susu 30 152.70 7.38
Gula Gula 30 109.20 0.00
Total 2531 79.19
Tingkat konsumsi energi terhadap kebutuhan residen mencapai 93.27
persen sedangkan tingkat konsumsi protein terhadap kebutuhan residen dalam
sehari telah melebihi kebutuhan yaitu 119 persen (Tabel 20). Tingkat konsumsi
protein masih dalam kategori normal (90-119% AKG) (Depkes 1996). Tingkat
konsumsi protein yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata konsumsi energi.
Tingginya konsumsi protein residen tidak ada artinya jika konsumsi energi masih
kurang, karena protein makanan akan diubah menjadi energi untuk memenuhi
kekurangan energi tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992). Namun, jika konsumsi
protein terus meningkat dan melebihi batas maka dapat berpengaruh tidak baik.
Kelebihan protein dalam makanan yang dikonsumsi dirusak dan sebagian besar
nitrogennya dikeluarkan dalam bentuk urea. Beban yang harus dikerjakan dalam
menyaring dan membuang hasil metabolisme oleh ginjal, meningkat bila
konsumsi protein meningkat (Winarno 1993).
Tabel 21 Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan.
Kandungan Gizi Konsumsi Kebutuhan Tingkat konsumsi terhadap
kebutuhan (%)
Energi (kkal) 2531 2720 93.05
Protein (g) 79.19 66 119
Selain itu, tidak semua residen mengkonsumsi makanan yang disediakan
dapur penyelenggaraan makanan. Terdapat beberapa contoh yang
mengkonsumsi kurang atau bahkan lebih dari yang disediakan. Hal ini
disebabkan setiap residen memiliki selera dan kesukaan yang berbeda-beda.
Berikut ini tabel konsumsi, ketersediaan, dan rata-rata konsumsi terhadap
ketersediaan dapur UPT T&R BNN.
47
Tabel 22 Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan dapur UPT T&R BNN.
Kandungan Gizi
Konsumsi Ketersediaan Tingkat konsumsi terhadap
ketersediaan (%)
Energi (kkal) 2531 2914 86.85
Protein (g) 79.19 88,37 89.61
Berdasarkan Tabel di atas tingkat konsumsi energi residen terhadap
ketersediaan sebesar 86.85 persen, sedangkan tingkat konsumsi protein residen
terhadap ketersediaan sebesar 89.61 persen. Hal ini menunjukkan sebagian
besar ketersediaan makanan telah melebihi konsumsi danmakanan yang telah
disediakan dikonsumsi oleh residen. Diduga ini juga disebabkan oleh tidak
diizinkannya residen untuk membeli makanan di luar dapur dan jarangnya
residen mendapatkan makanan dari keluarga.
Tingkat konsumsi energi diperoleh dari jumlah konsumsi energi sehari
dibagi dengan kebutuhan energi dikalikan 100 persen, berdasarkan perhitungan
menggunakan rumus Harris Benedict (Almatsier 2008). Kebutuhan energi
dihitung menggunakan faktor koreksi umur, berat badan dan tinggi badan aktual
(untuk status gizi normal), serta menggunakan umur, tinggi dan berat badan ideal
menurut umur (untuk status gizi kurang/lebih dari normal). Tingkat konsumsi
energi dan protein menurut Depkes (1996) terdiri dari defisit tingkat berat (<70%
AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG),
normal (90-119% AKG), dan kelebihan ≥ 20% K . Berikut ini Tabel 23
menjelaskan tingkat konsumsi energi.
Tabel 23 Sebaran tingkat kecukupan energi residen.
Tingkat konsumsi energi residen sebanyak 56.4 persen termasuk dalam
tingkatan normal, 7.3 persen termasuk defisit tingkat berat, 10.9 persen defisit
tingkat sedang, 18.2 persen defisit tingkat ringan, dan 7.3 persen termasuk
kelebihan. Konsumsi energi yang masih kurang diduga karena selera residen
yang merasa bosan dengan menu makanan dapur penyelenggara. Hal ini diduga
juga disebabkan oleh beberapa kesalahan yang terjadi dalam pengukuran
Tingkat konsumsi energi N %
Defisit tingkat berat 4 7.3
Defisit tingkat sedang 6 10.9
Defisit tingkat ringan 10 18.2
Normal 31 56.4
Kelebihan 4 7.3
Total 55 100
48
konsumsi pangan. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain bisa disebabkan
oleh responden dan enumerator, lupa, kesalahan dalam menduga ukuran porsi
dan The Flat Slope Syndrome. The Flat Slope Syndrome adalah suatu
kecenderungan dimana responden akan melaporkan lebih pada konsumsi yang
sedikit (overestimate low intakes) atau melaporkan sedikit pada konsumsi yang
berlebihan (underestimate highintakes) (Gibson 2005).
