fenomena artis menjadi kader partai di pemilihan umum calon legislatif.docx
Post on 01-Jan-2016
33 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Qonita Hanif ( 09020061)
Fenomena Artis Menjadi Kader Partai di Pemilihan
Umum Calon Legislatif
Latar Belakang
Fenomena artis terjun ke dunia politik atau menjadi caleg sudah lama
terjadi. Sejak pemilu di zaman Orde Baru, beberapa artis pernah duduk di
Senayan mewakili fraksi utusan golongan yang berisi seniman dan tokoh agama.
Di era reformasi, semakin banyak artis yang terjun ke dunia politik. Beberapa
mampu bersuara, setidaknya menunjukkan kinerja mereka di parlemen, namun
sebagian besar hanya menjadi ‘penggembira’ saja. Selama dua periode pemilu ini
rakyat Indonesia dicengangkan dengan fenomena artis yang mencalonkan diri
sebagai legislatif. Hal itu di tengarai karena banyak partai politik yang merekrut
kader-kadernya dari kalangan artis. Dalam bahasan ini akan diusung fenomena
artis menjadi kader partai di pemilihan umum legislatif.
Pembahasan
A. Partai Politik di Indonesia
Partai politik di Indonesia adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian ini
tercantum dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik.
B. Alasan Partai Mengkaderkan Artis sebagai Caleg
Banyak alasan yang diberikan dari partai politik yang mengkaderkan calon
legislatif dari kalangan artis dantaranya:
Qonita Hanif ( 09020061)
Modal popularitas
Artis rupanya tidak lagi sekadar menjadi polesan di panggung kampanye
seperti massa orde baru. Di zaman reformasi ini, sejumlah selebriti malah
beramai-ramai menjadi calon anggota legislatif yang didaftarkan parpol.
Kehadiran para caleg “karbitan” ini memang berpotensi mendulang suara. Tapi
sekaligus menggusur peluang kader yang sudah bertahun-tahun mengabdi pada
parpol. Selain di legislatif, deretan artis belakangan meramaikan ajang pilkada.
Sebut saja Primus Yustisio, Syaiful Jamil, dan Ayu Soraya. Dalam sejumlah
pilkada, artis memang mendongkrak perolehan suara. Tapi seharusnya bukan
cuma kekuasaan yang mereka incar. Para selebriti yang menjadi politisi dituntut
dedikasi dan loyalitasnya pada rakyat. Yang pasti rakyat tidak berharap sekadar
dihibur dengan kehadiran mereka di lembaga eksekutif atau legislatif. Apalagi
kalau ternyata fenomena artis berpolitik karena rakyat butuh figur dan
kepercayaan baru setelah kecewa pada caleg yang merupakan para kader parpol.
Benar atau tidak, opini yang muncul bahwa artis melenggang ke pilkada dan
menjadi caleg awalnya mungkin bukan niatan sang artis sendiri, namun bujukan
dan rayuan partai politik. Artis menjadi sasaran rayuan, karena popularitasnya
sangat layak dijual. Selain itu, dengan kondisi memungkinkan, bahwa tren artis
masuk parpol juga sangat menguntungkan partai politik. Sebab, popularitas artis
bisa menjadi modal untuk memperbesar potensi raihan suara dalam pemilihan
kepala daerah maupun presiden, sehingga menjadi lumbung suara bagi setiap
partai politik. Karena sangat sedikit dari kader mereka yang benar-benar ngetop.
Maka dengan menjagokan artis, partai politik tak perlu capai-capai sosialisasi dan
memopulerkan nama dan nomor partainya. Namun yang disesalkan, aspek
kualitas menjadi dinomor sekiankan oleh partai politik.
Krisis kaderisasi dan kepercayaan diri parpol
Berbondong-bondongnya artis memasuki politik dan menjadi caleg saat ini
sepertinya sedang terjadi sebuah krisis kepercayan diri partai politik untuk
mendapatkan suara dari pemilih. Faktor krisis kepercayaan diri yang dialami
parpol membuat parpol-parpol merancang strategi untuk memulihkan citra
Qonita Hanif ( 09020061)
buruknya. Terseretnya sejumlah politisi ke liang korupsi, membuat masyarakat
tak lagi percaya dengan sepak terjang mereka. Kehadiran artis, menjadi alternatif
bagi masyarakat. Meskipun, masih sekadar performatif alias mengandalkan
penampilan. Secara substansial, belum ada dan bisa menemukan artis yang
memiliki gagasan politik yang jelas yang menjadikan mereka bisa diandalkan.
