halaman muka majalah tempo · 2013-07-22 · memperoleh gelar sarjana ilmu komunikasi pada fakultas...
Post on 09-Mar-2019
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN MUKA MAJALAH TEMPO
(Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi
Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun
2009/2010)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Oleh : Lukman Nusa
D 0206066
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN MUKA MAJALAH TEMPO
(Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi
Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun
2009/2010)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Oleh : Lukman Nusa
D 0206066
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Surakarta, 11 Januari 2011
Pembimbing
Drs. Hamid Arifin, M.Si NIP. 196005171988031002
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diuji dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Hari :
Tanggal :
Panitia Penguji :
Ketua : Drs. Nuryanto, M.Si. (................................)
NIP. 194908311978021001
Sekretaris : Tanti Hermawati, S.Sos., M.Si (................................)
NIP. 196902071995122001
Anggota : Drs. Hamid Arifin, M.Si (................................)
NIP. 196005171988031002
Mengetahui,
Dekan
Drs. H. Supriyadi SN, SU
NIP. 19601009 198601 1 001
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN MOTTO
It always seems impossible until its done.
(Nelson Rolihlahla Mandela)
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk Cinta yang Selalu Menyala,
Bapak Pawito dan Ibu Mutoyinah.
Inilah langkah awal dari pencapaianku...
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah tak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul Halaman Muka Majalah Tempo (Studi Analisis Isi
Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama Majalah Tempo
Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun 2009/2010) dengan segala kurang dan
lebihnya.
Pemilihan tema penilitian ini berangkat dari minat penulis akan kajian
komunikasi massa pada sebuah media yang dalam penelitian ini adalah media
cetak. Komunikasi massa pada sebuah media sendiri tidak luput dari pengaruh
kebijakan atau sistem politik yang dianut pada sebuah pemerintahan. Sistem
politik inilah yang nantinya, sampai tingkat tertentu berpengaruh pada segi
penerbitaan sebuah media begitupun sebaliknya. Kajian semacam ini kemudian
penulis implementasikan untuk meneliti kecenderungan pemuatan isu-isu pada
halaman muka majalah Tempo pada dua periode dengan pemerintahan yang
memiliki perbedaan karakteristik sistem politik. Bertolak dari pandangan di atas,
peneliti melakukan penelitian ini dimana laporannya disusun dalam bentuk skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS Solo.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan pertolongan dari
berbagai pihak. Dengan segenap keikhlasan dan kerendahan hati, penulis
memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunianya-Nya, sehingga berbagai kemudahan ditemui penulis dalam pengerjaan
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. H. Supriyadi,
SN, SU, Dekan FISIP UNS yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
melakukan penelitian serta Ibu Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan
Ilmu Komunikasi FISIP UNS yang juga telah memberikan ijin penyusunan skripsi
sekaligus tak hentinya memberi motivasi ketika bertemu diruang jurusan.
Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs. H. Dwi Tiyanto,
S.U pembimbing akademik penulis, atas kesabarannya dalam membimbing
penulis selama masa perkuliahan dan motivasinya agar penulis segera
menyelesaikan skripsi.
Terkhusus, penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada
Bapak Bapak Drs. Hamid Arifin, M.Si, sekretaris jurusan Ilmu Komunikasi FISIP
UNS sekaligus pembimbing skripsi penulis atas keikhlasan dan kesabarannya
membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini, memberikan berbagai
wejangan dan ilmu yang sebelumnya tidak penulis pahami. Tidak lupa terima
kasih penulis ucapkan kepada Bapak Budi Aryanto (Mas Budi) yang bersedia
direpotkan oleh segala keperluan administrasi yang diperlukan terkait penelitian
ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua tercinta,
Bapak Pawito dan Ibu Mutoyinah, atas semua doa ditengah kesibukannya dan
memberi motivasi dan dukungan kepada penulis untuk sesegera mungkin
menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya kepada dua adik saya yang terkasih,
Duryatin Amal dan Arifah Qudsiyah yang telah memberikan dukungan moril
kepada penulis. Kepada teman-teman yang telah berbaik hati ikut membantu
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kelancaran proses penelitian ini, Rian “Erpatrek” Erpatriatmoko, Sidiq “Crownxz”
Setyawan, Nikki Fardhani, dan Imas “Ndut” Ayu Prafitri penulis sampaikan
ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya. Juga para sahabat ”11 Anak Markas”
R. Fajri Susetyo, Wahyu, M. Yogi Saputro, Meggy Girbaldi, Ican “Cani”
Zulmedia, Barlian “Jes_Ngamuk_DbD” Anung P, Kukuh “KU2H_K2”
Apriyanto, Rendra “Ghost_Buster” Vidian P, yang selalu sudi menyisihkan
waktunya untuk sharing ataupun sekedar refreshing dari segala kepenatan.
Untuk, 12 AM Adv serta teman-teman seperjuangan Komunikasi FISIP
angkatan 2006, terima kasih atas kebersamaan selama masa perkuliahan dan
dukungannya selama pengerjaan skripsi. Tidak lupa penulis haturkan terima kasih
untuk Hira “Bebek Bawel” Puspita Putri, untuk ambisi besarnya, yang mungkin
lebih besar dari penulis sendiri, agar penulis sesegera mungkin lulus. Terakhir,
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik lahir maupun batin dari
persiapan penelitian hingga terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu, terima kasih banyak.
Tiada gading yang tak retak, mungkin itulah cerminan dari skripsi ini.
Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya sederhana ini.
Terima kasih dan semoga bermanfaat. Amin.
Surakarta, 2 Januari 2011
Penulis
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ---------------------------------------------------------------- i HALAMAN PERSETUJUAN ---------------------------------------------------- ii HALAMAN PENGESAHAN ----------------------------------------------------- iii HALAMAN MOTTO -------------------------------------------------------------- iv HALAMAN PERSEMBAHAN -------------------------------------------------- v KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------- vi DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------- ix DAFTAR GAMBAR ---------------------------------------------------------------- xi DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------- xii ABSTRAK ---------------------------------------------------------------------------- xiii BAB I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ------------------------------------------------------- 1 B. Rumusan Masalah --------------------------------------------------- 6 C. Tujuan Penelitian ---------------------------------------------------- 6 D. Manfaat Penelitian --------------------------------------------------- 7 E. Landasan Teoritis
1. Komunikasi ------------------------------------------------------ 7 2. Komunikasi Massa ---------------------------------------------- 12 3. Jurnalistik Sebagai Bentuk Komunikasi Massa -------------- 19 4. Media Cetak dan Majalah --------------------------------------- 22 5. Kebebasan Pers --------------------------------------------------- 24 6. Halaman Muka ---------------------------------------------------- 27
F. Definisi Konseptual ------------------------------------------------- 33 G. Definisi Operasional ------------------------------------------------- 34 H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian ---------------------------------------------------- 40 2. Objek Penelitian -------------------------------------------------- 45 3. Teknik Pengumpulan Data -------------------------------------- 46 4. Populasi dan Sample --------------------------------------------- 47 5. Kerangka Berpikir ------------------------------------------------ 50 6. Unit Analisis ------------------------------------------------------ 51 7. Analisis Data ------------------------------------------------------ 52
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8. Reliabilitas dan Validitas --------------------------------------- 52
BAB II . DESKRIPSI LOKASI A. Sejarah Majalah Tempo -------------------------------------------- 56
B. Pembreidelan Tempo ------------------------------------------------ 59
C. Kembalinya Tempo -------------------------------------------------- 61
D. Visi dan Misi --------------------------------------------------------- 63
E. Karakteristik Majalah Tempo -------------------------------------- 65
F. Struktur Organisasi -------------------------------------------------- 66
G. Ideologi Tempo ------------------------------------------------------ 69
BAB III . PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Kategori Tema Halaman Muka ------------------------------------- 85 B. Kategori Individu yang Diangkat pada Halaman Muka ------------------------------------------------------------------- 95 C. Kategori Pengemasan Halaman Muka ----------------------------- 99
BAB IV . PENUTUP A. Kesimpulan ------------------------------------------------------------ 103 B. Keterbatasan dalam Penelitian -------------------------------------- 104 C. Saran ------------------------------------------------------------------- 105
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Teori Laswell (Muhamad Mufid, 2007: 7) ----------------- 11 Gambar 2. Model komunikasi Shannon dan Weaver
(John Fiske, 1990: 13) ------------------------------------------------- 12 Gambar 3. Matrik Penelitian (Schillinger dan Porter, 1999: 125-149) ------- 50
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode I (No. 9 Tahun XXIII – 1 Mei 1993 – No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994). Sample 50% (24 Edisi) ----------------------------------------------------------------- 74 Tabel 2. Tabel Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode II (Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010). Sampel 50% (24 Edisi) ------------------------------------------------- 78 Tabel 3. Frekuensi Kategori-Kategori Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II ---------------------------------------- 87 Tabel 4. Frekuensi Isu Korupsi Majalah Tempo Periode I
dan Periode II ------------------------------------------------------------- 89 Tabel 5. Frekuensi Isu Politik Majalah Tempo ---------------------------------- 92 Tabel 6. Frekuensi Kemunculan Seorang Individu di Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II ----------------------- 96 Tabel 7. Frekuensi Teknik Pengemasan Halaman Muka Periode I
dan Periode II ------------------------------------------------------------- 101 Tabel 8. Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode I (No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 – No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994) berdasarkan pengkoding 2--------------------------------------------------------- Lampiran Tabel 9. Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode II (Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010) berdasarkan Pengkoding 2 -------------------------------------------------------- Lampiran Tabel 10. Frekuensi Kategori-Kategori Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II Menurut Pengkoding 2 ------------------------------------------------------- Lampiran Tabel 11. Frekuensi Isu Korupsi Majalah Tempo Periode I dan Periode II Menurut Pengkoding 2 -------------------------------- Lampiran Tabel 12. Frekuensi Isu Politik Majalah Tempo Periode I dan Periode II Menurut Pengkoding 2 -------------------------------- Lampiran Tabel 13. Frekuensi Kemunculan Tokoh di Halaman Muka Majalah Tempo Menurut Pengkoding 2 ------------------------- Lampiran Tabel 14. Frekuensi Teknik Pengemasan Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II Menurut Pengkoding 2 -------------------------------------------------------- Lampiran Tabel 15. Proposisi dan Kuadrat Proposisi Kategori Tema Halaman Muka Majalah Tempo ---------------------------------- Lampiran Tabel 16. Proposisi dan Kuadrat Proposisi Isu-Isu Korupsi Pada Halaman Muka Majalah Tempo ---------------------------- Lampiran Tabel 17. Proposisi dan Kuadrat Proposisi Isu-Isu Politik Pada Halaman Muka Majalah Tempo ---------------------------- Lampiran Tabel 19. Proposisi dan Kuadrat Kategori Tokoh Pada Halaman Muka Majalah Tempo ----------------------------------- Lampiran Tabel 20. Proposisi dan Kuadrat Kategori Pengemasan Halaman Muka Majalah Tempo ----------------------------------- Lampiran
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
LUKMAN NUSA, D0206066, HALAMAN MUKA MAJALAH TEMPO (Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun 2009/2010), Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta, 2011.
Halaman muka sebuah majalah adalah bagian yang paling menonjol. Sebuah halaman muka menentukan pandangan pertama yang nantinya juga akan mempengaruhi minat baca dari khalayak. Bagi media cetak yang sadar akan arti pentingya, halaman muka didesain sedemikian rupa hingga menjadi sebuah desain sederhana namun kompetitif dan menarik sekaligus mencerminkan filosofi dari media tersebut.
Selanjutnya, sebuah teori pendekatan lingkungan menyatakan bahwa sampai pada tingkat tertentu, sistem politik berpengaruh pada komunikasi begitupun sebaliknya. Teori semacam ini menjelaskan bahwa dengan kebijakan-kebijakan yang dilahirkan pada sebuah sistem politik, hingga tingkat tertentu berpengaruh pada pemberitaan sebuah media. Berdasarkan uraian tersebut, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana kecenderungan pemberitaan majalah berita nasional Tempo yang dapat dilihat dari bagian halaman mukanya pada dua periode yang memiliki karakteristik sistem politik yang berseberangan di Indonesia.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode analisis isi karena fokus penelitian terletak pada kecenderungan pemberitaan majalah Tempo yang dicerminkan pada bagian halaman muka dengan skala frekuensi. Sedangkan pengumpulan data menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Teknik random sampling digunakan untuk memilih 48 dari 96 halaman muka majalah tempo edisi tahun 1993/1994 dan 2009/2010, sementara validitas data diuji melalui teknik dua pengkoding dan analisa data menggunakan data frekuensi dan prosentasi intensitas.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa memang terdapat perbedaan yang signifikan pada pemberitaan majalah Tempo pada periode I tahun 1993/1994 dan periode II tahun 2009/2010. Pemberitaan tentang isu-isu yang bersangkutan dengan oknum-oknum pemerintahan pada periode II lebih banyak jika dibandingkan pada periode I. Penelitian ini juga menemukan bahwa pada periode II ditemukan beberapa edisi yang mengangkat presiden sebagai model dalam halaman muka sedangkan pada periode I tidak ditemukan sama sekali halaman muka semacam ini.
Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan teknik ilustrasi pada pengemasan halaman muka pada periode II lebih banyak jika dibandingkan pada periode I. Kenyataan semacam ini memperlihatkan adanya peningkatan kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat pada periode II. Hal ini berangkat dari sebuah pernyataan bahwa pemuatan ilustrasi atau karikatur mensyaratkan adanya kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers pada sebuah sistem politik.
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRACT
LUKMAN NUSA, D0206066, TEMPO MAGAZINE COVERS (Content Analysis About the Differences of Tempo Magazine Covers as The Representations of Tajuk Utama at 1993/1994 and 2009/2010), Paper, Communication Science Majors, Social and Political Science Faculty, Surakarta Sebelas Maret University (FISIP UNS), 2011.
A magazine’s cover is the most prominent part. The magazine covers determine the people’s first impression futhermore will influence the reader’s interest to read. For the press media who realize the importances, the covers will be designed as a simple but competitive and interesting design which representating the media’s philosophy. Futhermore, the theory of Environment states that until specific level, political system influences communication vise versa. This theory describes that the governement policy which is born in a political system, until a specific level, influences the news release. Base from the states, the problem of this research is the preference of Tempo the national news magazine’s news release which can be seen from its covers at two periods which has different political system’s characteristic in Indonesia. To find the answer, the researcher use the content analysis metode because the research focus on the preference of Tempo’s news release which is representated on its covers with frequency scale. While the observation and documentation metode is used for the data gathering. Random sampling technique is used for selecting 48 from 96 Tempo magazine covers at 1993/1994 and 2009/2010 while the data validation is tested with two coders technique and the data analysis was using frequency data and intencity persentage.
The research found that there are significant diferences on Tempo’s news release between the first period at 1993/1994 and the second period at 2009/2010. News release about government issues at the second periode is larger than the first periode. This research found that there a some edition which represent the president on the cover at the second period but none was found at the first period too.
From the result of the research describe that the frequency of using ilustration technique for Tempo magazine covers at the second period is larger than at the first period. The fact described that there were raising power of the pers freedom and the freedom of speech at the second period. This fact is base from the state that ilustration or caricature technique usage requires the freedom of speech and the press freedom on its political system.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah majalah, tidak ada yang lebih penting dari pada halaman
muka (Nelson, 1979: 162). Halaman muka sebuah majalah mengandung elemen
sangat penting karena menjadi bagian yang nantinya akan dilihat pertama kali
oleh khalayak. Bagian ini didesain sedemikian rupa sehingga mampu memberikan
kesan menarik ketika pembaca melihatnya untuk pertama kali. John Morris, dalam
bukunya Magazine Editing menyebutkan tentang arti pentingnya desain dalam
sebuah majalah sebagai berikut.
“Publishing is never a purely verbal matter: printing words always involves design issues, even if it is only selections of a typeface. Magazine design takes that process and extends it through the incorporation of photographic and illustrative material”. (Penerbitan bukan hanya tentang hal-hal bersifat verbal saja: dunia percetakan selalu berhubungan dengan desain, bahkan ketika hanya dalam menyeleksi tipe muka. Desain majalah mengambil proses tersebut dan mengembangkannya melalui penggabungan antara fotografi dan bahan ilustrasi). (John Morris, 1996:147)
Dari pendapat John Morrris sebagaimana dikutipkan di atas dapatlah
disimpulkan bahwa sebuah majalah membutuhkan desain, termasuk desain
halaman muka, yang dapat membuatnya lebih mampu menarik perhatian
khalayak. Halaman muka, dalam kaitan ini, menjadi suatu hal yang sangat penting
dalam hal first impression kepada pembacanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pada majalah berita, halaman muka menjadi sangat penting karena
merepresentasikan prioritas pemberitaan. Sebuah halaman muka haruslah
sederhana, kompetitif dan menarik. Halaman muka hendaknya berkaitan pada
artikel utama dari edisi tersebut. Konsistensi dari desain sehingga
merepresentasikan filosofi dari majalah itu sendiri menjadi hal yang penting
sehingga majalah tersebut dapat dengan mudah dikenali oleh pembaca. (Click &
Baird, 1983: 204)
Banyak majalah berita di Indonesia, salah satunya yang dapat dikatakan
terkemuka adalah Tempo. Majalah Tempo adalah majalah berita mingguan
Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik. Halaman muka majalah
Tempo menjadi sebuah topik yang menarik untuk dikaji karena untuk beberapa
kali, halaman muka majalah ini menimbulkan kontroversi.
Pada masa Orde Baru tahun 1982 misalnya, Surat Izin Terbit (SIT)
TEMPO pernah dibekukan oleh keputusan Menteri Penerangan Ali Moertopo
karena melanggar kode etik pers yang bebas dan bertanggung jawab. Banyak
orang percaya, alasan utamanya karena TEMPO memberitakan kampanye partai
Golkar, di lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir dengan kerusuhan.
(www.kopigrafika.com)
Selanjutnya, pada tahun 1994 pemerintah melakukan pembreidelan juga
pada majalah tersebut. Alasan pembreidelan tidak pernah jelas. Tetapi banyak
yang meyakini bahwa pemberitaan mengenai impor kapal perang (bekas) dari
Jerman. Pemberitaan mengenai kasus ini dianggap sebagai sebuah ancaman
terhadap stabilitas negara. (www.kopigrafika.com)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Pada era Reformasi, TEMPO tak surut mengundang kontroversi, ulasan
artikelnya mengenai ada Tomy di Tenabang, Kasus Akbar Tanjung, hingga
gambar sampul Majalah TEMPO, yang memuat lukisan "Perjamuan Terakhir"
karya Leonardo Da Vinci, yang sangat sakral bagi agama Nasrani, di pelesetkan
dengan gambar Soeharto di meja makan bersama enam anaknya.
(www.kopigrafika.com). Gambar tersebut dimuat pada halaman muka majalah
Tempo edisi 4-10 Februari 2008, beberapa hari setelah wafatnya mantan presiden
Soeharto.
Kontroversi baru-baru ini yaitu pada edisi 28 Juni – 4 Juli 2010 yang
berjudul Rekening Gendut Perwira Polisi adalah sebuah contoh halaman muka
majalah Tempo yang menimbulkan pro dan kontra. Desain halaman muka yang
menggambarkan seorang perwira tinggi Polisi dengan tiga celengan berbentuk
babi yang terikat pada salah satu tangan sang perwira menyebabkan Tempo edisi
ini menjadi sulit untuk didapatkan. Disinyalir keadaan ini disebabkan majalah
Tempo edisi Rekening Gendut Perwira Polisi diborong oleh beberapa pihak
tertentu. Lebih lanjut, dalam masa edisi ini diterbitkan, pemerintah dan
masyarakat sedang menggalakkan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi
sementara berkembang dugaan terdapat beberapa perwira tinggi Polisi yang
terlibat dalam tindak pidana korupsi. Tapi itulah, Tempo dengan segala
kehebohan yang sering dimunculkannya, suka atau tidak, telah menciptakan
warna tersendiri bagi perkembangan dan kedewasaan politik bagi perjalanan
negara dan bangsa ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Terutama karena kontroversi-kontroversi yang sering ditimbulkan oleh
majalah berita mingguan Tempo inilah maka penting untuk meneliti bagaimana
majalah Tempo memilih dan menyajikan persoalan-persoalan penting dalam
halaman muka. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati dua periode terbitan
majalah Tempo yaitu: periode I No. 12 Tahun XXIII – 22 Mei 1993 - No. 17
Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga
Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010. Pemilihan kedua periode tersebut lebih
disebabkan oleh adanya perbedaan pemerintahan yang berkuasa pada masanya.
Masa Orde Baru yang berkuasa pada periode pertama cenderung lebih
mempunyai tekanan terhadap kebebasan pers.
Selanjutnya, Pawito dalam desertasinya Mass Media and Democracy: a
study of the roles of the mass media in the Indonesian transition period 1997-
1999, menjelaskan tentang kondisi media massa pada periode orde baru.
The Period of New Order lasted form 1967 to 1998. Basically, in this period, similiar to that in the period of Demokrasi Terpimpin, Indonesian mass media were put under government control. In the periode of Demokrasi Terpimpin, the mass media served as the arms of the government to promote the government policies e.g. Demokrasi Terpimpin, Manipol Usdek, and Nasakom in an atmosphere called politik adalah panglima (politics is the chief consideration). Likewise, in the period of New Order the Indonesian mass media served as an agent of the government to promote government policies, primarily national development programs, in an atmosphere called pembangunan adalah panglima (development is the chief of cansideration). Thus during both periods, the governemnt enforced its control over the media in order to prepetuate the regime. Similiar to that in the period of Demokrasi Terpimpin, Departemen Penerangan also played a remarkable role in controlling the media in the period of New Order. (Periode Orde Baru berlangsung tahun 1967-1998. Secara umum, periode ini hampir mirip dengan periode Demokrasi Terpimpin, media massa di Indonesia berada dalam kontrol pemerintah. Pada saat periode Demokrasi Terpimpin, media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
massa dijadikan sebagai alat pemerintah untuk mempromosikan kebijakan pemerintah. Demokrasi Terpimpin, Manipol Usdek, dan Nasakom terdapat dalam sebuah atmosfer yang disebut politik adalah panglima. Demikian juga pada periode Orde Baru, media massa di Indonesia digunakan sebagai agen pemerintah untuk mempromosikan kebijakan pemerintah, secara umum untuk mempromosikan program pembangunan nasional dalam sebuah atmosfer yang disebut sebagai Pembangunan adalah panglima. Pada kedua periode pemerintah memaksakan kontrolnya kepada media untuk melanggengkan rezim. Sama halnya pada saat periode Demokrasi Terpimpin, Departemen Penerangan juga mempunyai peranan yang penting untuk mengontrol media). (Pawito, 2002: 98)
Dari pendapat Pawito di atas dapatlah kiranya penulis simpulkan bahwa
pemerintahan orde baru pada periode I memiliki sistem politik yang tidak jauh
berbeda dengan pemerintahan masa orde lama dimana pemerintahan
membenarkan adanya intervensi terhadap media. Pada periode I dimana
pemerintah memiliki atmosfer sistem politik pembangunan sebagai panglima
dapat memaksakan kontrolnya kepada media untuk membuat abadi rezim
tersebut.
Sebaliknya, pada periode II dimana pemerintahan kabinet Indonesia
Bersatu berkuasa. Pada periode tersebut, reformasi baru saja terjadi sehingga
euforia kebebasan pers benar-benar terasa didalamnya. Selanjutnya, pemilihan
dalam penggunaan ilustrasi untuk halaman muka yang biasanya sangat terkait
dengan berita utama atau tajuk utama edisi bersangkutan notabene merupakan
keputusan media secara instutusional (melalui para editor). Keputusan ini sudah
tentu dibuat oleh para editor setelah mencermati dan mempertimbangkan
persoalan atau perkembangan situasi politik dan sosial yang ada di masyarakat.
