documentfr
Post on 10-Aug-2015
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKALAH KOMUNIKASI
ETIKA BERKOMUNIKASI DALAM PELAYANAN
KEPERAWATAN
Disusun oleh :
Farida Raudah I1B111215
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2012
BAB IPENDAHULUAN
Latar BelakangEtiket atau adat merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang serta
menjadi suatu kebiasaan di dalam suatu masyarakat baik berupa kata-kata maupun
bentuk perbuatan yang nyata. Etika bagi seorang perawat maupun calon perawat
sangat diperlukan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat luas.
Karena masyarakat, terutama masyarakat pedalaman masih sangat menjunjung
tinggi etika ketika berperilaku agar dapat mengambil hati bagi klien yang akan
ataupun sedang dirawat sehingga klien tersebut mendapat sugesti yang positif
untuk segera sembuh. Etika, moral dan etiket sulit dibedakan, hanya dapat dilihat
bahwa etika lebih dititikberatkan pada aturan, prinsip yang melandasi perilaku
yang mendasar dan mendekati aturan, hukum dan undang-undang yang
membedakan benar atau salah secara moralit. Dalam memberikan pelayanan
keperawatan kepada individu, keluarga,atau komunitas, perawat sangat
memerlukan etika keperawatan yang merupakan filsafah yang mengarah tanggung
jawab moral yang mendasar terhadap pelaksanaan praktik keperawatan, dimana
inti dari filsafah tersebut adalah hak dan martabat manusia. Karena itu, fokus dari
etika keperawatan ditunjukan terhadap sifat manusia yang unik.
Komunikasi merupakan suatu dasar dan kunci seseorang dalam
menjalankan tugasnya, komunikasi merupakan suatu proses dalam perawatan
untuk menjalankan dan menciptakan hubungan dengan pasien, komunikasi
tampaknya sederhana tetapi untuk menjadikan suatu komunikasi berguna dan
efektif membutuhkan usaha dan keterampilan serta kemampuan dalam bidang itu
(Arifin, 2002).
Tidak ada persoalan sosial manusia dihadapkan dengan masalah sosial
yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang lebih baik. Setiap hari
semua orang melakukan proses komunikasi. Sering kali akibat komunikasi yang
tidak tepat terjadi perbedaan pandangan atau salah paham. Oleh karena itu setiap
orang perlu memahami etika berkomunikasi untuk meningkatkan hubungan antar
manusia dan mencegah kesalahpahaman yang mungkin terjadi, hubungan
komunikasi terapeutik antara perawat atau bidan dengan pasien adalah hubungan
kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Utami P, 1998).
Dalam profesi keperawatan, komunikasi sangat penting antara perawat
dengan perawat, dan perawat dengan klien, khususnya komunikasi antar perawat
dengan klien dimana dalam komunikasi itu perawat dapat menemukan beberapa
solusi dari permasalahan yang sedang dialami klien, dan komunikasi ini
dinamakan dengan komunikasi terapeutik. Akan tetapi dalam pelaksanaan
komunikasi terapeutik ini ada fase-fase, tehnik-tehnik, dan faktor-faktor, serta
proses komunikasi terapeutik tersebut dalam perawatan sehingga
pelayanan/asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik serta memberikan
tingkat kepuasan pada klien.
BAB II
ISI
Pengertian Etika
Kata etika berasal dari kata yunani, yaitu Ethos yang berhubungan dengan
pertimbangan pembuat keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena
tidak ada UU atau peraturan yang menegaskan hal yang harus dilakukan. Etika
berbagai profesi digariskan dalam bentuk kode etik yang bersumber dari martabat
dan hak manusia (yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari profesi.
Profesi menyusun kode etik berdasarkan penghormatan atas nilai dan situasi
individu yang dilayani.
Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang
pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau
kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah ha-hal yang menyangkut moral,
dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan perbuatan manusia yang
dianggap baik atau buruk.
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep
individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap
sesuatu yang telah dilakukan. Etiket adalah suatu sikap seperti sopan santun atau
aturan lainnya yang mengatur hubungan antara kelompok manusia yang beradab
dalam pergaulan. Berikut di bawah ini adalah beberapa etika dan etiket dalam
berkomunikasi antar manusia dalam kehidupan sehari-hari :
1. Jujur tidak berbohong
2. Bersikap dewasa tidak kekanak-kanakan
3. Lapang dada dalam berkomunikasi
4. Menggunakan panggilan / sebutan orang yang baik
5. Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien
6. Tidak mudah emosi / emosional
7. Berinisiatif sebagai pembuka dialog
8. Berbahasa yang baik, ramah dan sopan
9. Menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan
10. Bertingkah laku yang baik
Moral berasal dari bahasa latin ‘mores‘. Mores berasal dari kata ‘mos’
yang berarti kesusilaan, tabi’at atau kelakuan. Moral adalah ajaran kesusilaan.
Moralitas adalah tradisi kepercayaan dalam agama atau kebudayaan,tentang
perilaku yang baik dan buruk.
Moral pada praktek keperawatan berarti perawat bisa memberikan
jawaban bagaimana mereka meningkatkan, melindungi dan memenuhi kebutuhan
kesehatan sambil menghormati hak individu dalam menentukan pelayanan
kesehatan sendiri. Dalam keperawatan kesehatan masyarakat dimana penekanan
yang terbesar atas kelompok besar dan bukan atas individu klien akuntabilitas
moral berarti bisa di jawab bagaimana kesehatan dari orang banyak, bagaimana
ditingkatkannya dilindungi dan dipenuhi kebutuhannya. Tujuan etika dan moral :
• Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dan praktik keperawatan
• Membentuk strategi/cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam
peraktik keperawatan
• Menghubungkan prinsif /moral yang baik dan dapat di pertanggungjawabkan
terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan sesuai
kepercayaannya.
Etika Aristoteles seringkali disebut teleologis atau terarah pada tujuan.
Menurut Aristoteles, segala sesuatu mempunyai maksud atau tujuan. Sebilah
pisau, misalnya, mempunyai tujuan untuk memotong. Sebilah pisau yang baik itu
baik untuk memotong berbagai benda, dan oleh karena itu pisau harus tajam.
Demikian pula, orang mempunyai tujuan. Orang harus melakukan segala sesuatu
untuk menolong mereka mencapai maksud atau tujuan tersebut hal-hal yang ada
untuk kebaikan mereka. Macam-macam etika :
• Etika Deskritif
• Etika normatif, etika normatif dibagi menjadi 2 yaitu:
- norma khusus : aturan yang brlaku dalam bidang kegiatan atau kehidupan
yang khusus, misalnya: aturan bermain dalam olahraga, aturan pengunjung
pasien.
- norma umum : mempunyai sifat yang lebih umum dan universal.
Norma umum ada 3 macam:
1. Norma sopan santun
Adalah norma yang melangatur pola tingkah laku dan sikap lahiriah,
misalnya tatacara bertamu,duduk,makan,minum,tatacara berbicara.
2. Norma hukum
Adalah norma yang dituntut dan tegas oleh masyarakat. Karena dianggap
perlu demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Norma hukum tegas dan
pasti, karena dijamin oleh hukuman terhadap para pelanggarnya.
3. Norma moral
Adalah aturan mengenai sikap dan tingkahlaku manusia sebagai manusia.