Menurut Kusharto dan Sa’diyyah 200 ), metode recall konsumsi yang
digunakan dalam penelitian memiliki kekurangan yaitu data yang dihasilkan
kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan
tergantung dari keahlian tenaga pencatat dalam mengkonversi ukuran rumah
tangga (urt) kedalam satuan berat, serta adanya variasi intepretasi besarnya
ukuran antar responden.
Selain itu, tingkat konsumsi energi residen dapat dibedakan berdasarkan
riwayat penyakit yang dialami residen. Tabel 23 menjelaskan bahwa residen
yang memiliki riwayat penyakit, tingkat konsumsi energinya berada dalam
tingkatan normal (50%), defisit tingkat berat 12.5 persen, defisit tingkat ringan
(20.83%), defisit tingkat berat (12.5%),dan defisit tingkat sedang (4.17%). Tingkat
konsumsi energi residen yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam tingkatan
normal (64.52%), defisit tingkat sedang (16.13%), defisit tingkat ringan (16.13%),
dan kelebihan (3.23%).
Tabel 24 Tingkat konsumsi energi dengan riwayat penyakit residen.
Tingkat Kecukupan Energi
Riwayat Penyakit
Ada Tidak ada
n % N %
Defisit tingkat berat 3 12.5 0 0
Defisit tingkat sedang 1 4.17 5 16.13
Defisit tingkat ringan 5 20.83 5 16.13 Normal 12 50 20 64.52
Kelebihan 3 12.5 1 3.23
Total 24 100 31 100
Tingkat konsumsi protein merupakan Jumlah konsumsi protein aktual
dibagi dengan jumlah kecukupan yang dianjurkan dikalikan dengan 100 persen.
Menurut WNPG (2004), angka kecukupan protein yang dianjurkan pada pria
umur 19-64 tahun adalah 60 g. Berikut ini tabel sebaran tingkat konsumsiprotein
residen
49
Tabel 25 Sebaran tingkat konsumsi protein residen.
Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa sebanyak 54.5 persen tingkat
konsumsi protein residen dalam kategori normal. Residen yang tingkat konsumsi
proteinnya tergolong berlebih terdapat 27.3 persen. Hal ini diduga residen tidak
melakukan pembatasan pangan sumber protein baik nabati maupun hewani.
Residen cenderung menambah jumlah lauk pauk yang masih tersisa. Tingkat
konsumsi protein residen yang kelebihan juga diduga disebabkan oleh jumlah
ketersediaan protein yang terlalu tinggi sehingga jika residen mengkonsumsi
semua sumber protein maka konsumsi proteinnya akan lebih besar dari
kebutuhan.
Tingkat konsumsi protein berdasarkan riwayat penyakit residen dijelaskan
pada Tabel 26. Residen dengan riwayat penyakit memiliki konsumsi protein pada
tingkatan normal sebanyak 50 persen, kelebihan 33.33 persen, defisit tingkat
ringan 8.33 persen, defisit tingkat berat dan sedang masing-masing 4.17 persen.
Residen yang tidak ada riwayat penyakit memiliki konsumsi protein pada
tingkatan normal sebanyak 58.06 persen, kelebihan 22.58 persen, defisit tingkat
ringan 12.90 persen, dan defisit tingkat sedang 6.45 persen.
Tabel 26 Tingkat konsumsi protein dengan riwayat penyakit residen.
Tingkat Konsumsi Protein
Riwayat Penyakit
Ada Tidak ada
n % n %
Defisit tingkat berat 1 4.17 0 0 Defisit tingkat sedang 1 4.17 2 6.45 Defisit tingkat ringan 2 8.33 4 12.90 Normal 12 50 18 58.06 Kelebihan 8 33.3 7 22.58 Total 24 100 31 100
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan pangan di dalam tubuh (Riyadi 2006). Soekirman
(2000) menyatakan bahwa status gizi dapat ditentukan dengan beberapa ukuran-
ukuran gizi tertentu atau kombinasinya. Menurut Supariasa (2001) Beberapa
Tingkat kecukupan protein n %
Defisit tingkat berat 1 1.8
Defisit tingkat sedang 3 5.5
Defisit tingkat ringan 6 10.9
Normal 30 54.5
Kelebihan 15 27.3
Total 55 100
50
cara pengukuran status gizi yaitu pengukuran antropometri, klinik, dan biokimia
dan biofisik.Pengukuran klinik dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,
mata, rambut dan mukosa oral.Penilaian status gizi secara biokimia adalah
pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratorik yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain :
darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Pemeriksaan biofisik dilakukan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah,
tegangan otot dan bagian tubuh lainnya. Pada penelitian ini pengukuran status
gizi menggunakan cara pengukuran antropometri dengan mengukurberat badan
dan tinggi badan, yang selanjutnya status gizi dinilai berdasarkan indeks massa
tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan sebuah instrumen sederhana yang
dapat digunakan untuk menilai status gizi.