Pemilihan penggunaan ilustrasi yang kental dengan unsur subjektifitas, dari pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
fotografi dalam penyusunan desain halaman muka majalah Tempo juga
setidaknya menjadi penguat alasan mengapa topik ini menarik untuk diteliti.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari permasalahan diatas, dapatlah dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Tema-tema apa saja yang menjadi sorotan majalah Tempo
sebagaimana yang ditampilkan di halaman muka pada periode I No. 12
Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan
periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4
Juli 2010.
2. Siapa yang paling banyak muncul di halaman muka majalah Tempo
pada periode I dan Periode II.
3. Bagaimana perbedaan cara majalah Tempo dalam mengemas sebuah
isu yang kemudian diangkat menjadi halaman muka pada periode I dan
periode II.
C. Tujuan penelitian
Penelitian ini pada intinya berkenaan dengan halaman muka majalah berita
Tempo khususnya pada dua periode penerbitan yaitu periode I No. 12 Tahun
XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi
3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010. Adapun tujuan
pokok dari penelitian ini adalah: Untuk melihat secara lebih intensif tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
tampilan halaman muka majalah tempo terutama dalam aspek tema dari pesan
yang menjadi sorotan majalah Tempo untuk diangkat dalam halaman muka di
kedua periode sebagaimana dikemukakan di atas serta kemungkinan perbedaan
yang ada di antara kedua periode tersebut (dilihat dari frekuensi kemunculan).
Adapun tujuan kedua adalah membandingkan tokoh yang paling sering diangkat
dalam halaman muka majalah Tempo pada kedua periode. Selanjutnya, penelitian
ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan cara pengemasan
sebuah halaman muka pada masing-masing periode (dilihat frekuensi dari
penggunaan ilustrasi/karikatur dan fotografi).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam dunia
penelitian komunikasi karena dalam dunia tersebut masih jarang ditemukan
penelitian mengenai halaman muka sebuah majalah. Disamping itu,
pembandingan antara dua periode yang dipilih, setidaknya dapat menjadi sebuah
tolak ukur perkembangan pers di Indonesia.
E. Landasan Teoritis
Teori merupakan landasan bagi seorang peneliti dalam melakukan
penelitian. Dalam penelitian ini, landasan teori dimulai dengan teori mengenai
komunikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
1. Komunikasi
Dalam buku “Komunikasi dan Regulasi Penyiaran”, Mufid mengutip
pengertian komunikasi dari Weekly (1967), secara etimologi (bahasa) kata
“komunikasi” berasal dari Bahasa Inggris “communication” yang mempunyai
akar kata dari bahasa Latin “comunicare.” Kata “comunicare” sendiri memiliki
tiga kemungkinan arti:
1. “to make common” atau membuat sesuatu menjadi umum.
2. “cum + munus” berarti saling memberi sebagai hadiah.
3. “cum + munire” yaitu membangun pertahanan bersama. (Muhamad
Mufid, 2007 :1)
Sedangkan secara epistemologis (istilah), dalam buku “Komunikasi dan
Regulasi Penyiaran”, Mufid mengutip dari beberapa tokoh komunikasi,
diantaranya adalah Ruben (1992), R loose (1999) dan DeVito (1986). Definisi-
definisi itu adalah:
1. “Communication means that information is passed from one place to another” (komunikasi adalah informasi yang disampaikan dari satu tempat ke tempat lain).
2. “Communication...include (s) all the procedures by which one mind may effect another.” (Komunikasi...meliputi semua prosedur di mana pikiran seseorang mempengaruhi orang lain).
3. “The transmission of information, ideas, emotion, skills, etc. By the use of symbol – word, pictures, figures, graph, etc.” (pemindahan informasi, ide, emosi, keterampilan, dan lain-lain dengan menggunakan simbol – seperti kata, gambar, figur dan grafik).
4. “The imparting, conveying or exchange of ideas, knowledge, or information whether by speech, writing or signs.” (memberi, meyakinkan atau bertukar ide, pengetahuan atau informasi baik melalui ucapan, tulisan atau tanda).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
5. Komunikasi adalah proses pertukaran informasi yang biasanya melalui sistem simbol yang berlaku secara umum.
6. Komunikasi adalah, “proses atau tindakan menyampaikan pesan (message) dari pengirim (sender) ke penerima (receiver), melalui suatu medium (channel) yang biasanya mengalami gangguan (noise). Dalam definisi ini, komunikasi haruslah bersifat intentional (disengaja) serta membawa perubahan. (Muhamad Mufid, 2007 :1-2)
Astrid dalam bukunya “Komunikasi Sosial di Indonesia”, menyinggung
tentang pengertian Komunikasi.
Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti atau makna. Arti ini perlu dipahami bersama oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi. Suatu situasi komunikasi serasi adalah yang diharapkan oleh komunikator dan komunikan. Komunikasi serasi hanya dapat dicapai apabila pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi memberi arti dan makna yang sama kepada lambang-lambang yang dipergunakan karena itu dikatakan bahwa pemberi arti kepada lambang merupakan landasan pokok untuk suatu komunikasi yang serasi, terutama karena manusia hidup dalam masyarakatnya melalui komunikasi. (Phil Astrid S Susanto, 1980: 4)
Secara garis besar, baik Mufid maupun Astrid sama-sama mendefinisikan
komunikasi sebagai sebuah proses yang kemudian menghasilkan sebuah produk
pesan. Dalam proses tersebut sebuah pesan dikemas sedemikian rupa hingga
terdapat keselarasan antara komunikator dan komunikannya. Proses keselarasan
itu tentu saja tidak luput dari hambatan ataupun gangguan. Melalui hambatan dan
gangguan inilah nantinya sebuah pesan diterima oleh komunikan yang selanjutnya
menghasilkan berbagai feed back.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Selanjutnya, Mufid juga merumuskan beberapa unsur yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi anatomi komunikasi. Unsur-unsur tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain atau
hubungan seseorang dengan lingkungannya, baik dalam rangka pengaturan
atau koordinasi.
2. Proses, yakni aktivitas yang nonstatis, bersifat terus menerus. Ketika kita
bercakap-cakap dengan seseorang misalnya, kita tentu tidak diam saja. Di
dalamnya kita membuat perencanaan, mengatur nada, menciptakan pesan
baru, menginterpretasikan pesan, merespons atau mengubah posisi tubuh
agar terjadi kesesuaian dengan lawan bicara.
3. Pesan, yaitu tanda (signal) atau kombinasi tanda yang berfungsi sebagai
stimulus (pemicu) bagi penerima tanda. Pesan dapat berupa tanda atau
simbol. Sebagian dari tanda dapat bersifat universal, yakni dipahami oleh
sebagian besar manusia diseluruh dunia, seperti senyum sebagai tanda
senang, atau asap sebagai tanda adanya api. Tanda lebih bersifat universal
daripada simbol. Ini dikarenakan simbol terbentuk karena adanya
kesepakatan, seperti simbol negara. Karena terbentuk melalui kesepakatan,
maka simbol tidak bersifat alami dan tidak pula universal.
4. Saluran (channel), adalah wahana di mana tanda dikirim. Channel bisa
bersifat visual (dapat dilihat) atau aural (dapat didengar).
5. Gangguan (noise), segala sesuatu yang dapat membuat pesan
menyimpang, atau segala sesuatu yang dapat mengganggu diterimanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
pesan. Gangguan (noise) bisa bersifat fisik, psikis (kejiwaan) atau
semantis (salah paham).
6. Perubahan, yakni komunikasi menghasilkan perubahan pada pengetahuan,
sikap atau tindakan orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi.
(Muhamad Mufid, 2007: 3-4)
Selanjutnya, pada tahun 1948 Laswell memperkenalkan pola komunikasi
yang mengatakan bahwa komunikasi meliputi “who says what to whom in what
channel with what effect”, atau “siapa berkata apa kepada siapa dengan
menggunakan saluran apa serta menimbulkan pengaruh apa”.
Model Komunikasi Lasswell
Whom Effect Who What Channel
(audience/pendengar)
(Pembicara) (pengaruh) (pesan) (medium)
Gambar 1: Model Teori Laswell (Muhamad Mufid, 2007: 7)
Teori Laswell, walaupun masih berfokuskan pada komunikasi verbal satu
arah, namun teori tersebut dipandang lebih maju dari teori yang telah ada. Di
samping berhasil lepas dari pengaruh komunikasi propaganda yang ketika itu
sangat mendominasi wacana komunikasi, Laswell juga mendefinisikan medium
pesan dalam arti yang lebih luas yakni media massa. (Muhamad Mufid, 2007: 7-8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Lebih lanjut, Laswell juga menyebutkan beberapa fungsi dari komunikasi:
1. The surveillance of the environment. (Pengawasan terhadap lingkungan)
2. The correlation of the parts of society in responding to the
environment.(Penghubung bagian-bagian dari masyarakat kepada
lingkungan)
3. The transmission of the social herritage from one generation to the next.
(Menurunkan warisan sosial dari satu generasi kepada generasi
setelahnya). (Onong U. Effendy, 1994: 13)
Fungsi “surveillance” yang dimaksudkan oleh Laswell disini merupakan
kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam
suatu lingkungan, dapat dikatakan sebagai penggarapan berita. Fungsi kedua yaitu
“correlation” adalah semua kegiatan yang mencakup berbagai interpretasi
terhadap informasi pada lingkungannya. Fungsi terakhir, “transmission of
culture" yang menyatakan sebuah komunikasi dapat digunakan sebagai sebuah
media untuk memberikan warisan saosial dan budaya dari generasi tua kepada
generasi yang lebih muda.
2. Komunikasi Massa
Karya Shannon dan Weaver, Mathematical Theory of Communication
(1949;Weaver,1949b), diterima secara luas sebagai salah satu benih yang keluar
dari studi komunikasi yang telah tumbuh. Teori ini merupakan suatu contoh yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
gamblang dari mahzab proses, yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan.
(John Fiske, 1990: 13)
Receive Tujuan Sumber informasi Transmite Pesan Sinyal yang
sinyal diterima
Sumber gangguan
Gambar 2: Model komunikasi Shannon dan Weaver (John Fiske, 1990: 13)
Dari gambar 2 dapat kita simpulkan bahwa Shannon dan Weaver
mengidentifikasi tiga level masalah dalam studi komunikasi. Hal itu adalah:
• Level A (masalah teknis) merupakan sebuah permasalahan yang
berjibaku dengan cara bagaimana simbol-simbol komunikasi dapat
ditransmisikan secara akurat.
• Level B (masalah semantik) adalah masalah mengenai bagaimana
simbol-simbol yang ditranmisikan secara persis menyampaikan makna
yang diharapkan.
• Level C (masalah keefektifan) yang merupakan permasalahan terakhir
yang bergumul dengan semua permasalahan bagaimana makna yang
diterima secara efektif mempengaruhi tingkah laku dengan cara yang
diharapkan. (John Fiske, 1990: 46)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Masalah teknis di level A adalah yang paling sederhana untuk dipahami
dan ini adalah salah satu masalah yang semual dikembangkan model tersebut
untuk dijelaskan. Masalah semantik sekali lagi mudah untuk diidentifikasikan,
namun jauh lebih sulit untuk dipecahkan, dan mulai dari makna kata hingga
makna bahwa sebuah gambar film warta berita sebuah negara mungkin memiliki
makna bagi seorang warga negara lain. Shannon dan Weaver memandang bahwa
makna terkandung dalam pesan: maka memperbaiki encoding akan meningkatkan
akurasi semantik. Namun, terdapat juga faktor-faktor budaya yang bekerja disini
yang modelnya tidak menentukan: makna setidaknya sama banyaknya di dalam
budaya sebagaimana di dalam pesan
Masalah keefektifan sekilas mungkin tampak untuk menyatakan secara
tidak langsung bahwa Shannon dan Weaver memandang komunikasi sebagai
manipulasi dan propaganda: bahwa A telah berkomunikasi secara efektif dengan
B jika merespons dengan cara yang A harapkan. Mereka menempatkan diri
mereka sendiri terbuka terhadap kritik ini, dan hampir tidak menangkisnya,
dengan mengklaim bahwa respons estetik atau emosional terhadap suatu karya
seni adalah suatu efek komunikasi
Selanjutnya, sebagaimana yang sudah disinggung diatas, Laswell memberi
kita model lain yang menegaskan bahwa untuk memahami proses komunikasi
massa kita perlu mempelajari setiap tahapan dalam modelnya:Who, Says what, In
which channel, To whom, With what effect. Ini merupakan versi verbal model
yang berasal dari Shannon dan Weaver. Model ini melihat komunikasi sebagai
tranmisi pesan. Model ini mengungkapkan isu “efek” dan bukannya “makna.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
“Efek” secara tak langsung menunjukkan adanya perubahan yang bisa diukur dan
diamati pada penerima yang disebabkan oleh unsur-unsur yang bisa
diidentifikasikan dalam prosesnya. Perubahan pada salah satu unsur tersebut akan
merubah efek. (John Fiske, 1990: 46)
Dari beberapa pendapat tentang komunikasi massa, pendapat Bitner
(1980) merupakan definisi tentang komunikasi massa yang paling sederhana.
“Mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people”.(Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). (Ardianto dan Erdinaya, 2007:3)
Komunikasi massa merupakan komunikasi yang harus menggunakan
media massa (Ardianto dan Erdinaya, 2007:3). Televisi, radio, surat kabar, film,
buku, pita merupakan bentuk dari komunikasi massa (Effendy, 1990:20).
Definisi dari Bitner yang dikutip oleh Ardianto dan Erdinaya merupakan
sebuah definisi komunikasi massa yang memprioritaskan pada channel dan
jumlah komunikan pada sebuah proses komunikasi massa. Adapun Effendy
(1990) memperjelas berbagai channel yang dapat digunakan oleh sebuah proses
komunikasi massa untuk mentransmisikan sebuah pesan.
McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, menjelaskan bahwa
komunikasi massa hanya merupakan salah satu proses komunikasi yang
berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang identifikasinya ditentukan oleh
ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan, organisasi, dan kegiatan yang
sebenarnya). (McQuail,1996:7)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Masih menurut McQuail, ciri-ciri utama komunikasi massa adalah sumber
komunikasi massa bukanlah satu orang, melainkan satu organisasi formal, dan
“sang pengirim”-nya seringkali merupakan komunikator profesional. Pesannya
tidak unik dan beranekaragam, serta dapat diperkirakan. Di samping itu,
seringkali pesan tersebut ”diproses”, distandarisasi, dan selalu diperbanyak. Pesan
itu juga merupakan suatu produk dan komoditi yang memiliki nilai tukar, serta
acuan simbolik yang mengandung nilai “kegunaan.” Hubungan antara pengirim
dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali bersifat interaktif. Hubungan
tersebut juga bersifat impersonal, bahkan mungkin sekali bersifat non-moral dan
kalkulatif dalam artian bahwa sang pengirim tidak bertanggung jawab atas
konsekuensi yang terjadi pada para individu dan pesan yang diperjualbelikan
dengan uang atau ditukar dengan perhatian tertentu.
Charles Wright, seorang ahli komunikasi mencoba merumuskan mengenai
ciri-ciri komunikasi massa:
1. Diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim
2. Pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan
khalayak secara serentak, bersifat sekilas
3. Komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisansi yang
kompleks yang melibatkan biaya besar. (Mursito BM,1999:18)
Nurudin (2007), dalam bukunya Komunikasi Massa, merumuskan dalam
tujuh ciri sebuah komunikasi yang dapat disebut sebagai komunikasi massa.
a. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, melainkan
kumpulan orang-orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur
dan berkerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga disini
menyerupai sebuah sistem. Dalam komunikasi massa, komunikator adalah
lembaga media massa itu sendiri.
b. Komunikan dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen
Audience sebuah media massa memiliki keragaman umur, jenis kelamin
dan status sosial ekonomi. Karakter komunikan atau audience menurut
Herber Blumer adalah:
- Audience dalam komunikasi massa bersifat heterogen, berasal dari
berbagai kelompok dalam masyarakat.
- Berisi individu-individu yang tidak saling kenal dan tidak saling
berinteraksi secara langsung.
- Tidak memiliki kepemimpinan atau organisasi sosial.
c. Pesannya Bersifat Umum
Pesan yang disampaikan dalam komunikasi massa bersifat umum dan
ditujukan untuk khalayak yang jamak, bukan pada orang atau golongan
tertentu.
d. Komunikasi Berlangsung Satu Arah
Dalam bentuk komunikasi ini, komunikan tidak bisa langsung memberi
tanggapan terhadap pesan yang disampaikan komunikator.
e. Komunikasi massa Menimbulkan Keserempakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Dalam komunikasi massa penyampaian pesan dilakukan secara serempak
atau hampir bersamaan, walaupun pada audience media cetak komunikan
belum tentu menerima pesan secara bersamaan.
f. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis
Media massa sebagai sarana utama dalam penyampaian pesan kepada
khalayak sangat membutuhkan sebagai peralatan teknis seperti komputer,
mesin cetak, kamera dan lain-lain.
g. Komunikasi Massa Dikontrol oleh Gatekeeper
Gatekeeper berfungsi untuk memilih informasi yang layak disebarkan dan
menyederhanakan penyampaiannya agar mudah dipahami oleh khalayak.
(Nurudin,2007:54-55)
Komunikasi massa menurut Mursito BM dalam bukunya Memahami
Institusi Media, menjelaskan bahwa kata “komunikasi massa” diadopsi dari istilah
bahasa inggris “mass communication” atau komunikasi media massa (mass media
communication), yang berarti komunikasi dengan menggunakan media massa
atau “mass mediated”, komunikator tak dapat bertatap langsung dengan khalayak.
Misalnya; penyiar radio atau televisi yang sedang siaran, tidak dapat menatap
audiens dalam perbincangannya, sedangkan istilah “mass media” atau “media
massa” adalah dari “media of mass communication” – media yang digunakan
dalam komunikasi massa. Istilah lain yang paling banyak digunakan adalah pers.
(Mursito BM, 2006:2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, untuk meneliti perbandingan
halaman muka majalah Tempo periode I dan Periode II dibutuhkan pengetahuan
mengenai sistem politik yang digunakan pada masing-masing periode.
Pengetahuan mengenai sistem politik yang mempengaruhi komunikasi dalam hal
ini media massa demikian juga sebaliknya disebuat sebagai pendekatan
lingkungan. Dalam bukunya, Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye
Pemiilihan, Pawito menjelaskan bahwa pendekatan lingkungan bertolak dari
asumsi bahwa antara sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan timbal-
balik: sistem politik mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi
mempengaruhi sistem politik. Bertolak dari asumsi ini, maka mencermati
lingkungan, terutama lingkungan sosial-politik, pada saat komunikasi berlangusng
menjadi sangat penting. Lingkungan sosial-politik secara sederhana dapat
dipahami sebagai kondisi sosial-politik yang secara umum dirasakan luas oleh
masyarakat berkaitan dengan kinerja sistem politik. (Pawito, 2009: 35)
Dapat ditarik kesimpulan dari pernyataannya, Pawito menyadari bahwa
pendekatan lingkungan ini mengasumsikan bahwa lingkungan sosial-politik,
sampai tingkat tertentu, berpengaruh terhadap komunikasi. Dengan kata lain,
perubahan yang terjadi dalam sistem politik cenderung diikuti oleh perubahan
kondisi komunikasi politik termasuk kondisi media. Perubahan ini nantinya akan
dapat dilihat dari perbandingan halaman muka majalah Tempo periode I dan
periode II yang notabene memiliki karakteristik pengaruh sistem politik terhadap
media massa yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3. Jurnalistik Sebagai Bentuk Komunikasi Massa
Jurnalistik atau jurnalisme berasal dari kata Journal, artinya sebuah catatan
harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti surat
kabar. Journal berasal dari kata latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Dari
kata itulah lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik
(kusumaningrat, 2006:15). Jurnalistik juga dapat diartikan sebagi sebuah kegiatan
mencari dan mengolah fakta realitas empirik, kemudian dilaporkan kepada
khalayak melalui media massa. Laporan tentang realitas empirik di media massa
ini disebut berita. (Mursito, 1999:25)
Menurut Kovach dan Rosentiel, tujuan utama dari Jurnalisme adalah
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh khalayak sehingga mereka dapat
hidup merdeka dan mengatur diri sendiri. Untuk dapat memenuhi tujuan
utamanya, jurnalisme harus memenuhi prinsip-prinsip jurnalisme yang disebut
dengan sembilan elemen jurnalisme. Sembilan elemen jurnalisme itu adalah:
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah kebenaran 2. Loyalitas pertama jurnalisme kepada warga 3. Intisari jurnalisme adalah disiplin dalam verifikasi 4. Para praktisinya harus menjaga independensi terhadap sumber
berita 5. Jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan 6. Jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik,
maupun dukungan warga 7. Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting menarik
dan relevan 8. Jurnalisme harus menjaga agar berita berita komprehensif dan
proposional 9. Para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka.
(Bill Kovach & Tom Rosentiel, 2001:6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Dari uraian sembilan elemen jurnalistik yang di sebutkan Bill Kovach dan
Tom Rosentiel diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa realisasi dari
elemen-elemen jurnalistik tersebut dibutuhkan dukungan baik dari sisi internal
maupun eksternal dari sebuah media. Pada sisi internal dibutuhkan kesadaran diri
dari awak media maupun sang pemiliknya untuk menjunjung tinggi apa yang
dinamakan independensi jurnalistik. Sedangkan pada sisi eksternal, mensyaratkan
pemerintahan dengan berbagai kebijakannya yang pro dengan kebebasan pers dan
kebebasan menyatakan pendapat.
Sejarah Jurnalistik dimulai ketika tiga ribu tahun yang lalu, Firaun di
Mesir, Amenhotep III, mengirimkan ratusan pesan kepada para perwiranya di
provinsi-provinsi untuk memberitahukan apa yang terjadi di ibukota. Di Roma
2000 tahun yang lalu Acta Diurna (“tindakan-tindakan harian”) – tindakan-
tindakan senat, peraturan-peraturan pemerintah, berita kelahiran dan kematian -
ditempelkan ditempat-tempat umum. Selama abad pertengahan di Eropa, siaran
berita yang ditulis tangan merupakan media informasi yang penting bagi
usahawan.
Keperluan untuk mengetahui apa yang terjadi merupakan kunci lahirnya
jurnalisme selama berabad-abad. Tetapi, jurnalisme itu sendiri baru benar-benar
dimulai ketika huruf-huruf lepas untuk percetakan mulai digunakan di Eropa pada
sekitar tahun 1440. Dengan mesin cetak, lembaran-lembaran berita dan pamflet-
pamflet dapat dicetak dengan kecepatan yang lebih tinggi, dalam jumlah yang
lebih banyak, dan dengan ongkos yang lebih rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Surat kabar pertama yang terbit di Eropa secara teratur dimulai di Jerman
pada tahun 1609: Aviso di Wolfenbuttel dan Relation di Strasbourg. Tak lama
kemudian, suratkabar-suratkabar lainnya muncul di Belanda (1618), Perancis
(1620), Inggris (1620), dan Italia (1636). Suratkabar-suratkabar pada abad ke-17
ini bertiras sekitar 100 sampai 200 eksemplar sekali terbit, meskipun Frankfurter
Journal pada tahun 1680 sudah memiliki tiras 1500 sekali terbit.
Pada tahun 1650, suratkabar pertama yang terbit sebagai harian adalah
Einkommende Zeitung di Leipzig, Jerman. Pada tahun 1702 menyusul Daily
Courant di London yang menjadi harian pertama di Inggris yang berhasil
diterbitkan. Ketika lebih banyak penduduk mendapatkan penghasilan yang lebih
besar dan lebih banyak di antara mereka yang belajar membaca, maka semakin
besarlah permintaan akan suratkabar. Bersamaan dengan itu, terjadi penemuan
mesin-mesin yang lebih baik dalam mempercepat produksi koran dan
memperkecil ongkos.