Norma moral mengacu pada baik atau buruknya manusia sebagai manusia. Prinsip
dasar etika keperawatan professional advokasi, tanggung jawab, akuntabilitas dan
kerahasiaan.
Praktik keperawatan termasuk etika keperawatan mempunyai dasar
penting sebagai advokasi, akuntabilitas, loyalitas, kepedulian, rasa haru dan
menghormati martabat manusia. Dalam standar praktik keperawatan dan telah
menjadi bahan kajian dalam waktu lama adalah advokasi, akuntabilitas dan
loyalitas. Advokasi sering digunakan dalam konteks hukum yang berkaitan
dengan upaya melindungi hak-hak manusia bagi mereka yang tidak mampu
membela diri. Arti advokasi menurut ikatan perawat Amerika (1985) adalah
melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan
praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh
siapapun. Pentingnya etika dan moral sebagai landasan dalam pengambilan
keputusan dan pemberian asuhan pelayanan
Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari
lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga
kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan
(ekspekatasi) profesi dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang
profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi
antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, profesional dan
terhormat.
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban
dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi
dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemerintah dan pada tingkat
akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil,
profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.
Baik buruknya etika seseorang dapat dipengaruhi oleh 4 faktor atau pengaruh,
yaitu :
Pengaruh kebiasaan
Suatu kebiasaan yang sudah mempola dibentuk oleh lingkungan hidup, oleh
kebutuhan ataupun oleh kehendak meniru, mengikuti dan biasanya sulit diubah.
Pengaruh pendidikan
Prinsip pendidikan adalah membina mental seseorang itu semakin baik, dalam arti
menjadikan seseorang itu lebih cerdas, lebih bermoral, tegasnya lebih maju
daripada sebelumnya. Pendidikan yang baik tercermin pada sikap, cara berfikir,
cara berbicara, dan pada sikap yang baik. Pendidikan sebenarnya tidak hanya
menata pakaian lahir, terutama pakaian jiwa (Budi Pekerti).
Pengaruh agama
Ajaran pendidikan agama, menurut paham sebagian orang menjadikan orang
bermental “kyai”. Pada hakikatnya seseorang yang bergelar kyai ahli dalam
agama islam sebenarnya adalah orang yang cukup mengerti masalah–masalah
dunia, dan cukup paham keadaan yang akan dihadapi sesudah kehidupan dunia
ini. Pengaruh agama itu, bila yang dimaksud disini agama islam dengan
sendirinya membina 2 sektor pada diri seseorang, yaitu membina budinya, dan
membina otaknya.
Pengaruh kesadaran jiwa
Kesadaran jiwa itu timbulnya adalah sebagai akibat atau hasil dari pengalaman,
pertimbangan akal/ pikiran dan dikuatkan oleh kemauan. Berkaitan dengan etika
dan moral, terdapat pula istilah etiket yang merupakan cara/ aturan yang sopan
dalam berhubungan sosial. Sedangkan etiket professional berarti prilaku yang
diharapkan bagi setiap anggota profesi untuk bertindak dengan kapasitas
profesionalnya.
Nilai-nilai dasar dan moral dalam praktek klinis keperawatan
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan
terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap prilaku
seseorang sistem nilai-nilai yang dianggap penting dan sering di artikan sebagai
perilaku personal. Perkembangan nilai di mulai sejak masa kanak-kanak,di bentuk
oleh pengalaman dalam keluarga.variasai dalam pola pengasuhan anak
menimbulkan variasi pada nilai dan perilaku saat anak-anak sedang tumbuh.
Dorongan dasar untuk mencintai,merawat,melindungi anak memiliki berbagai
bentuk ekspresi pada berbagai budaya di dunia.
Nilai-nilai esensial dalam praktek keperawatan profesional
• Aesthetics ( keindahan )
• Altruism ( mengutamakan orang lain )
• Equality ( kesetaraan : hak/status yang sama termasuk penerimaan dengan
sifat asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi)
• Freedom ( kebebasan )
• Human dignity ( martabat manusia )
• Justice (keadilan)
• Truth (kebenaran)
Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar
atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika
adalah ilmu tentang kesusilaan yang bagaimana sepatutnya manusia hidup di
dalam masyarakat yang melibatkan aturan atau prinsip yang menentukan tingkah
laku yang benar. Moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang
merupakan “standar perilaku” dan “nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang
menjadi anggota masyarakat tempat ia tinggal. Etiket atau adat merupakan sesuatu
yang dikenal, diketahui, diulang serta menjadi suatu kebiasaan di dalam suatu
masyarakat baik berupa kata - kata maupun bentuk perbuatan yang nyata. Etika
adalah kode prilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi kelompok
tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang benar.
Etika berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak baik dan dengan
kewajiban moral.
Etika berhubungan dengan peraturan untuk perbuatan atau tidakan yang
mempunyai prinsip benar dan salah, serta prinsip moralitas karena etika
mempunyai tanggung jawab moral, menyimpang dari kode etik berarti tidak
memiliki prilaku yang baik dan tidak memiliki moral yang baik. Etika bisa
diartikan juga sebagai, yang berhubungan dengan pertimbangan keputusan, benar
atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada undang-undang atau peraturan
yang menegaskan hal yang harus dilakukan. Etika berbagai profesi digariskan
dalam kode etik yang bersumber dari martabat dan hak manusia (yang memiliki
sikap menerima) dan kepercayaan dari profesi. Profesi menyusun kode etik
berdasarkan penghormatan atas nilai dan situasi individu yang dilayani. Banyak
pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi
dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik PPNI atau
IBI. Moral, istilah ini berasal dari bahasa latin yang bearti adat atau kebiasaaan.
Pengertian moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang
merupakan “standar perilaku” dan “nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang
menjadi anggota masyarakat tempat ia tinggal. Moral hampir sama dengan etika,
biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat
penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek
professional. Etika, moral dan etiket sulit dibedakan, hanya dapat dilihat bahwa
etika lebih dititikberatkan pada aturan, prinsip yang melandasi perilaku yang
mendasar dan mendekati aturan, hukum dan undang-undang yang membedakan
benar atau salah secara moralitas. nilai-nilai moral yang ada dalam kode etik
keperawatan Indonesia (2000), di antaranya:
1.Menghargai hak klien sebagai individu yang bermartabat dan unik
2.Menghormati nilai-nilai yang diyakini klien
3.Bertanggung jawab terhadap klien
4.Confidentiality
Konsep Moral dalam Praktek Keperawatan
Praktik keperawatan, termasuk etika keperawatan mempunyai dasar
penting, seperti advokasi, akuntabilitas, loyalitas, kepedulian, rasa haru, dan
menghormati martabat manusia. Diantara berbagai pernyataan ini, yang lazim
termasuk dalam standar praktik keperawatan dan telah menjadi bahan kajian
dalam waktu lama adalah advokasi, responsibilitas dan akuntabilitas, (fry, 1991)
Advokasi istilah advokasi sering digunakan dalam hukum yang berkaitan
dengan upaya melindungi hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela
diri. Arti advokasi menurut ANA (1985) adalah “melindungi klien atau
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang
tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun”. Fry (1987)
mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang
memiliki penyebab atau dampak penting. Definisi ini mirip dengan yang
dinyatakan Gadow (1983) bahwa “advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal
keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu secara
bebas menentukan nasibnya sendiri”. Advokasi adalah memberikan saran dalam
upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasien. Hal tersebut merupakan suatu
kewajiban moral bagi perawat, dalam menemukan kepastian tentang dua sistem
pendekatan etika yang dilakukan yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan
asuhan. Perawat atau yang memiliki komitmen tinggi dalam mempraktekkan
keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat hal-hal sbb:
a. Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh komitmen
utamanya terhadap pasen.
b. Berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya.
c. Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi dalam
kesembuhan pasien.