Pemakaian IMT khususnya untuk melihat kekurangan dan kelebihan
berat badan. Data yang dikumpulkan adalah berat badan pada awal rehabilitasi
dan pada saat penelitian serta tinggi badan residen. Data berat badan residen
pada awal rehabilitasi diperoleh dari unit gizi dan pada saat penelitian
menggunakan pengukuran antropometri berat badan dan tinggi untuk
menentukan indeks massa tubuh (IMT). Hal ini dilakukan untuk mengetahui
perbedaan status gizi residen pada awal rehabilitasi dan setelah menjalani
rehabilitasi. Gambar 3 dijelaskan grafik perubahan berat badan residen pada
awal rehabilitasi dan setelah menjalani rehabilitasi. Terjadi peningkatan berat
badan pada awal masuk (BB1) dan saat penelitian (BB2). Berat badan residen
pada awal masuk berkisar antara 45 kg hingga 88 kg dengan rata-rata 62.4 ±
10.7 sedangkan pada saat penelitian berkisar antara 50 kg hingga 94 kg dengan
rata-rata 67.1 ± 10.4. Tinggi badan residen berkisar antara 150 cm hingga 188
cm dengan rata-rata 169.2 ± 7.2.IMT residen pada awal masuk berkisar antara
16.27 hingga 28.09 sedangkan pada saat penelitian berkisar antara 17.6 hingga
29.4 cm.
51
Gambar 4 Grafik perubahan berat badan residen.
Berdasarkan pengkategorian IMT, status gizi residen pada awal masuk
16.4 persen dalam kategori gizi kurang, 50.9 persen gizi baik, 32.7 persen gizi
lebih. Status gizi residen pada saat penelitian sebagian besar termasuk dalam
kategori gizi baik (56.4%), gizi lebih (40.00%),dan gizi kurang (3.6%) (Tabel 27).
Hal ini menunjukkan terdapat perubahan status gizi residen pada awal masuk
dengan pada saat penelitian. Hasil uji statistik paired sample test menunjukkan
bahwa rata-rata nilai status gizi pada awal masuk (21.8 ± 3.4) berbeda nyata
dengan rata-rata status gizi pada saat penelitian (23.4 ± 3.2) pada p<0.01.
Tabel 27 Status gizi residen.
Kategori Status Gizi Awal Masuk Penelitian
N % n %
Gizi Kurang 9 16.4 2 3.6
Gizi Baik 28 50.9 31 56.4
Gizi Lebih 18 32.7 22 40.0
Total 55 100.0 55 100.0
Peningkatan status gizi residen diduga karena tidak adanya
penatalaksanaan diet khusus kepada residen yang menghitung kebutuhan
sesuai dengan kondisi residen. Upaya yang dapat dilakukan agar status gizi
residen menjadi baik dan tidak terjadi peningkatan terus menerus yaitu dengan
lebih memperhatikan kesehatan residen, tingkat ketersediaan makanan,
kebutuhan gizi residen, dan peningkatan aktivitas fisik (olahraga) untuk residen
yang mengalami kelebihan status gizi. Menurut Weiss et.al (2007) dalam
penelitiannya, dikatakan bahwa kurang aktivitas fisik dapat meningkatkan IMT,
yang dimana peningkatan IMT tersebut dapat menurunkan tingkat aktivitas fisik.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55
Berat (kg)
Responden
Perubahan Berat Badan
BB1
BB2
52
Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein dengan Status Gizi
Hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi dilakukan dengan
uji statistik Pearson. Hasil uji menunjukkan terdapat hubungan negatif yang nyata
antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi (r = -0.623, p < 0.01). Artinya
semakin tinggi konsumsi energi maka status gizi semakin meningkat (obesitas),
sebaliknya semakin rendah konsumsi energi maka semakin menurun (gizi
kurang). Tingkat konsumsi protein dan status gizi memiliki hubungan negatif yang
nyata (r = -0.560, p < 0.01). Artinya semakin tinggi konsumsi protein maka status
gizi semakin meningkat (obesitas), sebaliknya semakin rendah konsumsi protein
maka semakin menrun (gizi kurang).
Hal ini terlihat dari residen yang mengurangi konsumsi makan
dikarenakan mengalami kegemukan. Selain itu residen yang memiliki status gizi
kurang (kurus) akan meningkatkan konsumsi makannya. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh status gizi yang baik. Faktor kesehatan juga mempengaruhi status
gizi residen. Menurut Khomsan (2004), status gizi seseorang dapat dipengaruhi
oleh faktor makanan dan kesehatan. Masalah gizi tidak hanya dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan asupan makanan, tetapi juga oleh penyakit menular,
misalnya campak, malaria, diare, infeksi pernafasan, dan penyakit keras.Pada
penelitian ini diketahui bahwa sebanyak 43.6 persen residen mempunyai
penyakit penyerta antara lain HIV, hepatitis C, TBC, dan diabetes.
top related