Pada tahun 1833, di New York City, Benjamin H. Day, menerbitkan untuk
pertama kalinya apa yang disebut penny newspaper (suratkabar murah yang
harganya satu penny). Ia memuat berita-berita pendek yang ditulis dengan hidup,
termasuk peliputan secara rinci tentang berita-berita kepolisian untuk pertama
kalinya. Berita-berita human interest dengan ongkos murah ini menyebabkan
bertambahnya secara cepat sirkulasi suratkabar tersebut. Kini di Amerika Serikat
beredar 60.000.000 eksemplar harian setiap harinya.
Jurnalisme kini telah tumbuh jauh melampaui suratkabar pada awal
kelahirannya. Majalah mulai berkembang sekitar dua abad lalu. Pada tahun 1920
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
radio komersial dan majalah-majalah berita muncul ke atas panggung. Televisi
komersial mengalami boom setelah Perang Dunia II.
Selanjutnya, dalam penelitian ini, Tempo sebagai salah satu media cetak
yang cukup terkemuka di Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyaknya
media massa atau media of mass communication. Hal ini sejalan dengan definisi
perusahaan pers yang terdapat dalam Undang-Undang No.40/1999 tentang pers,
pasal 1 ayat 2.
Perusahan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronika, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
Dari undang-undang tesebut dapat kita simpulkan bahwa wujud dari media
seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang itu adalah perusahaan penerbitan
yang bergerak di bidang media cetak, meliputi perusahaan penerbitan surat kabar,
majalah, tabloid dan buku. Sedang media elektronika meliputi media radio dan
media televisi.
4. Media Cetak dan Majalah
Perkembangan media cetak tidak bisa lepas dari perkembangan
penggunaan kertas sebagai bahan untuk merekam tulisan. Hal demikian sudah
dimulai di dunia Islam sepanjang abad ke-18 dengan kertas kulit (meski
sebenarnya kertas sudah muncul di Cina). Lama kelamaan, sistem pemakaian di
atas kertas tersebar ke umat kristen Eropa, khususnya ketika tentara Moors
menduduki Spanyol. Tulisan yang awal mulanya dimonopoli oleh kalangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
pendeta, elit politik, ilmuwan dan ahli lain mulai bergeser. Masyarakat umum
yang memiliki kemampuan untuk menulis dan membaca mulai merasakan
manfaatnya. (Nurudin,2007:54-55)
Sejarah media modern bermula dari buku cetak. Meskipun pada awalnya
upaya percetakan buku hanyalah merupakan upaya penggunaan alat teknik untuk
memproduksi teks yang sama atau hampir sama, yang telah disalin dalam jumlah
yang besar, namun upaya itu tentu saja masih dapat disebut semacam revolusi.
Lambat laun perkembangan buku cetak mengalami perkembangan dalam segi isi -
semakin bersifat sekular dan praktis. Kemudian semakin banyak pula karya
populer, khususnya dalam bentuk brosur dan pamflet politik dan agama yang
ditulis dalam bahasa daerah, yang ikut berperan dalam proses transformasi abad
pertengahan. Jadi, pada masa terjadinya revolusi buku pun ikut memainkan peran
yang tidak dapat dipisahkan dari proses revolusi itu sendiri. (McQuail,1996:9)
Surat kabar komersial abad ketujuh belas tidak lahir dari satu sumber,
tetapi dari gabungan kerja sama antara pihak percetakan dengan pihak penerbit.
Ragam surat kabar resmi (seperti yang diterbitkan oleh Raja atau pemerintah)
memang memiliki beberapa ciri khas yang sama dengan surat kabar komersial,
tetapi juga berfungsi sebagai terompet penguasa dan alat pemerintah. Surat kabar
komersial merupakan ragam yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan
institusi surat kabar.
Surat kabar memiliki inovasi yang lebih tinggi daripada buku cetak –
penemuan (invensi) bentuk karya tulis, sosial dan budaya yang baru – meskipun
pada masa itu pandangan yang muncul tidak demikian adanya. Kekhususan surat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
kabar, jika dibandingkan dengan sarana komunikasi budaya lainnya, terletak pada
individualisme, orientasi pada kenyataan, kegunaan, sekularitas, dan
kecocokannya dengan tuntutan kebutuhan kelas sosial baru, yakni kebutuhan para
usahawan kota dan orang profesional. Kualitas kabaruannya bukan terletak pada
unsur teknologi atau cara distribusinya, melainkan pada fungsinya yang tepat bagi
kelas sosial tertentu yang berada dalam iklim kehidupan yang berubah dan
suasana yang secara sosial dan politis lebih bersifat permisif. (McQuail,1996:10)
Majalah merupakan jenis media massa yang paling unik diantara media
lainnya. Rhenald Kasali (1992:112-113) berpendapat bahwa media cetak memiliki
kekuatan dibanding dengan media cetak lainnya, yakni kemampuannya
menjangkau segmentasi pasar tertentu yang terspesialisasi sehingga majalah
memiliki komunitas sendiri. Majalah juga memilki sifat long life span, dimana
usia edar majalah lebih panjang dari seluruh media yang ada dan pada umunya
majalah juga dapat disimpan hingga bertahun-tahun sebagai referensi.
Majalah seperti media cetak lainnya, pada dasarnya merupakan alat
komunikasi massa yang tugasnya menyampaikan pesan dari sumber, dalam hal ini
redaksi kepada pembacanya dengan menggunakan lambang-lambang yang
dicetak. Lambang-lambang ini dapat berwujud huruf-huruf cetak maupun gambar.
Tetapi yang menjadi permasalahan disini adalah bagaimana mengemas lambang-
lambang ini menjadi menarik bagi khalayak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
5. Kebebasan Pers
Shoemaker (1996) dalam bukunya Mediating The Message berpendapat
tentang pemerintahan dalam sebuah negara sedikit banyak memiliki pengaruh
terhadap pers dalam negaranya.
There is little doubt that governments of all countries exert control over the mass media. In countries where the media are largely privately owned, controls are exerted through laws, regulations, licenses, and taxes. In countries where the media are primarily government-owned, government control is exerted through media financing. A study by the Freedom House shows that although 107 government adopted democratic reforms in 1993, “the personal freedom of nearly a billion citizens decreased.” (Terdapat keraguan yang kecil bahwa pemerintahan pada semua negara menggunakan kontrol terhadap media massa. Pada negara-negara dimana media dimiliki oleh swasta, kontrol dari pemerintahan ditekankan melalui hukum, regulasi-regulasi, surat-surat ijin dan pajak. Pada negara-negara dimana media dimiliki oleh pemerintahan, kontrol dari pemerintah digunakan melalui finansial media. sebuah penelitian oleh Freedom House memperlihatkan meskipun 107 pemerintah menganut reformasi demokrasi pada tahun 1993, kebebasan individu pada jutaan rakyat berkurang). (Pamela J Shoemaker, 1996: 199)
Dari kutipan diatas dapat dilihat bahwa masih terdapat banyak
pengekangan oleh pemerintah terhadap kebebasan pers sebuah media melalui
berbagai modus. Selanjutnya, meskipun sudah terdapat kebebasan pers dalam
sebuah negara, kejahatan terhadap kebebasan pers seringkali masih ditemukan.
Hal ini sejalan dengan fakta mengejutkan yang ditemukan Sussman yang dilansir
oleh Shoemaker. Dalam buku tersebut, Sussman menjelaskan tentang penemuan
1060 kasus mengenai kekerasan dalam kebebasan pers dalam 101 negara.
Kekerasan-kekerasan pada kebebasan pers tersebut dapat berupa penahanan
terhadap wartawan hingga pembunuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Kebebasan pers pada pemerintahan Amerika Serikat sendiri secara resmi
berlaku ketika dideklarasikannya Amandemen Kebebasan.
Congress shall make no law respecting an establishment of religion, or prohibiting the free exercise thereof; or abridging the freedom of speech, or of the press;or the right of the people peacebly to assemble, and to petition the Government for a redress of grievances. (Dewan Perwakilan Rakyat tidak diperbolehkan membuat undang-undang menghargai sebuah pembangunan dari agama, atau melarang kebebasan penggunaannya; atau penyingkatan terhadap kebebasan bicara, atau terhadap pers; atau hak manusia untuk membentuk dan atau memohon pemerintah untuk sebuah keluhan).
Sebuah kebebasan pers telah lama dijunjung pada masyarakat Amerika
Serikat dengan adanya amandemen kebebasan tersebut. Di Indonesia sendiri,
walaupun pada saat kabinet indonesia bersatu berkuasa ditemukan adanya euforia
kebebasan pers akan tetapi pengekangan kebebasan pers masih terjadi pada masa
orde baru berkuasa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kontrol media oleh
pemerintah. Pemerintah menggunakan media untuk mempromosikan kebijakan-
kebijakan pemerintah dan program-program pemerintahan. Pawito, dalam
desertasinya yang berjudul Mass Media and Democracy: A study of the Roles of
The Mass Media In The Indonesian Transition Period 1997-1998, merumuskan
setidaknya ditemukan 4 modus kontrol pemerintah terhadap media.
1. The government used licensing and other legal codes.
Hal ini dapat dilihat pada tahun 1966, semua media penerbit, harus
mempunyai Surat Ijin terbit (SIT). Pada tahun 1982 dan 1987, undang-
undang ini direvisi dengan mengganti SIT menjadi SIUPP (Surat Ijin
Usaha Penerbitan Press).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
2. Government control over the mass media often occured in less formal
terms. In this respect, various patterns developed. For example, a
patronclient relationship between government officers and newspeople
(media owners, editors, and reporters) was established.
Dalam kasus ini, pada beberapa kesempatan, pemerintah memberikan
wartawan sejumlah uang (lebih dikenal sebagai uang amplop atau uang
bensin
3. Budaya telepon was another prominent mechanism of government control
over the mass media.
Dalam hal ini, pemerintah melakukan panggilan telepon terhadap
wartawan, sebagai contoh bagaimana menulis isu-isu tertentu, dan
memerintahkan mereka untuk tidak menuliskan aspek-aspek tertentu.
Wartawan diharuskan untuk tidak memberitakan mengenai isu-isu negatif,
seperti konflik elit politik, korupsi pemerintah, dan kekerasan yang
dilakukan oleh pihak pemerintah. Pelanggaran terhadapnya akan
dikenakan sangsi pembreidelan.
4. Another mechanism of government control over the mass media was
exercised by means of media ownersip.
Keluarga atau kroni dari pemerintahan secara legal masuk kedalam
industri media dengan mempuyai kepemilikan terhadap media tersebut.
Sebagai contoh Harmoko (menteri penerangan), mengontrol Pos Kota
Group, Siti Hardiyanti (putri tertua Soeharto) mengontrol Wanita
Indonesia. (Pawito, 2002: 99-102).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Berbagai modus yang disebutkan oleh Pawito tersebut merupakan bentuk
dari intervensi pemerintah terhadap pemberitaan media. Pemberitaan media pada
saat itu menjadi tidak idependen dan selalu dipaksa untuk pro dengan kebijakan
pemerintah. Berbagai pemberitaan yang bersifat negatif, disortir sedemikian rupa
hingga image pemerintahan yang sempurna tanpa cela selalu dilihat oleh
masyarakat.
6. Halaman Muka
John Morris mendiskripsikan hubungan halaman muka dengan majalah itu
sendiri dalam bukunya Magazine Editing:
A magazine’s cover is its most prominent and useful selling tool. Many otherwise excellent publications are damaged by their editors’s apparent in ability to arrive at suitable cover style. On the other hand good covers alone will not, in the long term, save an inadequate magazine. Finding a suitable cover style and sticking with it is made no easier by the undoubted fact that your covers are something upon which everyone will have an opinion, from the person who comes in to mend the photocopier to your managing director. Most of the opinions have regrettably little to do with reality. (Halaman muka majalah adalah bagian yang paling menonjol dan alat penjualan yang paling berguna. Banyak penerbit bagus dihancurkan oleh ketidakmampuan editor dalam menemukan gaya cover yang cocok bagi majalahnya. Disisi lain, untuk waktu yang lama halaman muka saja tidak akan menyelamatkan sebuah majalah. Tidak mudah menemukan sebuah gaya halaman muka yang cocok dan tetap menggunakannya. Hal ini disebabkan oleh fakta yang tidak dapat dibantah bahwa halaman muka adalah sebuah bagian dimana khalayak akan berpendapat terhadap majalah tersebut, dari oknum yang bertanggungjawab pada bagian fotocopy hingga managing director. Banyak dari opini-opini tersebut sedikit menyayangkan terhadap ralitas). (John Morris,1996:166)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Morris berpendapat akan arti penting sebuah halaman muka bagi
kelangsungan hidup sebuah majalah. Bagi majalah yang sadar akan arti
pentingnya, sebuah halaman muka akan dikemas sedemikian rupa hingga cocok
dengan gaya dari majlaah tersebut. Gaya yang khas inilah yang nantinya akan
mempengaruhi minat beli khalayak yang menjadi tulang punggung kehidupan dari
mejalah tersebut.
Selanjunya, hasil penelitian Comag, Market research into Magazine
Covers pada tahun 1990 mengenai halaman muka yang mampu mempengaruhi
pembeli menemukan bahwa setidaknya terdapat beberapa fakta tentang halaman
muka agar mampu menarik perhatian pembaca.
1. The cover picture must be clear and not crowded. (Gambar
halaman muka haruslah jelas dan tidak ramai)
2. Men expect the cover picture to have something to do with the
content, but woman don’t. (Pria menginginkan gambar pada
halaman muka memiliki hubungan dengan isi yang terkandung
dalam sebuah majalah, sedangkan wanita memiliki
kecenderungan berbeda)
3. The cover subject should fill the frame and preferably be in the
middle. (Subjek dari halaman muka hendaklah memenuhi frame
dan disukai bila berada di tengah)
4. Models must ‘reflect the right image for the title’ and ‘their
body language is vital’. (Model harus merefleksikan gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
yang tepat untuk judulnya, dan bahasa tubuh menjadi sangat
penting)
5. Bright colours are preferalbe to dingy ones, but really there
should only be three, preferably black, white and red. (Warna
yang cerah lebih disukai jika dibandingkan dengan warna yang
suram, tetapi sebenarnya terdapat tiga yang disukai, hitam,
putih dan merah)
6. People don’t like gifts obscuring the cover, but they will buy
magazines that do this because they want the gifts. (Khalayak
tidak menyukai jika hadiah mengaburkan halaman muka, akan
tetapi mereka akan membeli majalahnya karena mereka
menginginkan hadiah itu). (Comag, 1990)
Dari hasil penelitian Comag tersebut diatas, sekiranya dapat disimpulkan
bahwa halaman muka memang membutuhkan perhatian khusus sehingga dapat
menjalankan fungsi-fungsinya. Halaman muka majalah Tempo sendiri, sejauh
pengamatan penulis pernah menggunakan fotografi dan ilustrasi dalam
pengemasan halaman mukanya. Fotografi sendiri menurut Fred S. Parish dalam
bukunya Photojurnalism: An Introduction mendiskripsikan:
Photography from the Greek pbos, meaning “light” and “graphein”, meaning “writing”... Photography stops time and allow people to see what they did not witness in person. George Santayana made the point in a 1912 speech to The Harvard Camera Club: photography is...helpfull to every intelligent man because it enables him to see much that from his station in space and time, is naturally invisible. (Fotografi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “light” dan “graphein” yang berarti tulisan... Fotografi menghentikan waktu dan memungkinkan orang untuk melihat apa yang tidak mereka lihat secara pribadi. George Santayana membuat pernyataan pada pidatonya tahun 1912 kepada The Harvard Camera Club: fotografi...sangat membantu setiap orang-orang rajin karena ini memungkinkan dia untuk melihat banyak yang biasanya tidak dapat ia lihat baik secara ruang dan waktu).(Fred S. Parrish, 2002: 2)
Secara garis besar, kutipan diatas mendiskripsikan fotografi sebagai
sesuatu yang dapat memberikan penglihatan kepada seseorang yang tidak dapat
menyaksikan kejadiannya secara langsung. Fotografi sendiri merupakan sebuah
gambaran realitas dari kejadian yang sudah terjadi. Selanjutnya, halaman muka
majalah Tempo yang menggunakan gaya ilustrasi karikatur memang mampu
menjadi daya tarik tersendiri bagi khalayak. Dalam bukunya Magazine Editing,
John Morris menyebutkan pendapatnya mengenai gaya ilustrasi yang digunakan
dalam desain sebuah majalah.
Illustration can provide a welcome change of pace and mood. The problem is that illustration is not neutral: however hard or combative the artist might try to make them, illustration invariably have a more ‘subjective’ air than photographs. They label a piece as a feature, as something driven more by opinion and analysis than by hard reportage. They create a slight distancing effect, making things seem slighly unreal. But they have their uses. (Ilustrasi dapat memberikan sebuah awal perubahan pada langkah dan suasana hati. Yang menjadi masalah adalah ilustrasi tidaklah netral: seberapapun sulit sang ilustrator dalam membuatnya, ilustrasi memiliki lebih banyak hal subjektif jika dibandingkan dengan fotografi. Ilustrasi dianggap sebagai sebuah feature, sebagai sesuatu yang lebih dikendalikan oleh opini dan analisis daripada oleh reportasi. Ilustrasi sedikitnya menimbulkan sebuah efek tidak ramah, membuat beberapa hal terlihat sedikit tidak nyata. Akan tetapi ilustrasi memiliki kegunaan tersendiri). (John Morris,1996:160)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Secara singkat, John Morris ingin mengatakan bahwa ilustrasi yang
digunakan dalam desain sebuah majalah dapat menimbulkan sebuah suasana
tersendiri dimana fotografi tidak dapat memberikannya. Meskipun begitu,
penggunaan ilustrasi dalam desain sebuah majalah tidak dapat dipungkiri lagi juga
memiliki sisi negatif. Subjektifitas yang terlalu kental merupakan sisi negatif yang
dimilikinya. Hal ini disebabkan ilustrasi didasari oleh sebuah opini dari
ilustratornya.
Terlepas dari sisi negatifnya, sebuah ilustrasi mempunyai kegunaan
tersendiri jika digunakan dalam desain sebuah majalah. Masih dalam buku yang
sama, John Morris berpendapat mengenai hal tersebut:
They are helpful where the real thing simply cannot be photographed, either for practical reasons (no photographer was available, the situation was too dangerous, it was a physical impossibility) or for the legal reasons (it’s a court case, or you don’t want to identify an individual for some reason). They are also very good for emotional and abstract subjects, where the illustrator finds an image that goes to the heart of the matter in a way no photograph could. They are ideal in instructional material where photography simply wouldn’t be clear enough. (Ilustrasi sangat membantu ketika suatu hal yang nyata tidak bisa dijadikan foto, baik karena alasan prakteknya (tidak ada fotografer, situasi terlalu berbahaya, atau sesuatu yang secara fisik tidak dapat dilakukan) ataupun karena alasan-alasan resmi (peristiwa tersebut adalah kasus pengadilan, atau anda tidak ingin mengekspose seseorang karena alasan tertentu). Ilustrasi juga sangat bagus untuk subjek-subjek yang bersifat emosi dan abstrak, dimana sang ilustrator menemukan sebuah gambar yang sangat mengena ketika dalam beberapa hal fotografi tidak dapat melakukannya. Ilustrasi sangat ideal untuk materi instruksi ketika fotografi tidak dapat melakukannya dengan jelas.) (John Morris,1996:160-161)
Dari pendapatnya tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa sebuah
ilustrasi dalam desain majalah sangat membantu ketika realitas tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
disajikan dalam fotografi. Selain itu juga, sebuah ilustrasi juga sangat bagus untuk
subyek yang bersifat emosi dan abstrak dimana seorang ilustrator mampu
menemukan sebuah gambar yang mampu menyentuh perasaan dimana sebuah
fotografi tidak dapat melakukannya.
Selanjutnya, perbedaan jumlah frekuensi penggunaan ilustrasi pada
halaman muka majalah Tempo periode I dan periode II juga menjadi sesuatu yang
menarik untuk diteliti. Pawito, dalam bukunya Komunikasi Politik: Media Massa
dan Kampanye, menyatakan bahwa ilustrasi/karikatur pada umumnya dipahami
sebagai karya grafis berupa gambar-gambar yang disertai tulisan di media cetak
dengan unsur-unsur pesan bersifat paduan antara humoris, satiris, dan seringkali
distorsif. Dengan demikian, karikatur dapat dipretensikan sebagai bentuk
penyampaian aspirasi atau tuntutan-tuntutan. Karikatur dapat dibuat dan
dipublikasikan untuk mengkritik, menyerang, atau mungkin memprovokasi pihak
lain. Kebebasan menyatakan pendapat atau kebebasan pers merupakan prasyarat
untuk adanya penyebarluasan pesan-pesan dalam bentuk karikatur. Seringkali
kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers menjadi krusial. Pada
umumnya diyakini bahwa kebebasan tidak bersifat mutlak, tetapi ada nilai-nilai
etika yang membatasi. (Pawito, 2009: 111-112)
Ilustrasi yang berupa karikatur diciptakan dengan melihat proses
menangkap realitas yang ada dalam masyarakat. Realitas tersebut distrukturkan
dan dikonversikan ke dalam tanda-tanda pesan (terutama gambar dan tulisan)
untuk ditunjukkan kepada khalayak. Karikatur merepresentasikan pikiran,
imajinasi, aspirasi, atau tuntutan tertentu yang teramplifikasi oleh media massa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
yang memuatnya. Dengan demikian, sampai tingkat tertentu karikatur di dalam
identitas yang lebih rendah menjadi alat atau media perlawanan. Seperti yang
dikemukakan oleh Yusuf Maulana (KOMPAS, 8 April 2006: 14), karikatur
menjadi media perlawanan terutama bagi pihak yang tertindas; sedangkan bagi
pihak kekuatan dominan, karikatur dibuat sebagai “pembalasan untuk
‘menertibkan’ pihak tertindas”. (Pawito, 2009: 112-113)
F. Definisi konseptual
Definisi konseptual adalah definisi yang menjelaskan konsep dengan
kata/istilah/sinonimnya yang dianggap sudah dipahami pembaca. Definisi ini
tampak seperti definisi pada kamus sehingga orang menyebutnya sebagi definisi
kamus (Soehartyono, 1998: 29). Berikut adalah definisi konseptual dalam
penelitian ini:
1. Pers dalam penelitian ini adalah istilah pers dalam arti sempit,
yakni semua media cetak. Dikhususkan dalam penelitian ini
adalah majalah. Majalah dalam penelitian ini adalah majalah
Tempo. Majalah Tempo adalah majalah berita mingguan
Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik. Edisi
pertama Tempo diterbitkan pada Maret 1971. Selanjutnya,
majalah sebagai sebuah media cetak memiliki bagian paling
penting yang disebut dengan halaman muka. Halaman muka
sendiri adalah halaman pertama yang merepresentasikan isu
yang dianggap paling penting oleh sebuah majalah. Isu-isu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dalam penelitian ini kemudian dikelompokkan berdasarkan
temanya. Perangkat pembagian tema-tema tersebut terdiri dari
18 kategori. 1) Seni dan Hiburan, 2) Anak-anak, 3)Korupsi dan
skandal, 4) Krisis, 5) Ekonomi, 6) Pendidikan, 7)Energi, 8)
Kesehatan, 9) Sejarah, 10) Human Interest, 11) Internasional,
12) Politik, 13) Agama, 14) Ilmu Pengetahuan, 15) Spesial
Interest, 16) Sport, 17) Teknologi, 18) Terorisme. (Scott, 2008:
6-7)
2. Individu atau tokoh yang dimuat dalam halaman muka adalah
individu dalam masyarakat yang mempunyai isu-isu menarik
sehingga membuat sebuah media mengangkatnya pada bagian
halaman muka.