Posisi perawat yang mempunyai jam kerja 8 sampai 10 atau 12 jam
memungkinkannya mempunyai banyak waktu untuk mengadakan hubungan baik
dan mengetahui keunikan klien sebagai manusia holistik sehingga berposisi
sebagai advokat klien (curtin, 1986). Pada dasarnya, peran perawat sebagai
advokat klien adalah memberi informasi dan memberi bantuan kepada klien atas
keputusan apa pun yang di buat kilen, memberi informasi berarti menyediakan
informasi atau penjelasan sesuai yang dibutuhkan klien, memberi bantuan
mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan peran nonaksi. Dalam menjalankan
peran aksi, perawat memberikan keyakinan kepada klien bahwa mereka
mempunyai hak dan tanggung jawab dalam menentukan pilihan atau keputusan
sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang lain, sedangkan peran nonaksi
mengandungarti pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak
memengaruhi keputusan klien (Khonke, 1982). Dalam menjalankan peran sebagai
advokat, perawat harus menghargai klien sebagai induvidu yangmemiliki berbagai
karakteristik. Dalam hal ini, perawat memberikan perlindungan terhadap martabat
dan nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit.
Responsibilitas atau tanggung jawab diartikan sebagai kesiapan
memberikan jawaban atas tindakan-tindakan yang sudah dilakukan perawat pada
masa lalu atau tindakan yang akan berakibat di masa yang akan datang. Misalnya
bila perawat dengan sengaja memasang alat kontrasepsi tanpa persetujuan klien
maka akan berdampak pada masa depan klien. Klien tidak akan punya keturunan
padahal memiliki keturunan adalah hak semua manusia. Perawat secara
retrospektif harus bisa mempertanggung-jawabkan meskipun tindakan perawat
tersebut diangap benar menurut pertimbangan medis.Kepercayaan tumbuh dalam
diri klien, karena kecemasan akan muncul bila klien merasa tidak yakin bahwa
perawat yang merawatnya kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan
kurang berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas
dalam sikap, keterampilan, pengetahuan (integrity) dan kompetensi. Beberapa
cara dimana perawat dapat mengkomunikasikan tanggung jawabnya:
a. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset) Contoh:
“Mohon maaf bu demi kenyamanan ibu dan kesehatan ibu saya akan
mengganti balutan atau mengganti spreinya”.
b. Bila perawat terpaksa menunda pelayanan, maka perawat bersedia memberikan
penjelasan dengan ramah kepada kliennya (explanantion about the delay).
Misalnya; “Mohon maaf pak saya memprioritaskan dulu klien yang gawat dan
darurat sehingga harus meninggalkan bapak sejenak”.
c. Menunjukan kepada klien sikap menghargai (respect) yang ditunjukkan dengan
perilaku perawat. Misalnya mengucapkan salam, tersenyum, membungkuk,
bersalaman dsb.
d. Berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien (subjects the
patiens desires) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat. Misalnya
“Coba ibu jelaskan bagaimana perasaan ibu saat ini”. Sedangkan apabila
perawat berorientasi pada kepentingan perawa “ Apakah bapak tidak paham
bahwa pekerjaan saya itu banyak, dari pagi sampai siang, mohon pengertiannya
pak, jangan mau dilayani terus”
e. Tidak mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud menghina
(derogatory) misalnya “pasien yang ini mungkin harapan sembuhnya lebih
kecil dibanding pasien yang tadi.”
f. Menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam sudut
pandang klien (see the patient point of view). Misalnya perawat tetap bersikap
bijaksana saat klien menyatakan bahwa obatnya tidak cocok atau diagnosanya
mungkin salah.
Akuntabiliti dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam
membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-
konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada
pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama
yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya. Perawat harus mampu untuk
menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya. Hal ini bisa dijelaskan
dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
a. Sebagai tenaga perawat kesehatan perawat memiliki tanggung gugat terhadap
klien, sedangkansebagai pekerja atau karyawan perawat memilki tanggung
jawab terhadap direktur, Sebagai profesional perawat memilki tanggung gugat
terhadap ikatan profesi dan sebagai anggota team kesehatan perawat memiliki
tanggung gugat terhadap ketua tim biasanya dokter sebagai contoh perawat
memberikan injeksi terhadap klien.
b. Perawat memilki tanggung gugat dari seluruh kegitan professional yang
dilakukannya mulai dari mengganti laken, pemberian obat sampai persiapan
pulang. Hal ini bisa diobservasi atau diukur kinerjanya.
c. Ikatan perawat, PPNI atau Asosiasi perawat atau Asosiasi Rumah sakit telah
menyusun standar yang memiliki krirteria-kriteria tertentu dengan cara
membandingkan apa-apa yang dikerjakan perawat dengan standar yang
tercantum.baik itu dalam input, proses atau outputnya. Misalnya apakah
perawat mencuci tangan sesuai standar melalui 5 tahap yaitu Mencuci kuku,
telapak tangan, punggung tangan, pakai sabun di air mengalir selama 3 kali.
Metoda pendekatan pembahasan masalah etika
Dari Ladd J (1978), dikutip oleh Freld(1990) menyatakan ada empat metodE
utama membahas masalah etika:
1. Otoritas menyatakan bahwa dasar setiap tindakan atau keputusan adalah
otoritas. Otoritas dapat berasal dari manusia atau kepercayaan supernatural,
kelompok manusia, atau suatu institusi seperti majelis ulama, dewan gereja
atau pemerintah.
2. Consensum hominum menggunakan pendekatan berdasarkan persetujuan
masyarakat luas atau sekelompok manusia yang terlibat dalam pengkajian
suatu masalah. Segala sesuatu yang diyakini bijak dan secara etika dapat
diterima, dimasukkan dalam keyakinan.
3. Pendekatan intuisi atau self evidence. Metode ini dinyatakan oleh para ahli
filsafat berdasarkan pada apa yang mereka kenal sebagai konsep teknik
intuisi.Metode ini terbatas hanya pada orang- orang yang mempunyai intuisi
tajam
4. Metode argumentasi. Menggunakan pendekatan dengan mengajukan
pertanyaan atau mencari jawaban dengan alasan yang tepat.Metode ini
digunakan untuk memahami fenomena etika.
Masalah Etika Keperawatan
Bandman (1990) menjelaskan bahwa masalah etika keperawatan pada
dasarnya terdiri atas lima jenis. Kelima masalah tersebut akan diuraikan dl rangka
perawat “mempertimbangkan prinsip etika yang bertentangan”. Lima masalah
dasar etika keperawatan, yaitu :
1. Kuantitas versus kualitas hidup. Contoh: Seorang ibu meminta perawat untuk
melepas semua selang yang diapsang pada anaknya yang telah koma delapan
hari. Keadaan seperti ini, perawat menghadapi masalah posisinya dalam
menentukan keputusan secara moral.