Efek negatif dari fenomena ini, menjadikan politik sebagai sesuatu yang terlalu
cair. Akibatnya, tak ada lagi pemahaman yang memadai tentang politik yang
kontemplatif dari para pelakunya. Sisi positifnya, dunia politik tidak lagi
teralienasi dan dianggap sesuatu yang mengerikan tapi menjadi sesuatu yang
menghibur dengan banyaknya artis yang masuk politik. Selain itu juga terjunnya
artis ke politik ini menjadi pengetahuan bagi kita tentang kondisi internal partai
politik saat ini. Kalau suatu partai yang sudah berusia lebih dari 10 tahun masih
saja lebih mengandalkan artis untuk menarik suara, karena tidak punya sejumlah
kader handal hasil bentukan sendiri, mereka tidak mampu memfungsikan
organisasi partai bekerja dengan solid dan agresif. Itu berarti pimpinan dan pendiri
partai tersebut gagal membesarkan partainya. Lebih menyedihkan lagi kalau
kegagalan itu mau ditutup dengan memburu para artis untuk dijadikan caleg.
Inilah potret partai politik di Indonesia saat ini. Dan amat disayangkan kalau hal
ini dilakukan partai yang semula menjanjikan pencerahan dan ingin mempelopori
reformasi. Kenyataannya partai politik saat ini malah banyak yang berbalik
melakukan pembodohan terhadap masyarakat dan menggiring politik menjadi
hamba industri hiburan dengan memajang artis sebagai caleg. Dari sisi lain
masuknya para artis dalam praktik pemilihan di Indonesia itu, memperlihatkan
kurang berfungsinya partai politik. Dalam konsep politik, partai politik memiliki
fungsi untuk melakukan pendidikan politik, komunikasi politik, serta perekrutan
politik. Fungsi-fungsi tersebut seakan-akan kurang maksimal. Masuknya artis juga
memperlihatkan tidak adanya proses perekrutan yang baik.
C. Alasan Artis-artis Mencalonkan Diri sebagai Legislatif
Banyak faktor yang bisa mendorong artis jadi caleg. Pandangan
masyarakat terkadang miring tentang motivasi dasar seorang artis jadi caleg. Bagi
Qonita Hanif ( 09020061)
artis senior dicibir bahwa mereka banting setir jadi caleg karena sudah tidak lagi
populer atau popularitas yang sudah mulai berkurang terdesak oleh artis yang
lebih muda. Sedangkan bagi mereka yang artis muda jadi caleg yang sedang naik
daun dianggap masyarakat karena memanfaatkan aji mumpung. Mumpung lagi
tenar, kenapa tidak jadi caleg saja.
Hasil analisa tentang alasan mengapa artis mau jadi caleg antara lain :
1. Mendapat tawaran parpol dan iming-iming posisi caleg yang bagus
2. Popularitas sudah berkurang, mencoba peruntungan nasib menjadi caleg
3. Latar belakang pendidikan yang sebetulnya mendukung untuk menjadi caleg
4. Dorongan idealisme untuk memberikan sumbangsih bagi perkembangan
perpolitikan di Indonesia
5. Memanfaatkan popularitas keartiasannya untuk mencari simpati masyarakat.
Kesimpulan
Fenomena artis yang mencalonkan diri sebagai calon legislatif di
Indonesia memang sudah bisa dibilang hal yang biasa, terutama jika setiap pemilu
hal yang terjadi adalah semakin bertambah saja artis-artis yang mencalonkan diri.
Dengan berbagai alasan, tujuan serta tindak lanjut dari partai seakan-akan
membuat artis-artis itu gampang dalam memasuki dunia politik di Indonesia.
Saran
Sebagai rakyat Indonesia yang memiliki hak untuk memilih siapa
pemimpin kita sudah seharusnya kita selektif dalam memilih, artis mencalonkan
diri menjadi anggota legislatif memang lah diperbolehkan tetapi hal tersebut juga
harus diimbangi dengan kemampuan. Dan peran partai politik sangatlahpenting
terutama pada pengkaderan, jangan hanya mementingkan suara dan popularitas
yang akan diperoleh sehingga seenaknya saja memilih bakal calon legislatif.
top related