3. Pengemasan halaman muka adalah bagaimana cara sebuah
media membuat bagian halaman muka menjadi menarik
sehingga menimbulkan minat baca pada khalayak.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana
caranya mengukur variabel (Singarimbun dan Effendi, 1991: 216). Berikut adalah
definisi operasional dari penelitian ini:
1. Definisi operasional pertama dalam penelitian ini adalah tema dari dalam
majalah Tempo itu sendiri. Kategori tema dalam penelitian ini mengkutip
dari 18 kategori penelitian Professor Scott dalam jurnalnya yang berjudul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
The Face of Time: Interpreting a Glance at The Wolrd’s Newsmagazine
dengan beberapa penyederhanaan hingga menjadi 11 kategori, sebagai
berikut:
a. Corruption/scandals included articles about political and economic
corruption and scandals (korupsi/skandal, termasuk didalamnya
artikel-artikel mengenai Politik dan Korupsi bersifat Ekonomi dan
skandal).
b. Crisis Included articles about any sudden tragedy that affected many
people. (Krisis, termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai
perubahan tiba-tiba yang mempengaruhi banyak orang).
c. Economy included articles covering employment, personal finance,
economic health (racessions/upswings), globalitation, specific
industries, and other economic natures. (Ekonomi, termasuk
didalamnya artikel-artikel mengenai tenaga kerja, keuangan pribadi,
kesehatan ekonomi, globalisasi, industrisi spesifik dan gejolak
ekonomi lainnya).
d. Education included articles about the state of or practices of school,
school performance, and higher education issues. (Pendidikan
termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai keadaan praktek dari
sekolah, penyelenggaraan sekolah, dan isu-isu pendidikan yang lebih
tinggi).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
e. History included articles reflecting past events or people. (Sejarah,
termasuk didalamnya artikel-artikel yang merefleksikan kejadian-
kejadian atau orang-orang pada masa lalu).
f. Human interest included articles about specific people (living within
the last 50 years). (Human interest, termasuk didalamnya artikel-
artikel mengenai orang spesifik (hidup dalam jangka waktu 50 tahun
terakhir)).
g. International included articles in which the primary focus was an event
occuring beyond borders, such as the war of iraq, conflicts between
other states, the Olympics, and events occuring in other states.
(Internasional, termasuk didalamnya artikel-artikel yang secara garis
besar fokus pada kejadian diluar perbatasan, seperti perang di Irak,
konflik diantara negara-negara, Olimpiade, dan kejadian-kejadian
yang terjadi di negara-negara lain).
h. Politics included articles about politics: politicians/congress,
presidents, presidential administrations, election/candidates, political
parties and the Supreme Court. (Politik, termasuk didalamnya artikel-
artikel tentang politik-politik: Politikus/anggota dewan, Presiden,
pemerintahan, pemilihan umum/kandidat-kandidat, partai politik dan
Pengadilan Tinggi).
i. Special interest was a catch-all category for the wide spectrum of news
events that did not neatly fit into any other16 categories: topics range
from the alleged Y2k crisis, controversial issues such as abortion and
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
television cencorship, immigration/border security, Elian Gonzales
fiasco, and other unusual events. (Minat spesial yang menangkap
semua kategori dari spektrum berita kejadian yang luas dimana tidak
pas jika dimasukkan dalam 16 kategori lainnya: jarak topik dari krisis
Y2k, isu kontroversial seperti aborsi dan sensor televisi, Elian
Gonzales fiasco, dan kejadian-kejadian tidak biasa lainnya).
j. Sports was a rare category and only included articles about specific
sporting achievements such as the Red Sox victory at the 2004 World
Series. Articles about the Olympics were coded Internatioanl and
feature in specific athletes were coded Human Interest. (Olah raga
adalah kategori langka dan hanya termasuk didalamnya artikel-artikel
mengenai prestasi-prestasi olah raga seperti kemenangan The Red Sox
pada World Series 2004. Artikel-artikel tentang Olimpiade dikode
kedalam Internasional dan feature pada olah raga yang spesifik
dimasukkan dalam kategori Human Interest).
k. Terrorism included all articles about terrorists, terrorist activity, acts of
terrorism (9/11 was exception and coded crisis), and anti-terrorism
efforts that did appear to have a more natural fit within Politics or
international. (Terorisme, termasuk didalamnya semua artikel-artikel
tentang teroris, aktivitas teroris, tindakan terorisme (9/11 merupakan
pengecualian dan dimasukkan kedalam kategori krisis), dan usaha
anti terorisme yang muncul memiliki kecocokan alami diantara Politik
atau internasional).(Scott, 2008: 6-7)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2. Kategori kedua adalah mengenai orang atau individu yang muncul dalam
halaman muka majalah Tempo. Terlepas dari isu-isu yang melibatkan
individu tersebut, kategori ini nantinya bermaksud untuk menggali lebih
dalam sehingga memahami prioritas majalah Tempo dalam mengangkat
seorang individu pada periode I dan periode II. Prioritas inilah yang
nantinya akan memberi gambaran mengenai fenomena-fenomena yang
berasal dari exterrnal maupun internal dalam pemberitaan majalah Tempo.
3. Kategori ketiga adalah mengenai pengemasan halaman muka majalah
Tempo. Dalam perkembangannya, sebuah halaman muka dapat
menggunakan fotografi maupun ilustrasi dalam hal pengemasannya.
a. Fotografi menurut Fred S Parrish adalah sesuatu yang dapat
memberikan penglihatan kepada seseorang yang tidak dapat
menyaksikan kejadiannya secara langsung. Fotografi sendiri
merupakan sebuah gambaran realitas dari kejadian yang sudah terjadi.
(Fred S. Parrish, 2002: 2)
b. Ilustrasi dalam penelitian ini adalah karikatur dan kartun pada halaman
muka majalah Tempo adalah karya grafis berupa gambar-gambar yang
disertai tulisan di media cetak dengan unsur-unsur pesan bersifat
paduan antara humoris, satiris, dan seringkali distorsif. Dengan
demikian, bentuk ilustrasi tersebut dapat dipretensikan sebagai bentuk
penyampaian aspirasi atau tuntutan-tuntutan. Karikatur dapat dibuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
dan dipublikasikan untuk mengkritik, menyerang, atau mungkin
memprovokasi pihak lain. (Pawito, 2009: 111)
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif-kuantitatif.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Krippendroff (1993:15) penelitian deskriptif-
nkuantitatif biasanya bertujuan terutama untuk memberikan gambaran mengenai
suatu gejala sosial dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi
tidak melakukan pengujian hipotesa. Bertolak dari pandangan demikian maka
penelitian ini bermaksud untuk menyajikan gambaran tentang halaman muka
majalah Tempo selama edisi sebagaimana sudah dikemukakan sebelumnya
dengan bertumpu pada data kuantitatif.
Penelitian ini, sesuai dengan maksud penelitian, dilakukan dengan
menggunakan metode analisis isi. Analisis isi sebagai suatu metode ilmiah yang
lazim digunakan dalam studi komunikasi merupakan sebuah metode penelitian
yang mengamati kode-kode dari sebuah pesan untuk mendapatkan keterangan dari
isi pesan. Keterangan-keterangan ini nantinya akan digunakan untuk memahami
keseluruhan dari isi pesan yang terkandung didalamnya.
Fred N. Kerlinger berpendapat bahwa analisis isi adalah suatu metode
untuk mengamati dan mengukur isi komunikasi. “Tidak seperti mengamati secara
langsung perilaku orang atau meminta orang untuk menjawab skala-skala, atau
mewawancarai orang, sang peneliti mengambil komunikasi-komunikasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
telah dihasilkan oleh orang dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang
komunikasi-komunikasi itu.” (Don Michael Flourney(Ed.),1989:12)
Menurut Guido H. Stempel III, seorang redaktur kawakan dari Journalism
Qyterly, mempunyai pendapatnya sendiri mengenai analisis isi
“Content analysis is a formal system for doing something that we all do informally rather fraquently, drawing conclusions from observations of content.”(Analisis isi adalah sistem formal untuk melakukan sesuatu yang dilakukan oleh kita semua secara informal tetapi tidak sering-sering, menarik kesimpulan-kesimpulan dari pengamatan-pengamatan isi).(Guido H.Stempel III,1981:119)
Sementara Bernald Berelson menyatakan bahwa analisis isi telah sering
dipakai untuk mengkaji pesan-pesan media. Oleh karena metode ini adalah suatu
cara untuk menuji isi secara kuantitatif, keyakinan-keyakinan dan kepentinga-
kepentingan para editor dan penerbit-penerbit, kecenderungan para pembaca
(berdasarkan asumsi bahwa bahan-bahan yang diterbitkan secara berhasil bagi
sesuatu golongan tertentu , mencerminkan secara akurat kecenderungan golongan
yang bersangkutan), dan pola-pola kebudayaan dari bangsa-bangsa seutuhnya,
bahkan, telah dipelajari dengan menggunakan teknik penelitian ini. (Don Michael
Flourney(Ed.),1989:12-13)
Kerlinger menyatakan bahwa analisis isi ini sering dipakai untuk
menetapkan tekanan relatif atau frekuensi dari berbagai gejala komunikasi
propaganda, kecenderungan-kecenderungan, gaya-gaya, perubahan-perubahan
dalam isi, dan keterbacaan. (Don Michael Flourney(Ed.),1989:13)
Masih menurut Bernald Berelson, terdapat beberapa asumsi yang menjadi
dasar dari analisis isi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
- Bahwa kesimpulan-kesimpulan tentang hubungan antara maksud dan isi serta antara isi dan efek dapat ditarik secara sah dan hubungan sebenarnya diterapkan
- Bahwa pengkajian isi nyata adalah sangat berarti. Kategori-kategori dapat dibuatkan pada isi yang sesuai dengan arti yang dimaksud oleh komunikator dan dimengerti oleh para pembaca.
- Bahwa uraian isi komunikasi secara kuantitatif adalah sangat berarti. Asumsinya mengandung arti bahwa frekuensi kejadian dari berbagai sifat isi itu sendiri merupakan faktor penting dalam proses komunikasi, dalam keadaan-kedaan tertentu. (Don Michael Flourney(Ed.),1989:13)
Berelson ingin menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal penting yang
harus diperhatikan ketika menggunakan analisis isi sebagai metode penelitian.
Pembuatan kategori yang dapat dicerna dan dimengerti baik oleh komunikator dan
komunikan adalah hal yang paling penting. Adapun hal penting selanjutnya
adalah mengenai pengambilan kesimpulan yang didapat setelah menguraikan isi
dari media yang berupa skala frekuensi.
Selanjutnya, Dennis McQuaill, mengungkapkan kritiknya bahwa
pendekatan analisis isi yang didefinisikan Berelson adalah pendekatan tradisional
yang dipraktikkan pada awal abad ke-20 lalu. Pendekatan analisis isi bercirikan
sebagai berikut.
1. Memiliki populasi dan sampling. 2. Membangun kerangka teori yang relevan dengan tujuan
penelitian. 3. Memilki unit analisis. 4. Mencari kesesuaian antara isi dengan kerangka kategori dengan
menghitung unit yang diteliti dan membuat presentase frekuensi.
5. Mengungkapkan hasil temuan berdasarkan frekuensi. (Antoni, 2004: 96)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Dari ciri-ciri diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam analisis isi, validitas
metode dan hasil-hasilnya sangat tergantung dari kategori-kategorinya. Oleh
sebab itu, penelitian secara luas dilakukan untuk menetapkan kategori-kategori
yang layak bagi analisis isi berita dan tajuk rencana yang memungkinkan
pengkodingan scara akurat di satu pihak dan kemungkinan perbandingan hasil-
hasilnya dilain pihak.
Stempel dalam bukunya mengenai metode-metode penelitian dalam
komunikasi massa mencatat beberapa hal penting tentang pengkategorian dalam
analisis isi:
There are real advantages to using category system that has been used in other studies. First you will know that it is a workable system, you will get some notion of the kinds of results that are likely. Validity and reliability will be lesser concerns. Yet, granting all this, you still may find that you need to create your own set of categories. The decision to create your own categories instead of using an existing set should be based primarily on the conclusion that no existing system will enable you to meet the objectives of your study. (Sungguh banyak manfaatnya menggunakan sistem penggolongan yang pernah dipakai dalam studi-studi lainnya. Pertama, anda akan tahu bahwa sistem penggolongan demikian sudah terbukti dapat dipakai. Dengan mengamati hasil-hasil studi lainnya yang pernah memakai sistem yang bersangkutan, anda akan memperoleh beberapa pengertian tentang berbagai hasil yang mungkin diperoleh. Masalah validitas dan reliabilitas dengan sendirinya akan berkurang). (Guido H.Stempel III,1981:122-123)
Dari catatan Stempel, dapatlah kiranya kita simpulkan bahwa banyak
manfaat menggunakan sistem penggolongan yang pernah dipakai dalam studi-
studi lainnya. Namun demikian, beberapa perubahan dalam kategori-kategori
tersebut dianggap perlu untuk mencapai sasaran studi ini. Stempel menjelaskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
bahwa setidaknya terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan ketika
membentuk kategori dalam analisis isi.
As you set out create a set of categories, you should keep three things in mind: Categories must be pertinent to the objectives of your study, Categories should be functional, The system of categories must be manageable. (Ketika kita membuat seperangkat kategori, kita perlu memperhatikan tiga hal: Kategori-kategori tersebut harus langsung berhubungan dengan sasaran, kategori-kategori tersebut hendaklah bersifat fungsional dan sistem kategori-kategori tersebut harus dapat dikendalikan). (Guido H.Stempel III,1981:123)
Prasyarat adanya kategori yang fungsional dan dapat dikendalikan menjadi
titik berat dari pernyataan Guido diatas. Untuk mendapatkan berbagai kategori
yang fungsional dan dapat dikendalikan penyederhanaan dari sistem kategori
penelitian terdahulu mutlak dibutuhkan. Diantara studi-studi yang dirasa baik
untuk penelitian ini adalah studi yang dilakukan Oleh Professor Scott. Perangkat
pembagiannya terdiri dari 18 kategori. 1) Seni dan Hiburan, 2) Anak-anak,
3)Korupsi dan skandal, 4) Krisis, 5) Ekonomi, 6) Pendidikan, 7) Energi, 8)
Kesehatan, 9) Sejarah, 10) Human Interest, 11) Internasional, 12) Politik, 13)
Agama, 14) Ilmu Pengetahuan, 15) Spesial Interest, 16) Sport, 17) Teknologi, 18)
Terorisme. (Scott, 2008: 6-7).
Dari hasil dokumentasi penulis dalam penelitian ini, kategori yang
digunakan oleh Scott harus mengalami penyederhanaan sehingga kategori-
kategori tersebut dapat menjadi kategori yang fungsional dan dapat dikendalikan.
Kategori tema Scott yang berjumlah 18 kemudian disederhanakan menjadi 11
kategori yaitu: Korupsi, Krisis, Ekonomi, Pendidikan, Human Interest,
Internasional, Politik, Spesial Interest, Olah Raga, Terorisme, dan Kesehatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Data yang berhasil dikumpulkan kemudian penulis analisis dengan menggunakan
teknik statistik deskriptif terutama modus mean dari hasil sajian distribusi
frekuensi berdasarkan kategori-kategori sebagaimana baru saja dikemukakan.
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah halaman muka dari dua periode majalah
Tempo yang dimulai dari periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17
Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga
Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010. Perbedaan kerakteristik pemerintahan yang
berkuasa pada dua periode tersebut setidaknya menjadi alasan pertama pemilihan
edisi-edisi tersebut. Periode pertama yang notabene masih dalam masa Orde Baru,
terbit dalam masa yang terdapat pengekangan kebebasan pers oleh pemerintah.
Hal ini bertolak belakang dengan periode edisi kedua dimana terjadi euforia
kebebasan pers yang disebabkan oleh adanya reformasi.
Selanjutnya, adapun alasan pengambilan periode II yang terdiri dari 48
edisi ini berangkat dari pemikiran bahwa edisi ini terbit setelah masa pesta
demokrasi (pemilihan umum) sehingga dapat dianggap merupakan representasi
dari kondisi normal masyarakat. Lebih lanjut, kontroversi yang masih hangat
mengenai halaman muka Tempo edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010 yang berjudul
Rekening gendut perwira Polisi menjadi sebuah alasan yang patut utuk dijadikan
bahan pertimbangan pengambilan objek penelitian. Selanjutnya, pemilihan dalam
penggunaan ilustrasi, yang notabene kental dengan unsur subjektifitas dari
ilustratornya, dari pada fotografi dalam penyusunan desain halaman muka majalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tempo juga setidaknya menjadi penguat alasan mengapa topik ini menarik untuk
diteliti. Selanjutnya, dokumentasi dari halaman muka majalah Tempo ini tidak
dapat dipisahkan dengan adanya observasi terhadap tajuk utama dari edisi yang
bersangkutan untuk dapat mengidentifikasi halaman muka tersebut.
3. Teknik Pengumpulan Data
Scott dalam jurnalnya tentang cover majalah Time dari tahun 1998-2008.
Melakukan penelitiannya dengan tiga tahap: designing a code sheet,
collecting/analyzing covers, and interpreting the information. Berangkat dari tiga
tahapan tersebut, penelitian tentang halaman muka majalah Tempo akan
dilakukan dengan beberapa penyesuaian.
a. Dokumentasi: usaha mengumpulkan data Halaman Muka yang selalu
berhubungan dengan liputan utamanya di Majalah Tempo pada dua
periode yaitu periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun
XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga
Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010.
Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data dari:
1. Dokumen halaman muka setiap edisi majalah Tempo dari edisi No. 12
Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan
Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli
2010.yang notabene selalu berubah tiap minggunya. Halaman muka
ini nantinya akan menunjukkan bagaimana majalah Tempo memilih
dan menyajikan persoalan-persoalan penting.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
2. Dokumen liputan utama dari tiap edisi, mulai dari No. 12 Tahun
XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan Edisi
3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010..
Dalam bagian liputan utama inilah penjelasan mengenai halaman
muka didapatkan.
Bagian dokumentasi ini dilakukan dengan jalan membuat daftar
kode yang terorganisir menjadi empat kolom: nomor edisi, topik halaman
muka, ilustrasi yang digunakan, dan keterangan (didapat dari data
keterangan mengenai topik yang diangkat dari liputan utama.
b. Kategori
Metode yang digunakan adalah observasi sistemik, yaitu dengan
adanya pemilahan jenis-jenis persoalan yang diangkat majalah Tempo
sebagai Halaman Muka. Pemilahan ini dilakukan dengan melakukan
pengkategorian yang telah ditentukan.
4. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya
dapat diduga. Pada penelitian ini, populasinya adalah halaman muka majalah
Tempo dalam dua periode. Periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17
Tahun XXIV – 25 Juni 1994 edisi-edisi ini dianggap sebagai representasi dari
sebuah produk komunikasi massa yang mengalami pengekangan pada kebebasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
persnya. Periode ini berakhir dengan pembreidelan majalah Tempo pada bulan
Juni 1994. periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4
Juli 2010, edisi-edisi ini dianggap sebagai edisi terbaru dari majalah Tempo yang
terbit setelah pesta demokrasi (pemilihan umum) sehingga merepresentasikan
kondisi normal dari masyarakat. Kondisi normal dari masyarakat inilah yang
secara tidak langsung akan mempengaruhi pemberitaan majalah Tempo. Periode
kedua ini diakhiri dengan kontroversi pada edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010 yang
berjudul Rekening Gendut Perwira Polisi dimana menyebabkan Tempo edisi ini
ditarik dari peredaran. Hal-hal inilah setidaknya yang menjadi alasan pengambilan
populasi dalam penelitian ini.
Adapun mengenai jumlah sampel yang diambil Arikunto berpendapat
bahwa kebanyakan peneliti beranggapan semakin banyak sampel, atau semakin
besar prosentase sampel dari populasi, hasil penelitian akan semakin baik.
Anggapan ini benar, tetapi tidak selalu demikian (Arikunto, 1987: 108)
Selanjutnya, Kripendorff mengutip pendapat Stempel (1952) mengenai
jumlah sampel dalam bukunya Content Analysis.
Stempel (1952) compared samples of 6, 12, 18, 24, and 48 issues of a newspaper with the issues of an entire year and found, using the average proportion of subject matter as a measure, that increaseing the sample size beyond 12 did not produce significantly more accurate results. (Stempel membandingkan sampel berjumlah 6, 12, 18, 24 dan 48 isu dalam surat kabar dengan isu-isu dalam satu tahun dan menemukan, menggunakan proporsi rata-rata sebagai ukuran dimana menambah ukuran sampel diatas 12 tidak menambah hasil yang lebih akurat). (Krippendorff, 1989: 69)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Berangkat dari pernyataan di atas maka peneliti memutuskan mengambil
sampel sebesar 50% dari jumlah populasi, sehingga kalau dirinci akan menjadi
seperti berikut:
a. Populasi majalah Tempo periode I adalah 48 edisi. Besar
sampelnya adalah 50% dari 48 edisi sehingga didapat hasil
sebanyak 24 edisi.
b. Populasi majalah Tempo periode II adalah 48 edisi. Besar
sampelnya adalah 50% dari 48 edisi sehingga didapat hasil
sebanyak 24 edisi.
Dalam pengambilan anggota sampel pada penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik random sampling yakni secara acak mengambil sampel dari
populasi yang ada. To determine which unit is then to be included in the sample,
the plan may call for the use of dice, a roulette wheel, a random number table, or
of any other device that assigns equal probabilities to each unit. Untuk
menentukan unit kedalam sebuah sampel, dapat menggunakan dadu, roda roulet,
angka random ataupun alat-alat lain yang menyediakan kemungkinan yang sama
pada tiap unit. (Krippendorff, 1989: 66)
5. Kerangka Berpikir
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Elisabeth
Schillinger dan Catherine Porter yang berjudul Glasnot and The Transformation
of Moscow News juga membandingkan penerbitan surat kabar tersebut pada dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
masa yang memiliki karakteristik pemerintahan yang sangat berbeda, yaitu tahun
1982 dan tahun 1989 di Uni Soviet. Masa diantara kedua tahun tersebut terjadi
perubahan bernama Glasnot yang menyebabkan semacam krisis sama halnya
dengan yang terjadi di Indonesia ketika reformasi dikibarkan. Masa sebelum
Glasnot merupakan sebuah masa yang totalitarian (dikuasai oleh kelompok atau
partai politik tertentu) dan masa setelahnya merupakan sebuah masa Democratia
yang kental akan sifat demokratis. (Schillinger dan Porter, 1999: 125-149).
Fenomena yang ditelili pada jurnal Schillinger dan Porter adalah sebuah
penelitian tentang fenomena komunikasi yang terjadi pada dua masa
pemerintahan yang memiliki karakteristik sistem politik berbeda. Secara lebih
sederhana dapat dibuat sebuah matrik desain penelitian seperti dibawah ini.
Matrik Penelitian
A A
Keterangan:
A : Media
X : Isi Pesan
W1: Periode 1
W2: eriode II
Gambar 3: Matrik Penelitian (Schillinger dan Porter, 1999: 125-149)
W1 W2
X X
Perbedaan Isi Pesan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Fenomena semacam ini mempunyai kemiripan dengan apa yang terjadi di
Indonesia, dan bahkan mungkin Indonesia terinspirasi oleh karenanya.
Perbedaannya mungkin hanya terdapat pada sifat otoritarian (dikuasai oleh
individu tertentu) yang kental pada masa sebelum reformasi menggantikan
totalitarian yang terjadi di Uni Soviet pada masa itu. Berangkat dari penelitian
yang dilakukan oleh jurnal Schillinger dan Porter tersebut, penelitian mengenai
halaman muka majalah Tempo ini memilih dua periode yang memiliki
karakteristik sistem politik yang berbeda pula. Masa periode I merupakan periode
yang dikuasai pemerintahan orde baru sedangkan pada masa periode II,
merupakan masa dimana pemerintahan telah mengalami sebuah proses perubahan
menyeluruh disegala bidang atau yang sering disebut sebagai reformasi.
6. Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai objek
penelitian. Unit analisis merupakan bagian terpenting dalam analisis isi. Unit
analisis dari penelitian ini adalah frekuensi, yang dimaksud frekuensi disini adalah
intensitas sebuah persoalan menjadi sorotan utama majalah Tempo. Pemilahan ini
dilakukan untuk mengetahui bagaimana majalah Tempo memilih dan menyajikan
persoalan-persoalan penting.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
7. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
analisis isi. Kemudian data yang telah dikoding, diproses untuk mendapatkan
frekuensi, prosentasi dan tabulasi. Kemudian dilakukan interpretasi atas data
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
P = F x 100% N Dimana:
P = angka prosentase
F = frekuensi yang sedang dicari prosentasenya
N = Number of cases (jumlah frekuensi atau banyak sumber informasi)
8. Reliabilitas dan Validitas
Untuk mengetahui dan menjamin keakuratan serta validitas dari data yang
telah dikoding dan diinterpretasikan, digunakan rumus reliabilitas. Uji reliabilitas
penelitian ini menggunakan rumus Holsti (Holsti, 1963 : 49-50):
R = 2 (C1,2) . C1+C2 Dimana:
R = koefisien reliabilitas
C1,2 = jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua orang pengkoding
C1 + C2 = jumlah pernyataan yang diberikan kode oleh pengkoding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Selanjutnya, untuk membuktikan valid tidaknya perhitungan penelitian
terhadap populasi penelitian, peneliti menggunakan sampel penelitian yang
dikerjakan orang lain (pengkoding I: Lukman Nusa dan pengkoding II: Rian
Erpatriatmoko) dimana keduanya adalah sama-sama mahasiswa komunikasi
angkatan 2006 yang juga mengetahui tentang pengkodingan.
Dari hasil pengkodingan I kemudian dilakukan uji reliabilitas terhadap
pengkodingan sampel yang dilakukan pengkoding II. Uji reliabilitas dalam
statistik digunakan untuk mengetahui kesalahan dalam pengukuran. Tujuan
digunakannya pengkoding I dan pengkoding II adalah untuk memperoleh
kesepakatan atau tujuan bersama sehingga diharapkan input reliabilitasnya tinggi.
Tentang patokan tingkat persetujuan bersama dikatakan Lasswell sebagai pemberi
angka yang menunjukkan kesamaan sebanyak 70% sampai 80% antara atau di
antara pelaksana koding atau analisis adalah dapat diterima sebagai kendala yang
dapat memadai (Fluorney, 1989: 33).
Karena rumus reliability tidak memperhitungkan tingkat persetujuan antar
pengkoding (interkoder) akibat peluangnya yang terjadi, maka selanjutnya
digunakan rumus Scott:
Pi= Persetujuan yang nyata –Persetujuan yang diharapkan 1- Persetujuan yang diharapkan
Dimana:
Pi adalah Probability of Index (persetujuan intercoder)
% persetujuan yang nyata = nilai R
% persetujuan yang diharapkan = jumlah kuadrat tiap prosentase kategori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
Majalah merupakan jenis media massa yang paling unik diantara media
lainnya. Rhenald Kasali (1992:112-113) berpendapat bahwa media cetak memiliki
kekuatan dibanding dengan media lainnya, yakni kemampuannya menjangkau
segmentasi pasar tertentu yang terspesialisasi sehingga majalah memiliki
komunitas sendiri. Majalah juga memilki sifat long life span, dimana usia edar
majalah lebih panjang dari seluruh media yang ada dan pada umunya majalah juga
dapat disimpan hingga bertahun-tahun sebagai referensi
Selanjutnya Kurniawan Junaedhi (1996: xiii) memberikan tiga batasan
definisi majalah. Batasan pertama adalah media cetak yang terbit secara berkala,
tetapi bukan yang terbit setiap hari, kedua media cetak itu bersampul, setidaknya
punya wajah, dan dirancang secara khusus, dan yang terakhir media cetak itu
dijilid atau setidaknya memiliki sejumlah halaman tertentu.
Majalah seperti media cetak lainnya, pada dasarnya merupakan alat
komunikasi massa yang tugasnya menyampaikan pesan dari sumber, dalam hal ini
redaksi kepada pembacanya dengan menggunakan lambang-lambang yang
dicetak. Lambang-lambang ini dapat berwujud huruf-huruf cetak maupun gambar.
Tetapi yang menjadi permasalahan disini adalah bagaimana mengemas lambang-
lambang ini menjadi menarik bagi khalayak. Dalam bab ini akan dijelaskan hal-
hal terkait majalah Tempo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
A. Sejarah Majalah Tempo
Tempo dilahirkan dari sebuah gagasan yang muncul dari para wartawan
muda, pasca kejatuhan Presiden Soekarno, yaitu Goenawan Mohamad, wartawan
sekaligus penyair. Lalu, Fikri Jufri, seorang mahasiswa, yang bekerja di harian
Pedoman. (www.kopigrafika.com)
Ia mencetuskan ide untuk membuat majalah mingguan berita model Time
dan Newsweek (yang beredar di Amerika). Setelah melalui serentetan
perundingan yang melelahkan, disepakati menerbikan majalah jenis baru itu,
berupa majalah mingguan bergambar bernama Ekspres. Goenawan ditunjuk
sebagai pemimpin Redaksi, dan Fikri Jufri sebagai wakilnya (Junaedhie, 1996 :
135-136).
Gagasan yang awalnya hanya sebuah impian itu mulai terealisasi setelah
Goenawan dan kawan-kawan, menerbitkan majalah Ekspres yang dibiayai B.M
Diah, pemilik harian Merdeka yang pernah jadi duta besar Indonesia.
(www.kopigrafika.com)
Pada bulan April 1969, nomor perdana majalah itu beredar. Tebalnya 34
halaman dicetak 20 ribu eksemplar. Kecuali gambar sampul, isi halaman
dalamnya dicetak hitam putih. Ekspres menggunakan Surat Ijin Terbit (SIT) No.
0933/SK/Dir PP/SIT/1970 dan Surat Ijin Cetak (SIC) No. Kep. 040/PC/IV/1970.
Rubrik-rubrik yang ditampilkan adalah Laporan Utama, Agama, Ekonomi, Film,
Hiburan, Hukum dan Kriminalitas, Ilustrasi, Internasional, Kota dan Desa, Olah
Raga, Pendidikan, Pers, Pokok dan Tokoh, Seni dan Ilmu, dan lain-lain. Dengan
demikian, seperti gambaram Goenawan sebelumnya, pola redaksional maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
tata muka majalah ini memang menghampiri pola Time atau Newsweek
(Junaedhie, 1996: 136).
Baru enam bulan berjalan, pada bulan Oktober, Goenawan dan Fikri Jufri
diberhentikan oleh pemilik modal dari Ekspres. Alasannya karena ada konflik
internal dan perbedaan pendapat mengenai kepengurusan Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI). Beberapa wartawan lain yang solider juga ikut keluar. Berita
eksodusnya Goenawan dan kawan-kawan dari Ekspres menjadi berita yang ramai.
Kabar itu sampai juga ke telinga Ir. Ciputra, Ketua Yayasan Jaya Raya, penerbit
Majalah Djaja yang kemudian mengundang Goenawan ke kantornya. Disitu
Ciputra membeberkan rancananya men-swasta-kan Djaja sekaligus menjaga
kemungkinan untuk menggabungnya dengan majalah baru yang direncanakannya
berdasarkan konsep Goenawan (Junaedhie, 1996: 137)
Pertemuan Ciputra dengan Goenawan Mohamad tidak terlepas dari peran
serta Harjoko Trisnadi dari majalah Djaja yang bertindak sebagai penghubung
diantara keduanya. Disamping Harjoko terdapat nama Bur Rasuanto yang
sebelumnya bekerja di harian Indonesia Raya, ikut terlibat dalam usaha penerbitan
majalah baru tersebut. Untuk masalah perijinan penerbitan majalah baru, Bur
harus menmendapatkan ijin dari pemerintah dan PWI. Bertolak belakang dari
perijinan dari pemerintah yang dengan mudah didapatkan perijinannya, Bur
mengalami kesulitan mengantongi perijinan dari PWI Jakarta yang pada saat itu
diketuai oleh Marzuki Arifin. (www.kopigrafika.com)
Mendengar nama Goenawan, Arifin langsung menolak. Tapi Bur tak
kehilangan akal. Ada pernyataan tertulis bahwa surat rekomendasi ternyata sah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
jika ditandatangani oleh salah satu jajaran ketua PWI. Kepada seorang temannya
yang berasal dari Medan, dan kebetulan menjadi salah satu wakil ketua PWI Jaya,
Bur dengan mudah memperoleh izin tersebut. Setelah semua beres, akhirnya
disepakati membentuk majalah baru yang diberi nama Tempo. Dengan demikian,
Tempo merupakan gabungan dari orang-orang majalah Djaja dengan mantan
personel Ekspres. (www.kopigrafika.com)
Majalah baru ini dimodali Yayasan Jaya Raya sebesar Rp 20 Juta. Orang
yayasan yang ditugaskan mengelola Tempo adalah Eric Samola, waktu itu pejabat
bagian humas PT Pembangunan Jaya. Goenawan Mohamad sebagai ketua dewan
redaksi, Bur Rasuanto sebagai wakil ketua, dan Usamah sebagai redaktur
pelaksana. Christianto Wibisono, Fikri Jufri, Toeti Kakiailatu, Harjoko Trisnadi,
Lukman Setiawan, Syu'bah Asa, Zen Umar Purba, Putu Wijaya, dan Isma Sawitri
duduk sebagai anggota dewan redaksi. (www.kopigrafika.com)
Akhir Desember 1970, dengan rekomendasi Menlu Adam Malik, menpen
Budiardjo mengeluarkan SIT Tempo. Menyusul 12 Januari 1971, keluar SIC-nya.
Pada Januari 1971 nomer perkenalan Tempo terbit dengan 18 halaman dan
dibagikan gratis. Dalam perwajahan, Tempo meniru Time, sesuatu yang tidak
disebutkan pengelola Tempo bahwa mereka terpengaruh oleh majalah Amerika.
Bahkan kata Tempo dan Time berarti waktu, dan penggunaan kata waktu yang
dengan segala variasinya lazim digunakan oleh banyak penerbitan. Persamaan
Tempo dan Time, terutama ketika Tempo menggunakan “bingkai merah” yang
telah menjadi trademark Time, membuat Time menggugat Tempo pada tahun
1973 (Steele, 2007: 60).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Majalah Tempo Edisi 1 yang terbit setebal 52 halaman itu dijual Rp. 80
per eksemplar. Diluar dugaan, majalah yang dicetak 10 ribu eksemplar oleh PT
Dian Rakyat itu langsung ludes di pasaran. Dalam edisi 27 Maret 1977 Tempo
berhasil mengungkapkan utang Pertamina sebesar 10 Milyar Dollar US. Prestasi
ini mendapat pujian dari surat kabar The Asian Street Journal, edisi 25 Mei 1977.
Menurut koran itu Tempo memiliki penciuman berita yang tajam (Junaedhie,
1996 : 141).
B. Pembreidelan Tempo
Perjalanan Tempo di tubuhnya sendiri bukannya tanpa badai. Terhitung 12
April 1982, SIT Tempo dibekukan oleh Menteri Penerangan berdasarkan SK
Menpen No. 76/Kep/Menpen/1982. Hal itu dikarenakan Departemen Penerangan
menilai pemberitaan Tempo pada Edisi 27 Maret 1982 (perihal pengacauan di
Lapangan Banteng), 3 April 1982 (perihal insiden kampanye di Solo dan Jogja),
dan 10 April 1982 (perihal pemogokan di UI) secara sengaja atau tidak telah
melanggar konsensus bersama antara pemerintah dan pers nasional. Atas
dukungan dari berbagai pihak, semisal Persatuan Advokad Indonesia, Wakil
Presiden Adam Malik, dan Persatuan Wartawan Indonesia, pada tanggal 29 Mei
1982, menpen Ali Murtopo menyatakan SIT Tempo dicairkan. Pada tanggal 9
Juni 1982 Tempo beredar kembali di kalangan pembacanya (Junaedhie, 1996 :
143).
Permasalahan internalpun menjadi sebuah batu kerikil yang harus dilewati
Tempo. Kebijakan perusahaan, antara pendiri Tempo, Goenawan Mohamad dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Bur Rasuanto memunculkan terjadinya ekspansi besar-besaran para wartawan
Tempo, di tahun 90-an. Bur mendirikan Majalah berita mingguan Editor, dan 40
wartawan ikut Bur. Kedua majalah tersebut bersaing sengit meraih hati
masyarakat dengan berita-beritanya yang seringkali menghebohkan dan membuat
merah telinga para pengambil kebijakan negeri.(www.kopigrafika.com)
Tak ayal, sampailah pada sebuah momentum yang tepat bagi pemerintah
orde baru untuk menutup keduanya, saat munculnya pemberitaan mengenai
pembelian Kapal eks Jerman Timur. Keduanya pun di breidel di tahun 1994.
Kondisi pembreidelan, ibarat titik balik yang ikut menyurutkan kejayaan
percetakan Temprint, saat sang induk dikubur pemerintah. Percetakan Temprint
dilanda kelesuan luar biasa. Benar-benar mengandalkan ongkos-ongkos cetak. Hal
yang sama dialami para wartawan Tempo. Tak semuanya mampu bertahan dalam
kondisi yang berat tersebut. Sebagian besar wartawan Tempo memilih
membentuk majalah baru. Setiawan, Mahtoem, Harjoko Trisnadi, Herry Komar,
Basri mendirikan majalah Gatra yang dibiayai oleh Bob Hasan, seorang
pengusaha besar dan salah seorang kepercayaan Soeharto.
(www.kopigrafika.com)
Bukan hanya itu, Gatra pun mendapatkan kucuran modal untuk memiliki
percetakan sendiri yang diberi nama PT Enka Parahyangan. Hal ini juga,
menarik minat bagi banyak karyawan percetakan PT Temprint, untuk ekspansi
besar-besaran pindah ke PT Enka Parahyangan, setelah pembreidelan majalah
Tempo. (www.kopigrafika.com)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Pada tanggal 7 September 1994 Goenawan Mohamad dan 43 wartawan
eks-Tempo mempertanyakan legalitas Menteri Penerangan Harmoko membreidel
SIUPP. Tempo menggugat Departemen Penerangan di Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, karena keputusan Menteri mencabut izin terbit Tempo melanggar
Undang-Undang Pokok Pers. Inilah untuk pertama kalinya dalam sejarah
Indonesia, sebuah media yang dibreidel menggugat Departemen Penerangan
(Steele, 2007: 236).
Pada 3 Mei 1995, hal yang mengejutkan pemerhati media terjadi,
Pengadilan Negeri Jakarta memenangkan gugatan Goenawan Mohamad eks-
karyawan Tempo. Departemen Penerangan mengajukan banding ke Mahkamah
Agung (MA). Namun, pada 13 Juni 1996 MA mementahkan semua, dan Tempo
tetap dibredel. Kalangan pers Indonesia menyadari politik bermain dalam
mempengaruhi putusan hukum tersebut (Steele, 2007: 238).
C. Kembalinya Tempo
Penderitaan Tempo karena dibreidel, berakhir seiring kejatuhan Soeharto.
Setelah presiden BJ. Habibie membuka perizinan bagi pers lebih demokratis,
pasca reformasi digaungkan. Tapi, ternyata, untuk menerbitkan kembali majalah
Tempo, bukan perkara mudah. Tak semua setuju dengan rencana wartawan senior
Tempo, tersebut, dan tak semua berminat. Mengingat PT Grafiti Pers, penerbit
majalah Tempo, sejak 1996 sudah menerbitkan majalah D&R. Mingguan itu
digarap oleh gabungan awak Tempo lama dan wartawan muda. Lalu, banyak para
wartawan-wartawan hebat Tempo yang telah bekerja di tempat lain. kebanyakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
dari mereka berada di Gatra, Majalah Forum, dan Tabloid Kontan. Di tempat
baru, mereka menduduki posisi-posisi strategis. (www.kopigrafika.com)
Mengetahui kemungkinan Tempo yang bisa terbit kembali, pada detik-
detik terakhir pengurusan penerbitannya, Goenawan Mohamad bertemu dengan
Yunus Yosfiah, Menteri penerangan pada saat itu, dan secara resmi menyatakan
bahwa Tempo bisa terbit kembali. Maka, rapat demi rapat pun digelar. Satu rapat
yang banyak dikenang adalah pertemuan alumni di Utan Kayu 68 H, Jakarta
Timur. Dari sanalah dicari kesepakatan apakah akan menerbitkan kembali Tempo
atau tidak. (Tempo, no 3735/20-26 Oktober 2008, hal 6-7)
Zulkifli Lubis, mantan Direktur Keuangan SDM-Umum dan sekarang
menjabat sebagai Komisaris Tempo, menerangkan bahwa walaupun akhirnya
disepakati bahwa Tempo akan terbit kembali, terdapat dua kubu yang sama kuat
dalam pertemuan Utan Kayu pada saat itu. Kelompok pertama ingin majalah
Tempo kembali. Alasan mereka, ada cita-cita yang harus diteruskan. Banyak
kelompok masyarakat yang protes, marah, dan berdemo ketika majalah ini
dibreidel. Yang tidak setuju juga mempunyai alasan yang bagus. Mereka takut
nama majalah ini tidak akan sebagus sebelum dibreidel – bila terbit lagi. Nama
Tempo sudah harus, sudah menjadi legenda, tak perlu dihidupkan lagi. (Tempo,
no 3735/20-26 Oktober 2008, hal 7)
Keputusan pertemuan Utan Kayu dengan radikal mengubah ritme hidup
sebuah ruko pucat berlantai empat, dengan cat sudah mengelupas, di Jalan
Proklamasi 72, Jakarta Pusat. Bangunan itu akan menjadi kantor majalah Tempo
baru. Ruang-ruang masih separuh kosong, tapi seluruh gedung seperti dipenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
aliran darah baru untuk merealisasikan penerbitan Tempo pada Selasa, 6 Oktober
1998. (Tempo, no 3735/20-26 Oktober 2008, hal 7)
Maka tibalah hari itu, 6 Oktober 1998. Tempo terbit kembali dengan
laporan utama “Pemerkosaan, Cerita dan Fakta”. Majalah ini tampil dengan
desain halaman muka yang simbolis, mata yang menitikkan air. Kerja keras
redaksi yang sudah dimulai sejak tanggal 4 September 1998 dengan
mengumpulkan bahan ternyata berbuah hasil yang memuaskan. Edisi perdana
yang dicetak 180 ribu eksemplar itu langsung ludes. (Tempo, no 3735/20-26
Oktober 2008, hal 16)
Sejak pertama kali terbit kembali satu dasawarsa silam, jurnalisme Tempo
adalah jurnalisme investigasi. Menyajikan kabar di balik warta, dengan mengintip
dan membongkar apa yang selama ini disembunyikan dari mata publik, sejak awal
sudah ditakdirkan menjadi nilai lebih media ini. Takdir semacam inilah yang
membuat penerbitan majalah ini penuh dengan kontroversi. Tapi itulah Tempo
dengan segala kehebohan yang muncul, suka atau tidak, telah menciptakan warna
tersendiri bagi perkembangan dan kedewasaan politik bagi perjalanan negara ini
D. Visi dan Misi
I. Visi
Visi dari Tempo adalah menjadi acuan dalam meningkatkan
kebebasan rakyat untuk berpikir dan mengutarakan pendapat serta
membangun suatu masyarakat yang menghargai kecerdasan dan perbedaan
pendapat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
II. Misi
Visi tersebut diterjemahkan dalam beberapa misi sebagai berikut:
a. Menyumbangkan kepada masyarakat suatu produk multimedia
yang menampung dan menyalurkan secara adil suara yang
berbeda-beda, Sebuah produk multimedia yang mandiri, bebas dari
tekanan kekuasaan modal dan politik.
b. Meningkatkan apresiasi terhadap ide-ide baru, bahasa, dan
tampilan visual yang secara baik dan terus menerus.
c. Menciptakan karya yang bermutu tinggi dan berpegang pada kode
etik.
d. Menjadikan tempat kerja mencerminkan Indonesia yang beragam
sesuai kemajuan jaman.
e. Menerapkan suatu proses kerja yang menghargai kemitraan dari
semua sektor.
f. Menjadi lahan subur bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkaya
khasanah artistik dan intelektual. (Litbang Tempo)
E. Karakteristik Majalah Tempo
a. Reguler
Majalah Tempo terbit setiap hari senin. Jumlah halaman majalah
ini berubah-ubah tiap waktu, rata-rata lebih dari 110 halaman pada periode
I dan mengalami peningkatan menjadi lebih dari 130 halaman pada
periode II. Secara Isi didalamnya terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
rubrik berita, rubrik non berita, dan iklan. Rubrik-rubrik Tempo bervariasi,
tercatat tetap setiap minggunya pada periode II adalah rubrik Prelude
(Album, Etalase, Inovasi, Kartun,), Indonesiana (artikel yang berisi
tentang kejadian-kejadian yang terjadi di tengah masyarakat), buku
(resensi buku terbaru, pengarang, dsb), ekonomi (kebijakan dan peristiwa
ekonomi yang terjadi di masyarakat). Hukum (kasus hukum, kriminalitas,
dan hal-hal yang menyangkut Undang-Undang), Kesehatan (berisi tentang
informasi seputar kesehatan yang menyangkut obat-obatan dan penyakit),
Ilmu dan Teknologi (artikel yang mengulas tentang inovasi dan
perkembangan di bidang IPTEK), Opini (Opini, Bahasa, Kolom),
Lingkungan (berita mengenai lingkungan hidup, alam, dsb), Musik (
artikel mengenai perkembangan musik dan teknologi serta
perkembangannya), Olahraga (mengupas kejuaraan, pelatihan, dsb)
Etalase (memaparkan inovasi baru dalam IPTEK dan kesehatan), Inovasi
(artikel yang berisi tentang penemuan baru disegala bidang) dan Tokoh
(Obituari, Wawancara, Pokok & Tokoh).
b. Edisi Khusus
Selain edisi reguler Tempo juga sering mengeluarkan edisi khusus.
Pengerjaan edisi khusus tempo ditangani oleh tim khusus yang sengaja
dibentuk untuk menyelesaikan edisi ini. Isinya hampir sama dengan
Tempo edisi reguler, yang membedakan adalah adanya liputan khusus
yang menghadirkan sisi lain dan mengupas lebih dalam tentang suatu isu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Edisi khusus Tempo mayoritas diterbitkan untuk memperingati momen-
momen tertentu, atau mengangkat tokoh tertentu yang berjasa.
F. Struktur Organisasi
Objek dalam penelitian ini adalah dua periode majalah Tempo yang
dimulai dari periode I Edisi 14/23 5 Juni 1993 hingga 17/24 25 Juni 1994 dan
periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3922/26 Juli-1 Agustus
2010. Saat edisi itu terbit, susunan organisasi majalah tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Periode I (Edisi 14/23 5 Juni 1993- 17/24 25 Juni 1994)
Pemimpin Umum:Eric Samola.
Pemimpin Perusahaan: Harjoko Trisnadi.
Pemimpin Redaksi: Goenawan Mohamad.
Wakil Pemimpin Redaksi: Fikri Jufri
Redaktur Eksekutif: Herry Komar.
Redaktur Senior: Goenawan Mohamad, Kami Ilyas, Yusril Djalinus
Redaktur Pelaksana Kompartemen: A. Margana, Bambang Bujono, Isma
Sawitri, Putu Setia, Zakaria M. Passe.