2. Kebebasan versus penanganan dan pencegahan bahaya. Contoh adalah seorang
klien berusia lanjut yang menolak untuk mengenakan sabuk pengaman waktu
berjalan, ia ingin berjalan dengan bebas. Pada situasi ini perawat menghadapi
masalah upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan
kebebasan klien
3. Berkata jujur versus berkata bohong Contoh: seorang perawat yang mendapati
teman kerjanya menggunakan narkotika. Dalam posisi ini perawat tersebut
berada dalam pilihan apakah akan mengatakan hal ini secara terbuka atau diam
karena diancam akan dibuka rahasia yang dimilikinya bila melaporkan pada
orang lain
4. Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan falsafah, agama,
politik, ekonomi, dan ideology. Beberapa masalah yang dapat diangkat sebagai
contoh seorang klien memilih ke dukun daripada ke dokter, kampanye anti
rokok demi keselamatan bertentangan dengan kebijakan ekonomi, alokasi dana
untuk kepentingan militer lebih besar daripada untuk kepentingan kesehatan
5. Terapi ilmiah konvensional versus terapi tidak ilmiah dan coba-coba Hampir
semua suku bangsa di Indonesia memiliki praktek terapi konvensional yang
masih dianggap sebagai tindakan yang dapat dipercaya. Secara ilmiah tindakan
tersebut sulit dibuktikan kebenarannya, namun sebagian masyarakat
mempercayainya. Lima faktor yang harus dipertimbangkan dalam penanganan
masalah etika, yaitu:
1. Pernyataan dari klien yang pernah diucapkan kepada anggota keluarga,
teman-temanya dan petugas kesehatan
2. Agama dan kepercayaan klien
3. Pengaruh terhadap anggota klg klien
4. Kemungkinan akibat sampingan yang tidak dikehendaki
5. Prognosis dengan atau tanpa pengobatan
Nilai-nilai Pofessional yang Harus Diterapkan oleh Perawat
1. Justice (Keadilan). Menjaga prinsip-prinsip etik dan legal, sikap yang dapat
dilihat dari Justice, adalah: Courage (keberanian/Semangat, Integrity, Morality,
Objectivity), dan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan justice perawat:
Bertindak sebagai pembela klien, Mengalokasikan sumber-sumber secara adil,
Melaporkan tindakan yang tidak kompeten, tidak etis, dan tidak legal secara
obyektif dan berdasarkan fakta.
2. Truth (kebenaran). Kesesuaian dengan fakta dan realitas, sikap yang
berhubungan denganperawt yang dapat dilihat, yaitu: Akontabilitas, Honesty,
Rationality, Inquisitiveness (ingin tahu), kegiatan yang beruhubungan dengan
sikap ini adalah: Mendokumentasikan asuhan keperawatan secara akurat dan
jujur, Mendapatkan data secara lengkap sebelum membuat suatu keputusan,
Berpartisipasi dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi masyarakat dari
informasi yang salah tentang asuhan keperawatan.
3. Aesthetics. Kualitas obyek, kejadian, manusia yang mengarah pada pemberian
kepuasan dengan prilaku/ sikap yang tunjukan dengan Appreciation, Creativity,
Imagination, Sensitivity, kegiatan perawat yang berhubungan dengan
aesthetics: Berikan lingkungan yang menyenangkan bagi klien, Ciptakan
lingkungan kerja yang menyenangkan bagi diri sendiri dan orang lain,
Penampilan diri yang dapat meningkatkan “image” perawat yang positif
4. Altruism. Peduli bagi kesejahteraan orang lain (keiklasan) dengan sikap yang
ditunjukan yaitu: Caring, Commitment, Compassion (kasih), Generosity
(murah hati), Perseverance (tekun, tabah, sabar), kegiatan perawat yang
berhubungan dengan Altruism: Memberikan perhatian penuh saat merawat
klien, Membantu orang lain/perawat lain dalam memberikan asuhan
keperawatan bila mereka tidak dapat melakukannya, Tunjukan kepedulian
terhadap isu dan kecenderungan social yang berdampak terhadap asuhan
kesehatan.
5. Equality (Persamaan). Mempunyai hak, dan status yang sama, sikap yang dapt
ditunjukan oleh perawat yaitu: Acceptance (menerima), Fairness (adil/tidak
diskriminatif), Tolerance, Assertiveness, kegiatan perawat yang berhubungan
dengan equality: Memberikan nursing care berdasarkan kebutuhan klien, tanpa
membeda-bedakan klien, Berinteraksi dengan tenaga kesehatan/teman sejawat
dengan cara yang tidak diskriminatif
6. Freedom (Kebebasan). Kapasitas untuk menentukan pilihan, sikap yang dapat
ditunjukan oleh perawat yaitu: Confidence, Hope, Independence, Openness,
Self direction, Self Disciplin, kegiatan yang berhubungan dengan Freedom:
Hargai hak klien untuk menolak terapi, Mendukung hak teman sejawat untuk
memberikan saran perbaikan rencana asuhan keperawatan, Mendukung diskusi
terbuka bila terdapat isu controversial terkait profesi keperawatan
7. Human Dignity. (Menghargai martabat manusia) Menghargai martabat manusia
dan keunikan martabat manusia dan keunikan individu, sikap yang dapat
ditunjukan oleh perawat, yaitu: Empathy, Kindness, Respect full, Trust,
Consideration, kegiatan yang berhubungan dengan sikap Human dignity:
Melindungi hak individu untuk privacy, Menyapa/memperlakukan orang lain
sesuai dengan keinginan mereka untuk diperlakukan, Menjaga kerahasiaan
klien dan teman sejawat.
Pelaksanaan Etik dan Moral Dalam Pelayanan Klinis Keperawatan
Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat diperlukan untuk
menempatkan nilai-nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat bisa
menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi kepada
pasen yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal
ini disebabkan karena pasen kurang memperhatikan status kesehatannya. Pertama-
tama yang dilakukan oleh perawat adalah berusaha membantu pasien untuk
mengidentifikasi nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri. Sebagai ilustrasi dapat
dicontohkan kasus sebagai berikut: Seorang pengusaha yang sangat sukses dan
mempunyai akses di luar dan dalam negeri sehingga dia menjadi sibuk sekali
dalam mengelola usahanya. Akibat kesibukannya dia sering lupa makan sehingga
terjadi perdarahan lambung yang menyebabkan dia perlu dirawat di rumah sakit.
Selain itu dia juga perokok berat sebelumnya. Ketika kondisinya telah
mulai pulih perawat berusaha mengadakan pendekatan untuk mempersiapkannya
untuk pulang. Namun perawat menjadi kecewa, karena pembicaraan akhirnya
mengarah pada keberhasilan serta kesuksesannya dalam bisnis. Kendati demikian
upaya tersebut harus selalu dilakukan dan kali ini perawat menyusun list
pertanyaan dan mengajukannya kepada pasen tersebut. Pertanyaannya, “Apakah
tiga hal yang paling penting dalam kehidupan bapak dari daftar dibawah ini ?”
Pasien diminta untuk memilih atas pertanyaan berikut:
1. Bersenang-senang dalam kesendirian (berpikir, mendengarkan musik atau
membaca).
2. Meluangkan waktu bersama keluarga.
3. Melakukan aktifitas seperti: mendaki gunung, main bola atau berenang
4. Menonton televisi.
5. Membantu dengan sukarela untuk kepentingan orang lain.
6. Menggunakan waktunya untuk bekerja.
Langkah berikutnya adalah mengajaknya untuk mendiskusikan prioritas
yang dibuat berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya, dengan mengikuti klarifikasi
nilai-nilai sebagai berikut:
1. Memilih: Setelah menggali aspek-aspek berdampak terhadap kesehatan pasen,
misalnya stress yang berkepanjangan dapat mengganggu kesehatan dan
mengganggu aktifitasnya, maka sarankan kepadanya memilih secara bebas
nilai-nilai kunci yang dianutnya. Bila dia memilih masalah kesehatannya, maka
hal ini menunjukkan tanda positif.
2. Penghargaan: Berikan dukungan untuk memperkuat keinginan pasen dan
promosikan nilai-nilai tersebut dan bila memungkinkan dapatkan dukungan
dari keluarganya. Contoh: istri dan anak anda pasti akan merasa senang bila
anda memutuskan untuk berhenti merokok serta mengurangi kegiatan bisnis
anda, karena dia sangat menghargai kesehatan anda.
3. Tindakan: Berikan bantuan kepada pasen untuk merencanakan kebiasaan baru
yang konsisten setelah memahami nilai-nilai pilihannya. Minta kepada pasen
untuk memikirkan suatu cara bagaimana nilai tersebut dapat masuk dalam
kehidupan sehari-hari. Kata-kata yang perlu diucapkan perawat kepada
pasennya: “Bila anda pulang, anda akan menemukan cara kehidupan yang
berbeda, dan anda menyatakan ingin mulai menggunakan waktu demi
kesehatan anda”
Perilaku Etis Professional
Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan
asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek
asuhan profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan
perawat, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau
teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba
dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu
memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat atau bidan seringkali
menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan
pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan.
Pendekatan Berdasarkan Prinsip
Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam bioetika untuk
menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994)
menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika biomedik antara lain :
(1)Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap
kapasitas otonomi setiap orang.
(2)Menghindarkan berbuat suatu kesalahan.
(3)Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan
segala konsekuensinya.
(4)Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi. Dilema etik
muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan penyebab konflik dalam
bertindak. Contoh; seorang ibu yang memerlukan biaya untuk pengobatan
progresif bagi bayinya yang lahir tanpa otak dan secara medis dinyatakan tidak
akan pernah menikmati kehidupan bahagia yang paling sederhana sekalipun.
Di sini terlihat adanya kebutuhan untuk tetap menghargai otonomi si ibu akan
pilihan pengobatan bayinya, tetapi dilain pihak masyarakat berpendapat akan
lebih adil bila pengobatan diberikan kepada bayi yang masih memungkinkan
mempunyai harapan hidup yang besar. Hal ini tentu sangat mengecewakan
karena tidak ada satu metoda pun yang mudah dan aman untuk menetapkan
prinsip-prinsip mana yang lebih penting, bila terjadi konflik diantara kedua
prinsip yang berlawanan. Umumnya, pendekatan berdasarkan prinsip dalam
bioetik, hasilnya terkadang lebih membingungkan. Hal ini dapat mengurangi
perhatian perawat atau bidan terhadap sesuatu yang penting dalam etika.
Pendekatan Berdasarkan Asuhan Keperawatan
Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam
bioetik mengarahkan banyak perawat untuk memandang “care” atau asuhan
sebagai fondasi dan kewajiban moral. Hubungan perawat dengan pasen
merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung
perhatian khusus kepada pasien, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya
sebagai perawat. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana
perawat dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasen atau
sejawat, merupakan suatu kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan
berdasarkan etika. Karakteristik perspektif dari asuhan meliputi :
(1)Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan.
(2)Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau
pasen sebagai manusia.
(3)Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar
yang mengarah pada tanggung-jawab professional.
(4)Mengingat kembali arti tanggung-jawab moral yang meliputi kebajikan seperti
kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih-sayang, dan menerima
kenyataan. (Taylor,1993). Perawat yang memiliki komitmen tinggi dalam
mempraktekkan keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu
mengingat hal-hal sbb:
(1) Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh
komitmen utamanya terhadap pasien;
(2) berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya;
(3) Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi
dalam kesembuhan pasen. Bila menghargai otonomi, perawat atau bidan
harus memberikan informasi yang akurat, menghormati dan mendukung
hak pasien dalam mengambil keputusan.
Masalah Etika Keperawatan
Dalam perkembangan etika keperawatan saat ini banyak mengalami
perubahan oleh karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan
tersebut akan mempengaruhi tata nilai yang berlaku di dalam masyarakat, adapun
masalah yang dialami etika profesi keperawatan adalah sebagai berikut dasar-
dasar moral makin memudar, dasar-dasar etika yang didapat atau diajarkan saat
ini sudah mulai mengalami kemunduran. Hal ini tampak generasi perawat tua
tidak dapat memberikan contoh pada perawat generasi muda tentang perilaku
etika keperawatan dan mereka enggan menegur pada perawat yang berbuat salah
atau seenaknya akibatnya dasar-dasar etika yang diperoleh selama pendidikan
tidak diaplikasikan akhirnya membuat kabur dalam aplikasinya dan dalam
pendidikan etika tidak berhasil. Dasar-dasar dan sendi agama di beberapa negara
makin menipis. Agama merupakan landasan yang paling kuat dalam etika, namun
perubahan komunikasi dan tranformasi yang cepat akan mempengaruhi informasi
yang ada, budaya dan perilaku hidup sehari-hari dengan mudah ditiru oleh
perawat genarasi muda apalagi mereka yang kurang kuat imannya. Iptek
kedokteran dan keperawatan berkembang pesat Dengan perkembangan iptek
kedokteran dan keperawatan yang pesat akan melupakan nilai-nilai etika dan
karena jarang diaplikasikan maka akan muda terabaikan dengan anggapan nilai
etika akan menghambat kemajuan dan teknologi dan perawat akan mudah
melupakan bahwa seorang pasien adalah makhluk bio psiko sosial dan spiritual
yang terdiri dari satu kesatuan utuh
Komunikasi
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Nursalam (2007) menyatakan, komunikasi juga merupakan suatu seni
untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah
sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberi
pesan. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan
yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada
komunikasi interpersonal yang terapeutik. Komunikasi interpersonal adalah
interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil,
terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat
memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan
pertumbuhan personal. Adapun prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut
Carl Rogers yaitu :
• Perawat harus mengenal dirinya sendiri
• Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, percaya, dan
menghargai
• Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien
• Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien, baik fisik maupun
mental
• Perawat harus dapat menciptakan suasana yang nyaman dan aman bagi pasien
• Kejujuran dan terbuka
• Mampu sebagai role model
• Altruisme
• Bertanggung jawab
Contoh Teknik Komunikasi yang Baik
- Menggunakan kata dan kalimat yang baik menyesuaikan dengan lingkungan
- Gunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara
- Menatap mata lawan bicara dengan lembut
- Memberikan ekspresi wajah yang ramah dan murah senyum
- Gunakan gerakan tubuh / gesture yang sopan dan wajar
- Bertingkah laku yang baik dan ramah terhadap lawan bicara
- Memakai pakaian yang rapi, menutup aurat dan sesuai sikon
- Tidak mudah terpancing emosi lawan bicara
- Menerima segala perbedaan pendapat atau perselisihan yang terjadi
- Mampu menempatkan diri dan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai dengan
karakteristik lawan bicara.