Sidang Redaksi: Agus Basri, Aries Margono, Budiman S. Hartoyo, Budi
Kusumah, Bunga Surawijaya, Didi Primbadi, Diah Purnomowati, Ed Zoelverdi,
Farida Senjaya, Gatot Triyanto, Julizar Kasiri, Max Wangkar, Mohamad Cholid,
Putut Tri Husodo, Rudy Novrianto, R. Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, Widi
Yarmanto, Yopie Hidayat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Redaktur Pelaksana Liputan: Amran Nasution (Koordinator), Syahril Chili
(Wakil), Achijar Abbas Ibrahim (Asisten). Biro Jakarta: Toriq Hadad (Kepala),
Andy Reza Rohadian, Ardian T. Gesturi, Bambang Aji, Bambang H. Sujatmoko,
Bina Bektiati, Dwi Setyo Irawanto, G. Sugrahetty Dyan K, Indrawan, Iwan Qodar
Himawan, Ivan Haris Prikurnia, Leila S. Chudori, Linda Djalil, Liston P. Siregar,
Nunik Iswardhani, Prioyono B. Sumobogo, Siti nurbaiti, Sri Indrayati, Sri
Pudyastuti, Sru Wahyuni, Taufik T. Alwie, Wahyu Muryadi. Biro Medan:
Bersihar Lubis (Kepala), Affan Bey Hutasuhut, Fachrul Rasyid, Irwan E. Siregar,
Mulhlizardy Muktar, Sarluhut Napitipulu. Biro Bandung: Happy Sulistiyadi
(Kepala), Ahmad Taufik, Ida Farida. Biro Yogyakarta: Rustam Bambang
Harimurti (Kepala), bandelan Amarudin, Heddy Lugito, Kastoyo Ramelan, R.
Fadjri. Biro Surabaya: Moebanoe Moera Sumadjaja (Kepala), Jalil Hakim, Kelik
M. Nugorho, Zed Abidien. Palembang: Hasan Syukur. Washington: Bambang
Harymurti, P. Nasution. Tokyo: Seiichi Okawa. Bangkok: Yuli Ismartono. Kuala
Lumpur: Ekram Hussein Attamimi, Cairo: A. Dja’far Bushiri, Vancouver: Toeti
Kakiailatu.
Fotografi: Riset: Anizar M. Jasmine, Didik Budiarto, Mahanizar, Rudi P.
Singgih, Sri Widodo.
Fotografer: Donny Metri, Hidayat S. Gautama, Rini PWI, Robin Ong, Rully
Kesuma.
Sekretariat Redaksi: Rudy Novrianto (Kepala)
Redaktur Bahasa: Slamet Djabarudi, Sapto Nugroho,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Pengarah Rancang Grafis: Edi Rustiadi Murad. Desain Visual Konsultan: S.
Prinka, Desainer: Jesse Tanzil, Malela, Y. Joko Sulistyo, Visualizer: Mulyawan,
Sustantho.
Produksi Pracetak: Alex Korompis (Kepala Bagian), Lusi Rustam, Sukarmo
Dokumentasi dan Riset: Nico J. Tampi (Kepala Bagian). Staff: Ramli Amin, Sri
Mulungsih, Sutrisno.
Alamat : Gedung Tempo, Jl. H. R. Rasuna Said kav. C- 17, Kuninagan,
Jakarta12940, Tlp 021-5201022, Kotakpos: 4223/JKT 10001
b. Periode II (Edisi 3824/3-9 Agustus 2009- Edisi 3922/26 Juli-1 Agustus
2010)
Pemimpin Redaksi: Wahyu Muryadi.
Redaktur Eksekutif: Gendur Sudarsono.
Pj. Redaktur Eksekutif: Arif Zulkifli
Redaktur Senior: Bambang Harymurti, Diah Purnomowati, Edi Rustiadi M,
Fikri Jufri, Goenawan Mohamad, Leila S. Chudori, Putu Setia, S. Malela
Mahargasarie, Toriq Hadad.
Redaktur Utama: Bina Bektiati, Budi Styarso, Hermien Y. Kleden, Idrus
F.Shahab, L. R. Baskoro, Mardiyah Chamim, M. Taufiqurahman, Nugroho
Dewanto, Purwanto Setiadi, Seno Joko Suyono.
Redaktur: Ahmad Taufik, Anne L. Handayani, Bagja Hidayat, Irfan Budiman,
Kurniawan, Padjar Iswara, Purwani Diyah Prabandari, Setri Yasra, Wahyu
Dhyatmika, Yandhrie Arvian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Staff Redaksi: Adek Media, Anton Aprianto, Budi Riza, Dwijo U. Maksum,
Muchamad Nafi, Nunuy Nurhayati, Ramidi, retno Sulistiyowati, Rini Kustiani, Rr
Ariyani, Sapto Pradityo, Sunudyantoro, Yandi M. Rofiyandi. Reporter: Cheta
Nilawaty, Erwin Dariyanto, Feri Firmansyah, Gunanto, Harun Mahbud, Nieke
Idrieta, Ninin P. Damayanti, Oktamandjaya, Rudy Prasetyo, Suryani Ika Sari,
Sutarto, Stefanus Teguh Edi Pramono, Yophiandi, Yuliawati.
Desain Visual: Gilang Rahadian (Kepala), Eko Punto Pambudi, Hendry Prakasa,
Kendra H. Paramita, Kiagus Auliansyah, Aji Yuliarto. Tata Letak: Agus
Darmawan Setiadi, Tri Watno Widodo. Fotografer: Bismo Agung (Koordinator),
Aryus P. Soekarno, Dimas Aryo.
Redaktur Bahasa:uu Suhardi (Kepala), Dewi Kartika Teguh W, Sapto Nugroho
Dokumentasi dan Riset: Priatna, Ade Subrata.
Alamat : Gedung Tempo, Jl. Proklamasi, No. 72 Jakarta 10320, Tlp 021-3916160
Faks. 021-3921947 (Redaksi), Email: red@tempo.co.id
G. Ideologi Tempo
Bukan hal baru jika tulisan di Tempo mengundang banyak kontroversi.
Tempo yang bergerak di ranah Jurnalistik memilki definisi tersendiri tentang
bagaimana mereka memposisikan dirinya terhadap suatu permasalahan. Berikut
adalah Definisi Tempo yang di kutip Omi Intan Naomi dari Pariwara Tempo
1988:
“Mengapa Tempo Menulis Ini dan Tak Menulis Itu? Tempo tidak mungkin menghidangkan setiap masalah tanpa memberi latar belakang. Tempo mencoba seobyektif mungkin. Tempo selalu mengambil jarak dengan masalah yang ditulis dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
juga melihat kasus yang berkaitan dengan kejadian-kejadian lain. Tiap masalah harus dilihat dari berbagai segi. Untuk menyajikan sebuah berita, Tempo terlebih dahulu mengumpulkan informasi dari pelbagai pihak. Fakta-fakta itu dirapikan, kemudian dihidangkan kepada pembaca. Tempo jarang memberikan kesimpulan final, kami sadar, bahwa pembaca cukup arif dan kebenaran bukan merupakan monopoli penulis berita. Sebagai sebuah mingguan, tidak semua berita yang terbetik dapat anda baca di Tempo. Tempo harus menyaring, memilih yang penting. Kriteria seleksi yang utama adalah kehangatan berita, kemudian relevansinya dengan pembaca Tempo. Juga, apakah peristiwanya cukup besar. Tempo tidak mewakili suatu golongan, apalagi memperjuangkan golongan. Prinsip itulah yang merupakan beleid berita Tempo yang dengan sendirinya mewarnai penampilan rubrik-rubrik Tempo. Tempo Enak Dibaca dan Perlu” (Omi Intan Naomi, 1996: 122)
Dari paragraf tersebut mengisyaratkan bahwa Tempo tidak memihak satu
golongan. Sedangkan mengenai ideologi yang diusung Tempo, Redaktur Utama
Majalah Tempo Arif Zulkifli mengatakan:
”Kalau secara umum bisa saya jawab Tempo itu mengusung kebebasan, karena Tempo hidup dan bernafas di alam yang membutuhkan kebebasan, saya kira itu jelas sekali. Sehingga Tempo akan sangat kritis terhadap elemen-elemen yang berusaha memberangus kebebasan. Misalnya apa sih yang memberangus kebebasan, misal pelarangan Ahmadiyah, Tempo akan di depan untuk mengatakan tidak, Ahmadiyah adalah salah satu entitas dari bangsa ini yang butuh ruang juga, kita tidak bisa mengklain dia sesat sehingga harus diberangus, prinsip-prinsip Tempo selalu begitu. Pemberedelan kami juga tidak suka.”
Satu hal yang sudah didengar berkali-kali oleh reporter adalah sikap
Tempo terhadap amplop. Pendiri Tempo, Goenawan Mohamad, sering bergurau,
“Jika ingin kaya raya, jangan menjadi wartawan.” Meski itu hanya gurauan,
wartawan Tempo sudah tahu, mereka tak akan memiliki mobil Jaguar atau rumah
mewah (kecuali jika mereka ketiban warisan, menang lotre, atau kawin dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
orang kaya). Sejak awal pula, ketika para wartawan senior harus mengajar para
calon reporter yang masih muda, hijau, bergelora, dan matanya berbinar seperti
ingin menaklukkan duniaitu, kalimat pertama yang diucapkan para redaktur –
dengan galak – adalah “Tempo mengharamkan amplop!” (Tempo, no 3735/20-26
Oktober 2008, hal 22)
Dari kutipan diatas, dapat kita tarik kesimpulan dengan jelas bahwa
pekerjaan media yang identik dengan pengaruhnya terhadap masyarakat tidak
dapat dihindari lagi penuh dengan intervensi dari luar. Dengan mengharamkan
budaya Amplop ini, Tempo bermaksud untuk mencegah adanya “tainted news”
atau berita yang sudah ternoda. Untuk menunjukkan keseriusan perang terhadap
Amplop, sejak tahun 1980-an, Tempo sudah membuat sistem pengembalian
amplop dengan menyediakan formulir pengembalian amplop dan bingkisan.
Tak ketinggalan pula aspek cover both side, subjektivitas dan obyektivitas
yang dijunjung oleh Tempo. Wartawan Tempo memang dituntut cover both sides,
tapi dalam hal objektivitas Tempo menganut prinsip “ritual strategis objektivitas”.
Prinsip itu mengacu pada misi Tempo yakni “menegakkan keadilan”, sehingga
walaupun angle berita yang dipilih dan narasumber yang dipilih adalah
berdasarkan subjektivitas namun itu adalah ritual demi terciptanya keadilan yang
objektif.
Sejak terbit satu dasawarsa silam, jurnalisme Tempo adalah jurnalisme
investigasi. Menyajikan kabar di balik warta, dengan mengintip dan membongkar
apa yang selama ini disembunyikan dari mata publik, sejak awal sudah
ditahbiskan menjadi nilai lebih dari media ini. Pada tiap edisi, mantra di ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
redaksi adalah “lebih dalam, lebih baru, lebih penting”. Inilah cap dagang yang
diniatkan menjadi pembeda Tempo dengan media lain di Indonesia. (Tempo, no
3735/20-26 Oktober 2008, hal 48)
Berangkat dati kutipan diatas, bukan menjadi sesuatu yang kebetulan jika
kemudian laporan utama Tempo edisi pertama setelah pembreidelan mengangkat
isu pemerkosaan perempuan Tiong Hoa pada kerusuhan yang membakar Jakarta
pada Mei 1998. Sebuah topik yang sangat kontroversial pada masa itu karena
banyak orang bertanya-tanya tentang kebenaran terjadi pemerkosaan massal pada
hari-hari menjelang kejatuhan Soeharto itu.
Belum lagi ditambah dengan edisi kedua Tempo pasca pembreidelan.
Laporan utama pada edisi ini mengangkat topik skandal pembelian 39 kapal bekas
Jerman Timur. Pengangkatan isu ini sebagai liputan utama menjadi sesuatu yang
kontroversial bagi Tempo sendiri karena sebagai mana kita tahu, empat tahun
sebelumnya Tempo di breidel oleh pemerintah karena mengangkat topik tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Seperti yang sudah disinggung pada Bab I sebelumnya, penelitian ini
menggunakan teknik sampling yang digunakan oleh Guido H Stempel III. Seperti
yang dikutip oleh Kripendorf dalam bukunya “Content Analysis”, Stempel
melakukan sebuah penelitian tentang isu-isu dalam surat kabar dan
membandingkan sampel berjumlah 6, 12, 24, dan 48. Hasil perbandingan tersebut
menyatakan bahwa menggunakan sampel lebih dari 12 tidak akan menambah
keakuratannya. (Krippendorff, 1989: 69).
Selanjutnya, Arikunto juga berpendapat bahwa tidak selamanya semakin
banyak sampel akan mempengaruhi kualitas dari hasil penelitian. (Arikunto,
1987: 108). Berangkat dari dua pendapat tersebut, maka penelitian ini
menggunakan random sampling sebesar 50% dari keseluruhan populasi. Teknik
random sampling itu sendiri menurut Kripendorf adalah dengan menggunakan
dadu, roda roulet, angka random atapun alat-alat lain yang menyediakan
kemungkinan yang sama pada tiap unit analisis.
Khusus pada bab ini, penulis bermaksud menyajikan data dari hasil
dokumentasi ke dalam bentuk tabel untuk mengukur perbedaan kecenderungan
liputan pada majalah Tempo pada saat Orde baru dan pasca Reformasi, hasil
penelitian ini akan disajikan berdasarkan frekuensi dan volume masing-masing
kategori yang telah ditentukan peneliti sebelumnya. Sebelumnya, penulis terlebih
dahulu melakukan uji reliabilitas antar pengkoding terhadap berbagai aspek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
kategori dalam penelitian ini. Berikut ini adalah tabel halaman muka Tempo
periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni
1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4
Juli 2010 berdasarkan urutan kemunculan pada angka random untuk mengetahui
kategori dan bagaimana Tempo mengemas halaman mukanya.
Tabel 1. Tabel Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode I (No. 9 Tahun XXIII – 1 Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25
Juni 1994). Sample 50% (24 Edisi)
No. No edisi dan Judul
Tema Halaman
Muka
Ilustrasi yang Dipergunakan Keterangan
47 No. 16 Tahun XXIV – 18 Juni 1994
Hari-Hari Gol
Olah Raga Fotografi - Menggambarkan seorang pemain sepak bola yang berposisi sebagai penjaga gawang yang sedang jatuh dengan posisi kepala terlebih dahulu. Bola nampak melayang diatas pemain tersebut.
19 No. 39 Tahun XXIII – 27 November 1993
Mari Kembali ke Cina
Internasional
Ilustrasi - Diilustrasikan seekor naga yang membawa bendera bertuliskan “Mari Kembali ke Cina”
21 No. 42 Tahun XXIII – 18 Desember 1993
Berebut Nama Bung Karno
Human Interest
Fotografi - Halaman muka Tempo pada edisi ini menggunakan siluet foto dari Presiden RI yang pertama, Soekarno.
48 No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994
Special Interest
Ilustrasi - Mengilustrasikan mata seorang wanita dengan bibir yang digambarkan tertutup oleh frame film. Frame
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Film Seks & Sensor Kita
film tersebut bergambar sebuah bibir yang menjadi bagian dari wajah wanita tersebut
18 No. 38 Tahun XXIII - 20 November 1993
Hari-hari Akhir SDSB
Pendidikan
Fotografi - Foto dari demonstran yang menuntut pembubaran SDSB. Para demonstran itu menggunakan kain bertuliskan “SDSB anak haram Kapitalisme”
27 No. 48 Tahun XXIII – 29 Januari 1994
Ria Terlibat Narkotika?
Human Interest
Fotografi - Menggunakan foto Ria Irawan yang sedang berpose. Ria terlihat sedang duduk dan tangan kiri memegang kepala.
30 No. 51 Tahun XXIII – 19 Februari 1994
Ini Dia Eddy Tansil
Korupsi-Korupsi ekonomi
Fotografi - Halaman muka Tempo kali ini berisi empat foto setengah badan Eddy Tansil. Keempat foto tersebut membagi rata satu halaman muka dari Tempo edisi kali ini.
9 No. 20 Tahun XXIII – 17 Juli 1993
Prajogo Dituding
Korupsi – Korupsi Politik
Fotografi - Mengilustrasikan gambar setengah badan dari Pradjogo Pangestu.
46 No. 15 Tahun XXIV – 11 Juni 1994
Habibie dan Kapal Itu
Korupsi – Korupsi Politik
Fotografi - Halaman muka Tempo kali ini didesain sedimikian rupa hingga terbagi menjadi dua. Sisi kiri adalah sebuah foto kapal perang yang tengah berlayar dilautan. Sisi sebelah kanan merupakan foto Habibie yang tengah berbicara.
7 No. 18 Tahun XXIII – 3 Juli 1993
Cekal Bagi Penunggak
Ekonomi Ilustrasi - Menggambarkan sebuah alat pres yang sedang menekan (mengepres) beberapa lembaran uang rupiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Kredit
13 No. 24 Tahun XXIII – 14 Agustus 1993
Perlawanan Islam Militan
Terorisme Fotografi - Menggambarkan foto dari dua pejuang Islam Militan yang sedang diborgol. Keduanya nampak sedang diarak oleh Polisi dan berteriak mengacungkan sebuah buku yang dicurigai sebagai Al-Quran.
45 No. 14 Tahun XXIV – 4 Juni 1994
Mencoba Menggoyang Habibie
Politik – Politikus
Fotografi - Foto setengah badan BJ Habibie yang sedang mengacungkan tangan kirinya keatas. Habibie digambarkan tengah berbicara dengan ekspresi semangat.
17 No. 37 Tahun XXIII – 13 November 1993
Lika-Liku Dagang Wanita
Spesial Interest
Ilustrasi - Mengilustrasikan gambar kotak kayu yang bergambar sosok seroang wanita. Kotak kayu tersebut bertuliskan “ekspor” dibagian kanan atasnya.
34 No.3 Tahun XXIV – 19 Maret 1994
Marsinah: Peradilan yang Sesat?
Politik – Pengadilan Tinggi
Ilustrasi - Mengilustrasikan sosok wanita yang bernama Marsinah. Foto Marsinah diambil setengah badan dengan gambar timbangan dibelakangnya. Gambar timbangan itu terlihat sobek dibagian tengahnya.
44 No. 13 Tahun XXIV – 28 Mei 1994
Para Penderita AIDS Bicara
Kesehatan Fotografi - Halaman muka edisi kali ini didesain sedemikian rupa hingga tulisan AIDS pada judul berisi foto-foto penderita AIDS. Penderita-penderita AIDS yang digambarkan pada tulisan itu terdiri dari anak kecil, seorang pria yang busung lapar hingga punggung seorang wanita yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
setengah telanjang.
37 No. 6 Tahun XXIV – 9 April 1994
Heboh Kasus Surabaya
Korupsi – Korupsi Politik
Ilustrasi - Melukiskan sebuah palu yang kemungkinan palu di Meja Hijau. Palu tersebut digambarkan diselimuti oleh lembaran uang kertas.
43 No. 12 Tahun XXIV – 21 Mei 1994
Perang Melawan Bandit
Terorisme Ilustrasi - Mengilustrasikan sebuah tangan yang bergerak membentuk sebuah pistol. Jari telunjuk dilukiskan sebagai laras senapan yang mengeluarkan cairan bewarna merah.
25 No 46 Tahun XXIII – 15 Januari 1994
Hukuman Buat Demonstran
Politik - pemerintahan
Ilustrasi - Menggambarkan dua buah tangan yang mengepal mengacung keatas. Kedua tangan tersebut nampak saling terikat dan memakai jas (dua tangan tersebut dianalogikan sebagai kepala dan baju tersebut dianalogikan sebagai badan).
1 No. 12 tahun XXIII – 22 Mei 1993
Willem Oh, Willem
Human Interest
Fotografi - Menggunakan foto setengah badan dari William Soeryadjaya. Sosok tua William difoto ketika menengadah keatas dengan tangan kirinya memegang kaca mata.
15 No. 26 Tahun XXIII - 28 Agustus 1993
Politik Cina Sesudah Deng
Internasional
Ilustrasi - Mengilustrasikan kaisar cina Denk Xiaoping yang menggenakan baju kekaisarannya.
35 No.4 Tahun XXIV – 26 Maret 1994
Mar’ie Menggebrak
Korupsi – Korupsi Politik
Ilustrasi - Digambarkan Mar’ie Muhammad yang memegang logo BAPINDO. Tangan kiri memegang logo tersebut dan tangan kanan mengambil satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
bagian dari logo tersebut.
31 No. 52 Tahun XXIII – 26 Februari 1994
Kisah Bobolnya BAPINDO
Korupsi – Korupsi Ekonomi
Fotografi - Halaman muka Tempo edisi kali ini berupa foto setengah badan dari Sudomo dan Eddy Tansil.
8 No. 19 tahun XXIII – 10 Juli 1993
Beranikah Saddam Membalas
Internasional
Fotografi - Mengilustrasikan wajah Saddam Hussein yang berada ditengah crosshair sebauh senapan. Crosshair itu nampak tepat membidik wajah Saddam.
28 No. 49 Tahun XXIII – 5 Februari 1994
Ria Menjawab (Wawancaraa Khusus dengan Ria Irawan)
Human Interest
Fotografi - Halaman muka kali ini menggunakan foto full face dari Ria Irawan.
Sumber: Dokumentasi
Tabel 2. Tabel Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan Tempo Periode II (Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4
Juli 2010). Sampel 50% (24 Edisi) No No edisi dan
Judul Tema
Halaman Muka
Ilustrasi yang Dipergunakan Keterangan
2 3825/10-16 Agustus 2009 Tamat?
Terorisme Ilustrasi - Gambar lusuh gembong teroris, Noordin M Top, nampak tersobek-sobek menjadi empat bagian.
37 3907/12-18 April 2010 Aksi Mafia Trunojoyo
Korupsi – korupsi politik
Ilustrasi - Menggambarkan sebuah tangan kanan yang memegang topi Polisi dan tangan kiri memegang tikus di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
bagian ekornya. Tangan kiri tersebut berusaha memasukkan atau mengeluarkan tikus beserta sebuah dokumen berisi foto-foto perwira polisi dan uang kedalam topi Polisi tersebut.
10 3833/5-11 Oktober 2009 Padang 30 September
Krisis Fotografi - Sebuah foto yang menggambarkan bangunan yang rusak oleh gempa dan sedang dikrumuni orang-orang yang menjadi relawan utnuk menyelamatkan korban bencana.
23 3846/4-10 Januari 2010 Heboh Yayasan ‘Satu Juta Dolar’
Politik - Presiden
Ilustrasi - Menggambarkan Menteri Djoko Suyanto yang sedang mempersilakan tamu untuk menyaksikan SBY yang sedang menyanyi diatas panggun layaknya seorang “anak band”. Didepan Djoko terdapat guci dan toples yang biasa digunakan untuk memasukkan sumbangan.
34 3904/22-28 Maret 2010 Angkatan Baru Penebar Teror
Terorisme Ilustrasi - Menggambarkan pasukan teroris yang dipersenjatai lengkap dengan menggunakan topeng dikepala mereka. Sebuah tangan nampak sedang menempelkan barcode pada jidat pasukan itu.
13 No.3836/26 oktober-1 November 2009 Ribetnya Menyusun Kabinet
Politik – presiden
Ilustrasi - Menggambarkan kesibukan SBY. Digambarkan SBY duduk di kursi yang mewah sedang sibuk menghitung sesuatu pada suatu alat berbentuk seperti kalkulator. Alat tersebut mengeluarkan gulungan kertas yang banyak hingga menyebabkan SBY terbelit kertas-kertas itu.