- Menggunakan volume, nada, intonasi suara serta kecepatan bicara yang baik.
Menggunakan komunikasi non verbal yang baik sesuai budaya yang berlaku
seperti berjabat tangan, merunduk, hormat, cipika cipiki (cium pipi kanan -
cium pipi kiri).
Komponen-komponen dalam Komunikasi
• Sender (pemberi pesan): individu yang bertugas mengirimkan pesan.
• Receiver (penerima pesan): seseorang yang menerima pesan. Bisa berbentuk
pesan yang diterima maupun pesan yang sudah diinterpretasikan.
• Pesan : informasi yang diterima, bisa berupa kata, ide atau perasaan. Pesan
akan efektif bila jelas dan terorganisir yang diekspresikan oleh si pengirim
pesan.
• Media: metode yang digunakan dalam pesan yaitu kata, bisa dengan cara
ditulis, diucapkan, diraba, dicium. Contoh: catatan atau surat adalah kata; bau
badan atau cium parfum adalah penciuman (dicium), dan lain-lain.
• Umpan balik: penerima pesan memberikan informasi/ pesan kembali kepada
pengirim pesan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Umpan balik
merupakan proses yang kontinue atau berlanjut karena memberikan respons
pesan dan mengirimkan pesan berupa stimulus yang baru kepada pengirim
pesan.
Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
a.Situasi/suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisangan akan
mempengaruhi baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang
diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak
jelas, kabur, bahkan sulit diterima. Oleh karena itu, sebelum proses komunikasi
dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa supaya tenang dan
nyaman. Komunikasi yang berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang
tepat mungkin diterima dengan kurang tepat pula. Misalnya, apabila perawat
memberikan penjelasan kepada orang tua tentang cara menjaga kesterilan luka
pada saat orang tua sedang sedih, tentu saja pesan tersebut kurang diterima dengan
baik oleh orang tua karena perhatian orang tua tidak berfokus pada pesan yang
disampaikan perawat, melainkan pada perasaan sedihnya.
b.Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi.
Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga
antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang
disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi
yang dijalankan. Oleh karena itu, komunikator harus memahami pesan sebelum
menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti komunikan dan
menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.
Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain
dalam menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang
lain akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya.
Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu dalam
berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi.
Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan integritas
diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem sosial.
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak
yang sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun kelompok.
Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada buruknya hubungan
antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan
sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial mempunyai kepentingan yang
tinggi pada unsur komunikasi.
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal an
konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar
individu yang bekerja Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai
modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan
kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu
konsumen internal an konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur
hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara
horisontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim
multidisplin termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya, unsur adminitrasi
sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal. Sedangkan
konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu
klien baik secara individual, kelompok, keluarga maupun masyarakat yang ada di
rumah sakit.Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit,
diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar individu yang
terlibat dalam sistem tersebut.
Ellis (2000) menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres,
pada umumnya yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah komunikasi yang
buruk.Keperawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan pelayanan
dalam hal ini perawat berperan sebagai provider. Fokus perhatian terhadap
buruknya komunikasi juga terjadi pada tim keperawatan. Hal ini terjadi karena
beberapa sebab diantaranya adalah:
1. Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat
melakukan intraksi dengan klien.
2. Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi dua
arah secara terapeutik.
3. Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual yang
berdampak terhadap lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu hubungan
interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik.
Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang dapat terjadi pada
komunikasi yang dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya. Modifikasi yang
perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah melakukan pendekatan dengan
berlandaskan pada model konseptual sebagai dasar ilmiah dalam melakukan
tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah melakukan komunikasi dengan
menggunakan pendekatan model konseptual proses interpersonal yang
dikembangkan oleh Hildegard E.Peplau. Beberapa cara dimana perawat dapat
mengkomunikasikan tanggung jawabnya :
1. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset)
Contoh : “Mohon maaf bu demi kenyamanan ibu dan kesehatan ibu saya akan
mengganti balutan atau mengganti spreinya”.
2. Bila perawat terpaksa menunda pelayanan, maka perawat bersedia memberikan
penjelasan dengan ramah kepada kliennya (explanantion about the delay).
Misalnya “Mohon maaf pak saya memprioritaskan dulu klien yang gawat dan
darurat sehingga harus meninggalkan bapak sejenak”.
3. Menunjukan kepada klien sikap menghargai (respect) yang ditunjukkan dengan
perilaku perawat, misalnya mengucapkan salam, tersenyum, membungkuk,
bersalaman dsb.
4. Berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien (subjects the
patiens desires) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat misalnya
“Coba ibu jelaskan bagaimana perasaan ibu saat ini”. Sedangkan apabila
perawat berorientasi pada kepentingan perawat “ Apakah bapak tidak paham
bahwa pekerjaan saya itu banyak, dari pagi sampai siang, mohon
pengertiannya pak, jangan mau dilayani terus”
5. Tidak mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud menghina
(derogatory), misalnya “pasien yang ini mungkin harapan sembuhnya lebih
kecil dibanding pasien yang tadi.”
6. Menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam sudut
pandang klien (see the patient point of view). Misalnya perawat tetap bersikap
bijaksana saat klien menyatakan bahwa obatnya tidak cocok atau
diagnosanya mungkin salah.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antarmanusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial
yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin
dalam perilaku “caring” atau kasih sayang/cinta (Johnson, 1989) dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Perawat yang memiliki ketrampilan
berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa
percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,memberikan kepuasan
profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi
keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah
mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dalam Pelayanan
Keperawatan
Setiap orang mempunyai sifat yang unik dan masing-masing dapat
membuat penafsiran dari komunikasi yang dilakukan. Perbedaan penafsiran yang
disebabkan beberapa hal dapat menggangu jalannya komunikasi yang efektif.
Seseorang klien yang menunjukkan muka masam dapat mempunyai beberapa arti:
tidak bahagia, marah, nyeri atau makna yang lain. Menurut Perry & Potter (1987),
persepsi seseorang, nilai, emosi, latar belakang budaya dan tingkat pengetahuan
seseorang dapat mempengaruhi jalannya pengiriman dan penerimaan pesan
(komunikasi) dalam pelayanan keperawatan.
1) Persepsi
Persepsi adalah cara seseorang mencerap tentang segala sesuatu yang terjadi
di sekelilingnya. Persepsi seseorang juga dipengaruhi oleh pengalaman masa
lalu. Persepsi juga merupakan kerangka tujuan yang diharapkan dan hasil
setelah mengobservasi lingkungan. Sebagai contoh, seorang mahasiswa
praktik akan berpersepsi bahwa dosen adalah ancaman baginya tatkala dia
melihat dosen datang ke Rumah Sakit sedangkan dia tidak membawa tugas
yang telah ditentukan. Begitupun sebaliknya seorang mahasiswa akan
beranggapan bahwa dosen yang datang ke RS merupakan peluang untuk
menanyakan hal-hal yang belum diketahui. Dari contoh diatas, komunikasi
mahasiswa yang menganggap bahwa dosen adalah ancaman tidak akan terjadi
komunikasi yang aktif, namun bagi mahasiswa yang menganggap hadirnya
dosen sebagai peluang, maka akan tercipta komunikasi yang aktif, efektif dan
nyaman.
2) Nilai
Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang. Jalan hidup seseorang
dipengaruhi oleh keyakinan, fikiran dan tingkah lakunya. Nilai-nilai
seseorang sangat dekat dengan masalah etika. Komunikasi yang terjadi antara
perawat dengan klien juga dipengaruhi oleh nilai-nilai dari kedua belah pihak.
Nilai-nilai yang dianut perawat dalam kontek komunikasi kesehatan tentunya
beda dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh klien. Komunikasi yang terjadi
antara perawat dan perawat atau kolega lainnya mungkin terfokus pada
bahasan tentang upaya peningkatan dalam memberikan pertolongan masalah
kesehatan. Sedangkan komunikasi dengan klien hendaknya lebih mengarah
pada memberikan support dan dukungan nasehat dalam rangka mengatasi
masalah.
3) Emosi
Emosi adalah subyektif seseorang dalam merasakan situasi yang terjadi di
sekelilingnya. Kekuatan emosi seorang dipengaruhi oleh bagaimana
kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam berhubungan dengan orang
lain. Untuk membantu klien, seorang perawat harus menghadirkan
perasaannya, dia merasakan apa yang dirasakan oleh kliennya. Komunikasi
akan berjalan lancar dan efektif apabila tenaga kesehatan termasuk perawat
dalam mengelola emosinya. Kemampuan profesional seseorang dapat
diketahui dari emosinya dan menjadi ukuran awal seseorang dalam
merasakan, bersikap dan menjalankan hubungan dengan klien.
4) Latar Belakang Sosial Budaya
Latar belakang sosial budaya mempengaruhi jalannya komunikasi. Orang
Arab akan meratap sedih dan menangis apabila ada anggota keluarganya
meninggal dunia, hal ini berbeda dengan orang Amerika golongan menengah
yang sering menahan tangis secara terbuka bila kehilangan orang yang
dicintai. Sedihnya dipendam untuk memperlihatkan ketegarannya kepada
anggota keluarga yang lain.
5) Pengetahuan
Komunikasi sulit berlangsung bila terjadi perbedaan tingkat pengetahuan dari
pelaku komunikasi. Perawat diharapkan dapat berkomunikasi dengan
berbagai tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien. Dengan demikian perawat
dituntut mempunyai pengetahuan yang cukup tentang pertumbuhan dan
perkembangan klien karena hal tersebut sangat terkait dengan pengetahuan
yang dimiliki oleh klien.
6) Peran Dan Hubungan
Peran seseorang mempengaruhi dalam menjalin hubungan dengna orang lain.
Dalam berkomunikasi akan sangat baik bila mengenal dengan siapa ia
berkomunikasi. Berkomunikasi dengan orang yang sudah kita kenal, akan
merasa bebas dalam mengeluarkan ide atau gagasan ingin disampaikan.
Komunikasi efektif bila partisipan (perawat- klien) mempunyai efek /dampak
yang positif dalam menjalin hubungan sesuai dengan perannya masing-
masing.
Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
1. Faktor sumber pesan (source)
- Bahasa yang digunakan : faktor bahasa adalah faktor yang sangat
mempengaruhi kelancaran sebuah komunikasi. Di era globalisasi seperti saat
ini banyak sumber informasi ataupun internet yang berbahasa asing (Inggris).
Hal ini tentu saja menghambat masyarakat yang tidak mengerti bahasa asing.
- Tehnis : faktor ini berkaitan dengan tehnis operasional dalam memanfaatkan
sumber informasi misalnya internet dan birokrasi dalam memperoleh
informasi.
- Ketersediaan dan keterjangkauan sumber : bentuk sumber di masa kini sudah
beraneka macam dan bahkan informasi dapat dikatakan tidak terbatas.
Mudahnya kita memperoleh sumber informasi akan sangat menunjang
terjadinya proses komunikasi yang efektif dan berkualitas.
2. Faktor komunikator
Komunikator adalah pelaku aktif dalam komunikasi. Komunikasi dapat
berjalan dengan lancar tidak jarang karena komunikator.
- Penampilan dan sikap : penampilan komunikator dalam berkomunikasi dapat
meliputi beberapa hal antara lain sikap, ekspresi verbal maupun non verbal,
busana yang dipakai dan kerapian komunikator sangat mempengaruhi proses
komunikasi. Seorang perawat yang bersikap sopan, santun dengan busana
yang anggun dan rapi akan menunjang kepercayaan diri dan minat
komunikan dalam merespon komunikator. Penampilan komunikator adalah
stimulus awal bagi komunikan. Beberapa sikap yang menunjang keberhasilan
komunikator adalah :
1. Senyum (keep smiling)
2. Terbuka
3. Rendah hati
4. Dapat menjadi pendengar yang baik
5. Tidak sombong/angkuh
6. Saling percaya
7. Cakap
- Penguasaan masalah : penguasaan masalah adalah hal yang mutlak. Seorang
komunikator akan tegas dan mantap dalam menyampaikan pesan bila dia
menguasai apa yang akan disampaikan. Selain meningkatkan kepercayaan
diri bagi komunikator, penguasaan masalah juga dapat menghilangkan
keraguan dari komunikan karena yakin mendapatkan pesan atau informasi
dengan benar.
- Penguasaan bahasa : seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penguasaan bahasa
akan membantu komunikator dalam memperoleh sumber yang bagus dan
berkualitas. Dengan penguasaan bahasa seorang komunikator dapat
melakukan komunikasi dengan sistematis, terarah, dan mudah dipahami oleh
komunikan.
- Kesempatan : adanya kesempatan yang cukup dalam menyampaikan pesan
atau informasi menunjang terjadinya proses komunikasi yang lengkap.
Kesempatan bagi komunikator adalah adanya waktu dan tempat serta suasana
psikologis yang memungkinkan terlaksananya komunikasin secara dinamis.
- Saluran : saluran yang dimaksud adalah alat indera (penglihatan,
pendengaran, pembauan, rasa, wicara) yang digunakan komunikator dalam
mendapatkan dan menyampaikan pesan.
3. Faktor pesan
Teknik penyampaian pesan yang digunakan : teknik penyampaian pesan
yang digunakan ini sering terganggu karena faktor bahasa dan faktor teknis
selama pesan disampaikan
- Faktor bahasa : penggunaan bahasa yang kurang tepat selama komunikasi
dapat menimbulkan persepsi yang berbeda, sehingga pesan yang dimaksud
komunikator tidak dapat tersampaikan dengan tepat kepada komunikan.
- Faktor teknis : hambatan yang terjadi karena faktor teknis ini biasanya terjadi
bila komunikasi tersebut menggunakan media, misalnya : pengeras suaranya
rusak sehingga tidak dapat terdengar dengan baik oleh komunikan, suara
gaduh di sekeliling komunikator atau komunikan, adanya halilintar dan
sebagainya
Bentuk pesan, bentuk pesan yang disampaikan dapat bersifat informatif,
persuasif, dan koersif.