3 3826/17-23 Agustus 2009 9 Daerah Bintang
Ekonomi Ilustrasi - Melukiskan berbagai kegiatan masyarakat didaerah pedesaan
Edisi khusus Hari Kemerdekaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
28 3851/8-14 Februari 2010 Apakah Antasari Membunuh
Korupsi – Korupsi Politik
Ilustrasi - Melukiskan Antasari Azhar yang sedang terduduk memasang wajah serius. Dihadapannya nampak seseorang mengacungkan palu dengan tali tiang gantungan terikat padanya.
1 3824/3-9 Agustus 2009 Ancang-Ancang Cicak vs Buaya
Politik – Pemerintahan
Ilustrasi - Menggambarkan pertarungan gladiator jaman Romawi kuno. Gladiator disebelah kiri yang berukuran lebih kecil memakai baju pelindung berbentuk Cicak dan beratribut KPK, sedangkan lawannya yang lebih besar memakai baju pelindung berbentuk Buaya dengan atribut POLRI. Keduanya tengah bertarung disaksikan oleh tikus-tikus berpakaian putih.s
33 3903/15-21 Maret 2010 Dulmatin Tewas: Matikah Terror
Terorisme Ilustrasi - Menggambarkan seseorang (kemungkinan polisi) yang sedang mengidentifikasikan kemiripan foto “hardfile” Dulmatin (dipegang ditangan kiri) dengan “softfile”-nya yang ditampilkan pada monitor komputer. Pada bagian kanan atas layar monitor komputer terdapat topi Polisi yang tergantung. Segelas minuman dengan gambar mata yang langsung melihat kearah pemegang foto Dulmatin diletakkan didepan layar monitor tersebut.
17 3840/23-29 November 2009 Kenapa Begitu Sulit
Politik - Presiden
Ilustrasi - Menggambarkan presiden SBY yang sedang berpikir (nampak dari kerutan wajah dan tangan kiri yang memegang dagu) dengan memegang palu di tangan kanannya bertuliskan “bebas”. SBY duduk di depan sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
meja yang berisi dokumen dan foto Bibit-Chandra
27 3850/1-7 Februari 2010 Pansus Century: Siapa Jadi Korban
Korupsi – Korupsi Politik
Ilustrasi - Digambarkan Sri Mulyani dan Boediono yang sedang duduk dihadapan sebuah Mahkamah. Nampak keduanya duduk bersebelahan dan saling memandang dengan pandangan memelas. Dihadapan mereka sebuah mahkamah sedang seru memperdebatkan sesuatu.
24 3847/11-17 Januari 2010 Cara Asyik Menikmati Penjara
Korupsi – Korupsi Ekonomi
Ilustrasi - Menggambarkan Artalyta ‘Ayin’ Suryani yang berdandan layaknya “lady of justice”. Tangan kanannya memegang pedang yang patah sedang tangan kirinya memegang timbangan yang berisi palu disisi kanan dan onggokan uang disisi kirinya
25 3848/18-24 Januari 2010 Adu Kuat dengan Anggodo
Korupsi – Korupsi politik
Ilustrasi - Dilukiskan Anggodo Widjojo yang ditarik keatas dengan kasar oleh sebuah tangan dari kumpulan brigade tameng polisi. Kasarnya tarikan itu menyebabkan sepatu sebelah kanan yang ia genakan terlepas.
39 3909/26 April-2 Mei 2010 Kasus Cek Pelawat BI: Lupa-Lupa Ingat...
Korupsi – Korupsi Ekonomi
Ilustrasi - Menggambarkan Nunun Nurbaetie yang memasang ekspresi lupa ketia disodorkan foto-foto tokoh yang kemungkinan menjadi pelawat BI
40 3910/3-9 Mei 2010 Siap Tembak Jendral
Korupsi – korupsi Politik
Ilustrasi - Menggambarkan Susno Duadji yang sedang mendodongkan pistol. Anehnya laras pistol tersebut malah mengarah ke Susno sendiri.
12 3835/19-25 Oktober 2009 Kabinet:Harapan dan
Politik – Pemerintahan
Ilustrasi - Digambarkan siluet wajah menteri-menteri untuk kabinet 2009-2014
Edisi Khusus Menteri Pilihan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Kenyataan 36 3906/5-11
April 2010 Perang Bintang Siapa Menang
Korupsi – korupsi politik
Ilustrasi - Digambarkan Susno Duadji dan dua jendral berbintang yang saling menuding satu sama lain.
35 3905/29 Maret-4 April 2010 Markus Di Markas Polisi
Korupsi – Korupsi politik
Ilustrasi - Menggambarkan Susno Duadji yang sedang menarik baju seorang perwira tinggi polisi hingga nampak onggokan uang diperutnya. Digambarkan uang yang berada pada perut periwra tinggi polisi tersebut sangat banyak dan terdapat empat ekor tikus didalamnya.
9 3832/28 September-4 Oktober 2009 KPK Di Ujung Tanduk
Politik - Presiden
Ilustrasi - Menggambarkan SBY yang sedang mengacungkan mainan-mainannya. Ditangan kanan SBY mengacungkan Logic Cube yang bergambar KPK dan cicak. Di tangan kanannya, SBY mengacungkan mainan-mainan kecil berbentuk kepala orang yang terpasang dijari-jarinya. Belakangan kepala-kepala tersebut disinyalir sebagai anggota Tim Lima, komisi anti korupsi yang dibentuk sendiri oleh SBY.
43 3913/24-30 Mei 2010 Harta Karun Siapa Mau
Special Interest
Ilustrasi - Dilukiskan seorang petugas lelang yang sedang berdiri didepan meja lelang bosan menunggu. Tangan kanannya menopang dagu tuanya dan tangan kiri lemas memegang palu. Sebuah guci yang nampak tua terletak di meja disamping petugas lelang itu. Nampak juga sarng lebah yang menghias kedua objek tersebut.
46 3916/14-20 Juni 2010
Olah raga Ilustrasi - Menggambarkan seorang suporter bola dari
Non-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Goool... Afrika Selatan yang dengan antusiasnya berteriak.
29 3852/15-21 Februari 2010 Lanjutan Kasus Century: Melacak Aliran Duit Boedi Sampoerna
Korupsi – korupsi ekonomi
Ilustrasi - Menggambarkan Boedi Sampoerna yang berada dalam gulungan uang ratusan dolar. Gulungan tersebut diikat oleh tali merah dengan berandol kain berlogo Century Bank. Empat lembar uang ratusan dolar nampak beterbangan dibelakang Boedi.
41 3911/10-16 Mei 2010 Sri Mulyani Terbang Siapa Senang
Korupsi – korupsi politik
Ilustrasi - Menggambarkan Sri Mulyani yang sedang terbang menggunakan balon udara. Dibawahnya tergambar SBY dan Bakrie yang sdang bersalaman. SBY berada dalam sebuah benteng berkontur garuda yang memiliki bendera RI dan Century Bank berkibar didalamnya.
Sumber: Dokumentasi
Telah disinggung sebelumnya bahwa menjadi sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri, sebuah halaman muka menjadi hal penting dalam suatu majalah.
Ketika berhadapan dengan konsumen, halaman muka menjadi first impression
yang menentukan apakah majalah ini cukup berharga untuk dibeli. Tempo sendiri,
sebagai sebuah majalah berita nasional sadar akan arti pentingnya halaman muka.
Kesadaran akan posisi halaman yang sangat crucial ini, ditunjukkan dari desain
halaman muka Tempo pada tiap edisinya. Desain halaman muka Tempo selalu
menarik, menggelitik, unik dan bahkan sering kali kontroversial.
Keunikan desain halaman muka dari majalah Tempo yang berupa ilustrasi
bisa jadi sudah dimulai ketika majalah tersebut pertama kali terbit pasca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
pembreidelan masa Orde Baru yaitu tahun 1994-1998. Tempo edisi 6 Oktober
1998 mengangkat sebuah desain halaman muka yang melukiskan sebuah mata
yang menitikkan air mata. Dengan judul “Pemerkosaan: Cerita dan Fakta”,
Tempo edisi ini membedah isu tentang pemerkosaan dalam kerusuhan besar-
besaran yang melanda Jakarta dan beberapa kota lain pada Mei 1998. Perempuan
etnis Tionghoa dikabarkan menjadi korban ditengah kerusuhan itu. Desain
halaman muka yang simbolis ini merupakan buah karya dari Malela
Mahargasarie, redaktur kreatif Tempo pada saat itu. Gebrakan fenomenal ini
diakui Malela berasal dari mimpinya. “Saya bermimpi jalanan Jakarta penuh
dengan mata, mata dan mata.” (Tempo, no 3735/20-26 Oktober 2008, hal 16).
Selanjutnya, seperti yang sudah disinggung pada bab I sebelumnya,
penelitian ini bertujuan untuk melihat secara lebih intensif tentang tampilan
halaman muka majalah tempo terutama dalam aspek tema dari pesan yang
menjadi sorotan majalah Tempo untuk diangkat dalam halaman muka sehingga
tidak tertutup kemungkinan dapat melihat perbedaan yang ada dikedua periode
tersebut (dilihat dari frekuensi kemunculan). Lebih lanjut, pada tiap halaman
muka majalah Tempo terkadang ditemukan seorang atau lebih tokoh dari berbagai
bidang yang diangkat sebagai halaman muka majalah ini. Terlepas dari baik buruk
isu yang melibatkan tokoh tersebut, penelitian ini juga bermaksud mencari tahu
siapa yang paling sering mendapat perhatian Tempo dari periode I dan periode II.
Aspek inilah yang nantinya akan menjadi tujuan kedua penelitian ini. Yang
terakhir adalah mengenai cara pengemasan halaman muka majalah Tempo.
Menurut hasil observasi penulis, pada kedua periode tersebut setidaknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
ditemukan dua macam teknik pengemasan halaman muka yaitu dengan
menggunakan fotografi dan ilustrasi. Fotografi sendiri merupakan media
dokumentasi yang mencoba memberikan informasi secara akurat kepada khalayak
sedangkan ilustrasi dalam hal ini karikatur dengan segala keunikannya mampu
memberikan warna tersendiri bagi halaman muka majalah berita ini. Aspek ketiga
inilah yang nantinya akan menjadi tujuan ketiga dari penelitian ini (melihat
frekuensi dari penggunaan ilustrasi/karikatur dan fotografi)
A. Kategori Tema Halaman Muka
Telah disinggung sebelumnya bahwa Dennis McQuaill, mengungkapkan
kritiknya bahwa pendekatan analisis isi yang didefinisikan Berelson adalah
pendekatan tradisional yang dipraktikkan pada awal abad ke-20 lalu. Pendekatan
analisis isi bercirikan sebagai berikut.
1. Memiliki populasi dan sampling. 2. Membangun kerangka teori yang relevan dengan tujuan
penelitian. 3. Memilki unit analisis. 4. Mencari kesesuaian antara isi dengan kerangka kategori dengan
menghitung unit yang diteliti dan membuat prosentase frekuensi.
5. Mengungkapkan hasil temuan berdasarkan frekuensi. (Antoni, 2004: 96)
Dari kutipan diatas dapat kita simpulkan bahwa penggunaan kategori
dalam studi analisis isi menjadi sesuatu yang sangat penting. Berangkat dari
kenyataan tersebut, penelitian ini menggunakan 19 kategori yang digunakan oleh
Scott pada jurnal The Face of Time: Interpreting a Glance at The World’s
Newsmagazine. 1) Seni dan Hiburan, 2) Anak-anak, 3)Korupsi, 4) Krisis, 5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Ekonomi, 6) Pendidikan, 7)Energi, 8) Kesehatan, 9) Kesehatan, 10) Sejarah, 11)
Human Interest, 12) Internasional, 13) Politik, 14) Agama, 15) Ilmu Pengetahuan,
16) Spesial Interest, 17) Sport, 18) Teknologi, 19) Terorisme. (Scott, 2008: 6-7).
Bertolak dari kategori tersebut diatas, untuk melakukan penelitian halaman
muka majalah Tempo di Indonesia dibutuhkan penyederhanaan. Dari 19 kategori
yang dikemukakan Scott tersebut diambil 11 kategori yaitu Korupsi, Krisis,
Ekonomi, Pendidikan, Human Interest, Internasional, Politik, Spesial Interest,
Olah Raga, Terorisme, dan Kesehatan. Penyederhanaan ini dilakukan karena
perbedaan karakter dari populasi penelitian Scott yang menggunakan halaman
muka majalah Time sebagai objek penelitiannya. Berikut adalah tabel frekuensi
kategori-kategori yang diangkat Tempo sebagai halaman muka pada periode I dan
II.
Dari tabel 3, cukuplah jelas kiranya bahwa Tempo memang
menitikberatkan pemberitaannya mengenai isu-isu politik, korupsi. Hal ini
ditunjukkan dari dua periode tersebut yang berjumlah total 48 edisi, isu korupsi
berjumlah 17 isu dengan rincian pada periode I terdapat 6 kali kemunculan atau
25% dari keseluruhan edisi yang diterbitkan pada tahun itu. Periode II terjadi
peningkatan yang hampir dua kali lipatnya menjadi 45,83% dari total satu tahun
edisi atau 11 kali kemunculan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Tabel 3. Frekuensi Kategori-Kategori Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II
No. Kategori Periode I Periode II
F P (%) F P (%)
1 Korupsi 6 25 11 45,83
2 Krisis 0 0 1 4,17
3 Ekonomi 1 4,17 1 4,17
4 Pendidikan 1 4,17 0 0
5 Human Interest 4 16,67 0 0
6 Internasional 3 12,5 0 0
7 Politik 3 12,5 6 25
8 Spesial Interest 2 8,33 1 4,17
9 Olah Raga 1 4,17 1 4,17
10 Terorisme 2 8,33 3 12,5
11 Kesehatan 1 4,17 0 0
Jumlah 24 100 24 100
Sumber: Tabel 1 dan 2
Selanjutnya dari tabel 3 dapat juga kita cermati bahwa peringkat kedua
dipegang oleh kategori politik yang mendapat jatah 9 kali kemunculan dengan
rincian pada periode I sebanyak 12,5% atau 3 kali kemunculan dan pada periode
II sebesar 25% atau 6 kali kemunculan diambil untuk kategori ini. Peningkatan
yang hampir dua kali lipat semacam ini memiliki kemiripan dengan kategori
korupsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Terorisme setidaknya juga menjadi isu yang diminati oleh majalah
Tempo. Hal ini diperlihatkan dengan jumlah 5 kali pemunculan isu terorisme
dengan perincian mengambil 8,33% atau 2 kali kemunculan pada periode I dan
12,5 % atau 3 kali kemunculan pada periode II dari total keseluruhan halaman
muka majalah Tempo. Fenomena peningkatan sebesar dua kali lipatnya seperti
kategori-kategori sebelumnya tidak terjadi pada kategori human interest.
Walaupun pada periode II isu human interest seperti menghilang, akan tetapi pada
periode I isu tersebut cukup mengambil banyak porsi dari keseluruhan halaman
muka majalah Tempo yaitu sebesar 16,67% atau 4 kali kemunculan dari total satu
tahun edisi. Berangkat dari data yang menunjukkan fakta semacam ini, bukan
menjadi sesuatu yang salah ketika peningkatan yang hampir dua kali lipatnya ini
mungkin menimbulkan berbagai pertanyaan.
Selanjutnya, perlu menjadi sebuah catatan ketika masuk ke dalam analisis
kategori korupsi dan kategori politik karena keduanya memang bersinggungan.
Kategori isu korupsi sendiri dibagi menjadi 2 sub kategori yaitu korupsi ekonomi
dan korupsi politik. Korupsi ekonomi adalah korupsi yang melibatkan oknum sipil
atau non-pemerintahan sedangkan sub bab korupsi politik merupakan sub bab
yang berisi tentang isu-isu korupsi yang melibatkan oknum pemerintahan. Sebagai
contoh pada kasus yang diusung pada edisi 3905/29 Maret-4 April 2010 berjudul
“Markus Di Markas Polisi”. Isu yang diangkat menjadi halaman muka semacam
ini memang dimasukkan kedalam kategori korupsi akan tetapi masuk kedalam sub
kategori korupsi politik karena melibatkan Kepolisian yang notabene merupakan
administrasi presiden. Hal ini bertolak belakang dengan isu yang diangkat pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Tempo edisi 3909/26 April-2 Mei 2010 berjudul “Kasus Cek Pelawat BI: Lupa-
Lupa Ingat...”, isu yang menitik beratkan pada kesaksian Nunun Nurbaeti sebagai
saksi warga negara sipil semacam ini memang dikategorikan kedalam korupsi
akan tetapi masuk kedalam kategori korupsi ekonomi.
Tabel 4. Frekuensi Isu Korupsi Majalah Tempo
Periode I dan Periode II
No. Kategori Periode I Periode II
F P (%) F P (%)
1 Korupsi Politik 4 66,67 8 72,72
2 Korupsi Ekonomi 2 33,33 3 27,27
Jumlah 6 100 11 100
Sumber: Tabel 3
Dengan pemberian sub kategori semacam ini, perbedaan terlihat jelas pada
masing-masing periode. Kategori korupsi memang masih menjadi isu yang paling
favorit untuk diangkat dari masa ke masa akan tetapi perlu menjadi suatu catatan
tersendiri bahwa pada periode I pengulasan isu korupsi yang berjumlah 6 terbagi
kedalam 2 kemunculan sub kategori korupsi ekonomi dan 4 kemunculan korupsi
politik. Hal ini berbeda jika kita melihat kedepan pada masa periode II dimana
pengulasan isu korupsi yang berjumlah 11 kemunculan tersebut dibagi menjadi 8
kali kemunculan isu korupsi politik dan 3 kali kemunculan isu korupsi ekonomi.
Korupsi Politik yang melibatkan pemerintahan menjadi isu yang paling digemari
untuk diangkat. Peningkatan jelas terlihat pada tabel 4. Peningkatan dari 66,67%
ke 72,72% pada korupsi sub kategori korupsi politik sedangkan terjadi penurunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
pada sub kategori korupsi ekonomi merupakan pratanda adanya sebuah fenomena,
terlepas dari kemungkinan dari sisi intern ataupun extern yang terjadi pada tubuh
Tempo.
Bukan hanya kategori korupsi saja yang memiliki sub kategori, kategori
Politik sendiri dalam temuan Scott pada jurnal The Face of Time: Interpreting a
Glance at The World’s Newsmagazine dibagi menjadi beberapa sub kategori. Sub
kategori itu antara lain Politikus/anggota dewan, Presiden, Pemerintahan,
pemilihan umum/kandidat-kandidat, partai politik dan Pengadilan Tinggi. (Scott,
2008: 6). Sub kategori semacam dalam perkembangan penelitian ini sendiri juga
mengalami penyederhanaan menjadi Politikus/anggota dewan, Presiden,
Pemerintahan, dan Pengadilan Tinggi ini akan dapat mengindikasikan majalah
Tempo memang menitikberatkan pemberitaannya pada isu-isu Politik. Sebagai
contoh kategori politik dengan sub kategori politikus adalah Tempo edisi No. 14
Tahun XXIV – 4 Juni 1994 yang berjudul Mencoba Menggoyang Habibie. Isu
yang melibatkan B.J. Habibie dengan keterlibatannya pada pembelian kapal
perang bekas Jerman Timur ini memang dimasukkan kedalam sub kategori
politikus karena isu tersebut melihat B.J Habibie sebagai salah satu politikus besar
di Indonesia.
Selanjutnya adalah kategori politik dengan sub kategori presiden dengan
contoh halaman muka majalah Tempo edisi No.3836/26 oktober-1 November
2009 dengan judul Ribetnya Menyusun Kabinet. Alasan pemasukan dalam sub
kategori ini cukup jelas karena halaman muka edisi ini bercerita tentang
kesibukan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden Republik Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
ketika Tempo edisi tersebut diterbitkan dimana diilustrasikan sedang duduk di
kursi mewah sibuk menghitung sesuatu pada suatu alat berbentuk seperti
kalkulator. Alat tersebut mengeluarkan gulungan kertas yang banyak hingga
menyebabkan Susilo Bambang Yudhoyono terbelit kertas-kertas tersebut.
Sub kategori Pengadilan tinggi dapat kita temukan pada halaman muka
majalah Tempo edisi No.3 Tahun XXIV – 19 Maret 1994 dengan judul Marsinah:
Peradilan yang Sesat?. Halaman muka ini mengilustrasikan sosok wanita yang
bernama Marsinah. Foto Marsinah diambil setengah badan dengan gambar
timbangan dibelakangnya. Gambar timbangan itu terlihat sobek dibagian
tengahnya. Halaman muka ini dimasukkan dalam sub kategori pengadilan tinggi
karena bercerita tentang carut marutnya pengadilan tinggi yang mengurus kasus
Marsinah.
Untuk contoh kategori politik dengan sub kategori pemerintahan dapat kita
lihat pada Tempo edisi khusus menteri pilihan No. 3835/19-25 Oktober 2009
dengan judul Kabinet:Harapan dan Kenyataan. Halaman muka majalah Tempo
edisi ini menggambarkan siluet wajah menteri-menteri untuk kabinet 2009-2014.
Menteri-menteri yang notabene merupakan oknum pemerintahan Indonesia
membuat isu semacam ini dimasukkan kedalam sub kategori pemerintahan. Untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel 3 yang bercerita tentang frekuensi isu
politik yang diangkat oleh majalah Tempo pada halaman muka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Tabel 5. Frekuensi Isu Politik Majalah Tempo Periode I dan Periode II
No. Kategori Periode I Periode II
F P (%) F P (%)
1 Politikus 1 33,33 0 0
2 Pengadilan Tinggi 1 33,33 0 0
3 Pemerintahan 1 33,33 3 50
4 Presiden 0 0 3 50
Jumlah 3 100 6 100
Sumber: Tabel 3
Perbedaan yang signifikan telihat dalam pengangkatan isu seputar
pemerintahan dan Presiden. Perbedaan tersebut nampak pada periode I yang
semula isu pemerintahan hanya mengambil 33,33% dan 0 % untuk isu tentang
Presiden sedangkan pada periode II, isu seputar pemerintahan dan presiden sama-
sama menjadi 50%. Sejumlah pertanyaan lagi mungkin akan timbul ketika melihat
data semacam ini. Mengapa terjadi peningkatan sebesar dua kali lipat pada
pemuatan isu yang bersinggungan dengan sub kategori korupsi politik dari
periode I ke periode II. Mengapa isu yang menyangkut pemerintahan meningkat
dari 33,33% menjadi 50%. Lalu mengapa pada periode I tidak ada sama sekali
pengangkatan isu yang berkaitan dengan presiden sedangkan pada periode II
muncul 3 kali pengangkatan yang mengambil 50% dari isu-isu politik.
Jawaban mungkin dapat kita cari pada teori pendekatan lingkungan yang
menyatakan bahwa antara sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan
timbal-balik: sistem politik mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
komunikasi mempengaruhi sistem politik. (Pawito, 2009: 35). Hal ini dapat
dibenarkan ketika kita melihat bahwa Presiden dan pemerintah yang berkuasa
pada periode I dan periode II memiliki perbedaan karakteristik sistem politik yang
dianut.
Sebagaimana yang kita tahu, periode I yaitu tahun 1993 hingga 1994
media massa dikontrol oleh pemerintah dengan menggunakan empat macam
modus. Modus pertama adalah dengan menggunakan SIT (Surat Ijin Terbit) yang
kemudian diubah menjadi SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Press). Modus
pertama ini memungkinkan pemerintah untuk mencabut surat ijin tersebut
sehingga media yang bersangkutan akan mendapat larangan terbit. Beberapa kali
Tempo terkena kasus pencabutan surat ijin semacam ini. Sebagai contoh setelah
penerbitan Tempo edisi No. 15 Tahun XXIV – 11 Juni 1994 dengan judul Habibie
dan Kapal Itu, Tempo harus membayar mahal dengan pencabutan SIUPP
sehingga larangan terbit-pun tak ayal didapatkannya. Modus kedua adalah dengan
uang amplop. Modus semacam ini memang masih terjadi hingga saat ini. Dengan
menggunakan uang amplop, pihak bersangkutan bermaksud untuk mengendalikan
pemberitaan mengenai dirinya. Modus ketiga adalah dengan budaya telepon.