- Informatif : bentuk pesan yang memberikan keteranagn-keterangan atau
pengetahuan-pengetahuan bagi komunikan, kemudian komunikan mengambil
kesimpulan sendiri.
- Persuasif : bentuk penyampaian pesan dengan maksud mempengaruhi
komunikan untuk menerima atau menggunakan maksud pesan yang
disampaikan untuk komunikator.
- Koersif : bentuk pesan koersif ini bersifat memaksa dengan menggunakan
sanksi-sanksi apabila komunikan tidak mengikuti makna pesan yang
disampaikan oleh komunikator. Pesan sesuai kebutuhan, pesan yang
disampaikan oleh komunikator dapat menimbulkan ketertarikan atau
sebaliknya pada komunikan Jelas, faktor kejelasan pesan dapat menjamin
keefektifan komunikasi yang dilakukan. Simple (isi pesan tidak terlalu
banyak), penyampaian pesan yang terlalu banyak juga merupakan suatu
faktor yang dapat mengganggu proses komunikasi.
4. Faktor media atau saluran (channel)
Dalam komunikasi penggunaan media atau saluran sangat menentukan
kelangsungan komunikasi. Menurut Kriyoso (1994) media atau saluran yang
langsung terlibat dalam proses komunikasi adalah alat atau sarana yang dilalui
oleh suara, antara lain :
- Mata
- Hidung
- Otak
- Tangan
- Telinga
5. Faktor Umpan Balik (Feedback)
Faktor umpan balik yang dapat mempengaruhi berlangsungnya
komunikasi adalah :
- Relevansi dan pentingnya umpan balik, feedback hendaknya dilakukan sesuai
dengan arah dan tujuan komunikasi (relevan) yang diinginkan serta
dipandang perlu dilakukan umpan balik.
- Sifat umpan balik, umpan balik hendaknya tidak bersifat penilaian
(judgement) namun lebih baik bersifat evaluatif.
- Waktu (timing) adalah pelaksanaan umpan balik yang dilakukan tidak pada
waktu dan tempat yang tepat juga akan mempengaruhi komunikasi yang
dilangsungkan.
6. Faktor komunikan
Dalam konteks komunikan (penerima pesan) komunikasi akan dapat
berjalan lancar dan efektif dipengaruhi oleh :
- Penampilan dan sikap, dapat meliputi beberapa hal antara lain sikap, ekspresi
verbal maupun non verbal, busana yang dipakai dan kerapian komuinikan.
Penampilan tersebut menunjukkan kesiapan komunikan dalam menerima
pesan dari komunikator.
- Pengetahuan, seseorang yang mempunyai pengetahuan terbatas kurang
informasi akan sulit menerima atau mengikuti pembicaraan orang lain.
- Sistem sosial, pola, nilai dan norma yang berlaku dalm suatu masyarakat
perlu difahami oleh seseorang dalam berkomunikasi.
- Saluran, yang dimaksud adalah alat indera (penglihatan, pendengaran,
pembauan, rasa, dan wicara) yang dimiliki komunikan dalam menerima dan
mempersepsikan pesan.
7. Faktor efek.
Komunikasi dengan tujuan tertentu yang sudah lama dan sering dilakukan
namun bila tidak membaw dampak atau efek yang nyata dari hasil komuniaksi
tersebut, maka orang atau komunikator cenderung jenuh atau bosan untuk
menyampaikan pesan berikutnya.
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat
klien yangbertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi
perilaku pasien.Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman
belajar bersama dan pengalamandengan menggunakan berbagai tekhnik
komunikasi agar perilaku klien berubah ke arahpositif seoptimal mungkin. Untuk
melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawatharus mempunyai
keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.Teori komunikasi sangat
sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987,hal. 111) karena :
1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam
proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan
pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti
keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena
proseskeperawatan ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat
kesehatanyang normal.
3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang
terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi. Dalam membina hubungan
terpeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses komunikasi dan
keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan masalahnya.
Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan,
penerima pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu pengirim
dan penerima adalah komunikasi yang akan memberikan efek pada perilaku.
Pesan yang disampaikan dapat berupa verbal dan nonverbal. Bermain
merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik dengan klien anak.
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara lain :
Vokal, nada, kualitas, keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya
menggambarkan suasana emosi.
1. Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau
gerakan- gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat
diartikan sebagai suasana hati.
2. Jarak (space) yakni jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain
menggambarkan keintiman.
3. Sentuhan dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan
aspek budaya dan kebiasaaan.
Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa
dirinya kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang
bertanggung jawab. Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi klien
jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan klien. Komunikasi terapeutik
tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus direncanakan,dipertimbangkan
dan dilakukan secara profesional. Pada saat pertama kali perawat melakukan
komunikasi terapeutik proses komunikasi umumnya berlangsung singkat,
canggung, semu dan seperti di buat-buat. Hal ini akan lebih membantu untuk
mempersepsikan masing-masing hubungan pasien karena adanya kesempatan
untuk mencapai hubungan antarmanusia yang positif sehingga akan
mempermudah pencapaian tujuan terapeutik.
Fase Komunikasi Terapeutik
Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali
perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini
perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang
strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh
seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan
meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani,
2005). Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a) Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi
dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam
Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang
akan dilakukan.
b) Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting
dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal
pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin
mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap
perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk
memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina
hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
c) Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena
dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien.
Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada
saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
d) Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan
mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk
pertemuan pertama tersebut (Suryani,2005).
Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu
atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat
harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam
Suryani, 2005).Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap
terbuka pada klien danini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka
dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan
data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.Wdalam Suryani, 2005). Tugas
perawat pada tahap ini antara lain:
Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi
terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan
hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya
rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah
pihak. Hubungan yang dibinatidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada
situasi dan kondisi (Rahmat, Jdalam Suryani 2005). Karena itu, untuk
mempertahankan atau membina hubungan saling percaya perawat harus
bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apaadanya, menepati janji, dan
menghargai klien (Suryani, 2005).
Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat
penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam
Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan
atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi
kesalahpahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk
menghindari adanya harapan yangterlalu tinggi dari klien terhadap perawat
karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan
serba tahu (Gerald, D dalam Suryani,2005). Perawat perlu menekankan bahwa
perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah
ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).
Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada
tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong
klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat
mengidentifikasi masalah klien.
Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi
bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai.
Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang
telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu.
Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien
bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap
kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap
perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan
tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal
maupun nonverbal klien. Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening
karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah
klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan
masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi
cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih. Perawat juga
diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik
menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal
penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide
yang sama (Murray,B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik
menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang
penting (Fontaine & Fletcnerdalam Suryani, 2005)
Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien
(Christina, dkk,2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir (Stuart, G.Wdalam Suryani, 2005). Terminasi sementara adalah
akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat
akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi
akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proseskeperawatan secara
keseluruhan. Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.
Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak
boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan
sekedar mengulang atau menyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakanperasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu
mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan
ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang
diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya.
Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa
alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa
meminta klien untuk mencoba salahsatu dari alternative tersebut.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar
terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya.
Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.Stuart G.W.
(1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-
klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika
hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan
kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat
dipengaruhi oleh kemampuanperawat untuk terbuka, empati dan responsif
terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaantahap sebelumnya.
top related