Dalam modus ketiga ini pemerintah melakukan panggilan telepon terhadap
wartawan, sebagai contoh bagaimana menulis isu-isu tertentu, dan memerintahkan
mereka untuk tidak menuliskan aspek-aspek tertentu. Wartawan diharuskan untuk
tidak memberitakan mengenai isu-isu negatif, seperti konflik elit politik, korupsi
pemerintah, dan kekerasan yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Pelanggaran
terhadapnya akan dikenakan sangsi pembreidelan. Modus terakhir adalah dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
memasukkan keluarga atau kroni dari pemerintahan kedalam industri media
secara legal.
Keempat modus pengontrolan media ini menjadi tidak efektif lagi ketika
digunakan pada tahun-tahun setelah reformasi digalakan. Reformasi yang terjadi
pada tahun 1998 merupakan tolak ukur dari kebebasan pers di Indonesia.
Pengontrolan terhadap media oleh pemerintah berkurang sangat drastis. Periode II
yang notabene merupakan masa dimana reformasi telah satu dekade digalakan
memungkinkan adanya penjaminan kebebasan pers pada setiap media massa.
Kembali ke data tabel 2 dimana terjadi peningkatan sebanyak dua kali lipat dari
isu seputar korupsi dan politik. Pertanyaan mengapa fenomena ini terjadi mungkin
dapat terjawab dengan adanya teori pendekatan lingkungan yang menyatakan
sistem politik yang berbeda, berpengaruh juga pada komunikasi media massa.
Kenyataan semacam ini juga pernah ditemukan pada jurnal Shillinger dan
Proter yang berjudul Glasnot and The Transformation of Moscow News. Jurnal
tersebut merupakan penelitian yang membandingkan penerbitan surat kabar
Moscow News pada dua masa yang memiliki karakteristik pemerintahan yang
sangat berbeda, yaitu tahun 1982 dan tahun 1989 di Uni Soviet. Masa diantara
kedua tahun tersebut terjadi perubahan bernama Glasnot yang menyebabkan
semacam krisis sama halnya dengan yang terjadi di Indonesia ketika reformasi
dikibarkan. Masa sebelum Glasnot merupakan sebuah masa yang totalitarian
(dikuasai oleh kelompok atau partai politik tertentu) dan masa setelahnya
merupakan sebuah masa Democratia yang kental akan sifat demokratis.
(Schillinger dan Porter, 1999: 125-149)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
B. Kategori Individu yang Diangkat pada Halaman Muka
Berangkat dari data sebelumnya yang menyatakan bahwa terjadi
perubahan peliputan pada isu yang menyangkut Presiden dari yang semula tidak
ada liputan pada periode I menjadi tiga kali peliputan pada periode II, dapatlah
kita berasumsi bahwa memang sistem politik pada periode I dan periode II
berseberangan mengenai kebijakan pada media massa kemudian selanjutnya
sedikit banyak berpengaruh pada pemberitaan. Hal ini juga diperkuat dengan
adanya perbedaan yang terlihat pada peliputan isu yang bersinggungan dengan
pemerintah dan kasus-kasus korupsi yang terjadi didalamnya. Kategori ini ingin
memberi gambaran lebih jelas mengenai prioritas majalah Tempo dalam
mengupas isu-isu yang melibatkan berbagai tokoh. Sebagai contoh adalah Tempo
edisi No. 48 Tahun XXIII – 29 Januari 1994 dengan judul Ria Terlibat
Narkotika?. Halaman muka majalah Tempo pada edisi ini menggunakan foto Ria
Irawan yang sedang berpose. Ria terlihat sedang duduk dan tangan kiri memegang
kepala. Tempo edisi ini jelas mengupas tentang keterlibatan Ria Irawan dalam
kasus narkotika. Terlepas dari isu yang melibatkannya, Ria Irawan dimasukkan
kedalam kategori individu yang dijadikan majalah Tempo untuk menghias bagian
halmaan muka. Untuk melihat lebih jelas mengenai perbedaan peliputan tersebut,
dapat kita lihat dari tabel frekuensi kemunculan beberapa tokoh pada halaman
muka majalah Tempo pada periode I dan Periode II berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Tabel 6. Frekuensi Kemunculan Seorang Individu di Halaman Muka Majalah Tempo
Periode I Periode II
Tokoh F P (%)
Tokoh F P (%)
Soekarno 1 7,69 Noerdin M. Top 1 5 Ria Irawan 2 15,38 Djoko Suyanto 1 5 Eddy Tansil 2 15,38 Susilo B. Yudhoyono 5 25
Pradjogo Pangestu 1 7,69 Antasari Azhar 1 5 B. J. Habibie 2 15,38 Dulmatin 1 5
Marsinah 1 7,69 Sri Mulyani 2 10 William Soeryadjaya 1 7,69 Boediono 1 5
Denk Xiaoping 1 7,69 Artalyta Suryani 1 5 Mar’ie Muhammad 1 7,69 Anggodo Widjojo 1 5
Saddam Hussein 1 7,69 Susno Duadji 3 15 Boedi Sampoerna 1 5 Nunun Nurbaeti 1 5 Aburizal Bakrie 1 5
Jumlah 13 100 Jumlah 20 100 Sumber: Tabel 1 dan 2
Suatu fakta dapat kita lihat pada tabel 4 dimana pada periode I tidak
terdapat tokoh yang memiliki frekuensi tinggi sehingga membuatnya termuat
dalam halaman muka beberapa edisi majalah Tempo. Dalam periode I memang
terdapat tiga tokoh yang memang agak menonjol jika dibandingkan yang lain,
tokoh-tokoh itu antara lain, Ria Irawan dengan keterlibatannya pada kasus
narkotika, kemudian terdapat Eddy Tansil yang pada periode I menjadi isu
kontroversial dengan korupsinya, dan yang terakhir B.J. Habibie yang dalam masa
periode I heboh dengan kasus pembelian kapal perang bekas Jerman Timur.
Ketiganya sama-sama mengambil porsi 15,38% dari total edisi majalah Tempo
periode I. Adapun tokoh-tokoh lainnya seperti Soekarno, Pradjogo Pangestu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Marsinah, William Soeryadjaya, Denk Xiaoping, Mar’ie Muhammad, Saddam
Hussein sama-sama mendapat porsi 7,69%
Berbeda dengan periode I, pada periode II lebih terlihat prioritas majalah
Tempo dalam hal pemuatan seorang tokoh pada halaman mukanya. Susilo
Bambang Yudhoyono, presiden RI, pada periode ini memang banyak disorot. Isu
– isu yang melibatkan presiden tersebut antara lain isu pemilihan menteri-menteri
untuk kabinetnya, isu yang menyangkut KPK dengan kasus Bibit-Chandra, dan
kasus Century yang melibatkan Sri Mulyani dan Bakrie, jumlah kelima isu yang
melibatkan presiden tersebut mengambil porsi 25% dari total edisi majalah Tempo
pada periode II. Selanjutnya, Susno Duadji yang heboh dengan kasus menguak
makelar kasus ditubuh Kapolri menjadi prioritas kedua dalam pemuatannya
menjadi halaman muka pada majalah Tempo. Hal ini dapat dilihat dari tiga kali
sehingga berjumlah 15% kemunculan pada edisi-edisi majalah Tempo. Sri
Mulyani, mantan menteri keuangan RI setidaknya menjadi peringkat ketiga dalam
frekuensi kemunculannya pada halaman muka majalah Tempo yaitu 10%. Pada
periode ini memang Sri Mulyani sedang terkait dengan kasus talangan dana Bank
Century. Adapun tokoh-tokoh lainnya seperti Noerdin M. Top, Djoko Suyanto,
Antasari Azhar, Dulmatin, Boediono, Artalyta Suryani, Anggodo Widjojo, Boedi
Sampoerna, Nunun Nurbaeti, dan Aburizal Bakrie sama-sama mendapatkan porsi
5%.
Tabel 4 juga bercerita bahwa terdapat perbedaan besar dalam hal
pengangkatan isu seputar presiden dan pemerintahan. Hal ini dapat kita lihat pada
kemunculan isu yang menyangkut tokoh dalam pemerintahan pada masa periode I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
hanya seputar B.J. Habibie dan Mar’ie Muhamad. Pemunculan isu menyangkut
B.J. Habibie mengenai pembelian kapal bekas Jerman Timur, walaupun hanya
berjumlah satu kali pengangkatan sudah cukup membuat majalah Tempo sedikit
merenggang asa. Pasalnya menurut sejarah, majalah Tempo mengalami
pembreidelan setelahnya.
Hal ini bertolak belakang dengan periode II dimana isu-isu seputar
pemerintahan mengalami banyak peliputan oleh majalah Tempo. Isu-isu tersebut
diantaranya adalah isu yang melibatkan Antasari Azhar, Sri Mulyani, Boediono,
Susno Duadji, Aburizal Bakrie dan bahkan Susilo bambang Yudhoyono. Jumlah
oknum pemerintahan yang menjadi bahan peliputan nampaknya sudah cukup
menjadi bukti bahwa lingkungan sosial politik pada sebuah masa memang sangat
berpengaruh pada komunikasi dalam hal ini media massa. Hal ini diperkuat
dengan adanya temuan bahwa pada periode II, peliputan isu seputar Susilo
Bambang Yudhoyono, yang notabene menjabat sebagai presiden pada masa
periode II, menjadi yang terbanyak diantara tokoh-tokoh lainnya. Sangat
berseberangan ketika kita melihat kebelakang pada masa periode I ketika mantan
presiden Soeharto menjabat sebagai presiden dimana tidak ditemukan adanya
peliputan oleh majalah Tempo mengenai isu yang melibatkan dirinya.
Fakta bahwa pada periode I minim pemberitaan mengenai tokoh-tokoh
yang merupakan oknum pemerintahan, memungkinkan adanya sebuah kebijakan
pemerintah terhadap pemberitaan media. Hal-hal semacam ini, semakin
memperkuat dugaan bahwa memmang pada masa Orde Baru empat macam
modus pemerintah dalam mengendalikan media memang benar adanya. Modus-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
modus semacam inilah yang nantinya akan meminimalisir pemberitaan media
terhadap oknum pemerintahan yang bersangkutan. Modus-modus ini jugalah yang
akan mengontrol kebebasan pers di Indonesia. Sekiranya dapat disimpulkan disini
bahwa kembali teori pendekatan lingkungan yang menyatakan bahwa di antara
sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan timbal-balik: sistem politik
mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi sistem
politik, menjadi sebuah alasan yang dirasa tepat ketika melihat fenomena
semacam ini.
C. Kategori Pengemasan Halaman Muka Majalah Tempo
Sebagaimana acap kali disingung sebelumnya, cara pengemasan sebuah
media massa, lebih khusus media cetak dalam hal ini majalah Tempo menjadi
sesuatu yang sangat penting untuk menarik minat baca masyarakat. Majalah
berita mingguan Tempo, memang tercatat sering bereksperimen dalam hal
pengemasan bagian halaman mukanya. Sejauh pengamatan penulis, terdapat dua
jenis teknik pengemasan halaman muka yang digunakan majalah Tempo, yaitu
menggunakan teknik fotografi dan ilustrasi.
Perlu menjadi sebuah catatan tersendiri bahwa fotografi yang
dimaksudkan disini adalah sesuatu yang dapat memberikan penglihatan kepada
seseorang yang tidak dapat menyaksikan kejadiannya secara langsung. Fotografi
sendiri merupakan sebuah gambaran realitas dari kejadian yang sudah terjadi. Jadi
fotografi disini adalah sesuatu gambar yang real, yang langsung dapat
menceritakan sebuah kejadian kepada pembaca. Selanjutnya, ilustrasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
dimaksudkan disini adalah ilustrasi yang bersifat karikatur dan kartun. Gambar-
gambar ilustrasi yang seringkali digunakan Tempo adalah gambar-gambar yang
disertai tulisan di media cetak dengan unsur-unsur pesan bersifat paduan antara
humoris, satiris, dan seringkali distorsif. Karikatur dan kartun yang digunakan
pada halaman muka majalah Tempo dapat dibuat dan dipublikasikan untuk
mengkritik, menyerang, atau mungkin memprovokasi pihak lain. Tabel dibawah
ini adalah frekuensi penggunaan teknik fotografi dan ilustrasi pada halaman muka
majalah Tempo.
Kategori ini ingin menguak fakta tentang penggunaan dua teknik
pengemasan halaman muka yang sajauh ini pernah digunakan oleh majalah berita
Tempo. Sebagai contoh Tempo edisi No. 15 Tahun XXIV, 11 Juni 1994 dengan
judul Habibie dan Kapal Itu. Halaman muka Tempo kali ini didesain sedemikian
rupa hingga terbagi menjadi dua. Sisi kiri adalah sebuah foto kapal perang yang
tengah berlayar dilautan. Sisi sebelah kanan merupakan foto Habibie yang tengah
berbicara. Halaman muka edisi ini dimasukkan kedalam kategori fotografi karena
pengemasan gambar Habibie dan kapal perang menggunakan teknik fotografi.
Perbedaan dapat kita lihat pada Tempo edisi No.3905/29 Maret-4 April 2010
dengan judul Markus Di Markas Polisi. Halaman muka Tempo edisi ini
menggambarkan Susno Duadji yang sedang menarik baju seorang perwira tinggi
polisi hingga nampak onggokan uang diperutnya. Digambarkan uang yang berada
pada perut periwra tinggi polisi tersebut sangat banyak dan terdapat empat ekor
tikus didalamnya. Teknik ilustrasi jelas-jelas digunakan dalam pengemasan
halaman muka edisi ini karena tidak mungkin ada kejadian perut seorang perwira
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
polisi berisi onggokan uang. Teknik ilustrasi semacam ini disebut dengan
karikatur karena terdapat kritik yang bernuansa humor dan satiris didalamnya.
Selanjutnya dibawah ini adalah tabel yang bermaksud untuk menggambarkan
mengenai frekuensi majalah Tempo dalam menggunakan teknik ilustrasi dan
fotografi dalam mengemas bagian halaman muka.
Tabel 7. Frekuensi Teknik Pengemasan Halaman Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II
Teknik Pengemasan Periode I Periode II
F P (%) F P (%) Fotografi 14 58,33 1 4,17 Ilustrasi 10 41,67 23 95,83 Jumlah 24 100 24 100
Sumber: Tabel 1 dan 2
Bukan menjadi sesuatu kebetulan ketika kita melihat bahwa pada periode
I, majalah Tempo masih lebih banyak menggunakan teknik fotografi jika
dibandingkan dengan teknik ilustrasi dalam mengemas halaman muka. Pada
periode I, teknik fotografi mendapatkan porsi 58,33% sedangkan ilustrasi 41,67%.
Sebuah perbandingan yang tidak terlalu signifikan akan tetapi syarat dengan
berbagai fakta menggelitik didalamnya.
Selanjutnya, perbedaan semakin tampak pada periode II. Penggunaan
teknik ilustrasi meningkat pesat menjadi 95,83% dari keseluruhan edisi majalah
Tempo pada periode tersebut. Teknik fotografi sendiri hanya mendapat porsi
4,17%, sebuah porsi yang sangat kecil jika kita melihat kebelakang pada periode
I. Fenomena semacam ini adalah sebuah perubahan drastis yang terjadi pada
majalah Tempo itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Peningkatan jumlah penggunaan teknik ilustrasi pada periode II
merupakan sebuah fenomena yang dapat terjawab juga dengan teori pendekatan
lingkungan dimana sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan timbal-
balik: sistem politik mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi
mempengaruhi sistem politik. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa
pada masa periode II adalah masa setelah reformasi bergulir. Reformasi tersebut
mendorong adanya perubahan yang signifikan pada aspek kebebasan pers
sehingga muncul euforia kebebasan pers pada masa periode II. Cukuplah jelas
kiranya bahwa peningkatan dalam hal penggunaan ilustrasi pada halaman muka
majalah Tempo ini mengindikasikan adanya kebebasan pers yang lebih tinggi
pada periode II jika dibandingkan dengan periode I. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Pawito pada bukunya Komunikasi Politik: Media Massa dan
Kampanye Pemilihan bahwa penyebaran pesan berbentuk ilustrasi pada media
massa membutuhkan kebebasan menyatakan pendapat atau kebebasan pers.
(Pawito, 2009: 111-112)
Itulah tadi ulasan analisis data dari penelitian ini. Temuan-temuan tersebut
diatas menggambarkan bahwa suatu sistem politik memang, sampai tingkat
tertentu, berpengaruh pada komunikasi dalam hal ini adalah media cetak dan lebih
khusus lagi majalah Tempo. Sebuah teori pendekatan lingkungan rupanya dapat
menjawab fenomena yang terjadi pada majalah Tempo pada periode I dan periode
II. Bab selanjutnya adalah kesimpulan mengenai berbagai temuan pada analisis
data pada bab ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari serangkaian analisis data pada bab sebelumnya, sekiranya dapat
disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan pada pemberitaan majalah
Tempo pada periode I dan periode II. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat
dari perincian sebagai berikut:
a. Pemberitaan mengenai isu-isu korupsi dan politik berjumlah lebih sedikit
pada periode I jika dibandingkan pada periode II. Pada masa periode II,
majalah Tempo lebih banyak memberitakan berbagai isu-isu melibatkan
oknum-oknum pemerintahan yang terlibat dalam berbagai konflik. Hal ini
diperkuat dengan adanya beberapa pemuatan isu-isu yang bersangkutan
langsung dengan presiden yang memerintah pada masa periode II. Hal ini
berseberangan dengan fakta yang ditemukan pada masa periode I dimana
sama sekali tidak ditemukan adanya pemberitaan tentang presiden pada
halaman muka majalah Tempo pada masa itu.
b. Tokoh-tokoh yang dimuat pada periode I dan periode II juga memiliki
perbedaan karakteristik. Pada periode I lebih banyak terlihat tokoh sipil
yang terlibat dalam permasalahan-permasalahan pelik sehingga
mendorong Tempo memprioritaskan pemberitaan terhadapnya. Hal ini
berbeda dengan data temuan pada Tempo periode II dimana lebih banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
ditemukan tokoh pemerintahan maupun presiden sendiri dalam halaman
muka majalah Tempo. Pada periode I hanya ditemukan B.J. Habibie dan
Mar’ie Muhammad sebagai oknum pemerintahan yang masuk dalam
halaman muka majalah Tempo. Jumlah ini berbanding terbalik dengan
jumlah tokoh pemerintahan yang keluar pada halaman muka majalah
Tempo seperti Susno Duadji, Sri Mulyani, Boediono, hingga Aburizal
Bakrie. Selanjutnya, pada Halaman Muka majalah Tempo periode I, tidak
ditemukan Soeharto yang dikala itu menjabat sebagai presiden Republik
Indonesia. Berbeda halnya dengan periode I, pada periode II ditemukan
beberapa halaman muka edisi majalah Tempo yang memuat Susilo
Bambang Yudhoyono yang pada periode II menjabat sebagai presiden.
c. Selanjutnya juga ditemukan perbedaan yang signifikan dari frekuensi
pemakaian teknik pengemasan pada halaman muka majalah Tempo. Pada
periode I pemakaian teknik fotografi lebih banyak jika dibandingkan pada
periode II yang dipenuhi dengan pemakaian teknik ilustrasi.
Dengan temuan semacam ini, peneliti ingin mengkonfirmasi kebenaran
teori lingkungan, sebuah teori yang menyatakan bahwa antara sistem politik dan
komunikasi terdapat hubungan timbal-balik: sistem politik mempengaruhi
komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi sistem politik. Sistem
politik yang dianut pemerintahan pada masa periode I merupakan sebuah sistem
politik yang selalu berusaha memiliki kontrol terhadap pemberitaan media. Media
dikontrol sedemikian rupa sehingga dapat tetap menjaga image baik pemerintah
terhadap masyarakat. Hal ini bertolak belakang dengan pemerintahan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
memimpin pada masa periode II. Pada masa periode II, telah terjadi reformasi
yang merombak total sistem politik yang dianut pemerintah sehingga berpengaruh
pula terhadap kondisi komunikasi politik termasuk kondisi media. sistem politik
pada masa periode II memungkinkan adanya euforia kebebasan pers yang
memungkinkan sebuah media untuk mengekspresikannya kedalam bentuk
peliputan isu-isu yang bahkan menyudutkan pemerintahan pada masa itu sendiri.
Selain ditunjukkan dengan adanya pemberitaan yang meningkat pada
kategori isu-isu menyangkut pemerintahan dan presiden, euforia kebebasan pers
ini juga ditunjukkan dengan besarnya frekuensi penggunaan ilustrasi atau
karikatur yang bersifat humoris, satiris dan distorsif pada halaman muka majalah
Tempo. Penggunaan teknik semacam ini pada sebuah media, sebagaimana yang
sudah disinggung sebelumnya, mensyaratkan adanya kebebasan menyatakan
pendapat dan kebebasan pers.
B. Keterbatasan dalam Penelitian
Sebagai makhluk yang tidak dapat terlepas dari kesalahan dan hambatan,
peneliti menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini.
Adapun yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Jumlah sampel penelitian yang dirasa terlalu sedikit mungkin menjadi
keterbatasan tersendiri dalam penelitian ini. Pengambilan keseluruhan
populasi sebagai sampel pada masa sebelum reformasi dan masa
setelah reformasi masih memungkinkan adanya penemuan sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
fakta baru jika dibandingkan bila hanya mengambil masa satu tahun
penerbitan majalah Tempo sebelum dan sesudah reformasi seperti
yang digunakan dalam penelitian ini.
2. Adanya pengambilan sampel sebesar 50% dari satu tahun sebelum dan
sesudah reformasi menyebabkan penyederhanaan dalam penggunaan
kategori Scott. Penyederhanaan semacam ini mungkin tidak akan
diperlukan apabila mengambil keseluruhan populasi sebagai sampel
penelitian.
3. Kurangnya komunikasi antar pengkoding, setidaknya juga bisa
menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Beruntung pada saat-saat
terakhir penyelesaian hasil realibilitas dan validitas penelitian,
keterbatasan semacam ini dapat diminimalisir dengan peningkatan
intensitas pertemuan antar pengkoding.
C. Saran
Pada bagian akhir dari penelitian ini, peneliti juga bermaksud ingin
memberikan beberapa saran agar pencapaian hasil yang lebih baik bukan menjadi
sesuatu yang tidak mungkin pada generasi-generasi mendatang. Adapun saran-
saran peneliti adalah sebagai berikut:
1. Variasi tema yang diangkat pada halaman muka majalah Tempo pada
masa kemasa, diharapkan memberikan dorongan terhadap peneliti lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
untuk melakukan penelitian serupa terhadap kebebasan pers yang
didapat oleh media-media lainnya. Dikarenakan pengekangan
kebebasan pers memiliki hasil yang berbeda pada masa dan media
yang berbeda.
2. Metode analisis isi memang dirasa cocok untuk meneliti prioritas
pemberitaan majalah Tempo dari waktu ke waktu akan tetapi tema
semacam ini juga akan menjadi lebih mendalam dan mengena bila
dilanjutkan dengan studi framming dan semiotik. Penggunaan
framming ditujukan untuk mengetahui secara lebih dalam mengenai
ideologi pemilik media dan awak media yang notabene berbeda dari
waktu ke waktu. Adapun studi semiotik dapat digunakan untuk
menemukan berbagai pesan konotatif yang sering ditemukan pada
ilustrasi halaman muka majalah Tempo.
top related